Loading documents preview...
Referat
ABSES OTAK
Oleh: Retrisia Rachmadina, S.Ked
04054821719149
Safitri Muhlisa, S.Ked
04084821719194
Pembimbing: dr. Theresia Christin, Sp.S
DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2017
HALAMAN PENGESAHAN
Referat berjudul:
ABSES OTAK
Oleh: Retrisia Rachmadina, S.Ked
04054821719149
Safitri Muhlisa, S.Ked
04084821719194
telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 15 Mei s.d 19 Juni 2017.
Palembang, Mei 2017 Pembimbing,
dr. Theresia Christin, Sp.S
KATA PENGANTAR Segala puji penyusun haturkan kepada Tuhan YME yang selalu memberikan rahmat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan referat berjudul “Abses Otak” ini tepat sesuai dengan jadwal yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan referat ini, terutama kepada dr. Theresia Christin, Sp.S dan dr. Yuki Fitria Ma’atisya sebagai pembimbing penulisan referat ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan referat ini dapat memberikan manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Palembang, Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Abses Otak ................................................................................ 2.1.1 Definisi .......................................................................... 2.1.2 Epidemiologi ................................................................. 2.1.3 Anatomi Otak ................................................................ 2.1.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi ................................... 2.1.5 Patofisiologi .................................................................. 2.1.6 Manifestasi Klinis ......................................................... 2.1.7 Diagnosis ....................................................................... 2.1.8 Tatalaksana .................................................................... 2.1.9 Komplikasi .................................................................... 2.1.10 Prognosis .......................................................................
i ii iii iv 1
2 4 5 6 6 7
BAB III KESIMPULAN .................................................................................
1
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
1
1
BAB I PENDAHULUAN
Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di serebrum maupun serebelum1. Abses otak terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan sebagian kasus abses otak merupakan akibat dari infeksi sekunder di tempat lain.2,4 Abses otak dapat terjadi pada semua usia, lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita 2:1. Lokasi tersering terkena penyakit daerah abses otak yaitu daerah frontoparietalis dan temporalis. Organisme penyebab yang tersering adalah Streptococcus, Staphylococcus, sedangkan organisme penyebab yang jarang yaitu Pneumococcus, Meningococcus, dan Haemophylus Influenza.4,5,6 Kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Ada 3 mekanisme penyebaran infeksi sekunder bisa masuk ke otak, yaitu dengan perluasan langsung dari infeksi yang berdekatan seperti otitis media, mastoiditis, atau sinusitis paranasal, atau melalui aliran darah biasanya berasal dari infeksi yang jauh seperti infeksi paru dan dan luka setelah trauma kepala.3,4,7,8 Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.9 Penatalaksanaan dari abses otak ini meliputi tindakan bedah dan medikamentosa seperti antibiotik dan anti konvulsan.3,4 Prognosa abses otak ini umumnya baik, prognosa menjadi buruk jika penegakkan diagnosis terlambat atau salah diagnosis, lokasi yang dalam, multiple, koma, penyebabnya jamur, serta adanya ruptur ventrikel.3,7,8
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abses otak adalah infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai sebagai serebritis yang terlokalisir di jaringan otak dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus, dan protozoa.10,11
2.2 Epidemiologi Abses otak paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Abses otak dapat terjadi akibat emboli penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Pada pada 10-15% kasus patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti.11 Abses otak termasuk dalam golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection) karena memiliki resiko kematian yang sangat tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2:1 sampai dengan 3:1 bergantung pada kondisi predisposisi yang menyebabkan terbentuknya abses otak.8 Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan angka kematian 55%.12 Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya,
3
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).13
2.3 Anatomi Otak Otak terdiri dari tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Adapun stuktur anatomi otak adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Anatomi otak14 Pembagian otak.14 1. Prosencephalon - Otak depan 2. Mesencephalon - Otak tengah o Diencephalon
: terdiri dari thalamus dan hypothalamus
o Telencephalon
: terdiri dari korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang o Metencephalon : terdiri dari pons dan cerebellum o Myelencephalon : terdiri dari medulla oblongata
4
Otak manusia terdiri dari serebrum,serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri(lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior). Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik).
Gambar 2. Anatomi Otak18
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Menterjemahkan input sensorik, sensasi yang dirasakan pada suatu sisi bagian tubuh yang diterjemahkan melalui lobus parietal bagian lateral, rangsangan yang diterima adalah nyeri, temperature, sentuhan, tekanan, dan proprioseption. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior.18
5
Anatomi Sawar Darah Otak19 Sawar darah otak adalah suatu membran yang sangat resisten terhadap proses diffusi dan memisahkan cairan intersisial otak darah. Pemeriksaan susunan saraf pusat dengan menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa lumen kapiler darah dipisahkan dari ruang ekstra seluler oleh: 1. sel endotelial di dinding kapiler 2. membran basalis di luar sel endotel, dan 3. kaki-kaki astrosit yang menempel pada lapisan luar dari dinding kapiler (Gambar-1)
Gambar 3. Pembuluh darah kapiler susunan saraf pusat, area sawar darah otak 19
Dengan menggunakan electron dense-marker seperti lanthanum dan horseradish peroksidase terlihat bahwa substansi tersebut tidak dapat menembus sel endotel kapiler karena adanya tight junction diantara sel tersebut, sehingga tight junction sangat berperan di dalam sawar darah otak. Beberapa bagian otak tidak mempunyai sawar darah otak dan mempunyai struktur sel yang berbeda. Pada daerah tersebut protein dan molekul-molekul organik yang kecil dalam darah dapat masuk ke susunan saraf pusat.
6
Gambar 4. Pembuluh darah kapiler susunan saraf pusat, area tanpa sawar darah otak 19
Fungsi Sawar Darah Otak: Pada keadaan normal terdapat dua sawar yang semipermeabel dan berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari substansi yang membahayakan. Fungsi sawar darah otak adalah melindungi otak dari berbagai variasi subtansi darah, terutama senyawa lokisik. 1. Fungsi Anatomi Secara anatomis sawar darah otak adalah melindungi otak dari bermacam-macam toksin eksogen yang berasal dari darah. Fungsi ini dapat terjadi karena struktur sawar darah otak yang mempunyai tight junction antara sel endotel yang tidak permeabel terhadap molekul berukuran besar. Penetrasi yang terdapat pada kapiler organ lain tidak terdapat pada kapiler otak, begitu juga vesikel pinositik, yang penting bagi makromolekul pada kapiler jaringan lain. Jika integritas kapiler baik, perisit yang terletak pada dinding kapiler akan mengaktifkan fungsi sawar darah otak. Perisit adalah sel fagosit yang bertanggung jawab untuk mempertahankan homeostasis antara darah dan otak. 2. Fungsi biokimia Fungsi biokimia untuk transport selektif dari zat-zat, tersusun oleh enzim-enzim dalam sel endotel pembuluh darah kapiler otak. Plasma borne biogenic dapat dimetabolisme oleh monoamin oksidase sehingga dapat melindungi otak dari pemecahan epinefrin sistemik. Transport oleh asam amino secara signifikan dapat menyebabkan penetrasi
7
prodrug levodopa pada sawar darah otak sehingga dopamin dapat dimetabolisme untuk pengobatan pasien parkinson 3. Fungsi regulasi Agar dapat mencapai otak, cairan ekstraseluler dari darah harus melewati/menemnbus epitel koroid atau endotel kapiler. Zat dapat segera masuk apabila molekul dapat larut dalam air (plasma) dan membran lipid. Molekul yang lain memerlukan protein pembawa agar dapat menembus sawar darah otak.
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries) dan infeksi dari penyakit gigi.15 Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak15. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. Tabel 2.1. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba No Sumber Infeksi
Lokasi Abses
Patogen Utama
1.
Lobus Frontalis
Streptococci, Staphylococcus
Sinus Paranasal
8
aureus,
Haemophilus
sp,
Bacteroides sp. 2.
Infeksi otogenik
Lobus temporal, Streptococci, Bacteroides sp, serebelum
Enterobacterial (Proteus sp), Pseudomonas
sp,
Haemophilus sp 3.
Infeksi
Lobus frontal
Odontogenik 4.
Streptococci, Staphylococci, Bacteroides, Actinobacilus sp
Endokarditis
Biasanya
abses Staphylococcus
aureus,
Bakterial
multipel, bisa di Streptococcus viridans lobus mana saja
5.
Infeksi pulmonal Biasanya
abses Streptococci,
Staphilococci,
(abses empiem, multipel, bisa di Bacteroides, Actinobacilus sp bronkiektasis) 6.
lobus mana saja
Shunt kanan ke Biasanya kiri
abses Streptococcus,
(penyakit multipel, bisa di Staphylococcus,
jantung sianotik, lobus mana saja
Peptostreptococcus sp.
AVM paru) 7.
Trauma
Tergantung
penterasi
Staphylococcus
atau lokasi
aureus,
Staphylococcus epidermidis,
pascaoperasi
Streptococcus Enterobacter, Clostridium sp.
8.
Pasien
dengan Sering
imunosupresi
abses Aspergilus
multipel, berbagai
Paptosterptococcus
Pasien AIDS
Sering
sp, Staphylococcus
abses Toxoplasma
multipel, berbagai
sp,
lobus Bacteroides sp, Haemophilus
dapat terkena 9.
sp,
Criptococcus
gondii, neoforman,
lobus Listeria, Mycobacterium sp,
dapat terkena
Candida, Aspergilus
9
Infeksi
sinus
paranasal
dapat
menyebar
secara
retrograde
thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum15. Bakteri
penyebabnya
antara
lain,
Streptococcus
aureus,
streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif, Bacteroides spp, Fusibacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob gramnegatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophillus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi15. Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan16. 1. Faktor tuan rumah (host) Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna. 2. Faktor kuman Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang
10
memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial. 3. Faktor lingkungan Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
2.5 Patofisiologi Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu12. Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu12: 1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis) Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini
11
terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. 2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar
oleh
karena
peningkatan acellular
debris dan
pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar 3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat. 4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: · Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang. · Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast. · Kapsul kolagen yang tebal. · Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut. · Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
12
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis12. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen12.
2.6 Manifestasi Klinis Gambaran klinis abses otak pada stadium awal tidak khas, terdapat gejalagejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas. Gejala abses otak terdiri dari trias abses otak yaitu gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.12,13 Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.12,13,15 Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik.13 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.12
13
2.7 Diagnosis Diagnosis abses otak ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.12,15 Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan gejala rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.12 Pemeriksaan motorik sendiri terdiri dari penilaian sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.12 Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
darah.12,15.
Pemeriksaan
cairan
serebrospinal
pada
umumnya
memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.12,15 kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.12,13,15 Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.12,13,15 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang
14
normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.12,15 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.
Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan
Gambaran CT-scan pada abses :
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis
dari zona central inflamasi. Early
capsule
stage (hari
10-14):
gliosis
post
infeksi,
fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.4,7 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses) Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan
sensitifitasnya
dapat
mencapai
90%
untuk
mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.8,12,15 Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
15
membedakan keduanya antara lain: umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya berkembang di medial. Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasanmassa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas8,12,13,15
2.8 Tatalaksana Tatalaksana abses serebri harus dilakukan segera, meliputi penggunaan antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), atasi edema serebri dan pengobatan infeksi primer lokal. Secara umum pemilihan antibiotika empirik sebagai pengobatan first line abses serebri berdasarkan atas sumber infeksi. 1.
Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah: penicillin G + metronidazol + cefalosporin generasi III.
2.
Penyebaran via hematogen atau trauma penetrasi kepala : nafcillin + metronidazole + cefalosporin generasi III
3.
Post operasi : vancomisin (untuk MRSA) + seftasidin atau sefepim (pseudomonas)
4.
Tidak dijumpai faktor predisposisi : metronidazol + vancomisin + cefalosporin generasi III. Penatalaksanaan abses otak terdiri dari terapi definitif yaitu sebagai
berikut.5,17 1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa 2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
16
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi) 4. Pengobatan terhadap infeksi primer 5. Pencegahan kejang 6. Neurorehabilitasi Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids5,12 Tabel 2.2 Jenis dan Dosis Antibiotik yang Lazim diberikan Pada Abses Serebri12,13
Nama Obat
Dewasa
Anak
Ceftriaxone
1-2 x 2g, iv 2x100
Sefalospurin gen III, aktif gram
(max 4 g)
(-) kurang aktif gram (+)
mg/kgbb/hr
Keterangan
17
Cefepime
2-3 x 2 g
3x 50 mg/kgbb
Sefalospurin gen IV, aktif gram (-) dan (+), pseudomonas
Meropenem 3 x 1-2g
3x 40 mg/kgbb
Carbapenem, efektif gram (+) gram (-)
Cefotaxim
3-4 x 2 g
3x
200 Idem ceftriaxon
mg/kgbb/hr Metronidaz
4 x 500 mg
ole
30
Bakteri anaerob dan protozoa
mg/kgBB/hr
Penisilin G
4 x 6 juta U
4 x 500-900 Anaerob dan stresptokokus unit
Vancomisin 2 x 1 g
4
x
60 MRSA, gram (+), septikemi
mg/kgbb/hr
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses.Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari5,12. Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada
pemeriksaan
nervus
optikus
hari
XV
tidak
didapatkan
papil
edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel12. Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration
18
and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi. Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri diindikasikan untuk : 1.Lesi dengan diameter >2,5 cm. 2.Terdapat efek massa yang signifikan 3.Lesi dekat dengan ventrikel 4.Kondisi neurologi memburuk 5.Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu ukuran abses tak mengecil Terapi medikamentosa saja tanpa tindakan operatif dipertimbangkan pada kondisi seperti : 1.Abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm 2.Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau 3.Keadaan kritis, pada stadium akhir Lama pengobatan antibiotika tergantung pada kondisi klinis pasien, namun biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanjutkan dengan peroral 4-8 minggu untuk cegah relaps. CT scan kepala ulang dilakukan untuk melihat respon terapi. Steroid memiliki efek anti inflamasi steroid dapat menurunkan edema serebri dan TIK namun steroid juga dapat menyebabkan penurunan penetrasi antibiotika dan memperlambat pembentukan kapsul. Penggunaan steroid terutama untuk indikasi edema serebri masif yang mengancam terjadinya herniasi. Laporan studi dengan jumlah kasus kecil menunjukkan bahwa terapi oksigen hiperbarik pada awal pengobatan abses serebri akan memperpendek lama waktu pemberian antibiotika. Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang. Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka
19
morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu5. Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging)12. Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami
kejang
dengan
frekuensi
yang
cukup
sering.
Penghentian
antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya12.
2.9 Komplikasi Abses otak jika tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasi abses otak adalah sebagai berikut.12 1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid 2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus 3. Edema otak 4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.10 Prognosis Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma, dan minimnya fasilitas CT-Scan9. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita termasuk hemiparesis, kejang,
20
hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya. Prognosis dari abses otak ini tergantung dari faktor berikut4. 1) Cepatnya diagnosis ditegakkan 2) Derajat perubahan patologis 3) Soliter atau multipel 4) Penanganan yang adekuat. Dengan alat-alat pemeriksaan penunjang yang mutakhir abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses soliter lebih baik dibandingkan abses otak mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.12,15
21
BAB III KESIMPULAN
Abses otak adalah proses supurasi fokal parenkim otak, di serebrum maupun serebelum. Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Abses otak terjadi bila bakteri piogenik masuk ke susunan saraf pusat dan sebagian kasus abses otak merupakan akibat dari infeksi sekunder di tempat lain. Penyakit ini termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan infeksi paru, dll. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis, ataksia, afaksia).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Shambough GE, Glasscock ME. Intracranial complication of otitis media. In: Shambough GE, Glasscock ME. Eds. Surgery of the Ear. 4th ed., Philadelphia: WB Saunders, 1980:249-75. 2. Ludman H. Complication of supurative otitis media In: Kern AG, Groves J Eds. Scott - Browns Otolaryngology, 51h ed London: Butterworth and Co, 1997: 264-91 3. Brook
I.
Brain
Abcess.
2008.
Available
From:
http://www.emedicine.com/MED/topic.htm 4. Gilroy J. Basic Neurology, 3rd ed. New York: McGraw-Hill. 2000. 5. Adam RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology, 7th edition. New York: McGraw-Hill. 2000. 6. Bernardini GL. Focal Infections. In: Rowland LP, editor. Merrit’s Neurology. 10th edition. Philadelphia: Lippicott Williams & Wilkins. 2000. P.128-133 7. Thomas
LE.
Brain
Abscess.
2008.
Available
from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/781021-overview 8. Kastenbauer S, Pfister HW, Wispelwey B, Scheld WM. Brain Abcess. In: Scheld WM, Whitely RJ, Marra CM, editors. Infections of The Central Nervous System, 3rd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. P. 479-501 9. Fernandez C, Steinberg JL. Intracranial Otogenic Complications: A Persisting Problem. Laryngoscope 1996; 96: 272 -78. 10. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf “PERDOSSI”. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011. 11. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006. 12. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
23
13. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T. Gumbinas.1983. Medical
Cure
of
Apparent
the
Brain,
Brain
Abscesses. Pediatrics 1983;72;220-224. 14. Bailey,R.
2011. Anatomy
of
Available
at http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm accessed 21 May 20117 15. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral Abscess in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749. 16. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember 2005. 17. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. 18. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon Learning System LLC, 2003. 19. Snell RS. Clinical neuroanatomy of medical students. 3rd ed. Boston: Little Brown, 2006: 355-9