Terapi Komplementer Ayurveda

  • Uploaded by: Adhy Prasetyawan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Terapi Komplementer Ayurveda as PDF for free.

More details

  • Words: 6,278
  • Pages: 33
Loading documents preview...
TUGAS KELOMPOK “TERAPI KOMPLEMENTER AYURVEDA”

Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Terapi Komplementer Dosen pengampu : Ns. Puji Purwaningsih

Disusun Oleh Kelompok 1 : 1. Adi Chandra Prasetiawan (010218A018) 2. Bambang Supriyanto (010218A020) 3. Nizar Heru Ferdiansyah (010218A011) 4. Rian Indra Putra Laituy (010218A014)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2018/2019

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting didalam kehidupan kita. Tanpa kesehatan manusia tidak akan bisa beraktivitas dan bekerja. Ada banyak cara yang dapat dilakukan guna menjaga kesehatan baik fisik ataupun secara mental yang salah satunya adalah menjaga pola hidup sehat, bahkan dengan melakukan terapi pengobatan tertentu. Pengobatan tradisional merupakan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman berdasarkan teori, keyakinan dan pengalaman adat dan budaya yang berbeda yang digunakan untuk menjaga kesehatan serta mencegah, mendiagnosa, memperbaiki atau mengobati penyakit fisik dan mental. Pada pengobatan

tradisioanl,

biasanya

digunakan

obatan

herbal

dalam

pengobatannya dan yang termasuk sebagai obat-obatan herbal adalah tumbuhan, bahan herbal, obat herbal dan produk herbal yang mengandung bagian-bagian tanaman atau bahan tanaman sebagai bahan aktif. Di beberapa negara, penduduk nya bergantung kepada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer, salah satu contoh yaitu negara India yang dikenal dengan pengobatan Ayurveda. Ayurveda merupakan sistem pengobatan holistik yang berkembang di India sekitar 3000-5000 tahunyang lalu. Sistem pengobatan tradisional ini, kini di praktekan di bagian dunia lain sebagai bentuk pengobatan alternatif. Literatur yang berhubungan dengan pengobatan medis India munculselama periode Weda di India. Ayurveda mengembangkn sejumlah besar obatan dan prosedur bedah untuk pengobatan berbagai penyakit. Pada zaman India kuno, masalah kelainan rongga mulut, plak gigi dan infeksi dapat dikelola dan bahkan disembuhkan. B. Rumusan masalah Adapun rumusan masalahnya adalah ”bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan Imunodefisiensi dan Hipersensitivitas dengan pendekatan proses keperawatan”.

2

C. Tujuan penulisan

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Ayurveda ( Devanagari) adalah upaveda dari Rgveda, namun para pakar yang lain menganggap bahwa Ayurveda merupakan upaveda dari Atharvaveda. Susastra Ayurveda merupakan ajaran bentuk pengobatan alternatif yang biasa dilakukan di India. Kata "Ayurveda" berasal dari gabungan kata āyus "hidup" dan veda "ilmu", dan bisa diartikan menjadi "Ilmu Kehidupan". Ayurveda mencakup pengukuran hidup yang sehat, dengan terapi yang berhubungan dengan fisik, mental, sosial, dan keselarasan spiritual. Kedokteran ilmiah tidak mengakui pengobatan Ayurveda, karena adanya penemuan pengobatan ini dapat menimbulkan resiko medis yang besar. Ayurveda pertama kali dipaparkan oleh Agnivesha dan bukunya Agnivesh Tantra. Buku ini kemudian diperbaiki oleh Charaka dengan judul Charaka Samhitā. Terdapat pula teks lain yaitu Sushruta Samhitā. Teks-teks tersebut dipercaya ditulis pada awal tahun Masehi, dan didasarkan pendekatan holistik pada awal kebudayaan Vedis. Awal dari Ayurveda ini dianggap sebagai wahyu dari dewa Brahma. Ayurveda atau pengobatan penyembuhan kuno India merupakan system pengobatan holistic tertua di dunia. Pengobatan Ayurveda pertama kali

3

dipelopori Dhanvantari sekitar 1.500 Sebelum Masehi. Namun, baru sekitar tahun 200 Sebelum Masehi, pengobatan Ayurveda ditampilkan dalam bentuk tertulis dan menyeluruh. Ayurveda mengajarkan teknik operasi, tanaman obat, terapi aroma, warna dan gaya hidup sehat. Para pakar memperkirakan Ayurveda memiliki sejarah lebih panjang yakni dirintis sekitar tahun 3.000 Sebelum Masehi yang mencakup ajaran spiritual dan perilaku. Kitab Atreya Samhita salah satu bagian Ayurveda merupakan buku medis tertua di dunia. Pada zaman itu, luka pendarahan pada hidung lazim terjadi pada satu millennium Sebelum Masehi yang umum dilakukan dengan memotong hidung tawanan perang dan pada pertempuran. Sekitar tahun 500 Sebelum Masehi, Sushruta

dari

India

berhasil

mengadakan

rhinoplasty

atau

operasi

mengembalikan bentuk hidung. Sushruta menjelaskan potongan kulit dari kepala dapat tumbuh dibekas luka hidung yang terpotong. B. Pengertian Ayurveda adalah ilmu yang mencakup seluruh hidup, tubuh, pikiran dan jiwa kita. Ayurveda didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah diagnosis dan pengobatan. Menurut Ayurveda, kesehatan adalah kondisi seimbang dari tubuh, jiwa, pikiran dan lingkungan. Ayurveda adalah penyembuhan dengan pendekatan tanaman obat, yang merupakan metode unik yang holistik untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan

melalui

tahapan

: Pembersihan

(cleansing), Peremajaan

sel

(rejuvenasi) dan Penyembuhan (managing disease). ( Ika Widya : 2013) Tujuan mempraktikan Ayurveda adalah mencapai sehat secara holistic : sehat lahir, sehat batin/psikologis, dan sehat spiritual dengan jalan meningkatkan

kualitas

hidup

kita.

Sehat

dicapai

dengan

mencapai

keseimbangan, dan mengobati bila terjadi ketidakseimbangan. (Chauhan Partap : 2010 :30 )

4

C. Konsep dasar ayurveda Umumnya dalam pengobatan ayurveda penyebab penyakit karena tidak seimbangnya unsur-unsur yang ada di dalam tubuh yang dikenal dengan unsur Tri Dhosa. Tri dosha berasal dari kata Sangsekertha (India kuno), yang berakar dari kata Tri dan Dosha. Tri artinya tiga dan Dosha yang asal katanya Dhus, Dhus berarti melemahkan, atau merusak yang lain atau bisa juga diterjemahkan merusak

keseimbangan

dan

keharmonisan

badan.

Tri

dosha terdiri

dari: Vatta (angin atau udara atau akasa), Pitta (Empedu atau panas atau teja) dan Kapha (Lendir atau air atau apah atau pertiwi) Didalam tubuh yang sehat ketiga unsur ini selalu ada, yang sangat berperanan penting dalam aktifitas tubuh. Untuk penyembuhannya agar tubuh kembali sehat harus mengembalikan keseimbangan ketiga unsur tersebut seperti keadaan semula. 1. Vatta Vatta adalah kekuatan konseptual yang terdiri dari elemen eter (space) dan udara. Dibentuk dari yang bersifat mirip udara, gas atau angin. Yang memiliki beberapa ciri khas sebagai sifat seperti ringan, kering, dingin, sejuk, sifatnya bergerak atau menggerakan. Angin atau udara ini sebagai sumber energi (melalui gerak, napas) dan membantu pengeluaran ekskreta (tinja, kencing, keringat) serta penyalur rangsangan dalam saraf. Memiliki fungsi didalam tubuh sebagai penerima rangsangan sensorik dan motorik dan membantu metabolisme jaringan serta mengatur fungsi hidup, termasuk janin. Kita bisa rasakan didalam tubuh bila keadaan vatta dalam tubuh tidak seimbang dengan ciri-ciri sebagai berikut:  tubuh terasa kemasukan angin,  tidak dapat mempertahankan posisi tubuh dengan benar (sempoyongan)  kurang kreatif/gembira, terasa haus, terasa mengigil  beberapa bagian tubuh gemetar/tremor  badan sakit atau meriang diseluruh tubuh terasa ada angin dingin  kulit terasa kasar 5

 badan terasa dingin  terasa pahit atau sepet dilidah  terasa ada pengkerutan (kulit, otot dan saraf)  tidak bergairah, nafsu bicara kurang, gerakan tubuh kurang terkendali Penyebab penyakit pada vatta ini dikarenakan makan atau minum yang terlalu asam, aktivitas berlebihan/kelelahan, luka parah, terkena hujan, sering menahan keluarnya ekskreta (buang air kecil, BAB) atau bisa juga terlalu lama duduk. Biasanya sakit ini sering muncul pada musin hujan, dingin, dipagi hari (menjelang pagi), menjelang malam, bahkan bisa setelah makan. Tempat yang mendominasi vatta pada usus besar, kandung kemih, panggul/persendiaan, telinga, tulang. Unsur vatta ini adalah hal yang paling utama didalam tri dosha. Sistem kerjanya cepat dan mandiri serta memiliki pengaruh yang kuat dibandingkan pitta dan kapha. Penyakit yang ditimbulkan berupa penyakit sebaa atau dumelada (vatha): ini akan muncul bila angin (pada ruang) dalam tubuh meningkat. Obatnya dari tanaman obat yang memiliki rasa ambar, pada umumnya memiliki aneka warna bunga. Contoh ramuan untuk mengatasi sakit karena angin (vata): Kulit (babakan) ranting dapdap dicampur dengan ketumbar bolong, garam ireng, (uyah areng), cara membuatnya digiling atau dihaluskan lalu disaring untuk diminum airnya setengah gelas 3x sehari. Sebaiknya punggung juga dikerok menggunakan uang logam yang dibasahi minyak kelapa yang dicampur dengan perasan air jahe merah.

6

2. Pitta Pitta adalah sebuah kekuatan yang diciptakan oleh interaksi dinamis antara air dan api. Pitta Berfungsi sebagai pembakar atau mencerna atau bertugas mengontrol dan bertanggung jawab terhadap semua metabolisme fisika-kimia didalam tubuh. Area kerjanya pada saluran pencernaan, menyerap makanan, pada hati dan limfa sebagai pemberi warna makanan, pada mata pemberi warna dan bentuk objek serta pada kulit sebagai pemberi panas atau pelumas dari cahaya. Ditandai dengan enzim meningkat, lapar, tubuh terasa ringan. Gangguan-ganggan unsur pada pitta ini biasanya akibat dari makan tidak teratur, puasa, asin, pedas, panas, banyak lemak, hasil permentasi tuak/arak/tape, buah yang rasanya asam. Mengakibatkan suhu tubuh tidak stabil, kekuatan mencerna serta metabolisme terganggu, kurang bergairah, bisa juga terasa terbakar pada organ tubuh, sakit seperti diisap dan terasa panas. Penyakit karena panas (pitta) ini akan muncul bila panas dalam tubuh mendominasi. Obatnya bisa berupa ramuan yang memiliki sifat tis (kapha) atau mendinginkan yaitu tanaman obat yang memiliki rasa pahit. Contoh ramuan: siapkan akar kliki jarak digerus halus lalu diisi dengan sedikit asam ireng, sedikit temutis, semua ramuan itu dihaluskan untuk diambil airnya, lalu diminum. Ampas atau sisa saringan bisa ditambah dengan bawang merah dan sedikit adas untuk dipakai disekitar bawah perut (sisikan), ini sangat bagus untuk sakit anyang-anyangan atau kencing seret karena perut panas. Bisa juga menggunakan resep lain berupa daun miana cemeng sekitar 15 lembar direbus lalu ditambahkan dengan 1 sendok minyak kelapa tanusan lalu diminum 3x sehari. Ramuan lain bisa juga kelapa gading muda dipotong ujungnya sampai didapatkan airnya, lalu dipanaskan / dipanggang pada bara api, setelah panas airnya dicampurkan dengan telor ayam kampung lalu diminum dalam keadaan hangat-hangat, daging kelapa muda tersebut juga dimakan.

7

3. Kapha Kapha adalah konsep keseimbangan antara air dan bumi. Dibentuk dari zat cair seperti air + mineral. Berfungsi sebagai cairan inter dan intra sellular didalam dan diluar sel. Zat kapha ini dominan menempati pada ronggarongga atau celah-celah tubuh seperti perut, lambung, rongga dada, paru, tenggorokan, kepala, jantung, hidung, mulut, lendir, cairan tubuh, cairan sendi. Pada rongga lambung bertugas membasahi supaya makanan mudah dicerna. Pada otot membantu kontraksi otot tonus dalam pergerakannya. Pada mulut atau lidah sebagai pengecap rasa (manis, asam, asin, pedas, pahit dan sepet). Pada kepala sebagai alat pengindra, pengingat dan perasa. Pada sendi bertugas sebagai pemelihara pergerakan sendi serta pada kulit sebagai pelumas atau meminyaki kulit agar kulit terlihat mulus (tidak kusam). Gangguan pada unsur kapha seperti badan terasa dingin berkeringat dan agak berat, kurang sensitif atau saraf kurang peka, gatal-gatal pada kulit dan terasa kurang berminyak, terasa kosong diperut atau kolon, sendi terasa nyeri, pengeluaran ekskresi berlebihan, reaksi suhu tubuh terhadap suhu lingkungan menurun, flu, bersin-bersin. Biasanya penyakit ini dominan muncul pada pagi hari, sore hari. Penyakit yang ditimbulkan berupa penyakit dingin (kapha) ini akan muncul bila air didalam tubuh meningkat. Obatnya berupa bahan dari yang bersifat panas atau hangat yaitu tanaman obat yang memiliki rasa manis dan asam, pada umumnya dari tanaman obat yang memiliki bunga berwarna putih, kuning dan hijau. Biasanya dibuat ramuan dengan bahan dari daun jinten (5 lembar), caranya cuci bersih daun jinten tersebut, kemudian dihaluskan, lalu di seduh dengan 1/2 gelas air panas, lengkuas yang sudah diiris-iris, 20 gram jahe yang telah diiris-iris, 2 batang serai, 10 butir cengkeh, 6 butir kapulaga, dan gula aren secukupnya. Cara Pembuatan: rebus bahan tersebut dengan 2 gelas air hingga tersisa 1 gelas, disaring, kemudian siap diminum selagi hangat, 3 kali sehari.

8

Bila ketiga unsur tri dosha ini tidak seimbang dan terganggu, maka fungsi dari sistem yang ada di dalam tubuh akan terganggu. Keadaan inilah yang menyebabkan timbul suatu vyadhi (penyakit) dan keadaan yang demikian disebut

roga

(sakit).

vyadhyupasrsta.

Dan

Menurut

manusia

Ayurveda,

yang

mengalami

prinsip

utama

sakit

dalam

disebut menjaga

keseimbangan unsur tri dosha agar tubuh tetap svasthya atau sehat ada tiga hal pokok atau upasthamba yang harus dilakukan, yaitu:  Ahara, melakukan diet seimbang. Makan dan minum sesuai kebutuhan, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Bila keadaan dilanggar, maka keseimbangan ketiga unsur tri dosha akan terganggu dan akan mengakibatkan sistem jaringan tubuh terpengaruh, kekebalan tubuh tidak seimbang akhirnya tubuh menjadi sakit.  Nidra, tidur nyenyak. Dalam sehari sebaiknya tidur kurang lebih selama sepertiga hari. Dengan tidur nyenyak sistem jaringan tubuh dapat mengadakan pemulihan, sehingga badan menjadi segar setelah berjaga. Bila kurang tidur maka unsur pitta akan meningkat, yang menyebabkan gangguan

terhadap

keseimbangan

tri

dosha

dalam

tubuh,

yang

mengakibatkan fungsi sistem jaringan tidak optimal, akhirnya tubuh menjadi sakit.  Vihar, prilaku, gaya hidup yang alami. Maksudnya gaya hidup yang tidak alami ini adalah merokok berlebihan, minum alkhohol hingga mabuk, sering bergadang semalaman, sering berkelahi, sedih berlarut-larut, melakukan senggama

berlebihan dapat

mengganggu

sistem kekebalan

tubuh,

sehingga kuman penyakit gampang masuk ke dalam tubuh D. Klasifikasi penyakit dalam ayurveda Dalam ayurveda penyakit dibedakan berdasarkan atas asal penyebab penyakit, penyakit dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni: 1. Adhyatmika Adhyatmika merupakan penyakit yang berasal dan dalam tubuh sendiri, termasuk penyakit psiko-somatik. Sel, organ atau sistema yang ada di dalam tubuh manusia mengalami kelainan bentuk atau kerusakan, sehingga

9

fungsinya tidak normal. Kelainan ini bukan disebabkan oleh faktor yang datang dan luar tubuh, tetapi memang sudah terjadi tanpa ada campur tangan dan pihak luar tubuh. Penyakit psikosomatik merupakan penyakit yang timbul akibat adanya gangguan pada pikiran, mengakibatkan organ tubuh sakit. Misalnya pikiran selalu kalut, dapat menimbulkan penyakit lambung atau maag. 2. Adhibhautika Adhibautika adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor kausa fisik dan luar tubuh, seperti bibit penyakit yang menyerang tubuh, teriris pisau, terpukul palu, tertusuk paku, tersiram air panas, kulit terbakar, merupakan penyakit akibat terkena benda fisik ketika sedang bekerja. Demikian pula luka, cedera, atau patah tulang akibat kecelakaan, termasuk di dalam kategori ini. 3. Adhidaivika Adhivaivika merupakan penyakit yang berasal dan takdir, pengaruh musim, dan sebagainya. Penyakit ini muncul sering tidak diketahui penyebabnya. Sehingga dikatakan sebagai takdir. Tiba-tiba badannya panas tanpa diketahui penyebabnya. E. Konsep dasar pengobatan ayurveda

F. Manifestasi klinik 1. Imunodefisiensi a. Bayi dengan gangguan sistem kekebalan, biasanya menderita infeksi bakteri berat yang menetap, berulang atau menyebabkan komplikasi. Misalnya infeksi sinus, infeksi telinga menahun dan bronkitis kronis yang biasanya terjadi setelah demam dan sakit tenggorokan. Bronkitis bisa berkembang menjadi pneumonia b. Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut, mata dan alat kelamin sangat peka terhadap infeksi.

10

c. Thrush (suatu infeksi jamur di mulut) disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal dari adanya gangguan sistem kekebalan. d. Peradangan mata (konjungtivitis), rambut rontok, eksim yang berat dan pelebaran kapiler dibawah kulit juga merupakan pertanda dari penyakit immunodefisiensi. e. Infeksi pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare, pembentukan gas yang berlebihan dan penurunan berat badan. Masalah yang paling umum untuk orang dengan penyakit imunodefisiensi primer adalah bahwa mereka lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi dari pada orang lain. Gejala lain termasuk: a. Setelah infeksi lebih sering dan mendapatkan infeksi yang lebih parah, lebih tahan lama, dan sulit untuk menyembuhkan dari pada orang dengan sistem kekebalan tubuh normal. b. Mendapatkan terinfeksi dengan kuman yang sistem kekebalan tubuh yang sehat akan mampu menyingkirkan, yang dikenal sebagai infeksi oportunistik. c. Setelah masalah autoimun, yang berarti bahwa alih-alih sistem kekebalan tubuh menyerang kuman dan penyakit-menyebabkan bahan, menyerang organ tubuh sendiri dan jaringan dengan kesalahan. 2. Hipersensitivitas Tanda dan gejala utama pada reaksi anafilaktik dapat digolongkan menjadi reaksi sistemik yang ringan, sedang dan berat. a. Ringan. Reaksi sistemik yang ringan terdiri dari rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer dan dapat disertai dengan perasaan penuh dalam mulut serta tenggorokan. Kongesti nasal, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin dan mata berair dapat terjadi. Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam pertama sesudah kontak. b. Sedang. Reaksi sistemik yang sedang dapat mencakup salah satu gejala diatas disamping gejala flushing, rasa hangat, cemas, dan gatal-gatal. Reaksi yang lebih serius berupa bronkospasme dan edema saluran pernafasan atau laring dengan dispnea, batuk serta mengi. Aawitan hgejala sama seperti reaksi yang ringan.

11

c. Berat. Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tanda-tanda serta gejala yang sama seperti diuraikan di atas dan berjalan dengan cepat hingga terjadi bronkospasme, edema laring, dispnea berat serta sianosis. Disfagia (kesulitan menelan), kram abdomen, vomitus, diare, dan serangan kejang-kejang dapat terjadi. Kadang-kadang timbul henti jantung

G. Pemeriksaan penunjang 1. Imunodefisiensi Sejumlah tes yang dilibatkan dalam penentuan penyakit immunodefisiensi yaitu: a. Tes darah, yang dapat mengungkap kelainan dalam sistem kekebalan tubuh. Tes termasuk mengukur sel-sel darah dan sel imun (jumlah sel darah putih, kadar antibodi/immunoglobulin, jumlah limfosit T dan kadar komplemen). b. Identifikasi infeksi, untuk menganalisis infeksi dan penyebabnya apabila pasien tidak merespon pengobatan standar. c. Uji Pre-natal, dilakukan orangtua yang memiliki anak dengan gangguan imunodefisiensi untuk melakukan pengecekan apakah gangguan tersebut juga dialami janin pada kehamilan berikutnya. 2. Hipersensitivitas a. RAST (Radio Allergo Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test) Pemeriksaan yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik, namun memerlukan biaya yang mahal. Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan. b. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit) Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen

12

yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit. Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal. Syarat tes ini :  Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.  Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun. c. Skin Test (Tes kulit) Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya reaksi Hipersensitivitas yang segera pada individu tersebut, atau dengan kata lain pada epikutan individu tersebut terdapat kompleks IgE mast. d. Patch Test (Tes Tempel) Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit. Syarat tes ini :  Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan.  2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep.  Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal. e. Tes Provokasi

13

Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. f. Uji gores (scratch test) Merupakan uji yang membawa resiko yang relatif rendah, namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Tes ini dilakukan diperkutan. g. Uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/ SET) Memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes kulit cukit. SET (Skin End Point Titration) merupakan pengembangan larutan tunggal dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga menentukan derajat alergi serta dosis awal untuk immunoterapi.Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. h. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.

H. Penatalaksanaan 1. Imunodefisiensi a. Penangananya bisa dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui : jumlah sel darah putih, kadar antibodi/immunoglobulin, jumlah limfosit T, kadar komplemen. b. Jika ditemukan pertanda awal infeksi, segera diberikan antibiotik. Kepada penderita sindroma Wiskott-Aldrich dan penderita yang tidak

14

memiliki limpa diberikan antibiotik sebagai tindakan pencegahan sebelum terjadinya infeksi. Untuk mencegah pneumonia seringkali digunakan trimetoprim-sulfametoksazol. c. Obat-obat untuk meningkatkan sistem kekebalan (contohnya levamisol, inosipleks dan hormon thymus) belum berhasil mengobati penderita yang sel darah putihnya sedikit atau fungsinya tidak optimal. d. Peningkatan kadar antibodi dapat dilakukan dengan suntikan atau infus immun globulin, yang biasanya dilakukan setiap bulan. Untuk mengobati penyakit granulomatosa kronis diberikan suntikan gamma interferon. e. Prosedur yang masih bersifat eksperimental, yaitu pencangkokan sel-sel thymus dan sel-sel lemak hati janin, kadang membantu penderita anomali DiGeorge. Pada penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat yang disertai kekurangan adenosin deaminase, kadang dilakukan terapi sulih enzim. f. Jika ditemukan kelainan genetik, maka terapi genetik memberikan hasil yang menjanjikan. Pencangkokan sumsum tulang kadang bisa mengatasi kelainan sistem kekebalan kongenital yang berat. Prosedur ini biasanya hanya dilakukan pada penyakit yang paling berat, seperti penyakit immunodefisiensi gabungan yang berat. g. Kepada penderita yang memiliki kelainan sel darah putih tidak dilakukan transfusi darah kecuali jika darah donor sebelumnya telah disinar, karena sel darah putih di dalam darah donor bisa menyerang darah penderita sehingga terjadi penyakit serius yang bisa berakibat fatal (penyakit graftversus-host). 2. Hipersensitivitas Penanganan gangguan alergi berlandaskan pada empat dasar: a. Menghindari allergen b. Terapi farmakologis 1) Adrenergik Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin,

15

albuterol,

metaproterenol,

salmeterol,

terbutalin,

pributerol,

prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam. 2) Antihistamin Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamine. 3) Kromolin Sodium Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik. 4) Kortikosteroid Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa. c. Imunoterapi Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya

16

melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati

bereaksi

seolah-olah

mereka

telah

terdesensitisasisecara

sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun. d. Profilaksis Profilaksis dengan steroid anabolik atau plasmin inhibitor seperti traneksamat, sering kali sangat efektif untuk urtikaria atau angioedema. Bila terjadi komplikasi syok anafilaktik, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: 1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. 2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. 3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

17

I. Komplikasi 1. Imunodefisiensi Komplikasi yang disebabkan oleh gangguan immunodefisiensi bervariasi, tergantung pada apa gangguan tertentu yang dimiliki, dapat mencakup: a. Infeksi berulang b. Gangguan autoimun c. Kerusakan jantung, sistem paru-paru, saraf atau saluran pencernaan d. Memperlambat pertumbuhan e. Peningkatan risiko kanker f. Kematian dari infeksi serius, seperti meningitis 2. Hipersensitivitas a. Eritroderma eksfoliativa sekunder Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama (Arief Mansjoer, 2000). Etiologi eritroderma eksfoliativa sekunder :  Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.  Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus, psoriasis, pitiriasis rubra pilaris, pemflagus foliaseus, dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.  Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. b. Abses limfedenopati Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi ataupun jumlahnya. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan

lainnya

seperti

allupurinol,

atenolol,

captopril,

carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (generalisata). c. Furunkulosis

18

Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan yang disekitarnya, yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila furunkelnya

lebih

dari

satu

maka

disebut furunkolosis.

Faktor

predisposisi :  Hygiene yang tidak baik  Diabetes mellitus  Kegemukan  Sindrom hiper IgE  Carier kronik S.aureus (hidung)  Gangguan kemotaktik  Ada penyakit yang mendasari, seperti HIV  Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi, ekscoriasi, scabies atau pedikulosis (adanya lesi pada kulit atau kulit utuh bisa juga karena garukan atau sering bergesekan).

d. Rinitis Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatumediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Brunner & suddarth, 2002). e. Stomatitis Stomatitis Aphtous Reccurent atau yang di kalangan awam disebut sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Hingga kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah:  Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah 19

 Kekurangan nutrisi,terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.  Stress  Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi  Gangguan autoimun/kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.  Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak  Pada

beberapa

orang,

sariawan

dapat

disebabkan

karena

Hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.

f. Konjungtivitis Konjungtivitis adalah radang atau infeksi pada konjungtiva dimana batasnya dari kelopak mata hingga sebagian bola mata. Etiologi:  Infeksi oleh virus  Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang  Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi lainnya  Kelainan saluran air mata, dll g. Kolitis Bronkolitis h. Hepatomegali

J. Konsep asuhan keperawatan 1. Imunodefisiensi a. Pengkajian 1) Primary survey Pasien dapat mengalami masalah A atau B atau C atau kombinasinya. a) Airway Problem : 20

Kaji

apakah

terdapat

pembengkakan

jalan

nafas

seperti

tenggorokan dan lidah membengkak (faring/laring edem). Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan tertutup atau suara nafas tambahan b) Breathing Problems : Kaji apakah terdapat nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas, kelelahan, kebingungan karena hipoksia, sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign. c) Circulation Problems: Kaji apakah terdapat tanda syok, pucat, berkeringat, peningkatan frekuensi nadi (takikardi), tekanan darah rendah (hipotensi), merasa ingin jatuh (dizziness), kolaps, penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran. 2) Secondary survey a) Identitas klien Meliputi nama, umur (pada rinitis alergik lebih sering penderita

bayi). ,jenis kelamin,pendidikan, alamat (lingkungan yang terpapar oleh alergen seperti lingkungan tempat tinggal yang kotor seperti diperkotaan yang dipenuhi dengan debu dan asap, selain itu lingkungan yang sanitasinya kurang sehat dan tempat tinggal yang tidak mempunyai ventilasi atau pertukaran udara yang baik merupakan awal dari timbulnya gangguan pada sistem imunitas. Cuaca, suhu dingin di tempat tinggal tertentu juga merupakan penyakit rhinitis alergi), pekerjaaan (mempunyai hubungan langsung sebab akibat terjadinya serangan rhinitis alergi. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, polisi lalu lintas), agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no register dan diagnose medis.

b) Keluhan utama Biasanya pasien mengalami bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal.

21

c) Riwayat penyakit terdahulu Biasanya pasien pernah menderita penyakit THT. d) Riwayat penyakit keluarga Keluarga biasanya dahulu pernah mengalami hal yang sama dengan penderita. e) Pemeriksaan fisik  Mata, mata berair  Hidung, ada sekret (hidung buntu)  Perut, peristaltik meningkat 40x/menit  Periksa tanda-tanda vital terutama suhu dan pernafasan b. Diagnosa 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 3) Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi c. Intervensi No

Noc

Nic

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif dan normal dengan kriteria hasil: 1. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

(3160) Penghisapan lendir pada jalan nafas 1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. 2. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 3. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

Diagnosa keperawatan

1

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) Domain 11 : Keamanan/perlindun gan Kelas 2 : Cedera fisik

22

4. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal 5. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 6. Monitor status oksigen pasien 7. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. (3140) Manajemen jalan nafas 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalk an ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan

23

2

Nyeri akut (00031) Domain 12 : Kenyamanan Kelas 1 : Kenyamanan fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: 1. pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang 2. wajah tidak meringis 3. skala nyeri 0

24

nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu (1400) Manajemen nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyaman an 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,

3

Resiko infeksi (00004) Domain 11 : Keamanan/perlindun gan Kelas 1 : Infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi dengan kriteria hasil: 1. Infeksi berkurang 2. Daya tahan tubuh meningkat

25

kompres hangat/ dingin 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri (6540) kontrol infeksi 1. Pertahankan teknik aseptif 2. Batasi pengunjung bila perlu 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 6. Berikan terapi antibiotic 7. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 8. Pertahankan teknik isolasi k/p 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 10. Ajarkan

pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 11. Kaji suhu badan pada pasien

2. Hipersensitivitas a. Pengkajian 1) Primary survey Pasien dapat mengalami masalah A atau B atau C atau kombinasinya. a) Airway Problem : Kaji

apakah

terdapat

pembengkakan

jalan

nafas

seperti

tenggorokan dan lidah membengkak (faring/laring edem). Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan tertutup atau suara nafas tambahan b) Breathing Problems : Kaji apakah terdapat nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas, kelelahan, kebingungan karena hipoksia, sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign. c) Circulation Problems: Kaji apakah terdapat tanda syok, pucat, berkeringat, peningkatan frekuensi nadi (takikardi), tekanan darah rendah (hipotensi), merasa ingin jatuh (dizziness), kolaps, penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran. 2) Secondary survey a) Identitas klien Meliputi nama, umur,jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no register dan diagnose medis.

b) Keluhan utama Biasanya terdapat kemerahan dan bengkak pada kulit dan terasa gatal.

26

c) Riwayat penyakit sekarang Pasien mengeluh nyeri perut, sesak nafas, demam, bibirnya bengkak, tibul kemerahan pada kulit, mual muntah dan terasa gatal.

d) Riwayat penyakit dahulu Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.

e) Riwayat penyakit keluarga Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

f) Riwayat psikososial Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.

g) Pemeriksaan fisik  Kulit, seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik, bekas garukan terutama daerah pipi dan lipatan kulit daerah fleksor.

 Mata, diperiksa terhadap hiperemia, edema, sekret mata yang berlebihan dan katarak yang sering dihubungkan dengan penyakit atropi.

 Telinga, telinga tengah dapat merupakan penyulit rinitis alergi.  Hidung, beberapa tanda yang sudah baku misal: salute, allergic crease, allergic shiners, allergic facies.

 Mulut dan orofaring pada rinitis alergik, sering terlihat mukosa orofaring kemerahan, edema. Palatum yang cekung kedalam, dagu yang kecil serta tulang maksila yang menonjol kadang-kadang disebabkan alergi kronik.

 Dada, diperiksa secara infeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Pada waktu serangan asma kelainan dapat berupa hiperinflasi, penggunaan otot bantu pernafasan.

27

 Periksa tanda-tanda vital terutama tekanan darah. b. Diagnosa 1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen 2) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal, intrademal sekunder 4) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi 2) Intervensi No

Diagnosa

Noc

Nic

1

Ketidakefektifan pola nafas (00032) Domain 4 : Aktivitas/istirahat Kelas 4 : Respon kardiovaskuler/pu lmonal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x15 menit diharapkan pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal dengan kriteria hasil:

(3140) Manajemen jalan nafas 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2. Pasang mayo bila perlu 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 6. Berikan bronkodilator 7. Monitor respirasi dan status O2 8. Pertahankan jalan nafas yang paten 9. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 10. Monitor vital sign 11. Monitor pola nafas (3900) Pengaturan suhu 1. Monitor suhu sesering mungkin 2. Monitor warna dan

1. Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit) 2. Pasien tidak merasa sesak lagi 3. Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan 4. Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

2

Hipertermia (00007) Domain 11 : Keamanan/perlin

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan suhu

28

dungan Kelas 6 : Termoregulasi

tubuh pasien menurun dengan kriteria hasil: 1. suhu tubuh pasien kembali normal (36,5-37,50c) 2. bibir pasien tidak bengkak

3

Kerusakan integritas kulit (00046) Domain 11 : Keamanan/perlin dungan Kelas 2 : Cedera fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah dengan kriteria hasil: 1. Tidak terdapat kemerahan, bentolbentol dan odema 2. Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma 3. Kerusakan integritas kulit berkurang

29

suhu kulit 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR 4. Monitor intake dan output 5. Berikan anti piretik 6. Berikan cairan1. 2. intravena 7. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 8. Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa) (3500) Manajemen tekanan 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan,

4

granulasi, jaringan nekrotik, tandatanda infeksi lokal, formasi traktus Nyeri akut Setelah dilakukan (1400) Manajemen nyeri (00132) tindakan 1. Lakukan Domain 12 : keperawatan 2x24 pengkajian nyeri Kenyamanan jam diharapkan nyeri secara Kelas 1 : pasien berkurang komprehensif Kenyamanan fisik atau hilang dengan termasuk lokasi, kriteria hasil: karakteristik, 1. pasien durasi, frekuensi, menyatakan dan kualitas dan faktor menunjukkan presipitasi nyerinya hilang 2. Observasi reaksi 2. wajah tidak nonverbal dari meringis ketidaknyamanan 3. skala nyeri 0 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

3. Implementasi Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di rencanakan dan dilakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien tergantung pada

30

kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan, pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan isolasi sosial, dan upaya komplikasi. 4. Evaluasi Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status kesehatan terhadap klien sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Imunodefisiensi adalah keadaan dimana terjadi penurunan atau ketiadaan respon imun normal. Keadaan ini dapat terjadi secara primer, yang pada umumnya disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan, serta secara sekunder akibat penyakit utama lain seperti infeksi, pengobatan kemoterapi, sitostatika, radiasi, obat-obatan imunosupresan(menekan sistem kekebalan tubuh) atau pada usia lanjut dan malnutrisi (kekurangan gizi). Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat : penyakit keturunan dan kelainan metabolisme, bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan, infeksi, penyakit darah dan kanker, pembedahan dan trauma dan lain-lain

31

Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya non imunogenik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Faktor yang berperan dalam alergi dibagi menjadi 2 yaitu :faktor internal dan faktor eksternal.

B. Saran Setelah kami menyelesaikan makalah dengan judul Imunodefisiensi dan Hipersensitivitas, kami merasa masih banyak sekali kekurangan karena keterbatasan referensi baik itu dari etiologi, patofisiologi, lebih khususnya lagi yaitu manajemen keperawatannya dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Untuk itu kami dari kelompok mengharap masukan kritik dan saran untuk kelompok kami.

DAFTAR PUSTAKA Elisabethj.Corwin.2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3.Jakarta: egc Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta NANDA NIC NOC 2018 Price dan Wilson.2003. Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit vol 2 edisi 6. Jakarta: EGC Price, Syilvia. 2005. Patofisiolois : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Jakarta : EGC. https://www.academia.edu/12214975/Laporan_Pendahuluan_dan_Asuhan_Keper awatan_Gangguan_Immunodefisiensi. diakses pada tanggal 4 April 2019 https://www.academia.edu/16826509/ASKEP_HIPERSENSITIVITAS_Klp_IV. diakses pada tanggal 4 April 2019

32

http://scholar.unand.ac.id/19319/2/BAB%20I.pdf. diakses pada tanggal 4 April 2019 https://dokumen.tips/documents/askep-hipersensitivitas.html. diakses pada tanggal 4 April 2019

33

Related Documents


More Documents from "Rahmat Kurniawan"

Format Smd
January 2021 3
Modul Kon.atap
January 2021 1
Kontruksi Kusen
January 2021 1
Pruritus
February 2021 2