Tortikolis Ref

  • Uploaded by: Kevin Kaseger
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tortikolis Ref as PDF for free.

More details

  • Words: 3,836
  • Pages: 27
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher terkontraksi disertai perputaran leher. Tortikolis dapat terjadi sejak lahir, congenital Muscular Torticollis (CMT), atau didapat saat dewasa, acquired torticollis.

Congenital

muscular

torticollis

(CMT)

merupakan

kelainan

musculoskeletal kongenital terbanyak ketiga setelah dislokasi panggul dan clubfoot.

Kelainan

kongenital

ini

ditandai

dengan

pemendekan

otot

sternokleidomastoideus unilateral.1-8 Insidensi CMT kurang dari 2% dan diyakini disebabkan oleh trauma ringan pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan, khususnya pada persalinan dengan presentasi bokong dan persalinan sulit yang dibantu dengan forceps. sedangkan, pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor (tegangan/regangan), fraktur, dislokasi, dan subluxasi, sering menyebabkan spasme dari otot leher.2 Berdasarkan data statistik di indonesia menunjukkan 1 dari 300 bayi lahir dengan tortikolis otot bawaan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak pertama. Tortikolis terjadi pada 0,4% dari seluruh kelahiran. Untuk torticollis muscular nonkongenital, rata-rata terjadi pada usia 40 tahun. Perempuan lebih sering terkena dengan perbadingan 2:1 dibandingkan laki-laki.3 Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring diagnos yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti diagnos tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang

1

fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus.4,6 Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. pada usia anak dibawah satu tahun, pengobatan secara konservatif menunjukkan hasil yang memuaskan. sedangkan, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun.4,7 Mengingat pentingnya diagnose sedini mungkin pada pasien dengan tortikolis, maka penting bagi para calon dokter umum untuk mengetahui mengenai penyakit ini lebih jauh. oleh karena itu, refarat ini akan membahas mengenai tortikolis.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot

leher terkontraksi disertai perputaran leher. 1 Tortikolis (wryneck) adalah suatu kondisi di mana kepala berada pada posisi miring,3,7,8-11 Tortikolis bisa juga diartikan sebagai istilah umum untuk berbagai kondisi dystonia kepala dan leher, yang menampilkan variasi tertentu dalam gerakan kepala (komponen phasic) ditandai dengan arah gerakan (horizontal

atau

vertikal) Tortikolis berasal dari bahasa latin , tortus berarti memutar dan collum berarti leher.2 Torticollis adalah suatu kondisi dimana otot sternocleidomastoideus memendek pada satu sisi (Nelson, 1997). Sedangkan menurut Ji Eun Juni (2007). Torticollis adalah keadaan dimana otot sternocleidomastoideus yang mengalami pemendekan pada sisi yang terlibat dengan fibrosis, yang menyebabkan kemiringan ipsilateral dan kontralateral rotasi wajah dan dagu.1-6

2.2 Klasifikasi Tortikolis dapat diklasifikasikan menjadi tortikolis kongenital, tortikolis didapat, dan tortikolis spasmodik. Bayi dengan kemiringan kepala ke satu sisi dikategori-kan sebagai tortikolis kongenital. Kekakuan pada anak sampai dewasa biasanya dikenal sebagai tortikolis didapat, sedangkan gerakan spasmodik yang intermiten pada otot-otot leher sampai ke wajah merupakan tortikolis spasmodik.

3

Tortikolis muskular kongenital meru-pakan bentuk yang paling umum dari tortikolis kongenital dengan insiden diperkirakan 4 per 1000 kelahiran dan 1 dari setiap 300 kelahiran hidup. Cheng et al. melaporkan bahwa insiden tortikolis kongenital bervariasi dari 0,3-1,9%. Tortikolis muskular kongenital lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan laki-laki dan terbanyak terdapat pada sisi sebelah kanan (75%). 1-6

2.3

Anatomi Otot Leher Otot leher ada yang melekat pada tulang hyoid dan ada yang tidak melekat

pada tulang hyoid. 1tot yang tidak melekat pada tulang hyoid yaitu: (1) Musculus sternocleidomastoideus, origo di manubrium sterni dan clavicula (1/3 medial) serta insersio di processus mastoideus os temporalis. Adapun aksinya yakni bilateral-flexi kepala, rotasi unilateral kepala, memalingkan wajah ke sisi sebaliknya. 1tot ini dipersarafi oleh nervus accessorius (NXI); (2) Musculus scalenus anterior dan scalenus medius, origo di processus transverses vertebra cervicalis bagian atas dan insersio di costa 1. Aksinya adalah fleksi leher dan elevasi costa 1. Otot ini dipersarafi oleh ramus ventralis nervus cervicalis (Gambar 3 dan Gambar 4).3-11

4

Gambar 1. Otot leher (Tampak Anterolateral).3

5

Gambar 2 Otot leher (Tampak anterior).3

Otot leher yang melekat pada hyoid terbagi menjadi dua yaitu suprahyoid dan infrahyoid. Otot yang berada infrahyoid yaitu: (1) Musculus 1mohyoid (otot ini memiliki dua belly yang dihubungkan dengan tendon intermediet), origo untuk inferior belly dari scapula-medial ke suprascapular notch (tendon intermediet dihubungkan ke klavikula dan rib 1. insersionya pada tulang hyoid. Aksinya yaitu untuk menekan tulang hyoid. Omohyoid dipersarafi oleh ansa cervicalis: (2) Musculus sternohyoid, origonya berasal dari sternum-manubrium klavikula dan insersionya di tulang hyoid. Aksinya untuk mendepresi tulang hyoid. Sternohyoid dipersarafi ansa cervicalis: (3) Musculus sternothyroid, origonya dari sternummanubrium dan insersionya di kartilago tiroidea. Aksinya adalah untuk depresi kartilago tiroidea, depresi tulang hyoid dan laring secara indirek. sternothyroid

6

dipersarafi oleh ansa cervicalis; (4) Musculus Thyrohyoid, origo dari kartilago tiroidea dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk depresi tulang hyoid dan elevasi laring. Thyrohyoid dipersarafi oleh C1 dan Nervus hipoglossus (N X11) (Gambar 1 dan Gambar 2).3

Gambar 5. Otot Infrahyoid dan suprahyoid.3

Otot leher yang berada suprahyoid yaitu: (1) Musculus Digastricus (memiliki dua belly), origo posterior belly dari tulang temporal-mastoid notch (medial terhadap processus mastoideus) sedangkan origo anterior belly dari

7

bagian dalam mandibula. Insersionya pada tulang hyoid melalui tendon intermediet. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan depresi mandibula. Posterior belly dipersarafi oleh nervus facialis (N VII) dan anterior belly dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (2) Muculus stylohyoid, origo di tulang temporal-processus styloideus dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan dipersarafi oleh nervus facialis (N VII); (3) Musculus mylohyoid, origo dari mandibula-mylohyoid line dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid serta mengangkat dasar mulut selama menelan. Otot ini dipersarafi oleh nervus trigeminus (N V3); (4)Musculus Geniohyoid, origonya dari bagian dalam mandibula dan insersio di tulang hyoid. Aksinya untuk elevasi tulang hyoid dan membawa hyoid ke depan. Otot ini dipersarafi oleh C1, nervus hypoglossus (N XII) (Gambar 4 dan Gambar 5).3 2.4

Etiologi 11-15 Etiologi tortikolis terbagi menjadi etiologi lokal, etiologi kompensasi, dan

etiologi sentral. Masing-masing akan dijelaskan dibawah ini. a)

Etiologi lokal pada orang dewasa, setiap abnormalitas atau trauma tulang servikal

bisa menyebabkan tortikolis termasuk trauma minor

(tegangan/regangan), fraktur, dislokasi, menyebabkan

spasme

dari

otot

dan

subluxasi,

sering

leher. Penyebab lainnya yakni

infeksi, spondylosis, tumor, jaringan parut. selain itu, infeksi saluran nafas bagian atas dan infeksi jaringan lunak di

leher bisa

menyebabkan tortikolis sekunder terhadap kontraktur otot atau adenitis.

8

pada anak usia 2-4 tahun biasanya tortikolis sering disebabkan oleh abses retrofaringeal. Tortikolis juga bisa terjadi akibat infeksi yang mengikuti trauma atau infeksi di sekitar jaringan atau struktur leher termasuk faringitis, tonsillitis, epiglottitis, sinusitis, otitis media, mastoiditis, abses nasofaring, dan pneumonia lobus atas. b)

Etiologi kompensasi Tortikolis sering merupakan mekanisme kompensasi dari penyakit atau symptom

lain

seperti

strabismus

dengan

parese

nervus

IV, nistagmus kongenital, dan tumor fossa posterior. c)

Etiologi sentral Tortikolis sering juga disebabkan oleh reaksi distonia sekunder terhadap

obat-obatan

seperti

phenotiazin,

metoclopramide,

haloperidol, carbamazepine, phenytoin, dan terapi L-dopa. wanita usia 30-60 tahun

pada

idiopatik spasmodic tortikolis meningkat.

Sedangkan, pada anak etiologinya torsion dystonia, drug-induced dystonia, dan cerebral palsy. Faktor utama masih belum diketahui (idiopatik) , sedangkan faktor-faktor resiko terjadinya Torticollis yaitu: 1)

iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya yang menyimpang (presentasi bokong)

2)

Trauma saat kelahiran

3)

Riwayat lahir sungsang

4)

Kebiasaan posisi yang salah pada leher

9

2.5 Patofisiologi 11-20 Penyebab tersering terjadinya tortikolis muskular kongenital ialah gangguan pada otot sternokleidomastoid. Pada anak, penyebab terjadinya tortikolis secara umum dibagi atas tipe oseus, non-oseus dan neurogenik. Tipe osseus disebabkan oleh disfungsi osipitoservikal, disfungsi vertebra servikal (sindrom Klippel-Feil), dan hemi-vertebra. Pada sindrom Klippel-Feil terdapat fusi dan berkurangnya jumlah vertebra servikal C1-C2 yang menyebab-kan leher menjadi pendek, garis rambut rendah, dan terbatasnya gerakan leher. Selain itu, dapat terjadi skoliosis kongenital, dan biasanya dihubungkan dengan kelainan kongenital lainnya. Tipe non-osseus merupakan tortikolis muskular kongenital. Tipe neurogenik disebabkan oleh tumor susunan saraf pusat, sindrom Sandifer (kondisi yang menyebabkan re-fluks gastrointestinal), malformasi Arnold Chiari, tortilokis okular, dan tortikolis paroksismal. Pada malformasi Arnold Chiari, tonjolan medula oblongata dan serebelum menjulur lewat foramen magnum dan memasuki kanalis spinalis servikal, kadang-kadang disertai spina bifida. Fiksasi medula spinalis bagian bawah atau radiks sarafnya yang terjadi selama kehidupan in utero telah menimbulkan tarikan pada medula spinalis bagian atas dan batang otak sehingga medula oblongata dan serebelum meng-alami herniasi lewat foramen magnum. Malformasi ini biasanya disertai hidro-sefalus yang berhubungan dengan obstruksi sisterna basalis. Keluhan dan gejala malformasi ArnoldChiari ini biasanya tampak pada minggu-minggu pertama kehidupan dan berhubungan dengan hidrosefalus serta efek pertumbuhan saraf lainnya. Prognosis pada kasus malformasi ini buruk. Kompresi pada batang otak dan

10

teregangnya saraf kranialis serta servikal dapat menyebabkan tortikolis. Tortikolis okular yaitu terjadi paresis pada otot oblik superior, sedangkan tortikolis paroksismal yaitu pergerakan saraf secara periodik. 2.4.1 Congenital Torticollis Tortikolis kongenital jarang dijumpai (insidensi <2%) dan diyakini disebabkan oleh trauma lokal pada jaringan lunak leher sebelum atau selama persalinan. Trauma otot sternokleidomastoideus saat proses persalinan menyebabkan fibrosis atau malposisi intrauterine yang menyebabkan pemendekan dari otot sternokleidomastoideus. Bisa juga terjadi hematom yang diikuti dengan kontraktur otot. Biasanya anak-anak seperti ini lahir dengan persalinan sungsang atau menggunakan forseps. penyebab lain yang

mungkin yakni herediter dan oklusi arteri atau vena yang

menyebabkan fibrosis jaringan didalam otot sternokleidomastoideus.

2.4.2 Acquired Torticollis patofisiologi dari torticollis yang didapat adalah tergantung dari

penyakit yang mendasarinya. spasme dari otot leher yang

menyebabkan tortikolis merupakan hasil dari injury atau inflamasi dari otot cervical atau nervus kranialis dari proses penyakit yang berbeda.2 Tortikolis akut bisa disebabkan oleh trauma tumpul pada kepala dan leher atau dari kesalahan posisi saat tidur. Tortikolis akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari dampai minggu atau setelah menghentikan obat pada tortikolis akut yang disebabkan oleh obat-obatan

11

seperti

dopamine

reseptor

blocker,

metoclopramide,

phenytoin,

carbamazepin. Atlantoadial rotary subludation (AARS) C1 pada C2 memiliki gejala klinis yang sama dengan tortikolis, biasanya terjadi pada anak-anak dan setelah trauma minor, operasi faring, proses inflamasi, atau infeksi saluran nafas bagian atas. Bal ini diduga dipicu oleh edema retropharyngeal menyebabkan kelemahan atlantoaxial,

ligamen

dan

struktur

di

tingkat

memungkinkan deformitas rotasi. Berbeda dengan tortikolis

otot kongenital, kepala miring jauh dari otot sternokleidomastoideus yang terkena. Dikenal sebagai posisi “cock robin”, kepala rotasi ke sisi yang berlawanan dengan dislokasi dan lateral fleksi ke arah yang berlawanan. pasien juga dapat mengeluh sakit oksipital unilateral. Idiopatik spasmodik tortikolis adalah bentuk tortikolis yang dan progresif,

diklasifikasikan

sebagai

dystonia

fokus.

Etiologi

tidak

jelas, meskipun diduga ada lesi thalamus. Bal ini ditandai dengan etiologi nontraumatic terdiri dari episodik tonik dan/atau kontraksi involunter klonik otot leher. Gejala berlangsung lebih dari 0 bulan dan menghasilkan cacat somatic dan psikologis. Benign paroxysmal tortikolis adalah kondisi pada bayi yang ditandai dengan episode berulang dari kepala miring dengan muntah, pucat, irritabilitas, ataksia, atau mengantuk dan biasanya terjadi dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan akan sembuh dengan sendirinya. sebagai

penyakit

neurodegeneratif,

tortikolis,

atau

cervical

dystonia idiopatik, diyakini muncul dari kelainan sirkuit ganglia basalis

12

yang berasal dari kerentanan selektif struktur ini untuk proses biokimia abnormal yang mengarah ke keterlibatan

sirkuit

disfungsi

neuronal.

Beberapa

indikasi

dopaminef secreting berasal dari temuan rendahnya

tingkat metabolit dopamin dalam cairan serebrospinal (CST). 2.6 Diagnosis 21-28,34 Pada tortikolis kongenital, penegakkan diagnosis tortikolis harus berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan fisik infant (Gambar 2.5). Didapati riwayat kelahiran sukar atau sungsang serta trauma pada proses persalinan seperti fraktur klavikula pada tortikolis kongenital. selain itu, perinatal asfiksia, jaundice, kejang, penggunaan obat-obatan, gastroesofageal reflux disease (GERD), atau sindrom Sandifer juga turut menjadi penyebabnya. Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan yaitu kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti anomali tulang, diskitis, limfadenitis), leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk sudut (normalnya sejajar), perkembangan muka dapat menjadi asimetris, dan terdapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua caput sternocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat sternokleidomastoideus yang atrofi.

13

Selanjutnya, tipe dari deformitas harus diselidiki, sebagaimana kombinasi dan fleksi dan rotasi, apakah deformitas tersebut rigid atau fleksibel, dan apakah bisa sembuh dengan sendirinya atau tidak. Kondisi kelainan musculoskeletal lainnya seperti hip dysplasia harus diperiksa. Selain itu, pemeriksaan optalmologi perlu dilakukan karena dapat mengetahui ketidakseimbangan dari otot ekstra ocular yang merupakan faktor penyebab dari tortikolis. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menentukan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) leher. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan artrodial protaktor pada bayi atau anak dalam posisi terlentang. Pemeriksaan untuk menilai keterbatasan gerakan pada leher dilakukan dengan cara/ posisi bahu seimbang, kepala dan leher disokong, dan kepala digerakkan ke arah berlawanan. Protaktor diletakkan di leher, lalu dilihat gerakan kepala yang terbatas pada derajat yang mana. Menurut Turek, pada setiap kasus tortikolis harus dilakukan minimal pemeriksaan radiologik sebelum menegakkan diagnosis, yang terdiri dari foto polos servikal untuk menilai adanya abnormalitas tulang servikal, dan MRI atau CT-scan bila ada plagiocephaly, (pendataran kepala pada satu sisi) untuk

14

mengetahui adanya penutupan tulang tengkorak yang terlalu cepat (prematur). Plagiocephaly ditemukan pada 90,1% anak dengan tortikolis muskular kongenital Tortikolis bisa mengakibatkan kelainan perkembangan bentuk dasar tengkorak atau wajah. Pada plagiocephaly dan tortikolis yang terjadi sejak neonatus, terdapat pembatasan ruang gerak in utero yang menyebabkan kompresi asimetris pada tulang tengkorak secara terus-menerus dan pemendekan salah satu otot sternokleido-mastoid sampai akhir masa kehamilan. Tortikolis muskular kongenital juga dapat menyebabkan plagiocephaly setelah lahir akibat penekanan sesisi pada dasar teng-korak saat bayi tersebut tidur terlentang. Menurut Freed dan Colleen bayi dengan deformitas plagiocephaly mempunyai gerakan otot-otot servikal yang terbatas. Pemeriksaan ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik yang penting dan untuk menentukan prognosis. Hal ini ditandai dengan sensitivitas (95,83%) dan spesifisitas (83,33%) dan dapat membedakan staging dari tortikolis kongenital. Pemeriksaan penunjang yang lebih modern dan canggih ialah dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI). Pada beberapa studi dilaporkan bahwa hasil temuan dari MRI memiliki korelasi dengan hasil histopatologi.

2.6 Klasifikasi Tortikolis dapat diklasifikasikan menjadi tortikolis kongenital, tortikolis didapat, dan tortikolis spasmodik. Bayi dengan kemiringan kepala ke satu sisi dikategorikan sebagai tortikolis kongenital. Kekakuan pada anak sampai dewasa biasanya dikenal sebagai tortikolis didapat, sedangkan gerakan spasmodik yang

15

intermiten pada otot-otot leher sampai ke wajah merupakan tortikolis spasmodik. Tortikolis muskular kongenital merupakan bentuk yang paling umum dari tortikolis kongenital dengan insiden diperkirakan 4 per 1000 kelahiran, 4 dan 1 dari setiap 300 kelahiran hidup. Cheng et al. melaporkan bahwa insiden tortikolis kongenital bervariasi dari 0,3-1,9%.5 Tortikolis muskular kongenital lebih banyak ditemukan pada anak perempuan dibandingkan laki-laki, 6 dan terbanyak terdapat pada sisi sebelah kanan (75%).

2.6 Penatalaksanaan 29-34 2.6.1 Terapi Fisik Peregangan secara pasif dan manual pada otot sternokleidomastoideus sebelum usia 12 bulan adalah terapi fisik yang paling efektif. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan cara satu tangan berada pada kepala anak dan bahu ipsilateral, kemudian fleksi lateral dari kepala anak dilakukan berbarengan dengan rotasi ke arah yang berlawanan. Cara ini dilakukan setidaknya dua kali dalam satu hari, dilakukan 10-15 peregangan, dengan waktu dilatasi mencapai 30 detik. dengan latihan yang dilakukan secara benar dan teratur setiap hari, didapatkan hasil yang memuaskan yakni lebih dari 90%, dan rekurensi 2%. Selain itu, dapat juga dilakukan terapi fisik berupa terapi paraphino dan thermoterapi, serta iontophoresis dan terapi microcurrent . Terapi fisik yang lain yaitu dengan masase pada otot leher dan jaringan subkutan yang kaku dapat mengurangi nyeri, mobilisasi sendi, dan terapi kraniosakral. Pada anak yang lebih besar dapat digunakan penyangga (torticollis braces) yang bersifat membantu terapi.

16

1. Non Bedah Penatalaksanaan standar untuk torticollis kongenital terdiri dari latihan peregangan otot sternocleidomastoid. Peregangan Pasif

Kepala bayi digerakkan menoleh ke tiap sisi sehingga dagu menyentuh tiap bahu, dan dengan perlahan kepala dimiringkan sehingga telinga menyentuh bahu sisi yang normal. Anda harus selalu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter Anda sebelum melakukan manipulasi pada leher bayi.

17

Peregangan otot harus dilakukan hingga hitungan ke 10 dan dilakukan sebanyak 15 hingga 20 kali masing-masing sisi, 4 hingga 6 kali sehari. Bila bayi Anda tidak membaik setelah beberapa bulan latihan peregangan, segera hubungi dokter :nda karena mungkin terdapat masalah lain, atau diperlukan pembedahan.

2. Postur Hal lain yang dapat dilakukan antara lain: - Memposisikan mainan di sisi leher yang kaku agar bayi menoleh ke arah mainan.

- Gendong bayi dengan posisi yang membuatnya menoleh ke sisi yang berlawanan dengan leher yang kaku (gunakan lengan bawah untuk menopang dan menahan kepala).

18

- Ketika menyuapi bayi, pegangi bayi sehingga ia harus memutar dagunya ke arah yang benar. - Posisikan tempat tidur bayi agar bayi menggerakkan dagunya ke arah yang benar ketika perhatiannya teralihkan pada suatu hal, misalnya mainan. Posisi tidur tengkurap harus dihindari karena dapat memperburuk kelainan bentuk wajah dan kontraktur.

2.6.2 Toksin Botulinum Pada beberapa studi dilaporkan penggunaan injeksi toksin botulinum untuk segala jenis distonia servikal. Metode ini aman dan efektif pada anak dan remaja. Toksin ini akan menurunkan spasme dan dapat meregangkan otot yang kaku secara manual. Beberapa kasus tortikolis dewasa berhasil diatasi dengan toksin botulinum ini. Akan tetapi, tidak ada bukti ilmiah yang adekuat untuk keamanan dan efisiensi dari pengobatan modern ini.31-34

19

2.6.3 Operasi 34 Penatalaksanaan operatif dianjurkan untuk anak dengan usia diatas 12-18 bulan yang tidak berhasil dengan penatalaksanaan secara konservatif atau dijumpai wajah yang asimetris dan plagiocephaly (Gambar 2.6). Operasi untuk memanjangkan otot sternokleidomastoideus yang kontraktur dijumpai pada 3% kasus. Operasi sangat direkomendasikan jika didapati keterbatasan gerakan sampai 30 derajat serta pada kasus deformitas tulang wajah yang kompleks.

Gambar 11. Tindakan Tenotomi pada otot sternokledomastoideus

Gambar 12. Penatalaksanaan tortikolis secara operatif 4

20

Menurut Ling et al, waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun. Hal ini didasari pada kebanyakan anak-anak dibawah usia 1 tahun respon terhadap terapi konservatif. Namun demikian, untuk kasus pada dewasa dengan tortikolis kongenital yang terabaikan, dapat dilakukan reseksi unipolar pada ujung distal dari otot sternikleidomastoideus. Basilnya didapati jarak dari gerakan leher dan kemiringan kepala meningkat dan secara kosmetik tampilannya membaik.34 Komplikasi dari operasi adalah cedera nervus aksesorius. Angka relapsnya mencapai 1,2%. Pada suatu studi didapatkan hasil setelah operasi 88,1% sangat baik, 8,3% baik, dan 3,6% cukup baik sampai kurang baik. Hasil operasi ini dipengaruhi oleh usia dan jarak rotasi leher. Waktu yang optimal untuk operasi adalah antara 1-4 tahun, meskipun hasil yang baik juga didapati pada usia pasien di atas 10 tahun saat operasi.34

2.7 Prognosis Semakin muda usia pasien tortikolis, semakin baik prognosisnya. Hasil yang positif didapatkan pada sekitar 90% kasus yang melakukan latihan peregangan setiap hari dengan cara yang benar. Rekurensinya sekitar diaras 2%. Faktor prognostik yang negatif didapati pada kasus yang terdapat massa pada sternokleidomastoideus, rotasi awal dari posisi netral lebih dari 15 derajat, serta pengobatannya baru dimulai setelah usia satu tahun.2,14,19,26,34

21

BAB III PENUTUP

Kesimpulan : Tortikolis merupakan leher yang terputar atau keadaan dimana otot-otot leher terkontraksi disertai perputaran leher. Dengan penatalaksanaan non bedah yang terdiri dari latihan peregangan otot sternocleidomastoid dan penatalaksanaan bedah berupa operasi tenoktomi dengan prognosis baik jika penanganannya dilakukan pada usia < 1 tahun.

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Barackman H. Torticollis [homepage on the Internet]. Nodate [cited 2013 Nov 09]. Available from: http://morphopedics. wikidot.com/torticollis 2. Burstein FD, Cohen SR. Endoscopic surgical treatment for congenital muscular torticollis. Plast Reconstr Surg. 1998;101(1):20-4.) 3. Spiegel DA, Hosalkar HS, Dormans JP, Drommond DS. The neck. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics (Eighteenth Edition). Philadelphia, Saunders Elsevier, 2007; p. 679)

23

4. Persing J, James H, Swanson J, Kattwinkel J. Prevention and management of positional skull deformities in infants. Pediatrics. 2003;112(1):199-202. 5. Patel M, Shah K. Orthopedics. In: Rakel RE, editor. Textbook of Family Medicine (Seventh Edition). Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007; p. 42. 6. Diamond M, Armento M. Children with disabilities. In: Delisa JA, editor. Physical

Medicine

and

Rehabilitation

Principles

and

Practice.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; p. 1514 7. Joshi J, Kotwal P, editors. Essentials of Orthopaedics and Applied Physiotherapy. New Delhi: B.I. Churchill LivingStone; 1999. 8. Diamond M, Armento M. Children with disabilities. In: Delisa JA, editor. Physical

Medicine

and

Rehabilitation

Principles

and

Practice.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; p. 1514. 9. Freed SS, Colleen CB. Identification and treatment of congenital muscular torticollis in infants. JPO [serial online]. 2004 [cited 2013 Nov 09]; 16(4S):18.

Available

from:

http://www.oandp.org/jpo/library/200404S018.asp. 10. Do TT. Congenital muscular torticollis: current concepts and review of treatment. Curr Opin Pediatr. 2006;18(1):26-9. 11. Chusid JG. Defek Kongenital dalam Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian Dua. Hartono A, penerjemah. Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1993; p. 525. 12. Grace, Pierce A & Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah.

24

Surabaya: Erlangga 13. Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC 14. Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC 15. Cheng JC, Tang SP, Chen TM, Wong MW, Wong EM. The clinical presentation and outcome of treatment of congenital muscular torticollis in infants. A study of 1,086 cases. J Pediatr Surg. 2000; 35(7):1091-6. 16. Diamond M, Armento M. Children with disabilities. In: Delisa JA, editor. Physical

Medicine

and

Rehabilitation

Principles

and

Practice.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; p. 1514 17. Lidge RT, Bechtol RC, Lambert CN. Congenital muscular torticollis. Etiology and pathology. J Bone Joint Surg. 1957; 39-A: I 165- 1 I8 I. 18. Jones PG. Torticollis in Itlfancy and Childhood. Springfield, IL: Charles C Thomas, Publisher; 1968. 19. Schuyler-I Iacker H, Green R, Wingate L, Sklar J. Acute torticollis secondary to rupture of the sternocleidomastoid. Arch Phys Med Rehabil. 1989; 20. Tom LWC, Rossiter JL, Sutton LN, Davidson RS, Potsic WP. Torticollis in children. Otolatyn Head NeckSirtg. 1991; 105:1-5.

25

21. Nucci P, Kushner BJ, Serafino M, Orzalesi N. A multi-disciplinary study of the ocular, orthopedic, and neurologic causes of abnormal head postures in children. Am. J. Ophthalmol. 2005 Jul;140(1):65-8. [PubMed] 22. Tomczak KK, Rosman NP. Torticollis. J. Child Neurol. 2013 Mar;28(3):365-78. [PubMed] 23. Caffey J. Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging. Salvat, 10° edition. pp. 345-351. 24. Bleton JP. Physiotherapy of focal dystonia: a physiotherapist's personal experience. Eur. J. Neurol. 2010 Jul;17 Suppl 1:107-12. [PubMed] 25. Carenzio G, Carlisi E, Morani I, Tinelli C, Barak M, Bejor M, Dalla Toffola E. Early rehabilitation treatment in newborns with congenital muscular torticollis. Eur J Phys Rehabil Med. 2015 Oct ;51(5):539-45. [PubMed] 26. Truong D, Duane DD, Jankovic J et al Efficacy and safety of botulinum type A toxin (Dysport) in cervical dystonia: results of the first US randomized,

double-blind,

placebo-controlled

study.

Mov

Disord,

2005;20:783-91. 27. Jankovic J. Treatment of cervical dystonia with botulinum toxin. Mov Disord 2004;19 Suppl 8:S109-15

26

28. Gelb D, Lowenstein D, Aminoff M. Controlled trial of botulinum toxin injections in the treatment of spasmodic torticollis. Neurology 1989;39:804 29. Stassen LFA, Kerawala CJ (2000) New surgical technique for the correction of congenital muscular torticollis (wry neck). Br J Oral Maxillofac Surg 38:142–147 30. Emery C (1994) The determinants of treatment duration for congenital muscular torticollis. Phys Ther 74(10):921–929 31. Monia O, Moatemri R, Tayeb T, Bellalah Z, Mziou Z, Ayachi S, Slama A, Khochtali H (2008) Congenital muscular torticollis: a study of 7 cases. J Craniomaxillofac Surg 36(1):1–2 32. Macias CG, Gan V. Congenital Muscular Torticollis.

Philips

W, Torchia MM, editors. UpToDate Wolter Kluwer Health. [homepage on the Internet]. 2013 [updated 2013 09]. Available

from:

May

20;

cited

2013

Nov

http://www.uptodate.com/ contents/congenital-

muscular-torticollis? source=see_link. 33. Imelda EK, Angliadi E. Torticolis Muskular Kongenital. Jurnal Biomedik (JBM), 2013:5;142-8 34. Rossi R, Alexander M, Cuccurullo S. Pediatric rehabilitation. In: Cuccurullo S, editor. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. New York: Demos, 2004; p. 661.

27

Related Documents

Tortikolis Ref
January 2021 2
Tortikolis
January 2021 3
Tortikolis
January 2021 3
Tortikolis
February 2021 3
Referat Tortikolis
January 2021 0
Makalah Tortikolis
February 2021 0

More Documents from "Hanif Andhika Wardhana"