Sap Fraktur R.18 Rssa

  • Uploaded by: merlin uru hida
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sap Fraktur R.18 Rssa as PDF for free.

More details

  • Words: 3,348
  • Pages: 19
Loading documents preview...
SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan

: Fraktur

Sasaran

: Pasien dan keluarga pasien di ruang 12 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Waktu

: 30 menit

Hari/tanggal

: Kamis / 12 July 2018

Penyuluhan

: Mahasiswa profesi ners di ruang 12

A. Latar Belakang Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung( Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Kejadian fraktur di indonesia yakni sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dan di Indonesia yang dilaporkan Depkes RI (2007) menunjukkan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di Indonesia 5,5 % dengan rentang setiap profensi antara 2,2 samapi 9 %(Depkes, 2007). Fraktur ekstremitas bawah memiliki frekuensi sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim survey Depkes RI (2007) didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian. 45% mengalami kecacatan fisik. 15% mengalami stres psikologis dan bahkan depresi, serta 10% mengalami kesembuhan dengan baik. Fraktur merupakan ancaan pontensial atau aktual kepada integritas, seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka mordibitas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang

lebih

efektif

untuk

meminimalkan

cacat

pada

tubuh

yang

berkepanjangan. .

1

B.

Analisa Situasi 1. Peserta Penyuluhan 

Pasien dan keluarga pasien di ruang 18 RSUD Dr.Saiful Anwar Malang

2. Penyuluhan 

Mampu menyampaikan tentang fraktur



Mampu menguasai peserta penyuluhan untuk memusatkan perhatian

3. Ruangan 

Ruang12 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

C. Tujuan Instruksional 1. Tujuan Umum Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan,pasien dan keluarga pasien, petugas atau pengunjung di ruang 12 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, dapat memahami dan mengetahui tentang fraktur. 2. Tujuan Khusus a. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui pengertian Fraktur b. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui penyebab Fraktur c. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui klasifikasi Fraktur d. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui Tanda dan Gejala Fraktur e. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui Komplikasi Fraktur f. Agar pasien dan keluarga pasien, petugas, atau pengunjung dapat mengetahui Penatalaksaan Fraktur

2

D. Materi Penyuluhan Terlampir E. Kegiatan Penyuluhan kegiatan Pembukaan

Kegiatan penyuluhan 1. Memberi salam 2. Memperkenalkan diri

Kegiatan keluarga 1. Menjawab

Metode

waktu

Ceramah

2 menit

salam

3. Bina hubungan saling 2. mendengarkan percaya

Pelaksanaan

Menjelaskan:

1. Mendengarkan

1. pengertian tentang

2. Menanyakan

fraktur 2. Penyebab terjadinya fraktur

ceramah

15 menit

materi yang belum dimengerti

3. Klasifikasi fraktur 4. Tanda dan Gejala Fraktur 5. Komplikasi Fraktur

6. Penatalaksaan Fraktur Penutup

1. Memberikan pertanyaan 2. Menarik kesimpulan 3. Menutup

1. Menjawab

Tanya

pertanyaan

jawab

3 menit

2. Menjawab salam

penyuluhan/salam

F.

Media 1. LCD 3

2. Proyektor 3. Laptop G. Metode 1. Ceramah 2. Tanya jawab H. Karakteristik Evaluasi penyuluhan 1. Kriteria Evaluasi Struktur -

Membuat SAP Menyusun Organisasai penyuluhan. Pengorganisasian dan uraian tugas : a. Moderator b. Pemateri c. Fasilitator

: Taramita P : Ni Putu Ika : Nur Azizah, Ika Wahyu S, Ria Rezky, Eko

Ferry, Ebebnezier Lindi d. Observer : Margareta Koni N 2. Evaluasi Proses a. Kegiatan berjalan dengan lancar b. Peserta antusias mendengarkan materi penyuluhan dari awal sampai akhir c. Pelaksanan penyuluhan berjalan dengan baik 3. Evaluasi Hasil Diharapkan sasaran ( pasien, keluarga,pngunjung di Ruang 12 RSU Dr. Saiful Anwar Malang) memahami materi yang telah diberikan dengan tes tanya jawab.

MATERI PENYULUHAN 1.

Pengertian Fraktur

4

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau tulang rawan umumnya dikarenakan rudapaksa ( Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007) 2.

Penyebab Terjadinya Fraktur a. Trauma Langsung / direct trauma Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan langsung pada tulang, misalnya: kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakibatkan patah tulang) b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma Misalnya : 1) Penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan. 2) Patah tulang akibat tariak otot sangat jarang trjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, c. Fraktur

kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. patologis disebut dengan trauma ringan

yang

dapat

menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari. Fraktur patologis dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Fraktur degenerasi, misalnya: Osteoporosis 2. Fraktur infeksi, misalnya: oesteomielitis, mikroorganisme

yang

menyebabkan

infeksi

spondilitis adalah

TB

bakteri

tuberkolosis. 3. Faktor keganasan, misalnya: neoplasia, kanker tulang ( osteosarkum) 3.

Klasifikasi 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst). 2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:

5

a.

Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang

b.

atau melalui kedua korteks tulang). Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

3.

Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : a.

Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

b.

Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

c.

Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

4. Berdasarkan posisi fragmen : a.

Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b.

Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen

5.

Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan). a.

Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. 2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan 4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

b.

Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan

antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena 6

adanya perlukaan kulit.Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu : a) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm. b) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. c) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif. 6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme

trauma: a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. b.

Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.

c.

Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.. 7.

Berdasarkan kedudukan tulangnya : a. Tidak adanya dislokasi

b. Adanya dislokasi

8.

-

At axim : membentuk sudut.

-

At lotus : fragmen tulang berjauhan.

-

At longitudinal : berjauhan memanjang.

-

At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.

Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

9.

a.

1/3 proksimal

b.

1/3 medial

c.

1/3 distal

Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

7

10. Fraktur Patologis: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang. 4. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi. 2. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alami

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). 3. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan

deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. 4. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. 5. Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x

8

pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. 5. Komplikasi fraktur 1. Komplikasi Awal a.

Kerusakan Arteri adalah Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b.

Kompartement Syndrom Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan

oklusi pada pembuluh – pembuluh darah

pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status

mental

(gaduh,

gelisah,

marah,

bingung,

stupor),

tachycardia, demam, ruam kulit ptechie. d. Infeksi

9

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. e.

Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban

f. Shock Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. g.

Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur 10

terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar 2. Komplikasi Dalam Waktu Lama a.

Delayed Union (Penyatuan tertunda) Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

b.

Non union (tak menyatu) Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang –kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..

c.

Malunion Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.

6. Penatalaksanaan Fraktur 1) Penatalaksanaan fraktur terjadi di luar rumah sakit 1. Anamnesa Identitas korban, tempat kejadian, jenis kejadian yang dialami oleh korban, jenis fraktur (terbuka/tertutup), 2. Pemeriksaan fisik Cek respon (korban sadar/tidak), adakah perdarahan di sekitar tubuh korban, adakah tonjolan tulang didaerah ekstremitas 3. Jika fraktur terbuka -

Hentikan perdarahan

11

-

Tutup luka dengan kain, lakukan pembabatan minimal dua sendi

-

Kirim ke rumah sakit terdekat

4. Jika fraktur tertutup -

Lakukan pembidaian

-

Kirim ke rumah sakit terdekat

2) Penatalaksanaan fraktur terjadi di dalam rumah sakit 1. Anamnesa  Biodata pasien, meliputi: Nama, Alamat, Tanggal Lahir (umur), Agama, Pendidikan, Pekerjaan, No. RM, jenis kelamin, Tanggal MRS dan Diagnosa medis  Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips. Untuk mengurangi nyeri yang timbul pada fraktur karena luka jaringan disekitar tulang yang patah, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi ( tidak menggerakkan daerah yang fraktur) Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. Tujuannya untuk menjaga pergeseran tulang agar posisi yang dihasilkan saat di topang/ dipindahkan ke tempat yang aman tetap dalam keadaan yan benar dan tidak memperburuk keadaan pada fraktur. Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Dan tujuan dari gips hampir sama dengan bidai. 2. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah seperti tanda-tanda: 

Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis tergantung keadaan klien

12



Kesakitan, keadaan penyakit : akut,kronik, ringan, sedang, berat.



Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk

b) Secara sistemik dari kelamin: -

Sistem integumen : suhu sekita tubuh meningkat, daerah trauma meningkat, bengkak, oedem, nyeri tekan.

-

Kepala : tidak ada benjola dan tidak ada nyeri kepala

-

Leher : reflek menelan ada, wajah terlihat menahan sakit, adakah lesi atau tidak, ada oedem

-

Mata : adakah oedem atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak

-

Telinga : keluar darah atau tidak, adakah lesi atau nyeri tekan

-

Hidung : pernafasan cuping hidung ada atau tidak, ada atau tidak defermitas, keluar darah atau tidak

-

Mulut dan faring : mukosa kering, oedem atau tidak

-

Thorak /dada/pernafasan; a. Inspeksi: bentuk dada simetris atau tidak, ada apa tidak retraksi dinding dada, memakai alat bant nafas atau tidak b. Palpasi: adakah edema atau tidak c. Perkusi: bagaimana suara dada sonor ataukah hipersonor d. Auskultasi: adakah suara tambahan

-

Jantung : Inspeksi :adakah pembesaran jantung atau tidak Palpasi: iktus cordis teraba atau tidak Perkusi : suara jantung ketika diperkusi Auskultasi: bunyi jantung

-

Abdomen : Inspeksi : bentuk perut, adakah lesi atau tidak

13

Palpasi : adakah oedem atau tidak, adakah nyeri tekan atau tidak Perkusi: timpani atau hiper timpani Auskultasi: peristaltik bising usus -

Ekstremitas, atas dan bawah: ada tidaknya penurunan kekuatan otot, masa otot, atropi otot, kontraktur dan kekakuan pada persendian.

3. Pemeriksan penunjang 1). RONGENT 2). CT SCAN 3). MRI 4. Jika terdiagnosa Open fraktur -

Rencanakan untuk operasi debredemen

-

Rawat inap (MRS)

5. Jika terdiagnosa Close fraktur -

Lakukan pembidaian pada patah tulang

-

Psang skin traksi atau traksi skeletal, jika pada fraktur extremitas bagian bawah

-

3)

Rawat inap (MRS)

Penatalaksanaan untuk fraktur khusus ( fraktur servikal dan tulang belakang ) Semua penderita korban kecelakaan yang memperlihatkan gejala

adanya kerusakan pada tulang belakang, sperti nyeri leher, nyeri punggung, kelemahan anggota gerak atau perubahan sensitivitas harus dirawat seperti merawat pasien kerusakan tulang belakang akibat cedera sampai dibuktikan bahwa tidak ada kerusakan tersebut. Setelah diagnosa ditegakkan, disamping kemungkinan pemeriksaan cedera lain yang menyertai, misalnya trauma kepala atau trauma toraks, maka pengelolaan patah tulang belakang tanpa gangguan neurologik bergantung pada stabilitasnya. Pada tipe yang stabil atau tidak stabil

14

temporer, dilakukan imobilisasi dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan gangguan neurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran nafas, Infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah. Pembedahan

juga

dilakukan

dengan

tujuan

dekompresi

yaitu

melakukan reposisi untuk menghilangkan penyebab yang menekan medula spinalis, dengan harapan dapat mengembalikan fungsi medula spinalis yang terganggu akibat penekanan tersebut. Dekompresi paling baik dilaksanakan dalam waktu enam jam pasca trauma untuk mencegah kerusakan medula spinalis yang permanen. Tidak boleh dilakukan dekompresi dengan cara laminektomi, karena akan menambah instabilitas tulang belakang. Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder, yaitu dengan dilakukannya imobilisasi di tempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras. Pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakaan tandu atau sarana apapun yang beralas keras. Hal ini dilakaukan pada semua penderita yang patut dicurigai berdasarkan jenis kecelakaan, penderita merasa nyeri di daerah tulang belakang, lebih- lebih lagi bila terdapat kelemahan pada ekstremitas yang disertai mati rasa. Selain itu harus selalu di perhatikan jalan napas dan sirkulasi. Bila dicurigai cedera di daerah servikal, harus diusahakan agar kepala tidak menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan kain untuk menyangga leher pada saat pengangkutan. Setelah semua langkah tersebut diatas terpenuhi, barulah dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologik yang lebih cermat. Pemeriksaan penunjang sepertiradiologik dapat dilakukan. Pada umumnya terjadi

15

paralisis usus selama dua sampai enam hari akibat hematom retroperitoneal sehingga memerlukan pemasangan pipa lambung. Pemasangan kateter tetap pada fase awal bertujuan mencegah terjadi pengembangan kandung kemih yang berlebihan, yang lumpuh akibat syok spinal. Selain tu pemsngan kateter juga berguna untuk memantau produksi urin, serta mencegah terjadinya dekubitus karena menjamin kulit tetap kering. Terpai pada cidera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan memperhatikan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengna cidera medula spinalis komplet hanya memiliki pluang 5% untuk kembali normal. Lesi medula spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris dibawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari 50%. Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cidera medula spinalis, fisioterapi, terapi okupulasi dan blader training pada pasien ni dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah mempertahankan ROM ( Range Of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan central cord syndrome/CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehungga dapat berjalan dengan bantuan apapun ataupun tidak. Terapi Okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activiting of dayli living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. 7.

Pemeriksaan Diagnotik - pemerikaan rontgen - pemeriksaan Lab

16

8.

Himbauan - bagian tubuh yang mengalami cidera jangan digerakkan. Atau fiksasi tubuh yang mengalami patah tulang - jika terjadi perdarahan, hentikan daerah luka dengan membungkus luka dengan kain yang berih - jangan dipijat bagian tubuh yang mengalami patah tulang - Segara hubungi tenaga medis

DAFTAR PUSTAKA 17

1. Sjamsuhidayat, R. Wim de jong. 2005 buku ajar ilmu bedah edisi 2, EGC 2. Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya 3. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius 4. Donny, Arif. 2009. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 edisi ke tiga. Jakarta: Media Aesculapius. 5. Jergesen F.H, Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah ( Handbook of Surgery), Editor : Theodore Schrock, Alih Bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC, Jakarta, 1995. 6. Ganong, WF, 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

SATUAN ACARA PENYULUHAN “PATAH TULANG (FRAKTUR)” DI RUANG 18 RSUD dr. SAIFUL ANWAR - MALANG

18

OLEH KELOMPOK BERSAMA : 1.

NERS

UNIVERSITAS

2.

MALANG STIKES ICME JOMBANG

MUHAMMADIYAH

MALANG

2018

19

Related Documents

Sap Fraktur R.18 Rssa
January 2021 1
Sap Fraktur
January 2021 1
Contoh Sap Fraktur
January 2021 1
Lp Fraktur
January 2021 1
Lp Fraktur
February 2021 2

More Documents from "Alice Reis"