Referat Stunting - Nadia Firyal

  • Uploaded by: Nadia Firyal
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Stunting - Nadia Firyal as PDF for free.

More details

  • Words: 2,693
  • Pages: 22
Loading documents preview...
REFERAT STUNTING

Disusun Oleh : Nadia Firyal 030.14.133

Pembimbing: dr. Andri Firdaus, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 30 APRIL 2018 - 7 JULI 2018 KARAWANG

LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul: “STUNTING”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RS Umum Daerah Karawang Periode 30 April 2018 – 7 Juli 2018

Yang disusun oleh: Nadia Firyal 030.14.133

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Andri Firdaus, Sp.A, selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang

Karawang, April 2018

(dr. Andri Firdaus, Sp.A)

ii

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2 2.1 Definisi .................................................................................................. 2 2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 3 2.3 Etiologi ................................................................................................... 4 2.4 Patofisiologi ........................................................................................... 5 2.5 Manifestasi klinis ................................................................................... 6 2.5.1 Familial short stature (perawakan pendek familial) ................... 6 2.5.2 Constitutional delay of growth and puberty (CDGP) .................. 7 2.6 Penegakkan diagnosis ............................................................................ 8 2.6.1 Anamnesis .................................................................................... 8 2.6.2 Pemeriksaan fisik ......................................................................... 8 2.6.3 Pemeriksaan penunjang .............................................................. 12 2.7 Tatalaksana .......................................................................................... 14 BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17 LAMPIRAN ........................................................................................................... 19

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Anak adalah seseorang yang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.(1) Menurut Kementerian Kesehatan, batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan.(2) Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.(3) Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting di Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek.(4) Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, yaitu sebesar <30%.(5) Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, sehingga perlu adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting.(6) Balita yang mengalami stunting

memiliki

risiko

terjadinya

penurunan

kemampuan

intelektual,

produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di masa mendatang.(3)

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.(3) Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita telah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada di bawah normal. Stunting didasarkan pada indeks pengukuran panjang badan dibanding umur (PB/U) atau atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) jika berada pada ambang batas (z-score) kurang dari -2SD atau dibawah persentil 3, dan dikategorikan sangat pendek (severe stunting) jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.(5)

2

Gambar 1. Kurva tinggi badan menurut usia (TB/U) WHO

2.2 Epidemiologi Menurut Global Nutrition Report tahun 2016 oleh UNICEF, diketahui bahwa prevalensi stunting di seluruh dunia pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 23,8%, yang sebelumnya telah turun dari angka 39,6% pada tahun 1990.(7) Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyatakan bahwa persentase stunting di Indonesia pada tahun 2013 adalah 37,2%, dimana 19,2% terdiri dari stunting dan 18% lainnya merupakan severe stunting. Menurut provinsi, prevalensi balita pendek terendah terjadi di Kepulauan Riau (26,3%), DI Yogyakarta (27,3%), dan DKI Jakarta (27,5%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi balita pendek tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%). Dan Nusa Tenggara Barat

3

(45,2%).

(4)

Prevalensi balita pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan

Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%). Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita. (5)

2.3 Etiologi Stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, namun diklasifikasikan menjadi 2 yaitu variasi normal dan patologis. Pada variasi normal, stunting dikategorikan menjadi: (8) •

Familial short stature (perawakan pendek familial) Adalah variasi normal dari perawakan pendek yang ditandai dengan kecepatan tumbuh normal, usia tulang normal, tinggi badan kedua orangtua pendek, dan tinggi akhir anak dibawah persentil 3 atau z score dibawah -2 SD.



Constitutional delay of growth and puberty (CDGP) Merupakan salah satu kategori dari pubertas terlambat yang paling sering ditemui dalam praktek sehari-hari, didefinisikan sebagai tidak timbulnya tandatanda seks sekunder pada usia 12 tahun untuk anak perempuan dan pada usia 14 tahun untuk anak laki-laki. Anak dengan CDPG memiliki perawakan pendek, pubertas terlambat, usia tulang terambat, namun tidak terdapat kelianan organik yang mendasarinya. Pada pasien CDPG ditemukan riwayat keluarga dengan pubertas terlambat dan hal ini menunjukkan bahwa faktor genetic berperan dalam awitan pubertas. Kelainan patologis pada stunting dapat dibedakan menjadi proporsional dan

tidak proporsional. Stunting dengan tubuh proporsional meliputi malnutrisi, intrauterine growth retardation (IUGR), psychosocial dwarfism, penyakit kronik, dan kelainan endokrin, seperti defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom Cushing, resistensi hormon pertumbuhan/ growth hormone (GH), dan defisiensi

4

insulin-like growth faktor 1 (IGF-1). Sedangkan stunting dengan badan tidak proporsional disebabkan oleh kelainan tulang, seperti kondrodistrofi, displasia tulang, sindrom Kallman, sindrom Marfan, dan sindrom Klinifelter. Etiologi- etologi tersebut dapat diingat dengan menggunakan metode mnemonic “KOKPENDK” yang terdiri dari: (9) K

= kelainan kronis: penyakit organik, non organik (infeksi/ non infeksi)

O

= obat-obatan (glukokortikoid, radiasi)

K

= kecil masa kehamilan (KMK) dan berat badan lahir rendah (BBLR)

P

= psikososial

E

= endokrin

N

= nutrisi dan metabolik

D

= displasia tulang

K

= kromosom dan sindrom

2.4 Patofisiologi Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam fase perkembangan anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam mekanisme stunting adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit dengan resistensi terhadap hormon pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik, akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai dengan turunnya nafsu makan, meningkatnya laju metabolisme basal, berkurangnya massa otot, dan tidak efisiennya penggunaan lemak dalam tubuh sebagai energi. Selain itu, juga terjadi malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adanya efek obat dari terapi yang sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan mengakibatkan adanya proses akut, yaitu penurunan berat badan. Kaheksia pada akhirnya akan menyebabkan defisiensi makronutrisi, vitamin dan mineral. Adanya resistensi terhadap GH pada suatu penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan konsumsi obat golongan steroid akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan linear,

5

menurunnya massa otot dan kepadatan tulang. Lama kelamaan, hal tersebut akan menyebabkan efek kronis pada tubuh, yaitu adanya stunting, menurunnya kualitas hidup, dan meningkatnya risiko dari infeksi. (10)

Gambar 1. Patofisiologi stunting akibat penyakit kronis

2.5 Manifestasi klinik Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik. Pertumbuhan tinggi badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Stunting dikategorikan menjadi variasi normal dan patologis. Variasi normal dalam stunting meliputi 2 berserta masing-masing gejala klinisnya, yaitu: (8) 2.5.1

Familial short stature (perawakan pendek familial): a. pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD

6

b. kecepaan pertumbuhan normal c. usia tulang normal d. tinggi badan kedua atau salah satu orangtua yang pendek e. tinggi akhir dibawah persentil 3 atau -2 SD 2.5.2

Constitutional delay of growth and puberty (CDGP): a. perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas dan selalu berada di bawah persenti 3 atau -2 SD c. usia tulang terlambat d. maturase seksual terlambat e. tinggi akhir biasanya normal

Anak dengan CDGP umumnya terlihat normal dan disebut dengan late bloomer. Biasanya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluara, usia tulang terlambat, akan tetapi masih sesuai dengan usia tinggi. Anak dengan familial short stature selama periode bayi dan pra pubertas akan mengalami pertumbuhan yang sama seperti anak dengan CDGP. Anak -anak ini akan tumbuh memotong garis persentil dalam 2 tahun pertama kehidupan dan mencari potensi genetiknya, pubertas terjadi normal dengan tinggi akhir berada dibawah persentil 3 atau -2 SD, tetapi masih normal sesuai potensi genetiknya dan paralel dengan tinggi badan orangtua, dimana tinggi potensi genetik (TPG) seseorang dapat diukur dengan rumus sebagai berikut: (11) Target height/ mid parental height: Laki-laki

= (TB Ayah + (TB Ibu + 13)) x ½

Perempuan

= (TB Ibu + (TB Ayah – 13)) x ½

Tinggi potensi genetik (TPG) = target height ± 8,5 cm

7

2.6 Penegakkan diagnosis 2.6.1 Anamnesis Anamnesis pada anak dengan stunting meliputi: (11) •

Riwayat kelahiran dan persalinan, juga meliputi BB dan PB lahir



Pola pertumbuhan keluarga



Riwayat penyakit kronik dan konsumsi obat-obatan



Riwayat asupan nutrisi ataupun penyakit nutrisi sebelumnya



Riwayat pertumbuhan dan perkembangan



Data antropometri sebelumnya



Data antropometri kedua orangtua biologisnya

2.6.2 Pemeriksaan fisik Pada kasus stunting, pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah: (11) •

Pemeriksaan antropometri berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala Pengukuran antropometri menggunakan kurva WHO yang meliputi pengukuran berat badan menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), juga lingkar kepala menurut usia.



Disproporsi tubuh Dihitung dengan mengukur rentang lengan dan rasio segmen atas berbanding segmen bawah (U/L). Rentang lengan adalah jarak terjauh dari rentangan kedua tangan, diukur dari ujung jari tengah kanan ke ujung jari tengah kiri. Rentang lengan ini sama dengan tinggi badan (TB) pada periode bayi, dan 3-5 cm lebih panjang dari TB pada anak. Rasio segmen atas dan bawah diukur dengan menghitung segmen bawah terlebih dahulu, yaitu dengan cara mengukur panjang simfisis pubis

8

hingga telapak kaki. Selanjutnya, untuk mendapatkan nilai segmen atas, nilai TB dikurangi dengan segmen bawah, sehingga didapatkannya rasio antar keduanya. Nilai standar rasio berubah sesuai dengan berubahnya usia. Rasio U/L pada bayi baru lahir (BBL) adalah sebsar 1,7, dan mendekati 1 pada usia 8-10 tahun.(8) •

Stigmata sindrom, tampilan dismorfik, dan kelainan tulang Beberapa contoh sindrom dengan cirinya masing-masing, yaitu: (9) Sindrom Perempuan dengan webbed neck,

Sindrom Turner

cubitus valgus, shield chest Small triangular facies,

Sindrom Russel Silver

hemihypertrophy, clinodactyly Bird headed dwarfism, mikrosefal,

Sindrom Seckel

mikrognatia Brakisefali, simian crease,

Sindrom Down

makroglosia •

Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin (status pubertas) Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik, sehingga pada akhirnya anak akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat 5 perubahan khusus yang terjadi pada pubertas, yaitu pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh), perkembangan seks sekunder, perkembangan organ reproduksi, perubahan komposisi tubuh, juga perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.(12) Tahap perkembangan maturasi genitalia dinyatakan dalam stadium Tanner untuk laki-laki dan perempuan sebagai berikut: (12)

9

Gambar 3. Perkembangan status pubertas pada anak laki-laki

Gambar 4. Pola pertumbuhan rambut pubis

Gambar 5. Diagram perumabah fisik anak laki-laki selama pubertas

10

Pada laki-laki, penis dan rambut pubis mulai tumbuh hampir bersamaan dengan pacu tumbuh. Bentuk penis berubah dari bentuk infantile ke bentuk dewasa dalam waktu kurang lebih 2 tahun. Rambut pubis tumbuh secara bertahap yang dinyatakan dalam 5 tahap, yaitu P1-P5. P5 rambut pubis sudah mencapai bentuk dewasa sampai pusar dan biasanya tercapai pada usia 15-16 tahun.(13)

Gambar 5. Tahap perkembangan fisik anak perempuan pada masa pubertas

Gambar 6. Pola pertumbuhan payudara dan rambut pubis

11

Gambar 7. Diagram perubahan fisik anak perempuan selama pubertas Pada perempuan, perkembangan pubertas biasanya dimulai dengan budding payudara, namun sekitar 15% dari perempuan normal mengalami perkembangan rambut pubis terlebih dahulu. Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11 tahun. Pacu tumbh pada anak perempuan dimulai sekitar usia 9,5 tahun dan berakhir pada usia sekitar 14,5 tahun. Umumnya menarke terjadi dalam 2 tahun sejak berkembangnya payudara dengan rata-rata pada usia 12,8 tahun dan rentang usia 10-16 tahun. Haid merupakan tahap akhir pubertas pada perempuan. Dengan terjadinya haid secara periodik, maka akan berakhirlah pertumbuhan fisik pada perempuan.(13) 2.5.3 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak dengan stunting dengan indikasi: (11)



Tinggi badan dibawah persentil 3 atau -2 SD



Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25 atau laju pertumbuhan ≤ 4cm/ tahun (pada usia 3-12 tahun)



Perkiraan tinggi dewasa dibawah mid parental height Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan adalah: (11)

1. Pemeriksaan radiologis (pencitraan) - Bone age

12

- CT scan atau MRI

2. Skrining penyakit sistemik - Darah perifer lengkap, urin rutin, feses rutin - Laju endap darah (LED) - Kreatinin, natrium, kalium, analisis gas darah (kadar bikarbonat), kalsium, fosfat, alkali fosfatase

3. Pemeriksaan lanjutan - Fungsi tiroid - Analisis kromoson - Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan Pada anak dengan stunting harus dilakukan pemeriksaan secara baik dan terarah agar tata laksananya optimal. Kriteria awal pemeriksaan anak dengan stunting adalah: •

TB dibawah persentil 3 atau -2 SD



Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25



Perkiraan tinggi badan dewasa dibawah midparental height

13

Berikut merupakan algoritme pendekatan diagnostik anak dengan stunting: (9)

Gambar 2. Algoritme diagnosis stunting

2.6 Tatalaksana Pada varian normal stunting tidak perlu dilakukan terapi hormonal, cukup observasi saja bahwa diagnosisnya merupakan fisiologis bukan patologis. Akhir-akhir ini telah ada penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan aromatase inhibitor sebagai terapi adjuvant atau tunggal pada Familial Short Stature dan Constitutional Delay of Growth and Puberty melalui mekanisme menghambat kerja estrogen pada lempeng pertumbuhan. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini, maka sebaiknya tidak digunakan secara rutin terlebih dahulu.

14

Terapi dengan menggunakan hormon pertumbuhan memiliki tujuan memperbaiki prognosis tinggi badan dewasa. Dari berbagai penelitian terakhir telah ddapat dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik daripada prediksi tinggi badan pada awal pengobatan. Pada tahun 1995 FDA telah menyetujui pemakaian hormon pertumbuhan untuk defisiensi hormon pertumbuhan, gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak anak IUGR, perawakan pendek idiopatik, orang dewasa dengan defisiensi hormon pertumbuhan, dan orang dewasa dengan AIDS wasting.(13)

15

BAB III KESIMPULAN

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.(3) Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kejadian stunting di Indonesia sebesar 37,2%, dimana dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek.(4) Diketahui angka tertinggi ada pada provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar >50%, dan yang terendah pada provinsi Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta dan Kalimantan Timur, yaitu sebesar <30%.(5) Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, sehingga perlu adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting.(6) Balita yang mengalami stunting

memiliki

risiko

terjadinya

penurunan

kemampuan

intelektual,

produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di masa mendatang.(3) Stunting dibagi menjadi 2, yaitu variasi normal dan patologis. Stunting variasi normal terdiri dari familial short stature (perawakan pendek familial) dan constitutional delay of growth and puberty (CDGP). Stunting variasi normal tidak membutuhkan terapi hormon pertumbuhan, namun cukup observasi terhadap keadaan gizi anak.(8)

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Kondisi Pencapaian Program Kesehatan Anak Indonesia.

2014.

Tersedia

di

http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodat in-anak.pdf . Diakses pada 13 Mei 2018. 2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Tersedia di http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Diakses padda 13 Mei 2018. 3. Kusuma KE, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 2-3 tahun (Studi di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College. 2013; 2(4): 523-30. 4. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan

Dasar

(Riskesdas)

2013.

2013.

Tersedia

di

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018. 5. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Balita Pendek. 2016. Tersedia di http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-balitapendek-2016.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018. 6. Purwandini K, Kartasurya MI. Pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadap perkembangan motorik anak stunting usia 12-36 bulan. Journal of Nutrition College. 2013; 2(1): 50-9. 7. UNICEF. Global Nutrition Report: From Promise to Impact Ending Malnutrition by

2030.

2016.

Tersedia

di

https://data.unicef.org/wp-

content/uploads/2016/06/130565-1.pdf. Diakses pada 13 Mei 2018. 8. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Pertumbuhan dan Gangguan Pertumbuhan. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:29-32.

17

9. Tridjaja B. Short Stature (Perawakan Pendek) Diagnosis dan Tata Laksana. Dalam: Best Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2013:11-8. 10. Sevilla WMA. Nutritional Considerations in Pediatric Chronic Disease. Pediatr Rev. 2017; 38(8):343-52. 11. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editor. Perawakan Pendek. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009 243-9. 12. Batubara JRL. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri. 2010; 12(1):21-9. 13. Pulungan AM. Pubertas dan Gangguannya. Dalam: Buku Ajar Endokrinologi Anak. Edisi 1. Jakarta: UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI; 2015:89-94.

18

Lampiran 1. Perbedaan normal usia kronologis dan usia tulang

Lampiran 2. Laju pertumbuhan normal (kecepatan tumbuh)

19

Related Documents

Referat Stunting
February 2021 1
Referat Stunting
February 2021 3
Stunting
January 2021 1

More Documents from "umdasholihah"

January 2021 0
February 2021 0
Laprak Viskositas
January 2021 1