Produksi Pupuk Hayati

  • Uploaded by: Padilla Ulfa
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Produksi Pupuk Hayati as PDF for free.

More details

  • Words: 5,818
  • Pages: 25
Loading documents preview...
TUGAS TEKNOLOGI FERMENTASI PRODUKSI PUPUK HAYATI DARI MIKROBA (PUPUK N ATAU PUPUK P) OLEH KELOMPOK 8 : PADILLA ULFA

1111121007

REDO VIVELDI. P

1111122008

MEGA OKTAVIANI

1111122024

DEWITA ANGGRAINI

1111122053

DIAN ANDI KUSUMA

1111122072

GUSNADI

1111123004

ERIK PRADENATA

1111123029

DOSEN : Dr. Ir. ALFI ASBEN, M.Si

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014

BAB I PENDAHULUAN Produktivitas pertanian saat ini sebagian besar didukung oleh penggunaan bahan kimia yang intensif. Sayangnya, penggunaan bahan kimia ini tidak dilakukan dengan bijaksana. Pestisida digunakan tanpa aturan dan pupuk anorganik digunakan secara berlebihan. Akibatnya, lingkungan menjadi rusak. Banyak ekosistem di sekitar daerah pertanian telah menjadi mati akibat terjadinya ketidakseimbangan pada rantai makanan. Pada suatu titik, bila tidak ada perubahan paradigma, maka produk pertanian akan bermasalah, kuantitas dan mutunya akan terus semakin menurun. Dewasa

ini

mempertahankan

pupuk dan

anorganik

meningkatkan

menjadi

andalan

produktivitas

utama

pertanian.

dalam Namun,

penggunaannya sudah sangat berlebihan dari yang sebenarnya diperlukan oleh tanaman. Dari seluruh jenis pupuk anorganik yang digunakan sebagai input pada pertanian, maka pupuk nitrogen (N) merupakan yang paling banyak dan intensif digunakan petani. Oleh karenanya, pupuk N anorganik inilah yang paling banyak disalahgunakan. Menurut Cummings dan Orr (2010) kendatipun aplikasi pupuk N anorganik telah memberikan keuntungan yang nyata pada produksi pangan dan ketahanan pangan dunia dalam jangka pendek, namun ada keprihatinan yang meluas terhadap keberlanjutan penggunaan teknologi ini untuk jangka panjang agar dapat terus memberi makan seluruh populasi dunia yang terus meningkat. Penggunaan pupuk N anorganik secara terus menerus akan menyebabkan perusakan tanah pertanian, antara lain sebagai akibat dari hilangnya bahan organik, pemadatan tanah, peningkatan salinitas, dan pencucian nitrat anorganik. Untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk nitrogen anorganik, diperlukan terobosan baru di bidang pertanian. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan antara lain irigasi mikro, pertanian organik, eko-pertanian, dan pemanfaatan bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman (BPPT). Dari pilihan yang tersedia saat ini, maka pemanfaatan BPPT merupakan opsi yang

menjanjikan. Selain secara ekonomi sangat menguntungkan, BPPT juga sangat ramah lingkungan sehingga diharapkan peningkatan produktivitas hasil pertanian dapat terus berkesinambungan selamanya. Umumnya pupuk yang dikenal di dalam dunia pertanian ada dua jenis, yaitu pupuk anorganik seperti urea, dan pupuk organik seperti kompos. Namun terdapat satu jenis pupuk lagi, yaitu pupuk hayati yang mungkin masih kurang familiar. Di negara lain penggunaannya sudah berkembang pesat sementara hanya di beberapa daerah di Indonesia yang mengetahui dan telah menggunakannya. Pupuk ini lebih menekankan kepada aspek kerja dari mikroorganisme di dalam tanah. Apabila pupuk dari dua jenis lainnya memberikan kesuburan kimiawi, maka pupuk hayati ini memberikan kesuburan lainnya berupa tambahan populasi mikrob yang akan membantu memperbaiki sifat tanah dan mengembalikan kesuburan.

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian pupuk hayati Pupuk Hayati atau disebut juga Pupuk Mikrob, adalah Pupuk yang mendapat bantuan dari Mikrobia yang ditambahkan ke dalam tanah untuk meningkatkan efektifitas pengambilan hara dari udara atau tanah. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Penggunaan pupuk ini yang paling umum adalah untuk membantu penyerapan unsur Hara makro N dan P. Mikroorganisme yang umum digunakan biasanya adalah Rhizobium sp dan Azospirillum sp untuk penyerapan hara N, dan Mikroorganisme pelarut fosfat untuk penyerapan P. Pemanfaatan mikrob telah lama dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanam, namun pemanfaatan dengan melalui penggunaan pupuk hayati harus diperhatikan dengan cermat. Sebab, ketahanan Mikrob terhadap lingkungan terbatas dan juga jangka waktu hidup mikroorganisme yang cuma sekitar 6 bulan. Koloni mikroorganisme yang terkandung dalam pupuk hayati memiliki sifat dan peran yang berlainan yang terkadang dapat saling membunuh, padahal mikroba-mikroba

yang

berlainan

jenis

tersebut

memiliki

peran

dan

keunggulannya masing-masing. Namun setelah ditambahkan koloni mikroba hasil riset menemukan ternyata koloni mikroba tersebut mampu mempersatukan segala macam perbedaan jenis mikroba-mikroba yang ada menjadi suatu fungsi yang luar biasa dalam proses perbaikan tanah dan peningkatan hasil produksi tanaman budidaya. Pupuk hayati (biofertilizer) seringkali dianggap sebagai pupuk organik. Kekeliruan ini sepertinya sepele, namun bisa berakibat fatal jika terdapat kesalahan dalam menggunakannya. Pada kesempatan ini alamtani akan membahas mengenai pengertian dan fungsi pupuk hayati.

Permentan No.2 tahun 2006, menggolongkan pupuk hayati kedalam pembenah tanah, bukan pupuk organik. Pembenah tanah itu sendiri bisa organik ataupun non organik. Pupuk hayati termasuk dalam pembenah tanah yang terdiri dari organisme hidup atau organik. 2. Sejarah Perkembangan Pupuk Hayati Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian maupun kehutanan. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan Pupuk Hayati tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya. Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun. Menurut Simanungkalit (2006). Bakteri penambat nitrogen rhizobia merupakan pupuk hayati pertama di dunia yang dikenal dan telah dimanfaatkan lebih dari 100 tahun sejak pertama kali digunakan untuk menginokulasi benih kacang-kacangan. Hermann Riegel dan Hermann Wilfarth, dua orang peneliti Jerman yang pertama kali mendemonstrasikan adanya proses penambatan nitrogen secara simbiosis pada tanaman kacang-kacangan yang termasuk Papilionaceae melalui publikasi pada tahun 1888 (Schilling, 1988 dalam Simanungkalit, 2006). Mereka mengadakan percobaan pada oat, buckwheat, rape, pea, serradella, dan lupin dengan menggunakan pasir murni yang sama sekali tidak mengandung nitrogen sebagai medium tumbuh. Kemudian medium tadi ditambah unsur lain yang perlu. Semua tanaman tumbuh sampai nitrogen yang ada di biji habis. Kemudian ke setiap pot ditambahkan sedikit ekstrak tanah permukaan yang keruh, yang mengandung 0,3-0,7 mg nitrogen. Penambahan ekstrak tanah tidak berpengaruh terhadap oat, buckwheat maupun rape, tetapi tanaman tetap pada kondisi “kelaparan nitrogen”. Sebaliknya, ketiga kacangkacangan (pea, serradella, dan lupin) pulih dari “kelaparan nitrogen”, tiba-tiba menjadi hijau tua dan selanjutnya tumbuh luar biasa baiknya. Mereka membuat kesimpulan bahwa tanaman kacang-kacangan menggunakan nitrogen atmosfir

sebagai sumber nitrogen. Bintil terbentuk pada tanaman kacang-kacangan setelah terjadi infeksi oleh mikroorganisme tertentu. Bintil ini tidak hanya menjadi cadangan protein tanaman tetapi pada bintil ini juga terjadi hubungan kausal antara keberadaan bakteri dan penambatan nitrogen. Pada tanggal 20 September 1886, Hellriegel memberikan presentasi tentang hasil penelitian mereka pada pertemuan ke-59 ilmuwan pengetahuan alam dan dokter Jerman di Berlin. Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta hektar lahan yang ditanami berbagai tanaman di Uni Soviet diberi inokulan Azotobacter. Inokulan diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azobakterin. Pupuk bakteri lain yang disebut sebagai fosfobakterin mengandung Bacillus megatherium dan telah digunakan secara luas di Eropa Timur. Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Terjadinya krisis energi pada tahun 1970-an telah mendorong kembali perhatian dunia kepada penggunaan pupuk hayati. Di Indonesia, pupuk hayati dalam bentuk inokulan bakteri bintil akar telah digunakan untuk menginokulasi kedelai dalam skala besar pada tahun 1981 di daerah-daerah transmigrasi (Jutono, 1982 dalam Simanungkalit, 2006). Padahal pembuatan inokulan skala laboratorium telah dimulai pada tahun 1938 di Plantkundige Institut dan Laboratorium Treub di Bogor. Jamur mikoriza adalah sekelompok jamur tanah yang diketahui dapat berfungsi sebagai pupuk hayati. Sekalipun keberadaan jamur mikoriza sudah diketahui lebih dari 100 tahun yang lalu, namun penggunaannya sebagai pupuk hayati mungkin baru mulai sejak Mosse (1957) mengetahui peran jamur mikoriza dalam penyerapan fosfor oleh tanaman. Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat.

Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938, tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran. Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. 3. Fungsi pupuk hayati Terdapat dua peran utama pupuk hayati dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara:  Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium. Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.  Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.  Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.  Menekan

pertumbuhan

organisme

parasit

tanaman.

Pertumbuhan

mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.

4. Kualitas pupuk hayati Beradasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut:  Jumlah populasi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.  Efektifitas mikroorganisme, tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.  Bahan pembawa, fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.  Masa kadaluarsa, sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.

5. Jenis-jenis pupuk hayati Dewasa

ini

dikenal

dua

jenis

pupuk

hayati

dari

kandungan

mikroorganismenya, yakni tunggal dan majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba.

Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri. Berdasarkan sumber lain, ada yang mengelompokkan jenis-jenis pupuk hayati. 1. Pupuk hayati emas, merupakan pupuk hayati yang mengandung jenis mikroba Aeromonas punctata, Aspergillus niger, dan Azosspirillum lipoverum. Mikroorganisme itulah yang bertugas mengikat nitrogen dari udara sehingga dapat diserap oleh akar secara maksimal. Keunggulan pupuk hayati emas ini juga memiliki mikroba seperti jamur yang dapat merangsang peningkatan jumlah hara didalam tanah. 2. Pupuk hayati M bio, merupakan pupuk hayati dengan campuran bahanbahan organik yang berhasil difermentasikan terlebih dahulu. Bahan-bahan organik tersebut antara lain adalah Lactobacillus, Azospirillum, yeast, dan bakteri pelarut fosfat. Keunggulan pupuk hayati M bio terletak pada kemampuannya mendekompiosisi bahan-bahan organik secara lebih cepat dan menghasilkan enzim serta hormon yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan. 3. Pupuk hayati biofertilizer, merupakan pupuk hayati yang berasal dari sampah-sampah yang belum tersentuh unsur kimia sama sekali. Sehingga proses pembusukan sampah-sampah tersebut dapat menyuburkan tanah. Keunggulan pupuk hayati biofertilizer terletak pada kandungan zat antibiotik alami dari mikroorganisme yang berguna untuk melawan serangan hama pertumbuhan.

6. Penggunaan Pupuk Hayati Di pasaran, biasanya pupuk hayati dijual lebih tinggi dari pupuk organik biasa. Bahkan jenis pupuk hayati yang berupa biang atau disebut juga agen hayati

dijual dengan harga yang sangat mahal. Karena pupuk tersebut diperuntukkan sebagai biang, sehingga petani bisa memperbanyak sendiri. Pupuk hayati dapat diaplikasikan pada tanah, daun, akar, batang, bunga atau benih. Pupuk ini biasanya efektif diaplikasikan pada tanah yang memiliki kandungan

organik

tinggi.

Mikroorganisme

yang

terdapat

didalamnya

membutuhkan kondisi yang baik untuk tumbuh dan berkembang. Pada tanah yang miskin kandungan organik, mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk hayati bisa saja mati dan tidak berkembang. Penggunaan pupuk hayati pada tanah yang miskin kandungan organik sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. 7. Mekanisme Kerja Pupuk Hayati Pupuk mikrobiologis bukanlah pupuk biasa yang secara langsung meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi ke dalam tanah. Pupuk mikrobiologis menambahkan nutrisi melalui proses alami, yaitu fiksasi nitrogen atmosfer, menjadikan fosfor bahan yang terlarut, dan merangsang pertumbuhan tanaman melalui sintesis zat-zat yang mendukung pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme dalam pupuk mikrobiologis mengembalikan siklus nutrisi alami tanah dan membentuk material organik tanah. Melalui penggunaan pupuk

mikrobiologis,

tanaman

yang

sehat

dapat

ditumbuhkan

sambil

meningkatkan keberlanjutan dan kesehatan tanah. 1. Mengikat Nitrogen (N) yang melimpah di udara (74%), sehingga N tersedia bagi tanaman. 2. Mengikat Pospor (P) dan Kalium (K) yang banyak terdapat di tanah, sehingga P dan K tersedia bagi tanaman. 3. Mengeluarkan zat Pengatur Tumbuh (Z.P.T) yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. 4. Menguraikan sisa-sisa limbah organik tanah untuk dijadikan sumber nutrisi tanaman. 5. Mengendalikan penyakit tanaman karena berisi mikroorganisme antagonis terhadap tanaman.

8. Bahan Pembuat dan Cara Pembuatan Pupuk Hayati Pembuatan Pupuk hayati ini memerlukan bahan-bahan khusus namun sederhana, 3 komponen yang paling utama untuk membuatnya adalah Carrier atau bahan padatan, Bahan Pelekat dan tentu saja Isolat mikroorganisme. Carrier yang paling umum digunakan adalah pupuk Kompos, tapi dapat juga digunakan bahan tanah Gambut, dan Casting ( Casting merupakan zat kotoran cacing yang dikeluarkan ketika proses pengomposan BO dalam tanah, biasa digunakan untuk menyuburkan tanah). Molase (Limbah Tetes Tebu) Sebagai Perekat. Bahan perekat yang digunakan biasanya adalah Molase ( limbah tetesan tebu) dan Tapioka basah. Limbah ini berwarna hitam pekat dan kental seperti kecap, namun baunya menyerupai gula cair Adapun proses pembuatannya pertama-tama adalah mengayak carrier, katakanlah misalnya kita gunakan Kompos, hingga ukuran yang halus. Kompos yang diayak kira2 sebanyak 3 Kg. Kemudian ayakan kompos yang sudah halus ini dicampur dengan Molase atau tapioka, diaduk-aduk hingga kalis atau saling merekat secara merata. Adonan ini kemudian dicetak dalma bentuk padat dengan alat, kalau tidak ada alat pencetak bisa juga di bentuk pelet dengan tangan. Cetakan padat kemudian dikeringkan selama 3 hari. Tahap selanjutnya adalah Injeksi Mikroorganisme, mikroorganisme dalam Inokulum cair disemprotkan ke padatan(Inokulum ini telah diisolasi dari tanah sebelumnya). Padatan harus dalam keadaan kadar Air sekitar 40% untuk memudahkan kerja Mikrob. Biasanya untuk mengetahui perkiraan kadarnya adalah dengan cara digenggam untuk merasakan porsi lembabnya. Tahap terakhir adalah proses Inkubasi, tahap ini harus diperhatikan dengan cermat karena berpengaruh pada populasi Mikroorganisme yang berkembang. Jumlah mikroorganisme yang benar setidaknya harus mencapai 10.000.000.000 sel per Mililiter ( Dihitung berdasarkan metode Most Probable Number atau MPN). Sebetulnya bahan baku pembuatan pupuk hayati ini bisa bermacam-macam. Yang saya uraikan di atas hanya berdasarkan pengalaman membuat pupuk hayati dua tahun lalu, akan lebih bagus jika menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah didapat di sekitar kita dan lebih aplikatif. Karena sebetulnya kuncinya

sama seperti membuat kompos yaitu pada kinerja mikroorganisme. Semakin tinggi aktivitas mikrob semakin baik efeknya di dalam tanah dan tanaman. 9. Keunggulan Pupuk Hayati Pupuk hayati merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah.

Penggunaan pupuk hayati tidak akan

meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi kesehatan manusia. Selain itu penggunaan pupuk hayati diharapkan dapat meningkatkan kesehatan tanah, memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi tanaman. Berikut adalah beberapa keunggula dari pupuk hayati. Ø Meyuburkan tanah Pupuk hayati mengandung mikroorganisme yang dapat mendegradasi bahan organik sehingga mampu menyediakan unsur hara yang dapat diserap tanaman dan menghasilkan enzim alami dan vitamin yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah. Ø Meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah Pupuk hayati mengandung mikroorganisme lokal (indegenous) unggul. Setiap aplikasi pupuk hayati akan meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme „baik‟ dalam tanah. Mikroorganisme aktif yang terkandung dalam pupuk hayati mampu mensuplai Nitrogen untuk tanaman, melarutkan senyawa Phosfat (P) dan melepaskan senyawa Kalium (K) dari ikatan koloid tanah, mengurai residu kimia dan mengikat logam berat, menghasilkan zat pemacu tumbuh alami (Giberellin, Sitokinin, Asam Indol Asestat), menghasilkan asam amino, enzim alami dan vitamin serta menghasilkan zat patogen sebagai pestisida hayati. Mikroorganime yang ditambahkan dalam tanah dapat membantu proses penggemburan tanah dan mengubah zat menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan simbiosis mutualisme antara tanaman

dan

mikroorganisme

yang

menguntungkan.Semakin

sering

mengaplikasikan pupuk hayati ke tanah menyebabkan tanah makin subur dan menyebabkan pemupukan menjadi hemat.

Ø Meningkatkan daya serap tanah terhadap air

Penggunaan pupuk hayati secara tepat akan menyebabkan tanah menjadi gembur. Tanah yang gembur akan memiliki pori-pori lebih banyak guna menyalur dan menyimpan air tanah untuk kebutuhan tanaman. Pada saat musim kemarau, tanah mampu menyediakan air.Sementara pada musim hujan, tanah mampu menahan air sehingga resiko erosi dan banjir dapat dikurangi.

Ø Menyediakan hara mineral bagi tanaman Pupuk hayati mengandung unsur hara alami berimbang yang dibutuhkan oleh mikroba tanah dan tanaman.Pupuk hayati mengandung mikroorganisme unggul yang memiliki kemampuan untuk mengubah unsur hara yang tidak dapat diserap tanaman menjadi unsur hara yang tersedia untuk tanaman. Ø Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian Penggunaan pupuk hayati dengan segala kemampuan dan kelebihan yang dimiliki oleh mikroorganisme yang dikandungnya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman pertanian sekaligus menghemat biaya produksi. Ø Meningkatkan daya tahan tanaman Kandungan hormon tumbuh alami dalam pupuk hayati dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama. Kehadiran jamur Trichoderma dan Aspergillus mampu mengatasi beberapa jenis serangga hama dan patogen penyebab busuk akar. Ø Menghasilkan produk sehat dan ramah lingkungan Pupuk hayati diproduksi menggunakan bahan baku alami yang diproses secara modern sehingga tidak meninggalkan residu kimia pada tanaman dan aman untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan dari lahan yang diaplikasikan dengan pupuk hayati lebih sehat, enak dan segar karena bebas residu kimia dan tidak berbahaya buat dikonsumsi. Produk sayuran yang diproduksi menggunakan pupuk hayati EvaGROW biasanya lebih tahan lama jika disimpan pada suhu ruang maupun di dalam suhu dingin.Aplikasi pupuk hayati secara kontinu tidak menimbulkan

pencemaran

mengaplikasikannya. Ø Menghemat Biaya

lingkungan

dan

aman

buat

petani

yang

Penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada lahan pertanian bukan saja menyebabkan kerusakan pada tanah, tapi dapat menambah beban produksi, karena mahalnya pupuk dan pestisida kimia. Penggunaan

pupuk hayati dan

memadukannya dengan pupuk dasar kompos/ pupuk organik membuat biaya yang dikeluarkan petani lebih kecil. Penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan pupuk kimia (Urea, NPK, TSP dan lain-lain). Pada aplikasi pertanian organik, pupuk kimia tidak digunakan sama sekali, sehingga dapat menghemat biaya. Di samping itu penggunaan pestisida kimia harus ditiadakan, sehingga beban petani untuk pengadaan pupuk dan pestisida kimia dapat dikurangi hingga 100%. 10.

Mikroba yang Berpotensi Dimanfaatkan dalam Pembuatan Pupuk

Hayati Menurut Aeron et al. (2011) ada beberapa jenis mikroba yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Bakteri tersebut antara lain Actinoplanes, Agrobacterium, Alcaligens, Amorphosporangium, Arthrobacter, Azospirillum, Azotobacter, Bacillus, Burkholderia, Cellulomonas, Enterobacter, Erwinia, Flavobacterium, Gluconacetobacter, Microbacterium, Micromonospora, Pseudomonas, Rhizobia, Serratia, Streptomyces, Xanthomonas. Bakteri ini hidup baik di daerah rhizosfer, sehingga mereka diberi nama rhizobakteri. Namun, artikel ini memfokuskan pada bakteri Azospirillum.  Azospirillum Azospirillum adalah bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman. Bakteri ini berkembang biak terutama pada daerah perpanjangan akar dan pangkal bulu akar. Sumber energi yang mereka sukai adalah asam organik seperti malat, suksinat, laktat, dan piruvat (Hanafiah et al., 2009). Azospirillum termasuk bakteri yang hampir dilupakan orang. Sejarahnya, menurut Holguin et al. (1999), Azospirillum pertama sekali diisolasi dari tanah berpasir yang miskin unsur nitrogen di Belanda. Akan tetapi, manfaat dari penemuan ini tidak disadari selama lebih dari 50 tahun sampai Döbereiner and

Day pada tahun 1976 melaporkan bahwa rumput yang berasosiasi dengan Azospirillum tidak menunjukkan gejala kekurangan nitrogen dibandingkan dengan rumput sekitarnya yang tanpa Azospirillum. Sejak saat itu, diketahuilah bahwa anggota genus bakteri ini mampu menambat nitrogen atmosfer dan memacu pertumbuhan tanaman. Pernah suatu ketika, orang berpikir bahwa telah ditemukan bakteri penambat N pada tanam sereal yang serupa dengan bakteri pada kacang-kacangan. Hal ini karena inokulasi dengan Azospirillum spp. dapat meningkatkan hasil sereal di lapangan hingga 30%, bahkan dengan kenaikan yang lebih besar di bawah kondisi rumah kaca. Namun, hasil ini tidak selalu konsisten dan bila diulang sulit mendapatkan

hasil

yang sama.

Faktor

yang bertanggung

jawab

atas

penyimpangan hasil ini belum teridentifikasi, terutama karena atribut hubungan antara tanaman-Azospirillum belum dipahami dengan baik. Tidak seperti Rhizobium, inokulasi tanaman dengan Azospirillum tidak menimbulkan nodulasi pada akar tanaman. Oleh karena itu, bagaimana mekanisme bakteri ini membantu pertumbuhan tanaman tidak sama dengan Rhizobium yang kita kenal. Di antara modus yang diusulkan antara lain: sekresi fitohormon, fiksasi nitrogen, produksi molekul isyarat, produksi nitrit, dan peningkatan penyerapan mineral oleh tanaman. Karena tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung gagasan dari salah satu mekanisme tersebut, maka satu hipotesis aditif telah diusulkan oleh Basan dan Levanony tahun 1990. Gagasan aditif ini mengusulkan bahwa efek menguntungkan dari inokulasi Azospirillum terhadap pertumbuhan tanaman adalah hasil dari semua mekanisme yang disebutkan di atas secara bersamaan atau berurutan (Holguin et al. 1999). 1. Genus Azospirillum Menurut Reis et al. (2011), Azospirillum adalah bakteri gram negatif, termasuk dalam phylum alphaproteobacteria. Bakteri ini hidup pada lingkungan dan tanaman yang beraneka ragam, tidak hanya tanaman agronomi yang penting, seperti sereal, tebu, rumput, tetapi juga pada tanaman lain seperti kopi, buahbuahan dan bunga-bungaan. Azospirillum adalah bakteri aerobik kemoorganotrop

non-fermentatif, vibroid dan memproduksi fitohormon, terutama auksin. Mereka menggunakan beberapa sumber karbon terutama gula dan alkohol gula. Sampai saat ini, setidaknya telah ditemukan 15 spesies Azospirillum. Namun demikian, dari sisi fisiologi dan genetik, ada dua spesies yang paling banyak dipelajari, yaitu A. brasilense dan A. lipoferum. Di dalam tanah, keduanya terdapat dalam jumlah yang banyak, khususnya di daerah tropis, yang berasosiasi dengan tanaman rumput, jagung, padi, sorgum, tebu, dan beberapa tanaman lainnya. Namun demikian, selain berasosiasi dengan tanaman, kedua bakteri ini juga berasosiasi dengan kondisi lingkungan lainnya, di bawah suhu tinggi dan kontaminasi. 2. Isolasi Azospirillum sp. Menurut Eckert et al. (2001) isolasi Azospirillum sp. dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Akar tanaman tertentu dan tanah rhizosfer diambil dari lapangan di mana tanaman tersebut telah tumbuh lama di sana. Akar-akar tanaman dicuci dengan air steril dan kemudian digerus dalam larutan sukrosa 4% dengan menggunakan mortar dan pastel. Wadah kecil (sekitar 10 ml) yang mengandung 5 ml medium NFb semi-solid bebas nitrogen diinokulasi dengan larutan berseri dari gerusan akar atau suspensi tanah rhizosfer. Komposisi medium NFb adalah sebagai berikut (L-1): malat (5,0 g), K2HPO4 (0,5 g), MgSO4.7H2O (0,2 g), NaCl (0,1 g), CaCl2.2H2) (0,02 g), bromothymol blue 0,5% dalam KOH 0,2 M (2 mL), larutan vitamin filter steril (1 mL), larutan hara mikro filter steril (2 mL), 1,64 % larutan FeEDTA (4 mL), KOH (4,5 g). Keasaman (pH) disesuaikan menjadi 6,5 dan 1,8 gL-1 agar ditambahkan. Larutan vitamin (dalam 100 mL) mengandung biotin (10 mg) dan pyridoxol-HCl (20 mg) dilarutkan pada 100 ⁰C dalam water bath. Larutan hara mikro terdiri dari bahan-bahan sebagai berikut (L-1):CuSO4.5H2O (40 mg), ZnSO4.7H2O (0,12 g), H2BO3 (1,4 g), Na2MO4.2H2O (1,0 g), MnSO4.H2O (1,175 g.

Setelah inkubasi 3 – 5 hari pada suhu 30 ⁰C, satu lup kultur ditransfer ke dalam medium semi-solid segar. Pemurnian lebih lanjut dilakukan pada NFb (diberi suplemen 50 mg ekstrak ragi per liter) dan medium DYGS setengah konsentrasi pada media agar. Kultur ini dipelihara pada medium DYGS setengah konsentrasi yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut (L-1): glukosa (1,0 g), malat (1,0 g), ekstrak ragi (2,0 g), pepton (1,5 g), MgSO4.7H2O (0,5 g), L-asam glutamat (1,5 g) dan pH disesuaikan menjadi 6,0. 3. Mekanisme Azospirillum dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Mekanisme pertama yang diusulkan terhadap pemacuan pertumbuhan tanaman oleh Azospirillum hampir sepenuhnya terkait dengan status nitrogen dalam tanaman, melalui fiksasi biologi atau aktivitas enzim reduktase nitrat. Akan tetapi, mekanisme ini kenyataannya kurang berarti dari sisi agronomi dari yang pernah diharapkan. Dengan demikian, mekanisme lain telah dipelajari dan diusulkan untuk genus mikroba ini, antara lain produksi siderophore, pelarutan fosfat, biokontrol fitopatogen, dan proteksi tanaman terhadap cekaman, seperti salinitas tanah, atau senyawa beracun. Bashan dan Hulguin (1997) mengusulkan hipotesis aditif terhadap mekanisme Azospirillum dalam memacu pertumbuhan tanaman. Mereka menyatakan bahwa kemungkinan lebih dari satu mekanisme yang terlibat pada waktu yang sama. Sebagai contoh, fiksasi N2 berkontribusi kurang dari 5% dari pengaruh Azospirillum pada tanaman. Ini tidak dapat menjelaskan secara penuh peningkatan hasil tanaman. Ketika dikombinasikan dengan pengaruh mekanisme lainnya, kontribusi yang kecil ini dapat menjadi kontribusi yang berarti. Dengan demikian, aktivitas gabungan dari semua mekanisme yang terlibat bertanggung jawab bagi pengaruh yang besar dari inokulasi Azospirillum pada pertumbuhan tanaman. Reis et al. (2011) menyatakan bahwa Azospirillum sp. mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui banyak mekanisme. Ini termasuk fiksasi N2, produksi fitohormon (seperti auksin, sitokinin, dan giberelin), peningkatan

penyerapan hara, peningkatan ketahanan cekaman, produksi vitamin, siderophore dan biokontrol, serta pelarutan P. Namun demikian, salah satu mekanisme yang paling penting adalah kemampuan Azospirillum menghasilkan fitohormon dan ZPT lainnya. Salah satu mekanisme utama yang diusulkan untuk menjelaskan “hipotesis aditif” adalah terkait dengan kemampuan Azospirillum sp. menghasilkan senyawa-senyawa seperti fitohormon. Telah dikenal bahwa sekitar 80% bakteri yang diisolasi dari rhizosfer tanaman mampu memproduksi senyawa IAA. Kemudian, diusulkan bahwa Azospirillum sp. dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui ekskresi fitohormon. Saat ini, kita tahu bahwa bakteri ini mampu menghasilkan senyawasenyawa kimia seperti auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan ZPT lainnya seperti ABA, poliamin (spermidin, spermin, dan cadaverin) dan nitrat oksida (Cassa‟n et al., 2011). Fiksasi nitrogen adalah mekanisme pertama yang diusulkan untuk menjelaskan peningkatan pertumbuhan tanaman setelah diinokulasi dengan Azospirillum. Ini terutama karena ada peningkatan sejumlah senyawa nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenase pada tanaman yang diinokulasi dengan Azospirillum. Akan tetapi, beberapa tahun kemudian, penelitian menunjukkan bahwa kontribusi fiksasi N2 oleh Azospirillum terhadap tanaman sedikit sekali, berkisar antara 5 sampai 18% dari total peningkatan tanaman. Secara umum, kontribusinya kurang dari 5%. Azospirillum mutan-Nif juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sama dengan tipe liarnya. Penemuan ini hampir saja membuat orang meninggalkan aspek fiksasi N2 ini dari Azospirillum, kecuali hanya untuk kajian genetik murni. Akhir-akhir ini, interes terhadap kajian Azospirillum pada aspek fiksasi N2 mulai meningkat. Ditemukan bahwa A. brasilense Sp-7 tidak menyintesis enzim nitrogenase pada suhu 42⁰C dan juga enzim ini tidak stabil pada suhu tersebut. Akan tetapi, pada A. brasilense Sp-9, aktivitas enzim nitrogenase stabil dan menunjukkan aktivitas asetilen reduksi tertinggi pada suhu 42⁰C. Aktivitas enzim nitrogenase Azospirillum ditemukan meningkat ketika ditumbuhkan dalam kultur campuran dengan bakteri lainnya, kendatipun mereka berasal dari habitat yang sangat berbeda. Contoh kasus adalah campuran A.

brasilense Cd dengan bakteri Staphylococcus sp. yang meningkatkan fiksasi N2 dari A. brasilense. Pengaruhnya lebih kuat ketika supernatan Staphylococcus ditambahkan pada kultur A. brasilense. Pada kajian lain, fiksasi N2 dari A. brasilense Sp-245 diperkuat oleh penambahan aglutinin kecambah gandum. Bashan dan Holguin (1997) menyatakan bahwa Azospirillum bisa jadi mempengaruhi tanaman dengan cara memberikan signal kepada tanaman inang. Adanya kenyataan bahwa Azospirillum mempengaruhi metabolisme sel tanaman dari luar sel mengindikasikan bahwa bakteri ini mampu mengekskresi dan memancarkan signal yang melewati dinding sel tanaman dan ditangkap oleh membran tanaman. Interaksi ini menginisiasi rantai peristiwa yang menghasilkan perubahan metabolisme pada tanaman yang diinokulasi. Karena membran tanaman sangat sensitif terhadap perubahan, maka responsnya dapat menjadi petunjuk akan adanya kegiatan Azospirillum pada tingkat seluler. Selain itu, meningkatnya penyerapan hara mineral pada tanaman sebagai akibat dari inokulasi Azospirillum juga merupakan penjelasan yang populer bagi pengaruh inokulasi pada tahun 1980an. Kendatipun, beberapa kajian ada yang menunjukkan akumulasi nitrogen dan hara mineral lainnya pada tanaman yang diinokulasi, tetapi sebagian penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman tidak mesti karena peningkatan penyerapan hara. Pada saat ini, jalan penjelasan ini agak kurang berkembang. Azospirillum dapat juga berperan sebagai agen biokontrol terhadap patogen tanaman dalam tanah. Ada beberapa bukti yang mendukungnya. Azospirillum lipoferum M menghasilkan catechol siderophores pada kondisi kekurangan besi, yang menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap beberapa isolat bakteri dan jamur. Contoh lain, dua puluh isolat Azospirillum ditemukan menghasilkan bakteriosin yang menghambat pertumbuhan beberapa bakteri. Namun demikian, ada juga penelitian yang melaporkan bahwa beberapa strain Azospirillum tidak menghasilkan senyawa anti patogen. 4. Interaksi Azospirillum dengan Bahan Organik

Menurut Bashan (1999), bahan organik memberikan pengaruh yang beragam terhadap Azospirillum, bisa positif, tapi juga bisa negatif. Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa amandemen tanah dengan bahan organik meningkatkan jerapan dan daya hidup Azospirillum sp. Akan tetapi, ada juga bukti di lapangan bahwa pengaruh bahan organik terhadap Azospirillum sp. di dalam tanah kontradiktif dengan hasil penemuan di laboratorium. Di India, pemberian bahan organik pada tanah kebun hanya mendukung populasi A. brasilense secara terbatas. Pada penelitian lain, pemberian bahan organik pada tanah dan arang awalnya saja meningkatkan populasi A. brasilense sp., tetapi populasinya kemudian menurun ke taraf yang setara dengan tanpa bahan organis. Di Amerika Serikat, daya hidup A. brasilense dalam bahan pembawa peat dan pasir dimonitor dengan seksama. Hasilnya, awalnya populasi menurun, kemudian populasinya tetap stabil selama 60 hari. Bahan pembawa dengan kandungan peat tertinggi (1-3%) memiliki populasi A. brasilense tertinggi. Di India, penambahan jerami padi pada tanah sawah meningkatkan Azospirillum sp. Bashan dan Vazquez (2000) menemukan bahwa, sementara CaCO3 dan pasir berpengaruh negatif, bahan organik memiliki pengaruh positif terhadap daya hidup Azospirillum sp. Namun demikian secara umum, bahan organik memberikan pengaruh yang baik bagi daya hidup dan persistensi Azospirillum dalam tanah. Teori terhadap pengaruh negatif bahan organik bisa jadi bahwa pada bahan organik konsentrasi tinggi, total jumlah bakteri dalam tanah telah mencapai 107 – 108 spk per g sehingga bakteri lain berkompetisi dengan Azospirillum yang diinokulasi dalam tanah. Penjelasan lain, bahan organik mungkin telah memberikan hara yang cukup banyak pada tanaman sehingga pengaruh inokulasi bakteri menjadi tertutupi.  A. amazonense Spesies kedua adalah A. amazonense, yang diisolasi dan dideskripsi pada tahun 1983 dari tanaman rumput yang ditanam di daerah Amazon. Spesies ini juga berasosiasi dengan tanaman padi, jagung, dan sorgum serta tanaman rumput lainnya yang tumbuh di bagian Selatan Tengah Brasil.

 A. halopraeferans Spesies yang ketiga adalah A. halopraeferans. Spesies ini diisolasi dari rumput kallar (Leptochloa fusca), yang tumbuh di daerah salin di Pakistan dan kelihatannya spesifik pada tanaman tersebut, karena upaya untuk mengisolasi A. halopraeferans dari tanaman lain yang tumbuh di Brasil tidak berhasil. Berikut, spesies baru berhasil diisolasi dari tanaman padi di Irak. Spesies ini diberi nama A. irakense. Walaupun spesies ini belum ada dilaporkan diisolasi dari tanaman lain dan dari negara lain, tetapi spesies ini benar Azospirillum spesies baru. Berikutnya, pada tahun 1997, ditemukan spesies lain dari Conglomeromonas largomobilis subsp. largomobilis yang mirip dengan spesies A. lipoferum dan A. brasilense, tetapi secara nyata cukup berbeda. Spesies ini diberi nama A. largimobile. Kelompok baru dari spesies Azospirillum terus ditemukan di seluruh dunia. Pada tahun 2001, di Brasil ditemukan spesies baru oleh ilmuwan Brasil Johanna Dobereiner. Untuk menghargai beliau, spesies ini diberi nama A. dobereinerae. Spesies lainnya diisolasi dari tanah pertanaman padi di China pada tahun 1982 dan diberi nama A. oryzae. Kemudian, spesies lain ditemukan dari akar dan batang tanaman Melinis minutiflora Beauv, sehingga diberi nama A. melinis. Pada tahun 2007, dengan menggunakan media semisolid pada pH 7,2 – 7,4, ditemukan dua spesies baru lagi di Kanada, yang diberi nama A. canadense dan A. zeae. Satu spesies baru berhasil diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak oleh peneliti Taiwan yang menggunakan nutrisi agar. Spesies tersebut diberi nama A. rugosum. Pada tahun 2009, dua spesies baru berhasil ditemukan lagi, yaitu A. palatum dan A. picis. A. palatum diisolasi dari tanah di China dan A. picis di Taiwan. Terakhir, spesies baru A. thiophilum diisolasi dari Rusia. Walaupun spesies ini memiliki hubungan yang erat dengan spesies Azospirillum lainnya, tetapi spesies ini mampu tumbuh sebagai miksotropik pada kondisi yang mikroaerobik.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang ketika diterapkan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah, akan mendiami rizosfer atau bagian dalam dari tanaman dan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan nutrisi utama dari tanaman. Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian maupun kehutanan.Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu.Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan Pupuk Hayati tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya. Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun. Berikut adalah beberapa keunggulan dari pupuk hayati . o

Menyuburkan tanah

o

Meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah

o

Meningkatkan daya serap tanah terhadap air

o

Menyediakan hara mineral bagi tanaman

o

Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian

o

Meningkatkan daya tahan tanaman

o

Menghasilkan produk sehat dan ramah lingkungan

o

Menghemat Biaya

DAFTAR PUSTAKA Aeron, A., S. Kumar, P. Pandey, and D.K. Maheshwari. 2011. Emerging Role of Plant Growth Promoting Rhizobacteria in Agrobiology. Pp 1 – 36. In Bacteria in Agrobiology: Crop Ecosystems. D.K. Maheshwari (ed.), DOI 10.1007/978-3-642-18357-7_1, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Bashan, Y. 1999. Interactions of Azospirillum spp. in soils: a review. Biol Fertil Soils (1999) 29: 246–256 Q Springer-Verlag. Bashan, Y. and G. Holguin. 1997. Azospirillum-plant Relationships: Environmental and Physiological Advances (1990-1996). Can. J. Microbiol. Vol. 43, 1997 : 103 – 121. NRC Canada Bashan, Y. and P. Vazquez. 2000. Effect of Calcium Carbonate, Sand, and Organic Matter Levels on Mortality of Five Species of Azospirillum in Natural and Artificial Bulk Soils. Biol Fertil Soils 30:450–459 Q Springer-Verlag. Cassa´n, F., D. Perrig, V. Sgroy, and V. Luna. 2011. Basic and Technological Aspects

of

Azospirillum Rhizobacteria.

Phytohormone sp. In

as

a

Production

Model

Bacteria

of

in

Plant

by

Microorganisms:

Growth

Agrobiology:

Plant

Promoting Nutrient

Management. D.K. Maheshwari (ed.). DOI 10.1007/978-3-642-210617_7, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Cummings, S. P. and C. Orr. 2010. The Role of Plant Growth Promoting Rhizobacteria in Sustainable and Low-Input Graminaceous Crop Production. In Plant Growth and Health Promoting Bacteria. D.K. Maheshwari (ed.). Microbiology Monographs 18, DOI 10.1007/978-3642-13612-2_13, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Eckert, B., O. B. Weber, G. Kirchhof, A. Halbritter, M. Stoffels, and A. Hartmann. 2001. Azospirillum doebereinerae sp. nov., a nitrogen-fixing bacterium associated with the C4-grass Miscanthus. International

Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 51, 17–26. Great Britain. Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Uviversitas Sumatera Utara. 409 hlm. Holguin, G., C. L. Patten, and B. R. Glick. 1999. Genetics and molecular biology of Azospirillum. Biol Fertil Soils 29: 10–23 Q Springer-Verlag. Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected from the Genus Azospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? In Bacteria in Agrobiology: Plant Growth Responses. D.K. Maheshwari (ed.). DOI 10.1007/978-3-642-20332-9_6, Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Simanungkalit, R.D.M, Dkk. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Litbang

Sumberdaya

Lahan

Pertanian.

Pengembangan Pertanian. Bogor, Jawa Barat.

Badan

Penelitian

dan

Peran anggota kelompok dalam pembuatan paper : Padilla Ulfa

: Merekap semua bahan hingga selesai, mencari tentang “bahan pembuat dan cara pembuatan pupuk hayati”

Redo Viveldi

: Mencari bahan tentang “Pendahuluan, Pengertian Pupuk Hayati”

Mega Oktaviani

: Mencari bahan tentang “Mikroba yang berpotensi dimanfaatkan dalam pembuatan pupuk hayati dan jenisjenis pupuk hayati”

Dewita Anggraini

: Mencari bahan tentang “Pembuatan pupuk hayati, keunggulan pupuk hayati”

Dian Andi Kusuma

: Mencari bahan tetang “Mekanisme kerja pupuk hayati”

Gusnadi

: Mencari bahan tentang “Kualitas pupuk hayati”

Erik Pradenata

:

Mencari

bahan

tentang

keunggulan pupuk hayati”

“Fungsi

pupuk

hayati,

Related Documents


More Documents from "jazhman"

Produksi Pupuk Hayati
February 2021 0
Cbr Agama Islam
January 2021 1
A. Soal Ukai Tipe I
January 2021 3
Laporan Praktikum Lensa
February 2021 3