Referat Sepsis

  • Uploaded by: Nur Indayanti
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Sepsis as PDF for free.

More details

  • Words: 4,070
  • Pages: 19
Loading documents preview...
1

A. PENDAHULUAN Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistem imun akibat infeksi. Hal ini merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya yang sangat kompleks dan pengobatannya yang sulit serta angka mortalitas yag tinggi meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotik yang baru. Sepsis terjadi di bebeapa negara dengan angka kejadian yang tinggi dan kejadiannya masih terus meningkat. Berdasarkan data epidemiologi di Amerika Utara bahwa sepsi terjadi pada tiga kasus dari 1000 populasi yang diartikan 750.000 penderita pertahun. Angka mortakitas sepsis mencapai 30% dan bertambah pada usia tua 40% dan penderita syok mencapai 50%. Meskipun selalu terjadi perkembangan antibiotik dan terapi perawat intensif, sepsis menimbulkan angka kematian yang tinggi di hampir semua ICU. Sindrom sepsis mulai dari Sistemic InflamamatoryResponse Syndrome (SIRS) sampai sepsis yang berat (disfungi organ yang akut) dan syok sepsis (sepsis yang berat ditandai dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan) (Kasper, Dennis L dkk, 2005). Terapi utama meliputi resusitasi cairan untuk mengembalikan tekanan sirkulasi darah, terapi antibiotik, mengatasi sumber infeksi. Pemberian vasopresor untuk mencegah syok dan pengendalian kadar gula dalam darah. Sepsis akan menyebabkan terjadinya syok dan pengendalian kadar gula dalam darah. Sepsis akan menyebakan terjadinya syok sehingga berdampak pada kerusakan organ. Respons sepsis dapat dipicu oleh trauma, ischemia-reperfusion injury, endotoksin, dan eksotosin. Bakteri gram negatif terdapat endotoksin yang disebut lipopolisakarida (LPS) yang terletak pada bagian luar membran bakteri gram negatif tersusun atas lipid blayer, yaitu membran sitoplasmik dalam dan luar yang dipisahkan peptidoglikan (Kasper, Dennis L dkk, 2005). B. EPIDEMIOLOGI Sepsis menempati urutan ke-10 sebagai penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan penyebab utama kematian pada pasien kritis. Sekitar 80% kasus sepsis berat di unit perawatan intensif di Amerika Serikat dan Eropa selama tahun 1990-an terjadi setelah pasien masuk untuk penyebab yang tidak terkait.

2

Kejadian sepsis meningkat hampir empat kali lipat dari tahun 1979-2000, menjadi sekitar 660.000 kasus (240 kasus per 100.000 penduduk) sepsis atau syok septik pertahun di Amerika Serikat (Kasper, Dennis L dkk, 2005). Dari tahun 1999 sampai 2005 ada 16.948.482 kematian di Amerika serikat. Dari jumlah tersebut, 1.017.616 dikaitkan dengan sepsis (6% dari semua kematian). Sebagian besar kematian terkait sepsis terjadi dirumah sakit, klinik dan pusat kesehatan (86,9%) dan 94,6% dari ini adalah pasien rawat inap tersebut (Kasper, Dennis L dkk, 2005). C. ETIOLOGI Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat disebabkan oleh

virus, atau semakin sering

disebabkan oleh

jamur).

Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherchia coli, staphylococcus aureus, dan streptococcus pneumonia. Spesies Enterococcus, klebsiella, dan pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi (Kasper, Dennis L dkk, 2005). Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok sepsis. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkakan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur (Kasper, Dennis L dkk, 2005). Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara paisienpasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotik), prosedur invasif (pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis (Kasper, Dennis L dkk, 2005).

3

Sepsis dapat dipicu oleh infeksi dibagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang serin dihubungkan dengan sepsis, yaitu (Kasper, Dennis L dkk, 2005) : 1.

Infeksi paru-paru (pneumonia)

2.

Flu (influenza)

3.

Appendiksitis

4.

Infeksi saluran kemih (peritonitis)

5.

Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)

6.

Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah dimasukkan kedalam tubuh melalui kulit

7.

Infeksi pasca operasi

8.

Infeksi sitem saraf, seperti meningitis atau encephalitis

Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi. D. PATOFISIOLOGI Perjalanan terjadinya sepsis merupakan mekanisme yang kompleks, antara mikroorganisme penginfeksi, dan imunitas tubuh manusia sebagai penjamu . Saat ini sepsis tidak hanya dipandang sebagai respon inflamasi yang kacau tetapi juga meliputi ketidakseimbangan proses koagulasi dan fibrinolisis . Hal ini merupakan mekanisme – mekanisme penting dari patofisiologi sepsis yang dikenal dengan kaskade sepsis. Mikroorganisme penyebab sepsis terutama bakteri gram negatif dapat melepaskan endotoksinnya ke dalam plasma yang kemudian akan berikatan dengan Lipopolysaccarida binding protein ( LBP ). Kompleks yang terbentuk dari ikatan tersebut akan menempel pada reseptor CD 14 yeng terdapat dipermukaan monosit, makrofag, dan neutrofil, sehingga sel – sel tadi menjadi teraktivasi. Makrofag, monosit, makrofag, dan netrofil yang teraktivasi inilah yang melepaskan mediator inflamasi atau sitokin proinflamatory seperti TNF α dan IL -1β , IL – 2 , IL – 6, interferon gamma , platelet activating factor ( PAF ) , dimana dalam klinis akan ditandai dengan timbulnya gejala – gejala SIRS. Sitokin

4

proinflamasi ini akan mempengaruhi beberapa organ dan sel seperti di hipotalamus

yang kemudian menimbulkan demam, takikardi, dan takipneu .

Terjadinya hipotensi dikarenakan mediator inflamasi juga mempengaruhi dinding pembuluh darah dengan menginduksi proses sintesis Nitrit oxide ( NO ) . Akibat NO yang berlebih ini terjadi vasodilatasi dan kebocoran plasma kapiler, sel – sel yang terkait hipoksia yang bila berlangsung lama terjadi disfungsi organ, biasanya hal ini sering terjadi bila syok septik yang ditangani dengan baik (Guntur, 2007). Selain respon inflamasi yang sistemik, sepsis juga menimbulkan kekacauan dari sistem koagulasi dan fibrinolisis . Paparan sitokin proinflamasi ( TNF – α , IL - 1β , IL – 6 ) juga menyebabkan kerusakan endotel, akibatnya neutrofil dapat migrasi, platelet mudah adhesi ke lokasi jejas. Rusaknya endotel yang berlebihan ini akan mengekpresikan atau mengaktifasikan TF, yang kita ketahui dapat menstimulasi cascade koagulasi dari jalur ekstrinsik memproduksi trombin dan fibrin.Pembentukan trombin selain menginduksi perubahan fibrinogen menjadi fibrin, juga memiliki efek inflamasi pada sel endotel, makrofag, dan monosit sehingga terjadi pelepasan TF, TNF – α yang lebih banyak lagi . Selain itu trombin juga menstimulasi degranulasi sel mast yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan kebocoran kapiler. Bila sistem koagulasi teraktivasi secara otomatis tubuh juga akan mengaktifasi sistem fibrinolisis untuk mencegah terjadinya koagulasi yang berlebihan. Akan tetapi dalam sepsis, TNF – α mempengaruhi system antikoagulasi alamiah tubuh yang mengganggu aktivitas dari antitrombin III , protein C , protein S , Tissue Factor Protein Inhibitor ( TFPI ) dan Plasminogen Activator Inhibitor – I ( PAI – I ) sehingga bekuan yang terbentuk tidak dapat didegradasi . Akibatnya formasi fibrin akan terus tertimbun di pembuluh darah , membentuk sumbatan yang mengurangi pasokan darah ke sel sehingga terjadi kegagalan organ (Lazlo, 2015)

5

E. MANIFESTASI KLINIK DAN DIAGNOSIS 1. Manifestasi Klinik 1) Systemic Inflammatory Response Syndrome memenuhi dua tau lebih kriteria sebagai berikut (Setiati, Sitti dkk,2014) :  Suhu > 38,3°C atau < 35,6°C  Denyut jantung > 90 x / menit  Respirasi > 20 x / menit  Hitung leukosit > 12.000 / mm3 atau leukopeni > 4000/mm3  > 10% sel imatur (band) 2) Sepsis SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap orgaisme dari tempat tersebut. Biakan darah tidak harus positif. Meskipun SIRS, sepsis, dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakterimia. Bakteremia adalah keberadaan bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakterimia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas

pada

permukaan

mukosa,

primer

(tanpa

fokus

infeksi

teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus infeksi intravaskular atau ekstravaskular (Setiati, Sitti dkk,2014). 3) Sepsis Berat Sepsis yang disertai Multi Organ Dysfunction Syndrome / Multi Organ Failure, kelainan hipoperfusi, hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada (Setiati, Sitti dkk,2014):  Asidosis laktat  Oliguria  Perubahan akut pada status mental  Sepsis dengan Hipoensi Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik > 40 mmHg) (Setiati, Sitti dkk,2014).

6

4) Syok Septik Merupakan subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Setiati, Sitti dkk,2014). Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Menambahkan pertanda biomolekuler yaitu Procalcitonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP) sebagai langkah awal dalam diagnosis sepsis (Setiati, Sitti dkk,2014). Tabel 1. Manifestasi Klinis dan Diagnosis Sepsis (Tazbir, Janice, 2012)

7

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Sepsis, Sepsis Berat dan Syok Sepsis (Simon R. Finfer dkk, 2013)

2. Diagnosis Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai dan tindak lanjut status hemodinamik (Setiati, Sitti dkk,2014). 1) Riwayat Riwayat pasien dapat membantu menentukan infeksi didapat dari komunitas atau nasokomial atau imunokompromis. Riwayat yang perlu diketahui paparan pada hewan, perjalanan, gigitan tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol, seizure, hilang kesadaran, medikasi dan penyakit

8

dasar yang mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu (Setiati, Sitti dkk,2014). 2) Pemeriksaan Fisik Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada semua pasien neutropenia dan pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan tersebut akan mengungkap abses rektal, perirektal, dan atau perineal, penyakit dan atau abses infalamasi pelvis atau prostatitis (Setiati, Sitti dkk,2014). 3) Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Lainnya a. Laboratorium  Complete Blood count (CBC) dengan hitung diferensial  Urinalisis  Faktor koagulasi  Glukosa  Urea darah  Nitrogen  Kreatinin  Elektrolit  Uji fungsi hati  Kadar asam laktat  Analisis gas darah  Biakan darah, sputum, urin dan tempat lainnya yang terinfeksi  Pewarnaan gram dari sampel darah, CSF,cairan artikular, cairan pleura) dengan aspirasi minimal 2 set atau 3 set, biakan darah harus diperoleh dalam periode 24 jam. Volume sampel sering terdapat kurang dari 1 bakterimia / ml pada dewasa (pada anak lebih tinggi) (Setiati, Sitti dkk,2014). b. Pemeriksaan Penunjang Lainnya (Setiati, Sitti dkk,2014)  Elektrokardiogram  X-ray thorax

9

 Echocardiogram  CT Scan  MRI F. TERAPI Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis yaitu: 1. Stabilisasi pasien langsung Masalah mendesak yang dihadapi pasien dengan sepsis berat adalah pemulihan obanormalitas yang membahayakan jiwa (ABC: airway, breathing, circulation). Pemberian resusitasi awal sangat penting pada penderita sepsis, dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik.Perubahan status mental atau penurunan tingkat kesadaran akibat sepsis memerlukan perlindungan langsung terhadap jalan napas pasien. Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot pernapasandan peningkatan ketersdeiaan oksigen untuk jaringan lain. Peredaran darah terancam dan penurunan bermakna pada tekanan darah memerlukan terapi empiric gabungan yang agesif dengan cairan (ditambah kristaloid atau koloid) dan inotrop/vasopressor (dopamine, dobutamin, feniefrin, epinefrin atau norepinefrin). Pada sepsis berat diperlukan pemantauan peredaran; CVP 8-12mmHg; MAP ≥ 65mmHg; urine output ≥0,5 mL/kg/jam; central venous oxygen saturation atau mixed venous ≥65%. Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU.Tanda vital pasien (tekanan darah, denyut jantung, laju napas, dan suhu badan) harus dipantau.Frekuensinya tergantung pada berat sepsis.Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat.Pertimbangkan dialisis ntuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan obat vasoaktif, missal dopamine, dobutamin ata norepinefrin (Guntur,2007). 2. Pemberian antibiotik yang adekat Agen antimikroba tertentu dapat memperburuk keadaan pasien.Diyakini bahwa antimikroba tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS

10

sehingga meimbulkan lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikroba yang tidak menyebabkan pasien memburuk adalh: karbapenem, seftriakson, sefepim, glikopeptida, aminoglikosida, dan quinolon. Perlu segera dibeikan terapi empirik dengan antimikroba, artinya bahwa diberikan antibiotik sebelum hasil kultur dan sensitivitas tes terhadap kuman didapatkan. Pemberian antimikroba secara dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan angka mortlitas. Setelah hasil kultur dan sensitivitas didapatkan maka terpai empiric dirubah menjadi terpai rasional sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah antibiotic yang diberikan sebelumnya. Diperlukan regimen antimikroba dengan spectrum aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur, hal ini karena terapi antimikroba hampir selalu diberikan sbelum organism yang menyebabkan sepsis diketahui. Regimen obat tunggl biasanya hanya diindikasikan bila orgenisme penyebab sepsis telah diidentifikasi dan uji sensitivitas antibiotic menunjukkan macam antimikroba yang terhadapnya organism memiliki sensitivitas (Guntur,2007). 3. Fokus infeksi awal harus dieleminasi Hilangkan benda asing.Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobic. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren (Guntur,2007). 4. Pemberian nutrisi yang adekuat Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting berupa makro dan mikrontrient. Makronutrient terdiri dari omega-3 dan golongan nukleotida yaitu glutamine sedangkan mikronutrient berupa vitamin dan trace element(Guntur,2007).

KORTIKOSTEROID Penggunaan

kortikosteroid

masih

banyak

controversial,

ada

yang

menggunakan pada awal terjadinya sepsis, ada ang menggunakan terapi steroid sesuai kebutuhan dan kekurangan yang ada di dalam darah dengan memeriksa kadar steroid pada saat itu, penggnaan steroid ada yang menganjurkan setelah

11

terjadi syok septic. Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid >300 mg hydrocortisone per hari dalam keadaan syok septic. Penggnaan high dose corticosteroid tidak efektif sama sekali pada keadaan sepsis dan syok sepsis (Guntur,2007). GLUKOSA KONTROL Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah yang tidak mengalami dan yang mengalami diabetes mellitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai dengan <150mgdL. Dengan melakukan monitoring pada gula darah setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai dengan 4 hari (Guntur,2007). Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan profilaksis dengan menggunakan H2 bloker protonpump inhibitor (Guntur,2007). G. PROGNOSIS Pasien dengan sepsis dianggap sebagai pasien yang memiliki risiko komplikasi dan kematian yang tinggi. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh disfungsi organ yang disebabkan oleh sepsis dan komplikasi dari penanganan disfungsi organ. Terdapat banyak cara untuk memprediksi risiko kematian bagi pasien dengan sepsis. Pendekatan yang paling mudah dilakukan adalah mengklasifikasikan pasien secara akurat sesuai dengan tahapan sepsis yang diderita. Melalui penerapan definisi konferensi konsensus, perkiraan kasar tingkat kematian (persentase pasien yang meninggal) adalah sebagai berikut (Martin, S Greg, 2012).: 1. Sepsis: 10-20% 2. Sepsis berat: 20-50% 3. Syok septik: 40-80% Secara umum, 20 – 35% pasien dengan sepsis berat dan 40 – 60% pasien dengan syok sepsis meninggal dalam 30 hari dan selebihnya meninggal dalam 6 bulan. Tingkat mortilitas bergantung pada penyakit yang mendasarinya (Kasper, Dennis L dkk, 2005).

12

Bahkan dengan perawatan intensif, dewasa ini tingkat kematian di rumah sakit akibat syok septik adalah sekitar 80%. Namun, dengan kemajuan dalam pelatihan, pengawasan, pemantauan yang lebih baik, dan inisiasi terapi segera untuk mengobati infeksi yang mendasarinya dan mendukung organ yang gagal, angka kematian akibat sepsis sekarang mendekati 20 sampai 30%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang bertahan hidup di rumah sakit setelah menderita sepsis tetap memiliki risko kematian pada beberapa bulan atau tahun berikutnya. Mereka yang bertahan sering mengalami gangguan fungsi fisik atau neurokognitif, gangguan mood, dan kualitas hidup yang menurun (Martin, S Greg, 2012). Terdapat sebuah sistem PIRO, sistem PIRO menarik karena kemampuannya untuk mengelompokkan pasien sepsis sesuai dengan faktor spesifik yang dapat menghasilkan lebih banyak kelompok homogen, seperti komorbiditas, jenis atau sumber infeksi dan sistem organ yang terlibat. Sampai saat ini, apakah pementasan PIRO bersifat aditif terhadap skema prediksi sederhana ini tetap harus ditentukan. Mungkin yang lebih penting daripada perkiraan mortalitas kasar ini adalah bahwa risiko kematian akibat sepsis telah menurun dalam tiga dekade terakhir. Dari data yang sampai pada tahun 1979, risiko kematian dengan sepsis mendekati 30% di tahun-tahun awal dan sejak tahun 2000 risikonya di bawah 20%. Hasil serupa juga telah diamati saat menganalisis perubahan temporal dalam mortalitas dari uji klinis terapi sepsis. Faktanya, jumlah orang yang meninggal akibat sepsis setiap tahun (diperkirakan melebihi 200.000) sama dengan jumlah orang yang meninggal karena infark miokard akut dan jauh melebihi mereka yang meninggal akibat HIV, kanker payudara atau stroke. Di Amerika Serikat, sepsis adalah penyebab kematian kesepuluh secara keseluruhan (Martin, S Greg, 2012).

H. KOMPLIKASI Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi: 1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)

13

Inflamasi

dari

sepsis

menyebabkan

kerusakan

terutama

pada

paru.Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia.Komplikasi ALI/ ARDS timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan ventilasi

mekanik selanjutnya mungkin

memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS setelah resusitasi cairan (Marik, 2015). 2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini.Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan.Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk (Marik, 2015). 3. Gagal jantung Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan (Marik, 2015). 4. Gangguan fungsi hati Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase. Fungsi sintetik

14

biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama (Marik, 2015). 5. Gagal ginjal Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnya hemodialisis) diindikasikan (Marik, 2015). 6. Sindroma disfungsi multiorgan Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk mempertahankan homeostasis. 1) Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat. 2) Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau ARDS pada keadaan urosepsis (Marik, 2015). I. EDUKASI DAN PENCEGAHAN Pencegahan sepsis merupakan cara terbaik untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan komplikasi ini. Sebagian besar pasien dengan sepsis adalah orang tua dengan komorbiditas, seperti kanker dan pengobatan kronis dengan steroid atau imunosupresan untuk penyakit pernapasan atau autoimun mempengaruhi status kekebalan tubuh basal sehingga meningkatkan risiko infeksi dan sepsis. Penyakit kritis atau operasi agresif merupakan tantangan tambahan bagi pasien ini karena keadaan imunosupresi transien yang diinduksi. Penilaian imunologi terhadap individu berisiko ini (selain menguji jumlah leukosit dalam darah) tidak termasuk dalam pemeriksaan rutin yang mereka jalani di pusat kesehatan primer atau panti jompo. Hal ini tidak dilakukan ketika pasien ini dirawat di unit perawatan rumah sakit atau unit perawatan kritis, atau saat mereka menghadapi operasi besar. Munculnya teknologi baru memungkinkan status

15

imunitas bawaan dan adaptif dianalisis dengan biaya yang terjangkau (Martin, Jesus F Bermejo, dkk. 2015). Contoh dari teknologi ini adalah pemeriksaan darah untuk menilai tingkat ekspresi gen terkait imun, seperti HLA-DR, PCR PCR real-time atau PCR tetes digital, dan kuantifikasi interferon, sitokinin, dan kemokin dengan uji multipleks. Tes baru tersebut dapat saling melengkapi dengan tes konvensional, seperti kuantifikasi jumlah sel T CD4 dan CD8 dalam darah, kuantifikasi serum isotip imunoglobulin dan faktor komplemen (C3, C4, B), atau penilaian imunokompeten seluler oleh Tes Quantiveron. Intensifi kation dari pengukuran higenitas, pemantauan yang lebih teliti terhadap tanda klinis infeksi, penerapan pengujian mikrobiologi sebelumnya, profilaksis dengan antibiotik, atau menunda operasi terprogram untuk memungkinkan pemulihan kekebalan pada pasien yang menerima imunosupresan merupakan semua ukuran potensial yang dapat membantu mencegah infeksi komunitas atau Sepsis nosokomial pada pasien yang memiliki kecenderungan karena status kekebalan mereka yang menurun. Peran potensial obat seperti interleukin 15, interleukin 7, atau IMT504 untuk mengembalikan kekebalan tubuh dan mencegah sepsis pada pasien ini menjadi bidang penelitian yang menarik (Martin, Jesus F Bermejo, dkk, 2015). Dokter keluarga, dapat memainkan peran penting dalam melindungi pasien dari infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan juga untuk mengenali komplikasi ini lebih awal dengan mengikuti beberapa rekomendasi sederhana (American Family Physician, 2017):

1.

Mencegah Infeksi. Mengikuti persyaratan pengendalian infeksi, seperti protokol cuci tangan yang benar dan memastikan pasien mendapatkan vaksin yang direkomendasikan (misalnya Influenza dan pneumokokus).

2.

Edukasi Pasien dan Keluarga Mereka

16

Menekankan kepada mereka tentang kebutuhan untuk mencegah infeksi, mengatasi kondisi kronis dan segera mencari perawatan jika tanda-tanda infeksi berat atau sepsis berkembang. 3.

Pikirkan Sepsis Mengenali tanda dan gejala untuk mengenali dan merawat pasien lebih dini.

4.

Bertindak Cepat jika Sepsis Dicurigai Mengurutkan tes untuk mengetahui apakah ada infeksi, di mana itu dan apa penyebabnya. Memulai antibiotik dan perawatan medis lain yang direkomendasikan segera dan mencatat semua aspek rejimen antibiotik.

5.

Menilai Ulang Manajemen Pasien Memeriksa perkembangan kondisi pasien. Menilai kembali terapi antibiotik pada 24-48 jam atau lebih cepat untuk memodifikasi terapi sesuai kebutuhan. Tentukan apakah jenis antibiotik, dosis dan durasi sudah benar.

Selain itu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh CDC dan organisasi kesehatan lainnya untuk mencegah terjadinya sepsis, antara lain (American Family Physician, 2017) : 1.

CDC dan organisasi kesehatan lainnya menargetkan sejumlah bidang utama yang berkaitan dengan sepsis dengan meningkatkan kesadaran dengan melibatkan organisasi profesi klinis dan kelompok advokasi pasien.

2.

menyelaraskan praktik pencegahan infeksi, manajemen penyakit kronis dan penggunaan antibiotik yang tepat untuk mendorong pengenalan dini terhadap sepsis.

3.

Mempelajari faktor risiko sepsis yang dapat memandu upaya pencegahan dan pengenalan dini.

4.

Mengembangkan

metode

yang

lebih

akurat

untuk

melacak

kecenderungan sepsis untuk mengukur dampak program intervensi dan mencegah

infeksi

yang

dapat

menyebabkan

sepsis

dengan

17

mempromosikan vaksinasi, penanganan penyakit kronis, pencegahan infeksi dan penggunaan antibiotik yang tepat. Selain itu terdapat beberapa hal lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya sepsis, yaitu (Setiati, Sitti dkk,2014): 1.

Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri Gram Negatif

2.

Gunakan trimetoprin – sulfametoksazol secara profilaktik pada anak penderita leukimia

3.

Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak atau sulfamilon secara profilatik pada pasien luka bakar

4.

Berikan semprotan spray polimiksin pada faring posterior untuk mencegah pneumonia gram – negatif nasokomial

5.

Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis gram – negatif pada pasien neutropenia

6.

Lingkungan yang protektif bagi pasien berisiko kurang berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari dalam endogen.

7.

Untuk melindungi neonatus dari sepsis Streptococcus Group B ambil apusan (swab) vagina / rektum pada kehamilan 35 sampai 37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus agalactiae (penyebab utama sepsis pada neonatus). Jika positif untuk Streptococcus group B berikan penisilin intra partum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan infeksi Group B sebesar 78 %.

J. PENUTUP Sepsis merupakan suatu kondisi kerusakan sistem imun akibat infeksi. Sindrom sepsis mulai dari Sistemic InflamamatoryResponse Syndrome (SIRS) sampai sepsis yang berat (disfungi organ yang akut) dan syok sepsis (sepsis yang berat ditandai dengan hipotensi yang tak membaik dengan resusitasi cairan).

18

Terapi utama meliputi resusitasi cairan untuk mengembalikan tekanan sirkulasi darah, terapi antibiotik, mengatasi sumber infeksi. Pemberian vasopresor untuk mencegah syok dan pengendalian kadar gula dalam darah. Dengan kemajuan dalam pelatihan, pengawasan, pemantauan yang lebih baik, dan inisiasi terapi segera untuk mengobati infeksi yang mendasarinya dan mendukung organ yang gagal, angka kematian akibat sepsis sekarang mendekati 20 sampai 30%.

DAFTAR PUSTAKA American Family Physician.2017. Early Recognition and Management of Sepsis in Adults: The First Six Hours. American Academy of Family Physicians Journal.

19

Finfer, Simon R dan Jean-Louis Vincent. 2013. Severe Sepsis and Septic Shock. The New England Journal of Medicine. Guntur A H, Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007:1862-5. Kasper, Dennis L; Eugene Braunwald; Anthony S. Fauci; Stephen L. Hauser; Dan L. Longo; J. Larry Jameson. 2005. HARRISON’S Manual of Medicine 16 th Edition. United States of America : McGraw-Hill. Page : 164 – 167. Lazlo I., Trasy D., Molnar Z., Fazakas J. 2015. Review Artikel Sepsis: From Pathophysiology to individualized Patient care. Journal of Immunology Research. Hindawi Publishing corporation. Marik P,. Bellomo R. 2015. Review Article A rational Approach to Fluid Therapy in Sepsis. British Journal of Anasthesia. BJA. Martin, Jesus F Bermejo, dkk. 2015. Preventing Sepsis. The Lancet Elsevier Infectious Disease. Vol (15) : 11. Martin, S Greg. 2012. Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens and outcomes. National Institute of Health Public Access. Vol (10) : 6; 701–706 Setiati, Sitti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ke Enam Jilid 1. Jakarta : Interna Publishing. Tazbir, Janice. 2012. Early Recognition and Treatment of Sepsis in the MedicalSurgical Setting. CNE Series Objectives and Evaluation Form. Vol.( 21) : 4.

Related Documents

Referat Sepsis
January 2021 1
Referat Sepsis
March 2021 0
Sepsis
March 2021 0
Pathway Sepsis
January 2021 1
Patofisiologi Sepsis
January 2021 1
Lp-sepsis-doc.doc
March 2021 0

More Documents from "Eko Ferry Darmawan"