Referat Batuk

  • Uploaded by: Santi Lestari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Batuk as PDF for free.

More details

  • Words: 7,470
  • Pages: 43
Loading documents preview...
REFERAT Batuk

Disusun oleh: Richard (11.2013.087)

Pembimbing:

dr. Luluk Adipratikto, sp.P, M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 09 Juni 2014 – 16 Agustus 2014 RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

DAFTAR ISI Judul .................................................................................................................. Daftar Isi............................................................................................................ 2 Bab I : Pendahuluan .......................................................................................... 3 Bab II : Anatomi dan Fisiologi Pernafasan ....................................................... 4 BAB III : Patofisiologi Batuk ........................................................................... 16 Etiologi .............................................................................................................. 19 Diagnosis ........................................................................................................... 20 Penatalaksanaan ................................................................................................ 28 Komplikasi ........................................................................................................ 38 Bab IV : Penutup ............................................................................................... 41 Kesimpulan ....................................................................................................... 41 Daftar Pustaka ................................................................................................... 42

2

BAB I PENDAHULUAN Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum. Satu dari sepuluh pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki keluhan utama batuk. Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak nyaman, gangguan tidur, mempengaruhi aktivitas sehari-hari dan menurunkan kualitas hidup. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu dengan cara ekspirasi yang keras . Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan : 1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas. 2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.

3

BAB II Anatomi dan Fisiologi Pernafasan Saluran pernafasan atau traktus respiratorius adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas yang diperlukan untuk proses pernafasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau mulut dan berakhir pada paru-paru. Udara yang diisap pada waktu menarik nafas (inspirasi) biasanya masuk melalui lubang hidung (nares) kiri dan kanan. Pada saat masuk, udara disaring oleh bulu hidung yang terdapat di bagian dalam lubang hidung. Setelah itu, udara pernafasan masuk ke dalam ronga hidung kiri dan kanan. Rongga hidung kiri dan kanan dipisahkan oleh sekat hidung atau septum nasi. Septum ini dibedung oleh tulang dibagian sebelah dalam dan sebelah luar oleh tulang rawan. Karena terbuat oleh tulang rawan, hidung masih bisa digerakan ke kiri dan kanan. Di dalam rongga hidung udara mengalami penyesuaian temperatur dan kelembapan. Proses ini dilakukan melalui keberadaan sekat rongga hidung atau concha nasalis. Di rongga hidung terdapat 3 conchae yang membagi 3 bagian pula. Udara yang terlalu panas akan diturunkan temperaturnya dan yang terlalu dingin akan dihangatkan pada saat melewati concha dan dinding rongga hidung. Setelah melewati rongga hidung, udara masuk ke kerongkongan bagian atas (nasopharynx) lalu ke bawah untuk selanjutnya masuk ke dalam tenggorokan (larynx). Setelah melalui tenggorokan, maka udara akan memasuki batang tenggorok atau trachea dari sana akan diteruskan ke bronkus, lalu ke bronkiolus hingga alveolus tempat bertukarnya O2 dan CO2.2 Rongga hidung terbagi menjadi 3 bagian yaitu vestibulum, penghidu, dan pernapasan. Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di selbelah dalam nares. Vestibulum dilapiisi kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap. Ke arah atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi atas cartilago ala nasi major. Dimulai sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung. Regio penghidu berada di 4

sebelah cranial dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas sampai setinggi conca nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha tersebut. Regio pernafasan adalah bagian rongga hidung selebihnya.1 Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak. Faring terdiri atas: a. Nasopharinx 

ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory



ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah

b.Oropharynx Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan, makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan c.Laringopharynx Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.

3. Laring Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ). Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk “adam’s apple”, dan di dalam cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat cartilago cricoid. Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea, terletak pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4 sampai 6.

5

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:

a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring c. Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun ( Adam’s Apple ) d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring ( terletak di bawah kartilago thyroid ) e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago thyroid f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.2 Trachea Trachea dan bronchus utama yang letaknya ekstrapulmonal (di luar paru) memiliki rangka cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna, dipersatukan oleh jaringan fibrosa otot polos. Cincin trachea berjumlah 16-20, masing-masing sebagai cincin yang membentuk gambaran huruf U, yang membatasi dinding 2/3 bagian anterior; di sebelah dorsal pipa trachea ini datar, karena dinding dorsal cincin tulang rawan trachea tersebut disempurnakan oleh jaringan fibro-elastik dan otot polos. Tulang rawan bronchi ekstrapulmonal lebih pendek, lebih sempit, dan kurang beraturan, tetapi umumnya serupa bentuk dan susunannya. Cincin pertama tulang rawan trache dihubungkan dengan tepi bawah cartilago cricoidea oleh lig. Cricotracheale. Cincin terakhir tulang rawan trachea menebal dan melebar di bagian tengah dan tepi bawah yakni carina, yang merupakan taju berbentuk kuku segitiga yang melengkung ke bawah dan belakang di antara bronchi. 6

Ke arah distal ketidakaturan lempeng-lempeng tulang rawan pada bronchi pulmonal ini meningkat. Lempeng tulang rawan menghilang di pangkal bronchiolus.1 Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan / plika aksilaris posterior. Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus. Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi

paru



paru

normal,

hanya

ruang

potensial

yang

ada.

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.3

7

Paru-paru Merupakan jalinan atau susunan bronkus bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik. Paru-paru memiliki dua sistem pembuluh darah yaitu : 1. Sistem peredaran darah umum : yaitu cabang dari pembuluh aorta. Darah masuk dari pembuluh aorta ke dalam pembuluh arteri bronchialis, lalu bercabang-cabang menjadi kapiler-kapiler dan selanjutnya masuk ke vena dan akhirnya kembali ke jantung. Arteria bronchialis mengandung darah arteri (mengandung banyak oksigen dan zat-zat makanan). Fungsinya adalah mensuplai nutrisi yang dibutuhkan oleh sel-sel paru-paru, untuk kelangsungan hidup sel-sel paru-paru sendiri. 2. Sistem peredaran darah khusus : yaitu sistem peredaran darah yang berasal dari ventrikel kanan. Darah yang berasal dari ventrikel kanan masuk ke arteri pulmonalis lalu menuju ke kapiler-kapiler pulmonalis dan selanjutnya masuk ke system vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke jantung. Arteri pulmonalis mengandung darah vena (banyak mengandung sampah metabolisme terutama CO2). System peredaran darah khusus ini bertujuan untuk mengadakan pertukaran gas (ventilasi) yaitu membuang CO2 dan mengambil O2.1 Histologi sistem pernapasan Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.

8

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama: 1.

Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis

2.

Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Gambar 1 : epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet.4 Trakea Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka

(ujung

bebas)

tulang

rawan

hialin

yang

berbentuk

tapal

kuda

tersebut

terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

9

Gambar 2 : epitel trakea dipotong memanjang.4

Gambar 3 : epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("cshaped").4

10

Bronkus Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

Gambar 4 : epitel bronkus.4 Bronkiolus Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

11

Gambar 5 : epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria.4 Bronkiolus respiratorius Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

Duktus alveolaris Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

12

Gambar 6 : bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli.4 Alveolus Alveolus

merupakan

struktur

berongga

tempat

pertukaran

gas

oksigen

dan

karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.

13

Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

Gambar 7 : alveolus.4 Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.5

Mekanisme Pernapasan Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan 14

keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.6

15

BAB III Patofisiologi batuk Mekanisme Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.7

Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut efferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.8

16

Gambar 8. Reseptor batuk.7 Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu : 1. Fase iritasi Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang. 2. Fase inspirasi Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. Volume udara yang 17

diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah. 3. Fase kompresi Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka. 4. Fase ekspirasi/ekspulsi Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.7

Gambar 9. Fase batuk.9 18

Etiologi Reflek batuk dapat dipicu oleh beberapa inflamasi atau reaksi mekanis pada slauran pernafasan, dengan cara menghisap senyawa kimia atau mekanis yang bersifat iritan, biasanya pada laring, carina, dan beberapa tempat bronkus. Reseptor saraf sensori menilainya dengan rapidly adapting receptors (RARs), slowly adapting receptors (SARs) atau C-Fibre receptors. RARs distimulasi oleh asap rokok, senyawa asam, dan cairan basa (cairan hipotonik, hipertonik, stimulasi mekanis, congesti paru, atelektasis, bronkokonstriksi, dan pengurangan tahanan paru yang menyebabkan batuk. C-fibre receptors sangat sensitive dengan senyawa kimia seperti bradykinin (mediator sel yang keluar saat inflamasi), capsaidn (ekstrak cabai), dan ion hydrogen, sering kali disebut chemosensor.7

Gambar 10 : Etiologi batuk.7

19

Diagnosis

Anamnesa memegang peranan sebesar 80% dalam menegakkan diagnosa penyebab batuk yang menetap. Dalam anamnesa tentang batuk yang merupakan keluhan utama penderita perlu ditanyakan mengenai lamanya batuk, frekuensi serangan, waktu-waktu serangan, factor pencetus, apakah dimulai dengan bersin atau tidak, dan sebagainya.

Batuk akut berdurasi kurang dari 3 minggu, umumnya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, aspirasi, atau inhalasi bahan kimia tertentu. Infeksi saluran nafas dapat disebabkan oleh virus maupun bakteri, umumnya merupakan self limiting disease atau yang berarti dapat sembuh total dengan sendirinya tetapi membutuhkan waktu dalam 1 sampai 2 minggu untuk terbebas dari infeksinya. Batuk akut dapat lanjut ke batuk subakut maupun kronis. Batuk dapat pula menjadi gejala kondisi yang membahayakan, seperti emboli paru, gagal ginjal kronik, atau pneumonia.8,10

Gambar 11 : Batuk Akut.8

20

Batuk subakut berdurasi 3 – 8 minggu, biasanya merupakan sisa infeksi trakea dan bronkus seperti pada pertusis atau sindrom tusif postviral. Batuk yang merupakan sisa dari infeksi biasanya disebabkan oleh postnasal drip, iritasi saluran nafas atas, akumulasi mucus, atau bronki hiperesponsif terkait asma. 8,10 Pertusis adalah diagnosis penyakit yang penting pada batuk sub akut. Dikarenakan insiden pertusis naik walaupun sudah tinggi tingkat imunisasinya. Banyak dari kasus pertusis tidak terdiagnosis pada orang dewasa. Pada pasien pertusis, batuk bertambah parah 2 minggu atau lebih, jika diikuti dengan ISPA ataupun common cold. Jika batuk muncul serangan dengan berat secara tiba-tiba atau muntah setelah batuk atau dengan inspirasi stridor atau suara whoop, diagnosis pertusis harus ditegakkan. Usap tenggorok dan kultur, jika positif tegak diagnosisnya. Often, the diagnosis must be made on clinical grounds and then confirmed by serology. Pertusis memiliki 3 fase: 

Fase awal. Batuk dan pilek dalam waktu 2 minggu pada malam hari.



Fase serangan. Batuk yang semakin memberat, banyak dahak, dan muntah setelah batuk, suara whoop saat inspirasi terjadi dalam 2 minggu.



Fase konvalesen. Gejala berkurang dalam waktu 3 minggu atau lebih.11

Gambar 12 : Batuk subakut.8 21

Batuk kronis berdurasi lebih dari 8 minggu, dapat disebabkan berbagai etiologi penyakit kardiopulmonal, baik infeksi, inflamasi, neoplastik, maupun kardiovaskular. Pada temuan pemeriksaan fisik dada dan foto toraks normal, dicurigai terdapat asma tipe batuk, refluks esofageal, drainase nasofaringeal, atau obat ACE-inhibitor I yang umumnya muncul setelah 1 minggu sampai 6 bulan pemakaian. Terlepas dari penyebabnya, batuk biasanya memburuk ketika berbaring pada malam hari, berbicara, atau aktivitas fisik kecuali pada pertusis dan asma.

1. Asma a.

Definisi Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.12

b.

Manifestasi klinis Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 13

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. 12

22

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.13 c.

Pemeriksaan fisik Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat ditemukan pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

d.

Pemeriksaan penunjang - Spirometri Cara paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic beta. Peningkatan VEP atau KVP sebanyak 20% menunjukkan diagnosis asma. - Uji provokasi bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik dan bahkan dengan aqua destilata penurunan VEP sebesar 20% dianggap bermakna. 23

- Pemeriksaan sputum Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronchitis kronik.

- Pemeriksaan eosinofil total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik.

- Foto dada Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.

- Analisis gas darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik.12

2. Gastroesophageal reflux disease (GERD) a.

Definisi Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD) adalah suatu keadaan psikologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran napas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti struktur, Barret’s esofagus bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus.

24

b.

Manifestasi klinis Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn) , kadang-kadang bercampur dengan gejala-gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain / NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh karena itu, umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medis. 14

3. Obat-obat tekanan darah Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, biasanya digunakan untuk mengatasi tekanan darah yang tinggi dan gagal jantung, dapat menyebabkan batuk kronik pada 20% pasien yang menggunakan obat jenis ini. Biasanya batuk dimulai setelah seminggu mulai menggunakan terapi ini dan batuk biasanya hilang dengan sendirinya saat pengobatan dengan ACE inhibitors dihentikan. Contoh obat ACE inhibitors adalah enalapril (Vasotec), captopril (Capoten), lisinopril (Zestril, Prinivil), dll. Generasi yang lebih baru dari ace inhibitor seperti obat-obat yang disebut ARB's (Angiotensin receptor blockers), [contohnya, valsartan (Diovan), losartan (Cozaar), dll.] dapat menjadi alternatif-alternatif yang mempunyai potensial yang lebih sedikit untuk menyebabkan batuk yang kronis. 15

4. Bronkitis kronik a. Definisi Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut. Diagnosa kronik bronkitis biasanya dibuat berdasar adanya batuk menetap yang biasanya terkait dengan penyalahgunaan tembakau. 25

b. Patofisiologi Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil–kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel–sel penghasil mukus di bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan–perubahan pada sel–sel penghasil mukus dan sel–sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.8

c. Manifestasi klinis Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang, bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat menimbulkan shortness of breath.15

26

Gambar 13 : Batuk kronis.8

Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti:

a. Foto Rontgen thoraks, meskipun Rontgen thoraks tidak bisa menunjukkan penyebab batuk seperti postnasal drip, asma atau GERD, tetapi mungkin dapat digunakan untuk melihat kanker paru dan penyakit paru-paru lainnya. b. CT scan 27

c. Tes fungsi paru, tes non-invasif dengan menghitung berapa udara yang dapat ditampung paru dan berapa cepat dapat inspirasi maupun ekspirasi. Terkadang juga harus dilakukan asthma challenge test, dengan membandingkan pernapasan sebelum dan sesudah menggunakan obat inhalasi methacoline. d. Endoscope test, tes ini menggunakan pipa fleksibel dan tipis dengan lampu dan kamera untuk memvisualisasikan struktur dalam tubuh. Prosedur ini selalu diikuti dengan penyemprotan hidung dan tenggorokan dengan anastesi local seperti lidokain. Dapat juga diberikan sedatif dan pain relievers untuk membuat prosedur ini lebih nyaman.

Macam-macam test adalah: a. Nasal endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam lubang hidung untuk melihat mukosa hidung dan sinus b. Upper endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam tenggorokan menuju esophagus untuk melihat adanya tanda dari refluks asam di lambung dan esophagus c. Bronchoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam bronkus sampai ke bronkiolus untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi atau obstruksi.

Penatalaksanaan

Agent or class of agents

Cough associated with common cold

Acute bronchitis

Postinfectious cough

Pertussis

Central-acting antitussives (prescription)

Not recommended

Recommended

Recommended if both inhaled ipratropium and inhaled corticosteroids are ineffective

Not recommended

First-generation antihistamine/ decongestants

Recommended

Not recommended

Not recommended

Not recommended

Inhaled ipratropium

Recommended

Not recommended

First-line therapy

Not recommended

Naproxen

Recommended

Not recommended

Not recommended

Not recommended

28

Inhaled corticosteroids

Not recommended

Not recommended

Recommended if inhaled ipratropium is not effective

Not recommended

β2-Agonist bronchodilators

Not recommended

Recommended only when wheezing accompanies the cough

Not recommended

Not recommended

Antibiotics

Not recommended

Not recommended

Recommended only if associated with bacterial sinusitis

Macrolide antibiotics recommended early in the course of infection (first few weeks)

Tabel 1 : Pengobatan Batuk akut dan sub akut.11

Common cold: Penyebab paling sering dari batuk akut. Obat rekomendasi dari batuk akibat Infeksi saluran nafas atas: 

Ipratropium bromide (20 mcg / semprot)



Antihistamin / Dekongestan lama: bromfeniramin dan pseudoefedrin.



Naproxen. Walaupun ada generasi antihistamin baru dan lama, generasi baru bekerja hanya pada

kongesti akibat histamine yang terjadi akibat alergi, tetapi generasi lama memiliki efek pada antihistamin sekaligus dengan antikolinergik. Naproxen hanya satu-satunya NSAID yang dipakai untuk mengobati batuk akibat common cold. Pengobatan untuk anak kecil atau dibawah 15 tahun adalah dengan tanpa obat-obatan. Pengobatan dengan deksometrofan tidak dianggap efektif untuk mengobati batuk akibat common cold. Bronkitis akut : Penyebab tersering lainnya. Banyak terdiagnosis karena batuk 3 hari dengan atau tidak dengan produksi dahak. Diagnosis ini ditegakkan setelah penyakit lain telah disingkirkan yaitu pneumonia, common cold, asma eksaserbasi akut, PPOK eksaserbasi akut.

29

Bronkitis dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Guidelines tidak menganjurkan memberikan antibiotik pada bronkitis akut. Antitusif hanya dipakai sebagai pengobatan simptomatik jangka pendek. Batuk Sub-akut Batuk lebih dari 3 minggu tetapi tidak lebih dari 8 minggu digolongkan subakut. Post infeksi paling sering menyebabkan batuk sub akut. Jika batuknya dirasakan setelah infeksi saluran nafas atas (ISPA) dirasakan kemungkinan besar adalah post infeksi. Jika tanpa gejala ISPA sebelumnya, kemungkinan permulaan dari batuk kronis. Batuk post infeksi : Pada dewasa, terapi empirik, lini pertama dengan percobaan dengan inhalasi ipratropium, dilanjutkan dengan kortikosteroid inhalan jika batuk tidak berhenti. Antitusif sentral dipakai jika lini lain tidak berhasil. Antibiotic tidak disarankan untuk pengobatan batuk post infeksi. Pada anak dengan batuk lebih dari 4 minggu, harus dicurigai menjadi batuk kronis. Terapi diberikan jika sudah ada diagnosis penyebab batuk. Jika tidak terdiagnosis dapat dipantau untuk melihat perkembangan batuk atau penyakitnya. Pertusis : Antibiotik makrolide efektif terhadap pertusis. Efektifitas hanya pada saat minggu pertama fase serangan setelah itu bakteri telah mati oleh antibodi tubuh tetapi gejala berat masih terjadi. Pengobatan batuk kronik dengan penyebab yang telah diketahui biasanya dapat dengan mudah terobati. Tetapi disaat penyebab tidak diketahui, pengobatan menjadi lebih rumit.

30

Gambar 14 : Jalur Terapi Batuk Kronis.16 Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat spesifik terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah : 31

1. Tanpa pemberian obat Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat. 2. Pengobatan Spesifik Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir semua penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.

Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. Asma diobati dengan bronkodilator atau kortikosteroid. Post nasal drip karena sinusitis diobati dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post nasal drip karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulangi dengan menghindari lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi antihistamin-dekongestan. Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet, dengan proton pump inhibitor, dimana dapat menghambat produksi asam dan memungkinkan jaringan esophageal untuk sembuh. Obat proton pump inhibitor meliputi: -

Esomeprazole (Nexium)

-

Lansoprazole (Prevacid)

-

Omeprazole (Prilosec)

-

Pantoprazole (Protonix)

-

Rabeprazole (Aciphex)

Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok. Antibiotik diberikan pada pneumonia, sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid dan batuk pada gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.

3. Pengobatan Simptomatik Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan penderita.

32

Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan mukokinesis : a. Antitusif Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.

Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik. -

Antitusif yang bekerja di perifer Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.

 Demulcent Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai. -

Antitusif yang bekerja sentral. Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

 Golongan narkotik Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk antitusif. 33

Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan mukosiliar.  Antitusif Non-Narkotik 

Dekstrometorfan Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.



Butamirat sitrat Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.



Difenhidramin Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari 34

b. Mukokinesis Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinesis dikelompokkan atas beberapa golongan : -

Diluent ( cairan ) Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan sputum. Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling sesuai untuk nebulisasi dan cairan lavage , larutan garam hipotonik digunakan pada pasien yang memerlukan diet garam

-

Surfaktan Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket mukus pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini lebih baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.

-

Mukolitik Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan thiol dan enzim proteolitik.

 Golongan Thiol Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein. 

Asetilsistein Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan menggigil jarang ditemukan. 35

Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh karena mempunyai efek bronkokonstriksi. Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam mengencerkan mukus. Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyai fungsi antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation, yaitu sumber yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Pada perokok kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zat oksidan dalam asap rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan dan antioksidan. Dengan demikian pemberian N-Asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisem. Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dan kronik menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.  Enzim Proteolitik Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase, deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin mempunyai efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi efektifitasnya tidak melebihi asetilsistein. -

Bronkomukotropik Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini menginduksi

pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan mukokinesis. Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus termasuk dalam golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh obat ini adalah mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu putih. 36

Vicks vapo Rub® mengandung berbagai minyak yang mudah menguap, adalah bronkomukotropik yang paling populer. -

Bronkorrheik Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan. Saluran napas bereaksi

terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat dapat terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki mukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam hipertonik. -

Ekspektoran Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang pengeluaran

sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, yaitu melalui :  Refleks vagal gaster  Stimulasi topikal dengan inhalasi zat  Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus  Perangsangan medulla Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan untuk merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen. Termasuk ke dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah :  Amonium klorida  Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-anak.

37

 Guaifenesin ( gliseril guaiakolat ), selain berfungsi sebagai ekspektoran obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari  Sitrat ( Natrium sitrat )  Ipekak -

Mukoregulator Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.  Bromheksin Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung. Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol 45-60 mg sehari.12

Komplikasi 11 Cardiovascular

Arterial hypotension Bradyarrhythmias and tachyarrhythmias Dislodgement/malfunctioning of intravascular catheters Loss of consciousness Rupture of subconjunctival, nasal, and anal veins, and massive intraocular suprachoroidal hemorrhage during pars plana vitrectomy

38

Constitutional symptoms

Excessive sweating, anorexia, exhaustion

GI

Gastroesophageal reflux events Gastric hemorrhage following percutaneous endoscopic gastrostomy Hepatic cyst rupture Herniations (eg, inguinal,– through abdominal wall,– small bowel through laparoscopic trocar site) Malfunction of gastrostomy button Mallory-Weiss tear Splenic rupture

Genitourinary

Inversion of bladder through urethra Urinary incontinence

Musculoskeletal

From asymptomatic elevations of serum creatine phosphokinase to rupture of rectus abdominus muscles Diaphragmatic rupture Rib fractures Sternal wound dehiscence

Neurological

Acute cervical radiculopathy Cerebral air embolism Cerebral spinal fluid rhinorrhea Cervical epidural hematoma associated with oral anticoagulation Cough syncope Dizziness

39

Headache Malfunctioning ventriculoatrial shunts Seizures Stroke due to vertebral artery dissection

Ophthalmologic

Spontaneous compressive orbital emphysema of rhinogenic origin Others are listed under ′Cardiovascular′

Psychosocial

Fear of serious disease Lifestyle changes Self-consciousness

Quality of life

Decreased

Respiratory

Exacerbation of asthma Herniations of the lung (eg, intercostal and supraclavicular) Hydrothorax in peritoneal dialysis Laryngeal trauma (eg, laryngeal edema and hoarseness) Pulmonary interstitial emphysema, with potential risk of pneumatosis intestinalis, pneumomediastinum, pneumoperitoneum, pneumoretroperitoneum, pneumothorax, subcutaneous emphysema Tracheobronchial trauma (eg, bronchitis25 and bronchial rupture)

Skin

Petechiae and purpura Disruption of surgical wounds

40

BAB III PENUTUP Kesimpulan Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret dan benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus menerus, akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk itu perlu ditanggulangi dengan baik.

Batuk dibagi menjadi 3 yaitu Batuk akut (< 2 minggu), Batuk Subakut (2 minggu – 8 minggu), Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih. Batuk kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari penyakit–penyakit lain

Penyebab batuk kronik seperti bronkitis, asma dan GERD sangat umum, maka pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon dari pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis dapat ditegakkan.

Penatalaksanaan batuk yang paling baik adalah dengan menghilangkan

faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam gangguan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling baik ditanggulangi dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi.

41

Daftar Pustaka 1. Gunardi S. Anatomi sistem pernafasan. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009. 2. Telinga, hidung, dan tengorokan. Diunduh dari medicastore.com. tanggal 20 Juli 2014. 3. Somantri I. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta : Salemba Medika. 2007. 4. Gambar diunduh dari www.sectioadeveris.wordpress.com. tanggal 20 Juli 2014. 5. Histologi sistem pernafasan. diunduh dari sectioadeveris.wordpress.com. tanggal 20 Juli 2014. 6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001 7. Chung KF, Pavord ID. Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic cough. Lancet : 2008. 371 (9621): 1364–74. 8. McCool FD. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. vol. 129. no. 1. CHEST : January 2006. suppl 48S-53S. 9. Gambar

diunduh

dari

:

http://healthy-lifestyle.most-effective-solution.com/wp-

content/uploads/2010/09/human-anatomy-lungs.jpg 10. Blasio FD, Virchow JC, Polverino M, Zanasi A, et al. Cough management: a practical approach. Diunduh di http://www.coughjournal.com/content/7/1/7. 27 Juli 2014. 11. Irwin RS. Complications of cough: ACCP evidence-based clinical practice guidelines. Chest : 2006; 129 (suppl), 54S-58S. 12. Sukamto, Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 247 – 53. 13. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diunduh 30 Juli 2014 dari Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html 42

14. Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 317 – 21. 15. Anonymous.

Chronic

Cough.

Diunduh

30

Juli

2014dari

http://www.nlhep.org/books/pul_Pre/chronic-cough.html 16. Chung KF, Widdicombe JG, Boushey HA. Cough : causes, mechanisms and therapy. Ed.1. Oxford : Blackwell Publishing Ltd. 2003.

43

Related Documents

Referat Batuk
February 2021 1
Patofisiologi Batuk
February 2021 1
Dialog Swamedikasi Batuk
January 2021 1
Referat
February 2021 2
Referat
February 2021 2
Sap Etika Batuk Dan Bersin
February 2021 1

More Documents from "inggit"