1503_kumpulan Skripsi Teknik Sipil

  • Uploaded by: anon_208672143
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1503_kumpulan Skripsi Teknik Sipil as PDF for free.

More details

  • Words: 279,549
  • Pages: 1,694
Loading documents preview...
Kajian numerik analisis lentur balok beton bertulang dengan metode kompatibilitas regangan. Kinerja ruas jalan Sultan Alauddin untuk 10 Tahun mendatang (dengan program analisis Lalu Lint. Pemanfaatan Limbah Gelas Plastik pada Busana Kreasi Baru. Pengaruh asal sekolah terhadap partisipasi dan hasil belajar mata kuliah ilmu ukur tanah mahasiswa program D III Teknik Sipil. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metod. Perancangan regulator robust pada roto packer proses packing dengan metode kontrol h8 di PT.Semen Gresik-Tub. Perencanaan pembangunan gedung kuliah dan laboraturium 3 lantai FBS Unnes. Perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate Samarinda. Perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate Samarinda. Perencanaan struktur gedung 5 lantai Dekranasda Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. Pola bisnis dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Prinsip termal rumah tradisional jawa sebagai dasar perancangan. Redesign struktur gedung kantor BNI 46 wilayah 05 Semarang. Uji Kuat Tekan dan Serapan Air pada Bata Beton Berlubang dengan Bahan Ikat Kapur dan Abu Layang.

KUMPULAN

Skripsi Teknik Sipil

KAJIAN NUMERIK ANALISIS LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN METODE KOMPATIBILITAS REGANGAN

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian tugas akhir dan menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Sipil Diploma III Fakultas Teknik Universitas Riau

OLEH :

AFYUDIANSYAH 0507020632

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL D-III JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2009 HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS AKHIR KAJIAN NUMERIK ANALISIS LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN METODE KOMPATIBILITAS REGANGAN

Diajukan oleh: AFYUDIANSYAH NIM : 0507020632

Disetujui oleh Pembimbing I,

Disetujui oleh Pembimbing II,

Andre Novan, ST., MT. NIP : 19751127 199903 1001

Ridwan, ST., MT. NIP : 19730708 199903 1002

Disetujui Oleh Program Studi Teknik Sipil D-III Ketua,

Fakhri, ST., MT NIP : 19680919 199512 1001 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL D-III JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2009

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR KAJIAN NUMERIK ANALISIS LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN METODE KOMPATIBILITAS REGANGAN

Oleh: AFYUDIANSYAH NIM : 0507020632

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada Program Studi Teknik Sipil D-III Fakultas Teknik Universitas Riau Pada hari Kamis tanggal 28 januari 2010

Tim Penguji No 1. 2. 3. 4. 5.

Nama/NIP

Jabatan

Andre Novan, ST., MT

Ketua

Pembimbing I/ Penguji

Anggota

Pembimbing II/ Penguji

Anggota

Penguji

Anggota

Penguji

Anggota

Penguji

NIP. 19751127 199903 1001

Ridwan, ST., MT NIP. 19730708 199903 1002

H. Gussyafri, ST., MT NIP. 19680817 199702 1001

Drs. Suprasman, MM NIP. 19580515 198503 1002

Azhari, ST., MT NIP. 19680828 199702 1001

Tanda Tangan

Keterangan

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Puji dan rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam ditujukan kepada Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul ”Kajian Numerik Analisis Lentur Balok beton Bertulang dengan Metode Kompatibilitas Regangan”. Shalawat beriring salam penulis ucapkan kehadirat junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknik Sipil Diploma III Fakultas Teknik Universitas Riau. Berkat bimbingan dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Syaiful Bahri, M.Si., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Riau. 2. Bapak Fahkri, ST., MT, selaku Ketua Program Studi D-III Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau. 3. Bapak Andre Novan, ST., MT, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan penulis judul Tugas Akhir dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 4. Bapak Ridwan, ST., MT, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan

dan

masukan

kepada

penulis

dalam

menyelesaikan Tugas Akhir. 5. Seluruh dosen staf pengajar dan pegawai tata usaha Fakultas Teknik Universitas Riau.

i

6. Buat Ayahanda dan Ibunda yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkan dengan curahan kasih sayang sehingga penulis dapat melanjutkan studinya sampai ke jenjang perguruan tinggi ini. 7. Seluruh teman-teman seangkatan tanpa terkecuali seluruh civitas Fakultas Teknik Universitas Riau. 8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis berharap semoga penelitian yang telah dilakukan dan disajikan dalam bentuk tugas akhir ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi dunia Teknik Sipil dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Akhir kalam, penulis mengucapkan Alhamdulillahhirobbil’alamin, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri khususnya dan pada pembaca umumnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Pekanbaru, 2009

Penulis,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

i

DAFTAR ISI .................................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

ix

DAFTAR NOTASI ........................................................................................

x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................

1

1.2 Perumusan dan Batasan Masalah ...............................................

2

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................

3

1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................

3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Beton ........................................................................

5

2.2 Model Kurva Tegangan-Regangan Beton .................................

7

2.3 Baja Tulangan ............................................................................

8

2.4 Analisis Lentur Balok Beton Bertulang .....................................

10

2.4.1 Konsep Dasar Balok Lentur .............................................

11

2.4.2 Analisis Balok dan Disain Balok Metode Whitney ..........

14

2.4.2.1 Analisis Tulangan Tunggal ..................................

15

2.4.2.2 Analisis Tulangan Rangkap ..................................

17

2.4.2.3 Disain Balok Metode Whitney .............................

19

2.4.2.4 Disain Balok Tulangan Tunggal ...........................

19

2.4.2.5 Disain Balok Tulangan Rangkap ..........................

20

2.5 Metode Kompatibilitas Regangan (James G.MacGregor 1997) ........................................................

21

2.6 Metode Secant ............................................................................

24

2.6.1 Teori Metode Secant ...............................................

24

iii

3

2.6.2 Algoritma Metode secant ........................................

25

2.7 Software MATHCAD 14 ............................................................

26

2.7.1 Programming didalam MATHCAD 14 ....................

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian Metode Kompatibilitas Regangan ....................................................................................

33

3.2 Fungsi Kurva Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton Hognestad ...................................................................................

35

3.3 Fungsi Kurva Tegangan-Regangan Kuat Tarik Baja Paulay .......

35

3.4 Penerapan Algoritma Kedalam Software MATHCAD 14 .......

36

3.5 Selisih Momen Kapasitas Tampang dan Verifikasi .....................

36

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan ...............................................................................

37

4.2 Pembahasan Penelitian ...............................................................

37

4.2.1 Model Numerik Kurva Tegangan-Regangan Penelitian Hognestad dan Metode Secant ..............

37

a. Model Numerik Kurva Tegangan-Regangan Beton Hognestad ................................................

37

b. Numerik Metode Secant ....................................

38

4.3 Bagan Alir Program Metode Kompatibilitas Regangan ..............

40

4.3.1 Bagan Alir Program Model Kurva TeganganRegangan Beton dan Baja ........................................

40

4.3.2 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisiss Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Tunggal ....................................................

41

4.3.3 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisiss Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Rangkap dan Majemuk ............................

45

4.3.4 Bagan Alir Program Disain Balok Kompatibilitas Regangan..................................................................

iv

49

4.4 Bagan Alir Analisiss Balok Metode Whitney ..............................

53

4.4.1 Bagan Alir Analisiss Balok Tulangan Tunggal ........

53

4.4.2 Bagan Alir Analisiss Balok Tulangan Rangkap .......

55

4.4.3 Bagan Alir Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney.......................................................

56

4.4.4 Bagan Alir Disain Balok Tulangan Rangkap Metode Whitney.......................................................

57

4.5 Algoritma Program Metode Kompatibilitas Regangan ..............

58

4.5.1 Algoritma Analisis Balok Tulangan Tunggal ..........

58

4.5.2 Algoritma Analisis Balok Tulangan Rangkap dan Majemuk ............................................................

61

4.5.3 Algoritma Disain Balok Tulangan Tunggal .............

64

4.5.4 Algoritma Metode Secant .........................................

66

4.6 Tahapan Analisis dan Disain Balok Metode Whitney ................

67

4.6.1 Tahapan Analisis Balok Tulangan Tunggal dan Rangkap Metode Whitney .................................

67

4.6.2 Tahapan Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney.......................................................

68

4.6.2 Tahapan Disain Balok Tulangan Rangkap Metode Whitney.......................................................

68

4.7 Verifikasi Program .......................................................................

69

4.7.1 Penentuan Banyak Pias ............................................

69

4.7.2 Momen Kapasitas Tampang .....................................

73

BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................

74

5.2 Saran ..........................................................................................

74

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

76

v

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

4.1

Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Tulangan Tunggal ....................

68

4.2

Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Tulangan Rangkap ...................

68

4.3

Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Disain .......................................

69

4.4

Selisih Kapasitas Tampang Balok .......................................................

72

4.5

Perbandingan Hasil Disain ...................................................................

72

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1

Kurva Tegangan-Regangan Untuk Beton Uniaxial ............................

2.2

Kurva Tegangan-Regangan Beton Penelitian Hognestad

7

(James G.MacGregor, 1997) ...............................................................

8

2.3

Kurva Tegangan - Regangan Baja (Paulay, 1975) ..............................

9

2.4

Balok Beton .........................................................................................

12

2.5

Diagram Blok Tegangan dan Kopel Momen dalam (James G.MacGregor, 1997). ..............................................................

12

2.6

Tegangan Elastis Balok dan Blok Tegangan ......................................

13

2.7

Regangan dan Tegangan Balok Beton Bertulangan Tunggal ..............

15

2.8

Kondisi Penulangan ............................................................................

17

2.9

Regangan dan Tegangan Balok Beton Bertulangan Rangkap .............

17

2.10

Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Tunggal ..................................

20

2.11

Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Rangkap ................................

21

2.12

Penyelesaian Kompatibilitas Regangan (James G.MacGregor, 1997)

2.13

Penentuan Nilai Turunan Fungsi dengan Metode Secant (Amrinsyah nasution, 2005). ................................................................

24

3.1

Flow chart Penelitian Tugas Akhir .....................................................

34

4.1

Kurva Tegangan-Regangan Hognestad ..............................................

38

4.2

Bagan Alir Kurva Tegangan dan Regangan .......................................

40

4.3

Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisiss Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Tunggal.......................................

4.4

44

Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisiss Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Rangkap dan Majemuk...............

48

4.5

Bagan Alir Program Disain Balok Kompatibilitas Regangan..............

52

4.6

Bagan Alir Analisiss Tulangan Tunggal Metode Whitney ..................

54

4.7

Bagan Alir Analisiss Tulangan Rangkap Metode Whitney .................

56

4.8

Bagan Alir Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney............

56

vii

4.9

Bagan Alir Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney............

57

4.10

Pias-Pias Regangan Balok Tulangan Tunggal .....................................

59

4.11

Numerik Tegangan Kopel Desak Balok ..............................................

60

4.12

Pias-Pias Regangan Balok Tulangan Rangkap ....................................

62

4.13

Numerik Tegangan Kopel Desak Balok ..............................................

63

4.14

Kurva Hubungan Kapasitas Tampang dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Tunggal ....................

4.15

Kurva Hubungan Kapasitas Tampang dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Rangkap ...................

4.16

71

Kurva Hubungan Tinggi Blok Tekan dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Tunggal ....................

4.17

71

72

Kurva Hubungan Tinggi Blok Tekan dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Rangkap ...................

viii

72

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

1

Regangan dan Tegangan Hognestad Hasil Program ...........................

78

2

Regangan dan Tegangan Paulay Hasil Program ..................................

79

3

Analisis Lentur Balok Tulangan Tunggal Whitney .............................

80

4

Analisis Lentur Balok Tulangan Tunggal Hasil Program ...................

81

5

Analisis Lentur Balok Tulangan Rangkap Whitney ...........................

82

6

Analisis Lentur Balok Tulangan Rangkap Hasil Program ..................

83

7

Disain Balok Tulangan Tunggal Hasil Whitney .................................

84

8

Disain Balok Tulangan Rangkap Hasil Whitney ................................

85

9

Disain Balok Tulangan Rangkap Hasil Program ................................

86

10

Analisis Lentur Balok Tulangan Majemuk Hasil Program .................

87

ix

DAFTAR NOTASI

𝐴𝑠 , 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 1

: luas tulangan tarik, mm2

𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 2

: tambahan tulangan tarik, mm2

𝐴𝑠𝑡𝑢𝑙

: luas tulangan pada masing-masing layer, mm2

𝐴1𝑡𝑢𝑙

: luas tulangan, mm2

𝐴′𝑠 , 𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛

: luas tulangan tekan, mm2

𝑎

: tinggi kopel desak, mm

𝑏

: lebar penampang balok, mm

𝐶

: gaya tekan, N

𝐶𝑐

: gaya tekan beton, N

Σ𝐶𝑐

: tegangan tekan beton, N.mm

𝐶𝑠

: gaya tekan tulangan, N

𝑐, 𝑌𝑐

: jarak garis netral saat ultimit, mm

𝑑, 𝑑𝑏

: jarak tulangan tarik ketepi ujung balok/tinggi efektif, mm

𝑑′

: jarak tulangan tekan ketepi ujung balok, mm

𝑑𝑠

: jarak tulangan tarik ketepi ujung balok, mm

𝑑𝑡𝑢𝑙

: tinggi tengah tulangan ke atas balok, mm

𝐸𝑐

: modulus elastisitas beton, MPa

𝐸𝑠 , 𝐸𝑦

: modulus elastisitas baja, MPa

𝑓𝑠

: tegangan tulangan tarik, N/𝑚𝑚2

𝑓′𝑠

: tegangan tulangan tekan, N/𝑚𝑚2

𝑓𝑠 𝜀𝑠

: fungsi tegangan-regangan baja Paulay, Mpa

𝑓𝑠1

: tegangan tulangan tarik tiap layer

x

𝑓𝑟

: modulus pecah, MPa

𝑓𝑦

: kuat leleh baja, MPa

𝑓′𝑐

: kuat takan beton, MPa

𝑓𝑐

: tegangan beton, MPa

𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐

: fungsi tegangan-regangan beton Hognestad, MPa

𝑓𝑐𝑠

: tegangan beton pada tiap pias atau segmen, MPa

𝑓𝑐𝑎𝑣

: tegangan beton pada tengah pias atau segmen, MPa

Σ𝐻

: gaya horizontal, N

𝑕

: tinggi penampang balok, mm

𝑕𝑠𝑒𝑔

: tinggi tiap segmen/pias, mm

𝐿𝑐𝑎𝑣

: tinggi gaya tekan beton, mm

𝐿𝑠

: Jarak tengah tulangan tarik ke tengah tulangan tekan, mm

𝛽

: koefisien

𝜌

: rasio tulangan tarik

𝜌′

: rasio tulangan tekan

𝜋

: koefisien, 22/7 atau 3,14

𝜀𝑠

: regangan tulangan tarik

𝜀′𝑠

: regangan tulangan tekan

𝜀𝑦

: regangan tulangan saat leleh

𝜀𝑢 , 𝜀𝑐𝑢

: regangan beton saat ultimit, 0,003

𝜀𝑜

: regangan beton

𝜑

: faktor reduksi kekuatan



: diameter tulangan, mm

𝑀𝑛

: momen nominal, Nmm

𝑀𝑛1

: kelebihan momen, Nmm

xi

𝑀𝑛 𝑌𝑐

: fungsi momen pemogramman

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

0

: kontrol gaya horizontal

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

1

: momen kapasitas penampang

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

3

: regangan tulangan masing-masing layer

Σ𝑀𝑐

: momen tekan beton, Nmm

Σ𝑀𝑠

: momen tekan baja, Nmm

Σ𝑀𝑡𝑜𝑡

: momen total, Nmm

𝑀𝑢

: momen ultimit, Nmm

𝑛𝑡𝑢𝑙

: kebutuhan tulangan, mm2

𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟

: banyak layer tulangan

𝑛𝑠𝑒𝑔

: pembagi segmen/banyak pias regangan dan tegangan

𝑇𝑠

: gaya tarik tulangan, Nmm

Σ𝑇𝑠

: momen tarik tulangan, Nmm

𝑦𝑐

: Jarak segmen dari selimut atas balok ketepi segmen, mm

𝑦𝑐3

: tinggi blok tekan beton

xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Material beton dan baja berperilaku secara inelastik sebagai kuat ultimit.

Sifat inelastik dari kedua material tersebut dipertimbangkan dan ditunjukkan dalam persamaan matematika, untuk penulangan baja dengan titik luluh tertentu perilaku inelastik ditunjukkan dengan grafik hubungan tegangan-regangan. Sedangkan pada beton, distribusi tegangan penampang beton desak menentukannya jika secara

sulit

perhitungan manual karena model distribusi

tegangan-regangan berbentuk parabolik, distribusi aktual dari tegangan tekan beton secara praktis merupakan hal yang rumit. Dalam perencanakan komponen struktur beton bertulang terhadap kombinasi beban lentur dan aksial, perencanaan yang diawali dari analisis lentur balok beton bertulang berdasarkan pada Tatacara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03–2847–2002) di Indonesia menggunakan model tegangan beton ultimit berbentuk persegi ekivalen menurut penelitian Whitney pada tahun 1937. Whitney mengusulkan bentuk kurva tegangan beton persegi ekivalen dan terbukti menghasilkan penyelesaian yang mendekati hasil riset atau eksperimen dan berhasil dengan baik. Pendekatan diperlukan, karena diketahui bahwa perilaku ultimit beton mempunyai distribusi tegangan yang bersifat nonlinier, sehingga dengan distribusi tegangan yang bersifat linear cukup kompleks bila dihitung dengan cara manual. Usulan Whitney mudah digunakan baik untuk perencanaan maupun analisis karena berbentuk berupa empat persegi. Pendekatan dilakukan oleh James G.MacGregor pada tahun 1997, dengan melakukan penelitian serta memaparkan penelitian model persegi oleh Hognestad untuk menentukan distribusi tegangan yang bersifat non-linier atau bagian parabola. Telah dijelaskan bahwa perilaku ultimit beton mempunyai distribusi tegangan yang bersifat non-linier, model yang bersifat non-linier atau parabola adalah bersifat metode yang rumit dan tidak dapat diselesaikan dengan metode

1

2 analitik maka dapat diselesaikan dengan metode numerik. Dengan adanya system komputerisasi, analisis yang hubungan tegangan-regangan non-linearitas dapat diselesaikan dengan baik menggunakan metode numerik berdasarkan metode kompatibilitas regangan. Dalam penelitian ini akan bersifat studi literatur yang akan menjelaskan numerik model kurva tegangan-regangan beton, dilanjutkan dengan menyajikan tata cara analisis lentur balok beton bertulang dengan metode kompatibilitas regangan hingga disain, dan mengimplementasikan dalam suatu aplikasi berbasis komputer menggunakan bantuan software. Hasil analisis dan disain dari aplikasi berbasis komputer tersebut akan mendapatkan hasil hitungan analisis momen kapasitas penampang (Mn), dan menentukan selisih analisis beserta disain balok beton bertulang metode perhitungan hasil penelitian model persegi Whitney pada tahun 1937. Maka didapat pemodelan kurva tegangan-regangan yang lebih baik dalam memprediksi kekuatan lentur balok beton bertulang. 1.2

Perumusan dan Batasan Masalah Dari penjelasan latar belakang dapat diambil suatu rumusan masalah,

menyajikan tata cara analisis lentur balok beton bertulang dengan metode kompatibilitas regangan hingga disain, dan mengimplementasikan dalam suatu aplikasi berbasis komputer menggunakan bantuan software. Hasil analisis dan disain dari aplikasi berbasis komputer tersebut akan mendapatkan hasil hitungan analisis momen kapasitas penampang (Mn), dan menentukan selisih analisis beserta disain balok beton bertulang metode perhitungan hasil penelitian model persegi Whitney pada tahun 1937. Dalam penelitian ini permasalahan yang ditinjau dibatasi sebagai berikut: 1.

Analisis lentur dan disain balok dilakukan pada balok beton bertulang tunggal dan rangkap tanpa sengkang atau kekangan, berpenampang persegi.

2.

Menggunakan model kurva tegangan-regangan beton persegi hasil penelitian Hognestad yang dipaparkan oleh James G.MacGregor pada tahun 1997.

3 3.

Menggunakan model kurva tegangan-regangan baja hasil penelitian Paulay tahun 1975.

4.

Analisis untuk tulangan rangkap dapat diaplikasikan terhadap analisis tulangan majemuk dengan kurva tegangan-regangan yang sama.

5.

Metode untuk mendapatkan tinggi blok tekan dalam kondisi setimbang menggunakan metode secant.

6.

Pada kurva tegangan-regangan untuk mencari luasan dibawah kurva parabolik ditentukan dengan cara iterasi.

7.

Analisis lentur dan disain balok beton bertulang model persegi Whitney pada tahun 1937, diimplimentasikan kedalam software MATHCAD 14.

8.

Program numerik analisis dan disain balok beton bertulang menggunakan software MATHCAD 14.

1.3

Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.

Menghasilkan algoritma dan bagan alir proses numerisasi analisis dan disain lentur balok beton bertulang dengan metode kompatibilitas.

2.

Menghasilkan program analisis dan disain lentur balok beton bertulang penampang persegi baik tulangan tunggal, rangkap serta majemuk dengan bantuan software MATHCAD 14.

3.

Mengidentifikasi akurasi besaran perbedaan selisih hasil analisis yang dinyatakan dengan nilai (%) dan disain balok beton bertulang penampang persegi antara metode kompatibilitas regangan dengan metode Whitney tahun 1937.

1.4

Manfaat Penelitian Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan yaitu: 1.

Lebih mengetahui cara melakukan analisis dan disain balok beton bertulang yang lebih mendekati perilaku asli mekanik.

4 2.

Dapat menyimpulkan akurasi metode Whitney terhadap metode kompatibilitas dengan indikator persentase (%) perbedaan hasil.

3.

Dapat memperoleh pemodelan kurva tegangan-regangan yang lebih baik dalam memprediksi kekuatan lentur balok beton bertulang.

4.

Dapat

mendorong

penggunaan

teknologi

komputer

memprediksi kekuatan lentur penampang balok beton bertulang.

untuk

5

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Pengertian Beton Beton adalah suatu bahan komposit yang terdiri dari kumpulan, secara

umum pasir dan kerikil atau agregat kasar, dengan bahan pengikat semen portland dan air. Kumpulan pasir dan kerikil dengan ukuran kerikil yang maksimum di 1

dalam beton struktural biasanya 3/4 in, ada 3/8 in, atau 12 in. Sebatas kerikil masih bisa digunakan (James G.MacGregor, 1997). Beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi sejumlah material pembentuknya. Material pembentuk tersebut berupa agregat halus dan agregat kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen portland, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (James G.MacGregor, 1997). Nilai kuat tekan beton relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Kuat tarik yang dimiliki beton

hanya

berkisar

antara

9-15%

dari

kuat

tekannya

(Istimawan

Dipohusodo,1999) karenanya sering kali dalam perencanaan kuat tarik beton dianggap sama dengan nol. Dengan menambahkan baja tulangan pada daerah tarik pada beton, maka kelemahan tarik beton dapat ditanggung oleh baja tulangan yang memiliki kuat tarik yang labih besar. Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum f’c dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton normal berumur 28 hari berkisar antara ± 10-65 MPa. Struktur beton bertulang umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategang digunakan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi, berkisar antara 30-45 MPa. Untuk keadaaan dan keperluan struktur khusus, beton ready mix sanggup mencapai kuat tekan 62 Mpa (James G.MacGregor, 1997).

5

6 Ada empat langkah-langkah utama untuk pengembangan tentang keretakan kecil dan kegagalan pada beton uniaksial (James G.MacGregor, 1997): a.

Penyusutan pasta semen selama hidrasi dan pengeringan beton

ini

mempengaruhi agregat. Regangan dapat timbul tanpa beban besar dan langsung ditahan oleh agregat dan mengalami retak. Retak-retak hanya memberikan sedikit pengaruh pada beton pada beban-beban yang rendah dan kurva tegangan-regangan tetap linear sampai 30% dari kekuatan beton. b.

Ketika beton diberikan beban yang lebih besar dari 30 ke 40% , tekanan di permukaan-permukaan yang ditahan oleh agregat akan meningkatkan regangan dan kekuatan geser dari campuran hingga retak-retak baru akan meningkat. Retak-retak bertahan stabil dan meningkat jika beban ditingkatkan. Begitu retak telah stabil, setiap beban tambahan akan langsung dialirkan kebagian bawah penghubung yang didistribusikan lagi kepada alat penghubung sisa secara terus menerus dan ke adukan semen. Pembagian kembali beban menyebabkan kurva tegangan-regangan berangsur-angsur membengkok untuk menekankan di atas 40% dari kekuatan. Kelengkungan diakibatkan berkurangnya kekuatan menahan beton.

c.

Ketika beban ditingkatkan sebesar 50 atau 60%, retak-retak tersebut berkembang paralel terhadap tekanan terjadi, karena beban tarik garis melintang. keretakan meningkat dengan meningkatkan beban tetapi tidak meningkat di bawah beban tetap. Perilaku seperti ini disebut discontinuity limit.

d.

Pada 75 hingga 80% dari beban ultimat, retak mulai meningkat sehingga keretakan-keretakan kecil membentuk pola. Sebagai hasilnya, ada lebih sedikit tidak bercacat membagi

kepada membawa beban dan kurva

tegangan regangan menjadi taklinear lagi. Kejadian ini disebut tekanan kritis (James G.MacGregor, 1997 ).

7 Empat langkah-langkah utama untuk pengembangan tentang keretakan kecil dan kegagalan pada beton uniaksial dapat dilihat pada (gambar 2.1)

Gambar 2.1 Kurva Tegangan-Regangan Untuk Beton Uniaxial (James G.MacGregor, 1997). 2.2

Model Kurva Tegangan-Regangan Beton Dari tegangan maksimum yang diperoleh melalui pengujian mesin akan

memberikan kekuatan tarik pada beton sehingga batas tarik beton. Proses ini menimbulkan batas regangan maka didapat kurva tegangan-regangan beton. Dari hasil pengujian, kurva dapat ditetapkan model matematika yang sangat terkemuka oleh seluruh ahli di dunia. Salah satunya penelitian model persegi oleh Hognestad untuk menentukan distribusi tegangan yang bersifat non-linier atau bagian parabola (James G.MacGregor, 1997). Seperti halnya model beton berbentuk blok persegi ekuivalen, maka tegangan tekan ultimate balok dibatasi sama dengan 85 % dari kuat tekan silinder, yaitu agar konsisten dengan hasil test dari kolom yang dibebani konsentris. Sehingga model beton Hognestad juga dapat dipakai untuk berbagai aplikasi perencanaan , dari lentur murni sampai beban langsung (Wiryanto Dewobroto, 2005). Untuk regangan beton (𝜀0 ) dapat dihitung dengan rumus: 𝜀0 = 2

𝑓′𝑐 𝐸𝑐

8 Kurva akan parabolik sebatas regangan beton ( 𝜀𝑐 < 𝜀0 ), maka tegangan: 2𝜀𝑐 𝜀𝑐 2 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐 − 𝜀0 𝜀0 Kurva akan linear setelah regangan beton (𝜀𝑐 > 𝜀0 ), maka tegangan: 0,85. 𝑓′𝑐 − 𝑓′𝑐 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐 + 𝜀𝑐 − 𝜀𝑜 0,003 − 𝜀𝑜 Untuk pemodelan kurva tegangan-regangan dapat dilihat pada (gambar 2.2) Linear 𝒇′𝒄 0,15𝒇′𝒄

Tegangan 𝒇𝒄 𝒇𝒄 = 𝒇′𝒄

𝟐𝜺𝒄 𝜺𝒄 − 𝜺𝟎 𝜺𝟎

𝟐

𝒇𝒄 = 𝒇′𝒄 + 𝜺𝒄 − 𝜺𝒐

𝜺𝒄 > 𝜺𝟎

𝑬𝒄 = 𝒕𝒂𝒏𝜶

𝜺𝟎 = 𝟐

𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄 − 𝒇′𝒄 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 − 𝜺𝒐

𝒇′𝒄 𝑬𝒄

𝜺𝒄𝒖 = 0,003

Regangan 𝜺𝟎

Gambar 2.2 Kurva Tegangan-Regangan Beton Penelitian Hognestad (James G.MacGregor, 1997) 2.3

Baja Tulangan Mengingat beton kuat menahan tekan dan lemah dalam menahan tarik,

maka dalam penggunaannya sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan tulangan yanag mampu menahan gaya tarik. Untuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkaian las (wire mesh) yang berupa batang kawat baja yang dirangkai dengan teknik pengelasan. Di dalam setiap struktur beton bertulang, harus diusahakan supaya tulangan baja dan beton dapat mengalami deformasi secara bersamaan, dengan maksud agar terjadi kompatibilitas regangan. Ada dua jenis baja tulangan yaitu,

9 baja tulangan polos dam baja tulangan ulir (deformed). Baja tulangan ulir berfungsi untuk menambah lekatan antara beton dengan baja. Baja tulangan ulir yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau batang tulangan yang dipilin pada proses produksinya (R.Park and T.Paulay, 1975). Untuk regangan tulangan tarik (𝜀𝑠 ) ≤ regangan tulangan saat leleh (𝜀𝑦 ) merupakan daerah O-A dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 Untuk regangan tulangan saat leleh (𝜀𝑦 ) ≤ regangan tulangan tarik (𝜀𝑠 ) ≤ regangan tulangan plastis (𝜀𝑠𝑕 ) merupakan daerah A-B dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 Untuk regangan tulangan plastis (𝜀𝑠𝑕 ) ≤ regangan tulangan tarik (𝜀𝑠 ) ≤ regangan tulangan saat putus (𝜀𝑠𝑢 ) merupakan daerah B-C dapat ditentukan dengan persamaan: 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 .

𝑚 𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 +2 60 𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 +2

+

𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 60−𝑚 2 30 𝑟 +1 2

Tegangan, 𝒇𝒔

C

𝒇𝒔𝒖

B

A

𝒇𝒚 𝐎−𝐀 𝜺𝒔 ≤ 𝜺𝒚

𝐀−𝐁 𝜺𝒚 ≤ 𝜺𝒔 ≤ 𝜺𝒔𝒉

𝐁−𝐂 𝜺𝒔𝒉 ≤ 𝜺𝒔 ≤ 𝜺𝒔𝒖

𝒕𝒂𝒏 𝜽 = 𝑬𝒔

O

𝜺𝒚 𝒇 𝒔 = 𝜺 𝒔 . 𝑬𝒔

Elastis

𝜺𝒔𝒉 𝒇𝒔 = 𝒇𝒚

Plastis

𝜺𝒔𝒖

𝒇𝒔 = 𝒇𝒚 .

Regangan 𝜺𝒔

𝒎 𝜺𝒔 − 𝜺𝒔𝒉 + 𝟐 𝜺𝒔 − 𝜺𝒔𝒉 𝟔𝟎 − 𝒎 + 𝟔𝟎 𝜺𝒔 − 𝜺𝒔𝒉 + 𝟐 𝟐 𝟑𝟎𝒓 + 𝟏 𝟐

Strain hardening

Gambar 2.3 Kurva Tegangan - Regangan Baja (Paulay, 1975).

10

Keterangan: 𝐸𝑠

: modulus elastisitas baja

𝜀𝑠

: regangan tulangan tarik

𝜀𝑦

: regangan tulangan saat leleh

𝜀𝑠𝑕

: regangan tulangan plastis, 10.𝜀𝑦

𝜀𝑠𝑢

: regangan tulangan saat putus, 0.04

𝑓𝑠

: tegangan tulangan tarik, N/𝑚𝑚2

𝑓𝑠𝑢

: tegangan tulangan tarik ultimit, N/𝑚𝑚2

𝑟

: 𝜀𝑠𝑢 − 𝜀𝑠𝑕

𝑚

:

𝑓𝑠𝑢 −𝜀 𝑠𝑕 . 30.𝑟+1 2 −60.𝑟−1 15.𝑟 2

Garis O-A menunjukkan fase elastis, pada fase ini hubungan antara tegangan dan regangan adalah berbanding lurus (linier). Titik A disebut batas proporsional, tegangan dititik A disebut tegangan proporsional yang nilainya sangat dekat dengan tegangan leleh (fy). Gradien kemiringan yang di bentuk oleh garis O-A menunjukkan modulus elastisitas (E) yang dikenal juga sebagai young modulus. Garis A-B menunjukkan keadaan plastis yang merupakan garis yang relatif lurus mendatar, di mana tegangan yang terjadi relatif konstan sedangkan regangannya terus bertambah. Setelah melampaui titik B tegangan dan regangan meningkat kembali dan mencapai tegangan maksimum dititik C. Pada titik C disebut tegangan ultimit (kuat tarik baja) dengan nilai regangan berbeda tergantung mutu bajanya. Fase B-C disebut penguatan regangan (strain hardening). Setelah melampaui titik C, luasan penampang baja mengalami pengurangan (necking) yang mengakibatkan tegangan menurun dan akhirnya baja putus (Riki Emillianto, 2008) dan (R.Park and T.Paulay, 1975). 2.4

Analisis Lentur Balok Beton Bertulang Tegangan lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena

adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka pada balok akan terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya terjadi keruntuhan

11 elemen struktur. Taraf pembebanan yang demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur (James G.MacGregor,1997). Telah diketahui bahwa untuk bahan yang homogen dan elastis, distribusi regangan maupun tegangan adalah linear, nol pada garis netral dan maksimum di tepi serat terluar penampang. Sehingga, nilai tegangan berbanding lurus dengan nilai regangan, kondisi ini berlaku hingga batas sebanding (proportional limit). Apabila kekuatan tarik beton telah terlampaui, maka beton mengalami retak rambut. Oleh karena itu beton tidak dapat meneruskan gaya tarik pada daerah retak, sehingga seluruh gaya tarik yang timbul ditahan oleh baja tulangan. Pada kondisi tersebut, distribusi tegangan beton tekan masih dianggap sebanding dengan nilai regangannya (James G.MacGregor,1997). Teori lentur untuk beton bertulang didasarkan pada tiga anggapan, yang cukup mengizinkan untuk suatu perhitungan momen dari suatu balok. Tiga anggapan dasar teori lentur balok beton bertulang (James G.MacGregor, 1997) : 1. Bagian tegak lurus pada sumbu lenturan adalah bidang sebelum membengkokkan bidang sisa setelah lenturan. 2. Regangan di dalam tulangan sebanding dengan regangan di dalam beton ditingkatan yang sama atau sebatas beban sedang. 3. Tegangan di dalam beton dan tulangan dapat dihitung dari tegangan menggunakan kurva tegangan-regangan untuk beton dan baja. 2.4.1 Konsep Dasar Balok Lentur Balok adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menerima beban yang diberikan dan beban sendiri terutama akibat geser dan momen. (Gambar 2.4) menunjukkan suatu balok sederhana menahan beban luar yang diberikan, w adalah satuan panjang , P adalah beban luar yang diberikan. Jika beban yang diberikan pada balok, N sama dengan 0 seperti ditunjukkan (Gambar 2.4), perilaku seperti ini disebut sebagai sifat balok. Jika N adalah gaya tekan, perilaku seperti ini disebut sebagai sifat kolom (James G.MacGregor, 1997).

12

P W/unit length

Section A

𝑁=0

𝑁=0

Gambar 2.4 Balok Beton. P

C

V

V

jd

T

Gambar 2.5 Diagram Blok Tegangan dan Kopel Momen dalam (James G.MacGregor, 1997). Momen tekan di dalam M, diakibatkan oleh satu gaya tekan di dalam C, dan satu gaya tarik di dalam T, yang dipisahkan oleh suatu kopel jd, seperti yang ditunjukkan di (gambar 2.5) Karena tidak ada beban bekerja diluar N, maka akibat gaya horizontal didapat : C−T =0

atau

C = T ......................................................... (2.1)

Jika bergerak kebawah satu poros titik aplikasi gaya tekan C, berdasarkan pada gaya tarik tulangan beton pada saat keseimbangan dari benda bebas, Sehingga momen nominal untuk tulangan sebelah dapat dihitung dengan persamaan: M = T. jd ...................................................................................... (2.2a) Dengan cara yang sama, jika bergerak keatas satu poros titik aplikasi gaya tarik T, berdasarkan pada gaya beton tekan dapat dihitung dengan persamaan: M = C. jd ...................................................................................... (2.2b)

13 Karena C = T, dua persamaan diatas menghasilkan gaya yang sama. Persamaan. 2.1 dan 2.2 yang diperoleh secara langsung dari metode keseimbangan lentur juga dapat digunakan pada baja, kayu, atau beton bertulang. Teori balok elastis konvensional mengakibatkan penyamaan 𝜍 = 𝑀𝑦/𝐼, untuk sebuah balok persegi homogen tanpa tulangan memberi distribusi tegangan yang ditunjukkan di (gambar. 2.6). Diagram tegangan menunjukkan di (gambar. 2.6c) dan d bisa diasumsikan mempunyai "volume," dan karena mengacu pada blok tekan dan blok tegangan-tarik, resultan dari y tekan adalah C kekuatan yang diberi adalah : C =

σ c max 2

h

. b2

........................................................................... (2.3)

Menunjukkan dengan volume dari kompresi blok tegangan di (gambar. 2.6d) cara ini bisa menghitung kekuatan T dari blok tegangan-tarik. Gaya dari C dan T, Di dalam kasus yang elastis gaya ini berlaku pada h/3 di atas atau di bawah sumbu netral, sehingga jd=2h / 3. Dari persamaan. 2.2b dan 2.3 dan (gambar.2.6) diperoleh (James G.MacGregor, 1997) : M = C. jd ...................................................................................... (2.4a) (b.h) 2.h M = σc max 4 . 3 ................................................................. (2.4b) M = σc M=

σ.I y

max

b.h 3 /12 h/2

....................................................................... (2.4c)

.......................................................................................... (2.4d) σ=

M.y I

y

M

(a)

σc(max )

b

(b) h/2

jd

(c)

C

(d)

T

Gambar 2.6 Tegangan Elastis Balok dan Blok Tegangan.

14 Jadi Dengan demikian untuk kasus yang elastis, sama dengan balok untuk persamaan. 2.4d. dan dari persamaan. 2.2 menggunakan konsep blok tegangan. Teori balok elastis persamaan. 2.4d tidak digunakan di dalam disain balok beton bertulang, pertama karena kurva tegangan-regangan yang compressive dari beton adalah non-linear, dan yang lebih penting lagi, karena beton retak terdapat pada regangan yang rendah menekankan, sehingga perlu menambah penulangan untuk menahan gaya tarik T. Dua faktor-faktor ini dapat diselesaikan dengan dikombinasikan persamaan. 2.1 dan 2.2 (James G.MacGregor, 1997). 2.4.2 Analisis Balok dan Disain Balok Metode Whitney Dalam perhitungan pada metode perencanaan kekuatan balok beton dengan penampang persegi digunakan distribusi tegangan ekivalen bentuk persegi yang diusulkan oleh withney sebagai penyederhanaan dari bentuk distribusi lengkung. Withney menyarankan suatu distribusi tegangan persegi dengan nilai intensitas tegangan ratarata 0,85.f’c dan tinggi blok tegangan a = β1.c. Whitney menetapkan harga β1 sebesar 0,85 untuk f’c < 30 Mpa dan berkurang sebesar 0,08 untuk setiap kelebihan 10 Mpa, akan tetapi tidak boleh kurang dari 0,65. Dari tegangan persegi ekivalen ini nilai kuat lentur nominal (Mn) dapat dihitung (Wiryanto Dewobroto, 2005). Pendekatan dan pengembangan metoda perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan : 1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lentur, tetap rata setelah lentur dan tetap tegak lurus sumbu bujur balok ( prinsip bernouli ), karena itu nilai regangan terdistribusi linier atau sebanding lurus dengan jaraknya terhadap garis netral (prinsip Navier). 2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai kira-kira beban sedang, yaitu saat tegangan beton tekan telah melampaui ± f’c. Bila beban meningkat sampai beban batas, tegangan yang timbul tidak lagi sebanding dengan regangan, sehingga blok tegangan tekan berupa garis lengkung. 3. Dalam menghitung kapasitas momen, beton tarik diabaikan, seluruh gaya tarik ditahan batang baja tulangan.

15 Model yang digunakan untuk analisis lentur adalah balok beton bertulang berpenampang persegi prismatis dengan tulangan tunggal dan rangkap tanpa sengkang atau kekangan oleh (James G.MacGregor, 1997). 2.4.2.1 Analisis Tulangan Tunggal 𝜺𝒄𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑

𝒃

𝒇𝒄 = 𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄

𝒀

𝜺𝒐

𝒄

𝑪𝒄

𝒂 = 𝜷𝟏 . 𝒄

𝑪𝒄 𝒉

𝒅𝒃

𝒋𝒅 𝑨𝒔

𝒅𝒔

𝑻𝒔

𝜺𝒔

a). Penampang Balok

b). Regangan

𝑻𝒔

c). Tegangan d). Tegangan Sebenarnya Ekivalen Whitney

Gambar 2.7 Regangan dan Tegangan Balok Beton Bertulangan Tunggal.

a.

Prinsip keseimbangan penampang.

Berdasarkan gambar 2.7 dapat dihitung dengan rumus : 𝐶𝑐 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏 ........................................................................... (2.5) 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ........................................................................................ (2.6) Dengan : 𝐶𝑐 = gaya tekan pada beton 𝑇𝑠 = gaya tarik pada baja 𝑓′𝑐 = kuat tekan beton 𝑎

= tinggi blok tegangan

𝑏

= lebar balok

𝑓𝑦

= tegangan leleh baja

𝐴𝑠 = luas baja tarik

16 Persamaan kesetimbangan didapat : 𝐶𝑐 = 𝑇𝑠 ............................................................................................. (2.7) 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦

.................................................................. (2.8)

Sehingga dari persamaan 2.8 didapat nilai 𝑎 : 𝐴𝑠 .𝑓𝑦

𝑎 = 0.85.𝑓′

𝑐 .𝑏

..................................................................................... (2.9)

𝑎

𝑐 = 𝛽 .............................................................................................. (2.10)

b.

Regangan tulangan tarik :

Untuk menghitung regangan tulangan : 𝜀𝑠 = 𝜀𝑐 𝜀𝑦 =

𝑑 𝑏 −𝑐

................................................................................ (2.11)

𝑐

𝑓𝑦 𝐸𝑠

𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦 = anggapan tulangan tarik sudah leleh adalah benar

c.

Ketentuan 𝑓𝑠 < 𝑓𝑦 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 Untuk 𝑎 = 𝛽1 . 𝑐 𝑓𝑠 = 0.003.

d.

𝛽.𝑑 𝑏 −𝑎 𝑎

. 𝐸𝑠

Regangan Berimbang Regangan berimbang dicapai bila pada saat yang sama: a.

Serat terluar beton tekan mencapai regangan maksimum, 𝜀𝑐𝑢 = 0,003.

b.

Tulangan tarik mencapai regangan leleh, 𝜀𝑦 .

Pada keadaan regangan berimbang, sejumlah tulangan tarik 𝑨𝒔𝒃 akan memberikan jarak garis netral 𝒄 dari tepi beton tarik dan gaya-gaya dalam 𝑪𝒄 dan 𝑻𝒔 . Dalam praktek regangan berimbang sulit dicapai, sebagai akibat pembulatan jumlah tulangan yang dipergunakan, sehingga luas baja yang dipergunakan tidak sama dengan 𝑨𝒔𝒃 . Karna itu terdapat dua kemungkinan, penampang bertulangan kurang (under reinforced) dan penampang bertulangan lebih (over reinforced).

17

𝜺𝒄𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑

𝒄

𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔: 𝜀𝑠 > 𝜀𝑦 , 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 , 𝜀𝑐𝑢 < 0,003 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 ∶ 𝜀𝑦

𝒅𝒃

𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑏𝑖𝑕: 𝜀𝑠 < 𝜀𝑦 , 𝑓𝑠 < 𝑓𝑦 , 𝜀𝑐𝑢 = 0,003

Gambar 2.8 Kondisi Penulangan.

𝜺𝒔

Maka nilai kapasitas tampang 𝑀𝑛 :

e.

𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏

........................................................ (2.12a)

600+𝑓𝑦

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 > 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 > 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 Maka untuk keruntuhan tekan dapat dihitung: 𝑎

𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 − 2 ........................................................ (2.13) Maka untuk keruntuhan tarik dapat dihitung: 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

......................................................... (2.12b)

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 < 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 < 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 𝐴𝑠 .𝑓𝑦

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′

...................................................... (2.14)

𝑐 .𝑏

2.4.2.2 Analisis Tulangan Rangkap 𝒃

𝜺𝒄𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑

𝜺′𝒔

d’

𝒄

𝑨′𝒔

𝒇𝒄 = 𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄 𝑪𝒔

𝒇′𝒔

𝒀

𝒂 = 𝜷𝟏 . 𝒄

𝑪𝒄 𝒉

𝒅𝒃

𝒋𝒅 𝑨𝒔

𝒅𝒔 𝜺𝒔

𝑻𝒔

𝑻𝒔

d). Tegangan c). Tegangan Ekivalen Sebenarnya Whitney Gambar 2.9 Regangan dan Tegangan Balok Beton Bertulangan Rangkap.

a). Penampang Balok b). Regangan

𝑪𝒔 𝑪𝒄

18 a.

Prinsip keseimbangan penampang :

Berdasarkan gambar 2.9 dapat dihitung dengan rumus : 𝐶𝑐 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏 ......................................................................... (2.15) 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 ...................................................................................... (2.16) 𝐶𝑠 = 𝐴′𝑠 . 𝑓𝑦 .................................................................................... (2.17) Dengan : 𝐶𝑐 = gaya tekan pada beton 𝐶𝑠 = gaya tekan pada tulangan 𝑇𝑠 = gaya tarik pada baja 𝑓′𝑐 = kuat tekan beton 𝑎

= tinggi blok tegangan

𝑏

= lebar balok

𝑓𝑦

= tegangan leleh baja

𝐴𝑠 = luas baja tarik Persamaan kesetimbangan didapat : 𝐶𝑐 + 𝐶𝑠 = 𝑇𝑠 ................................................................................... (2.18) 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏+𝐴′𝑠 . 𝑓𝑦 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦

.................................................. (2.19)

Sehingga dari persamaan 2.19 didapat nilai 𝑎 : 𝑎=

𝐴𝑠 −𝐴′ 𝑠 .𝑓𝑦

................................................................................ (2.20)

0.85.𝑓′ 𝑐 .𝑏 𝑎

𝑐 = 𝛽 .............................................................................................. (2.21) b.

Regangan tulangan tekan dan tarik :

Untuk menghitung regangan tulangan :

c.

𝜀′𝑠 = 𝜀𝑐 .

𝑐−𝑑′

𝜀𝑠 = 𝜀𝑐 .

𝑑 𝑏 −𝑐

𝑐 𝑐

= 𝜀𝑐 .

𝑎−𝛽 .𝑑′

= 𝜀𝑐 .

𝛽 .𝑑 𝑏 −𝑎

Ketentuan 𝑓′𝑠 = 𝑓𝑦 Jika 𝜀𝑐 .

𝑎−𝛽.𝑑′ 𝑎



𝑓𝑦 𝐸𝑠

Dan 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 Jika 𝜀𝑐 .

𝛽.𝑑 ′ −𝑎 𝑎

𝑓𝑦

≥𝐸

𝑠

𝑎 𝑎

............................................................ (2.22) ........................................................... (2.23)

19 d.

Maka nilai kapasitas tampang 𝑀𝑛 : 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏

.......................................................... (2.24)

600+𝑓𝑦

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 > 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 > 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 𝑎=

𝐴𝑠 . 𝑓𝑠 − 𝐴′𝑠 . 𝑓′𝑠 0.85. 𝑓′𝑐 . 𝑏

Diagram tegangan diperoleh : 𝑓′𝑠 = 𝜀′𝑠 . 𝐸𝑠 = 0.003. 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 = 0.003.

Maka keruntuhan tekan:

𝑎−𝛽 1 .𝑑′ 𝑎

. 𝐸𝑠 atau 𝑓𝑦

𝛽 1 .𝑑 ′ −𝑎 . 𝐸𝑠 𝑎

atau 𝑓𝑦

Jika 𝜀𝑠 > 𝜀𝑦 dan 𝜀′𝑠 < 𝜀𝑦 𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 −

𝑎 2



+ 𝐴 𝑠 . 𝑓′𝑠 . (𝑑𝑏 − 𝑑′) ........................... (2.25)

Maka untuk keruntuhan tekan dapat dihitung: 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 < 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 < 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 Jika 𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦 dan 𝜀′𝑠 ≥ 𝜀𝑦 𝑎

𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 − 2 + 𝐴′ 𝑠 . 𝑓𝑦 . (𝑑𝑏 − 𝑑′) ....................... (2.26) 2.4.2.3 Disain Balok Beton Bertulang Penelitian Metode Whitney Bila suatu penampang persegi dengan ukuran yang telah ditetapkan, diinginkan mempunyai kekuatan yang lebih besar dari kekuatan yang tersedia dengan hanya menggunakan tulangan tarik saja, maka diperlukan tambahan tulangan tarik dan pemberian tulangan tekan (James G.MacGregor, 1997). Prosedur untuk perencanaan penampang persegi dengan tulangan tunggal dan rangkap sebagai berikut: 2.4.2.4 Disain Balok Tulangan Tunggal Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.10. a.

Momen ultimit (𝑀𝑢 ): Kuat perlu 𝑀𝑢 = 1,2. 𝐷𝐿 + 1,6. 𝐿𝐿 dan tentukan b,h,𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑀𝑢 , dan 𝐸𝑠 Luas tulangan tarik yang dibutuhkan 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽. Luas tulangan 𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )2

b.

Banyak tulangan: 𝐴𝑠𝑏

Kebutuhan tulangan tarik 𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴

1𝑡𝑢𝑙

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

20 Kapasitas penampang: 𝑀𝑢 < 𝑀𝑛 𝐴 .𝑓𝑦

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′𝑠

Dengan

𝑐 .𝑏

Kelebihan momen sebesar 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛 𝒃

𝒄 𝒉

𝒂 = 𝜷𝟏 . 𝒄

𝑪𝒄

𝒅𝒃

𝒅𝒃 −

𝒂 𝟐

𝑨𝒔 𝑻𝒔

𝒅𝒔

Gambar 2.10 Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Tunggal. 2.4.2.5 Disain Balok Tulangan Rangkap Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.11. a.

Momen ultimit (𝑀𝑢 ): Kuat perlu 𝑀𝑢 = 1,2. 𝐷𝐿 + 1,6. 𝐿𝐿 dan tentukan b,h,𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑀𝑢 , dan 𝐸𝑠 Luas tulangan tarik yang dibutuhkan 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

Luas tulangan 𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )2 b.

Banyak tulangan: 𝐴𝑠𝑏

Kebutuhan tulangan tarik 𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴

1𝑡𝑢𝑙

𝐴 .𝑓

c.

Kapasitas penampang: 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′𝑠 .𝑏𝑦

d.

Kelebihan momen sebesar 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛 , ditahan oleh tambahan

𝑐

tulangan tarik bersama dengan tulangan tekan, di mana besar gaya tekan yang harus ditahan oleh tulangan tekan: 𝑀𝑛 2

𝐶𝑠 = 𝑑

𝑏 −𝑑′

= 𝑇2

Luas tulangan tekan 𝐶

𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝑓′𝑠

𝑠

𝑓′𝑠 = 𝑓𝑦 𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜀′𝑠 ≥ 𝜀𝑦 𝑓′𝑠 = 𝐸𝑠 . 𝜀′𝑠 𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜀′𝑠 < 𝜀𝑦

21 Dari keseimbangan gaya dalam, 𝐶 = 𝑇 :

e.

Sehingga tambahan tulangan tarik

𝑇

𝐴𝑠𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎 𝑕 = 𝑓2 𝑦

Luas tulangan tarik 𝐴𝑠 = 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 1 + 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎 𝑕 Kebutuhan tulangan tarik 𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = 𝐴

𝐴𝑠 1𝑡𝑢𝑙

Kebutuhan tulangan tekan 𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝒃

𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐴1𝑡𝑢𝑙

𝑪𝒔

𝒅′

𝒄

𝑨′𝒔 𝒉

𝒂 = 𝜷𝟏 . 𝒄

𝑪𝒄

𝒅𝒃

𝒅𝒃 −

𝒂 𝟐

𝑨𝒔 𝑻𝒔

𝒅𝒔

Gambar 2.11 Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Rangkap. 2.5

Metode Kompatibilitas Regangan (James G.MacGregor 1997)

Metode kompatibilitas regangan atau keseimbangan penampang merupakan metode untuk menentukan tegangan-tegangan dalam pada balok didapat dari regangan-regangan yang terjadi akibat beban luar balok. Sebagai contoh penerapan kompatibilitas regangan sebagai berikut: Setelah mendapatkan nilai kapasitas tampang, 𝜑𝑀𝑢 , gambar tampang

a.

balok, 𝑓′𝑐 dan kurva tegangan-regangan. Asumsikan nilai 𝜀𝑐𝑢 = 0,003 dan nilai 𝑐1 = 8. b.

Hitung tegangan blok tekan dengan rumus: 𝑎 = 𝛽. 𝑐1

c.

Hitung regangan yang terjadi disetiap layer tulangan: 𝒃 Tegangan

𝒉

𝟐∅𝟕

𝑨𝒔𝟏

𝟐∅𝟕

𝑨𝒔𝟐

𝟐∅𝟕

𝑨𝒔𝟑

𝒅𝒃

𝑶

𝟒∅𝟖

𝑨𝒔𝟒

𝟒∅𝟖

𝑨𝒔𝟓

𝑩

𝑨

𝟎, 𝟎𝟎𝟐

Regangan

22

a). Penampang Balok

b). Kurva Tegangan-Regangan

𝜺𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 𝜺𝟏 = +𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟎𝟔

𝑐1 =8

𝜺𝟐 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟏𝟓𝟎

𝑻𝒔𝟏 = −𝟓𝟐,2

𝜺𝟑 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟓𝟐𝟓

𝑻𝒔𝟐 = −𝟕𝟓,5

𝜺𝟒 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟖𝟖𝟏

𝑻𝒔𝟑 = −𝟐𝟏𝟓,6

𝜺𝟓 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟗𝟓𝟔

𝑻𝒔𝟒 = −𝟐𝟏𝟗,1

c). Regangan Sebelum Berimbang 2,5

𝑪𝒔 = +𝟔𝟔,1 𝑪𝒄 = +𝟑𝟔4,1

d). Tegangan

𝜺𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑

𝑐2 =9,75 (18-2,5)

𝜺𝟏 = +𝟎, 𝟎𝟎𝟐𝟐𝟑

𝑪𝒔 = +𝟔𝟔,4 𝑪𝒄 = +𝟒𝟒𝟑,9

𝜺𝟐 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟔𝟗

𝑻𝒔𝟏 = −𝟐𝟒,1

𝜺𝟑 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟑𝟕𝟕

𝑻𝒔𝟐 = −𝟕𝟐,8

𝜺𝟒 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟔𝟔𝟗

𝑻𝒔𝟑 = −𝟐𝟎𝟓,5

𝜺𝟓 = −𝟎, 𝟎𝟎𝟕𝟑𝟕

𝑻𝒔𝟒 = −𝟐𝟎𝟖,4

(18-33,5)

e). Regangan Setelah Berimbang

f). Tegangan

Gambar 2.12 Penyelesaian Kompatibilitas Regangan (James G.MacGregor, 1997). d.

Hitung tegangan yang terjadi pada setiap layer tulangan:

e.

Hitung gaya horizontal P = C - T - Dengan hasil hitungan gaya dalam untuk 𝑐1 = 8. Σ𝐹𝑠 = −496,3 Σ𝐶𝑐 = +364,1 Σ𝐹𝑠 + Σ𝐶𝑐 = −132,2 - Dengan hasil hitungan gaya dalam untuk 𝑐2 = 9,75.

23 Σ𝐹𝑠 = −444,4 Σ𝐶𝑐 = +443,9 Σ𝐹𝑠 + Σ𝐶𝑐 = −0,5 Dengan demikian tinggi garis netral menghasilkan gaya dalam 0.1% Maka didapat kompatibilitas regangan. f.

Periksa 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 Persyaratan pembatasan tulangan ρ ≤ 0,75𝜌𝑏 𝑎𝑡𝑎𝑢 As ≤ 0,75𝐴𝑠𝑏

g.

Hitung Momen nominal 𝑎 𝑀𝑛 = Σ𝐶𝑐 . 𝑑𝑏 − + 𝐴′ 𝑠 . 𝑓′𝑠 . (𝑑𝑏 − 𝑑′) 2 Rasio tulangan: 𝜑 = 0.9 𝑎

𝜑𝑀𝑢 = 𝜑 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 − 2 + 𝐴′ . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 𝑑′ 𝑠

Analisis

keseimbangan

momen

berdasarkan

Kompatibilitas

Regangan(James G.MacGregor, 1997). Langkah penerapan kompatibilitas regangan sebagai berikut : a). Asumsikan distribusi-distribusi regangan digambarkan dengan suatu regangan 𝜖 cu dari 0.003 serat compressive exstrim dan satu nilai anggapan dari jarak C kepada sumbu netral. b). Hitung jarak blok regangan segi empat, 𝛼 = 𝛽1.C c). Hitung regangan pada setiap lapisan tulangan dan distribusi regangan yang diasumsikan. d). Dari kurva tegangan-regangan untuk penguatan dan regangan dari langkah 3, menentukan tegangan pada setiap lapisan tulangan. e). Hitung gaya di dalam daerah kompresi dan pada setiap lapisan dari penguatan. f). Hitung gaya horizontal P = C - T. Untuk suatu balok tanpa gaya aksial, P sama dengan nol. Jika nilai yang dihitung P bukanlah sama dengan nol, melakukan penyesuaian distribusi regangan dan langkahlangkah pengulangan a sampai f hingga P adalah dekat dengan nol seperti diinginkan. Ketidak seimbangan itu mestinya tidak melebihi 0.1 sampai 0.5 persen dari C.

24 g). Menjumlahkan pada saat dari gaya dalam. Jika P = 0, ini setiap sumbu yang benar. Kita akan menjumlahkan pada saat sekitar titik berat dari tampang-lintang. Sumbu ini adalah normalnya digunakan dalam kolom-kolom di mana P bukanlah nol. 2.6

Metode Secant

2.6.1 Teori Metode Secant Sesuai dengan namanya, Metode Secant bekerja berdasarkan GARIS SECANT (garis busur) yang menghubungkan 2 titik pada kurva y = f (x), sedemikian rupa sehingga secara geometris akan terbentuk “kesebangunan segitiga” dan kemudian dari padanya dapat dihitung suatu titik pendekatan baru pada kurva y = f(x) yang mendekati akar atau jawaban eksaknya dan kemudian dari titik yang baru ini ditarik lagi suatu „garis secant yang baru‟ yang berhubungan dengan salah satu titik awal yang tempat kedududkannya lebih dekat ke arah akar eksaknya, demikian proses rekursif tersebut dilakukan secara berulang (iteratif) sehingga diperoleh suatu akar yang paling mendekati akar eksaknya sesuai dengan kriteria yang ditentukan (Amrinsyah nasution, 2005).

Gambar 2.13 Penentuan Nilai Turunan Fungsi dengan Metode Secant (Amrinsyah nasution, 2005). Jika nilai 𝑿𝒌 atau 𝑿𝟎 dan nilai 𝑿𝒌+𝟏 atau 𝑿𝟏 didapat, maka: Kesebangunan segitiga yang terbentuk adalah perbandingan berikut , 𝑓 𝑋𝑘 𝑓 𝑋𝑘+1 = 𝑋𝑘 − 𝑋𝑘+2 𝑋𝑘+1 − 𝑋𝑘+2 Atau

25 𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘 − 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘 = 𝑋𝑘 . 𝑓 𝑋𝑘+1 − 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘+1 Dan, pindahkan faktor 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘+1 di ruas kanan ke kiri: 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘+1 − 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘 + 𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘 = 𝑋𝑘 . 𝑓 𝑋𝑘+1 Tambahkan masing-masing ruas dengan −𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘+1 , sehingga diperoleh: 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘+1 − 𝑋𝑘+2 . 𝑓 𝑋𝑘 −𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘+1 + 𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘 = 𝑋𝑘 . 𝑓 𝑋𝑘 +1 −𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘+1

Sehingga dilakuakan penyusunan ulang diperoleh: 𝑋𝑘+2 − 𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘+1 − 𝑓 𝑋𝑘

= 𝑋𝑘 − 𝑋𝑘+1 . 𝑓 𝑋𝑘+1

Sehingga 𝑿𝒌+𝟐 atau 𝑿𝒃 : 𝑋𝑘+2 = 𝑋𝑘+1 − 𝑓 𝑋𝑘+1 . 𝑓

𝑋 𝑘+1 −𝑋 𝑘 𝑋 𝑘+1 −𝑓 𝑋 𝑘

Secara umum dalam bentuk formulasi rekursi berurutan dari metode secant: 𝑿 −𝑿

𝑿𝒏+𝟏 = 𝑿𝒏 − 𝒇 𝑿𝒏 . 𝒇 𝑿 𝒏−𝒇 𝒏−𝟏 𝑿 𝒏

𝒏−𝟏

2.6.2 Algoritma Metode Secant Algoritma program dengan metode secant: 1.

Tentukan harga awal 𝑿𝟎 ,

2.

Tentukan harga kedua 𝑿𝟏 ,

3.

Toleransi 𝒕𝒐𝒍,

4.

Iterasi maksimum 𝒊𝒕𝒆𝒓_𝒎𝒂𝒙,

5.

Hitung 𝑋𝑏𝑎𝑟𝑢 , 𝑋𝑏 = 𝑋1 −

6.

Jika nilai mutlak

𝑓 𝑋1 ∗ (𝑋1 − 𝑋0 ) 𝑓 𝑋1 − 𝑓 𝑋0

𝑋𝑏𝑎𝑟𝑢 − 𝑋0 < 𝑡𝑜𝑙𝑒𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖, maka 𝑋𝑏𝑎𝑟𝑢 sebagai

hasil perhitungan; jika tidak, lanjut ke langkah berikutnya. 7.

Jika jumlah iterasi > iterasi maksimum, akhiri program.

8.

𝑋0 = 𝑋𝑏𝑎𝑟𝑢 , dan kembali kelangkah (5).

9.

Selesai.

26 2.7

Software MATHCAD 14

Mathcad adalah teknik perhitungan dan komunikasi, kita dapat menggunakan Mathcad untuk melakukan dokumen, berbagai perhitungan dan desain. Mathcad dengan format visual dan lembar kerja mengintegrasikan bentuk tampilan standar notasi matematika, teks, dan grafik dalam satu lembar kerja atau worksheet. Mathcad memberikan tampilan untuk memanggil kembali, perhitungan pengulangan kembali, dan teknik kolaborasi. Mathcad arsitektur dapat dikombinasikan dengan dukungan NET dan format XML memudahkan untuk mengintegrasikan Mathcad ke aplikasi teknik lainnya. File dapat ditampilkan dalam berbagai format: XML, HTML, PDF, dan RTF, dan dengan penggunaan Perhitungan Mathcad Server, kita dapat mempublikasikan bentuk matematika di Web menggunakan Mathcad dan worksheet. Software

ini sebagian besar

berorientasi non-program, juga digunakan dalam pekerjaan yang lebih kompleks untuk memvisualisasikan hasil pemodelan matematika yang menggunakan komputasi terdistribusi dan bahasa pemrograman matematis. Dalam Mathcad, sebuah program yang dimasukkan dalam pemrograman operator, multi-langka atau banyak rumus dikolaborasikan dalam sebuah yang dinamakan programming. Pemrograman spesifik operator dapat digunakan untuk menetapkan perintah penggunaan untuk variabel atau fungsi. Mathcad mengevaluasi rangkaian pernyataan dalam sebuah program dalam urutan yang ditetapkan oleh operator pemrograman kemudian mengembalikan hasil dari langkah terakhir.

Kemampuan Mathcad diantaranya adalah: 1.

Dengan menyelesaikan persamaan diferensial, dengan beberapa mungkin metode numerik.

2.

Grafik fungsi dalam dua atau tiga dimensi.

3.

Simbolik perhitungan termasuk sistem penyelesaian persamaan.

4.

Vektor dan matrik operasi termasuk eigen nilai dan Kurva eigen vector.

5.

Penerapan kurva

27 6.

Mencari akar polinomial dan fungsi

7.

Fungsi statistik dan probabilitas distribusi

8.

Unit Perhitungan jumlah yang pasti.

2.7.1 Programming didalam MATHCAD 14 Pada penjelasan fungsi icon atau perintah didalam programming penulis akan menjelaskan perintah yang digunakan didalam tulisan ini saja, untuk lebih jelas dapat dipelajari pada mathcad help dan buku pedoman lain. Fungsi-fungsi yang ada didalam program: Add line

Local assignment

if

otherwise

for

while

break

continue

return

on error

Berikut ini adalah contoh sederhana dari sebuah program: 1.

Add line pada papan ketik dengan tombol [ ] ] Add line, baris kosong di dalam sebuah program, atau membuat baris

pertama dalam sebuah program jika digunakan di daerah kosong worksheet. Tambahkan dengan perintah Line operator. kita dapat menggunakan Line operator untuk menambahkan placeholder atau baris perintah kosong manapun di program, misalnya kita akan menggunakan Add line untuk membuat kumpulan atau kolaborasi untuk loop, atau ekspresi boolean yang terletak di kanan sisi pernyataan kondisional. Bila ingin membuat baris baru tambahkan Line, dengan perintah tersebut kita membuat placeholder kosong yang baru pada tingkat yang sama seperti contoh di bawah. Jika kita memilih placeholder kosong di sisi kanan, kita harus menambahkan baris di sana. Jika kita memilih seluruh operator, baris baru muncul di bawahnya. Jika pilihannya bar di depan ekspresi atau rumus matematika, baris baru muncul sebelum memilih. Jika bar seleksi adalah setelah pilihan saat ini, jalur ini ditambahkan setelah. Sebagai contoh dapat dilihat keterangan sebagai berikut:

28

Line operator 2.

placeholder

Local assignment pada papan ketik dengan tombol [ { ] x←y y mengevaluasi numerik dan memberikan isinya ke x. Variabel dan fungsi

yang didefinisikan dengan operator ini hanya didefinisikan secara lokal dalam batasan yang berlaku sekarang, misalnya, dalam sebuah program. Mengembalikan nilai-tangan kiri sisi. Operand: a. x adalah sembarang nama atau angka yang valid untuk Mathcad variabel atau fungsi. b. y adalah setiap ekspresi Mathcad valid. Keterangan: a. Lokal variabel atau fungsi yang didefinisikan dengan operator ini mungkin untuk nilai-nilai dari worksheet. Sebagai contoh, a: = 2 di worksheet kita, kemudian mendefinisikan variabel lokal b ← a di dalam sebuah program. b. Jika nama variabel lokal adalah sama dengan lembar kerja variabel atau fungsi yang digunakan untuk menginisialisasi itu, hanya membutuhkan nilai worksheet pertama kali diberikan. Selanjutnya referensi ke nama yang sama menggunakan nilai lokal bukan global. Misalnya, jika fungsi g (x): = x + 1 didefinisikan dalam lembar kerja kita, dan kita membuat sebuah variabel g ← g (2), semua program berikutnya referensi ke nama g menggunakan definisi variabel lokal 3, dan tidak lagi mengenali sebagai nama fungsi. kita selalu dapat berpindah ke worksheet definisi menggunakan [doc] namespace operator.

29

c. Ketika menetapkan fungsi lokal, kita dapat juga menetapkan fungsi dengan daftar argumen, sama seperti yang kita lakukan untuk fungsi worksheet, atau hanya menetapkan nama fungsi untuk ekspresi yang mengevaluasi ke salah satu fungsi, misalnya, f ← Fn, di mana F adalah sebuah array dari nama-nama fungsi. d. Kita dapat mengubah tampilan operator dengan =.

3.

if pada papan ketik dengan tombol [ } ] X if y Mengevaluasi x if y, Program ini akan disertakan berlanjut ke baris

berikutnya tanpa memperhatikan apakah x adalah dievaluasi atau tidak. Pernyataan bersyarat Mathcad memungkinkan untuk mengeksekusi atau melewati perhitungan tertentu. Gunakan pernyataan kondisional setiap kali kita ingin program langsung eksekusi atau langsung menghitung sepanjang peritah tertentu. Jangan ketik kata "if" Karena tidak menghasilkan operator.

4.

otherwise pada papan ketik dengan tombol [Ctrl ]+[ Shift]+[ ] ] X otherwise

Mengevaluasi x if, jika pernyataan tepat sebelum x adalah 0 (false). Operator otherwise hanya bekerja dengan if operator. Sebagai contoh dapat dilihat keterangan sebagai berikut:

fungsi mengembalikan 0 if x adalah lebih besar daripada 2 atau kurang dari -2. Bila x adalah antara -2 dan 2, mengembalikan fungsi akar kuadrat dari 4 - x2. Operand: a. x adalah sembarang ekspresi Mathcad valid b. y adalah setiap ekspresi yang valid Mathcad dapat mengevaluasi ke 0 dalam beberapa kasus. Hanya nilai pengembalian dari y; ini bisa menjadi sebuah ekspresi boolean atau ekspresi Mathcad lainnya. Sebagai contoh,

30 perintah lokal atau urutan langkah-langkah pemrograman yang diperbolehkan. Catatan: a. Setiap syarat evaluasi diasumsikan dengan sendirinya. Ketika menemukan beberapa urutan Mathcad if pernyataan pada tingkat yang sama, akan mengevaluasi masing-masing if pernyataan pada gilirannya atau berurut, terlepas dari hasil pernyataan sebelumnya. Jika kita ingin mengevaluasi ekspresi berdasarkan apakah if pernyataan tertentu mengevaluasi sebagai benar atau salah, menggunakan otherwise operator lain.

b. Jika kita menggunakan lebih dari satu if pernyataan otherwise pernyataan lain, pernyataan yang lain dijalankan hanya ketika semua kondisi sebelumnya palsu. Namun, semua sebelumnya if pernyataan terus dievaluasi terlepas dari hasil sebelumnya if. Dalam contoh di atas fy (5) = 9 dan fy (2) = 1. Tidak ada "else if" atau "kasus" pernyataan dalam Mathcad yang memungkinkan kita untuk beralih pada beberapa kasus, selain menggunakan kumpulan pernyataan if ... otherwise.

Sebuah lingkaran adalah sebuah blok kode yang menyebabkan satu atau lebih pernyataan (bagian loop) untuk iterasi sampai kondisi terminasi terjadi. Ada dua jenis loop: a. for loop digunakan ketika kita tahu persis berapa kali printah loop harus mengeksekusi atau menjalankan perintah. b. while loop yang digunakan saat kita ingin menghentikan eksekusi atas terjadinya suatu kondisi, tapi kita tidak tahu persis kapan kondisi yang akan terjadi. Jangan ketik kata "otherwise" Karena tidak menghasilkan operator.

31

5.

for pada papan ketik dengan tombol [Ctrl ]+[“]

Mengevaluasi z untuk setiap nilai x di atas rentang y. Biasanya, setidaknya satu ekspresi dalam lingkaran perintah, z, menggunakan nilai x untuk mengubah perhitungan untuk setiap evaluasi. Gunakan for loop jika kita tahu persis berapa kali kita ingin bagian loop untuk mengeksekusi atau menjalankan perintah. Operand: a. x adalah sembarang nama atau angka variabel yang Mathcad valid b. y adalah nilai atau urutan nilai. Ini adalah nilai kisaran, namun kita juga dapat menggunakan vektor, atau daftar dipisahkan-koma skalar atau vektor, yang masing-masing hasil dalam serangkaian nilai-nilai skalar diasumsikan oleh variabel iterasi x. y dapat juga menjadi serangkaian matriks, dipisahkan dengan koma; x mengasumsikan nilai setiap matriks pada kelanjutannya. Ini adalah cara yang tepat untuk menerapkan perhitungan yang sama untuk satu set matriks. c. z ekspresi atau menjalankan perintah Mathcad yang valid atau urutan ekspresi atau menjalankan perintah. Sebagai contoh, perintah yang terdapat didalam program, atau urutan langkah-langkah pemrograman yang diperbolehkan di sini. Gunakan jalur atau tambahkan placeholder operator untuk memasukkan pernyataan tambahan. Sebagai contoh dapat dilihat keterangan sebagai berikut: Contoh:

Catatan: a. Bila kita menggunakan for loop, kita harus tahu berapa kali yang kita ingin loop untuk menjalankan perintah; hasil akhir dari iterasi tidak penting.

32 b. Kita menginginkan untuk keluar dari loop sebelum kondisi terminasi bertemu, atau melewatkan iterasi tertentu dan lanjutkan ke yang berikutnya. kita dapat mengontrol pelaksanaan kedua jenis loop dengan menggunakan operator break dan operator continue.

while pada papan ketik dengan tombol [Ctrl ]+[ ] ]

6.

Mengevaluasi y sedangkan x adalah kosong. Kondisi ekspresi atau sebuah perintah dievaluasi pada awal while loop, jadi ada kemungkinan bahwa loop tidak pernah dijalankan. Loop iterasi berhenti segera setelah kondisi palsu dan mengembalikan nilai terakhir dihitung dalam perintah pada iterasi sebelumnya. Operand: a. x adalah sembarang ekspresi atau Mathcad valid urutan ekspresi yang dapat mengevaluasi ke 0, selalu bersifat ekspresi boolean. b.

y adalah sembarang ekspresi Mathcad valid atau urutan ekspresi. Setidaknya satu ekspresi perintah dalam program harus mengubah kondisi ekspresi, x, sehingga menjadi false; jika tidak, mengeksekusi loop tanpa batas waktu dan kita harus menghentikannya dengan menekan [Esc]. Gunakan jalur tambahkan placeholder operator untuk memasukkan pernyataan tambahan.

Jangan ketik kata "while" Karena tidak menghasilkan operator. Sebagai contoh dapat dilihat keterangan sebagai berikut: Contoh:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Tahapan Pelaksanaan Penelitian Metode Kompatibilitas Regangan Sebelum melakukan analisis terlebih dahulu melakukan tahapan-tahapan

penelitian yang akan dilalui sebagai berikut: 1. Studi literatur atau pengumpulan bahan referensi sehingga karakteristik balok beton bertulang ditentukan, untuk kuat tarik baja menggunakan kuat tarik baja linier yaitu 𝒇𝒔 = 400 Mpa, sedangkan untuk kuat tekan beton menggunakan kuat tekan beton normal yaitu: 𝒇′𝒄 = 17,5 Mpa. 2. Model numerik kurva tegangan-regangan beton Hognestad ditentukan, untuk kasus umum digunakan pembagi segmen yaitu 100 pias . 3. Model numerik untuk menentukan metode kompatibilitas regangan dan untuk menentukan kurva tegangan yang berbentuk parabolik digunakan metode secant, digunakan karena metode secant adalah proses rekursif dilakukan secara berulang (iteratif) sehingga diperoleh suatu akar yang paling mendekati akar eksaknya sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Maka dengan penentuan kurva tegangan yang berbentuk parabolik dengan iteratif atau iterasi sehingga cocok digunakan untuk analisis balok beton bertulang metode kompatibilitas regangan dengan berbagai kondisi penulangan dan karakteristik balok. 4. Merumuskan bagan alir dan algoritma program analisis dan disain balok beton bertulang metode kompatibilitas regangan, Algoritma analisis akan dibagi dua tahap yaitu Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄 dan Analisis, sedangkan untuk analisis dan disain balok beton bertulang metode Whitney algorima juga dirumuskan dan dianalisis menggunakan software MATHCAD 14. 5. Untuk mengimplementasikan algoritma program analisis dan disain balok beton bertulang metode kompatibilitas regangan menggunakan software MATHCAD 14. 6. Hasil hitungan metode whitney terpisah dengan program berupa (Mn). 33

34 Flow chart Metodologi Penulisan Tugas Akhir dapat dilihat pada gambar 3.1 Flow chart Penelitian Tugas Akhir. Mulai

Studi literatur

Metode yang Digunakan pada Program : - Model Numerik Kurva Teg-Reg Beton Hognestad dan Metode Secant - Fungsi Kurva Teg-Reg Baja Paulay

Analisis Metode Whitney : - Bagan Alir Analisis Balok Metode Whitney - Bagan Alir Disain Balok Metode Whitney

Bagan Alir Program Metode Kompatibilitas Regangan : - Bagan Alir Analisis Metode Kompatibilitas Regangan - Bagan Alir Program Disain Kompatibilitas Regangan

Analisis Program Metode Kompatibilitas Regangan: - Algoritma Analisis Balok Tulangan Tunggal - Algoritma Analisis Balok Tulangan Rangkap dan Majemuk - Algoritma Disain Balok Tulangan Tunggal - Algoritma Metode Secant

Penerapan Algoritma Kedalam Softwar MATHCAD 14 - Penentuan Selisih Hasil Hitungan - Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Flow chart Penelitian Tugas Akhir

35 3.2

Fungsi Kurva Tegangan-Regangan Kuat Tekan Beton Hognestad Fungsi yang digunakan adalah kurva tegangan dan regangan yang

dirumuskan oleh Hognestad. Penulisan program pada analisis untuk fungsi Hognestad adalah 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 . 𝜀𝑜

: Regangan beton

𝜀𝑐

: Regangan beton saat ultimit

𝜀𝑐 < 𝜀𝑜

3.3

: Jika regangan ultimit kurang dari regangan beton maka 2. 𝜀𝑐 𝜀𝑐 2 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐 − 𝜀𝑜 𝜀𝑜 Jika 𝜀𝑐 > 𝜀𝑜 maka 0,85. 𝑓′𝑐 − 𝑓′𝑐 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐 + 𝜀𝑐 − 𝜀𝑜 0,003 − 𝜀𝑜 Fungsi Kurva Tegangan-Regangan Kuat Tarik Baja Paulay Model kuat tarik tulangan yang digunakan adalah kurva tegangan dan

regangan yang dirumuskan oleh R. Park dan T. Paulay melaluai buku yang berudul Reinforced Concrete Structures, Kuat tarik tulangan baja 𝐸𝑠 . Penulisan pada analisis programing untuk fungsi Paulay adalah 𝑓𝑠 𝜀𝑠 . 𝑓𝑠𝑢

: Tegangan baja tarik ultimit, N/mm2

𝜀𝑠𝑢

: regangan tulangan saat putus, 0.04

𝜀𝑠𝑕

: regangan tulangan plastis, 10.𝜀𝑦

𝑟

: 𝜀𝑠𝑢 − 𝜀𝑠𝑕

𝑚

:

𝑓𝑠𝑢 −𝜀 𝑠𝑕 . 30.𝑟+1 2 −60.𝑟−1 15.𝑟 2

𝜀𝑠

: Regangan baja tarik

𝜀𝑦

: Regangan baja saat ultimit

𝐸𝑠

: Modulus elastis baja, N/mm2

𝑓𝑠

: Tegangan baja tarik, N/mm2

𝑓𝑦

: Kuat leleh baja, N/mm2

𝑖𝑓 𝐸𝑠 > 0 : Untuk modulus elastisitas baja besar dari 0 Dan 𝜀𝑠 ≤ 𝜀𝑦 maka 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 𝑖𝑓 𝜀𝑦 ≤ 𝜀𝑠 ≤ 𝜀𝑠𝑕 maka 𝑖𝑓 𝜀𝑠𝑕 ≤ 𝜀𝑠 ≤ 𝜀𝑠𝑢 maka

𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 𝑓𝑠 = 𝑓𝑦 .

𝑚 𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 +2 60 𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 +2

+

𝜀 𝑠 −𝜀 𝑠𝑕 60−𝑚 2 30 𝑟 +1 2

36 3.4

Penerapan Algoritma Kedalam Software MATHCAD 14 Setelah merumuskan algoritma program analisis dan disain balok beton

bertulang metode kompatibilitas regangan, Algoritma analisis telah dibagi dua tahap yaitu Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄 dan Analisis, untuk analisis dan disain balok beton bertulang

metode Whitney algorima juga dirumuskan dan dianalisis

menggunakan software MATHCAD 14. 3.5

Selisih Momen Kapasitas Tampang dan Verifikasi Hasil dari implementasi algoritma kompatibilitas regangan kedalam

software akan mendapatkan momen kapasitas tampang balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap serta majemuk dan disain hasil program kompatibilitas regangan, tinggi blok tekan balok kompatibilitas regangan hasil program, regangan tulangan masing-masing layer, dan kontrol gaya horizontal. Sedangkan hasil implimentasikan algoritma analisis metode whitney kedalam software akan mendapatkan momen kapasitas tampang balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap serta disain, tinggi blok tekan balok dan regangan tulangan. Selanjutnya kedua hasil analisis untuk balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap akan ditentukan selisih dengan persentase, persentase didapat dari selisih antara nilai kapasitas tampang yang terbesar dengan kapasitas tampang yang terkecil.

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

4.1

Pendahuluan Hasil penelitian disajikan berupa pembahasan penelitian yang memuat

Algoritma serta bagan alir analisis dan disain balok beton bertulang metode kompatibilitas regangan, bagan alir untuk metode whitney, dilanjutkan penerapan kedalam software yang menghasilkan analisis momen kapasitas tampang (Mn) yang akan detentukan selisih antara analisis metode kompatibilitas regangan hasil program dengan analisis metode Whitney. Yang utama dalam hasil penelitian ini adalah membuat programming metode analisis balok beton bertulang dengan menerapkan metode kompatibilitas regangan, sehingga didapat cara untuk memprediksi kekuatan balok beton bertulang. 4.2

Pembahasan Penelitian

4.2.1 Model Numerik Kurva Tegangan-Regangan Penelitian Hognestad dan Metode Secant a.

Model Numerik Kurva Tegangan-Regangan Beton Hognestad

Masalah dalam memperhitungkan kopel desak beton yang kurva tegangannya berbentuk parabolik adalah mencari luasan di bawah kurva. Masalah tersebut dapat dengan mudah diselesaikan dengan pendekatan numerik, yaitu dengan membagi kurva tersebut menjadi segmen-segmen persegi dibawah kurva, dimana lebar segmen adalah 𝒉𝒔𝒆𝒈 , tergantung dari jumlah pembagi segmen 𝒏𝒔𝒆𝒈 , sedangkan 𝒀𝒄 tinggin kopel desak atau tegangan-regangan, 𝒚𝒄𝒊 adalah jarak tegangan tepi bawah segmen ketepi atas balok, 𝒇𝒄𝒔𝒊 adalah tegangan pada tepi tiap segmen, 𝑳𝒄𝒂𝒗 adalah jarak tegangan tengah segmen ketepi atas balok, 𝑪𝒄𝒋 adalah tegangan yang terjadi pada tengah segmen. Sebagai penjelasan dapat dilihat pada Gambar 4.1 kurva tegangan-regangan beton.

37

38

𝒇𝒄

𝑪𝒄𝒋

Tegangan

𝒇𝒄𝒔𝒊

𝒇𝒄 = 𝒇′𝒄

𝟐. 𝜺𝒄 𝜺𝒄 − 𝜺𝒐 𝜺𝒐

𝟐

𝒇𝒄 = 𝒇′𝒄 + 𝜺𝒄 − 𝜺𝒐

𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄 − 𝒇′𝒄 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 − 𝜺𝒐

𝜺𝒄 > 𝜺𝟎

𝜺𝒐 = 𝟐. 𝒉𝒔𝒆𝒈

𝑳𝒄𝒂𝒗

𝒇′𝒄 𝑬𝒔

𝜺𝒄 Regangan

𝒀𝒄

Gambar 4.1 Kurva Tegangan-Regangan Beton Hognestad.

Dengan memperhatikan gambar pendekatan numerik yang disajikan di atas, terlihat jelas bahwa ketelitiannya ditentukan oleh lebarnya 𝒉𝒔𝒆𝒈 . Semakin kecil, yaitu mendekati nol maka hasilnya eksak. Semakin kecil 𝒉𝒔𝒆𝒈 berarti diperlukan 𝒏𝒔𝒆𝒈 atau jumlah pembagi yang lebih banyak. Untuk kasus umum, 𝒏𝒔𝒆𝒈 = 𝟏𝟎𝟎 sudah mencukupi dan bila perlu dapat ditingkatkan (Wiryanto Dewobroto, 2005). b. Numerik Metode Secant Algoritma yang digunakan untuk menentukan posisi garis netral dengan pembagi interval, pembagi interval digunakan metode secant yang memerlukan daftar pariabel yaitu harga awal (𝒀𝒄𝟏 = 𝑿𝒐 ), harga kedua (𝒀𝒄𝟐 = 𝑿𝟏 ), toleransi (𝑻𝒐𝒍), dan maksimum iterasi (𝒊𝒕). Penulisan program adalah: 𝑌𝑐1

: Harga awal, 𝑌𝑐1 = 0.25𝑑 ′ atau Yc1  0.25d' 

𝑌𝑐2

: Harga kedua, 𝑌𝑐2 = 0.5𝑑 ′ atau Yc2  0.5d' 

39 𝑇𝑜𝑙

: Toleransi , 𝑇𝑜𝑙 = 0.001 atau

𝑖𝑡

: Iterasi , 𝑖𝑡 = 0 atau

∆𝑦

: Untuk kontrol hasil ∆𝑦 = 𝑌𝑐2 − 𝑌𝑐1 atau  Y  Yc2  Yc1

𝑤𝑕𝑖𝑙𝑒

: Pengulangan , 𝑤𝑕𝑖𝑙𝑒 = ∆𝑦 > 𝑇𝑜𝑙

𝑌𝑐3

: Metode secant , 𝑌𝑐3 = 𝑌𝑐2 −

Tol  0.001

it  0

𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 ∗(𝑌𝑐2 −𝑌𝑐1 ) 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 −𝑀𝑛 𝑌𝑐1 0

atau Yc3  Yc2 

MnYc2  Yc2  Yc1 0

MnYc2  MnYc1 0

∆𝑦

: Untuk kontrol hasil ∆𝑦 = |𝑌𝑐3 − 𝑌𝑐1 | atau  Y  Yc3  Yc1 Jika tidak 𝑌𝑐1 = 𝑌𝑐3 maka kembali ke metode secant Jika ya maka print 𝑌𝑐3 = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

0

: Kontrol gaya horizontal, 𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 = 0 atau H  C c  Ts

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

1

: Momen kapasitas tampang, Σ𝑀𝑐 = Σ𝑀𝑐 + 𝑀𝑐 𝑗 atau 𝑀𝑛 = 𝐶𝑐 . 𝑗𝑑

𝐾𝑒𝑡

𝑌𝑐3

: Kontrol regangan tulangan, 𝑀𝑛 𝑌𝑐2

3

≥ 𝜀𝑦 atau MnYc2   y

𝑀𝑛 𝑌𝑐2

3

≥ 𝜀𝑦 : "𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔"

𝑀𝑛 𝑌𝑐2

3

< 𝜀𝑦 : "𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑒𝑏𝑖𝑕"

: Tinggi blok tekan beton = a

3

0

40 4.3

Bagan Alir Program Metode Kompatibilitas Regangan

4.3.1 Bagan Alir Program Model Kurva Tegangan-Regangan Beton dan Baja

Mulai

Tentukan: 𝑓′𝑐 , 𝑓𝑦 , 𝐸𝑐 dan 𝐸𝑠

Metode kurva teg-reg:

Metode kurva teg-reg:

Kurva beton desak Hognestad, 𝜀𝑜 = 2.

𝑓′𝑐 𝐸𝑐

Kurva kuat tarik tulangan T.Paulay, 𝑓𝑦 𝐸𝑠 𝑓𝑠 𝜀𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠

𝜀𝑦 =

𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 = 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐

2. 𝜀𝑐 𝜀𝑐 − 𝜀𝑜 𝜀𝑜

2

Ya 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐

2. 𝜀𝑐 𝜀𝑐 − 𝜀𝑜 𝜀𝑜

2

Ya 𝜀𝑐 < 𝜀𝑜 𝜀𝑐 > 𝜀𝑜

𝜀𝑠 < 𝜀𝑦 𝜀𝑠 > 𝜀𝑦

Tidak

Tidak 𝑓𝑐 = 𝑓′𝑐 + 𝜀𝑐 − 𝜀𝑜

0,85. 𝑓′𝑐 − 𝑓′𝑐 0,003 − 𝜀𝑜

𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐

𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠

𝑓𝑦

𝑓𝑠 𝜀𝑠 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 𝑓𝑠 𝜀𝑠

Selesai

Gambar 4.2 Bagan Alir Kurva Tegangan dan Regangan.

41 4.3.2 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisis Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Tunggal Mulai

Karakteristik balok: b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,Φ𝑡𝑢𝑙 , 𝑛𝑡𝑢𝑙 , dan 𝐸𝑠

𝑀𝑛 𝑌𝑐

𝑛𝑠𝑒𝑔 = 𝑎𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑕𝑠𝑒𝑔 =

𝑌𝑐

𝑛 𝑠𝑒𝑔

Tulangan tunggal: Σ𝐶𝑐 = 0 Σ𝑀𝑐 = 0

𝑖 = 𝑛𝑠𝑒𝑔

𝑦𝑐𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . i 𝜀𝑐𝑖 = 0,003

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

Tidak

𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐𝑖

𝑖 > 𝑛𝑠𝑒𝑔

Ya

A

42

A

𝑓𝑐𝑠 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐

𝑗 = 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

𝑓𝑐𝑠 𝑗 + 𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1

𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗 = 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 =

Tidak

2 0,5 + 𝑗 . 𝑕𝑠𝑒𝑔 + 𝑑𝑏 − 𝑌𝑐

𝐶𝑐𝑗 = 𝑓𝑐𝑎 𝑣𝑗 . hseg . b Σ𝐶𝑐𝑗 = Σ𝐶𝑐 + 𝐶𝑐𝑗

𝑀𝑐𝑗 = 𝐶𝑐𝑗 . 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 Σ𝑀𝑐𝑗 = Σ𝑀𝑐 + 𝑀𝑐𝑗

𝑗 > 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

Ya Σ𝐶𝑐 Σ𝑀𝑐

𝑑′ = 25 𝑑𝑏 = 𝑕 − 𝑑′ 𝜀𝑠 = 0,003.

db − Yc Yc

𝑓𝑠 = 𝑓𝑠 . 𝜀𝑠 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑠 Σ𝐻 = Σ𝐶𝑐 − 𝑇𝑠

B

43

B

Σ𝐻 Σ𝑀𝑐 Σ𝐶𝑐 𝜀𝑠

Y𝑐1 = 0,25. 𝑑′ Y𝑐2 = 0,5. 𝑑′ 𝑇𝑜𝑙 = 0,001

𝑖𝑡 = 0

∆𝑌 = Y𝑐2 − Y𝑐1

∆𝑌 > 𝑇𝑜𝑙

𝑌𝑐3 = 𝑌𝑐2 −

𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 ∗ (𝑌𝑐2 − 𝑌𝑐1 ) 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 − 𝑀𝑛 𝑌𝑐1 0

𝑌𝑐3 − 𝑌𝑐1 < 𝑇𝑜𝑙

Tidak Y𝑐1 = 𝑌𝑐3

𝑌𝑐3

C

Ya

44

C

Tidak Ket: 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 3 ≥ 𝜀𝑦

Ya "𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝐾𝑒𝑡 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐2

"𝑂𝑣𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔

0 1

:Tulangan tunggal

𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛

3

𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑘

Selesai

Gambar 4.3 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisis Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Tunggal.

45 4.3.3 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisis Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Rangkap dan Majemuk Mulai

Karakteristik balok: b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟 ,Φ𝑡𝑢𝑙 , 𝑛𝑡𝑢𝑙 , 𝑑𝑡𝑢𝑙 , dan 𝐸𝑠

𝑀𝑛 𝑌𝑐

𝑛𝑠𝑒𝑔 = 𝑎𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑕𝑠𝑒𝑔 =

𝑌𝑐

𝑛 𝑠𝑒𝑔

Tulangan Rangkap & majemuk: Σ𝐶𝑐 = 0 Σ𝑀𝑐 = 0 Σ𝑀𝑠 = 0, Σ𝑇𝑠 = 0

𝑖 = 𝑛𝑠𝑒𝑔

𝑦𝑐𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . i 𝜀𝑐𝑖 = 0,003

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

Tidak

𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐𝑖

𝑖 > 𝑛𝑠𝑒𝑔

Ya

A

46

A

𝑓𝑐𝑠 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐

𝑗 = 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗 = 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 =

Tidak

𝑓𝑐𝑠 𝑗 + 𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1 2 0,5 + 𝑗 . 𝑕𝑠𝑒𝑔 + 𝑑𝑏 − 𝑌𝑐

𝐶𝑐𝑗 = 𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗 . hseg . b Σ𝐶𝑐𝑗 = Σ𝐶𝑐 + 𝐶𝑐𝑗

𝑀𝑐𝑗 = 𝐶𝑐𝑗 . 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 Σ𝑀𝑐𝑗 = Σ𝑀𝑐 + 𝑀𝑐𝑗

𝑗 > 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

Ya Σ𝐶𝑐 Σ𝑀𝑐

B

47

B

𝑘 = 𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟 − 1

Yc − dtul k Yc

𝜀𝑠𝑘 = 0,003. 𝑓𝑠1𝑘 = 𝑓𝑠 𝜀𝑠𝑘

𝑇𝑠𝑘 = 𝐴𝑠𝑡𝑢𝑙 𝑘 . 𝑓𝑠1𝑘 𝐿𝑠𝑘 = 𝑑𝑏 − dtul k 𝑀𝑠𝑘 = 𝑇𝑠𝑘 . 𝐿𝑠𝑘 Σ𝑀𝑠 = Σ𝑀𝑠 + 𝑀𝑠𝑘 Σ𝑇𝑠 = Σ𝑇𝑠 + 𝑇𝑠𝑘

Tidak

𝑘 > 𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟 − 1

Ya Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 = Σ𝑀𝑐 + Σ𝑀𝑠 Σ𝐻 = Σ𝐶𝑐 + Σ𝑇𝑠

Σ𝐻 Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 Σ𝐶𝑐 𝜀𝑠

C

48

C

Y𝑐1 = 0,25. 𝑑′ Y𝑐2 = 0,5. 𝑑′ 𝑇𝑜𝑙 = 0,001

𝑖𝑡 = 0

∆𝑌 = Y𝑐2 − Y𝑐1

∆𝑌 > 𝑇𝑜𝑙

𝑌𝑐3 = 𝑌𝑐2 −

𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 ∗ (𝑌𝑐2 − 𝑌𝑐1 ) 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 − 𝑀𝑛 𝑌𝑐1 0

𝑌𝑐3 − 𝑌𝑐1 < 𝑇𝑜𝑙

Tidak Y𝑐1 = 𝑌𝑐3

Ya

𝑌𝑐3

𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑌𝑐3

0 1 3

:Tulangan majemuk

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑦𝑒𝑟 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛

Selesai Gambar 4.4 Bagan Alir Program Fungsi Momen Hingga Analisis Metode Kompatibilitas Regangan Tulangan Rangkap dan Majemuk.

49 4.3.4 Bagan Alir Program Disain Balok Kompatibilitas Regangan

Mulai

Karakteristik balok: b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,Φ𝑡𝑢𝑙 , 𝑛𝑡𝑢𝑙 , 𝑀𝑢 , dan 𝐸𝑠

𝑀𝑛 𝑌𝑐

𝑛𝑠𝑒𝑔 = 𝑎𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑕𝑠𝑒𝑔 =

𝑌𝑐

𝑛 𝑠𝑒𝑔

Tulangan tunggal: Σ𝐶𝑐 = 0 Σ𝑀𝑐 = 0

𝑖 = 𝑛𝑠𝑒𝑔

𝑦𝑐𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . i 𝜀𝑐𝑖 = 0,003

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

Tidak

𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐𝑖

𝑖 > 𝑛𝑠𝑒𝑔

Ya

A

50

A

𝑓𝑐𝑠 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐

𝑗 = 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

𝑓𝑐𝑠 𝑗 + 𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1

𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗 = 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 =

Tidak

2 0,5 + 𝑗 . 𝑕𝑠𝑒𝑔 + 𝑑𝑏 − 𝑌𝑐

𝐶𝑐𝑗 = 𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗 . hseg . b Σ𝐶𝑐𝑗 = Σ𝐶𝑐 + 𝐶𝑐𝑗

𝑀𝑐𝑗 = 𝐶𝑐𝑗 . 𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗 Σ𝑀𝑐𝑗 = Σ𝑀𝑐 + 𝑀𝑐𝑗

𝑗 > 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1

Ya Σ𝐶𝑐 Σ𝑀𝑐

Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 = Σ𝑀𝑐 − 𝑀𝑢 db − Yc 𝜀𝑠 = 0,003. Yc 𝑓𝑠 = 𝑓𝑠 . 𝜀𝑠 Σ𝐶𝑐 𝐴𝑠 = 𝑓𝑠 𝐴𝑠 ntul = 𝐶𝑒𝑖𝑙 ,1 𝐴1𝑡𝑢𝑙

B

51

B

Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 Σ𝐶𝑐 𝜀𝑠 𝐴𝑠 𝑛𝑡𝑢𝑙

Y𝑐1 = 0,25. 𝑑′ Y𝑐2 = 0,5. 𝑑′ 𝑇𝑜𝑙 = 0,001

𝑖𝑡 = 0

∆𝑌 = Y𝑐2 − Y𝑐1

∆𝑌 > 𝑇𝑜𝑙

𝑌𝑐3 = 𝑌𝑐2 −

𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 ∗ (𝑌𝑐2 − 𝑌𝑐1 ) 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 − 𝑀𝑛 𝑌𝑐1 0

𝑌𝑐3 − 𝑌𝑐1 < 𝑇𝑜𝑙

Tidak Y𝑐1 = 𝑌𝑐3

𝑌𝑐3

C

Ya

52

C

Tidak Ket: 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 3 ≥ 𝜀𝑦

Ya "𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝐾𝑒𝑡 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑌𝑐3

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖𝑕 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑘

0 2

:Hasil Disain 4

"𝑂𝑣𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑡𝑢𝑕 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑡𝑜𝑛

Selesai

Gambar 4.5 Bagan Alir Program Disain Balok Kompatibilitas Regangan.

53 4.4

Bagan Alir Analisis Balok Metode Whitney

4.4.1 Bagan Alir Analisis Balok Tulangan Tunggal Mulai

Karakteristik balok: b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,dan 𝐸𝑠

Analisis Matematis: 𝐶𝑐 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝑎=

𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 0.85. 𝑓′𝑐 . 𝑏 𝑎

𝑐=

𝛽

: tinggi garis netral

𝜀𝑠 = 𝜀𝑐 . 𝜀𝑦 =

𝑓𝑦 𝐸𝑠

𝑑 𝑏 −𝑐 𝑐

tulangan tunggal

𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦 = 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑡𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑠𝑢𝑑𝑎𝑕 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎𝑕 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟

𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 Jika 𝑓𝑠 < 𝑓𝑦 -

Hitung momen nominal (𝑀𝑛)

𝐴𝑠𝑏

𝑓′ 𝑑𝑏 = 𝛽. 𝑐 . 𝑏. 𝑑𝑏 . 𝑓𝑦 600 + 𝑓𝑦

𝑐=

𝑎 𝛽

Asumsikan garis netral

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 < 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 < 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕

Ya

Tidak Keruntuhan tekan:

Keruntuhan tarik:

𝑎 𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 − 2

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59.

Σ𝐻 = 𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 Σ𝐻 = 0

Tidak

Ya A

𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝑓′𝑐 . 𝑏

54

A

Tidak

Ya 𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦

"𝑈𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

"𝑂𝑣𝑒𝑟 𝑅𝑒𝑖𝑛𝑓𝑜𝑟𝑐𝑒𝑑"

Hasil Hitungan: Momen nominal hasil analisis teoritis, 𝑀𝑛

Selesai

Gambar 4.6 Bagan Alir Analisis Tulangan Tunggal Metode Whitney.

55 4.4.2 Bagan Alir Analisis Balok Tulangan Rangkap Mulai

Karakteristik balok: b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝐴′𝑠 , 𝑓𝑦 ,dan 𝐸𝑠

Analisis Matematis: 𝐶𝑐 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏 𝐶𝑠 = 𝐴′𝑠 . 𝑓𝑦 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 𝐴𝑠 − 𝐴′𝑠 . 𝑓𝑦 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 0.85. 𝑓′𝑐 . 𝑏

𝑎= 𝑐=

𝑎 𝛽

: tinggi garis netral

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑓′𝑠 = 𝑓𝑦 maka: 𝜀′𝑠 = 𝜀𝑐 .

𝑐 − 𝑑′ 𝑎 − 𝛽. 𝑑′ 𝑓𝑦 = 𝜀𝑐 . ≥ 𝑐 𝑎 𝐸𝑠

𝜀𝑠 = 𝜀𝑐 .

𝑑′ − 𝑐 𝛽. 𝑑 ′ − 𝑎 𝑓𝑦 = 𝜀𝑐 . ≥ 𝑐 𝑎 𝐸𝑠

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝑓′𝑠 < 𝑓𝑦 maka: 𝑎=

𝐴𝑠 . 𝑓𝑠 − 𝐴′𝑠 . 𝑓′𝑠 0.85. 𝑓′𝑐 . 𝑏

𝑓′𝑠 = 𝜀′𝑠 . 𝐸𝑠 = 0.003. 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 . 𝐸𝑠 = 0.003. Hitung 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′

𝑐

𝑓𝑦

𝑎−𝛽 1 .𝑑′

𝛽1

𝑎 .𝑑 ′ −𝑎 𝑎

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

. 𝐸𝑠 atau 𝑓𝑦

. 𝐸𝑠 atau 𝑓𝑦 𝑑𝑏 600 +𝑓𝑦

𝑐=

dan ketentuan

Asumsikan garis netral

𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴𝑠 < 𝐴𝑠𝑏 , 𝐴𝑡𝑎𝑢 𝜌 < 𝜌𝑏 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑙𝑒𝑙𝑒𝑕 Tidak

Ya

Keruntuhan tekan: 𝑎 𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 − + 𝐴′ 𝑠 . 𝑓′𝑠 . (𝑑𝑏 2

Keruntuhan tekan: 𝑀𝑛 = 0,85. 𝑓′𝑐 . 𝑎. 𝑏. 𝑑𝑏 −

𝑎 + 𝐴′ 𝑠 . 𝑓𝑦 . (𝑑𝑏 − 𝑑′) 2

− 𝑑′)

Σ𝐻 = 𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 Σ𝐻 = 0

Tidak

Ya A

𝑎 𝛽

56

A

Hasil Hitungan: Momen nominal hasil analisis teoritis, 𝑀𝑛

Selesai

Gambar 4.7 Bagan Alir Analisis Tulangan Rangkap Metode Whitney. 4.4.3

Bagan Alir Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney Mulai

Tentukan: b, h, 𝜀𝑢 𝐴𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑀𝑢 , 𝑓′𝑐 , Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑓𝑦 , 𝛽 ,dan 𝐸𝑠

𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )2 𝐴𝑠𝑏

𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴

1𝑡𝑢𝑙

: Banyak tulangan tarik

Kapasitas penampang: 𝑀𝑢 < 𝑀𝑛 Dengan Metode Analisis tul tunggal 𝐴 .𝑓𝑦

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′𝑠

𝑐 .𝑏

Kelebihan momen sebesar 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛

Selesai

Gambar 4.8 Bagan Alir Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney.

57 4.4.4

Bagan Alir Disain Balok Tulangan Rangkap Metode Whitney Mulai

Tentukan: b, h, 𝜀𝑢 𝐴𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑀𝑢 , 𝑓′𝑐 , Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑓𝑦 , 𝛽 ,dan 𝐸𝑠

𝐴𝑠𝑏 = 𝛽.

𝑓′ 𝑐 𝑓𝑦

. 𝑏. 𝑑𝑏 .

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )2 𝑛𝑡𝑢 𝑙 =

𝐴𝑠𝑏 : 𝐴1𝑡𝑢𝑙

Banyak tulangan tarik

Kapasitas penampang: 𝑀𝑢 < 𝑀𝑛 Dengan Metode Analisis tul tunggal 𝐴𝑠 .𝑓𝑦

𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′

𝑐 .𝑏

Kelebihan momen sebesar 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛

𝐶𝑠 =

Tidak

𝑀𝑛2 𝑑 − 𝑑′

𝜀′𝑠 ≥ 𝜀𝑦

Ya

𝑓′𝑠 = 𝐸𝑠 . 𝜀′𝑠

𝑓′𝑠 = 𝑓𝑦

𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 =

A

𝐶𝑠 𝑓′𝑠

58

A

𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 2 =

𝐶𝑠 𝑓𝑦

𝐴𝑠 = 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 1 + 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 2

𝐴𝑠 𝐴1𝑡𝑢𝑙 𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝐴1𝑡𝑢𝑙

𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = 𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛

Selesai

Gambar 4.9 Bagan Alir Disain Balok Tulangan Rangkap Metode Whitney. 4.5

Algoritma Program Metode Kompatibilitas Regangan

4.5.1 Algoritma Analisis Balok Tulangan Tunggal Pada perhitungan ini penulis membagi penampang beton desak dan tinggi regangan dari garis netral ke selimut atas balok menjadi beberapa segmen atau pias. Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄 adalah merupakan pemrograman untuk mendapatkan kompatibilitas regangan yang didalam pemrograman ini terdiri beberapa rumusan diantaranya: Σ𝐶𝑐

: Tegangan tekan beton, N.mm. Tegangan tekan beton dihitung dari Σ𝐶𝑐 = 0 atau C c  0

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan beton, N.mm. Momen tekan beton dihitung dari Σ𝑀𝑐 = 0 atau M c  0

𝑌𝑐

: Tinggi garis netral ke selimut atas balok atau tinggi regangan tekan.

𝑛𝑠𝑒𝑔

: Banyak pembagi segmen atau pias, 𝑛𝑠𝑒𝑔 = 100

𝑕𝑠𝑒𝑔

: Untuk menentukan tinggi tiap segmen atau pias. 𝑕𝑠𝑒𝑔 = 𝑛

𝑌𝑐 𝑠𝑒𝑔

atau h seg 

Yc n seg

59 𝑓𝑜𝑟

: Fungsi pengulangan pada pemrograman regangan-tegangan beton pada atas segmen atau pias. 𝑓𝑜𝑟 𝑖 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 : Untuk pengulangan i mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 . 𝑦𝑐 𝑖

: Jarak segmen dari selimut atas balok ketepi segmen. 𝑦𝑐 𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . (𝑖) atau yc  hseg ( i) i

𝜀𝑐 𝑖

: Regangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝜀𝑐 𝑖 = 0.003.

𝑓𝑐𝑠 𝑖

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

 yc  atau  c  0.003  i  i  Yc 

: Tegangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 𝑖

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 4.10 𝜺𝒄𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 𝒃 𝒚𝒄𝒊 𝒚𝒄𝒊 𝒚𝒄𝒊 𝒚𝒄𝒊

𝜺𝒄𝒊 𝒀𝒄 𝜺𝒄𝒊

𝒚𝒄𝒊 𝒅𝒃

𝜺𝒄𝒊 𝜺𝒄𝒊 𝜺𝒄𝒊

𝒀𝒄

𝒉

ds

a). Penampang Balok

𝜺𝒔

b). Pias-Pias

Gambar 4.10 Pias-Pias Regangan Balok Tulangan Tunggal 𝑓𝑜𝑟

Balok. : Fungsi pengulangan pada pemrograman untuk menentukan gaya tekan balok dan momen tekan balok. 𝑓𝑜𝑟 𝑗 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1 : Untuk pengulangan j mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1.

60 𝑓𝑐𝑠 𝑗

: Tegangan beton pada atas segmen atau pias.

𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1

: Tegangan beton pada bawah segmen atau pias.

𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tegangan beton pada tengah segmen atau pias.

𝑑𝑏

: Tinggi tulangan tarik ke atas balok.

𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tinggi gaya tekan beton.

𝐶𝑐 𝑗

: Gaya tekan masing-masing pias.

Σ𝐶𝑐

: Gaya tekan total balok

𝑀𝑐 𝑗

: Momen tekan balok.

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan balok dari garis netral ke atas balok.

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 4.11 𝒇𝒄 = 𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄 𝒃

𝒇𝒄𝒂𝒗𝒋

𝜺𝒄𝒊

𝒇𝒄𝒂𝒗𝒋

𝒉𝒔𝒆𝒈

𝑪𝒄𝒋

𝒇𝒄𝒔𝒋

𝑳𝒄𝒂𝒗𝒋

𝒀𝒄

𝚺𝑪𝒄 𝒇𝒄𝒔𝒋+𝟏 𝒀𝒄𝟑 𝟎. 𝟓

Garis Netral

𝟎. 𝟓 + 𝒋 𝒅𝒃

𝑻𝒔

Tegangan Gambar 4.11 Numerik Tegangan Kopel Desak Balok. 𝜀𝑠 = 0,003 𝑓𝑠

𝑌𝑐

 d b  Yc  atau  s  0.003    Yc 

: Tegangan tulangan tarik, N/mm2 𝑓𝑠 = 𝑓𝑠 . (𝜀𝑠 )

𝑇𝑠

𝑑 𝑏 −𝑌𝑐

atau

fs  fs s

: Gaya tekan tulangan, N

61 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠 ∗ 𝑓𝑠 atau Ts  As fs Σ𝐻 = Σ𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 atau H  C c  Ts untuk konrol gaya horizontal Σ𝐻 = 0 ΣH Gaya Horizontal Σ𝑀𝑐 Momen Tekan Balok :Tulangan tunggal Gaya Tekan balok Σ𝐶𝑐 Regangan Tulangan Tarik 𝜀𝑠 4.5.2 Algoritma Analisis Balok Tulangan Rangkap dan Majemuk Pada perhitungan ini penulis membagi penampang beton desak dan tinggi regangan dari garis netral ke selimut atas balok menjadi beberapa segmen atau pias. Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄 adalah merupakan pemrograman untuk mendapatkan kompatibilitas regangan yang didalam pemrograman ini terdiri beberapa rumusan diantaranya: Σ𝐶𝑐

: Tegangan tekan beton, N.mm. Tegangan tekan beton dihitung dari Σ𝐶𝑐 = 0 atau C c  0

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan beton, N.mm. Momen tekan beton dihitung dari Σ𝑀𝑐 = 0 atau M c  0

Σ𝑀𝑠

: Momen tekan baja, N.mm. Momen tekan baja berdasarkan banyak layer Σ𝑀𝑠 = 0 atau M s  0

Σ𝑇𝑠

: Momen tarik baja, N.mm. Momen tekan baja berdasarkan banyak layer Σ𝑇𝑠 = 0 atau T s  0

𝑌𝑐

: Tinggi garis netral ke selimut atas balok atau tinggi regangan tekan.

𝑛𝑠𝑒𝑔

: Banyak pembagi segmen atau pias, 𝑛𝑠𝑒𝑔 = 100

𝑕𝑠𝑒𝑔

: Untuk menentukan tinggi tiap segmen atau pias. 𝑕𝑠𝑒𝑔 = 𝑛

𝑓𝑜𝑟

𝑌𝑐 𝑠𝑒𝑔

atau h seg 

Yc n seg

: Fungsi pengulangan pada pemrograman regangan-tegangan beton pada atas segmen atau pias. 𝑓𝑜𝑟 𝑖 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 : Untuk pengulangan i mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 . 𝑦𝑐 𝑖

: Jarak segmen dari selimut atas balok ketepi segmen.

62 𝑦𝑐 𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . (𝑖) atau yc  hseg ( i) i

𝜀𝑐 𝑖

: Regangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝜀𝑐 𝑖 = 0.003.

𝑓𝑐𝑠 𝑖

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

 yc  atau  c  0.003  i  i  Yc 

: Tegangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 𝑖

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 4.12 𝒃

𝜺𝒄𝒖 = 𝟎, 𝟎𝟎𝟑 d’

𝒚𝒄𝒊 𝒚𝒄𝒊

𝜺𝒄𝒊

𝒚𝒄𝒊

𝒀𝒄

𝒚𝒄𝒊

𝜺𝒄𝒊 𝜺𝒄𝒊

𝒚𝒄𝒊 𝒅𝒃

𝜺𝒄𝒊 𝜺𝒄𝒊

𝒀𝒄

𝒉

ds

a). Penampang Balok

𝜺𝒔

b). Pias-Pias

Gambar 4.12 Pias-Pias Regangan Balok Tulangan Rangkap. 𝑓𝑜𝑟

: Fungsi pengulangan pada pemrograman untuk menentukan gaya tekan balok dan momen tekan balok. 𝑓𝑜𝑟 𝑗 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1 : Untuk pengulangan j mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1. 𝑓𝑐𝑠 𝑗

: Tegangan beton pada atas segmen atau pias.

𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1

: Tegangan beton pada bawah segmen atau pias.

63 𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tegangan beton pada tengah segmen atau pias.

𝑑𝑏

: Tinggi tulangan tarik ke atas balok.

𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tinggi gaya tekan beton.

𝐶𝑐 𝑗

: Gaya tekan masing-masing pias.

Σ𝐶𝑐

: Gaya tekan total balok

𝑀𝑐 𝑗

: Momen tekan balok.

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan balok dari garis netral ke atas balok.

Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 4.13 𝒇𝒄 = 𝟎, 𝟖𝟓. 𝒇′𝒄 𝒃

𝒇𝒄𝒂𝒗𝒋

𝑪𝒄𝒋 𝜺𝒄𝒊

𝚺𝑪𝒔

𝒉𝒔𝒆𝒈 𝒇𝒄𝒔𝒋

𝑳𝒄𝒂𝒗𝒋

𝒀𝒄

𝚺𝑪𝒄 𝒇𝒄𝒔𝒋+𝟏 𝒀𝒄𝟑 𝟎. 𝟓

Garis Netral

𝟎. 𝟓 + 𝒋 𝒅𝒃

𝑻𝒔

Tegangan

Gambar 4.13 Numerik Tegangan Kopel Desak Balok. 𝑓𝑜𝑟

: Fungsi pengulangan pada pemrograman untuk menentukan momen tekan baja dan gaya tekan baja. 𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟

: Banyak layer tulangan.

𝑓𝑜𝑟 𝑘 𝜖 0. . 𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟 − 1 : Untuk pengulangan k mulai dari 0 hingga 𝑛𝑙𝑎𝑦𝑒𝑟 − 1.

64 𝑑𝑡𝑢𝑙 𝑘

: Tinggi tengah tulangan ke atas balok.

𝑓𝑠1𝑘

: Tegangan baja tarik. dt ul 

 d'  d   b

𝐴𝑠𝑡𝑢𝑙

: Luas tulangan perlayer.

𝑇𝑠

: Gaya tekan tulangan perlayer. 𝑇𝑠 = 𝐴𝑠𝑡𝑢𝑙 . 𝑓𝑠1 atau Ts  Astul  fsl k

k

k

𝑑𝑏

: Tinggi tulangan tarik ke atas balok.

𝐿𝑠𝑘

: Jarak tengah tulangan tarik ke tengah tulangan tekan. Ls  db  dtul k

𝑀𝑠𝑘

: Momen tulangan tiap layer. Ms  Ts  Ls k

Σ𝑀𝑠

k

k

: Momen tulangan, N.mm. M s  M s  Ms

Σ𝑇𝑠

k

: Gaya tekan tulangan, N.mm. T s  T s  Ts

Σ𝑀𝑡𝑜𝑡

k

k

: Momen total, N.mm.

ΣH Gaya Horizontal Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 Momen Tekan Balok :Tulangan rangkap & majemuk Gaya Tekan balok Σ𝐶𝑐 Regangan Tulangan Tarik 𝜀𝑠 4.5.3 Algoritma Disain Balok Tulangan Tunggal Pada perhitungan ini untuk hitungan Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄

adalah

merupakan pemrograman untuk mendapatkan kompatibilitas regangan yang didalam pemrograman ini terdiri beberapa rumusan diantaranya: Σ𝐶𝑐

: Tegangan tekan beton, N.mm. Tegangan tekan beton dihitung dari Σ𝐶𝑐 = 0 atau C c  0

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan beton, N.mm. Momen tekan beton dihitung dari

65 Σ𝑀𝑐 = 0 atau M c  0 𝑌𝑐

: Tinggi garis netral ke selimut atas balok atau tinggi regangan tekan.

𝑛𝑠𝑒𝑔

: Banyak pembagi segmen atau pias, 𝑛𝑠𝑒𝑔 = 100

𝑕𝑠𝑒𝑔

: Untuk menentukan tinggi tiap segmen atau pias. 𝑕𝑠𝑒𝑔 = 𝑛

𝑓𝑜𝑟

𝑌𝑐 𝑠𝑒𝑔

atau h seg 

Yc n seg

: Fungsi pengulangan pada pemrograman regangan-tegangan beton pada atas segmen atau pias. 𝑓𝑜𝑟 𝑖 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 : Untuk pengulangan i mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 . 𝑦𝑐 𝑖

: Jarak segmen dari selimut atas balok ke garis netral. 𝑦𝑐 𝑖 = 𝑕𝑠𝑒𝑔 . (𝑖) atau yc  hseg ( i) i

𝜀𝑐 𝑖

: Regangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝜀𝑐 𝑖 = 0.003.

𝑓𝑐𝑠 𝑖

𝑦𝑐 𝑖 𝑌𝑐

 yc  atau  c  0.003  i  i  Yc 

: Tegangan beton pada tiap segmen atau pias. 𝑓𝑐𝑠 𝑖 = 𝑓𝑐𝐻𝑜𝑔 𝜀𝑐 𝑖

𝑓𝑜𝑟

: Fungsi pengulangan pada pemrograman untuk menentukan gaya tekan balok dan momen tekan balok. 𝑓𝑜𝑟 𝑗 𝜖 0. . 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1 : Untuk pengulangan j mulai dari 0 hingga 𝑛𝑠𝑒𝑔 − 1. 𝑓𝑐𝑠 𝑗

: Tegangan beton pada atas segmen atau pias.

𝑓𝑐𝑠 𝑗 +1

: Tegangan beton pada bawah segmen atau pias.

𝑓𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tegangan beton pada tengah segmen atau pias.

𝑑𝑏

: Tinggi tulangan tarik ke atas balok.

𝐿𝑐𝑎𝑣 𝑗

: Tinggi gaya tekan beton.

𝐶𝑐 𝑗

: Gaya tekan balok.

Σ𝐶𝑐

: Gaya tekan balok dari garis netral ke atas balok.

𝑀𝑐 𝑗

: Momen tekan balok.

Σ𝑀𝑐

: Momen tekan balok dari garis netral ke atas balok.

66 Σ𝑀𝑡𝑜𝑡

: Momen total Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 = Σ𝑀𝑐 − 𝑀𝑢 atau

𝜀𝑠

: Regangan tulangan tarik 𝜀𝑠 = 0,003

𝑓𝑠

𝑌𝑐

fs  fs s

atau

: Tambahan tulangan tarik, mm2 𝐴𝑠 =

𝑛𝑡𝑢𝑙

 d b  Yc  atau  s  0.003    Yc 

𝑑 𝑏 −𝑌𝑐

: Tegangan tulangan tarik, N/mm2 𝑓𝑠 = 𝑓𝑠 . (𝜀𝑠 )

𝐴𝑠

M t ot  M c  Mu

Σ𝐶𝑐

atau A s 

𝑓𝑠

C c fs

: Kebutuhan tulangan tarik, mm2 𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴 Σ𝑀𝑡𝑜𝑡 Σ𝐶𝑐 𝜀𝑠 𝐴𝑠 𝑛𝑡𝑢𝑙

𝐴𝑠 1𝑡𝑢𝑙

:

 As  atau n tul  Ceil  1   A 1tul  Momen Tekan Balok Gaya Tekan balok Regangan Tulangan Tarik Tulangan Tarik Kebutuhan Tulangan

4.5.4 Algoritma Metode Secant Algoritma yang digunakan untuk menentukan posisi garis netral dengan pembagi interval menggunakan Fungsi Analisis, pembagi interval digunakan metode secant yang memerlukan daftar pariabel yaitu harga awal (𝒀𝒄𝟏 = 𝑿𝒐 ), harga kedua (𝒀𝒄𝟐 = 𝑿𝟏 ), toleransi (𝑻𝒐𝒍), dan maksimum iterasi (𝒊𝒕). Penulisan program adalah: 𝑌𝑐1

: Harga awal, 𝑌𝑐1 = 0.25𝑑 ′ atau Yc1  0.25d' 

𝑌𝑐2

: Harga kedua, 𝑌𝑐2 = 0.5𝑑 ′ atau Yc2  0.5d' 

𝑇𝑜𝑙

: Toleransi , 𝑇𝑜𝑙 = 0.001 atau

𝑖𝑡

: Iterasi , 𝑖𝑡 = 0 atau

∆𝑦

: Untuk kontrol hasil ∆𝑦 = 𝑌𝑐2 − 𝑌𝑐1 atau  Y  Yc2  Yc1

𝑤𝑕𝑖𝑙𝑒

: Pengulangan , 𝑤𝑕𝑖𝑙𝑒 = ∆𝑦 > 𝑇𝑜𝑙

Tol  0.001

it  0

67

𝑌𝑐3

: Metode secant , 𝑌𝑐3 = 𝑌𝑐2 −

𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 ∗(𝑌𝑐2 −𝑌𝑐1 ) 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 0 −𝑀𝑛 𝑌𝑐1 0

atau Yc3  Yc2 

MnYc2  Yc2  Yc1 0

MnYc2  MnYc1 0

∆𝑦

0

: Untuk kontrol hasil ∆𝑦 = |𝑌𝑐3 − 𝑌𝑐1 | atau  Y  Yc3  Yc1 Jika tidak 𝑌𝑐1 = 𝑌𝑐3 maka kembali ke metode secant Jika ya maka print 𝑌𝑐3 = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑙𝑜𝑘 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

0

: Kontrol gaya horizontal, 𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 = 0 atau H  C c  Ts

𝑀𝑛 𝑌𝑐3

1

: Momen kapasitas tampang, Σ𝑀𝑐 = Σ𝑀𝑐 + 𝑀𝑐 𝑗 atau 𝑀𝑛 = 𝐶𝑐 . 𝑗𝑑

𝐾𝑒𝑡

: Kontrol regangan tulangan, 𝑀𝑛 𝑌𝑐2

𝑌𝑐3

≥ 𝜀𝑦 atau MnYc2   y

𝑀𝑛 𝑌𝑐2

3

≥ 𝜀𝑦 : "𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔"

𝑀𝑛 𝑌𝑐2

3

< 𝜀𝑦 : "𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑒𝑏𝑖𝑕"

3

: Tinggi blok tekan beton = a

Hasil

𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝐾𝑒𝑡 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐2 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑌𝑐3

Dan

4.6

3

𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝐾𝑒𝑡 𝑀𝑛 𝑌𝑐3 𝑌𝑐3

0 1

:Tulangan tunggal 3 0 1 3

:Tulangan majemuk

0 2

:Hasil Disain 4

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑘 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑦𝑒𝑟 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛

𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖𝑕 𝑀𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑅𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑘 𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑛𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑡𝑢𝑕 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑙𝑜𝑘 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑡𝑜𝑛

Tahapan Analisis dan Disain Balok Metode Whitney

4.6.1 Tahapan Analisis Balok

Tulangan Tunggal dan Rangkap Metode

Whitney 1.

Tentukan b, h, jumlah tulangan, 𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 ,dan 𝐸𝑠

2.

Hitung analisis dan momen nominal metode Whitney.

68 3.

Kontrol gaya horizontal Σ𝐻 = 𝐶𝑐 − 𝑇𝑠 = 0

4.

Jika

5.

Jika tidak maka asumsikan nilai c, kembali ke langkah (2).

Σ𝐻 = 0 maka

akhiri program tampil Mn.

4.6.2 Tahapan Disain Balok Tulangan Tunggal Metode Whitney 1.

Tentukan b,h,𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 , 𝛽 ,Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑀𝑢 , dan 𝐸𝑠 nilai 𝑀𝑢 = 1,2. 𝐷𝐿 + 1,6. 𝐿𝐿 ′

𝑓

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

2.

Hitung 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽. 𝑓 𝑐 . 𝑏. 𝑑𝑏.

3.

Hitung 𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )

4.

Kebutuhan tulangan tarik 𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴

5.

Hitung 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′𝑠 .𝑏𝑦 , dan 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛

𝑦

2 𝐴𝑠𝑏 1𝑡𝑢𝑙

𝐴 .𝑓 𝑐

4.6.3 Tahapan Disain Balok Tulangan Rangkap Metode Whitney 1.

Tentukan b,h,𝜀𝑢 , 𝑓′𝑐 , 𝐴𝑠 , 𝑓𝑦 , 𝛽 ,Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 , 𝑀𝑢 , dan 𝐸𝑠 nilai 𝑀𝑢 = 1,2. 𝐷𝐿 + 1,6. 𝐿𝐿 ′

𝑓

𝑑𝑏 600+𝑓𝑦

2.

Hitung 𝐴𝑠𝑏 = 𝛽. 𝑓 𝑐 . 𝑏. 𝑑𝑏.

3.

Hitung 𝐴1𝑡𝑢𝑙 = 0,25. 𝜋. (Φ𝑡𝑢𝑙𝐴 )

4.

Kebutuhan tulangan tarik 𝑛𝑡𝑢𝑙 = 𝐴

5.

Hitung 𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑑𝑏 − 0,59. 𝑓′𝑠 .𝑏𝑦 , dan 𝑀𝑛2 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑛

𝑦

2 𝐴𝑠𝑏 1𝑡𝑢𝑙

𝐴 .𝑓

6.

𝑀𝑛2 Hitung 𝐶𝑠 = 𝑑−𝑑′ = 𝑇2

7.

Hitung 𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝑓′𝑠

𝐶

𝑐

𝑓′𝑠 = 𝑓𝑦 𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜀′𝑠 ≥ 𝜀𝑦

𝑠

𝑓′𝑠 = 𝐸𝑠 . 𝜀′𝑠 𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜀′𝑠 < 𝜀𝑦

𝐶𝑠 𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = 𝑓′ 𝑠

8.

Hitung

9.

Hitung 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎 𝑕 = 𝑓2

10.

Hitung dan tampil 𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = 𝐴

𝑇

𝑦

dan 𝐴𝑠 = 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 1 + 𝐴𝑠𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎 𝑕 𝐴𝑠 1𝑡𝑢𝑙

dan 𝑛𝑡𝑢𝑙𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 =

𝐴𝑠𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐴1𝑡𝑢𝑙

69 4.7

Verifikasi Program

4.7.1 Penentuan Banyak Pias Telah diterangkan bahwa ketelitian kurva ditentukan oleh lebarnya 𝒉𝒔𝒆𝒈 . Semakin kecil, yaitu mendekati nol maka hasilnya eksak. Semakin kecil 𝒉𝒔𝒆𝒈 berarti diperlukan 𝒏𝒔𝒆𝒈 atau jumlah pembagi yang lebih banyak. Untuk kasus umum, 𝒏𝒔𝒆𝒈 = 𝟏𝟎𝟎 sudah mencukupi dan bila perlu dapat ditingkatkan (Wiryanto Dewobroto, 2005). Maka dapat penulis berikan tabel hasil berbagai asumsi pias atau penerapan banyak pias sebagai bahan pertimbangan dan acuan penulis, banyak pias atau segmen yang akan penulis paparkan adalah mulai dari 𝒏𝒔𝒆𝒈 = 1,2,4,6,8,10,50,100,500, 𝑑𝑎𝑛 1000 dalam satuan N.mm untuk kapasitas tampang (Mn) dan satuan mm untuk tinggi blok tekan (c) agar terlihat perbedaan yang signifikan, Untuk lebih jelas hasil penerapan berbagai jenis pias atau pembagi kurva dapat dilihat pada tabel di bawah :

Tabel 4.1 Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Tulangan Tunggal No

Metode Analisis

Banyak

Mn

Blok

Kompatibilitas Regangan

Pias/Segmen

(N.mm)

Tekan

1.

Analisis Tulangan Tunggal

1

49572647,89

180,28

2.

Analisis Tulangan Tunggal

2

73528719,70

138,85

3.

Analisis Tulangan Tunggal

4

74914789,95

129,29

4.

Analisis Tulangan Tunggal

6

75172424,30

127,47

5.

Analisis Tulangan Tunggal

8

75268177,03

126,79

6.

Analisis Tulangan Tunggal

10

75315458,88

126,45

7.

Analisis Tulangan Tunggal

50

75378054,86

125,99

8.

Analisis Tulangan Tunggal

100

75380220,74

125,97

9.

Analisis Tulangan Tunggal

500

75380912,67

125,97

10. Analisis Tulangan Tunggal

1000

75380934,09

125,97

70 Tabel 4.2 Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Tulangan Rangkap No

Metode Analisis

Banyak

Mn

Blok

Kompatibilitas Regangan

Pias/Segmen

(N.mm)

Tekan

1.

Analisis Tulangan Rangkap

1

83570490,94

76,24

2.

Analisis Tulangan Rangkap

2

85060381,36

58,92

3.

Analisis Tulangan Rangkap

4

85192690,33

56,85

4.

Analisis Tulangan Rangkap

6

85218451,72

56,45

5.

Analisis Tulangan Rangkap

8

85228029,05

56,30

6.

Analisis Tulangan Rangkap

10

85232729,00

56,22

7.

Analisis Tulangan Rangkap

50

85238847,20

56,12

8.

Analisis Tulangan Rangkap

100

85239061,96

56,12

9.

Analisis Tulangan Rangkap

500

85239130,65

56,12

10. Analisis Tulangan Rangkap

1000

85239132,78

56,12

Tabel 4.3 Hasil Penerapan Berbagai Pias untuk Disain No

Metode Disain

Banyak

Banyak

Blok

Kompatibilitas Regangan

Pias/Segmen

Tulangan

Tekan

2.

Disain Balok Beton Bertulang

2

4

156,48

3.

Disain Balok Beton Bertulang

4

4

141,34

4.

Disain Balok Beton Bertulang

6

4

138,63

5.

Disain Balok Beton Bertulang

8

4

137,62

6.

Disain Balok Beton Bertulang

10

4

137,12

7.

Disain Balok Beton Bertulang

50

4

136,45

8.

Disain Balok Beton Bertulang

100

4

136,42

9.

Disain Balok Beton Bertulang

500

4

136,42

10. Disain Balok Beton Bertulang

1000

4

136,41

Dari hasil penerapan berbagai banyak pias yang diterapkan kepada analisis tulangan tunggal dan rangkap maka sesuai dengan pernyataan diatas bahwa untuk kasus umum, 𝒏𝒔𝒆𝒈 = 𝟏𝟎𝟎 sudah mencukupi dan bila perlu dapat ditingkatkan,

71 dapat disimpulkan batas pembagi segmen 100 ke pembagi yang lebih besar akan menghasilkan kapasitas tampang (Mn) yang konstan dan tidak terlalu besar selisihnya. Maka dengan pembagi segmen berjumlah 100 segmen sudah cukup untuk mewakili. Pada Gambar di bawah akan penulis jelaskan kurva selisih berbagai banyak pembagi pias untuk analisis tulangan tunggal dan rangkap: 80000000

Kapasitas Tampang (Mn)

75000000 70000000 65000000 60000000 55000000 50000000 45000000 40000000 1

2

Tulangan Tunggal 49572647. 73528719.

4

6

8

74914790

75172424.

75268177

10

50

100

500

1000

75315458. 75378054. 75380220. 75380912. 75380934.

Gambar 4.14 Kurva Hubungan Kapasitas Tampang dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Tunggal.

Kapasitas Tampang (Mn)

85500000 85000000 84500000 84000000 83500000 83000000 1

2

4

6

8

10

50

100

500

1000

Tulangan Rangkap 83570490.9 85060381.3 85192690.3 85218451.7 85228029.0 85232729 85238847.2 85239061.9 85239130.6 85239132.7

Gambar 4.15 Kurva Hubungan Kapasitas Tampang dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Rangkap.

72

190

Tinggi Blok Tekan ( c )

180 170 160 150 140 130 120 110 100

Tulangan Tunggal

1

2

4

6

8

10

50

100

500

1000

180.28

138.85

129.29

127.47

126.79

126.45

125.99

125.97

125.97

125.97

Gambar 4.16 Kurva Hubungan Tinggi Blok Tekan dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Tunggal.

Tinggi Blok Tekan ( c )

80 75 70 65 60 55 50

Tulangan Rangkap

1

2

4

6

8

10

50

100

500

1000

76.24

58.92

56.85

56.45

56.3

56.22

56.12

56.12

56.12

56.12

Gambar 4.17 Kurva Hubungan Tinggi Blok Tekan dan Pias Untuk Analisis Kompatibilitas Balok Tulangan Rangkap.

73 4.7.2 Momen Kapasitas Tampang Hasil dari implementasi algoritma kompatibilitas regangan kedalam software akan mendapatkan momen kapasitas tampang balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap serta majemuk dan disain hasil program kompatibilitas regangan, tinggi blok tekan balok kompatibilitas regangan hasil program, regangan tulangan masing-masing layer, dan kontrol gaya horizontal. Sedangkan hasil implimentasikan algoritma analisis metode whitney kedalam software akan mendapatkan momen kapasitas tampang balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap serta disain, tinggi blok tekan balok dan regangan tulangan. Selanjutnya kedua hasil analisis untuk balok beton bertulang tulangan tunggal dan rangkap akan ditentukan selisih dengan persentase, persentase didapat dari selisih antara nilai kapasitas tampang yang terbesar dengan kapasitas tampang yang terkecil. Untuk tabel hasil dari implimentasi algoritma penulis menyajikan dengan dua tabel, yaitu yang pertama tabel selisih kapasitas tampang balok dapat dilihat pada (tabel 4.4) dan yang kedua tabel perbandingan hasil disain balok dapat dilihat pada (tabel 4.5). selanjutnya dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.4 Selisih Kapasitas Tampang Balok Jenis

Mn

c

Selisih

Penulangan

(kN.m)

(mm)

(Mn)%

No

Metode Analisis

1.

Kompatibilitas Regangan

Tunggal

75.380

125.970

2.

Metode Whitney

Tunggal

74.050

134.546

3.

Kompatibilitas Regangan

Rangkap

85.239

56.120

4.

Metode Whitney

Rangkap

85.732

44.848

1.764%

0.575%

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Disain Jenis

Mu

Banyak

c

Penulangan

(kN.m)

(batang)

(mm)

Kompatibilitas Regangan

Rangkap

80

4

136.420

Metode Whitney

Rangkap

80

5

134.546

No

Metode Disain

1. 2.

BAB V KESIMPULAN dan SARAN

5.1

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Algoritma beserta bagan alir analisis dan disain balok beton bertulang metode kompatibilitas regangan menjelaskan Fungsi momen 𝑴𝒏 𝒀𝒄 dan Fungsi Analisis hal ini adalah penjelasan langkah-langkah penerapan metode yang digunakan untuk pembuatan program. b. Program analisis dan disain yang dihasilkan dibuat untuk dapat menganalisis dan mendisain berbagai jenis karakteristik balok beton bertulang tanpa sengkang atau kekangan dengan penampang prismatik atau persegi. c. Perbedaan selisih untuk masing-masing analisis tidak besar, untuk analisis balok beton bertulang tulangan tunggal metode kompatibilitas regangan dengan analisis balok beton bertulan tulangan tunggal metode Whitney adalah sebesar 1,764 %, sedangkan untuk balok beton bertulang tulangan rangkap 0,575 %. Untuk disain balok beton bertulang berbeda pada tinggi blok tekan yaitu untuk metode kompatibilitas adalah 136,420 mm dan untuk metode Witney adalah 134,546 mm. 5.2

Saran Dengan memperhatikan kesimpulan yang diperoleh selama penelitian,

maka diberikan saran sebagai berikut : a.

Untuk memprediksi analisis kuat lentur balok beton bertulang, perlu kiranya menambahkan berbagai metode model kurva tegangan-regangan. misalnya yang digunakan oleh asosiasi pabrik semen Amerika yaitu PCA (Portland Cement Association) telah digunakan sejak tahun 1935, model

74

75 kurva tegangan-regangan beton terkekang Muguruma dkk tahun 1993, Razvi dan Saatcioglu tahun 1999 dan kurva tegangan-regangan beton mutu tinggi terkekang oleh Tabs tahun 2007. b.

Untuk mencari tinggi garis netral selain metode secant perlu dilakukan penerapan metode lainnya seperti metode Newton-Raphson, Bisection dan Regulasi falsi.

c.

Untuk memprediksi analisis kuat lentur balok beton bertulang, perlu kiranya menambahkan model balok beton bertulang selain persegi atau prismatik.

d.

Untuk penelitian lebih lanjut perlu diterapkan analisis balok beton bertulang dengan sengkang atau kekangan metode kompatibilitas regangan.

DAFTAR PUSTAKA

Amrinsyah Nasution. (2005). “Metode Numerik dalam Ilmu Rekayasa Sipil” http://mail.si.itb.ac.id/~amrinsyah/index_a1.html (diakses tgl 31 Januari 2009). Ahmad Mirwan. (2008). “Perbandingan kuat lentur balok Berpenampang persegi dengan balok Berpenampang I” http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/ (diakses tgl 31 Januari 2009). Arfian Nurdhiansyah. (2008). “Tinjauan Tegangan Lekat Baja Tulangan Ulir (Deformed) dengan Berbagai Variasi Diameter dan Panjang Penyaluran pada Beton Normal”. http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/ (diakses tgl 31 Januari 2009). Diks‟, Blok. (2008). “Metode Numerik Secara Umum” http://adekdik.blogspot.com/2008/09/metode-numerik.html (diakses tgl 23 Januari 2009). Istimawan Dipohusodo. (1999). “Struktur Beton Bertulang”, Jakarta. Jurnal, (2008). “Prinsip Umum Kekuatan Beton” http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/ (diakses tgl 31 Januari 2009). MacGregor, J.G. (1997). “Reinforced Concrete : Mechanics and Design 3rd Ed.” , Prentice-Hall International, Inc. http://www.gussuta.com/teknik/perpustakaan-teknik-sipil.html (diakses tgl 31 Januari 2009). Riki Emillianto. (2008). “Tinjauan Tegangan Lekat Baja Tulangan Ulir dengan Berbagai Variasi Diameter dan Panjang Penyaluran dengan Bahan Perekat Sikadur® 31 Cf Normal Terhadap Beton Normal” http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/ (diakses tgl 31 Januari 2009). Sri Djuniati, dkk, (2007). “Buku Pedoman Penulisan Proposal dan Laporan Tugas Akhir Serta Laporan Praktek Kerja Lapangan”, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru.

76

77 Park, Robert and T.Paulay. (1975). “Reinforced Concrete Structures”, A Wileyintersciencpublication, Inc. Panitia Teknik Standarisasi. (2002). “SNI 03–2847–2002 : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”, Bandung. Wiryanto Dewobroto. (2005). “Strategi penyelesaian numerik berbasis komputer Analisis lentur ultimate penampang beton1 (Model Tegangan Parabolik PCA)” http://sipil-uph.tripod.com/wiryanto_di_uty.pdf (diakses tgl 23 Januari 2009).

Lampiran 1 Regangan dan Tegangan Hognestad Hasil Program

78

PROGRAM KURVA TEGANGAN-REGANGAN HOGNESTAD DAN PAULAY KARAKTERISTIK BALOK: Mutu Beton :

fc  17.5 MPa

Modulus Elastisitas beton : Ec  4700 fc  19661.51062 MPa

Mutu Baja :

fy  400

Modulus Elastisitas Baja :

MPa

Regangan leleh baja :  y 

fy

Es  200000

MPa

 y  0.002

Es

KURVA TEGANGAN-REGANGAN:

Fungsi Hognestad : fcHog  c 

 o  2

fc Ec

  c   c  2 fc 2   o    o   if  c   o     c  fc   0.85f  0.003      c   o  fc ot herwise o  

Kurva Tegangan-Regangan Hognestad 20

15

 

fcHog  c 10

5

0 0

3

3

110

210 c

3

310

Lampiran 2 Regangan dan Tegangan Paulay Hasil Program

79

Kuat tarik baja Paulay: fs  s 

fsu  1.25f y  su  0.04  sh  10  y r  10  y

 fsu  2  f   ( 30 r  1)  60 r  1  y m 2

15 r if  s  0  s Es if  s   y 0 ot herwise fy if  y   s   sh

 m   s   sh  2

fy 



60   s   sh  2



 s   sh ( 60  m)  2 ( 30 r  1)

2

 if  sh   s   su 

0 ot herwise

Kurva Tegangan-Regangan Paulay 500

400

300

 

fs  s

200

100

0

0

0.01

0.02

0.03 s

0.04

0.05

Lampiran 3 Analisis Lentur Balok Tulangan Tunggal Whitney

80

Analisis lentur Balok Beton Bertulang dengan Tulangan Tunggal A. Balok Dengan Karakteristik : Tinggi balok (h) Lebar balok (b)

h  300

mm

b  200

mm

Tulangan tarik a. luas tampang (As) :

A = 3Φ19

t ul A  19 A1tul  0.25  t ul A

2

A1tul  283.52874

2

mm

jumlah  3

As  A1tul jumlah

As  850.58621

mm2

b. Jarak pusat tulangan tarik ke ujung atas balok (d) : selimut  25 mm

ds1  selimut 

d  h  selimut

d  275

 t ul A     2 

mm

c. Massa jenis (ρ) : 1 

As

1  0.01547

b d

Kuat tekan beton (f'c) :

fc  17.5

MPa

Kuat leleh baja (fy)

:

fy  400

MPa

elastisitas baja (Es)

:

Es  200000

MPa

B. Perhitungan Momen nominal (Mn) : Dianggap tulangan tekan belum leleh dan tulangan tarik sudah leleh  

0.85 if fc  30

  0.85

0.65 if fc  55

 fc  30   if 30  fc  55  7 

0.85  0.05 

Setelah Tegangan Baja Meleleh : a 

A s fy 0.85f  c b

a  114.36453

mm

Regangan tulangan tekan ( εcu) : 𝜀𝑐𝑢 = 0.003 Tinggi garis netral : c

a

c  134.54651 mm



Ketentuan : Regangan tulangan tarik ( εs ) :  s   cu 

d c

  c 

y 

 s  0.00313

fy

 y  0.002

Es

Ketentuan : fs   s Es TulTari k 

fs  626.34174 "Sudah Leleh" if  s   y

Mpa

TulTari k  "Sudah Leleh"

"Belum Leleh" otherwise

Kondisi Penulangan: Kondisi 

"Under Reinforced" if  s   y

Ko ndisi  "Under Reinforced"

"Over Reinforced" otherwise

Kondisi tulangan: A sb   

fc fy

 b  d  



d

 

600  fy 

Kondisit ul angan

"Tulangan tarik telah leleh" if As  Asb "Tulangan tarik belum leleh" otherwise

Kondisit ul angan "Tulangan tarik telah leleh"

Gaya tekan: Cc  0.85f  c a b Cc  340234.48438

Gaya tarik: Jika tulanga tarik telah leleh maka: Ts  As fy Ts  340234.48438

Kontrol gaya Horizontal: H  Cc  Ts H  0

Keruntuhan tarik pada balok jika tulangan tarik telah leleh: Maka nilai ( Mn ) :



M n  A s fy  d  0.59



A s fy  fc b

6

Mn  Mn 10

 

Mn  74050738.1842 Nm m Mn  74.05074 kNm

Keruntuhan tekan pada balok jika tulangan tarik belum leleh: Maka nilai ( Mn ) : Mn  0.85f  c a b   d 



a



2

Mn  74109104.32085 Nm m

6

Mn  Mn 10

Mn  74.1091

kNm

Lampiran 4 Analisis Lentur Balok Tulangan Tunggal Hasil Program

81

PROGRAM ANALISIS TULANGAN TUNGGAL COMPATIBILITY KARAKTERISTIK BALOK: Mutu Beton :

fc  17.5 MPa

Modulus Elastisitas beton : Ec  4700 fc  19661.51062 MPa

Mutu Baja :

fy  400

Modulus Elastisitas Baja :

Regangan leleh baja :  y 

MPa

fy Es

Selimut beton :

d'  25 mm

Dimensi Balok :

b  200

mm

n tul  3

MPa

 y  0.002

h  300

Diameter tulangan yang dipakai :t ul  19 Jumlah tulangan :

Es  200000

db  h  d'  275

mm

mm

mm 2

2

A1tul  0.25   t ul

A1tul  283.52874 mm

2

As  ntul A1tul  850.58621 mm

BANYAK PIAS: Tentukan Banyak Pembagi/ Pias ( nseg ) : segmen :

nseg  100

KURVA TEGANGAN-REGANGAN: Fungsi Hognestad :

Kuat tarik baja Paulay: fs  s 

fcHog  c 

 o  2

fc Ec

fsu  1.25f y  su  0.04  sh  10  y r  10  y

2    c  c    fsu  2 fc 2   o    o   if  c   o  f   ( 30 r  1)  60 r  1     y m 0.85f   f  c c 2 15 r  0.003      c   o  fc ot herwise o   if  s  0

 s Es if  s   y fy ot herwise ot herwise  s Es if  s   y fy ot herwise fy if  y   s   sh

 m   s   sh  2

fy 



60   s   sh  2



 s   sh ( 60  m)  2 ( 30 r  1)

2

 if  sh   s   su 

Fungsi Momen : M n Yc 

C c  0 M c  0 Yc

h seg 

n seg

for i  0  n seg y c  h seg ( i) i

 y ci    Yc 

 c  0.003  i

 

fcs  fcHog  c i

i

for j  0  n seg  1 fcav 

fcs  fcs

j 1

j

2

j

Lcav  ( 0.5  j)  h seg   d b  Yc j

Cc  fcav  h seg b j

j

C c  C c  Cc

j

M c  Cc  Lcav j

j

j

M c  M c  M c

j

 d b  Yc    Yc 

 s  0.003  fs  fs  s Ts  A s fs

H  C c  Ts

 H   M  c    C c     s 

An alisis 

Yc1  0.25d' 

Momen Kapasitas Penampang :

Yc2  0.5 d'

An alisis  753802 20.74 1

To l  0.001

Keterangan :

it  0

An alisis  "Under Reinforced"

 Y  Yc2  Yc1

2

while  Y  To l Yc3  Yc2 

Kontrol Gaya Horizontal :

M n Yc2   Yc2  Yc1 0

M n Yc2  M n Yc1 0

Analisis  0 0

N

0

Tinggi Blok Tekan Beton :

 Y  Yc3  Yc1 Yc1  Yc2

Analisis  125.97 3

Yc2  Yc3

mm

Regangan Baja Tarik

Yc3 Ket 

"Under Reinforced" if M n Yc2   y 3

"Over Reinforced" ot herwise

 Mn Yc3 0     Mn Yc3  1   Ket   Y  c3    Mn Yc2  3 

N

Analisis  0.00355 4

Lampiran 5 Analisis Lentur Balok Tulangan Rangkap Whitney

82

Analisis lentur Balok Beton Bertulang dengan Tulangan Rangkap A. Balok Dengan Karakteristik : h  300 mm

Tinggi balok (h)

b  200 mm

Lebar balok (b) Tulangan tarik a. luas tampang (As) :

A = 3Φ19

t ul A  19 A1tul  0.25  t ul A

2

2

A1tul  283.52874 mm

jumlah  3

As1  850.58621 mm2

As1  A1tul jumlah

b. Jarak pusat tulangan tarik ke ujung atas balok (d1) : selimut  25 mm

ds1  selimut 

d1  h  selimut

d1  275

 t ul A     2 

mm

c. Massa jenis (ρ) : 1 

A s1

1  0.01547

b d1

Tulangan tekan a. luas tampang (As') :

A = 2Φ19

t ul B  19 A2tul  0.25  t ul B

2

A2tul  283.52874mm2

jumlah  2

As2  A2tul jumlah

As2  567.05747 mm2

b. Jarak pusat tulangan tekan ke ujung atas balok (d2) : selimut  25 mm

d2  selimut

ds2  selimut 

d2  25

mm

c. Massa jenis (ρ) : 2 

A s2 b d2

2  0.11341

 t ul B     2 

Kuat tekan beton (f'c) :

fc  17.5 MPa

Kuat leleh baja (fy)

:

fy  400

elastisitas baja (Es)

:

Es  200000

MPa MPa

B. Perhitungan Momen nominal (Mn) : Dianggap tulangan tekan belum leleh dan tulangan tarik sudah leleh  

0.85 if fc  30

  0.85

0.65 if fc  55

 fc  30   if 30  fc  55  7 

0.85  0.05 

Regangan tulangan tekan ( εcu) : 𝜀𝑐𝑢 = 0.003 Setelah Tegangan Baja Meleleh : a 

c

A s1  A s2 fy 0.85f  c b

a  38.12151

mm

c  44.84884

mm

a 

Ketentuan : Regangan tulangan tarik

 d1  c    c 

 s   cu 

 s  0.0154

Regangan tulangan tekan

 c  d2    c 

' s   cu  y 

' s  0.00133

fy

 y  0.002

Es

TulTari k 

"Sudah Leleh" if  s   y "Belum Leleh" otherwise

TulTekan 

"Sudah Leleh" if ' s   y "Belum Leleh" otherwise

TulTari k  "Sudah Leleh"

TulTekan  "Belum Leleh"

Ketentuan : f's  ' s Es fs   s Es

f's  265.54316

MPa

fs  3079.02522

MPa

Kondisi tulangan: A sb   

fc fy



 b  d 1 



 

d1

600  fy 

Kondisit ul angan

"Tulangan tarik telah leleh" if As1  As2  Asb "Tulangan tarik belum leleh" otherwise

Kondisit ul angan "Tulangan tarik telah leleh" a 

A s1 fs  A s2 f's

if  s   y

0.85f  c b

As1  As2 fy 0.85f  c b

ot herwise

Gaya tekan: Cc  0.85f  c a b

Cs  As2 fy

Cc  113411.49479

MPa

Cc  113411.49479

MPa

Cs  226822.98959

MPa

C c  Cc  Cs

MPa

C c  340234.48438 MPa

Gaya tarik: Ts  As1 fy Ts  340234.48438 MPa

Kontrol gaya Horizontal: H  C c  Ts H  0

MPa

Cs  226822.98959

MPa

Keruntuhan tekan pada balok : Maka nilai ( Mn ) : Mn 

0.85f    c a b  d1    0.85f    c a b  d1   

Mn  85732199.70084 6

Mn  Mn 10

a

   As2 fy  d1  d2 if  s   y  a  A s2 f's  d 1  d2 ot herwise  2  2

Nm m

Mn  85.7322

kNm

Lampiran 6 Analisis Lentur Balok Tulangan Rangkap Hasil Program

83

PROGRAM ANALISIS TULANGAN RANGKAP COMPATIBILITY

KARAKTERISTIK BALOK: Mutu Beton :

fc  17.5 MPa

Modulus Elastisitas beton : Ec  4700 fc  19661.51062 MPa

Mutu Baja :

fy  400

Modulus Elastisitas Baja :

Regangan leleh baja :  y  Selimut beton :

d'  25

Dimensi Balok :

b  200

MPa

fy Es

Es  200000 MPa

 y  0.002

db  h  d'  275

h  300

LAYER TULANGAN: Jumlah Layer Tulangan :

Diameter Tulangan :

nl ayer  2

tul 

 19     19 

Jumlah tulangan :

n tul 

2   3

A 1tul

 

A s tul 

A s tul  A 1tul  n t ul

 d'   25  d      b   275

i

 567.05747   850.58621



for i  0  n l ayer  1

A s tul

dt ul 

2

luas Per layer :

i

Posisi koordinat layer tulangan :

   283.52874   2  283.52874  

0.25    tul 0  0.25   tul 1 

i

BANYAK PIAS: Tentukan Banyak Pembagi/ Pias ( nseg ) : segmen :

nseg  100

KURVA TEGANGAN-REGANGAN: Fungsi Hognestad :

Kuat tarik baja Paulay: fs  s 

fsu  1.25f y  su  0.04

fcHog  c 

 o  2

fc

 sh  10  y

Ec

r  10  y

  c   c  2  fsu  2  f   ( 30 r  1)  60 r  1   if  c   o  o   y m   o   2 15 r  c  fc   0.85f  0.003      c   o  fc ot herwise if   0 s o   fc 2

 s Es if  s   y fy ot herwise ot herwise  s Es if  s   y fy ot herwise fy if  y   s   sh

 m   s   sh  2

fy 



60   s   sh  2



 s   sh ( 60  m)  2 ( 30 r  1)

2

 if  sh   s   su 

Fungsi Momen : M n Yc 

C c  0 M s  0 M c  0 T s  0 Yc

h seg 

n seg

for i  0  n seg y c  h seg ( i) i

 y ci    Yc 

 c  0.003  i

 

fcs  fcHog  c i

i

for j  0  n seg  1 fcav 

fcs  fcs

j 1

j

2

j

Lcav  ( 0.5  j)  h seg   d b  Yc j

Cc  fcav  h seg b j

j

C c  C c  Cc

j

M c  Cc  Lcav j

j

j

M c  M c  M c

j

for k  0  n layer  1

 Yc  d tul k   s  0.003   k  Yc 

 

fsl  fs  s k

k

Ts  A stul  fsl k

k

Ls  d b  d tul k

M s  Ts  Ls k

k

k

k

k

M s  M s  M s T s  T s  Ts

k

M tot  M c  M s H  C c  T s

 H   M  tot    C c     s 

k

An alisis 

Yc1  0.25d' 

Momen Kapasitas Penampang :

Yc2  0.5 d'

An alisis  852390 61.96 1

To l  0.001 it  0

Regangan layer Tulangan :

 Y  Yc2  Yc1 while  Y  To l Yc3  Yc2 

M n Yc2   Yc2  Yc1 0

M n Yc2  M n Yc1 0

 0.00166   0.0117

Analisis   2

0

 Y  Yc3  Yc1 Yc1  Yc2 Yc2  Yc3 Yc3

 Mn Yc3 0   Mn Yc3  1   Mn Yc3  3   Yc3   

Kontrol Gaya Horizontal : Analisis  0 0

N

Tinggi Blok Tekan Beton : Analisis  56.12 3

mm

N

Lampiran 7 Disain Balok Tulangan Tunggal Hasil Whitney

84

Disain Balok Beton Bertulang dengan Tulangan Tunggal A. Balok Dengan Karakteristik : h  300 mm

Tinggi balok (h)

b  200 mm

Lebar balok (b) Kuat tekan beton (f'c) :

fc  17.5 MPa

Kuat leleh baja (fy)

:

fy  400

elastisitas baja (Es)

:

Es  200000

Beban pada balok (Mu)

MPa

Momen terfakttor Mu  80

MPa

6

Mu  Mu 10

kNm

Mu  80000000

Nm m

Tulangan tarik a. luas tampang (As) :

A = 3Φ19

t ul A  19 A1tul  0.25  t ul A

2

2

A1tul  283.52874 mm

b. Jarak pusat tulangan tarik ke ujung atas balok (d) : selimut  25 mm

ds1  selimut 

d  h  selimut

 

d  275

mm

0.85 if fc  30

  0.85

0.65 if fc  55

 fc  30   if 30  fc  55  7 

0.85  0.05 

A sb   

fc fy

 b  d  



Asb  562.46094

d

 

600  fy 

mm2

Maka banyak tulangan tarik adalah: Banyak tulangan tarik

 A sb    A 1tul 

n tarik  ceil

nt arik  2 As  Asb

 t ul A     2 

bat ang

B. Perhitungan Disain : Setelah Tegangan Baja Meleleh : a 

A s fy 0.85f  c b

a  75.625

mm

c  88.97059

mm

Regangan tulangan tekan ( εcu) :  cu  0.003 c 

a 

Ketentuan : Regangan tulangan tarik  s   cu 

d c

  c 

y 

 s  0.00627

fy

 y  0.002

Es

Ketentuan : fs   s Es TulTari k 

fs  1254.54545 "Sudah Leleh" if  s   y "Belum Leleh" otherwise

MPa

TulTari k  "Sudah Leleh"

Kondisi Penulangan: Kondisi 

"Under Reinforced" if  s   y "Over Reinforced" otherwise

Kondisi tulangan: A sb   

fc fy

 b  d  

Kondisit ul angan

   600  fy  d

"Tulangan tarik telah leleh" if As  Asb "Tulangan tarik belum leleh" otherwise

Kondisit ul angan "Tulangan tarik belum leleh"

Ko ndisi  "Under Reinforced"

Gaya tekan:

Gaya tarik:

Cc  0.85f  c a b

Ts  As fy

Cc  224984.375

MPa

Cc  224984.375

MPa

Ts  224984.375

MPa

Kontrol gaya Horizontal: H  Cc  Ts H  0

MPa

Keruntuhan tarik pada balok jika tulangan tarik telah leleh: Maka nilai ( Mn ) :



M n  A s fy  d  0.59

A s fy 



fc b

 

6

Mn  Mn 10

Mn  53337959.78027 Nm m Mn  53.33796 kNm

Keruntuhan tekan pada balok jika tulangan tarik belum leleh: Maka nilai ( Mn ) : Mn  0.85f  c a b   d 

a





2

Mn  53363481.44531 Nm m

6

Mn  Mn 10

Mn  53.36348 kNm

Kelebihan momen sebesar : Mn1    Mu 10

 6

  Mn

Mn1  26.63652

kNm

Lampiran 8 Disain Balok Tulangan Rangkap Hasil Whitney

85

Disain Balok Beton Bertulang dengan Tulangan Rangkap A. Balok Dengan Karakteristik : h  300 mm

Tinggi balok (h)

b  200 mm

Lebar balok (b) Tulangan tarik a. luas tampang (As) :

A = 3Φ19

t ul A  19 A1tul  0.25  t ul A

2

2

A1tul  283.52874 mm

jumlah  3

As  A1tul jumlah

As  850.58621 mm2

b. Jarak pusat tulangan tarik ke ujung atas balok (d) : selimut  25 mm

d  h  selimut

ds1  selimut  d  275

 t ul A     2 

mm

Kuat tekan beton (f'c) :

fc  17.5 MPa

Kuat leleh baja (fy)

:

fy  400

elastisitas baja (Es)

:

Es  200000

Beban pada balok (Mu)

Momen terfakttor Mu  80

MPa MPa

kNm

Mu  80000000

6

Mu  Mu 10

Nm m

B. Perhitungan Disain : Dianggap tulangan tekan belum leleh dan tulangan tarik sudah leleh  

0.85 if fc  30

  0.85

0.65 if fc  55

 fc  30   if 30  fc  55  7 

0.85  0.05 

Setelah Tegangan Baja Meleleh : a 

A s fy 0.85f  c b

a  114.36453

mm

Regangan tulangan tekan ( εcu) : 𝜀𝑐𝑢 = 0.003 c

a c  134.54651



mm

Ketentuan : Regangan tulangan tarik  s   cu 

d c

  c 

y 

 s  0.00313

fy

 y  0.002

Es

Ketentuan : fs   s Es

fs  626.34174

TulTari k 

"Sudah Leleh" if  s   y

MPa

TulTari k  "Sudah Leleh"

"Belum Leleh" otherwise

Kondisi Penulangan: Kondisi 

"Under Reinforced" if  s   y

Ko ndisi  "Under Reinforced"

"Over Reinforced" otherwise

Kondisi tulangan: A sb   

fc fy

 b  d  

   600  fy 

Kondisit ul angan

d

"Tulangan tarik telah leleh" if As  Asb "Tulangan tarik belum leleh" otherwise

Kondisit ul angan "Tulangan tarik telah leleh"

Gaya tekan:

Gaya tarik:

Cc  0.85f  c a b

Ts  As fy

Cc  340234.48438

MPa

Cc  340234.48438

MPa

Kontrol gaya Horizontal: H  Cc  Ts H  0

MPa

Ts  340234.48438 MPa

Keruntuhan tarik pada balok jika tulangan tarik telah leleh: Maka nilai ( Mn ) :



M n  A s fy  d  0.59

A s fy  fc b



 

6

Mn  Mn 10

Mn  74050738.1842 Nm m Mn  74.05074 kNm

Keruntuhan tekan pada balok jika tulangan tarik belum leleh: Maka nilai ( Mn ) : Mn  0.85f  c a b   d 

a





2

Mn  74109104.32085 Nm m

6

Mn  Mn 10

Mn 

Mn  74.1091

kNm

A s fy    A s fy  d  0.59  if  s   y fc b    a  0.85f    c a b  d   ot herwise 2   

Mn  74050738.1842 Nm m 6

Mn  Mn 10

Mn  74.05074

kNm

Mn2  5.94926

kNm

Kelebihan momen sebesar : Mn2   Mu 10

 6

  Mn

Gaya tekan yang harus ditahan oleh tulangan tekan: ds1  34.5

mm 6

Cs 

M n2 10

d  d s1

Cs  24737.05537

Nm m

T2  Cs

Periksa regangan tulangan tekan: ' s   cu y 

c  ds 1 c

fy

 y  0.002

Es

TulTari k 

' s  0.00223

"Sudah Leleh" if  s   y "Belum Leleh" otherwise

TulTari k  "Sudah Leleh"

Luas tulangan tekan yang diperlukan: A's 

Cs

A' s  61.84264

fy

2

mm

Tambahan luas tulangan tarik: A stambah 

T2 fy

2

Astambah  61.84264

mm

Luas tulangan tarik: Astarik1  As

As  850.58621

mm

As  Astarik1 Astambah

As  912.42885

2

mm

Jadi kebutuhan tulangan Tarik dan Tekan adalah: t ul A  19 A1tul  0.25  t ul A

2

2

A1tul  283.52874 mm

 As    A 1tul 

nt ul  4

batang

 A' s    A 1tul 

nt ul  1

batang

Tarik :

n tul  ceil

Tekan :

n tul  ceil

Lampiran 9 Disain Balok Tulangan Rangkap Hasil Program

86

PROGRAM DISAIN BALOK METODE KOMPATIBILITAS REGANGAN

KARAKTERISTIK BALOK: Mutu Beton :

fc  17.5

Modulus Elastisitas beton : Ec  4700 fc  19661.51062

Mutu Baja :

fy  400

Modulus Elastisitas Baja :

Regangan leleh baja :  y  Selimut beton :

d'  25

Dimensi Balok :

b  200

fy

 y  0.002

Es

db  h  d'  275

h  300

2

A1tul  0.25   t ul

Diameter tulangan yang dipakai :t ul  19 MOMEN ULTIMIT: Momen Terfaktor : M  80 u

6

Mu  Mu 10

kNm

Mu  80000000

Nm m

BANYAK PIAS: Tentukan Banyak Pembagi/ Pias ( nseg ) : segmen beton tekan : nseg  100 KURVA TEGANGAN-REGANGAN: Fungsi Hognestad : fcHog  c 

 o  2

Es  200000

fc Ec

2    c  c   fc 2   o    o   if  c   o     c  fc   0.85f  0.003      c   o  fc ot herwise o  

A1tul  283.52874

Kuat tarik baja Paulay: fs  s 

fsu  1.25f y  su  0.04  sh  10  y r  10  y

 fsu  2  f   ( 30 r  1)  60 r  1  y m 2

15 r if  s  0  s Es if  s   y fy ot herwise

ot herwise  s Es if  s   y fy ot herwise fy if  y   s   sh

 m   s   sh  2

fy 



60   s   sh  2



 s   sh ( 60  m)  2 ( 30 r  1)

2

 if  sh   s   su 

Fungsi Momen : M n Yc 

C c  0 M c  0 Yc

h seg 

n seg

for i  0  n seg y c  h seg ( i) i

 y ci    Yc 

 c  0.003  i

 

fcs  fcHog  c i

i

for j  0  n seg  1 fcs  fcs

j 1

j

fcav 

2

j

Lcav  ( 0.5  j)  h seg   d b  Yc j

Cc  fcav  h seg b j

j

C c  C c  Cc

j

M c  Cc  Lcav j

j

j

M c  M c  M c

j

M tot  M c  M u

 d b  Yc    Yc 

 s  0.003  fs  fs  s As 

C c fs

 As    A 1tul 

n tul  ceil

 M tot     C c   s     As   n   tul 

Disain 

Yc1  0.25d'  Yc2  0.5 d'

Jumlah Tulangan Butuh t ul  19

To l  0.001 it  0

Disain  4 3

 Y  Yc2  Yc1

Keterangan :

while  Y  To l Yc3  Yc2 

M n Yc2   Yc2  Yc1

Disain  "Under Reinforced" 2

0

M n Yc2  M n Yc1 0

Tinggi Blok Tekan :

0

 Y  Yc3  Yc1

Disain  136.42

Yc1  Yc2

Kontrol Selisih Momen :

Yc3 "Under Reinforced" if M n Yc3   y 2

"Over Reinforced" ot herwise

 Mn Yc3 0     Mn Yc3  2   Ket   M Y    n c3 4   Y  c3  

mm

4

Yc2  Yc3 Ket 

batang

Disain  0 0

N.mm

Lampiran 10 Analisis Lentur Balok Tulangan Majemuk Hasil Program

87

PROGRAM ANALISIS TULANGAN MAJEMUK COMPATIBILITY

KARAKTERISTIK BALOK: Mutu Beton :

fc  17.5 MPa

Modulus Elastisitas beton : Ec  4700 fc  19661.51062 MPa

Mutu Baja :

fy  400

Modulus Elastisitas Baja :

Regangan leleh baja :  y  Selimut beton :

d'  25

Dimensi Balok :

b  200

MPa

fy Es

Es  200000 MPa

 y  0.002

db  h  d'  275

h  300

LAYER TULANGAN: nl ayer  5

Jumlah Layer Tulangan :

Diameter Tulangan :

tul

 18     18    18   19     19 

Jumlah tulangan :

n tul

0.25     0.25    A 1tul  0.25       0.25  0.25   

A s tul 

t ul 1 t ul 2 t ul 3 t ul 4

for i  0  n l ayer  1 A s tul  A 1tul  n t ul i

A s tul

Posisi koordinat layer tulangan :

d tul

2  2     254.469  254.469   2  254.469     283.52874 2     283.52874  2 

t ul 0

luas Per layer :

2 2    2 4   4

 d'   0.25h       0.5 h   0.75h      db 

    

 25   75      150   225    275

i

i

 508.93801    508.93801   508.93801  1134.11495    1134.11495

BANYAK PIAS: Tentukan Banyak Pembagi/ Pias ( nseg ) : nseg  100

segmen :

KURVA TEGANGAN-REGANGAN: Fungsi Hognestad :

Kuat tarik baja Paulay: fs  s 

fcHog  c 

 o  2

fc Ec

  c   c  2 fc 2   o    o   if  c   o     c  fc   0.85f  0.003      c   o  fc ot herwise o  

fsu  1.25f y  su  0.04  sh  10  y r  10  y

 fsu  2  f   ( 30 r  1)  60 r  1  y m 2

15 r if  s  0  s Es if  s   y fy ot herwise

ot herwise  s Es if  s   y fy ot herwise fy if  y   s   sh

 m   s   sh  2

fy 



60   s   sh  2



 s   sh ( 60  m)  2 ( 30 r  1)

2

 if  sh   s   su 

Fungsi Momen : M n Yc 

C c  0 M s  0 M c  0 T s  0 Yc

h seg 

n seg

for i  0  n seg y c  h seg ( i) i

 y ci    Yc 

 c  0.003  i

 

fcs  fcHog  c i

i

for j  0  n seg  1 fcav 

fcs  fcs

j 1

j

2

j

Lcav  ( 0.5  j)  h seg   d b  Yc j

Cc  fcav  h seg b j

j

C c  C c  Cc

j

M c  Cc  Lcav j

j

j

M c  M c  M c

j

for k  0  n layer  1

 Yc  d tul k   s  0.003   k  Yc 

 

fsl  fs  s k

k

Ts  A stul  fsl k

k

Ls  d b  d tul k

M s  Ts  Ls k

k

k

k

k

M s  M s  M s T s  T s  Ts

k

M tot  M c  M s H  C c  T s

 H   M  tot    C c     s 

k

An alisis 

Momen Kapasitas Penampang :

Yc1  0.25d' 

An alisis  153142 602.61

Yc2  0.5 d'

1

To l  0.001 it  0

Regangan layer Tulangan :

 Y  Yc2  Yc1 while  Y  To l Yc3  Yc2 

M n Yc2   Yc2  Yc1 0

M n Yc2  M n Yc1 0

 Y  Yc3  Yc1 Yc1  Yc2 Yc2  Yc3 Yc3

 Mn Yc3 0   Mn Yc3  1   Mn Yc3  3   Yc3   

0

 0.00251   0.00153    Analisis   0.00005  2  0.00142    0.00241 Kontrol Gaya Horizontal : Analisis  0 0

N

Tinggi Blok Tekan Beton : Analisis  152.62 3

mm

N

ABSTRAK

Abdul Hafid Hasim. 2008. Kinerja Ruas Jalan Sultan Alauddin untuk 10 Tahun Mendatang (Dengan Program Analisis Lalu Lintas KAJI ). Skripsi. Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Makassar. Prof. Dr. H. Gufran Darma Dirawan, ST, M.EMD dan Ir. H. M. Ichsan Ali, MT. Permasalahan yang diangkat yaitu bagaimana kinerja ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar 10 tahun mendatang. Variabel dalam penelitian ini yaitu arus lalu lintas, kecepatan kendaraan, hambatan samping, dan geometrik jalan. Teknik analisa data yang digunakan yaitu Program Analisis Lalu Lintas KAJI untuk menghitung kinerja ruas jalan yakni kapasitas serta derajat kejenuhan dan Program Power Simulation untuk menganalisis pertumbuhan arus lalu lintas. Hasil penelitian menunjukkan jam puncak arus lalu lintas 3122 smp/jam dari jam 07.00 – 08.00. Frekuensi kejadian hambatan samping 1195 kali kejadian per jam. Pertumbuhan arus lalu lintas diperkirakan memiliki kecenderungan meningkat untuk tiap minggu sebesar 0,48 %. Tingkat pelayanan ruas jalan untuk senin ke-0 sebelum pelebaran masuk kategori C dengan kapasitas jalan 5806,56 smp/jam dan titik jenuh ruas jalan terjadi pada senin ke-132 dengan kategori F dengan arus lalu lintas 5809 smp/jam, Setelah pelebaran jalan tingkat pelayanan kembali ke kategori C pada senin ke-132 dengan kapasitas 7867,80 smp/jam dan titik jenuh ruas jalan setelah pelebaran terjadi pada senin ke-195 kategori F dengan arus lalu lintas 7866 smp/jam. Sebagai kesimpulan bahwa kinerja ruas jalan Sultan Alauddin mengalami kecenderungan kapasitas dan tingkat pelayanan terus menurun dari kategori C ke kategori F.

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ii MOTTO ...............................................................................................................iii ABSTRAK ...........................................................................................................iv KATA PENGANTAR .........................................................................................v DAFTAR ISI .......................................................................................................vii DAFTAR TABEL ...............................................................................................x DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................xii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1 A. Latar Belakang ...................................................................................2 B. Identifikasi dan Batasan Masalah ......................................................3 C. Rumusan Penelitian ...........................................................................3 D. Tujuan Masalah .................................................................................4 E. Manfaat Penelitian .............................................................................4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5 A. Definisi dan Karakteristik Jalan Perkotaan .......................................5 B. Karakteristik Arus Lalu Lintas .........................................................10 1. Volume Lalu Lintas ...................................................................10 2. Komposisi Lalu Lintas ...............................................................10 vii

3. Kecepatan Lalu Lintas .................................................................13 4. Kepadatan Lalu Lintas .................................................................14 5. Headway ......................................................................................15 C. Analisa Operasional dan Perencanaan ...............................................16 1. Hambatan Samping ......................................................................16 2. Kecepatan Arus Bebas .................................................................17 3. Kapasitas ......................................................................................21 4. Derajat Kejenuhan (DS) ...............................................................25 5. Kecepatan dan waktu Tempuh .....................................................26 6. Tingkat Pelayanan ........................................................................27 D. Pertumbuhan Lalu Lintas ...................................................................32 1. Peningkatan Jumlah Kendaraan Bermotor ...................................32 2. Variasi Jarak Kendaraan ...............................................................33 E. Peramalan Lalu Lintas .......................................................................36 1. Analisis Arus Lalu Lintas ............................................................36 2. Tahun Perencanaan .......................................................................37 3. Pertumbuhan Lalu Lintas Normal dan Kecenderungan ...............37 4. Peramalan Kecenderungan di Masa Datang .................................38 F. Kerangka Pikir ....................................................................................39 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................40 A. Bentuk, Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................40 B. Definisi Variabel Operasional ............................................................41 viii

C. Variabel Penelitian .............................................................................42 D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .................................................43 E. Teknik Analisa Data ...........................................................................46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................52 A. Hasil Penelitian ..................................................................................52 B. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................55 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................61 A. Kesimpulan .......................................................................................61 B. Saran .................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................63 LAMPIRAN

LAMPIRAN .............................................................................66

RIWAYAT HIDUP

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Keterangan

Hal.

1

Jalan Tipe I

7

2

Jalan Tipe II

7

3

Nilai Normal untuk Komposisi Lalu Lintas

11

4

EMP untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi

12

5

EMP untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah

12

6

Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan

17

7

Kec. Arus Bebas Dasar (FV0) untuk Jalan Perkotaan

18

8

Penyesuaian Kec. Arus Bebas untuk Lebar Lalu Lintas (FVw)

19

9 10

Faktor Penyesuaian Kec. Arus Bebas untuk Hambatan Samping dengan Jarak Kereb Penghalang ( FFVSF ) Faktor Penyesuaian Kec. Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVCS)

20 20

11

Kapasitas Jalan ( Co ) Jalan Perkotaan

22

12

Faktor Penyesuaian Kapasitas Lebar Jalur lalu Lintas ( FCW )

23

13

Faktor Penyesuaian Pemisah Arah ( FCSP )

23

14

Faktor Penyesuaian kapasitas untuk Hambatan Samping dan Jarak Kereb – Penghalang ( FCSF )

24

15

Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota ( FCCS )

25

16

Tingkat Pelayanan Berdasarkan Kecepatan Bebas dan Tingkat Kejenuhan Lalu Lintas

29

17

Tingkat Pelayanan Berdasarkan Kecepatan Rata - Rata

29

18

Karakteristik Tingkat Pelayanan

30

19

Waktu Penelitian

40

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar 1 2

Keterangan Grafik Kecepatan Sebagai Fungsi Dari DS Untuk Jalan Banyak Lajur Dan Satu Arah Hubungan Antara Kecepatan, Tingkat Pelayanan Dan Rasio Volume Terhadap Kapasitas Untuk Jalan

Hal. 26 31

3

Siklus Perubahan Pola Perjalanan.

35

4

Peramalan Arus Lalu Lintas

36

5

Skema Kerangka Pikir

39

6

Lokasi Penelitian

41

7

Program Analisis Lalu Lintas ( KAJI )

46

8

Program Power Simulation

47

9

Grafik Analisis Data Dengan Power Simulation

56

10

Kondisi I

57

11

Kondisi II

58

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Keterangan

Hal.

1

Sketsa Lokasi Penelitian

66

2

Tabel Data Lapangan Volume Lalu Lintas

67

3

Tabel Data Lapangan Volume Lalu Lintas ( SMP)

75

4

Tabel Penentuan Volume Lalu Lintas Jam Puncak

83

5

Rekapitulasi Volume Lalu Lintas Jam Puncak

87

6

Tabel Hambatan Samping

88

7

Tabel Kecepatan Rata-Rata Waktu Kendaraan (Vt )

92

8

Tabel Kecepatan Rata-Rata Ruang Kendaraan (Vs)

93

9

Program Analisis Ruas Jalan KAJI

94

10

94

13

Program Analisis Power Simulation Tabel Prediksi Data Arus Lalu Lintas Dengan Program Power Simulation ( Dalam SMP ) Formulir Jalan Perkotaan dengan Program Analisis lalu Lintas Ruas Jalan Perkotaan KAJI Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Senin Ke-52

104

14

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Senin Ke-104

105

15

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Senin Ke-132

106

16

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Senin Ke-156

107

17

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Senin Ke-195

108

18

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Kondisi I

109

19

Formulir UR-3 : Analisis data KAJI Kondisi II

110

11 12

xii

95 99

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kota Makassar yang menyandang fungsi utama yaitu Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan pusat pelayanan Kawasan Timur Indonesia, berkembang menjadi kota metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1,2 juta orang dengan laju pertumbuhan penduduk 1.79 % per tahun. (BPS Kota Makassar tahun 2007). Keadaan ini mendorong aktivitas dan dinamika penduduk semakin tinggi dan cepat. Pertumbuhan penduduk mendorong pertumbuhan jumlah kendaraan baik roda dua maupun roda empat yang tidak seimbang dengan kapasitas jalan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat pelayanan jalan pada jam-jam sibuk. Namun dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, Pemerintah Kota Makassar tidak mampu mengimbangi dan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat terutama penyediaan prasarana transportasi. Jalan merupakan salah satu faktor penentu kemajuan pembangunan diharapkan mempunyai kondisi yang ideal agar mampu memberikan kenyamanan, kelancaraan dan keamanan bagi pemakai jalan. Kondisi ideal terjadi apabila lebar lajur tidak kurang dari 3,5 meter, kebebasan lateral tidak kurang dari 1,75 meter, standard geometrik jalan baik, hanya kendaraan ringan yang menggunakan jalan dan tidak ada batas kecepatan kendaraan. Hal lain yang merupakan penyebab terjadinya penurunan tingkat pelayanan jalan ialah penggunaan ruang jalan/ROW yang tidak sebagaimana mestinya antara

1

2

lain untuk parkir, pedagang kaki lima, bengkel hingga tempat menaikkan dan menurunkan penumpang. Keadaan yang demikian mengakibatkan penggunaan jalur jalan yang ada melampaui kapasitas jalan. Dalam keadaan keterbatasan jaringan jalan dan volume kendaraan yang semakin padat, maka angkutan jalan raya menjadi lamban dengan waktu perjalanan panjang dan relatif mahal antara lain karena masih diperlukan penggantian lebih dari dua kali. Lebih jauh hal ini akan menimbulkan penurunan tingkat pelayanan dari jalan raya yang ada utamanya disekitar kawasan pusat-pusat kegiatan serta meningkatnya biaya operasi dari setiap kendaraan angkutan umum maupun kendaraan angkuatan pribadi dan bertambah lamanya waktu pencapaian ke suatu tempat. Pada saat ini terdapat 2 ruas jalan arteri primer yang memasuki Kota Makassar yaitu Jl. Perintis Kemerdekaan dari arah timur laut Kota Makassar ke Kab. Maros dan Jl. Sultan Alauddin dari arah tenggara Kota Makassar ke Kab. Gowa. Fungsi jalan ini sangat vital oleh karena keduanya menampung arus lalu lintas dari luar kota ke pusat kota. Yang dapat disimpulkan sebagai penyebab timbulnya problem transportasi karena tingkat pertumbuhan sarana transportasi yang tidak bisa mengejar tingginya tingkat pertumbuhan prasarana transportasi. Berdasarkan dari fenomena yang telah diuraikan diatas, maka judul yang diangkat adalah : “Kinerja Ruas Jalan Sultan Alauddin untuk 10 Tahun Mendatang (Dengan Program Analisis Lalu Lintas KAJI)”

3

B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dengan laju pertumbuhan penduduk 1,79 % pertahun (BPS Kota Makassar tahun 2007) mendorong meningkatnya aktivitas dan dinamika yang semakin tinggi dan cepat mengakibatkan pertumbuhan kendaraan yang tidak berimbang dengan kapasitas jalan yang ada. Penggunaan ruang jalan/ROW yang tidak sebagaimana mestinya anatara lain untuk parkir, pedagang kaki lima, bengkel hingga temapt menaikkan dan menurungkan penumpang. Angkutan jalan raya menjadi lamban dan waktu perjalanan panjang dan relatif mahal karena diperlukan penggatian lebih dari dua kali juga ikut mengaklibatkan penurunan tingkat pelayanan jalan. Untuk menghindari agar penulisan ini tidak mempunyai ruang lingkup yang terlalu luas, maka diberikan batasan-batasan masalah yaitu kondisi dan tingkat pertumbuhan arus lalu lintas pada ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar pada setiap hari senin.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan judul yang dikemukakan, maka rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yaitu : 1.

Bagaimana kondisi arus lalu lintas pada ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar hingga 10 tahun mendatang?

2.

Bagaimana tingkat pertumbuhan arus lalu lintas ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar hingga 10 tahun mendatang ?

4

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.

Mengevaluasi kinerja ruas Jalan Sultan Alauddin dengan menentukan besarnya kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan dan tingkat pelayanan.

2.

Mengetahui tingkat pertumbuhan arus lalu lintas pada ruas Jalan Sultan Alauddin.

E. Manfaat Hasil Penelitian 1.

Sebagai bahan referensi bagi penelitian yang lebih lanjut.

2.

Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam penulisan karya ilmiah.

3.

Sebagai bahan kajian dan masukan bagi instansi terkait, seperti Dinas Prasarana Wilayah, Direktorat Jenderal Bina Marga dan Dinas Perhubungan Kota Makassar.

4.

Dapat berguna bagi perkembangan Ilmu Teknik Sipil khususnya Teknik Lalu lintas dan Teknik Jalan Raya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Karakteristik Jalan Perkotaan Menurut MKJI (1997) jalan perkotaan didefinisikan sebagai jalan yang terdapat perkembangan secara permanen dan terus menerus di sepanjang jalan atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik berupa lahan atau bukan. Yang termasuk dalam kelompok jalan perkotaan adalah jalan yang berada didekat pusat perkotaan dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 jiwa. Jalan di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang kurang dari 100.000 jiwa juga dapat digolongkan pada kelompok ini jika perkembangan jalan tersebut bersifat permanen dan terus menerus. Jalan dikelompokkan sesuai fungsi jalan. Fungsi jalan dikelompokkan sebagai berikut : 1. Jalan Arteri : jalan yang melayani lalu lintas khususnya melayani angkutan jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggi jumlah kendaraan yang dibatasi. 2. Jalan Kolektor : jalan yang melayani lalu lintas terutama melayani angkutan jarak sedang kecepatan rata-rata sedang serta jumlah akses yang masih dibatasi. 3. Jalan Lokal : jalan yang melayani angkutan setempat terutama angkutan jarak pendek dan kecepatan rata-rata rendah serta akses yang tidak dibatasi. Jadi jalan arteri adalah jalan utama, sedangkan jalan kolektor dan lokal adalah jalan minor.

5

6

Pembagian kelas jalan berdasarkan dimensi dan muatan sumbu yang diatur oleh PP No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UULLAJ No. 14/1992, adalah : 1. Jalan Kelas I Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 10 m dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton. 2. Jalan Kelas II Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 18 m dan muatan sumbu terberat diizinkan 10 ton. 3. Jalan Kelas IIIA Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 18 m dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. 4. Jalan Kelas IIIB Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 12 m dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

7

5. Jalan Kelas IIIC Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak melebihi 9 m dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton. Sesuai dengan klasifikasi fungsional dan perencanaan volume lalu lintas, jalan-jalan tipe I terbagi dalam 2 kelas dan tipe II terbagi dalam 4 kelas adalah sebagai berikut : Tabel 1. Jalan Tipe I Fungsi Primer Sekunder

Arteri Kolektor Arteri

Kelas 1 2 2

Tabel 2. Jalan Tipe II Volume lalu Lintas Kelas (SMP) 1 Primer Arteri Kolektor > 10,000 1 < 10,000 2 Sekunder Arteri > 20,000 1 < 20,000 2 Kolektor > 6,000 2 < 6,000 3 Jalan Lokal > 500 4 < 500 4 Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan (1992) Fungsi

Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut. Karakteristik jalan tersebut terdiri dari atas beberapa hal, yaitu :

8

1. Geometrik Jalan a. Tipe Jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada segmen jalan dan berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya : 2-lajur 1-arah (2/1) 2-lajur 2-arah tak-terbagi (2/2 UD) 4-lajur 2-arah tak-terbagi (4/2 UD) 4-lajur 2-arah terbagi (4/2 D) 4-lajur 2-arah terbagi (4/2 D) 6-lajur 2-arah terbagi (6/2 D) b. Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan, kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan pertambahan lebar jalur lalu lintas. c. Kereb adalah batas antara jalur lalu lintas dan trotoar yang berpengaruh terhadap dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. d. Bahu lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi pengunaan bahu, berupa penambahan kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu, akibat pertambahan lebar bahu terutama karena pengurangan hambatan samping yang disebabkan kejadian disisi jalan e. Median adalah pembatas jalan yang membagi lajur dan jalur jalan. Median yang direncanakan dengan baik akan meningkatkan kapasitas.

9

2. Komposisi arus lalu lintas dan pemisah arah Volume lalu lintas dipengaruhi komposisi arus lalu lintas, setiap kendaraan yang ada harus dikonversikan menjadi suatu kendaraan standar. 3. Pengaturan lalu lintas Batas kecepatan jarang diberlakukan

didaerah perkotaan

Indonesia,

karenannya hanya sedikit kegiatan samping berpengaruh pada kecepatan arus bebas. 4. Hambatan samping. Banyaknya

kegiatan

hambatan

samping

jalan

di

Indonesia

sering

menimbulkan konflik, hingga menghambat arus lalu lintas, misalkan : a. Pejalan kaki b. Angkutan umum dan kendaraan yang berhenti c. kendaraan lambat (Becak, sepeda, dan lain-lain) d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan samping jalan 5. Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan Manusia sebagai pengemudi kendaraan merupakan bagian dari arus lalu lintas yaitu pemakai jalan. Faktor psikologis, fisik pengemudi sangat berpengaruh dalam menghadapi situasi arus lalu lintas yang dihadapi.

10

B. Karakteristik Arus Lalu Lintas 1. Volume lalu Lintas Berdasarkan MKJI (1997) volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melalui titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp), LHRT (QLHRT). Volume lalu lintas dihitung berdasarkan persamaan : Q

N T

................................................................................... (1)

dimana : Q = Volume (kend/jam) N = Jumlah Kendaraan (Kend) T = Waktu Pengamatan (jam)

2. Komposisi Arus Lalu Lintas Menurut Wibowo (2001) komposisi arus lalu lintas didefinisikan sebagai jenis atau tipe suatu kendaraan, baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tak bermotor yang melewati suatu ruas jalan. Kendaraan yang melewati suatu ruas jalan sangat mempengaruhi arus lalu lintas. Unsur utama yang sangat mempengaruhi arus lalu lintas adalah segi ukuran, kekuatan dan kemampuan kendaraan melakukan pergerakan dijalan. Ketiga unsur ini sangat berpengaruh pada perencanaan, pengawasan dan pengaturan sistem transportasi. Nilai normal untuk komposisi lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 3.

11

Tabel 3. Nilai Normal untuk Komposisi Lalu Lintas Ukuran Kota (Juta Penduduk)

LV (%)

HV (%)

MC (%)

< 0,1 0,1 - 0,5 0,5 - 1,0 1,0 - 3,0 > 3,0

45 45 53 60 69

10 10 9 8 7

45 45 38 32 24

Sumber : MKJI (1997)

Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan perkotaan berdasarkan MKJI (1997) adalah sebagai berikut : a. Kendaraan ringan (LV) Kendaraan bermotor beroda empat dengan dua gandar berjarak 2 – 3 m (termasuk kendaraan penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truck kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) b. Kendaraan berat (HV) Kendaraan bermotor dengan jarak as lebih dari 3,5 m, biasanya beroda lebih dari 4 (termasuk bis, truk 2 as, truck 3 as dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) c. Sepeda motor (MC) Kendaraan bermotor beroda dua atau tiga (termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)

12

d. Kendaraan tak bermotor (UM) Kendaraan beroda yang menggunkan tenaga manusia atau hewan (termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) Berbagai jenis kendaraan diekuivalenkan ke satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp), emp adalah faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan. Nilai emp untuk berbagai jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) untuk jalan perkotaan tak terbagi Tipe jalan Jalan tak terbagi

Arus lalu lintas total dua arah (kend/jam)

HV

0 > 1800 0 > 3700

1.3 1.2 1.3 1.2

Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD) Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD) Sumber : MKJI (1997)

emp MC Lebar jalur lalu lintas Wc (m) <6 >6 0.5 0.4 0.35 0.25 0.4 0.25

Tabel 5. Ekivalen Mobil Penumpang (emp) untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah emp Arus lalu lintas Tipe Jalan : per lajur Jalan satu arah dan HV MC Jalan terbagi (kend/jam) Dua -lajur satu-arah (2/1) Empat-lajur terbagi (4/2D) Tiga -lajur satu-arah (3/1) Enam-lajur terbagi (6/2D) Sumber : MKJI (1997)

0 > 1050 0 > 1100

1.30 1.20 1.30 1.20

0.40 0.25 0.40 0.25

13

3. Kecepatan Lalu Lintas Kecepatan adalah tingkat pergerakan lalu-lintas atau kendaraan tertentu yang sering dinyatakan dalam kilometer per jam. Menurut Abubakar (1999) kecepatan adalah jarak dibagi dengan waktu. Persamaan untuk menentukan kecepatan adalah sebagai berikut ; V 

d t

................................................................................... (2)

dimana : V

= Kecepatan (km/jam)

d

= Jarak Tempuh (km)

t

= Waktu Tempuh (Jam)

Kecepatan dapat dibagi dalam : a. Kecepatan titik (Spot Speed) adalah kecepatan sesaat kendaraan berada pada titik/lokasi jalan tertentu. b. Kecepatan rata-rata perjalanan (Average Travel Speed) dan Kecepatan perjalanan adalah total waktu tempuh kendaraan untuk suatu segemen jalan yang ditentukan. Waktu perjalanan adalah total waktu ketika kendaraan dalam kendaraan bergerak (berjalan) untuk menem[uh suatu segmen jalan. c. Kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) adalah kecepatan rata-rata kendaraan disepanjang jalan yang diamati.

Vs 

3,6nd t

................................................................................... (3)

14

dimana : Vs = Kecepatan rata-rata ruang (km/jam) d

= Jarak Tempuh (meter)

t

= Waktu Tempuh (detik)

n

= Jumlah Kendaraan yang diamati

d. Kecepatan rata-rata waktu (Time Mean Speed) adalah kecepatan rata-rata yang menggambarkan kecepatan rata-rata dari seluruh kendaraan yang melewati titik pengamatan tertentu Vt 

V n

.................................................................................. (4)

dimana : Vt = Kecepatan rata-rata waktu(km/jam) V

= Kecepatan kendaraan (km/jam)

n

= Jumlah kendaraan yang diamati

4. Kepadatan Lalu Lintas Menurut Morlok (1991), Kepadatan lalu lintas dapat didefenisikan sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjang ruas jalan tertentu atau jalur yang umunya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer per lajur (jika pada ruas jalan tersebut terdiri dari banyak lajur). Kepadatan merupakan jumlah kendaraan yang diamati dibagi dengan panjang jalan tersebut. Hubungan antara volume, kecepatan dan kepadatan adalah sebagai berikut :

15

k 

q s

.................................................................................... (5)

dimana : k = Kepadatan lalu Lintas (Kend/km) q = Jumlah Kendaraan pada lintasan (Kend/jam) s = Kecepatan lalu lintas (Km/jam)

5. Headway Menurut

Abubakar

(1999),

Headway

adalah

besarnya

jarak-antara

menentukan kapan seorang pengemudi harus mengurangi kecepatan (mengerem) dan kapan dia dapat mempercepat kendaraan. Waktu-antara kendaraan (time headway) yaitu waktu yang diperlukan antara satu kendaraan dengan kendaraan yang berikutnya untuk melalui satu titik yang tetap. Waktu-antara dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Ht 

1 q

................................................................................... (6)

dimana : Ht = Waktu-antara kendaraan rata-rata Q

= Volume lalu Lintas

Jarak-antara kendaraan (Space headway) yaitu jarak antara bagian depan suatu kendaraan dengan bagian depan kendaraan berikutnya pada suatu saat tertentu. Jarak headway rata-rata dipergunakan, terutama pada suatu situasi dimana terdapat

16

nilai yang berbeda diantara pasangan kendaraan dalam suatu arus lalu lintas. Jarakantara kendaraan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Hd 

1 k

..................................................................................... (7)

dimana : Hd = Jarak-antara kendaraan rata-rata k

= Kepadatan

C. Analisa Operasional dan Perencanaan 1. Hambatan Samping Hambatan samping menurut MKJI (1997) yakni aktivitas samping yang dapat menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan kinerja jalan. Adapaun tipe kejadian hambatan samping adalah : a. Jumlah pejalan kaki berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan. b. Jumlah kendaraan berhenti dan parkir. c. Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan dan jalan samping. d. Arus kendaraan lambat yaitu arus total (kend/jam) sepeda, becak, delman, pedati dan sebagainya. Tingkat hambatan samping dikelompokkan kedalam lima kelas dari yang rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping

17

sepanjang segmen jalan yang diamati. Dalam MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokkan seperti yang ada pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Hambatan Samping untuk Jalan Perkotaan Kelas hambatan samping (SFC)

Kode

Jumlah berbobot kejadian per 200 m perjam (dua sisi)

VL

< 100

Rendah

L

100 - 299

Daerah permukiman ; Beberapa kendaraan umum dsb.

Sedang

M

300 - 499

Daerah industri ; Beberapa toko di sisi jalan

Tinggi

H

500 - 899

Daerah komersial ; Aktivitas sisi jalan sangat tinggi

VH

> 900

Daerah komersial ; Aktivitas pasar disamping jalan

Sangat rendah

Sangat tinggi

Kondisi Khusus

Daerah permukiman ; Jalan dengan jalan samping

Sumber : MKJI (1997)

2. Kecepatan Arus Bebas Berdasarkan MKJI (1997) kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut : FV = (FV0 + FVw) x FFVSF x FFVCS .............................................. (8) dimana :

18

FV

= Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FV0

= Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam)

FVw

= Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu. FFVCS = Faktor Penyesuaian ukuran kota Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (FV0) ditentukan berdasarkan tipe jalan dan jenis kendaraan sesuai dengan Tabel 7. Tabel 7. Kecepatan arus bebas dasar (FV0) untuk jalan perkotaan.

Tipe Jalan

Kecepatan arus bebas dasar (FV0) (km/jam) Kendaraa Kendaraan Sepeda Semua n Kendaraa Ringan Berat Motor n LV HV MC (rata-rata)

Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau Tiga-Lajur satu-arah (3/1)

61

52

48

57

Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau Tiga-Lajur satu-arah (3/1)

57

50

47

55

Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD)

53

46

43

51

Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD)

44

40

40

42

Sumber : MKJI (1997)

19

Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar lalu lintas berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif kendaraan ringan (FVw) untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Lebar lalu Lintas (FVw) Tipe Jalan

Empat-lajur terbagi atau Jalan satu arah

Empat-lajur tak-terbagi

Dua-lajur tak-terbagi

Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc)

FVw

(m) Per lajur 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 Per lajur 3.00 3.25 3.50 3.75 4.00 Total 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00

(km/jam) -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00 -9.50 -3.00 0.00 3.00 4.00 6.00 7.00

Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping berdasarkan jarak kereb dan penghalang pada trotoar (FFVSF) untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 9.

20

Tabel 9. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Hambatan Samping dengan Jarak Kereb Penghalang (FFVSF)

Tipe Jalan

Empat-lajur terbagi (4/2 D)

Empat-lajur takterbagi (4/2 UD)

Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD) atau Jalan satu arah

Kelas hambatan samping (SFC) Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

FFVSF Jarak : Kereb-penghalang (Wk) (m) < 0,50 1.00 1.50 > 2,00 1.00 0.97 0.93 0.87 0.81 1.00 0.96 0.91 0.84 0.77 0.98 0.93 0.87 0.78 0.68

1.01 0.98 0.95 0.90 0.85 1.01 0.98 0.93 0.87 0.81 0.99 0.95 0.89 0.81 0.72

1.01 0.99 0.97 0.93 0.88 1.01 0.99 0.96 0.90 0.85 0.99 0.96 0.92 0.84 0.77

1.02 1.00 0.99 0.96 0.92 1.02 1.00 0.98 0.94 0.90 1.00 0.98 0.95 0.88 0.82

Sumber : MKJI (1997) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan (FFVCS) dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVCS) Ukuran kota (juta Penduduk) < 0,10 0,10 - 0,50 0,50 - 1,00 1,00 - 3,00 > 3,00 Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0.90 0.93 0.95 1.00 1.03

21

3. Kapasitas Menurut MKJI (1997) kapasitas didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum yang melalui suatu titik dan dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahakan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Menurut Buku Standard Desain Geometrik Jalan Perkotaan yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga, kapasitas dasar didefinisikan sebagai volume maksimum per jam yang dapat melewati suatu potongan lajur jalan (untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan (untuk jalan dua lajur) pada kondisi jalan dan arus lalu lintas ideal. Kondisi ideal terjadi bila : Lebar lajur tidak kurang dari 3,5 m Kebebasan lateral tidak kurang dari 1,75 m Standard geometrik baik Hanya kendaraan ringan (LV) yang menggunakan jalan Tidak ada batas kecepatan

Persamaan untuk menentukan kapasitas adalah sebagai berikut : C = Co x FCw x FCSP x FCSF x FCCS dimana :

................................... (9)

22

C

= Kapasitas

Co

= Kapasitas dasar (smp/jam)

FCw

= Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas

FCSP

= Faktor penyesuaian pemisah arah

FCSF

= Faktor penyesuaian hambatan samping

FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Kapasitas dasar (Co) segmen jalan pada kondisi geometrik ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan Tabel 11. Tabel 11. Kapasitas Dasar (Co) Jalan Perkotaan Kapasitas dasar (smp/jam)

catatan

Empat-lajur terbagi atau Jalan satu-arah

1650

Per lajur

Empat-lajur tak-terbagi

1500

Per lajur

Dua-lajur tak-terbagi

2900

Total dua arah

Tipe jalan

Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian lebar jalan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas yang dapat dilihat pada Tabel 12.

23

Tabel 12. Faktor Penyesuaian Kapasitas Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw) Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) Tipe jalan (m) Per lajur 3.00 Empat-lajur terbagi 3.25 atau 3.50 Jalan satu-arah 3.75 4.00 Per lajur 3.00 3.25 Empat-lajur tak terbagi 3.50 3.75 4.00 Total kedua arah 5 6 7 Dua-lajur tak-terbagi 8 9 10 11

FCw 0.92 0.96 1.00 1.04 1.08 0.91 0.95 1.00 1.05 1.09 0.56 0.87 1.00 1.14 1.25 1.29 1.34

Faktor penyesuaian pemisah arah jalan didasarkan pada kondisi dan distribusi arus lalu lintas dari kedua arah jalan atau tipe jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah atau jalan dengan median faktor koreksi pembagian arah adalah 1,0. Faktor penyesuaian pemisah arah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Faktor penyesuaian Pemisah Arah (FCSP) Pemisah arah SP % - %

50 - 50

55 - 45

60 - 40

65 - 35

70 - 30

Dua-lajur (2/2)

1.000

0.970

0.940

0.910

0.880

Empat-lajur (4/2)

1.000

0.985

0.970

0.955

0.940

FCSP

Sumber : MKJI (1997)

24

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) berdasarkan jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar (Wk), dan kelas hambatan samping (SFC). Nilai faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb-penghalang (FCSF) untuk jalan perkotaan dengan kereb, dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kereb-penghalang (FCSF) Kelas hambatan Tipe jalan samping VL L 4/2 D M H VH VL L 4/2 UD M H VH VL L 4/2 UD M H VH Sumber : MKJI (1997)

Faktor penyesuaian untuk hambtan samping dan jarak kereb-penghalang (FCSF) Jarak : kereb-penghalang (Wk) < 0,50 1.0 1.5 > 2,0 0.95 0.97 0.99 1.01 0.94 0.86 0.98 1.00 0.91 0.93 0.95 0.98 0.86 0.89 0.92 0.95 0.81 0.85 0.88 0.92 0.95 0.97 0.99 1.01 0.93 0.95 0.97 1.00 0.90 0.92 0.95 0.97 0.84 0.87 0.90 0.93 0.77 0.81 0.85 0.90 0.93 0.95 0.97 0.99 0.9 0.92 0.95 0.97 0.86 0.88 0.91 0.94 0.78 0.81 0.84 0.88 0.68 0.72 0.77 0.82

25

Faktor penyesuaian ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCCS) Ukuran kota (Juta penduduk) < 1,0

Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0.86

0,10 - 0,50

0.90

0,50 - 1,00

0.94

1,00 - 3,00

1.00

> 3,00

1.04

Sumber : MKJI (1997)

4. Derajat Kejenuhan (DS) Dejarat kejenuhan (DS) menurut MKJI (1997) yakni sebagai rasio jalan terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan atau degree of saturation (DS) adalah sebagai berikut :

DS 

Q C

................................................................................. (10)

dimana : DS

= Derajat kejenuhan

Q

= Arus lalu lintas (smp/jam)

C

= Kapasitas (smp/jam)

Derajat kejenuhan digunakan untuk menganalisis perilaku lalu lintas.

26

5. Kecepatan dan Waktu Tempuh MKJI (1997) menggunakan kecepatan dan waktu tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisis ekonomi. Persamaan untuk menghasilkan waktu tempuh rata-rata (TT) adalah : TT 

L V LV

.................................................................................. (11)

dimana : TT

= Waktu tempuh rata-rata (jam)

L

= Panjang Segmen (km)

VLV

= Kecepatan Kendaraan ringan

Kecepatan Kendaraan ringan ditentukan melalui grafik pada Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak lajur dan satu arah

27

6. Tingkat Pelayanan Tingkat pelayanan jalan menurut Hendarto (2001) adalah suatu ukuran kualitas perjalanan dalam arti luas menggambarkan kondisi lalu lintas yang mungkin timbul pada suatu jalan akibat dari volume lalu lintas. Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanankan dengan baik walaupun VJP/LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Kebebasan bergerak yang dirakan oleh pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan yang kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut saja menuntut daerah manfaat jalan yang lebih lebar pula. Pada suatu kenadaan dengan volume lalu lintas yang rendah, pengemudi akan merasa nyaman mengendarai kendaraaan dibanding jika pengemudi berada pada daerah tersebut dengan volume lalu lintas yang besar. Kenyamanan akan berkurang sebanding dengan bertambahnya volume lalu lintas. Dengan perkataan lain rasa nyaman dan volume lalu lintas tersebut berbanding terbalik. Tetapi kenyamanan dari kondisi arus lalu lintas yang ada tidak cukup hanya digambarkan dengan volume lalu lintas tanpa disertai data kapasitas jalan dan kecepatan pada jalan tersebut. Untuk menentukan tingkat pelayanan jalan ada dua faktor utama yang harus diperhatikan yaitu : 1. Kecepatan perjalanan yang menunjukkan keadaan umum di jalan. 2. Perbandingan antara volume terhadap kapasitas (rasio V/C) yang mana menunjukkan kepadatan lalu lintas dan kebebasan beregerak bagi kendaraan.

28

Secara umum tingkat pelayanan dibedakan sebagai berikut : 1. Tingkat Pelayanan A : Kondisi arus lalu lintas bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang ditentukan. 2. Tingkat Pelayanan B : Kondisi arus lalu lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan sekitarnya. 3. Tingkat Pelayanan C : Kondisi arus lalu lintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar. 4. Tingkat Pelayanan D : Kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. 5. Tingkat Pelayanan E : Volume lalu lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan besarnya sekitar lebih rendah dari 40 km/jam, pergerakan lalu lintas kadang terhambat. 6. Tingkat pelayanan F : Kondisi arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan (forced-flow), kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian yang panjang. Pada tabel 16 menunjukkan tingkat pelayanan berdasarkan kecepatan dan tingkat kejenuhan serta pada tabel 17 menunjukkan ingkat pelayanan berdasarkan kecepatan rata-rata.

29

Tabel 16. Tingkat pelayanan Berdasarkan Kecepatan Bebas dan Tingkat Kejenuhan Lalu Lintas Tingkat Pelayanan

Kecepatan Bebas

Tingkat Kejenuhan

A

> 90

< 0,35

B

> 70

< 0,54

C

> 50

< 0,77

D

> 40

< 0,93

E

> 33

< 1,00

F

< 33

>1,00

Sumber : Ofyar Z. Tamin, Analisis Dampak Lalu Lintas (1998)

Tabel 17. Tingkat Pelayanan Berdasarkan Kecepatan Perjalanan Rata-Rata Kelas Arteri

I

Kecepatan (km/jam) Tingkat Pelayanan A B C D E F

II

III

72 - 56 56 - 48 56 - 40 Kecepatan Perjalanan Rata-rata (km/jam)  56  48  40  45  38  31  35  29  21  28  23  15  21  16  11  21  16  11

Sumber : Ofyar Z Tamin, Analisis Dampak Lalu Lintas (1998)

30

Tabel 18. Karakteristik Tingkat Pelayanan Tingkat Pelayanan

Karakteristik

Batas Lingkup (V/C)

A

Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan

0,00 - 0,19

B

Kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan

0,20 - 0,44

C

Kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi dan gerak kendaraan dipengaruhi besar volume lalu lintas. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan

0,45 - 0,74

D

Kondisi arus lalu lintas tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir.

0,75 - 0,84

E

Volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitas. Arus tidak stabil, kecepatan kadang berhenti.

0,85 - 1,00

F

Kondisi arus lalu lintas dipaksakan atau arus macet, kecepatan rendah, arus lalu lintas rendah.

1.00

Sumber : Edward K Morlok, Pengantar Teknik & Perencanaan Transportasi (1991)

Dari keenam jenis tingkat pelayanan di atas maka yang memenuhi syarat jalan yang diinginkan adalah tingkat pelayanan A, B, C, dan D dimana rasio V/C < 1. Pada tingkat pelayanan E dan F, dimana volume lalu lintas telah melebihi kapasitas jalan V/C

1, sehingga dalam keadaan ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

pelayanan.

31

Tingkat Pelayanan A

Tingkat Pelayanan B

Kecepatan

Tingkat Pelayanan C

Tingkat Pelayanan D

Tingkat Pelayanan E

Tingkat Pelayanan F

0

Rasio Volume / Kapasitas

1.0

Gambar 2. Hubungan Antara Kecepatan, Tingkat Pelayanan dan Rasio Volume Terhadap Kapasitas untuk Jalan (Sumber : E. K. Morlock. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi)

32

D. Pertumbuhan Lalu Lintas Menurut Abubakar (1999), Pertumbuhan lalu lintas normal merupakan peningkatan volume lalu lintas yang ada karena meningkatnya jumlah kendaraan yang digunakan dan karena perubahan dalam jumlah penggunaan kendaraan (kilometer). Pertumbuhan volume lalu lintas tahunan merupakan kombinasi dari 2 buah faktor dasar utama yaitu : 1. Peningkatan Jumlah Kendaraan Bermotor Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di jalan dapat dianalisis dari jumlah kendaraan yang terdaftar. Peningkatan ini disebabkan oleh : Meningkatnya jumlah penduduk. Meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat yang memungkinkan lebih banyak kendaraan yang dapat dibeli. Sejalan perkembangan negara, maka proporsi dari berbagai jenis kendaraan akan berubah. Meningkatnya pendapatan masyarakat berarti juga bahwa sepada motor yang semula dimiliki akan digantikan dengan mobil. Pembangunan umum negara berarti makin banyak bisnis, meningkatnya kebutuhan untuk mengangkut barang dan oleh karena itu timbul tekanan untuk meningkatkan jalan. Peningkatan jalan berarti bahwa truk dengan berat 20 – 40 ton dapat digunakan sebagai pengganti truk berbobot 6 -10 ton. Prasarana jalan yang lebih baik akan

33

mendorong digunakannya angkutan jalan dimana sebelumya digunakan angkutan air atau udara. 2. Variasi Jarak Perjalanan Variasi jarak tempuh kendaraan selama tahun tertentu dapat dihitung dari data penjualan bahan bakar bensin dan solar ataupun dengan melakukan penelitian terhadap penggunaan kendaraan. Dengan berkembangnya ekonomi negara, pola kendaraan akan berubah demikian juga kebutuhan akan angkutan. Hal ini tercermin dari nilai kilometer perjalanan yang ditempuh oleh kendaraan selama setahun. Dengan meningkatnya ekonomi masyarakat, akan merubah cara hidupnya, dalam hal ini termasuk pula pola perjalanan. Khususnya mereka akan menggunakan uang untuk aktivitas yang menyenangkan, sehingga pola perjalanan mereka juga berubah. Peningkatan Biaya Operasi Kendaraan Penurunan Kecepatan dan Daya Tarik Bus

Penurunan Peran Angkutan Umum

Peningkatan Kemacetan Lalu Lintas

Peningkatan Pemilikan Kendaraan

Dampak Lingkungan dan Kerugian

Pertumbuhan Ekonomi Standar Kehidupan yang Layak

Gambar 3. Siklus Perubahan Pola Perjalanan.

34

Pertumbuhan volume lalu lintas pada suatu jalan raya juga tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kondisi daerah setempat. Besaran ini bervariasi, menurut waktu dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama yaitu : a. Perubahan Akibat Pertumbuhan Lalu Lintas Pertumbuhan normal, yaitu naiknya jumlah kendaraan yang berada di jalan atau naiknya jumlah perjalanan (trip). Differted Traffic, yaitu lalu lintas yang mengubah rute perjalanan karena alasan tertentu. Converte Traffic, yaitu lalu lintas karena ada angkutan yang sebelumnya tidak melalui jalur tersebut sekarang melewatinya. Generated Traffic, yaitu lalu lintas yang ditimbulkan oleh adanya pembangunan atau perbaikan jalan. b. Variasi Berkala Sifat yang penting untuk diselidiki dari variasi berkala adalah apakah kejadiannya secara beraturan, karena variasi yang beraturan dapat dipakai untuk membantu meramalkan volume lalu lintas diwaktu yang lain. Dalam pergerakan lalu lintas variasi berkala dibedakan atas 3 variasi yaitu : Variasi Bulanan, yaitu dalam jangka waktu 1 tahun mungkin tepat disebut variasi akibat musim karena ternyata variasi ini lebih tergantung pada keadaan musim dari pada bulannya. Variasi bulanan tergantung pada keadaan musim

35

dimana pada bulan April sampai Oktober (musim kemarau) terjadi peningkatan volume lalu lintas dan pada bulan Oktober sampai April (musim hujan) volume lalu lintas mengalami penurunan. Variasi Harian, yaitu dalam seminggu sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang umumnya mempunyai jadwal kegiatan dalam seminggu. Variasi harian ini mempunyai kencenderungan untuk tetap dan konstan. Variasi Menurut Jam, yaitu dalam jangka waktu sehari normal tertentu, variasi menurut jam konstan dan biasanya terlihat jam sibuk pada pagi dan sore. c. Variasi Tak berkala Variasi ini tak berulangan secara beraturan dan dapat disebabkan oleh kejadian yang diluar dugaan seperti adanya bencana alam, hari raya, kunjungan pembesar dan sebagainya. Ada 3 jenis data historis yang dapat dianalisis untuk memperkirakan pertumbuhan lalu lintas : Pencacahan volume lalu lintas, yang memberikan pertumbuhan volume lalu lintas pada jalan-jalan tertentu. Data kendaraan yang terdaftar, baik ditingkat nasional, regional dan lokal yang memberikan jumlah kendaraan yang ada disuatu daerah. Data statistik penjualan dan komsumsi bahan bakar di tingkat nasional, regional dan lokal yang dapat digunakan untuk menghitung total perjalanan dalam kendaraan-kilometer.

36

E. Peramalan Lalu Lintas Menurut Abubakar (1999), Peramalan lalu lintas yang sederhana dilakukan dengan melakukan penaksiran arus lalu lintas berdasarkan kecenderungan data historis, seperti ditunjukkan dalam gambar 4. DATA HISTORIS DAN PENDUKUNG Volume lalu lintas Kelas Kendaraan

Faktor LHR (Lalin Harian Rata-rata) Faktor VJP (Volume jam perencanaan)

ARUS SAAT INI LHR atau VJP

TREND Volume Lalin Kelas Kendaraan

ARUS DESAIN MASA DEPAN LHR atau VJP

SURVAI LALIN SAAT INI

Gambar 4. Peramalan Arus Lalu Lintas (Sumber : Iskandar Abubakar, Dkk. 1999. Rekayasa Lalu Lintas) 1. Analisis Arus Lalu Lintas a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata dalam satu hari. Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia data jumlah kendaraan yang terus menerus selama satu tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan untuk membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tak semua tempat di Indonesia

37

mempunyai volume lalu lintas selama 1 tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat pula dipergunakan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR). LHR adalah hasil bagi pengamatan. b. Volume Jam Perencanaan (VJP) Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam satu hari, maka sangat cocoklah jika volume lalu lintas dalam 1 jam dipergunakan untuk perencanaan. Volume dalam 1 jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan volume jam perencanaan (VJP). 2. Tahun Perencanaan Jalan baru mempunyai umur konstruksi antara 20 - 40 tahun. Jalan merupakan investasi yang mahal dan mempunyai konsekwensi sosial yang besar. Peramalan lalu lintas untuk keperluan jalan baru biasanya dilakukan untuk selama 20 tahun dimasa datang dan kadang-kadang lebih. Strategi perencanaan perkotaan bahkan didasarkan pada periode yang lebih panjang lagi. Akan tetapi peramalan untuk rencana perekayasaan dan manajemen lalu lintas merupakan peramalan jangka pendek yang biasanya berkisar antara 0 - 5 dan maksimum 10 tahun 3. Pertumbuhan Lalu Lintas Normal dan Kecenderungan Ada 3 jenis data historis yang dapat dianalisis untuk memperkirakan pertumbuhan lalu lintas : Pencacahan volume lalu lintas, yang memberikan pertumbuhan volume lalu lintas pada jalan-jalan tertentu.

38

Data kendaraan yang terdaftar baik di tingkat nasional, regional, dan lokal yang memberikan jumlah kendaraan yang ada disuatu daerah. Data statistik penjualan dan komsumsi bahan bakar di tingkat nasional regional dan lokal yang dapat digunakan untuk menghitung total perjalanan dalam kendaraan-kilometer. Analisis didasarkan pada persentase dan tingkat komsumsi bahan bakar dari berbagai jenis kendaraan sesuai dengan data kendaraan yang terdaftar. 4. Peramalan Kecenderungan di masa datang Apabila

kecenderungan

telah

ditetapkan

dari

data

historis,

maka

kecenderungan tersebut dapat diekstrolasikan untuk memperkirakan kondisi masa datang. Proses ini memerlukan sedikit data, dan peramalan jangka pendek yang akurat dapat disiapkan dengan cepat tanpa survei yang mahal. Akan tetapi makin apanjang periode peramalan, maka makin besar ketidakpastian tentang nilai yang diperkirakan. Hal ini dikarenakan tidak dapat ditentukan alasan yang mendasar untuk melakukan perjalanan. Rencana perekayasaan dan manajemen lalu lintas, seperti pemasangan sinyal lalu lintas, tidak memerlukan biaya yang tinggi, dan hanya memerlukan peramalan jangka pendek. Akan tetapi, pemebangunan jalan baru adalah mahal dan mempunyai implikasi jangka panjang, analisis pertumbuhan lalu lintas yang lebih akurat (yang memerlukan waktu serta biaya yang mahal) perlu dilakukan, dana hal ini dapat diterima mengingat biaya dan keuntungan yang ada.

39

F. Kerangka Pikir

JALAN SULTAN ALAUDDIN KOTA MAKASSAR

Volume Arus Lalu Lintas Saat Ini

Trend Pertumbuhan Kendaraan

Volume Arus Lalu Lintas 10 Tahun Mendatang

Kondisi Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Sultan Alauddin

Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Kurang Optimal

Tingkat Pelayanan Ruas Jalan Optimal

Solusi Alternatif

Gambar 5. Skema Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

A. Bentuk,Waktu dan Lokasi Penelitian 1.

Bentuk peneltian yang akan digunakan adalah survey lalu lintas.

2.

Waktu penelitian dilakukan selama 4 hari yaitu pada setiap hari Senin pada pukul 07.00 – 09.00 dan 16.00 – 19.00. Penentuan waktu survey didasarkan dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dan ditarik kesimpulan bahwa pada hari dan jam tersebut adalah waktu jam puncak arus lalu lintas pada ruas jalan tersebut. Waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Waktu Penelitian

3.

Jam Penelitian

No.

Hari / Tanggal Penelitian

Pagi

Sore

1.

Senin / 03 Maret 2008

06.00 - 09.00

16.00 - 19.00

2.

Senin / 10 Maret 2008

06.00 - 09.00

16.00 - 19.00

3.

Senin / 17 Maret 2008

06.00 - 09.00

16.00 - 19.00

4

Senin / 24 Maret 2008

06.00 - 09.00

16.00 - 19.00

Lokasi pengambilan data/survey arus lalu lintas terletak di ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar dapat dilihat pada gambar 6.

40

Jl. Mallengkeri (Makassar)

41

Pos Pengamatan Jl. Sultan Hasanuddin (Sungguminasa)

Jl. Syech Yusuf (Makassar)

Jl. Sultan Alauddin (Makassar)

U

Gambar 6. Lokasi Penelitian

B. Definisi Variabel Operasional 1. Volume lalu lintas Merupakan jumlah kendaraan yang melalui titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp), LHRT (QLHRT). 2. Kecepatan kendaraan Merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh dengan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tarsebut, dinyatakan dalam km/jam. 3. Kapasitas Merupakan arus lalu lintas maksimum yang melalui suatu titik dan dapat dipertahankan per satuan waktu (jam) pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur

42

arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahakan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. 4. Hambatan samping Hambatan samping, banyaknya kegiatan hambatan samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, hingga menghambat arus lalu lintas, misalkan : a. Pejalan kaki b. Angkutan umum dan kendaraan yang berhenti c. Kendaraan lambat (Becak, Sepeda, Gerobak dan lain-lain) d. Kendaraan masuk dan keluar dari lahan samping jalan 5. Kondisi geometrik Jalan Merupakan kondisi yang digambarkan dalam bentuk sketsa yang memberikan informasi lebar ruas jalan, lebar bahu, lebar trotoar, median, tipe jalan (jalan terbagi atau jalan tak terbagi), lebar daerah manfaat jalan (damaja), lebar daerah milik jalan (damija) serta lebar daerah pengawasan jalan (dawasja). 6. Tingkat Pelayanan Merupakan kondisi lalu lintas yang mungkin timbul pada suatu jalan akibat dari berbagai volume pergerakan, kapasitas dan kecepatan pergerakan. 7. Pemisah arah Merupakan distribusi arah lalu lintas pada jalan dua-arah (biasanya dinyatakan dalam persentase dari arus total pada masing arah, misalnya 60/40)

43

C. Variabel Penelitian Adapun yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah : 1. Kondisi Arus lalu Lintas a. Data lalu lintas yang dibagi dalam tipe kendaraan, yaitu : 1) Kendaraan ringan atau Light Vehicles (LV), meliputi angkutan kota, mobil pribadi, oplet, taksi dan pick up. 2) Kendaraan berat atau Heavy Vehicles (HV), meliputi truk roda 4, truk roda 6, bus standar dan damri. 3) Sepeda motor atau Motorcycles (MC), meliputi semua sepada motor. 4) Kendaraan tak bermotor atau Unmotorrised (UM), meliputi becak, sepeda, andong, gerobak dan lain-lain. 2. Hambatan Samping 3. Kondisi Geometrik Jalan 4. Kecepatan Kendaraan.

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data. Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan cara seteliti mungkin agar diperoleh data yang akurat dan memenuhi. Data-data yang diukur dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Data Geometrik Jalan Data geometrik yang sesuai untuk segmen yang diamati yaitu :

44

Lebar jalur lalu intas pada kedua sisi/arah. Jika terdapat kereb atau bahu pada masing-masing sisi. Jarak rata-rata dari kereb ke penghalang pada trotoar seperti pepohonan, tiang lampu dan lain-lain. Lebar bahu efektif (jika hanya mempunyai bahu pada satu sisi, lebar bahu ratarata adalah sama dengan setengah lebar bahu tersebut). Lebar daerah manfaat jalan (damaja), lebar daerah milik jalan (damija) dan lebar pengawasan jalan (dawasja). 2. Data Lalu Lintas Data diperoleh dengan pengamatan langsung terhadap arus lalu lintas yang meliputi : a. Survey Volume lalu lintas, survey dilakukan dengan cara menghitung langsung jumlah kendaraan yang melewati titik pengamatan dengan menggunakan Hand Tally Counter atau lembar formulir pencatatan yang dilakukan oleh 6 orang, dimana setiap orang akan menghitung tiap jenis kendaraan berdasarkan klasifikasinya. b. Survey kecepatan kendaraan, survey dilakukan dengan cara menghitung waktu tempuh kendaraan yang melewati titik pengamatan dengan jarak tertentu dengan menggunakan alat bantu stopwatch dan meteran. Survey dilakukan oleh 2 orang pada satu lajur. c. Survey hambatan samping, survey ini dilakukan dengan menghitung langsung kejadian per jam per 200 meter atau per segmen jalan pada lajur yang diamati.

45

Adapun prosedur untuk menentukan segmen jalan menurut MKJI 1997 adalah : Diantara dan tidak dipengaruhi oleh simpang besinyal atau tak bersinyal utama. Mempunyai karakteristik yang hampir sama disepanjang jalan. Tipe kejadian menurut MKJI (1997) digolongkan sebagai berikut : Jumlah pejalan kaki yang berjalan atau menyebrang sepanjang segmen jalan. Jumlah kendaraan berhenti atau parkir. Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan. Arus kendaraan yang bergerak lambat, yaitu sepeda, becak, pedati, traktor dan sebagainya. Survey dilakukan oleh 2 orang pada lajur jalan per 200 meter, dimana setiap orang menghitung semua tipe kejadian yang ada.

46

E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan survey arus lalu lintas dilapangan akan dianalisis dengan menggunakan program : 1. Program analisis lalu lintas untuk ruas jalan perkotaan Program analisis lalu lintas untuk ruas jalan perkotaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) yang digunakan untuk menghitung kapasitas ruas jalan. Program ini dibuat oleh Dr.-Ing. Ir. Ahmad Munawar, M.Sc.

Gambar 7. Program Analisis Lalu Lintas ( KAJI ) Analisis ruas jalan dengan penggunaan KAJI terkendala dengan adanya keterbatasan KAJI yang tidak bisa dijalankan pada komputer-komputer mutakhir. Penggunaan program berbasis database dapat dilakukan untuk membuat program analisis ruas jalan. Program dibuat dengan bantuan Microsoft Access, yakni dengan membuat lembar-lembar kerja, yang dalam MKJI 1997 disebut formulir UR1, UR2

47

dan UR3. Formulasi yang digunkan sama dengan yang terdapat dalam MKJI 1997 karena dasar pembuatannya adalah sistem database dengan Microsoft Access.

2. Program Power Sim Versi 1.03

Gambar 8. Program Power Sim a. Power Sim Power Sim merupakan piranti lunak untuk membangun model simulasi bergerak. Paket piranti lunak ini memiliki banyak keistimewaan dan inovasi dalam ruang lingkup simulasi dan sistem dinamik. b. Konsep Dasar Diagram : Dokumen asli (primary document) digunakan untuk pembuatan gambar, analisa, dan simulasi model. Equation (penyamaan) : Gambaran isi (text) dari model.

48

Function (fungsi) : Kelengkapan untuk menghitung satu atau lebih nilai yang memberi hasil 0 atau lebih alasan. topik fungsi menggambarkan manfaat yang diperoleh dari powersim. Model : Bentuk model yang digunakan untuk menggambarkan sistem nyata atau tidak. Object : Konsep dasar membangun dari dokumen powersim. digunakan untuk membangun struktur model, menunjukkan hasil simulasi, membuat diagram model, dan menukar informasi antar beberapa obyek. Simulasi : simulasi menggambarkan perkembangan variabel yang ada pada model. Powersim menghitung nilai variabel untuk setiap waktu berjalan dalam periode simulasi. Variabel : Model terdiri atas variabel-variabel yang merupakan jumlah dari sistem yang dijadikan model. Variabel ini memerlukan nilai yang dihitung setiap waktu dalam simulasi, tingkatan dan alat bantu variabel umumnya berubah sepanjang simulasi, sementara konstanta tetap. c. Bahasa Simulasi Power Sim Maksud bahasa Power Sim ini adalah membuat gambaran atau model dari sebuah sistem yang nyata atau tidak. Saat menyusun model, sistem yang telah digambar digunakan untuk membuat asumsi tentang sistem yang telah digambar tersebut. Model terdiri atas komponen yang saling berhubungan, disebut sebagai Variabel. Konstruksi model dibuat dengan menentukan variabel dan hubungan antar

49

variabel. Bahasa gambar digunakan untuk membangun model di Editor Diagram Power Sim. d. Menentukan Alat Bantu Nilai alat bantu dihitung dengan mengevaluasi lambang-lambang matematis. Lambang-lambang ini dapat melibatkan operator, function, literal, dan referensi untuk variabel-variabel model. Penggambaran informasi berkaitan dengan alat bantu menginformasikan ke sistem bahwa alat bantu tergantung pada variabel yang berhubungan dengannya. Dalam hal ini alat bantu R tergantung pada variabel C dan L. Saat pengeditan definisi R, pengedit akan menampilkan L dan C dalam daftar input variabel. Ini berarti bahwa R tergantung L dan C, secara kasar bahwa antara L dan C harus ada pada equasi penentuan R. Editor variabel definisi terbuka dengan double-click pada R). Penentuan alat bantu ditulis pada The Definition Field dari The Variabel Definition Editor. Definisi ini ditunjukkan dengan lambang matematis, yang harus melibatkan semua variabel yang tertulis dalam daftar input variabel. e. Penentuan Konstanta Konstanta digunakan untuk menentukan variabel yang tidak berubah sepanjang simulasi. Konstanta ditentukan dengan memasukkan sebuah literal sebagai lambang penentuan variabel. Sebuah alat bantu variabel otomatis berubah menjadi konstanta jika definisinya diubah menjadi literal. Suatu konstanta dapat tidak bergantung pada variabel lain.

50

f. Menentukan Level Perbedaaan level dari semua variabel ditulis dalam nilai yang cenderung berubah sepanjang simulasi. Level adalah pengumpul, diubah oleh input dan/atau output dari simulasi ke simulasi berikutnya. Karena nilai level sering tergantung nilai level pada simulasi sebelumnya, kita membutuhkan beberapa nilai awal yang spsifik untuk level tersebut. Nilai awal ini akan digunakan dalam penghitungan nilai awal pada level. Pada semua simulasi yang sukses, nilai langsung level digunakan dalam kombinasi dengan aliran input dan/atau output level dalam membatasi nilai dari level pada langkah selanjutnya. Nilai awal level dapat tergantung pada variabel lain dalam model. Ini diperoleh dengan menghubungkan hubungan informasi dari variabel-variabel lain ke simbol level. Keterkaitan informasi akan digunakan hanya dalam menghitung langkah awal simulasi. Inisialisasi hubungan ini dipisahkan dari hubungan informasi lain yang menggunakan a dotted arrow instead of solid. g. Menyatukan Variabel Dengan menyusun variabel sebagai satu kesatuan, kelompok nilai yang berelasi dapat ditunjukkan sebagai satu variabel. Penyatuan ini dapat berupa satu atau lebih dimensi. Kesatuan dengan satu dimensi disebut Vektor. Dan kesatuan yang lebih dari satu dimensi disebut Matrix. h. Pengenalan Simulasi Sistem yang dianalisis dengan bantuan model dinamik atau bergerak sering merupakan sistem yang kontinyu. Pada beberapa sistem, perubahan variabel dalam

51

sistem yang berkelanjutan, misalkan; pergerakan planet, perubahan cuaca, pertumbuhan penduduk, dll. Pada sistem lain variabel sistem berubah dalam langkah pada waktu spesifik tertentu, misalkan; deposit bank, sistem pelayanan dan antrian, dll. Continuous system biasanya melibatkan level dan definisi dan bentuk berdasarkan kondisi variabel. Waktu dilanjutkan sampai simulasi menggunakan ukuran tetap dengan spesifik input. Untuk menghitung perbedaannya kita dapat menggunakan hasil bagi x/t, yang memberi rata-rata kasar untuk bentuk gambar pada interval waktunya. Equasi yang dilambangkan dengan laju perubahan level variabel akan berdasar pada nilai yang muncul dari level–level pada fakta poin saat simulasi. Oleh karena itu turunannya digunakan pada interval waktunya. Laju perubahan ditunjukkan dengan pembatasan perbedaan hasil bagi saat t bergerak mendekati 0. Metode intergrasi yang disediakan oleh Power Sim adalah Euler Integration, Runge_Kutta Second Order,Third, dan Fourth Integration Method yang mutakhir dengan Both Fixed dan Variabel Step Size. Runge-Kutta Integration memiliki dua kelebihan. Pertama, sangat mudah untuk mengubah ukuran simulation step sepanjang simulasi dengan metode RungeKutta. Karena kebutuhan akan ukuran variabel simulasi dalam simulasi kombinasi sangat penting. Yang kedua, integrasi Runge-Kutta memulai sendiri, oleh karena itu tidak akan ada ketidakefisienan saat men-start ulang. Hal ini juga merupakan kepentingan dalam simulasi kombinasi.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lokasi ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar. Untuk pengambilan data lapangan dilaksanakan setiap hari senin sebanyak 4 kali pengambilan terhitung mulai tanggal 3, 10, 17 dan 24 Maret 2008. Adapun data yang diperoleh sebagai berikut : 1.

Data Tipe Lingkungan Berdasarkan tata guna lahan dan aksebilitas jalan dari aktivitas sekitarnya, maka untuk ruas jalan Sultan Alauddin Kota Makassar dikategorikan sebagai tipe komersial (COM).

2.

Tipe Jalan 2 jalur ; 4 lajur ; tak terbagi ( 4/2 UD )

3.

Kondisi Geometrik

a.

Lebar Jalan

b.

c.

- Arah Makassar - Sungguminasa

= 7,10 m

- Arah Sungguminasa - Makassar

= 7,80 m

Lebar Bahu - Arah Makassar - Sungguminasa

= 4,10 m

- Arah Sungguminasa - Makassar

= 2,10 m

Fasilitas Median

= Tidak Ada 52

53

d.

Pemisah Arah lalu Lintas

= 70 – 30

e.

Ukuran Kota

= 1,0 - 3,0 Juta

f.

Tipe Alinyemen

= Datar

4.

Hambatan Samping Frekuensi Kejadian Maksimal

5.

= 1195 kali / jam

Arus lalu lintas jam puncak Senin Pertama ( 3 Maret 2008 )

Periode Waktu ( 07.15 – 08.15 )

= 3078 smp/jam

Periode Waktu ( 17.15 – 18.15 )

= 2932 smp/jam

Senin Kedua ( 10 Maret 2008 )

54

Periode Waktu ( 06.45 – 07.45 )

= 3077 smp/jam

Periode Waktu (16.30 – 17.30 )

= 2814 smp/jam

Senin Ketiga ( 17 Maret 2008 )

Periode Waktu ( 07.30 – 08.30 )

= 2892 smp/jam

Periode Waktu ( 16.30 – 17.30 )

= 2792 smp/jam

Senin Keempat ( 24 Maret 2008 )

Periode Waktu ( 07.00 – 08.00 )

= 3122 smp/jam

Periode Waktu ( 16.30 – 17.30 )

= 2544 smp/jam

55

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1.

Analisis Program Ruas Jalan KAJI : Program dibuat dengan bantuan Microsoft Access, yakni dengan lembar-lembar kerja, yang dalam MKJI 1997 disebut Formulir UR-1, UR-2, dan UR-3. Program tersebut digunakan untuk menganalisis data lapangan yang ada. Dari analisis tersebut diperoleh : Kec. Arus Bebas ( FV ) km/jam

Kapasitas (C) smp/jam

Derajat Kejenuhan (DS)

Kec. Kend. ( V LV ) km/jam

53,90 5803,56 0,54 (Sumber : Hasil Analisis Program Ruas Jalan KAJI) 2.

48,91

Analisis Power Simulation Power Sim. merupakan piranti lunak untuk membangun model simulasi bergerak. Paket piranti lunak ini digunakan untuk analisis pertumbuhan arus lalu lintas. Dari analisis tersebut diperoleh :

Senin Arus Lalin Ket. Ke(smp/jam) 0 3078 1 3093 Data Lapangan 2 3107 3 3122 ( Sumber : Hasil Penelitian)

Senin Ke52 104 156 208 260 312 354 416 468 520

Arus Lalin (smp/jam) 3953 5077 6520 8374 10755 13813 16907 22785 29264 37585

Ket. Tahun ke-I Tahun ke-II Tahun ke-III Tahun ke-IV Tahun ke-V Tahun ke-VI Tahun ke-VII Tahun ke-VIII Tahun ke-IX Tahun ke-X

(Sumber : Hasil Program Power Sim.)

56

Gambar 9. Grafik Analisis Data Dengan Power Simulation Dari hasil analisa data lapangan terlihat bahwa derajat kejenuhan atau degree of saturation (DS) pada ruas jalan Sultan Alauddin = 0,54 < 1,00, berarti tingkat pelayanan pada ruas jalan tersebut masuk dalam kategori C dengan batas lingkup (V/C) 0.45 – 0.74 yaitu Kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi dan gerak kendaraan dipengaruhi besar volume lalu lintas. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan. Dari data lapangan kemudian di analisis dengan program Power Sim diperoleh arus lalu lintas setiap senin sampai dengan senin ke-520 atau 10 tahun dengan asumsi 1 tahun = 52 Senin. Kec. Arus Bebas ( FV ) km/jam

Kapasitas (C) smp/jam

Derajat Kejenuhan (DS)

Kec. Kend. ( V LV ) km/jam

Senin ke-52

53,90

5803,56

0,68

46,33

Senin ke-104 Senin ke-132

53,90

5803,56

0,87

41,74

53,90

5803,56

1,00

37,99

Kondisi I

( Sumber : Hasil Analisis Program Ruas Jalan KAJI )

57

Senin ke-52 derajat kejenuhan (ds) = 0,68 < 1,00. Tingkat pelayanan masuk pada kategori C yaitu kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi dan

gerak

kendaraan dipengaruhi besar volume lalu lintas. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan Senin ke-104 derajat kejenuhan (ds) = 0,87 < 1,00. Tingkat pelayanan masuk pada kategori E yaitu volume lalu lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, arus lalu lintas tak stabil, pergerakan lalu lintas kadang terhambat. Senin ke-132 derajat kejenuhan (ds) = 1,00. Tingkat pelayanan pada jalan tersebut masuk dalam kategori F yaitu Kondisi arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan (forced-flow), kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian yang panjang. Tingkat kejenuhan jatuh pada senin ke132 dengan arus lalu lintas 5809 smp/jam yang terlihat dari derajat kejenuhan yang diperoleh. Dengan kondisi yang demikian diperlukan pelebaran jalan agar kondisi arus lalu lintas dapat dikendalikan. Kondisi I dimana jalan masih dalam kondisi awal, kondisi II dimana ruas jalan dalam kondisi telah diperlebar. Seperti terlihat pada gambar 10 dan 11.

Makassar - Sungguminasa

Sungguminasa - Makassar

Bahu Jalan

4.10

Bahu Jalan

7.80

7.10

Gambar 10. Kondisi I

2.10

58

Makassar - Sungguminasa

Trotoar

Sungguminasa - Makassar Trotoar

10,50

10,50

Gambar 11. Kondisi II

Kondisi I yaitu ruas jalan masih keadaan awal, kapasitas ruas jalan tersebut tak mampu mendistribusikan arus lalu lintas dengan optimal hingga senin ke-132 sehingga diperlukan pelebaran jalan. Kondisi II yaitu ruas jalan setelah pelebaran, jumlah lajur lalu intas bertambah menjadi 3 lajur dalam 1 jalur sehingga kapasitas ruas jalan juga bertambah dari 6000 smp/jam menjadi 9000 smp/jam.

Kondisi

Kec. Arus Bebas ( FV ) km/jam

Kapasitas (C) smp/jam

Derajat Kejenuhan (DS)

Kec. Kend. ( V LV ) km/jam

I

53,90

5803,56

1,00

37,99

II

57,34

7867,80

0,74

46.00

(Sumber : Hasil Analisis Program Ruas Jalan KAJI)

Dari hasil pelebaran jalan diperoleh penambahan kapasitas jalan sebesar 2064,24, dari 5803,56 menjadi 7867,80. Derajat kejenuhan pun menjadi lebih rendah sebesar 0,26 dari 1,00 menjadi 0,74. Tingkat pelayanan dari kategori F menjadi kategori C yaitu kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi dan gerak kendaraan dipengaruhi besar volume lalu lintas, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan.

59

Karena pertumbuhan jumlah kendaraan yang semakin meningkat maka kapasitas ruas jalan yang ada semakin rendah dari tahun ke tahun hingga tak mampu lagi mendistribusikan seluruh arus lalu lintas yang melintas.

Kondisi II

Kec. Arus Bebas ( FV ) km/jam

Kapasitas (C) smp/jam

Derajat Kejenuhan (DS)

Kec. Kend. ( V LV ) km/jam

Senin ke-132

57,34

7867,80

0,74

47,00

Senin ke-156

57,34

7867,80

0,83

44,00

Senin ke-195

57,34

7867,80

1,00

32,00

(Sumber : Hasil Analisis Program Ruas Jalan KAJI)

Senin ke-156 derajat kejenuhan (ds) = 0,83 < 1,00. Tingkat pelayanan pada ruas jalan masuk dalam ketegori D dengan kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil, V/C masih dapat ditolerir. Senin ke- 195 derajat kejenuhan (ds) = 1,00. Tingkat pelayanan pada jalan tersebut masuk dalam kategori F yaitu Kondisi arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan (forced-flow), kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian yang panjang. Tingkat kejenuhan jatuh pada senin ke195 dengan arus lalu lintas 7866 smp/jam yang terlihat dari derajat kejenuhan yang diperoleh. Dari analisis yang ada maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja ruas Jalan Sultan Alauddin untuk kondisi geometrik sebelum pelebaran atau masih dalam

60

kondisi I hanya mampu mendistribusikan arus lalu lintas hingga senin ke-132 setelah itu geometrik jalan perlu diperlebar atau dalam kondisi II. Dalam kondisi II setelah pelebaran ruas Jalan Sultan Alauddin hanya mampu bertahan mendistribusikan arus lalu lintas yang meningkat hingga senin ke-195.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa hasil pengambilan data lapangan pada lokasi ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

Arus lalu lintas pada Jalan Sultan Alauddin untuk kondisi geometrik I masuk dalam tingkat pelayanan kategori C, pada senin ke-132 tingkat pelayanan masuk kategori F yang merupakan titik jenuh jalan. Kondisi geometrik II, setelah ruas jalan diperlebar sebagai solusi alternatif, tingkat pelayanan kategori F menjadi kategori C hingga mencapai titik jenuh pada senin ke-195 dengan tingkat pelayanan kategori F.

2.

Pertumbuhan arus lalu lintas pada ruas Jalan Sultan Alauddin dengan menggunakan Program Power Simulation diperkirakan 0,48% per minggu dengan kecenderungan peningkatan jumlah arus lalu lintas dari tiap minggu.

61

62

B. Saran 1.

Menerapkan pola arus distribusi kendaraan yang membuat seluruh kendaraan lambat dan cepat terpisah dalam satu lajur lalu lintas.

2.

Pengaturan arus pada Terminal Mallengkeri khususnya pada saat keluar dan masuknya kendaraan yang melewati ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar.

3.

Pemasangan rambu-rambu peringatan dilarang parkir/berhenti di sepanjang sisi jalan khususnya untuk angkutan kota yang sedang menunggu dan menurungkan penumpang.

4.

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kondisi di ruas Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar.

Terminal Mallengkeri Makassar

UTARA

Sungguminasa - Makassar Makassar - Sungguminasa

Jl. Teduh Bersinar

200 m

Makassar - Sungguminasa

Sungguminasa - Makassar

Bahu Jalan

4.10

Bahu Jalan

7.80

7.10

Makassar - Sungguminasa

Sungguminasa - Makassar

1,40

1,80

4.10

2.10

7.10

Sketsa Lokasi Penelitian

7.80

2.10

Program Analisis Ruas Jalan KAJI

Program Analisis Power Simulation

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Iskandar. DKK. 1999. Rekayasa Lalu Lintas. Direktorat Bina Sarana Lalu Lintas Angkutan Kota. Jakarta.

BAPPEDA Kota Makassar. Infrastruktur Kota Makassar. Transportasi dan Jalan. (http://www.bappedamakassar.net/infrastruktur_kota.htm, diakses 13 November 2007)

BAPPEDA Kota Makassar. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk dirinci Menurut Kecamatan di Kota Makassar. (http://www.bappedamakassar.net/simrenas/simrenas,3,1,1.htm, diakses 13 November 2007)

BAPPEDA Kota Makassar. Jumlah Penduduk di Kota Makassar. (http://www.bappeda- makassar.net/simrenas_grafik/grafik_simrenas,3,1.htm, diakses 13 November 2007)

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI. 1992. Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan. Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Jakarta

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI. 1990. Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan. Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Jakarta

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI. 1990. Panduan Survey dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu Lintas. Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Jakarta

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Sweroad dan PT. Bina Karya. Jakarta.

Hendarto, Sri, DKK. Catatan Kuliah Dasar-Dasar Transportasi. Bandung : ITB 63

64

Ing, Tan, Lie & Efendi, Indra, Rachman. 2007. Evaluasi Kinerja Jalan Jendral Ahmad Yani Depan Pasar Kosambi Bandung. Jurnal Teknik sipil Universitas Kristen Maranatha. Volume 3 Nomor 1, April 2007 : 1-102. (http://www.jurnalsipilukm.tripod.com/v03n1.html, diakses 04 Agustus 2007)

Khisty C Jotin. & Lall B Kent. 2005. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Jilid Pertama, Edisi Ketiga, Jakarta : Erlangga.

Morlok, Edward, K. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Jakarta: Erlangga.

Munawar, Ahmad. 2005. Program Komputer Untuk Analisis Lalu Lintas. Edisi Kedua, Yogyakarta : Beta Ofset.

Munawar, Ahmad. 2004. Manajemen Lalu Lintas Perkotaan. Yogyakarta: Beta Ofset.

Ruslan, DKK. 2006. Panduan Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar. Fakultas. Makassar : FT UNM

Sukirman, Silvia.1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung : Nova

Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung : Nova

Tamin,O,Z. Soedirdjo, Titi, Liliani. Hidayat, Hedi. Kusumawati, Aine. Pengaruh Perparkiran di Badan Jalan (on-street parking) Terhadap Kinerja Ruas Jalan : Studi Kasus di DKI-Jakarta. (http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/37/ jbptitbpp-gdl-grey-1992-48ofyarzta-1845-1992_gl_-8, diakses 23 Juli 2007)

Tamin,O, Z. Rahman, Harmein & Frazila, Russ, Bona. Kajian Kelayakan Jalur Lintas Selatan di Propinsi Jawa Timur. (http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/37/ jbptitbpp-gdl-grey-1999-05ofyarzta-1844-1999_gl_-5, diakses 30 Juli 2007)

65

Tamin,O,Z. Metodologi Peramalan Lalu Lintas Perkotaan untuk Negara Berkembang. (http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/37/jbptitbpp-gdl-grey-1992-48 ofyarzta-1845-1992_gl_-8.pdf, diakses 23 Juli 2007)

Tamin,O,Z. & Nahdalina. Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALL). (http://www.digilib.itb.ac.id/files/disk1/37/jbptitbpp-gdl-grey-1998-14 ofyarzta-1845-1998_gl_-4, diakses 30 Juli 2007) PEMKOT Makassar. Makassar dalam Angka 2005. Transportasi dan Komunikasi. (http://www.makassarkota.go.id/download/bab_08_transportasi_&_komunika si.pdf, diakses 13 November 2007)

PEMKOT Makassar, BAPEDDA Kota Makassar, BPS Kota Makassar. Makassar dalam Angka 2007. (http://www.makassarkota.go.id/download.pdf, diakses 10 Juni 2008)

Wibowo, Sony, Sulaksono, DKK. 2001. Pengantar Rekayasa Jalan. Bandung : ITB

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

06.00 - 07.00

346

137

67

288

838

06.15 - 07.15

358

127

53

301

839

06.30 - 07.30

478

118

37

326

959

06.45 - 07.45

662

109

29

341

1141

07.00 - 08.00

767

96

24

308

1195

07.15 - 08.15

761

90

24

260

1135

07.30 - 08.30

602

74

23

235

934

07.45 - 08.45

421

82

28

214

745

08.00 - 09.00

272

89

26

193

580

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

16.00 - 17.00

416

150

45

94

705

16.15 - 17.15

424

145

43

110

722

16.30 - 17.30

396

140

47

177

760

16.45 - 17.45

286

116

44

252

698

17.00 - 18.00

224

127

58

309

718

17.15 - 18.15

188

119

68

328

703

17.30 - 18.30

144

102

64

345

655

17.45 - 18.45

111

110

56

323

600

18.00 - 19.00

87

64

31

268

450

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

06.00 - 07.00

339

141

52

254

786

06.15 - 07.15

360

129

46

240

775

06.30 - 07.30

506

132

49

348

1035

06.45 - 07.45

677

119

40

342

1178

07.00 - 08.00

739

100

26

315

1180

07.15 - 08.15

734

86

28

289

1137

07.30 - 08.30

549

83

27

268

927

07.45 - 08.45

343

76

22

246

687

08.00 - 09.00

186

80

25

153

444

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

16.00 - 17.00

601

143

51

276

1071

16.15 - 17.15

532

141

46

310

1029

16.30 - 17.30

434

142

40

331

947

16.45 - 17.45

312

118

44

354

828

17.00 - 18.00

184

120

43

311

658

17.15 - 18.15

165

112

60

286

623

17.30 - 18.30

139

109

58

258

564

17.45 - 18.45

114

98

54

216

482

18.00 - 19.00

101

92

36

195

424

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

06.00 - 07.00

288

142

60

195

685

06.15 - 07.15

311

132

52

298

793

06.30 - 07.30

322

122

43

340

827

06.45 - 07.45

486

113

40

325

964

07.00 - 08.00

514

95

34

296

939

07.15 - 08.15

564

83

30

268

945

07.30 - 08.30

560

92

26

208

886

07.45 - 08.45

442

88

31

220

781

08.00 - 09.00

457

73

28

198

756

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Mendung

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

16.00 - 17.00

526

163

52

98

839

16.15 - 17.15

439

140

47

121

747

16.30 - 17.30

342

148

46

178

714

16.45 - 17.45

200

132

48

265

645

17.00 - 18.00

151

117

49

315

632

17.15 - 18.15

136

120

71

335

662

17.30 - 18.30

128

109

68

356

661

17.45 - 18.45

120

89

54

329

592

18.00 - 19.00

104

82

40

198

424

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 24 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

06.00 - 07.00

215

120

72

248

655

06.15 - 07.15

256

138

59

244

697

06.30 - 07.30

321

124

40

300

785

06.45 - 07.45

454

108

31

359

952

07.00 - 08.00

577

90

37

322

1026

07.15 - 08.15

568

83

25

286

962

07.30 - 08.30

513

87

29

219

848

07.45 - 08.45

358

76

24

228

686

08.00 - 09.00

223

81

28

183

515

TOTAL

TABEL DATA HAMBATAN SAMPING Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 24 Maret 2008

Cuaca

: Hujan

Periode

Kendaraan

Pejalan

Kendaraan

Kendaraan

Waktu

Lambat

Kaki

Parkir/Berhenti

Keluar -Masuk

16.00 - 17.00

367

124

51

86

628

16.15 - 17.15

295

109

43

121

568

16.30 - 17.30

172

115

42

188

517

16.45 - 17.45

137

98

49

252

536

17.00 - 18.00

104

90

56

314

564

17.15 - 18.15

92

97

65

308

562

17.30 - 18.30

107

84

59

322

572

17.45 - 18.45

89

81

53

312

535

18.00 - 19.00

77

79

40

255

451

TOTAL

TABEL PREDIKSI DATA ARUS LALU LINTAS DENGAN PROGRAM POWER SIMULATION ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 0 3078 1 3092 2 3107 3 3122 4 3137 5 3153 6 3168 7 3183 8 3198 9 3214 10 3229 11 3245 12 3261 13 3276 14 3292 15 3308 16 3324 17 3340 18 3356 19 3372 20 3389 21 3405 22 3421 23 3438 24 3454 25 3471

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 26 3488 27 3505 28 3522 29 3539 30 3556 31 3573 32 3590 33 3607 34 3625 35 3642 36 3660 37 3677 38 3695 39 3713 40 3731 41 3749 42 3767 43 3785 44 3803 45 3822 46 3840 47 3859 48 3877 49 3896 50 3915

Senin ke51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75

Arus Lalin (smp/jam) 3934 3953 3972 3991 4010 4030 4049 4068 4088 4108 4128 4148 4168 4188 4208 4229 4249 4269 4290 4310 4331 4352 4373 4394 4415

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 76 4437 77 4458 78 4480 79 4501 80 4523 81 4545 82 4567 83 4589 84 4611 85 4633 86 4655 87 4678 88 4700 89 4723 90 4746 91 4769 92 4792 93 4815 94 4832 95 4861 96 4885 97 4908 98 4932 99 4956 100 4980

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 101 5004 102 5028 103 5052 104 5077 105 5101 106 5126 107 5150 108 5175 109 5200 110 5225 111 5251 112 5276 113 5301 114 5327 115 5353 116 5378 117 5404 118 5430 119 5457 120 5483 121 5509 122 5536 123 5563 124 5589 125 5616

TABEL PREDIKSI DATA ARUS LALU LINTAS DENGAN PROGRAM POWER SIMULATION ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 126 5644 127 5671 128 5698 129 5726 130 5753 131 5781 132 5809 133 5837 134 5865 135 5893 136 5922 137 5950 138 5980 139 6008 140 6037 141 6066 142 6095 143 6125 144 6154 145 6184 146 6214 147 6244 148 6274 149 6304 150 6335

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 251 10299 252 10349 253 10399 254 10449 255 10499 256 10550 257 10601 258 10652 259 10703 260 10755 261 10807 262 10859 263 10911 264 10965 265 11017 266 11070 267 11124 268 11177 269 11231 270 11285 271 11340 272 11394 273 11449 274 11509 275 11560

Senin ke276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300

Arus Lalin (smp/jam) 11616 11672 11728 11785 11842 11899 11956 12014 12072 12130 12189 12247 12306 12366 12425 12485 12546 12606 12667 12728 12789 12851 12913 12975 13038

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 301 13101 302 13164 303 13228 304 13291 305 13356 306 13420 307 13485 308 13550 309 13615 310 13681 311 13747 312 13813 313 13880 314 13947 315 14014 316 14082 317 14150 318 14218 319 14286 320 14355 321 14425 322 14494 323 14564 324 14634 325 14705

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 326 14776 327 14847 328 14919 329 14991 330 15063 331 15136 332 15209 333 15282 334 15356 335 15430 336 15504 337 15579 338 15654 339 15730 340 15806 341 15882 342 15959 343 16035 344 16113 345 16191 346 16269 347 16347 348 16426 349 16505 350 16585

TABEL PREDIKSI DATA ARUS LALU LINTAS DENGAN PROGRAM POWER SIMULATION ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 351 16665 352 16745 353 16826 354 16907 355 16989 356 17071 357 17153 358 17236 359 17319 360 17403 361 17486 362 17571 363 17656 364 17741 365 17826 366 17912 367 17999 368 18086 369 18173 370 18260 371 18349 372 18437 373 18526 374 18615 375 18705

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 376 18795 377 18886 378 18977 379 19069 380 19161 381 19253 382 19346 383 19439 384 19533 385 19627 386 19722 387 19817 388 19913 389 20009 390 20105 391 20202 392 20300 393 20398 394 20496 395 20595 396 20694 397 20794 398 20895 399 20995 400 21097

Senin ke401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425

Arus Lalin (smp/jam) 21198 21301 21403 21507 21610 21715 21819 21925 22030 22137 22243 22351 22459 22567 22676 22785 22895 23006 23116 23228 23340 23453 23566 23679 23794

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 426 23908 427 24024 428 24140 429 24256 430 24373 431 24491 432 24609 433 24728 434 24847 435 24967 436 25087 437 25208 438 25330 439 25452 440 25575 441 25698 442 25822 443 25947 444 26072 445 26198 446 26324 447 26451 448 26579 449 26707 450 26836

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 451 26965 452 27095 453 27226 454 27357 455 27489 456 27622 457 27755 458 27889 459 28023 460 28159 461 28295 462 28431 463 28568 464 28706 465 28844 466 28984 467 29123 468 29264 469 29405 470 29547 471 29689 472 29833 473 29977 474 30121 475 30266

TABEL PREDIKSI DATA ARUS LALU LINTAS DENGAN PROGRAM POWER SIMULATION ( Dalam Satuan Mobil Penumpang )

GRAFIK PREDIKSI ARUS LALU LINTAS DENGAN PROGRAM POWER SIMULATION 42000

39000 36000

33000 30000 27000

24000 21000

18000 15000 12000

9000 6000

3000

Minggu ke-

546

520

494

468

442

416

390

364

338

312

286

260

234

208

182

156

130

78

104

52

0

0 26

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 501 34301 502 34466 503 34632 504 34799 505 34967 506 35136 507 35305 508 35476 509 35647 510 35819 511 35992 512 36165 513 36340 514 36515 515 36691 516 36868 517 37046 518 37225 519 37404 520 37585

Arus Lalu Lintas (smp/jam)

Senin Arus Lalin ke- (smp/jam) 476 30412 477 30559 478 30707 479 30855 480 31004 481 31153 482 31303 483 31454 484 31606 485 31759 486 31912 487 32066 488 32220 489 32376 490 32532 491 32689 492 32847 493 33005 494 33164 495 33324 496 33485 497 33647 498 33809 499 33972 500 34136

TABEL KECEPATAN RATA-RATA RUANG KENDARAAN ( Vs ) Lokasi Arah

No.

: Jl. Sultan Alauddin Kota Makassar : Selatan - Utara ( Sungguminasa - Makassar )

JARAK

1 50 2 50 3 50 4 50 5 50 6 50 7 50 8 50 9 50 10 50 TOTAL ( Detik ) Vs ( Km/Jam )

MC

LV

HV

UM

SpM

SpMG

AUP

MP

PU/TK

BUSB

T 2 AS

T 3 AS

6,79 4,08 6,59 5,19 5,65 5,81 4,53 2,90 5,07 4,17

5,38 5,74 7,16 7,38 5,63 5,98 8,39 4,91 6,21 6,66

5,55 7,01 7,26 8,99 6,70 7,94 6,61 7,26 8,19 7,79

7,15 5,70 7,19 5,51 5,42 6,53 6,41 5,18 5,59 4,99

7,85 6,53 9,32 5,02 5,41 6,07 4,63 5,69 3,92 5,69

9,52 6,23 5,62 7,88 5,66 5,35 7,98 5,76 5,72 5,69

5,12 5,00 6,36 7,33 5,34 6,48 7,01 6,06 5,65 6,11

7,19 8,47 7,50 5,62 5,95 9,53 6,88 5,86 5,35 7,37

7,48 12,39 10,76 12,00 16,09 11,46 9,20 9,37 10,16 8,51

50,78

63,44

73,3

59,67

60,13

65,41

60,46

69,72

107,42

35,45

28,37

24,56

30,17

29,94

27,52

29,77

25,82

16,76

TABEL KECEPATAN RATA-RATA RUANG KENDARAAN ( Vs ) Lokasi Arah

No.

: Jl. Sultan Alauddin Kota Makassar : Utara - Selatan ( Makassar - Sungguminasa )

JARAK

1 50 2 50 3 50 4 50 5 50 6 50 7 50 8 50 9 50 10 50 TOTAL ( Detik ) Vs ( Km/Jam )

MC

LV

HV

UM

SpM

SpMG

AUP

MP

PU/TK

BUSB

T 2 AS

T 3 AS

3,87 3,71 5,17 3,93 5,19 5,85 5,58 3,15 4,08 5,76

5,07 5,58 5,14 7,40 8,07 8,15 8,61 6,88 6,37 8,28

6,67 5,36 5,00 6,45 5,67 4,69 4,83 6,66 4,90 6,46

5,13 5,43 4,85 4,86 4,69 4,28 4,87 4,49 5,15 5,29

4,60 5,68 4,63 6,61 6,50 6,16 5,26 6,29 5,27 4,65

5,46 6,26 4,50 4,92 5,42 7,35 6,91 5,56 5,90 7,65

5,64 8,01 5,57 4,51 5,11 5,52 6,35 5,63 6,96 6,12

8,88 6,36 9,50 11,66 6,44 3,82 5,45 5,19 5,68 6,68

9,57 16,23 10,83 9,06 9,91 8,64 14,17 10,23 9,26 8,33

46,29

69,55

56,69

49,04

55,65

59,93

59,42

69,66

106,23

38,89

25,88

31,75

36,70

32,35

30,04

30,29

25,84

16,94

TABEL KECEPATAN RATA-RATA WAKTU KENDARAAN (Vt ) Lokasi Arah

No.

: Jl. Sultan Alauddin Kota Makassar : Selatan - Utara ( Sungguminasa - Makassar )

JARAK

1 50 2 50 3 50 4 50 5 50 6 50 7 50 8 50 9 50 10 50 TOTAL ( Km/Jam ) Vt ( Km/Jam )

HV T 2 AS 35,16 36,00 28,30 24,56 33,71 27,78 25,68 29,70 31,86 29,46

T 3 AS 25,03 21,25 24,00 32,03 30,25 18,89 26,16 30,72 33,64 24,42

24,06 14,53 16,73 15,00 11,19 15,71 19,57 19,21 17,72 21,15

375,94 290,54 249,57 306,33 316,65 285,03

302,2

266,4

174,86

37,59

30,22

26,64

17,49

SpM 26,51 44,12 27,31 34,68 31,86 30,98 39,74 62,07 35,50 43,17

MC SpMG 33,46 31,36 25,14 24,39 31,97 30,10 21,45 36,66 28,99 27,03

29,05

AUP 32,43 25,68 24,79 20,02 26,87 22,67 27,23 24,79 21,98 23,11

24,96

LV MP 25,17 31,58 25,03 32,67 33,21 27,57 28,08 34,75 32,20 36,07

30,63

PU/TK 22,93 27,57 19,31 35,86 33,27 29,65 38,88 31,63 45,92 31,63

31,67

BUSB 18,91 28,89 32,03 22,84 31,80 33,64 22,56 31,25 31,47 31,63

28,50

UM

TABEL KECEPATAN RATA-RATA WAKTU KENDARAAN (Vt ) Lokasi Arah

No.

: Jl. Sultan Alauddin Kota Makassar : Utara - Selatan ( Makassar - Sungguminasa )

JARAK

1 50 2 50 3 50 4 50 5 50 6 50 7 50 8 50 9 50 10 50 TOTAL ( Km/Jam ) Vt ( Km/Jam )

MC SpM SpMG 46,51 35,50 48,52 32,26 34,82 35,02 45,80 24,32 34,68 22,30 30,77 22,09 32,26 20,91 57,14 26,16 44,12 28,26 31,25 21,74

AUP 26,99 33,58 36,00 27,91 31,75 38,38 37,27 27,03 36,73 27,86

LV MP 35,09 33,15 37,11 37,04 38,38 42,06 36,96 40,09 34,95 34,03

PU/TK 39,13 31,69 38,88 27,23 27,69 29,22 34,22 28,62 34,16 38,71

BUSB 32,97 28,75 40,00 36,59 33,21 24,49 26,05 32,37 30,51 23,53

HV T 2 AS 31,91 22,47 32,32 39,91 35,23 32,61 28,35 31,97 25,86 29,41

T 3 AS 20,27 28,30 18,95 15,44 27,95 47,12 33,03 34,68 31,69 26,95

UM 18,81 11,09 16,62 19,87 18,16 20,83 12,70 17,60 19,44 21,61

405,87 268,56 323,49 368,85 329,54 308,47 310,04 284,37 176,73 40,59

26,86

32,35

36,89

32,95

30,85

31,00

28,44

17,67

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

06.00 - 06.15

105

37

35

91

6

5

8

5

0

292

06.15 - 06.30

182

29

38

144

20

2

13

4

0

432

06.30 - 06.45

239

19

30

189

17

2

11

2

0

509

06.45 - 07.00

328

19

21

177

20

5

13

4

0

587

07.00 - 07.15

370

19

24

226

19

5

19

4

0

685

07.15 - 07.30

444

16

27

220

18

2

26

5

0

758

07.30 - 07.45

432

11

41

198

29

0

25

4

0

739

07.45 - 08.00

450

7

76

200

25

6

32

4

0

800

08.00 - 08.15

374

7

55

272

29

4

36

4

0

780

08.15 - 06.30

254

4

44

229

26

5

26

4

0

592

08.30 - 06.45

240

5

70

223

54

5

26

1

0

625

08.45 - 09.00

247

3

51

274

40

6

36

1

1

658

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

06.00 - 06.15

102

27

36

87

13

4

11

7

0

286

06.15 - 06.30

169

26

25

156

20

6

8

2

0

412

06.30 - 06.45

259

19

31

183

25

2

16

1

0

536

06.45 - 07.00

348

19

23

231

269

5

24

2

0

920

07.00 - 07.15

396

20

26

276

48

4

18

1

0

789

07.15 - 07.30

370

10

29

206

19

2

16

1

0

653

07.30 - 07.45

436

12

25

181

31

1

24

5

0

715

07.45 - 08.00

451

12

37

148

38

5

30

6

0

727

08.00 - 08.15

403

9

41

177

33

4

40

2

0

709

08.15 - 06.30

338

5

51

186

40

8

36

2

0

667

08.30 - 06.45

306

3

38

182

46

6

40

4

0

624

08.45 - 09.00

251

4

42

148

28

6

28

8

0

516

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

06.00 - 06.15

95

23

42

112

14

4

10

1

0

300

06.15 - 06.30

160

20

30

184

10

8

7

4

0

422

06.30 - 06.45

205

12

23

198

16

2

10

0

0

465

06.45 - 07.00

295

14

33

254

11

6

12

1

0

626

07.00 - 07.15

331

14

19

239

14

2

14

2

0

635

07.15 - 07.30

297

7

25

238

23

5

11

1

0

606

07.30 - 07.45

340

8

34

237

19

2

16

4

1

661

07.45 - 08.00

466

5

49

194

17

2

30

4

0

766

08.00 - 08.15

380

5

72

326

36

2

30

2

0

853

08.15 - 06.30

247

5

58

232

37

8

19

5

0

612

08.30 - 06.45

221

4

54

206

39

7

42

2

0

575

08.45 - 09.00

219

6

55

218

37

4

37

5

0

580

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin /24 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

06.00 - 06.15

89

29

35

86

14

6

16

7

0

282

06.15 - 06.30

161

26

40

160

15

5

14

0

0

421

06.30 - 06.45

224

16

26

168

13

5

10

2

0

464

06.45 - 07.00

317

16

32

223

21

5

11

0

0

624

07.00 - 07.15

356

14

25

186

71

7

19

2

0

681

07.15 - 07.30

570

9

19

274

34

2

19

5

0

932

07.30 - 07.45

418

8

38

231

14

2

16

2

0

729

07.45 - 08.00

458

9

33

241

15

4

17

4

0

780

08.00 - 08.15

312

9

44

180

16

5

32

2

0

600

08.15 - 06.30

293

4

26

170

43

8

30

10

0

584

08.30 - 06.45

258

5

25

149

31

4

34

4

0

509

08.45 - 09.00

260

4

43

180

30

5

44

4

0

570

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

16.00 - 16.15

267

2

50

212

46

6

44

8

1

637

16.15 - 16.30

246

1

47

182

42

5

34

6

0

562

16.30 - 16.45

273

1

45

135

48

7

42

5

0

556

16.45 - 17.00

325

2

67

163

50

6

36

6

0

654

17.00 - 17.15

272

1

50

150

43

2

40

4

0

561

17.15 - 17.30

287

0

23

318

34

1

29

4

4

699

17.30 - 17.45

288

1

42

363

31

2

31

6

1

766

17.45 - 18.00

298

1

42

303

43

1

38

4

0

729

18.00 - 18.15

276

1

65

321

31

1

42

1

0

738

18.15 - 18.30

261

1

41

295

22

0

19

7

0

646

18.30 - 18.45

213

0

58

241

19

0

30

0

1

562

18.45 - 19.00

231

1

30

252

16

0

20

2

0

553

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

16.00 - 16.15

232

2

39

217

79

6

49

4

0

627

16.15 - 16.30

288

1

41

231

46

2

31

7

0

648

16.30 - 16.45

325

2

47

207

56

7

60

11

0

715

16.45 - 17.00

379

1

43

241

46

2

52

4

0

767

17.00 - 17.15

320

1

34

173

43

5

31

14

0

621

17.15 - 17.30

382

1

42

196

55

2

31

2

0

712

17.30 - 17.45

290

1

34

185

40

4

35

6

0

595

17.45 - 18.00

307

1

62

233

46

1

36

2

0

688

18.00 - 18.15

297

1

33

192

41

0

31

6

0

601

18.15 - 18.30

282

1

35

199

35

4

24

7

0

586

18.30 - 18.45

274

1

26

156

37

0

37

6

0

537

18.45 - 19.00

290

1

31

169

35

0

24

2

0

552

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Mendung

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

16.00 - 16.15

260

4

43

233

57

8

53

5

0

663

16.15 - 16.30

276

3

39

212

57

1

47

4

0

638

16.30 - 16.45

306

4

43

248

53

6

42

2

0

705

16.45 - 17.00

289

3

32

240

65

4

37

7

0

677

17.00 - 17.15

326

2

54

249

48

6

30

6

0

721

17.15 - 17.30

298

3

40

245

54

2

44

2

0

689

17.30 - 17.45

291

2

54

222

35

2

49

4

0

659

17.45 - 18.00

252

3

45

228

44

2

32

7

0

614

18.00 - 18.15

260

3

40

194

43

0

48

6

0

594

18.15 - 18.30

231

3

32

190

34

2

30

1

0

524

18.30 - 18.45

202

2

26

138

18

1

25

4

1

417

18.45 - 19.00

238

1

34

197

31

0

32

7

0

540

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS ( Dalam Satuan Mobil Penumpang ) Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin /24 Maret 2008

Cuaca

: Hujan

MC Periode Waktu

SPM

LV SPMG

AUP

0,25

MP

HV PU/MB

BUSB

T 2AS

1,00

T 3AS

T 4AS

1,20

TOTAL (SMP)

16.00 - 16.15

201

2

43

184

50

6

43

1

0

530

16.15 - 16.30

246

2

32

212

49

1

24

4

0

570

16.30 - 16.45

276

2

44

279

78

6

34

8

0

726

16.45 - 17.00

253

2

49

221

29

8

46

2

0

611

17.00 - 17.15

243

2

42

241

48

1

31

6

0

614

17.15 - 17.30

254

2

50

211

27

6

41

2

0

593

17.30 - 17.45

287

2

46

279

57

2

40

6

0

718

17.45 - 18.00

239

1

60

208

29

1

30

8

0

577

18.00 - 18.15

257

1

29

170

26

0

24

4

0

510

18.15 - 18.30

252

1

49

151

16

1

31

10

0

511

18.30 - 18.45

231

1

28

147

26

0

19

5

0

456

18.45 - 19.00

235

1

31

132

23

0

17

6

0

444

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

105

819

3

0

99

1162

9

2

0

57

1337

4

11

3

0

85

1710

19

4

16

3

0

117

1964

220

18

2

22

4

0

219

2350

41

198

29

0

21

3

0

241

2302

28

76

200

25

5

27

3

0

190

2354

1497

28

55

272

29

3

30

3

0

111

2028

08.15 - 06.30

1016

17

44

229

26

4

22

3

0

60

1421

08.30 - 06.45

961

21

70

223

54

4

22

1

0

60

1416

08.45 - 09.00

986

10

51

274

40

5

30

1

1

41

1439

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

06.00 - 06.15

419

148

35

91

6

4

7

4

06.15 - 06.30

729

116

38

144

20

2

11

06.30 - 06.45

956

75

30

189

17

2

06.45 - 07.00

1313

76

21

177

20

07.00 - 07.15

1480

75

24

226

07.15 - 07.30

1774

64

27

07.30 - 07.45

1727

42

07.45 - 08.00

1800

08.00 - 08.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

74

741

2

0

69

1062

13

1

0

78

1444

4

20

2

0

118

2132

48

3

15

1

0

95

2127

206

19

2

13

1

0

215

2004

25

181

31

1

20

4

0

249

2302

49

37

148

38

4

25

5

0

180

2289

1613

37

41

177

33

3

33

2

0

90

2029

08.15 - 06.30

1351

21

51

186

40

7

30

2

0

30

1718

08.30 - 06.45

1225

12

38

182

46

5

33

3

0

43

1587

08.45 - 09.00

1005

17

42

148

28

5

23

7

0

23

1298

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

06.00 - 06.15

406

107

36

87

13

3

9

6

06.15 - 06.30

674

104

25

156

20

5

7

06.30 - 06.45

1034

77

31

183

25

2

06.45 - 07.00

1390

75

23

231

269

07.00 - 07.15

1583

80

26

276

07.15 - 07.30

1480

39

29

07.30 - 07.45

1745

46

07.45 - 08.00

1803

08.00 - 08.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

77

727

3

0

72

1028

8

0

0

52

1163

5

10

1

0

87

1636

14

2

12

2

0

100

1765

238

23

4

9

1

0

83

1596

34

237

19

2

13

3

1

202

1903

19

49

194

17

2

25

3

0

102

2273

1520

18

72

326

36

2

25

2

0

177

2178

08.15 - 06.30

988

21

58

232

37

7

16

4

0

79

1442

08.30 - 06.45

882

17

54

206

39

6

35

2

0

84

1325

08.45 - 09.00

877

22

55

218

37

3

31

4

0

117

1364

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

06.00 - 06.15

379

91

42

112

14

3

8

1

06.15 - 06.30

638

78

30

184

10

7

6

06.30 - 06.45

818

46

23

198

16

2

06.45 - 07.00

1180

55

33

254

11

07.00 - 07.15

1322

55

19

239

07.15 - 07.30

1186

27

25

07.30 - 07.45

1359

33

07.45 - 08.00

1862

08.00 - 08.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 24 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

52

682

0

0

49

1026

8

2

0

57

1237

4

9

0

0

57

1676

71

6

16

2

0

93

1881

274

34

2

16

4

0

114

2779

38

231

14

2

13

2

0

190

2192

37

33

241

15

3

14

3

0

180

2356

1248

34

44

180

16

4

27

2

0

84

1639

08.15 - 06.30

1171

17

26

170

43

7

25

8

0

59

1526

08.30 - 06.45

1033

21

25

149

31

3

28

3

0

35

1328

08.45 - 09.00

1039

17

43

180

30

4

37

3

0

45

1398

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

06.00 - 06.15

354

117

35

86

14

5

13

6

06.15 - 06.30

642

104

40

160

15

4

12

06.30 - 06.45

897

62

26

168

13

4

06.45 - 07.00

1266

64

32

223

21

07.00 - 07.15

1425

57

25

186

07.15 - 07.30

2279

37

19

07.30 - 07.45

1672

30

07.45 - 08.00

1830

08.00 - 08.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 3 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

1

65

1499

5

0

99

1392

35

4

0

155

1522

5

30

5

0

97

1721

43

2

33

3

0

73

1445

318

34

1

24

3

3

71

1624

42

363

31

2

26

5

1

45

1671

3

42

303

43

1

32

3

0

35

1652

1104

2

65

321

31

1

35

1

0

37

1597

18.15 - 18.30

1042

4

41

295

22

0

16

6

0

27

1453

18.30 - 18.45

851

0

58

241

19

0

25

0

1

12

1207

18.45 - 19.00

925

2

30

252

16

0

17

2

0

11

1255

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

16.00 - 16.15

1069

7

50

212

46

5

37

7

16.15 - 16.30

982

3

47

182

42

4

28

16.30 - 16.45

1092

2

45

135

48

6

16.45 - 17.00

1298

6

67

163

50

17.00 - 17.15

1088

3

50

150

17.15 - 17.30

1146

1

23

17.30 - 17.45

1153

3

17.45 - 18.00

1190

18.00 - 18.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 10 Maret 2008

Cuaca

: Cerah

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

122

1440

6

0

153

1660

50

9

0

171

1852

2

43

3

0

155

2050

43

4

26

12

0

53

1627

196

55

2

26

2

0

55

1909

34

185

40

3

29

5

0

49

1510

4

62

233

46

1

30

2

0

27

1632

1189

4

33

192

41

0

26

5

0

34

1524

18.15 - 18.30

1127

2

35

199

35

3

20

6

0

29

1456

18.30 - 18.45

1096

4

26

156

37

0

31

5

0

24

1379

18.45 - 19.00

1159

4

31

169

35

0

20

2

0

14

1434

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

16.00 - 16.15

928

6

39

217

79

5

41

3

16.15 - 16.30

1151

4

41

231

46

2

26

16.30 - 16.45

1300

6

47

207

56

6

16.45 - 17.00

1514

3

43

241

46

17.00 - 17.15

1279

3

34

173

17.15 - 17.30

1528

3

42

17.30 - 17.45

1161

4

17.45 - 18.00

1227

18.00 - 18.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 17 Maret 2008

Cuaca

: Mendung

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

135

1578

3

0

134

1599

35

2

0

177

1804

3

31

6

0

80

1624

48

5

25

5

0

48

1747

245

54

2

37

2

0

37

1620

54

222

35

2

41

3

0

35

1564

12

45

228

44

2

27

6

0

31

1404

1041

10

40

194

43

0

40

5

0

33

1406

18.15 - 18.30

925

11

32

190

34

2

25

1

0

29

1249

18.30 - 18.45

809

8

26

138

18

1

21

3

1

27

1052

18.45 - 19.00

951

4

34

197

31

0

27

6

0

15

1265

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

16.00 - 16.15

1039

16

43

233

57

7

44

4

16.15 - 16.30

1102

12

39

212

57

1

39

16.30 - 16.45

1225

16

43

248

53

5

16.45 - 17.00

1157

10

32

240

65

17.00 - 17.15

1305

8

54

249

17.15 - 17.30

1192

11

40

17.30 - 17.45

1164

8

17.45 - 18.00

1009

18.00 - 18.15

TABEL DATA LAPANGAN VOLUME LALU LINTAS Ruas Jalan

: Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar

Hari / Tanggal

: Senin / 24 Maret 2008

Cuaca

: Hujan

MC

Periode

LV

HV UM

TOTAL

0

103

1233

3

0

141

1449

28

7

0

65

1615

7

38

2

0

58

1425

48

1

26

5

0

31

1373

211

27

5

34

2

0

18

1371

46

279

57

2

33

5

0

30

1605

4

60

208

29

1

25

7

0

25

1316

1028

2

29

170

26

0

20

3

0

19

1297

18.15 - 18.30

1006

5

49

151

16

1

26

8

0

33

1295

18.30 - 18.45

922

3

28

147

26

0

16

4

0

12

1158

18.45 - 19.00

938

3

31

132

23

0

14

5

0

13

1159

Keterangan :

MC

: Sepeda Motor, Sepeda Motor Gandengan

LV

: Angkutan Umum Penumpang (Mikrolet), Mobil Pribadi, Pick Up, Mobil Barang

HV

: Bus Besar, Truck 2 As atau Lebih.

UM

: Kendaraan tak bermotor ( Sepeda, Becak, dll )

Waktu

SPM

SPMG

AUP

MP

PU/MB

BUSB

T 2AS

T 3AS

T 4AS

16.00 - 16.15

805

6

43

184

50

5

36

1

16.15 - 16.30

982

9

32

212

49

1

20

16.30 - 16.45

1103

6

44

279

78

5

16.45 - 17.00

1012

9

49

221

29

17.00 - 17.15

973

6

42

241

17.15 - 17.30

1017

7

50

17.30 - 17.45

1147

6

17.45 - 18.00

957

18.00 - 18.15

PEMANFAATAN LIMBAH GELAS PLASTIK PADA BUSANA KREASI BARU

TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Fakultas Teknik Universitas Negeri semarang

Disusun Oleh :

Nama

: Denok Suci Oktawiyanti

Nim

: 5450302029

Prodi

: Tata Busana / D3

Jurusan

: Teknologi Jasa dan Produksi

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir ini telah dipertahankan di hadapan sidang penguji Tugas Akhir Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Pada hari

: ………………………….

Tanggal

: …………………………. Pembimbing :

Dra. Urip Wahyuningsih, M.Pd NIP. 131948769

Penguji I

Penguji II

Dra. Sri Endah Wahyuningsih, M.Pd

NIP. 132058079

Dra. Urip Wahyuningsih, M.Pd NIP. 131948769

Ketua Jurusan,

Ketua Program Studi,

Dra. Dyah Nurani S, M, Kes

Dra. Sri Endah Wahyuningsih,

M.Pd

NIP. 132058079

NIP. 131764485

Dekan,

Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753 ii

iii

ABSTRAK Denok Suci Oktawiyanti, 2006. Pemanfaatan Limbah Gelas Plastik Pada Busana Kreasi Baru. Tugas Akhir. D3 Teknologi Jasa dan Produksi Busana Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.

Gelas plastik merupakan tempat air minum yang terbuat dari bahan multiguna yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari–hari. Plastik juga sudah banyak diwujudkan dalam bentuk busana, walaupun dalam presentasi kecil, contohnya seperti mantel, jas hujan, tas, aksesoris dan lain – lain. Hiasan dan korsase ( dari plastik ) akan memperindah busana kreasi baru dari bahan gelas plastik. Permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah (1) Bagaimanakah pembuatan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik ? (2) Bagaimanakah cara pemeliharaan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik. Manfaat yang diperoleh dalam tugas akhir ini adalah mengembangkan kreativitas dan inovatif tentang pembuatan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik bagi penulis serta sebagai bahan informasi bagi jurusan bahwa gelas plastik dapat dimanfaatkan sebagai bahan busana yang unik dan kreatif. Proses pembuatan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik secara keseluruhan dimulai dari mendesain model, yaitu persiapan bahan dan alat (penulisan bahan, persiapan alat untuk proses pembuatan, pengecatan pada gelas plastik) dan proses pembuatan mengambil ukuran, membuat pola dan merubah sesuai model, memotong, menjelujur, mengepas I, menjahit dan penyelesaian. Hasil busana kreasi baru yaitu model busana yang terdiri dari camisol dan rok. Kesulitan pembuatan busana ini pada pemasangan hiasan gelas plastik yaitu bahan utama rok, sudah dijahit pada bagian sisi, tengah belakang dan ritsleting sudah terpasang selanjutnya hiasan gelas plastik dipasang serta dijahit. Lamanya pembuatan busana ini memerlukan waktu 11/2 - 2 bulan karena lamanya proses pengecatan sehingga menghabiskan biaya Rp1.591.800. Pada camisol dan rok terdapat gelas plastik yang sudah dicat dan dijahit dengan penataan melingkar seperti bunga gerbera Pembuatan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik memerlukan waktu relatif lama terutama dalam mengecat gelas plastik sehingga diperlukan ketelitian dan kesabaran. Pemeliharaan busana kreasi baru ini harus teliti dengan penyimpananya diruang yang longgar/tidak sempit, hindari udara lembab dan panas, dan secara periodic dikeluarkan guna diangin-anginkan.

iii

iv

PRAKATA Puji syukur panjatkan kehadiratAllah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ Pemanfatan Limbah Gelas Plastik pada Busana Kreasi Baru”. Tugas ini sebagai syarat menempuh jenjang Diploma 3 Program Studi Teknologi Jasa & Produksi busana. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada : 1. Rektor Universitas Negeri Semarang 2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang 3. Ketua Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Universitas Negeri Semarang 4. Ketua Program Studi Teknologi Jasa dan Produksi Busana 5. Dra.Urip Wahyuningsih, MPd, Dosen Pembimbing 6. Mahasiswa Teknologi Jasa dan Produksi angkatan 2002 7. Semua Pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca penulis butuhkan.

Semarang,

2006

Denok Suci Oktawiyanti

iv

v

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................

ii

ABSTRAK ...............................................................................................

iii

PRAKATA ...............................................................................................

iv

DAFTAR ISI ............................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................

x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................

1

B. Rumusan Masalah ...................................................................

4

C. Tujuan Tugas Akhir ...............................................................

4

D. Manfaat Tugas Akhir ..............................................................

4

E. Penegasan Istilah ....................................................................

5

BAB II. LANDASAN TEORI/ KAJIAN PUSTAKA A. Disain Sebagai Busana Kreasi Baru ....................................

8

B. Persiapan Bahan dan Alat.....................................................

13

C. Pewarnaan Pada Gelas Plastik..............................................

21

D. Proses Pembuatan Busana Kreasi Baru ...............................

22

E. Pelengkap Busana….. ..........................................................

45

F. Tahap atau Proses Pembuatan Busana Kreasi Baru .............

47

G. Hasil dan Pembahasan .........................................................

48

BAB III. PENUTUP A. Simpulan ..............................................................................

53

B. Saran ....................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

55

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................

56

v

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.

Bunga Gerbera ......................................................................

9

Gambar 2. Disain sketsa busana kreasi baru .............................................

10

Gambar 3. Diasain kerja busana kraesi baru .............................................

11

Gambar 4. Disain Motif ............................................................................

19

Gambar 5. Cara mengambil ukuran ...........................................................

24

Gambar 6. Cara mengambil ukuran ...........................................................

25

Gambar 7. Cara mengambil ukuran ...........................................................

26

Gambar 8. Pola badan system Meyneke ...................................................

28

Gambar 9. Pola dasar rok muka dan belakang ..........................................

29

Gambar 10. Merubah pola dasar bagian camisol ......................................

31

Gambar 11. Merubah pola dasar rok .........................................................

31

Gambar 12. Hasil pecah pola dasar badan muka dan belakang ................

32

Gambar 13. Hasil pecah pola dasar rok muka dan belakang ....................

32

Gambar 14. Hasil pecah pola dasar badan muka dan belakang ................

33

Gambar 15. Hasil pecah pola dasar rok muka dan belakang ....................

33

Gambar 16. Letak hiasan gelas plastik pada pola badan ...........................

34

Gambar 17. Letak hiasan gelas palstik pada pola rok muka dan belakang ................................................................................

34

Gambar 18. Letak hiasan payet pada pola badan muka dan belakang ......

35

Gambar 19. Letak hiasan payet pada pola rok muka dan belakang ..........

35

Gambar 20. Melekatkan kain gula pada bahan utama ..............................

39

Gambar 21. Menjahit garis princess kiri dan kanan dan sisi badan ..........

40

Gambar 22. Memasang balen pada garis princess ....................................

40

Gambar 23. Memasang busa kom .............................................................

41

Gambar 24. Menyatukan kembali dan menjahit kain furing .....................

41

Gamabr 25. Menata dan menjahit gelas plastik pada badan ......................

42

Gambar 26. Menyatukan kembali dan menjahit tengah belakang badan...

42

Gambar 27. Menjahit kup muka, belakang dan sisi rok ............................

43

vi

vii

Gambar 28. Menjahit tengah belakang rok dan memasang ritseleting .....

43

Gambar 29. Menyatukan kain furing dan bahan utama pada rok .............

44

Gambar 30. Menata dan menjahit gelas plastik pada rok .........................

44

Gambar 31. Menjahit ban pinggang ..........................................................

45

Gambar 32. Macam-macam pelengkap busana ........................................

46

vii

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Ukuran pola busana kreasi baru ..................................................

27

Tabel 2. Rancangan harga .........................................................................

37

viii

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Contoh bahan ........................................................................

56

Lampiran 2. Dokumentasi Alat .................................................................

57

Lampiran 3. Rancangan bahan utama .......................................................

58

Lampiran 4. Rancangan bahan furing .......................................................

59

Lampiran 5. Dokumentasi proses pengecatan ...........................................

60

Lampiran 6. Dokumentasi proses pengecatan ...........................................

61

Lampiran 7. Foto busana kreasi baru tampak depan.................................

62

Lampiran 8. Foto busana kreasi baru tampak depan.................................

63

Lampiran 9. Foto busana kreasi baru tampak depan.................................

64

Lampiran 10. Contoh gelas plastik yang sudah diwarna............................

65

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Busana merupakan segala sesuatu yang dikenakan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Busana sebagai kebutuhan pokok setiap orang seperti kebutuhan tempat tinggal dan pangan. Menurut Wasia Rusbani (1984 : 4) busana disamping sebagai syarat kesehatan, juga berfungsi sebagai penutup tubuh, melindungi tubuh, menambah nilai estetika, memiliki rasa keindahan, memenuhi syarat peradaban dan kesusilaan. Jenis busana dibagi menjadi bermacam-macam fungsi serta kegunaannya. Jenis busana yaitu, kesempatan pemakai (kerja, santai dan lain-lain), usia (anak-anak, dewasa, remaja dan orang tua) baik perempuan dan laki-laki. Seiring dengan perkembangan jaman, busana yang adapun semakin berkembang sesuai dengan perkembangan mode yang beraneka ragam, baik warna, model, bahan dan teknik pembuatan busana. Para perancang busana selalu menampilkan mode serta trend warna terbaru yang simple dan menarik konsumen. Pengaruh kemajuan teknologi yang ada berbagai macam, misal media komunikasi yang dapat mempercepat majunya perkembangan busana diseluruh dunia. Perancang mode busana layak menggunakan fungsi kemajuan teknologi untuk memperkenalkan hasil rancangan busana kreatif mereka. Busana yang mereka tampilkan dalam acara pameran peragaan busana pada umumnya

1

2

diambil dari pemanfaatan limbah. Busana ini merupakan kebutuhan utama serta dapat menunjang profesi misalnya, penari, artis dan lain sebagainya Limbah yang semula mencemarkan dan merusak lingkungan sekarang dimanfaatkan sebagai inspirasi rancangan busana. Limbah gelas plastik yang dipakai sebagai hiasan pengganti atau sebagai busana kreasi baru baik estetika atau fungsional dapat menambah nilai keindahan pada busana tersebut. Banyaknya limbah-limbah yang dimanfaatkan sebagai busana sangat mudah didapatkan seperti kaleng minuman,serutan, keping VCD, kerang, sisik ikan, sedotan plastik, kantong plastik, gelas plastik minuman ( aqua, ades, total) dan lain-lain. Gelas plastik merupakan bahan multi guna yang sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Limbah plastik minuman misalnya Aqua dipakai dalam bidang pangan dan jarang dimanfaatkan dalam bidang sandang. Namun sesungguhnya bahan plastik dapat diolah menjadi bahan yang menarik untuk pakaian. Biasanya bahan plastik juga sudah diwujudkan dalam bentuk busana meski dalam presentasi kecil, contohnya seperti mantel, jas hujan, tas, aksesories dan lain sebagainya. Gelas plastik minuman misalnya aqua digunakan sebagai penghias busana atau pengganti bahan utama busana (pada seluruh busana) tersebut dipotong dan dibentuk sedemikian rupa dijahit sehingga busana tersebut terlihat bercahaya apabila memakai warna aslinya. Untuk menambah nilai seni tinggi dari gelas plastik tersebut maka perlu ditambah dengan motif, sehingga terkesan mewah. Sifat dari gelas plastik minuman adalah kenyal

3

terhadap daya benturan misalnya jarum jahit, sehingga proses menjahit perlu memilih mata jarum lebih kecil / runcing namun kuat. Kreatifitas dan inovatif yang tinggi merupakan kiat sukses dalam pekerjaan. Bukan hanya dalam dunia fashion saja, setiap pekerjaan membutuhkan hal itu. Namun tidak semua orang menyadari bahwa kreatifitas pada seseorang baru muncul apabila seseorang tersebut mau mencoba sesuatu yang baru sesuai dengan kreasi dan daya imajinasinya. Bakat hanya ada sekian persen sebagai penunjang kesuksesan dalam pekerjaan dan kreatifitaslah yang mendominasikan dari kesuksesan tersebut.

Memang

secara

alamiah

tidak

semua

orang

biasa

mengembangkan kreatifitas yang dimilikinya. Penulis bermaksud membuat suatu busana kreasi baru dengan memanfaatkan limbah gelas plastic minuman ( misal ; Aqua, Ades, Total dll ) sebagai sumber kreatifitas dan ide dalam pembuatan tugas akhir dengan judul : “Pemanfaatan Limbah Gelas Plastik Pada Busana Kreasi Baru”. Alasan memilih gelas plastik minuman sebagai bentuk adanya inspirasi pembuatan busana kreasi baru untuk mengkreasikan gelas plastik minuman selain mencemarkan lingkungan. Busana kreasi baru dari gelas plastik minuman ini menggunakan sumber ide bunga Gerbera sebagai teknik penataan dalam busana kreasi baru menjadi sebuah inspirasi penulis untuk menerapkannya dalam pembuatan busana kreasi baru.

4

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas dapat diidentifikasi permasalahan, sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pembuatan busana kreasi baru dari gelas plastik dengan cat motif ? 2. Bagaimanakah cara pemeliharaan busana kreasi baru dari gelas plastik ? C. TUJUAN TUGAS AKHIR 1. Mengetahui dan memahami secara detail teknik pembuatan busana kreasi baru dari gelas plastic minuman ( Aqua, Ades, Total dll ) 2. Mengetahui teknik jahit pemasanagan hiasan pada busana kreasi baru dengan sumber ide bunga Gerbera 3. Mengetahui cara perawatan atau pemeliharaan busana kreasi baru gelas plastic minuman D. MANFAAT TUGAS AKHIR 1. Bagi penulis a. Menambah wawasan tentang pembuatan busana kreasi baru yang

dapat

membuka

cakrawala

pandangan

dan

mengembangkan pengertian tentang busana kreasi baru yang tepat dikalangan masyarakat sekitarnya b. Membentuk pola pikir yang kreatif dan inovatif berupa ide / gagasan yang melahirkan inspirasi mode buana dalam negeri yag tidak kalah dengan mode mancanegara.

5

2. Bagi masyarakat a.

Memberikan wawasan dan sumber pengetahuan yang secara tidak langsung dapat memotivasikan dan mendorong pembaca agar lebih tertarik dalam mengembangkan kreatifitas dari gelas pastic minuman dari segala merek yang ada.

b.

Memberikan informasi dan mengenalkan lebih dekat tentang

pemanfaatan

gelas

plastik

minuman

yang

dapat

dimanfaatkan untuk dikreasikan sebagai barang seni.

E. PENEGASAN ISTILAH Definisi operasional “ Pemanfaatan limbah gelas plastik pada busana kreasi baru “ dapat diuraikan batasannya sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Pemanfaatan berasal dari kata manfaat. Manfaat adalah guna, faedah yang mendapat imbuhan pe dan akhiran an. Jadi pemanfaatan adalah memanfaatkan barang yang sudah ada guna dijadikan produk lain sehingga meningkatkan daya guna produk (Drs.Sulchan Yasyin : 33). 2. Limbah adalah sisa atau bekas suatu hasil proses industri besar maupun kecil (Ananda Santoso & S Priyanto 1995 : 207)

6

3. Gelas plastik Gelas plastik adalah tempat/ wadah untuk minum. Kata plastik berasal dari bahasa Yunani “ plastikos” yang artinya dapat dibentuk menjadi berbagai ukuran yang berbeda-beda (www.bahanplastik.com ). Plastik adalah campuran bahan ( salah satunya ialah suatu polimer) yang dapat dibentuk menjadi serat, lembaran, atau padatan dapat dicetak untuk kemudian mengeras, meskipun ketegarannya dapat beraneka ragam (Ensiklopedia Indonesia, 1997 : 2723) 4. Busana Busana adalah segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh manusia mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, baik dengan maksud melindungi tubuh maupun memperindah penampilan tubuh ( Budi Utami, 1981: 1) 5. Kreasi baru Kreasi baru merupakan modifikasi bentuk lama pengamatan suatu benda atau busana tradisional menjadi suatu ciptaan baru dengan harapan menjadi perhatian masyarakat dan akan dipakai oleh mereka (Sulistio, Hartatiati : 104) Jadi yang dimaksud dengan pemanfaatan limbah gelas plastik pada busana kreasi baru adalah memanfaatkan gelas plastik dari bekas minuman yang dibentuk dua potong ( deux piece ) sebagai hasil daya cipta yang baru.

BAB II LANDASAN TEORI / KAJIAN PUSTAKA

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan busana, tidak hanya sekedar memenuhi syarat peradaban, kesehatan dan keindahan namun tergantung keadaan seseorang akan kebutuhan tersebut, terutama dari segi kesempatan. Apalagi untuk kesempatan dalam pegelaran/ peragaan fashion, banyak sekali alternatif berbusana yang dapat dipilih. Dalam kesempatan tersebut bermacam-macam model busana dikenakan oleh banyak orang sesuai dengan karakter masing-masing orang. Seseorang dapat dikatakan bebusana dengan baik dan benar apabila mengetahui peran fungsi busana dengan baik dan benar apabila mengetahui peran serta fungsi busana yang dipakainya, salah satunya yaitu dari segi estetika karena berbusana merupakan kebudayaan yang turun temurun dari masa sebelum orang mengenal busana. Busana adalah segala sesuatu yang dikenakan pada tubuh manusia mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki baik dengan maksud melindungi tubuh maupun memperindah penampilan tubuh. Maka busana menjadi sangat berarti dan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia serta menjadi kebudayaan yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan busana telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, seiring dengan kehidupan manusia yang semakin modern saat ini. Maksud dan tujuan busana adalah sebagai alat untuk melindungi rasa kesusilaan dan budaya atau memperindah diri serta dapat menunjukan kepribadian seseorang. Busana

7

8

dapat dikelompokkan sesuai dengan kesempatan antara lain yaitu: Busana rumah, busana kerja, busana pesta, busana rekreasi, busana olah raga. Khususnya busana kreasi ini sangat berbeda dengan busana untuk kesempatan lainnya. Orang yang menghadiri suatu acara tentu akan mengenakan busana yang terbaik mulai dari model, bahan, warana aksesoris yang serasi dengan busana untuk kesempatan tersebut. Pemakaiannya disesuiakan dengan waktu dan kesempatan, hal ini akan memberikan kepuasan tersendiri bagi si pemakai. A. Disain Busana Kreasi Baru Desain adalah suatu kreativitas seni yang diciptakan seseorang dengan pengetahuan dasar kesenian serta rasa indah. Menurut Chodiyah dan Wisri A. Mamdy (1982) desain adalah suatu susunan dari garis, bentuk, serta tekstur. Uraian diatas dapat menghasilkan simpulan bahwa desain adalah suatu hasil karya indah manusia dalam menciptakan susunan garis, warna, bentuk, serta tekstur, dengan maksud agar diperhatikan orang lain. Disain itu sendiri mempunyai pertimbangan-pertimbangan tentang : 1. Keselarasan selera mencerminkan kesatuan melalui pemilihan dan susunan objek dengan ide-ide 2. Perbandingan antara bagian-bagiannya 3. Keseimbangan antara bagian kiri dan bagian kanan 4. Irama menyenangkan, dinamis, tidak menjemukan 5. Pusat perhatian yang menyatu tidak terpecah belah

9

Desain busana disesuaikan dengan fungsi dari busana tersebut yang menonjolkan nilai artistic dari keseluruhan bentuk desain busana kreasi baru. Kreasi baru merupakan modifikasi bentuk lama pengamatan suatu benda atau busana tradisional menjadi suatu ciptaan baru dengan harapan menjadi perhatian masyarakat dan akan dipakai oleh mereka. Tuntutan masyarakat dalam pemakaian busana, adalah disain yang mempunyai cita-rasa indah dan dapat dibuat sesuai dengan waktu dan kesempatan. Perlu ditambah bahwa untuk keberhasilan dan pengembangan ide serta kreasi desain busana sebaiknya ditambahkan beberapa pengetahuan tekstil, dan teknologi busana serta jahit menjahit (Sulistio, Hartatiati : 104) Disain kreasi baru merupakan disain yang mewakili ide atau kreativitas yang ada pada diri seseorang dan mengeksplotasinya menjadi sesuatu yang baru yang belum terlihat sebelumnya oleh banyak orang, dan karya ini merupakan kelanjutan dari disain – disain kreasi baru sebelumnya. Disain ini diambil dari sumber bunga gerbera.

Gambar 1. Bunga Gerbera

10

Gambar 2. Disain sketsa busana kreasi baru dari bahan gelas plastik

11

Gelas plastik Tali Garis prinses Payet Gelas plastik

Payet

Sepatu

Gambar 3. Disain kerja busana kreasi baru dari gelas plastik

12

Disain busana meliputi model dari keseluruhan yang terdapat pada suatu busana, pemilihan bahan, ukuran dan perlengkapan. Disain kali ini yaitu disain busana kreasi baru yang di pakai dalam pegelaran/pergaan fashion dan didisain khusus dengan bahan dan aksesoris yang menarik dan diwujudkan menjadi busana kreasi baru dari limbah gelas plastik yang di hias dengan motif, detail pada model busana kreasi baru yaitu : 1. Bagian atas (top) Bagian atas mempunyai bentuk toples yang maksudnya tidak terdapat bentuk garis bahu. Jadi bentuknya berupa camisol yang pas badan pada kedua kup kiri dan kanan badan muka dan belakang. 2. Bagian bawah Bagian bawah busana kreasi baru merupakan bentuk asimetris yang terdapat kup pada bagian rok muka dan belakang 3. Hiasan / garnitur busana Hiasan pada pakaian beraneka ragam. Hiasan dapat berupa lajur, pita, bisban, renda, jahitan (jahitan biasa, sulaman, smok, terawang, dan aplikasi), payet dan mote, dan kancing. (Wasia Rusbani, 1985 :104) Garnitur busana yang tepat sangat penting untuk membuat busana tersebut indah dan baik penempatnya (Hasnah Riu, 1996:9). Fungsi garnitur dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :

13

a. Garnitur yang fungsi utamanya adalah untuk memudahkan menggunakan dan melepas busana. Antara lain yaitu : kancing, tutup tarik, nyilontape, gasper, dan lain-lain. b. Garnitur yang tujuannya untuk memperindah, sehingga menambah nilai atau

mutu

suatu

busana.

Contohnya:

renda,

pita

hias,

lekapan/aplikasi/korsase, kancing dan benang. Garnitur yang dipasang pada bagian bawah kamisol dan rok yaitu mote/payet dari plastik, fungsinya sebagai hiasan untuk memperindah busana serta menambah nilai seni yang tinggi. Bentuk pemasangan payet/ mote pada busana kreasi baru yaitu membentuk jarring dan rumbai-rumbai payet/mote agar busana kreasi baru ini terkesan lebih mewah. B. Persiapan Bahan dan Alat 1. Pemilihan Bahan a. Bahan Gelas Plastik Plastik dikenal sebagai bahan multiguna, diberbagai aspek kehidupan manusia, namun orang kadang belum banyak mengetahui sebenarnya seperti apa plastik itu sendiri. Plastik adalah nama golongan zat-zat polimer tinggi buatan seperti polstirene,

poletilena

polvinil,

cloroda,

fenolformaldehina,

urea

formaldehina, seluloid, dan lain-lain. Seluloid (dari selulosa) telah dapat dibuat pada tahun 1869, tetapi plastik-plastik secara umum baru dipakai dalam industri setelah BAKELIT dibuat banyak-banyak pada tahun 1970 (Ensiklopedia Umum, 1993:892)

14

1) Asal usul plastik Kata plastik berasal dari bahasa Yunani “plastikos” yang berarti dapat dibentuk menjadi ukuran yang berbeda-beda. Sejarah plastik berlangsung sangat singkat jika dibandingkan dengan sejarah kayu dan logam. Plastik tidak akan ditemukan dibawah tanah ataupun melalui panggilan tanah. Plastik terbuat dari bahan kimiawi seperti karbon, silicon, hidrogen, nitrogen, oksigen, dan klorida. Kombinasi yang sangat berbeda dari bahan kimia ini akan menghasilkan berbagai jenis plastik yang berbeda pula. (www. Bahan plastik.com) Salah satu eksperimen pertama kali dalam membuat plastik sintetis berlangsung sekitar tahun 1835 dimana seorang ahli kimia perancis, Regnault, menyebabkan sejenis bahan kimia yang disebut vinyl chloride yang berubah menjadi bubuk berwarna putih, namun bahan tersebut tidak berkembang secara komersial hampir selama satu abad. Alasan utama keterlambatan ini adalah memasuki abad ke-20, sangat mustahil untuk memperoleh bahan-bahan metel dalam kualitas yang memadai yang diperlukan untuk industri tersebut. Selanjutnya tahun 1862, Alexander Parkes menunjukkan pembuatan plastik kepada masyarakat umum. Bahan tersebut dinamakan Parkesine. Alexander Parekes menyatakan bahan baru ini dapat digunakan seperti halnya penggunaan karet, namun dapat dibeli dengan harga yang lebih murah.

15

2) Karakteristik plastik a. Densitas Plastik yang berbeda memiliki tingkat kepadatan yang berbeda, namun semuanya lebih ringan daripada sebagian besar jenis bahan lainnya. b. Ketahanan Sebagian besar plastik bersifat tahan lama (awet) dalam berbagai situasi. Sebagian diantaranya dapat mengalami penurunan (hancur) setelah terkena terik sinar matahari dalam waktu lama, sebagian besar jenis plastik tahan terhadap tahan kimia. c. Penghantar listrik Plastik merupakan penghantar listrik yang sangat rendah sehingga dapat digunakan sebagai penyekat listrik. d. Penghantar panas Plastik digunakan sebagai penghambat panas karena memiliki daya penghantar panas sangat rendah. e. Daya benturan Plastik mengandung daya benturan seperti kekerasan yang terkandung dalan bahan logam. 3) Bahan dasar pembuat plastik a. Termoplastik : mempunyai sifat mencair jika dipanaskan pada suhu tinggi dan cepat kembali pada saat mendingin

16

b. Termisetting plastik : plastik jenis ini tahan pada suhu tinggi, oleh karena itu sering digunakan untuk membuat pegangan panic dan asbak. 4) Keuntungan dan kelemahan bahan plastik dalam pemilihan bahan a. Keuntungan : (1) Jenis plastik sangat beragam jadi mudah didapat serta memiliki harga relatif lebih murah (2) Plastik bersifat tahan lama (awet) dalam berbagai situasi sehingga dapat disimpan dan bertahan dalam waktu yang lama (3) Untuk menghindari demakin banyaknya sampah plastik yang tidak dapat terurai maka diwujudkan dengan memanfaatkan gelas plastik yang sudah tidak terpakai agar gelas plastik sampah menjadi bahan yang lebih berguna. Plastik telah digunakan sebagai bahan pembuat tas, misalnya orang yang senang mengkoleksi tas yang sifatnya casual dan untuk acara santai, banyak yang memilih tas dengan bahan dasar plastik sebagai koleksinya (www. Balipos.com). Selain itu plastik telah banyak digunakan untuk membuat manik-manik yang biasanya digunakan untuk menghiasi leher, pergelangan tangan sebagai penunjang busana. Mode menggunakan manik-manik sebagai aksesoris busana yang kini menjadi trend, sebenarnya sudah dilakukan manusia sejak jaman primitif, walaupun pada masa itu bahan manik-manik tidak berupa kristal dan plastik, tetapi

17

dalam perkembangannya orang banyak menggunakan bahan-bahan salah satunya yaitu plastik. (www.wanita.com.) Menurut insan busana bernama Tiarma telah mewujudkan busana cinta dalam bahan-bahan artificial, seperti bulu binatang dan tas tangan serta topi, sedangkan korsase yang ia buat dari bahan plastik dapat memperlihatkan kerampingan badan sang pemakai. Sarung tangan dan plastikpun melengkapi penampilan busana rancangannya. b. Kelemahan : Kelemahan bahan plastik yaitu tahan terhadap panas, sehingga untuk pembuatan busana bahan plastik tidak memerlukan penyetrikaan atau pengepresan, sesuai sifat plastik yaitu memiliki daya penghantar panas yang sangat rendah. Jadi sebisa mungkin jauhkan dari segala sesuatu yang memerlukan panas karena dapat meleleh. b. Bahan Satin Metalic Bahan yang digunakan untuk membuat suatu busana terdiri dari bahan utama dan tambahan : 1) Bahan utama Jenis bahan atau kain utama yang dipilih selain bahan plastik yaitu bahan satin metallic dan bahan furing, warna yang dipilih yaitu warna biru muda agar kesan warna-warna cerah membuat busana kreasi baru lebih hidup.

18

2) Bahan tambahan Bahan tambahan untuk pembuatan busana kreasi baru ini yaitu bahan vuring sebagai pelapis bahan satin, benang jahit, benang jelujur, viselin, dan busa kom. Jumlah, jenis dan warna bahan ini dipilih sesui dengan bahan utama. c. Cat Decorfin Cristal Clear sebagai desain motif pada gelas plastik 1) Desain motif Desain motif sama halnya dengan mencipta motif yang merupakan pekerjaan menyusun, merangkai, dan memadukan bentuk-bentuk dasar motif ( bentuk berbagai garis) sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah bentuk gambar (motif) baru yang indah, serasi, bernilai seni, serta orisinil. Untuk menghasilkan motif seperti itu tidak terlepas dari kaitan kaidah umum dan kaitan kaidah khusus, kaidah umum adalah syarat-syarat umum yang harus dimengerti, diketahui, dipahami, dikuasai dan dilakukan sebelum mencipta gambar (motif). Ada beberapa kaidah umum yang harus anda pegang. a. Mengetahui dan memahami alat-alat dan fungsinya dalam pembuatan gambar motif. b. Mengetahui, memahami serta merencanakan gambar (motif) secara teknis dan sistematis c. Melakukan berbagai latihan menggambar (motif)

19

Kaidah khusus adalah syarat-syarat khusus yang harus dimengerti, diketahui, dipahami, dikuasai dan dilakukan pada saat menciptakan gambar (motif). Ada beberapa hal yang ada dalam kaidah khusus yaitu : a. Proporsi (Perbandingan) b. Komposisi (Susunan) c. Nilai Seni (Estetika) 2) Menjiplak desain motif dengan cat crystal Dalam menjiplak desain (rancangan) dari suatu motif digunakan

penjiplakan

secara

benar

dan

memperlihatkan

identitas/ciri. Metode penjiplakan yang bisa dilakukan untuk bahan kaca, plastik/gelas plastik, hal ini sangat mudah karena, cat crystal sifatnya langsung mencoret diatas bahan yang tembus terang.

Gambar 4. Desain motif

20

2. Alat-alat ♦ Alat untuk mendesain gambar antara lain : meja, pensil 2B, penggaris skala, penghapus. ♦ Alat untuk proses pembuatan Busana Kreasi Baru Alat yang dipergunakan dalam pembuatan busana kreasi baru yaitu : a. Alat menggambar pola 1. Buku pola atau buku kostum 2. Pensil biasa, pensil merah biru, spidol, atau alat tulis lainnya 3. Skala meter (skala 1:6) 4. Penggaris 5. Kertas dourslag, merah biru dan kertas pola 6. Gunting kertas, karbon jahit, rader, lem kertas, lakban 7. Pita ukur (untuk mengambil ukuran dan membuat pola dasar) b. Alat membuat / menjahit busana kreasi baru 1. Mesin jahit, skoci, spul dan lain-lain 2. Gunting (gunting bengkok, gunting jahit, gunting benang) 3. Alat pendedel 4. Jarum ( jarum mesin, jarum tangan, jarum pentul) 5. Bidal dan penarik benang 6. Kapur jahit 7. Seterika

21

C. Pewarnaan Pada Gelas Plastik 1. Alat pokok terdiri dari : gunting, carter dan meja, cotton bed/kapas 2. Bahan : cat Decorfin Crystal Clear ( bentuknya seperti pasta) dan gelas plastik 3. Proses kerja a. Pembuatan motif Pembuatan motif bisa mendesain diatas kertas gambar atau bisa dengan setting komputer dengan tujuan lebih praktis dan dapat menghasilkan gambar yang lebih variatif (lihat gambar 4 halaman 19) b. Menggunting dan memotong gelas plastik Gunakan gunting dan carter untuk membentuk suatu potongan sesuai desain model c. Pewarnaan (1) Letakan desain motif diatas meja (2) Kemudian letakan gelas plastik yang sudah dipotong sesuai bentuk diatas motif (3) Ambil cat dan motif langsung dijiplak dengan cat (pengecatan harus dengan tangan yang terampil dalam mengecat karena catnya berbentuk pasta) (4) Diamkan ± 2 jam dan lakukan hal yang sama untuk cat warna lain sesuai dengan desain motif (5) Gelas plastik yang sudah dimotif siap pakai (Lihat gambar 4 halaman 19 )

22

D. Proses Pembuatan Busana Kreasi Baru SKEMA PEMBUATAN BUSANA KREASI BARU A. Disain busana kreasi baru dari gelas plastik

B. Persiapan Bahan dan Alat 1. Pemilihan Bahan 2. Persiapan alat untuk proses pembuatan busana kreasi baru 3. Mengecat motif pada gelas plastik

C. Proses Pembuatan Busana Kreasi Baru 1. Mengambil ukuran 2. Membuat pola Kecil skala 1: 6 3. Membuat rancangan bahan dan harga 4. Membuat pola dasar ukuran sebenarnya 5. Merubah pola sesuai model 6. Meletakan pola pada bahan 7. Menggunting pada bahan 8. memberi tanda dan menjelujur 9. Mengepas I 10. Menjahit 11. Menyelesaikan secara keseluruhan 12. Mengepas Terakhir

Hasil

23

Proses pembuatan busana kreasi baru terdiri dari : 1. Mengambil ukuran Dalam membuat busana ukuran menjadi hal yang sangat penting karena mempengaruhi pas atau tidaknya letak busana tersebut pada badan. Mengambil ukuran badan adalah tahap awal dalam pembuatan busana. Untuk dapat mengambil dengan tepat perlu dikuasai terlebih dahulu teknik mengukur yang baik, sebaiknya sebelum mengukur ikatkan tali atau peterban atau elastik kecil pada pinggang untuk pembatas badan atas dan bawah. Usahakan supaya tali tepat dipinggang dan tali tidak bisa dikeataskan dan kebawahkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengambil ukuran yaitu : c. Sikap orang yang akan diambil ukurannya harus dalam keadaan tegap dan tegak d. Orang yang diukur tidak boleh memberi bantuan pada orang yang mengambil ukuran e. Mengukur sebaiknya urut dimulai dari badan bagian atas kemudian badan bagian bawah.

24

Ukuran-ukuran yang diperlukan ialah : 1. Lingkar badan (LB) Diukur pada bagian badan belakang, melalui ketiak hingga melingkari payudara, diambil angka pertemuan meteran dalam keadaan pas. Tambahkan ± 4 cm pada hasil ukurannya. (Diukur dari titik A-B-C-A) 2. Lingkar pinggang (LP) Diukur pada bagian pinggang yang terikat vetter-band, diambil angka pertemuan meteran dalam keadaan pas, tambahkan ± 2 cm pada hasil ukurannya. (Diukur dari titik D-E-F-D) 3. Lingkar leher (LL) Diukur keliling leher, diambil angka pertemuan meteran pada lekuk leher depan bagian bawah (Diukur dari titik H-I) 4. Lebar dada (LD) Di bawah lekuk leher turun ± 5 cm, diukur mendatar dari kerung lengan sebelah kiri sampai kerung lengan sebelah kanan. (Diukur dari titik H-I) 5. Panjang dada (PD) Diukur dari titik G ke bawah sampai dengan batas pinggang ( yang terikat vetter-band) 6. Panjang sisi (PS) Diukur dari bawah kerung lengan kebawah sampai batas pinggang. (Diukur dari titik B-E). 7. Lebar bahu (LB) Gambar 5 Diukur dari batas leher sampai bagian bahu yang terendah (pangkal lengan). (Diukur dari titik KJ)

25

8. Panjang lengan (PL) a. Lengan pendek : Diukur dari ujung bahu/pangkal lengan ke bawah, sampai ± 5 cm diatas siku atau spanjang yang diinginkan. (Diukur dari titik K-L-M) b. Lengan panjang : Diukur dari ujung bahu/pangkal lengan bawah, sampai ± 2 cm di bawah ruas pergelangan tangan atau sepanjang yang diinginkan. (Diukur dari titik K-L-M) 9. Lingkar kerung lengan (KL) Diukur pada keliling kerung lengan dalam keadaan pas, tambahkan ± 4 cm pada hasil ukurannya. (Diukur dari titik K-I-Q-T-K) 10. Lingkar pangkal lengan (LPL) Diukur tepat dibawah ketiak pada pangkal lengan dalam keadaan pas, tambahkan ± 4 cm pada hasil ukurannya. (Diukur dari titik R-S-R di tambah ± 4 cm). 11. Tinggi kepala lengan (TKL) Meteran tidak dilepas dan diukur dari batas kerung lengan (ujung bahu) sampai pangkal lengan (tepat di tempat Lingkar Pangkal Lengan/LPL diukur). (Diukur dari titik S-K) 12. Lingkar lengan (LL) Ukur keliling lengan dalam keadaan pas, tambahkan ± 4 cm pada hasil ukurannya. (Diukur dari titik V-L-V ditambah ± 4 cm) 13. Lingkar pergelangan lengan (LPL) Ukur keliling pergelangan lengan dalam keadaan pas ditambah ± 2 cm atau sesuai dengan model lengannya. (Diukur dari titik M-W-M ditambah ± 2 cm)

Gambar 6

26

14. Jarak payu dara (JPD) Diukur dari puncak payudara sebelah kiri kesebelah kanan. (Diukur dari titik X-Y) 15. Tinggi puncak (TP) Diukur dari pinggang ke atas sampai kurang 2 cm dari puncak payudara. (Diukur dari titik Z-Y) 16. Ukuran pemeriksa (UP) Diukur dari pertengahan pinggang bagian depan, serong melalui payudara kebahu yang terendah, kemudian teruskan kepertengahan pinggang belakang. (Diukur dari titik D-K-P). 17. Panjang punggung (PP) Diukur pada bagian punggung, dari ruas tulang leher yang menonjol di pangkal leher, turun ke bawah sampai batas pinggang bagian belakang. (Diukur dari titik O-P) 18. Lebar punggung (LP) Dari ruas tulang leher turun ± 8 cm, diukur dari kerung lengan sebelah kiri sampai kerung sebelah kanan. (Diukur dari titik T-U) 19. Panjang rok (PR) Diukur dari batas pinggang ke bawah sampai panjang rok yang diinginkan. (Diukur dari titik a-b) 20. Lingkar pinggul (LP) Diukur bagian pinggul yang terbesar, dari ukuran pas ditambah 4 cm (Diukur dari titik d-ed ditambah 4 cm) 21. Tinggi pinggul (T Pi) Diukur dari pinggul yang terbesar ke atas sampai batas pinggang. (Diukur dari titik t-r) 22. Lingkar pinggang rok (LPR) Gambar 7 Diukur pada bagian pinggang yang terikat vetterban, diambil angka pertemuan pada pita meteran dalam keadaan pas. (Diukur dari titik F-E-F)

27

1. Membuat pola kecil skala 1:6 Pembuatan pola diperlukan ukuran badan seseorang atau ukuran standar yang telah ditentukan. Ukuran badan harus lengkap dan sesuai dengan disain/ model busana yang akan dibuat. Ukuran yang diambil diantaranya adalah sebagai berikut : No

Jenis ukuran

Hasil ukuran

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Lingkar badan I/II Lingkar pinggang Lingkar panggul Tinggi panggul Panjang punggung Lebar punggung Panjang rok Panjang sisi Lebar muka Panjang muka Tinggi dada Panjang bahu Lingkar lubang lengan Lebar dada Ukuran uji

82/86 cm 73 cm 95 cm 18 cm 38 cm 33cm 39 cm ½ pj punggung –1cm 30 cm 32 cm 16 cm 12 cm 44 cm 15 cm 92 cm

Tabel 1. Ukuran

Pembuatan pola dasar bisa menggunakan salah satu dari bermacam-macam system pola. Dalam pembuatan busana kreasi baru dari bahan limbah gelas plastik penulis menggunakan metode “Meyneke” dengan garis princess pada kupnat kiri dan kanan.

28

Gambar 8. Pola badan sistem Meyneke Pola dasar badan muka dan belakang skala 1: 6 Keterangan pola dasar badan muka belakang D-Q = ¼ lingkar badan +2cm E-R = D-Q R-S = panjang dada S-T = 1/6 lingkar leher +2cm T-U = 1/6 lingkar leher U-S = kerung leher depan U-V = lebar bahu I-V = turun 4cm T-T’ = Q-D U-V diperpanjang sampai memotong garis T’-E melalui titik V’ U-W = ½ lebar bahu-1cm V’-W’ = ½ lebar bahu –1cm W’-W = lebar kupnat bahu S-X = turun 5 cm (X-X’)+(Y-Y’) V’-Y-D= kerung lengan depan R-Z = ½ lingkar pinggang +2cm+ kupnat 2cm R-K = tinggi puncak K-G = ½ jarak payudara R-L = (K-G)- 1½ cm L-L’ = lebar kupnat Hubungkan titik D-Z

Keterangan pola dasar badan A-B A-C C-D A-E B-F F-G B-G G-H I-H G-J

= panjang punggung = panjang sisi = ¼ lingkar badan +2cm = C-D = naik 2 cm = 1/6 lingkar leher = kerung leher belakang = lebar bahu = ± 4 cm = (½ G-H) – 1 cm

J-J’ = H-H’= lebar kupnat bahu J-K = panjang kupnat bahu B-L = turun 9cm L-M = ½ lebar punggung H’-M-D= kerung lengan belakang A-N = ¼ lingkar pinggang+kup Hubungkan titik D-N A-O = 1/10 lingkar pinggang O-O’ = lebar kupnat Titik P = 5 cm dibawah garis C-D O-P = panjang kupnat

29

Gambar 9. Pola dasar rok muka dan belakang Pola dasar rok muka dan belakang skala 1:6 Keterangan pola dasar rok bagian muka

Keterangan pola dasr rok bagian belakang A-A’ = turun 2 cm A-A’ = turun 2 cm A-B = ¼ lingkar pinggang + 2cm + 1 cm A-B = ¼ lingkar pinggang + 2 - 1 cm A’-C = Tinggi panggul A’-C = Tinggi panggul A-E = Panjang Rok A-E = Panjang Rok C-D = ¼ lingkar panggul+ 1 cm C-D = ¼ lingkar panggul- 1 cm E-F = (C-D) + 5 cm E-F = (C-D) + 5 cm B-D-F = panjang rok sisi B-D-F = panjang rok sisi Menentukan kupnat Menentukan kupnat A’-G = R-L (lihat pola badan depan) A’-G = 1/10 lingkar pinggang G-H = lebar kupnat G-H = lebar kupnat G-I = panjang kupnat G-I = panjang kupnat

30

3. Merubah pola dasar Merubah pola dasar disesuiakan dengan model yang telah dibuat dengan memperhatikan pada model bagian muka dan belakang sesuai yang dikehendaki, perubahannya : a. Pola camisol bagian depan T-T’ = naik 2 cm D-B’ = turun 10cm B-M = L-N= ½ jarak payudara B’-R = kkanan ¼ cm R-X =1/2 R-M E-U = R-M Hubungkan titik M-N-U-I’ dan N-V-W-I’ Tutuplah kupnat Q-N-R dan X-N Besar kupnat titik x ½ cm E -I = turun 5 cm Hubungkan I-Z (lihat gambar 10 halaman 31) b. Pola camisol bagian belakang T-T’ = naik 2 cm B = tetap (menurut selera) E-I = turun 5 cm Hubungkan I-Z (lihat gambar 10 halaman 31) c. Pola rok bagian depan D-X = naik 11 cm (menurut selera) Hubungkan X-F, bentuk sesuai model (lihat gambar 11 halaman 31) d. Pola rok bagian belakang G-X = naik 11 cm (menurut selera) Hubungkan X-F, bentuk sesuai model (lihat gambar 11 halaman 31)

31

Gambar 10. Merubah pola dasar bagian camisol

Gambar 11. Merubah pola dasar rok

32

PECAH POLA BAHAN UTAMA

Gambar 12. Hasil pecah pola dasar badan muka dan belakang

Gambar 13. hasil pecah pola dasar rok muka dan belakang

33

PECAH POLA BAHAN FURING

Gambar 14. Hasil pecah pola dasar badan muka dan belakang

Gambar 15. hasil pecah pola dasar rok muka dan belakang

34

LETAK HIASAN GELAS PLASTIK PADA KAIN

Gambar 16. Letak hiasan gelas plastik pada pola badan muka dan belakang

Gambar 17. Letak hiasan gelas plastik pada rok muka dan belakang

35

LETAK HIASAN PAYET PADA KAIN

Gambar 18. Letak hiasan payet pada pola badan muka dan belakang

Gambar 19. Letak hiasan payet pada rok muka dan belakang

36

2. Membuat rancangan bahan dan harga a. Merancang bahan Merancang bahan dan harga fungsinya untuk memperkirakan banyaknya keperluan bahan utama, bahan pelengkap dan bahan pembantu serta mengetahui biaya yang diperlukan untuk membuat suatu busana fungsinya untuk menghindari pemborosan dengan cara meletekan pola secara tepat serta menghindari kesalahan pada waktu meletakan pola pada bahan atau kain yang sebenarnya. Langkah-langkah dalam merancang bahan : (1) Menyiapkan pola kecil yang telah diubah sesuai mode dan diberi tanda-tanda Tengah Muka (TM), Tengah Belakang (TB) dan memperhatikan arah serat kain (2) Meletakan pola skala 1:6 diatas kertas payung yang diumpamakan sebagai kain. Pola-pola besar diletakan lebih dahulu baru pola kecil yang dilengkapi dengan tanda-tanda pola (3) Meletakan pola yang disesuaikan dengan arah serat kain. Antara pola satu dengan yang lainnya diberi jarak untuk tambahan jahitan atau kampuh.

37

b. Merancang harga Merancang harga gunanya untuk mengetahui biaya yang diperlukan dalam pembuatan busana kreasi baru. Daftar Rancangan Harga No. Nama bahan 1.

Jumlah bahan

Harga satuan

Jumlah harga

1,5m

Rp 28.000

Rp 56.000

a. Kain vuring

1m

Rp 5.000

Rp

5.000

b. Mungkum/ kom

1ps

Rp 5.000

Rp

5.000

c. Tutup tarik jepang

1bh

Rp 1.700

Rp

1.700

d. Benang jahit

2bh

Rp

750

Rp

1.500

e. Benang jelujur

1bh

Rp

500

Rp

500

f. Cat decorffin 1

2 bh

Rp 32.000

Rp 64.000

Cat decorffin 2

1 bh

Rp 23.000

Rp 23.000

Rp 10.000

Rp 10.000

Bahan utama a. Kain satin

2.

Bahan pembantu

g. Payet /mote

3.

h. Tali

4m

Rp

3.000

Rp 12.000

i. Pelengkap (sepatu)

1ps

Rp 100.000

Rp 100.000

j. Mata ayam

12bh

Rp

200

Rp

2.400

k. Kancing kait

1bh

Rp

200

Rp

200

l. Kain gula

1m

Rp

8.500

Rp

8.500

m. Balen

1m

Rp

2.000

Rp

2.000

a. ongkos desain

-

-

Rp 50.000

b. Ongkos pengecatan

50 hari

Rp 20.000

Rp1000.000

c. Ongkos jahit

5 hari

Rp 50.000

Rp 250.000

Total harga

Rp1.591.800

Tabel 2. Daftar rancangan harga

38

3. Meletakan pola pada bahan Meletakan pola pada bahan harus teliti dan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : c. Memperhatikan arah serat d. Melipat bahan menjadi dua bagian kearah buruk kain atau kebagian baik sesuai dengan teknik memindahkan tanda pola pada bahan e. Meletakan pola dari bagian tepi kemudian kebagian tengah agar jika ada tersedia bahan semua terkumpul dibagian tengah f. Meletakkan pola sesuai dengan tanda pola mulai dari pola yang besar kemudian pola yang kecil letakkan sehemat mungkin, beri tambahan jahitan atau kampuh 4. Menggunting pada bahan Setelah pola diletakkan pada bahan dengan benar langkah selanjutnya adalah memotong bahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan : b. Menggunting dari bagian yang paling ujung baru kemudian kabagian tengah c. Posisi gunting dalam keadaan tegak agar hasil guntingan bahan antar lebar atas dan lebar bawahnya sama d. Bahan tidak boleh diangkat 5. Memberi tanda dan menjelujur Cara memberi tanda pola pada bahan dengan rader, menggunakan karbon jahit, dapat pula menggunakan kapur jahit ataupun dijelujur bila

39

kain tidak dapat dirader. Tanda pola harus jelas dan rapi untuk memudahkan ketika menjahit. 6. Mengepas (Fitting) Mengepas atau fitting menunjukan pas tidaknya sebuah bentuk busana dalam hubungannya dengan orang yang memakainya. Busana yang nyaman dipakai adalah busana yang mempunyai ukuran tepat. Cara yang dilakukan dalam mengepas yaitu mencoba memakainya, bergerak dan berputar untuk melihat bagaimana letak busana pada badan bila berdiri, sedang duduk, dan bergerak. Melihat dengan pasti apakah busana tersebut sudah pas atau belum ditubuh sipemakai 7. Menjahit a. Letakan kain mori gula pada potongan kain strples dengan dipres menggunakan setrika dengan panas cukup tepat pada garis pola, meletakan mori gula dengan setrika ditekan-tekan pada bahan jangan digesek karena mori gula akan bergeser ukurannya.

Gambar 20. Melekatkan kain gula pada bahan utama

40

c. Menjahit garis prinses kiri dan kanan dan sisi badan bagian muka dan belakang , jahit juga garis prinses pada kain furing.

Gambar 21. Menjahit garis prinses kiri dan kanan dan sisi badan bagian muka dan belakang , jahit juga garis prinses pada kain furing.

d. Memasang balein pada garis princess, dipasangkan dengan kain serong atau bisban yang di jahitkan pada kampuh garis prinses bagian kain utama

Gambar 22. Memasang balen pada garis princess, dipasangkan dengan kain serong atau bisban yang di jahitkan pada kampuh garis prinses bagian kain utama

41

d. Memasang busa kom pada bagian kain furing dengan dijelujur atau dijahitkan tepat pada tinggi dada muka kanan dan kiri kain furing

Gambar 23. Memasang busa kom pada bagian kain furing dengan dijelujur atau dijahitkan tepat pada tinggi dada muka kanan dan kiri kain furing

e. Menyatukan dan menjahit kain furing dengan bahan utama pada bagian atas saja

Gambar 24. Menyatukan dan menjahit kain furing dengan bahan utama pada bagian atas saja

42

f. Menata dan menjahit gelas plastik pada bagian muka dan belakang yang sudah diberi tanda

Gambar 25. Menata dan menjahit gelas plastik pada bagian muka dan belakang yang sudah diberi tanda

g. Menyatukan kembali dan menjahit tengah belakang badan

Gambar 26 Menyatukan kembali dan menjahit tengah belakang badan

43

h. Menjahit kup muka dan belakang dan sisi rok sebelah kanan dan sebelah kiri

Gambar 27. Menjahit kup muka dan belakang dan sisi rok sebelah kanan dan sebelah kiri

i. Menjahit tengah belakang rok dan memasang ritseleting

Gambar 28. Menjahit tengah belakang rok dan memasang ritseleting

44

j. Menyatukan kain furing dan bahan utama pada bagian ritseleting dengan tusuk jelujur

Gambar 29. Menyatukan kain furing dan bahan utama pada bagian ritseleting dengan tusuk jelujur

k. Menata dan menjahit gelas plastik pada rok yang sudah diberi tanda

Gambar 30. Menata dan menjahit gelas plastik pada rok yang sudah diberi Tanda

45

l. Menjahit ban pinggang

Gambar 31. Menjahit ban pinggang

8. Menyelesaikan secara keseluruhan a. Membuat mata ayam pada tengah belakang badan b. Mengelim pada bagian bawah rok suai dan mengesum pada bagian furing ritseleting belakang, memasang kancing kait c. Memasang mute pada bawah streples dan rok d. Merapikan dan menyempurnakan hasil jahitan e. Membersihkan benang-benang yang tersisa pada camisol dan rok 9. Pengepasan terakhir E. Pelengkap Busana Kreasi Baru Pelengkap busana (accessories adalah semua yang kita tambahkan pada busana untuk melengkapi pada saat mengenakan busana sehingga penampilan semakin menarik, pelengkap busana terdiri dari :

46

1. Pelengkap busana praktis ( primer ) Semua pelengkap yang disamping mempunyai fungsi untuk memperindah penampilan tetapi mempunyai fungsi khusus untuk melindungi tubuh si pemakai, misalnya : sepatu/sandal, topi, kacamata, tas, arloji, sarung tangan dan lain-lain. (Sri Widarwati, 1993:33) 2. Pelengkap busana estetis ( sekunder ) Pelengkap busana yang hanya memenuhi fungsi memperindah busana yang dikenakan. Pelengkap busana sekunder bila tidak dikenakan, tidak akan mempengaruhi penampilan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh : perhiasan, (kalung, cincin, anting, gelang). (Sri Widarwati, 1993:3) Pelengkap busana yang digunakan pada pembuatan busana kreasi baru ini adalah sepatu, anting, dan kalung dengan korsase yang dibuat dari bahan plastik.

Gambar 32. Macam-macam pelengkap

47

F. Pemeliharaan Busana kreasi Baru dari Limbah Gelas Plastik Busana sangat perlu mendapatkan pemeliharaan agar kebersihan serta keindahannya tetap terjaga, selain itu untuk kepentingan kesehatan, pakaian yang bersih akan nyaman dipakai dan bisa lebih tahan lama bila dibandingkan dengan pakaian yang jarang dibersihkan. Cara memelihara busana kreasi baru ini yaitu dengan pencucian kering (dry clean) dapat dilakukan dengan mesin khusus dry clean dengan teknik mengelap menggunakan bahan kimia dry clean agar tidak rusak. Pencucian atau dry clean hanya dilakukan pada bagian kain/bahan tekstil (satin metalik) karena kotoran berupa keringat biasa terdapat pada sekitar ketiak atau lingkar bahan, pencucian harus secara hati-hati agar tidak rusak dan terhindar goresan yang tidak diinginkan. Kotoran pada bahn plastik biasanya berupa debu saja dan cara membersihkannya yaitu dengan kuas halus disapukan diatas permukaan bahan gelas plastik. penyertikaan dilakukan pada kain dalam yaitu kain furing secara hati-hati dengan panas kecil/sedang. Jadi untuk penyertikaan cukup pada bagian dalam selain bahan plastik. Busana kreasi baru dari gelas plastik dapat disimpan dalam almari khususnya penyimpanan pakaian dengan digantung memakai gantungan pakaian atau hanger. Beri kelonggaran antara busana yang satu dengan busana lain agar tidak rusak. Bisa diberi pewangi atau kapur barus agar tehindar dari serangga yang dapat merusak pakaian seperti kecoa, dan ngengat. Busana ini sebaiknya secara periodic dikeluarkan dari lemari dan diangin-anginkan untuk menghindari kelembaban.

48

G. Hasil dan Pembahasan a. Hasil 1. Masalah Pola Pembuatan busana kreasi baru dua potong (two piece) menggunakan sistem meyneke dapat diperoleh hasil yaitu garis (princess) pada bagian depan dan belakang busana tepat pada badan, garis pinggang tepat dan garis pada sisi tepat. Pola sistem meyneke banyak digunakan dan cocok untuk tubuh gemuk maupun kurus khususnya yang mempunyai buah dada besar, karena pola meyneke dapat membentuk tubuh si pemakai lebih bagus dan dapat menutupi kekurangan bentuk tubuhnya, jika tepat saat pengambilan ukuranya. Detail pola meyneke lebih banyak bila dibandingkan dengan pola sistem lainnya (sebagai contoh pola praktis cuma sedikit detail polanya bila dibandingkan dengan pola sistem meyneke), dan pola yang sedikit detail polanya juga bisa menghasilkan hasil yang bagus, namun hal itu juga tergantung pada pemahaman dan penguasaan terhadap berbagai macam jenis pola, bila lebih menguasai salah satu jenis pola dengan baik maka dapat menghasilkan hasil busana yang baik pula. 2. Pemakaian Bahan Bahan yang digunakan untuk mmbuat busana kreasi baru yaitu limbah gelas plastik (contohnya gelas plastik Aqua) sebagai bahan utama, gelas plastik dipilih karena pada dasarnya gelas plastik banyak dimanfaatkan

49

dalam berbagai keperluan sehari-hari sebagai contoh untuk bungkus makanan, minuman ringan, jas hujan dan lain-lain, tetapi masih jarang digunakan dibidang busana maka limbah gelas plastik dipilih sebagai bahan daur ulang yang perlu dikembangkan menjadi barang yang lebih berguna dan memiliki nilai yang tinggi. Bahan yang digunakan yaitu gelas plastik sebagai bahan untuk kamisol dan rok suai serta kain satin untuk melapisi agar tidak kelihatan transparan pada bahan gelas plastik sehingga tampak berkilau untuk memberi kesan mewah pada busana kreasi baru. 3. Proses Pembuatan a. Busana kreasi baru Proses pembuatan busana kreasi baru dari limbah gelas plastik yaitu pengambilan ukuran, pembuatan pola dan merubah sesuai model, memotong bahan sesuai rancangan bahan, setelah kain dipotong semua garis rader di jelujur terlebih dahulu karena bahan sangat licin dan mudah bergeser. Bahan satin dilapisi dengan kain furing agar tidak kelihatan transparan dan si pemakai nyaman, antara kain satin dan furing harus distukan dengan dijelujur terlebih dahulu. Berikutnya yaitu menjahit dan mengepas I (pertama) ternyata terdapat kekurangan pada pengepasan pertama, yaitu pada bagian pinggang dan perut masih ada sedikit lekuk –lekuk, untuk bagian panggul sudah pas. Kemudian memperbaiki kesalahan pada pengepasan pertama dan terakhir yaitu penyelesaian.

50

b. Hiasan dengan cat warna Pembuatan pada busana kreasi baru yaitu dengan cara mendesain sebuah motif dengan cat decorffin crystal diatas gelas plastik sesuai ukuran motif yang sudah dipotong-potong, apabila cat sudah kering kemudian diratakan tepi-tepinya dengan gunting. Setelah selesai kemudian dijahit satu demi satu

membentuk

lingkaran (untuk

bagian camisol) dan membentuk setengah lingkaran jika dilihat dari tampak depan dan jika dilihat dari tampak samping membentuk lingkaran penuh (untuk bagian rok) c. Teknik Penyelesaian Teknik penyelesaian yang digunakan adalah kampuh buka pada kain satin dan untuk kain furing, gelas plastik dijahit sesuai desain yang telah ditentukan., dan untuk penyelesaian kelim dengan tusuk jelujur sembunyi. Tepi bawah camisol di sum dengan tusuk sembunyi dan bawah rok kain satin dibordir sedangkan bagian dalam rok kain furing disum dengan tusuk sembunyi. Memasang kancing kait dan atas tutup tarik dengan tusuk festoon/tusuk balut. b. Pembahasan Penggunaan bahan plastik menjdi bahan busana kreasi baru yang merupakan suatu inovasi baru dalam dalam bidang busana yaitu membuat suatu hasil busana yang menarik perlu ditambah dengan hiasan-hiasan dan payet/mote untuk memperidah busana. Hiasan yang cocok untuk diterapkan pada bahan plastik yaitu pengecatan dengan desaian motif daun

51

karena motif daun dapat divariasi menurut bentuk dan ukuran. Pembuatan busana kreasi baru ini menggunakan pola sistem myneke akan memperoleh hasil yang bagus bila dalam pengambilan ukurannya tepat. Model camisol dan rok sederhana sehingga terkesan simple dan mewah yang terdiri dari camisol dengan rok dan menggunakan tali (untuk camisol) dan ritsleting (untuk rok), garis hias princess di kedua sisi badan muka dan belakang, tampak sempurna dan pas dibadan si pemakai diberi penegak (balein) dan busa dada/mungkum. Teknik jahitnya mudah hanya saja pada pemasangan hiasan bagian rok sangat sulit, pemasangan hiasan gelas plastik pada bahan utama rok sudah dijahit yaitu; bagian sisi, bagian tengah belakang dan ritsleting sudah terpasang selanjutnya hiasan gelas plastik dipasang serta dijahit. Lamanya pembuatan busana ini memerlukan waktu 11/2 - 2 bulan karena lamanya proses pengecatan sehingga menghabiskan biaya Rp1.591.800. Penyelesaiannya dengan kampuh buka untuk bahan satin dan furing. Pengepasan busana kreasi baru memperoleh hasil: garis busana tepat, garis pinggang tepat dan garis sisi tepat. Pemeliharaan busana kreasi baru dari gelas plastik cukup dengan pencucian kering (dry cleaning) pada bagian kain satin untuk untuk membersihkan bahan plastik cukup dengan kuas karena kotoran pada plastik biasanya hanya berupa bebu penyimpanan dalam almari atau tempat penyimpanan pakaian, digantung dan secara periodic dikeluarkan atau diangin-anginkan untuk menghindari kelembaban.

52

Pembuatan busana kreasi baru dari gelas plastik, tentunya menemui hambatan dan kesulitan antara lain sebagai berikut: 1. Proses pengecatan pada plastik memerlukan waktu yang lama. Percobaan ini dilakukan berulang-ulang, saat proses pengecatan langsung diatas plastik dengan menjiplak motif yang suadah ditentukan. 2. Pemotongan gelas plastik membutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam memotong dan menggunting. 3. Penjahitan busana ini memerlukan kesabaran dalam menjahit karena hiasannya penuh pada bagian rok dan membentuk lingkaran bila tampak dari samping sehingga dalam menjahit apabila bergeser/memutar sangat sulit jika tidak telaten karena plastik memiliki sifat kaku.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan 1.Proses pembuatan busana kreasi baru dengan hiasan motif dari cat decorffin pada skema proses pembuatan busana kreasi baru (halaman 32) dan disesuaikan dengan teknik jahit yang digunakan yaitu kampuh buka disetik lepas untuk kain satin dan abutai (vuring). 2. Pembuatan hiasan motif dengan pewarna cat decorffin, pembuatan hiasan ini disesuaikan pada desain motif daun dan hiasannya membentuk seperti bunga gerbera, pemasangan hiasan gelas plastik yaitu bahan utama rok, sudah dijahit pada bagian sisi, tengah belakang dan ritsleting sudah terpasang selanjutnya hiasan gelas plastik dipasang serta dijahit. Lamanya pembuatan busana ini memerlukan waktu 11/2 - 2 bulan karena lamanya proses pengecatan sehingga menghabiskan biaya Rp1.591.800. Dengan diberi hiasan lain yaitu payet yang membentuk rumbai (untuk camisol) sedangkan jaring dan rumbai pada bagian bawah rok. 3. Pemeliharaan busana kreasi baru dari bahan gelas plastik pada hiasan pewarnaan cat decorffin yaitu pencucian secara kering (dry cleaning) menggunakan mesin khusus dry clean pada bagian bahan kain serta teknik pengelapan menggunakan bahan kimia, bahan plastik tidak perlu dicuci cukup dibersihkan dengan kuas. Penyertikaan harus dilakukan secara hatihati, setrika dengan temperatur rendah, penyimpanan dalam almari dengan

53

54

cara digantung, beri kelonggaran dan secara periodic dikeluarkan untuk menghindari kelembaban B. Saran 1. Pemanfaatan limbah dari bahan gelas plastik dibidang busana merupakan satu inovasi baru yang menarik untuk dikembangkan, karena limbah gelas plastik merupakan bahan yang mencemarkan lingkungan sehingga bahan ini mudah didapat dan harganya relatif murah namun sedikit penggunaannya dalam dunia busana, untuk meningkatkan nilai ekonomi dari bahan plastik perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut sehingga muncul ide-ide baru yang menambah wawasan berbusana. 2. Pewarnaan cat decorffin pada gelas plastik sebagai hiasan pada busana ternyata dapat menghasilkan busana yang menarik dan terkesan mewah, maka perlu ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilan, sehingga dapat menerapkannya dalam bentuk busana yang lebih berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA APPMI. 2004. Ragam Busana Pesta. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Djati Pratiwi, dkk. 2001. Pola Dan Pecah Pola Busana. Yogyakarta : Kanisius Ensiklopedia Indonesia. 1997 : Kanisius. MGMP Muatan Lokal Kodya Semarang. 1994. Ketrampilan Tata Busana SLTP. Semarang : Permata Fajar Mandiri. Poespo, Goet. 2005. Andrawina. Koleksi Gaun Pesta Kontemporer. Yogyakarta : Kanisius. Poespo, Sanny 2003. Gaya Busana Pesta, Yogyakarta : Kanisius. Poespo, Goet. 2000. Semarak Busana Stropless Camisol. Yogyakarta : Kanisius. Soekarno. 2000. Buku Penuntun Membuat Pola Busana Tingkat Dasar. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Suhersono, Hery. 2004. Desain Motif . Jakarta : Puspa Swara. Santoso, Ananda & Priyanto S . 1995. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika. Sulchan, Yasyin. 1997 : Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Amanah Sastrodiwiryo, Hery Cahyo. 2002. Kreasi Bunga Dan Sedotan. Jakarta: Puspa Swara. Subandi, Endang. 1980. Pengetahuan Barang Tekstil. Jakarta : Depdikbud Sulistio, Hartatiati Dra. Hj, 2005. Rancangan Busana Terampil Membentuk Pribadi Mempesona. Semarang : UPT Percetakan Penerbit UNNES Press. www. Google: Bahan plastik. Meninjau segi Positif penggunaan plastik (27-122005) www. Google: Bahan plastik. Bali pos. Prof. Madya Rahmat Awang. Bahaya bahan kimia dalam pembungkus plastik (27-12-2005) www. Google: Limbah. Sampah (27-12-2005) www. Google: Wanita. Kreasi baru. Anne Avantie (27-12-2005)

55

56

LAMPIRAN 1 CONTOH BAHAN Bahan Gelas Plastik

Bahan furing

Bahan Satin

Tali Kur

Mote/payet

Mote/ payet

Cat Decorffin Cristal

Mote/payet

57

LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI ALAT

58

LAMPIRAN 3 RANCANGAN BAHAN UTAMA (SATIN METALIK) SKALA 1 : 6

59

LAMPIRAN 4 RANCANGAN BAHAN FURING (ERO) SKALA 1 : 6

60

LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI PROSES PENGECATAN

Tahap pengecatan pertama

Tahap pengeringan

61

LAMPIRAN 6 DOKUMENTASI PROSES PENGECATAN

Tahap pengecatan kedua

Tahap pengeringan

62

LAMPIRAN 7

PEMANFAATAN LIMBAH GELAS PLASTIK PADA BUSANA KREASI BARU

Foto Tampak Depan

63

LAMPIRAN 8

PEMANFAATAN LIMBAH GELAS PLASTIK PADA BUSANA KREASI BARU

Foto Tampak Samping

64

LAMPIRAN 9 PEMANFAATAN LIMBAH GELAS PLASTIK PADA BUSANA KREASI BARU

Foto Tampak Belakang

65

LAMPIRAN 10 BAHAN PLASTIK YANG SUDAH DIWARNA

Contoh gelas plastik yang dicat

66

PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN

Yang bertanda tangan dibawah ini pembimbing Tugas Akhir dari mahasiswa: Nama

: ………………………………………..

NIM

: ………………………………………..

Program Studi : ……………………………………….. menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah SELESAI bimbingan tugas akhirnya yang berjudul: ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………… dan tugas akhir tersebut siap untuk DIUJIKAN. Semarang, …………………….. Mengetahui,

Pembimbing

Ketua Program studi,

…………………………….

……………………………….

NIP ……………………….

NIP ………………………….

67

PERNYATAAN SELESAI REVISI

Telah selesai melakukan revisi dengan penguji I pada: Hari

: …………………………….

Tanggal

: ……………………………..

Penguji I,

Dra. Sri Endah W, M.Pd NIP. Telah selesai melakukan revisi dengan penguji II pada: Hari

: ……………………………..

Tanggal

: ……………………………..

Penguji II,

Dra. Urip W, M.Pd NIP.

PENGARUH ASAL SEKOLAH TERHADAP PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH ILMU UKUR TANAH MAHASISWA PROGRAM D III TEKNIK SIPIL SEMESTER II FAKULTAS TEKNIK UNNES TAHUN AJARAN 2004/2005 S K R I P S I Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Teknik Bangunan Pada Universitas Negeri Semarang Oleh : Slamet Budiharjo NIM. 5114990027

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005

PENGESAHAN KELULUSAN “PENGARUH ASAL SEKOLAH TERHADAP PARTISIPASI DAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH ILMU UKUR TANAH MAHASISWA PROGRAM D III TEKNIK SIPIL SEMESTER II FAKULTAS TEKNIK UNNES TAHUN AJARAN 2004/2005”

Nama Nim

Oleh : : Slamet Budiharjo : 5114990027

Telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada : Hari : Sabtu Tanggal : 17 Desember 2005 Susunan Panitia Ujian Skripsi Ketua

Sekretaris

Drs. Lashari, MT NIP. 131471402

Drs. Supriyono NIP. 131571560

Pembimbing I

Anggota Penguji

Ir. Ispen Safrel, M. Si NIP. 131781327

1. Ir. Ispen Safrel, M. Si NIP. 131781327

Pembimbing II

2. Drs. Yeri Sutopo, M.Pd, M.T NIP. 131658244 Drs. Yeri Sutopo, M.Pd, M.T NIP. 131658244 3. Ir. Saratri Wilonoyudho, M. Si NIP. 131781317 Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753 ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO 1.

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ( Ar- Ara’d : 11).

2.

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih ( Ibrahim : 7).

3.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali (Mame).

4.

Mencoba adalah pengalaman, tidak selamanya pengalaman itu gagal (Mame).

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang terdekatku yaitu: 1.

Bapak dan Ibuku tercinta yang telah banyak mencurahkan segenap kasih sayang serta dukungannya dalam semua kehidupanku.

2.

Belahan jiwaku, Ayun yang juga banyak memberikan dukungan baik moril maupun materiil sehingga aku tetap dapat melewati hari-hariku dengan penuh kebahagiaan dan kedamaian.

3.

Kakak-kakaku tercinta, Mba Diyah, Mba Eni dan Mba Rus yang juga ikut berperan dalam penyelesaian studiku.

4.

My the best friend Sithong dan Abas sebagai kelompok tiga serangkaiku iii

SARI Slamet Budiharjo (2005), “Pengaruh Asal Sekolah Terhadap Partisipasi Dan Hasil Belajar Ilmu Ukur Tanah Mahasiswa Program DIII Teknik Sipil Semester II Fakultas Teknik UNNES Tahun Ajaran 2004/2005”. Skripsi, Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. KATA KUNCI: Hasil Belajar IUT, Partisipasi Mahasiswa. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menjelaskan perbedaan asal sekolah terhadap pertisipasi dan hasil belajar mata kuliah Ilmu Ukur Tanah mahasiswa program studi D III Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES. Penelitian ini menggunakan metode Expost facto yaitu penelitian yang menggunakan dan mengumpulkan datanya dari dokumentasi yang telah ada atau cara- cara lain yang sejenis. Populasi yang digunakan adalah semua Mahasiswa Program DIII Teknik Sipil Semester II Fakultas Teknik UNNES Tahun Ajaran 2004/2005. Metode pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi untuk daftar nama mahasiswa, metode tes untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa dan metode observasi untuk mengambil data tentang partisipasi mahasiswa. Analisa yang digunakan adalah sistem uji t. Berdasarkan anlisis data untuk menguji hipotesis pertama diperoleh thitung >ttabel (5,051>1,69), maka hipotesis dinyatakan diterima artinya asal sekolah berpengaruh terhadap hasil belajar mahasiswa yaitu mahasiswa asal SMK lebih baik hasil belajarnya disbanding mahasiswa asal SMU. Berdasarkan anlisis data untuk menguji hipotesis kedua diperoleh nilai thitung >ttabel (1,938>1,69), maka hipotesis diterima yang berarti asal sekolah juga berpengaruh terhadap partisipasi mahasiswa yaitu mahasiswa asal SMK lebih tinggi partisipasinya disbanding mahasiswa asal SMU.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang senantiasa ditunggu syafaatnya di yaumil kiamat. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Asal Sekolah Terhadap Partisipasi dan Hasil Belajar Ilmu Ukur Tanah Mahasiswa Program DIII Teknik Sipil Semester II Fakultas Teknik UNNES Tahun Ajaran 2004/2005” disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari s/d 25 April 2005 di DIII Teknik Sipil Semester II Fakultas Teknik UNNES. Skripsi disusun guna melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana pendidikan di Jurusan Teknik Bangunan Universitas Negeri Semarang. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Soesanto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang; 2. Drs. Lashari, MT, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang; 3. Ir. Ispen Safrel M. Si, sebagai Pembimbing I yang telah memberikan motivasi membimbing, memberikan petunjuk dan saran yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini; 4. Drs. Yeri Sutopo, M. Pd, MT. sebagai Pembimbing II yang telah banyak membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini; Akhirnya diharapkan semoga skripsi ini berguna bagi mahasiswa maupun dosen khususnya pada program studi penddikan teknik Bangunan Universitas Negeri Semarang Semarang, November 2005 Penulis

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................

i

PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................

ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................

iii

SARI.................................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR .....................................................................................

v

DAFTAR ISI....................................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

viii

DAFTAR TABEL............................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

x

BAB I

PENDAHULUAN ..........................................................................

1

1.1 Latar Belakang .........................................................................

1

1.2 Batasan Masalah ......................................................................

2

1.3 Permasalahan ...........................................................................

3

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................

4

1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................

4

1.6 Sistematika Skripsi...................................................................

5

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS .......................................

6

2.1 Kajian Pustaka.........................................................................

6

2.1.1

Pengertian Belajar ..............................................................

6

2.1.2

Tranfer Belajar ...................................................................

8

2.1.3

Hasil Belajar.......................................................................

10

2.1.4

Asal Sekolah ......................................................................

13

2.1.5

Patisipasi Mahasiwa Dalam Proses Belajar Mengajar .......

16

2.1.6

Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah...........................................

18

2.1.7

Tinjauan Tentang Konsep Trigonometri............................

20

BAB II

vi

2.2 Kerangka Berpikir....................................................................

26

2.3 Hipotesis...................................................................................

28

METODE PENELITIAN...............................................................

29

3.1 Prosedur Pelaksanaan Penelitian..............................................

29

3.2 Populasi dan Subjek .................................................................

29

3.3 Variabel Penelitian ...................................................................

29

3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................

30

3.4.1 Metode Dokumentasi...........................................................

30

3.4.2 Metode Tes ........................................................................

30

3.4.3 Metode Observasi ...............................................................

30

3.5 Analisis Perangkat Tes.............................................................

31

3.5.1

Validitas Tes ......................................................................

31

3.5.2

Reliabilitas Tes...................................................................

32

3.5.3

Tingkat Kesukaran Soal ....................................................

33

3.5.4

Daya Pembeda....................................................................

33

3.6 Analisis Data ............................................................................

35

3.6.1

Jika varian kedua sampel sama ..........................................

35

3.6.2

Jika varian tidak homogen .................................................

36

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................

37

4.1 Hasil Penelitian ........................................................................

37

4.2 Uji Hipotesis ............................................................................

40

4.3 Pembahasan..............................................................................

41

4.4 Keterbatasan Penelitian............................................................

44

PENUTUP.......................................................................................

45

5.1 Kesimpulan ..............................................................................

45

5.2 Saran.........................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

48

LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................

49

BAB III

BAB IV

BAB V

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 1 Segitiga Siku-siku ..........................................................................

20

Gambar. 2 Diagram Kuadran ...........................................................................

21

Gambar. 3 Segitiga AOB dengan sudut α = 30o ..............................................

22

Gambar. 4 Segitiga AOB dengan sudut α = 60o ..............................................

23

Gambar. 5 Segitiga AOB dengan sudut α = 45o ..............................................

23

Gambar. 6 Koordinat Cartesius........................................................................

24

Gambar. 7 Koordinat Polar ..............................................................................

25

Gambar. 8 Hubungan Antara Koordinat Cartesius dan Kutub ........................

25

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Posisi Kwadran ...............................................................................

21

Tabel 2. 2 Besar Sudut Istimewa......................................................................

24

Tabel 3. 1 Tingkat Kesukaran Soal ..................................................................

33

Tabel 3. 2 Daya Pembeda Soal ........................................................................

34

Tabel 3. 3 Daftar Soal yang Dipakai dan Dibuang ..........................................

35

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Test Mahasiswa Asal SMU ...........................

37

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi Test Mahasiswa Asal SMK ...........................

38

Tabel 4. 3 Distribusi Frekuensi Sikap Partisipasi Mahasiswa Asal SMU .......

39

Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Sikap Partisipasi Mahasiswa Asal SMK .......

39

Tabel 4. 5 Uji t Hasil Belajar…………………………………………………

40

Tabel 4. 6 Uji t Partisipasi…………………………………………………….

41

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Soal Tes ......................................................................

49

Lampiran 2. Instrumen Observasi ...................................................................

56

Lampiran 3. Daftar Mahasiswa .......................................................................

59

Lampiran 4. Hasil Analisis Uji Coba Soal ......................................................

60

Lampiran 5. Perhitungan Validitas Butir…………………………………….

62

Lampiran 6. Perhitungan Reabilitas Instrumen……………………………...

64

Lampiran 7. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal…………………………..

65

Lampiran 8. .Perhitungan Daya Pembeda Soal ………………………………

66

Lampiran 9. Data Observasi............................................................................

67

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Parisipasi .....................................................

70

Lampiran 11. Uji Normalitas Data Hasil Observasi .......................................

71

Lampiran 12. Uji Kesamaan Dua Varians Data Observasi.............................

73

Lampiran 13. Uji Perbedaan Dua Rata – Rata Hasil Observasi......................

74

Lampiran 14. Distribusi Frekuensi Partisipasi ………………………………

75

Lampiran 15. Konversi Angka Partisipasi……………………………………

76

Lampiran 16. Menentukan Kriteria Sikap Partisipasi ......................................

78

Lampiran 17. Rekapitulasi Data Hasil Belajar.................................................

79

Lampiran 18. Uji Normalitas Data Hasil Tes...................................................

80

Lampiran 19. Uji Kesamaan Dua Varians Data Tes ........................................

82

Lampiran 20. Uji Perbedaan Dua Rata – Rata Hasil Tes.................................

83

Lampiran 21. Distribusi Frekuensi Nilai……………………………………...

84

Lampiran 22. Konversi Angka Hasil Belajar…………………………………

86

Lampiran 23. Keputusan Dekan Fakultas Teknik Tentang Penetapan Dosen Pembimbing ................................................................................

87

Lampiran 24. Surat Keterangan Telah Selesai Bimbingan ..............................

88

Lampiran 25. . Surat Keterangan Telah Seminar Proposal..............................

89

Lampiran 26. Surat Tugas ................................................................................

90

x

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Mata kuliah Ilmu Ukur Tanah berjumlah 2 SKS, yang merupakan salah satu

mata kuliah dasar umum (MKDU) yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa pada Prodi D III T. Sipil di Uniersitas Negeri Semarang. Mata kuliah ini diharapkan mampu membekali mahasiswa dalam dalam bidang pengukuran baik secara teori maupun praktek. Para pengampu adalah dosen-dosen pada Prodi Pendidikan Teknik Bangunan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Salah satu mata diklat di SMK adalah survai dan pemetaan yang sering disebut Ilmu Ukur Tanah yaitu ilmu yang mempelajari berbagai macam pengukuran di atas bumi, dan ini dilanjutkan dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah di perguruan tinggi khususnya UNNES. Sedangkan salah satu mata pelajaran di SMU adalah Matematika yang mempelajari berbagai macam perhitungan. Salah satu diantaranya adalah sub pokok bahasan trigonometri yaitu bahasan yang mempelajari tentang pengetahuan sudut yang kemudian memungkinkan adanya transfer belajar dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah di perguruan tinggi. Matematika merupakan ilmu penalaran yang tersusun secara hirarki, sehingga untuk belajar matematika harus dilakukan secara kontinyu dan berurutan. Matematika mempunyai peranan penting dalam segala mata pelajaran terutama mata pelajaran yang menyangkut perhitungan seperti Ilmu Ukur Tanah.

1

2

Ilmu Ukur Tanah (IUT) merupakan salah satu mata kuliah yang dianggap sulit dan rumit oleh sebagian mahasiswa, pengalaman menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah. Dalam mata kuliah IUT yang diajarkan di Perguruan tinggi metode yang digunakan adalah metode teori dan praktek. Metode teori banyak melibatkan perhitungan, sehingga untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan matematika untuk membantunya. Bagi mahasiswa asal SMU ada kemungkinan untuk terjadinya transfer of learning yaitu pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah. Mahasiswa asal SMU lebih banyak mendapat pelajaran matematika pokok bahasan trigonometri yang mendukung dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah dibanding mahasiswa asal SMK. Namun mahasiswa asal SMK sendiri sudah mendapatkan Ilmu Ukur Tanah sebelum kuliah di perguruan tinggi. Tentu saja hal ini juga berpengaruh terhadap partisipasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran Ilmu Ukur Tanah. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Asal Sekolah Terhadap Partisipasi Dan Hasil Belajar Ilmu Ukur Tanah Mahasiswa Program DIII Teknik Sipil Semester II Fakultas Teknik UNNES Tahun Ajaran 2004/2005”.

1.2

BATASAN MASALAH Penelitian ini mencoba untuk mengungkap permasalahan sekitar partisipasi

belajar mahasiswa dengan menghubungkan beberapa faktor yang berkaitan erat

3

dengan permasalahan tersebut. Penelitian ini juga akan dibatasi mengingat luasnya permasalahan yang berhubungan dengan prestasi belajar Ilmu Ukur Tanah di UNNES, sehingga peneliti tidak dapat membahas keseluruhan faktor. Peneliti membatasi pengertian asal sekolah sebagai asal mahasiswa sebelum masuk perguruan tinggi, sedangkan pembuktian fenomena dilakukan pada mahasiswa progam studi D III Teknik Sipil semester II tahun 2004/2005. Perihal yang akan dibahas adalah pengaruh asal sekolah terhadap partisipasi dan hasil belajar Ilmu Ukur Tanah mahasiswa progam studi D III Teknik Sipil dalam teori pengukuran dengan metode sipat datar sebab waktu penelitian ini bertepatan dengan materi perkuliahan yang berlangsung pada pokok bahasan pengukuran sipat datar. Berdasarkan pembatasan masalah ini maka permasalahan tentang partisipasi dan hasil belajar Ilmu Ukur Tanah mahasiswa progam studi D III Teknik Sipil Semester II tahun 2004/2005 dapat diketahui dengan jelas.

1.3

PERMASALAHAN Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: 1.

Adakah perbedaan hasil belajar Ilmu Ukur Tanah antara siswa yang berasal dari SMK dan SMU?

2.

Adakah perbedaan partisipasi mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah Ilmu Ukur Tanah antara siswa yang berasal dari SMK dan SMU?

4

1.4

TUJUAN PENELITIAN Memperhatikan permasalahan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini

adalah: 1.

Untuk menjelaskan perbedaan asal sekolah terhadap pertisipasi belajar mata kuliah Ilmu Ukur Tanah mahasiswa program studi D III Teknik

Sipil

Fakultas Teknik UNNES. 2.

Untuk menjelaskan perbedaan asal sekolah terhadap hasil belajar mata kuliah Ilmu Ukur Tanah mahasiswa program studi D III Teknik

Sipil

Fakultas Teknik UNNES.

1.5

MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat teoritik Memberikan penjelasan tentang partisipasi dan hasil belajar mahasiswa dilihat dari asal sekolah sehingga dapat mengetahui kemungkinan adanya Transfer of Learning dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah. 1.5.2 Manfaat Praktik 1.5.2.1

Bagi Mahasiswa

Mahasiswa makin menyadari dan memahami bahwa untuk memudahkan dalam memahami Ilmu Ukur tanah maka mereka perlu mempelajari mata kuliah matematika lebih mendalam khususnya pada pokok bahasan trigonometri. 1.5.2.2 Bagi Dosen Dosen dapat merumuskan suatu metode pengajaran yang sesuai dengan mempertimbangkan latar belakang asal sekolah mahasiswa.

5

1.6

SISTEMATIKA SKRIPSI Skripsi ini terdiri tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan

bagian penutup. Adapun uraian tentang isi masing-masing bagian adalah sebagai berikut. 1.

Bagian Pendahuluan Pada bagian pendahuluan berisi tentang judul, abstraksi, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran.

2.

Bagian Isi BAB I

PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, batasan masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Pada kajian pustaka dan hipotesis berisi tentang teori-teori yang mendukung dalam penulisan skripsi dan merupakan landasan berfikir serta hipotesis dalam pelaksanaan penulisan skripsi.

BAB III

METODE PENELITIAN Pada bab ini membahas tentang prosedur penelitian, populasi, variabel penelitian,

metode pengumpulan data, analisi

perangkat tes dan analisis data. BAB IV

HASIL PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian, uji hipotesis dan pembahasan yang berisi penyajian data secara garis besar serta pembahasan.

BAB V

PENUTUP Bab penutup terdiri dari simpulan dan saran.

3.

Bagian Akhir Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran- lampiran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 2.1.1

KAJIAN PUSTAKA Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang melibatkan individu secara keseluruhan,

baik fisik maupun psikis, untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan belajar secara umum adalah untuk mencapai perubahan dalam tingkah laku orang yang belajar. Perubahan yang dimaksud tentu yang bersifat positif yang membantu proses perkembangan. Dengan menggabungkan taxonomi Bloom dan klasifikasi Simpson, dapat disusun suatu tujuan belajar yang harus dicapai oleh seseorang yang belajar, sehingga terjadi perubahan dalam dirinya. Perubahan terjadi dalam tiga domain, yaitu: (1) Ranah kognitif (cognitive domain); (2) Ranah Afektif (affektive domain); (3) Ranah psikomotoris (psycho-motor domain). (Darsono Max, 2000: 32) Ranah kognitif (cognitive domain) adalah suatu wilayah kecakapan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang, terdiri dari enam jenjang intelektual yaitu: (a) Pengetahuan yaitu kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar; (b) Pemahaman yaitu kemampuan untuk memahami makna materi. Ranah ini berada satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah; (c) Penerapan yaitu kemampun untuk menggunakan atau materi yang sudah dipelajari. Pada

6

7

situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip; satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti; (d) Analisis yaitu kemampuan untuk menguraikan materi kedalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti; (e) Sintesis adalah kemampuan untuk memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru dan memerlukan perilaku yang kreatif; (f) Evaluasi yaitu kemampuan untuk memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Ranah afektif (affektive domain) adalah suatu wilayah yang menyangkut reaksi-reaksi psikologi yang berkaitan dengan kemampuan dan perasaan. Ranah afektif terdiri dari lima jenjang, yaitu: (a) Menerima yang berarti kemampuan yang mengacu kepada kesukarelaan, memperhatikan, dan memberikan respon terhadap stimulasi yang tepat; (b) Merespon yaitu kemampuan yang mengacu pada keikutsertaan mahasiswa secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik; (c) penilaian yaitu kemampuan yang mengacu pada nilai atau pentingnya keikutsertaan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan; (d) pengorganisasian yaitu kemampuan yang mengacu pada penyatuan nilai yang menimbulkan suatu sikap tertentu; (e) Karakterisasi yaitu kemampuan yang mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang. Ranah

psikomotoris

(psycho-motor

domain)

adalah

ketrampilan

mengadakan koordinasi antara proses-proses psikis dangan reaksi motoris. Ranah

8

psikomotoris terdiri dari: (a) Peniruan yaitu kemampuan mengamati suatu gerakan, mulai dari memberi respon serupa dengan yang diamati, mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf; (b) manipulasi yaitu kemampun yang menekankan pada perkembangan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakangerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan; (c) ketepatan (accuracy) yaitu kemampuan yang memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan; (d) artikulasi yaitu kemampuan yang menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsisten internal diantara gerakan-gerakan yang berbeda; (d) pengalamiahan yaitu kemampuan yang menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis dan gerakan dilakukan secara rutin. (Fajar Arnie, 2004: 221-225).

2.1.2

Transfer Belajar Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “Transfer of learning”

dan berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidkan sekolah (Winkel, 1996: 458). Transfer belajar menurut Gagne dalam (Nasution, 1984: 141) adalah proses mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sehingga

dapat

memperdalam,

memperhalus

dan

menambahkan

serta

memperbaiki pengalaman sebelumnya. Dari proses tersebut akan diperoleh

9

pengetahuan baru yang lebih baik melalui proses belajar. Pengalaman baru yang diperoleh akan disimpan dan pada saat tertentu akan dimunculkan kembali dalam bentuk lain. Dalam kaitannya dengan pelajaran matematika terdapat tiga jenis pandangan mengenai hakekat transfer belajar yaitu teori disiplin formal, teori elemen identik dan teori generalisasi. Teori disiplin formal bertitik tolak pada anggapan aliran Psikologi Daya, tentang psikis atau kejiwaan manusia. Teori menyatakan bahwa daya berpikir, daya mengingat, daya berkemauan, daya merasa dan lain sebagainya dapat dilatih. Teori elemen identik dipelopori oleh Edward Thornndike yang dikutip oleh Nasution, berpendapat bahwa transfer belajar dari satu bidang studi ke bidang studi yang lain atau dari bidang studi di sekolah ke kehidupan sehari-hari, terjadi berdasarkan adanya unsur-unsur yang sama dalam kedua bidang studi itu atau antara bidang studi di sekolah dan kehidupan sehari-hari. Makin banyak unsurunsur yang sama, makin besar kemungkinan terjadinya transfer belajar. Jadi, banyak sedikitnya transfer belajar tergantung dari banyak sedikitnya unsur-unsur yang sama antara kedua bidang studi atau antara bidang studi di sekolah dan kehidupan sehari-hari. Teori pengorganisasian dikemukakan oleh Charles Judd yang dikutip oleh Nasution, berpendapat bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mengungkap struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Apabila seorang siswa mampu mengembangkan konsep, kaidah, prinsip, dan siasat-siasat untuk memecahkan persoalan, mahasiswa itu mempunyai bekal yang

10

dapat ditransferkan ke bidang-bidang yang lain di luar bidang studi di mana konsep, kaidah, prinsip dan siasatn mula-mula diperoleh. Siswa itu mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat-sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila siswa membentuk konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasatsiasat memecahkan problem atau masalah (pengaturan kegiatan kognitif). Jadi, kesamaan antara bidang studi, tidak terdapat dalam unsur-unsur khusus, melainkan dalam pola, dan struktur dasar dan dalam prinsip.

2.1.3

Hasil Belajar Di dalam pendidikan, hasil belajar merupakan faktor yang amat penting

untuk diperhatikan oleh setiap dosen, karena hasil belajar yang dicapai mahasiswa menunjukan seberapa jauh mahasiswa telah menguasai materi perkuliahan dan mencerminkan pula berhasil tidaknya dosen dalam mengajar. Untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa, maka setiap proses perlu diadakan evaluasi. Prestasi adalah tingkatan-tingkatan sejauh mana mahasiswa telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan (Arikunto, 1997: 226). Hasil belajar adalah semua perubahan di bidang kognitif, sensorik-motorik, dan dinamik-afektif yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar ini merupakan suatu kemampuan internal (capability) yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang itu melakukan sesuatu atau memberikan prestasi tertentu (performance) (Winkel, 1996: 97).

11

Gagne mengemukakan ada lima kategori hasil belajar yakni : 1) informasi verbal, 2) kecakapan intelektual, 3) strategi kognitif, 4) sikap dan 5) ketrampilan motorik. Sedangkan Bloom mengungkapkan bahwa hasil belajar yang dicapai dalam tiga kawasan yakni kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik. Hasil belajar kognitif berkenaan dengan aspek intelektual seperti pengenalan, pemahaman, analisis, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Hasil belajar afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, perhatian dan lain-lain, sedangkan hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan ketrampilan motorik. Pengalaman menyebutkan bahwa hasil belajar yang dapat dicapai di sekolah pada umumnya terbatas pada aspek kognitif sekalipun belum semua aspek tersebut dikembangkan oleh dosen. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan aktual yang diperoleh oleh seseorang setelah ia mempelajari Ilmu Ukur Tanah dalam waktu tertentu dan dapat diukur dengan alat ukur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1.

Faktor

dalam (internal), yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan belajar yang berasal dari mahasiswa yang sedang belajar, yang meliputi: a) Anak , dalam hal ini anak yang dalam keadaan segar jasmani, akan berbeda dari anak yang dalam keadaan lemah. Anak yang segar jasmani

12

akan lebih mudah proses belajarnya dibandingkan dengan anak yang lemah jasmaninya. b) Kondisi panca indera, faktor kondisi panca indera yang baik fuingsinya, terutama penglihatan dan pendengaran akan memudahkan dalam proses belajar. c) Kecerdasan, faktor kecerdasan besar pengaruhnya bagi keberhasilan seseorang

mempelajari

sesuatu

atau

mengikuti

suatu

program

pendidikan. d) Bakat, faktor bakat juga besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang. Seseorang yang belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat yang dimiliki akan memperbesar kemungkinan berhasilnya belajar. e) Motivasi, dimana motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat-saat tertentu. Sedang motif sendiri yaitu daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu ( Winkel, 1996: 150). f) Emosi, sesuai dengan proses belajar mengajar dalam perkembangan kehidupan seseorang, maka terbentuklah suatu type atau keadaan tertentu, antara lain menjadi seseorang yang emosional dan mudah putus asa. Keadaan emosi yang labil seperti mudah marah, merasa tertekan, merasa tidak aman, dapat mengganggu keberhasilan anak dalam belajar. Perasaan aman, gembira dan bebas merupakan aspek yang mendukung dalam kegiatan belajar.

13

2.

Faktor luar (external), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses belajar, faktor ini meliputi: a) Faktor lingkungan alami, yaitu kondisi alami yang dapat berpegaruh terhadap proses dan hasil belajar, seperti suhu udara, kelembaban udara, cuaca, musim dan termasuk dalam kejadian-kejadian alam yang ada. b) Faktor lingkungan sosial, dimana lingkungan sosial berupa manusia dan representasinya maupun wujud lain yang dapat langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Hubungan antara orang tua dan anak yang baik, harmonis, akrab dan saling pengertian memungkinkan anak dapat belajar dengan baik, karena selain memberikan untuk belajar, orang tua akan membantu menciptakan situasi belajar yang baik. Lingkungan sosial seperti suara mesin, pabrik, keramaian pasar dan hiruk pikuk lalu lintas juga mampengaruhi proses dan hasil belajar. c) Faktor prasarana belajar, dalam hal ini sarana belajar yang tersedia dan dapat

dimanfaatkan

secara

maksimum

dapat

mendukung

dan

mempengaruhi terhadap proses dan hasil belajar.

2.1.4

Asal Sekolah Menurut PP nomor 29 tahun 1990, pendidikan menengah adalah pendidikan

yang diselenggarakan bagi pendidikan dasar. Bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas (1). Sekolah menengah umum, (2) sekolah menengah kejuruan, (3) sekolah menengah keagamaan, (4) sekolah menengah kedinasan, (5) sekolah menengah luar biasa. (Kunaryo, 1999 ; 106)

14

Sekolah menengah umum adalah sekolah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan ketrampilan siswa. Salah satu mata pelajaran yang ada di SMU adalah matematika yang memungkinkan adanya transfer of learning bagi pelajar asal SMU dalam mempelajari IUT di perguruan tinggi nanti. Sekolah menengah kejuruan adalah sekolah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Salah satu mata pelajaran yang ada di SMK adalah IUT, jadi sebelum siswa masuk di perguruan tinggi sudah pernah mendapat pelajaran tersebut. Penyelenggaraan pendidikan menengah dapat dilakukan oleh pemerintah ataupun swasta. Isi kurikulum pendidikan menengah merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan menengah dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Materi matematika SMU NO

KOMPETENSI

1 2

Statistik Penyajian data statistik

3

Matrik

4

Identitas dan fungsi trigonometri

5

Relasi/ hubungan

6

Fungsi genap dan fungsi ganjil

PEMBELAJARAN PENGETAHUAN KETRAMPILAN • Memahami prinsip menghitung kwartil. • Memahami prinsip menghitung desil. • Memahami prinsip menghitung persentil. • Memahami prinsip menghitung matrik. • Memahami Identitas dan jumlah/ selisih dua sudut. • Memahami sudut rangkap. • Memahami grafik fungsi. • Memahami prinsip relasi/ hubungan • Memahami prinsip fungsi genap dan fungsi ganjil.

• Dapat menghitung kwartil, desil dan persentil. • Dapat menghitung modus,median dan mean. • Dapat menghitung matrik. • Dapat memahami dan menghitung fungsi trigonometri. • Dapat memahami dan menghitung prinsip relasi. • Dapat memahami dan menghitung

15

7

Limit fungsi aljabar

8

Turunan/ diferensial

9

Fungsi eksponen

10

Logaritma

• Memahami prinsip fungsi linear. • Memahami prinsip fungsi konstan. • Memahami prinsip fungsi identitas. • Memahami prinsip fungsi kuadrat. • Memahami prinsip fungsi tangga. • Memahami prinsip limit fungsi aljabar. • Memahami prinsip limit fungsi trigonometri. • Memahami prinsip dan teorema limit fungsi aljabar. • Memahami prinsip kontinuitas dan diskoninuitas. • Memahami prinsip turunan dari penjumlahan/ pengurangan fungsi. • Memahami prinsip persamaan garis singgung suatu kurva. • Memahami prinsip fungsi eksponen. • Memahami prinsip persamaan dan pertidaksamaan bentuk eksponen. • Memahami prinsip logaritma.

fungsi genap genap dan fungsi ganjil.

• Dapat memahami dan menghitung prinsip limit fungsi aljabar.

• Dapat memahami dan menghitung semua fungsi turunan. • Dapat memahami dan menghitung prinsip fungsi eksponen. • Dapat memahami dan menghitung logaritma.

Sumber: Kurikulum Sekolah Menengah Umum 1999 Materi Ilmu Ukur Tanah SMK NO B B1

KOMPETENSI/ SUB KOMPETENSI Melaksanakan dasardasar pekerjaan survai. Menunjukan peralatan dasar susvai

B2

Membuat garis lurus di lapangan dengan alat ukur sederhana.

B3

Mengujur jarak di lapangan dengan alat ukur sederhana.

B4

Mengukur beda tinggi dengan alat ukur sederhana.

PEMBELAJARAN PENGETAHUAN KETRAMPILAN • Memahami ruang lingkup pekerjaan survai • Memahami macam-macam peralatan survai • Memahami syarat-syarat pembuatan garis lurus • Memahami sumber-sumber kesalahan pembuatan garis lurus • Memahami teknik pembuatan garis lurus • Memahami syarat-syarat pengukuran jarak datar • Memahami sumber-sumber kesalahan pengukuran jarak datar • Memahami langkah kerja pengukuran jarak datar dan yang terhalang pandangan • Memahami syarat-syarat pengukuran beda tinggi • Memahami teknik pengukuran beda tinggi dengan alat ukur tanah

• Mengunakan dan merawat peralatan survai • Membuat garis lurus di lapangan

• Mengukur jarak datar di lapangan denagn alat ukur tanah sederhana

• Mengukur beda tinggi di lapangan • Menghitung beda tinggi hasil

16

B5

Mengukur beda tinggi di lapangan dengan alat sipat datar.

sederhana • Memahami sumber-sumber kesalahan pengukuran • Memahami rumus-rumus perhitungan beda tinggi • Memahami teknik penggambaran hasil pengukuran beda tinggi • Memahami syarat-syarat alat sipat datar • Memahami sumber-sumber kesalahan pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar • Memahami teknik pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar • Memahami teknik perhitungan beda tinggi dengan alat sipat datar • Memahami teknik penggambaran hasil pengukuran beda tinggi dengan sipat datar

pengukuran • Menggambar hasil perhitungan beda tinggi

• Mengukur beda tinggi di lapangan dengan alat sipat datar • Menghitung hasil pengukuran beda tinggi dengan alat sipat datar • Menggambar hasil perhitungan beda tinggi dengan alat sipat datar

Sumber: Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan 1999 Berdasarkan materi matematika SMU dan Ilmu Ukur Tanah SMK terdapat hubungan yaitu kemungkinan adanya transfer of learning dari pelajaran matematika ke dalam pelajaran Ilmu Ukur Tanah khususnya dalam pokok bahasan identitas dan fungsi trigonometri ke dalam pelajaran Ilmu Ukur Tanah.

2.1.5

Partisipasi Mahasiswa Dalam Proses Balajar Mengajar Partisipasi menurut Bloom yang dikutip oleh Winkel yaitu mencakup

kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berperan dalam suatu kegiatan (Winkel, 1996: 247). Berdasarkan pengertian diatas, maka partisipasi pada hakekatnya adalah keterlibatan seseorang atau kelompok orang dalam suatu kegiatan tertentu. Keterlibatan disini tidak hanya sekedar mengikuti, namun keterlibatan dalam partisipasi melibatkan mental dan emosional partisipan. Keterlibatan-keterlibatan ini adalah ; (1) Keterlibatan dalam pembuatan keputusan, (2) Keterlibatan dalam pelaksanaan tugas, (3) Kegiatan memperoleh manfaat dan (4) Kegiatan mengevaluasi program.

17

Partisipasi dalam pelaksanaan adalah keterlibatan mahasiswa secara langsung, baik secara mental maupun emosional untuk mewujudkan tujuan. Partisipasi dalam pelaksanaan mencakup bentuk aktivitas-aktivitas yang umum adalah aktivitas perhatian, pendengaran, penulisan, penggambaran, ketrampilan, serta emosi. Faktor lain yang mempengaruhi intensitas partisipasi adalah faktor prasarana dan waktu yang cukup untuk memanfaatkannya. Dalam hal ini yang ingin diketahui bagaimana partisipasi mahasiswa dalam mengikuti materi perkuliahan yang diberikan dosen. Partisipasi seperti yang telah dijelaskan di atas adalah berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung dicapainya prestasi yang tinggi. Hasrat ini diperlihatkan

dalam

wujud

frekuensi

bertanya,

berpendapat,

menjawab

pertanyaan, mencoba, mencatat, dan melakukan praktek secara bersungguhsungguh. Partisipasi dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa maupun bagi universitas. Manfaat bagi universitas adalah meningkatkan mutu universitas. Peningkatan mutu universitas akan diikuti oleh peningkatan persepsi masyarakat terhadap mutu universitas, sehingga minat masyarakat untuk menguliahkan anaknya ke universitas yang bersangkutan menjadi tinggi. Disamping itu persepsi kalangan industriawan juga meningkat, sehingga mereka senang hati menampung lulusannya. Manfaat bagi mahasiswa adalah mereka dapat memanfaatkan motivasinya secara positif, meningkatkan harga dirinya, dan menyalurkan daya kreasinya.

18

2.1.6

Mata Kuliah Ukur Tanah Mata kuliah Ilmu Ukur Tanah berjumlah 2 SKS, yang merupakan salah satu

mata kuliah dasar umum (MKDU) yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa pada Prodi D III T. Sipil di Universitas Negeri Semarang. Para pengampu adalah dosen-dosen pada Prodi Pendidikan Teknik Bangunan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Ilmu Ukur Tanah adalah sebagian dari ilmu yang lebih luas, yang dinamai ilmu geodesi; ilmu geodesi mempunyai dua maksud yaitu: (a). maksud ilmiah, yaitu yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi; (b). maksud praktis, yaitu ilmu yang mempelajari penggambaran dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi, yang dinamakan peta.(Muchidin Noor, 1979; 2) . Tujuan dari mata kuliah ini yaitu agar mahasiswa memahami hakekat yang didapat dari mata kuliah Ilmu Ukur Tanah sehingga hasil belajar yang diperoleh dapat lebih baik. Adapun Materi dari Ilmu Ukur Tanah ini sebagai berikut.

2.1.6.1 Pengukuran Sipat Datar (Levelling) Didalam Ilmu Ukur Tanah, istilah menyipat datar (levelling) adalah suatu proses penentuan ketinggian relatif suatu titik di atas datum tertentu atau penentuan beda tinggi dari titik-titik tertentu. Datum yang digunakan biasanya tinggi muka laut rata-rata atau sering disebut Mean Sea level (MSL). Hasil pengukuran sipat datar dapat digunakan untuk merancang jalan raya, menghitung volume pekerjaan tanah, perencanaan saluran irigasi, pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan data ketinggian tanah yang lainnya.

19

Alat utama dalam pengukuran sipat datar adalah pesawat penyipat datar yang menggunakan sistem optik. Alat lainnya adalah statif dan rambu ukur. Pengukuran sipat datar terdiri dari dua macam, yaitu sipat datar memanjang dan sipat datar melintang. a.

Pengukuran Sipat Datar Memanjang. Pengukuran sipat datar memanjang adalah pengukuran beda tinggi suatu jalur yang jaraknya cukup panjang yang dilakukan pengukuran dalam beberapa kali berdiri alat atau lazim disebut slag.

b.

Pengukuran Sipat Datar Melintang Pengukuran sipat datar melintang dilakukan untuk mengetahui profil tanah yang dapat digunakan untuk penghitungan volume penggalian dan penimbunan. Pengukurannya dilakukan secara tegak lurus dengan jalur pengukuran memanjang. Hasil pengukuran memanjang dan melintang biasanya digambar dalam bentuk profil memanjang dan melintang. Berdasarkan gambar tersebutlah biasanya perencana melakukan perencanaan proyek tertentu (Safrel Ispen, 2002; 7).

20

2.1.7

Tinjauan tentang konsep trigonometri

2.1.7.1 Perbandingan trigonometri dari suatu sudut segitiga siku-siku Sebuah segi tiga siku-siku ABC seperti tampak pada gambar. 1 C .

r

α A

B Gambar. 1 Segitiga siku-siku

Keterangan: -AB = absis ( searah sumbu x ) -BC = ordinat (searah sumbu y) -AC = r (AB+BC) Dengan sudut CAB adalah α, dan siku-siku di B. dengan memperhatikan panjang sisi-sisi segitiga, dapat dibuat perbandingan sebagai berikut:

BC AC

Sinα = Cosα = Tgα =

AB AC

BC AB

Co sec α = Secanα =

AC 1 = Sinα BC

1 AC = Cosα BC

Co tan genα =

AB 1 = Tgα BC

21

2.1.7.2 Menggunakan diagram untuk mengingat rumus-rumus kuadran. y

Kuadran II

Kuadran I B

C

O

A

x

D Kuadran III

Kuadran IV Gambar. 2 Gambar diagram kuadran

Pada gambar.2 tampak lingkaran ABCD dengan sudut sebesar 360o dengan 4 bagian, yaitu: •

Daerah AOB disebut kuadran I : 0o ≤ α ≤ 90o

• Daerah BOC disebut kuadran II : 90o ≤ α ≤ 180o • Daerah COD disebut kuadran III : 180o ≤ α ≤ 270o • Daerah DOA disebut kuadran IV : 270o ≤ α ≤ 360o Dengan melihat gambar.2 dan fungsi trigonometri, maka tanda atau harga untuk setiap kuadran akan berbeda, perbedaan tersebut sebagai berikut:

Sin Cos Tg

Kw I + + +

Tabel 2. 1 Posisi Kuadran Kw II Kw III + +

Kw IV + -

22

2.1.7.3 Menentukan nilai fungsi trigonometri.

Dalam fungsi trigonometri telah dikenal adanya sudut-sudut istimewa, yaitu 0o, 30o, 45o, 60o dan 90o dan untuk mempermudah perhitungan dan penentuan besarnya, maka semua segi tiga menggunakan panjang r = 2 satuan. Nilai fungsi trigonometri untuk sudut-sudut istimewa adalah sebagai berikut: 1) Sudut α = 30o

y

2 α

1

B

x

√3

O Gambar.3 Gambar Segitiga AOB dengan sudut α = 30o Keterangan: • OA = √3 satuan = absis • AB = 1 satuan = tegak lurus dengan absis • OB = 2 satuan • α

= 30o Pada gambar.3 tampak segitiga OAB dengan sudut α = 30o dapat dibuat

persamaan trigonometri sebagai berikut: Sin30° =

1 2

Cos30° =

1 3 2

tg 30° =

1 3 3

23

2) Sudut α = 60o

y B 2 √3 α

O

1

x

A

Gambar.4 Gambar segitiga OAB dengan sudut α = 60o Pada gambar.4 tampak segitiga OAB dengan sudut α = 60o dan persamaan trigonometrinya sebagai berikut: Sin60° =

1 3 2

Cos 60° =

1 2

tg 60° =

2 3

3) Sudut α = 45o y B 2

1

α

O

1

A

x

Gambar.5 Gambar segitiga OAB dengan sudut α = 45o Segitiga OAB merupakan segitiga siku-siku sama kaki, maka:

24

Sin 45° =

1 2 2

Cos 45° =

1 2 2

tg 45° = 1

Sehingga dari keseluruhan sudut istimewa tersebut jika dibuat dalam sebuah adalah seperti pada tabel 2. 2: Tabel 2. 2 Besar Sudut Istimewa 30o 45o 60o ½ ½√2 ½√3 ½ ½ ½√2 1/3√3 √3 1 √3 1 1/3√3

0o

Sin α Cos α Tg α Ctg α

0 1 0 ∞

90o

1 0 ∞ 0

Besaran sudut dalam radian didefinisikan sebagai berikut: π radian = 180o 1radian =

180°

π

Pada umumnya “π radian” cukup ditulis dengan “π” 2.1.7.4 Koordinat kutub

a)

Sistem koordinat Letak suatu titik datar ditandai dengan bilangan, pasangan bilangan tersebut

dinamakan koordinat. Apabila bidang datar tersebut adalah bidang XOY, maka letak titik pada bidang XOY dapat dinyatakan dua system koordinat, yaitu: (1). Sistem koordinat cartesius y

x

P (x,y)

x = absis

y

y = ordinat x

O (0,0) Gambar. 6 Koordinat Cartesius

25

Pada gambar.6, bila titik P berjarak x terhadap sumbu Y dan berjarak y terhadap sumbu X, maka koordinat titik P dengan sistem koordinat cartesius ditulis P (x,y). (2). Sistem koordinat kutub (polar) y

P (r, α)

α

x

O Gambar. 7 Koordinat Polar Pada gambar.7, apabila titik P terhadap O berjarak r dan sudut yang dibentuk oleh sumbu X dengan OP adalah α, maka koordinat titik P adalah (α,r) selanjutnya ditulis P (α,r). penulisan semacam ini disebut penulisan dengan koordinat kutub (polar). b)

Hubungan antara koordinat kartesius dan koordinat kutub

y

P (r, α) r α

y x

O x Gambar. 8 Hubungan antara koordinat cartesius dan kutub.

26

Dari gambar di atas tampak bahwa titik P dapat dinyatakan: 1.

Koordinat Cartesius ditulis P (x,y)

2.

Koordinat Kutub (polar) ditulis (r, α)

Menurut definisi trigonometri: Sinα =

y r

y = r . sin α

Cosα =

x r

x = r . cos α

tgα =

2.2

y x

α dapat dicari

KERANGKA BERPIKIR

Sebelum menjadi mahasiswa prodi DIII Teknik Sipil UNNES, responden berasal dari sekolah menengah seperti SMU dan SMK. Dilihat dari asal sekolah tentunya kemampuan merekapun tidak sama. SMU menekankan berbagai pelajaran yang bersifat umum, sedangkan SMK lebih menekankan sisi pelajaran yang mengutamakan ketrampilan sesuai dengan bidangnya baik teori maupun praktek. Salah satu mata diklat di SMK adalah survai dan pemetaan yang sering disebut Ilmu Ukur Tanah yaitu ilmu yang mempelajari berbagai macam pengukuran di atas bumi. Pelajaran ini diperoleh pada waktu kelas dua, kemudian ini dilanjutkan dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah di perguruan tinggi. Sedangkan salah satu mata pelajaran di SMU adalah Matematika yang mempelajari berbagai macam perhitungan. Pelajaran ini diperoleh sejak kelas satu sampai kelas tiga. Salah satu diantaranya adalah sub pokok bahasan trigonometri

27

yaitu bahasan yang mempelajari tentang pengetahuan sudut yang diperolehnya saat mereka kelas dua yang kemudian memungkinkan adanya transfer belajar dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah di perguruan tinggi. Ilmu matematika merupakan ilmu penalaran yang tersusun secara hirarki, sehingga untuk belajar matematika harus dilakukan secara kontinyu dan berurutan. Ilmu matematika mempunyai peranan penting dalam segala mata pelajaran terutama mata pelajaran yang menyangkut perhitungan seperti Ilmu Ukur Tanah. Mahasiswa asal SMU lebih banyak mendapat pelajaran matematika pokok bahasan trigonometri yang mendukung dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah dibanding mahasiswa asal SMK walaupun pada pokok bahasan sipat datar sendiri hanya menggunakan perhitungan yang masih sangat sederhana sehingga mungkin belum begitu banyak membantu dalam proses transfer of learning. Mahasiswa asal SMK sendiri sudah mendapatkan Ilmu Ukur Tanah sebelum kuliah di perguruan tinggi sehingga dalam materi sipat datar masih dirasa cukup mudah walaupun tidak banyak mendapat pelajaran matematika sebelumnya. Tentu saja hal ini juga berpengaruh terhadap partisipasi dan hasil belajar mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran Ilmu Ukur Tanah. Berdasarkan teori di atas, penulis berasumsi bahwa penelitian ini dapat memberikan penjelasan tentang partisipasi dan hasil belajar mahasiswa dalam mempelajari Ilmu Ukur Tanah dilihat dari asal sekolahnya, sehingga memberikan gambaran kepada pendidik khususnya dosen agar dapat memberikan bimbingan atau pembelajaran secara proporsional sesuai dengan kemampuan mahasiswa

28

berdasarkan asal sekolah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Ukur Tanah.

2.3

HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori dan kerangka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Siswa yang berasal dari SMK partisipasinya lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari SMU. 2. Siswa yang berasal dari SMK hasil belajar Ilmu Ukur Tanahnya lebih tinngi dibandingkan yang berasal dari SMU.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian expost facto yaitu penelitian yang menggunakan dan mengumpulkan datanya dari dokumentasi yang telah ada atau cara-cara lain yang sejenis (Suharto, 1998: 8). Jenis penelitian ini tanpa menggunakan suatu perlakuan (Treatment) pada suatu objek atau disebut juga penelitian non eksperimen. Penelitian ini hanya meneliti apa yang sudah ada.

3.2

POPULASI DAN SUBYEK

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa D III Teknik Sipil Semester II Universitas Negeri Semarang Tahun Ajaran 2004/2005 sebab jumlahnya kurang dari 100 orang.

3.3

VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. 3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah asal sekolah (X). 29

30

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel akibat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar Ilmu Ukur Tanah (Y1) dan partisipasi mahasiswa (Y2).

Asal sekolah SMU/SMK (X)

3.4

Partisipasi (Y1) Hasil belajar IUT (Y2)

METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, metode observasi dan metode tes. 3.4.1 Metode Dokumentasi

Dalam memperoleh data atau informasi ada tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang (people). Dalam penelitian ini data yang diambil yaitu dari tulisan, yaitu daftar nama tentang asal mahasiswa D III Teknik Sipil Semester II Universitas Negeri Semarang Tahun Ajaran 2004/2005 yang ada. 3.4.2 Metode Tes

Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana ilmu pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. 3.4.3 Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mengambil data tentang partisipasi mahasiswa D III Teknik Sipil Semester II Universitas Negeri Semarang Tahun Ajaran 2004/2005. Wujud dari alat ini adalah daftar cek, dan jumlah butir dalam

31

pertanyaan pada angket ini sebanyak 25 butir. Observasi ini dijabarkan menjadi empat kategori, yaitu : A

: berarti mahasiswa mengikuti dengan sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

B

: berarti mahasiswa mengikuti dengan kurang sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

C

: berarti mahasiswa mengikuti dengan tidak sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

D

: berarti mahasiswa tidak mengikuti dan tidak dengan sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

Arah pemberian bobot skor adalah : A = 4, B = 3, C = 2, D = 1.

3.5

ANALISIS PERANGKAT TES

3.5.1 Validitas Tes

Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus Korelasi Point Biserial.

r pbis=

Mp − Mt St

p q

Keterangan : rpbis

= koefisien korelasi point biserial

Mp

= mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang dicari korelasinya dengan tes

Mt

= mean skor total (skor rata-rata dari sebuah pengikut tes)

St

= standar deviasi skor total

32

p

= proporsi subjek yang menjawab betul item

q

= 1-p (Arikunto, 2002: 163) Dari hasil perhitungan uji coba instrumen penelitian, diperoleh validitas

butir atau rpbis no. 1 = 0,512, dengan n = 20, sedangkan r tabel = 0,444 pada taraf signifikasi 5 %. Karena rpbis> r

tabel

(0,512 > 0,444), maka butir soal tersebut

dinyatakan valid. 3.5.2 Reliabilitas Tes

Analisa realibilitas tes menggunakan rumus KR 20 yang dikemukakan oleh Kuder dan Richardson. ⎡ K ⎤ ⎡ ∑ pq ⎤ r11 = ⎢ ⎥ ⎢1 − Vt ⎥ ⎣ K − 1⎦ ⎣ ⎦ Keterangan : r11

= indeks korelasi ( harga reliabilitas)

K

= banyaknya butir

p

= proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q

= 1-p

Vt

= varians total

Instrumen dinyatakan reliabel, jika r hitung > r tabel (Arikunto, 2002: 252) Dari hasil perhitungan uji coba instrumen penelitian, diperoleh harga reliabilitas butir atau r11 = 0,865, dengan n = 20, sedangkan r tabel = 0,444 pada taraf signifikasi 5 %. Karena rpbis> r tabel (0,865 > 0,444), maka butir soal tersebut dinyatakan reliabel.

33

3.5.3 Tingkat Kesukaran Soal

Rumus yang digunakan sebagai berikut : IK =

JBA + JBB JS A + JS B

Keterangan : IK

= Indeks kesukaran

JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelas atas. JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelas bawah JSA = Banyaknya siswa pada kelas atas. JSB = Banyaknya siswa pada kelas bawah. (Arikunto, 2002: 208) Dalam penelitian ini kreteria yang digunakan adalah sebagai berikut. 0,10

≤ p ≤ 0,30 butir soal sukar

0,30

≤ p ≤ 0,70 butir soal sedang

0,70

≤ p ≤ 1,00 butir soal mudah Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran soal seperti dalam rumus

di atas, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :

No 1 2

Tabel 3.1. Tingkat Kesukaran Soal Nomor Butir Soal 4, 5, 6, 9, 15, 18, 26, 27, 30 1, 2, 3, 7, 8, 10, 11, 12, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29

Kategori Mudah Sedang

3.5.4 Daya pembeda

Suherman Erman (1990: 200) mengatakan bahwa daya pembeda suatu butir soal menyatakan bahwa seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk

34

membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Menghitung daya pembeda soal menggunakan rumus sebagai berikut.

DP =

JBA + JBB JBA + JBB atau DP = JS B JS A

Keterangan : DP

= daya pembeda

JBA

= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

JBB

= jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

JSA

= jumlah siswa kelompok atas

JSB

= Jumlah Siswa Kelompok Bawah (Suherman Erman, 1990: 201) Mengetahui

tingkat

daya

pembeda

soal

dilakukan

dengan

mengkonsultasikan skor DP yang diperoleh dengan klasifikasi sebagai berikut. 0,00 ≤ D ≤ 0,20 daya beda jelek sekali 0,20 ≤ D ≤ 0,40 daya beda cukup 0,40 ≤ D ≤ 0,70 daya beda baik 0,70 ≤ D ≤ 1,00 daya beda baik sekali Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda soal seperti dalam rumus di atas, maka dapat dikategorikan sebagai berikut :

No 1 2 3 4

Tabel.3.2. Daya Pembeda Soal Nomor Butir Soal 9, 27 13, 15, 24 3, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 16, 18, 20, 22, 23, 25, 26, 28, 30 1, 2, 4, 12, 14, 17, 19, 21, 29

Kategori Jelek Sekali Jelek Cukup Baik

35

Setelah dilakukan analisis perhitungan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda, maka dapat ditentukan bahwa Tabel. 3.3. Daftar Soal Yang Dipakai dan Dibuang Nomor Butir Soal Dipakai Nomor Butir Soal Dibuang 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 18, 9, 13, 15, 24, 27 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30

3.6

ANALISIS DATA

Uji hipotesis ini menggunakan rumus analisis statika uji-t satu pihak dengan ketentuan sebagai berikut: 3.6.1 Jika varians kedua sampel sama

Rumus test yang digunakan adalah: t=

(n − 1)s12 + (n2 − 1)s22 X1 − X 2 dengan S 2 = 1 n1 + n2 − 2 1 1 S + n1 n2

Keterangan: X1 = rata-rata kelompok SMU X2 = rata-rata kelompok SMK n1 = jumlah mahasiswa asal SMU n2 = jumlah mahasiswa asal SMK Derajat kebebasan untuk tabel distribusi adalah (n1+n2-2) dengan peluang (1-∝), ∝ = taraf signifikan ∝ = 5% Dengan kriteria: ¾ Bila t hitung < t tabel, maka Ho diterima ¾ Bila t tabel < t hitung, maka Ho ditolak

36

3.6.2 Jika varians tidak homogen

Rumus t-test yang digunakan adalah:

t1 =

X1 − X 2 S12 S12 + n1 n2

Dk = n1-1atau n2-1 dengan α = 5% Kriteria penelitian : Ho diterima jika

w1t1 + w2t2 S12 S 22 t ≤ dengan w1 = , w2 = w1 + w2 n1 n2 1

t1 ≤ t(1-1/2α) ; dk = n1 – 1 t2 ≤ t(1-1/2α) ; dk = n2 – 2 (Sudjana, 1992; 239)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

HASIL PENELITIAN

4.1.1

Deskripsi Hasil belajar Ilmu Ukur Tanah

Setelah melakukan penelitian pada mahasiswa D III Teknik Sipil Semester II Universitas Negeri Semarang pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah (IUT) pokok bahasan pengukuran sipat datar, maka dilakukan tes untuk mengetahui seberapa besar hasil belajar mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa berdasarkan buku Pedoman Akademik Universitas Negeri Semarang tahun 2004-2005 adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Test Mahasiswa Asal SMU Interval

Frekuensi

Prosentase (%)

Kriteria

> 85 – 100

1

5

Baik sekali

> 80 – 85

6

30

Lebih dari baik

> 70 – 80

12

60

Baik

> 65 – 70

1

5

Lebih dari cukup

> 60 -65

-

-

Cukup

> 55 – 60

-

-

Kurang dari cukup

> 50 – 55

-

-

Kurang

< 50

-

-

Gagal

Jumlah

20

100

Sumber : Hasil Analisis Data Hasil Belajar

37

38

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Test Mahasiswa Asal SMK Interval

Frekuensi

Prosentase (%)

Kriteria

> 85 – 100

13

68

Baik sekali

> 80 – 85

4

21

Lebih dari baik

> 70 – 80

2

11

Baik

> 65 – 70

-

-

Lebih dari cukup

> 60 -65

-

-

Cukup

> 55 – 60

-

-

Kurang dari cukup

> 50 – 55

-

-

Kurang

< 50

-

-

Gagal

Jumlah

19

100

Sumber : Hasil Analisis Data Hasil Belajar

(Mungin Edi Wibowo, 2004; 72)

Hasil test seperti pada tabel 4. 1 dapat diketahui bahwa dari 20 orang mahasiswa asal SMU yang mengikuti test, 1 orang mahasiswa termasuk dalam kategori nilai baik sekali dengan persentase 5%, 6 orang dalam kategori nilai lebih dari baik dengan persentase 30%, 12 orang dalam kategori nilai baik dengan prosentase 60%, 1 orang dalam kategori lebih dari cukup dengan prosentase 5%, dan untuk kategori nilai yang lain tidak ada. Berdasarkan tabel 4. 2 dapat diketahui bahwa dari 19 orang mahasiswa asal SMK, 13 orang termasuk dalam kategori baik sekali dengan prosentase 68%, 4 orang dalam kategori lebih dari baik dengan prosentase 21% dan 2 orang dalam kategori baik dengan prosentase 11%. Untuk kategori nilai yang lain tidak ada.

4.1.2

Deskripsi Partisipasi Mahasiswa Dalam Mengikuti Kuliah

Hasil Penelitian tentang partisipasi mahasiswa yang didapat dengan melakukan observasi adalah sebagai berikut:

39

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Partisipasi Mahasiswa Asal SMU Interval

Frekuensi

Prosentase (%)

Kriteria

25 – 43

-

-

Sangat Rendah

44 – 63

4

20

Rendah

64 – 81

10

50

Tinggi

82 - 100

6

30

Sangat Tinggi

Jumlah

20

100

Sumber : Hasil Analisis Data Partisipasi Mahasiswa Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Partisipasi Mahasiswa Asal SMK Interval

Frekuensi

Prosentase (%)

Kriteria

25 – 43

-

-

Sangat Rendah

44 – 63

1

5

Rendah

64 – 81

7

37

Tinggi

82 - 100

11

58

Sangat Tinggi

Jumlah

19

100

Sumber : Hasil Analisis Data Partisipasi Mahasiswa Tabel 4. 3 menunjukkan partisipasi mahasiswa asal SMU dengan 4 orang termasuk dalam kategori partisipasi rendah dengan tingkat persentase 20 %, 10 orang termasuk kategori tinggi dengan prosentase 50 %, dan 6 orang termasuk kategori tinggi sekali dengan prosentase 30 %. Tabel 4. 4 menunjukkan partisipasi mahasiswa asal SMK dengan 1 orang mahasiswa termasuk dalam kategori rendah dengan prosentase 5 %, 7 orang termasuk kategori tinggi dengan

persentase 37 %, dan sebanyak 11 orang

mahasiswa pada kategori sangat tinggi dengan persentase 58 %. Berdasarkan data hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum partisipasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan tergolong positif.

40

4.2

UJI HIPOTESIS

4.2.1 Hipotesis Hasil Belajar

Hasil belajar dari 19 mahasiwa asal SMK ternyata 13 orang (68 %) dalam kategori nilai baik sekali, 4 orang (21 %) dalam kategori lebih dari baik dan 2 (11%) orang dalam kategori baik. Sedangkan dari 20 orang mahasiswa asal SMU ternyata 1 orang (5 %) dalam kategori nilai baik sekali, 6 orang (30 %) dalam kategori lebih dari baik dan 12 orang (60 %) dalam kategori baik, dan 1 orang (5%) dalam kategori lebih dari cukup. Berdasarkan keterangan di atas menunjukan bahwa mahasiswa asal SMK yang berjumlah 19 orang (49 %) lebih unggul hasil belajarnya dari pada mahasiswa asal SMU yang berjumlah 20 orang (51 %). Tabel 4. 5. Uji t Hasil Belajar t tabel t hitung

Uji t

Hasil belajar

1,69

5,051

Kriteria

Hipotesis diterima

Hal ini didukung oleh tabel 4.5 Uji t hasil belajar dengan ttabel = 1,69 artinya apabila thitung

berada pada daerah penolakan berarti dapat disimpulkan hasil

belajar mahasiswa asal SMK lebih baik dari pada asal SMU. Dari hasil perhitungan t-test hasil belajar untuk asal sekolah diperoleh thitung = 5,051, berarti hipotesis diterima. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh asal sekolah mahasiswa terhadap hasil belajar yang dicapainya, yang mana mahasiwa yang berasal dari SMK lebih tinggi hasil belajarnya dibandingkan mahasiswa yang berasal dari SMU.

41

4.2.2 Hipotesis Partisipasi Mahasiswa

Partisipasi 20 mahasiswa asal SMU, terdapat 4 orang (30%) termasuk dalam kategori rendah, 10 orang (50%) dalam kategori tinggi, dan 6 orang (30%) termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan partisipasi 19 mahasiswa asal SMK, terdapat 1 orang (5%) dalam kategori rendah, 7 orang (37%) termasuk dalam kategori tinggi, dan 11 orang (58%) termasuk dalam kategori sangat tinggi. Uji t

Partisipasi

Tabel 4. 6. Uji t Partisipasi t tabel t hitung 1,69

1,938

Kriteria

Hipotesis diterima

Berdasarkan tabel 4. 6 Uji t partisipasi mahasiswa dengan ttabel = 1,69 artinya apabila thitung berada pada daerah penolakan berarti dapat disimpulkan partisipasi mahasiswa asal SMK lebih baik dari pada asal SMU. Dari hasil perhitungan t-test partisipasi mahasiswa diperoleh thitung = 1,938, berarti hipotesis diterima. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh asal sekolah mahasiswa terhadap partisipasi belajar yang dicapainya, yang mana mahasiwa yang berasal dari SMK lebih tinggi partisipasinya dibandingkan mahasiswa yang berasal dari SMU.

4.3

PEMBAHASAN

Mahasiswa D III semester II tahun ajaran 2004/2005 ditinjau dari asal sekolah bersifat heterogen, artinya ada dua asal sekolah mereka yaitu SMU dan SMK. Ada sebanyak 20 orang mahasiswa asal SMU, dan ada sebanyak 19 orang mahasiswa asal SMK.

42

Berdasarkan penelitian ini dikemukakan bahwa: (1) Mahasiswa yang berasal dari SMK lebih mempunyai partisipasi yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asal SMU pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah; dan (2) Mahasiswa yang berasal dari SMK lebih mempunyai hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa asal SMU pada mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Dilihat dari segi partisipasi, mahasiswa asal SMK tetap lebih unggul dibandingkan mahasiswa asal SMU. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: (1) Mereka sudah pernah mendapat materi Ilmu Ukur Tanah sehingga lebih aktif dalam membuat tugas-tugas yang diberikan karena merasa lebih mampu. (2) Mereka sudah banyak memiliki buku-buku penunjang sehingga secara mental lebih percaya diri. (3) Mereka lebih pengalaman dan tahu manfaat belajar Ilmu Ukur Tanah sehingga semakin terangsang dan aktif untuk mengetahui lebih jauh tentang materi yang diberikan. Kebanyakan mahasiswa asal SMK lebih unggul dalam mencapai hasil belajar Ilmu Ukur Tanah dibandingkan mahasiswa asal SMU. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) Faktor dalam (internal): (a) Mahasiswa asal SMK sudah terlebih dahulu mengenal pelajaran Ilmu Ukur Tanah dari pada mahasiswa asal SMU sehingga mereka lebih termotivasi untuk harus lebih unggul dari mahasiswa asal SMU, (b) Mahasiswa asal SMK yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi rata-rata mempunyai prestasi/kecerdasan yang memadai. (2) Faktor luar (eksternal): (a) Materi tes yang diberikan hanya seputar pengukuran sipat datar, jadi belum begitu banyak melibatkan perhitungan tingkat tinggi walaupun mata kuliah Ilmu Ukur Tanah adalah materi kuliah yang menyangkut perhitungan

43

sehingga dimungkinkan adanya transfer belajar dari pelajaran matematika khususnya untuk pokok bahasan trigonometri ke dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah bagi mahasiswa asal SMU belum begitu besar pengaruhnya, (b) Mahasiswa asal SMK sudah banyak memiliki prasarana belajar yang mendukung proses pembelejaran Ilmu Ukur Tanah. Dilihat dari kurikulum SMU yakni mata pelajaran matematika, nampak bahwa mereka memperoleh materi trigonometri yang berhubungan langsung dengan mata kuliah Ilmu Ukur Tanah cukup banyak. Mata pelajaran ini sesungguhnya cukup mengantarkan mereka mengikuti mata kuliah Ilmu Ukur Tanah. Namun penelitian ini hanya membahas pada materi sipat datar yang praktis tidak banyak melibatkan perhitungan trigonometri. Praktis perhitungan yang dioperasikan adalah menambah dan mengurangi saja. Dengan demikian, tidak ada bedanya antara mahasiswa asal SMU dan SMK dalam kaitannya dengan sumbangan kemempuan matematika dalam materi Ilmu Ukur Tanah pokok bahasan pengukuran sipat datar. Sementara mahasiswa yang berasal dari SMK sudah memperoleh ketrampilan sipat datar ini semenjak belum kuliah. Secara praktik mahasiswa yang berasal dari SMU, jauh ketinggalan. Dengan demikian wajar jika dalam penelitian ini mahasiswa yang berasal dari SMK lebih baik hasil belajarnya dibandingkan mahasiswa asal SMU. Peranan dosen di sini sangat besar sekali sebab dosen harus mampu menyikapi dan memperlakukan mahasiswa

dengan mempertimbangkan asal

sekolah mahasiswa dalam proses pembelajaran sehingga tercipta suasana kondusif untuk belajar. Dosen sebaiknya memiliki biodata mahasiswa yang akan diberi

44

pembelajaran baik asal sekolah maupun prestasi sebelum masuk kuliah sehingga dapat

merencanakan

strategi

pembelajaran

yang

cocok

untuk

dapat

memaksimalkan hasil belajar yang dicapai. Bagi mahasiswa asal SMU, dosen sebaiknya lebih banyak memberikan rangsangan seperti seperti sering memberikan pertanyaan-pertanyaan ataupun menginformasikan manfaat belajar Ilmu Ukur Tanah untuk kehidupannya nanti dimasa yang akan datang sehingga merangsang mereka untuk lebih ingin tahu dengan banyak belajar. Bagi mahasiswa asal SMK, dosen dapat memberikan tugas kecil dengan membantu teman mereka yang berasal dari SMU yang merasa kesulitan dalam pembelajaran Ilmu Ukur Tanah (tutor sebaya) sehingga mereka merasa dihargai dan bangga serta tidak sia-sia dalam belajar Ilmu Ukur Tanah.

4.4

KETERBATASAN PENELITIAN

Instrumen tes dalam penelitian ini masih kurang adanya daya pengecoh soal sehingga jawaban mungkin dapat terbaca dengan jelas. Kualitas instrumen observasi juga belum dicamtumkan sebab sudah dianggap baik. Hal ini didukung berdasarkan berbagai penelitian yang pernah ada. Penelitian ini akan lebih adil jika dilakukan sesuai eksperimen, sehingga efek dari proses pembelajaran benar-benar nyata, karena dilakukan secara acak, dan dalam kondisi terkontrol.

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan penelitian ini adalah: Pertama, hasil belajar Ilmu Ukur Tanah diukur terbatas pada materi sipat datar, yang mana pengaruh transfer of learning mata pelajaran matematika tidak signifikan; praktis perhitungan yang dioperasikan adalah menambah dan mengurangi saja. Dengan demikian, tidak ada bedanya antara mahasiswa asal SMU dan SMK dalam kaitannya dengan sumbangan kemempuan matematika dalam materi Ilmu Ukur Tanah pokok bahasan pengukuran sipat datar, sehingga wajar jika dalam penelitian ini mahasiswa yang berasal dari SMK lebih baik hasil belajarnya dibandingkan mahasiswa asal SMU. Kedua, mahasiswa yang berasal dari SMK lebih tinggi hasil belajar Ilmu Ukur Tanahnya dibandingkan mahasiswa yang berasal dari SMU. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: (1) Mahasiswa asal SMK sudah terlebih dahulu mengenal pelajaran Ilmu Ukur Tanah dari pada mahasiswa asal SMU. (2) Materi tes yang diberikan hanya seputar pengukuran sipat datar, jadi belum begitu banyak melibatkan perhitungan tingkat tinggi walaupun mata kuliah Ilmu Ukur Tanah

adalah

materi

kuliah

yang

menyangkut

perhitungan

sehingga

dimungkinkan adanya transfer belajar dari pelajaran matematika khususnya untuk pokok bahasan trigonometri ke dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah bagi

45

46

mahasiswa asal SMU belum begitu besar pengaruhnya. (3) Mahasiswa asal SMK yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi rata-rata mempunyai prestasi yang memadai. Ketiga, mahasiwa yang berasal dari SMK lebih tinggi partisipasinya dibandingkan mahasiswa yang berasal dari SMU. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor: (1) Mereka sudah pernah mendapat materi Ilmu Ukur Tanah sehingga lebih aktif dalam membuat tugas-tugas yang diberikan karena merasa lebih mampu. (2) Mereka sudah banyak memiliki buku-buku penunjang sehingga secara mental lebih percaya diri. (3) Mereka lebih pengalaman sehingga semakin terangsang dan aktif untuk mengetahui lebih jauh tentang materi yang diberikan..

5.2. SARAN

Dosen harus mampu menyikapi dan memperlakukan mahasiswa dengan mempertimbangkan asal sekolah mahasiswa dalam proses pembelajaran sehingga tercipta suasana kondusif untuk belajar. Dosen sebaiknya juga memiliki biodata mahasiswa yang akan diberi pembelajaran baik asal sekolah maupun prestasi sebelum masuk kuliah sehingga dapat merencanakan strategi pembelajaran yang cocok untuk dapat memaksimalkan hasil belajar yang dicapai. Bagi mahasiswa asal SMU, dosen sebaiknya lebih banyak memberikan rangsangan seperti seperti sering memberikan pertanyaan-pertanyaan ataupun menginformasikan manfaat belajar Ilmu Ukur Tanah untuk kehidupannya nanti dimasa yang akan datang sehingga merangsang mereka untuk lebih ingin tahu dengan banyak belajar. Dosen juga harus mampu menerapkan sistem transfer

47

belajar pelajaran matematika khususnya pokok bahasan trigonometri ke dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah walaupun dalam pembelajaran Ilmu Ukur Tanah pokok bahasan pengukuran sipat datar belum banyak menggunakan perhitungan. Namun hal ini sagat penting untuk belajar Ilmu Ukur Tanah dalam materi selanjutnya. Bagi mahasiswa asal SMK, dosen harus mampu membangkitkan semangat belajarnya seperti memberikan pujian dan memberikan tugas kecil dengan membantu teman mereka yang berasal dari SMU yang merasa kesulitan dalam pembelajaran Ilmu Ukur Tanah sehingga mereka merasa dihargai dan bangga serta tidak sia-sia dalam belajar Ilmu Ukur Tanah. Jadi dosen harus mampu memberikan proses pengajaran yang proposional dengan melihat latar belakang asal sekolah mahasiswa sehingga akan di capai hasil belajar yang lebih baik dan merata.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka. --------------, 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Darsono Max, 2000. Belajar Dan Pembelajaran. Semarang: CV IKIP Semarang Press. Eddy Wibowo Mungin, 2004. Pedoman Akademik. Semarang : IKIP Press. Fajar Arnie, 2004. Portofolio Dalam Pelajaran IPS. PT Remaja Kunaryo, 1999. pengantar pendidikan. Semarang: CV IKIP Semarang Press. Muchidin Noor, 1979. Teori Dan Praktek Ukur Tanah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Nasution, 1984. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Safrel Ispen, 2002. Kemungkinan Penerapan Metode ARCS Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan T. Sipil FT UNNES. Semarang: LEMLIT. Suharto, 1988. Metodologi Penelitian Dalam Pendidikan Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Suherman Erman, 1990. Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matemetika. Bandung: Wijayakusumah. Sudjana, 1992. Metode Statistika. Bandung : Tarsito. Winkel, 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia. Wirodikromo Sartono, 1994. Matematika SMU 1. Jakarta: Erlangga.

48

49

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG LEMBAR SOAL Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah Materi

: Pengukuran Sipat Datar

Waktu

: 90 Menit

Peserta

: Mahasiswa Prodi D III Semester II

SOAL OBYEKTIF

Pilihlah jawaban di bawah ini ( a, b, c, atau d ) yang paling benar dengan memberi tanda silang (X)! 1. Untuk menentukan besarnya selisih waktu antar daerah di permukaan bumi, merupakan salah satu kegunaan garis … a. Lintang

c. Equator

b. Khatulistiwa

d. Meridian

2. Arah berputar system kuadran dalam Ilmu Ukur Tanah, yaitu … a. searah jarum jam

c. bebas

b. berlawanan arah jarum jam

d. berdasarkan arah mata angin

3. Di bawah ini yang merupakan alat ukur jarak, kecuali … a. Speedometer

c. rantai ukur dan pita ukur

b. meteran dan rantai ukur

d. salib ukur dan pantometer

4. Dalam system kuadran dalam Ilmu Ukur Tanah, yaitu … a. I

c. II

b. III

d. IV

50

5.

A

B

C

D

Dari sIstem kuadran dalam ilmu matematika di atas, urutkan posisi kuadran I, II, III, IV, … a. A, B, C, D

c. D, C, A, B

b. B, A, C, D

d. A, C, D, B

6. Sedangkan dalam Ilmu Ukur Tanah urutan posisi kuadran I, II, III, IV, yaitu … a. A, B, C, D

c. D, C, A, B

b. B, D, C, A

d. A, C, D, B

7. 5 a 45º

Berapakah panjang sisi a, apabila diketahui cos 45 = ½ a.

5 2 2

c. 2 2

b.

2 2 5

d.

2

8. 5

10

8

Berapakah luas bidang segitiga berikut …

2 …

51

a. 20,01

c. 40

b. 19,81

d. 10

9. Yang dimaksud dengan peta adalah….. a. Bayangan yang diperkecil dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi b. Gambaran permukaan bumi dalam bentuk bulat c. Bayangan permukaan bumi yang diproyeksikan d. Gambaran permukaan bumi yang menyajikan bentuk muka bumi 10. Peta yang menyajikan informasi umum tentang keadaan permukaan bumi dalam wilayah yang luas dalam suatu negara disebut peta…. a. Kadaster

c. Topografi

b. Teknis

d. Geografi

11. Gambaran seluruh atau sebagian dari permukaan bumi, menurut skala tertentu, di atas suatu bidang datar disebut… a. Proyeksi peta

c. Skala peta

b. Peta

d. Globe

12. Letak suatu tempat yang ditentukan berdasarkan harga-harga garis bujur dan garis lintang disebut letak…. a. Koordinatis

c. Astronomis

b. Fisiografis

d. Geografis

13. Seni menentukan letak nisbi dari titik-titik di atas, pada dan di bawah permukaan bumi disebut…. a. Ilmu Mekanika Tanah

c. Ilmu Pengukuran sipat datar

b. Ilmu Ukur Tanah

d. Ilmu Pengukuran Poligon

14. Pekerjaan pengukuran dalam Ilmu Ukur Tanah, kecuali…. a. Pengukuran jarak

c. Pengukuran sudut

b. Pengukuran beda tinggi

d. Pengukuran waktu

15. Yang dimaksud dengan jarak antara dua titik di lapangan adalah… a. Perbandingan posisi titik

c. letak berdasarkan koordinat

b. Pengukuran searah jarum jam d. panjang arah horisontal antara dua titik

52

16. Kegunaan dari wartepas adalah…. a. Untuk menentukan beda tinggi

c. mengukur sudut

b. Mengukur jarak

d. mengukur kecepatan

17. Yang dimaksud beda tinggi adalah…. a. perbandingan antara dua titik atau lebih menggunakan kedataran bumi b. perbandingan letak relatif suatu titik c. perbandingan arah sudut berdasar koordinatnya d. perbedaan titik berdasarkan sudut jurusan 18. Di bawah ini yang termasuk alat pengukuran sipat datar, kecuali… a. Waterpas

c. Theodholit

b. PPD

d. Penyipat datar kayu

19. Prinsip kerja dari suatu pengukuran menyipat datar adalah menentukan….. c. bacaan benang atas

c. bacaan benang bawah

d. bacaan benang tengah

d. bacaan sudut horisontal

20. Pengukuran sipat datar memanjang yang dilakukan dengan jalur kembali ke titik semula disebut sipat datar memanjang…… a. pergi pulang

c. keliling

b. doble stand

d. polar

21. Kegunaan utama dari pengukurn sipat datar adalah….. a. menentukan beda tinggi

c. menentukan jarak

b. menentukan letak titik

d. menentukan luas areal

22. Jarak yang baik antara pesawat baik ke rambu belakang maupun ke rambu muka adalah…. a. 20 m

c. 40 m

b. 30 m

d. 50 m

23. Cara menghitung benaang tengah (Bt) adalah…. a.

Bb + Ba 2

c. Ba − Bb

b.

Ba − Bb 2

d. Bb + Ba

53

24. Pengukuran beda tinggi suatu jalur yang jaraknya cukup jauh yang dilakukan pengukuran dalam beberapa kali berdiri alat disebut…… a. sipat datar memanjang

c. sipat datar membujur

b. sipat datar melintang

d. sipat datar menyilang

Untuk soal no. 25 – 30 Diketahui : Titik P1 P2

Bacaan Bak Ukur Belakang Muka 1.179 ……. 0.968 1.259 1.250 ……. ……. 1.148 1.052

Beda Tinggi + -

Jarak (m)

Tinggi Titik (m) + 990.013

………

………. ……….

25. Benang tengah P1 adalah…… a. 0.211

c. 1.073

b. 2.217

d. 0.106

26. Benang tengah P2 (belakang) adalah…… a. 2.302

c. 0.198

b. 1.201

d. 0.099

27. Benang tengah P2 (muka) adalah….. a. 1.204

c. 0.056

b. 0.111

d. 2.408

28. Jaraknya adalah….. a. 13.1

c. 24.05

b. 12.4

d. 32.2

29. Beda tingginya adalah….. a. + 0.131

c. + 0.322

b. – 0.131

d. - 0.322

30. Tinggi titik tersebut adalah….. a. + 990.144

c. + 990.335

b. + 989.882

d. + 989.691

………

54

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NAMA : ………………………………… NIM

: …………………………………

ASAL :………………………………… 1. A

B

C

D

16. A

B

C

D

2. A

B

C

D

17. A

B

C

D

3. A

B

C

D

18. A

B

C

D

4. A

B

C

D

19. A

B

C

D

5. A

B

C

D

20. A

B

C

D

6. A

B

C

D

21. A

B

C

D

7. A

B

C

D

22. A

B

C

D

8. A

B

C

D

23. A

B

C

D

9. A

B

C

D

24. A

B

C

D

10. A

B

C

D

25. A

B

C

D

11. A

B

C

D

26. A

B

C

D

12. A

B

C

D

27. A

B

C

D

13. A

B

C

D

28. A

B

C

D

14. A

B

C

D

29. A

B

C

D

15. A

B

C

D

30. A

B

C

D

55

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

KUNCI JAWABAN

1. A

16. A

2. C

17. C

3. B

18. B

4. C

19. A

5. B

20. D

6. D

21. B

7. D

22. B

8. A

23. D

9. A

24. A

10. C

25. D

11. B

26. B

12. A

27. D

13. A

28. D

14. A

29. A

15. A

30. D

56

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Nama

: …………………………..

NIM.

: …………………………..

Jurusan : …………………………..

Instrumen pengamatan untuk mengetahui partisipasi mahasiswa dalam proses belajar mengajar Ilmu Ukur Tanah dengan observasi. I.

PETUNJUK PENGISIAN

Berilah tanda cek (√ ) pada kolom-kolom yang telah disediakan sesuai dengan pengamatan anda. Kolom-kolom tersebut dibagi menjadi empat yang masingmasing berisi sebuah huruf kode. Kode-kode tersebut adalah : hurf A, huruf B, huruf C dan huruf D. Arah pemberian bobot skor adalah : A diberi skor 4, B diberi skor 3, C diberi skor 2 dan D diberi skor 1. Setiap huruf mempunyai arti sendirisendiri. Untuk lebih jelasnya ikutilah keterangan berikut ini. A

: berarti mahasiswa mengikuti dengan sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

B

: berarti

mahasiswa

mengikuti

dengan

kurang

sungguh-sungguh

memperhatikan kegiatan dalam proses belajar mengajar. C

: berarti mahasiswa mengikuti dengan tidak sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

A

: berarti mahasiswa tidak mengikuti dengan tidak sungguh-sungguh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

Contoh : Memperhatikan dan mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan mata kuliah. Apabila mahasiswa mengikuti dan memperhatikan tersebut, maka anda memberi tanda cek pada kolom A, dan memperoleh skor 4.

57

II.

INSTRUMEN PARTISIPASI

No

KOMPONEN

A

1

Apakah mahasiswa selalu mempersiapkan diri sebelum berangkat kuliah?

2

Apakah mahasiswa datang sebelum acara perkuliahan dimulai?

3

Apakah mahasiswa masuk kelas tepat waktu?

4

Apakah mahasiswa siap mengikuti mata kuliah Ilmu Ukur Tanah?

5

Apakah mahasiswa mengikuti secara rutin pengajaran yang diberikan oleh dosen?

6

Apakah mahasiswa memperhatikan dan mendengarkan dosen dalam menerangkan mata kuliah Ilmu Ukur Tanah?

7

Apakah mahasiswa memperhatikan dan mendengarkan dosen dalam memaparkan tujuan instruksional?

8

Apakah mahasiswa memperhatikan dengan tertib apabila ada salah satu teman diminta untuk menerangkan kembali?

9

Apakah mahasiswa mengajukan pertanyaan ketika dosen selesai menerangkan?

10

Apakah mahasiswa mengeluarkan pendapat apabila dose mengajukan beberapa pertanyaan?

11

Apakah mahasiswa bertanya kepada dosen apabila kurang mengerti?

12

Apakah mahasiswa memecahkan permasalahan apabila dosen mengajukan beberapa pertanyaan?

13

Apakah mahasiswa mahasiswa memanfaatkan waktu dalam mengikuti pengajaran yang ada?

14

Apakah mahasiswa meminjam alat/bahan yang menunjang KBM apabila mahasiswa ditunjuk sebagai petugas?

15

Apakah

mahasiswa

berhalangan hadir?

belajar

sendiri

apabila

dosen

B

C D

58

16

Apakah

mahasiswa

mendiskusikan

hal-hal

di

luar

perkuliahan yang teleh diketahui yang menyangkut materi perkuliahan bersama dosen? 17

Apakah mahasiswa aktif bertanya kepada dosen tentang materi perkuliahan di luar jam perkuliahan?

18

Apakah mahasiswa belajar bersama di luar perkuliahan?

19

Apakah mahasiswa belajar sendiri materi perkuliahan sebelum dosen memberikannya di kelas?

20

Apakah mahasiswa aktif bertanya/mencari tugas apabila dosen berhalangan hadir?

21

Apakah mahasiswa membaca kembali materi yang diberikan dosen di rumah?

22

Apakah mahasiswa berlatih sendiri kasus/soal sejenis dengan materi yang diberikan dosen?

23

Apakah mahasiswa aktif mencari buku-buku literatur yang menunjang materi perkuliahan?

24

Apakah mahasiswa selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen?

25

Apakah mahasiswa mengumpulkan tugas yang diberikan oleh dosen tepat waktu?

PENGARUH TEMPERATUR PENCELUPAN TERHADAP KEKERASAN, LAJU KOROSI DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN PELAPISAN METODE HOT DIP GALVANIZING

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh Nama

: Muhammad Ridluwan

NIM

: 5250403019

Program Studi

: Teknik Mesin SI

Jurusan

: Teknik Mesin

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007

i

ABSTRAK

Muhammad Ridluwan, 2007. ”Pengaruh Temperatur Pencelupan terhadap Kekerasan, Laju Korosi dan Struktur Mikro pada Baja Karbon Rendah dengan Pelapisan Metode Hot DipGalvanizing”. Penggunaan baja sebagai komponen permesinan atau konstruksi sering kali mengalami kerusakan sebelum waktu yang diperhitungkan yang disebabkan oleh korosi. Proses pengendalian korosi merupakan upaya untuk memperpanjang umur suatu logam yang dapat dilakukan dengan melakukan pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing. Permasalahan pada penelitian ini adalah pengaruh temperatur pencelupan pada kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan, kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing. Manfaat dilakukannya penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan, kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing. Penelitian ini menggunakan baja karbon rendah yang di Hot Dip Galvanizing dengan variasi temperatur 4400 C, 4500 C dan 4600 C lalu diuji kekerasan, laju korosi, tebal lapisan dan struktur mikro. Hasil penelitian terhadap tebal lapisan Zn pada suhu pencelupan 4400 C, 0 450 C dan 4600 C sebesar: 65,33 µm, 79,20 µm dan 82,71 µm. Sedangkan nilai kekerasan lapisan Zn variasi suhu 4400 C dan 4500 C sebesar 196,03 VHN dan mengalami kenaikan 8,53% pada suhu 4600 C, hal ini dikarenakan pada lapisan Zn terbentuk ikatan metalurgi yang kuat yang tersusun berlapis-lapis. Laju korosi baja yang tidak digalvanizing selama 10 hari pengujian dengan konsentrasi 8% H2SO4 yaitu 12,11806.10-5 gr/menit, pada 10% sebesar 15,05764 gr/menit dan 16,75486 gr/menit pada konsentrasi 12%, kenaikan ini dikarenakan jumlah zat-zat korosif bertambah banyak sehingga proses pengikisan menjadi semakin besar, pada pengujian 12% H2SO4 selama 4 hari menunjukkan suhu 4400 C memiliki laju korosi terkecil sebesar 20,23785.10-5 gr/menit sedangkan pada 10 hari yaitu suhu 4500 C sebesar 8,79236.10-5 gr/menit. Hasil struktur mikro menunjukkan susunan struktur lapisan Zn dengan baja yang terbentuk yaitu lapisan Eta, Zeta, Delta dan Gamma semakin baik dan merata. Kesimpulan dari penelitian di atas adalah tebal lapisan Zn yang paling besar yaitu galvanizing suhu 4600 C. Nilai kekerasan lapisan Zn yang paling tinggi yaitu galvanizing suhu 4600 C yang naik 24,02% dari logam dasarnya. Laju korosi baja yang tidak digalvanizing yang paling tinggi yaitu pada konsentrasi H2SO4 12% selama 10 hari yang naik 38,26% dibandingkan 8%, sedangkan galvanizing suhu 4400 C memiliki laju korosi yang paling kecil pada 4 hari pengujian dan 4500 C pada 10 hari. Kenaikan temperatur pencelupan akan menyebabkan pembentukan susunan struktur mikro lapisan Zn akan semakin baik dan merata. Kata kunci : temperatur, kekerasan, laju korosi, struktur mikro, baja karbon rendah dan Hot Dip Galvanizing

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi, 2007. “Pengaruh Temperatur Pencelupan Terhadap Kekerasan, Laju Korosi dan Struktur Mikro pada Baja Karbon Rendah dengan Pelapisan Metode Hot Dip Galvanizing”. Telah dipertahankan di depan Tim Penguji, pada tanggal :

Panitia Ujian Skripsi Ketua

Sekretaris

Drs. Supraptono, M.Pd NIP. 131125645

Basyirun, S.Pd, MT NIP. 132094389

Pembimbing I

Anggota Penguji:

Dr. Ir. Victor Malau, DEA NIP. 131628655

1. Dr. Ir. Victor Malau, DEA NIP. 131628655

Pembimbing II

2. Hadromi, S.Pd, MT NIP. 132093201 Hadromi, S.Pd, MT NIP. 132093201 3. Samsudin Anis, ST, MT NIP. 132303194 Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik

Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO ™

Siapa saja yang pergi menuntut ilmu maka ia berada di jalan Alloh SWT hingga ia kembali (HR. Tirmidzi)

™

Siapa yang dikehendaki baik oleh Alloh SWT maka dia akan membuat faqih dalam agama. Dan ilmu itu hanya dapat diraih dengan belajar (HR. Bukhori)

™

Sesungguhnya tiap kesukaran pasti ada jalan keluarnya, maka apabila telah selesai suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain (QS. Al Insyiroh: 6)

™

Mulailah pekerjaan dengan ikhlas sehingga pada akhirnya akan menuai dan mendapat lebih dari sekedar imbalan

PERSEMBAHAN ™

Kedua orang tuaku, Bapak Ahmad Syafawi dan

Ibu

Khotijah

yang

telah

membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih sayang ™

Kakakku

Abdurrahman

dan

Khusnul

Khotimah serta keponakanku Rafli Raihan Arkani ™

Adikku Fatmahwati yang selalu ku sayangi

™

Penghuni Al Muhandis dan Pesma Qolbun Salim

™

Teman-teman Teknik Mesin angkatan 2003

™

Almamaterku Teknik Mesin UNNES

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil 'alamiin, syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan taufiq-Nya, sehingga penulis masih diberi kemudahan dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul "Pengaruh Temperatur Pencelupan Terhadap Kekerasan, Laju Korosi dan Struktur Mikro pada Baja Karbon Rendah dengan Pelapisan Metode Hot Dip Galvanizing”. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, pengarahan, saran, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penelitian ini tidak akan terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih dengan ketulusan dan kerendahan hati kepada semua pihak yang telah membantu penulis terutama kepada : 1. Bapak Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Bapak Prof. Dr. Soesanto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. 3. Bapak Drs. Pramono, Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. 4. Bapak Dr. Ir. Victor Malau, DEA, Dosen Pembimbing I atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan. 5. Bapak Hadromi, S.Pd, MT, Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan.

v

6. Instruktur Laboratorium Konstruksi dan Material Balai Latihan Kerja dan Industri Kota Semarang yang telah membantu dalam pembuatan spesimen. 7. Pimpinan dan seluruh karyawan lndustri Pelapisan "PT Cerah Sempurna" Tugu Semarang, atas bantuan dan kerjasamanya. 8. Instruktur Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah membantu dalam proses pengujian spesimen. 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tugas skripsi ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan penulis dimasa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang,

Penyusun

vi

September 2007

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................. i ABSTRAK .................................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ iv KATA PENGANTAR ................................................................................ v DAFTAR ISI ..............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

BAB I

BAB II

xiv

PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang .................................................................. 1

1.2

Permasalahan .................................................................... 3

1.3

Penegasan Istilah ..............................................................

1.4

Tujuan Penelitian .............................................................. 6

1.5

Manfaat Penelitian ............................................................ 6

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi ........................................... 7

4

LANDASAN TEORI 2.1

Hot Dip Galvanizing ......................................................... 9 2.2.1

Pengertian Hot Dip Galvanizing ........................... 9

2.2.2

Proses Pelapisan Hot Dip Galvanizing .................. 10

vii

2.2

BAB III

2.2.3

Metalurgi Hot Dip Galvanizing ............................. 16

2.2.4

Temperatur Galvanizing ....................................... 17

2.2.5

Seng (Zinc) ............................................................ 17

Baja ................................................................................... 20 2.2.1

Baja Karbon Rendah ............................................. 20

2.2.2

Cacat dalam Struktur Logam ................................ 24

2.3

Korosi ...............................................................................

26

2.4

Pengujian Komposisi ........................................................ 32

2.5

Pengujian Kekerasan ......................................................... 32

2.6

Pengujian Struktur Mikro ................................................. 35

2.7

Pengujian Laju Korosi ...................................................... 36

2.8

Kerangka Berfikir ............................................................. 37

2.9

Pertanyaan Penelitian ........................................................ 38

METODE PENELITIAN 3.1

Pendekatan Penelitian ....................................................... 39

3.2

Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 39

3.3

Alat dan Bahan Penelitian ................................................. 39

3.4

Variabel Penelitian ............................................................ 40

3.5

Proses Pembuatan Spesimen ............................................. 41

3.6

Proses Pelapisan ................................................................ 42

3.7

Langkah-langkah Pengujian .............................................. 44 3.7.1

Pengujian Komposisi ............................................ 44

3.7.2

Pengukuran Tebal Lapisan .................................... 44

viii

BAB IV

BAB V

3.7.3

Pengujian Struktur Mikro ...................................... 45

3.7.4

Pengujian Kekerasan ............................................. 47

3.7.5

Pengujian Laju Korosi .......................................... 48

3.8

Teknik Analisis Data .........................................................

51

3.9

Diagram Alur Penelitian ................................................... 52

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1

Pengujian Komposisi ........................................................ 53

4.2

Pengukuran Tebal Lapisan ................................................ 54

4.3

Pengujian Kekerasan .......................................................... 56

4.4

Pengujian Laju Korosi ....................................................... 58

4.5

Pengujian Struktur Mikro ................................................... 67

PENUTUP 5.1

Simpulan ........................................................................... 71

5.2

Saran ................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73 LAMPIRAN ................................................................................................ 74

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema proses Hot Dip Galvanizing ........................................... 15 Gambar 2. Lapisan Galvanizing ................................................................... 16 Gambar 3. Pengaruh lingkungan dan ketebalan terhadap umur lapisan seng ............................................................................................ 19 Gambar 4. Pengaruh kandungan karbon pada kekuatan dan keuletan baja ............................................................................................

21

Gambar 5. Kurva pendinginan untuk pembekuan sebuah logam murni ....

22

Gambar 6. Pertumbuhan dendritik dan pembekuan ....................................

23

Gambar 7. Jenis dislokasi dalam kisi kristal ...............................................

25

Gambar 8. Korosi sumuran .........................................................................

29

Gambar 9. Korosi arus liar ..........................................................................

29

Gambar 10. Korosi celah ............................................................................

30

Gambar 11. Korosi galvanik .......................................................................

29

Gambar 12. Korosi batas butir ....................................................................

31

Gambar 13. Korosi transkristalin ................................................................

32

Gambar 14. Skema indentor Vickers ........................................................... 34 Gambar 15. Gambar spesimen ....................................................................

41

Gambar 16. Urutan proses pelapisan di PT Cerah Sempurna .....................

43

Gambar 17. Urutan pengukuran tebal lapisan ...........................................

45

Gambar 18. Alat pengukur ketebalan lapisan ............................................

45

Gambar 19. Alat uji struktur mikro ............................................................

46

x

Gambar 20. Alat uji kekerasan Vickers ......................................................

47

Gambar 21. Timbangan digital ...................................................................

49

Gambar 22. Mekanisme pengujian laju korosi ..........................................

50

Gambar 23. Diagram alur penelitian ..........................................................

52

Gambar 24. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan .......

55

Gambar 25. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap nilai kekerasan Vickers .................................................................................... 57 Gambar 26. Pengaruh konsentrasi H2SO4 terhadap laju korosi baja yang tidak digalvanizing ..................................................................

59

Gambar 27. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 4 hari ........................................................................................ 61 Gambar 28. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 10 hari ...................................................................................... 63 Gambar 29. Pengaruh lama pencelupan terhadap laju korosi pada variasi pencelupan 4400 C ..................................................................

65

Gambar 30. Struktur mikro spesimen raw material sebelum digalvanizing ...........................................................................

67

Gambar 31. Struktur mikro lapisan Zn variasi temperatur pencelupan 4400 C .....................................................................................

67

Gambar 32. Struktur mikro lapisan Zn variasi temperatur pencelupan 4500 C .....................................................................................

68

Gambar 33. Struktur mikro lapisan Zn variasi temperatur pencelupan 4600 C .....................................................................................

xi

68

Gambar 34. Struktur mikro lapisan Zn dan baja hasil proses Hot Dip Galvanizing ............................................................................

xii

69

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tingkat potensial logam ...............................................................

9

Tabel 2. Pengujian kekerasan .....................................................................

48

Tabel 3. Pengujian laju korosi ....................................................................

51

Tabel 4. Hasil uji komposisi .......................................................................

53

Tabel 5. Hasil pengukuran tebal lapisan .....................................................

54

Tabel 6. Hasil pengujian kekerasan Vickers ...............................................

56

Tabel 7. Hasil pengujian laju korosi ...........................................................

58

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil uji komposisi .................................................................. 74 Lampiran 2. Hasil uji kekerasan Vickers ..................................................... 75 Lampiran 3. Penghitungan kekerasan Vickers ............................................. 76 Lampiran 4. Penghitungan laju korosi ......................................................... 79 Lampiran 5. Surat penetapan dosen pembimbing ........................................ 84 Lampiran 6. Surat ijin pengujian bahan di Laboratorium Bahan UGM .....

85

Lampiran 7. Surat ijin pengujian laju korosi di Laboratorium Kimia UNNES ................................................................................... 86 Lampiran 8. Surat keterangan penelitian di PT Cerah Sempurna ...............

87

Lampiran 9. Hasil Uji Laju Korosi .............................................................. 88 Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Laboratorium Kimia UNNES ................................................................................... 89

xiv

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Industri pelapisan logam di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya pada masa sekarang ini telah menjadi salah satu bidang pekerjaan yang mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat mulai dari jenis-jenis pelapisan yang digunakan, bahan pelapis yang digunakan hingga hasil lapisan yang juga bermacam-macam. Ketersediaan material logam yang mempunyai kekuatan sangat dibutuhkan untuk menjadi bahan dasar dari suatu komponen pelapisan, padahal kebutuhan industri pelapisan menuntut ketersediaan material yang tidak hanya memiliki kekuatan tetapi juga tahan terhadap korosi, tahan aus, konduktifitas listrik yang baik, keindahan penampilan suatu permukaan serta yang tidak kalah penting yaitu mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Peran akademis dan praktisi dibidang teknik mesin dituntut usaha dan perannya dalam upaya memecahkan dan mencari solusi dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut. Bidang pelapisan logam awalnya dimulai dengan adanya penelitian yang menggunakan material yang berkualitas sedang (harga yang lebih murah) yang mendapatkan perlakuan khusus pada permukaannya (surface treatment) sehingga permukaan bahan tersebut memiliki sifat-sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dari bahan dasarnya, bahkan dapat lebih baik dari bahan yang berkualitas tinggi. Sifat-sifat permukaan suatu bahan dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu dengan cara transformasi struktural, termokimia dengan difusi, konversi dan

1

2

pelapisan (coating). Sifat-sifat permukaan yang baik dapat diperoleh dengan cara pelapisan, karena cara ini memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah dilakukan, diperoleh hasil yang baik dan murah dalam ongkos produksinya. Pelapisan dengan metode Galvanizing merupakan jenis pelapisan logam yang telah berkembang lebih dari 250 tahun. Pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing menggunakan logam zinc (Zn) sebagai logam pelapisnya. Metode ini banyak digunakan karena adanya sifat khusus logam zinc (seng) yang tidak dimiliki oleh logam lainnya, yaitu mudah dibentuk, kekuatan yang tinggi, ringan, memiliki nilai estetika yang tinggi, murah dan yang terpenting yaitu tahan terhadap korosi. Pelapisan jenis ini banyak diaplikasikan pada rangka-rangka tower listrik, jembatan, bangunan, dan pipa-pipa di dalam industri. Korosi merupakan proses degradasi atau perusakan dimensi dan kekuatan suatu material yang disebabkan karena adanya reaksi dengan lingkungannya. Proses pengendalian korosi merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk memperpanjang umur suatu logam. Salah satu upaya pengendalian korosi dapat dilakukan dengan cara pelapisan logam, cara yang umum digunakan yaitu dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing. Pelapisan model ini banyak digunakan karena relatif lebih mudah dalam mengontrol kualitas pelapisannya, tahan lama dan tahan terhadap benturan (Rahmat Supardi, 1997: 1). Pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing merupakan proses pelapisan yang dilakukan dengan cara mencelupkan logam dasar ke dalam larutan cair. Proses pelapisan ini menggunakan logam pelapis berupa seng, dimana seng dapat mencair pada suhu 419,470 C. Pelapisan ini secara garis besar memerlukan tiga

3

tahap pengerjaan yaitu tahap persiapan awal (pre treatment), tahap pelapisan (galvanizing) dan tahap penyelesaian atau pendinginan (Henkel, 2002: 37). Tahap pelapisan dilakukan dengan mencelupkan logam dasar ke dalam larutan seng cair pada suhu 4400 C – 4800 C (Sulistyo, 1997: 4). Hasil dari pelapisan dipengaruhi oleh temperatur cairan dan lamanya pencelupan. Temperatur pencelupan yang rendah menyebabkan hasil lapisan menjadi tebal karena kekentalan masih tinggi, kenaikan temperatur menyebabkan kekentalan menurun sehingga hasil lapisan tebal juga. Lama pencelupan yang cepat menghasilkan hasil lapisan kurang bagus, namun jika terlalu lama akan diperoleh hasil lapisan yang tebal dan cenderung kusam. Proses pencelupan yang sesuai akan menghasilkan ketebalan yang sesuai pula sehingga memiliki daya tahan terhadap korosi yang baik. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang sifat kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah, dan penulis mengambil judul “Pengaruh Temperatur Pencelupan Terhadap Kekerasan, Laju Korosi dan Struktur Mikro pada Baja Karbon Rendah dengan Pelapisan Metode Hot Dip Galvanizing”.

1.2 Permasalahan Permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini yaitu: 1.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan Zn pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing.

2.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan terhadap kekerasan pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing.

4

3.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing.

4.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan terhadap struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing.

1.3 Penegasan Istilah 1.

Pengaruh Pengaruh berarti daya yang ada atau timbul dari ”sesuatu” (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang (Depdikbud, 1998: 731). Sesuatu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal yang menciptakan hubungan antara temperatur pencelupan dengan kekerasan, laju korosi dan struktur mikro baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengaruh yang dimaksud adalah daya yang ada atau timbul dari temperatur pencelupan.

2.

Temperatur pencelupan Temperatur adalah ukuran kuantitatif terhadap rasa panas atau dingin (Save, 2005: 156). Temperatur pencelupan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi hasil pelapisan, karena semakin tinggi temperaturnya maka akan meningkatkan reaktifitas larutan sehingga berakibat lapisan menjadi tebal.

3.

Kekerasan Kekerasan suatu logam merupakan ketahanan atau kemampuan suatu logam terhadap penetrasi dalam memberikan suatu indikasi yang cepat mengenai

5

perilaku deformasi plastis. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam karena sewaktu identasi, material di sekitar lekukan mengalami deformasi plastis hingga mencapai regangan tertentu (Tata Surdia, 2000: 31). 4.

Laju korosi Korosi adalah proses perusakan, penyusutan ataupun pengikisan terhadap suatu material yang disebabkan karena adanya reaksi dengan lingkungannya yang biasanya diasosiasikan ke material berbahan logam (Fontana, 1984: 2). Save M Dagun (2005: 98) mendefinisikan korosi sebagai berikut: a.

Pengikisan atau pelapukan karena karat/peristiwa kimia.

b.

Proses elektro-kimia yang menyebabkan logam/bahan keramik berubah ke bentuk oksidanya.

c.

Erosi kimia oleh oksigen di udara yang menimbulkan batuan yang mengandung besi karat.

5.

Struktur mikro Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya: mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X.

6.

Baja karbon rendah Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur besi (Fe) dan karbon (C) dengan sedikit unsur Si, P, Mn, S dan Cu. Baja karbon rendah merupakan

6

baja yang memiliki kandungan karbon kurang dari 0,30% (Wiryosumarto, 2000: 89). 7.

Hot Dip Galvanizing Hot Dip Galvanizing adalah suatu proses pelapisan dimana logam pelapisnya dipanaskan hingga mencair, kemudian logam yang akan dilapisi yang juga disebut logam dasar (base material) dicelupkan ke dalam bak galvaniz yang telah berisi seng cair tadi kemudian dalam beberapa saat logam tersebut akan terlapisi oleh lapisan seng.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu: 1.

Mengetahui pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap tebal lapisan Zn pada baja karbon rendah.

2.

Mengetahui pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap kekerasan pada baja karbon rendah.

3.

Mengetahui pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap laju korosi pada baja karbon rendah.

4.

Mengetahui pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap struktur mikro lapisan Zn pada baja karbon rendah.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan masyarakat diantaranya adalah :

7

1.

Dapat mengetahui pengaruh temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan, kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing.

2.

Sebagai informasi penting bagi dunia industri khususnya dalam industri pelapisan logam.

3.

Memberikan sumbangan pemikiran pada almamater khususnya jurusan teknik mesin dan dunia industri mengenai proses pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing dengan variasi temperatur pencelupan.

4.

Sebagai literatur pada penelitian yang sejenis dalam rangka pengembangan teknologi khususnya bidang pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing..

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan sikripsi ini terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1.

Bagian Depan Bagian depan skripsi berisi: Halaman Judul, Abstrak, Lembar Pengesahan, Motto dan Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel dan Daftar Lampiran.

2.

Bagian Isi Bagian isi terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I

Pendahuluan Pendahuluan berisi: Latar Belakang, Permasalahan, Penegasan Istilah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika Penulisan Skripsi.

8

Bab II

Landasan Teori dan Hipotesis Sebagai telaah kepustakaan dan acuan dalam penelitian. Landasan Teori berisi teori-teori tentang Pelapisan Metode Hot Dip Galvanizing, Baja, Pengujian Penelitian, Kerangka Berfikir dan Hipotesis.

Bab III

Metode Penelitian Metode penelitian berisi Pendekatan Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Alat dan Bahan Penelitian, Variabel Penelitian, Langkah-langkah Penelitian dan Pengujian serta Alur Penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang Data Hasil Penelitian dan Analisis Teoritis pengaruh temperatur pencelupan terhadap kekerasan, laju korosi dan struktur mikro beserta Pembahasannya. Bab V

Penutup Penutup terdiri dari Simpulan dan Saran. Simpulan berisi rangkaian hasil penelitian yang ditarik dari analisis data, sedangkan Saran berisi tentang perbaikan dan tindak lanjut yang berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan.

3.

Bagian Akhir Bagian Akhir terdiri dari Daftar Pustaka dan Lampiran.

9

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Hot Dip Galvanizing 2.2.1 Pengertian Hot Dip Galvanizing Pelapisan secara Hot Dip Galvanizing (pelapisan secara celup panas) adalah suatu proses pelapisan dimana logam pelapisnya dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair, kemudian logam yang akan dilapisi yang biasa disebut logam dasar dicelupkan ke dalam bak galvaniz yang telah berisi seng cair tadi, sehingga dalam beberapa saat logam tersebut akan terlapisi oleh lapisan berupa lapisan paduan antara logam pelapis (seng) dengan logam dasar dalam bentuk ikatan metalurgi yang kuat dan tersusun secara berlapis-lapis yang disebut fasa. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tabel 1. Deret Galvanik Jenis Logam Potensial korosi bebas (V) Magnesium –1,60 Seng –1,00 Paduan alumunium –1,00 hingga –0,85 Cadmium –0,75 Baja paduan rendah –0,70 Timah –0,33 Tembaga –0,30 Timbal –0,20 Perak –0,12

Pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing sering juga disebut dengan proses pelapisan logam dengan logam lain yang lebih anodik sesuai dengan deret galvanik seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa magnesium, seng, alumunium dan cadmium merupakan logam dalam kelompok anodik (logam berpotensial rendah) yang

9

10

biasa digunakan sebagai logam pelapis. Magnesium dalam keadaan normal bersifat lebih reaktif dan lebih mudah terkonsumsi, seng memiliki sifat mudah dibentuk, memiliki kekuatan yang tinggi, ringan, memiliki nilai estetika yang tinggi, murah dan tahan terhadap korosi, alumunium biasanya akan membentuk oksida pelapis dan efektifitas pelapisannya sangat terbatas sedangkan cadmium sebenarnya mempunyai sifat yang hampir sama dengan seng tetapi penerapannya masih sangat terbatas apalagi ditinjau dari segi ekonomisnya. 2.2.2 Proses pelapisan Hot Dip Galvanizing Proses pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing dapat dibagi menjadi tiga tahap proses, yaitu: 1.

Tahap persiapan (pre treatment) Tahap persiapan berfungsi untuk menghilangkan asam atau basa yang

merupakan bahan pengotor yang menempel pada spesimen, hal ini dimaksudkan agar diperoleh kondisi permukaan yang bersih dan diperoleh hasil lapisan yang baik. Proses pembersihan permukaan yang akan dilapisi dapat dilakukan sesuai dengan jenis pengotor yang menempel pada permukaan spesimen, namun proses pembersihan ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: a.

Proses pembersihan secara fisik (mekanik) Pembersihan secara fisik dapat berupa pengamplasan dengan menggunakan mesin gerinda, yang meliputi menghaluskan permukaan yang tidak rata dan penghilangan goresan-goresan serta beram-beram yang menempel pada permukaan spesimen.

11

b.

Proses pembersihan secara kimiawi Proses pembersihan secara kimiawi merupakan proses pembersihan pengotor yang menempel pada permukaan spesimen dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Proses pembersihan ini meliputi: (1) Degreasing Proses degreasing merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran, minyak, lemak, cat dan kotoran padat lainnya yang menempel pada permukaan spesimen. Proses pembersihan dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH (soda kaustik) dengan konsentrasi 5% – 10% pada suhu 700 C – 900 C selama kurang lebih 10 menit. (2) Rinsing I Proses rinsing I bertujuan untuk membersihkan soda kaustik pada proses degreasing yang masih menempel pada permukaan spesimen dalam dengan menggunakan air bersih pada temperatur kamar. (3) Pickling Proses pickling bertujuan untuk menghilangkan karat yang melekat pada permukaan spesimen dengan cara dicelupkan ke dalam larutan HCl (asam klorida) atau larutan H2SO4 (asam sulfat) dengan konsentrasi 10% – 15% selama 15 – 20 menit. Selama proses pickling terjadi reaksi sebagai berikut: (a)

Fe + 2HCl

(b) Fe2O3 + 6HCl

FeCl2 + H2 2FeCl3 + 3H2O

12

(c)

Fe3O4 + 8HCl

(d) Fe + 2HCl

2FeCl3 + FeCl2 + 4H2O FeCl2 + H2

(e)

2FeCl3 + H2

2FeCl2 + 2HCl

(f)

FeCl3 + Fe

3FeCl2

Proses pickling ditunjukkan pada reaksi (1), (2) dan (3) sedangkan reaksi (4), (5) dan (6) merupakan proses over pickling (proses pickling yang berlebihan). Gas H2 yang terbentuk pada reaksi ke-(4) akan menghasilkan lapisan yang melepuh. Proses pickling yang terlalu cepat akan menyebabkan proses pembersihan kurang maksimal, sehingga akan berpengaruh pada hasil pelapisan. (4) Rinsing II Proses rinsing II bertujuan untuk membersihkan larutan HCl atau H2SO4 yang menempel pada spesimen saat proses pickling dengan menggunakan air bersih pada temperatur kamar. (5) Fluxing Proses fluxing merupakan proses pelapisan awal dengan menggunakan Zinc Amonium Cloride (ZAC) dengan konsentrasi 20% – 30% selama 5 – 8 menit. Proses fluxing dilakukan dengan tujuan: (a) Sebagai lapisan dasar untuk memperkuat lapisan seng pada saat dilakukan proses pelapisan. (b) Sebagai katalisator reaksi terjadinya pelapisan Fe-Zn.

13

(c) Untuk menghindari terjadinya proses oksidasi sebelum proses galvanizing dilakukan. Proses fluxing berlangsung pada temperatur 600 C – 800 C, hal ini dimaksudkan agar perpindahan panas pada spesimen berlangsung secara perlahan dan bertahap sehingga dapat menghindari terjadinya deformasi plastis yang dapat mengganggu proses pelekatan seng pada benda kerja saat proses galvanizing berlangsung. (6) Drying Proses drying merupakan proses pengeringan dan pemanasan awal dengan menggunakan gas panas yang suhunya kurang lebih 1500 C, tujuannya untuk menghilangkan cairan yang mungkin terdapat pada permukaan spesimen yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan uap saat proses galvanizing berlangsung. 2.

Tahap pencelupan (galvanizing) Spesimen yang telah mengalami tahap persiapan (pre treatment) dan telah

bersih dari segala pengotor kemudian langkah berikutnya yaitu dilakukan proses pencelupan (galvanizing). Selama proses galvanizing berlangsung, cairan seng akan melapisi baja dengan membentuk lapisan baja seng kemudian barulah terbentuk lapisan yang sepenuhnya berupa unsur seng pada permukaan terluar baja, larutan yang digunakan minimal adalah 98 % murni unsur seng. Tahap pencelupan dilakukan selama kurang lebih 1,5 menit pada suhu 4400 C – 4600 C. Ketebalan lapisan seng pada pelapisan dengan metode Hot Dip

14

Galvanizing dipengaruhi oleh kondisi permukaan, lamanya pencelupan dan temperatur pencelupan. 3.

Tahap pendinginan dan tahap akhir a.

Tahap pendinginan (quenching) Tahap pendinginan dilakukan dengan mencelupkan spesimen ke dalam larutan sodium cromate dengan konsentrasi 0,015% pada suhu kamar ataupun dengan menggunakan air. Proses ini bertujuan untuk mencegah terjadinya white rust.

b.

Tahap akhir (finishing) Bagian akhir dari proses pelapisan berupa menghaluskan permukaan yang runcing yang disebabkan oleh cairan seng yang hendak menetes namun telah mengering terlebih dahulu.

15

Tahapan proses pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing dapat dilihat pada gambar berikut:

Degreasing

Rinsing I

Pickling

Rinsing II

Fluxing

Drying

Galvanizing

Quenching

Finishing Gambar 1. Skema Proses Hot Dip Galvanizing

16

2.2.3 Metalurgi Hot Dip Galvanizing Permukaan

baja

yang

telah

mengalami

proses

fluxing

apabila

bersinggungan dengan seng cair pada proses galvanizing maka lapisan pelindung yang terbentuk akan hilang dan seng cair akan segera membasahi permukaan benda kerja dan bereaksi sehingga terbentuk lapisan paduan besi dengan seng. Gambar 2 memperlihatkan karakteristik lapisan seng yang menempel pada permukaan besi. Lapisan seng tersebut pada hakekatnya terdiri dari lapisan seng murni yang ikut tertarik pada saat benda kerja diangkat dari bak dan lapisan paduan antara seng dengan besi.

Gambar 2. Lapisan Galvanizing (www.zinc.org) Lapisan paduan tersebut yaitu: 1.

Lapisan Eta Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang tersusun oleh 100% seng yang memiliki kekerasan sebesar 70 DPN.

17

2.

Lapisan Zeta Lapisan ini terdiri dari 94% seng dan 6% besi yang memiliki kekerasan sebesar 179 DPN.

3.

Lapisan Delta Lapisan ini terdiri dari 90% seng dan 10% besi yang memiliki kekerasan sebesar 244 DPN.

4.

Lapisan Gamma Lapisan ini terdiri dari 75% seng dan 25% besi yang memiliki kekerasan sebesar 250 DPN.

2.2.4 Temperatur Galvanizing Temperatur galvanizing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil lapisan. Kenaikan temperatur larutan akan menyebabkan pengkristalan zat terlarut lebih disukai, daya larut seng akan bertambah besar dan terjadi penguraian garam logam yang menyebabkan difusivitasnya menjadi tinggi serta gerakan ion logam akan lebih cepat karena kekentalannya menjadi berkurang. Kenaikan temperatur pencelupan akan meningkatkan reaktifitas larutan seng sehingga mengakibatkan lapisan seng menjadi tebal. Peristiwa ini cenderung akan mengarah pada hasil lapisan yang kasar dan akan mengurangi terserapnya gas hidrogen dalam lapisan, menurunkan tegangan serta mengurangi kerapuhan, sebagai contoh pelapisan seng (Charles, 1996: 381). 2.2.5 Seng (Zinc) Seng merupakan logam putih kebiruan, yang cukup mudah ditempa dan liat pada suhu 1100 C – 1500 C dan menjadi sangat rapuh jika dipanaskan diatas suhu

18

2000 C, jika dibiarkan di udara terbuka yang lembab akan terbentuk lapisan garam-garam dasar tipis dan putih sebagai pelindung, untuk sifat ini maka seng lebih cocok jika digunakan untuk melapisi baja dengan proses galvanizing. Seng bersifat amfotir karena dapat dapat bereaksi dengan asam encer (proses lebih lambat jika seng murni yang direaksikan), disamping itu seng juga bereaksi dengan basa. Seng jarang digunakan sendiri sebagai bahan konstruksi, lebih sering digunakan untuk proses galvanizing, bahan campuran untuk logam seperti kuningan dan tembaga dan sebagai bahan-bahan bangunan. Seng dapat melebur dalam dapur galvaniz pada temperatur 419,470 C dan mempunyai titik didih 9070 C (Henkel, 2002: 37). Pelapisan logam dengan logam pelapis berupa seng memiliki beberapa keuntungan yaitu biaya prosesnya murah, cukup tersedia di alam, daya tahan lapisan yang lama, melindungi substrat dari kerusakan secara mekanis, mudah untuk dilakukan dan logam yang telah dilapisi tidak memerlukan perawatan khusus. Ketahanan lapisan seng terhadap korosi tergantung pada ketebalan lapisan dan kondisi lingkungan yang dihadapi. Adakalanya jenis lingkungan yang tampak sama seringkali menghasilkan proses korosi yang berbeda, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya variasi minor yang disebabkan oleh kecepatan angin dan partikel-partikel korosif yang terdapat di atmosfir. Lapisan seng merupakan suatu lapisan penghalang yang memisahkan substrat baja dari lingkungan di sekitarnya. Meskipun

demikian,

dengan

pengandaian

bahwa

elektrolit

mempunyai

konduktivitas listrik yang baik dan menghubungkan substrat yang terlindungi dengan lapisan yang tersisa, sebagian besar lapisan seng akan hilang sampai

19

akhirnya baja terserang korosi, sebagai akibat dari peran yang dijalankannya sebagai tumbal dalam upaya perlindungan tersebut. Dalam kondisi demikian, korosi serius akan tertunda sampai lapisan pelindung tinggal 10% saja dari keadaan semula.

Gambar 3. Pengaruh Lingkungan dan Ketebalan terhadap Umur Lapisan Seng Gambar 3 menginformasikan tentang pengaruh lingkungan dan ketebalan lapisan terhadap umur lapisan seng. Lapisan seng setebal 0,03 mm di udara terbuka akan berumur 11 hingga 12 tahun bila di daerah pedesaan, sedangkan sekitar 8 tahun bila di lingkungan laut, tetapi hanya menjadi 4 tahun bila di daerah industri yang terkena polusi belerang oksida, dalam keadaan terendam dalam air laut, setiap lapisan dengan ketebalan 0,03 mm akan habis kira-kira 1 tahun, tetapi dengan adanya polusi terutama hidrogen sulfida yang ditimbulkan oleh limbahlimbah di muara-muara akan menyebabkan laju penipisan lapisan semakin bertambah (Trethewey, 1991: 274).

20

Lapisan seng relatif stabil jika berada pada kondisi atmosfir yang kering dan relatif panas. Pada kondisi lingkungan yang relatif lembab, lapisan oksida seng akan berubah menjadi seng hidroksida (Zn(OH)2), sedangkan karbon dioksida (CO2) yang lazim ada di udara akan bereaksi dan membentuk seng karbonat. Kedua senyawa ini bersifat sangat stabil sehingga dapat mencegah reaksi korosi lanjut, pada daerah yang dekat dengan pertanian, umur lapisan seng dapat mengalami penurunan yang cukup signifikan sebagai akibat penyemprotan insektisida, ada beberapa jenis insektisida yang dapat merusak lapisan seng terutama apabila setelah dilakukan penyemprotan terjadi hujan. Air hujan yang bercampur dengan insektisida yang berada di udara akan menimbulkan hujan asam yang merupakan media yang sangat korosif terhadap lapisan seng.

2.2 Baja 2.2.1 Baja Karbon Rendah Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur besi (Fe) dan karbon (C) dengan sedikit unsur Si, P, Mn, S dan Cu. Unsur-unsur paduan diberikan dengan maksud memperbaiki atau memberi sifat yang sesuai dengan sifat yang diinginkan (Wiryosumarto, 2000: 89). Gambar 4 menjelaskan pengaruh kandungan karbon terhadap kekuatan dan keuletan baja. Baja karbon rendah memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang sangat baik dan digunakan dalam kondisi anil atau normalisasi untuk keperluan konstruksi jembatan, bangunan dan kendaraan. Kandungan karbon disekitar 0,2% keuletannya sudah tidak memadai untuk keperluan lenyuk dalam

21

(deep drawing) dan perpatahan rapuh yang terjadi pada potongan tebal setelah pengelasan akan mengurangi daya guna baja karbon tersebut (RE. Smallman, 1991: 450).

Gambar 4. Pengaruh Kandungan Karbon terhadap Kekuatan dan Keuletan Baja Logam yang berwujud padat memiliki keteraturan dan kemantapan yang lebih baik bila dibandingkan dengan logam yang berwujud cair. Logam padat tersusun oleh atom-atom yang membentuknya terikat erat dalam molekul-molekul dan molekul-molekulpun terpaku di tempatnya oleh gaya-gaya pengikat lain yang menjadikan jarak-jarak antar atom tetap pendek namun hal ini justru sebaliknya untuk logam yang bentuknya cair, meskipun tetap tersusun rapat namun molekulmolekul tidak terhalang untuk dapat bergerak bebas dalam kumpulan besarnya.

22

Gambar 5. Kurva Pendinginan untuk Pembekuan Sebuah Logam Murni Gambar 5 menyajikan kurva pendinginan sebuah logam murni. Mula-mula pada titik A logam leleh yang berupa atom-atom logam yang terhimpun dalam susunan longgar. Pada temperatur yang digambarkan dengan titik-titik beku B, atom-atom logam mulai mengatur diri ke dalam susunan yang sangat tertata. Susunan yang terbentuk pada suatu temperatur tertentu untuk logam yang tertentu pula selalu bentuknya sama meskipun untuk logam-logam yang berbeda pola susunan atom itu ternyata beragam. Proses pembekuan logam berlangsung disertai dengan pelepasan energi yang disebut dengan panas laten peleburan (latent heat of fusion). Pelepasan energi ini menyebabkan logam-logam murni tetap pada temperatur yang sama selama proses pembekuan berlangsung (dari B hingga C) sebagai akibat adanya kecenderungan alami sistem untuk mendingin hingga temperatur lingkungan sekitarnya (Trethewey, 1991: 30). Jumlah kristal yang bernukleasi bergantung pada laju pendinginan. Pendinginan secara cepat menyebabkan nukleasi dalam cairan terjadi di banyak

23

tempat, sebaliknya jika pendinginan berlangsung lambat akan membuat pembentukan kristal hanya sedikit namun kristal itu akan terus menerus tumbuh secara perlahan. Laju pendinginan logam selama proses pembekuan atau pencetakan sangat penting karena akan menentukan sifat-sifat mekanik logam dan berpengaruh juga pada sifat-sifat korosinya.

(a) Nukleasi kristal-kristal dalam lelehan

(c) Pembentukan selesai

(b) Pertumbuhan kristal-kristal menjadi dendrit

(d) Struktur butir akhir

Gambar 6. Pertumbuhan Dendritik dan Pembekuan Gambar 6 menjelaskan tentang proses pembekuan logam murni. Begitu sebuah kristal terbentuk (Gambar 6 (a)), meskipun mungkin baru sekumpulan kecil atom, untuk membentuk kristal baru akan lebih alami hasilnya bila pembentukan selanjutnya terjadi pada susunan yang sudah mantap. Pertumbuhan kristal paling cepat terjadi pada sudut-sudutnya sehingga dari situlah percabangan bermula. Kristal yang telah bercabang disebut dendrit dimana orientasi tiap dendrit berlainan. Pada akhirnya dendrit-dendrit ini akan tumbuh sedemikian besar sehingga atom-atom terluar masing-masing saling bersentuhan dan gerakannya menjadi terbatas (Gambar 6 (c)), akibatnya dendrit-dendrit ini akan

24

terpaku dalam orientasi acak hingga bahan yang masih cair yang tersisa diantara percabangan lengan-lengan dendrit kemudian membeku juga (Gambar 6 (d)). Kristal-kristal ini bila telah terbentuk secara lengkap dalam keadaaan padat kemudian disebut butir (grain), di daerah antara dua buah butir, tempat pola kristal berubah orientasi, atom-atom tidak serasi dengan kisi-kisi pada butir yang manapun. Daerah-daerah ini disebut batas butir. 2.2.2 Cacat dalam Struktur Logam Proses pembekuan logam akan membentuk struktur kisi kristal yang sebenarnya terdapat ketidaksempurnaan dalam susunannya yang disebut dengan cacat

(defect)

yang

akan

berpengaruh

pada

sifat-sifat

korosi

logam.

Ketidaksempurnan dalam susunan ini dapat diakibatkan oleh perbedaan orientasi batas butir yang merupakan daerah pertemuan antara kisi-kisi yang bersebelahan, pengaruh perlakuan mekanik yang diberikan selama proses pengerjaan dan fabrikasi. Cacat yang terjadi pada logam secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga buah yaitu: 1.

Cacat titik (cacat atom tunggal) Cacat titik merupakan cacat pada suatu kisi sempurna, dengan sengaja

dimanfaatkan untuk menyempurnakan sifat-sifat mekanik logam. Cacat ini mempunyai peran dalam beberapa mekanisme korosi seperti perapuhan hidrogen, selective attack, korosi oksidasi dan korosi panas.

25

2.

Cacat garis Cacat garis merupakan cacat yang terjadi di dalam struktur butir ketika

bidang-bidang atom, bukan atom individu tidak menempati kedudukan sempurna pada kisi. Cacat garis contohnya dislokasi, dimana jenis dislokasi yaitu: a.

Dislokasi tepi (edge dislocation) yaitu adanya sebuah bidang atom tidak sempurna diantara dua bidang lainnya.

b.

Dislokasi ulir (screw dislocation) yaitu adanya bidang yang menyerong sedikit sehingga tidak searah lagi dengan bidang-bidang terdekatnya.

Gambar 7. Jenis Dislokasi dalam Kisi Kristal 3.

Cacat volume Cacat volume merupakan cacat yang mempengaruhi logam dalam skala

makroskopiknya. Cacat volume memiliki peran yang sangat penting dalam mekanisme korosi. Cacat ini umumnya diakibatkan oleh proses-proses selama manufacturing, yaitu: a.

Renik (voids), cacat ini berupa rongga-rongga kecil dalam bahan yang mungkin disebabkan oleh sejumlah mekanisme seperti terjebaknya udara dan pelepasan gas selama proses penuangan logam ke dalam cetakan.

26

b.

Retak (crack), retak biasanya berawal sejak pencetakan, umumnya diakibatkan oleh tidak meratanya laju pendinginan dan timbulnya tegangantegangan di dalam cetakan. Retak ini dapat memungkinkan peresapan agenagen penyebab korosi.

c.

Inklusi, merupakan terjebaknya partikel-partikel asing dalam padatan yang tentunya bukan bagian dari struktur kisi kristal logam itu sendiri.

2.3 Korosi Korosi adalah proses perusakan, penyusutan ataupun pengikisan terhadap suatu material yang disebabkan karena adanya reaksi dengan lingkungannya yang biasanya diasosiasikan ke material berbahan logam. Penyebab terjadinya ada dua macam yakni proses secara kimiawi dan proses perlakuan (Fontana, 1984: 2). Proses korosi secara kimiawi adalah proses ionisasi yang terjadi secara alamiah akibat adanya interaksi dengan udara seperti kelembaban, keasaman daerah atau kondisi operasi tertentu. Dua buah logam yang memiliki sifat yang berbeda yang saling berdekatan akan menghasilkan ion positif dan negatif, kemudian apabila bersinggungan dengan udara maka akan terbentuk senyawa baru karena udara mengandung bermacam-macam unsur, salah satu yang paling berpengaruh adalah hidrogen yang merupakan penyebab terjadinya korosi yang disebut dengan atmospheric corrosion. Proses korosi karena perlakuan merupakan proses terjadinya korosi karena adanya unsur kesengajaan. Save M Dagun (2005: 98) mendefinisikan korosi sebagai berikut: 1.

Pengikisan atau pelapukan karena karat atau peristiwa kimia.

27

2.

Proses elektro-kimia yang menyebabkan logam/bahan keramik berubah ke bentuk oksidanya.

3.

Erosi kimia oleh oksigen di udara yang menimbulkan batuan yang mengandung besi karat. Suatu proses korosi dapat menyebabkan timbulnya degradasi atau

penurunan mutu suatu logam. Penurunan mutu ini tidak hanya melibatkan reaksi kimia namun juga melibatkan reaksi elektrokimia yaitu reaksi antara bahan-bahan bersangkutan yang menyebabkan terjadinya perpindahan elektron. Atom logam yang mengalami suatu reaksi korosi, atom itu akan diubah menjadi sebuah ion melalui reaksi dengan suatu unsur yang terdapat dilingkungannya, jika suatu atom logam disimbolkan dengan M, maka proses korosi dapat digambarkan sebagai: M

MZ+

+

Ze-

Persamaan diatas memperlihatkan bahwa atom-atom logam dapat melepaskan sejumlah Z elektron yang merupakan bilangan valensi yang dimiliki oleh atom logam M (Trethewey, 1991: 24). Pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing akan melindungi struktur baja dari korosi dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini karena gas dan kelembaban disekitar bagian bawah permukaan seng akan menghasilkan sebuah lapisan pelindung yang berasal dari zinc oxide dan hydroxide. Korosi yang terjadi pada logam dapat mengurangi sifat mekanik dari logam tersebut. Mekanisme umum perlindungan lapisan seng terhadap laju korosi pada baja yaitu:

28

1.

Proteksi katodik: Metode anoda tumbal (sacrificial anode method) Proteksi katodik merupakan perlindungan yang timbul karena adanya

perbedaan potensial elektrokimia antara baja dengan seng sehingga apabila terjadi proses oksidasi maka lapisan seng terlebih dahulu teroksidasi, perlindungan ini disebut juga perlindungan pengorbanan (sacrificial protection). Baja baru akan terkorosi setelah semua lapisan seng yang melindunginya terkorosi, hal ini akan memberikan cukup waktu untuk melakukan pelapisan kembali pada baja tersebut. 2.

Proteksi anodik Prinsip proteksi secara anodik yaitu pemberian potensial pada baja

sehingga logam itu terpolarisasi anodik dari potensial korosi bebasnya, sehingga akan menyebabkan terbentuknya suatu selaput pasif yang menjadi pelindung terhadap korosi. Selaput ini akan dapat memberikan perlindungan apabila menempel dengan kuat dan cukup tahan terhadap kerusakan mekanik. Proteksi anodik merupakan perlindungan terhadap korosi pada logam yang disebabkan karena adanya lapisan pelindung pada permukaan sehingga korosi yang seharusnya terjadi pada baja terhalangi karena adanya lapisan tersebut. Perlindungan ini sangat dipengaruhi oleh tebal lapisan yang menyelubungi permukaan baja. Jenis-jenis korosi yaitu: 1.

Korosi merata (general) Merupakan korosi yang terjadi pada suatu logam secara menyeluruh, sebagai contoh: korosi yang terjadi pada tiang-tiang penyangga pada penambangan lepas pantai.

29

2.

Korosi sumuran (pitting corrosion) Adalah korosi lokal yang secara secara selektif menyerang bagian permukaan logam yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik atau mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregasi dan presipitasi.

Gambar 8. Korosi Sumuran 3.

Korosi arus liar (stray-current corrosion) Adalah korosi yang disebabkan oleh adanya arus konvensional yang mengalir dalam arah berlawanan dengan aliran elektron, besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dari luar.

Gambar 9. Korosi Arus Liar 4.

Korosi celah Adalah korosi yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi elektrolit dalam volume yang besar.

30

Gambar 10. Korosi Celah 5.

Korosi logam tak sejenis (galvanik) Adalah korosi yang disebabkan adanya dua logam tak sejenis (dissimilar metals) yang bergandengan (coupled) membentuk sebuah sel korosi basah sederhana.

Gambar 11. Korosi Galvanik 6.

Korosi erosi Adalah korosi yang disebabkan akibat gerak relatif antara elektrolit dan permukaan logam. Korosi ini biasanya disebabkan karena terjadinya prosesproses elektrokimia dan oleh efek-efek mekanik seperti abrasi dan gesekan.

7.

Korosi intergranuler Korosi ini terjadi bila daerah batas butir terserang akibat adanya endapan di dalamnya, endapan tersebut berasal dari bahan-bahan asing yang terdapat dalam struktur logam. Bahan-bahan tersebut yaitu logam antara dan senyawa.

31

8.

Korosi tegangan (stress corrosion) Logam yang mengalami beban dinamis yang berulang-ulang lama kelamaan akan patah, patahnya logam ini dapat dipercepat bila terdapatnya korosi pada logam tersebut.

9.

Korosi batas butir Adalah korosi yang disebabkan oleh ketidaksesuaian struktur kristal pada batas butir yang memiliki kedudukan atom-atom secara termodinamika yang kurang mantap dibandingkan atom-atom pada kedudukan kisi sempurna.

Gambar 12. Korosi Batas Butir 10. Korosi pelepasan atau bobolan (breakaway corrosion) Adalah korosi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak nampak secara bersamaan. Faktor-faktor tersebut yaitu temperatur, komposisi gas, tekanan gas, komposisi logam, bentuk komponen dan finishing permukaan. 11. Korosi panas (hot corrosion) Korosi panas yang terjadi pada turbin gas disebabkan oleh kombinasi antara oksidasi dan reaksi-reaksi dengan belerang, natrium, vanadium dan pengotorpengotor lain yang terdapat di udara dan bahan bakar. 12. Korosi transkristalin Merupakan terjadinya korosi yang melewati kristal.

32

Gambar 13. Korosi Transkristalin

2.4 Pengujian Komposisi Pengujian komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan unsur yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Pengujian komposisi biasanya dilakukan di pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar ataupun dilakukan di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam. Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar unsur berdasarkan sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada.

2.5 Pengujian Kekerasan Kekerasan suatu logam merupakan ketahanan atau kemampuan suatu logam terhadap penetrasi dalam memberikan suatu indikasi yang cepat mengenai

33

perilaku deformasi plastis. Kekerasan sendiri dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam karena sewaktu identasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis hingga mencapai regangan tertentu. Pengujian kekerasan adalah salah satu pengujian dari sekian banyak pengujian yang mudah dilakukan, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang relatif kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi benda uji. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan suatu penekan pada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk di atasnya (Tata Surdia, 2000: 31). Ukuran kekerasan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yang kesemuanya tergantung pada cara melakukan pengujian, ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan (scratch hardness), kekerasan lekukan (identation hardness) dan kekerasan pantulan (rebound). Pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian penekanan, pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji yang dapat digunakan, antara lain dengan alat uji Brinell, Vickers dan Rockwell. Pengujian kekerasan Vickers adalah pengujian kekerasan yang sering banyak digunakan digunakan pada pengujian kekerasan. Pengujian Vickers menggunakan piramida intan (diamond pyramid) sebagai indentor, dasar piramida yang berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan sebesar 1360, untuk beban yang digunakan dalam penekanan antara 10 g sampai 120 kg (Daryanto, 1985: 75). Pengujian Vickers memiliki beberapa kelebihan yaitu dengan benda penekan yang sama, kekerasan dapat ditentukan tidak hanya untuk bahan lunak

34

akan tetapi juga untuk bahan keras, dengan bekas tekanan yang kecil bahan percobaan merusak lebih sedikit, pengukuran kekerasan teliti, kekerasan benda kerja yang sangat tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan memilih gaya yang relatif kecil.

Gambar 14. Skema Indentor Vickers (www.gordonengland.co.uk) Permukaan logam yang diuji mulanya ditekan dengan indentor berbentuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antara permukaan-permukaan piramida yang berhadapan adalah sebesar 1360. Angka kekerasan piramida intan (DPN) atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPN), secara teoritis diartikan sebagai besarnya beban dibagi luas penampang lekukan yang terjadi. VHN dapat ditentukan dari persamaan sebagai berikut: VHN =

( 2)

2.P.Sin α d2

= 1,854

P ⎛ kg ⎞ 2⎟ 2 ⎜ mm ⎠ d ⎝

dimana : P = Beban yang diberikan (kg) d = Panjang diagonal rata-rata (mm) α = Sudut antara intan yang belawanan (1360)

35

Uji kekerasan Vickers banyak dipakai dalam kegiatan riset karena cara tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinyu. Pengujian Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras sekalipun, hal ini karena indentor yang digunakan berupa intan yang merupakan bahan yang paling keras.

2.6 Pengujian Struktur Mikro

Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya: mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: 1.

Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.

2.

Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui. Tahapan yang perlu dilakukan sebelum pengujian struktur mikro

dilaksanakan yaitu: 1.

Tahap pemotongan Tahap ini berupa pemotongan benda kerja yang nantinya akan diteliti.

2.

Tahap pengamplasan Tahap ini dilakukan mulai dari ukuran amplas yang paling kecil hingga yang paling besar pada bagian bidang permukaan yang hendak diteliti.

36

3.

Tahap polishing Tahapan ini bertujuan untuk menghilangkan adanya goresan dan agar diperoleh bidang uji yang benar-benar halus. Proses pemolesan dilakukan dengan menggunakan autosol.

4.

Tahap pengetsaan Proses pengetsaan bertujuan agar struktur benda uji dapat terlihat dengan jelas.

5.

Tahap pemotretan Merupakan pemotretan struktur mikro benda kerja dengan perbesaran tertentu.

2.7 Pengujian Laju Korosi

Laju korosi merupakan besarnya pengikisan yang terjadi pada suatu material yang dinyatakan dalam massa dibagi waktu. Pengujian laju korosi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami dan secara buatan. Pengujian secara alami dapat menggunakan air laut, sedangkan pengujian secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan yang bersifat asam dimana dalam penelitian ini menggunakan larutan H2SO4 (asam sulfat). Besarnya laju korosi yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Laju Korosi =

wo - wi ⎛ gr ⎞ ⎜ ⎟ T ⎝ menit ⎠

dimana wo = Berat awal (gr) wi = Berat setelah pengujian (gr)

T = Waktu perendaman (menit)

37

2.8 Kerangka Berfikir

Baja dan besi merupakan logam yang paling banyak digunakan sebagai komponen dalam konstruksi jembatan dan komponen di industri. Pemakaian logam ini dikarenakan baja dan besi merupakan logam yang mempunyai kekuatan yang tinggi. Walaupun keduanya banyak digunakan sebagai bahan konstruksi namun bukan berarti logam tersebut dapat digunakan selamanya karena suatu saat mutunya akan menurun yang disebabkan karena terjadinya korosi. Perlindungan terhadap bahaya korosi terutama pada besi dan baja dapat dilakukan dengan proses pelapisan logam dengan metode Hot Dip Galvanizing. Proses pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing merupakan proses pelapisan yang media pelapisnya berupa seng yang telah dipanaskan hingga mencair kemudian logam dicelupkan ke dalamnya. Pelapisan ini bertujuan untuk melindungi logam terhadap serangan korosi, meningkatkan kekuatan dan memperbaiki penampilan logam (sifat dekoratif). Hasil lapisan seng yang baik dan sempurna dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yang harus diperhatikan yaitu lama pencelupan, temperatur pencelupan dan kondisi permukaan benda kerja. Temperatur pencelupan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses Hot Dip Galvanizing. Besar kecilnya temperatur pencelupan sangat mempengaruhi baik dan buruknya hasil pelapisan, makin tinggi temperaturnya akan meningkatkan reaktifitas larutan sehingga akan menyebabkan pengkristalan zat terlarut lebih disukai, daya larutnya bertambah besar dan terjadi penguraian garam logam yang menjadikan tingginya konduktivitas serta menambah mobilitas ion logam tetapi viskositas (kekentalan) menjadi berkurang sehingga endapan ion

38

logam pada katoda akan lebih cepat sirkulasinya. Kecepatan pelapisan yang semakin tinggi akan menghasilkan lapisan yang semakin tebal tetapi bila temperatur pencelupan terlalu tinggi maka pelapisan akan mengarah pada hasil lapisan yang kasar dan akan mengurangi terserapnya gas hidrogen dalam lapisan, menurunkan tegangan serta mengurangi kerapuhan. Hasil lapisan yang baik dapat diperoleh dengan melakukan pelapisan pada temperatur pencelupan yang tepat.

2.9 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan sementara dalam penelitian ini adalah: 1.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap tebal lapisan Zn pada baja karbon rendah.

2.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap kekerasan pada baja karbon rendah.

3.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap laju korosi pada baja karbon rendah.

4.

Adakah pengaruh temperatur pencelupan Hot Dip Galvanize terhadap struktur mikro pada baja karbon rendah.

39

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian merupakan suatu sistem pengambilan data dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu suatu metode yang mengusahakan timbulnya variabel-variabel dan selanjutnya dikontrol untuk dilihat pengaruhnya (Arikunto, 1997: 89).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1.

Tempat Penelitian I

: PT Cerah Sempurna Jl. Walisongo km 11 No. 407 Telp. (024) 8662121-8662123 Semarang

2.

Waktu Penelitian

: 22 – 25 Januari 2007

Tempat Penelitian II

: – Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada – Laboratorium Kimia UNNES

Waktu Penelitian

: 1 Februari – 15 Maret 2007

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 1.

Alat Penelitian •

Peralatan Hot Dip Galvanizing (crane, tungku pemanas, blower)



Mesin gergaji



Mesin bor

39

40



Mesin polishing



Mesin uji komposisi



Mesin uji mikro Vickers



Mesin uji struktur mikro



Peralatan uji korosi (labu ukur, gelas ukur, timbangan digital, pipet dan gelas kimia)

2.



Alat pengukur ketebalan lapisan (Thickness meter)



Tang



Kawat

Bahan Penelitian •

Baja karbon rendah dengan diameter 38 mm dan tebal 3 mm



Larutan H2SO4



Air bersih



Seng cair

3.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

Variabel bebas Arikunto (1997: 101) menerangkan bahwa variabel bebas merupakan

variabel yang mempengaruhi yang disebut juga variabel penyebab (independent variable).

41

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengaruh temperatur pencelupan baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing, yaitu pencelupan pada temperatur 4400 C, 4500 C dan 4600 C. 2.

Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas,

adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengaruh terhadap kekerasan, laju korosi dan struktur mikro. 3.

Variabel kontrol Variabel kontrol adalah faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari

penelitian. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah prosedur pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing dan bahan yang digunakan yaitu baja karbon rendah.

3.5 Proses Pembuatan Spesimen Tahapan proses pembuatan spesimen yaitu: 1.

Pemotongan bahan Memotong bahan yang berupa baja karbon rendah dengan ukuran tebal 3 mm dan diameter 38 mm dengan menggunakan mesin gergaji.

38 Gambar 15. Gambar Spesimen

3

42

2.

Pengeboran spesimen Pengeboran dilakukan dengan menggunakan mesin bor, lubang ini bertujuan untuk memudahkan dalam perangkaian spesimen dalam proses pencelupan.

3.

Pemolesan Pemolesan spesimen dilakukan dengan menggunakan mesin polishing, pemolesan ini bertujuan agar dihasilkan permukaan yang rata sehingga lapisan seng dapat menempel dengan baik.

3.6 Proses Pelapisan Proses pelapisan dilakukan di PT Cerah Sempurna yang merupakan sebuah industri yang bergerak dalam bidang pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing. Adapun tahapan yang harus dilakukan yaitu: 1.

Menimbang benda kerja yang kemudian dirangkai menjadi satu bagian.

2.

Melakukan proses pickling yang berfungsi untuk menghilangkan karat kemudian dilanjutkan dengan proses rinsing. Melakukan proses fluxing yang disusul dengan proses drying.

3.

Mengatur suhu seng yang dibagi dalam tiga kali kelompok pencelupan, yaitu pencelupan pada suhu 4400 C, 4500 C dan suhu 4600 C.

4.

Mencelupkan rangkaian spesimen ke dalam bak galvaniz, proses pencelupan dilakukan selama 1,5 menit kemudian dilanjutkan dengan proses quenching.

5.

Melakukan penimbangan berat akhir lapisan dan mengukur ketebalan lapisan.

43

Proses pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing sebagai berikut:

a. Penimbangan spesimen

e. Fluxing

i. Quenching

b. Perangkaian spesimen

f. Drying

j. Menimbang berat lapisan

c. Pickling

g. Penambahan Cromate

k. Mengukur ketebalan lapisan

d. Rinsing

h. Proses Galvanizing Gambar 16. Urutan Proses Pelapisan di PT Cerah Sempurna

44

3.7 Langkah-langkah Pengujian 3.7.1 Pengujian Komposisi Pengujian

komposisi

material

baja

karbon

rendah

dilakukan

di

Laboratorium Itokoh Ceperindo. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan atau prosentase dari tiap unsur pembentuk bahan misalnya unsur C, Si, Fe, Cu, Mg, Al dan unsur-unsur lainnya. Langkah pengujian komposisi adalah sebagai berikut: 1.

Spesimen yang telah dipotong dengan diameter minimal 13 mm dibersihkan permukaannya dengan cara dipolishing hingga halus dan rata.

2.

Spesimen diletakkan pada bed dan dibakar dengan sejenis elektroda hingga bahan yang terkandung di dalamnya mengalami pencairan atau rekristalisasi. Proses pembakaran elektroda ini tidak boleh lebih dari tiga detik. Hasil dari proses rekristalisasi berupa pancaran cahaya yang nantinya akan ditangkap oleh suatu alat uji melalui sensor cahaya dan akan diteruskan ke dalam program komputer yang kemudian akan mencatat hasilnya. Langkah ini dilakukan sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-rata dan diprint out.

3.7.2 Pengukuran Tebal Lapisan Pengukuran ketebalan lapisan merupakan salah bagian akhir dari proses pelapisan yang dilakukan di PT Cerah Sempurna. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan thickness meter sebagaimana terlihat pada Gambar 11. Adapun langkah-langkah pengukuran tebal lapisan yaitu: 1.

Pegang spesimen di tangan kiri sedangkan thickness meter di tangan kanan.

45

2.

Tempelkan sensor ukur tegak lurus terhadap spesimen sehingga pada layar alat ukur akan muncul besarnya tebal lapisan yang dinyatakan dalam μm.

3.

Lakukan pengukuran sebanyak tiga kali untuk tiap bidangnya dan dilanjutkan ke bidang yang satunya lagi, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini: Pengukuran ke- 1

2

3

6 5 4 Gambar 17. Urutan Pengukuran Tebal Lapisan 4.

Tekan tombol OK untuk memperoleh rata-rata hasil pengukuran.

Gambar 18. Alat Pengukur Ketebalan Lapisan 3.7.3 Pengujian Struktur Mikro Langkah sebelum melakukan pengujian foto mikro adalah pemolesan. Pemolesan dengan menggunakan amplas mulai dari amplas no. 100 sampai no. 1500 kemudian diberi autosol agar lebih halus dan mengkilap. Tahap ini dilaksanakan di laboratorium bahan D3 UGM dengan menggunakan mesin

46

polishing. Setelah pemolesan selesai, baru dilakukan foto mikro terhadap bahan tersebut dengan mesin mesin foto struktur mikro.

Gambar 19. Alat Uji Struktur Mikro Langkah-langkah pengujian struktur mikro: 1.

Spesimen yang akan dilakukan uji foto mikro harus rata terhadap bidang ukur, sehingga spesimen tersebut diamplas dengan menggunakan amplas halus, kemudian melakukan finishing dengan menggosok spesimen menggunakan autosol.

2.

Nyalakan mikroskop dengan menekan ON pada power switch.

3.

Letakan spesimen pada stage.

4.

Pilih cahaya yang sesuai dengan memutar light intensity control knop.

5.

Pilih perbesaran lensa objektif dengan memutar revolving nosepiece.

6.

Lihat gambar pada eyepiece yaitu pada lensa okuler.

7.

Fokuskan pada gambar.

8.

Pilih lokasi yang akan diinginkan dengan memutar stage drive control knop.

47

9.

Pemotretan: masukan film pada kamera, pilih spesifik gambar yang akan diambil dengan photo unit adjuster dial, dan tekan expose untuk melakukan pemotretan.

3.7.4 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan Vickers menggunakan Micro Hardeness Vickers sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Alat Uji Kekerasan Vickers Prosedur pengujian kekerasan Vickers adalah sebagai berikut: 1.

Letakkan spesimen pada bed mesin uji kekerasan mikro Vickers.

2.

Tempatkan fokus pembebanan pada daerah lapisan, kemudian dilanjutkan pada daerah base material.

3.

Beban utama 50 gram ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga beban akan turun dan menekan bahan uji dan penekan ditahan sampai 5 detik.

4.

Beban utama kemudian dihilangkan sehingga kerucut terangkat sedikit yang akan memberikan bekas penekanan yang akan dibaca pada skala mikroskopik dengan ketelitian 0,1 µm.

48

5.

Penghitungan hasil uji kekerasan Vickers yang datanya telah dikonversikan kedalam satuan milimeter dengan rumus:

VHN =

( 2)

2.P.Sin α d2

= 1,854

P ⎛ kg ⎞ 2⎟ 2 ⎜ mm ⎠ d ⎝

sehingga dihasilkan besarnya nilai Vickers Hardness Number (VHN). Tabel 2. Pengujian Kekerasan No

Suhu

Pengujian

Spesimen

Diagonal (µm)

1

440 0C

Lapisan Zn

Kekerasan 2

(g/mm )

Rata-rata Kekerasan (g/mm2)

1 2

Logam dasar

1 2

2

0

450 C

Lapisan Zn

1 2

Logam dasar

1 2

3

460 0C

Lapisan Zn

1 2

Logam dasar

1 2

3.7.5 Pengujian Laju Korosi Pengujian laju korosi dilakukan dengan menggunakan larutan H2SO4 (asam sulfat) dengan konsentrasi 8%, 10% dan 12% yang dibagi lagi dalam dua kelompok pengujian yaitu pengujian selama 4 hari dan 10 hari. Adapun tahapannya yaitu:

49

1.

Tahap Awal Tahap awal pengujian laju korosi yaitu melakukan penimbangan awal (wo) spesimen dengan menggunakan timbangan digital (Gambar 15) dan pembuatan larutan uji. a.

Larutkan H2SO4 murni sejumlah 8 ml dengan air murni sejumlah 92 ml sehingga diperoleh perbandingan H2SO4 dengan air murni sebesar 8% : 92%.

b.

Larutkan H2SO4 murni sejumlah 10 ml dengan air murni sejumlah 90 ml sehingga diperoleh perbandingan H2SO4 dengan air murni sebesar 10% : 90%.

c.

Larutkan H2SO4 murni sejumlah 12 ml dengan air murni sejumlah 88 ml sehingga diperoleh perbandingan H2SO4 dengan air murni sebesar 12% : 88%.

Gambar 21. Timbangan Digital

50

2.

Tahap Perendaman Proses perendaman dibagi dalam dua kelompok yaitu perendaman selama 4 hari dan 10 hari yang dilakukan pada suhu kamar. Mulanya siapkan gelas kimia yang telah beri larutan uji kemudian masukkan spesimen ke dalamnya, ikatkan plastik sebagai penutupnya yang bertujuan agar tidak ada unsur luar yang masuk selama proses reaksi berlangsung.

Gelas Kimia Larutan Uji Benda Uji

Gambar 22. Mekanisme Pengujian Laju Korosi 3.

Tahap Akhir Tahap akhir pengujian yaitu dengan mengeluarkan spesimen dari gelas kimia, bersihkan dan dikeringkan, kemudian lakukan penimbangan akhir (wi) setelah dilakukan pengujian. Besarnya laju korosi dihitung dengan rumus:

Laju Korosi =

wo - wi ⎛ gr ⎞ ⎜ ⎟ T ⎝ menit ⎠

dimana wo = Berat awal (gr) wi = Berat setelah pengujian (gr) T

= Waktu perendaman (menit)

51

Hasil dari pengujian dimasukkan pada tabel berikut: Tabel 3. Pengujian Laju Korosi No

Konsentrasi

Waktu

larutan H2SO4

perendaman

Benda uji

wo

wi

Laju

(gr)

(gr)

korosi (gr/menit)

1

8%

4 hari

10 hari

2

10%

4 hari

10 hari

3

12%

4 hari

10 hari

Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C

3.8 Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya yaitu menganalisa data. Data dari hasil pengujian kemudian dimasukkan kedalam persamaan-persamaan yang ada sehingga diperoleh data yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka. Teknik analisis data dari pengaruh variasi temperature pencelupan terhadap tebal lapisan, kekerasan, laju korosi dan struktur mikro pada baja karbon rendah dengan pelapisan metode Hot Dip Galvanizing berupa dalam bentuk gambar, grafik dan tabel.

52

3.9 Diagram Alur Penelitian Bahan: Baja karbon rendah

Pembuatan spesimen

Uji Komposisi Variasi temperatur Pelapisan dengan metode

pencelupan (4400 C,

Hot Dip Galvanizing

4500 C dan 4600 C)

Pengukuran Tebal Lapisan

Uji

Uji Struktur

Uji Laju

Kekerasan

Mikro

Korosi

Data

Analisis

Hasil Gambar 23. Diagram Alur Penelitian

53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Pengujian Komposisi Pengujian komposisi bertujuan untuk mengetahui kadar tiap unsur pembentuk suatu bahan. Hasil pengujian komposisi baja karbon rendah pada penelitian ini dituangkan dalam tabel berikut:

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Tabel 4. Hasil uji komposisi Nama Unsur Simbol Kadar (%) Ferum Sulfur Aluminium Carbon Nickel Niobium Silicon Chromium Vanadium Mangan Molibdenum Tungsten Phosphors Cupper Titanium

Fe S Al C Ni Nb Si Cr V Mn Mo W P Cu Ti

98,87 0,021 0,00 0,135 0,094 0,00 0,114 0,048 0,00 0,560 <0,004 0,04 0,009 0,105 0,00

Pengelompokkan baja berdasarkan pada kandungan karbonnya dapat dibagi dalam tiga bagian. Baja dengan kandungan karbon kurang dari 0,30% disebut baja karbon rendah, baja dengan kadar karbon 0,30% – 0,45% disebut baja karbon sedang dan baja dengan kadar karbon 0,45% – 0,71% disebut baja karbon tinggi (Wiryosumarto, 2000: 90). Hasil pengujian komposisi menunjukkan kandungan karbon sebesar 0,135% sehingga termasuk dalam kelompok baja karbon rendah.

53

54

4.2 Pengukuran Tebal Lapisan Hasil pengukuran tebal lapisan Zn dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Hasil pengukuran tebal lapisan 1. Pengukuran tebal lapisan seng pada variasi suhu sekitar 4400 C Spesimen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2.

2 80,4 68,1 77,1 69,6 70,2 78,0 69,2 68,7 77,1 59,1

Pengukuran ke (µm) 3 4 58,4 63,9 59,0 53,6 56,5 53,9 63,2 65,5 61,8 75,4 61,8 63,2 59,6 54,0 62,7 56,3 59,8 60,7 48,5 62,1 Tebal rata-rata

Rata-rata 5 73,2 78,6 71,2 65,9 72,8 76,9 105 70,6 71,5 69,9

6 58,6 50,6 55,9 65,6 54,4 59,1 63,6 62,3 59,9 60,6

74,14 61,83 62,16 64,18 66,64 67,86 68,96 63,23 65,39 58,95 65,33

Pengukuran tebal lapisan seng pada variasi suhu sekitar 4500 C

Spesimen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3.

1 64,3 61,1 58,4 55,3 65,1 68,1 62,0 58,8 63,4 53,5

1 76,6 80,2 80,6 81,4 89,7 70,7 84,9 76,2 83,0 67,4

2 78,7 83,5 83,3 76,0 79,9 77,9 73,2 74,1 70,8 69,9

Pengukuran ke (µm) 3 4 74,4 67,8 87,2 79,6 81,0 83,1 76,4 79,2 77,1 71,7 75,1 73,1 77,4 81,4 80,8 84,1 77,8 73,0 71,3 77,9 Tebal rata-rata

Rata-rata 5 71,2 83,4 85,2 85,8 82,2 81,1 76,9 127 78,7 82,5

6 72,5 73,7 87,5 82,0 80,0 76,1 76,6 77,0 79,5 79,6

73,56 81,23 83,43 80,14 81,17 75,66 78,41 86,52 77,12 74,76 79,20

Pengukuran tebal lapisan seng pada variasi suhu sekitar 4600 C

Spesimen ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 80,6 84,8 93,8 80,3 76,5 75,1 82,0 80,5 75,6 84,6

2 85,5 90,9 88,7 108 85,6 80,2 90,0 90,7 76,4 96,4

Pengukuran ke (µm) 3 4 78,7 79,7 87,6 85,6 87,5 81,5 77,0 74,3 75,3 81,6 71,1 80,8 86,1 81,7 76,4 67,8 78,4 92,9 79,0 74,4 Tebal rata-rata

Rata-rata 5 90,8 87,7 90,7 81,9 80,2 84,4 103 78,1 87,5 88,7

6 84,3 77,7 82,7 78,7 73,9 81,1 77,3 72,3 72,2 85,4

83,28 85,73 87,49 83,37 78,85 78,77 86,68 77,64 80,51 84,75 82,71

55

Gambar 18 menunjukkan perbedaan tebal lapisan Zn yang didasarkan pada perbedaan temperatur pencelupan. Spesimen yang dicelup pada suhu 4400 C memiliki tebal lapisan Zn rata-rata sebesar 65,33 µm, ketebalan ini semakin naik sebesar 21,2% pada spesimen yang dicelup pada suhu 4500 C dan naik sebesar 26,6% pada spesimen yang dicelup pada suhu 4600 C. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tebal lapisan dipengaruhi oleh: a. Kondisi permukaan b. Lama pencelupan

Tebal Lapisan (µm)

c. Temperatur pencelupan 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

79.2

82.71

445 450 455 Temperatur Pencelupan (0C)

460

65.33

435

440

465

Gambar 24. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap tebal lapisan Zn Hasil pengujian ketebalan lapisan Zn menunjukkan kecenderungan meningkatnya tebal lapisan seng yang melekat pada baja seiring dengan naiknya temperatur pencelupan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi temperatur seng akan mengakibatkan kekentalannya menjadi turun sehingga daya larutnya bertambah besar dan akan meningkatkan reaktifitas seng yang berakibat mobilitas ion-ion seng menjadi tinggi sehingga mudah berdifusi pada baja (Charles, 1996: 381).

56

4.3 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dalam penelitian ini menggunakan Alat Uji Kekerasan Micro Vickers dengan pembebanan sebesar 50 gram, dari hasil perhitungan nantinya akan diperoleh nilai kekerasan Vickers (VHN). Hasil pengujian kekerasan Vickers ditunjukkan dengan tabel berikut ini: Tabel 6. Hasil pengujian kekerasan Vickers No

Suhu

Pengujian

Spesimen

1

440 0C

Lapisan Zn

450 0C

Logam dasar Lapisan Zn

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

2

3

0

460 C

Logam dasar Lapisan Zn Logam dasar

Diagonal (µm) 21.5 22 23 23.5 21 21.5 23.25 23.75 20.75 21 23 23.5

Kekerasan (VHN) 200.54 191.53 175.24 167.86 191.53 200.54 171.49 164.34 215.30 210.20 175.24 167.86

Rata-rata Kekerasan (VHN) 196.03 171.55 196.03 167.92 212.75 171.55

Gambar 25 menunjukkan besarnya nilai kekerasan Vickers lapisan Zn dan logam dasar terhadap temperatur pencelupan. Kenaikan variasi temperatur pencelupan akan menyebabkan nilai kekerasannya semakin naiknya dimana pada spesimen yang dicelup pada suhu 4400 C dan 4500 C nilai kekerasannya 196,03 VHN sedangkan pada bahan yang dicelup pada suhu 4600 C mengalami kenaikan sebesar 8,53%. Nilai kekerasan raw material (baja karbon rendah) yang digunakan yaitu sebesar 177,40 VHN. Baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip Galvanizing menunjukkan adanya peningkatan nilai kekerasan dimana lapisan Zn lebih keras dibandingkan logam dasarnya. Spesimen yang dicelup pada suhu 4400 C

57

mengalami kenaikan nilai kekerasannya sebesar 14,27% (196,03 VHN) dibandingkan logam dasarnya dan pada variasi 4500 C naik sebesar 16,74% (196,03 VHN) serta spesimen yang dicelup pada suhu 4600 C mengalami kenaikan sebesar 24,02% (212,75 VHN).

250

Nilai Kekerasan (VHN)

212.75 196.03

196.03

171.55

167.92

200 171.55

lapisan Zn Logam Dasar

150

100

50

0

440

450

460

Temperatur Pencelupan (0C)

Gambar 25. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap nilai kekerasan Vickers Data di atas menunjukkan bahwa semakin naik temperatur pencelupannya nilai kekerasannya mengalami peningkatan, selain itu juga dengan dilakukan pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing akan menaikkan nilai kekerasan dibandingkan logam dasarnya. Hal ini disebabkan karena pada pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing akan menghasilkan lapisan paduan antar muka (interface alloying) yang terbentuk antara lapisan Zn dengan baja dalam bentuk ikatan metalurgi yang kuat dan tersusun secara berlapis-lapis yang biasa disebut fasa. Lapisan paduan tersebut yaitu lapisan Eta, Zeta, Delta dan Gamma yang

58

secara umum memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan logam dasarnya sebagaimana telah dijelaskan lewat Gambar 2. 4.4 Pengujian Laju Korosi Hasil pengujian laju korosi pada penelitian ini dituangkan dalam tabel berikut: Tabel 7. Hasil pengujian laju korosi No 1

Konsentrasi larutan H2SO4 8%

Waktu perendaman 4 hari

10 hari

2

10%

4 hari

10 hari

3

12%

4 hari

10 hari

Spesimen Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C Raw material 4400 C 4500 C 4600 C

wo (gr) 23,7253 26,8854 25,8358 26,4792 22,0667 28,7499 27,8399 29,6908 21,1468 28,5105 29,2903 27,2497 23,7895 28,3268 29,5408 27, 2443 25,1688 26,2629 23,5759 28,5748 22,2514 27,5724 26,8939 28,7746

wi (gr) 23,2067 26,2890 25,1300 25,8548 20,3217 27,1053 26,8732 29,0108 19,7629 27,6487 28,1881 26,2928 22,9223 26.3024 28,2841 25,7289 23,6256 25,0972 22,2498 26,9655 21,2863 25,0277 25,6278 27,2817

Laju korosi .10-5 (gr/menit) 9,00347 10,35417 12,25347 10,84028 12,11806 11,42083 6,71319 4,72222 9,61111 14,96181 19,13542 16,61285 15,05764 14,05833 8,72708 10,52361 10,71701 20,23785 23,02257 27,93924 16,75486 17,67153 8,79236 10,36736

Gambar 26 mengilustrasikan besarnya laju korosi pada baja yang tidak digalvanizing dengan lama pengujian 4 dan 10 hari terhadap kenaikan konsentrasi larutan H2SO4. Pada pengujian laju korosi selama 4 hari dengan konsentrasi H2SO4 sebesar 8% laju korosi yang terjadi sebesar 9,00347.10-5 gram/menit, nilai ini meningkatkan sebesar 6,75% pada konsentrasi H2SO4 10% dan naik sebesar

59

19,03% pada konsentrasi H2SO4 12%. Pada pengujian selama 10 hari dengan konsentrasi H2SO4 sebesar 8% laju korosinya sebesar 12,1181.10-5 gram/menit, nilai ini meningkatkan sebesar 24,26% pada konsentrasi H2SO4 10% dan naik 38,26% pada konsentrasi H2SO4 12%.

Laju Korosi .10-5 (gr/menit)

18 16 14 12

Lama Pengujian

10

4 Hari

8

10 Hari

6 4 2 0 8%

10% 12% Konsentrasi Larutan H2SO4

Gambar 26. Pengaruh konsentrasi larutan H2SO4 terhadap laju korosi baja yang tidak digalvanizing Data di atas juga menggambarkan adanya kenaikan laju korosi seiring dengan semakin naiknya waktu pengujian. Pada pengujian dengan konsentrasi H2SO4 sebesar 8% selama 4 hari laju korosinya mengalami peningkatan sebesar 34,59% pada pengujian selama 10 hari sedangkan pada konsentrasi H2SO4 10% laju korosi mengalami peningkatan sebesar 56,67% dan pada konsentrasi H2SO4 12% laju korosi mengalami peningkatan sebesar 56,34%. Dari sini diketahui bahwa laju korosi yang terjadi pada baja yang tidak digalvanizing mengalami kenaikan seiring dengan naiknya konsentrasi H2SO4 dan juga terhadap lama pengujian. Larutan H2SO4 yang semakin pekat menyebabkan

60

proses pengikisan menjadi semakin besar karena jumlah zat-zat korosifnya semakin banyak begitu juga semakin lama waktu pengujiannya menyebabkan proses pengikisan menjadi bertambah besar. Gambar 27 menunjukkan pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 4 hari pengujian. Baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 10,35417.10-5 gram/menit, laju korosinya naik 44,50% pada konsentrasi 10% dan naik hingga 70,67% pada konsentrasi 12%. Pada baja yang digalvanizing pada suhu 4500 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 14,96181.10-5 gram/menit, laju korosinya naik 56,16% pada konsentrasi 10% dan naik sebesar 87,89% pada konsentrasi 12%. Pada baja yang digalvanizing pada suhu 4600 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 20,23785.10-5 gram/menit, laju korosinya naik 53,25% pada konsentrasi 10% dan naik hingga 157,74% pada konsentrasi 12%. Pengujian laju korosi baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 8% laju korosinya 10,35417.10-5 gram/menit, pada suhu 4500 C naik sebesar 18,33% namun hanya naik 4,69% pada suhu pencelupan 4600 C. Pada pengujian baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 10% laju korosinya 14,96181.10-5 gram/menit, pada suhu 4500 C laju korosinya naik sebesar 27,90% dan hanya naik 11,03% pada suhu pencelupan 4600 C. Pada pengujian baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 12% laju korosinya 20,2378.10-5 gram/menit, pada suhu 4500 C naik sebesar 13,76% dan semakin naik hingga sebesar 38,05% pada suhu pencelupan 4600 C.

61

Data di atas menunjukkan bahwa pada pengujian laju korosi selama 4 hari untuk baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C mempunyai nilai laju korosi yang terkecil bila dibandingkan dengan baja yang digalvanizing pada suhu 4500 C dan 4600 C baik untuk larutan H2SO4 dengan konsentrasi 8%, 10% dan 12%.

Laju Korosi .10-5 (gr/menit)

30 25 Konsentrasi H2SO4

20

8%

15

10%

10

12%

5 0 435

440

445

450

455

460

465

Temperatur Pencelupan (0C)

Gambar 27. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 4 hari Pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing akan menghasilkan suatu lapisan intermetalik yang dapat mengikat dengan baik antara lapisan seng dengan baja namun jika ikatan tersebut terlalu tebal akan menyebabkannya menjadi getas. Reaksi kimia yang terjadi antara Zn dengan H2SO4 berlangsung secara cepat saat keduanya bertemu yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara juga dihasilkan energi yang berupa panas, dilepaskannya belerang dioksida (SO2), dihasilkan garam yang berasal dari ion-ion zinc (Zn2+) dan dihasilkan air (H2O), namun pada pengujian laju korosi selama 4 hari garam yang dihasilkan sebagai produk reaksi belumlah nampak yang menandakan bahwa reaksi masih

62

berlangsung dan belum tercapai keadaan stabil. Banyak sedikitnya konsentrasi H2SO4 juga mempengaruhi besarnya laju korosi, grafik di atas menunjukkan bahwa laju korosi cenderung naik seiring dengan kenaikan temperatur pencelupan namun turun kembali jika temperaturnya dinaikkan. Korosi yang terbesar terjadi pada baja yang digalvanizing pada suhu 4600 C dengan 12% H2SO4, hal ini karena pada suhu pencelupan 4600 C ion-ion Zn sangat reaktif sehingga proses difusinya berupa ion-ion Zn dengan ukuran yang lebih kecil ditambah lagi larutan ujinya sangat korosif yaitu pada konsentrasi 12% sehingga proses pengikisan berlangsung sangat cepat. Gambar 28 mengilustrasikan pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 10 hari pengujian. Baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 11,42083.10-5 gram/menit, naik 23,09% pada konsentrasi 10% dan naik 54,73% pada konsentrasi 12%. Pada baja yang digalvanizing pada suhu 4500 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 6,71319.10-5 gram/menit, laju korosinya naik 29,98% pada konsentrasi 10% dan naik 30,97% pada konsentrasi 12%. Pada baja yang digalvanizing pada suhu 4600 C dengan konsentrasi H2SO4 8% laju korosinya 4,72222.10-5 gram/menit, laju korosinya naik 122,85% pada konsentrasi 10% dan naik 119,54% pada konsentrasi 12%. Pengujian baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 8% laju korosinya 11,42083.10-5 gram/menit, pada suhu 4500 C turun 41,22% dan kembali turun sebesar 58,65% pada suhu pencelupan 4600 C. Pada pengujian laju korosi baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 10% laju

63

korosinya 14,05833.10-5 gram/menit, pada suhu 4500 C turun sebesar 37,92% dan turun sebesar 25,14% pada suhu pencelupan 4600 C. Pada pengujian baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C dengan larutan H2SO4 12% laju korosinya 17,67153 gram/menit, pada suhu 4500 C turun sebesar 50,24% dan turun sebesar 41,33% pada suhu pencelupan 4600 C. Konsentrasi H2SO4 yang semakin tinggi menyebabkan besarnya laju korosi yang terjadi juga semakin tinggi juga, jika pada pengujian selama 4 hari diatas bahan yang digalvanizing pada suhu 4400 C memiliki nilai laju korosi yang terkecil namun jika pengujian tersebut diteruskan hingga 10 hari perbedaan tersebut akan semakin nampak. Secara umum, grafik di bawah menunjukkan bahwa baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C memiliki laju korosi yang terbesar, namun pada suhu 4500 C nilainya turun dan kembali naik pada 4600 C. 20 Laju Korosi .10-5 (gr/menit)

18 16 14 Konsentrasi H2SO4

12 10

8%

8

10%

6

12%

4 2 0 435

440

445

450

455

460

465

Temperatur Pencelupan (0C)

Gambar 28. Pengaruh temperatur pencelupan terhadap laju korosi selama 10 hari

64

Pengujian laju korosi selama 10 hari dihasilkan garam dalam jumlah yang cukup besar yang mengindikasikan bahwa reaksi yang terjadi antara baja yang digalvanizing dengan larutan H2SO4 telah mencapai kesetimbangan. Semakin besar temperatur pencelupan ternyata menghasilkan besar laju korosi yang berbeda-beda, dimana bahan dengan variasi suhu 4400 C memiliki laju korosi yang terbesar yang disebabkan pada suhu tersebut seng masih relatif kental (viskositas masih tinggi) sehingga seng yang menempel pada baja disebabkan karena bersentuhannya antara keduanya sehingga pergerakan ion logam seng masih terbatas dan seng yang menempel pada baja masih relatif kecil sehingga apabila terjadi korosi lapisan seng tersebut lebih mudah untuk terkikis yang disebabkan oleh daya rekatnya yang masih belum terlalu kuat. Baja yang dicelup pada suhu 4500 C mempunyai nilai laju korosi pada daerah rata-rata, hal ini dikarenakan pergerakan ion logam seng sudah baik sehingga lapisan yang menempel telah dapat berikatan dan menempel dengan baik, sedangkan pada baja yang digalvanizing pada suhu 4600 C dengan konsentrasi 8% H2SO4 memiliki korosi yang terkecil hal ini dikarenakan konsentrasi larutan uji tidak terlalu korosif sehingga proses pengikisannya lebih sedikit dibandingkan dengan yang lainnya. Gambar 29 menerangkan pengaruh lama pengujian terhadap besarnya laju korosi pada baja yang digalvanizing pada suhu 4400 C. Baja galvanizing yang diuji dengan H2SO4 8% laju korosinya mengalami kenaikan 10,30% pada 10 hari pengujian dibandingkan 4 hari pengujian, pada pengujian dengan H2SO4 10% mengalami penurunan 6,04% pada 10 hari pengujian dibandingkan 4 hari

65

pengujian dan pada pengujian dengan H2SO4 12% mengalami penurunan 12,68% pada 10 hari pengujian dibandingkan 4 hari pengujian. Grafik di bawah menunjukkan kenaikan konsentrasi H2SO4 menyebabkan laju korosi semakin

Laju Korosi .10-5 (gr/menit)

lama akan semakin kecil seiring dengan bertambahnya waktu pengujian. 25 20 15

Konsentrasi H2SO4

10

8% 10% 12%

5 0 0

2

4 6 8 Lama Pengujian (Hari)

10

12

Gambar 29. Pengaruh lama pengujian terhadap laju korosi pada variasi pencelupan 4400 C Kenaikan konsentrasi H2SO4 ternyata menyebabkan laju korosi yang terjadi semakin kecil mengalami penurunan yang paling besar, hal ini disebabkan dengan semakin naiknya konsentrasi larutan H2SO4 berarti tingkat korosifnya semakin besar sehingga reaksi kimia yang terjadi akan berlangsung secara cepat namun halnya bila hal ini diteruskan akan berakibat daya korosifnya akan berkurang secara cepat. Pengujian dengan 8% H2SO4 reaksi yang terjadi belumlah setimbang, hal ini karena dengan konsentrasi tersebut proses pengikisan berlangsung secara lambat dibandingkan dengan konsentrasi yang lainnya, sehingga ketika pada pengujian yang lain reaksinya telah setimbang, pada konsentrasi 8% tersebut kesetimbangan belumlah tercapai.

66

Perlindungan terhadap korosi oleh Zn terhadap baja yang menjadi substratnya merupakan jenis proteksi katodik dengan metode anoda tumbal (sacrificial anode method), hal ini karena adanya perbedaan potensial elektrokimia antara baja dengan seng (potensial oksidasi Zn lebih tinggi dibandingkan baja) sehingga saat terjadi proses oksidasi dengan larutan H2SO4 maka lapisan seng akan menjadi bahan yang dikorbankan (sacrificial waster) sedangkan baja yang lebih mulia laju korosinya akan terhambat. Saat proses oksidasi terjadi, maka gas dan kelembaban di sekitar bagian bawah seng akan menghasilkan sebuah lapisan pelindung yang berasal dari zinc oxide dan hydroxide. Pengujian laju korosi dengan menggunakan larutan uji H2SO4 ternyata kurang tepat digunakan, hal ini karenakan Zn akan dengan mudah mengkorosi lapisan Zn dengan melepaskan ion-ion zinc (Zn2+) dengan turut melepaskan SO2. Jika proses pengujian dilakukan di daerah terbuka maka pembuktian tujuan dari pelapisan yaitu untuk melindungi logam yang dilapisi dari proses korosi dapat dilakukan, pada daerah terbuka akan terjadi proses oksidasi (proses reaksi dengan oksigen) yang merupakan faktor utama penyebab korosi. Baja yang penyusun utamanya adalah besi akan lebih mudah teroksidasi dibandingkan Zn, sehingga proses perlindungan terhadap korosi dapat dengan tepat dilakukan untuk material yang berada pada daerah terbuka dibandingkan pada lingkungan air. Korosi yang terjadi pada logam baja yang digalvanizing dengan Zn termasuk dalam jenis korosi merata (general corrosion) yaitu proses korosi yang terjadi pada suatu logam yang terjadi secara menyeluruh.

67

4.5 Pengujian Struktur Mikro Berikut ini adalah foto struktur mikro hasil pemotretan spesimen uji untuk setiap jenis perlakuan:

Ferrite

Pearlite

50μm

Gambar 30. Struktur mikro spesimen raw material sebelum digalvanizing Gambar 30 mengilustrasikan hasil pengujian foto mikro pada spesimen raw material yang menunjukkan dominasi kristal ferrite yang nampak berwarna putih (terang) terhadap kristal pearlite yang berwarna hitam (gelap). Dominasi ini menunjukkan bahwa raw material merupakan logam yang tidak terlalu keras dalam hal ini berupa baja karbon rendah.

Lapisan Zn

20μm

Gambar 31. Struktur Mikro Lapisan Zn Variasi Temperatur Pencelupan 4400 C

68

Lapisan Zn

20μm

Gambar 32. Struktur Mikro Lapisan Zn Variasi Temperatur Pencelupan 4500 C

Lapisan Zn

20μm

Gambar 33. Struktur Mikro Lapisan Zn Variasi Temperatur Pencelupan 4600 C Gambar 31, 32 dan 33 merupakan foto mikro dari baja yang digalvanizing dengan variasi temperatur pencelupan. Foto di atas menunjukkan bahwa lapisan Zn dapat menempel dengan baik pada baja, dan lapisan seng yang menempel mengalami kenaikan ketebalan seiring dengan naiknya temperatur pencelupan dari 4400 C hingga 4600 C. Pengujian struktur mikro pada suhu 4400 C terlihat bahwa struktur lapisan Zn tidak terbentuk secara merata namun pada spesimen yang digalvanizing pada

69

suhu 4500 C dan 4600 C pembentukan struktur lapisan Zn dapat terbentuk secara merata. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur pencelupannya maka lapisan paduan Zn dan baja yang dihasilkan susunan struktur lapisan paduannya akan semakin kelihatan. Gambar 34 memperlihatkan karakteristik lapisan seng yang menempel pada permukaan baja. Lapisan tersebut terbentuk disebabkan karena lapisan seng murni yang berdifusi (masuk ke dalam baja) saat proses pencelupan dilakukan yang nantinya akan membentuk lapisan paduan antar muka (interface alloying) antara seng dengan baja. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing pada saat spesimen dicelupkan pada seng cair yang panas terjadi proses difusi, yaitu proses pemasukan ion-ion logam Zn ke dalam struktur baja sehingga akan diperoleh lapisan paduan yang terdiri oleh sejumlah Zn dan besi.

Lapisan Eta Lapisan Zeta Lapisan Delta Lapisan Gamma 20μm

Baja Gambar 34. Struktur mikro lapisan Zn dan baja hasil proses Hot Dip Galvanizing

Proses Hot Dip Galvanizing akan menghasilkan susunan struktur lapisan sebagai berikut:

70

1.

Lapisan Eta Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang tersusun oleh 100% seng yang memiliki kekerasan sebesar 70 DPN.

2.

Lapisan Zeta Lapisan ini terdiri dari sekitar 94% seng dan 6% besi yang memiliki kekerasan sebesar 179 DPN.

3.

Lapisan Delta Lapisan ini terdiri dari sekitar 90% seng dan 10% besi yang memiliki kekerasan sebesar 244 DPN.

4.

Lapisan Gamma Lapisan ini terdiri dari sekitar 75% seng dan 25% besi yang memiliki kekerasan sebesar 250 DPN.

5.

Baja yang merupakan logam dasar bahan yang digalvanizing. Besarnya kandungan unsur Zn dan besi di setiap lapisannya diukur dengan

menggunakan uji komposisi, yaitu sebuah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah suatu kandungan unsur yang terdapat pada suatu logam. Nilai kekerasan di setiap lapisan yang terbentuk diukur dengan menggunakan kekerasan mikro Vickers yang nantinya akan dinyatakan dalam VHN (Vickers Hardness Number) atau dapat pula ditulis dengan DPN (Diamond Pyramid Number), hal ini dikarenakan indentor yang digunakan berupa berlian yang bentuknya menyerupai piramid.

71

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan Simpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas adalah sebagai berikut: 1.

Tebal lapisan seng mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan variasi temperatur pencelupan pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing. Pada spesimen yang dicelup pada suhu 4400 C tebal lapisan seng 65,33 µm, pada suhu 4500 C tebalnya menjadi 79,20 µm dan pada suhu 4600 C tebalnya 82,71 µm.

2.

Nilai kekerasan bahan yang digalvanizing mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan temperatur pencelupan. Spesimen yang digalvanizing pada suhu 4400 C dan 4500 C nilai kekerasannya 196,03 VHN dan pada suhu 4600 C nilai kekerasannya 212,75 VHN.

3.

Laju korosi pada baja yang tidak digalvanizing semakin naik seiring dengan kenaikan konsentrasi H2SO4 maupun terhadap lama pengujian. Pada pengujian selama 4 hari kenaikan temperatur pencelupan menyebabkan naiknya laju korosi namun kembali turun pada suhu 4600 C. Pada pengujian selama 10 hari kenaikan temperatur pencelupan menyebabkan laju korosi semakin turun namun naik pada suhu 4600 C. Pada pada spesimen yang digalvanizing pada suhu 4400 C menunjukkan penurunan laju korosinya seiring meningkatnya lama pengujian.

71

72

4.

Kenaikan temperatur pencelupan akan menyebabkan pembentukan susunan struktur mikro lapisan Zn akan semakin baik dan merata, yaitu lapisan Eta, Zeta, Delta dan Gamma.

5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat diberikan yaitu: 1.

Penelitian Hot Dip Galvanizing yang berikutnya sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang lebih presisi seperti heater electric yang dihubungkan dengan thermokopel yang dimaksudkan agar temperatur pencelupan dapat dijaga secara konstan sehingga hasil pencelupan dapat maksimal.

2.

Kenaikan temperatur pencelupan pada pelapisan dengan metode Hot Dip Galvanizing akan menghasilkan tebal lapisan, nilai kekerasan, laju korosi dan struktur mikro yang berbeda-beda sehingga perlu diperhatikan maksud dan penggunaan bahan yang dicelup, misal: untuk material yang akan diletakkan di daerah pinggir pantai dengan waktu pakai 5 tahun maka tebalnya harus lebih besar dari 80 µm karena laju korosi di pinggir pantai 815 µm pertahun.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi kelima. Jakarta: Rineka Cipta Charles W Keenan, Kleinfelter. 1996. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Erlangga Dagun Save M. 2005. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Edisi keempat. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara Daryanto.1985. Mekanika Teknik Mesin. Jakarta : PT Bina Aksara Depdikbud. 1987. Petunjuk Penyusunan Skripsi Mahasiswa Program SI IKIP Semarang. Semarang: IKIP Press Fontana Mars G, Greene Norbert D. 1985. Corrosion Engineering. Second edition. Singapura: McGraw Hill Henkel Daniel, Pense Alan W. 2002. Structure and Properties of Engineering Materials. Fifth edition. Amerika: McGraw Hill

Svehla G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka Smallman R E. 1991. Metalurgi Fisik Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sulistyo, Bambang Widyanto, Nevi Zond Chatab. 1997. Penerapan Sistem Manajemen Mutu Industri Pengecoran dan Galvaniz Menuju Seri SNI 19.90000 (150.9000). Semarang: UNDIP Supardi Rahmat. 1997. Korosi. Bandung: Tarsito Surdia Tata, Saito Shinroku. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Edisi kelima. Jakarta: PT Pradnya Paramitha Trethewey Kenneth R, Chamberlain John. 1991. Korosi : untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Wiryosumarto Harsono, Okumura Toshie. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT Pradnya Paramita

73

73

Lampiran 1. Hasil uji komposisi

74

Lampiran 2. Hasil uji kekerasan Vickers

75

Lampiran 3. Perhitungan kekerasan Vickers

76

PERHITUNGAN KEKERASAN

VHN =

( 2)

2.P.Sin α d

2

= 1,854

P ⎛ kg ⎞ 2⎟ 2 ⎜ mm ⎠ d ⎝

Kekerasan raw material P = 40 kg a. Titik 1 d = 0,64 mm VHN = 1,854

40 0,64 2

= 181,09 kg

40 0,65 2

= 175,56 kg

40 0,65 2

= 175,56 kg

mm 2

b. Titik 2 d = 0,65 mm VHN = 1,854

mm 2

c. Titik 3 d = 0,65 mm VHN = 1,854

mm 2

Lapisan Zn dan Logam dasar P = 50 gram

= 0,05 kg

1. Spesimen Suhu 4400 C a. Lapisan Zn Spesimen 1 d = 21,5 µm VHN = 1,854

= 0,0215 mm 0,05 0,0215 2

= 200,54 kg

mm 2

77

b. Lapisan Zn Spesimen 2 d = 22 µm VHN = 1,854

= 0,022 mm 0,05 0,022 2

= 191,53 kg

mm 2

c. Logam Dasar Spesimen 1 d = 23 µm VHN = 1,854

= 0,023 mm 0,05 0,023 2

= 175,24 kg

mm 2

d. Logam Dasar Spesimen 2 d = 23,5 µm VHN = 1,854

= 0,0235 mm 0,05 0,0235 2

= 167,86 kg

mm 2

2. Spesimen Suhu 4500 C a. Lapisan Zn Spesimen 1 d = 21 µm VHN = 1,854

= 0,021 mm 0,05 0,0212

= 191,53 kg

mm 2

b. Lapisan Zn Spesimen 2 d = 21,5 µm VHN = 1,854

= 0,0215 mm 0,05 0,0215 2

= 200,54 kg

mm 2

c. Logam Dasar Spesimen 1 d = 23,25 µm VHN = 1,854

= 0,02325 mm 0,05 0,02325 2

= 171,49 kg

mm 2

78

d. Logam Dasar Spesimen 2 d = 23,75 µm VHN = 1,854

= 0,02375 mm 0,05 0,02375 2

= 164,34 kg

mm 2

3. Spesimen Suhu 4600 C a. Lapisan Zn Spesimen 1 d = 20,75 µm VHN = 1,854

= 0,02075 mm 0,05 0,02075 2

= 215,3 kg

mm 2

b. Lapisan Zn Spesimen 2 d = 21 µm VHN = 1,854

= 0,021 mm 0,05 0,0212

= 191,53 kg

mm 2

c. Logam Dasar Spesimen 1 d = 23 µm VHN = 1,854

= 0,023 mm 0,05 0,023 2

= 175,24 kg

mm 2

d. Logam Dasar Spesimen 2 d = 23,5 µm VHN = 1,854

= 0,0235 mm 0,05 0,0235 2

= 167,86 kg

mm 2

79

Lampiran 4. Penghitungan Laju Korosi

PERHITUNGAN LAJU KOROSI

Laju Korosi =

wo - wi ⎛ gr ⎞ ⎜ ⎟ T ⎝ menit ⎠

T1 = 4 hari

= 5760 menit

T2 = 10 hari

= 14400 menit

1. Konsentrasi H2SO4 8% a. Raw material w0 = 23,7253 gr Laju Korosi =

wi = 23,2067 gr

23,7253 − 23,2067 5760

= 9,00347. 10-5 gr

menit

b. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 26,8854 gr Laju Korosi =

wi = 26,2890 gr

26,8854 − 26,2890 5760

= 10,35417. 10-5 gr

menit

c. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 25,8358 gr Laju Korosi =

wi = 25,1300 gr

25,8358 − 25,1300 5760

= 12,25347. 10-5 gr

menit

d. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 26,4792 gr Laju Korosi =

wi = 25,8548 gr

26,4792 − 25,8548 5760

= 10,84028. 10-5 gr

menit

80

e. Raw material w0 = 22,0667 gr Laju Korosi =

wi = 20,3217 gr

22,0667 − 20,3217 14400

= 12,11806. 10-5 gr

menit

f. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 28,7499 gr Laju Korosi =

wi = 27,1053 gr

28,7499 − 27,1053 14400

= 11,42083. 10-5 gr

menit

g. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 27,8399 gr Laju Korosi =

wi = 26,8732 gr

27,8399 − 26,8732 14400

= 6,71319. 10-5 gr

menit

h. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 29,6908 gr Laju Korosi =

wi = 29,0108 gr

29,6908 − 29,0108 14400

= 4,72222. 10-5 gr

menit

2. Konsentrasi H2SO4 10% a. Raw material w0 = 23,7896 gr Laju Korosi =

wi = 23,2360 gr

23,7896 − 23,2360 5760

= 9,61111. 10-5 gr

menit

81

b. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 28,5105 gr Laju Korosi =

wi = 27,6487 gr

28,5105 − 27,6487 5760

= 14,96181. 10-5 gr

menit

c. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 29,2903 gr Laju Korosi =

wi = 28,1881 gr

29,2903 − 28,1881 5760

= 19,13542. 10-5 gr

menit

d. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 27,2497 gr Laju Korosi =

wi = 26,2928 gr

27,2497 − 26,2928 5760

= 16,61285. 10-5 gr

menit

e. Raw material w0 = 25,1688 gr Laju Korosi =

wi = 23,0005 gr

25,1688 − 23,0005 14400

= 15,05764. 10-5 gr

menit

f. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 28,3268 gr Laju Korosi =

wi = 26,3024 gr

28,3268 − 26,3024 14400

= 14,05833. 10-5 gr

menit

g. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 29,5408 gr Laju Korosi =

wi = 28,2841 gr

29,5408 − 28,2841 14400

= 8,72708. 10-5 gr

menit

82

h. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 27,2443 gr Laju Korosi =

wi = 25,7289 gr

27,2443 − 25,7289 14400

= 10,52361. 10-5 gr

menit

3. Konsentrasi H2SO4 12% a. Raw material w0 = 22,2514 gr Laju Korosi =

wi = 21,6341 gr

22,2514 − 21,6341 5760

= 10,71701. 10-5 gr

menit

b. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 26,2629 gr Laju Korosi =

wi = 25,0972 gr

26,2629 − 25,0972 5760

= 20,23785. 10-5 gr

menit

c. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 23,5759 gr Laju Korosi =

wi = 22,2498 gr

23,5759 − 22,2498 5760

= 23,02257. 10-5 gr

menit

d. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 28,5748 gr Laju Korosi =

wi = 26,9655 gr

28,5748 − 26,9655 5760

= 27,93924. 10-5 gr

menit

83

e. Raw material w0 = 21,1468 gr Laju Korosi =

wi = 18,7341 gr

21,1468 − 18,7341 14400

= 16,75486. 10-5 gr

menit

f. Suhu pencelupan 4400 C w0 = 27,5724 gr Laju Korosi =

wi = 25,0277 gr

27,5724 − 25,0277 14400

= 17,67153. 10-5 gr

menit

g. Suhu pencelupan 4500 C w0 = 26,8939 gr Laju Korosi =

wi = 25,6278 gr

26,8939 − 25,6278 14400

= 8,79236. 10-5 gr

menit

h. Suhu pencelupan 4600 C w0 = 28,7746 gr Laju Korosi =

wi = 27,2817 gr

28,7746 − 27,2817 14400

= 10,36736. 10-5 gr

menit

Lampiran 5. Surat Penetapan Dosen Pembimbing

84

Lampiran 6. Surat Ijin Pengujian Bahan di Laboratorium Bahan UGM

85

Lampiran 7. Surat Ijin Pengujian Laju Korosi di Laboratorium Kimia UNNES

86

Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian di PT Cerah Sempurna

87

Lampiran 9. Hasil Uji Laju Korosi

88

Lampiran 10. Surat Keterangan Penelitian di Laboratorium Kimia UNNES

89

PERANCANGAN REGULATOR ROBUST PADA ROTO PACKER (PROSES PACKING) DENGAN METODE KONTROL H∞ DI PT. SEMEN GRESIK-TUBAN

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh: MUFID ARIANTO NIM. 0110630092-63

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2007

PERANCANGAN REGULATOR ROBUST PADA ROTO PACKER (PROSES PACKING) DENGAN METODE KONTROL H∞ DI PT. SEMEN GRESIK-TUBAN

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun Oleh: MUFID ARIANTO NIM. 0110630092-63

Dosen Pembimbing :

Ir. Purwanto, MT NIP. 131 574 847

Fitriana Suhartati, ST, MT NIP. 132 206 527

PERANCANGAN REGULATOR ROBUST PADA ROTO PACKER (PROSES PACKING) DENGAN METODE KONTROL H∞ DI PT. SEMEN GRESIK-TUBAN

Disusun Oleh: MUFID ARIANTO NIM. 0110630092-63

Skripsi ini telah diuji dan dinyatakan lulus Pada tanggal 9 Februari 2007

MAJELIS PENGUJI :

Ir. Moch. Rusli, Dipl. Ing NIP. 131 653 473

Ir. Erni Yudaningtyas, MT NIP. 131 879 035

Rusmi Ambarwati, ST., MT. NIP. 132 258 188

Ir. Bambang Siswojo NIP. 131 759 588

Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Elektro

Ir. Purwanto, MT NIP. 131 574 847

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan petunjuk dan kasih sayang-Nya yang berbuah kekuatan, kesabaran dan kemudahan, sehingga skripsi yang berjudul “Penerapan Regulator Robust Pada Roto Packer (Proses Packing) Dengan Metode Kontrol Robust H∞ Di PT. Semen Gresik-Tuban” ini dapat terselesaikan sesuai yang diinginkan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, Keluarga dan Sahabatnya, yang telah banyak memberikan keteladanan hidup. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang telah mengasuh dan mendidikku dengan penuh kasih sayang, kesabaran, kebaikan-kebaikan dan kemanfaatan, yang jasanya tidak akan pernah bisa diungkapkan dengan berbagai macam media. 2. Ir. Purwanto, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro dan Ir. Hery Purnomo selaku Sekretaris Jurusan Teknik Elektro atas semua sarana dan prasarananya. 3. Ir. Purwanto, MT dan Fitriana S. ST, MT selaku

dosen pembimbing, atas

perhatian, bimbingan, nasehat dan waktu yang diberikan ditengah-tengah kesibukan hingga terselesaikan skripsi ini. 4. Ir. Moch. Rusli, Dipl. Ing. selaku Ketua Kelompok Dosen Keahlian Sistem Kontrol, yang telah mengilhami terpilihnya judul ini pada saat kuliah kontrol robust dan bimbingan PKL di PT. Semen Cibinong, Tbk. 5. Seluruh Dosen Teknik Elektro Universitas Brawijaya, untuk ilmu-ilmu yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan di kampus. 6. Pak Wisnu, Bu Mien, Bu Kamil, Pak Sanawi, Pak Wahyu dan seluruh staf dan laboran Teknik Elektro, atas bantuan dan kerja samanya selama ini. 7. Seluruh keluarga di Bengkulu kakakku dan adik-adikku yang selalu mendukung dan mendoakan. 8. Seluruh teman-teman Elektro yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan dari awal tahun masuk hingga lulus.

Dan penulis menyadari sesuai dengan semangat yang diangkat pada penulisan skripsi ini yaitu “ketidak-pastian”. Bahwa “ketidak-pastian” juga ada dalam diri penulis pada waktu penulisan skripsi ini, tidak ada yang suatu hal yang pasti, yang ada hanyalah pendekatan. Begitu juga penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, 9 Pebruari 2007

Penulis

DAFTAR ISI Halaman PENGANTAR .................................................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... ix RINGKASAN................................................................................................................... x

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 1.3 Batasan Masalah ............................................................................................... 2 1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................................. 3 1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 3

BAB II Proses Pengepakan, Teori Motor Induksi dan Kontrol Robust......................... 5 2.1 Proses Pengepakan Semen ............................................................................... 5 2.2 Roto Packer ...................................................................................................... 6 2.3 Motor Induksi ................................................................................................... 7 2.3.1

Medan Putar.......................................................................................... 7

2.3.2

Prinsip Kerja Motor Induksi ............................................................... 10

2.4 Konsep Vektor Kontrol ...................................................................................11 2.5 Indirect Vektor Kontrol .................................................................................. 13 2.6 Konsep Sistem Kontrol................................................................................... 16 2.7 Konsep State Dalam Sistem Kontrol .............................................................. 16 2.8 Keterkendalian dan Keteramatan.................................................................... 19 2.8.1

Keterkendalian.................................................................................... 19

2.8.2

Keteramatan........................................................................................ 20

2.9 Teori Sistem Kontrol Robust ...........................................................................21 2.10 Performa Nominal Sistem Umpan Balik .........................................................22 2.11 Kestabilan Robust ............................................................................................23 2.12 Kontrol H∞ ......................................................................................................24 2.13 Formulasi Sistem 2 Port ..................................................................................25

2.14 Fungsi Pembobot Pada Kontrol H∞ ................................................................26 2.15Loop Shifting ....................................................................................................28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 29 3.1 Studi Lapangan ............................................................................................... 29 3.2 Penyusunan Model Sistem ............................................................................. 29 3.3 Penyusunan Kendali Robust ........................................................................... 30 3.4 Pengujian Dan Analisis .................................................................................. 30 3.5 Kesimpulan Dan Saran ................................................................................... 31

BAB IV PEMODELAN SISTEM ................................................................................ 32 4.1 Proses Pengepakan Semen ............................................................................. 32 4.2 Model Matematis Motor Induksi.................................................................... 32 4.2.1

Inverter................................................................................................ 35

4.2.2

Fungsi Alih Umpan Balik................................................................... 36

4.3 Reducer........................................................................................................... 37 4.4 Rotary Feeder ................................................................................................. 37 4.5 Model Matematika Load Cell(Sensor Berat).................................................. 39 4.6 Konverter Tegangan ke Arus.......................................................................... 40 4.7 Penyusunan State Space ................................................................................. 41

BAB V DISAIN PENGENDALI, PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM ............ 45 5.1 Analisis Keterkendalian dan Keteramatan Sistem ......................................... 45 5.1.1

Analisa Keterkendalian....................................................................... 45

5.1.2

Analisa Keteramatan........................................................................... 45

5.2 Margin Kestabilan .......................................................................................... 46 5.3 Pemilihan Fungsi Pembobot........................................................................... 47 5.4 Pembentukan Sistem 2-Port ........................................................................... 48 5.5 Kontroler H∞ .................................................................................................. 49 5.6 Analisa Performa dan Kestabilan Sistem ....................................................... 51 5.6.1

Performa Nominal Sistem .................................................................. 51

5.6.2

Kestabilan Robust............................................................................... 52

5.7 Pengujian dan Analisa Sistem ........................................................................ 52 5.7.1

Pengujian Tanpa Pengendali .............................................................. 53

5.7.2

Pengujian Dengan Pengendali ............................................................ 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 58 6.1 Kesimpulan..................................................................................................... 58 6.2 Saran ............................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................60

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL No.

Tabel 4.1

Judul

Halaman

Spesifikasi load cell ..................................................................................39

DAFTAR GAMBAR No.

Judul

Halaman

Gambar 2.1

Proses Pengepakan Semen .....................................................................5

Gambar 2.2

Bagan RotoPacker ...................................................................................6

Gambar 2.3

Medan Putar ............................................................................................8

Gambar 2.4

Sistem dinamika ....................................................................................16

Gambar 2.5

Diagram blok sistem umpan balik dengan disturbance dan noise ........22

Gambar 2.6

Bentuk plot magnitude bode loop gain ideal.........................................23

Gambar 2.7

Diagram blok dua port untuk kendali H∞. ............................................25

Gambar 2.8

Form standar (tracking) S/KS mixed-sensitivity minimization ..............27

Gambar 2.9

Loop Shifting Transformation ...............................................................28

Gambar 3.1

Diagram blok 2-port kontrol H∞ ............................................................30

Gambar 4.1

Diagram blok Rotopacker......................................................................32

Gambar 4.2

Diagram Blok Motor Induksi ................................................................36

Gambar 4.3

Hubungan antara motor Induksi dan Rotary Feeder..............................37

Gambar 4.4

Rotary feeder .........................................................................................38

Gambar 4.5

Suspensi Representasi Pengukuran Berat..............................................39

Gambar 4.6

Konverter Tegangan ke Arus.................................................................41

Gambar 4.7

Diagram Blok Roto packer ....................................................................41

Gambar 4.8

Penyederhanaan Diagram Blok Roto packer.........................................42

Gambar 4.9

Diagram Blok Roto Packer....................................................................43

Gambar 4.10

Diagram Blok State Space RotoPacker ................................................43

Gambar 5.1

Diagram Bode sistem.............................................................................46

Gambar 5.2

Diagram 2-port Sistem ..........................................................................48

Gambar 5.3

Respon frekuensi penguatan lup (L)......................................................52

Gambar 5.4

Magnitude T ..........................................................................................53

Gambar 5.5

Sinyal gangguan acak ± 0.3 Kg .............................................................54

Gambar 5.6

Respon sistem dengan set point 40,2 Kg...............................................55

Gambar 5.7

Respon sistem dengan set point 40,2 Kg...............................................56

Gambar 5.8

Error Sistem dengan set point 40,2 Kg .................................................56

Gambar 5.9

Sinyal Kontrol .......................................................................................57

DAFTAR LAMPIRAN No.

Judul

Halaman

Lampiran 1.

Blok Diagram Model Roto Packer Dengan Simulink ....................... L1-1

Lampiran 2.

Program Matlab M File ..................................................................... L2-1 File rprob.m ................................................................................. L2-1 Flowchart algoritma kontrol H∞ .................................................. L2-2 Program pencarian nilai gamma optimal..................................... L2-3

Lampiran 3.

Spesifikasi Motor Induksi.................................................................. L3-1

RINGKASAN MUFID ARIANTO, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Januari 2007, Penerapan Regulator Robust Pada (RotoPacker) Proses Packing Dengan Metode Kontrol Robust H∞ Di PT. Semen Gresik-Tuban, Dosen Pembimbing: Ir. Purwanto, MT dan Fitriana S. ST, MT.

Proses produksi di PT. Semen Gresik-Tuban terdiri dari bermacam-macam instrument yang terintegrasi dan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Salah satu instrument yang ada adalah Roto Packer, yang berfungsi untuk mengisi semen ke dalam sak semen pada proses pengemasan semen. Pada Roto Packer, berat semen harus di jaga pada berat tertentu. Pengendalian berat pada roto packer dirancang menggunakan kontroler robust H∞. Kontrol robust H∞ untuk Roto packer digunakan untuk mengikuti sinyal set point, menolak gangguan karena perubahan berat material dan ketidak-pastian model karena penggantian motor Induksi dan kedinamisan sensor berat (load cell) yang tidak diketahui. Roto packer sendiri terdiri dari enam buah unit pengisian di mana masing-masing unit terdapat motor induksi yang digunakan untuk menggerakkaan rotary feeder yang berfungsi untuk mengisi semen ke dalam setiap sak semen. Selain itu pada mesin pengepakan terdapat sensor berat yang berfungsi untuk memeriksa berat semen sesuai dengan yang diinginkan. Setelah itu semen akan diteruskan ke belt conveyor, di tengahtengah belt conveyor terdapat belt weigher yang berfungsi untuk memeriksa kembali apakah berat dari sebuah sak semen yang sudah terisi sudah sesuai dengan set point yang ditentukan, yang kemudian diinformasikan ke Control Room. Berdasarkan analisa yang dilakukan, sistem dengan pengendali robust H∞ dapat meminimalkan gangguan, sehingga output hasil pengisian oleh roto packer memiliki error yang kecil sebesar 0,2 %, yang berarti sudah mendekati set point yang diinginkan sebesar 40,2 Kg. Kata kunci: sistem kontrol robust H∞, Roto Packer.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Proses pembuatan semen dibagi menjadi lima tahap, yaitu proses pertama penyiapan bahan baku yang terdiri dari batu kapur, tanah liat, pasir silika dan pasir besi. Proses kedua adalah penggilingan bahan baku, proses ketiga adalah pembakaran, proses keempat adalah penggilingan akhir dan proses kelima adalah proses pengemasan semen yang kemudian disalurkan ke konsumen. Pada proses pengemasan semen atau biasa disebut pengepakan dilakukan secara semi otomatis. Dikatakan demikian karena masih adanya sebagian kecil proses pengepakan menggunakan tenaga manusia dalam proses pengepakannya. Proses pengepakan semen menggunakan roto packer. Roto packer merupakan suatu perangkat yang terdiri dari enam bagian unit pengisian di mana masing-masing bagian terdapat sensor berat yang digunakan untuk memastikan berat semen sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu terdapat rotary feeder yang digerakkan oleh motor Induksi dan digunakan dalam pengisian semen ke dalam sak yang kemudian akan di teruskan ke belt conveyor dimana akan melewati BW (Belt Weigher). Ketika melewati belt weigher sak semen akan ditimbang lagi untuk di angkut menggunakan truck dan disalurkan ke konsumen. Setiap bagian pada roto packer diharapkan dapat mengisi setiap sak semen seberat ± 40.2 kg, tetapi kenyataannya, sak semen yang sudah di set untuk diisi sebesar ± 40.2 kg dan di jatuhkan ke belt conveyor beratnya bisa kurang atau lebih dari set point yang ditentukan. Untuk berat sak semen yang lebih dari set point akan diteruskan untuk di salurkan ke konsumen sedangkan untuk yang kurang, sak semen tersebut akan di hancurkan. Adapun penyebab tidak tepatnya berat sak semen dalam pengisian dikarenakan debu yang menempel pada pedal di roto packer, sehingga setelah sak tersebut ditimbang lagi oleh BW (Belt Weigher) beratnya bisa kurang atau lebih dari set point yang ditentukan. Setelah sak semen ditimbang, maka hasilnya akan diteruskan ke ruang kontrol (control room) untuk diambil tindakan apakah perlu ditambah atau di kurangi dalam proses pengisian semen kedalam sak oleh roto packer.

Dengan adanya kelebihan dan kekurangan dari berat semen yang diisikan oleh roto packer, maka secara ekonomis akan merugikan perusahaan. Misalnya untuk sak semen yang beratnya kurang, maka semen tersebut akan dihancurkan sehingga akan merugikan perusahaan karena sudah membuang sak semen, sedangkan semen yang beratnya lebih dari yang di tentukan juga akan merugikan perusahaan karena perusahaan memproduksi dalam jutaan ton yaitu kurang lebih sepuluh juta ton semen setiap tahunnya. Akibat adanya ketidakpastian dari gangguan, maka perlu dirancang suatu sistem kendali yang dapat mengatasi masalah tersebut. Dengan diterapkannya metode perancangan sistem kendali robust maka disain ulang (re-design) sistem kontrol akibat adanya perubahan parameter sistem karena pengaruh dari gangguan serta efek ketidakpastian pemodelan tidak diperlukan lagi. Oleh karena itu, untuk mengendalikan proses pengisian sak semen pada roto packer dipilihlah metode kontrol robust H∞. Dengan teknik ini diharapkan kinerja sistem loop tertutup yang baik dapat tercapai dan kestabilan robust (robust stability) beserta ketidakpastiannya (robust performance) dapat tercapai pula.

1.2. Rumusan masalah Pada penelitian ini akan di bahas mengenai proses regulator robust pada roto packer (proses packing) dengan masalah yang akan dicari solusinya sebagai berikut: 1. Bagaimana memodelkan persamaan matematis dari roto packer dalam bentuk persamaan ruang keadaan (state space) dan menyusunnya dalam bentuk P(s) 2. Bagaimana mendapat nilai optimasi γ . 3. Bagaimana mendapatkan fungsi alih kontroler H∞. 4. Bagaimana mendapatkan persentase ketegaran. 5. Bagaimana karakteristik plant saat diberi gangguan.

1.3. Batasan Masalah Karena begitu luasnya objek kajian maka diperlukan pembatasan masalah agar pembahasan lebih terfokus pada rumusan masalah. Adapun batasan masalah sebagai berikut: 1. Model matematis plant bersifat linier dan time-invariant (parameter sistem dianggap konstan) 2. Parameter yang tidak terdapat di dalam sistem akan diperoleh dari literatur yang ada.

3. Gangguan pada sistem berupa gangguan yang acak (stochastic) berupa band limited white noise. 4. Pengujian dilakukan meliputi proses sebagai berikut : •

Penjejakan (tracking setpoint) berupa input step



Pemberian gangguan (disturbance) terhadap sistem

5. Simulasi ini akan dilakukan menggunakan software MATLAB versi 7.0.4 sp2, Release 14 6. Pengujian dilakukan saat sistem sudah berjalan pada kondisi normal sehingga kontroler bersifat sebagai regulator

1.4. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam pengerjaan skripsi ini adalah mendapatkan disain pengendali robust pada roto packer (proses packing) dengan metode H∞ sehingga output hasil pengepakan memiliki error yang sekecil mungkin.

1.5. Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Bab ini berisi tentang uraian latar belakang, tujuan, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan serta sistematika penulisan.

BAB II

Tinjauan Pustaka

Membahas teori tentang konsep pengepakan semen, teori tentang motor induksi tiga fasa, serta teori yang mendukung perancangan pengontrol H∞, mulai dari kontrol umpan balik, penyajian ruang keadaan (state space) sistem, teori keterkendalian dan keteramatan, dan teori kontrol robust

BAB III Metodologi Penelitian Berisi tentang metode penelitian yang digunakan dalam tugas akhir ini.

BAB IV Pemodelan Sistem Berisi pembahasan tentang model dari roto packer serta menampilkan model matematis dari dinamika proses roto packer dalam matriks ruang keadaan (state space).

BAB V Perancangan Pengontrol H∞ dan Analisa Sistem. Berisi pembahasan tinjauan model kemudian dilanjutkan dengan perancangan pengontrol robust H∞

.

analisa ketegaran sistem, menampilkan sistem lengkap jaring tertutup dan

menampilkan hasil pengujian sistem. BAB VI

Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk pengembangan selanjutnya.

BAB II Proses Pengepakan, Teori Motor Induksi dan Kontrol Robust

2.1. Proses Pengepakan Pada proses pengepakan, semen yang sudah jadi dan melalui berbagai proses pembuatan semen untuk sementara disimpan di dalam silo-silo finish mill. Dari silo-silo finish mill, semen dialirkan melalui elevator bin menuju bin central tempat menampung semen yang nantinya akan diisikan ke silo pengisian yang jumlahnya tidak hanya satu buah. Oleh silo pengisian semen diteruskan ke roto packer untuk dilakukan pengemasan ke dalam kantong-kantong sak semen yang sebelumnya telah ditempatkan oleh tenaga manusia. Setelah proses pengisian oleh roto packer selesai maka akan dilakukan pengecekan oleh belt weigher, guna memisahkan antara semen yang sesuai atau melebihi nilai nominal tertera dalam kantong, dengan semen yang beratnya kurang dari nilai nominal.

BIN CENTRAL

SILO 2

1

2

3

4

ROTO PACKER BW

ELEVATOR BIN

Screw Conveyor

Gambar 2.1. Proses Pengepakan Semen Sumber : PT. Semen Gresik-Tuban

5

2.2. Roto packer Pada gambar 2.2. diperlihatkan dengan jelas proses pengemasan semen yang terjadi pada sistem roto packer. Setiap sak semen diisikan oleh roto packer sesuai set point yang diinginkan, dalam hal ini sebesar 40.2 kg, dimana aktuator dari roto packer sendiri adalah rotary feeder yang digerakkan oleh motor induksi. Kecepatan dari rotary feeder ditentukan oleh besarnya putaran yang dihasilkan oleh motor induksi. Setelah mencapai hasil yang sesuai dengan set point maka sak semen akan diteruskan ke belt conveyor untuk ditimbang oleh belt weigher apakah berat sak semen telah sesuai dengan set point. Hasil pengukuran berat oleh belt weigher akan diteruskan ke control room untuk diambil tindakan, apakah perlu ditambah atau dikurangi pada proses pengisian sak semen berikutnya.

Gambar 2.2. Bagan Roto packer Sumber : PT. Semen Gresik-Tuban Dalam pengisian semen tersebut terdapat gangguan acak yaitu berupa debu yang menempel pada pedal roto packer, mengakibatkan berat yang telah diukur oleh sensor berat pada roto packer (berfungsi untuk memeriksa apakah berat dari sebuah sak semen yang sudah terisi sesuai nominal atau tidak) berbeda dengan berat yang diukur oleh belt weigher, sehingga diperlukan adanya tindakan, apakah dilakukan penambahan atau

pengurangan pada pengisian pada proses selanjutnya, yang akan berdampak pada kecepatan putaran dari motor induksi.

2.3. Motor Induksi Motor induksi 3 fasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu motor induksi sangkar tupai (squirrel-cage atau brushless induction motor) dan motor induksi rotor belit (wound rotor atau slip-ring induction motor). Kedua jenis motor ini memiliki prinsip dasar operasi yang sama dan memiliki konstruksi yang sama tetapi berbeda dalam konstruksi rotornya. Bagian stator motor induksi terdiri atas 3 kumparan. Bagian rotor belit terdiri atas kumparan yang ditanam di dalam alur-alur rotor. Kumparan ini bentuknya sama dengan kumparan stator tetapi jumlah belitannya tidak sebanyak kumparan stator. Konstruksi rotor belit biasa dipakai pada motor induksi dengan kapasitas yang besar, dimana kumparan rotor dihubungkan dengan cincin seret yang berguna untuk menghubungkan kumparan rotor dengan tahanan yang berfungsi untuk mengatur arus awal. Sedangkan rotor sangkartupai terdiri atas beberapa batang tembaga yang ditanam di alur-alur rotor. Pada kedua sisi rotor terdapat cincin untuk menghubungkan ujung-ujung batang tembaga sehingga akan membentuk suatu sangkar. Tugas akhir ini hanya akan membahas motor induksi sangkar tupai yang merupakan jenis motor induksi yang digunakan pada proses pengepakan PT. Semen Gresik – Tuban menggunakan sistem roto packer. Secara ekonomis paling banyak digunakan karena harganya lebih murah, secara mekanis lebih kuat dan relatif hanya membutuhkan sedikit perawatan.

2.3.1. Medan Putar Perputaran rotor pada motor induksi ditimbulkan oleh adanya medan putar (fluksi yang berputar) yang terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dengan sumber 3 fasa. Jika kumparan stator dihubungkan dengan sumber tegangan 3 fasa sinusoida, maka pada masing-masing kumparan akan mengalir arus 3 fasa sinusoida yang akan menimbulkan medan magnet pada celah udara (air gap). Medan magnet total yang dihasilkan oleh ketiga kumparan tersebut dikenal sebagai medan putar. Misalkan kumparan a -a; b -b; c-c dihubungkan 3 fasa, dengan beda potensial masing-masing 120° (gambar 2.3.a) dan dialiri arus sinusoid dengan distribusi arus ia, ib dan ic sebagai fungsi waktu ditunjukkan pada gambar 2.3.b. Maka pada keadaan t1, t2, t3 dan t4, fluksi resultan yang ditimbulkan oleh

masing-masing kumparan tersebut masing-masing adalah seperti gambar 2.3.c., 2.3.d., 2.3.e., dan 2.3.f.

Gambar 2.3. (a) Kumparan a -a; b -b; c -c Dihubung 3 Fasa (b) Distribusi Arus ia, ib dan ic Sebagai Fungsi Waktu (c, d, e, f) Fluksi Resultan yang Ditimbulkan Oleh Masing-Masing Kumparan. (Sumber : Zuhal, 1991) Secara matematis, prinsip terjadinya medan putar dapat dijelaskan sebagai berikut. Tinjau arus 3 fasa setimbang yang mengalir pada kumparan stator motor induksi: I as = I maks cos ωt

(2.1)

I bs = I maks cos(ωt − 120° )

(2.2)

I cs = I maks cos(ωt − 240°)

(2.3)

Gaya gerak magnet (ggm) menyatakan perkalian antara arus yang mengalir dengan jumlah lilitan dalam kumparan. Karena ketiga kumparan dari masing-masing fasa terpisah satu sama lain sebesar 120o listrik dalam ruang disekitar celah udara, maka ggm yang dihasilkan pada masing-masing kumparan dapat dinyatakan sebagai berikut: Fas = Fmaks cos ωt cos θ

(2.4)

Fbs = Fmaks cos(ωt − 120°) cos(θ − 120°)

(2.5)

Fcs = Fmaks cos(ωt − 240°) cos(θ − 240°)

(2.6)

Fmaks =

4 K w N f I maks

πn p

(2.7)

dengan :

ω = 2πf

= kecepatan sudut tegangan/arus stator (rad/s)

Kw

= faktor belitan

Nf

= jumlah belitan per fasa

I maks

= arus stator maksimum

np

=jumlah pasang kutub

Jumlah resultan ketiga ggm tersebut menyatakan ggm stator yang disebut dengan medan putar, dinyatakan dengan :

Fm (θ , t ) = Fas + Fbs + Fcs = Fmaks cos ωt cos θ + Fmaks cos(ωt − 120°) cos(θ − 120°) +

Fmaks cos(ωt − 240°) cos(θ − 240° )

(2.8)

Dengan menggunakan kaidah trigonometri : cos β cos α = 12 cos(α − β ) + 12 cos(α + β )

(2.9)

Sehingga akan diperoleh :

Fm (θ , t )

=

1 2

Fmaks cos (θ − ωt ) + 12 Fmaks cos (θ + ωt ) +

1 2

Fmaks cos(θ − ωt ) + 12 Fmaks cos(θ + ωt − 240°) +

1 2

Fmaks cos(θ − ωt ) + 12 Fmaks cos(θ + ωt − 480°)

(2.10)

suku kedua, keempat dan keenam saling menghilangkan sehingga menjadi :

Fm (θ , t )

=

3 2

Fmaks cos (θ − ωt )

(2.11)

Yang merupakan suatu persamaan gelombang berjalan yang menunjukkan terbentuknya medan putar. Besarnya fluksi stator dinyatakan dengan :

λs =

Fm(θ , t ) Rm

(2.12)

di mana Rm menyatakan reluktansi, atau tahanan magnet.

2.3.2. Prinsip Kerja Motor Induksi Prinsip kerja motor induksi secara ringkas dapat diterangkan sebagai berikut:

a. Jika kumparan stator motor induksi dengan jumlah pasangan kutub n p dihubungkan dengan sumber tegangan 3 fasa dengan kecepatan elektris ω , maka pada celah udara akan timbul medan putar dengan kecepatan sinkron ω s (ω s = ω

np

) rad/s.

b. Medan putar ini akan memotong batang konduktor pada rotor, sehingga sesuai hukum Faraday ( e =

dλ s

dt

= Bldx

dt

; dengan λ s , B dan l, masing-masing

melambangkan fluksi magnetis, kerapatan fluksi/intensitas medan putar dan panjang batang konduktor rotor yang bergerak sejauh dx dalam waktu dt) akan terinduksi suatu gaya gerak listrik (ggl) pada rotor. c. Karena konduktor-konduktor rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl (e) akan menimbulkan arus (i). d. Adanya arus (i) di dalam medan magnet (medan putar) sesuai hukum Lorenz ( F = Bil ) akan menimbulkan gaya mekanis (F) yang bekerja terhadap batang rotor itu sendiri. Gaya mekanis inilah yang menyebabkan rotor dapat berputar dengan kecepatan sudut ω m rad/s. e. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya mekanis pada rotor cukup besar untuk memikul kopel beban, maka rotor akan berputar searah dengan arah putaran medan putar stator. f. Agar timbul ggl (e), maka diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan sinkron ω s dengan kecepatan motor induksi ω m . Perbedaan kecepatan ini disebut slip (S) dan dinyatakan dengan :

S=

ωs −ωm × 100% ωs

Bila ω s = ω m maka ggl tidak akan timbul sehingga arus juga tidak timbul, akibatnya tidak dihasilkan kopel. Kopel baru akan timbul bila ω m < ω s .

2.4. Konsep Vektor Kontrol Metode vektor kontrol merupakan metode kontrol yang digunakan dalam pengontrolan kecepatan motor-motor AC. Metode vektor kontrol memungkinkan untuk mengontrol kecepatan motor AC dengan cara yang serupa seperti mengontrol kecepatan

motor DC penguat terpisah dimana kecepatan motor dapat dengan mudah diubah-ubah, dan dapat mencapai performansi dinamis yang sama. Performansi dinamis berkualitas tinggi yang dimiliki oleh motor DC penguat terpisah adalah disebabkan karena rangkaian jangkar dan rangkaian medan dari motor ini secara magnetis terpisah. Seperti pada motor DC, torsi yang dihasilkan oleh motor AC juga merupakan interaksi antara arus dan fluksi. Pada motor induksi, dimana daya hanya disuplai dari sisi stator saja, arus yang bertanggungjawab memproduksi torsi dan arus yang bertanggungjawab memproduksi fluksi tidak dapat dilihat secara nyata sebagai dua sinyal yang terpisah sebagaimana pada motor DC penguat terpisah. Tetapi secara matematis, dengan metoda vektor kontrol kita dapat memilahnya sebagai dua sinyal yang saling tergantung satu sama lain. Prinsip utama dari vektor kontrol adalah untuk memilah komponen arus stator motor induksi yang bertanggungjawab memproduksi torsi dan komponen arus yang bertanggungjawab memproduksi fluksi dengan cara mentransformasikan variabel-variabel 3 fasa (tegangan, arus dan fluksi) pada motor induksi menjadi variabel dengan 2 sumbu koordinat (sumbu d-q), selanjutnya mengontrol keduanya secara terpisah sebagaimana yang dilakukan pada pengontrolan motor DC penguat terpisah. Untuk menjelaskan dasar dari vector control, sebuah pendekatan dilakukan sehingga posisi sudut dari fluks medan, λr, berada pada sudut sebesar θf dari posisi awalnya. θf ditetapkan sebagai sudut medan, dan ketiga arus pada stator dapat di ubah ke dalam bentuk sumbu q dan d dengan menggunakan transformasi:  sin θ f i  2   =  i  3 cos θ f  e qs e ds

2π  2π   i   sin θ f −  sin θ f +   as  3   3     i 2π  2π   bs    cosθ f −  cosθ f +  i  3  3   cs   

(2.13)

Dimana besar arus jangkar adalah :

is =

(i ) + (i ) e 2 qs

e 2 ds

(2.14)

Dan besar sudut fasornya adalah

 iqse  e   ids 

θ s = tan −1 

(2.15)

Besar iqse dan idse adalah arus pada sumbu q dan d yang dibentuk dari proyeksi arus jangkar. Besarnya arus tetap sama tidak tergantung dari pemilihan referensi letak rotor. Arus is menghasilkan fluksi medan λr dan torsi

Te. Besar sudut dari arus yang

menghasilkan fluksi medan harus sefasa dengan λr. Maka dari itu, disimpulkan bahwa if adalah komponen pembentuk medan magnet karena sefasa dengan λr. Dan komponen yang tegak lurus dengannya, iT, adalah komponen pembentuk torsi. Dengan menuliskan fluksi dari rotor dan torsi berdasarkan komponen-komponen ini, sebagai berikut:

λr ∝ i f

(2.16)

Te ∝ λ r iT ∝ i f iT

(2.17)

Dapat dilihat bahwa if dan iT hanya memiliki komponen dc pada keadaan mantap, karena kecepatan relative dari medan adalah nol: kecepatan putar fluksi medan sama besarnya dengan jumlah putaran rotor dan slip yang sama dengan besar kecepatan sinkronnya. Karena komponen-komponen ini adalah dc, maka komponen-komponen ini ideal untuk digunakan sebagai variabel kontrol. Lebar pita dari sirkuit kontrol tidak berpengaruh pada pemrosesan menggunakan sinyal dc. Maka, hal yang terpenting pada penerapan vektor kontrol, adalah mendapatkan nilai sudut fluksi pada rotor secara cepat, θf, yang dapat dihitung dengan

θ f = θ r + θ sl

(2.18)

dengan θr adalah posisi dari rotor dan θsl adalah besar sudut slip. Berdasar pada kecepatan dan waktu, sudut dari medan dapat dituliskan

θ f = ∫ (ω r + ω sl )dt = ∫ ω s dt

(2.19)

Kesamaan dari motor dc penguat terpisah dan motor induksi dapat dilihat dari if dan iT yang disamakan dengan arus jangkar dan arus medan pada mesin dc. Meskipun motor induksi tidak memiliki kumparan medan dan jangkar yang terpisah, mendapatkan arus medan dan arus jangkar yang sama dengan arus stator mengakibatkan terjadinya keadaan sinkron. Tidak seperti kontrol skalar pada mesin dc, vektor kontrol dipakai pada mesin induksi. Pada mesin dc, kumparan medan dan jangkar dipisahkan oleh komutator, sedangkan pada mesin induksi, tidak ada komponen tambahan untuk memisahkan kumparan medan (sebagai penghasil fluksi) dari kumparan jangkar (sebagai penghasil torsi) untuk mendapatkan perbedaan sudut 90º listrik. Sebagai pengganti komutator, mesin induksi menggunakan inverter untuk hal ini. Inverter ini mengontrol besar dan sudut dari arus, dan memungkinkan fluksi dan torsi dari mesin dipisahkan dengan mengontrol secara

presisi dan menambahkan arus yang dibutuhkan untuk mendapatkan fluksi dan torsi yang dibutuhkan.. Metode vektor kontrol dibedakan menjadi dua bagian yaitu direct vektor control dan indirect vector control yang dibagi berdasarkan pada cara mendapatkan besar sudut dari medan. Bila cara yang digunakan adalah dengan menggunakan tegangan dan arus dari sumber atau menggunakan sensor Hall atau dengan kumparan pengindra, maka disebut sebagai direct vector control. Bila digunakan pengukuran posisi rotor dan perkiraan perhitungan dengan menggunakan parameter mesin tetapi tidak menggunakan variabel lain seperti tegangan maupun arus, disebut sebagai indirect vector control (R. Krishnan, 2001 : 414). Dalam tugas akhir ini akan digunakan metode indirect vector control untuk mendapatkan pemodelan dari motor induksi.

2.5. Indirect vektor kontrol Pada bagian ini, vektrol kontrol secara tidak langsung didapatkan dari persamaan mesin induksi pada perputaran mesin sinkron. Untuk menyederhanakan

penurunan,

inverter diasumsikan sebagai sumber arus. Pada kasus ini arus fasa pada bagian stator sebagai masukan, bagian dinamis dari stator dapat diabaikan. Perhitungan rotor pada mesin induksi mengandung fluksi sebagai variabel pada persamaan yang diberikan :

Rr iqre + p λeqr + ω s1 λedr = 0

(2.20)

Rr idre + p λedr - ω s1 λeqr = 0

(2.21)

Dimana

ω s1 = ω s - ω r

(2.22)

λeqr = Lm iqse + Lr iqre

(2.23)

λedr = Lm idse + Lr idre

(2.24)

Pada perhitungan ini, Rr : resistansi rotor per fasa; Lm : Induktansi bersama per fasa; Lr induktansi sendiri pada rotor tiap fasa; idre dan iqre : sumbu membujur dan melintang arus, dan p operator differensial d/dt. ω s1 kecepatan slip dalam rad/sec, ω s : frekuensi stator dalam rad/sec, ω r kecepatan rotor dalam rad/sec dan λedr dan λeqr : sumbu membujur dan melintang rotor.

λr = λedr

(2.25)

λeqr = 0

(2.26)

p λeqr = 0

(2.27)

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.25) dan (2.27) ke persamaan (2.20) dan (2.21) menyebabkan persamaan rotor yang baru menjadi :

Rr iqre + ω s1 λr = 0

(2.28)

Rr idre + p λr = 0

(2.29)

Arus pada rotor pada arus stator didapatkan dari persamaan :

iqre = −

Lm e iqs Lr

λr

idre =

Lr



(2.30)

Lm e i ds Lr

(2.31)

Dengan mensubtitusikan d dan q pada arus rotor dari perhitungan (2.30) dan (2.31) ke dalam persamaan (2.28) dan (2.29) didapatkan : if =

1 [1 + Tr p ]λr Lm

 L  T 

(2.32)

T 

L i

ωs1 = K it  r   e2  = K it Rr  e2  = m T  Tr   λ r   λ r  Tr λ r

(2.33)

Dimana : i f = idse

(2.34)

iT = i qse

(2.35)

L  Tr =  r   Rr 

(2.36)

22 3P

(2.37)

K it =

Sumbu arus q dan d pada diumpamakan dengan torsi ( iT ) dan jumlah fluksi yang dihasilkan ( i f ) merupakan komponen dari phasor arus pada stator. T f dianggap konstan. Perhitungan (2.32) terpisah dari perhitungan mesin dc, dimana waktu yang konstan dalam detik. Mirip dengan subtitusi dari (2.30) dan (2.31) pada persamaan torsi, torsi elektromagnetik diturunkan dari

Te =

(

)

(

)

3 P Lm e e 3 P Lm e e λ dr i qs − λeqr idse = λdr i qs = K te λr iqse = K te λ r iT 2 2 Lr 2 2 Lr

(2.38)

Jika torsi konstan K te didefinisikan sebagai : K te =

3 P Lm 2 2 Lr

(2.39)

Torsi tesebut merupakan hasil dari fluksi rotor dan sumbu arus q pada stator. Ini mirip pada persamaan torsi pada celah udara untuk mesin dc. Jika fluksi rotor konstan, torsi tersebut sebanding dengan torsi pada arus stator, seperti pada penguatan mesin dc terpisah dengan kontrol arus. Mirip dengan bagian dari mesin dc yang konstan, pada orde milisekon, fluksi pada rotor dan celah udara pada torsi diberikan pada (2.33) dan (2.38), hal ini melengkapi tranformasi dari mesin induksi yang sebanding dengan penguatan terpisah dari mesin dc dari sudut pandang kontrol.

is =

(i ) + (i ) e 2 qs

e 2 ds

(2.40)

Dq axes pada fasa arus abc didapatkan dari :

 i  2   =  i  3  

cos θ f

e qs e ds

sin θ f

2π  2π   i   cosθ f −  cosθf +   as  3  3      i 2π  2π    bs    sin θ f −  sin θ f +  i  3  3    cs   

(2.41)

Diekspresikan : iqd = [T ][iabc ]

(2.42)

dengan

[

]

t

iqd = iqse

idse

iabc = [i as

ibs

  [T ] = 2  3 

(2.43)

ics ]

cos θ f sin θ f

t

(2.44) 2π  2π     cosθ f −  cosθf +  3  3     2π  2π     sin θ f −  sin θ f +  3  3    

(2.45)

Dengan ias , ibs dan ics adalah tiga fasa arus pada stator. Elemen pada matriks T merupakan fungsi cosinusiodal dengan sudut elektrik θ f .Sudut elektrik dalam hal ini pada fluksi rotor yang didapatkan dari penjumlahan sudut rotor dan sudut slip:

θ f = θ r + θ s1

Besar sudut slip didapatkan dari integral kecepatan slip, seperti :

θ s1 = ∫ ω s1 dt

2.6.

(2.46)

Konsep Sistem Kontrol Pada tahun-tahun belakangan ini, sistem kontrol memegang peranan penting dalam

perkembangan dan kemajuan peradaban. Dalam prakteknya, setiap aspek dalam kegiatan sehari-hari dipengaruhi oleh beberapa model sistem kontrol. Sistem kontrol banyak ditemukan di sektor industri, seperti pengontrolan produk, pengontrolan mesin, sistem transportasi, dan lain-lain. Bahkan pengontrolan sistem sosial dan ekonomi pun dapat didekati dengan teori kontrol automatik. Sistem kontrol terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu tujuan pengontrolan, komponen sistem kontrol, dan hasil atau keluaran sistem. Dalam istilah yang lebih teknis, tujuan dapat dihubungkan erat dengan masukan, dan hasilnya disebut keluaran. Secara umum, tujuan sistem kontrol adalah untuk mengendalikan keluaran, dengan berbagai masukan tertentu, agar sesuai dengan yang diinginkan.(Ogata, 1997)

2.7.

Konsep State Dalam Sistem Kontrol Untuk menganalisa sistem pengendalian optimal, terlebih dahulu harus didapatkan

persamaan (model matematika) dari sistem yang akan mewakili unjuk kerja dari sistem tersebut. Dari persamaan ini kemudian direpresentasikan ke dalam persamaan ruangkeadaan.

y(t)

u(t) Sistem

Gambar 2.4. Sistem dinamika Sumber : Ogata K., 1997:66

Pada sistem dinamika yang ditunjukkan Gambar 2.4., keluaran y(t) untuk t > t1 tergantung pada nilai y(t1) dan masukan u(t) untuk t > t1. Sistem dinamika harus melibatkan elemen-elemen yang mengingat nilai masukan untuk t > t1. Karena integrator dalam sistem kontrol waktu kontinyu bekerja sebagai alat pengingat (memory device), maka keluaran dari integrator demikian dianggap sebagai variabel yang menentukan kedudukan internal dari sistem dinamika. Jadi, keluaran dari integrator bekerja sebagai

variabel keadaan. Jumlah variabel keadaan untuk menentukan dinamika sistem secara lengkap adalah sama dengan jumlah integrator yang terlibat dalam sistem (Ogata, 1997:67). Anggap sistem dengan banyak masukan, banyak keluaran melibatkan n integrator. Anggap juga bahwa terdapat r masukan u1(t), u2(t), ..., ur(t), dan m keluaran y1(t), y2(t), ..., ym(t). Ditetapkan bahwa n keluaran integrator sebagai variabel keadaan x1(t), x2(t), ..., xn(t). Sehingga sistem dapat dinyatakan sebagai: x& 1(t) = f1(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t) x& 1(t) = f2(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t)

(2.47)

x& n(t) = fn(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t) dan keluaran y1(t), y2(t), ..., ym(t) diberikan oleh: y1(t) = g1(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t) y2(t) = g2(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t)

(2.48)

. . . ym(t) = gm(x1, x2, ..., xn; u1, u2, ..., ur; t) Jika didefinisikan

 x1 (t )   x (t )  x(t ) =  2 ,  M     xn (t )

 f1 ( x1 , x2 ,..., xn ; u1 , u 2 ,..., u r ; t )   f ( x , x ,..., x ; u , u ,..., u ; t ) n 1 2 r  f ( x, u , t ) =  2 1 2   M    f n ( x1 , x2 ,..., xn ; u1 , u 2 ,..., u r ; t )

 y1 (t )   y (t )  y (t ) =  2  ,  M     y m (t )

 g1 ( x1 , x2 ,..., xn ; u1 , u 2 ,..., u r ; t )   g ( x , x ,..., x ; u , u ,..., u ; t )  n 1 2 r  g ( x, u , t ) =  2 1 2   M    g m ( x1 , x2 ,..., xn ; u1 , u 2 ,..., u r ; t )

 u1 (t )  u (t ) u (t ) =  2  ,  M    u r (t )  maka persamaan (2.47) dan (2.48) menjadi x& (t) = f(x, u, t) atau x& (t) = A(t)x(t) +B(t)u(t) y(t) =g(x, u, t) atau y(t) = C(t)x(t) +D(t)u(t)

(2.49)

Pada Persamaan (2.49), bila fungsi vektor f dan/atau g berubah terhadap waktu t, maka sistem disebut sistem yang bervariasi terhadap waktu. Dan sebaliknya bila vektor f

dan g tidak berubah terhadap waktu t, maka sistem tersebut disebut sistem time invariant. Bentuk ruang-keadaan dari sistem time invariant dapat ditinjau dari sistem orde ke-n berikut: (n)

( n −1)

y + a1 y + ... + a n −1 y& + a n y = u

Dengan

(2.50)

mengingat

bahwa

pengetahuan

mengenai

( n −1)

y ( 0 ), y& ( 0 ),... , y ( 0 ), bersama-sama dengan masukan u(t) untuk t ≥ 0 , menentukan ( n −1)

secara lengkap perilaku yang akan datang dari sistem, maka dapat dipilih y (t ), y& (t ),..., y (t ) sebagai himpunan n variabel keadaan. Didefinisikan

x1 = y x 2 = y& ... ( n −1)

xn = y

sehingga persamaan (2.47) dapat ditulis sebagai:

x&1 = x 2 x& 2 = x3 ... x& n −1 = x n

x& n = − a n x1 − ... − a1 x n + u atau x& = Ax + Bu

(2.51)

dimana  0  x1   0 x    2  .  . , x=  A=  . .  0 .    − a n  x n 

Persamaan keluarannya menjadi

1

0

.

.

0

1

.

.

.

.

.

.

0

0

.

.

− a n −1

− a n−2

.

.

0  0  . ,  .  1   − a1 

0  0    . B=  . 0    1

 x1  x   2 . y = [1 0 . . . 0].  . .    x n 

atau y = Cx

(2.52)

dimana C = [1 0 . . . 0] Persamaan differensial orde pertama, Persamaan (2.51), adalah persamaan keadaan dan persamaan aljabar, Persamaan (2.52) adalah persamaan keluaran. Keterkendalian dan Keteramatan 1.1.1.1 2.8. Konsep keterkendalian dan keteramatan memegang peranan penting pada sistem kontrol optimal multivariabel. Syarat keterkendalian dan keteramatan menentukan adanya penyelesaian lengkap dari persamaan kontrol optimal. Keterkendalian berkaitan dengan masalah perancangan penempatan pole. Dengan keterkendalian menunjukkan bahwa sistem dapat dikontrol dan semua pole dari sistem dapat ditempatkan di lokasi yang diinginkan. Keteramatan berhubungan dengan perancangan state estimator. Dengan adanya keteramatan, maka bagi sistem yang tidak dapat menginformasikan seluruh variabel state-nya, dapat digunakan sebuah estimator yang dapat mengestimasikan semua state agar dapat dirancang sistem yang memiliki informasi state secara lengkap.

2.8.1.Keterkendalian Suatu sistem dikatakan dapat dikendalikan jika sistem tersebut dimungkinkan untuk mendapatkan suatu vektor kendali u, yang dalam waktu berhingga dapat membawa sistem tersebut dari suatu kondisi awal x(0) ke kondisi lain x(f) Matriks keterkendalian Co = [B | AB | …A(n-1)B ] Agar sistem dapat dikendalikan, maka: 1. Tidak ada kolom yang merupakan kelipatan kolom lainnya 2. Nilai determinannya tidak sama dengan nol

(2.53)

2.8.2.Keteramatan Suatu sistem dikatakan dapat teramati apabila setiap keadaan awal x(0) dapat ditentukan oleh pengamat y (kT) selama periode waktu terhingga

 C   CA   Matriks keteramatan Ob =   M   n −1  CA 

(2.54)

Agar sistem dapat diamati, maka: 1. Tidak ada kolom yang merupakan kelipatan kolom lainnya 2. Nilai determinannya tidak sama dengan nol

2.9.

Teori Sistem Kontrol Robust

Robust adalah kokoh atau jika dikaitkan dengan sistem maka sistem dikatakan robust jika pada saat sifat tersebut berada pada suatu titik maka sifat tersebut akan mempunyai kemampuan bertahan terhadap keadaan sekitarnya. Dapat dikatakan sistem tersebut mempunyai daya tahan. Sistem dikatakan robust jika : 1. Sensitifitasnya rendah. Sistem tidak mudah mengalami suatu perubahan atau osilasi jika diberi suatu gangguan dan sistem akan tetap bisa mempertahankan performansinya. 2. Mempunyai kestabilan pada range dari variasi paramater. Sistem yang robust akan bisa mempertahankan kestabilan bila diperlakukan pada variasi parameter tertentu, misalnya pemberian input yang berbeda maka diharapkan sistem mengalami suatu perubahan proses menjadi proses baru dan sistem masih berada dalam range kestabilan. Kontroler akan tetap menjaga kestabilannya dan dapat memperkecil indeks performansi. Desain sistem kontrol memiliki tujuan untuk menghasilkan sistem kendali yang mampu bekerja dengan baik pada kondisi riil. Pada lingkungan yang sebenarnya parameter-parameter sistem yang berupa besaran-besaran fisis seperti tekanan, suhu, level, dan sebagainya seringkali mengalami perubahan. Perubahan beban (load changes) dan gangguan (disturbance) juga sangat berpengaruh terhadap dinamika sistem. Sistem kontrol yang baik harus mampu menjaga stabilitas sistem meskipun terjadi perubahan parameter. Pemodelan-pemodelan sistem tidak terlepas dari asumsi-asumsi penyederhanaan seperti pengabaian aspek non-linieritas, karena seringkali efek ini tidak dapat diketahui secara pasti atau efeknya diketahui namun tidak dapat dimodelkan. Kemudian terjadi

kesalahan pemodelan dari komponen sistem seperti pemodelan aktuator dan sensor yang hanya dimodelkan sebagai nilai gain tertentu untuk lebih menyederhanakan analisis matematis. Karena berbagai penyederhanaan ini dapat dimungkinkan sistem yang didisain tidak dapat bekerja dengan baik apabila diaplikasikan pada kondisi riil. Untuk itulah diterapkan metode perancangan kendali robust yang tegar terhadap kondisi-kondisi di atas. Pada skripsi ini dilakukan simulasi perancangan dan analisis sistem kendali robust dengan metode H Infinity (H∞). Sistem kendali robust merupakan metode perancangan sistem kendali modern pada kawasan frekuensi. Pada perancangan nantinya banyak melibatkan operator “norm” khususnya norm -∞. Metode H∞ memiliki tujuan untuk memperkecil norm -∞ pada beberapa fungsi alih yaitu dengan memperkecil puncak pada grafik magnitude diagram Bode. Hal ini akan meningkatkan batas kestabilan robust pada sistem. Sistem ini dapat direpresentasikan dalam bentuk persamaan diferensial, fungsi alih Laplace, atau dalam bentuk notasi ruang keadaan (state space) standar sebagai berikut :

x& = Ax + Bu y = Cx + Du dengan fungsi alih sistem dinyatakan sebagai berikut : G(s) = C(sI-A)-1 B+D

(2.55)

Dalam bentuk paket matriks (pack matrix) fungsi alih sistem d atas dapat ditulis:

A B G(s) =   C D 

(2.56)

Penyelesaian masalah kendali H∞ berisi perhitungan aljabar Riccati yang sangat kompleks dan dapat difenisikan sebagai berikut : A’X + XA – XRX + Q = 0

(2.57)

Solusi persamaan di atas dapat dilakukan melalui perhitungan komputer yaitu dengan memasukkan perintah X = Ric (H), dengan H adalah matriks Hamiltonian yang didefinisikan sebagai berikut :

A − R  H=   _ Q − A Dengan matriks (A – RX) stabil.

(2.58)

2.10.

Performa Nominal Sistem Umpan Balik Sistem kontrol lop tertutup harus stabil dan memberikan kepastian performansi

secara spesifik serta dapat menjaga sistem dari ketidakpastian model. Hal ini dinamakan performansi nominal.

Gambar 2.5. Diagram blok sistem umpan balik dengan disturbance dan noise Sumber : Shahian, 1993:398

Masukannya :

r ( s ) = input command atau referensi. Sistem harus dapat mengikuti atau men-track masukan ini dengan baik.

d ( s ) = masukan gangguan, masukan ini diketahui atau tidak diketahui yang sistem harus dapat menolaknya.

n( s ) = noise pengukuran, masukan ini biasanya sinyal acak frekuensi tinggi. Sistem kontrol yang baik harus dapat mengikuti masukan referensi dengan error yang kecil serta penolakan gangguan dan noise. Kontribusi gangguan ke keluaran sistem harus kecil. Keluaran total sistem pada Gambar 2.5 , adalah :

y(s) =

g ( s)k ( s) 1 g ( s)k ( s) r (s) + d ( s) − n( s ) 1 + g ( s)k ( s) 1 + g ( s)k ( s) 1 + g ( s)k ( s)

Diberikan notasi sebagai berikut :

L = gk = fungsi alih lup terbuka atau penguatan lup (loop gain) J = 1 + gk = persamaan karakteristik atau return difference S = 1 / (1 + gk) = fungsi alih sensitifitas T = gk / (1 + gk) = fungsi alih lengkap, lup tertutup dari r ke y Berikut kriteria sistem umpan balik yang diinginkan (Shahian, 1993:399), dengan catatan untuk semua frekuensi, memenuhi persamaan S ( s ) + T ( s ) = 1

1. Command Response : Dengan asumsi d = n = 0, maka y(s) = r(s) untuk rentang frekuensi yang diberikan bila S(s) kecil atau gk besar. Masukan seperti step,

ramp, dan sinusoidal biasanya mempunyai rentang frekuensi yang rendah, serta T(s) ≈1. 2. Disturbance Rejection : S(s) harus tetap kecil untuk meminimalkan dampak dari gangguan yang berarti gk harus besar pada rentang frekuensi tempat gangguan tersebut berada. Biasanya gangguan mempunyai rentang frekuensi rendah. 3. Noise Suppression : T(s) harus tetap kecil untuk mereduksi efek dari noise sensor di keluaran yang berarti gk harus kecil. 4. Control energy reduction : Untuk meminimalkan energi K(s)S(s) harus kecil. Dari poin - poin di atas maka diperoleh suatu bentuk magnitude respon frekuensi loop gain yang ideal seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Bentuk plot magnitude bode loop gain ideal. Sumber : Shahian, 1993:399

Bentuk loop gain ini mempunyai penguatan tinggi di frekuensi rendah (untuk mengikuti sinyal masukan dan penolakan gangguan) dan penguatan rendah di frekuensi tinggi (untuk menghilangkan noise). 2.11.

Kestabilan Robust

Suatu sistem umpan balik yang terdiri dari plant dan kompensator penstabil, ~ mempunyai kestabilan yang kokoh jika lup tertutup tetap stabil untuk model aktual G ( s ) .

Dengan menggunakan dalil penguatan kecil, maka sistem lup tertutup akan mempunyai kestabilan yang kokoh terhadap ketidak-pastian model jika, ∆m <

1 GK (1 + GK )

−1

atau

∆m <

1 (Shahian,1993:407) T

(2.59)

Permasalahannya adalah berapa nilai terkecil dari ketidak-pastian yang akan membuat sistem menjadi tidak stabil. Karena ketidak-pastian harus lebih kecil dari 1/T,

maka ia pasti lebih kecil dari nilai minimum 1/T. Nilai minimum dari 1/T adalah nilai maksimum dari T. Nilai maksimum T untuk semua frekuensi merupakan nilai puncaknya (peak value). Maka nilai terkecil ketidak-pastian yang membuat sistem tidak stabil adalah MSM =

1 Mr

(2.60)

dengan MSM = Multiplicative Stability Margin Mr = sup T ( jω ) (Shahian,1993:408)

ω

(2.61)

Simbol “sup” dari fungsi di atas adalah supremum yang berarti nilai maksimum dari sebuah fungsi. Dari pembahasan di atas diketahui bahwa untuk meningkatkan proteksi terhadap ketidak-stabilan sistem yang disebabkan oleh ketidak-pastian yang bersifat pengali, MSM harus besar, yang berarti complementary sensitifity (T) harus kecil. Hal ini cocok dengan penolakan noise yang baik, tapi bertentangan dengan sinyal referensi dan penolakan gangguan. Penguatan lup yang kecil pada frekuensi tinggi akan memproteksi sistem dari ketidak-pastian yang bersifat multiplicative. 2.12.

Kontrol H∞

H∞ merujuk pada ruang kestabilan dan fungsi alih yang sesuai (proper, derajat penyebut ≥ derajat pembilang). Secara umum diinginkan fungsi alih lup tertutup yang proper dan stabil (pole-pole sistem berada di sebelah kiri bidang s). Tujuan dasar dari kontrol H∞ adalah mendapatkan fungsi alih. Norm -∞ pada sebuah fungsi alih didefinisikan sebagai G ∞ = sup G ( jω ) (Shahian, 1993:422)

ω

(2.62)

Sangat mudah mencari nilai ini secara grafis, yaitu nilai puncak dari plot magnitude diagram bode. Hal ini sesuai dengan kestabilan robust pada persamaan (2.58), maka untuk kontrol H∞ diberikan kestabilan robust

MSM =

1 (Shahian, 1993:423) T∞

(2.63)

Hinfopt adalah fungsi H∞ untuk melakukan iterasi γ melalui metode loop shifting tworiccati. γ optimal diperoleh dari iterasi dengan beberapa syarat kondisi, diantaranya determinan matrik D11 harus kurang dari sama dengan 1, terdapat matrik P dan akar-akar loop tertutupnya harus stabil. Logika iterasinya berdasarkan perintah dari fungsi hinf.

Iterasi dimulai dengan memberikan input matrik P dan output nya adalah γ optimal. γ optimal berfungsi sebagai vektor pengali bagi matrik loop tertutup, dalam hal ini MATLAB mendefinisikan sebagi Tyu. Nilai perkalian γ dan Tyu harus berada di bawah 1(1 , maka γ tersebutlah yang diambil. Iterasi γ dilakukan oleh algoritma yang telah terkodekan pada funghsi hinfopt. Pencarian γ optimal akan berhenti jika error relative gamma antara dua nilai stabil yang berdekatan kurang dari batas toleransinya. Pada penggunaan praktis, toleransi dapat di set pada 0,01 atau 0,001.

2.13.

Formulasi Sistem 2-Port Z

w

P (S)

u

K (S)

y

Gambar 2.7. Diagram blok dua port untuk kendali H∞ Sumber : Shahian, 1993 : 424

Diagram dua port dapat mewakili berbagai masalah dalam sistem kontrol. Diagram dua port ini terdiri dari dua blok utama, yaitu blok plant, P(s), dan blok kontroler K(s). Blok plant memiliki dua masukan dan dua keluaran. Input plant dikatagorikan menjadi dua kelompok, yaitu : masukan vektor kontrol dan masukan exogenous. Masukan vektor kontrol u merupakan sinyal kontrol dari kontroler K(s). Masukan exogenous w merupakan vektor masukan yang terdiri dari disturbances eksternal, noise dari sensor maupun tracking signal. Keluaran plant juga dikatagorikan menjadi dua kelompok yaitu y dan z, y adalah sinyal hasil pengukuran sensor yang diumpanbalikkan ke kontroler. Kelompok kedua adalah z yang merupakan keluaran dari sistem yang diatur. Fungsi alih yang mewakili sistem dalam bentuk 2-port pada gambar di atas adalah sebagai berikut : z = Pzw w + Pzu u

(2.64)

y = Pyw w + Pyu u

(2.65)

u = Ky

(2.66)

Fungsi alih jaring tertutup antara keluaran yang dikendalikan terhadap masukan exogenous diturunkan sebagai berikut : Pertama adalah mensubstitusikan u ke persamaan y, didapatkan :

1

MATLAB Help for hinfopt

y = Pyw w + Pyu Ky

(2.67)

sehingga diperoleh : (I - Pyu K)y = Pyw w y = (I - Pyu K)-1 Pyw w

(2.68)

maka u menjadi : u = Ky = K(I - Pyu K)-1 Pyw w

(2.69)

langkah berikutnya adalah mensubstitusikan nilai u ke z : z = Pzw w + Pzu K(I - Pyu K)-1 Pyw w = [Pzw w + Pzu K(I - Pyu K)-1 Pyw] w

(2.70)

sistem juga dapat ditampilkan dalam bentuk ruang keadaan sebagai berikut :

x& = Ax + B1 w + B 2 u

(2.71)

z = C1 x + D11 w + D12 u

(2.72)

y = C 2 x + D 21 w + D 22 u

(2.73)

dalam bentuk matrik dapat ditulis :

A B1 B 2  P(s) = C1 D11 D12  C 2 D 21 D 22 

2.14.

(2.74)

Fungsi Pembobot Pada Kontrol H∞

Pada hakikatnya, masalah pengendalian membutuhkan pembobotan pada masukan dan keluaran. Ada beberapa alasan untuk menggunakan pembobot. Pembobot konstan digunakan untuk pen-skalaan masukan dan keluaran, juga digunakan untuk konversi unit. Pembobot pada fungsi alih digunakan untuk membentuk beberapa kriteria performa pada domain frekuensi. Pada masalah kontrol H∞, pembobot juga digunakan untuk memenuhi syarat kondisi rank. Kenyataannya, pembobot hanyalah parameter yang ditentukan oleh perancang sistem kontrol. Pemilihan bobot yang sesuai berdasarkan pada pengalaman dan pemahaman terhadap masalah fisik serta disiplin ilmu yang terkait.

Gambar 2.8. Form standar (tracking) S/KS mixed-sensitivity minimization Sumber : Skogestad, 1996:371

Bentuk dasar fungsi pembobot performa Wp (Pada Gambar 2.8 ditunjukkan dengan notasi W1) adalah,

Wp =

s / M +ωB (Skogestad,1996:57) s +ωB A

(2.75)

dengan, M

=

Spesifikasi puncak maksimum

ωB

=

Frekuensi bandwidth minimum

A

=

Steady-state tracking error maksimum

Fungsi sensitivitas S merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kinerja (performance) dari sistem loop tertutup, baik itu sistem SISO (single input single output) maupun sistem MIMO (multi input multi ouput). (Skogestad, 1996:56)

2.15.

Loop Shifting

Gambar 2.9. Loop Shifting Transformation Sumber : Lanzon, 1996

Loop Shifting secara konsep dasar merupakan proses ekstraksi atau pergeseran Gain Kontroler ( K ) saat berada pada frekuensi infinit kemudian meletakkannya pada plant ( G ). Proses ini dapat diselesaikan melalui konstanta penguatan matrik baru yang dibentuk yaitu matrik F seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Dalam teori robust umum, matrik F adalah nilai γ sebagai vektor pengali pada persamaan :

 I F   ~   0 G = G(s)  0 I     I   0

(2.76)

  I - F  ~ K = HM  , K(s)  = K(s) − F   0 I  

(2.77)

dan

Setelah matrik F terpenuhi, hubungan antara G dan K yang asli akan diganti dengan ~ ~ hubungan baru yang ekivalen yaitu antara G dan K (2.

2

H∞ Controllers in the chain scattering framework (Lanzon : IFAC Journal 2001, Page 5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam skripsi ini pengaturan kecepatan motor induksi menggunakan kontroler robust metode H∞ dengan tujuan mendapatkan kekokohan sistem terhadap sifat kedinamisan plant yang meliputi perubahan parameter, ketidakpastian model yang bersifat multiplicative pada keluaran serta ketidakpastian dari gangguan yang bersifat acak.

Parameter dan spesifikasi dari roto packer serta komponen pendukung lainnya yang akan digunakan dalam simulasi adalah roto packer pada proses pengepakan di PT. Semen Gresik-Tuban. Selanjutnya sistem secara keseluruhan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB dan simulink environment untuk mendapatkan karakteristik respon roto packer serta kekokohan sistem. Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan penelitian ini adalah:

3.1. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Mendapatkan data fisik dari plant yang ada di lapangan. 2. Mendapatkan akurasi data yang ada di lapangan dengan hasil perancangan.

3.2. Penyusunan model sistem

Dalam penyusunan model sistem langkah-langkah yang diambil sebagai berikut: 1. Menentukan blok diagram sistem 2. Menyusun model matematis roto packer serta sistem yang menyertainya sehingga diperoleh fungsi alih plant. 3. Menyusun matrik ruang keadaan sistem dan matrik A, B, C, D. 4. Menyusun sistem menjadi struktur diagram blok 2 port 5. Menambahkan fungsi pembobot untuk performa sistem.

Gambar 3.1

Diagram Blok Sistem 2-Port Sumber : Shahian, 1993 : 424

3.3. Penyusunan kendali Robust

Adapun langkah-langkah penyusunan kendali robust adalah : 1. Dari diagram 2 port maka diperoleh matriks A, B1, B2, C1, C2, D11, D12, D21 dan D22, sehingga sistem dapat ditampilkan dalam persamaan ruang keadaan yaitu: •

x = Ax + B1 w + B2 u z = C1 x + D11 w + D12 u y = C 2 x + D21 w + D22 u 2. melakukan iterasi untuk mendapatkan nilai γ 3. Mencari matrik kontroler ACP, BCP, CCP, DCP 4. Mencari matrik Loop tertutup ACL,BCL, CCL, DCL 5. Memeriksa apakah akar-akar loop tertutup stabil

3.4.Pengujian dan analisis

Simulasi sistem dilakukan dengan mengunakan fasilitas yang tersedia pada perangkat lunak MATLAB, antara lain simulink dan control toolboox. Dari hasil tersebut dapat dilihat bagaimana keluaran sistem dengan sinyal kendali robust. Setelah didapat pengontrol robust H∞, kemudian dilanjutkan dengan menganalisa sistem untuk mendapatkan: - Mencari nilai puncak T - Mendapatkan persentase ketegaran

Selain itu juga dilakukan pengujian terhadap hasil perancangan melalui simulasi sistem terhadap penjejakan sinyal rujukan

dan pelemahan terhadap gangguan untuk

mengetahui respon sistem loop tertutup yang telah dirancang Setelah dilakukan simulasi, maka hasil pengujian akan dianalisis sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang diinginkan

3.5.Kesimpulan dan Saran

Penarikan kesimpulan dari analisis ke-robust-an sistem dan respon waktu sistem berdasarkan hasil pengujian serta saran-saran mengenai pengendalian proses pengepakan

BAB IV PEMODELAN SISTEM 4.1. Proses Pengepakan Semen

Adapun diagram blok dari pengontrolan proses pengepakan di PT. Semen GresikTuban dapat dilihat di bawah ini Gangguan(d)

- KONTROLER

Motor Induksi

Rasio Reducer

Konverter

Rotary Feeder

+

+

Load Cell

Gambar 4.1. Diagram blok Rotopacker Sumber : Perancangan Berdasarkan gambar 4.1 di atas, sistem terdiri atas beberapa komponen pokok yaitu: pengendali robust, motor induksi, rasio reducer, rotary feeder dan sensor berat. Pengendali robust dirancang untuk menstabilkan berat semen yang keluar dari rotary

feeder akibat adanya gangguan debu yang menempel pada pedal roto packer. Untuk memudahkan dalam membuat model matematis dari diagram blok di atas, maka akan diselesaikan satu persatu dari masing-masing bloknya. Untuk pemodelan matematis dari motor induksi, dalam skripsi ini digunakan metoda indirect vector kontrol dalam pengendalian kecepatan motor induksi.

4.2. Model Matematis Motor Induksi

Untuk mendisain pengendali kecepatan motor induksi dengan metode indirect

vectrol control, maka kita

mengasumsikan fluksi rotor

adalah konstan (R.

Krishnan,2001:492), yang dapat ditulis sebagai berikut

λr = a konstan

(4.1)

pλr = 0

(4.2)

Dengan persamaan tegangan stator motor induksi pada sumbu quadrature dan sumbu

direct, Rs dan Rr adalah resistansi stator dan resistansi rotor, Ls dan Lr adalah induktansi diri pada stator dan rotor, idse dan iqre adalah arus pada sumbu direct dan quadrature.

v qse = ( Rs + Ls p)iqse + ω s Ls i dse + Lm pi qre + ω s Lm idre

(4.3)

vdse = −ωs Lsiqse + ( Rs + Ls p)idse + ωs Lmiqre + Lm pidre

(4.4)

dengan arus rotor

iqre = − idre =

Lm e iqs Lr

λr Lr



(4.5)

Lm e ids Lr

(4.6)

dengan mensubtitusikan persamaan arus rotor ke dalam persamaan tegangan stator yang akan menghasilkan

vqse = ( Rs + σLs p )iqse + σωs Ls idse + ω s vdse = ( Rs + σLs p )idse + σωs Ls idse +

Lm λr Lr

Lm λr Lr

(4.7)

(4.8)

Di mana σ adalah koefisian kebocoran, seperti diketahui bahwa akan dihasilkan fluksi yang konstan oleh arus stator ketika keadaan steady state, dan pada sumbu d dengan arus stator sebagai referensi, turunannya adalah nol, seperti diberikan pada persamaan di bawah

i f = idse

(4.9)

pidse = 0

(4.10)

Komponen yang memproduksi torsi pada arus stator adalah arus pada sumbu q diberikan pada persamaan

iT = iqse

(4.11)

dengan mensubstitusikan ke dalam persamaan tegangan pada sumbu q axis menghasilkan

vqse = ( Rs + La p )iT + ω s Lai f + ωs

Lm λr Lr

 L2  di mana La = σLs =  Ls − m  Lr    0.382 2 La =  0.398 − 0.398 

  

La = (0.398 − 0.3666 ) = 0.0314 H substitusikan λr = Lmi f ke dalam tegangan stator pada sumbu q axis

(4.12)

(4.13)

v qse = ( Rs + La p )iT + ω s La i f + ω s

L2m i f = Rs + La piT + ω s Ls i f Lr

(4.14)

sehingga solusinya akan menghasilkan iT , yang merupakan variabel yang dikontrol pada sistem. Sekarang persamaan dari frekuensi stator adalah

ωs = ωr + ωs1 = ωr +

iT if

 Rr   Lr

  

(4.15)

persamaan elektrik dari motor diperoleh dengan mensubstitusikan ωs

vqse = ( Rs + La p )iT + ωr (Ls i f ) + ωs1Lsi f = ( Rs + La p )iT + ωr (Ls i f ) + iT = ( Rs +

Rr Ls + La p )iT + ωr (Ls i f ) Lr

Rr Ls Lr (4.16)

dari persamaan komponen yang menghasilkan torsi pada arus stator akan didapatkan vqse − ωr Lsi f Ka iT = = vqse − ωr Ls i f RL Rs + r s + La p (1 + sTa ) Lr

{

}

(4.17)

di mana Ra = Rs +

Ls Rr Lr

Ra = 1.533 +

(4.18)

0.398 2.22 = 3.75Ω 0.398

Ka =

1 Ra

Ka =

1 = 0.267 3.75

Ta =

La Ra

Ta =

0.0314 = 0.0084 3.75

(4.19)

(4.20)

pada bagian ini terjadi konversi tegangan dan umpan balik kecepatan ke dalam arus torsi, yaitu torsi elektromagnetik dapat ditulis Te = K t iT

(4.21)

di mana konstanta dari torsi didefinisikan sebagai Kt =

3 P L2m if 2 2 Lr

(4.22)

K t = 8.72 Nm / A untuk beban dinamik dapat diwakilkan dengan persamaan torsi elektromagnetik dan beban torsi yang diberikan pada persamaan berikut: J

dω m + Bω m = Te − T1 = K t iT − Bl ω m dt

Dengan Bl adalah Konstanta beban,

(4.23)

ωm adalah kecepatan mekanik dari rotor (R.

Krishnan, Hal: 272) di mana persamaan kecepatan rotor diturunkan dengan mengalikan masing-masing sisi dengan pasangan polenya J

P dω m + Bωm = K t iT − Blωm dt 2

(4.24)

sehingga fungsi alih antara kecepatan motor dengan torsi adalah

ω r ( s) I T (s)

=

Km 1 + sTm

(4.25)

di mana

Km =

P Kt J ; Bt = B + Bl ; Tm = Bt 2 Bt

(4.26)

K m = 436 Tm = 2.33 s Dengan memasukkan nilai-nilai dari parameter motor induksi , maka akan diperoleh fungsi alih antara kecepatan motor dan torsi adalah

ω r ( s) I T (s)

=

436 1 + s 2,33

4.2.1. Inverter

Error antara arus torsi referensi dan arus umpan balik menjadi masukan bagi inverter yang akan menghasilkan tegangan stator pada sumbu quadrature. Kemudian arus ini akan dikuatkan melalui kontroler arus dan gain dari kontroler arus dimisalkan unity.Sehingga inverter dapat dimodelkan sebagai sebuah gain, K in , dengan time lag Tin . Nilai gain diperolah dari tegangan Dc, Vdc , dan tegangan maksimum kontrol, Vcm sebagai berikut K in = 0.65

Vdc Vcm

(4.27)

faktor 0.65 diperoleh

dengan menghitung puncak maksimum dari tegangan yang di

peroleh dari inverter yang diberikan tegangan DC (R. Krishnan 2001:Hal 495) dan time lag inverter sama dengan rata-rata dari carrier switching cycle time yaitu Tin =

1 2 fc

(4.28)

Dengan f c adalah frekuensi switcing dari inverter, dengan memasukkan nilainya maka akan diperoleh K in = 0.65

285 10

K in = 18,525 V Dan Tin =

V

1 sehingga Tin = 0,00025 s 2.2000

4.2.2. Fungsi alih umpan balik

Sinyal umpan balik dari arus yang akan diproses melalui sebuah filter dengan orde satu yang diberikan pada persamaan di bawah ini



Fungsi alih dari umpan balik arus : dapat dinotasikan sebagai sebuah gain yaitu Gc ( s ) = H c

(4.29)

Gambar 4.2. Diagram Blok Motor Induksi Sumber: R. Krishnan Hal: 497

4.3. Reducer

Reducer adalah suatu blok mekanik yang berfungsi untuk menurunkan putaran motor. Hubungan mekanik didalamnya dibuat sedemikian rupa sehingga keluaran reducer ini adalah putaran yang lebih rendah dari masukan putarannya (Young freedman,1995). Salah satu hubungan mekaniknya adalah hubungan antara kecepatan sudut dari motor

induksi dan kecepatan sudut dari rotary feeder yang dihubungkan menurut gambar di bawah ini. v1

ω2

ω1 R1

R2

v2

Gambar 4.3. Hubungan antara motor Induksi dengan rotary feeder Sumber: Young Freedman, 1995, University Physics Kecepatan translasi untuk v1 = v 2 sehingga v1 = v 2 = R1ω1 = R2ω 2

ω1 R2 = ω 2 R1 ω1 = Kecepatan sudut motor induksi (rpm) ω2 = Kecepatan sudut Rotary Feeder(rpm) R1 = Jari – jari Pulley Motor Induksi (m) R2 = Jari – jari Pulley Rotary Feeder(m) sehingga ω 2 =

ω2 =

R1 ω1 R2

(4.30)

13 x10 −2 ω1 = 0.65ω1 20 x10 − 2

4.4. Rotary Feeder

Rotary feeder adalah bagian dari proses pengepakan yang berfungsi untuk mengisi semen ke dalam sak semen. Rotary feeder sendiri digerakkan oleh motor induksi sehingga kecepatan dari rotary feeder bergantung pada pengaturan putaran motor induksi.

Gambar 4.4. Rotary feeder Sumber : PT Semen Gresik Tuban Untuk massa yang keluar dari rotary feeder dapat dihitung dengan rumus Q out = 2eb{2π (R − e ) − zt }

ω 60

(S. Nagaratnam,1971)

(4.31)

R = tebal hausing (m) e = jari - jari lubang keluaran (m) z = jumlah baling - baling b = lebar baling - baling (m) t = tebal baling - baling (m)

ω = kecepatan sudut baling - baling (rpm) Qout =

V massa dengan V = T γ semen

sehingga Qout =

massa out T .γ semen .

(4.32)

massa out ω = 2eb{2π (R − e ) − zt} t.γ semen 60 massa out = 2eb{2π (R − e ) − zt}

ω 60

.T .γ semen

(4.33)

γ semen = berat jenis semen (Kg/m3) massa out

ω

{ (

)

}

2.2,5.10 −2.5.10 −2 2π 12,5.10 −2 − 2,5.10 −2 − 6.1.10 −2 3,1.10 60 −3 = 44,02.10 Kg

=

4.5. Model Matematika Load cell(Sensor Berat)

Spesikasi load cell proses pengepakan di PT. Semen Gresik-Tuban terlampir pada Tabel 4.1. Adapun posisi dari sensor berat adalah setelah proses pengisian oleh roto packer

yaitu diletakkan ditengah-tengah belt conveyor. Tabel 4.1 Spesifikasi load cell

Produksi

Kapasitas

Nominal

Sensitivitas

displacement Sencotec(BL807)

0 kg - 50 kg

0,13 mm

0.2 Kg/V

Sumber : PT. Semen Gresik- Tuban, Tbk

Transducer untuk pengukuran berat, torsi dan tekanan merupakan sistem orde dua. Untuk transducer pengukuran berat seperti load cell dapat didekati dengan sistem suspensi massa, pegas dan peredam gerakan suspensi (Dally, 1984:279) seperti pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Suspensi representasi pengukuran berat Sumber: Dally, 1984:279

Gaya berat yang bekerja akan menggerakkan massa me sejauh x meter, inilah representasi perubahan panjang dari strain gouge, perubahan panjang ini sebanding dengan perubahan resistansinya. Pegas k menggambarkan elemen elastis dari load cell . Peredaman D menggambarkan parameter sistem transducer yang meredam defleksi massa me sejauh x meter, untuk load cell umumnya mempunyai peredaman D yang kecil (Dally, 1984:280). Massa me menggambarkan massa efektif dari elemen elastis load cell dan massa benda luar yang berinteraksi dengan elemen elastis (idler dan belt area penimbangan). Gaya berat Q merupakan gaya berat material yang diukur. Dari Gambar 4.5 dapat dimodelkan dalam bentuk umum sistem orde 2, Q(t ) 1 d 2 x 2 D dx = 2 2 + + x (Dally, 1984:280) k ω n dt ω n dt dengan frekuensi natural sistem ω n = k me

(4.34)

Q(t ) = me

d 2x dx + D + kx 2 dt dt

(4.35)

dengan transformasi laplace Q( s ) = me s 2 ⋅ x( s ) + Ds ⋅ x( s ) + k ⋅ x( s ) = x( s )(me s 2 + Ds + k )

(4.36)

x (s ) = 2 1 Q me s + Ds + k

(4.37)

dengan me

= massa efektif, idler dan belt penimbangan ≈ 0,27 kg (Dally,1984:252)

D

= peredaman ≈ 50 kg.s/m (asumsi)

k

= kostanta pegas ≈ 100 kg ⁄ 0,00013 m ≈ 0.769x106 kg/m

x

= defleksi massa elemen elastis load cell (m)

Q

= gaya berat yang diterima load cell (Kg)

Umumnya keluaran load cell ditambahkan filter untuk meredam noise karena bandwidth yang lebar juga karena kondisi kerja load cell yang tak tentu. Filter untuk load cell adalah filter orde satu dengan persamaan : L/C Filter =

1 (PT. Semen Gresik-Tuban) s +1

(4.38)

Maka fungsi alih load cell dengan filter orde satu adalah sebagai berikut: x( s) 1 1 = 2 Q( s ) me s + Ds + k s + 1

(4.39)

Karena konstanta waktu filter load cell lebih lambat dan untuk menurunkan orde dari model plant maka model untuk load cell adalah filter pada persamaan (4.38). Persamaan model lengkap dari load cell akan digunakan untuk analisis ketidak-pastian model.

4.6. Konverter Tegangan ke Arus

Karena sinyal dalam proses kontrol yang digunakan adalah dalam bentuk arus, maka dibutuhkan konverter yang dapat mengubah tegangan yang dihasilkan oleh load cell menjadi arus untuk masukan kontroler. Adapun fungsi alih dari konverter tersebut dapat didekati dengan sebuah gain.

RL IC

.

+

Vin

Vout

IB

-

R2 = 9 KΩ R1 = 3KΩ

IE R3 = 1Ω

Gambar 4.6 Konverter Tegangan ke Arus Sumber : (Curtis John, Hal:77)

I out ( s ) R + R2 =G= 1 Vin ( s ) R1 .R3

(4.40)

Dengan R1 = 3KΩ , R2 = 9 KΩ dan R3 = 1Ω Maka didapat

I out ( s ) =4 Vin ( s )

4.7. Penyusunan State Space

Setelah didapatkan model matematis dari masing-masing bagian maka diagram blok secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut d u +-

Kin 1+sTin

+

Ka 1+sTa

iT

Km 1+sTm

Kg ωr1 rasio ωr2 2eb{2π(R−e) −zt}Tγ semen ++ reducer 60

KmLsif

1 s +1

G

y

1+sTm

Hc

Gambar 4.7 Diagram Blok Roto packer

Kemudian diagram blok di atas dapat disederhanakan lagi menjadi

d u

Gi (s)

iT

Km 1+sTm

ωr1

R2 R1

ωr2 2eb{2π(R−e) −zt}Tγsemen 60

Kg

++

1 s+1

G

y Gambar 4.8 Penyederhanaan Diagram Blok Roto packer

Di mana Gi ( s ) =

K a K in (1 + sTm ) {(1 + sTin )[(1 + sTa )(1 + sTm ) + K a K b ] + H c K a Kin (1 + sTm )}

(4.41)

dengan K a = K m Ls i f Fungsi alih arus,

i ∗Tm dapat didekati dengan fungsi alih orde pertama yaitu melalui iT

beberapa penyederhanaan sebagai berikut: 1 + sTin ≅ 1

(1 + sTa )(1 + sTin ) ≅ 1 + s(Ta + Tin ) ≅ 1 + sTar Di mana Tar = Ta + Tin Kemudian substitusikan kedalam Gi (s ) sehingga didapat

G i (s ) =

K a K in (1 + sTm ) (1 + sTar )(1 + sTm ) + K a K b + H c K a K in (1 + sTm )

Gi (s ) =

T1T2 K a K in (1 + sTm ) . Tar Tm (1 + sT1 )(1 + sT2 ) 1 1 − b ± b 2 − 4ac − ,− = T1 T2 2a

Di mana

a = TarTm b = Tar + Tm + H c K a K inTm c = 1 + K a K b + H c K a K in

Apabila

1 + sTm ≅ sTm 1 + sT2 ≅ sT2

kemudian substitusikan ke dalam Gi (s ) maka

(4.42)

Gi (s ) =

T1T2 K a K in 1 Ki . = TarTm (1 + sT1 ) (1 + sTi )

(4.43)

Di mana K i dan Ti adalah gain dan konstanta waktu yaitu Ki =

K a K inT1 Tar

(4.44)

Ti = T1

(4.45)

Sehingga diagram bloknya dapat digambarkan sebagai berikut

d u

ωr1

Ki iT Km 1+sTi 1+sTm

R2 R1

Kg ωr2 2eb{2π(R−e) −zt}Tγ semen ++ 60

1 s +1

G

y Gambar 4.9 Diagram Blok Roto Packer Untuk mendapatkan model ruang keadaan sistem Gambar 4.8 diubah menjadi seperti gambar 4.9. Dengan d adalah gangguan karena ketidakpastian berat debu yang menempel pada roto packer saat proses penimbangan yang tidak termodelkan.

Rasio Reducer

Motor Induksi Ki Ti

x&1

-

1 s

x1

Km Tm

x&2

-

1 Ti

1 s

x2

Rotary Feeder 2eb{2π (R − e) − zt}Tγ semen 60

R2 R1

1 Tm

u

K (s)

y

G

Load cell x3 1 s

d +

x&3 -

Gambar 4.10 Diagram Blok State Space RotoPacker

x&1 = −

1 K x1 + i u Ti Ti

(4.46)

x&2 = −

1 K x2 + m x1 Tm Tm

x& 3 = − x3 +

(4.47)

2eb{2π (R − e ) − zt}Tγ semen R2 . x2 + d 60 R1

(4.48)

y = Gx3

(4.49)

Dalam bentuk umum matrik ruang keadaan dx = Ax + Bu + Ed dt y = Cx + Du

 1 − &  x1   Ti  x&  =  K m  2  T  x& 3   m  0 

(4.50)

0 1 Tm 2eb{2π (R − e ) − zt}Tγ semen R 2 . 60 R1 −

 0  Ki    x1   T  0  i  0   x 2  +  0  u + 0 d   x 3   0  1    − 1   

 x1  y = [0 0 G ]  x 2   x 3  Dimana x adalah vektor state, u adalah vektor masukan dan d adalah vektor masukan gangguan. Dengan memasukkan parameter nominal sistem, diagram blok roto packer dan matrik A, B, C, D, E adalah

0 0 − 1.4925 482.24  0     A =  187.12 − 0.43 0  B =  0  C = [0 0 4] D = 0 E = 0  0  0  1 0.028163 − 1

BAB V DISAIN PENGENDALI, PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

5.1 Analisis Keterkendalian dan Keteramatan Sistem

Keterkendalian dan keteramatan

sistem dinamik menentukan apakah sistem

tersebut dapat dikendalikan dan diamati atau tidak. Keterkendalian dan keteramatan merupakan sarat awal dalam mendisain kontrol robust. Di bawah akan dilakukan pengujian terhadap keterkendalian dan keteramatan sistem.

5.1.1 Analisa Keterkendalian

Dari subBab sebelumnya, disebutkan bahwa suatu sistem dikatakan terkendali secara sempurna jika dan hanya jika matrik keterkendalian:

[

C = B AB .... A( n −1) B

]

(5.1)

mempunyai rank sama dengan orde sistem (rank Co = n) Dengan menggunakan program MATLAB diperoleh matriks uji keterkendalian sebagai berikut:

0.0048 − 0.0072 0.0107  Co = 1.0e + 005 0 0.9024 − 1.7348  0 0 0.0266  Dari perhitungan matriks uji keterkendalian di atas, didapatkan rank matriks uji keterkendalian adalah 3. Jadi sistem tersebut mempunyai rank matriks uji keterkendalian yang besarnya sama dengan orde sistem, sehingga sistem dikatakan terkendali. Selanjutnya akan dilakukan uji keteramatan.

5.1.2 Analisa Keteramatan

Dari subBab sebelumnya disebutkan bahwa suatu sistem akan teramati jika dan hanya jika memenuhi matriks uji ketermatan sebagai berikut:

[

Ob = C T AT C T ....... ( AT ) ( n −1) C T

]

(5.2)

Mempunyai rank sama dengan orde sistem (rank Ob=n) Dengan menggunakan program MATLAB diperoleh matriks uji keteramatan sebagai berikut:

0 4.0000   0 Ob = 1.0e + 005 0 0.1180 − 4.0000 22.0727 − 0.1687 4.0000  Dari perhitungan matriks uji keteramatan di atas, didapatkan rank matriks uji keterkendalian adalah 3. Jadi sistem tersebut mempunyai rank matriks uji keteramatan yang besarnya sama dengan orde sistem, sehingga sistem dikatakan teramati.

5.2 Margin Kestabilan

Salah satu keuntungan yang diperoleh dari analisi Bode adalah gambaran awal tentang kekokohan sistem terhadap ketidak-pastian gain dan fasa melalui margin kestabilan (Gain & Phase Margin). Bode Diagram Gm = -63.8 dB (at 1.6 rad/sec) , Pm = -82.4 deg (at 22 rad/sec)

Magnitude (dB)

100

50

0

Phase (deg)

-50 360

270

180

90 -2

10

-1

10

10

0

1

10

2

10

Frequency (rad/sec)

Gambar 5.1 Diagram Bode sistem Diagram Bode berikut menjelaskan bahwa sistem lup terbuka memiliki margin kestabilan penguatan (Gm) sebesar -63,8 dB pada frequency crossover 1,6 rad/s dan margin kestabilan fasa (Pm) sebesar -82, 49O.

5.3 Pemilihan Fungsi Pembobot 5.3.1 Fungsi Pembobot Performa

Bentuk dasar fungsi pembobot performa (performance weight) adalah,

Wp =

s / M +ωB (Skogestad,1996:57) s +ωB A

(5.3)

dengan,

M

=

Spesifikasi puncak maksimum

ωB

=

Frekuensi bandwidth minimum

A

=

Steady-state tracking error maksimum

Berdasarkan referensi yang digunakan (Skogestad, 1996: 56), dipilih M = 2 digunakan untuk mencegah penguatan noise pada frekuensi tinggi dan juga untuk mengetahui margin ke-robust-an. Penguatan sistem yang tinggi pada frekuensi rendah memberikan penjejakan yang baik terhadap masukan rujukan. Namun penguatan yang tinggi pada frekuensi tinggi tidak diinginkan, hal ini karena mengakibatkan ke-robust-an sistem terhadap ketidakpastian model berkurang. Frekuensi bandwidth minimum dipilih sebesar 1,6 rad/s. Dan Steady-state tracking error maksimum atau kesahan penjejakan maksimum yang diinginkan adalah 1 %, atau dengan kata lain nilai A pada Persamaan (5.3), adalah 0,01. Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka Persamaan (5.3) menjadi,

WP =

0 .5 s + 1 .6 s + 0.016

(5.4)

5.3.2 Fungsi Pembobot Rujukan dan Gangguan

Fungsi pembobot yang digunakan untuk pembobotan pada sinyal rujukan hanya berfungsi sebagai kompensator. Nilai untuk pembobot gangguan (Wd) yang masuk ke sistem ditentukan sebesar 2 % atau 0,02 dari besarnya gangguan yang masuk ke sistem. Sedangkan pembobot untuk sinyal referensi dipilih dengan tujuan pen-skalaan masukan-keluaran sistem dengan level sinyal kontrol.

Wr =

12 − 0 A Kt (berat max − berat min )

Wr =

12 − 0 A 4(40,5 − 39,9)

(5.5)

Wr = 5

5.3.3 Fungsi Pembobot Sinyal Kontrol

Untuk pembobot sinyal kontrol digunakan untuk membatasi sinyal yang keluar dari aktuator untuk masuk ke kontroler. Hal ini untuk mencegah apabila terjadi kondisi saturasi sinyal kontrol. Pembobot sinyal kontrol (Wu) dipilih sebesar 50% atau 0,5.

5.4. Pembentukan Sistem 2-port

Dari konfigurasi sistem 2-port standar tracking yang telah dibahas pada subBab sebelumnya, dengan menambahkan fungsi pembobot Wd , Wu , Wr dan Wp diperoleh konfigurasi sistem 2-port kontrol H∞ sebagai berikut:

wr +

x&3

-

1 s

x3

+ -

G

{ dr

w

wd u

Ki Ti

x&1 -

1 s

x1

Km Tm

x&2

1 s

-

x2

z1

}z

+

R2 R1

z2

RF

1 Tm

1 Ti

wp B

u

Kontroler H∞

y A

x&4 + -

+

1 s

x4 +

C

wu Gambar 5.2 Diagram 2-port Sistem Sumber : Perancangan

Dari di atas, diperoleh masukan exogenous (w) sebagai berikut,

r  w =   dengan r adalah sinyal referensi dan d adalah gangguan d  Dan keluaran sistem 2-port yang ter-regulasi (z)

 z  w . y  z =  1  =  p  dengan wp adalah pembobot performa dan u adalah sinyal kontrol. Dari  z 2   wu .u  konfigurasi 2-port menghasilkan matrik P(s) yaitu: •

Maka x = Ax + B1 w + B2 u

0 0 0   x1   0 0   x&1  − 1.4925 482.24  x&   187.12      − 0.43 0 0   x2   0 0   r   0   2 =  + + u  x& 3   0 0.028163 −1 0   x3   0 0.02  d   0           0 − 6.368 − 0.016  x 4  31.84 0   0   x& 4   0 (5.6)

z = C1 x + D11 w + D12 u  x1     z1  0 0 − 2 1  x2   2.5 0  r   0   z  = 0 0 0 0   x  +  0 0   d  +  0 .5  u      3   2    x  4

(5.7)

y = C 2 x + D21 w + D22 u  x1  x  r  y = [0 0 − 4 0] 2  + [5 0]  + [0]u  x3  d     x4 

(5.8)

0 0 0 0 0 482.24 − 1.4925  187.12 − 0.43 0 0 0 0 0    0 0.028613 −1 0 0 0.02 0    P (s ) =  0 0 − 6.368 − 0.016 31.84 0 0  (5.9)  0 0 −2 1 2 .5 0 0    0 0 0 0 0 0 .5   0  0 0 −4 0 5 0 0  

5.5 Kontroler H∞

Dengan menggunakan fungsi dari program MATLAB berdasarkan flow chart algoritma untuk metode Loop-Shifting, diperoleh hasil sebagai berikut : << H-Infinity Optimal Control Synthesis >> No

Gamma

D11<=1

P-Exist

P>=0

S-Exist

S>=0

lam(PS)<1

C.L.

-----------------------------------------------------------------------------1 1.0000e+000

FAIL

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

2 6.2500e-001

OK

OK

OK

FAIL

OK

OK

STAB

3 3.1250e-001

OK

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

4 4.6875e-001

OK

OK

OK

FAIL

OK

OK

STAB

5 3.9063e-001

OK

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

6 4.2969e-001

OK

OK

OK

FAIL

OK

OK

STAB

7 4.1016e-001

OK

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

8 4.1992e-001

OK

OK

OK

FAIL

OK

OK

STAB

9 4.1504e-001

OK

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

10 4.1748e-001

OK

OK

OK

OK

OK

OK

STAB

Iteration no. 10 is your best answer under the tolerance:

0.0100

GAM_OPT = 0.417

ACP

BCP

3.5501  - 0.0126 0.0581 0.1263 - 0.0017 - 0.0086 - 0.0167 - 0.4724  = - 0.0005 - 0.0011 - 0.0055 - 0.1374    0.0001 0.0031 − 0.0076 - 0.0171

− 0.0329  − 0.2658  =  0.7619    − 6.3212

(5.10)

(5.11)

C CP = [0.0091 0.0341 0.0740 − 2.0796]

(5.12)

DCP = [0]

(5.13)

dalam bentuk fungsi alih

K ( s) =

13.08s 3 + 38.23s 2 + 33.54 s + 8.395 s 4 + 47.45s 3 + 1123s 2 + 14060 s − 104300

(5.14)

dan sistem stabil dengan mempunyai akar-akar lup tertutup sebagai berikut

 − 11.0289 + 19.2466i   − 11.0289 − 19.2466i      − 22.1956   − 3.2000   r=   − 1.4925   − 1.0001     − 0.4300   − 0.0160  

(5.15)

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa sistem lengkap jaring tertutup memiliki akar-akar karakteristik yang stabil, karena bagian nyata kutub-kutub sistem terletak pada bidang s sebelah kiri. Selain akar-akar karakteristik juga diperoleh norm H atau TZW ∞ sistem lengkap jaring tertutup untuk pengendalian berat pada roto packer sebesar 0.9979.

5.6 Analisis Performa Dan Kestabilan Sistem 5.6.1

Performa Nominal Sistem Gambar 5.3 menunjukkan karakteristik penguatan loop (L), dari gambar

tersebut terlihat bahwa sistem mempunyai margin kestabilan penguatan Gm sebesar inf dan margin kestabilan fasa Pm sebesar -155 deg. Hal tersebut berarti dengan adanya adanya kontroler maka pada saat terjadi pergeseran penguatan berapapun, sistem akan tetap stabil.

Bode Diagram Gm = Inf dB (at Inf rad/sec) , Pm = -155 deg (at 4.47 rad/sec)

Magnitude (dB)

50

0

-50

-100

-150 45

Phase (deg)

0 -45 -90 -135 -180 -2

-1

10

10

0

10

1

10

2

10

3

10

Frequency (rad/sec)

Gambar 5.3 Respon frekuensi penguatan lup (L)

5.6.2

Kestabilan Robust

Kestabilan robust diperlukan untuk memastikan bahwa sistem stabil untuk beberapa persamaan model atau perubahan parameter pada sistem. Karena di lingkungan yang sebenarnya yaitu di areal pabrik PT. Semen Gresik-Tuban, roto packer mengalami perubahan beberapa parameter seperti mengganti motor Induksi yang rusak dengan yang baru. Kestabilan robust atau persentase ketegaran diperoleh dengan mendapatkan invers

singular value dari Complementery Sensitivity (T). Dari Gambar 5.4 diperoleh nilai puncak fungsi alih lup tertutup T untuk semua frekuensi adalah sebesar 1,01. maka nilai ke-robustan sistem dapat dihitung.

1 x100% 1.013 = 98.68%

% Ke − robust − an =

Singular Values 1.1

1

System: inv(untitled1) Peak gain (abs): 1.01 At frequency (Hz): 7.5

Singular Values (abs)

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

-2

-1

10

0

10

10

1

10

Frequency (Hz)

Gambar 5.4 Magnitude T 5.7. Pengujian dan Analisis sistem

Pengujian sistem dilakukan dengan menguji sistem tanpa kontroler dan dengan kontroler serta diberi gangguan acak yaitu debu yang menempel pada pedal roto packer yang dapat dimisalkan band limited white noise. Pemilihan nilai gangguan didasarkan pada data yang diperoleh dari lapangan. Dengan adanya kontroler diharapkan dapat mempertahankan berat semen sesuai dengan set point dan memperkecil error sekecil mungkin saat proses pengisian semen ke dalam sak. Simulasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak simulink yang dijalankan pada program MATLAB. Perangkat lunak ini dipilih selain mudah pembuatan dan pemrogramannya juga karena di dalamnya telah terdapat banyak fungsi-fungsi yang berhubungan dengan kontrol dan simulasi yang siap digunakan. Parameter-parameter yang digunakan dalam simulasi ini diambil dari nilai keadaan mantap dari plant. Selain itu respon sistem dilihat saat sistem sudah bekerja pada kondisi normal, sehingga kontroler berfungsi sebagai regulator.

5.7.1 Pengujian tanpa Pengendali Hasil Pengujian sistem

Pengujian sistem akan dilakukan

dengan melihat terlebih dahulu respon

gangguan acak pada roto packer. Adapun gangguan acaknya adalah debu yang menempel pada pedal roto packer akibat proses pengisian semen ke dalam sak yang menempel pada

pedal tersebut. Karena besarnya gangguan tidak dapat diprediksi nilainya maka dimisalkan gangguan tersebut adalah Band Limited White Noise. Berikut ini adalah respon hasil simulasi gangguan acak dengan varian sebesar 0,7.

Gambar 5.5. Sinyal gangguan acak ± 0.3 Kg Selanjutnya pengujian sistem akan dilakukan dengan melihat respon waktu dari pengisian semen kedalam sak semen tanpa pengendali dengan gangguan acak seperti di atas. Berikut ini adalah respon hasil pengujiannya.

Gambar 5.6 Respon sistem tanpa pengendali dengan set point 40,2 Kg

Gambar 5.6 menunjukkan respon sistem saat kondisi normal tanpa pengendali dengan gangguan sebesar ± 0,3 Kg, dapat dilihat bahwa berat semen berfluktuasi pada range 39,6 Kg sampai 40,8 Kg dari berat semen yang diinginkan sebesar 40,2 Kg. dengan nilai error yang besar, maka sangat merugikan perusahaan karena produksi yang dilakukan dalam skala besar yaitu jutaan ton, sehingga sangat diperlukan pengendali agar keluaran berat semen mendekati set point yang diinginkan.

5.7.2 Pengujian dengan Pengendali Hasil Pengujian sistem

Selanjutnya pengujian sistem akan dilakukan dengan melihat respon waktu dari pengisian semen kedalam sak semen dengan pengendali dan diberi gangguan acak. Berikut ini adalah respon hasil pengujiannya.

Gambar 5.7 Respon sistem dengan pengendali, set point 40,2 Kg

Gambar 5.8 Error Sistem dengan set point 40,2 Kg

Gambar 5.9 Sinyal Kontrol

Dari gambar 5.7 di atas dapat dilihat bahwa respon sistem dengan pengendali memiliki error yang sangat kecil. Berat semen berfluktuasi pada range yang kecil yaitu 40,196 Kg sampai 40,206 Kg, dan nilai ini sudah sangat mendekati dari nilai berat semen yang telah ditentukan sebesar 40,2 Kg. Dengan demikian pengendali dapat memperkecil error akibat adanya gangguan yang bersifat acak tersebut. Selanjutnya pada gambar 5.8 dapat dilihat respon dari error sistem dengan pengendali yang sudah diberi gangguan acak. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa error akibat adanya gangguan sebesar 0,2 %. Sedangkan pada gambar 5.9 dapat dilihat respon sinyal kontrol. Dari gambar dapat dilihat sinyal kontrol berada pada kisaran nol yang berarti perubahan arus yang terjadi pada range -0.125 sampai dengan 0.125 mA.

Bab IV PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengontrolan H∞, pengujian serta analisis pada pengendalian roto packer, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari Pemodelan matematis Sistem, diperoleh matrik state space-nya adalah

0 0 − 1.4925 482.24  0     A =  187.12 − 0.43 0  B =  0  C = [0 0 1] D = 0 E = 0  0  0  1 0.028163 − 1 Dan matrik P adalah 0 0 0 0 0 482.24  − 1.4925  187.12 − 0.43 0 0 0 0 0    0 0.028613 −1 0 0 0.02 0    P(s ) =  0 0 − 6.368 − 0.016 31.84 0 0   0 0 −2 1 2 .5 0 0    0 0 0 0 0 0 .5   0  0 0 −4 0 5 0 0   2. Metode kontrol robust H∞ yang digunakan adalah Loop Shifting. Iterasi γ yang dilakukan oleh fungsi hinfopt pada MATLAB menghasilkan nilai γ optimal sebesar 0.417. 3. Fungsi alih kontroler adalah K ( s) =

22.6 s 3 + 66.06 s 2 + 57.96 s + 14.51 s 4 + 18.83s 3 + 121.7 s 2 + 414 s + 24.98

4. Nilai puncak magnitude T = 1,01 yang berarti nilai persentase ke-robust-an sebesar 98.68 % 5.

Pada pengujian, sistem setelah diberi pengendali memiliki respon yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pengendali yang memiliki ketelitian hampir mendekati 40,2 Kg dengan error sebesar 0.2 % yang berarti, tujuan untuk memeperkecil error akibat ketidakpastian gangguan sudah tercapai.

6.2. Saran

1. Penelitian dan perancangan sistem kontrol robust H∞ yang masih dalam tahap simulasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menerapkannya pada sistem fisik sesungguhnya. 2. Untuk Pengembangannya, metode kontrol lain selain H∞ juga dapat diaplikasikan pada plant di skripsi ini, sehingga hasilnya dapat dibandingkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Robust Control Toolbox. The Math Works Inc. www.mathworks.com

Benjamin, C. Kuo. 1995. Teknik Kontrol Automatik. Jilid 1. Prentice Hall. Inc. Dorf, Richard C.,& Robert H. Bishop. 2000. Modern Control System 9th edition. Prentice Hall International Edition. Freedman, Y. 1995. University of Physics

Gunterus, Frans. 1997. Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses. Cetakan kedua. PT. Elex Media Komtutindo, Jakarta. Nagaratman, S. 1971. Fluid Machine and System. Mc. Graw. Hill. Bombay, New Delhi Ogata, Katshuhiko. 1997. Teknik Kontrol Automatik. Jilid 1 dan 2, Jakarta: Penerbit Erlangga. Shahian, Bahram dan Michael Hassul. 1993. Control System Using Matlab. New Jersey : Prentice Hall. Inc. Skogestad, S. dan Ian Postlethwaite. 1996. Multivariable Feedback Control: Analysis and Design. New York: John Wiley & Sons. Soemarwanto, 1997. Diktat KuliahDasar Konversi Energi Listrik, Belum diterbitkan Zhou, Kamin & John C. Doyle. 1998. Essential of Robust Control. New Jersey : Prentice Hall. Inc. Zuhal. 1991. Dasar Tenaga Listrik. ITB: Bandung

Lampiran 1. Diagram Blok Roto Packer Dengan Metode Kontrol H∞

Lampiran 2 : Program Matlab M File File rprob.m

A=[-1.4925 0 0 0 ; 187.12 -0.43 0 0 ; 0 0.028163 -1 0 ; 0 0 -1.592 -0.016]; B=[482.24; 0; 0; 0]; C=[0 0 -1 0]; D=[0]; a=A; b1=[0 0;0 0;0 0.02;35.52 0]; b2=B; c1=[0 0 -0.5 1;0 0 0 0]; c2=C; d11=[11.1 0;0 0]; d12=[0;0.5]; d21=[22.2 0]; d22=[0]; [GAM_OPT,ACP,BCP,CCP,DCP,ACL,BCL,CCL,DCL] = HINFOPT (a,b1,b2,c1,c2,d11,d12,d21,d22,[1:2],[0.3,0.8,0]) [numK,denumK] = ss2tf (ACP,BCP,CCP,DCP); K = tf(numK,denumK) [numCL1,denumCL1] = ss2tf (ACL,BCL,CCL,DCL,1); r = roots (denumCL1) sys = ss (ACL,BCL,CCL,DCL); u = 40,2; figure (1); step (u*sys) [AGK,BGK,CGK,DGK] = series(ACP,BCP,CCP,DCP,a,b2,c2,d22); figure (2); margin (AGK,BGK,CGK,DGK) [hinf_norm] = normhinf (ACL,BCL,CCL,DCL) w =logspace(-2,2); % singular value dari 1 + GK [AE,BE,CE,DE] = parallel (AGK,BGK,CGK,DGK,[],[],[],1); figure (3); sigma (AE,BE,CE,DE) svr =sigma (AE,BE,CE,DE);svr=20*log10 (svr); % sv dari S Invers figure (4); grid on sigma (AE,BE,CE,DE,w,'inv') svs = sigma (AE,BE,CE,DE,w,'inv');

MSM = 1/max (svs) svs = 20*log10 (svs); % sv dari T(Tzw) figure (5); grid on sigma (ACL,BCL,CCL,DCL,w) svt = sigma (ACL,BCL,CCL,DCL,1); ASM = 1/max (svt) svs = 20*log10 (svt); % sv dari Invers 1+GK figure (6); % sigma (ACL,BCL,CCL,DCL,w,'inv'); % svti = sigma (ACL,BCL,CCL,DCL,w,'inv'); % svti = 20*log10 (svti); [num1,denum1] = ss2tf (A,B(:,1),C,D); g = tf(num1,denum1); g = minreal (g); [num2,denum2] = ss2tf (ACP,BCP,CCP,DCP); f = tf(num2,denum2); f = minreal (f); sys = feedback (g,f,+1); t = 0:0.01:20; figure (6); step (sys); figure (7); step (ACL,BCL,CCL,DCL);

Flowchart algoritma kontrol H∞

γ

γ

File Pencarian Iterasi Gamma.

function [gam_opt,acp,bcp,ccp,dcp,acl,bcl,ccl,dcl] = hinfopt(varargin) %HINFOPT H-Infinity control synthesis via Gamma iteration. % % [GAM_OPT,SS_CP,SS_CL] = HINFOPT(TSS_,GAMIND,AUX) or % [GAM_OPT,ACP,BCP,CCP,DCP,ACL,BCL,CCL,DCL] = HINFOPT(A,B1,..,GAMIND,AUX) % does H-inf Gamma-Iteration to compute optimal H-Infinity control % laws for a given system Tcl:(TSS_) via the improved Loop-Shifting % two-Riccati formulae. "Gam_opt" is the optimal "gamma" for which % % || gamma * Tcl(gamind,:) || % || || <= 1 % || Tcl(otherind,:) || inf % where % Tcl(gamind,:) contains the rows to be weighted by "gamma", % Tcl(otherind,:) contains the other rows of Tcl. % Inputs: Tcl: TSS_ = mksys(A,B1,B2,C1,C2,D11,D12,D21,D22); % Optional Inputs: % gamind: the index of the outputs to be scaled by gamma % (default: all output channels) % aux : [tol, maxgam, mingam] (default: [0.01 1 0]) % tol : tolerance for stopping the iteration % maxgam: initial guess for maximum "gam_opt" % mingam: initial guess for minimum "gam_opt" % Outputs: gam_opt (optimal gamma) % H-Inf optimal controller: ss_cp = mksys(acp,bcp,ccp,dcp) % gamma-weighted closed-loop: ss_cl = mksys(acl,bcl,ccl,dcl) % R. Y. Chiang & M. G. Safonov (1/1989) % Revised 3/29/98 M. G. Safonov % Copyright 1988-2004 The MathWorks, Inc. % $Revision: 1.1.6.1 $ % All Rights Reserved. nag1 = nargin; nag2 = nargout; if nag1 == 1 | nag1 == 9 % case (TSS_) [emsg,nag1,xsflag,Ts,A,B1,B2,C1,C2,D11,D12,D21,D22]=mkargs5x('tss',varargin); error(emsg); gamind = 1:size(C1)*[1;0]; aux = [0.01 1 0]; elseif nag1 == 2 | nag1 == 10 % case (TSS_,gamind)

[emsg,nag1,xsflag,Ts,A,B1,B2,C1,C2,D11,D12,D21,D22,gamind]=mkargs5x('tss',varargin ); error(emsg); aux = [0.01 1 0]; elseif nag1 == 3 | nag1 == 11 % case(TSS_,gamind,aux) [emsg,nag1,xsflag,Ts,A,B1,B2,C1,C2,D11,D12,D21,D22,gamind,aux]=mkargs5x('tss',vara rgin); error(emsg); end if Ts, % discrete case (call to DHINFOPT) inargs=cell(1,nag1); [emsg,junk,junk,junk,inargs{:}]=mkargs5x('tss',varargin); error(emsg); [gam_opt,acp,bcp,ccp,dcp,acl,bcl,ccl,dcl] = dhinfopt(inargs{:}); else % continuous case if length(gamind)==0, gamind = 1:size(C1)*[1;0]; end if length(aux)==0, aux = [0.01 1 0]; end % if size(aux)*[0;1] == 1 tol = aux(1); rho_h = 1; rho_l = 0; end if size(aux)*[0;1] == 2 tol = aux(1); rho_h = aux(2); rho_l = 0; end if size(aux)*[0;1] == 3 tol = aux(1); rho_h = max(aux(2:3)); rho_l = min(aux(2:3)); end % rho_h = max([rho_h 1.e-7]); rho_l = max([rho_l 0]); mingam = rho_l; maxgam = rho_h; % % ----- Initialize all variables: % iteration = 0; rhoi = max([0, maxgam]); % initial guesss for gamma p_opt = 0; p = 0; % initialize gamma iteration counters relerr = 1.e6; % initialize to ensure at least one iteration xflag = 0; % initially not yet sure if maxgam is valid yflag = 0; % initially not yet sure if mingam is valid if rho_l == 0 yflag = 1; end % c1 = C1; d11 = D11; d12 = D12; gam_opt = 0; % while relerr > tol p = p+1; iteration(p) = p; if p == 1

clc disp(' ') disp(' << H-Infinity Optimal Control Synthesis >>') disp(' ') disp(' No Gamma D11<=1 P-Exist P>=0 S-Exist S>=0 lam(PS)<1 C.L.') disp(' ------------------------------------------------------------------------------') end C1(gamind,:) = rhoi*c1(gamind,:); D11(gamind,:) = rhoi*d11(gamind,:); D12(gamind,:) = rhoi*d12(gamind,:); [tacp,tbcp,tccp,tdcp,tacl,tbcl,tccl,tdcl,hinfo] = hinf(... A,B1,B2,C1,C2,D11,D12,D21,D22,0); hexist = setstr(hinfo(1:4)); D11flag = setstr(hinfo(5:8)); Pexist = setstr(hinfo(9:12)); Pflag = setstr(hinfo(13:16)); Sexist = setstr(hinfo(17:20)); Sflag = setstr(hinfo(21:24)); PSflag = setstr(hinfo(25:28)); RHP_cl = hinfo(29); if RHP_cl > 0 CLflag = 'UNST'; else CLflag = 'STAB'; end lamps_max = hinfo(30); if hexist == 'FAIL' gamaflg = 1; else gamaflg = 0; end if gamaflg + RHP_cl == 0 rho_l = rhoi; yflag = 1; acp = tacp; bcp = tbcp; ccp = tccp; dcp = tdcp; acl = tacl; bcl = tbcl; ccl = tccl; dcl = tdcl; gam_opt = rhoi; p_opt = p; else rho_h = rhoi; xflag = 1; end disp([sprintf('%4.0f',p),sprintf('%12.4e',rhoi),' ', D11flag,' ',Pexist,' ',Pflag,' ',Sexist,' ',Sflag,' ',PSflag,' ',CLflag]) if xflag == 0 rhoi = 2*rhoi; else if yflag == 0 if rhoi == rho_l rho_l = rho_l/2; rhoi = rho_l; else

rhoi = rho_l; end end rhoi = (rho_l + rho_h)/2; end if rho_l == 0 relerr = 1.e6; else relerr = abs((rho_h - rho_l)/rho_l); end if xflag*yflag < 0.5, relerr = 1.e6; end; end % disp(' ') disp([' Iteration no. ', int2str(p_opt),... ' is your best answer under the tolerance: ', sprintf('%8.4f',tol), ' .']) % end % end if Ts if xsflag acp = mksys(acp,bcp,ccp,dcp,Ts); if nag2 > 2 bcp = mksys(acl,bcl,ccl,dcl,Ts); end end % % ------- End of HINFOPT.M ---- RYC/MGS %

Lampiran 3 Spesifikasi model motor induksi

Daya nominal(P)

: 5HP

Tegangan Line(Vn)

: 380V

Resistansi Stator(Rs)

: 1.53 Ω

Induktansi Bocor Stator(Ls)

: 0.398 H

Resistansi Rotor(Rr)

: 2.22 Ω

Induktansi Bocor Rotor(Lr)

: 0.398 H

Induktansi Bersama(Lm)

: 0.382 H

Momen Inersia(J)

: 0.1165 kg.m2

Jumlah Pasang Kutub

:4

PERENCANAAN PEMBANGUNAN GEDUNG KULIAH DAN LABORATURIUM 3 LANTAI JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS DAN JURUSAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA INDONESIA FBS UNNES Kampus UNNES Sekaran Gunung Pati Kota Semarang

Disusun sebagai Syarat Ujian Tahap Akhir Program Diploma III Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Disusun oleh : 1. Danang Agustian A.

NIM: 5150304002

2. Abie Surya F.

NIM: 5150304020

Program Studi

: D3 Teknik Sipil

Jurusan Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

i

LEMBAR PENGESAHAN Proyek Tugas Akhir dengan judul Perencanaan Pembangunan Gedung Kuliah Dan Laboraturium 3 Lantai Jurusan Bahasa Dan Sastra Inggris Dan Jurusan Bahasa Indonesia Dan Sastra Indonesia FBS UNNES ini telah disetujui dan disahkan pada : Hari

:

Tanggal

: Pembimbing,

Drs. Henry Appriyatno, M.T NIP. 131658240 Penguji I :

Penguji II :

Drs. H. Bambang Dewasa NIP. 130515759

Drs. Henry Appriyatno, M.T NIP. 131658240

Ketua Jurusan,

Ketua Program Studi,

Drs. Lashari, M.T. NIP. 131471402

Drs. Tugino, M.T. NIP. 131763887 Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh Puji syukur kehadirat Allah atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Tiada Illah yang benar-benar hak untuk disembah melainkan Allah. Dialah pencipta seluruh langit dan bumi yang dalam semua ciptaan-Nya itu selalu ada tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang-orang yang berpikir. Penyusunan Proyek Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan jenjang Diploma III Teknik Sipil Program Studi Diploma III Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. Selama proses penyusunan ini, penulis menyadari banyak sekali hambatan yang dihadapi, akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang berkompeten, akhirnya Proyek Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Soesanto, selaku Dekan Fakultas Teknik UNNES. 2. Bapak Drs. Lashari, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil UNNES. 3. Bapak Drs.Tugino, M.T, selaku Ketua Program Studi Diploma III Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES. 4. Bapak Drs. Henry Appriyatno, M.T. yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan laporan ini. 5. Bapak Subari, selaku Pelaksana Proyek sekaligus pembimbing lapangan. 6. Bapak dan ibu yang telah memberi motivasi pada Penyusun.

iii

7. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penyusunan Proyek Ahir ini. Penuyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan Proyek Akhir ini. Kritik, saran dan pemanfaatan laporan ini sangat penulis harapkan, Semoga Proyek Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Semarang,

Agustus 2007

Penyusun

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO: 1. “Tidakah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya ( menjulang ) kelangit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya, Allah membuat perumpamaan – perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu berdzikir “ ( Ibrahim : 24 – 25 ). 2. “Adakah orang yang sampai kedudukan terpuji, atau akhir yang utama. Kecuali setelah ia melewati jembatan ujian. Demikianlah kedudukanmu jika engkau ingin mencapainya. Naiklah kesana dengan melewati jembatan kelelahan ” ( Ibnul Qoyim Al Jauzi ).

PERSEMBAHAN:

Kupersembahkan tugas akhir ini pada : 1. Allah SWT yang telah memberi kekuatan dalam menyelesaikan proyek akhir ini. 2. Ayah dan ibu, serta Keluargaku tercinta yang terus mendukung dalam penyelesain proyek akhir ini. 3. Bapak Drs. Henry Appriyatno M.T. yang telah mengarahkan serta membimbing sampai selesainya proyek akhir ini. 4. Teman-teman Teknik Sipil ‘04 yang terus memberikan semangat dalam menyelesaikan proyek akhir ini. 5. Ikhwah fillah di pesma Qolbun Salim sukron atas semua bantuan dan doanya. 6. D' ita ku sayank… makacih suportnya…

v

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………………... iii KATA PENGANTAR…………………………………………………………. iv DAFTAR ISI……………………………………………………………….…... vi DAFTAR TABEL………………………………………………………………. x DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... ix DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xii BAB I. BAGIAN PENDAHULUAN 1.1 Judul Proyek Akhir .....................................................................

1

1.2 Latar Belakang Proyek................................................................

1

1.3 Lokasi Proyek ………………………………………………….

2

1.4 Maksud dan Tujuan Proyek Akhir ..............................................

2

1.5 Ruang Lingkup Penulisan ...........................................................

2

1.6 Metodologi Penelitian ................................................................

2

1.7 Sistematika Penulisan .................................................................

4

BAB II. DASAR – DASAR PERENCANAAN 2.1 Uraian Umum.............................................................................

6

2.2 Kriteria dan Azas-asas Perencanaan ..........................................

6

2.3 Dasar – dasar Perencanaan..........................................................

10

2.4 Dasar – Dasar Perhitungan..........................................................

13

2.5 Klasifikasi Pembebanan Rencana ...............................................

14

2.6 Metode Perhitungan ....................................................................

22

vi

BAB III. PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG 3.1 Perencanaan Atap......................................................................

17

BAB IV. PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA 4.1 Perencanaan Plat Lantai ............................................................

61

4.2 Perencanaan Tangga ………………………………………….

68

4.3 Dasar-dasar Perencanaan ……………………………………..

80

4.4 Perhitungan Gaya-gaya Geser yang Bekerja Pada Struktur ….

81

4.5 Perencanaan Balok ……………………………………………

89

4.6 Perencanaan Sloof …………………………………………….

97

4.7 Perencanaan Kolom …………………………………………..

100

BAB V. PERHITUNGAN PONDASI 5.1 Uraian Umum............................................................................

112

5.2 Alternatif Pemilihan Pondasi ....................................................

112

5.3 Analisa Daya Dukung Tanah ....................................................

113

5.4 Perencanaan Pondasi.................................................................

114

5.5 Penulangan Pondasi .................................................................

115

BAB VI. RENCANA KERJA DAN SYARAT

vii

BAB VII. RENCANA ANGGARAN BIAYA 7.1 Perhitungan Volume Pekerjaan ................................................

191

7.2 Daftar Harga Bahan dan Upah .................................................

151

7.3 Rekapitulasi Awal ....................................................................

232

7.4 Persentase Bobot Pekerjaan …………………………………..

233

7.5 Rekapitulasi Akhir ……………………………………………

235

BAB VIII. PENUTUP 8.1 Kesimpulan ...............................................................................

253

8.2 Saran .........................................................................................

254

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rangka Kuda - Kuda Gambar 2. Koefisien Gempa Dasar C

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi Balok Tabel 2. Dimensi Kolom Tabel 3. Gaya-gaya pada Kuda-kuda Tabel 4. Distribusi gaya geser dasar horizontal akibat total gempa kesepanjang panjang gedung dalam arah X dan Y untuk tiap portal Tabel 5. Daftar harga bahan dan upah Tabel 6. Daftar satuan pekerjaan Tabel 7. Time Schedule .

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Grafik Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 2. Input Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 3. Output Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 4. Gambar Grafik Portal (SAP 2000) 5. Input Portal (SAP 2000) 6. Output Portal (SAP 2000) 7. Uji Tarik dan Bengkok Baja 8. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah 9. Gambar Bestek

xi

DAFTAR PUSTAKA

Apriyatno, Henry. 2003. Diktat Kuliah Strukur Beton. Jurusan Teknik Sipil FT UNNES Semarang. DPU. 1961. Pedoman Perencanaan Kayu Indonesia 1961. Bandung: Yayasan Normalisasi Indonesia. DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU. DPU. 1991. SK SNI T-15-1991-03, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Bandung: Yayasan LPMB. DPU. 1989. Pedoman Beton. Bandung: Yayasan Penerbit PU. Tri Cahyo, H. 2005. Diktat Kuliah Teknik Fondasi I. Jurusan Teknik Sipil FT UNNES Semarang.

xii

PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing Tugas Akhir dari mahasiswa : Nama

: Abie Surya Fuadi

NIM

: 5150304020

Program Studi : Teknik Sipil D3

menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah SELESAI bimbingan tugas akhirnya yang berjudul : PROYEK

PEMBANGUNAN

GEDUNG

KULIAH

DAN

LABORATORIUM JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS DAN JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNNES dan tugas akhir tersebut siap untuk DIUJIKAN.

Semarang,

Agustus 2007

Mengetahui, Ketua Program Studi,

Drs.Tugino, M.T NIP.131763887

Pembimbing,

Drs. Henry Apriyanto, M.T NIP. 131658240

PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing Tugas Akhir dari mahasiswa : Nama

: Danang Agustian A

NIM

: 5150304002

Program Studi : Teknik Sipil D3

menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah SELESAI bimbingan tugas akhirnya yang berjudul : PROYEK

PEMBANGUNAN

GEDUNG

KULIAH

DAN

LABORATORIUM JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS DAN JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNNES dan tugas akhir tersebut siap untuk DIUJIKAN.

Semarang,

Agustus 2007

Mengetahui, Ketua Program Studi,

Drs.Tugino, M.T NIP.131763887

Pembimbing,

Drs. Henry Apriyanto, M.T NIP. 131658240

PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing Tugas Akhir dari mahasiswa : Nama

: Abie Surya Fuadi

NIM

: 5150304020

Program Studi : Teknik Sipil D3

menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah SELESAI bimbingan tugas akhirnya yang berjudul : PROYEK

PEMBANGUNAN

GEDUNG

KULIAH

DAN

LABORATORIUM JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS DAN JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNNES dan tugas akhir tersebut siap untuk DIUJIKAN.

Semarang,

Agustus 2007

Pembimbing,

Drs. Henry Apriyanto, M.T NIP. 131658240

PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing Tugas Akhir dari mahasiswa : Nama

: Danang Agustian A

NIM

: 5150304002

Program Studi : Teknik Sipil D3

menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah SELESAI bimbingan tugas akhirnya yang berjudul : PROYEK

PEMBANGUNAN

GEDUNG

KULIAH

DAN

LABORATORIUM JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS DAN JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNNES dan tugas akhir tersebut siap untuk DIUJIKAN.

Semarang,

Agustus 2007

Pembimbing,

Drs. Henry Apriyanto, M.T NIP. 131658240

PROYEK AKHIR BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Nama Proyek Nama proyek ini adalah Proyek Pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES

1.2

Latar belakang Proyek Proyek Pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini dilatarbelakangi banyaknya kekurangan sarana dan prasarna gedung dengan kapasitas yang memadai. Pemilihan Proyek Pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES sebagai Tugas Akhir dikarenakan struktur gedung yang memiliki 3 (tiga) lantai dan sebagai pertimbangan lain untuk memudahkan dalam penyusunan tugas ahir. Pembangunan gedung ini nantinya akan di gunakan untuk kegiatan yang membutuhkan ruang luas. Pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES mempunyai maksud dan tujuan antara lain : 1 . Meningkatkan sarana dan prasarana di UNNES . 2 . Meningkatkan kenyamanan dan efektifitas kegiatan di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES.

PROYEK AKHIR BAB I PENDAHULUAN

1.3

Lokasi Proyek Lokasi Proyek Pembangunan Gedung Kuliah dan

Laboratorium

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini terletak di Kampus UNNES Sekaran, Gunungpati, Semarang 1.4

Maksud dan Tujuan Proyek Tujuan dari Proyek Akhir ini adalah untuk menerapkan materi perkuliahan yang telah diperoleh ke dalam bentuk penerapan secara utuh. Penerapan materi perkuliahan yang telah diperoleh diaplikasikan dengan merencanakan suatu bangunan gedung bertingkat banyak, minimal tiga lantai. Dengan merencanakan suatu bangunan bertingkat ini diharapkan mahasiswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang diaplikasikan dan mampu merencanakan suatu struktur yang cukup kompleks.

1.5

Ruang Lingkup Penulisan Dalam Penyusunan Proyek Akhir ini, Penulis hanya menentukan pada permasalahan dari sudut pandang ilmu teknik sipil yaitu pada bidang perencanaan

struktur

lantai,Perencanaan

meliputi:Perencanaan tangga,Perencanaan

atap,Perencanaan

plat

balok,Perencanaan

kolom,Perencanaan pondasi,Rencana kerja dan syarat - syarat (RKS), dan Rencana anggaran biaya 1.6

Metodologi Data yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan laporan Proyek Akhir ini dapat di kelompokkan dalam dua jenis yaitu: 1. Data Primer

PROYEK AKHIR BAB I PENDAHULUAN

Data Primer adalah data yang didapat melalui peninjauan dan pengamatan langsung di lapangan terdari dari: a. Lokasi Proyek

: Kampus UNNES Sekaran, Gunungpati, Semarang

b. Topografi

: Tanah datar

c. Elevasi bangunan

:

o Lantai 1 : + 00,00 m o Lantai 2 : + 04,60 m o Lantai 3 : + 08,80 m 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam proses pembuatan dan penyusunan laporan Proyek Akhir. Yang termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain: a. Literatur panjang b. Grafik – grafik penunjang c. Tabel – tabel penunjang Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah : 1) Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data primer melalui peninjauan dan pengamatan langsung di lapangan sejak melaksanakan Kerja Praktek, yang telah dilaksanakan pada proyek yang sama pada tanggal 1 September sampai dengan 1 November 2006. 2) Studi pustaka

PROYEK AKHIR BAB I PENDAHULUAN

Studi pustaka dilakukan untuk pengumpulan data sekunder dan landasan teori dengan mengambil data literatur yang relevan maupun standar yang diperlukan dalam perencanaan bangunan. Pengumpulan dilakukan melalui perpustakaan atau pun instansi – instansi pemerintah yang terkait. 1.7

Sistematika Penulisan Proyek Akhir ini garis besarnya disusun dalam 8 (delapan) bab yang terdiri dari : BAB I

: PENDAHULUAN Berisi nama proyek, latar belakang, lokasi proyek, maksud dan

tujuan, pembahasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II : PERENCANAAN Berisi uraian, kriteria, dan azas – azas perencanaan, dasar – dasar perencanaan, metode perencanaan, dasar perhitungan, dan klasifikasi pembebanan rencana. BAB III : PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG Berisi perhitungan pembebanan, perencanaan atap, tulangan plat, tulangan balok, tulangan kolom, tulangan tangga, dan pondasi BAB IV : PERHITUNGAN STRUKTUR Berisi perhitungan pembebanan, tulangan plat, tulangan balok, tulangan kolom, tulangan tangga. BAB V : PERHITUNGAN PONDASI Berisi perhitungan perencanaan pondasi

PROYEK AKHIR BAB I PENDAHULUAN

BAB VI : RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT Berisi tentang rencana kerja dan syarat – syarat (RKS), terdiri dari syarat umum, syarat administrasi, dan syarat teknis BAB VII : RENCANA ANGGARAN BIAYA Berisi tentang volume pekerjaan dan rencana anggaran biaya. BAB VIII: PENUTUP Berisi simpulan dan saran Daftar pustaka Lampiran

BAB II PERENCANAAN

2.1

Uraian Umum Pada tahap perencanaan Struktur Proyek Pembangunan Gedung Kuliah dan

Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa

dan Sastra Indonesia UNNES ini perlu dilakukan study literatur untuk menghubungkan satuan fungsional gedung dengan sistem struktur yang akan digunakan, disamping untuk mengetahui dasar-dasar teorinya. Pada jenis gedung tertentu, perencanaan sering kali diharuskan menggunakan suatu pola akibat syarat- syarat fungsional maupun strukturnya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan, misal pada situasi yang mengharuskan bentang ruang yang besar serta harus bebas kolom, sehingga akan menghasilkan beban besar dan berdampak pada balok. Study literatur dimaksudkan untuk dapat memperoleh hasil perencanaan yang optimal dan aktual. Dalam bab ini akan dibahas konsep pemilihan sistem struktur dan konsep perencanaan struktur bangunannya, seperti denah, pembebanan struktur atas dan struktur bawah serta dasardasar perhitungan. 2.2

Kriteria dan Azaz–azaz Perencanaan Perencanaan pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini diharuskan memenuhi beberapa kriteria perencanaan, sehingga

6

konstruksi bangunan tersebut sesuai yang diharapkan, dan tidak terjadi kesimpang- siuran dalam bentuk fisiknya. Adapun kriteria-kriteria perencanaan tersebut adalah : 1. Harus memenuhi persyaratan teknis Dalam setiap pembangunan harus memperhatikan persyaratan teknis yaitu bangunan yang didirikan harus kuat untuk menerima beban yang dipikulnya baik itu beban sendiri gedung maupun beban yang berasal dari luar seperti beban hidup, beban angin dan beban gempa. Bila persyaratan teknis tersebut tidak diperhitungkan maka akan membahayakan orang yang berada di dalam bangunan dan juga bisa merusak bangunan itu sendiri. Jadi dalam perencanaan harus berpedoman pada peraturan- peraturan yang berlaku dan harus memenuhi persyaratan teknis yang ada. 2. Harus memenuhi persyaratan ekonomis Dalam setiap pembangunan, persyaratan ekonomis juga harus diperhitungkan agar tidak ada aktivitas-aktivitas yang mengakibatkan membengkaknya biaya pembangunan sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pihak kontraktor. Persyaratan ekonomis ini bisa dicapai dengan adanya penyusunan time schedule yang tepat, pemilihan bahan-bahan bangunan yang digunakan dan pengaturan serta pengerahan tenaga kerja yang profesional. Dengan pengaturan biaya dan waktu pekerjaan secara tepat diharapkan

bisa

menghasilkan

bangunan

menimbulkan pemborosan.

7

yang

berkualitas

tanpa

3. Harus memenuhi persyaratan aspek fungsional Hal ini berkaitan dengan penggunaan ruang. Biasanya hal tersebut akan mempengaruhi penggunaan bentang elemen struktur yang digunakan. 4. Harus memenuhi persyaratan estetika Agar bangunan terkesan menarik dan indah maka bangunan harus direncanakan dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika. Namun persyaratan estetika ini harus dikoordinasikan dengan persyaratan teknis yang ada untuk menghasilkan bangunan yang kuat, indah dan menarik. Jadi dalam sebuah perencanaan bangunan harus diperhatikan pula segi artistik bangunan tersebut. 5. Harus memenuhi persyaratan aspek lingkungan Setiap proses pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan karena hal ini sangat berpengaruh dalam kelancaran dan kelangsungan bangunan baik dalam jangka pendek (waktu selama proses pembangunan) maupun

jangka

panjang

(pasca

pembangunan).

Persyaratan

aspek

lingkungan ini dilakukan dengan mengadakan analisis terhadap dampak lingkungan di sekitar bangunan tersebut berdiri. Diharapkan dengan terpenuhinya aspek lingkungan ini dapat ditekan seminimal mungkin dampak negatif dan kerugian bagi lingkungan dengan berdirinya Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini.

8

6. Harus memenuhi aspek ketersediaan bahan di pasaran Untuk

memudahkan

dalam

mendapatkan

bahan-bahan

yang

dibutuhkan maka harus diperhatikan pula tentang aspek ketersediaan bahan di pasaran. Dengan kata lain sedapat mungkin bahan-bahan yang direncanakan akan dipakai dalam proyek tersebut ada dan lazim di pasaran sehingga mudah didapat. Selain kriteria-kriteria perencanaan juga harus diperhatikan juga adanya azas-azas perencanaan yaitu antara lain: 1. Pengendalian biaya Pengendalian biaya dalam suatu pekerjaan konstruksi dimaksudkan untuk mencegah adanya pengeluaran yang berlebihan sehingga sesuai dengan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan. Biaya pelaksanaan harus dapat ditekan sekecil mungkin tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan. Dalam hal ini erat kaitannya dengan pemenuhan persyaratan ekonomis. a. Pengendalian mutu Pengendalian

mutu

dimaksudkan

agar

pekerjaan

yang

dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam RKS. Kegiatan pengendalian mutu tersebut dimulai dari pengawasan pengukuran lahan, pengujian tanah di lapangan menggunakan alat sondir dan boring serta uji tekan beton. Mutu bahan-bahan pekerjaan yang digunakan dalam pembangunan sudah dikendalikan oleh pabrik pembuatnya. Selain itu juga diperlukan pengawasan pada saat

9

bangunan tersebut sudah mulai digunakan, apakah telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. b. Pengendalian waktu Pengendalian waktu pelaksanaan pekerjaan dalam suatu proyek bertujuan agar proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan time schedule yang telah ditetapkan. Untuk itu dalam perencanaan pekerjaan harus dilakukan penjadwalan pekerjaan dengan teliti agar tidak terjadi keterlambatan waktu penyelesaian proyek. 2. Pengendalian tenaga kerja Pengendalian tenaga kerja sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang baik sesuai jadwal. Pengendalian dilakukan oleh Pengawas (mandor) secara terus menerus maupun berkala. Dari pengawasan tersebut dapat diketahui kemajuan dan keterlambatan pekerjaan yang diakibatkan kurangnya tenaga kerja maupun menurunnya efisiensi kerja yang berlebihan. Jumlah tenaga kerja juga harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya penumpukan pekerjaan yang menyebabkan

tidak

efisiensinya

pekerjaan

tersebut

serta

dapat

menyebabkan terjadinya pemborosan materil dan biaya. 2.3

Dasar – dasar Perencanaan Dalam perhitungan perencanaan bangunan ini digunakan standar yang berlaku di Indonesia, antara lain: 1. Plat Lantai Perencanaan plat didasarkan pada peraturan SK SNI T-15-1991-03 dan Pedoman Beton 1989. Untuk merencanakan plat beton bertulang yang

10

perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan namun juga ukuran dan syarat– syarat tumpuan. Pada proyek pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini tebal plat lantai adalah 12 cm. 2. Balok Perencanaan balok didasarkan pada persyaratan SK SNI T-15-1991-03 yaitu: a. Syarat - syarat tumpuan yang dipertimbangkan adalah: 1) Tumpuan jepit penuh 2) Tumpuan jepit sebagian b. Ukuran balok Dalam pra desain, tinggi balok menurut SK SNI T-15-1991-03 merupakan fungsi dari bentang dan mutu baja yang dipergunakan. Adapun balok dan sloof yang digunakan pada proyek pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Dimensi balok

11

No

Balok

Dimensi balok (cm)

1

A1=T=A2

20 x 35

2

VT1=T1=VT2

20 x 50

3

P3=P4

30 x 60

4

AP2=P2

30 x 80

5

AP1=P1

30 x 60

6

C1

40 x 40

7

CP

40 x 100

8

SLOOF

20 x 50

3. Kolom Menurut SK SNI T-15-1991-03 untuk merencanakan kolom yang diberi beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien reduksi bahan (φ) = 0,65. Pada proyek pembangunan Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini, kolom yang digunakan berukuran :

Tabel 2. Dimensi kolom

12

No

Kolom

Dimensi kolom (cm)

1

Kolom type K1

60 x 40

2

Kolom type K2

50 x 40

3

Kolom type K3

40 x 40

4

Kolom type K4

60 x 60

5

Kolom type K5

20 x 20

6

Kolom type K6

30 x 30

4. Pondasi Pondasi yang dipergunakan pada konstruksi ini adalah pondasi foot plat dan pondasi Sumuran

A.

2.4

Metode Perhitungan Dalam

perencanaan

pembangunan

Gedung

Kuliah

dan

Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini, perhitungan mekanika struktur menggunakan Program Analsis Struktur SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES )

Perhitungan ini digunakan untuk memudahkan menghitung

tulangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan struktur ini adalah : 1.

Plat dianggap sebagai membran dan semua beban yang ada pada plat dianggap sebagai beban merata.

2.

Balok hanya menumpu beban dinding yang ada di atasnya dan beban hidup balok dianggap nol, karena telah ditumpu oleh plat.

13

Sebelum melakukan perhitungan mekanika, terlebih dahulu harus menghitung beban-beban yang bekerja pada eleman struktur antara lain: 1.

Beban Gempa Statik Beban gempa yang hanya memperhitungkan beban dari gedung itu sendiri.

2.

Beban Mati Beban yang diambil dari elemen struktur beserta beban yang ada di atasnya.

3.

Beban Hidup Diambil dari Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPIUG) 1987 untuk bangunan gedung.

2.5 Klasifikasi Pembebanan Rencana Pembebanan

rencana

diperhitungkan

berdasarkan

Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987. Pembebanan diperhitungkan sesuai dengan fungsi ruangan yang direncanakan pada gambar rencana. Besarnya muatan–muatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Massa jenis beton bertulang

: 2400 kg/m 3

2. Berat plafon dan penggantung (gpf)

:

3. Tembok batu bata (1/2) batu

: 250 kg/m 2

14

18 kg/m 2

4. Beban hidup untuk tangga

: 300 kg/m

2

5. Beban hidup untuk gedung fasilitas umum : 250 kg/m 2 6. Adukan dari semen, per cm tebal

:

21 kg/m2

7. Penutup lantai, per cm tebal

:

24 kg/m2

Kombinasi beban gempa diperhitungkan untuk zone 4 yang berlaku di Kota Semarang. Kombinasi pembebanan digunakan dengan beberapa alternatif, yaitu: 1. Comb 1 = 1,4 DL 2. Comb 2 = 1,2 DL + 1,6 LL 3. Comb 3 = 1,2 DL + 1 LL + 1,6 W 4. Comb 4 = 1,2 DL + 1 LL – 1,6 W 5. Comb 5 = 1,2 DL + 1 LL + 1 Q 6. Comb 6 = 1,2 DL + 1 LL - 1 Q Combo (comb)

= beban total untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan faktor beban atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya.

DL (dead load) = beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati. LL (live load)

= beban hidup atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban hidup.

Q (quake)

= beban gempa atau momen dan gaya-gaya yang berhubungan dengan beban gempa.

15

B.

2.6

Dasar Perhitungan Dalam perhitungan perencanaan pembangunan Gedung Dekranasda

Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini digunakan standar perhitungan yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku di Indonesia antara lain: 1.

Pedoman Beton 1989.

2.

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SK SNI T-15-1991-03.

3.

Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987.

4.

Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung 1987.

5.

Data perhitungan Program Analsis Struktur SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES )

16

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

3.1 PERENCANAAN ATAP 1. Data-data Perencanaan beban atap didasarkan pada Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983. Data-datanya antara lain : •

Bentuk kuda-kuda

: Joglo



Bentang kuda-kuda (L)

: 15 m



Jarak antar kuda-kuda ( l )

: 3,60 m



Kemiringan atap bagian atas

( α1 )

: 60°

Bagian bawah ( α2 )

: 30°



Penutup atap

: genteng (50 kg/m²)



Sambungan konstruksi

: baut (BJ 37)



Mutu baja profil siku

: BJH 37



Tegangan dasar baja (σd)

: 1600 kg/cm²



Jenis kayu (reng dan usuk) Bengkirai

: Kelas kuat II



Koefisien angin gunung

: 25 kg/m²



Tegangan lentur kayu ( σlt )

: 100 kg/cm²



Modulus Lentur Kayu (E)

: 100000 kg/ cm²

2. Perencanaan reng 1. Perencanaan reng pada bagian atas sudut = 60° a. Pembebanan Reng Berat genting (gt)

= 50 kg/m² 17

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jarak reng (Jr)

= 0,25 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada reng (qr) Berat genting . Jarak reng = gt . Jr = 50 . 0,25 b. Momen yang terjadi 1. Momen yang terjadi pada sudut 60° Mx

= 1/8 . qr . cos 60° . (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,50 . (0,5)² = 0,195 kg m

My

= 1/8 . qr . sin 60° (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,866. (0,5)² = 0,338 kg m

c. Dimensi Reng ⎛2⎞ Dimensi reng dimisalkan b = ⎜ ⎟ . h ⎝3⎠

Wx

= 1/6 . b . (h)2 ⎛2⎞ = 1/6 . ⎜ ⎟ h . h2 ⎝3⎠ ⎛1⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝9⎠

Wy

= 1/6 . b2 . h 2

⎛2 ⎞ = 1/6 . ⎜ h ⎟ . h ⎝3 ⎠ ⎛ 2 ⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝ 27 ⎠

18

= 12,5 kg/m

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

σltr

=

Mx My + Wx Wy

=

My Mx + ⎛1⎞ 3 ⎛ 2 ⎞ 3 ⎜ ⎟h ⎜ ⎟h ⎝9⎠ ⎝ 27 ⎠

100 kg/cm2 =

19,5 + 33,8 ⎛ 5 ⎞ 3 ⎜ ⎟h ⎝ 27 ⎠

100 kg/cm2 =

287,82 h3

h3

=

287,82 100

h3

= 2,878

h

=

h

= 1,42 cm dipakai kayu ukuran 3 cm, maka :

b

=

2 h 3

b

=

2 . 3 cm 3

b

= 2 cm

3

2,878

Jadi dipakai reng dengan dimensi 2/3 cm d. Kontrol Lendutan fijin

=

1 . Ju 200

=

1 . 50 200

= 0,25 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

19

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

=

1 . 2 . (3)3 12

= 4,5 cm4 Iy

=

1 . b3 . h 12

=

1 . (2)3 . 3 12

= 2 cm4 fx

=

5.qr. cos α .Ju 4 384.E.Ix

=

5.12,5. cos 60°.(50) 4 384.10 7 .4,5

= 0,011 cm fy

=

5.qr. sin α .Ju 4 384.E.Iy

=

5.12,5. sin 60°.(50) 4 384.10 7 .2

= 0,019 cm f maks

=

( fx ) 2 + ( fy ) 2

=

(0,011) 2 + (0,019) 2

= 0,022 cm ≤ 0,25 cm (f ijin)

Ok!

e. Kontrol Tegangan σ ytb

=

Mx My + Wx Wy

=

19,5 33,8 + 2 1 / 6.3.( 2) 1 / 6.2.(3) 3

= 21,017 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 (σltr)

20

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jadi, reng kayu dengan dimensi 2/3 cm aman dipakai 2. Perencanaan reng pada bagian bawah sudut = 30° a. Pembebanan Reng Berat genting (gt)

= 50 kg/m²

Jarak reng (Jr)

= 0,25 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada reng (qr) Berat genting . Jarak reng = gt . Jr = 50 . 0,25 b. Momen yang terjadi 1. Momen yang terjadi pada sudut 30° Mx

= 1/8 . qr . cos 30° . (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,866 . (0,5)² = 0,338 kg m

My

= 1/8 . qr . sin 30° (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,5. (0,5)² = 0,195 kg m

c. Dimensi Reng ⎛2⎞ Dimensi reng dimisalkan b = ⎜ ⎟ . h ⎝3⎠

Wx

= 1/6 . b . (h)2 ⎛2⎞ = 1/6 . ⎜ ⎟ h . h2 ⎝3⎠ ⎛1⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝9⎠

Wy

= 1/6 . b2 . h

21

= 12,5 kg/m

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG 2

⎛2 ⎞ = 1/6 . ⎜ h ⎟ . h ⎝3 ⎠ ⎛ 2 ⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝ 27 ⎠

σltr

=

Mx My + Wx Wy

=

My Mx + ⎛1⎞ 3 ⎛ 2 ⎞ 3 ⎜ ⎟h ⎜ ⎟h ⎝9⎠ ⎝ 27 ⎠

100 kg/cm2 =

19,5 + 33,8 ⎛ 5 ⎞ 3 ⎜ ⎟h ⎝ 27 ⎠

100 kg/cm2 =

287,82 h3

h3

=

287,82 100

h3

= 2,878

h

=

h

= 1,42 cm dipakai kayu ukuran 3 cm, maka :

b

=

2 h 3

b

=

2 . 3 cm 3

b

= 2 cm

3

2,878

Jadi dipakai reng dengan dimensi 2/3 cm Jadi dipakai reng dengan dimensi 2/3 cm d. Kontrol Lendutan fijin

=

1 . Ju 200

22

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

=

1 . 50 200

= 0,25 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

=

1 . 2 . (3)3 12

= 4,5 cm4 Iy

=

1 . b3 . h 12

=

1 . (2)3 . 3 12

= 2 cm4 fx

5.qr. cos α .Ju 4 = 384.E.Ix =

5.12,5. cos 30°.(50) 4 384.10 7 .4,5

= 0,0159 cm fy

=

5.qr. sin α .Ju 4 384.E.Iy

=

5.12,5. sin 30°.(50) 4 384.10 7 .2

= 0,0159 cm f maks

=

( fx ) 2 + ( fy ) 2

=

(0,0159) 2 + (0,0159) 2

= 0,022 cm ≤ 0,25 cm (f ijin)

23

Ok!

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

e. Kontrol Tegangan σ ytb

=

Mx My + Wx Wy

=

33,8 19,5 + 2 1 / 6.3.( 2) 1 / 6.2.(3) 3

= 21,017 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 (σltr) Jadi, reng kayu dengan dimensi 2/3 cm aman dipakai 3. Perencanaan usuk a. Perencanaan usuk pada bagian bawah sudut = 30º 1. Pembebanan Usuk

Berat genting (gt)

= 50 kg/m3

Jarak gording (Jgd)

= 1,5 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada usuk (qu) Beban genting, reng dan usuk

= ggt . Ju qu

qx = qu . cos 30º = 25 . cos 30º = 21.651kg/m qy = qu . sin 30º = 25 . sin 30º = 12.5 kg/m Momen yang terjad Mx = 1/8 . qu . cos α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . cos 30º . (1, 5)2

24

= 50 . 0,5 = 25 kg/m

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 6,089 kgm My = 1/8 . qu . sin α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . sin 30º . (1, 5)2 = 3,516 kgm 2. Karena Berat Pekerja

Beban Pekerja (P) = 100 kg = 1 kN Px = 100 . cos α = 100 . cos 30º = 86.603 kg Py = 100 . sin α = 100 .sin 30º = 50 kg Mx

= 1/4 . P . cos α . Jgd = 1/4 . 100 . cos 30º. 1,5 = 32,476 kg m

My

= 1/4 . P . sin α . Jgd = 1/4 . 100 . sin 30º. 1,5 = 18.75 kg m

25

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

3. Karena Beban Angin

W ÆÆ diambil 25 kg/m2 Angin tekan = 0.02 x α x (-0.4) Æ dimana α = 300 = 0.02 x 30 x (-0.4)x 25 x 0.5 = 2,5 kg/m Momen yang timbul Mx = 1 .Wx.( jgd ) 2 8 = 1 2.5 x1.5 2 8 = 0.703 kgm Angin hisap Koefisien angin hisab = -0.4 Tekanan angin hisab pada usuk : Wx = -0.4 x 25 x 0.5 = -5 kg/m Momen yang timbul Mx = 1 .W .( jgd ) 2 8 = 1 x5 x1.5 2 8 = 1.406 kgm

26

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Kombinasi Pembebanan M

B. Mati

B. Hidup

A. Tekan

A. Hisab

P. Tetap

P. Sementara

(a)

(b)

(c)

(d)

( a + b)

(a+b)+c

Mx

6,089

32,476

0.703

1.406

38,565

39,268

My

3,516

18.75

0

0

22,266

22,266

4. Dimensi usuk

Dimensi usuk dimisalkan b =

Wx =

=

1 2 bh 6

1 3 h 9

Wy =

=

2 h 3

1 2 hb 6

2 3 h 27

σ ltr =

100 =

Mx My + Wx Wy

3926,8 2226,6 + 1 3 2 3 h h 9 27

h3 = 654,003 h = 8,68 dibulatkan = 10 cm b=

2 h 3

b = 5,787 dibulatkan = 6 cm Jadi dipakai ukuran usuk 6/10 cm 27

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

5. Kontrol Lendutan

Fijin

=

1 . Jgd 200

=

1 . 150 200

= 0,75 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

=

1 . 6 . (10) 3 12

= 500 cm4 Iy

=

1 . h . (b)3 12

=

1 . 10 . (6) 3 12

= 180 cm4 fx

=

qx. cos α ..Jg 4 px. cos α .Jg 3 5 1 . + . 384 E.Ix 48 E.Ix

=

5 0.25. cos 30°.(150) 4 1 100. cos 30°.(150) 3 . + . 384 48 10 5.500 10 5.500

= 0,151 cm fy

=

qx. sin α ..Jg 4 px. sin α .Jg 3 5 1 . + . E.Iy E.Iy 384 48

=

5 0.25. sin 30°.(150) 4 1 100. sin 30°.(150) 3 . + . 384 48 10 5.180 10 5.180

= 0,241 cm f max = =

( fx) 2 + ( fy ) 2 (0,151) 2 + (0,241) 2

28

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 0,285 cm ≤ 0,75 cm OK! 6. Kontrol tegangan

σytb = =

Mx My + 2 1 / 6bh 1 / 6hb 2 3926,8 2226,6 + 2 1 / 6.6.10 1 / 6.10.6 2

= 76,378 kg/cm = 76,378 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 ( = σltr) OK! Jadi, usuk kayu dengan dimensi 6/10 cm aman dipakai b. Perencanaan usuk pada bagian bawah sudut = 60º 1 Pembebanan Usuk

Berat genting (gt)

= 50 kg/m2

Jarak gording (Jgd)

= 1,5 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada usuk (qu) Beban genting, reng dan usuk

= ggt . Ju

= 50 . 0,5

qu

= 25 kgm

qx = qu . cos 60º = 25 . cos 60º = 12,5 kg/m qy = qu . sin 60º = 25 . sin 60º = 21,651 kg/m Momen yang terjad Mx = 1/8 . qu . cos α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . cos 60º. (1, 5)2

29

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 3,516 kgm My = 1/8 . qu . sin α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . sin 60º. (1, 5)2 = 6,089 kgm 2. Karena Berat Pekerja

Beban Pekerja (P) = 100 kg = 1 kN Px = 100 . cos α = 100 . cos 60º = 50 kg Py = 100 . sin α = 100 .sin 60º = 86.603 kg Mx

= 1/4 . P . cos α . Jgd = 1/4 . 100 . cos 60º. 1,5 = 18.75 kg m

My

= 1/4 . P . sin α . Jgd = 1/4 . 100 . sin 60º. 1,5 = 32,476 kg m

30

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

3. Karena Beban Angin

W ÆÆ diambil 25 kN/m2 Angin tekan = 0.02 x α x (-0.4) Æ dimana α = 60º = 0.02 x 60 x (-0.4)x 25 x 0.5 = 10 kg/m Momen yang timbul Mx = 1 .Wx.( jgd ) 2 8 = 1 x10 x1.5 2 8 = 2.813 kgm Angin hisap Koefisien angin hisab = -0.4 Tekanan angin hisab pada usuk : Wx = -0.4 x 25 x 0.5 = -5 kN/m Momen yang timbul Mx = 1 .W .( jgd ) 2 8 = 1 x5 x1.5 2 8 = 1.406 kgm

31

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Kombinasi Pembebanan M

B. Mati

B. Hidup

A. Tekan

A. Hisab

P. Tetap

P. Sementara

(a)

(b)

(c)

(d)

( a + b)

(a+b)+c

Mx

3.516

18.75

2.813

1.406

22.266

25.079

My

6.089

32.476

0

0

38.565

38.565

4. Dimensi usuk

Dimensi usuk dimisalkan b =

Wx =

=

1 2 bh 6

1 3 h 9

Wy =

=

2 h 3

1 2 hb 6

2 3 h 27

σ ltr =

100 =

Mx My + Wx Wy

2507.9 3856.5 + 1 3 2 3 h h 9 27

h3 = 746.339 h = 9.071 dibulatkan = 10cm b=

2 h 3

b = 6.047 dibulatkan = 6 cm Jadi dipakai ukuran usuk 6/10 cm 32

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

5. Kontrol Lendutan

Fijin

=

1 . Jgd 200

=

1 . 1,5 200

= 0,75 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

=

1 . 6 . (10) 3 12

= 500 cm4 Iy

=

1 . h . (b)3 12

=

1 . 10 . (6) 3 12

= 180 cm4 fx

=

qx. cos α ..Jg 4 px. cos α .Jg 3 5 1 . + . 384 E.Ix 48 E.Ix

=

5 0.25. cos 60º.(150) 4 1 100. cos 60º.(150) 3 . + . 384 48 10 5.500 10 5.500

= 0.086 fy

=

qx sin α ..Jg 4 px. sin α .Jg 3 5 1 . + . E.Iy E.Iy 384 48

=

5 0.25. sin 60º.(150) 4 1 100. sin 60º.(150) 3 . + . 384 48 10 5.180 10 5.180

= 0,417 f max = =

( fx) 2 + ( fy ) 2 (0,086) 2 + (0,0417 ) 2

33

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 0,426 cm ≤ 0,75 cm OK! 6. Kontrol tegangan

σytb = =

Mx My + 2 1 / 6bh 1 / 6hb 2 2507.9 3856.5 + 2 1 / 6.6.10 1 / 6.10.6 2

= 89.354 kg/cm = 89.354 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 ( = σltr) OK! Jadi, usuk kayu dengan dimensi 5/7 cm aman dipakai Gambar 1. Rangka Kuda - Kuda

b6 b7

v13 d12

d11

b5

v12

b14

b15

b8

v14

b13

b16 d5

b4

v6

d6

b9 v7

v5 d7

d4

v8

v4 b3

b10 d8

d3

v9 a6

v3

v1

a7

b11

d9

a8

a4

v2 d1 b1

a5

d2

b2

v10

a9

d10 a10

a3

v11

b12

a11

a2

a1

a12

34

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

4. Mencari Panjang Batang

Tabel 3. Gaya-gaya pada Kuda-kuda

No Batang

Panjang Batang (cm)

No Batang

Panjang Batang (cm)

a1 = a12

140

d1 = d10

180

a2 = a11

140

d2 = d9

210

a3 = a10

140

d3 = d8

254

a4 = a9

150

d4 = d7

249

a5 = a8

104

d5 = d6

277

a6 = a7

104

d11 = d12

306

b1= b12

156

v1 = v11

62

b2 = b11

156

v2 = v10

98

b3 = b10

156

v3 = v9

134

b4 = b9

167

v4 = v8

170

b5 = b8

200

v5 = v7

196

b6 = b7

200

v6

231

b13 = b16

119

v12 = v14

98

b14 = b15

115

v13

231

5. Perencanaan Gording

Jarak gording

= 1.5 m

Jarak kuda-kuda = 3.6 m

a. Pembebanan Beban mati - berat sendiri gording (taksiran)

= 3.6 x 1.5

= 5.4 kg/m

- berat sendiri genteng

= 50 x 1.5

= 75

kg/m

- berat penggantung + plafond

= 18 x 1.5

= 27

kg/m

- berat lain-lain 10 %

= 10 % x 107.4 q

35

= 107.4

kg/m

= 10.74

kg/m

= 118.14

kg/m

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Momen akibat beban mati qx

= q x cos 30

Iy Ix

= 118.14 x 0.866 = 102.312 kg/m qy

= q x sin 30 = 118.14 x 0.5 = 59.07 kg/m

Mx

= 1/8 x 102.312 x 3.62 = 165.745 kgm

My

= 1/8 x 59.07 x 3.62

Beban Hidup ( P = 100 kg ) Py

Iy Ix

= P x sin 30 = 100 x 0.5 = 50 kg

Px

= P x cos 30 = 100 x 0.866 = 86.6 kg

My

= ¼ x Py x l = ¼ x 50 x 3.6 = 45 kgm

36

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Mx

= ¼ x Px x l = ¼ x 86.6 x 3.6 = 77.94 kgm

Beban angin Koefisien angin tekan = 0.02 x 30 (-0.4) = 0.2 w = 0.2 x 1.5 x 25

= 7.5 kg/m

M = 1/8 x 7.5 x 3.62 = 12.15 kgm Koefisien angin hisap = -0.4 w = -0.4 x 1.5 x 25

= -15 kg/m

M = 1/8 x (-15) x 3.62 = -24.3 kgm Momen kombinasi a. Beban mati + beban hidup Mx = 165.745 + 77.94 = 243.69 kgm My = 95.693 + 45

= 140.69 kgm

b. Beban mati + beban hidup + beban angin Mx = 165.745 + 77.94 + 12.15 = 255.84 kgm My = 95.693 + 45

= 140.69 kgm

b. Pendimensian Gording Direncanakan memakai profil C tipis, atap yang didunakan adalah atap genteng jadi merupakan struktur yang tegar sehingga diambil momen arah x yang terbesar Mx = 255.84 kgm Wx =

Mx

σ

=

25584 kgcm = 15.99cm 3 2 1600 kg / cm

37

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Dicoba profil C 150x50x20x4.5 dari tabel Profil Baja didapatkan : Wx

= 49.0 cm3

Wy

= 10.5 cm3

Ix

= 368 cm4

Iy

= 35.7 cm4

Y 50 20 150

Weight = 9.20 kg/m

X 4.5

Kontrol tegangan σ ytsb

= Mx/Wx = 25584/49.0 cm3 = 522.12 kg/cm2 < σ = 1600 kg/cm2

Kontrol lendutan f ijin

= l / 250 x 1

= 360 / 250

= 1.44 cm

fx

=

5 xqxxl 4 Pxxl 3 + 384 xExlx 48 xExlx

=

5 x1.02312 x360 4 86.6 x360 3 + 384 x 2.1x10 6 x368 48 x 2.1x10 6 x368

= 0.29 + 0.11 = 0.4 cm fy

5 xqyx(l / 2) 4 Pyx(l / 2) 3 + = 384 xExIy 48 xExIy =

5 x0.5907 x(360 / 2) 4 50 x(360 / 2) 3 + 384 x 2.1x10 6 x35.7 48 x 2.1x10 6 x35.7

= 0.11 + 0.08 = 0.19 cm f

=

fx 2 + fy 2

= ( 0 .4 ) 2 +

(0.19) 2

= 0.44 cm < 1.44 cm……………oke! 6. Menghitung Pembebanan Kuda-kuda

38

20

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Analisa pembebanan atap pada titik letak gording sebagai analisa data input pada perhitungan dengan SAP 2000. A. Analisa Pembebanan Berat gording (dari profil)

= 9.20 kg/m

Berat atap = 1.5 m x 40 kg/m2

= 60

kg/m

Berat plafond + penggantung = 18 kg/m2 x 1.11 m = 19.98 kg/m + q = 89.18 kg/m Trekstang = 10% x 89.18 kg/m

= 8.918 kg/m + qt = 98.1

Beban atap terpusat/beban tiap titik pada gording PDL = qt x l = 98.1 kg/m x 3.6 m = 353.15 kg = 3.5315 KN B. Analisa Beban Angin Angin tekan pada gording = 0.02α – 0.4 x 25 kg/m2x 1.5 m x 3.6 m = 27 kg = 0.27 KN Angin hisap pada gording = -0.4 x 25 kg/m2 x 1.5 m x 3.6 m = 54 kg = 0.54 KN Beban hidup 100 kg PLL = 100 kg/10 = 10 kg = 0.1 KN 7. Pendimensian Batang

a. Perencanan Batang Horisontal (Batang Tarik )

39

kg/m

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Batang a 1 s/d a 12 Diketahui : P maksimum (Pk)

: 125.48 KN = 12791.43 Kg (dari hasil perhitungan dengan SAP 2000)

Panjang maksimum (Lk)

: 1,5 m = 150 cm

Tegangan dasar (σ)

: 1600 kg/cm2

Tegangan lentur (σlt)

: 2400 kg/cm2

Tebal plat buhul (δ)

: 1 cm

Menentukan tegangan tarik karena lubang : σtr = 0,75 x σ = 0,75 x 1600 = 1200 kg/cm2 Menghitung luas profil yang diperlukan : A netto 2 profil =

P 12791.43kg = = 10.66cm 2 σtr 1200kg / cm 2

A bruto 2 profil =

Anetto2 profil 10.66cm 2 = = 12.54cm 2 0,85 0,85

Abruto2 profil 12.54cm 2 = = 6.27cm 2 A bruto 1 profil = 2 2 Dipakai profil siku sama kaki JL 80.80.8 Dari tabel profil diperoleh : A

= 12,3 cm2

e

= 2,2 cm

Ix = Iy = 72,3 cm4 A profil = 2 x 12,3 cm2 = 24,6 cm2

40

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jarak sumbu elemen-elemen batang tersusun (a) : a=2e+δ = (2 x 2,2 cm) + 1 cm = 5,4 cm Momen kelembaman terhadap sumbu y-y : Iy gabungan = 2 {Iy + A (0,5 x a) 2 } = 2 {72,3 cm4 + 12,3 (0,5 x 5,4) 2 } = 323,93 cm4 Jari-jari kelembaman terhadap sumbu y-y : iy gabungan =

=

Iygabungan 2A 323,93 2 x12,3

= 3,63 cm Momen kelembaman terhadap sumbu x-x : Ix gabungan = 2 x Ix = 2 x 72,3 = 144,6 cm4 Jari-jari kelembaman terhadap sumbu x-x : ix gabungan =

=

Ixgabungan 2A 144,6 2 x12,3

= 2,42 cm λx

=

Lk 150 = = 61.98 < 240 ( oke ) ixgabungan 2,42

41

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Digunakan i min =2,42 cm Kontrol tegangan :

σytb =

P Aprofil

σytb =

12791.43 24,6

= 519.98 kg/cm2 < σtr = 1200 kg/cm2 ( oke )

b. Perencanan Batang Vertikal (Batang Tarik ) Batang v 1 s/d v 14 Diketahui : P maksimum (Pk)

: 38.09 KN = 3882.89 Kg (dari hasil perhitungan dengan SAP 2000)

Panjang maksimum (Lk)

: 2.31 m = 231 cm

Tegangan dasar (σ)

: 1600 kg/cm2

Tegangan lentur (σlt)

: 2400 kg/cm2

Tebal plat buhul (δ)

: 1 cm

Menentukan tegangan tarik karena lubang : σtr = 0,75 x σ = 0,75 x 1600 = 1200 kg/cm2 Menghitung luas profil yang diperlukan : A netto 2 profil =

P 3882.89kg = = 3.24cm 2 σtr 1200 kg / cm 2

A bruto 2 profil =

Anetto2 profil 3.24cm 2 = = 3,81cm 2 0,85 0,85

42

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

A bruto 1 profil =

Abruto2 profil 3,81cm 2 = = 1,9cm 2 2 2

Dipakai profil siku sama kaki JL 70.70.7 Dari tabel profil diperoleh : A

= 9,40 cm2

e

= 1,97 cm

Ix = Iy = 42,4 cm4 A profil = 2 x 9,40 cm2 = 18,80 cm2 Jarak sumbu elemen-elemen batang tersusun (a) : a=2e+δ = (2 x 1,97 cm) + 1 cm = 4,94 cm Momen kelembaman terhadap sumbu y-y : Iy gabungan = 2 {Iy + A (0,5 x a) 2 } = 2 {42,4 cm4 + 9,40 (0,5 x 4,94) 2 } = 199,50 cm4 Jari-jari kelembaman terhadap sumbu y-y : iy gabungan =

=

Iygabungan 2A 199,50 2 x9,40

= 3,26 cm Momen kelembaman terhadap sumbu x-x : Ix gabungan = 2 x Ix = 2 x 42,4 = 84,8 cm4

43

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jari-jari kelembaman terhadap sumbu x-x : ix gabungan =

Ixgabungan 2A 84,8 2 x9,40

=

= 2,12 cm λx

=

Lk 231 = = 108,96 < 240 ( oke ) ixgabungan 2,12

Digunakan i min =2,12 cm Kontrol tegangan :

σytb =

P Aprofil

σytb =

3882.89 18,80

= 206,54 kg/cm2 < σtr = 1200 kg/cm2 ( oke ) c. Perencanan Batang Miring ( Batang Tekan ) Batang b 1 s/d b 16 Diketahui : P maksimum (Pk)

: 143,01 KN = 14578,44 Kg (dari hasil perhitungan dengan SAP 2000)

Panjang maksimum (Lk)

: 2 m = 200 cm

Tegangan dasar (σ)

: 1600 kg/cm2

Tegangan lentur (σlt)

: 2400 kg/cm2

Tebal plat buhul (δ)

: 1 cm

Penentuan dimensi :

44

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

n.Pk .Lk 2 3,5 x14578,44 x(200) 2 = = 98,57cm 4 (3,14) 2 x 2,1x10 6 π 2 .E

Imin (perlu) =

n : faktor keamanan ditentukan = 3,5 E : Modulus elastisitas Dipakai profil siku samakaki JL 90.90.9 Dari Tabel Profil Diperoleh : A

= 15,50

e

= 2,54 cm

Ix=Iy = 116 ix=iy = 2,74 cm

λ=

200cm Lk = 72,99 ⇒ α = 0,528 = i min 2,74cm

σtk = σ x α = 1600 x 0,528 = 844,92 kg/cm2 Ix profil

= 2.Ix = 2 x 116 = 232

A profil

= 2.A = 2 x 15,50 = 31

ix gabungan

=

2.Ix 2 x116 = = 7,48 cm 2. A 2 x15,5

Jarak sumbu elemen-elemen batang tersusun ( a ) : a = 2.e + δ = (2 x 2,54) + 1 = 6,08 cm Iy gab = 2{ Iy + A (0,5 x a) 2 } = 2 {116 + 15,5 (0,5 x 6,08) 2 } = 518,49 iy gab =

Iygab 2A

45

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

518,49 2 x15,5

=

= 4,09 cm Pemeriksaan Tekuk Terhadap Sumbu Bahan x-x : λx =

=

Lk ix

200 2,74

= 72,99 λg = π

E 0,7.2400

= 3,14

2,1x10 6 0,7 x 2400

= 111,02 λs =

=

λx λg

72,99 = 0,66 111,02

Karena 0,183 < λs < 1 maka :

ω=

=

1,41 1,593 − λs 1,41 = 1,51 1,593 − 0,66

Kontrol tegangan

σytb = ω

P A

46

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 1,51

14578.44 = 710,11kg / cm 2 < σtk = 844,92kg / cm 2 (OK ) 31

Pemeriksaan Tekuk Terhadap Sumbu Bahan y-y : λy =

=

Lk iygab 200 4,09

= 48,9 λg = π

E 0,7.2400

2,1x10 6 = 3,14 0,7 x 2400 = 111,02 λs =

=

λy λg

48,9 = 0,44 111,02

Karena 0,183 < λs < 1 maka :

ω=

=

1,41 1,593 − λs 1,41 = 1,22 1,593 − 0,44

Kontrol tegangan

σytb = ω

P A

= 1,22

14578.89 = 564.34kg / cm 2 < σtk = 844,92kg / cm 2 (OK ) 31

d. Perencanan Batang Diagonal ( Batang Tekan ) 47

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Batang d 1 s/d d 12 Diketahui : P maksimum (Pk)

: 31.13 KN = 3173,39 Kg (dari hasil perhitungan dengan SAP 2000)

Panjang maksimum (Lk)

: 3.06 m = 306 cm

Tegangan dasar (σ)

: 1600 kg/cm2

Tegangan lentur (σlt)

: 2400 kg/cm2

Tebal plat buhul (δ)

: 1 cm

Penentuan dimensi : Imin (perlu) =

n.Pk .Lk 2 3,5 x3173,39 x(306) 2 = = 50,23cm 4 2 2 6 (3,14) x 2,1x10 π .E

n : faktor keamanan ditentukan = 3,5 E : Modulus elastisitas Dipakai profil siku samakaki JL 70.70.7 Dari Tabel Profil Diperoleh : A

= 9,4

e

= 1,97 cm

Ix=Iy = 42,4 ix=iy = 2,12 cm

λ=

306cm Lk = 144,34 ⇒ α = 0,114 = i min 2,12cm

σtk = σ x α = 1600 x 0,114 =182,34 Ix profil

= 2.Ix = 2 x 42,4 = 84,8

A profil

= 2.A = 2 x 9,4 = 18,8

ix gabungan

=

2.Ix 2 x 42,4 = = 4,51 cm 2. A 2 x9,4

48

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jarak sumbu elemen-elemen batang tersusun ( a ) : a = 2.e + δ = (2 x 1,97) + 1 = 4,94 cm Iy gab = 2{ Iy + A (0,5 x a) 2 } = 2 {42,4 + 9,4 (0,5 x 4,94) 2 } = 199,5 iy gab =

Iygab 2A

=

199,5 2 x9,4

= 3,26 cm Pemeriksaan Tekuk Terhadap Sumbu Bahan x-x : λx =

=

Lk ix

306 2,12

= 144,34 λg = π

E 0,7.2400

= 3,14

2,1x10 6 0,7 x 2400

= 111,02 λs =

=

λx λg

144.34 = 1,3 111,02

49

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Karena λs > 1 maka :

ω = 2,381x(λs) 2 = 4,02 Kontrol tegangan P A

σytb = ω

= 4,02

3173,39 = 678,57kg / cm 2 < σtk = 928kg / cm 2 (OK ) 18,8

Pemeriksaan Tekuk Terhadap Sumbu Bahan y-y : λy =

=

Lk iygab 306 3,26

= 93,87 λg = π

E 0,7.2400

= 3,14

2,1x10 6 0,7 x 2400

= 111,02 λs =

=

λy λg

93,87 = 0,85 111,02

Karena 0,183 < λs < 1 maka :

ω=

1,41 1,593 − λs

50

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

=

1,41 = 1,89 1,593 − 0,85

Kontrol tegangan

σytb = ω

P A

= 1,89

3173,39 = 318,39kg / cm 2 < σtk = 928kg / cm 2 (OK ) 18,8

8. Pehitungan Sambungan a. Kekuatan satu baut

Diameter baut ½ ” = 1.27 cm Jenis sambungan

= irisan dua

Tebal profil JL 90.90.9 = 2 x 9 mm = 18 mm Tebal profil JL 80.80.8 = 2 x 8 mm = 16 mm Tebal profil JL 70.70.7 = 2 x 7 mm = 14 mm Tegangan geser ijin ( σ ) = 0,6 x 1600 = 960 kg/cm2 Tegangan tumpuan ijin ( σ tp) = 1,5 x σ dsr = 1,5 x 1600 = 2400 kg/cm2 Daya pikul satu baut terhadap geser : N gs = 2 x π / 4 x d2 x σ ijin = 2 x 3.14 / 4 x (1.27 )2 x 960 = 2430,96 kg Daya pikul satu baut terhadap tumpu : N tp profil 90.90.9 = tf x d x σ tp = 1.8 x 1.27 x 2400

51

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

= 4389.12 kg N tp profil 80.80.8 = tf x d x σ tp = 1.6 x 1.27 x 2400 = 3901.44 kg N tp profil 70.70.7 = tf x d x σ tp = 1.4 x 1.27 x 2400 = 3413.76 kg Maka dapat ditentukan kekuatan 1 baut = 2430,96 kg karena Ngs < Ntp. b. Penempatan baut ¾ 2.5 d < s < 7 d

2.5 x 1.27 cm < s < 7 x 1.27 cm 3.175 cm < s < 8.89 cm

¾ 1.5 d < s 1 < 2 d

1.5 x 1.27 cm < s 1 < 2 x 1.27 cm 1.905 cm < s 1 < 2.54 cm

¾ 2.5 d < u < 7 d

2.5 x 1.27 cm < u < 7 x 1.27 cm 3.175 cm < u < 8.89 cm c

Perhitungan jumlah baut a. Titik buhul A

S 17 = 17557,03 kg

52

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

A S 9 = 12791,43 kg

Batang S9 Besar gaya batang = 125.48 KN = 12791.43 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

12791,43 = 5,26∞6baut 2430,96

Batang S17 Besar gaya batang = 142,8 KN = 14557,03 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1 = 2 , 84 ∞ 3 baut 2430 , 96

2. Titik buhul B S39 = 692,17 kg

S38 = 445,48 kg

S3 = 12791,43 kg

B

S10 = 12445,86 kg

Batang S9 Besar gaya batang = 125,48 KN = 12791,43 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

12791,43 = 5,26∞6baut 2430,96

53

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Batang S10 Besar gaya batang = 122,09 KN = 12445,86 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

12445,86 = 5,12∞6baut 2430,96

Batang S38 Besar gaya batang = 4,37 KN = 445,48 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

445,48 = 0,18∞ 2baut 2430,96

Batang S39 Besar gaya batang = 6,79 KN = 692,17 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

692,17 = 0,28∞ 2baut 2430,96

3. Titik buhul C

S19 = 1346,81 kg S18 = 14578,44 kg

S40 = 781,88 kg

C S39 = 692,17 kg

Batang S18 Besar gaya batang = 143,01 KN = 14578,44 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg

54

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jumlah baut =

14578,44 = 5,9∞6baut 2430,96

Batang S19 Besar gaya batang = 136,81 KN = 13946,41 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

13946,41 = 5,74∞6baut 2430,96

Batang S39 Besar gaya batang = 6,79 KN = 692,17 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

692,17 = 0,28∞ 2baut 2430,96

Batang S340 Besar gaya batang = 7,67KN = 781,88 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

781,88 = 0,32∞ 2baut 2430,96 S59 = 1594,34 kg

4. Titik buhul D

S29 = 10027,84 kg S20 = 12720,07 kg

S43 = 1999,04kg

S = 1587,21kg

Batang S20 Besar gaya batang = 124,78 KN = 12720,07 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg 55

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jumlah baut =

12720,07 = 5,23∞6baut 2430,96

Batang S29 Besar gaya batang = 98,37 KN = 10027,84 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

10027,84 = 4,13∞5baut 2430,96

Batang S43 Besar gaya batang = 19,61 KN = 1999,04 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1999,04 = 0,82∞ 2baut 2430,96

Batang S44 Besar gaya batang = 15,57KN = 1587,21 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1587,21 = 0,65∞ 2baut 2430,96

Batang S59 Besar gaya batang = 15,64 KN = 1594,34 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1594,34 = 0,66∞ 2baut 2430,96

56

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

5. Titik buhul E S48 = 3882,9kg

S26 = 7551,72 kg

S27 = 7551,72 kg

E

Batang S26 Besar gaya batang = 74,08KN = 7551,72 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

7551,72 = 3,11∞ 4baut 2430,96

Batang S27 Besar gaya batang = 74,08KN = 7551,72 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

7551,72 = 3,11∞ 4baut 2430,96

Batang S48 Besar gaya batang = 38,09 KN = 3882,9 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

3882,9 = 1,6∞ 2baut 2430,96

57

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

6. Titik buhul F E S30 = 8943,2 kg

S31 = 8943,2 kg

S47 = 2461,85 kg

S49 = 2461,85 kg S48 = 3882,9 kg

Batang S30 Besar gaya batang = 87,73 KN = 8943,2 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

8943,2 = 3,7∞ 4baut 2430,96

Batang S31 Besar gaya batang = 87,73 KN = 8943,2 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

8943,2 = 3,7∞ 4baut 2430,96

Batang S47 Besar gaya batang = 24,15 KN = 2461,85 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

2461,85 = 1,01∞ 2baut 2430,96

Batang S48 Besar gaya batang = 38,09 KN = 3882,9 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg

58

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Jumlah baut =

3882,9 = 1,6∞ 2baut 2430,96

Batang S49 Besar gaya batang = 24,15 KN = 2461,85 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

2461,85 = 1,01∞ 2baut 2430,96

7. Titik buhul G

E

S60 = 1469,98 kg S62 = 1469,98 kg

S36 = 1097,89 kg

S34 = 1097,89 kg S35 = 241,6 kg

Batang S34 Besar gaya batang = 10,77 KN = 1097,89 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1097,89 = 0,45∞ 2baut 2430,96

Batang S36 Besar gaya batang = 87,73 KN = 8943,2 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

8943,2 = 3,7∞ 4baut 2430,96

Batang S35 Besar gaya batang = 2,37 KN = 241,6 kg

59

PROYEK AKHIR BAB III PERHITUNGAN ELEMEN STRUKTUR PENDUKUNG

Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

241,6 = 0,1∞ 2baut 2430,96

Batang S34 Besar gaya batang = 10,77 KN = 1097,89 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1097,89 = 0,45∞ 2baut 2430,96

Batang S60 Besar gaya batang = 14,43 KN = 1469,98 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1469,98 = 0,61∞ 2baut 2430,96

Batang S62 Besar gaya batang = 14,43 KN = 1469,98 kg Kekuatan 1 baut = 2430,96 kg Jumlah baut =

1469,98 = 0,61∞ 2baut 2430,96

60

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

PERENCANAAN PLAT LANTAI 1. Data Teknis : - Mutu beton (fc)

= 25 MPa

- Mutu baja

= 240 MPa

(fy)

- Beban beton bertulang (PPIUG, 1983)

= 2400 kg/m3

- Beban keramik (PMI, 1979)

= 24

kg/m2

- Beban spesi 2 cm (PMI, 1979)

= 21

kg/m2

- Beban rangka plafond (PMI, 1979)

=7

kg/m²

- Beban plafond (eternit) diasumsikan dari berat semen asbes dengan tebal 5mm (PMI, 1979) = 11 kg/m² - Beban hidup untuk lantai (PPIUG, 1983) - q lantai

= 3 kN/m2

- Tebal spesi / adukan

= 2 cm

- Tebal keramik max

= 1 cm

= 0,11 kN/m²

= 250 kg/m² = 2,5 kN/m²

2. Tebal Plat : Menurut buku-buku dasar perencanaan beton bertulang (CUR) table 10, tebal plat untuk fy = 240 Mpa adalah 1/32 L. Dipilih Ly/Lx terbesar a. h min, arah x = 1/32 x 300

= 9.375 cm

b. h min, arah y = 1/32 x 360

= 11.250 cm

61

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Dipakai tebal plat 12 cm 3. Perhitungan Beban Plat : Analisa Pembebanan Plat Plat lantai • Beban Mati ( qD) Berat sendiri plat = 0,12 m x 24 kN/m3

= 2,88

kN/m2

Berat keramik

= 1 x 0,24 kN/m2

= 0,24 kN/m2

Berat spesi

= 2 x 21 kN/m2

= 0,42 kN/m2

Berat plafond + penggantung

= 0,18

kN/m2 +

Total berat mati (qd) = 3,72 •

Beban Hidup (ql) = 2,5 kN/m2



Beban Berfaktor (qu)

kN/m2

= 1,2 qd + 1,6 ql = 1,2 . 3,72 kN/m2 + 1,6 . 2,5 kN/m2 = 8,464 kN/m2

Plat tangga • Beban Mati ( qD) Berat sendiri plat = 0,12 x 24 kN/m3

= 2,88 kN/m2

Berat keramik

= 1 x 0,24 kN/m2

= 0,24 kN/m2

Berat spesi

= 2 x 0,21 kN/m2

= 0,42 kN/m2 +

Total berat mati (qd) = 3,54 kN/m2 •

Beban Hidup (ql) = 3 kN/m2

Plat bordes • Beban Mati ( qD)

62

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Berat sendiri plat = 0,12 x 24 kN/m3

= 2,88 kN/m2

Berat keramik

= 1 x 0,24 kN/m2

= 0,24 kN/m2

Berat spesi

= 2 x 0,21 kN/m2

= 0,42 kN/m2 +

Total berat mati (qd) = 3,54 kN/m2 •

Beban Hidup (ql) = 3 kN/m2

4. Plat Lantai Momen Rancang Plat β=

3600 = 1.2 3000

dipakai β = 1.2 3000

cx+ = 34 cx- = 63 3600

cy+ = 25 cy- = 57

Mtx = -cx . 0.001 . Wu . Lx2 Mtx = -63 . 0,001 . 8,464. 3,02 Mtx = -4,799 kNm Mlx = +cx . 0,001 . Wu . Lx2 Mlx = +34 . 0,001 . 8,464. 3,02 Mlx = 2,59 kNm Mty = -cy . 0,001 . Wu . Lx2 Mty = -57 . 0,001 . 8,464. 3,02 Mty = -4,342 kNm 63

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Mly = +cy . 0,001 . Wu . Lx2 Mly = 25 . 0,001 . 8,464. 3,02 Mly = 1,904 kNm Penulangan Plat •

Tebal Plat = 120 mm



Selimut Beton = p = 20 mm

Direncanakan ¾ Diameter tulangan utama arah x = φ10 mm ¾ Diameter tulangan utama arah y = φ10 mm Tinggi efektif - Arah x = dx

= h – p –Dx/2 = 120 – 20 – 10/2 = 95 mm

- Arah y = dy

= h – p – Dx – Dy/2 = 120 – 20 – 10 – 10/2 = 85 mm Dy

dy

h

Dx

™ Penulangan tepi arah x

64

dx

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Mtx = 4,799kNm k=

4799000 Mu = = 0,665 2 φ .b.d 0.8 x1000 x95 2

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ = 0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78.5

b 1000mm = = 142,86 mm n −1 7

Dipaka tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As tx1 = 551 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan lapangan arah x

Mlx = 2,59 kNm k=

2590000 Mu = = 0,359 2 0,8 x1000 x95 2 φ .b.d

65

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

As lx1 = ρ .b.d = 0,0058 x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

Aslx1 As

n=

Spasi =

551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78,5

b 1000mm = = 142,8 mm n −1 7

Dipaka tulangan φ 10 – 150 mm As lx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As lx1 = 551 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan tepi arah y

Ditinjau 1000 mm Mty = 4,342 kNm k=

4342000 Mu = = 0.751 2 φ .b.d 0.8 x1000 x85 2

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ = 0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 85 = 493 mm2

66

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78.5

b 1000mm = = 166,67 mm 6 n −1

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As tx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat)

™ Penulangan lapangan arah y

Mly = 1,904 kNm k=

1904000 Mu = = 0,189 2 0,8 x1000 x85 2 φ .b.d

As lx1 = ρ .b.d = 0,0058 x 1000 x 85 = 493 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2

67

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Aslx1 As 493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78,5

b 1000mm = = 166,67 mm 6 n −1

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As lx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As lx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat)

3.1 PERENCANAAN TANGGA

Ketentuan Dan Dimensi Tangga -

Skema tangga

2.30

4.60 2.30

68

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

B o r d e s

1.50

1.80

1.80

3.60

-

Tinggi lokal ruangan

= 4.60 m

-

Ruangan tersedia

= 3.6 x 5.1 m

-

Tinggi dasar sampai bordes = 2.3 m

-

Anak tangga •

Tinggi optride (t)

= 17 s/d 19

Diambil 18 cm

460 = 25,56 buah dibulatkan 26 buah 18



Jumlah anak tangga



Lebar antride a + 2 o = 0.60 s/d 0.66

=

(dipakai lebar antrede = 0.60)

-

a = 60 – 2 x 18

= 24 cm

Kemiringan tangga (α)

= arc tg

2,3 3,6

= 32,57 0 -

Penulangan plat bordes

Momen Rancang Plat

69

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

β=

3.6 = 2.4 1.5 1500

cx+ = 42,1 cx- = 72,4 3600

cy+ = 17,8 cy- = 54,9

Mtx = -cx . 0.001 . Wu . Lx2 Mtx = -72,4 . 0,001. 9,048 . 3,62 Mtx = -8,49 kNm Mlx = +cx . 0,001 . Wu . Lx2 Mlx = +42,1 . 0,001 . 9,048 . 3,62 Mlx = 4,94 kNm Mty = -cy . 0,001 . Wu . Lx2 Mty = -54,9 . 0,001 . 9,048 . 3,62 Mty = -6,44 kNm Mly = +cy . 0,001 . Wu . Lx2 Mly = +17,8 . 0,001 . 9,048 . 3,62 Mly = 2,09 kNm Penulangan Plat •

Tebal Plat = 120 mm



Selimut Beton = p = 20 mm

Direncanakan

70

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

¾ Diameter tulangan utama arah x = φ10 mm ¾ Diameter tulangan utama arah y = φ10 mm

Tinggi efektif - Arah x = dx

= h – p –Dx/2 = 120 – 20 – 10/2 = 95 mm

- Arah y = dy

= h – p – Dx – Dy/2 = 120 – 20 – 10 – 10/2 = 85 mm Dy

dy

h

Dx

™ Penulangan tepi arah x

Mtx = 8,49 kNm k=

8490000 Mu = = 1,18 2 0,8 x1000 x95 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm

71

dx

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78,5

1000mm b = = 142,86 mm dibulatkan 150 mm n −1 7

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As tx1 = 551 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan lapangan arah x

Mlx = 4,94 kNm k=

4940000 Mu = = 0,684 2 0,8 x1000 x95 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2

72

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78,5

1000mm b = = 142,86 mm dibulatkan 150 mm n −1 7

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As tx1 = 551 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan tepi arah y

Mty = 6,44 kNm k=

6440000 Mu = = 1,114 2 0,8 x1000 x85 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 85 = 493 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Astx1 As 493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78,5 73

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Spasi =

b 1000mm = = 166,67 mm dibulatkan 150 mm n −1 6

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As tx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan lapangan arah y

Mly = 2,09 kNm k=

2090000 Mu = = 0,362 2 0,8 x1000 x85 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 85 = 493 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78,5

b 1000mm = = 166,67 mm dibulatkan 150 mm n −1 6

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm

74

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As tx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat)

-

Penulangan plat tangga

Momen Rancang Plat β=

4270 = 2.85 1500 1500

cx+ = 63,5 cx- = 83 4270

cy+ = 14 cy- = 50

Mtx = -cx . 0.001 . Wu . Lx2 Mtx = -83 . 0,001. 9,048 . 1,52 Mtx = -1,69 kNm Mlx = +cx . 0,001 . Wu . Lx2 Mlx = +63,5 . 0,001 . 9,048 . 1,52 Mlx = 1,293 kNm Mty = -cy . 0,001 . Wu . Lx2 Mty = -50 . 0,001 . 9,048 . 1,52 Mty = -1,018 kNm Mly = +cy . 0,001 . Wu . Lx2

75

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Mly = +14 . 0,001 . 9,048 . 1,52 Mly = 0,285 kNm Penulangan Plat •

Tebal Plat = 120 mm



Selimut Beton = p = 20 mm

Direncanakan ¾ Diameter tulangan utama arah x = φ10 mm ¾ Diameter tulangan utama arah y = φ10 mm

Tinggi efektif - Arah x = dx

= h – p –Dx/2 = 120 – 20 – 10/2 = 95 mm

- Arah y = dy

= h – p – Dx – Dy/2 = 120 – 20 – 10 – 10/2 = 85 mm Dy

dy

h

Dx

™ Penulangan tepi arah x

Mtx =1,69 kNm

76

dx

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

k=

1690000 Mu = = 0,234 2 0,8 x1000 x95 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

Astx1 As

n=

Spasi =

551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78,5

1000mm b = = 142,86 mm dibulatkan 150 mm n −1 7

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As tx1 = 570 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan lapangan arah x

Mlx = 1,293 kNm k=

1293000 Mu = = 0,179 2 0,8 x1000 x95 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10

77

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 95 = 551 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

Astx1 As

n=

Spasi =

551 = 7,02 dibulatkan 8 batang 78,5

1000mm b = = 142,86 mm dibulatkan 150 mm n −1 7

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 8 = 628 mm2 > As tx1 = 551 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan tepi arah y

Mty = 1,018 kNm k=

1018000 Mu = = 0,176 2 0,8 x1000 x85 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 85 = 493 mm2

78

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102 = 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

Astx1 As

n=

Spasi =

493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78,5

b 1000mm = = 166,67 mm dibulatkan 150 mm n −1 6

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As tx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat) ™ Penulangan lapangan arah y

Mly = 0,285 kNm k=

285000 Mu = = 0,049 2 0,8 x1000 x85 2 φ .b.d

Dari Tabel Beton Apendiks pada bagian tabel A-10 maka ρ =0,0058 As tx1 = ρ .b.d = 0,0058x 1000 x 85 = 493 mm2 Direncanakan tulangan φ 10 mm As = ¼ . π . D2 = ¼ . 3,14 . 102

79

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 78,5 mm2 Jumlah tulangan n =

n=

Spasi =

Astx1 As 493 = 6,28 dibulatkan 7 batang 78,5

b 1000mm = = 166,67 mm dibulatkan 150 mm n −1 6

Dipakai tulangan φ 10 – 150 mm As tx2 = As x n = 78,5 mm2 x 7 = 549,5 mm2 > As tx1 = 493 mm2 (Tulangan memenuhi syarat)

DASAR PERENCANAAN

1.

Perencanaan struktur portal utama menggunakan beton bertulang dengan mutu beton fc = 25 MPa, fy = 240 MPa. Struktur dihitung dengan program SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES )

untuk menghindari kesalahan perhitungan dengan cara manual. Perhitungan struktur portal meliputi : 1. Estimasi Pembebanan Perhitungan pembebanan struktur portal berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987. 2. Analisa Statik

80

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Perhitungan denga menggunakan SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) menghasilkan gaya – gaya dan momen-momen yang nantinya digunakan untuk menghitung penulangan 3. Perhitungan Penulangan Momen atau gaya yang dihasilkan dari output SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) diambil yang terbesar kemudian digunakan untuk menghitung penulangan balok, sloof, ringbalk, kolom, dan pondasi. . PERHITUNGAN

GAYA-GAYA

GESER

YANG

BEKERJA

PADA

STRUKTUR Berat Bangunan Total (W Tot) Untuk Bangunan Gedung

Lantai 1 A. BEBAN MATI • Berat plat

= 15 x 54 x 2400 x 0.12

= 233280

P3=P4 (30x60)

= 30 x (0.6 – 0.12) x 0.3 x 2400

= 10368

AP2=P2 (30x80)

= 114 x (0.8 – 0.12)x 0.3 x 2400

= 55814.4

AP1=P1(30x60)

= 96 x 0.6 x (0.6 – 0.12) x 2400

= 66355.2

CP (40x100)

= 34.4 x 1 x (1 – 0.12)x 2400

= 72652.8

• Balok induk

• Balok anak

A1=A2=T (20x35)

= 292.2 x (0.35 – 0.12)x 0.2 x 2400 = 28051.2

C1 (40x40)

= 21.6 x (0.4 – 0.12)x 0.4 x 2400

81

= 5806.08

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

• Kolom

K1 (40x60)

= 16 x (4.6 x 0.4 x 0.6) x 2400

= 42393

K2 (40x50)

= 16 x (4.6 x 0.4 x 0.5) x 2400

= 35328

K3 (40x40)

= 2 x (4.6 x 0.4 x 0.4) x 2400

= 3532.8

K4 (60x60)

= 10 x (4.6 x 0.6 x 0.6) x 2400

= 39744

K5 (20x20)

= 6 x (4.6 x 0.2 x 0.2) x 2400

= 2649.6

K6 (30x30)

= 2 x (4.6 x 0.3 x 0.3) x 2400

= 1987.2

• Dinding

= (2x14.85 ) + (2x53.85) x 4.6 x 250 = 123884.7

• Plafon+ penggantung

= 14.85 x 53.85 x (11+7)

= 14395.1

• Spesi

= 14.85 x 53.85 x 42

= 33586.2

• Tegel

= 14.85 x 53.85 x 24

= 19192.1 + Jumlah

= 788804.38

B. BEBAN HIDUP • qh lantai

= 250 kg/m2

• koef reduksi

= 0.3

Wh

= 0.3 x (15 x 54 x 250) = 60750 kg

• Beban total

= Wm + Wh = 788804.38 + 60750 = 849554.38 kg

Lantai 2 A. BEBAN MATI • Berat plat

= 15 x 54 x 2400 x 0.12

• Balok induk

82

= 233280

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

P3=P4 (30x60)

= 30 x (0.6 – 0.12) x 0.3 x 2400

= 10368

AP2=P2 (30x80)

= 114 x (0.8 – 0.12)x 0.3 x 2400

= 55814.4

AP1=P1(30x60)

= 96 x 0.6 x (0.6 – 0.12) x 2400

= 66355.2

CP (40x100)

= 34.4 x 1 x (1 – 0.12)x 2400

= 72652.8

A1=A2=T (20x35)

= 292.2 x 0.35 x 0.2 x 2400

= 49089.6

C1 (40x40)

= 21.6 x 0.4 x 0.4 x 2400

= 8294.4

K1 (40x60)

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.6) x 2400

= 38707.2

K2 (40x50)

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.5) x 2400

= 32256

K3 (40x40)

= 2 x (4.2 x 0.4 x 0.4) x 2400

= 3225.6

K4 (60x60)

= 10 x (4.2 x 0.6 x 0.6) x 2400

= 36288

K6 (30x30)

= 2 x (4.2 x 0.3 x 0.3) x 2400

= 1814.4

• Balok anak

• Kolom

• Dinding

= (2x14.85 ) + (2x53.85) x 4.2 x 250 = 113114.7

• Plafon + penggantung

= 14.85 x 53.85 x (11+7)

= 14395.1

• Spesi

= 14.85 x 53.85 x 42

= 33586.2

• Tegel

= 14.85 x 53.85 x 24

= 19192.1 + Jumlah

B. BEBAN HIDUP = 250 kg/m2

a. qh lantai b.koef reduksi= 0.3 Wh

= 0.3 x (15 x 54 x 250) = 60750 kg

c. Beban total = Wm + Wh

83

= 788433.7

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 788433.7 + 60750 = 849183.7 kg Lantai 3 A. BEBAN MATI • Balok

A1=A2=T (20x35)

= 138 x 0.35 x 0.2 x 2400

= 23184

K1 (40x60)

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.6) x 2400

= 38707.2

K2 (40x50)

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.5) x 2400

= 32256

K3 (40x40)

= 2 x (4.2 x 0.4 x 0.4) x 2400

= 3225.6

K4 (60x60)

= 4 x (4.2 x 0.6 x 0.6) x 2400

= 14515.2

K6 (30x30)

= 2 x (4.2 x 0.3 x 0.3) x 2400

= 1814.4

• Kolom

• Berat ring balk (20/15)

= (2x69.5)+(2x16.5)x0.15x0.2x2400 = 2515

• Berat atap (berdasarkan SAP 2000) = 29.4 x 15 x 54

= 23814

• Dinding

= (2x14)+(2x69.5)x4.5x250

= 156403

• Plafon + penggantung

= 14x69.5x(11+7)

= 17514

• Spesi

= 14x69.5x21

= 20433

• Tegel

= 14x69.5x24

= 23353 Jumlah

B. BEBAN HIDUP a.

qh lantai

= 250 kg/m2

b.

koef reduksi

= 0.3

Wh

= 0.3x(15 x 54 x 250) = 60750 kg

84

+

= 357733.4 kg

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

c.

Beban total

= Wm + Wh

= 357733.4 + 60750 = 418483 kg D. Beban bangunan total = beban lantai 1 + beban lantai 2 + beban lantai 3 = 849554.38 + 849183.7 + 418483 = 2117221.48 kg = 2117.22148 Ton Waktu Getar Bangunan (T)

Rumus empiris untuk portal beton Tx = Ty = 0,06 Dengan : H = Ketinggian sampai puncak dari bangunan utama struktur gedung diukur dari tingkat penjepit lateral ( dalam m ). H = h1 + h2 + h3 = 4.6 + 4.2 + 4.2 = 13 m Tx = Ty = 0.06 x H(3/4) = 0.06 x 13(3/4) = 0.411 detik

85

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Koefisien Gempa Dasar ( C )

Grafik koefisien gempa dasar untuk wilayah Semarang ( Zone 4 ) dengan struktur bangunan di atas tanah lunak diperoleh C = 0.05

0.20 0.15 0.10 0.5 0

0.5

1.0

2.0

3.0

Gambar 2. Koefisien Gempa Dasar C

Untuk Tx = Ty = 0.411 detik, zone 4 dan jenis tanah lunak diperoleh C = 0.05 (Lihat Gambar 1.1) Faktor keutamaan (I) dan faktor jenis struktur (K)

I = 1.5 K=1 Gaya Geser Horizontal Total Akibat Gempa

Vx = Vy = C x I x K x Wt = 0.05 x 1.5 x 1 x 2117.22148 = 158.792 ton Distribusi Gaya Geser Akibat Gempa ke Sepanjang Tinggi Gedung

a. Arah x

H 13 = = 0.24 < 3 (OKE) A 54 Fix =

Qixhi xVx ∑ Qixhi

b. Arah y 86

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

H 13 = = 0.87 < 3 (OKE) A 15 Fiy =

Qixhi xVy ∑ Qixhi

Dengan Fi

= gaya geser horizontal akibat gempa pada lantai ke-1

hi

= tinggi lantai ke-1 terhadap lantai dasar

Vx, y= gaya geser horizontal total akibat gempa untuk arah x atau y A, B = panjang sisi bangunan dalam arah x dan y

Tabel 4 Distribusi gaya geser dasar horizontal akibat total gempa kesepanjang panjang gedung dalam arah X dan Y untuk tiap portal tingkat

Hi

Qi

Hi x Qi

Fix,y

(m)

(t)

(tm)

Total (t)

½ Fix(t)

3

13

418.483

5440.28

51.36

25.68

5.71

2

8.8

849.1837

7472.82

70.54

35.27

7.84

1

4.6

849.55438

3907.95

36.89

18.45

4.10

Perencanaan Balok Balok P3=P4

L=6m H min =

B=

6000 = 324.32mm ~ 60 cm 18.5

h 60 60 = = 30s / d 45 ~ 30 cm s/d 2s / d1.5 2 1.5

87

Untuk tiap portal 1/9

Fiy(t)

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Dipakai ukuran balok 60 x 30

Balok AP1=P1

L=6m H min =

B=

6000 = 324.32mm ~ 60 cm 18.5

h 60 60 = s/d = 30s / d 45 ~ 30 cm 2s / d1.5 2 1.5

Dipakai ukuran balok 60 x 30

Balok AP2=P2

L=9m H min =

B=

9000 = 486.49mm ~ 80 cm 18.5

h 80 80 = s/d = 40s / d 53 ~ 40 cm 1.5 2s / d1.5 2

Dipakai ukuran balok 80 x 40

Balok A1=A2=T

L = 3.6 m H min =

B=

3600 = 194.60mm ~ 35 cm 18.5

h 35 35 = s/d = 17.5s / d 23.3 ~ 20 cm 2s / d1.5 2 1.5

Dipakai ukuran balok 35 x 20

88

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Balok CP

L = 10.8 m H min =

B=

1080 = 583.78mm ~ 100 cm 18.5

h 100 100 = s/d = 50s / d 66.67 ~ 40 cm 2s / d1.5 2 1.5

Dipakai ukuran balok 100 x 40

Balok C1

L = 3.6 m H min =

B=

3600 = 194.6mm ~ 40 cm 18.5

h 40 40 = s/d = 20s / d 26.67 ~ 20 cm 2s / d1.5 2 1.5

Dipakai ukuran balok 40 x 20 PERENCANAAN BALOK Balok 30 x 60

Data-data balok Tinggi balok (h)

: 600 mm

Lebar balok (b)

: 300 mm

Selimut beton

(p)

: 20 mm

Diameter tul. utama

: 20 mm

Diameter tul. sengkang

: 10 mm

Mutu tulangan (fy)

: 240 MPa

Mutu beton (fc)

: 25 MPa

Gaya rencana dipakai adalah gaya maksimum pada batang : P = 89150 N 89

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Vu = 106380 N Tu = 20730000 Nmm Mu = 223650000 Nmm Penulangan longitudinal d = 600 – 20 -10 -22/2 = 559 mm Penulangan pada momen k= =

Mu ϑ.b.d 2 223650000 0,8.300.559 2

= 2.98 ρ min = 0,0058 ρ perlu = 0,0135 ρ maks = 0,0403 ρ min < ρ perlu < ρ maks

0,0058 < 0,0135 < 0,0403 As = ρ . b. d

= 0,0135 . 300 . 559 = 2263,95 mm2 Akibat gaya tekan aksial A=

=

P θ . fy

89150 0,65.240

= 571,47 mm2 Ast = As + A

= 2263,95 + 571,47 = 2835,42 mm2 Dipakai 6 Ø 25 = 2945,2 mm2

90

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

kontrol spasi =

300 − 20 − (6.25) 2

= 65 mm Penulangan geser Tu

= 2070000 Nmm

Vu

= 106380 N

Σx2y = (300-40)2 . (600-40)

= 37856000 mm2 fc .Σx2y = 0,6 . 1/24 . 25 . 37856000

Φ .1/24 .

= 4732000 Nmm Tu ≤ Φ .1/24 .

fc . Σx2y

2070000 Nmm ≤ 4732000 Nmm

Vc = 1/6 .

fc . b . d

= 1/6 . 25 . 300 . 559 = 139750 N Perlu tulangan geser Vs

= =

Vu

θ

− Vc

106380 − 139750 0,6

= 37550 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 300 . 559 . 25

= 559000N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

37550 N ≤ 559000 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/2 = 559 / 2 = 279,5 mm , dipakai 150 m

91

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

37550.150 240.559

= 41,98 mm2 Jadi dipakai Ø10 –150

Balok lantai 40 x 100

Data-data balok Tinggi balok (h)

: 1000 mm

Lebar balok (b)

: 400 mm

Selimut beton

(p)

: 20 mm

Diameter tul. utama

: 22 mm

Diameter tul. sengkang

: 12 mm

Mutu tulangan (fy)

: 240 MPa

Mutu beton (fc)

: 25 MPa

Gaya rencana yang dipakai adalah gaya maksimum pada batang : P

=122620 N

Vu

= 436990 N

Tu

= 12380000 Nmm

Mu

= 772990000 Nmm

Penulangan longitudinal d = 1000– 20 -12 -22/2 = 957 mm Penulangan pada momen k= =

Mu d 2 .b.θ

772990000 0,8.400.957 2

= 2,637 MPa

92

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

ρ min = 0,0058 ρ perlu = 0,0118 ρ maks = 0,0403 ρ min < ρ perlu <ρ maks

0,0058 < 0,0118 < 0,0403 As = ρ . b . d

= 0,0118 . 400 . 957 = 4517,04 mm2 Akibat gaya tekan aksial A=

= Ast

P θ . fy

122620 0,65.240

= 786,03 mm2

= As + A = 4517,04+ 786,03 = 5303,07mm2

Dipakai 9 Ø 28

kontrol spasi =

400 − 20 − (9.28) 2

= 64 mm Penulangan geser Tu

= 12380000 Nmm

Vu

= 436990 N

Σx2y = (400-40)2 . (1000-40) = 124416000 mm2 Φ .1/24 .

fc . Σx2y = 0,6 . 1/24 . 25 . 124416000

= 15552000 Nmm Tu ≤ Φ . 1/24 .

fc . Σx2y

12380000 Nmm ≤ 15552000 Nmm

93

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Vc = 1/6 .

fc . b . d

= 1/6 . 25 . 400 . 957 = 319000 N Perlu tulangan geser Vs = =

Vu

− Vc

θ

436990 − 319000 0,6

= 409316,67 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 400 . 957 .

25

= 1276000 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

409316,67 N ≤ 1276000 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/2 = 957 / 2 = 478,5 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

409316,67.150 240.957

= 267,32 mm2 Jadi dipakai Ø 12 –150

Balok 20 x 35

Data-data balok Tinggi balok (h)

: 350 mm

Lebar balok (b)

: 200 mm

94

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Selimut beton

(p)

: 20 mm

Diameter tul. utama

: 12 mm

Diameter tul. sengkang

: 8 mm

Mutu baja (fy)

: 240 MPa

Mutu beton (fc)

: 25 MPa

Gaya rencana dipakai adalah gaya maksimum pada batang : P = 20050 N Vu = 20950 N Tu = 7000000 Nmm Mu = 35530000 Nmm Penulangan longitudinal d = 350 – 20 - 8 -12/2 = 316 mm Penulangan pada momen k= =

Mu d 2 .b.θ 35530000 0,8.200.316 2

= 2,224 MPa ρ min = 0,0058 ρ perlu = 0,0098 ρ maks = 0,0403 ρ min < ρ perlu < ρ maks

0,0058 < 0,0098 < 0,0403 As = ρ . b. d

= 0,0098 . 200 . 316 = 619,36 mm2 Akibat gaya tekan aksial A=

P θ . fy

95

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

=

20050 0,65.240

= 128,52 mm2 Ast = As + A

= 619,36 + 128,52 = 747,88 mm2 Dipakai 5 Ø 14 kontrol spasi =

200 − 40 − (5.14) 2

= 45 mm Penulangan geser Tu

= 7000000 Nmm

Vu

= 20950 N

Σx2y = (200-40)2 . (350-40) = 7936000 mm2 Φ .1/24 .

fc .Σx2y = 0,6 . 1/24 . 25 . 7936000

= 992000 Nmm Tu ≤ Φ .1/24 .

fc . Σx2y

7000000 Nmm ≥ 992000 Nmm Vc = 1/6 .

fc . b . d

= 1/6 . 25 . 200 . 316 = 52666,67 N Perlu tulangan geser

Vs

= =

Vu

θ

− Vc

20950 − 52666,67 0,6

= -17750 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 200 . 316 . 25

96

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 210666,67 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

-17750 N ≤ 210666,67 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/2 =316 / 2 = 158 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

− 17750.150 240.316

= -35,1 mm2 Jadi dipakai Ø10 –150 PERENCANAAN SLOOF

1. Data-Data Balok 20 x 50 •

Tinggi balok

= 500 mm



Lebar balok

= 200 mm



Selimut beton

= 20 mm



Diameter tulangan utama

= 19 mm



Diameter tulangan sengkang

= 10 mm



Mutu baja (fy)

= 240 MPa



Mutu beton (fc)

= 25 MPa



Tinggi efektif d = h – p - φ tul sengkang – ½ φ tul. utama = 500 – 20 – 10 – ½ x 19 = 460.5 mm

97

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

2.

Dari hasil analisa dengan menggunakan program SAP 2000V7.40 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) diperoleh data-data sebagai berikut

:

M tumpuan

= 59870000 Nmm

M lapangan

= 2030000 Nmm

V tumpuan

= 59810 N

V lapangan

= 1450 N

2. Penulangan sloof a. Penulangan sloof tumpuan M tumpuan = 59870000 Nmm K perlu =

59870000 Mu = = 1,76 2 θxbxd 0,8 x 200 x 460.5 2

Menurut tebel perhitungan beton bertulang A.10 diperoleh ρ = 0,0076

As = ρ x b x d = 0,0076 x 200 x 460.5 = 699.96mm2 ..... dipakai 5 D 14 (As = 770 mm2) As’ = 0,5 x As = 0,5 x = 349,98 mm2 ..... dipakai 3 D 13 (As = 398,2 mm2) b. Penulangan sloof lapangan M lapangan = 2030000 Nmm K perlu =

2030000 Mu = = 0,06 2 θxbxd 0.8 x 200 x 460,5 2

98

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Menurut buku tebel perhitungan beton bertulang A10 diperoleh ρ = 0,0058

As = ρ x b x d = 0,0058 x 200 x 460,5 = 534,18 mm2 ..... dipakai 5 D 12 (As = 565,5 mm2) As’ = 0,5 As = 0.5 x 534,18 = 267,09 mm2 ..... dipakai 6 D 8 (As = 301 mm2) c. Perhitungan tulangan geser •

Tulangan geser tumpuan V tumpuan = 59810 N Gaya Geser Nominal Pada Beton: Vc = 1/6 x = 1/6 x

fc x b x d

25 x 200 x 460.5

= 76750 N Vs =

=

Vu

φ

− Vc

59810 − 76750 0,6

= 22933,33 N > 0 ( perlu tulangan geser) Av =

VsxS 22933,3x150 = 44,23mm 2 = 240 x 460.5 fyxd

Ø x 1/20 x

fc x Σ x2y = 3538000 Nmm ≤ Tu =6420000 Nmm

99

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

( tidak perlu tulangan puntir ) Av tot. =44,23 mm2 ≥ Av min =

bxS 200 x150 = 41,67mm2 = 3xfy 3x 240

Av = ½ x Av tot.= 72,12 mm2 D2 =

Ax 4

=

π

72,12 x 4 = 91,87mm2 3,14

D =9,59 mm Jadi dipakai φ10 -150 mm •

Tulangan geser lapangan V lapangan = 1450 N Vc = 1/6 x = 1/6 x

fc x b x d

25 x 200 x 460,5

= 76750 N Vs =

=

Vu

φ

− Vc

1450 − 76750 0.6

= -74333,39 N < 0 ( perlu tulangan geser) Av =

=

VsxS fyxd

74333,39 x150 240 x 460,5

= 100.85 mm2 Ø x 1/20 x

fc x Σ x2y = 3538000 Nmm ≤ Tu =6420000 Nmm

100

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

( tidak perlu tulangan puntir ) Av tot. = 100.89 mm2 ≥ Av min =

bxS 200 x150 = 41,67mm2 = 3xfy 3x 240

Av = ½ x Av tot.= 50,45 mm2 D2 =

Ax 4

π

=

50,45 x 4 = 79,03mm 2 3,14

D =8,02 mm Jadi dipakai φ10 -150 mm

PERENCANAAN KOLOM Kolom lantai 1

Data kolom : Ukuran kolom

= ( 600 x 600 ) mm

Diameter tulangan pokok

= 22 mm

Selimut beton (p)

= 40 mm



Diameter sengkang

= 10 mm



fy

=240 MPa

Gaya rencana dipakai adalah gaya maksimum pada batang P

= 2165400 N

Vu

= 273800 N

Tu

= 11610000 Nmm

Mu

= 623620000 Nmm

Lebar efektif ( d)

= 600-40-10-22/2 = 539 mm

Cb

=

600 .d 600 + fy

101

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

=

600 .539 600 + 240

= 385 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 385 = 327,25 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 327,25 . 600 . 0,85. 25 = 4172437,5 N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetris Pnb

= Ccb + Csb – Tsb = 4172437,5 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 4172437,5 = 2712084,37 N

P ≤ Prb 2165400 N ≤ 2712084,37 N kontrol keluluhan baja εy

= 0,0020

d'

= 40 + 10 +11 = 61

εs

=

cb − d ' 0,003 cb

=

385 − 61 0,003 385

= 0,0259 ≥ vy = 0,0020 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( -d) 2 2 2 2

= 4172437,5 (

600 327,25 600 − − 40) ) + 2 Tsb ( 2 2 2

102

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 569016164,1 + 520 Tsb 623620000 = 569016164,1 + 520 Tsb Tsb

= 105007,38 N

As’

=

Tsb fy

=

105007,38 240

= 437,53 mm2 = 2 As’

As

= 2 . 437,53 = 875,06 mm2 Dipakai tulangan 8 Ø12 Spasi =

600 − 80 − (3.12) 3

= 161 mm Penulangan geser Tu

= 11610000 Nmm

Vu

= 273800 Nmm

2

Σx y = (600-80)2 . (600-80) = 140608000 mm2 Φ . 1/24 .

fc . Σx2y

= 0,6 . 1/24 . 25 . 140608000 = 117576000 Nmm fc . Σx2y

Tu ≤ Φ . 1/24 .

11610000 Nmm ≤ 117576000 Nmm Vc = 1/6 .b . d .

fc

= 1/6 . 600 . 539 . 25 = 269500 N Perlu tulangan geser

103

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Vs = =

Vu

θ

− Vc

273800 − 269500 0,6

= 186833,3 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 600 . 539 .

25

= 1078000 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

186833,3 N ≤ 1078000 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d/2 = 539 /2 = 269.5 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av =

Vs.s fy.d =

186833.3.150 240.539

= 216,64 mm2 Dipakai Ø 10 -150

Kolom lantai 2

Data kolom : Ukuran kolom

= ( 400 x 600 ) mm

Diameter tulangan pokok

= 22 mm

Selimut beton (p)

= 40 mm

Diameter sengkang

= 10 mm

fy

= 400 MPa

Gaya rencana di pakai adalah gaya maksimum pada batang : P

= 760290 N

Vu

= 115810 N 104

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Tu

= 3145000 Nmm

Mu

= 271220000 Nmm



d = 400 - 40 - 10 -22/2 = 339 mm

Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 339 600 + 240

= 242,14 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 242,14 = 205,82 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 205,82 . 400 . 0,85. 25 = 1749470N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb – Tsb = 1749470 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 1749470 = 1137155,5 N

P ≤ Prb 760290 N ≤ 1137155,5 N kontrol keluluhan baja εy

= 0,0020

d'

= 40 + 10 +11 = 61

εs

=

cb − d ' 0,003 cb

105

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

=

242,14 − 61 0,003 242,14

= 0.0024 ≥ vy = 0,0020 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( -d) 2 2 2 2

= 1749470 (

600 205,82 600 − − 40) ) + 2 Tsb ( 2 2 2

= 244803042,3 + 520 Tsb 271220000 = 244803042,3 + 520 Tsb Tsb

= 50801,84 N

As’

=

Tsb fy

=

50801,84 240

= 211,67 mm2 = 2 As’

As

= 2 . 211,67 = 423,35 m2 Dipakai tulangan 4 Ø12 Spasi =

400 − 80 − (4.12) 3

= 90,67 mm Penulangan geser Tu

= 3145000 Nmm

Vu

= 1151810 Nmm

2

Σx y = (400-80)2 . (600-80) = 53248000 mm2 Φ . 1/24 .

fc . Σx2y

= 0,6 . 1/24 . 25 . 53248000 = 6656000 Nmm Tu ≤ Φ . 1/24 .

fc . Σx2y

3145000 Nmm ≤ 6656000 Nmm 106

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

Vc = 1/6 .b . d .

fc

= 1/6 . 400 . 339 . 25 = 113000 N Perlu tulangan geser Vs = =

Vu

θ

− Vc

1151810 − 113000 0,6

= 1806683,3 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 200 . 149 .

25

= 99333,33 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

3028,33 N ≤ 99333,33 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d/2 = 149 /2 = 74,5 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av =

Vs.s fy.d =

3028,33.150 400.149

= 7,621 mm2 Dipakai Ø 6-150

Kolom lantai 3

Data kolom : Ukuran kolom

= ( 400 x 400 ) mm

Diameter tulangan pokok

= 22 mm

Selimut beton (p)

= 40 mm

Diameter sengkang

= 10mm

107

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 240 MPa

fy

Gaya rencana di pakai gaya maksimum pada batang 1753 (frame 1753 ) P

= 780650 N

Vu

= 13100 N

Tu

=1840000 Nmm

Mu

= 186510000 Nmm



d = 400 – 40 - 10 - 22/2 = 339 mm

Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 339 600 + 240

= 242,14 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 242,14 = 205,82 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 205,82. 400 . 0,85. 25 = 1749470 N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb – Tsb = 1749470 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 1749470 = 1137155,5 N

P ≤ Prb 780650 N ≤ 1137155,5 N 108

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

kontrol keluluhan baja εy

= 0,0020

d'

= 40 + 10 +11 = 61

εs

=

cb − d ' 0,003 cb

=

242,14 − 61 0,003 242,14

= 0,0024 ≥ vy = 0,0020 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( -d) 2 2 2 2

= 1749470 (

400 205,82 400 − − 40) ) + 2 Tsb ( 2 2 2

= 169856042,3 + 320 Tsb 186510000 = 169856042,3 + 320 Tsb Tsb

= 52043,6 N

As’

=

Tsb fy

=

52043,6 240

= 216,85 mm2 As

= 2 As’ = 2 . 47,02 = 433,69 mm2

Dipakai tulangan 4 Ø12

Spasi =

400 − 80 − (4.12) 3

= 90,6 mm Penulangan geser Tu

= 1840000 Nmm

Vu

= 312314 Nmm

ΣX2y

= (400-80)2 . (400-80) 109

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

= 32768000 mm2

Φ . 1/24 .

fc . Σx2y

= 0,6 . 1/24 . 25 . 32768000 = 4096000 Nmm

fc . Σx2y

Tu ≤ Φ . 1/24 .

1840000 Nmm ≤ 4096000 Nmm Vc = 1/6 .b . d .

fc

= 1/6 .400 . 339 . 25 = 113000 N Perlu tulangan geser Vs = =

Vu

θ

− Vc

312314 − 113000 0,6

= 407523,3 N 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 400 . 339 .

= 452000 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

407523,3 N ≤ 452000 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d/2 = 339 /2 = 169,5 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av =

Vs.s fy.d =

407523,3.150 240.339

= 751,33 mm2 Dipakai Ø10 - 150

110

25

PROYEK AKHIR BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

111

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

BAB V PERHITUNGAN PONDASI 5.1 Uraian Umum Pondasi bangunan merupakan struktur yang berfungsi untuk meneruskan beban ke dalam tanah pendukung yang ada di bawahnya. Pelimpahan beban struktur harus terjadi sedemikian sehingga keseimbangan struktur dapat terjamin dengan baik dan ekonomis. Seluruh beban struktur harus dapat ditahan oleh lapisan tanah yang kuat agar tidak terjadi setlement yang menyebabkan kehancuran struktur, perhitungan pondasi harus menghasilkan konstruksi pondasi yang kuat dan kokoh. Pondasi adalah suatu struktur bangunan yang berada di samping atau di bawah bangunan yang dapat menahan secara kuat bangunan tersebut dan dapat di tahan oleh tanah yang ada di sampingnya ataupun di bawahnya.

5.2 Alternatif Pemilihan Pondasi Dalam perencanaan pondasi untuk bangunan harus diperhatikan beberapa hal penting sebagai berikut : 1. Fungsi dari bangunan yang dipikul oleh pondasi. 2. Data tentang tanah dasar. 3. Besarnya beban dan berat bangunan yang ada di atasnya. 4. Waktu dan biaya pondasi. Menurut bentuknya pondasi foot plat setempat dibagi menjadi : 1. Pondasi plat bujur sangkar. 2. Pondasi plat persegi.

112

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

3. Pondasi plat lingkaran. Dari ketiga bentuk pondasi foot plat tersebut dipilih pondasi foot plat bentuk persegi karena mempunyai keuntungan diantaranya : 1. Pondasi tapak persegi efektif digunakan bila ruangan yang tersisa terbatas, sehingga tidak memungkinkan menggunakan pondasi tapak bujur sangkar. 2. Pondasi tapak persegi lebih efektif bila sisi panjang diperuntukkan menahan momen lentur.

5.3 Analisa Daya Dukung Tanah Dari hasil pengujian boring di laboratorium mekanika tanah Universitas Negeri Semarang diperoleh data-data tanah sebagai berikut : •

Df (kedalaman)

= 2.60 m



Sf (Safety Factor/Angka Keamanan)

= 3.00



C (Kohesi)

= 0.18 kg/cm2 = 0.18 kN/m2



Bγ (Berat Tanah)

= 18 kN/m3



φ (Sudut geser)

= 24

Dari tabel nilai-nilai faktor daya dukung terzaghi : •

Nc (Faktor Daya Dukung)

= 2.51



Nq (Faktor Daya Dukung)

= 12.7



Nγ (Faktor Daya Dukung)

= 9.7

Tebal plat pondasi

= 0.8 m

113

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

qc

= 135 kg/m2

q

= Df x Bγ = 2.60 m x 18 kN/m3 = 46.8 kN/m2

Dari rumus terzaghi didapat : Q ultimit = c. Nc + Df . Bγ . Nq + 0,5 . Bγ . Nγ = qc/20 . Nc + Df . Bγ . Nq + 0,5. Bγ .Nγ = 135/20 . 2,51 + 2,6 .18 .12,7 + 0,5 .18 . 9,7 = 659.6 kN/m2 Kapasitas daya dukung tanah Q netto

= 659,6 / Sf = 659.6 kN/m2 / 3 = 219.86 kN/m2

5.4 Perencanaan Pondasi Dalam mengatur letak pondasi foot plat hendaknya diperhitungkan jarak antar tiang sehingga masing-masing foot plat akan menerima beban yang sama. Walaupun foot plat menumpu pada lapisan tanah yang cukup baik, namun dasar pembagian yang sama untuk setiap pondasi foot plat harus tetap dipegang, agar dapat dihindari hal-hal yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya sebagai akibat penurunan yang tidak sama. Pondasi foot plat ini menggunakan mutu beton (fc) = 22.5 MPa dan mutu baja (fy) = 240 MPa.

114

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

5.5 Penulangan Pondasi Dari analisa dengan program SAP 2000 diperoleh : Pu

= 2165397.3 N

= 2165.3973 kN

Mx

= 45121700 Nmm

= 45.1217 kNm

My

= 89855800 Nmm

= 89.8558 kNm

a. Pembebanan •

Beban tanah timbunan

= 2.6 m x 18 kN/m3

= 46.8 kN/m2



Beban telapak

= 0.6 m x 24 kN/m2

= 14.4 kN/m2 + = 61.2 kN/m2

b. Perhitungan tegangan ijin netto akibat beban yang bekerja •

Tegangan ijin tanah

= 219.86 kN/m2



Berat Pondasi

= 61.2

σ netto

kN/m2

= 281.06 kN/m2

c. Perhitungan dimensi bidang datar pondasi A perlu

=

Pu σ .netto

=

2165.3973 281.06

+

P=2165397.N

= 7.704 m

0.8 m m 2m

Lebar pondasi diambil (B)

=2m

Panjang pondasi (L)

= 3.5 m

Eksentrisitas (e)

=

My Pu

=

54.3208 1010.67 115

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

= 0.0537 m d. Perhitungan akibat tegangan netto akibat beban berfaktor Pu

= 2165397.3 N

= 2165.3973 kN

Mx

= 45121700 Nmm

= 45.1217 kNm

My

= 89855800 Nmm

= 89.8558 kNm

Tegangan netto berfaktor Q netto=

=

Pu Mx My ± ± A Wx Wy 1010.67 32.8331 54.3208 ± ± 2.2 2.2 2 2.2 2

Q maks

= 470.2892 kN/m2

Q min

= 448.5008 kN/m2

Q netto

=

Qmaks + Q min 2

=

470.2892 + 448.5008 2

= 459.395 kN/m2 e. Kontrol kekuatan Geser Pons Tinggi efektif o Tebal pondasi

= 800 mm

o Penutup beton

= 20 mm

o Diameter tulangan (D)

= 22 mm

o dp

= h – p – D – ½.D = 800 – 70 – 22 - 11 = 697 mm

o dl

=h–p–½D 116

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

= 800 – 70 - 11 = 719 mm Perhitungan akibat tegangan netto berfaktor ƒ

Gaya geser berfaktor Vu = Q netto maks x luas beban geser = 470.2892 kN/m2 x {(B.L) – (a1 + d) . (a2 + d)} = 470.2892 x {(2.2) – (0.45 + 0,697). (0.85 + 0,697)} = 1046,671 kN

ƒ

Gaya geser nominal φ Vc

= φ . bo . d .

bo

= 2 . (a1 + d) + 2 . (a2 + d)

f 'c

= 2 . (450 + 697) + 2. (850 + 697) = 5388 mm φ Vc

= 0.6 x 5388 x 0.697 x

25

= 11266 kN Vu = 1046,671 kN < φ Vc = 11266 kN Tebal plat mencukupi untuk memikul gaya geser tanpa memerlukan tulangan geser. f. Perhitungan momen lentur 2

⎛L−a⎞ Mu = ½ . Q netto maks . ⎜ ⎟ .B ⎝ 2 ⎠ 2

⎛ 2 − 0.45 ⎞ = ½ x 459.395 kN/m x ⎜ ⎟ x2 2 ⎠ ⎝ 2

= 275,924 kNm

117

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

g. Perhitungan tulangan lentur Wu maks = Q1 = 470.2892 kN/m2 2

Mu

⎛ L − a1 ⎞ = ½ . Wu. ⎜ ⎟ .B ⎝ 2 ⎠ 2

⎛ 2 − 0,45 ⎞ = ½ . 470.2892 . ⎜ ⎟ .2 2 ⎝ ⎠

= 282,467451 kNm = 282467,451 kNmm Momen nominal (Mn) =

=

Mu

φ 282467,451 = 353,0843 kNmm 0.8

Perhitungan luas tulangan lentur K perlu =

282,467.10 6 Mu = = 0,363 φ .b.d 2 0,8.2000.697 2

Di dapat ρ = 0,0035 As perlu = ρ . b .d = 0,0035 . 2000 . 697 = 4879 mm2 Luas tulangan permeter lebar As

=

Asperlu 4879 = = 2439,5mm 2 2 B

Dipakai tulangan D22- 150 mm (As = 2534,2 mm2)

118

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

Perhitungan Pondasi Sumuran Dari perhitungan SAP didapat :

Dari data sondir diperolah :

P

= 1843,29 KN

Mx

= -14,29 KNm

My

= 2,55 KNm

qc

= 170 Kg/cm2

Tf

= 740 Kg/cm2

Diameter sumuran (D) = 160 cm, kedalaman = 4.6 m Luas (A) = 1/4 . 3,14 . D2 = 1257,57 cm2 Keliling (O) = 3,14 . D = 502.4 cm Qijin = (qc . A/ 3) + (Tf . O) / 10 = (170 . 1257,57 / 3) + (740 . 502.4 / 10 ) = 2055,91 KN Jumlah sumuran = P/ Qu = 1843,29 / 2055,91 = 0,89 → 1 bh

y

20 x

160 Tebal pile cap (d) = 50 cm 20

20

160

20

P = 1843,29 + 24. 2 . 2 . 0,5 = 1891,79 KN

Cek Terhadap Geser Pons : Mutu beton K225 fc = 22.5 MPa, mutu baja fy = 240 MPa Besar tinggi efektif (d) = 50 cm Kolom = 50 x 50 cm Vu pons = 1891,79 KN

119

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

bo = 2 . (500 + 500) + 2 (500 + 500) = 4000 mm ФVc = 0,6 . 1/3 .

fc . bo . d

= 0,6 . 1/3 . 25 . 4000 . 500 = 2000 KN > Vu = 1891,79 KN Cek Terhadap Geser Lentur Pengecekan geser lentur pada kasus ini tidak dilakukan karena d = 50 cm, sumuran berada di dalam bidang geser yang terbentuk. Tebal pile cap (th) = d+ selimut beton + 1/2 tulangan = 50 + 5+ 2,5 / 2 = 56,25 → 55 cm Jika pengecekan akan dilakukan langkah perhitungannya : Vu geser lentur = 0 KN ФVc geser lentur = 0,6 . 1/6 .

fc . b . d

= 0,6 . 1/6 . 25 . 2000. 500 = 500 KN Maka Vu geser lentur < ФVc geser lentur 0 KN < 500 KN Perhitungan Tulangan Pile cap : pmin = 0.0058, tabel 2.9 Asmin = ρmin . b.d = 0,0058 . 2000 . 500 = 5800 mm2 AD25 = 490,9 mm2 n = 5800 / 490,9 = 12D25

120

PROYEK AKHIR BAB V PERHITUNGAN PONDASI

55 12D25 12D25

Panjang 4,6m 20

Pondasi sumuran ø 160 cm 160

20

Perhitungan tulangan sumuran :

460

Tulangan tegak : pmin = 0,0058 tabel 2.9 Asmin = 0,0058 . (1/4 . π . 14002 – 1/4 . π . 13002)

15

120

= 1229,31 mm2

15

n = 1229,31 / AD12 = 11D12 Tulangan Melingkar D10 – 25 cm 11D12

Beton Siklop D10 – 25 cm

15

120

15

121

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT 4.1. SYARAT – SYARAT UMUM Pasal I. 01 PERATURAN UMUM Tatkala dalam penyelenggaraan bangunan ini dilaksanaakan berdasarkan peraturanperaturan sebagai berikut : 1. Sepanjang tidak ada ketentuan lain untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan di Indonesi, maka sah dan mengikat adalah syarat-syarat umum (disingkat SU) untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan Indonesia (AV) yang disyahkan dengan surat keputusan Pemerintah No.9 tanggal : 28 Mei 1941 dan tambahan Lembaran Negara No. 14571. 2. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 42 tahun 2002 tentang pedoman Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2003,tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. 4. keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI No. 339/KPTS/M/2003 tgl 21 Agustus 2002,tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Negara. 5. keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI No. 339/KPTS/M/2003 tgl 31 Desember 2003,tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi Oleh Instansi Pemerintah. 6. Peraturan- peraturan lain yang berhubungan dengan Pembangunan ini.

122

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I.02 PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN Pemberi Tugas Pekerjaan adalah : Pejabat Pembuat Komitmen Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi UmumDIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. Pasal I.03 PENGELOLAAN KEGIATAN PEKERJAAN Pengelolaan Kegiatan Pekerjaan terdiri atas : 1. Pengelolaan Pekerjaan dari Unsur Pemegang Mata Anggaran. 2. Pengelolaan Teknis Proyek ( PTP ) adalah personil yang ditunjuk Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNBP & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. Pasal I.04 PERENCANA / ARSITEK 1. Perencana Teknik Pembangunan adalah CV.NIRMANA, Jalan – Palebon Raya No 39A, SEMARANG. Tlpn (024) 6732763 – Fax (024) 6716679. 2. Perencana berkewajiban pula mengadakan pengawasan berkala dalam bidang arsitektur dan struktur. 3. Perencana tidak dibenarkan merubah ketentuan- ketentuan pelaksanaan pekerjaan sebelum mendapt ijin secara tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. Bilamana Perencana menjumpai kejanggalan – kejanggalan dalam pelaksanaan atau menyimpang dari Bestek/RKS supaya memberi tahukan secara tertulis kepada

123

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

penanggung jawab kegiatan dan Usaha Perguruan Tinggi Universitas Negeri Semarang ( UNNES ). Pasal I.05 PENGAWASAN LAPANGAN/DIREKSI LAPANGAN 1. Konsultan

Pengawas

Teknis

Pembangunan

akan

ditentukan

kemudian

olehPenanggung Jawab Kegiatan Penyelenggara Kegiatan dan Usaha Perguruan Tinggi Universitas Negeri Semarang ( UNNES ). 2. Tugas Konsultan Pengawas adalah mengawasi Pekerjaan sesuai gambar Bestek/RKS dan perubahan- perubahan dalam berita acara Aanwijzing selama pelaksanaan sampai dengan serah terima pekerjaan ke I dan masa pemeliharaan sampai serah terima pekerjaan ke II. 3. Pengawasan

lapangan

tidak

dibenarkan

merubah

ketentuan-ketentuan

pelaksanaan pekerjaan sebelum mendapat ijin tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 4. Bilamana Pengawas lapangan menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan atau menyimpan dari bestek, supaya segera memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 5. Konsultan Pengawas diwajibkan menyusun rekaman pengawasan selama pelaksanaan berlangsung 0% sampai dengan serah terima pekerjaan ke II dan disampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 124

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 06 PENGUMUMAN PENDAFTARAN PESERTA LELANG 1. Metoda pemilihan penyedia jasa borongan pekerjaan ini dilakukan melalui Pelelangan Umum dengan pasaca kualifikasi.. 2. Pelelangan Pekerjaan ini diumumkan sacara luas melalui media cetak, elektronika dan papan pengumuman resmi. 3. Tempat, tanggal, hari dan waktu untuk pendaftaran serta pengambilan Dokumen lelang tercantum jelas pengumuman lelang. Pasal I.07 PEMBERIAN PENJELASAN (AANWIJZING) 1. Pemberian penjelasan (Aanwijzing) akan diadakan pada : 1.

Hari

:

2.

Tanggal

:

3.

Waktu

:

4.

Tempat

:

2. Berita acara pemberian penjelasan (Aanwijzing) dapat diambil pada : 1.

Hari

:

2.

Tanggal

:

3.

Waktu

:

4.

Tempat

:

125

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 08 PELELANGAN 1. Pelelangan akan dilaksanakan melalui system satu sampul. 2. Pemasukan surat penawaran paling lambat pada : 1.

Hari

:

2.

Tanggal

:

3.

Waktu

:

4.

Tempat

:

3. Pembukaan surat-surat penawaran akan dilakukan oleh Panitia lelang dihadapan Rekanan, pada : 1.

Hari

:

2.

Tanggal

:

3.

Waktu

:

4.

Tempat

:

4. Wakil Rekanan yang mengikuti/ menghadiri pelelangan harus membawa syrat kuasa bermeterai Rp.6.000,-- dari Direksi Rekanan dan bertanggung jawab penuh. Pasal I.09 SAMPUL SURAT PENAWARAN 1. Sampul surat penawaran berukuran A4 sesuai dokumen ± 25 x 40 cm berwarna putih dan tidak tembus baca. 2. Sampul surat penawaran yang sudah terisi surat penawaran lengkap dengan lampiran-lampirannya supaya ditutup, dan diberi lak 5 (lima) tempat dan tidak boleh diberi kode cap cincin atau cap perusahaan dan kode lain. 126

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

3. Sampul penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan bawah supaya ditulis (periksa contoh surat penawaran). 4. Alamat sampul seperti tertulis digambar dibawah bisa ditempel huruf besar langsung pada kertas sampulnya. 5. Sampul surat penawaran dibuat sendiri oleh pemborong, ukuran sesuai contoh. Pasal I. 10 SAMPUL SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH Sampul surat penawaran yang tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana : 1. Sampul surat penawaran dibuat menyimpang dari atau tidak sesuai dengan syarat – syarat. 2. Sampul surat penawaran terdapat nama atau terdapat hasil penawarannya atau terdapat juga tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah ditentukan. Pasal I. 11 PERSYARATAN PENAWARAN 1. Penawaran yang diminta adalah penawaran sama sekali lengkap menurut gambar, ketentuan-ketentuan RKS serta berita acara aanwijzing 2. Surat penawaran, surat Pernyataan, daftar RAB, Daftar harga satuan Bahan dan Upah kerja, Daftar Analisa Pekerjaan dan daftar harga Satuan Pekerjaan halaman supaya dibuat di atas kertas kop nama perusahaan (pemborong) dan harus ditanda tangani oleh Direktur Rekanan yang bersangkuatan dan di bawah tanda tangan supaya disebutkan nama terang dan cap perusahaan. 3. Bilamana surat penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri harus dilampiri : 127

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

a. Surat kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan bermaterai Rp. 6000,- diberi tanggal dan cap perusahaan terkena pada meterai tersebut. b. Foto copy akte pendirian berbadan hukum. 4. Surat penawaran supaya dibuat rangkap 3 (tiga) lengkap dengan lampiranlampirannya dan surat penawaran yang asli diberi materai Rp. 6000,- dan materai supaya diberi tanggal terkena tanda tangan dan cap perusahaan. 5. Surat penawaran termasuk lampiran-lampiran supaya dimasukkan ke dalam satu amplop sampul surat penawaran yang tertutup. 6. Dokumen Penawaran berisi : 1.

Starat Administrasi. a. Fotocopy Surat Undangan. b. Surat Penawaran c. Jaminan Penawaran ( 1%-3% ) berbentuk fotocopy (asli diserahkan panitia dari bank pemerintah/lembaga keuangan yang ditunjuk olrh menteri keuangan. d. Surat kesanggupan bermaterai Rp. 6000,- yang berisi

2.



Mengasuransikan tenaga kerja ke perum Jamsostek.



Membayar IMB.



Menyerahkan jaminan pelaksanaan sebesar 5% dari nilai kontrak.



Tunduk pada peraturan daerah setempat.

Syarat Teknis a.

Metoda Pelaksanaan Pekerjaan.

128

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

3.

7.

b.

Jadwal Waktu Pelaksanaan Pekerjaan.

c.

Daftar Peralatan.

d.

Daftar Personil inti yang ditempatkan secara penuh.

Perhitungan Biaya/Harga. a.

RAB

b.

Harga satuan

c.

Analisa

d.

Harga Upah dan Bahan

Bagi Pemborong yang sudah memasukkan surat penawaran, tidak dapat mengundurkan diri dan terikat untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut, bilamana pekerjaan diberikan kepadanya menurut penawaran yang diajukan. Pasal I.12 SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH

Surat yang tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana ; 1. Surat penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup. 2. Surat penawaran, surat pernyataan dan daftar RAB tidak dibuat di atas kertas kop Rekanan yang bersangkutan. 3. Surat penawaran tidak ditanda tangani si penawar. 4. Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sesuai dengan yang tertulis dengan huruf. 5. Surat penawaran asli tidak bermeterai Rp.6000,- tidak diberi tanggal dan tidak terkena tanda tangan penawar/tidak ada cap perusahaan. 129

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

6. Tidak jelas besarnya jumlah penawaran baik yang tertulis dengan angka maupun huruf. 7. Terdapat salah satu lampiran yang tidak ditanda tangani oleh penawar dan tidak diberi cap dari Rekanan. 8. Surat penawaran dari Rekanan yang tidak diundang. 9. Surat penawaran yang tidak lengkap lampiran-lampirannya. 10. Penawaran yang disampaikan dilihat batas waktu yang ditentukan Pasal I. 13 CALON PEMENANG 1. Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar dan dalam batas ketentuan mengenai harga satuan (harga standard) yang telah ditetapkan serta telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka panitia menetapkan 3 (tiga) peserta yang telah memasukkan penawaran yang paling menguntungkan Negara dalam arti : a. Penawaran

harga

yang

ditawarkan

secara

teknis

dapat

dipertanggungjawabkan. b. Perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan. c. Penawaran tersebut adalah yang terendah diantara penawaran yang memenuhi syarat seperti tersebut diatas. 2. Jika dua peserta atau lebih mengajukan harga mempunyai kemampuan dan kecakapan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan tersebut tidak ada maka penilaiannya dilakukan dengan penilaian kembali, hal mana harus dicatat dalam berita acara.

130

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

3. Panitia membuat laporan kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan mengenai penetapan calon pemenang laporan tersebut disertai usulan serta penjelasan tambahan dan keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. 4. Aspek teknis, administrasi dan harga. Pasal I. 14 PENETAPAN PEMENANG 1. Panitia/Pejabat

Pengadaan

menetapkan

calon

pemenang

lelang

yangmenguntungkan bagi Negara, yakni : a. Penawaran memenuhi Syarat Administrasi dan Teknis. b. Penawaran Haraga/biaya terendah dan responsive. c. Lulus evaluasi Kualifikasi dalam pasca kualifikasi. 2. Berdasarkan laporan disertai usulan penetapan calon pemenang, penjelasan dan keterangan lain yang disampaikan oleh panitia/pejabat pengadaan, Pejabat yang berwenangan mengambil keputusan menetapkan pemenang Lelang dengan menerbitkan Surat Penetapan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) selambat-lambatnya 5 (lima) hari sejak usulan penetapan calon pemenang. Pasal I. 15 PENGUMUMAN PEMENANG LELANG Pemenang lelang diumumkan oleh panitia/pejabat Pengadan selambat-lambatnya 2 (dua) hari sejak surat Penetapan Barang/Jasa.

131

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 16 PELELANGAN ULANG Lelang dibatalkan bilamana : 1. Diantara rekanan yang diundang dan mengikuti Aanwijzing dan mengajukan penawaran yang sah kurang dari 3 (tiga). 2. Penawaran melampaui anggaran yang tersedia. 3. Harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar. 4. Sanggahan dari rekanan ternyata benar 5. Berhubungan dengan pelbagai hal tidak mungkin mengadakan penetapan. 6. Dalam pelelangan dinyatakan gagal atau pemenangnya yang ditunjuk mengundurkan diri atau urutan pemenang kedua tidak bersedia ditunjuk, maka panitia pelangan atas permintaan kepala kantor satuan kerja, atau pemimpin kegiatan akan mengadakan pelelangan ulang. Pasal I. 17 PEMBERIAN ATAU PELULUSAN PEKERJAAN 1. Pengguna Anggaran akan memberikan pekerjaan kepada rekanan yang penawarannya

pantas,

wajar

dan

menguntungkan

Negara

serta

dapat

dipertanggungjawabkan. 2. SPK akan diberikan kepada rekanan yang telah ditunjuk dalam waktu paling lambat 10 hari kerja setelah pemberitahuan pengumuman penetapan pemenang pelelangan. 3. Rekanan diperkenankan mulai bekerja setelah diterbitkannya SPK sekaligus memberikan jaminan pelaksanaan. 132

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 18 PELAKSANA PEMBORONG 1. Bilamana akan dimulai di lapangan, pihak Pemborong supaya memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Tugas. 2. Pemborong supaya menempatkan seorang kepala pelaksana yang ahli dan diberi kuasa oleh Direktur Pemborong untuk bertindak atas namanya. 3. Kepada Pelaksana yang diberi kuasa penuh harus selalu ditempat pekerjaan agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang telah ditugaskan oleh direksi. 4. Kepala Pelaksana supaya yang berpengalaman dalam pekerjaan gedung bertingkat dan pembantu-pembantunya minimal memahami bestek dan mengerti gambar. Pasal I. 19 SYARAT – SYARAT PELAKSANAAN Pekerjaan harus dikerjakan menurut : 1. RKS dan gambar-gambar kerja/gambar detail secara menyeluruh untuk kegiatan ini. 2. RKS dengan segala perubahan–perubahan dalam Aanwijzing (Berita Acara Aanwijzing). 3. Petunjuk-petunjuk lisan maupun tertulis dari Pengguna Anggaran/Pengelola Kegiatan. 4. Lapangan/lahan yang tersedia.

133

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 20 PENETAPAN UKURAN DAN PERUBAHAN-PERUBAHAN 1. Pemborong harus bertanggung jawab atas tepatnya pekerjaan menurut ukuranukuran yang tercantum dalam gambar dan bestek. 2. Pemborong berkewajiban mencocokkan ukuran satu sama lain dan apabila ada perbedaan ukuran dalam gambar dan RKS segera dilaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 3. Bilamana ternyata terdapat selisih atau perbedaan ukuran dalam gambar dan RKS, maka petunjuk pemberi tugas yang dijadikan pedoman berdasar pembentukan dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 4. Bilamana dalam pelaksanaan pekerjaan terdapat perubahan-perubahan, maka pemborong tidak berhak minta ongkos kerugian kecuali bilaman pihak pemborong dapat membuktikan bahwa dengan adanya perubahan-perubahan tersebut pemborong menderita kerugian. 5. Bilamana dalam pelaksanaan pekerjaan diadakan perubahan-perubaha, maka perencana harus membuat gambar perubaha (refisi) dengan tanda garis berwarna di atas gambar aslinya. Kesemuanya atas biaya perencana. 6. Di dalam pelaksanaan., Pemborong tidak boleh menyimpang dari ketentuan RKS dan ukuran-ukuran gambar, kecuali seizin dan sepengetahuan Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 134

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 21 PENJAGAAN DAN PENERANGAN 1. Pemborong harus mengurus penjagaan di luar jam kerja (siang dan malam) dalam kompleks pekerjaan termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain-lain. 2. Untuk kepentingan keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan/lampu pada tempat tertentu, satu sama hal lain tersebut atas kehendak Direksi. 3. Pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat lainnya yang disimpan dalam gudang dan halaman pekerjaan, apabila terjadi kebakaran dan pencurian, maka harus segera mendatangkan gantinya untuk kelancaran pekerjaan. 4. Pemborong harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran sabotase di tempat pekerjaan, alat-alat kebakaran atau alat-alat bantu lain untuk keperluan yang sama harus selalu berada di tempat pekerjaan. 5. Segala resiko dan kemungkinan kebakaran yang menimbulkan kerugian dalam pelaksanaan pekerjaan dan bahan-bahan materi juga gudang dan lain-lain sepenuhnya. Pasal I. 22 KESEJAHTERAAN DAN KESEHATAN KERJA 1. Bilamana terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan penyelamatan dan segera memberitahukan kepada pemberi tugas. 2. Pemborong harus memenuhi atau mentaati peraturan-peraturan tentang perawatan korban dan keluarganya. 135

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

3. Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang tersusun menurut syarat-syarat palang merah. 4. Pemborong selain memberikan pertolongan kepada pekerjanya, juga selalu memberikan bantuan pertolongan kepada pihak ketiga dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat kesehatan. 5. Pemborong harus mengasuransikan tenaga kerjanya yang bekerja diproyek ini ke PT.JAMSOSTEK. Pasal I. 23 PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN BANGUNAN 1. Bahan-bahan bangunan yang dipakai diutamakan hasil produksi dalam negeri kwalitas baik. 2.

Harus diperhatikan syarat-syarat dan mutu barang dan jasa yang bersangkutan. Semua bahan-bahan bangunan untuk pekerjaan ini sebelum dipergunakan harus mendapat persetujuan dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006.

3. Semua bahan-bahan bangunan untuk pekerjaan ini sebelum dipergunakan harus mendapat persetujuan dari pengguna Anggaran/pengawas terlebih dahulu dan harus berkwalitas baik. 4.

Semua bahan-bahan bangunan yang telah dinyatakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006 tidak dapat dipakai (afkir) harus segera disingkirkan jauh-jauh dari tempat pekerjaan dalam tempo 24 jam dan hal ini menjadi tanggung jawab pemborong. 136

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

5. Bilamana pemborong melanjutkan pekerjaan dengan bahan-bahan bangunan yang telah diafkir, maka Penanggung Jawab Kegiatan Penyelenggara Kegiatan dan Usaha Perguruan Tinggi Universitas Negeri Semarang ( UNNES ) berhak untuk memerintah membongkar dan harus mengganti dengan bahan-bahan yang memenuhi syarat-syarat atas resiko/tanggung jawab pemborong. 6.

Bilamana Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006 sangsi akan mutu bahan/ kwalitas bahan bangunan yang akan digunakan, pemimpin kegiatan/ pengelola kegiatan berhak meminta kepada pemborong untuk memeriksakan bahan– bahan bangunan tersebut pada laboratorium bahan-bahan bangunan. Pasal I. 24 KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE

1. Semua kenaikan harga akibat kebijaksanaan pemerintah Republik Indonesia dibidang moneter yang bersifat nasional dapat mengajukan klaim sesuai dengan keputusan pemerintah dan pedoman resmi dari pemerintah Republik Indonesia. 2. Semua kenaikan harga yang bersifat biasa tidak dapat mengajukan klaim. 3. Semua kerugian akibat force majeure berupa bencana alam antara lain; gempa bumi, angin topan, hujan lebat, pemberontakan, perang dan lain-lain, kejadian tersebut dapat dibenarkan oleh pemerintah, bukan menjadi tanggungan Pemborong. 4. Apabila terjadi force majeure, pihak rekanan harus memberitahukan kepada pemimpin kegiatan/pengelola kegiatan secara tertulis paling lambat 24 jam demikian pula bila force majeure. 137

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal I. 25 ASURANSI Pemborong harus mengasuransikan semua tenaga kerja yang bekerja di kegiatan ini ke PT. Jamsostek, ternasuk tenaga dari team Teknis, Konsulatan Perencana dan Konsultan Pengawas yang namanya tercamtum dalam Struktur Organisasi ini. Pasal I. 26 PENYELESAIAN PERSELISIHAN Perselisihan akan diselesaikan menurut aturan/ketentuan yang lazim berlaku, sedangkan tata caranya diatur kemudian dalam kontrak. Pasal I. 27 URAIAN MENGENAI RKS DAN GAMBAR 1. Disamping peraturan-peraturan umumyang disebut dalam pasal I. 01. 2. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) beserta gambar-gambarnya berlaku sebagai dasar pedoman/ketentuan untuk melaksanakan pekerjaan ini. 3. Gambar-ganbar yang ikut disertakan akan juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RKS ini. 4. Kontraktor wajib untuk mengadakan perhitungan kembali atas segala ukuranukuran dimensi konstruksi apabila ukuran-ukuran yang ditentukan dalam spesifikasi/gambar meragukan kontraktor. Dalam hal ini Kontraktor diijinkan membetulkan kesalahan gambar dan melaksanakannya setelah ada persetujuan tertulis dari Penawas dengan persetujuan Pemberi Tugas. 5. Bila terdapat perbedaan :

138

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

a. Antara gambar dan ketentuan RKS, Surat/Surat Penawaran maka Pemberi Tugas dapat memutuskan pekerjaan dengan volume pekerjaan harga pekerjaan/kwalitas bahan material yang tinggi. b. Surat perjanjian Pemborong didahulukan atas RKS. c. RKS didahulukan atas gambar serta perubahan sebagaimana Berita Acara Aanwijzing, Berita Acara Aanwijzing didahukan atas RKS dan Gambar. d. Gambar beserta detail dan tambahan atau perubahan yang tercantum dalam Berita Acara Aanwijzing didahulukan atas Surat Penawaran. e. Jika pekerjaan tidak terdapat dalam RKS, tetapi terdapat dalam gambar maka yang terakhir ini berlaku penuh demikian pula sebaliknya. 6. Perbedaan antara gambar dan RKS maupun perubahan yang ditentukan pada waktu pelaksanaan berlangsung. Kontraktor diwajibkan menaati keputusan Konsultan Pengawas yang diberikan secara tertulis di mana dijelaskan juga kemungkinan adanya pekerjaan tambah/kurang. 7. Apabila ada perbedaan gambar dalam yang satu dengan yang lain, maka Pemberi Tugas dapat menetapkan yang lebih besar volume/harga kwalitas/ukuran. 8. Kontraktor wajib membuat gambar kerja, sebelum memulai sesuatu pekerjaan yang khusus dan harus dimintakan persetujuan Konsultan Pengawas. 9. Dalam hal kontraktor meragukan ketentuan-ketentuan yang tercamtum dalam dokuman pelaksanaan, maka kontraktor wajib berkonsultasi dengan konsultan Perencana atau Pengawas. 10. Untuk menghindari kesalahan dalam memedomani gambar-gambar pelaksanaan, maka kontraktor untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sama sekali 139

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

tidak diperkenankan memperbanyak gambar dengan cara apapun: seperti menyalin kembali gambar pada kalkir atau kertas lainnya, mengopy dengan cara apapun. Jika Pelaksana Kontraktor memerlukan copy gambar maka copy tersebut hanya dapat dikeluarkan melalui Konsultan. Seluruh akibat terhadap pelanggaran yang tersebut di atas, akan menjadi tanggung jawab Kontraktor sepenuhnya. Pasal I. 28 LAIN-LAIN 1. Hal-hal yang belum tercantum dalam RKS ini akan dijelaskan di dalam Aanwijzing 2. Sarat penawaran / RAB supaya dibuat seperti contoh terlampir. 3. Bilamana jenis pekerjaan yang telah tercantum di dalam contoh daftar RAB ternyata terdapat kekurangannya tersebut dapat ditambahkan menurut pos-posnya dengan cara menambah huruf alphabet pada nomor terakhir dari pos yang bersangkutan, misalnya pos persiapan nomor terakhir 4, maka perubahannya tidak nomor 5, tetapi nomor 4a, 4b dan seterusnya. 4. Surat permohonan IMB (jika diperlukan) dari Pemberi Tugas, sedang pengurusan dan pembiayaannya kepada Pemborong dan dilaksanakan segera setelah dilakukan penandatanganan. 5. Segala kerusakan yang timbul akibat pelaksanaan menjadi tanggung jawab Kontraktor. 6. BQ tidak mengikat dan kontraktor wajib menghitung kembali. 7.

Apakah ada saat pengajuan penawaran ada ketidak benaran data / informasi sejak dimulainya proses pelelangan ini, maka Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan 140

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006 akan menjatuhkan sanksi. 8. Bentuk dan jenis sanksi akan ditentukan oleh Penitia Lelang / Pimpinan Kegiatan. 9.

Ketentuan atau ketetapan lain di dalam pelaksanaan proses pelelangan ini merupakan hak dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006.

SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI Pasal II. 01 JAMINAN LELANG 1. Jaminan Penawaran (tender garansi) berupa surat jaminan Bank milik pemerintah atau Bank Umum lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, 24 Februari 1988. Nomor : 205 / KMK / 013 / 1988 sebesar 1 – 3 % dari harga penawarn. 2. Bagi Pemborong yang mendapat pekerjaan, tender Garansi diberikan kembali pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 3. Bagi pemborong yang tidak mendapatkan pekerjaan, tender garansi dapat diambil setelah adanya Penetapan Pemenang, yang mendapatkan pekerjaan, tender garansi dapat diambil setelah dikeluarkannya SPMK, dan telah memberikan jaminan pelaksanaan. Jaminan penawaran dapat diambil setelah ditanda tangani kontrak. Pasal II. 02 JAMINAN PELAKSANAAN 1. Jaminan Pelaksanaan ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak. 141

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

2. Jaminan Pelaksanaan diterima oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006 bersama dengan penandatanganan surat perjanjian Pemborongan. 3. Masa berlaku jaminan pelaksanaan setelah tanggal SKPBJ sampai dengan 14 (empat belas) hari setelah masa pemeliharaan berakhir. Pasal II. 03 PERMULAAN PEKERJAAN DAN RENCANA KERJA (TIME SCHEDULE) 1. Setelah penandatanganan kontrak, pengguna dan penyedia barang/jasa bersamasama mengadakan pemeriksaan lapangan dan membuat berita acara penyerahan. 2. SPMK diterbitkan segera mungkin dan paling lambat 14 ( empat belas ) hari setelah penandatanganan kontrak. 3. pemborong harus membuat rencana kerja pelaksanaan pekerjaan untuk disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. dan segera melaksanakan pekerjaan paling lambat 7 ( tujuh ) hari setelah diterbitkannya SPMK 4. pemborong wajib membertahukan direksi, bila mana akan memulai pekerjaan. 5. Pemborong diwajibkan melaksanakan pekerjaan menurut Rencana Kerja yang telah disetujui. 6. Rekanan tetap bertanggungjawab atas penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya.

142

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal II.04 LAPORAN HARIAN DAN MINGGUAN 1. Konsultan Pengawas tiap minggu diwajibkan membuat dan mengirimkan laporan kepada Pemberi Tugas mengenai prestasi pekerjaan yang dilegalisir oleh yang berwenang. 2. Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang sudah dikerjakan, tidak termasuk adanya bahan-bahan pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya pengeluaran uang oleh Pemborong. Pasal II. 05 PEMBAYARAN 1. Pembayaran akan dilaksanakan dan atau akan diatur kemudian dalam kontrak. 2. Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai berita acara pemeriksaan pekerjaan dan dilampiri dafatr hasil opname pekerjaan foto-foto dokumentasi dalam album. Pasal II.06 MASA PEMELIHARAAN (ONDERHOUD TERMINJN) 1. Jangka waktu pemeliharaan adaalah 180 ( seratus delapan puluh ) hari kalender sehabis penyerahan pertama. 2. Bila mana masa pemeliharaan terjadi kerusakan-kerusakan akibat kurang sempurnanya didalam pelaksanaan ataukarena mutu bahan. Maka pemborong harus memperbaiki setelah mendapat peringatan pertama tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. 143

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal II.07 PERMULAAN PEKERJAAN 1. Selambat-lambatnya dalam waktu satu minggu terhitung dari SMPK (Gunning) dikeluarkan dari Pemberi Tugas, pekerjaan harus sudah dimulai. 2. Bilamana ketentuan seperti diatas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan hilang dan menjadi milik Pemerintah. 3. Apabila akan memulai pekerjaan, Pemborong wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Tugas. 4. Pemborong wajib melakukan pemotretan dari 0 % sampai 100 % dan dicetak menurut petunjuk dari Konsultan Pengawas. Pasal II. 08 PENYERAHAN PEKERJAAN 1. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 160 (seratus enam puluh) hari kalender termasuk hari minggu, hari besar dan hari raya. 2. Pekerjaan dapat diserahkan pertama kalinya bilamana pekerjaan sudah selesai 100 % dan dapat diterima denagn baik oleh Penanggung Jawab Kegiatan dan Usaha Perguruan Tinggi Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan disertai Berita Acara dan dilampiri daftar kemajuan pekerjaan, pada penyerahan pertama untuk pekerjaan ini, keadaan bangunan serta halaman harus dalam keadaan rapi dan bersih. 3. Dalam memudahkan suatu penelitian sewaktu diadakan suatu pemeriksaan teknis dalam penyerahan ke 1 (pertama) maka surat permohonan pemeriksaan teknis yang diajukan kepada Direksi supaya dilampiri : 144

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

a. Daftar kemajuan pekerjaan 100% ditanda tangani pengawas lapangan dan diketahui oleh Pemborong. b. Satu (1) album berisi foto berwarna yang menyatakan prestasi kerja 100%. c. Khusus untuk ukuran foto yang 10 R supaya diambil yang baik. 4. Surat permohonan pemeriksaan teknis dikirim kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. harus sudah dikirimkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir. 5. Dalam penyerahan pekerjaan pertama kalinya bilamana terdapat pekerjaan instalasi listrik, maka pihak pemborong harus menunjukkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. surat pernyataan bahwa instalasi listrik tersebut telah terdaftar di PLN dengan meterai Rp. 6000,Pasal II.09 MASA PEMELIHARAAN (ONDERHOUD TERMIJN) 1. Jangka waktu pemeliharaan adalah 6 bulan (180) hari kalender terhitung sejak penyerahan pertama. 2. Bilamana dalam masa pemeliharaan (Onderhoud terjmin) terjadi kerusakan akibat kurang sempurnanya dalam pelaksanaan atau kurang baiknya mutu bahan-bahan yang

digunakan,

maka

pemborong

harus

segara

memperbaiki

dan

menyempurnakannya kembali setelah pihak pemborong diperingatkan atau diberitahukan yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pengghuna Anggaran dan Pengendali Kegiatan. 145

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal II.10 PERPANJANGAN WAKTU PENYERAHAN 1. Surat permohonan waktu penyerahan pertama yang diajukan kepada Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir dan surat tersebut supaya dilampiri : a. Data yang lengkap. b. Time Schedule baru yang sudah disesuaikan dengan sisa pekerjaan. 2. Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan tanpa data yang lengkap tidak akan dipertimbangkan. 3. Permintaan Perpanjangan Waktu Penyerahan pekerjaan yang mana dapat diterima oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. bilamana : a. Adanya pekerjaan tambahan atau pengurangan (meer of minderwerk) yang tidak dapat dielakkan lagi setelah atau sebelum kontrak ditandatangani oleh kedua belah pihak yang dinyatakan dalam Berita Acara. b. Adanya Surat Perintah tertulis oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. tentang pekerjaan tambahan. c. Adanya perintah tertulis dari Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006., pekerjaan untuk sementara waktu dihentikan. 146

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

d. Adanya force majeure (bencana alam, gangguan keamanan, pemogokan, perang) kejadian mana ditangguhkan oleh yang berwenang. e. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan secara langsung mengganggu pekerjaan yang dilaporkan oleh Konsultan Pengawas. f. Pekerjaan tidak dapat dimulai tepat pada waktu yang telah ditentukan karena lahan yang akan dipakai untuk bangunan masih ada masalah. Pasal II.11 SANKSI / DENDA (PASAL 49 AV) 1. Bilamana batas waktu penyerahan pekerjaan pertama kalinya dilampaui/tidak dipenuhi, maka pemborong dikenakan denda/diwajibkan membayar denda sebesar 1 0/00

(satu permil) tiap hari, dengan denda maksimal 5 % dari nilai

kontrak. Uang denda harus dilunaskan padawaktu pembayaran angsuran (termijn) penyerahan kesatu (I). 2. Menyimpang dari Pasal 49A V terhadap segala kelainan mengenai peraturan atau tugas yang tercantum dalam ketetapan ini, maka sepanjang bestek ini tidak ada ketetapan denda lainnya, pemborong dapat dikenakan denda sebesar 1 0/00 (satu permil) tiap terjadi kelainan dengan tidak diperlukan suatu pengecualian. 3. Bilamana terjadi perintah untuk mengerjakan pekerjaan tambahan dan tidak disebutkan jangka waktu pelaksanaannya, maka jangka waktu pelaksanaan tidak akan diperpanjang.

147

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal II.12 PEKERJAAN TAMBAHAN DAN PENGURANGAN 1. Harga pekerjaan tambahan yang diperintahkan secara tertulis oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006., pemborong dapat mengajukan pembayaran tambahan. 2. Sebelum pekerjaan tambahan dikerjakan, pemborong supaya mengajukan kepada Pemimpin proyek/pengelola proyek daftar RAB agar Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. agar diperhitungkan pembayarannya. 3. Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah – kurang harga satuan yang telah dimasukkan dalam daftar penawaran/kontrak. 4. Bilamana harga satuan belum tercantum dalam surat penawaran yang diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah. Pasal II.13 DOKUMENTASI 1. Sebelum pekerjaan dimulai, keadaan lapangan atau tempat pekerjaan masih 0 % supaya diadakan pemotretan di tempat yang dianggap penting menurut pertimbangan Direksidengan ukuran 9 x 14 cm sebanyak 4 set berwarna. 2. Setiap permintaan pembayaran termijn (angsuran) dan penyerahan pertama harus diadakan pemotretan yang menunjukkan prestasi pekerjaan (minimum dari 5 jurusan) masing-masing menurut pengajuan termijn dengan ukuran 9 x 14 cm sebanyak 3 set berwarna. (pembidikan dari titik tetap), pada penyerahan pertama, pemborong harus mendak dan foto 10 R sejumlah 5 buah dan sudah dipigur. 148

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal II.14 PENDAFTARAN GEDUNG PEMERINTAH Konsultan pengawas di wajibkan membantu pengelola proyek menyelesaikan pendaftaran gedung-gedung disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan. Pasal II.15 PENCABUTAN PEKERJAAN 1. Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. berhak membatalkan atau mencabut pekerjaan dari tangan pemborong apabila ternyata pihak pemborong telah menyerahkan pekerjaan seluruhnya atau sebagian kepada pemborong lain semata-mata hanya mencari keuntungan saja dari pekerjaan tersebut. 2. Pada pengabutan pekerjaan tersebut, pemborong hanya dapat dibayar untuk pekerjaan yang telah selesai dan telah diperiksa serta disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. sedangkan harga bahan bangunan yang berada di tempat menjadi resiko pemborong sendiri. 3. Penyerahan bagian-bagian seluruh pekerjaan kepada pemborong lain (onder eanemer) tanpa izin tertulis dari pihak Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan PNPB & Administrasi Umum DIPA UNNES Tahun Anggaran 2006. tidak diizinkan. Pasal II.16 TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR, CONTOH SURAT PENAWARAN 1. Tanggung jawab Kontraktor : 149

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Rekanan/Kontraktor bertanggung jawab atas bangunan tersebut selama sepuluh tahun sesuai dengan pasal 1609 KUHP Perdata. 2. Mengurus IMB dengan biaya dari pemborong / Kontraktor , sedang proyek membantu dengan pengurusan kelengkapan dokumen yang diperlukan.

150

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

CONTOH SURAT PENAWARAN : KERTAS KOP NAMA PERUSAHAAN Nomor : Lamp : Perihal : Surat Penawaran

Kepada

Pekerjaan

…………………….. Jl. …………………. SEMARANG

Untuk

mengikuti

penunjukan

langsung

terbatas

yang

di

adakan

pada

hari….tanggal…… bulan….tahun…. dengan mengambil tempat di…….yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: ……………….

Jabatan

: ……………….

Alamat

: ……………….

Berkedudukan : ………………. Dengan ini menyatakan : 1. Akan tunduk pada pedoman penunjukan langsung untuk pelaksanaan pekerjaan bangunan-bangunan negara. 2. Mengindahkan syarat-syarat dan keterangan-keterangan di dalam dokumen lelang dan perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan yang tercantum dalam berita acara aanwijzing, pada tanggal ……..

151

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

3. Memperhitungkan pekerjaan pengurangan atau penambahan yang mungkin ada atas dasar bestek. 4. Penawaran tersebut mengikat sampai pekerjaan selesai sesuai kontrak. 5. Telah menyerahkan surat jaminan penawaran berupa surat jaminan Bank sebesar Rp ………… 6. Penawaran tersebut mengikat sampai pekerjaan selesai sesuai dengan kontrak. 7. Sanggup dan bersedia melaksanakan, menandatangani bahan-bahan bangunan dan peralatan yang diperlukan untuk : a. Pekerjaan

:

b. Lokasi

:

c. Denagn harga borongan

: Rp

d. Jangka waktu pelaksanaan

:

(terbilang) (

e. Jangka waktu pemeliharaan : selama :

) hari kalender (

Semarang,

) hari kalender 2004

Hormat Kami, CV/ PT. Materai Rp. 6000,Cap perusahaan

Nama Terang Direktur

152

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

SYARAT-SYARAT TEKNIS UMUM Pasal III.01. URAIAN PEKERJAAN 1. Lingkup Pekerjaan : Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah : Pembangunan gedung kuliah dan Laboratorium 3 lantai Jurusan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia FBS UNNES di SEMARANG Didesa Sekaran Kecamatan Gunung Pati Kodya Semarang Uraian Jenis Pekerjaan, Konstruksi dan Bahan. - Konstruksi pondasi dari beton bertulang dan pasangan batu kali - Konstruksi kerangka (kolom, balok, & konsol) dari beton bertulang. - Konstruksi dinding dari pasangan batu bata. - Kusen kayu Bangkirai. - Usuk kayu kruing, Reng, dan lisplank kayu bangkiray. a. Sparing-sparing Instalasi listrik b.

Sparing-sparing Instalasi air kotor dan kotoran WC.

2. Sarana Pekerjaan : Untuk kelancaran Pekerjaan pelaksanaan diLapangan Kontraktor harus menyediakan : a. Tenaga Pelaksana yang slalu ada dilapangan, tenaga kerja yang terampil dan cukup jumlahnya.

153

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

b. Penyediaan alatg-alat Bantu : Beton molen, vibrator, pompa air, mesin las, alat angkut, mesin giling serta peralatan lainya yang digunakan harus selalu tersedia dilapangan sesuai kebutuhan. c. Bahan-bahan bangunan harus tersedia dilapangan dengan jumlah yang cukup. d. Melaksanakan tepat dengan scedhule. 3. Cara Pelaksanaan. Pekerjaan harus dilaksanakan dengan penuh keahlian, sesuai dengan syarat-syarat ( RKS ) Gambar Rencana, Berita Acara Penjelasan serta mengikuti petunjuk Konsultan Pengawas. Pasal III.02 JENIS MUTU BAHAN Jenis mutu bahan yang dipakai diutamakanproduksi dalam negeri Sesuai dengan keputusan bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan Menteri Penerangan. No : 472/Kop/XII/80. No : 813/Menpen/1980. No : 64/Menpen/1980 Tanggal 23 Desember 1980.

154

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal III.03 GAMBAR – GAMBAR RKS ini dilampiri : A. Gambar Perencanaan 1. Gambar Rencana Site Plan 2. Gambar Rencana Denah Layout 1,2,&3 3. Gambr Tampak dan Potongan B. Gambar Pelaksanaan 1. Gambar Denah, Tampak, Potongan LT1 2. Denah dan Detail Konstruksi. Pasal III.04 PERATURAN TEKNIS PEMBANGUNAN YANG DIGUNAKAN 1. Dalam melaksanakan pekerjaan, kecuali bila ditentukan laindalm Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS ) ini, berlaku dan mengikat ketentuan-ketentuan dibawah ini termasuk segala perubahan dan tambahannya : a. Kepers

16

tahun

1994

beserta

segala

perubahan

dan

penyempurnaannya. b. Peraturan umum tentang pelaksanaan pembangunan diIndonesia atau Algemene Voowaarden voor de Uitvouring bijaaneming van openbare warken ( AV )1941. c. Keputusan-keputusan dariMajelis Indonesia untuk Arbitrasi Teknik dari Dewan Teknik Pembangunan Indonesia ( DTPI ). d. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1989 ( PBI 1989 ). 155

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

e. Peraturan Umum dari Dinas Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja. f. Peraturan

umum

tentang

pelaksanaan

Instalasi

Air

minum

sertaInstalasi Pembuangan dan Perusahaan Air Minum. g. Peraturan umum tentang pelaksanaan Instalasi Listrik (PUIL) 1979 dan PLN setempat. h. Peraturan sambungan telepon yang berlaku diIndonesia. i. Pertuan Konstruksi Kayu Indonesia ( PPKI 1961 ) j. Peraturan Semen Portland Indonesia NI. No : 08 k. Perturan Batu Merah sebagai bahan bangunan. l. Pertauran Muatan Indonesia. m. Peraturan dan ketentuan lain yang di keluarkan oleh jawatan/instansi pemerintah setempat, yang bersangkutan dengan permasalahan bangunan. 2. Untuk melaksanakan npekerjaan dalam pasal 1 ayat 2 tersebut berlaku dan mengikat pula: a. Gambar bestek yang dibuat konsultan perencana yang sudah disahkan b. Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS ). c. Berita Acara Penjelasan Pekerjaan. d. Berita Acara Penunjukan. e. Surat Keputusan Pemimpin Proyek Tentang Penunjukan Kontraktor. f. Surat Perintah Kerja ( S.P.K ) g. Surat Penawaran dan lampiran-lampirannya. 156

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

h. Jadwal pelaksanaan yang tekah disetujui pemimpin proyek.

Pasal III.05 PENJELASAN RKS DAN GAMBAR 1. Kontraktor wajib meneliti semua gambar dan Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS )termasuk tambahan dan perubahannya dalam berita Acara Penjelasan Pekerjaan. 2. Bila gambar tidak sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS ), maka yang mengikat adalah RKS. Bila suatu gambar tidak cocok dengan gambar yang lain maka gambar dengan sekala besar yang berlaku. 3. Bila perbedaan-perbedaan ini menimbulkan keraguan-keraguan sehingga dalam pelaksanaan menimbulkan kesalahan, kontraktor wajib menanyakan kepada konsultan dan mengikuti keputusannya. 4. Dalam penelitian tersebut diuraikan juga terhadap volume pekerjaan. Pasal III.06 PERSIAPAN DILAPANGAN 1. Kontraktor harus membuat kantor direksi dan gudang prnyimpanan bahan seluas 24 meter persegi dengan tiang kayu kruing dan dinding papan triplex lantai beton tumbuk dan atap asbes/seng bergelombang. 2. Kontraktor harus membuat bangsal pekerja untuk para pekerja dan gudang penyimpanan barang yang dapat dikunci. 3. Pembongkaran bangsal kerja menjadi tanggung jawab kontraktor.

157

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal III.07 JADWAL PELAKSANAAN 1. Sebelum mulai pekerjaan nyata dilapangan pekerjaan kontraktor wajib membuat Rencana Kerja Pelaksanaan dan bagian-bagian pekerjaan berupa Bar-chart dan curve bahan/tenaga. 2. Rencana Kerja tersebut harus sudah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari konsultan Pengawas, paling lambat 15 hari setelah surat penunjukan diterima kontraktor. 3. Rencana kerja yang telah disetujui oleh konsultan pengawas, akan disahkan oleh pemberi tugas. 4. Kontraktor wjib memberi salinan rangkap 4 kepada konsultan pengawas. Rencana Kerja ditempel didinding bangsal diikuti grafik prestasi kerja. Pasal III.08 KUASA KONTRAKTOR DI LAPANGAN 1. Dilapangan pekerjaan, kontraktor wajib menunjuk seseorang kuasa kontraktor disebut sebagai pelaksana yang cakap untuk memimpin pekerjaan. 2. Dengan adanya pelaksana bukan berarti kontraktor lepas tanggung jawab. 3. Kontraktor wajib memberi tahu secara tertulis kepada tim teknik wilayah dan konsultan pengawas, nama dan jabatan pelaksana untuk mendapat persetujuan. 4. Bila di kemudian hari menurut Tim teknik wilayah dan konsultan pengawas, pelaksana itu tidak cakap memimpin, kontraktor akan diberitahu secara tertulis. 5. dalam 7 hari setelah mendapat peringatan tersebut kontraktor harus mencari pengganti pelaksana. 158

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal III.09 TEMPAT TINGGAL ( DOMISILI ) KONTRAKTOR DAN PELAKSANA 1. Untuk menjaga kemungkinan diperlukannya kerja diluar jam kerja apabila terjadi hal-hal mendesak, Kontraktor dan Pelaksana wajib memberikan secara tertulis, alamat dan nomor telepon dilokasi kepada Tim teknik wilayah dan konsultan pengawas. 2. Alamat kontraktor dan Pelaksana diharapkan tidak sering berubah-ubh. Apabila ada parubahan, agar segera memberi tahu. Pasal III.10 PENJAGA KEAMANAN LAPANGAN PEKERJAAN 1. Kontraktor wajib menjaga keamanan lapangan terhadap barang-barang milik proyek, Konsultan Pengawasdan milik pihak ketiga yang ada dilapangan. 2. Bila terjadi kehilangan bahan-bahan bangunan yang telah disetujui konsultan pengawas, baik yang telah dipasang maupun yang belum, menjadi tanggung jawab kontraktor dan tidak akan diperhittungkan dalam biaya tambahan. 3. Apabila terjadi kebakaran kontraktor bertanggung jawab atas akibatnya baik yang berupa barang-barang maupun keselammatan jiwa. Untuk itu kontraktor diwajibkan menyediakan alat-alat pemadam kebakaran yang siap dipakai yang ditempatkan ditempat-tempat yang telah ditetapkan. Pasal III.11 JAMINAN KESELAMATAN KERJA 1. Kontraktor

diwajibkan

menyediakan

obat-obatan

menurut

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) yang slalu siap pakai. 159

syarat-syarat

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

2. Kontraktor wajib menyediakan air minum yang cukup bersih dan memenuhi syarat-syarat kesehatan bagi semua petugas dan pekerja. 3. Kontraktor wajib menyediakan air bersih, kamar mandi dan WC yang layak pakai. 4. Membuat tempat penginapan didalam lapangan pekerjaan untuk penjaga keamanan. 5. Segala hal yang menyangkut jaminan social dan keselamatan sesuai dengan peraturan perundingan yang brlaku. Pasal III.12 ALAT-ALAT PELAKSANAAN Semua alat-alat untuk pelaksanaan pekerjaan harus disediakan oleh kontraktor, sebelum pekerjaan secara fisik dimulai dalam keadaan baik dan siap pakai, antara lain : 1. Beton molen yang jumlahnya akan ditentukan kemudian oleh pengawas. 2. Theodolit dan water pass ( ijin konsultan pengawas ). 3. Perlengkapan penerangan untuk kerja lembur. 4. Pompa air untuk system pengeringan, jika diperlukan. 5. Mesin pemadat. 6. Alat megger, alat test instalasi listrik dan test instalasi air, sesuai kebutuhan. Pasal III.13 SITUASI DAN UKURAN 1. Situasi

160

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

a. Pekerjaan tersebut dalam pasal 1 adalah pekerjaan baru, sesuai dengan gambar situasi. b. Ukuran dalam gambar ataupun Uraian dalam RKS merupakan garis besar pelaksanaan. c. Kontraktor wajib meneliti situasi tapak, terutama keadaan tanah bangunan, sifat dan uas pekerjaan, dan hal-hal yang dapat mempengaruhi harga penawaran. d. Kelalaian atau kekurang tliti kontraktor dalam hal ini tidak dijadikan alas an untuk menggagalkan tuntutan. 2. Ukuran a. Ukuran yang dipakai disini semuanya dinyatakan dalam cm kecuali ukuran baja dinyatakan dalam mm. b. Duga lantai ( permukaan atas lantai ) ditetapkan dilapangan. c. Dibawah

pengawasan

konsultan

pengawas,

kontraktor

diwajibkan

menempatkan satu titik duga dan lima titik Bantu, dengan tiang beton yang panjangnya 1,20cm berpenampang 10 x 10 cm. Titik ini di jaga kedudukannya dan tidak boleh dibongkar sebelum dapat ijin dari konsultan pengawas. d. Memasang papan pengawas (Bowplank). •

Ketetapn letak bangunan diukur dibaeah pengamatan konsultan pengawas dengan siket/patok yang dipasang kuat-kuat dan papan terentang dengan ketebalan 2 cm diketam rata pada sisi bagian atas.

161

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Kontraktor harus menyediakan pembantu yang ahli dalam cara-cara mengukur, alat-alat penyipat datar (theodolit, water pass) prisma silang pengukuran menurut situasi dan kondisi tanah bangunan, yang selalu berada dilapangan. Pasal III.14 SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN BAHAN BANGUNAN

1. Semua bahan bangunan didatangkan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan pasal 2. 2. Konsultan pengawas berhak memeriksa asal bahan dan kontraktor wajib memberitahukan. 3. Semua bahan bangunan yang digunakan wajib diperiksakan dahulu kepada konsultan pengawas untuk mendapat persetujuan. 4. Bahan bangunan yang telah didatangkan kontraktor dilapangan pekerjaan dan ditolak pengawas, harus segera dikeluarkan dari lapangan ppekerjaan selambatlambatnya 2x24 jam dari penolakan. 5. Apabila konsultan pengawas merasa perlu meneliti bahan lebih lanjut, konsultan berhak mengirim ke Balai penelitian bahan-bahan (Laboratorium) untuk diteliti, Biaya pengiriman dan penelitian menjadi tanggungan kontraktor. 6. Pekerjaan atau bagian pekerjaan yang telah dilakukankontraktor tetapi ternyata ditolak konsultan pengawas, harus segera dihentikan dan dibongkar dengan biaya kontraktor dalam waktu yang telah ditetapkan oleh konsultan pengawas.

162

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal III.15 PEMERIKSAAAN PEKERJAAN 1. Sebelum memulai pekerjaan lanjutan yang apabila bagian pekerjaan ini telah selesai, akan tetapi belum diperiksa oleh Konsultan Pengawas, Kontraktor diwajibkan memintakan persetujuan kepada konsultan pengawas. Baru apabila telah disetujui kontraktor dapat meneruskan pekerjaannya. 2. Bila permohonan pemeriksaan itu dalam 2x24 jam tidak dipenuhi oleh Konsultan Pengawas, Kontraktor dapat meneruskan pekerjaannya dan bagian yang diperiksa dianggap telah disetujui oleh Konsultan Pengawas. Hal ini dikecualikan bila Konsul;tan Pengawa minta perpanjangan waktu. 3. Bila kontraktor melanggar ayat 1 pasal ini, Konsultan Pengawas berhak menyuruh membongkar bagian pekerjaan sebagian atau seluruhnya untuk memperbaiki, biaya pembongkaran dan pemasangan kembali menjadi tanggungan kontraktor. Pasal III.16 PEKERJAAN TAMBAH / KURANG 1. Tugas mengerjakan pekerjaan tambah/kurang diberitahukan tertulis dalam buku harian oleh Konsultan Pengawas serta persetujuan pemberi tugas. 2. pekerjaan tambah/kurang hanya berlaku bilamana nyata-nyata ada perintah tertulis dari Konsultan Pengawas serta persetujuan dari pemberi tugas. 3. Biaya pekerjaan tambah/kurang akan diperhitungkan menurut harga satuan pekerjaan, yang dimaksudkan oleh kontraktor sesuai AV artikel 50 dan 51 yang pembayarannya diperhitungikan bersama-sama angsuran terakhir. 163

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

4. Untuk pekerjaan tambah yang harganya tidak tercantum diharga satuan yang dimasukkan dalam penawaran, harga satuan akan ditentukan lebih lanjut oleh Konsultan Pengawas bersama-sama kontraktor dengan persetujuan pemberi tugas. 5. Adanya pekerjaan tambah tidak dapat dijadikan alas an sebagai penyebab kelambatan penyerahan pekerjaan, tetapi Konsultan Pengawas / Tim Pengelola Teknis dapat mempertimbangkan perpanjangan waktu, karena adanya pekerjaan tambahan tersebut. Pasal III.17 PEKERJAAN PERSIAPAN 1. Kontraktor harus membersihkan lapangan dari segala hal yang bisa menggangu pelaksanaan pekerjaan, serta mengadakan pengukuran untuk membuat tanda tetap sebagai dasar ukuran ketinggian lantai dan bagian-bagian bangunan yang lain. 2. Jalan masuk dan Konstruksi jalan sementara. Untuk mencapai jenis pengangkutan kendaraan material dilokasi proyek ini melalui jalan desa dan rencana jalan umum/kampus, untuk itu kontraktor harus menjaga keutuhan jalan dan jembatan dan sebagainya. Kerusakan akibat pelaksanaan proyek tersebut diatas maka kontraktor wajib memperbaikinya. 3. Selamanya berlangsungnya pekerjaan kontraktor harus dapat menjaga lingkungan yang terganggu oleh jalannya proyek. 4. Kontraktor tidak dibenarkan memasang papan Reklame dalam bentuk apapun dalam lingkungfan halaman tanah disamping yang berbatasan langsung dengan hgalaman komplek kampus UNNES desa sekaran.

164

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

5. Kontraktor harus memasang nama proyek 1 (satu) unit dari papan/tiang kayu. Redaksi papan nama proyek tersebut akan ditentukan kemudian, dengan papan ukuran minimal 1,50 x 0,80 m. Pasal III.18 PEKERJAAN TANAH 1. Pekerjaan Galian a. Waktu Pelaksanaan Penggalian Pekerjaan penggalian tanah terutama galian pada dasar pondasi sebaiknya dilaksanakan pada musim kering. b. Batas dan Ketinggian Galian Dalam

melaksanakan

pekerjaan

penggalian

tanah,

rekanan

harus

memperhatikan batas-batas ketinggian setiap galian sesuai dengan kebutuhan seperti yang tercantum didalam gambar rencana. c. Alat-alat Alat-alat yang dipakai untuk pekerjaan penggalian tanah, baik jenis maupun kebutuhannya harus sesuai dengan kebutuhan, untuk itu rekanan harus menyerahkan daftar alat-alat yang dipakai dalam pekerjaan ini sebelum memulai pekerjaan tanah. d. Pencegahab Kelongsoran Dinding Galian Rekanan wajib melaksanakan pengamanan dinding galian dari kemungkinan terjadinya longsor, terutama pada galian-galian yang dalam. ( untuk pondasi sumuran ) antara lain dengan cara-cara sebagai berikut :

165

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Membuat

talut

yag

landai

atau

system

bertangga

dengan

memperhatikan tanah asli sebenarnya. •

Mengangkat tanah-tanah/batu-batu lepas yang terdapat pada diding galian.



Memasang turap-turap pengaman atau casing pengaman.



Dilarang menempatkan bahan bangunan atau alat-alat berat didekat tepi galian.



Memasang Konstruksi pengaman lainnya yang dianggap perlu. Dalm hal ini rekanan harus sudah memperhitungkan harga biaya dalam penawaran.

e. Galaian konstruksi Galian Konstruksi adalah galian tanah ataupun batuan yang dimaksudkan untuk pemasangan pondasi bangunan, tembok penahan tanah dan lain-lain seperti yang dimaksudkan dalam gambar rencana atau ditentukan dalanm ketentuan ini. Galian-galian ini harus memenuhi persyaratan sehingga posisi dan ketinggian serta ukuran struktur sesuai dengan ketentuan dalam gambar rencana. Sebelum memulai penggalian rekanan harus memberitahukan Direksi terlebih dahulu. f. Pemakaian Kembali Material Bangunan Material galian yang memenuhi syarat bisa dipakai kembali sebagaimaterial urugan atas persetujuan Direksi, yang tidak memenuhi syarat harus dibuang. g. Pembuangan Material Bangunan

166

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Material galian yang tidak dapat dipakai urugan atau material kelebihan harus dibuang ketempat-tempat yang telah ditentukan. Pembuangan ini tidak boleh merusak lingkungan, menghalangi arus aor atau merugikan pihak lain. h. Tes Kepadatan •

Setelah tanah urugan selesai dipadatkan, dilakukan tes kepadatan dilapangan (disaksikan oleh Direksi/pengawas) maupun laboratorium.



Untuk tes dilapangan dapat digunakan sand cone method atau cara lain yang disetujui oleh Direksi/ pengawas.



Lokasi dan jumlah titik yang dites ditentukan oleh Direksi/Pengawas.



Hasil tertulis harus diserahkan kepada d\Direksi/Pengawas untuk memperoleh persetujuan.

i. Tingkat Kepadatan Tingkat kepadatan lapangan disyaratkan 95% dari kepadatan kering maksimum yang berlaku untuk semua urugan umum. j. Urugan khusus untuk Perbaikan Tanah Apabila terjadi perbaikan tanah dengan maksud memperbaiki daya dukung tanah maka sebagian tanh semula akan digali sedemikian hingga tebalnya tanah pengganti memenuhi syarat dalam Gambar Rencana dan mengusahakan seminimum mungkin etrjadinya gangguan terhadap tanah asli yang diakibatkan oleh penggalian tersebut. Tanah ini dipadatkan dengan baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan tentang pemadatan tanah urugan seperti yang disebutkan dalam (sub) pasal-pasal terdahulu.

167

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasal III.19 PEKERJAAN BETON (Pondasi, kolom, Ringbalok, dan Konsol) 1. Bahan a. Semen Portland / PC Semen Portland yang dipakai harus dari jenis I menurut peraturan semen Portland Indonesia 1972 (NI-8) atau British Standart No. 12/1965. semen harus sampai di tempat kerja dalam kondisi baik serta dalam kantong-kantong asli dari pabrik. Merk PC dianjurkan dalam negeri seperti Nusantara, Tiga Roda, atau sekualitas, satu macam dan dengan persetujuan konsultan pengawas. Semen harus di simpan dalam gudang yang kedap air berventilasi baik, di atas lantai setinggi 30 cm. Kantong-kantong semen tidak boleh ditumpuk lebih dari sepuluh lapis. Penyimpanan selalu terpisah untuk setiap pengiriman. b. Agregrat halus dan kasar dapat dipakai agregrat alami atau buatan asal memenuhi syarat menurut PBI 1989. untuk pasir beton dipakai pasir Muntilan, sedang batu pecah dipakai batu pecah ukuran dan kwalitas dari hasil pemecah mesin split. Agregrat tidak boleh mengandung bahan yang dapat merusak beton dan ketahanan tulangan terhadap karatan. Untuk itu kontraktor harus mengajukan contoh-contoh yang memenuhi syarat dari berbagai sumber (tempat pengambilan) antara laintidak boleh menggunakan pasir laut.

168

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Agregrat-agregrat harus disimpan ditempat yang saling terpisah dalam tumpukan yang tidak lebih dari 1m berpermukaan yang bersih, padat serta kering dan harus dicegah terhadap pengkotoran. c. Air Untuk campuran dan untuk pemeliharaan beton harus dai air bersih dan tidak mengandung zat-zat yang dapat merusak beton. Air tersebut harus memenuhi syarat-syarat manurut PBI 1991. d. Bahan campuran tambahan (Additives) •

Pemakaian bahan tambahan kimiawi (concrete admixture) kecuali yang tersebut tegas dalam gambar atau persyaratan harus seijin tertulis dari Konsultan Pengawas, untuk itu Kontraktor harus mengajukan permohonan tertulis. Kontraktor harus mengajukan analisa kimiawinya serta bukti penggunaan selama 5 tahun di Indonesia.



Bahan tambahan yang mempercepat pengerasan permulaan (intial set) tidak boleh dipakai, sedangkan untuk beton kedap air dibawah tanah (hydrostatic preasure) tidak boleh waterproofer yang mengandung garam stearate. ]bahan campuran tambahan beton harus sesuai dengan iklim tropis dan memenuhi persyaratan AS. 1478 dan ASTM C.494 dan type B dan type D sekaligus sebagai pengurangan air adukan dan penunda pengerasan awal.



Penggunaannya harus sesuai dengan petunjuk

teknis dari pabrik dan

dimasukkan kedalam mesin pengaduk bersamaan dengan air adukan yang

169

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

terakhir dituangkan kedalam mesin pengaduk. Pemakaian additive tidak boleh menyebabkan dikuranginya volume semen dalam adukan. e. Lapisan pelindung beton Untuk lapisan pelindung plat lantai beton harus mendapat persetujuan Konsultan Pengawas. f. Semua bahan yang dipergunakan harus mendapat persetujuan Konsultan Pengawas.dalam

keadaan

maka

Konsultan

Pengawas

berhak

minta

pemeriksaan atas biaya Kontraktor. 2. Macam pekerjaan Konstruksi beton untuk pekerjaan : - Kolom - Plat - Balok/ Rib - Pondasi 3. Syarat-syarat pelaksanaan a. Rencana adukan beton (Mix Design) •

Test Laboratorium 1. Contoh split, pasir dan PC yang akan dipergunakan harus dikirim olejh rekanan dan dikirim ke laratorium yang telah disetujui oleh Direksi Lapangan untuk dianalisis dan hasil test contoh tersebut, laboratorium akan merencanakan suatau campuran beton untuk ememnuhi setiap kekuatan yang dikehendaki dan memenuhi slump yang disyaratkan.

170

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

2. Laboratorium juga akan menyediakan 2 (dua) kubus percobaan dari setiap adukan yang direncanakan dari contoh split dan pasir yang telah diperiksa, 1 (satu) kubus ditest pada umur 7 hari dan sebuah lagi pada umur 28 hari. 3. Rekanan harus menyerahkan 3 (tiga) rangkap hasil test dan rencana adukan kepada Direksi Lapangan untuk disetujui sebelum pengecoran beton dilakukan. 4. Seluruh biaya pembuatan contoh, renewa adukan dan test laboratorium ditanggung oleh Rekanan. •

Ukuran campuran PC dan bahan adukan lain termasuk air Jumlah PC dan bahan adukan sebelum diadduk harius ditetapkan langsung dengan alat pengukur yang disediakan oleh rekanan dan di setujui oleh Direksi Lapangan.

b. Test Kekuatan Beton •

Rekanan harus melakukan test kekuatan beton, test bisa dilakukan di labortorium yang independent yang ditentukan atau disetujui oleh Direksi/ Pengawas. Pembuatan beton uji dan jumlah harus memenuhi ketentuan dalam SKSNI T-15-03. tahun 1990 dan 1991 atau PBI’71



1 (satu) lembar asli dan 2 (dua) lembar copy laporan hasil test diserahkan kepada Direksi/ Pengawas.



Bila beton yang berumur 7 hari kekuatannya kurang dari 70% kekuatan beto umur 28 hari, maka Direksi berhak dengan segera memerintahkan

171

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Rekanan untuk menambah jumlah PC kedalam campuran beton atau merubah perbandingan campuran beton (bila dianggap perlu). •

Biaya tambahan akibat perubahan campuran tadi dan biya kekuatan beton, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Rekanan.

c. Persiapan Pengecoran Beton •

Pemeriksaan dan Persetujuan Direksi Beton tidak diperbolehkan dicor bila seluruh pekerjaan pembesian, pekerjaan bekisting dan pekerjaan instalasi tiap bagian yang telah dipasang serta persiapan seluruh permukaan tempat pengecoran belum diperiksa dan disetujui oleh Direksi Lapangan. 1. Seluruh permukaan bekisting, besi tulang dan instalasi-instalasi (bila ada) yang tertanam dalam beton harus dibersihkan terlebih dahulu dari segala macam kotoran termasuk kerak beton sisa pekerjaan pengecoran sebelumnya. 2. Permukaan bekisting, lantai kerja atau tanah dibagian yang akan dicor harus berada dalam kedaan lembab pada saat pencoran beton yang dilakukn, untuk itu, permukaan tersebut harus dibasahi dengan air terlebih dahulu. Tetapi permukaan-permukaan tersebut tidak boleh tergenang air. Setiap genangan air di bagian yang akan dicor harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan pencoran.



Persiapan Permukaan yang akan dicor beton



Persiapan Instalasi-instalasi yang ditanam dalam beton

172

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Instalasi-instalasi yang ditanam dalam beton (bila ada) seperti pipa instalasi mekanikal elektrikal, plumbing sanitasi dan sebagainya harus telah terpasang dengan kokoh dalam bekisting. •

Lantai kerja Semua pekerjaan beton, terutama pekerjana pondasi, yang berhubungan dengan tanah sebagai dasarnya, harus diberi pasir dan lantai kerja dari beton tumbuk (1:3:5).

d. Pembuatan Adukan Beton •

Alat Pembuatan Adukan Beton 1. Bila tidak ditentukan lain, adukan beton harus dibuat dengan menggunakan mesin pengaduk beton atau beton molen. Penentuan jenis dan ukuran beton molen harus ada sepengetahuan Direksi. 2. Permukaan

bagain

dalam

molen

harus

selalu

bersih,

tidak

diperbolehkan ada kerak-kerak beton sisa adukan yang dibuat sebelumnya. •

Campuran Adukan Beton Campuran adukan beton harus dibuat sesuai dengan Rencana Campuran Beton yang disetujui Direksi sebelumnya, kecuali bila Direksi menetapkan lain. Sehubungan dengan hal itu, jumlah PC, bahan-bahan adukan dan air untuk membuat adukan beton harus ditakar dengan alat-alat penakar yang disediakan oleh Rekanan dan disetujui oleh Direksi.



Waktu Pengadukan

173

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

1. Lamanya waktu yang digunakan untuk mengaduk semua campuran betonadalah paling sedikit 1 ½ menit untuk 1 m3 beton dihitung dari saat sesudah semua bahan, kecuali air, dimasukkan ke dalam molen. 2. Lamanya waktu pengadukan harus ditambah bila kapasitas mesin mengaduk lebih besar dari 1 m3. Contoh : untuk 2 m3, waktu pengadukan adalah : 1 ½ menit + 1 menit = 2 ½ menit dan seterusnya. •

Kekentalan Adukan Beton 1. Kekentalan adukan beton harus diperiksa, sesuai dengan (SKSNI T15-1990-03). 2. Pemeriksaan kekentalan ini harus disaksikan oleh Direksi/ Pengawas. 3. untuk memenuhi persyaratan kekentalan adukan beton ini, jumlah air yang digunakan dapat dirubah, disesuaikan perubahan keadaan cuaca atau kelembapan bahan-bahan adukan.

e. Pengecoran Beton •

Pelaksanaan pengecoran beton harus disaksikan oleh Direksi/ Pengawas.



Pengecoran beton tidakboleh dilaksanakan bila cuaca buruk dan bila pada lokasi yang sama sedang dilaksanakan pekerjaan pemancangan tiang pancang.



Adukan beton yang tidsak memenuhi syarat tidak boleh dijatuhkan dengan tinggi jatuh lebih dari 1.5 m. bila tinggi jatuh adukan beton lebih dari1,5 m maka kerikil akan terpisah dari adukan dan akan membentuk sarangsarang kerikil yang berongga.

174

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Untuk pengecoran dalam/ tinggi, dapat menggunakan saluran vertical dan/ atau corong yang licin agar adukan beton yang melaluinya tetap homogen.



Pengecoran harus dilakukan dengan merata, adukan beton yang telah dicorkan, tidak boleh didorong atau dipindahkan lebih dari 2 (dua) meter dalam arah datar.



Bagian strujtru yang pengecorannya harus dilakukan lapis demi lapis, tiap lapis harus mempunyai tinggi yang merata/ seragam dan berbentuk miring. Pengecoran la[pisan yang berikutnya harus dilakukan pada waktu lapisan sebelumnya masih lunak.



Pemakaian conveyor belt untuk mengangkut adukan beton harus seijin Direksi.



Dalam cuaca panas, Rekanan harus melakukan langkah-langkah pengamanan agar adukan beton tidak terlalu cepat mongering, misalnya dengan cara melindunginya dari panas matahari secara langsung.

f. Pemadatan Adukan Beton •

Adukan beton yang telah dicor ke dalam bekisting atau galian pondasi, harus digetarkan dengan alat penggetar (vibrator) type Immersion agar diperoleh beton yang padat dan homogen serta tidak terjadi sarang-sarang kerikil.



Pada waktu digunakan, jarum penggetar tidak boleh menyentuh bekisting atau tulangan.

175

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Pencelupan jarum penggetar ke dalam adukan beton tidak boleh terlalu lama sebab bisa mengakibatkan pemisahan unsure-unsur adukan beton.



Ukuran diameter jarum penggetar yang digunakan harus disesuaikan dengan keadaan/ dimensi bagian yang harus dicor.

g. Perawatan Selama Proses Pengerasan Beton •

Beton yang telah dicor harus dijaga tetap basah sekurang-kurangnya selama 14 (empat belas) hari setelah dicor, dengan cara disirami air, atau ditutup dengan karung goni yang dibasahi atau dengan cara lain yang dapat dibenarkan.



Air tidak diperbolehkan mengalir melalui permukaan beton yang baru dicor dengan kecepatan aliran yang bisa merusak permukaan beton tersebut.



Sama sekali tidak diijinkan menaburkan semen kering dan pasir dipermukaan beton yang masih basah.

h. Pekerjaan Pembesian •

Persyaratan Besi Tulangan Beton Besi yang digunakan untuk penulangan beton adalah : - U-24 polos untuk tulangan berdiameter ≤ 12 mm. (fy = 240 MPa) - U-32 ulir untuk tulangan berdiameter > 12 mm. (fy = 320 MPa) Ukuran yang dicantumkan dalam gambar-gambar adalah ukuran Metric. Secara umum, besi penulangan beton harus memenuhi ketentuanketentuan dalam SKSNI T-15-1991-03 atau PBI’71.

176

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Daftar dan Gambar Detail penulangan Rekananharus membuat sendiri dan oleh karenanya bertanggung jawab penuh atas daftar dan gambar detail penulangan konstruksi beton yang diperlukan, yang dalam proses penyusunannya telah memperhitungkan cara-cara pelaksanaannya.



Pemsangan Besi Penulangan Sebelum dipasang, besi penulangan beton harus bebas dari kotorankotoran tanah/ Lumpur ; minyak dan bahan-bahan lian yang bisa mengandung atau mengurangi daya ikat besi penulangan dengan adukan beton. Persyaratan-persyaratan

pemasangan

seperti

pembengkokan-

pembengkokan, tebal betondecking, kursi-kursi penumpu, toleransi pemasangan, sambungan overlap dan lain-lain harus mengikuti ketentuanketentuan dalam SKSNI T-15 1990-03. •

Persetujuan Direksi/ Pengawas terhadap Besi Penulangan Pemasangan besi penulangan harus diperiksa oleh Direksi/ pengawas terlebih dahulu untuk memperoleh persetujuan sebelum pengecoran. Rekanan harus memberitahu Direksi/ Pengawas bila pemasangan besi penulkangan telah siap untuk diperiksa.

i. Pekerjaan Bekisting •

Pesrsyaratan Konstruksi Bekisting

177

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

1. Bekisting harus terbuat dari multiplex 18 mm dan rangka yang kokoh terbuat dari kayu keras, sama sekali tidsak diijinkan memakai bambu sebagai rangka bekisting. 2. bekisting harus rapat dan kedap air, terutama pada sambungansambungan. Pada saat pengecoran beton, tidak boleh ada cairan atau adukan beton yang mengalir keluar krena bocor. 3. untuk permukaan luar beton yang tidak akan di plester (semi exposed), permukaan dalam bekisting/ multiplex sebaiknya dilapisi bahan sejenis

minyak

yang

disetujuioleh

Direksi/

Pengawas

untuk

memudahkan pembongkaran bekisting itu kelak. Penggunaan oli bekas tidak bisa dibenarkan dibenarkan. 4. penggunaan ulang dari (bahan) bekisting yang sudah pernah dipakai harus atas seijin Direksi/ Pengawas. •

Persetujuan Direksi/ Pengawas Terhadap Bekisting Bekisting yang sudah dipasang, harus diperiksa oleh Direksi/ Pengawas terlebih dahulu sebelum pengecoran. Direksi berhak menolak dan memerintahkan pembongkaran atau perbaikan terhadap ekisting yang dianggapnya tidak memenuhi syarat baik kekuatan maupun ukuranukurannya.



Pembukaan Bekisting Bila tidak ditentukan lain oleh Direksi/ Pengawas, dalam keadaan normal bekisting pelat dan balok hanya boleh dibongkar setelah beton berumur 28

178

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

hari, kecuali sisi vertical balok, kolom dan dinding atas sudah dibongkar setelah beton berumur lebih dari 4 hari. Pembongkaran bekisting harus dilakukan dengan tenaga statis tanpa getaran, goncangan atau pukulan ynag bisa merusak beton. Pasal III.20

PEKERJAAN PONDASI 1. PONDASI SUMURAN a. Pelaksanaan pekerjaan pondasi sumuran harus dipimpin oleh tenaga ahli yang berpengalaman. b. Rekanan harus menyerahkan rencana kerja/ metode pelaksanaan termasuk data elevasi sumuran kepada Direksi/ Pengawas. c. Galian tanah •

Posisi galian pondasi sumuran dan ukuran diameter harus sesuai gambar rencana dan atau Berita Acara Uitzet Lapangan, penentuan titik-titik pondasi sumuran ini harus diketahui dan disetujui oleh Konsultan Pengawas/ Direksi Lapangan.



Galian tanah dilakukan dengan menggunakan tenaga mesin atau tenaga manusi yang tidak mengganggu bangunan sekitarnya dengan kedalaman sesuai rencana, dan disetujui oleh Konsultan Pengawas/ Direksi Lapangan.



Jika kedalaman sesuai rencana masih terdapat tanah lunak, maka penggalian dilakukan sampai diperoleh tanah keras, dan jika tanah lunak terlalu dalam maka perlu di konsultasikan ke Direksi Lapangan/

179

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Konsultan Pengawas untuk penanganan lebih lanjut bersama Konsultan Perencana. •

Kekerasan tanah harus dilakukan dengan menggunakan uji SPT dengan N minimal = 50, pengujian ini harus disetujui oleh Konsultan Pengawas/ Direksi Lapangan.



Tanah bekas galian harus diatur sedemikian hingga agar efek samping terhadap pekerjaan dan linglkungan dapat di tekan seminim mungkin.



Jika tanah yang digali mudah longsor maka Kontraktor wajib menggunakan Casing untuk mencegah kelongsoran tanah tersebut.



Jika terjadi galian terlalu dalam dari rencana, maka untuk menyesuaikan dengan peil rencana tidak boleh dilakukan pengurulkan dengan tanah bekas galian, dan harus diisi dengan bahan yang sesuai dengan pondasi sumurannya. Besarnya biaya akibat hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.

d. Pemasangan tulangan •

Pemasangan tulangan harus sesuai dengan gambar rencana baik mengenai mutu, diameter dan jarak tulangnya. Mutu yang digunakan adalah sebagai berikut :



Penggantian diameter diperbolehkan asal luas tampang total dari tulangan minimal sama dengan gambar rancangan, penggantian diameter tulangamn harus disetujui oleh Konsultan Pengawas/ Direksi Lapangan. 1. tulangan utama

fy

= 320 MPa,

180

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



2. tulangan geser

fy = 240 MPa.

3. mutu beton cycloope

f’c = 15 MPa (K-175 = 175kg/cm2)

4. mutu poer / pile cap

f’c = 22,5 MPa (K-250 = 250kg/cm2)

Pemasangan tulangan harus hati-hati agar tidak menyantuh tanah disekitarnya, untuk itu di bagian luar rangkaian tulangan perlu diberi beton Decikng dengan tebl minimal 5 cm.



Hubungan tulangamn pondasi sumuran, dengan peil cap dan kolom harus sesuai dengan gambr kerja, dan harus disetujui oleh Direksi Lapangan/ Konsultan Pengawas.

e. Pengecoran •

Mutu beton cycloope f’c = 15 MPa (K-175 = 175kg/cm2) mutu poer/ pile cap f’c = 22,5 MPa (K-250 = 250kg/cm2)



Sebelum dilakukan pengecoran, maka kesiapan harus diketahui dan disetujui Konsultan Pengawas/ Direksi lapangan mengenai hal-hal sbb: 1. dimensi sumuran dan tulangan yang terpasang. 2. posisi/ as pondasi dan posisi tulang. 3. kebersihan lhn cord an tulangan. 4. kesiapan material, peralatan dan tenaga. 5. kondisi cuaca dan perlengkapan pengamanan jika terjadi hujan.



Pengecoran cycloope borepile harus didahului dengan adukan beton, kemudian disusul batu belah. Tinggi adukan beton diperkirakan dapat

181

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

membenamkan batu belah yang diisikan. Pengisian dilakukan seperti tersebut diatas hingga dicapai tinggi yang diingingkan. •

Ukuran batu belah sisi terpanjang, maksimum 15 cm dan diisikan dengan penyebaran yang merata, sela-sela batu belah harus mip terisi oleh adukan betonnya.



Pengisian beton pada lubang sumuran tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1 meter, untuk itu diperlukan selang beton dengan pompa yang ujungnya dapat diikat mengikuti ketinggian cor yang sudah ada.



Peralihan type cycloope dengan perubahan prosentase batu belahnya harus dikerjakan sesuai gambar rencana dan diketahui dengan pasti oleh konsultan pengawas/ Direksi Lapangan.



Batas akhir pengecoran bore pile diberi tanda agar tidak melampaui posisi dasr pell capnya.



Ujung akhir pengecoran harus dijaga dari kotoran yang mengganggu (tanah, potongan kayu, kertas semen dll).

2. PONDASI PLAT LAJUR a. Pelaksanaan pekerjaan pondasi plat lajur harus dipimpin oleh tenaga ahli yang berpengalaman. b. Rekanan harus menyerahkan rencana kerja/ metoda pelaksanaan kepada Direksi/ Pengawas. c. Galian tanah

182

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Posisi galian borepile dan uuran diameter harus sesuai Gambar Rencana dan atau berita acara Uitzet Lapangan, penentuan titik-titik bore pile ini harus diketahui dan disetujui oleh konsultan pengawas/ direksi Lapangan.



Galian tanah dilakukan dengan menggunakan tenaga menusia atau mesin yang tidak mengganggu bangunan sekitarnya dsengan kedalaman sesuai rencana, dan setujui oleh Konsultan Pengawas/ Direksi Lapangan.



Jika kedalaman sesuai rencana masih terdapat tanah lunak, maka penggalian dilakukan sampai diperoleh tanah kersa, dan jika tanah lunak terlalu dalam maka perlu dikonsultasikan ke Direksi Lapangan/ Konsultan Pengawas untuk penanganan lebih lanjut bersama Konsultan perencana.



Tanah bekas galian harus diataur sedemikian hingga, agar efek samping terhadap pekerjaan dan lingkungan dapat ditekan seminimum mungking.



Jika tanah yang digali mudah longsor, maka kontraktro wajib menggunakan casing untuk mencegah kelongsoran tanah tersebut.



Jika terjadi galian terlalu dalam dari rencana, maka untuk menyesuaikan dengan peil rencana tidak boleh dilakukan penguranagn dengan tanah bekas galian, dan harus diisi dengan sirtu yang dipadatkan atau tanpa diurug. Besarnya biaya akibat hal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor.

d. Lantai kerja •

Lantai kerja dilakukan setelah permukaan galian rata dan telah mencapai tanah keras/ yang disetujui Direksi.

183

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Ketebalan lntai kerja minimal sesuai gambr rencana.



Bahan linati kerja dari beton mutu f’c = 15 MPa (K-175). Dengan perbandingan 1 PC: 3 Psr : 5 Kr.

e.

Pemasangan tulangan •

Sebelum pemasangan tulangan, lantai kerja harus sudah cukup keras sehingga tidak rusak akibat pelaksanaan pemasangan tulangan.



Pemasangan tulangan harus sesuai dengan Gambar Rencana baik mengnai mutu, diameter dan jarak tulangannya. Mutu yang digunakan adalah sebagai berikut:



1. tulangan utama fy

= 320 MPa.

2. tulangan geser fy

= 240 MPa.

Penggantian diameter diperbolehkan asal luas tampang total tulangan minimal sama dengan Gambar Rencana, penggantian diameter tulangan harus diesetujui oleh konsultan Pengawas/direksiLapangan.



Pemasangan tulangan harus hati-hati agar tidak menyentuh tanah di sekitarnya,untuk itu di bagian luar rangkaian tulangan perlu diberi beton decking dengan tebal minimal 3 cm.



Hubungan tulangan pondasi Plat lajur (palt dan rib) dengan kolom harus sesuaidengan

Gambar

Kerja,dan

Lapangan/Konsultan Pengawas. f. Pengecoran

184

harus

disetujui

oleh

Direksi

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)



Mutu lantai kerja K-175 (f’c = 15 MPa) dengan perbandingan adukan 1Pc : 3 Psr :3 Kr/split, dan mutu beton pondasi plat lajur f’c = 22,5 MPa (K250 = 250 kg/cm2) dengan perbandingan adukan 1Pc : 2 Psr : 3 Kr/split.



Sebelum dilakukan pengecoran, maka kesiapan akhir harus diketahui dan disetujui konsultan pengawas/ Direksi Lapangan mengenai hal-hal sbb: 1. dimensi sumuran dan tulangan yang terpasang. 2. posisi/as pondasi dan posisi tulang. 3. kebersihan lahan cord an tulangan. 4. kesiapan material, peralatan dan tenaga. 5. kondisi cuaca dan perlengkapan pengamanan jika terjadi hujan Pasal III.22

PEKERJAAN KAYU 1. Bahan a. Kayu dipakai harus menggunakan kayu berkualitas baik, tua, kering dan tidak bercacat pecah-pecah serta tidak terdapat kayu mudanya (spint). b. Kelembapan kayu yang dipakai untuk pekerjaan kayu hlus harus kurang dari 16 % dan kayu yang dikirim ketempat pekerjaan dan harus konstan sampai bangunan selesai. c. Selama pelaksanaan, mutu dan kekeringan kayu harus dijaga dengan penyimpanannya ditempat kering, terlindung dari hujan dan panas.

185

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

2. Macam Pekerjaan Konstruksi dan macam-macam pekerjaan lainnya menggunakan jenis-jenis seperti dibawah ini : •

Kayu kamfer diawetkan Semua kusen, kecuali pintu km/wc, BV.

3. Syarat-syarat pekerjaan a. Semua pekerjaan kayu yang tampak harus diserut rata, khususnya bidangbidang tampak kayu harus benar-benar rata, licin dan diselesaikan sedemikian rupa. b. Semua sambungan kayu memanjang, lubang dan pen harus di meni. Pasal III.23

PEKERJAAN BATU DAN PLESTERAN 1. Bahan a. Semen Portland/PC Semen untuk pekerjaan batu dan plesteran sama dengan yang digunakan untuk pekerjaan beton. (lihat pasal 11). Semen Portland yang dipakai sekualitas semen Nusantara atau Tiga Roda. b. Kapur Kapur yang dipakai adalah kapur pamotan dan sekualitas. c. Pasir

186

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

Pasir yang digunakan harus pasir Muntilan yang berbutir.kadar Lumpur yang terkandung dalam pasir tidak boleh lebih besar 5 %. Pasir harus memenuhi persyaratan PUBB 1970 atau NI-3. d. Air Air yang digunakan untuk adukan dan plesteran sama dengan yang dikerjakan beton (lihat pasal 11). e. Batu bata (Bata Merah) Bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam, tidak menunjukkan retak-retak. Batu merah tersebut ukurannya harus sama perunitnya dan harus memenuhi persyaratan NI-10 dan PUBB 1970 (NI-3), dipakai Ex Penggaron atau sekualitas. f. Batu Gunung / Batu Belah Batu gunung untuk pondasi harus bersih dari kotoran, keras dan memenuhi persyaratan yang ada di PUBB 1970 (NI-3), dipakai Ex pudak Payung. g. Krawang beton harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang sisi dasarnya tidak menunjukkan retak-retak dan perubahan bentuk. Ukuran beton krawang harus sama satu sama lain, krawang beton harus melalui pengujian Konsultan Pengawas. h. Kricak/ split Kerikil yang dipergunakan harus memenuhi persyaratan PUBB 1970 dan PBI 1970 dan PBI 1989. krikil harus cukup keras, bersih serta susunan butirnya gradasinya menurut kebutuhan. Krikil harus melalui yakan (saringan) berlubang persegi 76 mm dan tinggal diatas saringan berlubang 50 mm. batu 187

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

split menggunakan ex Pudak Payung dan sekualitas dari hasil pemecah mesin harus mempunyai ukuran yang hampir sama max 2/3. 2. Macam pekerjaan a. Adukan untuk pasangan dan plesteran dibuat dengan macam-macam perbandingan campuram seperti tersebut dibawah ini : Macam M1

Perbandingan 1 Pc : 2 Ps

Penggunaan - Adukan dan plesteran dinding batu bata dan beton krawang yang kedap air. - Untuk

plesteran

trasram dan plesteran beton yang kedp air M2

1 Pc : 3 Ps

- Untuk plesteran beton bertulang yang tidak kedap air. - Untuk rollag pasangan batu bata. - Sponengan.

M3

1 Pc : 6 Ps

- Untuk

pasangan

pondasi batu belah dan

188

pasangan

batu

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

bata

dan

plesteran

tembok.

b. Pasangan batu kosong (aanstamping) dengan bahan batu gunung dipasang dibawah pondasi batu belah dan diisi dengan pasir. c. Pasangan dinding krawang dengan perekat dari pasta semen (campuran air dengan semen). d. Semua tembok kamar mandi, wc, setinggi 1,50 m diatas lantai dengan adukan macam M1. e. Pasangan tembok setinggi 20 cm diatas lantai dengan campuran spesi 1 Pc : 3 Ps. 3. Syarat-syarat pekerjaan a. Plesteran dinding dan sponing/ plesteran sudut semua dinding yang di plester harus bersih dari kotoran dan disiram dengan air. Sebelum dibuat kepala plesteran paling sedikit 1,50 cm dan paling tebal 2 cm, plesteran yang baru saja selesai tidak boleh langsung difiniksh/ diselesaikan. Penyelesaian plesteran menggunakan pasta semen yang sejenis. Selama proses pengeringan plesteran harus disiram dengan air agar tidak terjadi retak rambut akibat proses pengeringan yang terlalu cepat. Pencampuran adukan hanya boleh menggunakan mesin pengaduk dan campuran dengan tangan hanya boleh dilaksanakan seijin Konsultan Pengawas. Pengadukan harus diatas alas papan atau yang lainnya. Plesteran untuk dinding yang akan di cat tembok

189

PROYEK AKHIR BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT (RKS)

atau di kapur, penyelesaian terakhir harus digosok dengan amplas bekas pakai atau kertas sak semen, semua beton yang di plester harus dibuat kasar dulu agar plesteran dapat melekat. Untuk semua sponingan harus menggunakan campuran M2 (pada daftar), rata, siku dan tajam pada sudutnya. Pasal III.27

PEKERJAAN LAIN-LAIN a. Segala sesuatu yang belum tercantum dalam RKS ini masih termasuk lingkup dalam pelaksanaan ini kontraktor harus menyelesaikan, sesuai dengan petunjuk, Perintah Direksi, baik sesudah atau selama berjalannya pekerjaan, serta perubahan-perubahan di dalam berita acara Aanwijzing. b. Hal-hal yang timbul dalam pelaksanaan dan diperlukan penyelesaian dilapangan akan dibicarakan dan diatur oleh Konsultan Pengawas. Dengan dibuat berita acara yang disyahkan oleh Pengelola Proyek/ Direksi.

190

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

I.

Pekerjaan Persiapan a. Luas yang dibersihkan Panjang

= 60 m

Lebar

= 20 m

Luas

= 60 x 20

20 m

60 m

= 1200 m2

b. Pemasangan Bowplank L = 2 x (20 + 60) 20 m = 160 m2 60 m c.

Pekerjaan Direksi Keet Panjang

= 10 m

Lebar

=5m

Luas

= 10 x 5 = 50 m2

5m

6m

4m

II. Pekerjaan Tanah a. Galian Tanah Pondai Plat Menerus Tipe PL1

Luas penempang

= 1.7 x 2.25 = 3.83 m2

Panjang pondasi

= 55 m

Volume galian tanah = 3.83 x 55 = 210.38 m3 191

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Sirtu padat bawah pondasi tebal 20 cm Volume

= 0. x 55 x 1.7 = 18.7 m3

Tipe PL2 Luas penempang

= 1.4 x 2.25 = 3.15 m2

Panjang pondasi

= 60 m

Volume galian tanah = 3.15 x 60 = 189 m3 Sirtu padat bawah pondasi tebal 20 cm Volume

= 0.2 x 60 x 1.4 = 16.8 m3

Tipe PL3 Luas penempang

= 2 x 2.5 = 4.5 m2

Panjang pondasi

= 24 m

Volume galian tanah = 4.5 x 24 = 108 m3 Sirtu padat bawah pondasi tebal 20 cm Volume

= 0.2 x 24 x 2 = 9.6 m3

b. Galian Tanah Pondai Batu Kali Luas penempang

= 1 x 0.8 = 0.8 m2

192

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Panjang pondasi

= 50 m

Volume galian tanah = 0.8 x 50 = 40 m3 Urugan pasir bawah pondasi tebal 10 cm Volume

= 0.1 x 50 x 0.8 = 4 m3

c. Galian Tanah Pondai Sumuran Luas penempang

= 3.14 x 1.62 = 8.04 m2

Kedalaman pondasi

=4m

Jumlah pandasi

= 2 buah

Volume galian tanah = 2 x 4 x 8.04 = 64.32 m3 Total volume galian tanah pondasi Volume = 210.38 + 189 + 108 + 40 + 64.32 = 611.7 m3 Total volume sirtu padat bawah pondasi Volume = 18.7 + 16.8 + 9.6 =45.1 m3 III. Pekerjaan Pondasi a. Volume Pondai Plat Menerus Tipe PL1 Panjang pondasi

= 55 m

Luas penampang

= 0.45 m2

193

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume pondasi

= 55 x 0.6 = 24.75 m3

Tipe PL2 Panjang pondasi

= 60 m

Luas penampang

= 0.34 m2

Volume pondasi

= 60 x 0.34 = 20.25 m3

Tipe PL3 Panjang pondasi

= 24 m

Luas penampang

= 0.6 m2

Volume pondasi

= 24 x 0.6 = 14.4 m3

b. Volume Pondai Sumuran = 3.14 x 1.62

Luas penempang

= 8.04 m2 Kedalaman pondasi

=4m

Jumlah pandasi

= 2 buah

Volume pondasi sumuran = 2 x 4 x 8.04 = 64.32 m3 c. Volume Pondai Batu Kali Panjang pondasi

= 24 m

Luas penampang

= 0.6 m2

Volume pondasi

= 24 x 0.6 = 14.4 m3

194

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume total pondasi

= 24.75 + 20.25 + 14.4 + 64.32 + 14.4 = 138.12 m3

Urugan Tanah Kembali Volume = V galian tanah – (V sirtu padat + vV pasir urug bawah pondasi + V pondasi) = 611.7 – (45.1 + 4 + 138.12) = 424.48 m3 IV. Pekerjaan Beton a. Beton Kolom Struktur Volume kolom K1 (40x60) Lantai I

= 16 x (4.6 x 0.4 x 0.6) =17.66 m3

Lantai II

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.6) = 16.13 m3

Lantai III

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.6) = 16.13m3

Volume kolom K2 (40x50) Lantai I

= 16 x (4.6 x 0.4 x 0.5) = 14.72 m3

Lantai II

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.5) = 13.44 m3

Lantai III

= 16 x (4.2 x 0.4 x 0.5) = 13.44 m3

195

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume kolom K3 (40x40) Lantai I

= 2 x (4.6 x 0.4 x 0.4) = 1.47 m3

Lantai II

= 2 x (4.2 x 0.4 x 0.4) = 1.34 m3

Lantai III

= 2 x (4.2 x 0.4 x 0.4) = 1.34 m3

Volume kolom K4 (60x60) Lantai I

= 10 x (4.6 x 0.6 x 0.6) = 16.56 m3

Lantai II

= 10 x (4.2 x 0.6 x 0.6) = 15.12 m3

Lantai III

= 4 x (4.2 x 0.6 x 0.6) = 6.05 m3

Volume kolom K5 (20x20) Lantai I

= 6 x (4.6 x 0.2 x 0.2) = 1.10 m3

Volume kolom K6 (30x30) Lantai I

= 2 x (4.6 x 0.3 x 0.3) = 0.28 m3

Lantai II

= 2 x (4.2 x 0.3 x 0.3) = 0.75 m3

196

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Lantai III

= 2 x (4.2 x 0.3 x 0.3) = 0.75 m3

Volume total beton kolom struktur = 136.28 m3 b. Beton Balok Struktur ♦ Balok P3=P4 (30x60) Volume

= 30 x (0.6 – 0.12) x 0.3 = 4.32 m3

♦ Balok AP2=P2 (30x80) Volume

= 114 x (0.8 – 0.12) x 0.3 = 23.26 m3

♦ Balok AP1=P1(30x60) Volume

= 96 x 0.6 x (0.6 – 0.12) = 27.65 m3

♦ Balok CP (40x100) Volume

= 34.4 x 1 x (1 – 0.12) = 30.27 m3

♦ Balok A1=A2=T (20x35) Volume

= 292.2 x (0.35 – 0.12)x 0.2 = 13.44 m3

♦ Balok C1 (40x40) Volume

= 21.6 x (0.4 – 0.12)x 0.4 = 2.42m3

Volume total balok struktur = 101.36 m3 c. Beton Plat Lantai

197

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

♦ Lantai 2 Volume

= 0.12 x {(69.5 x 16.5 )(6 x 6)-( 6 x 3 )-(6 x 3 ) = 128.97 m3

♦ Lantai 3 Volume

= 0.12 x {(69.5 x 16.5 )(6 x 6)-( 6 x 3 )-(6 x 3 ) = 128.97 m3

d. Beton Tangga ♦ Plat tangga Vol. Tangga 1 = 1.528 x 3.84 x 0.16 = 1.12 m3

4m

Vol. Tangga 2 = 1.528 x 3.84 x 0.16 = 1.12 m3 BORDES

Vol. Tangga 3 = 1.64 x 4.00 x 0.16 = 1.05 m3 6m

Total Volume

= 2 x 1.12 m3

2

1

= 2.24 m3 Total Volume tangga = 2 x 2.24 = 4.48 m3

♦ Plat bordes

Tebal bordes =16 cm Volume = 3.6 x 1.5 x 0.15 = 0.81 m3 1,5 m

Total volume bordes = 2 x 0.81

3.6 m

= 0.81 x (2 buah )

198

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

= 1.62 m3 ♦ Balok Bordes (30 x 20) Volume = 0.3 x 0.2 x 4 = 0.24 m3 Total volume bordes

= 0.24 x 2 = 0.48 m3

V. Pekerjaan Penulangan Balok ¾ Balok P3=P4 (30/60) Tul. Pokok

: 9D22 ( 2.98 kg/m) : 9 x 2.98 = 26.82 kg

Tul. Begel

: D8-75 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 7.5 = 13 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (30 - 4) + 2 (60 - 4) + 2 (8 x 1) : 165.6 cm = 1.656 m

Berat dalam 1m

: 1.656 x 0.395 x 13 = 8.56 kg

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 26.82 + 8.56 = 35.38 kg

Volume per m’ balok 30/60

: 0.6 x 0.30x 1 = 0.18 m3

Dalam 1m3

:

1 = 5.55(pot. Balok m’ 30/60) 0.18

199

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 5.55 x 35.38 = 196.55 kg

¾

Balok AP2=P2 (30/80) Tul. Pokok

: 12D22 ( 2.98 kg/m) : 12 x 2.98 = 35.76 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (80-4) + 2 (30-4) + 2 (8 x 1) : 220 cm = 2.2 m

Berat dalam 1m

: 2.2 x 0.395 x 7 = 6.08 kg

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 35.76 + 6.08 = 41.84 kg

Volume per m’ balok 30/80

: 0.80 x 0.30 x 1 = 0.24 m3

Dalam 1m3

:

1 = 4.17 (pot. Balok m’ 30/80) 0.24

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 4.17 x 41.84 = 174.33 kg

¾

Balok AP1 = P1 (30/60) Tul. Pokok

: 6D22 ( 2.98 kg/m) : 6 x 2.98 = 17.88 kg

Tul. Begel

: D10-75 (0.617 kg/m)

200

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 7.5 = 13 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (60-4) + 2 (30-4) + 2 (10 x 1) : 184 cm = 1.84 m

Berat dalam 1m

: 1.84 x 0.617 x 13 = 14.75 kg

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 14.75 + 17.88 = 32.63 kg

Volume per m’ balok 30/60

: 0.60 x 0.30x 1 = 0.18 m3

Dalam 1m3

:

1 = 5.55 (pot. Balok m’ 30/60) 0.18

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 5.55 x 32.63 = 181.09 kg

¾

Balok CP (40/100) Tul. Pokok

: 16D22 ( 2.98 kg/m) : 16 x 2.98 = 47.68 kg

Tul. Begel

: D12-50 (0.888 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 5 = 20 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (100-4) + 2 (40-4) + 2 (12 x 1) : 288 cm = 2.88 m

Berat dalam 1m

: 2.88 x 0.888 x 20 = 51.15 kg

201

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 51.15 + 47.68 = 98.83 kg

Volume per m’ balok 30/120 : 1.00 x 0.30x 1 = 0.3 m3 Dalam 1m3

:

1 = 3.33 (pot. Balok m’ 40/100) 0 .3

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 3.33 x 98.83 = 329.43 kg

¾

Balok A1=A2=T (20/35) Tul. Pokok

: 5D16 ( 1.580 kg/m) : 5 x 1.580 = 7.9 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (35-4) + 2 (20-4) + 2 (7 x 1) : 108 cm = 1.08 m

Berat dalam 1m

: 1.08 x 0.395 x 7 = 2.99 kg

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 2.99 + 7.90 = 10.89 kg

Volume per m’ balok 20/35

: 0.35 x 0.20x 1 = 0.07 m3

Dalam 1m3

:

1 = 14.28 (pot. Balok m’ 20/35) 0.07

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 14.28 x 10.89 = 155.57 kg ¾

Balok C1 (40/40)

202

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Tul. Pokok

: 6D16 ( 1.580 kg/m) : 6 x 1.58 = 9.48 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan

: 2 (40-4) + 2 (40-4) + 2 (7 x 1) : 158 cm = 1.58 m

Berat dalam 1m

: 1.58 x 0.395 x 7 = 4.37 kg

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 4.37 + 9.48 = 13.85 kg

Volume per m’ balok 40/40

: 0.40 x 0.40x 1 = 0.16 m3

Dalam 1m3

:

1 = 6.25 (pot. Balok m’ 40/40) 0.16

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 6.25 x 13.85 = 86.56 kg

Kolom ¾

Kolom K1 (40/60) Tul. Pokok

: 10D22 ( 2.98 kg/m) : 10 x 2.98 = 29.8 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah

203

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (40-8) + 2 (60-8) + 2 (7 x 1) : 182 cm = 1.82 m Berat dalam 1m : 1.82x 0.617 x 7 = 7.86 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 7.86 + 29.8 = 37.66 kg

Volume per m’ kolom 40/60 Dalam 1m3

:

: 0.40x 0.60x 1 = 0.24 m3

1 = 4.17 (pot. kolom m’ 40/60) 0.24

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 4.17 x 37.66 = 157.04 kg

¾

Kolom K2 (40/50) Tul. Pokok

: 8D22 ( 2.98 kg/m) : 8 x 2.98 = 23.84 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (50-8) + 2 (40-8) + 2 (7 x 1) : 162 cm = 1.62 m Berat dalam 1m : 1.62 x 0.395 x 7 = 4.48 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 4.48 + 23.84 = 28.32 kg

Volume per m’ kolom 45/85

204

: 0.40x 0.50x 1 = 0.2 m3

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Dalam 1m3

:

1 = 5 (pot. kolom m’ 40/50) 0.2

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 5 x 28.32 =141.60 kg

¾ Kolom K3 (40/40) Tul. Pokok

: 8D16 ( 1.58 kg/m) : 8 x 1.58 = 12.64 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (40-8) + 2 (40-8) + 2 (7 x 1) : 142 cm = 1.42 m Berat dalam 1m : 1.42 x 0.395 x 7 = 3.93 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 12.64 + 3.93 = 16.57 kg

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.40x 0.40x 1 = 0.16 m3

1 = 6.25 (pot. kolom m’ 40/40) 0.16

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 6.25 x 16.57 = 103.56 kg

¾

Kolom K4 (60/60) Tul. Pokok

: 16D22 ( 2.98 kg/m) : 16 x 2.98 = 47.68 kg

205

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Tul. Begel

: D10-200 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 20 = 5 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (60-8) + 2 (60-8) + 2 (5 x 1) : 218 cm = 2.18 m Berat dalam 1m : 2.18 x 0.617 x 5 = 6.73 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 47.68 + 6.73 = 54.41 kg

Volume per m’ kolom 60/60 Dalam 1m3

:

: 0.60x 0.60x 1 = 0.36 m3

1 = 2.78 (pot. kolom m’ 60/60) 0.36

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 2.78 x 54.41 = 151.26 kg

¾

Kolom K5 (20/20) Tul. Pokok

: 4D16 ( 1.58 kg/m) : 4 x 1.58 = 6.32 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (20-8) + 2 (20-8) + 2 (7 x 1) : 62 cm = 0.62 m Berat dalam 1m : 0.62 x 0.395 x 7 = 1.71 kg

206

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

*Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 6.32 + 1.71 = 8.03 kg

Volume per m’ kolom 20/20 Dalam 1m3

:

: 0.20x 0.20x 1 = m3

1 = 25 (pot. kolom m’ 20/20) 0.04

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan

= 25 x 8.03 = 200.75 kg

¾

Kolom K6 (30/30) Tul. Pokok

: 4D16 ( 1.58 kg/m) : 4 x 1.58 = 6.32 kg

Tul. Begel

: D8-150 (0.395 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (30-8) + 2 (30-8) + 2 (7 x 1) : 102 cm = 1.02 m Berat dalam 1m : 1.02 x 0.395 x 7 = 2.82 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 6.32 + 2.82 = 9.14 kg

Volume per m’ kolom 30/30 Dalam 1m3

:

: 0.30x 0.30x 1 = 0.09 m3

1 = 11.11 (pot. kolom m’ 45/85) 0.09

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 11.11 x 9.14 = 101.55 kg

207

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Sloof ¾

Sloof S1 (30/120) Tul. Pokok

: 10D20 ( 2.46 kg/m) : 10 x 2.46 = 24.6 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (85-8) + 2 (45-8) + 2 (7 x 1) : 242 cm = 2.42 m Berat dalam 1m : 2.42 x 0.617 x 7 = 10.45 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 24.6 + 10.45 = 35.05 kg

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.45x 0.85x 1 = 0.3825 m3

1 = 2.614 (pot. kolom m’ 45/85) 0.382

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 2.614 x 35.05 = 91.62 kg

¾

Sloof S2 (30/120) Tul. Pokok

: 10D20 ( 2.46 kg/m) : 10 x 2.46 = 24.6 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

208

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (85-8) + 2 (45-8) + 2 (7 x 1) : 242 cm = 2.42 m Berat dalam 1m : 2.42 x 0.617 x 7 = 10.45 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 24.6 + 10.45 = 35.05 kg

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.45x 0.85x 1 = 0.3825 m3

1 = 2.614 (pot. kolom m’ 45/85) 0.382

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 2.614 x 35.05 = 91.62 kg ¾

Sloof S3 (30/120) Tul. Pokok

: 10D20 ( 2.46 kg/m) : 10 x 2.46 = 24.6 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (85-8) + 2 (45-8) + 2 (7 x 1) : 242 cm = 2.42 m Berat dalam 1m : 2.42 x 0.617 x 7 = 10.45 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 24.6 + 10.45 = 35.05 kg

209

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.45x 0.85x 1 = 0.3825 m3

1 = 2.614 (pot. kolom m’ 45/85) 0.382

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 2.614 x 35.05 = 91.62 kg

¾

Sloof S4 (30/120) Tul. Pokok

: 10D20 ( 2.46 kg/m) : 10 x 2.46 = 24.6 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (85-8) + 2 (45-8) + 2 (7 x 1) : 242 cm = 2.42 m Berat dalam 1m : 2.42 x 0.617 x 7 = 10.45 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 24.6 + 10.45 = 35.05 kg

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.45x 0.85x 1 = 0.3825 m3

1 = 2.614 (pot. kolom m’ 45/85) 0.382

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 2.614 x 35.05 = 91.62 kg Ringbalk

210

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

¾

Sloof S1 (30/120) Tul. Pokok

: 10D20 ( 2.46 kg/m) : 10 x 2.46 = 24.6 kg

Tul. Begel

: D10-150 (0.617 kg/m)

Banyaknya tul. begel yang dibutuhkan per m’: 100 : 15 = 7 buah Panjang begel : 2 (pj. Balok- selimut) + 2 (l. balok-selimut) + 2.pjg tekukan : 2 (85-8) + 2 (45-8) + 2 (7 x 1) : 242 cm = 2.42 m Berat dalam 1m : 2.42 x 0.617 x 7 = 10.45 kg *Sehingga per m’ membutuhkan : Berat.Tulangan pokok + Berat. Begel

: 24.6 + 10.45 = 35.05 kg

Volume per m’ kolom 45/85 Dalam 1m3

:

: 0.45x 0.85x 1 = 0.3825 m3

1 = 2.614 (pot. kolom m’ 45/85) 0.382

**Jadi, dalam 1m3 beton membutuhkan tulangan = 2.614 x 35.05 = 91.62 kg

A. Plat lantai Tul. Yang digunakan

: 10D10 (0.62 kg/m) : 10 x 0.62 = 6.2 kg

Panjang tulangan per 1m : 100 – 2(tebal selimut) + 2(pj. Tekukan) : (100 – 2.2) + (2.6.1) = 108 cm = 1.08 m Berat dalam 1m

: 1.08 x 6.2 = 6.696 kg

211

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume per m’ plat

: 0.12 x 1x 1 = 0.12 m3

Dalam 1m3

:

1 = 8.37 (pot. plat m’) 0.12

**Jadi, dalam 1m3 beton plat membutuhkan tulangan = 8.37 x 6.696 = 56.046 kg

¾ Pekerjaan Dinding Lantai 1 •

Uraian Dinding a) Luas Dinding B : Luas

= 44.8 x 4.2

Luas Kusen

= 36.5 m2

= 188.16 m2

Luas dinding = 151.66 m2 b) Luas Dinding D : Luas

= 16 x 4.2

Luas Kusen

= 5.54 m2

= 67.2 m2

Luas dinding = 61.66 m2

c) Luas Dinding E : Luas

= 21.6 x 4.2

Luas Kusen

= 6.72 m2

= 90.72 m2

Luas dinding = 84 m2 d) Luas Dinding F : Luas

= 4.2 x 6.8

212

=28.56 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

e) Luas Dinding G: Luas

= 4.2 x 44.8

Luas Kusen

= 46.92 m2

= 188.16 m2

Luas dinding = 141.24 m2 f) Luas Dinding H: Luas

= 4.2 x 3.6

Luas Kusen

= 6.72 m2

= 15.12 m2

Luas dinding = 8.4 m2 g) Luas Dinding 1: Luas

= 4.2 x 13

Luas Kusen

= 9.56 m2

= 54.6 m2

Luas dinding = 45.04 m2 h) Luas Dinding 5: Luas

= 4.2 x 11.2

Luas Kusen

= 2.52 m2

= 47.04 m2

Luas dinding = 44.52 m2 i) Luas Dinding 7: Luas

= 4.2 x 11.2

= 47.04 m2

j) Luas Dinding 7.5: Luas

= 4.2 x 2.6

Luas Kusen

= 3.36 m2

= 10.92 m2

Luas dinding = 7.56 m2 k) Luas Dinding 8: Luas

= 4.2 x 1.5

213

= 6.3 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

l) Luas Dinding 8.5: Luas

= 4.2 x 3

=12.6 m2

m) Luas Dinding 9: Luas

= 4.2 x 1.5

=6.3 m2

n) Luas Dinding 9.5: Luas

= 4.2 x 2.6

Luas Kusen

= 1.68 m2

= 10.92 m2

Luas dinding = 9.24 m2 o) Luas Dinding 10: Luas

= 4.2 x 11.2

= 47.04 m2

p) Luas Dinding 12: Luas

= 4.2 x 5.6

= 23.52 m2

q) Luas Dinding 13: Luas

= 4.2 x 11.2

Luas Kusen

= 2.52 m2

= 47.04 m2

Luas dinding = 37.8 m2 r) Luas Dinding 16: Luas

= 4.2 x 13

Luas Kusen

= 9.56 m2

= 54.6 m2

Luas dinding = 45.04 m2 Jumlah luas dinding lantai 1 yaitu 995.68 m2

Lantai 2 •

Uraian Dinding

214

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

a) Luas Dinding B : Luas

= 3.8 x 44.8

Luas Kusen

= 31.75 m2

= 170.4 m2

Luas dinding = 138.49 m2 b) Luas Dinding D : Luas

= 3.8 x 19.2

Luas Kusen

= 5.04 m2

= 72.96 m2

Luas dinding = 67.92 m2 c) Luas Dinding E : Luas

= 3.8 x 25.2

Luas Kusen

= 7.56 m2

= 95.76 m2

Luas dinding = 88.2 m2 d) Luas Dinding F : Luas

= 3.8 x 9.6

= 36.48 m2

e) Luas Dinding G: Luas

= 3.8 x 44.8

Luas Kusen

= 33.5 m2

= 170.24 m2

Luas dinding = 136.74 m2 f) Luas Dinding H: Luas

= 3.8 x 9.6

Luas Kusen

= 10.08 m2

= 36.48 m2

Luas dinding = 26.4 m2 g) Luas Dinding 1: Luas

= 3.8 x 13

215

= 49.4 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Luas Kusen

= 6.2 m2

Luas dinding = 43.2 m2 h) Luas Dinding 4: Luas

= 3.8 x 10.4

Luas Kusen

= 2.52 m2

= 39.52 m2

Luas dinding = 37 m2 i) Luas Dinding 7: Luas

= 3.8 x 10.4

= 39.52 m2

j) Luas Dinding 7.5: Luas

= 3.8 x 3

Luas Kusen

= 3.36 m2

= 11.4 m2

Luas dinding = 8.04 m2 k) Luas Dinding 8: Luas

= 3.8 x 1.5

= 5.7 m2

l) Luas Dinding 8.5: Luas

= 3.8 x 3

= 11.4 m2

m) Luas Dinding 9: Luas

= 3.8 x 1.5

= 5.7 m2

n) Luas Dinding 9.5: Luas

= 3.8 x 3

Luas Kusen

= 3.36 m2

= 11.4 m2

Luas dinding = 8.04 m2 o) Luas Dinding 10: Luas

= 3.8 x 10.4

216

= 39.52 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

p) Luas Dinding 11: Luas

= 3.8 x 6

= 22.8 m2

q) Luas Dinding 13: Luas

= 3.8 x 10.4

Luas Kusen

= 2.52 m2

= 39.52 m2

Luas dinding = 37 m2 r) Luas Dinding 16: Luas

= 3.8 x 13

Luas Kusen

= 6.2 m2

= 49.4 m2

Luas dinding = 43.2 m2 Jumlah luas dinding lantai 2 yaitu 795.35 m2 Lantai 3 •

Uraian Dinding a) Luas Dinding B : Luas

= 3.5 x 44.8

Luas Kusen

= 44.74 m2

= 156.8 m2

Luas dinding = 112.06 m2 b) Luas Dinding D : Luas

= 3.5 x 42.4

Luas Kusen

= 15.12 m2

= 148.4 m2

Luas dinding = 132.88 m2 c) Luas Dinding E : Luas

= 3.5 x 43.2

Luas Kusen

= 15.12 m2

217

= 151.2 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Luas dinding =136.08 m2 d) Luas Dinding F : Luas

= 3.5 x 10

= 35 m2

e) Luas Dinding G: Luas

= 3.5 x 44.8

Luas Kusen

= 38.2 m2

= 156.8 m2

Luas dinding = 118.6 m2 f) Luas Dinding H: Luas

= 3.5 x 10

Luas Kusen

= 10.08 m2

= 35 m2

Luas dinding = 24.92 m2 g) Luas Dinding 1: Luas

= 3.5 x 13

Luas Kusen

= 3.4 m2

= 45.5 m2

Luas dinding = 42.1 m2 h) Luas Dinding 3: Luas

= 3.5 x 14

= 49 m2

i) Luas Dinding 5: Luas

= 3.5 x 14

= 49 m2

j) Luas Dinding 7: Luas

= 3.5 x 13.8

= 48.3 m2

k) Luas Dinding 7.5: Luas

= 3.5 x 1.5

Luas Kusen

= 1.68 m2

218

= 5.25 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Luas dinding = 3.57 m2 l) Luas Dinding 8: Luas

= 3.5 x 1.5

= 5.25 m2

m) Luas Dinding 8.5: Luas

= 3.5 x 3

= 10.5 m2

n) Luas Dinding 9: Luas

= 3.5 x 1.5

= 5.25 m2

o) Luas Dinding 9.5: Luas

= 3.5 x 1.5

Luas Kusen

= 1.68 m2

= 5.25 m2

Luas dinding = 3.57 m2 p) Luas Dinding 10: Luas

= 3.5 x 13.8

= 48.3 m2

q) Luas Dinding 12: Luas

= 3.5 x 14

= 49 m2

r) Luas Dinding 14: Luas

= 3.5 x 14

= 49 m2

s) Luas Dinding 16: Luas

= 3.5 x 13

Luas Kusen

= 3.4 m2

= 45.5 m2

Luas dinding = 42.1 m2 Jumlah luas dinding lantai 3 yaitu 1126.53 m2 ¾ Pekerjaan Kusen a. Kusen Pintu Dan Jendela

219

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

1. Tipe P1 Panjang 2. Tipe P2 Panjang 3. Tipe P3 Panjang 4. Tipe P4 Panjang 5. Tipe J1 Panjang 6. Tipe J2 Panjang 7. Tipe J3 Panjang 8. Tipe J4 Panjang 9. Tipe J5 Panjang

= 4 buah = {( 2.10 x 2) + 1.6 } x 4

= 23.2 m

= 1 buah = ( 2.5 x 2 ) + 1.9

= 6.9 m

= 25 buah = {( 2.10 x 2 ) + 1.2 } x 25

= 135 m

= 24 buah = {( 2.10 x 2 ) + 0.8 } x 24

= 120 m

= 58 buah = {( 1.2 x 4 )+ ( 2 x 2 )} x 58

= 510.4 m

= 2 buah = {( 1.5 x 5 ) + ( 2 x 3 )} x 2

= 27 m

= 58 buah = {( 0.5 x 4 ) + ( 2 x 2 )} x 58

= 348 m

= 2 buah = {( 0.5 x 3 ) + ( 1.4 x 2)} x 2

= 8.6 m

= 70 buah = {( 0.5 x 2 ) + ( 0.7 x 2 )} x 70

ƒ Panjang kayu kusen

= 168 m + = 1347.1 m

ƒ Telinga kusen

= ( 54 x 2 x 0.15) + ( 190 x 4 x 0.15) = 130.2 m

ƒ Panjang Kayu total

= 1347.1 + 130.2

= 1477.3 m

ƒ 10 % kayu yang hilang

= 10 % x 1477.3

= 147.73 m

ƒ Total

= 1477.3 +147.73

= 1625.03 m

220

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

ƒ Volume

= 1625.03 x 0.08 x 0.16 = 20.8 m3

b. Memeni Kayu yang menyentuh Pasangan Luas kayu yang menyentuh pasangan : 1. 4 Buah Tipe P1 = {( 2.10 x 2 ) + 1.6 } x 4

= 23.2 m2

2. 1 Buah Tipe P2 = {( 2.5 x 2 ) + 1.9 }

= 6.9 m2

3. 25 Buah Tipe P3 = {( 2.10 x 2 ) + 1.2 } x 25

= 135 m2

4. 24 Buah Tipe P4 = {(2.10 x 2 ) + 0.8 } x 24

= 120 m2

5. 58 Buah Tipe J1 = { 2 x ( 2 + 1.2 )} x 58

= 371.2 m2

6. 2 Buah Tipe J2 = { 2 x ( 2 + 1.5 )} x 2

= 14 m2

3. 58 Buah Tipe J3 = { 2 x ( 2 + 0.5 )} x 58

= 290 m2

3. 2 Buah Tipe J4 = { 2 x ( 1.4 + 0.5 )} x 2

= 7.6 m2

3. 70 Buah Tipe J4 = { 2 x ( 0.5 + 0.7 )} x 70

= 168 m2 + = 1135.9 m2

Luas telinga kusen : 1. Tipe P1

= 4 x ( 2 x 0.0411 )

= 0.3288 m2

2. Tipe P2

=1x ( 2 x 0.0411 )

= 0.0822 m2

3. Tipe P3

= 25 x ( 2 x 0.0411 ) = 2.055 m2

4. Tipe P4

= 24 x ( 2 x 0.0411 ) = 1.9728 m2

5. Tipe J1

= 58 x ( 2 x 0.0411 ) = 9.5352 m2

6. Tipe J2

= 2 x ( 2 x 0.0411 )

7. Tipe J3

= 58 x ( 2 x 0.0411 ) = 9.5352 m2

8. Tipe J4

= 2 x ( 2 x 0.0411 )

221

= 0.3288 m2

= 0.3288 m2

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

9. Tipe J5

= 70 x ( 2 x 0.0411 ) = 11.508 m2+ = 35.64748 m2

+ = 1171.575 m2

TOTAL

c. Baut / Angkur Berdasarkan perletakan baut dan angkur dibutuhkan 1088 buah angker. Berdasarkan daftar baja ø 16 mm, beratnya 1.58 kg/m. Panjang baut angkur 0.35 m, jdadi beratnya ± 0.553 kg. Volume baut / angkur kesluruhan 1088 x 0.553 = 601.664 kg

VI. Pekerjaan Atap a. Rangka kuda-kuda

= 16823.40 kg

b.Gording

= 8796 kg

c. Reng, kaso

= 2052.01 m2

d.Papan Reuter, kerpus

= 86 m

e. Atap genteng

= 2052.01 m2

f. Papan Listplank

= 547.36 m

VII. Pekerjaan Plafon ¾ Balok Plafon Rangka Plafon ƒ

Lantai 1 : 6/12 = 837.03 m 5/7

ƒ

=

775.50 m

Lantai 2 : 6/12 = 837.03 m

222

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

5/7 ƒ

=

775.50 m

Lantai 3 : 6/12 = 850.80 m 5/7

=

+ 781.95 m +

Total = 2524.86 m 2332.95 m ƒ

Lantai 1 luar : 6/12 = 490 m 5/7

=

+ 379 m

+

Total panjang rangka = 3032.86 m 2711.95 m Volume 6/12 5/7

= 3032.86 x 0.06 x 0.12

= 21.836 m3

= 2711.95 x 0.05 x 0.07

= 9.492 m3 + = 31.328 m3

10 % kayu hilang

= 10 % x 31.328

= 3.1328 m3 + = 34.461 m3

Volume balok plafon

¾ Memasang Plafon a. Plafon dalam Lantai 1 : Luas ruangan keseluruhan

= 782.21 m2

Lantai 2 : Luas ruangan keseluruhan

= 781.13 m2

Lantai 3 : Luas ruangan keseluruhan

= 772.95 m2 +

Total jumlah luas semua ruangan

= 2336.29 m2

Volume

= 2336.29 m2

b. Plafon Luar Teras lantai 1 = 409.4 m2 Volume

= 409.4 m2

223

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

VIII. Pekerjaan Plesteran Plesteran Dinding Berdasarkan pekerjaan dinding : Lantai 1 dengan Luas

= 995.68 m2

Lantai 2 dengan Luas

= 795.35 m2

Lantai 3 dengan Luas

= 1126.53 m2 +

Total

= 2917.56 m2

Jumlah Luas pleseteran

= 2 x 2917.56 m2 = 5835.12 m2

IX. Pekerjaan Lantai ¾ Urugan Dibawah Lantai a. Urugan tanah dibawah lantai 1 Luas ruangan keseluruhan Lantai 1 = 782.212 m2 Luas teras

= 268.2 m2 +

Total

= 1050.412 m2

Tebal urugan

= 0.6 m

Volume Urugan

= 0.6 x 1050.412

b. Urugan pasir dibawah lantai Luas Ruangan Lantai 1

= 785.21 m2

Luas Ruangan Lantai 2

= 781.13 m2

Luas Ruangan Lantai 3

= 772.95 m2

Luas teras

= 268.2 m2 +

Total

= 2604.49 m2 224

= 630.247 m3

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Tebal pasir

= 0.10 m2

Volume

= 0.10 x 2604.49

= 260.449 m3

¾ Pasangan Lantai Campuran 1 : 3 : 10 a. Volume keramik 40 x 40 Luas ruangan keseluruhan

= 2604.49 m2

Volume

= 2604.49 m2

b. Pasangan Ubin keramik 20 x 20 Luas pasangan pada kamar mandi

= 48.8852 m2

Jumlah kamar mandi

= 16 buah

Volume

= 782.1632 m2

= 16 x 48.8852

X. Pekerjaan Pintu dan jendela ¾ Pintu / Jendela a. Pintu Panil 1. Tipe P1 Luas 2. Tipe P2 Luas 3. Tipe P3 Luas 4. Tipe P4 Luas

= 4 buah = ( 1.60 x 2.10 ) x 4

= 13.44 m2

= 1 buah = ( 1.90 x 2.50 )

= 4.75 m2

= 25 buah = ( 1.2 x 2.1 ) x 25

= 63 m2

= 24 buah = ( 0.8 x 2.1 ) x 24 225

= 40.32 m2 +

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Volume panil pintu kayu jati

(X a) = 121.51 m2

b. Jendela Kaca 1. Tipe J1 Luas 2. Tipe J2 Luas 3. Tipe J3 Luas 4. Tipe J4 Luas 5. Tipe J5 Luas

= 58 buah = {(1.20 x .60) x 2 } x 58

= 83.52 m2

= 2 buah = {( 1.20 x 0.60 ) x 3 } x 2

= 4.32 m2

= 58 buah = {( 0.40 x 0.60 ) x 3 } x 58 = 41.76 m2 = 2 buah = {( 0.4 x 0.6 ) x 2 } x 2

= 0.96 m2

= 70 buah = ( 0.40 x 0.60 ) x 70

Volume jendela kaca (X b)

= 16.8 m2 + = 147.36 m2

¾ Penggantung / Kunci a. Engsel Jumlah kesluruhan Engsel untuk pasangan pintu dan jendela dibutuhkan 992 buah engsel. b. Kunci Tanam Jumlah keseluruhan Pintu = 54 buah Jumlah Kunci Tanam

= 54 buah

c. Grendel Grendel kunci untuk pintu dengan 2 daun pintu

= 30 buah

Grendel kunci untuk daun jendela

= 370 buah

226

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

XI. Pekerjaan Cat a. Mencat Dinding Berdasarkan pekerjaan plesteran = 5835.12 m2 = 5835.12 m2

Volume (XI a) b. Mencat kusen + pintu

ƒ Panjang kusen yang menyentuh pasangan = 1135.9 m Keliling

= ( 2 x 0.06 ) + 0.12

= 0.24 m

Luas

= 1135.9 x 0.24

= 272.616 m2

ƒ Mencat pintu Luas daun pintu

= 121.51 m2

Luas cat

= 2 x 121.51

= 243.02 m2

Volume

(XI b)

= 515.636 m2

XII. Pekerjaan Perlengkapan Dalam ¾ Listrik a. Pasangan instalasi dalam : Lampu Pijar : 49 buah Lampu TL

: 112 buah

b. Sekering group 3 buah c. Stop kontak 59 buah d. Saklar seri 32 buah 227

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

e. Saklar Paralel 25 buah ¾ Sanitasi air a. Kloset Porselen Jumlah kamar mandi 16, jadi kloset yang dipasang sebanyak 16 buah kloset jongkok. b. Pemasangan Instalasi Bersih Pipa d = ½ “, panjang = 80 m c. Pemasangan Instalasi Air Kotor Pipa d = 2 “, panjang = 61 m d. Kran Dipasang pada kamar mandi dan lavatory sebanyak 36 buah.

XIII. Pekerjaan Perlengkapan Luar a. Saluran keliling bangunan Saluran terbuka penampung air hujan dengan panjang =168 m b. Septick tank Penampungan kotoran digunakan septicktank sebanyak 4 buah

228

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

DAFTAR HARGA BAHAN DAN UPAH PEKERJAAN

: PEMBANGUNAN GEDUNG KULIAH DAN LABORATURIUM 3 LANTAI TAHAP JURUSAN BAHASA INGGRIS DAN BAHASA INDONESIA FBS UNNES SEMARANG

LOKASI

: GUNUNG PATI SEKARAN

TH. ANGG.

: 2006

Tabel 5. Daftar harga bahan dan upah No.

URAIAN BAHAN/UPAH

SATUAN

HARGA

A.

DAFTAR BAHAN

1

Batu belah

m3

155.000,00

2

Batu pecah mesin

m3

160.000,00

3

Batu bata

4

Kerikil beton

buah

200,00

m3

140.000,00

3

5

Pasir urug

m

65.000,00

6

Pasir pasang

m3

120.000,00

7

Pasir beton

m3

145.000,00

8

Kapur pasang

m3

130.000,00

9

Sirtu

m3

65.000,00

10

PC (40 kg/zak)

zak

29.000,00

11

Besi beton polos/ulir

kg

6.000,00

12

Kawat bendrat

kg

8.500,00

13

Paku biasa

kg

8.500,00

14

Kayu cetakan

m3

900.000,00

15

Papan cetakan

m3

900.000,00

16

Bambu

batang

6.800,00

17

Tali ijuk

kg

4.000,00

229

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

B.

DAFTAR UPAH

1

Mandor

Hari

35.000,00

2

Kepala tukang kayu

Hari

35.000,00

3

Kepala tukang batu

Hari

35.000,00

4

Kepala tukang besi

Hari

35.000,00

5

Tukang kayu

Hari

35.000,00

6

Tukang batu

Hari

32.500,00

7

Tukang besi

Hari

30.000,00

8

Pekerja

Hari

22.000,00

230

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

DAFTAR SATUAN PEKERJAAN Tabel 6. Daftar satuan pekerjaan No

URAIAN PEKERJAAN

SATUAN

.

JUMLAH HARGA

1

Pekerjaan galian tanah

m3

15.920,00

2

Urugan tanah

m3

4.889,00

3

Urugan pasir

m3

101.200,00

4

Urugan Sirtu

3

m

101.200,00

5

Pas. Bato kosong/aanstamping

m3

219.952,00

6

Pas. Batu belah 1 pc : 5 ps

m3

405.205,00

7

Pekerjaan beton cor 1 pc:3 ps:5 kr(bow)

m3

495.960,00

8

Pekerjaan beton cor 1 pc:2 ps:3 kr(bow)

m3

568.800,00

9

Pek. Tulangan besi untuk tulangan beton

1.340.000,00

Tulangan 100

kg

1.072.000,00

Tulangan 110

kg

1.179.200,00

10

Pek. Cetakan beton untuk 1 m3 beton

11

Bongkar begisting

12

Untuk 1 m3 beton bertulang

10 m2

634.000,00

m2

3.369,00

10 m2

33.691,00

3

13

Pas. Pondasi siklop 30% batu belah

m

795.725,00

14

Pas. Pondasi siklop 60% batu belah

m3

842.225,00

15

Pasangan batu bata 1 pc : 3 ps

m3

385.410,00

231

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

PRESENTASE BOBOT PEKERJAAN I. PEKEJAAN PERSIAPAN Harga Persentase

= 2,617,200.00 2.617.200,00 = x 100 % = 0,059 % 4.432.795.540,89

II. PEKERJAAN TANAH Harga Persentase

= 23,103,302.63 23,103,302.63 = x 100 % = 0,521 % 4.432.795.540,89

III. PEKERJAAN PONDASI Harga Persentase

= 267,026,152.92 267,026,152.92 = x 100 % = 6,024 % 4.432.795.540,89

IV. PEKERJAAN BETON Harga Persentase

= 2,717,086,824.84 2,717,086,824.84 = x 100 % = 61,295 % 4.432.795.540,89

V. PEKERJAAN ATAP Harga Persentase

= 601,906,853.85 601,906,853.85 = x 100 % = 13,578 % 4.432.795.540,89

VI. PEKERJAAN PLAFON Harga Persentase

= 223,169,683.20 223,169,683.20 = x 100 % = 5,034 % 4.432.795.540,89

VII. PEKERJAAN PLESTERAN Harga Persentase

= 125,962,735.44 125,962,735.44 x 100 % = 2,842 % = 4.432.795.540,89

VIII. PEKERJAAN LANTAI 232

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

Harga Persentase

= 228,109,230.24 228,109,230.24 = x 100 % = 5,146 % 4.432.795.540,89

IX. PEKERJAAN PINTU DAN JENDELA Harga Persentase

= 111,020,944.36 111,020,944.36 = x 100 % = 2,504 % 4.432.795.540,89

X. PEKERJAAN CAT Harga Persentase

85,243,022.41 85,243,022.41 = x 100 % = 1,923 % 4.432.795.540,89 =

XI. PEKERJAAN PERLENGKAPAN DALAM Harga persentase

36,326,833.00 36,326,833.00 = x 100 % = 0,819 % 4.432.795.540,89 =

XII. PEKERJAAN PERLENGKAPAN LUAR Harga Persentase

= 11,222,758.00 11,222,758.00 = x 100 % = 0,253 % 4.432.795.540,89

233

PROYEK AKHIR BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA

234

PROYEK AKHIR BAB XIII PENUTUP

BAB XIII PENUTUP

Dalam penyusunan Proyek Akhir Perencanaan Struktur Gedung Kuliah dan Laboratorium Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris dan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES ini banyak sekali dijumpai hambatan. Hal tersebut karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek. Meskipun demikian, penulis mencoba mengatasi dengan teori yang telah diterima di bangku kuliah dan berbagai literatur tentang pelaksanaan suatu proyek, dengan upaya tersebut, hambatan – hambatan di atas dapat diatasi. 8.1 Kesimpulan 1. Dalam perencanaan suatu stuktur bangunan diperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi sehingga perhitungan yang dihasilkan benar – benar akurat dan sesuai dengan yang diharapkan. 2. Dengan rencana kerja yang baik akan membantu pelaksanaan dan penghematan dalam hal penggunaan sumber tenaga, material, peralatan, dan keuangan yang diperlukan. 3. Gambar kerja merupakan pedoman yang sangat menetukan dalam hal pelaksanaan dan perhitungan anggaran biaya pelaksanaan pekerjaaan disamping rencana kerja dan syarat – syarat (RKS).

253

PROYEK AKHIR BAB XIII PENUTUP

8.2 Saran 1. Pelaksanaan

poyek

harus

disesuaikan dengan rencana kerja

dan syarat – syarat yang telah ditentukan agar dapat menghasilkan stuktur bangunan yang sesuai dengan yang diharapkan maupun persyaratan. 2.

Pelaksanaan pembangunan proyek harus diusahakan cepat dan tepat dalam segala pelaksanaanya sesuai dengan time schedule yang telah dibuat dengan tetap memperhatikan mutu dan kualitas bangunan.

3. Untuk memperlancar kegiatan proyek agar selesai tepat pada waktunya diperlukan kerjasama yang baik antara pihak – pihak yang terkait dalam pembangunan proyek tersebut. 4. Dalam pelaksanaan pembangunan proyek harus dilakukan pengawasan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan yang dapat berakibat fatal, baik pada keamanan saat pelaksanaan maupun tingkat kenyamanan selama bangunan yang telah berdiri digunakan.

254

PERENCANAAN PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK PERUMAHAN GARDEN HILLS ESTATE SAMARINDA

SKRIPSI

Oleh:

CAINIE 0709035049

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA 2012

1

PERENCANAAN PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK PERUMAHAN GARDEN HILLS ESTATE SAMARINDA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Strata 1 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman

Oleh:

CAINIE 0709035049

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA 2012 2

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……………………………………………………………………. Pernyataan Keaslian Skripsi …………………………………………………….. Halaman Pengesahan …………………………………………………………….. Halaman Persembahan …………………………………………………………... Abstrak ……………………………………………………………………………. Abstract……………………………………………………………………………. Kata Pengantar …………………………………………………………………… Daftar Isi ……………………………………………………………………........... Daftar Tabel …….………………………………………………………………… Daftar Gambar ………………………………………………………………….... Daftar Grafik ……………………………………………………………………... Daftar Istilah ............................................................................................................ Daftar Lampiran ………………………………………………………………..…

ii iii iv v vi vii viii x xii xiii xiv xv xvi

BAB I

PENDAHULUAN ………………………………………………….....

1

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6

Latar Belakang ………………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………................ Perumusan Masalah …………………………………………………… Batasan Masalah ……………………………………………………….. Lokasi Penelitian ………………………………………………………. Sistematika Penulisan ……………………………………….………….

1 2 3 3 3 3

BAB II

LANDASAN TEORI …………………………………….……………

5

2.1 2.2 2.3 2.3.1 2.3.2 2.3.2 2.4

Limbah Domestik ………….………………………………….............. Karakteristik dan Komposisi Limbah Domestik ..…………..………… Sistem Pengolahan Limbah Domestik .…............................................... Septic Tank ………………………………………….………………… Anaerobic Filter …………………………………….……………….... Anaerobic Baffled Reactor ……….………………….…........................ Perencanaan Sistem Perpipaan …………………………………………

5 6 9 12 13 14 17

BAB III

KEGIATAN PENELITIAN ……………………………………........

20

3.1 3.2 3.3

Waktu Penelitian ……………………………………….….…............... Metode Penelitian ……………………………………….…………….. Tahapan Penelitian ……………………………………….…………….

20 20 20 3

3.4 3.5

Relevansi ……………………………………………………………… Diagram Alir Penelitian ………………………………………………..

22 23

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISA ……………………………………

24

4.1 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.3 4.3.1 4.3.2 4.3.3 4.4

Gambaran Umum Wilayah Perencanaan ………………...…............... Uraian Proses Rancangan …………………………………….............. Kriteria ABR 1 ………………………………………………………… Kriteria ABR 2 ………………………………………………………… Kriteria ABR 3 ………………………………………………………… Dimensi ABR ………………………………………………………….. Dimensi ABR 1 ………………………………………………………... Dimensi ABR 2 ……………………………………………………….. Dimensi ABR 3 ………………………………………………………... Sistem Jaringan Penyaluran Limbah ..………………………………….

24 25 27 29 31 33 34 41 42 42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….

52

5.1 5.2

Kesimpulan ……………………………………………………………. Saran ……………………………………………………………………

52 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

4

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18

Rataan aliran limbah dari Daerah Pemukiman …………… ……… Komposisi Fisik dan Kimia Domestik ……………………………... Komposisi Air Limbah Dari Kamar Mandi Dan WC ………………. Perbandingan Proses Aerobik dan Anaerobik ……………………… Kelebihan dan Kekurangan ABR …………………………………... Kriteria Desain Anaerobic Baffled Reacktor ………………………. Tipe Pembuatan Desain ABR ………………………………………. Kemiringan Saluran Untuk Tiap Pipa ……………………………… Nilai Populasi Ekuivalen ……..……...…………………………….. Konversi Nilai PE terhadap Diameter Pipa ………………………… Gambaran Umum Garden Hills Estate ……………………………... Spesifikasi Kriteria Pengolahan ABR ……………………………… Kriteria Desain Pengolahan ABR 1 ………………………………… Kriteria Perencanaan ABR 1 ……………………………………….. Dimensi Pengolahan ABR 1 ……………………………………….. Dimensi Pengolahan ABR 2 ……………………………………….. Dimensi Pengolahan ABR 3 ……………………………………….. Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 1 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan evennaa ABR 1 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan Modenna-Catania ABR 2 …..…………. Sistem Jaringan Perpipaan Catania ABR 2 ……………..…………. Sistem Jaringan Perpipaan Modenna-Catania ABR 2 …..…………. Sistem Jaringan Perpipaan Tropical ABR 3 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan ModennaABR 3 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan Tropical ABR 3 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3 ……………………..…. Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3 ……………………..….

6 8 9 12 16 16 17 18 18 19 25 27 34 34 41 41 42 43 45 46 47 47 48 49 50 51 51 52

5

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4

Pengelompokan Kandungan Air Limbah ……………………….…. Diagram Pengolahan Individu Air Limbah ………………………… Pengolahan Individu Pada Lingkungan Terbatas …………………... Pengolahan Limbah Secara Komunal ……………………………… Anaerobic Filter …………………………………………………….. Anaerobic Baffled Reactor …………………………….………….... Diagram Alir Penelitian ………………………………….…………. Lokasi Perumahan Garden Hills Estate …………………………….. Lokasi pengolahan ABR 1 ………………………………………….. Lokasi pengolahan ABR 2 ………………………………………….. Lokasi pengolahan ABR 3 …………………………………………..

7 10 11 11 14 15 23 24 28 30 32

6

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 4.3 Grafik 4.4 Grafik 4.5 Grafik 4.6 Grafik 4.7 Grafik 4.8

HRT dengan Faktor Pengurangan COD ……………………………. Rasio Pengurangan COD dengan Pengurangan BOD ……………… Pengurangan Volume Lumpur Selama Waktu Penyimpanan ……… Hubungan antara Faktor BOD Removal dengan Strength …..……... Faktor Temperature ………………………..……………………….. Hubungan antara Jumlah Uplift Chamber dan BOD Removal .……. Faktor HRT dalam Baffled Reactor ………………………………… Faktor Volumetric BOD Loading …………………………………..

35 35 36 38 39 39 40 40

7

DAFTAR ISTILAH

ABR IPAL IPLT on site off site Up-flow Velocity Peak Flow Rate Effluent Influent UASB Tractive Force MCK PE HRT COD BOD TSS P Q Vs

: Anaerobic Baffled Reactor : Instalasi Pengolahan Air Limbah : Instalasi Pengolahan Limbah Tinja : Pengolahan individual : Pengolahan komunal : Kecepatan aliran ke atas : Kecepatan aliran puncak : Nilai parameter limbah yang masuk ke pengolahan : Nilai parameter limbah hasil pengolahan : Upflow Anaerobic Sludge Blanket : Pembilasan sendiri : Mandi Cuci Kakus : Population Ekuivalen : Hydarulic Retention Times : Chemical Oxygen Demand : Biological Oxygen Demand : Total Suspended Solid : Jumlah penghuni perumahan : Debit limbah : Volume sludge

8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4

Perhitungan Dimensi ABR 2 dan ABR 3 Dokumentasi Penelitian Gambar Dimensi Pengolahan Anaerobic Baffled Reactor Gambar Sistem Jaringan Penyaluran Limbah

9

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut UUPPLH nomor 32 tahun 2009, lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, namun kecenderungannya manusia banyak melakukan kegiatan yang menyebabkan pencemaran sehingga terjadinya penurunan fungsi lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan konsekuensi dari setiap kegiatan manusia yang berkaitan langsung dengan lingkungan, dimana potensi timbulnya pencemaran berjalan tegak lurus dengan jumlah populasi dan kegiatan manusia. Limbah domestik merupakan jumlah pencemar terbesar yang masuk ke perairan yang berasal dari air bekas cucian, kamar mandi, dan dari dapur. Selain itu buangan eksreta yaitu tinja dan urine manusia dipandang berbahaya karena dapat menjadi media penyebaran penyakit (Nur’arif, 2008). Faktor utama penyebab tingginya pencemaran lingkungan dari limbah domestik dikarenakan tidak memadainya akses sanitasi publik dan teknologi yang diterapkan. Berdasarkan anonim (2008), jumlah masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses sanitasi yang layak sebesar 30,7% dengan prosentase pencemaran air tanah perkotaan yaitu 70% dan air sungai 75%. Permasalahan yang terjadi yaitu laju perkembangan pembangunan sarana pengelolaan air limbah domestik secara terpusat sangat lambat hanya sekitar 3,5% dari total daerah pelayanan, serta teknologi pengolahan air limbah rumah tangga secara individual ataupun semi komunal tidak memadai dan kurang sekali sehingga pengelolaan tidak dapat dilakukan secara maksimal. Sistem pembuangan air limbah yang 10

digunakan masyarakat yakni air limbah yang berasal dari kakus dialirkan ke dalam tangki septik dan diresapkan ke dalam tanah atau di buang ke saluran umum. Sedangkan air limbah toilet yang berasal dari kamar mandi, mencuci, dan serta buangan dapur langsung disalurkan ke drainase umum, sehingga potensi pencemaran dan dampak lingkungan yang ditimbulkan akan berdampak langsung pada kehidupan manusia dan ekosistem sekitar. Garden Hills Estate merupakan salah satu kawasan perumahan dengan luas ±50,865 m2 yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dari limbah domestik yang berasal dari kegiatan memasak, mandi, mencuci, dan aktifitas pembuangan pada toilet. Jumlah rumah yang akan di bangun pada perumahan Garden Hills Estate yaitu 202 unit rumah dan jumlah air limbah domestik dari pemukiman yang akan dibuang ke lingkungan 45-150 liter/hari (Anonim, 2011). Mengingat potensi pencemaran yang akan terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan pengolahan limbah domestik, yakni dengan membuat sistem jaringan dari rumah ke saluran pengumpul dan kemudian diolah dengan teknologi sehingga mencapai baku mutu yang ditetapkan agar aman dibuang ke lingkungan. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah domestik yang berasal dari kawasan perumahan dengan lahan yang sempit (Raditya & Masduqi, 2010). Jika dirancang dengan baik ABR dapat berfungsi mengendalikan potensi rembesan limbah tinja ke sumber air tanah, dan menurunkan kandungan organik air limbah domestic sehingga air dapat digunakan untuk kebutuhan mahluk hidup.

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

Melakukan perencanaan pengolahan limbah domestik komunal dengan sistem pengolahan ABR.

2.

Menentukan sistem jaringan penyaluran limbah menuju unit pengolahan pada kawasan perumahan Garden Hills Estate Samarinda.

11

1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana perencanaan pengolahan limbah domestik pada kawasan perumahan dengan sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR).

1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah melakukan perencanaan pengolahan limbah domestik yang berasal dari perumahan Garden Hills Estate, meliputi: 1.

Perkiraan debit limbah domestik dari kawasan perumahan.

2.

Sistem pengolahan ABR yang digunakan.

3.

Penurunan kandungan BOD pada air limbah domestik sesuai dengan baku mutu.

4.

Sistem jaringan penyaluran limbah menuju pengolahan.

1.5 Lokasi Penelitian perencanaan pengolahan limbah domestik dilaksanakan pada kawasan rencana pengembangan perumahan Garden Hills Estate, Jl. AW. Syahranie Kota Samarinda.

1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah: 1.

Bagian Awal Bagian awal mencakup halaman sampul depan, halaman judul, pernyataan keaslian skripsi, halam persetujuan, halaman persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.

2.

Bagian Utama Bab I Pendahuluan Berisi tentang hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai dan manfaat penelitian ini serta pembatasan permasalahan.

12

Bab II Landasan Teori Berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian ini yang bersumber dari berbagai literatur mengenai permasalahan yang dibahas untuk mencapai tujuan yang diinginkan, teori yang dibahas meliputi teori sumber limbah domestik, karakteristik dan komposisi limbah domestik, dan sistem pengolahan limbah domestik Bab III Kegiatan Riset Berisi tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam pemecahan masalah hingga penarikan kesimpulan berdasarkan teori yang terdapat di Bab II. Bab IV Pembahasan dan Analisa Berisi tentang proses pengumpulan data, pengolahan data dan hasil analisa data untuk mempermudah penarikan kesimpulan. Bab V Kesimpulan dan Saran Berisi hasil akhir atau kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah mengenai pengolahan limbah dengan sistem ABR dan jaringan penyaluran menuju pengolahan. 3.

Bagian Akhir Bagian akhir dari skripsi ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.

13

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Limbah Domestik Pencemaran air di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh limbah dari kegiatan domestik, kegiatan industri, pertanian, dan peternakan yang masuk ke sumber air. Limbah domestik merupakan jumlah pencemar terbesar yang berasal dari kegiatan penghunian, rumah tinggal, hotel, sekolah, kampus, perkantoran, pertokoan, pasar, dan fasilitas-fasilitas pelayanan umum. Air limbah domestik dapat dikelompokkan menjadi air buangan kamar mandi, air buangan WC (air kotor atau tinja manusia), air buangan dapur dan cucian, serta limbah padat berupa sampah (Sugiharto, 2005). Air limbah dapat berasal dari perumahan, pusat perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, dan lain-lain. Air limbah yang berasal dari kegiatan-kegiatan tersebut sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, BOD, COD, dan kandungan organik jika dibuang ke badan air. Salah satu kandungan limbah domestik yang berbahaya bagi manusia adalah bakteri E.coli yang berasal dari kotoran manusia sedangkan air limbah dari kegiatan rumah tangga sebagian besar dialirkan langsung ke sungai tanpa pengolahan yang memadai. Selain air limbah dan tinja, kegiatan domestik juga mempunyai kontribusi terhadap banyaknya limbah padat, terutama sampah yang dibuang ke sungai. (Anonim, 2008). Sumber utama limbah domestik dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan. Untuk daerah perumahan aliran limbah biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk rata-rata per orang dalam membuang air limbah. Adapun besar ratarata air limbah yang berasal dari daerah hunian dapat di lihat pada tabel 2.1 berikut ini.

14

Tabel 2.1 Rataan Aliran Limbah dari Daerah Pemukiman No 1 2 3

4

Sumber

Orang Orang

Jumlah Aliran L/Unit/Hari Antara Rata-rata 200-300 260 150-220 190

Orang Orang Orang Orang Orang Orang

190-350 250-400 300-550 100-250 100-240 120-200

Unit

Apartemen Hotel, penghuni tetap Tempat tinggal keluarga: Rumah pada umumnya Rumah yang lebih baik Rumah mewah Rumah agak modern Rumah pondok Rumah gandengan

280 310 380 200 190 150

Sumber: Metcalf & Eddy, 2003

Seperti yang dikemukakan oleh Sugiharto (2005), air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air limbah. Kualitas air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk digunakan dapat menyebabkan berbagai penyakit, terutama penyakit yang berkaitan dengan kulit dan pencernaan seperti diare, disentri, dan penyakit infeksi usus lainnya. Dampak lain pencemaran air bukan saja terhadap kesehatan tetapi juga terhadap ekonomi secara umum, misalnya terhadap harga air yang disalurkan oleh perusahaan air minum kepada pelanggan. Pengaruh lain yang ditimbulkan akibat terjadinya pencemaran air adalah kualitas air baku yang mengandung racun, ekosistem

sungai dan

danau

yang tidak seimbang

untuk

mendukung

keanekaragaman hayati, terutama kehidupan biota air, penurunan kualitas air tanah serta terhadap estetika lingkungan (Anonim, 2008).

2.2 Karakteristik dan Komposisi Limbah Domestik Sesuai dengan sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada gambar 2.1 berikut.

15

Air Limbah Air (99,9%)

Bahan padat (0,1%)

Organik Protein 65% Karbohidrat 25% Lemak 10%

Anorganik Butiran Garam Metal

Sumber: Sugiharto, 2005

Gambar 2.1 Pengelompokan Kandungan Air Limbah

Penentuan kuantitas air limbah dipengaruhi berbagai faktor sehingga sangat sulit ditentukan secara pasti. Banyaknya air limbah yang dibuang dipengaruhi oleh jumlah air bersih yang dibutuhkan perkapita akan mempengaruhi jumlah air limbah yang dibuang, pada umumnya besarnya air limbah ditentukan berkisar 60-80% dari banyaknya air bersih yang dibutuhkan. Keadaan masyarakat dan lingkungan suatu daerah juga akan mempengaruhi besarnya air limbah yang dibuang berdasarkan tingkat perkembangan suatu daerah jumlah limbah yang dibuang di kota lebih besar di bandingkan dengan jumlah limbah yang dibuang di desa. Sedangkan untuk kualitas limbah dapat diketahui melalui beberapa karakteristiknya yang meliputi sifat fisik, kimia, dan biologis air limbah. Sifat fisik air limbah yaitu bahan padat yang terapung, tersuspensi, terlarut, dan mengendap terdiri dari pasir dan lumpur kasar, lumpur halus, dan lumpur koloid dengan warna cokelat muda untuk yang berumur 6 jam, abu-abu tua merupakan air limbah yang sedang mengalami proses pembusukkan, dan hitam untuk warna indikator air limbah yang sudah membusuk oleh bakteri anaerob. Bau busuk pada air limbah menandakan proses penguraian pada kondisi anaerob dan suhu air limbah biasanya lebih tinggi dari suhu air bersih. Sifat kimia air limbah yaitu adanya kandungan organik dan anorganik serta gas. Kandungan organik seperti minyak, lemak, protein, dan karbonat, dan kandungan anorganik meliputi kandungan senyawa kimia fosfor, belerang dan logam berat (Fe, Al, Mn, Mg, dan Pb) dengan kandungan gas-gas hydrogen sulfida, CO2, O2, dan CH4. Sedangkan sifat biologis air limbah ditandai dengan berbagai jenis mikroorganisme yang 16

terdapat di dalam air limbah seperti kelopok binatang, tumbuh-tumbuhan, dan protista seperti bakteri. Air limbah yang dibuang ke alam akan mengalami proses dekomposisi secara alami yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam air limbah menjadi bahan yang stabil dan di terima oleh lingkunan. Proses dekomposisi air limbah dilakukan secara anaerobik dan aerobik. Secara anaerobik bahan organik terlarut akan mengalami proses penguraian oleh bakteri anerob yang hidup tanpa oksigen menjadi senyawa organik sederhana seperti CO2, CH4, H2S, NH3, dan gas-gas berbau. Dalam proses ini air limbah menjadi keruh, kotor, berbau busuk, serta terjadi pengendapan lumpur cukup besar dengan proses perombakan yang berjalan cukup lama. Proses penguraian biologis dilakukan oleh bakteri aerob dengan menggunakan O2 yang terlarut dalam air limbah untuk mengoksidasi bahan organik terlarut sampai semuanya terurai secara lengkap (Sugiharto, 2005). Limbah domestik yang berasal dari kegiatan rumah tangga yaitu tinja dan air seni yang memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan. Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Karakteristik dan komposisi biologis tinja terdapat beberapa mikroorganisme dan cacing dari golongan bakteri dan virus yang dapat menyebabkan berbagai penyakit. Sedangkan komposisi fisik dan kimia tinja dapat diperhatikan pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Komposisi Fisik dan Kimia Tinja No 1 2 3 4 5 6 7 8

Zat yang dikandung Air Bahan padat Nitrogen Phospor (sebagai P2O5) Potasium (sebagai K2O) Carbon Calcium C/N

Prosentase 66-88 87-97 5-7 3-5,4 1-2.5 40-55 4-50 5-10

Sumber: Rahayu & Wijayanti, 2008

17

Selain komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung berjuta-juta mikroorganisme biologis yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan atau tidak menyebabkan penyakit.

Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen,

terutama apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan. Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacingcacing parasit. Secara lebih khusus, maka air limbah yang berasal dari kamar mandi dan WC yang berupa feses dan urine mempunyai komposisi seperti pada tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Komposisi Air Limbah Dari Kamar Mandi Dan WC Uraian Jumlah per orang per hari (basah) Jumlah per orang per hari (kering) Uap air (kelembapan) Bahan organik Nitrogen Fosfor Potasium Karbon Kalsium

Feses 135-270 gr 20-35 gr 66-80 % 88-97 % 5-7 % 3-5,4 % 1-2,5 % 44-55 % 4,5-5 %

Urine 1-1,31 gr 0,5-0,7 gr 93-96 % 93-96 % 15-19 % 2,5-5 % 3-4,5 % 11-17 % 4,5-6 %

Sumber: Sugiharto, 2005

Data mengenai sumber air limbah dapat dipergunakan untuk memperkirakan jumlah ratarata aliran air limbah dari berbagai jenis perumahan. Semuanya harus dihitung perkembangan atau pertumbuhannya sebelum membuat suatu bangunan pengolahan air limbah serta merencanakan pemasangan saluran pembawaannya (Sugiharto, 2005).

2.3 Sistem Pengolahan Limbah Domestik Tingkat kemiskinan merupakan faktor yang menyebabkan tidak semua penduduk memiliki sarana pengolahan air limbah yang paling sederhana dan murah. Sungai dan saluran di jadikan tempat pembuangan tinja dan sekaligus tempat membuang limbah domestik sehingga terjadi polusi dan penyebaran penyakit menular lewat air (Hindarko, 2003). Sebagai upaya untuk mengendalikan polusi air maka perlu dilakukan pengolahan air limbah yang bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air seperti senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen dan senyawa organik lain yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di alam. Proses pengolahan dilakukan sampai batas tertentu sehingga air limbah tidak mencemari lingkungan hidup. 18

Pengolahan air limbah dapat dibagi atas lima tahap pengolahan, yaitu: pengolahan awal (pretreatment), pengolahan tahap pertama (primary treatment), pengolahan tahap kedua (secondary treatment), pengolahan tahap ketiga (tertiary treatment), pengolahan lumpur (sludge treatment). Pengolahan awal dan tahap pertama melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dari aliran limbah. Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Tahap ketiga merupakan pengolahan yang dilakukan untuk menghilangkan kontaminan tertentu yang tidak dapat dihilangkan pada pengolahan tahap pertama dan kedua. Proses pengolahan air limbah dapat dilakukan secara individual (on site) dan komunal (off site). Pengolahan individual air limbah adalah pengolahan yang dilakukan secara sendirisendiri pada masing-masing rumah terhadap limbah domestik yang di hasilkan. Sistem pengolahan air limbah domestik secara individual di uraikan pada diagram sebagai berikut: Dapur (cucian)

Lemak (bush)

Bak Kontrol

Kamar Mandi

Busa & Lemak

Bak Kontrol

Air Kotor (WC)

Bahan Organik

Septic tank

Peresapan Tanah

Sumber: Anonim, 2008

Gambar 2.2 Diagram Pengolahan Individual Air Limbah Pengolahan individu dapat juga di terapkan pada lingkungan terbatas yaitu pengolahan dilakukan secara terpadu dalam wilayah yang kecil atau terbatas, seperti hotel, rumah sakit, Bandar udara, pelabuhan, dan fasilitas umum dengan diagram seperti dibawah ini.

19

Air limbah dapur dari bangunan-bangunan

Bak Kontrol

Air limbah kamar mandi dari bangunan-bangunan

Bak Kontrol

Air kotor/Tinja dari bangunan-bangunan

Septic tank

Peresapan Tanah

Sumber: Anonim, 2008

Gambar 2.3 Pengolahan Individu Pada Lingkungan Terbatas Pengolahan limbah secara komunal adalah pengolahan air limbah yang dilakukan pada suatu kawasan pemukiman, industri, perdagangan yang pada umumnya dibuang melalui jaringan riool kota untuk kemudian dialirkan menuju ke IPAL dengan kapasitas besar. Sistem pengolahan air limbah secara komunal diuraikan dalam diagram sebagai berikut: Daerah pemukiman

Bak Kontrol

Daerah industri

Bak Kontrol Jaringan Riool kota

Daerah perdagangan

Bak Kontrol

Daerah pendidikan

Bak Kontrol

Instalasi Pengolahan

Badan air atau peresapan

Sumber: Anonim, 2008

Gambar 2.4 Pengolahan Limbah Secara Komunal Meskipun dikenal paling murah, sarana on site masih memerlukan IPLT dan armada truck tinja dengan pengolahan yang rumit. Oleh karena itu sistem perpipaan dapat dipertimbangkan untuk sarana pengolahan limbah domestik dengan sistem off site dengan sistem perpipaan yang tertutup untuk black dan grey water, bebas pencemaran air tanah, dan bebas dari bau yang dapat mengurangi nilai estetika pada lingkungan. Namun pada pengolahan limbah dengan sistem pengolahan sentralisasi (Centralized Sewage Treatment 20

System) membutuhkan investasi yang cukup besar. Oleh karena itu proses pengolahan limbah secara komunal adalah pilihan yang penting dan realistis untuk mengolah limbah domestik di daerah perkotaan khususnya perumahan. Pemilihan teknologi pengolahan air limbah tidak terlepas dari pemahaman masing-masing proses yang terlibat. Pertimbangan kelebihan dan kekurangan dari setiap proses sangat berguna untuk memilih proses yang paling tepat sehingga dihasilkan teknologi pengolahan air limbah yang efisien dengan menghasilkan kualitas efluen yang sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Pada tebel 2.4 berikut disajikan perbandingan proses aerobik dan anaerobic dan beberapa teknologi yang digunakan untuk pengolahan limbah domestik secara anaerobic. Tabel 2.4 Perbandingan Proses Aerobik dan Anaerobik Uraian Pemakaian listrik Penghasilan excess sludge Kualitas efluen Organic loading Start up Lain-lain

Proses Aerobik Besar Besar Baik (pada umumnya) Kecil Cepat

Proses Anaerobik Kecil Kecil Kurang-sedang (pada umumnya) Besar Lambat Menghasilkan gas metan

Sumber: Anonim, 2008

2.3.1 Septic Tank Menurut Danang (2007), septic tank adalah suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen ruangan yang berfungsi menampung dan mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan air yang lambat. Kondisi ini memberikan kesempatan untuk terjadinya pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan kesempatan untuk penguraian bahan-bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan-bahan larut air dan gas. Air limbah rumah tangga yang dimaksud adalah semua jenis air buangan rumah tangga yang berasal dari kamar mandi, dapur, cuci, dan kakus. Septic tank sebagai proses presedimentasi dalam pengolahan limbah domestik secara komunal pada prinsipnya terjadi dua proses pengolahan, yaitu pengolahan fisik dengan proses sedimentasi dan pengolahan secara biologis dengan proses anaerobik, yaitu mengontakkan air limbah yang masuk dengan lumpur mikroorganisme yang berada dalam bak.

21

Ketentuan mengenai jarak 11 meter sebagai jarak minimal antara septic tank dan sumber air tanah (sumur) ditetapkan berdasarkan beberapa hal, yaitu pencemaran yang ditimbulkan oleh bakteri terhadap air tanah dapat mencapai 11 meter, searah dengan aliran air tanah. Oleh karena itu, pembuatan sumur pompa tangan atau sumur gali untuk keperluan rumah tangga sebaiknya berjarak 11 meter dari sumber pencemar. Jika pencemaran bakteri mencapai 11 meter, maka pencemaran yang disebabkan kandungan kimia dapat mencapai 95 meter. Dengan demikian, sumber air yang berada di dalam tanah sebaiknya berjarak lebih dari 95 meter dari tempat pembuangan kimia (Sugiharto, 2005). Menurut Danang (2007), manfaat yang diperoleh dari pembuatan septic tank yang benar dan ramah lingkungan adalah sebai berikut: 1.

Kebersihan air tanah ikut terjaga.

2.

Perawatan mudah karena tidak mudah penuh dan berbau.

3.

Penghuni rumah dapat merasa nyaman karena saluran pembuangan tidak mampat sehingga memudakan penyiraman.

4.

Air buangan septic tank biologis dapat dimanfaatkan untuk ekosistem lain, seperti untuk menyiram tanaman.

2.3.2

Anaerobic Filter

Konstruksi bak anaerobic filter mirip dengan ABR, akan tetapi perbedaannya pada bak di isi dengan media supaya mikroorganisme dapat menempel pada permukaan media. Air limbah dapat mengalir antara media dan sewaktu dialiri limbah mikroba akan menguraikan bahan organik terlarut dan organik yang terdispersi didalam limbah, sehingga hasilnya adalah pengurangan kandungan organik pada effluent. Kontak antara mikroba dan organik dalam air limbah pada anaerobic filter lebih efisien, sehingga anaerobic filter dapat menerima organic loading yang lebih tinggi. Akan tetapi kekurangan dari proses ini adalah bertambahnya biaya pembuatan karena adanya media. Selain itu adanya resiko penyumbatan dibagian reaktor yang di isi media, jika terlalu banyak mikroba atau influent mengandung banyak suspended solid. Untuk mengontrol konsentrasi mikroba dan padatan

22

yang lain dalam bagian media agar menghindari penyumbatan, dilakukan back wash secara periodik.

Sumber: Anonim, 2011

Gambar 2.5 Anaerobic Filter Media yang digunakan ada berbagai jenis, tetapi prinsipnya lebih luas permukaannya maka mikroba yang melekat juga akan lebih banyak sehingga sistem pengolahan lebih efisien. Bila didesain dan dioperasikan dengan baik, maka pengurangan BOD dengan teknologi anaerobik filter dapat mencapai 70% hingga 90%. Sistem ini cocok untuk menangani limbah domestik dan industri yang mempunyai TSS rendah, hal tersebut untuk menghindari resiko penyumbatan. Untuk menjamin TSS-nya sudah cukup rendah, sistem anaerobic filter biasanya dilakukan sebagai secondary treatment setelah air limbah diolah dengan proses pengendapan awal seperti septic tank sebagai primary treatment (Anonim, 2008). 2.3.3

Anaerobic Baffled Reaktor (ABR)

ABR atau tangki septic bersusun dapat dikatakan sebagai pengembangan tangki septic konvensional. yang terdiri dari kompartemen pengendap yang diikuti beberapa reaktor yang terdiri dari bafel yang berfungsi untuk mengubah arah aliran pada pengolahan. Bafel ini digunakan untuk mengarahkan aliran air dari bawah ke atas melalui beberapa seri reaktor selimut lumpur (sludge blanket) konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang lebih lama antara biomasa anaerobik dengan air limbah sehingga akan meningkatkan kinerja pengolahan, dimana setiap kompartemen tersebut akan menghasilkan gas.

23

Pada prinsipnya di dalam ABR terjadi proses fisika dan biologi. Pada proses fisika, air limbah yang masuk ke dalam bak akan mengalami proses pengendapan secara gravitasi sehingga terjadi pemisahan antara air dan lumpur yang kemudian air tersebut dialirkan ke bak selanjutnya dengan diarahkan dari bawah ke atas. Diruang pertama proses pengolahan yang terjadi ialah proses pengendapan, di ruangan berikutnya terjadi proses penguraian kandungan organik (proses biologis anaerobik) karena air limbah berkontak dengan lumpur mikroorganisme yang berada dalam kondisi tersuspensi dibagian bawah dalam ruangan tersebut. Parameter yang penting dalam desain baffled reactor adalah up-flow velocity di dalam reaktor, organic loading dan hydraulic retention time yang nilai standarnya belum ditetapkan (Anonim, 2008).

Sumber: Anonim, 2011

Gambar 2.8 Anaerobic Baffled Reactor Berdasarkan gambar 2.8 ABR terdiri dari pre-sedimentation tank dengan satu seri bafel reaktor dimana aliran air limbahnya akan diarahkan dari bawah ke atas (up-flow) dan pengolahan secara anaerobik terjadi karena air limbah berkontak dengan lumpur yang berada didalam setiap reaktor. Up-flow velocity (kecepatan aliran ke atas) dalam setiap reaktor dijaga cukup rendah agar lumpur di dalam reaktor tidak lari ke hilir. Teknologi ini dirancang menggunakan beberapa bafel vertikal yang akan memaksa air limbah mengalir ke atas melalui media lumpur aktif. Pada ABR ini terdapat tiga zona operasional: asidifikasi, fermentasi, dan buffer. Pada zona asidifikasi terjadi pada kompartemen pertama dimana nilai pH akan menurun karena terbentuknya asam lemak dan setelah itu akan meningkat lagi karena meningkatnya kapasitas buffer. Zona buffer digunakan untuk

24

menjaga agar proses berjalan dengan baik. Gas methan dihasilkan pada zona fermentasi, dimana semakin banyak beban organik, semakin tinggi efisiensi pengolahanya. ABR cocok diterapkan di lingkungan kecil dan bisa dirancang secara efisien untuk aliran masuk harian hingga setara dengan volume air limbah 1000 orang yaitu 200.000 liter/hari. Kelebihan dan kekurangan ABR dapat di lihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan ABR Kelebihan 1. Efisiensi pengolahan tinggi 2. Lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun di bawah tanah 3. Biaya Pembangunan kecil 4. Biaya pengoperasian dan pemiliharaan murah dan mudah 5. Tahan terhadap beban kejutan hidrolis dan zat organic 6. Tidak memerlukan energi listrik 7. Grey water (air bekas mandi dan cuci) dapat dikelola secara bersamaan 8. Dapat dibangun dan diperbaiki dengan menggunakan material local 9. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam konstruksi 10. Umur pelayanan panjang

Kekurangan 1. diperlukan tenaga ahli untuk melakukan desain dan pengawasan pembangunannya 2. Tukang ahli perlu untuk pekerjaan plester kualitas tinggi 3. Memerlukan sumber air yagn konstan 4. Effluen memerlukan pengolahan sekunder atau dibuang ke tempat yang cocok 5. Penurunan zat pathogen rendah 6. Pengolahan pendahuluan diperlukan untuk mencegah penyumbatan

Sumber: Anonim, 2011

Pada dasarnya ABR merupakan pengembangan dari upflow anaerobic sludge blanket (UASB) dengan kriteria desain ABR sebagai berikut. Tabel 2.6 Kriteria Desain ABR No 1 2 3 4 5 6

Kriteria Desain Up flow velocity Panjang Removal COD Removal BOD Organic loading Hydraulic retention time

Ketentuan < 2 m/jam 50-60% dari ketinggian 65-90% 70-95% < 3 kg COD/m3.hari > 8 jam

Sumber: Sasse, 1998

Sedangkan kriteria yang digunakan dalam menentukan tipe desain ABR dalam pengolahan air limbah, khususnya limbah permukiman dapat diperhatikan pada tabel dibawah ini.

25

Tabel 2.7 Tipe Pembuatan Desain ABR Air Limbah Karbohidrat/protein Munipical wastewater Farmasi Permukiman/industri Glokusa

Suhu o C 35 18-28 35 15 35

Jumlah Bak 5 3 5 8 5

Influent COD mg/L 7100-7600 264-906 20,000 315 1000-10,000

COD loading kg/m3.d 2-10 2.2 20 0,9 2-20

Percent COD Removal 79-82 90 36-68 70 72-99

Sumber: Metcalf & Eddy, 2003

Berdasarkan data pada tabel 2.7 diketahui kriteria dalam perencanaan teknologi ABR sebagai upaya menurunkan kandungan organik dalam limbah domestik, yaitu jumlah bak maksimum 8 buah dengan COD influent 315 mg/L dan COD removal 70%.

2,4 Perencanaan Sistem Perpipaan Sistem perpipaan diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari tiap rumah dan bangunan di daerah pelayanan menuju instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Perencanaan secara komprehensif sangat penting mengingat kaitannya dengan masalah kebijakan tata guna lahan, pembangunan, pembiayaan, operasional dan pemeliharaan, keberlanjutan penggunaan fasilitas dan secara umum akan berpengaruh pada perencanaan infrastruktur daerah layanan. Perencanaan sistem perpipaan menyangkut dua hal penting yakni perencanaan jaringan perpipaan dan perencanaan perpipaannya sendiri. Sistem perpipaan pada penyaluran air limbah berfungsi untuk membawa air limbah dari satu tempat, ke tempat lainnya agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan. Perencanaan jaringan pipa air buangan terdiri dari pipa kolektor sebagai pipa penerima air buangan dari rumah-rumah, kemudian dialirkan ke pipa utama (mine pipe) yang berfungsi sebagai pipa penerima aliran dari pipa kolektor untuk di salurkan menuju pengolahan air limbah. Dalam perencanaan jaringan pipa air buangan perlu diperhatikan kebiasaan masyarakat dalam pemakaian air, dimana pada umunya pemakaian maksimum terjadi pada pagi dan sore hari dan saat minimum pada larut malam. Air limbah yang masuk ke jaringan perpipaan adalah 80% dari konsumsi air dengan kecepatan aliran maksimum tergantung jenis pipa yang digunakan, pada umumnya berkisar antara 2-4 m/det. Sedangkan kemiringan minimal yang diperlukan agar di dalam pengoperasiannya diperoleh kecepatan 26

pengaliran minimal dengan daya pembilasan sendiri (tractive force) guna mengurangi gangguan endapan didasar pipa, dapat di perhatikan pada tabel berikut. Tabel 2.8 Kemiringan Saluran Untuk Tiap Diameter No

Diameter

Kemiringan (%)

1

inch 4

Mm 100

2

6

150

0.40 – 4.93

3 4 5

8 10 12

200 250 300

0.39 – 3.70 0.29 – 2.96 0.22 – 2.47

0.45 – 7.4

Sumber: Anonim, 2011

Kemiringan muka tanah yang lebih curam daripada kemiringan pipa minimal bisa dipakai sebagai kemiringan desain selama kecepatannya masih di bawah kecepatan maksimal. Kedalaman perletakan pipa minimal diperlukan untuk perlindungan pipa dari beban dan gangguan di atas pipa. Prinsip pengaliran di dalam pipa air limbah adalah pengaliran secara gravitasi (tidak bertekanan), kecuali pada bangunan perlintasan (sifon) dan bila ada pemompaan. Pada pengaliran secara gravitasi, air limbah hanya mengisi penampang pipa dengan kedalaman air hingga  70-80% terhadap diameter pipa. Perhitungan hidrolika pipa dapat dilakukan secara manual atau menggunakan program komputer seperti Microsoft Excel. Perhitungan dimensi pipa dari rumah tangga akan mudah diketahui bila sudah diketahui jumlah populasi dan jumlah pemakaian air bersihnya. Populasi Ekuivalen (PE) merupakan salah satu cara perhitungan yang digunakan untuk menentukan dimensi pipa dari kawasan permukiman. Berikut ini di sampaikan besaran population ekuivalen dari berbagai jenis kegiatan. Tabel 2.9 Nilai Populasi Ekuivalen Kegiatan Niai PE Acuan Rumah biasa 1 Study JICA 1990 Rumah mewah 1,67 Sofyan Noerlambang Rumah Susun 0,67 Sofyan Noerlambang Apartemen 1,67 Sofyan Noerlambang Ruko 0,67 SNI 03-7065-2005 Restoran 0,11 SNI 03-7065-2005 Kantor 0,33 SNI 03-7065-2005 Rumah Sakit Umum 2,83 SNI 03-7065-2005 Rumah Sakit Mewah 6,67 SNI 03-7065-2005 Sumber: Anonim, 2011

27

Dimensi pipa air limbah dapat di tentukan dengan mengkonversi nilai populasi ekuivalen (PE) pada sistem perpipaan pengolahan berdasarkan pada tabel 2.10. Tabel 2.10 Konversi Nilai PE Terhadap Diameter Pipa Diameter Kemiringan Minimal PE (mm) (m/m) < 150 100 0,020 150-300 125 0,017 300-500 150 0,015 500-1000 180 0,013 1000-2000 200 0,012 Sumber: Anonim, 2011

28

BAB III KEGIATAN RISET

3.1 Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan November hingga akhir bulan Maret 2012.

3.2 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah site plan Garden Hills Estate dan data yang diperoleh dari studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari perkiraan jumlah rumah, jumlah penghuni, dan debit limbah yang dihasilkan dari aktifitas perumahan.

3.3 Tahapan Penelitian Dalam perencanaan dilakukan beberapa tahap penelitian, yaitu: 1.

Menentukan jumlah rumah, penghuni, dan perkiraan debit limbah domestik yang dihasilkan Penentuan ini dilakukan dengan memperkirakan jumlah rumah yang akan di bangun, memperkirakan jumlah penghuni yang menghuni rumah dan kemudian memperkirakan debit limbah domestik yang dihasilkan. Perkiraan ini diketahui melalui perhitungan sebagai berikut: a. Jumlah penghuni perumahan:  =









ℎ … … … . . (3.1)

b. Debit limbah yang dihasilkan: =











… . . . (3.2)

29

2.

Menentukan kriteria desain ABR Pada tahap penentuan kriteria desain ABR dengan mempertimbangkan efisiensi sistem pengolahan yang akan digunakan berdasarkan kriteria desain ABR yang telah ditetapkan.

3.

Menghitung dimensi ABR Menghitung dimensi pengolahan limbah domestik dengan sistem ABR yang menggunakan asumsi perkiraan jumlah rumah yang akan dibangun, jumlah penghuni perumahan, dan debit limbah yang dihasilkan. Dimensi pengolahan merupakan ketentuan mengenai cara perhitungan yang digunakan dalam menentukan sistem pengolahan yang digunakan untuk mengendalikan pencemaran limbah domestik berdasarkan kriteria desain yang telah ditetapkan, yaitu: a. Peak flow rate ℎ

ℎ=

/ℎ ℎ

… … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.3)

b. COD removal =

/

0,32 … … … … … . . … … … … … … … … . … … … … (3.4)

0,6

c. BOD removal =

… … … … … . . … … … (3.5)

d. Volume sludge ( − 1000

V =

)

Pengurasan x Q … . . . (3.6)

e. Volume settling tank =

+

ℎ … … … … … … . … … … . (3.7)

f. Panjang settling tank =

volume settling tank … … … … … … … … … … . . … … … … . … … … . . … (3.8) ( )

g. Luas area satu chamber =

low rate

… … … … … … … … . … … … … … … … … … … … (3.9) 30

h. Lebar =

luas area

… … . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.10)

i. Waktu detensi =

4.

Vol. Total

x 24 jam . … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.11)

Menentukan sistem penyaluran

Menentukan sistem jaringan penyaluran limbah domestik yang berasal dari setiap rumah menuju lokasi pengolahan, sehingga dapat dilakukan pengolahan agar aman untuk dibuang ke lingkungan. Population Ekuivalen (PE) adalah metode yang digunakan dalam penentuan sistem penyaluran limbah, dimana penentuan nilai PE berdasarkan jenis rumah biasa dan mewah, kemudian akumulasi nilai PE dikonversikan terhadap nilai PE pada diameter pipa seperti pada tabel 2.9 dan 2.10 dengan persamaan 3.12. =

ℎ1+

ℎ 2…+

ℎ 100 … … (3.12)

3.4 Relevansi Penelitian mengenai perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate Samarinda, diharapkan memberi pengetahuan dalam merencanakan pengolahan limbah yang ramah lingkungan, untuk mengendalikan potensi pencemaran yang berasal dari limbah domestik sehingga tidak menyebakan pencemaran lingkungan.

31

3.5 Diagram Alir Penelitian

Tahapan Persiapan

Observasi Lapangan

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Data Primer

Data Sekunder

ABR 2

ABR 3

Menentukan Kriteria Desain ABR

Analisis dan Pembahasan

ABR 1

Tahapan Pengumpulan Data

Studi Pustaka

Kesimpulan dan Saran

Tahapan Pelaporan

Menentukan Sistem Penyaluran

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

32

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA

4.1 Gambaran Umum Wilayah Perencanaan Garden Hills Estate merupakan kawasan pengembangan perumahan sebagai upaya dalam menunjang pembangunan permukiman yang layak huni. Kawasan perumahan ini berlokasi di Jl. AW. Syahranie Kelurahan Air Hitam, Kota Samarinda. Jika ditinjau dari tata letak lokasi, kawasan perumahan ini memiliki prospek investasi yang bernilai tinggi karena terletak di tengah kota dan berdekatan dengan fasilitas pusat layanan publik, kesehatan, pendidikan, dan olahraga. Lokasi perumahan dapat di lihat pada gambar berikut.

Sumber: Garden Hills Estate, 2011

Gambar 4.1 Lokasi Perumahan Garden Hills Estate Jenis rumah yang akan dibangun pada areal dengan luas kurang lebih 6 hektar ini terdiri dari 5 jenis seperti pada tabel 4.1 di bawah ini.

33

Tabel 4.1 Gambaran Umum Garden Hills Estate No 1 2 3 4 5

Jenis / Type Rumah Tropical type 40 Revenna type 55 Modenna type 75 Catania type 97 Essenza type 125 Total

Jumlah Unit Rumah 51 27 31 28 65 202 unit

Fasilitas MCK 1 1 2 2 3

A

B

Block C D

E 51

F

16

satu lantai satu lantai satu lantai dua lantai dua lantai

16

202

27 15 28 40 25 40 27 43 25 51

Keterangan

Sumber: Garden Hills Estate, 2011

Proses pembangunan rumah pada areal ini terbagi dalam 4 blok, dimana masing-masing blok akan dibangun rumah dengan jumlah yang berbeda-beda seperti pada tabel 4.1. Jumlah rumah yang akan dibangun yaitu 202 unit dengan konstruksi satu lantai yaitu Tropical type 40, Revenna type 55, dan Modenna type 75. Sedangkan Catania type 97, dan Essenza type 125 merupakan jenis rumah yang akan dibangun dengan konstruksi dua lantai. 4.2 Uraian Proses Rancangan Dalam perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate, hal pertama yang harus diketahui adalah sumber limbah domestik. Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui sumber limbah domestik berasal dari aktifitas penghuni yang bermukim di kawasan perumahan dengan komposisi air limbah terdiri dari 99,9% air dan 0,1% padatan, dimana 80% dari konsumsi pemakaian akan menjadi air limbah. Asumsi pemakaian air untuk kebutuhan domestik seperti mandi, cuci, masak, dan lain-lainnya. Jumlah penghuni perumahan diperoleh berdasarkan asumsi jumlah penghuni setiap kamar, rumah dengan 2-3 kamar tidur diperkirakan dihuni 5 dan 6 orang, sedangkan rumah dengan 4 kamar tidur di huni 8 orang. Sehingga berdasarkan tipe rumah, diprakiraan jumlah penghuni yang bermukim di perumahan Garden Hills Estate dapat dihitung dengan persamaan (3.1).

34



=









ℎ … … … … … … … . … … . . (3.1)

1. Tropical type 40 

1

= 5 orang per unit rumah x 51 unit rumah = 225 orang ……………………………………………………………...(4.1)

2. Revenna type 55 

2

= 5 orang per unit rumah x 27 unit rumah = 135 orang …………………………………………………………..…(4.2)

3. Modenna type 75 

3

= 6 orang per unit rumah x 31 unit rumah = 186 orang ……………………………………………………………..(4.3)

4. Catania type 97 

4

= 8 orang per unit rumah x 28 unit rumah = 224 orang ……………………………………………………………..(4.4)

5. Essenza type 125 

5

= 8 orang per unit rumah x 65 unit rumah = 520 orang …………………………………………………………….(4.5)

Prakiraan jumlah penghuni yang bermukim di kawasan perumahan Garden Hills Estate adalah 1.320 orang, dengan perhitungan sebagai berikut.



= 255 + 135 + 186 + 224 + 520 = 1.320 orang ………………………………………………………...(4.6)

Upaya pengelolaan limbah domestik dengan sistem ABR yang berasal dari kamar mandi dan septic tank perumahan Garden Hills Estate, direncanakan terbagi dalam 3 (tiga) unit pengolahan. Penetapan ketiga lokasi pengolahan ini dilakukan dengan pertimbangan keefektifan pengolahan yang disesuaikan dengan jumlah populasi dan kondisi topografi wilayah. Adapun spesifikasi kriteria pengolahan dapat diperhatikan pada tabel 4.2.

35

Tabel 4.2 Spesifikasi Kriteria Pengolahan ABR ABR 1

2

Jumlah Rumah

Fasilitas MCK

Gardenia 1 Revenna type 55 Gardenia 2 Essenza type 125 Jumlah

27 40

1 3

Gardenia 3

15 28

Lokasi / Blok

Jenis Rumah

Modenna type 75 Catania type 97

2 2

Jumlah Gardenia 4 3

Total Fasilitas MCK

Jumlah Penghuni

Debit m3/hari

27 120 147

135 320 455

10,80 38,40

30 56 86

90 224 314

7,2 17,92 18,36 7,68 24

Tropical type 40

51

1

51

255

Modenna type 75 Essenza type 125

16 25

2 3

32 75 158

96 200 551

391

1.320

Jumlah Jumlah Total

202

49,2

25,12

50,04 124,36

Sumber : Gardeh Hills Estate, 2011

Berdasarkan tabel di atas jumlah keseluruhan fasilitas MCK yang akan dibangun yaitu 391 unit, dimana pada jenis rumah dengan konstruksi dua lantai seperti type 125 dengan jumlah 65 unit rumah akan dibangun 195 unit fasilitas MCK, dan 28 unit rumah type 97 dibangun 56 unit fasilitas MCK. Bangunan rumah berkonstruksi satu lantai seperti type 40, 55, dan 75 masing-masing akan dilengkapi dengan 51, 27, dan 62 unit fasilitas MCK dengan jumlah bangunan type 40 yaitu 51 unit, 27 unit type 55, dan 31 unit rumah untuk type 75. 4.2.1 Kriteria ABR 1 a. Lokasi Pengolahan ABR 1 di tempatkan pada blok gardenia 2, dimana pengolahan ini mencangkup dua blok, yaitu Gardenia 1 dan Gardenia 2. Penggabungan pengolahan ABR pada blok disesuaikan dengan kondisi wilayah, dimana letak pengolahan dapat diperhatikan pada gambar 4.2.

36

Gambar 4.2 Lokasi Pengolahan ABR 1 b. Jumlah Fasilitas MCK Pembangunan fasilitas penunjang MCK (mandi cuci kakus) merupakan syarat mutlak pengembangan rumah huni yang sehat dan ramah lingkungan. Berdasarkan tabel 4.2 diketahui jumlah fasilitas MCK pada lokasi pengolahan ABR 1 yaitu 147 unit dari total 67 unit rumah. d. Perkiraan Jumlah Penghuni Jumlah penghuni yang bermukim di lokasi pengolahan ABR 1 dapat ditentukan berdasarkan asumsi jumlah penghuni dan jumlah unit rumah yang akan dibangun pada masing-masing blok. Perkiraan jumlah penghuni pada lokasi pengolahan ABR 1 adalah sebagai berikut.



=









ℎ … … … … … … … . … … . . (3.1)

1. Revenna type 55 

1

= 5 orang per unit rumah x 27 unit rumah = 135 orang

2. Essenza type 125 

2

= 8 orang per unit rumah x 40 unit rumah = 320 orang

Jadi jumlah total penduduk yang bermukim pada blok gardenia 1 dan 2 adalah sebagai berikut. 37



= 135 + 320 = 455 orang

e. Debit Limbah Adapun asumsi jumlah limbah per orang per hari untuk setiap jenis rumah menengah yaitu 90 liter/orang/hari, rumah sederhana 100 liter/orang/hari, dan rumah mewah 150 liter/orang/hari, dimana 80% dari pemakaian air bersih menjadi air limbah (Anonim, 2011). Seperti yang terlihat pada tabel 4.2 debit air limbah yang masuk ke ABR 1 sebesar 49,2 m3/hari. Besaran debit tersebut berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan 3.2. = 1.









. … … … … … … . . (3.2)

Revenna type 55 = 135 orang x 100 liter/orang/hari x 80% = 10800 liter/hari  10,80 m /hari

2.

Essenza type 125 = 320 orang x 150 liter/orang/hari x 80% = 38400 liter/hari  38,40 m /hari Jadi debit total air limbah domestik yang akan masuk ke ABR 1 adalah sebagai berikut: = 10,80 m /hari + 38,40 m /hari = 49,2 m /hari

4.2.2 Kriteria ABR 2 a. Lokasi Pengolahan Kawasan blok Gardenia 3 jika di tinjau dari tata letak bangunan serta topografi, kawasan tersebut memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam menentukan lokasi dan sistem jaringan pengolahan. Sebagai upaya dalam pengelolaan limbah domestik, maka pada blok ini direncanakan akan dibangun pengolahan ABR 2 untuk mengendalikan potensi pencemaran lingkungan pada lokasi tersebut.

38

Gambar 4.3 Lokasi pengolahan ABR 2 b. Jumlah Fasilitas MCK Berdasarkan data fasilitas MCK pada tabel 4.2 diketahui jumlah total fasiltas MCK pada jenis rumah Modenna type 75 dan Catania type 97 sebanyak 86 unit yang digunakan sebagai sarana pembuangan limbah domestik. d. Perkiraan Jumlah Penghuni Perkiraan jumlah penghuni yang bermukim di blok gardenia berdasarkan jumlah unit bangunan dan asumsikan jumlah penghuni setiap kamar. Sehingga diketahui jumlah penghuni berdasarkan persamaan berikut: 1. Modenna type 75 

1

= 6 orang per unit rumah x 15 unit rumah = 90 orang

2. Catania type 97



= 8 orang per unit rumah x 28 unit rumah = 224 orang



= 90 + 224 = 314 orang

Berdasarkan perhitungan,di perkiraan jumlah penghuni yaitu 314 orang. e. Debit Limbah Asumsi dalam penentuan debit limbah pada pengolahan ABR 2 yang berlokasi di blok gardenia 3 di tentukan berdasarkan jumlah total penghuni yang bermukim di kawasan 39

pengolahan dan pemakaian air, sehingga diketahui debit limbah domestik setiap harinya sebagai berikut. 1.

Modenna type 75 = 90 orang x 100 liter/orang/hari x 80% = 7200 liter/hari  7,2 m /hari

2.

Catania type 97 = 224 orang x 100 liter/orang/hari x 80% = 17920 liter/hari  17,92 m /hari Jadi debit total air limbah yang akan masuk ke pengolahan ABR 2 yaitu: = 7,2 m /hari + 17,92 m /hari = 25,12 m /hari

4.2.3 Kriteria ABR 3 a. Lokasi Pengolahan Gardenia 4 merupakan kawasan terpadat dengan jumlah unit rumah lebih banyak dibandingkan blok lainnya. Topografi lokasi ABR 3 ini memiliki tingkat kemiringan tanah yang bervariatif dengan letak pengolahan dapat di perhatikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.4 Lokasi pengolahan ABR 3

40

b. Jumlah Fasilitas MCK Proyeksi pengadaan fasilitas MCK disetiap jenis rumah pada blok ini mencapai 158 unit, dimana aliran limbah domestik akan dialirkan menuju ABR 3. Pada tabel 4.2 menjelaskan data mengenai fasilitas MCK yang limbahnya akan dialirkan pengolahan dengan sistem up flow. d. Perkiraan Jumlah Penghuni Asumsi data yang diperlukan dalam perencanaan pengolahan limbah domestik yang secara terus-menerus akan berkontribusi terhadap timbulnya limbah dengan sistem ABR berdasarkan persamaan berikut. 1. Tropical type 40 

1

= 5 orang per unit rumah x 51 unit rumah = 255 orang

2. Modenna type 75 

2

= 6 orang per unit rumah x 16 unit rumah = 96 orang

3. Essenza type 125



= 8 orang per unit rumah x 25 unit rumah = 200 orang

Perkiraan jumlah penghuni blok gardenia 4 adalah sebagai berikut.



= 255 + 96 + 200 = 551 orang

e. Debit Limbah Penentuan dimensi pengolahan erat kaitannya dengan mengetahui sumber dan debit limbah, sehingga pengolahan yang direncanakan dapat berfungsi dengan baik. Pada blok ini diperkirakan memiliki tingkat populasi, jenis bangunan, dan sumber limbah yang lebih banyak dibandingkan pengolahan pada lokasi lainnya. Untuk menentukan debit limbah diketahui berdasarkan kriteria perencanaan dan persamaan berikut. 1.

Tropical type 40 = 255 orang x 90 liter/orang/hari x 80% = 18360 liter/hari  18,36 m /hari 41

2.

Modenna type 75 = 96 orang x 100 liter/orang/hari x 80% = 7680 liter/hari  7,68 m /hari

3.

Essenza type 125 = 200 orang x 380 liter/orang/hari x 80% = 2400 liter/hari  24 m /hari Debit total air limbah domestik perumahan yang akan masuk ke ABR 3 adalah sebagai berikut: = 18,36 m /hari + 7,68 m /hari + 24 m /hari = 50,04 m /hari

4.3 Dimensi ABR Penentuan dimensi pengolahan berdasarkan sumber dan debit limbah dari setiap lokasi ABR. Pada unit pengolahan yang direncanakan, ada beberapa kriteria desain yang harus dipenuhi dan menjadi syarat dalam penentuan dimensi pengolahan. Kriteria desain tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.3 Kriteria Desain Pengolahan ABR 1 Kriteria Desain Settleable SS/COD ratio HRT Upflow velocity Efisiensi removal COD Efisiensi removal BOD Lama aliran limbah Organic loading BOD/COD ratio

Jumlah 0,35 – 0,45 2 – 24 <2 65 – 90 70 – 95 12-24 <3 0,5-0,8

Satuan mg/L jam m/jam % % jam kg COD/m3.hari

Sumber: Anonim, 2008 & 2009

Kriteria perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate, merupakan ketentuan teknis yang digunakan dalam perencanaan sistem pengolahan yang digunakan. Kriteria yang di tetapkan berdasarkan tabel 4.4.

42

Tabel 4.4 Kriteria Perencanaan ABR 1 Kriteria Perencanaan Settleable SS/COD ratio HRT BOD/COD ratio Pengurasan Lumpur Lama aliran limbah COD yang masuk ke pengolahan BOD yang masuk ke pengolahan Upflow velocity

Jumlah 0,42 2 0,5 18 24 690 390 1,8

Satuan mg/L Jam Bulan Jam mg/L mg/L m/jam

Sumber: Anonim, 2008 & 2009

4.3.1 Dimensi ABR 1 Penentuan dimensi settling tank khususnya peak flow rate pengolahan ABR 1, diketahui berdasarkan persamaan (3.3) berikut. ℎ

ℎ=

ℎ=

/ℎ ℎ

… … . . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … . (3.3)

49,2 m /hari 24 jam/hari

= 2,05 m /jam Faktor pengurangan COD karena pengendapan lihat grafik 2,05 untuk HRT 2 jam diperoleh faktor 0,32, settleable SS/COD ratio 0,42 dan direncanakan BOD/COD ratio adalah 0,5. Jadi COD removal pada settling tank dapat ditentukan melalui persamaan (3.4). =

/ 0,5 =

0,32 … … … … … … … . . … … … … … … … … … … . . … … … … … (3.4)

0,42 x 0,32 0,5

= 0,26 atau 26%

43

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.1 HRT dengan Faktor Pengurangan COD

Pada grafik 4.2 akan di peroleh faktor COD/BOD removal pada proses pengendapan sebesar 1,06. BOD removal pada settling tank di tentukan dengan persamaan berikut. =

… … … … … . … … … … … … … … … (3.5)

= 26% x 1,06 = 27%

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.2 Rasio Pengurangan COD dengan Pengurangan BOD

Berdasarkan Anonim (2008) jumlah BOD yang masuk ke dalam pengolahan yaitu 390 mg/L dan COD yaitu 690 mg/L, sehingga diketahui kandungan COD dan BOD yang masuk ke baffled reactor adalah sebagai berikut: = (1 − 0,26) x 690 mg/L 44

= 510 mg/liter = (1 − 0,27) x 390 mg/L = 284 mg/liter Langkah selanjutnya adalah menghitung volume endapan lumpur dan ukuran bak yang dibutuhkan. Karena pengurasan lumpur di tetapkan 18 bulan, maka dari grafik 3 akan di peroleh faktor 72%. Angka ini merupakan faktor reduksi dari volume lumpur karena di simpan selama 18 bulan. Sebagai patokan tanpa efek pemampatan karena penyimpanan volume lumpur yang terjadi dari 1 gram BOD removal adalah 0,005 liter. Karena itu = 0,005 x 72% = 0,0036 liter/gr BOD removal

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.3 Pengurangan Volume Lumpur Selama Waktu Penyimpanan

Volume sludge yang akan terjadi selama 18 bulan di tentukan berdasarkan persamaan (3.6). ( − ) 1000 0,0036 (510 − 284) V = x 18 bulan x 30 hari x 49,2 m /hari 1000 V =

… . . … . . (3.6)

= 21,61 m (selama 18 bulan) Hydraulic retention time (HRT) ditetapkan adalah 2 jam dan flow rate adalah 2,05 m3/jam, maka volume yang dibutuhkan untuk menginapkan limbah selama 2 jam tersebut adalah: V = 2 jam x 2,05 m /jam = 4,1 m 45

Persamaan (3.7) untuk menentukan volume settling tank yang dibutuhkan agar sistem tetap bekerja dengan baik seperti berikut. =

+

ℎ … … … … … … … … … … … … … . … … . (3.7)

v = 21,61 m + 4,1 m = 25,71 m Lebar settling tank di tetapkan 2 m dan kedalamannya 1,5 m, maka panjang dari settling tank di tentukan dengan persamaan (3.8). = =

(

… … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … . . … . . … (3.8)

)

25,71 m (2 m x 1,5 m)

= 8,75 m Parameter desain dalam menghitung baffled reactor adalah up-flow velocity < 2 m/jam. Pada perencanaan pengolahan domestik perumahan Garden Hills Estate di tetapkkan upflow velocity yaitu 1,8 m/jam. Parameter desain yang lain adalah minimum jumlah chamber untuk baffled reactor adalah 4 buah, pada pengolahan ini di tetapkan 6 buah. Kedalaman pada outlet pengolahan di tetapkan 1,5 m. Parameter yang perlu ditetapkan adalah perbandingan antara panjang (L) dari dalam (D), dimana pada pengolahan ini ditetapkan 0,5 maka panjang (L) adalah 0,75 m. Persamaan (3.8) dan (3.9) di gunakan untuk menentukan luas area dan lebar untuk satu chamber. low rate

= =

… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.9)

2,05 m /jam 1,8 m/jam

= 1,13 m Maka lebar dari chamber baffled reactor adalah sebagai berikut. = =

luas area

… … . … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … … … … … … … (3.10)

1,13 m 0,75 m

= 1,50 m 46

Volume total baffled reactor diketahui berdasarkan persamaaan berikut. = V



(

(

)

(3.11)

= 6 x (2 x (0,75 + 0,25) x 1,5 = 18 m

HRT (hydraulic retention time) baffled reactor, untuk volume 18 m3 limbah yaitu: = HRT =

Vol. Total 18 m 49,2 m

x 24 jam . … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.12) x 24 jam

= 8,78 jam Pada sistem dengan pengolahan baffled reactor, ada 5 faktor yang dipakai untuk menghitung pengurangan BOD. Factor-faktor tersebut di sajikan dalam bentuk grafik, sehingga mempermudah dalam proses perkiraan pengurangan kandungan organiknya. Faktor-faktor untuk menghitung removal BOD pada baffled reactor adalah sebagai berikut: 1.

Faktor akibat waste water strength Strength adalah tingkat kandungan di dalam baffled reactor, dimana untuk kandungan BOD yang tinggi, maka faktor pengurangannya juga akan tinggi. Bila kandungan BOD rendah, maka faktor pengurangan juga rendah. Kadar BOD yang masuk ke baffled reactor adalah 284 mg/liter, dari grafik 4 di peroleh faktornya adalah 0.78.

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.4 Hubungan antara Faktor BOD Removal dengan Strength

47

2.

Faktor yang di akibatkan oleh temperatur Dibandingkan proses aerobik, proses anaerobik lebih sensitif terhadap temperatur. Jika temperatur rendah, efisiensi pengolahan akan menurun drastis. Hubungan antara temperatur dan BOD removal bisa di lihat pada grafik 5. Karena temperatur daerah tropis biasanya mencapai 25-30oC sehingga faktor yang diakibatkan temperatur pada pengurangan BOD adalah 1.

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.5 Faktor Temperature

3.

Faktor jumlah uplift chamber Karena jumlah uplift chamber ditetapkan 6 buah jadi diperoleh faktornya adalah 1,09

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.6 Hubungan antara Jumlah Uplift Chamber dan BOD Removal

48

4.

Faktor HRT di dalam baffled reactor Dari grafik diperoleh faktor untuk HRT 8,78 jam adalah 0,79

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.7 Faktor HRT dalam Baffled Reactor

5.

Faktor volumetric BOD loading Volumetric BOD loading berarti untuk tiap m3 volume dari baffled reactor akan dibebani untuk mengolah berapa kg BOD per hari (berbasis pada aliran peak flow rate). Dalam hal ini, angkanya adalah sebagai berikut: =

24

/ 1000/

…………….(3.13)

= 284 mg/ l x 2,05 m /jam x 24 jam / 1000/ 18 m = 1 kg BOD/

hari

Sumber: Anonim, 2008

Grafik 4.8 Faktor Volumetric BOD Loading 49

Dari faktor-faktor tersebut maka BOD removal dari sistem yang didesain adalah : = fwws x ftemp x fch x fHRT x floading = 0,78 x 1 x 1,09 x 0,79 x 1 = 0,67 atau 67% Dengan demikian BOD effluent adalah: = (1 − 0,67) x 284 mg/L = 93 mg/L Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa dimensi pengolahan ABR 1 seperti pada tabel di bawah ini. Tabel 4.5 Dimensi Pengolahan ABR 1 Dimensi Pengolahan Dimensi Settling Tank: Panjang Lebar Tinggi Dimensi ABR: Panjang Lebar Tinggi Freeboard BOD influen BOD effluen

Jumlah

Satuan

8,75 2 1,5

m m m

6 2 1,5 0,3 390 93

m m m m mg/L mg/L

Sumber: Data primer, 2012

4.3.2 Dimensi ABR 2 Kriteria desain dan perencanaan ABR 2 mengacu pada tabel

4.2 dan 4.3 sehingga

berdasarkan hasil perhitungan (terlampir) yang telah dilakukan, maka dimensi masingmasing unit bangunan khususnya ABR 2 adalah sebagai berikut.

50

Tabel 4.6 Dimensi Perencanaan Pengolahan ABR 2 Dimensi Pengolahan Dimensi Settling Tank: Panjang Lebar Tinggi Dimensi ABR: Panjang Lebar Tinggi Freeboard BOD influen BOD effluen

Jumlah

Satuan

4,36 2 1,5

m m m

5 2 1,5 0,3 390 96

m m m m mg/L mg/L

Sumber: Data primer, 2012

4.3.3 Dimensi ABR 3 Kriteria desain dan perencanaan ABR 3 serta ketentuan perhitungan dimensi yang digunakan mengacu pada ABR 1 dan ABR 2, sehingga berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran 1, diketahui dimensi unit ABR 3 yang meliputi bangunan settling tank dan baffled reactor adalah sebagai berikut. Tabel 4.7 Dimensi Pengolahan ABR 3 Dimensi Pengolahan Dimensi Settling Tank: Panjang Lebar Tinggi Dimensi ABR: Panjang Lebar Tinggi Freeboard BOD influen BOD effluen

Jumlah

Satuan

8,71 2 1,5

m m m

7 2 1,5 0,3 390 90

m m m m mg/L mg/L

Sumber: Data primer, 2012

4.4 Sistem Jaringan Penyaluran Limbah Perencanaan sistem jaringan penyaluran air limbah domestik dari sumber ke pengolahan, harus mempertimbangan beberapa aspek seperti jumlah penghuni, debit limbah, dan sistem pengolahan yang digunakan. Pada perencanaan pengolahan limbah domestik perumahan Garden Hills Estate, diketahui jumlah penghuni yang menghuni kawasan tersebut yaitu 51

1.320 orang dengan debit limbah antara 25-50 m3/hari. Teknologi pengolahan limbah domestik dengan sistem ABR akan ditempatkan pada tiga titik pada kawasan perumahan, sehingga dalam penyalurannya perlu dilakukan kajian khusus mengenai sistem jaringan penyaluran limbah dari sumber menuju ke pengolahan. Sistem jaringan penyaluran diperlukan untuk mengumpulkan air limbah dari tiap rumah menuju pengolahan komunal. Prinsip pengaliran air limbah pada umumnya adalah gravitasi tanpa tekanan, sehingga pola alirannya adalah seperti pada pola aliran pada saluran terbuka. Jaringan pipa air buangan direncanakan terdiri dari pipa kolektor sebagai pipa penerima air buangan dari rumah-rumah, kemudian di alirkan ke pipa utama. Parameter utama dalam mendesain jaringan penyaluran air limbah yaitu debit limbah, kecepatan aliran limbah, kemiringan dan diameter pipa penyaluran. Sehingga dalam penentuan sistem jaringan yang akan diterapkan di lapangan, perlu dilakukan perencanaan yang disesuaikan dengan parameter tersebut. Nilai-nilai parameter tersebut dapat diketahui berdasarkan perhitungan pada tabel jaringan pipa ABR 1. Tabel 4.8a Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 1

m3/hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik A

Jarak

Elevasi

50

38

1.92

1920

10

48

0.020

38

51

2.88

2880

5

47

0.020

51

36

3.84

3840

5

47

0.020

36

33a

4.8

4800

5

46

0.020

33a

39

5.76

5760

5

45

0.020

39

37

6.72

6720

5

46

0.020

37

35

7.68

7680

10

45

0.020

35

33

8.64

8640

10

44

0.020

33

31

9.6

9600

10

43

0.020

31

29

10.56

10560

5

43

0.020

29

32

11.52

11520

5

42

0.020

32

30

12.48

12480

5

43

0.020

30

28

13.44

13440

10

42

0.020

28

27

14.4

14400

10

42

0.020

27

26

15.36

15360

10

41

0.020

26

25

16.32

16320

5

41

0.020

Kecepatan

Kedalaman

(m/det)

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

52

Tabel lanjutan 4.8 25

23a

17.28

17280

5

41

0.020

23a

22

18.24

18240

5

41

0.020

22

23

19.2

19200

5

41

0.020

23

21

20.16

20160

3

40

0.020

21

20

21.12

21120

5

41

0.020

20

18

22.08

22080

5

40

0.020

18

19

23.04

23040

5

41

0.020

19

17

24

24000

5

40

0.020

17

16

24.96

24960

5

41

0.020

16

12a

25.92

25920

5

39

0.020

12a

15

26.88

26880

5

41

0.020

15

12

27.84

27840

5

39

0.020

12

11

28.8

28800

5

41

0.020

11

9

29.76

29760

34

39

0.020

9

10

30.72

30720

5

41

0.020

10

7

31.68

31680

5

39

0.020

7

5

32.64

32640

5

37

0.020

5

8

33.6

33600

5

41

0.020

8

6

34.56

34560

5

37

0.020

6

3

35.52

35520

5

40

0.020

3

1

36.48

36480

5

37

0.020

1

3a

37.44

37440

5

40

0.020

3a

2

38.4

38400

5

37

0.020

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: 3

Essenza 0,96 m /hari Pitik percabangan pipa Titik pertemuan percabangan pipa

Pipa penyaluran limbah dari sumber menuju ABR 1 terbagi dalam dua jalur penyaluran. Pembagian jalur pipa penyaluran berdasarkan jenis rumah, dimana pada lokasi ini terdiri dari rumah tipe Essenza dan Revenna. Sistem jaringan penyaluran limbah Revenna berdasarkan tabel 4.8

53

Tabel 4.9 Sistem Jaringan Perpipaan Revenna ABR 1

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik B

3

Jarak

Elevasi

21

20

0.8

800

8

47

0.020

20

22

1.2

1200

4

46

0.020

22

19

1.6

1600

4

44

0.020

19

23

2

2000

8

44

0.020

23

23a

2.4

2400

4

44

0.020

23a

25

2.8

2800

8

42

0.020

25

26

3.2

3200

8

42

0.020

26

27

3.6

3600

8

42

0.020

27

28

4

4000

8

42

0.020

28

16

4.4

4400

8

43

0.020

16

17

4.8

4800

14

44

0.020

17

15

5.2

5200

8

43

0.020

15

18

5.6

5600

8

44

0.020

18

1

6

6000

4

43

0.020

1

12a

6.4

6400

8

42

0.020

12a

2

6.8

6800

4

43

0.020

2

12

7.2

7200

8

42

0.020

12

3

7.6

7600

8

43

0.020

3

11

8

8000

8

42

0.020

11

3a

8.4

8400

4

43

0.020

3a

10

8.8

8800

8

42

0.020

10

5

9.2

9200

4

43

0.020

5

9

9.6

9600

8

41

0.020

9

6

10

10000

4

42

0.020

6

8

10.4

10400

8

41

0.020

8

7

10.8

10800

4

42

0.020

7

2

49.2

49200

38

42

0.020

Kecepatan

Kedalaman

(m/det)

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 3

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

Keterangan: 3

Revenna 0,4 m /hari Pitik percabangan pipa Titik pertemuan percabangan pipa

Dimensi pipa penyaluran ABR 1 dapat diperhatikan pada tabel di atas. Pada pengolahan tersebut, jaringan pipa penyalur terbagi dalam 2 titik percabangan yang arah aliran menuju ke ABR 1. Penentuan diameter perpipaan pada pengolahan ini berdasarkan akumulasi nilai 54

populasi ekuivalen (PE) yang di konversikan berdasarkan tabel 2.10 mengenai konversi nilai PE terhadap diameter pipa, sehingga diperoleh diameter pipa yang digunakan berukuran 4 inchi. Pengolahan ABR 2 berlokasi di daerah gardenia 3 dengan jumlah rumah yang akan dilayani dengan sistem jaringan pipa penyaluran yaitu 43 unit rumah. Topografi pada daerah ini memiliki kemiringan yang berbeda-beda, sehingga direncanakan akan dibangun pengolahan tersendiri. Sistem pipa penyaluran limbah domestik blok gardenia 3 menuju ABR 2, dapat diperhatikan pada tabel 4.9. Tabel 4.10 Sistem Jaringan Perpipaan Modenna-Catania ABR 2

m3/hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik A

Jarak

Elevasi

26

25

0.96

960

8

47

0.020

25

23a

1.44

1440

8

47

0.020

23a

23

1.92

1920

8

47

0.020

23

22

2.4

2400

8

47

0.020

22

21

2.88

2880

8

47

0.020

21

20

3.36

3360

8

48

0.020

20

19

3.84

3840

8

48

0.020

19

18

4.32

4320

8

49

0.020

18

17

4.96

4960

20

49

0.020

17

16

5.6

5600

10

48

0.020

16

15

6.24

6240

10

48

0.020

15

12a

6.88

6880

10

47

0.020

12a

12

7.52

7520

10

46

0.020

12

11

8.16

8160

10

46

0.020

11

10

8.8

8800

10

46

0.020

10

9

9.44

9440

10

45

0.020

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: Catannia 0,64 m3/hari 3

Modenna 0,48 m /hari Pitik percabangan pipa Titik pertemuan percabangan pipa

Jenis rumah yang dibangun pada gardenia 3 meliputi tipe Modenna dan Catania yang termasuk kategori rumah biasa dan mewah dengan nilai populasi ekuivalen masing-masing 55

jenis rumah yaitu 1 dan 1,67. Pada pengolahan ABR 2 terbagi dalam tiga titik percabangan yang disesuaikan dengan kondisi umum wilayah perencanaan. Sistem jaringan pipa percabangan ABR 2 berdasarkan tabel 4.9 dimana berdasarkan nilai akumulasi PE jaringan pipa ABR 2 dapat diketahui bahwa diameter pipa penyaluran dari sumber limbah domestik menuju ke pengolahan yaitu 4 inchi. Tabel 4.11 Sistem Jaringan Perpipaan Catania ABR 2

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

1

2

1.28

10080

10

43

0.020

2

3

1.92

10720

10

42

0.020

3

3a

2.56

11360

10

42

0.020

3a

5

3.2

12000

10

42

0.020

5

6

3.84

12640

10

49

0.020

6

7

4.48

13280

10

49

0.020

7

8

5.12

13920

10

49

0.020

8

9

14.56

14560

10

48

0.020

37

38

15.2

15200

10

46

0.020

38

39

15.84

15840

10

46

0.020

16.48

16480

10

46

0.020

Debit (Q)

Titik B

39

3

Jarak

Elevasi

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

mm

in

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Populasi Ekuivalen

Diameter

Keterangan: 3

Catannia 0,64 m /hari Pitik percabangan pipa Titik pertemuan percabangan pipa

Tabel 4.12 Sistem Jaringan Perpipaan Modenna-Catania ABR 2

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

27

28

0.96

960

10

48

0.020

28

36

1.6

1600

10

48

0.020

36

35

2.24

2240

10

47

0.020

35

29

2.72

2720

10

47

0.020

Debit (Q)

Titik C

3

Jarak

Elevasi

29

30

3.2

3200

10

46

0.020

30

33a

3.84

3840

10

47

0.020

33a

31

4.32

4320

10

46

0.020

31

33

4.96

4960

10

46

0.020

33

32

5.44

5440

10

45

0.020

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

mm

in

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1.67

100

4

Populasi Ekuivalen

Diameter

56

Tabel lanjutan 4.12 32

53a

6.08

6080

10

45

0.020

53a

53

6.72

6720

10

45

0.020

53

52

7.36

7360

10

48

0.020

52

51

8

8000

10

47

0.020

51

50

8.64

8640

10

46

0.020

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

50

39

25.12

25120

10

46

0.020

3

0.8

1

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: 3

Catannia 0,64 m /hari Revenna 0,4 m3/hari Titik pertemuan percabangan pipa

Gardenia 4 merupakan lokasi penempatan pengolahan ABR 3, jika ditinjau dari jumlah rumah atau bangunan, jumlah penghuni, dan topografi daerah, lokasi ini merupakan lokasi dengan jumlah rumah dan populasi lebih banyak jika dibandingkan dengan lokasi ABR 1 dan 2. Jumlah rumah yang akan di bangun yaitu 92 unit dengan perkiraan jumlah penghuni 551 orang. Penentuan sistem pipa penyaluran limbah menuju ke pengolahan ABR 3 dapat diperhatikan pada tabel berikut. Tabel 4.13 Sistem Jaringan Perpipaan Tropical ABR 3 Titik A

m3/hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Jarak

Elevasi

25

27

0.72

720

5

41

0.020

27

30

1.08

1080

5

42

0.020

30

29

1.44

1440

5

41

0.020

29

32

1.8

1800

5

42

0.020

32

32

2.16

2160

5

42

0.020

32

36

2.52

2520

5

43

0.020

36

33

2.88

2880

5

42

0.020

33

38

3.24

3240

5

44

0.020

38

33a

3.6

3600

5

43

0.020

33a

50

3.96

3960

5

45

0.020

50

35

4.32

4320

5

43

0.020

35

52

4.68

4680

5

46

0.020

52

37

5.04

5040

5

43

0.020

37

56

5.4

5400

5

46

0.020

56

39

5.76

5760

5

43

0.020

39

58

6.12

6120

5

46

0.020

58

51

6.48

6480

5

44

0.020

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

57

Tabel lanjutan 4.13 51

60

6.84

6840

5

47

0.020

60

53

7.2

7200

5

44

0.020

53

62

7.56

7560

5

47

0.020

62

55

7.92

7920

5

44

0.020

55

64

8.28

8280

5

48

0.020

64

57

8.64

8640

5

44

0.020

57

66

9

9000

5

48

0.020

66

59

9.36

9360

5

44

0.020

59

68

9.72

9720

5

48

0.020

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

Keterangan: 3

Tropical 0,36 m /hari

Tabel 4.14 Sistem Jaringan Perpipaan Modenna ABR 3 Jarak

Elevasi

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik B

m3/hari

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D 0.8 0.8

9

10

0.96

960

5

48

0.020

10

8

1.44

1440

5

49

0.020

8

7

1.92

1920

5

48

0.020

7

11

2.4

2400

5

49

0.020

11

12

2.88

2880

5

48

0.020

12

6

3.36

3360

5

49

0.020

6

5

3.84

3840

5

48

0.020

5

12a

4.32

4320

5

48

0.020

12a

15

4.8

4800

5

47

0.020

15

3a

5.28

5280

5

48

0.020

3a

3

5.76

5760

5

47

0.020

3

16

6.24

6240

5

48

0.020

16

17

6.72

6720

5

47

0.020

17

2

7.2

7200

5

48

0.020

2

1

7.56

7560

5

44

0.020

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

17.28

17280

10

44

0.020

3

68

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1

100

4

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

Keterangan: 3

Revenna 0,4 m /hari Titik pertemuan percabangan pipa

58

Tabel 4.15 Sistem Jaringan Perpipaan Tropical ABR 3

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik C

3

Jarak

Elevasi

28

23

0.72

720

5

43

0.020

23

21

1.08

1080

5

44

0.020

21

26

1.44

1440

5

45

0.020

26

22

1.8

1800

5

44

0.020

22

19

2.16

2160

5

45

0.020

19

20

2.52

2520

5

45

0.020

20

17

2.88

2880

5

46

0.020

17

18

3.24

3240

5

46

0.020

18

15

3.6

3600

5

47

0.020

15

11

3.96

3960

5

47

0.020

11

16

4.32

4320

5

48

0.020

16

9

4.68

4680

5

48

0.020

9

12a

5.04

5040

5

48

0.020

12a

7

5.4

5400

5

49

0.020

7

12

5.76

5760

5

49

0.020

12

5

6.12

6120

5

50

0.020

5

10

6.48

6480

5

49

0.020

10

3a

6.84

6840

5

50

0.020

3a

8

7.2

7200

5

49

0.020

8

3

7.56

7560

5

50

0.020

3

6

7.92

7920

5

50

0.020

6

1

8.28

8280

5

50

0.020

1

2

8.64

8640

5

50

0.020

25.92

25920

10

50

0.020

1

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 3

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

0.8

1

100

4

Keterangan: 3

Tropical 0,36 m /hari Titik pertemuan percabangan pipa

59

Tabel 4.16 Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik D

3

Jarak

Elevasi

18

19

1.92

1920

5

46

0.020

19

20

2.88

2880

5

46

0.020

20

21

3.84

3840

5

46

0.020

21

22

4.8

4800

5

47

0.020

22

23

5.76

5760

5

47

0.020

23

23a

6.72

6720

5

47

0.020

23a

25

7.68

7680

5

47

0.020

25

26

8.64

8640

5

47

0.020

34.56

34560

5

47

0.020

2

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 4.5

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: 3

Essenza 0,96 m /hari Titik pertemuan percabangan pipa

Tabel 4.17 Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3

m3/hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik E

Jarak

Elevasi

1

2

1.92

1920

5

48

0.020

2

3

2.88

2880

5

49

0.020

3

3a

3.84

3840

5

50

0.020

3a

5

4.8

4800

5

50

0.020

5

6

5.76

5760

5

49

0.020

6

7

6.72

6720

5

49

0.020

7

8

7.68

7680

5

49

0.020

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

0.8

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: 3

Essenza 0,96 m /hari

60

Tabel 4.18 Sistem Jaringan Perpipaan Essenza ABR 3

m /hari

L/hari

(m)

m

Kemiringan Pipa m/m

Debit (Q)

Titik F

3

Jarak

Elevasi

17

18

1.92

1920

5

47

0.020

18

15

2.88

2880

5

47

0.020

15

12a

3.84

3840

5

47

0.020

12a

12

4.8

4800

5

47

0.020

12

11

5.76

5760

5

48

0.020

11

10

6.72

6720

5

48

0.020

10

9

7.68

7680

5

48

0.020

26

9

Kecepatan

Kedalaman

m/det

d/D 0.8

15.36

15360

5

48

0.020

1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5

49.92

49920

10

48

0.020

3

Populasi Ekuivalen

Diameter mm

in

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

0.8

1.67

100

4

Keterangan: 3

Essenza 0,96 m /hari Pitik percabangan pipa Titik pertemuan percabangan pipa

Sistem jaringan ABR 3 terbagi dalam 6 titik percabangan dengan sistem penyaluran menuju ke pengolahan seperti pada lampiran. Pembagian titik percabangan pada ABR 3 berdasarkan kondisi kawasan perumahan yang terbagi dalam beberapa blok. Pada lokasi pengolahan ini terdiri dari 3 jenis rumah yaitu Tropical, Modenna, dan Essenza dengan nilai akumulasi populasi ekuivalen yaitu 99,7 dan diameter pipa dapat diperhatikan pada tabel di atas.

61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat di simpulkan perencanaan pengolahan yaitu sebagai berikut: 1.

Pengolahan ABR 1 pada lokasi blok Gardenia 1 dan 2 dengan jumlah penduduk yang bermukim 455 orang menghasilkan debit limbah yaitu 49,2 m3/hari. Sehingga dimensi pengolahan di tetapkan dengan panjang keseluruhan (settling tank dan baffled reactor) 14,75 m, lebar 2 m, tinggi atau kedalaman 1,8 m dengan effluent BOD 93 mg/L.

2.

Pengolahan ABR 2 pada lokasi blok Gardenia 3 dengan jumlah penduduk 314 orang dan debit limbah domesttik 25,12 m3/hari. Dimensi pengolahan ABR 2, panjang 9,36 m, lebar 2 m, kedalaman 1,8 m dengan nilai effluent BOD 96 mg/L.

3.

Pengolahan ABR 3 berlokasi pada blok Gardenia 4 dan jumlah penduduk 551 orang, debit limbah yaitu 50,04 m3/hari. Dimensi pengolahan dengan panjang 15,71 m, lebar 2 m, tinggi atau kedalaman 1,8 m dan kandungan effluent BOD adalah 90 mg/L.

4.

Jaringan penyaluran limbah dari sumber menuju pengolahan dengan sistem gravitasi direncanakan menggunakan pipa berukuran 4 inchi.

4.2 Saran 1.

Perlu dilakukannya pengembangan dan penelitian mengenai pemanfaatan biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan ABR.

2.

Teknologi pengolahan limbah domestik dapat di implementasikan secara langsung oleh PT Alif Persada Nusantara sehingga dapat mengendalikan pencemaran lingkungan khususnya dari kawasan perumahan.

62

DAFTAR PUSTAKA

1.

Anonim. 2008. Manual Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Limbah. Apex: Yogyakarta.

2.

Anonim. 2009. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fokusmedia: Bandung.

3.

Anonim. 2011. Disemasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP Materi Bidang Air Limbah. Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum: Jakarta.

4.

Anonim. 2011. Manual Teknis Sanitasi Komunal Peri Urban. Pasimas: Jakarta.

5.

Danang, K.P., 2007. Septic Tank. Penebar Swadaya: Jakarta.

6.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius: Yogyakarta.

7.

Fardiaz, S. 2007. Polusi Air dan Udara. Kanisius; Yogyakarta.

8.

Ghufran, dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta: Jakarta.

9.

Ginting, MS.P., 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama Widya: Bandung.

10. Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain. Esha Seri Lingkungan Hidup: Jakarta. 11. Indriani, dkk. 2010. Studi Efisensi Paket Pengolahan Grey Water Model Kombinasi ABRAnaerobic Filter. Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya. 12. Mara, D., dan Cairncross, S., 1994. Pemanfaatan Air Limbah dan Ekskreta. Institut Teknologi Bandung: Bandung. 13. Metcalf dan Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse Fourth Edition. McGraw Hill: New York. 14. Mustofa, H.A., 2005. Kamus Lingkungan. Rineka Cipta: Jakarta. 15. Nur’arif, M. 2008. Pengelolaan Air Limbah Domestik (Studi Kasus: Kota Praya Kabupaten Lombok Tengah. Magister Ilmu Lingkunan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro: Semarang. 63

16. Putra, Y. 2008. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga. Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara: Medan. 17. Rahayu, D.E., dan Wijayanti, D.W., 2008. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik dan Tinja di IPAL Jelawat Samarinda. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman: Samarinda. 18. Raditya, G.Y., dan Masduqi, A., 2010. Perencanaan Sanitasi Masyarakat Daerah Pesisir (Studi Kasus: Kecamatan Kenjeran, Surabaya). Jurusan Teknik Lingkungan ITS: Surabaya. 19. Sasse, L. 1998. Decentralized Wastewater Treatment in Developing Countries. Borda: Bremen. 20. SNI 03-7065-2005 Tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing. 21. Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia: Jakarta. 22. Wagner, E.G. dan Lanoix, J.N. 1958. Excreta Disposal For Rural Areas and Small Communities. World Health Organization: Geneva.

64

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG 5 (LIMA) LANTAI DEKRANASDA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROPINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 04 Semarang

Disusun sebagai Syarat Ujian Tahap Akhir Program Diploma III Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Disusun oleh : Nama

: Karjono

Nim

: 5150303020

Program Studi : D3 Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006 LEMBAR PENGESAHAN

Proyek Tugas Akhir dengan Judul Perencanaan Struktur Gedung 5 (Lima) Lantai Dekranasda Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah ini telah disetujui dan disahkan pada : Hari

:

Tanggal

:

Pembimbing,

Penguji,

K. Satrijo Utomo, S.T., M.T. NIP. 132238497

Untoro Nugroho, S.T., M.T. NIP. 132158473

Ketua Jurusan,

Ketua Program Studi,

Drs. Lashari, M.T. NIP. 131471402

Drs. Tugino, M.T. NIP. 131763887

Mengetahui: Dekan Fakultas Teknik

Prof. Dr. Soesanto NIP. 130875753

KATA PENGANTAR

Penyusunan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan jenjang Diploma III Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. Selama proses penyusunan ini, penulis menyadari banyak sekali hambatan yang dihadapi, akan tetapi berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang berkompeten, akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Soesanto Sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang; 2. Bapak Drs. Lashari, M.T. Sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang; 3. Bapak Karuniadi Satrijo Utomo, S.T., M.T. Selaku pembimbing selama penyusunan Proyek Akhir ini; 4. Bapak dan ibu yang telah memberikan dorongan serta bimbingan sehingga laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan; dan 5. Rekan – rekan yang turut membantu dalam penyelesaian laporan ini. Penyusun menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan pengetahuan dan

pengalaman kami yang belum mencukupi serta terbatasnya waktu, sehingga tidak semua hal yang dapat penyusun laporkan dengan baik. Oleh kerena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik kearah perbaikan agar laporan Proyek Akhir ini menjadi sempurna. Akhir kata semoga laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang,

Agustus 2006

Penulis

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

™ Kehidupan mengalami empat tahap yaitu hidup, tumbuh, berkembang, mati

(Jhon)

™ Kemalasan adalah kebiasaan beristirahat sebelum orang benarbenar merasa lelah

(Jules Benard)

™ Kesempatan hanya datang sekali dalam kehidupan, jangan siasiakan itu

(Jhon FK)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan kepada : ¾ Ayah dan Ibuku yang selalu mendo’akan aku ¾ Adikku yang ngasih semangat buat aku ¾ Keluargaku yang mendorong aku untuk selalu maju ¾ Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu aku dalam suka dan duka ¾ Teman-teman D3_vil ‘03

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. i LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….. ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………………... iii KATA PENGANTAR…………………………………………………………. iv DAFTAR ISI……………………………………………………………….…... vi DAFTAR TABEL………………………………………………………………. x DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... xi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Nama Proyek………………………………………………………….. 1 1.2 Latar Belakang………………………………………………………… 1 1.3 Lokasi Proyek…………………………………………………………. 2 1.4 Maksud dan Tujuan Proyek …………………………………………... 3 1.5 Ruang Lingkup Penulisan……………………………………………... 3 1.6 Metodologi…………………………………………………………….. 4 1.7 Sistematika Penulisan………………………………………………….. 5 BAB II PERENCANAAN 2.1 Uraian Umum…………………………………………………………. 7 2.2 Kriteria dan Azaz–azaz Perencanaan…………………………………. 7 2.3 Dasar – dasar Perencanaan……………………………………………. 11 2.4 Metode Perhitungan……………………………………………………14 2.5 Klasifikasi Pembebanan Rencana…………………………………….. 15 2.6 Dasar Perhitungan…………………………………………………….. 16 BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR 3.1 Perencanaan Stuktur Atap……………………….……………………. 17 3.1.1 Perhitungan struktur rangka atap…………………………… 17 3.1.2 Perhitungan Struktur Plat……………………………………... 44 3.2 Perencanaan Tangga………………………………………………….. 56 3.2.1 Data Teknis Tangga..…………………………………………. 58

3.2.2 Pembebanan dan Penulangan Pangga..……………….……… 59 3.2.3 Pembebanan dan Penulangan Bordes…………………………. 69 3.3 Perhitungan Struktur Akibat Gaya Gempa……………………..…….. 84 3.3.1 Berat Bangunan Total (Wt)…………………….…….……….. 85 3.3.2 Waktu Getar Bangunan (T)………………………….…….….. 89 3.3.3 Koefisien Gempa Dasar…………………………….….…...… 89 3.3.4 Faktor Keamanan I dan Faktor Jenis Struktur K........................ 89 3.3.5 Gaya Geser Horisontal Total Akibat Gempa ke Sepanjang Tinggi Gedung........................................................................... 89 3.3.6 Distribusi Gaya Geser Horisontal Total Akibat Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung..…..……………………………. 90 3.4 Perencanaan Balok………………………………………..…………... 91 3.4.1 Balok Sloof …………………………………………………… 91 3.4.2 Balok Lantai ………………………………………………….. 95 3.4.3 Balok Ringbalk……………………………………………….. 98 3.5 Perencanaan Kolom ............................................................................ 102 3.5.1 Penulangan Kolom Lantai 1..................................................... 102 3.5.2 Penulangan Kolom Lantai 2..................................................... 106 3.5.3 Penulangan Kolom Lantai 3..................................................... 110 3.5.4 Penulangan Kolom Lantai 4..................................................... 115 3.5.5 Penulangan Kolom Lantai 5..................................................... 120 3.6 Perhitungan Pondasi..............................................................................125 3.6.1 Uraian Umum........................................................................... 125 3.6.2 Analisis Daya Dukung............................................................. 125 3.6.3 Perhitungan Pondasi................................................................. 126 BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT 4.1 Syarat-syarat Umum............................................................................. 129 4.2 Syarat-syarat Administrasi................................................................... 151 4.3 Syarat-syarat Teknis Umum................................................................ 165 4.4 Syarat-syarat Teknis Pelaksanaan Pekerjaan....................................... 167

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA 5.1 Perhitungan Volume Pekerjaan............................................................. 296 5.1.1 Pekerjaan Struktur dan Atap.................................................... 296 5.1.2 Pekerjaan Finishing Arsitektur................................................. 307 5.2 Rencana Anggaran Biaya......................................……........................ 342 5.3 Justifikasi Rencana Anggaran Biaya.....................……........................ 354 5.4 Time Schedule…………….....................................……...................... 356 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 357 6.2 Saran…………………………………………………………………… 358 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah Lokasi Proyek Pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Gambar 2. Rangka Kuda-Kuda Gambar 3. Denah Balok Lantai Gambar 4. Skema Tangga Type K Gambar 5. Denah Tangga Gambar 6. Potongan Tangga Gambar 7. Penulangan Balok Sloof Gambar 8. Penulangan Balok Lantai 2, 3, 4, dan 5 Gambar 9. Penulangan Ringbalk Gambar 10. Penulangan Kolom Lantai 1 Gambar 11. Penulangan Kolom Lantai 2 Gambar 12. Penulangan Kolom Lantai 3 Gambar 13. Penulangan Kolom Lantai 4 Gambar 14. Penulangan Kolom Lantai 5 Gambar 15. Detail Pondasi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dimensi Balok Tabel 2. Dimensi Kolom Tabel 3. Syarat-syarat Lendutan Maksimum Berdasarkan (PBBI 1987) Tabel 4. Gaya-gaya pada Kuda-kuda Tabel 5. Asumsi Dimensi Balok Tabel 6. Distribusi Gaya Geser Total Akibat Gempa Tabel 7. Perhitungan Pondasi Tiang Pancang Tabel 8. Pekerjaan Persiapan Tabel 9. Pekerjaan Struktur dan Atap Tabel 10. Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 1 Tabel 11. Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 2 Tabel 12. Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 3 Tabel 13. Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 4 Tabel 14. Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 5 Tabel 15. Pekerjaan Sarana dan Fasilitas Tabel 16. Justifikasi Rencana Anggaran Biaya Tabel 17. Time Schedule

LEMBAR PENGESAHAN Proyek Tugas Akhir dengan Judul Perencanaan Struktur Gedung 5 (Lima) Lantai Dekranasda Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah ini telah disetujui dan disahkan pada : Hari

:

Tanggal

:

Pembimbing

Ketua Program Studi

K. Satrijo Utomo, S.T., M.T.

Drs. Tugino, M.T.

NIP. 132238497

NIP. 131763887

Mengetahui: Ketua Jurusan Teknik Sipil

Drs. Lashari, M.T. NIP. 131 471 402

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Grafik Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 2. Input Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 3. Output Kuda-Kuda Baja (SAP 2000) 4. Gambar Grafik Portal (SAP 2000) 5. Input Portal (SAP 2000) 6. Output Portal (SAP 2000) 7. Uji Tarik dan Bengkok Baja 8. Laporan Hasil Penyelidikan Tanah 9. Gambar Bestek

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Nama Proyek Nama proyek ini adalah Perencanaan Struktur Gedung 5 (Lima) Lantai Dekranasda Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah yang berlokasi di Jalan Pahlawan No.4 Semarang.

1.2

Latar belakang Proyek Proyek Pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini dilatarbelakangi oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan kepada Pemerintah Daerah Semarang merasa karena masih banyaknya kekurangan sarana dan prasarana bila dibandingkan dengan kepentingan Disperindag yang membutuhkan tempat atau sarana gedung dengan kapasitas yang memadai. Pemilihan Proyek Pembangunan Gedung Dekranasda sebagai Tugas Akhir dikarenakan struktur gedung yang memiliki 5 (lima) lantai dan sebagai pertimbangan lain belum adanya Tugas Akhir dari teman satu angkatan dengan struktur yang berlantai banyak. Pembangunan gedung ini nantinya akan di gunakan untuk kegiatan yang membutuhkan ruang luas. Pembangunan Gedung Dekranasda mempunyai maksud dan tujuan antara lain : 1 . Meningkatkan sarana dan prasarana di Disperindag. 2 . Meningkatkan kenyamanan dan efektifitas kegiatan di Disperindag. 1

2

1.3

Lokasi Proyek Lokasi Proyek Pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini terletak di Jl. Pahlawan No.4 Semarang.

Error! U Plaza Simpang Lima

E

B

C

Jl. Pahlawan

A

D

Keterangan : A. Lapangan Pancasila B. Biro Pusat Statistik (BPS) C. DISPERINDAG (Lokasi Proyek) D. Bundaran Air Mancur E. Ramayana Dept. Store

Gambar 1. Denah Lokasi Proyek Pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah

3

1.4

Maksud dan Tujuan Proyek Tujuan dari Proyek Akhir ini adalah untuk menerapkan materi perkuliahan yang telah diperoleh ke dalam bentuk penerapan secara utuh. Penerapan materi perkuliahan yang telah diperoleh diaplikasikan dengan merencanakan suatu bangunan gedung bertingkat banyak, minimal tiga lantai. Dengan merencanakan suatu bangunan bertingkat ini diharapkan mahasiswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang diaplikasikan dan mampu merencanakan suatu struktur yang cukup kompleks.

1.5

Ruang Lingkup Penulisan Dalam Penyusunan Proyek Akhir ini, Penulis hanya menentukan pada permasalahan dari sudut pandang ilmu teknik sipil yaitu pada bidang perencanaan struktur meliputi: 1. Perencanaan atap, 2. Perencanaan plat lantai, 3. Perencanaan tangga, 4. Perencanaan balok, 5. Perencanaan kolom, 6. Perencanaan pondasi, 7. Rencana kerja dan syarat - syarat (RKS), dan 8. Rencana anggaran biaya

4

1.6

Metodologi Data yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan laporan Proyek Akhir ini dapat di kelompokkan dalam dua jenis yaitu: 1. Data Primer Data Primer adalah data yang didapat melalui peninjauan dan pengamatan langsung di lapangan terdari dari: a. Lokasi Proyek

: Jl. Pahlawan No.4 Semaramg

b. Topografi

: Tanah datar

c. Elevasi bangunan

:

o Lantai 1 : + 00,00 m o Lantai 2 : + 04,73 m o Lantai 3 : + 09,46 m o Lantai 4 : + 14,19 m o Lantai 5 : + 28,77 m 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam proses pembuatan dan penyusunan laporan Proyek Akhir. Yang termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain: a. Literatur panjang b. Grafik – grafik penunjang c. Tabel – tabel penunjang

5

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah : 1) Observasi Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data primer melalui peninjauan

dan

pengamatan

langsung

di

lapangan

sejak

melaksanakan Kerja Praktek, yang telah dilaksanakan pada proyek yang sama pada tanggal 1 September sampai dengan 1 November 2005. 2) Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk pengumpulan data sekunder dan landasan teori dengan

mengambil data literatur yang relevan

maupun standar yang diperlukan dalam perencanaan bangunan. Pengumpulan dilakukan melalui perpustakaan atau pun instansi – instansi pemerintah yang terkait.

1.7

Sistematika Penulisan

Proyek Akhir ini garis besarnya disusun dalam 6 (enam) bab yang terdiri dari : BAB I

: PENDAHULUAN Berisi nama proyek, latar belakang, lokasi proyek, maksud dan tujuan, pembahasan masalah, dan sistematika penulisan.

6

BAB II : PERENCANAAN Berisi uraian, kriteria, dan azas – azas perencanaan, dasar – dasar perencanaan, metode perencanaan, dasar perhitungan, dan klasifikasi pembebanan rencana. BAB III : PERHITUNGAN STRUKTUR Berisi perhitungan pembebanan, perencanaan atap, tulangan plat, tulangan balok, tulangan kolom, tulangan tangga, dan pondasi BAB IV : RENCANA KERJA DAN SYARAT – SYARAT Berisi tentang rencana kerja dan syarat – syarat (RKS), terdiri dari syarat umum, syarat administrasi, dan syarat teknis. BAB V : RENCANA ANGGARAN BIAYA Berisi

perhitungan

volume

pekerjaan,

anggaran

biaya,

rekapitulasi akhir rencana anggaran biaya serta time schedule dalam kurva S. BAB VI : PENUTUP Berisi daftar pustaka dan lampiran.

BAB II PERENCANAAN

2.1

Uraian Umum Pada tahap perencanaan Struktur Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini perlu dilakukan study literatur untuk menghubungkan satuan fungsional gedung dengan sistem struktur yang akan digunakan, disamping untuk mengetahui dasar-dasar teorinya. Pada jenis gedung tertentu, perencanaan sering kali diharuskan menggunakan suatu pola akibat syarat- syarat fungsional maupun strukturnya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menentukan, misal pada situasi yang mengharuskan bentang ruang yang besar serta harus bebas kolom, sehingga akan menghasilkan beban besar dan berdampak pada balok. Study literatur dimaksudkan untuk dapat

memperoleh hasil

perencanaan yang optimal dan aktual. Dalam bab ini akan dibahas konsep pemilihan sistem struktur dan konsep perencanaan struktur bangunannya, seperti denah, pembebanan struktur atas dan struktur bawah serta dasardasar perhitungan.

2.2

Kriteria dan Azaz–azaz Perencanaan

7

8

Perencanaan pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini diharuskan memenuhi beberapa kriteria perencanaan, sehingga konstruksi bangunan tersebut sesuai yang diharapkan, dan tidak terjadi kesimpang- siuran dalam bentuk fisiknya. Adapun kriteria-kriteria perencanaan tersebut adalah : 1. Harus memenuhi persyaratan teknis Dalam setiap pembangunan harus memperhatikan persyaratan teknis yaitu bangunan yang didirikan harus kuat untuk menerima beban yang dipikulnya baik itu beban sendiri gedung maupun beban yang berasal dari luar seperti beban hidup, beban angin dan beban gempa. Bila persyaratan teknis tersebut tidak diperhitungkan maka akan membahayakan orang yang berada di dalam bangunan dan juga bisa merusak bangunan itu sendiri. Jadi dalam perencanaan harus berpedoman pada peraturan- peraturan yang berlaku dan harus memenuhi persyaratan teknis yang ada. 2. Harus memenuhi persyaratan ekonomis Dalam setiap pembangunan, persyaratan ekonomis juga harus diperhitungkan agar tidak ada aktivitas-aktivitas yang mengakibatkan membengkaknya biaya pembangunan sehingga akan menimbulkan kerugian bagi pihak kontraktor. Persyaratan ekonomis ini bisa dicapai dengan adanya penyusunan time schedule yang tepat, pemilihan bahan-bahan bangunan yang digunakan dan pengaturan serta pengerahan tenaga kerja yang profesional. Dengan pengaturan biaya dan waktu pekerjaan secara tepat

9

diharapkan

bisa

menghasilkan

bangunan

yang

berkualitas

tanpa

menimbulkan pemborosan.

3. Harus memenuhi persyaratan aspek fungsional Hal ini berkaitan dengan penggunaan ruang. Biasanya hal tersebut akan mempengaruhi penggunaan bentang elemen struktur yang digunakan. 4. Harus memenuhi persyaratan estetika Agar bangunan terkesan menarik dan indah maka bangunan harus direncanakan dengan memperhatikan kaidah-kaidah estetika. Namun persyaratan estetika ini harus dikoordinasikan dengan persyaratan teknis yang ada untuk menghasilkan bangunan yang kuat, indah dan menarik. Jadi dalam sebuah perencanaan bangunan harus diperhatikan pula segi artistik bangunan tersebut. 5. Harus memenuhi persyaratan aspek lingkungan Setiap proses pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan karena hal ini sangat berpengaruh dalam kelancaran dan kelangsungan bangunan baik dalam jangka pendek (waktu selama proses pembangunan) maupun

jangka

panjang

(pasca

pembangunan).

Persyaratan

aspek

lingkungan ini dilakukan dengan mengadakan analisis terhadap dampak lingkungan di sekitar bangunan tersebut berdiri. Diharapkan dengan terpenuhinya aspek lingkungan ini dapat ditekan seminimal mungkin dampak negatif dan kerugian bagi lingkungan dengan berdirinya Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini.

10

6. Harus memenuhi aspek ketersediaan bahan di pasaran Untuk

memudahkan

dalam

mendapatkan

bahan-bahan

yang

dibutuhkan maka harus diperhatikan pula tentang aspek ketersediaan bahan di pasaran. Dengan kata lain sedapat mungkin bahan-bahan yang direncanakan akan dipakai dalam proyek tersebut ada dan lazim di pasaran sehingga mudah didapat. Selain kriteria-kriteria perencanaan juga harus diperhatikan juga adanya azas-azas perencanaan yaitu antara lain: 1. Pengendalian biaya Pengendalian biaya dalam suatu pekerjaan konstruksi dimaksudkan untuk mencegah adanya pengeluaran yang berlebihan sehingga sesuai dengan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan. Biaya pelaksanaan harus dapat ditekan sekecil mungkin tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas pekerjaan. Dalam hal ini erat kaitannya dengan pemenuhan persyaratan ekonomis. a. Pengendalian mutu Pengendalian

mutu

dimaksudkan

agar

pekerjaan

yang

dihasilkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam RKS. Kegiatan pengendalian mutu tersebut dimulai dari pengawasan pengukuran lahan, pengujian tanah di lapangan menggunakan alat sondir dan boring serta uji tekan beton. Mutu bahan-bahan pekerjaan yang digunakan dalam pembangunan sudah dikendalikan oleh pabrik pembuatnya. Selain itu juga diperlukan pengawasan pada saat

11

bangunan tersebut sudah mulai digunakan, apakah telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

b. Pengendalian waktu Pengendalian waktu pelaksanaan pekerjaan dalam suatu proyek bertujuan agar proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan time schedule yang telah ditetapkan. Untuk itu dalam perencanaan pekerjaan harus dilakukan penjadwalan pekerjaan dengan teliti agar tidak terjadi keterlambatan waktu penyelesaian proyek. 2. Pengendalian tenaga kerja Pengendalian tenaga kerja sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang baik sesuai jadwal. Pengendalian dilakukan oleh Pengawas (mandor) secara terus menerus maupun berkala. Dari pengawasan tersebut dapat diketahui kemajuan dan keterlambatan pekerjaan yang diakibatkan kurangnya tenaga kerja maupun menurunnya efisiensi kerja yang berlebihan. Jumlah tenaga kerja juga harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya penumpukan pekerjaan yang menyebabkan

tidak

efisiensinya

pekerjaan

tersebut

serta

dapat

menyebabkan terjadinya pemborosan materil dan biaya.

2.3

Dasar – dasar Perencanaan Dalam perhitungan perencanaan bangunan ini digunakan standar yang berlaku di Indonesia, antara lain:

12

1. Plat Lantai Perencanaan plat didasarkan pada peraturan SK SNI T-15-1991-03 dan Pedoman Beton 1989. Untuk merencanakan plat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan namun juga ukuran dan syarat– syarat tumpuan. Pada proyek pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini tebal plat lantai adalah 12 cm. 2. Balok Perencanaan balok didasarkan pada persyaratan SK SNI T-15-1991-03 yaitu: a. Syarat - syarat tumpuan yang dipertimbangkan adalah: 1) Tumpuan jepit penuh 2) Tumpuan jepit sebagian b. Ukuran balok Dalam pra desain, tinggi balok menurut SK SNI T-15-1991-03 merupakan fungsi dari bentang dan mutu baja yang dipergunakan. Adapun balok dan sloof yang digunakan pada proyek pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini adalah sebagai berikut :

13

Tabel 1. Dimensi balok No

Balok

Dimensi balok (cm)

1

Balok lantai 1

30 x 80

2

Balok lantai 2

30 x 80

3

Balok lantai 3

30 x 80

4

Balok lantai 4

30 x 80

5

Balok anak lantai

20 x 40

6

Balok atap (R)

20 x 70

7

Balok Sloof

25 x 70

3. Kolom Menurut SK SNI T-15-1991-03 untuk merencanakan kolom yang diberi beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien reduksi bahan (φ) = 0,65. Pada proyek pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini, kolom yang digunakan berukuran : Tabel 2. Dimensi kolom No

Kolom

Dimensi kolom (cm)

1

Kolom type K1

80 x 80

2

Kolom type K2

80 x 80

14

3

Kolom type K3

50 x 50

4

Kolom type K4

70 x 70

5

Kolom type K5

60 x 60

4. Pondasi Pondasi yang dipergunakan pada konstruksi ini adalah pondasi plat lajur dan pondasi tiang pancang.

2.4

Metode Perhitungan Dalam perencanaan pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jateng ini, perhitungan mekanika struktur menggunakan program Struktur Analysis Program (SAP) 2000. Perhitungan ini digunakan untuk memudahkan menghitung tulangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan mekanika ini adalah : 1.

Plat dianggap sebagai membran dan semua beban yang ada pada plat dianggap sebagai beban merata.

2.

Balok hanya menumpu beban dinding yang ada di atasnya dan beban hidup balok dianggap nol, karena telah ditumpu oleh plat. Sebelum melakukan perhitungan mekanika, terlebih dahulu harus

menghitung beban-beban yang bekerja pada eleman struktur antara lain: 1.

Beban Gempa Statik Beban gempa yang hanya memperhitungkan beban dari gedung itu sendiri.

15

2.

Beban Gempa Dinamik Beban gempa yang memperhitungkan beban yang ada di sekitar gedung.

3.

Beban Mati Beban yang diambil dari elemen struktur beserta beban yang ada di atasnya.

4.

Beban Hidup Diambil dari Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPIUG) 1987 untuk bangunan gedung.

2.5

Klasifikasi Pembebanan Rencana Pembebanan

rencana

diperhitungkan

berdasarkan

Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987. Pembebanan diperhitungkan sesuai dengan fungsi ruangan yang direncanakan pada gambar rencana. Besarnya muatan–muatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Massa jenis beton bertulang

: 2400 kg/m 3

2. Berat plafon dan penggantung (gpf)

:

3. Tembok batu bata (1/2) batu

: 250 kg/m 2

4. Beban hidup untuk tangga

: 300 kg/m

18 kg/m 2

2

5. Beban hidup untuk gedung fasilitas umum : 250 kg/m 2 6. Adukan dari semen, per cm tebal

:

21 kg/m2

16

7. Penutup lantai, per cm tebal

:

24 kg/m2

Kombinasi beban gempa diperhitungkan untuk zone 4 yang berlaku di Kota Semarang. Kombinasi pembebanan digunakan dengan beberapa alternatif, yaitu: 1. Comb 1 = 1 DL + 0,5 LL 2. Comb 2 = 1,2 DL + 1,6 Q 3. Comb 3 = 1,05 (DL + LL + Q) Combo (comb)

= beban total untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan faktor beban atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya.

DL (dead load) = beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati. LL (live load)

= beban hidup atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban hidup.

Q (quake)

= beban gempa atau momen dan gaya-gaya yang berhubungan dengan beban gempa.

2.6

Dasar Perhitungan Dalam perhitungan perencanaan pembangunan Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini digunakan standar perhitungan yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku di Indonesia antara lain: 1.

Pedoman Beton 1989.

2.

Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SK SNI T-15-1991-03.

17

3.

Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987.

4.

Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung 1987.

5.

Data perhitungan SAP.

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

3.1

Perencanaan Stuktur Atap Letak geografis Negara Indonesia mengakibatkan terjadinya dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Antara keduanya terdapat perbedaan temperatur yang cukup ekstrim yang menimbulkan harus adanya kemampuan bagi atap untuk mampu menahan tekanan yang timbul pada kedua musim. Penutup atap direncanakan memakai bahan genteng dipasang di atas gording baja profil C (kanal). Struktur rangka atap direncanakan memakai rangka baja profil dobel siku.

3.1.1 Perhitungan Struktur Rangka Atap 1. Data teknis ƒ

Bentang kuda- kuda (L)

: 20 m

ƒ

Jarak antar balok atap arah horizontal ( l )

: 3,354 m

ƒ

Kemiringan atap ( α )

: 45°

ƒ

Penutup atap

: genteng (50 kg/m²)

ƒ

Sambungan konstruksi

: baut (BJ 37)

ƒ

Mutu baja profil siku

: BJH 37

ƒ

Tegangan dasar baja (σd)

: 1600 kg/cm²

ƒ

Jenis kayu (reng dan usuk) Bengkirai

: Kelas kuat II

ƒ

Koefisien angin pantai

: 40 kg/m² 1

18

ƒ

Tegangan lentur kayu ( σlt )

: 100 kg/cm²

2. Perencanaan Reng a. Pembebanan Reng Berat genting (gt)

= 50 kg/m²

Jarak reng (Jr)

= 0,25 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada reng (qr) Berat genting . Jarak reng = gt . Jr = 50 . 0,25 b. Momen yang terjadi Mx

= 1/8 . qr . cos 45° . (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,707 . (0,5)² = 0,2762 kg m

My

= 1/8 . qr . sin 45° (Ju)² = 1/8 . 12,5 . 0,707. (0,5)² = 0,2762 kg m

c. Dimensi Reng

⎛2⎞ Dimensi reng dimisalkan b = ⎜ ⎟ . h ⎝3⎠ Wx

= 1/6 . b . (h)2 ⎛2⎞ = 1/6 . ⎜ ⎟ h . h2 ⎝3⎠

⎛1⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝9⎠ Wy

= 1/6 . b2 . h

= 12,5 kg/m²

19

2

⎛2 ⎞ = 1/6 . ⎜ h ⎟ . h ⎝3 ⎠

⎛ 2 ⎞ = ⎜ ⎟ h3 cm3 ⎝ 27 ⎠ σltr

=

Mx My + Wx Wy

100 kg/cm2

=

27,62 + 27,62 h3

100 kg/cm2

=

615,87 h3

h3

=

615,87 100

h3

= 6,1587

h

=

h

= 1,83 cm dipakai kayu ukuran 3 cm, maka :

b

=

2 h 3

b

=

2 . 3 cm 3

b

= 2 cm

3

6,1587

Jadi dipakai reng dengan dimensi 2/3 cm

d. Kontrol Lendutan

fijin

=

1 . Ju 200

20

=

1 . 50 200

= 0,25 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

=

1 . 2 . (3)3 12

= 4,5 cm4 Iy

=

1 . b3 . h 12

=

1 . (2)3 . 3 12

= 2 cm4 fx

=

5.qr. cos α .Ju 4 384.E.Ix

=

5.12,5. cos 45°.(50) 4 384.107.4,5

= 0,0159 cm fy

=

5.qr. sin α .Ju 4 384.E.Iy

=

5.12,5.sin 45°.(50) 4 384.107.2

= 0,0159 cm f maks

=

( fx) 2 + ( fy ) 2

=

(0,0159) 2 + (0,0159) 2

= 0,022 cm ≤ 0,25 cm (f ijin) e. Kontrol Tegangan

Ok!

21

σ ytb

=

Mx My + Wx Wy

=

27,62 27,62 + 1 / 6.3.(2) 2 1 / 6.2.(3)3

= 23,016 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 (σltr) Jadi, reng kayu dengan dimensi 2/3 cm aman dipakai

3. Perencanaan Usuk a. Pembebanan Usuk

Berat genting (gt)

= 50 kg/m3

Jarak gording (Jgd)

= 1,665 m

Jarak usuk (Ju)

= 0,5 m

Beban pada usuk (qu) Beban genting, reng dan usuk = ggt . Ju qu qx

= qu . cos 45 = 25 . cos 45 = 17,677 kg/m

qy

= qu . sin 45 = 25 . sin 45 = 17,677 kg/m

b. Momen yang terjadi

Mx1

= 1/8 . qu . cos α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . cos 45º . (1,665)2

= 50 . 0,5 = 25 kg/m

22

= 6,125 kgm My1

= 1/8 . qu . sin α . (Jgd)2 = 1/8 . 25 . sin 45º . (1,665)2 = 6,125 kgm

c. Karena Berat Pekerja

Beban Pekerja (P) = 100 kg = 1 kN Px

= 100 . cos 45 = 100 . cos 45 = 70,7111 kg

Py

= 100 . sin 45 = 100 .sin 45 = 70,711 kg

Mx2

= 1/4 . P . cos α . Jgd = 1/4 . 100 . cos 45º . 1,665 = 29,433 kg m

My2

= 1/4 . P . sin α . Jgd = 1/4 . 100 . sin 45º . 1,665

23

= 29,433 kg m d. Karena Beban Angin

Koefisien Angin pantai (w) = 0,4 kN/m2 Angin Tekan = (0,02 . α) – 0,4 = (0,02 . 45) – 0,4 = 0,5 kN/m W tekan

= angin tekan . w . Ju = 0,5 . 0,4 . 0,5 = 0,1 kN/m

Momen yang timbul akibat beban angin = 1/8 . Wx . (Jgd)2

Mx

= 1/8 . 0,5. (1,665)2 = 0,1733 kg.m Kombinasi pembebanan pada usuk Mx

= Mx1 + Mx2 = 6,125 + 29,433 = 35,558 Kg m

My

= My1 + My2 = 6,125 + 29,433 = 35,558 Kg m

e. Dimensi Usuk

⎛2 ⎞ Dimensi usuk dimisalkan b = ⎜ h ⎟ ⎝3 ⎠ Wx

= 1/6 . b . h2

24

⎛2 ⎞ = 1/6 . ⎜ h ⎟ . h2 ⎝3 ⎠ =

1 3 h cm3 9

= 1/6 . h . b2

Wy

⎛2 ⎞ = 1/6 . h . ⎜ h ⎟ ⎝3 ⎠

2

=

2 3 h cm3 27

σ ltr

=

Mx My + Wx Wy

100

=

3555,8 3555,8 + 3 (1 / 9)h (2 / 27 )h3

100

=

100

=

100. h3

= 80005,5

h3

= 800,055

h

=

h

= 9,28 cm

3555,8 3555,8 + ⎛1⎞ 3 ⎛ 2 ⎞ 3 ⎜ ⎟h ⎜ ⎟h ⎝9⎠ ⎝ 27 ⎠ 32002,2 32002,2 + h3 h3

3

800,055

diambil h = 9,28 cm = 10 cm Untuk h = 10 cm, maka: b

=

2 h 3

b

=

2 . 10 cm 3

25

b

= 6,667 cm = 6 cm

Jadi dipakai Usuk dengan dimensi 6 / 10 cm

f. Kontrol Lendutan Fijin

=

1 . Jgd 200

=

1 . 166,5 200

= 0,832 cm Ix

=

1 . b . (h)3 12

=

1 . 6 . (10)3 12

= 500 cm4 Iy

=

1 . h . (b)3 12

=

1 . 10 . (6)3 12

= 180 cm4 fx

=

1 qx. cos α ..Jg 4 px. cos α .Jg 3 5 + . . E.Ix E.Ix 384 48

=

5 17,677. cos 45°.(166,5) 4 1 + . . 107.500 384 48

70,711. cos 45°.(166,5) 3 10 7.500 f max = =

( fx) 2 + ( fy ) 2 (0,025) 2 + (0,072) 2

= 0,07 cm ≤ 0,832 cm OK!

26

g. Kontrol Tegangan

σytb

=

Mx My + 2 1 / 6bh 1 / 6hb 2

=

35,558 35,558 + 1/ 6 1 / 6.

= 94,821 kg/cm = 94,821 kg/cm2 ≤ 100 kg/cm2 ( = σltr) OK! Jadi, usuk kayu dengan dimensi 6/10 cm aman dipakai 4. Perencanaan Gording a. Pembebanan

Jarak antar balok (l)

= 3,354 m

Jarak gording (Jgd)

= 1,665 m

Jarak plapon (Jp)

= 1,50 m

Berat sendiri gording ditafsir (ggd)

= 5,93 kg/m

Berat sendiri plapon (gp)

= 18 kg/m

b. Berat pada gording (qg)

Berat sendiri pada gording = ggd . jgd = 5,93 . 1,665 = 9,873 kg/m Berat Penggantung

= gp . jp = 18 . 1,50

= 27

kg/m

Berat atap genting

= ggt . jgd = 0,50 . 1,665 = 83,25 kg/m q = 120,123 kg/m

Berat Branching 10%

= 12,0123 kg/m q = 132,135 kg/m

Momen Akibat Beban Mati (DL) Mx

= 1/8 . q . cos α . (l)2 = 1/8 . 132,135 . cos 45º . (3,354)2

27

= 131,385 kg.m My

= 1/8 . q . sin α . (l)2 = 1/8 .132,135 . sin 45º . (3,354)2 = 32,846 kgm

c. Karena Berat Pekerja (LL)

Beban Pekerja (P) = 100 kg = 1 kN Mx

= 1/4 . P . cos α . l = 1/4 . 100 . cos 45º . 3,354 = 59,291 kg m

My

= 1/4 . P . sin α . l = 1/4 . 100 . sin 45º . 3,354 = 29,645 kg m

d. Karena Beban Angin (Whisap, Wtekan)

Koefisien Angin pegunungan (w) = 40 kg/m2 Koefisien angin tekan = (0,02 . α) – 0,4 = (0,02 . 45) – 0,4 = 0,5 W tekan

= angin tekan . w . Jgd = 0.5 . 40 . 1,665 = 33,3 kg/m2

28

Koefisien angin hisap = - 0,4 W hisap

= -0,4 . Jgd . w = -0,4 . 1,665. 40 = - 26,64 kg/m

Momen yang timbul akibat beban angin Momen akibat angin tekan Mx

= 1/8 . Wtekan . (l)2 = 1/8 . 33,3. (3,354)2 = 46,825 kg.m

My

= 0

Momen akibat angin hisap M

= 1/8 Whisap . l2 = 1/8 . (-26,64) . 3,3542 = 37,46 kg.m

Kombinasi pembebanan pada gording Mx1

= 1,4 .DL = 1,4 . 131,3859 = 183,940 kg.m

My1

= 1,4 . DL = 1,4 . 32,8465 = 45,981 kgm

Mx2

= 1,2 . DL + 1,6 . LL = (1,2 . 131,385) + (1,6 . 59,2909) = 252,5285 kgm

My2

= 1,2 . DL + 1,6 . LL

29

= (1,2 . 32,8465) + (1,6 . 29,6454) = 86,8484 kgm Mx3

= 1,2 . DL + 0,5 . LL + 0,8 . W = (1,2 . 131,385) + (0,5 . 59,291) + (0,8 . 37,46) = 217,275 kgm

My4

= 1,2 . DL + 0,5 . LL + 0,8 . W = (1,2 . 32,846) + (0,5 . 29,645) + (0,8 .0) = 54,238 kgm

Mx4

= 1,2 . DL + 0,5 . LL - 0,8 . W = (1,2 . 131,385) + (0,5 . 59,291) + (0,8 . 37,46) = 130,340 kgm

e. Pendimensian Gording

Direncanakan memakai profil C tipis, diambil moment arah x yang terbesar. Berat sendiri genteng (ggt)

= 0,50 kN/m

Jarak gording (Jgd)

= 1,88 m

0,9 σ ijin

=

Mx My + .4 wx wx

0,9 2400

=

25252,85 + (4.8684,84) wx

2160 kg/cm2 = wx

59992,21 wx

= 27,77 cm3

30

Direncanakan memakai profil baja C 150 x 65 x 20 x 3,2 Dari tabel Section Properties (hal 50) diperoleh data:

ωx

= 44,3 cm3

ix

= 5,89 cm1

ωy

= 12,2 cm3

iy

= 2,37 cm1

Ix

= 332 cm4

berat = 7,51 kg/m

Iy

= 53,8 cm4

f. Analisa Pembebanan

Beban Mati o Berat sendiri gording (ggt)

= 7,51

o Berat plafon

= 27 kg/m

= gp . Jp =18 . 1,50

o Berat sendiri genting = ggt . Jgd = 50 . 1,665

kg/m

= 83,25 kg/m q = 117,76 kg/m

o Berat Branching 10 %

= 11,776 kg/m q total

qx

= q total . cos 450 = 129,536 . cos 450 = 91,59 kg/m

qy

= q total . sin 450 = 129,536 . sin450 = 91,59 kg/m

Mx

= 1/8 . qx . (I)2 = 1/8 . 91,59 . (3,354)2 = 128,79 kgm

= 129,536 kg/m

31

⎛ (I ) ⎞ = 1/8 . qy . ⎜ ⎟ ⎝ 2 ⎠

My

2

⎛ 3,354 ⎞ = 1/8 . 91,59 . ⎜ ⎟ ⎝ 2 ⎠

2

= 32,19 kg.m ¾

Momen Kombinasi (dimensi gording beban angin diabaikan) Mx = 128,79 + 59,2909 = 188.0809 kgm My = 32,19 + 29,645

¾

= 61,8354 kgm

Kontrol Tegangan σ ytb

=

Mx My + < σd Wx Wy

=

6183,54 18808,09 + 12,2 44,3

= 931,409 kg/cm2 < σd = 1600 kg/cm2 (OK!) Kontrol Lendutan Tabel 3. Syarat–syarat Lendutan Maksimum Berdasarkan (PBBI’87) No

Kondisi Pembebana

δ maks

1

Beban mati + Bebab hidup

L / 250

2

Beban hidup

L / 100

3

δ atap

25 mm

1) Beban Mati + Beban Hidup fx =

Px.( I )3 5 qx.( I ) 3 . + 384 EIx 48.EIx

32

=

5.93,433.(3,354) 4

+

384.2,1.10 6 .3,32

70,711.(3,354) 3 48.2,1.10 6.3,32

= 0,000221 + 0,0000797 = 0,000301 m = 0,0301 cm 3

⎛l⎞ Py.⎜ ⎟ 4 5.qy.( I / 2) ⎝2⎠ fy = + 384.EIy 48.EIy

3

⎛ 3,354 ⎞ 3,354 4 70,711.⎜ ⎟ 5.93,4337( ) ⎝ 2 ⎠ 2 = + 48.2,1.10 6.0,538 384.2,1.10 6 .0,538

= 0,0000852 + 0,000061 = 0,000146 m = 0,0146 cm f

=

fx 2 + fy 2

=

(0,0301) 2 + (0,0146) 2

= 0,0334 cm < L/250 = 3,354/250 = 1,3416 cm = 0,0334 cm < 1,3416 cm (OK!) 2) Beban Hidup fx

=

Px.l 3 48.EIx

=

70,711(3,354) 3 48.2,1.10 6.3,32

= 0,0000797 m = 0,00797 cm fy

=

Py.(l / 2)3 48.EIy

33

3

⎛ 3,354 ⎞ 70,711.⎜ ⎟ ⎝ 2 ⎠ = 48.2,1.10 6 .0,538

= 0,000061 m = 0,0061 cm f

=

fx 2 + fy 2

=

(0,00797) 2 + (0,0061) 2

= 0,01001 cm < I/500 = 335,4/500 = 0,6708 cm = 0,01001 cm < 0,6708 cm (OK!) 3) P = 100 kg = 1 kN f

=

fx 2 + fy 2

=

0,00797 2 + 0,00612

= 0,01001 cm < 2,5 cm (OK!) Jadi Gording Profil Canal 150 x 65 x 20 x 3,2 memenuhi syarat 5. Perhitungan pembebanan struktur rangka a. Beban Mati ƒ

Berat penutup atap (genting) = ggt . l . Jgd = 50 . 3,354 . 1,665 =

ƒ

Berat sendiri gording

279,2205 kg

= ggd . l = 11 . 3,354 m =

ƒ

Berat sendiri plafond

249,2202 kg

= gp . l . Jp = 18 . 3,354 . 1,5

34

= Beban hidup

90.558 kg

= 100 P

Berat Branching 10 %

kg

= 718,9807 kg = 71,807 kg

Ptot Titik buhul (P)

= 790,8787 kg = 790,8787 kN

diambil ½P

= 791 kN = 395,5 kN

b. Beban Angin (bangunan di pantai, P = 40 kg dan α = 450)

= (0,02 . α) – 0,4

ƒ Koefisien angin tekan

= (0,02 . 45) – 0,4 = 0,5 ƒ Koefisien angin hisap

= - 0,4

ƒ Beban angin tekan (Wt)

= 0,2 . 40 . 3,354 . 1,665 = 111,6882 kg

diambil

= 112 kg

ƒ Angin pada tumpuan (1/2 Wt)

= 56 kg

ƒ Beban angin hisap (Wh)

= - 0,4 . 40 . 3,354 . 1,665 = - 89,3501 kg

diambil Angin pada tumpuan (1/2Wh)

6. Perhitungan kuda – kuda

= 90 kg = 45 kg

35

Gambar 2. Rangka kuda - kuda Tabel 4 .

Gaya - gaya pada Kuda - Kuda

Panjang (m)

Gaya ( kgm)

Panjang (m)

Gaya (kgm)

A1= A16 = 2,578

572,76

V1 = V16 = 1,82

37,43

A2= A15 = 1,665

189,28

V2 = V15 = 3

129,38

A3= A14 = 1,665

378,34

V3 = V14 = 3

33,10

A4 = A13 = 1,665

484,42

V4 = V13 = 3

777,69

A5 = A12 = 1,655

495,75

V5 = V12 = 3

1640,27

A6 = A11 = 1,665

477,58

V6= V11 = 3

2551,46

A7 = A10 = 1,655

219,23

V7= V10 = 3

3506,24

A8 = A9 = 1,665

31,86

V8= V9 = 3

4225,91

B1 = B12 = 1,777

2662,73

D1 = D14 = 2,121

70,00

B2 = B11 =1,777

2874,07

D2 = D13 = 2,121

241,09

36

B3 = B10 = 1,777

2583,42

D3 = D12 = 2,121

10,10

B4 = B9 = 1,777

1804,12

D4 = D11 = 2,121

122,11

B5 = B8 = 1,777

512,63

D5 = D10 = 2,121

191,00

B6 = B7 = 1,777

193,97

D6 = D9 = 2,121

264,43

D7 = D8 = 2,121

340,46

¾ Kontrol terhadap kekakuan batang

1. Batang diagonal P

= 340,46 kg = 0,3406 ton

σ

= 1600 kg/cm2

σl = 2400 kg/cm2 Angka keamanan (n) = 1,5 δ

= 12 mm

lk

= 2,121 m

imin = n . p . ( lk )2 = 1,5 . 0,3405 . ( 2,121 )2 = 2,29 cm Untuk satu profil imin = 1,148 cm Dicoba baja double siku 50 x 50 x 5 A = 4.80 cm2 ix

= 1.51 cm

iy

= 1.51 cm

lx

= 11 cm4

37

I

y

= 11 cm4

¾ Pemeriksaan tekuk arah (x – x )

Ix profil

= 2 . Ix = 2 . 11 = 22 cm4

A profil

= 2.A = 2 . 4,8 = 9,6 cm4

i

x

=

I X profil Aprofil

=

22 9,6

= 1,514 cm λx

=

Lx ix

=

212,2 1,514

= 140,15 < 240 oke λg

= π

E 0,7.σl

= 3,14 = 111 λs

=

λx λg

2,110 6 0,74.2400

38

=

140,158 111

= 1,2 = 2,381 . (λs)2

ωx

= 2,381 . (1,2)2 = 3,42 ¾ Kontrol tegangan

σ

=

p.ω x Aprofil

=

340,46.3,42 9,6

= 121,595 kg/cm2 < 1600 kg/cm2 2. Batang atas P

= 57276 kg

σ

= 1600 kg/cm2

σl = 2400 kg/cm2

Angka keamanan (n) = 1,5 δ

= 12 mm

lk = 2,578 m imin = n . p . ( lk )2 = 1,5 . 0,573 . ( 2,578 )2 = 5,71 cm Untuk satu profil imin = 2,855 cm

39

Dicoba baja double siku 90 x 90 x 9 A = 15,5 cm2 ix

= 2,785 cm

iy = 2,785 cm lx I

y

= 116 cm4 = 116 cm4

e

= 2,54

d

= 2.e+δ = 2 . 2,54 + 12 = 17,08

¾ Pemeriksaan tekuk arah (x – x )

Ix profil

= 2 . Ix = 2 . 116 = 232 cm4

A profil

= 2. A = 2 . 15,5 = 31 cm4

i

x

=

I X profil Aprofil

=

232 31

= 2,74 cm λx

=

lx ix

40

=

257,8 2,74

= 94,08 < 240 oke λg

= π

E 0,7.σl

= 3,14

2,110 6 0,74.2400

= 111

λs

=

λx λg

=

94,08 111

= 0,847

ωx

=

1,41 1,593 − λ s

=

1,41 1,593 − 0,847

= 1,89

¾ Kontrol tegangan

σ

=

p.ω x Aprofil

=

572,76.1,89 31

= 34,919 kg/cm2 < 1600 kg/cm2

41

3. Batang bawah P

= 2874,07 kg

σ

= 1600 kg/cm2

σl = 2400 kg/cm2 Angka keamanan (n) = 1,5

δ

= 12 mm

lk = 1,177 m

σ tarik

= 75% . 1600 = 1200 kg/cm2

Anet

=

p σtarik

=

287,07 1200

= 2,395 cm2 Abruto

=

Anet 0,85

= 2,18 cm2

imin =

lk 240 =

182,3 240

= 0,759 cm

Dicoba baja double siku 80 x 80 x 8 A = 12,3 cm2

ix

= 2,42 cm

42

iy

= 2,42 cm

lx

= 72,3 cm4

I

= 72,3 cm4

y

e

= 2,26

d

= 0,5 . δ + e = 0,5 . 12 + 2,26 = 2,86

¾ Pemeriksaan tekuk arah (y– y )

Iyr

= 2 ( I y + a2 . A ) = 2 ( 72,3 + 12,3 . 2,862 ) = 345,82 cm4

i

y

=

Iyprofil A.2

=

345,82 2.12,3

= 3,749 cm dipakai min = 2,42 cm

λ

=

lk i min

=

182,3 2,42

= 8,679 cm =

1,41 1,593 − 0,847

= 1,89

43

¾ Kontrol tegangan

σ

=

p.ω x Aprofil

=

2874,07 2.12,3

= 116,83 kg/cm2 < 1600 kg/cm2 3.1.2

Perhitungan Struktur Plat

Data teknis : Dari PMI bab II pasal 2.2 diperoleh: ƒ Mutu beton (fc)

= 22,5 MPa

ƒ Mutu baja (fy)

= 240 MPa

ƒ Beban lantai tribun (qLL)

= 5 kN/m2

ƒ Beban tangga (qt)

= 3 kN/m2

ƒ Selimut beton (p)

= 20 mm = 0,02 m

ƒ Berat satuan spesi/ adukan

= 0,21 kN/m2

ƒ Berat keramik

= 0,24 kN/m2

ƒ Berat satuan eternit

= 0,11 kN/m2

ƒ Berat satuan penggantung

= 0,07 kN/m2

ƒ Berat satuan beton bertulang

= 24 kN/m3

- Lx

: panjang plat arah x

- Ly

: panjang plat arah y

- Lx1

: panjang plat efektif arah x

- Ly1

: panjang plat efektif arah y

44

Bi

- Mlx

: momen lapangan arah x

- Mtx

: momen tumpuan arah x

- Mly

: momen lapangan arah y

- Mty

: momen tumpuan arah y

- β

: perbandingan antara Ly dan Lx

Ba

Ba

Bi

Ba

Bi

Bi

Bi

Bi Ba

Bi Bi

Ba

Ba

Ba

Ba

500

Bi

Ba

Bi Bi

Ba

Bi

Bi

Ba

Bi

Ba

Ba

Bi

Bi

Ba Bi 800 Keterangan: Bi : Balok Induk Ba : Balok Anak

500

Ba

Bi Bi

Ba

Ba

Ba

Bi

Ba

Ba

Bi

Ba

Ba Ba

400

Bi

Bi

Bi

Bi

Ba

Bi

Bi

800

800

600

45

Gambar 3. Denah Balok Lantai Dimensi balok lantai tribun yang dipakai sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan, yaitu; Tabel 5. Asumsi Dimensi Balok Balok

Dimensi (cm)

Balok lantai 1

30 x 80

Balok lantai 2

30 x 80

Balok lantai 3

30 x 80

Balok lantai 4

30 x 80

1. Perencanaan Plat Lantai

Ly = 8 m Lx = 6 m Ly1

= 8000 – 300 – 300 = 7400 mm

Lx1

= 6000 – 300 – 300 = 5400 mm

α

1 .200.8003 12 = 1 .5400.1203 12 = 1,6 < 2,0

β

=

Ly1 Lx1

=

7474000 5400

46

= 1,37 Untuk memenuhi persyaratan terhadap lendutan yang terjadi maka plat dua arah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

fy ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.Ly 1500 ⎠ ⎝ h min = ⎧ ⎛ 1 ⎞⎫ 36 + 5.β .⎨α − 0,12⎜⎜1 + ⎟⎟⎬ ⎝ β ⎠⎭ ⎩ 240 ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.7400 1500 ⎠ ⎝ = ⎧ 1 ⎞⎫ ⎛ 36 + 5.1,37 ⎨1,6 − 0,12⎜1 + ⎟⎬ ⎝ 1,37 ⎠⎭ ⎩

=

7104 53,538

= 132,69 mm, atau

fy ⎞ ⎛ ⎟.Ly ⎜ 0,8 + 1500 ⎠ ⎝ h min = 36 + 9.β 240 ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.7400 1500 ⎠ ⎝ = 36 + 9.1,37 =

7104 48,33

= 147,73 mm

fy ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.Ly 1500 ⎠ ⎝ h max = 36 240 ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.7400 1500 ⎠ ⎝ = 36

47

=

7104 36

= 197 mm Dipakai h min =15 cm

Pembebanan •

Beban Mati (qDL) - Berat sendiri plat

= 24 . 0,15

= 3,6 kN/m2

- Berat spesi

= 0,21 kN/m2

- Berat keramik

= 0,24 kN/m2

- Berat plafond + penggantung

= 0,18 kN/m2 q DL



Beban Hidup (q LL)



Beban Berfaktor (qu) qu

= 4,23 kN/m2

= 5 kN/m2

= 1,2 . q DL + 1,6 . q LL = 1,2 . 4,23 + 1,6 . 5 = 13,076 kN/m2

Momen Rancangan Berdasarkan karakteristik plat di atas dan menggunakan teknik interpolasi, dari tabel A – 14 dalam buku Dasar – dasar Perencanaan Beton Bertulang, Kusuma, G.( 1991), diperoleh faktor pengali momen sebagai berikut :

Cx+

= 40,8

Cx-

= 70,65

48

Cy+

= 18,6

Cy-

Mlx

= Cx+ . 0,001 . qu . Lx2

= 54,85

= 40,8 . 0,001 . 13,076 . (6)2 = 19,206 kNm Mly

= Cy+ . 0,001 . qu . Lx2 = 18,6 . 0,001 . 13,076 .(6)2 = 8,756 kNm

Mtx

= Cx- . 0,001 . qu . Lx2 = 70,65. 0,001 . 13,076 .(6)2 = 33,25 kNm

Mty

= Cy- . 0,001 . qu . Lx2 = 54,85 . 0,001 . 13,076. (6)2 = 25,819 kNm

2. Penulangan plat lantai

- P (selimut beton)

= 20 mm

- Asumsi tul. Utama ƒ Arah x , Dx = 10 mm ƒ Arah y, Dy = 10 mm

- Tinggi Efektif ƒ Arah x, dx = h – p – Dx/2

= 120 – 20 – 10/2 = 95 mm ƒ Arah y, dy = h – p – Dy – Dy/2

= 120 – 20 – 10 – 10/2 = 85 mm

49

Dy h

dy

dx

Dx

Menghitung penulangan plat lantai tribun Digunakan lebar per meter panjang (b) = 1m = 1000 mm • Tulangan Lapangan Arah X Mlx = 19,2065 kNm Koefisien ketahanan (K)

=

Mlx θ ..b.dx

=

19,206.106 2 0,8.1000.(95)

= 2,66 Mpa Dari tabel A-10 ( Struktur Beton Bertulang hal 464-465) ditentukan untuk nilai K = 24,8 MPa, maka diambil ρ perlu = 0,0120 Dari tabel A- 6 ( Struktur Beton Bertulang hal 460) ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa, maka di dapat : ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363

Maka, nilai ρmin = 0,0058 < ρ perlu = 0,0120 < ρ mak = 0,0363 Chek luas penampang tulangan Diasumsi digunakan tulangan berdiameter 10 mm (D10)

50

Luas tulangan ( Δ D10) =

=

1 . π . d2 4 1 . 3,14. 102 4

= 78,5 mm2 Untuk luas tampang (As Ix)

= ρperlu . b . dx

= 0,0120 . 1000 . 95 = 1140 mm2 Jumlah tulangan (n) =

Aslx ΔD10

=

1140 78,5

= 14,52 dipakai = 15 batang Spasi antar tulangan =

1000 n −1

=

1000 15 − 1

= 71,428 mm dipakai

= 70 mm

Jadi dipakai D10-70

As

= Δ D10 . n = 78,5. 15 = 1177,5 mm2 > 1140 mm2

(Ok!)

51

• Tulangan Tumpuan Arah X Mtx = 33,257 kNm Koefisien ketahanan (K)

=

Mtx θ .b.dx

=

33,257.106 2 0,8.1000.(95)

= 4,601 MPa Dari tabel A-10 ( Struktur Beton Bertulang hal 464-465) ditentukan untuk nilai K= 4,302 MPa, maka diambil ρ perlu = 0,0224 Dari tabel A- 6 ( Struktur Beton Bertulang hal 460) ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa, maka di dapat : ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 Maka, nilai ρmin =

0,0058 < ρ perlu = 0,0224 < ρ mak =

0,0363 Chek luas penampang tulangan Dengan Δ D10 =

=

1 . π . d2 4 1 . 3,14. 102 4

= 78,5 mm2 As tx

= ρperlu . b . dx = 0,0224 . 1000 . 95 = 2128 mm2

52

Jumlah tulangan (n) =

Astx ΔD10

=

2128 78,5

= 28 batang 1000 n −1

Spasi antar tulangan =

=

1000 28 − 1

= 37,037mm dipakai 40 mm Jadi dipakai D10-40 As = Δ D10. n = 78,5. 28 = 2198 mm2 > 2128 mm2 (Ok!)

• Tulangan lapangan arah Y Mly = 8,756 kNm Koefisien ketahanan (K)

=

Mly θ ..b.dy

=

8,756.106 2 0,8.1000.(85)

= 1,52 Mpa Dari tabel A-10 ( Struktur Beton Bertulang hal 464-465) ditentukan untuk nilai K = 1,414 MPa, maka diambil ρ perlu = 0,0066 Dari tabel A- 6 ( Struktur Beton Bertulang hal 460) ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa, maka di dapat :

53

ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 Maka, nilai ρmin = 0,0058 < ρ perlu = 0,0066 < ρ mak = 0,0363 Chek luas penampang tulangan Dengan Δ D10 =

=

1 . π . d2 4 1 . 3,14. 102 4

= 78,5 mm2 As Iy

= ρperlu . b . dy = 0,0066 . 1000 . 85 = 561 mm2

Jumlah tulangan (n) =

=

Asly ΔD10 561 78,5

= 7,146 dipakai 8 batang Tebal spasi =

1000 n −1

=

1000 8 −1

= 142,25 mm dipakai 150 mm Jadi dipakai D10-150 As = Δ D10. n = 78,5. 8 = 628 mm2 > 561 mm2

(Ok!)

54

• Tulangan tumpuan arah Y Mty = 25,819 kNm Koefisien ketahanan (K)

=

Mty θ ..b.dy

25,819.106 = 2 0,8.1000.(85) = 4,46 MPa Dari tabel A-10 ( Struktur Beton Bertulang hal 464-465) ditentukan untuk nilai K = 4,17 MPa, maka diambil ρ perlu = 0,0215 Dari tabel A- 6 ( Struktur Beton Bertulang hal 460) ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa,maka di dapat ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 Maka, nilai ρmin = 0,0058 < ρ perlu = 0,0215 < ρ mak = 0,0363 Chek luas penampang tulangan Dengan Δ D10 = =

1 . π . d2 4 1 . 3,14. 102 4

= 78,5 mm2

As ty

= ρperlu . b . dy = 0,0215 . 1000 . 85 = 1831 mm2

55

Jumlah tulangan (n) =

Asty ΔD10

=

1831 78,5

= 23,32 dipakai 24 batang Tebal spasi =

=

1000 n −1 1000 24 − 1

= 43,47 mm dipakai 50 mm Jadi dipakai D10-50 As = Δ D10. n = 78,5. 24 =1884 mm2 > 1831 mm2

3.2

(Ok! )

Perencanaan Tangga

Bentuk tangga yang dipakai adalah tangga dengan tipe K dengan bordes yang terletak tepat di tengah-tengahnya. Sketsa tangga tersebut sebagai berikut:

163,7 cm

163,7 cm

56

215,9 cm

197,7 cm

Gambar 4. Skema Tangga Type K

236,5 cm

236,5 cm

215,9 cm

197,7 cm

Gambar 5. Denah Tangga

3.2.1 Data teknis tangga

- Mutu beton (fc)

= 22,5 MPa

- Mutu baja (fy)

= 240 MPa

- Selisih/ elevasi lantai (Tl)

= 473,0 cm

- Tinggi pijakan (o, optrede) = 18 cm - Lebar pijakan (a, antrede) = 30 cm - Jumlah anak tangga

=

Tl optrede

57

=

473,0 18

= 25,98 buah - Lebar bordes

= 200 cm

- Kemiringan tangga ( α )

= arc. tg

18 30

= 30,96 0 - Tebal selimut beton (p)

= 2 cm

Direncanakan

- Tebal keramik maks (hk)

= 1 cm

- Tebal spesi (hs)

= 2 cm

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983 (PPIUG ‘83) diperoleh: - Berat sendiri beton

= 2400 kg/m3 = 24 kN/m3

- Berat sendiri keramik

= 0,24 kN/m3

- Berat sendiri spesi

= 0,21 kN/m3

- Beban hidup untuk tangga = 3 kN/m2 3.2.2 Pembebanan dan penulangan tangga

Panjang tangga sisi miring (L)

L b = 163,7 cm

a = 215,9 cm

58

Gambar 6. Potongan Tangga L = =

a2 + b2

(215,9) 2 + (163,7) 2

= 274 cm = 2,74 m Tebal plat min menurut SKSNI T-15-1991-03 hmin

=

1 fy . L (0,4 + ) 27 700

=

1 240 . 2,74 (0,4 + ) 27 700

= 7,4 cm dipakai 8 cm hmaks

= hmin + (

o ) cosα t

= 11 cm + (

18 ) cos 30,96 0 9

= 9,72 cm dipakai 12 cm Dipakai tebal plat tangga (ht) 120 mm a.

Pembebanan Tangga

a. Beban mati (q DL) - Berat sendiri plat

= ht . berat sendiri beton = 0,12 m . 24 kN/m3

- Berat spesi (2 cm)

= hs . berat sendiri spesi = 0,02 m . 0,21 kN/m3

- Berat keramik (1cm)

= 2,88 kN/m2

= 0,0042 kN/m2

= hk . berat sendiri keramik = 0,01 m . 0,24 kN/m3 q DL

= 0,0024 kN/m2 = 2,886 kN/m2

59

b. Beban hidup (q LL) Beban hidup untuk tangga (q LL) = 3 kN/m2 c. Beban berfaktor (qu) qu

= 1,2 . q DL + 1,6 . q LL = 1,2 . 2,886 kN/m2 + 1,6 . 3 kN/m2 = 8,264 kN/m2

b.

Penulangan Plat

Asumsi tulangan utama -

Arah x, Dx

= 12 mm

-

Arah y, Dy

= 12 mm

Tinggi efektif -

Arah x, dx

= ht – p – Dx/2 = 120 – 20 –

12 2

= 94 mm -

Arah y, dy

= ht – p – Dx – Dy/2 = 120 – 20 – 12 – = 82 mm

Lx = 1637 mm Ly = 2159 mm

β =

=

Ly Lx 2159 1637

= 1,4

12 2

60

Berdasarkan karakteristik plat di atas dan menggunakan teknik interpolasi dari tabel A-14 dalam buku ‘Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang’ Gideon Kusuma G (1991), didapat faktor pengali momen: Cx+ = + 42

Cx-

= - 72

Cy+ = + 18

Cy-

= - 55

Momen Rancangan Mlx

= + Cx+ . 0,001 . qu . Lx2 = + 42 . 0,001 . 8,264 . (1,637)2 = + 0,63010 kNm = + 930100 Nmm

Mly

= + Cy+ . 0,001 . qu . Lx2 = + 18 . 0,001 . 8,264 .(1,637)2 = + 0,3986 kNm = + 398600 Nmm

Mtx

= - Cx- . 0,001 . qu . Lx2 = - 72 . 0,001 . 8,264 . (1,637)2 = - 1,5944 kNm = - 1594400 Nmm

Mty

= - Cy- . 0,001 . qu . Lx2 = - 55 . 0,001 . 8,264 . (1,637)2 = - 1,2179 kNm = - 1217900 Nmm

Penulangan Tumpuan Arah X Dengan lebar b = 1m = 1000 mm

61

dx = 94 mm Mtx = 1594400 Nmm Mtx θ .b.dx 2

Koefisien ketahanan (K) =

=

1594400

0,8.1000.(94 )

2

= 0,2255 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh:

ρmin

= 0,0058

ρmaks

= 0,0363

dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai K = 0,2255 maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0363 (ok! As tx = ρperlu . b . dx = 0,0058 . 1000 . 94 = 545,2 mm2

ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tulangan (n) =

Astx ΔD12

=

545,2 113

62

= 4,82 dipaki 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200

Cek luas penampang tulangan (As) As = ΔD12 . n = 113 mm2 . 5 = 565 mm2 jadi As > Astx = 565 mm2 > 545 mm2 (ok!)

Penulangan Lapangan Arah X Dengan lebar b = 1m = 1000 mm dx = 94 mm Mlx = 930100 Nmm Koefisien ketahanan (K) =

=

Mlx θ .b.dx 2 930100

0,8.1000.(94 )

2

= 0,1315 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22, 5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh:

63

ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 dari tabel A - 10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai

k = 0,1315 , maka diambil ρ perlu = 0,0058

Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0363 (ok!) As lx = ρperlu . b . dx = 0,0058 . 1000 . 94 = 545 mm2

ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tul. (n)

=

=

Aslx ΔD12 545 133

= 4,82 dipakai 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200

Chek luas penampang tulangan (As)

64

As

= ΔD12 . n = 113 mm2 . 5 = 565 mm2 jadi As > Aslx = 565 mm2 > 545 mm2 (ok!)

Penulangan Tumpuan Arah Y Dengan lebar b = 1m = 1000 mm dy = 82 mm Mty = 1217900 Nmm Mty θ .b.dy 2

Koefisien ketahanan (K) =

=

1217900

0,8.1000.(82 )

2

= 0,2264 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh:

ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0323 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai k = 0,2264 , maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0323 (ok!) As ty = ρperlu . b . dy = 0,0058 . 1000 . 82 = 475,6 mm2

65

ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tul. (n)

=

=

Asty ΔD12 475,6 113

= 4,20 dipakai 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200 Chek luas penampang tulangan (As) As

= ΔD12 . n = 113 . 5 = 565 mm2 jadi As > Asty = 565 mm2 > 475,6 mm2 (ok!)

Penulangan Lapangan Arah Y Dengan lebar b = 1m = 1000 mm Dy = 82 mm Mly = 3986100 Nmm

66

Koefisien ketahanan (K) =

Mly θ .b.dy 2 3986100

=

0,8.1000.(82 )

2

= 0,074 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 2,25 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh:

ρmin= 0,0058 ρmaks = 0,0323 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai k = 0,074 , maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0203 (ok!) As ly = ρperlu . b . dy = 0,0058 . 1000 . 84 = 707,6 mm2

ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tul. (n)

=

=

Asly ΔD12 475,6 113

= 4,20 dipakai 5 batang

67

Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200 Chek luas penampang tulangan (As) As

= ΔD12 . n = 113 . 5 = 565 mm2 jadi As > Asly = 565 mm2 > 475,6 mm2 (ok!)

3.2.3 Pembebanan dan penulangan bordes

Lx

= 199,7 cm

Ly

= 163,7 cm

Lx1

= 1997 – 300 mm = 1677 mm

Ly1

= 1537 – 300 mm = 1337 mm

β =

=

Lx Ly 1677 1337

= 1,2

68

fy ⎞ ⎛ ⎟.Lx ⎜ 0,8 + 1500 ⎠ ⎝ h min = 36 + 9.β 240 ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.1677 1500 ⎠ ⎝ = 36 + 9.1,2 = 55,25 mm fy ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.Lx 1500 ⎠ ⎝ h maks = 36 240 ⎞ ⎛ ⎜ 0,8 + ⎟.1677 1500 ⎠ ⎝ = 36 = 44,72 mm Digunakan persyaratan h min plat 2 arah harus > 120 mm, menurut perhitungan diatas, maka dipakai tebal plat (hb) 120 mm

a. Pembebanan bordes -

Tebal plat bordes (hb)

= 120 mm

a. Beban mati pada bordes (qDL) - Berat sendiri plat

= ht . berat sendiri beton = 0,12 m . 24 kN/m3

- Berat spesi (2 cm)

= hs . berat sendiri spesi = 0,02 m . 0,21 kN/m3

- Berat keramik (1cm)

= 2,88 kN/m2

= 0,0042 kN/m2

= hk . berat sendiri keramik = 0,01 m . 0,24 kN/m3

= 0,0024 kN/m2 qDL = 2,89 kN/m2

b. Beban hidup (qLL)

69

qLL = 3 kN/m2 c. Beban berfaktor (qu) qu

= 1,2. qDL + 1,6. qLL = 1,2. 2,89 kN/m2 + 1,6. 3kN/m2 = 8,263 kN/m

b. Penulangan Bordes Asumsi tulangan utama -

Arah x, Dx

= 12 mm

-

Arah y, Dy

= 12 mm

Tinggi efektif -

Arah x, dx = hb – p –

Dx 2

= 120 – 20 –

12 2

= 94 mm -

Arah y, dy = hb – p – Dx – = 120 – 20 – 12 –

Dy 2 12 2

= 82 mm Berdasarkan karakteristik plat diatas dan menggunakan teknik interpolasi dari tabel A-14 dalam buku ‘Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang’ Gideon Kusuma G .(1991), didapat faktor pengali momen: Cx+

= + 34

Cx-

= - 63

Cy+

= + 22

Cy-

= - 54

Momen rancangan

70

= + Cx+ . 0,001 . qu . Lx2

Mlx

= + 34 . 0,001 . 8,263 . (1,677)2 = + 0,7901 kNm = + 790100 Nmm = + Cy+ . 0,001 . qu . Lx2

Mly

= + 22 . 0,001 . 8,263 .(1,677)2 = + 00,5112 kNm = + 511200 Nmm = - Cx- . 0,001 . qu . Lx2

Mtx

= - 63 . 0,001 . 8,263 . (1,677)2 = - 1,4640 kNm = - 1464000Nmm = - Cy- . 0,001 . qu . Lx2

Mty

= - 54 . 0,001 . 8,263 . (1,677)2 = - 1,2548 kNm = - 1254800 Nmm Penulangan Tumpuan Arah X Dengan lebar b = 1m = 1000mm Mtx = 1464000 Nmm dx = 94 mm K =

=

Mtx θ .b.dx 2 1464000

0,8.1000.(94 )

= 0,207 MPa

2

71

dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh: ρmin

= 0,0058

ρmaks = 0,0323 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464 - 465’ nilai

K = 0,207 , maka diambil ρ perlu = 0,0058

Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = ,0058 < ρ mak = 0,0203 (ok!) As tx = ρperlu . b . dx = 0,0058 . 1000 . 94 = 545,2 mm2 ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tul. (n)

=

Astx ΔD12

=

545,2 133

= 4,82 dipakai 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200

72

Chek luas penampang tulangan As = ΔD12 . n = 133 mm2 . 5 = 565 mm2 Jadi As > Astx = 565 mm2 > 545,2 mm2 (ok!) Penulangan Lapangan Arah X Dengan lebar b = 1m = 1000 mm Mlx dx

= 791000 Nmm = 94 mm

K =

=

Mlx θ .b.dx 2 791000

0,8.1000.(94 )

2

= 0,119 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh: ρmin

= 0,0058

ρmaks = 0,0132 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai K = 0,1260 , maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0132 (ok!)

As lx

= ρperlu . b . dx = 0,0058 . 1000 . 94

73

= 545,2 mm2 ΔD12

=

1 . π . D2 4

=

1 . 3,14 . (12)2 4

= 113 mm2 Jumlah tul. (n)

=

Aslx ΔD12

=

545,2 113

= 4,82 dipakai 5 batang =

1000 n −1

=

1000 5 −1

Spasi (s)

= 250mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200

Chek luas penampang tulangan As

= ΔD12 . n = 113 mm2 . 5 = 565 mm2

jadi As > Aslx = 565 mm2 > 545 mm2 (ok!)

Penulangan Lapangan Arah Y

74

Dengan lebar b = 1m = 1000 mm Mly = 1254800 Nmm dy

= 82 mm

K =

=

Mly θ .b.dy 2 1254800

0,8.1000.(82 )

2

= 0,233 Mpa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh: ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai K = 0,233 , maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0363 (ok!) As ly = ρperlu . b . dy = 0,0058 . 1000 . 82 = 475,6 mm2 ΔD12 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (12)2 4

= 133 mm2 Jumlah tul. (n)

=

Asly ΔD12

75

=

475,6 133

= 4,20 dipakai 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D12 – 200 Chek luas penampang tulangan As = ΔD12 . 5 = 133 . 5 = 565 mm2 jadi As > Asly = 565 mm2 > 475,6 mm2 (ok!) Penulangan Tumpuan Arah Y Dengan lebar b = 1m = 1000 mm Mty = 511200 Nmm dy

= 82 mm

K =

=

Mty θ .b.dy 2 511200

0,8.1000.(82 )

2

= 0,095 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 240 MPa diperoleh:

76

ρmin = 0,0058 ρmaks = 0,0363 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai K = 0,095 , maka diambil ρ perlu = 0,0058 Maka nilai ρ min = 0,0058 = ρ perlu = 0,0058 < ρ mak = 0,0363 (ok!) As ty

= ρperlu . b . dy = 0,0058 . 1000 . 82 = 475,6 mm2

ΔD12

=

1 . π . D2 4

=

1 . 3,14 . (12)2 4

= 133 mm2 Jumlah tul. (n)

=

Asty ΔD12

=

475,6 133

= 4,20 dipkai 5 batang =

1000 n −1

=

1000 5 −1

Spasi (s)

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D16 – 200 Chek luas penampang tulangan As

= ΔD12 . n

77

=133 . 5 = 565 mm2 jadi As > Asty = 565 mm2 > 475,6 mm2 (ok!)

c. Penulangan balok bordes Dimensi balok 500/200 fc = 22,5 MPa fy = 350 Mpa Tulangan Pokok

= 16 mm

Tulangan Sengkang = 8 mm Selimut beton (p)

= 2 cm

a. Estimasi beban 1. Beban mati pada bordes (qDL) - Berat sendiri balok

= h . b . berat sendiri beton = 0,5 . 0,2 . 24 kN/m3 = 2,4 kN/m

- Berat bordes

= hb . lb . berat sendiri beton = 0,12 m . 1,977 m . 0,21 kN/m3 = 0,049 kN/m

- Berat tangga

= ht . lt . berat sendiri beton = 0,12 m . 2,74 m . 24 kN/m3 = 7,89 kN/m

- Berat dinding

= 1,977 m . 17 kN/m2 = 33,609 kN/m q DL = 43,948 kN/m

78

2. Beban hidup (qLL) Beban hidup untuk tangga (qLL)

= 3 kN/m2

3. Beban berfaktor (qu) qu

= 1,2. qDL + 1,6. qLL = (1,2. 543,948) kN/m + (1,6. 3) kN/m = 54,177 kN/m

Penulangan Momen = - 1/24 . qu . I2

Momen tumpuan

= - 1/24 . 54,177 kN/m . 2,1192 = - 10,136 kNm Momen lapangan

= 1/11 . qu . I2 = 1/11 . 54,177 kN/m . 2,1192 = 22,114 kNm

Perhitungan tulangan = h – p - Φ sengkang – ½ Φ tulangan pokok

D efektif

= 500 – 20 – 8 – 16/2 = 464 mm

Tulangan tumpuan Mtx

= 10,136 kNm = 10136000 Nmm Mtx θ .b.d 2

K=

=

10136000

0,8.200.(464 )

= 0,29 MPa

2

79

dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 MPa dan fy = 350 MPa diperoleh: ρmin

= 0,00442

ρmaks = 0,0251 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai k = 0,29 , maka diambil ρ perlu = 0,00442 Maka nilai ρ min = 0,00442 = ρ perlu = 0,00442 < ρ mak = 0,0251 (ok!) As tx = ρperlu . b . d = 0,00442 . 200 . 464 = 410,176 mm2 ΔD16 =

=

1 . π . D2 4 1 . 3,14 . (16)2 4

= 200,96 mm2 Jumlah tul. (n)

=

Astx ΔD16

=

410,176 200,96

= 2,04 dipakai 5 batang Spasi (s)

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D16 – 200

80

Chek luas penampang tulangan As = ΔD16 . n = 200,96 mm2 . 5 = 1004,8 mm2 jadi As > Astx = 1004,8 mm2 > 410,176 mm2 (ok!) Tulangan lapangan Mlx

= 22,114 kNm = 22114000 Nmm Mlx θ .b.d 2

K=

=

22114000

0,8.200.(464 )

2

= 0,64 MPa dari tabel A- 6 dalam buku ’ Struktur Beton Bertulang hal 460’ ditentukan untuk fc = 22,5 Mpa dan fy = 350 Mpa diperoleh: ρmin

= 0,00442

ρmaks = 0,0251 dari tabel A-10 dalam buku ‘Struktur Beton Bertulang hal 464-465’ nilai k =0,64 , maka diambil ρ perlu = 0,00442 Maka nilai ρ min = 0,00442 = ρ perlu = 0,00442 < ρ mak = 0,0251 (ok!) As lx = ρperlu . b . d = 0,00442 . 200 . 464 = 410,176 mm2

81

ΔD16 =

=

1 . π . D2 4

1 . 3,14 . (16)2 4

= 200,96 mm2 Jumlah tul. (n)

=

= = tebal spasi (s)

Astx As1 410,176 200,96 5 batang

=

1000 n −1

=

1000 5 −1

= 250 mm dipakai 200 mm Jadi dipakai D16 – 200 Chek luas penampang tulangan As = ΔD16. n = 200,96 mm2 . 5 = 1004,8 mm2 jadi As > Aslx = 1004,8 mm2 > 410,176 mm2 (ok!)

3. 3 Perhitungan struktur akibat gaya gempa (Berdasarkan PMI bab II pasal 2.2)

82

Data teknis

ƒ

Beban lantai tribun (qLL)

= 500 kg/m2

ƒ

Koefisien reduksi

= 0,5 (untuk beban hidup)

ƒ

Berat satuan spesi/ adukan (s)

= 21 kg/m2

ƒ

Berat keramik (gk)

= 24 kg/m2

ƒ

Berat satuan eternit dan penggantung (ge) = 18 kg/m2

ƒ

Berat satuan beton bertulang (gb)

= 2400 kg/m3

ƒ

Tebal plat (hl)

= 0,12 m

ƒ

Berat sendiri genteng (ggt)

= 50 kg/m2

ƒ

Tinggi bangunan (H)

= 28,77 m

Perhitungan

struktur

akibat

gaya

gempa

menggunakan

Pedoman

Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung.

3.3.1 Berat Bangunan Total (Wt) a. Beban Lantai 5 1. Beban Mati Berat plat = 24 . 20 . 0,12 . 2400

= 138240 kg

Berat balok induk (20x70) = (5 . 24).(0,7 - 0,12) . 0,2 . 2400

= 33408 kg

= (4 . 20).(0,7 - 0,12) . 0,2 . 2400

= 22272 kg

Berat balok anak (20x40) ={(3 . 24) + (3 . 20)} . (0,4 – 0,12) . 0,2. 2400 = 17740,8 kg Kolom (60x60) = 24 . 9,85 . 0,6 . 0,6 . 2400

= 204249,6 kg

Dinding

= {(2. 24) + (2. 20)} . 9,85 . 250

= 216700 kg

Plafond

= 24 .20 . (11+7)

= 8640 kg

83

Spasi

= 24 . 20 . 21. 3

= 30240 kg

Keramik

= 24 . 20 . 24. 2

= 23040 kg WDL

= 694530,4 kg

2. Beban Hidup qL lantai tribun

= 500 kg/m2

Koefisien reduksi = 0,5 WLL

= 0,5 . 24 . 20 . 500 = 120000 kg

W5

= WDLL + WLL = 694530,4 kg + 12000 kg = 814530,4 kg

b. Beban Lantai 4 1. Beban Mati Berat plat = 24 . 20 . 0,12 . 2400

= 138240 kg

Berat balok induk (30x80) = (5 . 24).(0,8 - 0,12) . 0,3 . 2400

= 58752 kg

= (4 . 20).(0,8 - 0,12) . 0,3 . 2400

= 39168 kg

Berat balok anak (20x40) = {(3 . 24) + (3 . 20)} .(0,4 – 0,12) . 0,2. 2400 = 17740,8 kg Kolom (60x60) = 24 . 4,73 . 0,6 . 0,6 . 2400

= 98081,28 kg

Dinding

= {(2. 24) + (2. 20)} . 4,73 . 250

= 104060 kg

Plafond

= 24 .20 . (11+7)

= 8640 kg

Spasi

= 24 . 20 . 21. 3

= 30240 kg

84

Keramik = 24 . 20 . 24. 2

= 23040 kg WDL = 517962,08 kg

2.Beban Hidup qL lantai tribun

= 500 kg/m2

Koefisien reduksi = 0,5 WLL

= 0,5 . 24 . 20 . 500 = 120000 kg

W4

= WDL + WLL = 517962,08 kg + 120000 kg = 637962,08 kg

c. Beban Lantai 3 1. Beban Mati Berat plat = 24 . 20 . 0,12 . 2400

= 138240 kg

Berat balok induk (30x80) = (5 . 24).(0,8 - 0,12) . 0,3 . 2400

= 58752 kg

= (4 . 20).(0,7 - 0,12) . 0,2 . 2400

= 39168 kg

Berat balok anak (20x40) = {(3 . 24) + (3 . 20)} . (0,4 – 0,12) . 0,2. 2400 =17740,8 kg Kolom (70x70) = 24 . 9,85 . 0,7 . 0,7 . 2400

=133499,52 kg

Dinding

= {(2. 24) + (2. 20)} . 4,73 . 250

= 104060 kg

Plafond

= 24 .20 . (11+7)

= 8640 kg

Spasi

= 24 . 20 . 21. 3

= 30240 kg

Keramik = 24 . 20 . 24. 2

= 23040 kg WDL

=553380,32 kg

85

2.Beban Hidup qL lantai tribun

= 500 kg/m2

Koefisien reduksi = 0,5 WLL

= 0,5 . 24 . 20 . 500 = 120000 kg

W3

= WDL + WLL = 553380,32 kg + 120000 kg = 673380,32 kg

d. Beban Lantai 2 dan 1 1. Beban Mati Berat plat = 24 . 20 . 0,12 . 2400

= 138240 kg

Berat balok induk (30x80) = (5 . 24).(0,8 - 0,12) . 0,3 . 2400

= 58752 kg

= (4 . 20).(0,8 - 0,12) . 0,3 . 2400

= 39168 kg

Berat balok anak (20x40) = {(3 . 24) + (3 . 20)} . (0,4 – 0,12) . 0,2. 2400 =17740,8 kg Kolom (80x80) = 24 . 9,85 . 0,8 . 0,8 . 2400

=174366,72 kg

Dinding

= {(2. 24) + (2. 20)} . 9,85 . 250

= 104060 kg

Plafond

= 24 .20 . (11+7)

= 8640 kg

Spasi

= 24 . 20 . 21. 3

= 30240 kg

Keramik = 24 . 20 . 24. 2

= 23040 kg WDL = 594247,52 kg

2.Beban Hidup qL lantai tribun

= 500 kg/m2

86

Koefisien reduksi = 0,5 WLL

= 0,5 . 24. .20 . 500 = 120000 kg

W1,2

= WDL + WLL = 594247,52 kg +120000 kg = 714247,52 kg

Beban total (Wt) Wt

= W5 + W 4 + W3 + W2 + W1 = 814530,4 + 637962,08 + 673380,32 + 714247,52 + 714247,52 = 3554367,84 kg

3.3.2 Waktu Getar Bangunan (T) Rumus empiris untuk portal beton Tx = Ty = 0,06 H 3/4 H = Ketinggian sampai puncak dari bangunan utama struktur gedung diukur dari tingkat penjepitan lateral (dalam satuan meter) H

= 28,77 m

Tx = Ty

= 0,06 (28,77)3/4 = 0,7 detik

3.3.3 Koefisien Gempa Dasar Menurut pembagian gempa Indonesia, di jawa tengah masuk dalam wilayah 4. Untuk Tx = Ty =0,7 detik dan jenis tanah lunak diperoleh C = 0,05

3.3.4 Faktor keamanan I dan factor jenis struktur K

87

Dari buku tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung diperoleh I=1,5 dan K=1,0 untuk bangunan yang menggunakan struktur rangka beton bertulang dan daktilitas penuh.

3.3.5 Gaya geser horisontal total akibat gempa ke sepanjang tinggi gedung Vx = Vy = C . I .K .Wt = 0,05 . 1,5 . 1,0 . 3554,38 ton = 799,74 ton

3.6.6 Distribusi gaya geser horisontal total akibat gempa kesepanjang tinggi gedung a. Arah x (lihat tabel) H 28,77 = 1,198 < 3 = 24 A Fix =

wi.hi Vx ∑ wi.hi

b. Arah y H 28,77 = 1,798 < 3 = 24 A Fiy=

wi.hi Vy ∑ wi.hi

Keterangan : Fi

= Gaya geser horisontal akibat gempa lantai ke-i

hi

= Tinggi lantai ke-I terhadap lantai dasar

Vx, y = Gaya geser horisontal total akibat gempa untuk arah x atau arah y A

= Panjang sisi bangunan dalam arah x dan y

88

Tabel 6. Distribusi Gaya Geser Total Akibat Gempa Hi

Tingkat

(m)

Wi (ton)

(ton/m)

Fix,y

Untuk tiap portal

(ton)

1/5 Fi,x

1/3 Fi,y

5

28,77

814,53

23434,03

327,75

65,55

81,94

4

18,92

637,69

12065,09

176,47

32,29

44,12

3

14,19

673,38

9044,42

132,29

26,46

33,07

2

9,46

714,25

6756,81

98,83

19,77

24,71

1

4,73

714,25

3378,40

49,41

9,88

12,35

Σ

3.4

Wi . hi

57323,6

Perencanaan Balok 3.4.1 Balok sloof 700/250 (frame 147) Data-data balok -

Tinggi balok (h)

: 700 mm

-

Lebar balok (b)

: 250 mm

-

Selimut beton (p)

: 20 mm

-

Diameter tul. utama

: 19 mm

-

Diameter tul. sengkang

: 12 mm

-

Mutu baja (fy)

: 350 MPa

-

Mutu beton (fc)

: 22.5 Mpa

89

Gaya rencana dipakai gaya maksimum pada batang 147 (frame 147) P = 19279,3 N Vu = 184107,4 N Tu = 151500 Nmm Mu = 356008900 Nmm Penulangan longitudinal d = 700 – 20 -12 -19/2 = 658,5 mm Penulangan pada momen K=

=

Mu d 2 .b.θ 356008900 0,8.250.658,5 2

= 4,105 MPa ρ min = 0,0040 ρ perlu = 0,0134 ρ maks = 0,022 ρ min [ ρ perlu [ ρ maks 0,0040 [ 0,0134 [ 0,022 As = ρ . b. d = 0,0134 . 250 . 658,5 = 2205,975 mm2 Akibat gaya tekan aksial

90

A=

=

P θ . fy 19279,3 0,65.350

= 91,806 mm2 Ast = As + A = 2205,975 + 91,806 = 2297,78 mm2 Dipakai 10 D 19 kontrol spasi =

250 − 40 − (3.19) 2

= 76,5 mm dipakai 80 mm Penulangan geser Tu

= 151500 Nmm

Vu

= 184107,4 N

Sx2y = (250-40)2 . (700-40) = 29106000 mm2 υ .1/24 .

fc .Sx2y = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 29106000

= 3451547,01 Nmm Tu ≤ υ .1/24 .

fc . Sx2y

151500 Nmm ≤ 3451547,01 Nmm Vc = 1/6 .

fc . b . d

= 1/6 . 22,5 . 250 . 658,5 = 156176,98 N

91

Vs

=

=

Vu

θ

− Vc

184107,4 − 156176,98 0,6

= 150668,68 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 250 . 658,5 . 22,5

= 520827,13 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

150688,68 N ≤ 520827,13 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/4 = 658,5 / 4 = 1634,63 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

150668,68.150 350.658,5

= 98,05 mm2 Jadi dipakai D10 –150

3.4.2 Balok lantai 2,3,4,5 800/300 (frame 550) Data-data balok -

Tinggi balok (h)

: 800 mm

-

Lebar balok (b)

: 300 mm

92

-

Selimut beton (p)

: 40 mm

-

Diameter tul. utama

: 25 mm

-

Diameter tul. sengkang

: 12 mm

-

Mutu baja (fy)

: 350 MPa

-

Mutu beton (fc)

: 22.5 Mpa

Gaya rencana yang dipakai gaya maksimum pada batang 550 (frame 550) P = 278290,4 N Vu = 382677 N Tu = 198000 Nmm Mu = 849107800 Nmm Penulangan longitudinal d = 800 – 40 -12 -25/2 = 735,5 mm Penuangan pada momen K=

=

Mu d 2 .b.θ

849107800 0,8.300.735,5 2

= 6,5 MPa ρ min = 0,0040 ρ perlu = 0,0191 ρ maks = 0,022 ρ min [ ρ perlu [ρ maks 0,0040 [ 0,0191 [ 0,022 As = ρ . b . d

93

= 0,0191 . 300 . 735,5 = 4214,415 mm2 Akibat gaya tekan aksial A=

=

P θ . fy 278790,4 0,65.350

= 1225,45 mm2

Ast = As + A = 4214,415 + 1225,45 = 5439,86 mm2 Dipakai 11 D 25 Penulangan geser Tu

= 198000 Nmm

Vu

= 382677 N

Sx2y = (300-80)2 . (800-80) = 34848000 mm2 υ .1/24 .

fc . Sx2y = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 34848000

= 4132464,45 Nmm Tu ≤ υ . 1/24 .

fc . Sx2y

198000 Nmm ≤ 4132464,45 Nmm Vc = 1/6 .

fc . b . d

= 1/6 . 22,5 . 300 . 735,5 = 174439,14 N

94

Vs =

=

Vu

θ

− Vc

382677 − 174439,14 0,6

= 4633355,86 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 300735,5 .

22,5

= 697756,56 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

463355,86 N ≤ 697756,56 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/4 = 735,5 / 4 = 183,875 mm , dipakai 150 mm

Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

463355,86.150 350.735,5

= 269,99 mm2 Jadi dipakai D 12 –150

95

3.4.3 Balok Ringbalk 700/200 (frame 742) Data-data balok -

Tinggi balok (h)

: 700 mm

-

Lebar balok (b)

: 200 mm

-

Selimut beton (p)

: 40 mm

-

Diameter tul. utama

: 19 mm

-

Diameter tul. sengkang

: 12 mm

-

Mutu baja (fy)

: 350 MPa

-

Mutu beton (fc)

: 22.5 MPa

Gaya rencana dipakai gaya maksimum pada batang 742 (frame 742) P

= 690887,3 N

Vu = 128928,9 N Tu = 6547700 Nmm Mu = 328143700 Nmm Penulangan longitudinal d = 700 – 40 -12 -19/2 = 638,5 mm Penulangan pada momen

96

K=

=

Mu d 2 .b.θ 328143700 0,8.200.638,5 2

= 5,03 MPa ρ min = 0,0040 ρ perlu = 0,0171 ρ maks = 0,022 ρ min [ ρ perlu [ ρ maks 0,0040 [ 0,0171 [ 0,022 As = ρ . b. d = 0,0171 . 200 . 638,5 = 2183,67 mm2 Akibat gaya tekan aksial A=

=

P θ . fy 690887,3 0,65.350

= 3036,86 mm2 Ast

= As + A = 2183,67 + 3036,86 = 5220,53 mm2

Dipakai 8 D 19 Penulangan geser Tu

= 6547700 Nmm

97

Vu

= 128928,9 N

Sx2y = (200-80)2 . (700-80) = 8928000 mm2 fc . Sx2y = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 8928000

υ . 1/24 .

= 1058730,56 Nmm Tu ≤ υ . 1/24 .

fc . Sx2y

6547700 Nmm ≥ 1058730,56 Nmm

b.d ∑ x2 y

Ct =

200.638,5 8928000

=

= 0,014 1 / 6.b.d fc

Vc =

1 + (2,5.Ct.

Tu 2 ) Vu

1 / 6.200.638,5 22,5

=

1 + (2,5.0,014.

6547700 2 ) 128928,9

= 49512,36 N Vs =

=

Vu

θ

− Vc

128928,9 − 49512,36 0,6

= 165369,14 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 200 . 638,5 .

22,5

98

= 403822,85 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

165369,14 N ≤ 403822,85 N Dimensi sudah memenuhi syarat Smaks = d/4 = 638,5 / 4 = 159,62 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.S fy.d

=

165369,14.150 350.638,5

= 110,99 mm2 Jadi dipakai D 8 –150 3.5 Perencanaan Kolom 3.5.1 Kolom lantai 1

Kolom 80x 80 (frame 2 ) P

= 2621461,3 N

Vu

= 328431,3 N

Tu

= 1212800 Nmm

Mu

= 1125725 Nmm



Ukuran kolom



Diameter tulangan pokok = 25 mm



Selimut beton (p)

= 50 mm



Diameter sengkang

= 12 mm



fy

= 350 MPa

= (800 x 800 ) mm

99



d

= 800-50-12-25/2 = 725,5 mm

e

=

Mu P

=

1125725 2621461,3

= 429,43 mm > ½ b = 400 mm Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 725,5 600 + 350

= 458,21 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 458,21 = 389,48 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 389,48 . 800 . 0,85. 22,5 = 5959044 N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb – Tsb = 5959044 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 5959044 = 3893378,6 N

100

P ≤ Prb 2621461,3 N ≤ 3893378,6 N control keluluhan baja vy

= 0,000167

vs

=

cb − d ' 0,003 d

=

458,21 − 50 0,003 50

= 0,0244 ≥ vy = 0,000167 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( - d ) 2 2 2 2

= 5959044 (

800 800 389,48 − 50) − ) + 2 Tsb ( 2 2 2

= 1223153371 + 700 Tsb 1125725900 = 1223153371 + 700 Tsb Tsb

= 271967,03 N

As’

=

Tsb fy

=

271967,30 350

= 777,05 mm2

As

= 2 As’ = 2 . 777,05 = 7154,09 mm2

Dipakai tulngan 16 D25 Spasi =

800 − 100 − (4.25) 3

101

= 150 mm Penulangan geser Tu

= 328431,3 Nmm

Vu

= 1212800 Nmm

SX2y

= (800-100)2 . (800-100) =343000000 mm2

fc . Sx2y

υ . 1/24 .

= 0,6 . 1/24 . 22,5 . 343000000 = 40674796,4 Nmm fc . Sx2y

Tu ≤ υ . 1/24 .

1212800 Nmm ≤ 40674769,4 Nmm Vc = 1/6 .b . d .

fc

= 1/6 . 800 . 725,5 . 22,5 = 458846,48 N Vs =

=

Vu

θ

− Vc

328431,3 − 458846,48 0,6

= 88539,02 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 800 . 725,5 .

= 1835385,95 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

22,5

102

88539,02 N ≤ 1835385,95 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d/4 = 725,5 / 4 = 181,375 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser

Av =

Vs.s fy.d =

88539,02.150 350.725,5

= 53,302 mm2 Dipakai D 12-150

3.5.2

Kolom lantai 2

Kolom 80x 80 (frame 3 ) P

= 2053252,2 N

Vu

= 255349 N

Tu

= 3390700 Nmm

103

Mu

= 629904200 Nmm



Ukuran kolom



Diameter tulangan pokok = 25 mm



Selimut beton (p)

= 50 mm



Diameter sengkang

= 12 mm



fy

= 350 MPa



d = 800 - 50 - 12 - 25 / 2

= (800 x 800 ) mm

= 725,5 mm e

=

Mu P

=

629904200 2053252,2

= 306,78 mm < ½ b = 400 mm Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 725,5 600 + 350

= 458,21 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 458,21 = 389,48 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b .0,85 . fc = 389,48 . 800 . 0,85 . 22,5 = 5959044 N

104

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb - Tsb = 5959044 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 5959044 = 3893378,6 N

P ≤ Prb 2053252,2 N ≤ 3893378,6 N control keluluhan baja vy

= 0,000167

vs

=

cb − d ' 0,003 d

=

458,21 − 50 0,003 50

= 0,0244 ≥ vy = 0 ,000167 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Ts b ( - d ) + Csb ( - d ) 2 2 2 2

= 5959044 (

800 800 389,48 ) + 2 Tsb ( − 50) − 2 2 2

= 1223153371 + 700 Tsb 629904200 = 1223153371 + 700 Tsb Tsb

= 847498,8 N

As’

=

Tsb fy

105

=

847498,8 350

= 241,43 mm2

As

= 2 As’ = 2 . 241,43 = 4842,85 mm2

Dipakai tulangan 16 D 25 Spasi =

800 − 100 − (4.25) 3

= 150 mm Penulangan geser Tu

= 3390700 Nmm

Vu

= 255349 Nmm

SX2y = (800 – 100 )2 . ( 800 – 100 )

= 343000000 mm2 υ . 1/24 .

fc . Sx2 = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 343000000 = 40674796,4 Nmm

Tu ≤ υ . 1/24 .

fc . Sx2y

3390700 Nmm ≤ 40674769,4 Nmm Vc = 1/6 . b . d .

fc

= 1/6 . 800 . 725,5 . = 458846,48 N

22,5

106

Vs =

=

Vu

θ

− Vc

255349 − 458846,48 0,6

= 33264,81 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 800 . 725,5 .

= 1835385,95 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

33264,81 N ≤ 1835385,95 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d/4 = 725,5 / 4 = 181,375 mm , dipakai 150 mm Penulangan geser Av =

Vs.s fy.d =

33264,81.150 350.725,5

= 19,65 mm2 Dipakai D12 - 150

22,5

107

3.5.3 Kolom lantai 3

Kolom 70x 70 (frame 4 ) P

= 1483837,2 N

Vu

= 227849,4 N

Tu

= 10660000 Nmm

Mu

= 568184500 Nmm



Ukuran kolom



Diameter tulangan pokok = 25 mm



Selimut beton (p)

= 50 mm



Diameter sengkang

= 12 mm



fy

= 350 MPa



d = 700 – 50 – 12 – 25 / 2

= (700 x 700 ) mm

= 625,5 mm e

=

Mu P

=

568184500 1483837,2

= 382,92 mm < ½ b = 350 mm Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 625,5 600 + 350

= 395,05 mm

108

ab

= β . Cb = 0,85 . 395,05 = 355,79 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 355,79 . 700 . 0,85 . 22,5 = 4495452,039 N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb - Tsb = 4495452,039 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 4495452,039 = 2922043,83 N

P ≤ Prb 1438837,2 N ≤ 2922043,83 control keluluhan baja vy

= 0,000167

vs

=

cb − d ' 0,003 d

=

395,05 − 50 0,003 50

= 0,021 ≥ vy = 0,000167

109

Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( - d ) 2 2 2 2

= 4495452,039 (

700 335,79 700 − ) + 2 Tsb ( − 50) 2 2 2

= 818644293,6 N + 600 Tsb 568184500 = 818644293,6 + 600 Tsb Tsb

= 417432,98 N

As’

=

Tsb fy

=

417432,98 350

= 1192,66 mm2 As

= 2 As’ = 2 . 1192,66 = 2385,33 mm2

Dipakai tulangan 12 D25 Spasi =

700 − 100 − (3.25) 2

= 262,5 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser Tu

= 10660000 Nmm

Vu

= 227489,4 Nmm

SX2y

= ( 700 –100 )2 . ( 700 –100 ) = 216000000 mm2

υ . 1/24 .

fc . Sx2y = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 216000000

= 25614449,05 Nmm

110

fc . Sx2y

Tu ≤ υ . 1/24 .

10660000 Nmm ≤ 256140449,05 Nmm Vc = 1/6 . b . d .

fc

= 1/6 . 700 . 625,5 .

22,5

= 346150,82 N Vs =

=

Vu

θ

− Vc

227489,4 − 346150,82 0,6

= 32998,18 N ≥ 0 Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 700 . 625,5 . = 1184603,27 N

Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

32998,18 N ≤ 1184603,27 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d / 4 = 625,5 / 4 = 156.375 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.s fy.d

=

323988,18.150 350.625,5

22,5

111

= 22,609 mm2 Dipakai D 12-150

3.5.4

Kolom lantai 4

Kolom 60x 60 (frame 19 ) P

= 1118951,9 N

Vu

= 333098,7 N

Tu

= 16062300 Nmm

Mu

= 736591000 Nmm



Ukuran kolom



Diameter tulangan pokok = 25 mm



Selimut beton (p)

= 50 mm



Diameter sengkang

= 12 mm



Fy

= 350 MPa



d = 600 - 50 - 12 - 25 / 2 = 525,5 mm

e

=

Mu P

= (600 x 600 ) mm

112

=

736391000 1118951,9

= 658,28 mm >1/2 b = 300mm Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 525,5 600 + 350

= 331,89 mm ab

= β . Cb = 0,85 . 331,89 = 282,11 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 282,11 . 600 . 0,85 . 22,5 = 3237218,28 N

Tsb

= Csb

Karena kolom simetri Pnb

= Ccb + Csb - Tsb = 3237218,28 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 3237218,28 = 2104191,88 N

P ≤ Prb 1118951,9 N ≤ 2104191,88 N control keluluhan baja

113

vy

= 0,000167

vs

=

cb − d ' 0,003 d

=

282,11 − 50 0,003 50

= 0,0139 ≥ 0,00016 Mnb = Ccb (

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( - d ) 2 2 2 2

= 3237218,28 (

600 282,11 600 − ) + 2 Tsb ( − 50) 2 2 2

= 514539659,5 + 500 Tsb 736591000 = 514539659,5 + 500 Tsb Tsb

= 444102,68 N

As’

=

Tsb fy

=

444102,68 350

= 126,86 mm2 Ast

= 2 As’ = 2 . 126,86 = 2537,72 mm2

Dipakai tulangan 8 D 25 Spasi =

600 − 100 − (3.25) 2

= 212,5 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser Tu

= 16062300 Nmm

114

Vu

= 333098,7 Nmm

SX2y = ( 600 – 100 )2 . ( 600 – 100 )

= 125000000 mm2 υ . 1/24 .

fc . Sx2y = 0,6 . 1/24 . 22,5 . 1256000000

=14823176,53 Nmm fc . Sx2y

Tu ≤ υ . 1/24 .

16062300 Nmm ≥ 14823176,53 Nmm Ct =

=

b.d ∑ x2 y 600.525,5 125000000

= 0,0025 1 / 6.b.d fc

Vc =

1 + (2,5.Ct

Tu 2 ) . Vu

1 / 6.600.525,5 22,5

=

1 + (2,5.0,0025

=

16062300 2 ) . 333098,7

249266,54 1,044

= 238761,05 N Vs =

=

Vu

θ

− Vc

333098,7 − 238761,05 0,6

= 316403,45 N ≥ 0

115

Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 600 . 525,5 .

= 997066,14 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

316403,45 N ≤ 997066,14 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d / 4 = 525,5 / 4 = 131,13 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser Av

=

Vs.s fy.d

=

316403,45.150 350.525,5

= 258,04 mm2 Dipkai D 12-150 mm

.

3.5.5

Kolom lantai 5

Kolom 60x 60 (frame 20 ) P

= 801470,1 N

Vu

= 242316,6 N

Tu

= 78669000 Nmm

22,5

116

Mu

= 703405000 Nm



Ukuran kolom



Diameter tulangan pokok = 25 mm



Selimut beton (p)

= 50 mm



Diameter sengkang

= 12 mm



fy

= 350 MPa



d = 600 – 50 – 12 – 25 / 2

= (600 x 600 ) mm

= 525,5 mm e

=

Mu P

=

703405000 801470,1

= 877,64 ≥ ½ b = 300 mm Cb

=

600 .d 600 + fy

=

600 525,5 600 + 350

= 331,89 mm

ab

= β . Cb = 0,85 . 331,89 = 282,11 mm

Dengan mengabaikan displacement concrete Ccb

= ab . b . 0,85 . fc = 282,11 . 600 . 0,85 . 22,5

117

= 3237218,28 N Tsb

= Csb

Karena Tsb dan Csb simetri Pnb

= Ccb + Csb - Tsb = 3237218,28 N

Prb

= 0,65 . Pnb = 0,65 . 3237218,28 = 2104191,88 N

P ≤ Prb 801470,1 N ≤ 2104191,88 N Kontrol Keluluhan baja vy

= 0,000167

vs

=

cb − d ' 0,003 d

=

282,11 − 50 0,003 50

= 0,0139 ≥ 0,000167 Mnb = Ccb(

h ab h h ) + Tsb ( - d ) + Csb ( - d ) 2 2 2 2

= 3237218,28 (

600 282,11 600 ) + 2 Tsb ( − − 50) 2 2 2

= 514539659,5 + 500 Tsb 703405000 = 514539659,5 + 500 Tsb Tsb

= 377730,68 N

As’

=

Tsb fy

118

=

377730,68 350

= 1079,23mm2 = 2 . As’

Ast

= 2 . 1079,23 = 2158,46 mm2 Dipakai tulangan 8 D25 Spasi =

600 − 100 − (3.25) 2

= 212,5 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser Tu

= 78669000 Nmm

Vu

=242316,6 Nmm

SX2y

= ( 600 –100 )2 . (600 –100 ) =125000000 mm2

υ . 1/24 .

fc . Sx2y = 0 ,6 . 1/24 . 22,5 . 1256000000 =14823176,53 Nmm

Tu ≤ υ . 1/24 .

fc . Sx2y

78669000 Nmm ≥ 14823176,53 Nmm Ct =

=

b.d ∑ x2 y 600.525,5 125000000

= 0,0025

119

1 / 6.b.d fc

Vc =

1 + (2,5.Ct

Tu 2 ) . Vu

1 / 6.600.525,5 22,5

=

1 + (2,5.0,0025

=

78699000 2 ) . 242316,6

249265,54 2,26

= 110294,93 N Vs =

=

Vu

θ

− Vc

242316,2 − 110294,93 0,6

= 293566,07 N ≥ 0

Perlu tulangan geser 2/3 . b . d .

fc = 2/3 . 600 . 525,5 . 22,5

= 997066,14 N Vs ≤ 2/3 . b . d .

fc

293566,07 N ≤ 997066,14 N Dimensi memenuhi syarat Smaks = d / 4 = 525,5 / 4 = 131,13 mm, dipakai 150 mm Penulangan geser

120

Av =

=

Vs.s fy.d

293566,07.150 350.525,5

= 239,42 mm2 Dipakai D12-150

3.6

Perhitungan Pondasi

3.6.1

Uraian Umum

Sebelum dimulai pembangunan Gedung Dekranasda, maka dilaksanakan penyelidikan tanah pada lokasi tersebut. Penyelidikan tanah yang dilakukan meliputi pekerjaan sondir dan pekerjaan boring, serta

121

pengambilan contoh tanah (sampling) untuk diselidiki mengenai sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanikmya di laboratorium. Dari hasil pengujian tanah tersebut disarankan untuk menggunakan pondasi pancang sesuai panjang beban yang bekerja dan tidak melebihi daya dukung izin (Qa) dari data sondir. Untuk itu, Gedung Dekranasda ini direncanakan dengan pondasi tiang pancang. Selanjutnya, besaran sifat-sifat tanah dan harga-harga mechanichal properties tanah hasil pengujian di laboratorium dapat dilihat pada laporan hasil penyelidikan tanah.

3.6.1

Analisis Daya Dukung

Data tanah hasil sondir: •

Kedalaman tanah (Df)

: 30 m



Konus (qc)

: 140 kg/m2



Total friksen (Tf)

: 200 kg/m2



Sf1

: 5



Sf2

: 10



Berat sendiri beton (gb)

: 24 kN/m2



Diameter panjang

: 0,45 m

(d)

3.6.3 Perhitungan Pondasi

Tabel 7. Perhitungan Pondasi Tiang Pancang N0

Type Pondasi

P (kN)

Mu (kNm)

Jarak

Jumlah

Beban

Beban

Eksentrisitas

Pancang

Pancang

yang

yang

kolom

terjadi

dapat

(kN)

pikul

(m)

122

1

P1

1152,99

524,81

-

1

1230,85

2202,61

0,45

2

P4

3728,28

1354,829

1,5

4

4412,96

7341,15

0,36

3

P5

3563,41

1400,41

0,94

5

5114,82

11042,87

0,39

4

P6

2864,595

1393,108

1,5

6

6652,51

17008,92

0,48

5

P8

3190,670

1397,731

1,5

8

4648,169

6917,95

0,43

Contoh perhitungan pondasi type 8 ( P 8 )

P

= 3190,6704 kN

Mu

= 1397,738 kNm



Ukuran

: 4,25 m x 4,25 m x 1,25 m



Jumlah Pancang arah y (m)

:3



Jumlah pancang arah x (n)

:3



Luas tiang pancang (A)

: 0,158 m2



Keliling tiang pancang (B)

: 1,413 m



Jarak antar tiang pancang (s)

: 1,50 m

Rencana pemancangan dan pendimensian tiang pancang Pembebanan Tiang pancang Berat sendiri pancang = 0,25 x 3,14 x 0,452 x 24 x 8 x 30

= 915,624 KN

Berat poer

= 541,875 KN

= 4,25 x 4,25 x 1,25 x 24

q = 1457,499 KN Beban yang terjadi

= 1457,499 + 190,670

Eksentrisitas kolom

= Mu / P =1397,731 / 3190,670

= 4648,169 kN

123

= 0,43 m Efisiensi kelompok tiang pancang α

= 1-

θ 90

.(

(m − 1)n + (n − 1)m ) m.n

θ

= Arc tg d/s

θ

= Arc . tg .

0,45 1,5

= 0,29 α

= 1-

= 1-

θ 90

.(

(m − 1)n + (n − 1)m ) m.n

0,29 (3 − 1)3 + (3 − 1)3 ) .( 3.3 90

= 1,328 Daya dukung tiang pancang Daya dukung untuk satu tiang pancang Q

=

Tf .B qc. A + SF 2 SF1

Q

=

Tf .B qc. A + SF 2 SF1

Q

=

200.1.413 140.0,158 + 10 5

= 32,684 kN Daya dukung ijin Qijin

= α . Q. n = 1,328. 32,684 . 8 = 347,426 kN

Beban yang dipikul satu tiang pancang

124

q1

=

p Mu.x Mu. y + + n ∑ x2 ∑ y2

=

3190,6704 1397,7308.1,5 1397,7308.1,5 + + 8 9 9

= 864,744 kN Daya dukung untuk 8 tiang pancang adalah = 8 x 864,744 = 6917,95 kN Beban yang terjadi 4648,169 kN < 6917,95 kN

83

150

150

83

83

150

150

Gambar 15. Detail Pondasi

83

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

4.1. SYARAT – SYARAT UMUM Pasal I. 01 PERATURAN UMUM Tatkala dalam penyelenggaraan bangunan ini dilaksanaakan berdasarkan peraturan-peraturan sebagai berikut : 1. Sepanjang tidak ada ketentuan lain untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan di Indonesi, maka sah dan mengikat adalah syarat-syarat umum (disimngkat SU) untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan Indonesia (AV) yang disyahkan dengan surat keputusan Pemerintah No.9 tanggal : 28 Mei 1941 dan tambahan Lembaran Negara No. 14571. 2. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 42 tahun 2002, Pengganti kepres R.I No.17 tahun 2000, dan Kepres R.I No. 80 Tahun 2003, PenggantiKepres No. 18 tahun 2000, dan Kepres R.I No. 61 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. 3. Surat Edaran Bersama (SEB) Bappenas dan Departeman Keuangan Nomor :

181 / D.VI / 011999 SE − 07 / A / 21 / 0199

Tanggal 11 Januari 1999, Tentang harga satuan tertinggi Pembangunan Bangunan Gedung Negara Tahun Anggaran 1999/2000. 4. Surat Edaran Bersama (SEB) Bappenas dan Departeman Keuangan

130

Nomor :

S − 42 / A / S − 2262 / D.2 / 05 /

Tanggal 3 Mei, Tentang Petugas Teknis

Pelaksanaan Keppres RI No. 18 tahun 2000 Tentang pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa Instansi Pemerintah. 5. Surat Keputusan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Nomor : 0295/KPTS/CK/1997 tanggal 1 April 1997, tentang Pedoman Operasional Pelaksanaan Penyelenggaraan Pembangunan, Pemeliharaan dan Perawatan (Rehabilitas, Renovasi, Restorasi) Bangunan Gedung Negara. 6. Peraturan Mendagri No. 2 tahun 1999 dan No. 3 tahun 1995 tentang Petunjuk Pelaksanaan Proyek APBDN Propinsi Jawa Tengah. 7. Suara Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI No. IK. 02.05-Mn/134 tanggal 19 Februari 2003, No. Ik.02.05-Mn/135 tanggal 19 februari 2003. 8. Peraturan- peraturan lain yang berhubungan dengan Pembangunan ini. 9. Peraturan Pemerintah Daerah setempat yang berhubungan dengan pekerjaan.

Pasal I.02 PEMBERIAN TUGAS PEKERJAAN Pemberi Tugas Pekerjaan adalah : Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Propinsi Jawa Tengah sebagai Pengguna Anggaran.

Pasal I.03 PENGELOLAAN KEGIATAN PEKERJAAN Pengelolaan Kegiatan Pekerjaan terdiri atas : 1. Pengelolaan Pekerjaan dari Unsur Pemegang Mata Anggaran.

131

2. Pengelolaan Kegiatan Pekerjaan (PKP) yang terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. 3. Pengelolaan Teknis Kegiatan Pekerjaan (BPP) adalah personil yang ditunjuk oleh Dinas Kimtaru Propinsi Jawa Tengah.

Pasal I.04 PERENCANA / ARSITEK 1. Biro Perencana teknis Pembangunan yang telah terdaftar dalam Daftar Rekaman Mampu (DRM) yang telah disusun oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah dalam hal ini adalah ; CV. ARSI GRANADA, Jalan Pahlawan No.04 Semarang. 2. Perencana berkewajiban pula mengadakan pengawasan berkala dalam bidang arsitektur dan struktur. 3. Perencana tidak dibenarkan merubah ketentuan- ketentuan pelaksanaan pekerjaan sebelum mendapt ijin secara tertulis dari Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan. 4. Bilamana Perencana menjumpai kejanggalan- kejanggalan dalam pelaksanaan atau menyimpang dari bestek/RKS supaya memberitahukan secara tertulis kepada Penguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan. 5. Perencana terikat UU Jasa Konstruksi No.18 tahun 2001 dan PP yang berlaku. 6. Konsultan Perencana diwajibkan membuat buku Pedoman perawatan Gedung Kegiatan ini ( disampaikan kepada Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan).

132

Pasal I.05 PENGAWASAN LAPANGAN 1. Konsultan Pengawas Teknis Pembangunan yang terdaftar dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM) yang telah disusun oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, dalam hal ini akan ditentukan kemudian oleh Pengguna Anggaran. 2. Tugas Konsultan Pengawas adalah mengawasi Pekerjaan sesuai gambar Bestek/RKS dan perubahan- perubahan dalam berita acara Aanwijzing selama pelaksanaan sampai dengan serah terima pekerjaan ke I dan masa pemeliharaan sampai serah terima pekerjaan ke II. 3. Pengawasan lapangan

tidak dibenarkan merubah ketentuan-ketentuan

pelaksanaan pekerjaan sebelum mendapat ijin tertulis dari Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan. 4. Bilamana Pengawas lapangan menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan atau menyimpan dari bestek, supaya segera memberitahukan secara tertulis kepada Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan. 5. Kelalaian akibat Pengawas menjadi resiko konsultan Pengawas. 6. Pengawas terikat UU Jasa Konstruksi No.18 tahun 2001 dan PP yang berlaku. 7. Konsultan Pengawas diwajibkan menyusun rekaman pengawasan selama pelaksanaan berlangsung 0% sampai dengan serah terima pekerjaan ke II dan disampaikan kepada Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan.

133

Pasal I. 06 CALON PEMBORONG / KONTRAKTOR 1. Perusahaan yang berstatus Badan Hukum yang usaha pokoknya adalah melaksanakan pekerjaan pemborong bangunan yang memenuhin syarat-syarat bonafiditas dan kwalitas menurut Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi yang ditunjuk oleh Kepala Dinas ( Pengguna Anggaran ) untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan gedung tersebut setelah memenangkan lelang ini. 2. Rekanan yang diundang oleh Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi. 3. Pengundangan Kontraktor / Rekanan harus dengan memperhatikan peraturan yang berlaku.

Pasal I.07 PEMBERIAN PENJELASAN (AANWIJZING) 1. Pemberian penjelasan (Aanwijzing) akan diadakan pada : 1.

Hari

:

2.

Tanggal

:

3.

Waktu

:

4.

Tempat

: Ruang Rapat Kantor Disperindag Propinsi Jateng

2. Bagi mereka yang tidak mengikuti/menghadiri Aanwijzing tidak tetap diperbolehkan mengikuti pelelangan. 3. Berita acara pemberian penjelasan (Aanwijzing) dapat diambil pada : 1.

Hari

2.

Tanggal

: :

134

3.

Waktu

:

4.

Tempat

: Kantor Disperindag Propinsi Jawa Tengah

Pasal I. 08 PELELANGAN 1. Pelelangan akan dilaksanakan sesuai keputusan Presiden No.16 tahun 1994 serta perubahan saat pelelangan. 2. Pemasukan surat penawaran paling lambat pada :……………………….2005, Jam :……………..WIB. 3. Pembukaan surat-surat penawaran akan dilakukan oleh Panitia lelang dihadapan

Rekanan,

pada

:……………………..2005,

Jam

:…………………..WIB. 4. Wakil Rekanan yang mengikuti/ menghadiri pelelangan harus membawa syrat kuasa bermeterai Rp.6.000,-- dari Direksi Rekanan dan bertanggung jawab penuh.

Pasal I.09 SAMPUL SURAT PENAWARAN 1. Sampul surat penawaran berukuran A4 sesuai dokumen ± 25 x 40 cm berwarna putih dan tidak tembus baca.

135

2. Sampul surat penawaran yang sudah terisi surat penawaran lengkap dengan lampiran-lampirannya supaya ditutup, dan diberi lak 5 (lima) tempat dan tidak boleh diberi kode cap cincin atau cap perusahaan dan kode lain. 3. Sampul penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan bawah supaya ditulis (periksa contoh surat penawaran). 4. Alamat sampul seperti tertulis digambar dibawah bisa ditempel huruf besar langsung pada kertas sampulnya. 5. Sampul surat penawaran dibuat sendiri oleh pemborong, ukuran sesuai contoh.

Pasal I. 10 SAMPUL SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH Sampul surat penawaran yang tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana : 1. Sampul surat penawaran dibuat menyimpang dari atau tidak sesuai dengan syarat – syarat.

2. Sampul surat penawaran terdapat nama atau terdapat hasil penawarannya atau terdapat juga tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah ditentukan.

Pasal I. 11 PERSYARATAN PENAWARAN 1. Penawaran yang diminta adalah penawaran sama sekali lengkap menurut gambar, ketentuan-ketentuan RKS serta berita acara aanwijzing

136

2. Surat penawaran, surat Pernyataan, daftar RAB, Daftar harga satuan Bahan dan Upah kerja, Daftar Analisa Pekerjaan dan daftar harga Satuan Pekerjaan halaman supaya dibuat di atas kertas kop nama perusahaan (pemborong) dan harus ditanda tangani oleh Direktur Rekanan yang bersangkuatan dan di bawah tanda tangan supaya disebutkan nama terang dan cap perusahaan. 3. Bilamana surat penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri harus dilampiri : a. Surat kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan bermaterai Rp. 6000,- diberi tanggal dan cap perusahaan terkena pada meterai tersebut. b. Foto copy akte pendirian berbadan hukum. 4. Surat penawaran supaya dibuat rangkap 3 (tiga) lengkap dengan lampiranlampirannya dan surat penawaran yang asli diberi materai Rp. 6000,- dan materai supaya diberi tanggal terkena tanda tangan dan cap perusahaan. 5. Surat penawaran termasuk lampiran-lampiran supaya dimasukkan ke dalam satu amplop sampul surat penawaran yang tertutup. 6. Penawaran berisi : 1.

Surat Penawaran

2.

Lampiran : a. RAB b. Harga satuan c. Analisa d. Harga Upah dan Bahan

137

e. Jaminan Penawaran yang berbentuk copy (asli diserahkan ) dari Bank Pemerintah atau lembaga Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). 3.

Dokumen Teknis

a. Tatakala / Time Schedule b. Daftar Personil c. Data peralatan d. Data pengalaman perusahaan e. Metode pelaksanaan 4.

Dokumen Adminnistrasi a. Melampirkan Daftar isian Pasca Prakualifikasi b. Pakta Integritas

7.

Bagi Pemborong yang sudah memasukkan surat penawaran, tidak dapat mengundurkan diri dan terikat untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut, bilamana pekerjaan diberikan kepadanya menurut penawaran yang diajukan.

Pasal I.12 SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH Surat yang tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana ; 1. Surat penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup.

138

2. Surat penawaran, surat pernyataan dan daftar RAB tidak dibuat di atas kertas kop Rekanan yang bersangkutan. 3. Surat penawaran tidak ditanda tangani si penawar. 4. Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sesuai dengan yang tertulis dengan huruf. 5. Surat penawaran asli tidak bermeterai Rp.6000,- tidak diberi tanggal dan tidak terkena tanda tangan penawar/tidak ada cap perusahaan. 6. Tidak jelas besarnya jumlah penawaran baik yang tertulis dengan angka maupun huruf. 7. Terdapat salah satu lampiran yang tidak ditanda tangani oleh penawar dan tidak diberi cap dari Rekanan. 8. Surat penawaran dari Rekanan yang tidak diundang. 9. Surat penawaran yang tidak lengkap lampiran-lampirannya. 10. Penawaran yang disampaikan dilihat batas waktu yang ditentukan

Pasal I. 13 CALON PEMENANG 1. Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar dan dalam batas ketentuan mengenai harga satuan (harga standard) yang telah ditetapkan serta telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka panitia menetapkan 3 (tiga) peserta yang telah memasukkan penawaran yang paling menguntungkan Negara dalam arti :

139

a. Penawaran

harga

yang

ditawarkan

secara

teknis

dapat

dipertanggungjawabkan. b. Perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan. c. Penawaran tersebut adalah yang terendah diantara penawaran yang memenuhi syarat seperti tersebut diatas. 2. Jika dua peserta atau lebih mengajukan harga mempunyai kemampuan dan kecakapan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan tersebut tidak ada maka penilaiannya dilakukan dengan penilaian kembali, hal mana harus dicatat dalam berita acara. 3. Panitia membuat laporan kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan mengenai penetapan calon pemenang laporan tersebut disertai usulan serta penjelasan tambahan dan keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. 4. Aspek teknis, administrasi dan harga.

Pasal I. 14 PENETAPAN PEMENANG Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Panitia, pejabat yang berwenang menerapkan pemenang pelelangan dan cadangan pelelangan diantara calon yang ditentukan oleh Panitia dan Keputusan Panitia tidak dapat diganggu gugat.

140

Pasal I. 15 PENGUMUMAN PEMENANG 1. Penetapan pemenang lelang diputuskan oleh pejabat yang berwenang. 2. Pengumuman pemenang dilakukan oleh panitia setelah ada penetapan pemenang pelelangan yang berwenang. 3. Kepada rekanan yang berkebaratan atas penetapan pemenang pelelangan diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada atasan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 hari kerja setelah diterimanya pengumuman penetapan pemenang. 4. Sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan prosedur pelelangan, jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya 4 hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut. 5. Sanggahan tertulis ditujukan kepada : a. Pengguna Anggaran b. Panitia Pengadaan Jasa Konstruksi

Pasal I. 16 PELELANGAN ULANG Lelang dibatalkan bilamana : 1. Diantara rekanan yang diundang dan mengikuti Aanwijzing dan mengajukan penawaran yang sah kurang dari 3 (tiga). 2. Penawaran melampaui anggaran yang tersedia.

141

3. Harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar. 4. Sanggahan dari rekanan ternyata benar 5. Berhubungan dengan pelbagai hal tidak mungkin mengadakan penetapan. 6. Dalam pelelangan dinyatakan gagal atau pemenangnya yang ditunjuk mengundurkan diri atau urutan pemenang kedua tidak bersedia ditunjuk, maka panitia pelangan atas permintaan kepala kantor satuan kerja, atau pemimpin kegiatan akan mengadakan pelelangan ulang.

Pasal I. 17 PEMBERIAN ATAU PELULUSAN PEKERJAAN 1. Pengguna Anggaran akan memberikan pekerjaan kepada rekanan yang penawarannya pantas, wajar dan menguntungkan Negara serta dapat dipertanggungjawabkan. 2. SPK akan diberikan kepada rekanan yang telah ditunjuk dalam waktu paling lambat 10 hari kerja setelah pemberitahuan pengumuman penetapan pemenang pelelangan. 3. Rekanan diperkenankan mulai bekerja setelah diterbitkannya SPK sekaligus memberikan jaminan pelaksanaan.

142

Pasal I. 18 PELAKSANA PEMBORONG 1. Bilamana

akan

dimulai

di

lapangan,

pihak

Pemborong

supaya

memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Tugas. 2. Pemborong supaya menempatkan seorang kepala pelaksana yang ahli (S1 Sipil) dan diberi kuasa oleh Direktur Pemborong untuk bertindak atas namanya. 3. Kepada Pelaksana yang diberi kuasa penuh harus selalu ditempat pekerjaan agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang telah ditugaskan oleh direksi. 4. Kepala Pelaksana supaya yang berpengalaman dalam pekerjaan gedung bertingkat dan pembantu-pembantunya minimal memahami bestek dan mengerti gambar.

Pasal I. 19 SYARAT – SYARAT PELAKSANAAN Pekerjaan harus dikerjakan menurut : 1. RKS dan gambar-gambar kerja/gambar detail secara menyeluruh untuk kegiatan ini.

2. RKS dengan segala perubahan–perubahan dalam Aanwijzing (Berita Acara Aanwijzing).

143

3. Petunjuk-petunjuk lisan maupun tertulis dari Pengguna Anggaran/Pengelola Kegiatan. 4. Lapangan/lahan yang tersedia.

Pasal I. 20 PENETAPAN UKURAN DAN PERUBAHAN-PERUBAHAN 1. Pemborong harus bertanggung jawab atas tepatnya pekerjaan menurut ukuranukuran yang tercantum dalam gambar dan bestek. 2. Pemborong berkewajiban mencocokkan ukuran satu sama lain dan apabila ada perbedaan ukuran dalam gambar dan RKS segera dilaporkan kepada Pemberi Tugas/Manajemen Konstruksi lapangan. 3. Bilamana ternyata terdapat selisih atau perbedaan ukuran dalam gambar dan RKS, maka petunjuk pemberi tugas yang dijadikan pedoman. 4. Bilamana dalam pelaksanaan pekerjaan terdapat perubahan-perubahan, maka pemborong tidak berhak minta ongkos kerugian kecuali bilaman pihak pemborong dapat membuktikan bahwa dengan adanya perubahan-perubahan tersebut pemborong menderita kerugian. 5. Bilamana dalam pelaksanaan pekerjaan diadakan perubahan-perubaha, maka perencana harus membuat gambar perubaha (refisi) dengan tanda garis berwarna di atas gambar aslinya. Kesemuanya atas biaya perencana, gambar perubahan tersebut harus disetujui oleh Pemberi Tugas (tertuang dalam berita acara perubahan pekerjaan).

144

6. Di dalam pelaksanaan., Pemborong tidak boleh menyimpang dari ketentuan RKS dan ukuran-ukuran gambar, kecuali seizin dan sepengetahuan pemberi tugas.

Pasal I. 21 PENJAGAAN DAN PENERANGAN 1. Pemborong harus mengurus penjagaan di luar jam kerja (siang dan malam) dalam kompleks pekerjaan termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain-lain. 2. Untuk

kepentingan

keamanan

dan

penjagaan

perlu

diadakan

penerangan/lampu pada tempat tertentu, satu sama hal lain tersebut atas kehendak Direksi. 3. Pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat lainnya yang disimpan dalam gudang dan halaman pekerjaan, apabila terjadi kebakaran dan pencurian, maka harus segera mendatangkan gantinya untuk kelancaran pekerjaan. 4. Pemborong harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran sabotase di tempat pekerjaan, alat-alat kebakaran atau alat-alat bantu lain untuk keperluan yang sama harus selalu berada di tempat pekerjaan. 5. Segala resiko dan kemungkinan kebakaran yang menimbulkan kerugian dalam pelaksanaan pekerjaan dan bahan-bahan materi juga gudang dan lain-lain sepenuhnya.

145

Pasal I. 22 KESEJAHTERAAN DAN KESEHATAN KERJA 1. Bilamana terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan penyelamatan dan segera memberitahukan kepada pemberi tugas. 2. Pemborong harus memenuhi atau mentaati peraturan-peraturan tentang perawatan korban dan keluarganya. 3. Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang tersusun menurut syaratsyarat palang merah. 4. Pemborong selain memberikan pertolongan kepada pekerjanya, juga selalu memberikan bantuan pertolongan kepada pihak ketiga dan menyediakan air minum yang memenuhi syarat kesehatan. 5. Pemborong diwajibkan mentaati undang-undang keselamatan kerja.

Pasal I. 23 PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN BANGUNAN 1. Bahan-bahan bangunan yang dipakai diutamakan hasil produksi dalam negeri kwalitas baik. 2. Harus diperhatikan syarat-syarat dan mutu barang dan jasa yang bersangkutan. 3. Semua bahan-bahan bangunan untuk pekerjaan ini sebelum dipergunakan harus mendapat persetujuan dari pengguna Anggaran/pengawas terlebih dahulu dan harus berkwalitas baik.

146

4. Semua bahan-bahan bangunan yang telah dinyatakan oleh pengendali kegiatan tidak dapat dipakai (afkir) harus segera disingkirkan jauh-jauh dari tempat pekerjaan dalam tempo 24 jam dan hal ini menjadi tanggung jawab rekanan. 5. Bilamana pemborong melanjutkan pekerjaan dengan bahan-bahan bangunan yang telah diafkir, maka pemimpin kegiatan/pengawas berhak untuk memerintah membongkar dan harus mengganti dengan bahan-bahan yang memenuhi syarat-syarat atas resiko/tanggung jawab pemborong. 6. Bilamana Pemimpin kegiatan/ Pengelola kegiatan sangsi akan mutu bahan/ kwalitas bahan bangunan yang akan digunakan, pemimpin kegiatan/ pengelola kegiatan berhak meminta kepada pemborong untuk memeriksakan bahan– bahan bangunan tersebut pada laboratorium bahan-bahan bangunan.

Pasal I. 24 KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE 1. Semua kenaikan harga akibat kebijaksanaan pemerintah Republik Indonesia dibidang moneter yang bersifat nasional dapat mengajukan klaim sesuai dengan keputusan pemerintah dan pedoman resmi dari pemerintah Republik Indonesia. 2. Semua kenaikan harga yang bersifat biasa tidak dapat mengajukan klaim. 3. Semua kerugian akibat force majeure berupa bencana alam antara lain; gempa bumi, angin topan, hujan lebat, pemberontakan, perang dan lain-lain, kejadian

147

tersebut dapat dibenarkan oleh pemerintah, bukan menjadi tanggungan Pemborong. 4. Apabila terjadi force majeure, pihak rekanan harus memberitahukan kepada pemimpin kegiatan/pengelola kegiatan secara tertulis paling lambat 24 jam demikian pula bila force majeure.

Pasal I. 25 ASURANSI Pemborong harus mengasuransikan semua tenaga kerja yang bekerja di kegiatan ini ke PT. Jamsostek, ternasuk tenaga dari team Teknis, Konsulatan Perencana dan Konsultan Pengawas yang namanya tercamtum dalam Struktur Organisasi ini.

Pasal I. 26 PENYELESAIAN PERSELISIHAN Perselisihan akan diselesaikan menurut aturan/ketentuan yang lazim berlaku, sedangkan tata caranya diatur kemudian dalam kontrak.

Pasal I. 27 URAIAN MENGENAI RKS DAN GAMBAR 1. Disamping peraturan-peraturan umumyang disebut dalam pasal I. 01.

148

2. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) beserta gambar-gambarnya berlaku sebagai dasar pedoman/ketentuan untuk melaksanakan pekerjaan ini. 3. Gambar-ganbar yang ikut disertakan akan juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari RKS ini. 4. Kontraktor wajib untuk mengadakan perhitungan kembali atas segala ukuranukuran dimensi konstruksi apabila ukuran-ukuran yang ditentukan dalam spesifikasi/gambar meragukan kontraktor. Dalam hal ini Kontraktor diijinkan membetulkan kesalahan gambar dan melaksanakannya setelah ada persetujuan tertulis dari Penawas dengan persetujuan Pemberi Tugas. 5. Bila terdapat perbedaan : a. Antara gambar dan ketentuan RKS, Surat/Surat Penawaran maka Pemberi Tugas dapat memutuskan pekerjaan dengan volume pekerjaan harga pekerjaan/kwalitas bahan material yang tinggi. b. Surat perjanjian Pemborong didahulukan atas RKS. c. RKS didahulukan atas gambar serta perubahan sebagaimana Berita Acara

Aanwijzing, Berita Acara Aanwijzing didahukan atas RKS dan Gambar. d. Gambar beserta detail dan tambahan atau perubahan yang tercantum dalam Berita Acara Aanwijzing didahulukan atas Surat Penawaran. e. Jika pekerjaan tidak terdapat dalam RKS, tetapi terdapat dalam gambar maka yang terakhir ini berlaku penuh demikian pula sebaliknya. 6. Perbedaan antara gambar dan RKS maupun perubahan yang ditentukan pada waktu pelaksanaan berlangsung. Kontraktor diwajibkan menaati keputusan

149

Konsultan Pengawas yang diberikan secara tertulis di mana dijelaskan juga kemungkinan adanya pekerjaan tambah/kurang. 7. Apabila ada perbedaan gambar dalam yang satu dengan yang lain, maka Pemberi

Tugas

dapat

menetapkan

yang

lebih

besar

volume/harga

kwalitas/ukuran. 8. Kontraktor wajib membuat gambar kerja, sebelum memulai sesuatu pekerjaan yang khusus dan harus dimintakan persetujuan Konsultan Pengawas. 9. Dalam hal kontraktor meragukan ketentuan-ketentuan yang tercamtum dalam dokuman pelaksanaan, maka kontraktor wajib berkonsultasi dengan konsultan Perencana atau Pengawas. 10. Untuk

menghindari

kesalahan

dalam

memedomani

gambar-gambar

pelaksanaan, maka kontraktor untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sama sekali tidak diperkenankan memperbanyak gambar dengan cara apapun: seperti menyalin kembali gambar pada kalkir atau kertas lainnya, mengopy dengan cara apapun. Jika Pelaksana Kontraktor memerlukan copy gambar maka copy tersebut hanya dapat dikeluarkan melalui Konsultan. Seluruh akibat terhadap pelanggaran yang tersebut di atas, akan menjadi tanggung jawab Kontraktor sepenuhnya.

150

Pasal I. 28 LAIN-LAIN 1. Hal-hal yang belum tercantum dalam RKS ini akan dijelaskan di dalam

Aanwijzing 2. Sarat penawaran / RAB supaya dibuat seperti contoh terlampir. 3. Bilamana jenis pekerjaan yang telah tercantum di dalam contoh daftar RAB ternyata terdapat kekurangannya tersebut dapat ditambahkan menurut posposnya dengan cara menambah huruf alphabet pada nomor terakhir dari pos yang bersangkutan, misalnya pos persiapan nomor terakhir 4, maka perubahannya tidak nomor 5, tetapi nomor 4a, 4b dan seterusnya. 4. Surat permohonan IMB (jika diperlukan) dari Pemberi Tugas, sedang pengurusan dan pembiayaannya kepada Pemborong dan dilaksanakan segera setelah dilakukan penandatanganan. 5. Segala kerusakan yang timbul akibat pelaksanaan menjadi tanggung jawab Kontraktor. 6. BQ tidak mengikat. 7. Apakah ada saat pengajuan penawaran ada ketidak benaran data / informasi sejak dimulainya proses pelelangan ini, maka Panitia/ Pimpinan Kegiatan akan menjatuhkan sanksi. 8. Bentuk dan jenis sanksi akan ditentukan oleh Penitia Lelang / Pimpinan Kegiatan. 9. Ketentuan atau ketetapan lain di dalam pelaksanaan proses pelelangan ini merupakan hak dan wewenang Panitia Lelang/ Pimpinan Kegiatan.

151

4.2

SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI

Pasal II. 01 JAMINAN LELANG 1. Jaminan Penawaran (tender garansi) berupa surat jaminan Bank milik pemerintah atau Bank Umum lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, 24 Februari 1988. Nomor : 205 / KMK / 013 / 1988 sebesar 1 – 3 % dari harga penawarn. Sebesar Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiuah). 2. Bagi Pemborong yang mendapat pekerjaan, tender Garansi diberikan diberikan kembali pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Pengguna Anggaran/ pemberi tugas, sedang jangka waktu garansi selama 2 (dua) bulan ditujukan khusus untuk kegiatan yang bersangkutan, Kepada Kepala Disperindag Propinsi Jawa Tengah. 3. Bagi rekanan yang tidak mendapatkan pekerjaan, tender garansi dapat diambil setelah adanya Penetapan Pemenang, yang mendapatkan pekerjaan, tender garansi dapat diambil setelah dikeluarkannya SPMK, dan telah memberikan jaminan pelaksanaan.

Pasal II. 02 JAMINAN PELAKSANAAN 1. Jaminan Pelaksanaan ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak. 2. Jaminan Pelaksanaan diterima oleh pemberi tugas pada saat penandatanganan surat perjanjian Pemborongan.

152

3. Jaminan Pelaksanaan dapat dikembalikan bilamana pekerjaan sudah diserahkan pertama kalinya dan diterima dengan baik oleh Pengguna Anggaran.

Pasal II. 03 RENCANA KERJA (TIME SCHEDULE) 1. Pemborong harus membuat Rencana Kerja Pelaksanaan kerja berupa Time

Schedule dan kurva S yang disetujui oleh Pemberi Tugas atau Pengawas Lapangan selambat-lambatnya satu minggu setelah SPK diterbitkan, serta daftar

nama

pelaksanan

dan

struktur

organisasi

pelaksanaan

yang

ditandatangani Direktur, diserahkan untuk menyelesaikan proyek ini. 2. Pemborong diwajibkan melaksanakan pekerjaan menurut Rencana Kerja tersebut. 3. Rekanan tetap bertanggungjawab atas penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya.

Pasal II.04 LAPORAN HARIAN DAN MINGGUAN 1. Konsultan Pengawas tiap minggu diwajibkan membuat dan mengirimkan laporan kepada Pemberi Tugas mengenai prestasi pekerjaan yang dilegalisir oleh yang berwenang.

153

2. Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang sudah dikerjakan, tidak termasuk adanya bahan-bahan pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya pengeluaran uang oleh Pemborong.

Pasal II. 05 PEMBAYARAN 1. Pembayaran akan dilaksanakan dan atau akan diatur kemudian dalam kontrak. 2. Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai berita acara pemeriksaan pekerjaan dan dilampiri dafatr hasil opname pekerjaan foto-foto dokumentasi dalam album.

Pasal II.06 SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN (KONTRAK) 1. Surat perjanjian pemborongan (kontrak) seluruhnya dibubuhi materai Rp. 6000,- atas biaya pemborong. 2. Surat perjanjian pemborong (kontrak) dibuat rangakap 12 (dua belas) atas biaya pemborong. 3. Konsep kontrak dibuat oleh Pemberi Tugas, sedangkan lampiran dan seluruh kontrak disiapkan oleh Pemborong antara lain : a. Suart undangan b. Bestek dan RKS

154

c. Berita Acara Aanwijzing d. Berita Acara Pembukuan Surat Penawaran e. Berita Acara Evaluasi f. SPK (Gunning) g. Surat Penawaran h. Daftar RAB i. Daftar Harga Satuan Bahan dan Upah Kerja j. Daftar Analisa Satuan Pekerjaan k. Daftar Harga Satuan Pekerjaan

l. Time Schedule m. Surat kesanggupan bermeterai Rp.6000,1) Untuk mengadakan jaminan pelaksanaan 2) Untuk bekerjasama dengan pengusaha golongan ekonomi lemah setempat 3) Surat kesanggupan tunduk pada pereturan yang berlaku dan Perda 4) Untuk mengasuransikan tenaga kerja ke PT. Jamsostek 5) Untuk memperbaiki segala kerusakan akibat pelaksanaan selama berlangsungnya pekerjaan.

6) Untuk mengadakan voonfinanciering. n. Foto copy akte pendirian Perusahaan Dan Perubahannya o. Foto copy NPWP dan PKP nyang masih berlaku p. Foto copy SIUJK dari Kanwil Departemen PU yang masih berlaku. q. Foto copy neraca perusahaan terakhir bermeterai Rp.6.000,-

155

r. Foto copy tender garansi dari Bank Pemerintah atau Bank lain yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan RI, dan masih berlaku dua bulan dari tanggal lelang s. Tender garansi asli diserahkan kepada Pemegang Kas kegiatan pada saat pelelangan t. Foto copy anggota Gapensi/ AKI yang masih berlaku. u. Foto copy referensi Bank Pemerinatah khusus untuk tender kegiatan ini. v. Daftar nama personalia yang ditetapkan dalam kegiatan ini. w. Daftar peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini. x. Daftar nama pelaksana yang akan ditunjuk dalan pelaksanaan ini. y. Gambar pelaksanaan terdiri dari 6 (enam) ganda gambar komplit, dan 14 (empat belas) ganda gambar pokok. z. Foto copy jaminan pelaksanaan. Semua lampiran lampiran masuk dalam kontrak

Pasal II.07 PERMULAAN PEKERJAAN 1. Selambat-lambatnya dalam waktu satu minggu terhitung dari SMPK

(Gunning) dikeluarkan dari Pemberi Tugas, pekerjaan harus sudah dimulai. 2. Bilamana ketentuan seperti diatas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan hilang dan menjadi milik Pemerintah.

156

3. Apabila akan memulai pekerjaan, Pemborong wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Tugas. 4. Pemborong wajib melakukan pemotretan dari 0 % sampai 100 % dan dicetak menurut petunjuk dari Konsultan Pengawas.

Pasal II. 08 PENYERAHAN PEKERJAAN 1. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 170 (seratus tujuh puluh) hari kalender termasuk hari minggu, hari besar dan hari raya. 2. Pekerjaan dapat diserahkan pertama kalinya bilamana pekerjaan sudah selesai 100 % dan dapat diterima denagn baik oleh Pemberi Tugas dengan disertai Berita Acara dan dilampiri daftar kemajuan pekerjaan, pada penyerahan pertama untuk pekerjaan ini, keadaan bangunan serta halaman harus dalam keadaan rapi dan bersih. 3. Dalam memudahkan suatu penelitian sewaktu diadakan suatu pemeriksaan teknis dalam penyerahan ke 1 (pertama) maka surat permohonan pemeriksaan teknis yang diajukan kepada Direksi supaya dilampiri :

a. Daftar kemajuan pekerjaan 100% ditanda tangani pengawas lapangan dan diketahui oleh Pemborong. b. Satu (1) album berisi foto berwarna yang menyatakan prestasi kerja 100%. c. Khusus untuk ukuran foto yang 10 R supaya diambil yang baik.

157

4. Surat permohonan pemeriksaan teknis dikirim kepada Pemimpin Kegiatan harus sudah dikirimkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir. 5. Dalam penyerahan pekerjaan pertama kalinya bilamana terdapat pekerjaan instalasi listrik, maka pihak pemborong harus menunjukkan kepada proyek surat pernyataan bahwa instalasi listrik tersebut telah terdaftar di PLN dengan meterai Rp. 6000,-

Pasal II.09 MASA PEMELIHARAAN (ONDERHOUD TERMIJN) 1. Jangka waktu pemeliharaan adalah 6 bulan (180) hari kalender terhitung sejak penyerahan pertama. 2. Bilamana dalam masa pemeliharaan (Onderhoud terjmin) terjadi kerusakan akibat kurang sempurnanya dalam pelaksanaan atau kurang baiknya mutu bahan-bahan yang digunakan, maka pemborong harus segara memperbaiki dan menyempurnakannya kembali setelah pihak pemborong diperingatkan atau diberitahukan yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pengghuna Anggaran dan Pengendali Kegiatan.

158

Pasal II.10 PERPANJANGAN WAKTU PENYERAHAN 1. Surat permohonan waktu penyerahan pertama yang diajukan kepada pemberi tugas harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir dan surat tersebut supaya dilampiri : a. Data yang lengkap. b. Time Schedule baru yang sudah disesuaikan dengan sisa pekerjaan. 2. Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan tanpa data yang lengkap tidak akan dipertimbangkan. 3. Permintaan Perpanjangan Waktu Penyerahan pekerjaan yang mana dapat diterima oleh Pemberi Tugas bilamana : a. Adanya pekerjaan tambahan atau pengurangan (meer of minderwerk) yang tidak dapat dielakkan lagi setelah atau sebelum kontrak ditandatangani oleh kedua belah pihak yang dinyatakan dalam Berita Acara. b. Adanya Surat Perintah tertulis oleh Pemberi Tugas tentang pekerjaan tambahan. c. Adanya perintah tertulis dari Pengguna Anggaran dan Pengendali Kegiatan, pekerjaan untuk sementara waktu dihentikan. d. Adanya force majeure (bencana alam, gangguan keamanan, pemogokan, perang) kejadian mana ditangguhkan oleh yang berwenang.

159

e. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan secara langsung mengganggu pekerjaan yang dilaporkan oleh Konsultan Pengawas. f. Pekerjaan tidak dapat dimulai tepat pada waktu yang telah ditentukan karena lahan yang akan dipakai untuk bangunan masih ada masalah.

Pasal II.11 SANKSI / DENDA (PASAL 49 AV) 1. Bilamana batas waktu penyerahan pekerjaan pertama kalinya dilampaui/tidak dipenuhi, maka pemborong dikenakan denda/diwajibkan membayar denda sebesar 1 0/00 (satu permil) tiap hari, dengan denda maksimal 5 % dari nilai kontrak. Uang denda harus dilunaskan padawaktu pembayaran angsuran (termijn) penyerahan kesatu (I). 2. Menyimpang dari Pasal 49A V terhadap segala kelainan mengenai peraturan atau tugas yang tercantum dalam ketetapan ini, maka sepanjang bestek ini tidak ada ketetapan denda lainnya, pemborong dapat dikenakan denda sebesar 1 0/00 (satu permil) tiap terjadi kelainan dengan tidak diperlukan suatu pengecualian. 3. Bilamana terjadi perintah untuk mengerjakan pekerjaan tambahan dan tidak disebutkan jangka waktu pelaksanaannya, maka jangka waktu pelaksanaan tidak akan diperpanjang.

160

Pasal II.12 PEKERJAAN TAMBAHAN DAN PENGURANGAN 1. Harga pekerjaan tambahan yang diperintahkan secara tertulis oleh Pemberi Tugas/Pimpinan Kegiatan/Pengelola Kegiatan, pemborong dapat mengajukan pembayaran tambahan. 2. Sebelum pekerjaan tambahan dikerjakan, pemborong supaya mengajukan kepada Pemberi Tugas agar diperhitungkan pembayarannya. 3. Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah – kurang harga satuan yang telah dimasukkan dalam daftar penawaran/kontrak. 4. Bilamana harga satuan belum tercantum dalam surat penawaran yang diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah.

Pasal II.13 DOKUMENTASI 1. Sebelum pekerjaan dimulai, keadaan lapangan atau tempat pekerjaan masih 0 % supaya diadakan pemotretan di tempat yang dianggap penting menurut pertimbangan Direksidengan ukuran 9 x 14 cm sebanyak 4 set berwarna. 2. Setiap permintaan pembayaran termijn (angsuran) dan penyerahan pertama harus diadakan pemotretan yang menunjukkan prestasi pekerjaan (minimum dari 5 jurusan) masing-masing menurut pengajuan termijn dengan ukuran 9 x 14 cm sebanyak 3 set berwarna. (pembidikan dari titik tetap), pada penyerahan

161

pertama, pemborong harus mendak dan foto 10 R sejumlah 5 buah dan sudah dipigur.

Pasal II.14 PENDAFTARAN GEDUNG PEMERINTAH Konsultan pengawas diwajibkan untuk membantu pengelolaan kegiatan menyelesaikan pendaftaran gedung-gedung Negara untuk mendapatkan himpunan daftar nama dari Direktorat Tata Bangunan di Jakarta : 1. Gambar situasi sesuai dengan pelaksanaan skala 1:500 sebanyak 8 exemplar. 2. Gambar situasi sesuai dengan pelaksanaan skala 1:200 sebanyak 8 exemplar. 3. Daftar perhitungan luas bangunan luar dan dalam. 4. Foto copy ijin bangunan sebanyak 8 exemplar 5. Akte/ Keterangan tanah sebanyak sebanyak 8 exemplar 6. Kartu/ legger sebanyak 8 exemplar 7. Foto pemasangan instalasi listrik sebanyak 8 exemplar 8. Surat pernyataan dari instalatur bahwa pemasangan sudah 100 % selesai, sebanyak 8 exemplar 9. As built drawing 10. Foto copy kontrak dan berita acara penyerahan ke 1 dan 2

162

Pasal II.15 PENCABUTAN PEKERJAAN 1. Pemberi Tugas berhak membatalkan atau mencabut pekerjaan dari tangan pemborong apabila ternyata pihak pemborong telah menyerahkan pekerjaan seluruhnya atau sebagian kepada pemborong lain semata-mata hanya mencari keuntungan saja dari pekerjaan tersebut. 2. Pada pengabutan pekerjaan tersebut, pemborong hanya dapat dibayar untuk pekerjaan yang telah selesai dan telah diperiksa serta disetujui oleh Pemberi Tugas sedangkan harga bahan bangunan yang berad di tempat menjadi resiko pemborong sendiri. 3. Penyerahan bagian-bagian seluruh pekerjaan kepada pemborong lain (onder

eanemer) tanpa izin tertulis dari pihak Pemberi Tugas tidak diizinkan.

Pasal II.16 TANGGUNG JAWAB KONTRAKTOR, CONTOH SURAT PENAWARAN 1. Tanggung jawab Kontraktor : Rekanan/Kontraktor bertanggung jawab atas bangunan tersebut selama sepuluh tahun sesuai dengan pasal 1609 KUHP Perdata. 2. Mengurus IMB dengan biaya dari pemborong / Kontraktor , sedang proyek membantu dengan pengurusan kelengkapan dokumen yang diperlukan.

CONTOH SURAT PENAWARAN :

163

KERTAS KOP NAMA PERUSAHAAN Nomor : Lamp : Perihal : Surat Penawaran

Kepada

Pekerjaan

…………………….. Jl. …………………. SEMARANG

Untuk mengikuti penunjukan langsung terbatas yang di adakan pada hari….tanggal…… bulan….tahun…. dengan mengambil tempat di…….yang bertanda tangan

di

bawah ini: Nama

: ……………….

Jabatan

: ……………….

Alamat

: ……………….

Berkedudukan : ………………. Dengan ini menyatakan : 1. Akan tunduk pada pedoman penunjukan langsung untuk pelaksanaan pekerjaan bangunan-bangunan negara. 2. Mengindahkan

syarat-syarat

dan

keterangan-keterangan

di

dalam

dokumen lelang dan perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan yang tercantum dalam berita acara aanwijzing, pada tanggal …….. 3. Memperhitungkan pekerjaan pengurangan atau penambahan yang mungkin ada atas dasar bestek.

164

4. Penawaran tersebut mengikat sampai pekerjaan selesai sesuai kontrak. 5. Telah menyerahkan surat jaminan penawaran berupa surat jaminan Bank sebesar Rp ………… 6. Penawaran tersebut mengikat sampai pekerjaan selesai sesuai dengan kontrak. 7. Sanggup dan bersedia melaksanakan, menandatangani bahan-bahan bangunan dan peralatan yang diperlukan untuk : a. Pekerjaan

:

b. Lokasi

:

c. Denagn harga borongan

: Rp

d. Jangka waktu pelaksanaan

:

(terbilang) (

) hari kalender

e. Jangka waktu pemeliharaan : selama :

(

) hari

kalender Semarang,

2004

Hormat Kami, CV/ PT. Materai Rp. 6000,Cap perusahaan

Nama Terang Direktur

4.3

SYARAT-SYARAT TEKNIS UMUM

Pasal III.01.

165

PENJELASAN UMUM 1. Pemberian pekerjaan meliputi : Mendatangkan, pengolahan pengangkutan semua bahan, pengerahan tenaga kerja, pengadaan semua alat-alat bantu dan sebagainya. Yang pada umumnya langsung atau tidak langsung termasuk di dalam usaha penyelesaian dengan baik dan menyerahkan pekerjaan dengan sempurna dan lengkap. Juga disini dimaksudkan pekerjaan-pekerjaan atau bagian-bagian pekerjaan yang walaupun tidak disebutkan di dalam bestek tetapi masih berada di dalam lingkungan pekerjaan haruskah dilaksanakan sesuai petunjuk Pengguna Anggaran. 2. Pembangunan yang dilaksanakan ialah : Pembangunan Gedung 5 (lima) Lantai (Dekranasda) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah a. Pekerjaan yang dilaksanakan terdiri dari : 1. Pembangunan Gedung Dekranasda Lima Lantai 2. Instalasi non Standart a. Instalasi dan Panel b. Tarikan Feder Genset c. Instalasi Telepon d. Instalasi Komputer e. Sound system Gedung f. Alat Pemadam dan pipa splinker (2 gedung) 3. Sarana dan Fasilitas

166

a. Penataan sekat ruangan b. Perapian Delatsi c. Pembenahan Space Frame Lt.5 d. Pembuatan Pos Jaga (2 buah) e. Pavingisasi f. Saluran g. Landscaping h. Pembuatan rumah pompa 3. Pekerjaan prasarana 1. Pekerjaan instalasi listrik yang terdiri dari pekerjaan titik lampu, titik stop kontak dan lampu-lampunya juga dan sub panel, serta stop kontak daya pada semua ruang. 2. Instalasi air bersih dan air kotor termasuk instalasi air bersih untuk halaman. 3. Penyambungan air bersih. 4. Pekerjaan penangkal petir sampai disetujui oleh instansi yang berwenang. 5. Pekerjaan halaman meliputi : saluran air hujan dll.

Pasal III.02 TEMPAT KEGIATAN

167

Pekerjaan ini dilaksanakan di Jalan Pahlawan No.04 Semarang, selanjutnya lokasi/tempat kegiatan akan ditunjukkan pada waktu aanwijzing.

4.4

SYARAT-SYARAT TEKNIS PELAKSANAAN PEKERJAAN

Pasal IV.01 PEKERJAAN PERSIAPAN KONTRAKTOR 1. Kontraktor harus membuat bangunan darurat untuk keperluan sendiri sehubungan dengan pekerjaan pelaksanaan pekerjaan ini berupa kantor administrasi Lapangan, Los Kerja dan Gudang. 2. Kontraktor harus membersihkan lapangan dari segala hal yang bisa menggangu pelaksanaan pekerjaan, serta mengadakan pengukuran untuk membuat tanda tetap sebagai dasar ukuran ketinggian lantai dan bagian-bagian bangunan yang lain. 3. Tanda tetap dibuat dari beton 20 x 20 x 150 cm, sebanyak 2 buah di ujungujung bangunan yang tempatnya akan ditentukan kemudian oleh pengawas lapangan dan harus dijaga serta dipelihara selama waktu pelaksanaan hingga pekerjaan selesai seluruhnya untuk penyerahan pekerjaan yang pertama. 4. Sebagai ukuran dasar + 0,00 (peil lantai dasar/lantai 1 (satu) atau dari peil (data). 5. Untuk dasar ukuran sumbu-sumbu bangunan harus dibuat papan dasar pelaksanaan (Bouwplank) yang harus dibuat dari bahan kayu meranti tebal minimum 3 cm dengan permukaan atasnya diserut sipat dasar (Waterpass).

168

6. Pemborong harus menyediakan alat-alat ukur sepanjang masa pelaksanaan berikut ahli ukur yang berpengalaman dan setiap kali apabila dianggap perlu siap untuk mengadakan pengukuran ulang.

Pasal IV.02 PEKERJAAN TANAH 1. Lingkup Pekerjaan Termasuk di dalam kegiatan ini adalah pekerjaan galian pondasi, sloof, sesuai dengan gambar rencana. Pengadaan material bahan pengisi dan mengangkutnya ke dalam lapangan serta menimbunnya di daerah lapangan dengan pemadatan yang cukup seperti dicantumkan dalam syarat-syaratnya. Persyaratan pekerjaan tersebut minimal seperti yang akan dijelaskan sebagai berikut : a. Pembongkaran dan memindahkan semua hal yang mungkin merintangi jalannya pekerjaan. b. Melindungi benda–benda berharga yang berada di lapangan dan bendabenda berfaedah lainnya. c. Pengeringan dan pengontrolan drainase. d. Penggalian dan penimbunan, (untuk penimbunan dengan tanah urug). e. Pemadatan, dengan dibuktikan tes standard Proctor di laboratorim. f. Pemindahan materil-material yang tak berguna dan puing-puing.

169

g. Menyediakan material-material yang baik. 2. Syarat-Syarat Pelaksanaan a. Pemeriksaan Lapangan Pemborong harus mengadakan pemeriksaan dan pengecekan langsung ke lapangan guna menentukan dengan pasti kondisi lapangan, bahan-bahan yang kelak akan dijumpainya dan keadaan lapangan sekarang yang nanti mungkin akan mempengaruhi jalannya pekerjaan. b. Penggalian dan Pembersihan 1. Seluruh rintangan yang ada dalam lapangan yang akan merintangi pekerjaan harus disingkirkan, dan dibersihkan dari lapangan, kecuali hal-hal yang mungkin akan ditentukan kemudian untuk dibiarkan tetap. Perlindungan harus diberikan kepada hal-hal seperti itu. 2. Pelaksanaan penggalian pondasi plat lajur baru bisa dimulai setelah asas ditetapkan secara cermat dan disetujui oleh Pengawas Lapangan. 3. Apabila selama pelaksanaan penggalian terjadi kelongsoran tebing, pemborong harus mencegahnya agar pekerjaan tetap lancar. 4. Pelaksanaan pekerjaan penggalian jalur pondasi, haruslah sedemikian rupa sehingga menjamin barang-barang berharga yang mungkin berada di lapangan terhindar dari kerusakan. 5. Reparasi kerusakan pada benda-benda milik kepentingan umum, di dalam atau di luar lapangan pekerjaan semuanya harus dipikul oleh kontraktor.

170

6. Pemindahan semua material-material akibat penggalian dan semua benda-benda yang merintangi pekerjaan, harus menurut petunjukpetunjuk Pengawas Lapangan. 7. Seluruh pohon-pohon, semak-semak, rumput-rumput, dan seluruh tumbuh-tumbuhan yang semacam itu harus dipindahkan seluruhnya dari daerah yang akan ditimbun, keluar lapangan. c. Perlindungan Terhadap Benda-benda Berfaedah 1. Kecuali ditunjukkan untuk dipindahkan, seluruh barang-barang berharga yang mungkin ditemui di lapangan harus dilindungi dari kerusakan,

dan

bila

sampai

menderita

kerusakan

harus

direparasi/diganti oleh pemborong dengan tanggungan biayanya sendiri. 2. Bila sesuai alat/pelayanan dinas yang sedang bekerja ditemui di lapngan dan hal tersebut tak dijumpai pada gambar, atau dengan cara lain yang dapat diketahui oleh Pemborong dan ternyata diperlukan perlindungan atau pemindahan, Pemborong harus bertanggung jawab untuk mengambil setiap langkah apapun untuk menjamin bahwa pekerjaan yang sedang berlangsung tersebut tidak terganggu. 3. Bila pekerjaan pelayanan umum terganggu sebagai akibat pekerjaan Pemborong harus segera mengganti kerugian-kerugian yang terjadi dapat berupa perbaikan dari barang yang rusak akibat pekerjaan Pemborong.

171

4. Sarana (Utilitas) yang sudah tak bekerja lagi yang mungkin ditemukan di bawah tanah dan terletak di dalam lapangan pekerjaan harus dipindahkan keluar lapangan ketempat yang disetujui oleh Pengawas Lapangan atau tanggungan Pemborong. d. Pemeriksaan Permukaan Tanah dan Air Tanah 1. Daerah sekitar bangunan-bangunan yang lebih rendah dari lapisan sekelilingnya harus dilindungi dari kemungkinan terjadinya bahaya erosi.

Untuk

itu

Pemborong

harus

mempersiapkan

saluran

pembuangan yang cukup menghindari terjadinya bahaya erosi tersebut. 2. Pemborong diminta untuk mengawasi hal-hal seperti di bawah ini : a. Tidak diperkirakan air tergenang di dalam/sekitar lapangan pekerjaan kontrak ini. b. Melindungi semua penggalian bebas dari seepage, overflow dan genangan air. c. Lapisan Tanah Teratas (TopSoil) Dalam daerah lapangan pekerjaan, topsoil (lapisan tanah paling atas) harus dikupas sampai kedalaman minimum 20 cm dan digunakan sebagai bahan pengisi untuk daerah yang lain seperti yang akan ditentukan oleh Pengawas lapangan. Setelah topsoil dikupas, daerah tersebut harus dipadatkan sampai setebal 15 cm sebelum pengisian bahan pengisi dilakukan. e. Bahan Pengisi

172

1. Bahan pengisi harus cukup baik, yaitu bahan yang telah disetujui oleh Pengawas Lapangan yang diambil dari daerah lapangan atau bahan yang telah disetujuioleh Pengawas Lapangan yang diambil dari daerah diluar Lapangan Pekerjaan dan merupakan bahan yang kaya akan tanah berbatu kerikil. 2. Bahan tersebut harus bebas dari akar-akar bahan-bahan organis, barang-barang bekas/sampah. f. Syarat-syarat Penimbunan dan Bachfill 1. Seluruh penimbunan harus di bawah pengawasan Pengawas Lapangan, dan material bahan pengisi yang dipakai harus mendapat persetujuan dari Pengawas lapangan terlebih dahulu. Pengawas Lapangan juga akan mempersiapkan test-test yang diperlukan yang meliputi test kepadatan yang terdiri atas lap. 1-2 minimal 3 titik, lap. 3-4 minimal 5 titik, lap. 5-6 minimal 7 titik, biaya Pemborong. Jika ternyata tidak memenuhi syarat, maka pemadatan ulang akan ditentukan oleh Pengawas Lapangan. Pemborong tidak diperkenankan melakukan penimbunan tanpa kehadiran dari Pengawas Lapangan. 2. Pemborong harus menempatkan bahan penimbun di atas lapisan tanah yang akan ditimbun lapis demi lapis dengan tebal max. 20 cm, dibasahi seperti yang diharuskan, kemudian digilas atau dipadatkan sampai tercapai kepadatan yang diijinkan. Untuk pemadatan sirtu di bawah pondasi dengan stamper, sedangakan untuk pemadatan halaman parkir dengan mesin wals 4 s/d 6 ton.

173

3. Penggilasan atau pemadatan seluruh daerah lapangan harus dapat mencapai 95 % dari derajat kepadatan maximum Mod. Proctor. Bila ada material pengisi yang tidak memuaskan sebagai bahan pemadatan, maka bahan tersebut harus diganti dengan pasir. 4. Kontraktor diharuskan menggunakan peralatan pemadatan dengan mesin untuk seluruh pemadatan, atau menggunaka stamper. Pemadatan tangan atau dengan menggunakan timbres, sama sekali tidak diperkenankan. 5. Pemadatan harus dilaksanakan lapis demi lapis dan setiap “lapis jadi” tidak lebih tebal dari 20 cm dibasahi dan dipadatkan merata sampai mencapai kepadatan yang disyaratkan. 6. Pembersihan Seluruh sisa penggalian yang tidak terpakai buat penimbunan dan penimbunan kembali, juga seluruh sisa-sisa puing-puing, runtuhanruntuhan, sampah-sampah harus disingkirkan dari lapnagan pekerjaan. Seluruh biaya untuk ini adalah tanggung jawab Pemborong.

Pasal IV.03. PEKERJAAN PONDASI DANGKAL 1. Lingkup Pekerjaan a. Termasuk dalam lingkup pekerjaan ini adalah pekerjaan pondasi meliputi : pekerjaan pondasi batu kali untuk dinding dll.

174

b. Pekerjaan ini meliputi penyediaan bahan, peralatan dan tenaga kerja serta pelaksanaan pekerjaan beton sesuai dengan RKS dan gambar-gambar pelaksanaan yang telah disediakan untuk proyek ini. 2. Pedoman Pelaksanaan a. Sebelum pelaksanaan pekerjaan pondasi kontraktor harus mengadakan pengukuran-pengukuran untuk as-as pondasi seperti pada gambar konstruksi dan harus dimintakan persetujuan Pengawas Lapangan b. Kontraktor wajib melaporkan kepada Pengawas Lapangan bila ada perbedaan gambar-gambar dari konstruksi dengan gambar-gambar arsitektur atau bila ada hal-hal yang kurang jelas. 3. Penggalian a. Penggalian tanah dasar pondasi dilakukan sampai kedalaman dasar lapis pasir b. Jika pada kedalaman tersebut ternyata masih diketemukan lapisan tanah jelek, maka perlu konsultasi dengan Perencana untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. c. Lebar penggalian dibagian bawah minimal leber pondasi ditambah 2x 10 cm. d. Lebar penggalian disebelah atas disesuaikan dengan keadaan tanah. e. Tanah dasar pondasi harus dipadatkan dengan stemper atau vibro roller hingga mencapai kepadatan 99 % dari standard proctor f. Jika penggalian mengalami kedalaman yang ditentukan sedangkan lapis tanah yang baik sudah dicapai pada peil yang ditentukan, maka galian

175

yang terlalu dalam harus ditimbun dengan pasir pasang dan dipadatkan hingga mencapai kepadatan 95 %. 4. Pengurugan Kembali a. Semua bekas-bekas sumur harus diurug dengan pasir pasang. b. Lapisan sirtu dibawah harus dipadatkan dengan vibro roller/stemper sehingga mencapai kepadatan minimal 90 %. c. Pengurukan kembali dengan tanah : 1. Tanah yang akan digunakan untkm pengurugan harus mendapat persetujuan dari pengawas. 2. Semua bahan-bahan organis, sisa-sisa bongkaran bekisting, puing, semua sampah harus disingkirkan. 3. Bongkaran-bongkaran tanah harus dipecahkan dengan komponenkomponen yang kecil terlebih dahulu. 4. Pemadatan harus dilakukan lapis demi lapis (masimal 20 cm) dengan vibro/stemper dengan memperhatikan kadar air tanah sehingga memperoleh kepadatan minimal 90 %. 5. Pelaksanaan Pondasi a. Pelaksanaan podasi lobang harus dalam kondisi kering b. Ketentuan mengenai struktur dan kualitas beton lihat pasal pekerjaan beton. c. Stek kolom, stek kolom penguat, sparing-sparing yang diperlukan harus terpasang secara bersamaan dengan pekerjaan pondasi.

176

d. Ketentuan mengenai batu kali, lihat ketentuan pasangan batu kali, denga catatan : 1. Tidak boleh ada rongga dalam pasangan tersebut. 2. Batu kali disusun satu per satu dengan penyangga mortar. e. pelaksanaan pondasi juga harus memperhatikan gambar arsitek dan M. E, jika ada kelainan / ketidakcocokan harus dikonsultasikan dengan Perencana. 6. Pondasi Pasangan Batu Kali a. Kegiatan pasangan pekerjaan batu kali dilaksanakan pada pekerjan struktur dinding bata dalam bangunan, bak-bak bunga dll sesuai gambar rencana b. Bahan-bahan yang digunakan : 1. Batu kali dan pasir, harus keras dan kekar serta bermutu kwartsa yang disetujui Pengawas Lapangan /perencana dan owner. 2. Semen, sesuai ketentuan Portland Cement Indonesia : NI 8 – 1972. 3. Air yang dipakai harus bersih yang dapat diminum/tawar. c. Syarat pelaksanaan : 1. Bentuk pasangan batu kali harus sesuai dengan gambar rencana. 2. Adukan mempunyai komposisi minimal 1 Pc : 5 Ps dengan aduk yang sama.

Pasal IV.04. PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH

177

1. Lingkup Pekerjaan : a. Termasuk dalam pekerjaan ini adalah pondasi Pancang. b. Pelaksanaan pekerjaan ini meliputi penyediaan bahan, peralatan dan tenaga kerja serta pelaksanaan pekerjaan beton sesuai denga RKS dan gambar pelaksanaan yang telah disediakan untuk proyek ini. 2. Galian Tanah Pondasi/Poer a. Galian tanah untuk pondasi dan galian-galian lainnya harus dilaksanakan menurut ukuran dalam, lebar dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum didalam gambar. Semua tugas-tugas pondasi bangunan lama, akar pohonpohon yuang terdapat dibagian pondasi yang akan dilaksanakan harus dibongkar dan dibuang. Bekas-bekas pipa saluran yang tidak dipakai harus disumbat. b. Apabila ternyata terdapat pipa air, gas, pipa-pipa pembuangan, kabel-kabel listrik,

telepon

dll

yang

masih

digunakan

maka

secepatnya

memberitahukan kepada Pengawas atau Perencana/Instansi yang berwenag untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk seperlunya. c. Kontraktor bertanggaung jawab penuh atas segala kerusakan-kerusakan sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata penggalian melebihi kedalaman yang telah ditentukan maka kontrakor harus mengisi/ mengurangi daerah tersebut dengan bahan-bahan yang sesuai dengan syarat-syarat pengisian bahan pondasi yang sesuai dengan spesifikasi pondasi.

178

d. Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi tersebut bebas dari longsoran-longsoran tanah dikiri dan kanannya (bila perlu dilindungi dengan bahan-bahan penahan tanah) dan bebas dari genangan air (bila perlu dipompa), sehingga pekerjaan pondasi dapat dilakukan dengan baik. e. Pengisian kembali dengan tanah bekas galian, dilakukan lapis demi lapis, sambil disiram air secukupnya dan ditumbuk sampai padat. Pelaksanaan pengisian kembaki hanya boleh dilakukkan setelah diadakan pemeriksaan dan mendapat persetujuan Pengawas, baik mengenai kedalaman/lapisan tanahnya maupun jenis tanah bakas galian tersebut. 3. Lantai Kerja Penggalian tanah sampai lapisan sebagai dasar untuk perletakan merata, lapisan dasar dari beton (plain concrete 1:3:5) supaya dibuat sebagai lantai kerja dengan tebal tidak kurang dari 5 cm. Dibawah lantai kerja diberi lapisan pasir yang dipadatkan setebal tidak kukrang 20 cm atau sesuai gambar. 4. Kwalitas Beton a. Bahan yang digunakan adalah beton dengan fc = 22,5 MPa untuk plat lajur menurut SKSNI T-15-1991-03 dan sebagai tulangan adalah besi dengan fy = 240 MPa untu besi diameter < 12 mm dan fy = 350 MPa untuk besi diameter 16 mm keatas. b. Beton yang digunakan harus ditest mutunya dari benda uji dengan persyaratan sesuai dengan SKSNI T-15-1991-03. c. Besi beton yang digunakan harus ditest sesuai ketentuan.

179

d. Hal-hal lainnya yang tidak disebutkan harus memenuhi persyaratan yang berlaku. 5. Pekerjaan Pondasi Plat Lajur a. Umum Peraturan yang digunakan adalah tata cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung dan untuk hal-hal yang belum terjangkau dapat digunakan peraturan-peraturan, seperti ASTM, ACI, dan peraturan lainnya yang relavan. b. Besi Beton (steel reinforcement) 1. Semua besi beton yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat :

ƒ Pada SKSNI T-15-1991-03. ƒ Bebas dari kotoran-kotoran, lapisan lemak, minyak, karat dan tidak cacat (retak-retak, mengelupas, luka, dsb).

ƒ Mempunyai penampang yang sama rata. ƒ Disesuaikan dengan gambar-gambar. 2. Pemakaian besi beton dari jenis yang berlainan dari ketentuanketenutuan dari Direksi. 3. Besi beton yang digunakan adalah dengan fy = 240 MPa untuk diameter < 12 mm dengan tegangan leleh minimum 2400 Kg/cm2 dan

fy = 350 MPa untuk diameter 16 mm dengan tegangan leleh minimum 3500 Kg/cm2.

180

4. Besi beton harus berasal dari satu sumber (manufacture) dan tidak dibenarkan untuk mencampur adukan bermacam-macam sumber besi beton tersebut untuk pekerjaan konstruksi. 5. Kontrakor diharuskan mengadakan pengujian mutu besi beton yang akan dipakai sesuai dengan petunjuk-petunjuk dari Direksi. Batang percobaan diambil dibawah kesaksian Direksi berjumlah minimal 3 batang untuk tiap-tiap jenis percobaan yang diameternya sama, dengan panjangnya tidak kurang dari 100 cm. 6. Percobaan mutu besi beton juga akan dilakukan setiap saat bilamana dipandang perlu oleh Direksi. Semua biaya-biaya percobaan tersebut sepenuhnya menjadi tangung jawab Kontraktor. 7. Pemasangan besi beton dilakukan sesuai dengan gambar-gambar dan mendapat persetujun Direksi. Hubungan antar besi beton satu dengan lainnya harus menggunakan kawat besi beton diikat teguh, tidak menggeser selama pengecoran beton dan bebas dari tanah. 8. Besi beton yang tidak memenuhi syarat-syarat karena kwalitas, tidak sesuai dengan spesifikasi harus segera dari site. Setelah menerima intruksi tertulis dari Direksi dalam waktu 2 x 24 jam. c. Beton 1. Umum

ƒ

Kekuatan beton untuk pondasi plat dan sloof adalah dengan fc = 22,5 MPa menurut SKSNI T-15-1991-03 dengan deviasi standar sebesar 40 kg/cm2 beton harus merupakan bahan kuat dan tahan

181

terhadap bahan-bahan berbahaya (seperti asam dan garam) karena terletak di dalam tanah.

ƒ

Pengecoran harus dilakukan dalam keadaan lokasi tidak berair. Selama pengecoran dan pengeringan beton air tanah yang ada harus terus menerus dipompa unuk mencegah rusaknya adukan beton akibat dari laut.

ƒ

Adukan (adonan) beton harus memenuhi syarat–syarat PBI-1971 dan SKSNI T- 15-1991-03.

ƒ

Panjang stek untuk penyambungan kolom untuk penyambungan batang–batang tulangan minimal 50 kali diameter tulangan (50 d).

2. Pengecoran Beton

ƒ

Adukan beton harus secepatnya dibawa ketempat pengecoran dengan menggunakan cara (metode) yang sepraktis mungkin, sehingga tidak mungkin adanya pengendapan agregat dan tercampurnya kotoran – kotoran atau bahan lain dari luar.

ƒ

Pemakain beton ready mix harus mendapat persetujuan dari Direks, baik nama perusahaan, alamat maupun kemampuan alat- alatnya.

ƒ

Penggunaan alat- alat pengakut mesin harus mendapat persetujuan dari pengawas, sebelum alat–alat tersebut didatangkan ketempat pekerjaan.

ƒ

Semua alat–alat pengangkut yang digunakan pada setiap waktu harus di bersihkan dari sisa dari adukan yang mengeras.

182

ƒ

Pengecoran beton tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum pemasangan besi beton selesai diperiksa oleh dan mendapat persetujuan tertulis pengawas.

ƒ

Pengecoran harus dilakukan kontinyu tanpa berhenti untuk keseluruhan dari seluruh 1 (satu tiang) dan diberi tanda maupun tanggal pengecoran.

ƒ

Pengecoran dilakukan lapis demi lapis dan tidak dibenarkan menuangakn adukan dengan menjatuhkan dari suatu ketinggian yang akan menyebabkan pengendapan agregat.

ƒ

Beton dipadatkan dengan suatu vibrator selama pengocoran berlangsung dan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak acuan maupun posisi tulangan. Kontraktor harus menyedikan vibratorvibrator untuk menjamin efisiensinya tanpa adanya penundaan.

ƒ

Permadatan beton secara berlebih–lebihan sehingga menyebabkan kebocoran–kebocoran

melalui

acuan

dan

lain-lain

harus

dihindarkan. 3. Curing Dan Pendirian Atas Beton

ƒ

Beton harus dilindungi selama berlangsungnya proses pengerasan terhadap matahari, pengeringan oleh angin, hujan atau aliran air dan kerusakan secara mekanis atau pengeringan sebelum waktunya.

183

ƒ

Semua permukaan beton yang terbuka dijaga tetap basah selama 10 hari dengan menyemprotkan air atau menggenangi dengan air pada permukaan beton tersebut.

ƒ

Terutama pada pengecoran beton pada cuca panas , curing dan perlindungan atas beton harus diperlihatkan. Kontraktor harus bertanggung jawab retaknya beton kerena kelaleain ini.

6. Pondasi Mesin–Mesin Pekerjaan ini diselenggarakan oleh kontraktor sipil, dengan petunjuk- petunjuk daripengawas dan kerjasama dengan kontraktor / sub kontraktor lainya. Semua harus mendapat persetujuan perencana /pengawas. 7. Pekerjaan Sloof Pekerjaan beton bertulang untuk sloof harus menggukan beton dengan mutu fc = 22,5 MPa dan besi beton fy = 240 MPa untuk diameter < 12 mm dan fy = 350 MPa untuk diameter 16 mm keatas. Besi –besi harus ditempatkan seperti pada gambar detail. Selesai pekerjaan sloof, tanah harus ditimbun dan dipadatkan sampai peil yang diperlukan. 8. Pekerjaan Stek kolom Pekerjaan stek kolom,stek dinding dan stek kolom praktis

ƒ

Besi stek kolom harus memenuhi syarat spesifikasi.

ƒ

Besi beton harus terpasang sesuai gambar rencana dan turut dicor pada waktu sloof dicor sampai batas permukaan tanah.

184

ƒ

Besi stek harus dijaga letaknya dan harus tetep lurus setelah selesai pekejaan sloof.

Pasal IV.05. PEKERJAAN BETON STRUKTUR ATAS 1. Lingkup Pekerjaan a. Termasuk dalam lingkup pekerjasan ini adalah : Semua pekerjaan beton struktur yang ada masing–masing jenis pekerjaan yang tercantum dalam pasal-pasal buku RKS ini. b. Pekerjaan ini meliputi penyidiaan bahan, peralatan dan tenaga kerja serta pelaksanaan beton sesuai RKS dan gambar–gambar pelaksanaan yang telah sediakan untuk proyek ini. 2. Pedoman Pelaksanaan Pelaksanan pekerjaan ini harus meliputi: semua ketentuan dalam SKSNI T-15-1991-03 terutama yang menyangkut pekerjaan beton struktur. 3. Bahan – Bahan yang digunakan a. Semen 1. Semen yang digunakan untuk proyek ini adalah Portland cement II menurut NI 8 atau type I menurut ASTM, memenuhi S.400 menurut standard cement Portland yang digariskan oleh Asosiasi cement Indonesia.

185

2. Merk yang dipilih tidak dapat ditukar – tukar dalam pelaksanaan tanpa peresetujuan pengawas lapangan. 3. Persetujuan PC hanya akan diberiakan apabila

dipasaran tidak

diperoleh merk yang telah dipilih dan telah digunakan. 4. Merk emen yang telah diusulkan sebagai merk semen yang telah digunakan harus disertai jaminan dari pemborang yang telah dilengkapi dengan data teknis yang membuktikan bahwa mutu semen pengganti setaraf mutu semen yang digantikannya. 5. Batas- batas pengecoran yang memakai semen berlainan merk harus disetujui pengawas lapangan. b. Aggregates Aggregates yang digunakan harus sesuai dengan syarat – syatat dalam SKSNI T-15-1991-03, terdiri atas: 1. Pasir beton (aggregate halus).kadar Lumpur tidak boleh melebihi 40% berat pasir beton. 2. Koral atau crushed stone (aggregate kasar):

ƒ

Harus mempunyai susunan gradasi yang baik, cukup syarat kekerasanya dan padat (tidak porous). Dimensi maksimal 2,5 cm , dan tidak lebih seperempat dimensi beton yang terkecil dari bagian kontruksi yang bersangkutan.

ƒ

Khusus untuk pekerjaan beton, diluar lapis pembesian yang berat batas maksimum tersebut 3 cm dengan gradasi baik.

186

ƒ

Pada bagian dimana pembesianaan cukup

berat (cukup ruwet)

digunakan spit pecah/giling mesin. c. Besi Beton Besi beton yang digunakan ialah besi beton ulir mutu fy = 350 MPa exkratau steel/setara, untuk diameter lebih besar atau sama dengan 16 mm dan fy = 240 MPa untuk diameter lebih kecil dari 13 mm. Untuk mendapatkan jaminan kwalitas

besi yang diminta,

maka disamping

adanya certificate ,untuk setiap jenis diameter dari pabrik, juga harus dimintakan certifikate dari labolaturium pada saat pendatanganan secara priode minimal 2 contoh percoban tarik untuk setiap 20 ton besi. Untuk pemotongan tulangan tidak boleh mempergunakan alat pemanas (las), pemotongan dengan gunting atau besi cutter atau gergaji besi. d. Admixture Pemakaian bahan tambahan untuk perbaiakan mutu

beton dari merk

sementara super plstet SR (kedap air) dan plstet no.2 untuk beton biasa. Namun sebelumnya kontraktor diwajibkan mengajukan analysis kimia serta test, juga bukti penggunaan selama 5 tahun di Indonesia. Penggunanan harus sesuai dengan petunjuk teknis pabrik. 4. Tata Cara Pengiriman dan Penyimpanan Bahan a. Pengiriman dan penyimpanan pada umunya harus sesuai dengan jadwal pelaksanan b. Penyimpanan semen :

187

1. Semen harus didatangakan dan disimpan dalam kantong/sak yang utuh. Berat semen harus sama dengan yang tercantum dalam sak. 2. Semen harus disimpan dalam gudang yang kering , terlindung pengaruh cuaca, berventilasi yang cukup dan lantai harus bebas dari tanah. 3. Semen harus dalam keadaan belum mulai mengeras bilaq ada bagian yang mulai mengeras, bagian tersebut harus dapat ditekan hancur oleh tangan bebas (tanpa alat) dan jumlah yang mulai menheras ini tidak lebih dari 5% berat semen. 4. Pada bagian semen yang mengeras tersebut harus dicampurkan semen dalam yang sama dengan syarat bahwa kwaliatas beton yang diminta perencana. c. Penyimpanan besi beton 1. Besi beton disimpan dengan menggunakan bantalan–bantalan kayu sehingga terbebas dari tanah (minimal 20 cm) 2. Beton harus disimpan bebas dari Lumpur, minyak atau zat asing lainya.

d. Aggragates harus ditempatkan dalam bak–bak yang terpisah arid an yang lain jenis/gradasinya dan dciatas lantai beton ringan untuk menghindari tercampurnyaq dengan tanah. 5. Bekisting yang Digunakan

188

a. Brekistig harus dibuat dari papan kayu kalimatan dengan rangka kayu yang kuat dan tidak mudah berubah bentuk dan jika perlu menggunakan baja. b. Bekisting harus dibuat sedemikian rupa tidak ada perubahan yang nyata dan dapat menampung bahan–bahan sementara sesuai dengan jalanya kecepatan pem betonan. c. Semua bekisting harus diberi penguat datar dan silang sehingga kemungkinanya bergeraknya bekising Selama dalam pelaksananan dapat dihindarkan, juga harus cukup rapat untuk menghindarkan keluarnya adukan (mortal leakage). d. Susuanan bekisting dengan penunjang–penunjang harus teratur hingga pengawasan mudah dilakukan. Penyusunan bekisting sedemikian rupa sehingga pada waktu pembongkarannya tidak akan merusak dinding, balok atau kolom beton yang bersangkutan. e. Pada bagian terendah .pada setiap pasta pengecoran dari bekisting kolom atau dinding, harus ada bagian yang mudah dibuka untuk inspeksi dan pembersihan. f. Kayu bekisting harus bersih dan dibasahi air terlebih dahulu sebelum pengecoran. g. Air pembasahan tersebut harus diusahakan agar mengalir sedemikian rupa agar tidak menggenangi sisi bawah dari bekisting. h. Pemilihan susun yang tepat dari penyangga–penyangga atau silangsilangan bekisting menjadi tanggung jawab pemborong.

189

i. Pembokaran bekisting: Cetakan tidak boleh dibongkar sebelum beton mencapai kekuatan kusus untuk memikul 2 x beban sendiri. Bila akibat pembongkaran cetakan, pada bagian kontruksi akan bekerja beban yang lebih tinggi dari pada

beban rencana, maka tidak boleh

dibongkar selama keadaan tersebut berlangsung. Perlu ditentukan bahwa tanggung jawab atas keamanan kontruksi seluruhnya terletak pada pemborong, dan perhatian kontraktor mengenai pembongkaran cetaka ditunjukan ke SKSNI T -15 -1991-03 dalam psal yang bersangkutan. Pembongkaran harus memberi tahu petugas/arsitek bila mana ia akan bermasuk membongkar cetakan pada bagian–bagian konstruksi yang utama persetujuannya, tapi dengan danya persetujuan tidak berati kontraktor terlepas dari tanggung jawabnya. 6. Pemasangan Pipa-Pipa Pemasangan pipa dalam beton tidak boleh merugikan kekuatan konstruksi. 7. Kualitas Beton a. Kecuali ditentukan lain dalam gambar, kwalitas beton dengan fc = 22,5 MPa. Sedang beton praktis dengan fc = 17,5 MPa. b. Pemborong memberikan jaminan atas kemampuanya untuk memenuhi kwalitas beton ini memperhatikan data pelaksanan dilain tempat atau dengan mengadakan trialmik. c. Selama pelaksanaan harus dibuat benda- benda uji menurut ketentuan yang telah disebutkan dalam SKSNI T-15-1991-03.

190

d. Pada masa permulaan pemborong harus membuat minimal 1 benda uji per 1,5 m3 beton sehingga dengan kecepatan dapat diperoleh 20 benda uji yang pertama. Pengambilan benda –benda uji harus dengan priode antara yang disesuaikan dengan kecepatan pembentukan . e. Kontraktor harus membuat lapoaran tertulis atas data-data kwalitas beton yang dibuat, laporan tersebut harus disahkan oleh pengawas lapangan laporan tersebut harus dilengkapi dengan harga karakteristiknya. f. Selama pelaksanan harus ada pengujian slump, minimum 7,5 cm ,maximal 12,5 cm. Cara pengujian slump sebagai berikut: 1. Beton diambil tepat sebelum dituangkankedalam cetakan (beton). 2. Cetakan slump dibasahi dan ditempatkan diatas kayu yang rata atau plat beton. 3. Cetakan diisi sapai kurang lebih 1/3 nya kali dengan besi berdiameter 16 mm panjang 30 cm dengan ujungnya yang bulat(seperti peluru). 4. Pengisian dilakukan dengan cara serupa untuk dua lapisan berikutnya. Setiap lapis ditusuk- tusuk 25 kali dan setiqap tusukan harus masuk dalam satu lapis yang dibawahnya. 5. Setelah atasnya diratakan, segera cetakan diangkat perlahan –lahan, dan diukur penurunannya (slumpnya).

g. Pengujian kubus tau slinder percobaan harus dilakuakan dilaboraturium ang disetujui oleh pengawas lapangan.

191

h. Perawatan kubus atau slinder percobaan tersebut adalah dalam pasir basah tetapi tidak tergenang air, selama 7 (tujuh) hari dan selanjutnya dalam uara terbuka. i. Jika dianggap perlu, maka pemborong harus mengadakan pecobaan slinder umur 7 hari dari dengan ketentuan–ketentuan dengan hasil yang tidak kurang 65% kekuatan yang diminta pada hari 28. jika hasil kuat tekan benda uji tidak mem berikan kekutan yang diminta, maka harus dilakuakn pengujian beton ditempat dengan cara- cara yang telah ditentukandalam SKSNI T-15-1991-03 dengan biaya ditanggung pemborong. j. Pengadukan dalam mixer tidak boleh kurang dari 75 detik terhitung setelah seluruh komponen masuk dalam mixer. k. Penyampaian beton adukan dari mixer ketempat pengecoran harus dilakuakn dengan cara myang tidak mengakibatkan terjadinya separasi komponen- komponen beton. l. Pemadatan beton harus menggunakan vibrator. 8. Siar–Siar Konstruksi dan Pembongkaran Bekisting Pembongkaran bekisting dan penempatan siar–siar pelaksanaan, sepanjang tidak ditentukan dalam gambar, harus sesuai dengan SKSNI T-15-199-03. Siar –siar tersebut harus dibasahi terlebih dahulu dengan air semen tepat sebelum pengecoran lanjutan dimulai, Letak siar–siar tersebut harus disetujui oleh pengawas lapangan. 9. Penggantian Besi

192

a. Pemborong harus menghusahakan supaya besi yang dipasang benar sesuai dengan apa yang tertera dalam gambar. b. Dalam hal ini berdasarkan pengalaman pemborong atau pandapatnya mengalami kekeliruan, kekurang atau penyempurnaan pembesian yang ada maka:

1. Pemborong dapat menambah extra besi dengan tidak mengurangi pembesian

yang

tertera

dalam

gambar,

secepatnya

hal

ini

diberitahukan kepada pengawas lapangan untuk sekedar informasi. 2. Jika hal tersebut diatas akan dimintakan pemborong sebagai kerja tambahan, maka penambahan tersebut hanya dapat dilakukan setelah ada persetujuan tertulis dari perencana dan disetujui pemberi tugas. 3. Jika diusulkan perubahan dari jalanya pembesian maka perubahan tersebut hanya dapat dijalankan dengan persetujuan tertulis dari perencana. Mengajukan usul dalam rangka kejadian tersebut diatas adalah merupakan jugas kewajiban bagi pemborong. c. Jika pemborong tidak berasil mendapatkan diameter besi yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam gambar, maka dapat dilakukan penukaran diameter besi dengan diameter terdekat dengan syarat:

1. Harus ada persetujuan dari pengawas lapangan.

193

2. Jumlah luas besi tersebut tidak boleh kurang dari yang tertera dalam gambar. 3. Penggantian tersebut tidak boleh mengakibatkan keruwetan pembesian ditempat tersebut atau didaerah overlepping yang dapat menyulitkan pembetonan atau penyampaian penggetar.

d. Toleransi Besi Diameter,ukuran

sisi Variasi dalam berat Toleransi

(atau jarak antara dua yang diperbolehkan permukaan

diameter

yang

berlawanan) Dibawah 10 mm 10

mm

sampai

+ 7%

+ 0,4 mm

16 + 5%

+ 0,4 mm

mm(tapi tidak termasuk *16 mm) 16 mm sampai 28 mm

+ 5%

+ 0,5 mm

29 mm dan 32 mm

+ 4%

-

10. Perawatan Beton a. Beton harus dilindumgi dari pengaruh panas, sehingga tidak terjadi penguapan cepat b. Persiapan

perlindungan

diperhatikan.

atas

kemungkinan

adanya

hujan

harus

194

c. Beton harus dibasahi terus menerus selama minimal 10 hri sesudah pengecoran 11. Tanggung Jawab Pemborong a. Pemborong bertanggung jawab penuh atas kwuwalitas kontruksi sessuai dengan ketentuan–ketentuan diatas dan sesuai dengan gambar- gambar kontruksi yang diberikan. b. Adanya atau kehadiran pengawas lapangan selaku wakil Bouwher atau perencana yang sejauh

melihat/mengawasi/mengatur atau memberi

nasehat tidaklah mengurangi tanggung jawab penuh tersebut diatas. c. Jika pengawas lapangan memberi ketentuan–ketentuan tambahan yang menyimpang dari ketentuan yang telah digariskan diatas atau yang telah terera dalam gambar, maka ketentuan tambahan tersebut menjadi tanggung jawab pengawas lapangan, ketentuan tambahan ini harus dibuat secara tertulis.

Pasal IV. 06. LAPISAN KEDAP AIR / WATER PROOFI NG 1. Bagian–Bagian yang Perlu Diberi Lapisan Kedap Air Lapisan kedap harus dipasang pada tempat – tempat: Lantai ruang toilet dan janitor, plat beton atap, plat beto kanopi, talang beton, talang seng, leufel –leufel yang menjorok keluar bangunan, serta tempat – tempat lain yang diperkirakan akan selalu berhubungn dengan air dan tanah.

195

2. Bahan kedap Air Yang Digunakan a. Water proofing system coating 3x b. Bahan water proofing yang digukan harus mempunyai jaminan/garasi tertulis dari pabrik selama minimal 5 tahun. 3. Syarat Pelaksanan a. Bahan kedap air harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang berpengalaman dan cara pemasangan harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya. b. Bidang permukaan beton yang akan diberi water proofing seharusnya kering dan bersih dari kotoran- kotoran, lubang–lubang dan celah–celah harus ditambal dengan aduakan atau acian terlebih dahulu, tonjolan– tonjolan harus dirapikan dengan gerinda terlebih dahulu. c. Pekerjaan yang disebut dalam pint 2 tesebut harus disetujui dahulu oleh pengawas lapangan/konsultan perencana sebelum pemasangamn lapisan kedap air dilaksanakan. d. Kalau terdapat pipa–pipa konduit atau benda–benda lain yang menembus lapisan kedap air atau jika drain keluar dari water proofing, maka pada keliling benda–benda yang sudah terpasang mutu harus diberi flashing. e. Lapisan kedap air harus dipasang pula pada bidang–bidang vertika yang mengelilingi lantai toilet, lantai janitor, plat beton atap, sehingga setinggi mnimal 20 em dari permukana bidang tersebut. f. Hasil akir dari pekerjaan lapisan kedap air harus merupakan suatu lapisan dengan permukaan yang rata /tidak bergelombang serta tadak berlobang –

196

lubang atau bercelah–celah pada sambunganya ataupun keretakan– keretakan lainya yang mungkin bisa menimbulkan kebocoran. 4. Pengujian Terhadap pekerjan Water proofing a. Pemborong harus mengadakan pengujian terhadap pekerjaan–pekerjaan waterproofing yang telah dilaksanakan. b. Pengujian dilaksanakan dengan cara pengisian air keatas bidang akan diuji tersebut hingga mencapai ketinggian 5 cm, kemudian dilihat hasilnya selama 3 x 24 jam.

5. Perbaikan Pekerjaan Setiap permukaan water proofing yang rusak harus diperbaiaki dengan cara– cara yang dianjaurkan oleh pabrik. Perbaikan harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pekerjaan finising lainya. Apabila ada pekerjaan finising yang rusak akibat perbaikan water proofing tersebut, maka kerusakan perbaiakan finising tersebut harus segera diperbaiki. 6. Syarat Pemeliharaan Pemborong harus menjaga pekerjaan water proofing yang sudah selesai dilaksanaakan

sehingga

menimbulkan kerusakan.

terhindar

dari

kejadian-kejadian

yang

bisa

197

Pasal IV .07. PEKERJAAN BAJA STRUKUTR (KAP BAJA DAN ATAP) 1. Ruang Lingkup Pekerjan meliputi penyedian semua tenaga kerja, bahan instalasi kontruksi dan perlengkapan untuk pembutan (dengan mesin) pembangunan dan pengecetan semua pekerjaan baja srukutur, termasuk pemasangan alat–alat (fixing) dari benda 2. Keahlian / Pertukangan Semua pekerjaan yang diterima untuk melakukan pekerjaan haurs ahli (tukang –tukang) yang berpengalaman dan mengerti benar–benar pekerjaanya. Segala hasil pekerjaan mutunya sebanding dengan standard hasil pekerjaaan ahli/ tukang yang baik. 3. Bahan- Bahan a. Biaya yang dipakai harus dari baja yang sesuai dengan standard internasional yang telah disetujui. Tegang putus baja minimum 3700 kg/cm2 (yield strees 2400 kg/cm2) untuk setiap perubahan pemakaian baja untuk kontruksi bangunananya harus harus dengan persetujuan konsultan /ahli b. Bagian–bagian baja kontruksi dan plat-plat harus dari baja lunak dan sesuai dengan daftar untuk kontruksi baja 1969. c. Elektroda –elektroda harus standart internasional dengan yield stress 3,90 t/cm2, Allowable tensil stress 2,25 t/cm2 tidak berkarat, dan dilindungi terhadap karat baik sebelum maupun sesudah terpasang.

198

Hanya digunakan baut dari satu produk dengan tanda kode yang jelas terdapat alam baut. 4. Pekarjaan Las a. Pekerjan las sebanyak mungkin didalam bengkel Pekerjaan las dilapang harus cukup baik dan tidak boleh dilakukan sewaktu dalam keadaan basah atau hujan. b. Las perapat / pengedap : Dalam setiap pondasi dimana 2 (dua) bagian (dari satu benda berekatan, harus dibuat satu, perapat/pengendap guna mencegah masuknya lengas) terlepas apakah itu diberikan detailnya atau tidak. c. Perbaikan las : Bila las–lasan apapun membutuhkan perbaikan maka

hal ini harus

dilakukan sebagianama diperintahkan oleh pengawas lapangan tanpa diberi biaya tambahan. 5. Pembersihan Sebelum mengecat semua pekerjan harus disikat dengan sikat kawat secara baik-baik dimana segala kulit oksid besi (berasal dari pabrik) dan tanda tangan pengeratan. Minyak gemuk dan debu halus di permukaan harus segera dihilangkan sebelum pengecatan. Permukaan yang harus dikelilingi/diselubungi dengan beton harus dibiarkan, tidak dicat. 6. Pengecatan Pekerjaan Baja Struktur

199

Tidak boleh pengecatan atas permukaan apapun yang tidak bersih atau tidak kering sama sekali atau dalam keadaan cuaca menurut pendapat Konsultan mungkin menimbulkan kerusakan pada cat. Harus diberi waktu yang cukup lama antara dua lapisan cat agar bisa menjadi kering terlebih dahulu dan pada waktu tunggu ini tidak boleh kurang dari dua hari. Baja yang berada pada jarak 5 cm dari satu tempat las-lasan atau yang harus diselubungi dengan beton tidak boleh dicat. Pakailah meni dari took untuk lapisan pertama. Setelah didirikan, bersihkan semua tempat-tempat yang rusak dan tempat las-lasan dan meni. Pakailah satu lapisan cat yang telah disetujui semua cat harus dari satu pabrik dan harus dipakai persis menurut anjuran dari pabrik pembuatnya. Kedua lapisan cat harus menutupi semu permukaan baja. 7. Notasi dan Toleransi semua yang dinyatakan dalam gambar untuk baut M adalah diameter baut, dengan diameter lubang baut adalah diameter baut + 1 mm. Kalau diameter lubang lebih besar dari diameter baut + 1 ½ maka harus dilas ring yang tepat pada lubang yang kebesaran tersebut ( dilas penuh) baru dipasang bautnya. 8. Gambar Pabrik ( Shoop Drawing) Apa yang diberikan adalah gambar kerja ( working drawing). Gambar Pabrik ( Shop Drawing) yang terperinci harus dibuat oleh Kontraktor secara teliti

200

dengan memperhatikan working drawing yang diberikan dan harus mendapat persetujuan pengawas lapangan/Perencana lebih dahulu sebelum dilaksanakan.

Pasal IV. 08. PEKERJAAN PENUTUP ATAP, LISTPLANG DAN TALANG 1. Lingkup Pekerjaan dan Ketentuan Umum a. Menyediakan bahan, tenaga kerja dan peralatan untuk pekerjaan ini. b. Pekerjaan meliputi pembuatan penutup atap listplang dan talang, seperti dalam persyaratan ini atau dalam syarat-syarat dan spesifikasi khusus. 2. Penutup Atap a. Lingkup Pekerjaan 1. Pekerjaan meliputi pemasangan penutup atap, bubungan nok, gording dan lain-lain pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan lain. 2. Pekerjaan yang berhubungan denagan pekerjaan ini : pekerjaan kontruksi, atap, pekerjaan kerangka baja untuk gording, pekerjaan talang, pekerjaan listplang beton, pekerjan listrik dan penangkal petir. b. Bahan-bahan 1. Bahan kerangka kayu : gording, usuk 5/7 menggunakan kayu bengkirai, sedang reng ¾, listplang, papan nok menggunakan kayu jati masing- masing denagan ukuran sesuai gambar diawetkan dengan cat meni.

201

2. Penutup menggunakan genting keramik sekualitas Abadi Jatiwangi sesuai gambar kualitas terbaik dengan warna coklat 3. Bubungan atap dari bahan yang sama satu produksi bubungan atap/ pertemuan-pertemuan lainnya, harus khusus dari produksi yang sama dengan atapnya begitupun warnanya. Bentuk harus teratur menurut fungsi penempatannya dipasang pada kedudukannya harus memakai baut / paku berwarna khusus yang dikeluarkan pabrik pembuatnya agar sesuai dengan warna gentingnya 3. Penutup Listplang Dengan Kayu a. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan meliputi pemasangan penutup lisplang dari kayu jati kualitas cat yang dilapis dengan cat - catan. b. Bahan penutup Listplang 1. Permukaan terdiri dari permukaan halus dan bagian lainnya kasar serta tidak boleh retak-retak atau cacat bawaan lainnya. 2. Harus menggunakan mutu bahan yang baik dan teliti cara pelaksanaan biar tidak keropos. c. Pemasangan Listplang 1. Dipasang tegak ( vertical ) pada rangka penyangga listplang dengan konsol- konsol beton yang sesuai di dalam jumlah yang cukup untuk menyangga berat, sisi permukaan yang halus diletakkan di bagian luar. 2. Bidang permukaan listplang harus nampak lurus dan rata.

202

3. Pertemuan antara dua sudut harus siku tidak boleh terdapat celah dan retak dengan bahan grounting. 4. Pekerjaan Talang a. Lingkup pekerjaan 1. Meliputi penyelidikan secara lengkap tenaga, alat dan bahan untuk pekerjaan ini 2. Pekerjan meliputi pemasangan saluran talang mendatar, saringansaringan saluran cucuran kebawah, kerangka dan penggantung talang berikut pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan. 3. Pekerjaan yang berhubungan dengan ini : Pekerjan kontruksi atap, pekerjaan listplang dan pekerjaan langitlangit. b. Bahan–bahan 1. Bahan untuk saluran talang digunakan plat beton dan seng BJLS 18 yang dilapisi water proofing ukuran sesuai gambar. 2. Bahan untuk saluran talang tegak digukan pipa PVC 4” jenis AW exwapin atau setara. 3. Bahan untuk saluran talang mendatar dengan kontruksi beton bertulang tebal 18 cm tidak boleh keropos.

203

Adapun cara pelak sanaan harus hati–hati. c. Pemasangan talang Semua pekerjaan dari plat beton yang water proofing harus dibuat dan dipasang menurut standard yang paling baik. Pinggiran dan gulungan harus lurus dan tidak ada lekukan, harus betulbetul kedap air, tidak ada lubang yang tercecer atau berlimpah.

Pasal IV. 09. PEKERJAAN PASANGAN 1. Jenis Pasangan dan Penggunaanya. a. Pasangan batu kali untuk pondasi, sedang pasangan bata merah dan bagian lain seperti yang ada dalam gambar pelaksana. b. Pasangan bata merah untuk sebagian besar dinding yang ada dalam bangunan ini seperti yang ada dalam gambar pelaksana.pasangan bata merah trastram untuk dinding toilet, dinding–dinding luar bangunan dan bagian lain seperti ditunjukan dalam gambar. 2. Jenis Adukan Yang Digunakan a. Adukan bisa dengan campuran 1 pc:5 ps.

204

Digunakan seluruh pasanagan pondasi batu kali, dan bata merah. b. Adukan trastram dengan campuran 1 pc:3 ps. Digunakan untuk dinding–dinding toilet, seluruh dinding–dinding luar bangunan dan bagian–bagian seperti ditunjukan dalam gambar rencana. c. Adukan khusus dengan campuran 1 pc:2 ps. Digunakan untuk pasangan bata merah mulai dari ujung atas balok pondasi

sloof sampai 20 cm diatas lantai dasar, serta digunakan dalam pemasangan keramik. 3. Jenis Plesteran Yang Digunakan a. Plesteran bisa digunakan dengan campuran 1 pc: 5 ps, Digunakan untuk permukaan–permukaan dinding bata merah. b. Plsteran trastram dengan campuran 1pc: 3 ps. Digunakan untuk permukaan dinding ruang–ruang toilet, seluruh permukaan dinding dibagian luar bangunan, dan seluruh dinding lantai dasar sampai setinggi plus 40 cm dari permukaan tanah. 4. Kwalitas Bahan yang Digunakan a. Batu Kali Batu kali yang digunakan harus dari jenis yang keras, kuat tidak mudah pecah, permukaan halus tidak berlubang–lubang.

205

b. Bata Merah Batu bata yang digunakan harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut: 1. Batu bata harus baru, dan terbuat dari campuran tanah liat yang dibakar dan mencapai kematangan sesuai standard dan disetujui pengawas. 2. Bilamana terdapat bahan yang tidak sesuai standard tersebut diatas maka Direksi dapat mentukan jenis–jenis yang ada dipasaran local dengan syarat–syarat yang ditentukan. 3. Mempunyai sifat kondisi rendah, sifat isolasi suara dan penetrasi air yang rendah. 4. Seluruh permukan datar/rata tidak melengkung, tanpa cacat/lubang atau mengandung kotoran, sudut–sudutnya tidak tumpul. 5. Ukuran seragam dengan standard nominal. 6. Mutu setarap produksi/local dengan persetujuan Direksi. c. Bahan Untuk Adukan, Plesteran dan Acian. Bahan campuran (air, semen dan pasir) yang digunkan untuk adukan harus memenuhi ketentuan seperti untuk bahan campuran beton dalam buku RKS

ini

ataupun

muntilan/sekwalitas.

dalam

SKSNI

T-15-1991-03,

yaitu

pasir

206

5. Contoh–Contoh Bahan Sebelum memulai pekerjaan pasangan, pemborong terlebih dahulu harus menyerahkan contoh–contoh bahan yang akan digunakan (Batu kali, bata merah, kerikil, split ). Bahan yang digunakan untuk pekerjaan ini harus mendapat persetujuan dari pengawas lapangan / perencana. 6. Syarat Pemasangan a. Pemasang batu kali untuk pondasi 1. Pondasi batu kali harus dimulai dan didirikan menurut bentuk, ukuran dan ketinggian yang diminta sesuai gambar rencana. 2. Pasangan Bata Merah

o Dinding harus dipasang/didirikan dengan ketebalan dan ketinggian sesuai gambar rencana.

o Masing-masing bata merah dipasang dengan nat/jarak 1cm, diberi dasar adukan pengikat dengan baik.

o Pemasangan dinding tidak boleh diteruskan disatu bagian setinggi lebih dari 1 m.

o Tidak diperbolehkan memakai potongan bata merah untuk bagian– bagian dinding kecuali untuk bagian dinding yang terpaksa harus

207

menggunakan potongan, potongan yang diperbolehkan untuk maksud tersebut tidak boleh lebih kecil dari ½ bata merah. b. Perlindungan Bagian dinding atau pasangan batu kali yang sudah terpasang dan terkena udara terbuka, pada waktu hujan lebat harus diberi pelindung dengan penutup bagian atasnya dengan sesuatu yang memadai. c. Perawatan Dinding pasangan blok beton ringan dan pasangan batu kali harus dibasahi terus menerus selama paling sedikait 7 hari setelah didirikan. d. Angkur–angkut dan pengikat Setiap hubungan antar dinding bata merah dengan permukaan beton, harus diberi angkur yang dibuat dari besi beton dengan bentuk, ukuran dan diameter sesuai dengan kebutuhan. Permukaan beton yang berhubungan dengan dinding bata harus dikasarkan dengan alat yang sesuai agar adukan dinding dapat melekat. e. Permukaan dinding yang dihasilkan oleh plesteran dan acian harus benar– benar vertical, datar, rata, tidak melengkung/ bergelombang. f. Kolom Beton/Tulangan Praktis.

208 Untuk dinding dengan luas minimal 10 m2 diharuskan pelaksanaan dengan perkuatan kolom beton prakits dengan tulang pokok 40/8 dan begel 0/6– 15cm.

Pasal IV.10 PEKERJAAN LANTAI 1. Lingkup Pekerjaan a. Pekerjaan ini meliputi pengadaan bahan peratan dan semua pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan penyelesaian lantai sesuai dengan gambar kerjaan RKS. b. Pemborong harus memberikan contoh–contoh bahan lain yang akan dipasang, khususnya untuk seleksi kwalitas, warna, tekstur, bahan lain untuk mendapat persetujuan dari Direksi lapangan. c. Pemborong harus menyediakan jaminan tertulis dari produsen/sub kontraktor kepada pemilik proyek untuk masing–masing penggunaan bahan lantai dengan jangka waktu minimal 5 (lima) tahun. d. Pekerjaan lantai yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan lantai keramik 2. Pekerjaan alat perabot

209

Masing–masing pekerjaan lantai tersebut diatas urainya adalah sebagai berikut: 2. Pekerjaan Lantai Keramik a. Pekerjaan lantai keramik dilaksanakan untuk ruang toilet, ruang dapur, dan ruang–ruang kerja dan mengikuti gambar kerja. b. Data-data Teknis Bangunan

o Bahan

: Keramik Tile setap ROMAN

o Ukuran : 20/20,40/40 dengan ketebalan 7 mm, toleransi ukuran < 1% dan penyerapan air tidak lebih dari 1%.

o Jenis

: Keramik Single Firing HEAVY DUTY

o Warna

: Harus sesuai dengan petunjuk Direksi lapangan atau pemilik proyek.

c. Keramik yang akan dipasang adalah yang telah diseleksi dengan baik, bentuk dan ukuran masing–masing unit yang sama, tidak bagian yang gompal, retak atau pecah. d. Pekerjaan pemasangan lantai bisa dimulai dan dilaksanakan apabila pemborong telah membawa contoh-contoh keramik yang telah disetujui.

210

e. Sebelum pemasangan keramik untuk toilet (lantai dasar), telah dahulu dipasang pasir uruk, minimal setebal 10 cm, tanah telah dipadatkan, selanjutnya membuat lantai kerja minimal tebalnya 5 cm campuran 1:3:5. f. Pemotongan keramik harus dilakukan dengan menggunakan mesin potong, bekas potongan harus digerinda dan diamplas sampai rata dan halus. Perlu dihindari pemotongan Graito Tile dan keramik yang < ½ x lebar/panjang ukuran standard. g. Bahan keramik yang belum dipasang harus direndam dalam air bersih (tidak mengandung asam alkali) sampi jenuh. h. Adukan pasangan/pengikat dengan adukan campuran 1pc:3ps muntilan dan ditambah bahan perekat dengan sekwalitas semerk Corafix. i. Bahan pengisi adalah Graut semen berwarna yang sesuai dengan warna Granito Tile dan keramik yang digunakan. j. Apabila hasil pemasang tidak rapi, tidak membentuk garis lurus, retak dan hasil gelombang, pemborong harus mengganti/mengulangi pekerjaan dengan biaya ditanggung sendiri oleh pemborong. k. Keramik yang sudah terpasang harus dibersihkan dari segala macam noda pada permukaan keramik, hingga betul–betul bersih.

211

l. Keramik yang sudah terpasang harus dihindarkan dari sentuhan/beban selama 3x24 jam dan dilindungi dari kemungkinan cacat dari pekerjaan lain. 3. Lantai Rabat Beton a. Pada jalan masuk ramp dan halaman pakir dipasang ubin paving, sedangkan jalan pakir digunakan tegel paving segi 4 atau Holland tebal 8 cm dengan bentuk, ukuran dan cara pelaksanaan pelaksanaan sesuai dengan gambar dan petunjuk pengawas. b. Persyaratan Pelaksanaan 1. Sebagai dasar digunakan pasir urug dengan minimal tebal 10 cm atau sesuai dengan rencana

gambar/petunjuk–petunjuk

pengawas

lapangan. Pekerjaan urukan pasir harus betul–betul padat dengan direndam air hingga jenuh. 2. Pemasangan ubin paving baru boleh dilakukan setelah dapat persetujuan dari pengawas. Pemasangan dengan pola–pola tertentu sesuai dengan gambar dan petunjuk pengawas. 3. Nat belum boleh dikolot terlebih dahulu sebelum mendapat ijin tertulis dari pengawas. c. Bahan yang digunakan

212

1. Ubin paving segi 4 atau Holland tebal 8 cm. Alam Daya Sakti/setara. 2. Pasir pasangan muntilan.

Pasal . IV.II. PEKERJAAN DINDING 1. Lingkup Pekerjaan a. Pekerjaan ini meliputi pengadaan bahan, peralatan semua pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan penyelesaian dinding sesuai gambar kerja dan RKS. b. Pemborong memberikan contoh – contoh bahan pelapis dinding yang akan dipasang, khususnya untuk menentukan warna, tekstur yang akan ditentukan kemudian oleh Pengawas Tugas. c. Pemborong harus menyediakan jaminan tertulis dari prosedur Sub Pemborong kepada Pemilik Proyek untuk setiap penggunaan bahan dinding dengan jangka waktu jaminan minimum 5 tahun. d. Pekerjaan dinding bagian dalam bangunan (interior) meliputi pekerjaan dinding dilapis keramik dan dinding cat. Pekerjaan dinding bagian luar bangunan (eksterior) meliputi pekerjaan dinding plesteran cat.

213

2. Pekerjaan Dinding Keramik a. Persyaratan Bahan 1. Bahan keramik yang digunakan untuk pelapis dinding pada ruang toilet lantai dasar adalah bahan keramik produksi setarap ROMAN atau setara dengan ukuran 20x20 cm Janis single firing heavy duty. Pemilihaan warna ditentukan kemudian oleh pemilik proyek atau Direksi lapangan. 2. Pengendalian seluruh pekerjaan ini harus sesuai dengan peraturan ASTM, peraturan keramik Indonesia NI- 19, PVBB1970 dan PUBI 1982. 3. Bahan yang digunakan harus dapat persetujuan dapat dari direksi lapangan, setalah diseleksi mengenai kwalitas bahan, warna, tektur dan bahan tidak boleh rusak, maupun cacat . 4. Material lain yang tidak terdapat daftar tersebut tetapi dibutuhkan untuk penyelesaian/penggantian pekerjaan dalam bagian ini, harus baru, kwaliatas terbaik dan dari jenisnya dan harus disetujui Direksi Lapangan.

b. Syarat–syarat pelaksanaan

214

1. Pada permukaan dinding beton/bata merah yang ada, keramik langsung dapat diletakkan, dengan mengunakan perekat spesi 1pc: 3ps, adukan baik menggunakan supersemen, jumlah pemakaian adalah 10%dari berat semen yang dipakai dengan tebal adukan tidak lebih dari 1,5 cm atau bahan perekat khusus, dengan memperhatikan sehingga mendapatkan ketebalan dinding seperti tertera dalam gambar. 2. Keramik yang dipasang adalah yang sudah diseleksi dengan baik, warna, motif tiap keramik harus sama tidak boleh retak, gumpal atau cacat lainya. 3. Pemotongan keremik harus menggunakan alat potong khusus untuk itu, sesuai petunjuk pabrik pembuat. 4. Sebelum keramik dipasang, keramik terlebih dahulu harus direndam air sampai jenuh. 5. Ketinggian peil atas pada keramik disesuaikan dengan gambar. 6. Awal pemasangan keramik pada dinding dan kemana sisa ukuran harus ditentukan, harus dibicarakan terlebih dahulu dengan perancang/ Direksi lapangan sebelum pekerjaan pemasangan dimulai. 7. Bidang dinding keramik harus benar–benar rata, garis–garis siar harus benar–benar lurus, air arah horizontal pada dinding yang berbeda ketinggian peil lantainya harus merupakan garis lurus.

215

8. Keramik harus disusun menurt garis–garis lurus dengan siar sebesar 35 mm setiap perpotongan siar harus membentuk dua garis lurus. Siar–siar keramik harus diisi dengan bahan pengisi siar sehingga membentuk setengah lingkaran seperti yang disebutkan dalam persyaratan bahan dan warna yang akan ditentukan kemudian. 9. Pembersihan permukaan ubin dari sisa–sisa adukan semen hanya boleh dilakuakan dengan mnggunakan cairan pembersih untuk keramik seperti “Gol Getter” butan johson wax atau setara. 10. Nad – nad pada pemasangan keramik harus diisi dengan bahan supergrout.

Pasal. IV.12 PEKERJAAN LANGIT – LANGIT 1. Lingkup Pekerjaan a. Yang termasuk pekrjaan langit–langit ini adalah penyedian bahan, tenaga kerja dan peratan yang berhubungan dengan pelaksanan pekerjaan pemasangan langit–langit, yang tertera sesuai menurut gambar kerja dan RKS. b. Pekerjaan langit-langit meliputi:

216

™ Pekerjaan langit – langit askutik ™ Pekerjaan plafond dengan ornamen khusus. 2. Pekerjaan Langit – langit Akustik a. Pekerjaan bongkar pasang plafond akustik untuk pemasangan instalansi splinker dan ducting. b. Pemasanagan langit–langit harus dikerjakan oleh tenaga yang benar– benar ahli untuk pemasangan lanit–langit akustik. c. Sebelum pelaksanaan, pemborong wajib membuat dan menyerahkan gambar pelaksanaan (shop drawing) kepada Direksi lapangan untuk mendapatkan persetujuan. d. Pemasangan kembali harus benar-benar lurus dan datar hingga saat pemasangan panel akustik tidak bergelombamg, gridnya harus lurus dan datar, gairs horizontal dan vertiakal harus tegak lurus sesuai dengan desain, rangka plapon digunakan BMS/setara. e. Untuk lubang–lubang penempatan titik splinkler dan diffuser, harus disesuaiakandengan pekerjaan elektrinikal lainya. f. Untuk menjaga mutu/kwaliatas, pemasangan langit–langit sebaikya dilaksanakan oleh tenaga ahli/sub kontrakotr yang ditunjuk resmi oleh pabrik dan harus dibuktikan dengan surat dari pabrik.

217

g. Apabila hasil pemasangan langit–langit terjadi lendutan–lendutan atau kekurangan–kekurangan

lain,

pemborong

harus

memperbaiki

dan

mengganti bila minta pembongkaran oleh direksi lapangan, biaya perbaikan ditanggung oleh pemborong. 3. Plapon akustik dengan ornament khusus a. Plafond khusus dipasang dengn type, sesuai gambar. b. Persyaratn pemasangan masing – masing type plafond khusus tersebut, harus sesuai dengan gambar, baik bentuk ukuran dan cara pelaksanaan. Hasil akir pemasangan plafond harus betul–betul baik dimana cara pelaksanaanya sesuai dengn rencana gambar danpetunjuk arsitek/ pemimpin proyek secara khusus.

Pasl. IV.13 PEKERJAAN PERLENGKAPAN SANITAIR 1. Lingkup Pekerjaan a. Yang termsuk pekerjaan ini adalah penyedian tenaga, persatan bahan untuk pemasangan semua fixture pada ruang dapur dan toilet. b. Bahan-bahan

™ Janitor

: TOTO type SK 22a

218

™ Floor ddrain

: TOTO

™ Wastapel

: TOTO type L511.V3

™ Kran

: TB 19 CSV 3

™ Cermin

: Tebal 5 mm ex ASAHI + Frame

™ Kloset jongkok

: CE 6

™ Urinior

: Type U 57 M

™ Doset duduk

: Type C 438 / S 550 E

c. Pemasangan 1. Semua perlengkapan sanitasi air dipasang dalam keadaan kokoh pada tempatnya yang sesuai gambar, dengan perkuatan besi angkur dan mur baut yang sesuai. 2. Untuk pemasangan perlengkapan sanitasi air harus mengikuti metode pelaksanaaan yang ditentukan oleh pabrik pembuatnya dan gambar kerja. 3. Pada saat pemasangan, dan dalam keadaan terpasang harus benarbenar besih dari goresan–goresan dan kotoran–kotoran. 4. Pemasangan dilakukan sebelum pekerjaan finising plesteran tiles dilaksanakan.

219

d. Pekerjaan Pasangan antara lain : 1. Bak air mandi



Untuk pekerjaan pemasangan bak air mandi keseluruhan yang ditentukan dari pemasangan, digunakan pasangan batu merah 1pc: 2 ps lapis ubin keramik 20/20 setarap super itali, bentuk ukuran, penempatan harus sesuai dengan rencana gambar.



Persyaratan pemasangan Untuk pemasangan batu merah harus sesuai dengan persyaratan seperti uraan terdahulu juga pemasngan ubin keramik harus dengan persyaratan yang sama.



Penggunaan bak air mandi diluar ketentuaan – ketentuaan dalam bab ini akan diatur /dijelaskan kemudian.

2. Sekat Urinoir



Untuk keperluan menyekat pasangan urinoir dipakai produksi TOTO A 100



Satu dan lain atas persetujuan pengwas lapangan

3. Pekerjaan Zink–Put/Septictack



Pekrjaan pembuatan harus dengan bentuk ukuran dan cara pelaksanaan sesuai dengan rewncana gambar.

220



Persyaratan pelaksaan:

ƒ

Galian tanah sampai mencapai peil rencana

ƒ

Ururkan pasir uruk setebal 20 cm

ƒ

Lantai kerja lapangan batu kosong setebal 20 cm, dikancing dengan pasir uruk

ƒ

Sebagai pekerjaan utama :



Buis beton 0/140 cm



Tutup, dari beton bertulang 1 pc:2 ps:3 pk (bentuk, ukuran sesuai dengan rencana gambar, syarat-syarat pelaksanaan sesuai SKNI T – 15 – 1991 -03



Dinding dari pasangan bata merah sesuai gambar

4. Pekerjaan Water Reservoir :



Water reservoir terdiri dari ground reservoir kapasitas sesuai dengan gambar.



Ground perletakanya sesuai dengan lay out pada gambar, terbuat dari :

221

™ Alas dinding dan penutupnya dari beton bertulang dengan campuran 1pc: 1,5 ps: 2kr sisi dalam dilapisi porselin 20x20 exRoman.

™ Persyaratan beton bertulang harus sesuai SKNI T- 15 -199103

™ Pada pertemun dinding beton dengan bentuk sesuai gambar penyekat karet (water- sop) dengan bentuk sesuai gambar.



Ground reservoir dilengkapi dengan pipa supply 0/ ¾” pipa ditribusi dari ground kepomp ¾”,tangga dari stainless stel dengan penutup dan gewmbok untuk pengaman, dan juga disediakan lubang hawa



Untuk pengadaan air bersih dari ground reservoir ke bangunan digunakan 2 (dua) buah pompa dimana salah satu pompa berpungsi sebagai cadangan bila sebuah rusak.

222

Pasal. IV.14. PEKERJAAN PENGECATAN 1. Bahan Ketentuan-ketentuan Umum : a. Semua bahan cat harus diperoleh dari leveransir tang telah disetujui Perencana melalui Pengawas Lapangan. Semua cat yang digunakan sekualitas MOWILEX. b. Semua cat harus dipergunakan dan betul-betul sesuai dengan instruksi pabriknya. Juga dempul plamour dan cat dasarnya harus dikeluarkan dari pabrik yang sama untuk masing-masing pemakaian. Tidak boleh mencampur bahanbahan pengering atau bahan-bahan lain ke dalam cat jika tidak disarankan oleh pabrik cat yang bersangkutan. c. Cat yang akan digunakan berada dalam kaleng-kaleng yang masih disegel, tidak pecah atau bocor dan mendapat persetujuan Pengawas. Pemborong utama bertanggung jawab, bahwa warna dan bahan cat adalah tidak palsu dan sesuai dengan persetujuan Pengawas/Pengawas. d. Sebelum dipakai haurs diaduk sampai semua yang mengendap larut. Bila perlu diencerkan dengan bahan pengencer dengan bahan dan proporsi sesuai dengan rekomendasi pabrik yang bersangkutan.

223

e. Semua pekerjaan pengecatan harus dilakukan oleh Painting Cotractor dan harus ada surat rekomendasi dari pabrik pembuat / Mowilex perwakilan Jawa Tengah. 2. Bahan dan ketentuan-ketentuan khusus : a. Cat pekerjaan kayu : Harus

mengandung

bahan

sintetis

(syntetic

resins)

cat

type

gloss/mengkilat. b. Cat pekerjaan baja/besi : Lapisan cat dasar harus yang mengandung axid merah. Lapisn penyelesaian (finish) harus yang syntetic resins, yang khusus untuk disesuaikan pada pekerjaan tersebut. c. Cat dinding tembok : Cat untuk dinding luar dipakai cat jenis Weater Shild dan dalam, kolom, langit-langit dan sebagainya harus memakai cat emulsi, berdasarkan alkyd resins, dengan cat dasarnya yang tahan alkali seperti yang telah ditentukan. d. Pekerjaan pengecatan tidak boleh dimulai : 1. Sebelum dinding atau bagian yang akan dicat selesai dipariksa dan disetujui oleh Pengawas.

224

2. Sebelum bagian-bagian yang retak, pecah atau kotoran-kotoran dibersihkan. 3. Apabila dinding atau bagian yang akan dicat ternyata masih basah, lembab atau berdebu. 4. Sebelumnya didahului membuat percobaan pada dinding atau bagianbagian yang akan dicat. 3. Daftar Bahan-bahan : Setelah kontark ditanda tangani, pemborong harus secepatnya, tapi tidak kuramg dari 1 (satu) bulan sebelum memulai pekerjaan pengecatan, mengajukan daftar dari semua bahan-bahan yang akan dipakai untuk pekerjaan pengecatan dan dekorasi kepada Pemberi Tugas. 4. Pemilihan Warna : Semua warna harus dipilih arsitek Perencana, owner dan pemborong harus mengadakan contoh warna-warna yang disetujui. 5. Persiapan umum : a. Sebelum meneruskan pekerjaan pengecatan dan plituran dan lain-lain harus dicuci dan dijaga agar tidak ada debu beterbangan.

225

b. Semua permukaan yang akan dicat harus dipersiapkan sesuai dengan cara yang telah disetujui dan diuraikan dalam bab-bab yang relevan. Dalam pelaksanaan pekerjaan ini harus disediakan banyak lap-lap bersih. 6. Pengecatan tembok : Terutama dikerjakan pada plesteran, baik bagian luar maupun dalam. a. Persiapan : Biarkan

permukaan

mongering

sebaik

mungkin,

jika

terdapat

pengkristalan/pengapuran bersihkan dengan lap kering kemudian dengan lap basah dan biarkan selama 48 jam. Bila pengkristalan/pengapuran masih

terjadi,

ulangi

lagi

cara

diatas

sampai

proses

pengkristalan/pengapuran tersebut berhenti. Bersihkan permukaan dari debu, kotoran dan percikan plesteran dan sebagainya. Perbaiki retak-retak serta kerusakan lainnya dan biarkan mongering. b. Pelaksanaan. Semua pengecatan tembok harus sesuai dengan cara dan prosedur dari pabrik pembuat. 7. Pengecatan Kayu : a. Persiapan :

226

Biarkan kayu mongering sebaik mungkin bersihkan permukaan dari debu, kotoran dan sebagainya. Biarkan permukaan mongering sebaik mungkin, jika terdapat pengkristalan/pengapuran bersihkan bersihkan dengan lap kering kemudian dengan lap basah dan biarkan selama 48 jam. Bila pengkristalan/pengapuran masih terjadi, ulangi lagi cara diatas sampai proses pengkristalan/pengapuran tersebut berhenti. Bersihkan permukaan dari debu, kotoran dan percikan plesteran dan sebagainya. Perbaiki retakretak serta kerusakan lainnya dan biarkan mongering. b. Pelaksanaan. Semua pengecatan kayu harus sesuai dengan cara dan prosedur dari pabrik pembuat. 8. Keahlian a. Pekerjaan pengeceten hnya boleh dilaksanakan oleh orang – orang yang sudah ahli dan berpengalaman. b. Seoarang mandor yang benar – benar cakap harus mengawasi ditempat tersebut selama pelak sanaan . c. Pemborong utama bertanggung jawab atas hsil pengecetan yang baik dan harus mengatur waktu sedemikian urpa sengga terapat urutan –urutan yang tepat mulai dari pengerjaan dasar sampai pengecetan akir

227

d. Pekerjaan pengecetan dianjurkan untuk dikerjakan oleh tenaga –tenaga dar mana cat tersebut diproduksi atau kepaiting khusus. e. Semua pekerjaan pengecetan haurs mengikuti petunjuk dari pengawas dan pabrikan pembuat cat tersebut, serta mendapat persetujuan pengawas. 9. Bahan yang harus disediakan untuk masa pemeliharaan a. Setelah pengerjaan pengecatan selesai, pemborong harus menyimpan sejumpah cat yang terpilih untuk persediaan bila ada perbaikan – perbaikan yang dikehendaki selama masa pemeliharan. Pada waktu penyerahan pekerjaan kedua kalinya (final), pemborong harus menyerahkan kepada pemberi utgas cat – cat untuk finising menurut jumlah – jumlah sesuai daftar berikut ini. b. Jumlah yang dikehendaki untuk tiap –tiap warna yang dipakai. Cat tembok

cat untuk kayu

5 liter

2 kg

cat untuk kolom

atau sesuai persetujuan / pengaturan dalam aanwijzing.

1 kg

228

Pasal IV.15 PEKERJAAN KOSEN, PINTU, JENDELA DLL. 1. Lingkup Pekerjaan a. Termasuk pekerjaan ini adalah penyedian tenaga kerja, bahan – bahan yang diperlukan, peralatan termasuk alat- alat Bantu dan pengakutan yang diperlukan untuk pelaksanakan pekerjaan ini sehingga dapat dicapai hasil pekerjaan yang maksimal. b. Meliputi pekerjaan. 1. Kosen pintu dan jendela aluminium dan jendela kaca. 2. Pintu kayu dan pintu kaca.

2. Pekerjaan kosen pintu dan jendela Alumunium Semua pekerjaan haurs dikerjaan menurut intrusik pabrikan / produsen atau stanadr – standr anatara lain



The Alumunium Association (AA)



Architectural Alumunium Manufactures Association (AAMA)



American Socity for Testing Materials (ASTM)

a. Bahan –bahan

229

Kosen dan plat alumunium untuk kosen pintu, jendela dan plat alumunium akan digunakan produk ALEXINDO atau setaraf. 1. Produk dalam negeri yang baik (sesuai SII extrusi 0695 -82 dan SII jendela 0549 -82) 2. Alloy 6063 T5/ Billet yang digunakan harus aslinya (tidak terbuat dari bahan serap / sisa). 3. Seluruh pekerjaan alumunium pada bagian dalam ruang (interior) menggunkan natural bahan. b. Seluruh pekerjaan alumunium

haurs memiliki syarat –syraat teknis

sebagai berikut : 1. Profil



Beban angin

:

120 kg/m2



Ketehanan bocor dari air

:

mampu

menahan

kebocoran

pada

tekanan 15 kg/m2



Ketehanan kebocoran terhadap udara :

max 12 m3 /ham m pada kg/m2



Ketebalan profil

:

1,00 mm

tekanan

15

230



Ketebalan warna

:

5 micron

2. Kelengkapan alumunium



Joint Backer

:

Polyutrane

foam,

tidak

menyerap

air,

kepadatan 65-96 kg/m3, penampang 25% lebih besar dari celah yang ada.



Neoprene

:

Jenis extrusion, tahan terhaap matahari, oksidasi engan kekerasan 60-80 dorometer.



Sealant

:

Silicon Sealant



Anker

:

Bagian

yang

berhubungan

dengan

alumunium dilapisi galvanis 25 micron. Bagian lain dilapis zinc chromate



Shim

:

Plastik, multi polymer dengan kekuatan 565 kg/cm2



Kunci –Kunci

:

Lihat pekerjaan kinci penggantung)



Kaca

:

(Lihat pekerjaan kaca)



Dan lain–lain sesuai yang disyaratkan untuk pekerjaan alumunium.

3. Contoh

231

Kecuali ditentukan lain, maka semua contoh harus disertakan dan contoh extrusion tidak kurang dari 30x30 cm2, dengan ketebalan sesuai dengan desain arsitek dan gambar kerja yang disetujui perancang. 4. Gambar pelaksanaan a. Gambar

pelaksnaan

menunjukan

ukuran,

besaran–besaran

ketebalan, kekuatan, alloy, tempers, finish, detail–detail pertemuan dan hubunganya dengan kontruksi secara keseluruhan. b. Semua pekerjaan yang akan dirakit proses anodizing seperti “rock” atau “gripper” pada permuaan alumunium harus diganti atas biaya pemborong. 5. Pekerjaan Persiapan 6. Pekerjaan pelaksanaan a. Pekerjaan pembuatan / penyetelan dan pemasangan kosen alumunium beserta kaca harus dilaksanakan oleh pemborong alumunium yang ahli dalam bidangnya dan disetujui oleh Direki lapangan. b. Untuk mendapat ukuran yang tepat, pemborong alumunium harus datang lapangan dan melakukan pengukuran.

232

c. Untuk mendapat hasil yang baik, pembuatan/penyetelan kosen alumunium harus dilakukan diprabrik secara maksimal dan di lapangan tinggal pasang. d. Antar tembok kolom/beton dan kusen alumunium harus diisi dengan “sealant” yang elastis. e. Pemasangan kaca pada kosen alumunium harus diisi dengan “sealant” dan karet gasket. f. Semua detail pertemuan harus halus, rata dan bersih dari goresan serta cat yang mempengruhi permukaan alimunium. g. Sambungan–sambungan vertical maupun horizontal, sambungan sudut atau silang, demikian juga pengkondisian profil–profil dari bahan stainless tseel. h. Kaca tidak boleh bergeter dan diberi tanda setelah terpasang. i. Pemasangan rangka alumunium dan kaca harus memperhatikan faktor –faktor akustik ruang, sehingga tidak ada kebocoran suara. 7. Hubungan dengan Material lain. Apabila alumunium berhubungan dengan besi, maka besi harus dilapisi dengan zinc chromate + bitumen. 8. Perlindungan bahan

233

Perlindung terhaap alumunium seluruhnya menjadi tanggung jawab pemborong, oleh karena pemborong wajib memberikan perhatian mengenai cara pengangkutan, penyimpanan dan lain –lain dengan cara terbaik. 9. Pengetesan a. Pemborong wajib melakukan pengetesan terhadap hasil yang baik, jika hasil pengetesan gagal, pemborong wajib melakukan perbaikan dan pengetesan ulang hingga mencapai stand yang disyaratkan. Biaya tes dan lain-lain menjadi tanggung jawab pemborong. b. Pengetesan terdiri dari sebagai berikut:



Performance test (tes terhadap kebocoran air, tes terhadap kebocoran udara, beban angina, kekedapan suara dan lain – lain) harus dilaksanakan dilaboraturium yang disetujui oleh pengawas lapangan.



Material tes(tes terhadap bahan, anodized, tes korosi, berat dan lain–lain) dilaksakan dalam negeri yang disetujui pengawas lapangan .

c. Hasil test harus diserahkan secara lengkap kepada pengawas lapangan.

234

10. Garansi (Jaminan) a. Pemborong wajib memberikan garansi bahan selama 5 tahun dan garansi pemasangan selama 10 tahun, terhitung sejak selesainya masa perawatan. b. Garansi bahan sebagai perlindungan kemungkinan terjadi cacat, perawsatan akibat proses anozing yang tidak sempurna dan lain – lain,

sedang

garansi

pemasangan

sebagai

perlindungan

kemungkinana terjadi kebocoran udara, air akibat dari aplikasi yaqng tidak sempurna.

3. Pekerjaan daun pintu dan panil kayu a.

Lingkup pekerjaan 1. Meliputi semua pekerjaan seperi memasak, memahat, menyetel, membuat lidah –lidah ,sponi dan lain – lain pekerjaan yang diperlikan untuk menyambung kayu dengan baik. 2. Menyedian alat –alat logam, skrup – skrup, paku – paku dan lain – lain untuk keperluan pelaksanaan.

b. Bahan – bahan 1. Bahan kayu jati kwalitas politur

235

2. Pintu panil jalusi kayu jati dengan rangka tepi kayu jati, finish melamine. 3. Pengikat berupa paku mur, baut, skrup yang harus digalvanisir sesuai dengan NI-5 Bab.VI. c.

Pelaksanaan 1. Harus dilakukan pengukuran ditempat pemasangan, bila terdapat kelainan–kelainan agar segera dilaporkan kepada Direkisi lapangan untuk mendapat persetujuan perubahan-perubahanya. 2. Pemborong harus membuat gambar rencana pembuatan untuk dimintakn persetujuanya lebih dahulu dari Direksi lapangan. 3. Diats kosen pintu dan jendel, untuk yang lebih besar dari 1,00 meter harus dipasang balok beton bertulang (latei), untuk yang lebih kecil dari 1,00 meter harus dipasang bata rollag dengan adukan 1 pc:3 Ps.

4. Alat Perlengkapan Pintu dan Jendela a. Lingkup pekerjaan 1. Pekerjaan ini meliputi penyediaan tenaga kerja, bahan–bahan, perlengkapan daun pintu (daun jendela seperti kunci, engsel dan alatalat Bantu linya untuk melaksanaan pekerjaan hingga tercapai hasil pekerrjaan yang baik dan sempurna).

236

2. Pemasangan alat penggantung dan kunci dilakukan meliputi seluruh pemasangan daun pintu kayu, daun pintu alumunium dan daun jendela alumunium serta yang ditunjukan/disyaratkan dalam detail gambar. b. Bahan – bahan Semua pintu menggunakan peralatan kunci merek setara keneri jaya, untuk komponen sebagai berikut:



Lockcase



Cylinder



Handle



Back plate



Engsel



Handle pengunci dan daun jendela kaca setara interlock

c. Persyaratan Bahan 1. Semua “ harware” yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi teknis bila terjadi perubahan atau penggantian “harwarte” akibat dari pemilihan merk, pemborong wajib melaporkan kejadian tersebut kepaa pengawas untuk pendapat persetujuan.

237

2. Seluruh perangkat kunci harus bekerja dengan baik, untuk itu harus dilakuakn pengujian secara kasar atau halus. 3. Tanda pengenal anak kunci harus dipasang dengan pintunya. 4. Pemborong wajib membuat shop drawing berdasarkan gambar dukomen kontrak yang telah disetujui dengan keadaan dilapangan . Didalam shop drawing harus jalas dicantumkan semua data yang diperlukan termasuk keterangan produk, cara pemasangan atau detail – detail khusus yang belum tercakup lengkap dalam gambar Dokumen kontrak sesuai dengan standr spesifikasi pabrik. 5. Shop drawing sebelum dilaksanakan harus disetujui terdahulu oleh konsultan pengawas. d. Contoh – contoh 1. Setelah pekerjaan diberikan pemborong harus menyerahkan daftar alat penggantung dan kunci dalam tiga rangkap untuk meminta persetujuan Direksi lapangan daftar perlengkpan pintu terlampir. 2. Daftar tersebut harus memuat hal–hal sebagai berikut: referensi, nama barang, nama produsen dan katalok dari yang diusulkan berikut data mengenai kekutan engsel, kekutan ayun dan lain - lain.

238

3. Semua anak kunci harus dilengkapi dengan tanda pengenal dari plat alumunium berukuran 3x6 cm dengan tebal 1 mm, tanda pengenal ini dihubungkan dengan cicin nikel kesetiap anak kunci. e. Pekerjaan engsel Untuk pintu panil padaumumnya menggunakan engsel pintu merk local, warna stansdr, dipasang sekurang – kurangnya 4 buah untuk setiap daun dengan menggunakan skrup kembang dengan warna yang sama dengan warna engsel, jumlah engsel yang dipasang harus diperhitungkan menurut beban berat daun pintu, flap enfsel memikul maximal 20 kg. f. Persyaratan pelaksanaan 1. Engsel atas dipasang + 28 cm (as) dari permukaan pintu. Engsel bawah dipasang +35 cm (as) dari permukaan bawah pintu. Engsel tengah dipasang diantara kedua engsel tersebut. 2. Untuk pintu toilet, engsel atas dan bawah dipasang +28 cm dari permukaan pintu, engsel tewngah dipasang ditengah –tengah diantara kedua engsel tersebut. 3. Penarik pintu dipasang 105 cm (as) dari permukaan lntai. 4. Pemasangan lockcase, handle dan backplate sertadoor doser harus rapi, lurus dan sesuai dengan letek possisi yang telah ditentukan oleh

239

pengawas, apabila hal tersebut tidak tercapai, pemborong wajib pemperbaiki tanp tambahan biaya.

5. Pekerjaan partisi dengan rangka metel BMS a. Lingkup pekerjaan Meliputi pengadaan dan pemasangan menyeluruh dinding pemisah didalam bangunan dengan rangka metal BMS termasuk peralatanya dan perubahan letek partisi sesuai yang tertera dalam gambar. b. Persyaratan bahan 1. Bahan rangka Produksi dalam negeri yang baik (sesuai SII extrusi 0695-82 dan SII jendela 0649-82)



Rangka utama metel BMS 70 mm ex jaya board, dengan ketebalan sesuai gambar.



Pengikat berupa mur, baut, skrup dan lain – lain harus gal vanisir sesuai dengan NI -5.



Penutup dauble teakwood.

2. Ukuran



Kosen dengan ukuran profil : 50x100 mm

240



Beban angina untuk partisi

:100kg/m2



Tebal profil minimal

:2 mm

3. Gambar pelaksanaan Kontraktor wajib membuat gambar pelaksanaan yang menunjukan ukuran, besaran, ketebalan, kekuatan, alloy, tempers, trush detaidetail, pertemuan dan hubunganya

konrtuksi secara keseluruhan,

hitungan bila diperlukan. Semua pekerjaan yang akan dirakit dan dipasang harus sesuai dengan desain arsitek dan gambar. 4. Contoh Kecuali ditentukan lain, maka semua contoh harus disertakan dan contoh extrusion tidak kurang dad 30x30 cm2. 5. Pelaksanaan



Pemborong harus mengadakan pengukuran seteliti mungkin ditempat pemasangan. Hindari kemungkinan toleransi sambungan– sambungan pada rangka.



Rangka atas partisi yang berhubungan dengan langit–langit harus diperkuat dengan sesi L ,H, T atau yang sesuai dengan petunjuk pengawas lapangan.

241



Penggunaan las hanya dibenarkan setelah mendapat persetujuan pengawas lapangan.



Setelah terpasang, dinding parisi harus cukup kaku dalam dua arah.

6. Pekerjaan kaca a. Penggunaan Seluruh penggunan kaca exterior kecuali yang ada ketentuan lain menggunkan jenis panasap lbue 5 mm ex Asahi Mas/setarap, dengan pemasangan sesuai dengan kebutuhan atau rencana gambar. Khusus pada pintu utama digunaakan kaca tempered blue tebal 15 mm, sedang kca lainya dengan ketebalan antara 5 s/d 6 mm ,sedang kaca jendela dalam menggunkan kaca bening 5mm. b. Bahan Kaca harus dari pabrikan yang disetujui yang tebalnya seperti disebutkan dalam gambar, kaca harus plat, rata dan jernih dan tidak bintik–bintik/ noda lainnya. c. Pemasangan kaca pada kosen alumunium: Pemasangan kaca harus betul–betul dijamin kerapianya/kekakuanya.

242

Untuk menghindari kaca pecah akibat panas (memuai) pemasanganya harus menggunakan steel karet sesuai prosedur pemasangan kosen / kaca dari pabrik. d. Membesihkan dan memperbaiki: 1. Semua kaca yang sudah selesai dipasang harus diberi tanda silang dengan kertas ditempel dengan lem hal tersebut dimaksudkan untuk mernghindari benturan akibat salah masuk. 2. Setelah selesai dipasang dan akan diserahkan yang ke 1, kaca harus dibersihkan, yang retak–retak , goresan–goresan harus diganti dengan yang baru.

7. Bahan panel penutup partisi •

Double teakwood masing–masing pada sisi luar dan dalam tebal 9 mmm.



Finishing

: woodstaind



Fire rating

: 1 jam



Sound rating : 10-44 dB/KC-689

243

8. Railling tangga a. Dikerjakan untuk seluruh railing tangga dan vide sesuai dengn rencana gambar, sedang bentuk, ukuran dan cara pelaksanaaanya sesuai dengan spesifikasi teknis. b. Persyaratan pelaksanaan harus betul–betul kuat, rapi. Seluruh permukaan railing yang terlihat difinish dengan pelitur sampai baik c. Bahan yang digunakan



Besi Tempa



Kayu Bengkirai

Pasal .IV. 16. PEKERJAAAN PENGHIJAUAN / LANDSCAPING 1. Yang harus dikerjakan a. Yang harus dikerjakan adalah pembautan reliep dinding, perbaikan tanah, penanman dan penataan taman hias dan peneduh, penanaman rumput, dan penyiraman dan perawatan sampai tanaman tersebut tumbuh sehat sesuai dengan komposisi dan ungkapan yang diurakan design .

244

b. Pelaksananya peliputi 1. Pembutan relief dinding 2. Penanaman pohon sesuai dengan rencana gambar 3. Penanaman tanaman hias sesuai dengan rencana gambar 4. Rumput gajah dan rumput jepang

2. Pekerjaan Pendahuluan a. Membersihkan areal perencanaan dari semua kotoran sisa-sisa bongkaran (brangkal) sisa-sisa material bangunan, diangkut dan dikeluarkan dari lokasi. b. Mencabut dan menyingkirkan rumput atau perdu liar yang tidak diinginkan dan dicabut sampai akarnya (tidak boleh dipotong), diangkut dan dikeluarkan dari lokasi. c. Menyiapkan bak-bak/tong untuk menampung air yang akan dipergunakan menyiram sebanyak mungkin, agar tanaman maupun lahan selalu lembab.

3. Pekerjaan Tanah a. Setelah dibersihkan dari kotoran maupun perdu, tanah / lokasi yang akan dibentuk harus dicangkul / digemburkan terlebih dahulu sebelum ditutup dengan tanah permukaan yang subur.

245

b. Pembentukan tanah permukaan harus cukup padat penimbunananya. c. Tanah penimbun permukaan harus tanah subur dan tidak boleh mengandung pupuk butan , bersih dan tidak mengandung rayap. d. Penimbunan tanah yang akan ditanami rumput baru minimal tebalnya adalah 30 cm padat dan diairi. e. Galian untuk penanaman pohon, penimbunan harus sekali tanah baru yangb sudah dicampur dengan pupuk kandang. f. Pemadatan tanah harus dilakukan secara berlapis–lapis (30x10 cm) serta disiram dahulu sebelum dilakukan pelapisan berikutnya. g. Tanah yang digunakan untuk penimbunan tidak diperkenankan mengambil dari kebun atau sawah, diutamakan dari galian pondasi atau semacamnya (tanah dalam) dan tidak mengandumg biji rumput. h. Tanah yang digunakan untuk penimbunan harus mendapat persetujuan pengawas lapangan.

4. Pekerjaan penanaman a. Pohon 1. Penanaman penghijaun yang termasuk katagori pohon harus terlebih dahulu mempersiapkan lobangnya, dianginkan minimal dua hari baru dilakukan penanaman.

246

2. Setelah tertanam, pohon harus disangga dengan bambu agar tidak roboh dan disiram dengan air terus menerus.

b. Perumputan 1. Tanahn yang akan ditanami rumput baru harus dikupas maximal 5-7 cm, baru ditimbun tanah baru. 2. Penanaman untuk semua jenis rumput harus digebal, rapat dan dipadatkan dan disiram air terus menerus.

5. Pekerjan pemupukan a. Untuk pemupukan yang digunakan ialah pupuk kandang, prosesnya harus dicampur tanah timbunan. Kondisi pupuk sebaiknya cukup kering, kelembapanya bisa diperoleh dengan menyiram air (pupuk kandang basah tidak digunakan arena disamping polusi dan derajat asamnya terlalu tinggi) b. Pupuk buatan hanya boleh digunakan setelah proses penanaman selesai dan berumur 1–2 minggu, penggunaannya harus hati–hati (untuk pohon ditanamkan disekelilingya, untuk rumput hias dicampur dengan air untuk disiramkan) c. Tempat penyiraman pupuk harus dibuatkan atap, perlindungan terhadap panas dan air, terutama untuk area menempatanya harus sedemikaian rupa sehingga tidak terpengaruh kelembapan tanah (dibuatkan para-para).

6. Penyiraman air

247

a. Untuk penyiraman air dianjurkan menggunakan selang karet yang kucup panjang, apabila hal tersebut tidak memungkinkan bisa menggunakan karet penyiram (gembor), tiak perkenankan menggunakan ember biasa (kecuali untuk penyiraman pohon). b. Penyiraman rumput, ground cover dan schruba dilakukan dua hari sehari (pagi dan sore), sedangkan pohon pada siang hari dengan debet yang cukup banyak. Penyiraman menggunkan air bersih (air sungai boleh asal bersih).

7. Penyiangan dan pemotongan a. Rumput jepang Rumput baru boleh dipotong (pembentukan ) setelah berumur 3,5 bulan, pemangkasannya boleh dengan gunting babat maupun mesin potong ketinggian minimal yang ditinggikan +3– 4 cm untuk lamuran. b. Pohon kayu putih c. Zammia Goldkas d. Lidah Mertua e. Macam Pohon (sesai gambar)

8. Pembersihan dan perlindungan :

248

a. Pelaksana setiap hari berkewajiban untuk membersihkan lingkungan dari sampah

sisa–sisa

penanaman

(keranjang–keranjang

pembungkus),

rontokan–rontokan daun kering, tanah yang berceceran dan lain–lain sebagainya, lokasi selalu bersih setiap hari.

b. Pelaksana harus melindungi tanaman dari gangguan ternak, manusia maupun serangga yang tidak diharapkan (ulat dan sebagainya).Terhadap bahaya tersebut (mulat), tanaman harus disemprot dengan pestisida dengan kadar yang disetujui pengawas serta apabila ada satu tanaman yang diperkirakan parah penyakitnya harus segera dicabut dan disingkirkan agar tidak menjalar ketanaman lain.

c. Selama berlangsungnya penanaman, pelaksana berkewajiban menjaga kebersihan lingkungan, baik jalan maupun dinding–dinding bangunan dan sebagainya.

Pengotoran terhadap subjek–subjek tersebut menjadi tanggung jawab pelaksana untuk membersihkan, bila perlu pengecatan kembali.

4.5

PEKERJAAN MEKANIKAL ELEKTRIKAL

249

Pasal V.01. KETENTUAN UMUM 1. Ketentuan Pemborong Pemborong atau sub pemborong untuk pekerjaan instalasi Mekanikal dan elektrikal harus memenuhi syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut : a. Harus mempunyai izin-izin kerja yang masih berlaku, antara lain :



Instalasi listrik dan penangkal petir.

¾ TDR dari jateng ¾ SIKA / SPI dari PULN Jateng •

Instalasi Air / Plumbing / Deep Well

¾ TDR dari Jateng ¾ Ijin kerja dari PAM Jateng ¾ Ijin kerja pembuatan sumur bor

b. Pemborong atau Sub Pemborong harus melaksanakan pekerjaan instalasi mekanikal dan elektrikal berdasarkan dan sesuai dengan :



Ketentuan umum ini

250



Uraian dan ketentuan teknis



Gambar-gambar bestek



Ketentuan administrasi



Perintah Konsultan Pengawas di lapangan baik tertulis maupun lisan

2. Peraturan dan syarat-syarat umum, dasar peraturan dan persyaratan untuk pemasangan instalasi adalah : a. Untuk instalai listrik :



Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987)



Peraturan Instalasi Listrik (Menteri PU dan T No. 023-PRT-1978)



Syarat-syarat penyambungan listrik (Menteri PU & T No. 024PRT/1978)



Pedoman pengawasan instalasi listrik, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 59/PD/1980.



Peraturan

yang

dikeluarkan

oleh

Departemen

atau

Lembaga

Pemerintah yang berwenang dan telah diakui penggunaannya, diantaranya dari Departemen Pekerjaan umum, yaitu :

¾ NFC, VDE/DIN, AVE, VDE, BS, WEMA, JIS.

251

¾ Standard penerangan buatan di dalam gedung-gedung 1978, Dit. Jen. Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan.

¾ Penerangan alami siang hari dari bangunan 1981, Dit. Jen. Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. b. Untuk Instalasi Plumbing dan Deep well :



Pedoman Plumbing Indonesia 1979 (PPI 1979)



Peraturan Pokok Teknik Penyehatan Mengenai Air Minum dan Air Buangan : Rancangan 1968. (Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Teknik Penyehatan).

• c.

Ketentuan dari PAM setempat.

Untuk Instalasi Penangkal Petir :



PUIL 1987



Pedoman Instalsi Penyalur Petir Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 28/DP/1978.



Pedoman

Perencanaan

penangkal

petir

SKB-1.5.53.1987/UDC

699.887.2. d. Untuk Instalasi Telepon :



Peraturan Instalasi SLTO/STLTD dan Peraturan Sentral Telepon Langganan, Perum Telekomunikasi.

252



Pedoman pemasangan saluran rumah gedung bertingkat Perumtel.



Spesifikasi Sentral Telepon Langganan Otomat/tidk Otomat Litbangel Perum. Telekomunikasi.



Petunjuk yang diberikan oleh pabrik pemuat.

3. Pelaksanaan Pekerjaan dan Bahan. Ketentuan tentang pelaksanaan pekerjaan dan bahan : a. Lingkup Pekerjaan.



Pemasangan peralatan dan instalasi mekanikal dan elektrikal.



Pengurusan

izin-izin

sampai

memperoleh

izin/sertifikat

yang

diperlukan kepada Badan/jawatan yang berwenang untuk instalasi dan Jawatan Keselamatan Kerja.



Melakukan pemeriksaan/testing atas instalasi dan peralatan yang terpasang.



Melatih petugas-petugas yang ditunjuk oleh pemberi tugas hingga mengenai betul seluruh instalasi.



Penyambungan PLN.



PAM, telepon penyambungan dan pemasangan (jasa pengurusan).

253

b. Penjelasan Umum Pekerjaan :



Semua ketentuan mengenai pemasangan instalasi yang berlaku umum dimana tidak ditentukan lain, adalah tetap mengikat pemborong dianggap mengetahui ketentuan-ketentuan ini.



Jika didalam melaksanakan ternyata salah satu bagian instalasi yang sukar/tidak dapat dilaksanakan, maka hal tersebut harus segera dibicarakan dengan konsultan pengawas.



Untuk menentukan prosentase dari pekerjaan yang telah dilaksanakan, pemborong diwajibkan membuat laporan tertulis harian dan mingguan dari apa yang telah dipasang dan dimintakan pengesahan kepada konsultan pengawas.

c. Syarat Mengenai Bahan :



Semua Bahan disediakan oleh pihak pemborong.



Bahan/material yang akan dipasang terlebih dahulu harus memenuhi syarat dan diserahkan contoh untuk mendapatkan persetujuan konsultan pengawas.



Apabila peralatan tersebut menurut pendapat konsutan pengawas tidak memenuhi syarat, maka pihak pemborong harus segera menyingkirkan bahan-bahan tersebut dan menggantikannya dengan yang baik.

254

d. Syarat Keselamatan Kerja Dalam pelaksanaan harus diperhatikan adanya alat-alat keselamatan kerja yang memenuhi syarat-syarat/peraturan perburuhan, disamping syaratsyarat indikator yang dapat mengukur/menunjukkan adanya tegangan / arus listrik. e. Serah Terima Pekerjaan.



Pekerjaan dapat dianggap selesai dan diterima apabila dalam penyerahan tersebut telah dilakukan test dan telah dinyatakan baik oleh Konsultan Pengawas.



Pada waktu serah terima pekerjaan pemborong harus menghadiri dan memberikan

penjelasan-penjelasan

sehingga

memungkinkan

penerimaan oleh pihak pemberi tugas. f. Gambar Revisi Pemborong diwajibkan untuk membuat gambar-gambar revisi instalasi yang dipasang/as built drawing untuk :



Arsip pemberi tugas (3 set)



Keperluan pengurusan izin-izin, sebanyak yang diperlukan.

255

Pasal V.02. PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI LISTRIK 1. Lingkup Pekerjaan a. Pekerjaan Instalasi Listrik adalah pengadaan dan pemasangan termasuk testing dan commissioning peralatan dan bahan, bahan-bahan utama, bahan-bahan pembantu dan lainnya, sehingga diperoleh instalasi listrik yang lengkap dan baik serta diuji dengan seksama siap untuk dipergunakan dan baik instalasi tenaga maupun instalasi penerangan. Pengadaan dan pemasangan yang terdiri dari :



Sub Panel



Panel-panel cabang sesuai single line diagram



Kabel



Pengawatan dan peralatan dari sub panel ke pemakaian



Lampu-lampu (lightning fixtures, exit lightning dan emergency lightning)



Pentanahan

b. Testing dan Commisioning.

256

2. Ellektrode Konduktor Pengetanahan. Pipa Galvanized 2” dengan bar copper electrode ukuran 50 mm2 dan dimasukkan dalam pipa Galvanized dan dibaut pada elektroda seperti pada gambar. Kedalaman elektroda tidak kurang dari 6 m dan tanahan pengetanahan max. 1 ohm. Kontrol box dengan ukuran 50 x 50 cm dengan tutup beton, pengetanahn untuk pengaman harus terpisah dengan pengetanahan netral trafo, generator maupun penangkal petir.

3. Persyaratan teknis system ditribusi listrik tegangan rendah. Panel distribusi utama tegangan rendah ini terdiri atas panel distribusi utama tegangan rendah (LVMDP) dan panel-panel cabang sesuai gambar one line diagram.

4. Persyaratan Bahan. a. Panel Listrik •

Panel dibuat dari besi plat dengan tebal minimal 1,6 mm untuk sub panel, dan 2 mm untuk papan pembagi utama.



Panel harus mempunyai pintu dan dilengkapi dengan kunci tanam jenis master key.

257



Panel harus dicat dengan 2 kali cat dasar dan 3 kali cat akhir dengan jenis cat duco, warna cat akhir akan ditentukan setempat.



Panel-panel buatan pabrik pembuat panel Indonesia.



Komponen-komponen panel seperti MCCB, MCB Zekering NH Fuse Disconnecting switch, Pilot Lamp & Circuit Braker, harus buatan Merlin Gerin atau sederajat.

b. Kabel Jenis kabel yang dipergunakan adalah sebagai berikut : System

Jenis kabel

MDP

NYFGBY

MDP sub Panel

NYY

Kabel untuk kotak-kontak khusus

NYY

Kabel penerangan dan kotak-kontak biasa

NYM

Kabel lampu luar bangunan

NYY



Kabel produksi dalam negeri yang sudah mendapat sertifikat dari LNK/SPLN.



Penarikan kabel NYM dalam pipa PVC ex ega type AW. Diatas kabel DUCT.

258

c. Lampu-lampu (lighting fixtures) Merk dan jenis yang dipergunakan adalah sebagai berikut :

™ Lampu TL •

Lampu tabung merek Philips type cool daylight atau sederajat.



Ballas elektronik merk Philips, arto light, LOMM atau sederajat.



Body lampu dibuat dengan plat baja dengan ketebalan minimum 0,7 mm dan dicat dengan cat baker, warna putih merk LOMM atau sederajat.



Lampu holder (FITTING lampu) buatan Philips atau sederajat.

™ Lampu pijar Philips atau sederajat ™ Lampu langit-langit buat armature, imlex atau esderajat d. Saklar dan kotak kontak : Merk yang digunakan adalah berker, clipsal, legrand, atau sederajat

5. Persyaratan Pemasangan a. Panel

™ Konstruksi penempatan peralatan dan kabel harus rapi kuat terpasang, aman dan mudah diperbaiki

259

™ Tiap-tiap harus ditanahkan dengan tahanan pertanahan maksimal 5 ohm, diukur setelah tidak hujan minimum selama 2 hari b. Kabel

™ Kabel utama •

Pemasangan kabel memenuhi persyaratan dari pabrik kabel dan persyaratan umum yang berlaku.



Semua penarikan kabel harus menggunakan system roll untuk memudahkan pekerjaan dan kabel tidak rusak karena tekukan dan puntiran.



Sebelum penarikan kabel dimulai, pemborong harus menunjukkan kepada direksi pekerjaan alat roll tersebut serta alat-alat lainnya.



Setiap kabel distribusi yang berada dalam bangunan tidak boleh ada sambungan. Semua penyambungan ke terminal bus bar di panel harus menggunakan kabel schoen dengan system pres dan patri.



Pemasangan kabel harus rapi, lurus dan kuat, terpasang pada bagian bangunan.



Konduit kabel mempunyai diameter minimum 2,5 x diameter kabel. Kabel dalam bamgunan.

260



Kabel-kabel yang turun ke kotak kontak dan saklar harus menggunakan conduit PVC/setara.



Tiap-tiap penyambungan kabel harus berada dalam terminal box metal exLICO dan lilitan penyambungan kabel tersebut ditutup dengan las dop 3 m.



Jalur kabel diatas langit-langit yang lebih dari 2 jalur harus berada diatas rak kabel yang dibuat dari besi siku, bersifat uenis nobi dengan lebar 2 x jumlah lebar kabel.



Kotak kontak harus dipasang 30 cm dari lantai, khusus untuk pada lantai dasar tinggi stop kontak 60 cm dari lantai.



Kapasitas kontak 10 CMP, dan untuk kotak kontak khusus 16 AMP.



Saklar harus model tanam, dipasang 130 cm diatas lantai, kapasitas 6 AMP dan 10 AMP.



Tiap grup penerangan diperkenakan maksimum 12 titik nyala.



Semua

imnstalasi

dalam

pemasangan tanah (inbow). c. Lampu-lampu

titik

ruangan

harus

merupakan

261

™ Lampu-lampu harus terpasang kuat pada bangunan tetapi harus mudah dibuka.

™ Harus dipasang dengan ketinggian yang sama. ™ Harus dipasang dengan lurus sejajar dengan bagian bangunan pada arah vertical maupun horizontal.

6. Commissioning dan testing. ™ Kabel-kabel distribusi sebelum disambung ke peralatan harus diukur tahanan isolasinya.

™ Setelah

semua

instalasi

selesai

dipasang

aliran

listrik

telah

dimasukkan, maka jaringan instalasi harus ditest terhadap grup-grup yang telah dipasang apakah telah sesuai dengan gambar.

™ Setelah jaringan dibebani, beban terhadap masing-masing fase semua bahan-bahan peralatan dan tenaga yang diperlukan selama testing, balancing, commission dan perbaikan, diatas kerusakan yang timbul sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemborong.

7. Dokumentasi Instalasi Sebelum dilakukan serah terima pekerjaan oleh pemborong kepada pemberi tugas, pemborong diwajibkan untuk menyerahkan dokumentasi-dokumetasi sebagai berikut :

262

¾ 3(tiga) set : gambar-gambar instalasi terpasang yang telah diperiksa oleh direksi pekerjaan.

¾ 2 (dua) set : buku instruksi pemakaian dan pemeliharaan pemakaian peralatn-peralatan

¾ 2 (dua) set : keterangan hasil baik pemeriksaan instalasi listrik dari PLN ¾ 2 (dua) set : berita acara hasil testing.

Pasal V. 03 INSTALASI PENANGKAL PETIR 1. Pemasangan : a. Penangkal petir digunakan system sangkar Faraday dengan 14 splitz dan 2 arde pentanahan, dilaksanakan sesuai gambar dan sampai mendapat persetujuan dari instansi terkait (Depnaker). b. Rod Electrode.

™ Rod Electrode dibuat dari pipa galvanis minimum diameter 1 ¼” dengan ujungnya disambung dengan pipa tembaga diameter 1 ¼” sepanjang 60 cm (atau disambung dengan tembaga massif 1 ¼” sepanjang 60 cm). Ujung pipa tembaga dipotong miring sepanjang 10

263

cm, bila dipakai tembaga massif bagian ujung diruncingkan sepanjang 10 cm.

™ Earthing conductor pada Rod Electrode dipakai BC 50 mm2. ™ Rod Electrode dipasang pada satu tempat, jarak ke pondasi bangunan 1,5 m. Rod Electrode ditanamkan ke tanah sampai ujung pipa tembaga mencapai air tanah +4 meter. c. Pengukuran tahanan system : Pengukuran tahanan system dilakukan pada sambungan dalam bak control dengan megger tanah, dalam keadaan sambungan terpasang (dua kali pengukuran ). Tahanan maksimum 1 (satu) Ohm R system 12 (satu) Ohm. 2. Pemborong telah menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan yang dicantumkan pada Ketentuan Umum.

Pasal V. 04 PEKERJAAN TEKNIS INSTALASI PLUMBING 1. Lingkup Pekerjaan Pekerjaan plumbing adalah pengadaan dan pemasangan peralatan-peralatan, bahan-bahan utama, bahan-bahan pembantu dan lain-lain sehingga diperoleh

264

instalasi plumbing yang lengkap dan baik serta diuji dengan seksama & siap untuk dipergunakan, yaitu terdiri dari : a. Alat-alat Sanitair :

™ Closet jongkok ™ Meja cuci tangan (washtafel) ™ Floor Drain ™ Floor Clean out (tipe lantai) ™ Janitor, Urinor, Skat Urinor dll ™ Kaca cermin b. Sistem Air Kotor dan Air Bekas. Pemipaan air kotor/air bekas dari semua closet, urinoir, zink, (bak cuci piring) dan floor drain sampai ke septicktank dan rembesan. c. Pipa ventilasi dari semua titik ventilasi ke udara luar d. System pembuangan pipa penguras dan over flow dari menara Air ke selokan terdekat. Pipa air hujan :

™ Pempompaaan dari atap gedung sampai selokan air hujan. Selokan air hujan.

265

2. Persyaratan bahan dan peralatan a. Alat-alat Sanitair : Merk: TOTO atau setara

ƒ

Closet jongkok CE 6

ƒ

Washtafel L 511. V3

ƒ

Cermin

ƒ

Urinior 57 M

ƒ

Wash Bak

ƒ

Floor drain TOTO

ƒ

Kraan

ƒ

Kraan halaman

ƒ

Clean Out plug

ƒ

Janitor SK 22 A

b. Sistem Air Bersih

™ Pompa Penyalur (transfer Pump) •

Merk

GAE atau setara



Type

SM 441 – 5,5 HP

266



Daya Motor

1,5 KW



Head

15 meter



Kapasitas

12 m3/h



Kecepatan

1.450 rpm



Pipa

D 1,5 “



Tenaga Listrik

380 volt/660 volt/50 Hz



Banyaknya

1 (satu) set

Pada pipa isap dilengkapi

ƒ

Strainer 1 buah

ƒ

Foot Valve 1 buah

ƒ

Stop Valve 1 buah

Pada pipa tekan dilengkapi

ƒ

Stop Valve 1 buah

ƒ

Check valve 1 buah

Diameter kedua pipa isap dihubungkan melalui satu buah stop valve. Pompa dilengkapi dengan water level control :

267

ƒ

4 buah lower level, 2 untuk tangki atas dan 2 untuk tangki bawah

ƒ

2 buah upper level, untuk tangki atas.

™ Booster – pump 350 watt = 1 buah Sebagai penguat tekanan air

™ Pempompaan air bersih pipa ƒ

Pipa air bersih dipergunakan galvanized steel pipe BS 1387 das medium, sekualitas ex BAKRIE & BROTHERS.

ƒ

Fitting T6

Untuk fitting pipa galvanized digunakan galvanized malleable iron 1560spi, screw type.

ƒ

Valve.

Untuk valve sampai dengan diameter 2 ½ “ dipergunakan bronze 150 spi, screw end, untuk valve 3 keatas dipergunakan sekualitas cast iron 150 spi, flange and ex KITAZAWA.

™ Sistim air kotor dan air bekas. Pempopaan air kotor/air bekas dan vent disini dipergunakan bahanbahan sebagai berikut :

268

ƒ

Untuk pipa dipergunakan pipa PVC sekwalitas Wavin Klas AW, dengan sambungan lem.

ƒ

Untuk fitting pipa dipergunakan PVC injection moulding sesuai dengan

merk

pipa.

Belokan

pada

saluran

utama

harus

menggunakan long radius bend.

ƒ

Jenis lem yang dipergunakan harus sesuai dengan spesifikasi pabrik.

ƒ

Semua junction harus menggunakan 45 TY dan 45 bend kecuali untuk vent.

™ Talang air hujan dan saringan Pipa talang disini digunakan bahan sebagai berikut :

ƒ

Untuk pipa dipergunakan pipa PVC sekualitas Wavin Klas AW atau yang setara

ƒ

Untuk fitting pipa dipergunakan PVC klas AW Wavin atau setara

Saringan talang dapat dipessan dengan bahan besi cor atau dibuat dengan menggunakan pipa galvanized sesuai gambar. c. Persyaratan Pemasangan

™ Semua pipa harus dipasang lurus dan sejajar dengan dinding/bagian dari bangunan pada arah horizontal maupun vertical.

269

™ Semua pemasangan harus rapi dan baik. ™ Semua

pipa

harus

digantung/ditumpu

dengan

menggunakan

penggantung dan penumpu yang kuat dari metal sesuai dengan ukuran pipanya, sehingga pipa tiada melentur.

™ Semua pipa yang menembus konstruksi bangunan. Pemborong harus minta persetujuan Konsultan Pengawas.

™ Pemborong harus menyediakan pipa sleve untuk pipa-pipa yang menembus bangunan.

™ Pipa besi yang ditanam dalam tanah harus dilapis aspalt dan kain gonni. Kemiringan pipa air kotor air bekas adalah ±2 % ke arah zink put.

™ Pipa PVC dalam tanah harus bebas dari benda-benda keras/diatas pasir sehingga kemiringan dapat rata.

™ Pipa air bersih dan pipa air kotor tidak boleh diletakkan pada lubang galian yang sama. d. Pengujian

™ Setelah semua pemipaan selesai dipasang maka perlu diadakan pengujian kebocoran pipa atas seluruh instalasi sehingga system dapat berfungsi dengan baik, memenuhi persyaratan sbb:

270

ƒ

Instalasi air bersih

ƒ

Instalsi pipa sanitair 2 kg/cm2

8 kg/cm2

24 jam

5 % air

2 jam

5 % air

™ Setelah pengujian terhadap kebocoran selesai, maka diadakan pengujian terhadap system dengan cara menjalankan system sekaligus selam 4 x 8 jam terus menerus tanpa mengalami kerusakan.

™ Senua pengujian harus dilaporkan tertulis dan ditanda tangani Konsultan Pengawas.

™ Semua kerusakan yang timbul akibat proses pengetesan dibebankan kepada Pemborong Plumbing. e. Disinpeksi

™ Pemborong harus melaksanakan pembilasan dan disinpeksi dari seluruh instalsi air bersih sebelum diserahkan kepada pemilik.

™ Disinpeksi dilakukan dengan memasukkan larutan chlorine kepada system pipa dengan metode yang disetujui pemilik. Dosis chlorine ialah 50 ppm.

™ Setelah 16 jam system tersebut harus dibilas dengan air bersih sehingga kadar chlorine menjadi tidak lebih 0,2 ppm. f. Pembersihan

271

™ Semua bagian yang tampak kelihatan dari luar harus dibersihkan dari kotoran-kotoran. Bagian yang dilapis chlorine harus digosok sehingga bersih dan mengkilap.

™ Semua pipa tampak exposed dan tidak dilapis chlorium harus dicat dengan warna berlianan agar mudah dikenali satu dengan yang lainnya. Unutk ini Pemborong harus berkonsultasi dengan Pemilik. g. Dokumentasi Sebelum dilakukan serah terima pekerjaan oleh pemborong kepada pemberi tugas, pemborong harus menyerahkan dokumentasi-doikumentasi berikut :

™ 4 (empat) set

Gambar-gambar instalasi terpasang (As

Built Drawing) yang telah diperiksa oleh Konsultan Pengawas.

™ 2 (dua) set

Buku instruksi pemakaian dan pemiliharaan untuk peralatan-peralatan.

™ 2 (dua) set

Berita acara hasil testing pipa-pipa air.

272

Pasal V. 05. INSTALASI SISTEM FIRE EXTINGUISHER 1. Sistem Fire Extinguiser Yang dimaksud dengan Sistem Fire Extinguiser adaalah system pemadam kebakaran dengan mengguankan tipe portable atau beroda, dimana bahan pemadam kebakaran terdiri dari BCF, Co2 atau sejenisnya. 2. Persyaratan a. Pada umumnya berlantai lima yang luas lantainya lebih dari 200 m2 harus ada Pipa Splinkler dan alat pemadam. Pemadam kimia CO2 dengan ukuran minimal 2 kg atau alat pemadam lainnya yang sederajat pada setiap lias lantai 200 m2 dengan ketentuan minimal 2 buah untuk setiap lantai. b. Titik Splinker harus ada tiap jarak 5 m’ dan alat pemadam portable harus ditempatkan pada tempat yng mudah terlihat dan berjarak maksimum 20 m dari setiap tempat. 3. Jenis Peralatan yang dipakai (Merk Chubbs). General Area

™ Type General Purpose Dry Chemical ™ Agent Multi Purpose Dry Chemical ™ Shell Material Iron Steel

273

™ Capacity 4 kg ™ Cargerd Weight Approx 8,0 kg ™ Tes pressure 250 kg/cm2

Pasal V. 06 PEKERJAAN AIR CONDITIONING DAN EXHAUST FAN 1. Syarat-syarat umum a. syarat umum merupakan bagian dari persyaratan dari kontrak ini apabila ada beberapa klausal-klausal dala spesifikasi ini, berarti menuntut perhatian khusus dari klausal-klausal tersbut dan berarti menghjilangkan klausal-klausal lainnya dari syarat-syarat umum. Klausal-klausal dari syarat-syarat umum hanya dianggap tidak berlaku apabila segala dalam spesifikasi ini. b. Kontraktor harus mempelajari dan memahami kondisi tempat yang ada agar dapat mengetahui hal-hal yang mengganggu mempengaruhi pekerjaan mechanical. Apabila timbul persoalan, kontraktor wajib mengajukan saran penyelesaian paling lambat seminggu sebelum bagian pekerjaan ini seharusnya dilaksanakan.

274

c. Pada waktu pelaksanaan, kontraktor harus menyerahkan gambar-gambar kerja (shop drawing) terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan dari konsultan, dan gambar-gambar tersebut harus diserahkan minimal dua minggu sebelum dilaksanakan.

2. Peraturan-peraturan, ijin-ijin dan standar-standar a. Instalasi yang dinyatakan dalam persyaratan ini harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku serta tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, dari jawatan keselamatan kerja. b. Kontraktor harus memintakan ijin-ijin yang memungkinkan diperlukan untuk menjalankan instalasi yang dinyatakan dalam persyaratan ini tanggungan sendiri. c. Kontraktor ini harus memeriksa dengan teliti ruang-ruang dan peralatanperalatan, saluran-saluran (ducts), pipa-pipa dll. Hingga dapat dipasang pada tempat-tempat dan ruangan-ruangan yang telah disediakan. d. Kontraktor ini harus menyatakan secara tertulius bahwa bahan dan peralatan yang diserahkan adalah berkualitas baik, bahwa cara pelaksanaan pengerjaan dilaukan dengan cara wajar dan terbaik. e. Kontraktor ini harus menyediakan alat-alat pengatur dan alat pengaman tambahan yang diwajibkan oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia.

275

f. Semua pekerjaan yang dinyatakan dalam persyaratan ini harus dilaksnakan sesuai dengan syarat-syarat pelaksanaan atau peraturan-peraturan dari badan pem,erintah yang berwenang kontraktor ini harus menanggung biaya-biaya uintuk memperoleh ijin, pemeriksaan engujian dan lain-lain. Dan kontraktor ini harus meny\erahkan ijin-ijin atau keteranganketerangan resmi tentang instalasi kepada konsultan.

3. Petunjuk Khusus a. Kontraktor harus membuat dan menyerahkan gambar-gambar kerja yang mendetail untuk bagian-bagian dri sistem duct, pipa, atau sistem distribusi lainnya yang diterangkan bagian yang cukup kompleks atau yang dibutuhkam koordinasi yang ketat dengan bagian-bagian pakerjaan lainnya dari penyelesaiannya proyek ini. Apabila ada hal-hal yang meragukan tentang ini keputusan terakhir ada pada konsultan/wakil konsultan. b. Kontraktor ini harus memberikan pernyataan bahwa gambar-gambar kerja yang diserahkan tidak akan menimbulkan konflik pelaksanaan dengan kondisi

lapangan/pekerjaan

kontraktor-kontraktor

lainnya.

Tanpa

pernyataan ini gambar-gambartidak akan memperoleh persetujuan dari konsultan/wakil konsultan. c. Kontraktor ini harus memberikan garansi tertulis kepada pemberi tugas bahwa seluruh instalasi air conditioning dan distribusi udara ini akan bekerja dengan memuaskan, dan kontraktor akan menanggung semua biaya atas kerusakan penggantian yang perlu selama jangka waktu 1 tahun.

276

d. Kontraktor ini harus menyerahkan kepada pemberi tugas gambar-gambar instalasi sesungguhnya yang terpasang pada bangunan (as built drawing) memuat lengkap semua perubahan yang telah dilakukan. Gambar-gambar teersebut dibuat dengan tinta diatas kertas kalkir. e. Pemasangan out-door unit AC dan pemasangan pipanya, harus dilaksanakan serapi mungkin sesuai kebutuhan dalam gambar sehingga out-door Unit AC tersebut merupakan elelmen bangunan

4. Lingkup Pekerjaan a. Yang dimaksud adalah pengadaan dan pemasangan AC split wall lantai 1, lantai 2 b. Penyerahan dan pemasangan lengkap alat-alat kontrol ysng dibutuhkan oleh sistem tata udara yang didinginkan sistem air. c. Starting, testing, servising dan maintenance. d. Melengkapi pekerjaan dan accesoriess tambahan yang diperlukan oleh seuruh sistem sehingga dapat berjalan dengan baik bila belum disebutkan dalam spesifikasi ini. e. Pemborong yang melaksanakan pekerjaan ini, diutamakan yang telah berpengalaman di bidang ini dan memiliki dan memiliki TDR bidang elektrical tata udara.

277

5. Pekerjaan Pipa, Pipa Air Dingin Pemborong harus menyediakan dan memasang sesuai dengan spesifikasi dan gambar senua pemipaan yang ada.

6. Pekerjaan Pipa Pengembunan a. Pekerjaan. Pemborong harus memasang pipa pengembunan (drain) dari mesin mesin air conditioning sampai ketempat pengembunan yang terdekat dalam saluran yang teresembunyi atau tidak dan tidak mengganggu . Pemborong harus berkoordinasi, memberikan data-data ukuran dan gambar-gambar yang diperlukan kepada pihak lain.

b. Bahan. Sebagai pipa pengembunan (drain) dipergunakan pipa PVC (Poly Vinyl Choida) kelas AW bilamana tidak dinyatakan lain tersendiri.

7. Pekerjaan Listrik a. Pekerjaan Pekerjaan listrik yang dimaksud ialah instalasi : i.

Panel kontrol daya mesin-mesin AC yang meliputi wiring, starter, switch, transformator, zekring, alat-0alat ukur serta peralatan-peralatan lainya yang dipergunakan sebagai sumber daya bagi mesin-mesin AC.

278

Pemborong menyediakan dan memesang peralatan-peralatan dari panel kontrol ini sampai ke mesin-mesinya. Pihak lain yang menyediakan peralatan untuk penyambungan daya listrik sampai ke panel ini. ii.

Panel AHU di sdetiap lantai yang meliputi wiring starter, switch, trnsformator dan skring yang di perlukan untuk pamel ini.

b. Syarat-syarat iii.

Semua pekerjaan listrik yang ada harus di laksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan PUIL 1977, persyaratan PLN, peraturan-peraturan pemerintah setempat dan jawatan keselamatan kerja.

iv.

Kabel-kabel yang di sambungh harus color coded atau diberi nama. Selain dari pada itu harus pula memenuhi persyaratan standar negara dan pabrik pembuatnya.

c. Bahan Semua bahan yng dipergunakan harus berkualitas yang terbaik, buatan Jerman atau USA atau yang sejenis kecuali dinyatakan lain sserta secara tersendiri. Pemborong harus berkoordinasi dengan pabrik-pabrik lain agar sejauh mungkin dipergunakan peralatan yang seragam dari merk yang sama untuk seluruh proyek.

d. Peralatan v.

hendaknya di masing-masing unit terdapat sistem pengaman yang terpisah.

279

vi.

Untuk setiap phase pada panel hendaknya diberi lampu indikator atau alat ukur lainya.

vii.

Semua panel harus diberi lapisan cat anti karat.

viii.

Semua panel, switch, indikator,alat-alat ukur yang ada harus diberi nama papan nama yang sejenis dan tidak mudah rusak.

ix.

Semua alat-alat ukur yng terpasang harus dari daerah kerja yang sesui dengan ketelitian 2%.

e. Zekering cadangan Untuk setiap panel yang menggunakan pengaman zekering harus disediakan sebanyak yang ada dan di simpan pada tempat khusus dan diberi tanda pengenal.

f. Pemyambungan kabel x.

Semua penyambungan kabel harus dilakukan sesuai dengan poersyaratan : 1. Penyambungan kabel tembaga harus mempergunakan penyambung tembaga yang sesuai dan dilapisi timah putih. 2. Penyambungan kabel berisolasi karet harus diisolasi karet. 3. Penyambungan kabel berisolasi PVC harus diisolasi PVC. 4. Kabel-kabel yang disambung harus color coded atau diberi nama.

280

g. Tarikan kabel Tarikan kabel yang berada diatas plafond harus terletak di dalam suatu cable duct sesuai dengan gambar dan spesifikasinya. Tarikan kabel dengan tarikan vertikal sepaya di klem pada dinding secara rapi dengan jarak klem 1,5 m.

9.

Kipas Angin / Exhaust Fan a. Pekerjaan Penborong harus menyediakan dan m,emasang kipas angin dan exhaust fan sesuai dengan ganbar dan spesifikasi, rating CFM dengan toleransi 10%.

b. Bahan Senua kipas angain dan exhauust fan yang dipasangh telah dibalans, dan diuji oleh pabriknya dan sesuai dengan gambar dan spesifikasinya, merk yang digunkan nasianal, KDK atau setara.

c. Peralatan Semua kipas angin (fan) harus diberi peralatan damper otomatis yang akan membuka bila ran bekerja dan menutup bila fan berhenti. Semua kipas angin (fan) bila berhubungan langsung dengan udara luar harus diberi pelindung “brid screen” dari rangka alumunium atau “galvanized iron ½” mesh”. Ducting yang digunakan sesuai aturan yang berlaku untuk pekerjaan AC.

281

d. Mutu alat-alat dan bahan a. Alat – alat dan bahan yang diajukan bermutum tinggi, dimana bagian alat yang sama fungsinya harus dapat saling ditukar – tukar tanpa mrnimbulkan kesulitan teknis b. Alat – alat harus tahan untuk dapat dipakai dalam cuca tropis. Terutama harus dipertitungkan adanya pengaruh negatif dari kelembapan yang tinggi dan harus dicegah timbulnya jamur. c. Alat – alat dan bahan – bahan instalasi yang diajukan harus dalam keadaan 100 % baru. d. Untuk penilaian mutu pada tahap permulaan, semua lat yang diajukan harus disertai dengn data teknis (brosur) agar jelas merk dan typenya. e. Seluruh peralatan yang membangun sytem tata suara ini harus memenuhi sandard industri indonesia. f. Saat serah terima harus dilampirkan surat garansi 1 (satu) tahun dari agen tunggal di indonesia . g. Merk yang boleh ditawarkan adalah philips atau setaraf.

e. Penjelasan sistem •

Listrik

282

1. Pengukuran dan pengujian kuat aras dan tegangan RPM setiap phase unit – unit kompresor, motor dan system pengaturan listrik yang ada. 2. Perbandingan dengan harga yang direncanakan atau data dari pabriknya.



Tenperatur

1. Pengukuran dan pengujian temperatur dan kelembapan pada setiap ruang, difuser, griller, fresh air intake “ exhaust” “on” dan “aff koil pendingin, udara luar dan sistem pengukuran yang ada. 2. Pengukuran dan pengujian temperatur, tekanan dan aliran yang masuk dan keluar setiap alat.

f. Syarat a. Semua pengujian dilakuakan setelah system berjalan dengan baik secara kontinue selama 9 jam. b. Pengukuran dan pengujian harus dilakuakn setelah system “balan” sesuai atau mendekati persyaratan teknis yang direncanakan. c. Pengukuran dan pengujian harus dilakuakn pada saat suhu luar 32.2 deg C ( 90 deg F ). d. Semua perelatan pengujian dan pengukuran harus dikalibrasi sebelum dan sesudah digunakan.

283

Pasal V. 07 . URAIAN DAN KETENTUAN TEKNNIS PEKERJAAN INSTALASI SOUND SYSTEM 1. Lingkup pekerjaan Pengadaan dan instalasi Back Ground Music lengkap dengan peralatan dan pengabelanya antara lain:

2. Pengujian A. Pekerjaan Pemborong harus melaksanakan semua pengujian ( run test) dan “balancing” peralatan instalasi system air conditioning dengan disaksikan oleh pengawas yang berkepentingan . Direksi / Konsultan serta pihak pihak yang lain yang diperlukan kehadiranya. Semua kejadian tersebut dicacat dan dibuat berita acara.

a. Jenis pekerjaan Jenis pengerjaan pengujian balancing dan adjusting instalasi ini secara garis besarnya mencakup persoalan-persoalan sebagai berikut : a. Pipa 1. Pengujian terhadap pada semua sambungan pipa. Music program tidak hanya diperkuat tetapi harus mempunyai derajad pengertian yang tinggi dan bebas

284

dari gangguan listrik tegangan tinggi dan sinyal pemancar – pemaqncar yang baik dalam gedung itu sendiri maupun diluar gedung seperti orari, krap dan sejenisnya. Tingkat kekerasan suara dari celling speker harus dapat diatur untuk dapat menyusuaikan dengan keadaan ruang antara lain level suara dengan volume control yang memiliki peredaran 3 db/ step.

b. System pemanggilan System pemanggilan damaksudkan untuk melengkapi system komunitasi yang telah ada pada kantor tersebut. Pemanggilan adalah sarana komunitasi satu arah : b. Untuk menyampaikan informasi baik untuk perorangan maupun untuk selurauh karyawan. c. Untuk mengalokasikan karyawan yang diperlukan pada saat mana tidak ada ditempat. d. Untuk menyampakan jalanya sidang paripurna keseluruh gedung. Berita yang disampakan harus mempunyai derajad pengertian ( intelligibility ) yang tinggi dengan kekerasan + 80 db diatas sinyal derau ( s/n rasio + /- 80 db) . Hal ini diperlukan pengontrolan secara otomatis agar pada setiap dilaksanakan paging, volume control di by pass dan full power loud speker.

285

Untuk tidak menggangu kemmpuan system paging dan tidak menggangu suasana kerja seluruh lantai maka system harus direncanakan agar dapat paging perlantai dan atau seluruh lantai.

c. Emergency call Kebutuhan system tat a suara untuk satu gedung khususnya gedung bertingkat tidak terbatas untuk keperluan back ground music dan paging, tetepi juga untuk pemanggialn atau penyampaian berita darurat. e. Adapun berita yang disampaikan keseluruh gedung antara lain pengerahan karyawan dan atau tenaga lainya dalam keadaan evakuasi darurat. f. Instruksi – instruksi lainya dapat disampakan keseluruh gedung.

B. Amplifer Rack ( untuk back ground music ) Amplifer rack antara lainberisi bagian – bagian atau rungsi – rungsi tersebut: a. 1 (satu ) set input source, terdiri dari:



1 buah cassete deck double players.



1 buah table stand microphone.



1 buah hand held micropune.

b. 1 ( satu ) set amplification system, terdiri dari



1 buah system amplifer .

286



1 buah power amplifer 240 watt.



1 buah set swiching, monitor, rack dan accessories.

C. Amplifer Power amplifier untuk background music : 1. Dalam konstruksi slide-in panel 2. Tegangan input dapat diatur dari luar dengan obeng 3. Daya out-put (musik) = 200 watt 4. Tegangan out-put (saluran) = 100 watt 5. Catu Tenaga : 220 volt, 50 Hz 6. Karakteristik frekuensi

1 dB dari 100 Hz – 15 kHz

7. S/N : 55 dB atau lebih 8. Cacat harmonis : 0,5 % atau kurang pada out-put nominal 200 W. Pre-amplifier untuk background music. Dalam konstruksi slide-in panel.

287

D. Channel Combiner Karena cassette deck hanya diperoleh dalm model stereo, sedangkan yang akan dipasang adalah sitem mono, maka perlu diadakan rangkaian khusus untuk mennggabungkan channel kiri dan kanan.

Pasal V.08. URAIAN

DAN

KETENTUAN

TEKNIS

PEKERJAAN

INSTALASI

TELEPON 1. Lingkup Pekerjaan Yang termasuk didalam lingkup pekerjaan ini adalah a. Pengadaan / pemasangan instalasi / telepon termasuk pemasangan perelatan utama / instalasi pengabelan utama. b. Menyediakan tenaga-tenaga yang cukup ahli dalam bidangnya, untuk memasang peralatan dan perkabelan, melakukan pengukuran, testing dan penyetelan, sehingga seluruh sistem dapat berfungsi dengan memuaskan. c. Untuk dan atas nama Pemberi Tugas menyelesaikan prosedur pengujian Instalasi

dengan

PERUMTEL.

PERUMTEL

serta

penyambungan

ke

jaringan

288

2. Uraian dan Persyaratan untuk perkabelan di dalam gedung. a. Umum Instalasi didalam gedung pada dasarnya terbuat dalam dua bagian : Kabel pokok, yang menhubungkan kotak pembagi ke tempat MDF Saluran penaggal, yang menghubungkan pesawat telepon ke kotak pembagi. Penarikan kabel ke out let sama dengan kabel untuk pesawat telepon sesuai dengan syarat-ayarat instalasi. b. Instalasi 1. Instalasi

pada

dasarnya

dilakukan

menurut

ketemtuan

yang

dikeluarkan oleh PERUMTEL. 2. Pada prinsipnya seluruh instalasi dilakukan secara inbouw. 3. Semua kabel, baik kabel pokok maupun seluruh penaggal, harus ditarik didalam pipa. 4. Penyambungan pipa harus dengan soch atau T Doos. 5. Penyambungan pipa harus dilem, T Doos harus ditutup. 6. Didalam satu pipa hanya boleh ditarik sebanyak-banyaknya tiga kabel.

289

7. Kabel pokok dari terminal box pada setip lantai yang menuju ke MDF, dan kabel yang dari terminal box sampai ke out let telepon tidak boleh ada sambungan. c. Kotak Pembagi 8. Kotak dibuat dari plat besi (tebal minnimum 0,5 mm). 9. Kotak harus dapat ditutup dengan rapat dan diberi kunci. 10. Untuk instalasi Inbouw. 11. Dilemgkapi dengan terminal (sekrup solder) yang sesuai dengan ukuran kabel. Terminal untuk kabel masuk dan kabel keluar harus terpisah sedangkan penyambungannya dilakukan dengan jumpeiring. 12. Kotak harus dicat disesuaikan dengan warna dinding. 13. Contoh barang harus dimintakan persetujuan dahulu dari Direksi Pekerjaan. d. kabel 14. Isolasi dan selubung luar dari PVC 15. Tiap pasang harus dipuntir (twisted) dan mempunyai kode warna yang jelas untuk membedakan dari pasangan yang lain. 16. Screen dari lembar aluminium atau timah putih.

290

17. Kawat tembaga dengan ukuran 0,6 mm atau lebih. 18. Sebelum pemasangan dimulai, contoh barang harus diserahkan kepada direksi pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan. e. Pipa dan konduit: 19. Unutk seluruh instalasi dipakai pipa PVC Ega / setara. 20. Ukuran pipa disesuaikan dengan ukuran kabel yang akan ditarik. f. Pengukuran 21. Pemborong diwajibkan untuk melakukan pengukuran tahanan isolasi dan tahanan loop untuk semua pair yang telah dipsang. 22. Dalam pair tersebut tidak sampai rozet, maka pengukuran dilakukan sampai ke ujung yang terjauh. g. Pengujian oleh PERUMTEL. 23. Pemborong diwajibkan untuk mengurus dan membiayai pengujian instalasi oleh PERUNTEL, sampai diperoleh surat lulus pengujian. 24. Semua dokumen yang diperlukan untuk pengujian tersebut harus dipersiapkan oleh Pemborong.

3. Merk ISDN PABX yang direkomendasikan untuk ditawarkan adalah Panasonic dengan persyaratan sesuai type yang dipergunakan atau setara ASIA/JEPANG (yang memiliki pelayanan puma jual di Indonesia).

291

4. Fasilitas Pesawat Cabang (Analog / digital) a. Music On Hold b. Hot Line Ada 2 Hot Line : 5. Segera (tanpa delay) Hubungan hanya bisa dilakukan dengan tujuan yangt sudah ditentukan lebih dahulu. 6. Dengan delay Pesawat cabang bisa berfungsi sebagai hot line dan pesawat cabang biasa. Begitu peasawat diangkat, pesawat berfungsi sebagai pesawat biasa bila kita langsung memutar nomer yang diinginkan. Tetapi bila diangkat beberapa lama tidak memutar nomor, maka secara otomatis pesawat akan terhubung ke tujuan yang telah diprogram (hot line). c. Call forwarding Apabila ada panggilan kepada satu pesawat cabang dan tidak diangkat atau sibuk, maka setelah selang waktu tertentu panggilan tersebut segera dipindah kepada extension lain yang telah ditentukan.

292

d. Group Hunting Sejumlah pesawat cabang, umumnya yang termasuk dalam satu departemen/ bagian dapat digabung dalam satu group untuk hunting. Nomor individu setiap pesawat cabang berfungsi seperti biasa. Apabila nomor group yang dipuitar, pesawat yang bebas pada group tersebut akan ringing baik secara siklis atau urutan yang lengkap. e. Executive / Secretary Kombinasi Executive / Secretary dapat diprogram sehingga dapat saling berhubungan dengan memutar nomor yang telah disingkat. Panggilan kepada Executive dapat dijtuhkan ke sekretaris.

5. STLO ; pesawat telepon cabang ; rectifier / penyearahan battery dan main distribution frame harus mempunyai spesifikasi teknik. RUANG LINGKUP PEKERJAAN 1. Pengadaan dan pemasangan satu unit STLO (ISDN PABX)

¾ Type : PANASONIC KX TDN 1232 dengan kapasitas : ¾ 8 saluran PT. Telkom (PIT) ¾ 64 saluran extension ¾ 1 operator’s console ¾ Lightning arrestor pada 8 saluran PT. Telkom

293

¾ Rectifier / penyearahan 220 V AC/48 V DC dengan kapasitas 1x12 ampere dan accu 48 V/100 AH.

¾ Main Distribution Frame (MDF) kapasitas 2x100 pairs. ¾ Printer dan serial card 2. Pengadaan dan pemasangan STLO sampai dengan MDF. 3. Pengadaan dan pemasangan terminal box , kabel sampai dengan pesawat cabangnya beserta biaya pengujian instalasi oleh PT. Telkom Indonesia. 4. Pengadaan dan pemaasangan pesawat telepon Standard dan Executiive. 5. Mengurus semua perijinan ke instalasi-instalasi terkait yang berwenang penuh dalam pemberian ijin pemasangan sistem tersebut PT. Telkom Indonesia. 6. Pengadaan semua dokumen teknis, pengetesan sistem, trainning operator, training pemakai dan maintenance training sehingga sistem tersebut dapat berfungsi dan terpelihara secara sempurna.

294

Pasal V. 09. PERATURAN-PERATURAN

DAN

SYARAT-SYARAT

YANG

DIGUNAKAN 1. Peraturan Umum yang digunakan : a. A.V. (Algemene Voor Waarden de Uit Voering by Aaneming Van Openbare Werken in Indonesia) tanggal 28 Mei tahun 1941 No. 9 dan tambahan Lembaran Negara No. 14571. b. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) NI-2 / 1971. c. Peraturan Umum Pemeriksaan Bahan Bangunan NI-3 / 1970. d. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 / 1961. e. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) MI-6 1979. f. Peraturan Plumbing Indonesia tahun 1979. g. Peraturan Semen Portland Indonesia NI-18 / 1970. h. Peraturan Cat Indonesia NI-4 1961. i. Peraturan Bangunan Nasional yang berlaku. j. Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. k. Peraturan Muatan Indonesia NI-18 / 1970 dan Peraturan Pembebanan Indonesia tahun 1981.

295

l. Peraturan Instalasi Penghantar Petir NI-12 / 1964. m. Dan lain-lain peraturan-peraturan yang berlaku dan dipersyaratkan berdasarkan normalisasi di Indonesia.

Pasal V. 10. PEKERJAAN LAIN-LAIN 1. Semua bahan dan alat-alat perlengkapan yang akan diperoleh atau dipasang pada bangunan ini sebelum dipergunakan harus diperiksa dan diluluskan oleh Direksi. 2. Apabila diperlukan pemeriksaan bahan, maka biaya pemeriksaaan ditanggung oleh Pemborong. 3. Jika ada perbedaan antara gambar dan RKS, gambar petunjuk dan gambar detail maka segera dilaporkan untuk diputuskan dengan tetap mengindahkan kepentingan bangunan itu sendiri. 4. Apabila ada hal yang tidak tercamtum dalam gambar maupun RKS tetapi itu mutlak dibutuhkan, maka hal tersebut harus dikerjakan/dilaksanakan. 5. Hal-hal yang belum tercantum dalm uraian-uraian dalam pasal-pasal RKS ini akan dijelaskan dalam Aanwijzing.

296

Semarang, Juli 2006

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

5. 1

PERHITUNGAN VOLUME PEKERJAAN

5.1.1 Pekerjaan Stuktur dan Atap A. Pekerjaan Tanah 1. Galian Tanah Struktur Pondasi Volume

= 425,97 m3

2. Urugan Kembali Volume

= 209,44 m3

B. Pekerjaan Beton Bertulang 1:2:3 1. Pekerjaan Stuktur Lantai 1 a. Sirtu padat bawah pondasi / sloof Luas keseluruhan

= 123,28 m2

Ketebalan

= 0,25 m

Volume

= 0,25 m . 123,28 m2 = 30,82 m2

b. Lantai kerja 1:3:5 Luas keseluruhan

= 123,28 m2

Ketebalan

= 0,09 m

Volume

= 0,09 m . 123,28 m = 10,27 m3 296

297

c. Beton sloof stuktur Panjang

= 192 m

Ukuran

= 0,25 . 0,7

Volume

= 192 m . 0,25 m . 0,7 m = 33,60 m3

d. Tiang pancang Diameter pancang = 0,45 m Panjang pancang

= 30 m

Jumlah pancang

=100 buah

Volume

= 30 m . 100 buah = 3000 m

e. Biaya pemancang Panjang pancang

= 30 m

Diameter pancang = 0,45 m Jumlah pancang

= 100 buah

Volume

= 3000 m

f. Mobilisasi pancang Volume

= 1 ls

g. Beton poer Volume

= 133,1 m3

h. Beton kolom Panjang kolom

= 4,73 m

Ukuran kolom

= 0,8 m x 0,8 m

298

Jumlah

= 16 buah

Volume

= 4,73 m . 16 buah . 0,8 m . 0 ,8 m = 56,48 m3

i. Beton balok induk lantai 2 Panjang

= 211,7 m

Ukuran

= 0,25 m x 0,7 m

Volume

= 211,7 m . 0,25 m . 0,7 m = 37,04 m3

j. beton balok anak lntai 2 Panjang

= 179 m

Ukuran

= 0,2 m . 0,4 m

Volume

= 179 m . 0,2 m . 0,4 m =14,32 m3

k. Beton plat lantai 2 Luas

= 436 m2

Ketebalan

= 0,12 m

Volume

= 436 m2 . 0,12 m = 52,32 m3

l. Beton lisplank Volume

= 4,64 m3

m. Tangga beton Volume

= 13,26 m3

299

n. Beton pit lift ¾

Beton pondasi dan beton plat Volume

¾

= 42,34 m3

Beton dinding Tinggi

= 0,2 m

Luas

= 24 ,45 m2

Volume

= 0,12 m . 24,45 m2 = 4,89 m3

¾

Beton kolom Panjang

= 42,67 m

Ukuran

= 0,6 m x 0,6 m

Volume

= 42,67 m . 0,6 m . 0,6 m = 15,36 m3

¾

Plat lantai ruang mesin Ketebalan

= 0,12 m

Luas

= 15 m2

Volume

= 0,12 m . 15 m2 = 1,80 m3

¾

Beton ring balk Panjang

= 13,72 m

Ukuran

= 0,2 m x 0,7 m

Volume

= 13,72 m . 0,2 m . 0,7 m = 1,92 m3

300 ¾

¾

Lantai kerja bawah pondasi pit lift Luas

= 3 m2

Ketebalan

= 0,25 m

Volume

= 0,75 m3

Sirtu padat bawah pondasi pit lift Panjang

= 35,5 m2

Ketebalan

= 0,9 m

Volume

= 35,5 m2 . 0,9 m = 3,20 m3

¾

Tiang pancang pit lift Diameter

= 0,45 m

Panjang

= 12 m

Volume

= 96 m

o. Pondasi batu belah Volume

=12,27 m3

p. Anstamping bawah tangga Luas

= 3,36 m2

Ketebalan

= 0,25 m

Volume

= 3,36 m2 . 0,25 m = 0,84 m3

q. Pasir urug bawah tangga Luas

= 3,36 m2

Ketebalan

= 0,125 m

Volume

= 3,36 m2 . 0,125 m = 0,42 m3

301

2.

Pekerjaan Beton Bertulang Lantai 2 a. Beton kolom struktur Type 1 Panjang

= 4,73 m

Ukuran

= 0,8 x 0,8

Jumlah

= 16 buah

Volume

= 4,73 m . 0,8 m . 0,8 m . 16 buah = 48.34 m3

Type 2 Ukuran

= 0,5 x 0,5

Panjang

= 2,12 m

Jumlah

= 2 buah

Volume

= 0,5 m . 0,5 m . 2,12 m . 2 buah = 1,66 m3

Volume total

= 48,34 m3 +1,66 m3 = 49,50 m3

b. Beton balok induk lantai 3 Panjang

= 211,7 m

Ukuran

= 0,25 x 0,7

Volume

= 211,7 m . 0,25 m . 0,7 m = 37,04 m3

302

c. Beton anak lantai 3 Panjang

= 171 m

Ukuran

= 0,2 x 0,4

Volume

= 171 m . 0,2 m . 0,4 m = 13,68 m3

d. Beton plat lantai 3 Luas

= 420 m2

Ketabalan

= 0,12 m

Volume

= 420 m2 . 0,12 m = 50,40 m3

e. Beton lisplank lantai 3 Volume

= 1,28 m3

f. Tangga beton Volume 3.

= 13,26 m3

Pekerjaan Beton Bertulang Lantai 3 1. Beton kolom struktur Type 1 Panjang

= 4,73 m

Ukuran

= 0,7 x 0,7

Jumlah

= 16 buah

Volume

= 4,73 m . 0,7 m . 0,7 m . 16 buah = 37,08 m3

303

Type 2 Ukuran

= 0,5 x 0,5

Panjang

= 24 m

Jumlah

= 2 buah

Volume

= 0,5 m . 0,5 m . 24 m . 2 buah = 12 m3

Volume total

= 37,08 m3 +12 m3 = 49,50 m3

2. Beton balok induk lantai 4 Panjang

= 211,7 m

Ukuran

= 0,25 x 0,7

Volume

= 211,7 m . 0,25 m . 0,7 m = 37,04 m3

3. Beton balok anak lantai 4 Panjang

= 171 m

Ukuran

= 0,2 x 0,4

Volume

= 171 m . 0,2 m . 0,4 m = 13,68 m3

4. Beton plat lantai 4 Luas

= 420 m2

Ketabalan

= 0,12 m

Volume

= 420 m2 . 0,12 m = 50,40 m3

5. Beton tangga Volume

= 13,26 m3

304

4.

Pekerjaan Beton Bertulang Lantai 4 1. Beton kolom struktur Panjang

= 4,73 m

Ukuran

= 0,6 x 0,6

Jumlah

= 16 buah

Volume

= 4,73 m . 0,6 m . 0,6 m . 16 buah = 49,50 m3

2. Beton balok induk lantai 5 Panjang

= 211,7 m

Ukuran

= 0,25 x 0,7

Volume

= 211,7 m . 0,25 m . 0,7 m = 37,04 m3

3. Beton balok anak lantai 5 Panjang

= 171 m

Ukuran

= 0,2 x 0,4

Volume

= 171 m . 0,2 m . 0,4 m = 13,68 m3

4. Beton plat lantai 5 Luas

= 420 m2

Ketabalan

= 0,12 m

Volume

= 420 m2 . 0,12 m = 50,40 m3

5. Beton tangga Volume

=13,26 m3

305

5.

Pekerjaan Beton Bertulang Lantai 5 1. Beton kolom struktur Panjang

= 8,6 m

Ukuran

= 0,6 x 0,6

Jumlah

= 16 buah

Volume

= 8,6 m . 0,6 m . 0,6 m . 16 buah = 49,50 m3

2. Beton balok ring Panjang

= 110 m

Ukuran

= 0,2 x 0,7

Volume

= 110 m . 0,2 m . 0,7 m = 15,40 m

3. Beton lisplank Volume

= 2,56 m3

4. Beton balok talang Volume

= 5,76 m3

5. Beton talang Volume

= 9,21 m3

6. Beton konsol Volume

= 5,46 m3

7. Water profing talang Volume

= 115,20 m3

306

C. Pekerjaan Rangka Atap Dan Atap 1. Kuda – kuda baja Panjang

= 499,77 m

Berat

= 12,2 kg/m

Volume

= 1499,77 m . 12,2 kg/m = 18297,16 kg

2. Gording double canal Panjang

= 601,84 m

Berat

= 7,51 kg/m

Volume

= 601,84 m . 7,51 kg/ m = 4519,8 kg

3. Usuk dan reng kayu bengkirai Ukuran usuk

= 8/10 cm

Ukuran reng

= 2/3 cm

Volume

= 1102 m2

4. Papan reuter kayu bengkirai Panjang

= 76 m

Ukuran

= 2,5/30 cm

Volume

= 76 m

5. Atap genteng kramik glazur Volume

= 1102 m2

6. Bubungan genteng kramik glazur Panjang

= 76

Volume

=76m

307

7. Lisplang kayu jati 2,5/30 Panjang

= 4,160 m

Ukuran

= 2,5/30 cm

Volume

= 31,2 m2

8. Lapis seng bawah atap genteng Volume

= 1102 m2

9. Corong talang Panjang

= 50 m

Ukuran

= 3”

Jenis

= PVC

Volume

= 50 m

10. Saringan talang Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

5.1.2 Pekerjaan Finishing Arsitektur 1.

Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 1 a. Pekerjaan pondasi batu belah 1. Galian tanah struktur pondasi Volume

= 143,00 m3

2. Urugan kembali Volume

= 55,9 m3

3. Pondasi batu belah 1:5 Volume

= 57,2 m3

308

4. Aanstamping Volume

= 19.36 m3

5. Urug pasir Volume

= 10,56 m3

6. Urugan tanah dari luar Volume

= 256 m3

b. Pekerjaan pasangan batu bata dan plesteran 1. Pasangan bata 1:3 Volume

= 4,23 m3

2. Pasangan bata 1:5 Volume

= 37,2 m3

3. Plesteran 1:3 Volume

= 70,5 m2

4. Plesteran 1:5 Volume

= 620 m2

5. Plesteran beton Volume

= 194.70 m2

6. Sponengan sudut Volume

= 650 m1

7. Plint lantai Volume

= 112 m1

8. Beton praktis, sloof dan kolom Volume

= 4,21 m3

309

c. Pekerjaan Pasangan Kosen 1. Kosen alumunium Ketebalan

= 6”

Panjang

= 256,4 m

Volume

= 256,4 m

2. Raam jendela alumunium Panjang

= 50,40 m

Volume

= 50,40 m

3. Kaca bening Ketebalan

= 5 mm

Luas

= 91,86 m

Volume

= 91,86 m

4. Kunci tanam Jumlah

= 2 buah

Volume

= 2 buah

5. Espongnolet Jumlah

= 2 buah

Volume = 2 buah 6. Engsel pintu whitco Jumlah

= 24 buah

Volume = 24 buahg 7. Grandel Jumlah

= 12 buah

Volume

= 12 buah

310

8. Pintu frameless steel Ketebalan

= 12 mm

Luas

= 6,72 m2

Volume

= 6,72 m2

9. Portal pintu stainless steel Volume

= 1 unit

10. Kunci pintu utama danpitcher Jumlah

= 2 unit

Volume

= 2 unit

11. Engsel floor hinge Jumlah

= 4 unit

Voume

= 4 unit

12. Handle 2 buah pintu utama Jumlah

= 4 set

Volume

= 4 set

13. Pintu shaft dan kusen Ukuran

= 0,6 x 1,70

Jumlah

= 2 unit

Volume

= 2 unit

14. Railing tangga kayu jati ornamen lantai 1 ke lantai 2 Panjang

= 26 m

Volume

= 26 m

311

d.

Pekerjaan Plafond Plafond gypsum

e.

Jenis

= gypsum acustik

Luas

= 436 m2

Volume

= 436 m2

Pekerjaan Pasangan Lantai dan Dinding 1. Urug pasir bawah lantai keramik Ketebalan

= 10 cm

Luas

= 700 m2

Volume

= 0,1 m . 700 m2 = 70 m3

2. Lantai kerja bawah lantai keramik Ketebalan

= 7 cm

Luas

= 700 m2

Volume

= 0,07 m . 700 m2 = 49 m3

3. Lantai keramik 40/40 Ukuran

= 40 x 40 cm

Luas

= 616 m2

Volume

= 616 m2

4. Lantai keramik tangga 30/30 Ukuran

= 30 x 30 cm

Luas

= 72 m2

Volume

= 72 m2

312

5. Lantai keramik granito

f.

Luas

= 84 m2

Volume

= 84 m2

Pekerjaan Sanitasi Septictank Volume

g.

= 1 unit

Pekerjaan Pengecetan 1. Cat tembok luar Luas

= 326 m2

Volume

= 326 m2

2. Cat tembok dalam Luas

= 488,7 m2

Volume

= 488,7 m2

3. Cat plafond

h.

Luas

= 436 m2

Volume

= 436m2

Pekerjaan Instalasi 1. Lampu TL x 2 18 W Jumlah

= 35 buah

Volume

= 35 buah

2. Stop kontak Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

313

3. Saklar tunggal Jumlah

= 2 buah

Volume

= 2 buah

4. Saklar ganda Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

5. Instalasi titik lampu dan stop kontak Jumlah

= 39 titik

Volume

= 39 titik

6. Panel penerangan

2.

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 2 a.

Pekerjaan pasangan batu bata dan plesteran 1. Pasangan bata 1:3 Volume

= 12,99 m3

2. Pasangan bata 1:5 Volume

= 64,31 m3

3. Plesteran 1:3 Volume

= 216,5 m2

4. Plesteran 1:5 Volume

= 1.071,83 m2

314

5. Plesteran beton Volume

= 246,90 m1

6. Sponengan sudut Volume

= 770,00 m1

7. Plint lantai Volume

= 170,00 m1

8. Beton praktis, sloof dan kolom Volume b.

= 4,21 m3

Pekerjaan Pasangan Kosen 1. Kosen alumunium Ketebalan

= 6”

Panjang

= 274,3 m

Volume

= 274,3 m

2. Raam jendela alumunium Ketebalan

= 2,5”

Panjang

= 33,6 m

Volume

= 33,6 m

3. Daun pintu double texwood Luas

= 18,92 m2

Volume

= 18,92 m2

4. Pintu km/wc Jumlah

= 11 unit

Volume

= 11 unit

315

5. Partisi double texwood Ketebalan

= 6 mm

Luas

= 173,56 m2

Volume

= 173,56 m2

6. Pintu shart dan kosen Ketebalan

= 0,6 x 1,70

Jumlah

= 2 unit

Volume

= 2 unit

7. Railing tangga kayu jati ornamen Panjang

= 26 m

Volume

= 26 m

8. Railing pipa pagar finfsh cat

c.

Panjang

= 16 m

Volume

= 16 m

Pekerjaan Plafond 1. Plafond gypsum

d.

Jenis

= gypsum acustik

Luas

= 432 m2

Volume

= 432 m2

Pekerjaan Pasangan Lantai dan Dinding 1. Lantai keramik 20/20 Luas

= 41 m2

Volume

= 41 m2

316

2. Lantai keramik 20/25 Luas

= 44 m2

Volume

= 44 m2

3. Lantai keramik tangga 30/30 Ukuran

= 30 x 30 cm

Luas

= 72 m2

Volume

= 72 m2

4. Bordes dinding keram Luas

= 1,75 m2

Volume

= 1,75 m2

5. Lantai keramik 40/40 Luas

= 382 m2

Volume

= 382 m2

6. Water profing ruang lavatory

e.

Luas

= 41 m2

Volume

= 41 m2

Pekerjaan Sanitasi 1. Closet duduk Jumlah

= 7 buah

Volume

= 7 buah

2. Saringan air Jumlah

= 12 buah

Volume

= 12 buah

317

3. Kran air Jumlah

= 15 buah

Volume

= 15 buah

4. Wastafel Jumlah

= 8 buah

Volume

= 8 buah

5. Kaca cermin Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

6. Urinoir Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

7. Seket urinoir Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

8. Meja beton wastafel

f.

Jumlah

=3m

Volume

=3m

Pekerjaan Pengecetan 1. Cat tembok luar Luas Volume

= 527,49 m2 = 527,49 m2

318

2. Cat tembok dalam Luas

= 791,24 m2

Volume

= 791,24 m2

3. Cat plafond

g.

Luas

= 423 m2

Volume

= 423 m2

Pekerjaan Instalasi Plambing 1.

Pipa galvanis I. Pipa galvanis 1,5” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

II. Pipa galvanis 1” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

III. Pipa galvanis ¾” Panjang

= 40 m

Volume

= 40 m

IV. Pipa galvanis ½” Panjang

= 40 m

Volume

= 40 m

2. Perelatan sambungan Volume

= 1 unit

319

3. PVC jenis AW V. Pipa PVC 4” Panjang

= 30 m

Volume

= 30 m

VI. Pipa PVC 6” Panjang

= 30 m

Volume

= 30 m

VII. Pipa PVC 2” Panjang

= 75 m

Volume

= 75 m

4. Peralatan sambungan Volume

= 1 bot

5. Gate valve Ukuran

= 1”

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

6. Peralatan bantu Volume h.

= 1 ls

Pekerjaan Instalasi Penerangan 1. Lampu TL x 2 18 W Jumlah

= 41 buah

Volume

= 41 buah

2. Lampu pijar Jumlah

= 14 buah

Volume

= 14 buah

320

3. Stop kontak Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

4. Saklar tunggal Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

5. Saklar ganda Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

6. Instalasi titik lampu dan stop kontak Jumlah

= 65 titik

Volume

= 65 titik

7. Panel penerangan

3.

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 3 a.

Pekerjaan pasangan batu bata dan plesteran 1. Pasangan bata 1:3 Volume

= 6,71 m3

2. Pasangan bata 1:5 Volume

= 62,8 m3

3. Plesteran 1:3 Volume

= 111,83 m2

321

4. Plesteran 1:5 Volume

= 1.046,67 m2

5. Plesteran beton Volume

= 224,5 m2

6. Sponengan sudut Volume

= 640 m1

7. Plint lantai Volume

= 164,5 m1

8. Beton praktis, sloof dan kolom Volume b.

= 2,43 m3

Pekerjaan Pasangan Kosen 1. Kosen alumunium Ketebalan

= 6”

Panjang

= 208,60 m

Volume

= 208,60 m

2. Raam jendela alumunium Ketebalan

= 2,5”

Panjang

= 33,6 m

Volume

= 33,6 m

3. Daun pintu double texwood Luas

= 12,18 m2

Volume

= 12,18 m2

322

4. Pintu km/wc Jumlah

= 6 unit

Volume

= 6 unit

5. Kaca bening Ketebalan

= 5 mm

Luas

= 50 m2

Volume

= 50 m2

6. Kunci tanam Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

7. Kunci tanam pada lavatory Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

8. Espangnolet Jumlah

= 3 unit

Volume

= 3 unit

9. Engsel pintu steel Jumlah

= 45 buah

Volume

= 45 buah

10. Engsel jendela whitco Jumlah

= 16 buah

Volume

= 16 buah

323

11. Grandel Jumlah \

= 8 buah

Volume

= 8 buah

12. Partisi double texwood Ketebalan

= 6 mm

Luas

= 168,40 m2

Volume

= 168,40 m2

13. Pintu shart dan kosen Ketebalan

= 0,6 x 1,70

Jumlah

= 2 unit

Volume

= 2 unit

14. Railing tangga kayu jati ornamen

c.

Panjang

= 26 m

Volume

= 26

Pekerjaan Plafond 1. Plafond gypsum

d.

Jenis

= gypsum acustik

Luas

= 432 m2

Volume

= 432 m2

Pekerjaan Pasangan Lantai Dan Dinding 1. Lantai keramik 20/20 Luas

= 32 m2

Volume

= 32 m2

324

2. Lantai keramik 20/25 Luas

= 34 m2

Volume

= 34 m2

3. Lantai keramik tangga 30/30 Ukuran

= 30 x 30 cm

Luas

= 72 m2

Volume

= 72 m2

4. Bordes dinding keramik Luas

= 1,35 m2

Volume

= 1,35 m2

5. Lantai keramik 40/40 Luas

= 362 m2

Volume

= 362 m2

6. Water profing ruang lavatory

e.

Luas

= 32 m2

Volume

= 32 m2

Pekerjaan Sanitasi 1. Closet duduk Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

2. Saringan air Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

325

3. Kran air Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

4. Wastafel Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

5. Kaca cermin Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

6. Urinoir Jumlah

= 2 buah

Volume

= 2 buah

7. Seket urinoir Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

8. Meja beton wastafel

f.

Jumlah

=1m

Volume

=1m

Pekerjaan Pengecetan 1. Cat tembok luar Luas

= 508,46 m2

Volume

= 508,46 m2

326

2. Cat tembok dalam Luas

= 762,71 m2

Volume

= 762,71 m2

3. Cat plafond Luas Volume g.

= 423 m2 = 423 m2

Pekerjaan Instalasi Plambing 1. Pipa galvanis VIII. Pipa galvanis 1,5” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

IX. Pipa galvanis 1” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

X. Pipa galvanis ¾” Panjang

= 20 m

Volume

= 20 m

XI. Pipa galvanis ½” Panjang

= 15 m

Volume

= 15 m

2. Perelatan sambungan Volume

= 1ls

327

3. PVC jenis AW I. Pipa PVC 4” Panjang

= 15 m

Volume

= 15 m

II. Pipa PVC 6” Panjang

=5m

Volume

=5m

III. Pipa PVC 2” Panjang

= 20 m

Volume

= 20 m

4. Peralatan sambungan Volume

= 1 bot

5. Gate valve Ukuran

= 1”

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

6. Peralatan bantu Volume h.

= 1 ls

Pekerjaan Instalasi Penerangan 1. Lampu TL x 2 18 W Jumlah

= 33 buah

Volume

= 33 buah

328

2. Lampu pijar Jumlah

= 12 buah

Volume

= 12 buah

3. Stop kontak Jumlah

= 7 buah

Volume

= 7 buah

4. Saklar tunggal Jumlah

= 14 buah

Volume

= 14 buah

5. Saklar ganda Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

6. Instalasi titik lampu dan stop kontak Jumlah

= 52 titik

Volume

= 52 titik

7. panel penerangan

4.

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

Pekerjaan Finshing Arsitektur Lantai 4 a. Pekerjaan pasangan batu bata dan plesteran 1. Pasangan bata 1:3 Volume

= 6,71 m3

2. Pasangan bata 1:5 Volume

= 58,93 m3

329

3. Plesteran 1:3 Volume

= 111,8 m2

4. Plesteran 1:5 Volume

= 982,16 m2

5. Plesteran beton Volume

= 204,09 m2

6. Sponengan sudut Volume

= 579,0 m1

7. Plint lantai Volume

= 160,0 m1

8. Beton praktis, sloof dan kolom Volume

= 2,43 m3

b. Pekerjaan Pasangan Kosen 1. Kosen alumunium Ketebalan

= 6”

Panjang

= 214,50 m

Volume

= 214,50 m

2. Raam jendela alumunium Ketebalan

= 2,5”

Panjang

= 35 m

Volume

= 35 m

3. Daun pintu double texwood Luas

= 13,86 m2

Volume

= 13,86 m2

330

4. Pintu km/wc Jumlah

= 6 unit

Volume

= 6 unit

5. Kaca bening Ketebalan

= 5 mm

Luas

= 49,60 m2

Volume

= 49,60 m2

6. Kunci tanam Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

7. Kunci tanam pada lavatory Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

8. Espangnolet Jumlah

= 6 unit

Volume

= 6 unit

9. Engsel pintu steel Jumlah

= 54 buah

Volume

= 54 buah

10. Engsel jendela whitco Jumlah

= 16 buah

Volume

= 16 buah

11. Grandel Jumlah

= 8 buah

Volume

= 8 buah

331

12. Partisi double texwood Ketebalan

= 6 mm

Luas

= 153,90 m2

Volume

= 153,90 m2

13. Pintu shart dan kosen Ketebalan

= 0,6 x 1,70

Jumlah

= 2 unit

Volume

= 2 unit

14. Railing tangga kayu jati ornamen Panjang

= 26 m

Volume

= 26 m

c. Pekerjaan Plafond Plafond gypsum Jenis

= gypsum acustik

Luas

= 432 m2

Volume

= 432 m2

d. Pekerjaan Pasangan Lantai Dan Dinding 1. Lantai keramik 20/20 Luas

= 32 m2

Volume

= 32 m2

2. Lantai keramik 20/25 Luas

= 34 m2

Volume

= 34 m2

332

3. Lantai keramik tangga 30/30 Ukuran

= 30 x 30 cm

Luas

= 72 m2

Volume

= 72 m2

4. Lantai keramik 40/40 Luas

= 362 m2

Volume

= 362 m2

5. Water profing ruang lavatory Luas

= 32 m2

Volume

= 32 m2

e. Pekerjaan Sanitasi 1. Closet duduk Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

2. Saringan air Jumlah

= 7 buah

Volume

= 7 buah

3. Kran air Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

4. Wastafel Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

333

5. Kaca cermin Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

6. Urinoir Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

7. Seket urinoir Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

8. Meja beton wastafel Jumlah

=3m

Volume

=3m

f. Pekerjaan Pengecetan 1. Cat tembok luar Luas

= 475 m2

Volume

= 475 m2

2. Cat tembok dalam Luas

= 711,25 m2

Volume

= 711,25 m2

3. Cat plafond Luas

= 420 m2

Volume

= 420 m2

334

g. Pekerjaan Instalasi Plambing 1. Pipa galvanis I. Pipa galvanis 1,5” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

II. Pipa galvanis 1” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

III. Pipa galvanis ¾” Panjang

= 20 m

Volume

= 20 m

IV. Pipa galvanis ½” Panjang

= 25 m

Volume

= 25 m

2. Perelatan sambungan Volume

= 1ls

3. PVC jenis AW XII. Pipa PVC 4” Panjang

= 15 m

Volume

= 15 m

XIII. Pipa PVC 6” Panjang

=5m

Volume

=5m

XIV. Pipa PVC 2” Panjang

= 20 m

Volume

= 20 m

335

4. Peralatan sambungan Volume

= 1 bot

5. Gate valve Ukuran

= 1”

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

6. Peralatan bantu Volume

= 1 ls

h. Pekerjaan Instalasi Penerangan 1. Lampu TL x 2 18 W Jumlah

= 27 buah

Volume

= 27 buah

2. Lampu pijar Jumlah

= 12 buah

Volume

= 12 buah

3. Stop kontak Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

4. Saklar tunggal Jumlah

= 10 buah

Volume

= 10 buah

5. Saklar ganda Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

336

6. Instalasi titik lampu dan stop kontak Jumlah

= 49 titik

Volume

= 49 titik

7. Panel penerangan

5.

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

Pekerjaan Finishing Arsitektur Lantai 5 a. Pekerjaan pasangan batu bata dan plesteran 9. Pasangan bata 1:3 Volume

= 3,6 m3

10. Pasangan bata 1:5 Volume

= 59,6 m3

11. Plesteran 1:3 Volume

= 60,0 m2

12. Plesteran 1:5 Volume

= 993,4 m2

13. Plesteran beton Volume

= 167,6 m2

14. Sponengan sudut Volume

= 576 m1

15. Plint lantai Volume

= 75,0 m1

16. Beton praktis, sloof dan kolom Volume

= 2,15 m3

337

b. Pekerjaan Pasangan Kosen 1. Kosen alumunium Ketebalan

= 6”

Panjang

= 191,20 m

Volume

= 191,20 m

2. Daun pintu double texwood Luas

= 6,30 m2

Volume

= 6,30 m2

3. Pintu km/wc Jumlah

= 3 unit

Volume

= 3 unit

4. Kaca bening Ketebalan

= 5 mm

Luas

= 47,42 m2

Volume

= 47,42 m2

5. Kunci tanam Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

6. Kunci tanam pada lavatory Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

7. Espangnolet Jumlah

= 1 unit

Volume

= 1 unit

338

8. Engsel pintu steel Jumlah

= 21 buah

Volume

= 21 buah

9. Ornamen atap Panjang

= 1 buah

Volume

= 1 buah

c. Pekerjaan Plafond Plafond gypsum Jenis

= gypsum acustik

Luas

= 416 m2

Volume

= 416 m2

d. Pekerjaan Pasangan Lantai dan Dinding 1. Lantai keramik 20/20 Luas

= 16 m2

Volume

= 16 m2

2. Lantai keramik 20/25 Luas

= 34 m2

Volume

= 34 m2

3. Water profing ruang lavatory Luas

= 16 m2

Volume

= 16 m2

e. Pekerjaan Sanitasi 1. Closet duduk Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

339

2. Saringan air Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

3. Kran air Jumlah

= 2 buah

Volume

= 2 buah

4. Wastafel Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

5. Kaca cermin Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

f. Pekerjaan Pengecetan 1. Cat tembok luar Luas

= 464,40 m2

Volume

= 464,60 m2

2. Cat tembok dalam Luas

= 696,60 m2

Volume

= 696,60 m2

g. Pekerjaan Instalasi Plambing 1. Pipa galvanis I. Pipa galvanis 1,5” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

340

II. Pipa galvanis 1” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

III. Pipa galvanis ¾” Panjang

= 15 m

Volume

= 15 m

IV. Pipa galvanis ½” Panjang

= 10 m

Volume

= 10 m

2. Perelatan sambungan Volume

= 1ls

3. PVC jenis AW I. Pipa PVC 4” Panjang

=5m

Volume

=5m

II. Pipa PVC 2” Panjang

=5m

Volume

=5m

4. Peralatan sambungan Volume

= 1 bot

5. Gate valve Ukuran

= 1”

Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

6. Peralatan bantu Volume

= 1 ls

341

h. Pekerjaan Instalasi Penerangan 1. Lampu TL x 2 18 W Jumlah

= 15 buah

Volume

= 15 buah

2. Lampu pijar Jumlah

= 3 buah

Volume

= 3 buah

3. Stop kontak Jumlah

= 4 buah

Volume

= 4 buah

4. Saklar tunggal Jumlah

= 2 buah

Volume

= 2 buah

5. Saklar ganda Jumlah

= 6 buah

Volume

= 6 buah

6. Instalasi titik lampu dan stop kontak Jumlah

= 22 titik

Volume

= 22 titik

7. Panel penerangan Jumlah

= 1 buah

Volume

= 1 buah

BAB VI PENUTUP

Dalam penyusunan Proyek Akhir Perencanaan Struktur Gedung Dekranasda Disperindag Propinsi Jawa Tengah ini banyak sekali dijumpai hambatan. Hal tersebut karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam hal perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek. Meskipun demikian, penulis mencoba mengatasi dengan teori yang telah diterima di bangku kuliah dan berbagai literatur tentang pelaksanaan

suatu proyek, dengan upaya tersebut,

hambatan – hambatan di atas dapat diatasi. 6.1

Kesimpulan 1. Dalam perencanaan suatu stuktur bangunan diperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi sehingga perhitungan yang dihasilkan benar – benar akurat dan sesuai dengan yang diharapkan. 2. Dengan rencana kerja yang baik akan membantu pelaksanaan dan penghematan dalam hal penggunaan sumber tenaga, material, peralatan, dan keuangan yang diperlukan. 3. Gambar kerja merupakan pedoman yang sangat menetukan dalam hal pelaksanaan dan perhitungan anggaran biaya pelaksanaan pekerjaaan disamping rencana kerja dan syarat – syarat (RKS).

357

358

6.2 Saran 1. Pelaksanaan poyek harus disesuaikan dengan rencana kerja dan syarat – syarat yang telah ditentukan agar dapat menghasilkan stuktur bangunan yang sesuai dengan yang diharapkan maupun persyaratan. 2. Pelaksanaan pembangunan proyek harus diusahakan cepat dan tepat dalam segala pelaksanaanya sesuai dengan time schedule yang telah dibuat dengan tetap memperhatikan mutu dan kualitas bangunan. 3. Untuk memperlancar kegiatan proyek agar selesai tepat pada waktunya diperlukan kerjasama yang baik antara pihak – pihak yang terkait dalam pembangunan proyek tersebut. 4. Dalam pelaksanaan pembangunan proyek harus dilakukan pengawasan sebaik mungkin untuk menghindari kesalahan yang dapat berakibat fatal, baik pada keamanan saat pelaksanaan maupun tingkat kenyamanan selama bangunan yang telah berdiri digunakan.

359

DAFTAR PUSTAKA

Apriyatno, Henry. 2003. Materi Kuliah Strukur Beton. Jurusan Teknik Sipil FT UNNES Semarang. DPU. 1961. Pedoman Perencanaan Kayu Indonesia 1961. Bandung: Yayasan Normalisasi Indonesia. DPU. 1984. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia. Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU. DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah Dan Gedung. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit PU. DPU. 1991. SK SNI T-15-1991-03 “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”. Bandung: Yayasan LPMB. DPU. 1989. Pedoman Beton. Bandung: Yayasan Penerbit PU. Gunawan, Rudy. 1988. Tabel Profil Konstruksi Baja. Yogyakarta: Kanisus. Suryolelono, K.B. 1994. Teknik Fondasi Bagian II . Yogyakarta: Nafiri.

POLA BISNIS DALAM PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh: HANDOKO WINOTO NIM : 066 5490 003

FAKULTAS TEKNIK Arsitektur Konsentrasi REKAYASA DAN MANAJEMEN PEMBIAYAAN PERMUKIMAN UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA-YAI JAKARTA 2007

ABSTRAK Pengembangan perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan sebagai objek bisnis bagi pengusaha dibidang perumahan dan permukiman. Kerja sama dalam bisnis perumahan yang diselenggarakan oleh pemerintah, badan usaha milik pemerintah dan badan usaha milik swasta telah banyak dilaksanakan untuk mewujudkan penyediaan perumahan bagi masyarakat. Secara khusus penelitian ini mengambil posisi pengkajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola bisnis yang terkait dengan kerja sama yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dibidang perumahan dan permukiman. Pengkajian dilakukan terhadap objek penelitian yaitu Perum Perumnas, Wika Realty dan PT Masagi. Analisa yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metoda deskriptif-kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung, studi literatur dan melakukan wawancara langsung kepada nara sumber untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan bisnis yang terkait dengan penyelenggaraan kerja sama. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola kerja sama yang dilaksanakan antara ketiga objek penelitian memiliki kesamaan yaitu pola kerja sama Integrated Joint Operation, namun ketentuan dalam sharing objek kerja sama dan sharing keuntungan ditetapkan dengan cara yang berbeda. Penyediaan perumahan dan permukiman melalui kerja sama akan meningkatkan keuntungan bagi pihak-pihak yang bekerja sama, namun memiliki kecenderungan membebani secara finansial bagi konsumen terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Kata kunci: Kerja Sama, Share Penyertaan, Penyedia Lahan, Pembangun.

i

ABSTRACT

Property development and residence is one of the activities held by the government. It is as business for the developer in the field of property and residence. Cooperation in business of property, held by government, business held by the government and held by the private company have been run for the society in property providing. Especially this research takes position of discuss to identify the business pattern related with thw company in the field of property and residence. Description is done for the research that is Perum Perumnas, Wika Realty and PT Masagi. The analysis done in this research used descriptive and qualitative methods by directly researching, literature study and directly interview the resources to get information about business running related with cooperation management. The result of this research proves that the cooperation pattern held among the three research objects has the similarity that is Integrated Joint Operation pattern, but the condition in sharing business and profit fixed in defferent way. The providing of property and residence by cooperation will increase the profit, but it will load the society with the low income.

ii

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt., shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Dengan pertolongan Allah swt., penulis telah diberi kesempatan dan dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul: ”Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman”. Laporan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Teknik (S2), dengan Program Studi Magister Teknik Rekayasa dan Manajemen Pembiayaan Perumahan dan Permukiman kerjasama antara Departemen Pekerjaan Umum dengan Universitas Persada Indonesia-YAI Jakarta. Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan ini masih banyak kekurangan baik dari sisi proses maupun hasil dari penelitian, maka dari itu peneliti sangat mengharapkan masukan-masukan yang dapat menjadikan hasil penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.

Bapak Ir. A. Sutjipto, MM. MT, selaku Direktur Utama, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., Bapak Ir. Tonny Warsono, MM, selaku Direktur Human Capital PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. dan Bapak Gunawan, S.H. LLM, selaku General Manager Human Capital, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, atas kesempatan yang diberikan untuk ikut dalam tugas belajar ini.

2.

Bapak DR. Ir. Nana Rukmana D. Wirapraja, MA, selaku Kepala Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi BPKSDM Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.

3.

Ibu Prof. Dra. Ratna Nilam Muchtar, MM, selaku Direktur Pascasarjana Universitas Persada Indonesia-YAI.

4.

Bapak Ir. Hari Agus Raharjo, MBA, MSc. PhD, selaku Ketua Program Magister Teknik Pascasarjana Universitas Persada Indonesia-YAI.

5.

Bapak DR. Ir. Ismet B. Harun, MSc, selaku Pembimbing I dan Dosen yang telah memberikan pengetahuan selama perkuliahan dan petunjuk, masukan, saran serta bimbingan dalam penulisan tesis ini. iii

6.

Bapak Ir. St. Trikariastoto, MT, selaku Pembimbing II, yang telah memberikan petunjuk, masukan, saran dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.

7.

Ibu DR. Ir. Suparti A. Salim, MSc, selaku Dosen dan Penguji yang telah memberikan pengetahuan selama perkuliahan, petunjuk, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

8.

Ibu Ir. Fitri Suryani, MT, selaku Penguji, yang telah memberikan petunjuk, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

9.

Bapak Suprayitno Rais, SE, selaku Manager SDM Pendidikan dan Pelatihan Perum Perumnas dan Ibu Dra. Titien Suratini, selaku Manager Sub Divisi Pengembangan Kerjasama Perum Perumnas, atas kesempatan dan informasi yang diberikan.

10.

Bapak Agus Rachmat Subagya, SE, selaku Human Resources dan General Affair Wika Realty dan Bapak Ir. Agung Salladin, selaku Manajer Kawasan Kekancan Wika Realty-KSO beserta staf, atas segala bantuan dan kerjasamanya.

11.

Bapak Andri Maulana, ST beserta staf, selaku manajemen PT Masagi, atas segala bantuan dan kerjasamanya.

12.

Semua dosen yang telah memberikan pengetahuan dan menambah wawasan kepada saya selaku mahasiswa pasca sarjana Universitas Persada Indonesia-YAI.

13.

Seluruh karyawan dan karyawati Universitas Persada Indonesia-YAI Jakarta.

14.

Teman-teman Magister Teknik Universitas Persada Indonesia-YAI.

15.

Bapak, Ibu, Kakak, Adik, Mertua, Ipar, Istri tercinta dan ananda tercinta atas doa dan dukungan selama mengikuti perkuliahan.

16.

Semua pihak yang namanya belum tercantum, terima kasih atas semua bantuannya, semoga Allah selalu memberikan Rahmat dan RidhoNya bagi kita semua, amin. Besar harapan peneliti bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat dan

sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan dan sebagai masukan dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan perumahan dan permukiman. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai sebagaimana yang diharapkan. Semoga Allah swt, selalu membuka pintu hidayahNya bagi kita semua, amin. Jakarta, Februari 2008. Peneliti, Handoko Winoto iv

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ....................................................................................................................

i

ABSTRACT ....................................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................

iii

DAFTAR ISI .................................................................................................................

v

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... viii BAB I

PENDAHULUAN .........................................................................................

1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................

1

1.2. Rumusan Permasalahan ..........................................................................

3

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................

4

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................

4

1.5. Lingkup Penelitian ..................................................................................

5

1.6. Alur Pemikiran ........................................................................................

6

1.7. Metoda Penelitian ...................................................................................

7

1.7.1. Kerangka Penelitian .......................................................................

7

1.7.2. Metoda Pengumpulan Data ............................................................

8

1.7.3. Metoda Analisis .............................................................................

8

1.8. Sistimatika Pembahasan ..........................................................................

9

BAB II TINJAUAM TEORITIS ................................................................................

11

2.1. Bisnis Properti .........................................................................................

11

2.1.1. Pengertian Bisnis Properti .............................................................. 11 2.1.2. Tujuan Bisnis Properti ...................................................................

12

2.1.3. Jenis Investasi Dalam Bisnis Properti ............................................

12

2.1.4. Strategi Bisnis Properti ..................................................................

13

2.2. Bentuk Kerja Sama Dalam Bisnis Properti .............................................

15

2.2.1. Kerja Sama Bisnis Perumahan .......................................................

15

2.2.2. Joint Venture ..................................................................................

18

2.2.3. Joint Operation ...............................................................................

18 v

2.2.4. Build Operate and Transfer ............................................................

19

2.3. Aspek Finansial Dalam Bisnis Properti …..............................................

20

2.3.1. Pendanaan ………………………………......................................

20

2.3.2. Pembiayaan ....................................................................................

20

2.4. Manajemen Proyek Pembangunan Perumahan ......................................

21

2.4.1. Perencanaan Proyek .......................................................................

21

2.4.2. Tatalaksana Proyek ........................................................................

22

2.4.3. Pengendalian Proyek ......................................................................

23

BAB III DESKRIPSI KASUS STUDI ….....................................................................

24

3.1. Gambaran Umum Perusahaan Objek Penelitian ….................................

24

3.1.1. Perum Perumnas ............................................................................

24

3.1.2. Wika Realty ...................................................................................

26

3.1.1. PT. Masagi .....................................................................................

29

3.2. Tinjauan Umum Perusahaan Objek Penelitian .......................................

31

3.2.1. Sistem Kerja Sama .........................................................................

31

3.2.2. Sistem Pengadaan Lahan ...............................................................

42

3.2.3. Manajemen Pelaksanaan Pembangunan ........................................

47

3.2.4. Sisiem Pendanaan/Pembiayaan ......................................................

52

3.2.5. Sistem Pemasaran/Penjualan .........................................................

55

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................ 59 4.1. Pendekatan ..............................................................................................

59

4.2. Persamaan dan Perbedaan .......................................................................

59

4.2.1. Persamaan ......................................................................................

59

4.2.2. Perbedaan .......................................................................................

61

4.3. Identifikasi Pola Kerja Sama ..................................................................

63

4.3.1. Nama Kerja Sama ..........................................................................

63

4.3.2. Sharing Penanganan Dalam Kerja Sama .......................................

64

4.4. Dominasi Dalam Pengambilan Keputusan .............................................

64

4.4.1. Pengaruh Aspek Teknik dan Teknologi Dalam Perjanjian ............

65

4.4.2. Dominasi Dalam Manajemen Pelaksanaan Pembangunan ............

65

4.4.3. Dominasi Dalam Pengadaan Lahan ...............................................

66

4.4.4. Dominasi Dalam Peran Pembiayaan ..............................................

67 vi

4.4.5. Dominasi Dalam Peran Pengawasan .............................................

68

4.4.6. Dominasi Dalam Pemasaran dan Penjualan ..................................

69

4.5. Proporsi Dalam Share Keuntungan .........................................................

70

4.5.1. Modal dan Sharing Keuntungan ....................................................

70

4.5.2. Keuntungan Harga Tanah Dalam Kerja Sama ...............................

71

4.5.3. Keuntungan Investasi Dalam Kerja Sama .....................................

72

4.6. Transparansi dan Akuntabilitas ...............................................................

75

4.6.1. Transparansi Dalam Kerja Sama ...................................................

75

4.6.2. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan ............................................

76

4.7. Implikasi Bagi Konsumen .......................................................................

77

4.7.1. Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Atas ... 78 4.7.2. Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Bawah. 78 4.7.3. Implikasi Design dan Jumlah Rumah ............................................

79

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ......................................................

80

5.1. Ringkasan Temuan ..................................................................................

80

5.2. Kesimpulan .............................................................................................

81

5.3. Rekomendasi ...........................................................................................

82

5.3.1. Rekomendasi Hasil Penelitian .......................................................

82

5.3.2. Rekomendasi Penelitian Lanjutan ..................................................

83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1. Ringkasan Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................

30

Tabel

3.2. Perbandingan Sistem Kerja Sama ............................................................

41

Tabel

3.3. Perbandingan Porsi Shering Kerja Sama .................................................

42

Tabel

3.4. Perbandingan Sistem Pengadaan Lahan ..................................................

46

Tabel

3.5. Perbandingan Sistem Manajemen Pelaksanaan Pembangunan ...............

51

Tabel

3.6. Perbandingan Sistem Pendanaan/Pembiayaan .........................................

54

Tabel

3.7. Perbandingan Sistem Pemasaran/Penjualan ............................................

57

Tabel

4.1. Perbedaan Dalam Aspek Kerja Sama ......................................................

62

Tabel

4.2. Pembagian Peran Pembiayaan .................................................................

67

Tabel

4.3. Simulasi Penerapan Share Keuntungan ...................................................

71

Tabel

4.4. Simulasi Perbandingan Skema Pembiayaan Perumahan .........................

73

Tabel

4.5. Simulasi Perbandingan Perolehan Keuntungan .......................................

75

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram Alur Pikir ...................................................................................

6

Gambar 1.2. Kerangka Penelitian .................................................................................

7

Gambar 1.3. Silogisme-Piramida Duduk. .....................................................................

9

Gambar 2.1. Daur Manajerial. ........................................................................................ 21 Gambar 3.1. Bagan Organisasi PT Wijaya Karya Realty. ............................................

27

Gambar 3.2. Kawasan Tamansari Majapahit oleh Kekancan Wika Realty KSO .........

28

Gambar 3.3. Perumahan Puri Suryalaya oleh PT Masagi .............................................

30

Gambar 3.4. Bagan Alur Kerja Sama Usaha. ...............................................................

39

Gambar 3.5. Bagan Perubahan Sertifikat Tanah ...........................................................

47

Gambar 3.6. Bagan Organisasi Kerja Sama Operasi ....................................................

49

Gambar 4.1. Diagram Struktur Harga Tanah Dalam Kerja Sama ................................

72

Gambar 4.2. Diagram Aliran Dana Hasil Penjualan .....................................................

77 viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan

perumahan

dan

permukiman

dewasa

ini

menunjukkan

perkembangan yang cukup besar, dimana hal tersebut merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tingginya tingkat kebutuhan perumahan dan permukiman sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk terutama diperkotaan. Laju permintaan kebutuhan rumah secara nasional mencapai 800.000 unit per tahun, sementara kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah sebesar 200.000 unit per tahun. Untuk menjawab ketidakseimbangan itu pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 menargetkan membangun rumah baru layak huni sebesar 1.350.000 unit, dimana untuk tahun 2007 pemerintah menargetkan mampu membangun 280.000 unit. Dilihat dari gambaran tersebut, tentunya diperlukan suatu tindakan bagi segenap organisasi yang bergerak dibidang perumahan untuk dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan perumahan. Kondisi lain yang terkait dengan pengembangan perumahan dan permukiman adalah ketersediaan lahan yang semakin sempit dengan harga lahan yang mahal, terutama di perkotaan. Kondisi ini menciptakan pilihan untuk membangun rumah susun dalam skala besar sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan itu sendiri. Tingginya tingkat kebutuhan perumahan baik berupa perumahan horisontal maupun rumah susun, yang mana merupakan bagian dari suatu wilayah yang tertata dengan sistimatis, terencana, memiliki fasilitas lengkap bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, serta terintegrasi dengan rencana tata ruang dan rencana wilayah adalah merupakan peluang pasar yang cukup baik bagi pelaku bisnis perumahan, namun memerlukan sumber daya lahan dan dana yang cukup besar. Disisi lain persediaan lahan dan dana yang dimiliki pengusaha dibidang perumahan terbatas, sehingga mempengaruhi daya serap terhadap peluang pasar perumahan. Konsumen perumahan terdiri dari dua kelompok yaitu masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, kepentingan bagi masyarakat ini adalah cenderung kepada kondisi perumahan yang memiliki fasilitas yang lengkap dan kemudahan akses menuju pusat kegiatannya, sehingga jenis perumahan 1

yang dipilih pada umumnya adalah perumahan menengah dan perumahan mewah yang telah dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadahi seperti pengerasan jalan, open space berikut tamannya, fasilitas olah raga, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Harga yang ditawarkan oleh pengembang cenderung menjadi pilihan yang kedua karena tingkat pendapatan yang diperoleh masyarakat ini telah mencukupi untuk penyediaan perumahannya. Sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, kepentingan yang utama adalah keterjangkauan terhadap harga rumah yang ditawarkan oleh pengembang, sehingga jenis perumahan yang menjadi pilihannya adalah jenis rumah sederhana dengan harga murah yang umumnya memiliki fasilitas yang minim. Melihat situasi

konsumen

tersebut,

pengembang

dalam

menjalankan

usahanya

lebih

mementingkan penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dari pada penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, karena terkait dengan keamanan dan keuntungan yang lebih baik dalam berinvestasi. Pemerintah selaku penyelenggara penyediaan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, telah menerbitkan undangundang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang peluang kerja sama, pemberian subsidi dan pembebasan PPn, dengan maksud untuk lebih menarik minat para pengembang agar mau mengembangkan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sehingga dapat membantu percepatan tugas pemerintah dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat, serta dapat membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dari sisi keterjangkauan daya beli. Dengan melihat kondisi tersebut diatas maka perlu dibangun suatu sistem yang dapat memberikan kemungkinan dapat memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan penyediaan perumahan. Salah satu solusi tersebut adalah kerja sama antar berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta untuk pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman bagi masyarakat. Dengan pola kerja sama akan diperoleh banyak manfaat antara lain terpenuhinya kebutuhan perumahan, kebutuhan investasi dan tidak terganggunya modal kerja pengembang. Dalam penulisan ini peneliti mencoba mengungkapkan bagaimana suatu kerja sama diterapkan pada pengembangan perumahan dan permukiman, sebagai masukan untuk mengidentifikasi pola bisnis yang dilakukankan oleh para pengembang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi pengembang, terhadap 2

pengelolaan bisnis yang telah/sedang dijalankan, serta sebagai masukan kepada pengembangan dalam pengelolaan bisnis dimasa mendatang.

1.2. Rumusan Permasalahan Sehubungan dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, menunjukkan adanya kebutuhan perumahan yang cukup besar. Salah satu cara pemenuhan kebutuhan perumahan dilakukan melalui kerja sama, karena diharapkan dapat mempercepat penyediaan perumahan terkait dengan keterbatasan pengembang terhadap persediaan lahan dan permodalan. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kerja sama antara para pihak yang bergerak dibidang bisnis perumahan, maka perlu dilakukan identifikasi pelaksanaan kerja sama. Oleh karena itu, timbul keinginan bagi penulis untuk mengidentifikasi kegiatan kerja sama yang dijalankan oleh para pengusaha. Dalam melakukan identifikasi, peneliti perlu mengetahui beberapa hal antara lain : 1. Bagaimana pola kerja sama yang dilaksanakan oleh pengembang ?. 2. Bagaimana pola pengadaan lahan yang diterapkan oleh pengembang ?. 3. Bagaimana pola pendanaan/pembiayaan pembangunan perumahan ?. 4. Bagaimana pola pengelolaan pelaksanaan pembangunan perumahan ? 5. Bagaimana pola manajemen pemasaran perumahan ?. Penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat memberikan implikasi-implikasi kepada pihak-pihak yang bekerja sama antara lain: dapat meringankan beban tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan, permodalan, memikul risiko dan mendapatkan keuntungan, terjadinya implikasi-implikasi tersebut karena adanya pembagian peran dalam menangani kegiatan kerja sama seperti sharing penanganan pekerjaan, sharing modal, sharing risiko dan sharing keuntungan yang diperoleh. Bagaimana dan sejauh mana sharing tersebut diporsikan kepada para pihak akan dibahas pada penelitian ini. Dalam pelaksanaan kerja sama antara dua pihak atau lebih, biasa terjadi salah satu pihak mendominasi pihak yang lain, baik dari sisi peranan kegiatan maupun pengambilan keputusan, hal ini disebabkan perbedaan kedudukan pihak yang satu dengan pihak yang lain, perbedaan kedudukan diakibatkan oleh perbedaan posisi tawar dalam perjanjian. Untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana terjadinya dominasi tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap aspek-aspek yang menimbulkan terjadinya dominasi 3

antara lain aspek pembiayaan, manajemen pelaksanaan, pemasaran, pangadaan lahan dan lain-lain. Pelaksanaan kerja sama diperlukan transparansi dan akuntabilitas, agar kerja sama dapat dilaksanakan tanpa kecurigaan dan perselisihan, yang dapat menghambat jalannya kerja sama untuk mencapai tujuan kerja sama tersebut, sehingga disini diperlukan antisipasi berbentuk aturan main untuk melaksanakan kegiatan yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama dan kebijakan operasional kegiatan kerja sama. Penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat menimbulkan implikasiimplikasi bagi konsumen, salah satu implikasinya adalah ketidakterjangkauan konsumen untuk membeli produk perumahan yang dihasilkan, karena tingkat daya beli konsumen yang masih rendah. Bagaimana dan sejauh mana peran penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat menjawab persoalan ini perlu pengkajian terhadap pelaksanaan kerja sama itu sendiri.

1.3. Tujuan Penelitian Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi pola kerja sama, 2. Mengidentifikasi pola pengadaan lahan, 3. Mengidentifikasi pola pendanaan/pembiayaan, 4. Mengidentifikasi pola pelaksanaan pembangunan, dan 5. Mengidentifikasi pola pemasaran/penjualan, yang dilaksanakan oleh pengembang perumahan dan permukiman, baik Badan Usaha Milik Negara maupun perusahaan swasta.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan diperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan kerja sama, pengadaan lahan, pelaksanaan pembangunan, pendanaan, pembiayaan dan pemasaran dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Bagi para pengembang di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran sebagai bahan perbandingan terhadap bisnis yang telah/sedang 4

berjalan dan sebagai masukan terhadap pengembangan pemula dalam pengelolaan bisnisnya, karena beberapa pertimbangan yang diuraikan dalam penelitian ini menyangkut permasalahan pembagian sharing dalam pengelolaan kerja sama. Sedangkan bagi pemerintah diharapkan dapat memberikan masukan sebagai alternatif solusi untuk mengatasi penyediaan perumahan dan permukiman, terkait dengan keterbatasan yang ada pada pemerintah, maka dengan melakukan kerja sama akan memberikan kemudahan dari sisi pendanaan, pengelolaan pelaksanaan pembangunan sampai dengan pemasarannya.

1.5. Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah merupakan penelitian bisnis (business research) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan secara sistimatis untuk memberikan informasi yang efektif dan akurat sebagai landasan untuk mengambil keputusan tentang berbagai masalah bisnis di bidang perumahan dan permukiman. Terdapat suatu indikasi bahwa pengembang dalam menjalankan bisnisnya mengalami kesulitan dalam pengadaan tanah, disisi yang lain pengembangan perumahan dan permukiman memerlukan dana yang cukup besar untuk pengembangan tanah dan pembangunan konstruksi perumahannya. Melihat situasi ini maka pengembang membutuhkan adanya kerja sama dengan pemilik tanah untuk kepentingan dalam menjalankan bisnisnya. Dalam penelitian ini akan membahas tentang pelaksanaan kerja sama antara pemilik tanah dengan pengembang yang mencakup bentuk kerja sama, pengadaan lahan, manajemen pelaksanaan pembangunan, pembiayaan dan pemasaran/penjualan dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Sehubungan dengan penekanan penelitian ini adalah pada kerja sama, maka penelitian ini tidak membahas tentang bagaimana cara pemilik tanah dalam memperoleh tanah dari masyarakat sebagai komponen yang akan kerjasamakan, dan tidak meninjau penjualan kafling tanah matang. Peneliti menetapkan penelitian dilaksanakan terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perumahan yaitu Perum Perumnas, PT Wijaya Karya Realty dan PT Masagi. Alasan dilakukan penelitian di Perum Perumnas dikarenakan perusahaan tersebut adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah naungan Menteri Keuangan, dimana dalam kegiatannya sebagai penyedia perumahan dan permukiman, tidak 5

sepenuhnya berorientasi bisnis, jadi merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Sedangakan dilakukannya penelitian di PT Wijaya Karya Realty karena perusahaan tersebut adalah anak perusahaan dari PT Wijaya Karya (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dibawah naungan Kementerian BUMN, yang mana dalam operasionalnya berbasis bisnis oriented untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Sedangakan dilakukan penelitian di PT Masagi dikarenakan perusahaan tersebut adalah merupakan perusahaan swasta murni yang dalam operasionalnya berorientasi kepada bisnis untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat kelas menengah ke atas.

1.6. Alur Pemikiran Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat dibuat alur pemikiran untuk menunjukkan hubungan antara teori bisnis, teori kerja sama, pelaku bisnis, regulasi, prospek bisnis perumahan dan identifikasi bisnis perumahan kemudian dilakukan analisa agar dapat menemukenali pola bisnis yang dilaksanakan oleh pengembang. Diagram Alur Pikir dapat dilihat pada gambar 1.1. dibawah ini.

Teori: - Bisnis - Properti

Kerja Sama Bisnis Perumahan

Deskipsi Kasus Studi

Rumusan Kerjasama Bisnis Perumahan

Gambaran Umum Objek Penelitian

Tinjauan Umum Objek Penelitian

Identifikasi Penerapan Kerja Sama di Bidang Perumahan

Analisis Kerja Sama: - Persamaan dan Perbedaan - Dominasi Pengambilan Keputusan - Proporsi Share Keuntungan - Transparansi dan Akuntabilitas - Implikasi Bagi Konsumen

Pola Kerja Sama

Implikasi Bagi Konsumen

Gambar 1.1. Diagram Alur Pikir 6

1.7. Metoda Penelitian 1.7.1. Kerangka Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana disebutkan diatas, maka diperlukan suatu rancangan penelitian sebagai pedoman untuk melakukan penelitian dalam mengumpulkan data dan melakukan analisa data sehingga dapat mencapai tujuan penelitian tersebut. Kerangka penelitian seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.2. dibawah ini.

Pilihan Objek Penelitian

Teori tentang Bisnis, Kemitraan, Pemasaran, Manajemen Proyek.

Analisis Kerja Sama: - Bentuk Kerja Sama - Pengendalian

Persamaan & Perbedaan: - Manajemen - Harga Tanah - Sharing Tanggung Jawab

Dominasi Pengambilan Keputusan: - Manajemen - Pembiayaan - Pemasaran

Pola Kerja Sama: - Pengadaan Lahan - Pengelolaan Pelaksanaan - Pembiayaan - Pemasaran

Proporsi Share Keuntungan: - Modal & Share Keuntungan - Harga Tanah - Investasi

Transparansi & Akuntabilitas: - Manajemen - Penjualan

Implikasi Bagi Konsumen: - Afordabilitas

Implikasi Bagi Konsumen: - Harga Rumah - Jumlah Rumah - Design Rumah

Gambar 1.2. Kerangka Penelitian.

7

1.7.2. Metoda Pengumpulan Data Metoda pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara studi literatur, pengamatan langsung dan melakukan wawancara langsung dengan nara sumber yaitu: Perum Perumnas, PT Wijaya Karya Realty dan PT Masagi, untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan bisnis dalam pengembangan perumahan dan permukiman yang dijalankannya. Metoda studi literatur dipergunakan untuk memperoleh teori-teori dan konsepkonsep yang berasal dari buku-buku, peraturan pemerintah, perundang-undangan, keputusan presiden, hasil penelitian dan makalah-makalah yang dapat mendukung hasil penelitian ini. Metoda pengumpulan data primer dilakukan oleh peneliti melalui survei ke nara sumber yang memiliki tingkat pengetahuan sesuai tujuan penelitian, menggunakan metode wawancara mendalam dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka secara langsung, dan apabila terdapat kekurangan atau tambahan data/informasi yang diperlukan, maka dilakukan interfiew ulang melalui telepon. Tujuan survei tersebut untuk menggali informasi tentang pola bisnis yang berjalan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan analisis permasalahan. Kegiatan wawancara akan dilakukan terhadap instansi dan perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan perumahan dan permukiman horisontal maupun rumah susun. Metoda pengumpulan data skunder dilakukan dengan pengumpulan data melalui dokumen atau arsip yang diambil oleh peneliti dari nara sumber pada saat dilakukan wawancara. umahan yang dikembangkan.

1.7.3. Metoda Analisis Metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif kualitatif yaitu metode yang menggambarkan secara sistimatis tentang penerapan kerja sama yang dijalankan oleh Perum Perumnas, Wika Realty dan PT Masagi dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Bungin (2007), menyatakan bahwa analisis kualitatif menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum. Dengan demikian, 8

pendekatan ini menggunakan logika berpikir menyerupai piramida duduk, seperti gambar 1.3. dibawah ini.

Fakta/Data/Informasi

Kesimpulan

Teori/Dalil/Hukum

Gambar 1.3. Silogisme-Piramida Duduk

Analisis kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta dan bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Model tahapan analisis induktif adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena, melakukan identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang diperoleh dari nara sumber. 2. Melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh. 3. Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi. 4. Menjelaskan hubungan-hubungan kategorisasi. 5. Menarik kesimpulan-kesimpulan umum. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menyatakan bahwa metode deskriptif kualitatif cocok untuk digunakan dalam penelitian ini, karena sesuai dengan maksud dari penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pola bisnis dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

1.8. Sistimatika Pembahasan Sistematika pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : BAB I Pendahuluan, pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, metoda penelitian serta kerangka pemikiran studi.

9

BAB II Tinjauan Teoritis, pada bab ini akan menyajikan konsep-konsep yang menjelaskan tentang bisnis properti, kerja sama dalam bisnis, aspek finansial, dan manajemen proyek pembangunan dibidang perumahan dan permukiman. BAB III Deskripsi Kasus Studi, pada bab ini akan menyajikan hasil penelitian meliputi gambaran umum dan tinjauan umum perusahaan objek penelitian. BAB IV Analisis dan Pembahasan, pada bab ini disajikan untuk menganalisa dan membahas tentang persamaan dan perbedaan aspek-aspek dalam kerja sama yang diterapkan oleh objek penelitian, identifikasi pola kerja sama, dominasi dalam pengambilan keputusan, proporsi share keuntungan, transparansi dan akuntabilitas, serta implikasi bagi konsumen. BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi, pada bab ini berisi ringkasan temuan, kesimpulan, rekomendasi hasil penelitian, serta rekomendasi penelitian lanjutan.

10

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Bisnis Properti 2.1.1. Pengertian Bisnis Properti Menurut Skinner (1992) dalam Pengantar Bisnis, Anoraga (2005), bahwa bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Sedangkan perusahaan bisnis adalah suatu organisasi yang terlibat dalam pertukaran barang, jasa atau uang untuk menghasilkan keuntungan. Properti adalah berkaitan dengan lahan (tanah), hunian, jenis bangunan perkantoran dan jenis bangunan untuk perdagangan (komersial). Jadi bisnis properti dapat diartikan sebagai kegiatan pertukaran barang, jasa atau uang yang berkaitan dengan lahan, hunian, bangunan perkantoran dan bangunan komersial. Memulai usaha bisnis properti dikarenakan adanya peluang pada bidang usaha tersebut dan ketertarikan pada keuntungan yang diharapkan dari usaha ini. Sebelum melangkah menjalankan bisnis properti diperlukan untuk menjajaki layak tidaknya usaha tersebut dijalankan. Hal-hal yang perlu ditinjau untuk menilai kelayakan usaha tersebut antara lain peninjauan terhadap aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek organisasi dan manajemen, serta aspek ekonomi dan keuangan. Selanjutnya setelah dapat dinilai bahwa bisnis properti ini layak untuk dijalankan maka dapat diputuskan untuk menjalankan usaha tersebut melalui suatu kebijakan. Ibrahim, dalam bukunya Studi Kelayakan Bisnis (2003), menyatakan bahwa faktor-faktor yang perlu diuraikan dalam aspek teknis dan teknologi adalah yang menyangkut lokasi/proyek yang direncanakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, jenis dan jumlah investasi yang diperlukan disamping membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek. Sedangkan aspek organisasi dan manajemen, yang perlu diuraikan adalah bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari gagasan usaha/proyek yang direncanakan secara efisien. Apabila bentuk dan cara pengelolaan telah ditentukan, selanjutnya disusun bentuk organisasi yang cocok dan sesuai untuk menjalankan kegiatan tersebut. Adapun aspek ekonomi dan keuangan yang perlu dibahas antara lain menyangkut perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan dan perhitungan kriteria investasi. Selain dari pada itu perlu ditampilkan perhitungan 11

break even point beserta pay back period, proyeksi laba/rugi, proyeksi aliran kas dan dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

2.1.2. Tujuan Bisnis Properti Secara umum ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam bisnis seperti pendapat dari Skinner (1992) dalam Pengantar Bisnis, Anoraga (2005), yang menyatakan bahwa tujuan bisnis adalah : 1. mencari keuntungan/profit. 2. mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan 3. pertumbuhan perusahaan dan 4. tanggung jawab sosial.

Bisnis properti adalah salah satu bagian dari kegiatan bisnis, sehingga disini dapat dikatakan bahwa tujuan bisnis tersebut diatas juga merupakan tujuan dalam bidang bisnis properti. Disamping itu di bidang perumahan dan permukiman ada yang dilaksanakan dimana lebih menitik beratkan pada mengemban misi sosial, seperti yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dengan penerapan subsidinya atau pembangunan perumahan dan permukiman yang dilaksanakan oleh lembaga sosial masyarakat (misalnya lembaga keagamaan atau lembaga sosial non profit) untuk menanggulangi masalah perumahan dan permukiman akibat adanya bencana alam seperti tsunami, gempa bumi, banjir dan sebagainya. Sehingga dengan demikian misi sosial juga merupakan salah satu tujuan didalam bisnis properti, jadi dapat dikatakan bahwa tujuan bisnis properti adalah mencari keuntungan/profit, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, pertumbuhan perusahaan, tanggung jawab sosial terhadap produk yang dihasilkan dan mengemban misi sosial. Sehubungan penelitian ini menitik beratkan peninjauan terhadap faktor bisnis, maka pembahasan yang dilakukan didalamnya tidak membahas masalah faktor sosial.

2.1.3. Jenis Investasi Dalam Bisnis Properti Secara umum jenis investasi dibidang properti dapat dikategorikan dalam beberapa jenis, antara lain adalah lahan (tanah), hunian (residensial), jenis bangunan 12

perkantoran, serta jenis bangunan untuk perdagangan (komersial). (Marlina dan Sastra M., dan 2005). Jenis investasi lahan (tanah) terkait dengan jual beli lahan (tanah) kosong yang diperjualbelikan atau lahan kosong beserta bangunan diatasnya atau berupa tanah kavling yang sudah matang siap bangun yang berada pada suatu lingkungan yang sudah dilengkapi dengan prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, drainase, listrik, air bersih dan telephon dimana setelah bangunan didirikan jaringan tersebut siap untuk dilakukan penyambungan ke rumah tersebut. Sedangkan jenis investasi hunian (residensial) adalah terkait dengan jual beli hunian/rumah yang sudah terbangun, dimana kondisi dari lingkungan yang disediakan lebih lengkap prasarana dan sarananya termasuk adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah ditetapkan dalam site plannya. Investasi dibidang properti dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat terkait dengan tingginya

kebutuhan

akan

hunian.

Kebutuhan

akan

perumahan

tidak

hanya

dikembangkan dalam tipe sederhana saja tetapi lebih dikembangkan pada tipe menengah dan mewah. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha besar dibidang properti memiliki pandangan terhadap kondisi perekonomian secara umum dalam kondisi semakin membaik, sehingga besarnya investasi dibidang ini memiliki pengaruh yang besar pula untuk mendorong bergairahnya pengembangan bisnis properti dimasa mendatang.

2.1.4. Strategi Bisnis Properti Strategi bisnis properti merupakan suatu cara bagaimana untuk mencapai tujuan bisnis properti yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut perusahaan harus memiliki kompetensi kinerja yang baik dalam pengelolaan perusahaan dan dalam melaksanakan pembangunan proyek-proyeknya sehingga dapat ditangani dengan efisien, yang selanjutnya perusahaan mampu menerapkan strategi harga yang sesuai (reasonable). Keberhasilan dalam mengelola bisnis dan diperhitungkan eksistensinya diantara para pesaing dalam bisnis serta dapat menang dalam persaingan, diperlukan suatu keunggulan manajemen secara menyeluruh baik di bidang sistem pengelolaan investasi, sistem pelaksanaan pembangunan, sistem pengendalian biaya, sistem kerja sama dan sistem pemasaran yang diterapkan. Sebagai contoh, pada bisnis perumahan dan permukiman salah satu strategi yang diterapkan adalah menyediakan perumahan beserta kelengkapan sarana dan prasarana fisik penunjang operasional yang lainnya, misalnya 13

adanya club house, open space, jogging track, tennis court, golf area dan sebagainya, dengan

adanya

fasilitas

tersebut

tentunya

akan

lebih

mempermudah

dalam

penjualan/pemasarannya, serta dapat dinilai pantas memasang harga yang mahal oleh sasaran konsumen. Dalam mengelola investasi diperlukan kejelasan tentang perkiraan investasi yaitu jumlah dan jenis investasi apa saja yang diperlukan untuk merencanakan kegiatan usaha/proyek yang akan dikerjakan, yang selanjutnya diadakan perhitungan untuk menilai layak atau tidaknya usaha/proyek yang dikembangkan. Adapun untuk menilai layak atau tidaknya usaha/proyek yang dikembangkan perlu memperhatikan perkiraan investasi, modal kerja, biaya operasi dan pemeliharaan, serta perkiraan pendapatan yang akan diperoleh dalam investasi tersebut. Pemasaran adalah salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan dari suatu bisnis, sebuah gagasan usaha yang direncanakan meskipun telah layak (feasible) secara aspek teknis, manajemen, keuangan dan lingkungan untuk dilaksanakan, akan menjadi sia-sia apabila tidak bisa memasarkan atau menjual produk yang dihasilkan. Maka dari itu aspek pemasaran harus benar-benar bisa menjelaskan secara baik dan realistis tentang kondisi masa lalu maupun prospeknya di masa yang akan datang, serta dapat melihat berbagai peluang dan kendala yang mungkin akan dihadapi. American Marketing Association (AMA), dalam Pengantar Bisnis, Anoraga, (2005), mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide-ide, barang-barang, dan jasa-jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individual dan organisasional. Dilihat dari definisis tersebut, maka studi kelayakan pasar merupakan factor yang sangat penting untuk dilakukan sebelum memulai sebuah usaha/proyek. Studi kelayakan pasar bertujuan untuk mempelajari, meneliti dan menilai tentang permintaan pasar, selera konsumen, tingkah laku konsumen, kemampuan konsumen, siapa sasaran konsumen, berapa besar peluang pasar yang ada serta berapa besar bagian pasar yang dapat dimanfaatkan atas produk yang akan dihasilkan/dijual. Lingkup pemasaran sekurang-kurangnya harus melingkupi berbagai hal yaitu: peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, langkah-langkah yang perlu dilakukan dan kebijakan yang dibutuhkan untuk menjalankan pemasaran. Penentuan peluang pasar merupakan penentuan pangsa pasar yang didasarkan atas proyeksi 14

permintaan dan penawaran. Kebijakan pemasaran terkait dengan penentuan harga pokok dari produk yang dihitung berdasarkan harga pokok produksi dan biaya overhead, selanjutnya ditentukan harga jual produk dengan menetapkan persentase keuntungan yang didasarkan pada berbagai pertimbangan yang diperlukan. Disamping itu aspek pemasaran harus dapat pula menguraikan tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam pemasaran seperti kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran, kondisi pesaing, serta keunggulan dari usaha yang dijalankan. Dalam melakukan pemasaran perumahan dan permukiman perlu memperhatikan kondisi pasar antara lain adalah : (Marlina dan Sastra M., 2005). 1. Keinginan yang spesifik dari konsumen yang ditarget 2. Kemampuan ekonomi target pemasaran (kondisi keuangan) 3. Aksesbilitas (pencapaian lokasi) 4. Perilaku konsumsivitas dari target pemasaran (konsumen) 5. Tingkat kemampuan daya beli konsumen.

Untuk melakukan analisis terhadap pesaing maka perlu dilakukan penelitian pada segmen tertentu yang sudah dilayani oleh perusahaan pesaing sehingga dapat diketahui peluang yang masih tersisa. Dengan demikian perusahaan dapat memahami para pesaingnya dan dapat mengukur kekuatan dan kelemahannya sehingga diharapkan dapat unggul dalam persaingan pemasarannya. Ibrahim, dalam bukunya yang berjudul Studi Kelayakan Bisnis (2003), menyatakan bahwa program pemasaran merupakan kesimpulan akhir yang harus disusun secara jelas dan terperinci baik mengenai rencana penjualan, tingkat harga, kebijakan pengadaan bahan baku, kebijakan penyaluran, sistem pembayaran, promosi dan lain sebagainya.

2.2. Bentuk Kerja Sama Dalam Bisnis Perumahan 2.2.1. Kerja Sama Bisnis Perumahan Kerja sama bisnis di bidang perumahan diselenggarakan untuk membentuk suatu sinergi dari potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Potensi-potensi yang ada dalam bisnis perumahan sebagai objek perjanjian kerja sama antara lain penyediaan lahan/tanah, 15

modal/keuangan,

dan

pelaksanaan

pembangunan

konstruksi

perumahan.

Suatu

perusahaan yang mampu memiliki ketiga unsur tersebut biasanya kurang tertarik untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan lain. Dilakukannya kerja sama karena adanya kekurangan atas potensi yang dimiliki dari suatu perusahaan sehingga perusahaan tersebut menggandeng perusahaan lain sebagai mitra agar dapat terpenuhi kemampuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang akan dilaksanakan. Kerja sama juga biasa dilaksanakan untuk mendapatkan peluang di bidang pemasaran akibat dari kurang besarnya pengalaman pekerjaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau tidak dimilikinya teknologi untuk melaksanakan pekerjaan sebagai sasaran pemasaran. Diselenggarakannya kerja sama dimaksudkan untuk

mengadakan sharing

pelaksanaan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan sharing terhadap risiko yang terjadi serta sharing atas keuntungan yang diperoleh, sedangkan tujuan dari kerja sama tersebut adalah agar dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan. Penyelenggaraan kerja sama harus dituangkan secara tertulis hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam suatu perjanjian kerja sama, sehingga diperoleh suatu kondisi yang jelas dan mengikat terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut. Disamping itu untuk mengantisipasi adanya ingkar janji dari salah satu pihak dan memudahkan penyelesaian jika terjadi perselisihan, maka suatu perjanjian harus memiliki ikatan secara hukum yang kuat, untuk itu suatu perjanjian kerja sama harus disyahkan secara hukum, dalam hal ini dilakukan didepan notaris dan disyahkan oleh notaris tersebut. Pelaksanaan kerja sama adalah pelaksanaan terhadap klausul-klausul yang dibuat dalam perjanjian kerja sama, yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kerja sama sesuai dengan tanggung jawab yang menjadi beban masing-masing pihak. Namun demikian masing-masing pihak harus bersinergi, agar dicapai suatu kondisi yang baik didalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan dari semua pihak yang terkait.

16

Parwoto, dalam Kajian Empiris Kemitraan Dalam Pembangunan Perumahan (1997), menyatakan bahwa ada lima prinsip dasar agar kemitraan dapat berjalan lancar yang disebut prinsip PACTS yaitu: 1 1. Partisipasi (participation), artinya semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat, memutuskan hal-hal yang langsung menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas semua keputusan yang telah disepakati bersama. 2. Akseptasi (acceptance), artinya kehadiran tiap pihak harus diterima oleh pihak lain apa adanya dan dalam kesetaraan. 3. Komunkasi (communication), artinya masing-masing pihak harus mau dan mampu mengkomunikasikan dirinya sehingga dapat dilakukan koordinasi dan sinergi. 4. Percaya (trust), artinya masing-masing pihak harus dapat mempercayai dan dipercaya atau saling percaya karena tidak mungkin suatu hubungan kerja sama yang intim dibangun diatas kecurigaan atau saling tidak percaya. 5. Berbagi (share), artinya masing-masing harus mampu membagi diri dan miliknya untuk mencapai tujuan bersama dan bukan satu pihak saja yang harus berkorban atau memberikan segalanya sehingga tidak lagi proporsional.

Dari uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam kerja sama masing-masing pihak harus bersinergi, saling membantu, membangun hubungan yang harmonis dan berperan aktif dalam menjalankan perannya pada pelaksanaan kerja sama. Peluang kerja sama antara berbagai pihak yang bergerak di bidang bisnis perumahan dan permukiman seperti BUMN, BUMD, Koperasi, badan usaha swasta, sangat dimungkinkan dan didukung oleh adanya undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Dari sisi pelaku bisnis perumahan dan permukiman terdapat kondisi dimana kemampuan untuk memenuhi peluang pasar perumahan yang ada masih sangatlah kurang, hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki pelaku bisnis, baik dari sisi modal, lahan, sumber daya, teknologi dan sebagainya. Sementara itu, ditinjau dari pelaksanaan kerja sama, telah banyak dilakukan antara berbagai pihak yang bergerak di bidang bisnis perumahan, sehingga dapat disimpulkan bahwa peluang kerja sama dalam bisnis perumahan dan permukiman 1

Sumber: Prosiding, Seminar Nasional Kemitraan Dalam Pembangunan Perumahan, Yogyakarta 1997.

17

sangatlah mungkin untuk dilaksanakan, dan bahkan penulis menilai bahwa kerja sama merupakan salah satu solusi untuk mendorong percepatan untuk penyediaan perumahan dan permukiman. Secara umum bentuk kerja sama yang biasa diterapkan dalam bisnis antara lain : Joint Venture, Joint Operation dan Build Operated and Transfer.

2.2.2. Joint Venture Joint Venture adalah kerja sama antar dua atau lebih perusahaan, untuk tujuan membentuk badan usaha baru, yang sama sekali terpisah secara hukum dengan perusahaan-perusahaan pendirinya. (Asiyanto, 2005). Pada bentuk kerja sama Joint Venture, masing-masing perusahaan pendiri mengirimkan satu personil yang duduk sebagai pemegang saham pada perusahaan baru yang dibentuk bersama. Perusahaan baru ini memiliki status hukum yang terpisah dengan perusahaan pendirinya. Organisasinya juga terpisah/tidak terkait dengan organisasi perusahaan pendiri. Jadi disini batasan tanggung jawab, risiko dan keuntungan adalah seperti tanggung jawab pemegang saham, yaitu hanya sebatas jumlah sahamnya saja.

2.2.3. Joint Operation Joint Operation adalah kerja sama antar dua atau lebih perusahaan yang sifatnya tidak membentuk badan usaha baru, tetapi masih menggunakan badan usaha masingmasing. (Asiyanto, 2005). Joint Operation ada dua jenis yaitu Integrated Joint Operation dan Portion Joint Operation. Integrated Joint Operation adalah bahwa perusahaan yang bekerja sama, bergabung menjadi satu kesatuan organisasi pelaksanaan dan memiliki tanggung jawab memikul risiko serta memperoleh keuntungan secara bersama, dengan pembagian sesuai share-nya masing-masing. Adapun Portion Joint Operation adalah bahwa tiap-tiap perusahaan yang bekerja sama membentuk organisasi pelaksanaan sendiri-sendiri untuk menangani bagiannya masing-masing, kemudian bergabung menjadi satu organisasi untuk keperluan dengan pihak external (owner dan lain-lain). Tanggung jawab, risiko dan keuntungan dibagi-bagi secara terpisah sesuai dengan porsi/bagian yang dikerjakan 18

masing-masing. Sedangkan tanggung jawab kepada pihak external kerja sama tersebut, diwakili oleh salah satu anggota yang ditunjuk sebagai leader. (Asiyanto, 2005). Bentuk kerja sama Integrated Joint Operation, masing-masing perusahaan pendiri dalam operasionalnya mengirimkan personil yang memiliki kompetensi yang seimbang untuk ditempatkan sesuai bidangnya dalam satu kesatuan struktur organisasi yang disepakati bersama. Dalam permodalan pendiri melakukan kesepakatan tentang berapa besar share yang harus di tanggung oleh masing-masing pendiri, dimana nilai share masing-masing merupakan penentuan dalam memikul beban tanggung jawab, risiko, maupun keuntungannya. Sedangkan untuk kerja sama Portion Joint Operation, tiap-tiap perusahaan yang melakukan kerja sama membentuk organisasi pelaksanaan sendiri-sendiri untuk menangani pekerjaan sesuai porsi/bagian pekerjaan masing-masing, kemudian bergabung menjadi satu organisasi untuk keperluan dengan pihak eksternal (owner dan lain-lain). Dalam tanggung jawab kepada eksternal kerja sama tersebut diwakili oleh salah satu anggota yang ditunjuk sebagai leader. Karena penanganan pekerjaan dibagi sesuai dengan bagian masing-masing, maka tanggung jawab, risiko dan keuntungan yang diperoleh adalah sesuai dengan porsi pekerjaan yang ditangani, jadi disini dapat dikatakan seperti perusahaan yang berdiri sendiri, sementara urusan eksternal merupakan tanggung jawab bersama.

2.2.4. Build Operate and Transfer (BOT) Modul 1 Kemitraan Pemerintah Swasta, menyatakan bahwa Build Operate and Transfer (BOT) dimulai dengan kesepakatan sektor pemerintah dan sektor swasta bahwa sektor swasta akan menyediakan layanan dengan membangun suatu fasilitas baru (atau meningkatkan atau merehabilitasikan fasilitas yang ada), dengan biaya sendiri, mengoperasikan dan melakukan pemeliharaan instalasi tersebut selama jangka waktu yang disepakati (dikenal dengan periode konsesi atau periode implementasi), kemudian diakhir periode konsesi mengalihkan pemilikannya kepada pemerintah. Jangka waktu yang disepakati (periode konsesi) cukup panjang yaitu antara 20 tahun sampai dengan 30 tahun, dengan panjangnya periode tersebut maka kontrak BOT harus memiliki dasar hukum yang kuat dan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kerumitan dalam pembiayaan mengingat besarnya nilai kontrak dimana sangat 19

berpengaruh terhadap keuangan proyek, dan

kerumitan dalam penetapan harga serta

harus mempertimbangkan kondisi politik yang berkembang.

2.3. Aspek Finansial Dalam Bisnis Properti 2.3.1. Pendanaan Pendanaan dalam bisnis properti bagi badan usaha milik pemerintah atau badan usaha milik swasta, dana bersumber dari simpanan, aset yang dimiliki, uang muka dan termijn cair, serta pinjaman baik dari bank maupun sumber-sumber yang lain, atau hasil sharing dari kerja sama dengan mitra usaha.

2.3.2. Pembiayaan Sistem pembiayaan pembangunan perumahan secara umum sama dengan pembiayaan pada pembangunan bangunan konstruksi yang lain, yaitu diawali dengan pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Dalam melakukan perhitungan RAB harus disusun sedemikian rupa sehingga semua unsur biaya yang terkait dengan pembiayaan pembangunan tersebut tidak ada yang tertinggal, untuk itu dalam melakukan penghitungan estimasi biaya tersebut, pengembang biasanya memiliki tim tersendiri yang dipimpin oleh seorang cost engineer. Perhitungan estimasi biaya (cost estimating) dihitung setelah menetapkan desain yang dipilih, dimana proses desain dilaksanakan secara mandiri atau menyewa jasa konsultan untuk membuat desain baik site plan, lay out, maupun land scape dan detil desain dari konstruksi rumah dan lain-lain, beserta spesifikasi teknik material yang akan digunakan. Dalam perhitungan RAB harus juga memasukkan biaya-biaya over head dan keuntungan yang ingin dicapai. Adapun fungsi dari estimasi biaya bagi pengembang digunakan antara lain untuk memperkirakan harga jual, sebagai acuan dalam pengendalian biaya pelaksanaan, acuan pelaksanaan pemilihan kontraktor (apabila pekerjaan akan dikontrakkan kepada perusahaan lain), serta untuk memprediksi kembalinya investasi. Rencana Anggaran Biaya ini selanjutnya digunakan sebagai dasar/acuan dalam melaksanakan pembangunan perumahan. Seiring dengan pelaksanaan pembangunan dilakukan pengendalian biaya dengan cara membandingkan antara rencana dengan realisasi biaya, melakukan evaluasi biaya terhadap penyimpangan dan memecahkan masalah yang muncul serta melaporkannya kepada manajemen secara periodik misalnya mingguan dan/atau bulanan untuk mendapatkan solusi sebagai review 20

rencana anggaran biaya selanjutnya yang tepat sebagai landasan dalam pembiayaan pekerjaan selanjutnya.

2.4. Manajemen Proyek Pembangunan Perumahan Pengelolaan proyek dilaksanakan oleh tim manajemen proyek yang dipimpin oleh kepala proyek atau manajer proyek. Pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh tim ini mengacu kepada rencana kerja yang telah ditetapkan sebelumnya oleh manajemen perusahaan. Tugas dan tanggung jawab manajemen proyek adalah melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proyek sehingga dapat dicapai hasil akhir sesuai rencana kerja yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan proyek diperlukan system manajemen yang berkesinambungan dimana secara manajerial dapat dikenali dari daur manajerial seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. dibawah ini.

PERENCANAAN - tentukan sasaran - survey sumber daya - susun strategi

PENGENDALIAN - bandingkan hasil terhadap rencana - laporan - pecahkan masalah

PELAKSANAAN - alokasikan sumber daya - arahkan pelaksanaan - koordinasikan upaya - motifasikan staf

Gambar 2.1. Daur Manajerial 2

2.4.1. Perencanaan Proyek Austen, dalam bukunya yang berjudul Memanajemeni Proyek Konstruksi (1994), menyebutkan bahwa perencanaan proyek adalah merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap proses kegiatan keseluruhan proyek, maka dari itu perencanaan harus berdasarkan atas sasaran yang jelas. Disamping itu perencanaan harus dapat dilakukan secara tepat, sehingga dapat dicapai suatu kondisi dimana sumber daya yang memadai bisa disediakan pada saat yang tepat, berbagai komponen kegiatan dapat 2

Sumber: Austen, A.D. dan Neale, R.H., Memanajemeni Proyek Konstruksi, Jakarta, 1994.

21

dimulai pada saat yang tepat, dan dapat mengalokasikan waktu pelaksanaan yang cukup untuk setiap tahapan proses pekerjaan. Untuk itu dalam melakukan perencanaan diperlukan teknik dalam merencana yang berdasarkan prinsip-prinsip bahwa rencana harus memberi informasi dalam bentuk yang mudah dipahami, menyeluruh, realistis, luwes terhadap situasi yang berubah, serta harus dapat memonitor dan mengendalikan jalannya proyek.

2.4.2. Tatalaksana Proyek Tatalaksana proyek adalah merupakan aplikasi atas perencanaan yang telah dibuat sebelumnya, yang meliputi kegiatan mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat, mengarahkan pelaksanaan pekerjaan yang mengacu kepada skedul pelaksanaan dan metode kerja yang tepat, melakukan koordinasi dengan pihakpihak yang terkait, serta memberikan motifasi kepada jajaran dibawahnya sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai target yang diinginkan. Dalam mengelola pelaksanaan proyek, ada yang dilakukan dengan cara dikontrakkan atau dikerjakan sendiri. Pelaksanaan pekerjaan dengan dikontrakkan adalah menyerahkan penanganan sebagian dari bangunan atau item pekerjaan kepada perusahaan lain, baik berupa barang jadi atau barang setengah jadi. Sedangkan pekerjaan yang dilaksanakan sendiri terkait dengan pengelolaan sendiri terhadap bahan, tenaga kerja dan peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan. Pilihan terhadap pengelolaan pelaksanaan pekerjaan dengan dikerjakan sendiri dan/atau dikontrakkan, ditetapkan dalam pembuatan rencana anggaran biaya/rencana kerja. Pilihan ini harus dipertimbangkan secara masak serta dimonitor dengan baik realisasi pelaksanaannya, karena terkait dengan suatu kebijakan perusahaan yang bersifat strategis. Kebijakan strategis dimaksud antara lain bahwa pengembang memiliki tim pelaksana konstruksi untuk melaksanakan sebagian pekerjaan dengan dikerjakan sendiri yang mana tim ini berfungsi pula sebagai tim penganti apabila ada terjadi kontraktor tidak dapat melanjutkan pekerjaannya, maka tim ini yang akan turun tangan untuk melanjutkan pekerjaan kontraktor tersebut, agar pekerjaan tetap berlangsung sesuai dengan yang direncanakan. Perlu disadari disini bahwa hasil pekerjaan yang dikontrakkan akan mempengaruhi citra perusahaan, buruknya hasil pekerjaan yang 22

dilakukan olek kontraktor akan menimbulkan citra buruk pula kepada perusahaan, demikian pula sebaliknya.

2.4.3. Pengendalian Proyek Pelaksanaan proyek tidak terlepas dari sistem pengendalian. Variabel penting yang harus dikendalikan pada pelaksanaan proyek adalah biaya, kualitas dan waktu. Ketiga aspek tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya, dimana sebagai muaranya adalah biaya, artinya kualitas dan waktu berisiko terhadap membengkaknya biaya, sehingga harus dikendalikan dengan baik. Pengendalian terhadap kualitas pekerjaan harus dilakukan agar dihasilkan pekerjaan yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Apabila kualitas pekerjaan yang dilaksanakan buruk maka hal tersebut akan merugikan karena pekerjaan yang buruk akan menimbulkan biaya pembongkaran dan pembangunan diulang kembali, disamping itu kualitas yang buruk membuat turunnya citra perusahaan dan tentunya akan menjadi iklan yang buruk pula bagi perusahaan. Pengendalian waktu adalah pengendalian terhadap jangka waktu pelaksanaan agar pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Apabila pelaksanaan pekerjaan mengalami keterlambatan tentunya akan mengakibatkan berbagai kerugian. Pengendalian waktu terkait dengan produktifitas dari sumber daya yang digunakan, jadi pengendalian terhadap produktifitas menjadi suatu hal yang sangat penting didalam kegiatan suatu pekerjaan. Alat kendali waktu pelaksanaan biasanya dituangkan pada time schedule dan/atau net work planning. Pengendalian biaya penting dilakukan karena sangat berarti untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan dan terhindar dari kerugian usaha yang dapat mengakibatkan kebangkrutan. Pengendalian biaya ini dimulai pada saat merencanakan biaya dimana dijaga jangan sampai terjadi estimasi biaya yang rendah sehingga disini diperlukan pengetahuan yang cukup tentang kondisi pekerjaan dan sumber daya sebagai dasar dalam pembuatan rencana anggaran biaya. Pada saat pelaksanaan pekerjaan diperlukan pengetahuan tentang metode kerja, pengawasan dan manajemen yang efektif sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan efisien.

23

BAB III DESKRIPSI KASUS STUDI Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yaitu tentang gambaran umum dan tinjauan umum perusahaan objek penelitian yang meliputi sistem kerja sama, pengadaan lahan, manajemen pelaksanaan pembangunan, sitem pembiayaan dan sistem pemasarannya untuk memberikan gambaran pola bisnis dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

3.1. Gambaran Umum Perusahaan Objek Penelitian Pelaku bisnis perumahan terdiri dari unsur pemerintah dan unsur swasta, dari unsur pemerintah diwakili oleh badan usaha milik pemerintah dimana dalam penulisan ini kami ketengahkan Perum Perumnas yang merupakan BUMN dibawah naungan Menteri Keuangan, disamping itu penulisan ini mengetengahkan PT Wijaya Karya Realty yaitu anak perusahaan dari PT Wijaya Karya, dimana

PT Wijaya Karya adalah

merupakan Badan Usaha Milik Negara dibawah naungan Menteri BUMN, sedangkan dari unsur swasta dalam penulisan ini diketengahkan PT Masagi.

3.1.1. Perum Perumnas Perum Perumnas adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1974 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1988, yang selanjutnya pada tanggal 10 Mei 2004 dilakukan penyempurnaan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004, tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional, bertugas mengemban misi pemerintah untuk melaksanakan penataan perumahan dan permukiman bagi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah. Sedangkan tujuan dari dibentunya Perum Perumnas adalah untuk mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dan terjangkau, berdasarkan rencana tata ruang yang mendukung perkembangan wilayah secara berkelanjutan. Adapun penyediakan perumahan dan permukiman bagi masyarakat luas yang layak dan terjangkau terbagi dalam dua klasifikasi sebagai berikut: 24

1. Perumahan sederhana bagi Golongan Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah dengan sasaran Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI dan karyawan swasta beserta sarana prasarana Lingkungan. 2. Perumahan susun sederhana baik untuk dijual maupun sewa dengan sasaran RUSUNAWA untuk buruh karyawan industri, mahasiswa, masyarakat umum dari lingkungan kumuh (program peremajaan kota). Untuk menunjang kegiatan dan pengembangan usahanya, Perum Perumnas disamping penataan dan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman juga diberi wewenang untuk melaksanakan tugas pengelolaan tanah, penyerahan bagianbagian tanah berikut rumah/banguan dan menjual tanah yang sudah dimatangkan berikut prasarananya. Dalam rangka mendukung pembiayaan kegiatan, dengan persetujuan Menteri Keuangan, Perum Perumnas diijinkan untuk melakukan kerja sama usaha dan/atau patungan dengan badan usaha lain, membentuk anak perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. 3 Sebagai panduan dalam menjalankan usahanya Perum Perumnas memiliki Visi ”Menjadi yang Terkemuka dalam penyelenggaraan perumahan dan pemukiman bagi seluruh masyarakat Indonesia”. Sedangkan Misi Perum Perumnas adalah mengemban tugas pemerintah yang mencakup: 1. Menata perumahan dan permukiman di dalam Lisiba yang berada dalam Kasiba dan di dalam Lisiba yang berdiri sendiri. 2. Melayani jasa konsultasi dan advokasi dibidang perumahan dan permukiman. 3. Mengelola tanah yang dikuasainya, menggunakan sesuai dengan peruntukan, menyerahkan/menjual bagian tanah tersebut dalam bentuk rumah atau tanah matang. 4. Melaksanakan kegiatan usaha lain yang menunjang tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan. Terkait dengan penelitian ini, peninjauan sistem kerja sama dilakukan di Perum Perumnas terbatas pada tata cara penyelenggaraan kerja sama usaha karena tata cara tersebut berlaku menyeluruh terhadap proyek yang diselenggarakan oleh perum Perumnas.

3

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun 2004, tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional.

25

3.1.2. Wika Realty PT Wijaya Karya Realty atau biasa disebut Wika Realty adalah salah satu anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Wijaya Karya (Persero). Aktivitas bisnis PT Wika Realty pada awalnya merupakan kegiatan dari salah satu Divisi PT Wijaya Karya (Persero). Pada tanggal 20 September 1982 berdasarkan Keputudsan Direksi PT Wijaya Karya dibentuk Divisi Sarana Papan, pada tanggal 18 Oktober 1993 Divisi Sarana Papan diubah namanya menjadi Divisi Realti dan Properti. Dengan semakin besarnya kegiatan yang ditangani dibidang realti dan properti maka pada tanggal 20 Januari 2000 Divisi Realti dan Properti dihapuskan dan didirikan perusahaan anak dengan nama PT Wijaya Karya Realty. Bidang usaha yang dilaksanakan oleh Wika Realty adalah Bidang Usaha Realty, Bidang Usaha Property dan Bidang Usaha Konstruksi yang operasionalnya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pengelola Usaha. Sebagai pannduan dalam menjalankan usahanya PT Wijaya Karya Realty memiliki Visi “Menjadi perusahaan terpercaya dan pilihan utama bagi target konsumen dalam bidang Property dan yang terkait, baik di dalam maupun luar negeri”. Adapun dalam pelaksanaan usahanya memiliki Misi: 1. Menciptakan produk inovatif dengan mutu terunggul dan berdaya saing tinggi. 2. Menjadi market leader disetiap target pasar melalui produk bernilai investasi tinggi bagi konsumen. 3. Memberikan imbal investasi yang tertinggi dibidangnya bagi pemegang saham. 4. Mewujudkan tempat kerja yang menarik dan menantang bagi karyawan 5. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dengan mitra kerja. Sebagai kasus studi dalam penelitian ini memilih lokasi penelitian di perumahan Kawasan Tamansari Majapahit yang terletak di Jalan Majapahit Km. 10, Pedurungan Lor, Semarang, Jawa Tengah. Wika Realty dalam pengembangan kawasan perumahan ini bekerja sama dengan PT Kekancan Mukti yang merupakan perusahaan swasta setempat dibidang pengembangan perumahan. Luas area kawasan lebih kurang 10ha dengan jumlah perumahan yang dikembangkan sebanyak 437 unit, dalam jangka waktu 5 tahun sejak tahun 2007. Produk perumahan yang dihasilkan dengan luas bangunan 36m2, 45m2, 55m2 dan 70m2, luas lahan 96m2 sampai dengan 240m2 dengan harga jual mulai Rp. 268 juta/unit sampai dengan 490 juta/unit. Melihat harga jual tersebut produk yang 26

dihasilkan memiliki kelompok sasaran bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Struktur organisasi kantor pusat PT Wijaya Karya Realty adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1. dibawah ini.

Direktur Utama SPI

Direktur Operasi & Pengembangan

Bagian Pemasaran Realty & Property

Biro Operasi I Bagian PEP Realty & Property

Direktur Keuangan & SDM.

Pelaksana Pengelola Usaha Realty Property Konstruksi

Bagian Pemasaran Konstruksi

Biro Operasi II

Bagian Estimasi Bagian PEP Konstruksi Bagian Teknik

Biro Teknik & Pengembangan Biro Sistem Manajemen & Mutu

Bagian Pengembangan Usaha Bagian Sistem Mutu Bagian SIM Bagian Akuntansi

Biro Keuangan Bagian Keuangan Bagian Personalia & Umum

Biro SDM & Umum Bagian Hukum & Pertanahan

Gambar 3.1. Bagan Organisasi PT Wijaya Karya Realty 27

Produk perumahan yang dikembangkan oleh Wika Realty seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.2. dibawah ini.

Site Plan

Main Entrance

Prasarana Jalan

Produk Perumahan Type 36/90 dan 45/105

Produk Perumahan Type 70/150

Produk Perumahan Type 55/120

Gambar 3.2. Kawasan Tamansari Majapahit oleh Kekancan Wika Realty-KSO

28

3.1.3. PT. Masagi PT Masagi adalah perusahaan swasta murni yang perkembangannya diawali dari operasional bisnis di bidang pemasaran properti selanjutnya melaksanakan bisnis di bidang jual beli tanah/lahan dan kemudian berkembang sebagai perusahaan yang bergerak dibidang penyediaan perumahan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas. Dalam pelaksanan operasional perusahaan PT Masagi disamping membangun perumahan secara mandiri juga melakukan kerja sama dengan mitra usaha/perusahaan lain. Dalam kerja sama yang dibangun, mitra usaha adalah sebagai penyedia lahan/tanah sedangkan PT Masagi sebagai pelaksana pembangunan perumahannya. PT Masagi sebagai objek penelitian pada saat ini menangani 2 (dua) proyek dengan sistem kerja sama yaitu: 1. Perumahan Puri Cendana yang berlokasi di Cipaku, Bandung Utara, Jawa Barat, bekerja sama dengan Yayasan Bikasoga dibawah naungan Bank Indonesia. Luas area yang dikembangkan seluas 4 ha, pada tahap awal jumlah produk rumah yang dibangun sebanyak 45 unit, luas bangunan 200m2 dua lantai dan luas tanah 400m2, dengan harga jual Rp. 1,35 Milyar/Unit. Jangka waktu kerja sama dua tahun yang dimulai pada akhir 2007. Total jumlah unit rumah yang akan dibangun masih dalam tahap perencanaan design. 2. Perumahan Puri Suryalaya yang terletak di Buah Batu, Bandung, Jawa Barat. bekerja sama dengan H. Pupuk. Luas area 5 ribu m2 jumlah rumah 35 unit, luas bangunan 135 m2 dua lantai dengan luas lahan 121,5 m2 yang memiliki harga jual Rp. 700 Juta/unit. Jangka waktu kerja sama satu tahun mulai medio 2007. Melihat harga jual produk perumahan yang dihasilkan, menunjukkan bahwa kelompok sasaran yang dituju adalah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Sebagai gambaran produk perumahan yang dihasilkan oleh PT Masagi seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3. dibawah ini.

29

Perumahan Type 135/121,5

Gambar 3.3. Perumahan Puri Suryalaya oleh PT Masagi.

Rangkuman Rangkuman gambaran umum objek penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1. Ringkasan Gambaran Umum Objek Penelitian No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

1

Bentuk Badan Usaha

Merupakan BUMN dibawah naungan Menteri Keuangan.

Anak perusahaan PT Wijaya Karya yang merupakan BUMN dibawah naungan Kementerian BUMN.

Badan usaha swasta murni

2

Orientasi Usaha

Tidak sepenuhnya berorientasi bisnis, mengemban misi pemerintah secara langsung dalam penyediaan perumahan.

Berorientasi bisnis, tidak secara langsung mengemban misi pemerintah.

Berorientasi bisnis.

3

Kelompok Sasaran

Masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Masyarakatat berpenghasilan menengah ke atas

Masyarakat berpenghasilan menengah ke atas

4

Jenis Produk Perumahan

Landed House : Rumah Sederhana, Rumah Menengah. Rumah Susun: Rusunawa & Rusunami

Landed House : Rumah Menengah, Rumah Mewah.

Landed House : Rumah Menengah, Rumah Mewah.

Perusahaan sebagai objek penelitian terdiri dari tiga perusahaan yaitu Perum Perumnas, Wika Realty dan PT Masagi. Perum Perumnas untuk mewakili unsur dari pemerintah, yang mana kegiatannya tidak sepenuhnya berorientasi bisnis, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah sederhana dan rumah menengah dan rumah susun: rusunawa dan rusunami, kelompok sasaran pasar produk perumahan adalah diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

30

Wika Realty untuk mewakili perusahaan BUMN, yang kegiatannya berorientasi bisnis dan tidak secara langsung mengemban misi pemerintah, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah menengah dan rumah mewah, kelompok sasaran pasar produk perumahan adalah diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. PT Masagi untuk mewakili perusahaan swasta murni yang kegiatannya berorientasi bisnis, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah menengah dan rumah mewah, kelompok sasaran pasar produk perumahannya adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.

3.2. Tinjauan Umum Perusahaan Objek Penelitian Bagian ini akan memaparkan peninjauan atas hasil penelitian terhadap perusahaan objek penelitian yang meliputi sistem kerja sama, pengadaan lahan, manajemen pelaksanaan pembangunan, pendanaan/pembiayaan dan pemasaran/penjualan. Pada setiap pembahasan dicantumkan rangkuman untuk memberikan uraian secara singkat tentang perbandingan hasil tinjauan terhadap objek penelitian.

3.2.1. Sistem Kerja Sama Perum Perumnas Kerja sama yang dilaksanakan Perum Perumnas adalah Kerja Sama Usaha (KSU) yang merupakan suatu peluang untuk mengintegrasikan fungsi-fungsi manajemen tingkat pusat, regional dan cabang yang bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah maupun swasta sebagai mitra usaha, tanpa membentuk Badan Usaha baru. Munculnya kebijakan KSU di Perum Perumnas dikarenakan adanya suatu kondisi yang dihadapi yaitu dihentikannya Penyertaan Modal Negara (PMN) yang berdampak pada minimnya modal kerja dan keterbatasan persediaan asset (lahan) yang dimiliki. Jangka waktu kerja sama usaha yang dilaksanakan oleh Perum perumnas adalah selama satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan bersama. Ada berbagai pertimbangan yang diperlukan dalam pelaksanaan Kerja Sama Usaha dengan Mitra Usaha sebagai berikut: 1. Agar lebih dapat berkonsentrasi kepada Misi, yaitu penyediaan perumahan dan permukiman untuk masyarakat golongan menengah ke bawah. 31

2. Kemungkinan diperolehnya dampak sinergi dalam kerjasama antara Perum Perumnas dengan Mitra. 3. Saling mengisi keterbatasan sumber daya pada Perum Perumnas maupun Mitra. 4. Untuk mempercepat penyediaan perumahan dan permukiman beserta fasilitasfasilitas lainnya bagi masyarakat. Mitra KSU yang bekerja sama dengan Perum Perumnas dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1. Badan uasaha yang berorientasi bisnis, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum, misalnya : Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik, Daerah (BUMD), Koperasi, Perusahaan Swasta, dan lain-lain. 2. Badan usaha yang tidak berorientasi bisnis, yaitu : Departemen-departemen, Pemerintah daerah/pemerintah Kota, Yayasan, dan lain-lain. Jumlah Mitra dalam suatu KSU dapat hanya satu Mitra maupun lebih dari satu Mitra, sepanjang tanggung jawab dan hak masing-masing mitra jelas. Akan tertapi untuk memudahkan administrasi, dalam hal Mitra KSU lebih dari satu, maka diusahakan hanya satu Mitra yang langsung bertanggung jawab kepada Perum Perumnas. Mitra tersebut harus mendapatkan pengakuan sebagai Pimpinan (leader) dari Mitra lainnya, yang bertanggung jawab atas keseluruhan kewajiban Mitra. Jenis-jenis penyelenggaraan dalam Kerja Sama Usaha (KSU) adalah semua kegiatan penyediaan permukiman dan fasilitas lainnya, sejak tahap penyediaan lahan sampai dengan tahap penjualan, dengan mengikuti pola bagi hasil. Dengan demikian secara garis besar jenis-jenis penyelenggaraan KSU terdiri dari : 1. Penyediaan tanah 2. Perencanaan. 3. Pembangunan. 4. Pemasaran/Penjualan. 5. Pendanaan/Pembiayaan. 6. Pengelolaan fasilitas lingkungan. 7. Kombinasi dari keenam jenis diatas. 8. Lainnya. Pada prinsipnya penetapan penyelenggaraan KSU merupakan wewenang Direksi, untuk hal-hal tertentu yang ditetapkan Direksi, penandatanganan perjanjian KSU dapat 32

dikuasakan secara substitusi kepada pejabat yang ditunjuk dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Perjanjian KSU dengan nilai penerimaan sampai dengan Rp. 20 Milyar ditandatangani oleh GM. Regional/Kawasan. 2. Perjanjian KSU dengan nilai penerimaan antara Rp. 20 Milyar sampai dengan Rp. 50 Milyar ditandatangani oleh Direktur Pemasaran. 3. Perjanjian KSU dengan nilai penerimaan diatas Rp. 50 Milyar ditandatangani oleh Direktur Utama. Secara garis besar Kerja Sama Usaha dapat diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut : 1. Setiap lokasi yang akan diKSU-kan sudah diprogramkan dalam RKAP, apabila belum diprogramkan dalam RKAP harus dengan ijin Dewan Pengawas (Dewas). 2. Sudah ada Buku Rencana Kelayakan Bisnis (BRKB). 3. Ijin Prinsip Kerja Sama Usaha (IPKSU). 4. Pemilihan dan penetapan Mitra. Untuk mengetahui tingkat pendapatan minimum yang harus diperoleh Perum Perumnas diterbitkan Buku Rencana Kelayakan Bisnis (BRKB). Ketentuan dalam penyelenggaraan KSU adalah bahwa nilai prosentase yang didapat dari penyelenggaraan KSU harus lebih besar dari jika dikerjakan sendiri, serta adanya keterjaminan akan keamanan, kelancaran penerimaan Perum Perumnas sesuai jadwal dalam KSU. General Manajer Regional/Kawasan terhadap penyelenggaraan KSU yang akan dilakukan olehnya baik di lokasi lahan Perum Perumnas atau lahan Mitra yang diserahkan kepada Perum Perumnas harus mendapatkan Ijin Prinsip Kerja Sama Usaha (IPKSU) dari Direksi yang diwakili oleh Direktur Pemasaran. Penetapan Mitra KSU tergantung dari posisi tawarnya (bargaining position) dan reputasi calon Mitra. Apabila posisi tawarnya tidak memungkinkan Perum Perumnas memilih Mitra KSU (hanya ada satu calon Mitra), maka penetapan mitra KSU dilakukan melalui evaluasi proposal yang ada. Sedangkan apabila posisi tawarnya memungkinkan Perum Perumnas memilih Mitra KSU (ada lebih dari satu calon Mitra), maka dilakukan evaluasi terhadap seluruh proposal yang masuk, dan dilanjutkan dengan proses pemilihan terhadap hasil evaluasi proposal. Adapun posisi tawar dalam setiap pemilihan dan penetapan Mitra KSU harus memiliki kriteria sebagai berikut : 33

1. Menunjang Misi dan tujuan Perum Perumnas. 2. Mendapatkan keuntungan yang optimal bagi Perum perumnas. 3. Memperhatikan reputasi calon Mitra. Pemilihan dan penetapan calon Mitra dalam ber-KSU melalui proses dengan urutan tahap sebagai berikut : 1. Tolok Ukur Evaluasi Proposal. 2. Penerimaan Proposal. 3. Evaluasi. 4. Negosiasi. 5. Usulan Penetapan calon Mitra KSU. 6. Keputusan. 7. Persiapan dan Penandatanganan Perjanjian KSU. Tolok ukur evaluasi terhadap proposal dari calon Mitra KSU ditinjau dari 2 (dua) kriteria yaitu KSU dimana tanah adalah milik Perum Perumnas dan KSU dimana tanah adalah milik Mitra. Proses ini diawali dari adanya surat penawaran dari calon mitra untuk menjalin kerja sama dengan Perum Perumnas, yang selanjutnya ditindak lanjuti oleh Perum Perumnas untuk mengadakan pemeriksaan calon mitra tersebut untuk dinilai bonafiditas, reputasi dan referensi pekerjaannya dan melakukan konfirmasi lokasi KSU. Lembar pemerikasaan calon mitra dan konfirmasi lokasi KSU dapat dilihat pada Lampiran 1. dan Lampiran 2. Apabila hasil dari pemeriksaan tersebut mitra dinilai tidak memenuhi syarat maka Perum Perumnas akan mengeluarkan surat pemberitahuan penolakan penawaran KSU kepada mitra tersebut. Pemberitahuan penolakan penawaran KSU dapat dilihat pada Lampiran 3. Namun apabila mitra dinilai dapat diterima sebagai calon mitra, maka dilanjutkan dengan proses penilaian terhadap calon mitra secara peninjauan lapangan (site selection). Peninjauan lapangan ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap proposal dari Calon Mitra KSU. Evaluasi terhadap proposal calon mitra untuk kerja sama yang akan dilakukan pada Tanah Milik Perum Perumnas meliputi 6 (enam) aspek, yaitu : 1. Aspek Administrasi. 2. Aspek Teknis. 3. Aspek Pendapatan. 34

4. Aspek Hukum. 5. Aspek Pemasaran. 6. Aspek Lainnya. Evaluasi aspek administrasi adalah evaluasi bonafiditas calon Mitra KSU yang dilakukan melalui evaluasi terhadap kelengkapan dokumen terkait dengan keberadaan perusahaan yang meliputi antara lain : a. Akte pendirian perusahaan, b. Jenis usaha yang dijalankan sesuai dengan Akte pendirian perusahaan, yang dilengkapi dengan Surat Ijin Usaha serta perijinan lain terkait yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, c. Nama orang yang akan mewakili perusahaan untuk melakukan kerja sama usaha sesuai dengan Akte pendirian perusahaan. Evaluasi aspek Teknis adalah evaluasi mengenai kecukupan kualitas teknis yang dipersyaratkan didalam kerangka perjanjian KSU maupun standar teknis lainnya yang berlaku di Indonesia. Evaluasi aspek Pendapatan adalah evaluasi mengenai jumlah pendapatan minimum yang menjadi hak Perum Perumnas atas penyertaan modal dalam KSU tersebut. Evaluasi aspek Hukum adalah evaluasi terhadap keabsahan dokumen-dokumen Mitra yang diserahkan kepada Perum Perumnas untuk mendapatkan kepastian Hukum. Evaluasi aspek Pemasaran adalah evaluasi terhadap kemampuan untuk memasarkan produk yang dihasilkan dalam KSU dapat diserap oleh pasar sesuai jadwal yang ditetapkan. Evaluasi aspek Lainnya adalah evaluasi terhadap reputasi, bonafiditas, referensi/pengalaman dari hasil kegiatan yang pernah dilakukan, akuntabilitas, kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki dan lain-lain yang berhubungan dengan calon Mitra. Sedangkan peninjauan lapangan untuk melakukan evaluasi terhadap proposal calon Mitra KSU yang mana akan dilakukan kerja sama pada Tanah Milik Mitra meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu : 1. Kelayakan Hukum. 2. Kelayakan Teknis. 3. Kelayakan Pasar. 35

Dalam hal penyelenggaraan KSU dimana penyediaan tanah oleh Mitra, maka dilakukan evaluasi kelayakan hukum atas kepemilikan tanah untuk dapat menjamin keabsahan dan kepastian hukum kepemilikan tanah. Untuk Mitra Swasta dokumendokumen yang harus diperhatikan/diteliti antara lain : Sertifikat Tanah, Riwayat Perolehan Tanah, Dokumen Foto Fisik Tanah. Sedangkan untuk Mitra Instansi pemerintah dokumen-dokumen yang harus diperhatikan/diteliti antara lain : Sertifikat Tanah, Ijin Prinsip dan Ijin Lokasi pengadaan tanah, Persetujuan pelepasan aset tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Persetujuan pelepasan aset dari Departemen Keuangan untuk tanah milik Departemen dan persetujuan DPRD untuk tanah milik Pemerintah Daerah, Harga yang ditetapkan oleh Tim Interdep, Bukti pembayaran ke Kas Negara (bila sudah ada), Persetujuan penghapusan aset/pelepasan Hak atas Tanah dari Departemen Keuangan untuk tanah Departemen atau DPRD untuk tanah Pemerintah Daerah. Evaluasi kelayakan teknis dilakukan untuk dapat menjamin bahwa tanah Mitra tersebut secara teknis memenuhi persyaratan untuk dikerjasamakan sebagaimana dipersyaratkan didalam kerangka perjanjian KSU maupun standar teknis lainnya yang berlaku di Indonesia. Evaluasi kelayakan pasar dilakukan untuk dapat menjamin bahwa produk-produk hasil KSU dapat diserap pasar sesuai jadual yang ditetapkan. Hasil dari peninjauan lapangan (site selection) terhadap calon mitra dapat dilihat pada Lampiran 4. Tahap selanjutnya adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU membuat usulan penetapan calon Mitra KSU berupa Nota Dinas Permohonan Ijin Prinsip KSU yang ditujukan kepada Direksi, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5. Apabila permohonan rencana KSU tersebut disetujui oleh Direksi maka pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU akan menerima surat dari Direksi bahwa rencana KSU tersebut dapat disetujui, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 6. Selanjutnya pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU membuat surat pemberitahuan tentang persetujuan Direksi ini kepada calon mitra, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 7. Namun apabila tidak disetujui maka dibuat surat penolakan kepada calon mitra. 36

Tahap penerimaan proposal merupakan laporan setelah dilakukannya pembukaan proposal yang diusulkan oleh mitra atas rencana penyelenggaraan kerja sama usaha pada lokasi yang telah ditentukan. Isi dari laporan penerimaan proposal adalah nama perusahaan mitra dan kelengkapan administrasinya antara lain: akte pendirian perusahaan, neraca perusahaan, rencana arus kas KSU, penawaran harga, usulan perhitungan equiti dan daftar referensi pekerjaan dan lain-lain. Laporan penerimaan proposal dapat dilihat pada Lampiran 8. Disamping itu mitra juga membuat proposal tentang usulan biaya seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Pada tahap ini pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU dapat melakukan penolakan apabila proposal yang diajukan mitra dinilai tidak sesuai, sebelum dilakukan evaluasi lebih lanjut bersama Divisi terkait. Tahap evaluasi proposal merupakan penerbitan Berita Acara Evaluasi Proposal setelah dilakukan evaluasi terhadap proposal yang dibuat oleh Mitra atas rencana penyelenggaraan kerja sama usaha pada lokasi yang telah ditentukan. Isi dari berita acara evaluasi proposal adalah: nama-nama perusahaan mitra, komponen penyertaan, nilai penyertaan baik untuk Mitra maupun Perum Perumnas, perbandingan equiti, perolehan minimum dan termijn pembayaran. Adapun evaluasi perhitungan equiti dan berita acara evaluasi proposal dapat dilihat pada Lampiran 11. dan Lampiran 12. Selanjutnya berita acara tersebut diserahkan kepada Direksi untuk mendapatkan tindak lanjut apakah ditolak, disetujui atau dilakukan negosiasi. Apabila ditolak maka akan dilakukan pemberitahuan penolakan proposal kepada mitra seperti Lampiran 13. Apabila Direksi memberikan arahan untuk dilakukan negosiasi, maka selanjutnya dilakukan pengiriman surat undangan negosiasi kepada mitra, seperti Lampiran 14, dan kemudian dilakukan negosiasi dengan mitra usaha. Adapun apabila Berita Acara Evaluasi Proposal tersebut disetujui oleh Direksi, maka akan dilanjutkan dengan pembuatan Konsep Perjanjian KSU, dan Permohonan Surat Kuasa Khusus dengan Hak Substitusi Penyelenggaraan KSU, kemudian dilakukan penandatanganan Kerja Sama Usaha antara Mitra dengan pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU. Tahap negosiasi merupakan penerbitan Berita Acara Negosiasi setelah dilakukannya negosiasi terhadap hasil evaluasi proposal atas rencana penyelenggaraan 37

kerja sama usaha pada lokasi yang telah ditentukan. Isi dari Berita Acara Negosiasi adalah nama-nama perusahaan mitra, komponen penyertaan, nilai penyertaan baik untuk Mitra maupun Perum Perumnas, perbandingan equiti, perolehan minimum dan termijn pembayaran. Berita Acara Negosiasi dapat dilihat pada Lampiran 15. Berita acara negosiasi kemudian dikirimkan kepada Direksi untuk mendapatkan persetujuan, apabila Direksi tidak setuju dengan hasil negosiasi maka dilakukan penolakan atas rencana kerja sama usaha tersebut, namun apabila Direksi setuju dengan hasil negosiasi maka dilakukan proses selanjutnya yaitu pembuatan Konsep Perjanjian KSU. Tahap persiapan dan penandatanganan KSU adalah proses penandatangan Surat Perjanjian KSU antara pihak Mitra Usaha dengan pihak Perum Perumnas yang diwakili oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk melaksanakan KSU. Pejabat tersebut terlebih dahulu mengirimkan surat permohonan penerbitan surat kuasa khusus dengan hak substitusi penyelenggaraan kerja sama usaha kepada Direksi, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 16. Setelah surat kuasa dengan hak substitusi tersebut diterbitkan, selanjutnya dikirimkan surat undangan kepada Mitra untuk penandatanganan perjanjian kerja sama usaha, seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 17. Sebelum melakukan penandatanganan perjanjian KSU masing-masing pihak harus mempelajari dan memahami sepenuhnya isi dari perjanjian yang akan ditandatangani, kemudian dilakukan penandatanganan perjanjian KSU. Setelah perjanjian KSU ditanda tangani masingmasing pihak, maka kedua belah pihak telah mengikatkan diri secara hukum untuk menjalankan kerja sama tersebut. Keseluruhan proses pelaksanaan kerja sama usaha tersebut diatas dapat digambarkan dengan bagan alur seperti yang ditunjukkan pada Gambar: 3.4. dibawah ini. 4

4

Sumber: Tata Cara Penyelenggaraan Kerja Sama Usaha (KSU), Perum Perumnas.

38

CALON MITRA

REG/KAW DIV.PU

SURAT PENAWARAN KSU

PUSAT DIV. TERKAIT

DIREKSI

PERIKSA REFERENSI PEKERJAAN

SS & APP (Untuk Lahan Mitra)

PEMDA PROSES PERMOHONAN PELEPASAN ASSET

PENERIMAAN NDPIP

NDPIP

EVALUASI & REKOMENDASI NDPIP PENOLAKAN

SETUJU / TIDAK SETUJU

PENOLAKAN TIDAK SETUJU

IJIN PRINSIP

IJIN PRINSIP

SETUJU

MOU

PROPOSAL KSU PENOLAKAN PROPOSAL

PENERIMAAN PROPOSAL TIDAK SETUJU

PROSES

EVALUASI PROPOSAL & PERHITUNGAN EQUITY

SETUJU / NEGOSIASI / TOLAK

BA. EVALUASI PROPOSAL PENOLAKAN

PENOLAKAN

NEGOSIASI

NEGOSIASI

SETUJU / TIDAK SETUJU

BA. NEGOSIASI

SURAT PENOLAKAN

PENOLAKAN

TIDAK SETUJU SETUJU

KONSEP PERJANJIAN KSU

SETUJU

KONSEP KSU SURAT KUASA

TANDA TANGAN KSU

Gambar 3.4. Bagan Alur Kerja Sama Usaha Wika Realty Kerja sama yang dilakukan oleh Wika Realty dengan Mitra Usaha adalah Kerja Sama Operasi (KSO) dalam hal ini adalah kerja sama yang tidak membentuk badan usaha

39

baru. Kebijakan kerja sama operasi ditetapkan karena kondisi persediaan lahan yang dimiliki telah menipis. Jangka waktu kerja sama ditetapkan dan disepakati bersama dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan, sampai dengan produk perumahan sebagai obyek dalam kerja sama habis/laku terjual keseluruhannya. Kerja Sama Operasi yang dilaksanakan oleh Wika Realty lebih banyak dilakukan atas dasar kerja sama dimana mitra sebagai penyedia lahan dan Wika Realty sebagai perencana, pembangun konstruksi perumahan beserta fasilitasnya sampai dengan pemasaran/penjualan produk perumahan tersebut. Sharing tanggung jawab yang timbul dalam kerja sama operasi ini untuk mitra adalah melakukan proses dan membiayai segala hal yang terkait dengan lahan/tanah seperti pembebasan lahan, ijin lokasi, sertipikat induk lahan dan menyelesaikan sengketa tanah, sedangkan untuk Wika Realty adalah melakukan proses dan membiayai segala hal yang terkait dengan pengembangan konstruksi kawasan seperti studi kelayakan, pengukuran, perencanaan, site plan, pengurusan ijin yang terkait, pembangunan konstruksi, program promosi, sampai dengan penjualan produk perumahannya.

PT Masagi Kerja sama yang dilakukan oleh PT Masagi dengan Mitra usahanya adalah kerja sama yang tidak membentuk badan usaha baru. Kebijakan kerja sama operasi ditetapkan karena kondisi persediaan lahan yang dimiliki telah menipis. Jangka waktu kerja sama ditetapkan dan disepakati bersama dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan, sampai dengan produk perumahan sebagai obyek dalam kerja sama habis/laku terjual keseluruhannya. Kerja sama yang dilaksanakan oleh PT Masagi lebih banyak dilakukan atas dasar kerja sama dimana mitra sebagai penyedia lahan dan PT Masagi sebagai perencana, pembangun

konstruksi

perumahan

beserta

fasilitasnya

sampai

dengan

pemasaran/penjualan produk perumahan tersebut. Sharing tanggung jawab yang timbul dalam kerja sama operasi ini untuk mitra adalah melakukan proses dan membiayai segala hal yang terkait dengan lahan/tanah seperti pembebasan lahan, ijin lokasi, sertipikat induk lahan dan menyelesaikan sengketa tanah, sedangkan untuk PT Masagi adalah melakukan proses dan membiayai segala hal yang terkait dengan pengembangan lahan seperti studi 40

kelayakan, pengukuran, perencanaan, site plan, pengurusan ijin yang terkait, pembangunan konstruksi, program promosi, sampai dengan penjualan produk perumahannya.

Rangkuman Rangkuman perbandingan sistem kerja sama yang dilakukan oleh objek penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.2. dibawah ini.

Tabel 3.2. Perbandingan Sitem Kerja Sama No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. PERBEDAAN 1

Nama Kerja Sama

Kerja Sama Usaha (KSU)

Kerja Sama Operasi (KSO)

-

2

Objek Kerja Sama

Penyediaan Lahan, Penyertaan Modal Pembangunan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

3

Pemilihan Mitra Usaha

Dilakukan seleksi melalui proses pemilihan mengacu aturan yang dibuat Perumnas.

Mempertemukan kepentingan dua perusahaan melalui kebijakan direksi.

Mempertemukan kepentingan dua perusahaan melalui kebijakan direktur utama.

4

Penetapan jangka waktu kerja sama

Satu tahun dan dapat diperpanjang

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

5

Penetapan Share Keuntungan

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan prosentase share penyertaan.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

Tidak membentuk badan usaha baru

Tidak membentuk badan usaha baru

Tidak membentuk badan usaha baru

B. PERSAMAAN 1 Badan usaha kerja sama 2

Perjanjian kerja sama

Perjanjian kerja sama dibuat Perjanjian kerja sama dibuat Perjanjian kerja sama dibuat bersama dan disahkan dihadapan bersama dan disahkan dihadapan bersama dan disahkan dihadapan notaris. notaris. notaris.

Persamaan yang terjadi dalam sistem kerja sama antara ketiga objek penelitian adalah dalam penerapan kerja sama tidak membentuk badan usaha baru dan perjanjian kerjasama dibuat bersama-sama dengan mitra usahanya dan disahkan dihadapan notaris. Perbedaan yang terjadi dalam sistem kerja sama antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah pemberian nama kerja sama, perbedaan pemberian nama ini terkait dengan perbedaan objek kerja sama yang menjadi porsi sharing dalam bekerja sama dengan mitra usahanya masing-masing, yaitu untuk Perum Perumnas sebagai penyedia lahan dan penyertaan modal, untuk Wika Realty sebagai pihak pengembang lahan dan pembangun perumahan, sedangkan PT Masagi sebagai pihak pengembang lahan saja, pembangun perumahan dilakukan oleh PT Masagi namun tidak menjadi porsi sharing dalam kerja sama, artinya akibat yang terjadi pada pembangunan perumahan baik biaya, risiko dan keuntungannya menjadi porsi PT 41

Masagi, kondisi ini terjadi karena mitra tidak menanamkan modal secara finansial untuk membiayai pembangunan perumahan beserta fasilitasnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. dibawah ini.

Tabel 3.3. Pembagian Porsi Sharing Kerja Sama No.

Uraian

Kerja Sama Usaha Perumnas

1

Peyediaaan Lahan

2

Pengembangan Lahan

3

Pembangunan Perumahan

Mitra

Kerja Sama Operasi Wika Realty

Mitra

Kerja Sama PT Masagi

Mitra

Keterangan : Objek Kerja Sama Pembangunan perumahan dan fasilitasnya oleh PT Masagi namun bukan sebagai objek yang dikerjasamakan dengan Mitra

Perbedaan yang lain adalah penetapan share keuntungan, untuk Perum Perumnas ditetapkan berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai penyertaan, sedangkan untuk Wika Realty dan PT Masagi ditetapkan secara negosiasi dengan mitra usahanya. Pemilihan mitra usaha sebagai partner dalam bekerja sama juga terjadi perbedaan yaitu untuk Perum Perumnas dilakukan melalui seleksi calon mitra, sementara untuk Wika Realty dan PT Masagi, calon mitra usaha dipilih atas dasar mempertemukan kepentingan dua perusahaan dan ditetapkan melalui kebijakan direksi.

3.2.2. Sistem Pengadaan Lahan Perum Perumnas Proses pengadaan lahan/tanah yang dilakukan Perum Perumnas melalui beberapa cara yaitu: 1. Pengadaan lahan/tanah dilakukan dengan cara pembebasan/pembelian tanah milik masyarakat atau perusahaan swasta. 2. Pengadaan lahan/tanah dilakukan secara bekerja sama dengan instansi-instansi dimana tanah merupakan aset dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi atau yayasan dibawah instansi tersebut. Pemilihan lahan/tanah yang akan dibangun perumahan dan permukiman harus dilakukan studi kelayakan dengan peninjauan lapangan (Site Selection) dan Analisa 42

Peluang Pasar yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan tanah secara teknik, hukum serta kelayakan pasarnya. Penilaian kelayakan harga tanah yang dilakukan dengan mempertimbangkan referensi harga pasar yang diperoleh dari hasil appraisal dari Konsultan Jasa Penilai dan transaksi lain disekitar lokasi, dengan memperhatikan peruntukan dan kondisi tanah yang sama serta sebanding (comparable) yang terjadi dalam kurun waktu yang dinilai valid. Selanjutnya penilaian harga tanah ini digunakan sebagai bahan dalam melakukan negosiasi untuk pembebasan/pembelian tanah atau pelaksanaan kerja sama dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Dalam hal penyediaan tanah sebagai objek dalam perjanjian kerja sama maka dilakukan penilaian harga tanah dari kondisi mentah ke matang, adapun contoh konversi penilaian harga tanah dari kondisi mentah ke matang adalah sebagai berikut : Harga NJOP/Hasil Negosiasi (tanah mentah)

: Rp. 100.000,-/m2

Perkiraan biaya pematangan tanah

: Rp. 60.000,-/m2

Perkiraan harga tanah matang

: Rp. 160.000,-/m2

Perum Perumnas dan Wika Realty juga menerapkan konversi penilaian luasan tanah dari luasan gross ke netto, contoh perhitungan adalah sebagai berikut : Harga NJOP/Hasil Negosiasi dengan luasan gross

: Rp. 60.000,-/m2

Lahan efektif

:

60%

Perkiraan harga tanah dengan luasan netto: 100/60 x Rp. 60.000 = Rp. 100.000,-/m2. Skema perhitungan penilaian lahan sebagai objek kerja sama antara Perum Perumnas dengan Mitra dimana Perum Perumnas sebagai penyedia lahan, maka dilakukan dengan perhitungan penilaian terhadap harga tanah mentah dan dilakukan konversi luasan dari gross ke netto, selanjutnya dihitung nilai prosentase penyertaannya terhadap keseluruhan biaya pembangunan. Nilai prosentase dalam penyertaan ini sebagai dasar untuk perhitungan penerimaan atas penjualan perumahan. Periode penerimaan atas penyertaan ini dilakukan sesuai periode termijn yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja sama.

Wika Realty Pertimbangan dalam pengadaan lahan Wika Realty adalah adanya pengaruh dari kedudukan Wika Realty sebagai anak perusahaan PT Wijaya Karya (Persero) yang 43

merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mana ketentuan yang diberlakukan terhadap kepemilikan atas aset sangat terkait dengan peraturan-peraturan yang diatur oleh Kementerian Negara BUMN, sehingga lahan/tanah dapat dinilai sebagai aset dan dapat dinilai sebagai persediaan, apabila tanah dinilai sebagai aset maka proses terjadinya pengadaan dan penjualan terhadap aset harus mendapatkan ijin dari Kementerian Negara BUMN yang prosesnya melalui birokrasi dan administrasi yang panjang, sedangkan tanah/lahan dalam bisnis realty berstatus sebagai sumber daya yang melekat dengan produk perumahan yang memerlukan waktu lebih singkat dalam hal pengadaan lahan dan penjualan produk perumahannya. Untuk itu Wika Realty dalam pengadaan lahan sebagai area pembangunan perumahan dan permukiman membukukan lahan/tanah sebagai persediaan atau memilih untuk bekerja sama dengan Mitra usaha sebagai penyedia lahannya. Pemilihan lahan/tanah yang akan dibangun perumahan dan permukiman harus dilakukan studi kelayakan yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan tanah secara teknik, hukum serta kelayakan pasarnya. Studi kelayakan ini dilakukan sebelum memutuskan untuk mengadakan transaksi/negosiasi terhadap tanah yang akan dibebaskan atau akan dilakukan sebagai objek kerja sama. Penilaian kelayakan harga tanah dilakukan dengan mempertimbangkan referensi harga pasar yang diperoleh dari hasil appraisal dari Konsultan Jasa Penilai dan transaksi lain disekitar lokasi, dengan memperhatikan peruntukan dan kondisi tanah yang sama serta sebanding (comparable) yang terjadi dalam kurun waktu yang dinilai valid. Selanjutnya penilaian harga tanah ini digunakan sebagai bahan dalam melakukan negosiasi untuk pembebasan/pembelian tanah atau pelaksanaan kerja sama dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Dalam hal penyediaan tanah sebagai objek kerja sama maka dilakukan penilaian harga tanah dari kondisi mentah ke matang, adapun konversi penilaian harga tanah dari kondisi mentah ke matang adalah sebagai berikut : Harga NJOP/Hasil Negosiasi (tanah mentah)

: Rp. 100.000,-/m2

Perkiraan biaya pematangan tanah

: Rp. 60.000,-/m2

Perkiraan harga tanah matang

: Rp. 160.000,-/m2

Perum Perumnas dan Wika Realty juga menerapkan konversi penilaian luasan tanah dari luasan gross ke netto, contoh perhitungan adalah sebagai berikut : 44

Harga NJOP/Hasil Negosiasi dengan luasan gross

: Rp. 60.000,-/m2

Lahan efektif

:

60%

Perkiraan harga tanah dengan luasan netto: 100/60 x Rp. 60.000 = Rp. 100.000,-/m2. Skema perhitungan penilaian lahan sebagai objek kerja sama antara Wika Realty dengan Mitra, dimana mitra sebagai penyedia lahan/tanah, maka skema perhitungan yang diterapkan dengan perhitungan penilaian terhadap harga tanah mentah dan dilakukan konversi luasan dari gross ke netto, dimana harga jual tanah matang awal ditetapkan, apabila terjadi perubahan harga jual tanah matang, maka Mitra mendapatkan tambahan secara prosentase yang disepakati bersama terhadap selisih harga jual tanah matang awal dengan harga jual tanah matang setelah adanya perubahan. Periode penerimaan atas penyertaan ini dilakukan secara bulanan sesuai progres penjualan yang diperoleh.

PT Masagi Skema perhitungan penilaian lahan sebagai objek kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra, dimana mitra sebagai penyedia tanah dan PT Masagi sebagai pengembang lahan. Penilaian terhadap tanah milik Mitra pada awalnya dinilai dengan harga tanah mentah sebagai penyertaan dalam penjualan tanah matang, sedangkan penyertaan PT Masagi adalah melakukan pengembangan lahan beserta prasarana dan sarananya. PT Masagi juga melakukan pembangunan rumah namun dinilai secara terpisah dari penyertaan. Selanjutnya dilakukan penetapan harga jual tanah matang, yang berfungsi untuk menetapkan nilai harga jual tanah matang sebagai komponen dari nilai harga jual rumah. Perhitungan pembagian keuntungan terhadap Mitra dinilai dari penetapan harga jual tanah matang dikalikan dengan pembagian prosentase keuntungan yang diputuskan secara negosiasi antara PT Masagi dengan Mitra. Simulasi perhitungan harga tanah adalah sebagai berikut: Harga tanah mentah

: Rp. 100.000,-/m2

Perkiraan biaya pematangan tanah

: Rp. 60.000,-/m2

Perkiraan harga tanah matang

: Rp. 160.000,-/m2

Penilaian Penjualan Tanah Matang

: Rp. 200.000,-/m2

Pembagian share keuntungan dari tanah terjual : 40% untuk PT Masagi dan 60% untuk Mitra. Keuntungan yang diperoleh : Rp. 200.000 – Rp. 160.000 = Rp. 40.000,-/m2 45

Keuntungan yang diperoleh PT Masagi adalah 40% x Rp. 40.000 = Rp. 16.000,-/m2 Keuntungan yang diperoleh Mitra adalah 60% x Rp. 40.000 = Rp. 24.000,-/m2 Luasan tanah dinilai sesuai luasan gross (tidak dilakukan penilaian konversi ke netto). Dalam sistem ini pembangunan rumah dilakukan sepenuhnya oleh PT Masagi sehingga Mitra tidak memiliki penyertaan terhadap komponen bangunan rumah, untuk itu Mitra tidak memiliki hak atas keuntungan dari perhitungan penjualan rumah secara keseluruhan namun memperoleh keuntungan dari komponen tanah sebagai penyertaan. Periode penerimaan atas penyertaan ini dilakukan sesuai progres penjualan rumah yang diperoleh.

Rangkuman Rangkuman perbandingan sistem pengadaan lahan antara objek penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.4. dibawah ini.

Tabel 3.4. Perbandingan Sistem Pengadaan Lahan No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. PERSAMAAN 1

Perolehan Lahan

Melalui proses akuisisi lahan milik Melalui akuisisi lahan milik Melalui akuisisi lahan milik masyarakat/badan usaha swasta. masyarakat/badan usaha swasta. masyarakat/pemerintah/ badan usaha. Harga tanah mentah ditentukan Harga tanah mentah ditentukan melalui negosiasi dengan pemilik melalui negosiasi dengan pemilik lahan. lahan.

Harga tanah mentah ditentukan melalui negosiasi dengan pemilik lahan.

2

Sertifikasi Tanah

Dilakukan sertifikasi menjadi sertifikat hak milik Perum Perumnas.

Dilakukan sertifikasi menjadi sertifikat hak milik Wika Realty.

Dilakukan sertifikasi menjadi sertifikat hak milik PT Masagi.

3

Penetapan Harga Tanah Mentah dalam kerja sama

Harga tanah mentah ditetapkan melalui appraisal.

Harga tanah mentah ditetapkan melalui appraisal.

Harga tanah mentah ditetapkan melalui appraisal.

4

Penilaian Harga Jual Tanah Matang dalam kerja sama

Penilaian harga jual tanah matang Penilaian harga jual tanah matang Penilaian harga jual tanah matang ditetapkan dan disepakati bersama ditetapkan dan disepakati ditetapkan dan disepakati mitra. bersama mitra. bersama mitra.

5

Penilaian Kelayakan Lahan

Dilakukan Site Selection dan Analisa Peluang Pasar

B. PERBEDAAN 1 Pembagian Keuntungan Oportuniti kenaikan harga tanah dengan mitra usaha.

Dilakukan studi kelayakan dan Analisa Peluang Pasar

Keuntungan oportuniti kenaikan Keuntungan oportuniti secara otomatis dibagi sesuai prosentase harga lahan ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra. share masing-masing.

Dilakukan studi kelayakan dan Analisa Peluang Pasar Keuntungan oportuniti kenaikan harga lahan ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra.

Persamaan dalam sistem pengadaan lahan antara ketiga objek penelitian adalah dalam hal perolehan lahan dilakukan melalui proses akuisisi lahan baik milik masyarakat, pemerintah maupun badan usaha swasta, dimana harga lahan ditentukan melalui negosiasi dengan pemilik lahan tersebut. Terkait dengan kerja sama yang akan dilakukan dengan mitra usahanya, maka lahan hasil akuisisi dari beberapa pemilik lahan harus 46

disertifikatkan menjadi satu sertifikat induk sebagai hak milik objek penelitian, hal ini untuk memudahkan dalam operasional kerja sama yang akan dilakukan seperti pada saat pemecahan sertifikat induk menjadi sertifikat masing-masing konsumen pembeli produk perumahan.

PL1

A D

PL4

C

Sertifikat Pemilik Awal

K

Milik Penyedia Lahan (PL)

PL2

B

K

K

K

K

K

Jalan

PL3

K

Sertifikat Hasil Akuisisi

K

K

Pemecahan Sertifikat Induk Kepada Konsumen

Sertifikat Induk

Gambar 3.5. Bagan Perubahan Sertifikat Tanah Penetapan harga tanah mentah dalam kerja sama, ditetapkan melalui appraisal dengan menggunakan jasa konsultan appraisal agar dicapai kondisi penilaian harga tanah mentah yang adil. Penetapan harga jual tanah matang dalam kerja sama, ditetapkan melalui kesepakatan dengan mitra usahanya, yang mana perhitungannya berdasarkan harga tanah mentah dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan lahan ditambah keuntungan yang akan diperoleh dalam kerja sama tersebut. Lahan yang akan dikerjasamakan dilakukan studi kelayakan, baik aspek teknis, aspek teknologi dan aspek pemasaran, untuk menilai layak atau tidak layak lahan tersebut dikembangkan untuk perumahan dan permukiman. Perbedaan dalam sistem pengadaan lahan antara ketiga objek penelitian adalah pada

pembagian

keuntungan

oportuniti

akibat

kenaikan

harga

tanah

yang

dikerjasamakan. Untuk Perum Perumnas pembagian keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah dihitung mengikuti prosentase nilai penyertaan, adapun untuk Wika Realty dan PT Masagi ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra usahanya.

3.2.3. Manajemen Pelaksanaan Pembangunan Perum Perumnas Pengelolaan pelaksanaan proyek yang diterapkan oleh Perum Perumnas adalah melalui pembentukan manajemen kerja sama usaha yang terdiri dari: Management 47

Committee (MC) dan Project Management (PM). MC merupakan badan tertinggi dari kerja sama usaha yang berwenang untuk menggariskan kebijakan dalam mengambil keputusan semua pokok persoalan yang timbul dalam kerja sama usaha. Management Committee terdiri dari pejabat-pejabat Perum Perumnas dan Mitra yang masing-masing diwakili oleh 2 (dua) pejabat sebagai anggota, dimana masing-masing anggota mempunyai 1 (satu) suara. Keputusan MC adalah keputusan bersama yang dibuat secara tertulis oleh anggota dan merupakan keputusan yang mengikat antara Perum Perumnas dengan Mitra. Management Committee menetapkan Standing Operation Procedure yang harus diikuti oleh Project Management. Project Management bertugas melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam surat perjanjian antara Perum Perumnas dengan Mitra atau atas petunjuk Management Committee dan bertanggung jawab kepada Management Committee. Project Management diketuai oleh Project Manager yang ditunjuk oleh Management Committee. Project Management dapat mengusulkan para pembantunya sepanjang diperlukan dan pengangkatan para pembantunya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari Management Committee. Project Management dalam pelaksanaan kegiatannya harus mengikuti Standing Procedure yang ditetapkan oleh Management Committee. Pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh project management harus mengacu pada gambar-gambar pelaksanaan yang berupa bestek dan spesifikasi teknis yang disepakati bersama serta berpedoman kepada peraturan-peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia seperti: Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Pembangunan Gedung (Direktorat Jenderal Cipta karya), Peraturan Beton Indonesia, Standar Industri Indonesia dan peraturan-peraturan lain yang terkait, disamping itu harus memperhatikan serta mengikuti petunjuk Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pembangunan proyek dimana lokasi pembangunan tersebut didirikan. Pelaksanaan pembangunan tersebut dapat dilakukan sendiri atau apabila akan menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan, maka dalam segala hal tetap bertanggung jawab sepenuhnya kepada Management Committee. Jangka waktu pelaksanaan proyek beserta rincian jadual pelaksanaannya disepakati bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama usaha.

48

Perum Perumnas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek melalui Management Committee, sehingga untuk keperluan ini Mitra berkewajiban melaporkan kemajuan pekerjaan proyek secara periodik. 5

Wika Realty Penerapan pengelolaan pembangunan kawasan di Wika Realty dibentuk manajemen kerja sama operasi yang terdiri dari: Board of Director (BOD) dan Manajemen Kawasan. BOD merupakan badan tertinggi dari kerja sama operasi yang berwenang untuk menggariskan kebijakan dalam mengambil keputusan semua pokok persoalan yang timbul dalam kerja sama operasi. BOD terdiri dari pejabat-pejabat Wika Realty dan Mitra yang masing-masing diwakili oleh 2 (dua) pejabat sebagai anggota, dimana masing-masing anggota mempunyai 1 (satu) suara. Keputusan BOD adalah keputusan bersama yang dibuat secara tertulis oleh anggota dan merupakan keputusan yang mengikat antara Wika Realty dengan Mitra. Manajemen Kawasan bertugas melaksanakan kegiatan yang tercantum dalam surat perjanjian antara Wika Realty dengan Mitra atau atas petunjuk BOD dan bertanggung jawab kepada BOD. Manajemen Kawasan dipimpin oleh Manager Kawasan yang ditunjuk oleh BOD. Manajemen Kawasan dapat mengusulkan para pembantunya sepanjang diperlukan dan pengangkatan para pembantunya dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari BOD. Bagan organisasi manajemen kawasan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6. dibawah ini. Board of Director Manajer Kawasan Deputi Manajer

Seksi Teknik

Seksi Pemasaran

Seksi Pembangunan

Seksi Keuangan & Personalia

Gambar 3.6. Bagan Organisasi Kerja Sama Operasi 5

Sumber: Tata Cara Penyelenggaraan Kerja Sama Usaha (KSU), Perum Perumnas.

49

Manajemen Kawasan dalam pelaksanaan kegiatannya harus mengikuti Kebijakan Operasional Kawasan yang ditetapkan oleh BOD. Pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada gambar-gambar pelaksanaan yang berupa bestek dan spesifikasi teknis yang disepakati bersama serta berpedoman kepada peraturan-peraturan dan standar yang berlaku di Indonesia seperti: Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Pembangunan Gedung (Direktorat Jenderal Cipta karya), Peraturan Beton Indonesia, Standar Industri Indonesia dan peraturan-peraturan lain yang terkait, disamping itu harus memperhatikan serta mengikuti petunjuk Pemerintah Daerah yang berkaitan dengan pembangunan proyek dimana lokasi pembangunan tersebut didirikan. Jangka waktu pelaksanaan proyek beserta rincian jadual pelaksanaannya disepakati bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama operasi. Pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan sendiri atau apabila akan menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, maka dalam segala hal tetap bertanggung jawab sepenuhnya kepada BOD. Wika Realty melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kawasan melalui BOD dan organisasi kantor pusat Wika Realty, sehingga untuk keperluan ini Manajemen Kawasan berkewajiban melaporkan kemajuan pekerjaan secara periodik baik kepada BOD maupun ke kantor pusat Wika Realty.

PT Masagi Kerja sama yang dilakukan oleh PT Masagi dengan mitra, pengelolaan pelaksanaan pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada PT Masagi, sementara mitra usaha tidak terlibat dalam pelaksanaan pengembangan lahan dan pembangunan perumahan, hal ini terkait dengan kondisi perjanjian bahwa share tanggung jawab mitra sebatas masalah penyediaan lahan saja, sementara PT Masagi sebagai pengembang lahan baik pematangan lahan, sarana dan prasarananya, sehingga personil yang melaksanakan kegiatan pembangunan dan panduan yang digunakan dalam operasional kegiatan menggunakan pedoman yang ditetapkan oleh PT. Masagi.

Rangkuman Rangkuman perbandingan sistem manajemen pelaksanaan pembangunan dapat dilihat pada tabel 3.5. dibawah ini. 50

Tabel 3.5. Perbandingan Sistem Manajemen Pelaksanaan Pembangunan No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. PERSAMAAN 1

Organisasi Pelaksanaan

Dibentuk organisasi pelaksanaan Dibentuk organisasi pelaksanaan yang terdiri dari Management yang terdiri dari Board Of Director Committee dan Project dan Manajemen Kawasan. Management.

Dibentuk organisasi pelaksanaan yang terdiri dari Manajemen Inti dan Manajemen Pelaksanaan Proyek.

2

Keanggotaan Top Management

Management Commeettee (MC), Board of Director (BOD), terdiri terdiri dari wakil kedua belah dari wakil kedua belah pihak, pihak, masing-masing 2 (dua) masing-masing 2 (dua) orang. orang.

Management Inti terdiri dari wakil kedua belah pihak, masingmasing 2 (dua) orang.

Anggota Project Management sesuai dengan persetujuan dari Management Committee.

Anggota Manajemen Kawasan sesuai dengan persetujuan dari Board Of Director.

Anggota Manajemen Pelaksanaan Proyek ditentukan oleh PT Masagi.

Mengacu kepada Kebijakan Operasional Kawasan, yang dibuat oleh BOD.

Mengacu kepada instruksi kerja PT Masagi.

B. PERBEDAAN 1 Keanggotaan Project Management

2

Panduan kinerja Project Management. Mengacu kepada Standing Procedure, yang dibuat oleh Management Committee.

Persamaan dalam sistem manajemen pelaksanaan pembangunan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dibentuknya organisasi pelaksanaan yang terdiri dari top management dan project management, anggota top management beranggotakan empat orang yang terdiri dari wakil kedua belah pihak yang bekerja sama masing-masing dua orang. Masing-masing anggota top management memiliki kekuatan suara yang sama dalam pengambilan keputusan operasional kerja sama. Project management bertugas sebagai pelaksana kegiatan kerja sama dan pelaksana kebijakan top management. Perbedaan dalam sistem manajemen pelaksanaan pembangunan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah penetapan keanggotaan project management, untuk Perum Perumnas dan Wika Realty ditetapkan melalui kebijakan top management, karena kedua belah pihak ingin mendapatkan tingkat kepercayaan dan rasa aman terhadap kinerja project management. Sedangkan untuk PT Masagi pemilihan anggota project management ditetapkan melalui kebijakan PT Masagi, karena mitra telah memiliki kepercayaan dan rasa aman dalam bekerja sama dengan PT Masagi. Panduan kinerja project management untuk Perum Perumnas dan Wika Realty dibuat oleh top management sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan kerja sama dan sebagai alat monitoring serta kontrol bagi top management terhadap pelaksanaan kegiatan kerja sama, sedangkan untuk PT Masagi pelaksanaan kegiatan kerja sama mengacu

51

kepada instruksi kerja PT Masagi, karena mitra telah memiliki kepercayaan terhadap kinerja PT Masagi.

3.2.4. Sistem Pendanaan/Pembiayaan. Perum Perumnas Pendanaan/pembiayaan pembangunan perumahan tergantung dari sharing tanggung jawab pada perjanjian kerja sama yang dilaksanakan. Kerja Sama Usaha dimana tanah sebagai penyertaan Perum Perumnas, maka sumber pembiayaan pembangunan proyek bersumber dari dana yang diusahakan sendiri oleh Mitra dimana Mitra tidak mengikat/membebaskan Perum Perumnas dari segala tuntutan, gugatan, sanggahan dan keterlibatan dengan pihak-pihak lain sehubungan dengan sumber pembiayaan proyek tersebut, serta terhadap tanah yang disediakan/disertakan Perum Perumnas dalam KSU tersebut, Mitra tidak diperkenankan/dilarang untuk menjadikannya sebagai agunan/jaminan. Kerja Sama Usaha dimana penyertaan Perum Perumnas sebagai penyandang dana, maka nilai dana yang disertakan adalah sesuai dengan kesepakatan equiti dalam perjanjian kerja sama usaha yang disepakati bersama dengan Mitra. Mengenai pajak yang timbul sehubungan dengan kerja sama usaha adalah menjadi beban masing-masing pihak yang bekerjasama sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Wika Realty Pendanaan/pembiayaan yang terkait dengan kerja sama operasi yang dilakukan sesuai dengan porsi biaya yang timbul akibat sharing tanggung jawab dari masing-masing pihak yang bekerja sama. Jadi masing-masing pihak yang bekerja sama wajib menyediakan modal usaha atas kewajiban masing-masing. Apabila sumber modal berasal dari pinjaman/hutang dimana diperlukan aset sebagai jaminan, maka masing-masing pihak wajib menyediakan aset milik sendiri-sendiri sebagai anggunan, yang mana pinjaman/hutang tersebut merupakan tanggung jawab dan risiko masing-masing, oleh karena itu kerja sama operasi dan/atau lahan dan/atau aset kerja sama operasi dibebaskan dari tanggung jawab dan risiko terhadap pinjaman/hutang yang ditimbulkan tersebut. Biaya over head dari tim manajemen kawasan menjadi beban dan ditanggung sepenuhnya oleh kerja sama operasi, sementara biaya yang timbul dari kegiatan yang 52

dilaksanakan oleh Board of Direktur menjadi beban masing-masing, sedangkan pajak yang timbul sehubungan dengan kerja sama operasi menjadi beban masing-masing pihak yang bekerjasama sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Sharing modal dalam kerja sama operasi ini dinilai berdasarkan penyertaan modal, dalam hal ini untuk mitra dihitung berdasarkan nilai jual tanah mentah/bruto per satuan meter persegi yang disepakati bersama, sedangkan bagi Wika Realty dihitung berdasarkan nilai biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan konstruksi, prasarana, sarana, pemeliharaan dan over head yang timbul atas pengembangan kawasan sebagai obyek kerja sama tersebut. Untuk itu manajer kawasan harus membuat rencana anggaran biaya yang disahkan oleh BOD, kemudian melaksanakan pekerjaan konstruksi dimana pembiayaannya mengacu kepada rencana anggaran biaya tersebut dan secara periodik/bulanan melaporkan realisasi biaya yang telah dikeluarkan kepada BOD. Dalam kerja sama operasi ini dibuat dua buah rekening bank yaitu ”Rekening Penerimaan” dan ”Rekening Operasional”. ”Rekening Penerimaan” atas nama KSO yang berfungsi untuk menampung penerimaan hasil penjualan produk perumahan baik berupa uang muka, pencairan KPR dan penerimaan lainnya, sedangkan ”Rekening Operasional” atas nama Wika Realty berfungsi untuk pembiayaan pelaksanaan pembangunan kawasan. 6

PT Masagi Pendanaan/pembiayaan yang dilakukan dalam kerja sama antara PT Masagi dengan mitra usahanya dilakukan sesuai porsi masing-masing yaitu untuk mitra membiayai segala sesuatu hal yang terkait dengan tanah/lahan, sedangkan PT Masagi membiayai yang terkait dengan pembangunan lahan dan pembangunan perumahan beserta sarana, prasarana dan fasilitasnya.

Rangkuman Rangkuman perbandingan sistem pendanaan/pembiayaan dalam kerja sama dapat dilihat pada Tabel 3.6. dibawah ini.

6

Sumber: Kebijakan Operasional Kawasan, Kekancan Wika Realty-KSO.

53

Tabel 3.6. Perbandingan Sistem Pendanaan/Pembiayaan No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. PERSAMAAN 1

Modal dalam kerja sama

B. PERBEDAAN 1 Pembagian Share Keuntungan

Penyediaan dana menjadi tanggung jawab masing-masing, diluar tanggung jawab kerja sama.

Penyediaan dana menjadi Penyediaan dana menjadi tanggung jawab masing-masing, tanggung jawab masing-masing, diluar tanggung jawab kerja sama. diluar tanggung jawab kerja sama.

Berdasarkan prosentase dari penyertaan, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyertaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntunga total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah).

2

Tanggung Jawab Biaya

Perumnas membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Mitra membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Wika Realty membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Masagi membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

3

Rekening Bank Operasional

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Perusahaan Mitra.

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Wika Realty

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama PT Masagi.

Persamaan dalam sistem pendanaan/pembiayaan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam penyediaan dana sebagai modal untuk membiayai kegiatan keja sama menjadi tanggung jawab masing-masing, diluar tanggung jawab kerja sama dan aset-aset milik kerja sama tidak diperbolehkan sebagai anggunan/jaminan hutang kepada pihak lain diluar kerja sama. Perbedaan dalam sistem pendanaan/pembiayaan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam hal pembagian porsi tanggung jawab pembiayaan, untuk Perum Perumnas membiayai yang berkaitan dengan lahan dan mitra usahanya membiayai yang berkaitan dengan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya, adapun untuk Wika Realty dan PT Masagi membiayai yang berkaitan dengan pengembangan lahan dan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya sementara Mitra usahanya sebagai pihak yang membiayai penyediaan lahan. Pembagian dalam pembiayaan ini terkait dengan pembagian objek yang dikerjasamakan dan biaya yang dikeluarkan merupakan nilai penyertaan masing-masing. Dalam kegiatan operasional keuangan membentuk rekening bank operasional untuk Perum Perumnas atas nama Mitra usahanya, untuk Wika Realty atas nama Wika Realty dan untuk PT masagi atas nama PT Masagi, rekening bank ini berfungsi untuk menyimpan uang hasil dropping dana dari kantor pusat perusahaan masing-masing yang

54

berfungsi untuk membiayai kegiatan kerja sama terkait dengan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya.

3.2.5. Sistem Pemasaran/Penjualan Perum Perumnas Pada kerja sama yang dilaksanakan diatas tanah milik Perum Perumnas, evaluasi aspek Pemasaran adalah evaluasi terhadap kemampuan untuk memasarkan produk yang dihasilkan dalam KSU, sehingga dapat diserap oleh pasar sesuai jadwal yang ditetapkan. Adapun tanggung jawab pelaksanaan pemasaran unit rumah dan jaminan akan tercapainya pelaksanaan pemasaran adalah merupakan tanggung jawab Mitra dengan harga jual yang telah disepakati bersama. Harga jual unit rumah minimum ditetapkan melalui surat perjanjian kerja sama usaha yang disepakati bersama antara Perum Perumnas dan Mitra, namun demikian dalam penetapan harga jual rumah per unit tetap mengacu kepada peraturan pemerintah yang berlaku karena Perum Perumnas adalah merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah dalam bidang penyediaan perumahan dan permukiman bagi masyarakat menengah ke bawah, jadi tidak berlandaskan faktor bisnis semata. Hasil dari penjualan produk perumahan ditampung kedalam Rekening Bersama (Joint Account) yang dibentuk dan dimonitor secara bersama. Pembagian revenue kepada Perum Perumnas dilakukan dengan cara transfer dana hasil penjualan dari rekening bersama ke rekening Perum Perumnas. Periode penerimaan revenue Perum Perumnas ditetapkan dan disepakati bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama usaha.

Wika Realty Dalam kerja sama yang dilaksanakan Wika Realty dengan mitra usahanya, tanggung jawab pemasaran perumahan menjadi tanggung jawab Wika Realty hal ini karena terkait dengan kesepakatan dalam sharing tanggung jawab dengan mitra usahanya. Produk perumahan dan permukiman yang dikembangkan oleh Wika Realty adalah perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, sedangkan perhitungan harga jual unit rumah dilakukan oleh manajemen kawasan, namun penetapan harga jual unit rumah ditetapkan oleh BOD. Oleh karena sasaran pasar adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, maka pemilihan lokasi yang strategis, penyediaan 55

fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana, sarana, kualitas bangunan dan bentuk design rumah menjadi perhatian yang tinggi dengan tetap mempertimbangkan aspek serapan dan kemampuan pasar serta kondisi tapak kawasan. Studi kelayakan pasar dilaksanakan dengan cara pemantauan atau mengamati trend perkembangan permintaan perumahan yang telah dibangun oleh beberapa pengembang lain yang telah ada, karena studi ini dinilai lebih mudah dibandingkan dengan melakukan studi terhadap pengembangan kawasan yang benar-benar baru. Dari data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisa perkembangan permintaan untuk melihat proyeksi permintaan produk perumahan dimasa yang akan datang, yang kemudian digunakan sebagai dasar mengambil keputusan untuk pengembangan perumahan dan permukiman berikutnya. Studi ini dilakukan terus menerus baik sebelum maupun selama pelaksanaan pembangunan kawasan. Hasil dari penjualan produk perumahan ditampung kedalam Rekening Bersama (Joint Account) yang dibentuk dan dimonitor secara bersama. Pembagian revenue dilakukan dengan cara transfer dana hasil penjualan dari rekening bersama ke rekening masing-masing pihak. Periode penerimaan revenue ditetapkan dan disepakati bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama usaha.

PT Masagi Pemasaran produk perumahan, penetapan tipe rumah dan harga jual rumah pada kerja sama yang dilakukan PT Masagi dengan mitra usahanya, dilakukan sepenuhnya oleh PT Masagi, karena pembangunan perumahan dan fasilitasnya tidak termasuk porsi yang dikerjasamakan dengan mitra usahanya. Apabila terjadi penjualan rumah, maka PT Masagi akan membayar kepada mitra, sesuai nilai penyertaan tanah dari rumah yang terjual. Dalam kerja sama ini dibuat rekening bank bersama, bila terjadi transaksi jual beli dari produk perumahan, maka selanjutnya PT Masagi akan melakukan pembayaran kepada mitra sesuai dengan porsi penyertaan tanah/lahan dari rumah yang terjual. Sehubungan dengan PT Masagi telah menetapkan sasaran pemasaran produk perumahan adalah masyarakat berpenghasilan tinggi, maka studi kelayakan pasar dilakukan dengan mencari data tentang jumlah executive muda, berapa lama bekerja, dan berapa jumlah penghasilan setiap bulannya pada suatu daerah tertentu misalnya di Bandung. Data jumlah executive muda, digunakan untuk memperkirakan berapa jumlah unit rumah yang akan dibangun, data lama bekerja digunakan untuk memperkirakan jumlah tabungan 56

untuk menilai kemampuan konsumen dalam membayar uang muka, sedangkan data jumlah penghasilan setiap bulan digunakan untuk memperkirakan kemampuan konsumen dalam membayar cicilan setiap bulannya. Disamping data-data tersebut diatas juga dikumpulkan data tentang kompetitor dan produk perumahan yang dihasilkan oleh kompetitor tersebut, untuk menilai tingkat persaingan yang akan dihadapi. Hasil dari penjualan produk perumahan ditampung kedalam Rekening Bersama (Joint Account) yang dibentuk dan dimonitor secara bersama. Pembagian revenue dilakukan dengan cara transfer dana hasil penjualan dari rekening bersama ke rekening masing-masing pihak. Periode penerimaan revenue ditetapkan dan disepakati bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama usaha.

Rangkuman Rangkuman perbandingan sistem pemasaran/penjualan dapat dilihat pada Tabel 3.7. dibawah ini. Tabel 3.7. Perbandingan Sistem Pemasaran/Penjualan No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. PERSAMAAN 1

Rekening Bank Bersama (Joint Account )

Dibentuk rekening bank bersama (joint account ) atas nama kerja sama, untuk menampung uang hasil penjualan produk perumahan, baik uang muka, cicilan, tunai atau KPR.

Dibentuk rekening bank bersama (joint account ) atas nama kerja sama, untuk menampung uang hasil penjualan produk perumahan, baik uang muka, cicilan, tunai atau KPR.

Dibentuk rekening bank bersama (joint account ) atas nama kerja sama, untuk menampung uang hasil penjualan produk perumahan, baik uang muka, cicilan, tunai atau KPR.

2

Pembayaran share penyertaan

Pembayaran share penyertaan dilakukan dengan cara transfer dari joint account ke rekening bank Perum Perumnas dan Rekening Mitra sesuai nilai share yang telah cair.

Pembayaran share penyertaan dilakukan dengan cara transfer dari joint account ke rekening bank Wika Realty dan Rekening Mitra sesuai nilai share yang telah cair.

Pembayaran share penyertaan dilakukan dengan cara transfer dari joint account ke rekening bank PT Masagi dan Rekening Mitra sesuai nilai share yang telah cair.

Tanggung jawab dalam memasarkan/menjual produk perumahan oleh Mitra.

Tanggung jawab dalam memasarkan/menjual produk perumahan oleh Wika Realty.

Tanggung jawab dalam memasarkan/menjual produk perumahan oleh PT Masagi.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama, berpatokan pada peraturan pemerintah.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama.

Harga jual produk perumahan ditetapkan PT Masagi.

B. PERBEDAAN 1 Tanggung Jawab Penjualan

2

Harga Jual Produk Perumahan

Persamaan dalam sistem pemasaran/penjualan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dibentuknya rekening bank bersama untuk menampung hasil penjualan produk perumahan yang dihasilkan, pembayaran terhadap penyertaan masing-masing dilakukan dengan mentranfer dari rekening bank bersama ini ke rekening bank perusahaan masing-masing sesuai share yang telah cair. 57

Perbedaan dalam sistem pemasaran/penjualan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam hal tanggung jawab pelaksanaan pemasaran dan penjualan baik promosi dan administrasinya, untuk Perum Perumnas menjadi tanggung jawab Mitra usahanya, untuk Wika Realty menjadi tanggung jawab Wika Realty dan untuk PT Masagi menjadi tanggung jawab PT Masagi, hal ini terkait dengan pembagian peran yang ditetapkan dalam perjanjian. Harga jual produk perumahan untuk Perum Perumnas ditetapkan secara bersama dengan mitra usahanya namun berpatokan kepada peraturan pemerintah karena Perum Perumnas merupakan BUMN yang mengemban misi pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Untuk Wika Realty harga jual produk perumahan ditetapkan bersama dengan mitra usahanya, karena kedua belah pihak berkepentingan terhadap hasil penjualan terkait dengan keuntungan yang akan dinikmati. Sedangkan untuk PT Masagi harga produk perumahan ditetapkan oleh PT Masagi karena batasan kerja sama dengan mitra usahanya terbatas sampai dengan pengembangan lahan saja, sementara nilai harga jual tanah matang telah ditetapkan sebelumnya.

58

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendekatan Analisis dan pembahasan dalam penelitian ini memfokuskan pada aspek-aspek yang diterapkan dalam kerja sama, selanjutnya penerapan aspek-aspek tersebut oleh ketiga perusahaan objek penelitian diperbandingkan untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya. Langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi bentuk kerja sama, pengkajian tentang dominasi pengambilan keputusan, proporsi keuntungan, transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan kerja sama serta memberikan interpretasi implikasi bagi konsumen. Penyajian analisis dan pembahasan disajikan dalam bentuk uraian singkat dan membuat hubungan-hubungan untuk memahami apa yang terjadi. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam analisis dan pembahasan meliputi: 1. Persamaan dan perbedaan dalam penerapan kerja sama oleh objek penelitian. 2. Identifikasi pola kerja sama. 3. Dominasi dalam pengambilan keputusan. 4. Proporsi dalam share keuntungan. 5. Transparansi dan akuntabilitas dalam kerja sama, dan 6. Implikasi bagi konsumen. Setelah dilakukannya analisis dan pembahasan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dan interpretasi yang diperoleh dari proses analisis, serta memberikan rekomendasi hasil penelitian dan rekomendasi penelitian lanjutan.

4.2. Persamaan dan Perbedaan Penerapan kerja sama yang dilakukan diantara objek penelitian terdapat persamaan dan perbedaan. Oleh karena itu, bagian ini akan menyajikan persamaan dan perbedaan yang terjadi atas penerapan kerja sama yang dilakukan oleh perusahaan objek penelitian, selanjutnya dilakukan pembahasan dan pengkajian untuk memperoleh gambaran sejauh mana penerapan kerja sama tersebut dilakukan.

4.2.1. Persamaan Ketiga objek penelitian memiliki persamaan dalam melaksanakan kerja sama yaitu: 59

1. Dalam bekerja sama tidak membentuk badan usaha baru, karena kerja sama yang diterapkan menganut pola kerja sama joint operation yaitu kerja sama antara dua perusahaan atau lebih yang sifatnya tidak membentuk badan usaha baru, tetapi masih menggunakan badan usaha masing-masing. Alasan menganut pola kerja sama joint operation karena dalam kerja sama ini dibatasi oleh jangka waktu yaitu sampai dengan produk perumahan terjual habis, sementara pada proyek selanjutnya dibuat lagi dengan kerja sama yang baru. Ditinjau dari sistem perpajakan, dalam kerja sama ini menjadi tanggung jawab masing-masing yang bekerja sama, artinya tanggung jawab perpajakan tidak menjadi satu perusahaan. 2. Perjanjian kerja sama dibuat bersama dihadapan dan disahkan oleh Notaris, karena pengikatan perjanjian secara hukum yang sah sangat diperlukan, agar peraturan yang disepakati mendapatkan jaminan perlindungan secara hukum, sehingga dapat menjaga agar salah satu pihak tidak ingkar janji dan apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan secara hukum yang sah. 3. Lahan sebagai objek kerja sama dilakukan sertifikasi tanah induk sebagai milik dari pihak penerima share penyedia lahan untuk meyakinkan pihak penerima share pembangun bahwa modal investasi yang ditanamkan oleh pihak penerima share penyedia lahan memiliki kekuatan hukum yang sah dan untuk mempermudah dalam proses pemecahan sertifikat kepada konsumen. 4. Harga tanah mentah ditetapkan melalui appraisal untuk mendapatkan kondisi penilain harga yang mendekati kondisi yang sesungguhnya. Appraisal harga lahan biasa menggunakan jasa pihak ketiga yaitu konsultan appraisal yang independen untuk mendapatkan penilaian yang adil bagi kedua belah pihak. 5. Penetapan harga tanah matang ditetapkan dan disepakati bersama. Penetapan harga tanah matang terkait dengan harga produk perumahan, sehingga perhitungan harga dilakukan dengan mempertimbangkan faktor biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang akan diambil serta strategi pemasaran yang diterapkan. Kedua belah pihak memiliki kepentingan dalam penetapan harga ini karena terjualnya produk perumahan merupakan kepentingan dari kedua belah pihak untuk memperoleh keuntungan. 6. Sebelum dilakukan kerja sama dilaksanakan studi kelayakan dan analisa peluang pasar, untuk menilai layak atau tidaknya bisnis yang akan dijalankan sebagai bahan 60

dalam mengambil keputusan dilakukannya kerja sama pada lahan yang akan dikembangkan. 7. Dibentuk organisasi pelaksanaan yang terdiri dari top management dan project management. Dibentuk top management berfungsi untuk menetapkan kebijakan dan sebagai pengambil keputusan terkait dengan kerja sama dan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh project management. Fungsi dari project management adalah sebagai pelaksana pekerjaan dan pelaksana kebijakan yang ditetapkan oleh top management. 8. Keanggotaan top management adalah 4 (empat) personil yang terdiri dari wakil kedua belah pihak, masing-masing 2 (dua) orang. Kondisi ini ditempuh agar apabila salah satu berhalangan, maka ada personil yang mewakili. Anggota top management memiliki kekuatan suara yang sama, karena kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang sama dalam kerja sama. 9. Penyediaan dana sebagai modal dalam kerja sama menjadi tanggung jawab masingmasing, karena modal dalam kerja sama tersebut adalah merupakan penyertaan dari masing-masing. 10. Dibentuk rekening bank bersama (joint account) untuk menampung hasil penjualan produk perumahan agar memudahkan dalam memonitor pendapatan. 11. Pembayaran share masing-masing pihak dilakukan dengan cara transfer dana dari joint account ke rekening bank masing-masing sesuai nilai share penyertaan yang telah cair dan periode pencairan diatur dalam perjanjian kerja sama. Persamaan-persamaan tersebut diatas terjadi akibat adanya kesamaan persepsi, latar belakang dan kebijakan yang dibuat oleh ketiga objek penelitian terhadap aspekaspek yang dikerjasamakan.

4.2.2. Perbedaan Ringkasan perbedaan dalam aspek-aspek kerja sama antara objek penelitian dalam melaksanakan kerja sama seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. dibawah ini.

61

Tabel 4.1. Perbedaan Dalam Aspek Kerja Sama No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. SISTEM KERJA SAMA 1

Nama Kerja Sama

Kerja Sama Usaha (KSU)

Kerja Sama Operasi (KSO)

-

2

Objek Kerja Sama

Penyediaan Lahan, Penyertaan Modal Pembangunan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

3

Pemilihan Mitra Usaha

Dilakukan seleksi melalui proses pemilihan mengacu aturan yang dibuat Perumnas.

Mempertemukan kepentingan dua Mempertemukan kepentingan dua perusahaan melalui kebijakan perusahaan melalui kebijakan direksi. direktur utama.

4

Penetapan jangka waktu kerja sama

Satu tahun dan dapat diperpanjang

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

5

Penetapan Share Keuntungan

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan prosentase share penyertaan.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

B. SISTEM PENGADAAN LAHAN 1 Perolehan Lahan melalui kerja sama.

2

Pembagian Keuntungan Oportuniti kenaikan harga tanah dengan mitra usaha.

C. SISTEM MANAJEMEN PELAKSANAAN 1 Keanggotaan Project Management

2

Panduan kinerja Project Management.

D. SISTEM PENDANAAN/PERBEDAAN 1 Pembagian Share Keuntungan

Melalui Kerja sama pengadaan Tidak melakukan kerja sama lahan dengan pemerintah/ badan perolehan lahan, lebih usaha/koperasi/yayasan dll. menekankan kerja sama bidang perumahan dan permukiman.

Tidak melakukan kerja sama perolehan lahan, lebih menekankan kerja sama bidang perumahan dan permukiman.

Keuntungan oportuniti secara Keuntungan oportuniti kenaikan otomatis dibagi sesuai prosentase harga lahan ditetapkan melalui share masing-masing. negosiasi dengan mitra.

Keuntungan oportuniti kenaikan harga lahan ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra.

Anggota Project Management sesuai dengan persetujuan dari Management Committee.

Anggota Manajemen Kawasan sesuai dengan persetujuan dari Board Of Director.

Anggota Manajemen Pelaksanaan Proyek ditentukan oleh PT Masagi.

Mengacu kepada Standing Procedure, yang dibuat oleh Management Committee.

Mengacu kepada Kebijakan Operasional Kawasan, yang dibuat oleh BOD.

Mengacu kepada instruksi kerja PT Masagi.

Berdasarkan prosentase dari penyertaan, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyertaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntunga total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah).

2

Tanggung Jawab Biaya

Perumnas membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Mitra membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Wika Realty membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Masagi membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

3

Rekening Bank Operasional

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Perusahaan Mitra.

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Wika Realty

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama PT Masagi.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama, berpatokan pada peraturan pemerintah.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama.

Harga jual produk perumahan ditetapkan PT Masagi.

E. SISTEM PEMASARAN/PENJUALAN 1 Harga Jual Produk Perumahan

Perbedaan-perbedaan dalam aspek kerja sama dikarenakan adanya perbedaan pada latar belakang, persepsi dan kebijakan masing-masing objek penelitian terhadap aspek-aspek yang dikerjasamakan. Sebagai contoh pada penetapan harga jual produk perumahan oleh Perum Perumnas adalah dengan mempertimbangkan harga jual rumah yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, hal ini dilatarbelakangi oleh karena Perum Perumnas merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang mengemban misi pemerintah 62

untuk membantu penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, jadi hal ini menunjukkan bahwa disamping faktor bisnis, perumnas juga mengemban misi sosial bagi kepentingan masyarakat yang kurang mampu. Objek kerja sama pada PT Masagi dengan Mitra usahanya adalah Penyediaan Lahan dan Pengembangan Lahan, sementara pembangunan rumah/perumahan dibangun oleh PT Masagi namun tidak dimasukkan sebagai objek kerja sama, karena persepsi yang terjadi pada kondisi ini adalah bahwa pihak penyedia lahan tidak memberikan penyertaan terhadap pembangunan perumahan karena semua biaya tentang pembangunan perumahan tersebut ditanggung oleh PT Masagi. Dalam kondisi ini pihak penyedia lahan akan kehilangan keuntungan akibat dari porsi bangunan.

4.3. Identifikasi Pola Kerja Sama 4.3.1. Nama Kerja Sama Pada kerja sama antara Perum Perumnas dengan Mitra usahanya nama yang digunakan dalam kerja sama tersebut adalah Kerja Sama Usaha (KSU), pemberian nama tersebut akibat dari kondisi dimana dalam pelaksanaan kerja sama Perum Perumnas tidak menangani operasional pekerjaan pembangunan atau dalam pembagian skup kerja sama bertindak sebagai penyedia tanah, sementara aturan main dalam kerja sama mengikuti apa yang digariskan oleh Perum Perumnas. Dapat dikatakan bahwa Perum Perumnas lebih mendominasi aturan main dalam kerja sama karena merupakan BUMN yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan pemerintah. Pada kerja sama yang dilakukan antara Wika Realty dengan Mitra usahanya diberi nama Kerja Sama Operasi (KSO), pemberian nama tersebut terkait dengan skup kerja sama dimana Wika Realty menangani pengembangan lahan dan operasional pembangunan perumahan, sementara aturan main dibuat dan ditetapkan secara bersamasama dengan Mitra usahanya, sehingga dominasi terhadap aturan main dalam kerja sama dapat dikatakan seimbang. Sementara pada kerja sama yang dilaksanakan oleh PT Masagi tidak menyebutkan nama kerja samanya, skup kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra usahanya terbatas sampai dengan pengembangan lahan saja. Dengan dibatasinya skup kerja sama sampai dengan pengembangan lahan, menunjukkan bahwa PT Masagi lebih dominan dalam kerja sama. 63

4.3.2. Sharing Penanganan Dalam Kerja Sama Pelaksanaan pekerjaan dalam kerja sama objek penelitian ditangani secara bersama-sama dengan pembagian tugas masing-masing, yaitu salah satu pihak memikul tanggung jawab pengembangan lahan dan pelaksanaan pembangunan konstruksi dan pihak yang lain menangani penyediaan lahan. Pelaksanaan tanggung jawab operasional kerja sama menggunakan perusahaan masing-masing atau tidak membentuk badan usaha baru, namun dibentuk satu kesatuan organisasi yaitu top management dan project management. Pembagian risiko dan memperoleh keuntungan adalah sesuai share yang ditetapkan dan disepakati bersama dalam perjanjian kerja sama. Secara teori dijelaskan bahwa Integrated Joint Operation adalah suatu kerja sama antara dua pihak atau lebih yang tidak membentuk badan usaha baru, artinya masih menggunakan perusahaan masing-masing, dalam operasional kerja sama bergabung menjadi satu kesatuan organisasi pelaksanaan dan memiliki tanggung jawab, memikul risiko dan memperoleh keuntungan secara bersama, dengan pembagian sesuai sharenya masing-masing.

Kesimpulan Dengan melihat ciri-ciri pada kondisi diatas dapat diidentifikasi bahwa pola kerja sama yang dilaksanakan oleh ketiga perusahaan tersebut adalah Integrated Joint Operation, kerena dilihat dari kriterianya menunjukkan ciri-ciri dari pola kerja sama Integrated Joint Operation yaitu kerja sama tidak membentuk badan usaha baru, operasional kerja sama dibentuk organisasi pelaksanaan yang beranggotakan dari kedua belah pihak, dalam memikul tanggung jawab dan risiko serta memperoleh keuntungan dibagi sesuai nilai share masing-masing.

4.4. Dominasi Dalam Pengambilan Keputusan Sistem yang dijalankan dalam kerja sama dapat menimbulkan dominasi diantara para pihak yang berpengaruh kepada pengambilan keputusan, maka dari itu, bagian ini akan menyajikan analisa dan pembahasan mengenai dominasi dalam pengambilan keputusan tentang aspek teknik dan teknologi, manajemen pelaksanaan pembangunan, pengadaan lahan, peran pembiayaan, peran pengawasan, serta pemasaran dan penjualan. 64

4.4.1. Dominasi Aspek Teknik dan Teknologi Pihak penyediaan lahan memiliki keterbatasan antara lain: dalam penguasaan aspek teknik dan teknologi terkait dengan pembangunan perumahan, dan keterbatasan kemampuan dalam penanganan pekerjaan karena adanya proyek yang lain yang sedang ditangani sementara sumber daya yang dimiliki terbatas. Pihak pembangun memiliki kemampuan dalam penguasaan dan pengetahuan dalam aspek teknik dan teknologi pembangunan perumahan, karena merupakan core business bidang usaha yang dijalankan. Perbedaan kondisi tersebut diatas menunjukkan bahwa pihak pembangun lebih mendominasi pihak penyedia lahan, sehingga dominasi pihak pembangun merupakan posisi tawar yang baik untuk menarik pihak penyedia lahan agar mau bekerja sama dengan pihak pembangun dalam bisnis pengembangan perumahan dan permukiman. Aspek

teknik

dalam

pelaksanaan

pembangunan

meliputi

perencanaan,

perancangan dan penetapan spesifikasi teknik untuk produk perumahan yang akan dibangun, sedangkan aspek teknologi meliputi teknologi bahan dan teknologi pelaksanaan pembangunan. Setelah terjalinnya kerja sama antara pihak pembangun dengan pihak penyedia lahan, terdapat kondisi dimana aspek teknik dan teknologi mendominasi pengambilan keputusan dalam operasional kerja sama. Pemilihan teknik dan teknologi yang digunakan dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan, sehingga mengakibatkan perubahan nilai penyertaan. Sebagai contoh penggantian penggunaan kayu untuk rangka atap menjadi baja profil akan mempengaruhi biaya pembangunan, sehingga nilai penyertaan pihak pembangun akan terjadi perubahan.

4.4.2. Dominasi Dalam Manajemen Pelaksanaan Pembangunan Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa anggota dari top management memiliki kedudukan dan kekuatan suara yang sama dalam pengambilan keputusan artinya bahwa kedudukan dan kekuatan suara mengabaikan besaran nilai penyertaan modal, sehingga pada jajaran top management kedua belah pihak memiliki dominasi dalam pengambilan keputusan pada kedudukan yang seimbang. Keseimbangan dominasi ini terkait dengan penilaian bahwa meskipun pihak penerima share penyedia lahan memiliki nilai penyertaan yang lebih kecil dari pada penerima share pembangun, namun 65

nilai keuntungan dari kerja sama lebih besar berasal dari penyertaan lahan dan lahan merupakan berdirinya bangunan yang sertifikat induknya masih atas nama pihak penerima share penyedia lahan, jadi kondisi ini menimbulkan posisi tawar yang lebih menguntungkan bagi pihak penerima share penyedia lahan. Kekuatan posisi tawar bagi pihak penerima share pembangunan terletak pada nilai penyertaan yang lebih besar, penguasaan teknik, teknologi dan sumber daya. Disini menunjukkan bahwa kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang sama kuat, untuk itu pada jajaran top management masing-masing anggota dinilai memiliki kekuatan suara yang sama dalam kerja sama. Dominasi pengambilan keputusan tidak terlepas dari penguasaan informasi terhadap berlangsungnya kegiatan dalam kerja sama dari waktu ke waktu, karena akan berpengaruh kepada ketepatan dalam mengambil keputusan terkait permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kerja sama. Jadi bagi anggota top management yang menguasai informasi tentang kegiatan kerja sama akan lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan kerja sama itu sendiri. Informasi kegiatan kerja sama berasal dari project management sebagai pelaksana operasional kerja sama, personil project management lebih didominasi anggota personil dari pihak penerima share pembangun, karena kedudukannya dalam kerja sama sebagai pembangun. Kondisi ini menunjukkan bahwa dominasi pelaksanaan pembangunan menjadi milik penerima share pembangun, namun karena kegiatan mengacu kepada persetujuan top management, maka pihak penerima share penyedia lahan masih dapat melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pembangunan melalui personilnya yang duduk sebagai anggota top management. Untuk menjaga dominasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pelaksanaan pembangunan, maka pihak penerima share penyedia lahan perlu menempatkan personilnya yang duduk di project management, untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat atas pengelolaan pelaksanaan pembangunan.

4.4.3. Dominasi Dalam Pengadaan Lahan Pihak penerima share penyedia lahan lebih mendominasi pihak penerima share pembangun karena memiliki posisi tawar yang lebih menguntungkan dibandingkan pihak penerima share pembangun dalam hal pengambilan keputusan luas lahan yang akan dikerjasamakan. Pengambilan keputusan untuk pelepasan luas lahan sebagai komponen yang akan dilakukan kerja sama, tentunya telah mempertimbangkan apakah luas lahan 66

akan

dilakukan

pelepasan

secara

keseluruhan

atau

dilepas

sebagian

untuk

dikerjasamakan. Pertimbangan tersebut dibutuhkan, mengingat apabila jangka waktu pelaksanaan kerja sama cukup lama, maka pelepasan lahan lebih baik tidak keseluruhan, karena pada kerja sama yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, sangat dimungkinkan adanya kenaikan harga pasar tanah mentah sehingga hal ini akan menjadi lebih menguntungkan bagi pihak penerima share penyediaan tanah.

4.4.4. Dominasi Dalam Peran Pembiayaan Dominasi peran pembiayaan dapat dikatakan seimbang karena kedua belah pihak sama-sama memiliki keterbatasan yaitu bagi penerima share penyedia lahan memiliki keterbatasan dalam pendanaan dan kemampuan dibidang teknik dan pelaksanaan konstruksi bangunan, sedangkan bagi penerima share pembangun memiliki keterbatasan persediaan lahan. Sehingga dalam pelaksanaan kerja sama dilakukan pembagian peran dalam pembiayaan yaitu bagi penerima share penyedia lahan membiayai yang terkait dengan biaya-biaya penyertaan lahan seperti biaya perolehan lahan dan sertifikasi tanah induk, sedangkan bagi penerima share pembangun, membiayai yang terkait dengan biaya pengembangan lahan termasuk sarana dan prasarananya, serta biaya pembangunan perumahan beserta fasilitasnya. Untuk lebih jelasnya pembagian peran dalam pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 4.2. dibawah ini.

Tabel 4.2. Pembagian Peran Pembiayaan No.

Uraian

Penerima Share Penyedia Lahan

1

Pengadaan Lahan/Tanah

2

Sertifikasi Tanah Induk

3

Perijinan

4

Perencanaan

5

Pengolahan Tanah

6

Pembangunan Prasarana

7

Pembangunan Sarana/Fasilitas

8

Pembanguanan Rumah

9

Pemecahan Sertifikasi Tanah

Pembangun

67

Pembagian peran tersebut dibuat dalam rangka untuk mempermudah operasional pelaksanaan kerja sama, karena terdapat kejelasan terhadap tanggung jawab pembiayaan masing-masing. Pembiayaan dikeluarkan dan dikendalikan oleh organisasi pelaksanaan yang menangani pekerjaan konstruksi, yang dipimpin oleh kepala seksi pembangunan dibawah manajer proyek, tugas dan tanggung jawab seksi pembangunan adalah mewujudkan bangunan sesuai dengan site plan, design dan spesifikasi teknik yang disepakati oleh top management. Biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan tersebut mengacu kepada rencana anggaran biaya yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak yang tertuang dalam perjanjian kerja sama atau dituangkan dalam kebijakan operasional kerja sama. Persoalan yang muncul adalah apabila biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, ternyata berbeda dengan rencana anggaran biaya yang ditetapkan sehingga merubah struktur penyertaan. Untuk itu, diperlukan klausul pada perjanjian kerja sama yang mengakomodasi penyelesaian terhadap masalah adanya perbedaan antara rencana anggaran biaya dengan realisasi biaya tersebut, sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan nilai penyertaan pada masa jangka waktu kerja sama.

4.4.5. Dominasi Dalam Peran Pengawasan Dominasi dalam peran pengawasan dapat dikatakan seimbang, karena dalam kerja sama dibentuk organisasi pelaksanaan yang beranggotakan kedua belah pihak yang dapat saling melakukan kontrol terhadap kegiatan masing-masing. Terhadap tanggung jawab sesuai pembagian sharenya, masing masing pihak tetap berperan untuk mengendalikan tugasnya sesuai yang ditetapkan dalam perjanjian. Pihak penerima share pembangunan berperan sebagai pengendali pelaksana pembangunan yang akan mengendalikan mulai dari perencanaan, pengadaan sumber daya (material, tenaga kerja, peralatan dan kontraktor), pelaksanaan pengembangan lahan dan konstruksi bangunan, pemasaran sampai dengan penyerahan kepada konsumen serta pemeliharaan kawasan termasuk pembiayaannya. Sedangkan pihak penerima share penyedia lahan berperan sebagai pengendali yang terkait dengan masalah lahan/tanah yang meliputi proses pengadaan tanah, perijinan, sertifikasi induk dan pemecahan sertifikat kepada konsumen beserta pembiayaannya. Meskipun peran yang dilakukan terstruktur sesuai tanggung jawabnya, namun demikian kedua belah pihak harus saling bersinergi secara operasional mengingat 68

masing-masing pihak pada dasarnya memiliki kepentingan masing-masing terhadap kerja sama tersebut. Bentuk sinergi yang dimaksud disini adalah bahwa kedua belah pihak menempatkan personilnya didalam organisasi pelaksanaan pada posisi project management agar dapat diperoleh kondisi saling melakukan kontrol terhadap jalannya pelaksanaan pekerjaan dan pembiayaan untuk menghindarkan timbulnya dominasi peran pengawasan dari salah satu pihak kepada pihak lain. Sinergi ini juga diperlukan untuk menjaga agar faktor transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan dapat dijaga dan apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan dengan baik karena kedua belah pihak dapat memahami kondisi yang terjadi, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan oleh kedua belah pihak.

4.4.6. Dominasi Dalam Pemasaran dan Penjualan Pelaksanaan pemasaran/penjualan produk perumahan didominasi oleh pihak penerima share pembangun, karena pihak ini lebih berkepentingan terkait dengan cor bisnis yang dijalankan sebagai pengembang perumahan. Dominasi tersebut sudah terlihat mulai saat studi kelayakan pasar, dimana pihak penerima share pembangun lebih berkepentingan untuk memperoleh lahan demi kelangsungan bisnis yang dijalankan. Sementara pihak penerima share penyedia lahan bersifat melakukan penilaian atau koreksi terhadap studi kelayakan pasar tersebut. Dominasi menjadi lebih tampak lagi ketika tanggung jawab tercapainya penjualan sesuai dengan jadwal waktu dibebankan kepada penerima share pembangun. Kegiatan evaluasi terhadap aspek pasar dilakukan mulai pada saat sebelum dilakukannya kerja sama yaitu pada saat studi kelayakan, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran bahwa produk-produk yang dihasilkan dapat diserap pasar sesuai jadual yang ditetapkan. Evaluasi tersebut berlangsung terus menerus hingga produk perumahan yang akan dihasilkan dapat habis terjual. Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tipe rumah yang banyak diminati oleh pembeli, bentuk design rumah dan kemampuan daya beli masyarakat. Jadi pada situasi dimana dinilai minat masyarakat terhadap suatu design berubah, maka produk rumah yang dibangun kemudian dimungkinkan akan terjadi perubahan, agar target penjualan produk perumahan dapat tercapai. 69

Dalam hal pelaksanaan penjualan produk perumahan, pihak penerima share pembangun melaksanakan promosi, dan mengurus administrasi terhadap transaksi yang dilakukan dengan konsumen sampai dengan serah terima kunci. Peran penjualan yang didominasi oleh pihak penerima share pembangun karena merupakan tanggung jawabnya sesuai perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Adapun terkait dengan pemecahan sertifikat tanah kepada konsumen, pihak penerima share penyediaan lahan berkewajiban mengurus administrasinya, karena sertifikat tanah induk masih menjadi milik pihak penerima share penyediaan tanah. Untuk itu, kedua belah pihak harus tetap melakukan sinergi dalam operasional kerja sama. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam masalah ini ditanggung oleh kerja sama yang dihitung termasuk dalam share penyertaan pihak penerima share pembangun.

4.5. Proporsi Dalam Share Keuntungan 4.5.1. Modal dan Sharing Keuntungan Modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan dalam kerja sama, masingmasing pihak mengusahakan sendiri-sendiri dan terlepas dari kerja sama, karena modal inilah yang nantinya dinilai sebagai penyertaan. Apabila dalam memperoleh modal dilakukan dengan hutang/meminjam kepada pihak lain, maka kondisi tersebut harus dipisahkan dari kerja sama, untuk membebaskan kerja sama dari adanya perselisihan masalah hutang piutang dengan pihak diluar kerja sama/pihak ketiga, agar kerja sama terhindar dari masalah-masalah yang menggagu pelaksanaan kerja sama tersebut. Sebagai contoh apabila sertifikat induk digunakan sebagai jaminan untuk meminjam uang di bank, maka jika terjadi penjualan produk perumahan akan tidak dapat melakukan pemecahan sertifikat kepada konsumen, sehingga akan mempengaruhi citra dari kerja sama itu sendiri. Pembagian sharing keuntungan yang dilakukan pada kerja sama antara Perum Perumnas dengan Mitra usahanya dihitung nilai prosentase dari penyertaan masingmasing terhadap nilai total penyertaan (penyertaan pengadaan lahan + pengembangan lahan + pembangunan). Untuk kerja sama yang dilakukan antara Wika Realty dengan Mitra usahanya, penentuan share keuntungan dilakukan dengan negosiasi nilai prosentase terhadap total penyertaan. Sedangkan pada kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra usahanya, penentuan share keuntungan dilakukan dengan negosiasi nilai prosentase 70

terhadap penyertaan pengadaan lahan dan pengembangan lahan, tidak termasuk penyertaan pembangunan. Untuk lebih jelasnya tentang penetapan share keuntungan ini dapat dilihat pada simulasi penetapan share keuntungan dalam Tabel 4.3. dibawah ini.

Tabel 4.3. Simulasi Penetapan Share Keuntungan No.

Uraian

Satuan

Kerja Sama Usaha

Kerja Sama Operasi

Perumnas

Mitra

1 Peyediaaan Lahan

Ribu Rp. 30,000,000

-

2 Pengembangan Lahan

Ribu Rp.

-

26,000,000

26,000,000

-

3 Pembangunan Perumahan

Ribu Rp.

-

42,000,000

42,000,000

-

68,000,000

68,000,000

Total Masing-masing Penyertaan

Ribu Rp. 30,000,000

TOTAL PENYERTAAN

Ribu Rp.

Wika Realty -

98,000,000

Mitra 30,000,000

30,000,000

98,000,000

Prosentase Pembagian Share melalui perbandingan penyertaan.

%

30.61%

69.39%

Prosentase Pembagian Share ditetapkan melalui negosiasi

%

-

-

Kerja Sama PT Masagi

50%

-

30,000,000

26,000,000

26,000,000

-

30,000,000

56,000,000 -

50%

Mitra

40%

60%

Keterangan : Pembangunan perumahan pada kerja sama PT Masagi bukan sebagai objek yang dikerjasamakan dengan Mitra.

Kondisi pembagian share yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kebijakan masing-masing perusahan atas standart keuntungan minimum yang harus dicapai, kecepatan perputaran investasi terkait dengan peluang pasar yang ada dan kekuatan posisi tawar yaitu bagi pihak yang memiliki posisi tawar yang kuat akan lebih dominan dalam tawar menawar share keuntungan yang akan disepakati bersama.

4.5.2. Keuntungan Harga Tanah Dalam Kerja Sama Dengan dilakukannya kerja sama, maka nilai harga tanah mentah akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan apabila tanpa dikerjasamakan, karena dengan dilakukan kerja sama, akan mendapatkan tambahan keuntungan yaitu keuntungan atas share penyertaan lahan akibat pengembangan lahan, akibat sharing bangunan dan akibat keuntungan oportuniti kenaikan harga lahan. Struktur harga tanah mentah mejadi harga tanah matang dalam suatu kerja sama dapat digambarkan seperti diagram pada Gambar 4.1. dibawah ini.

71

Tambahan Keuntungan akibat Share Bangunan

Peningkatan Nilai Harga Tanah Peningkatan Nilai Harga Tanah

Oportuniti Kenaikan Harga Tanah

Tambahan Keuntungan Akibat Kerja Sama

Akibat Share Pengembangan Lahan Oportuniti Kenaikan Harga Tanah

Harga Tanah Mentah Sebelum Kerja Sama

Harga Tanah Mentah Awal

Nilai Harga Tanah Tanpa Kerja Sama

Sebelum Kerja Sama

Setelah Kerja Sama

Gambar 4.1. Diagram Struktur Harga Tanah Dalam Kerja Sama

4.5.3. Keuntungan Investasi Dalam Kerja Sama Untuk mengukur tingkat keuntungan investasi, pada penelitian ini digunakan simulasi perhitungan investasi dengan mengambil kondisi yang sama atas luas lahan, harga satuan lahan, biaya tanah, biaya bangunan, harga penjualan dan keuntungan oportuniti, yang diterapkan terhadap sistem kerja sama yang dilakukan oleh objek penelitian dengan mitra usahanya. Adapun simulasi perbandingan skema pembiayaan perumahan antara ketiga perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. dibawah ini. Angka-angka yang tercantum dalam tabel tersebut adalah angka simulasi yang berfungsi untuk memudahkan dalam melakukan analisa. Untuk itu, diasumsikan terhadap kondisi yang sama antara ketiga jenis kerja sama seperti dalam tabel simulasi yaitu luas lahan mentah sebesar 100.000 m2, luas lahan efektif sebesar 60% atau sebesar 60.000 m2, nilai harga tanah mentah Rp. 300/m2, harga tanah matang Rp. 1.200/m2, biaya pengembangan tanah Rp. 11.500.000, biaya tak langsung Rp. 14.500.000, biaya bangunan Rp. 42.000.000, nilai harga jual tanah patokan awal Rp. 72.000.000, nilai harga jual bangunan Rp. 57.000.000, dan nilai keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah Rp. 6.500.000.

72

Tabel 4.4. Simulasi Perbandingan Skema Pembiayan Perumahan No.

Uraian

- Luas Lahan Mentah - Luas Lahan Efektif - Prosentase Lahan Efektif - Harga Satuan Lahan Mentah - Harga Satuan Lahan Matang

Satuan

m2 m2 % Ribu Rp. Ribu Rp.

A BIAYA TANAH 1 Penyediaan Tanah 2 Pengembangan Tanah 3 Biaya Tak Langsung Total Biaya Tanah Total Biaya Tanah

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

B BIAYA BANGUNAN 1 Biaya Bangunan Total Biaya Bangunan

Ribu Rp. Ribu Rp.

TOTAL BIAYA TOTAL BIAYA Perbandingan Penyertaan (Equity) C PENJUALAN 1 Harga Tanah Patokan Awal 3 Harga Bangunan TOTAL PENJUALAN D Persentase Pembagian Share Komponen Tanah Komponen Bangunan Komponen Tanah & Bangunan

Ribu Rp. Ribu Rp. %

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

% % %

Kerja Sama Usaha Perumnas Mitra

Kerja Sama Operasi Wika Realty Mitra

100,000 60,000 60% 300 1,200

100,000 60,000 60% 300 1,200

30,000,000

30,000,000

100,000 60,000 60% 300 1,200

30,000,000 11,500,000 14,500,000 26,000,000 30,000,000 56,000,000

30,000,000 11,500,000 14,500,000 26,000,000 30,000,000 56,000,000

42,000,000 42,000,000

42,000,000 42,000,000

42,000,000 42,000,000

68,000,000

68,000,000

11,500,000 14,500,000 30,000,000 26,000,000 56,000,000

-

Kerja Sama Masagi Mitra

98,000,000 30.61% 69.39%

72,000,000 57,000,000 129,000,000

30.61%

69.39%

E Nilai Keuntungan Komponen Tanah Komponen Bangunan Total Nilai Keuntungan

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

F Pembagian Keuntungan Komponen Tanah Komponen Bangunan Komponen Tanah & Bangunan Prosentase Terhadap Penyertaan

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

9,489,796 21,510,204 31.63% 31.63%

G Keuntungan Oportunity dari kenaikan harga tanah Prosentase Oportunity Nilai Keuntungan Oportunity Nilai Pembagian Opertunity

% Ribu Rp. Ribu Rp.

30.61% 69.39% 6,500,000 1,989,796 4,510,204

H TOTAL KEUNTUNGAN Nilai Total Keuntungan Prosentase terhadap Penyertaan

Ribu Rp. %

11,479,592 26,020,408 38.27% 38.27%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

30,000,000

98,000,000 -

-

72,000,000 57,000,000 129,000,000

50.00%

68,000,000

30,000,000

98,000,000 -

-

72,000,000 57,000,000 129,000,000

50.00%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

46.43% 100.00%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

7,428,571 15,000,000 15,500,000 15,500,000 22,428,571 22.79% 51.67% 32.98%

85.00% 15.00% 6,500,000 5,525,000 975,000

53.57% -

8,571,429 8,571,429 28.57%

100.00% 0.00% 6,500,000 6,500,000 -

21,025,000 16,475,000 28,928,571 30.92% 54.92% 42.54%

8,571,429 28.57%

Dari tabel tersebut diatas ditunjukkan bahwa pada kerja sama Perum Perumnas dengan Mitra usahanya, memperoleh keuntungan yang sama yaitu 31,63% pada kondisi sebelum adanya keuntungan oportunity dan pada kondisi setelah adanya keuntungan oportunity perolehan keuntungan adalah sebesar 38,27% terhadap nilai penyertaan masing-masing. Perolehan keuntungan tersebut menunjukkan bahwa skema yang dikembangkan pada kerja sama tersebut, memiliki bargaining position yang sama antara 73

Perum Perumnas dengan Mitra usahanya baik ditinjau sebelum adanya keuntungan oportunity maupun ditinjau sesudah adanya keuntungan oportunity. Sementara pada kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra usahanya, keuntungan sebesar 28,57% pada posisi sampai dengan pengembangan lahan, hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki keuntungan yang seimbang. Pada posisi sebelum adanya perhitungan keuntungan oportunity pihak PT Masagi mendapatkan keuntungan 32,98% dan Mitra mendapatkan 28,57 %, kondisi ini diakibatkan karena mitra tidak mendapatkan share keuntungan atas penyertaan bangunan, karena mitra dianggap tidak menanamkan modal pada komponen bangunan tersebut. Total keuntungan PT Masagi sebesar 42,54% dan Mitra mendapatkan 28,57 % setelah diperhitungkannya keuntungan oportunity kenaikan harga tanah. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan PT Masagi berubah menjadi lebih tinggi lagi dibandingkan Mitra uasahanya, karena mitra tidak mendapatkan share keuntungan oportunity kenaikan harga jual tanah efektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan tersebut terjadi akibat objek kerjasama sebatas pengembangan lahan dan keuntungan oportunity menjadi milik PT Masagi. Sedangkan pada kerja sama antara Wika Realty dengan Mitra usahanya, Wika Realty mendapatkan keuntungan 22,79% terhadap nilai penyertaannya dan Mitra mendapatkan 51,67% terhadap nilai penyertaannya sebelum diperhitungkan keuntungan oportunity, adapun total keuntungan Wika Realty mendapatkan keuntungan 30.92% terhadap nilai penyertaannya dan Mitra mendapatkan 54,92% terhadap nilai penyertaannya. Dari kondisi ini menunjukkan bahwa bargaining position Wika Realty lebih rendah dibandingkan dengan Mitra usahanya karena kondisi pembagian share keuntungan ditetapkan secara negosiasi dengan mitra yaitu sebesar masing-masing 50% pada kondisi sebelum adanya keuntungan oportunity dan pembagian share keuntungan oportunity kenaikan harga tanah disepakati pembagian 85% untuk Wika Realty dan 15% untuk Mitra. Tambahan share keuntungan oportunity kenaikan harga tanah, porsi Wika Realty lebih menguntungkan dibandingkan dengan mitra usahanya, namun secara total penerimaan share keuntungan masih lebih rendah dibandingkan dengan share keuntungan yang diperoleh Mitra. Untuk lebih jelasnya prosentase perolehan keuntungan terhadap nilai penyertaan masing-masing pada simulasi tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel 4.5. dibawah ini. 74

Tabel 4.5. Simulasi Perbandingan Perolehan Keuntungan No.

Keuntungan

Perumnas

Mitra

Wika Realty

Mitra

PT. Masagi

Mitra

1 Sebelum adanya keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah

31,63%

31,63%

22,79%

51,67%

32,98%

28,57%

2 Sesudah adanya keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah

38,27%

38,27%

30,92%

54,92%

42,54%

28,57%

Dilihat dari kondisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dari komponen penyertaan lahan/tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan komponen penyertaan pembangunan, hal ini terkait dengan kondisi dimana dengan dilakukannya pengembangan tanah, maka akan menimbulkan peluang pasar tanah menjadi meningkat. Negosiasi dalam pembagian share merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kerja sama karena akan sangat menentukan posisi perolehan keuntungan.

4.6. Transparansi Dan Akuntabilitas 4.6.1. Transparansi Dalam Kerja Sama Pihak-pihak yang bekerja sama berkepentingan untuk menjaga transparansi dalam kegiatan kerja sama, karena apabila kegiatan tidak dilakukan secara transparan akan berakibat tidak tercapainya tujuan dari kerja sama dalam mewujudkan produk perumahan. Salah satu kegiatan yang perlu dilakukan secara transparan adalah pengadaan sumber daya, negosiasi harga sumber daya dengan suplier/kontraktor oleh project management perlu dihadiri oleh kedua belah pihak, hal ini untuk menjaga transparansi dan mencegah adanya kecurigaan adanya kecurangan yang dilakukan oleh salah satu pihak, sehingga penempatan personil yang berkedudukan di project management yang terdiri dari kedua belah pihak akan lebih menjaga dominasi pelaksanaan kegiatan oleh salah satu pihak dan untuk memperoleh keakuratan dan kontinuitas informasi pada pelaksanaan kegiatan kerja sama, serta untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan kerja sama.

75

Pihak penerima share pembangun akan melaksanakan pembangunan dengan anggaran biaya seefisien mungkin, karena biaya yang dikeluarkan mempengaruhi tingkat harga jual produk perumahan yang akan dipasarkan. Menyikapi kondisi tersebut, maka pihak penerima sharing penyedia lahan, harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang konstruksi bangunan terutama masalah anggaran biayanya, untuk menjaga transparansi dalam pengeluaran biaya, hal ini akan bermanfaat untuk melakukan koreksi terhadap nilai sharing yang diajukan oleh pihak penerima share pembangun dan penetapan nilai harga jual tanah matang sebagai komponen dari produk perumahan yang akan dipasarkan.

4.6.2. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Organisasi untuk manajemen pendanaan/pembiayaan pada project management dipimpin oleh kepala seksi keuangan dan personalia yang berkedudukan dibawah manajer proyek. Kegiatan yang ditangani adalah terkait dengan masalah akuntansi, keuangan, kepersonaliaan dan umum. Melalui laporan yang dibuat oleh seksi keuangan dan personalia ini informasi tentang pendanaan dan pembiayaan terhadap pelaksanaan pekerjaan secara akuntansi dapat diperoleh sebagai dasar dalam pengendalian dan pengambilan kebijakan masalah keuangan bagi top management. Dalam operasional pembangunan dibentuk rekening bank yang berfungsi untuk pendanaan pelaksanaan pembangunan, uang yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pekerjaan berasal dari rekening bank ini. Dibentuknya rekening bank ini agar dapat memudahkan dalam monitoring keuangan serta agar tidak tercampur dengan pendapatan dari hasil penjualan sehingga terhindar dari kerancuan dalam memonitor keuangan dan menjaga akuntabilitas pendanaan dan pembiayaan. Hasil penjualan produk perumahan baik berupa uang muka, cicilan, tunai atau KPR ditampung dalam rekening bank bersama (joint account) yang penandatanganan cek atau giro ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang bekerja sama. Dengan adanya rekening bank bersama ini maka kedua belah pihak dapat saling mengontrol berapa jumlah uang masuk dan jumlah uang keluar dari rekening koran yang diterbitkan oleh bank setiap bulannya. Jadi joint account ini dapat bermanfaat sebagai fungsi kontrol oleh kedua belah pihak karena salah satu pihak tidak dapat mencairkan uang dari rekening ini tanpa memperoleh tanda tangan pada cek atau giro dari pihak yang lain. Sehubungan dengan penanggung jawab pemasaran adalah salah satu pihak yang bekerja sama yaitu 76

penerima sharing pengembangan tanah dan/atau pembangunan, namun pihak penerima sharing penyediaan tanah tetap memonitor dan melakukan kontrol hasil dari penjualan produk perumahan melalui top management, sehingga transparansi dan akuntabilitas terhadap hasil penjualan selalu tetap terjaga. Disamping itu mengingat biaya pembangunan juga didanai dari uang yang ada pada rekening ini, maka pihak yang bertanggung jawab atas pencairan uang dari rekening ini harus memberikan perhatian penuh agar kelancaran pembangunan dapat terjaga dengan baik. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan diterbitkannya joint account dan rekening bank operasional dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Pembayaran kepada pihak penerima sharing penyertaan lahan dan penerima sharing pembangunan dicairkan dari rekening bank bersama, yang selanjutnya ditranfer kepada masing-masing pihak. Adapun diagram aliran dana hasil penjualan dapat dilihat pada Gambar 4.2. dibawah ini.

Hasil Penjualan: -Uang Muka -Cicilan -Tunai -KPR

Rekening Bank pihak sharing lahan: - Pembayaran sharing penyediaan lahan. - Pembagian keuntungan.

Rekening Bank Bersama (Joint Account)

Rekening Bank pihak sharing pembangunan: - Pembiayaan pengembangan lahan. - Pembiayaan pembangunan perumahan. - Pembagian keuntungan.

Gambar 4.2. Diagram Aliran Dana Hasil Penjualan

4.7. Implikasi Bagi Konsumen Konsumen sebagai pembeli produk perumahan terbagi dalam dua kelompok yaitu masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Kelompok konsumen tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya, terkait dengan perbedaan 77

kemampuan daya beli akibat dari perbedaan tingkat pendapatan yang diperoleh setiap bulannya antara kedua kelompok konsumen tersebut.

4.7.1. Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Atas Kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi dirinya lebih mementingkan faktor bentuk design rumah, lingkungan, prasarana, sarana dan fasilitas yang ditawarkan oleh pengembang dibandingkan dengan harga yang ditawarkan.Harga rumah yang ditawarkan oleh pengembang tidak menjadi faktor pertimbangan yang utama karena kelompok masyarakat ini secara finansial dapat dikatakan sebagai masyarakat yang telah mampu membiayai kebutuhan penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke atas mampu menjangkau harga jual rumah yang ditawarkan oleh pengembang.

4.7.2. Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Bawah Kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, harga yang ditawarkan oleh pengembang menjadi prioritas utama karena tingkat daya beli untuk penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya masih rendah, terkait dengan perolehan pendapatan yang rendah setiap bulannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa nilai keuntungan adalah merupakan komponen dalam penetapan harga jual rumah disamping biaya dan over head yang dikeluarkan. Pengembangan perumahan dan permukiman yang dilaksanakan secara kerja sama cenderung membuat harga jual rumah menjadi lebih tinggi, karena tingkat keuntungan ditentukan oleh dua pihak yang bekerja sama, dimana masing-masing pihak memiliki kebijakan penetapan perolehan keuntungan minimum sesuai kepentingan perusahaan masing-masing. Jadi tarik ulur dalam penentuan nilai keuntungan antara dua pihak yang bekerja sama akan mempengaruhi tingginya harga rumah yang akan ditawarkan kepada konsumen. Terkait dengan kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, penyediaan perumahan yang dilakukan melalui kerja sama memiliki kecenderungan akan lebih membebani secara finansial kelompok konsumen tersebut. Agar kecenderungan pembebanan tersebut dapat dikurangi, maka kedua belah pihak 78

harus dapat mengurangi tingkat keuntungan masing-masing, terutama pada komponen harga jual tanah matang, karena komponen lahan memberikan sumbangan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan komponen bangunan.

4.7.3. Implikasi Design dan Jumlah Rumah Kebutuhan akan design rumah yang indah, dengan fasilitas yang lengkap lebih terakomodasi dengan adanya kerja sama, karena permodalan ditanggung oleh dua pihak yang bekerja sama sehingga pengembang lebih dapat leluasa berkreasi tantang design rumah sebagai produk perumahan yang akan dipasarkan. Dengan dilakukannya kerja sama jumlah produk rumah yang dihasilkan akan menjadi lebih banyak, karena kemampuan permodalan menjadi semakin besar.

79

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Ringkasan Temuan Dengan dilakukannya penelitian ini, maka dapat diperoleh beberapa temuan antara lain: 1. Terdapat 3 (tiga) objek kerja sama yaitu Penyediaan Lahan, Pengembangan Lahan (termasuk sarana dan prasarana) dan Pembangunan Perumahan beserta fasilitasnya. 2. Terdapat 2 (dua) kriteria yang dikerjasamakan yaitu: •

Penyediaan Lahan dan Pengembangan Lahan.



Penyediaan Lahan, Pengembangan Lahan dan Pembangunan Perumahan.

Adanya dua kriteria ini disebabkan karena perbedaan persepsi tentang objek kerja sama yaitu sehubungan pihak penyedia lahan tidak memberikan penyertaan secara finansial pada pembangunan perumahan, maka dianggap tidak mememiliki penyertaan untuk pembangunan perumahan. 3. Penetapan pembagian share keuntungan sebagai berikut: •

Share dihitung berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai kriteria yang dikerjasamakan dan diberlakukan terhadap keuntungan dari kriteria yang dikerjasamakan.



Share dihitung berdasarkan prosentase yang ditetapkan secara negosiasi dan diberlakukan terhadap keuntungan dari kriteria yang dikerjasamakan.

Adanya dua jenis penetapan pembagian share keuntungan tersebut, terkait dengan kebijakan perusahaan dalam penerapan kerja sama. 4. Penetapan pembagian share keuntungan oportuniti ditetapkan sebagai berikut: •

Share keuntungan oportuniti dihitung berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai kriteria yang dikerjasamakan, dikalikan dengan nilai keuntungan oportuniti yang diperoleh.



Share keuntungan oportuniti dihitung berdasarkan prosentase yang ditetapkan secara negosiasi, dikalikan dengan keuntungan oportuniti yang diperoleh.

Adanya dua jenis penetapan pembagian share keuntungan oportuniti tersebut, terkait dengan kebijakan perusahaan dalam penerapan kerja sama. 80

5. Dibentuk organisasi pelaksanaan pembangunan yang terdiri dari Top Management dan Project Management, untuk mengatur organisasi operasional pelaksanaan kerja sama terlepas dari perusahaan induk. 6. Diterbitkan Kebijakan Operasional Kawasan/Standing Operation Procedure khusus untuk kerja sama oleh Top Management sebagai panduan khusus untuk pelaksanaan kerja sama, yang harus diikuti oleh Project Management dalam melaksanakan operasional kerja sama. 7. Kerja sama dibebaskan dari tanggung jawab perolehan modal yang diperoleh dari pihak ketiga/pihak diluar kerja sama dan aset milik kerja sama tidak boleh digunakan sebagai jaminan hutang untuk memperoleh modal, karena dapat menghambat berlangsungnya kegiatan kerja sama. 8. Dibentuk 2 (dua) rekening bank yaitu rekening bank bersama (joint account) untuk menampung hasil penjualan produk perumahan dan rekening bank operasional untuk pembiayaan

operasional

pelaksanaan

pembangunan,

agar

transparansi

dan

akuntabilitas keuangan dapat terjaga.

5.2. Kesimpulan Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain: 1. Kerja sama dalam bidang penyediaan perumahan dan permukiman dapat dipandang sebagai suatu langkah yang dapat meringankan beban permodalan dan pelaksanaan pembangunan, karena modal dan kegiatan operasional pembangunan ditanggung bersama antara pihak-pihak yang bekerja sama. 2. Pola kerja sama Integrated Joint Operation adalah merupakan pola kerja sama yang dapat diterapkan untuk pengembangan perumahan dan permukiman, namun perlu dilakukan pengaturan yang lebih proporsional dalam penetapan aspek-aspek yang dikerjasamakan dan dituangkan dalam perjanjian, agar diperoleh kondisi pembagian tanggung jawab, menanggung risiko dan memperoleh keuntungan yang seimbang antara pihak-pihak yang bekerja sama. 3. Pola pengadaan lahan dengan melakukan kerja sama akan lebih menguntungkan pihak penerima share penyedia lahan, karena perolehan keuntungan harga tanah menjadi lebih besar dibandingkan dengan tidak dilakukan kerja sama, akibat dari 81

tambahan share keuntungan atas penyertaan pengembangan lahan dan pembangunan perumahan. 4. Dominasi dalam pengambilan keputusan dapat di cegah dengan dibentuknya organisasi top management yang memiliki kekuatan suara yang sama bagi masingmasing anggotanya. Transparansi dan akuntabilitas dalam operasional kegiatan kerja sama dapat terjaga dengan diterbitkannya kebijakan operasional oleh top management yang mengatur prosedur pelaksanaan kegiatan kerja sama bagi project management. 5. Implikasi bagi konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, harga jual produk perumahan yang dihasilkan dari kerja sama tidak menjadi persoalan yang signifikan karena kelompok konsumen ini pada umumnya telah mampu membiayai kebutuhan akan perumahan bagi dirinya dan keluarganya. Sedangkan implikasi bagi konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, harga jual produk perumahan yang dihasilkan dari kerja sama cenderung akan membebani secara finansial, karena produk perumahan yang dihasilkan melalui kerja sama memiliki kecenderungan lebih mahal. Dengan dilakukannya kerja sama dapat meningkatkan jumlah produk rumah yang dihasilkan dan design yang lebih berfariasi, karena kemampuan permodalan menjadi meningkat akibat adanya kerja sama tersebut, sehingga

pengembang

lebih

leluasa

dalam

menyelenggarakan

pernyediaan

perumahan.

5.3. Rekomendasi 5.3.1. Rekomendasi Hasil Penelitian Agar keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak yang bekerja sama dalam kondisi proporsional, maka penetapan share keuntungan sebaiknya tidak dilakukan dengan negosiasi, karena pihak yang mendapatkan porsi keuntungan lebih besar adalah akibat dari berpindahnya keuntungan milik pihak yang lain. Pelepasan luas lahan secara bertahap pada suatu kerja sama akan lebih menguntungkan dibandingkan pelepasan luas lahan secara keseluruhan/sekaligus, karena harga tanah mentah pada tahap kerja sama selanjutnya akan mengalami kenaikan akibat telah berdirinya perumahan dan permukiman yang dibangun sebelumnya. Pola kerja sama Integrated Joint Operation di bidang perumahan dan permukiman, dapat diterapkan di daerah lain di Indonesia, melalui Badan Usaha Milik 82

Daerah yang bekerja sama dengan pihak pengembang swasta. Namun apabila pola kerja sama Integrated Joint Operation akan diterapkan, maka perlu memperhatikan mengenai sistem yang harus diberlakukan pada kerja sama tersebut yaitu: 1. Pembagian share tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan terbagi secara jelas yaitu salah satu pihak bertanggung jawab terhadap pengadaan lahan/tanah mulai dari perolehan tanah sampai dengan sertifikasi induk kepada pihak tersebut, artinya status kepemilikan tanah secara hukum telah sah menjadi milik dari pihak tersebut. Sedangkan pihak yang lain harus dapat dipastikan telah memiliki kemampuan dibidang industri konstruksi perumahan dan permukiman yang baik, ditunjukkan dengan referensi pekerjaan yang pernah dilakukan, memiliki sumber daya yang cukup baik personil, peralatan dan akses pengadaan material yang dibutuhkan, dan memiliki dana yang cukup yang dikuatkan dengan melakukan pemeriksaan terhadap neraca perusahaan. 2. Perhitungan nilai share keuntungan dihitung berdasarkan nilai prosentase penyertaan modal masing-masing terhadap total penyertaan dari kedua belah pihak, dan tanggung jawab dalam memikul risiko dihitung berdasarkan share ini. 3. Keuntungan oportuniti dibagi sesuai perhitungan nilai share keuntungan seperti yang tersebut pada poin 2, dan diberlakukan baik akibat adanya kenaikan harga tanah dan bangunan secara keseluruhan. 4. Pengelolaan kawasan pasca penjualan masih menjadi porsi kerja sama, sehingga kondisi tersebut diatas masih diberlakukan. 5. Masing-masing pihak dapat melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan masing-masing, secara transparan dan akuntable.

5.3.2. Rekomendasi Penelitian Lanjutan Sehubungan dengan adanya keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian dan penelitian ini belum menganalisis aspek pemasaran secara mendalam, sementara aspek pemasaran merupakan faktor yang sangat penting dalam kerja sama, karena terkait dengan pendapatan dalam investasi, maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai aspek pemasaran dikaitkan dengan sistem penetapan tipe produk perumahan, siapa yang lebih mendominasi penetapannya, bagaimana implikasinya terhadap para pihak dan konsumen serta bagaimana pengaturan share penyertaannya bagi para pihak yang bekerja sama. 83

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Sari Ika (2002), Pengkajian Pola Kemitraan Dalam Penyelenggaraan Rumah Susun Pulo Gebang Jakarta, Jurnal Penelitian Permukiman, Vol. 18 No. 2. Anoraga, Pandji (2005), Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi, Rineka Cipta, Jakarta. Anthony Robert N. dan Govindarajan, Vijay (2002), Management Control System, Salemba Empat, Jakarta. Asiyanto (2005), Construction Project Cost Management, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Austen, A.D. dan Neale, R.H. (1994), Memanajemeni Proyek Konstruksi, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Board of Director (2007), Kebijakan Operacional Kawasan Tamansari Majapahit, Kekancan Wika Realty-KSO, Semarang. Bungin, M. Burhan (2007), Penelitian Kualitatif, Fajar Interpratama Offset, Jakarta. Ibrahim, Yacob (2003), Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Kuswartojo, Tjuk, dkk (2005), Perumahan dan Pemukiman di Indonesia, ITB, Bandung. Modul 1 Kemitraan Pemerintah-Swasta, Perpustakaan PWK-ITB, Bandung. Marlina, Endy dan Sastra M., Suparno (2005), Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, CV Andi Offset, Yogyakarta. Mariana, Yosica (2004), Metode dan Strategi Pengembangan Rumah Sederhana Dalam Upaya Memenangkan Pasar, Jurnal PARTISI, Vol.1 No. 1, Mei 2004: 32-42. Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional. Prihandono Aris (2003), Laporan Akhir Pengkajian Sistem Pembiayaan dan Pengelolaan Perumahan,Departemen Kimpraswil, Bandung. Sumarni, Murti dan Wahyuni, Salamah (2005), Metodologi Penelitian Bisnis, CV Andi Offset, Yogyakarta. Triestanto Jimmy (2005), Tata Cara Penyelenggaraan Kerja Sama Usaha (KSU), Perum Perumnas, Jakarta.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Pemeriksaan Calon Mitra Lampiran 2. Lembar Konfirmasi Lokasi KSU Lampiran 3. Surat Pemberitahuan Penolakan Penawaran KSU Lampiran 4. Rekap Hasil Peninjauan Lapangan Lampiran 5. Nota Dinas Permohonan Ijin Prinsip Lampiran 6. Surat Persetujuan Ijin Prinsip KSU dari Direksi Lampiran 7. Surat Persetujuan Rencana KSU kepada Mitra Lampiran 8. Laporan Penerimaan Proposal Lampiran 9. Rekapitulasi Usulan Biaya dari Mitra Usaha Lampiran 10. Rincian Usulan Biaya dari Mitra Usaha Lampiran 11. Evaluasi Perhitungan Equiti Lampiran 12. Berita Acara Evaluasi Proposal Lampiran 13. Surat Pemberitahuan Penolakan Proposal KSU Lampiran 14. Surat Undangan Negosiasi Proposal Lampiran 15. Berita Acara Negosiasi Lampiran 16. Surat Permohonan Penerbitan Surat Kuasa Khusus Lampiran 17. Surat Undangan Penandatanganan Perjanjian KSU

Lampiran 1. Lembar Pemeriksaan Calon Mitra

Kop Perusahaan

LAMPIRAN NOTA DINAS : ……………………………. TANGGAL : ……………………………. LOKASI KSU : ……………………………. LEMBAR PEMERIKSAAN CALON MITRA

NO.

NAMA DAN ALAMAT PERUSAHAAN

BONAFIDITAS

Rekomendasi : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Catatan : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

REPUTASI

REFERENSI

Bidang Pemasaran Regional/Kawasan

(………………………….)

Setuju / Tidak Setuju Regional / Kawasan General Manager.

(……………………………………)

Lampiran 2. Lembar Konfirmasi Lokasi KSU Kop Perusahaan

LAMPIRAN NOTA DINAS TANGGAL LOKASI KSU

: ……………………………. : ……………………………. : ……………………………. LEMBAR KONFIRMASI LOKASI KSU

1.

RKAP

:

………………………………………………………………………………………

2.

BRKB

:

………………………………………………………………………………………

3.

PERUNTUKAN

:

………………………………………………………………………………………

4.

KONDISI FISIK TANAH

:

a. (BERSIH)

b. (PTH …. %)

c (BERMASALAH)

5.

LUAS LAHAN

:

………………………………………………………………………………………

6.

SERTIFIKASI

:

………………………………………………………………………………………

7.

LAIN-LAIN

:

………………………………………………………………………………………

Rekomendasi : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Catatan : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Bidang Pemasaran Regional/Kawasan

(………………………….)

Setuju / Tidak Setuju Regional / Kawasan General Manager.

(……………………………………)

Lampiran 3. Surat Pemberitahuan Penolakan Penawaran KSU Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. ...Nama dan alamat… ...Perusahaan yang dituju…. …………………………………… Perihal : Pemberitahuan Penolakan Penawaran KSU.

Sehubungan dengan surat saudara nomor : ………………………, tanggal ……………… perihal penawaran kerjasama, dengan ini kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Saudara untuk memilih Perum Perumnas sebagai Mitra usaha. Mengingat ………….……………………….. Untuk saat ini kami tidak dapat memproses penawaran Kerjasama Saudara. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

Lampiran 4. Rekap Hasil Peninjauan Lapangan Kop Perusahaan

REKAP HASIL PENINJAUAN LAPANGAN Pada hari ini …………………. tanggal, …………………….. bulan ……………………. Tahun ………………… telah dilaksanakan peninjauan lapangan oleh Tim yang terdiri dari : 1. …………………………………. 2. …………………………………. 3. …………………………………. dengan rekapitulasi hasil peninjauan lapangan dapat kami laporkan sebagai berikut :

LOKASI

KONDISI EKSISTING

ASPEK TEKNIS

ASPEK HUKUM

ASPEK PEMASARAN

ASPEK LAINNYA

USULAN PEMANFAATAN LAHAN

PERUNTUKAN : ……………….. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.

Rekomendasi : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Catatan : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Tim Regional/Kawasan (………………………….) (………………………….) (………………………….)

Regional / Kawasan General Manager.

(……………………………………)

Lampiran 5. Nota Dinas Permohonan Ijin Prinsip Kop Perusahaan

Nomor Tanggal Lampiran

: : :

……………………………. ……………………………. …………………………….

NOTA DINAS Kepada Yth, Dari Perihal

: DIREKTUR PEMASARAN : GM. Regional / Kawasan : Permohonan Ijin Prinsip Kerja Sama Usaha (KSU) di Lokasi …………………

Sehubungan dengan surat ……………… (nama mitra) nomor : ……………. tanggal ………… perihal penawaran Kerja Sama Usaha di lokasi ………………………., dengan ini disampaikan hasil pemeriksaan calon mitra, informasi administrasi serta phisik lokasi sebagai berikut : I. PEMERIKSAAN CALON MITRA NO. NAMA & ALAMAT CALON MITRA

II. INFORMASI LOKASI …………… 1. RKAP 2. BRKB 3. PERUNTUKAN 4. KONDISI FISIK TANAH

5. 6. 7.

LUAS LAHAN SERTIFIKASI LAIN-LAIN

BONAFIDITAS

: : : : : : : : :

REPUTASI

REFERENSI

……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… a. ……………………………………………………………….. (BERSIH) b. ……………………………………………………………….. (PTH …. %) c. ……………………………………………………………….. (BERMASALAH) ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diatas dengan ini kami mohon dapat diterbitkan Ijin Prinsip KSU di lokasi tersebut. Rekomendasi : ………………………………………………………………………….. Divisi Pengembangan Usaha General Manager,

(………………………….)

Catatan : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Regional/Kawasan General Manager,

(………………………….)

Setuju / Tidak Setuju Direksi Perum Perumnas Direktur Pemasaran

(……………………………)

Lampiran 6. Surat Persetujuan Ijin Prinsip KSU dari Direksi Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. GM. Regional / Kawasan …………………………………… Perihal : Ijin Prinsip KSU di Cabang ……..…… Lokasi ……………..

Sehubungan dengan nota dinas permohonan ijin prinsip Saudara nomor : ………………….. tanggal …………..……………. Perihal permohonan Ijin Prinsip Kerja Sama Usaha (IPKSU) dilokasi ……..………….…. bersama ini diberitahukan bahwa pada prinsipnya Direksi dapat menyetujui permohonan Saudara untuk melakukan KSU tersebut. Proses selanjutnya agar dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku. Demikian IPKSU ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. Direksi Perum Perumnas Direktur Pemasaran

(……………………….....) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

Lampiran 7. Surat Persetujuan Rencana KSU kepada Mitra Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. ...Nama dan alamat… ...Perusahaan yang dituju…. …………………………………… Perihal : Persetujuan permohonan rencana KSU di lokasi …………

Sehubungan dengan Ijin Prinsip Kerja Sama Usaha (IPKSU) nomor : …………………… Tanggal …………………….., di lokasi ……………………… bersama ini diberitahukan bahwa Direksi dapat menyetujui permohonan Saudara untuk melakukan KSU tersebut. Selanjutnya agar Saudara segera mengajukan proposal perjanjian kerja sama usaha kepada kami. Demikian disampaikan, atas perhatian Saudara diucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

Lampiran 8. Laporan Penerimaan Proposal Kop Perusahaan

LAPORAN PENERIMAAN PROPOSAL NOMOR : ………………………………. Pada hari ini …………………. tanggal, …………………….. bulan ……………………. Tahun ………………… telah dilakukan pembukaan proposal atas rencana penyelenggaraan Kerja Sama Usaha di lokasi ………………. tersebut diatas, dengan hasil-hasil sebagai berikut :

NO.

KELENGKAPAN ADMINISTRASI

NAMA PERUSAHAAN & NOMOR PROPOSAL

ADA

TIDAK

KETERANGAN

Contoh : Akte pendirian perusahaan Neraca perusahaan tahun …….. Rencana Arus Kas KSU

Penawaran harga dan usulan perhitungan equiti Daftar referensi pekerjaan

Dst.

Rekomendasi : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Catatan : ……………………………………………………………… ……………………………………………………………… ………………………………………………………………

Tim Regional/Kawasan (………………………….) (………………………….) (………………………….) Setuju / Tidak Setuju Regional / Kawasan General Manager.

(………………………...……)

Lampiran 9. Rekapitulasi Usulan Biaya dari Mitra Usaha REKAPITULASI USULAN BIAYA Lokasi KSU Nama Mitra Ijin Prinsip & Ijin Lokasi Nomor Luas Lahan Perum Perumnas Luas Lahan Mitra Harga Pokok Tanah Matang Biaya Perencanaan / m2 Biaya Land Development Biaya Prasarana / m2 Biaya Bangunan / m2

NO.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

PEKERJAAN

: : : : : : : : : :

Nilai Penyertaan Perum Perumnas Calon Mitra

Jumlah Biaya

Pengadaan Tanah Perencanaan Pekerjaan Tanah Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran Jaringan Air Bersih Jaringan Listrik Jaringan Telepon Pertamanan Fasilitas Pembangunan Rumah Biaya Usaha Biaya Pemasaran Biaya Bunga Jumlah Biaya Prosentase Penyertaan (Equiti) ………………., ………………………. PT. ……………………….. (Mitra) Direktur Utama,

(………………………….)

Lampiran 10. Rincian Usulan Biaya dari Mitra Usaha RINCIAN USULAN BIAYA Lokasi KSU Nama Mitra

NO.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12. 13. 14.

: :

PEKERJAAN

…………………………………………… ……………………………………………

Penyertaan Perum Perumnas Volume Harga Jumlah Satuan

Penyertaan Mitra Volume Harga Jumlah Satuan

Total Biaya

Pengadaan Tanah - Pengadaan tanah ROW - Pengadaan tanah ROW - SPPT - HPL - HGB - PBB Sub Jumlah Biaya Pengadaan Tanah Perencanaan - Persiapan Tanah - Pengukuran - Detil Engineering - Pengesahan Rencana - IMB - Ijin Prasarana Sub Jumlah Biaya Perencanaan Pekerjaan Tanah - Pembuatan Gudang - Cut & Fill - Turap - Urugan Sub Jumlah Biaya Pekerjaan Tanah Pekerjaan Jalan - Pekerjaan Jalan - Pekerjaan Kansteen - Pekerjaan Trotoar Sub Jumlah Biaya Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran - Pekerjaan Saluran Tipe …. - Pekerjaan Saluran Tipe …. - Pekerjaan Gorong-gorong Sub Jumlah Biaya Pekerjaan Saluran Jaringan Air Bersih - Air Bersih PDAM - Pipa Distribusi - Fire Hydrant - Biaya Penyambungan PDAM Sub Jumlah Biaya Jaringan Air Bersih Jaringan Listrik - Daya PLN dan Gardu - Biaya Penyambungan Listrik - Penerangan Jalan Umum Sub Jumlah Biaya Jaringan Listrik Jaringan Telepon - Biaya Penyambungan Telepon - Jaringan Telepon Sub Jumlah Biaya Jaringan Telepon Pertamanan - Penanaman Rumput - Bak Sampah - Pohon Pelindung - Taman Sub Jumlah Biaya Pertamanan Fasilitas - Pos Keamanan - Gerbang - Fasilitas Ibadah - Fasilitas Kesehatan - Fasilitas Pendidikan Sub Jumlah Biaya Fasilitas Pembangunan Rumah - Rumah Tipe ….. - Rumah Tipe ….. - Biaya Pemeliharaan Sub Jumlah Biaya Pemb. Rumah Biaya Usaha Biaya Pemasaran Biaya Bunga Jumlah Biaya Prosentase Penyertaan (Equiti) …………., …….………………. PT. ………………… (Mitra) Direktur Utama,

(………………………….)

Lampiran 11. Evaluasi Perhitungan Equiti PERHITUNGAN EQUITI KERJA SAMA USAHA ANTARA PERUM PERUMNAS DENGAN ………………………………… USULAN MITRA

NO.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

EVALUASI PERUM PERUMNAS

Luas Lahan Luas Lahan Perum Perumnas (m2) Luas Lahan Mitra (m2)

: : :

Luas Lahan Luas Lahan Perum Perumnas (m2) Luas Lahan Mitra (m2)

: : :

Perhitungan Harga Pokok Tanah Matang Pengadaan Tanah Perumnas / m2 Pengadaan Tanah Mitra / m2 Perencanaan / m2 Pekerjaan Tanah / m2 Prasarana / m2 Bangunan / m2

: : : : : : :

Perhitungan Harga Pokok Tanah Matang Pengadaan Tanah Perumnas / m2 Pengadaan Tanah Mitra / m2 Perencanaan / m2 Pekerjaan Tanah / m2 Prasarana / m2 Bangunan / m2

: : : : : : :

PEKERJAAN

USULAN CALON MITRA Perum Perumnas Calon Mitra

EVALUASI PERUM PERUMNAS Perum Perumnas Calon Mitra

REKAPITULASI Pengadaan Tanah Perencanaan Pekerjaan Tanah Pekerjaan Jalan Pekerjaan Saluran Jaringan Air Bersih Jaringan Listrik Jaringan Telepon Pertamanan Fasilitas Pembangunan Rumah Sub Jumlah Biaya Usaha Biaya Pemasaran Biaya Bunga Biaya KPR Sub Jumlah TOTAL Prosentase Equiti Modal TOTAL EQUITI TIM EVALUASI PT. ……………………….. (Mitra) Direktur Utama,

Divisi Pengembangan Usaha General Manager,

Regional / Kawasan General Manager,

(………………………….)

(………………………….)

(………………………….)

Lampiran 12. Berita Acara Evaluasi Proposal BERITA ACARA EVALUASI PROPOSAL NOMOR : …………………………….. LOKASI KSU : …………………………….. Pada hari ini : ……………………………, tanggal …………………………, telah dilakukan evaluasi proposal atas rencana penyelenggaraan Kerja Sama Usaha untuk lokasi tersebut diatas, dengan hasil-hasil sebagai berikut :

NO.

KOMPONEN PENYERTAAN

1.

PENYEDIAAN TANAH

2.

PERENCANAAN

3.

PEMBANGUNAN

4.

PEMASARAN

5.

LAIN-LAIN

NAMA PERUSAHAAN ………………………… Perum Calon Mitra Perumnas

NAMA PERUSAHAAN ………………………… Perum Calon Mitra Perumnas

NAMA PERUSAHAAN ………………………… Perum Calon Mitra Perumnas

JUMLAH PERBANDINGAN EQUITI PEROLEHAN MINIMUM PEMBAYARAN TERMIJN - Uang Muka - Termijn ke 1 - Termijn ke 2 - Termijn ke 3 - Termijn ke dst.

########## ########## ########## ########## ##########

########## ########## ########## ########## ##########

########## ########## ########## ########## ##########

Berdasarkan hasil evaluasi proposal tersebut diatas, kami usulkan sebagai calon mitra terpilih adalah …………………...(nama mitra) dengan perhitungan equiti sebagaimana perhitungan equiti terlampir. Demikian Berita Acara Evaluasi Proposal ini dibuat untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. TIM EVALUASI Divisi Pengembangan Usaha General Manager,

(………………………….)

Catatan : …………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………….. ……………………………………………………………………………………..

Regional / Kawasan General Manager,

(………………………….)

Setuju / Negosiasi / Tolak Direksi Perum Perumnas Direktur Pemasaran

(……………………………………….)

Lampiran 13. Surat Pemberitahuan Penolakan Proposal KSU Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. ...Nama dan alamat… ...Perusahaan yang dituju…. …………………………………… Perihal : Pemberitahuan Penolakan Proposal KSU.

Sehubungan dengan surat saudara nomor : ………………………, tanggal ……………… perihal penyampaian Proposal Kerja Sama Usaha, dengan ini diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi Tim, proposal Saudara dinilai tidak dapat memenuhi persyaratan kelayakan KSU dengan Perum Perumnas, sehingga tidak dapat diproses lebih lanjut. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

Lampiran 14. Surat Undangan Negosiasi Proposal Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. ...Nama dan alamat… ...Perusahaan yang dituju…. …………………………………… Perihal : Undangan Negosiasi Proposal

Sehubungan dengan hasil evaluasi proposal saudara dalam rangka rencana Kerja Sama Usaha (KSU) di Lokasi ……………………, sebagaimana Berita Acara Evaluasi Nomor : ……………., tanggal ………………., dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara untuk melakukan negosiasi yang akan diselenggarakan pada : Hari/Tanggal : ………………………… Jam : ………………………… Tempat : ………………………… Atas kesediaan dan perhatiannya kami mengucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

Lampiran 15. Berita Acara Negosiasi BERITA ACARA NEGOSIASI NOMOR LOKASI KSU

: …………………………….. : ……………………………..

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi nomor : ………………………, tanggal ………………………….. Pada hari ini : ………………………, tanggal ………………………, telah dilakukan negosiasi terhadap hasil evaluasi proposal rencana penyelenggaraan Kerja Sama Usaha di lokasi tersebut diatas, dengan hasil-hasil sebagai berikut : NO.

KOMPONEN PENYERTAAN

1.

PENYEDIAAN TANAH

2.

PERENCANAAN

3.

PEMBANGUNAN

4.

PEMASARAN

5.

LAIN-LAIN

Nilai Sebelum Negosiasi Perum Calon Mitra Perumnas

Nilai Sesudah Negosiasi Perum Calon Mitra Perumnas

JUMLAH PERBANDINGAN EQUITI PEROLEHAN MINIMUM PEMBAYARAN TERMIJN - Uang Muka - Termijn ke 1 - Termijn ke 2 - Termijn ke 3 - Termijn ke dst.

########## ########## ########## ########## ##########

########## ########## ########## ########## ##########

PT. ……………………….. (Mitra) Direktur ………. ,

Regional / Kawasan General Manager,

(………………………….)

(………………………….)

Catatan : …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… …………………………………………………………… ……………………………………………………………

Setuju / Tidak Setuju Direksi Perum Perumnas Direktur Pemasaran

(……………………………………….)

Lampiran 16. Surat Permohonan Penerbitan Surat Kuasa Khusus Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. Direktur Pemasaran Perum Perumnas di Jakaera Perihal :

Permohonan Penerbitan Surat Kuasa Khusus dengan Hak Substitusi Penyelenggaraan Kerja Sama Usaha (KSU)

Bersama ini kami mohon dapat diterbitkan Surat Kuasa Khusus dengan Hak Substitusi untuk menyelenggarakan KSU dengan PT ……………………, dalam rangka ………..……… ……………… rumah / ruko type ……………., sebanyak ……………. Unit dilokasi ………… Cabang ………………. Kerja Sama Usaha tersebut akan dilaksanakan diatas lahan milik …………………………… seluas ………………. M2. Sebagai dasar pertimbangan penerbitan Surat Kuasa tersebut, bersama ini kami lampirkan Persetujuan Ijin Prinsip nomor : …………….., dan konsep Perjanjian Kerja Sama Usaha. Demikian kami sampaikan, atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan Yth : 1. GM. Divisi Pengembangan Usaha. 2. GM. Divisi Keuangan 3. Manager Cabang ………………. 4. Arsip

Lampiran 17. Surat Undangan Penandatnganan Perjanjian KSU Kop Perusahaan

Nomor : ………………………………. Lampiran : ………………………………. Kepada Yth. ...Nama dan alamat… ...Perusahaan yang dituju…. …………………………………… Perihal : Undangan Penandatanganan Perjanjian KSU

Menindaklanjuti proses rencana Kerja Sama Usaha (KSU) di lokasi ………………………. dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara untuk melaksanakan penandatanganan buku Perjanjian Kerja Sama Usaha yang akan diselenggarakan pada : Hari/Tanggal Jam Tempat

: ………………………… : ………………………… : …………………………

Atas kesediaan dan perhatiannya kami mengucapkan terima kasih. Regional / Kawasan General Manager

(……………………..) Tembusan : 1. 2. 3. Arsip

POLA BISNIS DALAM PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh : Handoko Winoto Magister Teknik Rekayasa dan Manajemen Pembiayaan Permukiman Universitas Persada Indonesia-Y.A.I. ________________________________________________________________________

ABSTRAK Pengembangan perumahan dan permukiman merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan sebagai objek bisnis bagi pengusaha dibidang perumahan dan permukiman. Kerja sama dalam bisnis perumahan yang diselenggarakan oleh pemerintah, badan usaha milik pemerintah dan badan usaha milik swasta telah banyak dilaksanakan untuk mewujudkan penyediaan perumahan bagi masyarakat. Secara khusus penelitian ini mengambil posisi pengkajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pola bisnis yang terkait dengan kerja sama yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dibidang perumahan dan permukiman. Pengkajian dilakukan terhadap objek penelitian yaitu Perum Perumnas, Wika Realty dan PT Masagi. Analisa yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metoda deskriptif-kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung, studi literatur dan melakukan wawancara langsung kepada nara sumber untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan bisnis yang terkait dengan penyelenggaraan kerja sama. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola kerja sama yang dilaksanakan antara ketiga objek penelitian memiliki kesamaan yaitu pola kerja sama Integrated Joint Operation, namun ketentuan dalam sharing objek kerja sama dan sharing keuntungan ditetapkan dengan cara yang berbeda. Penyediaan perumahan dan permukiman melalui kerja sama akan meningkatkan keuntungan bagi pihak-pihak yang bekerja sama, namun memiliki kecenderungan membebani secara finansial bagi konsumen terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Kata kunci: Kerja Sama, Share Penyertaan, Penyedia Lahan, Pembangun.

ABSTRACT Property development and residence is one of the activities held by the government. It is as business for the developer in the field of property and residence. Cooperation in business of property, held by government, business held by the government and held by the private company have been run for the society in property providing. Especially this research takes position of discuss to identify the business pattern related with thw company in the field of property and residence. Description is done for the research that is Perum Perumnas, Wika Realty and PT Masagi. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

1

The analysis done in this research used descriptive and qualitative methods by directly researching, literature study and directly interview the resources to get information about business running related with cooperation management. The result of this research proves that the cooperation pattern held among the three research objects has the similarity that is Integrated Joint Operation pattern, but the condition in sharing business and profit fixed in defferent way. The providing of property and residence by cooperation will increase the profit, but it will load the society with the low income.

PENDAHULUAN Pembangunan perumahan dan permukiman dewasa ini menunjukkan perkembangan yang cukup besar, dimana hal tersebut merupakan salah satu solusi untuk memenuhi tingginya tingkat kebutuhan perumahan dan permukiman sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk terutama diperkotaan. Laju permintaan kebutuhan rumah secara nasional mencapai 800.000 unit per tahun, sementara kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah sebesar 200.000 unit per tahun. Untuk menjawab ketidakseimbangan itu pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 menargetkan membangun rumah baru layak huni sebesar 1.350.000 unit, dimana untuk tahun 2007 pemerintah menargetkan mampu membangun 280.000 unit. Dilihat dari gambaran tersebut, tentunya diperlukan suatu tindakan bagi segenap organisasi yang bergerak dibidang perumahan untuk dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan perumahan. Kondisi lain yang terkait dengan pengembangan perumahan dan permukiman adalah ketersediaan lahan yang semakin sempit dengan harga lahan yang mahal, terutama di perkotaan. Kondisi ini menciptakan pilihan untuk membangun rumah susun dalam skala besar sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan itu sendiri. Tingginya tingkat kebutuhan perumahan baik berupa perumahan horisontal maupun rumah susun, yang mana merupakan bagian dari suatu wilayah yang tertata dengan sistimatis, terencana, memiliki fasilitas lengkap bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, serta terintegrasi dengan rencana tata ruang dan rencana wilayah adalah merupakan peluang pasar yang cukup baik bagi pelaku bisnis perumahan, namun memerlukan sumber daya lahan dan dana yang cukup besar. Disisi lain persediaan lahan dan dana yang dimiliki pengusaha dibidang perumahan terbatas, sehingga mempengaruhi daya serap terhadap peluang pasar perumahan. Konsumen perumahan terdiri dari dua kelompok yaitu masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, kepentingan bagi masyarakat ini adalah cenderung kepada kondisi perumahan yang memiliki fasilitas yang lengkap dan kemudahan akses menuju pusat kegiatannya, sehingga jenis perumahan yang dipilih pada umumnya adalah perumahan menengah dan perumahan mewah yang telah dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadahi seperti pengerasan jalan, open space berikut tamannya, fasilitas olah raga, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Harga yang ditawarkan oleh pengembang cenderung menjadi pilihan yang kedua karena tingkat pendapatan yang diperoleh masyarakat ini telah mencukupi untuk penyediaan perumahannya. Sedangkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, kepentingan yang utama adalah keterjangkauan terhadap harga rumah yang ditawarkan Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 2

oleh pengembang, sehingga jenis perumahan yang menjadi pilihannya adalah jenis rumah sederhana dengan harga murah yang umumnya memiliki fasilitas yang minim. Melihat situasi konsumen tersebut, pengembang dalam menjalankan usahanya lebih mementingkan penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dari pada penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, karena terkait dengan keamanan dan keuntungan yang lebih baik dalam berinvestasi. Pemerintah selaku penyelenggara penyediaan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, telah menerbitkan undangundang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang peluang kerja sama, pemberian subsidi dan pembebasan PPn, dengan maksud untuk lebih menarik minat para pengembang agar mau mengembangkan perumahan dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, sehingga dapat membantu percepatan tugas pemerintah dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat, serta dapat membantu masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dari sisi keterjangkauan daya beli. Dengan melihat kondisi tersebut diatas maka perlu dibangun suatu sistem yang dapat memberikan kemungkinan dapat memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan penyediaan perumahan. Salah satu solusi tersebut adalah kerja sama antar berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta untuk pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman bagi masyarakat. Dengan pola kerja sama akan diperoleh banyak manfaat antara lain terpenuhinya kebutuhan perumahan, kebutuhan investasi dan tidak terganggunya modal kerja pengembang. Dalam penulisan ini peneliti mencoba mengungkapkan bagaimana suatu kerja sama diterapkan pada pengembangan perumahan dan permukiman, sebagai masukan untuk mengidentifikasi pola bisnis yang dilakukankan oleh para pengembang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi pengembang, terhadap pengelolaan bisnis yang telah/sedang dijalankan, serta sebagai masukan kepada pengembangan dalam pengelolaan bisnis dimasa mendatang. PERMASALAHAN Sehubungan dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, menunjukkan adanya kebutuhan perumahan yang cukup besar. Salah satu cara pemenuhan kebutuhan perumahan dilakukan melalui kerja sama, karena diharapkan dapat mempercepat penyediaan perumahan terkait dengan keterbatasan pengembang terhadap persediaan lahan dan permodalan. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kerja sama antara para pihak yang bergerak dibidang bisnis perumahan, maka perlu dilakukan identifikasi pelaksanaan kerja sama. Oleh karena itu, timbul keinginan bagi penulis untuk mengidentifikasi kegiatan kerja sama yang dijalankan oleh para pengusaha. Dalam melakukan identifikasi, peneliti perlu mengetahui beberapa hal antara lain : 1. Bagaimana pola kerja sama yang dilaksanakan oleh pengembang ?. 2. Bagaimana pola pengadaan lahan yang diterapkan oleh pengembang ?. 3. Bagaimana pola pendanaan/pembiayaan pembangunan perumahan ?. 4. Bagaimana pola pengelolaan pelaksanaan pembangunan perumahan ? 5. Bagaimana pola manajemen pemasaran perumahan ?. Penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat memberikan implikasi-implikasi kepada pihak-pihak yang bekerja sama antara lain: dapat meringankan beban tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan, permodalan, memikul risiko dan mendapatkan keuntungan, terjadinya implikasi-implikasi tersebut karena adanya pembagian peran dalam menangani kegiatan kerja sama seperti sharing penanganan pekerjaan, sharing modal, sharing risiko Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 3

dan sharing keuntungan yang diperoleh. Bagaimana dan sejauh mana sharing tersebut diporsikan kepada para pihak akan dibahas pada penelitian ini. Dalam pelaksanaan kerja sama antara dua pihak atau lebih, biasa terjadi salah satu pihak mendominasi pihak yang lain, baik dari sisi peranan kegiatan maupun pengambilan keputusan, hal ini disebabkan perbedaan kedudukan pihak yang satu dengan pihak yang lain, perbedaan kedudukan diakibatkan oleh perbedaan posisi tawar dalam perjanjian. Untuk mengetahui bagaimana dan sejauh mana terjadinya dominasi tersebut perlu dilakukan identifikasi terhadap aspek-aspek yang menimbulkan terjadinya dominasi antara lain aspek pembiayaan, manajemen pelaksanaan, pemasaran, pangadaan lahan dan lain-lain. Pelaksanaan kerja sama diperlukan transparansi dan akuntabilitas, agar kerja sama dapat dilaksanakan tanpa kecurigaan dan perselisihan, yang dapat menghambat jalannya kerja sama untuk mencapai tujuan kerja sama tersebut, sehingga disini diperlukan antisipasi berbentuk aturan main untuk melaksanakan kegiatan yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama dan kebijakan operasional kegiatan kerja sama. Penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat menimbulkan implikasiimplikasi bagi konsumen, salah satu implikasinya adalah ketidakterjangkauan konsumen untuk membeli produk perumahan yang dihasilkan, karena tingkat daya beli konsumen yang masih rendah. Bagaimana dan sejauh mana peran penyediaan perumahan melalui kerja sama dapat menjawab persoalan ini perlu pengkajian terhadap pelaksanaan kerja sama itu sendiri. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi pola kerja sama, 2. Mengidentifikasi pola pengadaan lahan, 3. Mengidentifikasi pola pendanaan/pembiayaan, 4. Mengidentifikasi pola pelaksanaan pembangunan, dan 5. Mengidentifikasi pola pemasaran/penjualan, yang dilaksanakan oleh pengembang perumahan dan permukiman, baik Badan Usaha Milik Negara maupun perusahaan swasta. MANFAAT PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan diperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan kerja sama, pengadaan lahan, pelaksanaan pembangunan, pendanaan, pembiayaan dan pemasaran dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Bagi para pengembang di Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran sebagai bahan perbandingan terhadap bisnis yang telah/sedang berjalan dan sebagai masukan terhadap pengembangan pemula dalam pengelolaan bisnisnya, karena beberapa pertimbangan yang diuraikan dalam penelitian ini menyangkut permasalahan pembagian sharing dalam pengelolaan kerja sama. Sedangkan bagi pemerintah diharapkan dapat memberikan masukan sebagai alternatif solusi untuk mengatasi penyediaan perumahan dan permukiman, terkait dengan keterbatasan yang ada pada pemerintah, maka dengan melakukan kerja sama akan memberikan kemudahan dari sisi pendanaan, pengelolaan pelaksanaan pembangunan sampai dengan pemasarannya. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

4

LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini adalah merupakan penelitian bisnis (business research) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan secara sistimatis untuk memberikan informasi yang efektif dan akurat sebagai landasan untuk mengambil keputusan tentang berbagai masalah bisnis di bidang perumahan dan permukiman. Terdapat suatu indikasi bahwa pengembang dalam menjalankan bisnisnya mengalami kesulitan dalam pengadaan tanah, disisi yang lain pengembangan perumahan dan permukiman memerlukan dana yang cukup besar untuk pengembangan tanah dan pembangunan konstruksi perumahannya. Melihat situasi ini maka pengembang membutuhkan adanya kerja sama dengan pemilik tanah untuk kepentingan dalam menjalankan bisnisnya. Penelitian ini akan membahas tentang pelaksanaan kerja sama antara pemilik tanah dengan pengembang yang mencakup bentuk kerja sama, pengadaan lahan, manajemen pelaksanaan pembangunan, pembiayaan dan pemasaran/penjualan dalam pengembangan perumahan dan permukiman. Sehubungan dengan penekanan penelitian ini adalah pada kerja sama, maka penelitian ini tidak membahas tentang bagaimana cara pemilik tanah dalam memperoleh tanah dari masyarakat sebagai komponen yang akan kerjasamakan, dan tidak meninjau penjualan kafling tanah matang. Peneliti menetapkan penelitian dilaksanakan terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perumahan yaitu Perum Perumnas, PT Wijaya Karya Realty dan PT Masagi. Alasan dilakukan penelitian di Perum Perumnas dikarenakan perusahaan tersebut adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibawah naungan Menteri Keuangan, dimana dalam kegiatannya sebagai penyedia perumahan dan permukiman, tidak sepenuhnya berorientasi bisnis, jadi merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Sedangakan dilakukannya penelitian di PT Wijaya Karya Realty karena perusahaan tersebut adalah anak perusahaan dari PT Wijaya Karya (Persero) yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dibawah naungan Kementerian BUMN, yang mana dalam operasionalnya berbasis bisnis oriented untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Sedangakan dilakukan penelitian di PT Masagi dikarenakan perusahaan tersebut adalah merupakan perusahaan swasta murni yang dalam operasionalnya berorientasi kepada bisnis untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat kelas menengah ke atas. ALUR PEMIKIRAN Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka dapat dibuat alur pemikiran untuk menunjukkan hubungan antara teori bisnis, teori kerja sama, pelaku bisnis, regulasi, prospek bisnis perumahan dan identifikasi bisnis perumahan kemudian dilakukan analisa agar dapat menemukenali pola bisnis yang dilaksanakan oleh pengembang. Diagram Alur Pikir dapat dilihat pada Gambar : dibawah ini.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

5

Teori: - Bisnis - Properti

Kerja Sama Bisnis Perumahan

Deskipsi Kasus Studi

Rumusan Kerjasama Bisnis Perumahan

Gambaran Umum Objek Penelitian

Identifikasi Penerapan Kerja Sama di Bidang Perumahan

Analisis Kerja Sama: - Persamaan dan Perbedaan - Dominasi Pengambilan Keputusan - Proporsi Share Keuntungan - Transparansi dan Akuntabilitas - Implikasi Bagi Konsumen

Pola Kerja Sama

Implikasi Bagi Konsumen

Tinjauan Umum Objek Penelitian

Gambar : Diagram Alur Pikir METODA PENELITIAN Rancangan penelitian sebagai pedoman untuk melakukan penelitian dalam mengumpulkan data dan melakukan analisa, sehingga dapat mencapai tujuan penelitian, seperti yang ditunjukkan pada kerangka penelitian dalam Gambar : dibawah ini.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

6

Teori tentang Bisnis, Kemitraan, Pemasaran, Manajemen Proyek.

Pilihan Objek Penelitian

Analisis Kerja Sama: - Bentuk Kerja Sama - Pengendalian

Persamaan & Perbedaan: - Manajemen - Harga Tanah - Sharing Tanggung Jawab

Dominasi Pengambilan Keputusan: - Manajemen - Pembiayaan - Pemasaran

Transparansi & Akuntabilitas: - Manajemen - Penjualan

Proporsi Share Keuntungan: - Modal & Share Keuntungan - Harga Tanah - Investasi

Pola Kerja Sama: - Pengadaan Lahan - Pengelolaan Pelaksanaan - Pembiayaan - Pemasaran

Implikasi Bagi Konsumen: - Afordabilitas

Implikasi Bagi Konsumen: - Harga Rumah - Jumlah Rumah - Design Rumah

Gambar : Kerangka Penelitian. Metoda pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara studi literatur, pengamatan langsung dan melakukan wawancara langsung dengan nara sumber yaitu: Perum Perumnas, PT Wijaya Karya Realty dan PT Masagi, untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan bisnis dalam pengembangan perumahan dan permukiman yang dijalankannya. KERJA SAMA BISNIS PERUMAHAN Kerja sama bisnis di bidang perumahan diselenggarakan untuk membentuk suatu sinergi dari potensi-potensi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Potensi-potensi yang ada dalam bisnis perumahan sebagai objek perjanjian kerja sama antara lain penyediaan lahan/tanah, modal/keuangan, dan pelaksanaan pembangunan konstruksi perumahan. Suatu perusahaan yang mampu memiliki ketiga unsur tersebut biasanya kurang tertarik untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan lain. Dilakukannya kerja sama karena adanya kekurangan atas potensi yang dimiliki dari suatu perusahaan sehingga perusahaan tersebut menggandeng perusahaan lain sebagai mitra agar dapat terpenuhi kemampuan Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

7

untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang akan dilaksanakan. Kerja sama juga biasa dilaksanakan untuk mendapatkan peluang di bidang pemasaran akibat dari kurang besarnya pengalaman pekerjaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau tidak dimilikinya teknologi untuk melaksanakan pekerjaan sebagai sasaran pemasaran. Diselenggarakannya kerja sama dimaksudkan untuk mengadakan sharing pelaksanaan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dan sharing terhadap risiko yang terjadi serta sharing atas keuntungan yang diperoleh, sedangkan tujuan dari kerja sama tersebut adalah agar dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak yang berkepentingan. Penyelenggaraan kerja sama harus dituangkan secara tertulis hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam suatu perjanjian kerja sama, sehingga diperoleh suatu kondisi yang jelas dan mengikat terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak tersebut. Disamping itu untuk mengantisipasi adanya ingkar janji dari salah satu pihak dan memudahkan penyelesaian jika terjadi perselisihan, maka suatu perjanjian harus memiliki ikatan secara hukum yang kuat, untuk itu suatu perjanjian kerja sama harus disyahkan secara hukum, dalam hal ini dilakukan didepan notaris dan disyahkan oleh notaris tersebut. Pelaksanaan kerja sama adalah pelaksanaan terhadap klausul-klausul yang dibuat dalam perjanjian kerja sama, yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan kerja sama sesuai dengan tanggung jawab yang menjadi beban masing-masing pihak. Namun demikian masing-masing pihak harus bersinergi, agar dicapai suatu kondisi yang baik didalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan dari semua pihak yang terkait. Parwoto, dalam Kajian Empiris Kemitraan Dalam Pembangunan Perumahan (1997), menyatakan bahwa ada lima prinsip dasar agar kemitraan dapat berjalan lancar yang disebut prinsip PACTS yaitu: 1 1. Partisipasi (participation), artinya semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapat, memutuskan hal-hal yang langsung menyangkut nasibnya dan bertanggung jawab atas semua keputusan yang telah disepakati bersama. 2. Akseptasi (acceptance), artinya kehadiran tiap pihak harus diterima oleh pihak lain apa adanya dan dalam kesetaraan. 3. Komunkasi (communication), artinya masing-masing pihak harus mau dan mampu mengkomunikasikan dirinya sehingga dapat dilakukan koordinasi dan sinergi. 4. Percaya (trust), artinya masing-masing pihak harus dapat mempercayai dan dipercaya atau saling percaya karena tidak mungkin suatu hubungan kerja sama yang intim dibangun diatas kecurigaan atau saling tidak percaya. 5. Berbagi (share), artinya masing-masing harus mampu membagi diri dan miliknya untuk mencapai tujuan bersama dan bukan satu pihak saja yang harus berkorban atau memberikan segalanya sehingga tidak lagi proporsional. Dari uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam kerja sama masing-masing pihak harus bersinergi, saling membantu, membangun hubungan yang harmonis dan berperan aktif dalam menjalankan perannya pada pelaksanaan kerja sama. Peluang kerja sama antara berbagai pihak yang bergerak di bidang bisnis perumahan dan permukiman seperti BUMN, BUMD, Koperasi, badan usaha swasta, 1

Sumber: Prosiding, Seminar Nasional Kemitraan Dalam Pembangunan Perumahan, Yogyakarta 1997. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 8

sangat dimungkinkan dan didukung oleh adanya undang-undang nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Dari sisi pelaku bisnis perumahan dan permukiman terdapat kondisi dimana kemampuan untuk memenuhi peluang pasar perumahan yang ada masih sangatlah kurang, hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki pelaku bisnis, baik dari sisi modal, lahan, sumber daya, teknologi dan sebagainya. Sementara itu, ditinjau dari pelaksanaan kerja sama, telah banyak dilakukan antara berbagai pihak yang bergerak di bidang bisnis perumahan, sehingga dapat disimpulkan bahwa peluang kerja sama dalam bisnis perumahan dan permukiman sangatlah mungkin untuk dilaksanakan, dan bahkan penulis menilai bahwa kerja sama merupakan salah satu solusi untuk mendorong percepatan untuk penyediaan perumahan dan permukiman. Secara umum bentuk kerja sama yang biasa diterapkan dalam bisnis antara lain : Joint Venture, Joint Operation dan Build Operated and Transfer. Joint Venture Joint Venture adalah kerja sama antar dua atau lebih perusahaan, untuk tujuan membentuk badan usaha baru, yang sama sekali terpisah secara hukum dengan perusahaan-perusahaan pendirinya. (Asiyanto, 2005). Pada bentuk kerja sama Joint Venture, masing-masing perusahaan pendiri mengirimkan satu personil yang duduk sebagai pemegang saham pada perusahaan baru yang dibentuk bersama. Perusahaan baru ini memiliki status hukum yang terpisah dengan perusahaan pendirinya. Organisasinya juga terpisah/tidak terkait dengan organisasi perusahaan pendiri. Jadi disini batasan tanggung jawab, risiko dan keuntungan adalah seperti tanggung jawab pemegang saham, yaitu hanya sebatas jumlah sahamnya saja. Joint Operation Joint Operation adalah kerja sama antar dua atau lebih perusahaan yang sifatnya tidak membentuk badan usaha baru, tetapi masih menggunakan badan usaha masingmasing. (Asiyanto, 2005). Joint Operation ada dua jenis yaitu Integrated Joint Operation dan Portion Joint Operation. Integrated Joint Operation adalah bahwa perusahaan yang bekerja sama, bergabung menjadi satu kesatuan organisasi pelaksanaan dan memiliki tanggung jawab memikul risiko serta memperoleh keuntungan secara bersama, dengan pembagian sesuai share-nya masing-masing. Adapun Portion Joint Operation adalah bahwa tiap-tiap perusahaan yang bekerja sama membentuk organisasi pelaksanaan sendiri-sendiri untuk menangani bagiannya masing-masing, kemudian bergabung menjadi satu organisasi untuk keperluan dengan pihak external (owner dan lain-lain). Tanggung jawab, risiko dan keuntungan dibagi-bagi secara terpisah sesuai dengan porsi/bagian yang dikerjakan masing-masing. Sedangkan tanggung jawab kepada pihak external kerja sama tersebut, diwakili oleh salah satu anggota yang ditunjuk sebagai leader. (Asiyanto, 2005). Bentuk kerja sama Integrated Joint Operation, masing-masing perusahaan pendiri dalam operasionalnya mengirimkan personil yang memiliki kompetensi yang seimbang untuk ditempatkan sesuai bidangnya dalam satu kesatuan struktur organisasi yang disepakati bersama. Dalam permodalan pendiri melakukan kesepakatan tentang berapa besar share yang harus di tanggung oleh masing-masing pendiri, dimana nilai share masing-masing merupakan penentuan dalam memikul beban tanggung jawab, risiko, maupun keuntungannya. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 9

Sedangkan untuk kerja sama Portion Joint Operation, tiap-tiap perusahaan yang melakukan kerja sama membentuk organisasi pelaksanaan sendiri-sendiri untuk menangani pekerjaan sesuai porsi/bagian pekerjaan masing-masing, kemudian bergabung menjadi satu organisasi untuk keperluan dengan pihak eksternal (owner dan lain-lain). Dalam tanggung jawab kepada eksternal kerja sama tersebut diwakili oleh salah satu anggota yang ditunjuk sebagai leader. Karena penanganan pekerjaan dibagi sesuai dengan bagian masing-masing, maka tanggung jawab, risiko dan keuntungan yang diperoleh adalah sesuai dengan porsi pekerjaan yang ditangani, jadi disini dapat dikatakan seperti perusahaan yang berdiri sendiri, sementara urusan eksternal merupakan tanggung jawab bersama.

DESKRIPSI KASUS STUDI Gambaran Umum Perusahaan Objek Penelitian Perusahaan sebagai objek penelitian terdiri dari tiga perusahaan yaitu Perum Perumnas, Wika Realty dan PT Masagi. Perum Perumnas untuk mewakili unsur dari pemerintah, yang mana kegiatannya tidak sepenuhnya berorientasi bisnis, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah sederhana dan rumah menengah dan rumah susun: rusunawa dan rusunami, kelompok sasaran pasar produk perumahan adalah diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Wika Realty untuk mewakili perusahaan BUMN, yang kegiatannya berorientasi bisnis dan tidak secara langsung mengemban misi pemerintah, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah menengah dan rumah mewah, kelompok sasaran pasar produk perumahan adalah diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. PT Masagi untuk mewakili perusahaan swasta murni yang kegiatannya berorientasi bisnis, jenis produk perumahan yang dikembangkan terdiri dari landed house: rumah menengah dan rumah mewah, kelompok sasaran pasar produk perumahannya adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Sistem Kerja Sama Persamaan yang terjadi dalam sistem kerja sama antara ketiga objek penelitian adalah dalam penerapan kerja sama tidak membentuk badan usaha baru dan perjanjian kerjasama dibuat bersama-sama dengan mitra usahanya dan disahkan dihadapan notaris. Perbedaan yang terjadi dalam sistem kerja sama antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah pemberian nama kerja sama, perbedaan pemberian nama ini terkait dengan perbedaan objek kerja sama yang menjadi porsi sharing dalam bekerja sama dengan mitra usahanya masing-masing, yaitu untuk Perum Perumnas sebagai penyedia lahan dan penyertaan modal, untuk Wika Realty sebagai pihak pengembang lahan dan pembangun perumahan, sedangkan PT Masagi sebagai pihak pengembang lahan saja, pembangun perumahan dilakukan oleh PT Masagi namun tidak menjadi porsi sharing dalam kerja sama, artinya akibat yang terjadi pada pembangunan perumahan baik biaya, risiko dan keuntungannya menjadi porsi PT Masagi, kondisi ini terjadi karena mitra tidak menanamkan modal secara finansial untuk membiayai pembangunan perumahan beserta fasilitasnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 10

Tabel : Pembagian Porsi Sharing Kerja Sama No.

Kerja Sama Usaha

Uraian

Perumnas 1

Peyediaaan Lahan

2

Pengembangan Lahan

3

Pembangunan Perumahan

Mitra

Kerja Sama Operasi Wika Realty

Mitra

Kerja Sama PT Masagi

Mitra

Keterangan : Objek Kerja Sama Pembangunan perumahan dan fasilitasnya oleh PT Masagi namun bukan sebagai objek yang dikerjasamakan dengan Mitra

Perbedaan yang lain adalah penetapan share keuntungan, untuk Perum Perumnas ditetapkan berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai penyertaan, sedangkan untuk Wika Realty dan PT Masagi ditetapkan secara negosiasi dengan mitra usahanya. Pemilihan mitra usaha sebagai partner dalam bekerja sama juga terjadi perbedaan yaitu untuk Perum Perumnas dilakukan melalui seleksi calon mitra, sementara untuk Wika Realty dan PT Masagi, calon mitra usaha dipilih atas dasar mempertemukan kepentingan dua perusahaan dan ditetapkan melalui kebijakan direksi. Sistem Pengadaan Lahan Persamaan dalam sistem pengadaan lahan antara ketiga objek penelitian adalah dalam hal perolehan lahan dilakukan melalui proses akuisisi lahan baik milik masyarakat, pemerintah maupun badan usaha swasta, dimana harga lahan ditentukan melalui negosiasi dengan pemilik lahan tersebut. Terkait dengan kerja sama yang akan dilakukan dengan mitra usahanya, maka lahan hasil akuisisi dari beberapa pemilik lahan harus disertifikatkan menjadi satu sertifikat induk sebagai hak milik objek penelitian, hal ini untuk memudahkan dalam operasional kerja sama yang akan dilakukan seperti pada saat pemecahan sertifikat induk menjadi sertifikat masing-masing konsumen pembeli produk perumahan. PL1

A D

PL2

B PL4

C

Sertifikat Pemilik Awal

Milik Penyedia Lahan (PL)

PL3

Sertifikat Hasil Akuisisi

K

K

K

K

K

K

Jalan K

Sertifikat Induk

K

K

Pemecahan Sertifikat Induk Kepada Konsumen

Gambar : Bagan Perubahan Sertifikat Tanah Penetapan harga tanah mentah dalam kerja sama, ditetapkan melalui appraisal dengan menggunakan jasa konsultan appraisal agar dicapai kondisi penilaian harga tanah mentah yang adil. Penetapan harga jual tanah matang dalam kerja sama, ditetapkan melalui Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

11

kesepakatan dengan mitra usahanya, yang mana perhitungannya berdasarkan harga tanah mentah dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan lahan ditambah keuntungan yang akan diperoleh dalam kerja sama tersebut. Lahan yang akan dikerjasamakan dilakukan studi kelayakan, baik aspek teknis, aspek teknologi dan aspek pemasaran, untuk menilai layak atau tidak layak lahan tersebut dikembangkan untuk perumahan dan permukiman. Perbedaan dalam sistem pengadaan lahan antara ketiga objek penelitian adalah pada pembagian keuntungan oportuniti akibat kenaikan harga tanah yang dikerjasamakan. Untuk Perum Perumnas pembagian keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah dihitung mengikuti prosentase nilai penyertaan, adapun untuk Wika Realty dan PT Masagi ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra usahanya. Manajemen Pelaksanaan Pembangunan Persamaan dalam sistem manajemen pelaksanaan pembangunan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dibentuknya organisasi pelaksanaan yang terdiri dari top management dan project management, anggota top management beranggotakan empat orang yang terdiri dari wakil kedua belah pihak yang bekerja sama masing-masing dua orang. Masing-masing anggota top management memiliki kekuatan suara yang sama dalam pengambilan keputusan operasional kerja sama. Project management bertugas sebagai pelaksana kegiatan kerja sama dan pelaksana kebijakan top management. Perbedaan dalam sistem manajemen pelaksanaan pembangunan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah penetapan keanggotaan project management, untuk Perum Perumnas dan Wika Realty ditetapkan melalui kebijakan top management, karena kedua belah pihak ingin mendapatkan tingkat kepercayaan dan rasa aman terhadap kinerja project management. Sedangkan untuk PT Masagi pemilihan anggota project management ditetapkan melalui kebijakan PT Masagi, karena mitra telah memiliki kepercayaan dan rasa aman dalam bekerja sama dengan PT Masagi. Panduan kinerja project management untuk Perum Perumnas dan Wika Realty dibuat oleh top management sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan kerja sama dan sebagai alat monitoring serta kontrol bagi top management terhadap pelaksanaan kegiatan kerja sama, sedangkan untuk PT Masagi pelaksanaan kegiatan kerja sama mengacu kepada instruksi kerja PT Masagi, karena mitra telah memiliki kepercayaan terhadap kinerja PT Masagi. Sistem Pendanaan/Pembiayaan. Persamaan dalam sistem pendanaan/pembiayaan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam penyediaan dana sebagai modal untuk membiayai kegiatan keja sama menjadi tanggung jawab masing-masing, diluar tanggung jawab kerja sama dan aset-aset milik kerja sama tidak diperbolehkan sebagai anggunan/jaminan hutang kepada pihak lain diluar kerja sama. Perbedaan dalam sistem pendanaan/pembiayaan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam hal pembagian porsi tanggung jawab pembiayaan, untuk Perum Perumnas membiayai yang berkaitan dengan lahan dan mitra usahanya membiayai yang berkaitan dengan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya, adapun untuk Wika Realty dan PT Masagi membiayai yang berkaitan dengan pengembangan lahan dan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya sementara Mitra usahanya sebagai pihak yang membiayai penyediaan lahan. Pembagian Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 12

dalam pembiayaan ini terkait dengan pembagian objek yang dikerjasamakan dan biaya yang dikeluarkan merupakan nilai penyertaan masing-masing. Dalam kegiatan operasional keuangan membentuk rekening bank operasional untuk Perum Perumnas atas nama Mitra usahanya, untuk Wika Realty atas nama Wika Realty dan untuk PT masagi atas nama PT Masagi, rekening bank ini berfungsi untuk menyimpan uang hasil dropping dana dari kantor pusat perusahaan masing-masing yang berfungsi untuk membiayai kegiatan kerja sama terkait dengan pembangunan perumahan beserta fasilitasnya. Sistem Pemasaran/Penjualan Persamaan dalam sistem pemasaran/penjualan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dibentuknya rekening bank bersama untuk menampung hasil penjualan produk perumahan yang dihasilkan, pembayaran terhadap penyertaan masing-masing dilakukan dengan mentranfer dari rekening bank bersama ini ke rekening bank perusahaan masing-masing sesuai share yang telah cair. Perbedaan dalam sistem pemasaran/penjualan antara ketiga objek penelitian dalam bekerja sama dengan mitra usahanya adalah dalam hal tanggung jawab pelaksanaan pemasaran dan penjualan baik promosi dan administrasinya, untuk Perum Perumnas menjadi tanggung jawab Mitra usahanya, untuk Wika Realty menjadi tanggung jawab Wika Realty dan untuk PT Masagi menjadi tanggung jawab PT Masagi, hal ini terkait dengan pembagian peran yang ditetapkan dalam perjanjian. Harga jual produk perumahan untuk Perum Perumnas ditetapkan secara bersama dengan mitra usahanya namun berpatokan kepada peraturan pemerintah karena Perum Perumnas merupakan BUMN yang mengemban misi pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Untuk Wika Realty harga jual produk perumahan ditetapkan bersama dengan mitra usahanya, karena kedua belah pihak berkepentingan terhadap hasil penjualan terkait dengan keuntungan yang akan dinikmati. Sedangkan untuk PT Masagi harga produk perumahan ditetapkan oleh PT Masagi karena batasan kerja sama dengan mitra usahanya terbatas sampai dengan pengembangan lahan saja, sementara nilai harga jual tanah matang telah ditetapkan sebelumnya. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pendekatan Analisis dan pembahasan dalam penelitian ini memfokuskan pada aspek-aspek yang diterapkan dalam kerja sama, selanjutnya penerapan aspek-aspek tersebut oleh ketiga perusahaan objek penelitian diperbandingkan untuk mengetahui persamaan dan perbedaannya. Langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi bentuk kerja sama, pengkajian tentang dominasi pengambilan keputusan, proporsi keuntungan, transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan kerja sama serta memberikan interpretasi implikasi bagi konsumen. Penyajian analisis dan pembahasan disajikan dalam bentuk uraian singkat dan membuat hubungan-hubungan untuk memahami apa yang terjadi. Aspek-aspek yang akan dibahas dalam analisis dan pembahasan meliputi: 1. Persamaan dan perbedaan dalam penerapan kerja sama oleh objek penelitian. 2. Identifikasi pola kerja sama. 3. Dominasi dalam pengambilan keputusan. 4. Proporsi dalam share keuntungan. 5. Transparansi dan akuntabilitas dalam kerja sama, dan Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 13

6. Implikasi bagi konsumen. Setelah dilakukannya analisis dan pembahasan selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dan interpretasi yang diperoleh dari proses analisis, serta memberikan rekomendasi hasil penelitian dan rekomendasi penelitian lanjutan. Persamaan Ketiga objek penelitian memiliki persamaan dalam melaksanakan kerja sama yaitu: 1. Dalam bekerja sama tidak membentuk badan usaha baru, karena kerja sama yang diterapkan menganut pola kerja sama joint operation yaitu kerja sama antara dua perusahaan atau lebih yang sifatnya tidak membentuk badan usaha baru, tetapi masih menggunakan badan usaha masing-masing. Alasan menganut pola kerja sama joint operation karena dalam kerja sama ini dibatasi oleh jangka waktu yaitu sampai dengan produk perumahan terjual habis, sementara pada proyek selanjutnya dibuat lagi dengan kerja sama yang baru. Ditinjau dari sistem perpajakan, dalam kerja sama ini menjadi tanggung jawab masing-masing yang bekerja sama, artinya tanggung jawab perpajakan tidak menjadi satu perusahaan. 2. Perjanjian kerja sama dibuat bersama dihadapan dan disahkan oleh Notaris, karena pengikatan perjanjian secara hukum yang sah sangat diperlukan, agar peraturan yang disepakati mendapatkan jaminan perlindungan secara hukum, sehingga dapat menjaga agar salah satu pihak tidak ingkar janji dan apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan secara hukum yang sah. 3. Lahan sebagai objek kerja sama dilakukan sertifikasi tanah induk sebagai milik dari pihak penerima share penyedia lahan untuk meyakinkan pihak penerima share pembangun bahwa modal investasi yang ditanamkan oleh pihak penerima share penyedia lahan memiliki kekuatan hukum yang sah dan untuk mempermudah dalam proses pemecahan sertifikat kepada konsumen. 4. Harga tanah mentah ditetapkan melalui appraisal untuk mendapatkan kondisi penilain harga yang mendekati kondisi yang sesungguhnya. Appraisal harga lahan biasa menggunakan jasa pihak ketiga yaitu konsultan appraisal yang independen untuk mendapatkan penilaian yang adil bagi kedua belah pihak. 5. Penetapan harga tanah matang ditetapkan dan disepakati bersama. Penetapan harga tanah matang terkait dengan harga produk perumahan, sehingga perhitungan harga dilakukan dengan mempertimbangkan faktor biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang akan diambil serta strategi pemasaran yang diterapkan. Kedua belah pihak memiliki kepentingan dalam penetapan harga ini karena terjualnya produk perumahan merupakan kepentingan dari kedua belah pihak untuk memperoleh keuntungan. 6. Sebelum dilakukan kerja sama dilaksanakan studi kelayakan dan analisa peluang pasar, untuk menilai layak atau tidaknya bisnis yang akan dijalankan sebagai bahan dalam mengambil keputusan dilakukannya kerja sama pada lahan yang akan dikembangkan. 7. Dibentuk organisasi pelaksanaan yang terdiri dari top management dan project management. Dibentuk top management berfungsi untuk menetapkan kebijakan dan sebagai pengambil keputusan terkait dengan kerja sama dan untuk melakukan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh project management. Fungsi dari project management adalah sebagai pelaksana pekerjaan dan pelaksana kebijakan yang ditetapkan oleh top management. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

14

8. Keanggotaan top management adalah 4 (empat) personil yang terdiri dari wakil kedua belah pihak, masing-masing 2 (dua) orang. Kondisi ini ditempuh agar apabila salah satu berhalangan, maka ada personil yang mewakili. Anggota top management memiliki kekuatan suara yang sama, karena kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang sama dalam kerja sama. 9. Penyediaan dana sebagai modal dalam kerja sama menjadi tanggung jawab masingmasing, karena modal dalam kerja sama tersebut adalah merupakan penyertaan dari masing-masing. 10. Dibentuk rekening bank bersama (joint account) untuk menampung hasil penjualan produk perumahan agar memudahkan dalam memonitor pendapatan. 11. Pembayaran share masing-masing pihak dilakukan dengan cara transfer dana dari joint account ke rekening bank masing-masing sesuai nilai share penyertaan yang telah cair dan periode pencairan diatur dalam perjanjian kerja sama. Persamaan-persamaan tersebut diatas terjadi akibat adanya kesamaan persepsi, latar belakang dan kebijakan yang dibuat oleh ketiga objek penelitian terhadap aspekaspek yang dikerjasamakan. Perbedaan Ringkasan perbedaan dalam aspek-aspek kerja sama antara objek penelitian dalam melaksanakan kerja sama seperti yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

15

Tabel : Perbedaan Dalam Aspek Kerja Sama No.

Uraian

Perum Perumnas

Wika Realty

PT Masagi

A. SISTEM KERJA SAMA 1

Nama Kerja Sama

Kerja Sama Usaha (KSU)

Kerja Sama Operasi (KSO)

-

2

Objek Kerja Sama

Penyediaan Lahan, Penyertaan Modal Pembangunan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

Pengembangan Lahan, Pembangunan Perumahan.

3

Pemilihan Mitra Usaha

Dilakukan seleksi melalui proses pemilihan mengacu aturan yang dibuat Perumnas.

Mempertemukan kepentingan dua Mempertemukan kepentingan dua perusahaan melalui kebijakan perusahaan melalui kebijakan direktur utama. direksi.

4

Penetapan jangka waktu kerja sama

Satu tahun dan dapat diperpanjang

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

Ditetapkan sesuai kesepakatan dengan mitra usaha dan dapat diperpanjang.

5

Penetapan Share Keuntungan

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan prosentase share penyertaan.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

Share keuntungan ditetapkan berdasarkan negosiasi.

B. SISTEM PENGADAAN LAHAN 1 Perolehan Lahan melalui kerja sama.

2

Pembagian Keuntungan Oportuniti kenaikan harga tanah dengan mitra usaha.

C. SISTEM MANAJEMEN PELAKSANAAN 1 Keanggotaan Project Management

2

Panduan kinerja Project Management.

D. SISTEM PENDANAAN/PERBEDAAN 1 Pembagian Share Keuntungan

Melalui Kerja sama pengadaan Tidak melakukan kerja sama lahan dengan pemerintah/ badan perolehan lahan, lebih menekankan kerja sama bidang usaha/koperasi/yayasan dll. perumahan dan permukiman.

Tidak melakukan kerja sama perolehan lahan, lebih menekankan kerja sama bidang perumahan dan permukiman.

Keuntungan oportuniti kenaikan Keuntungan oportuniti secara otomatis dibagi sesuai prosentase harga lahan ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra. share masing-masing.

Keuntungan oportuniti kenaikan harga lahan ditetapkan melalui negosiasi dengan mitra.

Anggota Project Management sesuai dengan persetujuan dari Management Committee.

Anggota Manajemen Kawasan sesuai dengan persetujuan dari Board Of Director.

Anggota Manajemen Pelaksanaan Proyek ditentukan oleh PT Masagi.

Mengacu kepada Standing Procedure, yang dibuat oleh Management Committee.

Mengacu kepada Kebijakan Operasional Kawasan, yang dibuat oleh BOD.

Mengacu kepada instruksi kerja PT Masagi.

Berdasarkan prosentase dari penyertaan, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyertaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntungan dari total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah + bangunan).

Prosentase share keuntungan ditetapkan melalui negosiasi, yang diberlakukan terhadap keuntunga total penyertaan (penyediaan lahan + pengembangan tanah).

2

Tanggung Jawab Biaya

Perumnas membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Mitra membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Wika Realty membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

Mitra membiayai yang berkaitan dengan tanah/lahan sedangkan Masagi membiayai segala hal yang berkaitan dengan pengembangan tanah dan konstruksi bangunan.

3

Rekening Bank Operasional

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Perusahaan Mitra.

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama Wika Realty

Dibentuk rekening bank untuk keperluan pembiayaan operasional pembangunan atas nama PT Masagi.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama, berpatokan pada peraturan pemerintah.

Harga jual produk perumahan ditetapkan bersama.

Harga jual produk perumahan ditetapkan PT Masagi.

E. SISTEM PEMASARAN/PENJUALAN 1 Harga Jual Produk Perumahan

Perbedaan-perbedaan dalam aspek kerja sama dikarenakan adanya perbedaan pada latar belakang, persepsi dan kebijakan masing-masing objek penelitian terhadap aspek-aspek yang dikerjasamakan. Sebagai contoh pada penetapan harga jual produk perumahan oleh Perum Perumnas adalah dengan mempertimbangkan harga jual rumah yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, hal ini dilatarbelakangi oleh karena Perum Perumnas merupakan perpanjangan tangan pemerintah yang mengemban misi pemerintah untuk membantu penyediaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, jadi hal ini menunjukkan bahwa disamping faktor bisnis, perumnas juga mengemban misi sosial bagi kepentingan masyarakat yang kurang mampu. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

16

Objek kerja sama pada PT Masagi dengan Mitra usahanya adalah Penyediaan Lahan dan Pengembangan Lahan, sementara pembangunan rumah/perumahan dibangun oleh PT Masagi namun tidak dimasukkan sebagai objek kerja sama, karena persepsi yang terjadi pada kondisi ini adalah bahwa pihak penyedia lahan tidak memberikan penyertaan terhadap pembangunan perumahan karena semua biaya tentang pembangunan perumahan tersebut ditanggung oleh PT Masagi. Dalam kondisi ini pihak penyedia lahan akan kehilangan keuntungan akibat dari porsi bangunan. Identifikasi Pola Kerja Sama Pelaksanaan pekerjaan dalam kerja sama objek penelitian ditangani secara bersama-sama dengan pembagian tugas masing-masing, yaitu salah satu pihak memikul tanggung jawab pengembangan lahan dan pelaksanaan pembangunan konstruksi dan pihak yang lain menangani penyediaan lahan. Pelaksanaan tanggung jawab operasional kerja sama menggunakan perusahaan masing-masing atau tidak membentuk badan usaha baru, namun dibentuk satu kesatuan organisasi yaitu top management dan project management. Pembagian risiko dan memperoleh keuntungan adalah sesuai share yang ditetapkan dan disepakati bersama dalam perjanjian kerja sama. Secara teori dijelaskan bahwa Integrated Joint Operation adalah suatu kerja sama antara dua pihak atau lebih yang tidak membentuk badan usaha baru, artinya masih menggunakan perusahaan masing-masing, dalam operasional kerja sama bergabung menjadi satu kesatuan organisasi pelaksanaan dan memiliki tanggung jawab, memikul risiko dan memperoleh keuntungan secara bersama, dengan pembagian sesuai sharenya masing-masing. Dengan melihat ciri-ciri pada kondisi diatas dapat diidentifikasi bahwa pola kerja sama yang dilaksanakan oleh ketiga perusahaan tersebut adalah Integrated Joint Operation, kerena dilihat dari kriterianya menunjukkan ciri-ciri dari pola kerja sama Integrated Joint Operation yaitu kerja sama tidak membentuk badan usaha baru, operasional kerja sama dibentuk organisasi pelaksanaan yang beranggotakan dari kedua belah pihak, dalam memikul tanggung jawab dan risiko serta memperoleh keuntungan dibagi sesuai nilai share masing-masing. Dominasi Aspek Teknik dan Teknologi Pihak penyediaan lahan memiliki keterbatasan antara lain: dalam penguasaan aspek teknik dan teknologi terkait dengan pembangunan perumahan, dan keterbatasan kemampuan dalam penanganan pekerjaan karena adanya proyek yang lain yang sedang ditangani sementara sumber daya yang dimiliki terbatas. Pihak pembangun memiliki kemampuan dalam penguasaan dan pengetahuan dalam aspek teknik dan teknologi pembangunan perumahan, karena merupakan core business bidang usaha yang dijalankan. Perbedaan kondisi tersebut diatas menunjukkan bahwa pihak pembangun lebih mendominasi pihak penyedia lahan, sehingga dominasi pihak pembangun merupakan posisi tawar yang baik untuk menarik pihak penyedia lahan agar mau bekerja sama dengan pihak pembangun dalam bisnis pengembangan perumahan dan permukiman. Aspek teknik dalam pelaksanaan pembangunan meliputi perencanaan, perancangan dan penetapan spesifikasi teknik untuk produk perumahan yang akan dibangun, sedangkan aspek teknologi meliputi teknologi bahan dan teknologi pelaksanaan pembangunan. Setelah terjalinnya kerja sama antara pihak pembangun dengan pihak penyedia lahan, terdapat kondisi dimana aspek teknik dan teknologi Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 17

mendominasi pengambilan keputusan dalam operasional kerja sama. Pemilihan teknik dan teknologi yang digunakan dapat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan, sehingga mengakibatkan perubahan nilai penyertaan. Sebagai contoh penggantian penggunaan kayu untuk rangka atap menjadi baja profil akan mempengaruhi biaya pembangunan, sehingga nilai penyertaan pihak pembangun akan terjadi perubahan. Dominasi Dalam Manajemen Pelaksanaan Pembangunan Anggota dari top management memiliki kedudukan dan kekuatan suara yang sama dalam pengambilan keputusan artinya bahwa kedudukan dan kekuatan suara mengabaikan besaran nilai penyertaan modal, sehingga pada jajaran top management kedua belah pihak memiliki dominasi dalam pengambilan keputusan pada kedudukan yang seimbang. Keseimbangan dominasi ini terkait dengan penilaian bahwa meskipun pihak penerima share penyedia lahan memiliki nilai penyertaan yang lebih kecil dari pada penerima share pembangun, namun nilai keuntungan dari kerja sama lebih besar berasal dari penyertaan lahan dan lahan merupakan berdirinya bangunan yang sertifikat induknya masih atas nama pihak penerima share penyedia lahan, jadi kondisi ini menimbulkan posisi tawar yang lebih menguntungkan bagi pihak penerima share penyedia lahan. Kekuatan posisi tawar bagi pihak penerima share pembangunan terletak pada nilai penyertaan yang lebih besar, penguasaan teknik, teknologi dan sumber daya. Disini menunjukkan bahwa kedua belah pihak memiliki posisi tawar yang sama kuat, untuk itu pada jajaran top management masing-masing anggota dinilai memiliki kekuatan suara yang sama dalam kerja sama. Dominasi pengambilan keputusan tidak terlepas dari penguasaan informasi terhadap berlangsungnya kegiatan dalam kerja sama dari waktu ke waktu, karena akan berpengaruh kepada ketepatan dalam mengambil keputusan terkait permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kerja sama. Jadi bagi anggota top management yang menguasai informasi tentang kegiatan kerja sama akan lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan kerja sama itu sendiri. Informasi kegiatan kerja sama berasal dari project management sebagai pelaksana operasional kerja sama, personil project management lebih didominasi anggota personil dari pihak penerima share pembangun, karena kedudukannya dalam kerja sama sebagai pembangun. Kondisi ini menunjukkan bahwa dominasi pelaksanaan pembangunan menjadi milik penerima share pembangun, namun karena kegiatan mengacu kepada persetujuan top management, maka pihak penerima share penyedia lahan masih dapat melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pembangunan melalui personilnya yang duduk sebagai anggota top management. Untuk menjaga dominasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pelaksanaan pembangunan, maka pihak penerima share penyedia lahan perlu menempatkan personilnya yang duduk di project management, untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan akurat atas pengelolaan pelaksanaan pembangunan. Dominasi Dalam Pengadaan Lahan Pihak penerima share penyedia lahan lebih mendominasi pihak penerima share pembangun karena memiliki posisi tawar yang lebih menguntungkan dibandingkan pihak penerima share pembangun dalam hal pengambilan keputusan luas lahan yang akan dikerjasamakan. Pengambilan keputusan untuk pelepasan luas lahan sebagai komponen yang akan dilakukan kerja sama, tentunya telah mempertimbangkan apakah luas lahan akan dilakukan pelepasan secara keseluruhan atau dilepas sebagian untuk dikerjasamakan. Pertimbangan tersebut dibutuhkan, mengingat apabila jangka waktu Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 18

pelaksanaan kerja sama cukup lama, maka pelepasan lahan lebih baik tidak keseluruhan, karena pada kerja sama yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, sangat dimungkinkan adanya kenaikan harga pasar tanah mentah sehingga hal ini akan menjadi lebih menguntungkan bagi pihak penerima share penyediaan tanah. Dominasi Dalam Peran Pembiayaan Dominasi peran pembiayaan dapat dikatakan seimbang karena kedua belah pihak sama-sama memiliki keterbatasan yaitu bagi penerima share penyedia lahan memiliki keterbatasan dalam pendanaan dan kemampuan dibidang teknik dan pelaksanaan konstruksi bangunan, sedangkan bagi penerima share pembangun memiliki keterbatasan persediaan lahan. Sehingga dalam pelaksanaan kerja sama dilakukan pembagian peran dalam pembiayaan yaitu bagi penerima share penyedia lahan membiayai yang terkait dengan biaya-biaya penyertaan lahan seperti biaya perolehan lahan dan sertifikasi tanah induk, sedangkan bagi penerima share pembangun, membiayai yang terkait dengan biaya pengembangan lahan termasuk sarana dan prasarananya, serta biaya pembangunan perumahan beserta fasilitasnya. Untuk lebih jelasnya pembagian peran dalam pembiayaan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel : Pembagian Peran Pembiayaan No.

Penerima Share

Uraian

Penyedia Lahan 1

Pengadaan Lahan/Tanah

2

Sertifikasi Tanah Induk

3

Perijinan

4

Perencanaan

5

Pengolahan Tanah

6

Pembangunan Prasarana

7

Pembangunan Sarana/Fasilitas

8

Pembanguanan Rumah

9

Pemecahan Sertifikasi Tanah

Pembangun

Pembagian peran tersebut dibuat dalam rangka untuk mempermudah operasional pelaksanaan kerja sama, karena terdapat kejelasan terhadap tanggung jawab pembiayaan masing-masing. Pembiayaan dikeluarkan dan dikendalikan oleh organisasi pelaksanaan yang menangani pekerjaan konstruksi, yang dipimpin oleh kepala seksi pembangunan dibawah manajer proyek, tugas dan tanggung jawab seksi pembangunan adalah mewujudkan bangunan sesuai dengan site plan, design dan spesifikasi teknik yang disepakati oleh top management. Biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan pembangunan tersebut mengacu kepada rencana anggaran biaya yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh kedua belah pihak yang tertuang dalam perjanjian kerja sama atau dituangkan dalam kebijakan operasional kerja sama. Persoalan yang muncul adalah apabila biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, ternyata berbeda dengan rencana anggaran biaya yang ditetapkan sehingga merubah struktur penyertaan. Untuk itu, diperlukan klausul pada perjanjian kerja sama yang mengakomodasi penyelesaian terhadap masalah adanya perbedaan antara rencana Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

19

anggaran biaya dengan realisasi biaya tersebut, sehingga dimungkinkan terjadinya perubahan nilai penyertaan pada masa jangka waktu kerja sama. Dominasi Dalam Peran Pengawasan Dominasi dalam peran pengawasan dapat dikatakan seimbang, karena dalam kerja sama dibentuk organisasi pelaksanaan yang beranggotakan kedua belah pihak yang dapat saling melakukan kontrol terhadap kegiatan masing-masing. Terhadap tanggung jawab sesuai pembagian sharenya, masing masing pihak tetap berperan untuk mengendalikan tugasnya sesuai yang ditetapkan dalam perjanjian. Pihak penerima share pembangunan berperan sebagai pengendali pelaksana pembangunan yang akan mengendalikan mulai dari perencanaan, pengadaan sumber daya (material, tenaga kerja, peralatan dan kontraktor), pelaksanaan pengembangan lahan dan konstruksi bangunan, pemasaran sampai dengan penyerahan kepada konsumen serta pemeliharaan kawasan termasuk pembiayaannya. Sedangkan pihak penerima share penyedia lahan berperan sebagai pengendali yang terkait dengan masalah lahan/tanah yang meliputi proses pengadaan tanah, perijinan, sertifikasi induk dan pemecahan sertifikat kepada konsumen beserta pembiayaannya. Meskipun peran yang dilakukan terstruktur sesuai tanggung jawabnya, namun demikian kedua belah pihak harus saling bersinergi secara operasional mengingat masing-masing pihak pada dasarnya memiliki kepentingan masing-masing terhadap kerja sama tersebut. Bentuk sinergi yang dimaksud disini adalah bahwa kedua belah pihak menempatkan personilnya didalam organisasi pelaksanaan pada posisi project management agar dapat diperoleh kondisi saling melakukan kontrol terhadap jalannya pelaksanaan pekerjaan dan pembiayaan untuk menghindarkan timbulnya dominasi peran pengawasan dari salah satu pihak kepada pihak lain. Sinergi ini juga diperlukan untuk menjaga agar faktor transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan dapat dijaga dan apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan dengan baik karena kedua belah pihak dapat memahami kondisi yang terjadi, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan oleh kedua belah pihak. Dominasi Dalam Pemasaran dan Penjualan Pelaksanaan pemasaran/penjualan produk perumahan didominasi oleh pihak penerima share pembangun, karena pihak ini lebih berkepentingan terkait dengan cor bisnis yang dijalankan sebagai pengembang perumahan. Dominasi tersebut sudah terlihat mulai saat studi kelayakan pasar, dimana pihak penerima share pembangun lebih berkepentingan untuk memperoleh lahan demi kelangsungan bisnis yang dijalankan. Sementara pihak penerima share penyedia lahan bersifat melakukan penilaian atau koreksi terhadap studi kelayakan pasar tersebut. Dominasi menjadi lebih tampak lagi ketika tanggung jawab tercapainya penjualan sesuai dengan jadwal waktu dibebankan kepada penerima share pembangun. Kegiatan evaluasi terhadap aspek pasar dilakukan mulai pada saat sebelum dilakukannya kerja sama yaitu pada saat studi kelayakan, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran bahwa produk-produk yang dihasilkan dapat diserap pasar sesuai jadual yang ditetapkan. Evaluasi tersebut berlangsung terus menerus hingga produk perumahan yang akan dihasilkan dapat habis terjual. Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tipe rumah yang banyak diminati oleh pembeli, bentuk design rumah dan kemampuan daya beli masyarakat. Jadi pada situasi dimana dinilai minat masyarakat terhadap suatu design berubah, maka produk rumah yang dibangun Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

20

kemudian dimungkinkan akan terjadi perubahan, agar target penjualan produk perumahan dapat tercapai. Dalam hal pelaksanaan penjualan produk perumahan, pihak penerima share pembangun melaksanakan promosi, dan mengurus administrasi terhadap transaksi yang dilakukan dengan konsumen sampai dengan serah terima kunci. Peran penjualan yang didominasi oleh pihak penerima share pembangun karena merupakan tanggung jawabnya sesuai perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Adapun terkait dengan pemecahan sertifikat tanah kepada konsumen, pihak penerima share penyediaan lahan berkewajiban mengurus administrasinya, karena sertifikat tanah induk masih menjadi milik pihak penerima share penyediaan tanah. Untuk itu, kedua belah pihak harus tetap melakukan sinergi dalam operasional kerja sama. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam masalah ini ditanggung oleh kerja sama yang dihitung termasuk dalam share penyertaan pihak penerima share pembangun. Modal dan Sharing Keuntungan Modal yang digunakan untuk membiayai kegiatan dalam kerja sama, masingmasing pihak mengusahakan sendiri-sendiri dan terlepas dari kerja sama, karena modal inilah yang nantinya dinilai sebagai penyertaan. Apabila dalam memperoleh modal dilakukan dengan hutang/meminjam kepada pihak lain, maka kondisi tersebut harus dipisahkan dari kerja sama, untuk membebaskan kerja sama dari adanya perselisihan masalah hutang piutang dengan pihak diluar kerja sama/pihak ketiga, agar kerja sama terhindar dari masalah-masalah yang menggagu pelaksanaan kerja sama tersebut. Sebagai contoh apabila sertifikat induk digunakan sebagai jaminan untuk meminjam uang di bank, maka jika terjadi penjualan produk perumahan akan tidak dapat melakukan pemecahan sertifikat kepada konsumen, sehingga akan mempengaruhi citra dari kerja sama itu sendiri. Pembagian sharing keuntungan yang dilakukan pada kerja sama antara Perum Perumnas dengan Mitra usahanya dihitung nilai prosentase dari penyertaan masingmasing terhadap nilai total penyertaan (penyertaan pengadaan lahan + pengembangan lahan + pembangunan). Untuk kerja sama yang dilakukan antara Wika Realty dengan Mitra usahanya, penentuan share keuntungan dilakukan dengan negosiasi nilai prosentase terhadap total penyertaan. Sedangkan pada kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra usahanya, penentuan share keuntungan dilakukan dengan negosiasi nilai prosentase terhadap penyertaan pengadaan lahan dan pengembangan lahan, tidak termasuk penyertaan pembangunan. Untuk lebih jelasnya tentang penetapan share keuntungan ini dapat dilihat pada simulasi penetapan share keuntungan dalam Tabel dibawah ini.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

21

Tabel : Simulasi Penetapan Share Keuntungan No.

Uraian

Satuan

Kerja Sama Usaha Perumnas

1 Peyediaaan Lahan

Ribu Rp. 30,000,000

2 Pengembangan Lahan

Ribu Rp.

-

Ribu Rp.

-

3 Pembangunan Perumahan Total Masing-masing Penyertaan

Ribu Rp. 30,000,000

TOTAL PENYERTAAN

Ribu Rp.

Mitra

Kerja Sama Operasi Wika Realty

26,000,000

-

Mitra 30,000,000

26,000,000

42,000,000

42,000,000

68,000,000

68,000,000

98,000,000

-

%

30.61%

69.39%

Prosentase Pembagian Share ditetapkan melalui negosiasi

%

-

-

-

Mitra 30,000,000

26,000,000

-

30,000,000

98,000,000

Prosentase Pembagian Share melalui perbandingan penyertaan.

Kerja Sama PT Masagi

50%

26,000,000

56,000,000 -

50%

30,000,000

40%

60%

Keterangan : Pembangunan perumahan pada kerja sama PT Masagi bukan sebagai objek yang dikerjasamakan dengan Mitra.

Kondisi pembagian share yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kebijakan masing-masing perusahan atas standart keuntungan minimum yang harus dicapai, kecepatan perputaran investasi terkait dengan peluang pasar yang ada dan kekuatan posisi tawar yaitu bagi pihak yang memiliki posisi tawar yang kuat akan lebih dominan dalam tawar menawar share keuntungan yang akan disepakati bersama. Keuntungan Harga Tanah Dalam Kerja Sama Dengan dilakukannya kerja sama, maka nilai harga tanah mentah akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan apabila tanpa dikerjasamakan, karena dengan dilakukan kerja sama, akan mendapatkan tambahan keuntungan yaitu keuntungan atas share penyertaan lahan akibat pengembangan lahan, akibat sharing bangunan dan akibat keuntungan oportuniti kenaikan harga lahan. Struktur harga tanah mentah mejadi harga tanah matang dalam suatu kerja sama dapat digambarkan seperti diagram pada Gambar dibawah ini.

Tambahan Keuntungan akibat Share Bangunan

Peningkatan Nilai Harga Tanah Peningkatan Nilai Harga Tanah

Oportuniti Kenaikan Harga Tanah

Tambahan Keuntungan Akibat Kerja Sama

Akibat Share Pengembangan Lahan Oportuniti Kenaikan Harga Tanah

Harga Tanah Mentah Sebelum Kerja Sama

Harga Tanah Mentah Awal

Nilai Harga Tanah Tanpa Kerja Sama

Sebelum Kerja Sama

Setelah Kerja Sama

Gambar : Diagram Struktur Harga Tanah Dalam Kerja Sama Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

22

Keuntungan Investasi Dalam Kerja Sama Untuk mengukur tingkat keuntungan investasi, pada penelitian ini digunakan simulasi perhitungan investasi dengan mengambil kondisi yang sama atas luas lahan, harga satuan lahan, biaya tanah, biaya bangunan, harga penjualan dan keuntungan oportuniti, yang diterapkan terhadap sistem kerja sama yang dilakukan oleh objek penelitian dengan mitra usahanya. Adapun simulasi perbandingan skema pembiayaan perumahan antara ketiga perusahaan tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Angka-angka yang tercantum dalam tabel tersebut adalah angka simulasi yang berfungsi untuk memudahkan dalam melakukan analisa. Untuk itu, diasumsikan terhadap kondisi yang sama antara ketiga jenis kerja sama seperti dalam tabel simulasi yaitu luas lahan mentah sebesar 100.000 m2, luas lahan efektif sebesar 60% atau sebesar 60.000 m2, nilai harga tanah mentah Rp. 300/m2, harga tanah matang Rp. 1.200/m2, biaya pengembangan tanah Rp. 11.500.000, biaya tak langsung Rp. 14.500.000, biaya bangunan Rp. 42.000.000, nilai harga jual tanah patokan awal Rp. 72.000.000, nilai harga jual bangunan Rp. 57.000.000, dan nilai keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah Rp. 6.500.000.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

23

Tabel : Simulasi Perbandingan Skema Pembiayan Perumahan No.

Uraian

- Luas Lahan Mentah - Luas Lahan Efektif - Prosentase Lahan Efektif - Harga Satuan Lahan Mentah - Harga Satuan Lahan Matang

Satuan

m2 m2 % Ribu Rp. Ribu Rp.

A BIAYA TANAH 1 Penyediaan Tanah 2 Pengembangan Tanah 3 Biaya Tak Langsung Total Biaya Tanah Total Biaya Tanah

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

B BIAYA BANGUNAN 1 Biaya Bangunan Total Biaya Bangunan

Ribu Rp. Ribu Rp.

TOTAL BIAYA TOTAL BIAYA Perbandingan Penyertaan (Equity) C PENJUALAN 1 Harga Tanah Patokan Awal 3 Harga Bangunan TOTAL PENJUALAN D Persentase Pembagian Share Komponen Tanah Komponen Bangunan Komponen Tanah & Bangunan

Ribu Rp. Ribu Rp. %

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

% % %

Kerja Sama Usaha Perumnas Mitra

Kerja Sama Operasi Wika Realty Mitra

100,000 60,000 60% 300 1,200

100,000 60,000 60% 300 1,200

30,000,000

30,000,000

100,000 60,000 60% 300 1,200

30,000,000 11,500,000 14,500,000 26,000,000 30,000,000 56,000,000

30,000,000 11,500,000 14,500,000 26,000,000 30,000,000 56,000,000

42,000,000 42,000,000

42,000,000 42,000,000

42,000,000 42,000,000

68,000,000

68,000,000

11,500,000 14,500,000 30,000,000 26,000,000 56,000,000

-

Kerja Sama Masagi Mitra

98,000,000 30.61% 69.39%

72,000,000 57,000,000 129,000,000

30.61%

69.39%

E Nilai Keuntungan Komponen Tanah Komponen Bangunan Total Nilai Keuntungan

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

F Pembagian Keuntungan Komponen Tanah Komponen Bangunan Komponen Tanah & Bangunan Prosentase Terhadap Penyertaan

Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp. Ribu Rp.

9,489,796 21,510,204 31.63% 31.63%

G Keuntungan Oportunity dari kenaikan harga tanah Prosentase Oportunity Nilai Keuntungan Oportunity Nilai Pembagian Opertunity

% Ribu Rp. Ribu Rp.

30.61% 69.39% 6,500,000 1,989,796 4,510,204

H TOTAL KEUNTUNGAN Nilai Total Keuntungan Prosentase terhadap Penyertaan

Ribu Rp. %

11,479,592 26,020,408 38.27% 38.27%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

30,000,000

98,000,000 -

-

72,000,000 57,000,000 129,000,000

50.00%

68,000,000

30,000,000

98,000,000 -

-

72,000,000 57,000,000 129,000,000

50.00%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

46.43% 100.00%

16,000,000 15,000,000 31,000,000

7,428,571 15,000,000 15,500,000 15,500,000 22,428,571 22.79% 51.67% 32.98%

85.00% 15.00% 6,500,000 5,525,000 975,000

53.57% -

8,571,429 8,571,429 28.57%

100.00% 0.00% 6,500,000 6,500,000 -

21,025,000 16,475,000 28,928,571 30.92% 54.92% 42.54%

8,571,429 28.57%

Dari tabel tersebut diatas ditunjukkan bahwa pada kerja sama Perum Perumnas dengan Mitra usahanya, memperoleh keuntungan yang sama yaitu 31,63% pada kondisi sebelum adanya keuntungan oportunity dan pada kondisi setelah adanya keuntungan oportunity perolehan keuntungan adalah sebesar 38,27% terhadap nilai penyertaan masing-masing. Perolehan keuntungan tersebut menunjukkan bahwa skema yang dikembangkan pada kerja sama tersebut, memiliki bargaining position yang sama antara Perum Perumnas dengan Mitra usahanya baik ditinjau sebelum adanya keuntungan oportunity maupun ditinjau sesudah adanya keuntungan oportunity. Sementara pada kerja sama antara PT Masagi dengan Mitra usahanya, keuntungan sebesar 28,57% pada posisi sampai dengan pengembangan lahan, hal ini Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

24

menunjukkan bahwa keduanya memiliki keuntungan yang seimbang. Pada posisi sebelum adanya perhitungan keuntungan oportunity pihak PT Masagi mendapatkan keuntungan 32,98% dan Mitra mendapatkan 28,57 %, kondisi ini diakibatkan karena mitra tidak mendapatkan share keuntungan atas penyertaan bangunan, karena mitra dianggap tidak menanamkan modal pada komponen bangunan tersebut. Total keuntungan PT Masagi sebesar 42,54% dan Mitra mendapatkan 28,57 % setelah diperhitungkannya keuntungan oportunity kenaikan harga tanah. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan PT Masagi berubah menjadi lebih tinggi lagi dibandingkan Mitra uasahanya, karena mitra tidak mendapatkan share keuntungan oportunity kenaikan harga jual tanah efektif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan tersebut terjadi akibat objek kerjasama sebatas pengembangan lahan dan keuntungan oportunity menjadi milik PT Masagi. Sedangkan pada kerja sama antara Wika Realty dengan Mitra usahanya, Wika Realty mendapatkan keuntungan 22,79% terhadap nilai penyertaannya dan Mitra mendapatkan 51,67% terhadap nilai penyertaannya sebelum diperhitungkan keuntungan oportunity, adapun total keuntungan Wika Realty mendapatkan keuntungan 30.92% terhadap nilai penyertaannya dan Mitra mendapatkan 54,92% terhadap nilai penyertaannya. Dari kondisi ini menunjukkan bahwa bargaining position Wika Realty lebih rendah dibandingkan dengan Mitra usahanya karena kondisi pembagian share keuntungan ditetapkan secara negosiasi dengan mitra yaitu sebesar masing-masing 50% pada kondisi sebelum adanya keuntungan oportunity dan pembagian share keuntungan oportunity kenaikan harga tanah disepakati pembagian 85% untuk Wika Realty dan 15% untuk Mitra. Tambahan share keuntungan oportunity kenaikan harga tanah, porsi Wika Realty lebih menguntungkan dibandingkan dengan mitra usahanya, namun secara total penerimaan share keuntungan masih lebih rendah dibandingkan dengan share keuntungan yang diperoleh Mitra. Untuk lebih jelasnya prosentase perolehan keuntungan terhadap nilai penyertaan masing-masing pada simulasi tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel : Simulasi Perbandingan Perolehan Keuntungan No.

Keuntungan

Perumnas

Mitra

Wika Realty

Mitra

PT. Masagi

Mitra

1 Sebelum adanya keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah

31,63%

31,63%

22,79%

51,67%

32,98%

28,57%

2 Sesudah adanya keuntungan oportuniti kenaikan harga tanah

38,27%

38,27%

30,92%

54,92%

42,54%

28,57%

Dilihat dari kondisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa keuntungan yang diperoleh dari komponen penyertaan lahan/tanah lebih menguntungkan dibandingkan dengan komponen penyertaan pembangunan, hal ini terkait dengan kondisi dimana dengan dilakukannya pengembangan tanah, maka akan menimbulkan peluang pasar tanah menjadi meningkat. Negosiasi dalam pembagian share merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu kerja sama karena akan sangat menentukan posisi perolehan keuntungan. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

25

Transparansi Dalam Kerja Sama Pihak-pihak yang bekerja sama berkepentingan untuk menjaga transparansi dalam kegiatan kerja sama, karena apabila kegiatan tidak dilakukan secara transparan akan berakibat tidak tercapainya tujuan dari kerja sama dalam mewujudkan produk perumahan. Salah satu kegiatan yang perlu dilakukan secara transparan adalah pengadaan sumber daya, negosiasi harga sumber daya dengan suplier/kontraktor oleh project management perlu dihadiri oleh kedua belah pihak, hal ini untuk menjaga transparansi dan mencegah adanya kecurigaan adanya kecurangan yang dilakukan oleh salah satu pihak, sehingga penempatan personil yang berkedudukan di project management yang terdiri dari kedua belah pihak akan lebih menjaga dominasi pelaksanaan kegiatan oleh salah satu pihak dan untuk memperoleh keakuratan dan kontinuitas informasi pada pelaksanaan kegiatan kerja sama, serta untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan kerja sama. Pihak penerima share pembangun akan melaksanakan pembangunan dengan anggaran biaya seefisien mungkin, karena biaya yang dikeluarkan mempengaruhi tingkat harga jual produk perumahan yang akan dipasarkan. Menyikapi kondisi tersebut, maka pihak penerima sharing penyedia lahan, harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang konstruksi bangunan terutama masalah anggaran biayanya, untuk menjaga transparansi dalam pengeluaran biaya, hal ini akan bermanfaat untuk melakukan koreksi terhadap nilai sharing yang diajukan oleh pihak penerima share pembangun dan penetapan nilai harga jual tanah matang sebagai komponen dari produk perumahan yang akan dipasarkan. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Organisasi untuk manajemen pendanaan/pembiayaan pada project management dipimpin oleh kepala seksi keuangan dan personalia yang berkedudukan dibawah manajer proyek. Kegiatan yang ditangani adalah terkait dengan masalah akuntansi, keuangan, kepersonaliaan dan umum. Melalui laporan yang dibuat oleh seksi keuangan dan personalia ini informasi tentang pendanaan dan pembiayaan terhadap pelaksanaan pekerjaan secara akuntansi dapat diperoleh sebagai dasar dalam pengendalian dan pengambilan kebijakan masalah keuangan bagi top management. Dalam operasional pembangunan dibentuk rekening bank yang berfungsi untuk pendanaan pelaksanaan pembangunan, uang yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan pekerjaan berasal dari rekening bank ini. Dibentuknya rekening bank ini agar dapat memudahkan dalam monitoring keuangan serta agar tidak tercampur dengan pendapatan dari hasil penjualan sehingga terhindar dari kerancuan dalam memonitor keuangan dan menjaga akuntabilitas pendanaan dan pembiayaan. Hasil penjualan produk perumahan baik berupa uang muka, cicilan, tunai atau KPR ditampung dalam rekening bank bersama (joint account) yang penandatanganan cek atau giro ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang bekerja sama. Dengan adanya rekening bank bersama ini maka kedua belah pihak dapat saling mengontrol berapa jumlah uang masuk dan jumlah uang keluar dari rekening koran yang diterbitkan oleh bank setiap bulannya. Jadi joint account ini dapat bermanfaat sebagai fungsi kontrol oleh kedua belah pihak karena salah satu pihak tidak dapat mencairkan uang dari rekening ini tanpa memperoleh tanda tangan pada cek atau giro dari pihak yang lain. Sehubungan dengan penanggung jawab pemasaran adalah salah satu pihak yang bekerja sama yaitu penerima sharing pengembangan tanah dan/atau pembangunan, namun pihak penerima sharing penyediaan tanah tetap memonitor dan melakukan kontrol hasil dari penjualan produk perumahan melalui top management, sehingga transparansi dan akuntabilitas Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman 26

terhadap hasil penjualan selalu tetap terjaga. Disamping itu mengingat biaya pembangunan juga didanai dari uang yang ada pada rekening ini, maka pihak yang bertanggung jawab atas pencairan uang dari rekening ini harus memberikan perhatian penuh agar kelancaran pembangunan dapat terjaga dengan baik. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan diterbitkannya joint account dan rekening bank operasional dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Pembayaran kepada pihak penerima sharing penyertaan lahan dan penerima sharing pembangunan dicairkan dari rekening bank bersama, yang selanjutnya ditranfer kepada masing-masing pihak. Adapun diagram aliran dana hasil penjualan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

Hasil Penjualan: -Uang Muka -Cicilan -Tunai -KPR

Rekening Bank pihak sharing lahan: - Pembayaran sharing penyediaan lahan. - Pembagian keuntungan.

Rekening Bank Bersama (Joint Account)

Rekening Bank pihak sharing pembangunan: - Pembiayaan pengembangan lahan. - Pembiayaan pembangunan perumahan. - Pembagian keuntungan.

Gambar : Diagram Aliran Dana Hasil Penjualan

Implikasi Bagi Konsumen Konsumen sebagai pembeli produk perumahan terbagi dalam dua kelompok yaitu masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Kelompok konsumen tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya, terkait dengan perbedaan kemampuan daya beli akibat dari perbedaan tingkat pendapatan yang diperoleh setiap bulannya antara kedua kelompok konsumen tersebut. Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Atas Kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan bagi dirinya lebih mementingkan faktor bentuk design rumah, lingkungan, prasarana, sarana dan fasilitas yang ditawarkan oleh pengembang dibandingkan dengan harga yang ditawarkan.Harga rumah yang ditawarkan oleh pengembang tidak menjadi faktor pertimbangan yang utama karena kelompok masyarakat ini secara finansial dapat dikatakan sebagai masyarakat yang telah mampu membiayai kebutuhan penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke atas mampu menjangkau harga jual rumah yang ditawarkan oleh pengembang.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

27

Implikasi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah Ke Bawah Kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, harga yang ditawarkan oleh pengembang menjadi prioritas utama karena tingkat daya beli untuk penyediaan perumahan bagi dirinya dan keluarganya masih rendah, terkait dengan perolehan pendapatan yang rendah setiap bulannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa nilai keuntungan adalah merupakan komponen dalam penetapan harga jual rumah disamping biaya dan over head yang dikeluarkan. Pengembangan perumahan dan permukiman yang dilaksanakan secara kerja sama cenderung membuat harga jual rumah menjadi lebih tinggi, karena tingkat keuntungan ditentukan oleh dua pihak yang bekerja sama, dimana masing-masing pihak memiliki kebijakan penetapan perolehan keuntungan minimum sesuai kepentingan perusahaan masing-masing. Jadi tarik ulur dalam penentuan nilai keuntungan antara dua pihak yang bekerja sama akan mempengaruhi tingginya harga rumah yang akan ditawarkan kepada konsumen. Terkait dengan kelompok konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, penyediaan perumahan yang dilakukan melalui kerja sama memiliki kecenderungan akan lebih membebani secara finansial kelompok konsumen tersebut. Agar kecenderungan pembebanan tersebut dapat dikurangi, maka kedua belah pihak harus dapat mengurangi tingkat keuntungan masing-masing, terutama pada komponen harga jual tanah matang, karena komponen lahan memberikan sumbangan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan komponen bangunan. Implikasi Design dan Jumlah Rumah Kebutuhan akan design rumah yang indah, dengan fasilitas yang lengkap lebih terakomodasi dengan adanya kerja sama, karena permodalan ditanggung oleh dua pihak yang bekerja sama sehingga pengembang lebih dapat leluasa berkreasi tantang design rumah sebagai produk perumahan yang akan dipasarkan. Dengan dilakukannya kerja sama jumlah produk rumah yang dihasilkan akan menjadi lebih banyak, karena kemampuan permodalan menjadi semakin besar.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Ringkasan Temuan Dengan dilakukannya penelitian ini, maka dapat diperoleh beberapa temuan antara lain: 1. Terdapat 3 (tiga) objek kerja sama yaitu Penyediaan Lahan, Pengembangan Lahan (termasuk sarana dan prasarana) dan Pembangunan Perumahan beserta fasilitasnya. 2. Terdapat 2 (dua) kriteria yang dikerjasamakan yaitu: • Penyediaan Lahan dan Pengembangan Lahan. • Penyediaan Lahan, Pengembangan Lahan dan Pembangunan Perumahan. Adanya dua kriteria ini disebabkan karena perbedaan persepsi tentang objek kerja sama yaitu sehubungan pihak penyedia lahan tidak memberikan penyertaan secara finansial pada pembangunan perumahan, maka dianggap tidak mememiliki penyertaan untuk pembangunan perumahan. 3. Penetapan pembagian share keuntungan sebagai berikut: Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

28



4.

5.

6.

7.

8.

Share dihitung berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai kriteria yang dikerjasamakan dan diberlakukan terhadap keuntungan dari kriteria yang dikerjasamakan. • Share dihitung berdasarkan prosentase yang ditetapkan secara negosiasi dan diberlakukan terhadap keuntungan dari kriteria yang dikerjasamakan. Adanya dua jenis penetapan pembagian share keuntungan tersebut, terkait dengan kebijakan perusahaan dalam penerapan kerja sama. Penetapan pembagian share keuntungan oportuniti ditetapkan sebagai berikut: • Share keuntungan oportuniti dihitung berdasarkan prosentase nilai penyertaan masing-masing terhadap total nilai kriteria yang dikerjasamakan, dikalikan dengan nilai keuntungan oportuniti yang diperoleh. • Share keuntungan oportuniti dihitung berdasarkan prosentase yang ditetapkan secara negosiasi, dikalikan dengan keuntungan oportuniti yang diperoleh. Adanya dua jenis penetapan pembagian share keuntungan oportuniti tersebut, terkait dengan kebijakan perusahaan dalam penerapan kerja sama. Dibentuk organisasi pelaksanaan pembangunan yang terdiri dari Top Management dan Project Management, untuk mengatur organisasi operasional pelaksanaan kerja sama terlepas dari perusahaan induk. Diterbitkan Kebijakan Operasional Kawasan/Standing Operation Procedure khusus untuk kerja sama oleh Top Management sebagai panduan khusus untuk pelaksanaan kerja sama, yang harus diikuti oleh Project Management dalam melaksanakan operasional kerja sama. Kerja sama dibebaskan dari tanggung jawab perolehan modal yang diperoleh dari pihak ketiga/pihak diluar kerja sama dan aset milik kerja sama tidak boleh digunakan sebagai jaminan hutang untuk memperoleh modal, karena dapat menghambat berlangsungnya kegiatan kerja sama. Dibentuk 2 (dua) rekening bank yaitu rekening bank bersama (joint account) untuk menampung hasil penjualan produk perumahan dan rekening bank operasional untuk pembiayaan operasional pelaksanaan pembangunan, agar transparansi dan akuntabilitas keuangan dapat terjaga.

Kesimpulan Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain: 1. Kerja sama dalam bidang penyediaan perumahan dan permukiman dapat dipandang sebagai suatu langkah yang dapat meringankan beban permodalan dan pelaksanaan pembangunan, karena modal dan kegiatan operasional pembangunan ditanggung bersama antara pihak-pihak yang bekerja sama. 2. Pola kerja sama Integrated Joint Operation adalah merupakan pola kerja sama yang dapat diterapkan untuk pengembangan perumahan dan permukiman, namun perlu dilakukan pengaturan yang lebih proporsional dalam penetapan aspek-aspek yang dikerjasamakan dan dituangkan dalam perjanjian, agar diperoleh kondisi pembagian tanggung jawab, menanggung risiko dan memperoleh keuntungan yang seimbang antara pihak-pihak yang bekerja sama. 3. Pola pengadaan lahan dengan melakukan kerja sama akan lebih menguntungkan pihak penerima share penyedia lahan, karena perolehan keuntungan harga tanah menjadi lebih besar dibandingkan dengan tidak dilakukan kerja sama, akibat dari Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

29

tambahan share keuntungan atas penyertaan pengembangan lahan dan pembangunan perumahan. 4. Dominasi dalam pengambilan keputusan dapat di cegah dengan dibentuknya organisasi top management yang memiliki kekuatan suara yang sama bagi masingmasing anggotanya. Transparansi dan akuntabilitas dalam operasional kegiatan kerja sama dapat terjaga dengan diterbitkannya kebijakan operasional oleh top management yang mengatur prosedur pelaksanaan kegiatan kerja sama bagi project management. 5. Implikasi bagi konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, harga jual produk perumahan yang dihasilkan dari kerja sama tidak menjadi persoalan yang signifikan karena kelompok konsumen ini pada umumnya telah mampu membiayai kebutuhan akan perumahan bagi dirinya dan keluarganya. Sedangkan implikasi bagi konsumen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, harga jual produk perumahan yang dihasilkan dari kerja sama cenderung akan membebani secara finansial, karena produk perumahan yang dihasilkan melalui kerja sama memiliki kecenderungan lebih mahal. Dengan dilakukannya kerja sama dapat meningkatkan jumlah produk rumah yang dihasilkan dan design yang lebih berfariasi, karena kemampuan permodalan menjadi meningkat akibat adanya kerja sama tersebut, sehingga pengembang lebih leluasa dalam menyelenggarakan pernyediaan perumahan. Rekomendasi Hasil Penelitian Agar keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak yang bekerja sama dalam kondisi proporsional, maka penetapan share keuntungan sebaiknya tidak dilakukan dengan negosiasi, karena pihak yang mendapatkan porsi keuntungan lebih besar adalah akibat dari berpindahnya keuntungan milik pihak yang lain. Pelepasan luas lahan secara bertahap pada suatu kerja sama akan lebih menguntungkan dibandingkan pelepasan luas lahan secara keseluruhan/sekaligus, karena harga tanah mentah pada tahap kerja sama selanjutnya akan mengalami kenaikan akibat telah berdirinya perumahan dan permukiman yang dibangun sebelumnya. Pola kerja sama Integrated Joint Operation di bidang perumahan dan permukiman, dapat diterapkan di daerah lain di Indonesia, melalui Badan Usaha Milik Daerah yang bekerja sama dengan pihak pengembang swasta. Namun apabila pola kerja sama Integrated Joint Operation akan diterapkan, maka perlu memperhatikan mengenai sistem yang harus diberlakukan pada kerja sama tersebut yaitu: 1. Pembagian share tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan terbagi secara jelas yaitu salah satu pihak bertanggung jawab terhadap pengadaan lahan/tanah mulai dari perolehan tanah sampai dengan sertifikasi induk kepada pihak tersebut, artinya status kepemilikan tanah secara hukum telah sah menjadi milik dari pihak tersebut. Sedangkan pihak yang lain harus dapat dipastikan telah memiliki kemampuan dibidang industri konstruksi perumahan dan permukiman yang baik, ditunjukkan dengan referensi pekerjaan yang pernah dilakukan, memiliki sumber daya yang cukup baik personil, peralatan dan akses pengadaan material yang dibutuhkan, dan memiliki dana yang cukup yang dikuatkan dengan melakukan pemeriksaan terhadap neraca perusahaan. 2. Perhitungan nilai share keuntungan dihitung berdasarkan nilai prosentase penyertaan modal masing-masing terhadap total penyertaan dari kedua belah pihak, dan tanggung jawab dalam memikul risiko dihitung berdasarkan share ini. Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

30

3. Keuntungan oportuniti dibagi sesuai perhitungan nilai share keuntungan seperti yang tersebut pada poin 2, dan diberlakukan baik akibat adanya kenaikan harga tanah dan bangunan secara keseluruhan. 4. Pengelolaan kawasan pasca penjualan masih menjadi porsi kerja sama, sehingga kondisi tersebut diatas masih diberlakukan. 5. Masing-masing pihak dapat melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan masing-masing, secara transparan dan akuntable. Rekomendasi Penelitian Lanjutan Sehubungan dengan adanya keterbatasan waktu pelaksanaan penelitian dan penelitian ini belum menganalisis aspek pemasaran secara mendalam, sementara aspek pemasaran merupakan faktor yang sangat penting dalam kerja sama, karena terkait dengan pendapatan dalam investasi, maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai aspek pemasaran dikaitkan dengan sistem penetapan tipe produk perumahan, siapa yang lebih mendominasi penetapannya, bagaimana implikasinya terhadap para pihak dan konsumen serta bagaimana pengaturan share penyertaannya bagi para pihak yang bekerja sama.

DAFTAR PUSTAKA Agustina, Sari Ika (2002), Pengkajian Pola Kemitraan Dalam Penyelenggaraan Rumah Susun Pulo Gebang Jakarta, Jurnal Penelitian Permukiman, Vol. 18 No. 2. Anoraga, Pandji (2005), Pengantar Bisnis Pengelolaan Bisnis dalam Era Globalisasi, Rineka Cipta, Jakarta. Asiyanto (2005), Construction Project Cost Management, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Austen, A.D. dan Neale, R.H. (1994), Memanajemeni Proyek Konstruksi, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Board of Director (2007), Kebijakan Operacional Kawasan Tamansari Majapahit, Kekancan Wika Realty-KSO, Semarang. Bungin, M. Burhan (2007), Penelitian Kualitatif, Fajar Interpratama Offset, Jakarta. Ibrahim, Yacob (2003), Studi Kelayakan Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta. Modul 1 Kemitraan Pemerintah-Swasta, Perpustakaan PWK-ITB, Bandung. Marlina, Endy dan Sastra M., Suparno (2005), Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, CV Andi Offset, Yogyakarta. Mariana, Yosica (2004), Metode dan Strategi Pengembangan Rumah Sederhana Dalam Upaya Memenangkan Pasar, Jurnal PARTISI, Vol.1 No. 1, Mei 2004: 32-42. Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional. Prihandono Aris (2003), Laporan Akhir Pengkajian Sistem Pembiayaan dan Pengelolaan Perumahan,Departemen Kimpraswil, Bandung. Sumarni, Murti dan Wahyuni, Salamah (2005), Metodologi Penelitian Bisnis, CV Andi Offset, Yogyakarta. Triestanto Jimmy (2005), Tata Cara Penyelenggaraan Kerja Sama Usaha (KSU), Perum Perumnas, Jakarta.

Pola Bisnis Dalam Pengembangan Perumahan dan Permukiman

31

PRINSIP TERMAL RUMAH TRADISIONAL JAWA SEBAGAI DASAR PERANCANGAN PERUMAHAN SEDERHANA (Objek Kajian: Perumahan Sederhana di Kota Malang)

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh : NAJIYYATUL UMMAH NIM. 0310650052-65

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2009

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga perencanaan

pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal. diantaranya, yaitu potensi fisik dan potensi sosial budaya.

Beberapa

Potensi fisik adalah

pertimbangan akan bahan bangunan, kondisi geologis dan iklim setempat. Sedangkan, potensi sosial budaya terdiri atas arsitektur lokal dan cara hidup (Dinas Kimpraswil, 2002). Terkait dengan isu pemanasan global yang terjadi pada masa modern ini, iklim menjadi sebuah pertimbangan utama yang perlu diselesaikan. Indonesia terletak di wilayah yang beriklim tropis lembab. Ciri umum iklim tersebut ialah temperatur udara yang relatif panas, intensitas radiasi matahari yang tinggi dan kelembaban udara yang tinggi (Soegijanto, 1999; Satwiko, 2004). Sedangkan masalah spesifik yang terjadi adalah bahwa suhu di luar bangunan diatas kondisi kenyamanan termal yang dibutuhkan oleh manusia. Kondisi ini berpengaruh pada kondisi suhu di dalam ruang (Apritasari, 2003).

Menurut laporan Panel

Antarpemerintah Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim atau IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5qC. Peningkatan lebih ekstrem bahkan terjadi di kota-kota besar padat penduduk. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum dan maksimum di siang maupun malam hari antara 0,52,0qC (Irianto, 2007). Salah satu kota besar di Indonesia yang menunjukkan efek perubahan iklim adalah Kota Malang di Propinsi Jawa Timur. Kota Malang yang semula dijuluki sebagai kota yang sejuk, suhu maksimumnya telah naik (Irawati 2007). Terdapat dua fenomena rumah di Indonesia yang memperlihatkan perbedaannya dalam menyingkapi masalah iklim, yaitu rumah tradisional dan rumah masa kini (modern). Rumah tradisional merupakan gambaran arsitektur yang ideal karena dapat menciptakan kondisi di dalam ruang lebih nyaman, baik secara fisik maupun psikologis. Sedangkan rumah-rumah di zaman modern cenderung kurang mempertimbangkan faktor iklim. Salah satu jenis rumah modern yang muncul adalah rumah sederhana. Rumah sederhana merupakan jenis rumah yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas menengah kebawah.

Rumah ini memiliki

keterbatasan berupa luas bangunan, luas tanah, konstruksi dan bahan bangunan. Karena keterbatasan tersebut, rumah sederhana kurang dapat menangani permasalahan iklim

1

2 dengan baik, sehingga kondisi di dalam bangunan dinilai kurang nyaman dan cenderung lebih panas. Selain itu, faktor lingkungan sekitar yang cenderung terbatas dan padat turut pula membentuk kondisi ketidaknyamanan tersebut, mengingat kondisi dalam dan luar bangunan saling mempengaruhi (Soegijanto, 1999). Oleh karena itu, perhatian terhadap perancangan rumah sederhana beserta lingkungannya, atau dapat pula disebut perumahan sederhana, sangat diperlukan. Usaha pengendalian terhadap masalah iklim ini sampai batas tertentu dapat dilakukan secara pasif, ialah dengan perancangan bangunan yang mempertimbangkan faktor iklim, sifat fisika bahan bangunan dan variabel perancangan bangunan lainnya seperti orientasi bangunan, bentuk, peneduh matahari dan sebagainya.

Namun, usaha

pengendalian ini memang tidak dapat selalu diharapkan dapat menghasilkan kondisi termal sesuai yang diinginkan sepanjang hari, karena elemen bangunan dan lingkungan sekitarnya mempunyai pengendalian termal yang terbatas (Soegijanto, 1999).

Pada

perumahan sederhana usaha ini umumnya terbentur pada permasalahan keterbatasan kondisi fisik bangunan dan biaya.

Usaha pengendalian secara aktif pun kerap

dilakukan, misalnya dengan penggunaan kipas angin dan AC. Namun cara tersebut pun kurang efektif dan efisien karena diperlukan energi dan pengeluaran yang tidak sedikit. Oleh karena itu, solusi yang lain perlu dicari, antara lain dengan melihat kembali arsitektur tradisional yang terbukti ideal. Arsitektur tradisional tercipta melalui proses yang panjang dan sudah terbukti tepat guna sesuai dengan alam dan lingkungan sekitarnya, sehingga layak untuk dijadikan landasan dan dikembangkan dalam perancangan masa kini.

Pengendalian

secara alami terhadap permasalahan iklim pada arsitektur tradisional tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah solusi yang efektif dan efisien pada perumahan sederhana. Beberapa kajian mengenai penanganan iklim pada arsitektur tradisional telah dilakukan, khususnya mengenai kenyamanan termal. Berdasarkan studi literatur, rumah tradisional Jawa menjadi objek yang paling banyak dibahas. Antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Apritasari (2003) dan Purwanto et.al (2006). Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa dengan fokus kajian yang berbeda dari masing-masing peneliti, kenyamanan termal dapat dipenuhi oleh rumah tradisional Jawa dan lingkungannya.

Oleh karena itu, diputuskan termal rumah tradisional Jawa layak

sebagai dasar kajian. Adapun yang membedakan dengan kajian-kajian sebelumnya adalah fokus kajian yang akan membahas aplikasi prinsip termal rumah tradisional Jawa

3 pada perumahan sederhana. Hasil akhir dari kajian berupa panduan dalam perancangan perumahan sederhana yang lebih nyaman, ditunjukkan dengan model. Hingga saat ini, kajian arsitektur tradisional kurang dapat dijelaskan secara sistematik atau kuantitatif.

Hal tersebut menyebabkan kesulitan ketika hendak

diaplikasikan dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan pada perancangan masa kini (modern).

Oleh karena itu, terdapat penggunaan software simulasi sebagai

instrumen utama yang akan menilai kenyamanan termal model, sehingga hasilnya mudah dipahami dan lebih menarik. Selain itu, software simulasi ini merupakan simbol dari perkembangan teknologi sains bangunan pada masa modern.

1.2.

Identifikasi dan Pembatasan Masalah Identifikasi permasalahan pada kajian Prinsip Termal Rumah Tradisional Jawa

sebagai Dasar Perancangan Perumahan

Sederhana (Objek Kajian: Perumahan

Sederhana di Kota Malang) ini adalah: a. Perubahan iklim mengakibatkan suhu meningkat. b. Kenyamanan fisik terganggu akibat suhu yang meningkat. c. Kota Malang yang semula sejuk menjadi kian panas. d. Rumah sederhana kurang mempertimbangkan kondisi iklim. e. Lingkungan sekitar berpengaruh terhadap kenyamanan rumah sederhana. f. Arsitektur tradisional sebagai solusi terhadap permasalahan termal. Batasan masalahnya adalah sebagai berikut: a. Memilih suhu sebagai variabel yang dibahas dalam kajian. Alasan pemilihan ini karena suhu menjadi faktor yang paling penting, terkait dengan masalah perubahan iklim dan kenyamanan dalam bangunan. b. Menetapkan Kota Malang sebagai wilayah kajian.

Alasan hal tersebut adalah

Malang cenderung mengalami pemanasan kota (peningkatan suhu). c. Kajian akan difokuskan pada perumahan sederhana. d. Arsitektur tradisional yang akan dikaji adalah arsitektur Jawa. Fokus kajian adalah pada prinsip-prinsip kenyamanan termal pada rumah tradisional Jawa dan lingkungannya.

4 Rumusan Masalah a. Bagaimana kondisi kenyamanan suhu pada perumahan sederhana di Kota Malang? b. Apa saja prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana guna memenuhi kenyamanan suhu? c. Bagaimana penerapan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya pada perumahan sederhana?

1.4. Tujuan a. Mengetahui kondisi kenyamanan suhu pada perumahan sederhana di Kota Malang. b. Mengetahui prinsip-prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana. c. Merancang perumahan sederhana dengan menggunakan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya untuk kenyamanan suhu.

1.5.

Kegunaan Dari kajian ini diharapkan dapat memberikan panduan desain dalam

perancangan perumahan sederhana yang lebih nyaman. Selain itu, kajian prinsip termal rumah tradisional Jawa ini berguna sebagai salah satu bentuk pelestarian arsitektur .

1.6.

Kerangka Pendahuluan Kerangka pendahuluan ini merupakan kerangka pemikiran yang berisi uraian

latar belakang dan permasalahan. Kerangka ini merupakan sebuah alur proses berpikir yang diawali dari sebuah gagasan ide yang didukung oleh fakta lapangan dan studi literatur menjadi sebuah latar belakang. Selanjutnya dari identifikasi dan pembatasan permasalahan dari latar belakang, dihasilkan beberapa rumusan masalah dan tujuan serta kegunaan. Kerangka ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.

5 Ide/pemikiran: Tema aplikasi arsitektur tradisional pada masa modern. Ide didukung oleh fakta lapangan dan literatur.

Latar belakang: Rumah merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, sehingga perencanaan pembangunan rumah harus cermat dan mempertimbangkan banyak hal. Terkait dengan isu pemanasan global, iklim menjadi pertimbangan utama yang perlu diselesaikan karena berpengaruh terhadap kenyamanan termal yang dirasakan penghuninya. Berbeda dengan rumah tradisional yang dinilai nyaman karena selaras dengan kondisi alam dan lingkungannya, rumah modern cenderung sebaliknya. Salah satu jenis rumah yang paling dibutuhkan oleh mayoritas masyarakat di Indonesia pada saat ini adalah rumah sederhana. Rumah ini memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat menangani permasalahan iklim dengan baik. Disamping permasalahan bangunan, kondisi lingkungan luar pun kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu, kajian ini mengambil objek perumahan sederhana. Dalam perkembangannya, usaha penanganan iklim pada objek kajian, baik secara pasif maupun aktif masih kurang efektif dan efisien untuk dilaksanakan. Hal tersebut memicu timbulnya pemikiran untuk mencari solusi yang lain, yaitu dengan mencoba menerapkan prinsip termal rumah tradisional Jawa. Hasilnya akan dikemas dalam software simulasi sebagai instrumen yang akan menilai kenyamanan termal model, sehingga hasilnya akan mudah dipahami dan lebih menarik. Software simulasi merupakan simbol dari perkembangan teknologi sains bangunan pada masa modern.

a. b. c. d. e. f.

Identifikasi masalah: Perubahan iklim mengakibatkan suhu meningkat. Kenyamanan fisik terganggu akibat suhu yang meningkat. Kota Malang yang semula sejuk menjadi kian panas. Rumah sederhana kurang mempertimbangkan kondisi iklim. Lingkungan sekitar berpengaruh terhadap kenyamanan rumah sederhana. Arsitektur tradisional sebagai solusi terhadap permasalahan termal.

a. b. c. d.

a. b.

c.

Batasan masalah: Memilih suhu sebagai variabel yang dibahas dalam kajian. Menetapkan Kota Malang sebagai wilayah kajian. Kajian akan difokuskan pada perumahan sederhana. Arsitektur vernakular yang akan dikaji adalah arsitektur Jawa.

Rumusan masalah: Bagaimana kondisi kenyamanan suhu pada perumahan sederhana di Kota Malang? Apa saja prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana guna memenuhi kenyamanan suhu? Bagaimana penerapan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya pada perumahan sederhana?

Kerangka teoritik

Gambar 1.1 Kerangka pendahuluan, kerangka pemikiran berisi latar belakang dan permasalahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pendahuluan Dalam bab tinjauan pustaka ini akan dibahas tiga hal utama, yaitu iklim tropis

lembab, perumahan sederhana dan rumah tradisional Jawa. Fungsi bab ini adalah sebagai panduan yang akan menjadi landasan dalam tahap pelaksanaan dan pembahasan kajian. Pada bagian iklim tropis lembab dijelaskan mengenai karakteristik iklim Indonesia hingga bagian inti wilayah kajian, kenyamanan termal, penyelesaian permasalahan iklim, cara melakukan analisa suhu dan software simulasi yang akan digunakan. Bagian perumahan sederhana diawali dengan pembahasan pengertian dan karakteristik perumahan dan rumah sederhana, dilanjutkan dengan tinjauan kenyamanan termal rumah sederhana berdasarkan kajian terdahulu. Pada bagian terakhir, rumah tradisional Jawa dan lingkungannya, diawali dengan penjelasan karakteristik hingga kajian-kajian terdahulu mengenai kenyamanan termalnya.

Penjelasan ketiga inti

tinjauan pustaka ini, selanjutnya dibagi dalam beberapa sub-bab.

2.2. Tinjauan Iklim Tropis Lembab 2.2.1. Karakteristik Iklim Tropis Lembab Untuk melihat karakteristik iklim tropis lembab, dapat diketahui dengan melihat karakteristik iklim Indonesia. Karena dilalui oleh garis khatulistiwa, maka Indonesia tergolong wilayah beriklim tropis lembab. Indonesia terletak pada 6q 8’ LU-11q15’ LS dan 94q45’BT-141q5 BT. Ciri umum dari iklim di Indonesia yang tropis lembab adalah temperatur udara yang relatif panas, intensitas radiasi matahari yang tinggi dan kelembaban udara yang tinggi. Ciri-ciri yang lain antara lain tidak ada perbedaan jelas antara musim kering (kemarau) dan basah (hujan); suhu udara relatif tinggi dengan amplitudo suhu siang-malam kecil (24ºC-32ºC) dengan suhu maksimum rata-rata adalah antara 27ºC–32ºC, minimum rata-rata adalah antara 20ºC-23ºC; kecepatan angin rendah (terutama pada pagi dan malam hari), sekitar 2 – 4 m/s; kelembaban udara tinggi (60%95%), yang menyebabkan kulit terasa lengket karena keringat tidak dapat leluasa menguap, kondisi tersebut mengakibatkan perasaan tidak nyaman (Satwiko, 2004; Soegijanto, 1999).

6

7 2.2.2. Kenyamanan Termal pada Kondisi Iklim Tropis Lembab Manusia merupakan fokus utama dari proses penciptaan kenyamanan termal. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal, terdiri dari faktor lingkungan atau faktor objektif dan faktor manusia atau faktor subjektif.

Faktor

lingkungan terdiri atas suhu udara (ºC), kecepatan angin (V), kelembaban udara (RH) dan rata-rata suhu permukaan ruang (ºC). Sedangkan faktor subjektif meliputi aktivitas manusia (met), pakaian (clo), aklimatisasi atau penyesuaian terhadap iklim, umur, kondisi tubuh (gemuk, sedang, kurus), kondisi kesehatan serta makanan dan minuman (Satwiko, 2004; Soegijanto, 1999). Kondisi kenyamanan dapat ditentukan berdasarkan zona nyaman. Zona nyaman (comfort zone) adalah daerah dalam bioclimatic chart yang menunjukkan kondisi komposisi udara yang nyaman secara termal (Satwiko, 2004). Pertama, zona nyaman dapat ditentukan berdasarkan suhu netral. Penggunaan suhu netral ini pernah dilakukan oleh Nugroho (2007) dalam penelitiannya mengenai ventilasi alami. Neutrality Temperature (Suhu Netral) adalah kondisi termal dimana seseorang tidak merasakan panas atau dingin, tetapi netral (Nikolopouloua, 2005 dalam Nugroho, 2007).

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Humphreys (1975) yang

menunjukkan bahwa variasi suhu netral dihubungkan dengan suhu rata-rata (Humphreys, 1975 dalam Nugroho, 2007).

Terdapat 4 hal yang dapat bergabung

bersama hingga menghasilkan suhu netral yang berbeda untuk tiap-tiap individu, yatu lingkungan termal, tingkat aktivitas, insulator termal untuk pakaian dan psikologi individunya.

Untuk orang dewasa suhu netral berkisar 17qC-30qC.

Kisaran

pengamatan suhu netral adalah 13 derajat. Akan tetapi, hal tersebut perlu disimpulkan terlebih dahulu mengingat penyesuaian dengan keadaan iklim juga mempunyai kecenderungan pada penentuan suhu netral. Humphreys (1978) telah mempelajari data lebih dari 30 studi terhadap kenyamanan termal dalam bermacam-macam iklim yang berbeda dan diungkapkan bahwa sangat dekat hubungan keberadaan antara suhu netral dan rata-rata suhu udara luar bulanan (Nugroho, 2007). Menurut Hamdan (2007) dalam Nugroho (2007) disebutkan suhu netral dapat diprediksi dari persamaan linier untuk bangunan berventilasi alami seperti: Tn = 17,6 + 0,31 x Tav Dimana,

Tn

= suhu netral dengan kisaran r2qK

Tav

= suhu udara rata-rata pada bulan itu

8 Kedua, kenyamanan dapat dicapai pula dengan adanya angin. Kecepatan angin di bawah 0,25m/s, secara umum tidak menghasilkan sensasi sejuk dan kecepatan diatas 2m/s menghasilkan ketidaknyamanan (Nugroho, 2007). Sedangkan, menurut Bradshaw (2006) dalam Dewi (2008) terbagi dalam beberapa zona, antara lain sebagai berikut: a. 0-0,05m/s

: stagnan, tidak nyaman

b. 0,05-0,25m/s

: kondisi yang baik secara umum

c. 0,25-0,51m/s

: nyaman

d. 0,51-1,02m/s

: dapat diterima

e. >1,02m/s

: tidak menyenangkan, mengganggu

Menurut SNI 03-6572-2001, besar nilai kecepatan bisa lebih besar dari 0,25m/s, karena hal ini sangat tergantung dari suhu agar tingkat kenyamanan tetap terpelihara (Dewi, 2008).

Grafik bioklimatik yang menunjukkan keterkaitan tentang suhu,

kelembaban dan kecepatan aliran udara minimal yang harus dipenuhi pada kondisi suhu dan kelembaban tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Grafik minimum kecepatan aliran udara untuk ventilasi guna memenuhi kenyamanan termal. Sumber: Nugroho, 2007.

2.2.3. Penyelesaian terhadap Permasalahan Iklim Tropis Lembab Berdasarkan objek kajian yang digunakan berupa perumahan sederhana, maka bahasan terhadap penyelesaian permasalahan iklim lebih dititikberatkan pada pengendalian secara alami. Pengendalian ini tidak menggunakan peralatan mekanis.

9 Menurut Lippsmeier (1994), dengan penempatan bangunan yang tepat terhadap matahari dan angin, serta bentuk denah dan konstruksi serta pemilihan bahan yang sesuai, maka temperatur ruangan dapat diturunkan beberapa derajat tanpa bantuan peralatan mekanis. Perbedaan temperatur yang kecil saja terhadap temperatur luar atau gerakan udara lambatpun sudah dapat menciptakan perasaan nyaman bagi manusia yang sedang berada di dalam ruangan. Berdasarkan Lippsmeier (1994) dan objek kajian perumahan sederhana, ditentukan beberapa hal yang mempengaruhi iklim di dalam interior bangunan adalah orientasi bangunan dan ventilasi silang. a. Orientasi bangunan Menurut Lippsmeier (1994), tiga faktor utama yang sangat menentukan bagi perletakan bangunan yang tepat, antara lain radiasi matahari dan tindakan perlindungan; arah dan kekuatan angin; dan topografi. Pada bangunan berbentuk persegi panjang, orientasinya terhadap matahari lebih menentukan dibandingkan dengan bentuk bujur sangkar, karena setiap pasangan fasade menerima beban utama radiasi matahari yang berarti pemanasan. Sudut jatuh cahaya matahari juga penting, semakin curam, semakin besar penerimaan energi panas. Dari sini dapat disimpulkan bahwa fasade selatan dan utara menerima lebih sedikit panas dibandingkan dengan fasade barat dan timur. Karena itu sisi bangunan yang sempit harus diarahkan pada posisi matahari rendah, berarti arah barat dan timur tidak dapat dihindari, maka pandangan bebas melalui jendela pada sisi ini juga harus dicegah. Bila di depan fasade timur dan barat terdapat bidang reflektif yang luas, orientasi ini lebih merugikan lagi, karena kesilauan yang diakibatkan oleh matahari rendah tidak dapat diterima. Sedangkan, menurut Satwiko (2004) sumbu panjang bangunan setidaknya sejajar dengan sumbu barat-timur. Ini akan meminimalkan permukaan bangunan yang terkena sinar langsung matahari. Bukaan menghadap ke selatan atau ke utara agar penetrasi sinar langsung matahari dapat diminimalkan. Secara teoritis ideal, untuk iklim tropis lembab di selatan katulistiwa sumbu panjang bangunan bersudut 5º dari sumbu timur-barat (arah jarum jam). Jika arah orientasi tidak dapat dipaksakan, maka tindakan yang dapat dilakukan adalah perlindungan terhadap selubung bangunan.

Hal tersebut dilakukan agar

panas matahari yang diterima oleh permukaan selubung bangunan tidak sampai ke dalam bangunan. Dua elemen bangunan yang penting adalah dinding dan atap.

10 Dinding perlu terlindung dari sinar langsung matahari agar tidak panas. Dinding yang panas akan memindahkan panasnya ke udara di dalam ruangan. Oleh karena itu, perlu memakai teritisan untuk melindungi dinding, terutama pada sisi sebelah barat. Pohon juga sangat baik untuk memberikan perlindungan alami. Sedangkan, bagi atap sebagai permukaan yang pertama kali menerima sinar matahari. Langit-langit diperlukan untuk mencegah panas atap masuk ke dalam ruang di bawahnya, baik secara radiasi (perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas dengan cara pancaran) maupun konveksi (perpindahan panas dari benda yang lebih panas ke benda yang kurang panas melalui aliran angin atau zat alir lainnya). Atap yang panas akan memancarkan radiasi panas ke tubuh kita, sehingga menyebabkan tidak nyaman. Radiasi ini tidak dapat dicegah dengan hembusan aliran udara, tetapi dapat dicegah oleh langit-langit (Satwiko, 2004). Arah dan kekuatan angin adalah besaran yang variabel meskipun terdapat catatan dari pengalaman terdahulu tetap tidak dapat diketahui secara tepat. Karena itu, untuk setiap bangunan sebelum perencanaan dimulai, dianjurkan untuk melakukan penyelidikan apakah lingkungannya terbuka atau tidak, bagaimana letak dan bentuk bangunan-bangunan di sekitarnya, apakah ada lorong atau penghambat angin, dan lain-lain. Data meteorologis hanya dapat memberikan gambaran umum, yang lebih menentukan adalah kondisi-kondisi iklim mikro di lokasi bangunan, yang dipengaruhi oleh lingkungannya (Lippsmeier, 1994). Bangunan sedapat mungkin berada di tengah lahan sehingga semua sisi terkena oleh hembusan angin.

Selain untuk kelancaran ventilasi, hembusan angin juga

membantu menyejukkan permukaan bangunan (Satwiko, 2004). Topografi berhubungan dengan sudut kemiringan lokasi terhadap cahaya matahari. Sudut tersebut dapat mengurangi pemanasan tanah dan intensitas pemantulan. Namun, pengubahan topografi memakan biaya besar, sehingga perbaikan iklim ini hanya dapat dilakukan pada pemilihan lokasi bangunan. Sifat permukaan di dekat bangunan sangat mempengaruhi iklim mikro.

Sama seperti permukaan air,

permukaan tanah yang terang serta bangunan di sekitarnya juga memantulkan radiasi matahari. Bila permukaan ini tidak dapat diteduhi dengan tumbuhan atau lainnya, maka orientasi bangunan harus direncanakan sesuai dengan keadaan (Lippsmeier, 1994).

11 b. Ventilasi silang Penghawaan alami memanfaatkan pergerakan udara untuk memberikan kenyamanan suhu bagi penghuni di dalam ruang (Mangunwijaya, 2000 dalam Dewi, 2008). Ventilasi silang merupakan faktor yang sangat penting bagi kenyamanan ruangan. Pada daerah tropis lembab, posisi bangunan yang melintang lebih penting dibandingkan dengan perlindungan terhadap radiasi matahari.

Orientasi terbaik

adalah yang memungkinkan terjadinya ventilasi silang selama mungkin.

Bila

mungkin 24 jam tanpa bantuan peralatan mekanis. Tetapi jarang terjadi orientasi bangunan yang baik terhadap arah mata angin utama.

Dalam hal ini harus

ditemukan kompromi yang terbaik. Jenis, posisi dan ukuran lobang jendela pada sisi atas dan bawah angin dari bangunan dapat meningkatkan efek ventilasi silang (Lippsmeier, 1994).

Lubang-lubang ventilasi pada area dinding atas (di bawah

langit-langit) dan area dinding bawah, dapat membantu melepaskan udara panas dalam ruang (lubang di bawah langit-langit) dan melepaskan kelembaban udara lembab (lubang di area dinding bawah (Satwiko, 2004). Aliran udara di dalam dan kadang-kadang juga di luar bangunan masih mungkin dibelokkan, sehingga arah angin jangan dianggap tidak dapat diobah; sedangkan radiasi matahari merupakan besaran yang tidak dapat dipengaruhi (Lippsmeier, 1994).

Udara mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang

bertekanan rendah. Untuk membuat adanya suatu perbedaan tekanan, maka dapat membuat suatu tempat memiliki tekanan yang lebih tinggi dan tempat lainnya lebih dingin. Misalnya, di dalam site terdapat wilayah yang banyak ditumbuhi pohon dan tanaman, sedangkan sisi lain tidak dan hanya menggunakan paving. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pergerakan udara dari wilayah yang sejuk yang membawa udara dingin melewati bangunan ke wilayah yang lebih panas (Mangunwijaya, 2000 dalam Dewi, 2008). Pengudaraan ruang yang kontinyu di daerah tropis berfungsi terutama untuk memeperbaiki iklim ruangan. terbaik.

Udara yang bergerak menghasilkan penyegaran

Dengan penyegaran yang baik terjadi proses penguapan, yang berarti

penurunan temperatur pada kulit. Pendinginan melalui pengudaraan hanya dapat dilakukan pada bila temperatur udara lebih rendah dari temperatur kulit (35ºC36ºC). Ini merupakan penjelasan mengapa metode pengudaraan untuk memperbaiki iklim ruangan hanya dapat dilakukan di daerah tropis lembab, yaitu temperatur udara tidak pernah mencapai temperatur kulit.

12 Untuk mendapatkan ventilasi silang, lobang-lobang harus dibuat pada sisi-sisi bangunan yang berlawanan. Tujuan perencanaan adalah mendapatkan aliran udara yang tepat untuk ruangan serta pengontrolannya. Ada berbagai kemungkinan, tetapi kesulitannya terutama terletak pada kenyataan bahwa udara yang bergerak tidak mudah berubah arah dan tidak mencari jalan terpendek antara lobang masuk dan keluar. Syarat untuk ventilasi silang yang baik adalah angin mencapai bangunan dengan arah yang menguntungkan.

Untuk mencapai pendinginan yang efektif,

lobang masuk udara harus dirancang dan ditempatkan berdasarkan arah arus udara di dalam lobang masuk keluarnya, udara di atas, sehingga diperoleh pengaliran alamiah yang dapat dikontrol (Lippsmeier, 1994). Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui inti dari pengendalian iklim secara alami agar suhu di dalam interior bangunan terasa nyaman adalah perletakan bangunan yang tepat terhadap radiasi matahari, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hal yang Berpengaruh dan Prinsip Pengendalian Iklim secara Alami. No. 1. 2.

Hal yang Berpengaruh ORIENTASI BANGUNAN Orientasi Bentuk bangunan

Prinsip Pengendalian Iklim secara Alami ƒ Sebaiknya berbentuk persegi panjang dengan ketentuan: a. Sisi bangunan sempit menghadap timur-barat, tanpa adanya bukaan b. Sisi bangunan panjang menhadap utara-selatan ƒ Sumbu panjang bangunan sejajar dengan arah T-B dan bukaan terletak pada sisi U-S U

B

T

S 3.

Selubung bangunan, terutama dinding dan atap

ƒ Perlu dilindungi atau dihindarkan dari sinar matahari langsung, untuk: a. Dinding Æ teritisan dan vegetasi (pohon) b. Atap Æ langit-langit (plafon)

4.

Bangunan sekitar

ƒ Perlu diketahui kondisi lingkungannya terbuka atau tidak; letak dan bentuk bangunan di sekitarnya; serta ada tidaknya lorong penghambat angin

5.

Posisi bangunan

ƒ Berada di tengah lahan, tujuannya agar semua sisi dapat terkena hembusan angin demi kelancaran ventilasi

6.

Topografi

ƒ Terkait dengan sudut kemiringan lokasi terhadap cahaya matahari yang berpengaruh untuk mengurangi pemanasan tanah dan intensitas pemantulan ƒ Perbaikan topografi memakan biaya yang besar, sehingga dapat ditutupi dengan tindakan peneduhan oleh vegetasi dan perencanaan orientasi yang tepat

13 Lanjutan Tabel 2.1. ... 7.

VENTILASI SILANG Bukaan / ventilasi

ƒ Sebaiknya posisi bukaan ventilasi berlawanan untuk mendapatkan aliran udara yang tepat dan sesuai dengan arah datangnya angin

2.2.4. Simulasi Kenyamanan Suhu: Ecotect Ruang lingkup dalam kajian ini adalah pembahasan mengenai kenyamanan termal, khususnya kenyamanan suhu pada suatu bangunan. Berdasarkan pengetahuan penulis yang diperoleh melalui informasi lisan dan tertulis, terdapat dua cara yang digunakan untuk mengukur kenyamanan termal suatu daerah atau bangunan, yaitu secara manual dan digital. Secara manual dilakukan dengan cara mengukur langsung pada lokasi menggunakan beberapa alat, seperti anemometer (kecepatan angin), termometer (suhu udara) dan hygrometer (kelembaban udara). Sedangkan secara digital adalah menggunakan program-program (software) simulasi di komputer, salah satu diantaranya adalah Ecotect. Ecotect merupakan salah satu software simulasi yang dapat digunakan untuk pengukuran termal, selain pencahayaan, akustik dan lain-lain. Dalam proses simulasi, data yang diperlukan berupa data iklim. Data iklim tersebut bisa data tahunan, bulanan maupun harian, namun sebaiknya berupa data iklim harian agar keakuratan hasil pengukuran dapat lebih baik. Tingkat akurasi data sangat tergantung pada data iklim yang dimasukkan. Keakuratan software juga dapat ditunjukkan dengan validasi antara pengukuran lapangan dan hasil simulasi. Dalam kajian ini akan menggunakan data iklim setempat, yaitu data iklim yang sesuai dengan wilayah kajian berada. Dalam program tersebut, suhu dan kebutuhan udara dalam ruang merupakan faktor utama yang akan dianalisis. Rerata suhu dapat ditunjukkan dengan grafik yang menunjukkan pola suhu setiap waktu (menit, jam, hari, bulan, tahun). Pada umumnya grafik ini memuat informasi waktu pada sumbu X (nilai jam) dan suhu (celcius), kecepatan angin (m/detik) dan radiasi (W/m2) pada sumbu Y. Dengan membandingkan nilai grafik dapat ditentukan waktu-waktu nyaman atau tidak nyaman berdasar data iklim.

14 2.3. Tinjauan Perumahan Sederhana 2.3.1. Karakteristik Perumahan Sederhana Menurut UU Nomor 4 Tahun 1992, perumahan merupakan kelompok rumah yag berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana. Menurut Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002, yang dimaksud rumah sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Berkaitan dengan beberapa hal, antara lain rumah sebagai kebutuhan dasar manusia; kemampuan masyarakat khususnya berpenghasilan rendah yang terbatas untuk membeli rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur; dan kemampuan pembiayaan masyarakat akan pembangunan rumah yang berbeda pada tiap daerah, maka pemerintah menetapkan pedoman teknis pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi lokal meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal dan cara hidup. Rumah tersebut memiliki luas lantai dan luas kavling yang memadai dengan jumlah penghuni serta memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal. Menurut Kepmen Nomor 403/KPTS/M/2002, terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan perencanaan rumah sederhana dan lingkungannya, antara lain sebagai berikut: a. Kebutuhan minimal ruang. Jenis rumah ini terbagi atas beberapa tipe, yaitu tipe 21, tipe 28,5 dan tipe 36. Kebutuhan ruang minimal yang harus dipenuhi, yaitu sebuah ruang tertutup (ruang tidur) berukuran 3 m x 3 m; sebuah ruang terbuka beratap (ruang serbaguna) berukuran 3 m x 3 m; dan fasilitas MCK minimal 1,2 m x 1,5 m. Kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,8 m. Salah satu tipe terkecil dapat dilihat pada Gambar 2.2.

15

Gambar 2.2 Denah, tampak depan dan tampak samping rumah tipe 21. Sumber: Dinas Kimpraswil , 2008.

b. Ketentuan sitenya adalah sebagai berikut: luas lahan efektif minimal antara 72 m2 sampai dengan 90 m2 khususnya dipersyaratkan dikawasan perkotaan bukan pusat kota; lebar muka kaveling minimal 6 m atau 7.5 m; untuk mengantisipasi kebakaran panjang deretan kaveling maksimum 75 m, kurang lebih 10 kapling dengan ukuran lebar kapling 7,5 meter dan atau 12 kapling untuk lebar muka kapling dengan ukuran 6 meter; bagian kaveling yang tertutup bangunan rumah maksimum 60% dan luas kavling atau sesuai peraturan daerah setempat; dan koefisien lantai bangunan 1,2. c. Susunan keluarga calon penghuni dianggap terdiri dari 3 atau 4 orang, yang utamanya terdiri atas ayah, ibu dan anak. d. Konstruksi bangunan rumah minimal terdiri atas pondasi batu kali; lantai terbuat dari rabat beton; dinding pasangan conblock (batu cetak beton berlubang yang dibuat dari campuran semen Portland dan agregat halus); kusen pintu dan jendela menggunakan bahan kayu; dan konstruksi atap menggunakan kuda-kuda kayu, penutup atap berbahan asbes gelombang dan langit-langit berbahan asbes dengan rangka kayu. Sastra dan Marlina (2007) serta Hamzah, et.al. (1990) menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah perencanaan dan perancangan perumahan, antara lain sebagai berikut:

16 a. Lokasi.

Sebaiknya dipilih di daerah yang memberikan akses mudah bagi

permukiman (selama-lamanya 30 menit dengan menggunakan transportasi umum) untuk menuju tempat kerja dan pusat pelayanan yang lebih luas. b. Kondisi topografi atau geologi. Struktur dan kekuatan tanah harus dalam kondisi baik dan stabil, sedangkan lahan yang baik untuk pengembangan area perumahan adalah lahan yang relatif landai. c. Lebar muka persil. Untuk bentuk persil yang teratur, lebar muka persil minimum adalah 3 m, sedangkan persil dengan bentuk tidak beraturan, lebar muka persil minimum 4,5 m. d. Garis sempadan. Untuk sebidang tanah yang mempunyai luas persil < 90 m2, maka jarak garis sepadan minimum 1,5 m. Sedangkan luas persil • 90 m2 memiliki jarak garis sempadan minimum 3 m. Salah satu ketentuan tersebut, tersaji pada Gambar 2.3. Rumah Keterangan:

1,5 m

Garis sempadan rumah

Jalan Perumahan 1,5 m

Garis sempadan pagar

Rumah

Gambar 2.3 Ketentuan jarak garis sempadan dan luas persil < 90 m2. Sumber: Sastra & Marlina, 2007.

e. Building coverage.

Untuk sebuah hunian, ketentuan building coverage

(perbandingan luas persil terbangun dengan luas persil keseluruhan) maksimum adalah 60%, hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan. f. Prasarana lingkungan perumahan, yang harus disediakan di lingkungan perumahan, terdiri atas 1) Jalan penghubung dan jalan poros lingkungan perumahan; 2) Air minum, sumber air bersih ini dapat disediakan per unit atau secara sentral untuk seluruh permukiman; 3) Air limbah, diatasi dengan menyediakan septic tank dan sumur resapan; 4) Pembuangan air hujan, dapat disediakan di area-area terbuka di dalam kawasan perumahan atau berupa selokan yang dikendalikan bersama untuk seluruh perumahan, saluran air merupakan saluran tertutup; 5) Pembuangan sampah, sebaiknya disediakan per unit hunian, kemudian dari unit hunian ini sampah dikumpulkan ke tempat pembuangan sampah sementara (TPS); 6) Jaringan listrik,

17 standar minimal 450 VA per keluarga atau 90 VA per individu; dan 7) Keran kebakaran, berjarak 200 m dari lingkungan perumahan. g. Sarana lingkungan perumahan. Terdiri atas berbagai fasilitas umum, seperti 1) Sarana peribadatan; 2) Fasilitas pendidikan yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk, minimal 1000 penduduk difasilitasi satu taman kanak-kanak; 3) Fasilitas layanan umum, untuk setiap 500 KK atau 2500 jiwa penduduk perlu disediakan balai pertemuan, parkir umum dan pos keamanan; 4) Sarana olahraga dan lapangan terbuka, untuk kelompok 50 KK (setingkat RT) perlu disediakan tempat bermain anak sebagai pengikat lingkungan; 5) Fasilitas perbelanjaan, untuk lingkungan perumahan dengan penduduk mencapai 250 jiwa sebaiknya disediakan perbelanjaan kecil berupa warung kebutuhan sehari-hari; dan 6) Fasilitas kesehatan, lingkungan permukiman dengan minimal jumlah penduduk 6000 jiwa harus disediakan puskesmas pembantu. h. Perletakan unit rumah.

Menurut Suryani dan Marisa dalam Fitriyani (2008),

perletakan hunian pada suatu perumahan dapat direncanakan dengan pola sebagai berikut: 1) Rumah Tunggal (Detached House), yaitu bangunan rumah yang berdiri sendiri pada persilnya dan terpisah dari rumah sebelahnya, umumnya jenis tipe besar dan luas persilnya diatas 400 m2.

Gambar 2.4 Bentuk rumah tunggal. Sumber: Suryani dan Marisa dalam Fitriyani, 2005.

2) Rumah Kopel (Semi-Detached House), yaitu rumah yang berada pada satu persil, terdiri dari satu bangunan dengan dua unit rumah tinggal, dimana atapnya menjadi satu, dan dari segi kepemilikan umumnya satu persil terdapat dua kepemilikan, jadi masing-masing unit rumah tinggal berbeda kepemilikan.

18

Gambar 2.5 Bentuk rumah kopel. Sumber: Suryani dan Marisa dalam Fitriyani, 2005.

3) Rumah gandeng banyak/deret (Row House), yaitu beberapa/lebih dari 3 rumah tinggal dimana bangunannya saling menempel. Maksimum panjang bangunan pada rumah gandeng banyak adalah 30 m atau 6 unit rumah. Rumah jenis ini biasanya bertipe kecil dengan luas persil kurang dari 200 m2.

Jalan umum

Gambar 2.6 Bentuk rumah deret. Sumber: Suryani dan Marisa dalam Fitriyani, 2005.

2.3.2. Kenyamanan Termal Rumah Sederhana (Tinjauan Studi Terdahulu) Rumah sederhana merupakan sebuah rumah yang mempunyai keterbatasan yang berupa luas bangunan, luas tanah, konstruksi dan bahan bangunan.

Karena

keterbatasan tersebut rumah sederhana cenderung lebih panas. Pada kondisi iklim tropis lembab yang normal tidak dapat dirasakan nyaman (Soegijanto, 1999). Terdapat dua elemen utama bangunan yang mempengaruhi kenyamanan termal rumah sederhana, yaitu atap dan ventilasi.

Wonorahardjo (2000) telah melakukan

penelitian pada rumah sederhana tipe 45 dengan penutup atap asbes, dinding batako dan langit-langit dari bahan kayu. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa posisi bukaan pada atap berpengaruh pada kondisi di dalam ruangan. Posisi di tengah lebih baik daripada posisi atas maupun bawah.

Sedangkan, menurut Wonorahardjo (2001)

kembali menemukan bahwa bukaan atau ventilasi pada rumah sederhana memberikan pengaruh buruk pada malam hari.

Model yang berventilasi dengan bukaan pada

struktur

cenderung

atap

dan

langit-langit

mengakibatkan

ketidaknyamanan

dibandingkan model yang tidak berventilasi. Ventilasi dinilai memberikan efek yang baik pada siang hari, namun tidak pada malam hari.

19 Berdasarkan

uraian-uraian

mengenai

perumahan

sederhana,

dapat

disederhanakan beberapa hal yang terkait langsung dengan kajian. Hal tersebut tersaji pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Elemen Desain Perumahan Sederhana dan Elemen Desain Rumah Sederhana yang Berpengaruh terhadap Termal.

Elemen Perumahan Sederhana

Elemen Desain yang Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal Rumah Sederhana

1. Lingkungan tempat tinggal 2. Rumah sederhana 3. Sarana dan prasarana

Atap Ventilasi

2.4. Tinjauan Rumah Tradisional Jawa 2.4.1. Karakteristik Rumah Tradisional Jawa dan Lingkungannya Rumah dalam kehidupan budaya Jawa adalah rumah atau halaman atau persil yang terletak pada suatu titik di suatu wilayah tertentu, dalam bentuk ruang dengan ukuran yang terbatas, sambil dirinya meninjau kembali keadaannya di masa lalu dan memikirkan keadaan dirinya pada waktu sekarang maka tempat itu dapat dipergunakan untuk beristirahat, tanpa harus mengganggu kegiatan-kegiatannya saat ini yang sangat bermanfaat untuk mempersiapkan dirinya dalam rangka menghadapi kehidupan di masa yang akan datang agar supaya kehidupan ini dapat tetap berjalan mengikuti perkembangan jaman dan dalam waktu yang bersamaan dapatlah juga dipergunakan untuk mendewasakan dirinya (Ronald, 2005). Secara umum, sebagian besar rumah orang Jawa memiliki denah dasar yang sama namun perbedaan jenis atap yang digunakan menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi pemilik rumah. Secara garis besar, tempat tinggal orang Jawa dapat dibedakan menjadi rumah bentuk Joglo, Limasan, Kampung, Masjid dan Tajug atau Tarub serta Panggang Pe. Namun, terdapat tiga jenis atap yang utama, yaitu kampung, limasan dan joglo. Atap kampung adalah jenis yang paling sederhana berdasar struktur dan dikenal sebagai tempat tinggal orang biasa; atap limasan merupakan ragam bentuk atap kampung yang lebih rumit dan digunakan untuk rumah keluarga Jawa yang berkedudukan lebih tinggi; atap joglo secara tradisonal dikaitkan dengan tempat kediaman keluarga bangsawan (Tjahjono, 2002; K Ismunandar, 2003).

20

Gambar 2.7 Atap rumah Jawa jenis kampung (kiri), limasan (tengah) dan joglo (kanan). Sumber: Tjahjono, 2002.

Tempat tinggal orang Jawa yang ideal terdiri atas tiga bangunan utama, yaitu omah, pendapa dan peringgitan (Tjahjono, 2002).

Apritasari (2003) dalam

pembahasannya menyatakan tatanan ruang rumah Jawa adalah sebagai berikut: a. Pendapa (terdapat di sisi utara), berupa ruang terbuka tanpa dinding yang digunakan sebagai tempat menerima tamu atau ruang mengadakan pertemuan. b. Omah kulon (terdapat di sisi barat). c. Omah, terdiri dari dalem, senthong tengen, senthong tengah dan senthong kiwo (terdapat di pusat/tengah), berfungsi sebagai tempat berkumpul dan aktifitas keluarga serta tempat beristirahat penghuni rumah. d. Omah wetan atau gandhok (terdapat di sisi timur), merupakan tempat penyimpanan, gudang atau lumbung dan area servis. e. Pawon (terdapat di sisi selatan), sebagai tempat aktifitas memasak dan yang berhubungan dengan api. Satwiko (2004) menyimpulkan beberapa gambaran umum dari kondisi masyarakat Jawa di wilayah iklim tropis lembab, antara lain gaya hidup dan kebiasaan. Gaya hidup pada masyarakat Jawa bercampur antara aktivitas di dalam dan di luar rumah.

Di daerah perkotaan, pagi hari dilakukan aktivitas kantor, sekolah dan

berdagang; sedangkan pada malam hari digunakan untuk berolahraga, berekreasi atau bersosialisasi. Lain halnya di perdesaan, pada siang hari adalah bertani; sedangkan malam hari lebih diutamakan bersosialisasi dan berada di rumah. Sedangkan kebiasaan yang dilakukan adalah terkait dengan jenis pakaian. Pakaian yang umumnya dikenakan adalah pakaian tipis dan pakaian sangat tipis digunakan selama waktu-waktu informal di rumah dan di luar ruangan. Lingkungan rumah tradisional Jawa identik dikelilingi oleh lansekap. Lansekap tersebut didominasi oleh pohon-pohonan, seperti nangka, mangga, kelapa dan jambu, sedangkan rumput tidak termasuk dalam lansekap Jawa. Seiring perkembangan jaman, lanskap kurang mendapat perhatian, khususnya di daerah perkotaan. Hal ini disebabkan

21 oleh perubahan aktivitas manusia. Dalam penanaman pepohonan, terdapat jarak yang cukup dari rumah.

Keuntungan yang diperoleh bagi rumah, antara lain dapat

mengurangi efek akar yang dapat merusak dan melindungi dari kelembaban tinggi. Umumnya halaman yang luas memposisikan bangunan rumah simetris di tengah lahan. Orientasi merupakan satu hal yang utama dalam perencanaan sebuah rumah bagi masyarakat Jawa. Secara filosofis, orientasi memiliki hubungan dengan penghormatan pada kesultanan, yaitu pada poros utara - selatan.

Selain itu, sebagai simbol

kepercayaan yang menghubungkan antara spiritual dengan elemen natural, seperti gunung dan air. Orientasi rumah Jawa tidak harus menghadap jalan utama (orientasi arah utara – selatan lebih kuat), sehingga ada minor street yang menghubungkan muka depan bangunan ke jalan utama. Adanya arah orientasi seperti ini, ternyata memiliki keuntungan, antara lain mereduksi sinar matahari yang kuat dan perolehan angin yang dominan (Satwiko, 2004). Secara filosofis, rumah tradisional Jawa dibangun dengan didasari oleh berbagai nilai simbolik. Seperti dinyatakan oleh Ronald (2005), bahwa terdapat dua nilai, yaitu nilai immaterial dan material yang terkandung dalam rumah Jawa. Nilai immaterial terkait hubungan masyarakat Jawa dengan Tuhan Yang Maha Kuasa, mengandung pengertian luas, keterbukaan dan kejujuran. Secara fisik, hal tersebut diwujudkan dalam beberapa hal, antara lain a) Luas: perbandingan antara bangunan dan ruang luar relatif kecil, antara 40:60 atau 30:70; b) Keterbukaan: batas antar rumah tidak berpagar dinding serta rapat oleh tanaman hidup (perdu atau pohon kayu-kayuan), pantangan menanam rumput atau perdu rendah di permukaan lahan halaman; dan c) Kejujuran: permukaan tanah asli (tanah liat, pasir dan lumut). Selain itu, nilai immaterial memiliki makna lain, seperti status, pusat dan lain-lain. Wujud lainnya adalah penggunaan soko guru; susunan ruang menerus, yaitu dari muka ke belakang atau dari segi strukturnya, yakni dari bubungan, tumpang sari, soko guru, umpak hingga lantai; dan bentuk atap yang melindungi seluruh luasan lantai. Sedangkan nilai material terkait dengan status dan kedudukan, hubungan antara orang tua dan anak, bangsawan atau guru dan cendekiwan. Hal tersebut diwujudkan secara fisik dalam bentuk rumah kepala desa (orang dengan kedudukan tinggi) terletak di pusat dengan ketinggian rumah lebih dari rumah yang lain; rumah orang tua berada di belakang rumah anak dan memiliki ketinggian lebih dari rumah anaknya; aksesibilitas rumah orang tua langsung, sedangkan rumah anak tidak langsung atau dari samping.

22 Permukiman masyarakat Jawa identik dengan permukiman di pedesaan. Karakteristik sebuah permukiman masyarakat Jawa yang dapat dihimpun dari Ronald (2005), antara lain jarak antar rumah cukup jauh, jarak tersebut cukup untuk membuat rumah dapat dilihat dan dinikmati dari jauh; bentuk-bentuk rumahnya tampak sama (homogen) dan tidak kontras; dan berjarak pandang sejajar horizontal. Syarat-syarat rumah tinggal adalah masih dalam jarak pandang tetangga sekitarnya, bidang lahan yang relatif sama tinggi dengan tempat tinggal tetangga dan tidak ada batas yang berbentuk halang pandang Hal lain yang terkait dengan rumah Jawa adalah proporsi luasan bangunan adalah 2:3, 3:4, 3:3 atau 3:5; tinggi bangunan 2,5 kali tinggi manusia rata-rata; sistem perlubangan menggunakan penghalang berupa seketeng atau rana, jeruji, tirai kayu, dinding penghalang dan pohon penghalang; terdapat permainan irama, terlihat pada tinggi rendah pohon dan langit-langit ruangan; batas privasi terasa transparan, pagar pembatas pendek, memungkinkan untuk saling berinteraksi namun tetap terbatasi; dan fungsi ruang publik maupun privat memiliki perbedaan perlakuan, misalnya ruang publik menggunakan dinding terbuka atau berupa tiang-tiang saja.

2.4.2. Kriteria Desain dan Kenyamanan Termal Rumah Tradisional Jawa Terkait dengan penjelasan pada sub bab sebelumnya mengenai karakteristik ruang rumah Jawa, desain rumah Jawa terbentuk atas pertimbangan nenek moyang masyarakat Jawa atas banyak faktor sehingga menghasilkan desain yang ideal, nyaman dihuni. Menurut Ronald (2005), comfort atau kenyamanan adalah kenikmatan fisik yang diharapkan seseorang, terutama berkaitan dengan panca indra manusia (mata: pencahayaan; hidung: bau-bauan; telinga: kebisingan; kulit: kelembaban, debu; lidah: rasa air dan kadang-kadang juga tanah). Bagi masyarakat Jawa, ukuran kenikmatan yang dikehendaki ialah pencahayaan: tidak terlalu terang dan tidak silau; bau-bauan: wangi-wangian alam (bunga, tanah); kebisingan: dibawah 40 dB; kelembaban, debu: 70%-80%, sering berasap tipis; air, tanah: tawar, manis. Secara umum, pembagian sebuah bangunan terdiri atas tiga bagian, yaitu atas, tengah dan bawah. Demikian pula dengan rumah Jawa, atas adalah bagian atap, tengah adalah dinding dan bawah adalah pondasi atau lantai. Berdasarkan Guideline Desain Bangunan Iklim Panas Lembab untuk Atap, Dinding, Lantai dan Arsitektur Jawa (Satwiko, 2004), beberapa penjelasan desain rumah tradisional Jawa dan terkait dengan kenyamanan termal yang terbentuk adalah sebagai berikut:

23 a. Atap. Bentuknya didasarkan pada perhitungan spiritual Jawa petungan. Terdapat 5 bentuk utama, masing-masing adalah Tajug, Joglo, Limasan, Kampung dan Panggang Pe. Arsitektur Jawa tidak mempunyai sosoran yang lebar. Material yang digunakan adalah material alami yang baik untuk insulator panas, seperti genteng merah (dominan, bahannya berpori yang berguna untuk ventilasi) atau sirap kayu, bambu. b. Dinding. Dibagi atas dua jenis, yaitu sebagai berikut: 1) Dinding eksterior. Bangunan Jawa tidak mengutamakan adanya bukaan pada dinding. Relatif jendela kecil dengan palang-palang. Jendela cenderung sebagai penghubung

antara

dalam

(mikrokosmos)

dan

luar

(makrokosmos),

dibandingkan fungsi ventilasi. Materialnya berupa material alami, yaitu papanpapan kayu bercat, anyaman bambu putih (dilabur) atau batu bata merah, juga dalam warna yang natural. Material alami ini adalah insulator panas yang baik, walaupun perolehan panas kurang karena di sekeliling bangunan terdapat pohon yang menghambat radiasi matahari. 2) Dinding interior. Interior bangunan Jawa sederhana dengan layout terbuka. Dalem terdiri atas dalem, gandhok kiwo, gandhok tengah, gandhok tengen (sesuai dengan panduan umum; denah bebas, bebas bergerak, sedikit partisi. Material yang digunakan adalah papan kayu atau anyaman bambu (sesuai dengan panduan umum; berupa material ringan). c. Lantai. Lantai bangunan Jawa adalah tanah yang ditinggikan, namun tanpa ruang dibawahnya (sesuai dengan panduan umum; basement adalah tidak berguna karena kelembaban yang tinggi, bangunan yang dinaikkan dari tanah menyediakan ventilasi yang lebih baik pada ruang di dalam bangunan).

Material yang digunakan adalah

material sederhana, seperti lantai ubin atau material lokal seperti gipsum dan pasir.

2.4.3. Kenyamanan Termal Rumah Tradisional Jawa (Tinjauan Studi Terdahulu) Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa prinsip pengendalian pasif atau alami yang dilakukan rumah Jawa untuk pencapaian kenyamanan termal dalam ruangnya, antara lain: a. Elemen bangunan. Atap rumah Jawa memiliki keunggulan yang nyata dibandingkan dengan atap rumah non-Jawa karena potensi ventilasi yang lebih tinggi.

Berdasarkan penelitian

Satwiko (2004), atap Joglo terbukti lebih nyaman (suhu udara lebih rendah 1 ºC)

24 dari Limasan. Hal tersebut disebabkan oleh bentuk sudut yang banyak dari atap Jawa yang menciptakan tekanan positif yang sangat tinggi pada permukaan angin, khususnya yang dekat dengan permukaan garis lipatan dan menciptakan ventilasi potensial pada level atap. Sirkulasi udara di dalam atap penting, karena memberikan kontribusi panas di ruang dibawahnya yang mempengaruhi kenyamanan termal (Purwanto et.al, 2006). Keunggulan atap ini didukung pula oleh material penutup atap khusus rumah Jawa, yaitu atap genteng tradisonal. Material tersebut memiliki konduktivitas yang rendah dan porositas yang tinggi untuk mengurangi panas matahari.

Sebagai material

insulator panas, suhu di dalam tidak naik tinggi (< 51qC) di atas intensitas radiasi matahari. Atap genteng menyediakan celah untuk ventilasi. Tanpa semua bukaan dinding, rumah Jawa telah menyediakan lebih banyak kenyamanan dibanding rumah non-Jawa. Keunggulan atap genteng ini jelas ketika semua pintu dan jendela rumah Jawa ditutup. Elemen dinding pada bangunan Jawa relatif sama dengan bangunan modern. Sedangkan langit-langit adalah penting dalam kelangsungan pendingin udara luar ke zona hunian (Satwiko, 2004). b. Tata atur ruang (Apritasari, 2003) 1) Tata atur ruang disusun berdasar arah mata angin, disesuaikan dengan fungsinya.

Hal tersebut berkaitan dengan penerimaan radiasi matahari rumah Jawa, radiasi terbesar adalah pada sisi timur dan barat pada omah wetan dan omah kulon, yaitu sebesar 50%. 2) Kenyamanan termal dicapai dalam ruang rumah Jawa pada waktu malam hari hingga pagi hari. Periode temperatur di dalam ruang dihasilkan overheating di dalam ruang terjadi ketika temperatur di luar ruang juga overheating. Sebagian besar terjadi ketika rumah (omah) tidak dihuni. Ketika di luar dalam keadaan underheating, maka di dalam ruang kenyamanan termal tercapai. 3) Hubungan antara perolehan panas tiap ruang dengan kegiatan penghuni, yaitu

intensitas panas matahari yang diterima oleh tiap ruang (poin 1) tidak mengganggu kegiatan penghuni, contohnya adalah perolehan panas terbesar pada sisi barat dan timur bangunan tidak dirasakan mengganggu, karena kegiatan penghuni dikedua sisi tersebut kecil.

25 Berikut ini merupakan tabel ringkasan konsep dan bentuk rumah tradisional Jawa, baik yang berhubungan dengan termal maupun tidak.

Tabel 2.3

Elemen Bangunan, Bentuk dan Konsep Lingkungannya, Konsep dan Bentuk.

No.

Elemen

1.

Rumah

Tradisional

Jawa

dan

Bentuk

Konsep

Atap

- Tiga jenis yang dominan, yaitu kampung, limasan dan joglo - Tidak memiliki sosoran yang lebar - Material genteng merah/ sirap kayu/ bambu

- Joglo lebih nyaman dari Limasan - Bahan yang berpori untuk ventilasi - Melindungi seluruh luas lantai

2.

Tata ruang

Pendhopo, omah (omah wetan, tengah dan kulon), senthong, pawon

Perolehan radiasi matahari disesuikan dengan fungsi ruang

3.

Lanskap

- Didominasi pohon-pohon besar, seperti nangka, mangga, kelapa dan jambu - Cultural landscape sejenis - Tidak menanam rumput atau perdu, permukaan tanah asli

- Menghindari efek pohon yang tidak baik, seperti akar dan kelembaban yang tinggi - Makna immaterial: Kejujuran dan Keterbukaan

4.

Posisi

- Simetris di tengah lahan

5.

Orientasi

Utara-selatan

- Makna simbolik - Mereduksi sinar matahari yang kuat - Perolehan angin yang dominan

6.

Dinding

- Eksterior dengan material papan kayu bercat, anyaman bambu dilabur atau batu bata merah - Interior, layout terbuka dan sederhana, material berupa material ringan berupa papan kayu/ anyaman atau bambu - Tanpa bukaan dinding

Tanpa bukaan nyaman

7.

Lantai

- Berupa ruang yang ditinggikan 2040cm - Material ubin, gipsum dan pasir

- Mengurangi kelembaban yang tinggi - Menyediakan ventilasi yang lebih baik pada ruang di dalam bangunan

8.

Ratio bangunan dengan ruang luar

40:60 30:70

Makna nilai immaterial: Luas

9.

Batas rumah

- Tidak berpagar dinding atau berupa pagar pendek - Rapat oleh tanaman hidup (perdu/ pohon kayu-kayuan)

- Makna nilai immaterial: Terbuka - Privasi tampak transparan

10.

Ruang

- Menggunakan soko guru - Susunan menerus: muka ke belakang; atas ke bawah, bubungan, tumpang sari, soko guru, umpak hingga lantai

11.

Ornamen

Ukir-ukiran

12.

Warna

Hijau, kuning emas, merah, hitam, ungu anggur, putih

antar

dinding

lebih

26 Lanjutan Tabel 2.2. ... 13.

Aksesibilitas

Langsung dan dari samping

14.

Ketinggian bangunan

2,5 kali tinggi manusia rata-rata - Homogen, tidak kontras, namun ketinggian rumah orang tua atau bangsawan atau tokoh masyarakat lebih tinggi.

15.

Rasio bentuk rumah

2:3, 3:4, 3:3, 3:5

16.

Sistem perlubangan

Adanya penghalang pada jendela, menggunakan seketeng/ rana, jeruji, tirai kain, dinding penghalang atau pohon penghalang

17.

Jarak pandang antar rumah

Sejajar horizontal atau relatif sama tinggi

18.

Jarak rumah

19.

Permainan irana

2.5.

antar

Status/ kedudukan

Saling berjauhan

Agar dapat dilihat dan dinikmati dalam jarak maksimal

- Tinggi rendah pohon - Langit-langit ruangan

Kerangka Teoritik Kerangka teoritik adalah lanjutan dari kerangka pemikiran yang berisi uraian

latar belakang dan permasalahan.

Kerangka ini merupakan kerangka yang berisi

tinjauan pustaka. Iklim, perumahan sederhana dan rumah tradisional Jawa merupakan bahasan utama dalam bab ini. Melalui tinjauan iklim diperoleh zona kenyamanan termal dan suhu, cara penanganan permasalahan iklim secara alami serta hal-hal yang terkait dengan simulasi yang menjadi instrumen utama dalam proses kajian. Tinjauan tersebut selanjutnya menjadi acuan dalam proses analisis dan pembahasan. Secara spesifik, terkait dengan kenyamanan suhu pada objek kajian. Tinjauan kedua adalah mengenai

karakteristik

perumahan

sederhana

dan

kajian

terdahulu

terhadap

kenyamanan termal rumah sederhana. Hasil pustaka tersebut digunakan sebagai dasar dalam menentukan variabel perumahan sederhana yang akan dibahas serta sebagai dasar dalam pembahasan kenyamanan termal objek kajian.

Sedangkan, tinjauan terakhir

adalah rumah tradisional Jawa, diperoleh konsep dan bentuk rumah tradisional Jawa baik yang berkaitan langsung dengan termal maupun tidak, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan variabel rumah tradisional Jawa yang akan digunakan sebagai dasar perancangan perumahan sederhana. Kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Rumusan Masalah Bagaimana kondisi kenyamanan suhu pada perumahan sederhana di Kota Malang? Apa saja prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana guna memenuhi kenyamanan suhu? Bagaimana penerapan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya pada perumahan sederhana? Rumah Tradisional Jawa

Perumahan Sederhana

Iklim

Kriteria desain dan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya

Elemen-elemen yang mempengaruhi kenyamanan termal

Elemen-elemen perumahan sederhana

Simulasi

Penanganan permasalahan iklim

Zona kenyamanan termal

Iklim di wilayah kajian

Dasar penentuan variabel rumah tradisional Jawa

Dasar perancangan perumahan sederhana

Dasar penentuan variabel perumahan sederhana

Acuan analisis dan pembahasan

Kerangka pemikiran berisi uraian tinjauan pustaka

1. Tinjauan rumah tradisional Jawa dan lingkungannya 2. Kriteria desain dan kenyamanan termal rumah tradisional Jawa

1. Karakteristik perumahan sederhana 2. Kenyamanan termal rumah sederhana (Tinjauan studi terdahulu)

4. Simulasi: Ecotech

1. Karakteristik iklim tropis lembab 2. Kenyamanan termal pada kondisi iklim tropis lembab 3. Penyelesaian terhadap permasalahan iklim

Gambar 2.8 Kerangka teoritik, kerangka pemikiran berisi uraian tinjauan pustaka.

Kerangka pemikiran berisi latar belakang dan permasalahan

c.

b.

a.

Batasan Masalah

Identifikasi Masalah

Latar Belakang

Ide/Pemikiran

BAB III METODE KAJIAN

3.1.

Jenis Kajian Kajian ini termasuk dalam jenis rasionalisme kuantitatif (Anonim, 2008).

Karakteristik kajian ini antara lain bersifat konkret, teramati dan terukur; data sebagian besar berupa angka; bertujuan menguji teori, mencari generalisasi dan ada hubungan antar variabel; desain penelitiannya spesifik, jelas, rinci, ditentukan pasti sejak awal dan tahapan yang berkesinambungan; hubungan antara peneliti dengan objek kajian dan responden independen; dan memiliki waktu yang terbatas sesuai dengan jadwal yang ditentukan (Wulandari, 2008). Rasionalisme berkaitan dengan logika.

Berdasarkan

tujuannya, hasil akhir kajian berupa sebuah model yang perancangannya didasari oleh pendekatan rasionalisme yang didasari dan didukung oleh data kuantitatif. Salah satu instrumen kajian ini adalah tes.

Dalam kajian ini, tes yang dilakukan berbentuk

simulasi.

3.2.

Rancangan Kajian Berdasarkan rumusan masalah, kajian ini bertujuan untuk mengetahui

kenyamanan suhu perumahan sederhana dan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan untuk memenuhi kenyamanan suhu yang lebih baik pada perumahan sederhana. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, proses kajian ini menggunakan sampel perumahan sederhana pada wilayah yang telah ditentukan, yakni Kota Malang. Sampel tersebut selanjutnya akan menjadi indikator dalam pelaksanaan kajian. Kegiatan dalam kajian ini dilaksanakan dalam tiga tahap secara berurutan, yaitu evaluasi, perencanaan dan perancangan. Tahap evaluasi merupakan tahap awal yang dilakukan dan berkompeten untuk menjawab permasalahan kajian yang pertama. Tahap perencanaan

adalah

tahap

yang

menghasilkan

kriteria-kriteria

desain

dalam

perancangan, yang diperoleh dari hasil evaluasi dan tinjauan pustaka. Kriteria tersebut merupakan jawaban rumusan masalah yang kedua, sekaligus sebagai dasar perancangan pada perumahan sederhana. Sedangkan, hasil perancangan merupakan jawaban akan rumusan masalah ketiga. Suatu perumahan sederhana terdiri atas 3 unsur, yaitu lingkungan tempat tinggal, rumah sederhana dan sarana-prasarana. Berdasarkan hal tersebut, ditentukan 2 variabel dalam kajian ini, yaitu lingkungan tempat tinggal dan rumah sederhana.

28

Alasan

29 pengambilan dua unsur sebagai variabel adalah karena kesesuaian dengan tema kajian yang membahas mengenai kenyamanan termal atau suhu. Lingkungan dan bangunan rumah sangat berpengaruh terhadap kenyamanan suhu.

Sedangkan sarana dan

prasarana, khususnya sarana, tidak berpengaruh langsung dan dominan terhadap kenyamanan suhu dan tidak diutamakan ada dalam lingkungan perumahan sederhana, sehingga dengan sengaja diabaikan. Pembahasan mengenai sarana dan prasarana hanya yang terkait dengan kedua variabel, seperti jalan atau ruang terbuka hijau saja. Dari variabel tersebut diperoleh atribut yang lebih spesifik untuk diteliti secara mendalam, yaitu sebagai berikut: a. Lingkungan rumah tinggal 1) Orientasi bangunan 2) Bangunan sekitar dan vegetasi b. Rumah sederhana 1) Posisi bangunan 2) Bentuk bangunan 3) Selubung bangunan, yang terdiri atas: - Dinding - Atap - Bukaan atau ventilasi Dalam pelaksanaan kegiatan kajian, simulasi merupakan jembatan yang menghubungkan antar tahapan. Simulasi menunjang hasil evaluasi yang selanjutnya digunakan dalam tahap perencanaan. Dalam perencanaan tersebut digunakan simulasi untuk memperoleh kriteria-kriteria desain yang berguna sebagai dasar perancangan (Gambar 3.1).

Simulasi

Evaluasi

Perencanaan

Perancangan

Gambar 3.1 Rancangan kegiatan kajian.

Pada tahap awal dilakukan survei literatur untuk mengumpulkan data-data sekunder.

Kumpulan data tersebut berupa teori kenyamanan termal, perumahan

30 sederhana dan rumah tradisional Jawa yang diperoleh dari buku, karya penelitian ilmiah, browsing internet dan lainnya.

3.3.

Teknik Pengumpulan Data Terdapat 5 teknik pengumpulan data, yaitu tes (misal tes kecerdasan); angket

atau kuesioner; wawancara atau interview; observasi atau pengamatan; dan telaah dokumen atau metode mengumpulkan dokumen (Amirin, 1995).

Khusus dalam

penelitian kuantitatif dikumpulkan dengan tiga cara, antara lain kuesioner, observasi dan wawancara (Wulandari, 2008). Data-data yang diperlukan dalam kajian ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu sebagai berikut: a. Iklim Kota Malang, yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Karangploso dan Universitas Brawijaya Malang.

Data ini merupakan harga rata-

rata 5 tahun yang terdiri dari nilai 5 unsur iklim. Berdasarkan kajian pustaka, unsur yang diutamakan adalah yang berpengaruh besar terhadap kenyamanan termal, yaitu, suhu, angin dan kelembaban. Fungsi data iklim ini adalah untuk mengetahui kondisi iklim Kota Malang dan menentukan zona batas kenyamanan termal atau suhu. b. Sampel perumahan sederhana di Kota Malang. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain kajian, bergantung pada penilaian atau pertimbangan peneliti (Nasution, 2004), dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Metode purposive sampling

Kriteria perumahan sederhana

Memilih perumahan di Malang yang sesuai dengan kriteria

OBJEK KAJIAN

Gambar 3.2 Proses penentuan sampel sebagai objek kajian.

Adapun kriteria yang harus dipenuhi oleh perumahan sebagai sampel adalah sesuai dengan Kepmen 403/ KPTS/M/2002. Beberapa kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1) Terdiri atas tipe-tipe rumah sederhana, terletak pada kisaran tipe 21 dan 36.

31 2) Tiap rumah terdiri atas minimal 1 ruang tertutup (ruang tidur), 1 ruang serbaguna dan fasilitas MCK. 3) Tiap unit bangunan memiliki luas lahan minimal 72 m. Objek yang terpilih adalah Perumahan PNS yang berlokasi di Kelurahan Lesanpuro Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Perumahan ini merupakan salah satu proyek Pemerintah Kota Malang dalam pengadaan 1000 rumah sehat bagi pegawai negeri sipil golongan I dan II. Salah satu standar yang diacu oleh perumahan ini adalah standar rumah sederhana sehat, tipe rumah yang telah dibangun adalah tipe 29.

Perumahan yang direncanakan dan dibangun mulai tahun 2006, pada saat

penulisan skripsi ini (2008-2009) masih dalam proses pengerjaan pembangunan.

Gambar 3.3

Gambaran Perumahan PNS Lesanpurom, tampak depan rumah tipe 29 (kiri) dan tampak kawasan perumahan (kanan).

Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data-data perumahan sederhana ini adalah sebagai berikut: 1) Observasi. Dilakukan pada keseluruhan tapak objek kajian, baik luar maupun dalam lingkungan perumahan, antara lain terdiri atas topografi, orientasi, vegetasi maupun bangunan sekitar. Adapun instrumen yang digunakan berupa kamera dan alat tulis. 2) Wawancara.

Cara ini berguna dalam memperoleh data yang tidak bisa

didapatkan melalui observasi.

Misalnya adalah kondisi di dalam tiap unit

kapling bangunan rumah serta gambaran kondisi termal menurut persepsi penghuni yang dapat dijadikan sebagai acuan awal dalam pembahasan kajian. 3) Melalui instansi yang terkait dengan pembangunan perumahan tersebut, antara lain Bappeko Malang, Wasbangdaling Malang dan PT Kharisma Karangploso (pengembang Perumahan PNS Lesanpuro).

Sebagian besar terkait dengan

gambar-gambar kerja dan informasi mengenai finansial bangunan rumahnya. Fungsi data perumahan ini adalah sebagai bahan proses evaluasi dan perancangan.

32 c. Konsep dan bentuk rumah tradisional Jawa dan lingkungannya, diperoleh melalui studi literatur (telaah dokumen), baik buku maupun hasil penelitian. Konsep dan bentuk tersebut dapat terkait langsung dengan termal atau tidak. Fungsi data ini sebagai treatment dalam menyelesaikan permasalahan kenyamanan suhu pada perumahan sederhana. Ringkasan mengenai uraian teknik pengumpulan data telah diakumulasikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data. Data yang diperlukan Perumahan sederhana di Kota Malang Æ Perumahan PNS Lesanpuro

Cara

Informasi

Fungsi

Observasi

Kondisi tapak, yaitu lingkungan luar dan dalam kawasan perumahan (topografi, orientasi, vegetasi dan bangunan sekitar)

Wawancara

Lingkungan di dalam unit bangunan rumah

Instansi

Gambar kerja dan aspek finansial

Iklim Kota Malang

BMG

Data iklim 5 tahun, terutama: - Suhu - Angin - Kelembaban

Mengetahui kondisi iklim Kota Malang dan menentukan zona batas kenyamanan termal atau suhu

Rumah tradisional Jawa dan lingkungannya

Literatur

Konsep dan bentuk

Treatment pada perumahan sederhana

3.4.

Bahan dalam proses evaluasi dan perancangan

Teknik Pengolahan Data Sesuai dengan tahapan kegiatan, proses pengolahan data dibagi menjadi tiga,

yaitu sebagai berikut: a.

Tahap Evaluasi Langkah awal adalah pemaparan kondisi eksisting sesuai dengan variabel kajian berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Selanjutnya, berdasarkan paparan tersebut dilakukan simulasi hingga diperoleh hasil berupa data kuantitatif. Kemudian hasil simulasi dianalisis menggunakan suhu netral dan grafik minimum kecepatan aliran udara untuk ventilasi (baca: Bab 2.2.2). Hasil analisis dibahas berdasarkan kajian pustaka mengenai tinjauan penyelesaian permasalahan pada iklim tropis lembab secara alami. Secara rinci, tersaji pada Gambar 3.4.

33 Kondisi eksisiting sample perumahan sederhana

Proses evaluasi, menggunakan simulasi

Hasil Evaluasi

Gambar 3.4 Proses tahap evaluasi.

b.

Tahap Perencanaan Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan kriteria-kriteria desain yang akan digunakan dalam perancangan model baru perumahan sederhana. Hasil evaluasi menjadi data awal dalam tahap ini. Berdasarkan hasil evaluasi, ditentukan variabel perumahan sederhana yang lebih spesifik yang nantinya sebagai dasar dalam menentukan variabel rumah tradisional Jawa. Proses selanjutnya adalah melakukan uji simulasi. Model yang digunakan adalah sampel perumahan sederhana. Dalam proses simulasi, sampel tersebut dimodifikasi berdasarkan prinsip rumah tradisional Jawa yang tercantum sebagai variabel. Hasil yang diperoleh merupakan hasil yang secara optimal dapat menurunkan suhu di dalam ruang.

Langkah

selanjutnya adalah proses analisis berdasarkan suhu eksisting dan suhu netral. Jika suhu hasil modifikasi yang diperoleh lebih rendah dibandingkan suhu eksisting dan mendekati suhu netral, maka layak menjadi kriteria desain dalam perancangan perumahan sederhana. Tahapan proses ini tersaji pada Gambar 3.5.

Hasil Evaluasi

Variabel Perumahan Sederhana

=

Variabel Rumah Tradisional Jawa

Proses modifikasi berdasarkan prinsip rumah tradisional Jawa, menggunakan simulasi

Kriteria-kriteria desain

Gambar 3.5 Proses tahap perencanaan.

c.

Tahap Perancangan Metode perancangan yang digunakan adalah eksploratif, yang didasari oleh konsep perencanaan. Model baru dirancang berdasarkan kriteria-kriteria desain yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan. Selanjutnya, model dikembangkan secara eksploratif berdasarkan prinsip-prinsip rumah tradisional Jawa.

Meskipun

eksploratif, model ini tetap memiliki batasan. Batasan tersebut adalah kriteria perumahan sederhana. Model yang telah dihasilkan selanjutnya diuji kenyamanan suhunya melalui simulasi.

34 3.5.

Proses Simulasi Simulasi dalam kajian ini berfungsi sebagai instrumen untuk mengetahui kondisi

kenyamanan suhu pada objek kajian. Alat ini merupakan pengganti dari pengujian lapangan. Adapun software yang digunakan adalah Ecotect. Program ini telah teruji validitasnya, hasil yang diperoleh sama dengan hasil pengujian lapangan (Nugroho, 2008). Dalam kajian ini, simulasi dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu Simulasi I untuk menguji kenyamanan suhu kondisi eksisting objek perumahan terpilih, sekaligus membuktikan tinjauan terdahulu mengenai permasalahan kenyamanan termal pada rumah sederhana; Simulasi II untuk memperoleh kriteria-kriteria desain yang akan digunakan dalam perancangan model baru perumahan sederhana; dan Simulasi III untuk menguji kenyamanan suhu model baru perumahan sederhana hasil perancangan. Proses simulasi terbagi dalam dua tahapan, adalah sebagai berikut: a. Tahap Persiapan Proses simulasi memerlukan dua hal dalam pelaksanaannya, yaitu model dan skenario. 1) Model, adalah objek yang akan diuji, dapat berupa bidang maupun ruang. Dalam simulasi ini, objek kajian berupa perumahan. Sehingga model yang dibuat harus mewakili perumahan tersebut, dapat berupa 1 deret rumah dengan jumlah rumah sesuai dengan kondisi eksisting. Keterbatasan program dalam kajian ini adalah hanya dapat menguji bangunan dan elemen-elemennya saja, sehingga simulasi ini difokuskan dalam menilai keadaan suhu di dalam rumah saja.

Meski demikian setting yang akan

digunakan sama dengan kondisi perumahan sebenarnya (dijelaskan lebih lanjut pada poin skenario). Model dibuat tiap ruang dengan sistem zona. Misalnya, dalam 1 deret rumah terdapat 3 ruang, maka dibuat 3 zone dengan keadaan bukaan, dimensi, material dan penyusunan zone yang sama seperti kondisi eksisting. Secara keseluruhan, model yang digunakan dalam kajian ini ada dua, yakni model eksisting dan model baru. Gambar model rumah dan model rumah deret dalam Ecotect, dapat dilihat masing-masing pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.

35

Gambar 3.6 Model rumah di Ecotect, zone ruang.

Gambar 3.7 Model deret rumah di Ecotect.

2) Skenario, adalah gambaran situasi yang akan dialami oleh model. Skenario dalam kajian ini terdiri atas data iklim yang digunakan, waktu pengukuran dan variabel pengujian.

Skenario pada seluruh simulasi relatif sama, perbedaan

hanya terletak pada karakteristik model dan variabel pengujian. Data iklim yang digunakan terkait dengan lokasi objek kajian, yaitu Kota Malang. Namun belum tersedianya data iklim Malang dalam program Ecotect menyebabkan penggunaan data iklim lain. Iklim yang terpilih adalah Jakarta, didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu persamaan letak wilayah di Indonesia dan posisi lintang yang tidak berbeda jauh (Jakarta 6q 12’ LS dan Malang 7q 6’ LS). Selain itu adalah perbandingan antara suhu Jakarta dan Malang dalam batas toleransi perbedaan suhu dapat dianggap sama.

Batas

toleransi rasio perbedaan suhu Malang dan Jakarta adalah 20% yang diukur menggunakan perhitungan deviasi. Jika perbandingan tersebut lebih dari 20 %, maka tidak dapat digunakan. Untuk menentukan layak atau tidaknya, dapat

36 dilihat melalui suhu bulanan, baik suhu rata-rata atau suhu maksimum. Hasil yang diperoleh adalah bulan-bulan yang dapat digunakan untuk waktu simulasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung rasio suhu dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Suhu Malang – Suhu Jakarta x 100% Suhu Malang Pada Tabel 3.2 menunjukkan hasil perhitungan perbandingan antara iklim Jakarta dan Malang. Bulan-bulan yang dapat digunakan adalah seluruh bulan, kecuali Juni, Juli dan Agustus.

Tabel 3.2 Prosentasi Ratio Iklim Malang dan Jakarta. Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Ratio Suhu Rata-rata (dalam %) 7.0 9.1 14.6 14.4 17.5 20.9 23.8 20.5 17.7 17.8 12.8 13.1

Ratio Suhu Maksimum (dalam %) 0.9 1.2 9.6 10.2 12.4 14.3 15.4 10.4 8.9 10.8 4.4 9.0

Waktu pengukuran adalah waktu pelaksanaan simulasi. Terdiri atas bulan dan tanggal. Waktu tersebut diperoleh melalui hasil analisis. Iklim Kota Malang, terutama suhu. Dengan metode numerik, suhu dianalisis hingga diperoleh bulan yang sesuai untuk kepentingan kajian, yaitu menilai tingkat kenyamanan suhu dalam ruang.

Metode Numerik

Iklim Kota Malang

Gambar 3.8 Penentuan waktu simulasi.

Suhu

Bulan terpilih Tanggal terpilih

37 Hal terakhir yang diperlukan dalam pembuatan skenario adalah variabel pengujian.

Penentuan variabel tergantung pada tujuan yang ingin dicapai.

Variabel pada Simulasi I didasarkan atas variabel dan atribut kajian, sedangkan variabel Simulasi II ditentukan berdasarkan hasil simulasi pertama. Simulasi III merupakan pembuktian, sehingga variabel pengujinya didasarkan atas kondisi hasil rancangan. b. Tahap Pengujian Model dengan skenario yang telah dibuat selanjutnya diujikan (running). Sesuai dengan tujuan simulasi untuk menguji kenyamanan suhu, maka digunakan thermal analysis. Fokus pengamatan adalah pada suhu per jam per zone ruang. Hasil tersebut selanjutnya dianalisa berdasarkan suhu netral (baca: Bab II) hingga diperoleh kesimpulan mengenai kondisi kenyamanan suhu pada objek kajian. Tahapan Simulasi I dan Simulasi II masing-masing dapat dilihat pada Gambar 3.9 dan 3.10. Tahap pengujian simulasi III adalah sama dengan Simulasi I, perbedaan hanya terletak pada model yang digunakan. Simulasi III menggunakan model baru hasil perancangan. Mulai

Skenario

Model Eksisiting

INPUT DATA Bagi Program Ecotect Variabel dan atribut kajian

Data Iklim Waktu Simulasi

OUTPUT Suhu tiap ruang (Fokus pada ruang-ruang utama)

Analisa berdasarkan Suhu Netral

Kondisi kenyamanan suhu model

Gambar 3.9 Proses Simulasi I.

38

MULAI

Modifikasi Model Eksisiting

Skenario

INPUT DATA (Ditentukan dari hasil evaluasi)

OUTPUT Suhu tiap ruang (Fokus pada ruang-ruang utama)

Tidak

Apakah hasil optimal (mendekati atau kurang dari suhu netral)?

Ya

Kriteria Desain

Gambar 3.10 Proses Simulasi II.

Hasil simulasi pada kajian ini berupa data kuantitatif, ditunjukkan dengan angkaangka derajat celcius suhu luar bangunan (outside) dan suhu dalam bangunan (inside). Data-data tersebut dapat dilihat atau dibaca per zona ruang. 3.6.

Proses Penyimpulan Hasil Kajian Terdapat tiga kesimpulan yang diperoleh dari proses kajian. Pertama adalah

Hasil I yang dirumuskan dari evaluasi kondisi eksisting sampel perumahan sederhana. Selanjutnya adalah Hasil II yang berasal dari proses perencanaan. Sedangkan, ketiga adalah Hasil III yang merupakan hasil eksplorasi dari hasil yang kedua.

Setelah

diperoleh kedua hasil tersebut kemudian berlanjut pada tahap pembahasan hingga kesimpulan akhir. Model baru perumahan sederhana merupakan hasil tambahan yang mendukung proses kajian ini. Proses penyimpulan ini dapat dilihat pada metode kajian, Gambar 3.11.

39 Ide/pemikiran yang didukung oleh literatur dan fakta lapangan

Latar belakang

a. b.

c.

Rumusan masalah: Bagaimana kondisi kenyamanan suhu pada perumahan sederhana di Kota Malang? Apa saja prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana guna memenuhi kenyamanan suhu? Bagaimana penerapan prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya pada perumahan sederhana?

Pengumpulan Data

- Observasi - Kuisioner - Wawancara - Instansi - Studi literatur

Pengolahan Data TAHAP EVALUASI Perumahan sederhana

TAHAP PERENCANAAN Prinsip rumah tradisional Jawa, sebagai dasar modifikasi

SIMULASI

TAHAP PERANCANGAN Model baru perumahan sederhana

HASIL Hasil I

Hasil II

Hasil III

Pembahasan

Simpulan

Gambar 3.11 Metode kajian.

Desain model baru perumahan sederhana yang optimal (nyaman suhu)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Pendahuluan Bab ini berisi pemaparan hasil dari proses kajian yang telah dilakukan beserta

pembahasannya.

Terbagi atas atas lima sub-bab, masing-masing adalah mengenai

kondisi iklim di Kota Malang sebagai wilayah kajian, zona kenyamanan suhu, evaluasi terhadap kondisi kenyamanan suhu pada sampel perumahan yang dikaji, kriteria desain perancangan perumahan sederhana yang diperoleh dari prinsip termal rumah tradisional Jawa dan hasil aplikasi kriteria desain pada perancangan perumahan sederhana yang baru. Dalam tiap sub-bab terdiri atas hasil dan proses tahapan yang dilakukan dilakukan diikuti dengan pembahasannya.

4.2.

Iklim di Kota Malang Terkait dengan faktor-faktor kenyamanan termal, terdapat 3 unsur iklim yang

paling berpengaruh terhadap kondisi termal suatu bangunan, yaitu suhu, angin dan kelembaban. Ketiga unsur tersebut penting pengaruhnya dalam kenyamanan ruangan tertutup (Lippsmeier, 1994).

Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga unsur

tersebut di Kota Malang. 4.2.1. Suhu Suhu udara di Kota Malang bervariasi antara 22,2-24,5qC, tergantung pada lokasinya.

Suhu rata-rata terendah (24qC) dapat dirasakan di wilayah Kecamatan

Klojen, Blimbing, Kedungkandang dan Sukun.

Sedangkan suhu 26qC dirasakan di

Kecamatan Lowokwaru. Suhu maksimum di Kota Malang dapat mencapai 32,3qC dan suhu minimal 17,8qC Data dari Januari 2003 hingga Desember 2007 menunjukkan rata-rata maksimum bulanan, rata-rata bulanan dan rata-rata minimum bulanan masing-masing adalah dari 29,5qC hingga 31,5qC, dari 22,8qC hingga 24,6qC dan dari 18qC hingga 21qC, secara lengkap tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Suhu Rata-Rata, Suhu Maksimum dan Suhu Minimum Kota Malang. Bulan Jan Feb Mar

T Rata2 (°C) 24.6 24.3 24.2

T Max (°C) 30.5 30.5 30.1

40

T Min (°C) 20.7 20.7 20.5

41 Lanjutan Tabel 4.. ... Apr May Jun Jul Aug Sept Okt Nov Des

30.7 30.7 30.0 29.5 30.4 31.3 31.2 31.5 29.9

24.6 24.0 23.7 22.8 22.8 23.9 24.6 24.3 23.9

20.6 20.0 19.2 18.2 18.0 19.2 20.2 21.0 20.6

Ilustrasi dari putaran tahunan dari suhu udara dapat dilihat pada Gambar 4.1 menunjukkan bahwa Januari dan November merupakan bulan dengan suhu rata-rata tertinggi, sedangkan Juli dan Agustus sebagai bulan dengan suhu rata-rata terendah. Perubahan suhu Kota Malang dalam satu tahun menunjukkan suatu pola naik turun yang cukup dinamis. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh musim yang terjadi. Kota Malang memiliki 3 jenis musim, yaitu penghujan, kemarau dan lembab.

Musim

penghujan umumnya terjadi pada November hingga Maret. Sedangkan musim kemarau pada Juli hingga September. Musim lembab terjadi pada Mei, Juni dan Oktober. 32.0 31.5 31.0 30.5 30.0 29.5 29.0 28.5 Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Aug Sept

Okt

Nov

Des

Gambar 4.1 Suhu rata-rata maksimum.

Salah satu bulan dengan suhu rata-rata tertinggi adalah November. Berdasarkan perhitungan suhu maksimum rata-rata dari Januari 2003 hingga Desember 2007 menunjukkan bahwa November menduduki peringkat pertama dengan nilai 31,5qC, dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2. Selain dilihat secara tahunan, panas yang diterima juga senantiasa mengalami perubahan tiap bulan, hari dan jamnya. Menurut Data BMG bulan November tahun 2007 menunjukkan bahwa dalam satu bulan terdapat satu suhu maksimum, yaitu 32qC yang terjadi pada tanggal 17, 19, 21, 22, 24, 26, 27, 29 dan 30. Pukul 12.00 bagi wilayah Indonesia merupakan posisi tengah hari dimana pada saat itu radiasi matahari

42 langsung sedang tinggi dan suhu udara pun beranjak naik. Pada saat itu, tanggal 22 November menunjukkan angka suhu tertinggi yaitu mencapai 30,7qC. 31

30.5

30

29.5

29

29

27

25

23

21

19

17

15

13

11

9

7

5

3

1

28.5

Gambar 4.2 Suhu pada pukul 12.00 WIB, November 2007.

Terkait dengan kenyamanan termal, untuk mengetahui seberapa besar batas maksimum suhu di dalam bangunan terasa nyaman, dapat diukur menggunakan suhu netral. Tiap wilayah di Indonesia dapat memiliki suhu netral yang berbeda tergantung pada suhu bulanannya. Sama halnya dengan perbedaan antara daerah di dataran rendah dan dataran tinggi. Dengan menggunakan rumus persamaan (17,6+0,31*suhu bulan) diperoleh suhu netral Kota Malang adalah 25qC untuk batas tengah dan 27qC untuk batas atas (maksimum). Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa suhu rata-rata Kota Malang berada di bawah garis batas suhu netral, sehingga secara keseluruhan kondisi bangunan nyaman. Namun selalu ada kondisi dimana suhu Kota Malang melebihi suhu netral, yaitu saat keadaan suhu mencapai maksimum (lebih dari batas tengah dan batas atas suhu netral). 32.0 31.0 30.0 29.0 28.0 27.0 26.0 25.0 24.0 23.0 22.0 Jan

Feb

M ar

Apr

M ay

Jun

Jul

Aug

Sept

Oct

Nov

Suhu Maksimum

Suhu Netral (batas atas)

Suhu Minimum

Suhu Netral (batas tengah)

Gambar 4.3 Suhu netral Kota Malang.

Dec

43 4.2.2. Angin Data BMG menunjukkan bahwa di Kota Malang rata-rata kecepatan angin adalah 3,22km/jam atau 0,89m/s, sedangkan kecepatan angin maksimumnya adalah 7,1km/jam atau 1,97m/s. Menurut Bradshaw (2006) dalam Dewi (2008) kecepatan angin rata-rata tersebut tergolong dapat diterima, namun diatas kenyamanan optimal. Terdapat dua arah angin yang dominan, yakni barat daya dan selatan. Sebagian besar angin bergerak dari barat daya ke timur laut dan dari selatan ke utara. berbeda dengan standar arah angin di daerah tropis lembab adalah dari tenggara ke barat laut (Satwiko, 2004).

Angin barat daya adalah arah angin bulanan dengan frekuensi

terbesar, terjadi 28 kali dari 60 bulan (dari Januari 2003 hingga Desember 2007). Berdasarkan data iklim bulan November 2007, arah angin barat daya pun dominan terjadi, yaitu 20 kali dalam 30 hari. Uraian tersebut tersaji pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.2. 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 J an F eb Mar A pr May J un

J ul A ug S ept O kt Nov Des

Gambar 4.4 Kecepatan angin rata-rata. Tabel 4.2. Jumlah Arah Angin dari Januari 2003 – Desember 2007. Kecepatan Rata-rata BD 34 S 21 U 3 BL 1 B 1

Kecepatan Maksimum BD 28 S 20 U 3 BL 1 B 4 TG 3 TL 1

4.2.3. Kelembaban Rata-rata kelembaban relatif bulanan adalah tinggi, yaitu sekitar 76%. Gambar 4.11 menunjukkan bahwa kelembaban relatif mulai merosot sekitar April dan mencapai titik terendah sekitar September sebelum naik lagi.

Kelembaban maksimum dan

minimum rata-rata adalah 81% dan 73%. Pada musim hujan, kelembaban maksimum dapat mencapai 100%.

Berdasarkan data yang tercatat dari Januari 2003 hingga

44 Desember 2007, rata-rata kelembaban relatif bulanan semakin mengalami kenaikan 74% hingga 81% (Gambar 4.5). 90 80 70 60 50 40 30 20 Jan

Feb

Mar

Apr

May

KELEMBABAN RATA-RATA

Jun

Jul

Aug

Sept

Okt

Nov

Des

TEMPERATUR RATA-RATA

Gambar 4.5 Kelembaban rata-rata.

4.3.

Zona Kenyamanan Suhu di Kota Malang Suhu Kota Malang relatif sejuk. Namun, berdasarkan data meteorologi dan

fenomena pemanasan global yang terjadi mengakibatkan kenaikan suhu minimum Kota Malang setiap tahunnya. Berkaitan dengan hal tersebut fokus kajian ini adalah pada kondisi Kota malang ketika suhu yang dirasakan melebihi garis batas maksimum zona kenyamanan. Sehingga ditetapkan bahwa suhu netral yang digunakan sebagai standar batas kenyamanan suhu adalah 27qC. Suhu 27qC merupakan suhu netral yang berada pada garis batas atas (maksimum), diatas suhu tersebut maka dinilai kurang memenuhi kenyamanan. Kaitan antara suhu, angin dan kelembaban dalam mewujudkan sebuah zona kenyamanan termal di dalam suatu bangunan dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pada saat suhu netral 27qC, maka kebutuhan udara di dalam ruang sebaiknya adalah 0,5m/s dengan kelembaban 80% (kelembaban rata-rata adalah 76% | 80%). Kecepatan angin di Kota Malang tergolong diatas batas kenyamanan (0,89m/s), sehingga pada kondisi suhu nyaman bangunan perlu meminimalisir masuknya angin ke dalam bangunan. Meski demikian, sirkulasi udara harus tetap baik dan terus-menerus,

Menurut

Lippsmeier (1994), Jika di daerah lembab diperlukan sirkulasi udara yang terusmenerus, karena itu dimungkinkan di daerah tropika basah dinding-dinding luas sebuah bangunan terbuka untuk sirkulasi udara lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk pencahayaan.

Namun, pertimbangan pada kecepatan angin yang optimal juga

diperlukan dalam perencanaan ventilasi.

45

0,5

Gambar 4.6 Suhu, kelembaban dan kecepatan angin pada kondisi iklim di Kota Malang.

4.4.

Penyelesaian Permasalahan Iklim pada Sampel Perumahan Sederhana Sub bab ini membahas jawaban permasalahan pertama yang bertujuan untuk

mengetahui kondisi kenyamanan suhu perumahan sederhana di Kota Malang. Adapun perumahan yang terpilih sebagai sampel perumahan sederhana di Kota Malang adalah Perumahan PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Lokasi Perumahan PNS ini berada di

Lesanpuro, termasuk dalam wilayah Kedungkandang yang memiliki karakteristik suhu rata-rata 24qC.

Berada pada ketinggian 520-546mdpl, sekitar 80mdpl dari titik

terbawah ketinggian topografi Kota Malang (440-667mdpl). Berdasarkan tinjauan pustaka, maka ditentukan bahwa kondisi kenyamanan suhu pada perumahan dapat diketahui melalui penyelesaian permasalahan iklim yang dilakukan oleh perumahan tersebut. Demikian juga berlaku pada sampel perumahan sederhana tersebut. Penjelasan diawali dengan pemaparan kondisi eksisting lingkungan dan rumah sederhana pada sampel perumahan. Kemudian dilanjutkan dengan hasil evaluasi terhadap kenyamanan suhu pada kondisi eksisting, diperoleh melalui simulasi. Hasil evaluasi menghasilkan elemen-elemen desain yang berpengaruh pada suhu. Selanjutnya, dilakukan pembahasan yang ditinjau dari penanganan permasalahan iklim secara alami. Melalui bahasan ini dapat diketahui penyebab kenyamanan suhu pada sampel perumahan sederhana di Kota Malang. Penjelasan ini terurai dalam tiga sub-bab di bawah ini.

46 4.4.1. Kondisi Eksisting Berdasarkan pengamatan, kawasan Perumahan PNS Lesanpuro ini memiliki tiga elemen yang dominan, yaitu blok-blok rumah, fasilitas umum dan jalan penghubung. Pembagian ruang dalam kawasan tersebut didasarkan atas beberapa hal.

Pertama,

kondisi topografi yang cenderung berbukit mendasari pembagian blok-blok rumah yang didukung pula oleh bentuk dan ukuran luas lahan yang dapat dibangun. Hal tersebut disebabkan pembangunan perumahan ini dilakukan dengan cara cut and fill, sedangkan tidak semua tanah dapat diratakan dan stabil untuk didirikan bangunan di atasnya. Kedua adalah adanya jalur sutet (saluran listrik tegangan tinggi) yang melintasi kawasan perumahan ini. Akibatnya, wilayah-wilayah yang dilalui oleh jalur sutet tidak dapat digunakan untuk pembangunan rumah, namun difungsikan sebagai fasilitas umum (fasum) berupa taman. Jalan dibuat untuk menghubungkan antar blok dan antar rumah, sehingga terdapat dua jenis jalan, yaitu jalan aspal dan paving. Gambar peruangan kawasan perumahan dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Lingkungan di luar kawasan Perumahan PNS Lesanpuro, pembagian tata ruang kawasan.

47 Berikut ini akan dipaparkan kondisi lingkungan tempat tinggal dan rumah sederhana Perumahan PNS Lesanpuro, Kota Malang. Lingkungan di dalam kawasan perumahan mencakup seluruh tapak di dalam perumahan, mulai dari bagian jalan hingga halaman tiap bangunan rumah. a. Lingkungan Tempat Tinggal 1) Orientasi. Jumlah blok pada Perumahan PNS ini adalah enam. Tiap blok diisi oleh 10 hingga 50 rumah. Arah orientasi tiap blok berbeda-beda tergantung pada ukuran dan bentuk lahannya. Terdapat 3 arah orientasi yang dominan, masing-masing adalah blok 1 dengan <11q ke utara (posisi utara adalah pada <0q); blok 2, 3 dan 4 pada <28q ke utara; blok 5 dan 6 dengan <43q ke utara. Sudut orientasi bangunan tersebut cenderung ke arah timur dan barat. 2) Bangunan sekitar dan vegetasi. Bangunan di sekitar kawasan perumahan ini hampir tidak ada, hanya terdapat satu di sisi utara jalur masuk kawasan ini. mayoritas dikelilingi oleh lahan tak terbangun di seluruh sisi tapaknya. Lahan tak terbangun yang berupa kebun atau

ladang ini milik warga sekitar

perumahan. Lahan tersebut ditanami oleh berbagai macam tanaman, seperti tanaman jagung dan kacang serta pepohonan besar, misalnya nangka dan kelapa. Permukiman penduduk berjarak r100m dari kawasan serta dipisahkan oleh ladang yang luas. Gambaran lingkungan sekitar perumahan dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Vegetasi di dalam kawasan perumahan ini sangat minim.

Sebagian besar permukaan tanah tertutup perkerasan, rumput maupun tanah asli. Selain itu, antar bangunan rumah pun tidak terdapat batas fisik. b. Rumah Sederhana 1) Posisi bangunan.

Bangunan rumah sederhana tersusun dalam bentuk deret

dengan pola perletakan jenis kopel. Dengan pola perletakan seperti itu, maka posisi tiap unit rumah tidak berdiri sendiri, namun terdapat satu sisi dinding yang menempel dengan unit rumah lainnya dalam satu kopel. Panjang deretan maksimal terdiri atas 11 unit rumah dengan lebar muka kapling bangunan 9m2. Tiap kapling unit bangunan rumah terdiri atas bangunan rumah dan lahan kosong yang berfungsi sebagai area yang dapat dikembangkan dan carport. Persentase antara bangunan dan lahan tidak terbangun adalah 22,7:77,3. Deretan rumah tersebut direncanakan dengan tipe yang sama, yaitu tipe 29, berlantai 1 dan jarak antara teras muka dengan jalan 3m (Gambar 4.8).

48

BLOK III

Gambar 4.8

Deretan rumah kopel; lebar jalan dan drainase; serta jarak dengan rumah dan ketinggian bangunan pada salah satu blok perumahan..

2) Bentuk bangunan.

Bentuk rumah sederhana cenderung persegi panjang.

Perbandingan bentuk rumah sederhana ini adalah 3:2 (sisi muka:sisi samping) dengan arah hadap bangunan yang cenderung menghadap timur barat. Terdapat 3 jenis ruang yang diwadahi dalam rumah tersebut, yaitu sebuah ruang serbaguna dengan fungsi sebagai ruang tamu, ruang makan atau ruang keluarga, berukuran 4,25m x 2,75m; ruang tidur 3,5m x 3m; dan fasilitas MCK 1,5m x 1,6m. Selain itu dilengkapi pula dengan teras di bagian depan dan belakang rumah. Tinggi langit-langit ruangan adalah 2,8m. Dari segi ruang, perumahan telah menerapkan standar rumah sederhana sehat. Gambar denah dan potongan ruang rumah sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.9.

49

Gambar 4.9 Denah (kiri) dan potongan (kanan) rumah sederhana tipe 29/99.

3) Selubung bangunan. Merupakan permukaan paling luar bangunan, khususnya adalah dinding, atap dan bukaan atau ventilasi. -

Dinding pada rumah sederhana menggunakan material pada umumnya, yaitu dinding berbahan plesteran batu bata. Sedangkan, atap bangunan terdiri atas penutup atap berupa genteng beton. Lebar tritisan atap rumah tersebut tidak lebih dari 0,5m dengan ketinggian ±4,85m.

-

Atap yang menjadi elemen bangunan pertama yang menerima radiasi matahari langsung, memiliki satu bagian lagi, yaitu langit-langit yang berbahan asbes. Meski demikian, langit-langit ini tidak terdapat pada semua ruang, hanya pada rumah tidur dan ruang serbaguna saja.

-

Bukaan jendela terdapat di semua ruang pada salah satu sisi dinding saja, kecuali pada ruang serbaguna. Sedangkan, bukaan yang berfungsi sebagai ventilasi hanya terdapat pada ruang tertentu, seperti ruang tidur dan kamar mandi, dan hanya terletak pada satu sisi saja.

4.4.2. Evaluasi terhadap Kenyamanan Suhu Evaluasi terhadap kenyamanan suhu Perumahan PNS ini dilakukan dengan simulasi. Sesuai dengan metode yang telah dijelaskan pada Bab 3.5, proses simulasi memerlukan model dan skenario agar dapat terlaksana dengan tepat. Simulasi dalam tahap evaluasi menggunakan model bangunan rumah yang disusun secara berderet. Model ini mewakili kondisi keseluruhan kawasan perumahan. Fokus model simulasi ini adalah bangunan rumah saja yang disusun secara berderet. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan luar yang minim, terlihat dari tidak adanya vegetasi yang tumbuh di

50 sekitar kawasan dan antar rumah tidak memiliki batas fisik apapun. Rumah yang dibuat sebagai model disesuaikan dengan spesifikasi kondisi eksisting, yaitu rumah tipe 29 dengan luas kapling 99m2 (tipe 29/99). Dimensi dan jumlah ruang sesuai dengan denah. Perubahan hanya terletak pada bentuk atap yang mengalami penyederhanaan bentuk. Meski demikian, material dan dimensi ketinggian atap tetap. Model dibuat per zona ruang. Skenario pada simulasi perumahan ini terkait dengan iklim serta variabel kajian. Pertama adalah iklim. Terkait dengan fenomena kenaikan suhu bumi, maka simulasi dilakukan pada bulan yang menunjukkan suhu maksimum rata-rata terpanas, yaitu November.

Sedangkan tanggal pelaksanaan simulasi tersebut dipilih dari tanggal-

tanggal terpanas bulan November (baca: Bab 4.1). Simulasi dilakukan pada 2 hari, yaitu tanggal 17 dan 22 November. Pelaksanaan selama dua hari tersebut bermaksud untuk menguatkan dan membandingkan bahwa hasil simulasi memberikan hasil kesimpulan yang sama meskipun berbeda hari. Terkait dengan kenyamanan suhu, maka waktu utama yang diperhatikan adalah ketika suhu udara mulai terasa panas, yaitu pada kisaran pukul 10.00 hingga 13.00. Selanjutnya adalah variabel kajian beserta atributnya yang telah dipaparkan di dalam uraian kondisi eksisting. Variabel ini terdiri atas lingkungan tempat tinggal dan rumah sederhana. Kondisi lingkungan tempat tinggal, terdiri atas orientasi bangunan dan bangunan sekitar beserta vegetasi. Lingkungan yang minim vegetasi, topografi yang di-cut dan fill, bangunan sekitar yang didominasi lahan tak terbangun, menyebabkan hanya faktor orientasi yang dapat diuji. Masing-masing orientasi dan jumlah rumah dalam simulasi ini (Gambar 4.10), adalah sebagai berikut: a. <11q ke utara, terdiri dari 5 rumah (Blok I) b. <28q ke utara, terdiri dari 9 rumah (Blok II, III dan IV) c. <43q ke utara, terdiri dari 4 rumah (Blok V dan VI)

51

SUDUT ORIENTASI

Gambar 4.10 Sudut orientasi yang digunakan dalam simulasi.

Sedangkan rumah sederhana, terdiri atas posisi bangunan, bentuk bangunan dan selubung bangunan. Posisi bangunan adalah sesuai dengan pola perletakan bangunan, yaitu berjenis kopel. Sehingga model rumah dibuat satu bangunan terdiri atas dua unit rumah.

Bentuk bangunan adalah sesuai dengan denah bangunan rumah, dengan

perbandingan dasar 3:2. Sedangkan, selubung bangunan, terdiri atas atap, dinding dan bukaan yang sesuai dengan kondisi sebenarnya, baik dimensi maupun material. Dalam program Ecotect mengalami beberapa penyesuaian, umumnya pada material. Akumulasi dari skenario simulasi ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Skenario. IKLIM Bulan Tanggal Data meteorologi

November 17 & 22 Jakarta

LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL Orientasi a. <11q ke utara b. <28q ke utara c. <43q ke utara

RUMAH SEDERHANA Posisi Bentuk Selubung bangunan

Kopel 3:2 (sesuai denah) Atap, dinding dan bukaan

Berdasarkan uji Simulasi I yang dilakukan pada model Perumahan PNS Lesanpuro, diperoleh bahwa secara keseluruhan suhu di dalam bangunan rumah lebih rendah dari suhu luar bangunan, namun semua di atas suhu netral 27qC, ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 4.11. Kisaran perbedaan tersebut adalah antara 0,1 hingga 2.

52

32 31.1

31 30.6

30

30 29.3

29

28.4

28

28.7

28.8

27

27

29.1

27.7 27.6

27

27

27

27

26 10.00 WIB

11.00 WIB SUHU INSIDE

12.00 WIB

13.00 WIB

SUHU OUTSIDE

14.00 WIB

SUHU NETRAL

Gambar 4.11 Perbandingan antara suhu luar, dalam dan netral.

Pengamatan terhadap variabel kajian perumahan sederhana yang diwakili oleh model, diperoleh hasil bahwa: a. Orientasi. Bangunan rumah dengan orientasi deret semakin mendekati 0q (ke arah utara), juga semakin mengalami kenaikan suhu, yaitu dari <43q ke utara hingga <11q ke utara. Hal tersebut ditunjukkan dengan grafik perbandingan suhu ruang tamu salah satu bangunan rumah pada jam terpanas (12.00-14.00), pada Gambar 4.12. 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 12.00

13.00 11

Gambar 4.12

28

14.00 43

Grafik perbandingan suhu ruang tamu salah satu bangunan rumah pada jam terpanas.

b. Posisi bangunan. Bentuk kopel mengakibatkan perbedaan suhu tiap bangunan rumah. Pola kondisi suhu selalu berulang pada tiap kopel. Pada dua bangunan rumah tiap satu kopel, rata-rata terjadi perbedaan suhu. Sedangkan, suhu yang diterima antar kopel relatif sama. Ditunjukkan oleh Gambar 4.13 dan Gambar 4.14.

53 c. Bentuk bangunan. Bentuk massa tiap unit rumah adalah persegi panjang, dengan arah hadap, posisi bukaan dan sisi terpanjang searah dengan arah datangnya sinar matahari.

Hal tersebut menyebabkan suhu dalam setiap ruang tidak memiliki

perbedaan jauh dan berada di atas suhu netral.

Ditunjukkan oleh grafik pada

Gambar 4.13. d. Selubung bangunan 1) Dinding. Suhu di dalam ruang dipengaruhi oleh panas yang diterima dinding. Simulasi dilakukan pada saat posisi matahari condong ke sebelah selatan, akibatnya dinding sebelah selatan menerima panas lebih banyak dibandingkan sisi lainnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.13, ruang sebelah selatan tiap kopel memiliki suhu tertinggi pada jam terpanas (13.00). Sedangkan, ruang sebelah utara tiap satu kopel cenderung memiliki suhu yang lebih rendah. Ruang sebelah utara tersebut terlindung oleh ruang lain dengan dinding yang lebih luas, selain itu ketinggian atap yang relatif lebih rendah dari ruang lainnya.

U 1

2

3

4

5

3

4

5

29.8 29.6 29.4 29.2 29 28.8 28.6 28.4 28.2 1

2 KM

Gambar 4.13

Rta

Rti

Grafik perbandingan suhu yang dipengaruhi oleh dinding dan atap pada 5 rumah di Blok I (ruang tamu, ruang tidur dan km/wc).

54 2) Atap. Ketinggian atap yang relatif sama serta bahan yang tidak berbeda, tidak menimbulkan pengaruh yang spesifik pada bangunan. Pengaruh atap justru lebih terlihat jika dikaitkan dengan langit-langit.

Ruang yang berplafon

cenderung memiliki suhu yang lebih rendah dari ruang yang tidak berplafon. Pada pengamatan pukul 13.00 pada deret Blok I dengan orientasi 11q ke utara menunjukkan bahwa secara dominan, suhu di ruang kamar mandi (ruang tidak berplafon) lebih tinggi dari ruang tamu dan ruang tidur (ruang berplafon), disajikan dalam Gambar 4.14.

Gambar 4.14

Grafik perbandingan suhu antara ruang yang berplafon dan tidak pada 5 rumah di Blok I (ruang tamu, ruang tidur dan km/wc).

3) Bukaan atau ventilasi. Suhu di dalam ruangan dipengaruhi oleh keadaan bukaan, baik dalam posisi tertutup maupun terbuka. Ditunjukkan dalam Gambar 4.15, suhu yang terbaca di dalam ruang tamu, semakin mengalami kenaikan suhu.

55 Berawal dari kondisi eksisting yang disimulasi dalam keadaan ruang dengan bukaan terbuka seluruhnya (V), hingga ketika bukaan ditutup semua (V’-V”). 30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 12.00 wib

13.00 wib V

V'

V"

Keterangan: V : kondisi eksisting V’ : bukaan depan ditutup V” : bukaan depan dan belakang ditutup

Gambar 4.15

Grafik perbandingan suhu yang dipengaruhi oleh kondisi bukaan pada ruang tamu.

4.4.3. Kenyamanan Suhu Ditinjau dari Penyelesaian Permasalahan Iklim secara Alami Berdasarkan evaluasi terhadap kenyamanan suhu pada sampel perumahan sederhana, telah ditunjukkan beberapa variabel yang berpengaruh terhadap perubahan suhu di dalam interior bangunan. Sesuai dengan simulasi yang dilakukan, kondisi interior di dalam bangunan rumah sederhana Perumahan PNS Lesanpuro dinilai tidak nyaman karena melewati batas zona kenyamanan suhu.

Simulasi terhadap deret

bangunan pada tiap blok dengan sudut yang dominan, menunjukkan bahwa blok rumah yang terletak lebih dekat dengan sumbu utara memiliki suhu ruang yang lebih tinggi. Sedangkan, pola bangunan kopel juga berpengaruh terhadap perbedaan suhu yang terdapat di dalam tiap unit rumah.

Bentuk bangunan tiap unit rumah sederhana juga

memberikan pengaruh, bentuk tersebut didukung pula oleh adanya posisi bukaan yang terletak sesuai dengan arah orientasi bangunan, serta terletak pada sisi terpanjang bangunan.

Selanjutnya dilihat dari sisi selubung bangunan, simulasi menunjukkan

bahwa ketiga elemen, yaitu dinding, atap dan bukaan, masing-masing memberikan pengaruh terhadap kondisi suhu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung adalah pada elemen atap yang dinilai tidak tampak jelas pengaruhnya,

56 hal tersebut justru dapat diidentifikasi melalui elemen langit-langit, rangkuman hasil simulasi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Simulasi dalam Tahap Evaluasi Berdasarkan Variabel Kajian. No.

Variabel

a. 1)

Lingkungan Tempat Tinggal Orientasi

b. 1)

Rumah Sederhana Posisi bangunan

2)

Bentuk bangunan

3)

Selubung bangunan

Hasil Simulasi Bangunan rumah dengan orientasi deret semakin mendekati 0q (ke arah utara), juga semakin mengalami kenaikan suhu, yaitu dari <43q ke utara hingga <11q ke utara. (Arah hadap bangunan timur-barat dengan orientasi semakin mendekati titik sumbu utara cenderung mengalami kenaikan suhu)

Pola kondisi suhu selalu berulang pada tiap kopel. (Bentuk kopel mengakibatkan perbedaan suhu tiap bangunan rumah) Suhu dalam setiap ruang tidak memiliki perbedaan jauh dan berada di atas suhu netral. (Bentuk massa tiap unit rumah adalah persegi panjang, dengan arah hadap, posisi bukaan dan sisi terpanjang searah dengan arah datangnya sinar matahari)

- Dinding

Simulasi dilakukan pada saat posisi matahari condong ke sebelah selatan, akibatnya dinding sebelah selatan menerima panas lebih banyak dibandingkan sisi lainnya. ( Kondisi dinding yang berbatasan dengan ruang luar dan dinding yang menempel dengan dinding lain, berpengaruh pula terhadap suhu di dalam ruang)

- Atap

Atap tidak tampak jelas memberikan pengaruh pada perbedaan suhu. Hal tersebut justru ditunjukkan oleh elemen langit-langit. Ruang yang berplafon cenderung memiliki suhu yang lebih rendah dari ruang yang tidak berplafon. (Ada atau tidaknya langit-langit menyebabkan suhu di dalam masing-masing ruang memiliki suhu yang berbeda)

- Bukaan dan ventilasi

Suhu yang terbaca dalam satu ruang, menunjukkan adanya perbedaan suhu yang terdapat dalam ruang dengan keadaan bukaan terbuka seluruhnya hingga ketika bukaan ditutup semua. (Suhu di dalam ruangan dipengaruhi oleh keadaan bukaan, baik dalam posisi tertutup maupun terbuka)

Penyelesaian terhadap permasalahan iklim secara alami dapat dilakukan dengan menempatkan bangunan secara tepat terhadap posisi matahari dan angin, terutama faktor orientasi bangunan dan ventilasi silang (Lippsmeier, 1994). Kondisi suhu yang tidak nyaman yang telah terbukti terjadi pada interior bangunan rumah pada perumahan sederhana,

dapat

menunjukkan

ketidaknyamanan tersebut.

bahwa

terdapat

alasan

yang

menyebabkan

Jika perencanaan yang baik dengan pertimbangan

57 penyelesaian permasalahan iklim secara alami dapat dilakukan, seharusnya kondisi ketidaknyamanan suhu dapat diminimalisir atau bahkan dapat tidak terjadi pada sampel perumahan ini. Untuk memastikan sejauh mana pertimbangan terhadap masalah iklim telah diantisipasi oleh sampel perumahan sederhana ini, maka dilakukan tinjauan terhadap variabel kajian berdasarkan prinsip penyelesaian permasalahan iklim secara alami. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: a. Lingkungan Tempat Tinggal 1) Orientasi Istilah orientasi adalah sama dengan arah hadap bangunan.

Arah hadap

bangunan umumnya ditandai pula dengan adanya bukaan jendela. Menurut Lippsmeier (1994), arah hadap bangunan yang baik di wilayah beriklim tropis lembab adalah utara-selatan. Hal tersebut disebabkan beban penyinaran yang lebih sedikit dibandingkan sisi timur dan barat. Pada sampel perumahan sederhana ini, orientasi deret bangunan cenderung menghadap timur-barat, meskipun tidak tegak lurus. Sesuai dengan arah hadap tersebut, posisi bukaan pun turut mengikuti. Tanpa adanya elemen pelindung di luar bangunan, akibat yang terjadi adalah panas sinar matahari langsung masuk ke dalam bangunan dan mendukung adanya kenaikan suhu. Uraian ini tersaji dalam Gambar 4.16.

Arah hadap bangunan = Arah orientasi

Bukaan jendela dan pintu

Gambar 4.16 Arah orientasi dan posisi bukaan pada deret bangunan.

58 2) Bangunan sekitar dan vegetasi Lippsmeier (1994) menyatakan keadaan bangunan sekitar sangat mendukung kondisi suhu yang dirasakan oleh penghuni rumah.

Pertimbangan terhadap

bangunan sekitar dapat menjadi landasan dalam perletakan bangunan. Lingkungan luar kawasan sampel perumahan sederhana ini didominasi oleh lahan tak terbangun yang semestinya dapat memberikan manfaat yang sangat mendukung kenyamanan termal di dalam interior bangunan rumah sederhana. Namun, ternyata tidak dipertimbangkan secara khusus. Penataan di dalam lingkungan kawasan perumahan pun kurang adanya peneduhan, sehingga radiasi matahari secara langsung mengenai seluruh elemen bangunan rumah.

Salah satu elemen dalam peneduhan adalah vegetasi.

Menurut Lippsmeier (1994), vegetasi menjadi salah satu solusi jika terjadi permasalahan topografi dan merupakan tindakan perlindungan dari sinar matahari langsung. Dengan perencanaan letak dan jenis vegetasi yang baik, maka akan dapat membantu menurunkan suhu lingkungan, yang selanjutnya bermanfaat bagi suhu di dalam interior bangunan. Namun, sampel perumahan sederhana ini tidak melakukannya, terbukti dengan minimnya vegetasi pada kawasan tersebut. Ilustrasi mengenai bangunan sekitar dan vegetasi disajikan dalam Gambar 4.16.

lingkungan luar kawasan perumahan

sinar matahari

panas yang terpantul

panas yang dikeluarkan material aspal dan paving

Keyplan

Gambar 4.17

Sistem penyinaran matahari pada suatu blok perumahan sederhana, terdapat pengaruh faktor bangunan sekitar dan vegetasi.

59 b. Rumah Sederhana 1) Posisi bangunan Menurut Lippsmeier (1994), posisi bangunan yang baik adalah berada di tengah lahan. Hal ini terkait dengan angin demi kelancaran sirkulasi udara di dalam bangunan. Posisi bangunan rumah pada sampel perumahan sederhana ini tidak bebas di tengah lahan, namun terdapat satu sisi yang menempel dengan unit bangunan rumah yang lain. Posisi bangunan ini disebut sebagai pola perletakan bangunan jenis kopel (Suryani dan Marisa dalam Fitriyani, 2005).

Berdasarkan hasil

simualsi, telah ditunjukkan bahwa pola tersebut berpengaruh terhadap suhu di dalam interior bangunan.

Adanya satu sisi bangunan menempel dengan

bangunan lain menyebabkan sirkulasi udara di dalam bangunan tidak maksimal. Alur pergerakan udara pada kawasan perumahan tersebut, tersaji dalam Gambar 4.18.

Tampak Atas

Tampak Samping

Gambar 4.18

Alur pergerakan udara pada sampel perumahan sederhana dengan pola perletakan bangunan kopel.

2) Bentuk bangunan Terdapat rasio perbandingan bentuk rumah yang sebaiknya diterapkan pada bangunan di wilayah beriklim tropis lembab.

Berdasarkan pernyataan

Lippsmeier (1994), bangunan di wilayah tersebut berbentuk persegi panjang dengan perbandingan sisi terpanjang sejajar sumbu timur-barat.

Pada sisi

tersebut sangat baik jika diletakkan bukaan (bukaan menghadap utara-selatan).

60 Bangunan rumah sederhana pada sampel perumahan tersebut justru menerapkan hal sebaliknya. Dengan rasio perbandingan 3:2 untuk tampak muka:tampak samping, sangat mendukung naiknya suhu di dalam bangunan. Sisi terpanjang bangunan sejajar dengan sumbu utara dan selatan. Sedangkan posisi bukaan sesuai dengan arah hadap bangunan, yaitu mengarah ke timur dan barat. Ilustrasi bentuk bangunan ini dapat dilihat pada Gambar 4.19.

U

TEORI B

T

S

U

KONDISI EKSISTING

B

T

S

Gambar 4.19

Bentuk bangunan berbanding 3:2, terkait dengan orientasi hadap bangunan dan posisi bukaan terhadap suhu.

3) Selubung bangunan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, selubung bangunan merupakan permukaan terluar dari sebuah bangunan, termasuk rumah sederhana.

Terkait dengan

penanganan permasalahan iklim secara alami, selubung bangunan ini harus terlindungi dari sinar matahari langsung.

Berikut ini akan dijelaskan

penanganan masalah ini secara langsung pada ketiga elemen dari selubung bangunan.

61 -

Dinding

Menurut Lippsmeier (1994), tindakan perlindungan terhadap dinding tidak hanya dipengaruhi oleh bentuk fisik bangunan, tetapi oleh lingkungan di sekitar bangunan pula.

Antara lain, tritisan dan vegetasi.

Dinding pada kondisi

eksisting tidak terlindungi, baik oleh tritisan maupun vegetasi pelindung. Tritisan atap selebar 50cm tidak sebanding dengan ketinggian bangunan. Tritisan pada bukaan jendela hanya terdapat pada ruang tidur dengan lebar 40 cm. Pada bulan terpanas dengan sudut penyinaran matahari hingga 60q, tritisan tidak mampu melindungi.

Kondisi luar bangunan yang minim vegetasi pun

turut mendukung pemanasan yang diterima oleh permukaan selubung bangunan. Uraian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.20.

Bukaan jendela dan pintu

Gambar 4.20

-

Proses penyinaran matahari pada bangunan, kaitannya dengan posisi bukaan dan tritisan.

Atap

Sama halnya dengan dinding, atap pun memerlukan perlindungan dari panas matahari langsung. Atap merupakan bagian teratas dari bangunan yang paling banyak menanggung beban panas. Salah satu tindakan perlindungan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan vegetasi. Namun, adakalanya ketinggian

62 bangunan yang terlalu tinggi, menyebabkan hal ini tidak dapat tercapai. Oleh karena itu memerlukan tindakan yang lain.

Salah satu cara adalah dengan

penggunaan langit-langit atau plafon. Dua diantara tiga ruang pada rumah sederhana ini memiliki langit-langit. Terbukti melalui simulasi, ruang yang berplafon cenderung memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan ruang yang tak berplafon. Sehingga dapat dikatakan untuk tindakan perlindungan terhadap atap dengan langit-langit, dapat memberikan manfaat yang positif terhadap kondisi suhu di dalam ruang. Berikut ilustrasinya dalam Gambar 4.21.

Ruang berplafon

Gambar 4.21 Elemen langit-langit (plafon) pada bangunan rumah sederhana.

-

Bukaan atau ventilasi

Ventilasi alami di dalam sebuah bangunan dapat berlangsung dengan baik, jika terjadi pertukaran udara secara terus menerus (Satwiko, 2004). Salah satu hal yang layak untuk diterapkan adalah ventilasi silang. Pada kondisi eksisting bangunan sampel perumahan ini, ruang-ruang yang ada tidak menerapkan prinsip ventilasi silang. Misalnya pada ruang tidur maupun kamar mandi. Bukaan berupa jendela hanya terdapat pada satu sisi dinding saja. Namun, bukaan tersebut tidak berfungsi sebagai ventilasi secara penuh. Pada saat cuaca hujan atau malam hari, maka bukaan tersebut harus ditutup. Akibatnya, sirkulasi udara tidak berlangsung dengan baik dan berpengaruh pula terhadap kenyamanan suhu di dalam ruang. Hal ini telah dibuktikan dalam

63 simulasi yang dilakukan pada saat seluruh bukaan terbuka dan seluruh bukaan tertutup semua. Gambaran pergerakan udara tersebut disajikan pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22

Alur gerakan udara pada saat keadaan rumah tertutup semua (kiri) dan saat bukaan pintu dan jendela terbuka (kanan).

Berdasarkan analisis iklim, kecepatan angin di Kota Malang tergolong diatas batas kenyamanan (0,89m/s), sehingga pada kondisi suhu nyaman bangunan perlu meminimalisir masuknya angin ke dalam bangunan.

Pada kondisi

eksisting model perumahan sederhana, jika bukaan dalam keadaan terbuka seluruhnya, maka sebaiknya perlu dikurangi. Fakta ini didasarkan atas hasil simulasi bahwa suhu di dalam masing-masing bangunan berada di atas suhu netral. Dalam keadaan nyaman, kecepatan angin yang diperlukan hanya 0,5m/s, lebih rendah dari kecepatan angin di luar. Berdasarkan seluruh bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu pada Perumahan PNS Lesanpuro, sebagai sampel perumahan sederhana di Kota Malang, dinilai kurang nyaman karena kurang mempertimbangkan faktor iklim, khususnya penanganan iklim secara alami.

Secara spesifik, hal tersebut dapat

diidentifikasi dari cara perletakan bangunan pada perumahan terhadap matahari dan angin.

Ditunjukkan oleh kondisi eksisting, yaitu 1) Lingkungan tempat tinggal yang

kurang mempertimbangkan orientasi terhadap matahari, potensi lingkungan sekitar yang minim lahan terbangun serta elemen vegetasi yang penting untuk peneduhan; dan 2) Rumah sederhana dengan posisi dan bentuk bangunan yang kurang sesuai serta tindakan perlindungan terhadap selubung bangunan yang kurang maksimal.

64 4.5.

Kriteria Desain Perumahan Sederhana Berdasarkan Prinsip Termal Rumah Tradisional Jawa Hasil evaluasi terhadap salah satu perumahan sederhana di Kota Malang,

menunjukkan bahwa kondisi perumahan tersebut dinilai kurang nyaman untuk dihuni. Hal tersebut terlihat dari adanya uji simulasi yang telah dilakukan. Seiring berjalannya waktu, fenomena pemanasan global dirasakan oleh manusia semakin meningkat. Solusi agar kenyamanan di dalam hunian dapat tetap tercipta secara alami agar efektif dan efisien makin diperlukan.

Demikian pula bagi perumahan sederhana.

Kasus

ketidaknyamanan tersebut mungkin tidak hanya terjadi pada sampel yang diuji, tetapi dapat terjadi pula pada perumahan yang lain. Sehingga, sedapat mungkin solusinya perlu untuk disusun dan dapat dipertimbangkan sebagai langkah perbaikan bagi perumahan yang sudah dibangun maupun pertimbangan awal dalam perencanaan. Solusi yang diperkenalkan dalam kajian ini adalah dengan menerapkan prinsip rumah tradisional Jawa yang telah teruji nyaman secara termal. Prinsip tersebut telah tercermin langsung pada bentukan bangunan rumah dan lingkungannya.

Sehingga

dapat disebut sebagai prinsip termal rumah tradisional Jawa. Prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya ini selanjutnya akan menjadi sebuah kriteria desain yang mendasari perancangan perumahan sederhana, dimana cakupannya adalah pada lingkungan tempat tinggal dan rumah sederhana. Langkah umum menjadikan prinsip rumah tradisional Jawa sebagai kriteria desain perumahan sederhana adalah dengan melakukan modifikasi melalui uji simulasi. Modifikasi dilakukan dengan objek desain dengan variabel modifikasi berasal dari prinsip rumah tradisional Jawa.

Objek tersebut dapat berupa desain yang belum

terbangun maupun sudah terbangun.

Jika objek belum terbangun, maka langkah

sebelumnya yang dilakukan adalah proses analisa terhadap unsur-unsur perumahan sederhana terlebih dahulu, khususnya lingkungan dan desain rumahnya. Sedangkan, untuk objek yang telah terbangun, maka langkah sebelumnya adalah evaluasi. Langkah sebelum perencanaan ini berguna dalam menentukan prinsip rumah tradisional Jawa yang paling sesuai untuk mengatasi permasalahan pada objek. Dalam kajian ini, akan ditunjukkan proses perencanaan sebuah kriteria desain yang diawali dari objek yang telah terbangun. Perencanaan ini merupakan kelanjutan dari proses evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya pada sampel perumahan sederhana. Hasil yang diperoleh ditunjukkan oleh beberapa variabel yang berpengaruh terhadap kondisi suhu. Variabel tersebut selanjutnya dipadatkan agar lebih spesifik.

65 Penjelasannya termuat dalam Bab. 4.5.1. Selanjutnya variabel spesifik tersebut menjadi dasar dalam penentuan prinsip rumah tradisional Jawa, terdapat dalam Bab 4.5.2. Variabel rumah tradisional Jawa tersebut menjadi dasar modifikasi dengan sampel perumahan sederhana sebelumnya. Jika hasil yang diperoleh dapat menurunkan suhu lebih baik, maka menjadi kriteria desain, terdapat dalam Bab 4.5.3. 4.5.1. Variabel Perumahan Sederhana Telah ditentukan beberapa variabel perumahan sederhana yang menjadi dasar dalam penentuan variabel rumah tradisional Jawa, adalah sebagai berikut: a. Orientasi deret bangunan b. Posisi bangunan c. Bentuk bangunan d. Langit-langit e. Posisi dan bentuk bukaan atau ventilasi f. Vegetasi Variabel-variabel di atas berasal dari hasil evaluasi terhadap sampel perumahan sederhana yang tersusun sesuai dengan skala prioritas. Melalui sudut pandang penulis, ditentukan faktor-faktor yang berpengaruh utama terhadap kondisi suhu sampel. Meskipun terkesan subjektif, namun pada dasarnya hal ini dapat dipertanggungjawabkan karena telah teruji dan terbukti secara kuantitatif.

Langkah perumusan

variabel perumahan sederhana, dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5

Variabel dan Hasil Evaluasi sebagai Dasar Menentukan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Suhu.

No.

Variabel Evaluasi

a. 1)

Lingkungan Tempat Tinggal Orientasi

2)

Bangunan sekitar dan vegetasi

b. 1)

Rumah Sederhana Posisi bangunan

2)

Bentuk bangunan

Hasil Evaluasi (Berpengaruh terhadap Suhu) Deret bangunan cenderung menghadap timur-barat, tidak sesuai dengan wilayah iklim tropis lembab. Orientasi deret bangunan. Bangunan sekitar yang didominasi oleh lahan hijau berpotensi bagi kenyamanan suhu perumahan, namun tidak termanfaatkan. Vegetasi sangat minim. Vegetasi.

Bentuk bangunan kopel Posisi bangunan. Bentuk bangunan persegi panjang, berpengaruh terhadap arah hadap bangunan dan posisi bukaan. Hal tersebut terjadi karena susunan perbandingan tidak sesuai dengan yang ketentuan. Bentuk bangunan dan posisi bukaan/ventilasi.

66 Lanjutan Tabel 4.5. ... 3)

Selubung bangunan - Dinding

Teritisan yang sempit dan atap yang terlalu tinggi menyebabkan dinding tak terlindungi. Vegetasi pun minim. Vegetasi.

- Atap

Radiasi matahari langsung yang mengenai permukaan atap dapat diredam oleh langit-langit. Langit-langit.

- Bukaan dan ventilasi

Ruang-ruang tidak menerapkan prinsip ventilasi silang. Bukaan terlalu lebar mempengaruhi suhu ruangan. Bentuk bukaan/ventilasi.

4.5.2. Variabel Rumah Tradisional Jawa dan Lingkungannya Rumah tradisional Jawa ini selalu terkait dengan lingkungannya, karena kesatuan antara kedua elemen ini yang membuat rumah tradisional Jawa nyaman secara termal. Variabel rumah tradisional Jawa ini berjumlah enam, sama halnya dengan variabel perumahan sederhana.

Variabel inilah yang paling berpengaruh terhadap

kondisi suhu sampel perumahan sederhana. Selanjutnya, berdasarkan variabel tersebut diambil prinsip rumah tradisional Jawa yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka (baca: Bab 2.4 dan Tabel 2.3). Sebagai dasar dalam proses modifikasi, variabel tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip yang ada dalam tinjauan pustaka, karena kemungkinan adanya unsur variabel yang tidak terdapat pada rumah tradisional Jawa. Oleh karena itu, penentuan prinsip yang akan digunakan didasarkan pula atas sudut pandang penulis. Namun, hal tersebut tidak mengubah prinsip yang telah ada. Adapun prinsip rumah tradisional Jawa yang dijadikan sebagai dasar dalam proses modifikasi guna mendapatkan kriteria desain, adalah sebagai berikut: a. Orientasi.

Arah orientasi rumah tradisional Jawa adalah utara-selatan.

Arah

orientasi ini lebih diutamakan dibandingkan dengan hal lain, seperti aksesibilitas. b. Posisi rumah. Umumnya rumah tradisional Jawa merupakan massa individual yang dibangun simetris di tengah lahan. c. Bentuk rumah. Proporsi luasan bangunan biasanya berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar dengan perbandingan lebar depan dibandingkan lebar samping adalah 2:3, 3:4, 3:3 dan 3:5. d. Langit-langit. Tidak terdapat langit-langit atau plafon. Fungsi langit-langit sebagai ruang transisi panas yang diterima oleh atap, dapat diatasi oleh material atap

67 genteng yang berpori, bentuk atap dan ruang yang tinggi dan celah konstruksi antara dinding dan atap. e. Posisi dan bentuk bukaan atau ventilasi. Tidak terdapat bukaan pada dinding. Jika terdapat jendela, maka terdapat penghalang, seperti jeruji, tirai, dinding atau pohon penghalang. Posisi yang paling dominan adalah pada fasad depan bangunan yang berada di sebelah utara. f. Vegetasi. Di sekeliling lahan ditanam pepohonan, umumnya berupa pohon buahbuahan, seperti nangka, kelapa dan lain-lain. Batas antar rumah tidak berpagar dinding, biasanya menggunakan tanaman hidup dengan ketinggian yang tidak menghalangi batas pandangan. Selanjutnya, prinsip-prinsip rumah tradisional Jawa dan lingkungannya tersebut menjadi dasar modifikasi (perunbahan) dalam proses simulasi. Model yang digunakan adalah model eksisting. Akumulasi variabel dan prinsip rumah tradisional Jawa tersebut tersaji dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Variabel dan Prinsip Rumah Tradisional Jawa. No.

Variabel Perumahan Sederhana

Variabel

Rumah Tradisional Jawa Prinsip

a.

Orientasi deret bangunan

Orientasi rumah

Utara-selatan

b.

Posisi bangunan

Posisi rumah

Massa tunggal, di tengah lahan

c.

Bentuk bangunan

Bentuk rumah

Rasio perbandingan sisi muka:sisi samping adalah 2:3, 3:3, 3:4, 3:5

d.

Langit-langit

Langit-langit

Fungsi langit-langit diredam oleh material atap genteng yang berpori, bentuk atap dan ruang yang tinggi dan celah konstruksi antara dinding dan atap

e.

Posisi dan bentuk bukaan/ventilasi

Posisi dan bentuk bukaan/ ventilasi

Posisi yang dominan adalah sebelah utara, bentuknya terdapat penghalang, seperti jeruji

f.

Vegetasi

Vegetasi

Ditanam di sekeliling lahan dan berjenis pohon buah.

4.5.3. Kriteria Desain Kriteria desain merupakan kesimpulan akhir yang diperoleh setelah proses modifikasi dengan uji simulasi. Uji simulasi yang dilakukan adalah Simulasi II atau simulasi modifikasi. Jika modifikasi yang dilaksanakan dapat memperoleh suhu lebih baik, maka layak untuk menjadi kriteria desain.

68 Seperti telah diutarakan sebelumnya, model yang digunakan dalam Simulasi II ini adalah model eksisting sampel perumahan sederhana, yaitu Perumahan PNS Lesanpuro Kota Malang. Lain halnya dengan bentuk model dalam Simulasi I, pada Simulasi II ini bentuk model fleksibel, dapat diposisikan tunggal maupun berderet. Hal ini dinilai tidak mempengaruhi kriteria desain karena kriteria ini tidak terfokus pada posisi bangunan, tetapi hasil modifikasi yang dapat menurunkan suhu di dalam interior bangunan.

Berikut ini merupakan adalah Tabel 4.7 yang mendasari pelaksanaan

Simulasi II.

Tabel 4.7 No.

Kriteria Desain Rumah Tradisional Jawa dan Penerapannya pada Sampel Perumahan Sederhana.

Kriteria Desain Rumah Tradisional Jawa Variabel Prinsip

Sampel Perumahan Sederhana Eksisting Modifikasi

a.

Orientasi rumah

Utara-selatan

Timur-barat, dengan sudut orientasi deret bangunan <11q (Blok I), <28q (Blok II, III dan IV), <43q (Blok V dan VI)

Utara -selatan, sudut orientasi eksisting diputar 90q searah jarum jam (<101q, <118q dan <133q)

b.

Posisi rumah

Massa tunggal, di tengah lahan

Pola rumah kopel dengan satu sisi menempel dengan bangunan lain

Massa eksisting dipisah menjadi massa tunggal, simetris di tengah lahan

c.

Bentuk rumah

Rasio perbandingan sisi muka:sisi samping adalah 2:3, 3:3, 3:4, 3:5

Rasio perbandingan bentuk bangunan 3:2

Mengubah rasio bentuk rumah sesuai kriteria desain

d.

Langit-langit

Fungsi langit-langit diredam oleh material atap genteng yang berpori, bentuk atap dan ruang yang tinggi dan celah konstruksi antara dinding dan atap

Terdapat langit-langit pada ruang-ruang utama

Mengubah ketinggian ruang, ketinggian atap dan menghilangkan langit-langit, dengan dasar tinggi ruang=2,8m, dan ketinggian atap sesuai dengan eksisting (pertimbangan yang dapat diterapkan pada rumah sederhana, tidak memakan biaya besar)

e.

Posisi dan bentuk bukaan/ ventilasi

Posisi yang dominan adalah sebelah utara, bentuknya terdapat penghalang, seperti jeruji

Posisi berada di sisi timur-barat dengan bentuk lebar tanpa lubang ventilasi

Posisi bukaan pada sisi utara-selatan (sesuai dengan arah orientasi) sedangkan ventilasi udara pada sisi sebaliknya. Bentuknya kecil, berdasarkan Nugroho (2007) diawali dengan ukuran 2x0,05m untuk ventilasi

69 Lanjutan Tabel 4.7. ... f.

Vegetasi

Ditanam di sekeliling lahan dan berjenis pohon buah.

Tidak terdapat adanya vegetasi

Menanam vegetasi di dalam kawasan perumahan, didalam dan diluar lahan bangunan tiap unit rumah dengan jarak tertentu dari bangunan rumah

Terkait dengan keterbatasan software yang digunakan, elemen vegetasi tidak dapat diikutsertakan dalam proses simulasi. Berdasarkan Simulasi I, maka diasumsikan bahwa jika sekeliling bangunan ditanami vegetasi akan memberikan manfaat positif dalam menurunkan suhu di dalam interior bangunan. Oleh karena itu, hal ini tidak dapat dipermasalahkan. Berikut ini merupakan beberapa hasil yang diperoleh dari uji Simulasi II atau simulasi modifikasi, antara lain sebagai berikut: a. Orientasi. Modifikasi yang dilakukan adalah merubah kecenderungan arah hadap deret bangunan, yang semula timur-barat menjadi utara-selatan.

Pada model

eksisting, orientasi awal diputar sejauh 90q. Dilakukan pada bangunan rumah Blok 5 dan 6 dengan sudut orientasi 43q. Berjumlah 8 rumah dengan susunan berlawanan arah, tiap deret terdiri atas 4 rumah. Ilustrasi model dan data suhu yang dihasilkan dari proses simulasi pada jam terpanas (pukul 13.00), disajikan pada Gambar 4.23 dan Gambar 4.24.

5

6

1

2

7

8

3

Gambar 4.23 Model modifikasi orientasi deret bangunan.

4

70

8 7 6 5 4 3 2 1 28.5

28.6

28.7

28.8

28.9 0drjt

29

29.1

29.2

29.3

29.4

90drjt

Gambar 4.24 Grafik perolehan suhu pada modifikasi orientasi 90q.

Modifikasi ini menyebabkan lebih banyak rumah dengan tingkat kenyamanan suhu lebih rendah dari suhu eksisting.

Rumah yang mengalami kenaikan suhu hanya

25%, selebihnya turun atau tetap. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.25.

MODIFIKASI: Perbedaan antara sisi timur (deret 1-4) dan barat (deret 5-8) lebih rendah dari <43q, yaitu 0,1-0

EKSISTING: Perbedaan antara sisi timur (deret 1-4) dan barat (deret 58), yaitu 1:5; 2:6; 3:7; dan 4:8 adalah 0,4-0,3

Gambar 4.25

Hasil modifikasi terhadap arah orientasi, menunjukkan nyaman (hijau), tidak nyaman (oranye) dan cenderung nyaman (kuning).

b. Posisi bangunan. Modifikasi dilakukan dengan menggubah massa bangunan yang semula berbentuk kopel menjadi sebuah massa tunggal dan diletakkan di tengah lahan. Model yang digunakan adalah 1 deret bangunan rumah yang terdiri atas 3 rumah, dengan arah hadap bangunan timur-barat. Maksud jumlah tersebut untuk mengurangi bias karena perumahan tidak terdiri atas bangunan tunggal (Gambar 4.26).

71

Gambar 4.26 Model modifikasi massa bangunan.

Hasil yang diperoleh setelah massa kopel diubah menjadi massa tunggal adalah bahwa suhu yang terbaca justru semakin tinggi. Grafik data perolehan suhu dapat dilihat pada Gambar 4.27. 31 30.8 30.6 30.4 30.2 30 29.8 R1m

R2m

R3m km/wc

R1e r. tamu

R2e

R3e

r. tidur

Gambar 4.27 Grafik perbandingan suhu hasil modifikasi (m) dan eksisting (e).

Namun, jika orientasi diputar 90q sehingga arah hadap menjadi utara-selatan, kemudian dilakukan modifikasi perubahan gubahan massa, suhu hasil modifikasi ternyata memiliki jumlah yang sama dengan kondisi eksisting. Hal ini ditunjukkan dalam grafik Gambar 4.28. 30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 R1m

R2m

R3m km/wc

Gambar 4.28

R1e r. tamu

R2e

R3e

r. tidur

Grafik perbandingan suhu hasil modifikasi (m) dan eksisting (e), ditambah dengan orientasi.

72

Posisi dan bentuk bukaan atau ventilasi. Model yang digunakan adalah 1 bangunan rumah saja. Untuk melihat pengaruh posisi bukaan, maka dapat dilihat dengan modifikasi arah orientasi bangunan. Diperoleh hasil bahwa posisi bukaan yang baik untuk pencahayaan adalah searah sumbu timur-barat.

Hasil diperlihatkan pada

Gambar 4.29. 30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 3:02 eksisting km/w c

2:03 modifikasi r. tamu

r. tidur

Gambar 4.29 Grafik perbandingan suhu hasil modifikasi posisi bukaan.

Selanjutnya adalah bentuk bukaan. Telah diketahui bahwa bukaan pada rumah tradisional Jawa memiliki jumlah yang minim. Sehingga, modifikasi dilakukan dengan mencoba memperkecil dimensi bukaan yang berfungsi maksimal sebagai ventilasi udara. Namun, sebelumnya dilakukan pengujian terhadap model eksisting, untuk melihat pengaruh dimensi bukaan model tersebut terhadap suhu. Pengamatan dilakukan pada ruang tamu, hasilnya ditunjukkan pada Gambar 4.30. Hasil yang diperoleh adalah semakin bertambah jumlah bukaan dengan dimensi yang sama, suhu di dalam ruang justru semakin mengalami peningkatan.

73

30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 29.9 12.00 w ib

13.00 w ib V

V'

V'

V'''

Keterangan V : Kondisi eksisting V’ : Ditambah bukaan dengan dimensi yang sama pada bagian belakang V” : Ditambah bukaan dengan dimensi yang sama pada satu sisi samping V”’ : Ditambah bukaan dengan dimensi yang sama di kedua sisi samping

Gambar 4.30 Grafik pengujian pengaruh dimensi bukaan terhadap suhu ruangan.

Hasil di atas menjadi dasar untuk memperkecil dimensi bukaan. Bukaan yang dibuat didasarkan pada kondisi bukaan pada rumah tradisional Jawa yang cenderung memakai jeruji. Dimensi bukaan adalah 2m x 0,05m, yang disusun masing-masing berjumlah 3 baris (strip). Adapun contoh bukaan ventilasi tersebut dapat dilihat pada model Gambar 4.31.

Gambar 4.31 Model bukaan modifikasi pada bangunan rumah.

Modifikasi dilakukan dengan merubah perletakan pada sisi-sisi bangunan sesuai sistem ventilasi silang (bukaan terletak pada tiap sisi dinding). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dibandingkan dengan bukaan eksisting yang berdimensi lebar, hasil yang diperoleh relatif sama, namun hasilnya menunjukkan kestabilan. Meskipun diletakkan di semua sisi bangunan maupun hanya di sebagian sisi saja.

74 Data tersaji pada Gambar 4.32. Posisi bukaan sebagai ventilasi yang diperoleh adalah pada sisi yang berlawanan untuk pencahayaan, yaitu searah sisi timur dan barat. 30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 12.00 wib V

13.00 wib V1

V2

V3

V4

Keterangan V : Dtambah 1strip pada dinding selatan V1 : Ditambah 2 strip pada dinding selatan V2 : Ditambah 3 strip pada dinding selatan V3 : Ditambah 1 strip pada dinding utara V4 : Mengganti bukaan depan dengan 3 strip

Gambar 4.32 Hasil modifikasi bentuk bukaan.

c. Bentuk bangunan. Modifikasi dilakukan dengan merubah rasio perbandingan sesuai dengan prinsip rumah Jawa. Model awal yang digunakan adalah 1 bangunan rumah sederhana dari kondisi eksisting. Rumah ini memiliki 3 ruang (Gambar 4.33).

Gambar 4.33 Model modifikasi rasio perbandingan bentuk rumah.

Sesuai dengan arah hadap bangunan, rasio perbandingan bentuk rumah eksisting adalah 3:2. Posisi terpanjang (3) memiliki arah hadap sejajar utara-selatan, sehingga

75 menyebabkan kenaikan suhu. Modifikasi awal adalah mengubah rasio menjadi 2:3 dengan cara memutar orientasi. Hasil yang diperoleh adalah pada jam terpanas suhu ruangan cenderung turun atau tetap. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.34.

30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 3:02

2:03

km/w c

r. tamu

r. tidur

Gambar 4.34 Grafik perbandingan suhu antara rasio 3:2 dan 2:3.

Modifikasi

selanjutnya

adalah

susunan

ruang

dirubah

hingga

diperoleh

perbandingan 3:3. Dibandingkan dengan rasio 2:3, perbandingan ini menghasilkan 1 ruang dengan suhu yang lebih tinggi. Data disajikan pada Gambar 4.35. 30.8 30.7 30.6 30.5 30.4 30.3 3:02

2:03 km/w c

r.tamu

3:03 r.tidur

Gambar 4.35 Grafik perbandingan suhu antara rasio 3:2, 2:3 dan 3:3.

Sedangkan, modifikasi dengan rasio perbandingan 3:4 dan 3:5 masing-masing menghasilkan suhu ruang yang semakin tinggi, dibandingkan dengan modifikasi sebelumnya. Ilustrasi ini terdapat pada Gambar 4.36 di bawah ini.

76

31.5 31.3 31.1 30.9 30.7 30.5 30.3 3:02

2:03

3:03

km/w c

3:04

r. tamu

3:05

r. tidur

Gambar 4.36 Grafik perbandingan suhu antara rasio 3:2, 2:3, 3:3, 3:4 dan 3:5.

d. Langit-langit. Modifikasi pada elemen ini adalah dengan mengubah ketinggian ruang, ketinggian atap dan menghilangkan langit-langit. Hal tersebut didasarkan pada prinsip rumah tradisional Jawa yang tidak menggunakan langit-langit atau plafon. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ruang dengan ketinggian 2,8m baik dengan atau tanpa plafon memiliki suhu yang sama. Jika plafon dihilangkan, maka semestinya ketinggian ruang ditambah agar dapat memperoleh suhu yang lebih rendah. Jika ketinggian ruang kurang dari 2,8m, maka perlu menggunakan plafon. Sebab tanpa plafon, suhu akakn mengalami peningkatan meskipun atap ketinggian atap ditambah.

Ditunjukkan oleh data suhu ruang tamu pada jam

terpanas, tercantum dalam Gambar 4.37. Contoh model modifikasi terdapat dalam Gambar 4.38. 30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 29.9 1

2

3

4

Keterangan 1 : Eksisting (dengan plafon, ketinggian ruang 2,8m) 2 : Tanpa plafon, ketinggian 3,45m 3 : Tanpa plafon, ketinggian 2,8m 4 : Tanpa plafon, ketinggian 2,4m 5 : Tanpa plafon, ketinggian 2,4m, atap ditinggikan 6 : Dengan plafon, ketinggian 2,4m

Gambar 4.37 Hasil modifikasi langit-langit.

5

6

77

Gambar 4.38 Model modifikasi, rumah dengan ketinggian ruangan 2,8m tanpa plafon (kiri) dan ketinggian 2,4m tanpa plafon (kanan).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kriteria desain yang dapat digunakan sebagai dasar perancangan perumahan sederhana. Hal ini didasari potensi dalam meurunkan suhu di dalam interior bangunan. Adapun kriteria-kriteria desain tersebut adalah sebagai berikut: a. Orientasi bangunan searah dengan sumbu utara-selatan lebih berpotensi menurunkan suhu. Pada site eksisting, sumbu orientasi dapat diputar 90q, sehingga arah orientasi yang semula menghadap timur-barat menjadi utara-selatan. b. Posisi bangunan yang semula bermassa kopel diubah menjadi tunggal terletak di tengah lahan. Semula arah orientasi eksisting tidak dapat memberikan hasil yang sesuai. Namun, jika arah orientasi diubah sesuai dengan modifikasi lain yang telah dilakukan (pada orientasi dan rasio bentuk bangunan), massa bangunan tunggal memperlihatkan hasil yang sama dengan kondisi eksisting. c. Rasio perbandingan bentuk rumah yang paling ideal untuk menurunkan suhu adalah 2:3. Rasio yang lain kurang dapat menurunkan suhu secara maksimal. d. Posisi bukaan yang berfungsi untuk memasukkan cahaya adalah pada sisi utara dan selatan. Sedangkan ventilasi udara pada sisi timur-barat, diletakkan berlawanan pada dinding guna mendapatkan ventilasi silang.

Dimensi bukaan yang lebih

berpotensi menurunkan suhu adalah bukaan ventilasi berdimensi kecil. Pada uji simulasi, dimensi yang dibuat berukuran 2m x 0,05m. e. Batas ketinggian ruang dengan atau tanpa langit-langit adalah 2,8m. Jika tidak menggunakan plafon, maka ketinggian ruang harus ditinggikan agar memperoleh suhu yang lebih rendah.

Sedangkan, jika ketinggian ruang harus dikurangi,

sebaiknya menggunakan plafon. Selain kelima kriteria diatas, terdapat satu kriteria lagi yang tidak dapat diuji simulasi dalam kajian ini, berupa:

78 f. Vegetasi.

Pada lingkungan rumah tradisional Jawa, elemen vegetasi yang

didominasi oleh pohon buah-buahan menjadi satu komponen yang penting dalam memberikan perlindungan dari karakteristik iklim tropis lembab yang ekstrim. Sebagian besar kriteria desain yang diperoleh dari hasil modifikasi tersebut murni berasal dari prinsip rumah tradisional Jawa. Prinsip tersebut dapat diterapkan pada perumahan sederhana, karena termasuk dalam cara pengendalian secara alami. Namun, terdapat satu variabel yang tidak murni berdasarkan prinsip rumah tradisional Jawa, yaitu pada pengadaan langit-langit.

Secara desain rumah tradisional Jawa,

sebenarnya elemen ini tidak termasuk bagian di dalam rumah tersebut. Akan tetapi, dalam perkembangan teknologi saat ini, elemen langit-langit ini ternyata menjadi penting. Berdasarkan hasil modifikasi rumah sederhana, jika tidak menggunakan langitlangit, maka ruang perlu ditinggikan.

Penambahan ketinggian tentunya dapat

menyebabkan penambahan biaya. Sehingga, pengadaan langit-langit sangat diperlukan pada perumahan sederhana ini. Rekomendasi yang disarankan adalah ketinggian ruang 2,4 meter dengan menggunakan langit-langit. Keuntungan yang diperoleh dari prinsip-prinsip rumah tradisional Jawa tersebut bagi kenyamanan suhu, antara lain: a. Dapat mereduksi sinar matahari yang kuat. Hal ini dicapai dari orientasi bangunan yang menghadap utara-selatan, posisi bukaan yang memasukkan sinar matahari pada sisi utara-selatan b. Dapat memperoleh sirkulasi udara yang lancar. Dicapai dengan perletakan massa bangunan di tengah lahan, posisi bukaan yang terletak bersilangan dan dimensi bukaan yang kecil-kecil berfungsi sebagai ventilasi.

4.6.

Perancangan Perumahan Sederhana Berdasarkan Prinsip Termal Rumah Tradisional Jawa Tahap perancangan model baru perumahan sederhana ini merupakan lanjutan

dari kedua proses sebelumnya, yakni evaluasi dan perencanaan.

Perancangan ini

menjadi suatu langkah nyata dalam membuktikan hasil kajian yang telah dilakukan, khususnya pada perumahan sederhana dan rumah tradisional Jawa. Inti perancangan adalah menerapkan prinsip termal dari rumah tradisional Jawa beserta lingkungannya. Bahasan dalam sub-bab ini adalah dari konsep perancangan. Adapun proses perancangan ini merupakan desain ulang dari perumahan sederhana yang dijadikan sampel. Sehingga terdapat beberapa kesamaan yang ada, seperti lokasi dan karakteristik

79 tapak. Desain ulang ini didasarkan atas kriteria desain yang telah dibahas dalam subbab sebelumnya. Kriteria desain berdasarkan prinsip termal rumah tradisional Jawa. Dilanjutkan dengan pembahasan hasil rancangan.

Sama halnya dengan pemaparan

kondisi eksisting sampel perumahan sederhana, maka dalam pemaparan hasil rancangan pun difokuskan pada dua unsur penting perumahan sederhana. Unsur tersebut adalah lingkungan tempat tinggal dan rumah sederhana.

Bahasan yang terakhir adalah

pengujian model hasil rancangan dalam Simulasi III. Tahap ini membuktikan bahwa kriteria desain dapat memberikan solusi dalam memenuhi kenyamanan suhu di dalam interior bangunan dengan lebih baik.

4.6.1. Ketentuan Site dan Ruang Perumahan Sederhana Sebagian besar data yang terkait dengan lokasi perumahan tersebut telah given (telah diberikan), sehingga dapat langsung menuju aplikasi.

Terdapat beberapa

ketentuan yang digunakan sebagai acuan dan bahan dalam merancang perumahan sederhana, antara lain sebagai berikut: a. Site. Perancangan ini menggunakan site kawasan Perumahan PNS Lesanpuro yang telah dijadikan sampel dalam evaluasi. Kondisi lingkungan sekitar tapak dan tata ruang tetap dipertahankan sesuai dengan keadaan awal.

Lingkungan di luar

kawasan tetap dikondisikan berupa lahan tak terbangun (lahan hijau). Jumlah blok, lebar kapling bangunan dan sarana tetap. Fokus dari perancangan di dalam site ini adalah pada penataan deret bangunan, model bangunan rumah dan penataan lingkungan di dalam kawasan perumahan tersebut.

Prasarana, seperti jalan,

mengikuti hasil perancangan. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kondisi eksisting, beberapa konsep dalam perencanaan lingkungan perumahan sederhana ini adalah: 1) Lebar muka kavling bangunan adalah 9m, sehingga jumlah rumah dalam satu deret 8 rumah. Hal tersebut disebabkan oleh ketentuan panjang maksimum bangunan dalam satu deret maksimal 75m, untuk mengantisipasi masalah kebakaran. 2) Koefisien dasar bangunan atau KDB adalah 60%, sedangkan koefisien lantai bangunan atau KLB 1,2. 3) Garis sempadan bangunan untuk lebar jalan 7m adalah 3m. Sarana pada perumahan sederhana tidak menjadi fokus. Fokus utama adalah pada pembahasan mengenai termal.

80 b. Bangunan rumah. Terdiri atas kebutuhan ruang perlu diwadahi dalam tiap kapling bangunan. Luas tiap kapling adalah sama dengan luas eksisting, yakni 99m2 dengan pandang 11m dan lebar 9m. Adapun dasar dari ketentuan kebutuhan ruang adalah Kepmen 403/ KPTS/M/2002 dan model eksisting. Beberapa ketentuan tersebut, yaitu sebagai berikut: 1) Jenis ruang utama yang diwadahi, terdiri atas ruang serbaguna berukuran 3m x 3m, ruang ini dapat berfungsi sebagai ruang tamu, ruang makan maupun ruang keluarga; ruang tertutup yang berfungsi sebagai ruang tidur, berukuran 3m x 3m; dan kamar mandi yang berukuran 1,2m x 1,5m. 2) Standar bangunan lainnya, berupa material bangunan yang digunakan. Antara lain atap menggunakan material genteng, dinding plesteran batu bata, lantai keramik dan langit-langit berbahan eternit.

Material lain yang digunakan,

misalnya untuk kusen pintu dan jendela berbahan kayu serta daun jendela menggunakan kaca.

4.6.2. Prinsip Termal Rumah Tradisional Jawa sebagai Dasar Perancangan Prinsip termal rumah tradisional Jawa merupakan konsep dasar yang digunakan dalam perancangan perumahan sederhana ini. Adapun metode yang digunakan adalah eksploratif.

Berdasarkan metode ini, prinsip rumah tradisional Jawa yang digunakan

dalam perancangan ini terdiri atas dua jenis. Pertama adalah prinsip rumah tradisional Jawa yang telah teruji berpengaruh pada termal objek kajian, yang disebut sebagai kriteria desain. Sedangkan, yang kedua adalah prinsip rumah tradisional Jawa yang lain, yang telah dirangkum dari berbagai literatur. Kriteria desain merupakan kesimpulan dari hasil modifikasi pada tahap perencanaan yang didasarkan atas prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya, terdiri atas: 1) Orientasi deret bangunan rumah arah utara-selatan. 2) Posisi bangunan adalah di tengah lahan dengan massa bangunan tunggal. 3) Rasio perbandingan bentuk rumah adalah 2:3. 4) Posisi bukaan pintu maupun jendela terletak pada sisi bangunan utara dan selatan. Sedangkan untuk ventilasi udara adalah pada sisi timur dan barat. Dimensi bukaan untuk ventilasi adalah 2m x 0,05m. 5) Ketinggian langit-langit minimal adalah 2,4m dan berplafon, sedangkan batas maksimum adalah 2,8m dengan atau tanpa plafon.

81 6) Penataan vegetasi mulai dari tiap unit kapling bangunan. Jenis vegetasi yang digunakan diutamakan dari jenis pohon dan berbuah. Sedangkan, prinsip rumah tradisional Jawa lain yang diutamakan adalah prinsip tata ruang (spatial formation) dan ketinggian lantai. Pemilihan kedua prinsip tersebut didasarkan atas pertimbangan kemampuan objek yang dikaji. Perumahan sederhana sebagai objek yang dikaji memiliki kemampuan yang terbatas dalam perkembangannya. Berdasarkan sudut pandang penulis, kedua prinsip yang diambil merupakan prinsip sederhana yang masih memungkinkan diterapkan pada perumahan sederhana, khususnya pada bangunan rumahnya. Aplikasi prinsip tersebut lebih sederhana jika dibandingkan dengan prinsip ornamen, warna dan lain sebagainya. Hal ini merupakan salah satu hasil dari eksplorasi yang dilakukan. Kedua prinsip tersebut juga memberikan keuntungan positif dalam mendukung kenyamanan termal bangunan rumah tradisional Jawa. Berdasarkan Apritasari (2003), ilustrasi prinsip spatial formation pada rumah tradisional Jawa dapat dilihat pada Gambar 4.39. - Perolehan panas diatas sisi utara. - Kegiatan penghuni tidak sebesar dan sebanyak ruang utama. PAWON - Perolehan panas terbesar. - Kegiatan penghuni kecil sehingga kondisi panas tidak dirasakan oleh penghuni bangunan. OMAH KULON

- Perolehan panas terbesar. - Kegiatan penghuni kecil sehingga kondisi panas tidak dirasakan oleh penghuni bangunan. OMAH

OMAH WETAN

- Panas radiasi minim, tereduksi dari 4 sisi. - Kegiatan dan periode huni lebih lama dari sisi lain, terpenuhi kenyamanan termal.

PENDOPO - Perolehan panas lebih kecil dari ketiga sisi. - Berupa ruang terbuka. - Perolehan panas tidak terlalu tinggi sehingga penghuni tidak terganggu kenyamanan

Gambar 4.39 Tata atur (spatial formation) ruang rumah tradisional Jawa.

82 Tata atur ruang pada rumah Jawa berbentuk memusat dengan pusat adalah omah yang berfungsi sebagai ruang privat bagi aktivitas penghuninya. Arah orientasi adalah utara-selatan. Pengaturan tersebut memberikan keuntungan bagi ruang-ruang utama, yaitu tingkat kenyamanan paling baik.

Ruang di tengah menyebabkan pemanasan

akibat sinar radiasi matahari dapat diredam oleh ruang yang tidak terlalu utama pada sisi timur dan barat, seperti gandhok. Selain tata ruang adalah prinsip ketinggian lantai. Lantai umumnya ditinggikan 20-40cm.

Terkait dengan kenyamanan termal, prinsip tersebut memiliki beberapa

manfaat. Antara lain, dapat mengurangi kelembaban yang tinggi dan menyediakan ventilasi yang lebih baik pada ruang di dalam bangunan. Selanjutnya adalah penerapan kriteria desain dan prinsip rumah tradisional Jawa pada perumahan sederhana.

Dalam kajian ini dilakukan dengan merancang ulang

sampel perumahan sederhana yang telah dievaluasi sebelumnya. Adanya keterbatasan waktu kajian, maka proses perancangan dilakukan pada perumahan sederhana dengan kondisi seolah-olah bangunan rumah pada kondisi eksisting tidak ada. Sehingga secara keseluruhan kriteria desain dan prinsip rumah tradisional Jawa dapat diaplikasikan dalam perancangan perumahan sederhana ini. Berdasarkan hasil evaluasi, penanganan permasalahan iklim secara alami dapat dilakukan dengan meletakkan bangunan secara tepat terhadap posisi matahari dan angin. Prinsip utama yang perlu dipertimbangkan adalah orientasi bangunan. Secara termal, orientasi pada bangunan sangat penting. Terkait dengan hal itu, orientasi pun merupakan hal utama dalam perancangan rumah tradisional Jawa. Hal ini dibuktikan dengan lebih diutamakannya arah orientasi utara-selatan dibandingkan dengan aksesibilitas. Orientasi rumah tradisional Jawa bermakna simbolik, yaitu sebagai wujud penghormatan kepada penguasa. Jenis atap memang dikenal sebagai pembawa ciri khas rumah tradisional Jawa, antara masyarakat golongan bangsawan dan rakyat biasa (status masyarakat Jawa) terdapat perbedaan. Namun, arah orientasi rumah mereka tetap sama. Penerapan arah orientasi utara-selatan menurut prinsip umum termal dan prinsip rumah tradisional Jawa memiliki kesamaan dalam memberikan manfaat bagi kenyamanan termal atau suhu. Secara termal, prinsip yang lain menjadi penyempurna dari prinsip orientasi ini. Pada rancangan perumahan sederhana ini, kondisi lingkungan sekitar tetap dipertahankan.

Lingkungan sekitar kawasan perumahan didominasi oleh lahan tak

terbangun. Secara fisik, gambaran lingkungan sekitar kawasan perumahan sederhana

83 ini sama dengan lingkungan pada rumah tradisional Jawa. Dengan jumlah blok yang telah ditentukan, selanjutnya proses yang dilakukan adalah menata kapling bangunan rumah sederhana.

Penataan ini dilakukan berdasarkan prinsip orientasi bangunan.

Prinsip ini dapat diaplikasikan pada seluruh kawasan. Perbandingan dengan jumlah bangunan rumah pada kondisi eksisting sampel perumahan sederhana tidak berbeda jauh. Selanjutnya adalah penataan elemen vegetasi, posisi bangunan, bentuk bangunan hingga detail selubung bangunan rumah sederhana. Penerapan prinsip termal rumah tradisional Jawa sebagai dasar perancangan perumahan sederhana dalam kajian ini tidak mengalami kesukaran. Hal ini didukung oleh beberapa hal, misalnya kondisi lingkungan sekitar maupun tapak kawasan perumahan sederhana ini yang ideal. Jika diterapkan pada kondisi yang berbeda, maka prioritas prinsip rumah tradisional Jawa yang digunakan juga berbeda. Sebabnya adalah penanganan terhadap permasalahan iklim yang mungkin berbeda. Namun, penerapan prinsip rumah tradisional Jawa sebagai dasar dalam merancang perumahan sederhana dapat dilakukan sesuai dengan langkah-langkah yang telah diuraikan dalam kajian ini. Perbedaan kondisi pada setiap objek perumahan dapat memunculkan ciri khas tertentu pada rancangan perumahan sederhana, baik kondisi iklim maupun kondisi tapaknya.

4.6.3. Hasil Rancangan Berdasarkan konsep-konsep yang telah dirumuskan, selanjutnya akan dijelaskan model perumahan sederhana yang telah dihasilkan. Kawasan perumahan sederhana ini terdiri atas blok-blok bangunan rumah, fasilitas umum berupa taman serta sarana dan prasarana yang tidak berbeda dengan eksisting perumahan sebelumnya. a. Lingkungan Tempat Tinggal 1) Orientasi. Hal utama yang terdapat pada model baru perumahan ini adalah pada arah hadap bangunan rumah yang cenderung utara-selatan. Berdasarkan kriteria desain orientasi bangunan, maka arah hadap bangunan diputar 90q. Dengan mengubah arah hadap tersebut, diharapkan kenyamanan suhu yang dirasakan penghuni bangunan dapat lebih rendah. Penerapan kriteria desain tersebut tidak mengalami kendala.

Sehingga, dapat diaplikasikan pada seluruh blok di

kawasan perumahan ini.

Panjang deretan bangunan maksimal berjumlah 8

rumah, sedangkan minimal 1 rumah. Pembagian jumlah rumah dalam 1 deret ini disebabkan oleh bentuk lahan.

Kawasan yang dilalui oleh jalur sutet tetap

menjadi kawasan terlarang untuk didirikan bangunan.

84 2) Bangunan sekitar dan vegetasi. Selain arah orientasi, kawasan perumahan ini pun ditambah dengan adanya elemen penghijauan. Vegetasi menjadi salah satu bagian penting yang harus ada pada perumahan ini. Vegetasi yang ditanam merupakan jenis pohon dengan ketinggian minimal 3m dan menghasilkan buah. Hal ini didasari oleh jenis vegetasi yang ditanam di sekitar rumah tradisional Jawa. Area yang ditanami oleh pohon ini adalah pada pojok tiap kapling unit bangunan. Selain itu, pada beberapa blok dibuat adanya jeda antara 2 atau tiga rumah dengan ruang kosong selebar 2m. Jeda jarak antar bangunan tersebut digunakan untuk peletakan vegetasi.

Orientasi kapling bangunan yang

menghadap arah utara- selatan, menjadikan posisi penanaman vegetasi didominasi sisi timur dan barat. Hal tersebut memberikan keuntungan berupa perlindungan terhadap radiasi sinar matahari.

Ilustrasi mengenai peruangan

kawasan ini, disajikan pada Gambar 4.40.

Arah orientasi bangunan adalah utara-selatan. Adanya vegetasi pada sisi timur-barat memberikan perlindungan terhadap radiasi matahari

Gambar 4.40 Blok plan model baru perumahan sederhana.

85 Luas kapling bangunan adalah 99m2. Dalam luasan tersebut, tiap unit kapling bangunan terdiri atas bangunan rumah saja. Tidak terdapat fungsi lain, seperti carport disebabkan oleh pertimbangan jenis kendaraan yang mungkin dimiliki oleh penghuni bangunan adalah jenis kendaraan kecil hingga sedang, seperti sepeda motor.

Terlihat pada Gambar 4.41 bahwa terdapat elemen vegetasi

sebagai pembatas antara satu rumah dengan rumah yang lainnya.

Batas antar kapling

Entrance

Gambar 4.41

Layout plan dan tampak atas deret bangunan rumah pada kawasan perumahan sederhana.

b. Rumah Sederhana. 1) Posisi bangunan.

Berdasarkan Gambar 4.41, dapat dilihat bahwa massa

bangunan pada tiap kapling bangunan terletak pada posisi yang simetris di tengah lahan bangunan. Adapun jarak antara rumah dengan rumah lainnya adalah jarak samping masing-masing 1,5m; jarak dengan kapling belakang 1m; jarak jalan dengan bangunan inti (kecuali teras) adalah 3,5m. 2) Bentuk bangunan. Rasio perbandingan bentuk rumah adalah 2:3 memanjang ke arah utara-selatan. Luas bangunan rumah ini ±28,5m2. Berdasarkan jenis ruang yang telah dikonsepkan, model baru memperoleh tambahan ruang. Ruang yang

86 diwadahi oleh bangunan adalah ruang tidur, ruang serbaguna, kamar mandi, dapur dan serambi. Teras terdapat di samping kanan dan kiri bangunan. Denah rumah adalah memanjang. tersebut, menerus ke belakang.

Perletakan ruang sesuai dengan bentuk Serambi merupakan ruang pertama yang

difungsikan sebagai ruang tamu. Seperti halnya rumah tradisional Jawa yang menggunakan pendhopo terbuka untuk menerima tamu, sebagai ruang publik. Ruang selanjutnya adalah ruang serbaguna. Ruang ini dapat berfungsi untuk menerima tamu dengan tingkat kekerabatan yang lebih dekat, ruang keluarga atau sebagai ruang makan. Sebenarnya ruang ini menjadi satu ruang dengan ruang tidur. Perbedaan ruang terlihat dari adanya partisi yang membatasi antar kedua ruang tersebut. Ruang serbaguna dan ruang tidur ini merupakan inti ruang pada bangunan rumah ini.

Ilustrasi denah, tampak dan potongan,

disajikan dalam pada Gambar 4.42.

6#/2#-5#/2+0)

Gambar 4.42 Denah, tampak dan potongan hasil rancangan.

Ruang yang lain adalah dapur dan kamar mandi. Kedua ruang ini terletak pada satu area. Akses menuju kedua ruang tersebut harus melewati teras. Hal ini

87 dimaksudkan agar aktivitas yang dilakukan di dalam kedua ruang tersebut tidak mengganggu ketenangan aktivitas di dalam inti ruang. 3) Selubung bangunan. Material yang digunakan sesuai dengan standar bangunan yang telah ditentukan. Massa bangunan menggunakan atap miring, semacam atap kampung. Berdasarkan status masyarakat Jawa, jenis atap ini digunakan pada rumah masyarakat yang berstatus masyarakat biasa.

Model rumah

sederhana ini tersaji dalam Gambar 4.43.

Gambar 4.43 Massa bangunan.

Atap pada bangunan rumah tersebut memiliki orientasi ke arah utara dan selatan. Melalui eksplorasi, bentuk atap yang muncul adalah bentuk pelana, atau istilah dalam rumah tradisional Jawa adalah atap kampung. Dalam literatur rumah Jawa, jenis atap kampung merupakan jenis atap yang umum digunakan oleh kalangan rakyat biasa. Bentuk atap ini tidak termasuk dalam prinsip utama yang ditentukan sejak awal sebagai konsep, namun muncul sejalan dengan berjalannya proses perancangan. Hal ini disebabkan kekhawatiran penentuan jenis atap tertentu dapat berpengaruh terhadap kemampuan penghuni perumahan sederhana. Sehingga perancangan atap tidak dititikberatkan pada bentuk atap, namun ketinggian langit-langit. Meski demikian, pada dasarnya prinsip jenis atap rumah tradisional Jawa cukup penting, baik dari sisi termal maupun dalam memberikan ciri khas bagi bangunan rumah di Indonesia. Bentuk atap ini terkait pula dengan alur turunnya air hujan. Kemiringan sudut atap ini adalah kombinasi <45q dan <15q. Rumah ini tidak menggunakan talang,

88 sehingga air hujan langsung jatuh dari atap bangunan. Posisi letak saluran drainase terletak di belakang rumah, di antar batas antar kapling bangunan, dapat dilihat pada Gambar 4.44.

Gambar 4.44 Potongan kawasan, menunjukkan saluran drainase.

Satu-satunya jenis perlindungan yang digunakan pada model bangunan rumah sederhana ini adalah langit-langit. Berbeda dengan rumah tradisional Jawa yang tidak menggunakan plafon, konstruksi modern pada model rumah sederhana ini menyebabkan langit-langit menjadi hal utama yang harus ada. Hal tersebut dapat mengurangi jumlah bahan konstruksi lebih banyak.

Sebab tanpa

menggunakan plafon, ruang yang dibutuhkan harus lebih tinggi. Ketinggian ruang pada model rumah tersebut adalah 2,4m. Ilustrasi uraian tersebut, tersaji pada Gambar 4.45. Langit-langit (plafon)

Gambar 4.45 Potongan bangunan rumah pada model baru perumahan sederhana.

89

Posisi bukaan pintu dan jendela adalah pada semua sisi utara-dan selatan. Sedangkan, bukaan yang berfungsi sebagai ventilasi pada sisi timur dan barat. Arah angin dominan di Kota Malang adalah barat daya, sehingga arah ini tepat. Fungsi bukaan yang berbeda menyebabkan bentuk yang berbeda pula. Bukaan jendela yang berfungsi untuk memasukkan sinar matahari, bukaan cukup lebar (60cm) dengan ketinggian 1,3m menggunakan material kaca.

Sedangkan,

ventilasi berbentuk strip, berupa celah panjang dan sempit dengan tinggi 2 meter dan lebar 5 cm. Hal tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam tahap perencanaan. Penggunaan arah yang sesuai dengan kriteria ini, menjadikan bangunan rumah tidak memerlukan pelindung yang lain, seperti teritisan atau shading device. Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 4.46.

Bukaan pintu dan jendela

Ventilasi udara

6#/2#-5#/2+0)

Gambar 4.46 Denah bangunan rumah pada model baru perumahan sederhana.

Selain berdasarkan kriteria desain yang telah ditetapkan, rancangan model baru perumahan sederhana ini pun telah menerapkan beberapa prinsip lain yang diperoleh

90 dari desain rumah tradisional Jawa. Prinsip desain yang bermakna simbolik, namun dapat memberikan kenyamanan termal. Pertama adalah prinsip spatial formation rumah Jawa yang telah dibuktikan oleh Apritasari (2003). Gambar 4.47 menunjukkan sistem tata atur yang diterapkan model rumah tersebut.

22% PAWON

50% OMAH KULON gandhok

O% OMAH

50% OMAH WETAN gandhok

15% PENDOPO

Gambar 4.47 Tata ruang pada hasil rancangan rumah sederhana.

Tata atur rumah sederhana tersebut tidak hanya terkait dengan denah bangunan saja, namun juga dengan lingkungan luarnya. Sebagai ruang utama adalah ruang tidur. Meskipun bentuk denah memanjang, namun posisi ruang tidur dapat digolongkan berada di tengah. Lain halnya dengan rumah tradisional Jawa, fungsi gandhok sebagai ruang transisi tidak dipenuhi oleh sebuah ruang fisik, melainkan oleh ruang antara. Ruang antara tersebut berupa teras samping yang membatasi antara dinding ruang tidur dan halaman samping. Selain sistem tersebut, elemen vegetasi pada tapak bangunan pun turut dapat memberikan kenyamanan suhu di dalam bangunan.

91

Gambar 4.48 Perspektif deret bangunan rumah sederhana.

Selain tata ruang, kedua adalah prinsip ketinggian lantai yang umumnya ditinggikan 20-40 cm. Aplikasi prinsip tersebut dalam rancangan dapat dilihat pada Gambar 4.49.

Ketinggian 40cm

Ketinggian 20cm

&'0#* Gambar 4.49 Tinggi lantai ruangan pada hasil rancangan rumah sederhana.

Ketinggian lantai yang digunakan pada ruang-ruang utama, seperti ruang tidur dan ruang serbaguna adalah sama dengan prinsip rumah tradisional Jawa, yaitu 20cm dan 40cm. Ketinggian lantai ruangan ini juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai pemisah antar ruang. Penggunaan material dinding atau partisi sebagai pemisah antar ruang dapat dikurangi. Lantai ruangan yang berbeda ketinggian dapat sebagai penanda suatu ruang memerlukan perlakuan yang berbeda dari ruang yang lainnya. Serambi yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu memiliki kesamaan konsep dengan

92 pendhopo. Jika suatu pendhopo pada rumah tradisional Jawa identik dengan soko guru, maka rumah sederhana cukup dengan menaikkan ketinggian lantai. Hal ini dinilai cukup efisien pula, tanpa mengurangi kesakralan dari sebuah fungsi ruang.

4.6.4. Kenyamanan Suhu Hasil Rancangan Berdasarkan hasil rancangan yang telah diuraikan, model baru perumahan sederhana telah menerapkan seluruh kriteria desain yang diperoleh dari prinsip termal rumah tradisional Jawa dan lingkungannya. Untuk mengetahui kondisi kenyamanan suhu pada model baru perumahan sederhana ini, dilakukan uji simulasi kembali. Tingkat kenyamanan ruang utama dibandingkan ruang yang lain, telah teruji dalam proses Simulasi III yang telah dilakukan. Simulasi ini merupakan sebuah upaya untuk menguji dan membuktikan bahwa prinsip rumah tradisional Jawa dapat meningkatkan tingkat kenyamanan suhu pada model baru hasil perancangan. Dalam Simulasi III ini, model diuji dalam 2 posisi, yaitu posisi tunggal dan deret, masing-masing disajikan pada Gambar 4.50 dan Gambar 4.51. Model tunggal digunakan untuk menarik kesimpulan bahwa selubung bangunan secara individual adalah nyaman. Sedangkan model deret untuk menunjukkan kenyamanan dalam skala lingkungan.

Gambar 4.50 Model tunggal.

Gambar 4.51 Model deret.

93 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: a. Pada model baru, suhu ruang tidur lebih rendah dibandingkan dengan ruang serbaguna. Perbedaan temperaturnya ± 0,2qC. Seperti telah diuraikan sebelumnya, posisi ruang tidur berada di pusat, sehingga benar jika suhu ruangnya lebih rendah. Jika dibandingkan dengan model eksisting, maka secara keseluruhan model baru pun memiliki tingkat suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu pada perbandingan ini adalah antara 0,5-0,8qC. Uji simulasi ini dilakukan terhadap model baru yang bermassa tunggal, dibandingkan dengan model tunggal eksisting. Arah orientasi kedua model tersebut berlawanan, namun sesuai dengan aslinya. Data perolehan suhu pada jamterpanas, yaitu pukul 12.00 dan 13.00 tersebut terbaca pada Gambar 4.52. 30.7

30.8

30.5

30.6

30.3

30.4

30.1

30.2 29.9

30

29.7

29.8

29.5 12.00 w ib model baru

Gambar 4.52

13.00 w ib model eksisting

12.00 w ib model baru

13.00 w ib model eksisting

Perbandingan suhu antara model baru dan model eksisting, pada ruang tidur (kiri) dan ruang serbaguna atau ruang tamu (kanan).

b. Sebagai wakil dari kondisi perumahan, maka dilakukan uji simulasi terhadap deret bangunan. Jumlah rumah yang disimulasi adalah 4 buah dengan arah hadap yang sama. Simulasi ini menunjukkan tingkat kenyamanan model dalam satu deret. Perbedaan tingkat perolehan suhu terlihat antara posisi pinggir dan tengah. Saat tengah hari, nilai suhu relatif sama. Sedangkan pada pukul 13.00, mulai terdapat fluktuasi. Pada ruang serbaguna, kenaikan suhu terjadi pada posisi tengah (2 dan 3). Sedangkan pada ruang tidur kenaikan justru terjadi pada posisi pinggir (1 dan 4). Gambaran model serta data yang diperoleh terdapat pada Gambar 4.53.

94

30.5 30.4 30.3 30.2 30.1 30 29.9 29.8 1

2

3

12.00 w ib

4 13.00 w ib

29.85 29.8 29.75 29.7 29.65 29.6 29.55 29.5 1

2 12.00 w ib

3

4 13.00 w ib

Gambar 4.53 Perbandingan suhu antara model baru dan model eksisting, pada ruang serbaguna atau ruang tamu (atas) dan ruang tidur (bawah).

Berdasarkan hasil simulasi di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kenyamanan suhu hasil rancangan lebih baik dibandingkan dengan eksisting sampel perumahan sederhana. Posisi perletakan dalam satu deret bangunan rumah adalah hal yang paling berpengaruh terhadap suhu ruang hasil rancangan. Selain berdasarkan kriteria desain yang telah ditetapkan, rancangan model baru perumahan sederhana ini pun telah menerapkan beberapa prinsip rumah tradisional Jawa yang lain. Prinsip desain yang bermakna simbolik, namun dapat memberikan kenyamanan termal, seperti prinsip tata atur ruang dan prinsip ketinggian lantai. Secara tidak langsung kedua prinsip tersebut pun telah teruji dalam simulasi. Contoh hasil rancangan ini membuktikan bahwa prinsip rumah tradisional Jawa dapat diterapkan sebagai dasar perancangan perumahan sederhana.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a. Kondisi kenyamanan suhu pada sampel perumahan sederhana di Kota Malang dinilai kurang nyaman, karena suhu ruang pada bangunan rumah sederhana rata-rata diatas batas maksimum zona kenyamanan suhu. Faktor penyebabnya adalah karena kurang mempertimbangkan faktor iklim, khususnya penanganan iklim secara alami yang secara spesifik dapat diidentifikasi dari cara perletakan bangunan pada perumahan terhadap matahari dan angin. Ditunjukkan oleh kondisi eksisting, yaitu 1) lingkungan tempat tinggal yang kurang mempertimbangkan orientasi terhadap matahari, potensi lingkungan sekitar yang minim lahan terbangun serta elemen vegetasi yang penting untuk peneduhan; dan 2) rumah sederhana dengan posisi dan bentuk bangunan yang kurang sesuai serta tindakan perlindungan terhadap selubung bangunan yang kurang maksimal. b. Beberapa kriteria desain berdasarkan prinsip termal rumah tradisional Jawa yang dapat diterapkan pada perancangan perumahan sederhana adalah orientasi bangunan searah sumbu utara-selatan; posisi bangunan berada di tengah lahan dengan massa bangunan tunggal; rasio perbandingan bentuk rumah adalah 2:3; posisi bukaan yang berfungsi untuk memasukkan cahaya adalah pada sisi utara dan selatan, sedangkan ventilasi udara pada sisi timur-barat; dimensi bukaan atau ventilasi kecil-kecil, seperti 2 x 0,05 m; dan ruang dengan atau tanpa langit-langit dengan ketinggian 2,8 m, jika ketinggian ruang dikurangi maka harus ditambah plafon, rekomendasi yang disarankan adalah ketinggian ruang 2,4 meter dengan menggunakan langit-langit. Kriteria desain tersebut telah teruji melalui simulasi dapat memenuhi kenyamanan suhu lebih baik. c. Melalui metode eksploratif, kriteria desain berdasarkan prinsip termal rumah tradisional Jawa diterapkan dalam perancangan perumahan sederhana. Rancangan perumahan sederhana yang dihasilkan, terbukti mempunyai tingkat kenyamanan suhu lebih baik dibandingkan kondisi sebelum diterapkan kriteria desain. Selain berdasarkan kriteria desain, rancangan model perumahan sederhana ini pun telah menerapkan beberapa prinsip rumah tradisional Jawa yang lain yang turut mendukung kenyamanan suhu, seperti prinsip spatial formation dan ketinggian

95

96 lantai. Contoh hasil rancangan ini membuktikan bahwa prinsip rumah tradisional Jawa dapat diterapkan sebagai dasar perancangan perumahan sederhana. 5.2.

Saran Terbatasnya kajian yang dilakukan dengan tema penerapan prinsip sains

arsitektur tradisional pada perancangan masa kini, berpengaruh terhadap hasil kajian ini. Oleh karena itu, dirumuskan beberapa saran yang sebaiknya dilakukan untuk menyempurnakan kajian dengan tema tersebut, khususnya kajian ini.

Antara lain

sebagai berikut: a. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada posisi dan bentuk bukaan dengan simulasi, yaitu posisi di bawah, tengah atau atas; dan posisi melintang atau membujur. b. Keterbatasan waktu menyebabkan belum dihasilkan alternatif pengembangan pada hasil rancangan, sehingga perlu dilakukan perencanaan selanjutnya. Pengembangan yang diharapkan adalah tidak akan mengurangi tingkat kenyamanan suhu. c. Pada modifikasi terhadap elemen langit-langit, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut pada bentuk atap sesuai dengan prinsip rumah tradisional Jawa. Mengingat dalam prinsip rumah Jawa elemen atap cukup penting dalam pemenuhan kenyamanan termal. d. Belum tersedianya program simulasi yang dapat menguji keterkaitan lingkungan luar terhadap kondisi bangunan menyebabkan keterbatasan dalam melakukan kajian dan eksplorasi dalam perancangan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi penyelesaian masalah tersebut untuk kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sains dan teknologi bangunan. e. Proses kajian serupa dapat pula dilakukan dengan dasar prinsip arsitektur tradisional yang lain, tidak hanya rumah tradisional Jawa.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M. 1995. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Anonim. 2008. Kumpulan Bahan Kuliah Metodologi Penelitian, http://www.bahankuliah.fiks.wordpres.com/2008/02/kumpulan-bahankuliah.doc (diakses 2 Juni 2008) Apritasari, Yaseri Dahlia. 2003. Spatial Formation dengan Orientasi Kosmologis untuk Mencapai Kenyamanan Termal (Studi Model Rumah Jawa), Prosiding SIJAN 2003, Medan, pp. KWI AI-1 - KWI AI-8. Badan Meteorologi dan Geofisika. 2008. Data Klimatologi Tahun 2003-2007, Malang: Stasiun Klimatologi Karangploso. BAPPEDA. 2004. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Pemukiman dan Perumahan di Daerah (RP4D) Kota Malang, Malang: Pemerintah Kota Malang. Dewi, Cynthia Permata. 2008. Pengoptimalan Penghawaan Alami Melalui Pengolahan Elemen Bukaan Jendela dan Tritisan Bangunan Rumah Tinggal di Malang, Skripsi, Malang: Universitas Brawijaya. (Tidak dipublikasikan) Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2008. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. http://www.kimpraswil.go.id (diakses 17 September 2008) Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah nomor: 403/Kpts/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat), http://www.kimpraswil.go.id (diakses 23 Mei 2008) Fitriyani, Ajeng Murti. 2008. Kepuasan Penghuni Perumahan Sederhana di Kota Batam Terhadap Aspek Fisik, Skripsi, Malang: Universitas Brawijaya. (Tidak dipublikasikan) Hamzah, Andi. 1990. Dasar-dasar Hukum Perumahan, Jakarta: Rineka Cipta. Irawati, Dahlia. 2007. Malang yang Tak Lagi Dingin, Kompas, Edisi 10 Desember 2007, http://www.kompas.com (diakses 10 Agustus 2008) Irianto, Gatot. 2007. Ilmu Pengetahuan. Pemanasan Global dan Peradaban, Kompas, Edisi 16 November 2007. K Ismunandar, R. 2003. Joglo Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, Semarang: Effhar. Laboratorium Komputer. Pelatihan Simulasi Sain Bangunan Software Ecotech V.5.2, Editor: Agung Murti Nugroho, Laboratorium Komputasi dan Digital Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya.

97

98 Lippsmeier, Georg. 1994. Bangunan Tropis, Jakarta: Erlangga. Nasution, S. 2004. Metode Research: Penelitian ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara. Nugroho, Agung Murti. 2007. Solar Chimney Geometry for Stack Ventilation in Malaysia Terrace House, Thesis, Malaysia: Faculty of Built Environment Universiti Teknologi Malaysia. (Tidak dipublikasikan) Pemerintah Kota Malang. 2008. Geografis Malang, http://www.malangkota.go.id/index2.php (diakses 3 Juni 2008)

Malang,

Purwanto, L.M.F., Hermawan & Ridwan Sanjaya. 2006. Pengaruh Bentuk Atap Bangunan Tradisional di Jawa Tengah untuk Peningkatan Kenyamanan Termal Bangunan (Sebuah pencarian model arsitektur tropis untuk aplikasi desain arsitektur), Dimensi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata, Vol. 34, No. 2, Desember, hlm.154-160. Ronald, Arya. 2005. Nilai-Nilai Arsitektur Rumah Tradisional Jawa, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Satwiko, Prasasto. 2004. Físika Bangunan 1: Edisi 1, Yogyakarta: Andi. Satwiko, Prasasto. 2004. Traditional Javanese Residential Architecture Designs and Thermal Comfort, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Soegijanto. 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisiska Bangunan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suparno, Sastra & Endy, Marlina. 2007. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Yogyakarta: Andi. Tjahjono, Gunawan. Internationals.

2002.

Indonesia

Heritage

Arsitektur,

Jakarta:

Grolier

UPT Klimatologi. 2008. Data Klimatologi Bulan November 2007, Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Wonorahardjo, Surjatmanto. 2000. A Study of Roof-Ventilation Types and Their Influence on Indoor Thermal Comfort. Case study: Low cost housing (Type 45), Proceedings SENVAR 2000 (Sustainable Environmental Architecture), Surabaya, pp. 263-268. Wonorahardjo, Surjatmanto. 2001. Night Cooling on Low Cost Housing. Case study: Low cost housing (Type 45). Proceeding SENVAR 2001 (The Second International Seminar on Environmental Architecture), Semarang, pp. 132-139. Wulandari, Lisa Dwi. 2008. Dasar-dasar Kajian Arsitektural. Materi Kuliah Kajian Arsitektural, Malang: Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

LAMPIRAN Lampiran 1

Foto lingkungan sampel perumahan sederhana, Perumahan PNS Lesanpuro.

Jalur Sutet

99

103

Lampiran 5 Gambar blok plan sampel perumahan sederhana dan hasil rancangan, menunjukkan adanya perbedaan arah orientasi deret bangunan rumah dan elemen vegetasi.

KETERANGAN Arah Orientasi

Sampel Perumahan Sederhana

Hasil Rancangan

Elemen Vegetasi

Sampel Perumahan Sederhana

Hasil Rancangan

104

Lampiran 6

Tabel yang menunjukkan perbedaan posisi bangunan rumah antara sampel perumahan sederhana dan hasil rancangan.

Tabel Perbandingan Layout dan Tampak Deret Bangunan Rumah pada Sampel Perumahan Sederhana dan Hasil Rancangan. SAMPEL PERUMAHAN SEDERHANA

HASIL RANCANGAN

LAYOUT DERET BANGUNAN

LAYOUT DERET BANGUNAN

ƒ

ƒ ƒ ƒ

ƒ ƒ

Posisi bangunan rumah adalah bergandeng dengan bangunan lain, tidak berada di tengah lahan. Hal ini dikarenakan bentuknya adalah kopel. Arah hadap bangunan adalah sumbu timur-barat. Tidak ada penanda khusus sebagai batas penanda fisik antar bangunan rumah.

Posisi bangunan rumah adalah berada di tengah lahan. Hal ini dikarenakan bentuk massanya adalah tunggal. Arah hadap bangunan adalah sumbu utara-selatan. Penanda fisik antar bangunan rumah adalah vegetasi dan ruang terbuka hijau.

TAMPAK DERET BANGUNAN

TAMPAK DERET BANGUNAN

Massa bangunan berbentuk kopel.

Massa bangunan adalah tunggal.

105

Lampiran 7

Tabel yang menunjukkan perbedaan bentuk bangunan rumah antara sampel perumahan sederhana dan hasil rancangan.

Tabel Perbandingan Denah dan Tampak Bangunan Rumah pada Sampel Perumahan Sederhana dan Hasil Rancangan. SAMPEL PERUMAHAN SEDERHANA

HASIL RANCANGAN

DENAH BANGUNAN RUMAH

DENAH BANGUNAN RUMAH

ƒ ƒ

ƒ

ƒ ƒ

Rasio perbandingan bentuk rumah berdasarkan arah hadap adalah 3:2. Jenis ruang yang diwadahi adalah: - Ruang tamu + ruang keluarga/ruang makan (1) - Ruang tidur (1) - KM/WC (1) - Teras Tata atur ruang adalah sejajar sumbu timur-barat. Tata atur ruang itu sejajar dengan sumbu timur-barat (berdasarkan teori adalah baik), namun karena posisi bukaan pun terletak pada sisi yang sama. Hal tersebut mendukung ketidaknyamanan suhu. Tidak menggunakan prinsip spatial formation rumah tradisional Jawa. Posisi bukaan tidak bersilangan

ƒ

ƒ

ƒ

ƒ ƒ

TAMPAK BANGUNAN RUMAH

Rasio perbandingan bentuk rumah berdasarkan arah hadap adalah 2:3. Jenis ruang yang diwadahi - Ruang serbaguna (1) - Ruang tidur (1) - Dapur - KM/WC - Serambi, berfungsi sebagai ruang tamu. Tata atur ruang adalah sejajar sumbu utaraselatan. Hal etrsebut dapat meningkatkan kenyamanan suhu karena arah hadap bangunan mengikuti arah tersebut. Posisi bukaan yang berfungsi sebagai ventilasi pada arah timur dan barat dapat dimaksimalkan. Menggunakan prinsip spatial formation rumah tradisional Jawa. Posisi bukaan bersilangan.

TAMPAK BANGUNAN RUMAH

106

Lampiran 8

Tabel yang menunjukkan perbedaan selubung bangunan antara sampel perumahan sederhana dan hasil rancangan.

Tabel Langit-langit dan Bentuk Bukaan atau Ventilasi Rumah pada Sampel Perumahan Sederhana dan Hasil Rancangan. LANGIT-LANGIT SAMPEL PERUMAHAN SEDERHANA

ƒ

Jenis atap adalah kombinasi dari 2 jenis atap, yaitu pelana dan limasan

BENTUK BUKAAN/VENTILASI SAMPEL PERUMAHAN SEDERHANA

ƒ ƒ

Tinggi ruangan adalah 2,8m. Seluruh langit-langit dipasang dengan ketinggian yang sama.

ƒ

ƒ

ƒ

HASIL RANCANGAN

ƒ

Jenis atap adalah kampung, merupakan jenis atap yang bagi golongan rakyat biasa (dalam prinsip rumah tradisional Jawa)

Bentuk bukaan hanya berfungsi untuk pencahayaan saja, berpola kotak dengan permainan garis kusen. Terletak pada sisi muka dan belakang bangunan, pada sisi samping tidak terdapat bukaan atau ventilasi. Hanya terdapat pada 1 sisi saja

HASIL RANCANGAN

ƒ ƒ

Tinggi ruangan adalah 2,4m. Perletakan langit-langit sesuai dengan kemiringan atap.

ƒ ƒ ƒ

Bentuk bukaan untuk pencahayaan berbentuk lebar menggunakan bahan kaca, sedangkan bukaan untuk penghawaan berbentuk lubang kecil memanjang seukuran 2x0,05m. Bukaan yang berfungsi untuk pencahayaan terletak pada sisi muka bangunan (utara dan selatan), sedangkan untuk penghawaan terletak pada sisi samping bangunan ( timur- barat) Posisi tersebut menunjukkan setiap ruang menerapkan ventilasi silang

Tampak depan

Tampak samping

100

Lampiran 2

Foto bangunan rumah tipe 29/99 pada Perumahan PNS Lesanpuro.

Gambar bangunan rumah dengan pola perletakan berbentuk kopel.

Gambar tampak depan (kiri) dan tampak perspektif samping (kanan) bangunan rumah.

Gambar bentuk atap bangunan rumah, berbentuk kombinasi pelana dan limasan.

Gambar dinding dan bukaan pada tampak depan bangunan rumah.

101

Lampiran 3

Foto maket Perumahan PNS Lesanpuro.

Gambar maket deret bangunan rumah kopel.

Gambar maket satu unit bangunan rumah sederhana (kiri) dan tampak belakang deret bangunan (kiri).

Lampiran 4

Foto maket hasil rancangan perumahan sederhana.

Gambar maket deret bangunan rumah sederhana pada hasil rancangan.

102

Gambar maket 1 unit bangunan rumah sederhana hasil rancangan.

Gambar maket tampak belakang deret bangunan rumah sederhana (kiri) dan tampak samping yang menunjukkan bukaan (kanan).

Gambar maket yang menunjukkan bentuk atap bangunan rumah hasil rancangan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG JALAN DR. TJIPTO NO. 128, SEMARANG

Diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan menempuh ujian akhir Program Studi Diploma III Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

DISUSUN OLEH : • Agung Dwi Pratomo Putra

5150304036

• Hendra Kurniawan

5150304046

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007 i

LEMBAR PENGESAHAAN

HALAMAN PENGESAHAN

Proyek Akhir dengan judul ”Redesign Struktur Gedung Kantor BNI’46 Wilayah 05 Semarang” ini telah dipertahankan dalam sidang ujian yang disusun oleh : Agung Dwi Pratomo Putra

5150304036

Hendra Kurniawan

5150304046 Disahkan Pada :

Hari

:

Tanggal

:

Penguji I

Dosen Pembimbing

Drs. Henry Apriyatno, M.T. NIP. 131658240

Drs. Bambang Dewasa NIP. 130515759

Ketua Jurusan Teknik Sipil

Ketua Program Studi Teknik Sipil D3

Drs. Lashari, M.T. NIP. 131471402

Drs. Tugino, M.T. NIP. 131753887

Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Prof. Dr. Soesanto. NIP. 130875753 PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO DAN PERSEMBAHAN

A.

MOTTO ”Kerja adalah cinta yang mengejawantah dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta, dan hanya enggan, maka lebih baik kau meninggalkannya”.( Kahlil Gibran ) “Ilmu adalah warisan yang paling baik”.( Albert Einstein )

B.

PERSEMBAHAN Tugas Akhir ini kupersembahkan kepada : Tuhanku yang memberi aku hidup dan kekuatan. Keluargaku : Bapakku ( Sarjito ), dan mamahku ( Anik Lestari ), juga Adikku ( Fajar.S.K, Amelia N.C, W.S Cakra Buana ) Tiada yang lebih sempurna tanpa Doa restu dari orang tua. •

Keluarga Besar BINANGUN NUSOANTORO

Terima kasih atas bantuannya baik materiil maupun spirituil. Teman D3ViL `04 COMMUNITY, SEMARANG STATE UNIVERSITY Tetap jadikan kebersamaan adalah yang paling utama. Tanah Airku , INDONESIA.

( Hendra Kurniawan )

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

v

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat, Ridho, Kemudahan dan Kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir ini dengan judul “Redesign Struktur Gedung Kantor BNI’46 Wilayah 05 Semarang“. Penyusunan Proyek Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan menempuh ujian akhir program studi Diploma III Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Penyusunan Proyek Akhir ini disusun berdasarkan data hasil Kerja Praktek, teori-teori yang didapatkan dibangku kuliah, bimbingan dari dosen pembimbing, dan bantuan serta dorongan dari semua pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.

Prof. Dr. Soesanto sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri semarang.

2.

Drs. Lashari, M.T. sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakutas Teknik Universitas Negeri Semarang.

3.

Drs. Tugino, M.T. sebagai Ketua Program Studi Teknik Sipil Diploma III Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri semarang.

4.

Drs. Bambang Dewasa selaku Dosen Pembimbing Proyek Akhir.

5.

Drs. Henry Apriyatno, M.T. selaku Dosen Penguji Proyek Akhir.

6.

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Univesitas Negeri Semarang.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

vi

KATA PENGANTAR

7.

Bapak Eko Mardijono, S.T. selaku Pembimbing Lapangan pada Kerja Praktek di gedung Kantor BNI’46 Wilayah 05 Semarang.

8.

Teman-teman mahasiswa Teknik Sipil DIII angkatan 2004 Universitas Negeri Semarang, yang telah memberi semangat dan bantuannya. Penulis menyadari bahwa proyek akhir ini masih belum sempurna, Namun

demikian penulis telah berusaha menyelesaikan ini sebaik - baiknya dan selengkap mungkin. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai masukan. Penulis berharap mudah-mudahan Proyek Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan utamanya dalam membantu pengembangan Ilmu Teknik bidang Teknik Sipil.

Penulis,

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

vii

DAFTAR IS I

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................

ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................

iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................

vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1

Judul Proyek Akhir ..................................................................

1

1.2

Deskripsi Proyek ......................................................................

1

1.3

Maksud dan Tujuan Proyek Akhir ...........................................

3

1.4

Ruang Lingkup Penulisan ........................................................

4

1.5

Metodologi Penelitian .............................................................

4

1.6

Analisis dan Perhitungan..........................................................

6

1.7

Sistematika Penulisan ..............................................................

6

BAB II. DASAR – DASAR PERENCANAAN 2.1 Uraian Umum.............................................................................

8

2.2 Spesifikasi Bahan .......................................................................

8

2.3 Kriteria dan Azas – azas Perencanaan ........................................

10

2.4 Sistem Perhitungan .....................................................................

11

2.5 Spesifikasi Beban ........................................................................

11

BAB III. PERHITUNGAN STRUKTUR 3.1 Analisa Beban Gempa Bangunan .............................................

13

3.2 Perencanaan Struktur Atap........................................................

14

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

viii

DAFTAR IS I

3.3 Perencanaan Plat Atap Beton ....................................................

15

3.4 Perencanaan Plat Lantai ............................................................

18

3.5 Perencanaan Plat Tangga ..........................................................

20

3.6 Perencanaan Plat Bordes ...........................................................

23

3.7 Perencanaan Balok ....................................................................

26

3.8 Perencanaan Kolom ..................................................................

30

BAB IV. RENCANA KERJA DAN SYARAT – SYARAT 4.1 Syarat-syarat Umum..................................................................

32

4.2 Syarat-syarat Administrasi ........................................................

43

4.3 Syarat-syarat Teknis..................................................................

49

BAB V. RENCANA ANGGARAN BIAYA 5.1 Perhitungan Volume Pekerjaan.................................................

81

5.2 Rencana Anggaran Biaya..........................................................

110

5.3 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan ..................................................

115

BAB VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ...............................................................................

116

6.2 Saran .........................................................................................

117

REVIEW ANALISA DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

ix

DAFTAR LAMPI RAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisa Harga Satuan Pekerjaan Lampiran 2. Daftar Harga Satuan Bahan, Alat, dan Upah Lampiran 3. Portal Struktur Utama SAP 2000 Lampiran 4. Hasil Perhitungan Gaya SAP 2000 untuk Struktur Utama (Grafis) Lampiran 5. Hasil Perhitungan Tulangan SAP 2000 untuk Struktur Utama Lampiran 6. Gambar Kerja (Auto CAD) Lampiran 7. Tabel Luas Penampang Tulangan Baja Lampiran 8. Tabel Luas Penampang Tulangan Baja Per Meter Panjang Plat

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

x

1

BAB I PENDAHULUAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Judul Proyek Akhir “REDESIGN

STRUKTUR

GEDUNG

KANTOR

BNI

’46

WILAYAH 05 SEMARANG” 1.2

Deskripsi Proyek

1.2.1 Latar Belakang Proyek Universitas Negeri Semarang merupakan suatu lembaga pendidikan lulusan siap pakai pada tingkat menengah. Posisi ahli madya diharapkan dapat mengisi kesenjangan antara tenaga ahli atau perencana dengan para teknisi termasuk pekerja. Untuk mendukung hal tesebut, seorang lulusan teknik sipil harus memahami dasar-dasar perencanaan dan pelaksanaan konstruksi. Salah satu usaha

untuk

meningkatkan

pemahaman

dan

pengetahuan

dalam

perencanaan konstruksi adalah dengan menyusun Proyek Akhir. Sebagai obyek penulis Pembangunan Redesain Gedung Kantor Bank BNI’46 Wilayah 05 Semarang yang berada di Jalan Dr. Cipto No.128, Semarang. Proyek ini dibangun dengan tujuan meningkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat sehari – hari di bidang perbankan. Prinsip dari perencanaan pembangunan proyek ini adalah mendapatkan bangunan yang aman dan ekonomis. Suatu struktur bangunan gedung merupakan suatu kerangka bangunan yang menahan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan tersebut sehingga dapat berdiri kokoh dan kuat. Halhal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan struktur bangunan agar tujuan tersebut dapat tecapai adalah mengenai kekuatan, kemudahan dalam

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

2

BAB I PENDAHULUAN

pengerjaan, memahami fungsi dan tujuan secara ekonomis. Dalam suatu analisa struktur perlu diperhitungkan terhadap pembebanan akibat beban hidup, beban mati dan beban lain yang telah diatur dalam peraturan pembebanan. Dalam perencanaan struktur dipengaruhi oleh banyak hal, disamping kemampuan materi juga diperlukan pengalaman-pengalaman dari lapangan yang cukup berkualitas, aman dan nyaman bagi pemakainya. Struktur beton bertulang merupakan alternatif pertama bagi para ahli bangunan. Hal ini disebabkan oleh konstruksi beton bertulang mempunyai kelebihan yang sangat menguntungkan antara lain mudah dibentuk saat pengerjaan, membutuhkan waktu yanag cepat dalam pengerjaan, ekonomis, mampu menahan gaya tekan, tahan api dan mempunyai keawetan yang lama. Adapun maksud dan tujuan didirikannya Pembangunan Gedung Kantor BNI ’46 Wilayah 05 Semarang adalah untuk meningkatkan pelayanan kebutuhan masyarakat sehari – hari di bidang perbankan. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat semarang yang sangat memerlukan fasilitas umum yang aman untuk tempat bertransaksi dan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat di sekitar maka dibangunlah sebuah proyek pelayanan umum seperti Bank BNI’46. 1.2.2 Situasi dan Lokasi Proyek Lokasi proyek Pembangunan gedung kantor

Bank BNI’46

Wilayah 05 Semarang terletak di jalan Dokter Cipto no 128 Semarang. Letak tersebut sangat strategis terletak di jalur lalu lintas yang ramai dan dekat dengan Fasilitas umum yang telah ada. Secara geografis batas-batas lokasi proyek adalah: Sebelah Utara

: Jl. Rejosari VII

Sebelah timur

: Jl. Rejomulyo

Sebelah selatan : Jl. Kartini PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

3

BAB I PENDAHULUAN

Sebelah barat

: Jl. Dr.Cipto

Untuk lebih jelasnya lokasi proyek pembangunan gedung kantor BNI wilayah 05 Semarang dapat dilihat dengan peta dibawah ini :

Lokasi

Gambar 1.1 Peta lokasi Proyek Pembangunan Gedung Kantor Bank BNI ‘46 Wilayah 05 Semarang 1.2.3 Data Proyek Nama Proyek

: Proyek Pembangunan Gedung Kantor BNI‘46 Wilayah 05 Semarang

Lokasi proyek

: Jl. Dokter Cipto no 128 Semarang.

Pemilik Proyek

: PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO)

Konsultan Perencana : PT. Wastu Adi Olahrupa Konsultan Pengawas

: PT. Pola Dwipa

Kontraktor Pelaksana : PT. Hutama Karya 1.3

Maksud dan Tujuan Proyek Akhir Proyek

akhir

ini

dimaksudkan

untuk

menerapkan

materi

perkuliahan yang telah diperoleh ke dalam bentuk penerapannya secara utuh. Penerapan materi yang telah diperoleh diaplikasikan dengan merencanakan suatu bangunan bertingkat, minimal 3 lantai. Dengan PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN

4

merencanakan suatu bangunan ini diharapkan mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan yang memadai dan diharapkan mampu merencanakan bangunan yang lebih kompleks. 1.4

Ruang Lingkup Penulisan Dalam penulisan Proyek Akhir ini, penulis hanya menekankan pada permasalahan dari sudut pandang ilmu teknik sipil, yaitu pada bidang perencanaan struktur yang meliputi: 1. Perhitungan / analisa konstruksi elemen atas ( Super Structure ) yang terdiri dari : •

Perhitungan atap



Pehitungan plat lantai



Perhitungan tangga



Perhitungan balok



Perhitungan kolom

2. Gambar rencana. 3. Rencana kerja dan syarat – syaratnya. 4. Rencana anggaran biaya. 1.5

Metodologi Penelitian Di dalam pengumpulan data untuk Proyek Akhir ini, penulis menggunakan dua macam sumber data, yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui peninjauan langsung di lapangan. Sumber data primer terdiri dari: a

Pengamatan langsung dilapangan selama masa kerja praktek diproyek Pembangunan Gedung Kantor Bank BNI ’46 Wilayah 05 Semarang.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

5

BAB I PENDAHULUAN

b

Mengadakan tanya jawab langsung dengan semua pihak yang terlibat dalam pelakanaan proyek pembangunan Gedung Kantor Bank BNI ’46 Wilayah 05 Semarang.

c

Foto – foto pelaksanaan yang diambil selama melakukan kerja praktek di proyek Pembangunan Gedung Kantor Bank BNI ’46 Wilayah 05 Semarang.

2. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data pendukung yang dipakai dalam pembuatan Proyek Akhir ini. Adapun sumber data sekunder terdiri dari: a

Data-data hasil penyelidikan tanah disekitar Gedung Data-data bestek, RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat), beserta gambar kerja.

b

Buku-buku literatur atau studi literatur dan catatan kuliah yang ada hubungannya dengan segala sesuatu yang penulis perlukan dalam penyusunan Proyek Akhir ini.

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: 1.

Metode Observasi Metode observasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data primer melalui peninjauan dan pengamatan langsung di lapangan. Observasi dilakukan saat melakukan kegiatan Kerja Praktek yang yang telah dilaksanakan pada proyek yang sama pada tanggal 14 Agustus sampai dengan 14 Oktober 2006.

2.

Metode Studi Pustaka Metode studi pustaka dengan mengambil data-data dari literatur yang

relevan,

maupun

standar

yang

diperlukan

dalam

perencanaan suatu bangunan. Pengumpulan data dilakukan melalui perpustakaan atau instansi-instansi yang terkait.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

6

BAB I PENDAHULUAN

1.6

Analisis dan Perhitungan Analisis dan perhitungan beserta acuannya dalam perencanaan struktur gedung ini adalah sebagai berikut : 1.

Perhitungan Mekanik Perhitungan

mekanik

untuk

elemen

struktur

atap

dan

perhitungan portal menggunakan program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ). 2.

Perhitungan Elemen Struktur Pehitungan dimensi dan penulangan elemen-elemen struktur seperti plat lantai, balok, kolom, dan struktur-struktur penunjang lainnya mengacu pada Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 1984 dan perhitungan beton bertulang berdasar Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1998 dan Surat Keputusan Standar Nasional Indonesia (SKSNI T-152002-03).

1.7

Sistematika Penulisan Pada Proyek Akhir ini, penulis akan mencoba memberikan sistematika dalam penyusunan Proyek Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I

: PENDAHULUAN Berisi tentang nama proyek, latar belakang proyek, lokasi proyek, maksud dan tujuan, ruang lingkup penulisan, metodologi dan sistematika penulisan

BAB II

: DASAR-DASAR PERENCANAAN Berisi tentang uraian umum, spesifikasi bahan, kriteria dan azas-azas perencanaan, dasar-dasar perencanaan, sistem perhitungan, dan spesifikasi beban.

BAB III

: PERHITUNGAN STRUKTUR Berisi Dasar Perencanaan, Perencanaan Atap, Perencanaan Plat Lantai dan Plat Atap, Perencanaan Balok, Perencanaan Kolom. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN

BAB IV

7

: RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS) Berisi tentang instruktur kepada peserta pemilihan langsung, syaratsyarat umum administrasi, definisi dan pengertian, serta syarat-syarat teknis pelaksanaan pekerjaan.

BAB V

: RENCANA ANGGARAN DAN BIAYA Berisi tentang perhitungan volume pekerjaan, daftar analisa, perhitungan harga satuan dan anggaran biaya, rekapitulasi awal rencana anggaran biaya, dan kurva S.

BAB VI

: PENUTUP Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN

8

BAB II

DASAR – DASAR PERENCANAAN

2.1

Uraian Umum Bangunan Gedung mempunyai 2 bagian sistem struktur yaitu sistem struktur atas (upper/super structure) dan sistem struktur bawah (sub structure). Pemilihan sistem strukutur atas (upper/super structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Desain struktural akan mempengaruhi desain gedung secara keseluruhan. Dalam proses desain struktur perlu kiranya dicari kedekatan antara system struktur dengan masalah-masalah seperti arsitektural, efisiensi, system pelayanan, kemudahan pelaksanaan dan juga biaya yang diperlukan. Sedangkan pemilihan jenis struktur bawah (sub structure) yaitu pondasi harus mempertimbangkan keadaaan tanah, batasan-batasan akibat struktur diatasnya, batasan-batasan keadaan lingkungan sekitarnya, biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan.

2.2

Spesifikasi Bahan

2.2.1 Struktur Utama Plat menggunakan beton bertulang dengan mutu beton fc’ 17 MPa dan mutu baja fy 240 MPa, sedangkan Balok dan Kolom menggunakan beton bertulang dengan mutu beton fc’ 17 MPa dan mutu baja fy 400 MPa. 2.2.2 Non Struktur a. Semen Portland Semen Portland yang digunakan adalah Semen Type 1.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN

9

b. Pasir (agregat halus) Pasir harus memenuhi kriteria agregat halus yang ditetapkan dalam SKSNI – 1991. Adapun syarat-syarat itu adalah : • Kadar lumpur tidak lebih dari 4% terhadap berat kering agregat. • Pasir tidak mengandung banyak bahan organik, alkali kotoran dan lain-lain. • Memiliki kadar air yang stabil dan tidak mudah dipengaruhi oleh cuaca. • Tidak menggunakan pasir laut sebagai campuran beton karena lebih cepat menimbulkan korosi. c. Kerikil (agregat kasar) Ada beberapa ketentuan yang ditetapkan untuk split, antara lain • Agregat kasar harus bersifat keras dan tidak banyak mengandung banyak pori. • Butir-butir bersifat kekal, artinya tidak mudah berubah karena pengruh cuaca seperti hujan dan terik matahari. • Agregat kasar tidak boleh mengandung kotoraran, zat asam, zat basa ataupun zat garam. • Kandungan lumpur maksimal adalah 1% terhadap berat kering. • Krikil harus bergradasi baik sehingga didapat beton yang padat dan tidak mengandung banyak pori, ukuran agregat berkisar 5-30 mm. d. Batu bata • Bata yang ada berukuran 23 cm x 11,5 cm dan tebal 5 cm berwarna merah bata tua sebagai hasil pembakaran sempurna . • Sisi-sisinya bersudut tajam dan kuat tidak dapat dikorek dengan tangan, berpermukaan rata dan tidak menampakan retak-retak merugikan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN

10

• Tidak mengandung garam yang dapat larut sedemikian banyaknya sehingga mengkristalkan dapat mengakibatkan lebih dari 40% permukaan batu tebal oleh bercak-bercak putih. e. Besi Beton Besi yang digunakan adalah besi dengan mutu fy = 240 MPa untuk diameter 16 mm kebawah (besi polos). Mutu fy = 400 MPa untuk ukuran yang lebih besar dari 16 mm (besi ulir). 2.3

Kriteria dan Azas-azas Perencanaan Perencanaan Pembangunan Gedung Kantor BNI Wilayah 05 Semarang diharuskan memenuhi beberapa kriteria perencanaan, sehingga konstruksi bangunan tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Adapun kriteria-kriteria perencanaan tersebut adalah : 1. Harus memenuhi persyaratan teknis. 2. Harus memenuhi persyaratan ekonomis. 3. Harus memenuhi persyaratan fungsi dan pelaksanaan. 4. Harus memenuhi persyaratan estetika. 5. Harus memenuhi persyaratan aspek lingkungan. Selain harus memenuhi kriteria-kriteria perencanaan, gedung juga harus memperhatikan azas-azas perencanaan. Azas-azas perencanaan tersebut di dapat dari data Kerja Praktik yang dilaksanakan di Gedung Kantor BNI Wilayah 05 Semarang yang terdiri dari : a) Pengendalian biaya. b) Pengendalian mutu. c) Pengendalian waktu. d) Pengendalian tenaga kerja.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

11

BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN

2.4

Sistem Perhitungan Untuk merencanakan struktur digunakan mekanika, yaitu : a. Program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) untuk menghitung struktur utama dan untuk menghitung struktur tahan gempa. b. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987. c. Pedoman perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung 1987. d. Dasar Perhitungan Dasar-dasar pedoman perhitungan didasarkan pada ketentuan yang berlaku di Indonesia antara lain Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987.

2.5

Spesifikasi Beban Pembebanan

rencana

diperhitungkan

berdasarkan

Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 1987. pembebanan diperhitungkan sesuai dengan fungsi ruangan yang direncanakan pada gambar rencana. Besarnya muatan-muatan tersebut adalah sebagai berikut : a. Berat plafond dan penggantung

: 18 Kg/m2.

b. Adukan semen per cm

: 21 Kg/m2.

c. Dinding batu bata ( ½ ) batu

: 250 Kg/m2.

d. Penutup lantai per cm

: 24 Kg/m2.

e. Muatan hidup untuk tangga

: 300 Kg/m2.

f. Muatan hidup untuk ruang kerja

: 250 Kg/m2.

g. Muatan hidup untuk kamar mandi : 250 Kg/m2. Beban gempa diperhitungkan untuk zone 4 yang berlaku ( ACI 318-02 ). Adapun kombinasi pembebanan yaitu sebagai berikut : a. U = 1,4 DL b. U = 1,2 DL + 1,6 LL PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB II DASAR – DASAR PERENCANAAN

12

c. U = 1,2 DL + 1,0 LL + 1,0 E d. U = 0,9 DL + 1,0 E Yang mana : U = Kuat beban total untuk menahan beban yang telah dikalikan dengan factor beban atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya. DL = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban tersebut. LL = Beban hidup atau momen dan gaya dalam yang berhubungan beban tersebut. E

= beban gempa yang bekerja.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

13

BAB III

PERHITUNGAN STRUKTUR

Pada Redesign Gedung Kantor BNI Wilayah 05 Semarang, analisa gedung merupakan struktur ruang bukan sebagai bidang, sehingga perhitungan perencanaan struktur menggunakan program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ). Pada struktur beton maupun struktur baja yang dianalisa sebagai struktur ruang tersebut diharapkan hasil output gaya-gaya dalam (Momen, gaya geser dan gaya aksial) dari SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) akan bisa mendekati hasil dari bangunan yang sebenarnya. Untuk tinjauan gedung sebagai struktur ruang yang elemen frame dan elemen shellnya dipecah yang bertujuan agar beban plat ditransfer ke balok tidak langsung kekolom. Dalam perencanaan pembangunan gedung Bank BNI’46 wilayah 05 Semarang menggunakan Peraturan ACI 2002. 3.1

Analisis Beban Gempa Bangunan Berdasarkan perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) dapat diketahui pembebanan gempa setelah data pembebanan dimasukkan dan di RUN. Beban dinamik yang bekerja pada struktur adalah Response Spectrum yang diambil dari Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53. 1987. data yang diambil dari sumber buku tersebut merupakan koefisien gempa dasar, dan struktur dianggap berdiri diatas tanah lunak untuk wilayah 4 (Semarang).

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

3.2

Waktu (detik)

Koefisien

0

0.05

1

0.05

2

0.025

3

0.025

14

Perencanaan Struktur Atap Dalam program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) untuk perencanaan struktur rangka atap menggunakan baja EUROCODE 3-1993, yang hasil rasio setelah di RUN nilainya adalah kurang dari 1. Data Teknis: • Bentang kuda-kuda, L

: 15,00 m

• Jarak antar kuda-kuda, l

: 4,00 m

• Kemiringan Atap, α

: 10 °

• Koefisien angin pantai

: 40 Kg/m2

3.2.1 Pembebanan Struktur Atap Baja Pada struktur atap, penutup atap dari lembaran baja gelombang pada SAP diasumsikan sebagai elemen shell dengan tebal shell sebesar = 3 cm, sehingga berat sendiri akan dihitung oleh SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ). Beban Akibat Muatan Angin 1.

Muatan Angin Tekan ct = 0,02 α – 0,4 = 0,02 x 10°x 0,4 = -0.2

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

15

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

Wt = -0.2 x 40 = -8 Kg = -0,008 ton 2.

Muatan Angin Hisap ch = -0,4 wh = -0,4 x 40 = -16 Kg = -0,016 ton

3.2.2 Pendimensian Batang Dari hasil perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) didapatkan dimensi batang sebagai berikut :

3.3

Batang Kuda-kuda

: profil : IWF 250.125.6.9

Batang penyangga kuda-kuda

: profil : IWF 150.75.5.7

Gording

: profil : C 150.65.20.3.2

Perencanaan Plat Atap Beton Perencanaan plat atap dari beton yang telah memenuhi syarat dengan asumsi tebal plat 130 mm, dalam proyek ini beton yang digunakan mempunyai asumsi kualitas material sebagai berikut : fc

= 17 MPa

fy

= 240 MPa

p min

= 0.0058

p maks = 0.0274 d

= Tinggi Efektif ={ h – (selimut beton 2 cm) - (1/2 ∅ tul)} = 130 mm - 20 mm – 5 mm =105 mm

j

= Koefisien lengan momen diambil 0,87

3.3.1 Pembebanan Plat Atap a.

Beban Mati (DL) Berat spesi per 5 cm tebal

= 5 x 0,021 t/m2 = 0,10 t/m2

Berat Plafon + Penggantung

= 0,018 t/m2

DL

= 0,018 t/m2 + = 0,12 t/m2

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

16

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

b.

Beban Hidup (LL) = 0,25 ton/m2

Beban hidup 3.3.2 Perhitungan Penulangan Plat Atap

Berdasarkan analisa program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) yang telah di RUN di dapatkan : • Plat 3m x 8m Momen Lapangan

= 849,5 Kg m

Momen Tumpuan

= 1370,2 Kg m

a. Penulangan lapangan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

= =

Mu

θ 849,5 0,8

= 1061,875Kg m

As

=

Mn fy.d . j

As

=

1061875 2 = 475 ,04 mm 24 , 47 .105 .0 ,87

Cek Tulangan P ak

=

As b.d

= 475 ,04 = 0 ,0045 1000 .105

jadi,

P min > P ak < Pmak 0,0058 > 0,0045 < 0,0274

maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = = 125mm 8 n

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm

b. Penulangan tumpuan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ

=

1370,2 0,8

As

=

Mn fy.d . j

As

=

1712750 2 = 766 , 21 mm 24 , 47 .105 .0 ,87

= 1712,75 Kg m

Cek Tulangan P ak

As b.d

=

= 766 , 21 = 0 ,0073 1000 .105

P min > P ak < Pmak

jadi,

0,0058 < 0,0073 < 0,0274 maka dipakai, Pak = 0,0073   Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 766 = 9 ,75 ~ 10 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = 100mm = n 10

maka dipakai tulangan d 10 – 100 mm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

17

18

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

3.4

Perencanaan Plat Lantai

Perencanaan plat lantai yang telah memenuhi syarat dengan asumsi tebal plat 13 cm, dalam proyek ini beton yang digunakan mempunyai asumsi kualitas material sebagai berikut : fc

= 17 MPa

fy

= 240 MPa

p min

= 0.0058

p maks = 0.0274 d

= Tinggi Efektif ={ h – (selimut beton 2 cm) - (1/2 ∅ tul)} = 130 mm – 20 mm – 5 mm =105 mm

3.4.1 Pembebanan Plat Lantai a. Beban Mati (DL) Berat spesi + keramik per 5 cm tebal = 5 x 0,021 t/m2 Berat Plafon + Penggantung

= 0,018 t/m2

DL

= 0,10 t/m2 = 0,018 t/m2 + = 0,12 t/m2

b. Beban Hidup (LL) Beban hidup

= 0,25 ton/m2

3.4.2 Perhitungan Penulangan Plat Lantai Berdasarkan analisa program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) yang telah di RUN didapatkan : • Plat 4 m x 8m

Momen Lapangan

= 664,1 Kg m

Momen Tumpuan

= 827,2 Kg m

a. Penulangan lapangan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

664,1 0,8

=

= 830,125 Kg m

As

=

Mn fy.d . j

As

=

830125 2 = 371 ,36 mm 24 , 47 .105 .0 ,87

Cek Tulangan P ak

As b.d

=

= 371 ,36 = 0 ,0035 1000 .105

P min > P ak < Pmak

jadi,

0,0058 > 0,0035 < 0,0274 maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = 125mm = n 8

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm

b. Penulangan tumpuan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

=

Mu

θ 827,2 0,8

= 1034 Kg m

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

19

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

As

=

Mn fy.d . j

As

=

1034000 2 = 462 ,57 mm 24 , 47 .105 .0 ,87

20

Cek Tulangan P ak

As b.d

=

= 462 ,57 = 0 ,0044 1000 .105

P min > P ak < Pmak

jadi,

0,0058 > 0,0044 < 0,0274 maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = = 125mm n 8

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm 3.5

Perencanaan Plat Tangga

Perencanaan plat tangga yang telah memenuhi syarat dengan asumsi tebal plat 15 cm, dalam proyek ini beton yang digunakan mempunyai asumsi kualitas material sebagai berikut : fc

= 17 MPa

fy

= 240 MPa

p min

= 0.0058

p maks = 0.0274

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

21

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

= Tinggi Efektif ={ h – (selimut beton 2 cm) - (1/2 ∅ tul)}

d

= 150 mm - 20 mm – 5 mm =125 mm

3.5.1 Pembebanan Tangga a.

Beban Mati (DL) Berat spesi + keramik per 5 cm tebal = 5 x 0,021 t/m2 = 0,10 t/m2 = ½ x 0,12 x 2,4 t/m2

Berat anak tangga

DL b.

= 0,15 t/m2 + = 0,25 t/m2

Beban Hidup (LL) Beban untuk tangga

= 0,3 ton/m2

3.5.2 Perhitungan Penulangan Plat Tangga Berdasarkan analisa program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) yang telah di RUN didapatkan: Momen Lapangan

= 439,6 Kg m

Momen Tumpuan

= 1688,7 Kg m

a. Penulangan lapangan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ

=

439,6 0,8

As

=

Mn fy.d . j

As

=

549500 2 = 206 , 49 mm 24 , 47 .125 .0 ,87

= 549,5 Kg m

Cek Tulangan P ak

=

As b.d

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

= 206 , 49 = 0 ,0016 1000 .125

P min > P ak < Pmak

jadi,

0,0058 > 0,0016 < 0,0274 maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = 125mm = n 8

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm

b. Penulangan tumpuan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ

=

1688,7 0,8

As

=

Mn fy.d . j

As

=

2110875 2 = 793 , 23 mm 24 , 47 .125 .0 ,87

= 2110,875 Kg m

Cek Tulangan P ak

=

As b.d

= 793 , 23 = 0 ,0063 1000 .125

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

22

23

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

jadi,

P min > P ak < Pmak

0,0058 < 0,0063 < 0,0274 maka dipakai, Pak = 0,0089   Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 793 = 10 ,01 ~ 10 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = 100mm ~ 100 mm = n 10

maka dipakai tulangan d 10 – 100 mm 3.6

Perencanaan Plat Bordes

Perencanaan plat bordes yang telah memenuhi syarat dengan asumsi tebal plat 15 cm, dalam proyek ini beton yang digunakan mempunyai asumsi kualitas material sebagai berikut : fc

= 17 MPa

fy

= 240 MPa

p min

= 0.0058

p maks = 0.0274 d

= Tinggi Efektif ={ h – (selimut beton 2 cm) - (1/2 ∅ tul)} = 150 mm - 20 mm – 5 mm =12,5 cm

3.6.1 Pembebanan Bordes a. Beban Mati (DL) Berat spesi + keramik per 5 cm tebal = 5 x 0,021 t/m2

= 0,10 t/m2

b. Beban Hidup (LL) = 0,25 ton/m2

Beban untuk bordes 3.6.2 Perhitungan Penulangan Plat Bordes

Berdasarkan analisa program SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) yang telah di RUN didapatkan: PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

Momen Lapangan

= 761,6 Kg m

Momen Tumpuan

= 1521,7 Kg m

a. Penulangan lapangan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ 761,6 0,8

=

= 952 Kg m

As

=

Mn fy.d . j

As

=

952000 2 = 357 ,74 mm 24 , 47 .125 .0 ,87

Cek Tulangan P ak

As b.d

=

= 357 ,74 = 0 ,0028 1000 .125

jadi,,

P min > P ak < Pmak

0,0058 > 0,0028 < 0,0274 maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = = 125mm n 8

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

24

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

b. Penulangan tumpuan ditinjau 1m Mu

= θ Mn

Mn

=

Mu

θ

=

1521,7 0,8

As

=

Mn fy.d . j

As

=

1902125 2 = 714 ,79 mm 24 , 47 .125 .0 ,87

= 1902,125 Kg m

Cek Tulangan P ak

=

As b.d

=

714 ,79 = 0,0057 1000 .125

P min > P ak < Pmak

jadi,

0,0058 > 0,0057 < 0,0274 maka dipakai, Pmin = 0,0058 As

=P.b.d = 0,0058 . 1000 . 105 = 580 mm² 

Diameter tulangan d 10 Ast= = 78,5 mm² n  



As = 580 = 7 ,38 ~ 8 Ast 78 ,5

spasi

=

1000 1000 = 125mm = n 8

maka dipakai tulangan d 10 – 125 mm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

25

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

3.7

26

Perhitungan Penulangan Balok a.

Balok 30/50

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) dihasilkan : = 486 mm2 < 2D18 = 509 mm2

Tulangan Atas

Tulangan Bawah = 380 mm2 < 2D18 = 509 mm2 Selimut beton

= 40 mm

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 MPa

Kontrol terhadap rasio tulangan P Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

d

= 500 mm – 40 mm – 10 mm – 9 mm = 441 mm

Pak

=

As b.d

=

1018 = 0 ,0076 300 .441

jadi,

P min < P ak < Pmak

0,0035 < 0,0076 < 0,0138 Perhitungan Tulangan Geser Vu = 38238,19 N Gaya Geser Nominal Pada Beton Vc

= 1/6 x

fc x b x d

= 1/6 x 17 x 300 x 441 = 90864 N Vs

=

Vu

φ

− Vc

38238,19 − 90864 = −27133 N < 0 0.6 ( tidak perlu tulangan geser) =

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

27

chek lebar balok Vs > 2/3

fc .b.d

2/3 17 .300.441 Æ 363384 >Vs ............... oke Syarat Spasi Tulangan Sengkang Maksimum s mak

= ½ x 441= 220,5 mm

dipakai jarak sengkang 100 mm Pemasangan sengkang Dipilih Sengkang D 10 –100 mm b.

Balok 30/60

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) dihasilkan : Tulangan atas

= 558 mm2 < 2D19 = 567 mm2

Tulangan bawah = 357 mm2 < 2D19 = 567 mm2 Selimut beton

= 40 mm

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 MPa

Kontrol terhadap rasio tulangan P Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

d

= 600 mm – 40 mm – 12 mm – 9,5 mm = 538,5 mm

Pak

=

As b.d

=

1134 = 0 ,0070 300 .538 ,5

jadi,

P min < P ak < Pmak

0,0035 < 0,0070 < 0,0138 Perhitungan Tulangan Geser Vu = 38826,06 N Gaya Geser Nominal Pada Beton

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

Vc

= 1/6 x

28

fc x b x d

= 1/6 x 17 x 300 x 540,5 = 111343 N Vs

= =

Vu

φ

− Vc

38826,06 − 111343 = −46632,9 N < 0 0.6

( tidak perlu tulangan geser) chek lebar balok Vs > 2/3

fc .b.d

2/3 17 .300.540,5 Æ 445372 >Vs ............... oke

Syarat Spasi Tulangan Sengkang Maksimum s mak

= ½ x 540,5 = 270,25 mm

dipakai jarak sengkang 100 mm Pemasangan sengkang Dipilih Sengkang D 12 –100 mm c.

Balok 30/65

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil, UNNES ) dihasilkan : Tulangan atas

= 605 mm2 < 2D20 = 628 mm2

Tulangan bawah = 512 mm2 < 2D20 = 628 mm2 Selimut beton

= 40 mm

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 MPa

Kontrol terhadap rasio tulangan P Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

d

= 650 mm – 40 mm – 12 mm –10 mm = 588 mm

Pak

=

As b.d

=

1256 = 0 ,0071 300 .588

P min < P ak < Pmak

jadi,

0,0035 < 0,0070 < 0,0138 Perencanaan Perhitungan Tulangan Geser Vu

= 46527,18 N

Gaya Geser Nominal Pada Beton Vc

= 1/6 x

fc x b x d

= 1/6 x 17 x 300 x 590 = 121540 N Vs

= =

Vu

φ

− Vc

46527,18 − 121540 = −43994,7 N < 0 0.6

( tidak perlu tulangan geser) chek lebar balok Vs > 2/3

fc .b.d

2/3 17 .300.590 Æ 486160 >Vs ............... oke Syarat Spasi Tulangan Sengkang Maksimum s mak

= ½ x 590 = 295 mm

dipakai jarak sengkang 100 mm Pemasangan sengkang Dipilih Sengkang D 12 –100 mm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

29

BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR

30

3.8 Perhitungan Penulangan Kolom a.

Kolom 40/80

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 Mpa

Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil,UNNES ) dihasilkan : 3200 mm2 < 12D19 = 3400 mm2 Dipakai tulangan 12 D 19 (As = 3400 mm2) Pemasangan sengkang dipakai φ 12 – 150 mm b.

Kolom 70/70

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 Mpa

Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil,UNNES ) dihasilkan : 4900 mm2 < 16D20 = 5024 mm2 Dipakai tulangan 16 D 20 (As = 5024 mm2) Pemasangan sengkang dipakai φ 10 – 150 mm c.

Kolom 80/80

Fc

= 17 Mpa

Fy

= 400 Mpa

Pmin

= 0,0035

Pmaks

= 0,0138

Dari perhitungan SAP 2000V8.3 ( di Lab. Komputer Teknik Sipil,UNNES ) dihasilkan : 6400 mm2 < 16D25 = 7850 mm2 Dipakai tulangan 16 D 25 (As = 7850 mm2) Pemasangan sengkang dipakai φ 12 – 100 mm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

PROYEK

: GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

LOKASI

: JL.DOKTER CIPTO NO 128 SEMARANG

TAHUN ANGGARAN

: 2006

DAFTAR ISIAN PROYEK (DIP)

Nomor

: ......./........../........./..../ 2006

Tanggal

: .......................... 2006

Tahun Anggaran

: 2006

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

31

32

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT

SYARAT-SYARAT UMUM Pasal I.01 PERATURAN UMUM

Tata laksana dalam penyelenggaraan bangunan ini dilaksanakan

berdasarkan

peraturan-peraturan sebagai berikut : 1.

Sepanjang tidak ada ketentuan lain untuk melaksanakan pekerjaan bangunan borongan di Indonesia, maka yang sah dan mengikat adalah syarat-syarat umum untuk melaksanakan pekerjaan borongan bangunan di Indonesia No. 9 tanggal 28 Mei 1941 dan tambahan lembaran negara NP.14571.

2.

Keputusan Presiden RI No. 16 tahun 1994, tanggal 22 Maret 1994, tentang pedoman pelaksanaan APBN.

3.

Instruksi Presiden No. 1 tahun 1988, tentang tata cara pengadaan barang dan jasa.

4.

Keputusan Presiden RI No. 6 tahun 1988, tentang pencabutan beberapa ketentuan mengenai pengadaan barang dan jasa.

5.

Pedoman dari Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik tentang tata cara penyelenggaraan bangunan gedung negara tahun 1973 / 1974.

6.

a. Surat Edaran Bersama BAPPENAS dan Departemen Keuangan No. 1009/D.VI/2/1995, tanggal 10 Februari 1995 SE-28/A/35/0295. Perihal Pedoman dan Standarisasi Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang dibiayai dari APBN.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

33

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

7.

Peraturan Pemerintah daerah setempat.

8.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 61/KPTS/1981, tentang Prosedur Pokok Pengadaan Bangunan Gedung Negara.

Pasal I.02 PEMBERI TUGAS PEKERJAAN

Pemberi Tugas Pekerjaan adalah : PT.BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO), dalam hal ini bertindak sebagai penanggung jawab program.

Pasal I.03 DIREKSI Direksi adalah Unsur Dinas / Instansi untuk melaksanakan pengelolaan proyek yang ditunjukkan untuk : a.

Penanggung Jawab Program

b.

Penanggung Jawab Proyek

Pasal I.04 PERENCANA

1.

Perencana untuk pekerjaan ini adalah : PT. WASTU ADI OLAHRUPA

2.

Perencana berkewajiban untuk berkonsultasi dengan pihak proyek pada tahap perencana dan penyusunan dokumen lelang secara berkala.

3.

Perencana berkewajiban pula untuk mengadakan pengawasan berkala dalam bidang Arsitektur dan Struktur.

4.

Bilamana

Perencana

menjumpai

kejanggalan-kejanggalan

pelaksanaan wajib melaporkan kepada Pemimpin Bagian Proyek.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

dalam

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

34

Pasal I.05 PENGAWAS LAPANGAN

1.

Didalam pelaksanaan sehari-hari ditempat pekerjaan, sebagai Pengawas Lapangan adalah Konsultan Pengawas yang ditunjuk yaitu PT POLA DWIPA

2.

Bilamana Pengawas Lapangan menjumpai kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan atau menyimpang dari Bestek upaya segera memberitahukan kepada Pemimpin Bagian Proyek.

3.

Konsultan Pengawas diwajibkan menyusun rekaman pengawasan.

Pasal I.06 PEMBORONG / KONTRAKTOR

Perusahaan berstatus Badan Hukum yang usaha pokokya adalah melaksanakan pekerjaan pemborong dengan kualifikasi CI (Kepres no.16 tanggal 22 Maret 1994) untuk bidang Bangunan Gedung dan Pabrik yang memenuhi syarat-syarat bonafiditas, kualitas dan kuantitas menurut Panitia Lelang yang ditunjuk oleh Pimpinan Bagian Proyek untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi gedung tersebut setelah memenangkan pelelangan ini.

Pasal I.07 PELELANGAN

1.

Pelelangan akan dilakukan sesuai dengan keputusan Presiden No.24 tahun 1995 serta perubahannya pada saat pelelangan.

2.

Pembukuan Surat Penawaran akan dilakukan oleh Panitia Lelang dihadapan para rekanan/pemborong

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

3.

35

Wakil Pemborong yang mengikuti/menghadiri pelelangan harus membawa Surat Kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Pemborong dan bertanggung jawab penuh.

Pasal I.08 SAMPUL PENAWARAN

1.

Sampul Surat Penawaran berukuran 25 cm X 40 cm berwarna putih dan tidak tembus baca.

2.

Sampul Surat Penawaran yang sudah berisi Surat Penawaran lengkap dilak lima tempat dan tidak diberi kode cap cincin atau kop perusahaan dan kodekode lainnya.

3.

Sampul Surat Penawaran disebelah kiri atas dan disebelah kanan atas supaya ditulisi dan diketik langsung tidak boleh tempelan (periksa contoh sampul Surat Penawaran), dengan huruf besar.

Pasal I.9 SAMPUL SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH

Sampul Surat Penawaran tidak sah dan dinyatakan gugur bilamana: 1.

Sampul Surat Penawaran dibuat menyimpang dari atau tidak sesuai dengan syarat-syarat dalam pasal I.09

2.

Sampul Surat Penawaran terdapat nama penawar atau terdapat harga penawaran atau terdapat tanda-tanda diluar syarat-syarat yang telah ditentukan dalam pasal I.09.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

36

Pasal I.10 PERSYARATAN PENAWARAN

1.

Penawar yang diminta adalah penawaran yang sama sekali lengkap menurut gambar, ketentuan-ketentuan RKS serta Berita Acara Aanwijzing.

2.

Surat-surat yang dibuat oleh pemborong harus dibuat diatas kertas yang ada kop stuk nama perusahaan (pemborong) dan harus ditandatangani oleh Direktur Pemborong yang terangnya.

3.

Bilamana Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri harus dilampiri : Surat kuasa dari Direktur Pemborong.

4.

Surat Penawaran supaya dibuat rangkap 5 (lima) lengkap dengan lampiranlampirannya dan Surat yang asli diberi materai Rp.6.000,00 dan materai supaya diberi tanggal, terkena tandatangan dan cap perusahaan.

5.

Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya supaya dimasukkan ke dalam satu amplop sampul surat penawaran yang tertutup.

6.

Lampiran-lampiran Surat Penawaran tersebut antara lain seperti: a.

Foto copy Surat Undangan.

b.

Surat Penawaran.

c.

RAB dan Rekapitulasi.

d.

Daftar Harga Satuan Pekerjaan.

e.

Daftar/analisa harga.

f.

Daftar Harga Satuan bahan dan upah kerja.

g.

Jadwal kerja pelaksanaan / time schedule.

h.

Daftar Tenaga Ahli yang ditugaskan untuk proyek ini.

i.

Surat-surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,- dibuat

1 (satu)

lembar yaitu : 1.

Membayar retribusi bahan galian Gol.C pada kantor Dipenda.

2.

Mengasuransikan tenaga kerjanya pada Perum Astek.

3.

Tunduk kepada Peraturan Daerah setempat.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

4.

37

Sanggup membayar jaminan Pelaksanaan bagi yang mengikuti pelelangan.

j.

Foto copy tanda keanggotaan Gapensi / yang masih berlaku

k.

Foto copy sertifikasi dari LPJKN

l.

Foto copy akte Pendirian Perusahaan lengkap perubahannya.

m.

Foto copy SIUJK dari Kanwil Departemen PU

n.

Foto copy NPWP (asli ditunjukkan saat lelang)

o.

Foto copy tanda Pengusaha Kena Pajak.

p.

Referensi Bank Pemerintah (bersifat khusus untuk mengikuti tender proyek ini)

q.

Foto copy Rekening Koran Tiga bulan.

r.

Neraca perusahaan tahun terakhir.

s

Struktur organisasi dan personil perusahaan.

SURAT ASLI YANG HARUS DIBAWA: 1.

Akte Pendirian Perusahaan lengkap dengan Perusahaan

2.

Foto copy sertifikasi dari LPJKN

3.

Surat Tanda Anggota Gapensi

4.

Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK)

5.

Surat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

6.

Rekening Koran selama 3 bulan terakhir

Pasal I.11 SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH

Surat Penawaran yang tidak sah dan dinyatakan gugur, bilamana: 1.

Surat Penawaran tidak dimasukkan dalam sampul tertutup.

2.

Surat Penawaran, surat pernyataan dan daftar analisa serta RAB, dibuat tidak diatas kop nama dari pemborong yang bersangkutan.

3.

Surat Penawaran tidak ditanda tangani oleh penawar. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

38

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

4.

Surat penawaran asli tidak bermaterai Rp. 6.000,- tidak diberi tanggal dan tidak terkena tanda tangan penawaran/tidak ada cap perusahaan.

5.

Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sesuai dengan yang tertulis dengan huruf.

6.

Surat penawaran dari pemborong yang tidak diundang.

7.

Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya seperti pada pasal I.10.6 atau terdapat lampiran surat penawaran yang tidak sah.

Pasal I.12 CALON PEMENANG

1.

Apabila harga dalam penawaran telah dianggap wajar dan dalam batas ketentuan mengenai harga satuan (harga standard) yang telah ditetapkan serta telah sesuai dengan ketentuan yang ada, maka Panitia menetapkan 3 (tiga)

peserta

yang

telah

memasukkan

penawaran

yang

paling

menguntungkan negara dalam arti:

2.

a.

Penawaran secara teknis dapat dipertanggung jawabkan.

b.

Perhitungan harga ditawarkan dapat dipertanggung jawabkan.

Jika 2 peserta atau lebih mengajukan harga penawaran sama, maka panitia memilih peserta menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan kemampuan terbesar.

3.

Panitia membuat laporan kepada pejabat yang berwenang mengambil keputusan mengenai penetapan calon pemenang. laporan tersebut disertai usulan serta penjelasan tambahan dan keterangan untuk mengambil keputusan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

39

Pasal I.13 PENETAPAN PEMENANG

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Panitia, Pejabat yang berwenang menetapkan pemenang pelelangan dan cadangan pemenang pelelangan diantara calon yang diusulkan oleh Panitia.

Pasal I.14 PENGUMUMAN PEMENANG

1.

Pengumuman pemenang dilakukan oleh Panitia setelah ada penetapan pemenang pelelangan dari pejabat yang berwenang.

2.

Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman / penetapan pemenang. Sanggahan hanya dapat diajukan terhadap prosedur pelaksanaan pelelangan.

3.

Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.

Pasal I.15 PEMBATALAN PELELANGAN

1.

Peserta lelang yang memasukkan surat penawaran kurang dari 5 (lima) rekanan. Penawaran yang memenuhi syarat-syarat (yang sah) kurang dari 3 (tiga) peserta dan : a.

Harga Standard dilampaui.

b.

Dana yang tersedia tidak cukup.

c.

Harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

40

2.

Apabila sanggahan dari rekanan dianggap benar

3.

Berhubung berbagai hal tidak memungkinkan mengadakan penetapan pemenan Pasal I.16 KEPUTUSAN PEMBERIAN PEKERJAAN

1.

Pemimpin bagian proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.

SPK akan diberikan kepada Pemborong yang telah ditunjuk paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari, paling lambat dalam waktu 10 (sepuluh) hari setelah pengumuman pemenang pelelangan.

Pasal I.17 SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN

Kontraktor sebelum mulai pelaksana pekerjaan diharuskan mengadakan penelitian antara lain: 1.

Lapangan /lahan yang tersedia

2.

Gambar-gambar secara menyeluruh

3.

Penjelasan-penjelasan yang tertuang dalam Berita Acara Aanwijzing. Pekerjaan harus dilaksanakan antara lain menurut: a.

RKS dan gambar-gambar detail untuk pekerjaan ini.

b.

RKS dan segala perubahan – perubahannya dalam aanwijzing (Berita Acara Aanwijzing)

c.

Petunjuk-petunjuk dari Pemimpin Bagian Proyek Pengelola Proyek dan Konsultan Pengawas.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

41

Pasal I.18 KETETAPAN UKURAN-UKURAN DAN PERUBAHAN-PERUBAHANNYA

1.

Pemborong harus bertanggung jawab atas tepatnya pekerjaan menurut ukuran-ukuran yang tercantum dalam gambar dan bestek.

2.

Pemborong diwajibkan mencocokkan ukuran satu sama lain, apabila ada perbedaan ukuran dalam gambar dan RKS segera dilaporkan kepada Pimpinan Bagian Proyek.

3.

Bilamana ternyata terdapat selisih atau perbedaan ukuran antara gambar dan RKS, maka petunjuk Pimpinan Bagian Proyek yang dijadikan pedoman.

4.

Bilamana dalam pelaksanaan harus pekerjaan diadakan perubahanperubahan, maka perencana harus membuat gambar perubahan (revisi) dengan tanda garis berwarna diatas gambar aslinya.

Pasal I.19 PENJAGAAN DAN PENERANGAN

1.

Pemborong ikut bertanggung jawab atas keamanan dan harus mengurus penjagaaan diluar jam kerja (siang dan malam) dalam komplek pekerjaan

2.

Pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat lain yang disimpan dalam gudang dan halaman pekerjaaan Apabila terjadi kebakaran dan pencurian, pemborong harus segera mendatangkan gantinya untuk kelancaran pekerjaan.

3.

Segala resiko dan kemungkinan kebakaran yang menimbulkan kerugiankerugian dalam pelaksanaan pekerjaan dan bahan-bahan material juga gudang dll, sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemborong.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

42

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

Pasal I.20 KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA

1.

Bilamana

terjadi

kebakaran,

kecelakaan

Pemborong

harus

segera

mengambil tindakan dan segera memberitahukan kepada Pemimpin Bagian Proyek. 2.

Pemborong

harus

memenuhi/mentaati

peraturan-peraturan

tentang

perawatan korban dan keluarganya. 3.

Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang tersusun menurut syaratsyarat Palang Merah dan setiap kali habis digunakan harus dilengkapi lagi.

4.

Pemborong diwajibkan mentaati Undang-undang Ketenaga kerjaan.

Pasal I.21 KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE

1.

Semua kenaikan harga yang bersifat biasa pemborong tidak dapat mengajukan claim.

2.

Semua kenaikan harga akibat Pemerintah Republik Indonesia di bidang moneter yang bersifat nasional dapat mengajukan claim sesuai dengan keputusan Pemerintah dan pedoman resmi dari Pemerintah RI.

3.

Semua kerugian akibat Force Majeure berupa alam a.l : gempa bumi,angin topan, hujan lebat, pemberontakan, perang dan lain-lain kejadian tersebut dapat dibenarkan oleh Pemerintah dan berakibat menimbulkan kerusakan bangunan bukan menjadi tanggungan pemborong.

Pasal I.22 LAIN-LAIN

1.

Hal-hal yang belum tercantum dalam RKS ini dijelaskan didalam aanwijzing dan akan diberikan petunjuk pengelola proyek. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

2.

43

BQ (Bill of Quantity) yang volume mengikat dalam penawaran, tetapi tidak mengikat dalam pelaksanaan.

3.

Pemborong sebelum melaksanakan pembongkaran harus meminta ijin secara tertulis terlebih dahulu kepada direksi/pengelola Proyek/user minimal 1 (satu) minggu sebelumnya.

4.

Kerusakan bagian bangunan yang diakibatkan oleh Pelaksanaan pekerjaan, menjadi tanggung jawab pemborong sepenuhnya.

5.

Penggunaan air, dan listrik kerja yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan ini ditanggung oleh kontraktor/pemborong.

6.

IMB merupakan tanggung jawab pemborong, surat-surat berasal dari bagian proyek

SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI Pasal II.01 JAMINAN LELANG

1.

Jaminan lelang (tender garansi) berupa surat jaminan dari bank atau perusahaan asuransi kerugian sebesar 3%.

2.

Bagi pemborong yang tidak ditetapkan sebagai pemenang pelelangan, jaminan lelang dapat diambil setelah panitia mengumumkan Pengumuman Pemenang Lelang.

3.

Bagi pemborong yang ditetapkan sebagai pemenang pelelangan, jaminan lelang diberikan kembali pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh Pimpinan Proyek sekaligus menandatangani surat Perjanjian Pemborongan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

44

Pasal II.02 JAMINAN PELAKSANAAN

1.

Jaminan pelaksanaan ditetapkan sebesar 5% dari nilai kontrak.

2.

Jaminan pelaksanaan diterima oleh Pimpinan Proyek pada waktu menandatangani Surat Perjanjian Pemborongan.

3.

Jaminan pelaksanaan dapat dikembalikan bilamana prestasi pelaksanaan mencapai 100% dan pekerjaan telah diserahkan untuk pertama kalinya dan diterima baik oleh Direksi (disertai Berita Acara Penyerahan I).

Pasal II.03 RENCANA KERJA (TIME SCHEDULE)

1.

Pemborong harus membuat rencana kerja pelaksanaan yang diperiksa oleh pengawas dan pengawas teknik proyek, dan disetujui oleh Pimpinan Proyek selambat-lambatnya 1 minggu setelah SPK diterbitkan serta Daftar Nama Pelaksana yang ditugaskan diserahkan untuk menyelesaikan Proyek ini.

2.

Pemborong diwajibkan untuk melaksanakan pekerjaan merencana kerja tersebut.

Pasal II.04 LAPORAN HARIAN MINGGUAN

1.

Konsultan pengawas tiap minggu diwajibkan mengirim laporan kepada Pemimpin Proyek mengenai prestasi pekerjaan disertai laporan harian, Laporan Harian dan Mingguan dibuat oleh Pengawas Lapangan

2.

Penilaian prosentase kerja atas dasar pekerjaan yang sudah dikerjakan, tidak termasuk bahan-bahan ditempat pekerjaan dan tidak atas dasar besar pengeluaran uang oleh pembororng.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

45

Pasal II.05 PEMBAYARAN

1.

Pembayaran akan diatur dalam kontrak (surat perjanjian pemborong).

2.

Tiap mengajukan pembayaran angsuran (termin) dan penyerahan pertama harus disertai Beriat Acara Pemeriksaan, dilampiri daftar hasil kemajuan pekerjaan dan foto berwarna.

Pasal II.06 SURAT PERJANJIAN PEMBORONG (KONTRAK)

1.

Surat perjanjian pemborong (kontrak) dibuat rangkap 15 (lima belas) atas biaya pemborong kesemuanya bermeterai Rp. 6.000

2.

Kontrak dibuat Proyek, sedang lampiran-lampirannya disiapkan oleh pemborong antara lain : a.

Bestek dan voorwaden / RKS yang disahkan

b.

Berita Acara Aanwijzing yang disahkan.

c.

Berita Acara pembukaan Surat Penawaran.

d.

Berita Acara Evaluasi.

e.

Usulan penetapan pemenang.

f.

Penetapan Pemenang.

g.

Pengumuman Pemenang.

h.

SPK (Gunning).

i.

Surat penawaran besaera lampiran-lampirannya.

j.

Fotocopy jaminan pelaksanaan.

k.

Gambar pelaksanaan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

46

Pasal II.07 PERMULAAN PEKERJAAN

1.

Selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) minggu terhitung dari SPK (Gunning) dikeluarkan dari Pemimpin Proyek pekerjaan harus dimulai.

2.

Bilamana ketentuan seperti tersebut diatas tidak dipenuhi maka jaminan pelaksanaan dinyatakan hilang dan menjadi milik Negara.

3.

Pemborong wajib memberitahukan kepada Pemimpin Proyek, bila akan memulai pekerjaan, secara tertulis.

Pasal II.08 PENYERAHAN PEKERJAAN

1.

Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 210 hari kalender, termasuk hari minggu, hari besar, hari raya.

2.

Pekerjaan dapat diserahkan yang pertama kalinya bilamana pekerjaan sudah selesai 100% dan dapat diterima dengan baik oleh Pemimpin Proyek dengan disertai Berita Acara dan dilampiri daftar kemajuan pekerjaan pada penyerahan pertama untuk pekerjaan ini, keadaan halaman dan bangunan harus dalam keadaan rapi dan bersih.

3.

Surat permohonan pemeriksaan teknis yang dikirim kepada Pemimpin Proyek harus sudah dikirimkan selambat-lambatnya tujuh hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir.

4.

Instalasi penangkal petir dengan data-datanya.

Pasal II.09 PEMELIHARAAN

1.

Jangka waktu pemeliharaan adalah 20 hari kalender sehabis penyerahan pertama. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

47

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

2.

Bilamana dalam masa pemeliharaan (Onderhoud Termijn) terjadi kerusakan akibat kurang sempurnanya dalam pelaksanaan atau kurang baiknya mutu bahan-bahan

yang

dipergunakan

maka

pemborong

harus

segera

memperbaiki dan menyempurnakannya. 3.

Meskipun pekerjaan telah diserahkan untuk kedua kalinya, namun pemborong masih terikat dalam pasal 1609 KUHP.

Pasal II.10 PERPANJANGAN WAKTU PENYERAHAN

1.

Surat permohonan perpanjangan waktu penyerahan pertama yang diajukan kepada Pemimpin Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum batas waktu penyerahan pertama kalinya berakhir dan surat tersebut supaya dilampiri : a.

Data-data yang lengkap.

b.

Time

schedule

baru

yang

sudah

disesuaikan

dengan

sisa

pekerjaan. 2.

Surat permohonan waktu penyerahan pekerjaan tanpa ada data-data yang lengkap tidak akan dipertimbangkan.

3.

Permintaan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan pertama kalinya dapat diterima oleh Pemimpin Proyek bilamana: a.

Adanya pekerjaan tambahan atau pengurangan (meer and minder) yang tidak dapat dielakkan lagi setelah atau sebelum kontrak ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

b.

Adanya surat perintah tertulis dari Pemimipin Proyek tentang pekerjaan tambahan.

c.

Adanya surat perintah tertulis dari Pemimpin Proyek bahwa pekerjaan untuk sementara waktu dihentikan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

48

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

Pasal II.11 DENDA (Pasal 49 A.V)

1.

Bilamana batas waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dilampaui (tidak dipenuhi), maka Pemborong dikenakan denda / diwajibkan membayar denda 2 (dua) permil tiap hari keterlambatan, maksimal 5% dari nilai kontrak.

2.

Menyimpang dari pasal 49 A.V terhadap segala kelalaian mengenai peraturan atau tugas yang tercantum dalam bestek ini tidak ada ketetapan denda lainnya, pemborong dapat dikenakan denda sebesar 2 permil tiap kali terjadi kelalaian dengan tidak diperlukan pengecualian.

3.

Berdasar pasal 1609 KUHP, Pemborong bertanggung jawab perihal struktur dan konstruksi bangunan yang dikerjakan selama 10 (sepuluh) tahun.

4.

Bilamana ada perintah untuk mengerjakan pekerjaan tambahan dan tidak disebutkan waktu pelaksanaannya, tidak akan diperpanjang.

5.

Bilamana untuk jangka waktu penyerahan kedua yang telah ditetapkan dilampaui maka Pemborong akan dikenakan denda sama dengan sub 1.

Pasal II.12 PEKERJAAN TAMBAHAN PENGURANGAN

1.

Harga untuk pekerjaan tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pemimpin Proyek, pemborong dapat mengajukan pembayaran tambahan.

2.

Sebelum pekerjaan tambahan, pemborong supaya mengajukan kepada Pemimpin Proyek dapat diperhitungkan apakah pekerjaan tambahan tersebut dapat dibayar atau tidak.

3.

Untuk

memperhitungkan

pekerjaan

tambahan

dan

pengurangan

menggunakan harga satuan yang telah dimasukkan dalam penawaran / kontrak.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

49

Pasal II.13 DOKUMENTASI

1.

Sebelum pekerjaan dimulai, keadaan lapangan atau tempat pekerjaan masih 0% supaya diadakan pemotretan 2 pandangan ditempat yang dianggap penting menurut pertimbangan Direksi dengan ukuran 9 cm x 14 cm sebanyak 5 setel.

2.

Setiap permintaan pembayaran Angsuran (termijn) dan penyerahan pertama harus diadakan pemotretan yang masing-masing menurut pengajuan termijn dengan ukuran 9 cm x 14 cm sebanyak 5 setel.

3.

Sedangka ukuran foto berwarna untuk Penyerahan Pekerjaan yang pertama kalinya adalah 13 cm x 24 cm sebanyak 5 setel foto-foto tersebut harus dimasukkan kedalam pigura / album ukuran folio warna merah.

SYARAT-SYARAT TEKNIS

1.

Pekerjaan Struktur ™ Pekerjaan Pendahuluan ™ Pekerjaan Tanah ™ Pekerjaan Pondasi ™ Pekerjaan Beton Bertulang (Kolom, balok, plat, tangga dan lift) ™ Pekerjaan Konstruksi Baja (rangka atap, kanopy, rangka penutup dinding luar, penutup atap) ™ Pekerjaan Septiktank dan Resapan ™ Pekerjaan Groundtank

2.

Pekerjaan Arsitektur ™ Pekerjaan Pelapis Dinding (Pasangan bata, Dinding GRC, Partisi Gypsum, Dinding Keramik, Panel Aluco, dan Cat) PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

50

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

™ Pekerjaan Pelapis Lantai (Screed, Lantai keramik, Lantai De Euro Grace) ™ Pekerjaan Plafond (Plafond Gypsum dan Gypsum Tile) ™ Pekerjaan Pintu dan Jendela (Kusen Alumunium, dan Kusen Baja) ™ Pekerjaan Sanitari dan Fitting (Closed, Jetspray, Paper Holder, Urinoir, Washtafel meja, Cermin, Meja beton lapis keramik De Euro Grace, Kran, Floor Drain, Gantungan Baju, dan Head Shower) ™ Pekerjaan Sarana Luar dan Lansekap (R. Genset, Gardu PLN, Pos Jaga, Galery ATM, Pembatas Kavling dan Lansekap) 3.

Pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal ™ Pekerjaan Listrik dan Penangkal Petir ™ Pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan Genset ™ Pekerjaan Fire Alarm / Pengindra Api ™ Pekerjaan Sistem Pemanggilan, Paging, Back Ground Musik dan Car Call ™ Pekerjaan Telepon ™ Pekerjaan Instalasi Outlet Data ™ Pekerjaan Instalasi MATV ™ Pekerjaan Plumbing (Air Bersih, Air Buangan dan Air Kotor) ™ Pekerjaan Jet Pump ™ Pekerjaan Fire Fighting (Hydrant Pillar) ™ Pekerjaan Air Conditioning dan Ventilasi Mekanik ™ Pekerjaan Lift (Elevator)

1.

PEKERJAAN STRUKTUR 1.1. Pekerjaan Persiapan Pembersihan Site, meliputi : Pengukuran Tapak •

Pengukuran

dilaksanakan

bersama

Direksi

dan

Pengawas PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

Konsultan

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



51

Pengukuran kondisi awal termasuk batas-batas tanah yang dilaksanakan bersama Badan Pertanahan Nasional



Pengukuran awal dilakukan untuk menentukan posisi bangunan beserta elevasi bangunan sesuai gambar yang diwujudkan dengan patok dan bouwplank.



Sebagai pedoman harus dibuat titik BM bantuan dilokasi yang aman.



Setiap hasil pengukuran dituangkan dalam bentuk Data Ukur dan Gambar yang disetujui oleh Direksi dan Konsultan Pengawas.

Pagar Pengaman Proyek •

Pagar dari seng gelombang BJLS finish cat, tinggi total 200 cm,



Pondasi beton 1:3:5 dengan penampang 30 cm kedalaman 50 cm



Rangka kayu Kruing 5/7, dengan rangka datar 3 jalur

Listrik Kerja dan Air Kerja •

Sarana listrik untuk kerja digunakan Genset kap. 30 KVA, yang ditempatkan didekat Workshop.



Untuk Tower Crane memakai genset kap. 150 KVA



Sarana listrik kantor digunakan sambungan PLN daya 5 KVA



Air Kerja didapat dari pembuatan sumur gali di lokasi dengan mutu air yang bisa untuk air minum.

Direksi Keet •

Direksi Keet yang dibuat seluas 30 m2



Bangunan terbuat dari rangka kayu 6/12 dan 5/7, dinding tripleks tebal 3 mm, atap Asbes Gelombang, plaofond tripleks 3mm, dan lantai rabat 1:3:5



Dilengkapi dengan 1 unit KM/WC

Pembongkaran bangunan existing dan pembuangan keluar lokasi

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

52

1.2. Pekerjaan Tanah Lingkup Pekerjaan Pekerjaan tanah mencakup galian tanah pondasi, urugan tanah kembali dipadatkan, urugan tanah dari luar + pemadatan, dan pemadatan tanah subgrade seluruh lantai dasar dan parkir. Prosedur Pelaksanaan Galian tanah pondasi •

Galian tanah dapat dilaksanakan sesuai gambar dan patok bouwplak dari pengukuran sampai elevasi yang ditentukan dalam shop drawing. Alat yang dipakai untuk menggali adalah excavator back hoe.



Galian tanah untuk pondasi KSLL dilaksanakan sampai dengan kedalaman peil Rib Konstruksi. Galian membentuk saluran sedalam peil dasar kaki masing-masing Rib Konstruksi.

Urugan tanah kembali dipadatkan •

Pekerjaan urugan tanah kembali dilakukan dengan memakai tanah hasil galian. Timbunan dilakukan per lapis setebal 20 cm dan langsung dipadatkan oleh stamper

Urugan tanah dari luar dan pemadatan •

Urugan tanah dari luar dikerjakan setelah pekerjaan pondasi selesai. Tanah urug yang didatangkan harus tanah yang keras. Pendatangan dilakukan dengan dumptruck dan digelar per lapis. Pemadatan tanah tiap lapis tebal 20 cm menggunakan vibro compactor.



Urugan tanah untuk pondasi KSLL berupa tanah baru. Pekerjaan ini dikerjakan setelah pengecoran Rib Konstruksi selesai. Tanh urug ini sebagai pengisi sela-sela Rib Konstruksi dan system pengurukan secara lapis demi lapis dengan tebal maksimal tiap lapis 20 cm dan dipadatkan dengan stamper.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



53

Pemadatan tanah subgrade seluruh lantai dasar dan parkir. Pekerjaan ini dilakukan agar didapat tanah dasar yang padat. Untuk pemadatan digunakan vibro roller dibantu dengan siraman air dari watertank truck. Pemadatan dilakukan 8 lintasan perlapis.

1.3. Pekerjaan Pondasi Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi Pondasi Sarang Laba-laba, Pancang Tiang Pancang Beton 20x20 cm, dan cerucuk dolken. Gedung ini menggunakan pondasi Konstruksi Sarang Laba-laba. Dibawah pondasi KSLL yang berkonstruksi 6 lantai dipancang Tiang Pancang Beton 20x20 cm p=6m secara menyebar. Sedang dibawah pondasi KSLL yang berkonstruksi 3 lantai dipancang cerucuk dolken secara merata berjarak 60x60 cm. Tinggi cerucuk minimal adalah 50 cm dibawah Rib Setlemen KSLL. Prosedur Pelaksanaan •

Pekerjaan diawali dengan galian tanah untuk pondasi KSLL.



Elevasi galian tanah dinaikkan 15 cm dari elevasi rencana untuk mengantisipasi setlement

Pekerjaan Pancang •

Tiang pancang beton

20x20 cm memiliki mutu K-500 dengan

panjang 6 m. Tiang pancang diangkut dari pabrik ke lokasi menggunakan Truck Crane, yang memudahkan proses bongkar muat tiang pancang. •

Pemancangan dapat dilakukan setelah pekerjaan galian tanah telah selesai dan sampai elevasi yang ditentukan.



Mengingat tiang pancang ini hanya berungsi sebagai perbaikan tanah dan disyaratkan harus dibawah Rib Konstruksi 50 cm, maka setelah terpancang penuh harus dilanjutkan dengan bantuan Dolly untuk mencapai elevasi top tiang pancang, 50 cm dibawah rib konstruksi.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

54

Urugan pasir •

Urugan pasir dilaksanakan setelah pelaksanaan urugan tanah pada bagian lapisan atas dan lapis pertama setebal 20 cm dipadatkan dengan stamper dan dilaksanakannya pengujian kepadatan lapis kedua dengan standar 90 %.



Urugan pasir lapis kedua dilaksanakan setelah langkah diatas dilaksanakan dengan ketebalan 20 cm. Proses pemadatan sesuai diatas dan dilaksanakan pengujian kepadatan dengan standar 95 %.

Lantai Kerja •

Lantai kerja dicor diatas urugan pasir sebagai alas beton rib dan plat beton. Beton yang digunakan adalah mutu B0 dengan tebal 5 cm. Untuk lantai kerja ini harus dibuatkan patok elevasi sebagai pedoman ketinggian permukaan lantai kerja. Hal ini dilakukan agar ketebalan beton plat lantai nantinya tepat sesuai elevasi

Pekerjaan bekesting : •

Bekesting rib beton dikerjakan setelah lantai kerja selesai. Bahan yang digunakan adalah multipleks 9 mm sebagai panel dan kayu 5/7 dan 4/6 sebagai rangka dan penyokong.



Bagian dalam bekesting diolesi dengan oli atau bahan sejenis agar bekesting dapat dipakai berulang kali tanpa rusak oleh air semen.



Posisi bekesting rib harus tepat karena rib berada pada posisi garis as. Bekesting harus kokoh dan rapat agar dimensi beton tidak berubah serta air semen tidak bocor.

Pekerjaan Pembesian : •

Pembesian rib beton dan plat pondasi KSLL dikerjakan setelah lantai kerja, bekesting dan pecah kepala tiang pancang selesai. Bahan yang digunakan adalah besi beton ulir. Panjang overlap untuk pembesian dipakai 40 x diameter tulangan. Setelah

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

55

pemasangan besi selesai dipasang beton deking setebal 5 cm pada bagian bawah untuk menjaga agar besi tidak nempel ke lantai kerja, dan beton deking 3 cm pada sisi luar agar tidak nempel ke bekesting. •

Pada pembesian rib settlement, besi dirangkai di workshop.



Pada pembesian rib konstruksi harus dirangkai di lokasi rib karena system pembesiannya saling berkaitan dengan rib dan as kolom.



Pembesian kolom struktur dilaksanakan saat pembesian rib dikerjakan dengan elevasi dasar kolom sama dengan elevasi dasar rib konstruksi.

Pekerjaan Cor Beton : •

Perbandingan material yang akan dipakai untuk pembuatan beton K 225 sesuai dengan hasil dari jobmix yang telah dilakukan



Dilakukan test slump dan membuat silinder beton sebelum adukan dibawa ke lokasi pengecoran.



Penentuan elevasi dan batas-batas pengecoran dicek oleh pengukuran.



Kecepatan pengecoran dan kontinuitas perlu diperhatikan. Tinggi jatuh adukan beton kurang dari 50 cm, oleh karena itu penuangan beton pada awal pelaksanan menggunakan talang-talang cor yang diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan, dan pada waktu peralatan penunjang bisa dioperasikan menggunakan bucket cor yang pada ujung bucketnya dipasang selang treemix, untuk alat angkutnya menggunakan tower crane.



Pemadatan beton dilakukan menggunakan vibrator dengan metode yang benar tanpa menyentuh permukaan bekesting. Pengecoran dilakukan dengan ketebalan yang seragam. Beton tidak dialirkan dengan menggunakan vibrator.



Pembongkaran bekesting dilakukan 24 jam setelah pengecoran.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

56

1.4. Pekerjaan Beton Bertulang Lingkup pekerjaan Pekerjaan ini meliputi cor lantai kerja, bekesting, pembesian dan cor beton untuk kolom, balok, plat lantai, tangga dan lift. Prosedur Pelaksanaan Pengecoran Lantai Kerja •

Lantai kerja dicor diatas urugan pasir pada plat lantai dasar yang berada di atas permukaan tanah. Beton yang digunakan adalah mutu K-125 dengan tebal 5 cm. Untuk lantai kerja ini harus dibuatkan patok elevasi sebagai pedoman ketinggian permukaan lantai kerja. Hal ini dilakukan agar ketebalan beton plat lantai nantinya tepat sesuai elevasi.

Pekerjaan Bekesting •

Bekesting beton TB dikerjakan setelah lantai kerja selesai. Bahan yang digunakan adalah papan 2/20 sebagai panel dan kayu 4/6 sebagai rangka dan penyokong.



Posisi bekesting beton TB harus tepat karena berada pada posisi dibawah garis as. Bekesting harus kokoh dan rapat agar dimensi beton gak berubah serta air semen tidak bocor.



Bekesting kolom Pekerjaan ini dilaksanakan oleh sub kontraktor . Beketing kolom dibuat setelah cor beton plat lantai kering dan pekerjaan pembesian kolom selesai. Bahan yang dipakai adalah phenol film dilapis oli yang dibentuk empat persegi panjang sesuai bentuk kolom. Sebagai penopang phenol film digunakan PERI bekesting. Sebelum dipasang, dibuatkan sepatu kolom yang terbuat dari adukan 1Pc : 2Ps agar penempatan bekesting jadi lebih mudah.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

57

Pada saat pemasangan bekesting harus di bidik dari 2 arah yang bersilangan agar tepat posisi as kolom. Selain itu dibidik juga ketegakan bekesting. Sebagai penyokong bekesting dipakai pipe support yang bisa disetel ketegakkannya. Setelah posisi tepat pada bagian dalam bekesting juga diberi tanda batas ketinggian cor beton kolom. •

Bekesting balok dan plat lantai Pekerjaan ini bisa dikerjakan setelah pengecoran beton kolom telah kering. Bahan yang dipakai adalah multipleks 12 mm lapis oli untuk bagian dasar dan multipleks 9 mm lapis oli untuk bagian samping. Untuk balok anak digunakan kayu 5/7 dan balok induk digunakan PERI bekesting. Untuk memudahkan control elevasi dasar balok dan plat maka dibuatkan tanda elevasi pada besi tulangan kolom dengan elevasi dan bentuk jadi sesuai shop drawing Pemasangan

diawali

dengan

penyusunan

scafolding,

diteruskan dengan balok induk PERI dengan balok anak kayu 5/7 dan mulai dipasang multipleks dasar balok yang telah diberi rangka kayu 4/6. Semuanya dipasang sekokoh mungkin dan sesuai shop drawing. Bila multipleks dasar balok selesai dipasang, maka kontrol elevasi bisa dilakukan oleh pengukuran. Setelah itu pembesian balok bisa dilaksanakan. Bila pembesian balok telah selesai maka diteruskan dengan pemasangan bekesting samping balok diteruskan dengan bekesting dasar plat lantai. Bekesting plat ini harus tepatelevasinya dan kokoh posisinya. Pada bagian sambungan harus rapat agar air semen tidak bocor. Semua bagian dipasang sekokoh mungkin untuk menghindari lendutan pada plat lantai. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

58

Bila telah selesai maka pemeriksaan elevasi bisa dilakukan oleh petugas pengukuran. •

Bekesting tangga beton Pekerjaan ini dilaksanakan oleh sub kontraktor. Bekesting beton plat lantai dikerjakan setelah struktur beton lantai bawah dan atas yang akan dihubungkan dengan tangga telah selesai dan cukup umur. Bahan yang dipakai masih sama dengan yang dipakai pada bekesting balok dan plat. Pekerjaan ini diawali dengan pengukuran elevasi tangga dan diteruskan dengan penyusunan scaffolding dan balok kayu, diteruskan dengan multipleks 12 mm lapis oli untuk dasar plat. Setelah itu dipasang multipleks 9 mm lapis oli untuk samping tangga. Pada multipleks bagian samping dilukis bentuk anak tangga dengan dasar dari hasil pengukuran. Setelah itu pekerjaan pembesian bisa dilaksanakan. Setelah selesai dilanjutkan dengan pemasangan bekesting anak tangga. Pekerjaan ini dilaksanakan oleh sub kontraktor. Bekesting berbentuk panel-panel dinding yang terbuat dari bahan Phenol film untuk penutup dan PERI untuk penopang. Sebagai penyokong dipakai pipe support. Untuk penguat bagian tengah digunakan tie rod. Pemasangan bekesting dilaksanakan setelah pemasangan besi selesai dan dipasang beton deking setebal 2,5 cm untuk menjaga agar besi tidak nempel ke bekesting. Pekerjaan diawali dengan penentuan as dinding oleh pengukuran. Dan dibuatkan sepatu dinding yang terbuat dari adukan 1Pc : 2Ps agar penempatan bekesting jadi lebih mudah. PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

59

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

Dilanjutkan dengan pemasangan panel bekesting dinding bagian dalam yang diperkuat dengan pipe support dan diperiksa ketegakkannya oleh pengukuran. Setelah itu dipasang panel bekesting bagian luar yang diperkuat pipe support. Untuk pengaku ketebalan dinding dipasang tie rod. Sebelum dilaksanakan pengecoran dilakukan pengecekan ulang oleh pengukuran. Pekerjaan Pembesian •

Pembesian beton TB Pembesian beton TB dikerjakan setelah lantai kerja, bekesting dan pondasi KSLL selesai. Bahan yang digunakan adalah besi beton ulir. Untuk potong bengkok besi sesuai dengan ketentuan yang ada pada shop drawing dan dikerjakan di workshop pembesian. Setelah pemasangan besi selesai dipasang beton deking setebal 5 cm pada bagian bawah untuk menjaga agar besi tidak nempel ke lantai kerja, dan beton deking 3 cm pada sisi luar agar tidak nempel ke bekesting.



Pembesian kolom Untuk

menghemat

waktu

pelaksanaan

pembesian

kolom

dikerjakan di workshop pembesian. Install pembesian kolom yeng telah dirangkai menggunakan tower crane, dilaksanakan setelah beton lantai mengeras. Bahan yang digunakan adalah besi beton ulir. Untuk potong bengkok besi sesuai dengan ketentuan yang ada pada shop drawing. Setelah pemasangan besi selesai dipasang beton deking setebal 5 cm pada sisi luar untuk menjaga agar besi tidak nempel ke bekesting. •

Pembesian balok dan plat lantai Pembesian balok dan lantai dikerjakan setelah bekesting selesai. Bahan yang digunakan adalah besi beton ulir. Untuk potong

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

60

bengkok besi sesuai dengan ketentuan yang ada pada shop drawing dan dikerjakan di workshop pembesian. Setelah pemasangan besi selesai, dipasang beton deking setebal 2,5 cm pada bagian bawah pembesian balok maupun lantai dan pada sisi luar pembesian balok untuk menjaga agar besi tidak nempel ke bekesting Pekerjaan cor beton •

Perbandingan material yang akan dipakai untuk pembuatan beton sesuai dengan hasil dari jobmix yang pernah dibuat. Beton tidak dibuat secara sitemix tetapi membeli dari produsen Batching Plant beton.



Beton yang digunakan adalah mutu K-225 untuk balok, kolom, plat dan lift , dan mutu K-300 untuk dinding beton R. Khasanah/Arsip.



Dilakukan test slump dan membuat silinder beton sebelum adukan dibawa ke lokasi pengecoran.



Penentuan elevasi dan batas-batas pengecoran dicek oleh pengukuran.



Perlu diperhatikan kebersihan lokasi cor , maka pembersihan dilakukan dengan air compressor.



Kecepatan pengecoran dan kontinuitas perlu diperhatikan. Pada pengecoran dinding dan kolom dilakukan lapis perlapis tanpa menimbulkan cold joint dengan tinggi jatuh adukan beton kurang dari 50 cm, oleh karena itu penuangan beton pada awal pelaksanan menggunakan talang-talang cor yang diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan, dan pada waktu peralatan penunjang bisa dioperasikan menggunakan bucket cor yang pada ujung bucketnya dipasang selang treemix, untuk alat angkutnya menggunakan tower crane.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



61

Pemadatan beton dilakukan menggunakan vibrator dengan metode yang benar tanpa menyentuh permukaan bekesting. Pengecoran dilakukan dengan ketebalan yang seragam. Beton tidak dialirkan dengan menggunakan vibrator.



Pembongkaran bekesting kolom dan dinding 12 jam setelah pengecoran, lantai 1 minggu dan balok 2 minggu setelah pengecoran dengan diberi perkuatan pipe support.

1.5. Pekerjaan Konstruksi Baja Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi konstruksi rangka atap IWF, kanopy dan rangka penutup dinding luar (GRC dan Aloco Panel) dan penutup atap spandek Prosedur Pelaksanaan •

Pekerjaan konstruksi baja rangka atap dan rangka penutup dinding luar dikerjakan oleh sub kontraktor .



Sebelum Pelaksanaan dimulai perlu diteliti gambar-gambar dan kondisi lapangannya meliputi mekanisme dan cara pemasangan sesuai shop drawing.



Untuk pekerjaan konstruksi baja atap dikerjakan di workshop, dalam keadaan siap dirangkai dan telah diberi anti karat cat Zyncromate.



Untuk pekerjaan rangka penutup dinding luar , semua di rangkai di lokasi. Penutup dinding luar terdiri dari 2 jenis material, penutup GRC dan Panel Aloco.



Erection rangka atap baja menggunakan Tower Crane dibantu dengan tali tambang penghantar yang dipegang oleh pekerja.



Pemasangan di chek dengan alat bantu waterpas dan penggaris siku sehingga semua rangka terpasang presisi.



Bila rangka atap sudah terpasang, penutup atap spandek bias dipasang.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



62

Dibawah spandek diberi lapisan sterofoam untuk penahan panas.

1.6. Pekerjaan Septiktank dan Resapan Pekerjaan ini meliputi pekerjaan galian tanah, urugan pasir, pasangan bata, pasang peresap (ijuk, arang, batu apung) dan plat beton atas. Semua prosedur sama dengan prosedur pekerjaan sipil yang ada. 1.7. Pekerjaan Groundtank Pekerjaan ini meliputi galian tanah, urugan pasir, plat beton tutup, tangga monyet, pasangan bata dan waterproofing. Semua prosedur sama dengan prosedur pekerjaan sipil yang ada.

2.

PEKERJAAN ARSITEKTUR 2.1. Pekerjaan Pelapis Dinding Lingkup pekerjaan Pekerjan pelapis dinding meliputi Pasangan bata, Dinding GRC dan Aluco Panel, Partisi Gypsum, Dinding Keramik, dan Cat Bahan yang dipakai Untuk pasangan bata •

Pasir Pasang



Batu Bata



Besi Beton dia. 10



Semen type I



Split

Untuk dinding GRC •

Semen type 1



Isolasi kertas



Panel GRC Motif dan Polos

Untuk Partisi Gypsum •

Metal Stud BORAL



Metal Runner BORAL

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Gypsum board 12mm ex Jayaboard



Compound UB 888



Tekstile tape



Siku Almunium



Fisher / paku beton



Paku rivert



Skrup gypsum 6x1”

63

Untuk dinding keramik •

Keramik De Euro Grace



Keramik Roman



Semen type 1



Kawat BWG



Paku rivet



Pasir beton

Untuk Panel Aluco •

Panel Aluco



Mur dan baut



Isolasi kertas

Untuk cat dinding •

Cat tembok acrilyc emulsion



Cat tembok wheater shield



Plamur Alkali

Prosedur Pelaksanaan Pasangan Bata •

Pekerjaan ini terdiri dari pasangan bata 1:3, pasangan bata 1:5, kolom praktis, ring balok praktis, plesteran 1:3 dan plesteran 1:5 Langkah pekerjaan sebagai berikut :



Pembersihan lokasi yang akan dipasang bata.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



64

Penentuan As dinding sesuai shop drawing termasuk penentuan letak kolom praktisnya dan dibuat bowplank veltikal serta ditarik benang agar pasangan presisi



Melubangi lantai beton sesuai letak kolom praktis kemudian pembesian kolom praktis yang memakai besi polos dia. 10mm didirikan dan tiap kenaikan 1m dipasang ankur besi dia.10mm untuk penghindari terpisahnya pasangan bata dengan kolom yang bisa mengakibatkan roboh.



Pemasangan bata bisa dimulai yang sebelumnya bata dibasahi dulu, spesi campuran semen pasir 1 : 3 untuk traasram dan 1 : 5 untuk yang biasa. Ketinggian pasangan 1,5m/hari. Tiap 1m ketinggian pasangan kolom praktis di cor beton dengan mutu K 175 dan kedua sisi pasangan bata diplester tipis kasar agar pasangan bata menjadi kokoh dikarenakan kondisi angin dilokasi pekerjaan tergolong tinggi yang dapat mengakibatkan pasangan roboh.



Setelah pasangan bata telah mencapai ketinggian rencana selanjutnya kedua sisi diplester guna menghasilkan permukaan yang rata dibuat titik plesteran dengan jarak 2m pada bagian atas dan bawah yang terbuat dari adukan yang dipermukaannya ditanamkan sebilah kayu yang sebelumnya dilod terlebih dahulu memakai unting-unting. Kemudian dibuat kepala plesteran dengan menghubungkan titik plesteran atas dan bawah memakai adukan. Setelah kepala plesteran kering dilanjutkan memplester bidangbidang yang dibatasi oleh kepala plesteran, yang sebelumnya bidang yang akan diplester dibasahi sampai jenuh air.



Untuk mendapatkan hasil plesteran yang rata dengan cara plesteran diratakan dengan jidar yang diletakkan diatas kepalaan plesteran dengan jalan menggosokkan dari atas ke bawah pulang

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

65

balik sambil mendorongnya kesisi. Setelah semua bidang penuh dan rata, untuk menghaluskan permukaan digosok dengan ruskam, dan menggosoknya adalah dengan arah melingkar mulai dari atas dan terus kebawah. •

Acian dilakukan setelah plesteran kering dengan cara bidang plesteran dibasahi dengan sedikit air lalu buat adukan semen+air dan siramkan ke permukaan sedikit demi sedikit sambil digosok dengan ruskam hingga rata. Ditunggu agak kering dihaluskan dengan kertas dan apabila sudah agak kering digosok dengan busa atau kertas semen agar permukaan halus.

Dinding GRC dan Panel Aluco •

Panel dipasang setelah rangka baja untuk panel selesai dipasang.



Posisi panel ditentukan dengan alat ukur, jadi didapat posisi yang tegak dan datar.



Pemasangan dilakukan dengan bantuan Tower Crane dan dipasang sesuai benang bantuan yang dipasang pada titik hasil bidikan alat ukur.



Bila posisi sudah tepat, panel dibaut dengan rangka



Untuk Panel GRC, bekas sambungan ditutup dengan mortar dan dihaluskan.

Partisi Gypsum •

Pekerjaan dinding partisi gypsum dikerjakan oleh sub kontraktor .



Semua bagian dikerjakan sesuai shop drawing dan harus memperhatikan pekerjaan lain yang berhubungan, misal : kusen dan Mekanikal dan Elektrikal.



Material yang datang harus disimpan pada tempat yang terlindung dari air, terutama gypsum 12 mm.



Untuk penentuan As dan ketegakkan ditentukan oleh Pengukuran, jadi dinding bisa tepat dan tegak.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



66

Langkah kerja sebagai berikut : Pemasangan metal stud dengan fisher (paku beton) Pemasangan metal runner dengan fisher. Pemasangan metal runner tiap 60 cm dan di rivet. Pemasangan metal stud tiap 120 cm dan di rivet, pada bagian yang berhubungan dengan kusen, partisi dipasang setinggi plat lantai. Pemasangan gypsum 12 mm satu sisi setinggi plafond. Pemasangan gypsum 12 mm sisi sebelahnya. Pada tiap pertemuan dinding diberi list galvanize Pelapisan batas sambungan gypsum dengan coumpound, setelah kering diamplas supaya didapat permukaan yang halus dan rata.

Dinding Keramik •

Pekerjaan dinding keramik De Euro Grace Langkah kerja sebagai berikut : Pekerjaan diawali dengan penentuan garis nat De Euro Grace oleh pengukuran agar nat rapi, lurus dan potongan De Euro Grace bisa tepat dan hemat. Perlu diperhatikan letak untuk tombol dan nomor lantai pada dinding lift. Setelah itu pengeboran dan pemasangan dynabolt pada dinding sesuai dengan garis nat yang telah disiapkan. Kemudian pemasangan kawat penggantung pada dynabolt tersebut dan dilanjutkan dengan pembuatan 2 buah lubang pada bagian De Euro Grace yang menempel di dinding. Lubang dibuat membentuk tanda + sebagai tempat menggantungkan De Euro Grace ke kawat.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

67

Bila telah selesai dilakukan pelapisan dinding dengan adukan 1Pc : 2Ps untuk perekat antara De Euro Grace dengan dinding. Pada bagian ini diutamakan ketegakan dinding. Setelah itu penempelan De Euro Grace yang telah dilapisi sikatop ke adukan tadi dengan menggantungkan ke kawat dan posisi disesuaikan dengan garis nat yang ada. Tunggu De Euro Grace yang sudah dipasang mengering adukannya. Setelah itu dilakukan pengisian nat De Euro Grace memakai bahan semen nat keramik. •

Pekerjaan dinding keramik Langkah kerja sebagai berikut : Pekerjaan ini dilakukan pada keramik dinding untuk R. Wudhu. Pekerjaan diawali dengan penentuan as untuk nat keramik oleh pengukuran dan batas ketinggian keramik. Ditentukan juga titik untuk pekerjaan sanitair. Setelah itu dibuat kepala (kop) keramik yang telah ditentukan posisi kedataran dan ketegakannya. Dilanjutkan dengan pemasangan keramik dinding tersebut dengan adukan 1Pc : 2Ps Setelah itu ditunggu dulu adukan pengeringan adukan. Bila telah kering bisa dilakukan pengisian nat keramik. Pada batas antara keramik dengan plesteran dibuat tali air.

Pekerjaan Cat Lingkup pekerjaan Pekerjaan cat meliputi cat dinding interior, cat eksterior, cat plafond, dan cat besi Alat yang dipakai •

Air compressor



Sprayer cat

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

68

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Kuas bulu dan kuas roll



Sikat bulu



Isolatip kertas



Alat bantu

Prosedur pelaksanaan Cat dinding interior, cat dinding eksterior dan cat plafond •

Pekerjaan cat ini dikerjakan oleh sub kontraktor.



Pekerjaan ini diawali dengan membersihkan permukaan yang akan dicat.



Setelah itu pelapisan permukaan dengan plamir sampai merata.



Untuk dinding interior dan plafond digunakan cat pentalite warna putih,

sedangkan

untuk

dinding

eksterior

digunakan

cat

weathershield. •

Kemudian dilakukan pengecatan dengan cat 1 kali lapis dulu. Setelah kering dilakukan pengecatan untuk yang ke 2 dan setelah kering dilakukan pengecatan yang ke tiga. Untuk bagian yang luas digunakan kuas roll sedangkan untuk bagian yang sulit atau kecil digunakan kuas bulu.

Cat baja •

Pekerjaan ini diawali dengan pembersihan permukaan baja yang akan di cat menggunakan ampals dan sikat.



Penutupan permukaan yang berbatasan dengan bahan baja yang akan dicat.



Kemudian mulai di cat sebanyak 3 lapis dengan menunggu waktu kering dari tiap lapis.

2.2. Pekerjaan Pelapis Lantai Lingkup pekerjaan Pekerjaan ini meliputi lantai keramik, karpet lantai dan Plint lantai alumunium. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

69

Bahan yang dipakai •

De euro grace 30x30 polished FHQ 6207



De euro grace 30x30 unpolished FHQ 6207



De euro grace 60x60 polished goldenblack



De Euro grace 60x60 polished FHQ 6207



Stepnozing 8x30 roman



Keramik roman 30x30



Nat Alumunium



Plint Lantai Alumunium



Karpet lantai ukuran tiap panel 50x50 cm



Lem karpet



Lem nat keramik



Sealant



Pasir urug



Adukan spesi

Prosedur pelaksanaan Lantai keramik •

Pekerjaan diawali dengan menentukan as keramik dan elevasi keramik oleh pengukuran.



Pembuatan kepala pasangan keramik sesuai elevasi dan as yang telah ditentukan.



Pelapisan pasir urug pada dasar plat beton dengan tebal 5 cm. Setelah itu pemasangan keramik dengan adukan screed sesuai urutan dari kepala keramik yang telah ada. Pada pekerjaan ini dipentingkan kelurusan dan kedataran keramik.



Pada bagian atas as balok beton dipasang dilatasi keramik.



Bila adukan keramik telah kering dapat dilakukan pengisian nat keramik menggunakan lem nat keramik (lemkra)



Nat untuk keramik De Euro Grace menggunakan nat alumunium. PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Pada bagian dilatasi diisi dengan sealant.



Setelah itu pemasangan plint bila dinding telah selesai.

70

Lantai karpet •

Pekerjaan ini diawali dengan pembuatan lapisan scread lantai. Scread ini dibuat dengan elevasi yang telah ditentukan agar posisi karpet dapat rata dengan keramik lantai.



Setelah scread jadi, ditentukan garis untuk tiap panel karpet oleh pengukuran. Hal ini dilakukan supaya karpet lurus, rata dan hemat dalam pemotongan.



Pemasangan kop (kepala) karpet dengan perekat lem sesuai garis yang telah dibuat.



Pemasangan karpet selanjutnya menyesuaikan kepala karpet yang ada.

2.3. Pekerjaan Plafond Lingkup Pekerjaan Pekerjaan ini meliputi plafond gypsum untuk dalam ruangan, plafond water resistant untuk ruangan terbuka dan toilet . Dan list alumunium untuk plafond. Alat yang dipakai •

Gun Mark (ramset)



Ketam mesin portable



Profil ketam portable



Bor dengan mata 3.5 mm



Driver



Scrapper



List Alumunium clear anodized 25.4 x 12 x 1 mm



Alat potong calciboard



Alat bantu

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT

71

Bahan yang dipakai •

Gypsum Water Resistant 9 mm



Gypsum board ex Jayaboard 9 mm



Gypsum board Tile 600x1200 12 mm byhua painted



Compound UB 888



Textile tape



Sekrup gypsum 6 x¾“



Sekrup calciboard



Metal furring channel ex Jayaboard



Connector clip ex Jayaboard



Paku peluru dan peluru



Angel clip



TCR (Top Cross Rail)



Suspension clip (adjustment spring)



Galvanize List (wall angel)

Prosedur pelaksanaan •

Semua bagian dikerjakan sesuai shop drawing dan harus memperhatikan

pekerjaan

lain

yang

berhubungan,

misal

Mekanikal dan Elektrikal. •

Material yang datang harus disimpan pada tempat yang terlindung dari air, terutama gypsum 9 mm dan calciboard 9 mm.



Untuk penentuan As dan elevasi plafond ditentukan oleh Pengukuran, jadi plafond dapat rata dan lurus.



Pemasangan list galvanize pada bagian yang menempel di dinding batako dan kolom sesuai elevasi dari pengukuran. List dipakukan dengan jarak tiap 20 cm.



Pemasangan angel clip memakai Gun mark dengan ukuran 120 x 120 cm.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



72

Menggantungkan TCR pada angel clip memakai kawat yang telah dilengkapi dengan suspension clip dengan jarak tiap 120 cm.



Pemasangan furring channel pada TCR tiap jarak 60 cm dengan menggunakan connector clip.



Pemasangan lapisan penutup plafond dengan system papan catur (zig-zag) dengan disekrup tiap 20 cm.



Penutupan bagian sambungan menggunakan compound dan dilapisi dengan textile tape.



Hasil compound dihaluskan menggunakan amplas duco no. 120 supaya didapat hasil yang rata.



Setelah itu dilanjutkan dengan pemasangan list allumunium plafond.

2.4. Pekerjaan Pintu dan Jendela Lingkup Pekerjaan Pekerjaan kusen meliputi kusen alumunium dan kusen baja. Alat yang dipakai •

Mesin potong alumunium



Bor portable



Glass cutter



Ketam mesin portable



Portable circle saw



Mesin las



Trafo las



Genset



Gerinda



Alat bantu

Bahan yang dipakai •

Profil alumunium clear anodized



Profil Alumunium Black Million PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Kaca stopsol 8 mm



Tempered Glass 12 mm



Clear glass 8 mm



Pintu doble HPL



Sealant



Rubber gasket



Lockcase



Hinges



Floor Hinges



Door Handle



Kunci Double cylinder



Stopper pintu



Door closer



Kawat las



Proifil Baja siku



Plat baja 2 mm



Mur dan baut

73

Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Kusen Alumunium •

Pekerjaan kusen alumunium dikerjakan oleh sub kontraktor.



Material didatangkan dari lokal dan semua fabrikasi di lokasi sesuai shop drawing.



Sebagai landasan kusen dibuatkan tanggulan setinggi ± 10 cm sepanjang bawah kusen. Landasan ini berfungsi agar mudah dalam menyetel kusen (kedataran dan ketegakan).



Untuk memudahkan penentuan kerataan elevasi kusen, dibuatkan titik bantu oleh pengukuran.



Pekerjaan ini diawali dengan mengukur lokasi kusen dipasang agar didapat ukuran yang tepat. PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



74

Setelah itu mulai dipotong rangka profil alumunium sesuai shop drawing dengan ukuran menyesuaikan lapangan.



Kemudian dirangkai semua komponen kusen, dengan urutan rangka, kaca dan rubber gasket, dan sealant. Untuk kusen pintu juga dipasang double HPL, engsel, handle, door closer, kunci dan stopper.



Setelah terpasang semua, kemudian dilakukan pembersihan.

Pekerjaan Kusen Baja •

Pekerjaan ini dikerjakan oleh sub kontraktor lokal.



Kusen yang dibuat adalah pintu Rumah Genset dan , dan pintu ruang mesin lift.



Semua pintu difabrikasi di workshop sehingga di lokasi tinggal pemasangan.



Untuk ketepatan posisinya ditentukan dulu lokasinya oleh pengukuran.

2.5. Pekerjaan Sanitari dan Fitting Lingkup Pekerjaan Pekerjaan sanitair meliputi Closed, Jetspray, Paper Holder, Urinoir, Washtafel meja, Cermin, Meja beton lapis keramik De Euro Grace, Kran, Floor Drain, Gantungan Baju, dan Head Shower Prosedur Pelaksanaan •

Pekerjaan ini diawali dengan pembuatan meja beton untuk washtafel dan pantry. Setelah jadi kemudian pemasangan meja wahtafel dan meja pantry. Dilanjutkan dengan pemasangan washtafel, Bak cuci piring dan kran air.



Floor drain dipasang sesuai lubang yang telah tersedia di lantai.



Pemasangan closet sesuai pipa yang tersedia dengan di cek posisi tegak dan datarnya. Setelah itu pemasangan jet spray.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



75

Pemasangan paper holder pada dinding dalam toilet dilakukan dengan hati-hati karena harus berbatasan dengan keramik dinding.



Urinoir dipasang sesuai dengan pipa yang tersedia kemudian dipasang juga sekat unrinal.



Pemasangan shower set diawalai dengan pemasangan mixing valve, kemudian shower head dan towel bar.



Untuk yang berbatasan dengan dinding harus di sealant.

2.6. Pekerjaan Sarana Luar dan Lansekap Pekerjaan ini terdiri dari R. Genset, Gardu PLN, Pos Jaga, Galery ATM, Pembatas Kavling dan Lansekap. Pekerjaan ini secara struktur terlepas dari bangunan utama, jadi bias dikerjakan lebih dahulu. Prosedur, alat dan bahan yang dipakai sama dengan pekerjaan sipili di atas.

3.

PEKERJAAN MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL

Prosedur Pelaksanaan Pekerjaan Perpipaan 1. Jaringan air kotor : Peletakan / pemasangan dan dimensi pipa-pipa yang akan dipasang harus sesuai dengan gambar kerja / pelaksanaan. •

Apabila menurut gambar kerja, dasar pipa harus diberi urugan maka urugan tersebut harus dilaksanakan sesuai elevasi rencana.



Untuk penanaman pipa di bawah lantai / jalan lingkungan harus diberi pelindung di sepanjang jalur pipa agar aman dari kerusakan yang ditimbulkan beban kendaraan maupun beban lain.



Sambungan pipa PVC ∅ 2” ke atas digunakan rubber ring joint sedang yang

berdiameter kurang dari 2” digunakan solvent

cement.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

76

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Semua pipa tegak lurus harus dijangkar kuat pada tiap-tiap lantai, untuk pipa mendatar harus disupport dengan jarak maksimum tertentu (misal 2 m) dan dengan kemiringan tertentu.



Setiap perubahan arah dibuat

sudut 45°, tee sanitair atau

combination bend yang dilengkapi dengan lubang pembersih (clean

out)

kecuali

bila

dinyatakan

lain

dalam

gambar

pelaksanaan. •

Pipa vent services harus dipasang sekurang-kurangnya 15 cm dari muka banjir alat sanitair tertinggi dan dibuat dengan kemiringan tertentu.



Di sekeliling pipa yang tertanam di dinding harus diisi adukan pasir semen dengan ketebalan tertentu dari permukaan dinding luar pipa.



Setelah semua jaringan terpasang dilakukan pengetesan aliran air pipa.

2. Jaringan air bersih •

Penyambungan pipa dengan sistem ulir, terlebih dahulu dilapisi dengan red lead cement.



Pemasangan pipa horizontal maupun vertikal harus diperkuat dengan penggantung

(hangers) untuk pipa horizontal dan

dijangkar (anchor) untuk pipa vertikal, jarak maksimal masingmasing hanger ditentukan sesuai kondisi lapangan dan spesifikasi, sedangkan untuk anchor diletakkan pada masing-masing lantai. •

Semua ujung pipa terakhir yang tidak dilanjutkan harus ditutup dengan dop / plug.



Sebelum dan sesudah dipasang pipa-pipa accessories, terutama bagian dalam harus dijaga tetap bersih dan diperiksa lagi atas kerusakan dan keretakan – keretakan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



77

Setelah semua jaringan terpasang dilakukan pengetesan aliran air pipa. Pemasangan Pipa dengan diameter besar (Baja, PVC dan Beton):



Penggelaran pasir urug di bawah pipa, dipadatkan dengan cara mengucurkan air pada hamparan pasir.



Pada titik-titik tertentu dipasang blok-blok beton (Throst Beton). Blok beton dibuat di bawah pemasangan sambungan, bertujuan sebagai peletakan pipa juga mencegah pergeseran jalur pipa.



Memasang pipa pada jalur yang telah ditentukan dengan bantuan alat bantu untuk menghindari kerusakan yang terjadi pada pipa. Setelah tepat posisi pemasangannya, dipasang ganjal / landasan untuk mengamankan posisi pipa.



Melakukan penyambungan antar pipa sesuai dengan jenis pipa yang dipasang.



Untuk pipa beton, sambungan dilakukan dengan memasukkan Socket (bagian ujung pipa yang akan memasuki pipa lain), ke Spigot (bagian ujung pipa yang akan dimasuki pipa lain) dengan urutan sebagai berikut :



Bersihkan permukaan Spigot dan Socket.



Tempatkan ring karet pada alur spigot yang dimulai dari bawah dan ditarik secara merata di kedua sisi pipa ke atas.



Ring karet harus mempunyai tegangan merata dan lurus agar tidak terjadi puntiran.



Setiap jarak sambungan pipa ditempatkan sedemikian rupa sehingga seluruh ring , baut menyentuh alur Socket dan pipa harus tetap lurus.



Apabila sudah tepat, pipa didorong masuk ke dalam sambungan.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



78

Untuk pipa baja, penyambungan antar pipa dapat dilakukan dengan pengelasan, tekanan (Spigot dan Socket), Sleeve Coupling, Flange, atau dengan cara yang lain.



Untuk pipa PVC, penyambungan antar pipa dilakukan dengan cara Spigot dan Socket, atau lem.



Untuk pemasangan sambungan pada belokan-belokan (bend) pemasangannya harus dilaksanakan sesuai dengan persyaratan yamg telah ditetapkan.



Setelah proses penyambungan selesai, utnuk mencegah korosi pada sistem sambungan (pada pipa baja) maka pada sambungan tersebut ditutup dengan bahan anti korosi yang disyaratkan. Pekerjaan Sound System



Pemasangan Cable Tray pada jalur yang telah ditentukan pada gambar rencana Pemasangan instalasi MDFSS dan Junction Box SS.



Instalasi kabel Sound System dalam pipa conduit.



Pemasangan instalasi unit-unit speaker.



Pemasangan instalasi peralatan utama.



Connecting instalasi Cable ke masing-masing unit speaker dan peralatan utama melalui MDFSS (Man Distribution Frame Sound System) serta junction box Sound System.



Melakukan tes tahanan isolasi kabel kontrol.



Melakukan tes kuat suara tiap Speaker.



Melakukan tes sistem operasi peralatan. Pekerjaan Telepon



Dibuat Cable Tray.



Cable Tray dipasang di jalur (pada dinding atau di dalam plafond dengan penggantung / support).

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



79

Pemasangan junction box telephone pada tempat-tempat yang sudah ditentukan.



Instalasi kabel telephone dipasang di dalam conduit pada Cable Tray dari PABX ke junction box ke outlet pemakaian.



Pemasangan unit-unit telephone pada tempat-tempat yang ditentukan di dalam gambar rencana.



Melakukan tes tahanan isolasi Cabel Control.



Melakukan tes besaran cross talk antar penghantar.



Melakukan tes sistem kerja peralatan telephone.



Melakukan tes tahanan penghantar. Pekerjaan Air Conditioning (AC)



Pekerjaan Ducting : •

Pemasangan Ducting pada Ducting Support.



Setelah Ducting terpasang, dilakukan isolasi Ducting dengan glasswall dan aluminium foil.



Bila terdapat sambungan dalam pemasangan aluminium foil, maka panjang overlap yang diperlukan minimal 4 cm.



Pemasangan Instalasi Pipa Air Conditioner ( AC ) : •

Pemasangan instalasi pipa chiller.



Pengecatan instalasi pipa dengan cat Syncromate.



Coating instalasi pipa pada Blink Coat.



Pemasangan isolasi pipa dengan stereofoam, kemudian diisolasi lagi dengan aluminium foil pada bagian terluar.



Bila aluminium foil terpasang, ada sambungannya dengan panjang overlap minimal 4 cm.



Sebelum dilaksanakan isolasi pipa, instalasi pipa harus sudah lolos dari tes tekan.



Pekerjaan Peralatan Utama •

Pemasangan unit-unit chiller.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

80

BAB IV RENCANA KERJA DAN SYARAT - SYARAT



Pemasangan condizing pump.



Pemasangan griller dan diffuser.



Pemasangan AHU.



Connecting instalasi pipa dan Ducting pada unit-unit peralatan utama.

Pekerjaan Fire Alarm •

Siapkan gambar kerja, bahan, peralatan, dan ijin memulai pekerjaan.



Dalam

memasang

instalasi,

semua

kabel

kontrol

harus

ditempatkan di dalam pipa pelindung kabel. •

Pipa pelindung harus ditempatkan di bawah plat lantai di atas lantai yang bersangkutan pada setiap jarak tertentu (misal tiap 100 cm).



Semua detektor termasuk titik panggil manual dan bel tanda bahaya kebakaran harus dilengkapi dengan kotak pemasangan dan ditempatkan di atas langit-langit ruangan atau di dalam tembok / partisi.



Bel tanda bahaya ditempatkan di ketinggian tertentu di bawah langit-langit ruangan (misalnya diambil 50 cm).



Titik panggil manual ditempatkan pada ketinggian tertentu di atas lantai ruangan (misalnya diambil 140 cm, atau disesuaikan spesifikasi).



Setelah semua instalasi terpasang, dilakukan pengetesan dan dibuatkan Berita Acara Pengetesan. Pekerjaan Panel Listrik



Pastikan kabel instalasi listrik induk sudah terpasang.



Pasang kabel instalasi ke dalam panel.



Pemasangan kabel harus tepat dan aman dari resiko konsluiting dan pengguna.

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

81

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

BAB V

RENCANA ANGGARAN BIAYA

1.

PEKEERJAAN PERSIAPAN

1.1

Pembersihan lahan Luas

= panjang x lebar = 62,256 m x 47,35 m

62,256 m

= 2947,82 m2

47,35 m

1.2

Pagar pengaman proyek

Panjang pagar keliling Keliling 45 m

= 2 (panjang + lebar) = 2 (60 +45) = 210 m’

60 m

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

1.3

Direksi keet

3m

Luas = (panjang x lebar) = (3m x 10m) = 30 m2

10 m 2.

PEKERJAAN TANAH

2.1

Galian Tanah Volume = Panjang x Lebar x Tinggi

2.1.1 Foot Plat

1.5

Volume galian = 2 x 2 x 1.5 = 6 m3 Jumlah pondasi foot plat = 2 buah Volume = 6 x 2 = 12 m3

2,0

2.1.2 Pondasi Batu Kali

1,5

Panjang

= 168,283 m

Vol. Total

= 1,5 x 1,5 x 168,283 = 378,53 m3

1,5

2.1.3 Urugan Tanah Kembali = 1/3 x ( galian pondasi foot plat + galian pondasi pasangan batu kali ) = 1/3 x 390,53

= 130,17 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

82

83

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

2.2

Urugan pasir ( bawah pondasi ) Volume = panjang x lebar x tinggi

2.2.1

Pondasi Batu Kali

Panjang pondasi tipe 1 = 168,24 m’ Volume pasir

= 0,1 x 1,5 x 168,24 = 25,24 m3

0,1 1,5

2.2.2

Aanstamping

Volume = Panjang x Lebar x Tinggi Keterangan : 0,2 m

Panjang pondasi batu kali tipe 1 = 168,24 m’ Volume batu kosong pondasi

0,8 m

= (0,20 x 0,8 168,24) = 26,92 m3 2.2.3

Pondasi Batu Belah 1 pc : 3 kapur : 10 pasir Volume =

( jumlah sisi sejajar ) x tinggi x panjang pondasi 2

0 ,3 0 m

Keterangan : 0 ,8 m

Panjang pondasi batu kali = 168,24 m’ Volume batu belah pondasi tipe 1

0 ,8 m

=

0,3 + 0,8 x0,8 x168,24 = 92,21 m3 2

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

84

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.

PEKERJAAN BETON BERTULANG

Volume I = Panjang x Lebar x Tinggi Volume II = ½ x Jumlah Sisi Sejajar x Tinggi x Lebar Volume III = Panjang x Lebar x Tinggi

3.1

Pondasi Beton Foot Plat Tipe PF1 (200 x 200) 0,3 m

Volume I

= (0,3 x 0,3 x 2,03) = 0,1827 m3

2,03 m

I

Volume II 0,20 m

II III

0,25 m

= 0,46 m3 Volume III

2,0 m

⎛ 0,3 + 2 ⎞ = ⎜ ⎟ x0,2 x 2 ⎝ 2 ⎠

= (0,25 x 2 x 2) = 1 m3

Volume total = (0,1827 + 0,46 + 1) x 2 = 3,2854 m3 3.2

Balok Beton

3.2.1 Balok Lantai 1 1.

Balok 15/30 Panjang balok = 5,9 m V

13 cm

= pxlxt = 5,9x 0,15 x 0,30

17 cm

= 0,265 m3 15 cm

2.

Balok 20/40

13cm

Panjang balok = 36,717 m V

= pxlxt

27 cm

= 36,717 x 0,2 x 0,4 = 2,937 m3 20 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

85

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.

Balok 25/65 13cm

Panjang balok = 13,35 m V

= pxlxt 52 cm

= 13,35 x 0,25 x 0,65 = 2,169 m3 25 cm

4.

Balok 30/50 13c

Panjang balok = 17,775 m V

= pxlxt 37 cm

= 17,775 x 0,3 x 0,5 = 2,666 m3 30cm

5.

Balok 30/60 13cm

Panjang balok = 8 m V

= pxlxt 47 cm

= 8 x 0,3 x 0,60 = 1,44 m3

6.

30 cm

Balok 30/65

13cm

Panjang balok = 375,375 m V

= pxlxt

52 cm

= 375,375 x 0,3 x 0,65 = 73,198 m3

7.

30 cm

Balok 30/70

13cm

Panjang balok = 135,5 m V

= pxlxt 52 cm

= 135,5 x 0,3 x 0,7 = 28,455 m3

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

86

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

8.

Balok 40/80 13cm

Panjang balok = 16 m V

= pxlxt = 16 x 0,4 x 0,8

67cm

= 5,12 m3 40 cm

3.2.2 Balok Lantai 2 1.

Balok 15/30 13 cm

Panjang balok = 5,9 m V

= pxlxt 17 cm

= 5,9x 0,15 x 0,30 = 0,265 m3

2.

15 cm

Balok 20/40

13cm

Panjang balok = 35,217 m V

= pxlxt

27 cm

= 35,217 x 0,2 x 0,4 = 2,817 m3

3.

20 cm

Balok 30/50

13cm

Panjang balok = 17,775 m V

= pxlxt 37cm

= 17,775 x 0,3 x 0,5 = 2,666 m3

4.

30 cm

Balok 30/60 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,3 x 0,60 = 2,88 m3

47cm

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

87

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

5.

Balok 30/65 13cm

Panjang balok = 421,375 m V

= pxlxt = 421,375 x 0,3 x 0,65

52 cm

3

= 82,168 m

30 cm

6.

Balok 30/70 Panjang balok = 129,5 m V

13cm

= pxlxt = 129,5 x 0,3 x 0,7

57cm

= 27,195 m3 30 cm

7.

Balok 40/80

Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,4 x 0,8 67 cm

= 5,12 m3 40 cm

3.2.3 Balok Lantai 3 1.

Balok 15/30

13 cm

Panjang balok = 3,85 m V

= pxlxt

17 cm

= 3,85x 0,15 x 0,30 = 0,173 m3

2.

15 cm

Balok 20/40

13cm

Panjang balok = 24,942 m V

= pxlxt = 24,942 x 0,2 x 0,4 = 1,995 m3

27 cm

20 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

88

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.

Balok 20/65

13cm

Panjang balok = 21,35 m V

= pxlxt 52cm

= 21,35 x 0,20 x 0,65 = 2,775 m3 20 cm

4.

Balok 30/50 13cm

Panjang balok = 5,35 m V

= pxlxt 37 cm

= 5,35 x 0,3 x 0,5 = 0,802 m3 30 cm

5.

Balok 30/60 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,3 x 0,60

47cm

= 2,88 m3 30 cm

6.

Balok 30/65

13cm

Panjang balok = 369,575 m V

= pxlxt 52 cm

= 369,575 x 0,3 x 0,65 = 72,067 m3 30 cm

7.

Balok 30/70 13cm

Panjang balok = 145,125 m V

= pxlxt 57 cm

= 145,125 x 0,3 x 0,7 = 30,476 m3 30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

89

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

8.

Balok 40/80 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,4 x 0,8

67 cm

= 5,12 m3 40 cm

3.2.4 Balok Lantai 4 1.

Balok 15/30 13 cm

Panjang balok = 3,85 m V

= pxlxt 17 cm

= 3,85x 0,15 x 0,30 = 0,173 m3 15 cm

2.

Balok 20/40 Panjang balok = 24,942 m V

13cm

= pxlxt = 24,942 x 0,2 x 0,4

27 cm

= 1,995 m3 20 cm

3.

Balok 30/50 Panjang balok = 12,425 m V

13cm

= pxlxt = 12,425 x 0,3 x 0,5 = 1,864 m3

37 cm

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

90

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

4.

Balok 30/60

13cm

Panjang balok = 16 m V

= pxlxt 47 cm

= 16 x 0,3 x 0,60 = 2,88 m3 30 cm

5.

Balok 30/65

13cm

Panjang balok = 201 m V

= pxlxt 52 cm

= 201 x 0,3 x 0,65 = 39,195 m3 30 cm

6.

Balok 30/70 13cm

Panjang balok = 90 m V

= pxlxt = 90 x 0,3 x 0,7

57 cm

= 18,9 m3 30 cm

7.

Balok 40/80 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,4 x 0,8

67 cm

3

= 5,12 m

40 cm

3.2.5 Balok Lantai 5 13 cm

1.

Balok 15/30 Panjang balok = 3,85 m V = pxlxt = 3,85x 0,15 x 0,30 = 0,173 m3

17 cm

15 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

91

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

2.

Balok 20/40 Panjang balok = 24,942 m V

13cm

= pxlxt = 24,942 x 0,2 x 0,4

27 cm

3

= 1,995 m

20 cm

3.

Balok 30/50 Panjang balok = 12,425 m V

13cm

= pxlxt = 12,425 x 0,3 x 0,5

37 cm

3

= 1,864 m

30 cm

4.

Balok 30/60 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,3 x 0,60

52 cm

= 2,88 m3 30 cm

5.

Balok 30/65 Panjang balok = 201 m V

13cm

= pxlxt = 201 x 0,3 x 0,65

52 cm

3

= 39,195 m

30 cm

6.

Balok 30/70 13cm

Panjang balok = 90 m V

= pxlxt 57 cm

= 90 x 0,3 x 0,7 = 18,9 m3

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

92

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

7.

Balok 40/80 Panjang balok = 16 m V

13cm

= pxlxt = 16 x 0,4 x 0,8

67 cm

= 5,12 m3 40 cm

3.2.6 Balok Lantai atap 1.

13cm

Balok 20/40 Panjang balok = 5,85 m 27 cm

V

= pxlxt = 5,85x 0,2 x 0,4

20 cm

3

= 0,468 m

2.

Balok 30/50

13cm

Panjang balok = 17.80 m V

37 cm

= pxlxt = 17,80x 0,3 x 0,5 30 cm

= 2,67 m3

13cm

3.

Balok 30/60 Panjang balok = 16 m V

47 cm

= pxlxt = 16 x 0,3 x 0,60 30 cm

= 2,88 m3

13cm

4.

Balok 30/65 Panjang balok = 230,075 m V = pxlxt = 230,075 x 0,3 x 0,65 = 44,86 m3

52 cm

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

93

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

5.

Balok 30/70

13cm

Panjang balok = 90 m V = pxlxt 57 cm

= 90 x 0,3 x 0,7 = 18,9 m3 30 cm

3.3

Kolom Volume Kolom = (Panjang x Lebar x Tinggi) x Jumlah

3.3.1 Kolom lantai dasar – lantai 1 1.

K1 (80x80)

Panjang kolom tipe K1 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K1 = 4 buah Volume kolom tipe K1 = (0,8x0,8x3,6)x4 80 cm

= 9,216 m3

80 cm

2.

K2 (60x60)

Panjang kolom tipe K2 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K2 =10 buah 60 cm

Volume kolom tipe K2 = (0,6x0,6x3,6)x10 =12,96 m3

60 cm

3.

K3 (40x40)

Panjang kolom tipe K3 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K3 = 3 buah 40 cm

Volume kolom tipe K3 = (0,4x0,4x3,6)x3 =1,728 m3

40 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

94

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

4.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x3,6)x1

70 cm

= 0,756 m3 30 cm

5.

K 4A (65x65)

Panjang kolom tipe K4A = 3,6 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah

65 cm

Volume kolom K4A =(0,65x0,65x3,6)x2 =3,042 m3

60 cm

6.

K5 (40x80)

Panjang kolom tipe K5 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K5 = 12 buah 40 cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,8x3,6)x12 =13.824 m3

80 cm

7.

K6 (25x70)

Panjang kolom tipe K6 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K6 = 4 buah

70 cm

Volume kolom tipe K6 = (0,25x0,7x3,6)x4 =2,52 m3

25 cm

8.

K7 (30x70)

Panjang kolom tipe K7 = 3,6 m Jumlah kolom tipe K7 = 4 buah 70 cm

Volume kolom tipe K7 = (0,3x0,7x3,6)x4 =3,024 m3

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

95

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

9.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 3,6 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 35 cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x3,6)x8 =3,528 m3

35 cm

3.3.2 Kolom lantai 1– lantai 2 1.

K1 (80x80)

Panjang kolom tipe K1 = 4,8 m Jumlah kolom tipe K1 = 4 buah Volume kolom tipe K1 = (0,8x0,8x4,8)x4 80 cm

=12,288 m3

80 cm

2.

K2 (60x60)

Panjang kolom tipe K2 = 4,8 m Jumlah kolom tipe K2 =10 buah 60 cm

Volume kolom tipe K2 = (0,6x0,6x4,8)x10 =17,28 m3

60 cm

3.

K3 (40x40)

Panjang kolom tipe K3 = 4,8m Jumlah kolom tipe K3 = 3 buah 40 cm

Volume kolom tipe K3 = (0,4x0,4x4,8)x3 =2,304 m3

40 cm

4.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 4,8 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah

70 cm

Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x4,8)x1 = 1,008 m3

30 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

96

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

5.

K 4A (65x65)

Panjang kolom tipe K4A = 4,8 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah

65 cm

Volume kolom K4A = (0,65x0,65x4,8x2 =4,056 m3

65 cm

6.

K5 (40x80)

Panjang kolom tipe K5 = 4,8 m Jumlah kolom tipe K5 = 12 buah 40 cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,8x4,8)x12 =18,432m3

80 cm

7.

K6 (25x70)

Panjang kolom tipe K6 = 4,8 m Jumlah kolom tipe K6 = 4 buah

70 cm

Volume kolom tipe K6 = (0,25x0,7x4,8)x4 =3,36m3

25 cm

8.

K7 (30x70)

Panjang kolom tipe K7 = 4,8m Jumlah kolom tipe K7 = 4 buah 70 cm

Volume kolom tipe K7 = (0,3x0,7x4,8)x4 =4,032 m3

70 cm

9.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 4,8 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 35 cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x4,8)x8 =4,704 m3

35 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

97

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.3.3 Kolom lantai 2 – lantai 3 1.

K1 (75x75)

Panjang kolom tipe K1 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K1 = 4 buah Volume kolom tipe K1 = (0,75x0,75x4,4)x4 75 cm

= 9,9 m3

75 cm

2.

K2 (60x60)

Panjang kolom tipe K2 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K2 =9 buah 60 cm

Volume kolom tipe K2 = (0,6x0,6x4,4)x8 =14,256 m3

60 cm

3.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x4,4)x1

70 cm

= 0,924 m3

30 cm

4.

K 4A (60x60)

Panjang kolom tipe K4A = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah

60 cm

Volume kolom K4A = (0,60x0,60x4,4)x2 = 3,168 m3

60 cm

5.

K5 (40x80)

Panjang kolom tipe K5 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K5 = 4 buah 80cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,8x4,4)x4 =5,632m3

40 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

98

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

6.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 4,4 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 35cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x4,4)x8 =4,312m3

35cm

3.3.4 Kolom lantai 3 – lantai 4 1.

K1 (75x75)

Panjang kolom tipe K1 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K1 = 4 buah Volume kolom tipe K1 = (0,75x0,75x4,4)x4 75cm

= 9,9 m3

75cm

2.

K2 (50x50)

Panjang kolom tipe K2 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K2 =7 buah 50cm

Volume kolom tipe K2 = (0,5x0,5x4,4)x7 = 7,7 m3

50cm

3.

K2A (60x60)

Panjang kolom tipe K2 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K2 =2 buah 60cm

Volume kolom tipe K2 = (0,6x0,6x4,4)x2 = 3,168 m3

60 cm

4.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah

70cm

Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x4,4)x1 = 0,924 m3

30cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

99

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

5.

K 4A (60x60)

Panjang kolom tipe K4A = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah Volume kolom K4A = (0,60x0,60x4,4)x2

60cm

= 3,168 m3 60cm

6.

K5 (40x70)

Panjang kolom tipe K5 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K5 = 4 buah 40cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,7x4,4)x4 = 4,928 m3

40cm

7.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 3,6 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 35cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x4,4)x8 = 4,312 m3

35cm

3.3.5 Kolom lantai 4 – lantai 5 1.

K1 (70x70)

Panjang kolom tipe K1 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K1 = 4 buah Volume kolom tipe K1 = (0,70x0,70x4,4)x4 = 8,624 m3

70 cm

40cm

2.

K2 (50x50)

Panjang kolom tipe K2 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K2 =9 buah 50cm

Volume kolom tipe K2 = (0,5x0,5x4,4)x9 = 9,9 m3

50cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

100

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x4,4)x1

70cm

= 0,924 m3 30cm

4.

K 4A (60x60)

Panjang kolom tipe K4A = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah

60cm

Volume kolom K4A = (0,60x0,60x4,4)x2 = 3,168m3

60cm

5.

K5 (40x70)

Panjang kolom tipe K5 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K5 = 4 buah 40cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,7x4,4)x4 = 4,928 m3

70cm

6.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 3,6 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 45 cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x4,4)x8 = 4,312 m3

45 cm

3.3.6 Kolom lantai 5 – lantai Atap 1.

K1 (70x70)

Panjang kolom tipe K1 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K1 = 2 buah 70cm

Volume kolom tipe K1 = (0,70x0,70x4,4)x2 = 4,312 m3

70cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

101

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

2.

K2 (50x50)

Panjang kolom tipe K2 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K2 =9 buah 35cm

Volume kolom tipe K2 = (0,5x0,5x4,4)x9 = 9,9 m3

35 cm

3.

K4 (30x70)

Panjang kolom tipe K4 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4 = 1 buah Volume kolom tipe K4 = (0,3x0,7x4,4)x1

70cm

= 0,924 m3

30cm

4.

K 4A (50x50)

Panjang kolom tipe K4A = 4,4 m Jumlah kolom tipe K4A = 2 buah Volume kolom K4A = (0,50x0,50x4,4)x2

50cm

= 2,2m3 50cm

5.

K5 (40x70)

Panjang kolom tipe K5 = 4,4 m Jumlah kolom tipe K5 = 4 buah 70cm

Volume kolom tipe K5 = (0,4x0,7x4,4)x4 = 4,928 m3

40cm

6.

K (35x35)

Panjang kolom tipe K = 4,4 m Jumlah kolom tipe K = 8 buah 35 cm

Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x4,4)x8 = 4,312 m3

35 cm

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

102

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.3.7 Kolom lantai Atap – lantai Top wall K (35x35)

1.

Panjang kolom tipe K = 3,2 m Jumlah kolom tipe K = 6 buah Volume kolom tipe K = (0,35x0,35x3,2)x6

35 cm

= 2,352 m3 35 cm

K (20x20)

2.

Panjang kolom tipe K = 3,2 m Jumlah kolom tipe K = 10 buah Volume kolom tipe K = (0,20x0,20x3,2)x10 20 cm

= 1,28 m3

20 cm

3.4

Pelat

3.4.1 Pelat Lantai dasar Tebal pelat

= 10 cm = 0,1 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (713 x 0,10) = 71,30 m3 Vol. Pelat Bangunan 2 = (Luas x Tebal) = (597,8 x 0,10) = 59,78 m3 Jumlah volume pelat lantai = (Vol pelat bang 1 + vol pelat bang 2) = (71,30+59,8) = 131,08 m3 3.4.2 Pelat Lantai 1 Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (556,97 x 0,13) = 72,406 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

Vol. Pelat Bangunan 2 = (Luas x Tebal) = (374,64 x 0,13) = 35,703 m3 Jumlah volume pelat lantai 1= (Vol pelat bang 1 + vol pelat bang 2) = (72,406+35,703) = 108,109 m3 3.4.3 Pelat Lantai 2 Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (599,33 x 0,13) = 77,913 m3 Vol. Pelat Bangunan 2 = (Luas x Tebal) = (517,28 x 0,13) = 67,246 m3 Jumlah volume pelat lantai 2= (Vol pelat bang 1 + vol pelat bang 2) = (77,913+67,246) =145,159 m3 3.4.4 Pelat Lantai 3 Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (615,33 x 0,13) = 79,999 m3 Vol. Pelat Bangunan 2 = (Luas x Tebal) = (298,89 x 0,13) = 37,686 m3 Jumlah volume pelat lantai 3= (Vol pelat bang 1 + vol pelat bang 2) = (79,999+37,686) = 117,67 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

103

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.4.5 Pelat Lantai 4 Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (647,33 x 0,13) = 84,153 m3 Jumlah volume pelat lantai 4 =(Vol pelat bang 1) = 84,153 m3 3.4.6 Pelat Lantai 5 Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (647,33 x 0,13) = 84,153 m3 Jumlah volume pelat lantai 5 = (Vol pelat bang 1) = 84,153 m3 3.4.7 Pelat Lantai atap Tebal pelat

= 13 cm = 0,13 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (372,49 x 0,13) = 48,724 m3 Jumlah volume pelat lantai atap = (Vol pelat bang 1) = 48,724 m3 3.4.8 Pelat Lantai atap tangga Tebal pelat

= 10 cm = 0,10 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (32 x 0,10) = 3,2 m3 Jumlah volume pelat lantai atap tangga = 3,2 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

104

105

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

3.4.9 Pelat Lantai atap lift Tebal pelat

= 10 cm = 0,10 m

Vol. Pelat Bangunan 1 = (Luas x Tebal) = (12,23 x 0,10) = 1.223 m3 Jumlah volume pelat lantai atap tangga = 1,223 m3 3.5

Tangga 15 cm

m 7, 20

cm

. BORDES

1

2

3.5.1 Tangga 1 1.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,725 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang Vol, Tangga

= 4,82 m = ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,725 x 4,82 ) x 2 = 4,57 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

5

cm

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

2.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,725 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 5,078m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,725 x 5,078 ) x 2 = 4,82 m3

3.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,725 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 4,71 m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,725 x 4,71 ) x 2 = 4,47 m3

Jumlah volume tangga 1= 4,57 + 4,82 + 4,47 =13,86 m3

3.5.2 Tangga 2 1.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,337 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 3,49 m

Vol. Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,337 x 3,49 ) x 2 = 2,56 m3

2.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,337 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 3,84 m

Vol. Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

106

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

= ( 0,275 x 1,337 x 3,84 ) x 2 = 2,82 m3 3.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,337 m

Jumlah tangga

= 6 buah

Panjang

= 3,72 m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,337 x 3,72 ) x 6 = 8,21 m3

Jumlah volume tangga 2= 2,56 + 2,82 + 8,21 = 13,59 m3

3.5.3 Tangga 3 1.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,012 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 4,38 m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,337 x 4,38 ) x 2 = 3,22 m3

2.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,012 m

Jumlah tangga

= 2 buah

Panjang

= 4,66 m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,337 x 4,66 ) x 2 = 3,43 m3

3.

Tebal tangga

= 27,5 cm

Lebar tangga

= 1,012 m

Jumlah tangga

= 2 buah PROYEK AKHIR

REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

107

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

Panjang

= 4,56 m

Vol, Tangga

= ( tebal x lebar x panjang ) x jumlah = ( 0,275 x 1,337 x 4,56 ) x 8 = 13,41 m3

Jumlah volume tangga 3 = 3,22 + 3,43 + 13,41 = 20,06 m3 3.6

Bordes 1.

Bordes tangga 1 Tebal

= 0,15 m

Luas

= 5,55 m2

Jumlah

= 3 buah

Vol, Borders

= luas x tebal x jumlah bordes = 5,55x 0,15 x 3 = 2,497 m3

2.

Bordes tangga 2 Tebal

= 0,15 m

Luas

= 5,85 m2

Jumlah

= 5 buah

Vol, Borders

= luas x tebal x jumlah bordes = 5,85 x 0,15 x 5 = 4,38 m3

3.

Bordes tangga 3 Tebal

= 0,15 m

Luas

= 2,84 m2

Jumlah

= 6 buah

Vol, Borders

= luas x tebal x jumlah bordes = 2,84 x 0,15 x 6 = 2,556 m3

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

108

109

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

4.

Plat tangga menuju parkir motor lt1 Luas

= 36 m

Tebal

= 0,15 m

Volume

= ( luas x tebal ) = ( 36 x 0.15 ) =5,4 m3

4.

PEKERJAAN ATAP

ƒ

Kuda-kuda IWF 250.125.6.9

IWF 150.75.5.7 15 m 1. Kuda-kuda IWF 250.125.6.9

= 7.785,25 kg

2. IWF 150.75.5.7

= 2.390,40 kg

3. Gording C 150.65.20.3.2

=4,872,96 kg

4. Angkur baut diameter 19mm

= 120 buah

5. Mur baut 12mm gording

= 180 buah

6. Trekstang 12mm

= 245 kg

7. Ikatan angin 16mm

= 440 kg

8. Baut HTB diameter 16mm

= 460 buah

9. Plat blandas diameter 19 mm

= 185,33 kg

10.Penguat gording L100

= 120 kg

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

116

B AB V I PENUT U P

BAB VI

PENUTUP

Pada bagian akhir penyusunan Proyek Akhir ini penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran : A. Kesimpulan 1. Dalam perencanaan struktur bangunan diperlukan ketelitian dan kecermatan yang tinggi sehingga perhitungan yang dihasilkan benar akurat dan sesuai yang diharapkan. 2. Dengan kelancaran kerja yang baik akan membantu kelancaran pelaksanaan dan penghematan dalam penggunaan sumber tenaga, material, peralatan, dan keuangan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek. 3. Gambar kerja merupakan pedoman yang sangat menentukan dalam pelaksanaan pekerjaan dan perhitungan anggaran biaya pelaksanaan pekerjaan. 4. Hasil akhir dari perencanaan redesign Proyek Gedung Kantor BNI’46 Wilayah 05 Semarang adalah sebagai berikut : a. Tebal plat atap

= 130 mm

b. Diameter tulangan plat atap = d 10 - 100 mm c. Tebal plat lantai

= 130 mm

d. Diameter tulangan plat lantai = d 10 - 125 mm e. Tebal plat bordes

= 150 mm

f. Diameter tulangan plat bordes

= d 10 – 125 mm

g. Tulangan balok ƒ

Tulangan balok 150/300 = 4 D 10

ƒ

Tulangan balok 200/300 = 4 D 16

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

B AB V I PENUT U P

ƒ

Tulangan balok 200/400 = 6 D 19

ƒ

Tulangan balok 200/650 = 4 D 14

ƒ

Tulangan balok 250/650 = 4 D 14

ƒ

Tulangan balok 300/500 = 4 D 18

ƒ

Tulangan balok 300/600 = 4 D 19

ƒ

Tulangan balok 300/650 = 4 D 20

ƒ

Tulangan balok 300/700 = 6 D 19

ƒ

Tulangan balok 400/800 = 8 D 22

117

h. Tulangan kolom ƒ

Kolom 200/200

= 4 D 16

ƒ

Kolom 350/350

= 8 D 16

ƒ

Kolom 400/400

= 8 D 16

ƒ

Kolom 400/700

= 10 D 19

ƒ

Kolom 400/800

= 12 D 19

ƒ

Kolom 500/500

= 20 D 22

ƒ

Kolom 600/600

= 16 D 22

ƒ

Kolom 650/650

= 12 D 22

ƒ

Kolom 700/700

= 16 D 20

ƒ

Kolom 750/750

= 12 D 25

ƒ

Kolom 800/800

= 16 D 25

ƒ

Kolom A 250/700

= 8 D 19

ƒ

Kolom A 300/700

= 8 D 19

B. Saran 1. Pelaksanaan suatu proyek harus dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja dan Syarat-syarat yang telah ditentukan. 2. Pelaksanaan proyek harus sesuai dengan Schedule yang telah dibuat dan tetap memperhatikan mutu dan kualitas. 3. Untuk memperlancar pelaksanaan pembangunan proyek diperlukan suatu organisasi untuk memperlancar jalannya pelaksanaan proyek. PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

D AF T AR PUS T A KA

DAFTAR PUSTAKA

DPU. 1987. Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung . Jakarta : Yayasan Badan Penerbit PU. Apriyatno, Henry . 1999. Materi Kuliah Struktur Beton. Semarang : FT – UNNES. Gunawan, Rudi . 1987.Tabel profil Kontruksi Baja. Yogyakarta : Kanisius. Kusuma, G. H. ,Vis, W. C . 1995. Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang Berdasarkan SKSNI T 15 – 1991 – 03. Jakarta : Erlangga. DPU. 1979. Peraturan Muatan Indonesia 1979. Bandung : Yayasan LPMB

PROYEK AKHIR REDESIGN STRUKTUR GEDUNG KANTOR BNI’46 WILAYAH 05 SEMARANG

UJI KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR PADA BATA BETON BERLUBANG DENGAN BAHAN IKAT KAPUR DAN ABU LAYANG

SKRIPSI Diajukan sebagai prasyarat menyelesaikan Studi Strata 1 Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

OLEH : NAMA

: MUSTAIN

NIM

: 5150401033

PRODI

: TEKNIK SIPIL S1

JURUSAN

: TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi

dengan judul “UJI KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR

PADA BATA BETON BERLUBANG DENGAN BAHAN IKAT KAPUR DAN ABU LAYANG ” telah disetujui oleh dosen pembimbing Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Hari

: Selasa

Tanggal

: 11 April 2006

Dosen Pembimbing I

Dosen

Pembimbing

II

Ir. Dr. Iman Satyarno. ME MT NIP. 131851323

Drs. Hery Suroso ST. NIP. 132068585

ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul : “UJI KUAT TEKAN DAN SERAPAN AIR PADA BATA BETON BERLUBANG DENGAN BAHAN IKAT KAPUR DAN ABU LAYANG” Oleh : Nama

: Mustain

NIM

: 5150401033

Telah dipertahankan di hadapan sidang panitia ujian Skripsi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang pada : Hari

: Selasa

Tanggal : 11 April 2006

Susunan Dewan Penguji, Penguji I

Penguji II

Ir. Dr. Iman Satyarno, ME MT NIP. 131851323

Drs. Hery Suroso ST. NIP. 132068585

Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Sipil

Ketua

Prof. Dr. Soesanto, M.Pd NIP. 130875753

Drs. Lashari, MT NIP. 131741402 iii

Jurusan

Teknik

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Uji Kuat Tekan dan Serapan Air Pada Bata beton berlubang dengan Bahan Ikat Kapur dan Abu Layang sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik. Penulis sadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan arahan berbagai pihak yang dengan sabar dan telaten membimbing penulis hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulus – tulusnya kepada : 1. Prof. Soesanto, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang 2. Drs. Lashari, MT, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES. 3. Drs. Henry Apriyatno, MT, Ketua Program Studi Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES. 4. Drs. Hery Suroso ST. MT, Dosen pembimbing dari Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 5. Ir. Dr. Iman Satyarno, ME, Dosen pembimbing dari Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.. 6. Bapak dan Ibu serta keluarga tercinta yang tak henti-hentinya memberikan dukungan pada penulis. iv

7. Seluruh pihak yang telah membantu hingga selesainya Skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena itu kririk dan saran dari pembaca penulis harapkan guna kemaslahatan bersama kelak dikemudian hari. Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi siapa saja yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan menuju kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang, Amien.

Semarang, Maret 2006

Penulis

v

ABSTRAK Mustain. 2006. Uji Kuat Tekan dan Serapan Air pada Bata beton berlubang dengan Bahan Ikat Kapur dan Abu Layang. Skripsi. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Drs. Hery Suroso, ST, MT. Perkembangan penduduk dari tahun ketahun berkorelasi positif dengan bertambahnya kebutuhan pemukiman. Berbagai inovasi bahan bangunan perlu dilakukan guna memberikan peluang pada masyarakat untuk memilih bahan bangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Salah satu inovasi yang bisa dikembangkan adalah pemakaian bata beton berlubang sebagai bahan bangunan untuk dinding dengan menggunakan bahan ikat yang berbeda. Di Indonesia banyak sekali bahan-bahan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk campuran bahan susun bata beton berlubang terutama bahan ikatnya. Salah satu bahan ikat alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi pamakaian semen portland adalah abu layang. Inovasi yang bisa dilakukan adalah pembuatan bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang, karena kedua bahan tersebut secara teoretik dapat menjadi bahan ikat menggunakan mekanisme reaksi pozolan-kapur. Variasi komposisi campuran antara abu layang, kapur, dan pasir sebagai bahan susun bata beton berlubang yang digunakan dalam penelitian ini berturutturut adalah (dalam satuan berat) 0:1:6; 1,3:1:6; 1,4:1:6; 1,5:1:6; 1,6:1:6; dan 1,8:1:6. Parameter yang diteliti dalam Skripsi ini meliputi karakteristik bahan susun bata beton berlubang, yakni pengujian gradasi pasir, berat jenis pasir, kandungan lumpur pasir, kekekalan butir pasir, dan gradasi abu layang; kuat tekan mortar penyususun bata beton berlubang; kuat tekan dan nilai serapan air bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang. Pengujian bata beton berlubang dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada umur 30 hari, 60 hari, dan 90 hari. Dari hasil penelitian karakteristik bahan susun bata beton berlubang menunjukkan bahwa gradasi pasir Muntilan yang dipakai masuk pada zone 2, yakni Pasir agak kasar, berat jenis rata – rata pasir Muntilan sebesar 2,566, kandungan lumpur rata – rata pasir Muntilan sebesar 3,13 % < 5%,,kekekalan butir menggunakan Na2SO4 sebesar 6,2 % < 12% dan kekekalan butir menggunakan MgSO4 sebesar 7,19 % < 10%. Dari hasil penelitian mortar penyusun bata beton berlubang menunjukkan kuat tekan optimum pada variasi komposisi 1,8 Fa : 1 Kp : 6 Psr yakni sebesar 34 kg/cm2. Dan untuk uji kuat tekan bata beton berlubang menunjukkan bahwa kuat tekan optimum terjadi pada komposisi 1,8 Fa : 1 Kp : 6 Psr , yakni 7,9 kg/cm2 pada umur 30 hari; 8,6 kg/cm2 pada umur 60 hari, dan 15,3 kg/cm2 pada umur 90 hari. Untuk nilai serapan air bata beton berlubang menunjukkan bahwa semakin banyak pasta, maka nilai serapan air menurun. Serapan air terbesar terjadi pada variasi komposisi 0 Fa : 1 Kp : 6 Psr yakni 14,84 %, dan nilai serapan air terkecil terjadi pada variasi komposisi 1,8 Fa : 1 Kp : 6 Psr yakni 8,15 %. Kata kunci : Bata beton berlubang, Abu layang, Mortar, Kapur, Calsium Silikat Hidrat. vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................

iv

ABSTRAK ......................................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR......................................................................................

xii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..........................................................................................

1

B. Perumusan Masalah ...................................................................................

4

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................

4

D. Manfaat Penelitian .....................................................................................

5

E. Batasan Masalah ........................................................................................

6

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka .......................................................................................

7

1. Pengertian Bata beton berlubang ..........................................................

7

vii

2. Persyaratan Mutu Bata beton berlubang................................................

9

3. Keunggulan Bata beton berlubang .......................................................

10

4. Bahan Baku Pembuatan Bata beton berlubang......................................

12

a. Kapur ................................................................................................

12

1) Klasifikasi kapur...........................................................................

12

2) Syarat-syarat kapur sebagai bahan bangunan...............................

13

b. Pasir...................................................................................................

14

c. Air ....................................................................................................

16

d. Abu Layang.......................................................................................

17

e. Kapur + Abu Layang.........................................................................

19

5. Mortar Penyusun Bata beton berlubang ................................................

20

6. Penelitian Pemanfaatan Abu Layang.....................................................

22

7. Penelitian Semen Fly Ash Kapur (SFK)................................................

25

8. Penelitian Pemanfaatan Kapur Sebagai Bahan Substitusi Pada Pembuatan Bata beton berlubang .............................................................................

26

B. Pemikiran Dasar .........................................................................................

27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan .........................................................................................................

30

B. Alat.............................................................................................................

30

C. Variabel Penelitian .....................................................................................

31

D. Tahapan Penelitian .....................................................................................

32

1. Pengadaan Bahan ..................................................................................

32

viii

2. Pemeriksaan Bahan................................................................................

32

a. Pasir...................................................................................................

32

1) Pemeriksaan Berat Jenis Pasir ......................................................

32

2) Pemeriksaan Gradasi Pasir ...........................................................

33

3) Pemeriksaan Kandungan Lumpur ................................................

34

4) Pengujian Kekekalan Butir Pasir..................................................

35

b. Kapur.................................................................................................

36

c. Air ....................................................................................................

36

d. Abu Layang.......................................................................................

36

3. Proses Pembuatan Benda Uji Kubus Mortar .........................................

37

a. Pembuatan Adukan Mortar ...............................................................

37

b. Uji Sebar Pasta Mortar ......................................................................

37

c. Pembuatan Benda Uji Kubus mortar ................................................

38

4. Proses Pembuatan Bata beton berlubang...............................................

38

a. Menyiapkan Bahan Susun Bata beton berlubang .............................

38

b. Pengadukan Campuran Bata beton berlubang ..................................

39

c. Pembuatan Benda Uji .......................................................................

39

5. Perawatan...............................................................................................

40

6. Pengujian Kuat Tekan Kubus Mortar....................................................

40

7. Pengujian Serapan Air Bata beton berlubang........................................

41

8. Pengujian Kuat Tekan Bata beton berlubang ........................................

41

E. Analisis Data ..............................................................................................

42

1. Perhitungan Hasil Penelitian .................................................................

42

ix

a. Berat Jenis Pasir ................................................................................

42

b. Kandungan Lumpur Pasir .................................................................

43

c. Kuat Tekan Kubus Mortar ................................................................

43

d. Kuat Tekan Bata beton berlubang.....................................................

43

e. Serapan Air .......................................................................................

44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Bata beton berlubang.............................

45

1. Kapur ....................................................................................................

45

2. Abu Layang ...........................................................................................

45

3. Air..........................................................................................................

46

4. Pasir .......................................................................................................

46

B. Hasil Uji Sebar ...........................................................................................

48

C. Kuat Tekan Mortar.....................................................................................

48

D. Kuat Tekan Bata beton berlubang..............................................................

50

E. Serapan Air Bata beton berlubang .............................................................

51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................................

55

B. Saran

56

......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

x

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO “ Maka ketika kamu telah menyelesaikan suatu pekerjaan, bersegeralah untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain.” (Q.S. Al-Insyirah : 7) “ Cinta tidak bisa disifati dengan suatu deskripsi. Tidak bisa dibatasi dan dijelaskan kecuali dengan cinta itu sendiri. Maka ketika kesamaran dan kerancuan menghilang, tidak ada lagi kebutuhan untuk menenggelamkan diri dalam kalam.”(Imam Al-Qusyairy an- Naisabury)” “ Sejatinya kejujuran yang berasal dari dalam hati meskipun pahit akan jauh lebih berarti dibanding kemunafikan yang disembunyikan meskipun terasa manis “ (Penulis)

PERSEMBAHAN ¾ Orang Tuaku tercinta ¾ Saudara – saudaraku tersayang ¾ Teman – teman seperjuanganku ¾ Adik – adik “Irawan Cost” yang selalu mendukungku ¾ Para Pembaca yang Budiman

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan antara kuat tekan dengan umur kubus beton normal dan beton abu layang yang direndam dalam air tawar di laboratorium .............................................................

24

Gambar 3.1 Pengujian kuat tekan mortar...................................................

41

Gambar 3.2 Pengujian kuat tekan bata beton berlubang............................

42

Gambar 4.1 Grafik uji gradasi pasir Muntilan ...........................................

47

Gambar 4.2

Hubungan kuat tekan dengan variasi komposisi campuran kubus mortar umur 90 hari ....................................

Gambar 4.3

49

Hubungan kuat tekan dengan variasi komposisi campuran bata beton berlubang umur 30 hari, 60 hari, dan 90 hari..............................................................................

Gambar 4.4

50

Hubungan antara serapan air dengan jumlah pasta semen .....................................................................................

52

Gambar 4.5 Hubungan antara serapan air dengan variasi komposisi campuran bata beton berlubang .............................................

xii

53

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persyaratan fisik bata beton berlubang ......................................... Tabel 2.2

Persyaratan ukuran standard dan toleransi bata beton

berlubang.......................................................................................................... Tabel 2.3

9

9

Syarat – syarat dan cara – cara pengujian kapur tercantum dalam “Kapur Bahan Bangunan” (NI. 7) Yayasan dana Normalisasi Indonesia..................................................................

14

Tabel 2.4 Hasil Analisis Kimia Kapur ..........................................................

14

Tabel 2.5 Syarat batas gradasi pasir..............................................................

16

Tabel 2.6 Susunan kimia dan sifat fisik abu layang......................................

18

Tabel 2.7 Komposisi kimia abu layang PLTU Paiton ..................................

18

Tabel 2.8 Hasil uji kuat tekan beton abu layang ...........................................

24

Tabel 2.9

Hasil uji kuat tekan dan serapan air Bata beton berlubang (Idris dan Lasino, 1993) .................................................................

27

Tabel 3.1 Variabel Penelitian..........................................................................

32

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pemeriksaan uji sebar mortar 2. Kebutuhan bahan per benda uji 3. Hasil pengujian berat jenis pasir Muntilan 4. Hasil pengujian gradasi pasir Muntilan 5. Hasil pengujian kandungan lumpur pasir Muntilan 6. Hasil pengujian kekekalan butir pasir dengan Na2SO4 7. Hasil pengujian kekekalan butir pasir dengan MgSO4 8. Hasil pengujian kuat tekan bata beton berlubang umur 30 hari 9. Hasil pengujian kuat tekan bata beton berlubang umur 60 hari 10. Hasil pengujian kuat tekan bata beton berlubang umur 90 hari 11. Hasil pengujian serapan air bata beton berlubang 12. Hasil pengujian kuat tekan mortar umur 90 hari 13. Perhitungan angka modulus hidrolik

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Diantara kebutuhan pokok manusia adalah pemukiman yang layak. Bertambahnya penduduk berkorelasi positif dengan bertambahnya kebutuhan pemukiman, artinya dari tahun ketahun kebutuhan akan pemukiman / perumahan semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini merupakan permasalahan yang harus disikapi dengan bijak dan kreatif tidak hanya oleh pemerintah sebagai pelayan dan abdi masyarakat, tetapi juga para akademisi dan praktisi dibidang teknik sipil. Permasalahan yang timbul diantaranya adalah ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pemukiman ini karena harga – harga bahan bangunan yang relatif tinggi. Disini para akademisi dan praktisi dibidang teknik sipil sangat dituntut peranannya untuk ikut memecahkan permasalahan tersebut dengan melakukan berbagai inovasi bahan bangunan sehingga mampu memberikan peluang pada masyarakat untuk memilih bahan bangunan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Salah satu alternatif pemecahan permasalahan di atas adalah pemakaian bata beton berlubang sebagai bahan bangunan untuk dinding. Pemilihan bata beton berlubang sebagai bahan bangunan pada umumnya didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain : pemasangannya mudah, tidak membutuhkan banyak bahan pendukung, serta tidak membutuhkan banyak tenaga kerja untuk pemasangannya, sehingga dapat menghemat biaya pelaksanaan.

1

2

Bata beton berlubang merupakan bahan bangunan yang diperoleh dengan cara mencampurkan portland cement (PC), air dan agregat dengan perbandingan tertentu, serta dicetak dalam suatu wadah atau cetakan dalam keadaan cair kental, kemudian mampu mengeras secara baik, perawatannya mudah dan murah, tahan terhadap cuaca dan lapuk, serta dapat memanfaatkan bahan lokal. Dalam ilmu bahan bangunan ada beberapa jenis bahan yang dikategorikan sebagai bahan ikat dalam adukan, diantaranya adalah semen, kapur, tras, pozolan, dan beberapa bahan ikat lainnya ( Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1997 : 110). Tiap – tiap bahan ikat memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Bata beton berlubang yang sekarang ini banyak diproduksi pada umumnya menggunakan bahan ikat semen portland. Disini akan diteliti bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang. Pemilihan abu layang dan kapur sebagai bahan ikat merupakan bagian dari usaha untuk memecahkan permasalahan ketergantungan pada semen. Sampai saat ini pelaksanaan pembangunan khususnya dibidang perumahan masih sangat bergantung pada produksi semen, karena semen merupakan bahan ikat utama yang banyak digunakan baik untuk beton, pasangan, serta plesteran dinding dan sebagainya . untuk masa mendatang ketergantungan terhadap semen kiranya perlu dikurangi, karena produksi semen di Indonesia merupakan salah satu tumpuan khususnya untuk wilayah Asia tenggara, dan beberapa negara produsen seperti jepang dan korea akan mengurangi produksinya. (Husin, 1998 ).

3

Di Indonesia banyak sekali bahan-bahan lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan untuk campuran bahan susun bata beton berlubang terutama bahan ikatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diusahakan adanya bahan ikat alternatif yang diperuntukan pada bangunan struktural maupun non struktural. (Husin,1998) Pemakaian abu layang sendiri didasarkan atas beberapa alasan. Abu layang merupakan limbah industri dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ). Diperkirakan setiap tahun dihasilkan ± 700. 000 ton abu layang (Hidayat, 1998 ). Melihat begitu besarnya limbah yang dihasilkan, maka masalah yang timbul adalah bagimana cara mengendalikan limbah tersebut agar tidak mencemari lingkungan dan bila perlu limbah tersebut bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis. Telah diketahui bahwa 60% s/d 65% bahan penyusun semen adalah kapur atau CaO ( Wuryati dan Candra, 2001 : 1 ), berarti ada kemungkinan untuk menjajaki kapur sebagai bahan ikat dengan memadukannya bersama abu layang menggunakan mekanisme reaksi pozolan – kapur yang akan dijelaskan lebih lanjut. Pertimbangan utama digunakannya abu layang adalah karena bahan penyusun utama abu layang adalah Silikon dioksida ( SiO2 ), Aluminium trioksida ( Al2O3 ), dan Ferrum trioksida ( Fe2O3 ). Oksida – oksida tersebut dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen ketika bereaksi dengan air. Penelitian mengenai kapur dan abu layang sebagai bahan ikat sebenarnya sudah pernah dilakukan sebelumnya, seperti yang diakukan oleh

4

Nadhiroh dan Lasino. Pada penelitian yang mereka lakukan, didapat komposisi campuran antara kapur dan abu layang yang menghasilkan kuat tekan optimum pada campuran 1 kapur : 2 abu layang . Kekurangan penelitian mereka adalah interval dari variasi campuran yang terlalu lebar, sehingga data mengenai kenaikan kuat tekan tidak ada. Atas dasar pertimbangan – pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang. Dengan komposisi yang bervariasi diharapkan akan diperoleh campuran yang menghasilkan kuat tekan optimum, sehingga didapatkan bata beton berlubang dengan bahan ikat yang berbeda, tetapi memiliki kuat tekan yang memenuhi persyaratan minimum untuk bata beton berlubang.

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti yaitu : Seberapa besar prospek abu layang dan kapur untuk dijadikan bahan ikat pada pembuatan bata beton berlubang dengan variasi komposisi campuran sebagai berikut : 1.

0

Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir

2. 1,30 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir 3. 1,40 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir 4. 1,50 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir 5. 1,60 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir 6. 1,80 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir

C. TUJUAN PENELITIAN

5

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui

karakteristik bahan susun bata beton berlubang meliputi:

pengujian gradasi pasir, berat janis pasir, kandungan lumpur pasir, kekekalan butir pasir, dan gradasi abu layang 2. Mengetahui sifat fisik dari mortar penyusun bata beton berlubang meliputi pengujian kuat tekan 3. Mengetahui kuat tekan dan nilai serapan air bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang pada variasi komposisi yang telah direncanakan.

D. MANFAAT PENELITIAN Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat diantaranya adalah : 1. Dapat diketahui pengaruh dari penggunaan bahan ikat kapur dan abu layang dalam pembutan bata beton berlubang 2. Didapatkan data penggunaan kapur dan abu layang dengan komposisi yang menghasilkan kuat tekan optimum sesuai dengan kuat tekan yang diinginkan 3. Dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan Ilmu Teknik Sipil, khususnya dibidang inovasi bahan bangunan 4. Dapat memberikan alternatif bagi dunia konstruksi khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam penggunaan bahan bangunan 5. Dapat mengurangi pencemaran lingkungan

6

6. Dapat merubah barang yang tidak mempunyai nilai ekonomi menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi dan bermanfaat.

E.

BATASAN MASALAH Data yang diharapkan dari penelitian ini yaitu tentang uji kuat tekan dan

serapan air pada bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang. Macam dan jenis penelitian akan dibatasi pada permasalahan sebagai berikut: 1. Konsentrasi variasi komposisi campuran bahan susun bata beton berlubang : a.

0

Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir

b. 1,30 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir c. 1,40 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir d. 1,50 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir e. 1,60 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir f. 1,80 Fly ash : 1 Kapur : 6 Pasir 2. Benda uji berupa bata beton berlubang dengan ukuran 30 x 15 x 12 cm 3. Pengujian kuat tekan bata beton berlubang berumur 30, 60, dan 90 hari 4. Setiap pengujian satu variasi dibuat 3 benda uji 5. Kapur yang dipakai adalah kapur tohor klas I. Pemeriksaan terhadap kapur melalui pengujian kehalusan butiran sesuai dengan syarat – syarat dan cara – cara pengujian kapur tercantum dalam “ kapur bahan bangunan “ ( N I.7 ) Yayasan dana normalisasi Indonesia. ( Ilmu Bahan Bangunan, 1997; hal. 91 ) 6. Abu layang yang dipakai adalah abu layang dari PLTU Paiton

7

7. Pemeriksaan terhadap pasir meliputi pemeriksaan agregat, berat jenis pasir, kandungan lumpur pasir, kekekalan butir pasir.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bata beton berlubang Bata beton berlubang adalah suatu bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland (PC), agregat halus, air dan atau bahan tambah / aditive lainnya. Bata beton dapat dibagi atas 2 jenis (SK SNI S – 04 –1989 – F), yaitu : a. Bata beton berlubang adalah bata yang dibuat dari campuran bahan perekat hidrolis atau sejenisnya ditambah dengan agregat dan air dengan atau tanpa bahan pembantu lainnya dan mempunyai luas penampang lubang lebih dari 25 % luas penampang batanya dan volume lubang lebih besar dari 25 % volume batanya. b. Bata beton pejal adalah bata beton yang mempunyai luas penampang pejal 75% atau lebih dari luas penampang seluruhnya, dan mempunyai volume pejal lebih dari 75% volume seluruhnya. Menurut SK SNI S – 04 –1989 – F Bata beton berlubang diklasifikasikan sesuai dengan pemakaian sebagai berikut : a. Bata beton berlubang mutu B2. adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban dan bisa digunakan pula untuk konstruksi yang tidak terlindung (di luar atap)

7

8

b. Bata beton berlubang mutu B1. adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban , tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (Untuk konstruksi di bawah atap) c. Bata beton berlubang mutu A2. adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi seperti yang tersebut dalam mutu IV, tetapi permukaan dinding / konstruksi dari bata tersebut boleh tidak diplester. d. Bata beton berlubang mutu A1. adalah bata beton berlubang yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari hujan dan terik Matahari (di bawah atap). Menurut SK SNI S – 04 –1989 – F Bahan Bangunan bukan Logam dalam persyaratan mutu batu cetak adalah sebagai berikut: a. Sifat tampak , bata beton harus mempunyai bentuk yang sempurna tidak terdapat retak-retak dan cacat bagian sudut dan rusuknya tidak mudah dirapuhkan dengan jari tangan. Rusuk-rusuknya siku satu terhadap lainnya. b. Bentuk dan ukuran, berbagai bentuk dan ukuran bata beton yang terdapat dipasaran tergantung dari produsennya. Biasanya setiap produsen memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk, ukuran, dan daya dukung serta konstruksi pemasangan. Bata beton berlubang telah banyak dipergunakan diberbagai negara, seperti Amerika, Inggris, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan negara – negara Skandinavia, dimana bata beton berlubang telanjang dapat mendukung beban dan

9

mencakup tiga fungsi sekaligus yakni, sebagai struktur pendukung; sebagai dinding; dan sebagai penyelesaian tanpa plesteran Suatu hasil survey pada tahun 1972 menunjukkan bahwa 50% dari seluruh tembok di Inggris dan 75% di Amerika Serikat terdiri dari block – block beton. Hal tersebut disebabkan karena bata beton berlubang adalah bahan konstruksi yang ekonomis dan serba guna .(Spesifikasi teknik Desain Dan Pelaksanaan SIB F12 UDC 691.431). 2. Persyaratan Mutu Bata beton berlubang Persyaratan bata beton berlubang menurut PUBI - 1982 seperti tercantum pada Tabel berikut. Tabel 2.1 Persyaratan fisik Bata beton berlubang No 1 2 3

Syarat Fisis

Satuan

Kuat tekat bruto rata – rata minimum *) Kuat tekat bruto masing–masing benda uji minimum *) Peyerapan air rata – rata maks

MPa (kg/m2) MPa (kg/m2) %

A1 2 20 1.7 17

Tingkat Mutu A2 B1 3.5 5 35 50 3 4.5 30 45 35

B2 7 70 6.5 65 25

*)Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji hancur, dibagi dengan luas bidang tekan nyata dari benda uji termasuk luas lubang serta cekungan tepi.

Tabel 2.2 Persyaratan Ukuran Standard dan Toleransi Bata Beton Berlubang Ukuran + Toleransi

Jenis Kecil Sedang Besar

Panjang 400 +3 400 +3 400 +3

Lebar 200 +3 200 +3 200 +3

Tebal 100 ±2 150 ±2 100 ±2

Tebal dinding sekatan Lubang Minimum (mm) Luar Dalam 20 15 20 15 25 20

10

3. Keunggulan Bata beton berlubang Bata beton berlubang merupakan bahan bangunan yang digunakan sebagai pasangan dinding. Dalam pemakaiannya bata beton berlubang mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah : a. Plesteran Dinding bata beton berlubang umumnya tidak diplester. Dengan perencanaan dan pemasangan yang baik dan mengikuti ketentuan – ketentuan pemasangan bata beton berlubang yang benar, maka akan diperoleh penyelesaian arsitektural yang menarik. b. Adukan Penghematan adukan sekitar 40% s/d 50% c. Waktu pemasangan Pemasangan bata beton berlubang umumnya memberikan penghematan waktu sampai 50% atau lebih dibandingkan dengan bata merah. d. Berat sendiri Bata beton berlubang menyebabkan berat sendiri konstruksi berkurang hingga 30% s/d 40% dibandingkan dengan bata merah. e. Konstruksi tidak mendukung beban. Bata beton berlubang dapat digunakan baik dalam sistem konstruksi mendukung beban maupun sebagai dinding pengisi atau partisi.

11

f. Rongga saluran. Rongga – rongga bata beton berlubang dapat dimanfaatkan untuk penempatan pipa air dan kabel listrik untuk segala arah menurut rencana dinding. Saluran – saluran dapat dipindahkan dan diperbaiki tanpa merusak dinding. g. Daya tahan terhadap api. Sesuai dengan peraturan DKI Jakarta tentang Ketentuan Penulangan Bahaya Kebakaran setiap bangunan memerlukan daya tahan terhadap api yang cukup demi keselamatan penghuninya. Untuk hal ini, bangunan harus menggunakan bahan yang cukup mempunyai daya tahan terhadap api. Bata beton berlubang sudah terkenal dengan sifatnya sebagai bahan bangunan tahan api (fire resistant) yang efektif dan ekonomis. Daya tahan bata beton berlubang terhadap api telah dibuktikan oleh laboratorium riset bangunan di berbagai negara menurut fungsi dari agregat yang dipakai dan “ketebalan padat ekivalen” bata beton berlubang. h. Penyekatan rambatan suara. Keperluan akan kamar – kamar yang tenang di hotel – hotel, apartemen, rumah sakit, sekolah dan kantor dimana suara – suara dari jalan raya atau kamar tetangga sangat tidak diingini memerlukan pengguna bahan konstruksi yang dapat menyekat perambatan suara. Dinding bata beton berlubang dapat menyekat dengan baik. i.

Konstruksi modular. Untuk konstruksi yang ekonomis, bata beton berlubang harus dipasang

dengan kombinasi blok – blok penuh, ¼, ¾ dan ukuran ukuran khusus lainya,

12

untuk mengurangi/meniadakan pemotongan dan penyusunan memperlambat waktu konstruksi, semua dimensi harus direncanakan secara modular. j.

Penyarapan air dan Daya tahan. Absorbsi lengas yang rendah dikarenakan permukaan bata beton

berlubang padat dan adanya bahan tahan air yang dicampurkan pada waktu pembuatanya. Dinding bata beton berlubang mempunyai daya tahan tinggi dan memerlukan pemeliharan jika pemasangan dilakukan dengan teliti menurut ketentuan – ketentuan, dalam buku ini.(Spesifikasi teknik Desain Dan Pelaksanaan SIB F12 UDC 691.431) 4. Bahan Baku Pembuatan Bata beton berlubang Kualitas dan mutu bata beton berlubang ditentukan oleh bahan dasar, bahan tambahan, proses pembuatan, dan alat yang digunakan. Semakin baik mutu bahan bakunya, komposisi perbandingan campuran yang direncanakan dengan baik, proses pencetakan dan pembuatan yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan bata beton berlubang yang berkualitas baik pula. Dalam perkembangannya bahan susun bata beton berlubang tidak hanya terdiri dari pasir dan semen, namun berbagai variasi telah banyak dilakukan dalam penelitian. Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan bata beton berlubang adalah sebagai berikut :

13

a. Kapur Berdasarkan penggunaannya kapur untuk bahan bangunan dibagi menjadi 2 macam, yaitu kapur pemutih dan kapur aduk. Kedua macam kapur tersebut bisa terdapat dalam bentuk tohor, maupun kapur padam.. 1) Klasifikasi Kapur : a) Kapur Tohor Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu alam (CaCO3) yang komposisinya adalah sebagian besar kalsium karbonat pada suhu sedemikian tinggi sehingga bila diberi air dapat terpadamkan membentuk hidrat : CaCO3

CaO + CO2

b) Kapur Padam Hasil pemadaman kapur tohor dengan air akan membentuk hidrat: CaO + H2O

Ca ( OH)2

c) Kapur Udara Kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat hanya dapat mengeras di udara karena pengikatan karbondioksida ( CO2 ). d) Kapur Hidrolis Adalah kapur padam yang apabila diaduk dengan air setelah beberapa saat dapat mengeras baik di udara maupun di dalam air. e) Kapur Magnesia

14

Adalah kapur yang mengandung lebih dari 5% magnesium oksida ( MgO ), dihitung dari contoh kapur yang dipadamkan.

2) Syarat – syarat kapur sebagai bahan bangunan Tabel 2.3 Syarat – syarat dan cara – cara pengujian kapur tercantum dalam “ Kapur Bahan Bangunan “(NI .7) Yayasan dana Normalisasi Indonesia. Lubang Sisa di atas ayakan ayakan Kapur labur dalam bentuk Kapur adukan dalam bentuk (bujur Kapur - tohor Kapur - padam Kapur - tohor Kapur - padam sangkar) Tk I II III I II III I II III I II III 0.88 mm ≤5%≤10%≤15% -- -- -≤5%≤10%≤15% ≤5%≤10%≤15% 0.09 mm ---≤5%≤10%≤15% ----- -- -7 mm ---------0 0 0 4.8 mm ---------0 0 ≤5% ( Ilmu Bahan Bangunan, 1977; hal. 91 ) Susunan kimia kapur yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar adalah CaO (Supriyatin, 2004). Hasil analisis kimia dapat dilihat pada Tabel 2.4 . Tabel 2.4. Hasil Analisis Kimia Kapur UNSUR PROSENTASE (%) SiO2 8.53 Al2O3 1.84 Fe2O3 0.51 CaO 55.15 MgO 0.57 Na2O 0.52 K2O 0.18 MnO 0.02 TiO2 0.00 P2O5 0.10 H2O 0.01 HD 32.37 (Supriyatin, 2004)

15

b. Pasir Pasir merupakan agregat alami yang berasal dari letusan gunung berapi, sungai, dalam tanah dan pantai oleh karena itu pasir dapat digolongkan dalam tiga macam yaitu pasir galian, pasir laut dan pasir sungai. Menurut (SK SNI – S – 04 – 1989 – F : 28) disebutkan mengenai persyaratan agregat halus yang baik adalah sebagai berikut : 1) Agregat halus harus terdiri dari butiran yang tajam dan keras dengan indeks kekerasan < 2,2. 2) Sifat kekal apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: a) jika dipakai natriun sufat bagian hancur maksimal 12%. b) jika dipakai magnesium sulfat bagian halus maksimal 10%. 3) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dan apabila pasir mengandung lumpur lebih dari 5% maka pasir harus dicuci. 4) Pasir tidak boleh mengadung bahan-bahan organik terlalu banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrans–Harder dengan larutan jenuh NaOH 3%. 5) Susunan besar butir pasir mempunyai modulus kehalusan antara 1,5 sampai 3,8 dan terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam. 6) Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi reaksi pasir terhadap alkali harus negatif. 7) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemerintahan bahan bangunan yang diakui.

16

8) Agreagat halus yang digunakan untuk plesteran dan spesi terapan harus memenuhi persyaratan pasir pasangan. Dilihat dari syarat batas gradasinya, agregat halus (pasir) di bagi menjadi 4 zone seperti yang di tunjukkan pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.5 Syarat Batas Gradasi Pasir Lubang Ayakan (mm) 10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15

Zone 1 Bawah Atas 100 100 90 100 60 95 30 70 15 34 5 20 0 10

Keterangan : Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 c. Air

Berat Tembus Komulatif (%) Zone 2 Zone 3 Zone 4 Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas 100 100 100 100 100 100 90 100 90 100 95 100 75 100 85 100 95 100 55 100 75 100 90 100 35 59 60 79 80 100 8 30 12 40 15 50 0 10 0 10 0 15

= Pasir Kasar = Pasir Agak Kasar = Pasir Halus = Pasir Agak Halus

Air merupakan bahan dasar yang sangat penting dalam pembuatan bata beton berlubang. Air diperlukan untuk bereaksi dengan kapur, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir – butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan. Tetapi perlu dicatat bahwa tambahan air untuk pelumas ini tidak boleh terlalu banyak karena kekuatan bata beton berlubang akan rendah. Air untuk campuran mortar / beton sebaiknya harus memenuhi syarat ( SK-SNI - S – 04 - 1989 – F) sebagai berikut :

17

1) Air harus bersih 2) Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 2 gram /liter. 3) Tidak mengandung lumpur minyak dan benda terapan lain yang bisa dilihat secara visual. 4) Tidak mengandung garam yang dapat merusak beton (asam organik) lebih dari 15 gram / liter. 5) Tidak mengadung senyawa sulfat lebih dari 1 gram / liter. 6) Tidak mengandung chlorida (cl) lebih dari 0,5 gram / liter. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air dari laboratorium jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. d. Abu Layang Abu layang adalah bagian dari abu bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas campuran gas tungku yang menggunakan bahan batubara.(Hidayat,1986) Abu layang termasuk bahan pozolan buatan [lea. FM 1971(dalam Yatti S. Hidayat,1993)]. Karena sifatnya yang pozolanic, sehingga abu layang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian pemakaian semen, baik untuk adukan maupun untuk campuran beton. Keuntungan lain dari abu layang yang mutunya baik ialah dapat meningkatkan ketahanan / keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen. Berdasarkan jenis batu bara yang digunakan bahan bakar, abu layang dibagi dalam 2 kelas (ASTM C 618 – 94a), yakni :

18

1) Kelas F, yakni abu layang yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis anthrasit atau bituminous. 2) Kelas C, yakni abu layang yang dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis lignit atau sub bituminous. Adapun susunan kimia dan sifat fisik abu layang menurut ASTM C 618 – 91 dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.6 Susunan Kimia dan Sifat Fisik Abu Layang Uraian Kelas F (%) A. Susunan Kimia 1. Silikon dioksida, min 54,90 2. Silikon dioksida + Aluminium oksida + Besi oksida min 70,00 3. Sulfur Trioksida, maks 5,0 4. Kadar Air, maks 3,0 5. Hilang Pijar, maks 6,0 6. Na2O, maks 1,5 B. Sifat Fisik 1. Kehalusan sisa diatas ayakan 45 um, maks 34,0 2. Indeks keaktifan pozolon dengan PC I, 75,0 pada umur 28 hari, min 3. Air, maks 105,0 4. Pengembangan dengan Autoclave, maks 0,8 [ASTM C 618 – 91 (dalam Husin,1998)]

Kelas C (%) 39,90 50,00 5,0 3,0 6,0 1,5 34,0 75,0 105,0 0,8

Tabel 2.7 Komposisi Kimia Abu Layang PLTU Paiton No

Parameter

1 Berat Jenis 2 Kadar air 3 Hilang Pijar 4 SiO2 Al2O3 5 6 Fe2O3 7 CaO 8 MgO S(SO4) 9 (Rahmi, 2005)

Satuan g/cm3 % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat

Hasil Uji Fly ash PLTU Paiton 1,43 0,20 0,43 62,49 6,36 16,71 5,69 0,79 7,93

19

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa abu layang dari PLTU Paiton termasuk abu layang kelas F, karena kandungan oksida silika lebih dari 54,9% (62,49%),serta jumlah dari oksida silika; alumunium; dan besi dari abu layang yang dihasilkan lebih dari 70% (85,56 %).

e. Kapur + Abu layang Telah dijelaskan di atas bahwa abu layang mampu mengikat sisa kapur yang dihasilkan saat semen bereaksi dengan air. Hal ini disebabkan karena abu layang bersifat pozolan. Keadaan ini bisa dijelaskan dengan reaksi kimia semen portland dan air berikut : PROSES HIDRASI

PC + Air (H2O)

Calsium Silicate Hydrate (CSH) CaO + H2O = Ca (OH)2

Mortar Udara

Air (H2O) masuk Dari proses di atas dapat dijelaskan bahwa pada saat proses hidrasi semen akan dilepas kapur bebas, dimana kapur bebas tersebut akan terikat oleh silikat dan aluminat aktif yang terkandung di dalam abu layang dan menambah pembentukan silikat gel, yang berubah menjadi Calsium silicat hidrat (CSH) yang akan memasuki pori – pori yang terbentuk, sebagai akibat dibebaskannya Ca(OH)2 pada beton normal (Hidayat, 1993) Dengan memanfaatkan sifat pozolan abu layang tersebut, maka ada kemungkinan untuk menggabungkan abu layang dengan kapur dengan perbandingan tertentu sehingga menghasilkan bahan ikat untuk bata beton

20

berlubang. Bahan ikat ini diharapkan mampu menjadi bahan ikat pengganti semen, atau setidaknya menjadi bahan ikat yang mampu menghasilkan bata beton berlubang yang memenuhi kuat tekan minimum sesuai persyaratan untuk bata beton berlubang. 5. Mortar penyusun Bata beton berlubang Mortar adalah adukan yanng terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air. Bahan perekat dapat berupa tanah liat, kapur maupun semen portland. Mortar dapat dibedakan menjadi 4 macam (Tjokrodimuljo,1996), yakni: a. Mortar lumpur dibuat dari campuran pasir, tanah liat/lumpur dan air. b. Mortar kapur dibuat dari campuran pasir, kapur dan air c. Mortar semen dibuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam perbandingan yang tepat. d. Mortar khusus dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar (b) dan (c) diatas dengan tujuan tertentu. Menurut ASTM C 270 (dalam Ibnu, 2006) standar mortar berdasarkan kekuatannya dibedakan sebagai berikut : a. Mortar tipe M Mortar tipe M adalah adukan dengan kuat tekan yang tinggi, dipakai untuk dinding bata bertulang, dinding dekat tanah, pasangan pondasi, adukan pasangan pipa air kotor, adukan dinidng penahan dan adukan untuk jalan. Kuat tekan minimumnya adalah 175 kg/cm2

21

b. Mortar tipe N Mortar tipe N adalah adukan kuat tekan sedang, dipakai bila tidak disyaratkan menggunakan tipe M, tetapi diperlukan daya rekat tinggi serta adanya gaya samping. Kuat tekan minimumnya adalah 124 kg/cm2 c. Mortar tipe S Mortar tipe S adalah adukan dengan kuat tekan sedang, dipakai untuk pasangan terbuka diatas tanah. Kuat tekan minimumnya adalah 52,5 kg/cm2 d. Mortar tipe O Mortar tipe O adalah adukan dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk konstruksi dinding yang tidak menahan beban yang lebih dari 7 kg/cm2 dan gangguan cuaca tidak berat. Kuat tekan minimumnya adalah 24,5 kg/cm2 e. Mortar tipe K Mortar tipe K adalah adukan dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk pasangan dinding terlindung dan tidak menahan beban, serta tidak ada persyaratan mengenai kekuatan. Kuat tekan minimumnya adalah 5,25 kg/cm2 Pembuatan mortar dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji sebar mortar. Uji sebar mortar dilakukan pada masing-masing variasi komposisi campuran bahan susun mortar yang tujuannya adalah mencari dan menentukan faktor air kapur (fak) yang sesuai sehingga didapatkan diameter uji sebar mortar rata-rata (dr) dari 4 kali pengukuran harus sebesar 1 – 1,15 diameter cincin meja uji sebar. Diameter cincin uji sebar adalah 10 cm, jadi diameter rata-rata maksimum yang diijinkan adalah 11,5 cm (Tjokrodimulyo, 1996). Nilai komulatif prosentase diameter rata-rata (dr) terhadap diameter maksimal dari uji sebar yang diijinkan adalah antara 70% - 110% dari diameter maksimal cincin sebar. Pada penelitian ini mortar yang dipakai adalah jenis mortar khusus, yakni mortar kapur yang ditambah dengan abu layang.

22

Tujuan dari penelitian mortar ini adalah untuk mengetahui kekuatan mortar kapur yang ditambah dengan abu layang apabila dijadikan sebagai adukan/spesi.

6. Penelitian pemanfaatan Abu layang Dari penelitian Hidayat dan Husin (1990) tentang pemanfaatan abu layang untuk genteng, menunujukkan bahwa : a. Penambahan abu layang pada pembuatan genteng beton sebayak 0%, 20%, 30%, 40%, dan 50% terhadap berat semen; memberikan kekedapan air yang memenuhi syarat SII 04447 – 81 b. Penambahan abu layang kedalam adukan genteng tidak meningkatkan beban lentur genteng, karena bentuk dari abu layang yang halus dan bundar tidak mendukung ketahanan lentur dari genteng. c. Pemakaian abu layang untuk genteng beton dengan ketebalan 1,6 cm dapat memenuhi persyartan SII 04447 – 81 dengan tingkat mutu II d. Keuntungan penambahan abu layang pada genteng beton dapat meningkatkan kemudahan pengerjaan dan menmghaluskan permukaan, tetapi belum dapat meningkatkan beban lentur. Dari penelitian Hidayat (1993) tentang Penelitian mutu beton abu layang pada lingkungan yang agresif (pantai dan laut) dengan variasi penambahan abu layang 0%, 10%, 20%, 25%, 30%, dan 40% terhadap berat semen menunjukkan bahwa : a. Kuat tekan beton abu layang pada umur muda (kurang dari 28 hari) lebih rendah dari pada kuat tekan beton normal.

23

b. Kondisi penyimpanan beton yang berbeda memberiakn pertambahan kekuatan yang berbeda pula. Kubus beton yang direndam di dalam air alut dan yang disimpan di tepi pantai memberikan pertambahan kekuatan yang lebih lambat dibandingkan yang dipelihara di laboratorium. Kuat tekan beton normal sudah mampu dilampaui abu layang pada umur 56 hari, bila dipelihara di laboratorium. Beton abu layang yang disimpan di tepi pantai kuat tekannya baru bisa melampaui beton normal pada umur 280 hari. Sedangkan beton abu layang yang direndam di air laut kuat tekannya baru bisa malampaui beton normal pada umur diatas 330 hari. c. Untuk kubus beton yang disimpan di laboratorium baik beton normal maupun beton abu layang menunujukkan penambahan kekuatan tekan sampai dengan umur 3 tahun, dan setelah itu kekuatannya konstan. Sedangkan untuk beton yang disimpan di tepi pantai dan yang direndam di laut, kuat tekan pada umur 3 tahun lebih rendah daripada sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena proses perusakan oleh lingkungan (air laut dan pantai) lebih kuat daripada daya tahan betonnya yang tidak direncanakan dahulu untuk lingkungan yang agresif. d. Perhitungan standar skor yang menghasilkan campuran beton optimal untuk digunakan di tepi pantai adalah yang memakai abu layang sebayak 20% dari berat semen, dengan jumlah skor 2,561. Sedangkan yang baik untuk direndam di laut adalah campuran yang memakai abu layang sebanyak 10% terhadap berat semen, dengan jumlah skor 3,269.

24

Tabel 2.8 Hasil Uji Kuat Tekan Beton Abu layang (Hidayat,1993) Kondisi Penyimpanan

Fly ash (%) 0 10 20 25 30 40 0 10 20 25 30 40 0 10 20 25 30 40

Laboratorium

Pantai

Laut

Kuat Tekan Rata-rata K. 175 (kg / cm2) 28 hr 90 hr 180 hr 1 th 3 th 291 341 367 383 384 246 339 463 477 480 223 422 455 475 477 205 384 441 446 446 189 347 436 441 443 162 362 430 475 457 291 359 382 456 403 246 341 368 472 430 223 275 353 460 404 205 282 473 469 402 189 264 389 415 345 162 233 379 403 405 291 323 437 447 386 246 269 401 493 391 223 287 405 496 352 205 292 386 447 336 189 287 378 390 326 162 211 347 386 377

600

10% 20%

2

KUATTEKAN (KG/ CM2)

500

400

0% 300

30% 25% 40%

200

100

0

28

90

180

360

3TH

UMUR

Gambar 2.1 Hubungan antara kuat tekan dengan umur kubus beton normal dan beton abu layang yang direndam dalam air tawar di laboratorium (Hidayat, 1993)

25

Dari penelitian Suhud (1998) tentang beton mutu tinggi, menunjukkan bahwa abu layang berperan sebagai pengisi ruang kosong (rongga) diantara butiran – butiran semen dan memberikan sifat hidrolik pada kapur bebas yang dihasilkan pada waktu hidrasi, maka abu layang seharusnya tidak hanya menambah kekedapan dan kemudahan pangerjaan, tetapi juga dapat menambah kekuatan beton. 7.

Penelitian Semen Fly ash Kapur (SFK) Semen fly ash kapur adalah suatu bahan hidrolis yang dibuat dengan

menggiling halus bahan fly ash (abu layang) dengan kapur padam atau yang dibuat dengan mengaduk secara cermat dan merata suatu bahan fly ash halus dan kapur padam. Dari penelitian Nadhiroh dan Lasino (1993) tentang pembuatan semen pozolan kapur dengan membuat 3 variasi kubus mortar menunjukkan bahwa kuat tekan mortar I > mortar II > mortar III. Mortar I mempunyai komposisi campuran 1 kapur : 2 fly ash; mortar II, 1 kapur : 3 fly ash; dan mortar III, 1 kapur : 4 fly ash. Ini berarti bahwa mortar I mempunyai kadar kapur yang cukup sebagai bahan pengikat dibanding mortar II dan III, untuk membentuk reaksi kimia dengan alumina dan silika dari fly ash yang terlarut dalam mortar tersebut . Kekuatan tersebut menurut teori akan bertambah dengan bertambahnya umur, sehingga makin banyaknya jumlah silika dan alumina terlarut yang menunjukkan bahwa kandungan zat tersebut telah bereaksi dengan kapur. Jadi penambahan kekuatan akan bersamaan dengan penambahan zat terlarut, biasanya sampai umur 6 bulan. Hal ini juga ditunjukkan dari hasil analisa mineralogi

26

bahwa mortar I mempunyai kandungan portlandite yang lebih banyak daripada mortar lainnya (Nadhiroh dan Lasino, 1993). Kandungan kwarsa mortar I lebih kecil dari mortar II dan III, berarti kemungkinan belum banyak silika yang bereaksi dengan kapur, dimana jumlah air juga sangat mempengaruhi / menentukan dari proses reaksinya. Adanya kalsit membuktikan larutan kapur yang jenuh bereaksi dengan CO2 dan udara / air, sehingga terbentuk padatan yang keras dari CaCO3. larutan ini terjadi kemungkinan karena tidak tereaksi atau reaksi belum sempurna. 8.

Penelitian pemanfaatan kapur sebagai bahan substitusi pada pembuatan

bata beton berlubang Dari hasil penelitian Idris dan Lasino (1993), tentang pemanfaatan limbah kapur industri soda sebagai bahan substitusi pada pembuatan bata beton berlubang, paving block, dan genteng beton, menunjukkan bahwa sifat – sifat fisis bata beton berlubang dengan bahan substitusi limbah kapur sangat baik, terlihat dengan kemampuan menahan beban tekan dan daya serap terhadap air yang relatif kecil. Sifat penyerapan air ini juga dapat digunakan sebagai parameter terhadap porus dan padatnya suatu adukan, dimana dalam aplikasinya dapat mempengaruhi sifat kekedapan dan keawetan bahan terutama untuk bagian konstruksi yang memerlukan kedap air, karena kekedapan merupakan fungsi dari keawetannya, karena semakin sulit ditembus oleh bahan-bahan perusak seperti sulfat, chlorida, dan lain sebagainya.

27

Hasil uji tekan dan serapan air bata beton berlubang pada umur 28 hari dapat dilihat pada Tabel 2.9 Tabel 2.9 Hasil Uji Kuat Tekan dan Serapan Air Bata beton berlubang (Idris dan Lasino,1993) Kuat tekan (kg/cm2) Penyerapan air (%) No Campuran *) Beban maks. (ton) Masing-masing Rata-rata 1 20,70 53,2 2 21,30 54,5 1:8 11,7 3 19,05 48,7 1 16,30 41,7 2 1 : 10 15,20 39,1 13,4 3 16,10 41,2 1 10,80 27,6 2 1: 12 9,60 24,7 13,6 3 10,30 26,5 1 7,80 20,0 2 1 : 14 8,00 20,5 15,2 3 6,20 15,9 *) campuran terdiri dari semen : agregat (40% limbah kapur dan 60% pasir)

B. Pemikiran Dasar Bata beton berlubang merupakan bahan bangunan yang terbuat dari campuran semen portland, agregat halus, air dan dengan atau tanpa bahan tambah. Bata beton berlubang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk penyekat dinding, Pembuatan dan ukuran ketebalan bata beton berlubang pada penelitian ini adalah 12 cm x 15 cm x 30 cm. Bahan baku pembuatan bata beton berlubang dalam penelitian ini adalah kapur, pasir, air dan abu layang. Pemeriksaan terhadap kapur dilakukan melalui pengujian kehalusan butiran sesuai dengan syarat – syarat dan cara – cara pengujian kapur tercantum dalam “ Kapur Bahan Bangunan “ (NI.7) Yayasan dana Normalisasi Indonesia. ( Ilmu Bahan Bangunan 1977: 91 ). Pemeriksaan

28

terhadap pasir meliputi: pemeriksaan gradasi, berat jenis pasir, kandungan lumpur,dan kekekalan butir pasir. Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengandung kotoran, minyak dan zat organik lainnya. Pemeriksaan terhadap abu layang dilakukan dengan memeriksa kehalusan butirannya Abu layang memiliki butiran yang lebih halus daripada butiran semen dan mempunyai sifat hidrolik seperti pozzolon. Dengan sifat pozzolon, maka dapat mengubah kapur bebas [ Ca(OH)2 ] menjadi mortar hidrolik. Karena bersifat pozzolan, maka Abu layang yang 70% bahan penyusunnya (Kelas F) terdiri dari Silikon dioksida (SiO2), Aluminium trioksida (Al2O3), dan Ferrum trioksida (Fe2O3) dapat melakukan ikatan dengan kapur membentuk mortar hidrolik yang tidak lain adalah bahan ikat, proses ini bisa dijelaskan dengan reaksi berikut : CaO + H2O

Ca (OH)2

(mortar udara)

Ca (OH)2 + Fly ash

mortar hidrolik

Mula – mula kapur tohor atau kapur hidup (CaO) bereaksi dengan air (H2O) membentuk mortar udara Ca(OH)2. Mortar udara ini merupakan bagian terlemah dalam beton, semakin banyak mortar udara yang terbentuk maka mutu beton semakin rendah. Tahapan berikutnya adalah reaksi yang terjadi antara mortar udara dengan abu layang (sebagian besar bahan penyusunnya adalah oksida – oksida logam) membentuk mortar hidrolik sebagai berikut : 1. 3CaOSiO2 (C3S)

Trikalsium Silikat

2. 2CaOSiO2 (C2S)

Dikalsium Silikat

29

3. CaOAl2O3 (C3A)

Trikalsium Aluminat

4. CaOAl2O3Fe2O3 (C4AF) Tetrakalsium Alumina Ferrit Keempat senyawa tersebut adalah bahan – bahan utama penyusun semen dengan hampir 70% terdiri dari Trikalsium Silikat (C3S) dan Dikalsium Silikat (C2S). Dengan pemikiran bahwa semakin banyak konsentrasi abu layang dan kapur yang berikatan, semakin banyak pula jumlah mortar hidrolik yang terbentuk diharapkan mampu menghasilkan bahan ikat baru yang merupakan bahan ikat alternatif pengganti semen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan Bahan susun bata beton berlubang : 1. Kapur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kapur tohor klas I yang umum dipakai untuk bahan bangunan dengan berat 5 kg. 2. Pasir yang digunakan adalah pasir Muntilan 3. Air yang digunakan adalah air dari instalasi air bersih Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. 4. Abu layang yang digunakan adalah abu layang yang berasal dari PLTU Paiton, Jawa timur

B. Alat 1. Ayakan a. Ayakan dengan diameter berturut-turut 4,8 mm, 2,40 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup pan dan alat penggetar. b. Ayakan no. 0,074 mm digunakan untuk pemeriksaan abu layang. 2. Timbangan digunakan dengan merk Radjin untuk menimbang bahan susun adukan beton. 3. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur banyaknya air yang digunakan untuk adukan bata beton berlubang.

25

26

4. Stop watch, digunakan untuk pengukuran waktu pengujian. 5. Picknometer, digunakan untuk mencari berat jenis pasir dengan kapasitas 500 gram. 6. Oven dengan merk Memmert, digunakan untuk memanaskan benda uji. 7. Desikator, digunakan untuk mendinginkan bahan benda uji setelah dikeluarkan dari oven. 8. Mangkok dan sendok digunakan untuk mengaduk pasta mortar 9. Cetakan kubus mortar dengan panjang sisi 5 cm, digunakan untuk mencetak benda uji kubus mortar 10. Jangka sorong, digunakan untuk mengukur semua dimensi benda uji. 11. Mesin aduk beton, digunakan untuk mengaduk bahan susun bata beton berlubang. 12. Cetakan bata beton berlubang , digunakan untuk mencetak benda uji. 13. Mesin uji tekan, digunakan untuk menguji kuat tekan mortar dan bata beton berlubang.

C. Variabel Penelitian Pada penelitian bata beton berlubang ini pengujian kuat tekan dilakukan sebanyak tiga kali, yakni pada umur 30 hari, 60 hari, dan 90 hari. Penentuan variabel penelitian didasarkan pada penelitian Nadhiroh dan Lasino (1993), dengan melakukan pendekatan terhadap

variasi komposisi campuran yang

menghasikan kuat tekan optimum (1 kapur : 2 fly ash), diharapkan akan didapat data mengenai kenaikan kuat tekan bata beton berlubang secara lebih teliti. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian merupakan rancangan bahan susun untuk bata beton berlubang seperti yang tercantum pada Tabel 3.1.

27

Tabel 3.1 Variabel Penelitian Kode Sampel

Air kapur

35% 35% 35% 35% 35% 35%

A B C D E F

Komposisi campuran (dalam berat) Bahan Bahan Ikat Pengisi Fa

Kp

Psr

0 1.30 1.40 1.50 1.60 1.80

1 1 1 1 1 1

6 6 6 6 6 6

Macam Pengujian dan Jumlah Benda Uji Kuat Kuat tekan Serapan Air Tekan Bata beton Bata beton Mortar berlubang berlubang 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

D. Tahapan Penelitian 1. Pengadaan bahan Persiapan dan pemeriksaan bahan susun bata beton berlubang dilaksanakan

di laboratorium Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Negeri Semarang. Bahan-bahan susun bata beton berlubang diantaranya adalah Kapur tohor klas I, pasir Muntilan, abu layang dari PLTU Paiton, Jawa Timur dan air dari instalasi air bersih Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang.

2. Pemeriksaan Bahan a. Pasir 1) Pemeriksaan Berat Jenis pasir Langkah-langkah pemeriksaan berat jenis pasir adalah sebagai berikut:

28

a) Mengeringkan pasir dalam tungku pemanas dengan suhu 1100 C sampai beratnya tetap, selanjutnya pasir didinginkan pada suhu ruang kemudian rendam pasir dalam air selama 24 jam. b) Setelah 24 jam air rendaman dibuang dengan hati-hati agar butiran pasir tidak ikut terbuang, menebarkan pasir dalam talam, kemudian dikeringkan di udara panas dengan cara membolak-balikan pasir sampai kering. c) Memasukkan pasir tersebut dalam piknometer sebanyak 500 gr, kemudian masukkan air dalam piknometer hingga mencapai 90% isi piknometer, memutar dan mengguling - gulingkan piknometer sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya. d) Merendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan dengan suhu standar 25o C. e) Menambahkan air sampai tanda batas kemudian dtimbang (Bt). f) Pasir dikeluarkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1100 C sampai beratnya tetap kemudian didinginkan dalam desikator. Kemudian pasir ditimbang ( Bk )

2) Pemeriksaan Gradasi Pasir Tujuan

untuk mengetahui variasi diameter butiran pasir dan

modulus kehalusan pasir. Alat : satu set ayakan 4,8mm, 2,4 mm, 1,2mm, 0,6mm, 0,3mm, 0,15mm, timbangan, alat penggetar.

29

Langkah-langkah pemeriksaan gradasi halus pasir adalah sebagai berikut : a) Mengeringkan pasir dalam oven dengan suhu 1100 C sampai beratnya tetap. b) Mengeluarkan pasir dalam oven didinginkan dalam desikator selama 3 jam. c) Menyusun ayakan sesuai dengan urutannya, ukuran terbesar diletakkan paling atas yaitu : 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2mm, 0,6 mm, 0,3 mm, 0,15mm. d) Memasukkan pasir dalam ayakan paling atas, tutup dan diayak dengan cara digetarkan selama 10 menit kemudian diamkan pasir selama 5 menit agar pasir tersebut mengendap. e) Pasir yang tertinggal dalam masing-masing ayakan ditimbang beserta wadahnya. f) Gradasi pasir yang diperoleh dengan menghitung komulatif prosentase butir-butir pasir yang lolos pada masing-masing ayakan. Nilai modulus halus butir pasir dihitung dengan menjumlahkan prosentase komulatif butir yang tertinggal kemudian dibagi seratus.

3) Pemeriksaan kandungan lumpur Tujuan dari pengujian kandungan lumpur adalah untuk mengetahui banyaknya kandungan lumpur dalam pasir. Alat : gelas ukur, timbangan, cawan, pipet, dan oven. Langkah - langkah pemeriksaan kadar lumpur adalah sebagai berikut:

30

a) Mengambil pasir yang telah kering oven selama 24 jam dengan suhu 1100 C seberat 100 gr ( G1). b) Mencuci pasir dengan air bersih yaitu dengan memasukkkan pasir kedalam gelas ukur 250 cc setinggi 12 cm diatas permukaan pasir. Kemudian diguling-gulingkan 10 kali dan didiamkan selama 2 menit. Air yang kotor dibuang tanpa ada pasir yang ikut terbuang, langkah ini dilakukan sampai air tampak jernih. c) Menuangkan pasir kedalam cawan kemudian membuang sisa air dengan pipet setelah itu pasir dikeringkan dalam oven dengan suhu 1100 C selama 24 jam. d) Setelah 24 jam pasir dikeluarkan dalam oven dan didinginkan hingga mencapai suhu kamar kemudian pasir ditimbang (G2). 4) Pengujian kekekalan butir pasir Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat kekal pasir dari cuaca. Alat yang digunakan : saringan 0,074mm, timbangan, gelas ukur. Bahan : pasir, larutan jenuh Na2SO4 dan larutan jenuh MgSO4. Langkah - langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut: a) Mengambil sampel agregat yang telah dicuci dan keringkan dalam oven sebanyak 300 gr selama 24 jam. Setelah 24 jam pasir dikeluarkan dari oven dan dibiarkan dingin kemudian masukkan pasir dalam 3 buah gelas sehingga masing – masing gelas berisi 100 gr dan diisi larutan jenuh Na2SO4 dan MgSO4. pada masing masing gelas.

31

b) Setelah itu direndam selam 24 jam kemudian sampel pasir dicuci diatas ayakan 0,075 mm hingga air tampak jernih. c) Sisa sampel yang tersisa dimasukkan kembali dalam oven hingga beratnya tetap lalu ditimbang. b. Kapur Kapur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kapur tohor klas I, sehingga pemeriksaan terhadap kapur didasarkan pada syarat – syarat dan cara – cara pegujian kapur tercantum dalam “ Kapur Bahan Bangunan “ (N 1.7) Yayasan Dana Normalisasi Indonesia. (Ilmu Bahan Bangunan, 1977; hal. 91). c. Air Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan air untuk minum. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air dari labiratorium jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang. d. Abu layang Pemeriksaan terhadap abu layang dilakukan dengan cara visual yaitu abu layang yang berwarna kelabu serta lolos ayakan 0,074 mm dan didukung dengan hasil penelitian abu layang dari Laboratorium MIPA yang menggunakan jenis abu layang yang sama. Abu layang yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu layang dari PLTU Paiton, Jawa Timur.

32

3. Proses Pembuatan Benda Uji Kubus Mortar a. Pembuatan Adukan Mortar 1)

Menuangkan air kedalam mangkok pengaduk dengan air kapur 8% s/d 10%, kemudian dimasukkan perlahan – lahan contoh kapur dan abu layang pada komposisi yang telah direncanakan, dibiarkan bahan – bahan tersebut dalam mangkok pengaduk selama 30 detik.

2)

Mengaduk campuran tersebut dengan menggunakan sendok pengaduk selama 30 detik sehingga campuran tersebut terlihat homogen.

3)

Menyiapkan pasir sesuai dengan perbandingan yang telah direncanakan, lalu dimasukkan sedikit – demi sedikit kedalam mangkok yang berisi kapur, abu layang dan air sambil diaduk dalam kecepatan yang sama selama ± 30 detik.

4)

Pengadukaan dihentikan , mortar yang menempel dibibir dan bagian atas mangkok dibersihkan, selanjutnya mortar dibiarkan selama ± 75 detik dalam mangkok pengaduk yang ditutup.

b. Uji Sebar Pasta Mortar 1)

Meletakkan cincin sebar di atas meja sebar, lalu diisi dengan pasta mortar sampai penuh. Pengisian dilakukan 2 lapis, setiap lapis dipadatkan ± 20 kali dengan alat pemadat

2)

Meratakan permukaan atas mortar dalam cincin sebar dan dibersihkan mortar yang menempel dibagian luar cinicn sebar

3)

Cincin sebar diangkat perlahan–lahan, sehingga di atas meja sebar terbentuk kerucut terpancung

33

4)

Meja sebar digetarkan sebanyak ± 25 kali selama 15 detik, dengan tinggi jatuh ½ inch (12,7 mm).

5)

Mengukur diameter mortar di atas meja sebar minimal 4 tempat yang berlainan, lalu dihitung diameter rata – rata (dr) mortar.

c. Pembuatan Benda Uji Kubus Mortar Setelah pembuatan pasta mortar selesai, pekerjaan selanjutnya mencetak benda uji dengan langkah – langkah kerja sebagai berikut : 1)

Mengaduk kembali mortar yang didalam mangkok sampai homogen selama ± 15 menit.

2)

Mortar dimasukkan kedalam cetakan kubus, pengisian cetakan dilakukan sebanyak 2 lapis dan setiap lapis dipadatkan ± 32 kali. Pencetakan kubus mortar harus sudah dimulai paling lama 2 ½ menit setelah pengadukan

3)

Meratakan permukaan kubus mortar dengan menggunakan sendok perata.

4)

Setelah itu cetakan dibuka dan mortar dibiarkan selama 24 jam.

5)

Mengumpulkan kubus – kubus mortar untuk disimpan di tempat tertentu selama masa peawatan.

6)

Perawatan kubus – kubus mortar dilakukan dengan cara ditutupi dengan karung basah atau disirami air selama 90 hari.

4. Proses Pembuatan Bata beton berlubang a. Menyiapkan bahan susun bata beton berlubang.

34

1) Menimbang bahan-bahan susun bata beton berlubang yaitu kapur, pasir, abu layang dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam perencanaan campuran bata beton berlubang. 2) Mempersiapkan cetakan bata beton berlubang dan peralatan lain yang dibutuhkan. b. Pengadukan campuran bata beton berlubang. 1) Mencampurkan bahan pengisi (agregat), bahan ikat (kapur), abu layang dalam komposisi yang telah direncanakan dalam keadaan kering. Langkah ini dilakuakan agar pencampuran antara bahan – bahan tersebut dapat lebih komposit, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal. 2) Memasukkan air 80% dari air yang dibutuhkan dengan air kapur 35 % dari berat kapur kedalam campuran kapur, pasir dan abu layang yang telah tercampur dalam keadaan kering pada komposisi yang telah direncanakan 3) Ketika masih dalam proses pengadukan sisa air dimasukkan sedikit demi sedikit sampai airnya habis dalam jangka waktu tidak kurang dari 3 menit. 4) Pengadukan dilakukan sebanyak satu kali untuk setiap macam campuran dan setiap pengadukan dilakukan pemeriksaan.

c. Pembuatan Benda Uji 1) Memasukkan adukan bahan bata beton berlubang kedalam cetakan bata beton berlubang yang sebelumnya pada bagian dalam cetakan diberi minyak pelumas.

35

2) Mengisi cetakan dengan adukan bata beton berlubang sampai penuh kemudian dipres. Permukaan bata beton berlubang harus benar-benar dalam keadaan rata pada bagian atas cetakan. 3) Setelah dipres, kemudian bata beton berlubang dikeluarkan dari cetakan dan diletakan pada papan untuk sementara waktu. Selanjutnya disimpan pada tempat yang lembab untuk masa perawatan selama 90 hari.

5. Perawatan Perawatan bata beton berlubang dilakukan

selama 90 hari dengan

disimpan didalam ruangan dengan kondisi lembab dan disiram dengan air selama tiga hari 3 hari pertama. Masa perawatan bata beton berlubang 90 hari sebab menggunakan bahan abu layang yang merupakan pozzolon. Bahan yang mengandung pozzolon bila dipakai sebagai pengganti semen portland yang umumnya berkisar antara 20 – 35 % dari berat semen dapat membuat beton tahan terhadap serangan sulfat, garam dan asam. Dengan adanya bahan tambahan yang mengandung pozzolon laju kenaikan kekuatannya lebih lambat daripada beton normal, pada umur 28 hari kekuatan tekan lebih rendah daripada beton normal namun sesudah umur 90 hari kekuatanya dapat sedikit lebih tinggi. (Tjokrodimuljo,1996)

6. Pengujian Kuat Tekan Kubus Mortar Langkah – langkah pengujian tekan kubus mortar adalah sebagai berikut : a. Mengangkat benda uji dari tempat perawatan

36

b. Meletakkan benda uji pada mesin penekan, kemudian menekan benda uji tersebut dengan penambahan besarnya gaya tetap sampai benda uji tersebut pecah.

Mesin Penekan

Plat Landasan Mortar Plat Landasan

Gambar 3.1 Pengujian Kuat Tekan Mortar c. Mencatat dan menghitung besarnya gaya tekan maksimum yang terjadi, selanjutnya dihitung kuat tekan rata – rata benda uji

7. Pengujian Serapan Air Bata beton berlubang Langkah – langkah pengujian serapan air bata beton berlubang adalah sebagai berikut : a. Bata beton berlubang yang telah berumur 90 hari dan dalam kondisi kering udara dimasukkan dalam oven dengan suhu 110o selama 24 jam. b. Setalah 24 jam bata beton berlubang dikeluarkan dan didingnkan. c. Bata beton berlubang kerinng oven ditimbang beratnya (W1). d. Kemudian dilanjutkan dengan merendam selama 24 jam

37

e. Setelah 24 jam, bata beton berlubang diangkat dan ditimbang beratnya (W2).

8. Pengujian Kuat Tekan Bata beton berlubang Langkah – langkah pengujian tekan bata beton berlubang adalah sebagai berikut : a. Masing-masing bata beton berlubang diukur panjang, lebar, tinggi dan beratnya b. Meletakkan benda uji pada mesin tekan secara simetris. c. Menjalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik . Mesin Penekan Penambahan beban 2 - 4 kg/cm2 per detik

Bata beton berlubang

Gambar 3.2 Pengujian Kuat Tekan Bata beton berlubang

d. Melakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan mencatat beban maksimum yang terjadi selama pungujian benda uji.

E. Analisis Data 1. Perhitungan Hasil Penelitian

38

a. Berat jenis pasir

Bk ................. pers.1) (B + 500 − Bt ) 500 BulkSpesifikGrafity SSD = ................. pers.2) (B + 500 − Bt ) Bk Apparent Spesifik Grafity = ................... pers.3) (B + Bk − Bt ) 500 − Bk Absorbsi = x100%.............. pers.4) Bk =

BulkSpesifikGrafity

Dimana,

b.

Bt

= Berat picnometer berisi pasir dan air

Bk

= Berat pasir setelah kering oven

B

= Berat picknometer berisi air

500

= Berat pasir dalam keadaan kering permukaan

Kandungan lumpur pada pasir

Kandungan Lumpur =

G1 − G 2 x100 %......... .... pers . 5 ) G1

Dimana : G1 = Berat pasir kering oven G2 = Berat pasir kering setelah di cuci c. Kuat tekan kubus mortar

σm =

Pmaks ............................................................ pers.6) A

Dimana :

σm

= kuat tekan mortar (kg/cm2)

P maks

= beban maksimum (kg)

A

= luas penampang mortar (cm2)

39

d.

Kuat tekan bata beton berlubang

fc =

P .................................................................. pers.7) A

Dimana : fc

= kuat tekan bata beton berlubang (kg/cm2)

P

= beban maksimum (kg)

A

= luas penampang bata beton berlubang (cm2)

Selanjutnya untuk menghitung kuat tekan rata – rata (f’c) dari bata beton berlubang digunakan uji regresi dengan menggunakan fasilitas Microsoft Excel. e. Serapan Air

Serapan air =

W 2 − W1 x100%................................................. pers.8) W1

Dimana : W1 = Berat bata beton berlubang kering setelah dioven selama 24 jam W2 = Berat bata beton berlubang setelah direndam dalam air selama 24 jam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pemeriksaan Bahan Susun Bata beton berlubang 1. Kapur Pemeriksaan terhadap kapur dilakukan dengan pengujian sesuai syarat dan cara–cara pengujian kapur tercantum dalam “ Kapur Bahan Bangunan “(NI.7) Yayasan dana Normalisasi Indonesia. Karena kapur yang dipakai adalah kapur tohor klas I, maka sesuai persyaratan berat kapur yang tertinggal di atas ayakan bujur sangkar dengan diameter 0.88 mm harus ≤ 5%. Dari hasil pemeriksaan berat kapur yang tertinggal di atas ayakan 0.88 mm ± 4.6 % sehingga sudah memenuhi syarat kapur tohor klas I.

2. Abu Layang Pemeriksaan terhadap abu layang dilakukan dengan cara visual yaitu abu layang yang berwarna kelabu serta kehalusan butirannya lolos ayakan 0,074 mm (200 Mesh). Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa abu layang yang digunakan berwarna kelabu serta butirannya lolos ayakan 0,074 mm. Dalam pemeriksaan laboratorium abu layang dari PLTU Paiton ini masuk pada Kelas F, karena kandungan oksida silika; alumunium; dan besi dari abu layang yang dihasilkan lebih dari 70% (85,56%), sehingga telah memenuhi standar abu layang menurut ASTM C 618 – 91.

40

41

3. Air Pemeriksaan terhadap air juga dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengadung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan air untuk minum. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa air dari laboratorium jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang dalam kondisi tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga dapat digunakan karena telah memenuhi syarat SK SNI –S– 04 – 1989 – F.

4. Pasir a. Berat Jenis Pasir Untuk pemeriksaan berat jenis pasir dilakukan dengan 2 sampel, kemudian dirata–rata. Pada kondisi kering didapat berat jenis rata–rata pasir Muntilan sebesar 2,566 (lampiran 3). Berat jenis pasir Muntilan yang dipakai termasuk dalam agregat normal (berat jenisnya antara 2,5-2,7), sehingga dapat dipakai untuk beton normal dengan kuat tekan 15-40 MPa (Tjokrodimuljo, 1996). b. Gradasi Pasir Hasil pemeriksaan gradasi pasir Muntilan menunjukkan bahwa pasir Muntilan yang dipakai masuk pada zone 2, yakni Pasir agak kasar (lampiran 3). Modulus kehalusan pasir 3,01 (Menurut SK SNI – S – 04 – 1989 - F antara 1,5 sampai 3,8), sehingga telah memenuhi syarat. Dari analisis uji gradasi pasir Muntilan masuk di Zone 2 (agak kasar).

42

Prosentase Lolos (%)

100 80 60 40 20 0 0.15

0.3

0.6

Batas Bawah Zone 2 Batas Atas Zone 2 Pasir Muntilan

1.2

2.4

4.8

10

Lubang ayakan (mm)

Gambar 4.1 Grafik Uji Gradasi Pasir Muntilan (Zone 2)

c. Kadar Lumpur Pasir Untuk pemeriksaan kadar lumpur pasir dilakukan dengan 2 sampel, kemudian dirata–rata. Pada kondisi kering didapat kadar lumpur rata–rata pasir Muntilan sebesar 3,13 % < 5%, sehingga telah memenuhi syarat SK SNI – S – 04 – 1989 – F (lampiran 5). d. Kekekalan Butir Pasir 1) Dengan Natrium Sulfat (Na2SO4) Untuk pemeriksaan kekekalan butir pasir menggunakan Na2SO4 dilakukan dengan 2 sampel, kemudian dirata–rata. Pada kondisi kering didapat kekekalan butir rata – rata pasir Muntilan dengan menggunakan Na2SO4 sebesar

43

6,2 % < 12%, sehingga kekekalan butiran pasir Muntilan yang dipakai telah memenuhi syarat

SK SNI – S – 04 – 1989 – F (lampiran 6).

2) Dengan Magnesium Sulfat (MgSO4) Untuk pemeriksaan kekekalan butir pasir menggunakan MgSO4 dilakukan dengan 2 sampel, kemudian dirata–rata. Pada kondisi kering didapat kekekalan butir rata–rata pasir Muntilan dengan menggunakan MgSO4 sebesar 7,19 % < 10%, sehingga kekekalan butiran pasir Muntilan yang dipakai telah memenuhi syarat SK SNI – S – 04 – 1989 – F (lampiran 7).

B. Hasil Uji Sebar

Dari uji sebar pada fas 0,35 didapat diameter rata – rata (dr) 121% diameter maksimal cincin uji sebar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada fak 0,35 mortar terlalu kering dan sulit untuk dikerjakan. Untuk mendapatkan fak yang sesuai, maka dilakukan uji sebar pada tiap – tiap variasi campuran, dimana harus dicapai diameter rata – rata (dr) 75% - 110% diameter maksimal cincin sebar. Hasil dari uji sebar dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari uji sebar didapatkan fak 1,3. Hasil ini merubah mix design awal yang direncanakan menggunakan fak 0.35.

C. Kuat Tekan Mortar

Uji kuat tekan mortar dilaksanakan setelah mortar dalam masa perawatan 90 hari. Hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada lampiran 12. Sedangkan hubungan antara kuat tekan mortar dengan komposisi disajikan dalam gambar 4.2.

44

40 Kuat tekan (Kg/cm2)

35 30 25

2

y = -0.1548x + 3.1976x + 18.6

20

2

R = 0.8062

15 10 5 0 0:1:6

1,3:1:6

1,4:1:6 1,5:1:6 1,6:1:6

1,8:1:6

Variasi Campuran (Fa:Kp:Psr)

Gambar 4.2 Hubungan Kuat Tekan Dengan Variasi Komposisi Campuran Kubus Mortar Umur 90 hari Dari gambar 4.2 terlihat bahwa kuat tekan mortar mengalami kenaikan seiring bertambahnya konsentrasi abu layang. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan perkiraan awal bahwa semakin banyak jumlah kapur dan abu layang yang dicampurkan, maka semakin banyak pula produksi CSH (Calsium Silikat Hidrat) yang dihasilkan. Dengan bertambahnya jumlah CSH, maka bisa dipahami penambahan abu layang berbanding lurus dengan peningkatan kuat tekan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nadhiroh dan Lasino yang membuktikan bahwa komposisi semen fly ash kapur yang ideal adalah 1 kapur : 2 Fly ash, sedangkan dalam penelitian ini, fly ash yang dipakai semakin mendekati angka ideal tersebut, sehingga bisa dipahami kalau kuat tekannya semakin meningkat seiring bertambahnya konsentrasi abu layang.

45

D. Kuat Tekan Bata beton berlubang

Efek dari penggunaan pozolan baru nampak pada umur 90 hari (Shetty, 1978) namun demikian pengujian dilakukan tiga kali, pada umur 30, 60, dan 90 hari dengan maksud agar laju kenaikan kuat tekan bata beton berlubang pada rentang waktu 30 hari s/d 90 hari dapat diamati. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 4.3 di bawah ini: umur 30 hari umur 60 hari umur 90 hari 20 18 16 2

Kuat Tekan (Kg/cm2)

14

y = -0.181x + 2.5162x + 5.2267 2

R = 0.9343

12 2

10

y = -0.0411x + 0.9161x + 3.4833 2

R = 0.8832

8 6

2

y = 0.0155x + 0.5774x + 2.7667

4

2

R = 0.9515

2 0 0:1:6

1,3:1:6

1,4:1:6

1,5:1:6

1,6:1:6

1,8:1:6

Variasi Campuran (Fa:Kp:Psr)

Gambar 4.3 Hubungan Kuat Tekan Dengan Variasi Komposisi Campuran Bata beton berlubang Umur 30 hari, Umur 60 hari dan Umur 90 hari

46

Dari gambar 4.3 terlihat bahwa kuat tekan bata beton berlubang mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur dan komposisi campurannya. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori pengerasan kapur (dalam Ilmu Bahan Bangunan, 1977) yang menyebutkan bahwa kemampuan kapur untuk mengeras terjadi karena kekuatan hidroliknya, yaitu suatu perbandingan antara CaO dengan jumlah (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3), perbandingan ini disebut modulus hidrolik. Semakin kecil modulus hidrolik makin besar kemampuan kapur itu untuk mengeras di dalam air. Jumlah (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) dalam kapur hanya sekitar ± 10.88%, dengan penambahan abu layang yang mempunyai kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) lebih dari 80%, maka akan memperkecil angka modulus hidrolik, sehingga bisa dimengerti semakin banyak kadar abu layang, semakin meningkat pula kekerasannya. Meskipun kenaikan kuat tekan pada umur 90 hari cukup signifikan, akan tetapi belum mencapai kuat tekan minimum untuk bata beton berlubang (kelas A1 minimum 20 kg/cm2). Hal ini sesuai dengan penelitian Nadhiroh dan Lasino (1993), yang menyatakan bahwa kekuatan semen fly ash kapur akan bertambah dengan bertambahnya umur, sehingga makin banyaknya jumlah silika dan alumina yang terlarut yang menunjukkan bahwa kandungan zat tersebut telah bereaksi dengan kapur. Jadi penambahan kekuatan akan bersamaan dengan penambahan zat terlarut, biasanya sampai umur 6 bulan.

47

E. Serapan Air Bata beton berlubang

Uji serapan air dilaksanakan dengan cara bata beton berlubang dioven pada suhu 1100 selama 24 jam, kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Hal ini didasarkan pada pendapat Neville (1977) yang menyatakan bahwa serapan air akan mencapai angka ekstrim apabila pengeringan dilakukan pada suhu tinggi, karena akan menghilangkan kandungan air dalam beton, adapun pengeringan pada suhu biasa tidak mampu mengeluarkan seluruh kandungan air. Hubungan antara serapan air dengan jumlah pasta semen pada umumnya tampak seperti gambar 4.4

Serapan Air Maks. PUBI - 1982

35 Serapan Air (%)

30 25 20 15 10 5 0 265,3

272,8

276,8

280,8

285,0

353,6

Jumlah Pasta Semen (kg/m3)

Gambar 4.4 Hubungan Serapan Air Dengan Berat Pasta (Joko Prakoso,2006) Dari gambar 4.4 terlihat bahwa semakin banyak jumlah pasta semen, maka serapan air yang terjadi semakin besar. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Troxell, (dalam Hery Suroso,2001) bahwa pengeringan beton dengan cara dipanaskan mengakibatkan kandungan air bebas dalam beton dan sekaligus air

48

dalam bentuk koloid (berukuran 0,000001 – 0,002 mm) yang lebih kenyal yang terikat dalam pasta akan menguap. Kondisi penguapan kandungan air dalam beton tersebut selanjutnya menimbulkan kerusakan pada pasta. Dengan semakin banyak jumlah pasta, maka kerusakan yang terjadi akibat pemanasan semakin besar sehingga beton menjadi lebih porus dan serapan air semakin besar. Apabila mengacu pada penelitian Abdurachim Idris dan Lasino (1993), maka serapan air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah pasta. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 11, sedangkan hubungan antara jumlah pasta dan serapan air disajikan dalam gambar 4.5 Serapan Air Maks. PUBI - 1982

35

Serapan air (%)

30 25 20 15 10 5 0 455,5

664,9

677,3

689,3

700,9

723,0

Berat pasta dalam campuran (kg/m3)

Gambar 4.5 Hubungan Serapan Air Dengan Variasi Komposisi Campuran Bata beton berlubang Dari gambar 4.5 terlihat bahwa semakin banyak jumlah pasta, maka serapan air yang terjadi semakin kecil.

49

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Idris dan Lasino. Kondisi yang membuat hasil penelitian ini berbeda adalah karena penggunaan abu layang dalam konsenstrasi tinggi. Angka modulus hidrolik seperti telah disinggung di atas, sebenarnya mempunyai batasan yang memungkinkan kombinasi antara kapur dan abu layang efektif dijadikan bahan ikat. Apabila mengacu pada angka modulus hidrolik semen seperti diungkapkan Michaels, (dalam Wuryati dan Candra, 2001) bahwa untuk mendapatkan ikatan hidrolik yang baik, perbandingan antara CaO dengan jumlah (SiO2), (Al2O3), dan (Fe2O3) (dalam satuan berat) memiliki harga antara 1,8 s/d 2,2. Angka modulus hidrolik untuk masing – masing benda uji dari komposisi 1 s/d komposisi 6 (perhitungan ada pada lampiran 13) berturut-turut adalah 5.06, 0.54, 0.51, 0.48, 0.46, dan 0.42. Ssemakin kecilnya angka modulus hidrolik ini bisa dimengerti karena terjadinya penambahan konsentrasi abu layang. Mengingat bahwa angka modulus hidrolik efektif berkisar antara 1,8 s/d 2,2, maka jika angka modulus hidrolik lebih kecil dari itu berarti ada sebagian abu layang yang tidak lagi efektif sebagai bahan ikat, akan tetapi lebih cenderung sebagai bahan pengisi (filler). Karena kedudukannya sebagai bahan pengisi, maka ia tidak terpengaruh ketika dipanaskan dalam oven, meskipun mortar kapur telah mengalami kerusakan. Abu layang memiliki butiran yang lebih kecil daripada semen, hal ini memungkinkan abu layang mengisi rongga-rongga yang terdapat diantara butiran pasir, sehingga volume bata beton berlubang menjadi lebih padat. Hal inilah yang

50

menyebabkan serapan air semakin kecil dengan semakin bertambahnya konsentrasi abu layang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian “ Uji kuat tekan dan serapan air pada bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang”,

dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut : 1. Kuat tekan bata beton berlubang dengan bahan ikat kapur dan abu layang pada umur 90 hari masih di bawah standar kuat tekan bata beton berlubang konvensional yang disyaratkan PUBI-1982 2. Meskipun kuat tekannya masih di bawah standar kuat tekan bata beton berlubang konvensional, akan tetapi grafik hubungan antara kuat tekan dan variasi komposisi bata beton berlubang pada umur 90 hari belum menunjukkan penurunan. 3. Kombinasi antara kapur dan abu layang dalam konsentrasi tinggi memeberikan keuntungan pada serapan air bata beton berlubang yang semakin rendah. 4. Pemakaian kapur dan abu layang sebagai bahan ikat alternatif pengganti semen memberikan keuntungan secara ekonomi dilihat dari harga bahan, yaitu harga kapur dan abu layang yang relatif lebih rendah dibanding harga semen, akan tetapi dilihat dari umur perawatan yang memerlukan waktu lebih lama dibanding semen, maka hal ini merupakan salah satu kekurangan dari pemakaian kapur dan abu layang sebagai bahan ikat.

55

56

5. Kapur dan abu layang terbukti mampu dijadikan bahan ikat pembuatan bata beton berlubang

menggunakan mekanisme reaksi Pozolan-Kapur dengan

kontribusi pada serapan air yang semakin rendah, meskipun laju kenaikan kuat tekannya berjalan lambat.

B. SARAN Beberapa saran yang berkaitan dengan penggunaan kapur dan abu layang sebagai bahan ikat pembuatan bata beton berlubang adalah sebagai berikut : 1. Mekanisme reaksi pozolan-kapur berjalan cukup lambat, karenanya umur perawatan bata beton berlubang perlu ditambah. 2. Pemakaian abu layang dalam konsentrasi tinggi memberikan keuntungan pada semakin rendahnya serapan air, akan tetapi laju kenaikan kuat tekannya berjalan lambat, karena itu perlu perencanaan yang lebih presisi mengenai kebutuhan bahan dengan menggunakan patokan angka modulus hidrolik. 3.

Setelah penelitian ini terlihat bahwa ada peluang untuk menggunakan kapur dan abu layang sebagai kombinasi bahan ikat untuk produk-produk bahan bangunan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachim.I dan Lasino.1993. Penelitian Pemanfaatan Limbah Kapur Industri Soda Sebagai Bahan Subtitusi pada Pembuatan Conblock, Paving Block dan Genteng Beton, Jurnal Litbang Vol. IX No. 7 – 8 Juli – Agustru 1993: Bandung. Andriati Amir Husin.1998. Semen Abu Terbang untuk Genteng Beton, Jurnal Litbang Vol. 14 No. 1 1998: Bandung. Anonim.1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI – 1982): Bandung Anonim.1989. Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan Bukan Logam) (SK SNI S-04-1989-F). Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan: Bandung. Departemen Perindustrian. 1989. Standar Industri Indonesia, SII. 0285 – 84 : Jakarta Endah Supriyatin. 2004. Pengaruh Masa Pemeraman Campuran Tanah Ekspansif dengan Kapur Terhadap Nilai CBR dalam Kembang Susut Tanah Dalam Perencanaan Subgrade Jalan, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang : Semarang Heri Suroso. 2001. Pemanfaatan Pasir Pantai Sebagai Bahan Agregat Halus Pada Beton, Tesis, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, : Yogyakarta Joko Prakoso.2006. Pengaruh Penambahan Abu Terbang Terhadap Kuat Tekan dan Serapan Air pada Conblock, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang : Semarang Lilis A. Rahmi. 2005. Pemenfaatan Abu Layang Batubara Untuk Stabilisasi Ion Logam Berat Besi (Fe3+) dan Seng (Zn2+) Dalam Limbah Cair Buangan Industri,Tugas Akhir, Jurusan Kimia , Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang : Semarang Nadhiroh M. dan Lasino. 1986. Pembuatan Semen Pozolan Kapur, Jurnal Litbang Vol.II No. 4 – 5 April – Mei 1986 : Bandung. Neville, A.M. 1977. Properties of Concrete, Pitman Publishing Limited : London. Ridwan Suhud.1993. Beton Mutu Tinggi, Jurnal Litbang Vol IX No. 7 – 8 Juli – Agustus 1993, Jakarta

Shetty, M. S. 1978. Concrete Technology, LCUE : India Spesifikasi Teknik Desain dan Pelaksanaan SIB F12 UDC 691.431: Jakarta Sutopo EW dan Bhakti P.1977. Ilmu Bahan Bangunan, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tjokrodimuljo, K. 1996. Teknologi Beton, Yogyakarta : NAFIRI Troxell, G.E. Davis, H.E., Kelly, J.W. 1968. Composition and Properties of Concrete (second edition), Graw – Hill : New York. Wuryati S. dan Candra R. 2001. Teknologi Beton, Yogyakarta : KANISIUS Yatti S. Hidayat. 1986. Penelitian pendahuluan pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) untuk Campuran Beton di Indonesia, Jurnal Litbang Vol.II No. 4 – 5 April – Mei 1986 : Bandung.

Lampiran 1

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PEMERIKSAAN UJI SEBAR MORTAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Variasi

No

Fak

1

a

1.3

D1 10.4

D2 10.5

D3 10.3

D4 10.5

Diameter rata-rata (dr) 10.43

b

1.3

10.7

10.6

10.8

10.2

10.58

a

1.3

10.2

10.4

10.2

10.3

10.28

b

1.3

10.1

10.2

10.2

10.3

10.20

a

1.3

10.3

10.2

10.3

10.2

10.25

b

1.3

10.3

10.2

10.2

10.3

10.25

a

1.3

10.1

10.1

10.2

10.1

10.13

b

1.3

10.2

10.1

10.2

10.1

10.15

a

1.3

10.2

10.1

10.2

10.2

10.18

b

1.3

10.2

10.1

10.1

10.2

10.15

a b

1.3 1.3

10.3 10.4

10.4 10.2

10.2 10.3

10.1 10.2

10.25 10.28

Diameter Uji Sebar rata-rata (cm)

2 3 4 5 6

dr (%)

Diameter maksimal (cm) 100%

91.30

11.5

89.02

11.5

89.13

11.5

88.15

11.5

88.37

11.5

89.24

11.5

Lampiran 2

KEBUTUHAN BAHAN PER BENDA UJI Komposisi variasi campuran Penelitian (Dalam satuan berat) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Dipilih Variasi 2 ⇒ 1,3 Fa : 1 Kp : 6 Psr Bj Fly ash Paiton : 1,43

Bj Pasir

: 2,57

Bj Kapur

Air kapur

: 1.3

: 2,35

Ukuran Conblock ⇒ 35 x 18 x 9 cm Vol. Conblock = Vol. Solid – Vol. Lubang = (35*18*9) – (*3.14*4.52*15 + 2**3.14*5.52*15 + 2*6*6) = 4647,17 cm3 = 0,004647 m3 Penyelesaian : Isi padat 1,3 ton Fa

=

1,3 1,43

= 0,9091 m3

Isi padat 1 ton Kp

=

1 2,35

= 0,4255 m3

Isi padat 8 ton Psr

=

8 2,57

= 2,3346 m3

Air Kapur

= 1,3*1

= 1,3 m3 4,9692 m3

Kandungan Udara 3 %

= 0,1491 m3 5,1183 m3

Berarti 1,3 ton Fa : 1 ton Kp : 8 ton Psr menghasilkan 5,1183 m3 conblock

Untuk 1 m3 Conblock membutuhkan bahan : Fa

=

1,3 *1 5,1183

= 0,2540 ton = 254,0 kg

Kp

=

1 *1 5,1183

= 0,1954ton

Psr

=

6 *1 5,1183

= 1,1723 ton = 1172,3 kg

Air

= 1,3* 195,4

= 195,4 kg

= 254,0 kg

Volume 1 Conblock = 0,004647 m3

Jadi untuk 1 Conblock butuh bahan : Fa

= 0,004647 * 254,0

= 1,180 kg

Kp

= 0,004647 * 195,4

= 0,908 kg

Psr

= 0,004647 * 1172,3 = 5,447 kg

Air

= 1,3 * 0,829

= 1,180kg

Lampiran 3

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

Bahan

:

Pasir Muntilan Hasil pengujian berat jenis pasir Muntilan Keterangan

Sampel Sampel RataA B rata Berat kering permukaan jenuh /SSD (gr) 500 500 500 Berat kering oven: BK (gr) 496,63 494,82 495,73 Berat labu + air (250C) : B (gr) 674,52 674,52 674,52 0 Berat labu + berat pasir (SSD) + air(25 C) : 979,75 982,82 981,29 Bt (gr)

Hasil perhitungan berat jenis dan penyerapan air pada pasir Muntilan : Keterangan Berat jenis (bulk)

=

BK ( B + 500 − Bt )

Sampel A 2,550

Sampel B 2,581

Rata-rata

2,566

Bj Pasir Muntilan termasuk dalam agregat normal (berat jenisnya antara 2,52,7), sehingga dapat dipakai untuk beton normal (15-40 MPa).

Semarang,

Oktober 2005

Ketua Laboratorium,

Peneliti :

Mustain

5150401033

Moch. Arif

5150401031

Rahmat Endang

5150401029

Joko Prakoso

5150402557 Untoro Nugroho, ST, MT NIP : 132158473

Lampiran 4

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

Bahan

:

Pasir Muntilan

Hasil pengujian gradasi pasir Muntilan. Lubang ayakan

Berat Tertinggal

Berat Tertinggal

(mm)

(gram)

(%)

10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 sisa Jumlah

94.72 83.61 149.41 298.72 177.73 172.36 23.45 1000.0

9.47 8.36 14.94 29.87 17.77 17.24 2.35 100.00

Modulus Kehalusan =

=

Persen Tertinggal Komulatif (%) 9.47 17.83 32.77 62.65 80.42 97.66

Persen Tembus Komulatif (%) 100.00 90.53 82.17 67.23 37.35 19.58 2.35

300.80

jumlah berat tertinggal komulatif 100 300,80 = 3,01 100 Semarang,

Oktober 2005

Ketua Laboratorium,

Peneliti :

Mustain

5150401033

Moch. Arif

5150401031

Rahmat Endang

5150401029

Joko Prakoso

5150402557 Untoro Nugroho, ST, MT NIP : 132158473

Analisis Gradasi Pasir Muntilan

Lubang ayakan

Berat Tertinggal

Berat Tertinggal

(mm)

(gram)

(%)

10 4.8 2.4 1.2 0.6 0.3 0.15 sisa Jumlah

94.72 9.47 83.61 8.36 149.41 14.94 298.72 29.87 177.73 17.77 172.36 17.24 23.45 2.35 1000.0 100.00 300,80 Modulus Kehalusan= = 3,01 100

Persen Tertinggal Komulatif (%) 9.47 17.83 32.77 62.65 80.42 97.66

Persen Tembus Komulatif (%) 100.00 90.53 82.17 67.23 37.35 19.58 2.35

300.80

Syarat Batas Gradasi Pasir Lubang Berat Tembus Komulatif (%) Ayakan Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4 Pasir (mm) Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Muntilan 10 100 100 100 100 100 100 100 100 100.00 4.8 90 100 90 100 90 100 95 100 90.53 2.4 60 95 75 100 85 100 95 100 82.17 1.2 30 70 55 100 75 100 90 100 67.23 0.6 15 34 35 59 60 79 80 100 37.35 0.3 5 20 8 30 12 40 15 50 19.58 0.15 0 10 0 10 0 10 0 15 2.35

Dari analisis uji gradasi Pasir Muntilan masuk di Zona 2 (agak kasar).

Lampiran 5

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

Bahan

:

Pasir Muntilan Hasil pengujian kandungan lumpur pasir Muntilan

Sampel

Berat sampel kering oven (A) (gr)

Berat sampel setelah dicuci(B) (gr)

Kandungan Lumpur (%)

A B Rata-rata

100 100 100

96,50 97,25 96,88

3,50 2,75 3,13

KandunganLumpur =

=

berat sampel kering oven − berat sampel setelah dicuci x 100% berat sampel kering oven

100 − 96,88 × 100% 100

= 3,13 %

Semarang,

Oktober 2005

Ketua Laboratorium,

Peneliti :

Mustain

5150401033

Moch. Arif

5150401031

Rahmat Endang

5150401029

Joko Prakoso

5150402557 Untoro Nugroho, ST, MT NIP : 132158473

Lampiran 6

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

Bahan

:

Pasir Muntilan

Hasil pemeriksaan kekekalan butir pasir Muntilan Na2SO4 . No

Berat sampel

Berat kering setelah

(gr)

direndam Na2SO4

Bagian hancur (gr)

(%)

(gr) 1

100

93,4

6,6

6,6

2

100

94,2

5,8

5,8

Rata-rata

100

93,8

6,2

6,2

Menurut (SK SNI – S – 04 – 1989 - F) jika dipakai Natriun Sulfat (Na2SO4) bagian hancur maksimal 12%.

Semarang,

Oktober 2005

Ketua Laboratorium,

Peneliti :

Mustain

5150401033

Moch. Arif

5150401031

Rahmat Endang

5150401029

Joko Prakoso

5150402557 Untoro Nugroho, ST, MT NIP : 132158473

Lampiran 7

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

Bahan

:

Pasir Muntilan

Hasil pemeriksaan kekekalan butir pasir Muntilan MgSO4. No

Berat sampel

Berat kering setelah

(gr)

direndam MgSO4

Bagian hancur (gr)

(%)

(gr) 1

100

92,19

7,81

7,81

2

100

93,42

6,58

6,58

Rata-rata

100

92,81

7,19

7,19

Menurut (SK SNI – S – 04 – 1989 - F) jika dipakai Magnesium Sulfat (MgSO4) bagian halus maksimal 10%.

Semarang,

Oktober 2005

Ketua Laboratorium,

Peneliti :

Mustain

5150401033

Moch. Arif

5150401031

Rahmat Endang

5150401029

Joko Prakoso

5150402557 Untoro Nugroho, ST, MT NIP : 132158473

Lampiran 8

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN KUBUS MORTAR

7. 0 8. 1,30 9. 1,40 10. 1,50 11. 1,60 12. 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Variasi

1

2

3

4

5

6

No

a b c a b c a b c a b c a b c a b c

A (cm2) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25

P (Ton) 0.50 0.55 0.55 0.60 0.60 0.65 0.60 0.75 0.70 0.65 0.75 0.75 0.75 0.80 0.70 0.85 0.75 0.85

K (kg/cm2) 20.00 22.00 22.00 24.00 24.00 26.00 24.00 30.00 28.00 26.00 30.00 30.00 30.00 32.00 28.00 34.00 30.00 34.00

Lampiran 9

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN CONBLOCK UMUR 30 HARI

1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Variasi

No

p (cm)

l (cm)

t (cm)

Berat (kg)

P (Ton)

K (kg/cm2)

1

1 2

35.00 35.00

8.90 8.95

18.00 18.08

7.15 6.98

1.00 1.00

3.2 3.2

3

35.00

9.00

18.05

6.98

1.00

3.2

1 2

35.00 35.00

9.00 9.00

18.10 18.12

6.76 6.70

1.25 1.35

4.0 4.3

3

35.00

9.00

18.00

6.66

1.35

4.3

1 2

35.00 35.00

9.00 8.95

17.98 18.00

6.85 6.75

1.50 1.55

4.8 4.9

3

35.00

9.00

18.05

6.80

1.50

4.8

1 2

35.00 35.00

8.90 9.00

18.13 17.99

7.45 7.50

1.60 1.55

5.1 4.9

3

35.00

9.00

18.00

7.30

1.60

5.1

1 2

35.00 35.00

9.00 8.94

18.00 18.03

7.10 7.00

1.80 2.00

5.7 6.4

3

35.00

8.94

18.04

7.00

1.80

5.8

1 2 3

35.00 35.00 35.00

8.94 9.00 9.00

18.10 18.00 18.06

7.30 7.25 7.20

2.10 2.10 2.30

6.7 6.7 7.3

2

3

4

5

6

Tingkat Mutu

Lampiran 10

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN CONBLOCK UMUR 60 HARI

1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Variasi

No

p (cm)

l (cm)

t (cm)

Berat (kg)

P (Ton)

K (kg/cm2)

1

a b

35.00 35.00

8.95 9.00

18.00 18.08

7.15 6.98

1.20 1.40

3.8 4.4

c

35.00

8.98

18.05

6.98

1.50

4.8

a b

35.00 35.00

9.00 9.00

18.10 18.12

6.76 6.70

1.50 1.70

4.8 5.4

c

35.00

9.10

18.00

6.66

1.70

5.3

a b

35.00 35.00

8.98 8.94

17.98 18.00

6.85 6.75

1.70 2.00

5.4 6.4

c

35.00

9.00

18.05

6.80

1.90

6.0

a b

35.00 35.00

9.00 8.97

18.13 17.99

7.45 7.50

1.80 2.10

5.7 6.7

c

35.00

9.05

18.00

7.30

2.20

6.9

a b

35.00 35.00

9.00 8.98

18.00 18.03

7.10 7.00

2.10 2.20

6.7 7.0

c

35.00

8.98

18.04

7.00

2.30

7.3

a b c

35.00 35.00 35.00

9.00 8.98 8.98

18.10 18.00 18.06

7.30 7.25 7.20

2.20 2.40 2.50

7.0 7.6 8.0

2

3

4

5

6

Tingkat Mutu

Lampiran 11

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN CONBLOCK UMUR 90 HARI

1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

Variasi

No

p (cm)

l (cm)

t (cm)

Berat (kg)

P (Ton)

K (kg/cm2)

1

1 2

35.00 35.00

8.95 9.00

18.00 18.08

7.15 6.98

1.95 2.38

6.2 7.6

3

35.00

8.98

18.05

6.98

2.49

7.9

1 2

35.00 35.00

9.00 9.00

18.10 18.12

6.76 6.70

2.96 3.20

9.4 10.2

3

35.00

9.10

18.00

6.66

3.50

11.0

1 2

35.00 35.00

8.98 8.94

17.98 18.00

6.85 6.75

3.25 3.50

10.3 11.2

3

35.00

9.00

18.05

6.80

3.60

11.4

1 2

35.00 35.00

9.00 8.97

18.13 17.99

7.45 7.50

3.80 3.77

12.1 12.0

3

35.00

9.05

18.00

7.30

4.00

12.6

1 2

35.00 35.00

9.00 8.98

18.00 18.03

7.10 7.00

4.15 4.20

13.2 13.4

3

35.00

8.95

18.04

7.00

4.00

12.8

1 2 3

35.00 35.00 35.00

9.00 8.98 9.08

18.10 18.00 18.06

7.30 7.25 7.20

4.45 4.40 4.40

14.1 14.0 13.8

2

3

4

5

6

Tingkat Mutu

Lampiran 12

LABORATORIUM BAHAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Proyek

:

Skripsi

DATA HASIL PENGUJIAN SERAPAN AIR CONBLOCK

1. 2. 3. 4. 5. 6.

0 1,30 1,40 1,50 1,60 1,80

Variasi 1

2

3

4

5

6

Keterangan : W1 W2

Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir Fly Ash : 1 Kapur : 6 Pasir

No a b c a b c a b c a b c a b c a b c

W1 6.40 6.40 6.35 6.40 6.30 6.35 6.40 6.45 6.50 6.55 6.60 6.65 6.70 6.70 6.65 6.80 6.75 6.75

W2 7.35 7.30 7.15 7.30 7.15 7.15 7.15 7.20 7.25 7.25 7.30 7.30 7.35 7.30 7.25 7.35 7.30 7.30

Kadar air (%) 14.84 14.06 12.60 14.06 13.49 12.60 11.72 11.63 11.54 10.69 10.61 9.77 9.70 8.96 9.02 8.09 8.15 8.15

= Berat conblock kering setelah dioven selama 24 jam = Berat conblock setelah direndam dalam air selama 24 jam

Lampiran 13

PERHITUNGAN ANGKA MODULUS HIDROLIK Komponen

Prosentase (%)

Kadar CaO dalam kapur

55.15

Kadar CaO dalam abu layang

5.69

kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) dalam kapur

10.88

kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) dalam abu layang

80

Abu layang

Kapur

Pasir

kadar CaO dalam kapur

kadar CaO dalam abu layang

Kadar CaO

kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) dalam kapur

kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3) dalam abu layang

kadar (SiO2+Al2O3+Fe2O3)

MH

0

1

6

0.5515

0

0.5515

0.1088

0

0.1088

5.068934

1.3 1.4 1.5 1.6 1.8

1 1 1 1 1

6 6 6 6 6

0.5515 0.5515 0.5515 0.5515 0.5515

0.07397 0.07966 0.08535 0.09104 0.10242

0.62547 0.63116 0.63685 0.64254 0.65392

0.1088 0.1088 0.1088 0.1088 0.1088

1.04 1.12 1.2 1.28 1.44

1.1488 1.2288 1.3088 1.3888 1.5488

0.544455 0.513639 0.486591 0.462658 0.422211

Related Documents