Responsi - Tinea Capitis

  • Uploaded by: Beizar Yudhistira
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Responsi - Tinea Capitis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,143
  • Pages: 20
Loading documents preview...
Responsi Kasus

TINEA KAPITIS (Gray Patch Ringworm)

Disusun oleh: Taranida Hanifah G99162027

Pembimbing: dr. Ammarilis Murastami, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2017

0

STATUS RESPONSI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing

: dr. Ammarilis Murastami, Sp. KK

Nama Mahasiswa : Taranida Hanifah, S. Ked NIM

: G99162027

TINEA KAPITIS

PENDAHULUAN Dermatofitosis merupakan suatu penyakit

infeksi superfisial

yang

disebabkan oleh tiga genus jamur dengan kemampuan melakukan invasi dan berkembang biak dalam jaringan berkeratin (rambut, kulit, dan kuku). Golongan jamur yang mempunyai sifat mencerna keratin tersebut adalah Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.1 Secara klinis, infeksi yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita juga disebut sebagai “tinea” yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi yang diserang, seperti:1,2 1.

Tinea kapitis

: dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

2.

Tinea barbae

: dermatofitosis pada dagu dan jenggot

3.

Tinea kruris

: dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar

anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah 4.

Tinea pedis et manum

: dermatofitosis pada kaki dan tangan

5.

Tinea unguium

: dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

6.

Tinea korporis

: dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk di

atas

1

Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea imbrikata, tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis. Manifestasinya timbul akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup. Penyakit ini umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tetapi lebih banyak di daerah tropis.2

DEFINISI Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita yang menyerang kulit dan rambut kepala.2 Infeksi ini paling banyak diderita oleh anak-anak usia 3 sampai 14 tahun dengan manifestasi yang bervariasi, bergantung pada faktor host dan agen penyebab. Pada umumnya terjadi di daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, padat penduduk, dan sanitasi yang buruk.3,4

EPIDEMIOLOGI Infeksi jamur superfisial merupakan suatu permasalahan yang menyerang 20-25% populasi penduduk dunia.4 Di United States of America (USA), persentase kejadian tinea kapitis mencapai 92,5% dari penyakit dermatofitosis yang menyerang anak-anak di bawah usia 10 tahun. Di Etiopia, insidensi infeksi tersebut sebesar 8,7% anak-anak usia 4 hingga 14 tahun. Berbeda halnya dengan angka kejadian di Asia Tenggara, persentase infeksi tersebut dilaporkan menurun dalam 50 tahun terakhir dari 14% menjadi 1,2% dikarenakan adanya perbaikan kondisi sanitasi dan higienitas individu.5

ETIOLOGI Beberapa spesies penyebab tinea kapitis dilaporkan tersebar di hampir seluruh daerah dan sebagian lagi terbatas pada lokasi geografis tertentu. Di USA, Trichophyton tonsurans telah menggantikan Microsporum audouinii menjadi penyebab utama tinea kapitis sejak pertengahan abad ke-20. Di Eropa, M. canis menjadi penyebab nomer satu infeksi tersebut meskipun terjadi peningkatan yang signifikan angka kejadian tinea kapitis yang disebabkan oleh T. Tonsurans.

2

Berbeda

halnya

dengan

Afrika,

di

mana

M.

audouinii,

T. soudanense, and T. Violaceum menjadi patogen utama penyebab dermatofitosis yang menyerang rambut dan kulit kepala. Bagaimanapun, perjalanan manusia dan migrasi bisa berakibat pada dinamika pola infeksi tersebut.4 Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Infeksi yang disebabkan oleh dermatofita zoofilik atau geofilik menyebabkan reaksi inflamasi lebih berat dari pada antropofilik.1

Gambar 1. Klasifikasi dermatofit berdasarkan cara transmisi agen penginfeksi.1

PATOGENESIS Tinea kapitis umumnya disebabkan oleh genus Microsporum dan Trichophyton. Infeksi ini merupakan jenis infeksi yang paling banyak menyerang anak-anak. Predileksi usia tersebut disebabkan karena masih minimnya keberadaan Pityrosporum orbiculare (Pityrosporum ovale) dan sifat fungistatik yang dihasilkan oleh asam lemak rantai pendek serta sedang.6 Agen penyebab tinea kapitis meliputi jamur keratofilik yang disebut dermatofit. Jamur tersebut biasanya berada pada lapisan kulit yang berkornifikasi dan mampu menginvasi lapisan terluar lapisan kulit, stratum korneum, serta bagian kulit lain yang berkeratin, seperti kuku dan rambut.6 Dermatofit merupakan agen utama penyebab infeksi pada manusia yang menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis yang disebut dermatofitosis. Pada lokasi terjadinya inokulasi, hifa jamur mulai tumbuh menyebar di stratum

3

korneum. Jamur tersebut kemudian tumbuh ke bawah menyerang keratin rambut. Manifestasi permukaan kulit yang terinfeksi tersebut mulai dapat terlihat setelah hari ke 12-14. Rambut yang terinfeksi menjadi rapuh dan mulai terlihat kerusakannya pada minggu ke-3.6 Terdapat tiga tipe manifestasi invasi pada rambut: a.

Invasi eksotrik, ditandai dengan perkembangan arthroconidia pada permukaan luar batang rambut. Lapisan kutikula dari rambut tersebut rusak dan rambut yang terinfeksi biasanya menunjukkan fluoresensi berwarna kuning kehijauan di bawah lampu Wood sinar UV. Agen penyebab yang paling umum adalah M. canis, M. gypseum, T. equinum, dan T. verrucosum.

b.

Invasi endotrik, ditandai dengan perkembangan arthroconidia hanya di dalam batang rambut. Lapisan kutikula rambut tetap intak dan rambut yang terinfeksi tidak menunjukkan fluoresensi di bawah lampu Wood sinar UV.

c.

Favus, biasanya disebabkan oleh T. Schoenleinii yang memproduksi krusta seperi favus atau skutula dan berperan dalam perontokkan rambut.6

GAMBARAN KLINIS Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofit. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahmerahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.2 Di dalam klinik Tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas: a.

Gray patch ringworm Gray patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus M. audouinii, M. ferrugineum, atau M. canis dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit dimulai timbulnya papul merah yang kecil di sekitar rambut yang lama-kelamaan melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri.2,7 Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh

4

jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi hijau pada rambut yang sakit melampaui batas-batas gray patch tersebut.7 Pada kasus-kasus tanpa keluhan, pemeriksaan dengan lampu Wood ini banyak membantu diagnosis. tinea kapitis yang disebabkan oleh M. Audouini yang biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali-sekali dapat terbentuk kerion.2

Gambar 2. Gray patch ringworm.7

b.

Kerion Kerion merupakan bentuk tinea kapitis dengan reaksi peradangan berat, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat di sekitarnya.2,4 Bila penyebabnya M. canis dan M. gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya T. tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya adalah T. violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.2 Penderita biasanya mengeluhkan gatal dan kulit kepala yang melunak, juga dapat disertai dengan limfadenopati servikalis posterior.4

5

Gambar 3. Kerion.7

c.

Black dot ringworm Black dot ringworm terutama disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Bagian rambut yang terkena infeksi parah tepat berada pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot. Ujung rambut yang patah, kalau tumbuh kadang-kadang masuk ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat bahan biakan jamur.2

Gambar 4. Black dot ringworm.7

6

Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. T. rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis.2

DIAGNOSIS Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya serta didukung oleh pemeriksaan penunjang untuk melihat elemen jamur dermatofit. 1.

Gambaran klinis Keterlibatan limfadenopati regional yang diikuti dengan kondisi alopesia dan/atau skuama pada anak-anak suspek tinea kapitis dapat menjadi petunjuk diagnosis yang penting dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk kultur jamur.8

2.

Dermoskop Dermoskop merupakan salah satu alat pemeriksaan penunjang diagnostik tinea kapitis yang cukup penting. Rambut black dot akan terlihat lebih jelas melalui pemeriksaan ini. Gambaran rambut comma-shaped pada anak-anak berkulit putih dengan infeksi eksotrik juga dapat dibuktikan dengan menggunakan dermoskop.8

3.

Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit infeksi dermatofita. Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi, tepatnya pada bagian tepi aktif lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% dan dipanaskan sebentar untuk memisahkan sel-sel epitelial dengan hifa jamur.3 Untuk melihat hifa jamur yang lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker super chroom blue black, Chlorazol, atau Swartz Lamkins. Kemudian lempeng tersebut ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis

7

yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa. Pada sediaan rambut juga dapat dilihat spora kecil (mikrospora) dan spora besar (makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ektotrik) atau di dalam rambut (endotrik).2,3 4.

Pemeriksaan dengan lampu Wood Pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan menggunakan kerokan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi.2 Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga batas lesi lebih mudah dilihat. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang gelap. Daerah kepala yang terkena infeksi akan memperlihatkan fluoresensi warna hijau kebiruan untuk spesies M. canis dan M. audouinii atau flouresensi hijau pucat untuk spesies T. schoenleinii.3

5.

Pemeriksaan biakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendukung pemeriksaan kerokan dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan dilakukan di atas media biakan dermatophyte test medium (DTM), mycobiotic agar, atau Sabouraud’s dextrose agar. Koloni yang tumbuh berbentuk soliter, sedikit meninggi, bulat mengkilap dan lama kelamaan akan kering dan dibawah mikroskop terlihat yeast cell bentuk oval dengan hifa pendek.2,3,7

DIAGNOSIS BANDING Berbagai kelainan pada kulit kepala berambut harus dibedakan dengan tinea kapitis, antara lain: alopesia areata, piedra, dermatitis seboroik. Untuk alasan ini, pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya.2 Pada alopesia areata rambut di bagian pinggir kelainan mula-mula mudah dicabut dari folikel, akan tetapi pangkal yang patah tidak tampak. Pada kelainan ini juga tidak tampak adanya skuama.2 Kelainan ini masih belum diketahui penyebabnya, diduga terkait dengan kondisi autoimun yang dimediasi oleh sel T.9 Kelainan ditandai dengan adanya bercak dan kerontokan rambut pada kulit kepala,

8

alis, janggut, dan bulu mata yang biasanya berbentuk bulat atau lonjong.10 Piedra juga merupakan infeksi jamur pada rambut yang ditandai dengan adanya benjolan (nodus) sepanjang rambut. Kelainan ini hanya menyerang rambut kepala (piedra hitam) dan janggut serta kumis (piedra putih).2 Krusta melekat erat pada rambut yang terserang. Piedra hitam biasanya ditemukan di daerah tropis, terutama yang banyak hujan. Jamur ini menyerang rambut di bawah kutikula, lalu membengkak dan pecah untuk menyebar ke sekitarnya membentuk benjolan tengguli dan hitam, serta dapat merusak struktur rambut.2,11 Kelainan kulit pada dermatitis seboroik biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, wajah, dan daerah lain yang banyak mengandung sebum.12 Bercak seboroika pada kulit kepala yang berambut kadang membingungkan. Biasanya lesi dermatitis seboroik pada kulit kepala lebih merata dan simetris.2 Pada dermatitis seboroik juga dapat dilihat adanya skuama kemerahan, lapisan kulit yang mengalami peradangan, hipopigmentasi, gatal, dan terkadang berbentuk krusta.12 Impetigo yang menyertai pedikulosis kapitis menimbulkan kelainan yang kotor dan berkrusta, tanpa rambut yang putus. Korion kadang-kadang sukar dibedakan dengan karbunkel, walaupun tidak begitu nyeri. Trikotilomania merupakan kelainan berupa rambut putus tidak tepat pada kulit kepala, daerah kelainan tidak pernah botak seluruhnya dan batas kelainan tidak tegas. Pada orang dewasa, lupus eritematosus dan bentuk-bentuk lain alopesia yang menimbulkan sikatriks (pseudopelade Brocq) memerlukan pemeriksaan lebih lengkap untuk membedakannya dengan favus. Pemeriksaan dengan lampu Wood menunjukkan flouresensi pada rambut yang terserang favus.2

TATA LAKSANA Tujuan utama dari pengobatan terhadap tinea kapitis adalah untuk menyembuhkan gejala klinis sesegera mungkin.3 a.

Topikal Terapi topikal tunggal tidak direkomendasikan untuk manajemen tinea kapitis. Pengobatan lokal dengan menggunakan antijamur topikal yang

9

bersifat fungisit, seperti ciclopiroxolamine atau terbinafine cream, dapat mengurangi risiko penularan ke orang lain dan memperpendek durasi yang dibutuhkan untuk pengobatan sistemik. Rambut yang terinfeksi juga harus diobati menggunakan antijamur 1x sehari dalam waktu satu minggu. Rambut dicuci 2x seminggu menggunakan shampoo antijamur (povidoneiodine, selenium disulfide).3 Di samping penggunakan obat topikal, memotong rambut juga disarankan karena dapat memperpendek durasi yang dibutuhkan untuk pengobatan sistemik. Sebaiknya, rambut dipotong bersamaan dengan dimulainya terapi antijamur sistemik, kemudian diulang 3-4 minggu kemudian.3 b.

Oral Semua obat jamur sistemik terbukti lebih efektif untuk infeksi endotrik dibandingkan dengan eksotrik.3 1.

Griseofulvin Griseofulvin merupakan obat pilihan utama pada anak-anak karena terbukti aman, interaksi dengan obat lain minimal, dan ditoleransi dengan baik. Obat ini memiliki sifat fungistatik dan antiinflamasi yang tersedia dalam bentuk tablet dan sirup. Dosis yang direkomendasikan untuk anak usia lebih dari 1 tahun adalah 10 mg/kgBB per hari. Konsumsi griseofulvin bersama dengan makanan berlemak dapat meningkatkan proses absorpsi dan bioavailabilitasnya. Lamanya konsumsi obat ini bergantung pada agen penginfeksi, berkisar antara 8-10 minggu. Pengobatan yang terlalu singkat dapat meningkatkan kejadian kekambuhan. Pengobatan ini memiliki efek samping mual pada 8% kasus dan timbulnya ruam pada 15% kasus.3

2.

Terbinafine Terbinafine bersifat fungisidal yang efektif untuk semua jenis dermatofit yang menyerang anak-anak, terutama genus Trichophyton. Untuk melawan infeksi Microsporum dibutuhkan dosis yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama. Dosis yang direkomendasikan

10

sebesar 3-6 mg/kgBB per hari. Efek samping penggunaan obat ini adalah gangguan saluran cerna (5%) dan ruam (3%).3 Griseofulvin dan terbinafine merupakan terapi lini pertama untuk kasus tinea kapitis pada anak-anak yang disebabkan oleh genus Microsporum dan Trichophyton, di mana griseofulvin lebih efektif melawan M. canis, sedangkan terbinafine lebih efektif melawan T. tonsurans.13 3.

Itraconazole Pengobatan ini bersifat fungisidal dan fungistatik, bergantung besarnya konsentrasi yang dikonsumsi. Dosis 100 mg/hari selama 4 minggu atau 5 mg/kgBB per hari pada anak-anak memiliki efektivitas yang

sama

dengan

terapi

griseofulvin

dan

terbinafine.

Biovailabilitasnya juga akan meningkat apabila dikonsumsi bersama daging. Ditemukan efek samping berupa mual, muntah, dan gangguan fungsi hati pada sekitar 1% kasus.3 4.

Fluconazole Dosis fluconazole 3-5 mg/kgBB per hari selama 4 minggu terbukti efektif untuk mengobati tinea kapitis. Namun penggunaan fluconazole saat ini dibatasi karena relatif lebih sering menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, dan gangguan fungsi hati.3

5.

Ketoconazole Dosis ketoconazole yang disarankan adalah 3,3-6,6 mg/kgBB per hari. Ketoconazole juga dibatasi penggunaannya, bahkan beberapa literatur menyebutkan ketoconazole tidak disarankan untuk anak-anak karena sifatnya yang hepatotoksik.3

Selain pengobatan secara oral dan topikal, edukasi terhadap pasien dan keluarga juga penting. Anak-anak yang terinfeksi tinea kapitis sebaiknya tidak berangkat ke sekolah sebelum mendapat terapi oral dan sistemik yang adekuat. Keluarga dan orang-orang yang sering berinteraksi dekat dengan penderita sebaiknya diskrining, terutama untuk kasus tinea kapitis antropofilik dari T. tonsorans yang sangat infeksius. Sisir dan alat-alat yang kontak dengan lesi

11

sebaiknya dibersihkan dengan desinfektan untuk mengeliminasi spora yang tertinggal.3

PROGNOSIS Sebanyak 14% anak-anak yang menderita tinea kapitis tidak menunjukkan gejala, namun mereka berisiko menularkan infeksinya tersebut. Tanpa terapi, 4% akan berkembang menjadi infeksi tinea kapitis, 58% anak tetap menunjukkan hasil kultur positif, dan 38% menjadi kultur negatif dalam rentang waktu pengawasan 2-3 bulan.14

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. New York: Elsevier Inc; 2012. 2. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009.p. 92-99. 3. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. New York: Elsevier Inc; 2010. 4. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. New York: McGraw-Hill Companies; 2012. 5. Handler MZ. Tinea Capitis; 2017. Diakses tanggal 6 Mei 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1091351-overview#a6 6. Handler MZ. Tinea Capitis; 2017. Diakses tanggal 7 Mei 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1091351-overview#a5 7. Wolff K, Johnson RA.Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. New York: McGraw-Hill Companies; 2013. 8. Fuller LC, Barton RC, Mustapa MFM, Proudfoot LE, Punjabi SP, Higgins EM.

British

Association

of

Dermatologists’

guidelines

for

the

management of tinea capitis 2014. British Journal of Dermatology, 2014: 171:454-463. 9. Bolduc C. Alopesia Areata; 2017. Diakses tanggal 7 Mei 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1069931-overview 10. Soepardiman L. Kelainan Rambut. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2010.p. 301-3011. 11. Schwartz

RA.

Piedra;

2017.

Diakses

tanggal

7

Mei

2017.

http://emedicine.medscape.com/article/1092330-clinical 12. Handler MZ. Seborrheic Dermatitis; 2017. Diakses tanggal 7 Mei 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview

13

13. Chen X, Jiang X, Yang M, Bennett C, Gonzalez U, Lin X, et al. Systemic Antifungal Therapy for Tinea Capitis in Children: An Abridged Cochrane Review. J Am Acad Dermatol, 2016:1-7. 14. Handler MZ. Tinea Capitis; 2017. Diakses tanggal 9 Mei 2017. http://emedicine.medscape.com/article/1091351-treatment#d7

14

LAPORAN KASUS TINEA KAPITIS

A. ANAMNESIS 1. IDENTITAS Nama

: An. G

Umur

: 8 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pelajar Sekolah Dasar

Agama

: Islam

Alamat

: Jebres

Tanggal Periksa

: 28 April 2017

No. RM

: 01377439

2. KELUHAN UTAMA Gatal pada kepala.

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang bersama neneknya ke poli Kulit dan Kelamin RSDM dengan keluhan gatal-gatal di kepala belakang atas sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan gatal juga disertai rambut yang mudah rontok di regio kepala belakang atas. Pasien pernah berobat ke dokter dan ke puskesmas. Lalu mendapat salep yang pasien tidak tahu namanya, namun keluhannya belum berkurang. Selain itu, pasien juga mengaku melakukan keramas 2x sehari untuk mengurangi gatal dan memberikan kotoran di rambutnya. Pasien setiap hari tidur bersama kakeknya yang mengalami keluhan serupa selama bertahun-tahun. Pasien menyangkal memiliki hewan peliharaan.

15

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Pasien adalah seorang pelajar SD yang sehari-hari tidur bersama kakeknya. Pasien berobat ke RSDM dengan menggunakan fasilitas BPJS.

B. PEMERIKSAAN FISIK 1. STATUS GENERALIS Keadaan umum

: Pasien tampak sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup.

Vital Sign

:

TD

: 100/85 mmHg

HR

: 88 x/menit

RR

: 22 x/menit

T

: 36,5 oC

Pain score

:1

Kepala

: sesuai status dermatovenerologi

Wajah

: dalam batas normal

Leher

: dalam batas normal

Mata

: dalam batas normal

Telinga

: dalam batas normal

Axilla

: dalam batas normal

Truncus anterior

: dalam batas normal

16

Abdomen

: dalam batas normal

Truncus posterior

: dalam batas normal

Inguinal

: dalam batas normal

Ekstremitas Atas

: dalam batas normal

Ekstremitas Bawah

: dalam batas normal

2. STATUS DERMATOLOGIS

Pada regio oksipital tampak alopesia fokal berdiameter 5 cm dengan skuama tebal di atasnya.

C. DIAGNOSIS BANDING -

Tinea kapitis (gray patch ringwormi)

-

Alopesia areata

-

Piedra hortae

-

Dermatitis seboroik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG -

KOH 10% rambut

: hifa (+) spora (+) eksotrik dan endotrik

17

-

KOH 10% skuama

: spora (+)

-

Wood lamp

: kehijauan

-

Dermoskop

: tampak block dot multipel, skuana, dan krusta

E. DIAGNOSIS Tinea kapitis (gray patch ringworm)

18

F. TERAPI 1. NON MEDIKAMENTOSA a. Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, penatalaksana, dan komplikasinya. b. Edukasi untuk tidak menggosok atau menggaruk luka. c. Edukasi untuk tidak masuk sekolah sebelum infeksi penderita diobati. d. Pengobatan untuk kakeknya. e. Membersihkan sisir dan alat-alat yang sering berkontak dengan penderita.

2. MEDIKAMENTOSA -

Griseofulvin tablet 1 x 500 mg selama 2 bulan.

-

Ketomed shampoo 1 dd ue 3-4x seminggu.

3. PLANNING Kultur rambut

G. PROGNOSIS -

Ad vitam

: bonam

-

Ad sanam

: bonam

-

Ad fungsionam

: bonam

-

Ad cosmeticum

: bonam

19

Related Documents

Responsi - Tinea Capitis
February 2021 0
Responsi Fraktur
March 2021 0
Tinea Korporis
March 2021 0
Sap Tinea Pedis.docx
February 2021 1
Sap Tinea Kapitis
February 2021 0

More Documents from "Maria Krist'ApriLianamita"

Responsi - Tinea Capitis
February 2021 0
Referat Perforasi Gaster
January 2021 0