Aiha

  • Uploaded by: dodelnyembel
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aiha as PDF for free.

More details

  • Words: 1,653
  • Pages: 6
Loading documents preview...
SOCA AUTO-IMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA Pengertian Kelainan dimana terdapat autoantibodi terhadap sel-sel eritrosit  umur erotrosit memendek Klasifikasi / tingkatan 1. AIHA tipe hangat; antibodi bereaksi baik pada suhu 37oC, 70% kasus AIHA a. Idiopatik b. Sekunder − Penyakit: CLL, linfoma, SLE − Obat: methyildopa, procainamide, diclofenac, beberapa antibiotik, obat sitostatik. 2. AIHA tipe dingin; antibodi bereaksi baik pada suhu 4oC a. Idiopatik b. Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan limforetikuler) Etiologi Belum diketahui pasti. Kemungkinan terjadi karena gangguan central tolerance, dan gangguan proses pembatasan limfosit autoreaktif residual. Patogenesis Terjadi melalui proses aktivasi sistem komplemen, aktivasi mekanisme seluler, atau kombinasi keduanya. 1. Aktivasi sistem komplemen  menyebabkan hancurnya membran sel eritrosist dan terjadilah hemolisis intravaskular (ditandai hemoglobinemia dan hemoglobinuria) a. Aktivasi komplemen jalur klasik − Di aktivasi oleh antibodi-antibodi IgM, IgG1, IgG2, IgG3 − IgM = aglutinin tipe dingin, sebab antibodi berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan SDM pada suhu di bawah suhu tubuh − IgG = aglutinin hangat, karena bereaksi dengan antigen permukaan SDM pada suhu tubuh − Mekanisme: aktivasi C1  aktivasi C4 bentuk kompleks C4b,2b(C3-convertase)  pecah C3 jadi fragmen C3b dan C3a  C3b dan C4b,2b bentuk kompleks C4b2b3b (C5-convertase)  pecah C5 jadi C5a(anafilaktosin) dan C5b  menjadi kompleks penghancur membran bersam molekul C6,C7,C8,C9  kompleks menyisip ke dalam membran sel  permeabilitas membran meningkat  air dan ionmasuk ke dalam sel  sel membengkakdan ruptur b. Aktivasi komplemen jalur alternatif − Mekanisme: aktivasi C3 menjadi C3b  aktivasi C5 menjadi C5b yang berperan dalam penghancuran membran. 2. Aktivasi selular  menyebabkan hemolisis ekstravaskular dengan fagositosis di limpa Mekanisme: sel darah disensitisasi oleh IgG  melekat pada IgG-FcR di RES limpa  fagositosis Gejala dan Tanda 1. AIHA tipe hangat  Insidensi  terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada dewasa terutama wanita.  Patogenesis  hemolisis banyak terjadi ekstravaskular, karena banyak melibatkan aktivasi selular  Gejala anemia  terjadi perlahan dari moderate ke severe;  Palor Mekanisme: antibodi pada eritrosit  lisis dan di fagositosis  ΣRBC ↓  anemia  Fatigue Mekanisme: anemia  perfusi jaringan tidak adekuat  pembentukan ATP ↓  fatigue  Gejala kardiovaskular  Dipsnea Mekanisme: anemia  kompensasi jantung untuk membawa O2 ke jaringan lebih banyak  sesak  Gejala hemolitik  Ikterik 40% pts Mekanisme: hemolisis (prehepatik)  bilirubin indirek ↑  ikterik  Purpura Mekanisme  perdarahan ekstravaskular  purpura  Demam; terjadi pada krisis hemolitik akut  Urin berwarna gelap karena hemoglobinuria Mekanisme: hemolisis  hemoglobin dikeluarkan melalui urin

Gejala organomegali  Splenomegali 50-60% pts Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa  splenomegali  Hepatomegali pada 30% pts Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di hati  hepatomegali  Gejala pembesaran KGB  Limfadenopati pada 25% pts Mekanisme:  25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi 2. AIHA tipe dingin  Patogenesis  Aglutinasi pada suhu dingin  banyak terjadi intravasular karena banyak melibatkan aktivasi komplemen Mekanisme: pajanan suhu dingin  antibodi menempel pada permukaan RBC  aktivasi komplemen  inisiasi hemolisis (terutama intravaskular), Mekanisme: hemolitik ekstravaskular juga terjadi; fagositosis di hati (paling sering) dan limpa  Hemolisis  berjalan kronis  Anemia  ringan dengan Hb 9-12 g%  Akrosianosis Mekanisme: pajanan suhu dingin  inisiasi hemolitik  perfusi O2 jaringan minimal  ekstrimitas biru karena iskemik  Jaundice Mekanisme: hemolitik prehepatik  bil indirek ↑  kuning  Splenomegali Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa  splenomegali Pemeriksaan Lab 1. AIHA tipe hangat  CBC  Anemia berat; Hb sering di bawah 7 g/dL Mekanisme: karena hemolitik agresif  Retikulosit meningkat; 10-30% (200-600 x 103/μL) Mekanisme: hemolitik  retikulositosis  Leukositosis neutrofil Mekanisme: pada keadaan krisis hemolitik akut  Kimia darah  Hemoglobinemia Mekanisme: lisis SDM agresif  hemoglobin bebas ↑  hemoglobinemia  Urin  Hemoglobinuria Mekanisme: lisis SDM agresif  hemoglobin bebas ↑  hemoglobinemia  hemoglobinuria  Blood smear  Microspherocytosis; area tengah RBC terlihat pucat pada pewarnaan blood film Mekanisme: rusaknya membran RBC  masuknya air dan ion  microsperosit  Serologi  Test Coomb direct positif pada 98% pasien; terdeteksi antibodi(IgG) dengan atau tanpa komplemen(C3,C3d)  Autoantibodi (dari kelasIgG dan jarang dari kelas IgA) yang bereaksi dengan antigen RBC (antigen Rh) biasanya ditemukan dalam serum dan dapat dipisahkan dari sel-sel RBC.  Antibodi bebas bisa juga ditemukan dengan tes Coombs inderik jika autoantibodi diproduksi dalam konsentrasi tinggi. 2. AIHA tipe dingin  CBC  Anemia ringan, Hb 9-12 g/dL  Blood Film  Polikromatosis; sel darah merahberwarna biru pada pewarnaan blood film Mekanisme: karena adanya sel darah merah yang imatur 



Serologi  Tes Coombs direks positif; terdeteksi komplemen  Jika ada, tes Coombs indireks akan mendeteksi IgM  Ditemukan anti-I(pada newborn), anti-Pr, anti-M, atau anti-P

Penegakan diagnosis  Mendeteksi autoantibodi pada eritrosit 1. Direct Antiglobulin Test / DAT (Direct Coomb’s Test) Sel RBC dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau anribodi monoclonal tehadap berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu atau keduanya, maka akan terjadi aglutinasi. 2. Indirect Antiglobulin Test (Inderect Coomb’s Test) Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada seum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat direaksikan dengan antiglobulin sera dengan terjadinya aglutinasi. Reaction with Anti-IgG Anti-C3 Yes No Yes Yes No Yes

Penyebab Antibodi terhadap protein Rh, hemolisis karena α-metildopa atau penicilin Antibodi terhadap antigen glikoprotein, SLE Reaksi antibodi tipe dingin (aglutinin atau antibodi Cold-Landsteiner), antibody terkait obat, antibodi IgM, antibodi IgG afinitas rendah, aktivasi komplemen oleh kompleks imun

Diagnosis banding 1. Anemia megaloblastik 2. Talasemia mayor 3. Malaria Penatalaksanaan 1. AIHA tipe hangat  Pasien dengan hemolisis ringan, biasanya tidak membutuhkan terapi.  Terapi dimulai jika terjadi hemolisis yang signifikan.  Semua penyebab yang mendasari AIHA harus di tangani dan semua obat yang menyebabkan harus di hentikan.  Terapi transfusi untuk kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3g/dL)  Kortikosteroid-terapi standard AIHA; 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu. Bila respon baik, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi rumatan dosis <30 mg/hari diberikan secara selang sehari.  Splenektomi; bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-70%. Steroid masih sering digunakan setelah splenektomi.  Imunosupresi; Azotropin 50-200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2)  Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari, IVIg 400mg/kgBB/hari selama 5 hari, plasmafaresis 2. AIHA tipe dingin  Menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis  Jika penyebab mendasari dapat diidentifikasi, harus ditangani.  Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu karena hemolisis yang terjadi intravaskular  Plasmafaresis pada kasus akut severe untuk mengurangi antibodi IgM  Imunosupresif untuk kasus kronik; Klorambusil 2-4 mg/hari  Pada anemia simtomatik parah; transfusi konsetrat washed red cell untuk mencegah infusi komplemen tambahan.  Untuk kasus refraktori; rituximab

Algoritma terapi pasien Minimal Watch

Assess severity

Marked

Prednisone IVIg Splenektomi

Moderate Prednisone 60 mg/d 2-3 weeks Splenektomi

No

Response

No response Relapse Cyclosphosphamide 100 mg/d or Azathiarine 150 mg/d or rixutimab 375 mg/m2 weekly

Yes

Reduce rapidly to 20 mg/d

Reduce slowly to 5-10 mg qod

Discontinue if no sign of disease

Komplikasi 1. AIHA tipe hangat Gagal ginjal, DVT, emboli paru, infark limpa, dan kejadian cardiovaskular lain. 2. AIHA tipe dingin -Prognosis 1. AIHA tipe hangat  Sebagian besar pts memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik, namun terkendali  Survival 10 tahun berkisar 70%  Mortalitas selam 5-10 tahun sebesar 15-20%  Prognosis AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari 2. AIHA tipe dingin  Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki surival yang baik dan cukup stabil.

OSCE AUTO-IMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA Anamnesis 1. Identifikasi; nama, umur, jenis kelamin 2. Keluhan a. AIHA tipe hangat  Gejala anemia  Palor  Fatigue  Gejala kardiovaskular  Dipsnea  Gejala hemolitik  Ikterik  Purpura  Demam  Urin berwarna gelap  Gejala organomegali  Splenomegali  Hepatomegali  Gejala pembesaran KGB  Limfadenopati b. AIHA tipe dingin  Gejala anemia  ringan  Gejala hemolitik  Di sebabkan pajanan suhu dingin  Akrosianosis  Jaundice  Splenomegali 3. Riwayat Penyakit Dahulu a. CLL b. Limfoma c. SLE d. Infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus e. Keganasan limforetikuler 4. Riwayat Pengobatan dan minum obat a. Obat: methyildopa, procainamide, diclofenac, beberapa antibiotik, obat sitostatik. Pemeriksaan Fisik 1. Umum a. Keadaan umum: palor, fatigue, sesak napas b. Vital sign: demam, takipnu c. Antropometrik: -2. Khusus a. Kepala: kunjungtiva palpebra pucat b. Leher: limfadenopati c. Dada: dispnea d. Abdomen: splenomegali, hepatomegali e. Ekktrimitas: ikterus, purpura, akrosianosis Permeriksaan Lab 1. CBC a. Hb rendah, anemia b. Retikulosit ↑ c. Leukositosis neutrofil 2. Blod Smear a. Spherocyte

b. Polikromatosis 3. Kimia darah a. Hemoglobinemia 4. Urin a. Hemoglobinuria Pemeriksaan Tambahan 1. Radiologi a. CT scan untuk melihat splenomegali 2. ECG a. Untuk menilai jantung 3. Serollogi a. Direct Coomb’s test (+) Penatalaksanaan 1. AIHA tipe hangat  Pasien dengan hemolisis ringan, biasanya tidak membutuhkan terapi.  Terapi dimulai jika terjadi hemolisis yang signifikan.  Kortikosteroid; 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu. Bila respon baik, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi rumatan dosis <30 mg/hari diberikan secara selang sehari.  Splenektomi; bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan tappering dosis selama 3 bulan. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai 50-70%. Steroid masih sering digunakan setelah splenektomi.  Imunosupresi; Azotropin 50-200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50-150 mg/hari (60 mg/m2)  Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari, IVIg 400mg/kgBB/hari selama 5 hari, plasmafaresis  Terapi transfusi untuk kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3g/dL) 2. AIHA tipe dingin  Menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis  Klorambusil 2-4 mg/hari  Plasmafaresis untuk mengurangi antibodi IgM  Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu Algoritma terapi pasien Minimal Watch

Assess severity

Marked

Prednisone IVIg Splenektomi

Moderate Prednisone 60 mg/d 2-3 weeks Splenektomi

No

Response

No response Relapse Cyclosphosphamide 100 mg/d or Azathiarine 150 mg/d or rixutimab 375 mg/m2 weekly

Yes

Reduce rapidly to 20 mg/d

Reduce slowly to 5-10 mg qod

Discontinue if no sign of disease

Related Documents

Aiha
March 2021 0

More Documents from "dodelnyembel"

Aiha
March 2021 0
Tinea Korporis
March 2021 0