Studi Exegetis

  • Uploaded by: Tio Est Hayati
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Studi Exegetis as PDF for free.

More details

  • Words: 5,479
  • Pages: 108
Loading documents preview...
STUDI EXEGETIS PL DAN PB

DESKRIPSI: Mempelajari secara metodis dan sistematis teks-teks pilihan PL/PB dengan memperhatikan analisa kritik teks, latar belakang dan sejarah suatu teks

KOMPETENSI: Mahasiswa-mahasiswi memahami dan mampu menjelaskan secara metodis dan sistematis teks-teks pilihan PL/PB dengan memperhatikan analisa kritik teks, latar belakang dan sejarah dari suatu teks.

SUBSTANSI: 1. Pengantar: definisi, dan ruang lingkup studi exegetis 2. Teori-teori tentang Hermenetika 3. Hermenetika dan interpretasi terhadap teks Alkitab 4. Beberapa contoh penafsiran

Daftar Pustaka: • Mudhofir, Ali, Kamus Filsuf Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001 • Sutanto, Hasan, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: Seminari Asia Tenggara, 2002 • Palmer, Richard E., Hermeneutika: Teori Baru Mengenal Interpretasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003 • Sumaryono, E., Hermeneutik : sebuah metode filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

Thiselton, Anthony C., New Horizons in Hermeneutics: The Theoryand Practice of Transforming Biblical Reading,Grand Rapids, Michigan: Zondervan Publishing House, 1992

1. Gambar siapakah ini? 2. Mengapa anda menyimpulkan demikian? 3. kira-kira gambar ini bercerita tentang apa?

Pengantar: • Dalam konteks teologis, istilah “Exegesis” digunakan untuk menyatakan suatu pendekatan atau cara menginterpretasi KS dengan menggunakan analisa atau kritik tertentu. Ia merupakan penyelidikan yang bersifat mendalam terhadap teks biblis – di dalam berbagai konteksnya – untuk menemukan makna aslinya. • Eksegetis berasal dari bahasa Yunani exegesis atau exegese yang berarti : membawa keluar. Lawannya adalah Eisegesis, yang berarti membawa masuk (pembaca) ke dalam teks. Secara sederhana bisa dikatakan Exegesis adalah interpretasi kritis terhadap teks – baik itu KS atau bukan.

• Exegesis akan menolong orang sampai pada arti yang sebenarnya dimaksudkan oleh penulis teks. Jadi, ia bersifat “menggali”, tidak asal membaca teks. • Dengan demikian, sang pembaca/penafsir teks harus benar-benar teliti terhadap teks agar tidak salah dalam memaknai maksud penulis teks yang sebenarnya. • Exegetis adalah salah satu unsur atau bagian dari proses hermenetika.

1. Herme-neuein (Kk)= mengatakan • Berarti: mengungkapkan, menegaskan, menyatakan • Mengungkapkan (to express): bagaimana cara sesuatu diekspresikan, bisa berupa “gaya” penampilan. Misalnya bagaimana konduktor menginterpretasi sebuah lagu dengan penuh penghayatan.

• Mengungkapkan bisa berarti “word”=kata= bahasa lisan. Bersifat visual dan pendengaran. Misalnya seseorang mendengar suatu pembacaan terhadap karya sastra. • Menafsirkan sebuah bacaan dengan mendengarkan, membutuhkan kemampuan membaca: intonasi, suara, tekanan, sikap; si pendengar juga dituntut untuk mampu berimajinasi, memvisualisasikan apa yang didengarnya. Pembaca dan pendengar pada akhirnya diharapkan mempunyai pemahaman yang sama....baca Lukas 9:57-62 dan Matius 8:18-22

• Kekuatan kata lisan sangat signifikan dalam teks agama Kristen. Luther: keselamatan datang melalui pendengaran. Bultmann: Kitab Suci adalah Kerigma, risalah yang harus disampaikan. • Dalam sejarahnya, tradisi lisanlah yang selama ini menjadi dasar penulisan Alkitab (bnd. Proses penulisan Alkitab)

• Bahasa = ekspresi = mempunyai kekuatan • Tugas teologi adalah untuk menjelaskan kata dalam bahasa dan konteks dari berbagai masa, ia juga harus mampu mengekspresikan dan menyatakan artinya agar bisa dimengerti pendengarnya...berkhotbah...... • Jadi, interpretasi teologis harus mentransformasi tulisan ke dalam pembicaraan

2. Hermeneuein= menjelaskan (to explain) - Sebuah pesan adalah “interpretasi” dari sebuah situasi; pesan membawa sesuatu untuk diekspresikan sekaligus merupakan penjelasan. Contoh: ada kecelakaan – 2 orang luka parah – penjelasan kejadian - Makna pesan tidaklah disembunyikan tetapi diperlukan interpretasi khusus untuk mencari maknanya. (lih contoh di atas- pesan tersembunyi adalah permintaan pertolongan)

• Eksplanasi = interpretasi yang lebih mendalam; interpretasi yang menggunakan perangkat analisis objektif tertentu. • Analisis adalah interpretasi • Baca: Lukas 24: 25-27

Dari teks: Yesus menjelaskan : peristiwa yang dialami-Nya – konteks khusus peristiwa (kematian-Nya= pengharapan Mesianis, penebusan dosa) = sesuatu yang sudah dinubuatkan. Tujuan akhirnya: murid menemukan makna. Makna ditemukan di dalam konteks. Artinya, walaupun ada orang yang mati dengan cara seperti Yesus, tidak akan mempunyai makna apa-apa jika tidak sesuai dengan konteks.

• Pada saat yang sama, kematian Yesus juga tidak bermakna apa-apa bagi mereka yang tidak mempunyai relasi dengan Yesus. • Jadi, eksplanasi bersifat kontekstual, dalam relasi subjek-objek yang jelas. Eksplanasi juga akan mengubah horizon berpikir dari objek yang kepadanya interpretasi itu diberikan.

3. Heremeneuein = menerjemahkan (to translate) • Ketika sebuah teks berada dalam di tangan pembaca, terjadi benturan. Hal ini terjadi karena teks ditulis dalam bahasa asing sehingga terjadi benturan perspektif dan horizon. • Menerjemahkan berarti “membawa sesuatu untuk dipahami”, bukan sekedar mencari sinonim kata.

• Penerjemahan membuat kita sadar akan kenyataan bahwa bahasa itu sendiri memuat interpretasi tentang persepsi kita. • Bahasa adalah bagian dari kutur/budaya sehingga dengan memahami bahasa, kita menyadari kultur suatu dunia sehingga ketika membaca sebuah teks, kita harus melebur di dalam dunia kultur. Contoh “cium kudus” dalam tulisan Paulus Bultmann: demitologisasi yakni memisahkan pesan esensial dari “mitologi” kosmologis dalam teks yang sudah tidak dipahami oleh manusia modern.

2.Teori-teori tentang Hermenetika

Ada 3 model utama dari teori Hermenetika: 1. Schleiermacher, Dilthey dan Betti dan tradisi Romantisme . 2. Pemikiran Eksistensialis Bultmann (dan latar belakang filosofi Heidegger dan para pemikir yang berhubungan dengannya) 3. Model pemikiran dari Gadamer (melanjutkan model ke-2, pengikut Heidegger) Schleiermacher , Betti VS Gadamer

1. Schleiermacher, Dilthey dan Betti dan tradisi kaum Romantis

• Hermenetika sebagai prinsip umum yang mendasari interpretasi. • Schleiermacher = Protestan sudah kehilangan ibadah, doa dll sehingga yang dimiliki sekarang adalah Alkitab. Untuk mendekati /menafsir alkitab, yang harus dilakukan adalah melalui IP. Cek sejarahnya (penulis, penerima dll). “Studi tentang sejarah itu penting, kita harus masuk ke dalam dunia pengarang klasik”. • Teologi=IP, sehingga pendekatan bisa dilakukan secara ilmiah dan bisa dipertanyakan.

• Dalam hal ini, historisitas teks dianggap sebagai objek dan tidak berhubungan langsung dengan iman. Alkitab sebagai objek kajian dan iman adalah kesimpulan empiris dari penghayatnya. • Schleiermacher ingin mendekatkan teologi dengan IP setelah sebelumnya Kant memutuskan hubungan antara IP dengan teologi/agama.

Yang harus dipahami dalam melakukan analisa historis kritis adalah Bahasa. - studi gramatika (deduktif) sehingga kita bisa masuk ke dalam pikiran pengarang secara objektif. Menguasai seluk beluk bahasa alkitab. - studi semantik (induktif), aplikasi gramatikakontekstual: bagaimana konteks ketika bahasa itu dipakai oleh penulis teks. Studi gramatika dan semantik inilah initi pemikiran Schleiermacher.

• Dalam prakteknya antara gramatikal dan semantik bisa saling berbenturan. Misalnya istilah “bara” yang bisa berarti memberkati (Kejadian) dan mengutuki (Wahyu). • Benturan bisa dikurangi apabila konteksnya dikenali lebih dulu baru dicari maknanya (James Barr) • Masalah : Schleiermacher menyatakan bahwa gramatika dan semantik itu tidak bisa dipisahkan, lalu mulainya dari mana? Dari sinilah dimulai pemikiran tentang lingkar hermenetika.

Hermeneutic Circle SHARING EXPERIENCES

ACTION PLANNING

SOCIAL ANALYSIS

THEOLOGICAL REFLECTION

• Kelemahan lingkar hermenetika: tidak ada ujung pangkalnya. Antara gramatika dan semantik terus menerus diputar sehingga menemukan apa arti yang sebenarnya yang dimaksud penulis. • Sumbangsih Schleiermacher: peletak dasar pemikiran fenomenologi, sosiologi dan antropologi dalam memahami KS.

• Contoh pemikiran Schleiermacher dalam ide tentang Tuhan: Tuhan adalah hasil bentukan dari orang-orang yang mempercayai-Nya (hasil konstruksi) Teologi=antropologi >< dogma gereja (teologi murni dari Tuhan) manusia = positivisme (teo tidak ada) (pengarang dan komunitasnya) Dengan cara ini diskusi antara peneliti dan pengarang akan tetap terjaga.

Inti hermenetika: saya mengkomunikasikan apa yang saya pikirkan kepada orang lain sehingga mengerti apa yang saya pikirkan. Sifatnya publik dan menghargai personal.

Wilheim Dilthey (1833-1911) • Ahli sejarah tentang pemikiran. Dipengaruhi oleh Kant dan empirisme Inggris. (Kant: pengetahuan adalah universal dan pasti, setuju dengan pandangan rasionalisme dan empirisme). • hermenetika adalah inti disiplin yang berguna sebagai pondasi bagi geisteswissenschaften (yaitu semua disiplin yang memfokuskan pada pemahaman seni, aksi dan tulisan manusia). • Semua hal yang berkaitan dengan hukum, karya sastra bahkan Kitab Suci membutuhkan tindakan pemahaman historis.

• Titik berangkat pemikiran Dilthey adalah bagaiamana menempatkan penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiah. Khususnya person yang menyejarah. • Person adalah produk dari suatu sistem sosial (eksternal); jadi yang ingin dicari adalah pemahaman dan interpretasiatas kegiatan individu yang pasti saja dipengaruhi oleh situasi sosial, politik, dan ekonomi. • Pada saat yang sama, kegiatan individu juga merupakan indikasi atau petunjuk ke arah faktorfaktor psikologisnya.

• Kegiatan individu juga merupakan produk dari lingkungan eksternal seperti sejarah, keluarga dan peraturan-peraturan kemasyarakatan. • Jadi, lingkungan eksternal dan internal perlu dipahami dengan baik agar dapat dipahami perilakunya. Ada hubungan antara perilaku dengan psikologi. Dan interpretasi mencakup pengetahuan tentang bagaimana eksistensi individu ini menjadi ilmiah. Misalnya untuk memahami Leonardo da Vinci, kita harus menginterpretasi karyanya, kegiatannya, lukisannya, imajinasi dalam karyanya dll.

• Emilio Betti: bermaksud untuk membedakan antara cara atau model beragam interpretasi dalam disiplin manusia dan untuk merumuskan kerangka pondasional dari prinsip-prinsip yang dapat menafsirkan perilaku dan maksud manusia. • Memperhatikan hakekat “objektif” dari suatu interpretasi. Menurutnya: sebuah objek berbicara dan ia bisa didengar secara benar atau salah sebab si dalam objek itu terdapat makna yang veriable objektif dalam objek.

• Tapi menurutnya yang terjadi selama ini adalah munculnya fenomena sinngebung yakni para penafsir memberi makna terhadap objek dan tindakan itu dianggap sebagai penafsiran/interpretasi (Auslegung). • Menurut Betti: objek interpretasi merupakan objektivasi spirit manusia (Geist) yang diungkapkan dalam bentuk perasaan. Dengan begitu, interpretasi terutama adalah pengakuan dan rekonstruksi makna, yang dengan macam-macam proses dapat dibentuk oleh pengarangnya.

• Tugas orang yang melakukan interpretasi adalah menjernihkan persoalan mengerti, yaitu dengan cara menyelidiki setiap detail proses interpretasi. Ia juga harus merumuskan sebuah metodologi yang akan mengukur seberapa jauh kemungkinan masuknya pengaruh subjektivitas terhadap interpretasi objektif yang diharapkan.

• Kegiatan interpretasi itu adalah kegiatan yang bersifat triadik (mempunyai tiga segi yang saling berhubungan), yaitu: orang yang melakukan interpretasi – teks – pengetahuan. Orang yang melakukan interpretasi harus mengenal pesan atau kecondongan teks, lalu meresapi isi teks (“yang lain” menjadi “aku”), dengan menggunakan pengetahuan tertentu (yang benar). Makna baru bisa ditemukan dengan cara rekonstruksi.

2. Pemikiran Eksistensialis

• Filosofi Heidegger: manusia sebagai Dasein. Manusia adalah “Ada” (sein) dan yang berada “di situ” (da). Manusia tidak ada begitu saja tetapi berpautan erat dengan Ada-nya sendiri. • Dasein selalu ditemukan dalam kepadatan atau kerangka waktu: waktu lampau (befindlichkeit), sekarang (Rede) dan yang akan datang (verstehen)

• Dalam setiap kepadatan waktu diketemukan kerangka waktu yang tidak menentu (kacau) • Manusia otentik (dasein), memiliki ciri khas dalam masa lampaunya yakni diketemukan dalam kebebasannya. Kemudian secara mendadal ia sadar akan beban yang berat karena ia dilahirkan di dunia. • Kekinian dasein atau rede (ucapan bahasa) adalah artikulasi dari penemuan diri di masa lampau dan antisipasi ke masa depan. Tetapi kekinian menemukan daseintersembunyi dalam situasi dan manusia hanya dapat mempertahankan otentisitasnya dengan melakukan aktivitas dalam kerangka waktu sekarang.

• Masa depan dasein yakni verstehen (pemahaman) menjadikan dasein sadar bahwa masa depan itu bergantung pada dirinya sendiri dan bukan pada nasib atau kemujuran. • Hermenetik menegaskan bahwa manusia otentik selalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu di mana manusia sendiri mengalami atau menghayatinya. • Untuk memahami dasein, tidak bisa dilepaskan dari konteks. Di luar konteks, yang ditemukan hanyalah manusia semu/buatan saja.

• Manusia otentik hanya bisa dimengerti atau dipahami dalam ruang dan waktu di mana ia berada. Manusia hanya bisa dimengerti dalam situasinya. • Jadi, untuk memahami teks, kita harus kembali pada pengalaman orisinil dari penulis teks itu agar kita bisa menemukan makna kata-kata atau ungkapan.

3. Model pemikiran dari Gadamer • Tidak ada sesuatupun yang tidak berangkat dari prasangka. Yang kita sebut sebagai sejarah ternyata tidak lain adalah kita yang memproyeksikan dan mengekspresikannya demikian. Sejarah adalah yang ada dalam pemahaman kita. • Oleh karena itu, sebuah teks tidak perlu dipahami secara ekstrim dan sebagai sebuah proses yang sangat berat untuk bisa masuk ke dalam dunia teks.

• Setiap orang yang membaca teks, sebenarnya sudah memiliki prasangka terhadap teks tapi prasangka “yang baru” kita dapatkan kali ini bukanlah sesuatu yang benar-benar baru, melainkan prasangka yang sudah pernah ada sebelumnya. Dan tindakan ini disebut sebagai proses pengilmiahan prasangka. • Dialog antara kita dengan teks terjadi dalam proses pemahaman. Dalam hal ini, memahami teks = berdialog dengan teks yang ada sekarang sehingga terjadi penyatuan horizon (fusion of horizons) antara kita dengan teks. jadi, perhatian dan persoalan kita ada pada teks dan bukan pada sejarah.

• Memahami teks berarti memakai prasangka kita sehingga terjadi proses lingkaran hermenetika dalam diri kita. Dalam hal ini tidak ada upaya memfinalkan sesuatu, sebab setiap hal dievaluasi dan fakta dipelajari kembali secara kreatif. • Prasangka bermakna ilmiah karena tidak keluar dari diri kita.

• Pertanyaan Gadamer: “Bagaimana membuat prasangka menjadi ilmiah? “: 1. Pengalaman eksistensial: ketika orang menjalankan lingkar heremenetik, terjadi dialog antara orang itu dengan teks. Terjadi penemuan diri, inilah pengalaman eksistensial. Sekalipun ini menyangkut subjektivitas tetapi ia tidak menganggap subjektivitas sebagai sesuatu yang eksistensial. Jadi ketika seseorang membaca teks, ia akan membacany a sebagai bagian dari hidupnya. Di sinilah fusi (perjumpaan) terjadi=saya dihubungkan dengan manusia-manusia yang lain.

2. Jalan fenomenologi. Wittgenstein: family resemblance (kemiripan yang tidak sengaja dilakukan). Dari beragam prasangka, ada kemiripan fenomenologis. Dengan membaca teks, kita bisa menemukan kemiripankemiripan (Prasangka adalah warisan dari orang-orang yang ada sebelum kita dan itu pula yang membuat kita bisa terhubung dengan prasangka, pertemuan antara teks dan pembaca).

• Gadamer mengubah pandangan sebelumnya: jika dulu dikatakan penafsiran harus memperhitungkan sejarah dan pengarang, maka kini, yang penting adalah pembaca teks (yang melakukan interpretasi) • Hermenetik adalah seni; usaha memahami teks. Pemahaman itu sendiri pada dasarnya berkaitan dengan teknik tertentu, yakni bahasa (susunan tata bahasa, aspek kata-kata retorik, dan aspek dialektik suatu bahasa)

Ada 4 faktor yang terdapat dalam interpretasi: 1. Bildung: pembentukan jalan pikiran. Ini menyangkut cara utama manusia mengembangkan bakatnya. 2. Sensus comunis atau pertimbangan praktis yang baik. Menyangkut aspek sosial, pergaulan, komunitas di mana penafsir itu hidup. Juga pertimbangan ilmu-ilmu kemanusiaan. 3. Pertimbangan: kemampuan untuk memahami hal-hal khusus dan kemampuan ini akan melibatkan perasaan, konsep, prinsip dan hukum yang dapat diolah manusia.

4. Taste atau selera: keseimbangan antara insting pancaindra dengan kebebasan intelektual. Menurut Gadamer: orang dapat saja menyukai sesuatu yang tidak disukai orang lain. Fenomena selera adalah kemampuan intelektual untuk membuat diferensiasi atau pembedaan. Selera tidak terbatas pada apa yang indah secara alami dan di dalam seni, tetapi sebaliknya justru meliputi seluruh moralitas dan perilaku atau tabiat.

• Situasi Modern: 1. Dalam masa modern, banyak terjadi kekacauan teologi (PD 1 dan 2). Teologi berkiblat ke barat. 2. Teologi tidak lagi satu, masing-masing memikirkan teologinya sendiri. Misal teologi pembebasan, black theology. (kebangkitan nilai-nilai keagamaan yang kuat tapi sekaligus muncul keberagaman teologi. 3. Klaim tentang kebenaran Allah berhadapan dengan masalah kemanusiaan.

3.Hermenetika dan interpretasi terhadap teks Alkitab

• Pra modern: 1. Kebenaran mutlak langsung dari Tuhan 2. Tidak ada lagi pencarian, semua bisa mendapat ilham dari Allah. 3. Penafsiran yang ada tidak bisa digugat

4. Menekankan empirisme, rasionalisme tapi kita bisa memilih tentang apa yang baik menurut kita. 5. Klaim Tuhan pada masa lalu dipertanyakan (selalu ada upaya mempertanyakan)

Paul Ricoer: • Seluruh filsafat itu adalah interpretasi terhadap interpretasi. • Kata-kata dan simbolisme mengandung pluralitas makna (surplus of meaning) • Tidak ada meaning yang benar karena ia ditentukan oleh perjumpaan antara pembaca dengan teks. • Bilamana terdapat pluralitas makna, di situlah interpretasi diperlukan. Setiap interpretasi adalah usaha untuk “membongkar” makna-makna terselubung.

• Untuk bisa melakukan interpretasi yang baik, penafsir harus membuat jarak (distansi) dengan objek yang ditafsirkan. Oleh karena itu, sebenarnya penafsir sudah punya prasangka dalam dirinya terhadap objek yang ditafsirkan (Gadamer). Ini menandakan bahwa kita tidak bisa menghindarkan diri dari prasangka. • Meskipun demikian, penafsir harus hati-hati terhadap berbagai prasangka. • Tanpa distansi, tidak ada surplus of meaning. • Tidak ada seorangpun yang tidak melakukan hermenetik karena tidak ada ilmu yang langsung jadi.

• Postmodernisme: 1. Tiap orang punya kebenaran masing-masing dan tidak perlu dipertanyakan lagi. 2. Yang objektif itu ada tapi diletakkan pada halhal yang subjektif (komunitas, konteks). Yang objektif ada di dalam yang subjektif.

Perbedaan modern dan post-modern: Modern: 1. Bersifat dualisme 2. Stagnan 3. Mengikuti apa saja yang dikatakan Alkitab 4. Memutlakkan sesuatu

• Postmodern: 1. Universal 2. Dialogis, selalu bergerak 3. Berakhir dalam aksi 4. Bersuara di luar alkitab (memberi tempat pada pengalaman) 5. Tidak boleh memutlakkan

Rangkaian Hermenetik: • Dalam membaca (menafsirkan) alkitab, orang seringkali langsung masuk pada metode. Padahal metode adalah alat. Dan sebagai alat, penggunaannya tergantung dari untuk apa tujuan ia digunakan. • Maka, sangat baik jika sebelum menjalankan sebuah metode tafsir, orang memikirkan terlebih dahulu hal-hal yang mendasar seperti apa dan mengapa kita perlu menafsir.

• Hal kedua: kita perlu menetapkan strategi apa yang akan kita gunakan. Strategi adalah pilihan; tetapi tidak perlu membuat penilaian mana strategi yang benar dan mana yang salah. • Oleh karena strategi adalah pilihan, maka jika kita memilih sebuah strategi, kita perlu menyadari apa saja yang mungkin timbul dari strategi itu termasuk apa hasil akhir yang akan kita peroleh.

• Pada waktu mempertimbangkan strategi, semakin jelaslah apa yang akan kita lakukan termasuk langkah apa yang akan kita lakukan. Pada tahap inilah pertimbangan tentang metode tafsir mulai terjadi. • Metode tafsir ada banyak; dan mungkin saja sebuah metode dapat melayani lebih dari satu strategi. Tetapi yang penting kita tahu ke mana kita akan pergi dengan metode yang kita pilih.kitalah yang mengarahkan metode dan bukan sebaliknya.

• Jika kita yang mengarahkan metode, berdasarkan strategi yang kita pilih, maka hasilnya akan maksimal. • Tahap ketiga: pelaksanaan proses menafsir. Akhir dari proses ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang dapat segera dihubungkan dengan pertimbangan etis maupun teologis. Teks memiliki makna bagi pembacanya. • Tahap keempat: kita memeriksa ideologi pembaca. Tujuannya agar kita menyadari apa saja yang terjadi dan yang menyumbang pemaknaan sebuah teks; sebab pemaknaan teks berkaitan erat dengan kepentingan pembaca.

Tahap penafsiran Konsep hermenetik

strategi

Kritik ideologi

Metode Etika teologi Penafsiran

Strategi hermenetik: 1. Mimetik: - Analogi: lukisan naturalistik di mana objek dilukis sesuai dengan keadaan alaminya. Ketika orang menyaksikan lukisan itu, yang dipikirkan adalah apakah lukisan tersebut sama dengan aslinya atau tidak. - Teks ditanggapi sebagai representasi dari suatu keadaan/kejadian/pengalaman yang dialami seseorang atau sekelompok orang.

- Pada saat orang membaca teks, pikiran pembaca akan tertuju kepada realita yang digambarkan teks itu. Semakin lengkap teks itu memaparkan realitanya, semakin lengkap dan jelas makna teks. - Kadang diperlukan rekonstruksi sejarah. Tapi rekonstruksi sejarah tidak selalu dapat memeprjelas isi alkitab, bahkan sebaliknya. Misalnya di alkitab selalu diungkapkan tentang kebesaran raja Daud tapi penemuan arkelogi justru memperlihatkan kebesaran peninggalan raja Omri yang reputasinya tidak baik.

- Dengan demikian rekonstruksi sejarah tetap diperlukan sejauh ia diperiksa secara teliti dan selektif. 2. Ekspresif: - Maksud dan pikiran pengarang adalah yang paling penting untuk diperhatikan, bukan pada masalah “apakah realita yang disebutkan itu benar atau tidak”

- Upaya yang harus dilakukan adalah mengenali siapa penulisnya. Biasanya dilakukan dengan mengenali siapa keluarganya, masyarakat sekitar, waktu kehidupannya dan bagaimana perkembangan di sekitar penulis. Tujuan utama: merekonstruksi kehidupan penulis. - Strategi ini mirip dengan mimetik karena sama-sama meneliti sejarah. Hanya bedanya, dalam ekspresif yang ditekankan adalah maksud penulisnya.

3. Objektif: - Tidak memperhatikan hal-hal di luar teks; persoalan sejarah di luar teks tidak menjadi fokus lagi. - Perhatian pada teks. Teks diterima sebagai sesuatu yang berdiri sendiri tanpa harus dikaitkan dengan masalah sejarah. Teks yang dimaksud adalah dalam bentuknya yang final. - Metode yang menggunakan strategi ini adalah analisis naratif. Dalam hal naratif, teks diteliti berdasarkan unsur-unsur atau komponen naratifnya.

- Komponen naratif misalnya narator, tokoh, setting, plot dll. Pada prinsipnya semua komponen haruslah sesuatu yang ada di dalam teks. Artinya, jika ingin mencari tahu siapa penulis teks, maka yang dibicarakan sebenarnya adalah siapa “penulis bayangan/samaran” (Implied author). - Penulis bayangan biasanya diidentifikasi bukan manusia melainkan komponen yang ada di dalam teks.

- Berhubung hanya mengandalkan teks, maka informasi lain di luar teks dianggap tidak penting. - Kadang informasi tentang kebiasaan atau istilah yang khas dalam teks – yang merupakan bagian dari kebudayaan – perlu untuk diketahui, tetapi tujuannya bukan untuk merekonstruksi sejarah. Ia hanya menjadi sarana untuk mendukung pemahaman tentang jalannya cerita. Jadi, sejauh data itu berguna untuk memahami teks, informasi bisa saja dipakai.

4. Pragmatis: - Strategi ini sangat berbeda dengan ketiga strategi lain. Ia menekankan pada pembaca. Pembaca yang dimaksud di sini harus dikenali masalah ideloginya. - Kesulitan-kesulitan dalam strategi ini adalah: pada strategi ini dikhawatirkan pembaca akan memasukkan pikirannya sendiri yang dianggap sebagai “suara” teks. Bila ini terjadi, berarti pembaca sudah ‘memperkosa’ teks demi kepentingannya sendiri.

- Jadi, untuk menghindari hal ini perlu ditegaskan bahwa kedudukan alkitab lebih utama daripada si pembaca. Dalam hal ini, bukan pembaca, melainkan Alkitablah yang berbicara. - Alkitab yang akan memberi masukkan kepada pembaca sehingga pembaca mampu membuat langkah-langkah korektif bagi kehidupannya.

- Kesulitan kedua, menyangkut penafsiran terhadap istilah dan bahasa di dalam Alkitab. - Bahasa adalah bagian dari kebudayaan. Arti dari istilah dan bahasa tidak ditentukan oleh penggunanya melainkan oleh situasi pada saat bahasa itu digunakan. Bahasa ditentukan oleh konteks.

- Demikian juga arti dari sebuah kata dan istilah. Arti sebuah kata tidak bisa hanya ditentukan/didasarkan oleh kamus, tetapi tergantung pada bagaimana kata tersebut digunakan. Seringkali arti kamus berbeda dengan arti ketika kata itu dipakai. - Jadi, bahasa menghasilkan arti yang datang dari penggunaannya ketika ia sedang digunakan.

- Ketiga, menyangkut objektivitas. Oleh karena fokus pada pembaca, maka sulit untuk menetapkan suatu tafsir yang objektif atau netral yang bisa diterima dan disetujui oleh semua orang. - Sebenarnya ini juga berlaku untuk ketiga strategi lain karena nilai subjektivitas pasti terasa dalam setiap penafsiran. - Kekuatan startegi Pragmatis: perhatian kepada pembaca memberi peluang kepada para penafsir untuk membaca teks tanpa terikat oleh etnisitas, latar belakang, pengalaman, gender, dan masalah sosial lain.

- Artinya, setiap orang berhak untuk menafsirkan teks. Dan terlepas dari kelemahan menyangkut munculnya kepentingan pembaca dalam penafsiran, ia justru memberi peluang kepada pembaca yang selama ini termarjinal. - Untuk itu, ideologi para pembaca yang menafsir teks perlu diketahui sehingga menjadi jelas alasan seseorang memunculkan tafsiran yang ada.

Kesimpulan: • Strategi dianalogikan dengan 4 kereta yang berjalan di jalur yang berbeda. Tidak mungkin kereta yang berjalan di jalur yang lain itu salah. • Dalam prakteknya, keempat strategi itu bisa saling tumpang tindih, dipakai bersama meskipun tidak mungkin bertindih sama tepat. Seperti kereta yang berjalan di rel yang bersimpangan.

Metode Empiris-induktif • Berangkat dari pengalaman dan bukan Alkitab, mulai dari kehidupan dan pergumulan manusia • Pengalaman yang berbeda itu didialogkan dengan Alkitab sehingga diperoleh pemaknaan yg baru • Eksegese mempertemukan 3 dunia: dunia pertama (pengalaman yang ada), dunia kedua (Alkitab= pernyataan tentang Allah dalam dunia purba/masa lampau) dan dunia ketiga (dunia baru/konteks yang sudah diterangi oleh teks dan teks yang sudah diperluas artinya oleh pemahaman yang baru oleh konteks).

Teks-teks: 1. Ezra 9-10 2. Markus 4:3-9

Situasi Ezra: • Bangsa Israel baru pulang dari pembuangan Babel • Selama lebih kurang 70 tahun dalam pengasingan dan bergaul dengan banyak bangsa, tentunya umat Israel telah mengalami proses sosialisasi yang kompleks. Perjumpaan dengan banyak bangsa tentunya membuat umat ini sedikit banyak mengambil alih dan terpengaruh dengan budaya bangsa asing.

• Dan sekarang, mereka harus kembali ke Yerusalem, tempat asal mereka. Jati diri mereka sebagai umat pilihan Allah harus mereka pertahankan dan proses ini tentunya tidak mudah karena ada nilai-nilai moral etis yang juga harus diperhitungkan. • Ezra adalah seorang yang terkenal dengan pengetahuannya mengenai hukum Musa (Ezra 7:6-7). Ketika mereka tiba di tepi sungai Ahawa, Ezra meminta umat untuk berpuasa dan merendahkan diri di hadapan Tuhan dan memohon agar Dia memimpin perjalanan (8:21).

• Setibanya di Yerusalem,mereka akan membangun BA kembali. Orang-orang menimbang perak, emas dan perlengkapan lain untuk mempersiapkan pembangunan itu (8:25). Ada juga yang mencatat barang-barang yang diperlukan untuk kemudian diserahkan kepada para imam. Dan setelah semuanya dicatat, Ezra mengumpulkan semua orang dan mempersiapkan diri untuk memberi persembahan kepada Tuhan. Persembahan syukur dan sekaligus memberi korban penghapusan dosa (8:32-36)

• Lalu pada satu hari terjadi sesuatu. Ada sekelompok pemimpin Yahudi yang radikal yang datang kepada Ezra dan mempertanyakan tentang dosa dari orangorang yang melakukan perkawinan campur. Perkawinan antara laki-laki Yahudi dengan perempuan asing. Mereka ini adalah orangorang yang terlibat dalam pembangunan rumah Tuhan dan yang merasa bahwa perkawinan campur itu telah merusak umat pilihan Tuhan.

• Ezra tampak gundah. Ia mengoyakkan pakaiannya, mencabut rambut dan janggutnya lalu duduk melamun dalam kesedihan yang sangat besar (9:3). Ia menyiksa dirinya sendiri sedemikian hebat sampai tubuhnya berdarah. Ia tinggal lama di depan rumah Tuhan; kadang ia meratap dan kadang ia berdoa dengan suara keras. Mereka yang meyaksikannya menjadi gemetar ketakutan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menghentikannya.

• setelah Ezra menghentikan aksinya, datanglah seorang bernama Sekhanya bin Yehiel dari bani Elam. Ia berbicara kepada Ezra kira-kira demikian :”Kami telah melakukan perbuatan tidak setia kepada Allah kita oleh karena kami telah memperistri perempuan asing dari antara penduduk negeri……marilah kita mengikat perjanjian dengan Allah kita, bahwa kita akan mengusir semua perempuan itu dengan anak-anak yang dilahirkan mereka, menurut nasihat tuan dan orang-orang yang gemetar karena perintah Allah kita. dan biarlah orang bertindak menurut hukum Taurat. Bangkitlah, karena hal itu adalah tugasmu. Kami akan mendampingi engkau, kuatkanlah hatimu dan bertindaklah”(10:2-4).

• Ternyata tawaran Sekhanya diterima oleh sebagian besar orang dan dalam tempo singkat memanggil semua orang Israel yang kembali dari pembuangan untuk mendata siapa saja yang melakukan perkawinan campur. Bila ada di antara mereka yang kawin campur itu menolak untuk datang, maka semua harta miliknya akan dirampas dan mereka akan dikeluarkan dari persekutuan umat (10:8). Bagi mereka yang kawin campur, mereka harus menceraikan istrinya dan mengusir istri dan semua anak mereka itu dari Yerusalem.

• Baca: Ez.1:4-6 (tentang orang-orang asing yang sangat baik kepada orang Israel) • Baca Ez. 9:12 dan Kel. 34:14-16 • Baca Kej.1:27-28 dan Kej. 11:5-9 (dari teks: banyak bahasa dan beragam ras manusia di muka bumi ini adalah sesuai dengan rencana Allah. Allah bukan hanya milik Abraham, Ishak dan Yakub, tetapi juga Allahnya raja Koresy sebab Allah yang sama yang telah mengubah hati Koresy dan membuatnya mengijinkan umat Israel membangun Bait Allah di Yerusalem (bnd. Ezra 1:2).

• Ketika Tuhan menyuruh Musa memberikan Hukum tentang pengudusan dan keadilan kepada umat Israel, ada dikatakan :”Kuduslah kamu, karena Aku, Tuhan Allahmu adalah kudus. Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabatKu; Akulah Tuhan, Allahmu”(Im.19:1-3). Hukum Tuhan jugalah yang mengatur bahwa sepanjang musim panen harus disisakan bagian hasil itu bagi orang miskin dan orang asing (Im. 19:10).

• Bahkan Allah yang sama mengingatkan agar umat Israel memperlakukan orang Israel dengan baik karena dulunya umat Israel juga adalah orang asing di Mesir (Im. 19:33-34). Lalu, mengapa orang Israel harus mengusir para istri dan anak-anak dari bangsa asing? Apakah mereka bukan menjadi bagian dari komunitas umat Israel? Apakah itu tidak berarti kita menghianati hukum Tuhan? Janganlah lupa bahwa Allah juga Tuhan bagi orang-orang asing, yang menyelamatkan Hagar, perempuan Mesir dan anaknya di tengah padang gurun? (bnd. Kej.21:1720).

• Menurut catatan sejarah, ketika kelompok pertama keluar dari pembuangan dan merayakan paskah di Yerusalem, korban yang dipersembahkan itu dimakan tidak hanya oleh orang Israel tapi juga oleh “semua orang asing yang bergabung untuk menyembah Allah” (bnd. Ezra 6:19-21). • Dengan demikian yang disebut sebagai “umat Allah” tidak berdasarkan identitas rasnya tetapi berdasarkan iman kepada Allah. Harus juga diingat bahwa Rut, seorang perempuan Moab dan seorang perempuan dalam silsilah Yesus adalah orang asing yang setia kepada ibu mertuanya. Ketika keluarga mereka berhadapan dengan ancaman perpisahan, ia tidak meninggalkan mertuanya sendiri, ia mengaku di hadapan mertuanya itu bahwa : “Aku akan pergi kemanapun kau pergi, bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku’ (Rut 1:16).

• Tidakkah disadari bahwa ini semua terjadi karena kuatnya iman dan kebaikan yang ditampakkan oleh naomi yang akhirnya memenangkan hati Rut. Pada saat yang sama, kesetiaan dan kepercayaannya yang besar, Rut menjadi salah seorang nenek moyang Israel yang dihormati.

• Sebaiknya setiap orang yang takut kalau-kalau istrinya yang asing itu akan membawa penyembahan berhala dan ketidaksucian dalam keluarganya, mereka harus merefleksikan perintah Tuhan dalam kehidupan mereka seharihari (jangan langsung menyalahkan istrinya yang asing). Bahkan setiap orang yang menceraikan istri masa mudanya dan kawin lagi dengan perempuan asing lalu memutuskan untuk mengusir istrinya yang asing itu, maka ia telah melakukan kesalahan ganda (Mal. 2:11-16).

• Lihatlah Musa, ia menikah dengan perempuan dari suku Kusi, Miriam dan Harun mencelanya tetapi mereka justru dikutuk Allah (Bil. 12:1-8). Jadi, perkawinan campur tidak membuat Musa menjadi lebih beriman atau jauh dari Allah sebab yang ditekankan oleh Musa adalah mengasihi Allah dan taat. Iman seperti inilah yang harus diberlakukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yang menyalahkan si korban dan tidak benar-benar taat pada Allah, Allah sendirilah yang akan menghakimi mereka.

Perumpamaan seorang Penabur (Markus 4:39) • Ada 4 orang penabur yang keluar untuk menabur di kebun yang berdekatan. • Selesai menabur, mereka pulang ke rumah masing-masing untuk menunggu benih itu bertumbuh. • Penabur pertama: pergi dan tidak pernah kembali untuk memperhatikan dan menjaga pertumbuhan tanamannya. Tanamannya tumbuh, tetapi karena tidak terurus, lama kelamaan mati.

• Penabur kedua, ketiga dan keempat kembali ke kebun masing-masing pada hari ketiga dan menemukan benih mereka tumbuh dnegan subur. Karena gembira, penabur kedua pulang ke kampung dan menceritakan apa yang dia lihat kepada penduduk. Lama setelah itu,ia kembali ke kebun untuk melihat perkembangan tanamannya. Tetapi ia mendapati tanamatanaman itu mati semuanya. Rumput dan semak melilit tanamannya sehingga tak satupun yang selamat

• Penabur ketiga: tidak segera pulang. Ia membersihkan semak dan duri yang tumbuh bersama dengan benihnya. Batu-batuan yang dilihatnya menghalangi pertumbuhan tanamannya dijauhkan. Selesai melakukan tugasnya, ia pulang dan melakukan pekerjaan lain. Ketikja kembali sebulan kemudian untuk melihat tanamannya, didapatinya tanaman-tanaman itu ada yang mati dimakan bekicot dan babi hutan, sedangkan yang lain mati karena dihimpit semak dan duri yang kembali tumbuh dengan cepat.

• Penabur keempat: ia tidak pulang ke rumah sejak benih yang ditaburkannya tumbuh. Ia tinggal di kebun itu selama musim tanam. Semak dan rumput-rumput yang mengganggu pertumbuhan benihnya dicabut dan dibuang jauh-jauh. Batu-batu yang banyak di kebun itu ia kumpulkan dan dijadikan pagar untuk melindungi tanamannya dari binatang liar. Ia berusaha mengenal setiap tanaman dalam kebunnya, masing-masing menurut nama mereka. • Ia mencari tahu ciri khas tiap tanaman dan pantanganpantangannya. Itu sebabnya ia mampu melakukan pendekatan yang tepat sesuai dengan karakter masingmasing tanaman.

• Tiap malam ketika tanamannya merasa kesepian, ia mendekati mereka. Ia berbicara dan menghibur mereka dengan nyanyiannyanyian yang indah. • Tanamannya tumbuh besar dan berbuah ; ada yang seratus kalilipat, ada yang empat puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Siapa yang bertelinga,hendaklah ia mendengar.

Kritik Ideologi: Kelemahan kritik alkitab pra-kritik ideologi: 1. Pendekatan sastra/tekstual: a. Banyaknya gap (kekosongan informasi) yang merupakan teknik naratif justru menutup kemungkinan bagi pemahaman lain. b. Bersama dengan komponen naratif lainnya, gap tersebut membuat jalannya narasi terarah pada ideologi tertentu.

2. Pendekatan Pragmatis (berpijak pada kepentingan penafsir) a. Kebebasan penerimaan Alkitab oleh berbagai kalangan di luar gereja membuat Alkitab tidak lagi harus dikaitkan dengan kekristenan dan bahkan dengan agama. b. Semakin mengedepankan suara-suara “kaum pinggiran” (perempuan, people of disability, gaylesbian, transgender, Asia, Afrika, Afro-Amerika dll), membuat penafsiran Alkitab tidak lagidapat dilepaskan dari tuntutan untuk bersikap fair terhadap mereka dan sekaligus mengangkat keprihatinan mereka.

Latar belakang kritik ideologi: 1. Menyangkut hubungan antar-agama. a. Kesadaran akan pentingnya beragama secara sehat membuat pandangan agama yang memutlakkan kebenaran sendiri, t tidak toleran, memandang rendah agama lain harus dikoreksi. b. Upaya untuk menemukan teologi yang dapat memberi tempat bagi keberadaan agamaagama lain secara seimbang dan setara menjadi tuntutan yang harus dijawab secara sungguhsungguh.

2. Menyangkut masalah etis a. Penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai kebenaran tidak lagi relevan, termasuk dan apalagi jika itu terjadi dalam agama b. Diskriminasi terhadap sesama manusia tidak dapat lagi diterima dalam masyarakat beradab yang sudah menyetujui patokan HAM PBB. Kasus-kasus diskriminasi seksual, rasial dan agama harus dikikis habis.

• KI bertujuan untuk menangani ideologi dalam penafsiran Alkitab dengan jalan: a. Memperlihatkan ideologi yang ada (secara terbuka maupun terselubung) dalam teks, dalam sejarah penulisan teks (latar belakang dan kepentingan penulisan) dan dalam penafsiran teks (misalnya politik Aparheid yang didasarkan pada teks tentang Sem, Ham dan Yafet bahwa orang kulit hitam memang menjadi budak). b. Menggugat ideologi yang tidak selaras dengan nilainilai mulia baik yang bersumber dari iman Kristen (Mat.7:12) maupun yang bersumber dari prinsipprinsip HAM

Beberapa contoh isu ideologi: 1. Ideologi Monoteistik murni Nampak dalam: - Larangan untuk menyembah ilah lain dan hukuman bagi yang melanggarnya - Klaim mengenai keesaan Allah - Sentralisasi tempat ibadah (BA di Yerusalem) - Gambaran mengenai Tuhan yang cemburu. - Tuntutan terhadap kesetiaan yang mutlak dari umat

- Tetapi penekanan monoteistik murni tersebut sebenarnya memperlihatkan realita yang terbalik yaitu suatu praktek agama yang sinkretik. - Jadi, ideologi yang seperti ini semakin menjelaskan bahwa situasi yang dihadapi justru kebalikannya

2. Ideologi kemurnian etnis Nampak di dalam: - Pandangan tentang orang asing sebagai penggoda iman yang karenanya tidak layak hidup bersama dengan orang Israel. - Orang asing harus dimusnahkan dari tanah Kanaan. - Gambaran negatif tentang keberadaan orang Israel di negeri asing (budak, orang buangan,kaum tertindas)

- Dalam PB,segala pandangan negatif tentang orang asing itu dialihkan kepada orang Yahudi dan kadang-kadang kepada orang Yunani dan Romawi. - Kenyataan yang sebenarnya justru terbalik: orang Israel tidak pernah terbukti berasal dari nenek moyang yang terpisah dari bangsabangsa lain dan selalu hidup bersama dengan bangsa lain baikdi Palestina maupun negerinegeri lain

3. Puritanisme seksual Nampak dalam: - Gambaran yang ekslusif lelaki dan perempuan - Penyempitan artihubungan seks hanya sebagai prokreasi - Anti perkawinan seks sejenis - Penempatan perempuan sebagai yang inferior yaitu sebagai sarana mendapatkan keturunan (terutama anak laki-laki) dan pemuas kebutuhan seks laki-laki (pelacuran tidak dilarang)

- Dalam PB gambaran seks yang prokreatif dan posisi inferior perempuan masih dilanggengkan bahkan dipertegas oleh ide kesalehan keluarga yang menetapkan istri tunduk kepada suami (Ef. 5:22; Kol. 3:18) - Sikap anti gay,lesbian dan transgender tidak sulit ditemukan dalam Alkitab - Kenyataannya: perempuan-perempuan dalam sejarah gereja mula-mula banyak yang menjadi pemimpin

Penugasan: • • • • • • • •

Hakim-hakim 4-5 Hakim-hakim 19:1-30 2 Raja-raja 23:1-30 Ester 1:1-22 Matius 17:1-13 Markus 7:1-22 Lukas 17:20-37 Yohanes 3:1-21

Related Documents

Studi Exegetis
January 2021 1
Studi Kasus
January 2021 0
Analisis Model Studi
February 2021 0
Studi Kelayakan Pelabuhan
February 2021 0

More Documents from "Melisa Pakpahan"