Teologi Pb.doc.doc

  • Uploaded by: Adides Gidson Simanjuntak
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teologi Pb.doc.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 24,093
  • Pages: 46
Loading documents preview...
BAB. I PENDAHULUAN Beberapa pertanyaan penting telah menjadi diskusi panjang dalam telaah Teologi Perjanjian Baru. Intinya adalah sungguh-sungguhkah ia layak dipercayai? Tentu saja bukan hanya dalam konteks penyataan atau penyingkapan diri Allah, tetapi juga dalam konteks berlangsungnya peristiwa baik narasi, nubuatan, rangkaian peristiwa serta nilai otentisitasnya. Sejarah yang berproses telah menjadi alat bukti dengan sendirinya bahwa ia dapat dipercayai. Bahkan dengan munculnya temuan-temuan mengenai gulungan-gulungan kitab di sekitar daerah laut mati (dead sea scroll) dan Nag-Hamadi serta friksi yang dibuat oleh kelompok liberal justru semakin mempertegas nilai unggul dapat dipercayainya keseluruhan kitab Perjanjian Baru (tentunya membawa dampak yang sama pada Perjanjian Lama). Permasalahannya kembali kepada umat Kristus, apakah telah menjadikannya sebagai Perjanjian yang dipercayai? Paling tidak, untuk itulah paper ini hadir. Perjanjian Baru, paling tidak itulah istilah yang sering digunakan walaupun dengan pengertian yang tidak tepat, dari sisi peristilahannya dirunut praduga/asumsi terhadapnya: secara etimologi, merujuk pada suatu ketetapan/kontrak guna memenuhi apa yang belum dinyatakan pada ketetapan/kontrak sebelumnya; secara histori, berperan sebagai kelanjutan suatu masa dari masa sebelumnya. Secara teologi, merujuk pada penyingkapan yang lain sama sekali dari sebelumnya; secara praksis, merujuk pada suatu kondisi tuntutan kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Namun apakah sebenarnya makna Perjanjian Baru? Penelusuran terhadapnya dimulai dari latar belakang munculnya suatu “Perjanjian Baru”. Istilah Perjanjian Baru sendiri muncul hanya 6 kali dalam Alkitab, masing-masing: Yer. 31:31; Luk. 22:20; I Kor. 11:25; II Kor. 3:6; Ibr. 8:8; 12:24. Mula pertama digunakan dalam konteks janji nubuatan dan pemeliharaan Allah terhadap umat-Nya. Sebagai sebuah bentuk perjanjian yang dinyatakan bukan lagi dalam tanda-tanda atau simbol-simbol lahiriah melainkan suatu hubungan baru antara Allah dan umat. Bentuk baru ini berakibat pada pembaharuan perjanjian yang gagal terpelihara oleh umat. Kesadaran yang muncul dalam diri umat dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang mereka alami terutama pada masa-masa pembuangan dan pengasingan. A. Teologi Perjanjian Baru Dan Problematikanya Latar Belakang yang mempengaruhi Teologi Perjanjian Baru 1. Allah menghadirkan gereja di tengah-tengah situasi yang (selalu) tidak kondusif: 2. Perkembangan Hermeneutik yang menjadi (lebih) tidak kondusif: 3. Teologi yang terus menerus mengalami pergeseran makna: B. Otentisitas Perjanjian Baru bagi Teologi Perjanjian Baru Berdasarkan segala ‘keruwetan’ di atas masihkah teks Perjanjian Baru dipertahankan guna membangun Teologi Perjanjian Baru? Padahal Perjanjian Baru sendiri mengalami penolakan oleh karena beberapa alasan: 1. Naskah asli Perjanjian Baru tidak pernah ditemukan. 2. Ditemukan tulisan-tulisan ‘asli’ lainnya yang sangat berbeda dengan isi Perjanjian Baru. 3. Bapa-bapa gereja sendiri (ex, Marthin Luther) meragukan beberapa kitab dalam Perjanjian Baru. 4. Kanon Perjanjian Baru sendiri justru terbentuk oleh karena konsili bapa-bapa gereja (seperti Perjanjian Lama). 5. Beberapa bagian dalam Perjanjian baru justu ‘keliru’: a) Mat. 1:1-17 vs Luk. 3:23-38 b) Mat. 4:1-11 vs Luk. 4:1-13 c) Mrk. 6:8-10 vs Luk. 9:3; Mat. 10:9-10 d) Mat. 27:9-10 vs Zak. 11:12-13 e) Yak. 1:13 vs 1 Sam. 18:10 Bagaimana seharusnya melihat inerrancy dan infallibility Alkitab Perjanjian Baru? C. Metodologi Pendekatan dari Teologi Perjanjian Baru 1. Tematis Pendekatan yang bersifat tematik biasanya membuat pilihan dengan cara menentukan tema-tema tertentu yang dianggap sangat penting (utama) dan membahas tema-tema itu dengan mengadakan studi secara menyeluruh terhadap semua kitab-kitab di dalam Perjanjian Baru. Pendekatan terhadap kitab-kitab itu biasanya dilakukan dengan mengelompokkan kitab-kitab yang dianggap berhubungan seperti pengelompokkan 1

terhadap Injil-injil sinoptik, Injil Yohanes dan surat-surat kiriman Yohanes, surat-surat kiriman Paulus dan lain-lainnya. Pendekatan yang demikian, hampir mirip dengan pendekatan teologi sistematis, hanya saja teologi sistematis biasanya memanfaatkan rumusan-rumusan teologi biblika dan membuat hubungan-hubungan di antara keseluruhan kitab-kitab yang ada di dalam Alkitab, untuk membangun suatu Teologi/ajaran. Walaupun pendekatan ini baik, tetapi ada masalah yang harus diperhatikan oleh ahli teologi Perjanjian Baru yang mempergunakan pendekatan yang demikian. Pendekatan yang demikian kadangkala menghadapi masalah di dalam menghubungkan tulisannya dengan konteks historis dari setiap kitab, mengingat kitab-kitab di dalam Perjanjian Baru, pada umumnya tidak memiliki konteks historis yang sama. Untuk itu, pendekatan yang demikian, jika tidak dilakukan dengan hati-hati, maka kemungkinan untuk menghasilkan suatu studi yang tidak akurat dapat saja terjadi. Pendekatan yang bersifat tematik, dapat dilihat di dalam karya Donald Guthrie “New Testament Theology” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit BPK. Jakarta sebanyak tiga jilid. 2. Eksistensialis Tokoh-tokoh yang dihubungkan dengan metode ini adalah Rudolf Bultmann dan Hans Conzelmann. Rudolf Bultman, adalah seorang teolog Perjanjian Baru dari Jerman. Ia menganut pendekatan “kerygmatis” tetapi ia menggunakan konsep kerygmatis dan pendekatan sejarah keselamatan secara berbeda. Yesus sejarah, bagi Bultman, adalah suatu ajaran yang sudah kabur karena telah dipengaruhi oleh berbagai ajaran mitologi. Yesus hanyalah seorang nabi Yahudi, yang memberitakan berita apokaliptis dan yang sudah dekat. Karena itu, Ia memperingatkan manusia agar bersiap untuk menantikan hukuman yang akan ditimpakan kepada manusia. Dari sudut pandang historis, Yesus bukanlah Mesias, maupun sebagai Anak Manusia. Walaupun demikian, Ia memiliki pengertian yang luar biasa tentang kenyataan Allah, dan Ia sadar bahwa Ia adalah pribadi yang membawa firman Allah untuk saat-saat akhir yang menuntut manusia mengambil keputusan. Kematian-Nya adalah suatu tragedi yang tiada bandingnya, namun oleh kepercayaan Kristen, melalui kebangkitan-Nya, Ia telah menebus manusia dari kefanaan. Gereja kuno menafsirkan kembali Yesus dari sudut pandang Yahudi tentang Anak Manusia yang apokaliptis, dan kemudian menggabungkannya dengan pandangan tentang manusia Sorgawi dari ajaran Gnostik. Dengan memakai pendekatan ini, maka gereja telah mengajarkan suatu ajaran tentang Yesus dari sisi mitologi. Untuk menghindari kesalahan ini dan menemukan kembali inti berita (kerygma) yang sebenarnya dari gereja tentang Kristus yang historis, maka perlu diadakan demitologisasi (pengupasan kembali mitologimitologi tentang Yesus) agar dapat menemukan kembali kaitan antara Yesus yang historis dan ajaran-Nya. Bultman, dan penganut eksistensialist percaya bahwa Perjanjian Baru memiliki suatu pesan yang pasti untuk masa kini, dan untuk itu pesan itu haruslah diselidiki1 3. Historical Pendekatan ini diwakili oleh Werner G. Kummel, Joachim Jeremias. Tesis yang diajuka oleh Kummel adalah: Problem mendasar dari teologi Perjanjian Baru, adalah bukan bagaimana pemberita, Yesus dari Nazareth, menjadi pemberitaan Messiah, Anak Allah.”2 Hal ini didasarkan kepada keyakinan Kummel, bahwa Yesus dan Paulus memberitakan hal yang sama, yaitu memberitakan kebenaran sejarah yang sama3 Kummel mengajukan pentingnya rekonstruksi dan interprestasi untuk menemukan kebenaran yang tepat, yang diyakini oleh para penulis Perjanjian Baru4 4. Sejarah Keselamatan Metode pendekatan ini biasanya membuat studi secara terpisah dari setiap kitab atau kelompok kitab dengan berusaha untuk melakukan suatu studi induktif terhadap kitab atau kelompok kitab itu secara sendiri-sendiri tanpa mengaitkannya dengan kitabkitab lain yang ada di luar kitab atau kelompok kitab yang sedang diselidiki. Di dalam studi yang demikian para ahli berusaha untuk mendeskripsikan tema-tema atau ajaranajaran yang dianggap penting dari kitab atau kelompok kitab yang sedang diselidiki secara tuntas. Setelah penyelidikan itu dilakukan baru sang penulis berpindah kepada kitab atau kelompok kitab yang lainnya. 1

Gerhard F. Hasel. New Testament Theology: Basic Issues in the Current Debate. Michigan. Grand Rapids. William B. Eermands Publishing Company. 1982: hlm. 83 2 Ibid. 102 3 Ibid. 103 4 Ibid. 105

2

Pendekatan yang demikian sangat baik, jika teologi Perjanjian Baru itu dianggap sebagai ilmu pengetahuan deskriptif, yang bertujuan untuk memperkenalkan teologi Perjanjian Baru, sebagaimana yang diperoleh dari kitab atau kelompok kitab yang sedang diselidiki itu. Dengan metode ini, akan dihasilkan suatu studi yang bermanfaat untuk pendekatan analistis. Walaupun pendekatan ini sangat baik, namun ada juga cela kelemahan dari metode ini, yaitu cenderung mengakibatkab perpecahan teologi, karena studi ini tidak berusaha untuk mencari nisbah antara satu kitab atau kelompok kitab dengan kitab atau kelompok kitab yang lainnya. Buku-buku teologi Perjanjian Baru yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang memakai pendekatan ini adalah George E. Ladd. 1999 “Teologi Perjanjian Baru” 2 Jilid. Bandung. Kalam Hidup dan Leon Morris. 1996. “Teologi Perjanjian Baru” Malang. Gandum Mas. 5. Pendekatan Multiplek Pendekatan ini diajukan oleh Gerhard F. Hasel, dengan argumentasi bahwa: a. teologi Alkitabiah haruslah dipahami sebagai disiplin teologis – sejarah. Dalam hal ini haruslah ditemukan apa yang menjadi tujuan nas dan bagaimana tujuan nas itu bermakna bagi kehidupan masa kini. b. Para ahli teologi biblika haruslah menyusun teologi Perjanjian Baru yang sungguhsungguh sesuai dengan keseluruhan teologi yang ada dalam Perjanjian Baru. Materimateri yang disusun haruslah benar-benar di ambil dari Perjanjian Baru, yaitu materimateri yang diambil dari kitab-kitab kanonik. Kira-kira manakah pendekatan ‘yang paling tepat’, yang dapat menolong kelas ini? a) Keyakinan terhadap inerrancy dan infallibility PL dan PB b) Kesinambungan revelation of God dari PL hingga PB c) Keseimbangan sikap yang pro of teks dan pro of konteks. d) Kecerdasan dalam menjawab tantangan masa kini berkenaan dengan kebenaran dari keseluruhan teks Perjanjian Baru e) Kemampuan bersikap adil sekaligus waspada terhadap setiap fenomena yang muncul dalam pengalaman iman Kristen dari seluruh warga percaya. D. Sepintas Tentang Sejarah Teologi Perjanjian Baru Sejarah perkembangan teologi Perjanjian Baru, tidaklah terlepas dari penerimaan maupun penolakan terhadap otoritas Alkitab. Karena teologi Perjanjian Baru adalah telogi biblika yang dihasilkan melalui suatu studi exegesis terhadap Perjanjian Baru, maka sikap seseorang terhadap Alkitab akan menetukan arah dari teologinya juga Di dalam sejarah perkembangan gereja maupun studi teologi, sikap seseorang terhadap Alkitab ditentukan oleh dua hal penting, yaitu iman dan akal (logika). Kedua unsur inilah yang menentukan tegak atau runtuhnya otoritas Alkitab. Jika unsur iman diutamakan, maka Alkitab ditempatkan sebagai otoritas tertinggi di dalam kehidupan kekristenan. Sebaliknya, jika akal atau logika manusia diutamakan, maka yang terjadi adalah bahwa otoritas Alkitab diturunkan dan akal manusia menduduki otoritas tertinggi di dalam sikap dan tingkahlaku manusia. Pengaruh kedua unsur itu dapat dilihat di dalam penguraian terhadap beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap sejarah perkembangan teologi Perjanjian Baru di dalam diktat ini. 1. Abad Pertengahan Periode abad-abad pertengahan di dalam pembagian sejarah umum, diperkirakan mulai pada tahun 476, yang ditandai dengan jatuhnya kekaiseran Romawi dan Gregorius I atau yang lebih terkenal dengan nama Gregorius Agung, menjadi Paus di Roma. Periode ini berakhir pada tahun 1492, yang ditandai dengan ditemukannya benua Amerika. Pada periode ini, perhatian gereja terhadap teologi Alkitab sama sekali terabaikan. Gereja menyibukkan diri dengan merumuskan berbagai dogma gereja, yang tidak hanya didasarkan kepada kebenaran Alkitab, tetapi juga didasarkan pada tradisi-tradisi yang dianut oleh gereja pada waktu itu. Otoritas tradisi gereja disejajarkan dengan otoritas Alkitab, dan bahkan di dalam beberapa rumusan kepercayaan gereja, tidak ada dukungan sama sekali dari Alkitab, tetapi dipaksakan kepada gereja untuk diakui dan diterima sebagai rumusan ajaran yang benar. Di dalam beberapa hal, Alkitab dipaksakan untuk tunduk kepada rumusan dogma yang diambil dari tradisi yang dianut oleh gereja. Dengan demikian, Alkitab bukanlah satu-satunya otoritas tertinggi di dalam praktek iman dan rumusan dogma di dalam gereja. Ada beberapa rumusan dogmatis yang dipaksakan, yang tidak ada dukungannya di dalam Alkitab, seperti Mariologi, Hierarki Kepausan, Teologi Purgatori (api penyucian) dan masih ada rumusan-rumusan lainnya, yang jika diuji berdasarkan studi exegesis terhadap Alkitab, maka hasilnya adalah bahwa rumusanrumusan itu tidak mendapat dukungan dari Alkitab. 3

Berdasarkan beberapa pengamatan di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa pada periode ini, Alkitab bukanlah satu-satunya sumber atau otoritas tertinggi di dalam ajaran gereja, tetapi Alkitab diperlakukan sejajar dengan tradisi-tradisi yang dianut oleh gereja. Bahkan, untuk menafsirkan Alkitabpun, haruslah tunduk kepada otoritas gereja. Sebuah kebenaran yang diperoleh dari studi terhadap Alkitab hanya diakui jika disahkan oleh gereja dan mendapat dukungan dari tradisi gereja. 2. Masa Reformasi Para Reformator, tang ditandai dengan gerakan reformasi yang pelopori oleh Matin Luther, pada tanggal 31 Oktober 1517, memberikan reaksi yang keras terhadap teologi dogmatis yang dianut oleh gereja waktu itu, yang pada dasarnya tidak mendapat dukungan yang kuat dari dalam Alkitab. Sikap para Reformator terhadap teologi sangat jelas, yaitu teologi harus didasarkan kepada Alkitab. Dogma-dogma gereja haruslah disusun berdasarkan kebenaran Alkitab, dan bukannya didasarkan kepada tradisi gereja maupun rumusan logika manusia. Alkitab haruslah ditafsirkan secara harafiah dan bukannya dengan alegoris. Para Reformator berusaha untuk melepaskan diri mereka dari kungkungan tradisi dan otoritas gereja, dengan cara mendalami teologi Alkitab. Mereka menggantikan kewenangan atau otoritas gereja di dalam kehidupan iman dan ajaran dengan otoritas Alkitab. Bagi mereka, Alkitab itu berasal dari Allah. Karena itu, Alkitab haruslah dijadikan sumber atau dasar bagi teologi Walaupun mereka berusaha keras untuk mempertahankan iman mereka kepada Allah, dan memperlakukan Alkitab sebagai satu-satunya otoritas tertinggi di dalam kehidupan kristen, namun mereka belum merumuskan suatu teologi Perjanjian Baru yang khusus. Hal terjadi karena bagi mereka, baik Perjanjian Lamamaupun Perjanjian Baru, sama-sama berwibawa di dalam mendukung ajaran mereka, karena itu tidak diadakan studi yang mandiri terhadap setiap bagian di dalam Alkitab. Bahkan, Calvin sendiri menulis seolah-olah orang Yahudi sudah mengetahui Teologi Perjanjian Baru mengenai Kristus (Institutes II. IV.4). Bagaimanapun sikap para Reformator terhadap Alkitab mempengaruhi dan meletakkan dasar bagi penyelidikan-penyelidikan teologi Alkitab di kemudian hari. 3. Reaksi Rasionalisme Setelah masa reformator, Alkitab kembali diperhadapkan dengan suatu reaksi, yang mencoba untuk mengukur kebenaran-kebenaran di dalam Alkitab berdasarkan standar rasional manusia. Semua kebenaran-kebenaran yang bersifat supernatural kembali dipertanyakan: “Apakah ajaran-ajaran itu dapat diterima dengan akal manusia/rasional?” Para pengikut golongan ini juga mencoba mendekati Alkitab dengan mempergunakan kritik kesusasteraan dengan meneliti setiap jenis kesusasteraan yang dipakai oleh penulis Alkitab, dan akhirnya mereka sampai kepada kesimpulan bahwa Alkitab bukanlah suatu karya yang istimewa, karena tidak memiliki suatu perbedaan yang significan dengan sastra-sastra kuno lainnya, yang beredar di Timur Tengah. Bagi pengikut golongan ini, Alkitab hanyalah sebuah catatan sejarah yang berhubungan dengan bangsa Semit purba, yang hanya dapat dipelajari dengan memakai perkiraanperkiraan untuk mempelajari agama-agama bangsa Semit lainnya. Dengan demikian, untuk mempelajari Alkitab, haruslah dibedakan antara teologi Alkitab dan teologi dogmatis. Ide atau pendapat ini mula-mula disampaikan oleh J.P.Gabler, yang di dalam pidato pengukuhannya pada tahun 1787, memberikan batasan terhadap teologi Alkitab dan teologi sistematika. Dengan pidatonya itu, J.P.Gabler, menempatkan diri sebagai orang yang pertama-tama membuat perbedaan di antara kedua bidang teologi itu. Menurut J.P.Gabler, teologi Alkitab haruslah benar-benar historis dan terpisah dari teologi dogmatis. Tentu teologi Alkitab yang historis tidak mengandung makna sebagaimana yang diajarkan di dalam kalangan teologi Alkitab yang injili saat ini, tetapi maksud Gabler tentang teologi Alkitab yang historis itu adalah mengacu kepada penelusuran terhadap munculnya gagasan-gagasan agama Israel dan apa yang dipikirkan penulis Alkitab tentang hal-hal keagamaan. Pada sisi lain, teologi dogmatis memanfaatkan teologi Alkitab dan menyimpulkan apa yang relevan secara universal dengan memanfaatkan konsep-konsep filsafat. 4. Timbulnya filsafat agama Setelah reaksi rasionalisme berakhir, Alkitab kembali diperhadapkan dengan suatu pendekatan baru, yaitu dengan suatu pendekatan yang dipengaruhi oleh filsafat, khususnya filsafat idealis dari Hegel (1813), yang melihat adanya Ide Absolut atau Roh 4

Absolut yang secara abadi menyatakan diri di dalam alam semesta dan pekerjaan manusia. Hegel mengajarkan bahwa gerakan pikiran manusia mengikuti suatu pola dialektika dari posisi (tesis) kepada posisi yang berlawanan (antitesis) dan dari interaksi antara kedua pola pikir itu muncul suatu pengertian baru yang disebut sintesa. Di dalam sejarah agama, Hegel melihat gerakan roh dalam dialektika rohani dari agama-agama alami (tesis) melalui agama-agama kerohanian pribadi (antitesis) dan dari interaksi gerakan roh dari kedua agama yang berlawanan ini muncullah agama absolut, yaitu kekristenan. Filsafat Hegel ini memberikan pengaruh yang besar terhadap seorang ahli Jerman, yang bernama F.C. Baur, yang kemudian mengembangkan ajaran Hegel terhadap kekristenan, dengan membuat suatu perecahan yang besar antara Petrus dan Paulus. Untuk mengembangkan filsafat dialektika ini, Baur membuat suatu perbedaan yang tajam antara kelompok Petrus dan kelompok Paulus, khususnya di dalam sikap mereka terhadap hukum Taurat. Menurut Baur, Paulus dan pengikutnya berpendapat bahwa orang-orang Kristen dibebaskan dari hukum Taurat (tesis). Orang-orang Kristen Yahudi, yang diwakili oleh Petrus dan Yakobus mengambil sikap yang berlawanan, yaitu bahwa hukum Taurat itu merupakan suatu ajaran yang sah, dan merupakan suatu unsur yang hakiki di dalam gereja Kristen (antitesis). Dari interaksi antara kedua kelompok ini, maka muncullah gereja Katholik kuno dalam abad kedua (sintesa), yang memberikan pengaruh harmonisasi untuk kedua kelompok itu. Melihat ajaran dari pendekatan secara dialektika terhadap Alkitab, maka semua kebenaran itu bersifat relatif, karena setiap sintesa haruslah diuji secara terus menerus sehingga tidak ada lagi celah yang dapat dipakai untuk mempertanyakan sebuah kebenaran. Kebenaran menurut seseorang harus selalu diuji kembali. Dari pengaruh Baur ini, lahirlah “Sekolah Tubingen” yang memiliki pengaruh yang besar terhadap pengajaran-pengajaran Perjanjian Baru di Jerman. 5. Teologi Alkitabiah Kontemporer Selama tahun 1920-an, muncul satu pandangan baru yang mengakibatkan bangkitnya teologi Alkitab. Pemunculan pandangan kontemporer ini didukung oleh tiga faktor penting yaitu: 1) Kemerosotan iman di dalam era evolusi alam semesta, 2) reaksi terhadap metode historis murni yang menuntut keobjektifan penuh, yang percaya bahwa cukup dengan fakta-fakta sejarah, makna sejarah dapat dipahami, 3) Penemuan kembali gagasan pewahyuan, yang berpendapat bahwa Alkitab selain berisi tentang sejarah, juga berisi tentang kata-kata mengenai pokok sejarah. Martin Kahler, adalah seorang ahli yang menentang pandangan historis liberalisme. Di dalam pembahasannya tentang Apa yang disebut “Yesus Sejarah” (historische Jesus) dan “Kristus sejarah” dalam Alkitab, mengatakan bahwa Yesus sejarah itu sebenarnya tidak pernah ada di dalam ajaran Alkitab. Yesus sejarah itu adalah hasil dari rekonstruksi metode kritis liberal. Kahler berpendapat bahwa Yesus yang demikian tidak pernah ada di dalam Alkitab. Satu-satunya yang ada di dalam Alkitab adalah Yesus, yang nyata di dalam Kristus dalam Alkitab yang memiliki sifat yang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat direkonstruksikan dengan metode-metode penulisan sejarah ilmiah modern.5 6. Pandangan Amerika. Aliran-aliran teologi yang telah dibahas di atas pada umumnya berasal dari Eropa, yang biasanya dipandang sebagai lumbung dari teologi biblika dan sistematika setelah masa reformasi dan sebelum memasuki abad ke-20. Setelah perang dunia kedua, para pakar di Amerika mulai bangkit dan kebanyakan teologi praktika berasal dari Amerika. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa para teolog di Amerika tidak menaruh perhatian terhadap teologi Alkitab, khususnya teologi Perjanjian Baru.. Nama-nama seperti George E. Ladd, W.D. Davis, Geerhardus Vos, Brevard Childs, dan masih banyak teolog Perjanjian Baru lainnya bermunculan.6 Pada dasarnya, gerakan teologi Perjanjian Baru di Amerika berpendapat bahwa “Yang disebut objektivitas ilmiah itu bukan diinginkan atau dicapai, dan bahwa pewahyuan memang benar-benar terjadi di dalam sejarah, tetapi hanya terlihat oleh mata iman.”7 Dengan sikap yang demikian ini, maka

Untuk pembahasan yang mendalam dalam bahagian ini, lihat G.E. Ladd. 1999. Teologi Perjanjian Baru 1. Bandung, Kalam Hidup, hal. 11-28, juga Donald Guthrie. 1996. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta. BPK. hal. 348-355, dan Leon Morris. 1996. Teologi Perjanjian Baru. Malang. Gandum Mas, hal. 9-22. 6 Di dalam pembahasan ini, penulis hanya mencantumkan nama-nama mereka, tanpa mencantumkan karya-karya mereka dan garis besar ajaran masing-masing karena keterbatasan tempat waktu. Untuk itu, pokok ajaran mereka hanya dijelaskan secara umum 5

7

Ladd, G.E. 1999. Teologi Perjanjian Baru. 1, hlm. 26.

5

mereka menentang pendekatan historis yang mencoba mengukur keabsahan kebenaran ajaran Alkitab berdasarkan akal manusia. E. Beberapa Pemikir Teologi Perjanjian Baru Teologi Perjanjian Baru mulai diminati sekitar dua abad terakhir ini. Sebelumnya teologi yang diminati adalah dogmatic, formulasi Teologi dari gereja dan sistematika, yang seringkali merupakan hasil spekulasi filosofis. Dalam suatu ceramah pada tahun 1787, J.P. Gabler mengimbangi dan menyerang metodologi teologi dogmatic, dengan mengkritik pendekatan filosofisnya. Pendekatan rasionalistik dipakai untuk mengerti Perjanjian Baru. Alkitab dipandang sebagai buku hasil karya manusia, baik dalam proses penulisannya dan apa yang ditekankan oleh masing-masing penulis. Pada dasarnya mereka menolak inspirasi Alkitab dan memandang Perjanjian Baru sebagai karya literature yang tidak berbeda dengan karya literature lainnya, oleh sebab itu pendekatan yang mereka lakukan untuk studi Perjanjian Baru adalah sudut pandang kritikal. Hasilnya adalah keragaman opini. Sebagian melihat adanya pertentangan antara penulis yang satu dengan yang lain dalam Perjanjian Baru, baik dari segi sejarah, latar belakang, sintesa atau kehidupan Kristus yang dibumbui oleh para penulisnya. Namun demikian, kalangan konservatif, dalam mempelajari Perjanjian Baru, biasanya memakai pendekatan dengan cara menyusun suatu materi sesuai dengan pembagian teologi sistematik atau memakai pendekatan teologis dari para penulis Perjanjian Baru. Pelopor mula-mula dalam studi teologi Perjanjian Baru adalah F.C. Baur dari Tubingen (1792-1860) ia adalah pemimpin dari kaum rasionalis. Ia menerapkan filsafat Hegel, yaitu tesis-antitesis-sintesis pada tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Jadi baur menemukan pertentangan antara penekanan Yahudi dari tulisan Petrus dan penekanan nonYahudi dari Tulisan Paulus. H.J. Holtzman (1832-1910) melanjutkan pemikiran itu, dimana ia menyangkal ide apapun yang berkaitan dengan inspirasi dan menyodorkan teologi konflik dalam Perjanjian Baru. Wilhelm Wrede (1859-1906) memberi mempengaruhi yang cukup besar pada teologi Perjanjian Baru dengan memberi penekanan pada pendekatan sejarah agama. Ia menolak Perjanjian Baru sebagai satu dokumen teologi; tetapi berpendapat bahwa Perjanjian Baru harus dilihat sebagai suatu sejarah dari abad pertama. Teologi seharusnya tidak boleh dipertimbangkan sebagai istilah yang tepat; agama merupakan istilah yang lebih baik untuk mengidentifikasikan tulisan-tulisan Perjanjian Baru karena mengekspresikan “kepercayaan, pengharapan, dan kecintaan” para penulis daripada hanya merupakan “suatu catatan refleksi teologis yang abstrak.” Rudolf Bultman (1884-1976) menekankan pendekatan kritik bentuk pada Perjanjian Baru dan berusaha mengungkapkan apa yang ada dibalik materi itu. Bultman mengajarkan bahwa Perjanjian Baru telah dicampuri oleh opini-opini dan penafsiran ulang dari para penulis. Tugas sekarang adalah melakukan “demitologisasi” dari Perjanjian Baru, yaitu untuk melucuti pengaruh pemikiran penulis Perjanjian Baru dan mencari kata-kata sebenarnya yang diucapkan oleh Yesus. Bultman tidak melihat adanya koneksitas antara Yesus sejarah dan Yesus iman. Oscar Cullman (1902) menekankan tindakan Allah dalam sejarah dalam mencapai keselamatan manusia. Hal ini diberi istilah Heilsgeschichte atau “sejarah keselamatan.” Culman banyak menolak gambaran radikal dari kritik bentuk sebaliknya ia mengikuti eksegesis Perjanjian Baru dengan penekanan pada Kristologi Perjanjian Baru.

BAB. II SELAYANG PANDANG TENTANG HUBUNGAN PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN BARU8 8

Gerhard Hasel. New Testament Theology: Basic Issues in the Current Debate. Hlm. 171-195 6

Pemisahan Teologi Perjanjian Baru dari Teologi Perjanjian Lamadianggap terjadi pada tahun 1800, melalui karya pertama dari empat volume dari Georg Lorenz Baner, dalam bukunya yang berjudul “Biblische Theologie des Neuen Testament.” Dalam perkembangan sejarah studi terhadap hubungan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah bagaimana hubungan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru. Apakah kedua Perjanjian ini memiliki kontinuitas atau diskontinuitas? Jika kedua Perjanjian ini memiliki kontinuitas, maka sejauh mana kontiunitas itu dijelaskan? Masih dalam pertanyaan-pertanyaan yang sama apakah kedua Perjanjian itu memiliki unisitas atau disunisitas? Berikut ini berbagai teori yang coba diangkat oleh Hasel sebagai isu-isu utama yang telah dan masih diperdebatkan saat ini. A. Pandangan Disunity dan Diskontinuity Pada abad kedua, Marcion, seorang pengajar di Asia Kecil, dipengaruhi oleh pandangan Gnostik, menekankan pemisahan yang tajam antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, Israel dan Gereja dan Allah dalam Perjanjian Lama dan Allah dalam Perjanjian Baru. Marcion berpendapat bahwa Allah dalam Perjanjian Lama adalah pribadi yang berbeda dengan Allah dalam Perjanjian Baru. Allah dalam Perjanjian Lama, adalah pribadi yang kejam dan senang dengan peperangan dan pemusnahan. Sementara Allah dalam Perjanjian Barua dalah pribadi yang penuh kasih dan belas kasihan terhadap orang berdosa. Bagi Marcion, Allah dalam Perjanjian Lama adalah bukanlah pribadi yang sama dalam Perjanjian Baru, melainkan pribadi yang lebih inferior, yang ia sebut sebagai Demiurge – pencipta yang inferior. Berdasarkan pemahaman ini maka Marcion menolak kitab suci Ibrani (Perjanjian Lama) bahkan hal-hal yang memiliki hubungan yang dekat dengan kitab suci Ibrani dalam Perjanjian Baru, sebagai firman Allah yang kanonik. 1. Penekanan yang berlebihan terhadap Perjanjian Baru – Kurang penekanan terhadap Perjanjian Lama Pandangan Marcion yang menekankan superioritas Perjanjian Baru mempengaruhi pandangan gereja dalam waktu yang panjang. Hal itu tereflekasi dalam karya-karya beberapa tokoh sebagai berikut: Adolf van Harnack (1851-1930) Pandangan Harnack disimpulkan sebagai berikut: “pengingkaran terhadap Perjanjian Lama pada abad ke-2 adalah suatu kesalahan yang telah ditolak oleh gereja, mempertahankan Perjanjian Lama di abad ke-18 merupakan bukti bahwa reformasi tidak mampu untuk menghindari Perjanjian Lama tetapi masih tetap mempertahankannya. Mempertahankan Perjanjian Lama sebagai dokumen yang kanonik setelah abad ke-19 dalam protestanisme akan mengakibatkan kelumpuhan bagi agama dan gereja.” Emanuel Hirsch Dalam karyanya: The OT and the Preaching of the NT (1936), ia menekankan suatu perbedaan yang mendasar antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru. Kedua Perjanjian itu dilihat sebagai suatu pertentangan yang permanent. Sekalipun Hirsch tidak menyingkirkan Perjanjian Lama dari kanon Kristen, namun pemahamannya membawa ia kepada pandangan diskontinuity yang radikal Rudolf Bultmann Penekanan Bultmann yang negatif terhadap Perjanjian Lama dapat dikategorikan ke dalam aliran Marcion. Bultmann berusaha untuk mencari hubungan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru sebagai suatu rangkaian fakta sejarah. Tetapi Bultmann menyimpulkan bahwa sejarah dalam Perjanjian Lama merupakan sejarah yang penuh dengan kegagalan. Ia memandang Perjanjian Lama sebagai suatu kegagalan dalam sejarah. Karena sejarah itu merupakan suatu kegagalan, maka perlu untuk berbali kepada kepada janji yang lain. Bagi iman Kristen, Perjanjian Lama tidak lagi sebagai bagian yang diilhamkan, tetapi Perjanjian Lama masih tetap menjadi bagian bagi orang Yahudi. Dengan pandangan ini, Bultmann berdiri pada posisi Diskontinuity. Pandangan Bultmann ini menimbulkan reaksi dari beberapa ahli teologi, antara lain: Walther Simmerli Simmerli menyatakan bahwa bukanlah tanpa alasan menyatakan bahwa teori yang berusaha untuk menghancurkan sejarah Israel merupakan suatu konsep yang tidak Kristiani dan dapat disebut sebagai suatu mitologi kristen yang baru W. Pannenberg

7

Pannenberg menyatakan bahwa alasan Bultmann tidak menemukan adanya kontinuity antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru itu pasti berhubungan dengan suatu fakta bahwa ia tidak memulainya dengan janji-janji dan struktur janji-janji itu yang bagi Israel merupakan landasan sejarah. Janji itu tetap tepat sekalipun terjadi perubahan waktu. Friedrich Baumgartel. Keyakinan Baumgartel tentang tidak adanya hubungan antara kedua perjanjian itu memiliki kesamaan dengan pandangan Bultmann, akan tetapi Baumgartel tidak sanggup mengikuti tesis Bultmann tentang adanya suatu kegagalan total. Baumgartel menganggap adanya suatu “janji dasar” yang abadi. Semua janji-janji di dalam Perjanjian Lama betulbetul tidak ada gunanya bagi kita kecuali janji dasar yang abadi “Akulah Tuhan Allahmu.” Baumgartel melihat makna Perjanjian Lama hanya dalam hal bahwa “sejarah keselamatan yang mengecewakan di dalam menunjukkan cara manusia yang hidup di bawah hukum Taurat. Dengan demikian Perjanjian Lama berisi kesaksian suatu agama yang bukan kristen. Ia mempertahankan pendapat bahwa hubungan Yesus Kristus dengan sejarah tidaklah berlandaskan pada Perjanjian Lamatetapi sepenuhnya pada penjelmaan. Pandangan Baumgartel ini mendapat reaksi dari beberapa tokoh seperti: C. Westermann Westermann menunjukkan bahwa Baumgartel akhirnya mengakui “bahwa gereja dapat juga hidup tanpa Perjanjian Lama.” G. Von Rad Von Rad menyerang konsepsi historis dari “janji dasar” dengan menggolongkan pemisahan suatu janji tunggal dari sekian janji-janji tertentu yang digenapi secara historis dan nubuatnubuat sebagai suatu “pelanggaran yang tidak pada tempatnya.” Franz Hesse Hesse yang adalah mantan murid Baumgartel membuat penyederhaan yang sama dari banyak janji menjadi janji dasar yang tunggal. Dalam Perjanjian Lama, janji-janji itu ditinggalkan karena hajaran Tuhan yang membuat Israel menjadi keras hati. Dengan memutarbalikkan Firman Tuhan, Firman itu menjadi suatu peringatan dan kesaksian dialektis tentang tindakan Tuhan di Israel yang mencapai puncaknya pada salib Kristus. Hesse mengumandangkan penyempitan teologis yang paling tajam terhadap Perjanjian Lamadengan dasar bahwa data sejarah tertentu menurut dugaan tidak cocok dengan fakta. Oleh karena itu Perjanjian Lama hanya dapat bermanfaat bagi orang Kristen untuk menunjukkan kepadanya keselamatan yang terdapat dalam Perjanjian Baru . Kritik-kritik para tokoh yang ditunjukkan kepada Baumgartel sebagaiaman yang telah disebutkan di atas dapat berlaku juga bagi pandangan Hesse. 2. Penekanan yang rendah terhadap Perjanjian Baru – Penekanan yang berlebihan terhadap Perjanjian Lama Berbeda sekali dengan pendapat yang baru saja dibahas di atas, muncul pendapat-pendapat lain yang berusaha untuk memberikan penekanan utama kepada Perjanjian Lama, dengan menjadikannya sangat penting secara teologis. Tokoh-tokoh yang berdiri pada posisi ini adalah: A. A. van Ruler Van Ruler, seorang Teolog Dogmatika dari Belanda, berusaha untuk menempatkan Perjanjian Lama sebagai yang lebih penting dari Perjanjian Baru bagi pemikiran dan ajaran Kristen. Ruler menyimpulkan: “Perjanjian Lamatetap menjadi kitab yang benar. Perjanjian Baru menginterprestasikan Perjanjian Lamasebagai sesuatu yang baru.” Pusat perhatian seluruh Alkitab bukanlah pendamaian dan penebusan melainkan kerajaan Allah. Untuk maksud ini Perjanjian Lama penting sekali, dalam arti Perjanjian Lama membawa untuk kerajaan Allah pengesahan, dasar, penafsiran, ilustrasi, pencatatan sejarah dan pencatatan zaman akhir. Karena itu Van Ruler mengurangi hubungan antar kedua Perjanjian menjadi sebuatan rohani tunggal kerajaan Allah, dengan membaca Perjanjian Baru secara sangat sepihak tanpa melihat perbedaan antara teokrasi dan eskatologi. Suatu pertanyaan yang diajukan kepada Ruler adalah apakah Perjanjian Lama itu sendiri telah menampilkan Kristus? Ruler menjawab bahwa dalam Perjanjian Lama, Mesias itu adalah manusia, di dalam Perjanjian Baru K.H. Miskotte Miskotte adalah seorang teolog Sistematik dari Belanda. Sekalipun Miskotte menekankan skema Hukum/Injil, bayangan/realitas dan janji/penggenapan, namun ia tetap teguh mempertahankan bahwa Perjanjian Lama memiliki kelebihan dari pada Perjanjian Baru. Kelebihan Perjanjian Lama itu Perjanjian Lamadapat dilihat dalam empat hal yang tetap 8

didiamkan dalam Perjanjian Baru, seperti: Skeptisism, pemberontakan, erotisme dan politik. Menanggapi pandangan ini, Th. C. Vriezen mengatakan: “Salib tidak hanya merupakan sarana berita alkitabiah, tetapi merupakan sumber dan pusat sarana-sarana lainnya.” W. Vischer Vischer, seorang ahli biblika Reformed, dengan mengadopsi pendekatan Kristology dari Perjanjian Lama, mengklaim bahwa Alkitab, termasuk Perjanjian Lama haruslah ditafsirkan menurut maksud dan tema utama Alkitab sendiri, yaitu Kristus. Dengan demikian Vischer membaca Perjanjian Lama berdasarkan kesaksian Perjanjian Lama tentang Kristus. Ia mengatakan bahwa kesaksian tentang Kristus dapat dijumpai di setiap bagian Perjanjian Lama. Perjanjian Lamamemberikan data kepada kita seperti apa itu Kristus dan siapakah Kristus itu. Vischer menulis: “Cerita tentang kehidupan setiap pribadi di dalam Perjanjian Lama adalah bagian dari cerita tentang pribadi Kristus.” dengan hal ini Vischer kelihatannya ingin merekonstruksi biografi Yesus berdasarkan Perjanjian Lama. B. Pandangan Kesatuan dan Kontinuitas Berhubungan dengan pertanyaan bagaimana kita membaca Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, apakah membaca Perjanjian Lamasecara utuh kemudian membaca Perjanjian Baru, atau membaca secara timbal balik dari Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru dan Perjanjian Baru ke Perjanjian Lama? Ada beberapa ahli yang cukup terkenal menyebut diri mereka sebagai orang-orang mendukung pola ini, antara lain: H.H. Rowley Rowley, mengingatkan bahwa Perjanjian Lama melihat terus-menerus melihat ke depan, kepada sesuatu yang ada di luar Perjanjian Lamaitu; Perjanjian Baru terus-menerus melihat kembali kepada Perjanjian Lama. Rowley, mengingatkan kita bahwa “ada kesatuan yang fundamental di antara kedua Perjanjian itu, sehingga sekalipun kedua Perjanjian itu keberagaman, namun memiliki suatu hubungan yang erat sehingga Perjanjian Baru tidak dapat dipahami secara utuh tanpa Perjanjian Lama, demikian juga Perjanjian Lama tidak dapat dipahami secara utuh tanpa Perjanjian Baru W. Eichrodt Eichrodt, adalah salah satu ahli Perjanjian Lama yang terkenal, mempertahankan pendapatnya bahwa kedua Perjanjian itu saling memancarkan terang satu sama lain dalam suatu hubungan yang terus-menerus. Lebih lanjut Eichrodt menambahkan: “ Sebagai tambahan kepada gerakan sejarah dari Perjanjian Lama kepada Perjanjian Baru, ada suatu kehidupan yang saat ini terus mengalir berbalik dari Perjanjian Baru kepada Perjanjian Lama. Hubungan berbalik ini juga membentangkan suatu makna yang nyata dari pikiran dalam Perjanjian Lama. G. von Rad Von Rad, menekankan bahwa sebagian besar isi dari Perjanjian Lama ada dalam Perjanjian Baru, demikian juga dengan Perjanjian Baru, di mana sebagian besar isinya ada dalam Perjanjian Lama. H.W. Wolff Wolff, menyarankan bahwa “makna sesungguhnya dari Perjanjian Lama telah dibuktikan/dinyatakan dalam Perjanjian Baru . Pada pambahasan selanjutnya, Hazel menekankan pada pandangan Unitsitas (kesatuan) dalam keberagaman dengan selalu mengacu Kepada apa yang telah didiskusikan oleh para ahli sebagaimana yang telah dideskripsikan sebelumnya. Semua refleksi timbal balik yang mendasar dari kedua Perjanjian itu adalah: 1.

Hubungan Sejarah Sebagaimana mereka berusaha untuk memperoleh suatu pegangan terhadap pertanyaan tentang kesatuan dari kedua Perjanjian itu, para ahli biasanya menekankan sifat historical dari hal-hal yang essensial dari Alkitab. Perjanjian Lama dilihat sebagai persiapan bagi Perjanjian Baru . Kesatuan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru memberikan suatu fakta bahwa Alkitab memberikan perhatian terhadap hubungan Allah dan manusia ciptaan-Nya. Bagi nenek moyang bangsa Israel, sejarah merupakan perjumpaan mereka dengan Allah. Ide awalnya adalah sejarah yang terus berlangsung dari awal, pertengahan sampai akhir, adalah sejarah yang sesungguhnya berhubungan dengan Israel. Sejarah Israel itu sesungguhnya diarahkan oleh kehendak Allah untuk menggenapi apa yang telah Ia rencanakan. Rencana Allah itu terbentang sejak masa Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru . 9

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Ketergantungan Kepada Alkitab Salah satu hubungan teologis antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru adalah kutipan-kutipan dalam Perjanjian Baru yang berasal dari Perjanjian Lama. Berbagai ahli Teologia menunjuk hubungan ini sebagai “bukti Alkitabiah.” Penekanan pada masa kini adalah bahwa pengutipan ayat-ayat dari Perjanjian Lama itu sangat penting karena ditempatkan pada bagian-bagian yang bersifat argumentasi dan dinyatakan sebagai bagian dari Kitab Suci. P.A. Verhoef, menyatakan: “ Terhadap pandangan para pengkritik kita tetap mempertahankan bahwa dengan dikutipnya Perjanjian Lama di dalam bagian-bagian dari Perjanjian Baru, mengisyaratkan adanya suatu hubungan yang fundamental di antara kedua Perjanjian itu. Vocabulary (kata-kata) Salah satu hubungan lain antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru adalah adanya katakata dalam Alkitab. Tuhan Yesus dan Murid-murid-Nya memakai kata-kata yang telah dikenal dalam masyarakat. Yesus dan Murid-murid-Nya memakai kata-kata teologis yang sudah dikenal oleh para pendengar-Nya. Kata-kata teologis itu adalah kata-kata yang secara tradisi telah lama dipakai. Tanpa pemakaian kata-kata teologis yang telah dikenal itu, apa yang Yesus dan Murid-murid-Nya katakan kepada para pendengar-Nya tidak akan dapat mereka pahami. Telah diakui secara luas bahwa hampir semua kata-kata kunci teologis yang berasal dari Ibrani telah lama dipakai dan berkembang di dalam Perjanjian Lama. Banyak ahli telah memberikan perhatian dalam mengivestigasi latarbelakang katakata dalam Perjanjian Baru dan akar kata itu dalam Perjanjian Lama. Tema-tema J. Bright, telah memberikan suatu penilaian tentang kesatuan tema-tema dasar teologi dari Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru sebagai berikut: “Setiap tema utama dalam Perjanjian Lama memiliki hubungan dengan Perjanjian Baru, dan dalam beberapa hal, tema itu memberikan ringkasan dan jawaban dalam bagian Alkitab itu.” Karena sangat banyak tema-tema Perjanjian Lama yang juga terdapat dalam Perjanjian Baru, maka tidaklah mungkin untuk mendaftarkan semua itu dalam studi ini. Ada beberapa tema yang saling berhubngan di antara kedua Perjanjian itu adalah: Penciptaan, perjanjian/janji, iman, kebenaran, dosa, dan lain-lainnya yang masih bersangkut paut di dalam kedua Perjanjian itu. Typologi Cara yang menonjol dalam membuat hubungan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, adalah studi terhadap pribadi-pribadi, institusi maupun peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama yang memiliki hubungan tipologis dengan Perjanjian Baru . W. Eichrodt, memakai tipologi sebagai petunjuk yang khas untuk memahami sejarah. Tipe-tipe seperti, pribadi, institusi dan peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama, memiliki hubungan yang ilahi sebagai model dan representasi dari suatu hubungan yang nyata dalam sejarah keselamatan Perjanjian Baru . Misalnya 1 Kor. 3:7; Ibr. 3:1-6, yang dimulai dengan suatu hubungan dengan sejarah. Hanzen mengingatkan supaya memakai tipologi ini secara berhati-hati dan teliti. Pendekatan ini memberikan kemungkinan untuk menunjukkan bermacam-macam hubungan antara kedua Perjanjian dan pada saat yang sama menghindari godaan untuk menjelaskan bermacam-macam kesaksian itu secara rinci dengan memakai satu sudut pandangan atau satu pendekatan saja sehingga memaksakan suatu struktur tunggal terhadap kesaksian-kesaksian yang sebenarnya menunjuk Kepada hal yang lain. Janji – Penggenapan Makna yang luar biasa dari kontinuitas antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru, ad alah skema “janji – penggenapan.” Skema ini telah diterima oleh ahli-ahli seperti C. Westermann, W. Zimmerli, G. von Rad dan lain-lainya. Aspek eskatologis ditampilkan dalam Perjanjian Lamamaupun Perjanjian Baru. Westermann mengakui bahwa melalui ide tunggal dari janji – penggenapan “ tidaklah mungkin untuk menyimpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan PERJANJIAN LAMAdan Kristus.” Sejarah Keselamatan Salah satu dari sekian pola kesatuan antara kedua Perjanjian yang tidak dapat dipisahkan adalah sejarah keselamatan. Sejarah keselamatan bukanlah sesuatu yang tertutupi dan misteri dalam hubungannya dengan PERJANJIAN LAMA. Sejarah keselamatan dalam PERJANJIAN LAMA bukanlah sesuatu yang asing, karena Perjanjian Baru menegaskan bahwa Yesus adalah Mesias. Hal itu memberikan suatu implikasi bahwa sejarah 10

Perjanjian Lama itu adalah sesuatu yang utuh dan ada dalam rencana ilahi bagi keselamatan C. Kesatuan Perspektif (kesatuan pandangan) Banyak ahli terkemuka setuju bahwa ada hal-hal yang merupakan perpektif masa depan yang menyatukan kedua Perjanjian itu. Th.C. Vriezen, menyatakan hal ini: “jantung yang sesunguhnya dari kedua Perjanjian itu adalah prespektif Eskatologis.” H.H. Rowley, menyatakan: “Pemenuhan yang penuh dari harapan dalam Perjanjian Lamamasih menunggu untuk waktu yang panjang di masa depan…sekalipun seandainya Perjanjian Baru gagal merasakan ini … masih tetap ada tempat bagi pemuliaan akhir di masa mendatang.” Kesatuan antara Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru juga adalah kesatuan bersama dalam perspektif, rencana dan tujuan bagi manusia dan bagi rencana Allah yang berkesinambungan di dalam merealisasikannya. Perjanjian Lamaberbicara tentang sejarah Israel dan sejarah keselamatan dan sebagai persiapan bagi kedatangan Yesus Kristus, sebagai Kristus (Mesias) bagi Israel dan sebagai Juruselamat bagi semua manusia. Sifat yang kompleks dari hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian menuntut berbagai pendekatan. Tidak ada kategori, konsep dan skema tunggal yang dapat diharapkan untuk menyelesaikan berbagai hubungan timbal balik itu. Ciri-ciri (pandangan) hubungan sejarah dan teologi antara kedua Perjanjian itu adalah: Sebuah ciri umum dari kedua Perjanjian adalah sejarah yang berkesinambungan dari umat Allah dan gambaran tentang perbuatan-perbuatan Allah bagi umat manusia Adanya penekanan yang baru telah diberikan kepada kedua Perjanjian itu berdasarkan kutipan-kutipan Alkitab Di antara hubungan timbale balik kedua Perjanjian itu nampak pemakaian istilahistilah pokok teologis. Hampir setiap istilah pokok dalam Perjanjian Barudiambil dari suatu kata Ibrani yang telah lama digunakan dan dikembangkan dalam Perjanjian Lama. Hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian juga nyata dalam kesatuan hakiki dari tema-tema utama. Setiap tema utama dalam Perjanjian Lamamemiliki hal yang ada persamaannya dalam Perjanjian Barudan dengan cara tertentu dilanjutkan dan diselesaikan di situ. Tema-tema seperti: kepemimpinan Allah, umat Allah, pengalaman keluaran, perjanjian, keselamatan dan lain-lain muncul sebagai bahan pertimbangan Suatu pemakaian tipologi yang berhati-hati dan teliti sangat diperlukan bagi suatu metodologi yang memadai yang berusaha menyelesaikan konteks sejarah Perjanjian Lamadalam hubungannya dengan Perjanjian Baru. Tipologi haruslah dibedakan secara tajam dengan alegori, sebab sejarah dan teologi adalah hal yang mendasar dalam Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru. Alegori hamper tidak memiliki hubungan sifat histories dengan Perjanjian Lama. Kategori janji/nubuat dan penggenapan menjelaskan suatu aspek lain dari hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian. Hubungan timbal balik ini bersifat mendasar dan menentukan bukan saja bagi kesatuan Perjanjian Lamadengan Yesus, tetapi juga bagi hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian. Konsepsi sejarah keselamatan yang menghubungkan kedua Perjanjian menjadi satu. Sejarah sekuler dan sejarah keselamatan tidak boleh dipahami sebagai dua kenyataan yang berbeda. Arus sejarah dibuka kepada manusia sesudah manusia jatuh ke dalam dosa dan bergerak dari Adam kepada seluruh umat manusia sampai kepada Kristus, dan dari Kristus sejarah itu bergerak menuju sasaran sejarah, yaitu penggenapan yang penuh kemuliaan pada akhir kelak Akhirnya kita memiliki kesatuan pandangan, bahwa orientasi masa depan melekat pada kedua Perjanjian. Perjanjian Barumenggenapkan apa yang belum tergenapi dalam Perjanjian Lamadan terus berlanjut sampai eskatologi. Bila dipahami secara benar maka berbagai hubungan timbal balik antara kedua Perjanjian ini dapat diangap sebagai menjelaskan kesatuan antara kedua Perjanjian tanpa memaksakan suatu keseragaman atas bermacam-macam kesaksian Alkitabiah. Ada kesatuan dalam perbedaan. BAB. III GARIS BESAR KITAB PERJANJIAN BARU a) b) c)

Garis besar kitab-kitab dalam Perjanjian Baru : Menurut waktu penulisan Menurut penamaan Menurut klasifikasi doctrinal 11

Menurut keunikan masing-masing kitab Garis besar Teologi dalam Perjanjian Baru: Sudut pandang teologi Dalam hal sudut pandang teologi, terbagi atas 2 kelompok besar yaitu: Kelompok Liberal dan Neo Orthodoks Kelompok Liberal menempatkan Perjanjian baru sebagai literature biasa sehingga saat dilakukan study terhadapnya harus melepaskannya dari otoritas ilahi hingga sangat memungkinkan untuk dikritisi, alhasil Perjanjian baru ditolak sebagai wahyu Allah. 5 ciri khas dari kelompok ini adalah: a) Menekankan konflik antar penulis. b) Menekankan bahwa Perjanjian Baru hanya terbatas pada nilai sejarah penyelamatan. c) Menekankan Perjanjian baru sebagai sintesis dari agama-agam purbakala. d) Menekankan Perjanjian baru sebagai berita pengalaman pribadi orang berimana dalam konteks ia ditulis. e) Menekankan Perjanjian baru sebagai bagian kisah-kisah emosional tentang Yesus. Kelompok Injili/Konservatif/Orthodoks Kelompok ini percaya bahwa Alkitab (Perjanjian Lamadan Perjanjian Baru) diwahyukan Allah, sehingga kalaupun dilakukan penelitian data-data empiris tetap dengan ketaatan dan percaya bahwa penulis dikuasai seluruhnya oleh Allah dan Allah bersedia menggunakan seluruh kemampuan penulis, sehingga keharmonisan dan kesatuan isi seluruh kitab tetap terpelihara. d)

BAB. IV TEOLOGI MASING-MASING KITAB A. Pengantar Teologi Sinoptik Dalam memahami teologi Injil Sinoptik, adalah penting untuk mengerti sudut pandang para penulis. Kepada siapa Matius, Markus, Lukas menulis? Apa tema-tema yang mereka tekankan? Apa penekanan khusus dari para penulis? Ini merupakan pertanyaan yang penting dalam nature teologi biblika, yang menentukan apa penekanan teologis dan keprihatinan yang dikembangkan oleh masing-masing penulis. Nature dari teologi biblika itu terletak secara khusus pada keprihatinan dari penulis manusia (tanpa mengabaikan atau mengesampingkan fakta inspirasi ilahi). Hal-hal pendahuluan seperti penulis, waktu penulisan, pembaca dan tujuan dilibatkan dalam mendirikan penekanan dari masing-masing penulis. B. Problem Sinoptik Diantara keempat kitab Injil yang ditulis dalam Perjanjian Baru: Injil Matius, Markus, dan Lukas hampir memiliki pola yang sama, sehingga ketiga Injil ini hampir nampak sama. Perbedaan yang terlihat hanyalah bahwa kitab Markus ditulis dengan ringkas, padat dan jelas, sedangkan Injil Matius ditulis dengan agak panjang dan mengelompokkan pokok-pokok yang sama, sementara Lukas menulis dengan agak panjang dan sangat berurutan. Adanya satu pola dalam ketiga Injil tersebut terlihat dalam kesamaan urutan cerita tentang Yesus, mulai dari kelahiran hingga kematian-Nya, oleh sebab itu ketiga Injil ini sering disebut sebagai Injil Sinoptik. Istilah Sinoptik berasal dari kata Yunani sunoptikos, “melihat sesuatu bersama-sama”, dan itu merupakan karakteristik dari ketiga Injil ini. 1. Teori Kritik Awal Terhadap Injil Sinoptik Kesamaan yang terdapat dalam ketiga Injil tersebut akhirnya membuat banyak sarjana liberal bertanya: apakah diantara penulis ketiga Injil itu terjadi saling mengutip antara yang satu dengan yang lain. Mereka akhirnya memulai suatu penyelidikan terhadap ketiga Injil ini dengan asumsi dasar bahwa ketiga Injil ini juga sama dengan buku-buku yang lain dan lebih mementingkan rasio manusia. Ini terjadi oleh karena mereka dipengaruhi oleh filsafat modern. Akhirnya mereka melahirkan beberapa teori tentang problem Injil sinoptik: a. Teori Tradisi Lisan Teori ini berpendapat bahwa sebelum kitab-kitab Injil ditulis, sumber untuk berkotbah dan mengajar, dan meneguhkan orang dalam gereja ialah tradisi tentang Yesus yang dipertahankan secara lisan, atau dalam kumpulan kecil yang dapat dikembangkan. Ketika kitab-kitab Injil sudah beredar, maka gereja tidak lagi perlu berpegang pada tradisi yang berubah-ubah ini, melainkan pada bentuk-bentuk tulisan yang berbentuk kitab yang merupakan catatan materi yang tua. Tradisi lisan ini tetap terpelihara bukan 12

karena upaya yang sistematis dengan maksud yang berhubungan dengan jaman kuno itu, melainkan karena tuntutan atau kepentingan jaman dari komunitas itu. Dalam layanan seperti itu, maka fungsinya sebagai tradisi lisan akan tetap bertahan selama kepentingan praktis itu tetap aktif. b. Teori Injil Saling Bergantung Teori ini mengajarkan bahwa penulis pertama mengambil bahan dari tradisi lisan, kemudian penulis kedua menggunakan materi yang telah ditulis oleh penulis pertama, dan ketiga mengambil bahan dari kedua penulis sebelumnya. Mengingat bahwa dahulu orang tidak terikat pada undang-undang hak cipta maka orang secara bebas memanfaatkan dokumen yang tertulis sesuka hati mereka. Teori ini dicetuskan oleh Griesbach pada tahun 1789. c. Teori Injil Primitif Teori ini mencetuskan bahwa sebelumnya ada Injil primitif yang disebut Urevangeliumyang sudah tidak ada lagi dan penulis-penulis Injil meminjam bahan dari Injil tersebut. d. Teori Fragmen Teori ini mengajarkan bahwa penulis-penulis Injil menyusun catatan mereka dari tulisan-tulisan di fragmen tentang kehidupan Kristus. Wellhausen, seperti dikutip oleh Bultman, menambahkan bahwa “tradisi yang paling tua hampir seluruhnya terdiri dari fragmen-fragmen kecil (ucapan maupun perkataan Yesus), dan tidak menyajikan cerita yang bekesinambungan mengenai perbuatan Yesus atau kumpulan lengkap berisi ucapan-ucapan-Nya. Ketika disatukan, fragmen-fragmen tersebut dihubunghubungkan sehingga membentuk satu kisah yang berkesinambungan.” e. Teori Dua Dokumen Teori ini mengajarakan bahwa Kitab Matius dan Lukas mengambil bahan yang sama dari Markus, dan kitab Markus merupakan Injil yang ditulis paling awal. Disimpulkan bahwa kitab Matius menggunakan 90% kitab Markus dan Lukas menggunakan 50%. Namun karena Matius dan Lukas memiliki cukup materi yang sama tetapi tidak terdapat dalam Markus maka mereka pasti memiliki satu sumber lain yang sama. Bahan yang dimiliki bersama oleh Lukas dan Matius tetapi bukan dari Markus ini lazimnya disebut bahan “Q”. Sebagai bahasa sandi untuk kata Jerman Reden Quelle yang berarti “sumber sabda-sabda”. Q dipercayai sebagai sebuah koleksi sabda Yesus yang sudah tersedia secara tertulis dalam bahasa Yunani. Sumber Q ini tidak memiliki kisah masa kanak-kanak dan kisah sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. Mereka juga berpendapat bahwa sumber Q tersebut tidak ada salinannya tetapi hanya merupakan sebuah hipotesis belaka. f. Teori Empat Dokumen Teori ini menyebutkan bahwa Markus merupakan Injil pertama yang ditulis dan bahwa Matius dan Lukas menggunakan baik Markus dan Q secara independen, lazimnya disebut “hipotesis dua sumber”. Namun disamping itu mereka juga memberi tempat bahwa ada sumber-sumber khusus yang lain yang digunakan oleh Matius dan Lukas, yaitu bahan-bahan tradisi yang hanya dikenal dan dipakai oleh salah satu dari mereka. Bahan-bahan khas ini lazimnya diberi tanda “L” dan “M”. “M” merupakan “kata-kata” pribadi sumber dari Matius yang ditulis sekitar tahun 65 Masehi dan “L” sumber pribadi Lukas ditulis di Kaisarea sekitar tahun 60 Masehi, sedangkan “Q” ditulis di Antiokhia sekitar tahun 50 Masehi dan Markus ditulis di Roma sekitar tahun 60 Masehi. 2. Perkembangan Kritik Modern Kritik tehadap Alkitab terus mengalami perkembangan. Sarjana-sarjana Liberal terus berusaha menggali dan mengembangkan pemahaman mereka dalam mengkritik Alkitab. Seiring dengan itu mereka akhirnya memunculkan kritik-kritik yang terus diperbaharui dengan konsep rasio mereka dan mengabaikan Alkitab sebagai firman Allah. Dalam masalah Injil sinoptik mereka juga menggulirkan berbagai teori kritik yang lebih modern. a. Kritik Historis Kritik ini mengalami kejayaan sekitar tahun 1950-an. Para teolog kritik historis berusaha menyelidiki latar belakang kitab-kitab Injil yang ditulis oleh murid-murid Yesus. Perbedaan-perbedaan didalamnya dipulikasi sedemikian rupa untuk membuktikan bahwa tulisan Injil merupakan tafsir ulang penulis Injil, bahkan lebih jauh mereka menyimpulkan bahwa Injil itu bukan hanya sekedar tafsir ulang tetapi juga merupakan ungkapan iman penulis dan bukan peristiwa historis. Pendekatan yang mereka lakukan dikenal dengan teori Linguistik Modern, suatu displin ilmu dengan 13

prinsip-prinsip: mengutamakan pendekatan terhadap teks secara “sinkronik” dan bukan secara “diakronik”. Menekankan unsur-unsur ujaran daripada bentuk tertulis suatu bahasa. Pemahaman terhadap bahasa sebagai suatu sistem yang terstruktur. Pendekatan ini akhirnya membuat Alkitab sama dengan buku-buku lain. Mereka mencatat dalam keragaman catatan yang pararel, meneliti materi sejarah yang sekuler, dan mencatat peristiwa sejarah yang terjadi serta berusaha menjelaskan kejadian supranatural dengan penjelasan peristiwa secara alamiah dan cerita-cerita yang dibuat oleh gereja mula-mula. Dampak negatif yang terlihat jelas dari kritik ini adalah laitannya dengan masalah Kristologi. Mereka menyatakan bahwa Yesus yang ada dalam Alkitab bukanlah Yesus yang hadir dalam sejarah, tetapi Yesus sebagai kepercayaan dari para penulis Injil dan orang Kristen zaman tersebut.9 b. Kritik Sumber Kritik sumber berusaha untuk mengidentifikasi sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan Injil Sinoptik dan mengidentifikasi hubungannya dengan Injil-Injil itu. Didalam penentuan sumber-sumber itu setidaknya mereka mempunyai beberapa pertanyaan dasar:Apakah dokumen yang sedang dipelajari itu menunjukkan adanya sumber? Apa yang dikatakan sumber tersebut? Apa yang dilakukan pengarang dengan sumber tersebut? (menyalin? Mengubah? Atau salah paham?). Yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan adanya sebuah sumber, menetapkan isi dan makna sumber itu, dan bagaimana sumber itu dipakai, merupakan tiga pokok penelitian sumber. 10 Adanya sumber-sumber yang ditentukan juga bila mereka melihat ayat tertentu membuat alur pemikiran atau gaya bahasa yang berbeda dari konteksnya, walaupun tidak ada petunjuk eksplisit. Kesepakatan perkataan juga mengusulkan adanya suatu sumber yang sama, yang mendasarinya. Penganut Kritik sumber mengusulkan penulispenulis menggunakan suatu sumber yang sama, yang mereka ikuti tetapi mereka merasa, mereka memiliki kebebasan untuk menambah rincian dan “tidak khawatir akan ketepatan dalam rincian historis”. Problem dari kritik sumber ini ada dua segi: kritik ini cendrung mengabaikan unsur ilahi dalam inspirasi dan mengakui adanya salah; kritik ini dibangun atas hubungan tanpa adanya bukti yang bisa diperlihatkan dari sumber-sumber yang mendasari semua itu.11 c. Kritik Bentuk Kritik bentuk tidak terlepas dari kritik Wellhausen terhadap Perjanjian Baru,ia mengemukakan: Sumber asli dari bahan-bahan yang ada didalam Injil adalah tradisi lisan yang beredar dalam unit-unit terkecil. Bahan-bahan asli tersebut sudah digabung dan diedit dalam berbagai cara, langkah atau tingkatan (hanya satu bagian saja yang dilakukan oleh penulis Injil PB itu sendiri Bahan-bahan yang ada di dalam tradisi itumemberikan informasi kepada kita tentang kepercayaan dan situasi gereja mula-mula dan pelayanan Yesus. Kritik ini dikembangkan kembali oleh Bultman, yang menganggap Injil sinoptik sebagai “literatur rakyat”. Kelompok ini menyimpulkan bahwa Injil-injil sekarang ini bukanlah karya yang utuh sejak semula, melainkan kumpulan materi atau bahan yang akhirnya dipilih atau disusun kembali oleh para penulis Injil Perjanjian Baru. Mereka umumnya meyakini bahwa buku Injil yang tertua adalah Markus. Markus menulis satu karya tulis berbentuk “Injil”, dikemudian hari Matius dan Lukas mengikuti dan menggunakan bahan yang ada didalam Injil Markus. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa bahan-bahan yang kita miliki sekarang didalam kitab-kitab Injil, sebenarnya mempunyai sejarah penggunaannya dalam gereja, yang dipelihara dan diwariskan dalam bentuk tradisi lisan. Bahan-bahan itu digunakan didalam gereja secara sendiri-sendiri atau terpisah-pisah, sesuai dengan fungsi atau penggunaannya masing-masing dalam kehidupan dan ibadah gereja. Masing-masing tradisi dapat dianalisa secara sendiri-sendiri. Setiap bentuk digunakan untuk tujuan tertentu pula sesuai dengan situasi konkrit dalam kehidupan gereja mulamula. Oleh sebab itu maka disimpulkan bahwa kebanyakan Injil-Injil itu tidak berisi data historis tetapi bumbu gereja mula-mula. Sebab jika dianalisa maka ternyata bentuk dan bahan-bahan yang ada dan dipelihara dalam gereja mula-mula itu sudah 9

S.O. Aitonam. “Pengantar Metode Tafsir” dalam Jurnal Ilmiah Populer Forum Biblika. Ed. M.K. Sembiring. (Jakrta: LAI, 1998), Hal.12. 10

Martin Harun, “Penelitian Sumber” Forum Biblika; Jurnal Ilmiah Populer, diedit oleh M.K. Sembiring (Jakarta: LAI,1998),hal. 12. 11 Paul Ens, The Moody Handbook of Theology (Malang: Literatur SAAT, 2003),hal.94 14

dipengaruhi oleh iman teologia gereja sesuai dengan situasi dan keadaan kehidupan gereja waktu itu.12 Dalam sebuah wawancara tidak resmi, Robert Mounce meringkas prosedur penelitian bentuk sastra sebagai berikut: “Pertama, peneliti bentuk sastra mencatat berbagai jenis bentuk sastra, yang dipakai untuk mengelompokkan cerita-cerita Alkitab. Kemudian dia berusaha untuk memastikan Sitz im Leben (situasi dalam kehidupan) dari gereja mula-mula yang biasa menjelaskan perkembangan masing-masing perikop yang termasuk dalam ketegorikategori di atas. Apakah itu rasa takut terhadap penganiayaan? Apakah itu gerakan dari gereja orang-orang bukan-Yahudi yang berlatar belakang Yahudi? Apakah itu ajaran sesat? Dan sebagainya. Setelah menentukan Sitz im Leben, orang dapat menjelasakan perubahan-perubahan yang terjadi dan mengelupas lapisan-lapisan yang telah ditambahkan pada ucapan-ucapan Yesus. Hasilnya adalah ucapan-ucapan dalam kitabkitab Injil, kembali kepada keadaan mereka yang asli atau murni.”13 Penelitian bentuk ini terutama berasal dari Jerman pada tahun-tahun berakhirnya perang dunia pertama. Penelitian dari bentuk sastra Injil-injil Sinoptik ini tampak sebagai metode yang jelas dalam karya-karay L. Schmidt (1919), M. Dibbelius (1919), dan R. Bultmann (1921). d. Kritik Redaksi Kritik Redaksi berkembang setelah dan berdasarkan kritik bentuk. Selain itu kritik redaksi, yang memberi perhatian kepada seluruh Alkitab, juga menyiapkan sarana bagi lahirnya kritik naratif. Josh McDowel menjelaskan: “Metode Kritik Redaksi ini menambahkan sebuah dimensi baru terhadap penelitian Perjanjian Baru, yaitu mengenai Sitz im leben (kedudukan dalam kehidupan) dari sang pengarang. Para penulis kitab-kitab Injil tidak hanya dianggap sebagai orang yang menghimpun bentuk-bentuk yang berbeda, melainkan mereka sendiri adalah pengarang. Mereka adalah orang-orang yang secara cermat telah menggubah simfoni sastra dengan memakai “bentuk” Injil yang dipelopori oleh penulis Injil Markus. Para penulis Injil dianggap sebagai para penggubah atau redaktor yang terutama menyatukan (menghimpun) karya teologis dan karya sastra, bukan karya sejarah. Penelitian redaksi berusaha menetapkan sudut pandang teologis dari sang penulis Injil. Para peneliti ingin mengetahui sumber-sumber atau catatan mana yang dipilih oleh penulis Injil, apa alasannya, serta dimana bagian tersebut cocok dengan catatannya secara khusus (dikenal sebagai ‘kelim-kelim’). Para peneliti ingin menemukan “perekat” teologis yang digunakan para pengarang untuk menyusun kitab-kitab Injil mereka.”14 Terlihat jelas bahwa kritik redaksi menempatkan penulis Injil bukan hanya sejarahwan menurut mereka tetapi juga menjadi seorang teolog dalam memodifikasi dan membumbui tradisi historis. Penulis dapat kreatif, menambah dan membumbui tradisi historis bahkan dapat keluar dari peristiwa historis. Penganut Kritik redaksi menyebutkan beberapa cara kerja penulis Injil sebagai redaktur yaitu: Mengaitkan bahan-bahan tertentu satu dengan yang lain. Menambahkan catatannya sendiri pada bahan tradisional. Menyusun ceritanya dalam urutan tertentu. Menanggapi atau menafsir bahan tradisional. Didalam penelitian redaksi ini, para peneliti seringkali memberi perhatian besar pada kekhususan kitab-kitab tersebut, seakan-akan tidak ada kesamaan sama sekali dalam hal isi dan amanatnya. C. Introduksi Injil Sinoptik 1. Matius 1. Penulis Injil Matius  Bukti External Judul kitab ‘kata maqqaion’ atau ‘According to Matthew’ (menurut Matius) terdapat dalam MSS (manuskrip) mula-mula (kira-kira 125 A.D.) Papias: “Matius menjelaskan ‘Logia’ dalam bahasa Ibrani dan setiap orang menafsirkannya sama seperti yang dapat ia (Matius) lakukan. “Kemungkinan besar Matius menulis dalam bahasa Aramik dan Yunani (tulisan asli yang diinspirasikan). Irenaeus: “Sekarang Matius juga menerbitkan Kitab Injil diantara orang Ibrani 12

R. Rajagukguk, “Apa Itu Penelitian Bentuk” Forum Biblika; Jurnal Ilmiah Populer, diedit oleh M.K. Sembiring (Jakarta: LAI,1998),hal. 33 13 Josh McDowel, Apologetika: Volume 2 (Malang: Penerbit Gandum Mas,2003), hal 422. 14 Ibid., hal.653-654 15

dalam bahasa dialek mereka sendiri, yang mana petrus dan Paulus mengkotbahkan Injil itu di Roma dan jemaat yang didirikan.  Bukti Internal Penulis tidak mengidentifikasi dirinya sendiri secara langsung. Markus dan Lukas menyebutnya Matius dan Lewi (Markus 2:14); Matius menghapus nama Lewi, mengindikasikan bahwa Matius adalah penulisnya. Dalam perjamuan makan di rumah Matius, Markus menyebutnya ‘rumah orang itu’ (Markus 2:15) dan Lukas menyebutnya ‘di rumahnya sendiri’ (Lukas 5:29), sedangkan Matius menyebutnya ‘rumah Matius’ (Matius 9:10). Ia menunjukan pikiran dan karakteristik dari seseorang pemungut cukai dalam Injilnya:  Ia adalah satu-satunya penulis Injil yng mencatat tentang pembayaran pajak Bait Suci (17:24-27).  Ia menggunakan ‘hapax legomenon’ sebanyak tiga kali untuk termonologi moneter untuk uang upeti.  Ia menunjukan tingkah laku dan karakteristik seseorang yang berprofesi sebagai pemungut cukai secara sistematis dalam Injilnya.  Ia tertarik dengan jumlah (3:5). 2. Tradisi Gereja Mula-Mula. Secara tradisi dari bukti-bukti ini Matius lebih cocok dari pada penulis lain. Matius ditekankan dalam Kis. 1:13, walaupun secara tradisi diakui bahwa ia menjadi misionari ke Etiopia dan Persia. 3. Tanggal Penulisan Bukti External – pertama ditemukan dikutip oleh Ignatius (kira-kira 115 A.D.) Bukti Internal Penekanannya yang sangat besar pada Eskatologi mungkin mengindikasikan masih hangatnya kedatangan Tuhan yang pertama dan janji kedatangan kedua kali (band. I dan II Tesalonika). Tidak menyinggung kehancuran Yerusalem dan Bait Suci pada tahun 70 A.D. Menubuatkan secara tidak langsung kehancuran Yerusalem dan Bait Suci (22:7) 4. Alamat Pengirim Dan Tujuan. Kemungkinan besar ditulis di Antiokhia di Syria. Ditujukan kepada orang Kristen Yahudi yang tinggal Syria dan Palestina (Yerusalem dan sekitarnya). 5. Maksud Penulisan Untuk memberitakan Injil dan menginstrusikan atau mengajar baik orang Yahudi dan non Yahudi tentang kebenaran bahwa Kristus adalah Mesias sesuai dengan garis keturunan Raja Daud dengan penggenapan nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama. 6. Tema Injil Matius : “Yesus adalah Raja.” 7. Karakteristik Injil Matius  Sangat bermotif ke-Yahudian: 33 kali menyebut ‘Kerajaan Sorga’ (hanya di Matius); 5 kali menyebut ‘Kerajaan Allah’; 9 kali menyebut ‘ Anak Daud’.  Bentuk angka khusus — 3 kelompok silsilah, 3 pencobaan, 3 perintah (6:17:20), 3 oknum dalam Amanat Agung (28:19-20), dst.  Stuktur (5 hal penting)  Khotbah di atas bukit (5:1-7:29)  Pengutusan misi (9:35-10:42)  Perumpamaan tentang Kerajaan (13:1 dst)  Ucapan-ucapan Yesus (18:1-35)  Peristiwa di bukit Zaitun (23:1-25:46) 8. Tujuan Teologis. Matius menangkap pengharapan Mesianik dan ekspektasi orang Yahudi. Ia memberikan petunjuk kepada pembacanya bahwa manusia sejati, Anak Daud, benar telah datang. Sementara penulis lain meyajikan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan, maka Matius yang menyajikan Dia untuk orang Yahudi. Tujuan Injil Matius ada dua segi.  Membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias.  Menyajikan kerajaan sesuai dengan rencana Allah 2. 1. 

Injil Markus Penulis Injil Markus Bukti External: 16

2.

3.

4.

5.

 Papias mengatakan bahwa Markus menulis dari perkamen Petrus tetapi tidak selalu sama dengan susunan kronologinya.  Irenaeus mengatakan bahwa ‘setelah kematian Petrus dan Paulus, Markus meyediakan bagi kita khotbah-khotbah Petrus dalam bentuk tulisan.  Clement dari Alexandria, Origen dan Jerome juga menyatakan bahwa Injil Markus dihasilkan dalam hubungannya dengan Petrus.  Judul kitab ‘kata markon’/According to Mark (menurut Markus) ditemukan dalam MSS kuno.  Bukti Internal:  Banyak teolog percaya bahwa orang muda yang lari telanjang yang hanya dicatat dalam Injil Markus adalah Markus sendiri (Markus 14:51,52).  Kelihatannya penulis hadir sebagai saksi mata dalam beberapa peristiwa (14:12-16). Sangat mungkin rumah yang dipakai adalah rumah mereka.  Percakapan Malaikat dengan Petrus yang bersifat pribadi hanya dicatat dalam Injil Markus (16:7).  Tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan pengakuan secara tradisi bahwa Markus anak Maria, kemenakan Barnabas adalah penulis Injil Markus. Waktu Penulisan Dalam tulisannya Paulus memuji pelayanan Markus (II Tim. 4:6-8), sulit dipercaya bahwa Markus dapat berbuat banyak sebelum jemaat dipuaskan dengan pelayanannya. Markus menyinggung nama seseorang yaitu Rufus yang kemungkinan besar adalah nama yang sama disinggung Paulus dalam Roma 16:3. Pandangn kaum Liberal yang memprioritaskan Injil Markus sebagai Injil pertama harus ditolak, karena asumsi mereka penulis Injil lain memakai sumber Markus untuk menulis Injil mereka. Dan jika demikian Alkitab hanyalah sebuah karya sastra belaka dan bukan Firman Tuhan. O’Callahan menunjukkan bahwa sebagian fragmen dari Dead Sea Scroll mengandung Injil Markus di dalamnya dan akhirnya hal ini diperdebatkan apakah Dead Sea Scroll ditulis sebelum atau sesudah 50 A.D. Alamat Pengirim dan Tujuan Kelihatannya Markus menunjukkan tulisanya kepada pembaca Romawi karena ia berusaha menterjemahkan kata-kata Aramic dan ia menjelaskan adat istiadat Yahudi yang tidak perlu dilakukan kepada orang Yahudi. Dalam tulisannya ia lebih sering menggunakan ekspresi latin dari penulis-penulis lain. Kemungkinan besar Rufus adalah orang Roma yang disinggung oleh Markus dan bisa jadi ia berada di Roma dan kemungkinan ia adalah penerima Injil Markus. Diperkirakan Injil Markus ditulis ketika ia sedang bersama Perus (I Pet. 5:13) A.D. Tujuan Injil Markus:  Tujuan Umum: Memberitakan ‘kabar baik’ bahwa penebusan Tuhan Yesus Kristus untuk semua orang bahkan juga untuk orang non Yahudi. Penekanan utamanya adalah gambaran Kristus sebagai hamba yang datang untuk melayani dan memberikan hidupNya sebagai tebusan bagi banyak orang.  Tujuan Teologis: Oleh karena orang Romawi adalah orang yang bekerja bukan orang yang berpikir, maka Markus menyajikan Kristus sebagai “Pekerja yang hebat daripada pemikir yang dalam, manusia yang menang melalui tindakan”. Gaya Markus, demikian pula isinya mencerminkan isi teologianya. Tema Injil Markus: “Yesus adalah hamba yang menderita (Markus 10:45)”. Karakteristisk Injil Markus Kata ‘euquj’ (segera) dipakai sebanyak 42 kali Kuasa: penekanan pada mujizat dan kontradiksi kebangkitan Kristus dengan kemunduran pemerintahan Roma. Tertarik pada orang non Yahudi: hanya mengutip secara langsung kitab Perjanjian Lamasekali saja (11:17), dan sedikit sekali mencatat penggenapan nubuatan Perjanjian Lamadalam Injilnya. Keterusterangan: ia menunjukkan sejumlah realitas tentang kegagalan murid-murid dan reaksi masyarakat terhadap Kristus, ini cocok sekali jika mewakili Petrus dan diketahui orang Roma. Isu Pengakhiran Injil Markus (Mark. 16:9-20) Menurut Critical text: 17



3.

Kaum Liberal menyatakan bahwa Injil Markus mengakhiri “ Kabar Baik” – nya dengan kata “karena mereka takut” (16:8)  Yang lain berpendapat bahwa Markus meninggal sebelum menyelesaikan tulisan Injilnya.  Menurut Textus Receptus Markus 16:9-20 tidak ditemukan hanya dalam codex ‘Aleph’ dan ‘B’ yang merupakan salinan Alkitab yang telah dirusak oleh para bidat gnostik dan tangan-tangan kotor.  Dikebanyakan MSS mayority ditemukan pada Markus, 16:9-20. Ada isi theology yang penting adalah Mar. 16:9-20. John Burgon mempertahankan keontentikan Markus 16:9-20, dan Markus 16:8 itu adalah akhir dari pembacaan dalam lectionary, bukan akhir dari Injil-nya. Secara logika dari kisah yang dituliskan akan lebih dapat diterima Injil ini berakhir pada ayat 20 dari pada ayat 8. Injil Lukas 1. Penulis Injil Lukas a. Bukti Eksternal : Bapa-bapa Gereja seperti Justinus Martyr, Irenaeus, Tertulian dan Origen menyatakan Lukas sebagai Injil Lukas (mereka adalah orang-orang yang hidup pada abad II, yang kemungkinan masih sangat jelas dengan berita Lukas). ‘Kanon Moratorian’ (+ 180) melaporkan Lukas sebagai penulis Injil Lukas. Sangat tidak masuk akal Lukas yang kemungkinan besar orang non-Yahudi disebut penulis oleh jemaat mula-mula kalau bukan mereka tahu bahwa Lukas adalah penulisnya. b. Bukti Internal: Penulis bukan saksi mata, tetapi ia menggunakan metode ilmiah dalam riset sejarahnya untuk menulis Injil-Nya (1:1-3). Penulis dapat dipastikan bukan orang Yahudi (kata ‘mereka’ berarti tidak termasuk dia (Kis. 1:19). Kesatuan Injil Lukas dengan Kisah Para Rasul adalah sangat penting: terbukti ada banyak kesamaan diantara keduanya, misalnya: kesamaan gaya bahasa kata-kata yang dipakai, kelanjutan Injil Lukas (band. Lukas 1:1-3 & Kis. 1:1). Kata ‘Kami’ dalam penekanan Kisah Para Rasul berarti didalamnya termasuk Lukas. Dalam perjalanan Paulus: setiap Lukas bersama dia selalu memakai kata ganti orang kedua jamak ‘Kami’ (Kis. 16:6-11), dan memakai kata ganti ketiga jamak ‘Mereka’ kalau ia tidak bersama Paulus (Kis.20:1-6), sehingga kepenulisan Lukas terhadap Injil Lukas dan Kisah Para Rasul tidak diragukan lagi. 2. Waktu Penulisan Sudah pasti sebelum Kisah Para Rasul. Kisah Para Rasul Diakhiri dengan pemenjaraan Paulus di Roma yang pertama, atau kira-kira tahun 60 A.D., sesuai dengan tanggal surat-surat penjara. Oleh sebab itu Injil Lukas seharusnya ditulis sebelum Kisah Para Rasul Kira-kira pertengahan atau akhir tahun 50-an A.D. 3. Alamat Pengirim Dan Tujuan Beberapa kemungkinan telah ditawarkan ditulis di daerah Yunani, Kaisarea, atau Roma. Tetapi kemungkinan yang lebih dapat diterima di tulis di Yunani, atau setidaknya pengumpulan data dilakukan di Palestina. Kelihatannya Lukas mengirim tulisannya kepada Teofilus yang tertarik pada kekristenan yang juga pejabat Roma. 4. Maksud Dan Tujuan Penulisan Memberikan pengetahuan rohani atau kemungkinan penginjilan lewat literature tentang kehidupan dan karya keselamatan Yesus Kristus. 5. Tema: “Yesus adalah sang Juruselamat yang datang sebagai Anak Manusia”. 6. Karakteristik Injil Lukas:  Lukas menekankan pekerjaan Roh Kudus dan nilai doa dalam hidup kita sebagaimana dalam kehidupan Kristus. 18



Injil Lukas sangat komprehensif atau menyeluruh sehingga menyebabkan Injil Lukas menjadi Injil yang terpanjang (jumlah kata dalam keseluruhan kitab Lukas)  Lukas menekankan kehidupan individu dari pada kelompok dan menaruh perhatian yang lebih besar terhadap wanita.  Karakteristik yang istimewa dari Injil ini adalah mulus dan indah dalam hal sejarah maupun sastra. 7. Tujuan Teologis: Lukas memiliki penekanan kosmopolitan, menekankan universalitas Injil dan bahwa Yesus adalah penebus dunia. Hal ini ditekankan melalui kaitan garis keturunan Yesus dengan Adam, nenek moyang manusia seluruhnya. Penekanan ini secara khusus juga dapat dilihat dalam penggunaan perumpamaan Lukas. D. PEMBAHASAN TEOLOGI SINOPTIK 1. Teologi Allah Sama seperti kitab-kitab yang lain dalam Alkitab, mereka memiliki keyakinan yang besar dan mendasar tentang Allah, yakni bahwa Allah ada, penuh dengan kemuliaan dan manusia harus terus-menerus bergantung pada-Nya. Injil Sinoptik juga memiliki bagian tentang semua ini. Para penulis Perjanjian Baru juga memiliki pandangan yang sama sebagaiman yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Injil Sinoptik juga secara jelas mencatat tentang atribut Allah. a. Providensia Allah. (Mat.6:26, 10:29) b. Ke-Bapa-an Allah (Mat.6:32) c. Anugrah Universal dan personal (Mat. 5:45) d. Penekanan Kerajaan Allah (Mat. 5: 34; 23:22) e. Penghakiman Allah bagi semua orang (Mat. 3:7; 7:1; Luk. 3:7) f. Kemuliaan Allah dinyatakan (Mat. 17:1-8) g. Kebaikan Allah (19:17) h. Kuasa Allah (Mrk.12:24-27) i. Ketritunggalan Allah (Mrk. 1:9-11) 2. Teologi Kristus Dari tinjauan mengenai Kristus, Sinoptik secara jelas memberi gambaran tentang pribadi Kristus. a. Kelahiran Dari Anak Dara. Matius dan Lukas menekankan bahwa kemanusiaan Yesus dikandung oleh Roh Kudus (Mat. 1:18; Luk. 1:13) Matius memberikan penekanan yang cukup jelas tentang Maria yang tidak bersetubuh dengan seorang laki-laki sebelum kelahiran Yesus (Mat. 1:18-25) Markus menekankan bahwa Yesus adalah “anak Maria” dari pada mengatakan anak Yusuf (kebiasaan Yahudi biasanya menggunakan nama ayah) b. Kemanusiaan Kristus. Ketiga Injil menekankan kemanusiaan Yesus. Matius menekankan garis keturunan manusia-Nya (1:1-17), kelahiran-Nya sebagai manusia (1:25), dan masa kanak-kanak-Nya (2:1-23) Lukas menekankan kelahiran-Nya dan status-Nya yang rendah (2:1-20), Ia menyesuaikan diri tentang tradisi Yahudi (2:21-24), dan mengalami pertumbuhan sebagai anak laki-laki muda (2:41-52). Markus menekankan kemanusiaan Yesus lebih dari Matius dan Lukas melalui penekanannya pada karya, kehidupan dan aktivitas Yesus. Ketiganya juga menekankan kemanusiaan-Nya dalam pencobaan. c. Ketidakberdosaan Kristus. Meskipun Sinoptik menyajikan Yesus sebagai manusia, mereka juga mengindikasikan Ia bukan manusia biasa, Ia lahir dari seorang anak dara dan tidak berdosa. Karena lahir dari seorang perawan, ia tidak memiliki nature dan kecendrungan pada dosa. Yesus memanggil manusia untuk bertobat tetapi tidak ada catatan bahwa Ia pernah mengaku dosa atau bertobat. Baptisan-Nya adalah untuk “menggenapi seluruh kehendak Allah” (Mat. 3:15), bukan untuk pengakuan dosa (Mat.3:6). Pencobaan-Nya juga untuk menekankan bahwa meskipun Ia diuji dengan semua ujian seperti dalam area kita, namun Ia tidak berdosa (Mat.4-1-11) 19

.

Pada waktu Ia menegur Petrus, Ia menyatakan bahwa Ia sama sekali tidak ada hubungan dengan dosa (Mat.16:23) d. Keilahian Kristus Matius menekankan Yesus sebagai anak Daud (Mat. 9:27), sangat jelas bahwa anak Daud merupakan Mesias yang dijanjikan dan melakukan pekerjaan Allah. Matius secara terus menerus menyajikan Yesus sebagai Mesias demikian pula sebagai yang menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lamayang berkaitan dengan Mesias. Asal mula Anak Manusia bermula dari Daniel 7:13 dimana Ia digambarkan sebagai yang penuh dengan kemenangan, membawa kerajaan kepada bapa. Posisi anak manusia disebelah kanan Bapa menghubungkan pada Mazmur 110:1 dimana Ia adalah Tuhan. Yesus adalah Anak dalam pengertian unik yang absolut. a. Karya penebusan b. Kebangkitan Kristus. 3. Teologi Roh Kudus Sinoptik juga menggambarkan peranan Roh Kudus yang cukup signifikan terutama dalam hubungannya dengan Kristus Berkaitan dengan kelahiran Kristus dari anak dara: Matius dan Lukas menghubungkan konsepsi Yesus di kandungan Maria dengan Roh Kudus yang datang atasnya (Mat.1:18; Luk. 1:35). Berkaitan dengan baptisan Kristus: Pada saat pembaptisan Yesus, Roh Kudus turun ke atas-Nya dan mencurahkan kuasa untuk pelayanan kepada publik. Berkaitan dengan pencobaan Kristus. Berkaitan dengan pelayanan Kristus Berkaitan dengan inspirasi kitab suci. 4. Teologi Gereja Sinoptik tidak mencatat perkembangan Teologi gereja. Kata gereja (ekklesia) digunakan hanya tiga kali dalam Matius dan tidak sama sekali dalam Lukas dan Markus. Sekalipun demikian, hal itu mengindikasikan bahwa cikal bakal gereja sudah muncul sejak awal. 5. Teologi Akhir Zaman Injil Sinoptik menyediakan materi yang cukup banyak berkaitan dengan akhir zaman. Kata kerajaan (Yun. basileia) menonjol di Injil sinoptik, muncul 56 kali di Matius, 21 kali di Markus, 46 kali di Lukas. Matius juga menggunakan istilah raja lebih banyak dari kitab lain yang ada di Perjanjian Baru. Injil sinoptik menekankan bahwa Yesus datang untuk mendirikan kerajaan millenial Pengantar Teologi Kisah Para Rasul

BAB. VI KISAH PARA RASUL Kisah Para Rasul bukanlah suatu unit tersendiri karena jelas bahwa ia ditulis sebagai kelanjutan dari Injil Lukas, dimana penulis berbicara tentang “bukunya yang pertama” (Kis. 1:1) dan menujukan tulisannya pada Teofilus. Ikthisar dari buku yang pertama, seperti yang termuat dalam Kisah Para Rasul 1:1-2, sangat sesuai dengan isi Injil Lukas dan cerita dimulai tepat pada titik dimana Injil Lukas berakhir. Kisah Para Rasul disusun secara logis diseputar ikhtisar perkembangan geografi seperti yang dinyatakan dalam 1:8: “Kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem, diseluruh Yudea, dan Samaria, dan sampai keujung bumi”. Bagian pertama setelah pembukaan menceritakan awal perkembangan di Yerusalem. Bagian yang kedua, menguraikan secara singkat pelayanan di Samaria, daerah pesisir dan Kaisera. Ikhtisar Kisah Para Rasul juga dapat dibuat berdasarkan catatan perkembangannya dalam 2:47; 5:14; 6:7; 9:31; 12:24; 16:5; dan 19:20 tercatat pertumbuhan jumlah serta peningkatan 20

mutu kehidupan rohani umat Kristen, yang menunjukkan bahwa Kisah Para Rasul menaruh perhatian pada perkembangan yang progresif dari Kekristenan. Ikhtisar Kisah Para Rasul dapat pula dibuat berdasarkan pribadi-pribadi yang dimunculkan didalamnya. Pasal 1 sampai 5 dipusatkan pada Petrus; pasal 6 dan 7, pada Stefanus; pasal 8 hingga 12 memperkenalkan beberapa pribadi, yang paling menonjol diantaranya adalah Barnabas, Filipus, dan Saulus dari Tarsus; dan pasal 13 sampai selesai Paulus adalah tokoh yang paling dominan. Suatu perbandingan antara Petrus dan Paulus dapat dilihat dari pelbagai sudut: keduanya adalah pemimpin, yang satu dikalangan Yahudi, yang lain dikalangan orang bukan Yahudi. Petrus lebih banyak bekerja di Yerusalem; Paulus didunia luar Yahudi. Kebenaran Kisah Para Rasul sudah sering dipertanyakan, namun belum pernah berhasil dipatahkan. Banyak kesulitan yang ditemui dalam menyelaraskan urutan waktunya dengan suratsurat kiriman, dan tidak semua penyebutan sejarah didalam Kisah Para Rasul dapat dipastikan karena seringkali data yang dibutuhkan tidak ada. Jalur cerita utama didalam Kisah Para Rasul menyangkut misi pemberitaan Injil ke utara melalui Antiokhia ke Asia kecil dan dari sana ke Makedonia, akhirnya ke Roma. Ada dua alasan yang mungkin mendasari keterbatasan cerita ini. Yang pertama, penulis sendiri sangat memahami dampak penyebarluasan agama Kristen dan dengan demikian dapat memanfaatkannya dengan lebih berhasil-guna sebagai sarana untuk menjelaskan tema utamanya. Yang kedua, tujuan utama penulis adalah untuk mengajar pembacanya tentang kepastian Injil. Kelangsungan Injil sejak dinyatakan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya hingga saat ia menulis kitab harus ditujukan dengan jelas, karena Paulus adalah pemimpin dari misi kepada orang bukan Yahudi. Ia patut mendapatkan perhatian utama dan penjelasan tentang peralihan bangsa Yahudi kepada bangsa-bangsa lain, dari hukum Taurat menjadi karunia, dan dari Palestina kedunia luar tidak harus didukung oleh suatu pengamatan yang menyeluruh terhadap semua kejadian yang berlangsung dalam rangka pertumbuhan misi gereja Kristus. A.

Introduksi Kisah Para Rasul 1. Penulis a. Bukti Eksternal Hampir semua bapa gereja menyatakan Kitab ini ditulis oleh Lukas: Kanon Muratorian, Irenaeus, Yusebius, dll. Secara tradisional kepenulisan Lukas terhadap kitab ini sangat dapat dipercaya. b. Bukti Internal Semua bukti tentang kepenulisan Injil Lukas adalah bukti bahwa Lukas menulis Kisah Rasul, karena surat ini adalah sambungannya. Sangat jelas bahwa Lukas menulis dua buah buku, ungkapan “Dalam bukuku yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diajarkan Yesus” (Kis. 1:1), menunujukan bahwa ia melanjutkan pekerjaannya melalui Roh Kudus (Band. Juga Gal. 4:4,6,. . . Allah mengutus AnakNya, . . .Allah telah menyuruh Roh AnakNya . . .” 2. Waktu Penulisan Kisah Para Rasul mengakhiri catatannya dengan pemenjaraan Paulus yang pertama di Roma (+ 60 A.D). Tidak menyinggung kematian Paulus dan kejatuhan Yerusalem berarti ditulis sebelum tahun 70 A.D. Kira-kira ditulis antara tahun 59-61 A.D. 3. Maksud Dan Tujuan Penulisan: Untuk menunjukan perkembangan sejarah institusi gereja lokal sebagai praktek Amanat Agung (Kis. 1:8). Catatan Lukas tentang pergerakan gereja juga dapat dilihat sebagai suatu apologetik bagi kekristenan. 4. Alamat Pengirim Dan Tujuan Kemungkinan besar Lukas menulis di Roma ditujukan kepada Theofilus. Tema Kisah Para Rasul: “Pergi melaksanakan Amanat Agung”. 5. Karakteristik Kisah Para Rasul Kisah Rasul menekankan ‘home and foreign missions’, sebagai kunci ayat dan outline kitab ini (Kis. 1:8) : Yerusalem (1-7), Yudea dan Samaria (8), dan ujung bumi (9-28). Walaupun banyak mujizat dicatat dalam kitab ini, namun sangat jelas sifatnya menurun, atau makin jarang (begitu juga dalam sejarah gereja). B. Pembahasan Teologi Kisah Para Rasul 1. Teologi Allah. a. Kedaulatan Allah. 21

2.

3.

4.

5.

Lukas menjelaskan kematian Kristus sebagai hasil dari ketetapan Allah dan kemahatahuan Allah (Kis. 2:23). Ketetapan Allah berarti “kehendak-Nya telah ditetapkan sebelumnya dan tidak fleksibel. Kedua frasa itu menekankan keteguhan dan ketidakbisaan diganggu gugatnya ketetapan itu.” Kedaulatan Allah juga dilihat dalam pemilihan (Kis. 13:48). Ketepatan jumlah dari orang-orang pilihan untuk hidup yang kekal. b. Eksistensi Allah dan anugrah umum. Di Listra, Paulus mendeklarasikan “Allah yang hidup” kepada para pendengarnya, mengingatkan mereka bahwa Ia adalah adalah pencipta. (Kis. 14:15-18). Juga kepada orang Atena bahwa Allah telah memberi mereka kehidupan (Kis. 17:22-31). Teologi Kristus Penekanan Lukas sehubungan dengan Kristus di Kisah Para Rasul ada beberapa segi: penyaliban dan kematian-Nya, serta kebangkitan-Nya. a. Penyaliban dan kematian Kristus.  Banyak pernyataan berkaitan dengan kematian Kristus merefleksikan tuduhan para rasul pada orang Yahudi dan penyaliban Kristus.  Kristus telah dipaku di atas kayu salib oleh orang fasik (2:23); Kristus telah dipermalukan sampai mati, dengan penyaliban.  Ia yang benar telah dibunuh. (&:52). b. Kebangkitan Kristus.  Beberapa tema berkaitan dengan kebangkitan ditekankan:  Kebangkitan Kristus telah dinubuatkan di Mazmur 16:8-11 dan digenapi di Mazmur 2:7 (Kis. 2:22-32; 13:33-37)  Kebangkitan Kristus diproklamasikan dengan kuasa yang besar (Kis. 4:2, 10, 33) Allah tidak hanya membangkitkan Kristus tetapi juga meninggikan Dia pada posisi yang berotoritas (Kis. 5:31)  Kebangkitan Kristus juga dihadiri oleh para saksi (Kis. 10:40-41)  Kebangkitan Kristus menandai penghakiman masa yang akan datang (17:31)  Kebangkitan Kristus diproklamasikan pada orang Yahudi dan non- Yahudi untuk penggenapan dan nubuat itu (Kis. 26:23) c. Kembalinya Kristus.  Pada saat kenaikan Kristus, para malaikat berjanji bahwa Kristus akan datang kembali dengan cara yang sama (Kis. 1:9-11).  Petrus mengumumkan zaman millennial pada waktu ia berbicara tentang “periode restorasi dari segala sesuatu” (Kis.3:21). Teologi Roh Kudus Keilahian-Nya. Kis. 5:3-5 mencatat pernyataan utama berkaitan dengan keilahian Roh Kudus. Pekerjaan-Nya. Melalui karyanya dalam pembaptisan orang percaya, Roh Kudus mendirikan gereja (1;5; 11:15-16). Roh Kudus aktif memenuhi orang percaya untuk bersaksi (1:8; 2:4; 4:31). Roh Kudus memimpin dalam pelayanan (8:26-30; 10:19; 20:23; 21:4,11). Teologi Keselamatan. a. Keselamatan melalui beriman kepada Kristus (10:43) b. Percaya mencakup pertobatan (20:21) c. Keselamatan adalah melalui anugrah Allah (Kis. 16:14; 18:27). d. Keselamatan terlepas dari jasa bentuk apapun (Kis. 15). Teologi Gereja. Sebagaimana yang diharapkan, Kisah Para Rasul memberikan cukup banyak materi tentang Teologi gereja karena kitab ini merupakan catatan tentang lahir dan tumbuhnya gereja. Formasi gereja. Gereja dibentuk melalui baptisan dari karya Roh Kudus. Organisasi gereja. Para rasul merupakan fondasi gereja (Kis. 2:42), tetapi para penatua dipilih untuk memimpin gereja-gereja lokal (Kis. 14:23; 15:4). Penatua adalah pluralitas gereja. Diaken juga disebutkan dalam Kisah Para Rasul 6 Fungsi-fungsi di gereja. Kisah Para Rasul memberikan pandangan yang bernilai berkaitan dengan gereja: Petunjuk adalah penting di gereja mula-mula (Kis. 2:24; 4:2 dst), yang melibatkan pengajaran dari kebenaran proporsional dan Teologi-Teologi. Persekutuan yang melibatkan hal-hal materi (4:32-35; 6:1-3; 16:15, 34), perjamuan Tuhan, penderitaan. Ibadah direfleksikan dalam penghormatan orang percaya kepada Tuhan (4:23-31)Pelayanan yang paling dilibatkan adalah penginjilan. 22

BAB. VII TEOLOGI YAKOBUS A. Introduksi Teologi Yakobus 1. Penulis Surat Yakobus a. Bukti Eksternal: Bapa-bapa gereja bagian Timur (Origen, Eusebius) menunjuk kepada Yakobus sebagai penulis, walaupun pengakuan bapa-bapa gereja bagian Barat sebagai bagian dari kanon lebih belakangan. b. Bukti Internal: Penulis menyebut dirinya hamba Yesus Kristus. Ini adalah Yakobus saudara Tuhan Yesus (Matius 13:55), yang tadinya tidak percaya kepada Tuhan Yesus sampai hari kebangkitan-Nya (1 Kor. 15:7), karena Yakobus (saudara Yohanes) murid Tuhan Yesus telah menjadi martir (Kis. 12:2). Adanya kesamaan bahasa dalam surat Yakobus dengan perkataan Yakobus di Kisah Para Rasul 15 Adanya kesamaan antara surat ini dengan pengajaran Yesus. 2. Penulisan: Diperkirakan ini adalah literature Kristen yang pertama, bahkan lebih awal dari Injil Matius. Alasannya adalah karena teologi-nya masih sangat sederhana, terutama masalah ekklesiology-nya dan juga penekanannya pada hal-hal praktis yang diperlukan untuk mengendalikan jemaat baru dan membedakan mereka dari kelompok Yudaistic Gnostic (45 A.D). 3. Alamat Penulis Dan Yang Dituju: Ditulis di Yerusalem dan di tunjukan kepada orang-orang Kristen Yahudi diaspora diseluruh wilayah pemerintahan Roma. 4. Tujuan Surat Yakobus: Menguatkan iman dan memberi nasehat praktis dimasa mengahadapi pencobaan dan penganiayaan. 5. Tujuan Teologis: Orang percaya Ibrani menghadapi pengadilan-pengadilan, penganiayaan-penganiayaan dari orang Yahudi yang tidak percaya. Oleh karena orang percaya tidak mengetahui bagaimana mengerti atau menghadapi penganiayaan, maka Yakobus menulis untuk memberikan pandangan kepada mereka. Tujuannya adalah memberikan pengoreksian pada semangat kedagingan yang ada, memperlihatkan iman sebagai penawar masalah tersebut. 6. Tema Surat Yakobus: “Semakin dewasa didalam Kristus”. 7. Karakteristik Surat Yakobus: Lebih dari 100 kali menunjuk kepada kitab Perjanjian Lama. Banyak referensi untuk karakteristik Perjanjian Lama. Ia menekankan manusia sempurna adalah yang tidak berdosa dengan mulutnya B. Pembahasan Teologia Yakobus 1. Teologi Kitab Suci. Sehubungan dengan kitab suci maka ada beberapa poin yang dapat dilihat dalam kitab Yakobus. Ada penekanan yang kuat atas Perjanjian Lamadi kitab Yakobus. Dalam lima pasal Yakobus menunjuk pada penjelasan kedua puluh kitab Perjanjian Lama. Ada penekanan pada pengajaran Yesus. Yakobus berisi lima belas kiasan dari khotbah di Bukit (Mat. 5:22; 3:12; Mat. 7:16; 4:11; 7:1) Ada penekanan atas otoritas kitab suci Ada penekanan atas karya Kitab Suci 2. Teologi Allah Pandangan Yakobus tentang Allah merefleksikan konsep dari relasi bersyarat antara orang Israel dengan Allah di bawah hukum Musa: ketaatan membawa berkat, ketidaktaatan membawa hukuman (Ul.28). Jadi Yakobus menyajikan orang berdosa sebagai musuh Allah; pertemanan dengan dunia akan membuat seseorang menjadi musuh Allah (4:4-5) 3. Teologi Manusia dan Dosa 23

Yakobus menghubungkan Teologi dan aplikasi pada waktu ia menasehati pendengarnya untuk mengontrol lidah, karena lidah manusia digunakan untuk melawan sesama manusia yang diciptakan menurut Allah. Meskipun manusia dibuat berdasarkan gambar Allah tetapi karena kejatuhan manusia ia menjadi berdosa, memiliki nature dosa seperti yang dijelaskan Yakobus sebagai hawa nafsu (1:14). Hawa nafsu inilah yang merupakan respon dari dalam ke luar sebagai keinginan dan menghasilkan dosa (1:15). Pembahasan Yakobus dalam isu ini penting, karena ia memberikan pengertian yang lebih jelas tentang bagaimana dosa itu terjadi dibandingkan dengan bagian lain kitab suci. Yakobus menunjuk pada dosa (Yunani; hamartia,”meleset dari sasaran”) enam kali, dosa berasal dari hawa nafsu yang ada di dalam diri manusia (1:15); akibat dosa adalah dalam hal rohani dan kematian yang kekal (1:15); dosa memperlihatkan kasih yang pilih-pilih dan tidak mengasihi (2:8-9); dosa gagal untuk berbuat baik (4:17); dosa dapat diampuni (5:15, 20). Yakobus juga menyebut dosa (Yunani: parabates) sebagai suatu pelanggaran pada standar Allah (2:9,11). 4. Teologi Keselamatan Yakobus berbicara banyak tentang iman. Iman adalah cara manusia untuk dapat mendekati Allah (1:6; 5:15); iman harus dalam Yesus (2:1); dan perbuatan manusia akan mendemostrasikan realitas dari iman (2:18). Perbedaan antara Paulus dan Yakobus adalah bukan iman versus perbuatan, melainkan perbedaan dari relasi. Yakobus menekankan perbuatan dari orang percaya dalam relasi dengan iman dan Paulus perbuatan Kristus dalam relasi dengan iman.

BAB. VIII TEOLOGI IBRANI A. Introduksi Kitab Ibrani Kitab Ibrani merupakan salah satu surat yang cukup istimewa dalam kanon PB. Oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan pendahuluan berkaitan dengan pembaca, waktu dan tujuan penulisan memiliki kepentingan yang khusus dalam membahas teologi Ibrani. Pandangan yang diambil berkaitan dengan isu-isu ini akan menentukan penafsiran dari teologi Ibrani. 1. Penulis Ibrani a. Bukti Eksternal: Eusebius mengatakan bahwa, “Siapapun yang menulis surat ini, Allah tahu ini adalah kebenaran.” Bapa-bapa gereja Timur, tradisional dan konservatif, menerima kepenulisan Paulus terhadap surat Ibrani (Clement dari Alexandria, Origen). Bapa-bapa gereja Barat menolak kepenulisan Paulus terhadap surat Ibrani (Hippolytus dan Irenaeus). b. Bukti Internal: Ini adalah salah satu kitab dalam Perjanjian Baru yang tidak menyebutkan nama penulisnya, namun bukti internalnya bisa menolong. Penulisnya adalah seorang jenius dalam hal intelektual dan rohani dari abad I yang sangat dikenal oleh penerima surat.  Penulisnya adalah seseorang yang sangat faham tentang perbedaan Teologi kekristenan dan segala perkembangannya atas Yudaisme.  Penulis alternatif: Apollos, Barnabas, Lukas, Priskilla, Sillas dsb.  Argumentasi yang dikemukakan untuk menentang kepenulisan Paulus – berdasarkan pandangan tradisional):  Tidak ada namanya dan dalam 2 Tes. 3:17, Paulus mengatakan ia adalah rasul untuk orang non-Yahudi, sehingga membuat janji-janji itu untuk jemaat-jemaat non-Yahudi;–Ia tidak mendasarkan argumentasinya untuk menjelaskan Yudaisme dengan kekristenan di atas otoritas kerasulannya, tetapi di atas otoritas Perjanjian Lama.  Style tulisan dan vocabulary ada banyak yang tidak ada dalam surat Paulus Argumentasi ini sangat lemah mengingat isi surat khusus mengandung banyak istilah Perjanjian Lamayang tentu tidak dipakai kalau menulis surat kepada orang non-Yahudi. 24



c.

d. e. f.

g. h.

Penulis adalah generasi pertama diantara orang-orang percaya (2:3) – bagian ini generasi pertama, bukan diterima oleh mereka; Wahyu hanya dapat dikuatkan oleh wahyu.  Perbedaan doctrinal – perbedaan audience membuat perbedaan subyek dan sekaligus perbedaan penkanan theological.  Cronology situasi – ini mungkin ditulis pada permulaan pemenjaraan Paulus kedua di Roma ketika Paulus masih optimis untuk mengunjungi penerima surat (13:23).  Pandangan Tradisional: Petrus menunjukan bahwa Paulus menulis sebuah surat kepada orang Yahudi yang sulit dipahami (2 Petrus 3:15,16 band. 1 Pet. 1:1). Tidak ada bukti internal yang menyisihkan Paulus sebagai penulis; pada kenyataannya, ada banyak bukti yang menerima Paulus sebagai penulis sama dengan menerima Matius sebagai penulis Injil Matius. Tak seorangpun dapat membuktikan bahwa Paulus bukan penulis. Waktu Penulisan Jika Paulus diakui sebagai penulis, maka waktu penulisannya sekitar tahun 64-67 A.D.; dan pengungkapan aktivitas penyembahan di Bait Suci ia memakai present tense (masih berlangsung) berarti sebelum tahun 70 A.D., karena tahun 70 A.D Bait Suci dihancurkan. Alamat Penulis dan yang Dituju: tempat penulisan tidak diketahui tapi isinya untuk sekelompok orang Yahudi Tujuan Penulisan Menunjukan keutamaan Kristus atas semua system Perjanjian Lamadan menunjukan bahwa orang yang mengundurkan diri tidak memiliki keyakinan iman. Maksud Teologis Maksud teologis dari kitab ini adalah untuk mendemostrasikan superioritas dari Kristus dan kekristenan terhadap Yudaisme. Orang Kristen Ibrani ini menderita dan putus asa, dan Paulus membicarakan keadaan ini serta mendorong mereka menuju kedewasaan. Tema Surat Ibrani: “Yakin di dalam Kristus” Karakteristik Surat Ibrani: benar akan hidup oleh iman sangat ditekankan disini (11), memiliki kemiripan dengan tulisan Paulus (Roma 1:17) Banyak berisikan peringatan kurang ada 13 kali ajakan yang berbunyi ‘baiklah kita’/ ‘marilah kita’.

B. PEMBAHASAN TEOLOGI IBRANI 1. Teologi Allah Penulis Ibrani menekankan baik Pribadi dari Allah yang mulia dan cara Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Pribadi-Nya: Penulis menggambarkan Bapa sebagai yang ditinggikan di surga, bertakhta di tempat yang tinggi (1:3). Frasa itu adalah suatu sebutan bagi Allah yang dinyatakam di Mazmur 110:1. Gambaran yang sama ditulis di 8:1 dimana istilah “yang mulia” kembali digunakan. Karena kitab ini ditulis bagi orang Yahudi, tidak diragukan hal itu menunjuk pada “kemuliaan yang bertakhta di Kursi Kemurahan di Tempat Yang Maha Kudus.” Penulis juga membahas bagaimana menghampiri Allah dengan menunjuk pada Takhta-Nya. Orang percaya Yahudi diingatkan bahwa Allah mereka adalah Allah yang hidup, berbeda dengan ilah-ilah yang mati. Penulis mendorong mereka untuk tidak kembali ke sistem yang mati tetapi melayani Allah yang hidup. (Ibr. 9:14; 10:31; 12:22). Penggunaan api sebagai figure Allah melambangkan penghakiman Allan (12:19). Hal ini berhubungan dengan tema Ibrani dalam memperingatkan mereka untuk tidak meninggalkan Allah yang hidup. Kitab ini ditutup dengan menyebut Allah sebagai damai (13:20). Ia dapat memberikan damai kepada orang Yahudi di tengah penganiayaan. Wahyu-Nya, Pernyataan tentang wahyu Allah adalah melalui Putra-Nya (1:1-2). Di Perjanjian Lama, Allah berbicara setahap demi setahap dan dengan berbagai cara, tetapi klimaks dari wahyu-Nya adalah dalam Pribadi Putra-Nya. Sebagai saksi dari wahyu di dalam Kristus, Allah mempertunjukkan mujizat-mujizat melalui tangan-tangan para saksi-Nya, para rasul, yang menyaksikan keselamatan akbar di dalam Kristus (2:4). Kebesaran anugrah Allah terlihat, karena melaluinya, Kristus mati bagi semua orang. 25

2.

Teologi Kristus Kristologi terlihat jelas merupakan tema utama Ibrani. Dalam perkembangan kitab ini, penulis memperlihatkan superioritas Kristus terhadap nabi (1:1-3), malaikat (1:4-2:18), Musa (3:1-4:13), dan Harun (4:14-10:39). Penekanan Kristologis adalah penting pada saat mempertimbangkan siapa pembacanya. Dan penulis Ibrani memperlihatkan berbagai segi dari Kristus untuk mendemontrasikan keunggulan-Nya. a. Sebutan. Sebutan Kristus (Yang Diurapi) digunakan di seluruh surat-surat (3:6,14; 5:5; 6:1; 9:11, 11, 14, 24, 28; 11:26). Hal itu merupakan suatu peringatan bahwa Yang Diurapi, Mesias sebagai seorang Raja, telah datang. b. Nama kemanusiaan-Nya, Yesus, menekankan bahwa dalam kemanusiaan-Nya sebagai imam besar manusia, ia telah mencapai apa yang tidak dapat dilakukan oleh imam besar Lewi. c. Istilah Putra digunakan untuk menekankan relasi yang lebih besar yang dimiliki Yesus dengan Bapa (1:2,5,8: 3:6; 5:5, 8;7:28). d. Kristus juga ditunjuk sebagai Imam Besar yang permanen, yang telah menjadi korban pendamaian bagi dosa (2:17) e. Keilahian. Keilahian Yesus diteguhkan melalui nama yang diberikan kepada-Nya. (1:8-10). Melalui nature intrinsic-Nya dan keberadaan-Nya sebagai “cahaya dari kemulian-Nya.” Juga melalui karya-Nya. Ia merupakan pencipta masa, penerima dari segala yang ada (1:2) dan pemelihara. f. Manusia tak berdosa. Penulis Ibrani menekankan kesejatian, ketidakbercelaan dari kemanusiaan Yesus, sehingga Ia dapat menjadi korban yang sempurna bagi dosa. g. Keimaman. Kristus adalah paling tinggi karena Ia adalah imam menurut aturan Melkisedek, tidak menurut keimaman Harun. Keimaman Kristus yang menurut Melkisedek adalah superior. 3. Teologi Roh Kudus Meskipun Teologi Roh Kudus tidak dibahas secara panjang lebar, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kitab Ibrani: Tanda karunia diperlihatkan melalui kedaulatan kehendak Roh Kudus (2:4) Roh Kudus merupakan penulis dari kitab suci (3:7; 9:8; 10:5). Keselamatan menjadikan seseorang mendapatkan bagian dalam Roh Kudus (6:4) Menolak keselamatan melalui Kristus adalah melawan Roh Kudus (10:29). 4. Teologi Dosa Teologi dosa dalam Ibrani merupakan hal yang paling fundamental, karena tema Ibrani adalah peringatan bagi orang Ibrani Kristen untuk tidak berbalik kembali kepada Yudaisme. Oleh karena itu berarti berdosa kepada Kristus. 5. Teologi Keselamatan Dalam mengkontraskan Kristus dengan malaikat, penulis menjelaskan bahwa fungsi dari malaikat adalah untuk menjadi penolong bagi mereka yang telah mewarisi keselamatan. Ibrani juga menegaskan bahwa Keselamtan Kristus merupakan puncak dari semua. Implikasinya Kristus menjadi jauh lebih utama dari persembahan korban Perjanjian Lama. Superioritas Kristus dalam keselamatan terlihat dalam Ia mengalami kematian bagi semua orang (2:9), dan melalui kematian-Nya Ia membawa “banyak anak-anak pada kemuliaan” (2:10). Fakta bahwa keselamatan dari Yesus dapat membawa banyak anak pada kemuliaan menekankan finalitas dan jaminan hal itu. Penulis kemudian menekankan ketaatan dan ketundukan penuh dari Kristus pada kehendak Bapa; melalui ketaatan yang sempurna Kristus telah menjadi sumber keselamatan yang kekal (5:9). Orang percaya Ibrani butuh untuk mengetahui kebenaran-kebenaran yang signifikan ini, tetapi mereka bodoh dan perlu diajar Teologi-Teologi dasar iman. BAB. IX SURAT PAULUS A. Biografi Paulus 1. Latar Belakang dan Pendidikan Paulus lahir sekitar 3 AD dari keluarga terpandang. Ia berkewarganegaraan Romawi (Kis. 22:28) dan berdomisili di kota Tarsus. Paulus dibesarkan dalam keluarga Yahudi yang ketat, disunat pada hari kedelapan, dan dari suku Benyamin (Flp.3:5). Paulus kemudian dilatih di Yerusalem di bawah Gamaliel, seorang Farisi dan anggota terhormat dari Sanhedrin (Kis.5:34). Gamaliel adalah satu-satunya dari tujuh sarjana dalam sejarah 26

bangsanya yang menerima sebutan “Raban” (tuan kami). Gamaliel adalah cucu Hillel, pendiri sekolah penafsiran yang memakai namanya. Paulus sendiri menjadi Farisi, pengikut ketat pada hukum tradisi Yahudi. Oleh karena ketaatan yang ketat pada Yudaisme dan tradisi penatua menyebabkan dia menganiaya gereja. a. Dunia Yahudi Rasul Paulus adalah seorang Yahudi asli, dari suku Benyamin (Fil. 3:5), yang lahir di daerah Tarsus, sebuah kota Yunani di daerah Kilikia. Pada saat ia masih kecil, ia dibawa ke Yerusalem, dan kemudian menjadi murid dari seorang Rabbi yang terkenal, yaitu Gamaliel, yang mendidiknya dengan sangat teliti dalam hukum nenek moyang bangsa Israel. Kata kerja “" mungkin berarti dibesarkan sejak bayi. Jika hal ini benar, maka kemungkinan bahwa waktu Paulus masih bayi, keluarganya pindah ke Yerusalem, sehingga ia bertumbuh menjadi besar di sana. 15 Itu hanyalah sebuah kemungkinan saja, karena banyak juga para ahli menyatakan bahwa Paulus bertumbuh di Tarsus, kemudian pada saat ia memasuki pendidikan baru ia dikirim oleh orang tuanya ke Yerusalem untuk belajar di bawah asuhan Gamaliel. Ada ahli yang berpendapat bahwa sebenarnya rasul Paulus berasal dari ayah yang berlatarbelakang Yunani dan ibu yang berlatarbelakang Yahudi. Yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana mungkin rasul Paulus sangat membanggakan keyahudiannya yang ia katakan berasal dari suku Benyamin? Ada pendapat yang mengatakan bahwa di dalam tradisi Yahudi, kaum perempuan tidak dilarang untuk menikah dengan orang dari luar bangsa Yahudi sendiri, karena anak yang akan dilahirkannya, dengan sendirinya berhak memperoleh pengakuan sebagai orang Yahudi berdasarkan keturunan ibunya. Dengan demi- kian, rasul Paulus dengan mudah diterima sebagai orang Yahudi karena ibunya adalah seorang Yahudi. Pandangan ini patut dipertimbangkan karena Paulus menyebut dirinya sebagai orang Yahudi dan di dalam kepatuhannya terhadap Hukum Taurat, ia tidak bercacat. Di dalam kelompok keagamaan Yahudi, ia adalah orang Farisi, dan di antara semua orang Farisi, ia menganggap diri sebagai yang terpintar dan tak bercacat di dalam menjalankan hukum-hukum itu. Pertanyaannya adalah apakah seorang yang berdarah campuran atau bukan orang Yahudi asli dapat diterima di dalam kelompok Farisi? Kelihatannya sulit sekali untuk menerima pandangan yang demikian. Sebagai orang Yahudi asli, rasul Paulus memiliki beberapa sikap yang sangat menentukan keyakinan keyahudiannya, yaitu:  Sebagai orang Yahudi, ia adalah seorang penganut monoteisme yang tidak mengenal kompromi (Gal. 3:20; Rm. 3:30). Ia dengan tegas menolak agama yang bukan Yahudi. Itulah sebabnya, ia dengan gigih berjuang untuk menyingkirkan orang-orang Kristen, sebelum ia bertobat, pada peristiwa di Damaskus.  Sebagai Rabi Yahudi, Paulus tidak dapat diragukan lagi sebagai penganut kepercayaan Yahudi yang berpusat kepada Hukum Taurat. Bahkan setelah ia bertobat, ia tetap menyakini bahwa Hukum Taurat itu adalah kudus (Rm.7:14). Rasul Paulus tidak pernah mempersoalkan otoritas dan asal-usul Hukum Taurat.  Sebagai rabi Yahudi, ia juga dengan gigih berusaha dengan sangat bersema ngat untuk melenyapkan orang-orang percaya, yang dituduh sebagai orang sesat karena percaya kepada Yesus yang berasal dari Nazaret. b. Dunia Yunani Walaupun ada pandangan yang menyatakan bahwa Paulus dibesarkan di Yerusalem, tetapi kelihatannya bahwa ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Tarsus. Jika asumsi ini benar, maka Ladd, mengatakan bahwa “Paulus pasti pernah menyaksikan para ahli filsafat Stoa, yang sinis yang biasanya berkeliling dan berpidato di sudutsudut jalan Tarsus”16 Paulus menguasai dengan baik bahasa Yunani dan metaforametafora sastra yang digunakan di dalam kehidupan kota. Hal ini memberikan bukti bahwa Paulus hidup di dalam lingkungan kota dan bukannya di pedesaan. Ada unsur15

W.C. Van Unnik, dalam bukunya Tarsus or Jerusalem berpendapat bahwa Paulus memperoleh pengetahuan tentang pikiran dan agama Yunani setelah ia dewasa. Namun, apakah setelah pertobatannya, rasul Paulus pergi ke kota Tarsus lagi? Sebab di dalam KPR 9:30; 11:25) menunjukkan bahwa Paulus mengenal dengan baik kota Tarsus 16 G.E. Ladd. 1999 Teologi Perjanjian Baru Jilid 2 . hlm. 81.

27

unsur pemikiran Yunani yang turut juga memberikan pengaruh (dalam arti yang tidak mutlak) kepada pemikiran rasul Paulus. Gaya bicaranya sering mirip dengan cara berkata-kata kaum Stoa; dan ia menggunakan istilah-istilah seperti: Kata hati (, Rm. 2:15), apa yang tidak pantas (, Rm. 1:28), mencukupkan diri (, Flp. 4:11), yang benar-benar bersumber dari pemikiran Yunani. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa pemakaian itu hanya terbatas kepada peminjaman istilah dan bukan maknanya. Sedangkan kata-kata seperti misteri () dan sempurna () adalah istilah-istilah yang berasal dari agama-agama misteri, namun Paulus menggunakannya di dalam cara yang berbeda.17 c. Dunia Kristen Perubahan yang total dari pandangan Paulus tentang kekristenan tidaklah terjadi secara berangsur-angsur melalui perenungan, pengkajian, argumentasi ataupun penyelidikan terhadap agama kristen, melainkan terjadi seketika melalui pengalaman pada peristiwa di Damaskus. Perubahan itu terjadi melalui peristiwa perjumpaan Paulus dengan Yesus saat ia hendak pergi ke Damaskus untuk menyeret dan menyiksa orang-orang Kristen (KPR. 9:1-9; 22:6-16; 26:12-18). Pengalaman di jalan ke Damaskus ini, mengubah seorang Farisi yang taat menjadi seorang kristen dan sekaligus menjadi rasul Kristus. Ini adalah pekerjaan Allah di dalam diri Paulus. Pengenalan akan Yesus sebagai Anak Allah, mendahului pem- balikan total dari pengertian Paulus tentang dirinya. Rasul Paulus sendiri menegaskan bahwa apa yang terjadi di jalan ke Damaskus adalah penampakan diri dari Yesus yang bangkit, sama seperti penampakan-penampakan sebelumnya pada peristiwa kebangkitan-Nya, kepada keduabelas Murid, maupun orang-orang percaya lainnya(1 Kor. 15:8). Rasul Paulus tidak bertobat dari ketidakpercayaan kepada iman, dari keadaan berdosa kepada kebenaran, dari tak beragama kepada beragama, ataupun dari satu agama kepada agama yang lainnya, karena ia menganggap bahwa kekristenan itu merupakan agama Yahudi yang benar. Ia bertobat dari pengertian kebenaran yang satu kepada kebenaran yang lainnya. Artinya, sebelum menjadi Kristen, ia berdiri pada kebenaran Perjanjian Lamayang berbicara tentang kesinambungan karya Allah yang akan digenapi di dalam diri Yesus Kristus. Karena Kristus sudah menggenapi kebenaran atau isi dari Perjanjian Lama, maka perpindahan itu bukanlah suatu perubahan kepercayaan, melainkan penemuan yang sebenarnya dari ajaran Perjanjian Lamaitu. Kesadaran Paulus bahwa Yesus adalah Mesias, adalah hal yang telah mengubah penilaian Saulus tentang makna keseluruhan Hukum Taurat. Kesadaran Paulus tentang perlunya iman sebagai sarana untuk menerima pembenaran mempengaruhinya untuk mengubah pandangannya tentang Hukum Taurat. Paulus yakin bahwa Yesus Kristus adalah pribadi yang menggenapi isi dari Hukum Taurat secara sempurna (Rm. 10:4). Demikianlah, seluruh unsur penting dari teologi Paulus - Yesus sebagai Mesias, Injil bagi orang-orang bukan Yahudi, pembenaran hanya melalui iman, yang kontras dengan pembenaran di dalam Hukum Taurat, yang menekankan pembenaran secara lahiriah (perbuatan baik), semuanya berubah dan terbentuk di dalam peristiwa jalan ke Damaskus. d. Dunia Romawi. Kehidupan rasul Paulus juga dapat dilihat dari latarbelakang kewargaannya sebagai orang Romawi. Di dalam beberapa peristiwa, rasul Paulus mendapat perlakukan yang baik, karena status kewargaannya sebagai orang Romawi (KPR 22:25). Memang tidak ada data yang memberikan indikasi pengaruh Romawi di dalam kehidupan Paulus, tetapi dapat diduga bahwa kecakapan rasul Paulus di dalam mengorganisir jemaat dan mengangkat orang-orang yang dipercayakan untuk bertanggungjawab kepada jemaat yang telah ia dirikan setidak-tidaknya dipengaruhi keunggulan pemerintah Romawi di dalam bidang administrasi. Rasul Paulus juga sering 17

H.A.A. Kennedy. 1913. St. Paul and the Mystery Religion. Hlm. 123-135.

28

diperhadapkan dengan para pemerintah yang ada di bawah kekuasaan Kaisar Romawi. Karena rasul Paulus mengerti hukum Romawi, maka ia dapat membela dirinya bahkan sampai naik banding kepada Kaisar di Roma. Berdasarkan sedikit data ini, maka dapat disimpulkan bahwa walaupun pengaruh dunia Romawi ini tidak dominan, tetapi setidak-tidaknya, alam kehidupan di dalam masa pemerintahan Romawi turut memberikan pengaruh atau kontribusi yang cukup penting kepada Paulus untuk mengenal sistem-sistem yang berlaku di dalam wilayah pemerintahan Romawi. 2. Garis Besar Perjalanan dan Pelayanan Setelah pertobatannya pada akhir tahun 33 atau awal 34 AD, Paulus menghabiskan beberapa bulan di Damaskus (Kis.9:23; Gal.1:17); pada waktu lawannya berusaha untuk membunuhnya ia berusaha kembali ke Yerusalem (Kis.9:26). Tidak lama setelah itu, ia pergi ke kampung halamanya di Tarsus (Kis.9:30). Ia menghabiskan 3 tahun di Arabia, bisa jadi dalam suatu bentuk pelayanan yang ia mulai langsung setelah pertobatannya. Setelah itu ia kembali ke Yerusalem (kis.11:30; 12:25; Gal.2:1-21). Disitulah gereja mengkhususkan Paulus dan Barnabas untuk melakukan perjalanan misi yang pertama. Selama perjalanan itu mereka mengabarkan Injil di Asia Kecil dan pulau Siprus. Pada waktu orang Yahudi menolak Injil, di Asia Kecil inilah Paulus memulai pelayanannya kepada orang non-Yahudi. Pola khas dari pelayanan Paulus adalah sebagai berikut: ”diawali dengan pemberitaan kepada orang yahudi dan non-Yahudi pengikut Yudaisme, baik yang porselit sepenuhnya atau yang asosiasinya lebih bebas, kemudian setelah ditolak oleh para pendengar di sinagoge, maka dilanjutkan secara pelayanan secara langsung kepada orang non-Yahudi.” Sidang di Yerusalem terjadi pada tahun 49 AD (Kis.15) dan menyelesaikan suatu keputusan untuk isu yang penting, dimana keputusan itu memungkinkan Paulus dan yang lain untuk terus memberitakan Injil pada orang nonyahudi tanpa harus menyahudikan mereka; orang non-Yahudi tidak dituntut untuk disunat. Keputusan itu penting untuk menjaga kemurnian Injil dan memisahkan hukum dan anugrah. Perjalanan misi yang kedua (49-52 AD, Kis.15:36-18:22) dilakukan oleh Paulus dan Silas melintasi Asia Kecil, dimana mereka kembali mengunjungi gerejagereja, dan kemudian melanjutkan ke Eropa (Kis.16:11 dst). Perjalanan misi ketiga (5357 AD; Kis.18:23-21:16) dilakukan Paulus ke Efesus, dimana ia menghabiskan waktu hampir 3 tahun, dan kemudian dilanjutkan ke Makedonia dan Akhaya. Ia di tahan di Yerusalem dalam perjalanan kembali dan di penjarakan di Kaisarea (58 AD; Kis.24:126:32). Paulus mengajukan banding ke Kaisar dan ia menghabiskan waktu dua tahun di penjara. Paulus dibebaskan dari pemenjaraan pertama di Roma, kemudian dia melayani dari tahun 63-66, kemungkinan ia melakukan perjalanan ke Spanyol, dan kembali ditahan dan diekskusi di Roma pada tahun 67 AD (2Tim.4:6-8). 3. Kronologi Kehidupan Paulus a. Tanggal: AD Peristiwa b. 3(?) Kelahiran Paulus c. 18-30 Pelatihan di Yerusalem d. 33/34 Pertobatan e. 34-36 Di Arab f. 46 Di Yerusalem g. 46-48 Perjalanan Misi yang Pertama: Asia Kecil h. 48-49 Sidang Yerusalem i. 49-52 Perjalanan Misi yang Kedua: Asia Kecil dan Eropa j. 53-57 Perjalanan Misi yang Ketiga: Asia Kecil dan Eropa k. 58-60 Pemenjaraan di Kaisarea l. 60-61 Perjalanan ke Roma m. 61-63 Pemenjaraan di Roma n. 63-66 Pelayanan sampai ke Spanyol o. Pemenjaraan di Roma dan ekskusi 4. Berbagai Penafsiran di Sekitar Inti Teologi Paulus Di dalam sejarah penyelidikan terhadap Teologi Perjanjian Baru, ada ahli-ahli yang mencoba untuk menemukan inti dari Teologi Paulus. Di dalam studi ini, ada beberapa pandangan yang akan dideskripsikan, yaitu: a. Masa Reformasi. Di bawah pengaruh reformasi, banyak pakar berpendapat bahwa pembenaran oleh iman sebagai pokok utama dari teologi Paulus.18 18

G.E. Ladd. 1999. Teologi Perjanjian Baru. Hlm. 98.

29

b. W. Wrede, memberikan reaksi terhadap pandangan yang dianut oleh Reformator dengan mengatakan bahwa seluruh ajaran keagamaan Paulus dapat dijelaskan tanpa harus menyebut pembenaran sebagai intinya, kecuali bila pokok itu menjadi pembahasan Hukum Taurat.19 c. A. Schweitzer, yang menemukan kembali pentingnya eskatologi Paulus, berpendapat bahwa pembenaran oleh Iman adalah titik awal yang akan menuntun kepada kesalahpengertian terhadap Paulus dan bahwa ajaran itu adalah hanya isu sampingan. Konsep pokok adalah keberadaan seseorang secara mistis di dalam Kristus yang dipahami dengan pengertian setengah fisik (quasi-physical)20 d. E. Andrews, mengikuti Sabatier dalam menjelaskan pembenaran sebagai “pikiran pembenaran yang rendah” yang menjadikannya sulit untuk naik ke tingkat pengertian pembenaran yang lebih tinggi dan lebih baik.21 e. W.D. Davis, mengikuti pandangan Wrede dan Schweitzer, dengan memandang bahwa pembenaran hanyalah sebagai suatu polemik yang lembut terhadap kaum Yahudi yang termasuk pada batas luar pemikiran Paulus. Kebenaran utama sebenarnya ditemukan dalam kesadaran Paulus terhadap datangnya kekuatan-kekuatan zaman baru yang telah dibuktikan dalam peristiwa turunnya Roh Kudus.22 5. Sejarah Singkat Interpretasi terhadap Teologi Paulus a. Alberth Schweitzer dan F.C. Baur, dari mashab Tubingen (Jerman) dengan dipengaruhi oleh filsafat dialektika dari Hegel, mengajukan Tesis, Antitesis dan Sintesa, untuk mencoba mendekati Perjanjian Baru dengan mempertentangkan Petrus (Yahudi) sebagai Tesis, yaitu agama Kristen hanya untuk orang kristen Yahudi ditambah dengan Hukum Taurat, kemudian ditentangkan dengan Paulus, yang berpendapat bahwa injil juga diperuntukkan kepada orang kafir melalui iman sebagai antitesis. Sebagai jalan keluar untuk mendamaikan kedua pertentangan ini maka munculah gereja di abad pertama sebagai sintesanya. b. Aliran sejarah agama (Religiongeschichte) pada abad ke-19, yang berpandangan bahwa Paulus dipengaruhi oleh aliran-aliran yang ada di sekitar Palestina seperti Gnostik yang berkembang pesat pada abad pertama dan kedua. Salah satu tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah William Bousset, yang mengatakan bahwa banyak ide di dalam ajaran Paulus yang diambil dari ajaran Gnostik. Misalnya ide tentang seorang juruselamat yang turun ke dunia kemudian naik ke Sorga. Demikian juga halnya sakramen baptisan dan perjamuan kudus. Rudolf Bultman, dengan teori demitologisasinya juga dipengaruhi oleh aliran ini. Setelah perang dunia ke-2, terjadi banyak studi mengenai teologi Perjanjian Baru. Misalnya pandangan yang mengatakan bahwa Teologi Paulus banyak dipengaruhi oleh konteks agama Yahudi. Tokoh-tokoh seperti C.K. Barret, dan W.D. Davis dari Inggris adalah termasuk di dalam pandangan ini. Mereka berpendapat bahwa Paulus hanya dapat dimengerti dari latarbelakang Yudaisme. Pada dekade 1970-an, para ahli Perjanjian Baru mulai berkonsentrasi kepada pandangan Paulus tentang Taurat. Salah satu tokoh yang berpengaruh adalah E.P. Sanders, berpendapat bahwa Paulus tidak menentang apa yang disebut sebagai legalisme, sebagaimana seperti apa yang diajarkan di dalam gerakan reformasi, melainkan Paulus lebih mengonsentrasikan pikirannya kepada orang kristen asal Yahudi dan orang kristen asal Gentiles. Karena itu, penolakannya atas legalisme adalah agar orang kristen dari Gentiles dapat diterima oleh jemaat dari latarbelakang Yudaisme. Suatu pertanyaan yang penting adalah sampai di mana rasul Paulus mengenal Yesus yang historis? Para teolog liberal seperti Rudolf Bultman, membuat suatu gap yang dalam antara Yesus dan Paulus, sehingga kekristenan yang ada sekarang adalah pengaruh Paulus dan bukan Yesus, karena Paulus yang membuat agama kristen berkembang. Jawaban untuk pertanyaan ini akan ditelusuri di dalam pembahasan tentang peristiwa perjumpaan Paulus dengan Yesus di jalan ke Damaskus. 19

W. Wrede. 1970. Paul. hlm. 123. A. Schweitzer. The Mysticism of St. Paul. Hlm. 220. 21 E. Andrews. 1949. The Meaning of Christ for Paul. Hlm. 65. 22 W.D. Davis. Paul and Rabbinic Judaism. Hlm. 222 20

30

B. Sumber-Sumber Teologi Paulus 1. Latarbelakang Paulus sebagai orang Yahudi Berdasarkan sumber-sumber di dalam Fil 3:5-6; Gal. 1:14; 2 Kor. 11:22, maka dapatlah disimpulkan bahwa latarbelakang Paulus sebagai orang Yahudi cukup memberikan kontribusi penting bagi Paulus sebagai rasul. Misalnya, Paulus sering mengutip Perjanjian Lamabaik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian juga di dalam berargumentasi, Paulus sering mengikuti cara-cara Rabbi. Contohnya, Paulus mengutip Perjanjian Lamauntuk mendasarkannya pada argumentasi yang disampaikan dengan memberikan makna yang baru atas kutipannya itu. Hal ini banyak dijumpai di dalam kitab Roma dan kitab Galatia. Di dalam Roma 1:17 dan Gal. 3:11, Paulus mengutip Habakuk 2:14, yang diberikan makna baru. Kadang-kadang terjadi bahwa Paulus mengutip dari Perjanjian Lamadan memberikan makna yang sama sekali tidak berhubungan dengan konteksnya. Misalnya di dalam 1 Kor. 9:9, Paulus mengutip Ulangan 25:4, tetapi diberi pengertian dan konteks yang sangat berbeda dengan pengertian yang ada di dalam Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama, konteksnya berbicara tentang lembu yang patut mendapat makanan setelah bekerja keras, sementara di dalam 1 Kor. 9:9, rasul Paulus mengenakan ayat ini kepada dirinya sendiri, yang seharusnya menunutut upah setelah melakukan pekerjaan yang berat di dalam memberitakan injil. Para Rabbi sering bebas di dalam menafsirkan Perjanjian Lamadengan mengalegorikannya. Berbeda dengan Paulus, ia mengutip Perjanjian Lamadan memberikan makna atau arti yang baru berdasarkan makna yang sebenarnya dari maksud atau tujuan dari ayat yang dikutipnya. 2. Latarbelakang Hellenistis Karena rasul Paulus dibesarkan di dalam dunia Hellenistis, maka ada ciri-ciri tertentu di dalam budaya Hellenistis yang dimanfaatkannya di dalam surat-suratnya. Misalnya, rasul Paulus memanfaatkan bentuk-bentuk retorika Yunani di dalam surat-suratnya. Paulus sering menggunakan apa yang dinamakan “Diatribe” yaitu suatu metode komunikasi dengan cara perdebatan antara dua pihak yang saling membantah satu sama lainnya. Pada akhirnya, Paulus menempatkan diri sebagai pembantah lawan debatnya. Contoh Rm. 2:1-20; 3:1-9; 9:19; 1 Kor. 9. Demikian juga, Paulus menggunakan suatu struktur dari retorika Yunani di dalam menulis surat-suratnya. Banyak ahli menyatakan bahwa Paulus memakai metode ini di dalam menulis surat Galatia. Salah satu tokohnya adalah H.D. Betz (dari Jerman) yang menafsirkan surat ini berdasarkan retorika Yunani.23 Ada beberapa istilah yang Paulus ambil dari latarbelakang Hellenistis yang diberi makna baru, seperti:  Eleutheria : Kemerdekaan  Syneidesis : Hati Nurani  Auterkeia : Hidup berpadanan dengan apa yang ada  Epainos : Sesuatu yang terpuji Selain istilah-istilah yang disebutkan di atas, masih banyak lagi istilah-istilah lain yang tidak tercantum di dalam tulisan ini. 3. Penyataan Allah kepada Paulus di jalan ke Damaskus Di dalan Gal. 1:12, rasul Paulus dengan tegas mengatakan bahwa Injil yang ia beritakan adalah hasil dari penyataan Allah kepadanya. Di dalam Gal. 1:16, Paulus menyatakan bahwa Allah berkenan menyatakan () Anak-Nya. Jadi, isi dari penyataan itu adalah Yesus Kristus sendiri (1 Kor. 9:1; 15:8; 2 Kor. 4:4-6). Teologi Paulus bersumber kepada penyataan Allah kepadanya pada peristiwa perjalanan ke Damaskus. Penyataan ini memberikan pengertian/makna injil yang akan diberitakannya kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Teologi Paulus didasarkan kepada suatu pemahaman yang baru tentang siapakah Kristus itu. Salah satu aspek penting di dalam pemahaman Paulus ini adalah penggenapan karya Allah di dalam Yesus Kristus. 4. Tradisi-tradisi yang sudah ada pada Gereja 23

Lihat T. Jacobs, Paulus, hidup, Karya dan Teologinya. Hlm. 37, 171.

31

Walaupun rasul Paulus menerima injilnya berdasarkan penyataan Allah, namun ia juga memanfaatkan tradisi-tradisi yang telah beredar sebelumnya yang sudah ada pada gereja sebelum pertemuannya dengan Yesus. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan liturgi tertentu dari gereja mula-mula. Misalnya 1 Tes. 1:10; Gal. 1:3-4; 1 Kor. 15:2-7; Rm. 1:34; 4:25; 8:34; 10:8-9. Rasul Paulus juga mengutip unsur-unsur liturgi gereja mula-mula. Misalnya: 1 Kor. 11:23-25; 14:16; 16:22; Gal. 4:6; Rm. 11:36; Fil. 2:6-11; Kol. 1:15-20. Apabila ayat-ayat ini diperhatikan sepintas, maka tidak ada kesan bahwa Paulus mengutip, tetapi kalau diteliti dengan seksama, maka ada kutipan-kutipan di dalamnya. Di dalam 1 Kor. 11:23-25, ada dua istilah tehnis yang dikutip Paulus, yaitu menerima () dan meneruskan () yang menunjuk kepada tradisi yang sudah dilakukan di dalam gereja sebelum pertobatan Paulus. 5. Pengalaman Paulus sebagai Rasul Pengalaman Paulus sebagai Rasul juga memberikan kontribusi yang penting di dalam pelayananya. Misalnya, Teologi Paulus tentang pembenaran hanya oleh iman di dalam kitab Roma dan Galatia dimungkinkan terjadi karena rasul Paulus sedang menghadapi rongrongan dari lawan-lawannya dari kalangan orang Yahudi, yang berusaha untuk mempengaruhi orang Kristen dari kalangan Gentiles agar tunduk kepada Hukum Taurat. Hal ini dapat dilihat dalam kitab Galatia.24 Catatan: Sumber-sumber di sini tidak dalam arti yang mutlak. Walaupun demikian, sumber yang sangat penting bagi teologi Paulus adalah peristiwa pertemuannya dengan Kristus pada peristiwa jalan ke Damaskus. Di dalam peristiwa ini, Allah menyatakan Anak-Nya kepada Paulus. Ada ahli-ahli tertentu yang berpendapat bahwa teologi Paulus terbentuk secara sempurna pada peristiwa Damaskus ini. 6. Metode Penafsiran Paulus. Rasul Paulus banyak mengutip Perjanjian Lama, karena ia menyadari bahwa Perjanjian Lamaadalah Firman Allah yang berbicara tentang Mesias sebagai Kristus. Dalam kutipan-kutipan itu, Paulus percaya bahwa apa yang ditulis di dalam Perjanjian Lamaadalah diinspirasikan oleh Allah (2 Tim 3:16). Misalnya, kutipan-kutipan dalam pergumulan Paulus di kitab Roma dan Galatia. Bagi Paulus, makna ayat-ayat itu mengacu kepada Kristus. Metode penafsiran Paulus sangat didasarkan kepada Perjanjian 25 Lama Di dalam 2 Kor. 3, Paulus menguraikan tentang kelebihan/keistimewaan Perjanjian yang Baru, yang ditandai dengan pemberian Roh Kudus yang memimpin kepada hidup yang baru jika dibandingkan dengan Hukum Taurat yang memimpin kepada kematian. Paulus juga memperbandingkan antara Hagar dan Sara (Gal: 4), dengan memakai argumen lawannya, kemudian menentang mereka. C. Pembahasan Teologia Paulus 1. Teologi Allah Teologi Paulus merepresentasikan sebuah gambaran yang tinggi berkaitan dengan Allah. Paulus memgambarkan Allah sebagai yang berdaulat, dan yang menyatakan diri-Nya sendiri melalui anugrah di dalam Yesus Kristus (Rm. 1:16-17; 3:21; 1 Kor. 2:10; 2 Kor. 12:7). Di mana melalui anugrah itu, tujuan Allah dari sejak kekekalan telah dinyatakan dalam waktu pada saat sekarang. Allah telah menyatakan diri-Nya sendiri melalui penghakiman atas orang tidak percaya (Rm. 1:18; 2:5; 2 Tes.1:7). Murka (orge) mengekspresikan, “kedalaman murka Allah terhadap dosa. Kemarahan ini berasal dari kekudusan dan kebenaran-Nya. Karena kekudusan-Nya, maka Allah tidak dapat mengabaikan dosa.” a. Pernyataan Diri Allah dalam berkat-Nya. Allah menyatakan Diri-Nya sendiri dalam berkat-berkat-Nya yang mulia kepada orang percaya (Rm. 8:18-19; 1 Kor. 1:7; 3:13; 4:5; 2 Kor.5:10).

24

Rupanya ada orang-orang tertentu dari kalangan orang Kristen dari latarbelakang Yahudi yang berpendapat bahwa untuk selamat, tidak hanya percaya kepada Yesus, tetapi juga harus melakukan tuntutan-tuntutan yang ada di dalam Hukum Taurat. 25 Lihat E.E. Ellis. Paul use the Old Testament.

32

b. Kedaulatan. Konsep kedaulatan Allah mendominasi penulisan Paulus. Ia memberikan sejumlah istilah untuk menekankan konsep ini. c. Predestinasi (Yunani; proorizo) berarti “menandai dengan batasan sebelumnya”. Predestinasi digunakan 6 kali dalam PB, dan 5 kali muncul dalam tulisan Paulus. Kemahatahuan (Yunani; proginosko) berarti “mengetahui sebelumnya, mengambil catatan dari, menetapkan atas dasar” (Rm.8:29; 11:2). Kemahatahuan “menekankan bukan hanya pengetahuan sebelumnya tetapi suatu relasi aktif antara yang mengetahu sebelumnya dengan yang diketahui sebelumnya” Pilihan (Yunani:ekklegomai) berarti “dipanggil keluar” (Ef.1:4; 1 Tes.1:4). Berkat-berkat Efesus 1:3 disadari oleh orang percaya karena Allah memilih orang percaya dari sejak kekekalan (Ef. 1:4). Pilihan Allah menekankan pada Ia memilih orang percaya bagi Diri-Nya sendiri. d. Adopsi. (Yunani: huiothesia) berarti “menjadikan anak” (Ef.1:5), kata ini menekankan upacara Romawi bagi seorang anak yang telah diadopsi kepada status dewasa dengan segala hak yang berkaitan dengan itu. Adopsi adalah hasil predestinasi Allah pada orang percaya sejak kekekalan. Dipanggil (Yunani; kletos) menunjuk pada panggilan Allah yang efektif untuk keselamatan (Rom.1:1,7;8:28). Ini merupakan panggilan Allah yang memampukan seseorang untuk percaya. Istilah ini berhubungan dengan pilihan yang tidak bersyarat (Allah memilih kita tanpa berdasarkan jasa kita). Tujuan (Yunani; Protithemi) berarti “menempatkan sebelum” dan mengusulkan tujuan Allah dalam diri-Nya sendiri untuk meringkaskan semua dalam Kristus (Ef. 1:9-10). e. Kehendak (Yunani: boule) menunjuk pada hikmat kedaulatan Allah pada waktu Ia bertindak berdasarkan kedaulatan dalam hal menjamin keselamatan orang percaya, tetapi juga tentang pekerjaan Allah dalam segala sesuatu, yaitu di mana semua sejarah berjalan sesuai kehendak Allah yang berdaulat. f. Konklusi penting berkaitan dengan pengajaran Paulus tentang kedaulatan harus dicermati: Sumber utama dari predestinasi adalah kemutlakan kedaulatan Allah. Tujuan predestinasi adalah keselamtan, dan isunya adalah pelayanan. Predestinasi tidak mengesampingkan tanggung-jawab manusia. 2. Teologi Kristus a. Kemanusiaan. Paulus bukan hanya memberikan pernyataan-pernyataan yang paling kuat tentang keilahian Kristus, ia juga menekankan isu tentang kemanusiaan Kristus. Krsitus dilahirkan dari seorang perempuan (Gal. 4:4). Ia memiliki kemanusiaan dari ibu duniawi-Nya dan memiliki keturunan fisik dari Daud (Rm. 1:3; 2 Tim.2:8). Kristus juga sama sekali tidak berdosa (2 Kor.5:21) b. Keilahian Suatu teologia yang telah berkembang penuh tentang keilahian Kristus dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan Paulus. Penekanan Paulus bahwa Kristus adalah “dari surga” (1 Kor.15:47; 2 Kor.8:9) mengusulkan praeksistensi-Nya dan kekekalanNya. Paulus menyatakan bahwa kepenuhan keilahian ada pada Kristus (Kol. 2:9). Keilahian (Yunani: theotes) “menekankan natur keilahian atau esensi…Ia dulu dan seterusnya adalah Allah yang mutlak dan sempurna”. Kristus eksis dalam rupa Allah (Yunani: morphe) mengusulkan warisan karakter atau substansi esensial dari pribadi itu. Kristus dalam nature esensial eksis sebagai Allah. c. Ketuhanan Yesus disebut Tuhan adalah suatu studi yang penting karena sebutan Tuhan muncul paling sedikit 144 tambah 95 kali lagi dalam hubungan dengan nama Yesus Kristus. Tuhan menunjuk pada keilahian-Nya (Rm. 10:9; 1 Kor. 12:3; Flp. 2:9). Tuhan menunjuk pada kuasa (Flp. 2:9). Ketuhanan diberikan kepada Kristus “ yang sekarang setara dengan Allah dimanifestasikan secara khusus dalam fakta bahwa semua kuasa yang tidak kelihatan dari ciptaan tunduk kepada-Nya”, Tuhan menunjuk pada kedaulatan (2 Kor.4:5; Rm.14:5-9), Tuhan menunjuk pada kerajaan Yesus dan pemerintahan-Nya (1 Tim. 6:15; 1 Kor.15:25). 3. Teologi Roh Kudus Teologi Paulus memberikan pembahasan yang panjang lebar, baik tentang Pribadi maupun karya Roh Kudus. Pribadinya. Atribut-atribut Pribadi Roh Kudus berikut ini dibahas dalam surat-surat Paulus. a. Intelektualitas. Roh Kudus menyelidiki hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah (1 Kor.2:10) dan kemudian mengajarkannya kepada orang percaya (1 Kor.2:13). 33

b. Kehendak. Roh Kudus memiliki kehendak dimana di dalamnya Ia mendistribusikan pemberian-pemberian “sesuai dengan kehendak-Nya” (1 Kor.12:11). Roh Kudus memberi bukan berdasarkan kehendak manusia, tetapi berdasarkan kehendak-Nya sendiri. c. Emosi. Roh Kudus dapat didukakan (Ef. 4:30) d. Keilahian-Nya. Keilahian Roh Kudus terbukti dalam Ia menjadi pengantara seperti Kristus (Rm. 8:26-27,34) dan Ia mendiami orang percaya bersama dengan Bapa dan Putra (Rm. 8:9-11) e. Kuasanya. Tulisan Paulus juga meneguhkan banyak karya penting yang dilakukan Roh Kudus sebagai salah satu anggota penting Tritunggal. f. Ia meregenerasikan. Roh Kudus membawa hidup baru kepada orang percaya (Tit. 3:5). g. Ia membaptis. Roh Kudus mempersatukan orang percaya dengan Tuhan mereka dengan menempatkan mereka ke dalam Tubuh Kristus (1 Kor. 12:13). h. Ia mendiami. Roh Kudus mendiami setiap orang percaya. i. Ia memeteraikan. Roh Kudus memberi tanda identitas Allah dan kepemilikan atas orang percaya; Ia adalah materai itu sendiri dan memverifikasi keselamatan mereka (Ef.1:13; 4:30). j. Ia memberikan karunia. k. Ia memenuhi. Roh Kudus mengontrol orang percaya pada waktu kondisi mereka dipenuhi (Ef. 5:18) l. Ia memberi kuasa. m. Roh Kudus memampukan orang percaya untuk hidup berdasarkan kuasa-Nya (Gal. 5:16). 4. Teologi Dosa Paulus menggunakan sejumlah kata-kata Yunani yang berbeda untuk menjelaskan nature dosa. Hamartia adalah kata umum yang digunakan untuk menjelaskan tindakan berdosa (Rm. 4:7; 11:27). Hamartia mengaitkan kematian Kristus dengan dosa manusia (1 Kor.15:3). Dalam bentuk jamak, kata itu menunjuk pada akumulasi dosa (Gal.1:4), sedangkan dalam bentuk tunggal kata itu menunjuk pada keadaan berdosa (Rm.3:9, 20; 5:20; 6:16, 23). Paraptoma menunjuk pada langkah yang salah, dikontraskan dengan yang benar (Rm. 4:25, Gal. 6:1; Ef. 2:1). Parabasis berarti melangkah keluar, suatu penyimpangan dari iman yang benar (Rm. 2:23; 4:15; Gal. 3:19). Anomia berarti tanpa hukum atau pelanggaran (2 Kor.6:14; 2 Tes. 2:3) Dosa adalah sebuah hutang, mengusulkan obligasi manusia dan ketidakmampuan manusia untuk membayar hutang itu (Ef. 1:7; Kol. 1:14). Hal itu merupakan bentuk penyimpangan dari jalan yang lurus. Dosa tanpa pengenalan akan hukum dan menjadi pemberontakan (Rm. 11:30; Ef.2:2; 5:6; Kol. 3:6), yang menyangkut tindakan eksternal maupun internal. 5. Teologi Keselamatan Paulus memberikan beberapa tema-tema besar sampai pada pengembangan yang penuh. Teologi Paulus tentang soteriologi berpusat pada anugrah Allah; Allah yang berinisiatif dalam menyelamatkan manusia berdasarkan anugrah-Nya semata-mata. Karya penebusan Kristus memuaskan keadilan Allah dan membebaskan manusia dari ikatan dosa dan menyatakan pembenaran yang legal bagi orang percaya. Pengampunan. Pada waktu Allah mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita, Ia melakukannya berdasarkan anugrah (Kol. 2:13). Diampuni (Yunani; charizomai) berarti “menganugrahkan berdasarkan kemurahan, memberikan dengan murah hati, mengampuni berdasarkan anugrah”. Kata itu erat kaitannya dengan kata anugrah. Kata lain dari Paulus untuk pengampunan (Yunani: aphesis) memiliki suatu arti dasar “membebaskan” atau “menyuruh pergi” tetapi secara teologi berarti “mengampuni” atau “membatalkan suatu obligasi atau hukuman” (Ef. 1:7: Kol.1:14). Anugrah Allah mencapai puncaknya dalam teologi Paulus pada waktu ia meninggikan kemuliannya, dimana Allah dengan murah hati telah membatalkan hutang dosa yang tidak dapat dibayar oleh manusia. 6. Teologi Penebusan. Kata penebusan (Yunani: apulotrosis) adalah istilah yang secara khusus dipakai oleh Paulus; kata ini digunakan 10 kali dalam Perjanjian Baru, tujuh diantaranya ada dalam 34

tulisan Paulus. Penebusan berarti membebaskan dengan cara pembayaran dengan suatu harga tertentu. a. Pendamaian. Kata pendamaian muncul hanya empat kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini (Yunani: hilasterion) berarti mengalihkan, memindahkan atau mendamaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Kristus sepenuhnya memenuhi dan memuaskan tuntutan dari kebenaran dan kekudusan Allah. Melalui penumpahan darah Kristus, kekudusan Allah telah dipuaskan dan murka Allah telah dialihkan. b. Justifikasi. Justifikasi secara khusus merupakan istilah Paulus. Kata kerjanya digunakan empat puluh kali di Perjanjian Baru, tetapi Paulus menggunakan kata itu dua puluh sembilan kali. Justifikasi mertupakan tindakan legal, dimana Allah menyatakan bahwa orang berdosa yang percaya dibenarkan berdasarkan darah Kristus. Arti dasar dari justifikasi adalah “mendeklarasikan benar”. c. Beberapa hal lain dapat dipelajari tentang penggunaan justifikasi oleh Paulus: Justifikasi merupakan pemberian anugrah Allah (Rm. 3:24)hal itu dapat terjadi melaui iman (Rm. 5:1: Gal. 3:24)hal itu dimungkinkan melalui darah Kristus (Rm. 5:9)hal itu terpisah dari hukum Taurat (Rm. 3:20; Gal. 2:16; 3:11). 7. Teologi Gereja Kata gereja (Yunani: ekklesia) berari “memanggil keluar dari suatu kelompok.” Kata ini seringkali digunakan dalam pengertian teknis bagi orang percaya yang Allah panggil keluar dari dunia dan menjadi suatu kelompok khusus dari miliknya. Namun demikian, kata itu sewaktu-waktu digunakan dalam pengertian non teknis untuk menunjuk, misalnya, suatu kelompok (diterjemahkan “jemaat”), seperti di Kisah Para Rasul 19:32. Gereja digunakan dalam dua cara utama di Perjanjian Baru. Gereja universal dan gereja lokal. Paulus menggunakan istilah ini menunjuk pada tubuh Kristus, maka yang dimaksud adalah pengertian universal. Gereja menunjuk pada gereja lokal, yang dimaksudkan adalah suatu jemaat orang percaya tertentu dalam suatu lokasi dan suatu waktu tertentu. Paulus menetapkan gereja sebagai suatu organisasi yang terdiri dari “struktur kompleks tubuh Kristus yang menjalankan aktivitas sehari-hari, hal itu dijalankan oleh masing-masing orang percaya, yang memiliki fungsi masing-masing tetapi saling bergantung dan diatur melalui relasi mereka dengan Kristus, sebagai Kepala gereja” Gereja adalah organisme yang hidup, namun gereja juga adalah suatu organisasi, yang melibatkan jabatan-jabatan dan fungsi. Ada beberapa jabatan yang ditunjuk dalam Perjanjian Baru. Jabatan penatua (Yunani: presbuteros) yang menekankan kedewasaan dan kewibawaan dan biasanya menunjuk pada pribadi yang sudah lanjut usia. Penatua ditunjuk sebagai pemimpin gereja-gereja lokal (1 Tim. 5:17; Tit. 1:5). Istilah penilik (Yunani: episkopos) menunjuk pada pekerjaan pengembalaan yang dilakukan oleh penatua (1 Tim. 3:1). Istilah itu pada dasarnya memiliki arti yang sama, namun demikian penatua lebih menekankan pada jabatan sedangkan penilik kepada fungsi. Dan kedua istilah identik dengan gembala. Jabatan lain di gereja adalah diaken (Yunani: diakonos), yang artinya”pelayan”, dimana mereka juga terlibat pelayanan rohani, yang berada di bawah otoritas penatua. Kemudian jabatan lain yang disinggung sedikit dalam surat Paulus adalah penginjil dan guru. Meskipun topik baptisan merupakan hal utama dalam Perjanjian Baru, namun hal itu bukan penekanan yang utama dalam teologi Paulus. Kata kerja baptizo digunakan sebanyak delapan puluh kali dalam Perjanjian Baru, tetapi Paulus hanya menggunakannya sebanyak enam belas kali dan hanya sebelas diantaranya menunjuk pada baptisan air. Sementara mengenai perjamuan, Paulus memberikan penjelasan yang rinci tentang Perjamuan Tuhan (1 Kor. 11:23-34), dimana dia secara langsung menerima wahyu dari Tuhan. Paulus menyatakan bahwa Perjamuan Tuhan sebagai suatau peringatan dan kutuk bagi orang yang melakukannya secara sembarangan (1 Kor.11:25). 8. Teologi Hal-Hal Terakhir a. Berkaitan dengan Gereja. Sejak Paulus menyediakan pengajaran baru yang signifikan tentang nature gereja, maka adalah tepat jika paulus memberikan pengajaran tentang konsumasi dari gereja, yaitu penjabaran tentang masa depan gereja. Paulus menunjuk pada penerjemahan gereja, dimana sebagian orang percaya yang masih hidup tidak akan mati, tetapi ditransformasikan lebih cepat dari sekejab mata (1 Kor. 15:51-57). Paulus juga menjelaskan tentang rapture, kebangkitan, tubuh kebangkitan, dan kursi pengadilan Kristus. 35

b. Berkaitan dengan Israel Paulus membahas tentang pemilihan Israel di Roma 9-11, menangisi penolakan Israel terhadap Mesias. Israel telah menerima hak besar tetapi mereka telah menolaknya, oleh karena kedaulatan Allah dalam memilih Israel, Ia tidak akan gagal dalam tujuanNya bagi bangsa Itu. Fakta bahwa Allah tidak akan meninggalkan umatnya adalah terbukti dengan fakta bahwa ada sisa orang Yahudi yang percaya, dimana salah satunya adalah Paulus. Namun demikian, waktu Israel dibutakan adalah sementara. Paulus memperlihatkan masa depan pada waktu kebutaan Israel akan diangkat dan semua Israel akan diselamatkan (Rm. 11:1, 5). c. Berkaitan dengan dunia Pada saat Paulus berbicara tentang pengharapan masa yang akan datang bagi gereja dan pertobatan Israel di masa yang akan datang, ia berbicara secara panjang lebar tentang penghakiman Allah di masa yang akan datang atas dunia yang tidak percaya. Paulus menggunakan istilah murka (Yunani: orge) untuk menjabarkan penghakiman Allah yang akan turun atas dunia. Ia menggunakan istilah ini sebanyak dua puluh satu kali di tulisannya dan lima belas kali dalam bagian lain Perjanjian Baru. Paulus sering menggunakan kata ini untuk menjabarkan suatu masa depan “hari kemurkaan.” Ia juga mengidentifikasikan periode tersebut sebagai waktu dari manusia “murtad” dan juga “anak kehancuran”, yang akan muncul dan meninggikan dirinya sendiri sebagai Allah, yaitu antikristus. Akan tetapi ia akan dihancurkan pada saat kedatangan Kristus.

BAB. X TEOLOGI PETRUS A. Biografi Petrus Rasul Petrus adalah putra dari Yunus (Mat. 16:17) atau Yohanes (Yoh. 1:42), dan saudara dari Andreas (Yoh.1:40). Ia berasal dari Betsaida (Yoh.1:44) tetapi kemudian pindah ke Kapernaum (Mrk. 1:21,29). Petrus tadinya bekerja sebagai seorang nelayan (Luk.5:1-11). Pada awal pelayanannya, Yesus memanggil Petrus untuk diselamatkan (Yoh.1:42), dan sekitar setahun kemudian Ia memanggilnya untuk menjadi seorang rasul (Mat. 10:1-2). Sebagai salah seorang dari Kedua Belas Rasul, Petrus diberikan otoritas kerasulan untuk melakukan berbagai mujijat, untuk meneguhkan berita Mesianik. Petrus juga merupakan salah satu dari tiga orang pilihan, bersama Yakobus dan Yohanes (Mat.17:1). Petrus adalah “soko guru Jemaat” (Gal.2:9) dan kemudian menjadi pemimpin gereja. Petrus juga merupakan Rasul bagi orang Yahudi yang juga tercermin dari pembicaraannya dan dalam suratnya yang pertama (1Pet.1:1). Salah satu tradisi mengusulkan bahwa Petrus pada akhirnya pergi ke Roma, tetapi hal itu tidak pasti. B. Introduksi Surat Petrus Studi teologi biblika ini akan difokuskan pada pengajaran Teologial oleh Petrus dari kedua suratnya dan kotbahnya di Kisah Para Rasul. 1. 1 Petrus a. Penulis: Bukti Eksternal: Polycarpus, Irenaeus, dan Tertullianus mengakui Petrus sebagai penulis, bahkan Eusebius menambahkan kata ‘yang tak terbantahkan’. Bukti Internal: Penulis menyebut dirinya Petrus (1:1) dan saksi mata penderitaan Kristus (5:1). b. Waktu Penulisan:Bentuk penganiayaan yang ditunjukan dalam 1 Petrus adalah penganiayaan sebelum Nero (+ 62 A.D.) c. Alamat Pengirim dan yang Dituju:Petrus menulis dari Babilon (5:13), ada yang mengira bahwa yang dimaksud Babilon adalah (Roma), karena belum ada jemaat lokal didirikan di Babilon, dan ditujukan kepada orang Kristen Yahudi diaspora di Asia Kecil. Ada kemungkinan Markus bersamanya di Roma pada waktu itu. d. Tujuan: Mendorong orang percaya ditengah penganiayaan politik dan sosial. Petrus mengistilahkan penderitaan mereka sebagai “nyala api siksaan” (4:12). Tesis surat ini adalah nasihat dan dorongan dan dinyatakan di 5:12—orang percaya harus tetap teguh dalam anugrah Allah di tengah penderitaan mereka. e. Tema: “Pengharapan didalam Kristus” f. Karakteristik: Petrus menggunakan istilah ‘penganiayaan’ 16 kali. g. Sekurangnya ada 34 kali bentuk imperative (perintah) dalam surat ini. Hanya ada dalam surat ini bahwa Kristus tinggal dalam masa nabi-nabi Perjanjian Lamayang umumnya dikenal dengan Roh Allah atau Roh Kristus (1:11) (setidaknya 36

ini bersifat temporer) dan ia berbicara melalui Nuh kepada orang-orang berdosa pada zaman ante-diluivian (1:11;3:18). 2. II Petrus a. Penulis:  Bukti Eksternal: Diterima setelah agak kemudian oleh Jerome, Athanasius, Augustinus, dsb dan oleh Konsili Kartago sebagai bagian dari Kanon Perjanjian Baru.  Bukti Internal: Penulisnya adalah Simon (1:1) band. Mat. 16:17); 1:1 dan 3:1 menunjukan ini adalah surat Petrus kedua yang ditujukan kepada orang-orang yang sama; 1:17-18 penulis pernah melihat Yesus dimuliakan. b. Waktu Penulisan: Diperkirakan pada selang waktu yang tidak terlalu lama dengan surat yang pertama (+ 63 A.D.), menurut 3:1 c. Alamat Pengirim dan yang Dituju: Paulus menulis di Roma dan ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang sama dalam I Petrus. d. Tujuan Penulisan: Tujuan Petrus menulis surat ini dapat dikatakan ada dua segi; (1) secara negatif, ia memperingatkan orang percaya berkaitan dengan akan munculnya orang yang hidup tanpa hukum (secara terang-terangan mengabaikan perintah Allah) dan pengajar-pengajar ajaran sesat yang menyusup di tengah jemaat. (2) Secara positif, Petrus mendorong orang percaya untuk “bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.” e. Tema: “Melawan ajaran sesat dengan Firman Allah”. f. Karakteristik: Buah iman 7 lipatan itu (1:4-8) Surat ini adalah yang paling banyak menyingkap pengajaran sesat dan pengumpan. Adanya ungkapan yang terselip yang kemungkinannya sangat besar menunjuk Paulus sebagai penulis surat Ibrani (2 Petrus 3:15-16). C. Pembahasan Teologia Petrus Teologi Petrus jelas sekali berpusat pada Kristus dan dalam penekanannya, ia membahas secara mendalam Teologi-Teologi penting yang berkaitan dengan Pribadi Kristus. Ia menyatakan ketidakberdosaan Kristus, korban perdamaian Kristus sebagai substitusi, kebangkitan-Nya dan kemulian-Nya. Petrus banyak sekali berbicara tentang penderitaan, Kristus yang direndahkan dan penolakan akan Kristus. 1. Teologi Kristologi. Suatu studi tentang penggunakan nama Kristus oleh Petrus merupakan hal yang mencerahkan. Dalam kotbahnya di Kisah Para Rasul, Petrus menunjuk Kristus sebagai Yesus dari Nazareth. Perkataan ini sangat mungkin untuk mengingatkan akan pendengarnya akan Yesus sebagai yang ditolak, karena istilah Nasareth memiliki konotasi yang negatif. Akan tetapi lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Yesus itu bukan manusia yang biasa akan tetapi Allah telah membuat-Nya menjadi Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36). Di Kisah Para Rasul 3:13-15 Petrus juga berbicara tentang kemuliaan Yesus yang dihubungkan dengan sebutan “Hamba”, “Yang Kudus”, “Yang Benar” dan ”Pemimpin kepada hidup.” Oleh karena itu bersamaan dengan itu, Petrus juga menyebutkan Yesus di 3:16, dan menekankan otoritas dan kuasa yang berkaitan dengan nama itu. Dalam suratnya ini Petrus memilih menggunakan nama Kristus dan paling sering menggunakan sebuatan Mesias untuk menjabarkan penderitaan-Nya. Petrus menulis bahwa Kristus mencurahkan darah-Nya yang berharga (1 Pet.1:19), menderita sebagai substitusi (1 Pet.2:21), menderita dalam daging (1 Pet.4:1), menderita di depan banyak saksi (1 Pet.5:1), dan mati satu kali (penekanan) bagi semua (1 Pet.3:18). Berdasarkan hal-hal itu Petrus mendorong orang percaya untuk menguduskan Kristus dan meraih kemuliaan di dalam semuanya itu. Petrus juga menggunakan nama Tuhan Yesus Kristus. Ia menggunakannya bukan untuk menekankan penderitaan Kristus, tetapi kebangkitan, glorifikasi dan kedatangan Kristus untuk yang kedua kali. Melalui Tuhan Yesus Kristus, orang percaya yang dilahirbarukan memiliki pengharapan hidup yang baru. 2. Teologi Keselamatan Sebagaimana yang telah dicatat pada pembahasan sebelumnya, Petrus menekankan karya keselamatan Kristus: Ia adalah korban yang sempurna, seperti domba yang tak bercacat dan bercela (1 Pet.1:19); Ia tidak berdosa(1 Pet.1:22); Ia mati sebagai pengganti sekali untuk kita semua, yang tanpa salah bagi orang yang bersalah (1 Pet.3:18). Petrus menekankan tindakan, bahwa ia dibunuh untuk kita. Kata ganti menekankan bahwa Kristus mati bagi orang berdosa (1 Pet.2:24). Ia menebus mereka dari perbudakan dosa (1 Pet.1:18). Keselamatan Kristus direncanakan sejak kekekalan (1 Pet.1:20), tetapi dinyatakan dalam sejarah. Ia menyelesaikan 37

3.

4.

5.

6.

keselamatam melalui kebangkitan-Nya, memberikan orang percaya suatu hidup yang penuh pengharapan (1 Pet.1:3). Teologi Kitab Suci Sehubungan dengan kitab suci, Petrus memberikan pandangan yang signifikan tentang pelayanan Roh Kudus dalam inspirasi sekaligus menegaskan inspirasi dalam tulisan rasul yang lain terutama Paulus. Ia memberikan salah satu studi yang lengkap tentang Kitab suci. Kitab suci adalah hasil dari Roh Kudus yang menghasilkan regenerasi dan pertumbuhan rohani. Berikut ini adalah hal yang perlu dicatat dari Teologi Kitab Suci yang ditulis oleh Petrus: a. Kitab suci diistilahkan sebagai “nubuat” (2 Pet.1:19), menunjuk pada seluruh Perjanjian Lama. Petrus mengindikasikan Kitab Suci Perjanjian Lamamenjadi pasti melalui pemunculan Yesus Kristus. b. Kitab suci adalah hidup dan tidak berubah selama-lamanya (1 Pet.1:23). Kitab Suci tidak terkontaminasi dan menyehatkan, memampukan orang percaya untuk bertumbuh secara rohani (1 Pet. 2:2). c. Kitab Suci secara murni berasal dari manusia (2 Pet.10:20) Kitab Suci adalah produk dari manusia yang berbicara atas pimpinan Roh Kudus, sehingga menjamin keakuratan dari Kitab Suci (2 Pet.1:21). d. Kitab Suci Perjanjian Baru juga diinspirasikan setara dengan Kitab Suci Perjanjian Lama(2 Pet.3:16). e. Kitab Suci merupakan dasar kebenaran teologis (1 Pet.2:6). Teologi Kehidupan Orang Kristen Petrus menulis untuk menguatkan orang percaya dan menjelaskan bagaimana orang percaya harus menyikapi penderitaan, khususnya pada waktu mereka harus mengalami penderitaan yang tidak sepatutnya (1 Pet.1:6). Petrus menulis kata-kata peringatan dan dorongan berkaitan dengan penderitaan: a. orang percaya harus mengantisipasi pencobaan dan penderitaan dan mempersiapkan pemikiran mereka untuk menghadapinya, karena Kristus juga telah menderita (1 Pet.1:11; 4:12; 5:9). b. Orang percaya harus bersukacita ditengah penderitaan karena antisipasi akan kedatangan kembali Kristus (1 Pet. 3:14; 4:13). c. Orang percaya dapat menderita karena ketidakadilan (1 Pet. 2:19, 20, 21, 23; 3:17). d. Orang percaya bisa menderita karena kehendak Allah (1 Pet. 3:17; 4:19), tetapi di tengah penderitaan, mereka akan dikuatkan oleh Dia (1 Pet. 5:10). Teologi Gereja Meskipun kata gereja tidak muncul dalam tulisan Petrus, namun ia membahas Teologi gereja sampai tahap tertentu: a. Gereja universal. Petrus mengakui kesatuan dari orang Yahudi dan non-Yahudi dalam satu kesatuan tubuh (Kis.10:34-43). Pada saat deklarasi, Petrus mengumumkan bahwa orang nonYahudi diterima oleh Allah tanpa harus menjadi orang Yahudi proselit (Kis.10:35). b. Gereja Lokal. Di 1 Petrus 5:1-4, Petrus menunjuk pada tanggungjawab penatua di gereja lokal. Tanggungjawab mereka adalah menggembalakan domba Allah. Petrus juga menyebut baptisan, dengan menggunakan analogi antara baptisan dan Nuh. Sebagaimana air pada masa Nuh melambangkan pemutusan dengan kehidupan yang lama, demikian juga baptisan melambangkan pemutusan dengan kehidupan yang lama yang penuh dosa. Teologi Akhir Zaman Sehubungan dengan akhir zaman, Petrus menuliskan beberapa hal tentang akhir zaman. Kondisi, di 2 Petrus, rasul Petrus menunjuk pada kondisi yang akan mendahului kedatangan Tuhan a. Kedatangan Kristus. Dalam kedua suratnya, Petrus kelihatannya membedakan antara pengangkatan gereja dan kedatangan Kristus yang keduakalinya untuk menghakimi orang fasik. b. Hidup yang kekal. Petrus menjabarkan kedatangan hari Tuhan yang tiba-tiba (2 Pet. 3:10). Hari Tuhan digunakan dalam beberapa cara di kitab Suci, tetapi sebagai istilah umum, hal itu memandang pada keseluruhan periode permulaan dengan pengangkatan dan berhentinya millennium. Jadi, Hari Tuhan meliputi penghakiman atas orang tidak percaya dan berkat bagi orang percaya.

38

BAB. XI PENGANTAR TEOLOGI YUDAS A. Introduksi Teologia Yudas a. Penulis a. Bukti Eksternal: Athenagoras, Clement dari Alexandria dan kanon Muratorian menunjuk Yudas saudara Tuhan Yesus (Mat.13:55) sebagai penulis. b. Bukti Internal: Penulis menunjukan dirinya Yudas saudara Tuhan Yesus dan Yakobus (1:1), tentu ini bukan Yakobus Rasul karena saudara Yakobus Rasul adalah Yohanes. b. Waktu Penulisan: Dari nadanya yang terihat bahwa penganiayaan bukan future tense terutama masalah pengajaran sesat yang dalam 2 Petrus dikatakan akan datang, kelihatannya ketika surat Yudas ditulis malah sedang datang. Berarti ditulis tahun 63 A.D atau diatas itu. Terutama penekanannya terhadap dosa seksual yang mencapai puncak pada tahun 64-65 A.D. c. Alamat Pengirim dan yang Dituju: Ditulis di Yerusalem dan mungkin ditujukan kepada orang Kristen Yahudi. d. Tujuan Surat Yudas: Meneguhkan iman. e. Tema Surat Yudas: “Berjuang untuk mempertahankan iman”. f. Karakteristik Surat Yudas: Banyak mengutip Perjanjian Lamajuga mengutip sumber luar Perjanjian Lama. Mengandung banyak peringatan terhadap ajaran sesat. dalam Alkitab (24, 25). Menulis doxology yang terbaik B. Pembahasan Teologi Yudas 1. Teologi Kristus. Dengan tema yang serupa dengan 2 Petrus, Yudas memperingatkan akan adanya guruguru palsu yang menyangkali “satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita” (ayat 4). Sebutan penguasaan dan Tuhan, keduanya menunjuk kepada Kristus. Ini merupakan pernyataan Kristologi yang besar. Penguasa (Yunani: despoten) berarti Kristus adalah penguasa yang absolut. 2. Teologi Keselamatan Yudas menujukan suratnya pada “mereka yang dipanggil.” Dalam pernyataan ini Yudas menunjuk pada Teologi pemilihan. Kata “dipanggil” adalah bagi mereka yang telah dipanggil secara efektual pada keselamatan berdasarkan anugrah Allah yang efektif. Anugrah Allah itulah yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Yudas lebih lanjut menekankan sekuritas dari keselamatan dengan menegaskan bahwa Allah akan memampukan orang percaya untuk berdiri dihadapan kemuliaan hadirat-Nya (ay. 24). 3. Teologi Malaikat Yudas menunjuk pada malaikat yang “meninggalkan tempat tinggal mereka yang sebenarnya”, kemungkinan besar menunjuk pada kejatuhan Lucifer dari posisi yang tinggi, dimana ia menarik satu pasukan malaikat bersama dengan dia (Yes. 14:12-17; Yeh. 28:12-19). Kelihatannya sebagaian dari mereka yang jatuh telah diikat, sedangkan yang lain tetap bebas dan menjadi iblis. BAB. XII TEOLOGI YOHANES A. Biografi Yohanes 1. Identitas Yohanes Yohanes, saudara Yakobus dan anak dari Zebedeus, tadinya adalah seorang nelayan di Galilea (Mrk.1:19-20). Ia pasti memiliki usaha yang cukup menguntungkan sehingga ia mempekerjakan pelayan-pelayan dalam usaha nelayannya (Mrk.1:20). Ibunya Salome adalah saudara perempuan Maria, ibu Yesus. Hal itu berarti ia adalah saudara sepupu Yesus (Yoh. 19:25; Mat. 27:56; Mrk. 15:40, 47). Ibunya adalah salah seorang yang mengikut Yesus dan memberi dukungan kepada Yesus (Luk. 8:3; Mat. 27:55-56; Mrk. 15:40-41). Yohanes tidak diragukan sebagai salah satu dari dua murid yang mengikuti Yesus pada awal pelayanan-Nya (Yoh. 1:35-37). Kira-kira setahun setelah itu, Yohanes disebut sebagai salah satu dari keduabelas rasul (Mat. 10:2). Yohanes bersama Petrus dan Yakobus adalah salah satu dari dekat Yesus yang menyaksikan transfigurasi (Mat. 17:18), kebangkitan anak perempuan Yairus (Mrk. 5:37-43), dan pada waktu Yesus bergumul di Getsemani (Mat. 26:37-38). Pada Perjamuan Terakhir, Yohanes, yang dikenal sebagai murid “yang dikasihi Yesus” memiliki posisi khusus di samping Yesus (Yoh. 13:23). Yesus juga menyerahkan Maria pada pemeliharaan Yohanes (Yoh. 19:26-27). Yohanes 39

menyaksikan kebangkitan Yesus paling sedikit dua kali sebelum kenaikan, di ruang atas (Yoh. 20:19-20) dan di Galilea (Yoh. 21:2), dan paling sedikit tiga kali setelah kenaikan, yaitu sebagai Tuhan dari gereja (Why. 1:12-18), hakim orang berdosa (Why. 5:4-7), dan Raja segala raja (Why. 19:11-16). Di kitab Kisah Para Rasul, ia muncul dalam posisi utama bersama Petrus. Yohanes dikenal sebagai salah satu soko guru gereja. Menurut Irenaeus, Yohanes suatu waktu pindah ke Efesus dan tinggal sampai usia lanjut, hidup sampai pemerintahan Tjajan (98-117 AD). 2. Teologi Yohanes Sumber untuk studi teologi Yohanes, adalah Injil Yohanes, ketiga surat Yohanes, dan kitab Wahyu. Meskipun ada pendekatan lain sebagai alternatif untuk mempelajari teologi Yohanes, namun studi ini akan digabungkan dengan pengajaran Yesus yang dicatat di Injil Yohanes demikian pula tulisan Yohanes sendiri secara khusus. Diasumsikan bahwa pengajaran Tuhan yang dicatat oleh Yohanes dapat dipertimbangkan sebagai teologi Yohanes karena ia mencatat pernyataan Yesus, dengan anggapan semua itu bagian dari suatu penekanan yang penting dari Yohanes. Teologi Yohanes berpusat pada Pribadi Kristus dan wahyu Allah yang diberikan melalui kedatangan Yesus Kristus. Pribadi yang bersama Allah sejak kekekalan sekarang menjadi manusia, dan Yohanes memberitakan kemuliaan-Nya. Wahyu tentang terang inilah yang dijabarkan Yohanes dalam Injilnya, surat-suratnya dan kitab Wahyu. Yohanes memberikan sebuah ringkasan dari teologinya di pendahuluan injilnya (Yoh. 1:1-18), dimana didalamnya ia menjabarkan wahyu tentang hidup dan terang melaui Sang Putra dan juga menjabarkan dosa yang menggelapi dunia dan menolak terang itu.

B. Kitab Injil Yohanes 1. Penulis a. Bukti Eksternal: Irenaeus, Tertullianus, Origen menunjuk rasul Yohanes sebagai penulis. b. Bukti Internal: Tradisi mendukung rasul Yohanmes sebagai penulis, karena penulis adalah seorang Yahudi, saksi mata Tuhan Yesus, dan ia menyebut dirinya sendiri murid “yang dikasihi Yesus”. 2. Penulisan: Sangat mungkin bahwa peristiwa tahun 70 A.D. sudah lewat bahkan agak lama, oleh sebab itu tidak disinggung lagi dalam sejarah Yahudi dalam tulisannya. Manuscript P-52, sebuah fragmen yang berisi Injil Yohanes diberi penanggalan 125 A.D.; tetapi ini buku autographa tetapi apografa. Kemungkinan Injil ini ditulis pada akhir abad 1 dan tentunya sebelum pembuangan ke pulau Patmos, berarti antar tahun 90-95 A.D. 3. Alamat Pengirim dan yang Dituju: Ia menulis kepada orang-orang Kristen secara umum di Asia kecil dari Efesus 4. Tujuan Injil Yohanes: Untuk menginjili memulai menunjukan bahwa Kristus adalah Anak Allah, dan bahwa melalui Dia kita memperoleh hidup kekal (20:31;3:36). 5. Tema Injil Yohanes “Krisus adalah Anak Allah dan Firman Allah yang Menjadi Manusia”. 6. Karakteristik Injil Yohanes: Yohanes banyak mencatat tanda-tanda mujizat (2:11) Ia mencatat banyak pasangan kata Perjanjian Lama‘Aku Adalah Aku’ (eyeh asyer eyeh) dalam bentuk Yunani ‘ego eimi’; Terang dunia; pintu; gembala yang baik; kebangkitan dan hidup; jalan dan kebenaran dan hidup; pokok anggur yang benar. Banyak berisikan detail-detail thological khususnya tentang pribadi dan karia inkarnasi allah dalam Kreistus. C. Surat I Yohanes 1. Penulis a. Bukti Eksternal: Policarpus, Papias, Origen menyatakan Yohanes adalah penulisnya. b. Bukti Internal: Ada banyak istilah theology maupun kata-kata yang sama dengan Injil Yohanes (1:1 band. Yoh. 1). Penulis saksi mata Kristus (1:1) 40

2. 3. 4. 5.

Waktu Penulisan : Surat ini dan ulisan-tulisan Yohanes yang lain berkisar antara tahun 85-98 A.D.; yaitu pada akhir pelayanannya menjadi gembala di Efesus Alamat Pengirim dan yang Dituju: Dikirim dari Efesus dan ditujukan kepada jemaat Asia kecil. Tujuan Penulis: Menasehati orang percaya agar hidup atau berjalan sesuai dengan Injil Keselamatan dan menentang ajaran sesat yaiu, ‘gnostik’. Tema: “Nyata di dalam Kristus”. Karakteristik: Memberikan gambaran ajaran sesat abad 1. Johannine Comma (5:7-8) adalah otentik karena argumentasi grammatical & theological-nya sesuai dengan Injil Yohanes.

D. Surat II Yohanes 1. Penulis a. Bukti Eksternal: Yohanes diakui sebagai penulis oleh Irenaeus, Origen, dan Cyprianus. b. Bukti Internal: “Seorang penatua” (1:1), bukan rasul lain, berarti Yohanes. 2. Waktu Penulisan: Diperkirakan antara tahun 85-98 A.D. 3. Alamat Pengirim dan yang Dituju: Dari Efesus kepada ‘Ibu Terpilih’ – kemungkinan jemaat lokal. 4. Tujuan: Memberikan petunjuk theologis untuk menilai ajaran sesat yang mulai berkembang. 5. Tema: “Berjalan dalam kebenaran.” 6. Karakteristik: Menekankan kasih persaudaraan Kepercayaan dalam inkarnasi Kristus adalah dasar untuk Kekristenan fundamental. E. Surat III Yohanes: 1.Penulis a. Bukti Eksternal: Irenaeus, Dionysius, Cypryanus menunjukan kepada Yohanes. b. Bukti Internal: Sama dengan I & II Yohanes 2.Waktu Penulisan: Kurang lebih sama dengan 1&2 Yohanes 3.Alamat Pengirim dan yang Dituju: Ditulis dari Efesus dan ditujukan kepada Gayus 4.Tujuan: Menghadapi Diotrefes (1:9) yang mau menguasai jemaat. 5.Karakteristik III Yohanes: Pembuat kejahatan dalam jemaat-jemaat lokal ‘tidak pernah melihat Allah’ (1:1). ‘Aku telah menulis’ (1:9) bisa jadi surat II Yohanes atau surat lain yang hilang. BAB. XIII TEOLOGI KITAB WAHYU A. Introduksi Kitab Yohanes 1. Penulisan a. Bukti Eksternal: Old Latin Version, kanon Muratorian, Tertullianus, Origen mengakui Yohanes sebagai penulis. b. Bukti Internal: Penulis adalah Yohanes (1:1,4,9;21:2;22:8). 2. Waktu penulisan: Kitab terakhir dalam kanon Alkitab, ditulis kira-kira tahun 95-98 (Why.22:18,19). 3. Alamat Pengirim dan yang Dituju: Yohanes menulis dari pulau Patmos kepada tujuh jemaat di Asia Kecil. 4. Tujuan Penulisan: Menunjukkan hal-hal yang akan terjadi berhubungan dengan Israel, jemaat dan dunia. 5. Tema Wahyu: “Penyingkapan Masa Lalu, Sekarang dan Yang Akan Datang” (1:19). 6. Karakteristik Wahyu: Terlihat sekali hal yang dilihat Yohanes itu sulit dilukiskan dengan bahasa manusia. Sering memakai bilangan tujuh. Outline kitab ini ada pada 1:19, yaitu yang terjadi sekarang (tauta) dengan 4:1 ‘sesudah sekarang’ (meta tauta). 7. Pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap interpretasi adalah pandangan preterist, idealist, historicist, dan futurist B. Pembahasan Teologia Yohanes 1.

Teologi tentang Pewahyuan 41

Yohanes menjabarkan wahyu dengan dua cara: wahyu melalui Kitab Suci dan melalui Putra Allah: Kitab Suci Yesus mengingatkan orang Yahudi yang tidak percaya bahwa Kitab Suci memberikan kesaksian tentang diri-Nya (Yoh. 5:39). Yesus meneguhkan bahwa Kitab Suci adalah kebenaran yang proporsional, yang menyatakan terang Allah melalui diri-Nya. Tensis yang menunjukkan pada waktu sekarang, menunjukkan bahwa wahyu Kitab Suci sedang berlangsung. Yesus kemudian mengingatkan pendengar-Nya bahwa Musa menulis tentang Dia dan mereka harus percaya kepada tulisan Musa yang berbicara tentang Kristus (Yoh. 5:45-47). Lebih lanjut Kristus menyatakan bahwa “Kitab Suci tidak dapat dibatalkan”. Dalam perdebatan-Nya, Yesus menumpukan kasusnya pada integritas dan otoritas dari wahyu yang tertulis yaitu Kitab Suci. Putra Allah Pada pendahuluan Injilnya, Yohanes menyatakan bahwa wahyu Allah dimanifestasikan melalui anak-Nya. Pribadi yang bersama Bapa sejak kekekalan (Yoh. 1:1), sekarang tinggal dengan manusia, dan Yohanes bersukacita karena melihat kemulian-Nya. Yohanes pasti menunjuk pada transfigurasi dari Kristus (Mat. 17:1-8) demikian pula mujizat-mujizat Kristus (Yoh.2:11). Wahyu Yesus juga merupakan wahyu anugrah (Yoh. 1:16-17). 2. Teologi tentang Dunia Yohanes menggunakan kata dunia banyak sekali; di Injil Sinoptik hanya digunakan lima belas kali, sedang Yohanes menggunakannya sebanyak 78 kali di Injilnya dan 27 kali di tulisannya yang lain. Yohanes menggunakan kata dunia untuk menjelaskan dunia yang berada dalam dosa, kegelapan dan di bawah uasa setan.Dunia dalam kegelapan Yohanes menggambarkan dunia yang berada dalam kegelapan dan melawan Kristus; dunia tidak ramah pada Kristus dan semua yang dipercayai-Nya. Hal itu disebabkan karena dunia telah menjadi buta. Dunia tidak mengenal Mesias pada waktu Ia datang ke dalam Dunia. Yohanes menjabarkan dua kelompok manusia; mereka yang datang pada terang dan mereka yang membenci terang itu (Yoh. 1:12; 3:19-21). Orang-orang dunia membenci terang, karena terang itu mengekspos mereka; Yesus mengatakan bahwa inilah alasan kenapa dunia membenci-Nya. Sistem dunia, yaitu keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup telah memimpin manusia kepada dosa. Dunia di bawah Setan Yesus menjelaskan kenapa orang yang tidak percaya melakukan dosa; hal itu karena mereka adalah keturunan dari si jahat (Yoh. 8:44). Karena mereka adalah anak-anak dari bapak mereka yaitu si jahat, jadi wajarlah apabila mereka melakukan keinginan bapaknya. Karena si jahat adalah pembohong dari awalnya, maka wajarlah apabila keturunan rohani dari si jahat menolak Kristus yang adalah kebenaran. 3. Teologi Inkarnasi a. Terang Terang adalah istilah popular Yohanes. Dalam kaitan dengan inkarnasi, Yohanes menunjuk pada Yesus sebagai terang yang telah datang ke dunia gelap karena dosa. Karena Yesus telah datang sebagai terang, maka adalah imperatif bahwa manusia harus percaya kepada-Nya (Yoh. 12:35-36). Yesus, sebagai terang dunia, dapat memberikan terang fisik (Yoh. 9:7) dan terang spiritual (Yoh. 8:12). b. Hidup Hidup juga merupakan istilah popular di Yohanes; ia menggunakannya 36 kali di Injil, 13 kali di 1 Yohanes, dan 15 kali di kitab Wahyu. Mujizat inkarnasi ialah bahwa Yesus hidup, dimana Ia juga memiliki sumber kehidupan sama seperti Bapa, yaitu Ia memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri, oleh sebab itu segala sesuatu bergantung pada Yesus untuk hidup dan eksistensinya. 4. Teologi Tentang Anak Allah Yohanes menjabarkan inkarnasi Kristus dengan menunjuk Yesus sebagai “Putra Allah” atau “Putra”. Yesus menggunakan istilah-istilah itu untuk diri-Nya sendiri dan relasinya dengan Bapa. Dan Yohanes sangat tegas dalam menekankan kesetaraan Yesus dengan Allah. Anak Manusia Yesus pada umumnya menggunakan sebutan “Anak Manusia” untuk menunjukkan misi-Nya. Asal mula istilah itu berasal dari Daniel 7:13 dan menunjuk pada keberadaan surgawi yang menerima kerajaan dunia ini. Istilah “Anak Manusia” menunjuk pada konsep Kristus akan diri-Nya sebagai yang berasal mula dari Surga dan sebagai pemilik kemuliaan surga. Pada saat yang sama hal itu menunjukkan kepada kita tentang kerendahan-Nya dan penderitaan-Nya bagi manusia. Keduanya adalah sama. a. Pendamaian. Dalam nubuat. Kata bahasa Inggris atonement (pendamaian) berasal dari dua kata “at” dan “onement”, yang berarti rekonsiliasi. Meskipun kata pendamaian bukan merupakan kata di Perjanjian 42

Baru, hal itu menunjuk pada apa yang telah diselesaikan oleh Kristus diatas kayu salib melalui penderitaan dan kematiaan-Nya. Pada waktu Yohanes Pembabtis menyerukan “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia”. Yohanes berbicara tentang penggenapan dari persembahan korban di Perjanjian Lamadiawali dengan provisi Allah, akan seekor domba yang menggantikan Ishak di gunung Muria (Kej 22:8), kemudian provisi domba paskah di Keluaran 12 sampai nubuat Yesaaya 53:7, dimana nabi Yesaya mengindikasikan Mesias akan mati, seperti anak domba yang akan disembelih. Persembahan korban di Perjanjian Lamamenunjuk pada kematian Mesias untuk pendamaian. Tidak diragukan lagi, penggenapan dari tema itulah yang dijabarkan oleh Yohanes Pembaptis di Yohanes 1:29. Yesus menekankan kebenaran yang sama dalam Yohanes 6:52-59. Ia berbicara tentang diri-Nya yang datang dari surga dan memberikan hidup-Nya bagi dunia (Yoh. 6:33,51). Penebusan yang bersifat substitusi dapat dilihat dari preposisi “atas” (Yunani “huper”). Dalam bagian ini, Yesus mengajarkan tentang kematian-Nya sebagai wakil (6:51), yang memberikan hidup kekal (6:53-55,58), dan persekutuan dengan Kristus (6:56,57) dan hasilnya kebangkitan (6:54). b. Dalam sejarah. Karya Kristus, sesuai dengan tujuan-Nya datang kedunia, digenapkan dalam Yohanes 19:30. Setelah enam jam diatas kayu salib Yesus berseru, “Sudah selesai” (Yunani: tetelesthai). Yesus tidak mengatakan, “saya telah selesai”, tetapi “telah selesai”. Ia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepadan-Nya; karya keselamatan telah diselesaikan. Tensis bentuk lampau dari kata kerja tetelestai dapat diterjemahkan, “hal akan tetap selesai”, artinya pekerjaan itu untuk selamanya selesai dan akibat dari selesainya pekerjaan itu terus berlaku. Di 1 Yohanes 2:1-2, Yohanes menjelaskan provisi yang dibuat oleh Kristus untuk dosa. Kristus adalah “pembela” (Yunani; parakletos) bagi mereka yang berdosa. Dalam konteks ini pembela berarti pengancara dalam kasus hukum. Orang percaya memiliki Kristus sebagai pengacara pembela mereka dalam pengadilan ilahi. Lebih lanjut Yohanes berkata bahwa Kristus adalah “korban pendamaian” (Yunani: hilasmos) bagi dosa-dosa dunia. Kata itu hanya digunakan di Roma 3:25, dan 1 Yohanes 4:10. Korban pendamaian artinya Kristus menjadi korban pendamaian bagi dosa dengan cara membayar harga dengan demikian mengalihkan murka Allah. Korban pendamaian berpusat pada Allah, yang menyatakan bahwa dosa telah melanggar kekudusan Allah, dan melalui kematian Kristus Allah Bapa di puaskan dan sekarang Ia bebas untuk menyatakan kemurahan dan pengampunan-Nya kepada orang berdosa yang percaya. Yohanes mengindikasikan korban pendamaian adalah “untuk segala dosa kita, dan bukan hanya untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh 2:2). Kematian Kristus adalah kematian substitusi yang memberikan provisi bagi orang percaya, namun Yohanes menekankan juga kecukupannya yaitu “bagi seluruh dunia”. Meskipun seluruh dunia tidak diselamatkan, karena Kristus adalah Allah maka kematian-Nya adalah cukup untuk seluruh dunia, namun demikian hanya efektif bagi mereka yang percaya. c. Kebangkitan. Yohanes menjabarkan kisah kebangkitan di Yohanes 20 untuk memperlihatkan penebusan Kristus telah sampai pada puncaknya di kebangkitan. Penebusan Kristus tidak berakhir pada kematian-Nya tetapi pada kebangkitan-Nya; Kebangkitan itu harus terjadi untuk meneguhkan Anak Allah (Roma1:4). Yohanes sangat jelas menjabarkan bagaimana Petrus berlari menuju kuburan, Yohanes tiba lebih dahulu, melihat ke dalam kubur, dan tidak melihat apapun. Petrus masuk dan berteori tentang apa yang terjadi, kemudian Yohanes memperhatikan dan mengerti. Mereka melihat kain kafan yang tergeletak di kuburan dan tetap berbentuk tubuh, seakan-akan masih ada tubuh di dalamnya. Kain untuk muka masih tergulung melingkar (20:7), tetapi tubuhnya telah tidak ada. Yohanes “melihat dan percaya” karena ia mengerti hanya satu hal yang mungkin telah terjadi, tubuh itu telah melewati kain kafan yang membalutnya. Yesus telah bangkit. Yohanes memberikan penjabaran yang lebih jelas, lebih rinci mendeskripsikannya, dibandingkan dengan Injil sinoptik tentang bagaimana menjelaskan secara tepat apa yang telah terjadi pada waktu kebangkitan. Yohanes kemudian menjelaskan bagaimana Kristus melewati pintu yang tertutup dalam tubuh fisiknya dan muncul di tengah para rasul dalam tubuh kebangkitan-Nya (Yoh. 20:19,26). Yohanes memverifikasi realitas dan tubuh kebangkitan Kristus, memperlihatkan bahwa Kristus dalam karya terakhirNya telah mengalahkan maut dan karena itu memberikan pengharapan dan hidup kepada yang percaya (Yoh. 11:25-26). 43

5.

Teologi Roh Kudus Percakapan di Ruang atas (Yoh. 14-16), Yohanes mencatat pengajaran Yesus berkaitan dengan Roh Kudus. Ketiga fasal itu memberikan informasi yang paling rinci tentang pribadi dan karya Roh Kudus: a. Pribadi-Nya. Kepribadian dari Roh Kudus dilihat dalam kata ganti yang digunakan untuk menjabarkan tentang Dia. Meskipun kata Roh (yunani: pneuma) adalah netral. Yesus mengatakan “Ia (maskulin) akan mengajarkan kamu segala sesuatu” (Yoh 14:26). “Ia” (Yunani: ekeinos) adalah kata ganti maskulin. Meskipun ada orang berpikir tentang kata ganti netral (Inggris: it) supaya cocok dengan kata benda netral (Roh), namun pemikiran yang demikian adalah salah, karena itu berarti kita menunjuk Roh Kudus sebagai “it”, sedangkan Ia adalah pribadi, seperti halnya dengan Bapa dan Anak. Referensi Yesus pada Roh Kudus sebagai “Ia (maskulin)” mengkomfirmasikan personalitas dari Roh Kudus (lihat Yoh. 15:56; 16:13, 14) b. Karya-Nya. Ia menyakinkan (Yoh. 16:811). Karya meyakinkan (yunani: elegxei) adalah pekerjaan seseorang pengacara penuntut yang mana Ia berusaha untuk meyakinkan seseorang akan sesuatu. Roh Kudus bertindak sebagai pengacara ilahi, menyakinkan dunia akan dosa, yaitu penolakan untuk percaya kepada Yesus; Ia juga meyakinkan dunia akan kebenaran Kristus, karena kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya; dan Ia meyakinkan dunia akan penghakiman karena setan telah dihukum diatas kayu salib. c. Ia melahir barukan (Yoh. 3:6). Dalam menjelaskan kelahiran baru pada Nikodemus, Yesus mengindikasikanya sebagai kelahiran baru oleh Roh. Ia mengajar kepada murid-murid-Nya (Yoh. 14:26). Pada waktu murid-murid-Nya tidak dapat secara rohani mengasimilasikan semua pengajaran Yesus, Yesus berjanji Roh Kudus akan mengingatkan mereka akan pengajaran Yesus. Pernyataan ini merupakan jaminan akan catatan akurat dari tulisan Perjanjian Baru, karena Roh Kudus akan memberikan keakuratan untuk mengingat kembali, dan sesuai dengan itu mereka akan menulis Injil. d. Ia tinggal (Yoh. 14:16-17). Yesus menunjuk pada pekerjaan baru dari Roh Kudus setelah Pentakosta, dimana kehadiran Roh Kudus ditengah orang percaya tidak lagi bersifat sementara seperti di Perjanjian Lama, tetapi Ia akan tinggal secara permanen. Yesus menekankan bahwa setelah Pentakosta Roh Kudus akan tinggal “di dalam mereka” (Yoh. 14:17) dan Ia tinggal untuk “selamalamanya” (Yoh. 14:16). 6. Teologi Hal-hal terakhir. a. Pengangkatan. Meskipun Yohanes tidak memberikan pernyataan seeksplisit Paulus tentang pengangkatan, tanpa diragukan Yohanes juga menunjuk pada pengangkatan dalam Yohanes 14:1-3. Pengangkatan berkaitan dengan gereja, dan Yesus berbicara pada kedua belas murid-Nya yang akan memulai jemaat mula-mula di Kisah Para Rasul 2. Oleh karena para murid sedang berduka akan kepergian Yesus di Yohanes 14, Ia menguatkan mereka dengan mengingatkan mereka (sebagai gereja yang masih kecil) bahwa Ia pergi untuk menyediakan tempat tinggal bagi mereka di Rumah Bapa-Nya. Ia berjanji untuk kembali dan membawa mereka kepada-Nya (Yoh. 14:3). Hal itu harus dimengerti sebagai parallel dengan pernyataan Paulus di 1 Tesalonika 4:13-18. b. Kesengsaraan. Yohanes memberikan liputan yang luas tentang masa kesengsaraan, serta merinci apa yang akan terjadi di Wahyu 6-19. Ketujuh meterai ini akan dibukakan di dunia pada awal kesengsaraan (Wah. 6:1 – 8:1). Yang akan membawa kemenangan bagi binatang buas itu (6:1-2), perang (6:3-4), kelaparan (6:5-6), kematian (6:7-8), mati syahid (6:9-11), dan ledakan di langit dan di bumi (6:12-17). Materai-materai itu kelihatannya akan berlanjut sampai akhir masa kesengsaraan. Materai ketujuh mengawali sangkakala ketujuh (8:2 – 11:19). Pada waktu bunyi sangkakala itu, maka persediaan makanan dan oksigen di bumi akan hilang (8:2-6), sepertiga dari kehidupan di laut akan mati (8:7), sumber air akan terkena polusi (8:10-11), benda-benda di langit akan menjadi gelap (8:12-13), manusia akan sangat menderita dan ketakutan (9:1-12), dan sepertiga dari manusia akan terbunuh (9:13-21). Sangkakala yang ketujuh akan mengawali cawan penghakiman (11:15-19;15:1-16:21), mengakibatkan luka-luka yang menyakitkan (16:1-2), kematian dari kehidupan di laut (16:3), sungai menjadi darah (16:4-7). Manusia mati karena kepanasan (16:8-9), kegelapan (16:10-11), dilepaskannya tentara 44

dari timur yang kuat untuk mengakhiri peperangan (16:12-16), dan gempa bumi yang dahsyat, menghancurkan kota-kota dan bangsa-bangsa (16:17-21). Baik agama Babel (17:1-8), maupun ekonomi Babel (18:1-24) akan dihancurkan. Masa kesengsaraan berpuncak pada kembalinya Kristus, dimana Ia akan menaklukkan semua bangsa di dunia (19:11-21). c. Anti Kristus. Yohanes menggunakan istilah anti kristus untuk menjabarkan mereka yang pada zamanya menyebarkan Teologi yang salah tentang Kristus (1 Yoh. 2:18, 22; 4:3; 2 Yoh. 7). Nature dari bidat ini adalah menyangkali kemanusiaan Kristus Yesus (2 Yoh. 7); Kristus hanya tampil seperti hantu; Ia tidak benar-benar mengambil rupa manusia. Yohanes mendeklarasikan bahwa mereka, penyangkal Yesus yang datang dalam daging adalah anti Kristus. Jadi Yohanes menggunakan istilah itu untuk menunjuk pada mereka yang menyangkali Teologi yang benar tentang Kristus. Yohanes menyebut pribadi yang menyangkali Kristus sebagai binatang buas (Why. 11:7; 13:1, 12, 14, 15). Yohanes menjabarkan binatang buas ini sebagai “binatang pertama” (berlawanan dengan nabi palsu yang mendukung binatang buas pertama ini tetapi dikenal sebagai binatang kedua {“binatang yang lain” 13:11}). Binatang pertama adalah penguasa politik (13:1-10) yang muncul dalam bentuk akhir sebagai penguasa kafir dan kuasanya berasal dari setan (13:2), ia menerima sembah dan menghujat Allah selama tiga setengah tahun (13:4-6), ia menganiaya orang percaya (13:7), dan menguasai dunia (13:8). Binatang pertama di dukung oleh binatang kedua yang adalah nabi palsu dan memaksa manusia untuk menyembah binatang pertama (13:11-12); ia menipu manusia melalui kemampuanya untuk mempertunjukkan tanda-tanda (13:14); ia membatasi perdagangan hanya bagi mereka yang telah menerima tandanya (13:16-17). Pada kedatangan Yesus Kristus yang kedua, baik binatang pertama dan binatang kedua akan dilemparkan kedalam lautan api (19:20) Kedatangan Kristus yang Kedua. Pada akhir dari masa kesengsaraan, Yohanes menggambarkan kembalinya Kristus dengan kemenangan bersama pengantin perempuan-Nya, yaitu gereja (Why. 19:6-8). Pernikahan Kristus dengan gereja terjadi di surga pada waktu periode kesengsaraan. Kristus kembali dengan pengantin perempuan-Nya untuk memulai pesta pernikahan, yaitu di kerajaan millennial yang terjadi diatas bumi (19:9-10). Yohanes menggambarkan kembalinya Kristus sebagai seorang Raja yang menang – Ia memiliki banyak mahkota diatas kepala-Nya (19:12) – Ia menyatakan perang adengan setan, binatang dan tentara yang tidak percaya kepadaNya (19:11,19). Senjata-Nya adalah otoritas Firman-Nya (19:13) dengan mana Ia mengalahkan dan menaklukkan bangsa-bangsa (19:15). Ia menghancurkan penguasa bangsa-bangsa dan melemparkan binatang, nabi palsu (binatang kedua), dan setan ke laut api selama millennial (19:19 – 20:3). Dengan kemenangan atas musuh-Nya, Kristus mendirikan kerajaan millennial di atas bumi. d. Kerajaan millennial dan kekekalan. Yohanes menjabarkan kebangkitan dari masa kesengsaraan dan orang-orang kudus Perjanjian Lamapada akhir masa kesengsaraan (Why. 20:4-5); mereka adalah bagian dari “kebangkitan pertama”. Istilah kebangkitan tidak menjabarkan kebangkitan secara umum dari orang percaya, tetapi suatu kebangkitan kepada kehidupan (20:6). Paling tidak ada beberapa tahap dalam kebangkitan yang pertama yaitu zaman orang-orang kudus dibangkitkan sebelum masa kesengsaraan (1 Tes. 4:13-18), dimana orang-orang kudus di Perjanjian Lamadan dimasa kesengsaraan (Why. 20:4). Orang tidak percaya dibangkitkan pada akhir masa millennium, dimana mereka akan dilemparkan kedalam lautan api (Why. 20:11-15). e. Di Wahyu 21:1 – 22:21 Yohanes menjabarkan tentang kekekalan. Yerusalem baru yang Yohanes lihat akan datang dari surga (Why. 21:1-8) adalah gereja yang tetap tinggal, yaitu pengantin perempuan (21:9), tidak diragukan lagi mereka adalah orang-orang yang telah ditebus di segala zaman dalam kekekalan. Yerusalem baru kemungkinan besar berhubungan dengan millennium dan hidup kekal. Tempat itu adalah tempat tinggal, dimana Kristus telah pergi untuk menyediakan tempat (Yoh. 14:2). “kedua periode itu kekal, bukan sementara, kondisinya adalah seperti itu, baik dikota dan bagi penghuninya. Oleh karena itu, Yerusalem baru adalah millennial dan kekal, baik dari segi waktu dan posisi, dan hal itu kondisinya adalah selalu kekal. Yohanes menjelaskan bagaimana Yerusalem baru itu akan memberikan persekutuan dengan Allah (22:4), istirahat (14:13), kepenuhan berkat (22:2), sukacita (21:4), pelayanan (22:3) dan ibadah (7:912; 19:1). 45

BAB. XIV PENUTUP Diskusi aktual tentang perspektif teologi Perjanjian Baru masa kini Bagian ini akan menjadi bahan diskusi mahasiswa untuk mencari topik-topik yang berkembang dalam masyarakat tentang isu-isu sosial yang membutuhkan tanggapan dari perspektif teologi Perjanjian Baru.

46

Related Documents

Teologi
February 2021 2
Teologi
January 2021 2
Teologi Pb
January 2021 3
Teologi Pb
January 2021 1
Teologi Pb.doc.doc
January 2021 2
Teologi Yudas
February 2021 0

More Documents from "Chlemenci Dutu"