Tugas Patient Safety Dosen Bu Anita.docx

  • Uploaded by: Chatrine Aprilia
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Patient Safety Dosen Bu Anita.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,438
  • Pages: 21
Loading documents preview...
MATA KULIAH PATIENT SAFETY PATIENT SAFETY DENGAN ASUHAN KEBIDANAN

OLEH: CHATRINE APRILIA HENDRASWARI NIM P07124519023

PRODI PENDIDIKAN PROFESI KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA TAHUN 2019

KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Patient Safety. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari peran dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini, yaitu : 1. Tuhan Yang Maha Esa. 2. Ibu Dr. Yuni Kusmiyati,SST.,MPH., selaku ketua jurusan Kebidanan. 3. Ibu Anita Rachmawati, S.SiT,. MPH selaku dosen mata kuliah Patient Safety. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik pengetahuan maupun pengalaman, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis, juga semua pihak yang membacanya.

Yogyakarta, 21 Juli 2019

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Keamanan dan keselamatan pasien merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan oleh tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008). Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan pasien. Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis khususnya bidan harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien sesuai dengan asuhan kebidanan yang diberikan.

B. Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud dengan Patient Safety ? 2. Bagaimana dengan standar Patient Safety di rumah sakit? 3. Bagaimana dengan sasaran Patient Safety di rumah sakit ? 4. Bagaimana penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan? 5. Bagaimana dengan standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Patient Safety. 2. Untuk mengetahui standar Patient Safety di rumah sakit. 3. Untuk mengetahui sasaran Patient Safety di rumah sakit. 4. Untuk mengetahui penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan. 5. Untuk mengetahui standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan. D. Manfaat 1. Mampu memahami pengertian Patient Safety 2. Mampu memahami standar Patient Safety di rumah sakit. 3. Mampu memahami sasaran Patient Safety di rumah sakit. 4. Mampu memahami penerapan Patient Safety dengan asuhan kebidanan. 5. Mampu memahami standar Patient Safety dalam asuhan kebidanan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Pengertian Keselamatan Pasien Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada 5 (lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (Patient Safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait kelangsungan hidup rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan (Depkes RI, 2008). The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan sebagai freedom from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu dan definisi dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien (Kohn, dkk, 2000 dalam Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008) dalam Sutanto (2014), menyatakan bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cedera terhadap pasien. Pencegahan cedera didefinisikan sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Sedangkan praktek keselamatan pasien diartikan sebagai menurunkan risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan medis. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS (2008) mendefinisikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard). Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan

pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Harus diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hippocrates kira-kira 2400 tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan- KTD (Adverse Event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati karena di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi KTD (Depkes RI, 2008). Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius (Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011). B.

Standar Keselamatan Pasien Setiap rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien. Standar Keselamatan Pasien meliputi (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011):

1. hak pasien; 2. mendidik pasien dan keluarga; 3. keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan; 4. penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien; 5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien; 6. mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan 7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. C.

Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety(2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

D.

Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut: 1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan

karena

keliru

pasien

terjadi

di

hampir

semua

aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan spesimen

lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi. Elemen Penilaian Sasaran I a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis. d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi. 2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/(memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca

ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan

tidak melakukan pembacaan kembali (read

back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. Elemen Penilaian Sasaran II, yaitu: a.

Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.

b. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali

secara lengkap oleh penerima perintah. c.

Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan

d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan

komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten 3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data

yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati. Elemen Penilaian Sasaran II : a.

Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

b.

Implementasi kebijakan dan prosedur.

c.

Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

d.

Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

4. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur

yang efektif di

dalam mengeliminasi

masalah

yang

mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan

saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: 1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; 2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang

relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang; 3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-

implant yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist. Elemen Penilaian Sasaran IV a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan. b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakanpembedahan. d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi. 5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam

semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene)

yang tepat.

Pedoman hand hygiene bisa di

baca di

kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran V a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. c. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 6. Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran VI a. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh c. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. d. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

E.

Praktik Kebidanan Penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan / asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis Lingkup praktik kebidanan meliputi asuhan mandiri / otonomi pada perempuan, remaja putri, dan wanita dewasa sebelum, selama kehamilan dan sesudahnya. Praktik kebidanan dilakukan dalam system pelayanaan kesehatan yang berorientasi pada masyarakat, dokter, perawat, dan dokter spesialis dipusat-pusat rujukan.

F.

Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara : a. Bertahap dan sistematis b. Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan Penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil,persalinan, nifas bayi stelah lahir serta KB.

G.

Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen Kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam menangani kasus yang menjadi tanggu jawabnya. Pengertian manajemen kebidanan menurut beberapa sumber: 1. Menurut buku 50 tahun IBI, 2007 Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analusa data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Menurut Depkes RI, 2005 Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, dan masyarakat. 3. Menurut Helen Varney (1997) Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan berfokus pada klien.

H.

Sasaran Manajemen Kebidanan Sesuai dengan lingkup dan tanggungjawab bidan, maka sasaran manajemen kebidanan ditujukan kepada baik individu ibu dan anak, keluarga maupun kelompok masyarakat.Individu sebagai sasaran di dalam asuhan kebidanan disebut klien. Yang dimaksud klien di sini ialah setiap individu yang dilayani oleh bidan baik itu sehat maupun sakit.

I.

Standar Praktik Bidan 1. Standar I : Metode Asuhan Asuhan Kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa, perencanaan pelaksanaan, evaluasi, dan dokumentasi. Definisi Operasional a. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis. b. Format manajemen kebidanan terdiri dari : format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi. 2. Standar II : Pengkajian Pengumpulan data tentang status kesehatan kilen dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Definisi Operasional : a. Ada format pengumpulan data b. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis, terfokus, yang meliputi data : 2) Demografi identitas klien 3) Riwayat penyakit terdahulu 4) Riwayat kesehatan reproduksi 5) Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi 6) Analisis data c. Data dikumpulkan dari : 1) Klien/pasien, keluarga dan sumber lain 2) Tenaga kesehatan 3) Individu dalam lingkungan terdekat d. Data diperoleh dengan cara : 1) Wawancara 2) Observasi

3) Pemeriksaan fisik 4) Pemeriksaan penunjang e. Kebijakan : 1) Identifikasi dilakukan sebelum tindakan 2) Identitas pasien terdiri dari: a) Nama lengkap pasien b) No. Rekam Medis 3) Data identitas pasien tertulis pada: a) Gelang pasien b) Kartu identitas berobat c) Data identitas pada foto diri pasien 4) Penanda tambahan pada gelang dan fungsinya a) Merah berarti alergi b) Kuning berarti risiko jatuh dan sedang c) Ungu berarti DNR (Do Not Resusitate) 5) Hal khusus: a) Identifikasi Ibu dan Bayi baru lahir b) Identifikasi sampel dan laboratorium 3. Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan. Definisi Operasional : a. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien/ suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien b. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi pasien c. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. 4. Standar IV : Rencana Asuhan Rencana Asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan Definisi Operasional :

a. Ada format rencana asuhan kebidanan b. Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi Kriteria Perencanaan : a. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien, tindakan segera, tindakan antisipasi, dan asuhan komprehensif. b. Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga c. Mempertimbangkan kondisi psikologi dan sosial budaya klien/keluarga d. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat bagi klien. e. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta fasilitas yang ada. 5. Standar V : Tindakan Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien : tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien. Definisi Operasional : a. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi b. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi c. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien d. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi e. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta mempertimbangkan hak klien aman dan nyaman f. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia Kriteria Tindakan : a. Memperlihatkan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial-kultural b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluarganya (informed consent) c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based d. Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan e. Menjaga privacy klien/pasien f. Melaksanakan prinsip pencegahan klien secara berkesinambungan g. Menggunakan sumberdaya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai

h. Melakukan tindakan sesuai standar i. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan 6. Standar VI : Partisipasi Klien Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Definisi Operasional : a. Klien/ keluarga mendapatkan informasi tentang : 2) Status kesehatan saat ini 3) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan 4) Peranan klien/ keluarga dalam tindakan kebidanan 5) Peranan petugas kesehatan dalam tindakan kebidanan 6) Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan b. Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindakan kegiatan 7. Standar VII : Pengawasan Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien Definisi Operasional : a. Adanya format pengawasan klien b. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sitematis untuk mengetahui keadaan perkembangan klien c. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan 8. Standar VIII : Evaluasi Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan. Definisi Operasional : a. Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Klien sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan b. Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan c. Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan Kriteria Evaluasi : a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien b. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien/keluarga

c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar d. Hasil evaluasi ditindaklanjuti dengan kondisi klien/pasien 9. Standar IX : Dokumentasi Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. Definisi Operasional : a. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan b. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab c. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan : a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam Medis/KMS/Status pasien/buku KIA) b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP c. S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa d. O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan e. A adalah analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan f. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudahdilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan. Keberhasilan penerapan standar asuhan kebidanan yang safety diperlukan adanya dukungan kebijakan dai berbagai pihak dan komitmen bidan pada pelayanan. J.

Komunikasi Efektif Order melalui verbal atau telepon dan laporan hasil test yang bersifat kritis atau emergency, yaitu 1. Penerima order obat hendaknya mengulang nama obat dan mengejanya 2. Menghindari penggunaan singkatan 3. Penerima order mencatat tanggal, waktu dan tanda tangan 4. Pemberi order secara lisan harus membubuhi tanda tangan pada lembar catatan 5. Tidak menerima voice mail order, hendaknya petugas harus menerima order langsung 6. Mengupayakan order secara tertulis

K. Memperbaiki Komunikasi dengan Teknik SBAR 1. S (Situation) : kondisi terkini pada pasien 2. B (Background) : informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini 3. A (Assesment) : hasil pengkajian kondisi pasien terkini 4. R (Recommendation) : apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah

BAB III PENUTUP A.

KESIMPULAN Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam pelayanan kesehatan agar memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman, terumata pada pelayanan kebidanan. Peran-peran bidan dalam mewujudkan Patient Safety dapat dirumuskan antara lain sebagai pemberi pelayanan kebidanan, bidan mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan, menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan kebidanan, memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan kebidanan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan kesehatan, menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan kebidanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

B.

SARAN Adapun saran untuk bidan yang mengaplikasikan sesuai sasaran pelayanan kebidanan agar mengutamakan keselamatan pasien berdasarkan prosedure yang telah di tentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R.I. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Estiwidani, Meilani, Widyasih, Widyastuti, Konsep Kebidanan. Yogyakarta, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (2011).

Related Documents

Tugas Bu Zun
January 2021 2
Tcm Patient
January 2021 5
Bu Irma
February 2021 1

More Documents from "sahafturkey"