Loading documents preview...
SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST CABG DI RUANG ICU RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
OLEH : KELOMPOK 1
Heny Sulistyarini, S.Kep
NIM. 131723143045
Dewi Fajarwati P, S.Kep
NIM. 131723143046
Sindhu Agung L, S.Kep
NIM. 131723143047
Robeta Lintang D, S.Kep
NIM. 131723143048
Hermansyah, S.Kep
NIM. 131723143049
Ezra Ledya S, S.Kep
NIM. 131723143050
R. Hesea R, S.Kep
NIM. 131723143051
Tri Retno W, S.Kep
NIM. 131723143052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2018
i
HALAMAN PENGESAHAN Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Post CABG Di Ruang ICU RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Program Profesi Pendidikan Ners (P3N) Angkatan B19 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang dilaksanakan di Ruang ICU RSUD Dr.Soetomo Surabaya, sebagai laporan praktik atas nama :
Heny Sulistyarini, S.Kep
NIM. 131723143045
Dewi Fajarwati P, S.Kep
NIM. 131723143046
Sindhu Agung L, S.Kep
NIM. 131723143047
Robeta Lintang D, S.Kep
NIM. 131723143048
Hermansyah, S.Kep
NIM. 131723143049
Ezra Ledya S, S.Kep
NIM. 131723143050
R. Hesea R, S.Kep
NIM. 131723143051
Tri Retno W, S.Kep
NIM. 131723143052
Surabaya, 20 Oktober 2018 Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
Dr. Ninuk Dian K, S.Kp.,Ns.,MANP. NIP. 197703162005012001
Eko Yeppianto, S.Kep.,Ns NIP. 197603232007011013
Mengetahui Kepala Ruang ICU RSUD Dr Soetomo Surabaya
Yuniar, S. Kep., Ns. NIP. 196509251987032006 ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan asuhan keperawatan gawat darura dan kritis ini dengan judul ”Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis Pada Pasien dengan Post CABG Di Ruang ICU RSUD Dr. Soetomo Surabaya”. Berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah membantu dalam penyelesaian tugas laporan ini, serta berbagai pihak terkait yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan laporan ini mungkin banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun materi, maka kami mohon maaf dan selalu menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini dan terbuka untuk menerima koreksi dan saran dari pembaca. Demikianlah laporan asuhan keperawatan ini kami buat semoga bermanfaat bagi Mahasiswa/wi keperawatan khususnya dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Surabaya, 20 Oktober 2018
Penulis
iii
DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................ii KATA PENGANTAR..................................................................................................iii DAFTAR ISI..................................................................................................................v BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Tujuan penulisan...........................................................................................2 1.2.1
Tujuan Umum.....................................................................................2
1.2.3
Tujuan Khusus...................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4 2.1
Definisi................................................................................................4
2.2
Etiologi..................................................................................................6
2.3
Patofisiologi...........................................................................................7
2.4
Manifestasi klinis...............................................................................8
2.5
Penatalaksanaan.....................................................................................8
2.6
Komplikasi..........................................................................................14
2.7
WOC...................................................................................................15
2.8
Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................16
BAB 3 TINJAUAN KASUS.....................................................................................29 3.1
Format pengkajian.............................................................................29
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................................54 4.1
Pembahasan......................................................................................54
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN............................................................................56 5.1 Kesimpulan......................................................................................................56 5.2 Saran...............................................................................................................56 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................57
iv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian di dunia. Hampir sembilan juta kematian perempuan di dunia setiap tahun akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler). Penyakit jantung koroner adalah kontributor kematian terbesar (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015). Menurut AHA (2012), sekitar 56 % penyebab kematian adalah penyakit kardiovaskuler. Sejak tahun 1984, jumlah kematian akibat PKV pada perempuan melebihi laki-laki (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015). Berdasarkan data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Jakarta Acute Coronary Syndrome Registry tahun 2008 hingga awal 2015 melaporkan bahwa, dari 3.826 pasien yang masuk IGD di RSJP Harapan Kita dengan didiagnosis STEMI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015). Berdasarkan data yang diperoleh kelompok dari bulan maret-juli 2018 didapatkan kurang lebih 23 pasien dengan CABG yang dirawat diruang ICU RSUD dr. Soetomo. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter / gejala sebesar 1,5% atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan diagnosis dokter/gejala, jumlah penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu sebanyak 6.690 orang (1,2%) (Riskesdas, 2013). Dan berdasarkan data di ruang ICU RSUD DR Soetomo Surabaya terdapat penderita yang menjalani operasi CABG selama bulan juli 2018.
1
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah seperti : Penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke. Faktor risiko penyakit jantung yang sering terjadi adalah akibat faktor keturunan, umur, jenis kelamin, obesitas, penyakit pemicu: hipertensi, DM, dislipidemia, kurang aktivitas fisik, stress, gaya hidup yang tidak sehat, dan lain-lain. Sebagai seorang perawat tentunya harus mengetahui tentang penyakit jantung, bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Selain itu perawat harus mengetahui perannya
sebagai
advokat
dan mampu membagikan
pengetahuannya dengan memberikan pendidikan kesehatan terutama pada keluarga dan pasien. Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan perawat mampu memberikan edukasi yang baik serta mampu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan khususnya pada pasien kritis post operasi bedah jantung di ruang perawatan intensif. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang muncul sebagai berikut: 1. Apa sajakah diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan Post CABG? 2. Apa sajakah intervensi yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan Post CABG? 3. Apa sajakah implementasi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien Post CABG? 4. Bagaimana evaluasi keperawatan pada pasien Post CABG? 1.3 Tujuan A. Tujuan Umum Mengetahui tentang asuhan keperawatan kritis dengan post operasi bedah jantung B. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengertian bedah jantung 2. Mengetahui etiologi pasien yang dilakukan operasi bedah jantung 3. Mengetahui jenis , tujuan,dan indikasi dilakukan operasi bedah jantung 4. Mengrtahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan operasi bedah jantung 2
5. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan operasi bedah jantung 6. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada pasien dengan operasi bedah jantung 7. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien post operasi bedah jantung yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan
3
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT ( CABG ) Coronary Artery Bypass Graft ( CABG ) merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit jantung koroner (PJK) dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan /
penyumbatan.
(Feryawati,L.2005 ).Coronary Artery Bypass Graft ( CABG ) adalah bedah pintas koroner yang merupakan salah satu upaya atau tindakan yang dilakukan untuk revaskularisasi pada penderita penyakit jantung koroner. ( Muttaqin, A.2009 ). CABG adalah operasi yang menanamkan pembuluh darah dari tempat laindi tubuh untuk memberikan bypass ( jalur alternatif ) di dalam pembuluh jantung yang tersumbat sehingga darah dapat kembali mengalir lancar ke seluruh bagian jantung itu sendiri untuk memberikan nutrisi bagi jantung. ( Anwar,M.2006 ) Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satupenanganan intervensi dari penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan caramembuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan ataupenyumbatan. Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukan CABG antara lainasymptomatic/ mild angina dengan ditemukannya sumbatan pada left main, triplevessel disease; stable angina; unstable/ non-ST elevation MI; ST elevation MI;fungsi ventrikel kiri yang buruk; aritmia ventrikel yang mengancam jiwa;Percutaneus Coronary Intervention (PCI) gagal dan riwayat CABG sebelumnya.Teknik ini dilakukan dengan menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuhlain untuk pintasan arteri yang menghalangi pesokan darah ke jantung. Pembuluh darah yang sering duganakan adalah arteri mamaria interna, arteri radialis, danvena safena magna. Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu a. On Pump Coronary Artery Bypass Tindakan On Pump Coronary Artery Bypass merupakan CABGyang menggunakan mesin Cardio Pulmonary Bypass (CPB). b. Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB) Tindakan Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB) merupakan tindakan bedah tanpa menggunakan mesin CPB. Penggunaan mesin CPBmerupakan standar CABG. Di RS Dr Kariadi Semarang, dari 46 operasi CABGselama tahun 2006 - 2008, sebanyak dua kasus dilakukan 4
dengan Off-PumpCoronary Bypass Graft, selebihnya menggunakan mesin CPB. Ada beberapa parameter dalam memilih tehnik operasi off-pump atau on-pump antara lain yaitu, status hemodinamik harus stabil, karena statushemodinamik yang tidak stabil, memerlukan pemberian obat, dan apabilapemberian obat tidak memberikan hasil yang baik, maka menggunakan tehnikoperasi on-pump lebih dipilih. Kemudian evaluasi pembuluh darah yang akandioperasi, karena pada pasien obesitas dengan lapisan lemak epikardium yangtebal atau pembuluh darah target yang terlalu dalam di lapisan miokardium ataupembuluh darah yang terlalu kecil. Keadaan ini akan mempersulit penggunaantehnik operasi off-pump.
5
CABG adalah teknik operasi atau jenis operasi yang digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke jantung pada orang dengan penyakit arteri koroner berat ( CAD ). Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit arteri koroner yang meliputi berbagai kondisi patologis yang menghambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung, biasanya disebabkan oleh atherosklerosis yang menyebabkan insufiisiensi suplay darah ke miokard. ( Long.1996 ) Coronary Artery Disease (CAD) dapat dikarakteristikkan sebagai akumulasi dari plak yang semakin lama semakin membesar, menebal dan mengeras didalam pembuluh darah arteri. (Naettina.2005) Coronary Artery Disease (CAD) adalah gangguan vaskular yang membuat sumbatan dan penyempitan pembuluh darah coronary artery dan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan suplay oksigen ke otot jantung. (McCance & Huether.2005).
2.2 ETIOLOGI ARTERY CORONARY DISEASE Terdapat beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel – sel endotel. Dapat di katakan bahwa beberapa proses pencetus yang terlibat adalah berlainan, dengan derajat yang berbeda – beda, pada orang yang berbeda pula. a. Kolesterol serum yang tinggi Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan pembentukan atherosklerosis. Kolesterol dan trigliserida di bawa dalam darah terbungkus dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein.Contoh ekstrim tingginya kolesterol yang menyebabkan atherosklerosis di jumpai pada diabetes militus.
Diabetes
militus
adalah
faktor
resiko
utama
untuk
atherosklerosis. b. Tekanan darah tinggi Hipotesis kedua mengenai pembentukan atherosklerosisdi dasarkan pada kenyataan bahwa tekanan darahyang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang / potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. c. Infeksi virus
6
Hipotesis ketiga menjelaskan bagaimana atherosklerosis terbentuk mengisyaratkan bahwa sebagian sel endotel mungkin terinfeksi oleh suatu virus. Infeksi mencetuskan siklus peradangan. d. Kadar besi darah yang tinggi Hipotesis keempat mengenai atherosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparahkerusakan yang disebabkan oleh hal lain.
Penyebab tersering dari artery coronary disease adalah : 1. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak. 2. Perdarahan pada plak ateroma. 3. Pembentukan trombus yang diawali agregrasi trombosit. 4. Embolisasi trombus / fragmen plak. 5. Spasme arteria koronaria 2.3 PATOFISOLOGI Atherosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar, sehingga dapat disebut ateroma / plak yang akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel – sel endotel yang menyusun lapisan dinding pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut sehingga lumen menjadi semakin sempit dan berdinding kasar menyebabkan aliran darah terhambat atau terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh disekitarnya. Daerah otot yang sama sekali tidak mendapat
aliran
atau
mendapat
sedikit
aliran
sehingga
tidak
dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark, seluruh proses ini disebut infark miokardium. Segera setelah mulai timbul infark, sejumlah kecil darah kolateral meresap kedalam daerah infark, dan hal ini bersama dengan dilatasi progresif pada pembuluh darah lokal, menyebabkan daerah tersebut dipenuhi oleh darah yang terbendung. Secara bersamaan, serat otot memakai sisa akhir oksigen dalam darah, sehingga hemoglobin menjadi tereduksi secara total menjadi berwarna biru gelap. Daerah yang mengalami infark menjadi berwarna coklat kebiru-biruan dan pembuluh darah dari daerah tersebut tampak mengembang walaupun aliran darahnya kurang. 7
Pada tingkat lanjut, dinding pembuluh menjadi sangat permeabel dan membocorkan cairan, jaringan menjadi edematosa, dan sel otot jantung mulai membengkak akiba t berkurangnya metabolisme selular. Dalam waktu beberapa jam tanpa penyediaan darah, selsel akan mati. Otot jantung memerlukan kira-kira 1,3 mililiter oksigen per 100 gram jaringan otot per menit agar tetap hidup. Nilai ini sebanding dengan kira-kira 8 mililiter oksigen per100 gram yang diberikan pada ventrikel kiri dalam keadaan istirahat setiap menitnya. Karena itu, bila tetap terdapat 15 sampai 30% aliran darah koroner normal dalam keadaan istirahat, maka otot tidak akan mati. Namun, pada bagian sentral dari suatu daerah infark yang besar, dimana hampir tidak terdapat aliran darah kolateral, otot akan mati.
2.4 MANIFESTASI KLINIK Atherosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (ischemia) yang di timbulkannya akan membuat sel – sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup. Kerusakan sel akibat ischemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifetasi utama ischemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pektoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak di sertai kerusakan irreversibel sel-sel jantung. Ischemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan irreversibel akan mengalami degenerasi dan kemudian deganti dengan jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami kegagalan, artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung yang adekuat. Manifestasi klinik lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola EKG, aneurisma ventrikel, distritmia dan kematian mendadak. 2.5 PENATALAKSANAAN A. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Persiapan sebelum pelaksanaan operasi CABG : a. Persiapan pasien : - Inormed concern - Obat – obatan pra operasi : aspirin, nitrogliserin, nifedipin, diltiazem
8
- Pemeriksaan laborat lengkap terutama : Hb, Hematokrit, jumlah leukosit, kadar elektrolit, faal hemotasis, foto thorak, EGC, serta tes fungsi paru – paru (vital capacit ) - Persiapan darah 6 – 10 bag sesuai golongan darah pasien - Puasa malam10 – 2 jam - Cukur area pembedahan - Lepaskan perhiasan, kontak lensa, mata palsu, gigi palsu ( identifikasi dan simpan yang aman atau berikan keluarganya ). - Cek benda – benda asing dalam mulut. B. TUJUAN 1. Membuat rute dan saluran baru pada arteri yang terbendung sehingga oksigen dan nutrisi dapat mencapai otot jantung. 2. Mengatasi terhambatnya aliran artery coronaria akibat adanya penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung. 3. Meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gejala angina dan PJK lainnya. 4. Memungkinkan klien untuk melanjutkan gaya hidup yang lebih aktif. 5. Meningkatkan tindakan pemompaan jantung jika sudah rusak oleh serangan jantung. 6. Menurunkan rsiko serangan jantung ( pada beberapa pasien, seperti mereka yang memiliki diabetes ) 7. Meningkatkan kesempatan klien untuk bertahan hidup. C. INDIKASI 1. Penderita penyakit arteri utama / setara 2. Penderita dengan 3 vessel disease 3. Abnormal fungsi ventrikel kiri 4. Oklusi cangkokan dari CABG sebelumnya 5. Angina yang tidak dapat di kontrol dengan terapi medis 6. Angina yang tidak stabil 7. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA 8. Stenosis arteri koroner kiri lebih dari 70 % 9. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA D. KONTRA INDIKASI 1. Usia Lanjut 9
2. Tidak ada gangguan angina 3. Fungsi ventrikel kiri jelek ( kurang dari 30 % ) 4. Struktur arteri koroner tidak memungkinkan untuk di sambung 5. Sumbatan pada arteri kurang 70 %, sebab jika sumbatan pada arteri kurang dari 70 %, maka aliran darah tersebut masih cukup banyak sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan, akibatnya akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia – sia. E. PELAKSANAAN 1) Pemasangan CVP pada vena jugularis dekstra atau vena subklavia dekstra, arteri line dan saturasi oksigen. 2) Pasien dipindah dari ruang premedikasi ke kamar operasi. 3) Pasang kateter dan kabel monitor suhu, diselipkan dibawah femur kiri pasien dan diplester. 4) Pasang plate diatermi di daerah pantat / pangkal femur bawah . 5) Posisi pasien terlentang, kedua tangan disamping kiri dan kanan badan dan diikat dengan duek kecil, dibawah punggung tepat di scapula diganjal guling kecil. 6) Bagian lutut kaki diganjal guling, untuk memudahkan pengambilan graft vena. 7) Menyuntikkan agen induksi untuk membuat pasien tidak sadar. 8) Petugas anestesi memasang ETT memulai ventilasi mekanik. 9) Melakukan desinfeksi dengan betadin 10 % mulai dari batas dagu dibawah bibir kesamping leher melewati mid aksila samping kanan kiri, kedua kaki sampai batas malleolus ke pangkal paha (kedua kaki diangkat) kemudian daerah pubis dan kemaluan didesinfeksi terakhir selnjutnya didesinfeksi dengan larutan hibitan 1% seperti urutan tersebut diatas dan dikeringkan dengan kasa steril. 10) Dada dibuka melalui jalur median sternotomi dan operator mulai memeriksa jantung. 11) Pembuluh darah yang sering digunakan untuk bypass grafting ini antara lain ; arteri thoracic internal, arteri radial, dan vena saphena. 12) Saat dilakukan pemotongan arteri tersebut, klien diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah. 10
13) Pada operasi “off pump”, operator menggunakan alat untuk menstabilkan jantung. 14) Pada operasi “on Pump”, maka ahli bedah membuat kanul ke dalam jantung dan menginstruksikan kepada petugas perfusionist untuk memulai cardiopulmonary bypass (CPB). 15) Setelah CPB terpasang, operator ditempat klem lintas aorta (aortic cross clamp) diseluruh aorta dan mengintruksikan perfusionist untuk memasukkan cardioplegia untuk menghentikan jantung. 16) Ujung setiap pembuluh darah grefting dijahit pada arteri koronaria diluar daerah yang diblok dan ujung alin dihubungkan pada aorta. 17) Jantung dihidupkan kembali; atau pada operasi “off pump” alat stabilisator dipisahkan. Pada beberapa kasus, aorta didukung sebagian oleh klem C-Shaped, jantung dihidupkan kembali dan penjahitan jaringan grafting ke aorta dilakukan sembari jantung berdenyut. 18) Protamin diberikan untuk memberikan efek heparin . 19) Sternum dijahit bersamaan dan insisi dijahit kembali. 20) Pasien akan dipindahkan ke unit perawatan intensif (ICU) untuk penyembuhan. 21) Setelah keadaan sadar dan stabil di ICU (sekitar 1 hari), pasien bisa dipindah ke ruang rawat samapi pasien siap untuk pulang. F. KEPERAWATAN PRA OPERASI 1) Status psikologi : cemas 2) Nitrogliserin SL/ transdermal-Status klinik : nyeri dada 3) Riwayat penyakit dahulu : Kaji riwayat DM karena DM memicu aterosklerosis, menghambat penyembuhan luka dan predisposisi infeksi. 4) Hipertensi dan obesitas meningkatkan beban kerja jantung. Obesitas meningkatkan resiko infeksi karena jaringan adiposa mengandung sedikit vaskularisasi. 5) Pemberian antibiotic profilaksis : Mencegah infeksi 6) Tanda-tanda vital : Tekanan darah bilateral, nadi, suhu, RR 7) Jaga pasien tetap hangat dengan memberi selimut-Observasi adanya shivering : Menggigil (Shivering) dapat meningkatkan pelepasan katekolamin. 11
8) Thorak foto : dapat memberikan informasi mengenai ruang jantung, aorta torakal, pembuluh darah pulmonal. Pada pasien dengan kalsifikasi aorta asendens yang luas maka dihindari
penggunaan
klem
pembuluh
darah
aorta
atau
cardiopulmonary bypass. 9) Ekokardiografi : Untuk evaluasi fungsi ventrikel sebelum dan segera setelah operasi, untuk mengetahui adanya tumor, thrombus atau udara yang masih ada di rongga atrium atau ventrikel setelah intervensi bedah jantung. 10) Kateterisasi jantung : Untuk
mengetahui
lokasi
dan
luasnya
arteri
yang
menyempit/tersumbat. 11) Laboratorium: DL, profil koagulan, Faal Homeostasis, Renal Fungsi Tes, Liver Fungsi Tes. 12) Edukasi : Melatih batuk efektif dan nafas dalam . G. KEPERAWATAN INTRA OPERASI 1) Posisi : supin 2) Pengkajian : monitoring EKG, tanda –tanda vital, menyiapkan defibrillator. Jika jantung fibrilasi dan tidak dapat diresusitasi maka segera dilakukan pijatan langsung pada jantung. 3) Insisi : Median sternotomy. Kulit diinsisi dari sternal notch sampai ke linea alba dibawah prosesus xipoidius. 4) Pemilihan saluran (conduit): Arteri mamaria interna, vena saphena, arteri radialis, arteri gastroepiploik, arteri epigastrik inferior. 5) Pintasan jantung paru : pada pendekatan ini kanula dimasukkan melalui atrium kanan ke vena kava superior dan inferior untuk mengalirkan darah dari tubuh ke system pintasan. System pompa menciptakan vakum, menarik darah ke reservoir vena ; darah dibersihkan dari gelembung udara, bekuan darah dan partikulatnya dengan filter.
12
Darah kemudian dialirkan ke oksigenator, melepaskan karbondioksida dan mendapat oksigen. Darah ditarik ke pompa dan kemudian didorong ke penukar panas, dimana temperaturnya diatur, dan kemudian dikembalikan ke tubuh melalui aorta asendens (Smeltzer, 2002). 6) Peran perawat : Membantu prosedur operasi, menjaga keamanan dan kenyaman pasien. Ruang lingkup intervensi diantaranya mengatur posisi, perawatan kulit, dukungan emosional pada pasien dan keluarga. 7) Komplikasi intraoperatif yang mungkin terjadi: Aritmia, perdarahan, infark miokard, cedera pembuluh darah otak, emboli, syok. H. KEPERAWATAN PASCA OPERASI Pengkajian dan penatalaksanaan menurut (Stillwell, 2011) : 1. Pengkajian a. Sistem kardiovaskuler dikaji setiap 15 menit ( TTV, CVP, tekanan AP, irama jantung, keadaan insisi atau balutan, drainase selang dada setiap jam, kualitas nadi perifer dan haluaran urin setiap jam) b. Profil jantung komplet ( CJ, IJ, SVRI dan LVSWI) harus didapatkan pada saat masuk, setiap 8 jam dan setiap ada perubahan yang signifikan pada status hemodinamik atau terapi farmakologis c. Sistem pernafasan ( suara paru, saturasi O2, tekanan jalan nafas, volume tidal dan frekuensi pernafasan) d. Sistem neurologis ( tingkat kesadaran, gerakan dan kekuatan ekstremitas, dan kemampuan pasien untuk mengikuti perintah) 2. Penatalaksanaan a. Pemberian sedatif ( midazolam, lorazepam atau diazepam) untuk menggatasi keadaan gelisah pasien b. Pemberian morfin sulfat untuk mengatasi keadaan nyeri pasien c. Pemberian nitroprusid dan/ atau nitrogliserin 0,5-10 mcg/ kg/ menit untuk mengatasi peningkatan afterload
yang menyebabkan
hipertensi d. Pemberian produk darah dan koloid untuk memperbaiki kondisi hipovolemia
13
e. Pemberian oksigenasi yang adekuat untuk mencegah iskemia dan vasospasme koroner f. Pemberian selimut hangat, meperidin 25-50 mg IV atau pankuronium 0,1 mg/ kg selama 5-10 menit untuk mengatasi keadaan menggigil yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
I. KOMPLIKASI Komplikasi yang mungkin terjadi segera setelah operasi maupun dalamwaktu yang lebih lama antara lain: 1. Komplikasi kardiovaskuler meliputi disritmia, penurunan curah jantung dan hipotensi persisten. 2. Komplikasi hematologi meliputi perdarahan dan pembekuan. 3. Komplikasi ginjal dapat terjadi gagal ginjal ketika terjadi penurunan curah jantung. 4. Komplikasi paru termasuk atelektasis,
pneumoni, edem pulmo,
pemothorax/pneumothorax. 5. Komplikasi neurologi dapat muncul sangat jelas termasuk stroke dan encephalopathy, delirium, cerebrovascular accident. 6. Disfungsi gastrointestinal seperti stress ulcer, ileus paralitik 7. Rapid Restenosis Graft (dalam waktu 6 bulan) atau vena graft colap. Komplikasi yang biasa terjadi pada pasien post operasi bedah jantung menurut (Stillwell, 2011) : 1.
Infark miokardium perioperatif
2.
Perdarahan yang berlebihan
3.
Tamponade jantung/
4.
Hipertensi
5.
Hipotensi
6.
Disritmia
7.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
8.
Ketidakseimbangan asam dan basa
9.
Gagal ginjal
10. Gagal nafas 11. Cedera vaskular cerebra
14
2.6. WOC Penyakit jantung koroner Penggunaan sedasi dan relaxan
CABG On pum
Merelaksasi otot pernafasan
Penggunan ventilator dan ETT
Off pum Penumpukan sekret
Menggunakan alat mekanik mesin jantung paru
Tidak menggunakan mesin jantung paru
MK: bersihan jalan nafas tidak efektif
Jantung berdetak secara normal Paru berfungsi secara normal Komplikasi
Disritmia
Gangguan preload
Peningkatan afterload Tamponade jantung
perdarahan
Hipertensi Pemasangan drain
Kehilangan banyak darah
Adanya jalan masuk bakteri dan kuman
MK: penurunan curah jantung
MK: Gangguan perfusi jaringan
MK: Hipovolemi
MK: Risiko Infeksi
Luka insisi
Terputusnya Continuitas Jaringan
Merangsang pengeluaran zat kimia (histamin, bradikinin, serotonin)
Merangsang impuls saraf sekitar rangsanagan dihantarkan ke talamus
Adanya jalan masuk bakteri dan virus
MK : Risiko Infeksi
MK : Nyeri Akut 15
MK: Resiko penurunan curah jantung
2.7. Konsep Asuhan Keperawatan Pasca Operasi Bedah Jantung Periode pasca operasi dibagi menjadi 3 fase yaitu: 1. Periode awal setelah anestesi selesai. Klien dimonitor ketat oleh perawat pascaanastesi. Merupakan waktu kritis untuk klien. Observasi ketat dan terusmenerus merupakan hal yang penting. Fungsi fisiologis klien harus diperhatikan sampai efek obat anastesi berkurang, klien dalam kondisi tidak mandiri dan mengantuk dan tidak dapat meminta tolong 2. Waktu dari pemindahan dari post anastesi care unit (PACU) sampai hari pertama atau kedua setelah operasi. Klien yang mulai sembuh dari efek pembedahan dan mulai makan dan bergerak 3. Pase pascaoperasi, waktu penyembuhn yang berlangsung selama mingguan, bulanan atau bahkan tahunan setelah operasi(M.Black, 2014). Fase pascaoperatif bedah jantung, pasien dipindahkan ke ICU, tempat pemulihan anestesia dan biasanya tetap tinggal selama 24 jam setelah pembedahan. Pasien tiba di ICU dengan banyak slang dan tube yang dipasang pada pasien sebelum pembedahan dan digunakan untuk pemantauan selama dan setelah pembedahan. Slang ini mencakup kateter arteri pulmonal termodilusi, slang arteri dan katater foley. Pasien juga diintubasi, dan slang nasogastric dan slang intravena. Perawatan pascaoperatif
segera
mencakup
pemantauan
jantung
dan
rumatan
oksigenasi/stabilitas hemodinamik. Pengkajian yang akurat, pemantauan yang cermat dan intervensi yang tepat sangat penting untuk menstabilkan pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung. (Subekti, 2011). A. Pengkajian a. Anamnesa Kaji faktor yang dapat meningkatkan mortalitas seperti usia, jenis kelamin, kaji, riwayat pembedahan yang sama sebelumnya (pembedahan kembali) kejadian pra operatif Infark Miokard Akutdan kondisi konkomitan seperti diabetes mellitus, penyakit vascular perifer, insufisiensi ginjal dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Apakah pembedahan bersifat elektif atau darurat juga memengaruhi hasilnya. b. Pemeriksaan Fisik 1) Pendekatan ABCDE dapat digunakan ketika menilai dan menangani semua pasien kritis. Prinsip-prinsip utama pendekatan ini adalah: 16
a) Airway: patensi; lihat (look) adakah selang atau alat bantu napas, adakah obstruksi jalan napas yang menyebabkan pergerakan dada dan abdomen secara paradox dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesorius. Sianosis sentral merupakan tanda lanjut dari obstruksi jalan napas. Dengar (listen) adakah tanda-tanda obstruksi jalan napas. Bising tertentu akan membantu menentukan derajat obstruksi (gurgling, snoring, crowing, stridor inspirasi, wheezing). Rasakan (feel) dengan menempatkan muka atau tangan pemeriksa di depan mulut pasien untuk menentukan apakah terdapat pergerakan udara b) Breathing: lihat (look) laju pernapasan dan kedalamannya, tanda-tanda distress pernapasan umum: takipnea, berkeringat, sianosis sentral, penggunaan otot pernapasan aksesorius, pernapasan abdomen; Dengar (listen) adakah bunyi napas di kedua sisi; stridor, mengi, bunyi napas kasar atau penurunan bunyi napas.. Rasakan (feel) lakukan perkusi dada, suara perkusi meliputi: sonor/resonant: paru berisi udara; redup/dull: konsolidasi/kolaps paru; pekak/stoney dull: efusi/penebalan pleura;
hipersonor/hyper-resonant:
pneumotoraks,
emfisema;
timpani/tympanitic: rongga berisi gas. Periksa posisi trakea adakah deviasi atau tidak c) Circulation: lihat (look) warna kulit, catatan AKG, status luka dan penutup luka (termasuk perdarahan aktif atau perdarahan lambat), pemeriksaan pulse oximeter, monitor jantung untuk mendeteksi disritmia. Dengar (listen): ukur tekanan darah, auskultasi jantung (bermanfaat untuk penilaian awal). Rasakan (feel) nilai frekuensi nadi dan kekuatannya, suhu kulit pada ekstremitas, ukur waktu pengisian kapiler (capillary refill time, CRT) d) Disabilitas. Nilai tingkat kesadaran klien dengan menggunakan metode AVPU (Alert/waspada, responsif terhadap stimulasi Verbal, responsif terhadap stimulasi Pain, Unresponsive). e) Exposure.Lakukan penilaian secara menyeluruh jika kondisi ABC stabil, kaji kekuatan otot, kemampuan mengikuti perintah, infus intravena, penutup luka, drainase, peralatan khusus, selang dan drainase yang harus segera dipasang ke container atau penyedot. lakukan anamnesis klinis secara lengkap, periksa catatan status, daftar 17
observasi dan obat-obatan, pelajari TTV yang terekam, dan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium. (M.Black, 2014) 2) Monitoring Hemodinamik a) Kaji tekanan vena sentral (CVP), mencerminkan tekanan pengisian atrium kanan atau preload ventrikel kanan. CVP normal adalah 0-8 mmHg. Hasil pembacaan CVP rendah biasanya menunjukkan hipovolemia, sedangkan hasil pembacaan CVP tinggi mengindikasikan hypervolemia, gagal jantung dan embolisme paru. b) Tekanan arteri pulmonal, tekanan vascular pulmonal jika terpasang kateter arteri pulmonal, bentuk
gelombang tekanan baji arteri
pulmonal (pulmonary artery wedge pressure, PAWP). c) Curah jantung/index jantung, d) Tahanan vascular sistemik dan Kaji adanya distensi vena leher, krepitasi pulmonal, S3 atau S4, edema perifer, e) Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung (dosis, rute, efek obat terhadap tekanan darah, frekuensi jantung dan parameter hemodinamik), f) Tekanan darah, nadi perifer, suhu tubuh, g) Nilai perfusi kulit: perifer dingin, pucat, sianosis, perpanjangan CRT, h) Pantau slang dada (chest tube) dan drainase (jumlah, warna, aliran, periksa adanya kebocoran udara), i) Pantau EKG 12
lead, segmen ST (jika perubahan EKG diamati,
aritmia merupakan masalah utama setelah pembedahan). j) Pantau adanya tanda-tanda tamponade jantung (hipotensi, pulsus paradoksus, takikardi, ekualisasi tekanan arteri pulmonal. k) Nilai perfusi serebral: perubahan status mental seperti perburukan tingkat ksadaran, konfusi (bingung), agitasi dan letargi 3) Sistem pernapasan a) Pantau oksigenasi menggunakan oksimetri nadi untuk mengukur saturasi oksigen arterial yang diekspresikan sebagai SpO2, kisaran normal adalah > 95%. b) Pemantauan pasien yang diventilasi dengan parameter ventilasi mekanis (ventilator) sebagai berikut: laju pernapasan: banyaknya pernapasan yang diberikan oleh ventilator per menit dan jika terdapat 18
pernapasan spontan; Volume tidal (tidal volume,VT)/volume udara setiap napas ekspirasi: harus sama atau sedikit lebih tinggi dari VT yang telah diset; Volume semenit (minute volume, mv): banyaknya udara yang diekshalasi per menit(VT x kecepatan = mv); Tekanan ekspirasiakhir positif (positive end-expiratory pressure, PEEP) dalam kisaran 520 cmH2O; kadar oksigen pada: fraksi oksigen inspirasi (FiO2): 40% = FiO2 0,4; Pengukuran karbondioksida tidal akhir (end-tidal carbon dioxide, ETCO2), jika digunakan; suhu terlembabkan: harus 370C pada ujung pasien. Mode awal ventilator (biasanya adalah assist-control atau SIMV/synchronized intermittent mandatory ventilation
dan
diubah menjadi tekanan CPAP/continuous positivr airway pressure ketika pasien siap disapih untuk ekstubasi), c) Pantau selang endotrakea terhadap patensi, fiksasi slang. d) Pemantauan pasien dengan ventilasi non invasive (non-invasive ventilation,NIV) e) Analisa gas darah arterial (arterial blood gas, ABG), dengan parameter: pH: 7,35-7,45; PaO2: 10-13,3 kPa (75-100 mmHg); PaCO2: 4,7-6,0 kPa (35-45 mmHg); Bikarbonat (H2CO3): 22-26 mmol/L; SaO2: 92-99% f) Auskultasi suara napas, observasi adanya takipnea, penggunaan otot tambahan dan waktu ekspirasi yang lama. 4) Sistem neurologis a) Pengkajian neurologis meliputi tingkat kesadaran, b) Penilaian pupil meliputi ukuran (milimeter) rata-rata 2-5 mm, kedua pupil memiliki ukuran yang sama; bentuk: bulat; reaksi terhadap cahaya: adanya reaksi dicatat sebagai (+) atau B untuk brisk (cepat), (-) atau N untuk tidak ada reaksi dan sl atau S untuk reaksi yang sedikit atau sluggish (lambat); Ekualitas: kedua pupil harus memiliki bentuk, ukuran dan reaksi yang sama terhadap cahaya. c) Gerakan mata, d) Orientasi, e) Ketepatan respons dan fungsi motoric (fleksi, ekstensi, genggaman tangan) selama 24 jam pertama.
19
f) Pengkajian fungsional saraf kranial antara lain: saraf fasialis (VII): kemampuan untuk senyum dan mengerutkan dahi, Saraf vagus (X): kualitas dan nada suara dan kemampuan untuk menelan, Saraf hipoglosus (XII): gerakan lidah, Saraf aksesorius spinal (XI): kemampuan untuk mengangkat bahu dan mengangkat lengan ke posisi horizontal 5) Sistem ginjal a) Kaji haluaran urine (normal 0,5 ml/kg/jam), b) Perubahan warna urine (pasien terpasang kateter foley) c) Pemantauan keseimbangan cairan 6) Sistem endokrin Pantau kadar gula darah secara berkelanjutan dan pertahankan kontrol glukosa yang ketat. 7) Sistem gastrointestinal a) Aspek gastrointestinal pascaoperatif bedah jantung
sama dengan
pembedahan umum. b) Setelah ekstubasi pasien tetap NPO (puasa) sampai 8 jam pertama, dengan slang nasogastric terpasang untuk mendekompresi lambung. c) Pengkajian abdomen secara cermat untuk memeriksa adanya nyeri, distensi atau timpani 8) Kenyamanan dan pengendalian nyeri a) Kaji kualitas, durasi dan durasi nyeri. b) Gunakan skala analog visual untuk mengkaji kuantitas nyeri (Subekti, 2011), (Jevon, 2009)
B. Diagnosa Menurut PPNI (2017), Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul antara lain: 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: prosedur Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 2. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif 3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas 4. Risiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan pembedahan jantung 5. Risiko perfusi renal tidak efektif dibuktikan dengan pembedahan jantung
20
C. Intervensi NO 1
DIAGNOSA NOC NIC KEPERAWATAN Nyeri akut Setelah dilakukan 1400 Manajemen nyeri berhubungan
-
intervensi
dengan
agen keperawatan
pencedera
fisik: dapat
prosedur operasi
klien
komprehensif
mengontrol
nyeri
Lakukan pengkajian nyeri yang
meliputi
dan
lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
mengurangi
tingkat
frekuensi,
nyeri dan
tingkat
intensitas
kualitas, dan
factor
ketidaknyamanan
pencetus
dengan outcome dan -
Gunakan
indikator:
komunikasi
1605 Kontrol nyeri
untuk
mengetahui
Indikator:
pengalaman
nyeri
-
160503
sampaikan
penerimaan
menggunakan
pasien terhadap nyeri -
tindakan
-
bersama
dan
pasien
faktor-faktor yang dapat
tanpa analgesic
menurunkan
160505
memperberat nyeri
analgesic
yng
Kurangi
atau
atau
eliminasi
factor-faktor yang dapat
direkomendasika
mencetuskan
n
meningkatkan nyeri -
160513 melaporkan
terhadap
Ajarkan
atau
penggunaan
teknik non farmakologi
perubahan
-
terapeutik
pengurang nyeri
menggunakan
-
Gali
strategi
2210Pemberian analgesik gejala -
Tentukan
lokasi,
nyeri
karakteristik, kualitas dan
160511
keparahan nyeri sebelum
melaporkan nyeri
mengobati pasien
yang terkontrol 2102 Tingkat nyeri 21
-
Cek advis meliputi obat, dosis, frekuensi
-
Indikator: -
210201
nyeri
yang dilaporkan -
Berikan analgesic sesuai advis
-
Evaluasi
keefektifan
210206 ekspresi
analgesic dengan interval
nyeri wajah
yang teratur
2109
tingkat
ketidaknyamanan Indikator: -
210901 nyeri
-
210914
tidak
dapat beristirahat 2
210918 meringis
Ansietas
Setelah
berhubungan
intervensi
dengan situasional
dilakukan 5820
Pengurangan
kecemasan -
krisis keperawatan kecemasan
klien
teratasi
dengan
pendekatan
teknik
komunikasi
terapeutik
dan -
outcome
Gunakan
indikator:
Bantu
klien
mengenal
situasi yang menimbulkan
1402
kecemasan
Kontrol
kecemasandiri
-
Nyatakan
dengan
jelas
Indikator:
harapan terhadap perilaku
-
klien
140202 mengurangi
-
penyebab kecemasan -
pengobatan dan perawatan -
Temani
klien
untuk
140207
memberikan
menggunakan
dan mengurangi takut
teknik
relaksasi -
untuk
keamanan
Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
mengurangi
-
Jelaskan semua prosedur
-
Instruksikan
kecemasan
untuk
140217
tehnik
22
pada klien menggunakan
relaksasi
(misal
mengendalikan
mendengarkan musik). -
respon kecemasan
untuk
ketakutan, persepsi -
Indikator: 130201
Identifikasi
tingkat
kecemasan klien
mengidentifikasi
Pengingkatan koping
koping -
pola efektif -
klien
mengungkapkan perasaan,
1302 Koping. -
Dorong
Dukung
penggunaan
sumber-sumber spiritual -
130204
Dukung
penggunaan
Melaporkan
defensive mekanisme yang
pengurangan
tepat
stress -
130218 melaporkan pengingkatan kenyamanan psikologis
3
Risiko
infeksi Setelah
dilakukan 6540 kontrol infeksi -
dibuktikan dengan intervensi efek invasive
prosedur keperawatan
tidak
dengan
terjadi infeksi pada klien outcome
setelah
Ganti peralatan perawatan
dan
per pasien sesuai protocol
Kontrol proses
Batasi jumlah pengunjung Cuci tangan sebelum dan sesudah peraatan pasien
-
infeksi Indikator: -
baik
digunakan setiap pasien
-
resiko:
lingkungan
dengan -
indikator : 1927
Bersihkan
Terapkan
pencegahan
universal -
192726
Jaga system yang tertutup
mengidentifikasi
saat melakukan monitor
factor
hemodinanik invasive
risiko -
infeksi
23
Ganti
IV
perifer
dan
-
192705
tempat
mengidentifikasi
penghubung serta balutan
tanda dan gejala
sesuai pedoman CDC -
infeksi -
Pastikan
penangnan
192713
aseptic dari semua saluran
mengembangkan
IV
efektif -
strategi
Ajarkan
pasien
dan
untuk mengontrol
keluarga tanda dan gejala
infeksi
infeksi
2305
Pemulihan -
setelah -
segera
Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
pembedahan:
Tingkatkan
tidur
dan
istirahat
operasi -
Indikator: -
saluran
230501
Kelola
pemberian
antibiotik
kepatenan
jalan
napas -
230502
tekanan
darah sistolik -
230503
tekanan
darah diastolik -
230504
tekanan
nadi -
230505
suhu
tubuh -
230510
Laju
pernapasan -
230520
cairan
rembesan
dari
drain luka 4
Penurunan
curah Setelah
dilakukan 4040 Perawatan jantung -
jantung
intervensi
berhubungan
keperawatan
24
klien -
Monitor EKG Evaluasi
episode
nyeri
dengan perubahan penurunan kontraktilitas
curah
dada
teratasi -
jantung
Monitor TTV secara rutin
Monitor tanda dan dengan outcome dan -
Catat tanda dan gejala
gejala
penurunan curah jantung
infeksi indikator:
sistemik dan lokal
0400
Keefektifan -
Pompa Jantung Indikator: -
040001
-
040019
tekanan -
tekanan -
-
keseimbangan
Lakuka penilaian secara komprehensif
040002
sirkulasi perifer
denyut
040003
4150 -
040020
040025
pada
Pengaturan
index hemodinamik
urin
output -
Monitor
darah diastole
jantung -
perubahan
cairan
jantung apical -
Evaluasi tekanan darah
darah sistol -
Monitor status pernapasan
Lakukan
penilaian
komprehensif
terhadap
status hemodinamik (TD, tekanan
denyut
jantung,
denyut
vena sentral
nadi,
tekanan
vena
040009
jugularis,
distensi
tekanan
vena
vena leher
sentral,
-
040010 disritmia
pulmonalis) dengan tepat
-
040011
-
suara -
volume
040013
hipovolume
edema
arteri
Pertimbangkan
jantung abnormal
status
(hipervolume, atau
seimbang)
perifer -
tekanan
edema -
040014
Tentukan status
perfusi
(dingin, suam-suam kuku,
paru 0401
atau hangat)
Status
sirkulasi
-
Monitor TTV
Indikator:
-
Monitor edema, distensi
-
040101
tekanan
darah sistol
25
vena jantung
jugularis, S3
dan
bunyi S4,
-
040102
tekanan
dyspnea)
darah diastole -
040105
tekanan
vena sentral -
040135 PaO2
-
040136 PCO2
-
040137
saturasi
oksigen -
040140
urin
output -
040121 CRT
-
040107 hipotensi ortostatik
5
Risiko
perfusi Setelah
miokard efektif
dilakukan 4050
tidak intervensi
Manajemen
risiko
jantung -
dibuktikan keperawatan,
Monitor
nyeri
dada
intensitas,
dan
dengan
ketidakefektifan
(durasi,
pembedahan
perfusi miokard tidak
faktor-faktor prespitasi)
jantung
terjadi
dengan dan -
outcome indikator: 0405
Perfusi -
040515
denyut
jantung apical
-
040516
-
Monitor irama dan denyut
Monitor angka PT, PTT
Monitor
elektrolit
(potasium,
nadi radial
magnesium,natrium,kaliu
040517
m)
tekanan
040518
-
tekanan -
darah diastolik -
dan
dan AT
denyut
darah sistolik -
jantung
jantung -
Indikator:
-
Auskultasi paru
jaringan: kardiak -
Observasi perubahan EKG
index -
040503
26
Monitor status cairan Evaluasi odem perifer dan denyut nadi Monitor
peningkatan
jantung -
kelelahan dan kecemasan temuan -
040509
-
Intruksikan pada pasien
EKG
untuk tidak mengejan pada
040520 aritmia
BAB -
Jelaskan
pembatasan
intake
cafein,
sodium,
colesterol dan lemak -
Kelola pemberian obatobat
:
analgetik,
koagulan,
anti
nitrogliserin,
vasodilator dan deuretik -
Tingkatkan
iistirahat
(batasi
pengunjung,
kontrol
stimulasi
lingkungan) 6
Risiko perfusi renal Setelah tidak
dilakukan 4120 Manajemen cairan -
efektif intervensi
dibuktikan dengan keperawatan,
Catat
intake dan output
secara akurat
pembedahan
ketidakefektifan
jantung
-
Monitor
HMT,
Ureum,
perfusi renal tidak
albumin,
total
protein,
terjadi
serum osmoialitas dan urin
dengan dan -
outcome
-
indikator sbb: 0404
Perfusi
jaringan:
organ
Monitor TTV Observasi status hidrasi (kelembaban
membran
mukosa,
ortostatik,
TD
abdominal
dan keadekuatan Binding
Indikator:
nadir
-
-
-
040424 tekanan -
Observasi
darah sistolik
cairan
040425 tekanan
(CVP menigkat, oedem,
darah distolik
distensi vena leher dan
040402
asites)
output
urin
4150
27
tanda-tanda
beriebih/
retensi
Pengaturan
-
040403
hemodinamik
keseimbangan
-
asam basa
Lakukan
penilaian
komprehensif
terhadap
status hemodinamik (TD, denyut
jantung,
denyut
nadi,
tekanan
vena
jugularis, sentral,
tekanan
vena
tekanan
arteri
pulmonalis) dengan tepat -
Pertimbangkan volume
status
(hipervolume,
hipovolume
atau
seimbang) -
Tentukan status
perfusi
(dingin, suam-suam kuku, atau hangat) -
Monitor TTV
-
Monitor edema, distensi vena
jugularis,
jantung dyspnea)
28
S3
dan
bunyi S4,
BAB 3 TINJAUAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS Tanggal MRS Tanggal Pengkajian Jam Pengkajian Hari rawat ke
: 4 Oktober 2018 Jam Masuk : 15.30 WIB : 11 Oktober 2018 No. RM : 12.64.xx.xx : 08.00 WIB Diagnosa Masuk : TVD + Post CABG : Hari rawat ke-7 (hari post op ke-3)
IDENTITAS PASIEN 1. Nama Pasien : Tn. M 2. Umur
: 65 tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa / Indonesia 4. Agama
: Islam
5. Pendidikan
: Tamat S1
6. Pekerjaan
: Pensiunan
7. Alamat
: Gresik
8. Sumber Biaya : BPJS KELUHAN UTAMA 1. Keluhan utama : Klien mengalami penurunan kesadaran RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien mempunyai riwayat nyeri dada hilang timbul, pernah masuk rumah sakit 2 kali di RS. Petrokimia Gresik. Klien kemudian masuk rumah sakit RSUD Dr. Soetomo tanggal 4 Oktober 2018 dengan alasan masuk rumah sakit untuk dilakukan operasi. Operasi dilakukan tanggal 9 oktober 2018. Klien sempat dirawat di ICU kemudian pindah ke HCU Graha Amerta tanggal 11 Oktober 2018. Dan kemudian kembali lagi ke ICU dengan penurunan kesadaran.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 1. Pernah dirawat : Pernah. Dengan penyakit jantung coroner 1 bulan yang lalu 2. Riwayat penyakit kronik dan menular : tidak ada 29
Riwayat kontrol : 24 September 2018 dengan Echokardiografi Riwayat penggunaan obat : Tidak ditanyakan 3. Riwayat alergi: Tidak ada 4. Riwayat operasi: tanggal 27 September 2018 dengan operasi kateterisasi jantung 5. Data tambahan : Tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Ya , Jenis : hipertensi Genogram : Riwayat hipertensi
Keterangan : : Laki-laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
: Tinggal Serumah
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: merokok 1 batang perhari, olahraga jalan santai dan tidak minum alkohol OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda Tanda Vital TD : 141 / 65 mmHg
N : 87 x/menit
18x/menit Kesadaran : Somnolen GCS
:E3 VX M3
30
S : 36,7 C
RR :
2. Sistem Pernafasan (B1) Jalan Nafas, bebas : Tidak Obstruksi
: Tidak
Benda Asing
: Cair
Berupa : Sputum a. RR : 18 x/ menit b. Keluhan : Tidak sesak. Batuk tidak produktif. Secret sputum. Warna kuning. Konsistensi kental. Pergerakan dada : Simetris c. Penggunaan otot bantu nafas : Tidak Jenis
: Reguler
d. Irama nafas
: Tidak teratur
e. Pleural friction rub : Tidak ada f. Pola nafas
: Kusmaul
g. Suara nafas
: Ronchi
h. Suara perkusi paru : Sonor i. Alat bantu napas : Ya Ventilator Mode
: Bilevel
FiO2
: 60 %
PEEP
:6
SaO2
: 100%
Vol. tidal : 520 I:E Ratio : 1 : 2 Data tambahan : Klien terpasang ETT j. Penggunaan WSD : Jenis
: Sistem 3 botol (Pleura Eval)
Jumlah cairan : 120 cc k. Tracheostomy
: Tidak
3. Sistem Kardiovaskuler (B2) a. Nadi karotis
: Teraba
b. Nadi perifer
: Lemah 31
c. Perdarahan
: 0 cc
Lokasi : -
d. Keluhan nyeri dada : Tidak P : …………………………………………………………... Q : …………………………………………………………….. R : …………………………………………………………….. S : Skala nyeri menggunakan CPOT (Critical Pain Observation Tool):1 T : ……………………………………………………..
e. Irama jantung
: Reguler
f. Suara jantung
: Normal (S1/S2 tunggal)
g. Ictus Cordis
: tdk ada
h. CRT
: 1,5 detik
i. Turgor
: Normal
j. Akral
: Hangat
k. Sikulasi perifer
: Normal
l. JVP
: tdk ada
m. CVP
:5
n. CTR
: 32
o. Luka operasi
: ada
p. Lokasi
: dada
q. Jenis operasi
: CABG
r. Keadaan
: tertutup kasa
s. Drain
: ada, jumlah 120 cc , warna merah, kondisi area
insersi bersih t. ECG & Interpretasinya : Tanggal 24 September 2018 interpretasinya: irama sinus, 64x/menit, LAP, PCV orcational, OML, anteroseptal
4. Sistem Persyarafan (B3) a. GCS
:E3 VX M3
b. Refleks fisiologis : Patella c. Keluhan pusing
: Tidak
P : ……………………………………………………………………... Q : ………………………………………………………………….. R : …………………………………………………………….. S : ……………………………………………………………... T : ………………………………………………………….. d. Pemeriksaan saraf kranial : tidak terkaji N1 :
normal
tidak
Ket.: ………………………...
N2 :
normal
tidak
Ket.: ………………………...
N3 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
N4 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
N5 :
normal
tidak
Ket.: …………………………...
N6 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
N7 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
N8 :
normal
tidak
Ket.: …………………………...
N9 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
N10 :
normal
tidak
Ket.: …………………………...
N11 :
normal
tidak
Ket.: ……………………...
N12 :
normal
tidak
Ket.: ……………………………...
e. Pupil
: Isokor 33
Diameter: 3 / 3
f. Tanda PTIK
: Tidak ada
g. Curiga fraktur cervical : Tidak ada h. Tanda fraktur basis crani : Tidak ada i. Isitrahat/Tidur
: 10Jam/Hari
j. ICP
: tidak ada
Gangguan tidur : gelisah
5. Sistem Perkemihan (B4) a. Kebersihan genetalia
: Bersih
b. Sekret
: Tidak
c. Ulkus
: Tidak
d. Kebersihan meatus uretra : Bersih e. Keluhan kencing
: Tidak
f. Kemampuan berkemih
: Menggunakan Alat bantu,
sebutkan: Dower Kateter Ukuran
: 16
Hari ke : 3 g. Produksi urine
: 30 ml/jam
Warna
: Kuning jernih
Bau
: Amoniak
h. Kandung kemih
: Membesar
: Tidak
Nyeri tekan : Tidak i. Intake cairan oral : 450 cc/hari
parenteral : 500 cc/hari
6. Sistem Pencernaan (B5) a. TB
: 167 cm
BB
: 72 kg
b. IMT
: 25, 82
Interpretasi
: Normal
c. LOLA
: tidak diukur
d. Mulut
: Bersih
e. Membran mukosa : Lembab f. Abdomen
: Tegang
Nyeri tekan
: Tidak
Luka operasi
: Tidak
g. Peristaltik h. BAB
: 8 x/menit : tidak ada x/hari
Terakhir tanggal : 8 Oktober 2018 34
i. Konsistensi
: Lunak
j. Diet
: Cair (sonde)
k. Nafsu makan
: Klien terpasang sonde
l. Porsi makan
: Habis. Keterangan : klien makan melalui sonde
Frekuensi : 6x/hari
6x150 ml / hari 7. Sistem Muskuloskeletal (B6) a. Pergerakan sendi : Terbatas b. Kekuatan otot
:0
0
2
0
c. Kelainan ekstremitas : Tidak d. Kelainan tulang belakang : Tidak e. Fraktur
: Tidak
f. Traksi
: Tidak
g. Penggunaan spalk/gips : Tidak h. Keluhan nyeri
: Menggunakan CPOT hasil : 1
i. Sirkulasi perifer
: baik
j. Kompartemen syndrome : Tidak k. Kulit
: Sawo matang
l. Turgor
: Baik
m. Luka operasi
: Tidak
n. ROM
: pasif
o. Pitting edema
: Tidak
p. Ekskoriasis
: Tidak
q. Urtikaria
: Tidak
r. Data tambahan
: klien mengalami klemahan ekstremitas sebelah kiri
8. Sistem Endokrin a. Pembesaran tyroid
: Tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening : Tidak c. Hipoglikemia
: Tidak
d. Hiperglikemia
: Ya, nilai : 313 mg/dl
e. Data tambahan
: tidak ada
35
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : Klien mengalami penurunan kesadaran b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : gelisah c. Reaksi saat interaksi : tidak sadar d. Gangguan konsep diri: tidak e. Lain-lain : tidak ada PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN a. Kebersihan diri : klien dibantu total mandi 2x sehari, dan oral hygiene 2x sehari PENGKAJIAN SPIRITUAL a. Kebiasaan beribadah : Sebelum sakit
: sering
Selama sakit
: klien tidak sadar
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah : Klien mengalami penurunan kesadaran.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll) Laboratorium tanggal 10 Oktober 2018 Hb
: 8,5 mg/dl
Albumin
: 3,47
Hematokrit
: 34,8
Plt
: 197.000
WBC
: 10.000
Na
: 134
K
: 3,15
Cl
: 100
Laboratorium tanggal 11 Oktober 2018 Mg
: 2 mg/dl
K
: 3,63 mmol/l
Na
: 135,2 mmol/l
Kalsium
: 0,1 mg/dl 36
BUN
: 38
Kreatinin
: 31
Klorida
: 102,3 mmol/l
WBC
: 9.400 / Ul
RBC
: 3,68/L
Hb
: 9,2 g/dl
HCt
: 26,9 %
PLt
: 194.000/Ul
Echocardiografi tanggal 24 September 2018 Preserved LU systolic function EF 60,75 % Mild diastole disfunction, normal valves, LUH concentric, normokinetik, left atrium
EKG tanggal 24 September 2018 Sinus, 64 x/menit, LAP, PVC occacional, OMI, anteroseptal
TERAPI Tanggal 11-10-18 : - Cardioaspirin 100mg/24 jam - Glimeperid 2mg/24 jam - ISDN 5 mg/8jam - Nifedipine 10mg/24 jam - Tensicap 1 tablet/8jam - Amiodaron 200mg/12 jam - Esilgan 2mg/24 jam - Duragesic patch 12,5 mg/24jam - Concor 1,25mg/24 jam Parenteral : - Cefazolin 1 gr/8jam - Ondansetron 4 mg/12jam - Omeprazole 40mg/24 jam - Ca glukonas 1gr/24 jam - Lasix pump 5mg/jam - Lasix 20mg/8jam - Remopain 30mg /8jam - Ceftriaxon 1gr/12 jam - Infus D5 ½ NS 500cc/24jam 37
Tanggal 12-10-18 - Clopidrogel 75mg/24jam - MgSO4 2gr/IV (syringe pump) - Furosemide 10mg (syringe pump) - Adrenalin 0,1 mg(syringe pump) - Dobutamin 5mg/ml - Insulin 1 unit/ml - Norepineprin 0,1 mg/ml - Omeprazole 40mg/24jam - Ca glukonas 1gr/12jam - Metamizole 1gr/8jam - PCT 1gr/8jam - Cefo Sulbactam 1gr/8jam - Hidrocortison 50gr/6jam - Clinimix 1000ml/24jam Tanggal 13-10-18 - Clopidogrel 75mg/24jam - Arixtra SC 1mg/24jam - Omeprazole 40mg/24jam - Metamizole 1gr/8jam - PCT drip 1gr/8jam - Cefosulbactam 1gr/8jam - Hidrocortison 50mg/8jam - Clinimix 20E 73ml/jam - Clinoleic 250ml/24jam Tanggal 14-10-18 - Clopidrogel 75mg/24jam - Arixtra SC 1mg/24jam - Insulin 3 x 4 unit - Mecobalamin 1 x 1 ampul - Brain act 2 x 250mg - KCL 10mcg/jam - Ca gluconas 1gr/12 jam - Amiodaron 60mg/jam - Furosemide 1ml/jam - Dobutamin 4,2ml/jam - Dopamin 2,6ml/jam - Omeprazole 40mg/24jam - Metamizole 1gr/8jam - PCT 1gr/8jam - Hidrocortison 5mg/6jam - Clinimix 20E 73 ml/jam - Clinoleic 250ml/14jam 38
Tanggal 15-10-18 - Clopidrogel 75mg/24jam - Arixtra SC 2mg/24jam - Insulin SC 3x4unit - Meropenem 1gr/12jam - Ca gluconas 1gr/12jam - Brain act 250mg/12jam - Furosemide 10gr/ml - Insulin 1 unit/jam - Omeprazole 40mg/24jam - Metamizole 1gr/8jam - PCT 1gr/8jam - Cefosulbactam 1gr/8jam - Hidrocortison 5mg/6jam - Mecobalamin 1ampul/24jam - Clinimix 20E 50ml/jam - Clinoleic 250ml/24jam - Asering 73ml/jam DATA TAMBAHAN LAIN : Analisa Gas Darah tanggal 11 Oktober 2018 PH : 7,46 pCO2 : 35 mmHg pO2 : 62 mmHg HCO3 : 25,0 mmHg TCO2 : 26,1 mmol/l Beecf : 1,0 mmol/l SO2 : 93% Temperatur : 37 C Ventilator FiO2 : 60% Surabaya, 10 Oktober 2018
Hermansyah, S.Kep
39
PEMANTAUAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA BERDASARKAN PENILAIAN Skala Morse/ Morse Falls Scale (MFS) No Faktor Resiko Skala Skoring Kesimpulan Pasien 1. Riwayat jatuh: apakah pasien pernah Tidak 0 0 jatuh dalam 3 bulan terakhir? Ya 25 2.
Diagnosa sekunder: apakah pasien memiliki lebih dari satu penyakit?
3.
Alat Bantu jalan: - Bed rest/ dibantu perawat - Kruk/ tongkat/ walker
4. 5.
6.
Tidak Ya
0 15
15 0
0 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar (kursi,Intravena: lemari, meja) Terapi apakah saat ini pasien terpasang infus?
30 Tidak Ya
0 20
Gaya berjalan/ cara berpindah: - Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak sendiri)
0
- Lemah (tidak bertenaga)
10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret)
20
20 0
Status Mental - Orientasi baik terhadap kemampuan diri sendiri
15 0
- Sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki
15 Total Nilai
50
Paraf & Nama Petugas yang Menilai Hermansyah
Keterangan: 50 (Resiko Rendah) Tingkatan Risiko Tidak berisiko
Nilai MFS
Tindakan
0 - 24
Perawatan dasar
Risiko rendah
25 - 50
Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi
≥ 51
Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi
40
ANALISA DATA ETIOLOGI
TANGGAL
DATA
11-10-2018
DS : DO : 1. Klien mengalami penurunan kesadaran 2. GCS : 3, X, 3 (delirium) 3. Terdengar suara nafas tambahan (ronchi) 4. RR : 18x/menit
Penyakit jantung koroner
MASALAH Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
CABG
Penggunaan sedasi dan relaxan Merelaksasi otot pernafasan
Penggunan ventilator dan ETT
Penumpukan sekret
11-10-2018
DS : DO : 1. Klien post operasi CABG 2. TD : 141/65 mmHg, S : 36,7 c , N : 87x/menit, RR :18x/menit. 3. Lab Mg : 2 K :3,36 Na : 135,2 Kalium : 8,1 BUN : 38 Kreatinin : 2,1 Klorida 102,3
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Penyakit jantung koroner
CABG On pum
Menggunakan alat mekanik mesin jantung paru Gangguan preload
Tamponade jantung Resiko penurunan curah jantung
41
Resiko penurunan curah jantung
11-10-2018
DS : DO : 1. S : 36,7 C’ 2. Terpasang IV line 3. Klien post operasi CABG 4. Terdapat luka post operasi 5. Lab : Hb : 8,5 Albumin : 3,47 Hct : 34,8 Plt : 137.000 WBC : 9.400 Na : 135,2 K : 3,36 Clorida :102,3
Penyakit jantung koroner
Resiko Infeksi
CABG On pum Menggunakan alat mekanik mesin jantung paru Gangguan preload Tamponade jantung perdarahan Pemasangan drain Adanya jalan masuk bakteri dan kuman Resiko Infeksi
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN Tanggal, 11-10-2018 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret 2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan preload 3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk kuman
42
HARI/ TANGGA L 11-10-11
WAKTU 10.00
DIAGNOSIS KEPERAWATAN (Tujuan, Kriteria Hasil) Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC : 1. Status pernafasan : pertukaran gas (0402) 2. Status pernafasan : ventilasi (0802) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas klien efektif dengan kriteria hasil : 1. Frekuensi nafas normal (16-20x/menit) 2. Irama pernafasan normal 3. Klien mampu mengelurarkan sputum secara efektif 4. Tidak ada akumulasi sputum
INTERVENSI
RASIONAL
NIC : 1. Manajemen jalan nafas (3140) 2. Penghisapan lendir (3160) 3. Fisioterapi dada (3230) 4. Monitor pernafasan (3350) Intervensi : 1. Pantau rate, irama, kedalaman dan usaha respirasi. 2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicula, intercostal. 3. Monitor suara nafas tambahan 4. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea 5. Kolaborasi pemberian oksigen 6. Putuskan kapan dibutuhkan oral dan atau suction 7. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction. 8. Gunakan universal precaution, sarung tangan, google, masker sesuai kebutuhnan 9. Gunakan aliran rendah untuk mengilangkan sekret (80-110 mmHg
1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menentukan intervensi yang akan diberikan 2. Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menentukan intervensi yang akan diberikan 3. Suara nafas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan nafas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara 4. Posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan 5. Meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen
43
pada dewasa ) 10. Monitor status oksigen pasien (Sao2) dan status hemodinamika (MAP dan irama jantung) sebelum saat dan setelah suction
11-10-11
10.00
Diagnosa : Resiko penurunan curah jantung NOC : 1. Perfusi Jaringan (0422) Seelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung dengan kriteria hasil : 1. Klien menunjukkan peningkatan toleransi aktifitas 2. Tanda vital dalam batas normal
NIC : 1. Manajemen cairan (4120) 2. Monitor cairan (4130) Intervensi : 1. Pantau kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah 2. Pantau disritmia jantung 3. Ukur/catat pemasukan, pengeluaran dan keseimbangan cairan 4. Lihat adanya DVJ, edema perifer, kongesti paru, nafas pendek, berkeringat, perubahan EKG 5. Berikan elektrolit dan obat sesuai indikasi
44
6. Waktu suction yang tepat membantu melapangkan jalan nafas 7. Mengetahui adanya sura nafas tambahandan keefektifan jalan nafas untuk memenuhi o2 pasien 8. Melindungi tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi 9. Aliran tinggi dapat mencederai jalan nafas 10. Mengetahui adanya perbubahan SaO2 dan status hemodinamika 1. Takikardia adalah respon umum untuk ketidanyamanan dan cemas 2. Disritmia dapat terjadi sehubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit 3. Untuk menentukan kebutuhan cairan aau mengidentifikasi kelebihan cairan yang dapat mempengaruhi curah jantung 4. Meskipun tidak umum komplikasi CABG, perioperatif atau pasca operasi dapat terjadi 5. Elektrolit, obat, antidisritmia dan jantung lain diperlukan
11-10-11
10.00
Diagnosa : Resiko infeksi NIC : NOC : 1. Perlindungan infeksi (6550) 1. Integritas jaringan : Kulit 2. Perawatan luka (3660) dan membran mukosa Intervensi : (1101) 1. Monitor karakteristik, warna, ukuran, 2. Kontrol resiko : proses cairan dan bau luka infeksi (1924) 2. Rawat luka dengan metode steril Tujuan : setelah dilakukan 3. Kolaborasi pemberian antibiotik asuhan keperawatan selama 5x24 4. Gunakan sabun anti mikroba untuk jam diharapkan pasien dapat cuci tangan terhindar dari resiko infeksi 5. Cuci tangan sebelum dan sesudah dengan kriteria hasil : tindakan keperawtan 1. Integritas kulit normal 6. Gunakan universal precaution dan 2. Temperatur kulit klien gunakan sarung tangan selama kontak normal dengan tubuh klien 3. Tidak ada tanda-tanda 7. Kaji temperatur tiap 4 jam infeksi 8. Catat dan laporkan hasil laboratorium tiap 4 jam
45
1. 2.
3. 4.
5.
6. 7. 8.
pada jangka pendek atau jangka panjang Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangannya Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman atau bakteri Pemberian antibiotic untuk mencegah timbulnya infeksi Mengurangi mikroba bakteri yang dapat menyebabkan infeksi Cuci tangan dapat meminimalkan penyebaran infeksi Untuk mengurangi penyebaran infeksi Suhu tinggi kemungkinan panas terus. Mengetahui perkembangan pasien
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN HARI/ TGL Kamis, 11 Oktober 2018
Kamis, 11 Oktober 2018
NO.Dx 1
2
IMPLEMENTASI PARAF JAM JAM EVALUASI (SOAP) 18.00 1. Memantau irama, kedalaman dan usaha 14.00 S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) respirasi, klien memakai ventilator O: 2. Memantau gerakan dada, simetris RR : 18 kali/menit 3. Memonitor suara nafas, ronchi SpO2 : 98% 4. Memberikan posisi yang nyaman, head up MAP : 82 mmHg 30o Irama : sinus rythm 5. Melakukan suction pada selang Suara nafas tambahan tidak Enterotrakeal Tube (ETT) tiap 3 jam atau terdengar lagi bila terdengar ronchi A : Masalah bersihan jalan nafas tidak 6. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan efektif teratasi sebagian sesudah suction P : Intervensi dilanjutkan (No.3-10) 7. Menggunakan sarung tangan dan masker sesuai kebutuhan 8. Memonitor status oksigen pasien dan status hemodinamika sebelum, saat dan setelah suction 1. Mengobservasi frekuensi jantung dan 14.00 S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) tekanan darah, TD : 141/65 mmHg, H : 84 O: kali/menit TD : 141/65 mmHg 2. Mengukur pengeluaran dan pemasukan HR : 87 kali/menit cairan. Input : 850 cc, Output : 1500 cc I/O : 850 cc / 1500 cc 3. Memantau adanya DVJ, oedema perifer Terpasang D5 ½ NS 500 mL/24 jam kongesti paru, nafas pendek, berkeringat A : masalah penurunan curah jantung tidak ditemukan. tidak terjadi 4. Memberikasn cairan elektrolit dan obat
46
PARAF
sesuai indikasi, D5 ½ NS 500 mL/24 jam Kamis, 11 Oktober 2018
3
13.00 1. Menggunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3. Menggunakan universal precaution, menggunakan sarung tangan selama kontak dengan tubuh klien 4. Kolaborasi pemberian antibiotic 5. Mengkaji temperature tiap 1 jam, T : 36,7oC 6. Mencata dan melaporkan hasil laboratorium WBC : 9.400 mg/dl
47
P : Intervensi 1, 3 dan 5 lanjutkan 14.00 S: (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: T : 36,7oC WBC : 9.400 mg/dl Klien diberikan antibiotik A: masalah infeksi tidak terjadi P: Intervensi 3, 4, 5, 6, 7 dan P dilanjutkan
Jumat, 12 Oktober 2018
1
08.00 1. Memonitor suara nafas, ronchi 2. Memberikan posisi yang nyaman, head up 30o 3. Melakukan suction pada selang Enterotrakeal Tube (ETT) tiap 3 jam atau bila terdengar ronchi 4. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction 5. Menggunakan sarung tangan dan masker sesuai kebutuhan 6. Memonitor status oksigen pasien dan status hemodinamika sebelum, saat dan setelah suction
48
10.00
S:O:
RR : 23 kali/menit SpO2 :100 % MAP : 92 mmHg Irama : sinus rythm Suara nafas tambahan tidak terdengar lagi A : Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan (No.3-10)
Jumat, 12 Oktober 2018
2
08.00 1. Mengobservasi frekuensi jantung dan tekanan darah, TD : 84/55 mmHg, H : 158 kali/menit 2. Mengukur pengeluaran dan pemasukan cairan. Input : 3072 cc, Output : 490 cc 3. Memberikan cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi, D5 ½ NS 500 mL/24 jam
14.00
S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: TD : 84/55 mmHg HR : 158 kali/menit I/O : 3072 cc / 490 cc Terpasang D5 ½ NS 500 mL/24 jam A : masalah penurunan curah jantung tidak terjadi P : Intervensi 1, 3 dan 5 lanjutkan
Jumat, 12 Oktober 2018
3
13.00 1. Menggunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3. Menggunakan universal precaution, menggunakan sarung tangan selama kontak dengan tubuh klien 4. Mengkaji temperature tiap 1 jam, T : 36,5oC 5. Mencata dan melaporkan hasil laboratorium 6. Kolaborasi pemberian antibiotic, Cefosulbactan 1 gr/8 jam IV
49
14.00 S: (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: T : 36,5 oC Klien diberikan antibiotik A: masalah infeksi tidak terjadi P: Intervensi 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 dilanjutkan
Sabtu, 13 Oktober 2018
1
Sabtu, 13 Oktober 2018
2
Sabtu, 13 Oktober 2018
3
22.00 1. Memonitor suara nafas, ronchi 2. Memberikan posisi yang nyaman, head up 30o 3. Melakukan suction pada selang Enterotrakeal Tube (ETT) tiap 3 jam atau bila terdengar ronchi 4. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction 5. Menggunakan sarung tangan dan masker sesuai kebutuhan 6. Memonitor status oksigen pasien dan status hemodinamika sebelum, saat dan setelah suction 22.00 1. Mengobservasi frekuensi jantung dan tekanan darah, TD : 121/55 mmHg, H : 68 kali/menit 2. Mengukur pengeluaran dan pemasukan cairan. Input : 2342 cc, Output : 1060 cc 3. Memberikan cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi, D5 ½ NS 500 mL/24 jam
22.00 1. Menggunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
50
23.00
S:O:
RR : 20 kali/menit SpO2 :98 % MAP : 92 mmHg Irama : sinus rythm Suara nafas tambahan tidak terdengar lagi A : Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan (No.3-10)
23.00 S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: TD : 121/55 mmHg HR : 68 kali/menit I/O : 2342 cc / 1060 cc Terpasang D5 ½ NS 500 mL/24 jam A : masalah penurunan curah jantung tidak terjadi P : Intervensi 1, 3 dan 5 lanjutkan 23.00 S: (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: T : 36,2 oC Klien diberikan antibiotik
Minggu, 14 Oktober 2018
1
Minggu, 14 Oktober 2018
2
3. Menggunakan universal precaution, menggunakan sarung tangan selama kontak dengan tubuh klien 4. Mengkaji temperature tiap 1 jam, T : 36,2oC 5. Mencata dan melaporkan hasil laboratorium 6. Kolaborasi pemberian antibiotic Cefosulbactan 1 gr/8 jam IV 22.00 1. Memonitor suara nafas, ronchi 2. Memberikan posisi yang nyaman, head up 30o 3. Melakukan suction pada selang Enterotrakeal Tube (ETT) tiap 3 jam atau bila terdengar ronchi 4. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction 5. Menggunakan sarung tangan dan masker sesuai kebutuhan 6. Memonitor status oksigen pasien dan status hemodinamika sebelum, saat dan setelah suction 22.00 1. Mengobservasi frekuensi jantung dan tekanan darah, TD : 173/75 mmHg, H : 101 kali/menit 2. Mengukur pengeluaran dan pemasukan cairan. Input : 2401 cc, Output : 4010 cc
51
A: masalah infeksi tidak terjadi P: Intervensi 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 dilanjutkan
23.00 S : O:
RR : 20 kali/menit SpO2 :100 % MAP : 108 mmHg Irama : sinus rythm Suara nafas tambahan tidak terdengar lagi A : Masalah bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan (No.3-10)
23.00 S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: TD : 173/75 mmHg HR : 101 kali/menit I/O : 2401 cc / 4010 cc
3. Memberikan cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi, Clinimix 20 E 73 ml/jam, Chroleic 250 ml/24 jam
Minggu, 14 Oktober 2018
3
Senin, 15 Oktober 2018
1
22.00 1. Menggunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3. Menggunakan universal precaution, menggunakan sarung tangan selama kontak dengan tubuh klien 4. Mengkaji temperature tiap 1 jam, T : 37,7oC 5. Mencata dan melaporkan hasil laboratorium WBC : 18.530 6. Kolaborasi pemberian antibiotic Cefosulbactan 1 gr/8 jam IV 08.00 1. Memonitor suara nafas, ronchi 2. Memberikan posisi yang nyaman, head up 30o 3. Melakukan suction pada selang Enterotrakeal Tube (ETT) tiap 3 jam atau bila terdengar ronchi 4. Mengauskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction 5. Menggunakan sarung tangan dan masker sesuai kebutuhan
52
Terpasang Clinimix 20 E 73 ml/jam, Chroleic 250 ml/24 jam A : masalah penurunan curah jantung tidak terjadi P : Intervensi 1, 3 dan 5 lanjutkan 23.00 S: (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: T : 37,7oC WBC : 18.530 Klien diberikan antibiotik A: masalah infeksi tidak terjadi P: Intervensi 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 dilanjutkan
10..00 S : O:
RR : 18 kali/menit SpO2 :98 % MAP : 83 mmHg Irama : sinus rythm Suara nafas tambahan tidak terdengar lagi A : Masalah bersihan jalan nafas tidak
6. Memonitor status oksigen pasien dan status hemodinamika sebelum, saat dan setelah suction Senin, 15 Oktober 2018
2
22.00 1. Mengobservasi frekuensi jantung dan tekanan darah, TD : 119/71 mmHg, H : 91 kali/menit 2. Mengukur pengeluaran dan pemasukan cairan. Input : 2407 cc, Output : 1280 cc 3. Memberikan cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi, Clinimix 20 E 73 ml/jam, Chroleic 250 ml/24 jam
efektif teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan (No.3-10)
10..00 S : (Pasien masih dalam kondisi tersedasi) O: TD : 119/71 mmHg HR : 91 kali/menit I/O : 2407 cc / 1280 cc Terpasang Clinimix 20 E 73 ml/jam, Chroleic 250 ml/24 jam A : masalah penurunan curah jantung tidak terjadi P : Intervensi 1, 3 dan 5 lanjutkan
53
BAB 4 PEMBAHASAN
Tindakan Coronary Artery Bypass Graft (CABG) adalah tindakan pembedahan pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner dengan membuat saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Hal ini sesuai dengan kasus yang terjadi pada Tn. M, pada Tn. M dilakukan tindakan Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dikarenakan adanya penyakit jantung koroner jenis triple vessel disease yaitu adanya sumbatan pada tiga arteri koroner. Faktor resiko terjadinya penyakit jantung koroner antara lain: Merokok, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, aorta insufisiensi, obesitas dan penyakit diebetes mellitus (DM). Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian yang menunjukkan bahwa Tn. M adalah seorang perokok aktif yang biasanya menghabiskan 5 batang rokok per hari serta memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus (Supriyono, M, 2016). Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil tekanan darah klien adalah 141/65 mmHg dan didapatkan hasil pemeriksaan gula darah acak klien sebesar 313 gr/dL. Faktor resiko lain yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung koroner adalah jenis kelamin laki-laki, berdasarkan hasil penelitian jenis kelamin laki-laki memiliki resiko dua kali lebih besar dibandingkan jenis kelamin perempuan (Supriyono, M, 2016). Pada kasus ini klien adalah seorang laki-laki, maka hal tersebut sesuai dengan teori dan hasil penelitian yang menyatakan bahwa penyakit jantung koroner lebih sering mengenai laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena pada perempuan memiliki hormon estrogen. Perempuan selama masih dalam fase reproduksi dalam hal ini adalah haid maka risiko terkena serangan jantungnya lebih rendah, karena adanya proteksi dari hormon estrogen. Estrogen membuat metabolisme kolesterol pada wanita menjadi lebih rendah dan pembuluh darah perempuan itu lebih lentur dibanding laki-laki (Alim,D,P & Bambang, B, 2014). Dari data yang ada didapatkan beberapa diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. M yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, risiko penurunan curah jantung, risiko infeksi. Kemudian dari semua tindakan yang dilakukan selama 5 hari perawatan maka didapatkan evaluasi sebagai berikut: Tn M 54
terpasang ETT dengan menggunakan ventilator, suara nafas klien vesikuler, tidak ada sumbatan jalan nafas, produksi sputum berkurang, GCS E3VxM3, posisi kepala head up 30o, TTV: TD 119/ 71 mmHg, N 91 x/m, RR 18 x/m, S 37,7oC. Diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Diagnosa ini dijadikan prioritas utama karena bersifat gawat dan jika klien mengalami sumbatan jalan nafas akan menyebabkan suplai O2 ke otak mengalami gangguan, sehingga otak tidak mendapatkan O2 secara maksimal, selain itu jantung juga membutuhkan O2 untuk proses metabolisme (Savitri, 2012). Diagnosa keperawatan ini muncul pada kasus namun tidak ada di teori dikarenakan Tn. M mengalami penurunan kesadaran dan terpasang ETT dengan ventilator sehingga sekret terakumulasi di saluran nafas, sehingga dalam pemeriksaan ditemukan adanya suara nafas tambahan yaitu ronchi. Intervensi yang diutamakan pada kasus bersihan jalan nafas adalah lakukan auskultasi dada, lakukan suction dan fisioterapi dada. Hal ini sudah sesuai dengan teori. Dari hasil implementasi yang dilakukan maka didapatkan hasil evaluasi dengan tujuan tercapai sebagian ditandai dengan suara nafas klien vesikuler, tidak ada sumbatan jalan nafas, produksi sputum berkurang. Dari hasil evaluasi sudah sesuai dengan teori yang ada. Diagnosa kedua yaitu risiko penurunan curah jantung, dan diagnosa ketiga yaitu risiko infeksi. Hal ini sudah sesuai dengan teori dimana risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas, sedangkan risiko infeksi berhubungan dengan dengan efek prosedur invasive. Diagnosa keperawatan pada teori yang tidak muncul pada kasus yaitu nyeri. Menurut penelitian Azizah (2010), nyeri yang dirasakan klien post CABG adalah akibat terpasangnya ETT setelah operasi yang menyebabkan penekanan terhadap saraf-saraf perifer disepanjang tenggorokan yang dapat menimbulkan sensasi nyeri pada klien, namun pada kasus nilai CPOT < 3 dimana interpretasi hasil menunjukkan tidak ada nyeri.
55
BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah seperti : Penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke. Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau penyumbatan. Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukan CABG antara lain asymptomatic/ mild angina dengan ditemukannya sumbatan pada left main, triple vessel disease; stable angina; unstable/ non-ST elevation MI; ST elevation MI; fungsi ventrikel kiri yang buruk; aritmia ventrikel yang mengancam jiwa; Percutaneus Coronary Intervention (PCI) gagal dan riwayat CABG sebelumnya. Terdapat 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu On Pump Coronary Artery Bypass dan Off-Pump Coronary Artery Bypass (OPCAB). Klien Tn.M usia 65 tahun dengan diagnosa TVD + Post CABG masuk RSUD Soetomo sejak tanggal 4 Oktober 2018. Pada tanggal 9 Oktober 2018 klien menjalani operasi CABG dan klien masuk ruang ICU . pada saat dilakukan pengkajian klien masih mengalami penurunan kesadaran. Berdasarkan data yang didapat dari hasil pengkajian didapatkan 3 diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, resiko penurunan curah jantung dan resiko infeksi. Implementasi dilakukan selama 3 hari. Hasil evaluasi tindakan selama 5 hari, ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian, tidak terjadi penurunan curah jantung dan tidak terjadi infeksi.
5.2 Saran Diharapkan perawat dapat memberikan asuhan keperawatan menyeluruh pada pasien kritis. Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu kami selaku penulis mengharapkan saran dan kritiknya yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini.
56
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) 6th Indonesian Edition. Singapore: Elsevier Inc. Dwidiyanti,M.(2007). Caring Kunci Perawat/Ners Mengamalkan Ilmu. Semarang: Hasani. Gruendemann, B. J. (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif (Vol. 2). (E. K. Yudha, Penyunt., & B. U. Pendit, Penerj.) Jakarta: EGC. Guwandi,J.(2004). Tanya-Jawab Persetujuan Tindakan Medik Edisi kedua. Jakarta: FKUI. Jevon, P. (2009). Pemantauan Pasien Kritis: Seri Keterampilan Klinis Esensial untuk Perawat (2 ed.). (V. Umami, Trans.) Jakarta: Erlangga. Jong, R.(2001). Buku Ajar Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC. M.Black, J. (2014). Buku Keperawatan Mdikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (8 ed., Vol. 1). (R. A. Nampira, Trans.) Singapore: Elsevier. Moorhead, S. (2016). Nursing Outcomes Classificatio (NOC), 5th Indonesian edition. Singapore: Elsevier Inc. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. (2015). Pedoman Tatalaksana Pencegahan Penyakit Kardiovaskuler pada Perempuan. Jakarta: PP PERKI. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI. Riskesdas. (2013). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kemenkes RI. Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. (P. E. Karyuni, Penyunt., & E. K. Yudha, Penerj.) Jakarta: EGC. Subekti, N. B. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Jakarta:EGC
57