Praktik Kedokteran Gigi Di Masa Pandemi Covid-19 (adr)

  • Uploaded by: Anggilia Irjuanti
  • 0
  • 0
  • August 2022
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Praktik Kedokteran Gigi Di Masa Pandemi Covid-19 (adr) as PDF for free.

More details

  • Words: 4,881
  • Pages: 32
Loading documents preview...
CASE SCIENTIFIC SESSION “Prosedur Perawatan Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19” Modul 8 Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi RSGM Baiturrahmah Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat-Pencegahan (IKGM-P)

1 Oleh

DWITIA PUTRI 20100707360804070 ANGGILIA IRJUANTI 20100707360804071 REFLY SAGO 20100707360804072 Pembimbing : drg. Intan Batura Endo Mahata, M. M NIDN

: 1003108601 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG 2021

MODUL 8 DENTAL PUBLIC HEALTH FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BAITURRAHMAH PADANG HALAMAN PERSETUJUAN Telah Disetujui Makalah Case Scientific Session Dengan Judul “Prosedur Perawatan Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19” Guna Melengkapi Persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Bagian Modul 8

Padang, Agustus 2021 Disetujui oleh, Dosen Pembimbing

(drg. intan batura endo mahata, MM)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Case Scientific Session dengan judul “Prosedur Perawatan Dibidang Kedokteran Gigi Selama Pandemi Covid-19” sebagai salah satu syarat dalam melengkapi Kepaniteraan Klinik pada Modul 8. Perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang tulus ikhlas serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu drg. intan batura endo mahata, MM selaku pembimbing yang telah membantu dalam menyusun makalah ini. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, Agustus 2021

Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menemukan beberapa kasus pneumonia dengan etiologi tidak diketahui pada negara China di Provinsi Hubei pada tanggal 31 Desember 2019. Kasus tersebut dilaporkan sejak 8 Desember 2019, dan banyak pasien yang bekerja atau tinggal disekitar pasar seafood yang merupakan kasus awal terjangkitnya virus ini. (Harapan et al., 2020). Pada tanggal 16 Juni 2020, terdapat 7.941.791 kasus dan 434.796 kematian diseluruh dunia akibat virus ini (WHO, 2020). Di Indonesia pada 16 Juni 2020 terdapat 40.400 kasus dan 2.231 kasus meninggal. sementara di Sumatera Barat pada 16 Juni 2020 terdapat 687 kasus, dan di Kota Padang terdapat 489 (Kemenkes RI, 2020). Coronavirus merupakan family coronaviridae. Coronavirus berukuran kecil (65125 nm dalam diameter) dan mengandung RNA single-stranded sebagai materi inti, ukuran panjang berkisar 26 sampai 32 kbs. Sub-kelompok family coronavirus yaitu alfa (α), beta (β), gamma (γ), dan delta (δ) coronavirus (Shereen et al., 2020). Dokter gigi berperan pada penyebaran infeksi karena mereka bekerja terutama melibatkan rongga mulut dan berkontak dengan saliva pada pasien yang berbedabeda (Sana Ali et al., 2020). Penyebaran langsung melalui droplet yang merupakan jalur utama penyebaran COVID-19 di praktik dokter gigi. Dokter gigi sangat sering terpapar dengan bioaerosol yang dihasilkan selama prosedur perawatan gigi.

Bioaerosol berupa partikel dengan ukuran kecil yang meningkatkan risiko infeksi pada dokter gigi (Mathur et al., 2020). Beberapa dokter gigi tidak menggunakan alat pelindung diri yang sesuai. Menurut laporan monitoring Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jenderal Soedirman rata rata kepatuhan penggunaan alat penggunaan alat pelindung pada tahun 2018 mahasiswa profesi dokter gigi rata-rata sebesar 88,4%. Angka tersebut masih belum memenuhi standar indikator mutu di rumah sakit, dimana diharapkan indikator mutu sebesar 100% (RSGM, 2018). (sarung tangan, gaun, kacamata, masker, penutup rambut dan kaki) selama prosedur rutin, yang merupakan salah satu cara penularan infeksi virus dan bakteri. Selain itu, aerosol dan percikan yang dihasilkan selama prosedur seperti scalling, polishing, preparasi kavitas dan gigi. Aerosol dan percikan bercampur dengan cairan rongga mulut (seperti saliva) pada pasien, yang akan keluar saat menggunakan rotary handpiece dan demikian dapat menularkan COVID-19 pada dokter gigi (Sana Ali et al., 2020). Prosedur kontrol infeksi standar harus sudah ada, salah satunya yang terpenting adalah alat pelindung diri yang digunakan pada masing-masing tenaga kesehatan harus sesuai dengan jalur infeksi yang akan didapat. Alat pelindung diri mencegah droplet efektif terhadap percikan aerosol dalam dua meter. Kacamata pelindung digunakan berdasarkan tingkat risiko. Alat pelindung diri untuk mencegah aerosol direkomendasikan hanya pada prosedur yang menghasilkan aerosol dan seteleh

prosedur tersebut sampai perubahan udara kembali normal atau jumlah virus sudah berkurang (Cook, 2020). Pertimbangan prosedur perawatan gigi di masing-masing departemen untuk mengurangi aerosol seperti departemen periodonti, metode pembuangan dental plak dan kalkulus baik dengan hand instrument maupun menggunakan ultrasonic scaler tidak ada perbedaan yang signifikan, namun pada kondisi pandemi Covid-19 disarankan menggunakan instrument secara manual. Departemen radiografi, radiografi ekstraoral seperti cone beam computed tomography (CBT) dan radiografi panorami disarankan pada masa pandemi Covid-19 (Shamszadeh et al., 2020 & Passarelli et al., 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut dikarenakan dokter gigi termasuk salah satu profesi yang sangat rentan terjadi infeksi silang masa pandemi Covid-19, penulis ingin menjelaskan prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi Covid-19. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi Covid-19?

1.3 Tujuan Untuk mengetahui prosedur perawatan dibidang kedokteran gigi selama pandemi Covid-19?

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 COVID-19 Coronavirus merupakan familia virus yang memiliki fenotip dan genotip yang beragam. Coronavirus adalah virus yang enveloped yang mengandung RNA rantai tunggal seperti yang terlihat pada Gambar 1, termasuk dalam keluarga Coronaviridae dari subfamili Orthocoronavirinae yang dapat menyebabkan penyakit pada mamalia, dan manusia. Genom virus sekitar 27-32 kb, yang mengkode protein struktural dan non-struktural. Protein struktural seperti membran (M), protein amplop (E), protein nukleokapsid (N) dan protein spike (S) memainkan peran utama dalam replikasi virus pada sel inang ( Shanmugraj et al., 2020).

Gambar 1. Coronavirus (Li et al., 2020) Coronavirus disease (Covid-19) merupakan penemuan infeksi virus terbaru yang pertama kali berasal dari Wuhan, China dan menyebabkan wabah pneumonia

pada seluruh dunia (Khader et al., 2020). Infeksi virus ini berawal adanya dugaan bahwa pasar seafood yang ada pada kota tersebut menjadi tempat penyebaran yang berasal dari hewan kepada manusia, sehingga juga terjadi penularan sesama manusia. Patogen penyebab wabah tersebut diidentifikasi dan diberi nama 2019 novel coronavirus (Covid-19), yang merupakan singkatan dari coronavirus disease 2019. (Ge et al., 2020). Coronavirus disease (Covid-19) merupakan penemuan coronavirus baru dan menunjukkan tingkat infeksi yang lebih tinggi, karena luasnya penyebaran dan rekombinasi genom pada virus ini (Peng et al., 2020). Terlihat bahwa cepatnya penyebaran virus yang lebih berjangkit dibandingkan severe acute respiratory syndrome coronavirus dan Middle East respiratory syndrome coronavirus (Khader et al., 2020). Diagnosis dini pada coronavirus dan pencegahan transmisi yang efektif merupakan tugas utama dalam mengendalikan Covid-19 (Peng et al., 2020). Pasien dengan Covid-19 menunjukkan manifestasi klinis berupa demam, batuk kering, sesak napas, sakit kepala, mual, muntah, diare, hidung tersumbat, sakit tenggorokan, nyeri otot, mudah lelah, penurunan jumlah leukosit, dan gambaran radiografi menunjukkan pneumonia, yang merupakan gejala mirip dengan infeksi SARS-CoV dan MERS-CoV. Dengan demikian, meskipun pathogenesis Covid-19 tidak diketahui secara pasti, namun mekanisme sama dengan SARS-CoV dan MERSCoV untuk memberikan informasi terkait hal tersebut (Li et al., 2020). Peningkatan AST, LDH, D-dimer, dan waktu protrombin yang lama mendukung diagnosis infeksi

virus. Temuan pneumonia melalui sinar-X atau CT scan akan terlihat pada semua pasien Covid-19 (Mathur et al., 2020). Siklus hidup virus didalam hos memiliki 5 tahap, yaitu perlekatan, penetrasi, biosintesis, maturase dan pengeluaran. Coronavirus memiliki 4 struktur protein; Spike (S), membrane (M), envelop (E) dan nukleokapsid (N). Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) diidentifikasi sebagai reseptor fungsional pada SARS-CoV. Analisis struktur dan fungsi menunjukkan bahwa spike pada SARS-CoV2 juga mengikat ACE2. ACE2 memiliki ekspresi tinggi pada paru, hati, ileum, ginjal, dan kandung kemih (Yuki, Fujiogi dan Koutsogiannaki, 2020). Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo et al., 2020) 2.1.2 Transmisi dan Potensi Dokter Gigi Dalam Transmisi Covid-19

Saat ini, penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi Covid-19 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin. Selain itu, telah diteliti bahwa Covid-19 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam. WHO memperkirakan reproductive number (R) Covid-19 sebesar 1,4 hingga 2,5. Namun, studi lain memperkirakan R0 sebesar 3,28 (Susilo et al., 2020). Covid-19 diyakini ditularkan terutama melalui sekresi pernapasan dan juga dari kontak orang ke orang. Virus ini terlihat dalam saliva pasien yang terinfeksi yang berarti dapat ditularkan melalui cairan oral orang yang terinfeksi kepada orang lain, melalui bersin, batuk, atau berbicara. Partikel-partikel udara ketika dihirup memiliki risiko tinggi penularan dari satu orang ke orang lain. Jadi, transmisi kontak, transmisi tetesan, dan transmisi orang ke orang adalah mode transmisi yang berbeda dari 2019nCoV. Sumber untuk kontaminasi udara dalam kedokteran gigi adalah instrumen gigi, saliva, sumber pernapasan dan tempat operasi (Sana Ali et al., 2020).. Dokter gigi merupakan profesi yang sering terpapar dengan mikroorganisme pathogen, termasuk virus dan bakteri yang menginfeksi rongga mulut dan saluran pernapasan. Praktik dokter gigi sangat berisiko terhadap infeksi Covid-19 karena secara prosedur, melibatkan komunikasi face to face dengan pasien dan sering terpapar dengan saliva, darah, dan cairan tubuh lainnya, serta terpapar instrument yang tajam. Mikroorganisme pathogen dapat menyebar pada praktik dokter gigi

melalui inhalasi mikroorganisme melalui udara, dimana mikroorganisme dapat bertahan di udara dalam jangka waktu yang lama, kontak langsung dengan darah, cairan rongga mulut, atau cairan lain dari tubuh pasien, kontak pada konjungtiva, hidung, atau mukosa rongga mulut dengan droplet dan aerosol yang mengandung mukroorganisme dari individu yang terinfeksi dan cipratan dari pasien batuk tanpa menggunakan masker. Untuk kontak tidak langsung dapat melalui kontaminasi instrument dan/atau permukaan (Peng et al., 2020). Orofaring merupakan tempat pertama pada kolonisasi pathogen pernapasan dan biofilm oral sebagai reservoir terhadap pathogen ini. Berbagai laporan menunjukkan bahwa ultrasonic scaler merupakan penghasil aerosol dan percikan terbanyak. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa efek prosedur preparasi kavitas juga menghasilkan aerosol dalam jumlah yang signifikan (Veena et al., 2015). Pasien gigi yang batuk, bersin, atau menerima perawatan gigi termasuk penggunaan alat genggam berkecepatan tinggi atau instrumen ultrasonik membuat sekresi, saliva, atau darah aerosol ke lingkungan sekitar. Peralatan gigi dapat terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme patogen setelah digunakan atau terkena lingkungan klinik yang terkontaminasi. Setelah itu, infeksi dapat terjadi melalui tusukan instrumen tajam atau kontak langsung antara selaput lendir dan tangan yang terkontaminasi. Karena karakteristik unik dari prosedur gigi di mana sejumlah besar droplet dan aerosol dapat dihasilkan, langkah-langkah pelindung standar dalam pekerjaan klinis sehari-hari tidak cukup efektif untuk mencegah

penyebaran Covid-19, terutama ketika pasien berada dalam masa inkubasi, tidak menyadari mereka terinfeksi, atau memilih untuk menyembunyikan infeksi mereka (Meng, Hua dan Bian, 2020). Penyebaran infeksi melalui percikan dan aerosol merupakan factor risiko utama pada dokter gigi karena penyebaran infeksi dari pasien terhadap tenaga medis. Berbagai peralatan dental seperti handpiece, air-water syringe, ultrasonic scalers, dan air polishing unit yang diketahui menghasilkan aerosol selama prosedur dan meningkatnya mikroorganisme ketika dibandingkan sebelum dan setelah prosedur (James dan Mani, 2015). 2.2 Pedoman Umum Prosedur Perawatan Gigi Selama Pandemi Covid-19 1. Pemeriksaan mulut selama pandemi Covid-19 Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan refleks muntah atau batuk selama pemeriksaan dan prosedur gigi. Refleks muntah atau batuk dapat distimulasi dengan prosedur tertentu, seperti radiografi posterior intraoral dan gigitan sayap dan mengambil impresi. Radiografi ekstraoral dapat dianggap sebagai alternatif sementara untuk radiografi intraoral untuk pemeriksaan. Karena mukosa oral sangat sensitif di daerah posterior, oleh karena itu anestesi lokal harus diberikan untuk mengurangi sensitivitas, sehingga mengurangi refleks muntah atau batuk saat mengambil tayangan. Sedasi juga dapat dianggap untuk mengendalikan refleks muntah (Mathur et al., 2020). 2. Obat kumur praprosedural selama pandemi Covid-19

Obat kumur antimikroba pra prosedural (dengan 0,12 hingga 0,2 persen klorheksidin glukonat) diyakini dapat mengurangi jumlah mikroba yang dilepaskan ke lingkungan operasi (Mathur et al., 2020). 3. Isolasi rubber dam selama pandemi Covid-19 Rubber dam meminimalkan produksi aerosol atau percikan saliva dan darah yang terkontaminasi. Sebuah studi melaporkan penurunan hingga 70 persen dalam partikel udara di sekitar diameter 3 kaki dari bidang operasional ketika rubber dam digunakan. Dengan demikian direkomendasikan untuk menggunakan four handed instruments (Mathur et al., 2020). 4. Perawatan endodontik darurat selama pandemi Covid-19 Dalam hal perawatan endodontik darurat, penghilangan karies dan paparan pulpa dapat dilakukan menggunakan metode kemo-mekanis, di bawah bendungan karet dan pengisapan volume tinggi setelah anestesi local. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa menempatkan agen devitalisasi pulp harus dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan kemudian bahan pengisi dapat diganti dengan tanpa agen devitalisasi nanti sesuai dengan rekomendasi pabrik (Mathur et al., 2020). 5. Menjadwalkan janji temu saat pandemi Covid-19 Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial, pasien harus dijadwalkan sebagai penunjukan terakhir hari itu. Setelah perawatan, prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti. Secara alternatif, pasien dapat dirawat di ruang

yang terisolasi dan berventilasi baik atau ruang yang tertekan negatif jika tersedia untuk kasus yang diduga dengan Covid-19 (Mathur et al., 2020). 6. Ekstraksi gigi darurat selama pandemi Covid-19 Jika gigi perlu dicabut, jahitan yang dapat diserap (absorbable suture) harus disarankan. Disarankan untuk membilas luka ekstraksi secara perlahan dan menggunakan ejektor saliva untuk menghindari penyemprotan (Mathur et al., 2020). 7. Trauma maksilofasial selama pandemi Covid-19 Kasus yang mengancam jiwa dengan cedera senyawa oral dan maksilofasial harus segera dirawat di rumah sakit, dan CT dada harus diresepkan jika tersedia untuk mengecualikan infeksi yang dicurigai karena tes RT-PCR, selain memakan waktu, membutuhkan laboratorium dengan pan-coronavirus atau kapasitas deteksi spesifik Covid-19 (Mathur et al., 2020). 8. Profilaksis oral selama perjangkitan pandemi Covid-19 Untuk meminimalkan pembentukan aerosol di lingkungan klinis, disarankan menggunakan scaler tangan daripada scaler ultrasonic (Mathur et al., 2020). 9. Mengelola pasien anak selama pandemi Covid-19 Untuk memenuhi kebutuhan psikologis anak-anak, mainan diberikan kepada mereka yang dapat menjadi sumber infeksi silang yang potensial. Mainan lunak lebih mungkin terkontaminasi, sulit untuk didesinfeksi dan dapat mengkontaminasi ulang dengan cepat dibandingkan mainan dengan permukaan yang keras. Selain itu, alat

penahan yang digunakan selama perawatan, juga dapat terkontaminasi dan harus didesinfeksi sesuai hal tersebut (Mathur et al., 2020). 10. Pengaturan Disinfeksi klinik gigi Udara buangan harus dibuang ke luar untuk mencegah sirkulasi ulang udara yang terkontaminasi. Udara yang terkontaminasi dapat dikelola dengan meningkatkan ventilasi klinik gigi dan/ atau dengan mendisinfeksi udara. Pola aliran udara yang ideal dikombinasikan dengan perubahan udara minimal 3 per jam telah direkomendasikan untuk pengaturan gigi. Selain itu, meskipun penggunaannya di klinik gigi belum dikonfirmasi, iradiasi kuman ultraviolet dapat dipasang dan efektif terhadap jamur, virus, dan bakteri, yaitu, basil tuberkel dan antraks (Mathur et al., 2020). Langkah-langkah standar precaution dalam praktik dokter gigi (World Health Organization (WHO), 2020): 1. Higiene tangan (sesuai prosedur poin B dan 6 langkah mencuci tangan) 2. Higiene respiratori (etiket) Etiket hygiene respiratori yang baik atau etiket batuk dapat menurunkan penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi respiratori. Etiket ini sebagai berikut: a)

Palingkan kepala ke arah lain jika batuk atau bersin

b)

Tutupi hidung dan mulut dengan tisu

c)

Jika tisu telah digunakan, segera buang dalam tempat sampah

d)

Batuk atau bersin ke lengan jika tisu tidak tersedia.

e)

Bersihkan tangan menggunakan sabun dan air atau alcohol-based product

3. Dokter gigi dan atau perawat dana tau staff harus memakai APD yang sesuai, yaitu:

a. Penggunaan Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri Level 1 Digunakan pada pelayanan Triase, rawat jalan non COVID-19, rawat inap non COVID-19, tempat praktik umum dan kegiatan yang tidak mengandung aerosol

1) Penutup kepala 2) Masker bedah 3) Baju/pakaian jaga 4) Sarung tangan lateks 5) Pelindung wajah 6) Pelindung kaki

b. Alat Pelindung Diri Level 2 Digunakan pada pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi pernapasan, pengambilan spesimen non pernapasan yang tidak menimbulkan aerosol, ruang perawatan COVID-19, pemeriksaan pencitraan pada suspek/probable/terkonfirmasi COVID-19

1) Penutup kepala 2) Pelindung mata dan wajah 3) Masker bedah 4) Baju/pakaian jaga 5) Gown 6) Sarung tangan lateks

7) Pelindung kaki

c.

Alat Pelindung Diri Level 3 Digunakan pada prosedur dan tindakan operasi pada pasien suspek/probable/terkonfirmasi

COVID-19,

kegiatan

yang

menimbulkan aerosol (intubasi, ekstubasi, trakeotomi, resusitasi jantung

paru,

bronkoskopi,

pemasangan

NGT,

endoskopi

gastrointestinal) pada pasien suspek/probable/terkonfirmasi COVID19. 1) Penutup kepala 2) Pelindung mata dan wajah (face shield) 3) Masker N95 atau ekuivalen 4) Baju scrub/pakaian jaga 5) Coverall dan gown/ apron

6) Sarung tangan bedah lateks 7) Boots/sepatu karet dengan pelindung sepatu

4. Pasien diminta berkumur dengan: a.

Hidrogen peroksida 0.5%-1% selama 1 menit, terbukti efektif terhadap Human Coronavirus (COVID-19). Untuk rongga mulut, penggunaan hidrogen peroksida maksimal 3% (Wolff dkk, 1982). Dalam laporan Peng dkk (2020), disarankan penggunaan hidrogen peroksida 1% sebagai obat kumur.

b.

Povidon iodine obat kumur (1%) selama 15 detik – 1 menit, yang terbukti efektif terhadap SARS dan MERS. Namun Peng dkk (2020), menyarankan penggunaan povidon iodine 0.2% walaupun belum didukung oleh bukti ilmiah lebih lanjut.

5. Tindakan perawatan gigi disarankan menggunakan rubber dam untuk mengurangi risiko penularan melalui droplet saliva akibat tekanan udara tinggi saat penggunaan handpiece ataupun alat ultrasonic scaler. 6. Keterampilan dalam kontrol infeksi, pembuangan alat tajam dan pencegahan injuri akibat benda tajam perlu ditingkatkan, 7. Desinfeksi, pembersihan dan penanganan alat yang telah digunakan Desinfektan permukaan dengan campuran air dan detergen serta sodium hipoklorit 5% dengan perbandingan 1:100 sehingga konsentrasi final sebesar 0.05% selama 1 menit. Untuk benda dengan permukaan yang kecil, dapat dibersihkan menggunakan etanol 70%. 8. Pembersihan lingkungan kerja, dengan melakukan desinfeksi pada ruang tunggu pasien, gagang pintu, meja, kursi, dental unit. Lantai dapat dibersihkan menggunakan benzalkonium klorida 2% yang sudah banyak dijual dalam produk pasaran pembersih lantai. 9. Pembersihan bahan linen pakaian, 10. Kontrol pembuangan limbah 11. Pengaturan ruangan praktik Pembagian zonasi ruang dalam fasilitas pelayanan kesehatan bidang kedokteran gigi sangat diperlukan pada era new normal. Alur pergerakan tenaga medis baik dokter gigi, dan asisten yang beraktifitas di dalam ruang praktik harus dibuat khusus dan terdapat jalur ke ruang ganti atau dekontaminasi yang dibuat tidak bertemu dengan petugas atau ruang tunggu

pasien secara langsung. Pengaturan ruang praktik dokter gigi sangat perlu memperhatikan aliran udara di dalam ruang. Ventilasi udara dan manajemen kualitas udara di klinik gigi dapat menjadi pedoman praktik dokter gigi sebagai berikut: 1) Pembagian zonasi kuning yaitu ruang receptionist/front office, ruang tunggu pasien, dan ruang staf. Zona merah adalah ruang yang dipergunakan untuk praktik (menghasilkan aerosol), dan dekontaminasi (doffing-melepas APD). 2)

Arah alur pergerakan pasien dan pergerakan tenaga medis harus teridentifikasi jelas, diatur dengan sign/tanda khusus yang dapat dipahami dengan baik. Alur pergerakan pasien dari mulai masuk fasilitas pelayanan kesehatan harus di atur agar selalu menjaga jarak dan kepadatan. Alur pergerakan tenaga medis baik dokter gigi, dan asisten yang beraktifitas di dalam ruang praktik harus dibuat khusus dan terdapat jalur ke ruang ganti atau dekontaminasi yang dibuat tidak bertemu dengan petugas atau ruang tunggu pasien secara langsung. Pertahankan sirkulasi udara dengan menggunakan udara alami melalui jendela yang sering dibuka dan gunakan exhaust blower independen untuk mengekstraksi udara ruangan keluar ruang bertemu udara terbuka sehingga terjadi dilusi.

3) Hindari penggunaan kipas angin atau AC yang diletakkan di langit-langit atau depan dental unit/kursi gigi yang arah anginnya mengarah dari pasien ke operator saat melakukan prosedur.

4) Sistem ventilasi yang memberikan pergerakan udara dari arah aliran yang bersih (area kerja atau area tim tenaga kesehatan gigi) ke yang terkontaminasi (area perawatan pasien klinis) harus dipasang dan dirawat dengan baik. 5) Letakkan kipas angin atau tipe AC yang tepat dengan posisi di belakang operator dan biarkan aliran udara menuju pasien. Kipas dengan aliran yang kuat ditempatkan sedemikian rupa untuk menciptakan aliran udara dari belakang operator dan menjauh posisi baik operator ataupun asisten. 6) Apabila menggunakan AC pastikan gunakan AC yang menggunakan aliran udara dari luar. Apabila yang digunakan ternyata AC split maka diperlukan pemasangan filter dan dipastikan tidak menyedot angin dari dalam ruangan. AC harus sering diservis, dan filter dibersihkan. 7) Arah aliran udara sejajar dengan petugas dari bersih ke kotor dengan mengatur letak posisi outlet udara masuk dan outlet (exhauster) udara kotor keluar, berfungsi mengarahkan atau menolak aerosol mengenai langsung ke petugas. 8) Posisi dental unit juga diatur dengan posisi kepala pasien berada pada arah masuk aliran udara bersih, yang terletak di belakang dokter gigi ke arah pasien dan dihisap dengan exhauster yang diletakkan 20 cm dari lantai sebagai penghisap aliran udara kotor

Gambar 2. Konsep cara kerja vaccum cleaner untuk mengurangi aerosol (desain oleh Dr. AP. Hudyono)

2.3 Pertimbangan Perawatan Gigi di Masing-masing Spesialistik untuk Mengurangi Aerosol 2.3.1 Endodonti Aplikasi rubber dam pada seluruh perawatan endodonti sangat disarankan, serta menggunakan instrumen pada sistem rotary. Kasus nyeri pada pasien pulpitis irreversible simtomatik, terbukanya pulpa dan devitalisasi dapat dilakukan dengan pembuangan karies kemomekanik dan HVE setelah dilakukan anastesi lokal disertai isolasi menggunakan rubber dam (Shamszadeh et al., 2020). 2.3.2 Restoratif dan Kedokteran Gigi Anak

Perawatan utama yang diberikan berupa pembuangan karies kemomekanik dan atraumatic restorative technique (ART). Sama halnya dengan pertimbangan endodonti, hand instrument untuk preparasi kavitas disarankan pada masa pandemic ini. Meskipun menggunakan instrumen rotary, isolasi menggunakan rubber dam tetap harus dilakukan (Sales, Meyfarth dan Scarparo, 2021). 2.3.3 Periodonti Metode pembuangan dental plak dan kalkulus baik dengan hand instrument maupun menggunakan ultrasonic scaler tidak ada perbedaan yang signifikan, namun pada kondisi pandemi Covid-19 disarankan menggunakan instrument secara manual (Shamszadeh et al., 2020). 2.3.4 Prostodonti Mencegah gagging pada pasien, penyedotan pada saliva harus dilakukan, jika melakukan pencetakan pada pasien, hasil cetakan harus diberi desinfektan sebelum dikirim ke laboratorium. Selanjutnya, penggunaan rubber dam selalu dilakukan saat preparasi pada crown dan bridge (Horzov et al., 2020). 2.3.5 Radiologi Kedokteran Gigi Radiografi ekstraoral seperti cone beam computed tomography (CBT) dan radiografi panorami disarankan pada masa pandemi Covid-19 (Passarelli et al., 2020). 2.3.6 Bedah Mulut Pencabutan sederhana dilakukan pada pasien dengan posisi supine, selama prosedur dilakukan penyedotan saliva dan penggunaan HVE. Ketika terdapat

perdarahan dilakukan pembersihan secara perlahan, sedangkan pada kasus penjahitan disarankan menggunakan bahan yang bersifat absorbable (Manuballa et al., 2020). 2.4 Dampak Covid-19 terhadap praktik dokter gigi Pandemic Covid-19 memiliki dampak terhadap keuangan dan pekerjaan masyarakat. Sebuah survei di Amerika Serikat mengatakan bahwa sekitar 20.000 dokter gigi di Amerika Serikat memiliki pendapatan yang menurun drastis dikarenakan oleh adanya pandemic ini. Penurunan penghasilan serta jumlah pasien yang dilakukan perawatan berdampak terhadap pembayaran gaji karyawan mereka. Kondisi ini kemungkinan jelas bahwa dokter gigi memiliki risiko yang tinggi terhadap penularan dan transmisi infeksi virus yang dapat mengancam jiwa manusia lain. Virus yang dapat menyebabkan Covid-19 tetap berada diudara melalui aerosol yang terbentuk selama prosedur perawatan gigi secara tidak langsung melalui saliva (Passarelli et al., 2020). Tingginya tingkat penularan dan transmisi pada dokter gigi mempengaruhi kebutuhan terhadap ketersediaan alat pelindung diri sesuai yang direkomendasikan oleh WHO. Peningkatan pemakaian alat pelindung diri tersebut berdampak terhadap beberapa kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh dokter gigi seperti kondisi sebelumnya. Selain alat pelindung diri, lingkungan dan desain ruangan juga mempengaruhi dalam pengendalian infeksi virus Covid-19. Ketentuan-ketentuan tersebut berdampak terhadap aktivitas praktik dokter gigi pada masa pandemic ini (Bhanushali et al., 2020).

BAB 3

PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penyebaran kasus Covid-19 dan pandemi coronavirus menjadi permasalahan dunia dan bersifat serius yang dapat mengancam kesehatan, kehidupan, dan kehidupan manusia. Karakteristik tindakan perawatan gigi dan produksi aerosol selama perawatan menjadikan dokter gigi sebagai salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi di dunia. Maka dari itu pedoman yang di rancang sedemekian rupa dalam pelaksanaan perawatan gigi di masa pandemi sangat membantu dokter gigi dalam mencegah kontaminasi infeksi virus covid 19.

DAFTAR PUSTAKA An, P. et al. (2020) “Management strategy of novel coronavirus (COVID-19) pneumonia in the radiology department: a Chinese experience,” Diagnostic and interventional radiology (Ankara, Turkey), 26(3), hal. 200–203. doi: 10.5152/dir.2020.20167. Anderson, E. L. et al. (2020) “Consideration of the Aerosol Transmission for COVID-19 and Public Health,” Risk Analysis, 40(5), hal. 902–907. doi: 10.1111/risa.13500. Ather, A. et al. (2020) “Coronavirus Disease 19 (COVID-19): Implications for Clinical Dental Care,” Journal of Endodontics. Elsevier Inc, 46(5), hal. 584–595. doi: 10.1016/j.joen.2020.03.008. Australian Dental Association (2015) Guidelines for Infection Control, 3nd Edition, Australian Dental Association. Tersedia pada: http://www.ada.org.au/app_cmslib/media/lib/1203/m356702_v1_infection control guidelines 2012.pdf. B, S. et al. (2020) “Perspectives on monoclonal antibody therapy as potential therapeutic intervention for Coronavirus disease-19 (COVID-19),” Asian Pacific journal of allergy and immunology, 38, hal. 10–8. doi: 10.12932/AP-2002200773 LK Be, F. dan Gs, F. (2020) “Recommendations for Control of Infection with Novel Coronavirus in Dentistry,” 6(2). Bhanushali, P. et al. (2020) “COVID-19: Changing Trends and Its Impact on Future of Dentistry,” International Journal of Dentistry, 2020. doi: 10.1155/2020/8817424. Bin, S. Y. et al. (2015) “Environmental Contamination and Viral Shedding in MERS Patients during MERS-CoV Outbreak in South Korea,” Clinical Infectious Diseases, 62(6), hal. 755–760. doi: 10.1093/cid/civ1020. Cook, T. M. (2020) “Personal protective equipment during the COVID-19 pandemic - a narrative review,” Anaesthesia. doi: 10.1111/anae.15071. Djalante, R. et al. (2020) “Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020,” Progress in Disaster Science, 6, hal. 100091. doi: 10.1016/j.pdisas.2020.100091. Ge, Z. yu et al. (2020) “Possible aerosol transmission of COVID-19 and special precautions in dentistry,” Journal of Zhejiang University: Science B, 1581, hal. 1–

8. doi: 10.1631/jzus.B2010010. Harapan, H. et al. (2020) “Coronavirus disease 2019 (COVID-19): A literature review,” Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin Abdulaziz University for Health Sciences, 13(5), hal. 667–673. doi: 10.1016/j.jiph.2020.03.019. Horzov, L. et al. (2020) “Dental Patient Management in the Context of the COVID19 Pandemic: Current Literature Mini-Review,” The Open Public Health Journal, 13(1), hal. 459–463. doi: 10.2174/1874944502013010459. James, R. dan Mani, A. (2015) “Dental Aerosols: A Silent Hazard in Dentistry!,” International Journal of Science and Research (IJSR) ISSN, 5(11), hal. 2015– 2017. doi: 10.1038/sj.bdj.2010.975. Kaul, D. (2020) “An overview of coronaviruses including the SARS-2 coronavirus – Molecular biology, epidemiology and clinical implications,” Current Medicine Research and Practice. Elsevier Ltd, 10(2), hal. 54–64. doi: 10.1016/j.cmrp.2020.04.001. Khader, Y. et al. (2020) “Dentists’ Awareness, Perception, and Attitude Regarding COVID-19 and Infection Control: Cross-Sectional Study Among Jordanian Dentists,” JMIR Public Health and Surveillance, 6(2), hal. e18798. doi: 10.2196/18798. Li, X. et al. (2020) “Molecular immune pathogenesis and diagnosis of COVID-19,” Journal of Pharmaceutical Analysis. Xi’an Jiaotong University, 10(2), hal. 102– 108. doi: 10.1016/j.jpha.2020.03.001. Long, R. H. et al. (2020) “Modifications of emergency dental clinic protocols to combat COVID-19 transmission,” Special Care in Dentistry, 40(3), hal. 219–226. doi: 10.1111/scd.12472. Manuballa, S. et al. (2020) “Managing the Oral Health of Cancer Patients During the COVID-19 Pandemic: Perspective of a Dental Clinic in a Cancer Center,” Journal of Clinical Medicine, 9(10), hal. 3138. doi: 10.3390/jcm9103138. Mathur, N. et al. (2020) “Dental Considerations Amidst Covid-19 Scare,” International Journal of Medical and Biomedical Studies, 4(3), hal. 141–145. doi: 10.32553/ijmbs.v4i3.1058. Meng, L., Hua, F. dan Bian, Z. (2020) “Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Emerging and Future Challenges for Dental and Oral Medicine,” Journal of Dental Research, 99(5), hal. 481–487. doi: 10.1177/0022034520914246. Odeh, N. D. et al. (2020) “COVID-19: Present and Future Challenges for Dental

Practice,” International Journal of Environmental Research and Public Health 2020, Vol. 17, Page 3151, 17(9), hal. 3151. doi: 10.3390/IJERPH17093151. Passarelli, P. C. et al. (2020) “The impact of the COVID-19 infection in dentistry,” Experimental Biology and Medicine, hal. 940–944. doi: 10.1177/1535370220928905. Peng, X. et al. (2020) “Transmission routes of 2019-nCoV and controls in dental practice,” International Journal of Oral Science. Springer US, 12(1), hal. 1–6. doi: 10.1038/s41368-020-0075-9. Repici, A. et al. (2020) “Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID- 19 . The COVID-19 resource centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s public news and information ,” (January). RSGM Unsoed. (2018). Laporan Indikator Mutu RSGM Unsoed. Purwokerto: RSGM Unsoed. Sailendra, Annie. 2015. Langkah-Langkah Praktis Membuat SOP, Cetakan Pertama, Trans Idea Publishing, Yogyakarta Sales, S. C., Meyfarth, S. dan Scarparo, A. (2021) “The clinical practice of Pediatric Dentistry post-COVID-19: The current evidences,” Pediatric Dental Journal, 31(1), hal. 25–32. doi: 10.1016/j.pdj.2021.01.002. Sana Ali et al. (2020) “Transmission Routes and Infection Control of Novel Coronavirus-2019 in Dental Clinics – A Review,” Journal of Islamabad Medical & Dental College, 9(1), hal. 65–72. doi: 10.35787/jimdc.v9i1.517. Shamszadeh, S. et al. (2020) “Dental considerations after the outbreak of 2019 novel coronavirus disease: A review of literature,” Archives of Clinical Infectious Diseases, 15(2). doi: 10.5812/archcid.103257. Sharpsmart (2020) “Trustworthy Facts on COVID-19 Waste Handling,” Sharpsmart.Co.Uk, hal. 1–7. Tersedia pada: https://www.sharpsmart.co.uk/knowledge-centre/trustworthy-facts-coronavirus. Shereen, M. A. et al. (2020) “COVID-19 infection: Origin, transmission, and characteristics of human coronaviruses,” Journal of Advanced Research. THE AUTHORS, 24, hal. 91–98. doi: 10.1016/j.jare.2020.03.005. Susilo, A. et al. (2020) “Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini,” Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(1), hal. 45. doi: 10.7454/jpdi.v7i1.415. Swaminathan, Y. (2013) “‘Aerosol’-A Prospective Contaminant of Dental Environment!,” IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, 11(2), hal. 45–50. doi: 10.9790/0853-1124550.

Veena, H. R. et al. (2015) “Dissemination of aerosol and splatter during ultrasonic scaling: A pilot study,” Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin Abdulaziz University for Health Sciences, 8(3), hal. 260–265. doi: 10.1016/j.jiph.2014.11.004. Wang, X., Pan, Z. dan Cheng, Z. (2020) “Association between 2019-nCoV transmission and N95 respirator use,” Journal of Hospital Infection, 105(1), hal. 104–105. doi: 10.1016/j.jhin.2020.02.021. Wesemann, C. et al. (2020) “3-D printed protective equipment during COVID-19 pandemic,” Materials, 13(8), hal. 1–9. doi: 10.3390/MA13081997. World Health Organization (WHO) (2020) “Rational use of personal protective equipment for coronavirus disease 2019 ( COVID-19 ),” Who, 2019(February), hal. 1–7. Yuki, K., Fujiogi, M. dan Koutsogiannaki, S. (2020) “Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID- 19 . The COVID-19 resource centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s public news and information ,” (January). Zhang, Z. et al. (2020) “Protecting healthcare personnel from 2019-nCoV infection risks: lessons and suggestions,” Frontiers of Medicine, 14(2), hal. 229–231. doi: 10.1007/s11684-020-0765-x. Zhu, N. et al. (2020) “A novel coronavirus from patients with pneumonia in China, 2019,” New England Journal of Medicine, 382(8), hal. 727–733. doi: 10.1056/NEJMoa2001017.

Related Documents