Al-awqaf_8_2_2015.pdf

  • Uploaded by: Surya Hendrawan
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Al-awqaf_8_2_2015.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 53,687
  • Pages: 127
Loading documents preview...
ISSN 2085-0824

AL-AWQAF Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam

Polemik Makam Mewah: Firdaus Memorial Park Sebuah Terobosan dalam dunia Wakaf di abad-21? Endi Garadian Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang Rahmad Dahlan Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang di Indonesia Muhammad Aziz Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Penjualan Sukuk Negara Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah dan Rizqullah Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil Studi Empiris di Indonesia Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah dan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Keuangan Perbankan di Indonesia Periode 2008 -2014 Anindya Mitra Raisnur Putri Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Terhadap Keputusan Menginap Pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Umi Indah Alvia dan Muhammad Zilal Hamzah

AL-AWQAF

Vol. 8

No. 2

Hal 111-230

Jakarta Juli 2015

ISSN 2085-0824

BADAN WAKAF INDONESIA INDONESIAN WAQF BOARD

AL-AWQAF Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam

i

ISBN 2085-0824

AL-AWQAF Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Sususnan Dewan Redaksi Pelindung Dr. Maftuh Basyuni Penanggung Jawab Prof. Dr. Zilal Hamzah, Ph.D Dewan Redaksi Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Ec., Ph.D Dr. Nursamad Kamba Dra. Hj. Badriyah Fayumi, MA Drs. Zafrullah Salim, M.H Mitra Bestari Prof. Dr. Uswatun Hasanah, MA Prof. Dr. Fathurrahman Djamil Mustafa Edwin Nasution, Ph.D Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail Dr. Muhammad Lutfi Dr. Muhammad Aktaruzzaman Khan Prof. Dr. Nurul Alam Pemimpin Redaksi Dr. Amelia Fauzia Anggota Redaksi Dr. Asep Saepudin Jahar Arif Zamhari, Ph.D Dr. Jeje Jaenudin Staf Redaksi Nani Al-Muin, MA Alamat Redaksi Divisi Penelitian dan Pengembangan Badan Wakaf Indonesia Gedung Bayt Al-Quran Lt. 2, Jalan Pintu Utama TMII, Jakarta Timur 13560 Telp. +6221-87799232, +6221-87799311. Fax. +6221-87799383. E-mail: [email protected] Al-Awqaf jurnal wakaf dan ekonomi Islam diterbitkan Badan Wakaf Indonesia. Terbit dua kali setahun. Redaksi menerima tulisan tentang wakaf dan ekonomi Islam dalam bentuk artikel ilmiah, hasil penelitian, maupun resensi buku. Tulisan harus disertai dengan abstrak singkat dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris; kata kunci dalam bahasa Indonesia, Arab dan Inggris; dan biodata singkat penulis dalam bentuk esai. Panjang tulisan 10-20 halaman A4, 1,5 spasi, dikirimkan dalam bentuk softcopy dengan format rtf, doc, atau docx maupun dalam bentuk hardcopy. Tulisan dapat dikirim melalu email [email protected] atau diantarkan langsung ke alamat redaksi. ii

ISBN 2085-0824

Daftar Isi halm. iii Pengantar Redaksi hlm. v Endi Aulia Garadian Polemik Makam Mewah: Firdaus Memorial Park Sebuah Terobosan dalam dunia Wakaf di abad-21? hal. 111-127 Rahmad Dahlan Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang hal. 128-144 Muhammad Aziz Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Mengembangkan Prospek Wakaf Uang di Indonesia hal. 145-162 Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah dan Rizqullah Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Penjualan Sukuk Negara hal. 163-175 Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi: Hasil Studi Empiris di Indonesia hal. 176-189 Anindya Mitra Raisnur Putri Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah dan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Keuangan Perbankan di Indonesia Periode 2008 -2014 hal. 190-209 Umi Indah Alvia dan Muhammad Zilal Hamzah Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Terhadap Keputusan Menginap Pada Hotel Grand Kalpataru Syariah hal. 210-224 Index Artikel hal. 225-228

iii

iv

Pengantar Redaksi Bersyukur dengan mengharap ridho Allah tiada henti kami panjatkan berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, pada kesempatan ini Tim Redaksi bisa menerbitkan Jurnal Al-Awqaf Volume 8 Nomor 2 Edisi Juli 2015 Badan Wakaf Indonesia (BWI) kembali mengangkat tema khusus Wakaf dan Keuangan Syariah. Berikut susunan artikel yang kami kumpulkan dari beberapa penulis. Pertama, Endi Garadian mencoba mengkritisi fenomena wakaf makam di Indonesia melalui Yayasan Wakaf Pro 99 Taman Makam Firdaus (FMP). Maraknya wakaf Makam saat ini menjadi sebuah fenomena actual yang harus segera di teliti baik dari segi pengelolaan maupun status hukum pola pelaksanaan lembaga terkait. Permasalahan konkrit yaitu system komersial yang menjadi wakaf makam ini menjadi mewah, sehingga menjadi kontroversi apakah di benarkan secara hukum baik Islam maupun positif atau justru menyalahi peraturan perwakafan di Indonesia. Dan bagaimana pola pengembangan wakaf makam yang dikembangkan oleh yayasan wakaf Pro 99? Kedua masih seputar wakaf, Rahmad Dahlan menjelaskan rendahnya tingkat pemahaman nazhir terkait wakaf uang serta lemahnya pemahaman nazhir terkait kebijakan Undang undang wakaf nomor 41 tahun 2004. Menurut Rahmad, masih sedikit Nazhir yang memiliki pemahaman tentang wakaf uang bahkan setuju terhadap wakaf uang hal ini disebabkan karena lemahnya pengetahuan nazhir terkait regulasi wakaf uang. Ketiga, artikel yang ditulis oleh Muhammad Azis mencoba mengesplorasi keberadaan dan posisi Badan Wakaf Indonesia yang sangat strategis dalam pemberdayaan wakaf secara produktif. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) bertujuan untuk menyelenggarakan manajemen wakaf secara optimal, yang terkait dengan pengelolaan. Seperti harta wakaf yang bersifat

nasional dan internasional yang keberadaannya masih terlantar maupun pembinaan terhadap Nazhir yang kurang memadai. Badan Wakaf Indonesia (BWI) bersifat Independen dan profesional yang bersinergi dengan peran pemerintah sebagai regulator (pengatur), fasilitator (memberi fasilitas), motivator (memberi semangat) dan public service (pelayanan umum). Selanjutnya dalam tulisan ke empat sampai ke tujuh terkait ekonomi Syariah. Yaitu Maulana Syarif, Muhamad Zilal dan Rizqullah dengan tema Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Penjualan Sukuk Negara, kajian ini menganalisis pengaruh variabel ekonomi makro seperti; inflasi, nilai tukar, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar pada penjualan sukuk sejak Oktober 2009 hingga September 2014 dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan dan korelasi negatif terhadap penjualan sukuk, BI rate berpengaruh signifikan dan korelasi positif, inflasi memiliki pengaruh signifikan dan korelasi negatif sementara uang beredar memiliki pengaruh yang signifikan dan korelasi positif terkait sukuk. Hal tersebut dibuktikan bahwa pembelian sukuk variabel independen memiliki dampak yang signifikan terhadap pengaruh sukuk. Pertumbuhan perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh banyak sekali faktor – faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi atau disebut juga variabel ekonomi makro biasa digunakan sebagai alat untuk melihat kondisi perekonomian suatu negara, termasuk perbankan syariah. Untuk itu maka dalam artikel kelima, Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah melalui studi empiris dengan tema Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi. Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh v

pertumbuhan variabel ekonomi makro dan jumlah penduduk muslim terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan GDP, Kurs, Investasi, net export, jumlah uang beredar sebagai variabel makro serta jumlah penduduk muslim di Indonesia. Data yang digunakan bersumber dari data statistik perbankan syariah Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Metode penelitian yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM) karena metode ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang diteliti baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah, sedangkan dalam jangka panjang hanya kurs dan jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

vi

asset perbankan syariah di Indonesia. Keenam Anindya menambahkan terkait bagaimana pengaruh pertumbuhan perbankan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) sektor keuangan perbankan di Indonesia. Pertumbuhan perbankan syariah diinterpretasikan dengan pertumbuhan aset perbankan, pertumbuhan pembiayaan dan pertumbuhan jumlah kantor. Terakhir Umi Indah Alvia dalam tulisannya mencoba mengungkapkan ada tidaknya pengaruh kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsipprinsip syariah terhadap keputusan menginap oleh konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. Sumber data diperoleh dari data primer, yaitu hasil kuesioner dari 138 pengunjung hotel atau 28% dari populasi dengan teknik purposive sampling. Selamat membaca!

Polemik Makam Mewah: Firdaus Memorial Park Sebuah Terobosan dalam dunia Wakaf di abad-21? Oleh : Endi Aulia Garadian Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta [email protected]

Abstract This article is written to explain how the position of Eden Memorial Park (FMP) as a waqf tomb amid polemics luxurious tomb that was rife. Presenting polemic through print and online media, the authors analyse and classify the opinions of leaders interviewed by the media using ethnographic analysis of the content. The authors found that polemic luxurious tomb split in two between the businesses (pro) with the Islamic civil society (cons). Furthermore, the authors argue that the FMP could be a new breakthrough in the world waqaf of the 21st century. Only, there some challenges faced by the FMP. Even so, the chances of FMP to be breakthroughs and new solutions in the world waqf also not entirely nil. Keywords : 21st Century, Firdaus Memorial Park, Breakthrough, Waqf, Commercial Cemetery, Productive Waqf Abstrak Artikel ini ditulis untuk menjelaskan bagaimana posisi Firdaus Memorial Park (FMP) sebagai salah satu wakaf makam di tengah polemik makam mewah yang sempat marak. Menghadirkan polemik lewat media cetak dan online, penulis menganalisa dan mengklasifikasi pendapat-pendapat para tokoh yang diwawancara oleh media menggunakan konten analisis etnografi. Penulis mendapatkan bahwa polemic makam mewah terbelah dua antara pihak pelaku bisnis (pro) dengan pihak Islamic civil society (kontra). Lebih jauh, penulis berargumen bahwa FMP bisa menjadi terobosan baru di dunia wakaf abad 21. Hanya saja, ada bebebera tantangan yang harus dihadapi 111

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

oleh pihak FMP. Pun begitu, peluang FMP untuk menjadi terobosan dan solusi baru di dunia wakaf juga tidak sepenuhnya nihil. Kata Kunci : Abad-21, Firdaus Memorial Park, Makam Komersial, Wakaf, Wakaf Makam, Wakaf Produktif A. Pendahuluan Artikel ini mencoba menjelaskan bagaimana posisi wakaf makam yang dikelola yayasan wakaf pada abad-21. Dalam hal ini, wakaf makam tersebut diwakilkan oleh Firdaus Memorial Park (FMP) yang dikelola oleh WAKAF Produktif ’99. Sebagai salah satu pionir dalam dunia wakaf makam produktif, FMP pun mengklaim sebagai pengelola wakaf makam yang punya prinsip berbeda dengan makam mewah seperti San Diego Hills yang dilabeli haram, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh MUI dan masyarakat umum.1 Lebih lanjut, kemunculan FMP pun bukannya tanpa tantangan. Pasca keluarnya fatwa MUI tentang Jual Beli Tanah untuk Kuburan dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah yang ditetapkan pada rapat pleno MUI tanggal 20 Februari 2014 silam, FMP pun juga sempat terstigmatisasi dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut. Masuk ke dalam kategori pemakaman mewah yang sangat mungkin masuk menjadi kategori haram versi MUI.2 Artikel ini mencoba melihat fenomena makam mewah dan FMP lewat media cetak dan media online. Kemudian, penulis menganalisis pemberitaan-pemberitaan tersebut lewat: respon dan tanggapan ulama dan pemegang kebijakan, pendapat pemilik, dan tanggapan umum pada media-media tersebut. Penulis juga menggunakan situs FMP sendiri untuk melihat program-program yang ditawarkan, tentang kami, dan frequently asked questions (FAQ) sebagai data utama.

Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan aktor-aktor utama yang mengelola Firdaus Memorial Park. Hal ini penulis lakukan untuk melakukan verifikasi dan validasi data yang penulis dapatkan dari media. Harapannya juga, dengan melakukan wawancara, penulis dapat menghadirkan hasil penelitian yang komprehensif dalam tulisan ini. Lalu, analisis konten (content analysis) penulis gunakan untuk menganalisa berita-berita yang beredar pada media-media tersebut. Lebih spesifik, analisis konten, disebut juga sebagai analisis isi, merujuk kepada teknik untuk studi yang orientasinya kepada bukti-bukti bisu (mute evidences) di dalam sebuah teks.3 Teks dalam hal ini merupakan teks-teks yang beredar di dalam media, baik cetak maupun online. Selain itu, pendekatan yang penulis gunakan dalam studi ini adalah pendekatan konten analisis etnografi (ethnographic content analysis), sebuah pendekatan yang diperkenalkan secara luas oleh Altheide.4 Cara kerja pendekatan ini yakni menjabarkan konten dalam berita untuk kemudian dinarasikan dan fokus terhadap situasi berikut: setting kejadian, gaya penulisan, gambar dalam media, makna yang disampaikan, dan nuansa yang semuanya berhubungan dengan pelaku yang terlibat di dalamnya.5 Sebelum masuk lebih jauh ke dalam pembahasan, penting untuk mengetahui konsepkonsep yang akan penulis bahas dalam artikel ini. Istilah-istilah seperti makam, makam komersial, wakaf, dan wakaf makam perlu diurai lebih

1 Asep Irawan, Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan, 2015; Annisa Novianti, ‘MUI Keluarkan Fatwa Haram Atas Kuburan Mewah, Bagaimana Dengan San Diego Hills?’, Kliping Berita - Kemenag RI, 2014, http://kliping.kemenag.go.id/download. php?file=14455; Suara Merdeka, ‘Haram, Bisnis Kuburan Mewah’, Kliping Berita - Kemenag RI, 2014, http://kliping.kemenag.go.id/ download.php?file=14452; Duta Masyarakat, ‘MUI Haramkan Bisnis Kuburan Mewah’, Kliping Berita - Kemenag RI, 2014, http://kliping. kemenag.go.id/download.php?file=14451. 2 FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park’, 2015. 3 Ian Hodder, ‘The Interpretation of Documents and Material Culture’, Qualitative Research Methods / Edited by Darin Weinberg, 2001. 4 ‘Reflections: Ethnographic Content Analysis’, Qual Sociol Qualitative Sociology 10, no. 1 (1987): 65–77. 5 Ibid.; Klaus Krippendorff, Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, 2004.

112

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

jauh agar pembaca dan penulis punya frekuensi atau pemahaman yang sama terkait istilah-istilah tersebut. Pertama, pemakaman komersial. Belum ada definisi yang rigid tentang makam komersial. Sejatinya, istilah ini merupakan dua istilah yang digabung menjadi satu istilah. “pemakaman” dan “komersial”. Pemakaman, dengan kata dasar “makam”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekuburan atau tempat kediaman bagi orang yang sudah meninggal. Kemudian, dalam Companion to Urban Anthropology, Rotenberg6 mengatakan bahwa pemakaman (cemetery), atau kota bagi orang mati, adalah kebalikan dari kota pada umumnya yang ditempati oleh orang yang masih hidup dan lokasinya di sekitar tempat para penduduk. Sementara itu, komersial, menurut KBBI, merupakan istilah yang merujuk kepada aktivitas yang berkaitan dengan perniagaan yang kadang-kadang mengorbankan nilai-nilai sosial maupun budaya. Sehingga, berdasarkan dua pengertian tersebut, pemakaman komersial dapat didefinisikan sebagai tempat tinggal bagi orang mati yang dijadikan objek niaga bagi para pelaku bisnis. Dalam artikel ini, penulis menggunakan istilah pemakaman komersial dan pemakaman mewah untuk merujuk kepada pemakamanpemakaman seperti San Diego Hills. Istilah kunci kedua yang juga perlu diketahui yaitu wakaf. Secara etimologi, wakaf merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab, waqafa, yang berhenti, diam, atau menahan. Dalam konteks ini, berarti wakaf adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menahan benda-benda yang diwakafkan. Lebih jauh, wakaf juga berarti menyumbangkan properti atau aset (biasanya, berupa tanah, uang, binatang, bangunan, dan sebagainya) yang dimiliki dengan tujuan menunaikan sebagian perintah agama –

atau disebut juga sebagai amal atau sadaqa – tanpa niatan untuk mendapatkan kembali properti atau aset yang telah disumbangkan. Biasanya, properti dan aset tersebut disumbangkan via yayasan amal Sementara itu, wakaf, dalam entri Encyclopaedia of Islam7, didefinisikan sebagai tindakan menyumbangkan sesuatu kepada yayasan amal atau bahkan mendirikan yayasan amal itu sendiri untuk tujuan-tujuan keagamaan sesuai dengan tuntutan di dalam hukum Islam. Lebih lanjut, unsur penting dalam wakaf menurut Peters8 yakni memberikan harta benda yang dimiliki seseorang kepada orang lain yang dipercayakan – bisa lembaga wakaf atau pengelola harta benda lainnya – untuk kemudian disalurkan kepada seseorang yang berhak menerima untuk mendapatkan manfaatnya. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta beda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejateraan umum menurut syariah.9 Selain menggunakan term wakaf, term lain yang digunakan adalah term ḥabs, ḥubus, atau ḥub (dalam bahasa Perancis diterjemahkan sebagai Habous) sebagaimana digunakan oleh para pengikut Mazhab al-Mâlikî. Sementara dalam Syi’ah, term wakaf dan ḥabs mempunyai pemaknaan yang berbeda di mana pada ḥabs para wakif memiliki hak untuk mengatur properti yang diwakafkannya.10 Terakhir, kata kunci yang ketiga dalam penelitian ini yaitu wakaf makam. Wakaf makam merupakan salah satu bentuk wakaf yang biasa dilakukan oleh para wakif (orang yang berwakaf)

6

‘Nature’, in A Companion to Urban Anthropology, ed. Donald M. Nonini (John Wiley & Sons, Ltd, 2014), 381–93, http://onlinelibrary. wiley.com/doi/10.1002/9781118378625.ch22/summary. 7 Ruud Peters, ‘Waḳf’, Encyclopaedia of Islam, New Edition, W - Z (Leiden: Brill, 2002), http://referenceworks.brillonline.com/entries/ encyclopaedia-of-islam-2/wakf-COM_1466?s.num=65&s.start=60. 8 Ibid. 9 ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf’, 2004. 10 Peters, ‘Waḳf.’

113

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

untuk pemenuhan kebutuhan lahan bagi orang yang meninggal. Selanjutnya, bila dirinci lebih jelas, wakaf makam sendiri merupakan turunan dari wakaf tanah. Di mana wakaf tanah biasanya juga menyumbangkan tanah kosong yang peruntukkannya diserahkan sepenuhnya kepada nazhir (pengelola harta wakaf), bangunan tinggal, masjid, dan tentu saja tanah yang peruntukkannya untuk makam yang mana sesuai dengan wasiat atau permintaan dari wakif.

Skema 1: Breakdown Wakaf dari Paling Umum ke Khusus (atas-bawah). Kemudian, pertanyaan penelitian yang penulis ajukan dalam tulisan ini yaitu, “apakah benar bahwa FMP yang digadang-gadang oleh pengelolanya sebagai terobosan baru di dunia wakaf (FMP Update, 2015) itu benar adanya? Atau, jangan-jangan, munculnya FMP hanya sebuah fenomena ekonomi belaka seperti halnya dengan munculnya San Diego Hills sebagai pemakaman mewah?” B. Munculnya Pemakaman Fenomena Budaya Konsumen

Komersial:

Ruang publik (public space) merupakan wilayah terbuka yang dapat diakses, dimanfaatkan, dan digunakan oleh khalayak umum untuk beraktivitas. Baik hanya sekedar untuk bersantai-santai maupun untuk bersosialisasi dan berinteraksi satu sama lain. Alun-alun kota, taman, pantai, trotoar, 11

114

dan bahkan jalan raya, pada dasarnya adalah ruang-ruang publik yang dapat digunakan oleh siapapun. Lebih khusus lagi, bangunan-bangunan pemerintahan, yang terbuka untuk umum, seperti perpustakaan daerah, perpustakaan nasional, atau gedung anggota dewan, juga merupakan ruang publik. Walaupun, beberapa area dalam tempattempat tersebut terdapat juga wilayah yang tidak dapat dimasuki sembarang orang (restricted area). Selain itu, ada juga wilayah yang dapat dikategorikan sebagai ruang publik namun hak miliknya adalah perseorangan. Dalam ruang tersebut biasanya berupa bangunan atau properti yang dapat digunakan secara bersama-sama, misalnya. Ruang-ruang seperti kolam renang, sarana olahraga dalam komplek perumahan, jalan tol, atau yang paling ramai seperti mall merupakan ruang yang masuk dalam kategori private space namun dibuka bagi masyarakat umum secara, diantaranya, berbayar. Licata11 menyebut istilah ruang ini sebagai Privately Owned Public Open Spaces (POPS). Namun, penulis lebih suka untuk mendefinisikannya sebagai ruang privat-publik (private-public space). Belakangan, di Indonesia, private-public space mulai melebar ke sektor ruang yang tak diduga banyak orang. Pemakaman misalnya, sebagai ruang publik lainnya pun mulai diprivatisasi oleh kalangan pengusaha. Kepemilikan tanah yang seharusnya jadi milik pemerintah ini pun juga tak luput untuk dijadikan lahan bisnis bagi para pelaku bisnis – yang mana tentu saja hal ini dilakukan para pelaku bisnis karena legal berdasarkan undang-undang. Beberapa nama privatisasi makam, yang kemudian dikenal sebagai makam mewah, ini pun dapat dilihat bila melewati jalan tol Cikampek-Cipularang. Sepanjang perjalanan rute tersebut, paling tidak terlihat dua sampai empat iklan dalam baliho tentang penjualan pemakaman mewah. San Diego Hills dan Al-Azhar Memorial Garden, misalnya. Kedua pemakaman tersebut merupakan beberapa nama makam mewah dan elite yang namanya

‘Seattle’s Privately Owned Public Spaces’, 2009, https://www.google.com/maps/d/viewer?mid=zSyQSUtX8fxc.kiuD3D6P5CvM

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

mulai dikenal Indonesia, khususnya pulau Jawa karena seringkali diberitakan oleh media12 Hal ini, hemat penulis, merupakan salah satu bentuk komersialisasi ruang publik. Atau, lebih khusus, sebagai komersialisasi pemakaman. Komersialisasi sendiri merupakan sebuah proses memperkenalkan sebuah produk atau metode produksi yang baru ke dalam pasar. Asumsinya, sebuah produk yang dikomersialisasi pasti mempunyai konsumennya di pasaran. Atas dasar itulah para pelaku bisnis berani mengkomersialisasikan sebuah produk untuk dijual kepada konsumen. Pemakaman sebagai salah satu ruang publik, bagi para pelaku bisnis, pun tidak luput sebagai objek yang dikomersialisasi. Komersialisasi ruang publik seperti pemakaman juga berkaitan dengan komersialisasi agama atau komodifikasi agama. Pasalnya, tradisi menguburkan jenazah di dalam tanah, khususnya di Indonesia, masih merupakan caracara yang dipraktikkan beberapa agama. Agama Yahudi, Kristen, Katolik, dan tentu saja Islam, sebagai agama samawi, mempunyai kepercayaan bahwa setelah manusia meninggalkan bumi dalam keadaan yang sudah tidak lagi bernyawa maka wajib hukumnya untuk menguburkannya ke dalam tanah. Maka, menjual pemakaman mewah sama saja dengan menjual sebuah produk dengan bungkus bernama agama. Apalagi, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam yang kemudian disusul oleh Kristen, oleh karenanya dapat dipastikan bahwa konsumen yang berpotensi untuk membeli pemakaman mewah adalah masyarakat yang beragama. Lebih jauh lagi, dengan harga makam yang relatif tinggi per kavlingnya (dengan harga paling murah 24 juta per tahun 2012), maka sudah dipastikan

bahwa konsumennya juga sudah dapat dipastikan golongan masyarakat kelas menengah ke atas. Fenomena kemunculan pemakaman mewah, bila dicermati merupakan fenomena yang wajar terjadi. Hal ini seperti yang diprediksi oleh beberapa pakar sosial sebagai budaya konsumen (consumer culture). Sebuah budaya yang merupakan bentuk kapitalisme di mana ekonomi difokuskan pada penjualan barang yang berpotensi besar untuk menarik konsumen untuk membeli sebuah barang.13 Bagian penting dari budaya konsumen adalah penekanan pada gaya hidup dan penggunaan barang-barang untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan.14 Karena budaya konsumen sangat menekankan aspek kebahagiaan, dalam beberapa hal juga gengsi, yang didapatkan dari materi, maka tidak heran bila banyak orang menghabiskan uangnya dalam jumlah besar hanya untuk mendapatkan kebahagiaan semata.15 Dalam hal ini budaya konsumen, dalam ranah akademik, sangat menekankan aspek psikologi dan sosiologi. Dalam konteks makam mewah, ada kebanggaan dan kepuasan tersendiri bila masyarakat, utamanya kelas menengah ke atas, bisa mempunyai tempat tinggal terakhir yang elegan dan mewah. Bila penulis istilahkan yaitu, “meski sudah mati, tapi gaya nomor satu.” Lebih lanjut, pada dasarnya, fenomena makam mewah adalah soal persepsi manusia tentang imajinasi kehidupan setelah mati. Imajinasi manusia tentang pemakaman yang dibentuk atau terbentuk oleh agama, lalu kemudian dilihat oleh pelaku bisnis sebagai peluang untuk dikomersialisasi. Imajinasi ini juga salah satu rupa dalam budaya konsumen sebagaimana dijelaskan oleh Jenkins, Nixon dan Molesworth.16

12

Suhendra, ‘Harga Kaveling Makam Mewah Paling Murah Rp 14 Juta, Naik 360%’, Detikfinance, 2015, http://finance.detik.com/rea /2015/04/17/152939/2890529/1016/harga-kaveling-makam-mewah-paling-murah-rp-14-juta-naik-360; Ani Nursalikah, ‘Al Azhar: Kami Tak Mewah, Makam Termurah Rp 24 Juta’, Republika Online, 2014, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/02/26/ n1leqr-al-azhar-kami-tak-mewah-makam-termurah-rp-24-juta; Muhammad Sholeh, ‘Makam Elite Al Azhar, Menyasar Orang Islam Kaya’, Merdeka.com, 2012, http://www.merdeka.com/peristiwa/makam-elite-al-azhar-menyasar-orang-islam-kaya.html. 13 Van Thompson, ‘What Is Consumer Culture?’, Small Business - Chron.com, 2014, http://smallbusiness.chron.com/consumerculture-57886.html. 14 Celia Lury, Consumer Culture (Rutgers University Press, 2011). 15 Thompson, ‘What Is Consumer Culture?’ 16 ‘“Just Normal and Homely”: The Presence, Absence and Othering of Consumer Culture in Everyday Imagining’, Journal of Consumer Culture 11, no. 2 (1 July 2011): 261–81, doi:10.1177/1469540511402446.

115

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

Bagi mereka17 budaya konsumen yang lahir dari imajinasi tiap individu memberikan gambaran dan perasaan positif di masa depan. Di mana, barangbarang yang diasumsikan akan memberikan imajinasi citra positif saat konsumen memilikinya akan memberikan visi kepuasan dalam hubungan bermasyarakat (berkaitan dengan penerimaan di masyarakat dan gengsi) dan kebahagiaan batin. Pada konteks ini, pemakaman, sebagai imajinasi tempat tinggal setelah mati, memberikan citra positif bagi sebagian orang – meskipun sudah meninggalkan dunia ini. Hal inilah, yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis, di belahan manapun di bumi ini, tak terkecuali Indonesia. C. Polemik Makam Mewah: Dalam Bingkai Media Polemik makam mewah di Indonesia pertama kali muncul ketika San Diego Hills, yang berlokasi di Karawang dan didirikan pada tahun 2010, mendapatkan reaksi penentangan dari MUI. Bagi MUI, status pemakaman San Diego Hills yang melakukan jual-beli dan bisnis lahan makam hukumnya adalah haram karena prinsip yang bekerja dalam akad yang dilakukan pengelola makam tersebut mengandung unsur tabdzir dan israf, baik dari segi luas, harga, fasilitas, maupun nilai bangunan.18 Dalam pemberitaannya, di berbagai macam media cetak maupun online, eksistensi makam komersial atau makam mewah sempat menjadi viral sejak medio Desember 2013 hingga akhir Februari 2014. Sejumlah media menyoroti, bentuk kuburan yang elegan dan besar, tinggi kuburan yang tidak sesuai dengan syariah, biaya mahal dari 17

sebuah makam – yang mana biaya per kavlingnya bahkan melebihi harga rumah penduduk kelas bawah – hingga fatwa haram MUI terhadap keberadaan makam komersial tersebut. Penulis mengurutkan pemberitaan yang beredar di media mulai dari pemberitaan mulai dari yang melibatkan menteri, kemudian pelaku bisnis, dan yang terakhir aktor civil society. Pemberitaan yang diwartakan oleh Jefriando19 dalam detik. finance, misalnya. Ia menyoroti fenomena makam mewah lewat pernyataan menteri Agraria. Jefriando20, melaporkan perkataan Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, yakni, “harusnya dia juga menyediakan area untuk yang berpenghasilan rendah atau sedang. Kalau hanya dengan klasifikasi orang kaya. Ingat jangan sampai ada yang bilang, saya takut mati karena kuburannya mahal.” Selain itu, Jefriando juga menyoroti pendapat Pak Menteri lainnya tentang problematika bisnis pemakaman mewah yang dikelola swasta bermasalah dalam hal tak kena Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), eksklusivitas, hingga harga lahannya yang tinggi 21. Lebih jauh, terang Suhendra22, seperti dilansir dalam detikfinance, pemerintah berencana mengenakan makam mewah kena pajak bumi dan bangunan (PBB). Makam mewah juga dituding terlalu eksklusif karena hanya golongan ekonomi tertentu saja yang membeli di kawasan tersebut. Selama ini lahan makam tak kena PBB karena dianggap sebagai fasilitas sosial, yang sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pasal 77 Ayat 3 bagian C.23 Polemik lainnya yang mengemuka yakni, permasalahan pendirian pemakaman tersebut

Ibid. Majelis Ulama Indonesia, ‘Majelis Ulama Indonesia » Fatwa Jual Beli Tanah Untuk Kuburan Dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah’, 2014, http://mui.or.id/produk-mui/fatwa-mui/fatwa-komisi-fatwa-mui/fatwa-jual-beli-tanah-untuk-kuburan-dan-bisnis-lahan-kuburanmewah.html. 19 ‘Menteri Agraria: Jangan Sampai Orang Takut Mati Gara-Gara Kuburan Mahal’, Detikfinance, 2015, http://finance.detik.com/rea d/2015/04/17/131811/2890349/1016/menteri-agraria-jangan-sampai-orang-takut-mati-gara-gara-kuburan-mahal. 20 Ibid. 21 Ibid. 22 Suhendra, ‘Harga Kaveling Makam Mewah Paling Murah Rp 14 Juta, Naik 360%.’ 23 Suhendra; Grace D. Amianti, ‘Ministry Mulls Taxing Luxury Cemeteries’, 2015, http://m.thejakartapost.com/news/2015/04/18/ ministry-mulls-taxing-luxury-cemeteries.html. 18

116

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

yang tidak memiliki izin seperti yang dikatakan oleh Menteri Dalam Negeri, seperti yang dilansir kompas.com, Tjahjo Kumolo, “untuk San Diego Hills saya diberi tahu dirjen, katanya izinnya belum clear. Karena, izin pembukaan lahan baru dari bupati. Sementara dari menteri belum.”24 Sementara itu, dalam beberapa media25, mengutip pendapat Suryadharma Ali, Mantan Menteri Agama, bahwa: “Oh kuburan Al Azhar yang di Karawang. Hmm… sekarang bisnis sudah macam-macam. Selain itu, kalau kita tinjau dari sisi kemanusiaan, masih banyak rumah-rumah orang yang masih hidup tapi jelek. Tapi orang yang sudah meninggal kok berlebihan. Padahal dalam Islam itu kuburan sederhana saja. Dia (kuburan) cuma dikasih tanda saja bahwa itu kuburan.” Masih menurut Suryadharma, sebagaimana penulis kutip dari Media Indonesia yang terdapat kliping koran Kemenag26, memandang wacana dikeluarkannya fatwa tersebut lebih kepada himbauan bagi masyarakat untuk tidak hidup secara berlebihan. Tidak hanya soal makam tetapi juga dalam menyikapi hal lainnya. Ia mengatakan terkait yayasan yang memfasilitasi, orientasi yang digunakan hanya semata orientasi ekonomi. Yayasan atau perusahaan tersebut, lanjutnya, hanya memanfaatkan peluang yang ada dan kemudian menyediakan apa yang diminta pasar, sebagaimana dalam kutipan berikut27: “Bisnis macam-macam sih, apa saja yang menguntungkan bisa dibisniskan dan dilakukan

termasuk pengadaan makam. Faktor ekonomi saja itu kita tinggal memberikan imbauan dan pengertian kepada masyarakat.” Dalam Harian Rakyat Merdeka28, Suryadharma menganggap kuburan mewah sifatnya berlebihan. Suryadharma menilai, perlu ada evaluasi jika kuburan dihias berlebihan, seperti dikutip dari Harian Rakyat Merdeka: “Kalau kuburan mewah mungskin ada rumahnya, ada ruang pertemuannya kemudian juga menggunakan tanah yang sangat luas gitu, ya itu juga perlu dievaluasi saya kira.” Dari sisi pelaku bisnis, fenomena makam mewah merupakan hal yang biasa. Justru fenomena ini adalah fenomena yang tidak ada bedanya dengan bisnis properti pada umumnya. Misalnya seperti yang dikatakan Rachmat Effendi Achlil, direktur Al-Azhar Memorial Garden dalam tempo.co29: “Bisnis pemakaman mewah tak berbeda dengan bisnis properti. Kami juga membangun lanskap, membangun jalan, jembatan, dan rumah. Rumah ini tentu saja untuk mereka yang telah berpulang.” Pernyataan Achlil, diperkuat oleh pernyataan Muhammad Yaqub yang merupakan pengelola makam Al-Azhar30 dengan mengatakan: “Lahan pemakaman Al-Azhar ini tak hanya menyediakan tempat lubang kubur saja, melainkan ditata dan dikonsep dengan konsep taman asri bertemakan ‘garden’ sesuai syariah Islam. Selain itu, Al-Azhar adalah tempat pemakaman khusus

24

Agus Triyono, ‘Pemerintah Evaluasi Pengelolaan Makam Mewah - Kompas.com’, 2015, http://bisniskeuangan.kompas.com/ read/2015/06/15/144200026/Pemerintah.Evaluasi.Pengelolaan.Makam.Mewah. 25 Ayunda W. Savitri, ‘Menag Singgung Kuburan Mewah Milik Yayasan Islam Di Karawang’, Detiknews, 2014, http://news.detik.com/ berita/2509599/menag-singgung-kuburan-mewah-milik-yayasan-islam-di-karawang; Muhammad Zulfikar, ‘Tanggapan Menteri Agama Soal Bisnis Makam Mewah’, Tribunnews.com, 2014, http://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/26/tanggapan-menteri-agama-soalbisnis-makam-mewah; Angga Yudha Pratomo, ‘Menteri Agama Heran Makin Banyak Makam Mewah Di Indonesia’, Merdeka.com, 2014, http://www.merdeka.com/peristiwa/menteri-agama-heran-makin-banyak-makam-mewah-di-indonesia.html; Laela Zahra, ‘Menag, Soal Makam Umat Islam Tidak Boleh Berlebihan’, Kliping Berita - Kemenag RI, 2014, http://kliping.kemenag.go.id/download.php?file=14381. 26 Zahra, ‘Menag, Soal Makam Umat Islam Tidak Boleh Berlebihan.’ 27 Ibid. 28 Harian Rakyat Merdeka, ‘Ketimbang Beli Lahan Kuburan Mewah, Mending Bersedekah’, Rmol.co, 2014, http://www.rmol.co/ read/2014/02/27/145438/Ketimbang-Beli-Lahan-Kuburan-Mewah,-Mending-Bersedekah-. 29 Amandra Mustika Megarani, ‘Kuburan Elite Banjir Peminat’, Tempo Bisnis, 2013, http://bisnis.tempo.co/read/ news/2013/01/29/090457665/kuburan-elite-banjir-peminat. 30 Desastian, ‘Orang Kaya Seharusnya Memberi Wakaf Tanahnya Untuk Kaum Muslimin - VOA-ISLAM.COM’, 2013, http://www. voa-islam.com/read/indonesiana/2013/02/27/23417/orang-kaya-seharusnya-memberi-wakaf-tanahnya-untuk-kaum-muslimin/;

117

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

untuk 100 persen Islam dan sesuai syariah, gratis pemeliharaan, keamanan 24 jam, lokasi strategis, di sisi jalan tol Jakarta Cikampek, hanya 60 menit dari Jakarta dan Bandung.” Yaqub melanjutkan, ada beberapa perbedaan antara Al-Azhar Memorial Garden dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) pada umumnya, yakni: “Kalau TPU tidak memiliki konsep, sedangkan Al Azhar memiliki konsep kenyamanan. TPU banyak pengemis kebersihan makam kurang terawat, banyak pedagang asongan dan lainnya. Namun pemakaman Al Azhar tidaklah demikian. Dikonsep dengan taman garden dan kebersihan terawatt.”31 Pelaku bisnis makam mewah lainnya, Erizar Nurdin, sebagai bagian Marketing dari San Diego Hills, sebagaimana dikutip dari detikfinance, menyatakan32: “Kita di San Diego itu gak ada yang mewah, kita biasa aja, kayak TPU. Itu tapi ada gundukan dan nisannya berbeda. Pemakaman yang haram menurut MUI adalah kuburan mewah yang dikhususkan bagi suatu golongan. Sedangkan, San Diego Hills tak dikhususkan untuk satu agama saja.” Terakhir, untuk pemberitaan yang melibatkan aktor civil society, pemberitaan pertama datang dari Ketua Umum Penguruss Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj. Berdasarkan pemberitaan dari detiknews, Said Aqil mengatakan33: “Walah urusan MUI saya nggak ikut campur. Fatwa MUI itu justru berlebihan, kita harus hormati kuburan elit yang saat ini marak, nggak apa-apa.” 31

Lalu, masih terkait fenomena makam mewah, hal itu juga memantik reaksi dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Abdul Mu’ti yang menjabat sebagai Sekretaris PP Muhammadiyah merespon fenomena tersebut sebagaimana diberitakan dalam Republika34: “Kalau menurut saya, dalam ajaran Islam sudah ada ketentuan hadits rassul agar kita tidak boleh meninggikan kubur. Hal ini agar tidak membangun kubur yang tidak berlebihan. Selain itu ada sisi ekonomi agar hak setiap orang mendapatkan makam terpenuhi. Dalam konteks tersebut saya setuju.” Selain itu, Mu’ti juga menekankan soal keburaman definisi mewah dalam fatwa MUI yang mengakibatkan bias dalam masyarakat, sebagaimana dikutip dari Republika35: “Yang namanya fatwa jangan sampai menimbulkan kebingungan dalam hal definisi dan pelaksanaannya. Itu yang penting, karena jangan sampai banyak tidak jelas dan bias. Yang perlu dijelaskan mewahnya seperti apa? Harus tegas agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Selain itu bagaimana teknis pelaksanaannya.” Tentang komersialisasi lahan pekbuburan, Mu’ti juga meminta agar fatwa ini diserahkan pada pemerintah pusat sebagai pemegang regulasi pemakaman di Indonesia. Ia berharap fatwa yak hanya sekedar dikeluarkan tanpa tindak lanjut36: “MUI harusnya menyampaikan ke pemerintah. Meski pemerintah tidak terikat MUI tapi harus disampaikan karena negara tidak hanya berkewajiban menyiapkan rumah duniawi tapi mempunyai kewajiban menyiapkan lahan untuk pemakaman rakyatnya.”

Ibid. Novianti, ‘MUI Keluarkan Fatwa Haram Atas Kuburan Mewah, Bagaimana Dengan San Diego Hills?’; Suhendra, ‘MUI: Jual Beli Dan Bisnis Tanah Makam Mewah Hukumnya Haram’, Detikfinance, 2015, http://finance.detik.com/read/2015/04/17/161441/289059 7/1016/mui-jual-beli-dan-bisnis-tanah-makam-mewah-hukumnya-haram. 33 Nur Khafifah, ‘PBNU Anggap Fatwa Haram Kuburan Mewah Berlebihan’, Detiknews, 2014, http://news.detik.com/berita/2509678/ pbnu-anggap-fatwa-haram-kuburan-mewah-berlebihan. 34 Didi Purwadi, ‘Muhammadiyah Sepakat Fatwa Haram Pemakaman Mewah’, Republika Online, 2014, http://nasional.republika. co.id/berita/nasional/umum/14/02/26/n1lx1x-muhammadiyah-sepakat-fatwa-haram-pemakaman-mewah. 35 Ibid. 36 Nursalikah, ‘Al Azhar’; Purwadi, ‘Muhammadiyah Sepakat Fatwa Haram Pemakaman Mewah.’ 32

118

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

Masih menurut PP Muhammadiyah, kata Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid dan Pemikiran Islam, Yunahar Ilyas, menyatakan37:

“Masa biaya mengubur sampai Rp 20 juta? Kan itu bisa buat bangun satu rumah. Bahkan ada yang harga kuburan Rp 1 miliar. Dalam Islam itu bentuk penyimpangan aqidah. Apalagi, dalam makam mewah tersebut terdapat budaya meninggikan atau memperbagus makam yang berasal dari luar Islam. Oleh karena itu, sudah selayaknya apa yang tidak dicontohkan oleh AlQuran dan Al-Hadits tidak dilakukan oleh orang muslim.”

“Yang nggak diperbolehkan itu bermewahmewahan. Kan satu orang cukup 1 meter x 2 meter. Ini yang dijual bisa sampai puluhan meter luasannya, dibuatkan joglonya. Ini israf (berlebihan). Namun, kuburan yang ditumpuk itu untuk menghemat lahan, dalam hukum Islam tidak masalah.” Sementara itu, dari pihak MUI, yang diwakilkan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Ni’am Sholeh, dalam siaran pers MUI yang disampaikannya kepada wartawan, menyatakan38: “Jual beli dan bisnis lahan untuk kepentingan kuburan mewah yang terdapat unsur tabdzir dan israf hukumnya haram. Sementara, dalam konteks kematian, secara maqosith apa sih yang dituju dari pemakaman itu? Pertama, pemenuhan hak dasar jenazah dan kedua mengedepankan prinsip kesederhanaan. Banyak hadist yang menekankan soal itu. Jadi, makam mewah haram karena mengandung tabdzir dan israf.” Islamic civil society lainnya, Front Pembela Islam (FPI), menilai keberadaan makam mewah Al-Azhar dan San Diego Hill sebagai bermegahmegahan, sebagaimana yang dilontarkan Sekretaris Jenderal MUI, Munarman39: Narasumber Erizar Nurdin Bagian Marketing San Diego Hills Rachmat Effendi Achlil Direktur Al-Azhar Memorial Garden

Hal senada juga dikatakan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Khaththath40: “Kalau ada yang bermegah-megahan membangun makam, itu tren-tren saja, gengsi-gengsian saja. Jadi, daripada membeli makam mewah, lebih baik dishodaqohkan saja untuk kemaslahatan umat.” Dari pemberitaan-pemberitaan beberapa media di atas, paling tidak terdapat pro-kontra tentang fenomena makam mewah. Dalam pemberitaan itu juga, tersebut secara langsung dua nama pemakaman mewah yang jadi permasalahan: San Diego Hills dan Al-Azhar Memorial Garden. Bila disederhakan dalam bentuk matriks, siapa yang berada dalam posisi pro-kontra, apa yang dipermasalahkan, dan siapa yang mempermasalahkan akan terlihat semakin jelas seperti di bawah ini:

Media

Posisi Narasumber

 San Diego Hills ga ada yang mewah  San Diego Hills untuk semua agama, jadi tidak haram

 Detikfinance.com

Pro

 Bisnis makam mewah tak ada beda dengan properti, biasa saja

 Tempo.co

Pro

Mempermasalahkan

37

Purwadi, ‘Muhammadiyah Sepakat Fatwa Haram Pemakaman Mewah.’ Ramdhan Muhaimin, ‘MUI: Bisnis Kuburan Mewah, Haram!’, Detiknews, 2014, http://news.detik.com/berita/2508417/muibisnis-kuburan-mewah-haram; FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park’; Novianti, ‘MUI Keluarkan Fatwa Haram Atas Kuburan Mewah, Bagaimana Dengan San Diego Hills?’ 39 Desastian, ‘Orang Kaya Seharusnya Memberi Wakaf Tanahnya Untuk Kaum Muslimin - VOA-ISLAM.COM.’ 40 Ibid. 38

119

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

 Al-Azhar ditata sesuai syariah Islam  Khusus untuk orang Islam  Al-Azhar bebas pengemis dan pedagang asongan

 VOA Islam

 Perizinan belum keluar

 Kompas.com

Abdul Mu’ti Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

 Fatwa MUI tentang makam mewah harus jelas agar tak bias.  Dalam Islam ditentukan membangun kubur jangan berlebihan

 Republika

Netral-Kontra

Said Aqil Siradj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

 Harus menghomati kuburan elit yang sekarang marak

 Detiknews

Netral

Asrorun Ni’am Sholeh Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat

 Tabdzir  Israf  Tak sesuai syariah Islam

 Detiknews

Kontra

Ferry Mursyidan Baldan Menteri Agraria dan Tata Ruang

 Pemakaman tak kena pajak PPB  Eksklusif untuk kelas menengah atas  Mahalnya harga lahan

 The Jakarta Post  Detikfinance.com

Kontra

Suryadharma Ali Mantan Menteri Agama

 Bisnis kuburan karena ada konsumennya  Memperlebar gap sosial antar kelas  Kuburan sederhana saja

 Harian Rakyat Merdeka  Detiknews  Tribunnews.com  Merdeka.com  Media Indonesia

Kontra

Yunahar Ilyas Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih, Tajdid dan Pemikiran Islam

 Kuburan ga boleh mewah, cukup 1x2 meter.  Makam mewah sudah israf  Menumpuk mayat dalam kuburan menghemat lahan

 Republika

Kontra-Pro

Munarman Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI)

 Biaya penguburan yang mahal  Ada budaya meninggikan kubur  Keluar dari Qur’an dan Hadits

 VOA Islam

Kontra

Muhammad Khaththath Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FUI)

 Daripada membangun makam mewah lebih shadaqah

 VOA Islam

Kontra

Muhammad Yaqub Pengelola Al-Azhar Memorial Garden Tjahjo Kumolo Menteri Dalam Negeri

Dari matriks di atas dapat dilihat bahwa pendapat para tokoh terbagi menjadi lima golongan (Pro, Netral, Netral-Kontra, Kontra-Pro, dan Kontra). Posisi kontra umumnya diambil oleh 120

Pro

Netral

para tokoh dari kalangan civil society, sementara posisi pro umumnya diambil oleh para pelaku bisnis makam mewah. Artinya, dalam polemik makam mewah ini, sebetulnya yang berpolemik

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

adalah kubu pelaku bisnis dengan tokoh Islamic civil society. Tentu saja perlu kajian lebih mendalam untuk membuktikan hal tersebut. Dalam artikel ini, penulis tidak akan membahas itu lebih jauh lagi. Terlepas dari perdebatan (pro-kontra) yang terjadi di media, kemunculan fatwa haram MUI tahun 2014 sangat jelas lahir untuk merespon fenomena pemakaman mewah (fatwa reaktif). Lebih jauh, rasionalisasi di balik fatwa haram terhadap bisnis kuburan dan pembangunan kuburan mewah yang dikeluarkan oleh MUI yakni, karena, dalam pemakaman mewah MUI memandang terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah Islam41, seperti: • Bahwa dewasa ini, makam mewah yang beredar di masyarakat sifatnya berlebih-lebihan dan siasia (tabdzir dan israf). • Bahwa dewasa ini mulai banyak berkembang usaha property komersial untuk penyediaan kavling yang dipergunakan sebagai kuburan, dan dijual kepada masyarakat. • Bahwa usaha jual beli kavling untuk kuburan yang berkembang di masyarakat ada yang wajar, namun ada yang dikelola secara eksklusif dan dikenal di masyarakat sebagai kuburan mewah. • Bahwa dalam ketentuan syariah Islam, salah satu hak jenazah adalah dikuburkan, yang menjadi kewajiban orang Islam yang masih hidup, sementara biayanya bisa berasal dari harta si mayyit ataupun dari baitul maal. • Bahwa terhadap masalah tersebut muncul pertanyaan dari masyarakat mengenai hukum jual beli tanah untuk kuburan dan bisnis lahan kuburan mewah. • Bahwa oleh karena itu Komisi Fatwa MUI perlu menetapkan fatwa tentang jual beli tanah untuk kuburan dan bisnis lahan kuburan mewah guna dijadikan pedoman.

Pendapat MUI diperkuat dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentigan Umum, di mana tempat pemakaman umum (TPU) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pengadaan tanah untuk masyarakat. Artinya, setiap elemen masyarakat, dari setiap kelas ekonomi, berhak menikmati hak-haknya untuk mendapatkan makam untuk kuburannya kelak. Sehingga, makam mewah yang hanya melibatkan masyarakat kelas menengah ke atas pada umumnya ke depannya bisa menjadi masalah sosial-ekonomi antar kelas masyarakat. Apalagi, masih dalam Undang-Undang tersebut42, pengadaan tanah untuk kepentingan umum juga harus didasarkan pada 10 asas yang berlaku, yakni: (1) Kemanusiaan; (2) Keadilan; (3) Kemanfaatan; (4) Kepastian; (5) Keterbukaan; (6) Kesepakatan; (7) Keikutsertaan; (8) Kesehjateraan; (9) Keberlanjutan; dan (10) Keselarasan. D. Firdaus Memorial Park: Sebuah Antitesis Fenomena pemakaman komersial yang mulai menjamur di Indonesia ternyata memancing perhatian banyak pihak. Terutama bagi pihakpihak yang mengambil posisi kontra terhadap eksistensi pemakaman komersial tersebut. Selain karena eksklusif untuk kalangan masyarakat menengah kelas atas, makam-makam komersial juga mengakibatkan kesenjangan antara masyarakat sekitar dengan orang-orang yang membeli kavling-kavling pemakaman. Di tengah situasi yang seperti itu, lahirlah Firdaus Memorial Park. Yang mana menurut penuturan Irawan43, lahir atas dasar pemikiran semakin sempitnya lahan pemakaman yang ada khususnya di daerah perkotaan, sedangkan menyediakan lahan pemakaman hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Irawan44 juga mengatakan bahwa lahirnya ini juga diinisiasi atas

41

‘Majelis Ulama Indonesia » Fatwa Jual Beli Tanah Untuk Kuburan Dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah.’ ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentigan Umum’, 2012. 43 FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park.’ 44 Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan. 42

121

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

pengalaman pribadinya sendiri, seperti dalam kutipan wawancara di bawah ini:

yang dikombinasikan dengan wakaf sosial dengan tajuk wakaf makam.46

Pernah di suatu hari, di tahun 2009 ada yang datang ke kantor kami sini jam 18.00 WIB, suamiistri bawa anak, anak itu digendong oleh ibunya tapi napas si anak itu sudah terputus-putus... dengan nafas yang terputus-putus itu waktu itu kebetulan saya masih di ada di kantor... saya turun ke bawah Mmm... dengan melihat kondisi seperti itu saya gak lama langsung bawa ke RS Hasan Shadiqin, 5 menit waktu itu saya bawa mobil kenceng untuk sampai ke RS. Saya bawa ke UGD ternyata dokter menyatakan anak ini meninggal. Di perjalanan saya bawa pulang ke kontrakannya di daerah Bandung, Kota Bandung, di belakang komplek besar. Kata RT, RW dan DKM di sana anak ini tidak bisa dimakamkan karena, pertama, statusnya ngontrak, lalu yang kedua, kalaupun mau dimakamkan di TPU yang ada harus bayar 600 ribu. Untuk seorang yang ngontrak, pedagang kecil kan, 600 ribu itu modal dia gitu yah... masa depan anaknya gitu. Waktu itu dibantulah, kebetulan saya minta bantuan ke lembaga pelayanan masyarakat Sinergi Foundation, yang basisnya membantu masyarakat dari dana zakat, nah... barulah si anak ini bisa dimakamkan lah. Atas dasar itu saya tergerak untuk membangun pemakaman bagi kaum dhuafa dengan sistem wakaf, gitu.

Dikelola oleh yayasan WakafPRO 99, sebagai salah satu lembaga wakaf produktif, menghadirkan makam FMP beda dengan makammakam kebanyakan. Pengelolaan makam dikelola dengan konsep wakaf, bukan bisnis atau komersil (sehingga akadnya bukan jual beli, namun konsep akad wakaf, tidak seperti San Diego Hills).47 Lalu pemakaman juga diset agar indah dan enak dipandang mata untuk menciptakan kesan baru tentang makam yang, katanya, menyeramkan; nyaman dalam artian membuat tenang siapapun yang datang khusyu dalam berziarah karena tidak ada gangguan dari, misalnya, pengemis; ramah lingkungan dan produktif karena yang tanaman yang ditanam pada tiap inchi lahan kosong di FMP adalah tanaman-tanaman yang produktif dan tanaman yang dapat menyerap air; terakhir, sesuai syariah, sebagaimana rekomendasi yang telah diberikan oleh MUI48, dan mencegah praktik-praktik ‘menyimpang’.49

Dalam perjalanannya, Irawan banyak terinspirasi dari San Diego Hills dari berbagai aspek. Baik berupa sistem admnistrasi, pelayanan, hingga profesionalitas yang dimiliki oleh San Diego Hills ia pelajari dan dia coba terapkan di Firdaus Memorial Park.45 Kemudian, di tahun 2012, Irawan, bersama dengan rekan-rekannya memutuskan untuk membuat wakaf produktif 45

Pihak FMP, yang diwakilkan oleh Irawan, juga mengklaim fasilitas yang diberikannya sudah sangat murah. Pasalnya, dari biaya 15 juta yang dipatok sebagai biaya wakaf makam per kavlingnya, harga tanahnya bernilai kurang dari 200 ribu dan sisanya untuk pengembangan FMP sekaligus pengembangan wakaf produktif dalam FMP50. Selain tanah murah, mulai dari pengantaran jenazah hingga pemulasaraan jenazah tidak dipungut biaya.51 Dalam kutipan wawancara berikut, menurut Irawan, bagi dua orang pertama yang dikuburkan maka biayanya tetek-bengeknya digratiskan: Satu makam bisa diisi hingga 3 orang, tapi keluarga. Jadi tatkala dia dapat 2 kavling itu

Ibid. Ibid. 47 Ibid.; FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park.’ 48 FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park.’ 49 Firdaus Memorial Park, ‘History - Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2014, http://www. firdausmemorialpark.org/. 50 Irawan, Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan; Firdaus Memorial Park, ‘Facility - Firdaus Memorial Park Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2014, http://www.firdausmemorialpark.org/. 51 Irawan, Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan. 46

122

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

menjadi kapasitasnya 6, tapi kami memberikan layanan cuma-cuma itu hanya ke 2 wakif saja yang pertama, yang ke 3,4,5 dan ke 6 itu dikenakan biaya operasional. Misalnya kain kafannya berapa, menggali kuburnya berapa, papan untuk liang lahatnya berapa dan lain-lain yah. Lalu yang kedua, wakif dengan wakaf 10 juta dia ikut program wakaf menyiapkan lahan makam buat keluarga yang tidak mampu, sebanyak 2 kavling juga gitu. Lalu yang ketiga, wakif ikut di program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian dan peternakan, jadi kami sedang membangun sekarang kawasan pertanian dan peternakan. Berlokasi di samping Tol Purbaleunyi KM. 105,600 – 107,300, atau tepatnya di Desa Ciptagumati Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, FMP sudah dihuni oleh 41 jenazah, yang mana empat di antaranya adalah kaum dhuafa.52 Bahkan menurut penuturan Hesti53, pengelola keuangan WakafPRO 99, wakif yang mendaftarkan dirinya untuk berwakaf makam di FMP sudah mencapai 973 wakif, hampir mendekati angka 1000. Hal ini menunjukkan bahwa FMP, dalam 3 tahun terakhir, sudah memiliki pasarnya tersendiri. Bahkan, menurut penuturan Irawan dalam wawancaranya, ada yang memutuskan tidak jadi membeli makam di San Diego Hills setelah diberitahu tentang FMP: Ada yang ingin dipindahin dari san Diego Hills… kan itu sesuatu sebenernya, ya karena di sana misalnya contoh ada orang yang sudah booking nilainya 600 juta untuk 4 kavling, ‘Kang Asep saya, suami dan anak 2, saya sudah booking di sana 600 juta, tapi belum bayar’. Tapi memang, oleh si marketingnya, sudah dicatat itu untuk donatur kita yang sudah booking itu gitu... sampai sekarang di teleponin, tapi dia gak mau.

Kemudian, dari lahan yang tersedia sekitar 21 hektar, menurut Irawan dan Hesti54, 10 hektar akan digunakan untuk tanah pemakamannya dan 10-11 hektar sisanya akan dipergunakan untuk pembangunan masjid, pesantren, dan kegiatan usaha wakaf produktif lainnya seperti fasilitas pengunjung, peternakan, pertanian, bahkan track untuk melakukan tea walk. FMP, berdasarkan pemaparan di atas, sebetulnya cukup konsisten dengan klaim posisinya sebagai makam yang berbeda dengan makam komesial lainnya seperti Al-Azhar Memorial Garden dan San Diego Hills. Diperkuat dengan produk-produk wakaf produktif untuk kemaslahatan sosial, menjadikan FMP sebagai sebuah antitesis dari makam-makam komersial yang ada. Lebih jauh, FMP pun dipercaya untuk membuka cabangnya di Bogor, setelah sukses di Bandung sesuai dengan penuturan Irawan55 dalam wawancaranya: Bogor Barat, yang direkomendasikan oleh dinas kelola tata ruang Kabupaten Bogor untuk kami mendirikan FMP lainnya selain di Bandung. Hal ini didasari permintaan yang sudah cukup banyak dari wakif-wakif kita di Jabodetabek yang bergabung juga di sini (WakafPRO99). Bahkan, salah satu ulama di Bogor ingin kerjasama atau menjajaki tentang konsep pemakaman muslim di Firdaus Memorial Park. Terkait kesesuaiannya dengan syariat untuk kemudian diperkenalkan lebih jauh kepada masyarakat Bogor. E. FMP Sebagai Wakaf Makam di abad 21: Sebuah Tantangan Meskipun FMP mengklaim dirinya berbeda dengan makam komersial yang lain56, karena menggunakan akad wakaf, namun stigma yang lahir di masyarakat tentang FMP pun sudah

52

Ibid. Hesti, Wawancara dengan Pengelola Keuangan WakafPRO 99. Hesti, 2015. 54 Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan; Wawancara dengan Pengelola Keuangan WakafPRO 99. Hesti. 55 Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan. 56 Ibid.; FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park’; Arya Dipa, ‘Upscale Muslim Graveyard Goes Ahead despite MUI Ban’, 2014, http://www.thejakartapost.com/news/2014/03/03/upscale-muslim-graveyard-goesahead-despite-mui-ban.html. 53

123

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 111-127

terlanjur negatif. Hal itu dapat dilihat dari, salah satunya, pemberitaan The Jakarta Post yang menyebutkan FMP sebagai salah satu makam mewah di bawah naungan organisasi masyarakat keagamaan57. Status FMP juga disetarakan dengan makam-makam komersial lainnya dari banyak aspek, terutama dari biaya makamnya yang nilainya lebih dari sepuluh juta. Situasi semakin runyam kala MUI mengeluarkan fatwa tentang jual beli tanah makam yang haram hukumnya58. Ke semua faktor di atas menjadi tantangan tersendiri bagi FMP untuk mengedukasi masyarakat bahwa FMP mempunyai distingsi dengan makam komersial pada umumnya. Tantangan lainnya bagi FMP adalah soal pajak dan perizinan. Berdasarkan pemberitaan The Jakarta Post, analis pajak telah setuju untuk memungut pajak dari makam-makam mewah, yang mana tentu saja FMP termasuk di dalamnya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gunadi Ahli Pajak Universitas Indonesia yang dikutip dari The Jakarta Post59: “We can be sure that there are many reasons to tax luxury cemeteries, which I think have potential for other kinds of taxes, such as income tax.” Pendapat Gunadi pun diperkuat oleh Yustinus Prastowo, Direkur Eksekutif the Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), seperti yang dikutip dari The Jakarta Post60: “The plan to impose property tax on luxurious cemeteries could be legally validated, while adding that “there will be more potential for tax revenues from the property sector, even though it is still limited.” Terkait dengan perizinan yang masih bermasalah, Irawan61 pun mengakuinya ketika penulis wawancara beberapa waktu lalu: 57

“Kalau IMB ya pasti ada aturannya memang jelas yah, tapi untuk biaya-biaya yang lain itu kami selama ini enggak pernah, termasuk pemakaman ini sebenernya makam ini pun secara izin pun belum berizin, yah. Sampai saat ini kita belum menjadikan AJB (Akta Jual-Beli) ini menjadi sertifikat wakaf yah, saat ini belum, karena saat ini kita inginnya diprosesnya berbarengan saja, jadi sekarang dari 9 sektor saja, hampir puluhan AJB bu, apalagi kalau dari 31 hektar gitu.” Tentu saja tantangan-tantangan di atas bukanlah pekerjaan mudah untuk diselesaikan. Perlu kesabaran, ketekunan, dan kerja keras untuk memberikan citra positif tentang FMP terhadap publik. Apalagi, bila FMP punya mimpi menjadi terobosan bagi permasalahan minimnya lahan makam di abad 21, namun tetap mengedepankan fungsi kesehjateraan sosial lewat wakaf produktif dan wakaf sosial62. Dalam konsepnya, hemat penulis, apa yang dilakukan oleh FMP sebetulnya cukup ideal dan masih punya kemungkinan besar untuk diwujudkan. Menjadi patron bagi FMPFMP berikutnya di wilayah lainnya. Selain itu, mengacu pada Fatwa MUI tentang jual-beli tanah untuk kuburan mewah63, FMP tidak masuk ke dalam kategori makam mewah, yang mana kategorinya sebagai berikut: 1. Jual beli lahan untuk kepentingan kuburan dibolehkan dengan ketentuan: a. Syarat dan rukun jual beli terpenuhi; b. Dilakukan dengan prinsip sederhana, tidak mendorok adanya tabdzir, israf, dan perbuatan sia-sia, yang memalingkan dari ajaran agama Islam; c. Kavling kuburan tidak bercampur antara muslim dan non-muslim; d. Penataan dan pengurusannya dijalankan sesuai dengan ketentuan syari’ah;

Amianti, ‘Ministry Mulls Taxing Luxury Cemeteries.’ Dipa, ‘Upscale Muslim Graveyard Goes Ahead despite MUI Ban.’ 59 ‘Ministry Mulls Taxing Luxury Cemeteries.’ 60 Ibid. 61 Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan. 62 Ibid.; Erie Sudewo, ‘Formulir Pendaftaran Wakaf Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2015, http://www.firdausmemorialpark.org/. 63 ‘Majelis Ulama Indonesia » Fatwa Jual Beli Tanah Untuk Kuburan Dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah.’ 58

124

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

e. Tidak menghalangi hak orang untuk memperoleh pelayanan penguburan. 2. Jual beli dan bisnis lahan untuk kepentingan kuburan mewah yang terdapat unsur tabdzir dan israf hukummnya haram. Hal ini pun diperkuat dengan rekomendasi syar’i yang diberikan MUI kepada FMP64. Artinya, WakafPRO 99 sangat berpeluang menjadi solusi dalam dunia wakaf abad 21 lewat produk wakaf makamnya yang bernama Firdaus Memorial Park. F. Kesimpulan Fenomena munculnya makam mewah jelas merupakan fenomena budaya konsumen abad digital. Di tengah glamornya ideologi kapitalisme, pemakaman pun dijadikan “ladang garapan” bagi para pelaku bisnis. Tentu saja, asumsinya, para pelaku bisnis melakukan ini karena makam mewah juga punya konsumennya di pasar. Namun, yang menarik, di saat kebanyakan pelaku bisnis mencoba menggarap pemakaman untuk meraup keuntungan, FMP justru hadir sebagai antitesis makam-makam mewah tersebut. Bahkan, bagi Sudewo65, apa yang dilakukan oleh FMP merupakan sebuah terobosan baru dalam dunia wakaf. Lebih jauh, Sudewo66 juga mengatakan bahwa hal ini memberikan kesempatan bagi yang sudah wafat untuk berkontribusi bagi kehidupan orang lain yang masih hidup. Dalam segi kemaslahatan umat muslim, jelas hal ini merupakan sebuah terobosan baru di abad digital. Apalagi, FMP menawarkan konsep, yang penulis istilahkan sebagai, beli satu dapat satu. Dimana orang yang berwakaf makam secara otomatis juga memberikan satu buah makam bagi para dhuafa. Bahkan, uang wakaf tersebut pun dimanfaatkan untuk membangun sekolah, masjid, madrasah, dan beragam bentuk wakaf produktif. Namun demikian, ada beberapa pertanyaan yang harus kita selesaikan bersama-sama terkait

wakaf makam ini, yaitu, pertama, bagaimana jika tanah untuk wakaf makam yang dimiliki oleh FMP sudah habis? Akankah terus beroperasi? Kedua, bila menggunakan sistem tumpuk jenazah, bila semua kuburan sudah penuh dengan jenazah, apakah ada mayat yang akan dibuang atau penumpukan ulang karena mayat sudah mengurai? Bila demikian, maka yang ketiga adalah bagaimana hal tersebut dapat diterima oleh budaya masyarakat Indonesia yang notabene masih memelihara tradisi yang bernama ziarah. Adapun catatan penting bagi FMP yaitu, pertama, bila semua pertanyaan sebelumnya bisa terjawab dan dapat diwujudkan, maka tinggal memikirkan langkah bagaimana caranya mereproduksi sistem wakaf seperti ini di wilayahwilayah lain. Kedua, FMP perlu melakukan publisitas secara berkala terkait signifikansinya dengan makam komersial seperti San Diego Hills, Karawang. Apalagi, bila FMP mengklaim lahir, salah satunya, sebagai antithesis dari makam komersial tersebut. Kemudian, ketiga, penting bagi FMP untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehidupan masyarakat pada umumnya dan para dhuafa khususnya, di lokasi sekitar, terjamin secara ekonomi. Karena, bagaimanapun, FMP berdiri di tengah-tengah komunitas masyarakat yang lebih dulu ada. Daftar Pustaka Altheide, David L. ‘Reflections: Ethnographic Content Analysis.’ Qual Sociol Qualitative Sociology 10, no. 1 (1987): 65–77. Amianti, Grace D. ‘Ministry Mulls Taxing Luxury Cemeteries’, 2015. http://m. thejakartapost.com/news/2015/04/18/ ministry-mulls-taxing-luxury-cemeteries. html. Desastian. ‘Orang Kaya Seharusnya Memberi Wakaf Tanahnya Untuk Kaum

64

FMP Update, ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park. ‘Formulir Pendaftaran Wakaf Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel).’ 66 Ibid. 65

125

Muslimin - VOA-ISLAM.COM’, 2013. h t t p : / / w w w. vo a - i s l a m . c o m / r e a d / indonesiana/2013/02/27/23417/orangkaya-seharusnya-memberi-wakaf-tanahnyauntuk-kaum-muslimin/; Dipa, Arya. ‘Upscale Muslim Graveyard Goes Ahead despite MUI Ban’, 2014. h t t p : / / w w w. t h e j a k a r t a p o s t . c o m / news/2014/03/03/upscale-muslimgraveyard-goes-ahead-despite-mui-ban. html. Duta Masyarakat. ‘MUI Haramkan Bisnis Kuburan Mewah.’ Kliping Berita - Kemenag RI, 2014. http://kliping.kemenag.go.id/ download.php?file=14451. Firdaus Memorial Park. ‘Facility - Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2014. http:// www.firdausmemorialpark.org/. ———. ‘History - Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2014. http://www.firdausmemorialpark. org/. FMP Update. ‘MUI Resmi Keluarkan Rekomendasi Syar’i Untuk Firdaus Memorial Park’, 2015. Harian Rakyat Merdeka. ‘Ketimbang Beli Lahan Kuburan Mewah, Mending Bersedekah.’ Rmol.co, 2014. http://www.rmol.co/ read/2014/02/27/145438/KetimbangBeli-Lahan-Kuburan-Mewah,-MendingBersedekah-. Hesti. Wawancara dengan Pengelola Keuangan WakafPRO 99. Hesti, 2015. Hodder, Ian. ‘The Interpretation of Documents and Material Culture.’ Qualitative Research Methods / Edited by Darin Weinberg, 2001. Irawan, Asep. Wawancara dengan Direktur WakafPRO 99, Asep Irawan, 2015. Jefriando, Maikel. ‘Menteri Agraria: Jangan Sampai Orang Takut Mati Gara-Gara Kuburan Mahal.’ Detikfinance, 2015. http://finance.detik.com/read/2015/0 4/17/131811/2890349/1016/menteri126

agraria-jangan-sampai-orang-takut-matigara-gara-kuburan-mahal. Jenkins, Rebecca, Elizabeth Nixon, and Mike Molesworth. ‘“Just Normal and Homely”: The Presence, Absence and Othering of Consumer Culture in Everyday Imagining’. Journal of Consumer Culture 11, no. 2 (1 July 2011): 261–81. doi:10.1177/1469540511402446. Khafifah, Nur. ‘PBNU Anggap Fatwa Haram Kuburan Mewah Berlebihan.’ Detiknews, 2014. http://news.detik.com/ berita/2509678/pbnu-anggap-fatwaharam-kuburan-mewah-berlebihan. Krippendorff, Klaus. Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, 2004. Licata, Nick. ‘Seattle’s Privately Owned Public Spaces’, 2009. https://www.google.com/ maps/d/viewer?mid=zSyQSUtX8fxc. kiuD3D6P5CvM. Lury, Celia. Consumer Culture. Rutgers University Press, 2011. Majelis Ulama Indonesia. ‘Majelis Ulama Indonesia » Fatwa Jual Beli Tanah Untuk Kuburan Dan Bisnis Lahan Kuburan Mewah’, 2014. http://mui.or.id/produkmui/fatwa-mui/fatwa-komisi-fatwa-mui/ fatwa-jual-beli-tanah-untuk-kuburan-danbisnis-lahan-kuburan-mewah.html. Megarani, Amandra Mustika. ‘Kuburan Elite Banjir Peminat.’ Tempo Bisnis, 2013. http://bisnis.tempo.co/read/ news/2013/01/29/090457665/kuburanelite-banjir-peminat. Muhaimin, Ramdhan. ‘MUI: Bisnis Kuburan Mewah, Haram!’ Detiknews, 2014. http:// news.detik.com/berita/2508417/muibisnis-kuburan-mewah-haram. Novianti, Annisa. ‘MUI Keluarkan Fatwa Haram Atas Kuburan Mewah, Bagaimana Dengan San Diego Hills?’ Kliping Berita - Kemenag RI, 2014. http://kliping.kemenag.go.id/ download.php?file=14455.

Polemik Makam Mewah : Firdaus Memorial Park...— Endi Aulia Garadian

Nursalikah, Ani. ‘Al Azhar: Kami Tak Mewah, Makam Termurah Rp 24 Juta.’ Republika Online, 2014. http://nasional.republika. co.id/berita/nasional/umum/14/02/26/ n1leqr-al-azhar-kami-tak-mewah-makamtermurah-rp-24-juta. Peters, Ruud. ‘Waḳf.’ Encyclopaedia of Islam, New Edition. W - Z. Leiden: Brill, 2002. http://referenceworks.brillonline.com/ entries/encyclopaedia-of-islam-2/wakfCOM_1466?s.num=65&s.start=60. Pratomo, Angga Yudha. ‘Menteri Agama Heran Makin Banyak Makam Mewah Di Indonesia.’ Merdeka.com, 2014. http:// www.merdeka.com/peristiwa/menteriagama-heran-makin-banyak-mak ammewah-di-indonesia.html. Purwadi, Didi. ‘Muhammadiyah Sepakat Fatwa Haram Pemakaman Mewah.’ Republika Online, 2014. http://nasional.republika. co.id/berita/nasional/umum/14/02/26/ n1lx1x-muhammadiyah-sepakat-fatwaharam-pemakaman-mewah. Rotenberg, Robert. ‘Nature.’ In A Companion to Urban Anthropology, edited by Donald M. Nonini, 381–93. John Wiley & Sons, Ltd, 2014. http://onlinelibrary.wiley. com/doi/10.1002/9781118378625.ch22/ summary. Savitri, Ayunda W. ‘Menag Singgung Kuburan Mewah Milik Yayasan Islam Di Karawang.’ Detiknews, 2014. http://news.detik. com/berita/2509599/menag-singgungkuburan-mewah-milik-yayasan-islam-dikarawang. Sholeh, Muhammad. ‘Makam Elite Al Azhar, Menyasar Orang Islam Kaya.’ Merdeka. com, 2012. http://www.merdeka.com/ peristiwa/makam-elite-al-azhar-menyasarorang-islam-kaya.html. Suara Merdeka. ‘Haram, Bisnis Kuburan Mewah.’ Kliping Berita - Kemenag RI, 2014. http:// k l i p i n g . ke m e n a g . g o . i d / d ow n l o a d . php?file=14452.

Sudewo, Erie. ‘Formulir Pendaftaran Wakaf Firdaus Memorial Park - Sinergi Foundation - 0851 0004 2009 (Telkomsel)’, 2015. http://www.firdausmemorialpark. org/. Suhendra. ‘Harga Kaveling Makam Mewah Paling Murah Rp 14 Juta, Naik 360%.’ Detikfinance, 2015. http://finance.detik. com/read/2015/04/17/152939/28905 29/1016/harga-kaveling-makam-mewahpaling-murah-rp-14-juta-naik-360. ———. ‘MUI: Jual Beli Dan Bisnis Tanah Makam Mewah Hukumnya Haram.’ Detikfinance, 2015. http://finance.detik.com/read/20 15/04/17/161441/2890597/1016/muijual-beli-dan-bisnis-tanah-makam-mewahhukumnya-haram. Thompson, Van. ‘What Is Consumer Culture?’ Small Business - Chron.com, 2014. http:// smallbusiness.chron.com/consumerculture-57886.html. Triyono, Agus. ‘Pemerintah Evaluasi Pengelolaan Makam Mewah - Kompas.com’, 2015. http://bisniskeuangan.kompas.com/ r e a d / 2 0 1 5 / 0 6 / 1 5 / 14 4 2 0 0 0 2 6 / Pemerintah.Evaluasi.Pengelolaan.Makam. Mewah. ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentigan Umum’, 2012. ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf’, 2004. Zahra, Laela. ‘Menag, Soal Makam Umat Islam Tidak Boleh Berlebihan.’ Kliping Berita- Kemenag RI, 2014. http://kliping. kemenag.go.id/download.php?file=14381. Zulfikar, Muhammad. ‘Tanggapan Menteri Agama Soal Bisnis Makam Mewah.’ Tribunnews. com, 2014. http://www.tribunnews. com/nasional/2014/02/26/tanggapanmenteri-agama-soal-bisnis-makam-mewah.

127

PERSEPSI NAZHIR TERHADAP WAKAF UANG Oleh : Rahmat Dahlan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad Dahlan

Abstract This article explains the low of understanding nadzir related waqf of money and a weak understanding nadzir related with the policy of constitution number 41 of 2004. The purpose of this study was to analyse the factors that influence the perception of nadzir on the phenomenon of waqf money. This research is descriptive-correlational (causal) by looking at the factors that have an independent variable to see if there is a relationship and how much influence each independent variable for variable binding. The method used to analyse data through descriptive analysis and logistic regression. This research was conducted in Kebayoran Baru a district of South Jakarta through questionnaires of 60 respondents. These results indicate that Nazhir perception is influenced by access to media information and understanding of charity laws. Keywords : Waqf Money, Perception of Nadzir, Media and Regulatory of Waqf Money Abstrak Artikel ini menjelaskan rendahnya tingkat pemahaman nazhir terkait wakaf uang serta lemahnya pemahaman nazhir terkait kebijakan Undang- undang wakaf nomor 41 tahun 2004. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi Nazhir tentang fenomena wakaf uang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-korelasional (kausal) dengan melihat faktor-faktor yang memiliki variabel independen untuk melihat apakah ada hubungan dan seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen untuk varaiable mengikat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data analisis balik deskriptif dan regresi logistik. Penelitian ini dilakukan di Kebayoran kabupaten baru dari Jakarta Selatan melalui kuesioner dari 60 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Nazhir persepsi dipengaruhi oleh akses informasi media dan pemahaman peraturan amal. Kata kunci : Wakaf Uang, Persepsi Nazhir, Media dan Regulasi Wakaf Uang 128

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

A. Pendahuluan Wakaf merupakan bentuk ibadah yang dilakukan dengan memisahkan harta milik pribadi untuk dijadikan harta milik umum. Berdasarkan maknanya yang umum, wakaf memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas dari campur tangan pribadi, menyalurkan hasil dan manfaatnya secara khusus sesuai dengan tujuan wakaf, baik untuk kepentingan perorangan, nazhir, agama atau umum. (Qahaf: 2007) Indonesia menyimpan potensi wakaf yang besar. Tapi, potensi itu belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Menurut data Departemen Agama hingga Maret 2008, aset wakaf yang berupa tanah berjumlah 363.272 lokasi dengan luas mencapai 2.701.145.561,08 m2. Tanah wakaf tersebut sebagian besar baru dimanfaatkan untuk pendirian masjid, panti asuhan, sarana pendidikan dan kuburan dan hanya sebagian kecil yang dikelola secara produktif (Depag: 2008) Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (CSRC UIN: 2006) menunjukkan, bahwa harta wakaf lebih banyak bersifat diam (77%) daripada yang menghasilkan atau produktif (23%). Temuan lain menunjukkan, pemanfaatan terbesar harta wakaf adalah masjid (79%) daripada peruntukkan lainnya, dan lebih banyak berada di wilayah pedesaan (59%) daripada perkotaan (41%). Artinya bahwa tanah wakaf yang cukup luas itu belum memberikan manfaat produktif, melainkan sebagian besar masih dipergunakan untuk keperluan konsumtif. (Nasution& Hasanah: 2005) Tanah wakaf seluas

270.114,56 hektar akan memberikan manfaat yang lebih besar apabila dipergunakan untuk kepentingan produktif, seperti rumah sakit, pusat bisnis, pertanian, perkebunan dan lain-lain. Potensi wakaf diatas belum termasuk potensi wakaf benda tak bergerak misalnya wakaf uang. Wakaf uang ini merupakan implementasi produk baru dalam sejarah perekonomian Islam yang dipelopori oleh Prof. Muhammad Abdul Mannan, di Bangladesh. Menurut Manan, wakaf uang mendapat perhatian serius karena memiliki akar panjang dalam sejarah Islam. Sebagai instrumen keuangan, wakaf uang merupakan produk baru dalam sejarah perbankan Islam. Pemanfaatan wakaf uang yang dipelopori Mannan dibedakan menjadi dua, yaitu pengadaan barang privat dan barang sosial. Karena itu wakaf uang membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan dan pelayanan sosial. Tabungan dari warga yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran sertifikat wakaf uang. Gagasan Mannan dianggap sebuah momentum menghidupkan kembali ruh wakaf yang telah hilang di persada nusantara, termasuk Indonesia. (Manan: 2002) Menurut perhitungan Nasution (2005) tentang potensi wakaf di Indonesia dengan jumlah umat muslim dermawan diperkirakan sebesar 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan perbulan Rp. 500.000 hingga Rp. 10.000.000, maka paling tidak akan terkumpul dana per bulan sekitar Tiga Triliun Rupiah pertahun dari dana wakaf, seperti perhitungan pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1. 1 Perhitungan Potensi Wakaf Uang Tingkat Penghasilan/bulan Rp500.000

Jumlah Muslim 4 juta

Tarif Wakaf/ bulan Rp5000,-

Potensi Wakaf Uang/bulan Rp20 Milyar

Potensi Wakaf Uang/tahun Rp240 Milyar

Rp1 Juta-Rp2 Juta

3 Juta

Rp10.000,-

Rp30 Milyar

Rp360 Milyar

Rp2 Juta-Rp5 Juta

2 Juta

Rp50.000,-

Rp100 Milyar

Rp1,2 Triliun

Rp5 Juta-10 Juta

1 Juta

Rp100.000,-

Rp100 Milyar

Rp1,2 Triliun

Total

Rp3 Triliun

Sumber : Nasution dan Hasanah (2005) 129

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

Adapun Dana wakaf yang terkumpul ini selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nazhir ke ‎dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, misalnya membangun sebuah kawasan perdagangan yang sarana dan prasarananya dibangun di atas lahan wakaf dan dari dana wakaf. Proyek ini ditujukan bagi kaum miskin yang memiliki bakat bisnis untuk terlibat dalam perdagangan pada kawasan yang strategis dengan biaya sewa tempat yang relatif murah. Sehingga akan mendorong penguatan pengusaha muslim pribumi dan sekaligus menggerakkan sektor riil secara lebih massif. Kemudian, keuntungannya dapat ‎dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.(Nasution: 2006) Wakaf yang ada di Indonesia dikelola oleh nazhir wakaf dibagi menjadi tiga kategori, Pertama nazhir perorangan, yaitu minimal terdiri dari 3 orang nazhir peorangan biasanya tidak memiliki kepengurusan yang jelas dan tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta notaris, kedua nazhir organisasi dan ketiga nazhir badan hukum, yaitu organisasi atau badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Nazhir perorangan pada umumnya belum mampu mengembangkan dana wakaf yang ada dibawah tanggungjawabnya. Sedangkan nazhir badan hukum baru sedikit yang mampu mengembangkan wakaf secara produktif. (Nasution: 2005)

wakaf berupa tanah. Kondisi pengelolaan tanah wakaf yang kurang produktif itu berbanding lurus dengan kualitas pengelolanya. Wilayah yang dipilih penulis untuk penelitian ini adalah daerah Jakarta Selatan, karena wilayah ini merupakan salah satu wilayah di DKI Jakarta yang memiliki banyak tanah wakaf. Berdasarkan Data Tanah Wakaf Kecamatan Kebayoran Baru Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2007 terdapat 80 lokasi tanah wakaf yang sudah terdaftar lengkap dengan nama wakif, nama nazhir, nomor akta ikrar wakaf dan nomor sertifikatnya.Jumlah Nazhir di Kecamatan kebayoran Baru sebanyak 80 orang. (Data Depag: 2007) Selama ini potensi tanah wakaf belum dimanfaatkan secara maksimal, tanah wakaf di daerah Kecamatan Kebayoran Baru kebanyakan dimanfaatkan untuk masjid, musalla, sekolah atau tempat-tempat belajar lainnya. Hal ini memang cukup menguntungkan bagi umat Islam karena memiliki fasilitas-fasilitas ibadah yang cukup memadai. Namun disisi lain, fasilitasfasilitas tersebut memerlukan pengembangan dan pemeliharaan. Selama ini dana pengembangan dan pemeliharaan baru dibiayai oleh dana zakat, infak dan sadaqah. Akan lebih baik lagi bila dibiayai oleh dana yang berasal dari wakaf uang. B. Masalah Nazhir

Keberadaan nazhir memegang peranan yang sangat penting bagi berkembang tidaknya suatu harta wakaf. Dalam literatur fikih, pengelola wakaf disebut nazhir. Istilah ini mengandung arti penjaga, manajer, administrator, kepala atau direktur. Selain itu sering juga disebut dengan mutawalli, yang berarti pengurus, yang diberi kuasa dan berkomitmen, eksekutif, manajer atau direktur.

Seharusnya dengan potensi wakaf uang yang begitu besar apabila dikelola dengan baik maka akan menghasilkan penghimpunan dana wakaf uang yang besar tapi kenyataannya terjadinya gap yang sangat lebar antara realisasi dana wakaf yang dihimpun dengan potensi wakaf uang yang ada. Penulis menduga manajemen pengelolaan wakaf uang kurang dikelola dengan baik dan kurang profesional maka output penghimpunan dana wakaf uang yang dihasilkan juga tidak maksimal.

Sebesar apapun aset wakaf yang dimiliki bila tidak ditangani oleh Sumber Daya Manusia (SDM) nazhir yang handal dan profesional, maka aset wakaf tetap diam, dan tidak bergerak ke arah produktif. Seperti yang terjadi pada aset

Rendahnya pemanfaatan wakaf ini identik dengan rendahnya kemampuan nazhir. Menurut Hasanah, masih banyak Nazhir yang kurang mampu memahami tugas dan kewajiban selaku pengelola wakaf. Pengelolaan wakaf di masa

130

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

mendatang harus dilakukan oleh nazhir yang profesional sehingga wakaf bisa berkembang produktif. (Hasanah: 2005) Masih rendahnya tingkat pemahaman nazhir mengenai wakaf uang dan pemahaman Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf merupakan suatu realita yang tidak dapat terbantahkan. Sebagian besar nazhir masih memahami bahwa mengelola harta wakaf adalah bagaimana mengelola dan mengembangkan wakaf yang hanya berupa benda seperti bangunan atau tanah. Konsep wakaf yang masih mengacu pada fixed asset. C. Kerangka Pemikiran dan Metodologi Pemahaman merupakan suatu hal yang esensial dalam kehidupan ini, perilaku atau tindakan seseorang terhadap sebuah objek atau realitas sangat ditentukan oleh pemahamannya atau persepsi, penafsiran mereka akan realitas (Harsley: 1992). Dengan demikian sikap dan respon nazhir terhadap wakaf uang sangat dipengaruhi oleh pemahaman nazhir itu sendiri terhadap wakaf uang tersebut. Menurut Sudjana dan Laela (1998) persepsi merupakan tanggapan, pendapat yang didalamnya terkandung unsur penilaian terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya. Pengalaman dan wawasan itu sendiri dipengaruhi oleh situasi nazhir, isu-isu sosial, kelompok sosial dan hal-hal lain yang dapat menjadi objek sikap. Pandangan nazhir terhadap wakaf uang dapat terbentuk jika nazhir memiliki pengalaman dan wawasan mengenai wakaf. Tidak mungkin nazhir memberikan pandangan atau persepsinya terhadap wakaf uang jika nazhir tersebut tidak memahami atau mengetahui hal yang berkaitan dengan wakaf. Menurut Robbin (2001: 89) ada banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi seseorang dan faktor itu yang memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi antar individu terhadap suatu objek tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat berada pada tiga aspek yaitu :

pihak pelaku persepsi, pada target persepsi (objek persepsi) dan juga dapat dari konteks situasi persesi itu dilakukan. Faktor yang bersumber dari pihak pelaku persepsi dalam menafsirkan sebuah objek sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Banyak faktor yang terkait dengan individu pelaku persepsi yang mempengaruhi persepsinya seseorang seperti sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan. Objek dari persepsi tersebut menjadi faktor kedua dalam mempengaruhi persepsi seseorang. Orang yang pintar bicara di depan publik lebih mungkin untuk diperhatikan dalam suatu kelompok daripada mereka yang pendiam. Demikian juga individu yang luar biasa menarik atau luar biasa tidak menarik, gerakan, bunyi dan atribut-atribut lain dari objek persepsi membentuk cara kita memandangnya. Faktor ketiga yaitu situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Persepsi terhadap suatu objek menjadi berbeda walau pelakunya juga sama, tetapi kondisinya berbeda. Berdasarkan kerangka teori di atas, persepsi nazhir wakaf uang juga dipengaruhi oleh faktorfaktor yang terkait dengan tiga aspek tersebut. Diantara faktor-faktor yang akan berpengaruh pada nazhir dalam memahami wakaf uang adalah: 1. Faktor pertama yang akan berpengaruh kepada persepsi nazhir tentang wakaf uang adalah keterlibatan dan interaksi nazhir dengan pelatihan-pelatihan wakaf. Pelatihan tersebut dapat berupa seminar, workshop, pendidikan dan pelatihan (diklat) dsb. 2. Latar belakang pendidikan akan berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi atau pemahaman nazhir, karena nazhir yang berpendidikan akan memiliki sikap terbuka terhadap informasi baru dan memandangnya secara obyektif (Pareek: 1996). Pendidikan merupakan proses memberi informasi dan melatih kemampuan seseorang untuk menyeleksi dan menginterpretasikan sebuah informasi, demikian halnya dengan memahami wakaf uang orang yang berpendidikan akan lebih mudah dalam memahaminya. 131

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

3. Faktor ketiga yang akan berpengaruh terhadap persepsi nazhir tentang wakaf uang adalah media informasi. Bentuk media informasi bermacam-macam, antara lain dalam media massa, media elektronik dan dakwah para ulama. Media merupakan sarana komunikasi yang dikemas dalam bentuk informasi untuk terbangunnya persepsi. Oleh karena itu, persepsi terbentuk awalnya dari adanya informasi yang menstimulasi indra manusia baik berbentuk barang dan jasa, atau berbentuk data yang datang dari objek tertentu. 4. Faktor keempat yang akan berpengaruh kepada persepsi nazhir tentang wakaf uang adalah regulasi. Dengan adanya Undangundang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanannya, memberikan kepastian hukum tentang bolehnya wakaf uang serta bagaimana memproduktifkan aset wakaf semaksmimal mungkin. Untuk kemudahan pemahaman kerangka teori di atas, ditampilkan skema sebagaimana terlihat pada Gambar 1. 1 di bawah ini : Gambar 1.1 Skema Kerangka Pemikiran 1. Keterlibatan dalam pelatihan wakaf 2. Tingkat pendidikan formal 3. Media informasi wakaf uang

Persepsi Nazhir terhadap wakaf Uang

4. Regulasi wakaf uang

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-korelasional (kausal) dengan melihat faktor-faktor yang ada pada variabel bebas guna melihat adakah hubungan dan seberapa besar pengaruh tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis deskriptif dan regresi logistik. 132

Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dari 60 responden. Sementara data sekunder meliputi berbagai literatur yang berkaitan dengan topik penelitian.Dalam pengambilan sampel dalam penelitian, penulis akan menggunakan teknik non probability sampling dengan teknik adjusted sampling. Untuk mengolah data digunakan SPSS versi 13.0 D. Dasar Hukum Wakaf Dalil yang menjadi disyariatkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahaman teks ayat alQur’an dan juga as-Sunnah. Tidak ada ayat alQur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada adalah pemahaman konteks terhadap ayat al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan. Allah berfirman dalam Surat Ali Imran ayat 92 :

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” Ahli fikih pendukung mazhab Syafii, seperti Ar Ramli (wafat 1004 H.), yang diberi gelar Syafi’i kecil, dalam bukunya Nihayatu Al-Muhtaj, meyakini ayat di atas adalah tentang wakaf. Sehingga ia yakin bahwa wakaf dalam Islam bukan hasil pemikiran ahli fikih, tetapi lahir langsung dari Al-Qur’an. Di antara buktinya, Ar Ramli mengemukakan bahwa Abu Thalhah, seorang sahabat Nabi Saw., setelah mendengar ayat di atas, ingin mewakafkan hartanya yang sangat dicintainya, berupa kebun, di Birha’. Bahkan Ar-Ramli menyebutkan pula ayat lain yang melahirkan wakaf dalam Islam, yaitu firman Allah Ta›ala :

“Dan apa saja kebaikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orangorang yang bertakwa”. (Ali ‘Imran 115) Jadi Allah SWT tidak akan menutupi (membatalkan) pahala setiap perbuatan yang dilakukan umat Muhammad dalam rangka melaksanakan petunjuk Allah SWT. Artinya Allah SWT akan memberikan ganjaran atas setiap amal perbuatan seperti tersebut. Namun Ar-Ramli tidak menyebutkan analisa yang menjelaskan segi mana dalam firman Allah Ta’ala pada Ali ‘Imran ayat 115 di atas yang menjelaskan wakaf (as-Syarqawi, hal.173).

ilmu pengetahuan yang ditinggalkannya, baik melalui pengajaran maupun karangan. Demikian pula sedekah jariyahnya yaitu wakaf”. Jadi kematian seseorang yang telah berwakaf tidak mengakibatkan terhentinya wakafnya, begitu pula tidak mengakibatkan terhentinya aliran pahala yang baru dari wakafnya. Demikian penjelasan para ulama, sebagaimana dikutip Nawawi dalam bukunya Syarah (ulasan) Shahih Muslim. b. Sabda Rasulullah SAW :

Banyak hadits tentang wakaf. Di antaranya ialah : a. Sabda Rasulullah SAW :

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah jariah (wakaf) atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yang mendoakannya”(al-Amir, hal.87). Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah SAW : ‫( ةيراج ةقدص‬sedekah jariah) dengan wakaf, bukan seperti wasiat memanfaatkan harta. Hadis ini, sebagaimana dijelaskan para ulama, menegaskan bahwa :

“Amal perbuatan seseorang terhenti karena kematiannya. Begitu pula pahala perbuatannya kepadanya terhenti juga karena kematiannya. Namun amal perbuatan dan aliran pahala perbuatannya kepadanya tidak terhenti karena kematiannya pada tiga hal tersebut, karena dialah yang menyebabkan timbulnya tiga hal tersebut. Anaknya adalah buah perbuatannya. Begitu pula

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengatakan : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW : “Saya mempunyai seratus saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw. mengatakan kepada Umar : “Tahanlah (artinya jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (asetnya) dan jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah”. E. Sistem Manajemen Kenazhiran Dalam kitab-kitab fikih, ulama tidak mencantumkan nazhir wakaf sebagai salah satu rukun wkaaf, karena wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat sunnah). Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat maka keberadaan nazhir sangat dibutuhkan, bahkan menempati pada peran sentral. Terlalu banyak contoh pengelolaan harta wakaf yang dikelola oleh nazhir yang sebenarnya tidak memiliki kemampuan yang memadai, sehingga harta wakaf tidak berfungsi secara maksimal, bahkan tidak memberikan manfaat sama sekali kepada sasaran wakaf. Untuk itulah profesionalisme nazhir menjadi ukuran yang paling penting dalam pengelolaan wakaf jenis apapun. 133

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

Dalam rangka meningkatkan kemampuan nazhir diperlukan sistem manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Sistem tersebut bertujuan untuk :

tingkat perguruan tingi yang diharapkan dapat mengelola tanah-tanah wakaf berupa persawahan, perkebunan, ladang pembibitan dan lain-lain.

1. Meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan kemampuan dan keterampilan para nazhir wakaf di semua tingkatan dalam rangka membangun kemampuan manajerial yang tangguh, profesional dan bertanggung jawab.

2. Pendidikan non formal. Bentuk dari pendidikan model ini adalah dengan mengadakan kursus-kursus atau pelatihanpelatihan SDM kenazhiran baik yang terkait dengan manajerial organisasi, atau meningkatkan keterampilan dalam bidang profesi seperti administrasi, teknik pengelolaan pertanian, teknik perbankan, pengelolaan kepariwisataan, perdagangan, pemasaran dan lain sebagainya. Pendidikan non formal ini perlu digalakkan oleh beberapa pihak yang terkait dengan dunia perwakafan.

2. Membentuk sikap dan perilaku nazhir sesuai dengan posisi yang seharusnya, yaitu pemegang amanat umat Islam yang mempercayakan harta benda untuk dikelola secara baik dan pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. 3. Menciptakan pola pikir atau pesrepsi yang sama dalam memahami dan menerapkan pola pengelolaan wakaf, baik dari segi peraturan perundang-undangan maupun teknis manajerail sehingga lebih mudah diadakan kontrol, baik di daerah maupun pusat. 4. Mengajak para nazhir untuk memahami tata cara pengelolaan yang lebih berorientasi pada kepentingan Syariat Islam secara lebih luas dan dalam jangka panjang. Sehingga wakaf bisa dijadikan sebagai salah satu elemen penting dalam menunjang penerapan sistem ekonomi Syariah secara terpadu. Setelah diketahui persyaratan minmal seorang nazhir dan tujuan diperlukan upaya pembinaan agar mereka dapat menjalani tugas-tugas kenazhiran secara produktif dan berkuaalitas. Upaya pembinaan ini harus dalkukan berdasatkan standar pola manajemen terkini, antara lain : 1. Pendidikan formal. Melalui sekolahsekolah umum dan kejuruan dapat dicetak calon–calon SDM kenazhiran yang siap pakai, dengan catatan sekolah itu sendiri harus dibentuk secara berkualitas dengan memberikan format kurikulum yang mantap dengan disiplin pengajaran yang tinggi, terarah menurut bidang yang dituju. Misalnya, sekolah menengah pertanian maupun 134

3. Pendidikan informal. Berupa latihan-latihan dan kaderisasi langsung di tempat-tempat pengeloaan benda wakaf. Nazhir yang telah ada, ditingkatkan kemampuannya melalui latihan-latihan yang intensif dan bimbingan yang membuatnya kian maju dan mampu dalam bidang tugas dan tanggung jawabnya. Medan kerja itu sendiri menjadi “sekolah” dan taman belajar yang lebih praktis yang terkadang bobot dan mutunya lebih mantap dibandingkan dengan sekolah atau kursus. 4. Pembinaan mental. Spirit kerja harus terus menerus dibina agar para pemegang amanah perwakafan senantiasa bergairah dalam melaksanakan pekerjaannya. Demikian juga pembinaan mental budi pekerti (akhlak) yang luhur dibina melalui berbagai kesempatan seperti ceramah-ceramah agama, out bond, simulasi pengembangan diri dan organisasi untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan mental supaya SDM kenazhiran bisa mengemban amanat untuk kesejahteraan nazhir banyak. F. Teori Persepsi Persepsi menurut Morgan (1986) sebagai segala hal yang berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam hidupnya di

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

dunia. Dengan demikian persepsi merupakan suatu aktifitas individu dalam mendeteksi dan menginterpretasikan segala informasi dari lingkunnya yang sesuai dengan pengalamannya. Aktifitas tersebut adalah berfikir, mengingat, menerima, merencanakan dan memilih sesuatu. Jefry S. Turner (1995) berpendapat bahwa persepsi adalah aktifitas kognitif yang memungkinkan masing-masing individu mendeteksi dan menginterpretasikan informasi dari lingkungan sekitarnya. Menurut Morris (1976) persepsi adalah proses penerimaan sejumlah sensasi melalui bekerjanya sistem syaraf. Sehingga kita dapat mengenal dan menyusun pola. Proses ini terjadi sebagai hasil dari proses penerimaan informasi melalui penarikan kesimpulan arti dan suatu kejadian saat ini, dikaitkan dengan ingatan untuk kejadian yang sama di masa lalu. Persepsi juga dapat berupa unsur dasar dari jiwa manusia. Selanjutnya dikatakan bahwa persepsi dapat menolong keseimbangan jiwa dan mendorong untuk bertingkah laku. Dasar penilaian bagi seseorang dalam memandang sesuatu adalah bersifat subyektif. Karena itu munculnya perbedaan persepsi dan sikap, kebutuhan maupun dorongan dalam diri seseorang adalah runut dari cara pandang yang subyektif tersebut (Nugroho J. Setiadi: 2003). Disamping dilandasi oleh nilai-nilai yang terinternalisasi dalam dirinya melalui proses sosialisasi yang menyebabkan timbulnya perbedaan antara satu individu dengan individu yang lain dalam mempersepsikan sesuatu. Proses sosialisasi tersebut merupakan proses dimana seorang individu belajar tentang nilai-nilai yang ada di dalam nazhir sehingga bias menjadi anggota nazhir dan berperilaku serta berfikir sesuai dengan norma nazhir. Media informasi juga dimaksudkan agar nilai-nilai yang ada dalam suatu nazhir dapat diteruskan pada generasi berikutnya dan dilestarikan. Dimana pada prosesnya, sosialisasi selalu berjalan melalui pola interaksi dan komunikasi diantara anggota nazhir.

Sosialisasi membutuhkan adanya agen sosialisasi (agents og sosialization) yang melaksanakan proses sosialisasi tersebut (Soekanto: 202). Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa dan sistem pendidikan. Media informasi dalam keluarga menghasilkan basic personality structure dimana pola orientasi nilai yang ditanamkan pada seseorang akan sulit diubah lagi sepanjang hidupnya. Dalam keluarga seseorang akan memperoleh cara berperilaku, berperasaan dan bersikap melalui proses Media informasi yang dijalani dalam interaksinya dengan anggota keluarga yang lain. Nilai yang ditanamkan akan mempengaruhi individu dalam mempersepsikan sesuatu gejala dalam nazhir. Teman bermain adalah agen sosialisasi berikutnya selain keluarga. Seorang individu akan mempelajari berbagai kemampuan baru. Dalam kelompok bermain seorang individu belajar berinteraksi dengan orang sederajat atau sebaya. Pada tahap inilah seorang individu mempelajari aturan yang mengatur peran orang yang kedudukannya sederajat. Terakhir, yang berpengaruh terhadap persepsi orang tentang sesuatu adalah agen sosialisasi melalui sekolah dan media masa. Di sekolah individu mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga dan teman sebaya. Sekolah menurut aliran fungsional disamping mengajarkan pengetahuan dan keterampilan juga berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai modern. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi sesorang. Sobur (2003) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yang terjadi pada saat proses interpretasi informasi menjadi sebuah arti, yaitu : 1) Pengalaman masa lalu 2) Sistem nilai yang dianut 3) Motivasi 4) Kepribadian 5) Kecerdasan Persepsi itu sifatnya kompleks, apa yang terjadi diluar sangat berbeda apa yang tercapai oleh otak. 135

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

Mempelajari bagaimana dan mengapa satu pesan yang sama dapat dipersepsi beda oleh masingmasing orang, disinilah pentingnya memahami proses terjadinya persepsi dalam komunikasi. Persepsi secara proses perceptual adalah penafsiran evaluasi. Kedua istilah ini digabungkan unntuk menegaskan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Penafsiran evaluasi tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor : pengalaman masa lalu, kebutuhan, sistem nilai atau keyakinan tentang sesuatu yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya. Menurut Pareek (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal individu seseorang dan faktor eksternal atau objek persepsi. Setalah rangsangan atau informasi diterima, rangsangan atau data itu diseleksi. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi sesorang tersebut. a. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi seleksi persepsi. Seseorang dalam menyeleksi berbagai hal atau sesuatu untuk dipersepsi, dipengaruhi oleh faktorfaktor internal yang berkaitan dengan diri sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1). Kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang-kadang ada hal yang “kelihatan” (yang sebarnya tidak ada) karena kebutuhan psikologis jadi tidak kelihatan. 2) Latar belakang. Latar belakang yang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi. Contoh orang yang pendidikannya lebih tinggi yang memiliki cara tertentu untuk menyeleksi sebuah informasi. 3) Pengalaman. Hal yang sama dengan latar belakang ialah faktor pengalaman, pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya. 136

4) Kepribadian. Seseorang yang tertutup mungkin akan tertarik kepada orangorang yang serupa. Berbagai faktor dalam kepribadian mempengaruhi seleksi dalam persepsi. 5) Nilai dan kepercayaan umum. Orangorang yeng memiliki sikap tertentu terhadap karyawan wanita data karyawan yang termasuk kelompok bahasa tertentu, besar kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan orang lain. 6) Penerimaan diri. Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. b. Faktor-faktor Eksternal Mempengaruhi Persepsi

Yang

Faktor-faktor yang mempengaruhi seleksi rangsangan secara eksternal atau datang dari luar/ objek persepsi adalah : 1). Intensitas. Umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens. Ini yang dimanfaatkan oleh marketer dengan memasang iklan yang menarik dan diberi pencahayaan yang penuh sehingga orang akan intensif melihatnya 2). Ukuran. Benda-benda yang lebih besar umumnya lebih menarik perhatian. Dengan membuat iklan yang besarakan menarik perhatian seseorang. 3). Kontras. Secara umum hal-hal lain yang biasa dilihat akan cepat menarik perhatian contohnya perilaku orang yang di luar kebiasaan akan menarik perhatian, karena adanya prinsip-prinsip perbedaan. 4). Gerakan. Benda yang bergerak lebih menarik perhatian dari hal yang diam. Kebanyakan iklanyang ditampilkan di televisi menggunakan prinsip ini dengan menciptakan ilusi gerak melalui berbagai pengaturan.

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

5). Ulangan. Biasanya hal yang terulangulang dapat menarik perhatian. Makanya tayangan iklan di televisi, radio sering diulang-ulang. 6). Keakraban. Suatu yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian. Ini bagian dari tabiat manusia, dia lebih mudah memahami dan memilih yang sudah akrab dengannya. 7). Sesuatu yang baru. Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan keakraban. Unsur ini juga berpengaruh pada seseorang dalam menyeleksi informasi. G. Penelitian-penelitian Sebelumnya Mengenai Wakaf Uang Beberapa penelitian seputar wakaf uang adalah sebagai berikut : 1. Muhammad Ilham (2007), melakukan penelitian berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Para Muzakki BaznasDompet Dhuafa untuk Berwakaf Melalui Wakaf Tunai”. Permasalahan yang diajukan adalah untuk mengetahui sejauh mana faktorfaktor pemahaman agama, produk, fasilitas dan pelayanan, promosi dan sosialisasi serta kualitas manajemen lembaga wakaf dapat mempengaruhi persepsi para Muzakki Baznas– Dompet Dhuafa terhadap produk wakaf tunai yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah derma wakaf tunai. Kesimpulan dari penelitian adalah ada beberapa faktor yang signifikan mempengaruhi persepsi para muzakki yaitu variabel “akuntabel”, “alat” dan “counter”. Sementara variabel lainnya yaitu manfaat, ijtihad, optimal, inovasi, harga, keramahan, promosi, sosial, manajeman tidak mempengaruhi persepsi para muzakki untuk berderma melalui wakaf tunai. Dengan kesimpulan penelitian, bagi pengelola lembaga Baznas-Dompet Dhuafa dapat mengambil tindakan antara lain meningkatkan intensitas Media informasi produk, memperluas jaringan pelayanan dan lebih meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas pengelolaan wakaf tunai.

dalam

2. Danny Alit (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Wakaf Produktif Terhadap Peningkatan Pendapatan Nazhir”. Permasalahan yang diajukan adalah rendahnya pendapatan nazhir dan wakaf yang kurang produktif akibat terbatasnya faktor produksi seperti modal, tenaga kerja dan tingkat pendidikan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor modal menjadi faktor yang sangat signifikan didalam meningkatkan output wakaf sedangkan faktor tenaga kerja dan tingkat pendidikan nazhir tidak signifikan dalam meningkatkan output wakaf tersebut. Karakter industri wakaf saat ini bersifat capital intensive dan decreasing return to scale sehingga penambahan jumlah tenaga kerja tidak berdampak pada peningkatan output wakaf, maka modal, inovasi dan teknologi menjadi kunci bagi perkembangan wakaf dimasa mendatang. 3. Raihanatul (2009) melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Pesantren terhadap Wakaf Uang: (Pesantren di Jabotabek)”. Permasalahan yang diajukan adalah umumnya Kyai pesantren lebih memilih untuk melakukan wakaf tidak bergerak daripada wakaf bergerak (wakaf uang). Kesimpulan dari penelitian ini adalah kemungkinan Kyai pesantren yang berpendidikan rendah untuk menerima wakaf uang adalah sebesar 0,084 kali lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan Kyai pesantren yang berpendidikan tinggi untuk menerima wakaf uang. Persepsi Kyai pesantren yang menolak wakaf uang cukup besar (37% dari 30 Kyai pesantren Jabotabek). 4. Suliyanto (2009), melakukan penelitian dengan judul “Faktor Variabel Perspektif Nazhir terhadap Peluang Peningkatan Dana Wakaf Uang (Studi Kasus pada Dompet Dhuafa Republika dan Pos Keadilan Peduli Umat)”. Permasalahan yang diajukan adalah nazhir belum memberikan peran dan 137

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

kontribusi yang maksimal bagi penghimpunan dana wakaf uang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya pengaruh profesionalisme nazhir terhadap peningkatandana wakaf uang secara signifikan. Pemahaman atau persepsi bisa salah, bisa benar, bisa sempit, bisa luas dan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan proses terjadinya persepsi itu sendiri. Dapat dipahami, kesalahan atau tidak samanya pemahaman orang tentang wakaf uang juga disebabkan oleh faktor-faktor yang terkait antara lain pendidikan, pemahaman tentang fikih wakaf, akses media informasi dan keterlibatan dalam pelatihan-pelatihan wakaf. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini: 1. Faktor keterlibatan dalam pelatihanpelatihan Wakaf Faktor-faktor sosial dan lingkungan merupakan faktor terpenting bagi pembentukan persepsi. Pengaruhnya apakah baik atau buruk tergantung kekuatan unsur pengaruh tiaptiap individu. Keterlibatan nazhir wakaf pada pelatihan-pelatihan wakaf tentunya akan mempengaruhi persepsi nazhir terhadap wakaf uang. Kegiatan pelatihan tersebut dapat berupa pendidikan dan pelatihan, seminar, workshop dan lain sebagainya. 2. Faktor pendidikan Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam membentuk sikap dan pemikiran seseorang. Tiap orang yang mendapat pendidikan diharapkan mempunyai budi pekerti luhur dan berpandangan luas. Pendidikan yang diterima seseorang tidak hanya didapat daris ekolah, pendidikan juga diterima dari lingkungan sekitar. Pendidikan juga bisa berarti proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol. Dalam penelitian ini penulis memakai tingkat pendidikan formal sebagai satu hal yang dapat mempengaruhi persepsi nazhir terhadap wakaf uang. 138

3. Faktor media informasi Dalam dunia pemasaran dikenal sebuah objek kajian yaitu komunikasi dan pemasaran. Komunikasi adalah sebuah tahapan dari pemasaran dalam rangka membujuk konsumen supaya membeli produknya. Keputusan membeli adalah sebuah reaksi atau respon dari proses komunikasi pemasaran yang dilakukan marketer (penjual). Persepsi adalah inti komunikasi pemasaran karena akan menjadi kunci apakah responnya baik atau tidak terhadap sesuatu yang dipasarkan tersebut. Media sosialisai merupakan saluran komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan dari pengirim kepada penerima. Tanpa adanya akses dengan media maka tidak akan pernah konsumen kenal dengan produk yang ditawarkan. Persepsi nazhir tentang wakaf uang akan dipengaruhi oleh intensitas dan keseringan nazhir mengakses media-media yang mempromosikan wakaf uang 4. Faktor regulasi Dengan adanya Undang-undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya, memberikan kepastian hukum tentang bolehnya wakaf uang serta bagaimana memproduktifkan asset wakaf semaksimal mungkin. H. Model Regresi Logistik (Logit) Regresi logistik digunakan untuk menguji probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Selanjutnya, untuk penjelasan lebih detailnya akan ditampilkan seluruh tabel dari pengolahan data program SPSS 13. Hasil Case Processing Summary Unweighted Cases a Selected Cases

Unselected Cases Total

N Included in Analysis Missing Cases Total

60 0 60 0 60

Percent 100.0 0 100.0 0 100.0

a. If weight is in effect, see classification tabel for the total

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

Output diatas menunjukkan bahwa jumlah nazhir yang dijadikan sampel dalam pembuatan model berjumlah 60. Selanjutnya untuk menjelaskan kode variabel terikat yang digunakan adalah seperti yang dijelaskan pada tabel dependent variabel encoding.

akan regulasi wakaf uang. Pada tabel selanjutnya, menjelaskan tentang proses pembentukan model. Pertama adalah pengujian konstanta dengan mengabaikan variabel lain seperti ditunjukkan dalam tabel variabel persamaan berdasarkan SPSS.

Dependent Variabel Encoding Original Value

Variabel Persamaan berdasarkan SPSS B

.00 1.00

0 1

Variabel terikat menggunakan nilai 0 dan 1, dimana bernilai 0 apabila responden tidak setuju wakaf uang dan bernilai 1 bila responden setuju wakaf uang. Tabel selanjutnya menginformasikan bahwa variabel bebas yang dimasukkan pada saat pengolahan data, yaitu variabel keterlibatan dalam pelatihan wakaf, tingkat pendidikan, media informasi dan regulasi. Hasilnya pada output terlihat bahwa kategori yang dibuat telah diubah sesuai dengan definisi yang diinginkan. Supaya lebih jelas dapat dilihat pada Tabel Categorical Variables Coding Categorical Variables Coding

Regulasi MI Didik Latih

Wald

df

Sig. Exp(B)

Step 0 Contanst 1.609 .346 21.586

1

.000

Internal Value

Frequency

Parameter Coding

(1)

(2)

1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00

21 39 30 30 37 23 25 35

21 39 30 30 37 23 25 35

Sumber: output SPSS 13 Variabel pendidikan yang menjadi referensi adalah kelompok pendidikan tinggi. Variabel kategori keterlibatan dalam pelatihan wakaf yang menjadi referensi adalah kelompok yang terlibat aktif dalam pelatihan wakaf. Variabel media informasi yang menjadi referensi adalah kelompok yang sering mengakses media informasi wakaf uang. Variabel kategori regulasi yang menjadi refensi adalah kelompok yang paham

S.E.

5.000

Sumber: output SPSS 13 Tabel di atas menjelaskan bahwa telah dilakukan uji signifikansi terhadap intersep dengan uji Wald, dan hasil koefisien intersep yang diperoleh yaitu bahwa konstanta mempunyai hasil signifikan secara statistik (angka signifikansi 0,000) pada α = 5%. Tabel selanjutnya adalah menginformasikan variabel-variabel yang tidak dimasukkan dalam persamaan sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan uji Wald di atas. Hasil SPPSS Variabels not in the Equation

Step 0

Variabels

Overal Statistics

Latih (1) MI (1) Didik (1) Regulasi (1)

Svore

df

.672 7.680 .353 10.681 18.803

1 1 1 1 3

Sig. .412 .006 .553 .001 .001

Sumber: output SPSS 13 Variabel-variabel yang ditampilkan pada tabel tersebut adalah semua variabel model yang variabelnya adalah semua variabel bebas. Pada tahap selanjutnya, variabel-variabel bebas yang tersebut dimasukkan dalam pembentukan model. Tabel Model Summary menginformasikan tentang uji untuk seluruh model yang dilakukan. Model Summary Step

-2Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1

32,426a

0,501

0,494

Sumber: output SPSS 13

139

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

Pada Tabel di atas terlihat bahwa berdasarkan uji G, didapat nilai -2 log likelihood yang merupakan uji seluruh model. Angka sebesar 32,426 cukup besar, apabila dibandingkan dengan nilai X2 (df = 1) sebesar 3,841. Maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel signifikan secara statistik pada α= 5 %, sehingga seluruh variabel dapat dimasukkan dalam model. Tabel berikut merupakan penjelasan nilai estimasi. Uji Wald dan nilai Exp (B), yang kesemuanya merupakan bentuk model yang didapat. Untuk penjelasan lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel Variables in the Equation.

Sumber: data primer, diolah Berdasarkan informasi di atas, maka persamaan model logistik Persamaan yang didapat adalah sebagai berikut: Ln (p/1-p) = 5,531 + 1,105 Dummy_Latih(1) – 3,136 Dummy_MI(1) – 0,910 Dummy_Didik(1)–2,854 Dummy_ Regulasi (1) I. Analisis Data Data yang diperoleh penulis dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan logit. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan hasil penelitian yang diperoleh dan kaitannya dengan teori-teori persepsi yang ada. Adapun analisis regresi logistik dilakukan untuk mengetahui pemahaman nazhir akan wakaf uang dan faktor yang mempengaruhi pemahaman tersebut. Target dari analisis regresi logit adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabelvariabel bebas terhadap variabel terikat yang dengan bentuk persamaannya :

140

ln p = β0 + Latih1 + Latih2 + Didik1 + Didik 2 1-p + Sos 1 + Sos 2 + Reg1 + Reg2 + ε1 dimana: Latih

: Pelatihan yang diikuti

Didik

: tingkat Pendidikan yang ditamatkan

Sos

: Media informasi

Reg

: Regulasi

I.1 Variabel Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang. Secara konseptual, analisis deskriptif merupakan metode untuk menggambarkan data yang dikumpulkan secara sederhana. Struktur data penelitian merupakan gambaran data nazhir yang setuju wakaf uang dan tidak setuju wakaf uang. Pemahaman merupakan suatu hal yang esensial dalam kehidupan ini, perilaku atau tindakan seseorang terhadap sebuah objek atau realitas sangat ditentukan oleh pemahamannya atau persepsi, penafsiran mereka akan realitas (Harsley: 1992). Dengan demikian sikap dan respon nazhir terhadap wakaf uang sangat dipengaruhi oleh pemahaman nazhir itu sendiri terhadap wakaf uang tersebut. Menurut Sudjana dan Laela (1998) persepsi merupakan tanggapan, pendapat yang didalamnya terkandung unsur penilaian terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya. Pengalaman dan wawasan itu sendiri dipengaruhi oleh situasi nazhir, isu-isu sosial, kelompok sosial dan hal-hal lain yang dapat menjadi objek sikap. Pandangan nazhir terhadap wakaf uang dapat terbentuk jika nazhir memiliki pengalaman dan wawasan mengenai wakaf. Tidak mungkin nazhir memberikan pandangan atau persepsinya terhadap wakaf uang jika nazhir tersebut tidak memahami atau mengetahui hal yang berkaitan dengan wakaf. Hasil olahan data kuesioner tentang responden yang setuju dan tidak setuju tentang wakaf uang ditampilkan pada Tabel Variabel Persepsi Wakaf Uang sampel data yang digunakan

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

mempunyai komposisi untuk nazhir yang setuju wakaf uang sebanyak 81,7 % dari total sampel 60 data yaitu sebesar 49 responden, kemudian untuk nazhir yang tidak setuju wakaf uang sebanyak 18,3 % atau sebesar 11 responden. Secara umum penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas nazhir setuju wakaf uang. Variabel Persepsi Wakaf Uang Frekuensi Setuju Tidak setuju 60 49 11 Persentase (%) 81,7% 18,3% Sumber: Data primer, diolah Total Responden

I.2 Variabel Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan akan berpengaruh terhadap terbentuknya persepsi atau pemahaman

nazhir, karena nazhir yang berpendidikan akan memiliki sikap terbuka terhadap informasi baru dan memandangnya secara obyektif (Pareek: 1996). Pendidikan merupakan proses memberi informasi dan melatih kemampuan seseorang untuk menyeleksi dan menginterpretasikan sebuah informasi, demikian halnya dengan memahami wakaf uang orang yang berpendidikan akan lebih mudah dalam memahaminya. Hasil pengolahan data penelitian, variabel latar belakang pendidikan berpengaruh cukup besar terhadap peersetujuan terhadap wakaf uang. Data bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin setuju terhadap wakaf uang. Hal ini dapat dilihat dari tabel variabel latar belakang pendidikan

Variabel Latar Belakang Pendidikan Pendidikan

Total Responden

Tinggi (S2-S3) Menengah (D1-S1) Rendah (SLTP-SMU)

12 15 33 60

Frekuensi Tidak Setuju Setuju 12 13 2 24 9

Setuju 100 % 86% 73%

Persentase Tidak Setuju 14% 27%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber: data primer, diolah Pada tabel di atas, tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh nazhir yang menjadi responden penelitian ini seperti yang dalam tabel 4.1, bahwa pendidikan tertinggi adalah S3 dan yang terendah ditamatkan adalah SLTP. Jumlah responden untuk setiap tingkat yaitu, tingkat pendidikan tinggi sebanyak 12, tingkat pendidikan menengah sebesar 15 serta tingkat pendidikan rendah sebesar 33. Apabila ditinjau dari komposisi tingkat pendidikan terhadap persetujuan tentang wakaf uang adalah sebagai berikut: Untuk pendidikan tinggi 12 responden yang setuju (100%) Kemudian untuk pendidikan menengah 13 responden yang setuju (86%) dan 2 responden yang tidak setuju

(14%) akan wakaf uang. Untuk pendidikan rendah 24 responden yang setuju (73%) dan yang tidak setuju 9 responden (27%). I.3 Variabel Akses Media Informasi Bentuk media informasi bermacam-macam, antara lain dalam media massa, media elektronik dan dakwah para ulama. Media merupakan sarana komunikasi yang dikemas dalam bentuk informasi untuk terbangunnya persepsi. Oleh karena itu, persepsi terbentuk awalnya dari adanya informasi yang menstimulasi indra manusia baik berbentuk barang dan jasa, atau berbentuk data yang datang dari objek tertentu. Akses media informasi difokuskan pada media yang berfungsi atau dipakai mensosialisasikan 141

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

dan mempromosikan wakaf uang seperti Televisi, Radio, Koran dan Pamflet. Distribusi responden

dapat dilihat pada Tabel variabel akses media informasi wakaf uang.

Variabel Akses Media Informasi Wakaf Uang Informasi Tidak Pernah Kadang-kadang Sering

Total Responden 11 45 4 60

Frekuensi Tidak Setuju Setuju 2 9 30 15 3 1

Persentase Tidak Setuju 82% 34% 25%

Setuju 18% 66% 75%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber: data primer, diolah Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa nazhir yang tidak pernah mengakses media informasi tentang wakaf uang sebanyak 11, yang kadang-kadang mengakses media informasi wakaf uang sebesar 45 serta yang sering mengakses media informasi wakaf uang 4. Besarnya persentase dari data tersebut dapat dilihat pada gambar persentase akses media informasi wakaf uang.

I .4 Variabel Regulasi Dengan adanya Undang-undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanannya, memberikan kepastian hukum tentang bolehnya wakaf uang serta bagaimana memproduktifkan aset wakaf semaksmimal mungkin. Untuk memahami distribusi dan komposisi pemahaman tersebut dapat dilihat pada Tabel variabel regulasi.

Variabel Regulasi Informasi

Paham Kurang Paham Tidak Paham

Total Responden 35 4 21 60

Frekuensi Tidak Setuju Setuju 30 5 3 1 15 6

Setuju 85% 75% 71%

Persentase Tidak Setuju 15% 25% 29%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber: data primer, diolah Untuk tabel di atas, 30 responden adalah kelompok yang paham akan regulasi wakaf uang, yang kurang paham sebesar 4 responden dan yang tidak paham sebesar 21 responden. Besarnya persentase dari data tersebut dapat dilihat pada gambar persentase regulasi terhadap wakaf uang. J. Kesimpulan Rincian kesimpulan dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 142

a). Nazhir yang memiliki sedikit informasi tentang wakaf uang sebanyak 0,053 kali dengan yang menyatakan setuju terhadap wakaf uang dibandingkan dengan nazhir yang memiliki banyak informasi. Atau dengan kata lian nazhir yang memiliki banyak informasi sebanyak 9,95 kali dengan yang menyatakan setuju terhadap wakaf uang dibandingkan dengan nazhir yang memiliki sedikit informasi. b). Nazhir yang tidak paham regulasi sebanyak 0,060 kali dibandingkan dengan nazhir yang

Persepsi Nazhir Terhadap Wakaf Uang...— Rahmat Dahlan

paham regulasi. Atau dengan kata lain bahwa nazhir yang menyatakan setuju terhadap wakaf uang dan paham terhadap regulasi wakaf sebanyak 0,94 kali dibandingkan dengan nazhir yang tidak paham regulasi wakaf. K. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut, maka dapat dituangkan beberapa saran sebagai berikut: a) Sosialisasi dan promosi yang lebih intens dan fokus kepada nazhir yang berpendidikan menengah ke atas, karena memiliki potensi lebih besar untuk memahami wakaf uang. b) Disarankan untuk memilih media informasi yang mudah dan sering diakses oleh umat atau nazhir secara umum karena nazhir yang lebih sering akses media informasi wakaf uang dibandingkan dengan yang jarang memiliki potensi lebih besar untuk paham wakaf uang. c) Memanfaatkan ustad, guru dan kiai yang difigurkan oleh umat, khususnya difigurkan oleh umat yang ada di Kecamatan Kebayoran Baru, sebagai agen dalam sosialisasi wakaf uang. d) Nazhir wakaf uang perlu diberikan kursus dan pelatihan wakaf khususnya dalam hal manajemen pengelolaan wakaf uang. e) Ketika ini ditulis, pemerintah dalam hal ini Badan Wakaf Indonesia dalam waktu dekat mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang yang akan dilaunching oleh Bapak Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Kedepannya dibutuhkan nazhir yang professional dalam mengelola harta wakaf khususnya wakaf uang, kurikululm pendidikan perwakafan bagi para nazhir merupakan suatu keniscayaan dan harus segera direalisasikan. f) Penelitian ini memiliki keterbatasan, mengingat cakupan penelitian ini hanya melihat pada persepsi nazhir terhadap wakaf uang. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan pada pilihan strategi peningkatan dana wakaf

uang atau pengelolaan wakaf uang yang lebih professional. Daftar Pustaka Bamualim, Chaider S., dan Irfan abubakar, 2005. Revitalisasi Filantropi islam, Jakarta : Center for the study of Religion and Culture (CSRC) Departemen Agama Republik Indonesia, tt, alQur’an dan Terjemahannya, Surabaya : UD Mekar Surabaya De Vito, Joseph A., 1997. Komunikasi Antar Manusia : Kuliah Dasar, Alih Bahasa Agus Maulana, Profesional Books, Jakarta. Effendi, Muhammad Ilham, 2007. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nasabah Terhadap Program Wakaf Tunai di Dompet Dhuafa, , Jakarta : Universitas Indonesia. Hasanah, Uswatun, 2005. Menuju Wakaf Produktif, Majalah Gontor, Edisi 12 Tahun II Kotler, Philip, 1993. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian Kubaisy, Muhammad Ubaid Abdullah, 1977. Ahkam al-Waqf fi Syari’a al-Islamiyah, Jilid II, Baghdad : Mathba’ah al-Irsyad Kuran, Timur, 2003 “ Islamic Reditribution Through Zakat : Historical record and Modern realisties “ Poverty and Charity in Midle Eastern Contexts, albany : state University of New York Morgan, Clifford T, 1986. Introduction to Psychology, New York : McGraw – Hill Mughniyah, Muhammad Jawad, 2007. Fiqih Lima Mazhab Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali, diterjemahkan oleh Afif Muhammad, Idrus Al-kaff, Masykur AB, Cet.VI, Jakarta: Lentera Basritama Mulyana, Deddy, 2007. Ilmu Komunikasi, Bandung: PT remaja Rosdakarya Munawir, Ahmad Warson, 2002. Al-Munawwir ( Kamus Arab – Indonesia), Surabaya : Pustaka Progresif. 143

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 128-144

Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman, 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada Najib, Tuti A. dan Ridwan al-Makassary, 2006. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, Jakarta : Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, 1995. Instrumen Penelitian B, idang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nasution, Mustafa Edwin dan Hardius Usman, 2007. Proses Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, Mustafa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah, 2005. Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, Jakarta : PKTTI – UI. Pareek, Udai, 1996. Perilaku Organisasi, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Prasetjo, Ristiyanti dan John J.O.I Ihalauw, 2004. Perilaku Konsumen, Yogyakarta : Penerbit Andi Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003. Berderma Untuk Semua, Jakarta, : Teraju

144

Qahaf, Mundzir, 2007. Al-Waqfu al-Islami, Tathawuruh, idarasatuh wa Tamiyatuh, terj. Muhyiddin Mas Rida, Jakarta, Khalifah Qardawi, Yusuf, 2001. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Jakarta, Rabbani Press Robbin, P Stephen, 2001. Perilaku Organisasi, (Hadyana Pujaatmaka : Penterjemah), Jakarta : PT. Prenhalindo Salomon, Michael R, 1999. Consumer Behaviour: Buying, Having and Being, USA : Prentice Hall Schiffman, Leon G dan Leslie Lazar kanuk, 2002. Consumer Behaviour, USA : Prentice Hall Sekaran, Uma, 2000. Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Third Edition, New York, Joh Wiley & Sons Inc. Sugiyono, 2000. Metodologi Penelitian Administrasi, Bandung, Alfabeta Swastha, Basu, (1996), Azas-azas Marketing, Edisi ke-3, Yogyakarta : Liberty Siswantoro, Dodik dan Miranti Kartika Dewi, 2007. The Effectiveness of waqf Fund raising Through Mutual Fund in Indonesia, Jakarta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 & Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, 2007, Departemen Agama, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

PERAN BADAN WAKAF INDONESIA (BWI) DALAM MENGEMBANGKAN PROSPEK WAKAF UANG DI INDONESIA Oleh : Muhammad Aziz Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) al-Hikmah Tuban, email: [email protected], [email protected]

Abstract Since established in 2007, Indonesian Waqf Board (BWI) which is based upon the mandate of Law No. 41 of 2004 on Waqf has had a significant role in the dynamics of management of waqf in Indonesia. However, a significant role is, it does not fix the problems of Indonesia waqf, especially with regard to waqf money (cash waqf). Therefore, to be revealed in this paper is; how the role of Indonesian Waqf Board and effort what should be done by him, so that potential cash waqf in Indonesia further grow and develop potentially ? From this study it can be concluded that the role of Indonesian Waqf Board in developing prospects in Indonesia least waqf money mapped as follows. First, developmen of professional nadzir, especially to individuals or intitution who are given authority and responsibility as Nazhir waqf money. Improving the quality of human resources can take the form Nazhir policies that are tentative, or even a steady, so that taste and look for Nazhir emergence. The second, involving the partners strategic business engaged in financial services (especially sharia-based), such as Banks, cooperatives, Baitul wal Tamwil (BMT) and the like, in the process of promotion and dissemination of 145

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

waqf money that is being developed by BWI, this is all that prospects and public confidence in the waqf money at BWI growt. Keywords: Waqf of Money, BWI, Nazhir, Law Decree No. 41 of 2004 Abstrak Sejak berdiri pada tahun 2007 Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang lahir berdasarkan amanat UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf telah memiliki peran yang signifikan dalam dinamika pengelolaan wakaf yang ada di Indonesia. Namun demikian, peran yang cukup signifikan tersebut, ternyata masih belum menyelesaikan problematika perwakafan di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan wakaf uang (cash waqf). Maka dari itu, yang hendak diungkap dalam tulisan ini adalah; bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia dan usaha apa saja yang seharusnya dilakukan olehnya, agar potensi wakaf uang yang ada di Indonesia semakin tumbuh dan berkembang secara maksimal? Dari kajian ini dapat disimpulkan, bahwa peran Badan Wakaf Indonesia dalam mengembangkan prospek wakaf uang di Indonesia paling tidak dapat dipetakan pada hal-hal berikut in; Pertama, pembinaan tergadap nazhir yang professional, khususnya terhadap individu atau badan hukum yang diberi wewenang dan tanggungjawab sebagai nazhir wakaf uang. Peningkatan kualitas sumber daya manusia nazhir ini dapat berbentuk kebijakan yang sifatnya tentative atau bahkan yang ajeg, agar rasa dan kemanfaatannya terlihat bagi nazhir. Kedua, melibatkan mitra-mitra bisnis strategis yang bergerak di bidang jasa keuangan (khususnya berbasis syariah), seperti Bank, koperasi, Baitul wal Tamwil (BMT) dan sejenisnya, dalam proses promosi dan sosialisasi wakaf uang yang sedang dikembangkan oleh BWI, ini semua agar prospeknya dan kepercayaan masyarakat terhadap wakaf uang di BWI tumbuh subur. Kata Kunci: Wakaf Uang, BWI, Nazhir, UU RI No 41 tahun 2004 A. Pendahuluan Sejak berdiri pada tahun 2007 Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang lahir berdasarkan amanat UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf telah memiliki peran yang signifikan dalam dinamika pengelolaan wakaf yang ada di Indonesia. Keberadaan BWI telah diatur dalam undangundang wakaf secara jelas dan terperinci, dari pasal 47 sampai dengan pasal 61 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Pada pasal 57 disebutkan bahwa untuk pertama kali, pengangkataan keanggotaan BWI diusulkan kepada Presiden oleh menteri. Sedangkan BWI dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi dan/ atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan.1 Adapun tugas Badan Wakaf Indonesia yaitu: 1). Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta 1

146

benda wakaf; 2). Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; 3). Memberikan persetujuan dan /atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf; 4). Memberhentikan dan mengganti Nadzhir; 5). Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; 6). Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan; Dilihat dari tugas kelembagaan, keberadaan Badan Wakaf Indonesia mempunyai posisi yang sangat strategis dalam pemberdayaan wakaf secara produktif. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia (BWI) bertujuan untuk menyelenggarakan manajemen wakaf secara optimal, yang terkait dengan pengelolaan. Seperti harta wakaf yang bersifat nasional dan internasional yang keberadaannya masih terlantar maupun pembinaan terhadap Nazhir yang kurang

Lihat Peraturan BWI Nomor: 08/BWI/XII/2007 tentang Tata Keja Badan Wakaf Indonesia.

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

memadai. Badan Wakaf Indonesia (BWI) bersifat Independen dan profesional yang bersinergi dengan peran pemerintah sebagai regulator (pengatur), fasilitator (memberi fasilitas), motivator (memberi semangat) dan public service (pelayanan umum).2 Khusus berkaitan dengan wakaf uang yang ada di Indonesia, setidaknya ada beberapa fakta baru tentang geliat luar biasa bagi umat Islam yang hendak berwakaf walaupun tidak memiliki aset tanah. Dalam konteks ini, tentunya banyak tantangan dan kendala yang dihadapi oleh BWI, khususnya berkaitan dengan pengembangan prospek dan potensi wakaf uang yang ada di Indonesia semakin hari semakin berkembang. Adapun yang hendak diungkap dalam tulisan ini adalah; bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia dan usaha apa saja yang seharusnya dilakukan olehnya, agar potensi wakaf uang yang ada di Indonesia semakin tumbuh dan berkembang secara maksimal? B. Kajian tentang Wakaf Uang 1. Pengertian wakaf Secara bahasa kata wakaf (al-waqf) berarti al-habs yang secara bahasa Indonesia diartikan menahan. Hal ini sebagaimana perkataan seseorang: waqafayaqifu-waqfan, artinya habasa-yahbisu-habsan.3 Kata al-waqfu bila dijamakkan menjadi al-auqaf dan wuquf, sedangkan bentuk kata kerjanya (fi’il) adalah waqafa. Menurut bahasa, waqafa berarti menahan atau mencegah, misalnya kata waqaftu ‘ani al-sairi, yang bermakna; “saya menahan diri dari berjalan”. Dalam peristilahan syara’ wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal (tahbisu al-ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum.4

Kata al-habs bermakna menahan harta dan memanfaatkan hasilnya di jalan Allah, atau ada juga yang bermaksud menghentikan seperti yang disebutkan di atas. Maknanya di sini, menghentikan manfaat keuntungannya dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta (‘ain benda itu), seperti menjual, menghibahkan, mewariskan, mentransaksikan, maka setelah dijadikan harta wakaf hanya untuk keperluan agama semata bukan untuk keperluan si waqif atau individual lainnya.5 Sebagaimana dikutip oleh Abdul Halim, wakaf secara istilah menurut Muhammad Jawad Mughniyah adalah suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan mendermakan hasilnya pada jalan yang bermanfaat.6 Menurut Sayyid Sabiq, wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah.7 Menurut al-Shan’ani, wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ain-nya) dan digunakan untuk kebaikan.8 Sedangkan pengertian wakaf dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah. Jadi wakaf merupakan suatu perbuatan sunnah untuk tujuan kebaikan, seperti membantu pembangunan sektor keagamaan

2 Depatemen Agama, Proses Lahirnya Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, hlm. 46 3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, cet. Ke-I, (Bandung: al-Ma’arif, 1987), hlm. 148 4 Muhammad Jawwad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, cet. Ke-I, (Jakarta: Basrie Press, 1997), hlm. 383. 5 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 8 6 Ibid, hlm. 09 7 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), hlm.426 8 Muhammad bin Isma’il al-Kahlani al-Shan’ani, Subul al-Salam, Juz III, (Semarang: Toha Putra, t.th), hlm. 87

147

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

baik pembangunan dibidang material maupun spiritual.9 Dengan demikian wakaf merupakan tindakan hukum. Agar sah hukumnya, dan tercapai fungsi tujuannya, maka rukun dan syaratnya harus dipenuhi. Karena fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuannya, yaitu guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.10 2. Dasar Hukum Wakaf Dalil-dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf dapat dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an meskipun tidak secara khusus menerangkan tentang wakaf dan beberapa hadis Nabi Muhammad SAW, antara lain: Perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (Q.S., al-Hajj: 77). Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Q.S. Ali Imron: 92). Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebulir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah maha luas (karuniaNya) lagi maha mengetahui. (Q.S. al-Baqarah: 261). Selain hal tersebut diatas, terdapat banyak hadis yang menjelaskan ibadah wakaf. Salah satunya hadis yang diriwayatkan Ibn Umar ra: Telah mengkabarkan kepada kami Quthaibah bin Said, telah mengabarkan kepada kita Muhammad bin Abdullah al-Anshori, telah mengabarkan kepada kita Ibnu ‘Auni, beliau 9

berkata: telah bercerita kepadaku Nafi’ dari Ibnu Umar r.a: Sesungguhnya Umar bin Khattab mempunyai tanah di Khaibar, kemudian beliau datang kepada Nabi untuk memohon petunjuk. ‘Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya memperoleh sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Apabila engkau mau, maka tahanlah zat (asal) bendanya dan sadaqahkanlah hasilnya (manfaatnya)”. Kemudian ‘Umar melakukan sadaqah, tidak dijual, tidak juga dihibahkan dan juga tidak diwariskan. Ibnu ‘Umar berkata: ‘Umar menyalurkan hasil tanah itu bagi orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, orang-orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah), orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan (ibnu sabil) dan tamu. (lagi pula) tidak berdosa bagi orang yang mengurusi harta wakaf tersebut makan dari hasilnya dengan cara yang baik dan tidak berlebihan (dalam batas kewajaran). Kemudian Ibnu Umar berkata: maka Ibnu Sirin telah mengabarkan kepadaku dan beliau berkata: makan dengan tidak menumpuk harta.11 Hadits di atas menunjukkan bahwa wakaf adalah tindakan jariyah, artinya meskipun orang yang menafkahkan telah meninggal dunia, pahalanya akan terus mengalir selama benda wakaf tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan kebaikan. Dengan demikian sebagai bagian dari amal jariyah yang bersifat tabarru’ atau tindakan sukarela yang tidak mengharapkan kontraprestasi (imbalan), Islam mengajarkan agar jika tangan kanan memberikannya, maka tangan kirinya tidak mengetahuinya.12 3. Syarat dan Rukun Wakaf Meskipun para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi mengenai wakaf, namun dalam ketentuan pelaksanaannya mereka

http://candraboyseroza.blogspot.com/2009/02/wakaf-dalam-pandangan-ulama-fikih dan. html Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normative ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 320-321 11 Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Matan Masykul Bukhari, Juz II, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hlm. 124. 12 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media, 2001), hlm. 124-125. 10

148

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

sependapat bahwa di dalam syari’at wakaf diperlukan adanya beberapa ketentuan baik yang berhubungan dengan rukun maupun syarat. Unsur-unsur (rukun) dan syarat yang harus dipenuhi oleh wakaf adalah: a. Waqif atau orang yang mewakafkan

pihak kebajikan.15 Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat, atau membantu, mendukung, atau yang mungkin diperuntukkan untuk kepentingan maksiat. Menyerahkan wakaf kepada seseorang yang tidak jelas identitasnya adalah tidak sah.16

Pada hakekatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru’ (mendermakan harta benda), oleh karena itu syarat seorang waqif adalah cakap untuk melakukan tindakan tabarru’. Artinya dewasa, sehat akal, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa.13 Oleh karena itu, wakafnya orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak sah.

Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, dijelaskan bahwa wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya, yakni mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

b. Mauquf atau benda yang diwakafkan

Ikrar wakaf berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf adalah: pernyataan kehendak waqif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

Benda yang di wakafkan harus memenuhi persyaratan di antaranya: 1). Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai; 2). Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum; 3). Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya; 4). Benda wakaf itu dapat dimiliki dan dipindahkan kepemilikannya; 5). Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelasjelas untuk maslahat yang lebih besar; 6). Benda wakaf tidak dapat diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan.14 Dalam Pasal 15 Undang-Undang No 41 tahun 2004 tentang Wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai waqif secara sah. c. Mauquf ‘alaih atau penerima wakaf Yang dimaksud dengan mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syari’at Islam. Karena pada dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri manusia kepada Tuhan. Karena itu mauquf ‘alaih (yang diberi wakaf) haruslah

d. Shighat atau ikrar/pernyataan wakaf

Pernyataan atau ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis, dengan redaksi “aku mewakafkan” atau “aku menahan” atau kalimat yang semakna lainnya. Ikrar ini penting, karena pernyataan ikrar membawa implikasi gugurnya hak kepemilikan wakif, dan harta wakaf menjadi milik Allah atau milik umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf.17 e. Nadzir atau pengelola wakaf Pada umumnya di dalam kitab-kitab fikih tidak mencantumkan nadzir wakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Ini dapat dimengerti karena wakaf adalah perbuatan tabarru’. Namun demikian memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka nadzir sangat diperlukan.18 Pada dasarnya siapapun dapat saja menjadi nadzir asalkan ia tidak terhalang melakukan

13

Abi Yahya Zakariya al-Anshari, Fath al- Wahhab, Juz I, (Semarang: Toha Putra, t.th.), hlm. 256. Syamsuddin al-Ramly, Nihayah al-Muhtaj, Juz V, (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, t.th.), hlm. 360. 15 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum………………, hlm. 494-495. 16 Ibid. hlm.496 17 Ibid, hlm.497. 18 Ibid. hlm.498. 14

149

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

tindakan hukum. Akan tetapi karena fungsi nadzir sangat penting dalam perwakafan maka diberlakukan syarat-syarat nadzir. Para Imam mazhab sepakat bahwa nadzir harus memenuhi syarat adil dan mampu. Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran adil. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud adil adalah mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang syari’at.19 Sedangkan mampu menurut Ahmad Rofiq dalam bukunya “Hukum Islam di Indonesia” adalah memiliki kreativitas (zara’y). Hal ini didasarkan pada perbuatan Umar menunjuk Hafsah menjadi nadzir karena ia dianggap mempunyai kreativitas.20 Adapun persyaratan untuk menjadi seorang nadzir berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang No. 41 tahun 2004 haruslah memenuhi syarat sebagai berikut:21 1). Warga negara Indonesia; 2). Beragama Islam; 3). Dewasa; 4). Amanah; 5). Mampu secara jasmani dan rohani; 6). Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. f. Jangka waktu wakaf Dalam buku-buku maupun Peraturan Perundangan wakaf sebelum munculnya UndangUndang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf tidak dicantumkan rukun wakaf mengenai adanya jangka waktu pelaksanaan wakaf, hal ini merupakan terobosan baru yang dilakukan pemerintah, mengingat manfaat wakaf pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat. Jangka waktu wakaf sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Wakaf No 41 tahun 2004, yakni waqif diperbolehkan membatasi waktu wakafnya, artinya waqif hanya mewakafkan manfaat dari benda yang di wakafkannya, dan setelah jangka waktu tersebut habis waqif diperbolehkan meminta kembali benda yang diwakafkannya. 19

4. Macam-macam wakaf Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, batasan waktunya, dan penggunaan barangnya. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya ada tiga: 1). Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (waqaf khairi); yaitu apabila tujuan wakafnya untuk kepentingan umum. 2). Wakaf keluarga (waqaf dzurri); yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberi manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, dan tua atau muda.22 3). Wakaf gabungan (waqaf musytarak); yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga bersamaan.23 Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam: 1). Wakaf abadi (waqaf muabbad); yaitu apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan mengganti kerusakannya. 2). Wakaf sementara (waqaf muaqqat); yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberi batasan waktu ketika mewakafkan barangnya.24 Tiga pembagian wakaf di atas sudah mencakup jenis keseluruhan wakaf, baik berdasarkan tujuan, batasan waktunya, maupun penggunaannya. Selanjutnya kita akan mempelajari secara mendalam tentang perbedaan mendasar antara amalan filantropi dalam Islam yang ada.25

Said Agil Husain al-Munawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), hlm. 161 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum………………, hlm. 499. 21 UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf 22 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Serang: Darul Ulum Press, 1999), hlm. 34. 23 Ibrahim al-Bayumi Ghanim, al-Auqaf wa Siyasah Fi Misra, (Mesir: Darul –Asyrku, t.th), hlm. 55. 24 Ibid., hlm. 56. 25 Ahmad Djunaidi, Menuju Era Wakaf Produktif, (Jakarta: Map Mumtaz Publizhing, 2008), hlm. 65. 20

150

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

5. Wakaf uang Orientasi wakaf konsumtif cenderung membuat para pengelola menghindari usahausaha produktif. Dampaknya adalah wakaf langsung digunakan dan tidak diinvestasikan secara produktif. Karena itu diperlukan reformasi wakaf ke arah yang lebih produktif. Salah satu bentuk wakaf produktif yang paling potensial untuk berkembang adalah wakaf uang. Dalam sejarah Islam, orang yang pertama kali mengenalkan wakaf uang adalah Imam Zufar (abad ke-8 M), salah seorang ulama Mazhhab Hanafi. Imam Zufar menggariskan bahwa dana wakaf uang harus diinvestasikan melalui mudhârabah dan keuntungannya dibelanjakan untuk charity. Imam Bukhari dan Ibn Syihab al-Zuhri juga menyatakan hal serupa.26 Imam Bukhari menyebutkan bahwa Imam al-Zuhri membolehkan mewakafkan Dinar dan Dirham. Caranya ialah menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. al-Zuhri salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwîn al-hadîts itu memfatwakan bahwa masyarakat dianjurkan mewakafkan Dinar dan Dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam saat itu. Kebolehan wakaf uang juga dikemukakan oleh Mazhab Hanafi. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’i juga membolehkan wakaf uang. Sejarah menunjukkan bahwa wakaf uang telah populer pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani. Di awal perkembangan Islam pun, wakaf uang telah dibenarkan oleh para ulama. Namun demikian, wakaf uang baru menemukan bentuknya yang matang pada masa Turki Usmani (abad ke-16M).27 Pembangunan kota Istambul (1453M) tak lepas dari wakaf uang untuk mendirikan pusat-pusat perdagangan. Bukti sejarah berupa dokumen wakaf uang pertama kali

ditemukan di Istambul pada tahun 1464. Seratus tahun kemudian, wakaf uang menjadi kebiasaan masyarakat Istambul.28 Di Timur Tengah, wakaf uang sudah lama dipraktikkan. Di Mesir, misalnya, Universitas al-Azhar menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan dana wakaf. Universitas tersebut mengelola gudang dan perusahaan di Terusan Suez. Universitas Al-Azhar selaku nadzir hanya mengambil hasilnya untuk keperluan pendidikan. Pemerintah Mesir pernah meminjam dana wakaf Al-Azhar untuk operasional pemerintahan. Di Qatar dan Kuwait, dana wakaf uang dipergunakan untuk membangun perkantoran, menyewakannya, dan hasilnya digunakan untuk kegiatan umat Islam. Tak ketinggalan, Sudan juga menjalankan wakaf uang. Sejak 1987, Sudan membenahi manejemen wakafnya dengan membentuk Badan Wakaf yang memiliki kewenangan yang lebih luas termasuk dalam aspek pengelolaan wakaf uang. Sejarah telah menunjukkan bahwa berkat wakaf uang, Universitas al-Azhar, Universitas Zaituniyyah di Tunis, serta Madaris Imam Lisesi di Turki mampu bertahan hingga kini meski mereka tidak berorientasi pada keuntungan. M. A. Mannan mengangkat kembali konsep wakaf uang melalui pembentukan Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang dikemas dalam mekanisme instrumen Cash Waqf Certificate. Ia telah memberikan solusi alternative dalam mengatasi krisis kesejahteraan umat Islam. Dibanding dengan wakaf harta tak bergerak lain, wakaf uang memiliki peluang yang lebih besar untuk dilakukan modernisasi.29 Wakaf uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah yang kemudian dikelola oleh nazhir secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauquf ‘alaih. Dengan demikian, dalam wakaf uang, uang yang diwakafkan tidak boleh diberikan

26 Abu Su’ud Muhammad b. Muhammad b. Mushthafâ al-Amâdî al-Afandî al-Hanafî, Risâlah fî Jawâz Waqf al-Nuqûd, tahqiq: Abû al-Asybâl Shaghîr Ahmad Syâghif al-Bâkistânî. (Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1997), hlm. 20-21 27 Murat Cizakca, “Outlines Incorporated Waqfs”, Makalah seminar Waqf for the Development of the Umma, Johor Bahru, 11 Agustus 2008, hlm. 7-12. 28 M. Muwafiq al-Arnaut, Daur al-Waqf fî al-Mujtama’ ât al-Islâmiyah (Damaskus: Dâr al-Fikr, 2000), hlm. 15. 29 Murat Cizakca, “Outlines Incorporated Waqfs”, Makalah seminar Waqf for the Development of the Umma, Johor Bahru, 11 Agustus 2008, hlm. 03.

151

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

langsung kepada mauquf ‘alaih, tetapi harus diinvestasikan lebih dulu oleh nazhir, kemudian hasil investasinya diberikan kepada mauqûf ‘alaih. Di Indonesia, Baitul Mal Muamalat, Tabung Wakaf Indonesia, dan PKPU telah berupaya menjadi nazhir wakaf uang, walaupun masih terdapat keragaman konsep dan aplikasinya. Pada mulanya, hukum mewakafkan uang menjadi perdebatan di kalangan ulama fikih. Perdebatan bermula dari penafsiran terhadap sabda Rasulullah kepada Umar ibn Khattab:

Artinya: “Kalau kamu berkenan, tahan pokoknya dan sedekahkan hasilnya“ Dari kata “tahan pokoknya” ini kemudian dipahami harta wakaf harus tetap materialnya. Persoalan berkembang, apakah uang secara material bisa tetap? Bukankah ada fenomena inflasi? Bukankah ia bisa habis dikonsumsi? Alasan ulama yang tidak membolehkan wakaf uang antara lain: Pertama, uang bisa habis zatnya sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dengan membelanjakan sehingga bendanya lenyap. Sedangkan inti ajaran wakaf adalah pada kesinambungan hasil dari modal dasar yang tetap lagi kekal, tidak habis sekali pakai. Oleh karena itu ada persyaratan agar benda yang akan diwakafkan itu adalah benda yang tahan lama, tidak habis sekali pakai. Kedua, uang seperti Dinar dan Dirham diciptakan sebagai alat tukar yang memudahkan orang melakukan transaksi jual beli, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya. Namun, mereka yang melarang wakaf uang, mendapat bantahan dari mereka yang membolehkannya. Imam Malik, Ahmad b. Hanbal, Imam Bukhari, dan Ibn Syihab al-Zuhri adalah eksponen yang membolehkan wakaf uang.30 Wahbah al-Zuhaili, dalam al-Fiqh Islâmî wa Adillatuhu menyebutkan bahwa Mazhab Hanafi

membolehkan wakaf uang, karena substansi uang yang menjadi modal usaha itu dapat bertahan lama dan banyak manfaatnya untuk kemaslahatan umat. Caranya menurut mazhab Hanafi ialah dengan menjadikannya sebagai modal usaha secara mudharabah, lalu keuntungannya digunakan untuk pihak yang menerima wakaf. Jadi, mereka yang membolehkan wakaf uang lebih melihat bahwa “pokok” dalam hadits Rasulullah itu tidak dipahami sebagai material, tetapi substansi (nilai). Bagaimanapun juga, uang juga mempunyai substansi yang relatif tetap. Buktinya, orang bisa melakukan pinjam-meminjam uang. Itu artinya, uang memiliki substansi. Mereka yang membolehkan wakaf uang, juga mempertimbangkan manfaat wakaf uang. Diantara manfaat yang bisa diambil adalah: a. Memiliki tingkat likuiditas tinggi. Ini berbeda dengan wakaf benda tak bergerak. Likuiditas adalah tingkat kemudahan atau kesulitan menukarkan dana (funds) dengan kas dalam waktu singkat dengan biaya yang wajar b. Seseorang yang memiliki dana kecil sudah bisa berwakaf tanpa harus menunggu menjadi kaya terlebih dahulu. Kesempatan berwakaf tak hanya dimiliki oleh orang kaya. SIBL misalnya, mengeluarkan sertifikat wakafnya hingga nilai US$21 atau sekitar 210 ribu rupiah. BMM menurunkan hingga 100 ribu rupiah. Dalam konteks Indonesia, sertifikat wakaf uang dapat dibuat dalam berbagai macam pecahan yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju yang kirakira memiliki kesadaran beramal tinggi. Misalkan Rp 10.000,-, Rp 25.000,-50.000,-, Rp 100.000,- Rp 500.000,Rp 1.000.000,- Rp 2.000.000. c. Sarana efektif untuk pemerataan kekayaan dari si kaya ke si miskin. Wakaf uang akan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa ini.

30 al-Bâkistânî, “Tarjamah al-Mushannif”, dalam al-Afandî al-Hanafî, Risâlah fî Jawâz Waqf an-Nuqûd.,tahqiq: Abû al-Asybâl Shaghîr Ahmad Syâghif al-Bâkistânî. (Beirut: Dâr Ibn Hazm, 1997), hlm. 13.

152

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

d. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong bisa dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau sarana lain yang lebih produktif untuk kepentingan ummat. Wakaf uang dapat menjadi sumber pendanaan pengelolaan wakaf tak bergerak termasuk dalam pengembangan wakaf property seperti yang terjadi di Bangladesh. e. Membuka peluang umat Islam untuk lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu bergantung pada anggaran negara yang semakin terbatas. f. Menjadi sarana pemberdayaan tabungan sosial. g. Dapat ditransformasi oleh bank dari tabungan sosial menjadi modal sosial. h. Keuntungan pengelolaannya untuk masyarakat miskin. i. Menciptakan kesadaran di kalangan orangorang kaya mengenai tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat miskin. j. Menciptakan keamanan sosial dan kedamaian sosial.31 C. Profil Badan Wakaf Indonesia (BWI) 1. Sejarah pendirian BWI Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial,

pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.32 2. Visi, misi dan strategi BWI Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia adalah dalam rangka mewujudkan lembaga Independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional dan internasional. Sedangkan misi menjadikan Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan pemberdayaan masyarakat.33 Sedangkan strategi yang digunakan BWI dalam mengembangan pengelolaan wakaf antara lain; 1). Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan Wakaf Indonesia, baik nasional amupun Internasional; 2). Membuat

31 M.A. Mannan, “Beyond the Malaysian Twin Towers: Mobilization Efforts of Cash-Waqf Fund at Local, National and International Levels for Development of Social Infrastructure of the Islamic Ummah and Establishment of World Social Bank”, makalah disampaikan pada International Seminar on Awqaf 2008 – Awqaf: The Social and Economic Empowerment of the Ummah, Persada Johor International Convention Center Johor Bahru, 11-12 Agustus 2008, hlm. 10. 32 http://www.bwi.or.id, 02 April 2015 33 http://www.bwi.or.id, 02 April 2015

153

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan; 3). Meningkatkan kemauan dan kesadaran masyarakat untuk berwakaf; 4). Meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan pengemabangan harta wakaf; 5). Mengkoordinasi dan membina seluruh nazhir wakaf; 6). Menertibkan pengadministrasian harta benda wakaf; 7). Menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang berskala nasional dan internasonal. 3. Struktur lembaga BWI Susunan Pengurus Badan Wakaf Indonesia Masa Jabatan Tahun 2014–201734 Dewan Pertimbangan Ketua : Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Wakil Ketua : Prof. Dr. Abdul Djamil, M.A Anggota : Prof. Dr. Syibli Syarjaya : Prof. Dr. Veithzal R : Drs. H. Arifin Nurdin, S.H., M.Kn. BADAN PELAKSANA Ketua : Dr. H. Maftuh Basyuni, S.H. Wakil Ketua : Drs. H. Slamet Riyanto, M.Si. : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Ec., Ph.D. Sekretaris : Dr. H. Nursamad Kamba Wakil Sekretaris : Drs. H. Hamka, M.Ag. : Hj. Dra. Badriyah Fayumi, Lc., M.A. Bendahara : H. M. Mardini Wakil Bendahara : H. Abdul Qodir, S.H., M.A. DIVISI-DIVISI Pembinaan Nazhir

: Drs. Entjeng Shobirin Nadj : Dr. Asep Saepudin Jahar : Dr. KH. Mohamad Hidayat

Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf : Ir. Jurist Efrida Robbiyantono : Ir. Iwan Agustiawan Fuad, M.Si. : Dr. Muhammad Maksum, M.A. 34 35

154

http://www.bwi.or.id, 02 April 2015 http://www.bwi.or.id, 02 April 2015

Hubungan Masyarakat

: Ir. H. M. Khoirul Huda : Dr. Jeje Jaenudin, M.Ag.

Kelembagaan dan Bantuan Hukum : H. M. Sholeh Amin, S.H., M.Hum. : Drs. Zafrullah Salim, M.H. : Dr. Yusuf Susilo, S.H., M.Hum. : Siti Soraya Devi Zaeni, S.H., M.Kn. Penelitian dan Pengembangan : Prof. Dr. Muhammad Zilal Hamzah : Dr. Amelia Fauzia Kerjasama Luar Negeri

: Dr. Muhamad Luthfi : H. Arif Zamhari, Ph.D.

4. Tugas dan wewenang BWI Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: Pertama, Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan harta benda wakaf; Kedua, Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; Ketiga, Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf; Keempat, Memberhentikan dan mengganti nazhir; Kelima, Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; Keenam, Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.35 Kemudian, melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan tugas dan wewenangnya sebagai berikut: a) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf. b) Membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf. c) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

d)

e)

f)

g)

h) i)

j)

internasional serta harta benda wakaf terlantar. Memberikan pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Memberikan pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa baktinya. Memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU). Menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama dengan Kementerian Agama (c.q. Direktorat Pemberdayaan Wakaf), Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic Development Bank, dan berbagai lembaga lain. Tidak tertutup kemungkinan BWI juga bekerja sama dengan pengusaha/investor dalam rangka mengembangkan aset wakaf agar menjadi lebih produktif. D. Peran BWI dalam Mengembangkan Potensi Wakaf Uang di Indonesia 1. Potensi wakaf uang di Indonesia Dalam konteks Indonesia, bahwa salah satu yang membawa kemajuan fundamental dan luar biasa perwakafan di Indonesia ialah lahirnya UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, di mana dengan regulasi ini bahwa selain merubah paradigma wakaf36 di Indonesia dan juga merubah kebijakan37 wakaf di Indonesia yaitu diakomodirnya wakaf uang yang merupakan bagian dari wakaf di Indonesia. Bahkan lebih luas dari itu; bahwa dengan Undang-Undang Nomor

36 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf membawa perubahan fundamental dan kemajuan luar biasa dalam perwakafan di Indonesia karena sebelum tahun 2004 wakaf di Indonesia umumnya dipahami dan diimplementasikan untuk kepentingan ibadah dalam bentuk: Masjid, mushola, madrasah, rumah yatim piatu, kuburan dan lain sebagainya berakibat selain Indonesia ketertinggalan dalam pembangunan wakaf produktif dapat dilihat dari kebijakan wakaf berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik dan Nazhir sebagai penerima harta benda wakaf tidak memiliki kemampuan mengelola dan mengembangkan. Sebaliknya setelah merespon dan mengakomodir paradigma wakaf para ulama salaf dan khalaf membawa perubahan paradigm dan kebijakan wakaf 100 derajat di Indonesia. 37 B.N. Marbun mengatakan kebijakan: Rangkaian konsep dan asas menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran. B.N. Marbun, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hlm. 263. Beberapa pakar lain mengemukakan mengenai kebijakan antara lain:1) Robert Eyestone mengatakan kebijakan adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep ini mengandung pengertian sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal, 2) Thomas R. Dye, kebijakan adalah apapun yang dipilih oleh pemeintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Pengertian ini tidak cukup memberikan perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah, 3) Richard Rose, bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada suatu keputusan tersendiri. Definisi ini sebenarnya bersifat ambigu, namun definisi ini berguna karena kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu, 4) Carl Friedrich, kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Definisi ini cukup luas, karena kebijakan tidak hanya dipahami sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh kelompok maupun oleh individu, 5) Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan, 6) Amir Santoso, pandangan mengenai kebijakan dibagai dalam dua kategori: Pertama, kebijakan dengan tindakan pemerintah atau semua tindakan pemerintah dianggap sebagai kebijakan. Kedua; kebijakan sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu dan menganggap kebijakan sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan, yang di mulai dari perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian. Dr. Joyakin Simbolon, M.Si., dalam mata kuliah, “Analisis Kebijakan Publik“ pada kuliah semeter ke-2 Program Pascasarjana STIA YAPPAN, Jakarta, tahun perkuliahan 2006, hlm. 1-4; dan Sumuran Harahap, Kontroversi Pembentukan Unit Kerja Presiden Untuk Program Pengelolaan Reformasi Indonesia (Suatu Tinjauan Analisis Kritis Dari Aspek Kebijakan Publik), tesis Magister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Administrasi Publik YAPPAN, Jakarta, 2007, hlm. 77-78.

155

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

41 tentang Wakaf, kini wakaf di Indonesia tidak lagi hanya dipahami wakaf benda tidak bergerak yang berupa tanah seperti yang dipahami selama ini tetapi wakaf dibagi kepada 2 (dua) bagian, yaitu 1). Wakaf benda tidak bergerak yang berupa tanah yang meliputi: hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan; dan 2). Wakaf benda bergerak: Uang, logam mulia, surat berharga, hak atas kekayaan intelektual (HAKI), kendaraan, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.38 Pembagian wakaf di Indonesia tersebut yang merupakan bagian dari kemajuan wakaf di Indonesia, adapun pembagian wakaf tersebut adalah; Pertama, wakaf benda tidak bergerak berupa tanah, yang terdiri dari: a). hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku b). Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah c). Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah d). hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku e). benda tidak bergerak lain yang sesuai dengan syari’ah dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, wakaf benda bergerak, yang terdiri dari: a). wakaf uang; b). logam mulia; c). Surat berharga; d). hak atas kekayaan intelektual (HAKI); e). Kendaraan; f). Hak sewa; g). Benda bergerak lainnya, yang sesuai dengan syari’ah dan 38

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Paradigma dan kebijakan wakaf di Indonesia merupakan paradigma dan kebijakan yang revolusioner, kontekstual, modern, produktif dan konstruktif karena telah merespon dan mengakomodir peradaban umat manusia. Dengan paradigma dan kebijakan wakaf tersebut, Indonesia telah sejajar dengan negara lain yang telah lama mengembangkan wakaf produktif: Mesir, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, dan lain sebagainya; paradigma dan kebijakan wakaf di Indonesia itu pula kini telah terbuka akses yang seluas-luasnya baik umat Islam maupun negara39 bukan hanya membangun tetapi juga mendukung dan mendorong sepenuhnya setiap langkahlangkah dan usaha-usaha positif-konstruktif pemberdayaannya sehingga wakaf ini dapat dikelola dan dikembangkan guna memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan kemajuan umat, bangsa dan negara Indonesia yang luar biasa potensinya. Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa yang membolehkan wakaf uang. Ketua MUI, KH. Ma’ruf Amin, menyatakan wakaf uang adalah sesuatu yang memiliki nilai yang diwakafkan untuk kepentingan masyarakat. “Dulu wakaf uang diperdebatkan tapi kini tidak lagi”. Yang penting ’ain-nya tidak berkurang dan nilainya tetap, bisa dipertahankan”. KH. Ma’ruf Amin menambahkan tidak ada batas minimal atau maksimal besaran wakaf uang. Yang penting, uang itu milik sendiri dan didapat dengan cara yang halal. Wakaf uang di Indonesia saat ini dari segi infrastrukturnya telah lengkap dan tinggal pelaksnaannya karena semuanya telah diatur secara terperinci dalam perundang-undangan tentang Wakaf,40 Direktur

Departemen Agama RI. Ditjen Bimas Islam, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI. Ditjen Bimas Islam, Jakarta, 2007, hlm. 10-12. 39 Negara adalah bagian dunia yang ada di bawah kekuasaan suatu pemerintahan yang berdaulat, merupakan organisasi yang di adakan oleh suatu atau beberapa bangsa yang berdiam dalam suatu daerah tertentu, untuk memelihara hukum yang berlaku di kalangan mereka, membela kepentingan dan kesejahteraan bersama terhadap serangan dari luar dan menyelenggarakan cita-cita kemakmuran bersama baik di lapangan kerohanian maupun materi. Hassan Shadily dkk; Ensiklopedi Indonesia 3, Ichtiar Baru-Van Houve, Jakarta, 1983, hlm. 2345. 40 Damanhuri Zuhri, Mari Berwakaf Uang, dalam Tabloid Republika Dialog Jum’at, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta, 2009, hlm. 03.

156

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

Pemberdayayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dr. H. Sumuran Harahap, M.Ag., M.M., M.H., M.Si., menyatakan, bahwa kalau nazhir di Indonesia mampu mengelola dan mengembangkan wakaf, mereka bekerja secara professional dan amanah maka wakaf di Indonesia bisa menjadi lokomotif perekonomian umat, bangsa dan negara Indonesia. Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) yang juga Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mustafa Edwin Nasution, Ph.D. mengemukakan, bahwa sesungguhnya negara Indonesia berpenduduk Muslim terbesar di dunia41 berpotensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi umat di dunia. Sayangnya, potensi yang demikian besar ini belum digarap secara maksimal. Salah satu kekuatan umat Islam di Tanah Air itu adalah wakaf. “Wakaf uang bisa diibaratkan sebagai raksasa yang tertidur. Bila kekuatan raksasa ini dibangunkan, boleh jadi wakaf uang akan menjadi salah satu andalan umat Islam. Apalagi setiap umat Islam bisa berwakaf uang, tanpa harus menunggu kaya. Menurut Mustofa, potensi wakaf uang itu bisa dicapai jika semua elemen baik pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta

bergandeng tangan mengkampanyekan gerakan wakaf uang. “Semua elemen harus mendukung gerakan ini”. Direktur Tabung Wakaf Indonesia (TWI), Zaim Saidi mengungkapkan, potensi wakaf di Indonesia dapat mencapai sepertiga kekayaan umat Muslim. Potensi itu, menurut dia diukur dari anjuran Rasulullah untuk berwakaf sebesar sepertiga harta yang dimiliki. “Jadi potensinya memang luar biasa”. Menurut Zaim, dalam masyarakat Muslim dikenal tiga jenis wakaf. Jenis wakaf yang pertama adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan umum (wakaf khairi); jenis wakaf yang kedua adalah wakaf yang dilakukan seseorang demi sanak dan kerabatnya (wakaf ahli); dan jenis wakaf yang ketiga, adalah wakaf seperti yang dilakukan oleh Bani Najjar yang membangun masjid secara bergotong royong untuk kepentingan lebih banyak orang lagi (wakaf syuyu’i). “Wakaf syuyu’i inilah yang kemudian diartikan sebagai wakaf uang” ungkapnya.42 Menurut Mustofa, setiap umat Islam bisa berwakaf uang, tanpa harus menunggu menjadi orang kaya yang memiliki lahan dan bangunan.43 Wakaf uang yang luar biasa besarnya tersebut oleh nazhir diinvestasikan di tanah-tanah wakaf

41 Indonesia Muslim terbesar di dunia dapat dilihat dari sepuluh besar negara berpenduduk Muslim di seluruh penjuru dunia. Ada negara di mana Muslim menjadi mayoritas pun menjadi komunitas minoritas. Sepuluh negara dan persentasi penduduk Muslimnya: 1). Indonesia penduduk 202.867.000 jiwa (88, 2% Muslim); 2). Pakistan penduduk 174.082.000 jiwa (96,3% Muslim); 3). India penduduk 160.945.000 jiwa (13,4% Muslim); 4). Bangladesh penduduk 145.312.000 jiwa (89,6% Muslim); 5). Mesir penduduk 78.513.000 jiwa (94,6% Muslim); 6). Nigeria penduduik 78.056.000 (50,4% Muslim); 7). Iran. Penduduk 73.777.000 jiwa (99,4% Muslim); 8). Turki penduduk 73.619.000 jiwa (sekitar 98% Muslim); 9). AlJazair penduduk 34.199.00 jiwa (98% Muslim); dan 10). Maroko penduduk 31 juta 993.000 jiwa (99% Muslim). Dan di lihat dari dunia saat ini, satu dari empat penduduk dunia Muslim. Menurut laporan yang dirilis Pew Forum on Religion on Public Life dengan judul “Mapping the Global Muslim Population”, terdapat 1,57 miliar Muslim di seluruh dunia. Jumlah ini merepresentasikan 23 % dari populasi dunia yang mencapai 6,8 miliar jiwa. Sementara, berdasarkan proyeksi World Religions Database tahun 2005, jumlah penganut Kristen di seluruh dunia mencapai 2,25 miliar orang. Menurut Brian Grim, peneliti senior di Pew Forum, ia merasa terkejut dengan terungkapnya jumlah Muslim di seluruh dunia itu. “Secara keseluruhan jumlahnya lebih tinggi di bandingkan dengan yang diperkirakan”. Ia menyatakan, berdasarkan laporan itu 1 dari 4 orang di dunia adalah Muslim; dan 2 dari 3 orang di Asia adalah Muslim, terbentang dari Indonesia hingga Turki. Berdasarkan laporan ini, India yang menjadi Negara berpenduduk mayoritas Hindu, memiliki lebih banyak Muslim di bandingkan negara lainnya, kecuali Indonesia dan Pakistan. Jumlah Muslim di India bahkan 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan Mesir. Tidak hanya itu, kejutan lain juga terungkap, China, memiliki jumlah Muslim lebih banyak daripada di Suriah. Sedangkan Jerman, jumlah Muslimnya juga lebih banyak daripada Libanon. Sementara jumlah Muslim di Rusia, lebih banyak daripada gabungan jumlah Muslim di Yordania dan Libya. Menurut Reza Aslan, penulis buku berjudul No God but God laporan ini memiliki implikasi pada kebijakan Amerika Serikat (AS). Ia menyatakan AS tak bisa lagi hanya berfokus di Timur Tengah. Ini artinya, kata Aslan, kebijakan luar negeri AS terkait upaya menjalin hubungan lebih baik dengan dunia Islam harus fokus di Asia Selatan dan Tenggara, bukan lagi di Timur Tengah. “Asia Selatan dan Tenggara harus menjadi perhatian”. Menurut Grim, Pew Forum menghabiskan waktu hampir tiga tahun untuk melakukan analisis data dari 232 negara dan wilayah. Tujuannya jelas, untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai jumlah Muslim di dunia. Alan Cooperman, salah satu direktur penelitian Pew Forum, mengungkapkan, ada sejumlah negara yang diperkirakan tak ada Muslimnya sama sekali, namun ternyata jumlah Muslimnya besar. Negara-negara tersebut adalah India, Rusia, dan China. Menurut Cooperman, sebagian orangjuga berpikir; populasi Muslim Eropa hanya terbentuk dari para imigran. Ternyata fakta ini hanya benar di Eropa Barat. Di bagian Eropa lainnya, seperti Rusia, Albania, dan Kosovo, Muslim adalah penduduk asli negara itu. Republika, “Satu Dari Empat Penduduk Dunia Muslim“, dalam Republika, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta, 2009, hlm. 12. 42 Heri Ruslan, “Wakaf Uang Potensinya Sungguh Luar Biasa“, dalam Tabloid Republika Dialog Jum’at, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta, 2009, hlm. 4. 43 Ibid, hlm. 4.

157

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

dan dikembangkan sesuai dengan model-model pembangunan wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, dalam Pasal 43 ayat 2 ada pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, hotel, rumah sakit (RS), rumah kos, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan dan kesehatan dan pula investasi di tanah-tanah wakaf yang strategis dan marketnya bagus dibangun objek-objek pariwisata agama di dalamnya lengkap ada masjid, musholla, hotel dan tamannya yang artistik yang menampilkan seni budaya Islam yang tinggi-modern menyenangkan, menggembirakan, menambah semangat hidup, menyejukkan hati dan membahagiakan pengunjung betapa besar dan dahsyat kumulasi kapital dan ekonomi yang dapat dihasilkan; dan betapa besar dapat membuka lapangan kerja yang pengangguran terdidik di Indonesia tahun 2009 sebanyak 9,289 juta orang dan betapa besar hasil pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia untuk kesejahteraan umat, bangsa dan negara Indonesia. Nazhir adalah penerima, pengelola dan pengembang harta benda wakaf. Oleh karena itu, nazhir harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dan harus melakukan tindakan Plan- Do- Check- Act Cycle (siklus PDCA) proses empat langkah untuk produktif wakaf bermutu. 2. Peran BWI dalam pengembangan wakaf uang di Indonesia Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 juga membawa konsekuensi bagi sistem pengelolaan wakaf di Indonesia agar lebih professional dan independen. Untuk itu diperlukan suatu lembaga baru yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memberdayakan asset wakaf di Indonesia agar lebih produktif. Pentingnya pembentukan sebuah lembaga wakaf nasional yang bersifat independen diperlukan dalam rangka untuk membina nazhir (pengurus harta wakaf) dalam 44

158

mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara nasional maupun internasional. Badan Wakaf Indonesia (BWI) pun lahir sebagai jawaban bagi pengembangan pengelolaan perwakafan Indonesia dengan lebih profesional dan modern sehingga menghasilkan manfaat wakaf yang dapat mensejahterakan umat. Sehingga Badan Wakaf Indonesia akan menduduki peran kunci, selain berfungsi sebagai Nazhir, BWI juga akan sebagai Pembina Nazhir sehingga harta benda wakaf dapat dikelola dan dikembangkan secara produktif. Potensi wakaf uang pada tahun 2007 untuk Indonesia nilainya sekitar tiga triliun per tahun. Jumlah ini memang masih jauh bila dibandingkan dengan potensi zakat yang nilainya sekitar 21 triliun menurut data PIRAC.44 Tetapi perbedaan yang sangat signifikan adalah bahwa dana wakaf pokoknya akan tetap utuh dan semakin terakumulasi dari tahun ke tahun. Hal ini berbeda dengan dana zakat yang akan langsung habis dalam satu tahun. Tetapi angka tiga triliun tersebut masih merupakan data yang terlalu muluk karena faktanya di lapangan, penghimpunan dana wakaf uang di Indonesia masih sangat sedikit. Sebagai contoh Tabung Wakaf Indonesia (TWI) yang dikonsentrasikan untuk penghimpunan dan pengelolaan wakaf uang baru mampu mengumpulkan dana wakaf uang sekitar dua miliar per tahun. Oleh karena itu Badan Wakaf Indonesia (BWI) seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengelola wakaf secara independen dan mandiri agar dana yang dikelola lebih produktif, akan tetapi fungsi penyadaran dan sosialisasi terhadap masalah wakaf, baik fungsi dan manfaatnya kepada masyarakat harus juga dimainkan perannya oleh Badan Wakaf Indonesia itu sendiri. Selama ini memang efektivitas untuk memberdayakan wakaf dan juga menarik dana wakaf dari masyarakat untuk dikelola oleh lembaga wakaf belum maksimal. Hal ini karena realisasi pencapaian di lapangan dengan potensi wakaf di masyarakat

Lihat Peran BWI dalam Pengembangan Wakaf Indonesia http://sigitsoebroto.blogspot.com/2009/06/peran-bwi. 23/06/2016

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

sendiri belum berbanding lurus dan mencapai titik yang ideal. Jika menengok keberhasilan dari negara Bangladesh dalam pengelolaan wakaf tunai dengan dilakukannya sosialisasi pengenalan Sertifikat Wakaf Tunai, ternyata dapat mengubah kebiasaan dan pemahaman lama di tengah-tengah masyarakat Bangladesh, di mana biasanya orang yang berwakaf diidentikkan hanya melibatkan orang-orang kaya saja. Dengan adanya Sertifikat Wakaf Tunai yang dikeluarkan oleh Social Investment Bank Limited (SIBL) memang dibuat dengan nilai yang dapat dijangkau oleh mayoritas masyarakat Islam. Pola seperti ini, menjadikan ibadah wakaf bukan hanya didominasi orang-orang kaya, tetapi juga dapat diamalkan oleh orang banyak sesuai keadaan keuangan masing-masing. Selain itu pola seperti ini lebih mudah untuk diamalkan, karena tidak memerlukan proses administrasi yang rumit seperti halnya wakaf atas benda tidak bergerak.45 Badan Wakaf Indonesia mempunyai fungsi sangat strategis dalam membantu, baik dalam pembiayaan, pembinaan maupun pengawasan terhadap para nazhir untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara lebih produktif. Pola organisasi dan kelembagaan Badan Wakaf Indonesia harus mampu merespon persoalanpersoalan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Di tingkat masyarakat, persoalan yang paling mendasar adalah kemiskinan, baik dalam arti khsusus, yaitu seperti yang dicerminkan dengan tingkat pendapatan masyarakat, maupun dalam arti luas, yang mencakup aspek kesehatan, pendidikan atau pemenuhan hak-hak asasi pada umumnya. Untuk alternatif sumber dana, wakaf yang dikelola oleh sebuah lembaga nasional seperti Badan Wakaf Indonesia misalnya, seharusnya

dapat dijadikan sumber dana potensial dalam mengatasi permasalahan sosial seperti kemiskinan dan aspek permasalahan turunnya. Masalah sosial kemasyarakatan tidak hanya menjadi tanggung jawab Negara semata saja sebagai sebuah institusi tertinggi dari penyelenggaraan tata pemerintahan, namun menjadi persoalan bersama yang harus diselesaikan dengan bersama-sama pula. Organisasi kemasyarakatan yang berbasis Islam turut juga bertanggung jawab dengan membangun gerakan sosial yang lebih realistis dalam mengatasi permasalahan ini. Akses sumber daya wakaf patut juga diberikan dan dibuka secara luas kepada organisasi-organisasi Islam dan non Islam yang berafiliasi sosial agar masalah kemiskinan yang ada dapat teratasi. Peran Badan Wakaf Indonesia menjadi semakin penting dalam memainkan perannya. Tugas pokok seperti mengadministrasi sampai dengan pengelolaan dana wakaf harus selaras dengan program yang telah dibuat. Acuan waktu yang dipakai juga harus dapat di ukur seperti jangka pendek, menengah dan panjang karena hal ini akan terkait dengan visi dan misi organisasi yang di buat. Dalam membiayai pembangunan dan pengentasan kemiskinan, Badan Wakaf Indonesia bersama pemerintah juga dapat bersinergi dalam rangka memanfaatkan sumber daya wakaf untuk kepentingan bangsa. Potensi dana wakaf yang sangat besar dapat dikelola untuk sumber pendanaan pemberdayaan ekonomi umat secara umum. Wakaf sebenarnya juga dapat menjadi alternatif solusi bagi pendanaan pembangunan negara jika dikelola dengan baik. Selama ini secara konvensional dana pinjaman untuk pembiayaan utang negara diambil dari utang luar negeri atau dalam negeri. Instrumen yang dipakai pemerintah pun tidak jauh-jauh dari Surat Utang Negara, Penerbitan ORI dan instrumen pinjaman

45 Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga wakaf nasional kiranya dapat mencontoh pola pengembangan wakaf yang ada di Bangladesh atau setidaknya mengadobsi dengan menyesuaikan karakteristik budaya masyarakat Indonesia. Diversifikasi program dan juga instrumen kebijakan yang lebih mudah dicerna dan mengakomadasi budaya-budaya lokal yang ada di Indonesia, dapat diterapkan mulai saat ini seperti yang terjadi di Bangladesh. Keragaman budaya lokal yang sangat dinamis dan suku bangsa yang banyak di negara kita, menjadi permasalahan sekaligus potensi tersendiri bagi Badan Wakaf Indonesia dalam menghimpun dan mengelola dana masyarakat secara luas. Jika pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat di lakukan sesuai dengan budaya local yang ada dimasyarakat, bukan tidak mungkin efektivitas penghimpunan dana dan pengelolaan dana akan tercipta dan lebih efektif. (Lihat Peran BWI dalam Pengembangan Wakaf Indonesia http://sigitsoebroto.blogspot.com/2009/06/peran-bwi).

159

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

modal lain yang pada intinya berusaha menarik dana masyarakat untuk dipinjam oleh negara dalam rangka membiayai pembangunan. Wakaf sebenarnya dapat memainkan peran sebagai instrument pengganti jika dikelola dengan maksimal. Sayangnya pengelolaan sumber dana wakaf ini masih kurang maksimal. Sehingga untuk menuju kearah itu masih dibutuhkan waktu yang lama. Lembaga wakaf nasional seperti Badan Wakaf Indonesia, seharusnya sudah mulai dapat menjalin kerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan wakaf untuk produktifitas benda wakaf yang dikelolanya. Aset wakaf yang ada dapat dibedakan secara kolektif dengan swasta profesional untuk mengerjakan proyek-proyek yang mengikutsertakan aset wakaf tersebut sebagai bagian utama kegiatan usaha seperti di bidang pertanian. Mencermati lebih lanjut mengenai faktor penyebab utama mengapa potensi wakaf di Indonesia belum produktif, pada prinsipnya masalah ini terletak di tangan nazhir, selaku pemegang amanah dari waqif (orang yang berwakaf) untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf. Artinya, pengelolaan harta wakaf belum dilakukan secara profesional. Dilihat dari cara pengelolaannya selama ini, ada tiga tipe nazhir di Indonesia. Pertama, dikelola secara tradisional. Harta wakaf masih dikelola dan ditempatkan sebagai ajaran murni yang dimasukkan dalam kategori ibadah semata. Seperti untuk kepentingan pembangunan masjid, madrasah, mushala dan kuburan. Kedua, harta wakaf dikelola semi profesional. Cara pengelolaannya masih tradisional, namun para pengurus (nazhir) sudah mulai memahami untuk melakukan pengembangan harta wakaf lebih produktif. Namun, tingkat kemampuan dan manajerial nazhir masih terbatas. Ketiga, harta wakaf dikelola secara profesional. Nazhir dituntut mampu memaksimalkan harta wakaf untuk kepentingan yang lebih produktif dan dikelola secara profesional dan mandiri. 160

Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI), selaku lembaga independen yang lahir berdasarkan amanat UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, memiliki tanggung jawab besar dalam memajukan dan mengembangkan perwakafan di Indonesia (Pasal 47). Selain itu, Badan Wakaf Indonesia juga bertanggung jawab dalam membina nazhir agar menjadi lebih profesional. Misalnya dengan menyelenggarakan sejumlah pelatihan pengelolaan harta wakaf, menerbitkan bukubuku wakaf dan lainnya. Apalagi, pengembangan wakaf kini di dukung oleh UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 tersebut, maka tidak ada alasan lagi bila pengelolaan dan pengembangan harta wakaf di Indonesia tertinggal dengan negara-negara lain di dunia, karena Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Di era otonomi daerah yang semakin menguat, potensi pengembangan wakaf juga semakin besar jika disinergikan dengan peraturan dan keinginan daerah. Tentunya hal ini akan menjadi hal yang menarik karena otonomi daerah sangat memberikan peluang bagi pengembangan dan pemberdayaan pengelolaan wakaf itu sendiri. Pola pengembangan organisasi Badan Wakaf Indonesia sendiri sudah harus mulai berorientasi kepada daerah dengan menyiapkan SDM nazhir di daerah agar lebih profesional. Fungsi-fungsi yang melekat di tubuh Badan Wakaf Indonesia seperti fungsi motivator, fungsi fasilitator, fungsi regulator, fungsi education, dan fungsi pendukung lainnya harus selaras dan tidak over lapping dalam implementasinya. Diperlukan sistem organisasi yang tanggap dengan tantangan zaman dan perubahan yang dinamis di masyarakat dalam mengefektifkan wakaf sebagai alternatif sumber daya untuk penciptaan kesejahteraan sosial masyarakat. Kalau diperhatikan lebih dalam selama ini masih banyak sumber daya daerah yang belum dikelola dengan baik. Jika masing-masing daerah yang memiliki sumber daya yang cukup memadai, bukan tidak mungkin bahwa lembaga perwakafan

Peran BadanWakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan...— Muhammad Aziz

dibentuk melalui peraturan daerah (Perda) dan khusus mengatur tentang kemungkinan dan kelayakan wakaf, baik yang menyangkut wakaf konvensional, wakaf uang, dan bentuk wakaf lain. Sehingga persoalan wakaf tidak lagi menjadi otoritas pemerintah pusat atau lembaga tertentu yang di tunjuk pemerintah pusat, melainkan juga mejadi program produktif masing-masing daerah yang akan membawa kemaslahatan bersama bagi masyarakat daerah juga. Untuk menjalankan semua rencana praktis di atas, maka peran Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga pengelola harta (dana tunai) wakaf nasional memerlukan sumber daya manusia yang baik sesuai dengan merit system organisasi dan kecakapan ilmu yang dimiliki dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Peningkatan kualitas SDM pengelola wakaf seperti Nazhir diperlukan karena sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa lembaga keummatan selalu identik dengan ketidakprofesionalan, sehingga lembaga keummatan termasuk lembaga wakaf bukan menjadi pilihan awal tenaga kerja nomor satu. Lembaga ini selalu menjadi pilihan nomor dua atau bahkan pilihan akhir ketika tidak ada perusahaan atau lembaga lain yang menampungnya. Dan lebih parahnya adalah menjadi tempat pembuangan SDM yang sudah tidak produktif. Sehingga tidak salah apabila kinerja lembaga keummatan termasuk wakaf tidak dapat tumbuh secara cepat, baik tumbuh dalam penghimpunannya maupun pengelolaannya. Dan menjadi tugas bersama untuk meningkatkan kualitas SDM lembaga wakaf ini, sehingga nantinya tidak terdengar ada aset wakaf yang tidak dikelola, atau terdapat aset wakaf yang hilang, diperebutkan dan lain sebagainya. E. Kesimpulan Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa peran Badan Wakaf Indonesia dalam mengembangkan prospek wakaf uang di Indonesia paling tidak dapat dipetakan pada hal-hal berikut in; Pertama, pembinaan

tergadap nazhir yang professional, khususnya terhadap individu atau badan hukum yang diberi wewenang dan tanggungjawab sebagai nazhir wakaf uang. Peningkatan kualitas sumber daya manusia nazhir ini dapat berbentuk kebijakan yang sifatnya tentative atau bahkan yang ajeg, agar rasa dan kemanfaatannya terlihat bagi nazhir. Kedua, melibatkan mitra-mitra bisnis strategis yang bergerak di bidang jasa keuangan (khususnya berbasis syariah), seperti Bank, koperasi, Baitul wal Tamwil (BMT) dan sejenisnya, dalam proses promosi dan sosialisasi wakaf uang yang sedang dikembangkan oleh BWI, ini semua agar prospeknya dan kepercayaan masyarakat terhadap wakaf uang di BWI tumbuh subur. Daftar Pustaka Depatemen Agama. 2006., Proses Lahirnya UndangUndang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Sayyid Sabiq, 1987. Fiqh Sunnah, (Bandung: alMa’arif). Muhammad Jawwad Mughniyah, 1997. Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: Basrie Press. Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, 2005. Jakarta: Ciputat Press. Muhammad bin Isma’il al-Kahlani al-Shan’ani, Subul al-Salam, Juz III, (Semarang: Toha Putra, t.t). Ahmad Rofiq, 2004. Fiqih Kontekstual dari normative ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Abi Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, 1994. Matan Masykul Bukhari Juz II, Beirut: Dar al-Fikr. Ahmad Rofiq, 2001. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media. Abi Yahya Zakariya al-Anshari, tth, Fath alWahhab, Juz I, Semarang: Toha Putra. Syamsuddin al-Ramly, tth, Nihayah al-Muhtaj, Juz V, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi. 161

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 145-162

Said Agil Husain al-Munawwar, 2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani. Hassan Shadily dkk; 1983. Ensiklopedi Indonesia 3, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Houve. UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf Suparman Usman, 1999. Hukum Perwakafan di Indonesia, Serang: Darul Ulum Press. Ibrahim al-Bayumi Ghanim, tth. al-Auqaf wa Siyasah Fi Misra, Mesir: Darul –Asyrku. Ahmad Djunaidi, Menuju Era Wakaf Produktif, 2008. Jakarta: Map Mumtaz Publizhing. Abu Su’ud Muhammad b. Muhammad b. Mushthafâ al-Amâdî al-Afandî al-Hanafî, 1997. Risâlah fî Jawâz Waqf an-Nuqûd, tahqiq: Abû al-Asybâl Shaghîr Ahmad Syâghif alBâkistânî. Beirut: Dâr Ibn Hazm. M. Muwafiq al-Arnaut, 2000. Daur al-Waqf fî alMujtama’ât al-Islâmiyah (Damaskus: Dâr alFikr. M.A. Mannan, 2008. “Beyond the Malaysian Twin Towers: Mobilization Efforts of Cash-Waqf Fund at Local, National and International Levels for Development of Social Infrastructure of the Islamic Ummah and Establishment of World Social Bank”, makalah disampaikan pada International Seminar on Awqaf 2008 – Awqaf: The Social

162

and Economic Empowerment of the Ummah, Persada Johor International Convention Center Johor Bahru, 11-12 Agustus. Sumuran Harahap, 2007. Kontroversi Pembentukan Unit Kerja Presiden Untuk Program Pengelolaan Reformasi Indonesia (Suatu Tinjauan Analisis Kritis Dari Aspek Kebijakan Publik), tesis Magister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Administrasi Publik YAPPAN, Jakarta. Departemen Agama RI. Ditjen Bimas Islam, 2007. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Departemen Agama RI. Ditjen Bimas Islam, Jakarta. Damanhuri Zuhri, 2009. Mari Berwakaf Uang, dalam Tabloid Republika Dialog Jum’at, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta. Republika, “Satu Dari Empat Penduduk Dunia Muslim“, dalam Republika, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta. Heri Ruslan, 2009. Wakaf Uang Potensinya Sungguh Luar Biasa, dalam Tabloid Republika Dialog Jum’at, edisi tanggal 9 Oktober 2009, Jakarta.

ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP PENJUALAN SUKUK NEGARA Oleh : Maulana Syarif Hidayatullah Program Ekonomi dan Keuangan Islam FE Universitas Trisakti Muhammad Zilal Hamzah, PhD Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia-Jakarta (Indonesian Business School) Telp/Fax: 021-5307009 [email protected] Rizqullah Program Ekonomi dan Keuangan Islam FE Universitas Trisakti

Abstract This paper aims to analyze the effect of macroeconomic variables such as; inflation, exchange rate, the BI rate, economic growth and the money supply in sukuk sales from October 2009 to September 2014 using regression analysis. The results showed that the economic growth and the exchange rate has a significant influence and a negative correlation to the sale of sukuk, the BI rate is significant and positive correlations, inflation has a significant influence and a negative correlation while money supply has a significant influence and a positive correlation linked sukuk. It is proved that the purchase sukuk independent variables have a significant impact on the influence of sukuk. Keywords: Inflation, exchange rate, the BI rate, Growth, Money Supply, Sukuk. Abstrak Makalah ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel ekonomi makro seperti; inflasi, nilai tukar, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar pada penjualan sukuk sejak Oktober 2009 hingga September 2014 dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan dan korelasi negatif terhadap penjualan sukuk, BI rate berpengaruh 163

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

signifikan dan korelasi positif, inflasi memiliki pengaruh signifikan dan korelasi negatif sementara uang beredar memiliki pengaruh yang signifikan dan korelasi positif terkait sukuk. Hal tersebut dibuktikan bahwa pembelian sukuk variabel independen memiliki dampak yang signifikan terhadap pengaruh sukuk. Kata Kunci: Inflasi, Kurs, BI rate, Pertumbuhan Ekonomi, Uang Beredar, Sukuk. A. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Keadaan ini seharusnya bisa menjadi pangsa pasar yang besar bagi industri lembaga keuangan syariah, yang pada akhirnya kalangan pengembang pasar modal, reksa dana, modal ventura pun menyadari adanya peluang untuk menghimpun dana umat Islam yang cukup besar sehingga dapat diinvestasikan ditempat yang benar. Hal ini dikarenakan keuangan yang bersifat syariah menerapkan prinsip-prinsip yang adil dan melarang terhadap praktik yang mengandung riba, gharar, dan maysir sehingga lebih jelas kehalalannya bagi penduduk muslim. Dalam rangka itu, Bapepam meluncurkan Pasar Modal Syariah pada tanggal 14-15 Maret 2003 sekaligus melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). DSN-MUI juga melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan PT. Danareksa Investment Management yang selanjutnya membentuk Jakarta Islamic Index (JII) untuk kepentingan investasi syariah (Bapepam, 2003). Pasar modal pada hakikatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar tradisional, dimana ada pedagang, pembeli dan juga ada tawar menawar harga. Pasar modal merupakan sarana yang paling efektif bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya agar memperoleh keuntungan serta menjadi sarana bagi pihak yang memiliki kelebihan dana untuk melakukan investasi dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Menurut Rodoni (2009), pasar modal syariah (Islamic Stock Exchange) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan efek syariah perusahaan publik yang berkaitan dengan 164

efek yang diterbitkannya, serta lembaga profesi yang berkaitan dengannya, dimana semua produk dan mekanisme operasionalnya berjalan tidak bertentangan dengan hukum muamalat Islam. Menurut Sutedi (2009), sesuai dengan perkembangan kebutuhan akan produk investasi yang memberikan kepastian hukum, kehadiran investasi syariah sangat ditunggu oleh banyak investor di Indonesia. Selama ini investasi pada pasar modal (konvensional) adalah obligasi yang dikeluarkan perusahaan (emiten) sebagai surat berharga jangka panjang. Obligasi ini bersifat utang dengan memberikan tingkat bunga (kupon) kepada investor (pemegang obligasi) pada waktu tertentu, serta melunasi utang pokok pada saat jatuh tempo. Bentuk investasi ini dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan sebagian investor di Indonesia. Atas dasar itu, praktisi pasar modal di Indonesia berkeinginan kuat untuk meluncurkan produk investasi obligasi berdasarkan konsep syariah. Investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi juga investor konvensional. Produk syariah dapat digunakan siapa pun, sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai profil resikonya dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian didalamnya sehingga menyebabkan obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak adanya konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest bearing instrument) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan sukuk (Soemitra, 2009).

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

Menurut Huda dan Nasution (2008), fenomena bangkitnya minat yang besar terhadap industri keuangan Islam tahun-tahun belakangan ini ditunjukkan dengan munculnya dan tumbuhnya bentuk sekuritisasi Islam (sukuk), yang memiliki kemampuan besar untuk menawarkan solusi keuangan yang inovatif, sehingga penggunaan sukuk atau sekuritas Islam menjadi terkenal dalam beberapa tahun terakhir ini, baik government sukuk maupun corporate sukuk.

pasar sukuk global yaitu sebesar 42% dan sukuk yang diterbitkan oleh lembaga keuangan sebesar 58%. Namun pada tahun 2007, justru sukuk korporasi yang mendominasi pasar sukuk global, yaitu sekitar 71%, lembaga keuangan 26%, dan pemerintah tinggal 3%. Umumnya, penerbitan sukuk korporasi ditujukan untuk ekspansi usaha, terutama oleh perusahaan-perusahaan besar dari negar-negara Timur Tengah dan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia. (Bapepam, 2003)

Sukuk kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem keuangan global. Perkembangan sukuk di dunia dimulai dengan penerbitan Sukuk Negara (sovereign sukuk). Pengertian Sukuk Negara merujuk pada Undangundang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Berdasarkan ketentuan tersebut, sukuk yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia disebut sebagai Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara. Dalam hal ini Sukuk Negara didefinisikan sebagai Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Namun pada tahuntahun berikutnya sukuk korporasi (corporate sukuk) lebih mendominasi. Data Standard & Poor’s Reports tahun 2008 menunjukkan bahwa pada tahun 2003, sovereign sukuk masih mendominasi

Fakta pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah ini tentu membawa dampak positif bagi para pelaku ekonomi di Indonesia, tidak terkecuali pelaku ekonomi di pasar keuangan. Pertumbuhan sukuk global, sukuk negara, sukuk korporasi menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku pasar keuangan tersebut. Khusus untuk sukuk perusahaan, ini menjadi peluang dan alternatif yang bagus bagi perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya. Pertumbuhan sukuk perusahaan dari tahun ke tahun juga memberikan sinyal bahwa instrumen keuangan syariah ini bisa menjadi penyokong kebutuhan pendanaan perusahaan untuk saat ini dan masa mendatang, dimana perusahaan bisa menerbitkan sukuk sebagai alternatif pendanaannya selain menerbitkan saham yang selama ini sudah biasa dilakukan. Adapun perkembangan sukuk sampai dengan 2014 dapat dilihat dari grafik berikut:

Grafik 1.1 Perkembangan Penerbitan Sukuk di Indonesia

Sumber: http://www.ojk.go.id/statistik-sukuk-Desember-2014 165

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

Melihat perkembangan penerbitan dan penjualan sukuk di Indonesia yang setiap tahunnya mengalami kenaikan, maka penulis berkeinginan untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana variabel makro ekonomi yang secara langsung dapat mempengaruhi kinerja penerbitan dan penjualan sukuk di Indonesia. Adapun variabel makro ekonomi yang akan diteliti yaitu Inflasi, Kurs, BI rate, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Uang Beredar (JUB). Dengan mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi perkembangan penerbitan dan penjualan sukuk tersebut, maka dapat dilihat seberapa besar faktorfaktor tersebut memberikan kontribusi terhadap penerbitan penjualan sukuk itu sendiri. B. Materi dan Metode Penelitian Ekonom Muslim, Al Maqrizi (dalam Karim 2010), menyatakan bahwa inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus, ketika persediaan barang dan jasa mengalami kelangkaan dan konsumen sangat membutuhkannya sehingga untuk mendapatkannya konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk sejumlah barang dan jasa yang sama. Menurut Lipsey (1995), nilai tukar berarti nilai pada tingkat mana dua mata uang yang berbeda diperdagangkan satu sama lainnya. Pasar valuta asing adalah pasar dimana mata uang asing diperdagangkan pada tingkat harga yang dinyatakan dalam nilai tukar. Berbeda dengan Sukirno (2000), nilai valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing. Sedangkan kurs antara dua negara menurut Mankiw (2003), adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Menurut Bank Indonesia, BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate merupakan indikasi suku bunga 166

jangka pendek yang diinginkan Bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi. BI rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar suku bunga SBI 1 bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada disekitar BI rate. Selanjutnya suku bunga BI diharapkan mempengaruhi PUAB, suku bunga pinjaman, dan suku bunga lainnya dalam jangka panjang. (Pohan, 2008) Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu tolak ukur utama untuk menilai perkembangan ekonomi dan pembangunan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mencerminkan berkembangnya kegiatan ekonomi. Menurut Boediono (1995), pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan output perkapita dalam jangka panjang. Menurut Sukirno (2006), pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembangunan ekonomi (economic development), mempunyai arti yang berbeda. Namun demikian, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Keduanya memang menerangkan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Menurut Sukirno (2004), jumlah uang beredar adalah semua jenis uang yang beredar di dalam perekonomian, yaitu uang dalam peredarannya ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang primer terdiri dari uang kartal yang berada di luar sistem perbankan ditambah dengan simpanan lembaga–lembaga keuangan. Volume uang primer dikendalikan oleh bank sentral melalui operasi pasar terbuka. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh instansi tertentu serta dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data dalam penelitian ini diperoleh dari basis data berupa data total penawaran sukuk yang didapat dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Kemudian hasil publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) yang meliputi data bulanan dari

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

tingkat inflasi, kurs, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar (M2). Semua data variabel yang digunakan adalah data bulanan selama periode penelitian, yakni bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan September 2014. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Model analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Namun, sebelum melakukan analisis regresi linier berganda terlebih dahulu model harus dilakukan uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah model yang digunakan sudah sesuai dengan kaidah-kaidah dalam pengujian. Model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: LnY = α + b1Inf+ b2LnKurs + b3BIrate + b4PE + b5LnJUB + ε Keterangan: Y

= Variabel Dependen (Penjualan sukuk)

α

= Konstanta

Inf

= Variabel independen 1 (Inflasi)

b(1,2,3,4) = Koefisien regresi masing-masing variabel independen

Kurs = Variabel independen 2 (Kurs) BI Rate = Variabel independen 3 (BI rate) PE

= Variabel independen 4 (Pertumbuhan Ekonomi)

JUB = Variabel independen 5 (Jumlah Uang Beredar) ε = Error term

C. Hasil Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series. Setiap data time series yang didapat merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu. Uji stationeritas dalam penelitian ini menggunakan analisa uji akar unit dengan mengikuti distribusi statistik Augmented DickeyFuller (ADF) dan membandingkan nilai kritisnya dengan distribusi statistik Mc Kinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner. Berikut hasil uji stationeritas yang telah dilakukan:

Tabel 1.1 Hasil Uji Stationeritas dengan Uji Akar Unit Variabel Sukuk BI rate Inflasi Jub Kurs Pertumbuhan ekonomi

Statistik -5.615963 -16.64332 -16.64332 -16.64332 -16.64332 -3.783288

Signifikan

Keterangan

Kesimpulan

0.0000 0.0000 0.0005 0.0000 0.0031 0.0035

Level, Intersep, 5% 1st, none, 5% 1st, none, 5% 1st, none, 5% 1st, none, 5% Level, Intersep, 5%

Stationer Stationer Stationer Stationer Stationer Stationer

Sumber: Data diolah. Bedasarkan hasil pengujian stationeritas dengan menggunakan uji akar unit yang terdapat pada tabel 4.1 untuk ke-enam variabel yang terdapat didalam model atau persamaan yaitu: sukuk, BI rate, inflasi, JUB, kurs dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa data yang

digunakan stationer dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05 (alpha 5%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian siap untuk diuji. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen 167

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

dan variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini digunakan normal probability plot untuk melihat apakah data yang digunakan berdistribusi normal dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi normal. Berikut ini adalah hasil uji normalitas dengan normal probability plot: Grafik 1.2 Uji Normalitas Menggunakan Normal P-P Plot

Tabel 1.2 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b

Mean Std. Deviation Absolute Most Extreme Positive Differences Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Signifikan. (2-tailed)

274 .0000000 1.20740268 .051 .051 -.050 .843 .475

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data diolah. Dapat dilihat pada tabel 1.2 hasil perhitungan menggunakan uji normalitas menunjukkan nilai signifikan dari KS-Z sebesar 0.475 > 0.05 sehingga hipotesa null diterima dan kesimpulannya distribusi dari error normal. Dengan demikian asumsi normalitas terpenuhi (variabel dependen berdistribusi normal). Sumber: Data diolah. Berdasarkan tampilan grafik 1.2, terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mendekati atau mengikuti garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa dapat disimpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal. Uji normalitas juga dilakukan dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Pedoman suatu regresi berdistribusi normal atau tidak, menggunakan hipotesis sebagai berikut: Ho = Data berdistribusi normal Ha = Data berdistribusi tidak normal Ho diterima apabila nilai signifikan lebih besar daripada 0,05 dan Ho ditolak (Ha diterima) apabila nilai signifikan lebih kecil daripada 0,05. Berikut ini adalah uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov: 168

Multikolinearitas adalah situasi adanya multi korelasi diantara variabel independen satu dengan yang lainnya atau dengan kata lain diantara variabel-variabel independen tersebut terdapat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen yang digunakan dalam penelitian. Pedoman bahwa suatu persamaan regresi tidak terjadi masalah multikoliniearitas dengan menggunakan Hipotesa: Ho = tidak ada multikolinearitas Ha = ada multikolinearitas Jika data mempunyai nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10 dan mempunyai nilai tolerance > 0,1 maka Ho diterima. Berikut adalah hasil dari uji multikolinieritas:

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

Tabel 1.3 Hasil Pengolahan Multikolineritas Variabel

Tolerance

VIF

Keputusan

INFLASI KURS BIRATE JUB Pertumbuhan Ekonomi

.246 .215 .247 .166 .567

4.068 4.652 4.053 6.033 1.765

Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima

Sumber: Data diolah. Berdasarkan hasil pengolahan disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang digunakan terbebas dari penyakit multikolineritas. Hal ini terlihat dari hasil VIF < 10 dari semua variabel dan nilai tolerance lebih dari 0.1. Heteroskedastisitas adalah variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan model karena varian gangguan berbeda antara satu observasi dengan observasi lainnya. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji Glejser. Pedoman uji Glejser menggunakan hipotesa:

model tidak terdapat heteroskedastisitas, dengan kata lain semua variabel independen memiliki sebaran yang sama atau homogen. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi salah satunya yang umum digunakan adalah dengan Uji Durbin Watson (DW). Berikut hasil uji autokorelasi: Grafik 1.2 Hasil Uji Autokorelasi

auto (+)

0

Tidak ada auto inconclusive

dl 1,728

auto inconclusive

du 1,809

2

4-du 2,191

(-)

4-dl 2,272

4

DW-stat = 1,838

Ho = tidak ada heteroskedastisitas

Sumber: Data diolah, lampiran.

Ha = ada heteroskedastisitas

Dengan jumlah sampel sebesar 274 (digunakan sampel 200) dan jumlah variabel independen sebesar 5, didapatkan besarnya dl=1,728 du= 1,809. Tabel diatas menunjukkan bahwa model yang diajukan dalam penelitian ini memiliki nilai DW stat sebesar 1,838, berarti berada pada area tidak ada autokorelasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan model dalam penelitian ini terbebas dari penyakit autokorelasi.

Jika Signifikan > 0.05 maka Ho diterima, maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Berikut hasil uji heteroskedastisitas : Tabel 1.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel INFLASI KURS BIRATE JUB Pertumbuhan Ekonomi

Signifikan 0.769 0.663 0.058 0.103 0.401

Keputusan Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima

Sumber: Data diolah. Berdasarkan tabel 1.4 pengujian heteroskedastisitas pada penelitian ini diperoleh hasil yang menunjukkan semua variabel telah memiliki nilai signifikan > 0,05 maka hipotesa null gagal ditolak, hal ini menunjukkan didalam

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji seberapa besar variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Analisis ini menggunakan OLS untuk menguji seberapa besar pengaruh antara variabel inflasi, kurs, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar terhadap sukuk. Berikut adalah hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda:

169

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

Tabel 1.5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Model 1 (Constant) INFLASI KURS BIRATE JUB Pertumbuhan Ekonomi

Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Std. B Beta Error 46.417 15.958 -.148 .099 -.178 -6.657 2.162 -.392 .313 .292 .127 1.983 .973 .295 -.562

.254

-.173

Collinearity Statistiks t

Signifikan.

Tolerance

VIF

2.909 -1.494 -3.079 1.072 2.037

.004 .136 .002 .285 .043

.246 .215 .247 .166

4.068 4.652 4.053 6.033

-2.207

.028

.567

1.765

a. Dependent Variable : SUKUK Sumber: Data diolah. Berdasarkan tabel 1.5, masing-masing hubungan variabel independen terhadap variabel dependen dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut : LnSukuk = 46.417 – 0.148 Inf – 6.657 LnKurs + 0.313 BIrate – 0.562 PE + 1.983 LnJUB + ε

Berdasarkan hasil dari pengujian statistik dan ekonomi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menerangkan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penjualan sukuk Negara. Hasil pengujian secara bersama-sama menunjukkan nilai Fstat sebesar 3,849 dengan nilai signifikan sebesar 0.002, hal ini memiliki pengertian secara bersama-sama variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen, karena nilai signifikan dari Fstat 0.002< 0.05 maka H0 ditolak. Namun, dari ke-lima variabel independen (inflasi, kurs, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan JUB) yang dimasukkan kedalam pengujian statistik, ternyata tidak semua variabel berpengaruh secara signifikan. Inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana terjadi kenaikan harga-harga secara umum. Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan barang 170

dipasar, dalam hal ini lebih banyak uang yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dan jasa dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh inflasi terhadap Sukuk. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 1.5 dengan hasil nilai signifikan sebesar 0,136 > 0,10 sehingga hipotesa null gagal ditolak dan disimpulkan secara statistik tidak terdapat pengaruh inflasi terhadap sukuk. Temuan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2013), yang menyatakan bahwa koefisien inflasi tidak mempengaruhi spread harga (nilai intrinsik dan nilai pasar) pada sukuk ritel SR 002 dengan signifikansi 0,536. Penelitian lain yang dilakukan di Thailand oleh Tangjitprom (2012) yang mendapatkan hasil inflasi tidak signifikan terhadap saham di Thailand. Dalam penelitian ini inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan sukuk karena dalam tahun pengamatan tingkat inflasi masih dalam inflasi ringan. Menurut Beik (2012) penerbitan sukuk tidak mempengaruhi inflasi karena sukuk merupakan surat berharga yang sampai saat ini belum dijadikan instrumen pada Operasi Pasar Tebuka oleh Bank Indonesia untuk menarik peredaran uang yang ada di masyarakat. Namun penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012), yang menjelaskan bahwa variabel

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

inflasi berpengaruh negatif terhadap penerbitan Sukuk di Indonesia. Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kurs terhadap sukuk. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.5 dengan hasil nilai signifikan sebesar 0,002<0,10 maka hipotesa null ditolak dan disimpulkan secara statistik pada tingkat kepercayaan 90 persen terdapat pengaruh negatif kurs terhadap sukuk. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Syafirdi (2006) menjelaskan bahwa variabel yang mempengaruhi harga obligasi syariah adalah kurs Rupiah terhadap US Dollar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amir (2007), menyatakan bahwa dari faktor-faktor yang disebutkan dalam penelitiannya hanya variabel kurs Rupiah atas Dollar yang berpengaruh signifikan dalam penciptaan harga baru pada obligasi syariah Bank Bukopin Tbk di pasar sekunder dengan tingkat signifikansi 0,0279. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hadziq (2011), didapatkan hasil bahwa kurs memberikan pengaruh yang negatif terhadap penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah di Indonesia. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suta (2000:15), fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, khususnya pasar modal. Namun penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2013) yang menunjukkan bahwa besarnya koefisien regresi Kurs Rupiah terhadap Dollar sebesar 13,72 dengan signifikansi 0,552 yang artinya selama periode pengamatan tidak berpengaruh terhadap spread harga (nilai intrinsik dan nilai pasar) pada Sukuk ritel SR 002. Menurut Rodoni (2010:186), globalisasi mendorong investasi lintas negara disamping

untuk tujuan diversifikasi. Oleh karena itu, risiko nilai tukar mata uang merupakan faktor ketidakpastian yang dihadapi investor apabila melakukan investasi di pasar global. Semakin tinggi fluktuasi nilai tukar mata uang yang bersangkutan, dengan demikian investor harus mempertimbangkan pula premi risiko atas nilai tukar tersebut. Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar mempunyai hubungan positif dan signifikan dalam mempengaruhi return suatu perusahaan. Dan return tersebut mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan, maka dapat diasumsikan bahwa sensitifitas perusahaan terhadap nilai tukar mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan. Selain itu, Sukuk didenominasi di dalam Dollar Amerika (US$) sehingga naik turunnya nilai Rupiah terhadap Dollar akan menjadikan nilai pembayaran terhadap investor akan berubah dari nilai awal. Seperti turunnya nilai Rupiah terhadap Dollar menjadikan beban pembayaran cicilan menjadi semakin besar kepada investor. BI rate adalah suku bunga acuan Bank Indonesia. BI rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh BI rate terhadap Sukuk. Hal ini ditunjukkan pada tabel 4.5 bahwa pengujian statistik menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,285 > 0,10 maka hipotesa null gagal ditolak dan disimpulkan tidak terdapat pengaruh BI rate terhadap sukuk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2013), yang menyatakan bahwa BI rate tidak berpengaruh terhadap spread harga (nilai intrinsik dan nilai pasar) pada sukuk ritel SR 002 dengan tingkat signifikansi 0.557. Penelitian ini juga sesuai dengan teori Rahardjo (2004:50), bahwa nilai harga suatu obligasi ditentukan oleh nilai tingkat suku bunga di pasar uang. Salah satu faktor penentu apakah harga obligasi menarik atau tidak adalah tingkat suku bunga yang diberikan kepada investor. 171

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

Apabila tingkat suku bunga di pasar menurun maka investor cenderung membeli obligasi yang kuponnya lebih tinggi dibanding deposito sehingga harga obligasi cenderung naik, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini instrumen sukuk yang didasarkan atas fixed rate menanggung akibat dari naik turunnya tingkat suku bunga. Kenaikan suku bunga menjadikan tingkat nilai sukuk kurang diminati oleh investor. Sehingga naik turunnya BI rate tidak mempengaruhi penjualan sukuk Negara. JUB adalah hasil semua jenis uang yang beredar didalam perekonomian, yaitu uang dalam peredarannya ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang primer terdiri dari uang kartal yang berada di luar sistem perbankan ditambah dengan simpanan lembaga–lembaga keuangan. Volume uang primer dikendalikan oleh bank sentral melalui operasi pasar terbuka. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa JUB berpengaruh positif dan signifikan terhadap penjualan Sukuk Negara. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.5 bahwa hasil pengujian statistik menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,043 < 0,10 maka hipotesa null ditolak dan disimpulkan secara statistik pada tingkat kepercayaan 90 persen terdapat pengaruh positif JUB terhadap sukuk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012). Dalam penelitiannya dengan metode Vector Error Correction Models (VECM) menjelaskan bahwa variabel JUB berpengaruh positif terhadap penerbitan sukuk di Indonesia. Dengan semakin meningkatnya JUB, masyarakat cenderung menggunakan uangnya selain untuk tujuan transaksi juga untuk tujuan spekulatif, yaitu membeli surat-surat berharga seperti saham atau obligasi syariah. Jumlah uang beredar juga berpengaruh terhadap suatu indeks. Hal tersebut dikarenakan ketika bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia meningkatkan penawaran uang dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat dan perusahaan akan memperoleh profitabilitas yang tinggi sehingga menyebabkan harga obligasi syariah mengalami peningkatan. (Nugroho, 2008:52). 172

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan keterampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Menurut Pramono (2008), sukuk yang memiliki potensi besar, dapat menjadi alternatif pendanaan untuk pembangunan infrastruktur yang menarik. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat (2011) yang menyatakan bahwa penerbitan sukuk negara dalam kerangka kebijakan pembiayaan APBN berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tata kelola barang milik negara. Namun sebagai instrumen investasi berbasis syariah, penempatan sukuk negara dalam koridor kebijakan utang negara berpotensi tidak terimplementasi secara optimal. Disamping itu pemanfaatan barang milik negara sebagai bagian dari tujuan penerbitan sukuk negara belum optimal karena hanya sebatas digunakan sebagai aset SBSN. Direkomendasikan agar Pemerintah menerbitkan sukuk negara yang berorientasi pada pembangunan proyek yang langsung dapat dimonitor dan dievaluasi pemegang sukuk guna mengembangkan terus prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik seperti akuntabilitas dan transparansi. Penelitian lain dilakukan oleh Yusuf (2014), menyatakan bahwa defisit negara dapat dibiayai oleh pembiayaan utang maupun non-utang. Salah satu instrumen utang tersebut adalah SBN berupa SBSN atau sukuk. Peran sukuk dalam struktur utang SBN Indonesia pada Februari 2014 masih di bawah 10% yang salah satunya digunakan untuk pendanaan proyek pembangunan infrastruktur. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka dapat terlihat bahwa pada dasarnya pertumbuhan ekonomi akan dapat dilihat dari bagaimana

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

tingkat produktivitas dari suatu negara dimana produktivitas ini akan berujung pada hasil yaitu pendapatan masyarakat suatu negara. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan ekonomi ini akan diiringi dengan peningkatan pendapatan per kapita pada masyarakat suatu negara. Pada penelitian ini ditemukan bahwa pengaruh dari tingkat pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat penjualan sukuk adalah negatif. Hal ini ditunjukkan dalam tabel 4.5 bahwa hasil pengujian statistik menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,028 < 0,10 maka hipotesa null ditolak dan disimpulkan secara statistik pada tingkat kepercayaan 90 persen terdapat pengaruh negatif pertumbuhan ekonomi terhadap sukuk. Hal ini bertentangan dengan teori yang ada. Pengaruh negatif ini dapat terjadi karena adanya beberapa hambatan yang terjadi dalam melakukan investasi pada pasar modal syariah, sehingga seseorang dengan pendapatan yang lebih tinggi akan cenderung untuk melakukan investasi pada pasar modal konvensional meskipun hal itu sedikit lebih berisiko namun dapat lebih mudah. Salah satu hambatan utama untuk berinvestasi di produk syariah adalah kurangnya standarisasi dalam hal aturan. Meskipun ada beberapa auditor lokal dan regulator yang mengendalikan transaksi, tetapi aturan yang ada tidak berlaku standar. Aturan ini tidak berlaku lintas negara, bahkan diantara bank yang berbeda meski masih di negara yang sama. Sehingga pada praktiknya, bank-bank dengan kelebihan likuiditas seringkali menghadapi kesulitan berinvestasi di bank lain yang memiliki standar yang berbeda. Meskipun sukuk adalah instrumen pasar likuiditas yang paling umum, sukuk tidak didefinisikan secara universal, dan kadang-kadang baik struktur maupun kontrak tidak dapat diterima oleh investor. Kurangnya standardisasi juga menyebabkan biaya operasional yang lebih tinggi, sehingga profitabilitas berkurang, serta tidak adanya skala ekonomi. Perlu untuk adanya standar penilaian yang tepat, penentuan harga sukuk dan instrumen pasar modal syariah lainnya. Hal ini sangat

penting, karena tanpa penilaian yang efektif, pedagang tidak dapat membangun peluang keuntungan yang jelas. Puncak dari tingkat penjualan sukuk secara global adalah pada tahun 2011 dan terus mengalami tren penurunan sampai dengan saat ini. Enggannya investor untuk melakukan investasi dengan sukuk juga dikarenakan struktur produk itu sendiri. Secara tradisional, produk-produk syariah telah dirancang oleh pemodal dari latar belakang konvensional, yang mencoba menyamai produk syariah dengan produk konvensional. Produkproduk ini kemudian dibuat tidak rumit dengan menambahkan beberapa aspek agar sesuai aturan syariah. Kurangnya inovasi dengan meniru produk konvensional membuat produk syariah ini justru kurang menarik. Sebab investor akan cenderung untuk memilih produk yang lebih mereka kenali seperti Obligasi Republik Indonesia (ORI) yang secara umum sama dengan sukuk atau SBN yang memiliki jangka waktu lebih pendek dan bunga lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhasanah (2011), hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi return sukuk akan semakin rendah likuiditas sukuk, begitu pula dengan semakin tinggi kupon dan semakin jauh jatuh tempo sukuk maka semakin tinggi return yang diperoleh investor sukuk. Indonesia dipandang sebagai negara yang sangat potensial dan prospektif bagi produk syariah khususnya sukuk. Namun sejak munculnya pertama kali pada tahun 2002 hingga tahun 2013 perkembangan sukuk di Indonesia dapat dikategorikan sangat lambat. Tampak dari total emisi/penerbitan hingga pertengahan 2008 baru mencapai kurang lebih lima triliun Rupiah ($500 juta). Dibandingkan dengan Malaysia yang pada pertengahan 2007 saja telah membukukan total emisi RM 111,5 Miliar ($33 Miliar). Menurut Achsien dalam Basyariah (2014), banyak tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sukuk di Indonesia, diantaranya adalah sosialisasi kepada investor, opportunity cost, aspek likuiditas, sampai 173

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 163-175

regulasi atau perundang-undangan. Penerbitan sukuk di Indonesia juga tidak terlepas dari kondisi makroekonomi yang ada di negara ini. Ketika kondisi makroekonomi stabil akan memotivasi para emiten untuk menerbitkan sukuk serta investor untuk berinvestasi pada sukuk. Namun pada kenyataannya, porsi penerbitan sukuk sampai bulan Desember 2013 hanya 4,83% dari total nilai penerbitan obligasi. Hal ini mengindikasikan faktor kompetisi antar produk pasar modal terutama sukuk sebagai produk baru dengan produk-produk konvensional yang telah lebih dulu mendominasi pasar modal, disamping kondisi makroekonomi yang juga memberikan pengaruh yang tidak kecil. Belum optimalnya Nilai Emisi sukuk di Indonesia, menunjukkan indikasi bahwa potensi besar Indonesia terhadap keuangan syariah belum ditangkap pasar keuangan Indonesia dengan sempurna. Banyaknya faktor yang mempengaruhi pergerakan perkembangan sukuk baik faktor internal sukuk maupun eksternal sukuk seperti minat emiten pada obligasi dan saham masih sangat tinggi sebagai produk yang menjadi pesaing utama dari sukuk, serta faktor makroekonomi yang besar pengaruhnya terhadap produk pasar modal. Hal inilah yang mengakibatkan bentuk pengaruh yang negatif pertumbuhan ekonomi terhadap sukuk dikarenakan sukuk itu sendiri dapat dikatakan belum siap untuk menampung pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti kenaikan pendapatan per kapita dan berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka semakin tinggi pendapatan seseorang cenderung mengalihkan investasi mereka ketempat lain yang lebih menarik meskipun sedikit lebih beresiko. D. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka simpulan dari penelitian ini adalah; secara parsial variabel inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan, begitu pula variabel BI rate berpengaruh positif 174

tidak signifikan terhadap penjualan sukuk Negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh Inflasi dan BI rate terhadap penjualan sukuk Negara. Adapun variabel kurs dan pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh negatif signifikan; sedangkan variabel jumlah uang beredar berpengaruh positif signifikan terhadap penjualan sukuk Negara. Secara simultan variable makroekonomi dalam penelitian ini yang meliputi inflasi, kurs, BI rate, pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar berpengaruh signifikan terhadap penjualan Sukuk Negara. Saran Penelitian ini masih memiliki keterbatasan baik dari segi variabel yang digunakan maupun periode waktu penelitian, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk melanjtkan maupun meneliti lebih jauh berkaitan dengan tema penelitian ini. Daftar Pustaka Amir, Amardin. 2007. Pengaruh Suku Bunga SBI, IHSG, Kurs, ROA, dan Legi Harga Obligasi terhadap Harga Obligasi Konvensional dan Syariah (studi kasus Obligasi PT. Bank Bukopin TBK tahun 2003). Tesis. Universitas Indonesia. Bapepam, Panduan. 2003. Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia. Jakarta. Basyariah, Nuhbatul. 2014. Analisis Interaksi Antara Nilai Emisi Sukuk dengan Nilai Emisi Obligasi, Nilai Emisi Saham, BI Rate, IHSG dan Inflasi di Indonesia 2010:012013:03. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Beik, Irfan S. 2012. Dampak Sukuk Terhadap Indikator Makroekonomi. Iqtishodia Jurnal Ekonomi Islam Republika. Republika Kamis 28 Juni 2012. Boediono. 1995. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro. Yogyakarta: BPFE UGM.

Analisis Pengaruh Variabel...— Maulana Syarif Hidayatullah, Muhammad Zilal Hamzah, PhD, Rizqullah

Hadziq, M. Fuad. (2011). Pengaruh Sukuk, Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar, dan Harga Emas terhadap DPK Perbankan Syariah di Indonesia. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Huda, Nurul & Nasution, Mustafa Edwin. 2008. Investasi Pada Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana. Karim, Adiwarman A. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Karimah, Nurul. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Spread Harga (Market Value Dan Intrinsic Value) Pada Sukuk Ritel Indonesia (Studi Kasus SR002).  Tesis. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Mankiw, Gregory. N. 2003. Pengantar Ekonomi Makro. Ed. Ketiga. Jakarta: Salemba Empat. Nugroho, Heru. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs dan Jumlah Uang Beredar terhadap Indeks LQ45 (studi kasus pada BEI periode 2002-2007). Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Nurhasanah. 2011. Hubungan Antara Likuiditas dan Harga Sukuk Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Tesis. Universitas Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan. (2014). Statistik Saham Syariah. http://www.ojk.go.id/statistiksukuk-Desember-2014. Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Pramono, IM. Sigit. 2008. Obligasi Syariah (Sukuk) untuk Pembiayaan Infrastruktur: Tantangan dan Inisiatif Strategis. Konsultasi Muamalat. Wahana sosialisasi, konsultasi dan silaturahmi antar peminat ekonomi dan keuangan syariah. Diunduh pada tanggal 15 Maret 2015. Raharjo, Sapto. 2004. Panduan Investasi Obligasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rini, Mustika. 2012. Obligasi syariah (sukuk) dan indikator makroekonomi Indonesia: sebuah analisis vector error correction models (VECM). IPB Bogor Agricultural University: Scientific Repository. Rodoni, Ahmad. 2009. Investasi Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN. _____________ & Herni Ali. 2010. Manajemen Keuangan. Ed. Satu. Jakarta: Mitra Wacana Media. Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana. Sudrajat, Imam, 2011. Pengaruh Penerbitan Sukuk Negara Dalam Kerangka Kebijakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Terhadap Kualitas Tata Kelola Barang Milik Negara. Tesis. Universitas Indonesia. Sukirno, Sadono. 2000. Teori Makro Ekonomi. Cet. Keempat Belas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. _____________. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Ed. Ketiga. Cet. 16. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. _____________. 2006. Ekonomi Pembangunan Proses masalah dan Dasar Kebijakan. Cet. Ketiga. Jakarta: Penerbit Kencana. Suta, I Putu Gede Ari. 2000. Menuju Pasar Modal Modern. Jakarta: Yayasan Sad Satria Bhakti. Sutedi, Adrian. 2009. Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk. Jakarta: Sinar Grafika. Syafirdi, Rio Hartanto. 2006. Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, Kurs Rupiah, IHSG, Kinerja dan Likuiditas Perusahaan terhadap Harga Obligasi Syariah di Pasar Sekunder (studi kasus Obligasi Indosat Mudharobah 2002). Tesis. Universitas Indonesia. Tangjitprom, Nopphon. 2012. Macroeconomic factors of emerging stock market: the evidence from Thailand. International Journal of Financial Research, Vol. 3, (No. 2): 105-114.

175

PERBANKAN SYARIAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI : HASIL STUDI EMPIRIS DI INDONESIA Oleh : Yurinaldi Zainul Arifin Program Ekonomi dan Keuangan Islam FE Universitas Trisakti Muhammad Zilal Hamzah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia-Jakarta (Indonesian Business School) [email protected]

Abstract Economy growth of a country is influenced by many factors - factors, both economic and non-economic. Economic factors also called macro-economic variables are used as a tool to see the condition of the economy of a country, including Islamic banking. This thesis aims to look at the growing influence of macroeconomic variables and the Muslim population to the growth of Islamic banking assets in Indonesia. The variables used were GDP growth, exchange rate, investment, net exports, the money supply as well as the macro variable number of the Muslim population in Indonesia. The data used comes from Islamic banking statistics Bank Indonesia and the Central Bureau of Statistics. The method used is an Error Correction Model (ECM) for this method can be used to see the effect of the variables studied in both the short and long term. The results showed that in the short term of the money supply that affect the growth of Islamic banking assets, while in the long run only the exchange rate and money supply that affect the growth of Islamic banking assets in Indonesia. Keywords: money supply, exchange rate, GDP, net exports, Islamic banking assets. 176

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

Abstrak Pertumbuhan perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh banyak sekali faktor – faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi atau disebut juga variabel ekonomi makro biasa digunakan sebagai alat untuk melihat kondisi perekonomian suatu negara, termasuk perbankan syariah. Tesis ini bertujuan untuk melihat pengaruh pertumbuhan variabel ekonomi makro dan jumlah penduduk muslim terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah pertumbuhan GDP, Kurs, Investasi, net export, jumlah uang beredar sebagai variabel makro serta jumlah penduduk muslim di Indonesia. Data yang digunakan bersumber dari data statistik perbankan syariah Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Metode penelitian yang digunakan adalah Error Correction Model (ECM) karena metode ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel yang diteliti baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah, sedangkan dalam jangka panjang hanya kurs dan jumlah uang beredar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia. Kata kunci: jumlah uang beredar, kurs, GDP, net export, asset perbankan syariah. A. Pendahuluan (Furqani, 2009) Hubungan antara pembangunan sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah lama menjadi subyek utama dalam ilmu ekonomi pembangunan, perkembangan sektor keuangan secara luas dapat dilihat dengan adanya peningkatan volume layanan jasa keuangan bank dan lembaga intermediary keuangan lainnya seperti transaksi keuangan pada pasar modal. Sektor keuangan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi jika sektor keuangan dapat mengarahkan sumber daya keuangan kepada sektor yang paling membutuhkan. Pada saat kondisi sektor keuangan lebih maju, maka akan lebih banyak sumber daya keuangan dapat dialokasikan kepada sektor penggunaan yang produktif, dan akan lebih banyak modal yang terbentuk sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Lee (2005) menjelaskan secara apriori setidaknya terdapat dua kemungkinan hubungan antara variabel-variabel keuangan dan variabelvariabel riil. Yang pertama adalah bahwa perkembangan sektor keuangan mengikuti pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap produk-produk keuangan, sehingga menghasilkan kenaikan aktivitas pasar keuangan dan kredit. Dengan demikian,

perkembangan sektor keuangan merupakan demand following. Kemungkinan hubungan kedua adalah perkembangan sektor keuangan merupakan determinan bagi perkembangan ekonomi. Hipotesis supply leading ini menunjukkan kausalitas berasal dari perkembangan sektor keuangan terhadap pertumbuhan riil, dimana perkembangan sektor keuangan merupakan necessary condition but not sufficient untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pada tahun 1992 pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 sistem perbankan di Indonesia telah mengimplementasikan dual banking system dimana sistem perbankan konvensional yang telah lebih dulu hadir, diterapkan secara bersamaan dengan system perbankan syariah. Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah yang pertama hadir di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia tumbuh makin pesat sejak tahun 1999 setelah dikeluarkannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diperkuat oleh UU Nomor 3 Tahun 2004. Terhitung sejak 17 Juni 2008, industri perbankan syariah Indonesia secara resmi memasuki era baru. RUU Perbankan Syariah yang telah masuk ke DPR sejak pertengahan 177

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

2005 sebagai RUU inisiatif DPR, telah disahkan sehingga Indonesia kini resmi memiliki regulasi perbankan syariah yaitu UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. (Alamsyah, 2012) Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana. Harahap (2008) dalam penelitiannya Peran Perbankan Syariah dalam mendorong sektor riil menyimpulkan bahwa perbankan syariah sebagai bank yang tahan terhadap krisis keuangan, posisinya sangat menguntungkan dan sangat mendukung fungsi intermediasi dan sektor riil yang berdampak positif pada investasi dan pendapatan masyarakat. Perkembangan perbankan syariah juga diikuti oleh perkembangan lembaga keuangan syariah lainnya, seperti Asuransi Syariah, dan Pasar Modal Syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat perkembangan terkini keuangan syariah per Mei 2014. Total aset perbankan syariah mencapai Rp 250,55 triliun, aset asuransi syariah 178

menembus Rp 19,26 triliun, aset pembiayaan syariah sampai dengan Juni 2014 Rp 23,49 triliun, sukuk korporasi per Juli 2014 menembus Rp 6,96 triliun, reksa dana syariah sampai dengan Juli 2014 Rp 9,51 triliun, dan Sukuk Negara sampai dengan Juli 2014 Rp 179,10 triliun Jumlah jaringan kantor Bank Umum Syariah (BUS) mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan yang semula 5 buah bank menjadi 12 buah pada tahun 2014 meskipun tiga tahun terakhir tidak mengalami penambahan, atau pertumbuhan rata – rata mencapai 17.08 %. Sedangkan Unit Usaha Syariah (UUS) mengalami penurunan yang semula berjumlah 28 buah pada tahun 2008 menjadi 22 buah pada tahun 2014. Terjadinya penurunan UUS karena beberapa di antaranya telah beralih menjadi BUS. Sedangkan BPRS juga meningkat yang semula berjumlah 131 buah menjadi 163 buah atau rata – rata tumbuh sebesar 4,08 %. Dengan bertambahnya perbankan syariah, secara otomatis akan diikuti oleh bertambahnya jumlah kantor yang menyebar di wilayah Indonesia yang semula berjumlah 1.024 kantor menjadi 2.582 kantor dengan rata – rata pertumbuhan sebesar 23,36 %. Pertumbuhan jumlah kantor ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan kantor perbankan konvensional. Pada periode antara tahun 1965 sampai 1997 perekonomian Indonesia tumbuh dengan persentase rata-rata 7 persen per tahunnya. Dengan pencapaian ini Indonesia tidak lagi berada di tingkatan “negara-negara berpendapatan rendah” melainkan masuk ke tingkatan “negaranegara berpendapatan menengah”. Tetapi, Krisis Keuangan Asia yang terjadi di akhir tahun 1998 telah memberikan efek negatif bagi perekenomian nasional, akibatnya produk domestik bruto (PDB) Indonesia turun 13.6 persen di tahun 1998 dan naik sedikit di tahun 1999 sebanyak 0.3 persen. Antara tahun 2000 sampai 2004 perekenomian mulai memulih dengan rata-rata pertumbuhan PDB sebanyak 4.6 persen per tahun. Setelah itu PDB Indonesia meningkat dengan nilai rata- rata per tahun sekitar enam persen, kecuali tahun

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

2009 dan 2013, ketika gejolak krisis keuangan global dan ketidakpastian terjadi. Meski masih cukup mengagumkan, PDB Indonesia turun ke nilai 4.6 persen dan 5.8 persen pada kedua tahun tersebut. Penurunan perekonomian global akibat krisis ekenomi yang terjadi di akhir tahun 2008 berdampak kecil bagi perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan dampak yang dialami negara lain. Tahun 2009 PDB Indonesia turun ke 4.6 persen. Ini berarti Indonesia adalah salah satu negara dengan performa pertumbuhan PDB tertinggi di seluruh dunia pada tahun itu (dan berada di posisi tiga di antara kelompok negaranegara G-20). Meskipun harga-harga komoditas menurun drastis, bursa saham pun nilainya turun, imbal hasil obligasi domestik dan internasional cukup tinggi dan nilai tukar valuta yang melemah, Indonesia masih mampu tumbuh secara signifikan. Keberhasilan ini terutama dikarenakan oleh ekspor Indonesia yang kepentingannya relatif terbatas terhadap perekonomian nasional, kepercayaan pasar yang terus tinggi, dan konsumsi domestik berkelanjutan yang kuat. Konsumsi domestik di Indonesia (khususnya konsumsi swasta) berkontribusi sekitar dua pertiga bagian dari pertumbuhan perekonomian nasional. Dengan sekitar tujuh juta penduduk masuk ke kelas menengah tiap tahunnya, Indonesia sebenarnya menyimpan kekuatan konsumen yang secara signifikan dapat mendorong perekonomian dan memicu peningkatan investasi dalam dan luar negeri dari tahun 2010 dan seterusnya. Pencapaian investment grade merupakan bentuk pengakuan terhadap kokohnya fundamental ekonomi makro Indonesia yang berhasil dibangun pemerintah selama beberapa tahun terakhir ini. Hal ini tercermin pada beberapa indikator makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus menurun dengan kisaran 26 persen, serta defisit anggaran di bawah 2,5 persen. Pencapaian peringkat investment grade ini memiliki nilai sangat penting, karena akan berpengaruh pada

pandangan dunia terhadap perekonomian Indonesia dan memperbesar peluang untuk bisa meningkatkan kegiatan investasi di Indonesia. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir (2007-2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’. Pada sisi lain pertumbuhan ekonomi Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang stabil dan mengesankan, walaupun pertumbuhan ekonomi pada beberapa kawasan di Asia dan Eropa menunjukkan pelemahan angka pertumbuhan ekonomi. Hal yang menarik perhatian untuk dikaji apakah sistem perbankan syariah yang saat ini diterapkan di Indonesia benar-benar berkontribusi dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk mengkaji hal tsb, kita akan melihat interaksi dinamis antara sektor keuangan syariah dan pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan model di mana sistem keuangan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi mengubah pengoperasian sistem keuangan. Berdasarkan hal tersebut, perumusan masalah dapat dituliskan seagai berikut: 1. terdapat pengaruh yang siginifikan antara Pertumbuhan Ekonomi (GDP) terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 2. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Investasi terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 3. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Net Export terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 4. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Kurs terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 5. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Jumlah Uang Beredar terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 179

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

6. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Penduduk Muslim terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah 7. Apakah terdapat pengaruh yang siginifikan antara Pertumbuhan ekonomi, Investasi, Net Export, Kurs, Jumlah Uang Beredar dan Penduduk Muslim terhadap pertumbuhan Asset Perbankan Syariah B. Tinjauan Pustaka Masalah pertumbuhan sektor keuangan dan ekonomi telah lama menjadi perdebatan dalam ekonomi pembangunan. Pada abad ke-19 Joseph A Schumpeter (1912) berpendapat pentingnya sistem perbankan pada tingkat pertumbuhan dari pendapatan nasional dalam mendorong pembangunan ekonomi melalui identifikasi dan pendanaan pada investasi yang produktif. Penelitian atau studi mengenai pengaruh perkembangan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi telah dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan pengolahan dan diolah menggunakan software tertentu. Berikut ini adalah hasil penelitianpenelitian sebelumnya. 1. Dipendra Sinha dan Joseph Macri (1998) Dalam penelitiannya yang berjudul “Financial Development and Economic Growth: The Case of Eight Asian Countries, ” Dipendra Sinha dan Joseph Macri ingin melihat hubungan antara perkembangan sektor keuangan dan pembangunan ekonomi menggunakan data time series untuk delapan negara Asia. Mereka melakukan estimasi dengan memperbaiki fungsi produksi yaitu dengan menambahkan variabel perkembangan sektor keuangan ke dalam model. Model fungsi produk si yang digunakan adalah untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen, yaitu pertumbuhan investasi riil dan pertumbuhan popoulasi terhadap variabel dependen, yaitu pertumbuhan PDB riil. Variabel keuangan yang ditambahkan sebagai variabel independen adalah pertumbuhan tingkat riil jumlah uang beredar, pertumbuhan 180

tingkat riil M2, pertumbuhan tingkat riil kredit domestik dan rasio uang kuasi terhadap PDB. Sehingga untuk tiap negara akan terdapat empat persamaan regresi yang diestimasi dengan metode OLS. Mereka kemudian melakukan tes kausalitas multivariat antara tingkat pertumbuhan dari pendapatan dengan tingkat pertumbuhan dari variabel perkembangan sektor keuangan. Data yang digunakan adalah data tahunan yang berbeda-beda untuk masing-masing negara, namun berkisar antara tahun 1950 hingga tahun 1997. Hasil regresi menunjukkan hubugan yang positif dan signifikan antara variabel pendapatan dan variabel keuangan untuk India, Malaysia, Pakistan dan Sri Lanka. Mereka mengimplikasikan bahwa dengan sistem keuangan yang lebih efisien negara-negara tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan kebijakan yang dapat memperbaiki kegagalan pasar. Namun untuk negara Jepang, Korea, Filipina dan Thailand variabel perkembangan sektor keuangan menunjukkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa kita tidak dapat membuat generalisasi umum mengenai pengaruh variabel keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara yang diteliti. Sementara untuk beberapa negara, variabel keuangan terlihat penting, namun untuk negara lain tidak demikian. Hasil tes kausalitas multivariat menunjukkan kausalitas hubungan dua arah antara variabel keuangan dan variabel pendapatan untuk India dan Malaysia, kausalitas satu arah dari variabel keuangan kepada variabel pendapatan untuk Jepang dan Thailand dan kausalitas yang membalikkan untuk Korea, Pakistan, dan Filipina 2. King dan Levine (1993) Pada awal tahun 1990an, King dan Levine meneliti 77 negara selama periode 19601989, untuk menganalisa apakah tingkat dari perkembangan sektor keuangan dapat mempengaruhi atau memprediksi pertumbuhan

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

ekonomi jangka panjang, akumulasi modal dan produktivitas pertumbuhan. Ada tiga variabel yang dijadikan sebagai indikator keuangan. Yang pertama adalah DEPTH , yaitu rasio M2 atau M3 terhadap PDB, variabel ini menunjukkan ukuran dari intermediasi keuangan. Indikator kedua adalah BANK, yaitu rasio dari kredit bank dibagi oleh jumlah kredit bank dan aset domestik bank sentral. Variabel ini mengukur tingkat relatif dimana bank sentral dan bank komersial mengalokasikan kredit. Intuisi yang mendasari ukuran ini adalah bank biasanya lebih banyak menyediakan lima fungsi keuangan daripada bank sentral. Indikator yang terakhir adalah PRIVY , yaitu kredit ke sektor swasta dibagi oleh PDB, hal ini didasari bahwa sector swasta lebih efisien dalam menyediakan jasa keuangan. King dan Levine kemudian menguji hubunan empiris tiap ketiga indikator keuangan ini terhadap ketiga indikator pertumbuhan antara tahun 1960 hingga tahun 1989. Ketiga indicator pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan PDB riil per kapita, pertumbuhan stok modal dan produktivitas pertumbuhan. Hasil regresi cross-section dari 77 negara menunjukkan hubungan yang kuat dan positif antar tiap indikator perkembangan sector keuangan dengan ketiga indikator pertumbuhan. Ukuran dari tiap koefisien secara ekonomi besar. Secara spesifik King dan Levine menyatakan bahwa sekitar sepertiga kesenjangan antara negara dengan pertumbuhan yang sangat cepat dengan negara dengan pertumbuhan yang sangat lamban dapat dikurangi dengan meningkat kan ukuran dari sektor intermediasi keuangan. 3. Jung (1986) Sejumlah penelitian dilakukan berkaitan dengan teori supply-leading dan demandfollowing yang diajukan oleh Patrick (1966). Salah satunya di lakukan oleh Jung menggunakan data 56 negara, 19 diantaranya merupakan negara industri. Jung melakukan tes kausalitas time-series untuk periode dengan panjang yang berbeda. Kausalitas diinterpretasikan sebagai konsep yang sederhana dan tidak langsung. Dia menggunakan

dua alternatif ukuran dari perkembangan sektor keuangan, yaitu rasio uang kartal terhadap M1 dan variabel monetisasi (rasio M2 terhadap PDB). Untuk negara-negara berkembang, Jung menemukan bahwa pola supply leading mendominasi daripada pola demand-following, yang mengindikasikan pentingnya perkembangan sektor keuangan bagi pertumbuahan negara berkembang. Hal ini berlaku sebaliknya untuk negara maju, walaupun hanya ukuran rasio uang kartal terhadap M1 yang digunakan. Sejauh kronologi pola kausalitas yang di perhatikan, temuan ini mendukung hipotesis Patrick. Jung menunjukkan bahwa pola supply-leading mendominasi terlebih dahulu dan pola demandfollowing dalam tahapan berikutnya pada proses pembangunan ketika rasio uang kartal digunakan. Variabel monetisasi tidak membedakan antar Negara maju dan berkembang dalam hal pola kausalitas. Terdapat pula bukti bahwa negaranegara berkembang dengan tingkat pertumbuhan baik di atas maupun di bawah rata-rata PDB lebih sering dihubungkan dengan pola supply-leading. C. Metode Penelitian dan Sumber Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian Kuantitatif untuk meneliti seberapa jauh pengaruh variablevariable makroekonomi (Pertumbuhan GDP, Investasi, Ekspor Impor, Kurs, Jumlah Uang Beredar) dan Jumlah Penduduk Muslim di Indonesia yang dikelompokkan sebagai variabel independen terhadap variable dependen yakni asset perbankan syariah di Indonesia. Teknik yang digunakan untuk melihat hubungan kausalitas antara satu variable dengan variable lainnya serta seberapa besar pengaruhnya dapat menggunakan analisa model regresi linier majemuk (Multi Linier Regression / MLR). Semakin banyak variable independen dalam suatu model persamaan, semakin tinggi kemampuan regresi yang dibuat untuk menerangkan variable dependen, atau peran faktor lain diluar variable independen yang digunakan, yang tercermin 181

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

dalam nilai residual atau error term yang semakin kecil, model persamaan regresi berganda dalam penelitian ini dapat ditulis:

ASSET : Asset perbankan syariah di Indonesia GDP : Gross Domestic Product INVEST : Data Investasi dari PMA (Penanaman Modal Asing) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) TRADE : Selisih nilai Export dengan Import KURS : Nilai tukar mata uang US Dollar dengan mata uang rupiah JUB : Jumlah Uang Beredar di Indonesia MUSLIM : Jumlah Penduduk beragama Islam di Indonesia : Constant : Coefficient Regression : Error Analisa korelasi Pearson bertujuan untuk melihat hubungan / korelasi antara variabel independen dan variabel dependen nya, apabila terbukti tidak ada korelasi antar variabel maka tidak diperlu dilanjutkan dengan analisis regresi karena tidak adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Di dalam penelitian analisa korelasi Pearson digunakan untuk melihat korelasi masing – masig variabel independen yakni pertumbuhan GDP, INVESTASI, TRADE, KURS, JUB & MUSLIM terhadap pertumbuhan Asset Perbankan Syariah di Indonesia. Koefisien Determinasi (R2) atau Uji keragaman digunakan untuk melihat besarnya keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel independen terhadap variabel dependen. Selain itu, juga dapat digunakan untuk melihat kuatnya variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Koefisien determinasi mengukur persentase atau proporsi total varians dalam variable dependen dijelaskan model regresi. Uji t (Testing Hipotesis Slope) atau Pengujian digunakan untuk menguji pengaruh setiap variable independen terhadap variabel dependennya dengan hipotesis sebagai berikut: 182

• H0: βnXn = 0{ GDP, INVESTASI, TRADE, KURS, JUB & MUSLIM tidak mempengaruhi variabel dependen (tidak signifikan)}. • H1: βnXn ≠0 atau βnXn < 0 atau βnXn > 0 { GDP, INVESTASI, TRADE, KURS, JUB & MUSLIM mempengaruhi variable dependen (tidak signifikan)}. Kriteria uji yang digunakan: Apabila nilai probability t-statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel independen-k yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Apabila nilai probability t-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan. Uji F (Testing Hipotesis The whole Model) digunakan untuk menguji pengaruh seluruh variabel independen terhadap variable dependennya secara parsial dengan hipotesis sebagai berikut: • H0 : β1 = β2 = β3 = … = βk = 0 (tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen) • H1 : minimal ada salah satu βi ≠ 0 (ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen). Kriteria uji yang digunakan: Apabila nilai probability F-statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Apabila nilai probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data time series periode Januari 2008 sampai dengan Desember 2014. Data tersebut diperoleh dari laporan Statistik Perbankan Syariah dari Bank Indonesia.

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

D. Hasil Penelitian

Tabel 2: Hasil Uji Kointegrasi

Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Persamaan

Merujuk pada Nachrowi (2006), uji akar unit dilakukan untuk menguji apakah variablevariable yang terdapat dalam model stasioner atau tidak, artinya variable dengan rentang waktu tertentu (data time series) akan stasioner jika ratarata, varians, maupun covarians setiap tahun pada variable tersebut adalah konstan. Data time series “menyimpan” berbagai permasalahan. Salah satunya adalah autokorelasi, hal ini yang menyebabkan data tidak stasioner, sehingga apabila data dapat distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya.

ASSET = f (GDP, INVESTASI, XM, KURS, JUB, POP)

Tabel 1: Hasil Uji Akar Unit Variable Asset

Statistik -3,883763

Probability 0,0178**

Stationer Level, Trend & Intercept

GDP

-3,331730

0,0698*

Level, Trend & Intercept

Investasi

-2,625050

0,0927*

Level, Trend

JUB

-10,47907

0,0001***

1st, Trend

Kurs

-8,557982

0,0000***

1st, None

Populasi

-39,24195

0,0000***

2nd, Trend & Intercept

X-M

-8,088252

0,0000***

1st, None

Sumber : BI & BPS (Data Diolah Eviews 7.0) Keterangan : * Signifikan pada alpha 10%, ** Signifikan pada alpha 5%, *** Signifikan pada alpha 1%

Berdasarkan hasil pengujian akar unit dapat terlihat pada table diatas, untuk keempat variable yang terdapat didalam model atau persamaan yaitu ASSET, GDP, INVESTASI, JUB, KURS, POPULASI, X-M sudah stationer. Hal ini dikarena ketujuh variable tersebut dalam penelitian ini sudah memiliki nilai probabilitas dibawah 0,10 (alpha 10%). Uji Kointegrasi Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi dapat terlihat pada table dibawah, memiliki nilai probabilita sebesar 0,0017< 0,01 (alpha 1%) maka disimpulkan error sudah stationer maka persamaan tersebut bisa dilihat dalam jangka pendek.

Statistik

Probability

Stationer

-3.206858

0.0017

Level, None

Sumber: BI & BPS (Data Diolah Eviews 7.0) Keterangan : *Signifikan pada alpha 10%, **Signifikan pada alpha 5%,*** Signifikan pada alpha 1%

Hasil Estimasi Model ECM Jangka Pendek Tabel 3: Hasil Estimasi Jangka Pendek Dependent Variable: D(ASSET) Method: Least Squares Date: 08/06/15 Time: 18:28 Sample(adjusted): 2008:02 2013:12 Included observations: 71 after adjusting endpoints Variable C D(GDP) D(INVESTASI) D(XM) D(KURS) D(JUB) D(POP) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat

Diagnostic test: Normality: Jarque-Bera LM Test: F-statistic Obs*Rsquared WHITE Test: F-statistic Obs*Rsquared

Coefficient 0.000767 -0.007439 -7.67E-05 0.000108 0.000469 0.372948 0.000228

Std. Error 0.001119 0.003621 0.000210 0.000240 0.002576 0.022162 0.001154

t-Statistic 0.685620 -2.054624 -0.365749 0.451485 0.182087 16.82814 0.197297

Prob. 0.4954 0.0440 0.7158 0.6532 0.8561 0.0000 0.8442

0.855892 0.842381 0.006562 0.002756 259.8176 2.123362

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

0.011972 0.016529 -7.121624 -6.898543 63.35171 0.000000

2.294024

Probability

0.317584

0.755356 0.841189

Probability Probability

0.388085 0.359057

0.707700 9.068108

Probability Probability

0.737646 0.697102

Multikolinearitas Test : GDP GDP

Investasi

1.000000 0.001468

XM

KURS

JUB

POP

0.029000

0.104714

-0.171247

0.272684

Investasi 0.001468 1.000000 0.488258 -0.017145 XM KURS

0.135932

-0.179882

0.029000 0.488258 1.000000

0.082331

-0.018482

-0.167828

0.104714 -0.017145

0.082331

1.000000

0.050228 -0.036038

0.135932 -0.018482

JUB

-0.171247

0.050228

1.000000

-0.449777

POP

0.272684 -0.179882 -0.167828 -0.036038

-0.449777

1.000000

Sumber: Bank Indonesia & BPS (Data Diolah Eviews 7.0)

Asumsi Klasik Persamaan Jangka Pendek a. Uji Normalitas Pengujian normalitas dengan menggunakan Jarque Berra test menghasilkan nilai probabilita dari Jarque Berra sebesar 0.317584> 0,05 yang berarti hipotesa null yang menyatakan bahwa distribusi dari error bersifat normal diterima. Dengan demikian asumsi normalitas yang disyaratkan terpenuhi

183

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

b. Multikolinearitas Hasil pengujian multikolinearitas dengan menggunakan matrik korelasi antara variabel independen menunjukkan bahwa multikolinearitas tidak terjadi pada model karena seluruh variabel memiliki nilai korelasi < 0,75. c. Heteroskedastisitas

Informasi tabel diatas menunjukkan hasil uji ARCH dengan nilai Prob*R2> 0,05 (0.697102> 0,05) artinya hiptesa null diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan model ini sudah terbebas dari penyakit hetero.

d. Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan LM test. Hasil pengolahan data dengan eviews menunjukkan nilai Prob*R2 sebesar 0.359057> 0,05 yang artinya hipotesa null yang menyatakan tidak terdapat autokorelasi dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan model yang dihasilkan terbebas dari masalah autokorelasi. Goodness of Fit Test Dari hasil pengolahan diperoleh nilai R-square 0.842381atau 84,23% artinya bahwa variasi dari variabel-variabel independen mampu menjelaskan variasi dari variable dependent, yaitu sebesar 84,23% sedangkan sisanya adalah variasi dari variabel independent lain yang mempengaruhi variable dependent tapi tidak dimasukkan dalam model. Uji Serentak Persamaan Jangka Pendek Digunakan untuk menguji apakah secara bersama-sama variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya.Hasil pengujian menghasilkan nilai prob dari F-stat sebesar 0.00000 (menggunakan alpha 5%) yang artinya hipotesa null yang menyatakan secara bersama-sama variable independent tidak mempunyai pengaruh yang signifikan tidak diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama 184

variable independent mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dependent. Uji Individu Persamaan Jangka Pendek Dari hasil pengolahan diperoleh nilai-nilai koefisien sebagai berikut: a. Koefisien GDP (ß1) = -0.007439 yang artinya jika GDP naik sebesar 1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 0.007439 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.0440< 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null gagal diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek terdapat pengaruh negatif GDP terhadap ASSET. b. Koefisien INVESTASI (ß2) = -7.67E-05yang artinya jika INVESTASI naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 7.67E-05 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistik menunjukkan nilai prob sebesar 0.7158> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek tidak terdapat pengaruh INVESTASI terhadap ASSET. c. Koefisien XM (ß3) = 0.000108 yang artinya jika XM naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.000108 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.6532> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek tidak terdapat pengaruh XM terhadap ASSET. d. Koefisien KURS (ß4) = 0.000469 yang artinya jika KURS naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.000469 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.8561> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek tidakterdapat pengaruh KURS terhadap ASSET. e. Koefisien JUB (ß5) = 0.372948 yang artinya jika JUB naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.372948satuannya dengan

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.0000< 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null gagal diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek terdapat pengaruh positif JUB terhadap ASSET. f. Koefisien POPULASI (ß6) = 0.000228 yang artinya jika POPULASI naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 0.000228 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.8442> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka pendek tidak terdapat pengaruh POPULASI terhadap ASSET. Hasil Estimasi Model ECM Jangka Panjang Tabel 4: Hasil Estimasi Jangka Panjang Dependent Variable: ASSET Method: Least Squares Date: 08/06/15 Time: 18:25 Sample(adjusted): 2008:02 2013:12 Included observations: 71 after adjusting endpoints Variable C GDP INVESTASI XM KURS JUB POP ASSET(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Diagnostic test: Normality: Jarque-Bera LM Test: F-statistic Obs*Rsquared WHITE Test: F-statistic Obs*Rsquared

Coefficient 5.262679 -0.007414 0.000621 0.000455 -0.008468 0.175024 -0.000617 0.630410 0.997471 0.997190 0.013112 0.010831 211.2289 1.625763

Std. Error t-Statistic 0.937597 5.612942 0.006420 -1.154865 0.000414 1.498200 0.000366 1.244168 -2.003422 0.004227 0.028225 6.201095 0.001957 -0.315216 0.083370 7.561568 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion

Prob. 0.0000 0.2525 0.1391 0.2180 0.0494 0.0000 0.7536 0.0000

Schwarz criterion

F-statistic Prob(F-statistic)

14.70535 0.247351 -5.724758 -5.469808 3549.630 0.000000

1.263728

Probability

0.531600

1.248734 16.89171

Probability Probability

0.268482 0.261995

2.255756 2.246019

Probability Probability

0.138600 0.134000

GDP

Investasi

Investasi -0.247292 1.000000 XM

XM

KURS

JUB

POP

0.807079

0.820891

0.851322

0.841691 -0.309322

-0.415408

-0.354943

1.000000 -0.389139

-0.554304

-0.497614

0.868079

0.847593

1.000000 -0.247292 -0.376956

-0.376956

0.841691

b. Multikolinearitas Hasil pengujian multikolinearitas dengan menggunakan matrik korelasi antara variabel independen menunjukkan bahwa multikolinearitas terjadi pada model karena hampir seluruh variabel memiliki nilai korelasi > 0,75. c. Heteroskedastisitas

Informasi tabel diatas menunjukkan hasil uji ARCH dengan nilai Prob*R2> 0,05 (0.134000> 0,05) artinya hipotesa null diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan model ini sudah terbebas dari penyakit hetero.

d. Autokorelasi

Multikolinearitas Test : GDP

dari Jarque Berra sebesar 0.531600> 0,05 yang berarti hipotesa null yang menyatakan bahwa distribusi dari error bersifat normal diterima. Dengan demikian asumsi normalitas yang disyaratkan terpenuhi

KURS

0.807079 -0.309322 -0.389139

1.000000

JUB

0.820891 -0.415408 -0.554304

0.868079

1.000000

0.973406

POP

0.851322 -0.354943 -0.497614

0.847593

0.973406

1.000000

Sumber: BI & BPS (Data Diolah Eviews 7.0)

Asumsi Klasik Persamaan Jangka Panjang a. Uji Normalitas Pengujian normalitas dengan menggunakan Jarque Berra test menghasilkan nilai probabilita

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan LM test. Hasil pengolahan data dengan eviews menunjukkan nilai Prob*R2 sebesar 0.261995> 0,05 yang artinya hipotesa null yang menyatakan tidak terdapat autokorelasi dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan model yang dihasilkan terbebas dari masalah autokorelasi. Goodness of Fit Test Dari hasil pengolahan diperoleh nilai R-square 0.997190atau 99,71% artinya bahwa variasi dari variabel-variabel independen mampu menjelaskan variasi dari variable dependent, yaitu sebesar 99,71% sedangkan sisanya adalah variasi dari variabel independent lain yang mempengaruhi variable dependent tapi tidak dimasukkan dalam model. Uji Serentak Persamaan Jangka Panjang Digunakan untuk menguji apakah secara bersamasama variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian menghasilkan nilai prob dari F-stat sebesar 0.00000 (menggunakan alpha 5%) yang artinya hipotesa null yang menyatakan 185

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

secara bersama-sama variable independent tidak mempunyai pengaruh yang signifikan tidak diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variable independent mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dependent. Uji Individu Persamaan Jangka Panjang Dari hasil pengolahan diperoleh nilai-nilai koefisien sebagai berikut: a. Koefisien GDP (ß1) = -0.007414 yang artinya jika GDP naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 0.007414 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.2525> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang tidak terdapat pengaruh GDP terhadap ASSET. b. Koefisien INVESTASI (ß2) = 0.000621 yang artinya jika INVESTASI naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.000621 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.1391> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang tidak terdapat pengaruh INVESTASI terhadap ASSET. c. Koefisien XM (ß3) = 0.000455 yang artinya jika XM naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.000455 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.2180> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang tidak terdapat pengaruh XM terhadap ASSET. d. Koefisien KURS (ß4) = -0.008468 yang artinya jika KURS naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 0.008468 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.0494< 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null gagal diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang terdapat pengaruh negatif KURS terhadap ASSET. 186

e. Koefisien JUB (ß5) = 0.175024 yang artinya jika JUB naik sebesar1 satuan, maka ASSET akan naik sebesar 0.175024 satuannya dengan asumsi ceteris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.0000< 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null gagal diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang terdapat pengaruh positif JUB terhadap ASSET. f. Koefisien POPULASI (ß6) = -0.000617 yang artinya jika POPULASI naik sebesar 1 satuan, maka ASSET akan turun sebesar 0.000617 satuannya dengan asumsi cateris paribus. Pengujian statistic menunjukkan nilai prob sebesar 0.7536> 0,10 (alpha 10%), maka hipotesa null diterima dan dapat disimpulkan jangka panjang tidak terdapat pengaruh POPULASI terhadap ASSET. E. Pembahasan Penyelesaian Masalah Berdasarkan hasil uji serempak dan kointegrasi menunjukkan bahwa GDP, Investasi, Net Export, Investasi, JUB dan Jumlah Penduduk Muslim memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia. Hasil uji regresi ECM jangka pendek variable ekonomi makro yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia adalah GDP dan Jumlah Uang Beredar, sedangkan hasil uji regresi ECM jangka panjang Kurs dan JUB yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah. Di Indonesia, Kebijakan yang berkaitan dengan JUB diatur melalui kebijakan moneter oleh Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Kebijakan untuk mengatur JUB oleh Bank Indonesia dapat dilakukan melalui discount rate policy atau kebijakan diskonto, yang diimplemetasikan dalam mekanisme perubahan tingkat suku bunga SBI. Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga SBI jika ingin melakukan pengetatan JUB untuk menekan inflasi. Dengan meningkatnya

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

tingkat suku bunga SBI maka tingkat suku bunga acuan perbankan konvensional akan ikut naik, sehingga akan meningkatkan daya tarik nasabah untuk menyimpan dana di perbankan yang pada akhirnya akan meningkatkan dana pihak ketiga perbankan. Dengan meningkatnya dana pihak ketiga maka JUB akan berkurang dan diharapkan dapat menekan angka inflasi. Pada perbankan syariah, perubahan tingkat suku bunga sebagai antispasi terhadap inflasi tidak terlalu berpengaruh karena sebagian besar deposito perbankan syariah bersumber dari deposito mudharabah yang memberikan imbal hasil. Nilai bagi hasil akan diberikan sesuai dengan hasil yang diterima dari bagi hasil pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah dari dana yang berasal dari dana pihak ketiga. Peningkatan JUB yang diikuti oleh peningkatan asset perbankan syariah dapat dilihat dalam nilai JUB sudah termasuk nilai tabungan dan deposito pada perbankan. Sehingga pada saat meningkatnya JUB maka akan diikuti dengan peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan syariah dan asset perbankan syariah. Pengaruh pertumbuhan JUB terhadap asset perbankan syariah di Indonesia dapat dikatakan sesuai dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maries (2008) bahwa perubahan JUB akan segera direspon oleh perubahan jumlah dana pihak ketiga dan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Peningkatan Dana Pihak Ketiga yang diperoleh oleh perbankan termasuk perbankan syariah akan meningkatkan pembiayaan yang bisa dilakukan oleh perbankan syariah kepada nasabah yang membutuhkan dana. Peningkatan pembiayaan tentunya akan dapat meningkatkan revenue sharing yang akan diperoleh oleh perbankan syariah. Peningkatan penghasilan dari revenue sharing akan meningkatkan laba perbankan syariah yang pada akhirnya akan meningkatkan asset perbankan syariah. Pertumbuhan kurs berdasarkan hasil estimasi model jangka panjang memiliki nilai negative,

menunjukkan hubungan yang negatif antara pertumbuhan kurs dengan pertumbuhan asset perbankan syariah di Indonesia. Kondisi ini mempunyai implikasi bahwa jika terjadi depresiasi nilai mata uang rupiah, maka akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat (purchasing power), sehingga masyarakat mengeluarkan uang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini tentu akan mengurangi jumlah simpanan mereka di perbankan, dan akan berdampak pada penurunan dana pihak ketiga dan asset perbankan syariah. Dari hasil regresi model ECM terlihat Pertumbuhan Net Export tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan perbankan syariah karena ini bisa mengindikasikan bahwa perbankan syariah belum memberikan kontribusi yang siginifikan terhadap sektor perdagangan international. Perbankan syariah belum menguasai pasar export import dibandingkan dengan Perbankan konvensional yang telah menguasai infrastruktur untuk mendukung sektor perdagangan export import. Hal ini terlihat belum semua bank syariah di Indonesia masuk dalam kategori bank devisa karena untuk memasuki sektor perdagangan export impor bank syariah harus menjadi bank devisa. Hubungan sektor investasi dengan perbankan syariah juga tidak signifikan dimungkinkan karena perbankan syariah belum banyak membiayai proyek – proyek investasi besar di Indonesia. Untuk membiayai investasi – investasi yang besar perbankan syariah membutuhkan modal yang sangat besar, sedangkan saat ini pangsa pasar perbankan syariah masih relative kecil (sekitar lebih kurang 5% pada tahun 2014) dibandingkan dengan perbankan konvensional yang telah terlebih dahulu mendominasi pasar perbankan di Indonesia. Dari hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan GDP menghasilkan nilai koefisien negative dan tidak berpengaruh terhadap asset perbankan syariah, hal ini menandakan bahwa meningkat dan menurunnya pendapatan domestik 187

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 176-189

bruto Indonesia kurang dapat mempengaruhi   menunjukkan hal yang berbeda dengan teori minat penduduk muslim untuk menjadi nasabah bahwa peningkatan JUB akan mengakibatkan perbankan syariah. Meningkatnya pendapatan inflasi dan untuk menekan angka inflasi domestik bruto berpengaruh positif terhadap pemerintah akan menekan JUB dengan pendapatan masyarakat dan semakin meningkat menaikkan suku bunga. dana yang disimpan pada perbankan syariah. • Variabel kurs mempunyai korelasi yang negatif Namun dalam kasus ini, walaupun GDP dan signifikan dalam jangka panjang, dengan mengalami kenaikan tidak berdampak pada demikian stabilitas nilai kurs bisa menjadi peningkatan asset perbankan syariah. faktor penentu pertumbuhan asset perbankan syariah. Pertumbuhan populasi muslim mepunyai koefisien korelasi yang positif tetapi tidak • Pertumbuhan GDP mempunyai korelasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap yang negatif dan hubungan tidak signifikan pertumbuhan aset perbankan syariah, hal ini terhadap pertumbuhan asset perbankan sesuai dengan Islamic Finance Country Index syariah, ada peningkatan pendapatan umat yang hanya memberikan bobot sebesar 7.2 islam tidak secara langsung berdampak % untuk variabel populasi muslim dan hasil pada peningkatan dana pihak ketiga pada penelitian Niken Pratiwi (2010) bahwa kualitas perbankan syariah, sebagian besar umat Islam keagamaan dan tingkat pendidikan muslimin masih mempercayakan dananya pada institusi mempunyai pengaruh yang siginifikan terhadap selain perbankan syariah. pertumbuhan asset perbankan syariah, sedangkan • Pertumbuhan investasi dan net export tingkat pendapatan, usia, jenis kelamin dan jarak mempunyai koefisien korelasi yang negative rumah ke bank syariah tidak mempuyai pengaruh dan hubungan yang tidak signifikan terhadap yang signifikan terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah. Kontribusi perbankan perbankan syariah. syariah terhadap sektor investasi dan net export masih kecil karena harus didukung oleh asset perbankan yang cukup besar untuk F. Kesimpulan dan Saran bisa menguasai sektor investasi dan export Berdasarkan hasil penelitian, dapat import. disimpulkan beberapa hal berikut: • Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh perbankan syariah di Indonesia saat ini adalah masih kecilnya pangsa pasar perbankan syariah dibandingkan dengan pangsa pasar perbankan konvensional, walaupun perbankan syariah memiliki potensi yang sangat besar dari sisi jumlah penduduk muslim di Indonesia. • Terdapat hubungan antara pertumbuhan asset perbankan syariah dengan pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh variabel ekonomi makro yakni GDP, Investasi, Net export, Kurs, JUB dan populasi muslim di Indonesia. • Variabel JUB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan asset perbankan syariah, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, temuan ini 188

Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah disebutkan di atas, agar asset perbankan syariah dapat meningkat maka diajukan saran sebagai berikut: • Perbankan syariah harus dapat mengembangkan produk yang lebih cepat bisa dicerna dan dimengerti oleh calon nasabah yang masih awam atau calon nasabah Bank syariah. • Perbankan syariah harus cepat mengadaptasi kemajuan teknologi informasi dalam layanan dan pengembangan branch banking dan branchless banking. • Bank Indonesia lebih intensif melakukan sosialisasi dan peningkatan edukasi kepada

Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi : Hasil...— Yurinaldi, Zainul Arifin, Muhammad Zilal Hamzah

masyarakat tentang perbankan syariah untuk meningkatkan pemahaman dan ketertarikan masyarakat terhadap keuangan dan perbankan syariah, antara lain dengan mengadakan aliansi bersama MUI dan lembaga lainnya (seperti Perguruan Tinggi, lembaga training dan organisasi massa Islam), menyelenggarakan Pasar Rakyat Syariah yang menghadirkan perbankan syariah dan berbagai usaha yang telah mendapatkan sertifikasi halal serta hiburan kepada masyarakat, dan membuat iklan layanan masyarakat secara massal dan public figure, variety talk show, live show di TV atau Radio. Daftar Pustaka Alquran dan terjemahan Ahmed, S.M. and M.I. Ansari, “ Financial Sector Development and Economic Growth: The South-Asian Experience, Journal of Asian Economics, 9, (1998), 503-517. Alamsyah, Halim, 13 April 2012, Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan Dalam Menyongsong MEA 2015, Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Andriansyah, Yuli. 2009, Industri Keuangan Perbankan Syariah di Indonesia dan Kontribusinya bagi Pembangunan Nasional, LaRiba, Jurnal Ekonomi Islam, 1(2). Halaman 181 – 196. Boediono. “Ekonomi Internasional:“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2000. Cowen David, Advisor, Outlook Ekonomi Regional dan Indonesia, Departemen Asia dan Pasifik, IMF, Washington. D.C. Demetriades, P.O. and K.B. Luintel, “ Financial Development, Economic Growth & Banking Sector Control: Evidence from India”, The Economic Journal, 106 (1996), 359-375 Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi,

Moneter, dan Perbankan,(Bank Indonesia, Maret: 2012), h. 4. Furqani Hafas dan Mulyani Ratna, 2009, Islamic Banking and Economic Growth: Empirical Evidence from Malaysia, Journal of Economic Cooperation and Development 30. 2. 59-74 Harahap, Sofyan Syafri, 28 November 2008, http://www.republik a.co.id/berit a/ shortlink/16534 http://www.worldbank.org/content/dam/ Worldbank/document/EAP/Indonesia/ IEQ-MARCH-2013-EXSUM--IDN.pdf http://www.merdeka.com/uang/aset-perbankansyariah-tembus-rp-250-triliun.html, http://www.indonesia-investments.com/id/ keuangan/angka-ekonomi-makro/produkdomestik- bruto-indonesia/item253 Jung, WS, financial development and economic growth: international evidence”, economic development and cultural change, 34 (1986), 336-346, Kajian Stabilitas Keuangan, BI, Sept 2014 “Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan‖ berbagai edisi, BPS, Jakarta. Metawa and Almossawi. 1998. Banking Behaviour of Islamic Bank Customer Perspsectives and Implications. The International Journal of Bank Marketing. Vol 16 Issue 7. Europe: MCB University Press Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 36-38. Xu, Z, “Financial Development Investement, and Economic Development”, Economic Inquiry, 38, (2000), 333-344. Lee, Jennifer. March 2005. “Financial Intermediation and Economic Growth Evidence from Canada.” presented at the Eastern Economic Association, New York.

189

HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH DAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) SEKTOR KEUANGAN PERBANKAN DI INDONESIA PERIODE 2008 -2014 Oleh : Anindya Mitra Raisnur Putri Dosen STIE Bisnis Indonesia, Jakarta

Abstract This study aims to look at the growing influence of Islamic banking to Gross Domestic Product (GDP) banking financial sector in Indonesia. The growth of Islamic banking interpreted by the growth of banking assets, growth financing and a growing number of offices. This study uses multiple linear regression analysis using SPSS software version 22. Results from this study indicate that there are independent variables to GDP banking financial sector where asset growth, growth financing and export growth has a negative relation and significant correlation, while the growth in the number of offices and inflation has a positive and significant correlation to GDP banking financial sector in Indonesia. Keywords: Assets of Islamic Banking, Islamic Banking Finance, GDP of Banking Financial Sector, Inflation, Exports Growth, Growth of Islamic Bank Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pertumbuhan perbankan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (GDP) sektor keuangan perbankan di Indonesia. Pertumbuhan perbankan syariah diinterpretasikan dengan pertumbuhan aset perbankan, pertumbuhan pembiayaan dan pertumbuhan jumlah kantor. Penelitian ini menggunakan metode analisa regresi linear berganda dengan menggunakan software SPSS versi 22. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubunga variabel independent terhadap PDB sektor keuangan perbankan dimana pertumbuhan aset, pertumbuhan pembiayaan dan pertumbuhan ekspor memiliki hubungan 190

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

negatif dan tidak signifikan, sedangkan pertumbuhan jumlah kantor dan inflasi memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia. Kata kunci : Aset Perbankan Syariah, Pembiayaan Perbankan Syariah, PDB Sektor Keuangan Perbankan, Inflasi, Pertumbuhan Ekspor, Pertumbuhan Bank Syariah A. Pendahuluan Perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam kurun waktu 21 tahun total aset industri perbankan syariah telah meningkat sebesar Rp. 49,6 triliun rupiah pada tahun 2008 (BI, 2009), menjadi Rp. 229,6 triliun dengan pertumbuhan 31,9% dari tahun ke tahun sampai akhir Oktober 2013. Share aset industri perbankan syariah di Indonesia terhadap total perbankan mencapai 4,9%, dimana untuk jumlah nasabah bank syariah tercatat sebanyak 16,75 juta atau sekitar 9% dari total nasabah perbankan di Indoenesia. Sampai saat ini pertumbuhan ekonomi dan perbankan syariah di dunia, di Indonesia khususnya pada 2013 – 2014 masih terus meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah kantor bank sebesar 9%. Sementara itu dari sisi penetrasi total aset perbankan syariah, terjadi peningkatan yang luar biasa disejumlah negara: Malaysia 200%, Uni Emirat Arab dan Qatar 100% dan Indonesia 55% (Hamzah, 2015) Melihat pertumbuhan industri keuangan dan perbankan syariah yang mengalami peningkatan yang signifikan di Indonesia khususnya setelah terjadinya krisis global pada tahun 2007/2008, selain itu didukung oleh jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas merupakan pemeluk agama Islam, dimana berkeinginan untuk menjalankan aktivitas dan kegiatan ekonomi sesuai dengan prinsip dan syariat Islam yang terlepas dari unsur riba sehingga hal ini menjadikan perbankan dengan konsep syariah memiliki peluang yang cukup besar untuk dapat tumbuh menjadi lembaga keuangan perbankan syariah dengan pangsa aset yang besar, sebagaimana data dari BI dimana Bank Syariah pada akhir Oktober 2014 baru mencapai 4,86% dari total pangsa aset perbankan di Indonesia.

Pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan syariah dan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat sehingga menarik minat penulis untuk melakukan penelitian terkait pertumbuhan perbankan syariah dalam berkontribusi secara empiris bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dan berkaitan dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi secara global pada tahun 2007/2008 dimana pada krisis tersebut perekonomian Indonesia terpuruk akibat dari pengaruh variabel makroekonomi yang memburuk. Oleh karena itu data yang akan diamati dan dijadikan variabel penelitian dimulai pada tahun 2008 hingga tahun 2014. Dalam penelitian ini, proxy sektor keuangan perbankan syariah dalam penelitian ini diantaranya adalah pertumbuhan aset, pertumbuhan pembiayaan dan jumlah kantor perbankan syariah di Indonesia. Sementara sektor pertumbuhan ekonomi sektor perbankan atau riil output direpresentasikan oleh Gross Domestic Product (GDP) sektor bank, sedangkan variabel lain yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah inflasi dan pertumbuhan ekspor sebagai representasi kondisi makroekonomi. Berdasarkan grafik 1.1 dapat kita ketahui bahwa terjadi pertumbuhan GDP (menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku) diikuti dengan pertumbuhan aset perbankan syariah dari tahun 2002 hingga kuartal ke-3 tahun 2014. Dengan mengacu data BI per Oktober 2014 diketahui total aset perbankan syariah baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah (UUS) sebesar Rp. 260,36 triliun dibandingkan dengan aset perbankan konvensional hanya sebesar 4,78% dimana total aset perbankan konvensional sebesar Rp. 5.445,65 triliun. Hal ini tercerminkan pada grafik dimana pertumbuhan aset perbankan tidak sesignifikan pertumbuhan 191

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

GDP sehingga terdapat faktor lainnya yang ikut mempengaruhi pertumbuhan GDP tersebut. Grafik 1.1. Pertumbuhan Total GDP Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku dan Aset Perbankan Syariah di Indonesia

Grafik 1.2 Pertumbuhan GDP Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia

Sumber: BI dan BPS diolah

Sumber: BI dan BPS diolah Berdasarkan grafik 1.2 diketahui bahwa penyumbang GDP berdasarkan lapangan usaha (harga berlaku) adalah lapangan usaha industri pengolahan, sehingga informasi ini dapat dijadikan acuan bagi perbankan bahwa untuk dapat berperan dalam pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil maka perbankan dapat melakukan pembiayaan pada sektor yang menyumbang GDP terbesar diantaranya industri pengolahan, konstruksi dan pertanian peternakan, kehutanan dan perikanan. Perekonomian nasional dalam hal ini GDP memiliki komponen didalamnya sehingga terbentuk GDP total. Ada beberapa sektor usaha yang memiliki kontribusi terhadap perekonomian Indonesia, berikut pada grafik 1.2 dapat dilihat pertumbuhan GDP yang dibagi kedalam beberapa sektor usaha salah satunya adalah sektor keuangan yang didalamnya terdapat bidang usaha perbankan.

192

Sektor keuangan di Indonesia digerakkan oleh dua lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan non perbankan. Didalam lembaga keuangan perbankan merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan menerbitkan promes atau yang dikenal dengan sebutan bank note. Lembaga keuangan perbankan diantaranya adalah bank sentral, bank umum, baik bank swasta, bank pemerintah ataupun bank asing. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah apakah pertumbuhan perbankan syariah memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan DPB sektor keuangan perbankan di Indonesia. B. Landasan Teori 1. Pengertian Perbankan Syariah Secara umum bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai intermediasi untuk tujuan menghimpun dana dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Sedangkan perbankan syariah dapat diartikan sebagai bank dengan sistem syariah yang dikembangkan berdasarkan hukum Islam (Syariah). Penerapan sistem ini didasari oleh hukum Islam yang melarang mengambil hak orang lain dengan

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

jalan batil, salah satunya melalui bunga atau riba dan melakukan investasi didalam usaha-usaha yang diharamkan dalam ajaran Islam serta hal lain yang berkaitan dengan norma Islam seperti larangan maysir (judi dan spekulatif), gharar (unsur ketidakjelasan) dan keharusan memperhatikan cara dengan jalan yang halal.

Dan menurut FASB Statement (1985) memberikan definisi sebagai berikut: “Aset adalah kemungkinan keuntungan ekonomi yang diperoleh atau dikuasai dimasa yang akan datang oleh lembaga yang tertentu sebagai akibat transaksi atau kejadian yang telah berlaku.”

Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perbankan syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana bank syariah dalam rupiah maupun dalam valuta asing dalam modal. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit (Antonio, 2001).

Sedangkan menurut Harahap, Wiroso dan Yusuf (2010:5), Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Dari beberapa sumber seperti menurut UU RI No. 21 tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 12, Sudarsono (2004), Siamat (2004), Schaik (2001), Antonio dan Perwataatmadja (1992), Rodoni dan Hamid (2008:14), Antonio (2001), Inggrid (2009), maka berdasarkan definisi-definisi sumber tersebut disimpulkan bahwa bank syariah merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat (hukum) Islam. a. Aset Perbankan Syariah Aset adalah kekayaan atau harta yang dimiliki perusahaan, yang berperan dalam operasi perusahaan misalnya kas, persediaan, aktiva tetap, aktiva tak berwujud, dan lain-lain. Pengertian aset ini secara teoritis dikemukakan oleh berbagai pihak sebagai berikut (Harahap, 2002). Sedangkan menurut APB Statement (1970) mendefinisikan sebagai berikut: ”Kekayaan ekonomi perusahaan, termasuk didalamnya pembebanan yang ditunda, yang dinilai dan diakui sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.”

b. Pembiayaan Perbankan Syariah

Pembiayaan dalam laporan keuangan perbankan dapat dilihat pada indikator yang disebut dengan FDR atau Financing Deposit Ratio dimana tingkat rasio pembiayaan bank dinyatakan dengan suatu rasio tertentu yang disebut Financing Deposit Ratio (FDR), yakni rasio antara pembiayaan uang di berikan dan dana pihak ketiga ditambah modal sendiri. Oleh karena itu, manajemen bank perlu memelihara FDR yang dapat meningkatkan kesehatan bank (Veithzal, 2006). “Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip  penyertaan modal  (musyarakah),  prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan  barang modal berdasarkan  prinsip  sewa  murni  tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan  atas  barang  yang disewa  dari  pihak  bank oleh pihak  lain (ijarah wa iqtina)” (Pratin dan Adnan, 2005). Berdasarkan prinsip syariah, menurut Usman (2009), pembiayaan berdasarkan prinsip 193

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. c. Jumlah Kantor Perbankan Syariah Ascarya dan Yumanita (2005) menyampaikan bahwa secara kelembagaan, Bank Syariah di Indonesia dapat dibagai kedalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: 1. Bank Umum Syariah

Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. BUS dapat melakukan kegiatan usaha sebagai bank devisa atau non-devisa.

2. Unit Usaha Syariah

Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan unit syariah. UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non-devisa.

3. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Menurut data Bank Indonesia Desember 2014 tercatat ada 12 Bank Umum Syariah (BUS), 22 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dengan jaringan kantor meningkat dari 2.835 pada tahun 2013 menjadi 2.910 pada akhir Desember 2014. Dengan pertumbuhan jaringan kantor yang signifikan tersebut, maka akan menambah jumlah masyarakat yang terlayani, selain itu semakin luasnya jangkauan perbankan syariah 194

menunjukkan peran perbankan syariah semakin besar untuk pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan demikian peran perbankan syariah dapat tampil sebagai lokomotif terwujudnya financial inclusion dapat terlaksana dimana misi utama syariah adalah pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. d. Inflasi Inflasi merupakan kecenderungan (trend) atau gerakan naiknya tingkat harga umum yang berlangsung secara terus-menerus dari suatu periode ke periode berikutnya. Inflasi yang terkendali dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat. Sedangkan inflasi yang tidak stabil akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam kegiatan produksi dan investasi maupun dalam penentuan harga barang dan jasa yang diproduksinya. Sehingga dalam perencanaan diperlukan prediksi inflasi yang akurat di masa akan datang agar pelaku usaha dapat melakukan perencanaan yang matang dalam melakukan kegiatan usahanya. Selain untuk kegiatan bisnis, prediksi inflasi juga diperlukan dalam pemerintahan untuk menetapkan RAPBN di tahun akan datang, demikian halnya juga bermanfaat bagi masyarakat umum yang dapat digunakan dalam perencanaan investasinya. Timbulnya inflasi karena adanya tekanan dari sisi penawaran agregat (cost push inflation) dari sisi permintaaan agregat (demand pull inflation). Faktor terjadinya disebabkan oleh naiknya harga bahan baku sehingga menyebabkan biaya produksi menjadi naik sehingga produsen akan menaikkan harga jualnya di pasar untuk mengurangi kerugian akibat meningkatnya biaya produksi. Sedangkan faktor terjadinya demand pull inflation disebabkan oleh meningkatnya permintaan agregat tanpa diimbangi oleh peningkatan barang dan jasa sehingga barang dan jasa menjadi langka. Sukirno (2006:333) juga membagi inflasi diantaranya inflasi tarikan permintaan, yaitu inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

berkembang dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Sedangkan inflasi desakan biaya adalah inflasi yang berlaku pada masa perekonomian berkembang dengan pesat dan tingkat pengangguran sangat rendah. Apabila perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah, maka perusahaan akan berusaha menaikkan produksi dengan memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya. Langkah ini membuat biaya produksi meningkat, yang akhirnya menyebabkan kenaikan harga berbagai barang. e. Ekspor Ekspor dalam arti sederhana adalah barang dan jasa yang telah dihasilkan di suatu negara kemudian dijual ke negara lain. Ekspor merupakan proses transportasi barang (komoditas) dan jasa dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor adalah tindakan untuk mengeluarkan barang (komoditas) dan jasa dari dalam negeri untuk memasukkannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor merupakan bagian penting dari perdagangan internasional, ekspor dapat dula diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan devisa. Lipsey (1995) mengatakan bahwa suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor. Menurut UU kepabeanan No.17/2006, yang dimaksud ekspor adalah mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean, sedangkan impor adalah memasukkan barang dari luar ke dalam wilayah pabean. Dalam hal ini kegiatan ekspor impor terlepas dari kegiatan transaksi

perdagangan. Dalam definisi ini ekspor impor dapat merupakan perdagangan internasional atau dapat juga pengiriman barang dari dan ke wilayah pabean yang tidak mengandung unsur perdagangan, seperti hadiah, hibah dan barang bawaan penumpang atau awak sarana pengangkut. Dalam teori ekonomi makro (macroeconomic theory) bahwa hubungan antara ekspor dengan pendapatan nasional merupakan suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan nasional. Sedangkan dalam teori ekonomi pembangunan, keterkaitan kedua variabel tersebut tidak tertuju pada masalah persamaan identitas itu sendiri, melainkan lebih tertuju pada masalah, apakah ekspor bagi suatu negara mampu menggerakkan perekonomian secara keseluruhan dan pada akhirnya membuahkan kesejahteraan masyarakat (Oiconita, 2006). f. Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Keuangan Perbankan Dalam perekonomian suatu negara terdapat suatu indikator yang digunakan untuk menilai apakah perekonomian berlangsung dengan baik atau tidak baik. Indikator dalam menilai perekonomian tersebut harus dapat digunakan untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indikator yang tepat dan sesuai dalam melakukan pengukuran tersebut adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Lipsey, et al., (1999), pertumbuhan ekonomi adalah satu mesin paling tangguh untuk menghasilkan peningkatan jangka panjang standar hidup yang terjadi kepada standar hidup materi seseorang atau masyarakat yang bergantung pada pertumbuhan pendapatan nasional dengan diukur oleh PDB dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. GDP atau PDB adalah nilai dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi dalam negeri dalam satu periode waktu tertentu. Output dari masing-masing barang dan jasa dinilai berdasarkan harga pasarnya dan nilai195

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

nilai itu dijumlahkan sebagai nilai dari GDP (Dornbusch dan Fischer, 1997). Menurut McEachern (2000:146), Gross Domestik Product (GDP) artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDB juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada waktu tertentu. C. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah analisa regresi linear berganda a. Deskripsi Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi : variabel independen diantaranya pertumbuhan aset, pertumbuhan pembiayaan dan pertumbuhan jumlah kantor perbankan syariah di Indonesia, selain itu dari sisi makro menggunakan data pertumbuhan ekspor dan inflasi di Indonesia. Dari variabel dependen menggunakan data pertumbuhan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia. b. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian data yang digunakan adalah data time series sekunder, data tersebut diperoleh dari berbagai sumber diantaranya dari Kementrian Keuangan, Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia dari berbagai edisi, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) serta sumber lainnya yang relevan. c. Teknik Analisis Data Sesuai dengan tujuan penelitian, untuk dapat menarik suatu kesimpulan atas parameter populasi dari statistik sampel sehingga dapat menjawab masalah dan membuktikan hipotesis, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menganalisis data berupa angka-angka untuk kemudian menghasilkan pemecahan masalah. 196

2. Uji Deskriptif Statistik deskriptif berfungsi untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, range, skewness (kemencengan distribusi dan kurtosis (Sartono, Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi). Skewness dan kurtosis merupakan ukuran untuk melihat apakah variabel terdistribusi secara normal atau tidak dimana skewness mengukur kemencengan dari distribusi data dan kurtosis mengukur puncak dari distribusi data. Data yang terdistribusi normal mempunyai nilai skewness dan kurtosis mendekati nol. Penggunaan analisis deskriptif ini ditujukan untuk mengetahui gambaran pertumbuhan aset, pertumbuhan pembiayaan dan jumlah kantor perbankan syariah yang ada di Indonesia, selain itu juga untuk mengetahui gambaran inflasi, pertumbuhan ekspor dan PDB sektor keuangan perbankan Indonesia. 3. Asumsi Klasik Untuk mengetahui bahwa estimasi regresi yang diperoleh merupakan hasil estimasi terbaik dan tidak bias, maka perlu diadakan pengujian terhadap asumsi model klasik. Yang dimaksud dengan tidak adanya penyimpangan (unbias) dari suatu penaksir (estimator) adalah nilai hasil estimasi sama dengan nilai parameter yang seharusnya (true value). Model yang baik harus bebas dari penyimpangan asumsi klasik, dimana model penyimpangan asumsi klasik tersebut terdiri dari uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, normalitas dan autokorelasi. a. Uji Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas/independent variable (Ghozali, 2005). Model regresi yang baik seharusnya bebas multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Jika variabel independent saling berkorelasi, maka

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

variabel-variabel tersebut tidak orthogonal dan akan menghasilkan data yang bias. Pedoman suatu model regresi yang bebas dari multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya VIF (Variance Inflation Factor). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independent manakah yang dijelaskan oleh variabel independent lainnya. Nilai cut-off yang dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 (Ghozali, 2006). b. Uji Heteroskedastisitas Pengujian heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2005). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased and Estimator) adalah var (ui) harus sama dengan σ2 (konstan), atau dengan kata lain, semua residual atau error mempunyai varian yang sama. Kondisi seperti itu disebut dengan homoskedastisitas. Sedangkan apabila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedatisitas. Pengujian untuk masalah ini salah satunya adalah Uji White/White-Test. Heteroskedastisitas terjadi apabila nilai varian dari variabel tak bebas (Yi) meningkat sebagaimana meningkatnya varian dari variabel bebas (Xi), maka varian dari Yi adalah tidak sama. Gejala heteroskedastisitas lebih sering terjadi dalam data cross section dan data yang menggunakan data rata-rata dari pada time series. Untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas digunakan metode uji White, dimana apabila nilai probabilitas (p value) observasi R2 lebih besar dibandingkan tingkat risiko kesalahan yang diambil (digunakan 5%), maka residual digolongkan homoskedastisitas.

c. Uji Normalitas Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Apabila dalam uji F dan uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2006). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji normalitas adalah uji KolmogorovSmirnov (K-S) dengan asumsi sebagai berikut: Ho : Data residual berdistribusi normal Ha : Data residual tidak berdistribusi normal Jika signifikansi nilai K - S < 0,05 maka Ho ditolak dan Jika signifikansi nilai K - S > 0,05 maka Ho diterima d. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan waktu. Autokorelasi mengakibatkan varians residual yang akan diperoleh lebih rendah daripada semestinya sehingga mengakibatkan R2 lebih tinggi dari seharusnya. Selain itu pengujian hipotesis dengan menggunakan t-statistik dan F-statistik akan menyesatkan. Salah satu penyebab munculnya masalah autokorelasi adalah adanya kelembaman (inertia) artinya kemungkinan besar akan mengandung saling ketergantungan (interpendence) pada data observasi periode sebelumnya dan periode sekarang (Suliyanto, 2011:125). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, dalam penelitian ini menggunakan uji Durbin-Watson. Uji D-W merupakan salah satu uji yang banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi (Winarno, 2009:5.27). Menurut Suliyanto (2011:129) salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi adalah dengan uji DW dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika nilai DW < dL, maka pada model regresi terjadi autokorelasi positif. 197

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

2. Jika dL < DW < dU, maka tidak ada kesimpulan apakah dalam model regresi terjadi autokorelasi atau tidak. 3. Jika dU < DW < (4-dU), maka pada model regresi tidak terjadi autokorelasi. 4. Jika (4-dU) < DW < (4-dL), maka tidak ada kesimpulan apakah dalam model regresi terjadi autokorelasi atau tidak. 5. Jika DW > 4dL, maka pada model regresi terjadi autokorelasi negatif. e. Uji Regresi Linear Berganda Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan sektor perbankan syariah terhadap pertumbuhan ekonomi riil sektor keuangan subsektor bank di Indonesia dimana data yang diambil dari tahun 2008 sampai 2014. Untuk mendapatkan besaran pengaruh masing-masing faktor tersebut, dibentuk suatu model Multi Linear Regression (MLR). Analisis regresi pada dasarnya adalah studi ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel bebas) dengan tujuan untuk mengestimasi dan/ atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependent berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003). Secara matematis, hubungan antar variabel dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan antara variabel terikat (variabel yang dipengaruhi), X1, X2, X3, ….Xp. Sedangkan persamaan regresi yang memiliki lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan regresi linear majemuk (Multi Linear Regression/MLR). Model regresi linear berganda secara umum dituliskan sebagai berikut: Y = β0 + β1X1+ β2X2 + β3X3 +…+ β pXp + ε

Dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi riil sektor keuangan subsektor bank diasumsikan sebagai Y dan X diasumsikan sebagai pertumbuhan aset, pembiayaan dan jumlah kantor perbankan syariah serta dari indikator makro X juga diasumsikan sebagai inflasi dan ekspor. 198

Dari persamaan diatas, maka diperoleh: Log_Y = β0 + β1gr_aset+ β2gr_Fin + β3jk + β3inf + β3eks+ ε Y : PDB_bank/Pertumbuhan ekonomi riil sektor keuangan subsektor bank X1 : Pertumbuhan Aset X2 : Pertumbuhan Pembiayaan X3 : JK/Jumlah Kantor X4 : Inflasi X5 : Ekspor β0.. βn . : Koefisien regresi (konstanta) ε : Error term

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dan nilai statistik t, nilai statistik F dan koefisien determinasinya. Perhitungan statistik tersebut dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak) dan sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima. Semakin banyak variabel bebas, semakin tinggi kemampuan regresi yang dibuat untuk menerangkan variabel terikat, atau peran faktor lain diluar variabel bebas yang digunakan, yang dicerminkan dengan residual atau error yang menjadi semakin kecil. Analisis regresi berganda mensyaratkan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter memiliki sifat BLUE (Best, Linear, Unbiased and Estimator) yang sesuai dengan teorema Gauss-Markov: Untuk mendapatkan model yang memiliki sifat BLUE, terdapat asumsi dipenuhi model, yaitu: a. Eεi = 0 untuk setiap i. Error variabel-variabel lain yang tidak mempengaruhi Y, tetapi tidak terwakili dalam model harus sama dengan 0 (nol). b. Cov (εiεj) = 0, i≠j. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi berurutan atau tidak ada korelasi. c. Var (εi) = σ2, untuk setiap i. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas atau varians sama.

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

d. Cov (εi|Xi2) = Cov (εi|Xi3) = 0. Artinya, kesalahan penggangu εi dan variabel bebas X tidak berkorelasi. e. Tidak ada multikolinearitas atau tidak ada hubungan linear diantara variabel bebas (Firdaus:2004). f. Model regresi dispesifikasi secara benar. g. Sebelum membuat model, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2002): (i) bagaimana yang dikatakan teori; (ii) variabel-variabel apa saja yang perlu diperhatikan; (iii) bagaimana bentuk fungsinya. f. Uji Statistik Selain uji asumsi klasik dalam penelitian ini juga akan dilakukan uji statistik dengan tujuan untuk mengukur ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktualnya. Pengujian statistik melibatkan ukuran kesesuaian model yang digunakan (goodness of fit) dan uji signifikansi, baik pengujian secara parsial (uji t) maupun pengujian secara simultan (uji F). Secara spesifik dapat dijelaskan sebagai berikut: g. Uji-F (Testing Hypothesis the Whole Model) Uji F-stat digunakan untuk menguji tingkat signifikasi dari pengaruh secara bersama-sama dalam menjelaskan varians variabel terikatnya (Ghozali, 2011:98). Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut: Ho : tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen Ha : ada pengaruh signifikan dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen Aturan pengambilan sebagai berikut:

keputusan

adalah

Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak

Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima h. Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi dilakukan dengan maksud untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel tidak bebasnya. Uji ini melihat nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari persamaan yang diestimasi. R2 = Nilai berkisar antara nol dan satu (0 < R2 < 1) Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Sebaliknya, apabila nilai R2 mendekati satu berarti variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Gujarati, 2009:19). i. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel-variabel bebas terhadap variabel dependen. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut: Adapun hipotesis dalam uji model ini adalah: Ho : tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen Ha : ada pengaruh signifikan dari variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen D. Analisa dan Pembahasan Pada penelitian ini berikut data Aset, Pembiayaan Jumlah Kantor pada perbankan syariah serta variabel makroekonomi berupa inflasi, ekspor dan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia selama periode 2008 sampai dengan 2014, yaitu: 199

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

PERTUMBUHAN VARIABEL PERBANKAN SYARIAH (ASET, PEMBIAYAAN DAN JUMLAH KANTOR) DAN VARIABEL MAKROEKONOMI (INFLASI DAN EKSPOR) SERTA PDB SEKTOR KEUANGAN PERBANKAN PERIODE 2008 -2014 Bulan

Aset (Miliar Rp.)

Pembiayaan (Miliar Rp.)

JK (Unit)

Inflasi (%)

PDB Bank (Miliar Rp.)

Pertumbuhan Aset (%)

Pertumbuhan Pembiayaan (%)

Pertumbuhan Ekspor (%)

2008:Q1

38.243

29.119

790

7,64%

20.498

13,75%

4,90%

8,54%

2008:Q2

42.576

33.515

807

10,12%

20.849

10,18%

15,10%

8,61%

2008:Q3

44.988

37.680

864

11,96%

21.185

5,36%

12,43%

1,70%

2008:Q4

46.471

39.536

978

11,50%

21.508

3,19%

4,93%

-21,25%

2009:Q1

53.364

40.073

1.067

8,56%

21.475

12,92%

1,36%

-21,54%

2009:Q2

55.255

42.262

1.106

5,67%

21.353

3,42%

5,46%

17,43%

2009:Q3

58.547

45.239

1.130

2,76%

21.521

5,62%

7,04%

11,19%

2009:Q4

64.283

47.523

1.207

2,59%

21.709

8,92%

5,05%

20,94%

2010:Q1

70.087

50.252

1.427

3,65%

22.277

8,28%

5,74%

-2,28%

2010:Q2

74.437

55.375

1.526

4,37%

22.394

5,84%

10,19%

4,07%

2010:Q3

82.863

61.579

1.644

6,15%

22.633

10,17%

11,21%

3,81%

2010:Q4

93.871

67.754

1.708

6,32%

22.864

11,73%

10,03%

22,05%

2011:Q1

100.400

73.938

1.899

6,84%

23.910

6,50%

9,13%

-3,15%

2011:Q2

107.856

81.313

1.929

5,89%

23.935

6,91%

9,97%

17,28%

2011:Q3

120.647

91.859

1.980

4,67%

24.263

10,60%

12,97%

0,72%

2011:Q4

138.442

102.292

2.080

4,12%

24.284

12,85%

11,36%

-4,36%

2012:Q1

148.380

106.032

2.278

3,73%

25.438

6,70%

3,66%

-5,37%

2012:Q2

152.915

116.175

2.322

4,49%

25.999

2,97%

9,57%

-0,15%

2012:Q3

176.134

128.756

2.468

4,48%

26.368

13,18%

10,83%

-4,97%

2012:Q4

182.504

142.255

2.617

4,41%

26.586

3,49%

10,48%

2,17%

2013:Q1

204.719

158.599

2.720

5,26%

27.880

10,85%

11,49%

-3,44%

2013:Q2

219.012

171.326

2.805

5,65%

28.234

6,53%

8,02%

0,52%

2013:Q3

228.464

179.720

2.869

8,60%

28.920

4,14%

4,90%

-6,08%

2013:Q4

240.618

185.814

2.948

8,36%

28.950

5,05%

3,39%

13,35%

2014:Q1

242.041

187.244

2.984

7,76%

29.405

0,59%

0,77%

-8,86%

2014:Q2

253.682

195.024

2.997

7,09%

29.800

4,59%

4,16%

0,51%

2014:Q3

260.111

199.746

3.011

4,35%

29.840

2,47%

2,42%

-1,45%

2014:Q4

271.273

203.043

2.933

6,47%

30.328

4,11%

1,65%

-0,67%

* Data BPS Diolah, 2015 Analisis Statistik Deskriptif Berikut hasil Uji statistik deskriptif yang ditampilkan dalam tabel 4.1 dibawah ini: 200

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

Tabel 4.1 Descriptive Statistics N

Mean

Std. Deviation

Statistic

Statistic

Statistic

log_pdbbank 28 4,3909 0,05656 Jk 28 1967,64 781,531744 Inf 28 0,0619 0,024348864 gr_aset 28 -0,0790 0,04 gr_fin 28 0,0744 0,03957 gr_eks 28 0,1761 0,12998 Valid N (listwise) 28 Sumber: Data diolah, SPSS versi 22 1. Uji Asumsi Klasik Dalam membentuk persamaan regresi perlu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk mendapatkan persamaan yang bersifat BLUE (Best, Linear, Unbiased and Estimator), dalam pengertian lain model yang dibuat harus lolos dari penyimpangan asumsi adanya serial korelasi, normalitas, linearitas, heteroskedastisitas dan multikolinearitas sehingga merupakan prasyarat dalam analisis regresi berganda. Uji asumsi klasik merupakan pra-syarat analisis regresi berganda yang meliputi dari uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji normalitas dan uji heteroskedastisitas. 2. Uji Multikolinearitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan koliniear antar variabel independen. Menurut Nachrowi dan Usman (2006), hampir seluruh data variabel dalam penelitian keuangan memiliki peluang

Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 4,255 0,010 Jk 6,892E-5 0,000 Inf 0,183 0,059 gr_aset -0,027 0,036 gr_fin -0,079 0,038 Eks -0,018 0,016 a. Dependent Variable: log_pdbbank Sumber: Data diolah, SPSS versi 22 Model

Skewness Statistic 0,263 -0,072 0,791 0,401 -0,006 0,309

Std. Error 0,441 0,441 0,441 0,441 0,441 0,441

Kurtosis Statistic -1,437 -1,472 0,187 -1,021 -1,107 -1,188

Std. Error 0,858 0,858 0,858 0,858 0,858 0,858

multikolinearitas. Hal ini disebabkan variabel yang dipakai biasanya merupakan turunan dari variabel lain, sehingga mengakibatkan penggunaan dua variabel yang memiliki hubungan turunan dalam satu model yang menimbulkan masalah multikolinearitas. Didalam uji multikolinearitas juga bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent), dimana syarat diterimanya model regresi ganda apabila antara variabel bebas tidak mengandung korelasi yang sempurna. Pengujian multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflace faktor (VIF) berdasarkan hasil output SPSS versi 22. Apabila nilai VIF < 10 dan mendekati 1, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi multikolinearitas ditolak, sebaliknya jika VIF > 10, maka asumsi multikolinearitas diterima. Berikut hasil pengujian multikolinearitas pada tabel 4.2.1 berikut:

Tabel 4.2.1 Coefficients Standardized Coefficients Beta t 427,467 0,952 26,247 0,079 3,077 -0,021 -0,758 -0,055 -2,078 -0,041 -1,123

Sig. 0,000 0,000 0,006 0,456 0,050 0,274

Collinearity Statistics Tolerance VIF 0,431 0,866 0,723 0,801 0,419

2,321 1,155 1,383 1,248 2,389

201

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat dilihat bahwa nilai tolerance semua variabel dibawah 0,1 dan nilai VIF semua variabel dibawah 10 (nilai VIF < 10). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak mengandung multikolinearitas pada variabel bebas yang artinya tidak terdapat korelasi antara variabel bebas.

perbankan terhadap variabel independent lainnya, berikut gambar yang menjelaskan penyebaran datanya: Grafik 4.2.2

3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Apabila varians residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tersebut tetap, maka disebut sebagai masalah homoskedastisitas dan apabila berbeda maka disebut masalah heteroskedastisitas. Dan model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan gambar 4.2.2 terlihat bahwa pola pada penyebaran titik-titik menyebar diatas dan dibawah sumbu 0. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi ini layak digunakan untuk memprediksi pertumbuhan PDB sektor keuangan

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22 4. Uji Normalitas Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi baik variabel dependen atau independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang memiliki data pada variabelnya berdistribusi normal atau mendekati normal.

Tabel 4.2.3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Inf N Mean Std. Deviation Absolute Most Extreme Positive Differences Negative Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) Normal Parametersa,b

28 0,0619 0,0243 0,127 0,127 -0,077 0,127 0,200c,d

Jk 28 1967,6428 781,5317 0,121 0,121 -0,118 0,121 0,200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data c. Liliefors Significance Correction d. This is a lower bound of the true significance. Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22

202

gr_aset 28 0,0790 0,0440 0,150 0,150 -0,102 0,150 0,107c

gr_fin 28 0,0744 0,0395 0,133 0,130 -0,133 0,133 0,200c,d

log_pdbbank 28 4,3909 0,0565 0,141 0,141 -0,118 0,141 0,162c

eks 28 0,1761 0,12998 0,160 0,160 -0,149 0,160 0,065c

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

Dari tabel 4.2.3 diatas diketahui nilai signifikansi semua variabel diatas 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal. Selain itu dari hasil pengujian normalitas diperoleh suatu grafik, dimana pada grafik tersebut hasil uji normalitas terlihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk memprediksi pertumbuhan PDB sektor keuangan perbankan berdasar masukan variabel independennya. Hasil tersebut dapat terlihat pada grafik 4.2.3 hasil pengolahan SPSS versi 22 dibawah ini: Grafik 4.2.3

merupakan korelasi antar satu variabel gangguan dengan variabel gangguan yang lain (Widarjono, 2009:141). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan metode Uji Durbin Watson (DW Test) dengan dasar pengambilan keputusan uji autokorelasi sebagai berikut: a. Jika d lebih kecil dari dl atau lebih besar dari (4-dl), maka hipotesis ditolak (Ho ditolak) yang berarti terjadi autokorelasi pada data. b. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesisi diterima (Ho diterima) yang berarti tidak terjadi autokorelasi pada data c. Jika d terletak antara dL dan dU atau diatara (4-dU) dan (4-dL) maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti yang berarti pengujian tidak meyakinkan dan tidak dapat disimpulkan Dengan menggunakan program SPSS versi 22, maka hasil pengujian yang didapat adalah sebagai berikut: Tabel 4.2.4 Uji Autokorelasi Model

R

R Square

Adjusted R Square

1

0,994a

0,988

0,985

Std. Error Durbinof the Watson Estimate 0,00700

1,114

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22 5. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi yaitu adanya korelasi antar anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS (Ordinary Least Square), autokorelasi

Berdasarkan hasil pengujian Durbin Watson diatas diketahu bahwa nilai DW (d) sebesar 1,114 dan apabila dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5% dengan jumlah sampel 28 (n) dan jumlah variabel independen 4 (K = 4) maka diperoleh nilai dU sebesar 1,8502 dan dL sebesar 1,0276, maka diketahui nilai (4-d) sebesar 2,886. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa nilai DW (d) sebesar 1,114 berdasarkan dasar pengambilan pengujian autokorelasi, maka didapat nilai d terletak antara dL dan dU (dL < d < dU) sehingga tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti yang berarti pengujian dan tidak dapat disimpulkan. 203

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

6. Uji Hipotesis Melalui analisis regresi ini akan dilakukan pengujian hipotesis yang telah ditetapkan dimuka untuk kemudian diinterpretasikan hasilnya. Adapun untuk mengolah data, penyusun menggunakan program SPSS versi 22 dengan melihat hasil output antara lain: 7. Uji Statistik F Uji F dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output uji Anova. Jika signifikansi F dibawah 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependent. Langkah pengujian adalah dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho : b1 = b2 = 0 berarti tidak terdapat pengaruh signifikan Ha : b1 = b2 ≠ 0 berarti terdapat pengaruh signifikan Kemudian menentukan kesimpulan Jika probabilitas > 0,05, maka Ha ditolak Jika probabilitas < 0,05, maka Ha diterima

tingkat inflasi dan pertumbuhan ekspor di Indonesia. 8. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya adalah mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan nilai antara nol sampai dengan satu. Nilai R2 yang kecil memiliki arti bahwa kemampuan variabelvariabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas sedangkan apabila nilai R2 yang mendekati satu memiliki arti bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2005). Untuk model regresi dengan lebih dari dua variabel bebas maka dapat di identifikasi menggunakan adjusted R2, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.3.2 berikut: Tabel 4.3.2 Uji Autokorelasi

Berikut hasil pengujian dalam tabel 4.3.1 Anova berikut:

Model

R

Tabel 4.3.1 ANOVA3

1

0,994a

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

1 Regression

0,085

5

0,017

Residual Total

0,001 0,086

22 27

0,000

F

Sig.

348,255 0,000b

a. Dependent Variable: log_pdbbank b Predictors: (Constant), eks, inf, gr_fin, gr_aset, jk

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22 Hasil pengujian model regresi dengan menggunakan uji F dapat diperoleh nilai F hitung sebesar 348,255 dengan probabilitas 0.000 < 0,05. Dengan demikian dari hasil tersebut dimana probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan aset perbankan syariah, pertumbuhan pembiayaan, jumlah jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia, 204

Error Adjusted Std. R Square R of the Square Estimate 0,988

0,985

0,00700

DurbinWatson 1,114

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22 Pada tabel diatas adjusted R2 sebagai koefisien determinasi, adalah sebesar 0,985 atau 98,5%, nilai ini berarti bahwa 98,5% tingkat pertumbuhan PDB sektor bank dapat dijelaskan oleh pertumbuhan aset perbankan syariah, pertumbuhan pembiayaan, jaringan kantor perbankan syariah di Indonesia, tingkat inflasi dan pertumbuhan ekspor di Indonesia. Sedangkan sisanya sebesar 1,5% (100% - 98,5%) dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diketahui dan tidak termasuk dalam analisis ini. Hal tersebut menjelaskan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen mempunyai korelasi cukup kuat.

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

9. Uji Signifikansi Statistik t)

Parsial

(Uji

Cara pengambilan keputusan uji statistik t yaitu dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho : b1 = b2 = 0 berarti tidak terdapat pengaruh signifikan Ha : b1 = b2 ≠ 0 berarti terdapat pengaruh signifikan Kemudian menentukan kesimpulan Jika probabilitas > 0,05, maka Ha ditolak Jika probabilitas < 0,05, maka Ha diterima Uji statistik t dalam penelitian digunakan untuk mengetahui besaran dan arah pengaruh variabel bebas, dalam hal ini variabel independen diwakili oleh pertumbuhan aset, pertumbuhan pembiayaan dan jumlah kantor perbankan syariah sedangkan dari indikator makroekonomi menggunakan variabel inflasi dan pertumbuhan ekspor terhadap variabel PDB sektor keuangan perbankan. Dari hasil pengujian statistik diperoleh besarnya koefisien regresi yang dapat dilihat pada tabel 4.3.3 sebagai berikut: Tabel 4.3.3 Ringkasan Hasil Analisis Regresi Variabel Independent (Constant) gr_aset gr_fin Jk Inf Eks Uji F Adjusted R2 R2

Prediksi + + -

Hasil B

Sig

Keterangan

4,255 0,000 Ha diterima 0,027 0,456 Ha ditolak 0,079 0,050 Ha ditolak 6,892E-5 0,000 Ha diterima 0,183 0,006 Ha diterima 0,018 0,274 Ha ditolak F hitung 348,255 (sig 0,000)

0,985 0,988

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 22 Dari hasil pengujian tersebut dapat dibuat persamaan regresi linear berganda sebegai berikut: Log_pdbbank =4,255 – 0,027gr_aset – 0,079gr_ fin + 6,892E-5jk + 0,183Inf – 0,018eks + e Persamaan regresi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Konstanta (a) = 4,255 Nilai konstanta ini menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka rata-rata pertumbuhan PDB sektor keuangan perbankan sebesar 4,255 satuan unit. 2. Koefisien regresi pertumbuhan aset B1 = -0,027 Variabel pertumbuhan aset perbankan syariah tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB sektor bank di Indonesia. Setiap kenaikan 1% akan menurunkan PDB sektor keuangan perbankan sebesar 0,027% dan sebaliknya setiap penurunan aset perbankan syariah sebesar 1% akan menaikkan PDB sektor keuangan perbankan sebesar 0,027%. 3. Koefisien regresi pembiayaan B2 = -0,079 Variabel pembiayaan perbankan syariah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia. Setiap peningkatan pembiayaan perbankan syariah sebesar 1% akan menurunkan PDB sektor keuangan perbankan sebesar 0,079% dan sebaliknya setiap penurunan pembiayaan perbankan syariah sebesar 1% akan menaikkan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia sebesar 0,079%. 1. Koefisien regresi jumlah kantor B3 = 6,892E-5 Dari hasil regresi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif secara signifikan oleh jumlah kantor terhadap PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia dimana setiap kenaikan jumlah kantor perbankan syariah sebesar 1% akan menaikkan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia sebesar 6,892E-5%. Dan sebaliknya apabila terjadi penurunan jumlah kantor perbankan syariah sebesar 1% maka akan menurunkan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia sebesar 6,892E-5%. 2. Koefisien regresi inflasi B4 = 0,183 205

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

Dari hasil regresi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif secara signifikan oleh jumlah kantor terhadap PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia dimana setiap kenaikan inflasi sebesar 1% akan menaikkan PDB sektor bank di Indonesia sebesar 0,183%. Dan sebaliknya apabila terjadi penurunan inflasi sebesar 1% maka akan menurunkan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia sebesar 0,183%. 3. Koefisien regresi pertumbuhan ekspor B5 = - 0,018 Variabel pertumbuhan ekspor tidak memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap PDB sektor bank di Indonesia. Setiap kenaikan 1% pertumbuhan ekspor akan menurunkan PDB sektor bank sebesar 0,018% dan sebaliknya setiap penurunan ekspor sebesar 1% akan menaikkan PDB sektor bank sebesar 0,018%. E. Pengujian Hipotesis dan Hasil Penelitian Adapun pengujian hipotesis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pengujian Hipotesis Pertama Hipotesis pertama penelitian ini menduga bahwa pertumbuhan aset perbankan syariah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. Dari hasil output regresi linear berganda dapat diketahui bahwa variabel pertumbuhan aset perbankan syariah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,456 yang lebih besar dari 0,05 dengan nilai koefisien sebesar -0,027. Dengan demikian pertumbuhan aset perbankan syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia sehingga kesimpulan hipotesis adalah Ha ditolak. 2. Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua penelitian ini adalah menduga bahwa pertumbuhan pembiayaan berpengaruh signifikan terhadap per206

tumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. Dari hasil output regresi linear berganda dapat diketahui bahwa variabel pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,050 yang sama dengan 0,05 dengan nilai koefisien sebesar -0,079. Dengan demikian pembiayaan perbankan syariah berpengaruh negatif dan dapat dikatakan tidak signifikan terhadap PDB sektor bank di Indonesia sehingga kesimpulannya hipotesis adalah Ha ditolak. 3. Pengujian Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga penelitian ini adalah menduga bahwa jumlah kantor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. Dari hasil output regresi linear berganda dapat diketahui bahwa variabel jumlah kantor perbankan syariah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 dengan nilai koefisien sebesar 6,892E-5. Dengan demikian jumlah kantor perbankan syariah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia sehingga kesimpulan hipotesis adalah Ha diterima dan Ho ditolak. 4. Pengujian Hipotesis Keempat Hipotesis keempat penelitian ini adalah menduga bahwa Inflasi berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. Dari hasil output regresi linear berganda dapat diketahui bahwa variabel inflasi memiliki nilai signifikansi sebesar 0,006 yang lebih kecil dari 0,05 dengan nilai koefisien sebesar -0,183. Dengan demikian inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia sehingga kesimpulan hipotesis adalah Ha diterima dan Ho ditolak. 5. Hipotesis kelima penelitian ini menduga bahwa ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia.

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

Dari hasil output regresi linear berganda dapat diketahui bahwa variabel ekspor memiliki nilai signifikansi sebesar 0,274 yang lebih besar dari 0,05 dengan nilai koefisien sebesar -0,018. Dengan demikian ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap PDB sektor bank di Indonesia sehingga kesimpulan hipotesis adalah Ha ditolak. F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini dapat ditarik simpulan sebagai berikut: a. Variabel pertumbuhan aset perbankan syariah memiliki hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. b. Variabel pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah memiliki hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. c. Variabel jumlah kantor perbankan syariah memiliki hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia d. Variabel inflasi memiliki hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. e. Variabel pertumbuhan ekspor memiliki hubungan negatif dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan PDB sektor bank di Indonesia. Temuan ini menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, dimana dalam penelitian sebelumnya (Rama, 2013) menyatakan bahwa “dalam jangka panjang, perbankan syariah yang direpresentasikan melalui total pembiayaan dan deposit secara positif dan signifikan berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi dan riil output di Indonesia”. Berdasarkan data BPS untuk produk domestik bruto per triwulan atas dasar harga konstan

2000, berdasarkan lapangan usaha dari tahun 2008 hingga 2014 diketahui bahwa kontribusi perbankan terhadap PDB riil baik konvensional maupun syariah sebesar rata-rata 4% dan kontribusi aset perbankan syariah untuk sektor perbankan sebesar 4,75%. Sehingga berdasarkan nilai kontribusi perbankan syariah dalam sektor riil khususnya sektor keuangan atau perbankan hanya sebesar 4,75% dari 4% atau sebesar 0,19%, Dari kondisi tersebut maka, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hubungan yang tidak signifikan dan negatif tersebut menjadikan referensi bagi pelaku usaha di sektor perbankan syariah untuk dapat lebih meningkatkan rasio pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional sehingga variabel perbankan syariah terhadap pertumbuhan ekonomi sektor riil dapat berdampak positif dan signifikan. Selain itu tentunya peran serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan dapat memberikan dukungan yang maksimal bagi perbankan syariah agar dapat berkembang sebagaimana perbankan konvensional saat ini. Selain itu, dari hasil analisa dimana jumlah kantor memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rama (2013) yang mengungkapkan bahwa variabel (jaringan kantor perbankan syariah) berpengaruh positif dan signifikan terhadap total aset perbankan syariah. Namun dengan tingkat koefisien yang sangat kecil yaitu sebesar 6,892E-5 atau 0,00006892, hal ini menunjukkan bahwa jumlah kantor perbankan syariah masih kurang efektif baik dari sisi pemasaran maupun memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama masyarakat yang berada di wilayah terpencil 2. Saran Saran-saran yang dapat diberikan bagi pihak yang terkait dan bagi peneliti berikutnya diantaranya yaitu: a. Kontribusi perbankan syariah dalam PDB sektor keuangan perbankan harus lebih 207

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 190-209

ditingkatkan, mengingat didalam hasil penelitian diketahui bahwa khususnya pertumbuhan variabel aset dan pertumbuhan pembiayaan pada perbankan syariah tidak signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia. b. Bagi pelaku di industri keuangan perbankan syariah, diharapkan dapat lebih memberikan wawasan, informasi dan penjelasan lainnya terkait perbankan syariah sehingga diharapkan masyarakat dan nasabah dapat meningkatkan kontribusinya bagi pertumbuhan perbankan syariah agar tujuan dari konsep syariah adalah memberikan kesejahteraan bagi nasabah, masyarakat dan pelaku perbankan sendiri. c. Pemanfaatan media komunikasi elektronik seperti e-marketing dan e-banking dapat lebih lebih optimal dan aman agar dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi dan akses pada perbankan syariah, sehingga diharapkan ketertarikan masyarakat akan perbankan syariah lebih meningkat. d. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada industri perbankan syariah agar dalam persaingan di industri keuangan yang dimasa yang akan datang akan lebih kompetitif dimana pada tahun 2015 Indonesia akan menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya. e. Perlunya peran pemerintah dalam rangka memberikan peluang bagi perbankan syariah agar dapat meningkatkan sumber pendanaan dan alokasi pembiayaan dalam sektor riil, yang tentunya secara langsung dapat meningkatkan variabel pertumbuhan perbankan syariah diantaranya aset, dana pihak ketiga, financing deposit ratio, jumlah kantor/jaringan dan variabel pertumbuhan lainnya yang tentunya akan dapat memberikan kontribusi bagi PDB sektor keuangan perbankan di Indonesia.

208

Daftar Pustaka Akhyar Adnan dan Pratin. 2005. Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentasi Bagi Hasil dan Mark-Up Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), Sinergi, Edisi Khusus in Finance. Antonio, M. Syafi’i dan Karnaen Perwataatmadja. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. Antonio, M. Syafi’i. 2001, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani. APB, Statement No.4, Basic Concept and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Bussiness Enterprice. 1970 Ascarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, 2005), hlm. 68-70. Bank Indonesia. 2009. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah. diakses tanggal 26 Juni 2015. Dahlan Siamat, 2004. Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Keempat, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Eniversitas Indonesia. Dornbusch, Rudiger dan Fischer, Stanley. 1997. Makroekonomi, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. FASB, Org. (1985, December). Statement of Financial Accounting Concepts No. 6 CON6 Status Page Elements of Financial Statements a replacement of FASB Concepts Statement No. 3 (incorporating an amendment od FASB Concepts Statement No.2). Retrieved June 3rd, 2014 didownload dari http://www.fasb.org/cs/ BlobServer?blobkey=idanblobwhere=11758 22102897andblobheader=application%2Fp dfandblobcol=urldataandblobtable=Mungo Blobs pada tanggal 15 Mei 2015 21:15 Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hubungan Antara Pertumbuhan Perbankan Syariah...— Anindya Mitra Raisnur Putri

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth edition McGraw-Hill. New York. Gujarati, Damodar N. dan Porter, Michael E. 2009. Dasar – Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. Hamzah, M. Zilal. Perbankan syariah 2014. Diakses dalam www.investor.co.id/home/ perbankan-syariah-2014/75386 di akses pada 28 Juni 2015 20:15 Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Akuntansi aktiva tetap: akuntansi, pajak, revaluasi, leasing. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Harahap, Sofyan Syafri; Wiroso dan Yusuf, Muhammad. 2010. Akuntansi Perbankan Syariah (edisi 4) Jakarta: Penerbit LPFE Usakti. Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. McEachern, William. 2000. Ekonomi Makro – Pendekatan Kontemporer. Terjemahan Sigit Triandru. Jakarta: Salemba Empat. Nachrowi, Djalal Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LP-FEUI Nachrowi dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: Rajawali Pers. Richard Lipsey. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro (Terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara.

Rama, Ali. 2013. Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus Perbankan Syariah di Indonesia, Jurnal ETIKOM, Vol.12, No.1, April 2013. Jakarta. Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul. 2008. Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim. Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal. 2006. Credit Management Handbook. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Schaik. (2001). Islamic Banking, The Arab Bank Review, 3(1): hal. 45-52. Sudarsono. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia. Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: ANDI. Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Tan, Inggrid. 1991. Bisnis dan Investasi Sistem Syariah Perbandingan dengan Sistem Konvensional. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Usman, Rachmadi. 2009. Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet. I. Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Ekonosia. Winarno Surachmad. 1983. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

209

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN, TARIF DAN PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH TERHADAP KEPUTUSAN MENGINAP PADA HOTEL GRAND KALPATARU SYARIAH Oleh : Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy Fakultas Pascasarjana Ekonomi Syariah, Universitas Azzahra, Jakarta Muhammad Zilal Hamzah, PhD Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia-Jakarta (Indonesian Business School) [email protected]

Abstract This study aims to reveal whether there is influence the quality of service, rates and application of the principles of sharia to the decision to stay by the consumer at the Grand Hotel Kalpataru Sharia. Sources of data derived from primary data, the results of questionnaires from 138 visitors to the hotel or 28% of the population by purposive sampling technique. Furthermore, quantitative data were processed descriptively using multiple linear regression analysis. Analysis tool with the t test (partial test) and test f (simultaneous test) that the quality of service, rates and application of the principles of sharia will be accepted if ≤ 0.05. This research resulted in the equation Y = -10.882 + 0,284X1 + 0,608X2 + 0,383X3 + e reveal that the factor of quality of service, rates and application of the principles of sharia either partially or simultaneously affect a strong and significant influence decisions of consumers stay. Recommendations research that Hotel Grand Kalpataru 210

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

Sharia should be more focus on improving the quality of service in terms of facilities and the performance of the HR (Human Resources), whereas the strategy and the program-program marketing associated with the tariff must remain consistent run as a factor which was considered the dominant influence consumer decision. Keywords: Service Quality, Rates, Application of Sharia Principles, Decision to Stay, Hotel Syariah Abstrak: Tuntutan masyarakat modern saat ini semakin beragam dan kritis terhadap isu-isu penyimpangan pada layanan hotel, pergeseran fungsi hotel serta persaingan hotel lokal & asing yang menghalalkan segala cara untuk menarik minat pengunjung. Seharusnya kehadiran hotel syariah dengan keunggulan penerapan prinsip-prinsip syariahnya, disertai peningkatan kualitas pelayanan dan pemberian tarif yang kompetitif akan mampu mempengaruhi keputusan konsumen untuk menginap lebih signifikan. Hotel syariah juga diharapkan menjadi solusi sekaligus prospek untuk pertumbuhan ekonomi syariah. Penelitian ini bertujuan mengungkap ada tidaknya pengaruh kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsipprinsip syariah terhadap keputusan menginap oleh konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. Sumber data diperoleh dari data primer, yaitu hasil kuesioner dari 138 pengunjung hotel atau 28% dari populasi dengan teknik purposive sampling. Selanjutnya data diolah secara deskriptif kuantitatif menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Alat analisis dengan uji t (uji parsial) dan uji f (uji simultan) bahwa kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah akan diterima jika ≤ 0,05. Penelitian ini menghasilkan persamaan Y =-10,882+0,284X1+0,608X2+0,383X3+e mengungkap bahwa faktor kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah baik secara parsial maupun secara simultan berpengaruh kuat dan signifikan mempengaruhi keputusan menginap konsumen. Rekomendasi hasil penelitian bahwa Hotel Grand Kalpataru Syariah harus lebih fokus pada upaya peningkatan kualitas pelayanan dalam segi fasilitas dan kinerja SDM (Sumber Daya Manusia), sedangkan strategi dan progam-progam marketing yang berhubungan dengan tarif harus tetap konsisten dijalankan karena merupakan faktor yang dinilai dominan mempengaruhi keputusan konsumen. Kata Kunci: Kualitas Pelayanam, Tarif, Penerapan Prinsip- Prinsip Syariah, Keputusan Menginap, Hotel Syariah A. Latar Belakang Perkembangan sistem ekonomi Islam ditandai dengan pertumbuhan usaha perbankan dan non perbankan di dunia termasuk di Indonesia, yang kemudian populer dimasyarakat Indonesia dengan sebutan ekonomi syariah. Indonesia mulai menggunakan sistem ekonomi syariah pada tahun 1992, yaitu dengan lahirnya perbankan syariah dan terus meluas pada pegadaian syariah, asuransi syariah, koperasi syariah, reksadana syariah, pasar modal syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya, hal tersebut berdampak positif dengan lahirnya bisnis-binis syariah sektor riil, salah satunya adalah hotel syariah.

pelaku ekonomi untuk mulai mengembangkan usaha serta bisnisnya dengan menggunakan sistem syariah. Artinya bahwa bisnis dengan sistem syariah terus menjadi pilihan dan akan menjadi potensi pasar yang sangat menggiurkan di negara dengan mayoritas muslim (Sofyan, 2012). Hal tersebut sejalan dengan apa yang diterangkan dalam Al-Quran bahwa manusia berkewajiban untuk selalu berusaha mencari karunia Allah yang ada di muka bumi ini sebagai sumber ekonomi, seperti dalam ayat berikut:

Kegagalan era kapitalisme dalam mensejahterakan dunia menjadi perhatian para 211

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagai mana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. AlQashash:77) Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), kini bernama Kementerian Pariwisata telah mendorong pertumbuhan wisata syariah yang mencakup bidang perhotelan syariah, restoran syariah, biro perjalanan wisata dan spa syariah, dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 2 Tanggal 9 Januari 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah, serta diperkuat dengan nota kesepahaman antara Kementrian Pariwisata dan DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) No. NK.11/KS.001/W.PEK/2012 dan No. B–459/ DSN-MUI/XII/2012 tentang pengembangan dan sosialisasi pariwisata syariah adalah langkah nyata bahwa pemerintah telah merespon positif kebutuhan konsumen muslim, tidak hanya untuk wisatawan domestik, namun juga menarik banyak wisatawan internasional. Sehigga nantinya semua sektor bisnis syariah akan dapat bersinergi positif membangun perekonomian bangsa serta membawa rahmatan lil ‘aalamin. Hotel syariah merupakan hotel yang dalam manajemen maupun operasionalnya dijalankan sesuai dengan prinsip syariah Islam. Tujuan hotel syariah ingin menegakkan kembali fungsi hotel kepada fungsi dasar yaitu sebagai penyedia penginapan dengan produk, fasilitas dan pelayanan yang berkualitas baik dan halal, seperti menyediakan makanan dan minuman yang tidak melanggar prinsip syariah. Harapan besar untuk hotel syariah agar mampu melakukan pergeseran citra hotel yang selama ini dinilai negatif karena sering dijadikan tempat untuk mendapatkan 212

hiburan dan kesenangan sesaat, akan dapat beralih dengan citra hotel yang positif karena ditegakkannya prinsip-prinsip syariah. Dengan sendirinya, bagi siapapun pengguna jasa hotel syariah akan terjaga harkat dan martabat dari halhal yang menjerumuskan dan tidak ada alasan keragu-raguan untuk memutuskan menginap di hotel syariah. Dalam pemasarannya, hotel syariah tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan, memberikan tarif yang kompetitif, akan tetapi penerapan prinsip-prinsip syariah seperti fasilitas ibadah yang lengkap, penyajian makanan dan minuman yang halal telah menjadi ketertarikan tersendiri bagi konsumen muslim untuk lebih memilih menginap di hotel syariah. Hal ini tentunya menjadi peluang sekaligus tantangan bagi hotel syariah, dan fenomena ini ada pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. Disinilah yang menjadi ketertarikan penulis, sekaligus sebagai alasan pemilihan judul untuk menganilisa lebih lanjut dalam sebuah penelitian. B. Kajian Pustaka 1. Hotel Syariah Definisi hotel syariah menurut peraturan Kemenparekraf No. 9 Tahun 2014, yaitu: a. Usaha hotel adalah penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan. b. Syariah adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa atau telah disetujui oleh MUI (Majelis UIama Indonesia). MUI adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia. DSN-MUI adalah bagian dari struktur kelembagaan MUI yang bertindak sebagai lembaga sertifikasi di bidang usaha pariwisata syariah.

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

c. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah lembaga independen atau juris khusus dalam fikih muamalah yang berkewajiban mengarahkan, evaluasi dan mengawasi aktifitas usaha hotel untuk selalu mematuhi aturan dan prinsip-prinsip syariah Islam. DPS diambil dan disetujui serta diberhentikan oleh DSN-MUI yang menunjuk anggotanya untuk menjadi DPS. d. Usaha hotel syariah adalah yang penyelenggaraannya harus memenuhi kriteria usaha hotel syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan menteri ini. e. Kriteria usaha hotel syariah adalah rumusan kualifikasi atau klasifikasi yang mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan (lihat tabel 2.1). f. Sertifikasi usaha hotel syariah adalah proses pemberian sertifikat oleh DSN-MUI pada usaha hotel melalui audit untuk menilai kesesuaian produk, pelayanan dan pengelolaan dengan kriteria usaha hotel syariah berikut ini beserta penjelasannya: Gambar 2.1 Prosedur Pengajuan Usaha Hotel Syriah

3)

4)

5)

Sumber : Data diolah (2015) 1) Sertifikasi usaha hotel syariah mencakup: memiliki sertifikat standar usaha hotel, memiliki penilaian mandiri usaha hotel syariah, persiapan Sistem Jaminan Halal (SJH) serta memenuhi persyaratan pendaftaran. 2) Prosedur sertifikasi usaha hotel syariah mencakup : pengusaha mengajukan permohonan pendaftaran sertifikasi pada DSNMUI, kemudian dilimpahkan kepada audit

6)

SJH dan dilanjutkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOMMUI) untuk ditetapkan halal jika terpenuhi, selanjutnya hasil audit akan dilaporkan kepada Komisi Fatwa dan hasil tersebut akan menjadi rekomendasi Komisi Fatwa kepada LPPOM-MUI untuk menerbitkan sertifikasi halal. Sebaliknya jika audit SJH tidak terpenuhi (tidak lulus), maka pengusaha harus memenuhi kententuan SJH terlebih dahulu sampai pada akhirnya mendapat sertifikasi halal. Audit pedoman usaha syariah, setelah mendapat sertifikasi SJH, pihak DSN-MUI akan melakukan audit pedoman usaha syariah. Apabila hasil audit tidak terpenuhi (tidak lulus), maka pengusaha hotel melakukan penilaian mandiri lagi. Namun bila telah terpenuhi (lulus), hasil audit akan dilaporkan kepada Badan Pengurus Harian Majelis Ulama Indonesia (BPH-MUI) dan menghasilkan rekomendasi kepada DSN-MUI untuk menerbitkan sertifikasi usaha syariah pada hotel. Pengawasan dan evaluasi penerapan hotel syariah dilakukan oleh Dirjen Pariwisata/ Institusi Daerah/DSN-MUI. Namun khusus untuk hotel syariah kategori hilal-2, DSNMUI akan menunjuk DPS dalam melakukan pengawasan secara teknis operasional. Sertifikasi usaha hotel syariah mencakup: sertifikat standar usaha hotel, penilaian mandiri usaha hotel syariah, persiapan Sistem Jaminan Halal (SJH) serta memenuhi persyaratan pendaftaran. Prosedur sertifikasi usaha hotel syariah mencakup: pengusaha mengajukan permohonan pendaftaran sertifikasi pada DSN-MUI, kemudian dilimpahkan kepada audit SJH dan dilanjutkan oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM-MUI) untuk ditetapkan halal jika terpenuhi, selanjutnya hasil audit akan dilaporkan kepada Komisi Fatwa dan hasil tersebut akan menjadi rekomendasi 213

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

Komisi Fatwa kepada LPPOM-MUI untuk menerbitkan sertifikasi halal. Sebaliknya jika audit SJH tidak terpenuhi (tidak lulus), maka pengusaha harus memenuhi kententuan SJH terlebih dahulu sampai pada akhirnya mendapat sertifikasi halal. 7) Audit pedoman usaha syariah, setelah mendapat sertifikasi SJH, pihak DSN-MUI akan melakukan audit pedoman usaha syariah. Apabila hasil audit tidak terpenuhi (tidak lulus), maka pengusaha hotel melakukan penilaian mandiri lagi. Namun bila telah terpenuhi (lulus), hasil audit akan dilaporkan kepada Badan Pengurus Harian Majelis Ulama Indonesia (BPH-MUI) dan menghasilkan rekomendasi kepada DSN-MUI untuk menerbitkan sertifikasi usaha syariah pada hotel. 8) Pengawasan dan evaluasi penerapan hotel syariah dilakukan oleh Dirjen Pariwisata/ Institusi Daerah/DSN-MUI. Namun khusus untuk hotel syariah kategori hilal-2, DSN-

MUI akan menunjuk DPS dalam melakukan pengawasan secara teknis operasional. Klasifikasi Hotel Syariah Hotel syariah terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hotel syariah hilal-1 dan hilal-2. Hotel syariah hilal-1 artinya pada hotel menerapkan sebagian unsur syariah pada produk, layanan maupun pengelolaannya. Sedangkan pada Hilal-2 hotel telah merapkan seluruh unsur syariah yang ditentukan. Kriteria mutlak adalah ketentuan dan persyaratan minimal tentang produk, pelayanan, dan pengelolaan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan oleh pengelola hotel sehingga dapat diakui sebagai usaha hotel syariah dan memperoleh sertifikat usaha hotel syariah. Sedangkan kriteria tidak mutlak adalah ketentuan dan persyaratan tentang produk, pelayanan, dan pengelolaan yang tidak wajib dipenuhi karena pengelola hotel belum mampu berada pada level hilal tertentu. Perbandingan secara umum pada hotel syariah hilal-1 dan hilai-2 di uraikan pada gambar berikut:

Tabel 2.1 Kriteria Mutlak Dan Kriteria Tidak Mutlak Usaha Hotel Syariah Kategori Hotel

Produk Mutlak

Hilal 1

Kamar terdapat Fasilitas sajadah dan tidak tersedia akses untuk pornografi dan tindakan asusila dalam bentuk apapun Tersedia kamar mandi yang tertutup, dilengkapi dengan perlengkapan bersuci dan air wudhu yang mengalir

214

Tidak Mutlak Fasilitas ibadah lengkap seperti AlQur’an dan mukena

Tempat wudhu lakilaki dan perempuan terpisah

Layanan Mutlak

Tidak Mutlak

Pengelolaan Mutlak

Memberikan informasi waktu sholat

Melakukan seleksi tamu berpasangan

Memiliki dan menerapkan Sistem Jaminan Halal

Memisahkan tempat pengolahan makanan dan minuman halal dan tidak halal

Hanya menyajikan makanan dan minuman yang halal

Busana karyawan menutupi aurat

Tidak Mutlak ada DPS

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

Hilal 2

Kamar sudah memiliki pelengkapan ibadah standar yaitu sajadah, mukena, Al-Qur’an dan sudah diperdenganrkannya adzan saat masuk waktu shalat

Melakukan Seleksi tamu pada pengunjung berpasangan

-

Layanan hanya pada makanan dan miuman yang halal Fasilitas berupa kolam renang, spa maupun fasilitas umum lainnya harus terpisah tempat atau waktu antara laki-laki dan perempuan

Ornamen dan hiasaan pada hotel mencirikan budaya Islam, baik pada inteior hotel maupun pada tiap kamar

-

Kegiatan opeasional telah diawasi oleh DPS

-

Sertifikasi makanan dari BPPOM – MUI Memiliki Standar Operating Procedure Hotel Syariah Program pengembangan kompetensi SDM yang bermuatan Syariah

Sumber : Data Diolah (2015) 2. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan merupakan suatu cara untuk membandingkan persepsi pelayanan yang diterima pelanggan dengan pelayanan yang sesungguhnya. Pengertian tersebut dijabarkan pada tabel dibawah ini. Tabel 2.2 Persepsi Konsumen Harapan besar Harapan rendah Harapan besar

Kenyataan yang diterima Konsumen Pelayanan buruk Pelayanan baik Pelayanan baik

Tingkat Kualitas Pelayanan Tidak bermutu Bermutu Memuaskan

Persepsi Konsumen Sumber: Parasuraman (dalam Tjiptono, 2006) Penjelasan dari tabel 2.1, apabila pelayanan yang diterima konsumen lebih rendah dari pelayanan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak bermutu. Apabila pelayanan yang diterima konsumen lebih besar dari pelayanan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan bermutu. Sedangkan

apabila pelayanan yang diterima konsumen sesuai dengan pelayanan yang diharapkan, maka pelayanan dapat dikatakan memuaskan. Hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas baik dan tidak memberikan kualitas yang buruk atau tidak berkualitas, sesuai makna yang terkandung pada ayat berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baikbaik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. A-Baqarah: 267) Parasuraman & Berry (dalam Tjiptono dan Chandra, 2012) memberikan kriteria bahwa suatu pelayanan akan dinilai baik, jika memenuhi 5 dimensi kualitas sebagai berikut: 215

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

1) Tangible Tangible dalam perspektif syariah tidak diartikan bahwa tampilan fisik hotel harus ditonjolkan dengan kemegahan dan kemewahan semata. Namun pada hotel syariah haruslah memiliki maslahah bagi umat manusia. Maslahah yaitu kemampuan barang dan jasa yang mendukung tujuan dasar kehidupan manusia di muka bumi (Nasution dkk., 2007). Maslahah pada hotel syariah diwujudkan seperti adanya fasilitas ibadah, mushala, perlengkapan shalat, bacaan Al-Qur’an, tempat wudhu dan air bersuci. 2) Reliability Reliable dalam perspektif syariah artinya ketepatan dan keakuratan pelayanan harus sesuai dengan apa yang dijanjikan atau disepakati sebelumnya. Kewajiban mutlak dalam Islam untuk menepati janji, dimana janji yang tidak ditepati akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. 3) Responsiveness Responsiveness dalam perspektif syariah yaitu bahwa amanah adalah tanggung jawab yang harus disegerakan dan bertindak menyampaikan jasa secara cepat dan tepat serta tidak menyia-nyiakan amanah yang menjadi tanggung jawabnya. 4) Assurance Assurance dalam perspektif syariah yaitu orang yang menjalankan suatu usaha atau binis apapun wajib memiliki berkepribadian yang baik, bersikap lemah lembut, tidak bersikap kasar dan tanggap terhadap permasalahan konsumen untuk memberikan jaminan kenyamanan dan kepercayaan konsumen. Karim (2004) sependapat bahwa baik buruknya perilaku bisnis para pengusaha menentukan sukses gagalnya bisnis yang dijalankan. 5) Empathy Empathy dalam perspektif syariah berarti adanya silaturahmi yang baik, komunikasi yang baik dan saling tolong menolong dalam hal kebaikan. Dalam mewujudkan kualitas 216

pelayanan pada hotel perlu memakai adab dan etika untuk membingkainya, sehingga nilainilai ibadah dapat selalu diterapkan dalam kehidupan manusia sehari-hari 3. Tarif Sulastiyono (2011) tarif adalah sejumlah kompensasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi barang atau jasa. Besarnya tarif kamar dihitung berdasarkan pada prinsip manajemen keuangan, akan tetapi perlu diperhatikan juga faktor kompetisi karena dapat mempengaruhi berubahnya tarif kamar. Selain itu penetapan tarif harus dapat mencukupi menutupi biaya serta dapat mengembalikan modal yang diinvestasikan dalam jangka waktu tertentu. Jika kualitas produk dan jasa bermutu, tarifnya tentu bisa tinggi, sebaliknya jika pada produk dan jasa mengalami kekurangan atau terdapat cacat, tarifnya juga harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Jika dalam penetapan tarif produk dan jasa tidak disesuaikan dengan kualitas, maka hal ini bisa dikatakan menyimpang dari syariah (Kertajaya, 2006). Sebagaimana dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan (gunakan) harta-harta sesama kamu dengan jalan yang salah (tipu, judi dan sebagainya), kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan secara saling ridha-meridhai di antara sesama kamu.” (QS. an-Nisa’: 29) Menurut Qardhawi (1995) bahwa keuntungan dalam usaha bisnis tidak ada standarisasinya, misalnya 25%, 50%, 100% atau lebih dari modal, baik bersifat minimal maupun maksimal. Apabila selamat dari sebab-sebab dan praktikpraktik keharaman, maka hal itu diperbolehkan dan dibenarkan syara’. Adapun keuntungan yang diharamkan Islam adalah keuntungan yang mengandung unsur penyimpangan syariah, pada

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

praktik bisnis pada hotel bentuk penyimpangannya sebagai berikut: 1. Keuntungan dari bisnis barang dan jasa yang diharamkan syariah Seperti bisnis minuman keras, narkoba, jasa kemaksiatan, perjudian, makanan olahan babi, benda-benda yang membahayakan rohani dan jasmani, fasilitas yang membawa kemaksiatan. 2. Keuntungan dari jalan curang dan manipulasi Tarif yang tidak sesuai dengan kondisi dan fasilitas kamar, keadaan barang rusak atau cacat (tanpa penjelasan sebelumnya), pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian, serta menyediakan makanan minuman yang telah kadaluarsa. 3. Keuntungan dengan cara menimbun dan usaha spekulatif Spekulasi tarif dengan menaik turunkan tarif dengan permainan supply-demand oleh pihak hotel sendiri, menimbun produk yang akan diperjual belikan dan menimbun stok makanan. 4. Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Penerapan prinsip-prinsip syariah pada hotel syariah adalah pelaksanaan pedoman-pedoman dan nilai-nilai syariah dalam operasional hotel sehari-hari (Sofyan, 2012). Oleh karena itu etika bisnis didalamnya harus merujuk pada prinsipprinsip ekonomi Islam. Hotel harus menyandarkan Al-Qur’an dan Hadis sebagai epistimologi dalam menentukan pedoman, kebijakan dan prinsipprinsip yang akan dijalankan pada sebuah hotel syariah. Sesuai perintah Allah dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Al-Jaatsiyah:18)

Hotel syariah dalam perkembangannya terus berupaya menerapkan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam segala aspek, mulai dari akad yang digunakan, penerapan dalam manajemen serta penerapan dalam operasional. 1. Penerapan akad dalam transaksi yang digunakan Implementasi akad pada hotel berarti yang dipindah tangankan adalah manfaat dari kamar yang disewa serta fasilitas pendukungnya, tanpa harus memiliki atau membelinya melainkan dengan cara sewa. Perjanjian seperti ini dalam ekonomi Islam disebut akad ijarah, adapun syarat dan ketentuannya serta hak dan kewajiban antara pemberi sewa maupun penyewa telah diatur dalam Fatwa DSN No.09 Tahun 2000. 2. Penerapan dalam manejemen Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan usaha hotel syariah, juga harus menggunakan etika bisnis Islam, yakni: 1. Fal yukrim dhaifahu yaitu layanan memuliakan tamu. 2. Salam yaitu usaha syariah membawa kedamaian, tenteram dan aman 3. Kaffatan lin-naas yaitu terbuka bagi semua kalangan 4. Rahmatan lil ‘aalamin yaitu usaha syariah yang dijalankan membawa rahmat bagi semua kalangan dan lingkungan. 5. Shiddiq artinya jujur, amanah artinya dapat dipercaya, istiqomah artinya konsisten dalam menjalan usaha syariah 6. Ta’awun ala birri wat taqwa, artinya dapat melakukan tolong menolong dalam kebaikan. 3. Penerapaan dalam operasional Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam operasional hotel syariah sehari-hari pada umumnya, Sofyan (2012) memberikan gambaran sebagai berikut: a) Mengawali dengan mengucapkan salam. b) Busana yang dipakai para karyawan menutupi aurat. 217

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

c) Memiliki fasilitas ibadah dan perlengkapan shalat, pada tiap kamar diberikan kemudahan beribadah seperti petunjuk arah kiblat, sajadah, mukena dan AlQur’an. d) Mengumandangkan adzan disetiap waktu shalat dan diperdengarkan pada setiap sudut ruangan. e) Setiap kamar kecil harus menyediakan air yang cukup untuk bersuci. karena banyak hotel hanya menyediakan tisu saja dan hal ini tidak ramah bagi orang muslim. f) Menyajikan makanan dan minuman yang halal bersertifikasi dari LPPOM MUI. g) Suasana hotel harus kondusif secara Islami. h) Hiburan untuk moslem lifestyle lebih ke manfaatnya. i) Setiap pengunjung berpasangan yang datang dilakukan seleksi terlebih dahulu, artinya tidak semua tamu bisa diterima untuk menginap di hotel syariah. j) Untuk urusan perbankan dan asuransi memakai lembaga keuangan syariah. k) Memiliki sertifikasi usaha syariah dari DSN-MUI. l) Hotel mencantumkan didalam anggaran dasar rumah tangga sebagai hotel syariah. 5. Keputusan Menginap Keputusan konsumen yang dilakukan dalam sektor perhotelan yaitu keputusan seseorang untuk memilih menginap di sebuah hotel. Pride dan ferrel (2012) bahwa konsumen dalam memutuskan menginap di sebuah hotel dapat dilatarbelakangi oleh beberapa indikator berikut: agama dan sosial, pengetahuan, minat dan informasi. Konsumen sebelum menetapkan keputusan akan terlebih dahulu mempertimbangkan segala jenis informasi yang tersedia serta segala sebab akibat sesuatu yang bisa muncul dari tindakan dan keputusannya, sehingga dapat dinilai rasional. Para konsumen akan melewati lima tahapan dalam melakukan keputusan, seperti pada gambar di bawah ini: 218

Gambar 2.2 Tahap – Tahap Pengambilan Keputusan Pembelian Pengenalan

Pencarian

Evaluasi

Keputusan

Perilaku

Masalah

Informasi

Alternatif

Pembelian

Pasca pembelian

Sumber : Kotler (2005) Manajemen Pemasaran Sumber: Kotler dan Keller ( 2009) Penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan di atas adalah sebagai berikut: 1. Proses pembelian dimulai ketika konsumen mengenali masalah atau kebutuhan, dapat disebabkan oleh rangsangan internal atau eksternal, selanjutnya rangsangan ini akan berubah menjadi dorongan. Berdasarkan dorongan yang ada pada diri konsumen, maka konsumen akan mencari objek yang diketahui untuk dapat memuaskan dorongan tersebut. 2. Seorang konsumen yang minatnya telah tergugah hanya akan ada dua kemungkinan, yaitu mencari informasi secara aktif atau secara pasif. Peter dan Donnelly (dalam Tjiptono, 2006) mengelompokkan sumber informasi konsumen dalam lima kategori berikut: a. Sumber internal berupa pengalaman sebelumnya dalam menangani kebutuhan serupa. a) Sumber kelompok yaitu pihak-pihak relevan lain (seperti teman, keluarga, tetangga dan rekan kerja) yang diyakini konsumen memiliki keahlian khusus dalam keputusan pembelian terkait. b) Sumber pemasaran berupa iklan, wiraniaga, dealer, kemasan dan pajangan. c) Sumber publik meliputi publisitas (seperti artikel koran tentang produk) dan pemeringkatan independen terhadap produk (seperti laporan hasil riset produk dan warta konsumen). d) Sumber eksperiensial yaitu menangani, menilai dan mungkin pula mencoba produk atau jasa sewaktu berbelanja. 3. Setiap konsumen pasti memiliki beberapa alternatif sebelum akhirnya menjatuhkan

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

pilihan, beberapa konsep dasar dari proses evaluasi konsumen yaitu konsumen berusaha memenuhi kebutuhan, mencari manfaat tertentu dari solusi produk, persepsi terhadap merek produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberi manfaat untuk memuaskan kebutuhan. 4. Dalam tahap keputusan pembelian, konsumen dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai, namun ada dua faktor yang dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian. Pertama, faktor sikap dan motivasi konsumen lain terhadap sebuah produk dapat berpengaruh terhadap evaluasi alternatif konsumen lainnya. Kedua, faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian, diantaranya faktor pendapatan, lingkungan, informasi terkini, harga dan keuntungan dari suatu promosi produk. 5. Setelah membeli produk, maka konsumen akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Jika produk dan perusahaan memperlakukan konsumen sesuai dengan harapan maka konsumen puas, jika melebihi harapan maka konsumen sangat puas, jika produk dan perusahaan memperlakukan konsumen kurang dari harapan maka konsumen tidak puas. Kepuasan konsumen

dapat membawa implikasi pada perilaku pembeliaan (repurchase) atau bahkan merekomendasikan (recommended) produk tersebut kepada orang lain. Proses pengambilan keputusan dalam perspektif syariah disebut rasionalitas Islam. Sikap rasional Islam mendorong setiap konsumen untuk mencari kelengkapan informasi agar dapat meraih falah. Islam menganjuran untuk mengambil keputusan diantara beberapa pilihan dengan menggunakan ilmu dan pengetahuan. Tentunya ilmu dan pengetahuan tersebut didasarkan kepada Allah dan ilmu-ilmu dalam kandungan Al-Qur’an dan Hadis, karena seringkali yang menurut manusia hal yang baik, padahal hal buruk menurut Allah, dan sebaliknya hal yang buruk menurut manusia, padahal baik menurut Allah, seperti kandungan pada ayat berikut:

“Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS. Al-Maa’idah:100) 6. Kerangka Pemikiran Penelitian ini akan lebih jelas tersaji dan dimengerti dengan melihat kerangka pemikiran, seperti yang digambarkan berikut ini:

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Al-Qur’an & Hadits (Sumber Ilmu)

Hotel Grand Kalpataru Syariah

Kualitas Pelayanan (X1)

Tangible Reliability Responsiveness Assurance

Tarif (X2)

Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah (X3)

Tarif sesuai standar Tarif dapat terjangkau

Fasilitas Ibadah Lengkap Makanan & Minuman Halal Seleksi Tamu Berbusana Menutupi Aurat Meniadakan unsur Maksiat

Empathy

Keputusan Menginap (Y) Agama & Sosial Pengetahuan Minat Informasi

Sumber : Data diolah (2014)

219

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

Penjelasan gambar 2.3 bahwa Allah adalah sebagai sumber ilmu yang dituangkan dalam AlQur’an dan Hadis. Hotel syariah sebagai penyedia jasa harus menyandarkan Al-Qur’an dan Hadis sebagai epistimologi, yaitu sebagai sumber segala ilmu untuk membuat pedoman, kebijakan dan prinsip-prinsip yang akan diberlakukan dalam praktik bisnis hotel syariah. Prinsipprinsip syariah tersebut akan diterapkan mulai dari pengelolaan, produk, maupun pelayanan dalam kegiatan operasional sehari-hari, sehingga perkembangan jasa hotel syariah dengan segala keunggulan fasilitas dan kemajuan teknologi yang dipakainya, akan tetap dapat menjalankan fungsi hotel dengan Islamic worldview. Faktor-faktor yang diunggulkan hotel syariah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen seperti kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah, bahwa konsumen harus menilainya dari kacamata Islam, yaitu menggunakan ilmu Al-Qur’an dan Hadis sebagai standar penilaian baik dan buruk, berkualitas atau tidak berkualitas, maupun nilai benar dan salah. Sehingga konsumen yang menginap di hotel syariah akan mendapatkan maslahah dan terjaga ketakwaannya serta tetap dapat melaksanakan aktivitas ibadah kepada Allah SWT, dimana ibadah adalah tujuan dasar manusia hidup di dunia. Seperti dalam kandungan Al-Qur’an surat Adh-dzariyaat ayat 56 bahwa tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah SWT. Kualitas pelayanan sebuah hotel syariah akan dinilai berhasil mempengaruhi keputusan konsumen menginap dapat dilihat dari 5 indikator yaitu tangible (berwujud), reliability (keandalan), responsiveness (tanggungjawab), assurance (jaminan), dan empathy (empati). Tarif akan dinilai layak jika tarif dapat memenuhi standar dan tarif dapat terjangkau. Penerapan prinsipprinsip syariah yang paling dianggap menunjang keputusan konsumen menginap meliputi fasilitas ibadah lengkap, makanan dan minuman halal, seleksi tamu, berbusana menutupi aurat serta 220

meniadakan unsur maksiat. Sementara dalam pengambilan keputusan menginap, konsumen dilatarbelakangi oleh indikator agama dan sosial, pengetahuan, minat dan informasi. C. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu: Hipotesa 1 Ha : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Ho : Kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Hipotesa II Ha : Tarif berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Ho : Tarif tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Hipotesa III Ha : Penerapan prinsip-prinsip syariah berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Ho : Penerapan prinsip-prinsip syariah tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Hipotesa IV Ha : Kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Ho : Kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah D. Metodologi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Hotel Grand Kalpataru Syariah, yang beralamat di Jl. Kalpataru No. 41-43 Malang. Waktu penelitian menggunakan periode 1 bulan, yaitu pada bulan September 2014. Sumber data diperolah dari data primer, yaitu menggunakan teknik survei dengan penyebaran kuesioner tertutup sebanyak 64 pertanyaan. Populasi dalam penelitian ini adalah pengunjung hotel yang datang menginap berjumlah 500 responden. Dengan teknik purposive sampling, didapat sampel sebanyak 138 responden atau 28% dari populasi. Hasil kuesioner berupa data mentah yang memerlukan pengolahan data dengan uji statistika, untuk mempermudah analisis digunakan aplikasi pengolah data yaitu SPSS versi 20. Analisis data dimulai dengan menggunakan deskripsi data, uji validitas, reliabilitas dan normalitas terhadap item-item pertanyaan dalam kuesioner. Setelah data disajikan, selanjutnya dianalisis dengan uji regresi linier berganda, uji koefiesien determinasi, uji korelasi, uji f atau anova serta uji hipotesis, angka diterima dan dinilai signifikan jika hasil signifikasi uji t dan uji f ≤ 0,05. E. Analisa dan Pembahasan Penyajian data terlebih dahulu diukur dengan uji instrumen variabel penelitian menggunakan uji validitas, uji reliabilitas dan uji normalitas. Dari 64 item instrumen, terdapat 3 item yang gugur yaitu X13,X15,X18, selebihnya dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas bahwa keseluruhan

item instrumen dinyatakan reliabel dengan koefisien ≥ 0,60 yaitu variabel kualitas pelayanan (X1) sebesar 0,726, tarif (X2) sebesar 0,740 dan penerapan prinsip-prinsip syariah (X3) sebesar 0,724 serta keputusan menginap (Y) sebesar 0,744. Hasil uji normalitas didapat bahwa asumsi normalitas terpenuhi, ditunjukkan dengan hasil pada grafik normal P-P plot bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal tersebut. Dengan demikian bahwa itemitem instrumen yang diajukan penulis atas empat variabel kualitas pelayanan, tarif, penerapan prinsip-prinsip syariah dan keputusan menginap dinilai representatif dan layak dijadikan penyajian data penelitian. Uji regresi menghasilkan persamaan Y=10,882+0,284X1+ 0,608X2+0,383X3+e. Dengan demikian dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1) a

= -10,882

Konstanta -10,882 berarti bahwa keputusan menginap konsumen pada hotel syariah akan konstan sebesar -10,882 jika tidak dipengaruhi oleh faktor kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah. 2) b 1 = 0,284 Apabila kualitas pelayanan meningkat sebanyak 1 kali, maka dapat meningkatkan keputusan menginap sebanyak 0,284 kali. Persentase pengaruh kualitas pelayanan sebesar 28,4% persen tergolong rendah, dan skor terendah dari penilaian pengunjung terdapat pada faktor fasilitas dan tenaga SDM (Sumber Daya Manusia). Fasilitas utama dan pendukung yang disediakan hotel tergolong cukup lengkap, akan tetapi pengunjung menginginkan fasilitas yang lebih baik dalam hal kebersihan dan perawatan, serta harapan dilayani oleh SDM hotel yang lebih profesional. 3) b 2 = 0,608

Apabila tarif meningkat sebanyak 1 kali, maka dapat meningkatkan keputusan menginap sebanyak 0,608 kali. Persentase pengaruh tarif sebesar 60,8% persen tergolong tinggi, hal 221

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

ini terjadi karena pengunjung menilai besar tarif hotel telah sesuai dengan produk dan pelayanan yang diberikan, selain itu adanya kemudahan transaksi pembayaran, kerjasama pembayaran dengan beberapa marchandise serta adanya member card dengan diskon khususnya telah dapat mencapai kepuasan konsumen. 4) b 3 = 0,383 Apabila penerapan prinsip-prinsip syariah meningkat sebanyak 1 kali, maka dapat meningkatkan keputusan menginap sebanyak 0,383 kali. Persentase sebesar 38,3% persen tergolong cukup, karena faktor pengetahuan dan informasi masyarakat akan pentingnya mengutamakan memilih hotel syariah masih minim, sehingga perlu upaya lebih keras lagi untuk mengedukasi masyarakat dan mempromosikan keunggulan hotel syariah dalam segi penerapan prinsip-prinsip syariah. Dari hasil R Square diketahui bahwa besar pengaruh kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah terhadap keputusan menginap konsumen dinilai representatif sebesar 0, 585 (58,5%). Adapun sisanya 41,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang merupakan keterbatasan penelitian untuk mengambil banyak kemungkinan variabel dalam penelitian ini. Faktor lain yang dianggap penulis mempengaruhi keputusan menginap yaitu promosi dan lokasi, namun untuk membuktikan kebenarannya perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Usaha Hotel Grand Kalpataru Syariah dalam meningkatkan jumlah pengunjung hotel, mulai dari melakukan konversi dari hotel non syariah menjadi hotel berbasis syariah, meningkatkan kualitas pelayanan dalam perlengkapan fasilitas ibadah dan sarana pendukung seperti free internet, parkir yang lebih luas serta adanya kegiatan religi “wisata hati”, pilihan tarif yang beragam dan ditegakkannya prinsip-prinsip syariah yang memiliki suasana Islami, telah dinilai berhasil menarik minat konsumen untuk mengambil keputusan menginap di Hotel Grand Kalpataru 222

Syariah. Hal ini dibuktikan dari hasil uji f dengan melakukan analisa probabilitas pada tabel kolom Sig. diketahui 0.000 ≤ 0,05. Meskipun hasil penelitian menunjukkan dalam proses pengambilan keputusan justru didominasi oleh pengaruh faktor tarif dibanding faktor penerapan prinsip-prinsip syariah yang telah menjadi keunggulan hotel syariah, namun tarif itu sendiri sebenarnya tidak terpisah dari bagian penerapan prinsip-prinsip syariah, dimana penetapan tarif didasarkan pada prinsip keadilan dalam syariah Islam. Mengenai keuntungan, jika semua usaha yang dilakukan berdasar pada prinsip syariah termasuk pada hotel syariah tidak akan ada ruginya, karena bila rugi akan mendapatkan balasan dari Allah SWT melebihi dari kerugian yang dialami (Sofyan, 2011). Sesuai janji Allah dalam ayat berikut:

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orangorang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabuut:69)” Al-Ghazali (dalam Karim, 2006) telah mengungkapkan bahwa tujuan dari syariah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia dengan cara memastikan perlindungan kepada agama, jiwa, keturunan, akal dan harta. Seperti dalam bisnis hotel syariah, bahwa tujuan diterapkannya hukum Islam (maqashid syariah) dalam aktifitas ekonomi termasuk dalam bisnis hotel syariah adalah untuk kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. Maslahah pada hotel syariah yaitu mengembalikan fungsi hotel sebagai tempat peristirahatan sementara sehingga dimanapun manusia berada sekalipun dalam tengah perjalanan, urusan bisnis dan saat rekreasi akan tetap dapat istiqomah beribadah, dengan demikian menginap di hotel syariah akan dapat terjaga ketakwaan manusia kepada Allah SWT.

Analisis Kualitas Pelayanan, Tarif dan...— Umi Indah Alvia, S.Psi, M.E.Sy, Muhammad Zilal Hamzah, PhD

F. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Kualiatas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. 2) Tarif berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. 3) Penerapan prinsip-prinsip syariah berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. 4) Kualitas pelayanan, tarif dan penerapan prinsip-prinsip syariah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan menginap konsumen pada Hotel Grand Kalpataru Syariah. Berdasarkan hasil penelitan, maka disampaikan saran-saran sebagai berikut: 1) Dalam upaya meningkatkan jumlah pengunjung dan mempertahankan pelanggan serta dipercaya oleh masyarakat, maka Hotel Grand Kalpataru Syariah disarankan agar melakukan pembenahan dan peningkatkan kualitas pelayanan pada dua faktor, yakni fasilitas dan tenaga SDM. Fasilitas pada hotel harus terus diupayakan kelengkapannya, serta diimbangi dengan upaya perawatan dan pemeliharaan secara reguler agar fasilitas tersebut tetap berfungsi dengan baik dan terjaga kualitasnya sehingga tercapai kepuasan pelanggan. Peningkatan kinerja SDM tidak hanya berfokus pada kemampuan hard skill, namun juga berupaya membentuk kepribadian karyawan yang handal dengan meningkatkan sikap profesionalisme, keramahan-tamahan, ketepatan dan keakuratan dalam bekerja serta kecakapan berkomunikasi. 2) Faktor tarif yang mendominasi keputusan konsumen untuk menginap di Hotel Grand Kalpataru Syariah, dapat menjadi peluang dan keunggulan hotel untuk memasarkan

hotel lebih luas lagi kepada semua kalangan dan memperbesar networking. Promosi dan progam-progam marketing yang dianggap telah berhasil mempengaruhi keputusan menginap konsumen, harus terus konsisten dijalankan. 3) Penegakan prinsip-prinsip syariah pada hotel syariah agar dilakukan secara maksimal, bahwa penegakan prinsip tidak hanya pada operasional hotel sehari-hari, namun juga dalam manajemen dan pengelolaannya. Usaha penegakan syariah haruslah kaffah, yaitu mengelola keuangan dengan sistem akuntansi syariah, melakukan relasi dengan bank syariah dan asuransi syariah, menjalin kerjasama dengan jasa syariah lainnya seperti tour dan travel syariah, destinasi wisata syariah serta spa dan salon syariah, dan jika melakukan investasi hanya pada pasar modal syariah. Meskipun relasi dengan lembaga keuangan non syariah telah terlebih dahulu terjalin (sebelum hotel konversi menjadi syariah), namun usaha penegakan prinsip syariah harus selalu diupayakan berkelanjutan, agar tercipta kemaslahatan pada hotel syariah. 4) Bagi peneliti selanjutnya, agar menambahkan sampel lebih banyak dan penambahan variabel independen lebih variatif seperti lokasi, promosi serta variabel-variabel lain yang belum diteliti, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menginap pada hotel syariah dapat dianalisis lebih signifikan. 5) Bagi masyarakat luas, agar penelitian ini menjadi informasi dan referensi untuk mengambil keputusan menginap pada hotel syariah harus lebih diutamakan apabila pada kota tujuan terdapat hotel syariah, karena konsumen yang memilih menginap di hotel syariah akan lebih terjaga harkat dan martabat, banyak kemudahan dalam menjalankan ibadah, serta terbukti jauh dari pelanggaran syariat Islam. 6) Bagi pelaku kebijakan, agar Indonesia dapat mengejar ketinggalan pertumbuhan pariwisata syariah termasuk hotel syariah dari negaranegara muslim lainnya, maka dibutuhkan

223

Volume 8 No. 2 Edisi Juli 2015 Hal 210-224

peningkatkan kualitas pelayanan pada faktor fasilitas dan pemberdayaan SDM yang handal serta kecakapan berkomunikasi internasional. Pemerintah diharapkan turut mendorong dalam hal kebijakan-kebijakan yang strategis, kemudahan visa antar negara muslim, mengadakan progamprogam edukasi wisata syariah secara gencar kepada masyarakat. Kualitas pelayanan pada semua sektor bisnis syariah haruslah bersinergi untuk kemudahan akses para wisatawan, seperti informasi atau panduan akan tempat-tempat wisata syariah, hotel-hotel syariah, restoranrestoran halal, tempat ibadah terdekat dan bisnis jasa syariah lainnya yang tersedia di kota tujuan, dengan cara menginformasikannya secara online/ offline mulai dari bandara kedatangan, terminal, stasiun maupun transportasi publik lainnya.

Demikian saran-saran berdasarkan hasil penelitian dan besar harapan penelitian ini dapat berkontribusi bagi praktisi, akademisi, pelaku kebijakan dan masyarakat luas. Daftar Pustaka Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2009. Syaamil AlQur’an. Departemen Agama RI. Bandung Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSNMUI/IV/2000. Tentang Pembiayaan Ijarah. Jakarta Flippo, E.B. 2014. Manajemen Personalia. Erlangga. Jakarta Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Rajagrafindo Persada. Jakarta Karim, Adiwarman. 2006. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajagrafindo Persada. Jakarta Kartajaya, Hermawan. 2006. Syari’ah Marketing. Mizan Pustaka. Bandung Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009a. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Edisi 13. Erlangga. Jakarta

224

Kotler, Philip dan Keller, Kevin Lane. 2009b. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Edisi 13. Erlangga. Jakarta Nasution, Mustafa E., Setyanto, B., Huda, N., Mufraeni, M, Arief, U., dan Bey, Sapta. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana. Jakarta Parasuraman, A. 2000. Technology Readiness Index (TRI): A Multiple-ItemScale to Measure Readiness to Embrace New Technologies. Journal of Service Research. 2 (4), 307–20 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 2 Tanggal 9 Januari 2014. Tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah. Jakarta Pride, W.M., dan Ferrell, O.C. 2012. Pemasaran dan Praktek Sehari-hari. terjemah Daniel Wirajaya. Edisi VII. Binarupa aksara. Jakarta Qardhawi, Yusuf. 1995. Fatwa Fatwa Kontemporer 2 (Hadyu al-Islam; Fatawi Mu’ashirah. Penerjemah As’ad Yasin. Gema Insani Press. Jakarta. Sofyan, Riyanto. 2011. Bisnis Syari’ah Mengapa Tidak! Pengalaman Penerapan Pada Bisnis Hotel. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung Sulastiyono, Agus. 2011. Manajemen Penyelenggaran Hotel; Seri Manajemen Usaha Jasa Sarana Pariwisata. Alfabeta. Bandung Tjiptono, Fandy. 2006. Pemasaran Jasa. Banyumedia Publishing. Malang Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius. 2012. Service, Quality & Satisfaction. Edisi 3. Andi. Jakarta www.parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2466 diakses tanggal 10 Agustus 2014 Pukul 22.00 WIB

Index Artikel Volume 1 Nomor 1 Desember 2008 1. Peran badan wakaf Indonesia (BWI) dalam pengembangan wakaf di Indonesia Mustafa Edwin Nasution, Ph.D 2. Wakaf dalam peraturan perundangundangan di Indonesia Dr. Uswatun Hasanah 3. Standarisasi nazhir wakaf uang profesional Jafil Khalil, MCL, Ph.D 4. Designing waqf management system for microfinance sector and poverty eradication in Indonesia Dian masyita, SE., MT 5. Peran LKS dalam pengembangan wakaf uang Riawan Amin, M.Sc 6. Menakar kerjasama nazhir dengan LKS Ir. Muhammad SyakirSula, FIIS, AAIJ

Volume 2 Nomor 3 edisi Agustus 2009 1. Istibdal harta benda wakaf Prof. Dr. KH. Tholhah Hasan 2. Istibdal tanah wakaf Dr. KH. M. Anwar Ibrahim 3. Praktik istibdal harta benda wakaf di Indonesia Prof. Dr. Suparman Ibrahim 4. Istibdal nazhir wakaf menurut Fikih Drs. KH. Hafidz Utsman 5. Jalan panjang tukar guling tanah wakaf Muhammad Syakir sula 6. Optimalisasi manfaat wakaf dengan istibdal Bey sapta utama 7. Penukaran harta benda wakaf dalam perspektif sosiologis Dr. Amelia Fauzia

Volume 2 Nomor 2 edisi April 2009 1. Waqf an Nuqud (wakaf uang) Dalam Perspektif Hukum Islam Dr. M. Anwar Ibrahim 2. Strategi fundrasing wakaf uang Prof. Dr. Suparman Ibrahim 3. Wakaf Uang untuk Jaminan Sosial H.M. Cholil Nafis, MA 4. Social Investmen Bank Limited (SIBL) di Bangladesh Jafril Khalil, Ph.D 5. Implementasi Wakaf Dalam Instrumen Asuransi Syariah Ir. Syakir Sula 6. Potensi Wakaf Uang Untuk Pembangunan Perumahan Rakyat Prof. Dr. Uswatun Hasanah 7. Wakaf Uang, Solusi Bagi KPR I slamic bank Mustafa Edwin Nasution

Volume 4 Nomor 1 edisi Januari 2011 1. Pemberdayaan Nazhir Prof. Dr. KH. Tholhah Hasan 2. Peran nazhir dalam mengelola wakaf uang Drs. KH. Hafidz Utsman 3. Standarisasi dan profesionalisme nazhir di Indonesia Prof. Dr. Fathurrahman Djamil 4. Signifikansi peran dan fungsi nazhir Dr. Wahidudddin Adam 5. Peranan perbankan syariah dalam implementasi wakaf uang Mulya E. Siregar 6. Wakaf untuk keadilan sosial Sukron Kamil 7. Wakaf uang dalam perspektif hukum ekonomi Islam Hendra Kholid 225

Volume 4 Nomor 2 edisi Juli 2011 1. Potensi memproduktifkan tanah wakaf di Indonesia Suparman Ibrahim dan Nani Almuin 2. Tanah Wakaf dan status dalam hukum agraria M. Soleh Amin 3. Wakaf dan praktik istibdal di Indonesia Abdul Qodir 4. Aplikasi wakaf uang di Indonesia Cholil Nafis 5. Implementasi LKS dalam Pengembangan wakaf di Indonesia Arif Zamhari 6. Kerjasama nazhir dengan bank syariah dalam mengembangkan wakaf uang di Indonesia Syakir Sula 7. Nazhir wakaf uang di Indonesia Asep Saefudin Jahar Special edition September 2011 1. Fiqih law on waqf Anwar Ibrahim 2. Exchanging waqf asset Muhammad Tholhah Hasan 3. Cash waqf solution for KPR Islamic Banking Mustafa Edwin Nasution 4. Cash waqf potential to develop public housing Uswatun Hasanah 5. Fundrasing strategy for cash waqf Suparman Ibrahim 6. Cash waqf for social security M. Cholil Nafis 7. Implementation of waqf in syariah insurance instrumen Muhammad Syakir Sula

226

8. Standarization of cash waqf professional nazhir Jafril Khalil Volume 5 Nomor 1 edisi Januari 2012 1. Peran Nazhir perempuan KH. Anwar Ibrahim 2. Kiprah kaum wanita dalam wakaf KH. Tholhah Hasan 3. Peran perempuan dan perluasan budaya wakaf Prof. Dr. Amany Lubis 4. Peran perempuan dalam pemberdayaan ekonomi uamat Dr. Rozalinda 5. Wakif dalam perspektif psikologi sosial Siti Achiria 6. Kedudukan nazhir wakaf menurut Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas Helza Novalita 7. Book review al-waqfu fi syariah al Islamiyah wa atsharuhu fi tanmiyah al mujtama’ Rizaluddin Volume 5 Nomor 2 edisi Juli 2012 1. Pengelolaan wakaf di Mesir Yuli Yasin Thoyyeb 2. Perkembangan wakaf di Indonesia Sutami 3. Peraktik wakaf pada rumah sakit sunan kudus Imam Syaukani 4. Wakaf produktif tabung wakaf Indonesia Muhammad Zein 5. Pemberdayaan umat melalui lembaga wakaf Abbas Aula

6. Optimalisasi pengelolaan dana wakaf produktif melalui transaksi SBSN Muhammad Muflih Volume 6 nomor 1 edisi Januari 2013 1. Wakaf dan perannnya dalam pendidikan di dunia Islam Tholhah Hasan 2. Wakaf dan pendidikan Islam Jaih Mubarak 3. Wakaf dan pendidikan di pondok moderen Darussalam Gontor Uswatun Hasanah dan Fahruroji 4. Peluang wakaf produktif untuk pembiayaan pendidikan Islam Tata Fathurahman 5. Peran wakaf dalam pembangunan pendidikan tinggi Islam : studi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar Arif Zamhari 6. Pengelolaan wakaf produktif untuk pendidikan : peran wakaf pada yayasan badan wakaf sultan agung Semarang Abdurrahman Kasdi 7. Kontribusi Badan Wakaf KH. M. Adlan Aly dalam pengembangan lembaga pendidikan Islam Moh. Mahrus Volume 6 nomor 1 edisi Januari 2013 1. Politik kebijakan wakaf : proses perumusan Undang-undang Nomor 41 tahun 04 tentang wakaf Rendi Syabardi 2. Mekanisme penciptaan tata kelola wakaf kreatif di Indonesia Miftahul Huda 3. Peran badan wakaf indonesia dalam memproduktifkan aset wakaf nasional Achmad Djunaedi dan Nani Almuin

4. Peran wakaf dalam membentuk civil society : studi kasus pesantren al –amin prendum Sumenep Madura Ita Anistianah 5. Paktik maslahat al-Istibdal wakaf Achmad Siddieq 6. Implementasi wakaf tunai dalam bank syariah melalui pembiayaan al-Qardhul hasan upaya pemberdayaan sektor riil Reni Supriyatna 7. Pemberdayaan wakaf uang untuk program Entreprenur bagi remaja putus sekolah di pesantren al- Rabbani Ali M. A Abdullah Volume 7 Nomor 1 edisi Januari 2014 1. Perwakafan Di Bangladesh : Sebuah Kajian Kepustakaan Zilal Hamzah 2. Peraturan Dan Praktik Wakaf Saham Di Malaysia: Analisa Praktik Wakaf Saham Pada Johor Corporation Helza Novalita 3. Optimalisasi Hewan Qurban untuk Pengembangan Wakaf : Studi Kasus Wakaf Selandia Baru (Awqaf Nz) N. Oneng Nurul Badriyah 4. Peran Wakaf dalam Membangun Identitas Muslim Singapura Zaki Halim Mubarak 5. Kemitraan Nazhir Dengan Bank Syariah dalam Mengembangkan Wakaf Uang : Studi Kasus Di Indonesia, Bangladesh, Dan Yordania Abdullah Ubaid 6. Kompetensi Nazhir Dalam Mengelola Wakaf Produktif Muhammad Aziz 7. Menuju Koperasi Wakaf Hendri Tanjung 227

Volume 7 Nomor 1 edisi Juli 2014 1. Wakaf Produktif dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Helza Novalita dan Mega Zahara 2. Wakaf dalam Perspektif Ekonomi Islam Fahrurozi 3. Managemen Wakaf dalam Penyelesaian Sengketa Wakaf Arifin Nurdin 4. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan Rumah Zakat Pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta Muhammad Ichwan Hamzah Ahmad Fauzi 5. Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah Di Indonesia (Periode Tahun 2007–2013) Zafirah Assegaf, Anindya Mitra Raisnur Putri, Achmad Syarief 6. Factors Affecting Mudharabah Saving Deposits Investment In Indonesian Islamic Bank Muhammad Zilal Hamzah, Ahmad Selamet 7. Factors Affecting Mudharabah Saving Deposits Investment In Indonesian Islamic Bank Muhammad Zilal Hamzah, Yusrizal, Sabila Aqlima Izazi

228

Volume 8 Nomor 1 Edisi Januari 2015 1. Konsep Hukum Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Uang Berbentuk Saham dalam Perseroan Terbatas (Pemberdayaan Coorporate Social Responsibility Perusahaan) Ulya Kencana 2. Analisis Permasalahan Pemanfaatan Sukuk Waqf – Based untuk mendorong Wakaf Produktif di Indonesia; Pendekatan Analytic Network Process (ANP) Selvia Yolanda Putri 3. Pengelolaan Wakaf Uang Dalam Bentuk Reksa Dana Syariah Latifah Kusumawardhani 4. Legalisasi Status Tanah Bangunan Masjid Menjadi Wakaf Upaya MemberikanPerlindungan Atas Tanah – Tanah Wakaf Achmad Djunaidi dan Nani Al-Muin 5. Prioritas Solusi Permasalahan Waqaf di Provinsi Jawa Barat dengan Metode ANP Nurul Huda, Desti Angraini, Nova Rini, Khamim Hudori dan Yosi Mardoni 6. Negara dan Filantropi Islam Studi Undang-Undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 Tresna Laila Yunita 7. Pengaturan Wakaf dan Perkembangannya di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Helza Novalita

Petunjuk Penulisan Naskah

1) Jurnal Al-Awqaf BWI hanya menerima naskah belum pernah dipublikasikan, mengandung unsur kekinian dan bersifat ilmiah. 2) Judul makalah harus akurat, singkat, informatif, jelas dan mudah dipahami. Diketik dengan huruf besar, dihitamkan, kecuali pada nama latin. 3) Ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. 4) Makalah diketik 1 1/5 spasi pada kertas A4, huruf Times New Roman 12, tidak timbal balik, dengan jumlah halaman makalah minimal 15 halaman dan maksimal 20 halaman, (tidak termasuk lampiran dan daftar pustaka). 5) Nama penulis dan alamat instansi dicantumkan dibawah judul. 6) Abstrak dibuat dalam dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), tidak melebihi 250 kata. Ditempatkan sebelum pendahuluan, diketik miring (italic), dengan font arial 9, dengan jarak 1 (satu) spasi 7) Kata kunci dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), ditempatkan di bawah abstrak, terdiri dari 5 (lima) kata. 8) Isi makalah minimal terdiri dari: -

Pendahuluan (latar belakang, tujuan)

-

Metodologi

-

Hasil dan Pembahasan

-

Kesimpulan

-

Daftar Pustaka

9) Pembahasan, menerangkan arti hasil penelitian bagaimana hasil penelitian yang dilaporkan dapat memecahkan masalah, perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu serta kemungkinan pengembangannya. 10) Daftar pustaka, disusun alfabetis menurut sistem APA Format. Setiap nama pengarang diberi nomor urut sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan mencantumkan a. Untuk buku: nama – nama penulis, editor, penerbit, tahun dan nomor halaman. b. Untuk terbitan berkala: nama-nama penulis, judul tulisan, judul terbitan (disingkat sesuai dengan index medicus), volume, tahun, dan nomor halaman. c. Internet : website, judul naskah, waktu unduh. 11). Sistematika penyusunan naskah yang isinya bukan hasil penelitian hendaknya tetap merujuk format yang telah diuraikan di atas. Penyesuaian dapat dilakukan seperlunya dengan cara menghilangkan bagian-bagian seperti bahan dan metode, hasil penelitian dan sebagainya.

229

230

More Documents from "Surya Hendrawan"