371914290-laporan-tutorial-skenario-d-blok-24-2018-kelompok-9.doc

  • Uploaded by: Pahrul Rozi
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 371914290-laporan-tutorial-skenario-d-blok-24-2018-kelompok-9.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 8,537
  • Pages: 51
Loading documents preview...
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO D BLOK 24

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 9 Tutor: dr.Syifa Alkaf ,Sp.OG Aprilia Putri

04011181520065

Anggraini Tiara Septiyana Gunawan

04011181520083

Fajri Irwinsyah Manalu

04011181520086

Muhammad Fawwazi Multazam

04011181520145

Michael Chandra

04011181520149

Ezra Reinhard

04011281520153

Theresa Rahmadhani

04011281520156

Opel Berlin

04011281520168

Muhammad Ikbar Fauzan

04011181520173

Radyat Fachreza

04011181520174

Arisda Oktalia

04011181520175

Fikram Ahmad Fauzan

04011281419074

PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018

1

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini merupakan tugas hasil kegiatan tutorial Skenario B Blok 24 Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Tahun 2018. Disini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara kelompok berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik pembelajaran. Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen pembimbing. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, orang tua, tutor dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

Palembang, 14 Februari 2018 Kelompok 9

2

DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................................................................................... Daftar Isi........................................................................................................................ BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………………………………………………….... 1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………… BAB II : Pembahasan 2.1 Skenario.........…………………………………………………….. 2.2 Klarifikasi Istilah............................................................................. 2.3 Identifikasi Masalah........................................................................ 2.4 Analisis Masalah............................................................................... 2.5 Learning Issue................................................................................. 2.6 Kerangka Konsep............................................................................ BAB III : Penutup 3.1 Kesimpulan ......................................................................................

2 3 4 4 5 6 7 8 30 51 53

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 54

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai Respiratory Distress Syndrome pada bayi premature. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. 1.3 Data Tutorial a. Tutor b. Moderator c. Sekertaris d. Waktu

: dr. Syifa Alkaf ,Sp.OG : Ezra Reinhard : Muhammad Fawwazi Multazam Fajri Irwinsyah Manalu : Senin, 12 Februari 2018 Pukul 10.00 – 12.00 WIB Rabu, 14 Februari 2018 Pukul 10.00 – 12.00 WIB

4

BAB II ISI 2.1 SKENARIO A newborn baby was delivered at private clinic, assisted by midwife. He was delivered from a 30 years old woman, primigravida. Mrs. Anita, the baby’s mother had premature ruptured of membrane 5 days ago. The liquor was thick, smelly and greenish. She also had fever since two days before delivery. The pregnancy was full term. The baby was not cried spontaneously after birth. The midwife cleared the baby’s airway using manual suction and stimulate the baby by patting his feet, and then he started to cry weakly 5 minutes later after 2hours observation the midwife saw the baby still breathing uneasily and had grunting. The baby was refered to Moh Hoesin Hospital. Physical examination revealed body weight was 3500 grams. Body length 50 cms, head circumference 34 cms. He looked hypoactive, tachypnoe, respiratory rate 86 breaths perminute, there were chest indrawing, grunting could be heard using stethoscope, breathing sound was normal, saturation 80% using nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 168 beats per minute. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were not meconenum staining at umbilical cord and skin. Instruction : As GP what will you do to treat the baby.

2.2 KLARIFIKASI ISTILAH No. 1. 2.

Istilah Primigravida Premature membrane

Klarifikasi Seorang ibu yang sedang hamil untuk pertama ruptured

kalinya. (Unimus) of Ketuban pecah dini, pecahnya ketuban sebelum fase aktif persalinan. 5

3.

Grunting

Bunyi pernapasan abnormal saat ekspirasi yang menunjukan bahwa glottis telah menutup aliran udara dari paru, biasanya untuk mencegah colaps

4.

Body Length

paru. Pengukuran tubuh dari puncak kepala sampai ujung

5.

Head Circumference

tumit salah satu kaki. Pengukuran melingkar pada kepala yang dimulai dan diakhiri di glabella dan melewati protuberentia

6. 7. 8. 9. 10.

Hypoactive Chest indrawing Tachypnoe Sucking reflex

occipitalis. Tidak banyak bergerak. Retraksi dada (Dorland) Pernapasan yang sangat cepat. (Dorland) Gerakan menghisap yang dapat dipicu dengan

Meconenum staining

menyentuhkan sebuah objek kebibir bayi (Dorland) Kondisi dimana meconium terdeposit pada plasenta, kulit, mukosa, dan permukaan janin lainnya.Yang menandakan fetal distress dan harus dilahirkan. (medicalfox.com)

2.3 IDENTIFIKASI MASALAH No. Masalah Prioritas 1 Mrs,anita, 30 tahun, primigravida, aterm mengalami vv ketuban pecah dini dengan cairan amnion kental, berbau, dan berwarna kehijauan 5 hari yang lalu. 2 3

Mrs.Anita Mengalami demam sejak 2 hari yang lalu vv Bayi tidak langsung menangis setelah lahir, 5 menit vvv setelah tindakan penghisapan manual jalan napas dan stimulasi menepuk pada kaki bayi oleh bidan, bayi

4

mulai menangis dengan lemah. Setelah observasi 2 jam bayi masih kesulitan bernafas vvvv 6

5

dan merintih, bayi dirujuk ke RSMH. Physical examination revealed body weight was 3500 v grams. Body length 50 cms, head circumference 34 cms. He looked hypoactive, tachypnoe, respiratory rate 86 breaths perminute, there were chest indrawing, grunting could be heard using stethoscope, breathing sound was normal, saturation 80% using nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 168 beats per minute. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were not meconenum staining at umbilical cord and skin.

2.4 ANALISIS MASALAH 1. Mrs,anita, 30 tahun, primigravida, aterm mengalami ketuban pecah dini dengan cairan amnion kental, berbau, dan berwarna kehijauan 5 hari yang lalu. a. Bagaimana hubungan usia dan status primigravida terhadap kasus ketuban pecah dini? 

Pada kasus, usia ibu termasuk tidak berisiko, yakni 30 tahun. Usia sangat berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi, karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan keelastisannya



dalam menerima kehamilan. Menurut beberapa penelitian, wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran

7

yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan mengalami KPD pada 

kehamilan berikutnya, namun pada kasus ini masih kehamilan pertama. Faktor multi graviditas, dimana pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi proses embryogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda inpartu.

b. Bagaimana mekanisme dan penyebab ketuban pecah dini ? Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Penyebab dari premature rupture of the membrane (PROM) tidak atau belum jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Menurut Manuaba.IBG (2008, hal.119) penyebab ketuban pecah dini sebagai berikut: a. Servik inkompeten b. Overdistensi uterus c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic). d. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genitalia, meningkatnya enzim proteolitik). e. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Dan makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin, sehingga komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.

8

c. Bagaimana dampak ketuban pecah dini 5 hari yang lalu terhadap janin? Komplikasi yang dapat timbul akibat ketuban pecah dini : 1. Persalinan premature Setelah ketuban pecah biasanya diikuti dengan persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. 2. Infeksi Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi koriamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm lebih sering terjadi infeksi dibandingkan dengan aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Factor resiko korioamnionitis adalah ketuban pecah lama dan kelahiran premature. Koriamnionotis tidak selalu menunjukkan gejala, beberpa gejala yang dapat timbul adalah demam, nadi cepat, berkeringat, uterus teraba lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina. Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala, kultur darah dan cairan amnion. 3. Hipoksia dan Asfiksia Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion. Semakin sedikit ketuban, semakin gawat keadaan janin. 4. Sindrom Deformitas Janin KPD yang terjadi terlalu dini dapat menghambat pertumbuhan janin, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal. d. Apa saja kelainan yang dapat menyebabkan cairan amnion kental,berbau,hijau ?

9

Air ketuban yang normal berwarna kuning transparan, agak keruh, volume pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml; mempunyai bau yang khas, agak amis, dan manis. Sedangkan pada kasus: - Bad smell liquor merupakan bau busuk dari cairan amnion. Kondisi ini merupakan salah satu kriteria dari 4 kriteria Amsel pada bacterial vaginosis yang menandakan telah terjadi kolonisasi m.o. pada cairan ketuban. Infeksi kuman yang sering ditemukan adalah Staphylococcus sp, Streptococus viridans, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter sp. -

Warna AK kehijauan atau kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium (kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani, maka

-

mekonium dapat keluar melalui anus Air ketuban dapat dinilai kekeruhannnya dengan visual bersifat subjektif dari penilai (klinisi) menjadi thin, medium, thick atau encer, sedang dan kental. Meskipun penilaian subjektif tidak menimbulkan masalah serius, banyak penelitian dilakukan untuk menilai mekonium secara objektif. Di antaranya pemeriksaan spektrofotometri dan meconium crit. Bayi dengan AKK kental lebih sering mempunyai masalah yang lebih besar dibanding bayi dengan AKK yang encer

e. Bagaimana cairan amnion yang normal ? Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.

10

f. Bagaimana mekanisme ketuban pecah dini dengan cairan amnion berbau, kental, dan berwarna hijau? 

Membran khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat



rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada



kehamilan preterm. Mekanisme: a. Bakteri melepaskan mediator inflamasi -> Depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion -> ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan b. Bakteri melepasken mediator inflamasi -> Kontraksi uterus Kedua hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks,



dan pecahnya selaput ketuban Air ketuban yang normal berwarna kuning transparan, agak keruh, volume pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml; mempunyai bau yang khas, agak

-

amis, dan manis. Sedangkan pada kasus: Cairan amnion yang berbau menandakan

telah

terjadi

kolonisasi

mikroorganisme pada cairan ketuban. Infeksi kuman yang sering ditemukan adalah Staphylococcus sp, Streptococus viridans, Klebsiella pneumoniae, -

Enterobacter sp. Warna kehijauan atau kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah mengeluarkan mekonium (kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada keadaan normal keluar setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi otot sfingter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus

g. Apa makna klinis cairan amnion berbau, kental, dan berwarna hijau? 

Cairan amnion yang berbau dan kental menandakan telah terjadinya infeksi di dalam rahim

11



Cairan amnion yang berwarna hijau menandakan cairan amnion sudah bercampur meconium ,meconium normalnya dikeluarkan setelah neonatus lahir.

h. Bagaimana klasifikasi ketuban pecah dini? KPD Preterm Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia <37 minggu sebelum onset persalinan. KPD sangat preterm adalah pecah ketuban saat umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu (Hartono, 2016). KPD pada Kehamilan Aterm Ketuban pecah dini/ premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu 2. Mrs.Anita Mengalami demam sejak 2 hari yang lalu a. Bagaimana mekanisme dan penyebab demam pada kasus? Demam pada ibu disebabkan karena terjadinya infeksi akibat ketuban pecah dini yang melebihi 24 jam. Ibu memiliki riwayat infeksi (vagina, servix)  terjadilah reaksi membran janin dan desidua terhadap infeksi dengan memproduksi mediator (Prostaglandin, IL 1)  Rangsang aktivitas matriks metaloproteinase (MMP)  degradasi kolagen  selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah  ketuban pecah dini  ph vagina berubah dari asam ke basa  bakteri berpindah ke chorion dan amnion  chorioamnionitis ( cairan ketuban kental, berbau busuk, berwarna kehijauan ) suhu meningkat (demam). Chorioamnionitis bisa berlanjut menjadi sepsis, respiratory

distress.

Pada

kasus,

12

demam

disebabkan

oleh

terjadinya

korioamnionitis akibat ketuban pecah dini. Demam akan berdampak pada bayi, yaitu septikemia, pneumonia, dan omfalitis. b. Apa hubungan demam dengan keluhan mrs.Anita pada kasus? Etiologi: agen infeksi (Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis), mediator inflamasi  monosit/makrofag, sel endothelial  sitoking pyogenik - hypothalamus anterior  peningkatan PGE2  peningkatan set point hypothalamus - regulasi produksi dan konservasi panas tubuh - demam.

c. Bagaimana dampak demam pada ibu terhadap janin? Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Dan semakin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi sehingga meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi atau janin dalam Rahim. d. Infeksi apa saja yang mungkin terjadi pada kasus ketuban pecah dini? Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi chorioamnionitis, endometritis, oligohidramnion (cairan ketuban terlalu sedikit) yang akan menyebabkan infeksi pada janin bahkan kematian janin. Pada bayi dapat terjadi infeksi postpartum, septikemia, pneumonia, omfalitis. Hubungan Infeksi dengan Ketuban Pecah Dini (Secara Mikrobiologi)

13

3. Bayi tidak langsung menangis setelah lahir, 5 menit setelah tindakan penghisapan manual jalan napas dan stimulasi menepuk pada kaki bayi oleh bidan, bayi mulai menangis dengan lemah. a) Bagaimana mekanisme dan penyebab bayi tidak langsung menangis pada kasus? Penyebab bayi tidak menangis secara spontan ada banyak , seperti : 1. Sebelum persalinan Kondisi ibu sebelum persalinan berpotensi menyebabkan bayi baru lahir tidak bernapas dan tidak menangis. Kondisi tersebut diantaranya adalah: • Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus – Ibu dengan DMG (Diabetes semasa kehamilan) 40% akan melahirkan bayi Makrosomia (bayi besar) merupakan salah satu yang resiko yang menyebabkan terjadinya trauma lahir, fraktur, asfiksia pada bayi baru lahir, dan sindrom gawat napas (RDS). • Ibu memiliki panggul sempit –

Disproportio sefalo pelvik (panggul

sempit) terjadi bila ukuran tulang pelvic ibu tidak cukup dan bentuknya tidak tepat untuk memungkinkan melintasnya kepala janin. Pada keadaan ini, dimana kepala belum masuk pintu atas panggul maka pembukaan berlangsung lama dan besar kemungkinan air ketuban pecah sebelum waktunya sehingga, kepala tidak dapat menekan serviks kecuali bayi sangat kuat sehingga terjadi moulage hebat. Kondisi ini bisa menyebabkan adanya tekanan pada janin atau posisi yang tidak normal sehingga membuat janin kesulitan bernafas. • Terjadi perdarahan antepartum (pendarahan semasa sebelum melahirkan) – Perdarahan yang terjadi semasa sebelum melahirkan biasanya disebabkan 14

oleh adanya kelainan plasenta, kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput air ketuban dan plasenta yang terlepas dari perlekatannya sebelum bayi lahir (solusio plasenta). • Infeksi pada Ibu – mengalami anemia dan penyakit-penyakit infeksi yang mengakibatkan janin dalam kandungan menderita Retardasi Pertumbuhan dalam Rahim (IUGR) • Warna air ketuban hijau – Bahaya bayi minum air ketuban hijau kental atau bercampur mekonium mungkin bisa terjadi • Ibu menderita Preeklamsia (keracunan kehamilan) – Hal ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah pembengkakan dan terjadinya proteinuria (adanya protein di dalam urin). Keadaan ini berisiko menyebabkan sindrom gawat napas pada janin, prematuritas, kematian janin intrauterin (IUGR) dan sepsis (infeksi berat). 2. Selama persalinan Persalinan bayi sungsang, persalinan lama, ibu dengan jalan lahir yang sempit, membuat bayi mengalami kesulitan bernapas dan tidak menangis ketika dilahirkan. Penekanan tali pusat oleh bagian tubuh bayi, bayi kembar, dan tumor di rahim juga dapat mengganggu pernafasaan bayi. Asfiksia juga dapat terjadi jika plasenta atau ari-ari lepas lebih terlebih dulu dan bayi terlilit tali pusat. 3. Setelah persalinan Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen. Kondisi ini juga akan meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Setelah persalinan, asfiksia kemungkinan disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia dan toksomia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma, serotinus (kehamilan kelebihan bulan), dan kekurangan gizi ibu hamil (malnutrisi) dalam kandungan. b) Apakah tindakan yang dilakukan sudah tepat? Bagaimana tindakan yang harusnya dilakukan bila belum tepat? 15

Bila bayi baru lahir tidak menangis dan disertai apnea, maka dokter dapat melakukan tindakan awal seperti : 1. Menjaga kehangatan bayi dengan cara mengeringkan dan menyelimuti tubuh bayi. 2. Menempatkan posisi kepala bayi dengan benar dan membersihkan jalan napas dari lendir, darah dan air ketuban (yang kadang-kadang bercampur mekonium) sehingga jalan napas terbuka dan udara yang mengandung O2 dapat masuk ke paru-paru dengan baik. 3. Lakukan rangsangan taktil yakni dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi untuk merangsang pernapasan c) Apa makna klinis bayi baru menangis lemah setelah dilakukan penghisapan manual jalan napas dan stimulasi menepuk pada kaki bayi oleh bidan? Karena sebelumnya jalan napas tersumbat jadi bayi tidak langsung menangis. Rangsangan taktil yakni dengan menepuk atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi untuk merangsang pernapasan. d) Apa batasan tindakan yang boleh dilakukan dokter umum pada kasus bayi yang tidak menangis spontan?

16

e) Mengapa stimulasi dilakukan pada kaki? Stimulasi taktil pada BBL dapat dilakukan dengan 2 cara: 1. Menepuk atau menyentil telapak kaki dengan hati-hati, 2. Menggosok punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan. 4. Setelah observasi 2 jam bayi masih kesulitan bernafas dan merintih, bayi dirujuk ke RSMH. 17

a) Apa saja yang diobservasi pasca resusitasi pada bayi? Prinsip stabilisasi neonatus dalam STABLE, terdiri dari: S -- Sugar and Safe Care S (SUGAR AND SAFE CARE) Merupakan langkah untuk menstabilkan kadar gula darah neonatus. Pada awal kehidupan, kelangsungan pasokan nutrisi terhenti setelah pemotongan tali pusat. Bayi baru lahir memerlukan kelangsungan nutrisi untuk mempertahankan asupan glukosa. Kecukupan glukosa diperlukan agar metabolisme sel tertap berlangsung terutama sel otak. Ada 3 faktor risiko yang mempengaruhi kadar gula darah: 1. Cadangan glikogen terbatas 2. Hiperinsulinemia 3. Peningkatan penggunaan glukosa T -- Temperature Merupakanusaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan mencegah hipotermia. Pada bayi dengan hipotermi akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi di jaringan tubuh. Selain itu kondisi hipotermia dapat meningkatkan metabolism dalam rangka untuk meningkatkan kalori tubuh, kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Dengan demikian suhu-gula darah-oksigen mempunyai keterkaitan erat. Neonatus lebih mudah mengalami hipotermia daripada hipertermia. Lingkungan ekstrauterin berbeda dengan lingkungan intrauterin. Lingkungan ekstrauterin meningkatkan risiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan hangat, selain itu juga pengaruh konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi. Suhu normal adalah 36,50C – 37,2/37,50C. A -- Airway Masalah pernapasan menjadi morbiditas yang sering dialami bayi yang mendapat perawatan di NICU. Saat resusitasi dilakukan upaya membuka alveoli paru, pasca resusitasi alveoli paru belum sepenuhnya terbuka. Beberapa faktor predisposisi :  

Prematuritas Persalinan seksio cesaria 18

     

Sindroma aspirasi mekoneum (MAS) Proses inflamasi Pneumotoraks: komplikasi, spontan Kelainan bawaan : CDH, kista paru, Masalah lain di luar paru (hipotermia, hipoglikemia, kelainan jantung, dll) Problema sumbatan jalan napas

Deteksi dini kegawatan napas dan evaluasi terapi, termasuk menilai progresifitas gangguan pernapasan sangat penting. Salah satu penilaian dini gangguan pernapasan yang mudah adalah menggunakan Skor Down.

Selain mengamati tanda kegawatan pernapasan, penting untuk menilai:  

Kebutuhan oksigen dan peningkatan kebutuhan Komplikasi akibat hipoksia dan hiperkarbia -

PPHN (perbedaan saturasi O2 pre dan post duktal) 19



-

Perfusi perifer, tekanan darah

-

Neurologis : kesadaran, aktifitas, ada tidaknya kejang

-

Produksi urin

Tanda-tanda akan terjadi kegagalan pernapasan -

Pernapasan megap-megap

-

Tidak berespons dengan pemberian O2 Bila memungkinkan : analisis gas darah (data penting: pCO2 dan BE)

B -- Blood pressure Syok terjadi akibat adanya gangguan perfusi dan oksigenasi organ. Ada 3 jenis syok, yaitu:  Hipovolemi (tersering pada neonatus)  Kardiogenik  Septik Penyebab tersering pada neonatus adalah:  Kehilangan darah saat intrauterin/persalinan  Kehilangan darah setelah lahir  Dehidrasi Neonatus seyogyanya dicegah agar jangan sampai jatuh pada kondisi syok. Gejala dini gangguan sirkulasi pada neonatus lebih sering berupa gangguan pernapasan.  Takipnu  Kerja nafas meningkat  Takikardi Pada fase lanjut akan terjadi:  Megap-megap/apnu  Bradikardi  Nadi perifer lemah  Hipotensi  Mottle sign (perfisi perifer buruk) L -- Laboratory Pada bayi yang akan dirujuk, wajib dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk kemungkinan infeksi (bila fasilitas memadai). Perlu dilakukan juga pada bayi berisiko infeksi. Faktor risiko tersering: ◦ KPD > 18 jam ◦ Ibu dengan riwayat korioamnionitis ◦ Ibu sakit (infeksi) menjelang persalinan, misalnya keputihan, diare, suhu ibu > 380C, persalinan prematur, bayi dengan riwayat gawat janin. 20

E -- Emotional support Kelahiran anak merupakan saat yang dinantikan dan membahagiakan. Bila kondisi tidak seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua biasanya akan memiliki perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa gagal, takut, saling menyalahkan, depresi. Dukungan emosi terhadap orangtua atau keluarga bayi sangat penting. b) Mengapa bayi masih mengalami kesulitan bernapas dan merintih? Tindakan yang dilakukan oleh bidan belum cukup karena masalah utamanya bukanlah aspirasi (cairan amnion) melainkan infeksi di paru-paru bayi. c) Apa indikasi rujuk pada kasus? Indikasi rujuk neonatus pada kasus ini: 

Indikasi maternal (kehamilan ibu dengan kelahiran beresiko tinggi) yaitu Ketuban pecah dini, cairan amnion tercemar mekonium dan ibu demam atau



sakit. Indikasi bayi (bayi resiko tinggi) yaitu sepsis dan gangguan nafas (Respiratory distress)

21

d) Bagaimana persiapan rujukan yang harus dilakukan pada bayi? 1. resusitasi

22

2. bservasi tanda kegawat daruratan

Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.who: 2005

23

Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.who: 2005

24

Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.who: 2005 5. Physical examination revealed body weight was 3500 grams. Body length 50 cms, head circumference 34 cms. He looked hypoactive, tachypnoe, respiratory rate 86 breaths perminute, there were chest indrawing, grunting could be heard using stethoscope, breathing sound was normal, saturation 80% using nasal oxygen. Sucking reflex was weak. Heart rate was 168 beats per minute. Abdomen was tender with normal bowel sound. There were not meconenum staining at umbilical cord and skin.

25

a) Bagaimana interpretasi berat badan 3.5 kg? Normal, Sesuai dengan AGA(appropriate for gestational age)

FIGURE 3-2. Classification of newborns (both sexes) by intrauterine growth and gestational age.

b) Bagaimana interpretasi panjang badan 50cm? Untuk bayi cukup bulan, panjang badan 50 cm tergolong panjang tubuh yang normal. Laki – laki = 46,1 cm – 53,7 cm Perempuan = 45,4 cm – 52,9 cm Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.2011.Depkes

c) Bagaimana interpretasi lingkar kepala 34 cm? 26

Pemeriksaan

Hasil

Nilai

Intepretasi

Normal Lingkar kepala

34

31-35

cm

cm

Normal

d) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik? Pemeriksaan Hypoactive Tachypnoe

Interpretasi Infeksi pada parenkim paru → gangguan pernafasan (membutuhkan energy

untuk

upaya

bernafas)

dan

hiper metabolisme untuk melawan infeksi  suplai O2 kejaringan otot menurun bayitampak hipoaktif KPD  faktor resiko infeksi intra uterin  amnion terkontaminasi kuman  bayi teraspirasi cairan ketuban yang terinfeksiterjadi ascending infectionterjadi radang pada alveolus  pergerakan alveoli terhambat infeksi pada parenkim paru  oksigenisasi menurun



kompensasi takipnea Pemeriksaan Normal Interpretasi RR 86 x <60 x/ menit Respyratory distress (down score ; 2) menit Retraksi sela Tidak

ada Abnormal, pada keadaan hipoksia otot-otot

iga

chest

dinding dada ikut berkontraksi lebih kuat

Merintih

indrawing Tidak

untuk mendapat kan oksigen dengan baik. Abnormal. Suara grunting keluar akibat

terdapat

adanya usaha meningkatkan oksigen pada

grunting

bayi dengan tertutupnya glottis selama ekspirasi sehingga dapat meningkatkan akhir ekspirasi pada paru. Menunjukkan adanya hipoksemia

Saturation 80 Target % using nasal saturasi oxygen

10

menit ; 85-95 % 27

Pemeriksaan Sucking reflex

Interpretasi was Sebagai salah satu gejala umum

weak

sepsis. Tidak

adanya refleks ini dapat memperburuk keadaan

hipoaktif pada bayi. Heart rate was 168 Ketuban pecah dini  terjadi perubahan pH vagina dari asam ke basa  berpindahnya bakteri

beats perminute

chorioamniotis  infeksi yang terjadi di paru  bronkopneumonia dan sepsis onset cepat  distress pernapasan  Hipoaktif, merintih, Sulit bernafas, Tidak menangis, HR dan RR meningkat, Sucking reflex lemah, Retraksi dinding dada Abdomen was tender Normal with

normal

bowel

sound There were meconium Mekonium yang dilepaskan saat bayi masih dalam staining at umbilical kandungan akan bercampur dengan cairan ketuban cord and skin

dan dapat menempel di kulit dan plasenta bayi

e) Bagaimana down score pada kasus? Score Respiratory rate Cyanosis Air entry Grunt Retraction 0 <60/min Nil Normal None Nil 1 60In room Mild Ausc Mild 80/min air with stethoscope 2 >80/min In >40% Marked Audible with naked ear Moderate Skor >6 menandakan impending respiratory failure Skor pada kasus 5-6 Berdasarkan skor down: 0-4

: Distress Napas Ringan; membutuhkan O2 nasal atau headbox

4-7

: Distsres Napas Sedang; membutuhkan Nasal CPAP

>7

:

Distres Napas Berat; Ancaman Gagal Napas; membutuhkan Intubasi

(perlu diperiksa Analisa Gas Darah/AGD) f) Apa makna klinis dari dilakukannya meconenum staining? 28

Melihat ada tidaknya aspirasi meconium penyebab tersering dari pneumonia. 2.5 LEARNING ISSUE A. KETUBAN PECAH DINI 1. Diagnosis Banding Gejala dan tanda yang Gejala dan tanda yang Diagnosis mungkin selalu ada

kadang ada

Keluar cairan ketuban

Ketuban pecah tiba-tiba Cairan tampak di introitus Tidak ada his dalam 1 jam

Cairan vagina berbau Demam/menggigil Nyeri perut

Riwayat keluar air amnionitis Uterus menyempit DJJ cepat Perdarahan pervaginam

KPD

sedikit sedikit

Cairan vagina berbau Gatal, keputihan, Tidak ada riwayat ketuban perut, disuria pecah

Cairan vagina berdarah

nyeri Vaginitis/ servisitis

Nyeri perut, gerak janin Perdarahan ante partum berkurang , perdarahan banyak

2. Algoritma Diagnosis A. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di vagina. B. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, vernik kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi.

29

C. Dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari cairan servikalis. D. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa) bila ketuban sudah pecah. E. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3 kemungkinan adanya infeksi. 3. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM) (Hartono, 2016). 4. Epidemiologi Masalah KPD

memerlukan

perhatian

yang lebih besar, karena

prevalensinya yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm dan PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm

30

berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat (Hartono, 2016). 5. Etiologi Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009 meliputi antara lain (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor keturunan, (3) pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia), (4) overdistensi uterus , (5)malposisi atau malpresentase janin, (6) faktor yang menyebabkan kerusakan serviks, (7) riwayat KPD sebelumnya dua kali atau lebih, (8) faktor yang berhubungan dengan berat badan sebelum dan selama hamil, (9) merokok selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada usia muda, (11) riwayat hubungan seksual baru-baru ini, (12) paritas, (13) anemia, (14) keadaan sosial ekonomi. Sebuah penelitian oleh Getahun D, Ananth dkk tahun 2007 menyebutkan bahwa asma bisa memicu terjadinya ketuban pecah dini. 6. Faktor Risiko •

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya



Infeksi Traktus genital secara ascending (Bakterial Vaginosis)



Polyhidramnion



Multiple Gestation



Perdarahan Antepartum



Merokok



Prosedur invasive (amniosintesis)



Insufisiensi serviks: memiliki leher rahim yang pendek atau prematur selama kehamilan

7.



Status sosioekonomi rendah



Berat badan rendah

Klasifikasi

31

 Ketuban pecah dini (PROM) - pecahnya selaput janin setidaknya 1 jam sebelum onset persalinan, pada usia kehamilan ≥ 37 minggu. Ini terjadi pada 10-15% kehamilan termal, dan dikaitkan dengan risiko minimal pada ibu dan janin karena usia kehamilan lanjut.  Ketuban pecah dini prematur (P-PROM) - pecahnya selaput janin yang terjadi pada usia gestasi <37 minggu. Ini terjadi pada 2% kehamilan dan memiliki tingkat komplikasi ibu dan janin yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan 40% persalinan prematur.  PROM yang berkepanjangan: kasus ketuban pecah dini dimana lebih dari 24 jam telah berlalu antara ruptur dan onset persalinan.  PPROM Midtrimester atau Pre-viable PPROM: ketuban pecah dini yang terjadi sebelum usia gestasi 24 minggu. Sebelum usia ini, janin tidak bisa bertahan di luar kandungan ibu. 8.

Manifestasi Klinis Pada ketuban pecah dini, riwayat khas adalah pecah ketuban - dengan wanita yang mengalami sensasi pecah yang tidak menyakitkan, diikuti oleh segumpal cairan encer yang merembes dari vagina. Namun, gejalanya seringkali bisa lebih tidak spesifik, seperti kebocoran cairan berair secara bertahap dari vagina dan pakaian dalam lembab / pad, atau perubahan warna atau konsistensi keputihan. Pada pemeriksaan spekulum, dapat terlihat cairan mengering dari serviks dan tergenang pada forniks vagina posterior. Untuk memastikan pemeriksaan yang memadai, wanita tersebut harus diposisikan di kasur

pemeriksaan

setidaknya selama 30 menit. Ini akan memungkinkan penumpukan cairan amniotik yang bocor di bagian atas vagina. Selain itu, kurangnya keputihan normal dapat menunjukkan adanya ruptur membran. Meminta wanita untuk batuk saat pemeriksaan bisa menyebabkan cairan ketuban keluar. Pemeriksaan dengan spekulum tidak diperlukan bila cairan ketuban terlihat merembes langsung dari vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris 32

warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009). 9. Patofisiologi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. Pecahnya ketuban dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan ulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan seleput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlahs sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi ini meningkat menjelang persalinan. 10. Komplikasi Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. 11. Tatalaksana Farmako dan Non-Farmako

33

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011) : a.

Penatalaksaan Umum  Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas  

b.

hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

Penatalaksanaan Khusus a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :    

Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis Berat ringan penyakit Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid b.

amoksisillin - asam klavulanat

c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3 34

12. Pencegahan dan Edukasi Pencegahan KPD diutamakan dengan menghindari faktor risikonya, seperti: - Pemeriksaan kehamilan yang teratur - Kebiasaan hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat, minum -

cukup, olahraga teratur dan berhenti merokok. Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni

-

dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar. Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal di aderah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak seperti

-

biasanya. Untuk sementara waktu, berhenti melakukan hubungan seksual bila ada indikasi yang menyebabkan ketuban pecah dini, seperti mulut rahim yang

-

lemah. Mengonsumsi 100 mg vitamin C secara teratur saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu Pencegahan sindrom aspirasi mekonium mencakup pemantauan keadaan

dalam kandungan secara seksama untuk mencegah asfiksia. Jika ditemukan cairan ketuban bercampur dengan mekonium, dokter ahli kebidanan harus menghisap orofaring bayi sebelum melahirkan sisa tubuh bayi. Apabila bayi terlihat lemahdengan tonus yang buruk, usaha napas minimal, dan sianosis, orofarinng bayi harus diisap, pita suara divisualisasi dan daerah di bawah pita suara diisap untuk mengeluarkan mekonium dari trakea. Prosedur ini dapat diulang dua sampai tiga kali selamamasih terdapat mekonium, sebelum menstimulasi abyi untuk bernapas atau memulai bantuan ventilasi, infus salin ke dalam cairan ketuban intra uterin selama pesalinan dapat mnegurangi insidens aspirasi pneumonia. 13. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang: untuk menegakan diagnosis dilakukan pemeriksaan:

35

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri. Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal pada pasien yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks (dapat dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining sepsis, termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan elektrolit. B. BRONCHOPNEUMONIA PADA NEONATUS 1. Diagnosis Banding Gejala/Tanda

Bronkopne

Aspirasi

TTN

PMH

umonia

Mekonium

(Transient

(Penyakit

Tachypnea

of membran

the Newborn)

hyaline)

Aterm/preterm

Preterm

Usia

Aterm/pret

Aterm/post-

Kehamilan

erm

term

Onset

Beberapa

Beberapa

Beberapa saat Segera

timbulnya

saat lahir

saat lahir

lahir

gejala

(primary distress)

36

Grunting

+

+

+

+

Sianosis

+/-

++

+/- (jarang)

++

Perbaikan

Membaik

Sementara

Membaik

Sementara

dengan O2

dengan oksigen sementara

Sucking Reflex

-

-

+

+

Retraksi

+

+

+/- (jarang)

+

Adanya

Penyembuhan

Retraksi

yang

dinding

mendadak

dada

dinding dada Gejala lain

Khas Adanya ronki

dan cairan

leukositosis amnion yang berwarna kehijauan pada

saat

kelahiran Gambaran

Terdapat

Terdapat

“star

burst” Gambaran

Rontgen

infiltrat dan berkas

banyak

retikuloend

konsolidasi

infiltrat

corakan

otelial

paru

yang kasar vaskuler

berkabut

atau

dibagian

“ground

berkabut

tengah

Glass”

dan

2. Diagnosis Kerja Bayi Ny Anita kelahiran aterm, BB 3.5 kg, panjang tubuh 50 cm, lingkar kepala 34 cm, mengalami respiratory distress suspect bronchopneumonia dengan riwayat ibu mengalami KPD e.c infeksi intrauterine. 3. Algoritma diagnosis

37

Neonatus dengan gangguan pernapasan (salah satu: pernapasan cepat, berisik, atau sulit; tingkat pernapasan> 60 / menit; retraksi dada; batuk; merintih ) yang memiliki: (a) kultur darah positif atau (b) dua atau lebih pengikut:  Faktor predisposisi Demam ibu (> 38 ° C) liquor berbau busuk Pecahan membran yang berkepanjangan (> 24 jam)  Gambaran klinis sepsis reflex minum yang buruk Lethargy Refleks yang buruk Hipotermia atau hipertermia Distensi abdomen  Radiografi yang menandakan pneumonia (infiltrasi patchy atau nodular, kabut (hazy) yang difus, bronkogram udara, konsolidasi lobar atau segmental); Perubahan radiologis tidak membaik dalam waktu 48 jam  Hasil pemeriksaan sepsis yang positif (salah satu dari berikut ini): Band leukosit > 20% Leukosit meningkat C reaktif protein meningkat Peningkatan laju sedimentasi eritrosit (LED)

4. Definisi Pneumonia neonatal merupakan infeksi parenkim paru dengan terjadinya serangan dalam beberapa jam sejak kelahiran, yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala-gejala sepsis. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi, atau diperoleh setelah kelahiran. 5. Epidemiologi Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima 38

kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 30- 45% per 1000 anak di bawah usia 5 tahun, 16- 22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 716% per 1000 anak pada yang lebih tua. Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia prevalensi pneumonia balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007. Penyebab utama virus pneumoni pada anak adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus diikuti virus inflamasi A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. 6. Etiologi Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela, virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks (TORCH), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.

USIA

ETIOLOGI YANG SERING

ETIOLOGI

BAKTERI E. colli

JARANG BAKTERI Bakteri anaerob 39

YANG

Lahir – 20 hari

3 minggu – 3 bulan

4 bulan – 5 tahun

5 tahun –

Streptococcus group B Listeria monocytogenes

BAKTERI Chlamydia trachomatis Streptococcus pneumoniae

Streptococcus group D Haemophillus influenzae Streptococcus pneumoniae Ureaplasma urealyticum VIRUS Virus Sitomegalo Virus Herpes simpleks BAKTERI Bordetella pertussis Haemophillus influenzae

VIRUS Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Respitatory Syncytical Virus BAKTERI Chlamydia pneumoniae

tipe B Moraxella catharalis Staphylococcus aureus Ureaplasma urealyticum VIRUS Virus Sitomegalo BAKTERI Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae VIRUS Virus Adeno Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rino Respiratory Synncytial virus BAKTERI Chlamydia pneumoniae Mycoplasma pneumoniae Streptococcus pneumoniae

tipe B Moraxella catharalis Neisseria meningitidis Staphylococcus aureus VIRUS Virus Varisela-Zoster

BAKTERI Haemophillus influenzae remaja Legionella sp Staphylococcus aureus VIRUS Virus Adeno Virus Epstein-Barr Virus Influenza Virus Parainfluenza Virus Rino Respiratory Syncytial Virus Virus Varisela-Zoster Tabel 2.1 Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.

40

7. Faktor Risiko PROM 1) Servik inkompeten 2) Overdistensi uterus 3) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic). 4) Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genitalia, meningkatnya enzim proteolitik). 5) Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Dan makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin, sehingga komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat. MAS 1) Kehamilan fullterm-postterm 2) Hipoksia Janin 8. Klasifikasi Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.

Beberapa

ahli

telah

membuktikan

bahwa

pembagian

pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia interstitiali, Bronkopneumon. b. Berdasarkan asal infeksi yaitu Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia. c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia

bakteri

Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur. d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal. e. Berdasarkan lama

penyakit

Pneumonia persisten. 9.

Manifestasi Klinis 41

yaitu

Pneumonia

akut

dan

Manifestasi klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, namun secara umum adalah gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare. Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, nafas cuping hidung, merintih dan sianosis. 10. Patofisiologi Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau karena aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan dengan gambaran sebagai berikut: 1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli. 2. Ekspansi kuman melaui pembuluh darah kemudian masuk kedalam saluran pencernaan dam menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Umumnya bakteri penyebab terhisap keparu perifer melalui saluran nafas. Mula-mula terjadi edema karena reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel polimorfonuklear, fibrin, eritrosit, cairan udema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya terjadi deposisi fibrin ke permukaan pleura, terdapatnya fibrin dan leukosit polimorfonuklear di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Akhirnya jumlah sel makrofag di alveoli meningkat, sel akan berdegenerasi dan fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Antiobiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit hingga stadium khas yang diuraikan di atas tidak terlihat lagi. 42

Beberapa bakteri tertentu lebih sering menimbulkan gejala tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Demikian pula bakteri tertentu lebih sering ditemukan pada kelompok umur tertentu. Misalnya Streptococus Pnemoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata diseluruh lapangan paru, namun pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh streptokokus aureus pada neonatus atau bayi kecil karena streptokokus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolizin, leukosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enxim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi, koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin hingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman stafilokokus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumatokel dapat menetap sampai ber bulan-bulan tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut. Mikrobakterium Pneumoniae menimbulkan peradangan dengan gambaran baragam pada paru dan lebih sering mengenai anak usia sekolah atau remaja. Mikrobakterium pneumoniae cenderung berkembang biak pada permukaan sel mukosa saluran nafas. Akibat terbentuknya H2O2 pada metabolismenya maka yang terjadi adalah deskuamasi dan ulserasi lapisan mukosa, udema dinding bronkus dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran nafas dan alveoli. Kerusakan ini timbul dalam waktu relatif singkat antara 24 – 28 jam dan dapat terjadi pada bagian paru yang cukup luas.

43

11.

Pathogenesis Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari flora mikroba ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. 44

Organisme yang paling sering ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walau infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir.

12. 

Komplikasi Komplikasi bronkopneumonia pada neonatus dapat terjadi karena hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax atau penyebaran



bakteremia dan hematologi. Komplikasi dari penyebaran infeksi hematologi adalah:  Meningitis  Artritis supuratif  Osteomielitis

13. Tatalaksana Farmako dan Non-Farmako 1. Penatalaksaan Umum

45

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr. b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena. 2. Penatalaksanaan Khusus a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari). Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yangdicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia. 1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid b. amoksisillin - asam klavulanat c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3 2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) a. beta laktam amoksisillin b. amoksisillin-asam klavulanat c. golongan sefalosporin d. kotrimoksazol e. makrolid (eritromisin) 3. Anak usia sekolah (> 5 thn) a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga 46

(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif). 14. Pencegahan dan Edukasi - Pemeriksaan kehamilan yang teratur - Kebiasaan hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan cukup nutrisi, minum cukup, olahraga teratur dan berhenti merokok. - Membiasakan diri membersihkan daerah kemaluan dengan benar, yakni dari depan ke belakang, terutama setelah berkemih atau buang air besar. - Memeriksakan diri ke dokter bila ada sesuatu yang tidak normal di aderah kemaluan, misalnya keputihan yang berbau atau berwarna tidak seperti biasanya. 15. Pemeriksaan Penunjang

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri. Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal pada pasien yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks (dapat dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining sepsis,

47

termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan elektrolit. 16. Prognosis o Quo ad vitam : dubia ad bonam o Quo ad fungsionam: dubia ad bonam o Quo ad sanationam : dubia ad bonam 17. Skdi Bronkopneumonia : 4A Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas . Bronkopneumonia dengan sepsis : 3B Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau xray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

2.6

KERANGKA KONSEP

48

Ny.Anita, 30 tahun, primigravida

Infeksi pada ibu

Ketuban pecah dini

Demam

Infeksi ke janin melalui ascending

Suspek sepsis neonatorium

Choriamnionitis

Cairan ketuban kental, berbau tidak sedap, kehijauan Bronkopneumonia

BAB 3 PENUTUP

 hipoaktif

Aspirasi meconium Respiratory distress oleh bayi  reflex hisap berkurang

 merintih  takikardi dan takipneu Obstruksi Disfungsi surfaktan Pneumonitis 3.1 KESIMPULAN  retraksi dinding dada  saturasi O2 menurun jalan nafas kimiawi

Bayi Ny Anita kelahiran aterm, BB 3.5 kg, panjang tubuh 50 cm, lingkar kepala 34 cm, mengalami respiratory distress suspect bronchopneumonia dengan riwayat ibu mengalami KPD e.c infeksi intrauterin.

49

DAFTAR PUSTAKA Alatas H, Hasan R (ed), 2008. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan Infomedika, Jakarta. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 1 Edisi 15. ECG : Jakarta. 2000. h. 600-601. Beckmann, Charles (2010). Obstetrics and Gynecology, 6e. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins. pp. Chapter 22: Premature Rupture of Membranes, pg 213–216. ISBN 9780781788076. Gereige, R. S. dan P. M. Laufer. 2013. Pneumonia. Pediatrics in Review. 34(10): 438-455 Green, R. J. dan J. M. Kolberg. 2016. Neonatal pneumonia in sub-Saharan Africa. Pneumonia. 8(3): 1-6. Hartono, Poedjo. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal. Manuaba (2009). Buku ajar patologi obstetri untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: EGC. Morgan. Geri. (2009). Obstetri Genekologi Praktik. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran, EGC. Ranjit S. Acute respiratory failure and oxygen therapy. Indian J Pediatr 2001. 2001;68(3):249-55. 50

Roca, M., A. Verduri, L. Corbetta, E. Clini, L. M. Fabbri dan B. Beghe. 2013. Mechanisms of acute exacerbation of respiratory symptoms in chronic obstructive pulmonary disease. Eur J Clin Invest. 43 (5): 510–521 Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,UNPAD, Bandung: 2005. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . Bandung: 2005. Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 115–31. Pudjiadi, Antonius H.. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf, diakses pada 13 Februari 2018. Sarkar, M., N. Niranjan, P. K. Banyal. 2017. Mechanisms of hypoxemia. Lung India. 34: 47-60 Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680. Whaley, & Wong. (2006). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . Jakarta : EGC. Wood DW, Downes' JJ, Locks HI. A clinical score for the diagnosis of respiratory failure. Amer J Dis Child. 1972;123:227–229.

51

More Documents from "Pahrul Rozi"