Resistensi Antibiotik

  • Uploaded by: Ephin Jemumu
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resistensi Antibiotik as PDF for free.

More details

  • Words: 923
  • Pages: 4
Loading documents preview...
2. Resistensi terhadap obat antimikroba Terdapat banyak mekanisme yang mungkin menyebabkan terjadinya resistensi obat pada mikroorganisme. Pertama, mikroorganisme menghasilakan enzim yang merusak obat aktif, contoh; stafilokok yang resisten terhadap penicillin G menghasilakn suatu lactamase-β yang merusak obat. Kedua, mikroorganisme merubah permeabilitas mereka terhadap obat, contoh; tetrasiklin terkumpul dalam bakteri yang sensitive tapi tidak dalam bakteri yang resisten. Ketiga, mikroorgnisme membentuk suatu target structural yang telah dimodifikasi untuk obat, contoh; organisme resistensi eritromisin memiliki sutau reseptor yang termodifikasi pada subunit 50S ribosom, sebagai hasil dari metilasi RNA ribosomal 23S. Keempat, mikroorganisme mengembangkan suatu jalur metabolic termodifikasi yang memintas reaksi yang dihambat oleh obat, contoh; beberapa bakteri resistensi-sulfonamida tidak memerlukan PABA ekstrasel,tetapi seperti sel mamalia, dapat mebggunakan asam folat yang telah jadi. Kelima, mikoorganisme membentuk suatu enzim termodifikasi yang masih dapat yang melakukan fungsi metaboliknya, tetapi jauh lebih tidak dipengaruhi oleh obat, contohnya; pada bakteri resistensi-trimetoprim, dihydrofolic acid reductase dihambat secara jauh lebih tidak efisien dibandingkan pada bakteri yang sensitif terhadap trimetropim. Asal resistensi obat Resistensi dibagi dalam kelompok resistensi non genetik, resistensi genetik, dan resistensi silang. Resistensi non genetik, mikroorganisme dapat kehilangan struktur target spesifik suatu obat selama beberapa generasi sehingga menjadi resisten. Contoh; organisme sensitive-penisilin dapat berubah menjadi bentuk L tak-berdinding sel selama pemberian penisilin. Karena tidak berdinding sel, mereka resisten terhadap obat penghambat dinding sel (penisilin,sefalosporin) dan dapat tetap demikian selama beberapa generasi. Jika organisme tadi kembali ke bentuk asal mereka dengan cara kembali membentuk dinding sel, mereka akan sensitif lagi terhadap penisilin. Resistensi non genetic dibagi menjadi dua yaitu resistensi yang dikendalikan oleh kromosom dan resistensi yang tidak dikenadalikan oleh kromosom. 1. Resistensi yang dikendalikan oleh kromosom

Resistensi ini timbul sebagai akibat dari mutasi spontan dalam lokus yang mengatur kerentanan terhdap obat antimikroba tertentu. Keberadaan obat animikroba berperan sebagai mekanisme penyeleksi, yaitu menekan organisme yang sensitif dan menunjang pertumbuhan mutan yang resisten terhadap obat. 2. Resistensi yang dikendalikan oleh kromosom Bakteri sering mengandung elemen genetic di luar kromosom yang dinamakan plasmid. Sebagian plasmid mebawa gen untuk resistensi terhadap satu atau beberapa obat antimikroba. Contoh; plasmid memberikan resistensi terhadap penislin dan sefalosporin dengan membawa gen untuk membentuk lakamase-β. Plasmid menjadi enzim-enzim yang mengasetilasi mengadenilisasi, atau fosforilasi berbagai aminoglikosida; menjadi enzim-enzim yang mengatur transport aktif tetrasiklin melewati mebran sel dan menjadi enzim-enzim lainnya. 3. Resistensi silang Mikroorganisme yang resistensi terhadap obat tertentu dapat pula resisten dengan obat lain yang memiliki kesamaan mekanisme kerja. Hubungan tersebut terutama terdapat diantara agen-agen yang satu golongan secara kimiawi(misalnya, aminoglikosida yang berbeda) atau yang memiliki cara kerja yang serupa (misalnya, makrolida-linkomisin). Pada beberapa kelas obat, nukelus aktif anggota-anggota mereka sangat mirip satu sama lain(misalnya, tetrasiklin) sehingga resistensi yang luas dapat diperkirakan. Penekanan?? Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antimkroba Aktivitas antimikroba diukur secara invitro untuk menentukan potensi suatu agen antimikroba dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan dan sensitivitas suatu mikroorganisme terhadap konsentrasi tertentu obat tadi. Di anatara banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas invitro antimikroba, hal-hal berikut harus dipertimbangkan karena mempengaruhi hasil pemeriksaan secara bermakna. 1. PH lingkungan, beberapa obat lebih efektif pada PH asam (contoh; nitrofuratoin) dan lainnya pada ph basa (contoh: aminoglikosida). 2. Komponen medium.

3. Kestabilan obat. Pada suhu inkubator, beberapa agen antimikroba kehilangan aktivitas mereka. Penisilin mengalami inaktivasi secara lambat, sedangkan aminoglikosida dan siprofloksasin cukup stabil untuk periode yang lama. 4. Besar inokulum. Secara umum semakin besar inoculum bakteri, semakin rendah “kerentanan” yang tampak pada organisme itu. Populasi besar bakteri lebih lambat dan lebih jarang mengalami inhibisi total dibandingan dengan populasi kecil. Selain itu, suatu mutan resisten jauh lebih mungkin muncul,pada popilasi besar. 5. Lama inkubasi. Pada banyak kondisi, mikroorganisme tidak dimatikan, tetapi hanya dihambat pada pajanan singkat terhadap agen antimikroba. Semakin lama masa inkubasi berlangsung, semakin besar kesempatan mutan resisten untuk muncul, atau semkain besar kesempatan utuk anggota yang paling tidak sensitif terhadap antimikroba utuk muali memperbanyak diri seiring dengan berkurangnya obat. 6. Aktivitas metabolik mikroorganisme. Secara umum, organisme yang aktif dan cepat bertumbuh lebih sensitive terhadap kerja obat dibandingkan organiseme yang berada dalam fase istirahat. Organisme yang tidak aktif secara metabolik dan behasil bertahan hidup pada pajanan lama suatu obat mungkin saja mempunyai keturunan yang 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.

sepenuhnya sensitive terhadap obat yang sama. Uji Aktivitas Antibakteri Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi. Penting sekali untuk menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba (Jawetz et al., 2005). 15 a) Metode Dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir metode ini, antimikroba dilarutkan dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi agar memakan waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja. Uji kepekaan cara dilusi cair dengan menggunakan tabung reaksi, tidak praktis dan jarang dipakai, namun kini ada cara yang lebih sederhana dan banyak dipakai, yakni menggunakan microdilution plate (Jawetz et al., 2005). b) Metode Difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar. Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram untuk dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi beberapa faktor fisik dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme (misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat). Meskipun demikian, standardisasi faktor-faktor tersebut memungkinkan melakukan uji

31. kepekaan dengan baik (Jawetz et al., 2005). Media Antibiotic (siproflosasin atau trimethoprim)

Related Documents


More Documents from "tri diana"

Resistensi Antibiotik
January 2021 0