Tugas Pbak Fasilitas Dan Gaji Pejabat.rtf

  • Uploaded by: kamila aulia
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Pbak Fasilitas Dan Gaji Pejabat.rtf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,395
  • Pages: 15
Loading documents preview...
“APAKAH GAJI DAN FASILITAS YANG DIPEROLEH PEMERINTAH DAPAT MENCEGAH KORUPSI?”

Disusun Oleh Muslikah Ida Mugi R

Nia Puspita U

Rosalina Dyah Lestari

Annisah Dwi A

Rizki Pertiwi K

Kamila Aulia

Ratna Arista Atikasari

Ayu Novitasari

Rizki Swastika Putri

Fitriani W

Nathaya Enggar N

RR. Retno J. H

Galih Purwoningsih

Anggun Eka A

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017 KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan atas berkah rahmat yang di berikan Allah kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini di susun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Terciptanya makalah ini,tidak hanya hasil dari kerja keras kami, melainkan banyak pihak-pihak yang memberikan dorongan-dorongan motivasi,untuk itu kami. Sekali lagi kami mengucapkan banyak terimakasih atas terselesainya makalah ini,sebagai penulis, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesan sempurna. Untuk itu mohon kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini di waktu mendatang.

Semarang, 12 Mei 2017

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG MASALAH Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak. Penyebab

adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah. Banyak kasus korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya Korupsi tidak akan pernah bisa kita pisahkan dari apa yang dinamakan kekuasaan. Di mana ada kekuasaan, pasti ada korupsi. Hal ini telah menjadi kodrat dari kekuasaan itu sendiri, yang menjadi “pintu masuk” bagi terjadinya tindakan korupsi. Kekuasaan dan korupsi yang selalu berdampingan, layaknya dua sisi mata uang, merupakan hakikat dari pernyataan yang disampaikan oleh Lord Acton, dari Universitas Cambridge, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely. Sesuai dengan definisinya, korupsi sebagai prilaku yang menyimpang merupakan suatu tindakan yang melanggar aturan etis formal yang dilakukan oleh seseorang dalam posisi otoritas publik (penguasa). Korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa atau wewenang terhadap sesuatu. Apabila seseorang tersebut tidak memiliki kuasa, kecil kemungkinan bagi dirinya untuk melakukan korupsi. Namun, merupakan suatu kemustahilan bagi manusia yang tidak memiliki sebuah ‘kekuasaan’. Selain itu, ciri paling utama dari korupsi adalah tindakan tersebut dilakukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi semata dan merugikan pihak lain di luar dirinya. Melihat konteks kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, korupsi kelas kakap, merupakan korupsi serius yang merugikan negara dan masyarakat banyak.

Korupsi yang dimaksud ini juga tidak lepas dari masalah kekuasaan. Para pejabat publik telah dengan sengaja menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan tindakan melanggar hukum untuk kepentingan pribadi. Seorang pejabat publik yang memegang kekuasaan (memiliki wewenang) secara otomatis memiliki daya untuk mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan. Sesuai dengan sifat dari kekuasan (kekuasaan politik) itu, yaitu mengendalikan tingkah laku manusia (masyarakat) secara koersif (memaksa) agar supaya masyarakat bersedia tunduk kepada negara (pemerintah). Dalam hal ini, setiap kebijaksanaan yang diberlakukan sejatinya merupakan sebuah ketentuan atau aturan yang sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Dari sini lah peluang untuk terjadinya tindakan korupsi besar sekali. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari korupsi? 2. Apa sajakah Faktor-faktor Umum Penyebab Korupsi? 3. Bagaimana penyebab korupsi dalam faktor internal dan eksternal...? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui Pengertian dari korupsi 2. Mengetahui Faktor-faktor Umum Penyebab Korupsi. 3. Mengetahui penyebab korupsi dalam faktor internal dan eksternal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A; Pengertian Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1]. B; Faktor-faktor Umum Penyebab Korupsi

Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, yaitu1[1] : a; b; c; d;

e;

f;

1

Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan. Penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan. Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. Rendahnya pendapatan penyelenggara Negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.

g;

h; i;

Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi. Gagalnya pendidikan agama dan etika. Pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk (Indopos.co.id, 27 September 2005).

Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory2[2], bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi : a.

Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.

b;

Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.

c;

Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.

d;

Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan. Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Faktor-faktor

penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal 2

dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi. Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni3[3] : 1;

Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya).

2;

Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.

B. Faktor Internal Penyebab Korupsi Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Persepsi terhadap korupsi. Pemahaman seseorang mengenai korupsi tentu berbedabeda. Menurut Pope (2003/2007), salah satu penyebab masih bertahannya sikap primitif terhadap korupsi karena belum jelas mengenai batasan bagi istilah korupsi, sehingga terjadi ambiguitas dalam melihat korupsi4[4]. Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.

peninggalan pemerintahan kolonial. kemiskinan dan ketidaksamaan. gaji yang rendah. persepsi yang popular. pengaturan yang bertele-tele. pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya. Menurut bidang psikologi ada dua teori yang menyebabkan terjadinya

korupsi, yaitu teori medan dan teori big five personality. Menurut Lewin (dikutip dalam Sarwono, 2008) teori medan adalah perilaku manusia merupakan hasil dari interaksi antara faktor kepribadian (personality) dan lingkungan (environment) atau dengan kata lain lapangan kehidupan seseorang terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan, khususnya lingkungan kejiwaan (psikologis) yang ada padanya. Melalui 3 4

teori ini, jelas bahwa perilaku korupsi diapat dianalisis maupun diprediksi memiliki dua opsi motif yakni dari sisi lingkungan atau kepribadian individu terkait. Teori yang kedua adalah teori big five personality. Menurut Costa dan McCrae (dikutip dalam Feist & Feist, 2008), big five personality merupakan konsep yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang terdiri dari lima faktor kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, neuroticism, openness, dan conscientiousness. Selain faktor-faktor internal di atas, terdapat faktor-faktor internal lainnya.faktor tersebut yaitu : a. Aspek Perilaku Individu: 1; Sifat Tamak/Rakus Manusia

Korupsi yang dilakukan bukan karena kebutuhan primer, yaitu kebutuhan pangan. Pelakunya adalah orang yang berkecukupan, tetapi memiliki sifat tamak, rakus, mempunyai hasrat memperkaya diri sendiri. Unsur penyebab tindak korupsi berasal dari dalam diri sendiri yaitu sifat tamak/rakus. Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya 2; Moral yang kurang kuat Orang yang moralnya kurang kuat mudah tergoda untuk melakukan tindak korupsi. Godaan bisa datang dari berbagai pengaruh di sekelilingnya, seperti atasan, rekan kerja, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan. 3; Gaya hidup yang konsumtif Gaya hidup di kota besar mendorong seseorang untuk berperilaku konsumptif. Perilaku konsumtif yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang sesuai, menciptakan peluang bagi seseorang untuk melakukan tindak korupsi. 4; Aspek Sosial Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya5[5]. 5

C. Faktor Eksternal Penyebab Korupsi a;

Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi Dalam sebuah organisasi, kesalahan individu sering ditutupi demi menjaga nama baik organisasi. Demikian pula tindak korupsi dalam sebuah organisasi sering kali ditutup-tutupi. Akibat sikap tertutup ini, tindak korupsi seakan mendapat pembenaran, bahkan berkembang dalam berbagai bentuk. Sikap masyarakat yang berpotensi memberi peluang perilaku korupsi antara lain: 1; Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung untuk terjadinya

korupsi. Misalnya masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. 2; Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami kerugian akibat tindak korupsi adalah Negara. Padahal justru pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh masyarakat sendiri. Contohnya akibat korupsi anggaran pembangunan menjadi berkurang, pembangunan transportasi umum menjadi terbatas misalnya. 3; Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam perilaku korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan masyarakat, namun masyarakat justru terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari. 4; Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi. b.

Aspek Ekonomi Aspek Ekonomi sering membuka peluang bagi seseorang untuk korupsi. Pendapatan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan atau saat sedang terdesak

masalah ekonomi membuka ruang bagi seseorang untuk melakukan jalan pintas, dan salah satunya adalah korupsi6[6]. c.

Aspek Politis Politik uang (money politics) pada Pemilihan Umum adalah contoh tindak korupsi, yaitu seseorang atau golongan yang membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai agar dapat memenangkan pemilu. Perilaku korup seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Terkait hal itu Terrence Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang sebagai use of money and material benefits in the pursuit of political influence (menggunakan uang dan keuntungan material untuk memperoleh pengaruh politik). Penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada pengusaha, kongsi antara penguasa dan pengusaha, kasus-kasus pejabat Bank Indonesia dan Menteri di bidang ekonomi pada rezim lalu dan pemberian cek melancong yang sering dibicarakan merupakan sederet kasus yang menggambarkan aspek politik yang dapat menyebabkan kasus korupsi (Handoyo: 2009). d.

Aspek Organisasi Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan terjadinya korupsi (Tunggal, 2000). Aspek-aspek penyebab korupsi dalam sudut pandang organisasi meliputi: 1; Kurang adanya sikap keteladanan Pemimpin

Pemimpin adalah panutan bagi bawahannya. Apa yang dilakukan oleh pemimpin merupakan contoh bagi bawahannya. 2; Tidak Adanya Kultur/Budaya Organisasi yang Benar

6

Organisasi harus memiliki Tujuan Organisasi yang fokus dan jelas. Tujuan organisasi ini menjadi pedoman dan memberikan arah bagi anggota organisasi dalam melaksanakan kegiatan sesuati tugas dan fungsinya. Tatacara pencapaian tujuan dan pedoman tindakan inilah kemudian menjadi kultur/budaya organisasi. Kultur organisasi harus dikelola dengan benar, mengikuti standar-standar yang jelas tentang perilaku yang boleh dan yang tidak boleh. Peluang terjadinya korupsi apabila dalam budaya organisasi tidak ditetapkan nilai-nilai kebenaran, atau bahkan nilai dan norma-norma justru berkebalikan dengan norma-norma yang berlaku secara umum (norma bahwa tindak korupsi adalah tindakan yang salah). 3; Kurang Memadainya Sistem Akuntabilitas Dalam sebuah organisasi perlu ditetapkan visi dan misi yang diembannya, yang dijabarkan dalam rencana kerja dan target pencapaiannya. Apabila organisasi tidak merumuskan tujuan, sasaran, dan target kerjanya dengan jelas, maka akan sulit dilakukan penilaian dan pengukuran kinerja. 4; Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi semakin terbuka peluang tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

BAB III PEMBAHASAN Dewasa ini korupsi sangat marak terjadi di Indonesia hingga menimbulkan kerugian bukan hanya jutaan bahkan triliunan rupiah. Hal tersebut menyebabkan masyarakat menderita. Korupsi memaksa yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Mirisnya, korupsi di Indonesia seringkali dilakukan oleh para pejabat yang seyogyanya dipercaya oleh masyarakat untuk menjadi wakilnya dihadapan negara. Alih-alih memiliki tugas yang sangat pentin, para pejabat meminta berbagai macam tunjangan dan fasilitas baik untuk dirinya sendiri hingga untuk setiap anggota keluarga. “Dengan gaji dan fasilitas dinas yang sebegitu mewahnya, mengapa para pejabat masih banyak sekali merugikan rakyat dengan korupsi?? Kurangkah semua kemewahan yang mereka dapatkan sebagai wakil rakyat?? Mengapa masih harus memakan hak rakyat??” Pertanyaat itu pasti selalu muncul dibenak rakyat ketika

setiap harinya menyaksikan berita pejabat A, pejabat B, pejabat C sampai Z dihukum karena mengkorupsi hak rakyat, ditambah lagi pejabat yang dipenjara juga masih dapat berlenggang kaki pergi liburan di luar negeri. Apakah ada tanggal merah untuk pejabat yang sedang dipenjara? Gaya hidup yang semakin tinggi, gengsi yang meningkat, saling pamer kekayaan, ketidakpuasan, serakah dan keinginan yang melebihi kebutuhan menyebabkan para pejabat tidak pernah merasa cukup akan apa yang didapatkannya. Sifat dasar manusia yang memang selalu merasa tidak pernah cukup. Semakin banyak harta yang ia miliki, semakin tinggi gaya hidup yang ia jalani, sehingga pada akhirnya membuat apa yang telah ia dapatkan jadi kurang. Hal tersebut membuat mereka ingin menambah harta kekayaan mereka. Karena merasa tidak cukup dengan fasilitas dan gajinya, mereka berusaha memenuhi apa keinginannya bagaimanapun caranya. Hal tersebutlah yang menyebabkan korupsi di Indonesia semakin marak. Selain itu, UU no. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan banyak peraturan lainnya memberikan hukuman yang “tampak” berat. Akan tetapi apa gunanya banyak peraturan, hukuman kurungan penjara tahunan bahkan puluhan tahun, denda jutaan hingga ratusan juta diberlakukan jika “penyelenggara peraturan”nya sendiri masih bisa disuapi untuk memberi “tanggal merah” dan “fasilitas bintang lima” di penjara. Apakah akan memberi efek jera? TIDAK. Lalu bagaimana nasib rakyat? Apakah kami harus pasrah saja?

BAB IV PENUTUP

A;

Kesimpulan Dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa fasilitas dan gaji pemerintah yang tinggi tidak menjamin pencegahan korupsi timbul di pemerintah. Hal tersebutterjadi karena gaya hidup yang meningkat pada para pemerintah memnimbulkan keinginan mereka untuk bisa memenuhi gaya hidupnya. Disamping itu, gengi antar kalangannya menjadikan mereka bersaing untuk menjadi terbaik meski mengorbankan masyarakat.

B;

Saran Kami menyarankan agar para pemerintah dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka merupakan wakil rakyat yang memiliki tenggung jawab tinggi. Seharusnya mereka dapat bertanggung jawab dengan tugas “beratnya” tersebut dan bukan malah merugikan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA https://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/25/faktor-penyebab-korupsi/ http://umum.galihpamungkas.com/faktor-faktor-penyebab-korupsi/ https://livingnavigation.wordpress.com/2009/05/01/korupsi-dan-faktor-penyebabnya/ http://sammylaramma.blogspot.co.id/2014/06/pendidikan-karakter-dan-anti-korupsi2.html http://jeyysiska.blogspot.co.id/2013/07/tindakan-korupsi-dan-penyebabnya.html

Related Documents


More Documents from "Muhammad Munib"