Stunting – Gizi Buruk: Rr. Hanna Puspitaningrum - 1820221063

  • Uploaded by: Hanna
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Stunting – Gizi Buruk: Rr. Hanna Puspitaningrum - 1820221063 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,490
  • Pages: 49
Loading documents preview...
STUNTING – GIZI BURUK Rr. Hanna Puspitaningrum - 1820221063

STUNTING – GIZI BURUK ◦ Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang ◦ Stunting berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan mental dan motorik, dan penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan penurunan kualitas hidup akibat meningkatnya risiko infeksi di masa mendatang, sehingga perlu adanya perhatian khusus pada balita dengan stunting ◦ balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12-59 bulan

◦ Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (zscore) kurang dari -2 SD

◦ KEP merupakan kondisi patologis yang terjadi karena kekurangan energi dan protein sebagai hasil dari nutrisi yang tidak adekuat dan kualitas diet protein yang sering berhubungan dengan kejadian infeksi ◦ 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk (Kemenkes RI, 2011)

◦ Gizi buruk didefinisikan sebagai kekurangan berat badan yang sangat berat ( < 70 % BB/PB atau < -3 Z-score ) dan atau edema

◦ Masa bayi dan kanak-kanak adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, yaitu Umur 6-24 bulan merupakan masa kritis anak karena pada periode tersebut tanda dan gejala gagal tumbuh umumnya mulai nampak.

STUNTING

DEFINISI ◦ Stunting : gangguan pertumbuhan linear yang menjadi salah satu indikator status gizi ◦ anak-anak sangat terhambat pertumbuhannya/severely stunted -> PB/U atau TB/U dibawah -3 SD dari standar median pertumbuhan anak. ◦ Periode emas pertumbuhan anak : periode pertumbuhan mulai dalam kandungan hingga dua tahun pertama ◦ Pemberian asupan gizi yang cukup dan adekuat dapat membantu menanggulangi masalah tumbuh kembang pada anak

Epidemiologi

Prevalensi Balita Pendek di Dunia Tahun 2000-2017 di Asia.

Rata-rata Prevalensi Balita Pendek di Regional Asia Tenggara Tahun 2005-2017

Epidemiologi

Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017

Epidemiologi

Persentase Balita Sangat Pendek dan Pendek di Indonesia Tahun 2013-2018

Epidemiologi

Persentase Baduta Sangat Pendek dan Pendek di Indonesia Tahun 2018

ETIOLOGI ◦ Nutrisi (energi, makronutrien, mikronutrien) ◦ toksin ◦ infeksi (luka pada mukosa gastrointestinal) ◦ sistem imun ◦ interaksi antara ibu dan janin (nutrisi ibu saat hamil dan setelah melahirkan, interaksi perilaku ibu dan anak) ◦ faktor genetik ◦ Faktor lingkungan (prenatal dan postnatal)

PATOFISIOLOGI

DAMPAK STUNTING ◦ Perawakan tubuh pendek pada saat dewasa ◦ Peningkatan risiko obesitas ◦ Penurunan kesehatan reproduksi ◦ Penurunan prestasi dan kapasitas belajar ◦ Penurunan kemampuan serta kapasitas kerja

PENCEGAHAN STUNTING ◦ Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil ◦ Pemberian ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan MPASI setelah 6 bulan ◦ Memantau pertumbuhan bayi dan balita di posyandu ◦ Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. ◦ Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilanjutkan dengan inisiasi menyusu dini

MANIFESTASI KLINIS Familial short stature (perawakan pendek familial)

Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)

◦ Pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD

◦ Perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan

◦ Kecepaan pertumbuhan normal

◦ Pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas dan selalu berada di bawah persenti 3 atau -2 SD

◦ Usia tulang normal

◦ Tinggi badan kedua atau salah satu orangtua yang pendek ◦ Tinggi akhir dibawah persentil 3 atau -2 SD

◦ Usia tulang terlambat ◦ Maturase seksual terlambat ◦ Tinggi akhir biasanya normal

DIAGNOSIS Anamnesis pada anak dengan stunting meliputi: ◦ Riwayat kelahiran dan persalinan, juga meliputi BB dan PB lahir ◦ Pola pertumbuhan keluarga ◦ Riwayat penyakit kronik dan konsumsi obat-obatan ◦ Riwayat asupan nutrisi ataupun penyakit nutrisi sebelumnya ◦ Riwayat pertumbuhan dan perkembangan ◦ Data antropometri sebelumnya ◦ Data antropometri kedua orangtua biologisnya

◦ Pemeriksaan Fisik

◦ Pemeriksaan Penunjang

TATALAKSANA ◦ Dari berbagai penelitian terakhir telah dapat dilihat bahwa hasil tinggi akhir anak yang mendapat GH jauh lebih baik daripada prediksi tinggi badan pada awal pengobatan. ◦ Pada tahun 1995 FDA telah menyetujui pemakaian hormon pertumbuhan untuk defisiensi hormon pertumbuhan, gagal ginjal kronik, sindrom Turner, sindrom Prader Willi, anak anak IUGR, perawakan pendek idiopatik, orang dewasa dengan defisiensi hormon pertumbuhan, dan orang dewasa dengan AIDS wasting

GIZI BURUK

DEFINISI ◦ Gizi buruk adalah suatu keadaan dimana gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih dari tanda gejala yaitu sangat kurus, edema maupun edema minimal pada kedua punggung kaki, berat badan (BB)/panjang badan (PB) atau BB/tinggi badan (TB) < -3 SD dan lingkar lengan atas (LiLA) <11,5 cm untuk anak dengan usia 6-59 bulan. ◦ Sangat kurus  kekurangan energi protein (KEP) yang ditandai dengan BB/PB-BB/TB < 3 SD atau pada anak usia 6-59 bulan dengan LiLA < 11,5 cm ◦ GIZI buruk tampilan gemuk  penimbunan cairan tubuh di bawah kulit yang disebabkan oleh kekurangan asupan protein  kedua punggung kaki (edema minimal) atau di seluruh tubuh (edema + + +)

ETIOLOGI PERANAN DIET





Kekurangan protein  kwarshiokor Kekurangan energi  marasmus

PERANAN PENYAKIT / INFEKSI

• Hyginene yang kurang • Penyakit infeksi • cacingan

SOSIAL EKONOMI

• Kemiskinan  ketersediaan makanan tidak memadai

KEPADATAN PENDUDUK • tidak cukupnya persediaan pangan dalam rumah tangga • pola asuh anak yang tidak memadai • Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan orang tua

EPIDEMIOLOGI ◦ Kasus gizi buruk di Indonesia 2014  32.521 balita ◦ Kasus terbanyak: Jawa Timur  6.772 balita dan Jawa Tengah  4.107 balita, NTT 3.415 balita

KEKURANGAN ENERGI DALAM WAKTU YANG LAMA KATABOLISME PROTEIN

MEMECAH JAR. LEMAK

MENGHASILKAN ASAM AMINO

BADAN KETON, GLISEROL, AS. LEMAK

DIUBAH JADI KARBOHIDRAT



KEBUTUHAN ENERGI

DI HEPAR DAN GINJAL

KEBUTUHAN ENERGI TERPENUHI

ANTROPOMETRI BERAT BADAN ◦ BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam persentase: ◦ > 120 % : disebut gizi lebih ◦ 80 – 120 % : disebut gizi baik ◦ 60 – 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk (kwashiorkor) ◦ < 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus – kwashiorkor)

TINGGI BADAN ◦ Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:

◦ 90 – 110 % : baik/normal ◦ 70 – 89 % : tinggi kurang ◦ < 70 % : tinggi sangat kurang

◦ RASIO BERAT BADAN MENURUT TINGGI BADAN (BB/TB) ◦ Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138 cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm

BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%, interpretasi di nilai sebagai berikut: ◦ > 120 %

: Obesitas

◦ 110 – 120 % : Overweight ◦ 90 – 110 % : normal

◦ 70 – 90 %

: gizi kurang

◦ < 70 %

: gizi buruk

GEJALA KLINIS MARASMUS ◦ Sering pada anak di bawah 1 tahun ◦ Kegagalan tumbuh kembang  bias menjadi pertumbuhan yang terhenti ◦ Penurunan aktifitas fisik dan perkembangan lpsikomotorik ◦ Lemak subcutan menghilang ◦ Kulit tipis dan halus ◦ atrofi otot lengan dan kaki ◦ Old man face ◦ Tulang rusuk tampak lebih jelas ◦ BB turun <60% dari BB seusianya

◦ TD, RR, NADI <<

KWASHIOKOR ◦ Usia 1-6 th ◦ Edema ◦ Kelainan rambut jadi mudah dicabut

◦ Warna rambut menjadi lebih merah atau putih ◦ Crazy pavement dermatosis ◦ Pembesaran hati ◦ Anemia ringan

◦ MARASMUS-KWASHIOKOR ◦ Gabungan gejala keduanya

PENCEGAHAN ◦ Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. ◦ Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas ◦ Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan ◦ Pemberian imunisasi. ◦ Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.

◦ Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. ◦ Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan. ◦ Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi. ◦ Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan ◦ Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

PENATALAKSANAAN I. FASE INITIAL

II. TAHAP PENYESUAIAN

◦ Mencegah dan menangani hipoglikemia, hipotensi, hipotermi ◦ 24-48 jam pertama  masa kritis  mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. ◦ Larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5% sebanyak 200 ml/kg BB/hari ◦ Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 48 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya

◦ Pemberian makanan ◦ H1 jumlah kalori 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. ◦ Jumlah ini dinaikkan secara berangsurangsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari (7-10 hari) ◦ Cairan 150 ml/kg BB/hari.

II. TAHAP PENYESUAIAN

III. FASE REHABILITASI

◦ Formula (F-75)  mengandung 75kcal/100ml dan 0,9 protein/100ml) yang diberika terus menerus setiap 2 jam ◦ Vitamin A, vit. K

◦ Nafsu makan meningkat dan infeksi sudah dapat ditangani ◦ Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya untuk mengurangi osmolaritasnya ◦ Berikan susu bergantian dengan F-100 ◦ Energi 150-220 kgbb/hari ◦ Protein 4-6/kgbb/hari ◦ Cairan F75-F100 atau 15—200 ml/kgbb/hari ◦ Tambahkan makanan secara bertahap

Komplikasi Keadaan malnutrisi dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan tidak segera dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah

Noma

Xeroftalmia

• Merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Dapat terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. Mempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka.

•Malnutrisi, dengan vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.

Komplikasi Tuberkulosis

Sirosis hepatis

Hipotermia

• Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis. • Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.

• Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.

Komplikasi Hipoglikemia

Infeksi traktus urinarius

Penurunan kecerdasan

• Hipoglikemia dapat terjadi pada hari-hari pertama perawatan anak dengan malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat membahayakan penderitanya.

•Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah terjadinya infeksi tersebut.

• Pada anak dengan malnutrisi berat terjadi penurunan perkembangan organ tubuh. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori.

Prognosis ◦ Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat.

◦ Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari.

◦ Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa.

Prognosis ◦ Anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua.

◦ Pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi gizi buruk cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal

KESIMPULAN ◦ Stunting merupakan kondisi kronis yang pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.

menggambarkan

terhambatnya

◦ Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. ◦ Stunting dibagi menjadi 2, yaitu variasi normal dan patologis. Stunting variasi normal terdiri dari familial short stature (perawakan pendek familial) dan constitutional delay of growth and puberty (CDGP). Stunting variasi normal tidak membutuhkan terapi hormon pertumbuhan, namun cukup observasi terhadap keadaan gizi anak.

DAFTAR PUSTAKA ◦ Abd El-Maksoud, A. M., Khairy, S. A., Sharada, H. M., Abdalla, M. S., Ahmed, N. F. (2017). Evaluation of pro-inflammatory cytokines in nutritionally stunted Egyptian children. Egyptian Pediatric Association Gazette, 65(3), 80–84. ◦ Badham, J., Sweet, L. (2010). Stunting: an overview. Sight and Life Magazine, 3, 40-47 ◦ Ballinger, A. (2002). Fundamental mechanisms of growth failure in inflammatory bowel disease. Horm Res, 58(1), 7–10. ◦ Ballinger, A.B., Camacho-Hubner, C., Croft, N.M. (2001). Growth failure and intestinal inflammation. QJM, 94, 121–5. ◦ Barker, D.J., Eriksson, J.G,. Forsen, T., Osmond, C. (2002). Fetal origins of adult disease: strength of effects and biological basis. Int J Epidemiol, 31, 1235–1239. ◦ Bartz, S., Mody, A., Hornik, C., Bain, J., Muehlbauer, M., Kiyimba, T. (2014). Severe acute malnutrition in childhood: hormonal and metabolic status at presentation, response to treatment, and predictors of mortality. J Clin Endocrinol Metab, 99, 2128–37. ◦ Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. (2004). Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition. Nelson Textbook of Pediatric. 18th edition, 225-232. ◦ 8Bernal, C.,Velasquez, C., Alcaraz &G., Botero, (J. 2007). Treatment of Severe Malnutrition in Children: Experience in Implementing the World Health Organization Guidelines. Turbo, Colombia, http://journals.lww.com. [diakses pada tanggal 28 Juli 2019] ◦ Black, R. E., Victora, C. G., Walker, S. P., Bhutta, Z. A., Christian, P., de Onis, M., Ezzati, M., Grantham-McGregor, S., Katz, J., Martorell, R., Uauy, R. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. The Lancet, 382(9890), 427–451.

◦ Brunser Oscar. (1985). Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of the Young Child, Raven Press. New York,121-154. ◦ Danaei, G., Andrews, K. G., Sudfeld, C. R., Fink, G., McCoy, D. C., Peet, E., Sania, A., Smith Fawzi, M. C., Ezzati, M., Fawzi, W. W. (2016). Risk Factors for Childhood Stunting in 137 Developing Countries: A Comparative Risk Assessment Analysis at Global, Regional, and Country Levels. PLoS Med, 13(11), 1-18. ◦ De Onis, M., & Branca, F. (2016). Childhood stunting: a global perspective. Maternal & Child Nutrition, 12, 12–26 ◦ De-Benedetti, F., Alonzi, T., Moretta, A., Lazzaro, D., Costa, P., Poli, V. (1997). Interleukin 6 causes growth impairment in transgenic mice through decreases in insulin-like growth factor-I. A model for stunted growth in children with chronic inflammation. J Clin Invest, 99,643–650. ◦ DeBoer, M. D., Scharf, R. J., Leite, A. M., Férrer, A., Havt, A., Pinkerton, R., Guerrant, R. L. (2017). Systemic inflammation, growth factors, and linear growth in the setting of infection and malnutrition. Nutrition, 33, 248–253. ◦ DiFedele, L.M., He, J., Bonkowski, E.L., Han, X., Held, M.A., Bohan, A. (2005). Tumor necrosis factor alpha blockade restores growth hormone signaling in murine colitis. Gastroenterology, 128, 1278–91. ◦ Eugster, E. A., & Pescovitz, O. H. (2003). New Revelations about the Role of STATs in Stature. New England Journal of Medicine, 349(12), 1110–1112. ◦ Fowden, A.L., Giussani, D.A., Forhead, A.J. (2006) Intrauterine programming of physiological systems: causes and consequences. Physiology (Bethesda), 21, 29–37 ◦ Frongillo, E. A. (1999). Introduction. The Journal of Nutrition, 129(2), 529S–530S. ◦ Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. (2005). Normal Childhood Nutrition and its Disorders. Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18th edition, 283-311.

◦ Primaditya, V. (2017). Efek Ekstrak Etanol Pegagan (Centella Asiatica) Pada Stunting Larva Zebrafish (Danio Rerio) Akibat Induksi Rotenon Melalui Peningkatan Ekspresi Glucose Transporter 4 (Glut 4) Dan Osteocalcin. Magister thesis, Universitas Brawijaya. ◦ Pudjiadi Solihin. (2005). Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 95-137. ◦ Reginald, A., Annan & Florence, M. (2011). Treatment of severe acute malnutrition in HIVinfected children. http://www.who.int. [diakses pada tanggal 28 Juli 2019] ◦ Riskesdas. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. ◦ Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. (2008). Relationship Between Protein Energy Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children. Paediatrica Indonesiana. 48th volume, May, 166-169. ◦ Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. ◦ Sudirman. (2008). Stunting atau Pendek: Awal Perubahan Patologis atau Adaptasi karena Perubahan Sosial Ekonomi Yang Berkepanjangan? Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 1. Departemen Kesehatan 2008. ◦ Svefors, P., Rahman, A., Ekström, E.-C., Khan, A. I., Lindström, E., Persson, L. Å., & Ekholm Selling, K. (2016). Stunted at 10 Years. Linear Growth Trajectories and Stunting from Birth to Pre-Adolescence in a Rural Bangladeshi Cohort. PLOS ONE, 11(3), e0149700. ◦ Swanson, A.M., David, A.L. (2015). Animal models of fetal growth restriction: Considerations for translational medicine. Placenta, 36, 623-630.

◦ Szalecki, M., Malinowska, A., Prokop-Piotrkowska, M., Janas, R. (2018). Interactions between the growth hormone and cytokines – A review. Advances in Medical Sciences, 63(2), 285– 289. ◦ The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development: a strategy for large-scale action. 1st ed. 2006. Washington DC. The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank https://siteresources.worldbank.org/NUTRITION/Resources/2818461131636806329/NutritionStrategyOverview.pdf. ◦ Torlesse, H., Cronin, A. A., Sebayang, S. K., Nandy, R. (2016). Determinants of stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health, 16(1). ◦ Tree, K., Viemari, J. C., Cayetanot, F., Peyronnet, J. (2016). Growth restriction induced by chronic prenatal hypoxia affects breathing rhythm and its pontine catecholaminergic modulation. J Neurophysiol, 116, 1654–166. ◦ WHO. (2014). Global Nutrition Targets 2025: Stunting policy brief. Geneva: World Health Organization. ◦ World Health Organization. (2004). Severe Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition. Departement of Child and Adolescent Health and Development, 80-91.

◦ Szalecki, M., Malinowska, A., Prokop-Piotrkowska, M., Janas, R. (2018). Interactions between the growth hormone and cytokines – A review. Advances in Medical Sciences, 63(2), 285– 289. ◦ The World Bank. (2006). Repositioning Nutrition as Central to Development: a strategy for large-scale action. 1st ed. 2006. Washington DC. The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank https://siteresources.worldbank.org/NUTRITION/Resources/2818461131636806329/NutritionStrategyOverview.pdf. ◦ Torlesse, H., Cronin, A. A., Sebayang, S. K., Nandy, R. (2016). Determinants of stunting in Indonesian children: evidence from a cross-sectional survey indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in stunting reduction. BMC Public Health, 16(1). ◦ Tree, K., Viemari, J. C., Cayetanot, F., Peyronnet, J. (2016). Growth restriction induced by chronic prenatal hypoxia affects breathing rhythm and its pontine catecholaminergic modulation. J Neurophysiol, 116, 1654–166. ◦ WHO. (2014). Global Nutrition Targets 2025: Stunting policy brief. Geneva: World Health Organization. ◦ World Health Organization. (2004). Severe Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe Malnutrition. Departement of Child and Adolescent Health and Development, 80-91.

◦ Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. ◦ Banstola Amrit. Prevalence of energy malnutrition in children under five years and service delivery responses in Nepal. International Journal of Health Sciences & Research 2012;2:9079. ◦ Mane Vijaykumar, Nalk Trupti B, Mallapa O, Ambure Omprakash. Protein energy malnutrition among preschool children: a cross-sectional study. International Journal of Scientific Study 2012;3:113-109. ◦ C Schubl. Management of severe malnutrition. S Afr J Clin Nutr 2010;23:24-22 ◦ Protein-energy Malnutrition. Mother and Child Nutrition in the Tropics and Subtropics. Journal of Tropical Pediatrics 2016;62(2): p. 237-280 www.oxfordjournals.org/tropej/.../mcnts_chap7.p... [diakses pada tanggal 28 Juli 2019] ◦ Kusumawati Erna, Rahardjo Setiyowati. Pengaruh Pelayanan Kesehatan terhadap Gizi Buruk Anak Usia 6-24 Bulan. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2012;6:162-158 jurnalkesmas.ui.ac.id/index.php/kesmas/article/viewFile/93/94 [diakses pada tanggal 28 Juli 2019] ◦ Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kemennterian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. 2011 ◦ The UNICEF Conceptual Framework for Malnutrition. School of Public Health (SOPH), University of the Western Cape (UWC), South Africa. 2011.

◦ Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2015. ◦ Harohalli R Shashidhar. Malnutrition. Medscape. Update May, 2016. http://emedicine.medscape.com/article/985140-overview#a6 [diakses pada tanggal 28 Juli 2019] ◦ Gizi Buruk. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. ◦ Bagan Tatalaksana Gizi Buruk Anak I. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. 2011. ◦ Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Gizi. 2011. ◦ Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care), penyunting, Damayanti Rusli Sjarif, Sri S. Nasar, Yoga Devaera, Conny Tanjung. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik. 2011.

Related Documents

Referat Gizi Buruk
January 2021 1
Mini Projek Gizi Buruk
January 2021 1
Referat Gizi Buruk
February 2021 1
Patofisiologi Gizi Buruk
January 2021 1
Lembar Balik Gizi Buruk
January 2021 1

More Documents from "Thomas Regina Putra"

Referat Stunting
February 2021 1
February 2021 0
February 2021 0
Chapter_004.ppt
February 2021 1