Loading documents preview...
1. PENGERTIAN HIDROLOGI Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya,sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk-makhluk hidup (Internatinal Glossary of Hidrology, 1974) [ErsinSeyhan,1990]. Jadi dapat dikatakan, hidrologi adalah ilmu untuk mempelajari; presipitasi (precipitation), evaporasi dan transpirasi (evaporation), aliran permukaan (surface stream flow), dan air tanah (groun water). 1.1 Siklus Hidrologi Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 1. Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.
Gambar 1.1 Siklus Hidrologi
Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air
akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila tempertur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir sir sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0º Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi salju [Chow dkk., 1988].
2. DAERAH ALIRAN SUNGAI Daerah aliran sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah,dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan. Defenisi lain yaitu suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anakanak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari air hujan dan sumber-sumber air lainnya yang penyimpanannya dan pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum-hukum alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut; daerah sekitar sungai meliputi punggung bukit atau gunung merupakan tempat sumber air dan semua curahan air hujan yang mengalir ke sungai, sampai daerah dataran dan muara sungai (Kamus Istilah Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Ditjen Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002)[Kodotie,R.Sjarief]. Ada yang menyebutnya dengan Daerah Pengaliran Sungai (DPS), daerah Tangkapan Ait (DPA).Dalam istilah bahasa Inggris juga ada beberapa macam istilah yaitu Catchment Area, watershed, River Basin, dll. Defenisi dari UU Sumber Daya Air adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dengan batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Reimold (1998) menyatakan definisi Daerah Aliran Sungai adalah keseluruhan area geografis dimana air permukaan, sedimen, material, di drain kepada outlet utama yaitu sungai, danau, muara, ataupun laut.
Gambar 2.1. Ilustrasi Batas Daerah Aliran Sungai dan Batas Administratif Kabupaten/Kota Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada hakekatnya air tidak dibatasi oleh batas administrasi namun oleh batas aliran sungainya (DAS) atau catchment area.
2.1 Faktor Pembentuk Sub-Sistem Faktor-faktor yang membentuk sub-sistem dan bertindak sebagai operator di dalam mengubah komponen-komponen struktur sistem yaitu sistem sungai atau jaringan DAS. Factor-faktor tersebut yaitu [Chay Asdak,2007, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai] 1. Faktor Meteorologi (iklim) Intensitas hujan Durasi hujan Distribusi curah hujan 2. Karakteristik DAS Luas dan bentuk DAS DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai. Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta topografi. Daerah aliran sungai dapat dibedakan berdasarkan bentuk atau pola dimana bentuk ini akan menentukan pola hidrologi dan luas yang ada. Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalirmenuju outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang diperlukan,
sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi banjir semakin rendah. Corak atau pola DAS dipengaruhi oleh faktor geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah DAS. Sosrodarsono dan Takeda (1977) mengklasifikasikan bentuk DAS (lihat gambar 2.6) sebagai berikut :
Gambar 2.2. Pengaruh Bentuk DAS pada Aliran Permukaan.
Jaringan Sungai Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif dari awal percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anak-anak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi semakin besar. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai, semakin luas dan panjang alur sungainya. Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan Scheidegger. Namun umumnya metode Strahler lebih mudah untuk diterapkan dibandingkan metode yang lainnya. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar (Gambar 2.7).
Gambar 2.3 Penentuan Orde Sungai dengan Metode Strahler (1957) 3. SEMPADAN SUNGAI Sesuai dengan peraturan menteri pekerjaan umum nomor : 63/PRT/1993 Tentang garis sempadan sungai yang meliputi maksud dan tujuan pada Bab II Pasal 3 yaitu : Pasal 3
1) Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai termasuk danau dan waduk dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. 2) Penetapan garis sempadan sungai bertujuan : a. Agar fungsi sungai termasuk danau dan waduk tidak terganggu oleh aktifitas berkembang disekitarnya. b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang ada di sungai dapat membrikan hasil secara optimal sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai. c. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.
Daerah sempadan sungai adalah daerah sepanjang kiri kanan sungai dihitung dari tepi sungai sampai garis sempadan sungai termasuk sungai buatan yg mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan pelestarian fungsi sungai, baik yg telah dibebaskan maupun yang tidak dibebaskan. Berikut gambar daerah sempadan sungai.
Gambar 3.1 Daerah Sempadan Sungai Pengelolaan kawasan sempadan sungai diarahkan untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai dan kondisi fisik tepi dan dasar sungai. Kawasan ini berada 100 meter dikiri kanan sungai besar dan 50 meter dikiri kanan sungai kecil untuk kawasan non permukiman. Sedangkan untuk kawasan permukiman cukup 10-15 meter kiri kanan sungai. di lapangan, sungai-sungai tersebut sudah mulai terganggu fungsinya akibat aktivitas yang berkembang di sekitarnya (intervensi bangunan, sampah yg mendesak badan sungai). Akibat dari terganggunya ekosistem sungai tersebut dapat kita lihat pada saat sekarang seperti kualitas air sungai yang terus menurun dan memburuk, apalagi jika pada musim penghujan dan terjadi banjir, maka penduduk daerah permukiman sekitar sungai menjadi langganan pengungsian di Posko Banjir. Tidak terhitung kerugian materil dan moril akibat rusaknya daerah aliran sungai. Untuk mencegah lebih besarnya kerugian akibat dari kerusakan sungai maka dilakukan Penataan Daerah Sempadan Sungai, maksud dari Penataan Daerah Sempadan Sungai adalah sebagai upaya agar kegiatan konservasi, pendayagunaan, pengendalian atas sumber daya yang ada pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya, antara lain. a. Agar fungsi sungai tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang di sekitarnya b. Agar kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya yang Ada pada sungai dapat memberikan hasil secara optimal.
c. d.
Menjaga kelestarian fungsi sungai. Agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi. Arahan peraturan zonasi untuk sempadan sungai terdiri atas : a. kegiatan yang diperbolehkan sesuai peruntukan meliputi kegiatan pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan, dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana; b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan pengumuman, pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai; dan c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam, kegiatan yang mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat.
4. MORFOLOGI SUNGAI Air adalah benda cair, yang senantiasa bergerak kearah tempat yang lebih rendah, yang dipengaruhi oleh gradien sungai dan gaya gravitasi bumi. Menurut Sandy (1985), dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengkikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan istilah alur sungai (badan sungai) . Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan tanggul sungai . Saluran air kecil dan atau besar yang saling ketemu membentuk pola aliran sungai tertentu, yang dipengaruhi oleh jenis batuan dan bentuk morfologi medan (Thornbury, 1954; Barstra, 1982). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa jenis batuan dan morfologi
medan badan sungai, selain mempengaruhi kerapatan aliran sungai , juga dapat mencirikan karakteristik sungai yang meliputi perkembangan profil, pola aliran dan genetis sungainya. Di daerah yang tersusun oleh batuan intrusif, dengan tekstur kasar, menunjukkan kerapatan aliran sungai yang rendah. Namun sebaliknya pada aliran sungai yang didominansi oleh batuan sedimen, memperlihatkan kerapatan yang tinggi (Zuidam, 1983 dan Sandy, 1985). 4.1 Struktur Sungai Menurut Forman dan Gordon (1983), morfologi pada hakekatnya meru-pakan bentuk luar, yang secara rinci digambarkan sebagai berikut;
Gambar 4.1 Bentuk Morfologi Sungai (dimodifikasi) Keterangan : A = Bantaran sungai. B = tebing/jering sungai. C = badan sungai. D = batas tinggi air semu. E = dasar sungai. F = vegetasi riparian Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur sungai, bantaran sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut: 1. Alur dan Tanggul Sungai Alur sungai (Forman & Gordon, 1983; dan Let, 1985), adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir yang bersumber dari aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air dan air bawah tanah (base flow). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa alur sungai dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai tanggul sungai.
2. Dasar dan Gradien sungai Forman dan Gordon (1983), menyebutkan bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan dasar yang keras. Jarang ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang, landai atau dari bentuk keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa oleh aliran sungai (endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat dipengaruhi oleh batuan dasarnya. Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi (elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran berapa presen rataan kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien berpengaruh besar terhadap laju aliran air. 3. Bantaran sungai Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran sungai merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai hingga bagian yang datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai penyaring (filter) nutrien, menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi. Bantaran sungai merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi riparian), yaitu tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu mengendalikan air pada saat musim penghujan dan kemarau. 4. Tebing sungai Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian, kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk cadas. Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai. 4.2 Kerapatan sungai Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy (1985) adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan semua air yang jatuh mengalir kedalam sungai, dan keluar pada satu outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah ratio (perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah Aliran Sungai. 4.3 Karakteristik sungai Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut; 4.3.1 Profil sungai Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939; Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda , terdapat di daerah hulu sungai, yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas Pangeran. Periode dewasa , dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena
4.3.2
5.
ketinggian relief yang berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander. Periode tua , di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara sungai sering menyebabkan delta. Pola Aliran Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran sungai, dipengaruhi antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi, struktur jenis batuan, patahan dan lipatan, merupakan faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola sungai. Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk yang sama, yang dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), dan Sandy, 1985). Lebih jauh dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu: Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang daun, terdapat di struktur batuan beku, pada pengunungan dewasa. Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku, biasanya lurus mengikuti struktur patahan, dimana sungainya saling tegak lurus Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan sedimen. Pada pola ini terpadapt perpaduan sungai konsekwen dan subsekwen. Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen.
KONSERVASI AIR Konservasi Air adalah pengelolaan sumber daya air yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya, bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya Konservasi dapat dilakukan melalui membuat sumur resapan.
Gambar 5.1 Sumur Resapan Penyediaan areal tangkapan air untuk menahan laju aliran air ke laut penting untuk diupayakan selain dapat menahan laju aliran air permukaan juga dapat menambah cadangan air bawah tanah dan mendukung kehidupan tanaman. Perbaikan tangkapan ini dapat dilakukan dengan penurunan kemiringan lereng ataupun membuat cekungan-cekungan penampung air permukaan, baik berupa situ, embung, cekdam ataypun bending. Adanya tekanan aliran air bawah permukaan tanah dapat menahan interusi air laut yang banyak masuk pada daerah dataran di kaki-kaki bukit/pinggir-pinggir pantai.
Daftar Pustaka http://referensi.dosen.narotama.ac.id/files/2012/01/siklus-hidrologi.pdf Sep 27 21:44:44 2014 http://hesperian.org/wp-content/uploads/pdf/id_cgeh_2010/id_cgeh_2010_09.pdf Sep 28 00:43:15 2014 http://hukum.unsrat.ac.id/men/menpu_63_1993.pdf Sep 28 00:38:02 2014 https://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/24-sturtur-sungai.pdf Sep 28 00:46:05 2014 http://bhanuaa.blogspot.com/2011/12/daerah-sempadan-sungai.html Sep 29 19:45:10 2014 http://cybex.deptan.go.id/konservasi-air Sep 29 22:53:10 2014
Tugas 1 :
REKAYASA SUNGAI DAN KONSERVASI DAS
Oleh :
Muh. Ilham F 111 09 071
Jurusan Teknik Sipil S1
Fakultas Teknik
UNIVERSITAS TADULAKO