Tindak Pidana Pencucian Uang

  • Uploaded by: Dewii Fitriani
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tindak Pidana Pencucian Uang as PDF for free.

More details

  • Words: 2,194
  • Pages: 14
Loading documents preview...
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis Dosen pembimbing : Lilis Sugi Rahayu

OLEH : Miftahul Hadi Muchlisin Agung Fitriawan

UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN 2017

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan kita kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Interaksi Dengan Dunia Internasional”. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Lilis Sugi Rahayu yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna untuk mengingatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Jombang, 06 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ................................................................................................ B. Rumusan masalah .......................................................................................... C. Tujuan ............................................................................................................ BAB II PEMBAHASAN A. Kewajiban Penyedia Jasa Keuangan ............................................................. B. Peranan PPATK ............................................................................................. C. Perlindungan Pelapor dan Saksi .....................................................................

BAB III PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencucian uang (Inggris:Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kewajiban Penyedia Jasa Keuangan 2. Apa saja Peranan PPATK 3. Apa saja perincian tentang Perlindungan Pelapor dan Saksi

BAB II PEMBAHASAN A. Kewajiban Penyedia Jasa Keuangan Program APU PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme) merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Penyedia Jasa Keuangan (PJK) secara keseluruhan. Namun yang menjadi dasar penerapan APU PPT adalah penilaian risiko (risk assessment) khusus atas risiko Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPU/TPPT). Dengan menerapkan Risk-Based Approach (pendekatan berbasis risiko) otoritas dan PJK di harapkan dapat memastikan tindakan pencegahan TPPU/TPPT yang dilakukan telah tepat atau sepadan dengan risiko yang telah diidentifikasi. Selain itu, dengan menerapkan Risk-Based Approach (RBA) otoritas dan PJK dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efektif dalam pencegahan TPPU/TPPT. Untuk diketahui, dalam penerapan RBA untuk pencegahan TPPU/TPPT, PJK memiliki 2 kewajiban pokok. “Melakukan penilaian risiko dan melaksanakan manajemen dan mitigasi risiko,” kata Deputi Direktur Grup Penanganan APU PPT Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rinto Teguh Santoso, dalam pelatihan hukumonline, Selasa (31/10), di Jakarta. Untuk aspek penilaian risiko, Rinto menyebutkan bahwa PJK wajib mengidentifikasi, menilai, dan memahami risiko TPPU/TPPT yang terkait dengan nasabah, Negara atau area geografis, produk, jasa dan transaksi, serta jaringan distribusi (delivery channels). Kemudian dalam melaksanakan manajemen dan mitigasi risiko, PJK wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang disetujui oleh Dewan Komisaris, kemudian melakukan pengawasan penerapan program APU PPT Rinto juga menjelaskan 5 pilar utama yang harus diperhatikan dalam penerapan APU PPT oleh PJK. Pertama, pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris. Disebutkan bahwa peran Dewan Komisaris adalah memberikan persetujuan untuk kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat strategis.

“Kebijakan, pengawasan, dan prosedur yang sifatnya signifikan dan mendasar,” ujarnya. Sementara, peran direksi adalah memberikan persetujuan untuk kebijakan, pengawasan, dan prosedur pengelolaan dan mitigasi risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat teknis. Aspek ini merupakan ketentuan lebih lanjut dari kebijakan strategis yang dikeluarkan oleh Dewan Komisaris. Kedua, menetapkan kebijakan dan prosedur. Beberapa prosedur dalam penerapan APU PPT adalah melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap nasabah, melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap beneficial owner, penutupan hubungan dan penolakan terhadap transaksi yang mencurigakan. Selanjutnya terhadap data dilakukan pengelolaan risiko TPPU/TPPT secara berkelanjutan, pemeliharaan data terkait transaksi yang akurat, tata usaha proses customer due diligence (CDD), kebijakan dan prosedur, lalu pengkinian dan pemantauan terhadap data. Kemudian dilakukan pelaporan kepada pejabat senior, direksi & komisaris. Terakhir, pelaporan kepada PPATK. Ketiga, pengendalian internal. PJK wajib memiliki sistem pengendalian internal yang efektif. Sistem tersebut mencakup memiliki kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai, adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU PPT, serta melakukan pemeriksaan secara independen untuk memastikan efektivitas penerapan program APU PPT. Keempat, sistem informasi manajemen. Dalam sistem ini PJK harus memiliki sistem informasi yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah. PJK juga harus memiliki dan memelihara profil nasabah secara terpadu (single customer identification profile), memiliki dan memelihara profil Walk in Customer (WIC), serta memiliki kebijakan dan prosedur wajib mempertimbangkan faktor teknologi informasi yang berpotensi disalahgunakan oleh pelaku TPPU/TPPT. Keenam, Sumber Daya Manusia dan Pelatihan. Aspek ini mencakup prosedur penyaringan dalam rangka penerimaan karyawan baru, pengenalan dan pemantauan terhadap

profil karyawan. Hal ini untuk mencegah digunakannya PJK sebagai media atau tujuan TPPU/TPPT yang melibatkan pihak intern PJK. Ketua Kelompok Pengawasan Kepatuhan Penyedia dan Jasa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Shalehuddin Akbar, menjelaskan untuk proses pengidentifikasian Transaksi Keuangan Mencurigakan (TKM) yang disinyalir sebagai TPPU/TPPT, hal pertama yang harus dilakukan oleh PJK adalah pemantauan terhadap transaksi yang dilakukan oleh nasabah. Setelah pemantauan terhadap transaksi, PJK perlu melakukan analisis terhadap transaksi sebelum menetapkan apakah sebuah transaksi keuangan yang dicurigai merupakan bagian dari TPPU/TPPT. Pada tahap pemantauan, PJK melakukan pengamatan terhadap seluruh aktivitas keuangan dan transaksi yang dlakukan oleh nasabah. Pengamatan ini menggunakan instrumen profil, karakteristik, dan pola transaksi nasabah. “Contoh profil misalnya penghasilan, pekerjaan, dan usia. Sedang contoh pola transaksi misalnya rata-rata, nominal, dan frekuensi transaksi,” terang Shalehuddin. Untuk tahap analisis transaksi, PJK menentukan suatu transaksi yang dilakukan oleh nasabah, apakah termasuk transaksi tidak wajar atau bukan. Terhadap transaksi yang tidak wajar, PJK wajib memeriksa dan mengkaji mengenai latar belakang dan tujuan transaksi. Setelah itu, dalam waktu 3 hari dilakukan penetapan terhadap sebuah transaksi sebagai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). B. Peranan PPATK Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan atau yang lebih di kenal dengan PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini di latar belakangi permasalahan transaksi keuangan yang sering kali di salah gunakan oleh beberapa pihak dalam meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Sehingga, dirasa perlu dibentuk sebuah lembaga yang independen yang tugas pokoknya mengawasi dan memberantas penyalahgunaan transaksi keuangan.

Dalam perkembangannya, tugas dan kewenangan PPATK seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 telah ditambahkan termasuk penataan kembali kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2010.1[3] Tujuan pembentukan lembaga PPATK yang secara eksplisit disebutkan dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 2010 adalah dalam rangka untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencuciana uang. Pada dasarnya peranan PPATK adalah sebagai strategi utuk mengatasi kejahatan baik kejahatan asal maupun money laundry, mengejar pelaku kejahatan terutama profesionalnya, dan mengejar harta kekayaan hasil kejahatan. PPATK memiliki peranan yang sangat strategis dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, karena hal ini meruapakan tugas utama dari PPATK itu sendiri. Karena tugas ini di amanatkan dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) memliki peranan, yang bersifat preventif dalam rangka pencegahan tindak pidana pencuciana uang. PPATK dalam mencegah kejahatan asal maupun tindak pidana pencucian uang dengan menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan, dan laporan pembawaan uang tunai dengan menganalisa laporan hasil analisis ke penegak hukum. Di samping itu sebagai institusi sentral pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dalam menanggulangi kejahatan tidak boleh hanya mengandalkan upaya penal saja, tetapi justru upaya non-penal yang justru merupakan upaya terpenting dalam menanggulangi tindak pidana.

Dalam menjalankan tugas PPATK tersebut, maka PPATK juga memiliki fungsi-fungsi yang menjadi acuan dalam menjalankan tugasnya, yang tertuang dalam pasal 40 Undangundang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :Pasal 40 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut : a)

Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

b) Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK c)

Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dan Analisis atau pmeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak

pidana pencucian uang dan/atau

tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Dalam fungsi PPATK dalam pasal 40 huruf a UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan anatara lain : a) Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola datadan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu b) Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan c) Mengkordinasikan upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan instansi terkait d) Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang e) Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang f) Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang g) Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

Dalam fungsi PPATK dalam pasal 40 huruf b UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan sistem informasi, seperti yang tertuang dalam pasl 42 UU TPPU. Sedangkan dalam menjalankan fungsi pasal 40 huruf c, PPATK berwenang untuk : 

Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor



Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana pencucian uang



Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus



Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor



Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan



Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor, dan Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan pengatur.

C. Perlindungan Pelapor dan Saksi Kedudukan Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang dalam sistem peradilan pidana berpotensi mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak menginginkan kasusnya terbongkar sehingga mereka tidak berani mengungkapkan kesaksiannya. Kebutuhan atas perlindungan terhadap Pelapor dan Saksi suatu tindak pidana pada umumnya tidak terlepas dari pentingnya peranan Pelapor dan Saksi dalam proses peradilan pidana. Khusus untuk perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, ketentuannya telah ada sejak Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan pertama kali tahun 2002, selanjutnya diubah pada tahun 2003 hingga pada tahun 2010 disahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang yang lama. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturanperaturan dan pedoman-pedoman, dan juga melakukan wawancara dengan narasumber.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan : Apa yang menjadi dasar pemikiran dari ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi tindak pidana pencucian uang?, Bagaimana pelaksanaan ketentuan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU setelah keluarnya UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010? dan Kendala apa yang akan muncul dalam pelaksanaannya?. Teknis pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU mengacu pada PP Nomor 57 Tahun 2003 dan Peraturan Kapolri Nomor 17 Tahun 2005 yang mengamanahkan pelaksanaan pemberian perlindungan khusus bagi Pelapor dan Korban kepada Kepolisian RI. Pada tahun 2006 disahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang berlaku sebagai ketentuan payung dalam pemberian perlindungan Pelapor, Saksi dan/atau Korban di tanah air. Undang-Undang tersebut mengamanahkan pemberian perlindungan dilaksanakan oleh lembaga khusus bernama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). UndangUndang Perlindungan Saksi dan Korban ternyata memiliki berbagai kelemahan yang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasi dalam pemberian perlindungan. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi lain yang menjadi sub sistem dalam Sistem Peradilan Pidana yakni, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu LPSK juga dapat bekerja sama dengan PPATK yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan PJK memiliki 2 kewajiban pokok.

Melakukan penilaian risiko dan melaksanakan manajemen dan mitigasi risiko PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini di latar belakangi permasalahan transaksi keuangan yang sering kali di salah gunakan oleh beberapa pihak dalam meraih keuntungan pribadi atau kelompok. Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK) memliki peranan, yang bersifat preventif dalam rangka pencegahan tindak pidana pencuciana uang. PPATK dalam mencegah kejahatan asal maupun tindak pidana pencucian uang dengan menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan, dan laporan pembawaan uang tunai dengan menganalisa laporan hasil analisis ke penegak hukum Khusus untuk perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, ketentuannya telah ada sejak Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan pertama kali tahun 2002, selanjutnya diubah pada tahun 2003 hingga pada tahun 2010 disahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menggantikan Undang-Undang yang lama. Dalam pelaksanaan pemberian perlindungan bagi Pelapor dan Saksi TPPU, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi lain yang menjadi sub sistem dalam Sistem Peradilan Pidana yakni, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Selain itu LPSK juga dapat

bekerja sama dengan PPATK yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang/ Diakses 05 Agustus 2017 pukul 23.15

Related Documents


More Documents from "PERTIWI"

Cbr, Soal & Penyelesaian
February 2021 0
Synchronous
January 2021 0
Isi Gls.docx
January 2021 1
Konduktivitas
February 2021 1