3. Kemitraan Bidan.docx

  • Uploaded by: Friska Maruta
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 3. Kemitraan Bidan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,069
  • Pages: 20
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah tertentu. Dalam pelayanan kebidanan tidak mungkin bidan bekerja sendirian tentu saja bidan harus bekerja sama dengan membentuk minta yang telah dibuat oleh penentu kebijakan. Dengan begitu kemitraan yang dijalani oleh bidan tidak mudah. Banyak tantangan serta hambatannya. Apalagi dengan kondisi sosial dimana masyarakat lebih mempercayakan pertolongan persalinan kepada dukun bayi. Belum tentu dukun bayi tersebut bisa menolong persalinan dengan baik dengan pengetahuan yang seperlunya saja. Oleh karena itu bidan harus belajar cara menjalin kemitraan dengan masyarakat agar dapat menurunkan angka kematian ibu.

B. RUMUSAN MASALAH 1.

Apa yang dimaksud dengan kemitraan bidan?

2.

Apa saja tujuan kemitraan bidan ?

3.

Bagaimana saja bentuk dari kemitraan bidan ?

4.

Bagaimana strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan ?

5.

Bagaimana contoh dari kemitraan bidan ?

1

C. TUJUAN Beberapa tujuan dibuatnya makalah ini adalah : 1.

Untuk mengetahui pengertian kemitraan bidan.

2.

Untuk mengetahui tujuan kemitraan bidan.

3.

Untuk mengetahui bentuk kemitraan bidan.

4.

Untuk mengetahui strategi dalam meningkatkan kemitraan bidan.

5.

Untuk mengetahui contoh kemitraan bidan.

2

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KEMITRAAN BIDAN Kemitraan dalam masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) adalah kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok peduli KIA atau organisasiorganisasi kemasyarakatan, media massa dan swasta, dunia usaha untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan KIA di masyarakat. Kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasiorganisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu (Robert Davies). Kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama antara bidan dengan dukun dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada pembagian antara bidan dengan dukun. Untuk membangun sebuah kemitraan seperti yang telah dijelaskan diatas, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : 1.

Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan.

2.

Saling mempercayai dan saling menghormati.

3.

Tujuan yang jelas dan terukur.

4.

Kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain. Disamping itu perlu juga diterapkan prinsip-prinsip kemitraan yaitu :

1.

Persamaan atau equality.

2.

Keterbukaan atau transparancy.

3.

Saling menguntungkan atau mutual benefit.

B. TUJUAN KEMITRAAN BIDAN Kemitraan bidan dan dukun bayi memiliki tujuan akhir untuk menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Bidan dan dukun bayi yang selama ini seolah berada pada posisi berseberangan disatukan. Mereka akhirnya menjadi mitra satu sama lain. Tujuan kemitraan bidan dibagi menjadi dua yaitu :

3

1.

Tujuan umum Menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan pola kemitraan bidan dengan dukun bayi.

2.

Tujuan khusus a.

Mengetahui cakupan kasus rujukan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi oleh dukun bayi ke bidan dan sarana pelayanan kesehatan yang lain.

b.

Mengetahui kondisi dana bergulir yang telah dialokasikan kedukun peserta kemitraan.

c.

Mengetahui masalah yang dihadapi dalam kegiatan kemitraan dan menyusun rencana tindak lanjut sebagai upaya pemecahan masalah.

C. BENTUK KEMITRAAN BIDAN Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi atau peraji menjadi tantangan tenaga kesehatan. Sebabnya, tidak mungkin melarang seorang dukun bayi “berpraktik” menolong persalinan. Karena itu, jalan keluar yang mungkin adalah merangkul dukun bayi dalam suatu kemitraan bersama bidan desa. Kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara bidan dengan dukun dimana setiap kali ada pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil bidan. Pada saat pertolongan persalinan tersebut ada pembagian antara bidan dengan dukunnya. Sebenarnya, selain pada saat persalinan ada juga pembagian peran yang dilakukan pada saat kehamilan dan masa nifas, tetapi memang yang lebih banyak diutarakan adalah kerjasama pada saat persalinan. Peran bidan lebih ditekankan kepada persalinan dan masa nifas. Pada saat persalinan sudah semestinya peran bidan porsinya lebih besar dibandingkan dengan peran dukun. Selain menolong persalinan, bidan pun dapat memberikan pertolongan kepada pasien yang membutuhkannya atau dapat dengan segera merujuk ke rumah sakit jika ada persalinan yang gawat atau sulit. Peran dukun hanya sebatas membantu bidan seperti mengelus-elus tubuh pasien, memberikan minum bila pasien membutuhkan dan yang terutama adalah pemberian kekuatan batin kepada pasien. Kehadiran dukun bayi sangatlah penting karena pasien

4

beranggapan bahwa bila saat melahirkan ditunggui oleh dukun, maka persalinan akan berjalan lancar. Keberhasilan dari kegiatan kemitraan bidan dan dukun adalah dengan ditandai adanya kesepakatan antara bidan dan dukun dimana dukun akan selalu merujuk setiap ibu hamil dan bersalin yang datang, serta akan membantu bidan merawat ibu dan bayi setelah bersalin. Sementara bidan sepakat untuk memberikan sebagian penghasilan dari menolong persalinan yang dirujuk oleh dukun yang merujuk dengan besaran yang bervariasi. Usaha-usaha peningkatan pelayanan kesehatan seperti yang tercermin dalam program dukun terlatih bukan bertujuan untuk menghilangkan peranan yang dimainkan oleh sistem perawatan kesehatan yang lama dan menggantinya dengan sistem perawatan kesehatan yang baru, tetapi agar kemitraan bidan dengan dukun dapat berjalan dengan baik. Pendidikan yang diberikan dalam program dukun latih itu justru terwujud sebagai pengakuan untuk menyelenggarakan (enforcement) pelayanan kesehatan kepada lembaga dukun bayi, khususnya penyelenggaraan proses pertolongan persalinan bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dimana fasilitas pelayanan kesehatan baru sangat terbatas. Pendidikan/kursus dukun bayi juga dimaksud untuk pemberian pengetahuan dengan harapan dapat menurunkan resiko persalinan seperti tanda-tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas. Harapannya agar dapat meningkatkan harapan hidup bayi dan ibunya. Namun perlu diperhatikan, pengetahuan dan alih teknologi membutuhkan waktu yang sebelum pengetahuan dan teknologi tersebut benarbenar jadi milik masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana yang dikemukan oleh Michael Winkelman, ada tiga faktor penghalang dalam pelaksanaan atau penetapan program yang sudah ditentukan yang disebut The Three Delays yaitu : 1.

Rintangan budaya (Cultural Barrier) Setiap kelompok masyarakat memiliki budaya yang berbeda. Ada sebagian yang

memilih

untuk

melahirkan

dengan

dukun

karena

menurut

kebudayaannya itu lebih dipandang berpengaruh dibandingkan keberadaan bidan di dalam masyarakat tersebut.

5

2.

Rintangan sosial (Sosial Barrier) Rintangan sosial ini berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat.

3.

Rintangtan psikologis (Phychological Barrier) Masyarakat lebih percaya dan nyaman dengan dukun karena pendekatan yang dipakai dukun adalah menjalin interaksi. Dibandingkan dengan bidan, dukun lebih peka terhadap ibu hamil, karena dukun yang mencari ibu hamil akan tetapi kalau bidan, ibu hamil yang mengunjunginya jadi secara psikologis ibu hamil lebih nyaman dengan dukun.

Bentuk-bentuk program kemitraan yang dapat di lakukan pada wanita. Untuk peningkatan keselamatan ibu diantaranya sebagai berikut : a.

Kemitraan dengan ibu. Partisipasif ini melibatkan kaum ibu mengenali dan menentukan prioritas masalah kesehatan ibu, menyusun rencana pemecahan masalah bersama pemerintah setempat dan melaksanakannya. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah pendidikan dan pelatihan kaum wanita dan pria tentang persalinan yang aman dirumah serta keluarga berencana, mengembangkan persiapan rujukan kerumah sakit dan mengembangkan materi informasi tentang kesehatan reproduksi.

b.

Kemitraan dengan masyarakat dan dukun bayi Di jaman modern ini, masih ada masyarakat yang mempercayakan pertolongan persalinannya dengan dukun bayi. Oleh karena itu, pelatihan petugas dalam upaya keselamatan ibu tidaklah lengkap tanpa penyuluhan dan motivasi terhadap keluarga, masyarakat dan dukun bayi.

c.

Kemitraan dengan bidan. Perlu dilakukan dengan organisasi kebidanan (IBI) dalam mendukung pelayanan kesehatan reproduksi. Melalui asosiasi ini diharapkan para bidan mengikuti program pelatihan kesehatan reproduksi yang mencakup penanganan kegawatan obstetri, pencegahan infeksi dan keluarga berencana. Perhatian utama organisasi ini adalah memaksimalkan

6

kebijakan dan dukungan teknis yang lestari dalam menjaga kualitas pelayanan kesehatan ibu.

d.

Kemitraan dengan penentu kebijakan. Kemitraan antara lembaga pembangunan, penyandang dana, dan pemerintah diperlukan dalam keberhasilan kegiatan keselamatan ibu. Kemitraan ini telah dilaksanakan dibeberapa daerah menunjukan kemitraan antara penyandang dana, pelayanan kesehatan pemerintah dan tokoh masyarakat.

D. STRATEGI MENINGKATKAN KEMITRAAN BIDAN Kita sebagai mahasiswi kebidanan mempelajari kemitraan agar bidan dapat bekerjasama dengan orang lain khususnya dukun agar dapat menurunkan angka kematian ibu. Beberapa strategi yang dilakukan adalah upaya dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu : 1.

Peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan, melalui : a.

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan antara lain berupa penyediaan tenaga bidan di desa, kesinambungan keberadaan bidan desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan pada polindes/pustu dan puskesmas, kemitraan bidan dan dukun bayi, serta berbagai pelatihan bagi petugas.

b.

Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar, antara lain bidan desa di polindes, puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar), Rumah Sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Kualitas) 24 jam.

c.

Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran, antara lain dalam bentuk KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) untuk mencegah terjadinya 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas pasca persalinan dan pasca keguguran, pelayanan asuhan pasca keguguran dan meningkatkan partisipasi aktif pria.

7

d.

Pemantapan kerjasama lintas program dan sektor, antara lain dengan jalan menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi (IDI, POGI, IDAI, IBI, PPNI), Perinasia, PMI, LSM dan berbagai swasta.

e.

Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga, dan masyarakat, antara lain dalam bentuk meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan terlambat 1 dan 2, serta menyediakan buku KIA, kesiapan keluarga

dan

masyarakat

dalam

menghadapi

persalinan

dan

kegawatdaruratan (dana, transportasi, donor darah), jaga selama hamil, cegah 4 terlalu, penyediaan adan pemanfaatan layanan kesehatan ibu dan bayi, partisipasi dalam menjaga mutu pelayanan. 2.

Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program, melalui peningkatan kemampuan pengelola agar mampu melaksanakan, merencanakan, dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.

3.

Sosialisasi dan advokasi hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi. Kepada para penentu kebijakan agar lebih berpihak kepada kepentingan ibu dan anak. Melalui berbagai upaya antara peningkatan pelayanan kesehatan, peningkatan

kemampuan petugas serta melalui dukungan dan kemitraan berbagai pihak akan sangat menentukan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI).

E. CONTOH KEMITRAAN BIDAN Masyarakat suku sasak atau lombok masih kental dengan kebudayaan dan kepercayaan dukun daripada percaya dengan bidan karena banyak faktor yang mempengaruhi terutama biaya, bidan bisa mengajak dukun tersebut bekerja sama dengan memberikan penkes pada saat persalinan itu harus di bidan karena itu sangat penting untuk menekan angka kematian ibu dan anak. Bidan juga memberikan inisiatif tentang pembayaran dengan membagi hasil yang rata misal biaya tersebut 60 ribu bidan akan membagi 25 ribu persalinan dengan kasus rujukan dukun tetap akan mendampingi pasien hingga ke fasilitas rujukan contohnya dalam menolong persalinan bidan dan dukun bisa membagi tugas dengan dukun berperan sebagai pendamping bidan dan memberikan dukungan

8

kepada pasien dengan cara sendiri, dan sebagai bidan tidak harus menghilangkan kebudayaan suku tersebut dan membiarkan ritual yang ada didaerah untuk menghargai tradisi masyarakat sasak, selama praktik tersebut tidak mengganggu persalinan secara medis, karena dukun dan bidan mempunyai atau memiliki perannya masing-masing dalam sistem kesehatan mereka. Menyadari peran dukun di masyarakat dan gagal mendorong regulasi KIA sebagai alat paksa menekan angka persalinan dukun, Pemerintah mulai melirik model kemitraan. Maka pada 2011, Dinas Kesehatan mengundang bidan ke kantor desa untuk menghadiri sosialisasi kemitraan bidan dan dukun. Menurut Omiyati, mereka mendapat dana untuk kemitraan dukun dan bidan dari APBD II. Sayangnya program tidak dapat berlanjut karena alasan keterbatasan anggaran di SKPD. “Tiga tahun belakangan ini kita ngepres bangetlah, kita tidak berani mimpi semua program bisa dilakukan dengan baik. Kita apa adanya saja sekarang”, kata Omiyati. Materi Tambahan A.

Pengertian Di indinesia istila kemitraan masih relatif baru, namun demikian praktknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. Misaknya, sejak nenek moyang kita telah terkenal istila gotong royong yang sebenarnya esensinya adalah kemitraan. Sebab, melalui kerja sama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok, mereka membangun jalan, jembatan, balai desa, pengairan, dan sebagainya. Kemudian gotong royong sebagai praktik “kemitran individul“ ini berkembang menjadi koperasi, koalisi, aliansi, jaringan (net working) , dan sebagainya. Istilah-istilah ini sebenarnya perwujudan dari kerjasama antarindividu atau kelompok yang saling membantu, saling menguntungkan, dan bersama-sama untuk meringankan dalam mencapai suatu tujuan yang telah di sepakati bersama. Dalam dunia bisni, kata kemitraan sering diartikan sebagai joint commercial ventures atau lebih dikenal joint venture. Dalam kemitraan, masing-masing anggota atau mitra harus mengambil bagian dan tangguang jawab terhadap pencapaian tujuan yang di sepakati bersama. Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ”kemitraan adalah upayah untuk melibatkan berbagai sektor,

9

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan perinsip dan peranan masing-masing”. Dari batasan ini dapat ditarik suatu prinsip umum, bahwa: “kemitraan adalah suatu kerja sama yang formal antara individu-individu, kelompok-kelomok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang yang telah dibuat, dan saling berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh. Dari batasan ini terdapat 3 kata kunci dalam kemitraan, yakni : a.

Kerja sama antara kelompok, organisasi, individu.

b.

Bersama-sama mencapai tujuan tertentu (yang disepakati bersama).

c.

Saling menanggung risiko dan keuntungan. Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak

yang terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama, dan melepaskan kepentingan masing-masing, kemudian membangun kepantingan bersama. Oleh sebab itu, membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: 1.

Persyaratan kemitraan a.

Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan: Dalam membangun kemitraan, masing-maasing anggota atau mitra harus merasa mempunyai perhatian dan kepentingan bersama. Tanpa adanya perhatan dan kepentingan yang sama terhadap suatu masalah, niscaya kemitraan dapat terjadi. Agar terjadi kemitraan dibidang kesehatan, maka sektor kesehatan harus mampu menimbulkan perhatian terhadap masalah kesehatan bagi sektor lain ini dapat terwujud dngan upaya-upaya informasi dan advokasi kepada sektor-sektor lain secara intensif.

b.

Saling mempercayai dan saling menghormati. Kepercayaan merupakan modal dasar bagi setiap relasi atau hubungan antarmanusia. Apabila seseorang tidak mempercayai orang lain, sudah pasti tidak akan terjadi hubungan yang baik diantara mereka. Demekian pula kemitraan akan terjadi apabila diantara mitra tersebut

10

terjadi saling mempercayai dan saling menghormati. Oleh sebab itu, dalam membangun kemitraan dibidang kseehatan, sektor kesehatan hendaknya mengembang-kan kepercayaan bagi para anggota atau mitra tersebut. c.

Harus saling menyadari pentingnya arti kemitraan. Menumbuhkan kesadaran pentingnya arti kemitraan bagi para mitra dibidang kesehatan dapat dilakukan baik mealui informasi informasi maupun advokasi kepada para mitra atau calon mitra.

d.

Harus saling kesepakatan visi, misi, tujuan, dan nilai yang sama. Dalam membangun kemitraan di bidang kesehatan, maka masingmasing anggota, atau mitra harus mempunyai visi, misi, tujuan, dan nilainilai yang sama tentang kesehatan. Dengan adanya visi dan misi yang sama maka akan memudahkan timbulnya komitmen bersama untk menangggulangi suatu masa-lah bersama.

e.

Harus berpijak pada landasan yang sama. Prinsip lain yang perlu dibangun dalam kemitraan bidang kesehatan adalah bahwa kesehatan merupakan aspek yang paling utama dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sektor kesehatan harus mampu meyakinkan kepada sektor yang lain atau mitra akan ungkapan yang mengatakan health is not everything, but without health everything is nothing. Hal ini berarti, sektor kesehatan harus mampu meyakinkan mitra yang lain bahwa meskipun kesehatan bukan segala-galanya, namun tanpa kesehatan semuanya tidak ada artinya. Apabila semua mitra telah mempunyai pemahaman seperti ini, maka kemitraan di bidang kesehatan sudah berada dalam landasan yang sama.

f.

Kesedian untuk berkorban. Dalam membangun kemitraan untuk mencapai tujuan bersam sudah pasti memerlukan sumberdaya baik tenaga, dan, dan saran. Sumber daya ini dapat berasal dari masing-masing mitra, tetapi juga dapat diupayakan bersama. Dengan demikian jelas bahwa untuk mencapai tujuan bersama, diperlukan pengorbanan dari masing-masing anggota atau mitra. Pengorbanan ini dapat dalam bentuk tenaga, pikiran, dana atau biaya,

11

materi, ataupun sekurang-kurangnya waktu. Pengoranan ini harus dipahami dan di maklumi oleh semua anggota yang terjalin dalam kemitraan tersebut. 2.

Landasan kemitraan Dalam membangun kemitraan dengan mitra-mitra atau calon-calon mitra kesehatan perlu dilandasi dengan “tujuh (7) saling” , yakni: a.

Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing (struktur) Kemitraan sebagai suatu organisasi jejaring kerja sudah barang tentu masing-masing anggota mempunyai peran dan fungsi yang berbeda. Hal tersebut harus dipahami oleh semua anggota, agar jangan sampai timbul kesan anggota yang satu di bawah yang lain, atau anggota yang satu di perintah oleh anggota yang lain dan sebagainya.

b.

Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity) Perlu disadari bahwa kemampuan masing-masing anggota/mitra itu berbeda, meskipun dalam kesetaraan oleh sebab itu, apabila dalam rangka kemitraan tersebut diperlukan kontribusi dari masing-masing anggota, maka kontribusi tersebut akan menimbulkan perbedaan kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini wajar karena prinsip kemitraan adalah “mengambil bagian” dalam setiap upaya mencapai tujuan bersama, sesuai dengan kemampuan masing-masing anggota.

c.

Saling menghubungi (linkage) Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi tersebut. Demikian pula dalam kemitraan, diprlukan kemunikasi yang efektif diantara anggota atau mitr tersebut. Salah satu saluran komunikasi atau terjadinya “saling menghubungi” diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin kemitraan.

d.

Saling mendekati (proximity) Dalam kekeluargaan atau pertemanan (friendship) kedekatan antar anggota keluarga atau antar teman adalah mutlak diperlkan. Dalam kedekatan suatu dengan yang lainnya, akan terjadi saling memahami,

12

atau saling mengenal satu dengan yang lain, baik kelemahan, maupun kekuatan anggota masing-masing. Demikian pula dalam kemitraan, maka kedekatan diantara anggota atau mitra adalah salah satu persyaratan untuk memahami masing-masing anggota. Oleh sebab itu, masingmasing anggota harus berupaya saling mendekati. e.

Saling terbuka dan bersedia membantu (openes) Seperti telah disebutkan diatas, bahwa dalam kemitraan selalu ada peranan dan fungsi masing-masing anggota/mitra. Dalam rangka mencapai tujuan atau program bersama, sudah barang tentu peran dan fungsi masing-masing anggota terkait dan diketahui satu sama lain. Oleh sebab itu akan selalu terjadi mekanisme saling terbuka dan membantu untuk terwujudnya tujuan atau cita-cita bersama.

f.

Saling mendorong dan saling mendukung (synergy) Seperti halnya dalam organisasi, sering terjadi anggota yang kurang bersemangat, tetapi sebaliknya ada yang sangat aktif dan bersemangat. Demikian pula dalam kemitraan apapun, sifat masing-masing anggota seperti itu juga muncul. Apabila terjadi gejala seperti ini, maka setiap anggota atau mitra harus saling mendorong dan saling mendukung, bagi yang memerlukan dukungan dan bagi yang memerlukan dorongan demi tercapai tujuan bersama.

g.

Saling menghargai (reward) Persahabatan yang sejati adalah apabila terjadi saling hargamenghargai diantara mereka. Dalam suatu kemitraan hal ini juga harus terjadi. Seberapa kecil apapun peran dan kontribusi anggota suatu kemitraan perlu dihargai oleh anggota/mitra yang lain. Oleh sebab itu, peran anggota atau mitra suatu kemitraan harus saling menghargai.

3.

Prinsip-prinsip kemitraan Kemitraan adalah salah satu bentuk kerjasama yang kongkrit dan solid. Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan ada 3 prinsip kunci yang perlu dipahami oleh masing-masing anggota atau mitra tersebut, yakni: a.

Kesetaraan (equity)

13

individu, organisasi/institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa “duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi” dengan yang lain. Bagaimana besarnya suatu institusi/organisasi, dan bagaimana kecilnya institusi/orgaisasi, apabila sudah bersedia untuk menjalin kemitraan harus merasa setara atau sama tingkatnya. Oleh sebab itu, didalam forum kemitraan asas demokrasi harus dijunjung, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain karena merasa lebih tinggi, dan tidak ada dominasi terhadap yang lain. Dalam mengambil keputusan dalam rangka mencapai tujuan bersama, masingmasing anggota/mitra mempunyai hak dan suara yang sama. b.

Keterbukaan (transparency) Keterbukaan dalam arti : apa yang menjaadi kekuatan atau lebih dan apa yang menjadi kekurangan/kelemahan masing-masing anggota harus diketahui anggota yang lain. Dengan saling keterbukaan ini, akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu anggota (mitra). Hal ini bukan berarti untuk menentukan besarnya kontribusi masingmasing mitra, tetapi untuk lebih memahami kekuatan dan kelemahan masing-masing mitra. Seandainya ada mitra yang akan berkontribusi yang lebih besar atau kecil dalam rangka mencapai tujuan bersama, akan saling memahaminya.

c.

Saling menguntungkan (mutual benefit) Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dalam materi/uang, tetap lebih kepada non materi. Ibarat mengangkat beban 50kg, diangkat secara bersama-sama 4 orang jelas lebih ringan apabila dibandinkan apabila diangkat seorang.

B. Tujuan dan Langkah-langkah Kemitraan Dari uraian tentang pengertian dan prinsip kemitraan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara implisit tujuan kemitraan dalam program kesehatan adalah: 1.

Meningkatkan koordinasi untuk memenuhi kewajiban masing-masing dalam pembangunan kesehatan.

14

2.

Meningkatkan komunikasi antarasektoral pemerintah dan swasta tentang masalah kesehatan.

3.

Meningkatkan

kemampuan

bersama

dalam

menanggulangi

masalah

kesehatan dan memaksimalkan keuntungan semua pihak. 4.

Meningkatkan apa yang menjadi komitmen bersama.

5.

Tercapainya upaya kesehatan yang efisien dan efektif atau berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk mencapai tujuan-tujuan kemitraan seperti diuraikan diatas, perlu langkah-langkah yang strategis. Langkah-langkah pelaksaan kemitraan ini dapat diuraikan seperti dibawah ini: a.

Penjajakan Sebelum dilakukan penjajakan harus dilakukan identifikasi mitra yang potensial untuk diajak bermitra dalam rangka pemecahan kesehatan yang dihadapi bersama.

b.

Penyamanan persepsi Agar masing-masing mitra memahami satu dengan yang lainnya terutama memahami kedudukan, tugas, peran, dan fungsi masing-masing mitra secara terbuka.

c.

Pengaturan peran Peran masing-masing mitra dalam penanggulangan suatu masalah kesehatan berada suatu dengan yang lain namun sama-sama pentingnya. Peranan ini harus dibicarakan bersama serta dituangkan dalam kesepakatan tertulis secara jelas.

d.

Komunikasi intensif Untuk menjalin dan mengetahui pengembangan kemitraan dalam melaksakan program kesehatan bersama, maka perlu dilakukan komunikasi antar mitra secara teratur dan terjadwal.

e.

Melaksanakan kegiatan Kegiatan yang disepakati bersama haruslah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana kerja tertulis yang telah disepakati bersama.

f.

Pemantauan dan penilaian

15

Kegiatan ini harus disepakati sejak awal yang mencakup cara pemantauan dan penilaian terhadap kemitraan dalam pelaksaan upaya penanggulangan masalah kesehatan yang telah disepakati bersama. Dari hasil pemantauan dan penelitian ini dapat dipergunakan untuk penyempurnaan kesepakatan yang telah dibuat.

C. Kerangka konsp kemitraan Dari uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa dalam mengembangkan kemitraan di bidang kesehatan terdapat 3 institusi utama organisiasi atau unsur pokok yang terlibat di dalamnya. Ketiga instuti pokok tersebut adalah: 1.

Unsur pemerintahan, dimana unsur ini terdiri dari berbagai sektor pemerintahan terkait dengan kesehatan, antar lain: kesehatan, sebagai sektor kuncinya, sektor pendidikan, pertanian, kehutanan, agama, lingkungan hidup, industri dan perdagangan, dan sebagainya.

2.

Dunia usaha atau unsur swasta (private sectors) atau kalangan bisnis, yakni : dari kalangan pengusaha, industriawan, dan para pimpinan berbagai perusahaan.

3.

Unsur organisasi non pemerintah atau sering di sebut ornop atau non government organization (NGO) , yang meliputi dua unsur yakni: a. Unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi masa (Ormas) termasuk yayasan-yayasn bidang kesehatan b. Organisasi-organissi profesi seperti IDI, PDGI, IAKMI, PPNI, dan sebagainya. Kemitraan bukanlah sebagai output atau tujuan, tetapi juga bukan sebuah

proses, namun suatu sistem. artinya, dalam mengembangkan dan sekaligus untuk mengevaluasi kemitraan dapat menggunakan pendekatan sistem, Indikatorindikator keberhasilan kemitraan bidang kesehatan yakni : 1.

Input Input sebuah kemitraan adalah semua sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing unsur yang terjalin dalam kemitraan, terutama sumber daya manusia, dan sumber daya yang lain seperti : dana, sistem informasi,

16

teknologi, dan sebagainya. Disamping itu, jumlh atau banyaknya “mitra” yang terlibat dalam jaringan kemitraan juga merupakan input. 2.

Proses Proses dalam kemitraan pada hakikatnya adalah kegiatan-kegiatan untuk membangun kemitraan tersebu. Kegiatan-kegiatan untuk membangun kemitraan antara lain melalui: pertemuan-pertemuan, seminar, lokakarya, pelatihan-pelatihan, semiloka, dan sebagianya.

3.

Output Adalah terbentuknya jaringan kerja atau networking, aliansi, forum, dan sebagainya yang terdiri dari berbagai unsur seperti telah di sebutkan di atas, dan tersusunya program dan pelaksanaanya berupa kegiatan bersama dalam rangka pemecahan masalah kesehtan. Di samping itu juga tersusunnya uraian tugas dan fungsi untuk masing-masing anggota (mitra) juga merupakan output kemitraan tersebut.

4.

Outcome Adalah dampak dari pada kemitraan terhadap peninggkatan kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu, outcome kemitraan dapat diihat dari indikatorindikator derajat kesehatan masyarakat, yang sebenarnya erupakan akumulasi dampak dari upaya-upaya lain di samping kemitraan. Dengan demikan outcome kemitraan adalah menurunnya angka atau indkator kesehatan (negatif) , misalnya menurunnya angka kesakitan dan atau angka kematian. Atau meningkatnya indikator kesehatan (positif) , misalnya: meningkatnya status gizi anak balita, meningkatnya kepemilikan jamban keluarga, meningkatnya persentase penduduk yang terakses air bersih, dan sebagainya.

D. Model-model kemitraan Dari berbagai pengalaman pengembangan kemitraan di sektor kesehatan yang ada, secara umum model-model kemitraan di kelompokan menjadi : 1.

Model I Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaringan sederhana (networking) atau sering juga di sebut building linkages.

17

Kemitraan semacam ini hanya dalam bentuk jaringan kerja saja. Masingmasing mitra atau institusi telah mempunyai program sendiri mulai dari merencanakannya, melaksanakan, dan mengevaluasinya. Oleh karena adanya persamaan pelayaan atau sasaran pelayanan atau karakteristik yang lain diantara mereka, maka di bentuklah jaringan kerja. Sifat kemitraan ini sering juga disebut koalisi, misalnya : Koalisi Indonesia Sehat. 2.

Model II Kemitraan model ini lebih baik dan solid dimana masing-masing anggota (mitra) mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap program atau kegiatan bersama. Oleh sebab itu, visi, misi dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan tersebut harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasikan bersama.

18

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Di dalam konsep kemitraan bidan memiliki pengertian tentang pengertian kemitraan merupakan suatu kerjasama formal, serta memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan pola kemitraan bidan dengan dukun bayi. Disamping itu juga memiliki pendekatan peningkatan keselamatan ibu melalui bentuk-bentuk kemitraan yang telah dibuat untuk menccapi tujuan yang sama.

B. SARAN Semoga makalah tentang kemitraan bidan ini dapat membantu mahasiswa kebidanan sebagai bahan referensi yang menjadi acuan pembelajaran. Dan dapat

19

DAFTAR PUSTAKA Yulaikhah, Lily S. Si.T. 2008. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : EGC Yulifah, Rita. 2009. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika Syafrudin, SKM, M. Kes, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC Syaifudin,

Abdul

Bari.

2006. Buku Panduan

Praktis

Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo www.slideshare.net>pjj_kemenkes

20

Pelayanan

Related Documents

3. Kemitraan Bidan.docx
February 2021 0
3
February 2021 0
3
February 2021 4
3
January 2021 2

More Documents from "joel enciso eneke"