Produktivitas Formasi

  • Uploaded by: Ade Rizki
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Produktivitas Formasi as PDF for free.

More details

  • Words: 10,224
  • Pages: 61
Loading documents preview...
2.4. Produktivitas Sumur Sebelum membicarakan parameter produktivitas formasi seperti laju produksi, produktivity index dan inflow performance relationship, terlebih dahulu akan dibicarakan mengenai dasar-dasar aliran fluida dalam media berpori. 2.4.1. Aliran Fuida dalam Media Berpori Fluida yang mengalir dari formasi ke lubang sumur, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Sifat fisik dari formasi. 2. Geometri sumur dan daerah pengurasan. 3. Sifat fisik fluida yang mengalir. 4. Perbedaan tekanan antara formasi dan lubang sumur pada saat terjadinya aliran. Adanya penurunan tekanan di dasar sumur akan menyebabkan fluida yang berada dalam reservoir mengalir ke arah sumur. Bila tekanan reservoir berada di atas tekanan titik gelembung, maka aliran akan berupa satu fasa yaitu cairan. Tetapi bila reservoir berada di bawah titik gelembung, maka aliran akan menjadi dua fasa, yaitu cairan dan gas. 2.4.1.1.Persamaan Darcy untuk Aliran Satu Fasa Aliran fluida satu fasa dalam media berpori seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.30, oleh Darcy diterangkan sebagai berikut : q

kA dP  dx

……….…………………………………………………

(2-69) dimana : q

= laju aliran



= viskositas

k

= permeabilitas

A

= luas penampang

dP/dx = gradien tekanan

Gambar 2.31. Aliran Fasa dalam Media Berpori 21) Asumsi yang digunakan untuk persamaan di atas adalah : 1. Kondisi aliran steady-state. 2. Ruang pori batuan 100 % disaturasi oleh fluida yang mengalir. 3. Viskositas dari fluida yang mengalir adalah tetap. 4. Kondisi isothermal. 5. Aliran horisontal dan linier. Gradien tekanan (dP/dx) menyebabkan aliran fluida di dalam media berpori, yang persamaanya dapat ditulis sebagai berikut : dP q  dx kA

……………………………………………………….…(2-70)

Aliran linier steady-state menuju rekah batuan seperti yang terlihat pada gambar 2.32, mengasumsikan bahwa setengah aliran fluida yang menuju rekahan batuan berasal dari salah satu sisi rekahan dan setengahnya berasal dari sisi lain yang simetris.

Gambar 2.32. Aliran Steady-State Menuju Rekah Batuan 21) Distribusi tekanan dapat dicari dengan mengintegrasikan persamaan (2-70) untuk masing-masing sisi, sehingga diperoleh persamaan : P  Pw 

q x 2kA

dua sisi

…………………………………….……..(2-71)

dimana : q

= laju alir total

k

= permeabilitas

A

= luas penampang

Persamaan (2-69) dapat dikembangkan untuk menjelaskan aliran di dalam suatu media berpori dengan geometris sistem yang tidak begitu kompleks (yang sudah diketahui), dan karena fluida yang menuju ke lubang sumur biasanya adalah radial seperti pada gambar 2.33. dapat diintegrasikan sebagai berikut : re

P

kA e q  dr   dP ………………………………………………… (2-72)   rw Pw Dalam hal ini, besaran dL dapat diganti dengan dr, jika besaran L (panjang lapisan) juga diganti dengan besaran r (jari-jari atau jarak dari pusat lubang bor). Untuk aliran radial, tanda minus (-) sudah tidak diperlukan lagi, karena pertambahan tekanan dan arah aliran dari sistem aliran radial berada dalam satu arah yang sama.

Pada suatu titik di dalam reservoir, luas irisan melintang yang meliputi atau mengelilingi daerah dimana aliran fluida dapat terjadi, dapat disamakan dengan luas penampang suatu silinder (A) seperti yang terlihat pada gambar (2.33). Karena luas irisan melintang tersebut berhubungan dengan r, maka A = 2rh, harus dimasukkan ke dalam persamaan (2-72) sebagai berikut: re

dr k  2rh  rw

q

Pe

 dP

..……………………………….…………………(2-73)

Pw

atau r

q e dr k  2h rw r 

Pe

 dP

…………………………………………………. (2-74)

Pw

Setelah diintegrasikan akan diperoleh : q k (ln re  ln rw )  ( Pe  Pw ) 2h 

………….……..…………………(2-75)

Dan akhirnya dapat diperoleh persamaan untuk menentukan laju aliran sebagai berikut : q

2kh( Pe  Pw ) ………………….……………………………… (2-76)  ln(re / rw )

Laju alir (q) dalam persamaan (2-76) adalah laju alir fluida dalam media berpori. Jika suatu fluida kompressibel (misal gas) mengalir dalam kondisi yang benar-benar mantap (steady-state), maka walaupun laju aliran massa-nya tidak berubah-ubah tetapi laju aliran volumenya berbeda pada tiap-tiap tempat di dalam media berpori. Laju alir (q) sebenarnya adalah laju alir rata-rata (qm). Jadi untuk aliran gas (fluida kompressibel), maka persamaan (2-76) harus dimodifikasi sebagai berikut :

qm 

2 k g h Pe  Pw 

 g ln(re / rw )

………….……………………………… (2-77)

dimana : qm = laju alir rata-rata (cm2/det) yang diukur pada tekanan aliran rata-rata Pm

Gambar 2.33. Model Sistem Aliran Radial 18) Persamaan (2-77) adalah persamaan laju aliran gas dalam cc/det untuk kondisi reservoir. Sedangkan untuk menentukan laju aliran gas pada kondisi standar (kondisi permukaan), dapat dilakukan dengan menggunakan hukum gas sebagai berikut : Psc q sc P q  m m Z sc Tsc Z mTm

………………….………………………………..(2-78)

dimana : tanda "sc" menunjukkan standar (14,7 psia dan 60 0 F) dan tanda "m" menunjukkan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan menggabungkan Persamaan (2-77) dan Persamaan (2-78) maka akan diperoleh : q sc 

Z sc Tsc Pm 2hk g ( Pe  Pw ) Psc Z m Tm  g ln(re / rw )

….………………………………..(2-79)

Karena Pm = (Pe - Pw)/ 2, maka persamaan (2-79) dapat dikembangkan menjadi:

Z sc Tsc Pmhk g ( Pe  Pw ) 2

q sc 

2

Psc Z mTm  g ln(re / rw )

….………………………………..(2-80)

Satuan qsc pada persamaan (2-80) di atas adalah masih tetap cc/det, tetapi sekarang pada kondisi standar. Dengan mengkonversikan cc/det ke SCF/hari dan dengan menggunakan satuan lapangan konvensional untuk besaran-besaran yang ada, maka akan diperoleh: 2

q sc 

2

703 k g h( Pe  Pw ) Z mTm  g ln(re / rw )

….………………………………………..(2-81)

dimana : qsc

= laju alir gas pada kondisi standar, SCF/hari

kg

= permeabilitas batuan untuk gas, D

g

= viskositas gas, cp

h

= ketebalan lapisan reservoir, ft

re

= jari-jari pengurasan, ft

rw

= jari-jari sumur, ft

Pe

= tekanan pada jari-jari re , psia

Pw

= tekanan pada jari-jari rw , psia

Zm

= faktor kompresibilitas gas

Tm

= temperatur reservoir rata-rata, 0 R

Untuk reservoir minyak, maka persamaan (2-81) dapat dikonversikan dalam satuan lapangan seperti halnya pada reservoir gas, menjadi : q res 

7,082 k o h( Pe  Pw )  o ln(re / rw )

….………………………………………..(2-82)

dimana : qres

= laju alir minyak pada kondisi reservoir, bbl/hari

ko

= permeabilitas batuan untuk minyak, D

o

= viskositas minyak, cp

h

= ketebalan lapisan reservoir, ft

re

= jari-jari pengurasan, ft

rw

= jari-jari sumur, ft

Pe

= tekanan pada jari-jari re , psia

Pw

= tekanan pada jari-jari rw , psia

Untuk kondisi standar, maka qsc = qres / Bo atau : q sc 

7,082 k o h( Pe  Pw )  o Bo ln(re / rw )

….………………………………………..(2-83)

dimana : qsc

= laju alir minyak pada kondisi standar, STB/hari

Bo

= faktor volume formasi minyak, bbl/STB

2.4.1.2.Persamaan Darcy untuk Aliran Multi Fasa Apabila suatu reservoir mempunyai suatu tekanan yang lebih rendah dari tekanan statik gelembung, maka pada waktu diproduksikan, gas yang keluar dari minyak akan mengalir bersama-sama dengan minyak dan kadang-kadang air juga akan ikut mengalir bersama minyak dan gas tersebut, sehingga disebut sebagai aliran multifasa. Bila terjadi aliran horisontal dari minyak, gas dan air dalam suatu reservoir yang homogen dan dengan mengabaikan pengaruh gravitasi yang ada maka persamaan aliran untuk masing-masing fasa tersebut adalah : qo   qg  

qw  

ko A dPo  o dL k g A dPg

 g dL

k w A dPw  w dL

……………..…………………………………….(2-84) ……………..…………………………………….(2-85) ……………..…………………………………….(2-86)

Apabila persamaan (2-85) dibagi dengan persamaan (2-86) dan dengan menganggap penurunan tekanan dalam fasa gas maupun dalam fasa minyak adalah

sama, maka akan diperoleh perbandingan gas dan minyak pada kondisi reservoir (GORres) sebagai berikut : GORres 

qg qo



o kg …………………………………………...(2-87)  g ko

Untuk memperoleh GOR pada kondisi permukaan, maka Bg dan Bo perlu dimasukkan dalam persaman (2-87). Disamping itu, karena proses produksi

minyak dari

reservoir ke permukaan akan menghasilkan gas sebesar Rs , maka persamaan (2-88) untuk kondisi permukaan menjadi : GORsc  Rs 

 o Bo k g  g Bg k o

…………………………………………...(2-88)

dimana : GORsc = GOR (Gas Oil Ratio) pada kondisi standar, cuft/bbl GORres = GOR pada kondisi reservoir, SCF/STB Rs

= kelarutan gas dalam minyak, SCF/STB

Sedangkan apabila persamaan (2-86) dibagi dengan persamaan (2-84) dan dengan menganggap penurunan tekanan dalam fasa air dan fasa minyak pada kondisi reservoir (WORres) sebagai berikut : WORres 

qw  o k w  qo  w k o

…………………………………………...(2-89)

Untuk kondisi permukaan (kondisi standar), karena terjadi pengecilan volume minyak akibat adanya gas yang membebaskan diri dari minyak, maka laju produksi minyaknya menjadi qo / Bo. Tidak demikian halnya dengan qo tersebut, karena kelarutan gas dalam air yang sangat kecil dan kompresibilitas air sangat kecil maka qw (laju produksi air) pada kondisi reservoir dianggap sama dengan qw pada kondisi permukaan. Sehingga persamaan (2-89) untuk kondisi permukaan menjadi : WORsc  

1 o kw Bo  w k o

…………………………………………...(2-90)

dimana : WORsc = WOR (Water Oil Ratio) pada kondisi standar, STB/bbl GORres = WOR pada kondisi reservoir Untuk reservoir yang hanya memproduksi minyak dan gas, maka pada kondisi tekanan reservoir di atas tekanan saturasi (tekanan titik gelembung), gas bebasnya belum terbentuk. Dalam hal ini, GOR-nya akan sama dengan jumlah gas mula-mula yang terlarut dalam minyak (Rsi), dengan naiknya produksi kumulatif minyak, maka tekanan reservoir akan turun sampai di bawah tekanan saturasinya. pada saat ini Pwf juga berada di bawah tekanan saturasi, maka akibatnya gas bebas akan bergerak ke permukaan, saturasi gas di sekitar lubang sumur akan naik, dan permeabilitas minyak akan turun, dimana kesemuanya itu akan menaikkan GOR produksinya. Demikian pula untuk reservoir yang fluida produksinya terdiri dari minyak, air dan gas. Tetapi dalam hal ini digunakan konsep GLR (Gas Liquid Ratio), yaitu perbandingan antara laju produksi gas (qg) dengan laju produksi cairan (qo + qw). 2.4.2. Indeks Produktivitas Produktivitas

formasi

merupakan

kemampuan

suatu

formasi

untuk

memproduksikan fluida yang dikandungnya pada kondisi tertentu. untuk mengetahui kemampuan suatu sumur berproduksi pada setiap saat, maka digunakan konsep "Productivity Index" (Indeks Produktivitas) dimana dengan diketahuinya indeks produktivitas tersebut diharapkan masa hidup dari suatu reservoir dapat diketahui. Indeks Produktivitas (PI) didefinisikan sebagai angka atau indeks yang menyatakan besarnya kemampuan suatu sumur/reservoir untuk memproduksi fluida pada kondisi tertentu, atau dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara laju produksi (q) yang dihasilkan oleh suatu sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur dalam keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar sumur dalam keadaan terjadi aliran (Pwf). Dalam bentuk persamaan, definisi tersebut dapat dinyatakan sebagai : PI 

qo ( Ps  Pwf )

…………………..………………………………(2-91)

dimana : PI

= Indeks Produktivitas, bbl/hari/psi

qo

= laju produksi minyak, bbl/hari

Ps -Pwf = perbedaan tekanan atau "draw down", psi Persamaan (2-92) di atas didapat berdasarkan data test tekanan dan hanya digunakan untuk satu macam cairan (dalam hal ini hanya minyak). Sedangkan untuk dua macam cairan (minyak dan air), maka persamaan (292) menjadi : PI 

qo  q w ( Ps  Pwf )

…………………..………………………………(2-93)

dimana : qw

= laju produksi air, bbl/hari

Disamping berdasarkan data tekanan dari test tekanan, harga PI dapat pula ditentukan berdasarkan persamaan aliran radial dari Darcy, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (2-94), sehingga dengan mensubstitusikan persamaan (2-83) ke dalam persaman (2-93) akan didapat : PI 

7,082 k o h  o Bo ln(re / rw )

….………………………………………..(2-94)

Sedangkan untuk persamaan minyak dan air, berlaku persamaan : PI 

7,082 h  k o k   w   ln(re / rw )   o Bo  w Bw 

..…………..……………………..(2-95)

dimana : h

= ketebalan lapisan reservoir, ft

kw

= permeabilitas batuan terhadap air, D

ko

= permeabilitas batuan terhadap minyak, D

w

= viskositas air, cp

o

= viskositas minyak, cp

Bw

= faktor volume formasi air, bbl/STB

Bo

= faktor volume formasi minyak, bbl/STB

re

= jari-jari pengurasan, ft

rw

= jari-jari sumur, ft

Harga PI untuk setiap satuan ketebalan tidak sama, maka harus dihitung untuk setiap ketebalan, yaitu dengan menggunakan specific productivity index (SPI). SPI 

PI h

………………………..………………………………….(2-96)

dimana : SPI

= indeks produktivitas spesifik, bbl/hari/psi/ft

h

= ketebalan bersih lapisan reservoir, ft

2.4.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PI Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya harga PI, antara lain : a. sifat-sifat fisik batuan reservoir, b. sifat-sifat fisik fluida reservoir, c. ketebalan lapisan formasi, d. draw down, dan e. mekanisme pendorong reservoir. 2.4.2.1.1. Sifat-Sifat Fisik Fluida Reservoir Sifat fisik batuan reservoir yang mempengaruhi besar kecilnya PI, antara lain : 

Permeabilitas batuan Permeabilitas batuan adalah kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida. Dengan turunnya permeabilitas mka fluida akan sulit mengalir, sehingga kemampuan berproduksi atau PI menjadi turun.



Saturasi fluida Saturasi fluida adalah ukuran kejenuhan fluida di dalam pori-pori batuan. Pada proses produksi, saturasi minyak berkurang dengan naiknya produksi kumulatif minyak dan pori-pori yang kosong diganti oleh air atau gas bebas. Disamping itu, berlangsungnya proses produksi disertai dengan penurunan

tekanan dan bila melewati tekanan titik gelembung akan mengakibatkan munculnya fasa gas yang mengakibatkan saturasi gas bertambah dan saturasi minyak berkurang. Hal ini akan mengurangi permeabilitas efektif batuan terhadap minyak, sehingga dapat menurunkan PI. 2.4.2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Fluida Reservoir Beberapa sifat fisik fluida reservoir yang mempengaruhi besar kecilnya PI, yaitu : 

Kelarutan gas dalam minyak Dalam proses produksi, penurunan tekanan di bawah tekanan saturasi (tekanan titik gelembung) dapat menyebabkan bertambahnya gas yang membebaskan diri dari larutan. Hal ini kan menyebabkan turunnya harga PI akibat berkurangnya permeabilitas efektif batuan terhadap minyak karena naiknya saturasi gas.



Faktor Volume Formasi Faktor volume formasi minyak (Bo) juga berpengaruh terhadap besar kecilnya harga PI. Di atas harga tekanan saturasi Bo turun dengan cepat karena penyusutan volume minyak akibat dibebaskannya gas yang terlarut. Dari Persamaan (2-94) dan persamaan (2-95) dapat diketahui bahwa kenaikan Bo akan menurunkan harga PI.



Viskositas Fluida Viskositas adalah ukuran ketahanan fluida terhadap pengaliran. Bila tekanan reservoir sudah berada di bawah tekanan saturasi, maka pernurunan tekanan selanjutnya akan mengakibatkan bertambahnya gas yang dibebaskan dari larutan sehingga akan menaikan harga viskositas minyak. Hal ini akan menyulitkan proses produksi, sehingga akan menurunkan harga PI.

2.4.2.1.3. Ketebalan Lapisan Reservoir

Semakin tebal lapisan atau zona produktif semakin besar pula harga PI, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (2-94) yang berarti laju produksinya juga dapat naik, tetapi lapisan tersebut bisa diselingi oleh sub-sub lapisan tipis dari air atau gas sehingga laju produksinya akan berkurang. Terproduksinya air dapat juga menyebabkan terjadinya scale yang dapat mengurangi kapasitas kerja dari alat-alat produksi atau terjadinya korosi pada alat-alat produksi. Pencegahan hal ini antara lain juga dilakukan dengan memasang casing sehingga menembus zona produktif, kemudian diperforasi pada interval-interval minyak. 2.4.2.1.4. Draw-down Semakin besar draw-down semakin besar pula laju produksinya, sehingga PI akan naik, tetapi dengan semakin besarnya draw-down yang diakibatkan oleh mengecilnya Pwf hingga di bawah tekanan saturasi akan mengakibatkan terbebasnya gas yang semula sehingga PI turun. Dengan dibebaskannya gas yang semula terlarut di dalam minyak akan mengakibatkan kehilangan tekanan (pressure loss) yang besar pada aliran vertikal ke permukaan, sehingga tekanan ke tubing (tubing head pressure/THP) yang dihasilkan akan kecil dan ini akan mengurangi kemampuan fluida untuk mengalir ke separator karena tidak dapat mengatasi tekanan balik (back pressure) yang terjadi. Di samping itu, laju produksi minyak akan turun karena terhambat aliran gas. Perlu diperhatikan juga bahwa dengan membesarkan draw-down untuk formasi yang kurang kompak dapat mengakibatkan terproduksinya pasir. 2.4.2.1.5. Mekanisme Pendorong Reservoir Kecepatan perubahan tekanan suatu reservoir akibat proses produksi sangat dipengaruhi oleh jenis mekanisme pendorong yang dimilikinya. Kelakuan tekanan reservoir dari tiga jenis mekanisme pendorong yang utama (solution gas drive, gas cap drive dan water drive) dapat dilihat pada gambar 2.34. 

Solution gas drive

Pada solution gas drive semakin rendah tekanan akan semakin banyak gas yang dibebaskan dari larutan, sehingga saturasi gas naik dan saturasi minyak turun. Hal ini akan mengakibatkan turunnya harga permeabilitas efektif batuan terhadap minyak (ko), sehingga harga PI-nya juga akan turun. Bila tekanan masih berada di atas tekanan saturasi, maka PI konstan karena belum ada yang yang dibebaskan (lihat gambar 2.34). 

Gas cap drive Penurunan tekanan pada gas cap drive agak lambat bila dibandingkan dengan solution gas drive. Hal ini disebabkan disamping akibat pengembangan gas yang terlarut juga diakibatkan pendesakan gas cap, sehingga penurunan PI tidak secepat pada solution gas drive.



Water drive Water drive, karena dalam pengosongan minyak dari reservoir diimbangi oleh perembesan air, maka PI-nya relatif konstan. Tetapi bila water drive sangat lemah dan tidak dapat mengimbangi pengosongan, maka tekanan akan turun di bawah tekanan saturasi dan fasa gas akan terbentuk. Dalam kondisi seperti ini terjadi aliran minyak, air dan gas, dimana PI akan turun selama produksi.

Gambar 2.34. Kelakuan Tekanan dari Tiga Jenis Mekanisme Pendorong 3)

Gambar 2.35. Kelakuan PI terhadap Produksi Kumulatif dari Tiga Jenis Mekanisme Pendorong 6) 2.4.3. Inflow Performance Relationship Jika PI dari suatu sumur dianggap konstan dan tidak tergantung dari laju produksi sesaat, maka persamaan (2-92) dapat ditulis sebagai : Pwf  Ps 

qo PI

…………………………..………………………(2-97)

Pada suatu keadaan tertentu, Ps mempunyai harga tertentu, sehingga jika PI dianggap konstan, maka plot antara Pwf dengan qo akan merupakan suatu garis lurus, seperti yang terlihat pada gambar 2.35. Gambar tersebut menunjukkan kelakuan formasi berproduksi, yaitu reaksi formasi terhadap pressure draw-down (P = Ps - Pwf) pada lubang sumur. Bila qo = 0, maka Ps = Pwf, dan bila qo = PI x Ps , maka Pwf = 0. Sudut antara garis pada gambar tersebut dengan sumbu tekanan sedemikian rupa sehingga : Tan  

OB PI x Ps   PI OA Ps

……..……………………………(2-98)

Gambar 2.36. Grafik Indeks Produktivitas 6) Harga qo pada titik B, yaitu PI x Ps disebut "potensial sumur". Pada pembuatan gambar 2.36. di atas, dianggap bahwa PI tidak tergantung dari laju produksi yang merupakan hasil dari kemungkinan produksi sepanjang garis AB. Hasil ini berhubungan dengan persamaan aliran radial. Garis AB pada gambar tersebut, disebut dengan "Inflow Performance Relationship". Dalam keadaan yang sebenarnya, grafik IPR hanya linear di atas tekanan titik gelembung. Bila Ps lebih kecil dari tekanan titik gelembung (aliran dua fasa), maka bentuk grafiknya akan melengkung, seperti yang terlihat pada gambar 2.37. Dalam hal ini harga PI tidak konstan tetapi berubah secara kontinu untuk setiap Pwf, sehingga persamaan untuk PI yang tepat adalah : PI 

 dq dPwf

…………………………..………………………(2-30)

dimana : dq

= perubahan laju produksi, bbl/hari

dPwf

= perubahan tekanan aliran dasar sumur, psi

Tanda negatif dalam persamaan (2-99) menunjukkan bahwa Indeks Produktivitas (PI) akan berkurang dengan bertambahnya laju produksi.

Gambar 2.37. Grafik Indeks Produktivitas Sebenarnya 6)

Untuk membuat grafik IPR, maka diperlukan data-data yang sesuai dengan definisi PI, seperti : 

laju produksi minyak (qo)



tekanan aliran dasar sumur (Pwf)



tekanan statik (Ps) Ketiga data tersebut diperoleh dari test produksi dan test tekanan yang

dilakukan pada sumur yang bersangkutan. Berdasarkan ketiga data tersebut, maka dapat dibuat grafik IPR-nya sesuai dengan kondisi alirannya, yaitu fluida satu fasa atau dua fasa.

Bentuk IPR pada Formasi yang Berlapis-lapis

Dalam kenyataannya, formasi produktif suatu lapangan tidak hanya terdiri dari suatu lapisan, melainkan berlapis-lapis dengan permeabilitas yang berlainan satu sama lain. Adanya perlapisan dengan permeabilitas yang berbeda ini sangat mempengaruhi bentuk IPR-nya. Untuk mengetahui gambaran pengaruh perlapisan terhadap IPR, ikuti suatu contoh pada gambar 2.38, dimana pada gambar tersebut terdapat tiga zona produktif dengan permeabilitasnya masing-masing adalah : 10 mD, 100 mD dan 1 mD. Dalam hal ini dianggap bahwa tidak ada aliran vertikal pada zona tersebut, kecuali pada sumur-sumurnya sendiri (tidak ada cross flow). Produksi pada formasi semacam ini terutama akan didapat dari zona dengan permeabilitas 100 mD, sehingga mengakibatkan tekanan statik zona-zona yang lain, dan zona 1mD akan mempunyai tekanan statik yang tertinggi.

Gambar 2.38. Perlapisan Ideal dari Suatu Formasi 16)

Gambar 2.39. IPR Paduan untuk Formasi yang Berlapis-lapis 16) Misalkan tekanan pada zona 100 mD telah mencapai 1000 psig, pada zona 10 mD mencapai 1200 psig dan pada zone 1 mD mencapai 1500 psig, kemudian sumur ditest pada bermacam-macam laju produksi untuk menentukan IPR-nya misalkan masing-masing IPR dari ketiga zona tersebut seperti yang terlihat pada gambar 2.39, maka kurva IPR seluruh zona adalah sama dengan jumlah ketiga kurva tersebut atau yang biasa disebut IPR paduan (komposite IPR). Karena pada umumnya suatu formasi adalah berlapis-lapis dan pada waktu di produksikan mengalami penurunan tekanan yang tidak sama antara zona-zonanya, maka IPR-nya juga merupakan IPR paduan , seperti yang terlihat pada gambar 2.40. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa ada perbaikan PI dengan meningkatnya laju produksi pada laju yang lebih rendah, tetapi meningkatnya laju produksi tersebut pada laju yang lebih tinggi akan mengakibatkan turunnya PI.

Gambar 2.40. Bentuk Ideal IPR Paduan 16)

2.3. Laju Alir pada Sumur Vertikal Pada laju alir sumur vertikal ini akan dibahas laju alir vertikal pada aliran steady state dan pseudo-steady state. Kedua laju alir tersebut mempunyai cara perhitungan yang berbeda. 2.3.1. Laju Alir Steady State pada Sumur Vertikal Ketika fluida mengalir pada sumur vertikal dan diproduksikan, daerah aliran akan mengecil. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kecepatan aliran dan peningkatan gradien tekanan. Aliran fluida dengan radius R, dan daerah aliran A = 2Rh dapat dilihat pada Gambar 2.11. Distribusi tekanan dapat dicari dengan mensubstitusikan A pada Persamaan (2-2), sehingga didapat : dP dR



q k ( 2Rh )

…………………………………………………..(2-31)

Kemudian mengintegrasikan dengan q konstan didapat : P  Pw 

q [ln( R )  ln( Rw )] …………………………………..(2-32) 2kh

Dari persamaan di atas didapat harga q untuk aliran steady state sebagai berikut : q  FD

2kh( Pe  Pw )  ln( Re / Rw )

………………………………………..…(2-33)

Jika pengaruh skin diperhitungkan maka persamaan di atas menjadi : q  FD

2kh( Pe  Pw ) ………………………………………..…(2-34) l[ln( Re / Rw )  S ]

dimana : FD = 0,001127 Aliran fluida akan berkurang jika S positif, misalnya ada kerusakan reservoir di sekitar lubang sumur dan aliran fluida akan meningkat jika dilakukan stimulasi misalnya acidizing. Laju alir steady state pada rekah vertikal pada bidang pengurasan terbatas dapat dilihat pada Gambar 2.11. Dengan mengambil persamaan Laplace pada bidang horisontal, kita dapat menerapkannya pada tekanan, yaitu : 2P 2P  0 x 2 y 2

……….………………………………………..…(2-35)

Penyelesaian persamaan untuk reservoir tak terbatas dengan tekanan Pw di dalam rekahan adalah : x2 y2  1 [ L / 2 cosh( E )] 2 [l / 2 sinh( E )] 2

………………………………..

…(2-36) dimana : E

2kh( P  Pw ) ………………………………………………..…(2-37) q

Hal tersebut menerangkan suatu seri ellip yang berada diberi rekahan (misalnya x = L / 2 dan y = L / 2). Persamaan di atas menjadi : x2 y2  1 [ L / 2 sin(2 )] 2 [l / 2 cos(2 )] 2

…………………………..(2-38)

dimana  adalah fungsi aliran, dengan : x > 0 dan y < 0 untuk 0,00 <  < 0,25 x > 0 dan y > 0 untuk 0,25 <  < 0,50 x < 0 dan y > 0 untuk 0,50 <  < 0,75 x < 0 dan y < 0 untuk 0,75 <  < 1,00

…………………………..(2-39)

Radius dari tiap-tiap ellips pada Gambar 2.11. dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut : R

1 2

L L  L E  2 cosh( E )  2 sinh( E )   4 e

…………………………..(2-40)

Jika persamaan tersebut didapat, maka E dapat ditulis sebagai berikut :

E  ln

2kh( P  Pw ) 4R  L q

…………………………………………..(2-41)

Gambar 2.11. Laju Alir Steady State Menuju Rekah Vertikal pada Reservoir Terbatas (Roger M.Buttler, 1994) Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-41) pada Persamaan (2-35), maka didapat persamaan laju aliran sebagai berikut :

q  FD

2kh( P  Pw )  4R   ln   L 

…………………………………………..(2-42)

Persamaan di atas merupakan aliran untuk rekahan vertikal dengan panjang L dari bentuk ellips, radius (R) dan tekanan (P) (Prats 1962). Jika R besar maka bentuk ellips ini akan mendekati lingkaran dari radius (R). 2.3.2. Laju Aliran Pseudo-Steady State pada Sumur Vertikal Pada aliran pseudo-steady state dengan fliuda ideal pada drainase area yang tertutup, tekanan reservoir dengan jari-jari (r) dari pusat ditulis sebagai berikut :  141,2q o Bo  p (r )  p wf    ln(r / rw )  0,5(r / re ) 2 kh  



…………..(2-43) dimana :



k

= permeabilitas reservoir, md

h

= ketebalan lapisan, ft

Substitusi p = pe, tekanan pada batas pengurasan dengan r = re dan persaman laju aliran untuk sumur vertikal pada pusat bidang pengurasan didapat : q

kh( pe  p wf ) 141,2 o Bo [ln(re / rw )  0,5]

………………………………..…(2-44)

Persamaan pseudo-steady state berdasarkan tekanan reservoir rata-rata untuk sumur vertikal yang ditempatkan tidak di pusat pada daerah pengurasan ditulis sebagai berikut :

q

ln



kh( p  p wf ) / (141,2  o Bo )



2,2458 A / (C A rw2 )  s  s m  Dq

…..………………………..…(2-

45) dimana : sm

= faktor skin mekanis

s

= faktor skin

Dq

= turbulensi di sekitar lubang sumur

CA

= shape factor

2.3.3. Faktor Shape untuk Sumur Vertikal Selama aliran pseudo-steady state untuk sumur vertikal terletak pada reservoir terbatas, tekanan sumur tak berdimensi (pwD), adalah sebagai berikut : pwD = 2tDA + ½ ln(A / rw2) = ½ ln(2,2458 / CA) dimana : CA

= shape factor, tak berdimensi

tDA

= waktu, tak berdimensi

…………………..(2-46)

Tabel II-1 Shape Factor untuk Sumur Vertikal (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

Persamaan (2-46) adalah pengembangan persamaan alir transient pada pseudo-steady state, dengan asumsi aliran single phase dan fluida compressible yang diproduksikan pada laju produksi konstan. Pada persamaan di atas CA adalah faktor geometrik yang tergantung dari shape factor dan penempatan sumur. Harga shape factor (CA) untuk berbagai penempatan sumur vertikal ada pada Tabel II-1. 2.4. Laju Alir pada Sumur Horisontal Laju alir pada sumur horisontal berbeda dengan laju alir pada sumur vertikal, karena sumur horisontal mempunyai daerah kontak dengan reservoir yang lebih besar

dan mengurangi jarak alir minyak ke lubang sumur di samping itu juga menghubungkan rekahan-rekahan vertikal pada reservoir.

Gambar 2.12. Bentuk Pola Drainase Sekitar Sumur Horisontal (Economides et al, 1990) Sumur horisontal dengan panjang bagian horisontal yang menembus reservoir sepanjang L dengan permeabilitas horisontal (kh) dan permeabilitas vertikal (kv) bersama dengan variabel-variabel penting yang berpengaruh pada perilaku sumur akan menimbulkan pola drainase. Pola drainase yang terbentuk berbentuk ellipsoidal dengan setengah sumbu terpanjang ellips (a) tergantung dari panjang dari sumur horisontal tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.12. Parameter khusus yang sangat penting dalam produksi sumur horisontal adalah permeabilitas horisontal dan vertikal dari anisotropy (ketidakseragaman

batuan). Permeabilitas vertikal yang besar akan meningkatkan Productivity Index (PI) dari sumur horisontal. Anisotropy permeabilitas pada sumur horisontal sering diabaikan tetapi merupakan parameter yang sangat penting. Sumur yang dibor secara normal dengan permeabilitas horisontal yang besar akan lebih baik berproduksi dibanding dengan suatu pemboran horisontal dengan arah yang sembarangan. Sehingga pemboran horisontal harus juga memperhatikan distribusi dari permeabilitas vertikal maupun horisontal. 2.4.1. Laju Alir Steady State pada Sumur Horisontal Para ahli perminyakan telah mengembangkan berbagai persamaan untuk mencari laju alir steady state untuk sumur horisontal. Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mencari persamaan alir steady state. 2.4.1.1. Persamaan Laju Produksi Steady State oleh Joshi Aliran reservoir dari formasi produktif menuju lubang sumur horisontal dinyatakan dalam bentuk persamaan tiga dimensi. Persamaan tiga dimensi ini disederhanakan dengan cara mengubahnya menjadi persamaan differensial dua dimensi seperti yang terlihat pada gambar 2.13, yaitu : 1. Persamaan aliran fluida pada bidang horisontal. Persamaan ini adalah sebagai berikut :

qh 

2k o dP  a  ( a 2  c)   ln  c  

…..………………………..…………..…(2-47)

dimana : a

= setengah sumbu terpanjang sumbu ellip

c

= setengah panjang sumur, L/2

Persamaan tersebut merupakan aliran minyak ke dalam sumur horisontal untuk setiap lapisan bidang horisontal. Perkalian persamaan aliran di atas dengan tebal reservoir (h), akan memberi persamaan aliran minyak total dalam bidang horisontal, yaitu : qhtot = qh x h

..………..…………………………………..……(2-48)

Gambar 2.13. Aliran Fluida Sumur pada Bidang Horisontal dan Vertikal (S.D.Joshi, Ph.D,1990)

2. Persamaan aliran fluida pada bidang vertikal. Persamaan aliran ini adalah sebagai berikut : qv 

(2k o dP /  Bo ) ln(h / 2rw )

..……………………..…………………………..(2-49)

Persamaan ini menyatakan aliran fluida dalam sumur pada bidang vertikal untuk setiap unit panjang sumur. Jika qv tot adalah persamaan aliran minyak ke dalam lubang sumur dengan panjang L, maka qv tot adalah : qv tot = qv x L ……..………………………………………..…..(2-50) Kemudian dengan menggunakan analogi konsep aliran listrik, tahanan aliran dalam arah horisontal adalah sebagai berikut :

 dP Rh    q v tot

  

 a  a 2  ( L / 2) 2 Bo  ln  2K o h L/2 

  

.………………………………….(2-51)

Sedangkan hambatan aliran untuk aliran minyak dalam bidang vertikal dinyatakan sebagai berikut :  dP  Rv     q v tot       ln ( h /( 2rw ))  2K o L 

……….……………………………….…(2-52)

Tahanan aliran kedua persamaan dijumlah untuk menghitung laju aliran total sumur horisontal. Persamaan laju aliran sumur horisontal adalah sebagai berikut :  1 1 R h  Rv  P    q h tot q v tot a  Bo dP  ln  qh 2k o h  

 dP  .………………………………….(2-53)  q h

a 2  ( L / 2) 2   B o  ln(h / rw ) L/2  2k oL

…………………..(2-54)

Dari persamaan di atas akhirnya didapat persamaan laju produksi sumur horisontal, yaitu : qh 

0,007078 k o hP /( Bo )  a  a 2  ( L / 2) 2    (h / L) ln[h /( rw )] …………………….…….(2-55) ln  L/2  



a  ( L / 2) 0,5  0,25  (2reh / L) 4



0,5

……………………………….….(2-56)

dimana :



a

qh

= laju produksi sumur horisontal, STB/hari

ko

= permeabilitas minyak, md

h

= ketebalan reservoir, ft

= setengah sumbu terpanjang ellips, ft rw

= jari-jari sumur, ft



= viskositas, cp

Bo = faktor volume formasi, RB/STB

reh = jari-jari pengurasan sumur horisontal Tabel II-2. Hubungan Berbagai Faktor Geometris (S.D. Joshi, Ph.D, 1990) L 2reh

L 2a

a reh

0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0,0998 0,198 0,293 0,383 0,470 0,549 0,620 0,683 0,739

1,002 1,010 1,024 1,042 1,064 1,093 1,129 1,171 1,218

Hubungan secara geometri antara L/(2reh), L/(2a) dan a/rh ditunjukkan pada Tabel II-2. Persamaan di atas menunjukkan bahwa jika panjang sumur horisontal lebih tebal dari pada tebal reservoir, yaitu L >> 1, maka suku kedua pada penyebut di persamaan di atas yaitu hambatan aliran vertikal akan menjadi sangat kecil, jika dibandingkan dengan hambatan aliran horisontal. Selain itu jika L/2a << seperti ditunjukkan pada Tabel II-2, dan a serta reh disubstitusikan ke dalam persamaan aliran Darcy maka akan dihasilkan persamaan seperti berikut :

qh 

0,007078 k o hP /( Bo ) ….……………………………………….(2-57) ln reh /( L / 4)

2.4.1.2. Persamaan Laju Produksi Steady State oleh Borisov Borisov mengembangkan persamaan prokduktivitas steady-state sebagai berikut :

qh 

2 k h hp /(  o Bo ) ln 4reh / L   (h / L) ln[h /(2rw )]

………………..………....(2-58)

2.4.1.3. Persamaan Laju Produksi Steady State oleh Giger Giger mengembangkan persamaan prokduktivitas steady state sebagai berikut : qh 

2 k h Lp /(  o Bo ) 1  1  [ L /(2reh )]2  ( L / h) ln    ln[h /( 2rw )] L /( 2reh )  

.………….(2-59)

2.4.1.4. Persamaan Laju Produksi Steady State oleh Giger, Reiss dan Jourdan Persamaan produktivitas steady state sumur horisontal yang dikembangkan oleh Giger, Reiss dan Jourdan ini didapat dengan membandingkan indeks produktifitas sumur vertikal, persamaanya adalah sebagai berikut : Jh / Jv 

ln(rev / rw ) 1  1  [ L /(2reh )] 2  ln    (h / L) ln[h /(2rw )] L /(2reh )  

….……….(2-60)

2.4.1.5. Persamaan Laju Produksi Steady State oleh Renard dan Dupuy Renard dan Dupuy mengembangkan persamaan prokduktivitas steady-state sebagai berikut : qh 

 2 k h Lp  1   1  o Bo  cosh ( x)  ( h / L) ln[h / 2rw )] 

….……….(2-61)

dimana : x

= 2a/L untuk daerah pengurasan ellipsoidal

a

= setengah sumbu terpanjang ellips

2.4.1.6. Persamaan Laju Produksi Aliran Steady State oleh Economides

et al

Dari Persamaan yang dibuat Joshi (1998), berhasil dikembangkan oleh Economides et al (1990). Persamaan tersebut menggabungkan aliran steady state pada bidang horisontal dan pseudo-steady state pada bidang vertikal sebagai berikut :

q

k h h p 2   [a  a  ( L / 2)  141,2 B ln    L/2   2

  I ani h   I ani    ln   L [ r ( I  I )]    w ani  

…………….(2-62)

dimana Iani adalah perhitungan anisotropy permeabilitas vertikal ke horisontal dan didapat dengan rumus, sebagai berikut :

I ani 

kh kv

…………………………………………………………..(2-63)

Pada Persamaan (2-62) a adalah setengah sumbu terpanjang daerah pengurasan ellip yang terbentuk pada sumur Horisontal dengan panjang bagian horisontal L. Penggambaran dari ellipsoidal ini adalah :

4 0, 5    L  reH    a  0,5  0,25      2  L / 2       

0 ,5

untuk L/2 < 0,9reH

……….….(2-64)

2.4.2. Laju Alir Pseudo-steady state pada Sumur Horisontal Untuk menghitung produktivitas pseudo-steady state sumur horisontal aliran fasa tunggal ada empat metode. Pada metode-metode ini diasumsikan sebagai reservoir terbatas dan sumur horisontal terletak sembarang pada reservoir terbatas berbentuk rectangular, seperti terlihat pada Gambar 2.14. Perbedaan keempat metode tersebut adalah pada metode perhitungan matematisnya dan kondisi-kondisi yang digunakan.

Gambar 2.14. Skema Sumur Horisontal yang Dibor pada Reservoir Tertutup (S.D.Joshi,Ph.D, 1990) 5.3.2.1. Persamaan Laju Produksi Pseudo-Steady State oleh Mutalik Untuk daerah pengurasan rectangular dengan 2xe/(2ye) = 1 sampai 20, Mutalik telah membuat harga shape factor dan corresponding equivalent skin factor (SCA,h) untuk sumur horisontal yang diletakkan pada berbagai posisi dalam volume pengurasan. SCA,h untuk sumur harisontal yang diletakkan di pusat daerah pengurasan dengan perbandingan 2xe/(2ye) = 1,2 dan 5 dapat dilihat pada Gambar 2.15. sampai 2.17. dan Tabel II-3. Produktivitas aliran pseudo-steady state pada sumur horisontal dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :

Jh 

q  p  p wf

0,007078 khp /(  o Bo )  r'  ln e   A' s f  s m  sCA, h  c' Dq  rw 

dimana : A /  , ft

r 'e



sm

= s(h/L)(kh/kv)0,5 = faktor skin mekanis

sf

= -ln(L/(4rw)) = faktor skin dari konduktivitas terbatas

D

= koefisien turbulen, 1/BOPD

…….………….....(2-65)

SCA,h

= faktor skin yang berhubungan dengan shape (shape related skin factor)

c

= konfersi shape factor konstan = 1,386

Gambar 2.15. Shape Related Skin Factor (SCA,h) untuk Sumur Horisontal pada Reservoir Bujur Sangkar (xe/ye = 1) (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

Gambar 2.16. Shape Related Skin Factor (SCA,h) untuk Sumur Horisontal pada Reservoir Rectangular (xe/ye = 2) (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

Gambar 2.17. Shape Related Skin Factor (SCA,h) untuk Sumur Horisontal pada Reservoir Rectangular (xe/ye = 5) (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) Tabel II-3. Shape Related Skin Factor (SCA,h) untuk Sumur Horisontal pada Berbagai Penembusan Sumur dan Bentuk Rectangular yang Berbeda (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

2.4.2.2. Persamaan Laju Produksi Aliran Pseudo-Steady State oleh Babu dan Odeh Persamaan pada metode ini dikembangkan pada reservoir terbatas yang melibatkan permeabilitas dalam arah X, Y, Z serta memperhitungkan posisi sumur. Bentuk daerah pengurasan pada metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.18. Dalam metode ini anggapan-anggapan yang digunakan adalah : 1. Harga porositas konstan. 2. Fluida slightly compressible 3. Batas-batas reservoir adalah kedap 4. Sebelum diproduksikan, tekanan di seluruh volume pengurasan sama. Babu dan Odeh menurunkan persamaan produktivitas pseudo-steady state sebagai berikut : q



0,007078( 2 xe ) k x k z ( Ps  Pwf )

 o Bo [ln A / rw  ln C H  0,75  s R ]

dimana : q

= laju produksi, STB/hari

kxkz

= permeabilitas dalam arah x dan z

Ps

= tekanan dasar sumur, psi

Bo

= faktor volume formasi, RB/STB



= viskositas, cp

CH

= faktor geometris tak berdimensi

A

= volume pengurasan, ft3

rw

= jari-jari sumur, ft

……….………………….(2-66)

sr

= skin yang diakibatkan penembusan sumur, untuk harga panjang sumur

L < 2xe , untuk L > 2xe maka sr =0.

Apabila formasi tidak mengalami kerusakan, maka harga sr hanya dipengaruhi panjang sumur horisontal. Apabila terjadi kerusakan formasi, maka sr akan menjadi (sr + sf), dimana sf adalah faktor skin yang disebabkan perubahan permeabilitas formasi di sekeliling lubang bor, sedangkan harga ln CH

dapat dicari dengan

persamaan sebagai berikut :  2 y  k 1  y ln C H  6,28 e  v    w  h  k y  3  2 y e

  yw      2 ye

  

2

  

 2 y  k    z   ln sin180 0 w   0,5 ln  e  v   1,088 h     h  k y 

.……….…(2-67)

dimana : zw

= jarak vertikal antara sumur horisontal dan dasar sumur

yw

= jarak dari sumur horisontal ke batas reservoir pada arah y

Harga sr = 0 jika L = 2xe sedangkan untuk harga L < 2xe, harga skin factor yang diakibatkan penembusan sumur sr bergantung pada dua kondisi, yaitu : 1.

2 ye /

k y  1,5 x e /

2.

2 xe /

k x  2,66 y e /

k x  0,75h / k y  1,33h /

kv kv

Pada kondisi pertama, harga sr adalah : sr = PXYZ + PXYI

………………………………………..………….(2-68)

dimana :

  180 0 z w   ky   2x e   h    1,84 …...(2-69) PXYZ    1 ln   0,25 ln   ln sin h   L    rw   kv     2(2 xe ) 2 PXY '    Lh 

kv kx

  f ( x)  0,5{ f ( y1 )  f ( y 2 )} …………...(2-70)  

dimana  merupakan fungsi dan x, y1, y2 adalah : x

L 4 xe

, y1 

4 xw  L 4x  L , y2  w 4 xe 4 xe

dimana xw adalah jarak titik tengah sumur horisontal ke batas reservoir dalam arah x. Fungsi (x) diterangkan sebagai : (x)

= -x(0,145 + ln(x) – 0,137 (x)2

…………………………...(2-71)

Perhitungan (y1) dan f(y2) tergantung dari ((4xw + L)) dan ((4xw – L)/(4xe)).

Jika

(y1 atau y2) < 1, Persamaan (2-70) di atas digunakan dengan mengubah x dengan y1 atau y2. Jika (y1 atau y2) > 1, dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut : (y) = (2 - y) [0,145 = ln(2 - y) – 0,137 (2 – y)2]

…………………...(2-72)

dimana y = y1 atau y2 Pada kondisi kedua, harga sr adalah : sr = PXYZ + PY + PXY

…………………………………….……..(2-73)

PXYZ dihitung dengan menggunakan Persamaan (2-69). (2 xe ) 2 PY  6,28 2 ye h

k y k v  1  x w    k x  3  2 xe 

  xw      2 xe

  

2

 L   48 x e

 L    3  ….(2-74)  2 xe 

sedangkan PXY dihitung dengan :  2x  (2 xe ) k v  1  y w PXY   e  1 6,28   h k y  3  2 y e  L  

  yw      2 ye

  

2

   ..…………….(2.75)  

Untuk persamaan PXY di atas, persamaan yang lebih teliti adalah sebagai berikut : 2  2 xe  (2 xe ) k v  1  y w   y w        PXY    1 6,28    L h k 3 2 y 2 y y  e e         …….(2-76)    k n  y n  L  4(2 xe )(2 y e )  k v 3  1 v  2 w    k   n 2 cos 2 y exp  4 y k   Lh   y 1  e e y   

2.4.2.3. Persamaan Laju Produksi Aliran Pseudo-Steady State oleh Kuchuk Dalam metode ini Kuchuk menggunakan penyelesaian konduktivitas tak terbatas, dimana tekanan sumur konstan diperoleh dari harga tekanan rata-rata sepanjang sumur. Persamaan produktivitas pada metode ini adalah : qh 

k h h( Ps  Pwf ) / 70,6 o F  (h / 0,5L) k h / k v s x

…………………………..……….(2-77)

F adalah fingsi tak berdimensi, dapat dilihat pada Tabel II-4.

Gambar 2.18. Skema Daerah Pengurasan pada Metode Babu dan Odeh (Pudjo Sukarno, Ph.D, 1991) Harga sr dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 2  rw  k v   rw  k h  2h   1  z w   z w    sin  s x  ln  1    h   k  L   3   h    h   …(2-78) h k   h  v     

Pada Persamaan (2-77), Bo (faktor folume formasi) tidak dimasukkan untuk menghitung produktivitas pada kondisi permukaan, Bo harus ditambahkan pada persamaan tersebut. Tabel II-4. Harga Fungsi Tak Berdimensi (F), untuk Perhitungan Produktivitas Sumur Horisontal (Metode Kuchuk) (S.D. Joshi, Ph.D, 1990)

2.4.3. Shape Factor Sumur Horisontal Untuk sumur horisontal, batas-batas sisi dari bidang pengurasan yaitu batas bawah dan batas atas reservoir juga mempengaruhi produktivitas sumur. Dengan demikian, shape factor sumur horisontal tergantung dari : 1. shape daerah pengurasan, misal rasio 2xe/(2ye) 2. penembusan sumur, L/(2xe) 3. panjang sumur tanpa dimensi, LD  ( L / 2h) k v / k h Ketika sumur horisontal sudah cukup panjang (LD > 10), pengaruh batas atas dan batas bawah lebih kecil dan kinerja sumur horisontal mendekati rekah fully penetrating infinite-conductivity. Untuk sumur horisontal yang panjang, shape factor juga mendekati shape factor rekah fully penetrating infinite-conductivity, seperti yang terlihat pada Gambar 5.11.

Gambar 2.19. Shape Factor Sumur Horisontal (CA,h) pada Reservoir Bujursangkar untuk Panjang Tak Berdimensi yang Berbeda. (S.D. Joshi, Ph.D, 1990) Serupa dengan sumur vertikal yang direkahkan, pressure drop tak berdimensi pada aliran pseudo-steady state sumur horisontal dalam reservoir tertutup dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :   1  2,2458  1 A p D  2t DA  12 ln   2 ln    2 ln16 2   4( L / 2)   C A.h 

……..…....(2-79)

dimana : CA,h

= shape factor sumur horisontal

L

= panjang sumur horisontal

Faktor skin berdasarkan shape untuk sumur horisontal (SCA,h) dapat dilihat pada Tabel II-3 dan dapat dilihat pada Gambar 2.15 sampai 2.16. 2.4.4. Jari-jari Lubang Sumur Efektif Jari-jari sumur efektif digunakan untuk menggambarkan sumur yang berproduksi pada laju produksi yang berbeda dari yang didapat dengan perhitungan berdasarkan jari-jari lubang sumur yang dibor. Jari-jari lubang sumur efektif adalah jari-jari sumur secara teoritis yang diperlukan untuk menghitung laju produksi. Produksi minyak akan meningkat akibat sumur distimulisasi yang di reprentasikan sebagai penurunan harga faktor skin (menjadi negatif) akan mempunyai

jari-jari lubang sumur yang lebih besar dari pada jari-jari lubang sumur yang mengalami kerusakan formasi. Jari-jari efektif didefinisikan sebagai besarnya harga diameter sumur vertikal yang mampu memberikan produksi dengan aliran laju yang sama dengan sumur horisontal. Untuk menghitung jari-jari sumur efektif tersebut dibuat asumsi sebagai berikut : 1. Volume pengurasan sama (reh = rew) 2. Indeks produktivitas sama (q/p) h = (q/p)v Dari asumsi-asumsi di atas didapat persamaan :  2k h h /(  o Bo )     ln(re / r ' w )  v

      a   ln     

   2k h h /(  o Bo )  2 2   a  ( L / 2)   ( h / L ) ln[h /(2rw )]  L/2    h

…...(2-80)

dari persamaan di atas didapat harga re eff , yaitu : re eff 

reh ( L / 2)





a 1  1  [ L /(2a )] 2 [h /(2rw )] h / L

…………………………..(2-81)

Jika reservoirnya anisotropik, jari-jari efektif sumur adalah : rw eff 

reh ( L / 2)





a 1  1  [ L /( 2a )]2 [ h /( 2rw )]( h / L )

…………………………...(2-82) Van Der Vliis juga mengembangkan persamaan jari-jari lubang sumur efektif sumur horisontal yang dibor pada reservoir isotropic, yaitu : rw eff

L   4r     sin w  90 0  cos  180 0  4   h h  

Jari-jari

lubang

sumur

efektif

h/L

dapat

……………………2-83) digunakan

untuk

menghitung

perbandingan produktivitas sumur horisontal dan sumur vertikal seperti persamaan berikut : Jh / Jv = [ ln(rev /rw)] / [ ln(reh / rweff)] …………………………………...(2-84) Untuk L > h dan (L/2) < 0,9reh

Persamaan perbandingan produktivitas indeks di atas dapat digunakan pada sumur vertikal yang tidak distimulasi dan beroperasi di atas tekanan buble point. 2.5. Pembuatan Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) Kurva IPR dibuat dari hasil plot serangkaian data yang menghubungkan tekanan alir di dasar lubang sumur (Pwf) dan laju alir minyak (qo) pada faktor recovery (RF) atau rasio produksi komulatif terhadap cadangan minyak awal yang konstan. Apabila recovery factor semakin besar sejalan dengan proses deplesi, harga Pwf terhadap qo dicatat sebagai titik koordinat kurva IPR pada recovery factor (RF) saat itu. Pengulangan prosedur tersebut untuk tiap-tiap recovery factor akan mengahsilkan kurva-kurva IPR yang berbeda. Persamaan IPR tak berdimensi dibuat dengan cara membagi ordinat tekanan (Pwf) di setiap titik kurva IPR dengan tekanan rata-rata (Pr), dan absisi laju alir minyak (qo) dengan laju alir minyak maksimum (qomax). Kurva IPR tak berdimensi tersebut dibuat dengan tujuan untuk membandingkan kecenderungan bentuk kurva atau perubahan laju produksi untuk tekanan alir di dasar sumur tertentu pada berbagai tingkat deplesi reservoir. 2.5.1. Indeks Produktivitas Sumur Horisontal Indeks Produktivitas merupakan indeks atau derajat ukuran kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi (qo), terhadap perbedaan tekanan antara tekanan statik reservoir dengan tekanan alir dasar sumur (Ps – Pwf), seperti persamaan berikut ini : PI 

qo Ps  Pwf

…………………………………………………...(2-85) dimana : PI

= indeks produktivitas

qo

= laju alir minyak

Ps

= tekanan statik reservoir

Pwf

= tekanan alir dasar sumur

Berdasarkan persamaan tersebut indeks produktivitas sumur horisontal adalah : PI h 

qh P

…………………………………………………………...(2-86)

dimana : PIh

= indeks produktivitas sumur horisontal

P

= tekanan drawdown

qh

= laju produksi sumur horisontal

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Formasi Jika dibandingkan dengan sumur konvensional, dimana produktivitas sumur dipengaruhi oleh permeabilitas, viskositas fluida, faktor volume formasi, dan jari-jari sumur maka besaran yang dipengaruhi produktivitas sumur horisontal selain yang telah disebutkan di atas, juga dipengaruhi oleh panjang sumur horisontal, permeabilitas vertikal, ketidakseragaman batuan (anisotropy) dan letak sumur terhadap posisi lapisan reservoir (eccentricity). 2.5.2.1. Pengaruh Panjang dan Jari-jari Sumur Kemampuan produksi suatu zona hidrokarbon sebanding dengan daya transmisi dari formasi. Untuk sumur horisontal daya transmisi tersebut dinyatakan dengan : T = kv x L

..……………………………………………………….…(2-87)

dimana : kv

= permeabilitas vertikal

L

= panjang sumur horisontal

Jadi semakin panjang sumur horisontal maka produktivitasnya semakin besar, sedangkan

jari-jari

sumur

tidak

begitu

berpengaruh

terhadap perubahan

produktivitas sumur. Cara melihat pengaruh panjang sumur terhadap produktivitas sumur horisontal dapat dilihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.20. Pengaruh Panjang Sumur terhadap Produktivitas Sumur Horisontal (Pudjo Sukarno, Ph.D, 1991) 2.5.2.2. Pengaruh Tebal Reservoir Pengaruh tebal reservoir pada sumur horisontal cukup berarti. Panjang sumur horisontal memberikan kenaikan hasil yang lebih baik pada reservoir yang tipis, dibandingkan dengan reservoir yang tebal. Sebagai contoh sumur horisontal dengan panjang 1000 ft pada dua target daerah reservoir (satu pada reservoir dengan ketebalan 50 ft dan reservoir yang lain dengan ketebalan 500 ft). Kenaikan hasil yang didapat pada kontak area dengan ketebalan 50 ft dengan panjang sumur horisontal 1000 ft kira-kira 20 kali lebih baik dibanding dengan sumur vertikal. Jadi hasil yang didapat akan lebih baik pada reservoir yang tipis dari pada reservoir yang tebal.

Gambar 2.21 Produktivitas Sumur Horisontal dan Sumur Vertikal versus Panjang Sumur pada Ketebalan Reservoir yang Berbeda (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) Pengaruh tebal reservoir pada produktivitas sumur horisontal dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan steady state. Perubahan rasio produktivitas pada sumur horisontal dengan aliran steady state dapat dilihat pada Gambar 2.21 Pada Gambar tersebut luas drainase area-nya 160 acre dan reservoir diasumsikan isotropik (kh = k v). Kurva paling atas adalah reservoir dengan ketebalan 25 ft dan paling bawah 400 ft. Pada gambar tersebut hasil produktivitas akan lebih besar pada reservoir yang tipis dibanding reservoir yang tebal. Pengaruh tebal reservoir pada sumur horisontal terhadap faktor skin dapat juga dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22. Faktor Skin versus Panjang Sumur pada Ketebalan Reservoir yang Berbeda (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) Dari persamaan laju produksi sumur horisontal dapat dilihat adanya hubungan langsung antara tebal reservoir terhadap produktivitas sumur. Gambar 2.20, juga memperlihatkan pengaruh tebal reservoir terhadap produktivitas sumur horisontal, yaitu dengan bertambahnya tebal reservoir maka produktivitas sumur horisontal akan bertambah. 2.5.2.3. Pengaruh Luas Daerah Pengurasan Dari persamaan produktivitas sumur horisontal, harga laju aliran sumur horisontal berbanding terbalik dengan parameter a, dimana a adalah sumbu terpanjang dari daerah pengurasan sumur horisontal yang berbentuk ellips. Jadi semakin luas daerah pengurasan maka parameter a juga akan semakin besar, sehingga laju alirannya akan semakin kecil. Dari persamaan Babu dapat dilihat hubungan langsung antara luas daerah pengurasan dengan besarnya laju aliran. Secara grafis pengaruh luas daerah pengurasan terhadap produktivitas dapat dilihat pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23. Pengaruh Luas Daerah Pengurasan terhadap Produktivitas Sumur Horisontal (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) 2.5.2.4. Pengaruh Permeabilitas Permeabilitas merupakan besaran yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas,

karena permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk

mengalirkan fluida. Dari persamaan produktivitas terlihat bahwa produktivitas berbanding lurus dengan permeabilitas. Bila yang ditinjau adalah permeabilitas minyak maka permeabilitas yang penting adalah permeabilitas efektif minyak. Permeabilitas efektif minyak dipengaruhi oleh permeabilitas absolut batuan. Harga permeabilitas absolut batuan dianggap tetap bila tidak terjadi kerusakan permeabilitas selama opersasi pemboran dan komplesi. Kebanyakan fluida yang mengalir dalam batuan terdiri dari fluida multifasa, dengan demikian timbul tahanan yang lebih besar dari fluida yang mengalir hanya satu fasa. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan distribusi saturasi dalam formasi , dimana terjadi kenaikan saturasi gas atau air, sehingga permeabilitas relatifnya juga akan naik yang menyebabkan permeabilitas minyak akan turun. Akibatnya kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida minyak akan semakin berkurang. 2.5.2.5. Pengaruh Viskositas Dari persamaan produksivitas sumur horisontal yang ada dapat dilihat bahwa viskositas mempunyai hubungan langsung terhadap naik turunnya aliran fluida. Viskositas adalah ukuran keengganan fluida untuk mengalir yang dipengaruhi oleh :

1.

Temperatur Viskositas minyak akan turun jika temperatur naik, karena dengan naiknya temperatur akan membuat minyak dan gas lebih mudah bergerak.

2.

Kelarutan gas Viskositas minyak akan turun dengan makin banyaknya jumlah gas yang terlarut.

3.

API Gravity minyak Makin tinggi API gravity maka spesifik gravity akan makin rendah sehingga viskositasnya akan semakin rendah.

4.

Tekanan Efek tekanan terhadap viskositasnya minyak dikontrol oleh titik gelembung. Pada keadaan tekanan sistem berada di atas tekanan saturasi dengan naiknya tekanan, maka viskositasnya akan meningkat. Pada keadaan tekanan sistem di bawah tekanan titik gelembung maka kelarutan gas akan lebih berpengaruh pada harga viskositas minyaknya. Turunnya tekanan akan makin banyak gas lepas dari larutan dan membentuk gas bebas atau jumlah gas terlarut dalam minyak semakin sedikit sehingga viskositas naik. Pengaruh permeabilitas dan viskositas terhadap produktivitas sumur

horisontal dapat dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24. Pengaruh Permeabilitas dan Viskositas terhadap Produktivitas Sumur Horisontal (Pudjo Sukarno, Ph.D, 1991) 2.5.2.6. Pengaruh Ketidakseragaman Batuan (Anisotropy) Pada kebanyakan reservoir, permeabilitas vertikal dan horisontal biasanya seimbang. Permeabilitas vertikal pada reservoir batupasir dan reservoir yang difracture tidak begitu berbeda dibanding dengan permeabilitas horisontal. Di beberapa reservoir sering ditemui bahwa permeabilitas dan arah horisontal dan vertikal tidak sama, hal ini dikenal dengan sifat anisotropi. Besarnya perbandingan permeabilitas horisontal dan vertikal memberikan pengaruh yang sangat berarti terhadap produktivitas sumur horisontal. Dalam sumur horisontal, penurunan harga permeabilitas vertikal dan menyebabkan peningkatan dalam tahanan alir dalam bidang vertikal dan akibatnya akan menurunkan laju produksi total. Dan sebaliknya jika permeabilitas vertikal lebih besar dari permeabilitas horisontal akan mengakibatkan penurunan tekanan alir dalam bidang vertikal dan akan meningkatkan laju produksi total. Pengaruh ketidakseragaman batuan dalam reservoir pada produktivitas sumur horisontal dibanding sumur vertikal dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel II-5. Pengaruh Anisotropy pada Produktivity Ratio Sumur Horisontal dan Sumur Vertikal (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

II-

Dari konsep transmisibilitas diterangkan bahwa produksi akan sebandingkan dengan daya transmisibilitas lapisan. Untuk sumur horisontal daya transmisi tersebut adalah hasil kali panjang sumur dengan permeabilitas vertikal. Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa daya transmisi akan berubah besar dengan meningkatnya harga permeabilitas vertikal. Dengan melakukan modifikasi pada persamaan produktivitas, maka persamaan produktivitas terhadap pengaruh ketidakseragaman batuan (reservoir anisotropy) adalah sebagai berikut : qh 

0,007078   k o hP  /(  o Bo )  a  a 2  ( L / 2) 2  h  h   ln  ln  L/2   L  L 

dimana : 

= (kh / kv)0,5

…………………………...(2-88)

Gambar 2.25. Pengaruh Anisotropy terhadap Produktivitas Sumur Horisontal (Pudjo Sukarno, Ph.D, 1991)

Renard dan Dupuy juga telah mengembangkan persamaan untuk reservoir anisotropik seperti berikut : qh 

 0,0077078 k h h  1   ..………….(2.89) 1  o Bo  cosh ( x)  ( h / L) ln[h / 2r ' w )] 

dimana : r’w

= (1+ / 2) rw

x

= 2a / L (daerah pengurasan ellipsoidal)

Pengaruh ketidakseragaman batuan terhadap rasio produktivitas sumur horisontal dapat dilihat pada Gambar 2.25. 2.5.2.7. Pengaruh Posisi Sumur (Eccentricity) Pada pengeboran sumur horisontal perlu memperhitungkan batas-batas toleransi elevasi sumur. Dengan kata lain kita harus menentukan berapa besar deviasi dari elevasi sumur. Tipe reservoir yang menentukan toleransi pada elevasi pengeboran adalah sebagai berikut : 1.

Reservoir dengan batas atas dan dasarnya tertutup

Pada reservoir ini, tidak ada air dibagian dasar reservoir dan gas dibagian puncak reservoir. Untuk kondisi ini akan lebih baik untuk mengebor sumur pada tengah elevasi dari reservoir tersebut. Jika sumur dibor tidak pada tengah elevasi diperkirakan pengurasan minyak bumi tidak akan maksimal. 2.

Reservoir dengan water coning dan gas coning Pada reservoir ini penempatan elevasi sumur sangat penting. Penempatan elevasi sumur yang baik tidak akan menyebabkan perubahan produksi yang berarti. Penempatan elevasi sumur di reservoir akan menentukan breaktrough time dari gas dan air atau keduanya, dan perubahan perbandingan gas dan minyak (GOR) dan perbandingan air-minyak (WOR). Dengan demikian penempatan elevasi sumur mempengaruhi minyak yang dapat diproduksi dari sebuah sumur. Faktor eccentricity berpengaruh terhadap laju alir minyak terhadap bidang

vertikal. Sumur horisontal yang tidak berada pada bagian tengah reservoir pada bidang vertikal dapat dilihat pada pada Gambar 2.26 Dengan menggunakan persamaan Muskat untuk sumur yang terletak di tengah reservoir, produksi minyak pada bidang vertikal sepanjang sumur horisontal yang terletak pada jarak sejauh  (faktor eccentricity) dari tengah-tengah reservoir (  = h / 2 ) dapat dinyatakan sebagai berikut :

qv 

[2dP L / Bo h]  (h / 2) 2   2  ln    h rw / 2 

…………………………………………...(2-90)

Tahanan alirannya adalah : Rv 

.

Bo h  (h / 2) 2   2  ln   2k o L  h rw / 2 

……………………………………..……..(2.91)

Gambar 2.26. Sumur Horisontal yang Tidak Berada di Tengah Reservoir (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) Sumur yang berada tepat di tengah reservoir akan memberi produksi yang maksimum. Rasio produktivitas sumur horisontal yang tidak berada di tengah reservoir dengan berada tepat di reservoir untuk faktor eccentricity yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.26. Sedangkan pengaruh eccentricity pada reservoir gas cap dan batas bawah impermeable dapat dilihat pada Gambar 2.28.

Gambar 2.27. Pengaruh Eccentricity Sumur Horisontal terhadap Produktivitas (S.D.Joshi, Ph.D, 1990)

Gambar 2-28. Pengaruh Eccentricity Sumur Horisontal terhadap Indeks Produktivitas (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) 2.5.3. Inflow Performance Sumur Horisontal dengan Komplesi Open Hole Parsial Komplesi open hole parsial pada sumur horisontal adalah dengan menyemen sumur kemudian pada beberapa tempat diperforasi. Jika salah satu bagian perforasi sumur horisontal diumpamakan sebuah sumur vertikal, dengan satu sampai delapan lubang perforasi setiap satu feet, perforasi akan menjadi mahal. Salah satu cara praktis adalah dengan memasang packer pada lubang sumur yang open hole. Dengan demikian pengaruh productivity loss pada zona opening yang terbatas. Bagian yang terbuka ini dapai dibuat secara seragam di sepanjang panjang sumur horisontal. Saat ini hanya ada satu penyelesaian untuk menyelesaikan perhitungan produktivitas dari suatu sumur horisontal yang dikomplesi secara parsial. Penyelesaian matematis dibatasi untuk penyelesaian sumur horisontal dengan panjang L yang dibor pada reservoir rectangular dengan 2xe / (2ye) = 2 . Persamaan produktivitas dari sumur horisontal yang dikomplesi open hole secara parsial adalah sebagai berikut :

Jh 

0,007078 k h h /(  o Bo ) p wD  s m *

…………………………………..…….(2-

93) dimana : kh

= (ky / kx)0,5 = permeabilitas horisontal efektif, md

pwD

= tekanan alir, tak berdimensi

sm*

= faktor skin

Harga

pwD

hanya digunakan jika 20 % dari panjang sumur yang open

(terbuka) untuk mengalir. Untuk friksi panjang open flow yang lain dapat dilihat pada Gambar 2.29.

Gambar 2.29. Indeks Produktivitas Sumur Horisontal Openhole Parsial yang Dibor pada Tengah Formasi (S.D.Joshi, Ph.D, 1990) Harga pwD tergantung dari perbandingan L/(4xe) dan tinggi tak berdimensi (hD*), yang didefinisikan sebagai berikut :

hD * 

h 2 xe

kh kv

…………………………………….……………..(2-94)

Faktor skin (sm*), berhubungan dengan definisi Everdingen mengenai faktor skin mekanis sebagai berikut :

sm * 

h Lp

kh sm kv

………..………………………………………….(2-95)

dimana : sm

= faktor skin mekanis

Lp

= panjang total lubang sumur yang open hole (yang diperforasi)

2.5.4. Kurva Inflow Performance Relationship (IPR) Sumur Horisontal Kurva IPR dibuat dari hasil plot serangkaian data yang menghubungkan tekanan aliran dasar sumur (Pwf) dengan laju produksi minyak (qo) pada recovery factor (RF) atau perbandingan produksi komulatif terhadap cadangan minyak awal yang konstan. Apabila faktor recovery semakin besar sejalan dungan proses deplesi, maka tekanan alir dasar sumur terhadap laju produksi (qo) dicatat sebagai titik koordinat kurva pada RF saat itu. Pengulangan prosedur tersebut untuk tiap-tiap recovery factor akan mengahasilkan kurva-kurva IPR yang berbeda. Persamaan IPR tak dibuat dengan cara membagi ordinat tekanan dasar sumur (Pwf) di setiap titik pada kurva IPR dengan tekanan rata-rata

( P) ,

dan absis laju alir

minyak (qo) dengan laju alir minyak maksimum (qomax). Kurva IPR tak berdimensi tersebut dibuat dengan tujuan untuk membandingkan kecenderungan bentuk kurva atau perubahan laju produksi untuk suatu tekanan alir dasar lubang sumur tertentu pada berbagai tingkat deplesi reservoir. 2.5.1. Kurva IPR Berdasarkan Metode Vogel Pada tahun 1968, Vogel melakukan studi numerik terhadap sumur reservoir bertenaga pendorong gas terlarut dan mengemukakan persamaan hasil regresi kurva yang kemudian diaplikasikan untuk kasus dengan kesalahan yang sangat kecil. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

qo q o max

  Pwf  1  0,2   P

 P   0,8 wf   P

  

2

  ………………………..…………(2-96) 

dimana : qo

= laju produksi minyak, STB/hari

Pwf

= tekanan alir dasar sumur, psi

Po max = laju produksi maksimum, STB/hari P

= tekanan rata-rata reservoir (tekanan shut-in reservoir), psi

2.5.4.2. Kurva IPR Berdasarkan Metode Fetkovich

Fetkovich mengemukakan kurva IPR dengan mengembangkan bentuk persamaan tak berdimensi sebagai berikut :

qo q o max

  Pwf  1     P

  

2

  

n

…..……..……………………………..…(2-97)

dengan n berharga sekitar satu (1). Untuk n = 1,24, kedua persamaan di atas akan menghasilkan kurva IPR yang hampir sama dengan kurva IPR Vogel. Dari hasil plot, kurva IPR Fetkovich memberikan kurva yang kurang selaras terhadap kurva IPR aktual pada saat awal deplesi reservoir berlangsung. Namun pada tahap-tahap deplesi berikutnya kurva IPR Fetkovich dapat mendekati kurva IPR aktual dimana efek parabola (dengan arah cekung ke atas) semakin menghilang dengan bertambahnya recovery factor. 2.5.4.3. Kurva IPR Berdasarkan Metode H.Bendakhlia dan Khalid Aziz H.Bendakhlia dan Khalid Aziz telah mengembangkan persamaan IPR sumur horisontal untuk reservoir dengan tenaga pendorong gas terlarut. Ide dasarnya adalah dengan mengamati kecenderungan yang sama dari bentuk kurva. IPR tak berdimensi Vogel dan Fetkovich dimana kurva IPR yang dihasilkan menunjukkan produktivitas minyak awal yang tinggi dan kemudian menurun dengan cepat sejalan dengan bertambahnya produksi komulatif. Penurunan produktivitas yang cepat tersebut disebabkan kecilnya transmibilitas dan volume reservoir terbatas. Kurva-kurva IPR tak berdimensi Vogel dan Fetkovich juga menunjukkan perubahan kelengkungan dimana derajat kelengkungan tersebut menunjukkan produktivitas sumur yang bervariasi terhadap penurunan tekanan reservoir. Pada awal deplesi kurva IPR memiliki bentuk yang mendekati garis lurus, kemudian dengan bertambahnya produksi maka kurva berbentuk semakin melengkung. Dengan alasan tersebut dibuatlah persamaan IPR yang baru untuk mengkombinasikan persamaan IPR Vogel dan Fetkovich dengan memberikan parameter n dan V agar bentuk kurva

IPR yang baru dapat mendekati bentuk kurva IPR aktual. Persamaan yang dikembangkan H.Bendakhlia dan Aziz adalah : qo q o max

  Pwf  1  V    P

 P   (1  V ) wf   P

  

2

  

……………………..……(2-98)

Persamaan di atas adalah persamaan yang disesuaikan dengan kurva IPR aktual, dengan tujuan memperoleh parameter n dan V sebagai fungsi dari recovery factor. Plot parameter n dan V sebagai fungsi dari recovery factor dapat dilihat pada Gambar 2.30.

Gambar 2.30. Korelasi Parameter V dan n Sebagai Fungsi Recovery Factor (S.D.Joshi, Ph.D, 1991)

Related Documents


More Documents from "Wawang Sukmoro"