Tugasku Referat Trauma Capitis

  • Uploaded by: Tezar Pramana Yudha
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugasku Referat Trauma Capitis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,029
  • Pages: 19
Loading documents preview...
REFERAT

CEDERA KEPALA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Ujian Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Bedah RSUD Sragen

Pembimbing : dr. H. Tri Atmodjo Wasskito, Sp.B Disusun oleh : Andika Desi Kurniawati 07711052

SMF ILMU BEDAH RSUD SRAGEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2011 1

Lembar Pengesahan

REFERAT CEDERA KEPALA

Oleh :

Andika Desi Kurniawati 07711052

Telah dipresentasikan tanggal : 22 Juli 2011

Dokter Pembimbing

dr. H. Tri Atmodjo Waskito, Sp.B

2

CEDERA KEPALA PENDAHULUAN Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar rujukan yang terlambat Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.. trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kekuatan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan atau tekanan. Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

Penyebab Trauma Capitis

3

Adapun pembagian trauma kapitis adalah: 

Simple head injury



Commotio cerebri



Contusion cerebri



Laceratio cerebri



Basis cranii fracture Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera

kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat.

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA

1. Simple Head Injury Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan: 

Ada riwayat trauma kapitis



Tidak pingsan



Gejala sakit kepala dan pusing Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan

cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat. Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

4

3. Contusio Cerebri Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusio ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif.

Akselerasi yang kuat berarti pula

hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung. Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan “intermediate” menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”. Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul. Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5

5. Fracture Basis Cranii Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena. Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala: 

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding



Epistaksis



Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala: 

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe



Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi : 

Gangguan pendengaran



Parese N.VII perifer



Meningitis purulenta akibat robeknya duramater Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus

disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

1. Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri o

Skor GCS 13-15

o

Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o

Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o

Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist.

o

Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak

o

Tidak memerlukan tindakan operasi

o

Lama dirawat di RS <48 jam

6

2. Cedera Kepala Sedang (CKS) o

Skor GCS 9-12

o

Ada pingsan lebih dari 10 menit

o

Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o

Pemeriksaan neurologis terdapat kelumpuhan saraf dan anggota gerak.

o

Ditemukan kelainan pada CT scan otak

o

Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3. Cedera Kepala Berat (CKB) o

Skor GCS <9

o

Hilang kesadaran lebih dari 24 jam

o

Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o

Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak.

Tingkat keparahan cedera kepala harus

segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

Glasgow Coma Scale (GCS): 1. Kemampuan membuka kelopak mata (E) 

Secara spontan

4



Atas perintah

3



Rangsangan nyeri

2



Tidak bereaksi

1

2. Kemampuan komunikasi (V) 

Orientasi baik

5



Jawaban kacau

4



Kata-kata tidak berarti

3



Mengerang

2



Tidak bersuara

1 7

3. Kemampuan motorik (M) 

Kemampuan menurut perintah

6



Reaksi setempat

5



Menghindar

4



Fleksi abnormal

3



Ekstensi

2



Tidak bereaksi

1

Anatomi Kepala

1. Kulit kepala Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluhpembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam tengkorak (intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.

8

2. Tulang kepala Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis cranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak). Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur arteria meningia anterior, indra dan prosterior. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruang epidural.

3. Lapisan Pelindung otak / Meningens Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arachnoid dan piameter.

- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastic menempel ketat pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi durameter : 1. Melindungi otak. 2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa jaringan vaskuler ). 3. Membentuk periosteum tabula interna.

- Arachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura. Diantara durameter dan arachnoid terdapat ruang subdural yang merupakan ruangan potensial. Pendarahan subdural dapat menyebar dengan bebas dan hanya terbatas untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.

- Piameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya menjembatani sulkus pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial hemisfer otak. Piameter membentuk sawar antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini merupakan struktur penyokong dari pleksus koroideus pada setiap ventrikel. Diantara arachnoid dan piameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal. 9

4. Otak. Otak terdapat didalam liquor cerebro spinal. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2.Efek-efek lanjutan dari sel-sel otak yang bereaksi terhadap trauma. Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga), merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak. Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dan area tengkorak merupakan ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra kranial).

5. Tekanan Intra Kranial (TIK). Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan. Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah cerebral. TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak) yang berakibat kematian.

10

PATOLOGI

Trauma kepala Cedera jar. Otak setempat

Cedera menyeluruh

Kerusakan setempat

Kekuatan diserap sepanjang jar. otak

Sawar darah otak rusak Vasolidator pemb. Darah & edema(Ketidakseimbangan CES & CIS)

CO2 meningkat PH menurun

Mobilisasi sel ke daerah edema Peningkatan TIK

Hipoksia Iskemi jar otak Nekrosis jar otak Defisit neurolosis

Gang. Syaraf vagal Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung Penurunan kemamp. Absorsi makanan

Nausea Vornitus

Makanan tdk tercerna

Peningkatan perfusi jar. otak Penurunan tingkat kesadaran

Gang fungsi medulla oblongata Gangguan fungsi otot respirasi

Perububahan frek.RR

Gang. Pemenuhan nutrisi otak Kerusakan persepsi & kognitif

Kerusakan mobilitas frek Perubahan persepsi sensorik

Resti pola nafas tdk efektif

Resiko nutrisi kurang dr kebutuhan Resiko deficit cairan

Resti cedera sekunder

11

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode EMV (Eyes, Movement, Verbal)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah: 1. CT-Scan Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. 2. Lumbal Pungsi Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma 3. EEG Dapat digunakan untuk mencari lesi 4. Roentgen foto kepala Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

DIAGNOSA - Ada tidaknya riwayat trauma kapitis - Gejala-gejala klinis : GCS, Interval lucid, peningkatan TIK, gejala lateralisasi - Pemeriksaan penunjang.

PENATALAKSANAAN Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka

diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan

miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL 1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi. 12

2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt

pneumotoraks

e x tensif, hemopneumotoraks. Pasang

oksimeter

nadi

untuk

menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi 3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang EKG, pasang jalur intravena yg besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. 4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mulamula diberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgbb

13

5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB. 6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi A-P, lateral dan odontoid ), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh servikal C1-C7 normal.

7. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat : - Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri - Lakukan pemeriksaan ; Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah - Lakukan CT scan Pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya : 1. Hematoma epidural 2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema cerebri 5. Pergeseran garis tengah 6. Fraktur kranium 8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan : - Elevasi kepala 30 - Hiperventilasi - Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I. Infuse manitol 20% 500 ml, berarti terdapat kandungan manitol 100 gram. Misal ada pasien dengan berat berat badan 50 kg, maka dia membutuhkan 1 x 50 gram manitol = 50 gram manitol 14

Berarti dia butuh 250 ml cairan infuse, 250 ml cairan infuse manitol harus habis dalam waktu 30 menit, Kita memakai infuse makro yaitu 1ml = 20 tetes. Karena disini 250 ml, maka jumlah total tetesan 5000 tetes dan harus habis dalam waktu 30 menit, Maka 1 menit harus keluar 167 tetes, Yang berarti dalam waktu 1 detik harus keluar 3 tetes.

- Pasang kateter foley - Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematom epidural besar, hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo).

15

KOMPLIKASI Jangka pendek : 1. Hematom Epidural o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial. o Akut (minimal 24 jam sampai dengan 3x24 jam) o Interval lucid o Peningkatan TIK o Gejala lateralisasi → hemiparese o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif. o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks o LCS : jernih o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (trepanasi-dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. 2. Hematom subdural o Letak : di bawah duramater o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

16

o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian Ada bagian hiperdens yang berbentuk cresent. Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak) Isodens → terlihat dari midline yang bergeser o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi. 3. Perdarahan Intraserebral Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.

Jika penderita dengan

perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi.

Keadaan ini bisa menimbulkan

manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena. 4. Oedema serebri Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam.

Gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat.

Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat meninggi. 

TIK meningkat



Cephalgia memberat



Kesadaran menurun

17

Jangka Panjang : 1. Gangguan neurologis Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese. 2. Sindrom pasca trauma Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, capek, konsentrasi berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan

belajar, mudah lupa, gangguan

tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.

TERAPI CKR : 

Perawatan selama 3-5 hari



Mobilisasi bertahap



Terapi simptomatik



Observasi tanda vital

CKS : 

Perawatan selama 7-10 hari



Anti cerebral edem



Anti perdarahan



Simptomatik



Neurotropik



Operasi jika ada komplikasi

CKB : 

Seperti pada CKS



Antibiotik dosis tinggi



Konsultasi bedah saraf

PROGNOSA Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Bates, B. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 3. Mohlan, A. (1996). Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Masjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Swartz, M. (1997). Intisari Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional, bagian dua. Gajah Mada University Press, 1991 7. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada University Press, 2003 8. Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia, Jakarta, 1981 9. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 1981.

19

Related Documents


More Documents from "Preston Mitchell"