Posterior Capsular Opacity: Paper

  • Uploaded by: Ananta Ginting
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Posterior Capsular Opacity: Paper as PDF for free.

More details

  • Words: 5,325
  • Pages: 28
Loading documents preview...
PAPER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

NAMA : REINA R TARIHORAN NIM : 140100015

PAPER POSTERIOR CAPSULAR OPACITY

Disusun oleh: REINA ROMAULI TARIHORAN NIM: 140100015

Supervisor: dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K), selaku supervisor yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian paper ini. Paper ini berjudul “Posterior Capsular Opacity” dimana tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal mengenai penyakit ini. Dengan demikian diharapkan karya tulis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2020

Penulis

i

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................

i

DAFTAR ISI ...............................................................................................

ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................

1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1

1.2. Tujuan Penulisan ......................................................................

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

3

2.1. Anatomi Mata...........................................................................

3

2.1.1. Lensa ............................................................................

3

2.1.2. Embriologi Lensa ......................................................... 5

2.2.

2.1.3. Fisiologi Lensa .............................................................

7

Posterior Capsular Opacity………………………………………

9

2.2.1. Definisi.........................................................................

9

2.2.2. Epidemiologi ................................................................

9

2.2.3. Etiologi.........................................................................

9

2.2.4. Manifestasi Klinis ......................................................... 10 2.2.5. Gejala Klinis................................................................. 10 2.2.6 Patofisiologi ................................................................. 11 2.2.7. Diagnosis...................................................................... 13 2.2.8. Pencegahan................................................................... 13 2.2.9. Penatalaksanaan............................................................ 20 BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22 LAMPIRAN

ii

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.Anatomi Mata............ ...................................................................

3

Gambar 2. Struktur Lensa ............................................................................

4

Gambar 3. Sutura Y ......................................................................................

4

Gambar 4. Biokimia Lensa ............................................................................

7

Gambar 5. Nukleus dan Korteks Lensa .........................................................

7

Gambar 6. Perkembangan dari embrio mengenai mata .................................. 11 Gambar 7.Anatomi lensa kristalin ................................................................. 11 Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler ............................................ 13 Gambar 9. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. ............ 15 Gambar 10. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. .......... 17 Gambar 11. Vitreus yang teridentifikasi setelah injeksi triamcinolon ............. 19 Gambar 12. Acrylic Hydrofobik..................................................................... 20

iii

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Tindakan operasi katarak pada masa anak-anak merupakan tantangan.

Perkembangan fungsi visual yang terjadi pada masa anak-anak menyebabkan katarak hendaknya dimanajemen dengan baik, karena bila pada periode tersebut terdapat gangguan dijalur visual, akan berdampak pada gangguan fungsi visual normal, dan dapat menyebabkan kelainan seperti ambliopia, strabismus atau nistagmus. Kondisi fisiologi dan anatomi mata anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan sangat berbeda dari orang dewasa. Rigiditas sklera yang rendah, kapsul anterior yang lebih elastis, dan tekanan intraokular yang relatif lebih tinggi merupakan kesulitan -kesulitan yang dihadapi operator. Paska operatif terdapat risiko untuk peningkatan inflamasi paska operasi, pembentukan membran, serta Posterior Capsule Opacification (PCO). Jangka panjang juga terdapat masalah-masalah yang akan dihadapi, antara lain perubahan keadaan refraksi, risiko ambliopia serta insiden operasi ulang yang tinggi, membuat operasi katarak pada anak-anak lebih kompleks.(1, 2) Posterior Capsule Opacity atau Posterior Capsule Opacification atau dikenal juga sebagai katarak sekunder adalah opasifikasi yang terjadi akibat sisa sel epitel lensa atau lens epithelial cells (LECSs) yang mengalami proliferasi dan metaplasi membentuk jaringan fibrosis, kemudian bermigrasi menuju kapsul posterior, yang dapat muncul beberapa bulan hingga beberapa tahun setelah operasi katarak. Kekeruhan kapsul lensa posterior merupakan komplikasi paling umum dari operasi katarak pediatrik, insidennya terjadi 43,7% hingga 100% terutama ketika kapsul posterior dibiarkan utuh. PCO merupakan komplikasi jangka panjang yang paling utama setelah dilaksanakannya operasi katarak, termasuk kasus-kasus katarak pediatrik karena anak memiliki respon inflamasi sangat intens sehingga merangsang pembentukan membran.(3, 4) Meskipun teknik operasi katarak terus berkembang, PCO tetap menjadi komplikasi pasca operasi yang paling sering terjadi pada operasi katarak 1

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pediatrik.. Usia merupakan faktor utama yang berperan dalam terbentuknya PCO post operasi katarak pediatrik, dimana insiden berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Pada anak kecil dari 6 tahun, direkomendasikan tindakan operasi katarak diikuti kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior untuk mengurangi risiko PCO. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan membran sekunder setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan PCO, antaralain patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks, manajemen kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain, bahan dan lokasi) serta manipulasi operasi.(2, 5, 6) Primary posterior capsulotomy dengan atau tanpa vitrektomi anterior dan implantasi IOL saat ini merupakan teknik yang paling diterima dalam operasi katarak pediatrik untuk mengurangi insiden PCO, walaupun ada beberapa pendapat yang lebih suka membiarkan kapsul posterior tetap utuh dan melakukan manajemen bila telah terjadi kekeruhan kapsul, serta masih terdapat beberapa kontroversi dan pertanyaan – pertanyaan seperti kapan seharusnya kapsul posterior dibuka dan kapan bisa dibiarkan utuh, kapan vitrektomy anterior harus dilakukan, sehingga operator dapat melakukan pilihan bijaksana dalam memilih teknik operasi, disesuaikan dengan kasus individual, tersedianya fasilitas serta pengalamannya.(1, 7, 8) Manajemen yang efektif bila telah terbentuk PCO adalah membranektomi dan Nd: YAG laser capsulotomy, untuk membersihkan visual aksis dengan membuat lobang disentral kapsul yang keruh.(9, 10) Dalam makalah ini akan dibahas etiologi, patofisiologi, pencegahan dan manajemen kapsul posterior dalam operasi katarak pediatrik untuk mencegah PCO serta manajemen PCO post operasi katarak pediatrik.

2

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.2.

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan paperini adalah untuk mengetahui dan memahami

tentang Posterior Capsule Opacity. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata 2.1.1 Lensa Lensa mata berbentuk bikonveks, avaskuler, transparan, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks dan nukleus. Anterior lensa berhubungan dengan humor aqueous, ke posterior berhubungan dengan corpus vitreus. Di posterior iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan corpus siliare. Zonula Zinii berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula Zinii melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. 5

Gambar 1. Anatomi mata5

Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang dapat dilewati air dan elektrolit sebagai sumber nutrisi. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. Epitel subkapsuler ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid. 5,6

4

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamellamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di

bagian

anterior.

Garis-garis

persambungan

yang

terbentuk

dengan

persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).5

Gambar 2. Struktur lensa7

Gambar 3. Sutura Y7 5

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak terdapat serat nyeri, pembuluh darah atau saraf.5

Gambar 4. Biokimia lensa7

2.1.2. Embriologi Lensa Mata berasal dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensanya berasal dari ektoderm permukaan pada tempat lensplate, yang kemudian mengalami invaginasi dan melepaskan diri dari ektoderm permukaan membentuk vesikel lensa dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic cup. Segera setelah vesikel lensa terlepas dari permukaan ektoderm, maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi bagian yang kosong. Pada stadium ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder memanjangkan diri, dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel subkapsuler, yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsula lentis. Serat-serat ini saling bertemu dan membentuk sutura lentis, yang berbentuk huruf Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di

6

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

posterior. Pembentukan lensa selesai pada usia 7 bulan penghidupan fetal. Inilah yang membentuk substansi lensa, yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambatlambat. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut dengan disusul oleh proses sklerosis.6

Gambar 5. Nukleus dan korteks lensa7

Gambar 6. Perkembangan dari embrio mengenai mata

7

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.3 Fisiologi Lensa Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.6 Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan akan berkurang.5 Secara fisiologi lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, dan terletak di tempatnya.8 Pada fetus, bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka sebagai katarak. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.5

8

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2

Posterior Capsular Opacity

2.2.1 Definisi Posterior Capsular Opacity (PCO) adalah salah satu komplikasi yang tersering dari operasi katarak EKEK atau fakoemulsifikasi x. PCO juga dikenali sebagai katarak sekunder. Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari EKEK.3

2.2.2 Epidemiologi Insidensi terjadinya PCO mempunyai rentang dengan paling tinggi 50% dan paling rendah < 5 % pada pasien yang menjalani operasi katarak. x Insidensi PCO bervariasi pada masing-masing penelitian. Sekitar 10-56 % kejadian PCO dilaporkan dalam waktu 3 tahun tergantung pada jenis lensa yang digunakan. Pada orang dewasa, waktu yang diambil untuk terjadi PCO bervariasi dari bulan ke tahun dan insidensinya menurun dengan bertambahnya usia. Pada kelompok usia muda, hamper 100% opasifikasi terjadi dalam waktu 2 tahun setelah operasi. 5

2.2.3 Etiologi Beberapa faktor berkontribusi terhadap pembentukan membran sekunder setelah operasi katarak, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan PCO. Insiden PCO post operasi katarak pediatrik secara signifikan lebih tinggi dibandingkan katarak dewasa, terutama pada anak yang menjalani implantasi lensa dengan kapsul posterior utuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian perkembangan PCO pada anak-anak, antaralain usia dilakukannya pembedahan, patologi okular yang menyertainya, tingkat pembersihan korteks, manajemen bedah kapsul posterior dan vitreus anterior, parameter IOL (desain, bahan dan lokasi) dan manipulasi operasi.(6) Penyakit sistemik dan okuler mempengaruhi perkembangan PCO. Studi menyebutkan bahwa pada follow-up satu tahun, pasien dengan diabetes memiliki resiko PCO post operasi katarak yang signifikan bila dibandingkan dengan pasien non-diabetes. Studi lain menyebutkan insiden PCO juga tinggi di mata dengan

9

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

uveitis. Untuk pemilihan material IOL, dikatakan bahwa IOL akrilik hidrofobik terbukti memberikan hasil visual yang lebih baik dan mengurangi insiden PCO dibandingkan jenis silikon, PMMA, atau PMMA IOLs yang dimodifikasi permukaan heparin. Demikian pula, pasien dengan retinitis pigmentosa menunjukkan insiden dan kepadatan PCO yang jauh lebih tinggi. Pada katarak traumatik, kejadian PCO secara signifikan lebih tinggi mencapai 92% pada follow up tiga tahun.(3)

2.2.4. Manifestasi Klinis Epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin mencoba melakukan regenerasi serat-serat lensa (epitel subkapsuler berproliferasi dan membesar), sehingga memberikan gambaran busa sabun atau telur kodok

pada kapsul

posterior yang disebut juga dengan Mutiara Elsching atau Elsching Pearl. Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut, mungkin menghasilkan banyak lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan. Sel-sel ini mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat ini menimbulkan banyak kerutan-kerutan

kecil

di

kapsul

posterior,

yang

menimbulkan

distorsi

penglihatan.4 Cincin Soemmering juga dapat timbul sebagai akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi kearah pinggir-pinggir melekat pada kapsul posterior, meninggalkan daerah yang jernih ditengah, dan membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi. Semua faktor ini dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan setelah EKEK. 1

2.2.5. Gejala Klinis  Mata kabur  Mata silau  Penurunan tajam penglihatan  Gangguan penglihatan warna  Penglihatan ganda

10

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.6. Patofosiologi Anatomi mata anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Anak-anak memiliki mata yang ukurannya lebih kecil saat lahir, seiring pertumbuhan terjadi perubahan ukuran, panjang aksial dan kelengkungan kornea. Panjang aksial ratarata mata bayi baru lahir adalah 16,5 mm, kemudian mengalami pertumbuhan pesat dalam 18 bulan pertama, hingga mencapai ukuran 23 mm pada usia 13 tahun. Demikian pula perubahan kelengkungan kornea, saat baru lahir 51,2 D mengalami perubahan hingga usia dewasa menjadi kira-kira 43,5 D. Anak juga memiliki sklera yang tipis dan elastis, kapsul lensa lebih elastis, serta respon terhadap inflamasi yang tinggi setelah operasi.(1, 2) Salah satu perbedaan paling mencolok antara katarak orang dewasa dan pediatrik adalah kapsul lensa anterior, dimana pada pediatrik, kapsul anteriornya tiga kali lebih tipis dibandingkan dewasa, namun lima kali lebih kuat sehingga teknik kapsulotomi yang tepat dan utuh perlu diperhitungkan saat akan melakukan tindakan operasi katarak pediatrik untuk membantu memastikan struktur dan stabilitas kapsul lensa yang tersisa.(11, 12) Sel epitel lensa atau lens epithelial cells (LECSs) melapisi permukaan bagian dalam anterior, daerah pre-ekuatorial, dan khatulistiwa kapsul lensa (Gambar 1). Di daerah ekuator lensa, LECSs mengalami diferensiasi membentuk serat lensa yang melapisi secara konsentris. Lapisan serat lensa ini selanjutnya diidentifikasi sebagai korteks dan nukleus. Nukleus mengandung serat lensa tertua sementara yang lebih baru yang terletak di korteks.(3, 13, 14)

Gambar 7. Anatomi lensa kristalin.(15)

11

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Posterior Capsule Opacification terjadi akibat

pertumbuhan dan

proliferasi abnormal LECSs pada kapsul yang tertinggal pada saat operasi katarak. Sel-sel ini bermigrasi ke kapsul posterior mendekati sumbu visual aksis. Dahulu, saat masih berkembang teknik ekstraksi katarak intracapsular (ICCE), seluruh lensa bersama dengan seluruh kapsul diekstraksi. Keuntungan metode ini, tidak ada LECSs yang tertinggal, namun kerugiannya tidak ada kapsul yang tersisa untuk implantasi IOL. Pada era modern saat ini, dilakukan ekstraksi semua serat lensa, dengan menyisakan kapsul posterior utuh dan kapsul anterior perifer untuk implantasi IOL. Dengan adanya kapsul yang tersisa sisa, LECSs memiliki potensi untuk menghasilkan produk selulernya, menyebabkan kekeruhan dikapsuler yang dikenal dengan katarak sekunder, dan merupakan konsekuensi pasca operasi yang fisiologis dari operasi katarak ekstrakapsular tanpa komplikasi. (10) Posterior

Capsule

Opacification

terbentuk

karena

adanya

proliferasi, migrasi, dan transdiferensiasi LECSs yang normalnya terdapat pada bagian dalam kapsul lensa anterior, dan tersisa pada capsular bag setelah operasi katarak. Pengendapan kolagen, dan regenerasi serat lensa dari LECSs merupakan penyebab utama kekeruhan. Sel-sel ini bermigrasi ke kapsul posterior mendekati sumbu visual aksis. Proliferasi residu LECSs tertinggi terjadi dalam 3 sampai 4 hari setelah operasi. Mekanisme pasti yang menginisiasi proliferasi ini masih belum diketahui, diduga berhubungan dengan perubahan komponen matriks ekstraseluler dan growth factors akibat proses inflamasi. Respon inflamasi dapat diperparah oleh adanya bahan asing, yaitu IOL dan residual korteks. Selain LECSs, melanosit dari iris dan sel yang dilepaskan dari darah karena kerusakan blood aquos barrier juga dapat berkontribusi menyebabkan PCO. Residu LECSs mengeluarkan berbagai sitokin yang menginduksi inflamasi, antaralain growth factor (FGF), platelets derived growth factor (PDGF), hepatocyte growth factor (HGF), epidermal growth factor (EGF), insulin like growth factor (IGF), transforming growth factor β (TGFβ), interleukin 1 and 6. Studi yang telah dilakukan menunjukkan FGF dalam akuos humor kelinci meningkat setelah operasi dan menstimulasi proliferasi LECSs. Pada anak-anak, kepadatan yang

12

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

lebih tinggi dari LECSs dan lebih banyaknya jumlah sel aktif meningkatkan potensi proliferasi LECs sehingga resiko terjadi PCO juga lebih tinggi.(3, 10, 16) Selanjutnya terjadi migrasi LECSs menuju kapsul posterior. Migrasi LECSs berperan penting pada remodeling kapsul lensa, dan dihubungkan dengan aktivitas Matrix metalloproteinase (MMPs), yang merupakan kelompok enzim proteolitik, yang berperan penting untuk proses penyembuhan luka. Pada kapsul posterior, LECSs mengalami proses diferensiasi menyebabkan terbentuknya struktur seperti mutiara (Elschnig sign) dalam kapsul posterior. Dapat juga terjadi diferensiasi abnormal LECSs yang diinduksi oleh TGFβ, menyebabkan pembentukan sel myofibroblast. Pembentukan myofibroblast menyebabkan kerutan pada kapsul posterior, dan membentuk PCO berserat (fibrous)

Gambar 8. Berbagai bentuk kekeruhan kapsuler : A. kekeruhan kapsul anterior; B. Tipe campuran PCO dengan area berserat (panah) dan mutiara (tanda bintang); C. kekeruhan kapsul posterior berbentuk serat bentuk (panah); D. kekeruhan kapsul posterior berbentuk mutiara (tanda bintang); E, Kekeruhan kapsul posterior linier.(3)

13

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.2.7. Diagnosis Banyak penulis menggunakan pengamatan sederhana dengan slit lamp untuk mengevaluasi tingkat PCO. Kruger et al. menggunakan sistem grading 0 hingga 3 untuk mengevaluasi kekeruhan kapsul. Kriteria tersebut adalah : 0 = tidak ada, 1 = sangat ringan, 2 = sedang, 3 = putih tebal. Kapsul posterior lensa dievaluasi dalam area pusat berukuran diameter 3 mm. (17) Sellman dan Lindstrom membagi derajat PCO menjadi 4, yaitu : 1 = tidak ada atau sedikit PCO tanpa mengurangi red reflex; 2 = PCO ringan, mengurangi red refleks; 3 = fibrosis sedang, tapi visual aksis masih jelas; 4 = fibrosis berat, menutupi visual aksis dan sangat mengurangi red refleks. Sebenarnya masih banyak protokol lain yang dikemukakan untuk menilai derajat PCO, namun tetap disarankan untuk menilai dari pengamatan slit lamp, karena penilaian menggunakan cahaya slit lamp lebih valid daripada menggunakan gambar retroiluminasi.(17)  Anamnesa : dari gejala klinis didapatkan gangguan visus dan keluhan seperti katarak terbentuk kembali  Pemeriksaan pen torch : Mata putih dengan tidak ada kelainan eksternal, reflex merah bisa ditemukan di fundus.  Slit lamp : Kapsul posterior berkabut dan berwarna putih

2.2.8. Pencegahan Memastikan visual aksis yang jelas setelah operasi katarak pediatrik sangat penting untuk menghasilkan tajam penglihatan optimal untuk perkembangan visus anak-anak. Pada anak-anak kecil, respon inflamasi sangat intens sehingga visual aksis dapat terganggu akibat terbentuknya membran dan PCO, tertama pada operasi katarak pediatric dengan kapsul posterior masih utuh. Terdapat hubungan berbanding lurus antara timbulnya opasitas visual aksis dengan usia anak (Gambar 3). Terjadinya PCO yang lebih banyak pada anak yang usianya lebih muda yang

14

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mencerminkan reaktivitas jaringan anak-anak yang lebih besar terhadap LECSs.(5, 18, 19)

Gambar 9. PCO post katarak pediatrik dengan kapsul posterior utuh. A.Tahun pertama; B. tahun kedua; C. tahun ke 3-5; D. tahun ke 5.(6)

Berbagai prosedur bedah digunakan untuk mencegah insiden PCO post operasi katarak pediatrik. Tindakan kapsulotomi posterior primer merupakan pilihan utama saat ini meskipun terdapat beberapa pilihan lain untuk manajemen kapsul posterior. Pilihan manajemen operasi disesuaikan kasus pasien, fasilitas yang tersedia, dan pengalaman operator. (6)

1.

Posterior Continuous Curvilinear Capsulorhexis (PCCC)

Saat ini, primary posterior continuous curvilinear capsulorhexis (PCCC) merupakan gold standard operasi katarak pediatrik untuk mencegah PCO, karena

15

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menghasilkan tepi yang halus, bulat dan lebih resisten terhadap insiden robeknya kapsul. Teknik melakukan PCCC idealnya harus melingkar, sentris, dan tepat ukuran. Prosedur ini menuntut visibilitas baik, menggunakan instrumentasi mikro yang bagus agar ukuran capsulorhexis dapat dikontrol. Komplikasi tindakan ini adalah tersentuhnya vitreus anterior selama manuver. Beberapa peneliti melaporkan LECSs membentuk dasar untuk proliferasi pada permukaan hyaloid anterior, sehingga tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior hendaknya dilakukan bersama dengan operasi katarak, meskipun tindakan ini tidak menjamin tidak terjadinya PCO.(11, 20, 21)

Gambar 10. PCCC yang baik, terletak konsentris di tengah, dengan ukuran lebih kecil dari pada capsulorhexis anterior (6)

Tindakan anterior vitrektomi bersamaan dengan PCCC direkomendasikan untuk mengurangi kejadian PCO. Percobaan in vitro kapsul lensa manusia menunjukkan bahwa bahkan tanpa adanya kapsul posterior, LECSs yang tersisa setelah ekstraksi katarak memiliki potensi untuk berkembang biak dan membentuk

monolayer

LECSs

pada

lamina

basal

vitreous,

menutup

capsulorrhexis posterior sebagian atau seluruhnya pada sekitar sepertiga dari kasus. Salah satu komplikasi potensial akibat PCCC adalah terjadinya prolaps vitreus yang dapat terjadi saat akan memulai tusukan untuk memulai PCCC,

16

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

manuver membuat flap, atau menyusuri kapsul dengan forceps. Adanya vitreous dapat menyebabkan proliferasi dan migrasi LECs ke tengah, menggantung pada vitreus, dan menutup visual axis. Mengidentifikasi dan mengeluarkan sisa vitreous berperan penting dalam keberhasilan operasi katarak pediatrik. Beberapa studi merekomendasikan penggunaan injeksi steroid triamcinolone untuk memvisualisasikan vitreus dan memandu tindakan vitrektomi (Gambar 6).(1, 6)

Gambar 10 . Vitreus yang teridentifikasi setelah injeksi triamcinolon. (6)

Tindakan vitrektomi anterior dapat dilakukan dengan menggunakan rute limbal atau pars plana. Pada mata anak-anak, area pars plana belum berkembang sempurna, sehingga tindakan vitrektomi anterior dapat dilakukan dengan menempatkan kanula vitrektomi di anterior chamber melalui insisi dilimbal. Namun studi lain merekomendasikan membuat entry di pars plana, 2,0 mm di posterior limbus pada pasien usia dibawah 1 tahun, 2,5 mm posterior limbus pada pasien usia 1 hingga 4 tahun, dan 3,0 mm posterior limbus pada pasien yang lebih

17

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tua dari 4 tahun. Umumnya tindakan kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior dilakukan sebelum implantasi IOL.(6)

2.

Implantasi Lensa Intra Okuler

Teknik yang juga perlu diperhatikan untuk mencegah PCO adalah implantasi IOL dan memposisikan haptic IOL. Implantasi IOL in the bag merupakan pilihan terbaik untuk mengurangi kontak IOL dengan jaringan uveal dan memposisikan IOL disentral. Capsular bag diisi dengan viskoelastik kemudian IOL ditanamkan ke dalam kantong kapsuler. Posisi haptic yang tepat diharapkan dapat mencegah proliferasi sel-sel epitel lensa pada permukaan vitreus anterior. Bila ukuran capsulorhexis anterior lebih besar daripada IOL, terjadi peningkatan insidensi PCO karena memungkinkan adhesi dari kapsul anterior dan posterior, serta migrasi LECS ke sumbu visual. Bila capsulorhexis lebih kecil dari IOL optic, adhesi antara kapsul anterior dan optik IOL membuat epitel lensa anterior menjauh dari kapsul posterior sehingga akan mengurangi kejadian migrasi LECS ke belakang optik IOL.(12, 21) Pilihan lain untuk fiksasi IOL yang juga efektif mengurangi insiden PCO yaitu melakukan prosedur “optic capture”, yaitu dengan menempatkan haptics di sulkus, kemudian optic didorong perlahan kebelakang kapsulotomi posterior. Manuver ini sulit dilakukan, namun teknik ini diyakini efektif mencegah PCO karena meminimalkan gap diantara kapsul anterior dan posterior sebagai tempat berkembangnya LECs.(3, 6)

18

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 11. Skema lens in the bag dan bag in the lens dalam teknik pemasangan IOL(6) Material IOL yang digunakan turut berperan menentukan keberhasilan operasi katarak pediatrik untuk mencegah terjadinya PCO, karena IOL hendaknya berkontak dengan baik pada kapsul anterior dan posterior. Walaupun implantasi IOL berbahan PolyMethyl Methacrylate (PMMA) masih menjadi pilihan dalam operasi katarak pediatrik, namun seiring perkembangan teknologi, terjadi pergeseran pilihan IOL menggunakan material acrylic hydrofobik, yang desainnya lebih kecil, sehingga lebih mudah dimasukkan dengan insisi yang kecil. Selain itu, material acrylic dikatakan memiliki kecendrungan rendah untuk merangsang proliferasi LECs ke dalam capsular bag, memiliki permukaan posterior optik IOL yang lebih cembung dan tepi IOL yang lebih tajam sehingga menciptakan kontak yang erat antara optik IOL dan kapsul posterior sehingga dapat mencegah proliferasi LECs (Gambar 7.(1, 22)

19

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 12. Desain acrylic hydrofobik (kanan) memiliki kontak lebih erat dengan permukaan kapsul sehingga menghalangi migrasi LECs dibanding acrylic hydrophilic (kiri).(22)

Material IOL hidrofilik kurang berkontak dengan baik pada kapsul anterior dan posterior sehingga meningkatkan resiko terjadinya desenterasi lensa dan insiden PCO. Sebuah studi metaanalisis terhadap insiden PCO menyatakan bahwa lensa acrylic hydrophilic lebih rentan terhadap perkembangan PCO daripada acrylic hydrofobik atau lensa silikon, disebabkan karena kadar air yang tinggi yang

cenderung menarik LECs, selain itu ujung optik IOL material ini tidak setajam dengan bahan hidrofobik, sehingga kurang efektif sebagai barrier migrasi LECs.(8, 12, 22)

2.2.9. Penatalaksanaan PCO harus ditangani apabila terjadinya gangguan visus yang signifikan sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Berikut adalah tindakan yang dapat dilakukan: i.

Membrana pupillary yang tipis dapat ditangani dengan  Disisio, irigasi dan aspirasi  VISC  YAG laser capsulotomy

ii.

Membrana pupillary tebal  Dipotong menjadi kecil dengan menggunakan pisau Ziegler atau gunting vitreous dan diaspirasi ddengan VISC  YAG laser capsulotomy (Renu Jogi)

Saat ini YAG laser dianggap sebagai prosedur yang paling standar untuk merawat PCO.

20

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 3 KESIMPULAN

Posterior Capsular Opacity (PCO) adalah salah satu komplikasi yang tersering dari operasi katarak EKEK atau fakoemulsifikasi. Insidensi terjadinya PCO mempunyai rentang dengan paling tinggi 50% dan paling rendah < 5 % pada pasien yang menjalani operasi katarak. PCO terjadi karena epitel lensa subkapsuler yang tersisa mungkin mencoba melakukan regenerasi serat-serat lensa (epitel subkapsuler berproliferasi dan membesar), sehingga memberikan gambaran busa sabun atau telur kodok pada kapsul posterior yang disebut juga dengan Mutiara Elsching atau Elsching Pearl. Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut, mungkin menghasilkan banyak lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan. Gejala klinis yang selalunya dikeluhkan oleh pasien adalah mata kabur, mata silau, penurunan tajam penglihatan, gangguan penglihatan warna dan penglihatan ganda. Diagnosis PCO dibuat melalui anamnesa yaitu dari gejala klinis, pemeriksaan peen torch dan slit lamp. PCO harus ditangani apabila terjadinya gangguan visus yang signifikan sehingga dapat mengganggu aktivitas seseorang. Saat ini YAG laser dianggap sebagai prosedur yang paling standar untuk merawat PCO.

21

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ram J, Sukhija J. Pediatric Cataract Surgery: Current Concepts. JIMSA 2010;23(3):132-6.

2.

Medsinge A, Nischal KK. Pediatric cataract: challenges and future directions. Clinical ophthalmology (Auckland, NZ). 2015;9:77-90.

3.

Raj SM, Vasavada AR, Johar SRK, Vasavada VA, Vasavada VA. Postoperative capsular opacification: a review. International journal of biomedical science : IJBS. 2007;3(4):237-50.

4.

Hosal BM, Biglan AW. Risk factors for secondary membrane formation after removal of pediatric cataract. Journal of cataract and refractive surgery. 2002;28(2):302-9.

5.

Library TF. Posterior capsular opacification in preschool and school age patients after pediatric cataract surgery without posterior capsulotomy. https://wwwthefreelibrarycom/Posterior+capsular+opacification+in+preschoo l--and+school-age-a0473923577. 2014.

6.

Vasavada AR, Praveen MR, Tassignon M-Je, Shah SK, Vasavada VA, Vasavada VA, et al. Posterior capsule management in congenital cataract surgery. Journal Cataract Refractive Surgery. 2011;37:173-93.

7.

Lim Z, Rubab S, Chan YH, Levin AV. Management and outcomes of cataract in children: the Toronto experience. Journal of AAPOS : the official publication of the American Association for Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 2012;16(3):249-54.

8.

Javadi M-A. Pediatric cataract surgery. Journal of ophthalmic & vision research. 2009;4(4):199-200.

9.

Lloyd I, Ashworth J, Biswas S, Abadi R. Advances in the management of congenital and infantile cataract. Eye 2007;21:1301-9.

10. Awasthi N, Guo S, Wagner BJ. Posterior capsular opacification: A problem reduced

but

not

yet

eradicated.

Archives

of

Ophthalmology.

2009;127(4):555-62.

22

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

11. Wilson ME, Jr. Anterior lens capsule management in pediatric cataract surgery.

Transactions

of

the

American

Ophthalmological

Society.

2004;102:391-422. 12. Jafarinasab M-R, Rabbanikhah Z, Karimian F, Javadi M-A. Lensectomy and PCIOL Implantation with versus without Posterior Capsulotomy and Anterior Vitrectomy for Pediatric Cataracts. Journal of ophthalmic & vision research. 2008;3(1):37-41. 13. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. The Eye. Fundamental and Principles of Ophthalmology. 2. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2016-2017. p. 61-4. 14. Chen W, Tan X, Chen X. Anatomy and Physiology of the Crystalline Lens. In: Liu Y, editor. Pediatric Lens Diseases. Singapore: Springer; 2017. p. 21-8. 15. Ansari MW, Nadeem A. The Lens. 2016. In: Atlas of Ocular Anatomy [Internet]. Switzerland: Springer; [68-70]. 16. Morgan KS, Karcioglu ZA. Secondary cataracts in infants after lensectomies. Journal of pediatric ophthalmology and strabismus. 1987;24(1):45-8. 17. Aslam TM, Dhillon B, Werghi N, Taguri A, Wadood A. Systems of analysis of posterior capsule opacification. The British journal of ophthalmology. 2002;86(10):1181-6. 18. Sukhija J, Ram J, Gupta N, Sawhney A, Kaur S. Long-term results after primary intraocular lens implantation in children operated less than 2 years of age

for

congenital

cataract.

Indian

journal

of

ophthalmology.

2014;62(12):1132-5. 19. Yasar T, Batur M, Gul A. Posterior capsular opacification in preschool and school age patients after pediatric cataract surgery without posterior capsulotomy. Turkish Journal of Ophthalmology. 2016. 20. Luo Y, Lu Y, Lu G, Wang M. Primary posterior capsulorhexis with anterior vitrectomy in preventing posterior capsule opacification in pediatric cataract microsurgery. Microsurgery. 2008;28(2):113-6. 21. BenEzra D, Cohen E. Posterior Capsulectomy in Pediatric Cataract Surgery: The Necessity of a Choice. Ophthalmology. 1997;104(12):2168-74.

23

PAPER NAMA : REINA R TARIHORAN DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 140100015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

22. Findl O. Intraocular Lens Materials and Design. Achieving Excellence in Cataract Surgery Los Angeles2009. p. 95-107. 23. Karahan E, Er D, Kaynak S. An Overview of Nd:YAG Laser Capsulotomy. Med Hypothesis Discov Innov Ophthalmol. 2014;3(2):45-50.

24

Related Documents


More Documents from "Hr. Emhy"