Referat - Kurva Disosiasi Revisi_2

  • Uploaded by: NofalyaKamalin
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat - Kurva Disosiasi Revisi_2 as PDF for free.

More details

  • Words: 9,839
  • Pages: 52
Loading documents preview...
REFERAT KURVA DISOSIASI

Oleh: Ragil Triyambodo Resti Enggar P. Reva Aulia Almira Rizky Novi Yohana Roula Setya Adhy Saputra Wijayani Mardiana Yusuf Achmad Bahtiar Maryam Liyana Binti Intizam Nabilah Binti Nor Said

0510710105 0510710108 0510710110 0510710116 0510710119 0510710131 0510710143 0510710151 0510714007 0510714008

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN EMERGENSI RUMAH SAKIT dr. SAIFUL ANWAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2011DAFTAR ISI DAFTAR ISI..............................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 BAB II KURVA DISOSIASI................................................................................4 2.1 Pengangkutan O2 dan CO2 Dari dan Ke Dalam Tubuh......................4 2.2 Ventilasi Paru.......................................................................................4 2.2.1 Kontrol dan Stimulasi Pernafasan..............................................4 2.2.2 Pertukaran Gas dari Atmosfer ke Paru......................................6 2.2.3 Pengambilan Oksigen Oleh Darah Paru....................................10 2.3 Difusi Oksigen dan Karbon Dioksida di Alveolus..................................11 2.3.1 Fisiologi Difusi Oksigen di Alveoli..............................................11 2.3.2 Gangguan Pertukaran Gas Alveolar..........................................14 2.4 Hemoglobin dan Transport Oksigen.....................................................14 2.4.1 Ikatan Hemoglobin-Oksigen......................................................15 2.4.2 Variasi Bentuk Hemoglobin........................................................16 2.4.3 Pelepasan Ikatan Oksigen-Hemoglobin.....................................17 2.4.4 Distribusi Oksigen dalam Darah dan Cairan tubuh....................18 2.4.5 Pengambilan Oksigen Oleh Darah Paru Selama Kerja..............20 2.5 Difusi Oksigen di Perifer......................................................................20 2.5.1 Difusi Okksigen dari Kapiler ke Cairan Interstitiel......................20 2.5.1.1 Kecepatan Darah dan PO2 Cairan Interstitiel.............21 2.5.1.2 Konsentrasi Hb dan PO2 Cairan Interstitiel.................21 2.5.2 Difusi Oksigen Dari Ekstraseluler Ke Sel...................................21 2.5.3 FiO2...........................................................................................21 2.6 Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin..................................................23 2.6.1 Definisi dan Manfaat Kurva Disosiasi Oksigen..........................25 2.6.2 Definisi dan Manfaat Mixed Venous Point..................................27 2.6.3 Definisi dan Manfaat P50...........................................................28 2.6.4 Efek Hemoglobin Untuk Dapar PO2 Oksigen Jaringan..............30 2.6.5 Hipoksia.....................................................................................32 2.7 Faktor Yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin...........33 2.7.1 Efek Karbondioksida..................................................................35 2.7.2 Karbonmonoksida......................................................................35 2.7.3 Variasi Konsentrasi Ion Hidrogen...............................................36 2.7.4 Efek 2,3-DPG............................................................................36 2.7.5 Fetal Hemoglobin......................................................................37 2.7.6 Efek Methemoglobinemia..........................................................40 2.7.7 Temperatur................................................................................40 2.7.8 Aktivitas Fisik.............................................................................41 2.8 Transport Karbondioksida....................................................................43 2.8.1 CO2 terlarut...............................................................................44 2.8.2 Bikarbonat.................................................................................45 2.8.3 Carbamino CO2.........................................................................45 2.8.4 Kurva Disosiasi Oksigean-Karbon Dioksida...............................49 BAB III KESIMPULAN.......................................................................................51 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................52

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangBAB I.

PENDAHULUAN

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen

gas dan unsur vital

dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.1 Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan, dimana oksigen dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah untuk mengangkut 30- 100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah (plasma). Hemoglobin (Hb) merupakan sebuah protein intraseluler yang berfungsi sebagai kendaraan utama transportasi oksigen dalam darah. Hemoglobin terkandung dalam eritrosit.1 Hemoglobin (Hb), sebuah protein intraseluler, merupakan kendaraan utama dalam transportasi oksigen dalam darah. Oksigen juga dibawa (larut) dalam plasma, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Oksigen diangkut oleh darah sebagian besar (sekitar 97%) dalam bentuk terikat dengan hemoglobin, dan sisanya dalam bentuk terlarut dalam plasma. Sekitar 0,17 ml oksigen secara normal ditranspor dalam keadaan terlarut ke jaringan oleh tiap-tiap 100 ml plasma darah dan kira-kira 5 ml oksigen yang ditranspor oleh hemoglobin. Oleh karena itu, sejumlah oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk terlarut adalah kecil, hanya kira-kira 3% dari jumlah total bila dibandingkan dengan 97% yang ditranspor oleh hemoglobin.1 Pada kondisi tertentu, oksigen yang terikat pada hemoglobin dilepaskan ke jaringan tubuh. Setiap molekul hemoglobin mempunyai kapasitas terbatas dalam menyerap oksigen. Seberapa banyak kapasitas yang terisi oleh oksigen yang terikat pada hemoglobin dalam waktu apapun, disebut sebagai saturasi oksigen. Disebutkan dalam persentase, saturasi oksigen merupakan rasio jumlah oksigen yang terikat hemoglobin terhadap kapasitas hemoglobin tersebut. Kapasitas mengikat oksigen ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang terkandung dalam darah.2 Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin merupakan pedoman penting untuk

1

memahami bagaimana darah kita membawa dan melepaskan oksigen. Secara lebih spesifik, kurva ini menghubungkan saturasi oksigen (SO 2) dan tekanan oksigen parsial dalam darah (PO2), dan ditentukan oleh afinitas hemoglobin terhadap oksigen, di mana hal ini menunjukkan seberapa siap hemoglobin mengikat dan melepaskan oksigen ke jaringan sekitar.3 Kurva disosiasi ini merupakan komponen

yang

esensial

dalam

memahami critical care medicine. Apapun yang kita lakukan adalah untuk mengoptimalisasi

transport

darah

ke

jaringan

sebagai

upaya

untuk

mempertahankan homeostasis dan meningkatkan penyembuhan. Pada akhirnya darah yang mengandung oksigen yang cukup adalah yang lebih penting daripada tekanan parsial oksigen (yang selalu kita ukur).3 Penulis membuat referat ini dengan tujuan agar pembaca dapat lebih memahami tentang kurva disosiasi oksigen yang merupakan pedoman penting untuk

memahami

tentang

distribusi

oksigen

dalam

tubuh

dan

mengaplikasikannya dalam praktek sehari-hari terutama dalam critical care medicine. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses pengangkutan O2 dan CO2 dari dan ke dalam tubuh ? 2. Bagaimana proses ventilasi dalam tubuh ? 3. Bagaimana proses difusi oksigen dan karbondioksida dalam alveolus ? 4. Bagaimana peran hemoglobin dalam transport oksigen ? 5. Bagaimana proses difusi oksigen di perifer ? 6. Apakah yang dimaksud dengan kurva disosiasi oksigen ? 7. Faktor apakah yang menggeser kurva disosiasi oksigen ? 8. Bagaimanakah transpor karbondioksida dalam tubuh ? 1.3 Tujuan 1. Mempelajari proses pengangkutan O2 dan CO2 dari dan ke dalam tubuh 2. Mempelajari proses ventilasi dalam tubuh 3. Mempelajari proses difusi oksigen dan karbondioksida dalam alveolus 4. Mempelajari peran hemoglobin dalam transport oksigen 5. Mempelajari proses difusi oksigen di perifer 6. Mempelajari tentang kurva disosiasi oksigen 7. Mempelajari faktor-faktor yang menggeser kurva disosiasi oksigen 8. Mempelajari transpor karbondioksida dalam tubuh

2

BAB II KURVA DISOSIASI BAB II. 2.1.

KURVA DISOSIASI

Pengangkutan O2 dan CO2 Dari dan Ke Dalam Tubuh Tujuan dari pernafasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernafasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional utama, yaitu: 1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru; 2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli, darah, dan sel; 3. Transpor oksigen dan karbon dioksida dalam darah; 4. Pengaturan ventilasi dan hal lainnya.1 2.2.

Ventilasi Paru Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian

atas dan bagian bawah. Sistem pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, ruang hidung, sinus paranasalis, dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan. Sistem pernapasan bagian bawah terdiri atas laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.4 2.1.1.

Kontrol dan Stimulasi Pernafasan Ventilasi dilakukan agar udara dapat masuk dan keluar dari dalam tubuh.

Proses ventilasi ini melibatkan saluran pernafasan (mulai dari hidung, mulut sampai bronkiolus terminalis), organ pernafasan dan pembuluh darah paru. Pengaturan pernafasan dilakukan oleh sistem saraf (medula oblongata), di mana nukleus-nukleus pusat pernafasan akan memberikan sinyal ke otot-otot pernafasan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara ritmis.1 Intensitas sinyal pernafasan tidak bekerja sendiri, melainkan merupakan suatu respon dari kondisi tubuh saat itu. Rangsangan yang mengakibatkan berubahnya pola pernafasan berasal dari kadar karbon dioksida dan ion hidrogen. Selain itu ada pula sistem kemoreseptor perifer (sebagian besar terletak di badan karotis) yang membantu aktivitas pernafasan dengan menjalarkan sinyal ke pusat pernafasan.1

3

Gambar 2.2-1. Kontrol dan Stimulasi Pernafasan.5

4

Setelah sinyal-sinyal dilepaskan dan diterima otot pernafasan, maka otototot pernafasan akan membuat ruang bagi pengembangan dan pengempisan paru melalui dua cara, yaitu: 1). diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan 2). depresi elevasi tulang iga untuk memperbesar dan memperkecil diameter anteroposterior rongga dada.1 Setelah rongga dada mengembang, maka proses selanjutnya adalah pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli dan pembuluh darah paru. Disini yang lebih berperan adalah berbagai tekanan yang ada disana.1 2.1.2.

Pertukaran Gas dari Atmosfer ke Paru Udara bergerak keluar dan masuk paru karena ada selisih tekanan yang

terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga erangkat akibat kontraksi beberapa otot. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura dari sekitar -4 mmHg menjadi sekitar -8 mmHg bila paru mengembang saat inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas menurun sampai -2 mmHg dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan nafas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir masuk ke dalam paru sampai tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.6 Selama pernapasan tenang, proses ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat

elastisitas

dinding

dada

dan

paru.Pengurangan

volume

thorax

mengakibatkan peningkatan tekanan intra pleural maupun intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal meningkat antara 1 sampai 2 mmHg diatas tekanan atmosfer. Selisih antara tekanan jalan nafas dan atmosfer menjadi terbalik sehingga udara keluar dari paru sampai tekanan jalan nafas dan atmosfer menjadi sama pada akhir respirasi.6 Udara mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Sederhananya, proses perpindahan gas dari atmosfer ke dalam alveolus dijelaskan sebagai berikut: tekanan oksigen di atmosfer kurang lebih sekitar 160 mmHg (pada ketinggian permukaan laut) sedangkan tekanan di alveoli kurang lebih 104 mmHg sehingga perbedaan tekanan ini menyebabkan oksigen masuk ke dalam alveolus. Sedangkan karbon dioksida di atmosfer bertekanan 0,3 mmHg dan di alveoli 40 mmHg, sehingga menyebabkan karbon dioksida keluar dari alveolus ke atmosfer.1 Pertukaran gas terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial masing-

5

masing gas antara atmosfir dan tekanan parsial gas tersebut di alveolus paruparu. Gas tersebut bergerak dari tempat dengan tekanan tinggi ke tempat yang tekanannnya rendah. Oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru karena tekanan oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2 dalam darah paru. Kemudian, dalam jaringan, PO2 yang sangat tinggi dalam darah kapiler menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam sel.1 Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon dioksida, tekanan karbon dioksida (PCO2) meningkat ke nilai yang tinggi, sehingga karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Demikian pula, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam alveoli karena P CO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli. Pada dasarnya, transport oksigen dan karbon dioksida oleh darah bergantung pada difusi keduanya dan aliran darah. Untuk itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor kuantitatif yang berperan pada efek ini.1 PO2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan PO2 darah vena yang masuk kapiler rata-rata hanya 40 mmHg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui seluruh jaringan perifer. Oleh karena itu, perbedaan tekanan awal yang menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam paru adalah 104-40, atau 64 mmHg. Kurva di bawah kapiler memperlihatkan peningkatan PO2 yang cepat sewaktu darah melewati kapiler, memperlihatkan bahwa PO2 meningkat sebanding dengan peningkatan yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler, menjadi hampir 104 mmHg.1 Sekitar 98 persen darah paru yang memasuki atrium kiri mengalir melalui kapiler alveolus dan menjadi teroksigenasi sampai P O2 kira-kira 104 mmHg. Dua persennya lagi berjalan langsung dari aorta melalui sirkulasi bronchial, yang terutama mensuplai jaringan dalam pada paru dan tidak terpapar dengan udara paru. Aliran darah ini merupakan aliran “pintas”, berarti darah yang memintas daerah pertukaran gas. Pada waktu meninggalkan paru, PO2 darah pintas hampir sama dengan darah vena normal, kira-kira 40 mmHg. Darah ini bercampur dalam darah vena paru dengan darah yang teroksigenasi dari kapiler alveolus; campuran darah ini disebut darah vena campuran, dan menyebabkan PO2 darah yang dipompa oleh jantung kiri ke dalam aorta turun sampai sekitar 95 mmHg.1

6

Gambar 2.2-2. Pertukaran dan transpor gas dalam tubuh.5

Uptake oksigen merupakan transfer oksigen dari alveoli ke dalam kapiler

7

paru. Gas uptake dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: 1). Membrane alveoli-kapiler, 2). Partial pressure gradient, dan 3). Aliran kapiler paru.

Gambar 2.2-3. Tekanan Parsial Oksigen (PO2) dan Karbon dioksida PCO2) di Paru dan Sirkulasi Sistemik.7

Gambar 2.2-4. Perbedaan tekanan parsial oksigen dan hemoglobin di tempat-tempat perpindahan.8

Grafik di atas menggambarkan perbedaan gradien konsentrasi adalah hal utama yang menyebabkan terjadinya perpindahan oksigen dan karbondioksida. Dimana oksigen mengalir dari alveolus dan darah menuju jaringan dan

8

sebaliknya karbondioksida. Adanya hemoglobin memungkinkan 99% oksigen dan 94,5% karbon dioksida terangkut.8 2.1.3.

Pengambilan Oksigen Oleh Darah Paru Tekanan oksigen dalam alveoli rata-rata sebesar 104 mmHg, sedangkan

tekanan oksigen dalam darah kapiler yang menuju vena rata-rata hanya 40 mmHg. Perbedaan tekanan yang sangat tinggi ini menyebabkan difusi oksigen ke dalam darah paru terjadi sangat cepat. Setiap 100 ml darah yang meninggalkan kapiler paru, membawa kurang lebih 20 ml oksigen dan kurang lebih 0,3 ml dalam bentuk terlarut, sedangkan sebagian besar akan berikatan dengan hemoglobin. Prosentase dari gugus heme yang berikatan dengan oksigen

pada

suatu

keadaan

disebut

sebagai

saturasi

hemoglobin.

Hemoglobin, sama halnya dengan protein lainnya, secara struktural dan fungsional dapat berubah menyesuaikan dengan lingkungan. Perubahan dalam bentuk dapat mempengaruhi kemampuan mengikat oksigen. Dalam kondisi normal, faktor lingkungan yang mempengaruhi hemoglobin adalah: (1) tekanan parsial oksigen dalam darah, (2) pH darah, (3) suhu, (4) aktivitas metabolik eritrosit.9

Gambar 2.2-5. Oksigenasi dan Deoksigenasi Hemoglobin.8

Pada kondisi tertentu, misalnya aktivitas fisik, tubuh seseorang membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal. Karena juga terjadi peningkatan curah jantung, waktu transit darah dalam kapiler juga menjadi berkurang, hal ini dikompensasi pula dengan jumlah kapiler yang terbuka dan meningkatnya rasio

9

ventilasi perfusi di bagian atas paru, sehingga difusi oksigen dapat terjaga. Selain itu darah juga hampir sepenuhnya dijenuhkan dengan oksigen sebelum meninggalkan paru, dalam hal ini daerah difusi menjadi lebih luas, tidak hanya sepertiga awal bagian kapiler. 2.3 Difusi Oksigen dan Karbon-dioksida di Alveolus 2.3.1

Fisiologi Difusi Oksigen di Alveoli PO2 dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan PO2 darah vena

yang masuk kapiler rata-rata hanya 40 mmHg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui seluruh jaringan perifer.1 Oleh karena itu, perbedaan tekanan awal yang menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam paru adalah 104 – 40, atau 64 mmHg. Kurva di bawah kapiler memperlihatkan peningkatan PO2 yang cepat sewaktu darah melewati kapiler, memperlihatkan bahwa PO2 meningkat sebanding dengan peningkatan yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler, menjadi hampir 104 mmHg.1

Gambar 2.3-6. Skema pertukaran udara di alveoli.5

10

11

Gambar 2.3-7. Proses Respirasi dan Tekanan Parsial pada Respirasi.7

Gambar 2.3-8. Jalur Difusi O2 dan CO2 di Paru. Udara berpindah melintas membran alveoli-kapiler melalui difusi (memenuhi hukum Fick).7

Gambar 2.3-9. Diagram lapisan pemisah rongga udara alveolar dari kapiler darah paru. 10

2.3.2

Gangguan Pertukaran Gas Alveoler

12

Gambar 2.3-10. Gangguan Pertukaran Udara di Alveoli.5

2.4 Hemoglobin dan Transport Oksigen Hemoglobin (Hb), merupakan alat pengangkut utama untuk transportasi oksigen dalam darah. Oksigen juga diangkut (terlarut) dalam plasma, tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil. Hemoglobin terkandung dalam eritrosit, yang secara umum dikenal sebagai sel darah merah.11 Dalam kondisi tertentu, oksigen yang terikat pada hemoglobin dilepaskan ke jaringan tubuh, dan pada kondisi lainnya, diserap dari jaringan ke dalam darah. Oksigen dan karbondioksida memiliki kelarutan dalam plasma yang terbatas. Sehingga dalam transportasi oksigen dari paru menuju sel dan sebaliknya transportasi karbon dioksida, diperlukan hemoglobin. Hemoglobin sendiri adalah suatu protein intraseluler yang berada dalam eritrosit. Masingmasing molekul hemoglobin mempunyai kapasitas terbatas untuk membawa molekul oksigen. Jumlah kapasitas yang terisi oleh oksigen yang terikat pada hemoglobin pada setiap waktu disebut dengan kejenuhan oksigen. 2.4.1

Ikatan Hemoglobin-Oksigen Hemoglobin adalah metaloprotein pengangkut oksigen yang mengandung

13

besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling dikenal dan paling banyak dipelajari. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif dan terdapat pada hewan-hewan bertulang belakang atau vertebrata. Hemoglobin adalah suatu zat yang memberikan warna merah sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4 molekul zat besi (heme), 2 molekul rantai globin alpha dan 2 molekul rantai globin beta. Rantai globin alpha dan beta adalah protein yang diproduksi dengan penyandian oleh gen globin alpha dan beta.12 Haemoglobin (Hb) adalah tetramer dengan berat molekul 64.500. Baik haem maupun globin sendiri tidak dapat berikatan dengan O2. Setiap Fe2+ dapat mengikat satu molekul O2, dan kemudian, setiap molekul haemoglobin dapat mengikat hingga empat molekul O2. HB dewasa normal terdiri atas subunit, dengan beberapa variasi fisiologis dan patologis, yang akan dibahas kemudian.10 Hb terbungkus dalam eritrosit untuk mencegah filtrasi oleh glomerulus, dan untuk membatasi kenaikan viskositas darah (ketika Hb terlarut dalam plasma). Jumlah oksigen terlarut di dalam darah proporsional dengan tekanan parsialnya (Hukum Henry). Pada suhu 37OC, 0.003ml O2 terlarut dalam setiap 100ml darah per mmHg. Konsumsi O2 istirahat sekitar 300L/menit O2; bahkan ketika seluruh O2 dalam darah arteri (100mmHg) diekstraksi oleh jaringan, cardiac output akan berkisar 100L/menit untuk mendukung kebutuhan O2 tubuh. O2 terlarut juga menunjukkan jalur mayor transportasi O2 antara dinding kapiler untuk mengoksigenasi sel, dan satu-satunya jalur dari alveoli ke eritrosit.10 Reaksi antara Hb dan O2 adalah cepat dan reversibel. Ikatan O2 pada Hb adalah ko-operatif, di mana ikatan setiap molekul O2 pada tetramer Hb memfasilitasi ikatan berikutnya. Ko-operatifitas positif ini adalah alat khusus Hb tetramerik dan tidak tampak pada monomer.10

14

Gambar 2.4-11. Kooperatifitas ikatan O2 terhadap haemoglobin.10

2.4.2

Variasi Bentuk Hemoglobin

Berikut ini adalah sebagian kecil variasi yang diketahui. 1. Myoglobin adalah bentuk monomerik haemoglobin yang terekspresi dalam serat otot lurik. Myoglobin memiliki afinitas lebih tinggi terhadap O2 daripada haemoglobin dan tidak menunjukkan ko-operatifitas pada ikatannya dengan O2. Myoglobin bekerja sebagai penyimpan O2 yang tersedia dalam kondisi hipoksia, dan juga memungkinkan O2 dibawa mengoksigenasi sel ketika otot berkontraksi dan perfusi menurun.10

Gambar 2.4-12. Perbandingan kurva disosiasi oksigen untuk mioglobin dan haemoglobin.10

2. Sickle haemoglobin (HbS) berasal dari mutasi polipeptida globin. Polimerisasi HbS, khususnya pada kondisi di mana O2 rendah atau keasaman tinggi (misal pada jaringan teroksigenasi). Protein yang terpolimerisasi mendistorsi

15

bentuk eritrosit, memjadikan bentuk bulan sabit, dan menyebabkan obstruksi kapiler kecil, men-triger krisis sickle.10 3. Foetal haemoglobin (HbF) memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap O2 dibandingkan haemoglobin dewasa. Hal ini memfasilitasi pengiriman O2 ke foetus dari darah uterus maternal, pada tekanan parsial lebih rendah daripada darah arteri normal. HbF cenderung menghilang dari sel darah merah fetal beberapa bulan setelah lahir.10 4. Carboxyhaemoglobin. CO memiliki afinitas terhadap Hb sekitar 200 kali daripada O2.

Sebagai konsekuensinya,

menghirup meskipun sedikit

konsentrasi CO menyebabkan anaemia dengan penurunan jumlah Hb yang tersedia untuk mengikat O2. Carboxyhaemoglobin berwarna merah, sehingga pasien dengan keracunan CO tidak tampak anaemis.10 5. Methaemoglobin mengandung ion Fe3+ pada grup haem-nya, daripada Fe2+. Agen oksidasi seperti nitrit dan sulfonamid dapat menyebabkan hal ini terjadi. Methaemoglobin tidak membawa O2 dengan efisien. Eritrosit mengandung enzim methaemoglobin reductase yang mengatalisis reduksi ion Fe3+ kembali ke bentuk Fe2+.10 2.4.3

Pelepasan Ikatan Oksigen-Hemoglobin Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen

sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain,

misalnya

konsentrasi

hemoglobin

darah

berkurang.Oksigen

yang

dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa protein. Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi bolak-balik berikut ini.13 Hb4 + O2 → 4 Hb O2 (oksihemoglobin) berwarna merah jernih Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (PO2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm

16

Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi daripada dalam alveolus paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Sehingga, oksigen dapat masuk ke paru secara difusi. Dari paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya 104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0-40 mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas. Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3 darah.13 2.4.4

Distribusi Oksigen dalam Darah dan Cairan Tubuh Diekspresikan

dalam

persentase,

kejenuhan

oksigen

merupakan

perbandingan dari jumlah oksigen terikat pada hemoglobin, terhadap kapasitas hemoglobin membawa oksigen. Kapasitas membawa oksigen ini ditentukan dengan jumlah hemoglobin yang ada dalam darah. Jumlah oksigen yang terikat pada hemoglobin pada suatu waktu tergantung pada, sebagian besar, tekanan parsial dari oksigen pada mana hemoglobin terekspos.11 Dalam kapiler alveoli permukaan paru, tekanan parsial oksigen umumnya tinggi, sehingga oksigen mudah terikat pada hemoglobin yang ada. Dengan sirkulasi darah ke jaringan tubuh yang lain dimana tekanan parsial oksigen lebih kecil, hemoglobin melepas oksigen ke jaringan karena hemoglobin tidak dapat mempertahankan kapasitas penuhnya terhadap oksigen dengan tekanan parsial oksigen yang lebih rendah.11 Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen terutama ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan, dimana oksigen dilepaskan untuk digunakan oleh sel. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah untuk mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen yang dapat ditranspor dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah (plasma).1 Dalam sel jaringan, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan untuk membentuk sejumlah besar karbon dioksida. Karbon dioksida ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru. Seperti oksigen, karbon

17

dioksida bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam darah yang meningkatkan transportasi karbon dioksida 15-20 kali lipat.1 Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cara difusi, dan pergerakan ini disebabkan oleh perbedaan tekanan dari tempat pertama ke tempat yang lain. Sehingga oksigen berdifusi dari alveoli ke darah kapiler paru karena tekanan oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2 dalam darah paru. Kemudian, dalam jaringan, PO2 yang sangat tinggi dalam darah kapiler menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam sel.1 Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon dioksida, tekanan karbon dioksida (PCO2) meningkat ke nilai yang tinggi, sehingga karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Demikian pula, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah memasuki alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli.1 Pada dasarnya, transpor oksigen dan karbon dioksida oleh darah bergantung

pada

difusi

keduanya

dan

aliran

darah.

Untuk

itu

perlu

dipertimbangkan faktor-faktor kuantitatif yang berperan pada efek ini.1 PO2 dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan PO2 darah vena yang masuk kapiler rata-rata hanya 40 mmHg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui seluruh jaringan perifer. Oleh karena itu, perbedaan tekanan awal yang menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam paru adalah 104-40, atau 64 mmHg. Peningkatan PO2 yang cepat sewaktu darah melewati kapiler memperlihatkan bahwa PO2 meningkat sebanding dengan peningkatan yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler, menjadi hampir 104 mmHg.1 Sekitar 98 persen darah dari paru yang masuk atrium kiri mengalir melalui kapiler alveolus dan teroksigenasi hingga PO2 sekitar 104 mmHg. 2 persennya berjalan langsung dari aorta melalui sirkulasi bronchial, terutama mensuplai jaringan profunda paru dan tidak terpapar udara paru. Aliran darah ini merupakan aliran “pintas”, berarti darah yang memintas daerah pertukaran gas. Pada waktu meninggalkan paru, PO2 darah pintas hampir sama dengan darah vena normal, kira-kira 40 mmHg. Darah ini bercampur dalam darah vena paru dengan darah yang teroksigenasi dari kapiler alveolus; campuran darah ini disebut darah vena campuran, menyebabkan PO2 darah yang dipompa oleh jantung kiri ke dalam aorta turun sampai sekitar 95 mmHg.1 2.4.5

Pengambilan Oksigen Oleh Darah Paru Selama Kerja Selama kerja berat, tubuh seseorang memerlukan 20 kali jumlah oksigen

18

normal. Juga, karena peningkatan curah jantung, waktu menetapnya darah dalam kapiler sangat berkurang menjadi kurang dari setengah normal, walaupun pada kenyataannya kapiler yang terbuka bertambah. Oksigenasi darah dapat bertahan karena dua alasan tersebut. Namun karena ada suatu faktor pengaman yang besar untuk difusi oksigen melalui membran paru, darah tersebut hampir sepenuhnya dijenuhkan dengan oksigen ketika meninggalkan kapiler paru. Alasannya adalah sebagai berikut :2 1. Pertama, bahwa kapasitas difusi oksigen meningkat kira-kira hampir tiga kali lipat selama kerja, hasil ini terutama akibat meningkatnya daerah permukaan kapiler yang berperan dalam difusi, tetapi juga dari rasio ventilasi-perfusi yang semakin mendekati ideal di bagian atas paru. 2. Kedua, bahwa selama aliran darah paru normal, darah hampir menjadi tersaturasi dengan oksigen melalui sepertiga kapiler paru, dan ada sedikit penambahan oksigen yang masuk ke dalam darah selama dua pertiga akhir dari perpindahannya. Dengan ini pada keadaan normal, darah tinggal dalam kapiler paru kira-kira tiga kali lebih lama dari yang diperlukan untuk oksigenasi penuh. Oleh karena itu, waktu latihan, walaupun darah hanya sebentar saja berada dalam kapiler, tetapi darah masih dapat teroksigenasi penuh atau hampir penuh. 2.5 Difusi Oksigen di Perifer 2.5.1

Difusi Oksigen dari Kapiler ke Cairan Interstitial Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PaO2 masih 95 mmHg.

Sebaliknya, PO2 dalam cairan interstitial rata-rata hanya 40 mmHg. Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan sekitar 55 mmHg yang menyebabkan oksigen berdifusi sangat cepat dari darah ke dalam jaringan. 2.5.1.1 Kecepatan Darah dan PO2 Cairan Interstitial Jika aliran darah melalui jaringan yang utama meningkat, lebih besar jumlah oksigen ditranspor ke dalam jaringan pada suatu waktu, dan PO2 jaringan juga turut meningkat. Peningkatan aliran menjadi 400 persen dari normal akan meningkatkan PO2 dari 40 mmHg menjadi 66 mmHg. Batas atas di mana PO2 dapat meningkat, dengan aliran darah maksimal, adalah 95 mmHg, karena ini adalah tekanan oksigen dalam darah arteri. 2.5.1.2 Konsentrasi Hb dan PO2 Cairan Interstitial Karena hampir 97 % transpor oksigen dalam darah dibawa oleh hemoglobin, penurunan konsentrasi hemoglobin mempunyai efek yang sama

19

terhadap PO2 cairan interstitial seperti penurunan aliran darah. Dengan demikian, penurunan konsentrasi hemoglobin menjadi seperempat dari normal dimana aliran darah normal dapat mengurangi PO2 cairan interstitial menjadi kira-kira 13 mmHg. PO2 jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara (a) kecepatan transpor oksigen dalam darah ke jaringan dan (b) kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan. 2.5.2

Difusi Oksigen Dari Ekstraseluler Ke Sel Oksigen selalu dipakai sel, sehingga PO2 intraseluler tetap lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler. Juga, pada beberapa contoh, ada jarak yang dapat dipertimbangkan antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2 intraseluler normal berkisar serendah 5 mmHg sampai setinggi 40 mmHg, rata-rata (dengan pengukuran langsung pada binatang tingkat rendah) 23 mmHg. Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3 mmHg untuk memenuhi proses kimiawi dalam sel yang menggunakan oksigen, maka kita dapat melihat bahwa PO2 selular yang rendah, yaitu 23 mmHg, lebih dari cukup dan merupakan suatu faktor pengaman yang besar. 2.5.3

FiO2 FiO2, di bidang kedokteran, adalah fraksi oksigen inspirasi dalam

campuran gas. FiO2 ini dinyatakan sebagai angka dari 0 (0%) sampai 1 (100%). The FiO2 udara ruangan normal adalah 0,21 (21%). FiO2 Seorang pasien dapat bervariasi melalui penggunaan masker Venturi yang berbeda, dalam kombinasi dengan berbagai tingkat oksigen mengalir. Selain itu, kebanyakan ventilator mekanis memiliki kontrol untuk menyesuaikan FiO2. Sebuah FiO2 meningkat diperlukan dalam mengelola oksigenasi yang cukup pada pasien yang sakit kritis karena penyebab seperti operasi besar, cedera paru-paru akut, sepsis, pneumonia, gagal jantung kongestif, atau penyakit kardiopulmoner lainnya. The oksigenasi kepada pasien pada ventilator dapat dimanipulasi dengan mengubah tidak hanya FiO2, tetapi juga volume tidal, tingkat pernapasan dan memiliki tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP). Umumnya FiO2 dipertahankan kurang dari 60%. Pengaturan yang lebih tinggi dapat menyebabkan keracunan oksigen.2 Sebuah rasio PaO2/FiO2 adalah sebuah indeks untuk ciri sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), yang melibatkan hipoksemia berat (kandungan oksigen cukup dalam darah). PaO2 adalah tekanan parsial oksigen dalam darah arteri. Ini biasanya diukur dalam milimeter air raksa (mmHg atau Torr) dengan uji yang disebut gas darah arteri (ABG) analisis. PaO2 dari 75

20

sampai 100 mmHg dianggap normal. FIO2 adalah fraksi oksigen inspirasi atau, hanya persentase oksigen, dalam campuran gas. Misalnya, udara di atmosfer telah FIO2 dari 21 persen. Jika seorang pasien memerlukan ventilasi mekanis, FIO2 biasanya dalam 30-berkisar-40-persen.3 Langkah-langkah : 1. Mendapatkan nilai PaO2 di mmHg dari catatan atau di tempat lain. Contoh PaO2 = 92 mmHg. Catatan: penentuan PaO2 memerlukan sampel darah arteri dan peralatan laboratorium khusus seperti alat analisis gas darah atau 2.

spectrofluorometers Mengkonversi FIO2 (%) nilai ke dalam bentuk desimal. FIO2 = FIO2 (%) /

3.

100%. Contoh: FIO2 = 32% / 100% = 0,32 Hitung rasio PaO2/FiO2 mengambil nomor dari Langkah 1 dan 2 sebagai

4.

contoh. PaO2/FiO2 = 92 mmHg/0.32 = 287,5 mmHg Bandingkan rasio PaO2/FiO2 dengan kriteria hiperemi yaitu jika PaO2/FiO2 <200 mmHg. Kesalahpahaman lain yang umum adalah bahwa perubahan FiO2 dengan

ketinggian. Tetap sebesar 0,21 pada semua ketinggian di atmosfer. Apa perubahan itu adalah tekanan udara dari udara. Pada ketinggian, oleh karena itu, tekanan parsial oksigen yang disampaikan oleh 21% oksigen yang lebih rendah. Tekanan parsial adalah kekuatan pendorong untuk oksigenat darah dan karena itu tekanan parsial lebih rendah membuat lebih sulit untuk mendapatkan O2 dikirimkan ke jaringan yang memerlukannya, mengakibatkan hipoksia.2 2.6 Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Kapasitas O2 membawa Hb dibatasi oleh jumlah tempat ikatan O2 pada setiap molekul Hb; jumlah ikatan O2 pada sampel Hb tampak sebagai konsentrasi (normal: O2/100ml darah) maupun (alternatif) sebagai persentase saturasi kapasitas maksimal O2. Ketika Hb tersaturasi 100%, jumlah ikatan O2 tidak dapat ditingkatkan dengan tekanan parsial O2. Ko-operatifitas positif ikatan O2-Hb adalah alat khusus Hb tetramerik. Kurva disosiasi (atau asosiasi) Hb-O2 kemudian tampak sigmoidal daripada hiperbolik, yang memfasilitasi pengikatan O2 pada paru dan pelepasan O2 pada jaringan.10 Gambar kurva disosiasi oksigen-hemoglobin memperlihatkan peningkatan progressif pada persentase hemoglobin yang terikat dengan oksigen ketika PO2 meningkat, yang disebut persentase kejenuhan hemoglobin. Karena darah arteri biasanya mempunyai PO2 kira-kira 95 mmHg, kita dapat melihat dari kurva disosiasi bahwa kejenuhan darah arteri dengan oksigen kira-kira 97%. Sebaliknya, pada keadaan normal, PO2 darah vena yang kembali dari jaringan

21

kira-kira 40 mmHg dan kejenuhan hemoglobinnya kira-kira 75%.13

Gambar 2.6-13. Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin.5

22

Darah orang normal mengandung sekitar 15 gram hemoglobin dalam setiap 100 milimeter darah, dan tiap gram hemoglobin dapat berikatan dengan maksimal 1,34 mililiter oksigen (1,39 mililiter bila hemoglobin secara kimiawi bersifat

murni,

tetapi

ini

dikurangi

dengan

yang

tidak

murni

seperti

methemoglobin). Oleh karena itu, rata-rata, hemoglobin dalam 100 mililiter darah dapat bergabung dengan total hampir 20 mililiter oksigen bila tingkat kejenuhannya 100%. Ini biasanya dinyatakan sebagai 20% volume. Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin untuk orang normal dapat juga dinyatakan dalam bentuk volume persen oksigen, seperti diperlihatkan oleh skala paling kanan pada gambar kurva disosiasi oksigen-hemoglobin diatas, kebalikan dengan persentase kejenuhan hemoglobin.13 Jumlah total oksigen yang terikat dengan hemoglobin di dalam darah arteri normal, dengan kejenuhan normal 97% adalah kira-kira 19,4 mililiter tiap 100 mililiter darah. Waktu melewati kapiler jaringan, jumlah ini berkurang, ratarata menjadi 14,4 mililiter (PO2, 40 mmHg, hemoglobin tersaturasi 75%). Dengan demikian, pada keadaan normal, kira-kira 5 mililiter oksigen ditranspor ke jaringan oleh setiap 100 mililiter darah.13 2.6.1

Definisi dan Manfaat Kurva Disosiasi Oksigen (Gabungan Reversibel antara Hemoglobin dan Oksigen) Jumlah oksigen yang terikat hemoglobin berkaitan erat dengan tekanan

parsial oksigen. Di paru, pada dinding alveolar kapiler, tekanan parsial oksigen sangat tinggi, sehingga oksigen terikat erat dengan hemoglobin. Saat

darah

mengalir pada jaringan tubuh lain dimana tekanan parsial oksigen rendah, hemoglobin melepas oksigen ke jaringan karena hemoglobin tidak dapat mempertahankan kemempuan mengikat oksigen pada tekanan parsial oksigen yang rendah.13 Kurva disosiasi oksihemoglobin menggambarkan hubungan antara tekanan oksigen darah dengan kandungan oksigen didalamnya (Morgan,1999). Kurva disosiasi oksigen-hemoglobin memplotkan hubungan dari kejenuhan hemoglobin pada sumbu vertikal melawan tekanan oksigen pada sumbu horizontal. Kurva disosiasi oxyhemoglobin merupakan suatu perangkat penting untuk memahami bagaimana darah kita membawa dan melepaskan oksigen. Secara spesifik, kurva disosiasi oxyhemoglobin menghubungkan kejenuhan oksigen (SO2) dan tekanan parsial oksigen dalam darah (PO2), dan ditentukan oleh apa yang disebut dengan “afinitas hemoglobin terhadap oksigen”, yaitu,

23

seberapa cepat hemoglobin mendapatkan dan melepaskan molekul oksigen dari jaringan di sekitarnya.2 Kurva disosiasi oksigen penting untuk mengerti bagaimana darah membawa dan melepas oksigen. Khususnya, kurva disosiasi oksihemoglobin berkaitan dengan saturasi oksigen dan tekanan parsial oksigen dalam darah (PO2 ) dan disebut sebagai afinitas hemoglobin terhadap oksigen yaitu kemampuan hemoglobin melepas dan menangkap oksigen dari jaringan sekitar.2 Pada bentuk dasar, kurva disosiasi oxyhemoglobin menjelaskan hubungan antara tekanan parsial oksigen (X) dan saturasi oksigen (Y). Afinitas hemoglobin terhadap oksigen meningkat sejajar dengan keberhasilan pengikatan oksigen. Lebih banyak ikatan molekul seperti ketooksigen meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan parsial. Sesuai dengan atas pencapaian, terjadi ikatan tambahan yang sangat kecil dan muncul bentuk kurva sebagai tanda hemoglobin bersatu dengan oksigen. Dikenal dengan sigmoidal kurva, atau bentuk S. Pada tekanan sebesar 60 mmHg, kurva standar disosiasi relatif flat, berarti bahwa

muatan oksigen darah tidak

memberikan perubahan berarti

bahkan dengan peningkatan tekanan parsial oksigen yang tinggi. Untuk mendapatkan oksigen yang lebih banyak akan diperlukan tranfusi darah untuk menambah jumlah hemoglobin. (and hence the oxygen carrying capacity), atau pemberian oksigen tambahan yang akan meningkatkan oksigen terlarut dalam plasma.2

Tampak P50, & SaO2 pada PaO2 = 80 mmHg Gambar 2.6-14. Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Standar5

24

Walaupun ikatan oksigen dengan hemoglobin masih ada pada tekanan dibawah 60 mmHg, dimana tekanan parsial oksigen turun pada daerah curam kurva. Oksigen tidak sampai pada jaringan perifer sesuai dengan berkurangnya afinitas hemoglobin.14 Tekanan parsial oksigen dimana saturasi hemoglobin 50 % adalah sebesar 26.6 mmHg pada orang sehat, dikenal dengan P50. P50 adalah perkiraan konvensional afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Adanya penyakit tertentu yang mengubah afinitas hemoglobin dan mengubah kurva bergerak ke kiri atau kanan maka juga akan mengubah P50. Peningkatan

P50 menandakan kurva

bergerak ke kanan yang berarti diperlukan tekanan parsial yang besar untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar 50%. Ini menandakan penurunan afinitas. Begitu juga sebaliknya.14 Gambaran paling penting dari molekul hemoglobin adalah kemampuannya untuk dapat berikatan secara longgar dan reversible dengan oksigen. Oksigen tidak bergabung dengan dua ikatan positif besi dalam molekul hemoglobin. Malahan, berikatan secara longgar dengan salah satu yang disebut ikatan koordinasi atom besi. Ikatan ini begitu longgarnya sehingga gabungan tersebut mudah terlepas. Selanjutnya, oksigen tidak menjadi oksigen ionic tetapi diangkut ke jaringan sebagai oksigen molekuler yang terdiri dari dua atom oksigen, yang karena longgar, siap untuk bergabung lagi, maka oksigen dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler terlarut, bukan oksigen ionik.1 Molekul oksigen bergabung secara longgar dan reversibel dengan bagian heme dari hemoglobin. Bila Po2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, oksigen berikatan dengan hemoglobin. Tetapi bila oksigen rendah, misalnya pada kapiler jaringan, oksigen dilepaskan dari hemoglobin. Dari gambaran kurva disodiasi oksihemoglobin dapat dilihat peningkatan progresif pada prosentasi hemoglobin yang terikat dengan oksigen ketika Po2 meningkat, yang disebut persentase kejenuhan hemoglobin. Karena darah arteri biasanya memiliki PO2

kira-kira

95% mmHg, maka dapat dilihat bahwa kejenuhan darah arteri dengan oksigen kira-kira 97%. Sebaliknya, pada keadaan normal, PO2 darah vena yang kembali dari jaringan kira-kira 40 mmHg dan kejenuhuan hemoglobinnya kira-kira 75%.1 2.6.2

Definisi dan Manfaat Mixed Venous Point Mixed venous point adalah titik yang menunjukkan darah vena yang

tercampur. PO2 disini adalah 40 mmHg dan saturasi hemoglobinnya 75%. Muatan oksigen tidak dapat dispesifikasi tanpa informasi yang lebih lanjut

25

(misalnya Hb).15

Gambar 2.6-15. Kurva Disosiasi Oksigen pada Adult Haemoglobin (HbA)

Perhatikan bahwa mixed venous point tidak tepat pada ODC normal sebagaimana pada gambar (pada semua teks). Peningkatan PCO2 dan penurunan pH pada darah vena yang tercampur berarti bahwa mixed venous point harus terletak pada ODC yang sedikit bergeser ke kanan daripada ODC standart. Hal ini disebut dengan efek Bohr.15 Efek Bohr adalah pergeseran kurva ke kanan pada respon terhadap asidemia dan dalam keadaan kekurangan oksigen, serta pada konsentrasi 2,3DPG yang tinggi.16 2.6.3

Definisi dan Manfaat P50 Istilah ini digunakan pada literatur mengenai kurva disosiasi oksigen. P50

didefinisikan sebagai tekanan parsial oksigen dimana oksigen yang membawa protein tersaturasi 50%. Istilah ini biasanya digunakan dalam hubungannya dengan hemoglobin tetapi dapat juga digunakan untuk protein pengikat oksigen lain misalnya myoglobin. Meskipun sering digambarkan sebagai suatu titik pada kurva disosiasi, tidak benar bahwa P50 secara definisi adalah suatu titik pada axis-X sebagai suatu nilai P02 tertentu (dan bukan suatu nilai pasangan PO 2-SO2 seperti pada mixed venous point misalnya).15 P50 Standard adalah tekanan oksigen dimana hemoglobin tersaturasi 50% pada pH 7,4 , PCO2 40 mmHg, temperature 37 C , dengan karboksi-

26

hemoglobin < 2%.16 P50 normal pada hemoglobin orang dewasa adalah 26,6 mmHg. PO2 digunakan untuk memperjelas posisi kurva disosiasi oksigen (atau selan itu, P50 merupakan suatu index afinitas oksigen terhadap protein pembawa oksigen. Hal ini yan memperjelas posisi kurva sebenarnya). P50 merupakan titik yang paling berguna untuk memperinci posisi kurva karena titik ini terdapat pada bagian kurva yang paling cepat peningkatannya. Karena itu titik ini merupakan titik yang paling sensitif untuk mendeteksi pergeseran kurva.15 Mengetahui P50 pada suatu kurva dapat digunakan untuk membandingkan posisi kurva yang lain pada kondisi yang berbeda. Peningkatan P50 menunjukkan shift to the right dari kurva standar, yang berarti diperlukan tekanan parsial oksigen yang lebih besar untuk mempertahankan saturasi oksigen 50%. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas. Sebaliknya, P50 yang lebih rendah menunjukkan shift to the left dan peningkatan afinitas.15

Gambar 2.6-16. Pergeseran P50.

Grafik di atas menunjukkan perubahan pada P50 tekanan Oksigen pada simulasi arterial (PaO2) , mixed venous (PvO2) dan kapiler (PcO2) darah pada individu yang pernapasannya bergeser 50% dengan oksigen 50%. Tekanan barometer = 760 mmHg, konsentrasi hemoglobin = 15 g/dL , pH arteri 7,4 , PCO2 arteri 40 mmHg. Tampak bahwa peningkatan P50 meningkatkan PaO2, PvO2,

27

dan PcO2.16 2.6.4

Efek Hemoglobin untuk “Dapar” PO2 Oksigen Jaringan Meskipun hemoglobin diperlukan untuk transport oksigen ke jaringan,

hemoglobin masih melakukan fungsi utama lain untuk kehidupan. Ini adalah fungsi hemoglobin sebagai simtem “dapar oksigen jaringan”. Dengan ini, hemoglobin dalam darah terutama bertanggung jawab untuk stabilisasi tekanan oksigen dalam jaringan. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 2.6.4.1 Hemoglobin dalam Mempertahankan PO2 Konstan dalam Jaringan Pada keadaan basal, jaringan membutukkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap desiliter darah yang melalui kapiler jaringan. Pada kurva disosiasi oksigen-hemoglobin, dapat dilihat bahwa untuk setiap 5 mililiter oksigen yang dilepaskan, PO2 harus turun kira-kira 40 mm Hg. Oleh karena itu, PO 2 jaringan dalam keadaan normal tidak dapat meningkat di atas 40 mm Hg, seandainya terjadi demikian, oksigen yang diperlukan jaringan tidak dapat dilepaskan dari hemoglobin. Dengan cara ini, dalam keadaan normal hemoglobin menunjukkan batas atas dari tekanan gas dalam jaringan, yaitu sekitar 40 mm Hg. Sebaliknya, pada latihan berat, sejumlah besar oksigen (sebanyak 20 kali normal) harus dilepaskan dari hemoglobin ke jaringan. Tetapi ini dapat dicapai dengan sangat sedikit penurunan PO2 dalam jaringan (turun sampai 15-20 mm Hg) karena kemiringan kurva disosiasi yang curam dan akibat peningkatan aliran darah jaringan yang disebabkan oleh penurunan PO 2; artinya, sedikit penurunan PO2 meyebabkan sejumlah besar oksigen dilepaskan. Dapat dilihat, bahwa hemoglobin dalam darah

secara

otomatis

melepaskan oksigen ke jaringan pada tekanan sekitar 20 dan 40 mm Hg. 2.6.4.2 Efek Dapar Hb Mempertahankan PO2 Jaringan Hampir Konstan pada Perubahan Nyata Konsentrasi Oksigen Atmosfer PO2 normal dalam alveoli kira-kira 104 mm Hg, tetapi ketika seseorang mendaki gunung atau naik pesawat udara, PO2 mudah turun sampai kurang dari setengah jumlah ini. Atau, bila seseorang memasuki daerah bertekakan udara tinggi, seperti di laut yang dalam atau dalam tabung yang bertekakan tinggi, PO 2 jaringan dapat meningkat 10 kali. Walaupun demikian, perubahan PO 2 jaringan sangat sedikit. Dapat dilihat pada kurva disosiasi oksigen-hemoglobin di bawah bahwa bila PO2 alveolus diturunkan sampai 60 mm Hg, kejenuhan hemoglobin arteri

28

masih 89 persen, hanya 8 persen di bawah kejenuhan normal sebesar 97 persen. Selanjutnya, jaringan masih mengeluarkan kira-kira 5 mililiter oksigen dari setiap desiliter darah yang mengalir melalui jaringan tersebut; untuk mengeluarkan oksigen, PO2 jaringan banyak berubah, walaupun P02 alveolus jelas turun dari 104 menjadi 60 mm Hg.

Gambar 2.6-17. Tekanan Gas Oksigen.1

Sebaliknya, bila PO 2 alveolus meningkat sampai 500 mm Hg, kejenuhan oksigen maksimum dari hemoglobin tidak pernah meningkat di atas 100 persen, yanga 3 persen di atas nilai normal, yaitu 97 persen. Sejumlah kecil oksigen tambahan juga terlarut dalam cairan darah. Lalu, bila darah mengalir melalui kapiler jaringan, darah masih kehilangan beberapa mililiter oksigen ke jaringan, yang secara otomotis mengurangi P02 darah kapiler ke suatu nilai yang hanya beberapa mililiter lebih besar dari normal, yaitu 40 mm Hg. Akibatnya, oksigen alveolus menjadi sangat besar (PO 2 dari 60 menjadi lebih dari 500 mm Hg) dan PO2 yang masih tersisa dalam jaringan besarnya hanya beberapa mililiter dari nilai normal, menggambarkan fungsi dapar oksigen jaringan dari hemoglobin darah yang baik sekali. 2.6.5

Hipoksia Abnormalitas penurunan suplai O2 ke jaringan dikelompokkan sebagai

berikut: 1. Hipoksia-Hipoksik ( B1): insufisiensi suplai O2 mencapai darah, misalnya, akibat penurunan PO2 atmosfer pada ketinggian, penurunan ventilasi alveolar, atau

29

cacat pertukaran udara alveolar. 2. Hipoksia-Anemik (B2): penurunan kapasitas darah membawa O2, misalnya akibat penurunan total Hb pada anemia defisiensi besi. 3. Hipoksia-Stagnan/Iskemik (B3): insufisiensi suplai O2 mencapai jaringan akibat penurunan aliran darah (Q). Penyebab dapat sistemik (misalnya gagal jantung) atau lokal (misalnya obstruksi arteri). Penurunan aliran darah seharusnya

dikompensasi

dengan

peningkatan

([O2]a–[O2]y)

untuk

mempertahankan pengangkutan O2 yang adekuat. Hal ini bukan kasus dalam hipoksia hipoksik and anemik. Influks dan efluks substrat dan metabolit juga cacat pada hipoksia stagnan. Glikolisis anaerobik kemudian sedikit membantu. 4. Hipoksia juga dapat terjadi ketika jarak difusi meningkat akibat penebalan jaringan tanpa peningkatan yang sesuai dari jumlah kapiler darah. Hal ini menghasilkan insufisiensi suplai darah ke sel. 5. Hipoksia-Histotoksik/Sitotoksik terjadi akibat utilisasi O2 jaringan yang cacat meskipun terdapat suplai O2 yang cukup di mitokondria, sebagaimana tampak pada keracunan sianida. Sianida memblokade metabolisme seluler oksidatif dengan menghambat oksidase-sitokrom. Anoksia (kekurangan oksigen secara total) dapat terjaddi akibat gagal jantung atau nafas. Jangka waktu survival otak adalah faktor yang membatasi survival keseluruhan. Penurunan kesadaran terjadi setelah anoksia hanya 15 detik, dan kerusakan otak permanen terjadi pada anoksia lebih dari 3 menit. Sianosis adalah perubahan warna membiru pada kulit, bibir, kuku, dan lainnyaskin akibat deoxyhemoglobin arterial berlebihan (>50 g/L). Sianosis adalah tanda hipoksia pada individu dengan kadar Hb total normal atau penurunan sedang. Ketika Hb total sangat rendah, defisiensi O2 (hipoksia anemik) dapat mengancam nyawa, meskuipun tanpa sianosis. Sianosis dapat terjadi tanpa hipoksia signifikan ketika kadar Hb meningkat.

30

Gambar 2.6-18. Klasifikasi Hipoksia.5

2.7 Faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin, dan Kepentingannya untuk Transpor Oksigen Pergeseran kurva disosiasi ke kanan artinya terjadi penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Hal ini menyebabkan hemoglobin lebih sulit berikatan dengan oksigen (membutuhkan tekanan parsial yang lebih tinggi untuk mencapai saturasi oksigen yang sama), dan lebih mudah bagi hemoglobin untuk melepas oksigen yang terikat. Sebaliknya, pergeseran kurva disosiasi ke kiri berarti terjadi peningkatan afinitas, membuat oksigen lebih mudah diikat oleh hemoglobin dan lebih sulit dilepaskan. Beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigenhemoglobin ke kanan antara lain: penurunan pH, peningkatan konsentrasi karbon dioksida, peningkatan temperatur darah, peningkatan DPG (2,3 difosfogliserat) yaitu senyawa fosfat yang secara normal berada dalam darah tetapi konsentrasinya berubah pada kondisi yang berbeda. Dan sebaliknya, faktor yang menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri antara lain: peningkatan pH, penurunan konsentrasi karbon dioksida, penurunan temperatur darah, penurunan DPG (2,3 difosfogliserat).14

31

Gambar 2.7-19. Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Dipengaruhi pH, DPG, dan Suhu.

Keadaan yang menggeser kurva disosiasi ke kiri adalah hemoglobin janin (fetus) dalam jumlah besar. Pergeseran kurva ke kiri bila terdapat hemoglobin janin menyebabkan peningkatan pelepasan oksigen ke jaringan janin pada keadaan hipoksia janin. Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini juga kemudian mengubah kurva disosiasi. Pergeseran kurva ke kanan disebabkan oleh peningkatan suhu, peningkatan 2,3DPG, peningkatan PCO2, atau penurunan pH. Untuk kondisi sebaliknya, kurva bergeser ke kiri. Pergeseran kurva ke kanan menyebabkan penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sehingga sulit berikatan dengan oksigen (tekanan parsial tinggi diperlukan oleh hemoglobin untuk mengikat oksigen).14

32

Gambar 2.7-20. Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Dipengaruhi pH, DPG, dan Suhu. 6

2.7.1

Efek Karbon Dioksida Carbon dioxide mempengaruhi kurva dengan 2 cara : pertama, dengan

mempengaruhi intracellular pH (the Bohr effect), dan kedua, akumulasi CO2 menghasilkan komponen karbamino melalui interaksi kimia. Kadar komponen karbamino yang rendah mengakibatkan pergeseran kurva ke kanan, sementara kadar yang lebih tinggi menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.14 2.7.2

Karbon Monoksida Karbon monoksida mengikat hemoglobin 240 kali lebih kuat daripada

dengan oksigen, oleh karena itu keberadaan karbon monoksida dapat mempengaruhi ikatan hemoglobin dengan oksigen. Selain dapat menurunkan potensi ikatan hemoglobin dengan oksigen, karbon monoksida juga memiliki efek dengan menggeser kurva ke kiri. Dengan meningkatnya jumlah karbon monoksida,

seseorang

dapat

menderita

hipoksemia

berat

pada

saat

mempertahankan PO2 normal.14 2.7.3

Variasi Konsentrasi Ion Hidrogen

33

Variasi konsentrasi ion hidrogen dapat merubah pH darah. Penurunan pH menggeser kurva ke kanan, sedangkan peningkatan pH akan menggeser kurva standard ke kiri. Dikenal dengan nama Bohr effect.14

Gambar 2.7-21. Pergeseran Kurva Dissosiasi oksigen yang dipengaruhi oleh pH.

2.7.4

Effects of 2,3-DPG 2,3-diphosphoglycerate, or 2,3-DPG, adalah sebuah organophosphate,

dimana dibuat dalam eritrosit selama glikolisis. Produksi mekanisme adaptif, dimana produksi

2,3-DPG adalah

meningkat pada kondisi hypoxemia,

chronic lung disease, anemia, congestive heart failure., septic shock dan hypophosphatemia.14 Namun adanya kelebihan 2,3-DPG juga akan mempersulit hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen di dalam paru bila PO2 alveolus dikurangi. Oleh karena itu, pergeseran kurva disosiasi akibat efek 2,3-DPG memberi manfaat pada keadaan tertentu tetapi merugikan pada keadaan lain. 1 Kadar 2,3-DPG yang tinggi menggeser kurva standard ke kanan, sedangkan kadar 2,3-DPG yang rendah menyebabkan pergeseran kurva standard ke kiri, yang dapat terjadi pada kondisi syok septik dan hipofosfatemia.2 DPG normal dalam darah mempertahankan kurva disosiasi oksigenhemoglobin sedikit bergeser ke kanan setiap saat. Tetapi, pada keadaan hipoksia yang berlangsung lebih dari beberapa jam, jumlah DPG akan meningkat, dengan demikian, menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin lebih ke kanan. Ini

34

menyebabkan oksigen dilepaskan ke jaringan pada tekanan oksigen 10 mmHg lebih besar daripada keadaan tanpa peningkatan DPG ini. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, hal ini dapat menjadi suatu mekanisme penting untuk menyesuaikan diri terhadap hipoksia, khususnya terhadap hipoksia akibat aliran darah jaringan yang kurang baik. Namun, adanya kelebihan DPG juga akan menyulitkan hemoglobin untuk bergabung dengan oksigen dalam paru bila PO2 alveolus dikurangi, dengan demikian kadang-kadang menimbulkan resiko juga selain manfaat. Oleh karena itu pergeseran kurva disosiasi DPG memberi manfaat pada keadaan tertentu tetapi merugikan pada keadaan lain.15 2.7.5

Fetal Hemoglobin Fetal hemoglobin (HbF) berbeda secara struktur dari normal hemoglobin

(Hb). Kurva disosiasi fetal cenderung bergerak ke kiri dibanding dewasa. Umumnya, tekanan oksigen arteri pada fetal rendah, sehingga pengaruh pergeseran ke kiri adalah peningkatan uptake oksigen melalui plasenta.14

Gambar 2.7-22. Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin pada Fetal Hemoglobin

35

Gambar 2.7-23. Kurva Disosiasi Oksigen pada Fetal Hemoglobin, Adult Hemoglobin, dan Adult Hemoglobin dengan pH rendah atau terdapatnya 2,3-DPG

Secara struktural, hemoglobin fetal (HbF) berbeda dari hemoglobin normal (Hb). HbF terdiri dari 2 α-globin dan 2 -globulin (tanpa ada rantai beta). Perbedaan struktur globin ini menyebabkan HbF tidak dapat bereaksi dengan 2,3-DPG dan mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa oksigen dialirkan dari darah ibu ke darah fetus, tanpa memperhitungkan PO2 di darah ibu.15 Dibandingkan dengan kurva disosiasi oksigen-hemoglobin pada dewasa, kurva disosiasi oksigen-HbF bergeser ke kiri. Kurva HbF memiliki bentuk sigmoid, sangat mirip dengan kura disosiasi oksigen-hemoglobin dewasa, hanya saja sedikit bergeser ke kiri. Biasanya, tekanan oksigen arterial fetus rendah dan pergeseran kearah kiri

memperjelas adanya uptake oksigen plasental.

Akibatnya tekanan parsial oksigennya lebih rendah daripada HbA karena HbF kurang sensitif terhadap efek 2,3 DPG. Tekanan parsialnya sekitar 18 mmHg (rentang antara 18-20 mmHg berdasarkan beberapa sumber).15 Tekanan parsial oksigen yang lebih rendah mengindikasikan bahwa kurva bergeser ke kiri dibandingkan dengan kurva pada dewasa (karena HbF mempunyai afinitas oksigen yang lebih tinggi). Alasannya adalah berkurangnya ikatan 2,3 DPG terhadap HbF. 2,3 DPG berikatan paling baik dengan rantai beta HbA dan hal ini menggeser kurva ke kanan menunjukkan suatu penurunan afinitas oksigen. Pada kenyataannya, 2,3 DPG berikatan paling kuat dengan

36

rantai beta dari deoxyhaemoglobin.15 Terdapat perbedaan kurva disosiasi oksigen fetus dan maternal pada suatu waktu. Perbedaan ini terjadi karena pergeseran ke kiri dari HbF, peningkatan kadar Hb pada darah fetus dan penurunan kadar Hb pada darah maternal (anemia fisiologis).16

Gambar 2.7-24. Kurva Disosiasi Oksigen pada Fetal Hemoglobin (HbF)

Gambar 2.7-25. Kurva Disosiasi Oksigen pada Ibu dan Fetus

2.7.6

Efek Methemoglobinemia Methemoglobin merupakan bentuk hemoglobin yang kandungan besinya

telah

mengalami

oksidasi,

sehingga

tidak

dapat

mengangkut

oksigen.

37

Methemoglobin dapat terbentuk akibat paparan nitrat, nitrit, fenasetin, piridium, sulfonamid, maupun benzokain. Methemoglobinemia menyebabkan pergeseran kurva ke kiri.14 2.7.7

Temperatur Hipertermia

menyebabkan pergeseran kurva ke kanan.14 Meskipun

temperatur tidak memberikan efek sebesar efek dari faktor-faktor sebelumnya, tetapi hipertermia dapat menyebabkan pergeseran kurva ke kanan, sedangkan hipotermia mengakibatkan pergeseran kurva ke kiri.2 Temperatur yang meningkat menyebabkan denaturasi ikatan antara oksigen dengan hemoglobin, yang akan meningkatkan jumlah oksigen dan hemoglobin, dan menurunkan konsentrasi oksihemoglobin; sehingga, kurva disosiasi bergeser ke kanan.17

Gambar 2.7-26. Pergeseran Kurva Disosiasi Oksigen-Hemoglobin oleh Temperatur

2.7.8

Aktivitas Fisik Pada saat bekerja, barbagai faktor dapat menggeser kurva disosiasi

cukup jauh ke kanan. Otot yang sedang bekerja akan melepaskan sejumlah besar karbondioksida. Hal ini, ditambah asam yang dilepaskan oleh otot yang sedang bekerja, akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen di dalam darah

38

kapiler otot tersebut. Di samping itu, suhu otot seringkali meningkat sebesar 2 sampai 3 0C, yang dapat meningkatkan PO2 untuk melepaskan oksigen ke dalam otot sebanyak 15 mmHg. Semua faktor ini bekerja sama menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin dari darah kapiler otot tersebut cukup jauh ke kanan. Pergeseran kurva ke arah kanan kadang menyebabkan oksigen dilepaskan ke otot pada PO2S sebesar 40 mmHg (sama dengan nilai normal dalam keadaan istirahat) walaupun sebesar 75-85 persen oksigen dikeluarkan dari hemoglobin. Kemudian, dalam paru, terjadi pergeseran ke arah yang berlawanan, dengan demikian, memungkinkan pengambilan oksigen dalam jumlah ekstra dari alveoli.1 2.7.9

Efek Bohr Pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin sebagai respon terhadap

perubahan karbon dioksida dan ion hidrogen memberi pengaruh penting dalam meninggikan oksigenasi darah dalam paru serta meningkatkan pelepasan oksigen dari darah dalam jaringan. Ini disebut Efek Bohr, dan dapat dijelaskan sebagai berikut: Ketika darah melalui paru, karbon dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveoli.Ini menurunkan PCO2 darah dan konsentrasi ion hidrogen sebagai akibat penurunan asam karbonat darah. Efek dari dua keadaan ini menggeser kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri dan ke atas. Oleh karena itu, jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin menyebabkan PO2 alveolus meningkat, dengan demikian transpor oksigen ke jaringan lebih besar. Bila darah mencapai jaringan kapiler, terjadi efek yang tepat berlawanan. Karbon dioksida yang memasuki darah dari jaringan menggeser kurva ke kanan, memindahkan oksigen dari hemoglobin ke jaringan dengan PO2 yang lebih tinggi daripada seandainya tidak terjadi demikian.15

39

Gambar 2.7-27. Pergeseran Kurva Disosiasi Oksihemoglobin Ke Kanan

Tabel. Konversi antara saturasi oksigen arterial dan tekanan oksigen saturation 98 97 96 95 94 93 92 91 90 88

kPa mmHg % saturation kPa mmHg 15 112 86 6.8 51 12.2 92 84 6.5 49 10.8 81 82 6.2 47 9.9 74 80 5.9 45 9.3 70 75 5.4 40 8.8 66 70 4.9 37 8.4 63 65 4.5 34 8.1 60 60 4.2 31 7.7 58 55 3.8 29 7.3 55 50 3.5 27 * kPa and mmHg: faktor konversi, 7.5 × kPa = mmHg: posisi normal kurva disosiasi haemoglobin.

Turunnya pH atau naiknya temperatur tubuh akan menggeser kurva disosiasi ke kanan. Hal ini berefek PaO2 lebih tinggi berapapun SaO2 yang diberikan; misalnya pada pH 7.20, saturasi yang terukur (dengan oksimetri, misalnya) 90% adalah ekuivalen dengan PaO 2 9.7 kPa (73 mmHg), dibanding

40

dengan 7.7 kPa (58 mmHg): peningkatan temperatur tubuh hingga 41OC akan berefek sama, dengan efek pH dan temperatur yang saling menambahkan. Kebalikannya, dengan PaO2 yang diberikan, pireksia dan asidosis akan menurunkan SaO2 dan juga transport oksigen ke jaringan. Defisit/ekses basa juga memiliki efek independen yang relatif kecil. Peningkatan kadar 2,3-DPG menggeserkurva ke kanan, tetapi fluktuasi kadarnya tidak dapat diprediksi, dan memiliki perubahan yang kecil. Perubahan pada temperatur tubuh dan asidosis adalah alasan umum bahwa saturasi oksimetri nadi yang terukur tampak “tidak sesuai” dengan gas darah yang terukur (pH berperan secara teoritis dalam perhitungan SaO2 oleh mayoritas analis, tetapi temperatur tubuh pasien jarang diperhitungkan). 2.8 Transport Karbon Dioksida Dalam biologi karbon dioksida berperan sebagai hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak, dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Karbon dioksida dibawa di dalam darah dari jaringan ke paru kemudiannya diekskresi tubuh melalui tiga cara berikut: 1. Secara fisik karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2) 2. Berikatan dengan gugus amino pada Hb dalam sel darah merah (karbomino hemoglobin [23% dari seluruh CO2]) 3. Ditransport sebagai bikarbonat plasma;15 terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Pada darah arteri, HCO-3 adalah 90% dari CO2 total yang dibawa; CO2 terlarut 5%, dan karbamino CO2 5%.10 2.8.1

CO2 Terlarut Tingginya tekanan PCO2 pada jaringan mendorong CO2 ke dalam darah,

tetapi hanya sebagian kecil yang tinggal dan terlarut dalam plasma. Mematuhi hukum Henry, dan karena 20 kali lebih larut di dalam darah daripada O2, maka terdapat porporsi yang signifikan dari CO2 total yang ditransport oleh darah. CO2 terlarut dibawa dalam darah baik pada kompartemen intraseluler maupun ekstraseluler.10 Di dalam sel darah merah CO2 berikatan dengan air dengan reaksi: CO2 + H2O = H2CO3 = H+ +HCO3Reaksi ini (persamaan asam bikarbonat-asam karbonik) reversibel. Hiperventilasi

41

adalah ventilasi alveolus dalam keadaan kebutuhan metabolisme berlebihan menyebabkan alkalosis sebagai akibat eksresi CO2 berlebihan ke paru-paru. Hipoventilasi adalah ventilasi alveoli yang tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme, sebagai akibat dari retensi CO2 oleh paru-paru.1 Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut: C02 + H20 Þ (karbonat anhidrase) H2CO3 Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumonia. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis.17 2.8.2

Bikarbonat Hidrasi dari CO2 akan pelan sekali jika tidak diakselerasi oleh enzim

carbonic anhydrase (CA). Bikarbonat dibentuk melalui hidrasi CO2 terlarut membentuk asam karbonat yang kemudian berdisosiasi menjadi H+ dan HCO-3. Reaksi hidrasi dipercepat 13,000-kali oleh enzim anhidrase karbonik, yang ditemukan dalam eritrosit, baik pada intraseluler maupun di permukaannya. 10 Enzim ini ditemukan di renal tubular cells, gastrointestinal mucosa, otot dan jaringan lain, tetapi aktivitas terbesarnya pada sel darah merah. Asam karbonik siap diurai menjadi bicarbonate dan H. HCO3 meninggalkan sel darah merah dan ion clorida masuk untuk menjaga neutralitas kelistrikan. CO2 berdifusi melalui membran sel darah merah menuju sitosol di mana terjadi reaksi hidrasi untuk membentuk asam karbonik. Asam karbonik kemudian melakukan disosiasi menjadi H+ + HCO3-. Untuk melakukannya, HCO-3 dibawa keluar dari eritrosit yang bertukar dengan ion Cl- ekstraseluler pada AE1 (anionexchanger isoform 1) dan proton, di mana di-buffer oleh buffers intraseluler (terutama Hb, di mana bentuk deoksigenasi merupakan proton buffer yang lebih kuat daripada bentuk oksigenasinya). Konsentrasi klorida intraseluler eritrosit kemudian lebih tinggi pada eritrosit vena daripada arteri ; (chloride shift). Chloride shift adalah suatu proses untuk mengatur pH, di mana terjadi pergerakan ion klorida dari plasma ke dalam sel darah merah sebagai akibat dari transfer karbon dioksida dari jaringan ke plasma.

42

2.8.3

Carbamino CO2 Chloride shift difasilitasi oleh chloride-bicarbonate exchanger (anion

exchanger) yang ada pada membran sel darah merah. Chloride-bicarbonate exchanger ini bukanlah suatu pompa, yang menggunakan energi metabolik dan juga bukanlah suatu enzim melainkan suatu counter-transporter, yang dikenal dengan band III.[1] Ion H tidak bisa keluar akibat rendahnya permeabilitas membran terhadap H. Mayoritas H bergabung dengan Hb, menurunkan oksigen binding, dan menggeser kurva oksihemoglobin equilibrium ke kanan. Pada kapiler

paru,

oksigenasi

dari

Hb

menyebabkan

pelepasan

dari

CO2.

Carbaminohemoglobin yang terbentuk di sel darah merah dari reaksi CO2 dengan free amine groups (NH2) pada molekul Hb

Deoksigenasi Hb

mengikat banyak CO2 daripada oxygenated Hb.meskipun

reaksi mayor berhubungan dengan CO2 terjadi di sel darah merah, kebanyakan CO2 diangkut di plasma dalam bentuk bikarbonat.7 CO2 dapat berikatan dengan grup amino terminal dari protein darah, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Hb adalah protein yang paling signifikan untuk membawa CO2 melalui jalur ini, dan Hb terdeoksigenasi mengikat CO2 lebih kuat daripada CO2 teroksigenasi.10

Gambar 2.8-28. Transport Karbon-Dioksida Dalam 3 Bentuk Dalam Darah. 7

43

Gambar 2.8-29. A schematic representation of: (a) the exchange of CO2 and O2 that occurs between the blood and tissues; (b) the exchange that occurs in the lungs between the blood and the alveolar air.10

44

Gambar 2.8-30. Transport CO2 dalam Darah.5

2.8.4

Kurva Disosiasi Oksigen-Karbon Dioksida

45

Kurva disosiasi CO2 bergeser ke kanan (promosi pelepasan CO2) dengan keberadaan oksihaemoglobin. Hal ini disebut efek Haldane, dan analog dengan efek Bohr transport O2. Efek Haldane muncul akibat deoksihaemoglobin adalah asam yang lebih lemah daripada oksihaemoglobin, dan lebih kuat mengikat H+ (memungkinkan terjadi disosiasi asam karbonat) maupun asam yang lemah, CO2 (memungkinkan pembentukan carbamino CO2). Mirip, dalam kondisi asam, terinduksi pelepasan O2 dari oksihaemoglobin (efek Bohr).10 Efek Haldane dan efek Bohr muncul akibat haemoglobin terdeoksigenasi adalah asam yang lemah (akseptor proton yang lebih baik) daripada haemoglobin teroksigenasi.10

Gambar 2.8-31. Kurva Disosiasi CO2.5

46

Gambar 2.8-32. Kurva disosiasi karbon dioksida untuk darah total dan efek Haldane. 10

Gambar 2.8-33. Efek CO2 pada pH di CSF.5

47

BAB III KESIMPULAN BAB III KESIMPULAN Kurva disosiasi oksigen penting untuk mengerti bagaimana darah membawa dan melepas oksigen. Fungsi dari kurva disosiasi oksihemoglobin dan hemoglobin penting secara klinis dalam pemahaman hubungan arteri, saturasi oksigen terhadap tekanan parsial oksigen pada darah arteri, terutama yang berhubungan dengan penyakit. Beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigenhemoglobin ke kanan antara lain: penurunan pH, peningkatan konsentrasi karbon dioksida, peningkatan temperatur darah, peningkatan DPG (2,3 difosfogliserat) yaitu senyawa fosfat yang secara normal berada dalam darah tetapi konsentrasinya berubah pada kondisi yang berbeda. Dan sebaliknya, faktor yang menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri antara lain: peningkatan pH, penurunan konsentrasi karbon dioksida, penurunan temperatur darah, penurunan DPG (2,3 difosfogliserat).

48

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA 1.

Guyton, A. C., Hall, J. E. Physical Principle of Gas Excange; Diffusion of Oxygen and Carbon Dioxide Through the Respiratory Membrane. Textbook of Medical Physiology. 10th ed. Pennsylvania: W.B. Saunder;

2.

2001: VII: 597-682. Varjavand, N., Kaye, J. M., Wang, S., Primiano, F. P. The Interactive Oxyhaemoglobin

3.

Dissociation

Curve.

2000;

http://www.ventworld.com/resources/oxydisso/dissoc.html.

Accessed

November 2010, 2010. Neligan, P. What is the oxyhemoglobin dissociation curve and why is it important?

2002.

(Online;

http://www.ccmtutorials.com/rs/oxygen/page06.htm).

Diakses

pada

4.

Tanggal 1 Nopember 2010. Said, A. L. Fisiologi Respirasi. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed.

5.

Jakarta: FKUI; 2001. Silbernagl, S., Despopoulos, A., Gay, R., Rothenburger, A. Respiration. Color Atlas of Physiology. 6th ed. Stuttgart - New York: Thieme; 2009: 5:

6.

106-137. Wilson, L. M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.

7.

Jakarta: EGC; 2005. Rhoades, R. A. Gas Transfer and Transport. In: Rhoades, RA, Bell, D. R., ed. Medical Physiology: Principles for Clinical Medicine. 3rd ed. Indiana:

8.

Lippincott Williams & Wilkins; 2008: 19: 348-352. Ganong, W. F. Gas Transport Between the Lungs & the Tissues. In: Ganong, WF, ed. Review of Medical Physiolgy. California: The McGraw-

9.

Hill Companies, Inc.; 2003: 35. Martini, F. H. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 6th ed. USA:

10.

Benjamin Cummings; 2004. Frayn, K. Respiratory and cardiovascular systems. Oxford Handbook of

11.

Medical Sciences. 1st ed: Oxford University Press; 2006: 6. Ober, W. C., Garrison, C. W., Silverthorn, A. The Respiratory System. In: Cummings, B, ed. Human Physiology. 2nd ed. San Fransisco2001: 17:

12.

498-527. Wikipedia®.

13.

Sel_darah_merah. Accessed November 1, 2010. Bahrul, F. Transpor Oksigen. Makasar: Bagian Ilmu Kesehatan Anak

14.

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin; 2005. Wikipedia®. Oxygen–haemoglobin dissociation

Sel

Darah

Merah.

2010;

http://id.wikipedia.org/wiki/

curve.

2010;

http://en.wikipedia.org/wiki/Oxygen

49

%E2%80%93haemoglobin_dissociation_curve. Accessed Nopember 1, 15.

2010. Brandis, K. Respiratory Physiology. The Physiology Viva 2006; 122-127. Available at: www.anaesthesiamcq.com/downloads/odc.pdf. Accessed

16.

November 1, 2010. Morgan, T. J. The Oxyhaemoglobin Dissociation Curve in Critical Illness. Royal

Brisbane

Hospital.

1999:93-100.

(Online;

www.sopgbi.org/clinical/Resources/22.pdf). Diakses pada Tanggal 1 17.

Nopember 2010. Dickens. The

Oxygen

Dissociation

Curve.

1997;

http://www.bio.davidson.edu/Courses/anphys/1999/Dickens/Oxygendisso ciation.htm. Accessed Nopember 1, 2010.

50

Related Documents


More Documents from ""