Referat Kejang Demam Kompleks

  • Uploaded by: Hesti Kusmayanti
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Kejang Demam Kompleks as PDF for free.

More details

  • Words: 5,976
  • Pages: 25
Loading documents preview...
1

KEJANG DEMAM KOMPLEKS Disusun sebagai tugas mengikuti kepaniteraan klinik senior (KKS) Ilmu kesehatan anak

Penyusun : Hesti Kusmayanti 10310436 Pembimbing : Dr. Sri Alemina Br. Ginting, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU KABANJAHE KABUPATEN KARO SUMATRA UTARA TAHUN 2014

2

PENDAHULUAN Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan terjadi pada 2 - 5% anak. Dalam 25 tahun terakhir ini diketahui bahwa kejang demam sebenarnya tidaklah menakutkan. Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi. Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks bila bersifat fokal, berlangsung lama (>10 - 15 menit), atau multiple (> 1 kali serangan selama 24 jam demam). Sebaliknya, kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung satu kali, singkat, dan bersifat umum. Anak dapat saja normal atau mempunyai kelainan neuorologis. Anak bisanya berusia antara 6 bulan sampai 3 tahun, dan tersering pada usia 18 bulan. Bila kejang demam berlangsung terus sampai usia di atas 6 tahun atau pernah mengalami kejang tanpa demam baik tonik-klonik, mioklonik, absens atau atonik maka diklasifikasikan sebagai Generalized epilepsy with seizure plus (GEFS+). Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam. Pada umumnya kejang demam akan berlangsung singkat, kurang dari 10 menit dan berhenti sendiri. Pengobatan saat kejang adalah suntikan diazepam intravena atau diazepam per rektal. Oleh karena demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang, maka pencegahan kenaikan suhu tubuh adalah pendekatan yang utama. Pengobatan yang dianjurkan saat ini adalah pemberian antipiretika dan diazepam oral (0,33mg / kg / dosis tiap 8 jam) atau diazepam rektal

3

pada saat demam. Pengobatan jangka panjang telah ditinggalkan. Akan tetapi pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangkan pada keadaan pasien dengan kelainan neurologis, kejang fokal, kejang demam yang sering berulang atau tinggal jauh dari fasilitas kesehatan. Obat yang digunakan adalah fenobarbital atau asam valproat, selama 1 tahun. Serangan kejang sangat menakutkan orangtua pasien, oleh karenanya edukasi yang cukup dan dukungan emosi pada orangtua sangatlah diperlukan. Orangtua sebaiknya mengenali pada suhu berpa anak biasanya kejang, menyediakan termometer, obat penurun panas dan obat penghenti kejang (rektal) di rumah. Tindakan pada saat anak kejang perlu dipahami oleh orangtua dan kerluarga. Anak harus dibawa ke rumah sakit bila: kejang berlangsung lama, kejang fokal, kejang berulang, panas tinggi lebih dari 39,5oC, jenis kejangnya lain dari biasanya, dan setelah kejang anak menjadi tidak sadar.

4

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 DEFINISI Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari l u a r o t a k . K e j a n g d e m a m s e r i n g j u g a d i s e b u t k e j a n g d e m a m t o n i k - k l o n i k , s a n g a t s e r i n g dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. 1.2 INSIDEN Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang d e m a m . K e j a n g d e m a m l e b i h s e r i n g d i d a p a t k a n p a d a l a k i - l a k i daripada

perempuan.

Hal

tersebut

disebabkan

karena

pada

wanita

d i d a p a t k a n m a t u r a s i s e r e b r a l y a n g l e b i h c e p a t dibandingkan laki-laki. 1.3 ETIOLOGI Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor h e r e d i t a s

juga

mempunyai

peran

yaitu

8-22%

anak

yang

m e n g a l a m i k e j a n g d e m a m mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pada masa kecilnya. Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam 4

5

adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, o t i t i s m e d i a akut, g a s t r o e n t e r i t i s a k u t d a n i n f e k s i s a l u r a n k e m i h . S e l a i n itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 1.4 PATOFISIOLOGI Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi d i p e c a h menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan p o t e n s i a l m e m b r a n yang

disebut

potensial

membran

dari

neuron.

Untuk

menjaga

keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : •Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular •Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya •Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan P a d a k e a d a a n d e m a m k e n a i k a n s u h u 1 o C akan mengakibatkan k e n a i k a n metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang h a n y a 1 5 % . O l e h k a r e n a i t u k e n a i k a n s u h u t u b u h d a p a t m e n g u b a h k e s e i m b a n g a n d a r i membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi

6

kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 1.5 KLASIFIKASI KEJANG DEMAM Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) membagi kejang demam menjadi dua: 1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) -Berlangsung singkat - Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit - Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal - Tidak berulang dalam waktu 24 jam 2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) - Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit - Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial - Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar k e m b a l i d i a n t a r a bangkitan kejang Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu: 1. Kejang demam kompleks •Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun •Kejang berlangsung lebih dari 15 menit •Kejang bersifat fokal/ multipel •Didapatkan kelainan neurologis •EEG abnormal •Frekuensi kejang lebih dari 3 kali/ tahun •Temperatur kurang dari 39℃

7

2. Kejang demam sederhana •Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun •Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat •Kejang bersifat umum (tonik/klonik) •Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang •Frekuensi kejang kurang dari 3 kali /tahun •Temperatur lebih dari 39℃ 3. Kejang demam berulang Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain: 1.Usia <15 bulan saat kejang demam pertama 2.Riwayat kejang demam dalam keluarga 3.Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal 4.Riwayat demam yang sering 5.Kejang pertama adalah kejang demam kompleks Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsy tidak disertai

demam.

Epilepsi

terjadi

karena

keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang

adanya

gangguan

mencetuskan muatan listrik

berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

1.6 MANIFESTASI KLINIS

8

Ter j a d i n y a

bangkitan

kejang

pada

bayi

dan

anak

keban yakan

b e r s a m a a n d e n g a n kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain: anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tibatiba), k e j a n g t o n i k - k l o n i k a t a u g r a n d m a l , p i n g s a n y a n g b e r l a n g s u n g s e l a m a 3 0 d e t i k - 5 m e n i t (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsungselama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya t e r k a t u p r a p a t , i n k o n t i n e n s i a ( m e n g e l u a r k a n a i r k e m i h a t a u t i n j a d i l u a r k e s a d a r a n n y a ) , gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti: 1. Anak hilang kesadaran 2 . Tan g a n d a n k a k i k a k u a t a u t e r s e n t a k - s e n t a k 3.Sulit bernapas 4.Busa di mulut 5 . Waj a h d a n k u l i t m e n j a d i p u c a t a t a u k e b i r u a n 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 1.7 DIAGNOSIS

9

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit- penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. •Anamnesis – – – –

waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang sifat kejang (fokal atau umum) Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) K e s a d a r a n s e b e l u m d a n s e s u d a h k e j a n g



( m e n y i n g k i r k a n d i a g n o s i s meningoensefalitis) Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan,

– –

m e n e t a p a t a u n a i k turun) Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE) Riwayat kejang sebelumn ya (kejang disertai demam maupun tidak

– – –

d i s e r t a i d e m a m atau epilepsi) Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan T r a u m a k e p a l a

•Pemeriksaan fisik – –

Tanda vital terutama suhu Manifestasi kejang yang terjadi, misal: pada kejang multifokal yang b e r p i n d a h - pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan



struktur otak. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil



terhadap

cahaya

negatif,

dan

terdapatnya kuadriparesis flasid

mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala b e r l e b i h a n y a n g disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan a d a n y a p e n i n g g i a n t e k a n a n i n t r a k r a n i a l y a n g d a p a t d i s e b a b k a n o l e h p e n d a r a h a n subarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan

10

janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan –

penyuntikan obat anestesi pada ibu. Terdapatnya stigma berupa

jarak

mata

yang

lebar

atau

k e l a i n a n k r a n i o f a s i a l y a n g mungkin disertai gangguan perkembangan kortex –

serebri. Ditemukannya

korioretnitis

dapat

terjadi

pada

toxoplasmosis,

infeksi

sitomegalovirusdan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena –

yang berkelok–kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas. Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan



subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan



bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak. Pemeriksaan untuk menentukan pen yakit yang mendasari terjadin ya

– –

d e m a m ( I S PA, OMA, GE) Pemeriksaan refleks patologis Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

•Pemeriksaan laboratorium – –

Darah tepi lengkap  penyebab demam Elektrolit, glukosa darah  d i a r e ,

– –

d a p a t m e n g g a n g g u keseimbangan elektrolit atau gula darah. Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal  gangguan metabolism K a d a r T N F a l f a , I L - 1 a l f a & I L - 6 p a d a C S S  meningkat 

muntah,

hal

lain

yang

Ensefalitis akut /Ensefalopati. •Pemeriksaan penunjang –

Lumbal Pungsi  curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di



antara 12-18 bulan dianjurkan. EEG  tidak dapat mengidentifikasi



memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK C T-s c a n a t a u M R I t i d a k d i l a k u k a n p a d a K D S ya n g t e r j a d i

kelainan

yang

spesifik

maupun

p e r t a m a k a l i , a k a n t e t a p i dapat dipertimbangkan untuk pasien yang

mengalami

KDK

kompleks tunggal atau multipe 1.8 DIAGNOSA BANDING

untuk

menentukan

kelainan struktural berupa

11

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebabitu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel Diagnosa Banding No

Kriteria Banding

1

Demam

2 3 4

Kejang Demam

Epilepsi

Meningitis Ensefalitis berkaitan Salah

Pencetusnya

Tidak

demam

dengan demam + + -

Kelainan otak Kejang berulang Penurunan

+ +

gejalanya demam + + +

kesadaran 1.9 PENATALAKSANAAN Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Mengatasi kejang secepat mungkin 2. Pengobatan penunjang 3. Memberikan pengobatan rumat 4. Mencari dan mengobati penyebab 5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas 6. Pengobatan akut I.

Mengatasi kejang secepat mungkin

satu

12

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan : Terapi awal dengan diazepam Usia <1 tahun 1-5 tahun 5-10 tahun >10 tahun

Dosis IV (infus) 0.2mg/kg 1-2 mg 3 mg 5 mg 5-10 mg

Dosis per rektal 0.5mg/kg 2.5-5 mg 7.5 mg 10 mg 10-15 mg

Jika kejang masih berlanjut : 1.Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rectal 2.Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1.Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2.P e m b e r i a n f e n i t o i n 1 0 - 2 0 m g / k g B B p e r i n f u s d a l a m 3 0 m e n i t d e n g a n k e c e p a t a n 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan Thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti,

13

pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya. II.

Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,

sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena p e m b u l u h yang

darah

berlebihan

perifer

sehingga

bisa

mengalami

vasokontriksi

menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh

pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang diberikans e c a r a p e r r e k t a l , d i s a m p i n g c a r a p e m b e r i a n y a n g m u d a h , s e d e r h a n a d a n e f e k t i f t e l a h dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/kgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.

14

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30m g / k g B B / h a r i d i b a g i d a l a m 3 d o s i s . G o l o n g a n g l u k o k o r t i k o i d s e p e r t i d e k s a m e t a s o n diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik. III.

Pengobatan rumat Setelah

kejang

diatasi

harus

disusul

dengan

pengobatan

rumat

d e n g a n c a r a m e n g i r i m penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagiatas dua bagian, yaitu: •Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama e p i s o d e diberikan

adalah

paracetamol

demam. dengan

Antipiretik

dosis

yang

1 0 - 15mg/kg/kali

diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai k e m u n g k i n a n a n a k u n t u k m e n d e r i t a k e j a n g d e m a m s e d e h a n a sangat

kecil

yaitu

sampai

sekitar

umur

4

tahun.

Fenobarbital,

k a r b a m a z e p i n d a n f e n i t i o n p a d a s a a t d e m a m t i d a k berguna untuk mencegah kejang demam. •Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1). Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadangkadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. 2). Sodium valproat / asam valproat

15

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3). Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa hiperaktif s e b a g a i p e n g g a n t i f e n o b a r b i t a l . H a s i l n y a t i d a k a t a u k u r a n g m e m u a s k a n . P e m b e r i a n antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. IV.

Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya

infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yangdatang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 1.10 PROGNOSIS 1. Kematian Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasan ya baik, t i d a k sampai terjadi kematian. 2. Terulangnya Kejang Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi

16

Angka kejadian epilepsi ditemukan 2,9% dari Kejang Demam Sederhana dan 97% dari Kejang Demam Kompleks. Resiko menjadi epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor : a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. 4. Hemiparesis Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flaccid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. 5. Retardasi Mental Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama

: Justin Ginting

Umur

: 4 tahun

Jenis kelamin : Laki – laki Alamat: Kabanjahe No. MR

: 112633

17

B. Identitas Orang tua Nama Ayah

: Roni Ginting

Umur

: 37 tahun

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Wirasuasta

Alamat: Kabanjahe Nama Ibu

: Elvida

Umur

: 32 tahun

Pendidikan

: SI

Pekerjaan

: Wirasuasta

Alamat: Kabanjahe C. Anamnesa 1. Keluhan Utama

: Kejang

2. Telaah

: Pasien mengalami demam 1 hari, kemudian mengalami

kejang sebanyak 2 kali pada jam 15.20 dan jam 05.30. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 1 kali. 3. Riwayat Penyakit Terdahulu

: Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama

sebelumnya 17

4. Riwayat Penyakit Keluarga

: Pada keluarga tidak di temui keluhan yang sama

5. Riwayat Alergi

: Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat atau makanan

6. Riwayat Kelahiran Pasien lahir secaara spontan di sebuah klinik bersalin yang di tolong oleh bidan. Usia kehamilan cukup bulan. Berat badan saat lahir 3 kg dengan panjang badan saat lahir 48 cm

18

7. Riwayat Imunisasi Pasien telah mendapatkan imunisasi yang lengkap 8. Riwayat Tumbuh Kembang Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam masa tumbuh kembang. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan tumbuh kembang anak – anak sebayanya. 9. Riwayat Makanan Pasien mendapatkan ASI hingga usia 2 tahun. Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, kemudian saat usia 6 bulan pasien mulai di berikan makanan tambahan berupa bubur saring. 10. Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien bertindak sebagai tulang punggung keluarga dan berpenghasilan sebesar ± 2 juta / bulan. Pasien tinggal serumah dengan kedua orangtuanya. D. Pemeriksaan Fisik ( 5 – 12 - 2014) Keadaan Umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis

Tekanan darah

: - mmHg

Denyut Nadi

: 96x/menit

Pernafasan

: 24x/menit

Suhu

: 37,7oC

Berat Badan

: 15 kg

Tinggi Badan

: 103 cm

BB/TB2

= 17/(104)2 = 15,74

Status Gizi

: Baik

E. Pemeriksaan Khusus

19

Kepala

: Bentuk normal, simetris, rambut tumbuh lebat, warna hitam dan tidak

mudah di cabut dan tidak ada trauma atau benjolan. Mata

: Alis mata hitam dan tersebar merata, edema palpebra (-/-), konjungtiva

anemis (-/-), sclera ikhterik (-/-), pupil bulat isokor dan reflek cahaya (+/+). Telinga

: Bentuk aurikula normal (+/+), liang telinga sempit (+/+), serumen (+/+), nyeri

tekan tragus (-/-), cairan/darah (-/-), gendang telinga intak, fungsi pendengaran baik. Hidung

: Bentuk normal, septum nasi di tengah, tidak ada deviasi, mukosa

hiperemis, tidak ada edema konka, terdapat secret pada kedua lubang hidung, epistaksis (-), pernafasan cuping hidung (-). Gigi dan mulut

: Mukosa bibir tidak kering, tidak ada sianosis, tidak di temukan lidah

kotor, gigi geligi normal dan tidak ada karies, tidak terdapat gusi berdarah, pharing tidak hiperemis, uvula di tengah, dan tonsil (T1/T1). Leher

: Tidak terdapat luka maupun benjolan, tidak teraba adanya pembesaran

kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid. Thorax Paru-paru -

Inspeksi

-

dan tidak terlihat jejas. Palpasi : Vocal tactil fremitus normal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa, tidak

-

: Bentuk dada normal, tidak terlihat nafas tertinggal, tidak terlihat masa,

ada krepitasi. Perkusi : Sonor seluruh lapang paru Auskultasi : Suara paru: vesikuler Suara tambahan: ronki basah (-/-), ronki kering (-/-) Wheezing (-/-)

Jantung -

Inspeksi Palpasi Perkusi

-

Auskultasi

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra : Batas Atas: ICS II linea parasternal sinistra Batas Kanan: ICS IV linea parasternal dextra Batas Kiri: ICS IV linea midclavicula sinistra : Bunyi jantung I-II reguler murni, murmur (-/-), gallop (-/-).

20

Abdomen -

Inspeksi

: Dinding abdomen simetris, tidak terlihat penonjolan masa ataupun

-

adanya luka. Auskultasi : Bising usus (+) 3x/menit Palpasi : Soepel, turgor baik, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri perut menjalar ke punggung (-), distensi abdomen (-), defense muscular (-),

-

nyeri tekan mc burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), dan obturator sign (-). Perkusi : Timpani, tidak ada undulasi.

Punggung

: Dalam batas normal

Genital

: Tidak dilakukan pemeriksaan.

Ekstremitas

: Akral hangat, tidak terdapat edema pada semua extremitas.

Kuku

: Sianosis (-), pengisian kapiler < 2 detik

F. Hasil Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan. G. Diagnosis Banding Kejang Demam Sederhana Epilepsi yang dibangkitkan demam Meningitis Ensefalitis H. Diagnosis Kerja Kejang Demam Kompleks I. Tatalaksana IUVD Ringer laktat 10gtt/menit (mikro)

21

Inj. Taxegram 500mg/12 jam Amoxon 3x1 1/2 Sanmol syr 3x10 ml Stesolid syr 3x1 Zemimdo 3x1 J. Prognosis Dubia et bonam

Follow Up Pasien 1. Tanggal 05 - 12 – 2014 S : Kejang (+), Demam (+), Muntah (+) O : T= 38,3 oC, HR= 110x/menit, RR= 25x/menit A : Kejang Demam Kompleks P : IUVD Ringer laktat 10gtt/menit (mikro) Inj. Taxegram 500mg/12 jam Amoxon 3x1 1/2 Sanmol syr 3x10 ml Stesolid syr 3x1 Zemimdo 3x1 2. Tanggal 06 – 12 – 2014 S : Kejang (-), Demam (-), Muntah (-) O : T= 36,5 oC, HR= 98x/menit, RR= 25x/menit A : Kejang Demam Konpleks P : IUVD Ringer laktat 10gtt/menit (mikro)

22

Inj. Taxegram 500mg/12 jam Amoxon 3x1 1/2 Sanmol syr 3x10 ml Stesolid syr 3x1 Zemimdo 3x1 (PBJ)

BAB III KESIMPULAN Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas 38 oC) tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

23

DAFTAR PUSTAKA 23

1. Behrman dkk. (e.d Bahasa Indonesia). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067. 2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton danLange, 2002. 3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang D e m a m . Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006. 4. M a r y R u d o l f , M a l c o l m L e v e n e . P e d i a t r i c a n d C h i l d H e a l t h . E d i s i k e - 2 . Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90. 5. Pr ice. S ylvia. Ander son. P atof isiologi, Kons ep K linis Pr os es -Pr oses P e n y a k i t . EGC, Jakarta 2006. 6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakarta, 2006. 7. Pediatrica. Buku Saku Anak. edisi 1. Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005. 8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke. (www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm) 9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment (www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm)

24

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN…..................................................................................................... 2 BAB I TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 4 Definisi.............................................................................................................4 Insedensi………………………………………………………………………………4 Etiologi............................................................................................................4 Patofisiologi……………....................................................................................5 Klasifikasi………….…………………………………………………………………6 Manifestasi klinis ..............................................................................................8 Diagnosis………………………….......................................................................9 Diagnosis Banding.............................................................................................11 Penatalaksanaan………………………………………………………………………12

25 Prognosis……………………………………………………………………………..16 BAB II LAPORAN KASUS……...................................................................................17 BAB III KESIMPULAN................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan bimbingannya sehingga referat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik senior (KKS) Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Pada kesempataan ini penulis juga hendak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dari pembimbingan kami yaitu dr. Sri Alemina Br Ginting, Sp. A berupa bimbingannya yang sangat membantu dalam menyelesaikan referensi ini yang berjudul Kejang Demam Kompleks. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan tentang Kejang Demam Kompleks. Dengan menyadari masih banyaknya kekurengan dalam penyusunan ini. Penulis mengharapkan keritik dan saran yang membangun.

Related Documents


More Documents from "NanangEko"

Akmen
January 2021 2
Contoh Nota
January 2021 1
Tabloid Saji
January 2021 0