Proposal Tesis

  • Uploaded by: Syadalloh Crb
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Tesis as PDF for free.

More details

  • Words: 2,746
  • Pages: 17
Loading documents preview...
PENYELENGGARAAN MANAJEMEN MODERN PADA LEMBAGA PESANTREN SEBAGAI BAGIAN DARI PENDIDIKAN MENTAL DAN MORAL SANTRI (Studi Sosiologis pada Pola Manajemen Ponpes Husnul Khatimah Kuningan Jabar)

LATAR BELAKANG MASALAH Manusia, sebagai homo socius senantiasa menyadari dua sisi fundamental dari kehidupannya, yakni sisi individual dan sisi sosial. Ini bukan berarti terjadi split of personality pada seseorang, melainkan sebuah awareness. Mengapa demikian? Pada hakikatnya, manusia secara asasi tidak lain dan tidak bukan adalah individu merdeka yang hidup berdampingan dengan kemerdekaan orang lain. Kemerdekaan individu yang berdampingan dengan kemerdekaan orang lain meniscayakan pada sikap bebas yang terkendali. Walaupun dalam kacamata para pembela ekstremis eksistensialisme, pengendalian terhadap kebebasan individu adalah neraka yang menyakitkan, namun tetap saja mereka menerima bahwa eksistensi diri sesungguhnya adalah “ada” bersama eksistensi orang lain. Demikian pula dalam wacana sosiologi, kehidupan bersama meniscayakan persentuhan kebebasan yang seringkali bermakna konflik antar individu. Hal ini pun dilihat para sosiolog sebagai fenomena yang mengandung paradigma yang berbeda. Di satu sisi, konflik ini bermakna konflik sejati yang saling menguasai dan

1

menjatuhkan seperti yang dikemukakan Karl Marx, namun di sisi lain konflik ini dapat dipahami secara fungsional yang cenderung konstruktif. Kesadaran manusia atas kenyataan inilah yang dalam bahasa psikologi diverbalkan dengan istilah awareness. Sebuah kesadaran akan keadaan individu yang dilingkari oleh orang lain, sehingga diperlukan sikap yang toleran dan penuh dengan pengendalian diri. Dalam wacana sosiologi, kehidupan bersama semacam ini memerlukan kondisi yang ditata dan ditertibkan (regulation) sehingga tercipta tatanan sosial (social order). Dengan kata lain, bahwa kesadaran (awareness) yang dimaksud akan dapat tercapai pada setiap individu jika tatanan sosial mendukungnya. Yang dimaksud dengan tatanan sosial di sini adalah adanya sistem sosial yang lengkap dan terstruktur. Dalam bahasa Marx, bahwa infrastruktur harus sejalan dengan suprastrukturnya. Namun begitu, Marx senantiasa apatis akan adanya kesejalanan ini karena ia menganggap bahwa infrastruktur senantiasa tidak dapat mengikuti suprastrukturnya. Walaupun demikian, Marx menilai bahwa hal ini adalah sebuah proses evolusioner menuju awareness yang dicita-citakan. Lain lagi jika dilihat dari dimensi agama. Kesadaran manusia dapat dicapai dengan proses peningkatan spiritualitas. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas, sama halnya dengan bertambahnya kualitas kesadaran seseorang. Dalam konteks agama, peningkatan spiritualitas seseorang dapat dilakukan dengan terusmenerus mempelajari cara untuk memahami hubungan manusia dengan Tuhan. Semakian manusia mengenal Tuhannya, semakin terbuka pula semua selubung

2

“kebinatangan” yang selama ini terus meliputi hakikat “kemanusiaan”nya. Dalam pandangan agama inilah, manusia sesungguhnya adalah satu wujud pancaran Tuhan (teori iluminasi Suhrawardi). Karena satu wujud, maka sesungguhnyalah tiada arti pertentangan. Beberapa wacana di atas memandang kebebasan manusia dan hubungannya dengan kebebasan orang lain secara berbeda-beda. Namun muara semua pandangan itu adalah bagaimana mengupayakan kesadaran manusia untuk dapa hidup berdampingan secara kooperatif, dan bukan kooptatif. Teori-teori pendidikan menemukan momentumnya dalam hal ini. Pendidikan dengan berbagai dimensinya, baik dilihat dari sisi agama maupun sisi lainnya, ia dianggap sebagai media yang akan menghantarkan pada terciptanya manusia-manusia yang memiliki kesadaran yang tinggi. Dari latar belakang inilah, pendidikan muncul dengan berbagai paradigmanya masing-masing. Salah satu model pendidikan ini adalah munculnya model pendidikan pesantren. Walaupun awal munculnya pesantren banyak bercermin pada model pendidikan madrasah di abad klasik Islam yang secara kronologis lebih bernuansa politis, tetapi ghirah yang dibangun adalah bagaimana memelihara nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dapt membawa manusia memiliki kualitas spiritual dan sosial yang tinggi. Keberadaan pesantren pada awalnya menggunakan konsep salaf1, yakni konsep tradisional. Model pengembangan kelembagaan maupun pengembangan 1

Kata salaf diambil dari kata al-salaf al-shalihin, artinya orang-orang saleh terdahulu. Oleh karena itu konsep yang dikembangkan adalah tradisional karena pada awalnya adalah lebih mengacu pada jalan hidupnya orang-orang pilihan yang dianggap figur secara individual.

3

kurikulum materi ajar tidak terencanakan secara konseptual. Model lembaga pesantren semacam ini berkembang pesat di Indonesia, termasuk sampai saat ini. Sebagaimana uraian di atas, maka kedudukan pesantren adalah sebagai institusi moral. Hal ini karena moralitas dianggap sebagai indikator yang paling dapat menunjukkan atas tingkat kualitas kesadaran manusia. Oleh karena itu, konsentrasi lembaga pendidikan model pesantren ini adalah pada bagaimana membentuk moralitas anak-anak atau peserta didiknya. Jadi sangat wajar, jika model pesantren “salaf” atau “tradisional” ini seringkali menggunakan konsep pendidikan “ngabdi ing kyai” dan masalah materi ajar seringkali tidak diutamakan. Atau bahkan bagaimana membentuk perilaku ini bisa dilihat dari mata ajar kitab-kitab yang menyangkut pada wawasan dan pengetahuan tentang nilai-nilai yang patut dijalankan dalam kehidupan sehari-hari sebagai moralitas. Di antara kitab yang sering dipakai pada pesantrenpesantren salaf yaitu akhlaq lil bain, akhlaq lil banat, dan akhlaq al-nisa. Dengan kenyataan ini, maka pesantren yang dipredikatkan sebagai lembaga pendidikan agama tradisional sepertinya keberhasilan lembaga tersebut dalam mendidik agama seseorang peserta didik dapat dinilai dari sejauh mana perilaku atau moralitas peserta didik tersebut. Image pesantren sebagai lembaga pendidikan moral sebenarnya terus melekat dan diidolakan sampai saat ini. Oleh karena itu, banyak pihak masih memandang bahwa pesantren dianggap menduduki peran penting dan bertanggung jawab dalam pendidikan mental dan moral santri-santrinya. Hal ini diindikasikan pada sebagian pandangan masyarakat yang menyetujui untuk menitipkan anaknya

4

pada pesantren untuk dididik mental dan moralnya menjadi pribadi yang bermental tangguh dan berakhlak luhur. Lebih ekstrem lagi jika pada akhirnya pesantren diposisikan sebagai penanggung jawab pendidikan mental dan moral santri yang sebelumnya –sebelum masuk pesantren- adalah sangat “brutal” atau kurang –untuk tidak mengatakan tidak- bermoral. Pada perkembangannya, pesantren saat ini mengalami kemajuan pesat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, saat ini telah muncul lembaga-lembaga pesantren baru yang jumlahnya terus meningkat. Adapun secara kualitatif, lembaga-lembaga pesantren saat sudah banyak yang mulai merespons kebutuhan zamannya. Dari sisi kurikulum dan materi ajar, banyak pesantren saat ini sudah melakukan modifikasi sedemikian rupa dengan perkembangan keilmuan dari Barat. Metodologi pengajaran juga semakin modern. Bahkan secara kelembagaan, banyak pesantren saat ini sudah mengadopsi konsep manajemen modern yang sangat kontras dengan model kelembagaan pesantren sejak awal yang cenderung tradisional. Biasanya model-model pesantren modern saat ini dijadikan sebagai pilihan bagi lembaga-lembaga pesantren yang baru atau yang akan berdiri. Di samping itu, tidak sedikit pula pesantren tradisional yang mulai melirik dan secara perlahan menyesuaikan diri dengan konsep manajemen modern. Dengan perkembangan lembagan pesantren dengan berbagai modelnya saat ini, cita-cita orang tua menitipkan anaknya ke lembaga pesantren semakin beragam pula. Sebagian orang tua mengharapkan agar puteranya kelak menjadi orang yang menguasai ilmu-ilmu agama sehingga di kemudian hari menjadi ulama di tengah

5

masyarakatnya, ada pula yang memiliki keinginan khusus agar puteranya mampu menghafal al-Quran, mampu berbahasa asing khususnya Arab dan Inggris, mampu memiliki keterampilan pertanian, menjadi ahli tarekat, menjadi muballigh atau da`i, bahkan ada yang ingin agar anaknya sembuh dari prilaku “preman”nya, dan lain-lain. Yang lebih parah adalah dengan kemajuan dimensi sosial kehidupan saat ini, banyak orang tua yang dengan alasan tidak memiliki waktu untuk mendidik anaknya, lalu kemudian ia menitipkan anaknya ke lembaga pesantren. Namun begitu, atas dasar motivasi apapun yang dimiliki para orang tua santri untuk menitipkan anaknya ke pesantren, pada dasarnya semuanya tetap masih mengidolakan pesantren sebagai institusi moral agamis sebagaimana diuraikan di atas. Dalam bahasa sederhana, para orang tua itu ingin me-“nyantri”-kan anaknya, atau menjadikan anaknya memiliki predikat dan prilaku “santri”. Istilah “santri” secara implisit membedakannya dengan kondisi mental dan moral “bukan santri”. Sebuah istilah yang memiliki makna yang mudah dipahami oleh semua orang yang mengesankan keadaan mental yang kuat dan moral yang luhur yang berlandaskan pada prinsip-prinsip moralitas agama. Kepahaman masyarakat yang demikian juga menjadi basis pengharapan semua pihak, baik pihak pemerintahan secara struktural agar tercipta generasi yang memiliki kinerja istimewa dalam menjalankan amanat tugas, maupun pihak masyarakat secara umum yang mendambakan sebuah perubahan yang lebih baik dari terciptanya generasi-generasi santri yang unggul dan potensial.

6

Melihat gerak perubahan pesantren yang sedemikian pesat dan sedemikian rupa, maka muncul pertanyaan apakah pesantren saat ini masih akan mampu menjalankan fungsi utamanya yang diidolakan masyarakat itu, yaitu dalam pembentukan mental dan moral santri yang luhur. Permasalahannya adalah saat ini banyak munculnya lembaga-lembaga pesantren yang menggunakan kebijakankebijakan sedemikian rupa dalam membangun sistem kelembagaan dan model pembelajarannya yang cenderung modern dan kompleks. Beberapa pesantren bahkan telah membangun dan memiliki identitas atau citra sendiri, misalnya pesantren pertanian, pesantren bahasa, bahkan pesantren wirausaha. Pertumbuhan yang demikian pesat pada lembaga jenis pesantren ini semakin menunjukkan bahwa harapan dan apresiasi masyarakat begitu tinggi terhadap kelembagaan pesantren. Pertanyaannya adalah apakah model lembaga pesantren dengan konsep manajemen modern saat ini tidak akan mendistorsi nilai-nilai klasik pesantren tradisional yang menjadi koridor bagi tercetaknya generasi bermental dan bermoral luhur itu. Selain itu, patut juga ditanyakan apakah sungguh akan mampu memenuhi harapan masyarakat itu tentang tumbuhnya generasi bermental dan bermoral “santri”. Apakah sistem dan model manajemen modern ini secara nyata memiliki keunggulan dan kelebihan dibandingkan sistem dan model yang tradisional. Bagaimana pula kaitan manajemen modern dalam memberikan makna terhadap pendidikan mental dan moral santri. Hal ini semua menjadi masalah yang menarik untuk dikaji, “sejauh manakah konsep manajemen modern pada lembaga pesantren mampu mempengaruhi proses pendidikan dan pembinaan mental dan moral pada santri-santrinya?”

7

Dalam permasalahan ini pula, proposal penelitian ini diajukan untuk menjadi bahan penulisan Tesis, insya Allah. Penelitian akan mengambil sampel pada Pondok Pesantren Husnul Khotimah yang berlokasi tepatnya di Desa Maniskidul Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Lembaga ini dianggap sebagai ikon lembaga pesantren yang menunjukkan model penyelengaraan dengan konsep manajemen modern di Jawa Barat dalam skala propinsi bahkan di Indonesia dalam skala nasional.

MASALAH PENELITIAN Sebagaimana tergambar dalam Latar Belakang Masalah, penelitian ini memfokuskan pada permasalahan “adakah hubungan antara konsep manajemen modern pada lembaga pesantren dengan sikap mental dan moral santri, dan sejauhmanakah manajemen modern mampu mempengaruhi proses pendidikan dan pembinaan mental dan moral tersebut?” Dari permasalah utama di atas, dapat dibuat pertanyaan penelitian yang lebih spesifik, yakni: 1. Bagaimana sesungguhnya gambaran konsep manajemen modern lembaga pesantren Husnul Khotimah? 2. Bagaimana keadaan sikap mental dan moral santri Pondok Pesantren Husnul Khotimah? 3. Adakah hubungan antara konsep manajemen modern yang diberlakukan di Husnul Khotimah dengan sikap mental dan moral santrinya?

8

4. Sejauhmanakah manajemen modern yang digunakan Husnul Khotimah mempengaruhi proses pendidikan dan pembinaan sikap mental dan moral bagi santri-santrinya?

MAKSUD PENELITIAN Penelitian ini secara umum perlu dilakukan dengan maksud-maksud yang bisa disebutkan berikut ini: 1. Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen yang dapat membuktikan kebenaran teori manajemen modern atau bahkan sebaliknya. 2. Sebagai bahan kajian semua pihak tentang efektivitas manajemen modern pada suatu lembaga pendidikan khususnya pesantren. 3. Sebagai upaya menemukan kata kunci yang menghubungkan antara konsep manajemen modern dengan proses pendidikan bagi sikap mental dan moral.

TUJUAN PENELITIAN Di samping beberapa maksud di atas, penelitian ini juga perlu dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan makna konsep manajemen modern pada lembaga pendidikan, khususnya pesantren.

9

2. Untuk melihat keterkaitan antara konsep manajemen –dalam hal ini konsep manajemen modern- dengan efektivitas program lembaga pendidikan, khususnya pesantren sebagai institusi moral. 3. Untuk membuktikan adanya kekuatan dan melihat kemungkinan kelemahan konsep manajemen modern untuk model lembaga pesantren.

KEGUNAAN PENELTIAN Selain maksud dan tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai: 1. Wacana yang akan berguna bagi masyarakat umum untuk memilah dan memilih lembaga pendidikan yang tepat berdasarkan masukan analisa dan temuan sebagai bahan pemikiran. 2. Perbandingan dan tolak ukur bagi siapapun yang telah mengelola lembaga pesantren maupun yang baru memiliki keinginan untuk menyelenggarakan lembaga pendidikan pesantren 3. Bahan masukan (input) bagi lembaga pendidikan pesantren yang diteliti untuk meningkatkan berbagai aspek pelaksanaan manajerialnya 4. Bahan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya Departemen Agama, untuk membuat arah kebijakan yang lebih proporsional dan visioner tentang penyelenggaraan lembaga pendidikan pesantren. 5. Dasar temuan ilmiah yang dapat dijadikan bahan kajian bagi kegiatankegiatan ilmiah, termasuk penelitian selanjutnya

10

HIPOTESA Berdasarkan fenomena yang teramati tentang maraknya kemunculan lembaga-lembaga pesantren dengan model yang modern dan kecenderungan minat yang begitu tinggi dari masyarakat muslim saat ini walaupun pada umumnya harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal jauh daripada pesantren tradisional, maka penulis berasumsi bahwa lembaga pendidikan pesantren dengan manajemen modern telah berhasil melakukan proses pendidikan sesuai yang diharapkan. Dan dengan ini, maka hipotesa penulis adalah bahwa ada keterkaitan atau hubungan antara konsep manajemen modern pada lembaga pesantren dengan tingkat kualitas mental dan moral santrinya. Lebih jauh, adalah adanya pengaruh yang signifikan yang diberikan manajemen modern terhadap model pndidikan mental dan moral.

ANALISA TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL Konsep manajemen modern dalam konteks ini adalah konsep manajemen dengan model pengembangan organisasi (organization development) yang pernah dikemukakan oleh Karl Albrecht, yaitu mengelola organisasi dengan cara yang betulbetul baru dalam rangka suatu proses yang tiada hentinya, lebih dari sekedar pola sehari-hari “mengusahakan segala sesuatu pada jalurnya”. Bagi Albrecht, manajemen modern adalah proses yang menyeluruh dan terencana dalam rangka melakukan perubahan dan peningkatan jalannya organisasi secara keseluruhan. (Karl Albrecht, 1985: pendahuluan)

11

Menjalankan manajemen organisasi modern bercirikhas sistemik dan komprehensif. Menurut Albrecht, manajer masa kini harus dapat membedakan bagaimana menjalankan perusahaan kereta api daripada sekedar menjalankan kereta api saja. Dalam bahasa yang lebih sederhana, manajemen modern adalah bagaimana merancang, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan organisasi secara keseluruhan (Depag, Pola Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren, tt: 11). Hal ini jelas berbeda dari sekedar menjalankan organisasi yang sering mengabaikan perencanaan. Hal ini biasa terjadi pada manajemen tradisional. Manajemen modern yang profesional juga senantiasa meletakkan efektivitas dan efisiensi dalam segala langkah pengelolaan. Efektivitas berarti mencapai sasaran yang maksimal, sementara efisiensi berarti menghemat management cost seirit mungkin.

Walter

McMahon

mempopulerkan

istilahnya

dengan

Efficiency

Management Information System (EMIS). (2004: pendahuluan) Dalam kenyataan tentang banyaknya muncul organisasi pendidikan pesantren yang berbasis manajemen modern saat ini, HAR. Tilaar mengungkapkan bahwa hal itu sudah merupakan tuntutan zaman rezim globalisasi. Pada masyarakat yang hidup di era ini, dituntut untuk mampu berkoeksistensi dengan bangsa-bangsa lain yang nyata-nyata memiliki kompetensi yang beragam. Oleh karenanya, konsep manajemen yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia, khususnya lembaga-lembaga pendidikan seperti pesantren, harus mau beradaptasi dan mulai mengembangkan visi global. (HAR. Tilaar, 1997: 31)

12

Rasulullah saw. sendiri adalah tokoh pendidik yang memiliki visi jauh ke depan. Beliau sangat mahir menjadikan peristiwa-peristiwa tertentu sebagai hikmah dan pelajaran. Ini berarti pendidikan agama sesungguhnya harus visioner dan berkembang sesuai kondisi sosialnya. (Nadjib Khalid al-Am, 2004: 122) Selain itu, dalam kajian sosiologi, masyarakat diyakini terus mengalami perubahan, oleh karena itu, kehidupan masyarakat harus senantiasa direspons dengan berbagai kebijakan yang sesuai. Beberapa teori seperti teori fungsional struktural, teori solidaritas organis, teori moralitas, teori integrasi sosial, teori hukum dan lainlain membuktikan adanya bebrapa paradigma yang senantiasa kontekstual.

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN Untuk melaksanakan penelitian ini, melihat permasalahan yang akan diteliti, maka ditetapkanlah langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

1. Metode Penelitian Berdasarkan masalahnya, metode untuk penelitian yang akan digunakan adalah bersifat deskriptif, yakni berupaya menggambarkan kenyataan di lapangan tentang hubungan dan pengaruh konsep manajemen modern dengan sikap mental dan moral santri. Hal ini berarti upaya memecahkan masalah dengan cara memunculkan gejala-gejala di lapangan sebagai fakta yang menjadi datanya.

13

2. Sumber Data Untuk mencari informasi yang lebih banyak dan lebih komprehensif tentang permasalahan ini, maka penulis mengambil dua alternatif sumber data, yakni sumber data primer dan skunder. a.Sumber Data Primer; yakni sumber data yang menjadi pokok pembahasan utama. 1)

Pondok Pesantren Husnul Khotimah, data dan rancangan

konsep kelembagaan, dan kenyataan perilaku santri yang dapat diamati 2)

b.

Tanggapan masyarakat secara umum

Sumber Data Sekunder; yakni sumber data yang bisa menjadi penunjang pencarian data dan informasi. 1)

Buku-buku

penyelenggaraan

referensi

pondok

yang

pesantren

berkaitan dan

langsung

buku-buku

lain

dengan yang

memberikan penjelasan tentang manajemen. 2)

Buku-buku yang menjadi sumber bahan analisis, khususnya

buku-buku sosiologi

3. Teknik Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan data-data yang dibutuhkan, dan karena penelitian ini bersifat studi lapangan (field research), maka teknik wawancara dengan berbagai pihak baik dalam lembaga pesantren yang dimaksud, juga masyarakat yang

14

memiliki kaitan dengan lembaga yang bersangkutan, misalnya orang tua santri dan warga sekitar. Di samping itu, untuk melengkapi pencarian datanya akan digunakan angket.

4. Analisis Data Analisis data akan dilakukan setelah data terkumpul baik dari wawancara maupun dari hasil penyebaran angket. Data-data tersebut akan diklasifikasikan secara khas kemudian dilakukan interpretasi terhadapnya, sehingga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan permasalahan ini.

PENDEKATAN ILMU DAN DATA Dalam penelitian yang dilakukan melihat masalahnya, maka pendekatan keilmuan yang digunakan secara spesifik adalah manajemen dan sosiologi, namun di samping itu ilmu-ilmu lain seperti filsafat hukum, psikologi, antropologi, dan termasuk etnografi akan digunakan untuk mempertajam analisis terhadap data-data yang ada.

PENELITI Penelitian ini dilakukan secara pribadi karena dimaksudkan untuk memenuhi penyusunan karya ilmiah berupa Tesis, sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program pascasarjana di STAIN Cirebon.

15

DAFTAR BACAAN SEMENTARA

Poloma, Margaret M.,(2000), Sosiologi Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. ke-4 Khalid, Nadjib al-`Am, (2004), Mendidik Cara Nabi SAW, Bandung: Pustaka Hidayah, cet. ke-2 Tilaar, HAR., (1997), Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Jakarta: Grasindo, cet. ke-1 Fatah, Rohadi Abdul dan Taufik, M. Tata, (2004), Manajemen Dakwah di Era Global, Jakarta: Fauzan Inti Kreasi, cet. ke-2 McMahon, Walter W., (2003), Sistem Informasi Manajemen Berbasis Efisiensi, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, cet. ke-1 Departemen Agama, (2001), Pola Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren Albrecht, Karl, (1985), Pengembangan Organisasi, Bandung: Angkasa, cet. ke-2

16

17

Related Documents

Proposal Tesis
January 2021 1
Tesis
January 2021 4
Tesis
January 2021 5
Tesis
January 2021 5
Tesis
March 2021 0
Proposal
February 2021 2

More Documents from "Mohamad Jafar Ismail"

Proposal Tesis
January 2021 1