Tugas Sistem Pengendalian Manajemen

  • Uploaded by: Fino Qio
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Sistem Pengendalian Manajemen as PDF for free.

More details

  • Words: 2,684
  • Pages: 12
Loading documents preview...
TUGAS SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN ANALISIS PUSAT LABA DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER PT ADARO ENERGY Tbk INDONESIA

KELOMPOK 4 : Evina Kurniasari Pay

514 0122 024

Arieka Septa Setyasri

514 0122 028

Muhammad Tri Sutrisno

514 0122 029

Hanafi Noviansyah

514 0122 032

Indra Purbo Sayekti

514 0122 034

Universitas Teknologi Yogyakarta Tahun Ajaran 2014 – 2015

ANALISIS PENETAPAN HARGA TRANSFER PADA PT ADARO ENERGY Tbk

A. Profil Perusahaan Adaro Energy merupakan salah satu perusahaan yang bergerak sebagai produsen batu bara terbesar kedua yang ada di Indonesia dan terbesar keempat di dunia. Perusahaan ini mengoperasikan tambang batu bara tunggal terbesar di Indonesia dan merupakan pemasok batu bara termal dalam pasar global.

Pada awal berdirinya pada tahun 2004, perusahaan yang masih berbentuk perseroan terbatas yang bernama PT Padang Karunia. Pada tanggal 18 April 2008 perusahaan ini mengganti nama menjadi PT Adaro Energy Tbk dalam persiapan untuk "go public". Visi yang ditetapkan bagi perusahaan ini adalah menjadi perusahaan yang terbesar dan paling efisien dalam hal penambangan batu bara serta ter-integritas sebagai perusahaan energi di Asia Tenggara.

Adaro Energy dan anak perusahaannya saat ini bergerak dalam bidang pertambangan dan perdagangan batu bara, infrastruktur an logistik batu bara serta jasa kontraktor pertambangan. Setiap anak perusahaan yang beroperasi diposisikan sebagai pusat laba yang mandiri dan ter-integritas. Hal ini sebagai upaya agar Adaro Energy memiliki produksi batu bara yang kompetitif yang dapat diandalkan serta menghasilkan rantai pasokan batu bara dengan nilai optimal bagi pemegang saham.

Selain cadangan batu bara yang besar, Adaro Energy juga memiliki beberapa aset yang berkualitas tinggi guna mendukung proses operasi, seperti jalan penghubung dari lokasi tambang ke fasilitas Crushing di Kelanis dan Terminal Batu bara di Pulau Laut sejauh 75 kilometer. Selain itu, melalui anak perusahaannya, Adaro Energy memiliki armada penambangan lengkap termasuk Drilling Machines, Bulldozers, Wheel Dozers, Excavators, Graders, Articulated Trucks, Dump Trucks, Wheel Loaders, Head Trucks, Vessels, Dollys, Crushers, dan beberapa alat produksi lainnya.

Produksi yang telah dicapai oleh perusahaan ini sangat besar, terbukti pada tahun 2011 saja telah mampu menghasilkan tambang dengan total 47,7 ton yang berlokasi di Tabalog dan Balangan, Kalimantan Selatan.

Selain itu, Adaro Energy juga telah berhasil memperoleh beberapa penghargaan, di antaranya Recognition Award 2011 dari Corporate Governance Asia, The Most Improve Governance 2011 dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan

The Indonesian Most Trusted dari the Indonesian Institute for Corporate

Governance (IICG).

B. Identifikasi Permasalahan Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia dengan anak perusahaanya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah menunjukan bahwa adanya indikasi penyalahgunaan

sistem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan

tersebut. Sistem harga transfer sejatinya merupakan suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying divison) (Henry Simamora, 1999:272) serta

terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan

memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. (Joshua Ronen and George McKinney, 1970:100-101). Namun praktik yang dilakukan oleh perusahaan, khususnya perusahaan multinasional sering tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka lakukan atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga transfer yang sesungguhnya. Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya penghasilan perusahaan atau pemegang saham menjadi lebih tinggi.

Transfer pricing diduga dilakukan dengan menjual batu bara kepada Coaltrade salah satu perusahaan terafiliasi dengan harga miring,yakni US$26 per ton pada 2005 dan US$29 pada tahun berikutnya. Penjualan Adaro pada 2005, menurut sebuah dokumen hanya US$697,1 juta dan US$1,003 miliar pada 2006. Padahal, kalau dihitung

berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005 mestinya berjumlah US$1,287 miliar dan pada 2006 sebesar US$1,371 miliar. Itu berarti ada selisih yang cukup besar antara hasil penjualan Adaro berdasarkan perhitungan sendiri dengan nilai penjualan berdasarkan harga pasar. Nilainya, kalau dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum dihitung

okum c 13,5% yang harus dibayarkan kepada

okum laporan

keuangan Coaltrade. Dari tahun 2001 hingga 2003,perusahaan itu hanya dioperasikan tiga orang. Mulai 2004 dioperasikanlima orang, terdiri dari dua direktur, seorang manajer, dan duasekretaris. Dengan awak yang ramping itu, keuntungan bersih yangdapat diraihnya toh tergolong luar biasa.iv

Dari 2001 hingga 2005, menurut sumber itu, laba bersih Coaltrade berturut-turut US$ 3,52 juta, US$ 17,08 juta, US$ 15,22 juta, US$ 28,49 juta, dan US$ 42,4 juta. “Luar biasa sekali. Bagaimana bisameng-handle masalah administrasi, akuntansi, dan pemasaran dengan karyawan sekecil itu. Bisa jadi, kalaupun mereka bekerja 24 jam sehari,rasanya tak akan mampu,” kata sang investment bank tadi. Lebih jauh, ia membuka dokumen yang bertuliskan Adaro Offering Bond Prospectus 22 November 2005. Di dalamnya termuat, antara lain,laporan keuangan Adaro tahun 2005 (hingga kuartal ketiga) serta hubungan antara Adaro dan Coaltrade. Laporan itu menyebutkan, laba bersih Adaro dari 2001 hingga kuartal ketiga 2005 berturut-turut adalah US$ 9,5 juta, 14,0 juta, US$10,3 juta, US$ 17,1 juta, dan US$ 39,4 juta. “Nilainya pada beberapa tahun terakhir lebih kecil dari Coaltrade yang hanya menjualkan batubaranya,” kata sumber Gatra itu pula. Dari okum ctus itu diketahui bahwa harga jual batu bara Adaro yang berkualitas 5.200 kkal per kg disebut US$ 26,3 per ton. Padahal, katanya pula, harga emas hitam di pasar internasional pada periode itu,kalau dirata-rata, US$ 42,6 per ton. “Dengan selisih harga yang US$ 16per ton itu, tentu saja keuntungan yang diraih Coaltrade menjadi besarsekali,” katanya.Sebelumnya, Adaro juga terjerat serangkaian kasus okum yang sampai saat ini masih tercecer. Konflik di Adaro berawal ketika PT Asminco pada 1997 mendapatkan fasilitas pinjaman kredit US$ 100 juta dari Deutsche Bank. Asminco memberikan jaminan 40% sahamnya diAdaro. Hampir 100% (tepatnya 99,9%) saham Asminco dimiliki PT Swabara Mining & Energy. Sedangkan 74% saham PT Swabara Mining &Energy dimiliki oleh Beckkett, perusahaan berbasis di Singapura.Beckkett dan Swabara Mining & Energy juga bertindak sebagai penjaminatas kredit Asminco. Pada 1998, Asminco tidak

mampu memenuhi kewajibannya membayar utang.Setelah utang jatuh tempo, antara Deutsche Bank dan Asminco sebenarnya tercapai kesepakatan memperpanjang pembayaran utanghingga Juni 2002. Namun Asminco tidak dapat memenuhi kewajibannya. Untuk itu, Deutsche Bank mengeksekusi saham yang digadaikanv

Asminco. Saham itu dijual kepada PT Dianlia Setyamukti seharga US$42,2 juta.Sedangkan 74% saham Beckkett di PT Swabara Mining Energy dijual oleh Deutshce Bank seharga US$800.000 kepada PT Mulhendi Sentosa Abadi dan 40% saham PT Asminco di PT Indonesia Bulk Terminal dijual oleh Deutshce Bank seharga US$1 juta. Gugatan dari Beckett itu menyangkut rencana penjualan saham oleh Deutsche Bank kepada PT Dianlia Setyamukti tidak pernah diinformasikan kepada Beckkett. Nilai penjualan 40% saham Adaro itu juga ditetapkan di bawah harga wajar. Pada 1997 saja, misalnya, Deutsche Bank menilai 40% saham di PT Adaro dan PT InternationalBulk Terminal sebesar US$297,7 juta. Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan aturan teknis transfer pricing di Indonesia yang ada saat ini adalah SE04/PJ.7/1993 {BN No.5400 hai. 1B-4B) tentang Petunjuk-petunjuk Penanganan Kasus-kasus Transfer Pricing. SE ini terlalu umum sehingga secara teknis operasional sulit dipraktikkan. Belum lagi dalam Pasal 18 Ayat 3 UU No. 36/ 2008{BN No. 7723 hai. 22B) tentang Pajak Penghasilan (PPh) telah memuat ketentuan mengenai transfer pricing.

C. KESIMPULAN

Menurut Zain (2003:297-298), kebijakan transfer pricing multinasional bertujuan: 1. Memaksimalkan penghasilan global 2. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar 3. Evaluasi kenerja anak/cabang perusahaan manca negera 4. Penghidaran pengendalian devisa 5. Mengontrol kredibilitas asosiasi 6. Meningkatkan bagian laba joint ventura 7. Reduksi resiko moneter

8. Mengamankan cash flow anak/cabang di luar negeri Menurut teori diatas seharusnya transfer pricing dilakukan untuk tujuan perusahaan Namun dalam kasus Adaro ini praktik transfer pricingnya dilakukan untuk memfasilitasi para pemegang saham untuk mendapatkan keuntungan sebesar besarnya, bukan untuk memfasilitasi perusahaan mendapatkan keuntungan. Ketika para individu atau pemegang saham ini hanya memfokuskan pada keuntungan individu

tanpa

memperhatikan

keuntungan

perusahaan,

maka

tujuan

dari

dilaksanakanya sistem harga transfer inipun menjadi tidak bisa dicapai serta sistem harga transfer yang dijalankan pun menjadi disfungsional. Timpangnya harga transfer yang dilakukan antara Adaro dengan anak perusahaanya apabila dibandingkan dengan harga pasar batubara secara internasionla sebenarnya juga telah melanggar UU perpajakan yang berlaku di indonesia. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perpajakan No. 11 Tentang Pajak Pertambahan Nilai mengatur tentang transaksi yang berhubungan dengan transfer pricing. Pasal ini berbunyi : Dalam hal harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar wajar pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak itu dilakukan. Oleh karena itu, sebenarnya dibutuhkan peran langsung dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus Adaro ini di perusahaan-perusahaan besar di indonesia lainya. Apabila pemerintah

kurang

tanggap

dalam

mengantisipasi

praktik-praktik

penyalahguanaan sistem harga tranfer ini maka sangat wajar bila kedepanya pendapatan negara dari sektor pajak akan berkurang karena perusahaan-perusahaan yang lain tentunya juga akan meniru cara yang dilakukan oleh PT. Adaro Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah seharusnya semakin ketat dalam melakukan pengawasan terhadap sitem harga transfer yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di indonesia . Adanya berbagai undang-undang yang mengatur mekanisme harga tranfer antar anak perusahaan yang masih dalam satu grup perusahaan seharusnya bisa mempermudah pemerintah unutk mencegah kasus adaro ini terulang. Keberadaan Undang-Undang Perpajakan No. 10 Tahun 1994 , Surat Edaran Dirjen Pajak N0. SE04/PJ.7/1993, dan undang- Undang lainya seharusnya bisa memberikan kekuatan bagi pemerintah untuk melakukan pengawsan serta koreksi terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang menyalahi aturan. Ketika seluruh elemen baik itu elemen dari

pemerintah, ataupun perusahaan telah berkomitmen menjalankan kewajibanya masing-masing maka akan sangat mmudah untuk mencegah sistem harga transfer yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri menjadi disfungsional serta mencegah praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan dalam negeri melalu transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price). Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri memalaui transaksi yang tidak wajar (non arm’s length price) misalanya seperti yang dilakukan PT Adaro Indonesia telah memberikan efek negative bagi negara Indonesia, karena apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan. Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik semacam ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat Indonesia yang dalam kasus contoh ini juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari perusahaan tersebut hanya menjadi layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan imbalan.

TEORI PUSAT LABA DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER

A. PENGERTIAN PUSAT LABA ( PROFIT CENTER) Pusat laba merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki kewenangan untuk mengendaliakn biaya-biaya dan menghasilkan pendapatan tetapi tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan tentang investasi. Pusat laba hanya bertanggung jawab terhadap tingkat laba yang harus di capai. Misalnya , pimpinan anak perusahaan / manager divisi yang tidak diberi hak untuk mengambil keputusan tentang investasi. Langkah utama dalam membuat pusat laba adalah penentuan titik terendah dalam organisasi dimana kedua kondisi terpenuhi. Kondisi tersebut antara lain : 1. Manager harus memiliki akses ke informasi relevan yang dibutuhkan dalam membuat keputusan. 2. Harus ada semacam cara untuk mengukur efektifitasnya satu revenue trend off yang dibuat oleh manager.

B. PENENTUAN HARGA TRANSFER 1. Definis Arti Sempit: adalah harga perpindahan barang atau jasa antara dua pusat laba atau lebih. Arti Luas: adalah harga perpindahan barang atau jasa yang dipertukarkan antar unit-unit atau antar pusat pertanggungnjawaban dalam suatu organsasi. 2. Tujuam penentuan harga transfer 3. Penetuan harga transfer antar pusat laba sangat penting jika : a. Transaksi transfer barang atau jasa antar pusat laba cukup signifikan b. Biaya barang atau jasa yang ditransfer merupakan komponen penting produk akhir c. Profitabilitas merupakan pertimbangan penting di dalam penilaian prestasi divisi

.

Sistem Harga Transfer bertujuan : a. Untuk memberikan informasi relevan pada setiap pusat laba dalam menentukan harga transfer. b. Untuk memmotivasi manajer pusat laba pengirim, pusat laba penerima, dan kantor pusat dalam membuat keputusan yang tepat. c. Untuk menyajikan laporan laba setiap divisi yang secara layak mengukur prestasi divisi. d. Sasaran Penentuan Harga Transfer

Harga transfer merupakan mekanisme untuk mendistribusikan pendapatan jika dua pusat laba atau lebih bertanggungjawab bersama atas pengembangan, pembuatan, dan pemasaran suatu produk sehingga masing-masing harus berbagi pendapatan yang dihasilkan ketika produk tersebut terjual. Harga transfer harus dirancang sedemikian rupa supaya dapat mencapai beberapa sasaran sebagai berikut : a. Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk menentukan penyesuaian yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan. b. Menghasilkan keputusan yang bertujuan sama-maksudnya, sistem harus dirancang agar keputusan yang meningkatkan laba unit usaha juga akan meningkatkan laba perusahaan. c. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari tiap unit usaha. d. Sistem harus mudah dimengerti dan dikelola.

C. METODE PENENTUAN HARGA TRANSFER Istilah “harga transfer” yang digunakan disini adalah nilai yang diberikan kepada suatu transfer barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya ada satu pusat laba yang terlibat didalamnya.

Harga semacam ini biasanya melibatkan suatu elemen laba karena sebuah perusahaan yang independent tidak akan mentransfer barang dan jasa ke perusahaan independent yang lain sebesar biaya produksi atau lebih rendah dari itu.

1. Prinsip Dasar Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer harus sama dengan harga yang dipatok seandainya produk tersebut terjual kepada konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.

Ketika suatu pusat laba pada sebuah perusahaan membeli produk, dan menjualnya kepada, satu sama lain, maka dua keputusan yang harus diambil untuk setiap produk adalah : a. Apakah perusahaan harus memproduksi sendiri produk tersebut atau membelinya dari pemasok luar ? Hal ini memrupakan sourcing decision. b. Jika diproduksi sendiri, pada tingkat harga berapakah produk tersebut ditransfer diantara pusat-pusat laba ? Hal ini merupakan transfer price decision.

Idealnya, harga transfer harus mengestimasikan harga normal pasar di luar, dengan penyesuaian untuk biaya yang tidak terjadi di dalam perusahaan. Bahkan ketika sourcing decision mengalami hambatan, harga pasar merupakan harga transfer yang paling baik.

2. Situasi Ideal Harga transfer yang berdasarkan harga pasar akan menghasilkan kesamaan tujuan, dan tidak membutuhkan administrasi pusat jika kondisi-kondisi dibawah ini terpenuhi :

Orang-orang kompeten. Idealnya, para manajer harus memperhatikan kinerja jangka panjang dari pusat-pusat tanggung jawab mereka, sama seperti dalam jangka pendeknya. Staf yang terlibat dalam negosiasi dan arbitrase suatu harga transfer juga harus kompeten. Atmosfer yang baik. Para manajer harus menjadikan profitabilitas – yang diukur dari laporan laba rugi – sebagai tujuan yang penting dan suatu pertimbangan yang

signifikan dalam penilaian kinerja mereka. Mereka juga harus dapat menerima bahwa harga transfer tersebut akurat.

Suatu harga pasar. Harga transfer yang ideal harus berdasarkan harga pasar normal dan wajar dari produk identik yang ditransfer – maksudnya, harga pasar yang mencerminkan kondisi yang sama (kuantitas, waktu pengiriman, dan kualitas) dengan produk yang diberi harga transfer. Harga transfer tersebut dapat diturunkan untuk mencerminkan penghematan dari penjualan di dalam perusahaan.

Kebebasan memperoleh sumber daya. Alternatif dalam memperoleh sumber daya haruslah ada, yang paling baik untuk mereka.

Informasi penuh. Para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada, biaya dan pendapatan yang relevan dari masing-masing alternatif tersebut. Negosiasi. Harus ada mekanisme kerja yang berjalan lancer dalam melakukan negosiasi atas “kontrak” diantara unit-unit usaha.

3. Hambatan-hambatan Dalam Perolehan Sumber Daya Idealnya seorang manajer pembelian bebas mengambil keputusan sourcing. Demikian halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk menjual produknya ke pasar yang paling menguntungkan.Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer pusat laba tidak memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan sourcing.

4. Pasar yang terbatas. Dalam berbagai perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat saja sangat terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini : a. Keberadaan kapasitas internal dapat membatasi pengembangan penjualan eksternal. b. Jika perusahaan merupakan produsen tunggal terdeferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar.

dari produk

yang

c. Jika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar, maka ia cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di luar mendekati biaya variable perusahaan, dimana hal ini jarang sekali terjadi. Bagaimana suatu perusahaan dapat mengetahui tingkat harga kompetitif jika ia tidak membeli atau menjual produknya ke pasar bebas? Inilah beberapa caranya:

a. Jika terdapat terbitan harga pasar, maka itu dapat digunakan untuk menentukan harga transfer. Meskipun demikian, terbitan tersebut harus merupakan harga yang benar-benar dibayarkan di pasar bebas, dan kondisi yang ada di pasar bebas harus konsisten dengan yang ada dalam perusahaan. b. Harga pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran (bid). Hal ini biasanya dilakukan hanya jika penawar terendah masih memiliki peluang untuk terjun ke pasar. c. Jika pusat laba produksi menjual produk yang mirip di pasar bebas, maka ia mungkin akan menggandakan harga kompetitif berdasarkan harga luar. d. Jika pusat laba pembelian membeli produk yang sejenis dari pasar bebas, maka ia dapat menggandakan harga kompetitif untu produk ekslusifnya.

Related Documents


More Documents from "aas astri"