Skripsi Dari Manto Manurung

  • Uploaded by: Demas Evan Hughie Nubatonis
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Dari Manto Manurung as PDF for free.

More details

  • Words: 21,358
  • Pages: 99
Loading documents preview...
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

Oleh: MANTO MANURUNG NIM: 877

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR

SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

Oleh: MANTO MANURUNG NIM: 877

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

JUDUL SKRIPSI

: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK : TANTANGAN DAN SOLUSINYA

NAMA MAHASISWA

: MANTO MANURUNG

NIM

: 877

JURUSAN

: PASTORAL

LEMBAGA

: SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA

Menyetujui,

Dosen pembimbing

Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

ii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima, diuji, dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Sarjana Theologia (S.1.) Sekolah Tinggi Teologi Ekklesia, Jakarta, pada: Hari

: Rabu

Tanggal

: 01 Juni 2005

Tempat

: Gedung Kenanga, Lantai 2 Jl. Senen Raya No. 46, Jakarta Pusat 10411.

Dewan Penguji: Penguji I

: Pdt. Piet Hein Mailangkay, D.Min.

...............................................

Penguji II

: Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. ...............................................

Penguji III

: Dr. Sylvia Hutabarat, M.Pd., M.Th.

...............................................

Mengetahui, Ketua

Puket I – Bidang Akademik

Pdt. Drs. Suwandoko Roslim, M.Th., Ph.D.

iii

Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, rahmat dan bimbingan-Nya serta kekuatan yang diberikan kepada penulis, dan berkat pertolongan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Pdt. Gordon Simare-mare, M.A. atas saran-saran yang diberikan untuk pemilihan buku-buku referensi. 3. Bapak Pdt. Edison Lesnussa, S.Kom., M.A. yang telah meluangkan waktu untuk berbicara dengan penulis pada waktu penulis berada pada titik jenuh. 4. Seluruh dosen di Sekolah Tinggi Theologia Ekklesia yang telah membagikan segala pengetahuannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 5. Pihak sponsor (Departemen Misi Daerah DKI Jabar-Banten), yang telah membantu penulis menyelesaikan biaya perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologia Ekklesia. 6. Bapak Pdt. Thomas Agung dan Ibu Ita Utomo, sebagai gembala sidang di Gereja Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Bekasi, yang telah memberikan dorongan moril kepada penulis. 7. Ayahanda dan Ibunda tercinta. Atas segala pengorbanan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis tidak takut dalam menghadapi tantangan apa pun.

iv

8. Saudari Novrie Sihombing, yang telah bersedia untuk memberikan kritikan dan saran-saran praktis serta dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini. 9. Semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis. Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran-saran membangun dari para pembaca sekalian untuk digunakan dalam menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, kiranya berkat dan rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita semua, dan harapan penulis adalah bahwa skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian, sehingga dapat mengkomunikasikan Injil kepada jiwa-jiwa di sekitar kita dengan lebih baik.

Jakarta,

30 Mei 2005 Penulis

(Manto Manurung)

v

DAFTAR ISI Hal TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

ii

PENGESAHAN

iii

KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR TABEL

ix

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... Batasan Masalah ........................................................................................... Metode Penelitian ......................................................................................... Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................................... Sistematika penulisan ...................................................................................

1 2 2 2 3

II. PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA ....................... 5 Pengertian Penginjilan Secara Etimologis ................................................... 6 Penginjilan, Inisiatif Dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia ................... 8 Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung ................................ 13 Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain 17 Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja ............................... 21 Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja ........................................... 24 III. KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN MAJEMUK ................... 30 Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat .............................................. Manusia Motor Utama Perubahan ...................................................... Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....................................................... Urbanisasi ........................................................................................... Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Kemajemukan Masyarakat ............

30 30 32 34 35

IV. BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG MAJEMUK ............................................................................................ 41

vi

Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat ................................. 42 Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama .................................................. 44 Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat ........ 45 V. USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN ...................................................................... 48 Mengadakan Pengenalan Lapangan ............................................................. Memilih Metode Penginjilan ....................................................................... Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah ............................................. Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan .............................................. Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat ......................................................................... Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus ........................................................ Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa ................................................. Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan ...................................................

49 51 54 56 61 71 74 77

BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 79 Kesimpulan ................................................................................................... 79 Saran-saran .................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82 DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................ 86

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tiga Tugas Gereja .................................................................................. 21 Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam ........................................................ 57

viii

DAFTAR TABEL Tabel I. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa ................. 9 Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah ....................................... 11 Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern .................................................................................. 33 Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus .............................................. 52 Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.” ... 64 Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan ...................... 71

ix

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Penginjilan merupakan salah satu tugas esensial gereja, karena tugas ini diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus kepada gereja sebelum Ia terangkat ke sorga. Perintah itu disebut sebagai Amanat Agung, dan di dalamnya tertuang langkahlangkah yang harus dilakukan gereja pada waktu melaksanakan tugas ini. Penginjilan sebagai satu tugas, pada mulanya ditanggapi oleh gereja sesuai dengan isi amanat yang diterimanya dari Tuhan Yesus. Alkitab memberikan catatancatatan penting tentang pergerakan gereja mula-mula dalam meresponi tugas ini. Sebagai bagian dari tugas utamanya gereja masa kini pun masih mengakui penginjilan sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Menjadi pokok permasalahannya bagaimana gereja meningkatkan keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugasnya, khususnya di tengah masyarakat yang majemuk. Penginjilan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu menghadapi tantangan demi tantangan yang ditemukannya di tengah masyarakat dunia ini, khususnya ketika ia diperhadapkan dengan masyarakat yang majemuk? Atas dasar pemikiran ini, penulis mencoba menggali kebenaran firman Allah dan meneliti bukubuku hasil riset dari beberapa pakar yang membahas tentang gereja, penginjilan dan masyarakat di sekitar gereja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyajikan skripsi ini dengan judul: “Penginjilan Di Tengah Masyarakat Majemuk: Tantangan dan Solusinya.”

1

Batasan Masalah Mengingat penginjilan di tengah masyarakat majemuk ini sangat luas, baik ditinjau dari segi letak geografis di mana masyarakat tersebut tinggal, maupun jenis kemajemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penulis membatasi masalah pada penginjilan di tengah masyarakat majemuk dalam konteks kota Jakarta.

Metode Penelitian Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis memakai metode deskriptip, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang penginjilan di tengah masyarakat majemuk: tantangan dan solusinya. Dalam penulisan skripsi ini, teknik pengumpulan data mempergunakan studi pustaka, yaitu menggali data-data dari sumber utama, antara lain: Alkitab, buku-buku, literatur-literatur yang berhubungan dengan skripsi ini, dan eksplorasi data dari media elektronik khususnya media internet.

Kegunaan Hasil Penelitian Penulis mengharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berarti kepada setiap pembaca, yaitu: 1. Untuk pengembangan ilmu teologia sebagai satu literatur tambahan dan bahan kajian lebih lanjut khususnya di bidang teologia praktis. 2. Untuk para gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, skripsi ini dapat dipakai sebagai satu masukan untuk memikirkan pentingnya penginjilan (pemberitaan Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang lebih tepat guna. 3. Untuk semua orang percaya, skripsi ini memuat pesan-pesan Tuhan tentang pentingnya melaksanakan penginjilan kepada semua orang.

2

4. Untuk penulis, skripsi ini memberikan informasi praktis tentang penginjilan yang dapat di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Sistematika penulisan Dalam rangka mencapai tujuan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang latar belakang permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul “Penginjilan Di Tengah Masyarakat Yang Majemuk: Tantangan dan Solusinya.” Dalam bab ini, penulis juga menerangkan mengenai batasan masalah, metode penelitian untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, dan sistematika penulisannya. Bab II menjelaskan tentang “Penginjilan Salah Satu Tugas Esensial Gereja.” Dal bab ini penulis menjelaskan secara singkat defenisi penginjilan secara etimologis, inisiator dari penginjilan serta motivasi yang mendorong inisiator mengadakannya, korelasinya dengan Amanat Agung, korelasinya dengan tugas-tugas lainnya, korelasinya dengan pertumbuhan gereja, dan korelasinya dengan masyarakat di sekitar gereja. Bab III menguraikan tentang “Kehidupan Masyarakat Yang Semakin Majemuk.” Dalam bab ini dijelaskan sebab-sebab semakin majemuknya satu kelompok masyarakat khususnya dalam konteks kota Jakarta dan bagaimana akibatakibat yang ditimbulkannya. Bab IV menjelaskan tentang “Berbagai Tantangan Penginjilan Di Tengah Masyarakat Yang Majemuk.” Dalam bab ini diterangkan berbagai tantangan yang akan dijumpai dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk, khususnya

3

dalam konteks kota Jakarta. Kemajemukan masyarakat seringkali menimbulkan tantangan-tantangan yang menyulitkan gereja untuk melakukan penginjilan. BAB V menguraikan tentang “Usulan Berbagai Solusi Untuk Meningkatkan Keefektifan Penginjilan.” Dalam bab ini, penulis mengusulkan beberapa pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk. BAB VI merupakan bab terakhir. Penulis memberikan kesimpulan dan saransaran.

4

BAB II PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA Istilah “penginjilan” sudah menjadi satu istilah yang umum, dan erat hubungannya dengan kehidupan gereja di sepanjang zaman. Dalam konteks masa kini, beberapa gereja lokal menanggapi penginjilan sebagai satu tugas yang dapat dilakukan melalui bersaksi kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa gereja lokal lainnya menanggapi penginjilan sebagai satu tugas dari anggota-anggota tertentu saja, dan beberapa gereja lokal berpendapat bahwa penginjilan merupakan tugas dari gereja lokal lainnya, sedangkan gereja lokal tersebut bertugas untuk mendewasakan orang-orang yang datang kepadanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “tugas” didefinisikan sebagai: (- kewajiban), sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu; fungsi (jabatan),1 sedangkan kata “esensial” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan: perlu sekali; penting; hakiki; harus ada.2 Dari pengertian kata “tugas” dan kata “esensial” tersebut, maka penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah satu kewajiban, atau sesuatu yang wajib dikerjakan, dan yang ditentukan untuk dilakukan oleh gereja. Ditinjau dari definisi di atas, menurut hemat penulis tugas penginjilan sering kali tidak dilakukan dengan semestinya. Oleh karena itu, perlu diadakan penyelidikan terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Topik yang penulis

1 2

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), p. 1094. Ibid, p. 236

5

maksudkan antara lain: 1. Pengertian Penginjilan secara etimologis? 2. Penginjilan itu inisiatif siapa dan mengapa ia mengadakannya? 3. Siapa yang mengamanatkan tugas ini kepada gereja? 4. Bagaimana posisi dari tugas penginjilan di antara tugas gereja yang lainnya? 5. Korelasi antara penginjilan dengan pertumbuhan gereja? 6. Siapa yang menjadi sasaran dari penginjilan ditinjau dari amanat yang diberikan kepada gereja? Harapan penulis dengan adanya pemahaman terhadap keenam topik tersebut di atas akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.

Pengertian Penginjilan Secara Etimologis. Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru mau pun dalam kitabkitab Perjanjian Lama, kata “penginjilan” tidak ditemukan secara hurufiah. Pada hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ύξω” dibaca “evanggeliso” artinya: “mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik, 3 dan “memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus”4 Dalam konteks aslinya kata “evanggeliso” merupakan satu istilah yang dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti “upah yang diberikan kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan itu sendiri.” 5 Kemudian orang Kristen menggunakan kata “evanggeliso” untuk

3

James Strong, Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and Bible House Iowa Falls), p. 33. 4 Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 69 5 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1988), p. 24.

6

menjelaskan “berita” tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus.6 Kata “evanggeliso” sinonim dengan kata “κεπιζζω” dibaca “kerysso.” Kata ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan itu disebut “Kerux”) yang menyampaikan pengumuman dari raja.7 Kata ini dalam bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang bentara, atau memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.8 Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan “kerysso” yaitu “qầrầ,”yang artinya “berseru.”9 Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata “kerysso” dipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi rajaraja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14; Zak 9:9).10 Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata “kerysso” dipakai sebanyak 60 kali.11 Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan dengan penginjilan seperti kata “διδαζσω” dibaca “didasko” artinya mengajar, atau mengajarkan.12 Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6; Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: “μαπηςπεω” dibaca “martureo” artinya bersaksi, atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami.13 Penginjilan dengan cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40).

6

Ibid. Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Berita, Pemberitaan.” By R.H. Mounce. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 183 8 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (Jilid 2) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1998), p. 21. 9 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), p. 183. 10 Ibid. 11 Ibid, p.182 12 Yakub Tomatala, p. 21. 13 Ibid, p. 22. 7

7

Setelah menyelidiki arti kata “penginjilan” secara etimologis, maka “penginjilan” adalah: 1. Satu tugas untuk mengumumkan atau memberitakan kabar baik, dan atau kabar keselamatan di dalam Yesus Kristus. 2. Dilakukan dengan cara menyerukannya seperti seorang utusan raja yang sedang mengumumkan satu dekrit, yaitu dengan suara yang keras dan tegas, dan dapat juga dilakukan dengan mengajar seperti kepada seorang murid, dan dengan bersaksi berdasarkan apa yang dialami oleh pemberita Injil tersebut. 3. Tugas penginjilan tidak dapat dibantah dan atau dilalaikan karena berita itu menyangkut keselamatan jiwa banyak orang yang dikasihi oleh pemberi perintah.

Penginjilan, Inisiatif dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja perlu dilihat dari sisi inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk melakukannya. Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti penting tentang inisiator dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan penginjilan. Perhatikanlah faktafakta berikut ini yang tertera pada tabel di bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat jelas tentang sikap Allah terhadap manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke dalam dosa. Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa 1. Hubungan Antara Manusia Dengan Allah Sangat Intim. Bukti-buktinya: - Allah memberi perintah langsung kepada manusia untuk beranakcucu, serta memenuhi bumi, dan menaklukkan bumi (Kej. 1: 28), - Allah menjelaskan jenis makanan yang layak untuk manusia (Kej. 1: 29), - Allah memberikan otoritas serta

Sesudah Jatuh dalam Dosa 1. Keintiman Hubungan Itu Terputus. Bukti-buktinya : - Manusia berusaha menarik diri dari perjumpaan dengan Allah dengan bersembunyi di antara pohon-pohonan dalam taman (Kej. 3: 8), - Manusia takut bertemu dengan Allah (Kej. 3: 9-10), 2. Manusia tidak menerima sesamanya seperti pada waktu Allah menciptakannya, manusia 8

kepercayaan kepada manusia untuk mengusahakan taman Eden (Kej. 2:15), - Allah memberikan perintah larangan kepada manusia dan menjelaskan akibat yang akan dialaminya apabila tidak mematuhinya ( Kej. 2: 17), - Tuhan membuat manusia berbeda dengan mahluk ciptaan-Nya yang lainnya (Kej. 2: 9, 18-22). 2. Manusia menerima sesamanya dengan penuh penghargaan (Kej 2: 23-24) 3. Allah merupakan sumber kehidupan manusia. Bukti-buktinya : - Tuhan Allah menyediakan segala kebutuhan jasmaniah manusia (Kej 2: 8-9), - Tuhan Allah menyediakan kebutuhan jiwa manusia (Kej 2: 18-22).

cenderung menyalahkan sesamanya, dan benda-benda lain di luar dirinya ( Kej. 3: 12), 3. Perempuan akan mengalami sakit pada bersalin (Kej. 3: 16), 4. Manusia harus bersusah payah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya selama di muka bumi ini (Kej. 3: 17), 5. Allah tetap campur tangan dalam kehidupan manusia. Bukti-buktinya : - Allah membuat satu ketetapan tentang akan adanya penyelamatan di masa depan (Kej 3: 15), - Tuhan menjelaskan akibat yang harus dialami oleh manusia (Kej 3: 17-19), - Tuhan Berinisiatif menutupi ketelanjangan manusia (Kej 3: 21).

Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa. Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa setelah jatuh ke dalam dosa, “mereka takut bertemu dengan Allah” (Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa mendengar langkah kaki Allah, Adam dan Hawa lebih memilih bersembunyi dari hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe Commentary memberikan pendapat tentang kata “takut” sebagai satu keadaan takut disertai dengan perasaan terteror.14 Tomatala menegaskan, perasaan takut dan terteror itu terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap kebenaran (Kejadian 2: 17; 1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari ketidak-taatannya.15 Dalam keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur atau dengan panggilan yang kasar.16 Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara

14

Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody Press, 1962), p. 7. 15 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1), p. 7. 16 Charles F. Pfeiffer, p. 7.

9

yuridis (kata “yuridis” artinya menurut hukum; secara hukum17) terbukti melanggar perintah Allah.18 Pada waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal mentaati perintah Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta isterinya berusaha untuk bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah yang berinisiatif untuk menemukan mereka. Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis menemukan beberapa kebenaran berikut ini: 1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada batas mencari, dan menemukan. 2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan mereka dalam keadaan terteror. 3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat alternatif lain seperti membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru dan yang taat secara mutlak kepada-Nya. 4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan pelanggaran Adam dan Hawa. Dalam kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa. Inilah pertama kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia (Kejadian 3:15). Janji penyelamatan ini disebut “Protoevangelium.”19 Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi manusia, marilah melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan dosa dan manusia berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang bersifat daging (Ibrani “‫ ”ּבׂשר‬dibaca “basar” artinya benar-benar daging sama seperti daging binatang),

17

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016. Yakub Tomatala, p. 7. 19 Ibid.. 18

10

lemah dan berdosa20 (Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah (Kejadian 6:7). Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang dosa dan manusia berdosa tidak berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini: Perjanjian Lama Kejadian 6 :5-6: “Ketika dilihat Tuhan, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia dibumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.”

Perjanjian Baru Roma 3:10-18 : “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. ...rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.” Roma 3: 23 : “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”

Kejadian 6: “Berfirmanlah TUHAN, „Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi,... sebab Aku menyesal,...”

Roma 6: 23: “Sebab upah dosa ialah maut....”

Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah Berdasarkan pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan mengambil sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat “Allah merencanakan untuk menghapuskannya” dan atau memberikan “maut” sebagai upahnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “maut” didefinisikan dengan kematian atau membawa kepada kematian.21 Definisi ini lebih mengarah kepada kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata “maut” memiliki arti lebih dari sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu 2:11) artinya manusia berhadapan dengan kematian yang kekal.22 Ketidak-taatan manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk membinasakan manusia beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan Allah melakukannya, tetapi di sisi lain Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh

20

William Wilson, Wilson’s Old Testament Word Studies, (Massachusetts: Hendrickson Publishers), p. 169. 21 Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639. 22 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Mati, Kematian, dan Maut,” by L. M. Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36

11

beserta keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari perwujudan kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut. 1. Dalam kitab Yesaya diberitakan bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat bagi Israel dan bangsa-bangsa lain juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu pada Yesus. 2. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10). 3. Injil Yohanes menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata dari kasih Allah kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah menuntut satu syarat agar manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu dengan mempercayai-Nya (Yohanes 3:16). 4. Kitab Kisah Para Rasul menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah diutus oleh Allah Bapa. Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan, dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12). Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan melaksanakan “karya Penyelamatan”23 yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.24 Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan kebangkitan Yesus dari Nazaret.25 Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus (Roma 1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.26

23

Ibid. S.v. “Selamat, Keselamatan,” by G. Walters, p. 377. Ibid. p. 375. 25 William J. Abraham, The Teologic of evangelism (Michigan: William B, Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1989), p. 17. 26 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Selamat, Keselamatan,” p. 378. 24

12

Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari Amanat Agung, yaitu amanat yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke sorga. Amanat tersebut dicatat oleh Matius, Markus, dan Lukas sebagai berikut: 1. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20). 2. Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala mahluk, siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya; mereka akan mengusir setan-setan dalam nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Markus 16: 15-18). 3. Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan aku akan mengirim kepada kamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan

13

dari tempat yang tinggi” (Lukas 24:46-49). Menzies, Horton, Tomatala, serta Autrey berpendapat bahwa tugas inti dari Amanat Agung adalah pergi kepada segala bangsa, kemudian menjadikan orangorang berdosa menjadi murid Kristus yang taat untuk melakukan segala sesuatu yang Tuhan perintahkan.27 Pada topik “Penginjilan, inisiatif dan bukti kasih Allah,” penulis mengutip pernyataan Yesus tentang misi utama-Nya datang ke dunia ini. Menurut penulis jika pernyataan misi ini dihubungkan dengan Amanat Agung, maka pernyataan tersebut dapat disebut sebagai tujuannya, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang. Dalam korelasinya dengan gereja sebagai penerima dan pelaksana amanat itu, maka pernyataan misi tersebut hanya akan terwujud jika gereja melakukan tugas penginjilan dengan taat sehingga orang-orang yang masih hidup dalam dosa memperoleh kesempatan untuk mendengarkan Injil keselamatan. Stott menyatakan misi tersebut merupakan tugas gereja yang adalah ekklesianya Tuhan Yesus (kata “ekklesia” berasal dari bahasa Yunani, artinya “yang dipanggil keluar dari dunia ini, untuk menjadi milik-Nya, dan berada sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilannya”).28 Gereja dipanggil keluar dari dunia ini oleh Allah, dikuduskan-Nya, kemudian mengutusnya kembali ke dalam dunia dengan satu amanat untuk memberitakan Injil kepadanya. Berdasarkan arti dari kata “ekklesia,” maka gereja seharusnya dipahami dengan dua arti yaitu sebagai gereja yang universal29 yang artinya kumpulan dari semua orang yang percaya di seluruh dunia, dan gereja dalam arti kumpulan orang27

Buku-buku yang dipakai sebagai buku riset dalam penulisan skripsi ini adalah Basic Evangelism oleh C. E. Autrey, Doktrin Alkitab oleh William W. Menzies & Stanley M. Horton, Penginjilan Masa Kini oleh Yakob Tomatala. 28 John Stot, Satu Umat (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997), p. 10. 29 Henry C. Thiessen, Teologia Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992), p. 476478.

14

orang yang percaya di satu lokasi tertentu atau disebut sebagai gereja lokal30 atau kumpulan orang-orang percaya yang berkumpul di satu tempat atau lokasi tertentu, jadi bukan gereja dalam arti gedungnya, dan atau denominasi. Berdasarkan penjelasan di atas, Amanat Agung adalah merupakan landasan gereja untuk melaksanakan tugas penginjilan, karena di dalamnya terkandung wujud kasih dan kerinduan Allah kepada umat manusia, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang dan binasa. Perhatikanlah perintah-perintah berikut ini: “Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28: 19), dan “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala mahluk (Markus 16:16).” Dalam perintah tersebut, Tuhan Yesus tidak membatasi wilayah kerja gereja hanya dalam satu wilayah tertentu, atau hanya kepada suku tertentu, dan atau kepada orang-orang tertentu saja. Perintah tersebut tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu kepada semua mahluk yang ada di muka bumi ini. Pada masa kini pun seharusnya gereja melaksanakan penginjilan berdasarkan strategi yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu penginjilan dimulai dari daerah yang terdekat dahulu, kemudian ke daerah-daerah di sekitarnya dan terakhir ke daerah yang lebih jauh lagi yaitu bangsa-bangsa lain yang belum pernah mendengarkan berita Injil. Di sisi yang lain, Tuhan Yesus juga memerintahkan jikalau berita Injil keselamatan itu ditolak di satu daerah, sebaiknya gereja meninggalkan mereka, dan memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah mendengarkan Injil itu (Lukas 10: 1-11). Amanat Agung memberikan beberapa rambu-rambu kepada gereja pada waktu melakukan tugas penginjilan. 1. Gereja harus aktif, bukan reaktif.

30

Ibid.

15

Yesus berkata “pergi” dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berjalan atau bergerak maju.31 Jadi gereja harus bergerak maju untuk memproklamasikan Injil kepada dunia ini (Matius 28:16). 2. Gereja jangan berhenti pada satu suku tertentu, atau kepada satu kelompok tertentu, tetapi gereja harus membuka mata melihat semua suku bangsa yang belum terjangkau. Gereja harus melihat semua lapisan masyarakat dunia ini yang belum mendengarkan Injil Kristus dan kemudian memberitakan Injil kepada mereka (Markus 16:16). 3. Gereja harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa hanya dalam nama Tuhan Yesus (Lukas 24:47). 4. Gereja harus memuridkan setiap orang yang telah percaya dan mendidik mereka menjadi murid yang taat kepada segala perintah Tuhan Yesus (Matius 28:19,20). 5. Gereja jangan berhenti pada batas membuat orang menjadi percaya, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam persekutuan orang-orang percaya melalui baptisan (Mat 28:19; Mark 16:16). Berdasarkan Amanat Agung, Tuhan Yesus memberikan jaminan kepada gereja dalam melaksanakan tugas penginjilan sebagai berikut ini, yaitu: 1. Gereja tidak bekerja sendiri. Yesus sebagai pemberi amanat tetap menyertai gereja-Nya (Matius 28:20). 2. Setelah gereja melakukan tugas penginjilan pasti ada yang menerima Injil, mereka yang menerima (yang mempercayai berita Injil tersebut) dan dibaptis pasti diselamatkan (Markus 16:16). 3. Tuhan Yesus akan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja-Nya yang mengasihiNya dan yang rindu untuk melakukan tugas penginjilan (Lukas 24:49).

31

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 670.

16

4. Ada tanda-tanda yang akan menyertai gereja pada waktu melaksanakan penginjilan. Gereja mempunyai kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus, gereja berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, gereja mempunyai kuasa untuk memegang ular, dan sekali pun minum racun maut tidak akan mendapat celaka, gereja meletakkan tangan atas orang sakit dan orang tersebut menjadi sembuh (Markus 16:17-19). Dalam menjalankan tugas penginjilan, gereja tidak dapat meniadakan Amanat Agung. Menurut penulis, apabila Amanat ini tidak ditaati sepenuhnya, penginjilan hanyalah merupakan program semata, dan gereja penuh dengan orang yang tidak memahami arti hidup menjadi orang percaya.

Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain Sejarah gereja memang mencatat bahwa gereja ada karena penginjilan. Ini dapat dibuktikan dari catatan-catatan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru khususnya kitab Kisah Para Rasul. Berikut ini bukti-bukti penginjilan yang dicatat oleh kitab Kisah Para Rasul: 1. Dalam dunia Perjanjian Baru, dicatat bahwa sejarah kelahiran gereja dimulai setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta. Setelah peristiwa tersebut Petrus menyerukan berita Injil kepada orang-orang Yahudi yang sedang berkumpul di Yerusalem sehubungan dengan hari raya Pentakosta. Penginjilan pertama ini menghasilkan sebanyak 3000 orang percaya dan memberi diri mereka dibaptiskan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. (Kisah Para Rasul 2: 41). 2. Petrus dan Yohanes berbicara kepada orang banyak, imam-imam dan kepala pengawal bait Allah serta orang-orang Saduki. Dari antara mereka yang mendengarkan ajaran itu menjadi percaya. Anggota gereja bertambah menjadi

17

kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk anak-anak dan wanita (Kis 4: 1-4). 3. Pada waktu yang lain Tuhan mengutus Petrus untuk penginjilan kepada orang bukan Yahudi yaitu kepada Kornelius dan keluarganya. Penginjilan kepada keluarga non Yahudi ini memenghasilkan orang percaya baru yaitu Kornelius dan seluruh isi rumahnya. (Kis 11). 4. Rasul Paulus serta teman-temannya penginjilan ke daerah-daerah di luar Yerusalem. Alkitab mencatat beberapa nama dari jemaat di luar Yerusalem hasil penginjilan tersebut, antara lain: jemaat di Ikonium Listra (Kis 13: 43, 48); jemaat di Antiokia (Kis 14:21), jemaat di Filipi (Kis 16:13,14), jemaat di Tesalonika yang terdiri dari orang-orang Yunani (Kis 17: 1-4). Sejarah gereja sesudah dunia Perjanjian Baru juga memberikan bukti-bukti penting bagaimana peranan penginjilan dalam kehidupan gereja Tuhan sepanjang masa. Khususnya di Indonesia, gereja Tuhan di negeri ini dapat berdiri karena penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil dari Eropa yang bernaung di Nederlands Zendeling Genootscap (N.Z.G.), antara lain di Maluku oleh Yosef Kam.,32 di tanah Batak yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tahun 1862 oleh Ingwer Ludwig Nomensen.33 Dengan demikian dapat disimpulkan: 1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mempunyai peranan penting dalam kehidupan gereja. Gereja Tuhan di seluruh belahan bumi ini mulai dari perkotaan sampai dengan ke pedalaman lahir karena penginjilan. 2. Banyak jiwa menjadi percaya kepada Yesus Kristus serta menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru selamat pribadinya adalah karena penginjilan. Menjadi pertanyaan apakah gereja dapat berfungsi jikalau ia hanya melakukan

32

H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990),

33

Ibid, p. 316.

p. 314.

18

tugas penginjilan saja, dan tidak melaksanakan tugas-tugas esensialnya yang lain? Selain penginjilan, apakah tugas-tugas esensial gereja yang lainnya? Menzies dan Horton mengemukakan bahwa gereja mempunyai tiga tugas rangkap, yaitu: memberitakan Injil ke seluruh dunia,34 melayani Allah,35 membangun sekumpulan orang kudus (orang-orang percaya yang berdedikasi), mengasuh mereka yang percaya supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus.36 Stott mengemukakan tugas pokok gereja ada tiga, yaitu: melayani (διασονία) 37 (pelayanan sosial), kesaksian Kristen (μαπηςπέω),38 bersekutu (κοινωνία).39 Ketiga tugas rangkap gereja tersebut tercermin dalam kehidupan jemaat mulamula seperti yang dinyatakan oleh kitab Kisah Para Rasul. Secara kronologis kitab ini mencatat kehidupan gereja mula-mula itu sebagai berikut: 1.

Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yaitu pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4), diberitakan bahwa di sana sedang berkumpul juga orang-orang Yahudi yang datang dari daerah perantauan mereka (dari Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Firigia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, dan Roma) untuk merayakan hari Pentakosta (Kis 2:5-12). Pada awalnya orang-orang tersebut menyebutkan bahwa murid-murid tersebut sedang mabuk anggur, mendengar tanggapan orangorang tersebut, lalu Petrus berdiri untuk menyerukan berita keselamatan di dalam Yesus Kristus. Mendengar berita tersebut, bertobatlah kira-kira tiga ribu jiwa jumlahnya (Kis 2:14-41).

2.

Orang-orang yang bertobat tersebut menjadi percaya dengan berita yang 34

William W. Menzies & Stanlesy M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas, 1998), p.165. 35 Ibid, p. 166. 36 Ibid, p. 171. 37 John Stot, Satu Umat, p. 23. 38 Ibid, p. 52. 39 Ibid, p. 86.

19

disampaikan oleh Petrus tersebut lalu memberi diri mereka dibaptis. Kemudian mereka berkumpul dan bersekutu serta dengan tekun mendengarkan pengajaran para rasul (Kis 2: 42-47). Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula ini suasana koinonia dan diakonia di antara jemaat masih sangat baik. Lukas mencatat orangorang percaya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (pemuridan), dalam persekutuan (koinonia), dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti (diakonia). 3.

Dalam Kisah Para Rasul 6: 1 dicatat tugas koinonia dan diakonia dalam jemaat kurang diperhatikan. Keadaan ini membuat kehidupan gereja mula-mula yang tadinya sangat harmonis menjadi sedikit bermasalah. Kurang berfungsinya salah satu tugas gereja pada waktu itu menyebabkan tugas-tugas yang lain juga menjadi terganggu.

Contoh kasus yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul menjelaskan keadaan gereja pada waktu itu, dan juga sering dialami oleh gereja masa kini. Berdasarkan bukti tersebut, pada waktu ketiga tugasnya dijalankan dengan seimbang, kehidupan gereja tetap harmonis. Keharmonisan itu memberi dua dampak, yaitu: 1. Orang-orang yang belum percaya di sekitar gereja menyukai kehidupan mereka, 2. Banyak dari orang-orang yang belum percaya itu menjadi percaya dan mengikut jalan keselamatan (disebut juga sebagai ajaran jalan Tuhan). Keadaan kehidupan gereja yang harmonis tersebut tidak dapat dipertahankan untuk waktu yang lama. Lukas mencatat bahwa pada waktu gereja mulai tidak menjaga keseimbangan di antara tugas- tugasnya, gereja masuk ke dalam kehidupan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Luk 6: 1). Lukas mencatat, gereja kurang memperhatikan tugas diakonia. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara jemaat Yahudi berbahasa Yunani dan jemaat Yahudi berbahasa Ibrani. Perhatikanlah gambar di bawah ini!

20

Gambar 1. Diagram Tiga Tugas Gereja Pada gambar 1 di atas, penulis menganalogikan tugas penginjilan, koinonia, dan diakonia sebagai dinding pagar yang melindungi gereja lokal. Apabila salah satu tugasnya ditiadakan, gereja kehilangan salah satu dinding pagar perlindungannya. Dengan demikian, gereja mudah diserang oleh berbagai masalah, baik dari luar gereja, dan juga tidak tertutup kemungkinan dari dalam gereja sendiri. Tanpa kesatuan dan keseimbangan di antara ketiga sisi pagar tersebut, kehidupan gereja menjadi kurang harmonis. Akibatnya, gereja kurang efektif untuk menjalankan fungsinya di tengah dunia ini. Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja Hamilton berpendapat “kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.”40 Kemudian Gerber menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung. Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini: Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus, sehingga mereka beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri kepada Dia. Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, menjadikan mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab dan yang berbuah. Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orangorang lain murid Yesus Kristus, membaptiskan mereka, mengajar mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja. Oleh karena itu,

40

Michael Hamilton, God’s Plan for the Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981),

p. 51.

21

penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan. Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120 anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang baru itu kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. Dalam proses penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi sasaran dan juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis. Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat mengenai jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat. Angka-angka ini didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi pengikut Kristus, yang dibaptiskan dan yang bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta berkumpul untuk memecahmecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena kualitas dan kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang sama.41 Penginjilan yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti pada batas menjadikan seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga bertanggung jawab untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah memuridkan kedua belas murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang memahami dengan benar mengapa Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan setelah mereka menjalani proses pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja lokal yang bertanggung jawab untuk turut melaksanakan tugas penginjilan. Purnawan memberikan pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan pertumbuhan gereja sebagai berikut ini: Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan bahwa: penginjilan adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan gereja tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah gereja mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus datang kembali untuk kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya. Penginjilan memiliki peranan utama dalam pertumbuhan gereja. Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan yang sehat. Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak 41

Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1982), p. 14-16.

22

Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa, melainkan supaya semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa penginjilan gereja akan berhenti untuk bertumbuh, bahkan mungkin dengan segera mati.42 Tanibemas menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja. Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai berikut ini: 1. Alkitab mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10). 2. Belakangan ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60 tahun. Kalau gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan injil, seiring dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang meninggal, maka pada akhirnya gereja mati sama sekali. 3. Lamanya seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti. Dalam kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku “hukum kesempatan dan kemungkinan,” jadi kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang, bukan nanti dan atau beberapa waktu yang akan datang. Hasil analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas penginjilan, akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi pertumbuhan gereja. Penginjilan merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan kepada dunia ini akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan bukan statis (kata “dinamis” berasal dari bahasa Yunani yaitu “δύναμιρ” dibaca “dinamis” artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).43 Tuhan Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).

42

Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan oleh Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176. 43 William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English Lexicon Of The Testament and Other Early Christian Literature (Chichago: The University of Chicago Press, 1971), p. 206.

23

Kedinamisan gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat diukur dari keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan Kristus.”44 Kedinamisan gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk membimbing orang-orang untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus menjadi Juru selamatnya, kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang efektif.45

Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus, dan hidup berpadanan dengan panggilannya.46 Panggilan itu tidak bertujuan agar gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.47 Tuhan tidak memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini. Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya. Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul “Menyampaikan Kabar Baik” memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita; Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya. Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak cukup perumahan bagi setiap orang. Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk

44

C. E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16. Ibid, p.17. 46 John Stot, Satu Umat, p. 10. 47 Ibid, p. 11. 45

24

meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar orang – tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja. Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan. Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasigenerasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang Juruselamat.48 Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut? Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum pernah sekali pun mendengarkannya? 49 (pertanyaan yang kedua penulis kutip dari salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam bukunya yang berjudul “Merindukan Jiwa Yang Tersesat”). Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: “Anda tidak mungkin dapat menjangkau seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.50 Pendapat ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka. 48

Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1985), p.17. 49 Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29. 50 Michael Hamilton, God’s Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing House, 1981), p. 51.

25

Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. 51 Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya, gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif. Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di sekitarnya. Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya. Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di sekitar-Nya. Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul “Model-model Pelayanan Yesus” mengangkat model-model penginjilan yang dipakai oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya: 1. Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar 51

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996), p.129.

26

pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya. Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbedabeda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya. 2. Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip, tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat kepada mereka. 3. Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya. Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan Injil. 4. Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya. Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: “Lihat Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16).” Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja dalam melaksanakan tugasnya. Kata “serigala” merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.52 Penginjilan di tengah masyarakat yang bersikap seperti mahluk buas ini, gereja harus “cerdik seperti ular” artinya (1) cepat mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal, 52

Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat Sekolah Tinggi Teologia Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.

27

dan (2) banyak akal53 dalam menghadapinya, tetapi juga harus “tulus.” Kata “tulus” artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur, tidak pura-pura, dan tidak serong).54 Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja, Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat, dan dilakukan dengan kesungguhan hati. Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya (gereja-Nya) adalah “garam” dan “terang” bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch dalam buku “The World Book Encyclopedia” mencatat bahwa ditinjau dari sisi kedokteran, “Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai garam untuk dapat hidup dan bekerja.”55 Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch mengemukakan: Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama, garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk menerima orang lain,56 Harrison juga berpendapat bahwa “garam” merupakan alat pengawet dan juga berguna untuk bumbu makanan.57 Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah “kaio” artinya kindle, burn, dan burn up.58 Menurut Balz dan Schneider kata “kaio” tersebut tidak hanya sekedar menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.59 Gereja sebagai pemberita Injil harus menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu simbol yang digunakan untuk dosa) yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya. 53

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164. Ibid, p. 968. 55 The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S. Gilreath. (Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68. 56 Ibid, p. 71. 57 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Garam”, by. R.K. Harrison, p. 327. 58 Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2), (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236. 59 Ibid. 54

28

Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab Matius 5: 14-16 di atas, gereja sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada masyarakat di sekitarnya apabila: 1. Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini. 2. Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini. 3. Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa Injil (Matius 23). Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini. Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja. Yesus mengatakan: “Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti segala perintah-Nya” (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi gereja yang memiliki kuasa untuk menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.

29

BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN PLURAL Kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa kini, terutama di daerah perkotaan menunjukkan satu keadaan yang semakin plural, dalam aktivitas seharihari, tingkat pendidikan, status sosial, suku, dan agama yang berkembang di tengah masyarakat.

Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat Manusia Motor Utama Perubahan Perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh manusia yang ada di dalamnya. Wongso (1996) menulis tentang manusia sebagai berikut ini: Manusia merupakan unsur pokok dalam masyarakat, tanpa manusia tak mungkin ada masyarakat tidak ada manusia tidak ada bisa terbentuk satu masyarakat. Adanya manusia disebabkan adanya hidup, karena ada hidup, maka bisa berpikir dan dapat merubah masyarakat dimana seseorang tinggal. Masyarakat selalu berubah dan inilah yang disebut kemajuan.60 Manusia sebagai salah satu dari ciptaan Tuhan, dikenal sebagai mahluk yang sangat berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk menggunakan pikirannya. Widyosiswoyo mengatakan: “kemampuan manusia berpikir merupakan suatu perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.”61 Kemampuan manusia berpikir membedakannya dari mahluk hidup lainnya. Kalau kita mengamati lingkungan di sekeliling kita, kita akan menemukan beberapa

60 61

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 129. Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001), p. 20.

30

fakta penting yang membuat manusia berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Contohnya: manusia bertindak berdasarkan naluri berpikir yang rasional, sedangkan binatang bertindak berdasarkan insting. Kemampuan manusia untuk berpikir membuat manusia dapat merencanakan sasaran hidupnya, sedangkan binatang tidak dapat melakukan perencanaan seperti itu. Perbedaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya didukung oleh buktibukti yang dicatat dalam Alkitab yang menyatakan bagaimana manusia dengan segala kelebihannya dapat mengambil keputusan penting dalam kehidupannya. Keputusankeputusan yang diambil oleh manusia seringkali juga mempengaruhi orang-orang di sekitarnya (Kej. 3:1-7; 6:1-6; 11:1-9). Widyosiswoyo berpendapat: Apa yang diciptakan manusia pada suatu waktu merupakan rasa dan karsa sebelumnya. Mungkin apa yang diciptakan waktu itu memuaskan baginya. Bila tidak memuaskan untuk waktu itu, diperbaikinya agar kepuasannya diperolehnya.62 Kemampuan manusia untuk menggunakan kekuatan pikirannya, menghasilkan beberapa jenis ketidak puasanan dalam hidupnya, antara lain: 1. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang telah didapatkannya. 2. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang sudah diketahuinya. 3. Manusia tidak pernah puas dengan segala pengalamannya. Semua jenis ketidak puasan di dalam kehidupan manusia menghasilkan satu sifat menyukai perubahan dalam kehidupan pribadinya maupun kelompoknya. Kemampuan manusia untuk membuat suatu perubahan di lingkungan masyarakat di mana ia tinggal membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang dinamis, bukan mahluk yang statis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “dinamis” berarti bahwa manusia dapat melakukan dengan penuh semangat dan

62

Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2000), p. 23.

31

tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan di sekitarnya.63 Artinya dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai satu pribadi yang dinamis dengan segala komponen yang ada di dalam dirinya senantiasa bergerak dan mengadakan interaksi sosial dengan manusia lain di sekitarnya. Soekanto mengutip pernyataan Kimball Young dan Raymond W. Mack yang menyatakan: “interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.”64 Pada waktu manusia mengadakan interaksi dengan sesamanya, dihasilkanlah apa yang disebut sebagai satu perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa “perubahan sistem dalam satu kelompok masyarakat, dan perubahan pola-pola kehidupan.”65 Manusia sebagai komponen utama dari suatu masyarakat dalam kapasitasnya sebagai mahluk sosial mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa pun jenis kegiatan yang dilakukan di antara masyarakat akan mempengaruhi proses kehidupan masyarakat. Berdasarkan pada fakta-fakta ini, maka manusia dapat disebut sebagai penyebab utama semakin jamaknya kehidupan masyarakat.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Manusia dengan segala kelebihannya senantiasa menginginkan kehidupan yang lebih baik. Manusia mengusahakan berbagai cara untuk dapat mewujudkan kehidupan sesuai dengan harapan-harapan yang dimilikinya. Manusia tidak pernah berhenti untuk mewujudkan perubahan demi perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya.

63 64

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 206. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),

p. 67. 65

Ibid, p. 66.

32

Sejarah mencatat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk mengadakan perubahan demi perubahan dalam kehidupannya memberikan hasil. Pada abad ke XVII, di Eropa timbul satu gerakan yang disebut dengan gerakan pencerahan atau yang lebih dikenal dengan zaman renaisance. Gerakan tersebut menitik beratkan kebenaran pada ilmu pengetahuan dan intelektual, kebenaran berdasarkans fakta dan hukum-hukum alam.66 Immanuel Kant memberikan tema untuk abad tersebut yaitu “Berani Untuk Mengetahui,”67 dan Newbigin menjelaskan tema itu sebagai “panggilan supaya memiliki keberanian untuk berpikir demi dirinya sendiri, untuk menguji segala sesuatu dalam terang akal budi dan suara hati, bahkan berani untuk menanyakan tradisi-tradisi yang paling suci sekalipun.”68 Setelah zaman tersebut, dihasilkanlah penemuan-penemuan ilmiah antara lain: ilmu tentang samudera dan benua, obat-obatan, sarana-sarana komunikasi seperti telegram, telepon, mesin percetakan, generator listrik dan transformator, kapal uap, kereta api, komputer, pesawat terbang, dan banyak penemuan-penemuan lainnya. Keberhasilan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang luas ke seluruh dunia, termasuk ke daerah perkotaan di Indonesia, dan salah satu di antaranya yaitu kota Jakarta. Perhatikanlah tabel berikut ini: Sebelum Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern Daerah perkotaan hanya menjadi tempat untuk menjual hasil-hasil pertanian, dan sekaligus sebagai tempat untuk membeli barang-barang kebutuhan yang tidak terdapat di desa.

Setelah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern Perkotaan menjadi daerah yang perlu diperhatikan karena adanya asumsi bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang berpusat di kota sanggup untuk mengubah kehidupan manusia.

Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern.

66

Halim Makmur, Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), p.183. 67 Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1993), p. 56. 68 Ibid.

33

Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke Indonesia, khususnya yang berpusat pada daerah perkotaan memberikan dampak yang cukup signifikan. Tabel di atas menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kota. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak lain yaitu timbulnya gerakan dalam masyarakat yang disebut dengan urbanisasi (akan dibahas pada sub judul berikutnya), yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi karena pertukaran informasi yang semakin mudah. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi baru dalam dunia informasi. Alat-alat komunikasi telah tersedia dalam berbagai bentuk, seperti: telepon, telegram, televisi dan radio, komputer, dan maupun media cetak. Sarana-sarana tersebut memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi dari masyarakat yang bermukim di daerah lainnya. Kemudahan-kemudahan untuk memperoleh informasi menjadi satu daya dorong dalam diri manusia yang hidup di zaman ini untuk membuktikan informasi-informasi yang diperolehnya. Pembuktian terhadap informasi-informasi tersebut di dukung oleh kemudahan untuk menjangkau daerah lain karena ditemukannya alat-alat transportasi darat, laut, dan udara.

Urbanisasi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala peralatan yang dihasilkannya memberikan dampak baru dalam kehidupan masyarakat, baik bagi anggota masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun bagi anggota masyarakat yang tinggal di pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia masuk dalam zaman yang materialistis. Segala sesuatu diukur dengan kemampuan untuk memiliki serta menikmati hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Masyarakat desa mulai melihat kota sebagai daerah yang memungkinkannya untuk

34

mewujudkan keinginan-keinginannya. Masyarakat di pedesaan juga terpengaruh dengan informasi-infomasi yang diperolehnya tentang kehidupan di perkotaan. Akibat dari pengaruh-pengaruh informasi tersebut, masyarakat pedesaan mulai bergerak untuk pindah ke kota-kota di sekitarnya. Perpindahan masyarakat pedesaan ke kota ini disebut dengan “urbanisasi.” Urbanisasi membuat perkotaan menjadi daerah yang berpenduduk majemuk, karena pada waktu terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota, mereka juga sekaligus membawa serta atribut-atribut yang dimilikinya, seperti jenjang pendidikan, keahlian yang dimilikinya, kepercayaannya, dan status sosialnya. Menurut para ahli antroplogi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, menyebabkan terjadinya proses akulturasi yang cepat.69 Penduduk yang datang dari desa membawa serta budaya aslinya, kemudian ia akan mengadaptasi budaya-budaya di perkotaan. Dengan demikian, “urbanisasi” merupakan salah satu pemicu semakin majemuknya kehidupan masyarakat di perkotaan.

Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Majemuknya Masyarakat Kehidupan masyarakat perkotaan yang majemuk membuat kehidupan di perkotaan penuh dengan persoalan. Di satu sisi, perkotaan menjadi tempat yang menjanjikan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan secara materi dan menjadi tempat yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi bagi anggota masyarakat lainnya, kota merupakan tempat penindasan dan kesengsaraan. Fenomena tentang kehidupan di perkotaan di Indonesia ini dijelaskan oleh Halim dalam kutipan berikut ini : Perkotaan akan menjadi tempat yang sangat menyeramkan, disamping surga bagi sebahagian orang. Keberhasilan penduduk di perkotaan akan membuat hidup yang bermewah-mewah yang tidak 69

Halim Makmur. Gereja Di Tengah-tengah Perubahan dunia, p. 220.

35

wajar. Sedangkan kemiskinan yang akan menjadi satu pemandangan yang negatif bagi dunia luar dan meningkatkan potensi kriminalitas di perkotaan karena tuntutan hidup.70 Kehidupan masyarakat kota yang majemuk khususnya dalam kehidupan masyarakat Jakarta tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam. Kemajemukan itu menghasilkan dampak-dampat antara lain: 1. Timbulnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. 2. Sangat memungkinkan timbulnya permusuhan antar kelompok masyarakat 3. Terjadinya kompetisi di antara masyarakat 4. Meningkatnya angka kejahatan 5. Setiap orang cenderung individualistis. 6. Masyarakat cenderung menerima perubahan yang terjadi di lingkungan di sekitarnya. Dalam kehidupan masyarakat kota yang majemuk, sering kali timbul kesenjangan dalam berbagai aspek. Kesenjangan tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Perbedaan tatanan kehidupan masyarakat kota Jakarta dapat dilihat dalam bidang kehidupan berikut ini: 1. Dalam bidang perekonomian masyarakatnya. Di antara masyarakat kota Jakarta terdapat orang-orang yang mempunyai tingkat perekonomian yang sangat mapan, dan di antaranya juga hidup orangorang yang tingkat perekonomiannya sangat memprihatinkan. Bagi anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya lebih baik memberikan banyak kemudahan untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya, sedangkan bagi anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah, keinginan untuk dapat

70

Ibid, p. 223.

36

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pun menjadi satu masalah besar. Mereka yang hidup dalam kemiskinan menjadi orang yang tersisihkan dari komunitas dimana ia tinggal. 2. Dalam Aktivitas sehari hari. Ditinjau dari sisi aktivitas masyarakatnya, di kota Jakarta terdapat anggota masyarakat dengan aktivitas yang sangat beragam. Aktivitas tersebut dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu sangat sibuk, sibuk, dan santai. 3. Dalam bidang pendidikan. Di antara masyarakat kota Jakarta, dapat ditemukan orang berpendidikan dan orang-orang yang tidak berpendidikan. Widyosiswoyo mengemukakan: Penduduk di perkotaan berasal dari daerah yang bermacam-macam, mereka satu dengan yang lain merasa bukan bersaudara, sehingga mudah terjadi permusuhan. Itulah yang antara lain mendorong penduduk yang berasal dari daerah yang sama bertempat tinggal di lingkungan yang sama, sehingga di Jakarta misalnya terjadi Kampung Melayu, Kampung Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya.”71 Sifat kesukuan merupakan sifat dasar dari masyarakat Indonesia. Sifat ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, sekalipun telah hidup di perkotaan ikatan kesukuan masih kuat. Apabila ada anggota masyarakat dari satu suku diperlakukan dengan tidak adil oleh suku lain, sering sekali membuat orang dari suku yang menerima perlakuan tidak adil tersebut mencoba ikut membela. Tindakan-tindakan seperti ini sering kali menyebabkan timbulnya permusuhan antar suku. Contohnya: peperangan antara suku Batak dengan suku Ambon sering terjadi di daerah Universitas Kristen Indonesia dan Cililitan. Makmur menyoroti masalah ini sebagai satu masalah lebih luas lagi cakupannya yaitu masalah “SARA.”72

71 72

Supartono Widyosiswoyo, Sejarah kebudayaan Indonesia, p. 22. Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia, p. 222.

37

Dalam kehidupan masyarakat kota yang semakin majemuk terdapat berbagai aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu. Masyarakat cenderung menjadi budak materi. Nilai hidup seseorang dipengaruhi oleh banyaknya uang yang dimilikinya. Keadaan ini menghasilkan satu semangat kompetisi yang destruktif. Widyosiswoyo, mengemukakan: Persaingan dalam kehidupan kotalah yang justru dapat mendorong kota jauh lebih cepat berkembang. Manusia kota ditantang dengan macammacam soal kebutuhan, maka mereka berusaha lebih keras demi kejayaannya (survive atau bertahan) dalam hidupnya.73 Kebutuhan hidup di kota memaksa setiap angota masyarakatnya untuk berjuang dengan sekuat tenaga dan kemampuannya. Wongso mengemukakan “mereka sudah kehilangan perasaan santai, khawatir tidak menepati waktu atau janji, pikiran mereka selalu tegang dan tidak dapat rileks.74 Bertambahnya jumlah penduduk kota Jakarta menyebabkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan semakin meningkat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana semakin bertambah permintaan barang, maka semakin tinggilah nilai atau harga dari barang. Tanpa adanya usaha yang keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari harga-harga kebutuhan pokok tersebut, akan sulit untuk menjalani kehidupan di kota. Semangat kompetisi di antara masyarakat kota sering kali direalisasikan dengan cara-cara yang negatif. Kelompok masyarakat yang memilih jalur ini biasanya lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, karena kurangnya persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk masuk ke satu instansi tertentu, ada orang yang lebih memilih untuk menempuh cara-cara yang tidak benar. Tingginya kompetisi di antara anggota masyarakat memaksa beberapa orang

73 74

Ibid, p. 23. Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 131.

38

dari mereka mulai melupakan nilai-nilai moral yang selama ini diagung-agungkan oleh nenek moyang bangsa ini. Moralitas yang menjadi standar perilaku interaksi antar manusia dijungkir balikkan oleh keinginan untuk menang dalam kompetisi. Kuatnya keinginan tersebut, memaksa orang-orang tertentu untuk mengkomersialkan bagian-bagian tubuhnya demi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Anis K. Al-Syari; staf Ahli Poros Tiga Institute Culture dalam satu artikel berjudul “Pornoisme dan Masyarakat Anestesi” mencatat: Seorang gadis cantik yang kuliah di sebuah kota metropolis dengan sangat berani melakukan perubahan cepat pada penampilannya. ... wajah boleh bahenol, tetapi jika berpakaian sangat kampungan mungkin akan kelihatan tidak menarik. Jika tidak mengkonstruk dirinya dengan pakaian yang sedikit mempertontonkan keperempuanannya.75 Menayang, ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Sabaroeddin, dosen FISIP UI, mengupas satu fenomena kehidupan orang-orang muda berduit di kota Jakarta. Dalam artikel tersebut dicatat “orang-orang muda berduit memanfaatkan wanitawanita muda yang bekerja sebagai pemuas nafsu di kafe dan klub-klub yang tersebar luas di kota Jakarta ini.”76 Kedua catatan ini membuktikan semakin kurangnya keinginan beberapa bagian dari komponen masyarakat untuk mempertahankan nilainilai moral yang telah ditetapkan oleh para leluhurnya. Kemajemukan kehidupan masyarakat di kota Jakarta juga menimbulkan dampak meningkatnya angka kejahatan. Di tengah kesibukan anggota masyarakat, masalah kejahatan bukanlah suatu hal yang asing. Di kota ini terdapat berbagai bentuk kejahatan, antara lain: perampokan, pencurian, penodongan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan banyak lagi bentuk-bentuk

75

http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi, Makassar, 26 Maret 2005. 76 http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.

39

kejahatan lainnya. Meningkatnya angka kejahatan tersebut menyebabkan lingkungan hidup yang kurang aman. Kurangnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat menghasilkan perasaan saling mencurigai di antara anggota masyarakat itu sendiri. Apabila ada seseorang yang kurang dikenal atau belum pernah dikenal sebelumnya, masyarakat lebih memilih untuk menutup diri terhadap orang tersebut. Kurangnya rasa aman di kota Jakarta sudah bukan satu rahasia lagi. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya pemberitaan yang disampaikan melalui media elektronik dan maupun media cetak. Sebagian besar berita yang disampaikan oleh media-media informasi tersebut berisi berita antara lain: penculikan terhadap orang-orang tertentu, perampokan, pencurian, pembunuhan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerasan, penipuan dalam berbagai cara, dan banyak lagi bentuk-bentuk yang membuat kehidupan di kota Jakarta menjadi kurang aman. Di tengah kehidupan masyarakat kota Jakarta yang majemuk, kita juga akan menemukan kurangnya rasa keperdulian terhadap sesama manusia. Sebahagian besar masyarakat di kota Jakarta merupakan orang yang individualis. Meningkatnya sifat ini disebabkan antara lain beratnya tuntutan kehidupan sehingga setiap orang harus berjuang demi kelangsungan hidupnya sendiri. Sifat ini juga karena faktor kurangnya rasa aman. Kehidupan di kota Jakarta yang selalu berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Terkadang situasi dapat menjadi sangat memaksa untuk mengikuti perubahan tersebut. Banyak orang yang datang dari pedesaan tidak dapat mempertahankan pola pikirnya yang asli dan dengan terpaksa atau dengan suka rela mengadaptasi pola pikir dan pola hidup di kota.

40

BAB IV BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG MAJEMUK Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskan gereja untuk melakukannya, sekalipun ia berada di tempat yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Dalam melaksanakan tugas ini, gereja berada pada posisi yang sama seperti seseorang yang telah sah menjadi seorang alat negara khususnya “tentara.” Apabila seseorang telah diangkat dan disumpah menjadi seorang tentara, kemana pun ia ditugaskan ia harus siap, dan ia tidak dapat berkata saya tidak dapat ke sana sebab saya tidak suka. Gereja sebagai mandataris Allah mempunyai posisi lebih dari seorang tentara jasmani. Tuhan telah memilih dan menetapkan gereja-Nya untuk menyelamatkan mereka yang masih hidup dalam kegelapan dunia ini. Tuhan telah memberikan tongkat kuasa kepada gereja untuk melanjutkannya. Dalam Yohanes 15:18-20, Tuhan Yesus memperingatkan gereja-Nya: 1. Pada waktu gereja meresponi panggilannya untuk memberitakan Injil kepada dunia, dunia pasti membenci gereja dan kalau mungkin membinasakannya seperti yang pernah dilakukan oleh dunia ini terhadap Yesus. 2. Agar gereja menyadari bahwa gereja dan berita yang disampaikannya kepada dunia ini bukanlah dari dunia ini. Dalam nats yang lain Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia akan memberikan penolong kepada gereja-Nya dalam melaksanakan tugas itu (Yoh 14:15-121), dan Dia akan menolong gereja-Nya. Yesus mengatakan : “Jikalau penghibur yang akan Ku-utus dari Bapa datang,

41

yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku.” (Yoh 15: 26). Tugas penginjilan merupakan satu tindakan untuk menyaksikan kabar baik yang ada di dalam Yesus. Dalam nats ini Yesus menekankan dua kebenaran, yaitu: 1. Bahwa setiap orang percaya haruslah bersaksi. 2. Berita yang akan disampaikan oleh gereja kepada dunia ini haruslah bersumber dari hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus, dan dari Roh Kudus-Nya. Tuhan Yesus menyampaikan perkataan-perkataan tersebut kepada gereja-Nya karena penginjilan kepada dunia bukanlah satu pekerjaan yang mudah. Perkataan Tuhan Yesus dalam nats kitab Yohanes 15:18-20 telah terbukti dan teruji di sepanjang perjalanan sejarah gereja. Alkitab dan sejarah dunia membuktikan bahwa gereja mengalami tantangan dan rintangan seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus. Tantangan itu dapat berupa penganiayaan fisik seperti yang dialami Stepanus (Kis 7: 54-60), juga berupa larangan dari penguasa setempat seperti yang terjadi di China. Gereja masa kini khususnya yang hidup di tengah masyarakat yang majemuk seperti kota Jakarta, diperhadapkan dengan tantangan yang semakin kompleks sehingga menyulitkan gereja dalam melaksanakan misi ini. Tantangan itu antara lain: 1. Kelompok-kelompok dalam masyarakat. 2. Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan kelompok masyarakat 3. Bahasa komunikasi sebagai media penginjilan kepada masyarakat

Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat Di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk dengan segala keberagamannya, sangat mungkin sekali terdapatnya kelompok-kelompok dalam masyarakat. Adapun jenis-jenis kelompok tersebut adalah sebagai berikut ini:

42

1. Kelompok masyarakat kaya. Kelompok masyarakat yang kaya ini biasanya berkumpul dan tinggal di satu tempat yang menunjukkan nuansa kemewahan, terpisah dari lingkungan kelompok kedua yang akan dijelaskan berikutnya. Kelompok-kelompok masyarakat seperti ini terdapat di daerah-daerah antara lain: Pondok Indah Jakarta, Kelapa Gading Permai, Perumahan Cinere, dan sebagainya. Biasanya lingkungan perumahan tersebut sudah diperlengkapi dengan berbagai sarana yang baik, seperti fasilitas air bersih, telepon, listrik, pusat perbelanjaan, sarana olah raga, dan pengamanan yang ketat. Dalam kelompok masyarakat seperti ini, pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai, dan atau berwawasan luas. 2.

Kelompok masyarakat menengah ke bawah. Kelompok masyarakat yang termasuk dalam kelompok kedua ini dapat ditemukan di berbagai tempat. Mereka ada di antara kelompok pertama, tetapi pada umumnya mereka tinggal di tempat-tempat yang tidak diperlengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti di lingkungan kelompok pertama. Biasanya mereka tinggal di perumahan-perumahan dengan tipe rumah sederhana, sangat-sangat sederhana sekali, di emperan-emperan toko, dan di kolong-kolong jembatan. Dari pengamatan yang penulis adakan pada waktu malam hari kira-kira pukul 22 malam di beberapa tempat seperti di sekitar Jl. Senen Raya, di Kali Malang Bekasi (di daerah dekat Mall Metropolitan Bekasi dan Hero Plaza Bekasi), penulis menemukan anggota masyarakat seperti ini ada yang tidur di gerobakgerobak sampah, di emperan-emperan toko,dan juga di trotoar-trotoar. Penginjilan di antara masyarakat perkotaan yang membentuk kelompok-

kelompok tersebut, memberikan tantangan khusus kepada gereja. Penginjilan di antara kelompok masyarakat kaya antara lain:

43

1. Lingkungan tempat tinggal mereka dilengkapi dengan sistem pengamanan yang lebih ketat. 2. Biasanya mereka adalah para pekerja, dan atau pemilik perusahaan, sehingga sulit untuk menemui mereka, kecuali sudah ada perjanjian khusus. 3. Mereka memiliki rasa curiga yang tinggi, terutama kepada orang yang belum dikenal. Tantangan penginjilan di antara kelompok masyarakat yang kedua adalah: 1. Beberapa di antara mereka menjadi pekerja di berbagai perusahaan, kantor, atau pertokoan. Sebagai pekerja mereka terikat dengan tuntutan-tuntutan yang telah disepakati dengan pihak perusahaan. Akibat pemenuhan tuntutan itu, sulit untuk bertemu dengan mereka kecuali pada hari-hari libur, atau pada jam istirahat kerja. 2. Mereka yang tidak bekerja, memang lebih banyak waktu luang sehingga lebih mudah untuk menemui mereka, tetapi pada umumnya mereka kurang tertarik dengan Injil seperti yang telah sering mereka dengarkan dari banyak orang. Mereka lebih memikirkan cara untuk mendapatkan pekerjaan sehingga bisa bertahan hidup.

Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan masyarakat kota disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : 1. Tingginya rasa curiga dalam diri masyarakat. 2. Kesibukan masyarakat untuk mengimbangi tuntutan kehidupan. 3. Masyarakat kota pada umumnya berfikir apakah kerja sama itu akan memberi keuntungkan atau tidak sama sekali baginya. Kesulitan untuk bekerja sama dengan masyarakat kota dapat diatasi dengan cara: 1. Mencari waktu yang paling tepat di luar jam-jam sibuk mereka,

44

2. Gereja perlu untuk membangun hubungan kerja sama yang memberikan dampak positif terhadap masyarakat. 3. Gereja jangan menjadi pribadi yang eksklusip, tetapi menjadi pribadi yang bersahabat serta membuka diri bagi orang-orang di sekitarnya.

Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat Penginjilan di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk ditentukan oleh keefektifan bahasa yang dipakai untuk mengkomunikasikannya. Dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakat di kota Jakarta, secara umum anggota masyarakatnya mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi di antara mereka. Menjadi permasalahan apabila ditinjau dari perbedaan tingkat pendidikan, sosial, dan ekonomi, maka pemilihan bahasa komunikasi yang paling efekti tidak dapat dianggap remeh. Satu tindakan dapat disebut sebagai berkomunikasi apabila di dalamnya terdapat komponen yang disebut sebagai komunikator (sender), dan komunikan (receiver). Komunikator adalah orang-orang yang bertindak sebagai sumber informasi pertama. Dia bertindak untuk mengirimkan informasi kepada komunikan. Pada saat komunikator menyampaikan informasi-informasi yang dimilikinya dapat terjadi dua kemungkinan. Pertama disebut sebagai komunikasi yang gagal dan kedua disebut komunikasi yang efektif. Tubbs dan Moss mengatakan tindakan komunikasi menjadi efektif apabila informasi yang diterima oleh komunikan sama dengan informasi yang dikirimkan komunikator. Dalam hal ini hasilnya adalah 1,77 artinya informasi yang disampaikan oleh komunikator sama dengan informasi yang diterima oleh komunikan. Siahaan mengatakan :

77

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar, (Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000), p. 22.

45

Untuk menghubungkan diri dengan manusia lain, perlu adanya jalinan komunikasi. Agar manusia saling mengerti, saling menolong dan saling melengkapi (take and give), perlu komunikasi. “Komunikasi”adalah sarana vital untuk mengerti diri sendiri, untuk mengerti orang lain, untuk memahami apa yang dibutuhkannya dan apa yang dibutuhkan orang lain, apa pemahaman kita dan apa pemahaman sesama. Dengan berkomunikasi dapat diterka sejauh mana kita berkehendak dan sejauh sesama kita dapat menjawab. Sejauh mana kita dapat mengerti dan sejauh mana kita dapat dimengerti orang lain.78 Jelaslah bahwa tanpa mengkomunikasikan informasi yang dimilikinya, komunikator tidak akan mendapatkan interaksi dari komunikan. Untuk mengkomunikasikan satu informasi dapat diungkapkan dengan dua metode, pertama dengan bahasa verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan dengan kata-kata yang diucapkan langsung oleh komunikator, dan maupun dengan tulisan. Kedua, komunikasi dengan bahasa non verbal, yaitu suatu komunikasi yang dilakukan dengan tanpa kata. Komunikasi non verbal ini bisa berupa satu isyarat, atau gerakan tubuh, mimik wajah, dan lain sebagainya yang memberikan satu informasi kepada komunikan. Reed mengatakan : Menurut penelitian mutahir, 250 manajer dari 500 perusahaan yang maju tidak dapat digolongkan sebagai pendengar yang efektif. Dan kenyataan lain yang mengejutkan bahwa para ahli juga memperhitungkan millyaran dollar kerugian yang diderita oleh dunia bisnis akibat praktik mendengar yang buruk.79 Kurangnya kesediaan komunikan untuk mendengarkan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi dirinya. Howard berkata: “kurangnya kemampuan untuk mendengar menghasilkan satu komunikasi yang dangkal.”80 Di tengah masyarakat kota yang majemuk terdapat kecenderungan untuk tidak mendengarkan. Kesibukan sehari-hari dengan pekerjaan menuntut setiap orang untuk

78

S. M. Siahaan, Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990), p. 1-2. 79 Warren H. Reed, Mendengarkan secara Positif, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992), p. 4. 80 Howard G. Hendricks, Beritakan Injil dengan Kasih, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1986), p. 66.

46

memberikan hasil yang terbaik. Kesibukan dengan pekerjaan sering kali membuat masyarakat kota Jakarta menjadi kurang bersedia untuk mendengarkan informasi lain selain dari informasi-informasi yang menolongnya untuk dapat bertahan di tengah beratnya tuntutan kehidupan. Dalam prakteknya, gereja pun sering kali kurang untuk mendengarkan orang-orang di sekitarnya. Hal inilah yang membuat gereja tidak dapat memberitakan Injil secara komunikatif. Bahasa komunikasi yang paling tepat untuk mengkomunikasikan Injil adalah tanggung jawab gereja.

47

BAB V USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskannya untuk bekerja dengan lebih efektif. Penginjilan yang efektif adalah penginjilan yang berhasil guna untuk menyebrangkan berita Injil. Penginjilan yang efektif akan terjadi apabila ada solusi-slosi yang tepat untuk diterapkan di setiap tempat yang telah Tuhan percayakan kepada gereja-Nya. Kefektifan penginjilan didukung oleh banyak faktor yang mendukung terwujudnya penginjilan itu. Keefektifan penginjilan membuat gereja memiliki kekuatan untuk menolong orang-orang berdosa sehingga mereka dapat menyadari keberadaan mereka tanpa Yesus. Keefektifan penginjilan membuat Injil itu menjadi sesuatu yang menarik, sehingga orang-orang bersedia untuk mendengarkan, dapat memahami isi beritanya, mempercayainya, dan pada akhirnya dengan suka rela mengambil keputusan menjadi murid Tuhan Yesus Kristus serta menjadi anggota gereja lokal yang bertanggung jawab. Pada masa kini, gereja lokal di Indonesia mengalami kemunduran dalam hal penginjilan kepada orang-orang di sekitarnya. Kalau dibandingkan dengan gereja mula-mula, keefektifan gereja masa kini dalam memberitakan Injil, khususnya di kota Jakarta dan sekitarnya sangatlah bertolak belakang. Dalam kehidupan gereja mulamula, gereja sangat bergairah meresponi tugas ini. Bahkan Alkitab mencatat bahwa mereka sangat disukai oleh semua orang (Kisah Para Rasul 2:47) dan jumlah mereka bertambah-tambah. Ditinjau dari sisi tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh gereja mula-

48

mula dengan gereja pada masa kini, terdapat satu persamaan, yaitu gereja tidak pernah bebas dari masalah. Gereja sering mengalami tekanan dari orang-orang yang antipati terhadap Injil, dan gereja juga sering kali mengalami tekanan dari penguasa tertentu. Alkitab mencatat bahwa dalam situasi yang sukar pun gereja mula-mula masih bergairah (Kisah Para Rasul 5:41-42). Tidak mengherankan jika jumlah para murid di Yerusalem semakin bertambah, bahkan sejumlah imam Yahudi pun turut menjadi percaya dan menyerahkan diri menjadi murid Kristus. (Kis. 6: 7). Tuhan Yesus memerintahkan kepada gereja agar penginjilan ke seluruh bangsa dan sampai ke ujung dunia. Tujuan akhir penginjilan sesuai dengan perintah yang diterimanya itu tidak akan pernah tercapai apabila gereja tidak mengefektifkan penginjilan itu sendiri. Jika masyarakat menolak Injil, gereja perlu mengoreksi diri mengapa Injil menjadi tidak menarik perhatian orang-orang yang hidup di zaman ini. Dan menurut penulis, gereja harus mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan, karena tugas ini merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Berikut ini penulis memberikan beberapa usulan solusi agar gereja dapat menjalankan tugas ini dengan lebih efektif.

Mengadakan Pengenalan Lapangan Pasukan tentara yang baik adalah pasukan yang tidak hanya mendapatkan pelatihan yang serius dan penuh disiplin. Pasukan tentara yang baik tidak hanya memerlukan keyakinan yang teguh sebelum berperang. Pasukan tentara yang baik adalah pasukan yang bisa mengenali medan tempat ia akan bertugas. Pengenalan yang baik terhadap medan peperangan akan memudahkan satu pasukan untuk mengalahkan lawannya. Gereja sebagai mandataris Allah menerima tanggung jawab penuh untuk melaksanakan penginjilan kepada dunia ini. Sama seperti pasukan tentara, gereja tidak

49

akan mampu menduduki wilayah musuh serta menaklukkannya apabila gereja tidak mempunyai pengenalan yang baik dengan lingkungan tugasnya. Dalam kitab Bilangan 13, Tuhan Allah menyuruh Musa mengirimkan dua belas orang ke tanah Kanaan untuk mengamati antara lain: 1. Bangsa yang mendiami negeri itu kuat atau lemah, sedikit atau banyak, 2. Pertahanan apa yang mereka miliki, 3. Bagaimana situasi negeri itu punya potensi yang baik atau tidak. Pengamatan kedua belas pengintai tersebut, menghasilkan data-data penting seperti dicatat dalam kitab Bilangan 13 yaitu: 1. Daerah Kanaan merupakan daerah yang berlimpah susu dan madu, 2. Penduduk negeri itu kuat-kuat dan sangat besar-besar, 3. Penduduk negeri itu terdiri dari orang Amalek, orang Het, orang Yebus, dan orang Amori, serta orang Kanaan asli. 4. Kota-kotanya berkubu, 5. Keadaan tanah negeri tersebut. Pengenalan lapangan adalah satu-satunya cara untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang lapangan kerjanya. Wongso berkata: “Jika kita menginginkan hasil yang baik dari firman yang kita tabur, hendaklah kita mempunyai pengenalan yang jelas akan rintangan-rintangan utama dan rintangan sekunder dari pekerjaan kita.”81 Penulis sangat setuju dengan pendapat Wongso tentang pentingnya mempunyai pengenalan lapangan di mana gereja akan bekerja. Pada tahap pengenalan lapangan, gereja perlu mencari data-data antar lain: 1. Jenis suku, dan bahasa yang ada dalam masyarakat, 2. Aktivitas sehari-hari,

81

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 78.

50

3. Latar belakang pendidikan, 4. Agama dan atau kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat. 5. Orang-orang kunci atau orang-orang yang dominan dalam masyarakat. 6. Sejarah berdirinya daerah tersebut. 7. Sarana-sarana yang dapat dipakai untuk mengkomunikasikan Injil. 8. Bagaimana reaksi masyarakat tersebut terhadap Kekristenan. Berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari daerah yang dijadikan target penginjilan, gereja dapat: 1. Merencanakan segala sesuatu yang diperlukan untuk mempermudah kelancaran penginjilan. 2. Memperhitungkan seberapa besar kekuatan yang perlu dikerahkan untuk menjangkau daerah yang dimaksud. 3. Menentukan metode pendekatan yang lebih tepat kepada target, artinya bahwa gereja bisa menentukan metode yang kontekstual.

Memilih Metode Penginjilan Ellis mengatakan: “Penginjilan – „mengkomunikasikan Injil‟ membutuhkan metode yang tepat guna.”82 Artinya pada waktu gereja mengkomunikasikan Injil, haruslah menggunakan metode pendekatan yang tepat guna. Dengan demikian berita injil bisa diseberangkan dan dipahami pendengarnya. Yesus adalah seorang tokoh penginjilan yang paling efektif dan kontekstual. Jadi Yesus layak untuk dijadikan contoh dan teladan ketika gereja hendak melaksanakan penginjilan yang efektif. Sepanjang pelayanan penginjilan-Nya selama tiga setengah tahun di Palestina, Yesus menggunakan metode yang tepat guna. Ketepatan metode Yesus pada waktu

82

D.W. Ellis, Metode Penginjilan, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1989),

p. 6.

51

mengkomunikasikan Injil menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendengarnya. Sebagai contoh, perhatikanlah tabel berikut ini: Matius Lewi Profesi : Pemungut Cukai Cara Yesus Memanggil: Yesus memerintahkan agar ia mengikuti Yesus (Luk 5:27).

Zakheus Profesi : Pemungut Cukai Cara Yesus Memanggil: Yesus tetap memberikan perintah kepada Zakheus, tetapi dengan cara yang lebih halus dan bersahabat (Luk 19: 5).

Respon Kepada Yesus: - Ia langsung bangkit dan berdiri serta mengikuti Yesus (Luk 5:28), - Ia berinisiatif untuk mengadakan perjamuan makan di rumahnya (Luk 5: 29).

Respon Kepada Yesus: - Ia menerima tawaran Yesus dengan suka cita (Luk 19: 6), - Setelah beberapa waktu berlalu, ia mengalami perubahan sikap hidup (Luk 19:8).

Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus Contoh lain pada waktu Yesus penginjilan di Sumur Yakub kepada seorang perempuan Samaria. Yesus mempergunakan metode yang berbeda dengan metode sebelumnya. Pada waktu penginjilan itu, Yesus mempergunakan metode lintas agama. Yesus terlebih dahulu memulai dari hal pengetahuan tentang cara menyembah Allah menurut pemahaman perempuan Samaria itu. Setelah itu barulah Yesus mengarahkan kepada penyembahan yang sebenarnya. Hasilnya, perempuan tersebut menjadi sadar bahwa Ia telah berbicara dengan Tuhan dan Juru selamatnya. Pertemuan dengan Tuhan Yesus yang adalah Juru selamat pribadinya tidak berhenti pada titik itu saja. Alkitab mencatat ia menjadi penginjil yang efektif bagi orang-orang banyak. Dicatat bahwa ia membawa lebih banyak lagi jiwa kepada Tuhan dan mereka pun menjadi percaya kepada Yesus. Berdasarkan contoh-contoh metode penginjilan Tuhan Yesus kepada masyarakat di sekitar-Nya memberikan beberapa kebenaran yang masih relevan untuk diterapkan dalam gereja masa kini, antara lain: 1. Gereja haruslah memikirkan metode yang paling tepat ketika akan melaksanakan

52

tugasnya di antara masyarakat di sekitarnya. Gereja perlu menyadari bahwa keefektifan penginjilan adalah bergantung kepada metode penginjilan yang gereja gunakan. Metode penginjilan yang efektif adalah metode yang tepat guna untuk diterapkan dalam konteks masyarakat yang sedang akan diinjili. 2. Gereja jangan menetapkan satu metode tertentu menjadi metode baku penginjilan, karena setiap orang berbeda dalam meresponi berita Injil. 3. Gereja haruslah memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa sama seperti Yesus telah mengasihi gereja-Nya. Melaksanakan penginjilan tanpa dasar kasih cenderung mendorong gereja menjadi hakim kepada orang-orang berdosa. Gereja akan cenderung bertindak sama seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. 4. Metode yang dipakai dalam penginjilan haruslah fleksibel, tetapi tidak berarti bahwa gereja dapat memilih metode yang bersifat kompromi terhadap dosa. 5. Metode penginjilan dengan menjawab kebutuhan jasmaniah. Dalam beberapa kasus tertentu, ada saatnya penginjilan tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu menyentuh kehidupan jasmaniah seseorang dan atau kelompok-kelompok tertentu. Comiskey dalam buku Ledakan Kelompok Sel dengan panjang lebar membahas tentang pentingnya metode penginjilan yang menjawab kebutuhan.83 Schwarz menyatakan “kunci pertumbuhan gereja adalah mendorong gereja lokal memfokuskan upaya penginjilan pada pertanyaan dan kebutuhan orang nonKristen.”84 Selanjutnya Alkitab sebagai petunjuk utama penginjilan yang efektif mencatat bahwa Yesus tidak selalu menyerukan pertobatan terlebih dahulu kepada orang-orang di sekitar-Nya. Alkitab mencatat bagaimana Yesus memberikan jawaban atas kebutuhan jasmaniah orang-orang itu sebelum Injil disampaikan dan

83 84

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 111-115. Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah, (Jakarta: Metanoia, 1998), p.35.

53

atau sesudahnya. Sebagai contoh, Yesus menyembuhkan Bartimeus yang buta (Markus 10:46-52), Yesus menyembuhkan orang kusta (Lukas 17:11-19). Alkitab juga mencatat bahwa setelah Yesus memberitakan Injil kepada orang banyak, kemudian Ia memberikan mereka makan (Matius 14: 13-21; 15:32-39). Rahasia penginjilan yang efektif tidak hanya menyampaikan pesan Kristus, tetapi mengikuti metodologi Kristus.85 Medodologi ini pada prinsipnya adalah berdasar kepada kerinduan gereja agar setiap objeknya menerima dan mengalami kuasa Inji. Oleh karena itu gereja harus belajar peka untuk menemukan metode yang paling efektif.

Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah Kitab-kitab Perjanjian Baru mencatat empat metode penginjilan, antara lain: 1. Penginjilan di depan banyak orang. Penginjilan di depan orang banyak sering kali dilakukan dalam zaman Perjanjian Baru. Penginjilan di depan orang banyak biasanya dilakukan di Synagoge-synagoge. Dalam Alkitab dapat ditemukan bahwa Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat (Lukas 4:14,15), Petrus dan Yohanes memberitakan firman hidup di rumah ibadat atas perintah Allah (Kisah Para Rasul 5:21-25). Penginjilan di depan umum juga biasa dilakukan di tempat-tempat dimana terdapat orang banyak seperti di bukit (Mat 5:1-12), di kota (Lukas 4:42-44), peristiwa setelah pentakosta (Kis 2: 14-40). Penginjilan dengan metode ini kalau diterapkan di dunia masa kini, dapat dilakukan di tempat-tempat ibadah, dan di Kebaktian Kebangunan Rohani yang diadakan di lapangan-lapangan besar. Apabila dilaksanakan dengan sungguh-

85

Rick Warren, Pertumbuhan Gereja masa Kini, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999), p. 192.

54

sungguh, metode ini dapat menjadi sangat efektif, terlebih lagi kalau kuasa Allah diijinkan berkarya. Metode ini tidak memerlukan pengenalan secara pribadi yang mendalam kepada para pendengarnya. Dalam penginjilan dengan metode ini hanya diperlukan kerelaan mereka untuk mendengar dan keberanian untuk memberitakan Injil keselamatan. Penginjilan dengan metode seperti ini mempunyai kelemahan yaitu orangorang yang menghadirinya datang dari berbagai tempat. Wagner menyatakan “dari hasil kampanye-kampanye penginjilan sekota yang terus-menerus begitu populer dari dekade ke dekade, ditemukan hanya sedikit dari mereka yang bertobat berada di gereja lokal. Persentasenya hanya 3 sampai 16%.”86 Graham menyatakan “mereka yang tetap bertahan dari hasil penginjilan seperti ini hanya sekitar 4%.”87 Biasanya setelah selesai acara penginjilan sejenis ini, mereka kembali ke tempat asal mereka masing-masing. Pada waktu para peserta acara itu kembali ke tempat asal mereka, sulit untuk dapat memantau perkembangan kerohanian mereka selanjutnya. Akibatnya banyak di antara mereka yang kembali ke dunia lama mereka. 2. Penginjilan Pribadi. Metode penginjilan pribadi adalah metode penginjilan yang disesuaikan dengan daya nalar dari penerima injil itu. Dalam pelayanan Yesus, Ia pun sering melakukan penginjilan pribadi. Sebagai contoh: penginjilan kepada perempuan Samaria, Matius Lewi, dan Zakheus. Metode ini menjadi efektif apabila penginjil dapat menjalin persahabatan dengan orang yang sedang akan diinjili. Penginjilan dengan metode ini sebaiknya bekerja sama dengan gereja lokal sehingga orang-

86

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. Vii. Penulis sudah tidak menemukan buku yang pernah memuat pernyataan ini, tetapi ketika penulis mengkonfirmasikan dengan Bapak Suhandy Susantio, Dosen Missiologi, beliu membenarkan pernyataan itu pernah diucapkan oleh Billy Graham dalam satu artikel. 87

55

orang yang telah menerima Injil dapat diintegrasikan dengan gereja lokal. 3. Penginjilan dalam kelompok. Penginjilan dalam kelompok ini lebih bersifat kekeluargaan. Setiap anggota dapat berinteraksi tentang masalah-masalah pribadi dan masalah kerohanian kepada sesama anggota lainnya. Sebagai contoh Yesus memilih dua belas murid dan membimbing mereka secara khusus, dan Ia membagikan hidupnya kepada mereka sepenuh waktu. Penginjilan dalam kelompok merupakan penginjilan yang menuntut satu cara hidup yang sesuai dengan isi injil itu sendiri. Seorang penginjil tidak hanya menginjili dengan kata-kata, tetapi juga dengan bukti nyata yang dapat dilihat oleh orang-orang yang sedang diinjili dalam kelompok itu. 4. Penginjilan perkunjungan rumah. Dalam pelayanan Yesus, terkadang Yesus melakukan perkunjungan ke rumah-rumah, antara lain: ke rumah Maria dan Marta (Lukas 10:38-42) dan ke rumah Zakheus (Lukas 19:1-10). Petrus penginjilan di rumah Kornelius (Kisah Para Rasul 10), Paulus penginjilan di kota Filipi di rumah Lidiya (Kisah 16:15). Penginjilan ini lebih bersifat mengutamakan orang-orang yang ada di dalam rumah yang dimaksudkan.

Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan Beberapa orang Kristen beranggapan bahwa penginjilan hanyalah tugas hamba-hamba Tuhan sepenuh waktu, atau mereka yang dipanggil Tuhan secara khusus menjadi seorang penginjil. Pemahaman ini kurang tepat, karena kalau ditinjau kembali kepada Amanat Agung, Yesus memerintahkan agar para rasul mengajar setiap orang yang telah menerima Injil untuk melakukan segala yang telah Ia perintahkan, termasuk penginjilan. Kennedy, seorang hamba Tuhan dari gereja

56

Presbiter Coral Ridge Di Fort Lauderdale, Florida, mengembangkan metode penginjilan dengan melibatkan orang-orang awam. Graham dalam prakata dari buku yang ditulis oleh D. James Kennedy mengungkapkan: Menurut seorang gembala sidang di Kanada yang melihat pertambahan 103 anggota di gerejanya dalam 8 bulan pertama melaksanakan program ini, mengatakan cara Dr. Kennedy adalah “teknik yang paling mutahir untuk penginjilan perorangan untuk menggerakkan raksasa kaum awam yang tertidur agar ditemukan pada abad ke-20 ini.”88 Metode penginjilan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena setiap orang dapat melakukannya. Setiap orang dapat memberitakan Injil kepada orang yang dikenalnya, sehingga multiplikasi akan cepat terjadi. Mengapa? Sebab setiap anggota tubuh Kristus dapat berfungsi dengan baik. Perhatikanlah gambar diagram berikut ini:

Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam Pada gambar diagram di atas, seorang percaya bernama A bersahabat dengan B dan C. Karena kesadaran A akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang percaya, kemudian A menginjili B dan C. Atas pertolongan Roh Kudus, B dan C mempercayai berita itu. Dalam proses kehidupan rohani B dan C sebagai orang percaya, A senantiasa mendampingi mereka serta membimbing mereka dalam iman Kristen yang benar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus kepada setiap orang percaya. Pada tahap berikutnya, setelah B dan C mengalami kuasa Injil itu

88

D. James Kennedy, Ledakan Penginjilan, (Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray Jakarta), p. 6.

57

dalam kehidupan mereka, kemudian mereka dimobilisasi untuk membagikan Injil kepada orang lain yang belum mengalami kuasa Injil. Karena kuasa Injil itu benarbenar mengubah hidup B dan C, mereka pun melakukan penginjilan kepada sahabat dekatnya. “B” dapat membimbing “D dan E,” “C” memenangkan “F, G, dan H.” Berdasarkan gambar diagram penginjilan ini, menurut penulis apabila setiap orang awam melakukan penginjilan kepada teman-teman mereka yang belum selamat, tidaklah sulit untuk memenangkan masyarakat di sekitar gereja bagi Kristus. Perlu diingat bahwa prinsip yang perlu dikembangkan dalam menjalankan metode ini adalah prinsip persahabatan. Prinsip penginjilan dengan menggunakan kaum awam yang berpusat pada prinsip persahabatan ini, menurut penulis merupakan satu seni yang hilang dari kehidupan gereja. Prinsip persahabatan ini telah dicuri dan dimanfaatkan oleh berbagai instansi yang bergerak di bidang Multi Level Marketing, antara lain : CNI, Amway, DXN, Nuriskin, Oriflame, Sophie Martin. Dalam dunia Multi Level Marketing, prinsip ini telah memberikan banyak manfaat. Dengan memanfaatkan prinsip persahabatan, para pelaku bisnis ini mampu menarik banyak orang masuk ke dalam jaringan mereka. Dalam menerapkan penginjilan dengan metode ini, ada satu kebenaran kekal yang perlu diingat oleh setiap orang percaya, yaitu bahwa setiap orang haruslah terlebih dahulu mengalami kuasa Injil itu. Kebenaran ini sangat terbukti dan telah diadopsi oleh pelaku bisnis yang bergerak di bidang Multi Level Marketing. Para pelaku Multi Level Marketing senantiasa menekankan kepada orang-orang yang menjadi down line-nya akan manfaat dari bisnis tersebut. Di sisi yang lain, pelaku bisnis ini senantiasa membimbing setiap down line mereka sampai orang-orang yang menjadi down line-nya itu menjadi dewasa dalam bisnis tersebut. Menurut penulis,

58

prinsip ini adalah satu seni yang hilang dari gereja Tuhan pada zaman ini. Oleh karena itu, gereja seharusnya kembali menerapkan prinsip ini sehingga tugas penginjilan di gereja lokal dapat lebih efektif. Pada gambar diagram di atas terdapat kebenaran yang menggambarkan bagaimana orang-orang awam dapat melakukan penginjilan kepada sahabat-sahabat mereka. Dalam penginjilan dengan melibatkan kaum awam, gereja perlu menyadari bahwa jemaat memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melaksanakan tugas ini. Ada yang dapat membawa dua orang, tiga orang, lima orang, dan sebagainya. Dalam hal ini, gereja jangan pernah menganggap seseorang telah gagal apabila tidak berhasil mejangkau lebih dari satu jiwa. Sekali pun mereka hanya memenangkan satu jiwa, gereja jangan menjadi pesimis. Karena apabila satu orang tersebut telah dibimbing untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, kemudian ia bertumbuh dewasa menjadi seorang percaya dan tanggung jawab untuk melanjutkan tongkat estafet penginjilan, orang yang baru tersebut pasti dapat memenangkan jiwa yang lainnya. Penginjilan dengan melibatkan kaum awam, menurut pendapat penulis perlu dan harus dikembangkan oleh gereja-gereja lokal, termasuk gereja lokal di daerah perkotaan seperti di Jakarta ini. Mengingat aktivitas masyarakat perkotaan sangat beragam, penginjilan dengan metode ini dapat dipakai sebagai satu solusi. Dimana pun jemaat berada, apa pun jenis aktivitasnya, mereka dapat menginjili sahabatsahabat mereka. Alkitab memberikan contoh kepada setiap orang percaya yang hidup di zaman ini perihal kekuatan dari persahabatan dapat dipakai sebagai sarana untuk memberitakan Injil. Contoh kasus Matius Lewi. Setelah Matius Lewi bertemu dengan Tuhan Yesus, kemudian dia mengadakan perjamuan besar di rumahnya dan sebagian besar pemungut cukai dan orang-orang lain juga turut makan bersama-sama dengan

59

Dia (Lukas 5:29). Dalam kasus ini Matius Lewi bekerja sebagai seorang pemungut cukai. Lewi menjalin persahabatan dengan pemungut cukai lainnya. Setelah Lewi berjumpa dengan Tuhan Yesus, ia memanfaatkan persahabatan yang telah ia buat dengan pemungut cukai lainnya sebagai sarana untuk membawa sahabat-sahabatnya itu untuk ikut berjumpa dengan Tuhan Yesus. Sarana persahabatan Lewi tersebut menghasilkan tuaian yang besar. Penginjilan dengan melibatkan orang awam dapat dipakai menjadi satu solusi yang baik untuk mengefektifkan penginjilan di gereja lokal, khususnya di kota seperti kota Jakarta karena adanya asumsi bahwa setiap orang pasti mempunyai sahabat. Hybels dan Mittelberg menuliskan pernyataan berikut ini: Bagaimana perasaan Anda ketika seseorang yang belum Anda kenal mencoba untuk mengajak berbicara tentang hal-hal yang pribadi? Apakah Anda tertarik terhadap pemikiran mengenai berinteraksi dengan dengan orang-orang yang tidak dikenal untuk pembahasan secara mendalam persoalan-persoalan hidup Anda? Jika Anda, seorang Kristen yang berkomitmen menyebarkan kasih Allah dan kebenaran Allah kepada orang lain, pahamilah situasi di atas ketika Anda mendatangi seseorang yang belum Anda kenal untuk berbicara tentang hal-hal yang rohani. Berpikirlah bagaimana teman-teman yang tidak beriman harus merasakan situasi seperti itu! Mereka seperti ketakutan untuk berbicara kepada seseorang yang tidak dikenal mengenai kehidupan pribadi mereka.89 Penginjilan dengan melibatkan orang awam sangat perlu menekankan pentingnya menciptakan satu hubungan perkenalan yang baik dengan orang-orang yang telah ditetapkan menjadi sasaran penginjilan. Seperti pernyataan yang dibuat oleh Hybels dan Mittelberg di atas, khususnya dalam konteks perkotaan. Dibutuhkan satu media yang dapat membuka mata hati setiap orang kota yaitu media persahabatan. Kennedy juga sangat menekankan adanya satu persahabatan dengan orang yang dijadikan sasaran penginjilan, dan penekanan ini dipertegas oleh Schwarz.90 89

Bill Hybells & Mark Mittelberg, Menjadi orang Kristen yang Menular, (Yogyakarta: Andi Offset, 1994), p.175-176. 90 Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja yang Alamiah, p. 35.

60

Menurut Schwarz, berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan terhadap gereja-gereja, ternyata hubungan dengan orang yang belum percaya merupakan satu sarana untuk bisa mengadakan kontak. Orang-orang yang mempunyai sedikit hubungan perkenalan dengan orang-orang di sekitarnya sangat sedikit menjangkau jiwa. Dan mereka yang mempunyai hubungan perkenalan yang lebih banyak dengan orang-orang di sekitarnya dapat menjangkau lebih banyak jiwa. Dalam prakteknya memang tidak dapat dipungkiri, untuk beberapa orang sangatlah mudah untuk menciptakan persahabatan dengan orang lain, tetapi untuk beberapa orang lainnya menciptakan satu persahabatan yang kondusif itu sangat sulit. Untuk mempermudah terciptanya satu persahabatan dengan masyarakat perkotaan, penulis merekomendasikan buku “Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi orang lain” karya Carnegie. Dalam buku ini Dale memberikan prinsip-prinsip yang baik untuk menciptakan satu hubungan persahabatan. Prinsip-prinsip itu antara lain: “Jangan mengkritik, jangan mencerca, atau jangan mengeluh. Berikan penghargaan yang tulus. Bangkitkan minat pada orang lain,”91 “Jadilah pendengar yang baik. Dorong orang lain untuk berbicara tentang diri mereka.”92 Dan masih banyak prinsipprinsip lain lagi yang sangat menolong untuk menciptakan satu persahabatan dengan orang lain.

Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat. Kelompok sel adalah satu metode penginjilan yang mengadopsi prinsipprinsip yang telah diterapkan dalam metode penginjilan dengan melibatkan kaum awam. Ada beberapa persamaan dari kedua metode ini, yaitu: 1. Pelaku penginjilan tidak dituntut harus memiliki gelar atau jabatan tertentu, tetapi 91

Dale Carnegie, Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1993), p. 48. 92 Ibid, p. 90.

61

kesadaran dari setiap orang percaya akan tugas dan tanggung jawabnya untuk menggenapi visi dan misi yang terkandung dalam Amanat Agung Tuhan Yesus. 2. Prinsip yang dipakai adalah persahabatan. 3. Mengharuskan adanya multiplikasi jiwa. Sebelum membahas lebih jauh tentang kelompok sel sebagai satu solusi untuk meningkatkan keefektifan penginjilan, penulis tertarik dengan pernyataan Cho (gembala dari Full Gospel Centra Church). Sebagai seorang gembala jemaat yang bertumbuh dengan pesat ini, saya menyangka bahwa saya sendirilah yang wajib melakukan semua khotbah, berdoa bagi yang sakit, mengunjungi anggota jemaat dan membaptis orang-orang yang baru percaya. Pada suatu malam, setelah pada satu sore hari membaptis beratus-ratus orang percaya, saya mengadakan kebaktian pengabaran Injil di gereja. Sementara berkhotbah, saya pingsan, jatuh ke lantai karena terlampau penat.93 Pada masa kini, banyak hamba Tuhan yang takut untuk mendelegasikan tugas-tugas gerejawi kepada orang-orang awam. Perasaan takut tersebut membuat mereka tidak maksimum untuk memimpin gereja lokalnya. Akibatnya, gereja menjadi kurang efektif untuk melaksanakan tugas-tugasnya, termasuk tugas penginjilan. Alkitab mencatat satu pengalaman yang sama dengan Musa hamba Tuhan yang besar itu. Sebagai seorang hamba Tuhan dan juga sebagai seorang pemimpin bangsa Israel, ia tidak pernah berpikir untuk mendelegasikan tugas-tugasnya kepada orang-orang yang cakap dari bangsa itu. Ia menjadi seorang pemimpin yang bekerja sendiri, dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Suatu hari Yitro mertuanya melihat kesibukan Musa dalam memimpin bangsanya. Melihat itu, Yitro memberikan nasihat agar Musa mengangkat para hakim yang akan membantunya untuk menyelesaikan masalah bangsa itu (Keluaran 18:13-23). Dengan terjadinya pendelegasian tugas-tugas kepada orang-orang yang cakap di bidangnya, Musa tidak 93

John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1978),

p. 9-10.

62

bekerja sendiri, dan segala tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bangsa itu dapat dicukupi. Kelompok sel adalah satu metode yang menerapkan pendelegasian tugas kepada orang-orang yang sudah mampu untuk memimpin satu kelompok jemaat yang lain dan sanggup untuk melakukan semua tugas-tugas gerejawi. Cho mengatakan bahwa semua hal yang harus dilakukan gereja – pelatihan, memperlengkapi, pemuridan, penginjilan dan doa penyembahan – dilakukan melalui sel.94 Sejak Paul Yonggi Cho mengalami betapa melelahkannya melayani seorang diri, pada akhirnya ia menemukan satu solusi yang sungguh luar biasa, yaitu dengan melibatkan pemimpin kaum awam untuk ikut terlibat dalam pelayanan gerejawi yang dipimpinnya. Solusi baru ini memberikan dampak yang luar biasa dalam perjalanan gereja yang dipimpinnya, dalam melaksanakan tugas penjangkauan jiwa-jiwa yang belum diselamatkan disekitarnya. Marry memberi satu catatan tentang perkembangan yang dicapai oleh Full Gospel Centra Church melalui kelompok-kelompok sel sebagai sarana penginjilan. Gereja Centra Full Gospel di korea, adalah gereja terbesar di dunia. Pada tahun 1950, anggotanya cuma dari 5 orang. Sampai dengan tahun 1985, anggotanya sudah mencapai 500.000 orang. Menurut statistik, gereja tersebut memiliki 19.839 “Kelompok.” Setiap minggu yang melibatkan diri dalam “Kelompok” mencapai 297.585 orang. Menurut Pdt Paul Yoggi Cho, unsur pertumbuhannya adalah “Kelompok Rumah Tangga” yang membawa hasil pertumbuhan rohani dan penambahan jumlah jemaat dalam gereja.95 Melihat pesatnya pertumbuhan dari Full Gospel Centra Church, hamba-hamba Tuhan dari berbagai belahan bumi ini datang untuk mempelajari sumber pertumbuhan dari Full Gospel Centra Church tersebut. Hasil pembelajaran itu menunjuk kepada penerapan dari kelompok-kelompok pertumbuhan iman yang disebut dengan gereja 94

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 17. Marry Go Setiawani, Dinamika Kelompok, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1999), p. 19. 95

63

rumah. Perhatikanlah tabel berikut ini: Nama Gereja

Lokasi

Gembala Sel

Jumlah Sel 500+

Jumlah Jemaat 7.000

Bethany World Prayer Center The Christian Center Of Guayaquil Elim Church

Baker, LA USA Guayaquil Ekuador

Larry Stockstill Jerry Smith

2.000

7.000

San Salvador El Salvador

Jorge Galindo

5.500

35.000

Faith Community Baptist Church The International Charismatic Mission Love Alive Church

Singapura

Lawrence Khong Cesar Castelanos

550

6.500

13.000

35.000+

Living Water Church Yoido Full Gospel Church

Bogota, Kolombia Tegucigalpa, Honduras Lima, Peru

Rene Penaiba

1.000

7.000

Juan Capuro

600

7.000

Seoul, Korea

David Cho (Paul Yonggi Cho)

23.000

153.000

Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.” Tabel tersebut di kutip dari buku “Ledakan Kelompok Sel” Karya Joel Comiskey, hal. 103. Kelompok sel menjadi satu solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena adanya satu kesamaan dalam masyarakat di seluruh dunia. Manusia sebagai mahluk sosial pada hakikatnya memiliki kebiasaan hidup berkelompok. Dan di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, pada umumnya hidup secara berkelompok. Dasar yang kedua adalah ditinjau dari segi ketahanannya menghadapi situasisituasi sulit yang tidak memungkinkan gereja untuk melakukan penginjilan. Marry mengemukakan: Dalam sejarah Gereja, pada masa kerajaan Romawi, yaitu pada saat gereja dianiaya, jemaat berbakti di tempat-tempat rahasia. Orangorang Kristen di negara-negara komunis, ketika mengalami penganiayaan, hanya bertahan dalam “kelompok.” Orang-orang Kristen di daratan Tiongkok pada masa revolusi kebudayaan mengalami penindasan dan penganiayaan yang sangat kejam, namun jumlahnya tak berkurang, malah berkembang pesat. Menurut statistik,

64

sebelum komunis menguasai daratan Tiongkok, orang Kristen hanya satu juta orang. Tetapi setelah penganiayaan selama 40 tahun, saat ini orang Kristen sudah mencapai 50 juta orang. Ini berarti bertumbuh sebanyak 50 kali lipat. Faktor penyebabnya adalah kuasa Allah dan pimpinan Roh Kudus, juga karena peranan “Dinamika kelompok.”96 Simson juga menekankan betapa luar biasanya pertumbuhan jemaat Tuhan di China. Berikut ni satu kutipan dari bukunya yang berjudul “Gereja Rumah yang mengubahkan Dunia.” ... ketika Mao Tze Tung mengusir semua misi Barat dari China pada tahun 1949, gereja mulai dianiaya dan bertumbuh jauh melebihi yang pernah terjadi sebelumnya. Menurut beberapa peneliti, lebih dari 10 % penduduk China sekarang adalah orang Kristen Injili. Blok Injili terbesar di dunia.97 Sekalipun dalam tekanan dan penindasan kaum komunis yang sangat kejam mereka tetap efektif dan dapat bertahan menjalankan tugas penginjilan melalui gereja bawah tanah yang dihadiri oleh sekelompok kecil orang-orang percaya. Wolfgang berpendapat: Di banyak negara, gereja rumah (istilah lain untuk kelompok sel) telah menjadi, dan masih menjadi tulang punggung rohani dari pergerakan-pergerakan Kristen, bahkan di bawah penganiayaan dan pengawasan yang ketat seperti yang terjadi di Rusia, China, dan beberapa negara Timur Tengah. Karena gereja rumah ada tanpa terlihat arsitektur yang telah ada dari satu negara, ia mampu memberi tanggapan secara fleksibel terhadap tekanan atau situasi yang baru muncul. Karena gereja rumah berfokus pada membagi (sharing) kehidupan, bukan pada pelaksanaan tata cara ibadah agamawi, ia dapat dengan mudah hidup tanpa membangkitkan kecurigaan tetangga atau polisi rahasia lewat musik, tepukan tangan, doa dan khotbah yang keras.98 Kelompok sel dapat dipakai menjadi solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena metode ini bersifat fleksibel. Kelompok sel fleksibel dalam waktu, tempat, dan tata cara pelaksanaannya. Kefleksibelan kelompok sel menyebabkan metode ini tetap

96 97

Ibid, p. 9. Wolfgang Simpson, Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia, (Jakarta:Metanoia, 2003),

p. 188. 98

Ibid, p. 199.

65

dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Keflesibelan dari metode penginjilan merupakan satu syarat yang dibutuhkan dalam lingkungan perkotaan seperti di Jakarta ini, karena kesibukan aktivitas masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, gereja harus berani untuk masuk dalam satu situasi yang disebut dengan “pergeseran paradigma.”99 Kelompok sel tidak hanya sebagai satu program, melainkan sebagai satu kelompok yang mengutamakan hubungan antara anggotanya. Ditinjau dari segi hasil, jiwa-jiwa yang diperoleh melalui penginjilan dalam kelompok sel lebih mudah untuk diintegrasikan ke dalam satu gereja lokal. Hal ini dapat diwujudkan karena : 1. Di dalam kelompok sel setiap orang dapat saling mengenal dengan baik. 2. Jiwa-jiwa yang baru bertobat dapat dipantau oleh teman-teman sekelompok selnya. Penginjilan dalam kelompok sel memiliki keunikan tersendiri dan tidak akan ditemukan dalam metode yang lainnya. Comiskey mengutip pendapat Richard Peace yang berkata: Dalam sebuah kelompok kecil yang berhasil, kasih dan penerimaan dan persekutuan mengalir dengan tidak terhingga. Ini adalah situasi yang ideal untuk mendengarkan tentang kerajaan Allah. Dalam konteks ini, „fakta-fakta dari Injil‟ muncul tidak sekadar sebagai proposisi yang kaku, tetapi sebagai kebenaran yang hidup dan terlihat di dalam kehidupan orang-orang. Dalam atmosfir seperti itu, seseorang tidak terelakkan lagi akan tertarik kepada Kristus oleh hadirat anugerah-Nya.100 Kelompok sel ditinjau dari hakikatnya sebagai satu komunitas yang menerapkan hukum kasih dan penerimaan dari setiap anggota sel memberikan daya tarik tersendiri kepada orang-orang di sekitarnya.

99

Larry Stockstill, Gereja Sel, (Jakarta : Metanoia, 1998), p. 19. Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. 103.

100

66

Pada umumnya, manusia lebih cenderung untuk menyatakan apa yang dilihat matanya dan apa yang didengar oleh telinganya sebagai satu kebenaran. Alkitab menyatakan kepada pembacanya tentang kekuatan mata untuk mempengaruhi keputusan seseorang. Berikut ini adalah beberapa fakta yang di catat oleh Alkitab. 1. Pada waktu Samuel akan mengurapi Daud, Samuel tertipu karena apa yang dilihatnya. Melihat kesalahan Samuel tersebut Allah mengatakan “... manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Allah melihat hati” (1 Samuel 16: 7). 2. Kemudian Yesus mengatakan: “Mata adalah pelita tubuh....” (Matius 6:22). Banyak orang terkesan dan takjub kepada Yesus karena mendengar dan melihat kehidupan dan pengajaran Yesus (Matius 7:28). 3. Kehidupan jemaat yang mula-mula disukai oleh semua orang karena orang-orang yang belum percaya melihat cara hidup jemaat yang mula-mula sangat berbeda dengan mereka. Jemaat mula-mula hidup rukun dan damai serta saling membantu satu dengan yang lainnya (Kisah Para Rasul 2: 47). Kebenaran tentang bagaimana manusia pada umumnya menilai menjadi satu tenaga pendorong kepada setiap pemimpin kelompok sel untuk memotivasi dirinya dan anggota selnya agar lebih bersungguh-sungguh untuk menerapkan berita Injil dalam kehidupan komunitas sel. Comiskey berkata “Penginjilan dan pemuridan yang efektif melalui kelompok sel bukan sekedar suatu kemungkinan; melainkan suatu kenyataan serius.”101 Penginjilan dengan kelompok sel telah teruji di berbagai belahan dunia ini. Penginjilan dengan metode ini terbukti mampu untuk menjangkau setiap komponen masyarakat seperti yang terdapat di Full Gospel Centra Church Korea. Di gereja ini dapat di temukan mereka yang telah bertobat dari kalangan masyarakat kumuh sampai

101

Ibid, p. 101.

67

masyarakat yang tinggal di rumah-rumah mewah.102 Di tengah kelesuan yang dihadapi gereja-gereja lokal di sekitarnya, Full Gospel Centra Church dapat bertumbuh dengan pesat. Keberhasilannya mengembangkan penginjilan dengan menggunakan metode kelompok sel menjadi satu bahan kajian bagi gereja-gereja lain dari berbagai belahan dunia ini. Dari hasil penelitian penulis terhadap beberapa buku riset, penulis menemukan bahwa keberhasilan penginjilan dengan metode ini tergantung kepada pengenalan setiap gereja terhadap lingkungannya. Pengenalan lingkungan yang benar menolong gereja menemukan metode kelompok sel yang tepat guna. Full Gospel Centra Church Korea dapat bertumbuh dengan pesat dan berhasil menjangkau setiap lapisan masyarakat karena mengembangkan penginjilan dengan metode kelompok sel. Di Full Gospel Centra Church, Kelompok sel merupakan alat untuk menjangkau anggota masyarakat yang tidak terjangkau oleh gereja. Kelompok sel menjadi perpanjangan tangan gereja lokal, karena itu sebaiknya di atur per-wilayah. Setiap wilayah dipimpin oleh seorang pimpinan wilayah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemantauan kerohaniaan setiap anggota sel. Dalam pelaksanaanya, kelompok sel harus kembali kepada sifat-sifat Yesus, yaitu mengasihi semua orang tanpa terkecuali. Mengapa? Sebab masyarakat dunia ini telah kehilangan kasih dan mereka membutuhkan kasih dan penerimaan. Beberapa penulis seperti Christian A. Schwarz, Joel Comiskey, dan Larry Stockstill, bahkan Paul Yonggi Cho memberikan pendapat yang sama agar kelompok sel menerapkan penginjilan yang menjawab kebutuhan. Pada suatu wawancara dengan Carl George tahun 1993 Cho menjelaskan strateginya dalam memenangkan jiwa yang terhilang dengan menjawab kebutuhan

102

John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, p. 19.

68

praktis mereka terlebih dahulu,103 Cho menjelaskan: Kami memiliki 50.000 kelompok sel dan setiap sel akan mengasihi dua orang kepada Kristus pada tahun berikutnya. Mereka memilih seorang yang bukan orang Kristen, yang dapat mereka doakan, kasihi, dan layani. Mereka membawakan makanan, membantu menyapu toko orang tersebut - apa saja yang perlu untuk menunjukkan bahwa mereka sungguh-sungguh perduli kepada mereka.... Setelah tiga atau empat bulan dari kasih yang seperti itu, hati yang paling keras sekali pun akan hancur dan menyerah kepada Kristus.104 Dari pernyataan Cho di atas, terbukti bahwa tindakan kasih yang diaplikasikan dalam satu bentuk tindakan yang nyata-nyata merupakan kekuatan untuk menjangkau setiap orang berdosa di sekitar sel. Di tengah masyarakat yang majemuk seperti di Jakarta, banyak sekali orang yang tidak lagi merasakan kasih yang nyata dalam perbuatan. Karena pada dasarnya manusia lebih menerima bukti nyata yang dapat dirasakan, dilihat, dan dialaminya. Kelompok sel sebagai satu komunitas yang berdasarkan kepada hukum kasih sesuai dengan pengajaran Kristus dapat menjangkau mereka. Suasana kolompok sel yang penuh kasih merupakan salah kunci untuk menarik banyak orang kepada terang Injil. Suasana kolompok sel yang demikian akan mempermudah kelompok sel untuk membimbing setiap anggotanya mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Leo mengatakan dalam kelompok sel sangat mungkin terjadi perjumpaan dengan Tuhan yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu: truth encounter atau perjumpaan kebenaran yang didapatkan melalui pengalaman dan diskusi;105 power encounter atau perjumpaan kuasa, dan love encounter atau perjumpaan kasih yang didapatkan melalui kesaksian dan tindakan saling melayani di antara sesama anggota sel.106 Pernyataan Leo tersebut dapat dibandingkan dengan beberapa tokoh dalam

103

Joel Comiskey, p. 112. Ibid. 105 Eddy Leo, Mengalami Mistery Kristus, (Jakarta: Metanoia, 2002), p. IX. 106 Ibid, p. X. 104

69

kitab-kitab Perjanjian baru. Perhatikanlah tabel berikut ini: No: 1.

2.

Nama Tokoh Perempuan Samaria

Maria

Sebelum Berjumpa Tuhan  Dia adalah seorang  perempuan sundal, tidak puas hanya dengan satu orang lelaki (Yoh 4: 16-18)  Maria juga dikenal sebagai  orang berdosa (Luk 7:37-38)  

3.

Petrus

4.

Orang Buta dari sejak lahir

5.

Paulus

* Emosinya meledak-ledak, tidak konsisten dengan kata-kata yang tekah diucapkannya, dan pernah menyangkali Tuhan Yesus (Mark 14: 27-31; Luk 22:54-61). * Mampu mempengaruhi orang lain, tetapi sering kali pengaruhnya itu menuntun orang lain turut bertindak salah (Yoh 21: 1-13).  Matanya buta (Yoh 9: 1, 24),  Hidup sebagai seorang pengemis (Yoh 9: 8),  Ia hanya mengharapkan belas kasihan orang-orang .

 Ia seorang Farisi dari aliran yang keras, penganiaya jemaat (Gal 1:11-14),  Ia juga turut menyetujui pembunuhan atas Stefanus(Kis 7:54-8:1).

70





Sesudah Berjumpa Tuhan Dia menjadi orang yang efektif dalam membawa jiwa kepada Yesus Yoh 4: 28, 39-42) Ia suka dengar-dengaran akan firman Tuhan (Luk 10: 39, 42). Ia menjadi seorang yang murah hati, dan Ia mempersembahkan yang terbaik kepada Yesus (Yoh 12:3; Mat 26: 7, 12). Petrus menjadi seorang pemimpin yang luar biasa, terlebih lagi ketika dia sudah mengalami baptisan Roh Kudus (Kis 2). Petrus menjadi orang yang sangat berani dan teguh dalam pendiriannya tentang Injil (Kis 3; 4).

 Ia sembuh dari kebutaannya karena ketaatannya kepada perintah Yesus (Yoh 9: 6,7),  Memiliki mental seorang pejuang, tetap teguh mempertahankan kebenaran. Berani menyaksikan kuasa Yesus (Yoh 9: 24-28),  Ia sangat ingin untuk mengenal Tuhan secara benar (Yoh 9: 35-39).  Ia menjadi seorang rasul Kristus dan menjadi penginjil yang sangat efektif kepada bangsa bukan Yahudi (Kis 13-28),

 Ia mau menderita karena keyakinannya akan kuasa Injil (Kis 16: 19-24; 2 Tim 4: 6). Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan Perjumpaan dengan Tuhan merupakan satu tujuan dari ibadah Kristen. Perjumpaan dengan Tuhan, oleh karena kasih-Nya kepada setiap manusia melebihi segala sesuatu yang ada di alam jagat raya ini, maka kasih-Nya itu akan menarik setiap orang ke dalam kasih-Nya itu. Perjumpaan dengan Tuhan merupakan kebutuhan roh dari setiap manusia. Di sisi lain perjumpaan dengan Tuhan menuntun setiap orang ke dalam satu pengenalan yang benar akan Tuhan dan Juru selamat yaitu Yesus Kristus Tuhan.

Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus Dan kamu akan menerima kuasa apabila Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea, dan Samaria, dan sampai ke ujung dunia. (Kis 1:8). Berdasar kepada nats ini, Tuhan Yesus menyatakan bahwa murid-murid-Nya akan menjadi saksi (yang efektif) di tiga kota penting yang ada pada masa itu, bahkan sampai ke ujung dunia setelah Roh Kudus turun ke atas mereka. Pernyataan ini menurut catatan Alkitab telah teruji dan terbukti. Perhatikanlah dengan baik bukti-bukti yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul berikut ini : I.

Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus jumlah orang-orang yang menerima Injil dan menjadi percaya berjumlah 3000 jiwa (Kis. 2: 41).

II.

Jumlah jiwa yang dapat dijangkau bertambah 2000 jiwa lagi (Kis. 4:4).

III. Di tengah ancaman yang dasyat dari orang banyak dan pemerintah yang berkuasa pada masa gereja mula-mula, oleh kuasa Roh Kudus mereka memberitakan Injil dengan berani (Kis 4: 31). IV. Penginjilan disertai dengan tanda-tanda heran; orang yang sakit menahun

71

disembuhkan dan orang-orang memuliakan Allah (Kis 4: 1-22; 5: 12,14-15), yang masih terikat dengan kehidupan lamanya dinyatakan oleh Roh Kudus sehingga kehidupan gereja Tuhan tetap terjaga (Kis 5: 1-11), Tanda-tanda heran yang dikerjakan oleh Roh Kudus membuat orang banyak dari kota-kota di sekitar Yerusalem tertarik untuk datang serta mengalami kuasa itu secara langsung (Kis 5: 16). Kata “kuasa” dalam nats tersebut, dalam bahasa aslinya dinyatakan dengan kata “δύναμιρ” atau dibaca “dunamis.” Kata ini secara literal berarti kekuatan atau kuasa, secara spesifik dapat berarti kekuatan atau kuasa yang sifatnya ajaib.107 Dalam kitab versi New International Version, nats dalam kitab Kisah Para Rasul 1: 8 tersebut diterjemahkan seperti berikut ini: “But you will receive the power when the Holy Spirit comes on you; and you will be my witnesses in Jerusalem, and in all Judea and Samaria, and to the ends of the earth” Nats ini merupakan pernyataan yang bersifat Future Continious. Pernyataan ini hendak menyatakan bahwa kuasa Roh Kudus tetap berlaku sampai pada masa kini dan berlangsung sampai kesudahan zaman. Seperti zaman gereja mula-mula, gereja masa kini tanpa terkecuali baik di kota-kota besar dan sampai di daerah pedalaman diperhadapkan dengan orang-orang yang sakit, keras kepala, terikat kuasa gelap, hidup berdasar pada penilaian tentang hal logis dan tidak logis, lebih mengutamakan hal-hal yang lahiriah, dan telah dibutakan oleh ilah zaman ini. Perhatikanlah bukti-bukti berikut ini yang menjelaskan tentang pentingnya kuasa Roh Kudus dalam penginjilan. 

Auch mencatat dalam buku “Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis” bagaimana pengaruh kuasa Roh Kudus terhadap penginjilan dunia.108 Pada tahun 1906 di 107

E-Sword V6.50, “For the word of God is Living and Active, Sharper than any double_edged Sword.”

72

kota Los Angles, penginjilan dengan kuasa kembali digalakkan. Di tengah kelesuan rohani orang-orang Kristen pada masa itu, Allah menyatakan betapa pentingnya kuasa Roh Kudus dalam kehidupan gereja Tuhan, khususnya dalam menjalankan misi penginjilan dunia ini. Allah mengadakan pernyataan itu di Jalan Azusa No. 312. Los Angles, dan ini dikenal sebagai hari lahirnya gerakan Pentakosta. Sejak peristiwa itu, terjadilah kebangunan rohani yang melanda kota Los Angles. Kebagunan rohani juga melanda ke berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. 

Wagner mencatat bukti-bukti penginjilan dengan kuasa Roh Kudus dan tanpa Roh Kudus di Amerika Latin.109 Penginjilan dengan kuasa Roh Kudus menolong para penginjil dari aliran Pentakosta di Amerika Latin lebih efektiv untuk menjangkau banyak jiwa-jiwa bagi Yesus dibandingkan dengan para penginjil yang nonPentakosta.110 Wagner juga mencatat bukti lain yang dialami oleh Miguel Garcia dari Mexico. Ia adalah seorang penginjil yang penuh dengan kuasa Roh Kudus.111 Dengan kuasa Roh Kudus, Miguel dapat menaklukkan serta menutup mulut para penantangnya.



Wagner juga mencatat pengalaman penginjil Morris Cerullo pada waktu akan mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di Haiti. Sebelum acara tersebut dilaksanakan, Tuhan memberitahukan kepada saya bahwa pada malam acara tersebut akan diadakan, sekitar 300 dukun Voodoo akan datang ke kebaktian untuk membunuhnya. Tuhan menunjukkan ciri-ciri mereka kepada saya. Kemudian Tuhan memberitahukan bahwa saya tidak akan mati, karena Tuhan sendiri akan melakukan apa yang saya katakan. 112

108

Ron Auch, Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996), p.15. 109 C. Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1989), p. 103-109. 110 Ibid, p. 106. 111 Ibid, p.105. 112 Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa (Jakarta: Naviri Gabriel, 1997), p. 65.

73



Cho, pendeta dan juga gembala sidang berkata: “Roh Kudus adalah adimitra saya.” Roh Kudus menolongnya untuk menjangkau kota Seoul bagi Kristus. Menurut Cho, “Penginjilan haruslah dilaksanakan sebagai satu kemitraan antara Roh Kudus dan umat manusia-dengan Roh Kudus berperan sebagai adimitra.”113



Penulis kitab Yohanes menulis tentang Roh Kudus serta peran-Nya yaitu: a. Roh Kudus akan bersaksi tentang Yesus (Yohanes 15:26). b. Roh Kudus akan menginsafkan dunia (orang-orang yang belum percaya kepada Yesus) akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh 16 : 8).

Gereja tidaklah maha tahu, tetapi Tuhan-lah yang maha tahu. Gereja mungkin mempunyai banyak ahli pikir dalam berbagai bidang ilmu, tetapi gereja tetap tidak ahli dalam segala hal, termasuk untuk menaklukkan roh-roh jahat yang menguasai orang-orang di sekitar gereja. Tuhan telah berjanji akan memberikan Roh Kudus-Nya sebagai adimitra gereja dalam menyukseskan penginjilan. Oleh karena itu, gereja seharusnya berpegang kepada aturan dan peraturan yang telah Tuhan tetapkan, dan juga berpegang pada setiap janji-janji-Nya.

Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa. Penginjilan adalah satu proses penyampaian kabar keselamatan yang telah Yesus kerjakan di kayu salib 2000 tahun yang lalu. Dalam proses tersebut, disadari atau tidak disadari, pada waktu gereja melaksanakan penginjilan, ia berhadapan dengan satu pribadi yang berkuasa atas dunia kegelapan. Pribadi itu sanggup mempengaruhi kehidupan di alam jagat raya ini. Pribadi itu adalah iblis dan roh-roh jahat lainnya. Penginjilan menjadi kurang efektif karena gereja tidak mengalahkan penguasa-penguasa itu.

113

Paul Yonggi Cho, Roh Kudus Adimitra Saya, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Imanuel”), p. 23.

74

Yesus berkata: “Apabila seorang yang kuat dan lengkap bersenjata menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat daripadanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya ” (Lukas 11:21-22). Penjangkauan jiwa-jiwa akan efektif apabila gereja terlebih dahulu mengalahkan orang kuat yang membelenggunya. Paulus menegaskan bahwa musuh gereja bukanlah yang terdiri dari darah dan daging saja, tetapi pemerintahpemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, dan rohroh jahat di udara (Ef 5: 11). Berdasarkan kedua fakta Alkitab ini, jelaslah bahwa musuh gereja yang sebenarnya bukan orang-orang berdosa, tetapi roh-roh yang tidak kelihatan yang selama ini menghalangi setiap orang untuk mengalami kuasa Injil.

Cindy Jacobs menceritakan pengalamannya pada waktu sedang membagikan traktat penginjilan kepada orang-orang yang mereka temukan di jalan Red Square, Moscow. Bobbye dan Marry Lance, teman satu tim Cindy melaporkan kepadanya demikian: “Cindy, tidak ada seorang pun yang mau mengambil traktat-traktat kita.”114 Kemudian, setelah mendengar kesaksian dari teman-temanya, Cindy mencoba untuk membagi-bagikan traktat-traktat itu kepada orang-orang yang melewati jalan tersebut. Hasilnya tidak seorang memperhatikan Cindy, apalagi mengambil traktat yang dia mencoba membagikannya.115 Melihat ketertutupan penduduk kota itu terhadap Injil, kemudian Cindy dan timnya segera berdoa dan bersepakat meminta kepada Allah untuk membuka pintu untuk Injil-Nya, juga berdoa dan memerintahkan kebutaan dari mata orang-orang yang akan diberikan traktat.116 Doa tersebut yang dinaikkan dengan penuh kepercayaan sanggup menerobos hati

114

Cindy Jacobs, Menduduki Kota-kota Musuh, (Jakarta: Harvest Publication House, 1994),

115

Ibid, p. 229. Ibid, p. 229.

p. 228. 116

75

setiap orang di daerah itu, dan Cindy mengatakan bahwa traktat-traktat yang sebelumnya tidak menarik bagi orang-orang habis dibagikan, dan malah kurang.117 Wagner memberikan kesaksian senada tentang peranan doa dalam penginjilan. Banyak kota menutup diri bagi Injil, sebagai contoh penulis mengutip dua kota yang dicatat oleh Wagner dalam buku “Berdoa Dengan Penuh Kuasa” yaitu: Kiambu satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari ibukota Nairobi,118 kota Resistencia di Argentina.119 Kota Kiambu terkenal dengan kemaksiatan, memiliki angka kecelakaan yang tinggi di jalan rayanya, terdapat berbagai jenis kejahatan dan kekerasan. Thomas, seorang hamba Tuhan yang melayani di kota itu mengemukakan: Untuk dapat menang dalam pertempuran dan merebut Kiambu, kami terlebih dahulu mencapai kemenangan atas udara (langit). Janganlah pasukan “angkatan darat”menyerbu daerah musuh sebelum tercapainya kemenangan di alam roh yang tidak kelihatan. Maka saya tidak berani menginjakkan kaki di Kiambu sebelum kuasa kegelapan rohani yang ada di atas kota itu dipatahkan cengkeramannya.120 Dalam meresponi panggilan pelayanannya di Kiambu, Thomas menyadari bahwa lawannya utamanya adalah roh-roh jahat yang menguasai daerah itu. Dalam menghadapi lawan-lawannya itu, ia meluangkan banyak waktu untuk berdoa dan berpuasa serta menanyakan kepada Tuhan penyebab keadaan penduduk kota itu yang tertekan secara politik, sosial, ekonomi, dan rohani.121 Hasilnya, Allah menaklukkan roh yang menguasai kota itu. Kota kedua yaitu Resistencia, terkenal dengan angka kematian tak wajar. Kota ini dapat direbut bagi Kristus setelah orang-orang percaya di kota itu berdoa dengan penuh kepercayaan. Mereka mengalahkan roh kematian yang menguasai kota

117

Ibid. Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa, p. 20-35. 119 Ibid, p. 35-38. 120 Ibid, p. 23. 121 Ibid, p.23-24. 118

76

itu, ditandai dengan kematian imam salah satu aliran sesat di kota itu. Kemenangan di alam roh sebagai hasil dari doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang percaya di kota itu menghasilkan dampak luar biasa. Banyak orang yang sebelumnya menolak Injil menjadi percaya sehingga jumlah orang percaya di kota itu meningkat 102 persen dari sebelumnya. Doa bukanlah sekedar rangkaian kata-kata biasa yang dinaikkan kepada Allah. Doa merupakan kata-kata yang penuh kuasa dan sanggup untuk mengalahkan roh-roh jahat yang selama ini membelenggu banyak jiwa. Doa adalah kata-kata yang penuh kuasa dan sanggup untuk memindahkan gunung (Matius 17: 20), Menghancurkan tembok-tembok penghalang yang dipasang oleh iblis. Doa merupakan senjata yang kelihatannya mudah dimainkan oleh setiap orang, tetapi tidak semua orang mampu menggunakannya dengan efektif. Kekuatan doa dapat melebihi segala jenis alat perang yang pernah ada di muka bumi ini. Kekuatannya tidak dapat diukur dengan alat pengukur mana pun yang ada di muka bumi ini karena kekuatannya tak terbatas, sama seperti kuasa Allah yang tak terbatas. Seorang penginjil dari Papua (Freddy) mengemukakan: “Penginjilan tanpa berdoa adalah ibarat menembakkan peluru tanpa mesiu.” Seorang penginjil dari Kalimantan Tengah juga mengemukakan: “Berdoa dengan penuh kuasa menjadikan gereja dapat memberitakan Injil sesuai dengan kuasanya yang sanggup menuntun setiap orang untuk bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus.”

Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan. Hamilton berkata: “Gereja harus berkeinginan untuk menyediakan dolar untuk pertumbuhannya.”122 Pernyataan ini juga berlaku untuk penginjilan, khususnya penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk seperti di kota Jakarta ini. Menurut 122

Michael Hamilton, God’s Plan For the Church Growth!. p. 123.

77

penulis, keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugas gereja lokal juga ditentukan oleh kesediaannya untuk mengalokasikan sejumlah besar uang untuk penginjilan. Alkitab mencatat beberapa bukti tentang uang yang dialokasikan oleh jemaat-jemaat Perjanjian Baru untuk penginjilan, antara lain: Filipi 4:10-20 khususnya pada ayat 16 dicatat bahwa jemaat di Filipi mengirimkan bantuan kepada Paulus pada waktu ia penginjilan di Tesalonika (tidak dijelaskan bentuk pemberian itu berupa uang atau benda lain); 2 Kor 11:9: jemaat-jemaat dari Makedonia mencukupkan kebutuhan Paulus pada waktu penginjilan di Korintus. Alkitab juga mencatat betapa pentingnya uang untuk kesinambungan hidup orang-orang yang telah percaya kepada Injil Kristus Yesus (2 Kor 9: 1-5). Dari Fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa tanpa adanya pengalokasian uang untuk mendukung penginjilan, maka keefektifan serta kesinambungan pelaksanaan tugas penginjilan menjadi tidak dapat diwujudkan. efektif.

78

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan Dari bab II – bab V di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yang berharga sebagai berikut: 1.

Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah salah satu tugas yang tidak mungkin ditiadakan dari kehidupannya, karena untuk inilah ia dipanggil oleh Tuhan dari dunia ini.

2.

Penginjilan adalah satu tindakan untuk memberitakan khabar keselamatan di dalam Yesus Kristus kepada semua orang. Tugas ini dilakukan dengan cara menyerukannya, baik dengan suara yang keras, mengajarkannya, dan atau pun dengan menyaksikannya.

3.

Penginjilan adalah satu inisiatif yang lahir dari hati Allah karena kasih-Nya kepada manusia yang telah gagal menjalankan perintah dan larangan-Nya. Dosa itu sungguh sangat mengerikan, apabila seseorang masuk ke dalamnya ia tidak akan dapat melepaskan diri darinya. Karena itu Allah memberikan janji penyelamatan kepada manusia yang digenapi dalam Tuhan Yesus Kristus.

4.

Penginjilan kepada segala bangsa harus dilaksanakan agar tidak seorang pun yang binasa. Mengingat pentingnya tugas itu, Tuhan Yesus memberikan Amanat kepada gereja-Nya. Penugasan itu artinya Tuhan Yesus memberikan kepercayaan penuh kepada gereja untuk melanjutkan tugas penyelamatan.

5.

Gereja harus melaksanakan tugas penginjilan karena penghuni dunia ini sedang berjalan menuju ke jurang maut, dan gereja diberikan tanggung jawab untuk

79

merebut mereka daripadanya. 6.

Gereja janganlah menjadi gereja yang eksklusif, tetapi haruslah membuka diri bagi masyarakat dunia ini dan memberikan kesempatan kepadanya untuk mendengarkan Injil sama seperti gereja juga telah diberikan kesempatan oleh Allah untuk mendengarkannya.

7.

Penginjilan adalah salah satu sarana yang dipakai Allah untuk menambahkan jiwa-jiwa ke dalam persekutuan Kristen, dan orang-orang percaya merupakan alat untuk mengkomunikasikannya kepada mereka yang belum diselamatkan.

8.

Penginjilan dan tugas-tugas esensial lainnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga gereja tidak dapat meniadakan salah satu atau beberapa bagian dari tugas-tugasnya itu, sehingga ia dapat berfungsi sesuai dengan esensinya.

9.

Kesinambungan kehidupan gereja sebagai satu persekutuan Kristen akan sehat apabila ia taat melaksanakan penginjilan kepada dunia ini dan mengajarkan kepadanya segala yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.

10.

Selama penginjilan menjadi tugas gereja, gereja tidak mungkin dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, sebab Allah menempatkan gereja di tengah mereka untuk memberitakan Injil keselamatan kepada mereka.

11.

Gereja sebagai pemegang tanggung jawab penginjilan kepada dunia tidak dapat menolak segala perubahan yang ada di dalam dunia.

12.

Gereja harus mengenali masyarakat di sekitarnya secara objektif sehingga dapat menemukan metode penginjilan yang lebih efektif.

13.

Gereja tidak dapat menggunakan satu metode sebagai metode yang baku.

14.

Tugas penginjilan adalah tugas semua orang percaya.

15.

Penginjilan pribadi dan penginjilan dengan kelompok sel dapat dipakai sebagai salah satu metode penginjilan kota karena sifatnya lebih fleksibel.

80

16.

Apapun jenis metode penginjilan yang dipakai, haruslah menuntun setiap orang untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

17.

Penginjilan dengan kuasa bukanlah satu pilihan, melainkan satu keharusan dan hanya gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus yang dapat melakukannya.

Saran-saran: Berikut ini penulis memberikan beberapa saran-saran praktis kepada beberapa pihak: 1. Kepada gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, agar memperhatikan tugas penginjilan. Gereja tidak mungkin bertumbuh dan cenderung menjadi gereja yang kurang sehat bahkan mati apabila tidak menekankan betapa pentingnya tugas ini bagi kehidupan gereja. Tugas penginjilan tidak dapat dilaksanakan dengan efektif apabila gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan lainnya merasa bahwa itu hanyalah tugasnya. Untuk itu hamba-hamba Tuhan perlu melibatkan semua anggota gereja. 2. Kepada orang-orang awam yang terlibat dalam penginjilan hendaklah menjadikan kasih Kristus sebagai dasar pelayanannya. Dengan sungguh-sungguh mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang dan dengan segala usaha dan pengorbanan, bekerja sama menjangkau jiwa demi jiwa bagi kemuliaan Allah Bapa. 3. Kepada setiap orang yang bersedia untuk memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa yang terhilang harus memiliki satu pengharapan yang penuh kepada Allah bahwa Allah tidak membiarkannya seorang diri di ladang penginjilan. Allah telah menyediakan Roh Kudus-Nya untuk menolongnya sehingga bisa melewati tantangan dan rintangan sesuai dengan cara Allah.

81

82

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Jemaat, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1987. Abraham,William J. The Teologic of evangelism, Michigan: William B, Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1989. Alkitab Perjanjian Baru “Yunani-Indonesia,” Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1989; reprint ed. 1994. Alkitab Terjemahan Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996. Arndt, William F. & Gingrich F. Wilbur. Greek-English Lexicon Of The Testament and Other Early Christian Literature, Chichago: The University of Chicago Press, 1971. Auch, Ron. Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996. Autrey, C. E. Basic Evangelism. (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981 Balz, Horst & Schneider, Gerhard. Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2). Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. 2000. Berkhof, H. & Enklaar, L. H. Sejarah Gereja, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990. Brand, Robert L. Memenangkan Jiwa, Malang: Penerbit Gandum Mas, 1983. Carnegie, Dale. Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. Cho, Paul Yonggi. Roh Kudus Adimitra Saya, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Imanuel.” Comiskey, Joel. Ledakan Kelompok Sel, Jakarta: Metanoia, 1998. Ellis, D.W. Metode Penginjilan, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1989. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (jilid I), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. 1993; Reprint ed. 2002. Ensiklopedia Alkitab masa kini (Jilid 2), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; reprint ed. 2000.

83

The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S. Gilreath. Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974. Gerber, Vergil. Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. Bandung: Penerbit Kalam Hidup, 1982. Griffits, Michael. Jangan Berpangku Tangan, Jadikanlah Mereka Murid-Ku!, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. Hamilton, Michael. God’s Plan For The Church Growth!, Springfield: Gospel Publishing House, 1981. Hendricks, Howard G. Beritakan Injil dengan Kasih, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1986. http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi, Makassar, 26 Maret 2005. http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005. Hybells, Bill & Mittelberg, Mark. Menjadi orang Kristen yang Menular, Yogyakarta: Andi Offset, 1994. Jacobs, Cindy. Menduduki Kota-kota Musuh, Jakarta: Harvest Publication House, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985. Kennedy, D. James. Ledakan Penginjilan, Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray Jakarta. Leo, Eddy. Mengalami Mistery Kristus, Jakarta: Metanoia, 2002. Makmur, Halim. Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000. ---------- Model-model Penginjilan Yesus Dan Penerapannya Masa Kini, Tanjung Enim: Sekolah Tinggi theologia “Ebenhaezer,” 2000. Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan oleh Purnawan Tanibemas, Surabaya: YAKIN, 1990. Menzies,William W. & Horton, Stanley M. Doktrin Alkitab, Malang: Gandum Mas, 1998. Hamilton, Michael. God’s Plan for the Church Growth!. Springfield: Radiant Books, 1981.

84

Newbigin, Leslie. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1993. Pfeiffer, Charles F. (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament). Chicago: Moody Press, 1962. Reed, Warren H. Mendengarkan secara Positif. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992. Robert & Bolton, Evelyn. Menyampaikan Khabar Baik. Malang: Penerbit Gandum Mas, 1985. Schwarz, Christian A. Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah. Jakarta: Metanoia, 1998. Siahaan, S. M. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990. Simpson,Wolfgang. Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia. Jakarta:Metanoia, 2003. Smith, Oswald. Merindukan Jiwa Yang Tersesat. Surabaya: Yakin. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Stockstill, Larry. Gereja Sel. Jakarta : Metanoia, 1998. Stot, John. Satu Umat. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997. Strong, James. Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible. Iowa: Riverside BOOK and Bible House Iowa Falls. Susantio, Suhandi. Misiologi, Studi Misi Lintas Agama. Diktat Sekolah Tinggi Teologia Ekklesia, April-Mei 2005. Thiessen, Henry C. Teologia Sitematika. Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992. Tomatala,Yakub. Penginjilan Masa Kini (jilid 1). Malang: Penerbit Gandum Mas. 1988. --------------- Penginjilan Masa Kini (jilid 2). Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1998. Tubbs, Stewart L. & Moss, Sylvia. Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Wagner, Peter. Berdoa dengan Kuasa, Jakarta: Naviri Gabriel, 1997.

85

----------------, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, Malang: Penerbit Gandum Mas, 1989. Warren, Rick. Pertumbuhan Gereja masa Kini, Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1999. Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001. ----------------. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2000. Wongso, Peter. Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1996.

86

RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama lengkap

: Manto Manurung

Tempat/Tanggal Lahir : Huta Ginjang / 21 Februari 1976 Kewarganegaraan

: Indonesia

Asal Gereja

: Gereja Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Jl. Cut Meutia No. 2 Bekasi Timur

Nama Ayah

: Huria P. Manurung

Nama Ibu

: Tianna Sirait

Alamat rumah

: Huta Ginjang No. 122, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten DAIRI, Sumatera Utara.

Pendidikan SD Negeri 030390, Parongil

1982-1988

SMP Negeri Parongil

1988-1991

STM Negeri 1 Kampung Baru-Medan

1991-1994

D-1 Program Pendidikan Listrik Terapan

1994-1995

STT EKKLESIA

2001-2005.

Pekerjaan Sebagai Instalatir Listrik

1993-1996

Teknisi Komputer

1996-1997

Teknisi Mekanik (Las Listrik)

1998-1999

Karyawan di JC Wartel & Warnet

Juni-September 2004

Karyawan di STT “EKKLESIA”

Sejak Oktober 2004

87

Pelayanan Terpanggil pelayanan pada tahun 1994 setelah menyelesaikan studi dari STM Negeri 1 Medan. Namun panggilan Tuhan itu tidak saya responi dengan satu tindakan untuk memberi diri sepenuhnya melayani Dia, kecuali hanya mengucapkan janji “Tuhan saya tidak mau menjadi pendeta, tetapi saya mau menjadi saksi-Mu kepada orang-orang yang belum mengenal Engkau.” Tuhan tidak pernah gagal dalam rencana dan panggilan-Nya atas saya, pada tahun 1996 Tuhan menuntun saya ke Jakarta, dan kemudian Dia mengulangi panggilan pelayanan tersebut secara berulang-ulang. Pada akhirnya, saya memulai pelayanan pada tahun 1998 di gereja Bethel Indonesia Setia Mekar Bekasi, melayani sebagai petugas untuk menyebrangkan anak-anak Sekolah Minggu dari jalan raya ke halaman gereja. Ketertarikan kepada pelayanan ini lahir pada waktu seorang anak sekolah minggu mengalami kecelakaan di depan gereja. Pelayanan ini berjalan hingga akhir tahun 1999. Kemudian atas pimpinan-Nya, bulan Januari tahun 2000, Tuhan menuntun penulis untuk melayani di Kabupaten Sanggau. Pelayanan ini terbagi atas dua tahap , tahap pertama, penulis melayani di daerah Kuala Buayan, Kecamatan Meliau yaitu di Gereja Bethel Indonesia “Kurios.” Di gereja ini Tuhan mempercayakan beberapa pelayanan, antara lain: melayani sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas BALITA, sebagai Singer, dan merawat orang gila. Pelayanan ini berjalan sepuluh bulan. Pada kesempatan yang sama, atas anugerah Tuhan, penulis diberi kesempatan untuk mengajar bidang study Agama di SMP Negeri Kuala Buayan. Tahap kedua, penulis di utus ke daerah pedalaman ke daerah Pelanjau. Satu daerah pemukiman yang berada di tengah hutan, di perbatasan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah. Di daerah ini penulis melayani sebagai pembina jemaat.

88

Bentuk-bentuk pelayanan yang penulis kerjakan di daerah ini antara lain: mengajar membaca dan menulis, mengajarkan cara memasak makanan dengan cara yang lebih layak, dan memberitakan Injil Kristus. Pelayanan di daerah ini berlangsung selama dua bulan, dan kemudian penulis meninggalkan pelayanan itu karena penulis merasa belum siap secara mental, khususnya pada waktu seorang anak yang baru bertobat jatuh sakit dan meninggal. Kemudian penulis memutuskan untuk kembali ke Bekasi dan melayani di GBI Setia Mekar Bekasi sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas BATITA dari 2001-2003, bulan Agustus 2003 terjun ke pelayanan perintisan di desa Cimelati, di sana penulis membantu bapak Alpreds Kaunang, melayani di antara orang-orang dari suku Sunda. Kemudian atas permintaan DMD, penulis di tarik ke Jakarta pada bulan Januari 2004 karena adanya rencana dari pihak DMD (Bapak Thomas Agung) untuk membuka perintisan di daerah kampung Melayu. Pada kenyataanya rencana itu tidak berjalan dengan baik, sehingga penulis berdiam diri untuk sementara waktu. Pada bulan Juni 2004, saya diminta oleh Bapak Thomas untuk membantu perintisan di daerah Setu Cibitung. Pelayanan di daerah ini berjalan sampai pada bulan Desember 2004. Setelah menyelesaikan pelayanan di Setu, karena adanya kebutuhan yang mendesak atas tenaga pelayan di daerah Telaga Mas, kemudian mengambil keputusan untuk melayani di daerah ini.

89

Related Documents

Skripsi Dari Manto Manurung
February 2021 0
Cover Skripsi +
February 2021 1
Skripsi
February 2021 4
Skripsi
February 2021 4
Skripsi
March 2021 0
Skripsi
February 2021 3

More Documents from "Sefry Pelara"