Referat Kelainan Kongenital Pada Kehamilan

  • Uploaded by: Ahmad Wardiman
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Kelainan Kongenital Pada Kehamilan as PDF for free.

More details

  • Words: 8,792
  • Pages: 50
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan dengan keadaan cacat bawaan/kelainan kongenital. Suatu kenyataan saat ini bahwa harapan kelangsungan hidup anak-anak Indonesia masih rendah sehingga masih banyak anak terlahir di negeri ini dalam situasi yang tidak menguntungkan karena berbagai sebab seperti penyakit infeksi, penyakit bawaan (kelainan kongenital), malnutrisi, berat badan lahir rendah dan lainlain sehingga kualitas hidup mereka dimasa depan akan rendah (IDAI, 2008). Walaupun begitu, mortalitas anak di beberapa negara mulai menurun karena suksesnya imunisasi, kontrol diare, infeksi saluran pernapasan akut, dan perbaikan pelayanan yang terfokus pada Layanan Kesehatan Primer. Sebagai konsekuensi, kelainan kongenital mengambil proporsi yang lebih besar dalam mortalitas anak (World Bank dalam WHO, 2013) 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan kelainan kongenital? 1.2.2 Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi kelainan kongenital? 1.2.3 Apa sajakah jenis-jenis kelainan kongenital? 1.2.4 Apakah yang dimaksud dengan kelainan keturunan? 1.2.5 Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi kelainan keturunan? 1.2.6 Apa sajakah jenis-jenis kelainan keturunan?

1.3Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk membahas mengenai kelainan kongenital dan keturunan, sehingga dapat menambah wawasan tentang kelainan kongenital.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi kelainan kongenital Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik (Effendi, 2006). Menurut International Classification of Diseases revisi kesepuluh (ICD10), kelainan kongenital meliputi malformasi kongenital, deformasi, dan abnormalitas kromosom dengan pengecualian kelainan metabolisme sejak lahir. Pengertian yang lebih luas dari defek lahir yang dinyatakan oleh The March of Dimes (MOD) yaitu meliputi abnormalitas struktur dan fungsi termasuk metabolisme, yang muncul saat lahir.

2.2 Embriogenesis Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks. Perkembangan prenatal terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi atau pembelahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan. 2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan: a) Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.

b) Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube), dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagianbagian otak. c) Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna. d) Terlihat primordial dan struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam. 3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran; pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak. Perkembangan embrio awal meliputi beberapa fenomena yang berbeda: a) Sel-sel membentuk berbagai jaringan, organ dan struktur tubuh b) Proliferasi sel sederhana terjadi dengan kecepatan yang berbeda pada berbagai bagian tubuh, baik sebelum maupun sesudah diferensiasi menjadi jaringan spesifik. c) Beberapa tipe sel seperti melanosit, mengalami migrasi ke sekitarnya sampai akhirnya sampai ke lokasi yang jauh dari tempat semula. d) Kematian sel yang terprogram, merupakan faktor penting dalam pembentukan beberapa struktur, seperti pada pemisahan jari tangan.

e) Penyatuan (fusi) antara jaringan yang berdekatan juga merupakan mekanisme penting dalam pembentukan beberapa struktur seperti bibir atas dan jantung. Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan, dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi (Effendi, 2006).

2.3 Embriogenesis Abnormal Kegagalan atau ketidak sempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul

tergantung

pada

jaringan

yang

terkena,

penyimpangan,

mekanisme

perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini. Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang

matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit. Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006).

2.4 Etiologi Kelainan Kongenital Penyebab kelainan kongenital dibagi atas 4 katergori yaitu; genetik, lingkungan, multifaktorial, dan tidak diketahui. Pada awalnya, sebanyak 50-60% dari semua kelainan kongenital dianggap etiologinya tidak diketahui, tetapi dengan semakin majunya ilmu genetik, etiologi dari beberapa sindrom telah dapat diidentifikasi. Berdasarkan data terbaru, genetik dianggap menjadi penyebab kelainan kongenital sebanyak 10-30%, faktor lingkungan 5-10%, pewarisan sifat multifaktorial 20-35% dan tidak diketahui 30-45% dari kasus (Kumar P, Burton BK, 2008). 2.4.1 Genetik Faktor genetik berperan dalam sebagian besar malformasi kongenital dengan penyebab yang diketahui, dan berperan penting pada gangguan pewarisan sifat yang multifaktorial (multifactorial inheritance). Abnormalitas kromosom yang menyebabkan kelainan kongenital dapat berupa numerikal atau

struktural. Contoh dari abnormalitas kromosom numerikal yaitu Down Syndrome (Trisomi 21), dan Turner Syndrome (monosomi 45 XO). Contoh dari abnormalitas kromosom struktural seperti translokasi, delesi, mikrodelesi, duplikasi, atau inversi (Kumar P, Burton BK, 2008). 2.4.2 Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan penting dalam etiopatogenesis kelainan kongenital. Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses pertumbuhan normal dan menghasilkan kelainan kongenital mayor dan minor. Agen-agen yang berpotensi menginduksi anomali struktur anatomi janin disebut sebagai teratogen. Belum ada mekanisme yang jelas masing-masing teratogen dalam menyebabkan anomali. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan berperan pada kebanyakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan paparan teratogen (Kumar P, Burton BK, 2008). 2.4.3 Multifaktorial Gangguan multifaktorial timbul sebagai hasil interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Kelainan kongenital ini termasuk bibir sumbing (cleft lip dan cleft palate), spina bifida, dan paling banyak gangguan pada anak dan dewasa seperti asma, aterosklerosis, diabetes, dan kanker. (Levy PA dan Marion RW, 2015).

2.5 Klasifikasi Kelainan Kongenital 2.5.1 Klasifikasi berdasarkan tahap perkembangan Kelainan kongenital dapat dibagi mejadi tiga kategori berdasarkan tahap perkembangan dimana gangguan terjadi. 1) Malformasi Malformasi adalah defek morfologi dari suatu organ, bagian dari organ, atau suatu regio tubuh akibat proses berkembangan intrinsik yang abnormal. Paling sering sebagai hasil dari gangguan embriogenesis dan biasanya terjadi pada usia gestasi minggu ke delapan dengan pengecualian otak, genitalia dan gigi. Karena malformasi terjadi pada tahap awal perkembangan janin, maka struktur yang terkena dapat memiliki konfigurasi mulai dari absennya struktur secara komplit, sampai pembentukan yang tidak komplit. Contoh dari malformasi kategori ini termasuk agenesis renal dan neural tube defect. Malformasi disebabkan oleh faktor genetik, pengaruh lingkungan, atau kombinasi keduanya (Kumar P, Burton BK, 2008). 2) Disrupsi Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanis , pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Penyebab terseing adalah robeknya selaput amnion pada kehamilan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin,

memotong kuadran bawah fetus, menembus kulit, muskulus, tulang dan jaringan lunak (Effendi, 2006). 3) Deformasi Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi (Effendi, 2006). Anomali ini timbul setelah organogenesis dan paling sering melibatkan jaringan muskuloskeletal. Penyebab utama deformasi adalah abnormalitas struktural dari uterus seperti fibroid, uterus bicornis, kehamilan kembar, dan oligohidramnion. Deformasi dapat reversibel setelah kelahiran tergantung durasi dan luasnya deformasi sebelum kelahiran. Dengan demikian deformasi dan disrupsi mempengaruhi perkembangan struktur yang normal tanpa adanya abnormalitas intrinsik jaringan. Anomali seperti ini tidak memiliki dasar genetik, tidak pula berhubungan dengan defisit kognitif, dan risiko rekurennya rendah (Kumar P, Burton BK, 2008). 2.5.2 Klasifikasi berdarkan perubahan histologis Beberapa anomali tertentu memiliki perubahan yang jelas berdasarkan perkembangan sel dan jaringannya yang dapat diidentifikasi melalui analisis histologis dan presentasi klinis. Dengan adanya hal ini, dapat dijelaskan patogenesis dari beberapa kelainan kongenital. 1) Aplasia Aplasia menandakan absennya proliferasi sel yang berakhir pada absennya organ atau morfologi tertentu seperti agenesis renal.

2) Hipoplasia Hal ini merujuk pada insufisiensi atau berkurangnya proliferasi sel yang menghasilkan organ yang undergrowth, seperti pulmonary hypoplasia. 3)

Hiperplasia Hiperplasia adalah proliferasi sel yang eksesif dan overgrowth dari organ atau morfologi tertentu. Kata hipoplasia ataupun hiperplasia digunakan pada sel normal yang kurang berproliferasi (undergrowth) atau berproliferasi berlebih (overgrowth). Perubahan proliferasi sel normal akan mengakibatkan displasia. (Kumar P, Burton BK, 2008).

4) Displasia Displasia merujuk pada abnormalnya organisasi sel atau histogenesis pada suatu tipe jaringan spesifik di seluruh tubuh seperti Sindrom Marfan, congenital ectodermal dysplasia, dan skeletal dysplasia. 2.5.3 Kelainan kongenital berdasarkan klinis 1) Kelainan tunggal (single defect system) Defek ini mendasari grup paling besar kelainan kongenital yang ditandai oleh terlibatnya satu sistem organ atau hanya satu regio tubuh seperti bibir sumbing (cleft lip/palate) dan kelainan jantung bawaan. Anomali ini biasanya memiliki etiologi multifaktorial. (Kumar P dan Burton BK, 2008) 2) Sindrom malformasi multipel (multiple malformation syndrome)

Istilah “syndrome” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat (Effendi, 2006). Kata sindrom digunakan jika suatu kombinasi kelainan kongenital timbul berulang pada pola yang sama dan biasanya etiologinya umum, riwayat alami sama, dan adanya risiko rekuren yang diketahui. (Kumar P dan Burton BK, 2008). Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti “Hurler syndrome” menjadi “Mucopolysaccharidosis type I”. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom. Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu. (Effendi, 2006) 3) Asosiasi (association) Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan kasus yang lain. Sebagai contoh “Asosiasi VACTERL” (vertebral anomalies, anal atresia, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi dari kelainan di atas. (Effendi, 2006) 4) Sekuensial (sequential)

Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada “Potter Sequence” kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi baru lahir dengan “Potter Sequence” biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi dibandingkan karena gagal ginjal. Sebagian besar kelainan sekuensial tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial (Effendi, 2006). 5) Kompleks (Complexes) Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari

kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome (Effendi, 2006). 2.5.4 Kelainan kongenital berdasarkan berat ringannya 1) Malformasi mayor Malformasi mayor adalah abnormalitas anatomi yang cukup berat yang dapat mengurangi angka harapan hidup atau berkompromi dengan fungsi normal seperti neural tube defect, agenesis renal, dan lain-lain (Kumar P dan Burton BK, 2008). Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya. (Effendi, 2006). 2) Malformasi minor Malformasi

minor

adalah

berubahan

struktural

yang

tidak

membutuhkan pengobatan, atau dapat diobati dengan mudah. Malformasi minor paling sering mengenai daerah yang kompleks, seperti wajah dan ekstremitas bagian distal. Malformasi minor relatif sering dan insidensnya cukup tinggi pada bayi-bayi prematur dan bayi-bayi dengan retardasi pertumbuhan dalam janin (intrauterine growth retadration) (Kumar P dan Burton BK, 2008). Contoh malformasi ini yaitu Single transverse palmar creases, low set ears, hypertelorism. (Levy PA dan Marion RW, 2015).

2.6 Faktor risiko kelainan kongenital 2.6.1 Faktor bayi a) Usia gestasi Dalam beberapa studi ditunjukkan bahwa bayi-bayi preterm (37 minggu), dan perbedaannya secara statistik signifikan (Marwah A, 2016). b) Jenis kelamin Dalam beberapa studi, insidens kelainan kongenital pada bayi laki-laki lebih besar dari pada bayi perempuan, namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan. (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A, 2016). c) Berat bayi lahir Dalam beberapa studi dikatakan bahwa insidens kelainan kongenital pada bayi dengan berat bayi lahir rendah (2,5 kg. Namun perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (Gandhi MK, dkk., 2016. Marwah A, 2016). 2.6.2 Faktor ibu a) Usia ibu Ibu dengan usia muda banyak ditemukan di negara industri dan menghabiskan biaya sosioekonomi yang cukup tinggi karena kehamilan usia muda rentan mengalami efek yang berlawanan seperti retardasi pertumbuhan dalam janin, bayi berat lahir rendah, dan persalinan yang preterm (Chandra dkk., 2002; Khashan dkk., 2010). Dalam studi retrospektif di Amerika, terdapat hubungan yang sangat kuat antara ibu usia muda, 13 sampai 19 tahun dengan defek lahir tertentu, seperti malformasi sistem saraf pusat, traktur gastrointestinal, dan sistem muskuloskeletal. (Chen dkk., 2007). Beberapa studi menyatakan bahwa efek kehamilan yang tidak diinginkan pada ibu usia muda terjadi berhubungan dengan pola hidup (life style), latar belakang genetik, status

ekonomi yang rendah, rendahnya asuransi kesehatan dan prenatal care, termasuk suplementasi dengan asam folat yang mengandung multivitamin. (Loane dkk., 2009; Reichman and Pagnini, 1997; Nilsen dkk., 2006; Raatikainen dkk., 2006; Wahn and; Nissen, 2008).

Ibu hamil dengan usia tua dihubungkan dengan masalah fertilitas, kelahiran multipel, dan abnormalitas kromosom, walaupun demikian lebih banyak wanita mengalami persalinan yang lama (American Society for Reproductive Medicine, 2003; Tough dkk., 2007). Terdapat 14,9% angka kelahiran hidup oleh ibu dengan usia 35 tahun ke atas. (National Center for Health Statistics, 2010). Dikatakan bahwa usia ibu hamil yang lebih tua berhubungan dengan defek kromosom seperti trisomi 13, 18 dan 21 (Hagen et al., 2011). Besarnya risiko usia tua ibu hamil bagi terjadinya defek spesifik non kromosom masih belum jelas. (Gill SK. Dkk. 2012)

b) Hubungan keluarga orang tua (Consanguineous parents)

Istilah consanguinuinity digunakan untuk menggambarkan mereka yang menikah yang memiliki setidaknya satu nenek moyang yang sama. Perkawinan dengan hubungan keluarga dalam genetika populasi berangkat dari perkawinan yang tidak acak dengan pasangan yang lebih mirip secara genetik dibandingkan mereka yang kawin secara acak dalam populasi. Keturunan dari consanguineous parents mungkin berisiko tinggi terhadap kelainan gentik karena ekspresi mutasi gen resesif autosomal yang diwarisi dari nenek moyang yang sama. Semakin dekat hubungan biologis antara orang tua, semakin besar kemungkinan bahwa keturunan mereka akan mewarisi salinan identik dari satu atau lebih gen resesif

yang merugikan. Sebagai contoh, sepupu pertama diprediksi akan berbagi 12,5 % gen mereka. Jadi, secara rata-rata keturunan mereka akan homozigot (atau lebih tepatnya autozigot) pada 6,25% lokus gen (yaitu mereka akan menerima salinan gen yang identik dari setiap orang tua di tempat-tempat ini dalam genom mereka) (Robin LB, 2002). 2.6.3 Faktor Lingkungan Paparan ibu oleh agen lingkungan dapat mengganggu proses pertumbuhan normal. Risiko memiliki kelainan kongenital setelah terpapar agen teratogen tergantung kondisi alam dan dosis dari agen tersebut, waktu dan lama durasi paparan, adanya paparan yang bersamaan, dan gen yang rentan dari embrio. 1) Merokok (aktif dan pasif) Merokok selama kehamilan menyebabkan paparan zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang dikaitkan dengan sejumlah komplikasi serius selama kehamilan (Rogers JM, 2009). Peningkatan kejadian aborsi spontan, kelahiran prematur, abrupsio plasenta, growth restriction, ruptur membran prematur, keguguran, dan kelahiran mati adalah beberapa akibat dari paparan asap tembakau dan meningkatkan morbiditas dan mortilitas perinatal (Adgent MA, 2006. Glinianaia SV dkk., 2004. Nabet C dkk., 2005) Mekanisme biologis bagaimana asap tembakau mempengaruhi perkembangan janin telah diperiksa dalam penelitian terhadap manusia dan laboratorium yang ekstensif, yang menunjukkan bahwa banyak dari 7000 bahan kimia dapat melewati penghalang plasenta dan memiliki efek berbahaya langsung pada bayi

yang belum lahir. (BMA, 2004; Quinton et al., 2008; Talbot, 2008; Rogers, 2009) Di England dan Wales, 3759 bayi lahir dengan kelainan kongenital non kromosom pada tahun 2008; lima defek yang paling sering yaitu pada sistem kardiovaskular (27%), ekstremitas (22%), sistem urinarius (17%), sistem genitalia (11%) dan celah orofasial (11%) (ONS, 2010).

2) Obat-obatan

Obat-obatan termasuk agen teratogen apabila dikonsumsi selama kehamilan. Dikatakan bahwa fenitoin (hidantoin) dengan periode kritis trimester 1, dapat mengakibatkan malformasi hiplasia falang distal, hidung pesek, pangkal hidung datar dan lebar, ptosis, bibir sumbing dan langitlangit sumbing, retardasi mental, kemudian akan mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan terutama neuroblastoma. Talidomid pada periode kritis 34-50 hari HPHT (hari pertama haid terakhir) dapat menyebabkan malformasi berupa fokomelia, penyakit jantung bawaan, stenosis ani, atresia meatus akustikus eksterna. Jika terpapar warfarin pada 6-9 minggu, mengakibatkan anomali struktur pada 30%, setelah 16 minggu mungkin hanya mengakibatkan retardasi mental. Klorokuin dapat mengakibatkan ketulian, kekeruhan kornea, dan korioretinitis. Litium dapat mengakibatkan kelainan jantung bawaan. Natrium valproat dapat mengakibatkan neural tube defect, hipospadia, mikrosomia, hidung kecil, jari tangan panjang dan kurus, keterlambatan perkembangan (Connor JM, Smith MAF, 1997)

Penggunaan ACE-inhibitor (ACEI) untuk mengobati tekanan darah tinggi juga dikatakan menyebabkan defek lahir. Penggunaan ACEI menjadi kontraindikasi pada kehamilan trimester dua dan trimester ketiga. Paparan ACEI terhadap janin dikatakan berhubungan dengan fetopati, yaitu suatu keadaan yang terdiri atas oligohidramnion, retardasi pertumbuhan dalam janin, hipokalvaria, displasia renal, anuria, gagal ginjal, dan kematian (Briggs GG, 2002. Tabacova S, dkk., 2003) Kebalikannya, penggunaan ACEI pada trimester pertama kehamilan belum dihubungkan dengan efek buruk pada kelahiran. Efek pada janin dikatakan

sebagai

konsekuensi

langsung

dari

anuria

dan

oligohidramnion yang dihasilkan oleh ACEI yang mengganggu fungsi ginjal janin (Tabacova S, dkk., 2003. Martin RA, dkk., 1992. Bhatt-MV, Deluga KS, 1993). Karena produksi urin merupakan proses yang bertahap yang berkembang pada kehamilan yang lanjut, (Moore KL, Persaud TVN, 1998) maka ginjal janin yang masih berkembang belum sensitif terhadap ACEI sebelum trimester kedua kehamilan (Cooper WO, dkk., 2006)

Penyalahgunaan obat-obatan juga ternyata berdampak negatif bagi janin. Seperti ganja (marijuana) dimana zat aktifnya berupa 8,9tetrahidrokanabinol, yang larut lemak, dapat melewati plasenta dengan mudah dan dapat bertahan pada janin selama 30 hari. Retardasi pertumbuhan dan malformasi dilaporkan terjadi setelah penggunaan ganja selama kehamilan khususnya pada trimester 1. (Idanpaan HJ, dkk., 1969, Klausner HA dan Dingell JV, 1973. Robinson LL, dkk., 1989).

Penggunaan Lysergic acid diethlamide (LSD) pada ibu hamil dilaporkan melahirkan anak dengan anomali. Anomali tersebut beragam, berupa defek pada ekstremitas, mata, saraf pusat, dan artrogryposis (Zellweger H, dkk., 1967) Kokain pada janin dimetabolisme dengan lambat karena janin memiliki aktifitas kolinesterase plasma yang rendah (Cregler LL dan Mark H, 1986). Kokain memblok reuptake neurotransmitter di presinaps pada saraf terminal, yang menghasilkan peningkatan level norepinefrin dan dopamin (Hodach RJ, dkk., 1975). Sehinga dapat mengubah availabilitas dan pemakaian kalsium, dan menurunkan aliran darah dari uterus ke plasenta (Little BB, 1989). Komplikasinya berupa abrupsio plasenta, hemoragik otak, IUGR, defek ekstremitas dan atresia usus. Selain itu dapat meningkatkan kejadian prematuritas, mikrosefal, dan kematian bayi tiba-tiba (Volpe JJ, 1992).

3) Obat tradisional (herbal dan jamu), minuman energi, dan kopi

Obat-obatan tradisional khususnya obat herbal sangat banyak dikonsumsi di negara berkembang. Ada alasan terntentu mengapa beberapa komunitas di negara berkembang tertarik dengan penggunaan obat herbal. Di negara berkembang keamanan dan efektifitas beberapa herbal dikatakan cukup baik. Beberapa herbal yang telah diteliti dengan baik yaitu bawang putih (Allium sativum), jahe (Zingiber officinale), ginko biloba (Ginko biloba), dan ginseng (Panax ginseng) (Tiran D, 2003). Dalam suatu studi dikatakan bahwa masyarakat menggunakan obatobatan herbal digunakan atas indikasi tertentu seperti untuk

memfasilitasi persalinan, menurunkan nyeri otot dan tubuh, mendukung kesehatan fisik bayi dan intelegensianya, dan untuk tujuan aborsi (Rahman AA, dkk., 2008). Penggunaan obat herbal pada kehamilan trimester

pertama

dikatakan

dapat

mengakibatkan

malformasi

kongenital (Noordalilati MN, dkk., 2004), sedangkan penggunaan pada kehamilan trimester dua atau ketiga dapat mengakibatkan fetotoksik seperti IUGR (Sulaiman SA, dkk., 2001), distres janin (Mabina MH, dkk., 1997), hipoksia janin (Varga CA dan Veale DJH, 1997), dan kematian dalam rahim (Azriani AR, dkk., 2008).

Minuman energi dikatakakan memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan. Kopi dan minuman energi mengandung kafein. Kopi lebih banyak dikonsumsi dalam kondisi masih panas, dan diminum perlahan. Telah jelas dibuktikan bahwa kafein memiliki efek samping terhadap kesehatan. Pada remaja kafein dapat meningkatkan tekanan darah dan gangguan tidur. Pada wanita hamil, konsumsi kafein yang tinggi dapat menyebabkan keguguran, lahir mati, dan bayi dengan kecil masa kehamilan. (Aria AM, O’Brien MC, 2011) Pada suatu studi juga dikatakan bahwa konsumsi kafein menyebabkan defek lahir, seperti microtia, atresia esofagus, kraniosinostosis, hernia diafragmatika, omfalokel dan gastroskisis. (Browne ML dkk., 2011)

4) Tempat tinggal

Terdapat dampak potensial pada kesehatan reproduksi dari paparan kontaminan di tempat-tempat dengan limbah yang berbahaya,

dimana produk yang paling banyak ditemukan adalah residu pelarut, pestisida, dan logam.

Ibu hamil yang tinggal di daerah persawaan atau di daerah perkebunan akan lebih mudah terpapar oleh zat-zat agrikultural termasuk pestisida. Dikatakan bahwa wanita yang terpapar pestisida enam kali lebih berisiko melahirkan bayi dengan defek lahir dibandingkan mereka yang tidak terpapar (Heeren GA, dkk., 2003)

Telah dianalisis lokasi geografis (daerah berisiko) dengan kemungkinan hubungan faktor lingkungan (kontaminasi bahan kimia) dengan kejadian kelainan kongenital. Daerah diklasifikasikan menurut pencemaran lingkungan rata-rata (udara, biota, minyak, air, dan kontaminan kimia tertentu). Risiko relatif besar ditemukan untuk kasuskasus yang berada di daerah berisiko tersebut. Kemungkinan terjadinya malformasi pada daerah ini lebih besar, dengan fokus khusus zat kimia seperti sianida dan senyawa anorganik lainnya. (Croen dkk. 1997)

5) Penggunaan kosmetik

Dalam dekade terakhir ditunjukkan bahwa masalah reproduksi dan perkembangan menjadi lebih sering, sebagai contoh data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ditunjukkan bahwa masalah diantara tahun 1970 dan 1993 yaitu masalah reproduksi lakilaki termasuk undescended testis dan hipospadia. Zat-zat dari

lingkungan dengan kuat diduga sebagai faktor yang berkontribusi. Dilaporkan bahwa produk kosmetik seperti makeup, shampoo, skin lotion, nail polish dan produk perawatan lainnya mengandung bahanbahan kimia yang data keamanannya kurang. Terlebih lagi beberapa zat kimia tersebut telah diuji dalam studi yang dilakukan pada binatang yang menghasilkan defek lahir pada genitalia jantan, penurunan jumah sperma, dan outcome kehamilan yang buruk. Tidak ada evidence definitif yang berefek sama pada manusia, tetapi paparan yang luas, khususnya phthalates telah dibuktikan. Phthalates ini terdiri dari plastik, yang banyak terdapat pada produk kecantikan. (Barett JR, 2005).

Selain itu kosmetik pemutih juga mengandung merkuri dan hidrokuinon. Merkuri adalah logam yang toksik, namun sangat berguna pada preparat kosmetik pemutih untuk menekan produksi melanin pada kulit (Bourgeosis dkk., 1986). Dikatakan bahwa merkuri dapat mempengaruhi fertilitas wanita dan mengakibatkan defek lahir. Beberapa studi telah membuktikan efek samping merkuri yang didapat memalui paparan konsumsi ikan dan amalgam gigi. Namun belum ada data tentang pengaruh pemakaian kosmetik pemutih jangka panjang terhadap efek samping kehamilan dan atau outcome kehamilan. Sebelum ada data yang tersedia, wanita harus dianjurkan untuk tidak menggunakan kosmetik pemutih yang mengandung merkuri selama kehamilan. (Al-Saleh, Iman. 2016). Hidrokuinon juga banyak terdapat pada kosmetik pemutih. Hidrokuinon merupakan inhibitor yang kuat terhadap produksi melanin (Yoshimura dkk., 2001). Pada sebuah studi

tunggal ditunjukkan bahwa penggunaan hidrokuinon selama kehamilan tidak meningkatkan efek samping, namun sampel wanita hamil pada penelitian tersebut kecil. (Mahe A dkk., 2007). Namun karena pertimbangan absorbsinya, paparan terhadap agen ini harus tetap diminimalisir terutama pada wanita yang sedang hamil sampai ada studi yang membuktikan keamanannya (Pina Bozzo dkk., 2011)

6) Hewan peliharaan

Beberapa hewan peliharaan ternyata mengandung berbagai jenis bakteri maupun parasit yang dapat menyebabkan infeksi pada ibu hamil dan janinnya. Salah satu infeksi tersebut yaitu toxoplasmosis yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii merupakan parasit protozoa yang paling banyak menyebabkan penyakit. Parasit ini banyak ditemukan pada anjing (50%), kelinci (50%), dan kucing (70%) (Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM, 2000). Toxoplasmosis adalah komponen penting dari infeksi Toxoplasma, Others (Syphilis, Parvovirus B19, Varicella Zoster, Hepatitis B Virus), Cytomegalovirus, dan Herpes Virus (TORCH), suatu grup infeksi yang jika menyerang selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi kongenital, dan defek pada janin, bahkan keguguran (Singh S, 2003)

2.7 Jenis Kelainan Kongenital Menurut International Statistical Classification of Disease and Relates Helath Problems 10th Revision (ICD-10) Berikut adalah tabel klasifikasi kelainan kongenital berdasarkan sistem menurut ICD-10. Tabel 2.1 Klasifikasi Jenis Kelainan Kongenital Berdasarkan ICD 10 KODE SISTEM

SISTEM

Q00-Q07 Q00

Sistem saraf pusat:  Anensefali dan kelainan sejenisnya : - Anensefali - Craniorachischisis - Iniencephali  Ensefalokel

Q01

- Ensefalokel frontal - Ensefalokel nasofrotal - Ensefalokel oksipital - Ensefalokel lokasi lain - Ensefalokel tidak spesifik

Q02 Q03

 Mikrosefali  Hidrosefalus kongenital: - Malformasi aquaduktus sylvii - Atresia foramen Magendi dan Luschka - Hidrosefalus kongenital lain - Hidrosefalus kongenital tidak spesifik

Q04

 Malformasi otak kongenital lain

Q05

 Spina bifida : - Meningokel - Hidromeningokel - Meningomyelokel - Myelokel - Rachischisis - Syringomyelokel - Spina bifida (aperta)(cystica)

Q06

 Malformasi medula spinalis kongenital lain

Q07

 Malformasi sistem saraf pusat kongenital lain

Q10-Q18

Mata, telinga, wajah, dan leher :

Q10

 Malformasi kelopak mata, aparatus lakrimal, dan orbita: - Ptosis kongenital - Ektropion kongenital - Entropion kongenital - Malformasi kelopak mata lain - Agenesis glandula lakrimal - Stenosis dan striktur glandula larimal kongenital - Malformasi kongenital lain

aparatus

lakrimal

- Malformasi orbita kongenital, tidak spesifik

 Anophtalmos, macrothalmos

microthalmos,

dan

 Malformasi lensa kongenital : - Katarak kongenital - Congenital displaced lens - Koloboma lensa - Afakia kongenital - Sferofakia - Malformasi lensa kongenital lain - Malformasi lensa kongenital tidak spesifik  Malformasi kongenital segmen anterior mata : - Koloboma iris - Absence of iris - Malformasi iris kongenital lain - Congenital corneal opactity - Malformasi kornea kongenital lain - Blue sclera - Malformasi segmen anterior mata kongenital lain - Malformasi segmen anterior mata kongenital tidak spesifik  Malformasi segmen posterior mata kongenital: - Malformasi humor vitreus kongenital - Malformasi retina kongenital - Malformasi diskus optikus kongenital

- Malformasi koroid kongenital - Malformasi segmen posterior mata kongenital lain - Malformasi segmen posterior mata kongenital tidak spesifik  Malformasi mata kongenital lain - Glaukoma kongenital - Malformasi mata kongenital lain spesfik - Malformasi mata kongenital tidak spesifik  Malformasi telinga kongenital yang menyebabkan gangguan pendengaran : - Congenital absence of auricle - Congenital absence, atresia and stricture of auditory canal (external) - Absence of eustachian tube - Congenital ossicles

malformation

of

ear

- Malformasi telinga tengah kongenital lain - Malformasi telinga tengah kongenital - Malformasi telinga kongenital yang menyebabkan gangguan pendengaran, tidak spesifik.  Malformasi telinga kongenital yang lain : - Aurikula aksesorius - Makrotia - Mikrotia - Other mishappen ear

- Misplaced ear: Low-set ears - Prominent ear - Malformasi telinga kongenital lain spesifik - Malformasi teling kongenital tidak spesifik  Malformasi wajah dan leher kongenital yang lain - Sinus, fistula and cyst of branchial cleft - Preauricular sinus and cyst - Other branchial cleft malformations - Webbing of neck - Makrostomi - Mikrostomi - Macrocheilia - Microcheilia - Malformasi wajah dan leher kongenital yang lain - Malformasi wajah dan leher kongenital tidak spesifik. Sistem sirkulasi :  Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya : - Common arterial trunk - Double outlet right ventricle - Double outlet left ventricle - Discordant ventriculoarterial connection - Double inlet ventricle - Discordant atrioventricular connection - Isomerism of atrial appendages - Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya yang lain Malformasi kongenital bilik jantung dan penghubungnya, tidak spesifik 

Malformasi Septum Jantung Kongenital : Ventricular Septal Defect - Atrial septal defect - Atrioventricular septal defect Tetralogy of Fallot - Aortopulmonary septal defect - Malformasi septum jantung kongenital lain - Malformasi septum jantung kongenital, tidak spesifik  Malformasi valvula pulmonalis dan valvula trikuspid kongenital: - Atresia valvula pulmonalis - Stenosis valvula pulmonalis Insuisiensi valvula pulmonalis kongenital Malformasi valvula pulmonalis kongenital lain - Stenosis valvula trikuspid kongenital Ebstein's anomaly - Hypoplastic right heart syndrome - Malformasi valvula trikuspid kongenital lain - Malformasi valvula trikuspid kongenital, tidak spesifik  Malformasi katup aorta dan katup mitral Stenosis katup aorta kongenital Insufisiensi katup aorta kongenital Stenosis katup mitral kongenital Insufisiensi katup mitral kongenital Hypoplastic left heart syndrome Malformasi katup aorta dan mitral kongenital lain - Malformasi katup aorta dan mitral, tidak spesifik  Malformasi jantung kongenital lain : - Dekstrokardia Levokardia - Kor Triatum - Pulmonary infundibular stenosis Congenital subaortic stenosis - Malformation of coronary vessels - Congenital heart block Malformasi jantung kongenital lain spesifik - Malformasi jantung kongenital, tidak spesifik  Malformasi kongenital arteri besar : - Patent ductus arteriousus Coarctation aorta - Artesia aorta Supravalvular aortic stenosis - Malformasi aorta kongenital lain - Atresia arteri pulmonalis - Stenosis arteri pulmonalis Malformasi arteri pulmonalis kongenital lain - Malformasi arteri besar kongenital lain, spesifik - Malformasi arteri besar kongenital, tidak spesifik  Malformasi vena besar kongenital : - Stenosis vena cava kongenital - Persistent left superior vena cava - Total anomalous pulmonary venous connection - Partial anomalous

pulmonary venous connection Anomalous pulmonary venous connection, unspecified - Anomalous portal venous connection - Portal vein-hepatic artery fistula - Malformasi vena besar kongenital lain - Malformasi vena besar kongenital tidak spesifik  Malformasi pembuluh darah perifer kongenital  Malformasi sistem sirkulasi kongenital tidak spesifik Sistem respirasi  Malformasi hidung kongenital : - Atresia choana - Agenesis nasal - Fissured, notched and cleft nose Perforasi septum nasi kongenital Malformasi hidung kongenital lain Malformasi hidung kongenital tidak spesifik  Malformasi laring kongenital Web of larynx - Stenosis subglottis kongenital - Hipoplasia laring - Laringokel Laringomalasia kongenital - Malformasi laring kongenital lain - Malformasi laring kongenital tidak spesifik  Malformasi trakea dan bronkus kongenital: Trakeomalasia kongenital - Malformasi trakea kongenital lain - Bronkomalasia kongenital - Stenosis bronkus kongenital Malformasi bronkus kongenital lain  Malformasi paru-paru kongenital : Congenital cystic lung - Accessory lobe of lung - Sequestration of lung - Agenesis pulmo - Bronkiektasis kongenital - Ectopic tissue in lung - Hipoplasia dan displasia pulmo - Malformasi paru-paru kongenital lain - Malformasi paru-paru kongenital, tidak spesifik  Malformasi sistem respirasi kongenital lain Celah bibir dan palatum  Celah palatum : - Celah palatum durum Celah palatum molle - Celah palatum durum dan molle - Celah uvula - Celah palatum tidak spesifik  Celah bibir  Celah bibir dan palatum Sistem pencernaan  Malformasi kongenital lidah, mulut dan faring: Malformasi bibir kongenital - Ankiloglossia - Makroglossia - Malformasi lidah kongenital lain - Malformasi duktus dan

kelenjar ludah kongenital - Malformasi palatum kongenital - Malformasi bibir kongenital lain - Congenital pharyngeal pouch - Malformasi faring kongenital lain  Malformasi esofagus kongenital: - Atresia esofagus - Atresia esofagus dengan trakeoesofageal fistula Fistula trakeoesofageal kongenital - Stenosis dan striktur esoagus kongenital - Esophageal web - Dilatasi esofagus kongenital Malformasi esofagus kongenital lain Malformasi esofagus kongenital tidak spesifik  Malformasi saluran cerna atas kongenital: - Stenosis pilorus hipertrofi kongenital - Hiatus hernia kongenital Malformasi lambung kongenital lain spesifik - Malformasi lambung kongenital tidak spesifik - Malformasi saluran cerna atas kongenital, spesifik - Malformasi saluran cerna atas kongenital, tidak spesifik  Absen, atresia, dan stenosis usus halus - Absen, atresia, dan stenosis duodenum - Absen, atresia, dan stenosis jejunum - Absen, atresia, dan stenosis ileun - Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik lain usus halus - Absen, atresia, dan stenosis bagian tidak spesifik usus halus  Absen, atresia, dan stenosis usus besar: - Absen, atresia, dan stenosis rectum dengan fistula - Absen, atresia, dan stenosis rectum - Absen, atresia, dan stenosis anus dengan fustula - Absen, atresia, dan stenosis anus - Absen, atresia, dan stenosis bagian spesifik lain usus besar - Absen, atresia, dan stenosis bagian tidak spesifik usus besar  Malformasi usus kongenital lain: - Divertikulum Meckel Hirschsprung - Gangguan fungsi kolon kongenital yang lain - Congenital malformations of intestinal fixation Duplication of intestine - Anus ektopik Fistula rektum dan anus kongenital Persistent cloaca - Malformasi usus kongenital lain, spesifik - Malformasi usus kongenital tidak spesifik  Malformasi kantung empedu, duktus bilier dan hepar: - Agenesis, aplasia dan hipoplasia kantung

empedu - Maformasi kantung empedu kongenital lain - Atresia duktus bilier Stenosis dan striktur duktus bilier kongenital - Kista koledokus - Malformasi duktus bilier lain - Kista hepar - Malformasi hepar kongenital lain  Malformasi sistem pencernaan kongenital lain: - Agenesis, aplasia dan hipoplasia pankreas - Pankreas annulare - Kista pankreas kongenital Malformasi pankreas kongenital lain, spesifik - Malformasi sistem pencernaan kongenital tidak spesifik Sistem genitalia  Malformasi kongenital dari ovarium, tuba falopi, dan ligamennya: - Congenital absence of ovary Developmental ovarian cyst - Congenital torsion of ovary - Accessory ovary - Kista embrionik tuba falopi - Kista embrionik ligamen - Malformasi kongenital lain dari ovarium, tuba falopi, dan ligamennya  Malformasi uterus dan serviks kongenital: Agenesis dan aplasia uterus - Uterus dupleks dengan serviks dan vagina dupleks - Uterus dupleks lain - Uterus bikornis Uterus unikornis - Agenesis dan aplasia serviks - Kista embrionik serviks - Uterus arkuata - Hipoplasia uterus - Malformasi uterus kongenital lain - Serviks dupleks Hipoplasia serviks - Malormasi serviks kongenital lain - Malformasi uterus dan serviks kongenital, tidak spesifik  Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita: - Congenital absence of vagina Doubling of vagina: a) Transverse vaginal septum b) Longitudinal vaginal septum c) Tidak spesifik - Fistula rektovagina kongenital - Hymen imperforata Malformasi vagina kongenital lain - Fusi labia - Malformasi klitoris kongenital Malformasi vulva kongenital yang lain, tidak spesifik - Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita, spesifik - Malformasi kongenital lain dari genitalia wanita tidak spesifik  Undescended and ectopic testicle - Testis ektopik - Undescended testis unilateral - Undescended testis

bilateral - Undescended testis, tidak spesifik  Hipospadia - Hipospadia balanik Hipospadia penile Hipospadia penoskrotal - Hipospadia perineal Hipospadia lain - Hipospadia tidak spesifik  Malformasi kongenital lain pada genitalia pria: - Absen dan aplasia testis - Hipoplasia testis dan scrotum - Malformasi kongenital dari testis dan scrotum yang tidak spesifik Atresia of vas deferens - Malformasi kongenital lain dari vas deferens, vesika seminalis, dan prostat - Absen dan aplasia penis kongenital - Malformasi penis kongenital lain: a) Kurvatura penis b) Hipoplasia penis c) Torsi penis kongenital d) Hidden penis Congenital vasocutaneous fistula - Malformasi kongenital lain pada pria, spesifik Malformasi kongenital lain pada pria, spesifik  Indeterminate sex and pseudohermaphroditism Sistem urinaria  Renal agenesis dan defek renal - Agenesis renal - Hipoplasia renal Potter’s syndrome  Kista renal: - Kista renal kongenital - Polikistik ginjal tipe infantile - Polikistik ginjal tipe dewasa Displasia renal - Kista medulla renalis Penyakit kista ginjal lain - Penyakit kista ginjal lain tidak spesifik  Defek obstruksi pelvis renalis dan malformasi ureter kongenital: - Hidronefrosis kongenital Oklusi ureter kongenital - Defek obstruksi pelvus renalis dan ureter yang lain Agenesis ureter - Ureter dupleks Malposisi ureter - Congenital vesicouretero-renal reflux - Malformasi ureter kongenital lain  Malformasi renal kongenital yang lain : - Accesory kidney Lobulated, fused and horseshoe kidney Ginjal ektopik - Hyperplastic and giant kidney - Malformasi ginjal kongenital lain spesifik - Malformasi ginjal kongenital tidak spesifik  Malformasi sistem urinaria kongenital lain: - Epispadia - Exstrophy of urinary bladder - Congenital posterior urethral valves - Atresia dan stenosis

kongenital lain dari urethra dan leher kandung kemih - Malformasi urakus Absen kandung kemih dan urethra Diverticulum bladder - Malformasi kongenital dari kandung kemih dan urethra yang tidak spesifik - Malformasi sistem urinaria kongenital lain spesifik Malformasi sistem urinaria kongenital tidak spesifik Sistem Muskuloskeletal  Deformitas panggul - Congenital disclocation of hip Congenital partial dislocation of hip Congenital unstable hip - Congenital coxa valga - Congenital coxa vara - Deformitas panggul kongenital lain spesifik Deformitas panggul kongenital tidak spesifik  Deformitas pada kaki - Talipes equinovarus - Talipes calcaneovarus Metatarsus (primus) varus - Deformitas varus kongenital lain pada kaki Congenital pes planus - Deformitas kaki kongenital lain - Deformitas kaki kongenital tidak spesifik  Deformitas muskuloskeletal kongenital pada kepala, wajah, tulang belakang dan dada: Congenital facial asymmetry - Congenital compression facies - Dolichocephaly Plagiocephaly - Deformitas kongenital lain dari tengkorak, wajah dan rahang Deformitas tulang belakang kongenital Pectus excavatum - Pectus carinatum Deformitas tulang dada kongenital lain  Deformitas muskuloskeletal kongenital lain: Deformitas otot sternokleidomastoideus - Deformitas jari dan tangan - Deformitas lutut - Congenital bowing of femur - Congenital bowing of tibia and fibula - Congenital bowing of long bones of leg - Discoid meniscus Deformitas muskuloskeletal kongenital lain yang spesifik  Polydactyly  Syndactyly  Reduction defects of upper limb  Reduction defects of lower limb  Reduction defects of unspecified limb  Malformasi ekstremitas kongenital yang lain  Malformasi tengkorak dan tulang

wajah kongenital yang lain  Malformasi tulang belakang dan thorax: - Spina bifida okulta - Klippel-Feil syndrome Spondilolistesis kongenital - Skoliosis kongenital - Kifosis kongenital - Lordosis kongenital - Cervical rib - Malformasi kongenital tulang belakamg yang tidak berhubungan dengan skoliosis Malformasi kosta kongenital yang lain Malformasi sternum kongenital Malformasi lain tulang thorax - Malformasi tulang thorax tidak spesifik  Osteokondrodisplasia dengan defek pertumbuhan tulang dan tulang belakang: - Akondrogenesis - Thanatophoric short stature - Short rib syndrome Chondrodysplasia punctata Achondroplasia - Diastrophic dysplasia Chondroectodermal dysplasia Spondyloepiphyseal dysplasia Osteokondrodisplasia dengan defek pertumbuhan tulang dan tulang belakang, yang lain. - Osteokondrodisplasia dengan defek pertumbuhan tulang dan tulang belakang, tidak spesifik  Osteokondrodisplasia yang lain: Osteogenesis imperfecta - Polyostotic fibrous dysplasia - Osteopetrosis Progressive diaphyseal dysplasia Enchondromatosis - Metaphyseal dysplasia - Multiple congenital exostoses Osteokondrodisplasia lain spesifik Osteokondrodisplasia lain tidak spesifik  Malormasi sistem muskuloskeletal yang tidak termasuk klasifikasi lain: - Hernia diafragmatika kongenital - Malformasi diafragma kongenital lain - Exomphalos Gastroschisis - Prune belly syndrome Malformasi dinding perut kongenital Ehlers-Danlos syndrome - Malformasi sistem muskuloskeletal lain - Malformasi sistem muskuloskeletal lain tidak spesifik Malformasi kongenital lain  Congenital ichthyosis  Epidermolysis bullosa  Malformasi kulit kongenital lain  Malformasi mammae kongenital 

Malformasi integumen kongenital  Phakomatoses  Sindrom malformasi kongenital spesifik yang mempengaruhi beberapa sistem: - Sindrom malformasi kongenital predominan mempengaruhi wajah - Sindrom malformasi kongenital predominan berhubungan dengan perawakan pendek - Sindrom malformasi kongenital predominan mempengaruhi ekstremitas - Sindrom malformasi kongenital predominan mempengaruhi pertumbuhan dini. - Sindrom Marfan Sindrom malformasi kongenital dengan perubahan tulang - Sindrom malformasi kongenital lain yang tidak terklasifikasi  Sindrom malformasi kongenital lain spesifik yang mempengaruhi beberapa sistem.  Malformasi kongenital lain yang tidak terklasifikasi Abnormaltas kromosom  Down Syndrome  Trisomi 18 and Trisomi 13  Trisomi dan trisomi parsial yang lain dari autosom  Monosomi dan delesi autosom  Balanced rearrangements and structural markers  Sindrom Turner  Abnormalitas kromosom seks yang lain (female phenotype)  Abnormalitas kromosom seks yang lain (male phenotype)  Abnormalitas kromosom yang lain: - Chimera 46, XX/46, XY - 46, XX true hermaphrodite - Fragile X chromosome

2.8 Penilaian (assesment) Bayi dengan Kelainan Kongenital Tujuan utama penilaian bayi dengan anomali kongenital yaitu untuk menegakkan diagnosis, identifikasi terkait abnormalitas, mengembangkan rencana perawatan dan penilaian prognosis penyakit, dan jika memungkinkan agar orang tua dapat diberikan informasi yang akurat mengenai kesehatan dan perkembangan

masa depan anak mereka. Dan dengan konseling genetik, sangat penting untuk perencanaan keluarga kedepannya. Komponen penting dari penilaian (assesment) ini yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

1. Anamnesis

Paparan ibu terhadap obat-obatan yang diresepkan atas indikasi medis, obatobatan ilegal (terlarang), alkohol, harus dieksplorasi. Usia orang tua mungkin penting. Ibu dengan usia lebih tua bisa meningkatkan kecurigaan terhadapat anomali kromosom. Jika usia ibu merupakan salah satu faktor risiko, penting untuk dilakukan tes genetik yang dilakukan pada masa prenatal dengan amniosentesis atau menggunakan sampel vilus korion. Pada masa kehamilan yang berisiko penting dilakukan skrining serum ibu untuk tes genetik seperti pada peningkatan risiko anomali kromosom atau neural tube defect. Oligohidramnion dan polihidramnion juga meningkatkan risiko kelainan kongenital. Dikatakan bahwa oligohidramnion berhubungan dengan kejadian deformasi janin dan malformasi traktus urinarius. Sedangkan polihidramnion dikatakan berhubungan dengan defisit neurologis dengan gangguan menelan atau dengan malformasi gastrointestinal.

Riwayat keluarga juga sangat penting dalam mengevaluasi bayi dengan kelainan kongenital. Perhatian tidak hanya ditujukan pada keluarga dengan riwayat kelainan kongenital, namun juga riwayat kehilangan kehamilan sebelumnya yang bisa menandakan

kemungkinan

kelainan

kromosom,

dan

orangtua

dengan

consanguineous marriage (pernikahan dengan hubungan keluarga) dapat menimbulkan gangguan resesif autosomal (Kumar P dan Burton BK, 2008). Riwayat

penyakit ibu dan kondisi bayi dalam kandungan juga penting untuk dievaluasi (Effendi, 2006).

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, 10% disertai dengan kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, 85% disertai dengan kelainan mayor (Aylshwomh, 1992)

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan sitogenik (analisis kromosom), analisis DNA, ultrasonografi organ dalam, ekokardiografi, radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakuakan pemotretan terhadap bayi dengan kelaian kongenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratorium untuk diagnosis kelainan kongenital saat lahir (Aylshwomh, 1992).

2.9 Pencegahan Kelainan Kongenital 2.9.1 Pencegahan primer

Pencegahan primer kelainan genotip memerlukan tindakan sebelum konsepsi. Diagnosis prenatal dengan terminasi kehamilan selektif (pencegahan sekunder) mengubah angka kejadian suatu kelainan. Apabila usaha pencegahan gagal diperlukan suatu tindakan pengobatan.

a) Pencegahan primer kelainan genetik

Kelainan kromososm disebabkan oleh kerusakan kromosom. Pada pencegahan diperlukan peningkatan pengetahuan tentang proses tersebut. Semua kelainan gen tunggal disebabkan oleh mutasi. Masih diperlukan berbagai penelitian untuk mencari penyebab kelainan ini.kelainan yang disebabkan oleh karena multifaktor mempunyai peranan yang paling besar dalam pencegahan primer. Tujuan disini adalah agar orang yang mempunyai risiko untuk mempunyai kelainan genotip dapat mencegah penyakit dengan menghindari faktor lingkungan. Sebagai contoh, suplementasi asam folat pada periode sekitar konsepsi dapat menurunkan 74% angka kejadian neural tube defect.

b) Pencegahan Sekunder kelainan genetik

Pencegahan sekunder termasuk di dalamnya semua aspek uji prenatal dan terminasi selektif.

1) Kelainan kromosom

Semula skrining hanya pada ibu berusia 35 tahun keatas dan pada golongan risiko tinggi. Apabila semua ibu pada usia tersebut menjalani amniosentesis, maka angka kejadian kelainan kromosom akan turun sekitar 30%. Skrining dengan uji biokimia untuk menentukan kehamilan risiko tinggi, dalam kombinasi dengan umur ibu, sangat meningkatkan efektifitas program pencegahan pranatal.

2) Kelainan gen tunggal

Dilakukan diagnosis pranatal dengan analisis DNA biokimia, ultrasonografi, dan berbagai teknik lainnya. Problem pada golongan ini sebagian besar penderita orang pertama dalam keluarga yang terkena, oleh sebab itu ditawarkan diagnosis pranatal pada kehamilan berikutnya.

2.10 Penatalaksanaan Kelainan Kongenital Penatalaksanaan dapat berupa tindakan bedah dan farmakologi. Kelainan kongenital yang dapat diobati dengan penanganan bedah seperti bibir dan langit-langit sumbing, kelainan jantung bawaan, stenosis pilorus, polikistik ginjal dan lain-lain. Terapi farmakologik misalnya pada Sindrom Turner dengan terapi sulih hormon berupa hormon sex dan growth hormon. (Effendi, 2006)

DAFTAR PUSTAKA

Agha MM dkk. Determinants of survival in children with congenital abnormalities: a long-term population-based cohort study. Birth defects research Part A, Clinical and molecular teratology 2006;76:46-54.

Al-Saleh, Iman. Potential health consequences of applying mercury-containing skinlightening creams during pregnancy and lactation periods. Int J Hyg Environ Health. 2016; 219(4-5): 468–474.

American Society for Reproductive Medicine (ASRM). Age and fertility: a guide for patients. 2003.

Aria AM, O’Brien MC. The “High” Risk of Energy Drinks. JAMA. 2011; 305(6): 600–601

Barret JR. Chemical exposure: the ugly side of beauty products. Environmental Health Perspectives. 2005; 113 (1): 23-27

Bhalerao A, Garg A. Pattern of Congenital Anomalies at Birth. International Journal of Obstetrics and Gynaecology Research (IJOGR) Vol. 3 (2016) No.7, pp. 420- 426.

Bhatt-Mehta V, Deluga KS. Fetal exposure to lisinopril: neonatal manifestations and management. Pharmacotherapy 1993;13:515-8.

Bourgeosis M, Dooms Goossens A, Knockaert D, Sprenger D, Vsan Boven M, Van tittelboom T. Mercury intoxication after topical application of a metallic mercury ointment. Dermatologica. 1986; 172:48–51

Briggs GG. Drug effects on the fetus and breast-fed infant. Clin Obstet Gynecol 2002;45:6-21.

British Medical Association (BMA). Smoking and Reproductive Life: The Impact of Smoking on Sexual, Reproductive and Child Health. London: BMA, 2004.

Browne ML, Hoyt AT, Feldkamp ML, et al. Maternal caffeine intake and risk of selected birth defects in the National Birth Defects Prevention Study. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol. 2011;91(2):93-101

Chandra PC, Schiavello HJ, Ravi B, et al. Pregnancy outcomes in urban teenagers. Int J Gynaecol Obstet. 2002; 79:117–122.

Chen XK, Wen SW, Fleming N, et al. Teenage pregnancy and congenital anomalies: which system is vulnerable? Hum Reprod. 2007; 22:1730–1735.

Chopra S, Arora U, Aggarwal A. Prevalence of IgM Antibodies to Toxoplasma, Rubella, and Cytomegalov virus Infection During Preganancy. JK Science. OktDes 2004; 6(4);190-192

Christianson A, Howson CP, Modell B, dkk. March of dimes global report on birth defects: the hidden toll of dying and disabled children. New York: March of Dimes Birth Defects Foundation, White Plains, 2006.

Cooper WO, Ray WA, Griffin MR. Prenatal prescription of macrolide antibiotics and infantile hypertrophic pyloric stenosis. Obstet Gynecol 2002;100:101-6.

Cregler LL, Mark H. Medical complications of cocaine abuse. NEJM 1986;315:14951500.

Croen LA, Shaw GM, Sanbonmatsu L, dkk. Maternal residential proximity to hazardous waste sites and risk for selected congenital malformations. Epidemiology. 1997; 8:347-354.

Departemen Kesehatan. Hari kelainan bawaan sedunia cegah bayi lahir cacat dengan pola

hidup

sehat.

2016,

(Diakses

08

Mei

2017)

Dari

URL

:

http://www.depkes.go.id/article/print/16030300001/3-maret-harikelainanbawaan-sedunia-cegah-bayi-lahir-cacat-dengan-pola-hidup-sehat-.html

Departemen Kesehatan. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: 2014.

Effendi SH, Indrasanto E. Kelainan kongenital (cacat bawaan) dalam Buku ajar neonatologi IDAI. Edisi 1. Jakarta: 2008.

Ekwunife OH, Okoli CC, Ugwu JO, dkk. Congenital anomalies: Prospective study of pattern and associated risk factors in infants presenting to a tertiary hospital in Anambra State, South-east Nigeria. Niger J Paediatr 2017; 44 (2):76 – 80

El Koumi MA, dkk. Pattern of congenital anomalies in newborn: a hospital-based study. Pediatric Reports 2013; volume 5:e5:20-23

Gandhi MK, Chaudari UR, Thakor N. A study on incidence of congenital anomalies in new borns and their association with fetal factors: a prospective study. Int J Res Med Sci. 2016; 4(4): 1200-1203

Geschwind SA, Stolwijk JA, Bracken M, dkk. Risk of congenital malformations associated with proximity to hazardous waste sites. Am J Epidemiol. Juni 1992;135(11):1197-207

Gill SK, Broussard C, Devine O, dkk. Association between Maternal Age and Birth Defects of Unknown Etiology - United States, 1997–2007. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol. 2012; 94(12): 1010–1018

Glinianaia SV, Rankin J, Bell R, Pless-Mulloli T, Howel D. Particulate air pollution and fetal health: a systematic review of the epidemiologic evidence. Epidemiology. 2004;15(1):36-45

Hagen A, Entezami M, Gasiorek–Wiens A, et al. The impact of first trimester screening and early fetal anomaly scan on invasive testing rates in women with advanced maternal age. Ultraschall Med. 2011; 32:302–306.

Heeren GA, Tyler J, Mandeya A. Agricultural chemical exposures and birth defects in the Eastern Cape Province, South Africa A case – control study. Environmental Health: A Global Access Science Source. 2003, 2:11

Hodach RJ, Hodach AE, Fallon JE, Folts JD, Bruyere HJ, Gilbert EF. The role of betaadrenergic activity in the production of cardiac and aortic arch anomalies in the chick embryo. Teratology 1975;12:33-45.

IDAI. Deklarasi Surabaya. Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak-XIV. Surabaya: 2008

Idanpaan-Heikkila J, Fritchie GE, Englert LF, Ho BT, McIsaac WM. Placental transfer of tritiated-1-tetrahydrocannabinol. NEJM 1969;281:330.

International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision.

Congenital

abnormalities

malformations,

(Q00-Q99).

2014.

deformations

(Diakses

20

Mei

and 2017).

chromosomal Dari

URL:

http://www.icd10data.com/ICD10CM/Codes/Q00-Q99

Khashan AS, Baker PN, Kenny LC. Preterm birth and reduced birth-weight in first and second teenage pregnancies: a register-based cohort study. BMC Pregnancy Childbirth. 2010; 10:36.

Klausner

HA,

Dingell

JV.

The

metabolism

and

excretion

of

delta-9-

tetrahydocannabinol in the rat. Life Sci 1971;10:49-59.

Kokate P, Bang R. Study of congenital malformation in tertiary care centre, Mumbai, Maharashtra, India. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017 Jan;6(1):8993

Kumar P, Burton BK. Congenital Malformation. Evidence based evaluation and management. McGraw Hill Medical: 2008. Levy PA, Marion RW. Human genetics and dysmorphology dalam Nelson Essentials of Pediatric. Edisi 7. Elsevier: 2015.

Little BB. Cocaine abuse during pregnancy: maternal and fetal implications. Obstet Gynecol 1989;73:157-160.

Loane M, Dolk H, Morris JK, EUROCAT Working Group. Maternal age-specific risk of non-chromosomal anomalies. BJOG. 2009; 116:1111–1119.

Mabina, M.H., Pitsoe, S.B., Moodley, J. The effect of traditional herbal medicines on pregnancy outcome. The King Edward viii Hospital experience South African Medical Journal 1997; 87(8): 1008-1010.

Mahé A, Perret JL, Ly F, Fall F, Rault JP, Dumont A. The cosmetic use of skinlightening products during pregnancy in Dakar, Senegal: a common and potentially hazardous practice. Trans R Soc Trop Med Hyg. 2007;101(2):183– 7.

Martin RA, Jones KL, Mendoza A, Barr M Jr, Benirschke K. Effect of ACE inhibition on the fetal kidney: decreased renal blood flow. Teratology 1992;46:317-21. 104

Marwah A. Profile of gross congenital malformations among live newborns and its associated risk factors from a tertiary care rural teaching institute. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences. 2015; 6 (55): 16-18.

Mashuda F, Zuechner A, Chalya PL, dkk. Pattern and factors associated with congenital anomalies among young infants admitted at Bugando medical centre, Mwanza, Tanzania. BMC Research Notes 2014, 7:195

Moore KL, Persaud TVN. The developing human: clinically oriented embryology. 5th ed. Philadelphia: W.B. Saunders,1993.

Nabet C, Ancel PY, Burguet A, Kaminski M. Smoking during pregnancy and preterm birth according to obstetric history: French national perinatal surveys. Paediatr Perinat Epidemiol. 2005;19(2):88-96.

National Center for Health Statistics. Births: Preliminary Data for 2009. 2010. National Vital Statistics Report.

Nilsen RM, Vollset SE, Gjessing HK, dkk. Patterns and predictors of folic acid supplement use among pregnant women: the Norwegian Mother and Child Cohort Study. Am J Clin Nutr. 2006; 84:1134–1141.

Noordalilati, M.N., Sulaiman, S.A., Sembulingam, K. and Afifi, S.A.B. Evaluation of the teratogenicity study of standardized extract of Andrographis Paniculata in Rats. Seminar on Medicinal & Aromatic Plants. Forest Research Institute Malaysia (FRIM) 2004; 45.

Office for National Statistics (ONS). The Information Centre. Statistics on smoking: England

2006.

Office

for

National

Statistics,

2006.

http://www.ic.nhs.uk/pubs/smokingeng2006/report/file.

Patel KG, Chaudhary C. Study of congenital malformations in newborns: a hospital based prospective study. Int J Contemp Pediatr. 2017 Jul;4(4):1409-1413

Pina Bozzo, Angela Chua-Gocheco, MD, and Adrienne Einarson, RN. Safety of skin products during pregnancy. Can Fam Physician. 2011; 57(6): 665-667.

Qadir M, Amir S, Bano S. Prevalence and associated risk factor of congenital anomalies at tertiary care hospital. PJMHS. 2017; Vol 11(3): 942-945

Raatikainen K, Heiskanen N, Verkasalo PK, Heinonen S. Good outcome of teenage pregnancies in high-quality maternity care. Eur J Public Health. 2006; 16:157– 161

Rahman AA, Sulaiman SA, Ahmad Z, dkk. Prevalence and pattern of use of herbal medicines during pregnancy in Tumpat district, Kelantan. Malaysian Journal of Medical Sciences. 2008; 15 (3): 40-48.

Reichman NE, Pagnini DL. Maternal age and birth outcomes: data from New Jersey. Fam Plann Perspect. 1997; 29:268–272.

Robin LB, Arno GM, Alan B, Louanne H, Stefanie U, Debra LD, et al. Genetic counseling and screening of consanguineous couples and their offspring: recommendations of the national society of genetic counselors. J Genet Couns 2002;11(2):97–119.

Robison LL, Buckley JD, Daigle AE, Wells R, Benjamin D, Arthur DC, Hammond GD. Maternal drug use and risk of childhood nonlymphoblastic leukemia 106 among offspring: an epidemiologic investigation implicating marijuana. Cancer 1989;63:1904-1911.

Rogers JM. Tobacco and pregnancy. Reprod Toxicol 2009;28:152–160.

Rosano A dkk. Infant mortality and congenital anomalies from 1950 to 1994: an international perspective. Journal of epidemiology and community health 2000;54:660-6.

Singh A, Sinha S. Risk factor of congenital malformations in North India: A Case Control Study. Journal of Postgradusate Medicine, Education and Research, Januari-Maret 2016;50(1):22-27

Singh S. Mother-to-child transmission and diagnosis of Toxoplasma gondii infection during pregnancy. Indian J Med Miscrobiol. 2003; 21:69-76.

Sulaiman, S.A., Mohsin, S.S.J. and Chatterjee, A. An indigenous herbal formulation and its contraceptive profile in rat. Biomed Res 2001; 12(1): 65-69.

Tabacova S, Little R, Tsong Y, Vega A, Kimmel CA. Adverse pregnancy outcomes associated

with

maternal

enalapril

antihypertensive

treatment.

Pharmacoepidemiol Drug Saf. 2003;12:633-46.

Talbot P. In vitro assessment of reproductive toxicity of tobacco smoke and its constituents. Birth Defects Res C Embryo Today 2008;84:61–72. Tenter AM, Heckeroth AR, Weiss LM. Toxoplasma gondii: from animals to humans. Int J Parasitol. 2000;30:1217–1258.

Tiran, D. The use of herbs by pregnant and childbearing women: a risk-benefit assessment. Complementary Therapies in Nursing and Midwifery 2003; 9 (4): 176-181.

Tough S, Benzies K, Fraser–Lee N, Newburn–Cook C. Factors influencing childbearing decisions and knowledge of perinatal risks among Canadian men and women. Matern Child Health J. 2007; 11:189–198.

Varga, C.A. and Veale, D.J.H. Isihlambezo: utilization patterns and potential health effects of pregnancyrelated traditional herbal medicine. Soc Sci Med 1997; 44: 911-924.

Volpe JJ. Mechanisms of disease: effect of cocaine use on the fetus. NEJM 1992;327:399-407.

Wahn EH, Nissen E. Sociodemographic background, lifestyle and psychosocial conditions of Swedish teenage mothers and their perception of health and social support during pregnancy and childbirth. Scand J Public Health. 2008; 36: 415– 423

Wills V, Abraham J, Sreedevi NS. Congenital anomalies: the spectrum Of distribution and associated maternal risk factors in a tertiary teaching hospital. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2017 Apr;6(4):1555-1560.

World Health Organization. Birth defect in South-East Asia a public health challenge. Situation analysis. India: 2013. World Health Organization. Congenital Anomalies.

2016.

(Diakses

08

Mei

2017)

Dari

URL:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs370/en/

Yoshimura K, Tsukamoto K, Okazaki M, Virador VM, Lei TC, Suzuki Y, Uchida G, Kitano Y, Harii K. Effects of all-trans retinoic acid on melanogenesis in pigmented skin equivalents and monolayer culture of melanocytes. J Dermatol Sci. 2001; 27:68–75

Zellweger H, McDonald IS, Abbo G. Is lysergic-acid-diethylamide a teratogen? Lancet 1967;2:1066-1068.

Related Documents


More Documents from "indahpratiwiindra"