Loading documents preview...
ANASTESI DAN EKSTRAKSI GIGI
• PENGERTIAN ANASTESI Anastesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi temperature, tekanan dan dapat diserati dengan terganggunya fungsi motorik ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya.
KLASIFIKASI ANASTESI • Anastesi Umum • Anastesi Regional • Anastesi Lokal Howe GL, whitehead FIH. 1994
ANASTESI LOKAL • Anastesi lokal adalah suatu keadaan hilangnya untuk sementara sensasi atau sakit pada satu bagian tubuh sebagai hasil daripada aplikasi topical atau penyuntikan agen tanpa penekanan tingkat kesadaran. JENIS ANASTESI LOKAL A. Anastesi Topikal B. Anastesi Infiltrasi C. Anastesi Blok D. Anastesi Intraligamen
Howe GL, whitehead FIH. 1994
A. ANASTESI TOPIKAL Pengertian. Aplikasi gen anastesi tertentu pada daerah kulit maupun membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk membaal ujung-ujung saraf superficial Cara melakukan anastesi topikal adalah : 1. Membran mukosa dikeringkan untuk mencegah larutnya bahan anastesi topikal. 2. Bahan anastesi topikal dioleskan melebihi area yang akan disuntik ± 15 detik, kurang dari waktu tersebut, obat tidak efektif (tergantung petunjuk pabrik). 3. Anastesi topikal harus dipertahankan pada membran mukosa minimal 2 menit, agar obat bekerja efektif. Meechan JG., 2001
CARA MELAKUKAN ANASTESI TOPIKAL
Meechan JG., 2001
BAHAN ANASTESI TOPIKAL • Bahan anastesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut : 1. Menurut bentuknya : Cairan, salep, gel 2. Menurut penggunaannya : Spray, dioleskan, ditempelkan 3. Menurut bahan obatnya : Chlor Etil, Xylestesin Ointment, Xylocain, Oitment, Xylocain Spray 4. Anastesi topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan konsentrasi > 20 %, lidokain tersedia dalam bentuk cairan atau salep > 5 % dan dalam bentuk spray dengan konsentrasi >10 %.
Meechan JG., 2001
B. ANASTESI INFILTRASI (INJEKSI SUPRAPERIOSTEAL) Pengertian.
Pendeponiran larutan anastesi di dekat serabut terminal dari saraf yang berhubungan dengan periosteum bukal, labial, palatal, lingual dan bagian interdental papil dari gigi. Daerah bukal/labial/RA/RB
•
Masuknya jarum ke dalam mukosa ± 2 – 3 mm, ujung jarum berada pada apeks dari gigi yang dicabut. Sebelum mendeponir anastetikum, lakukan aspirasi untuk melihat apakah pembuluh darah tertusuk, bila tidak ada darah
•
Masukkan obat dengan perlahan dan tidak boleh mendadak sebanyak ± 0,60 ml (1/3 karpul).
Wilson S, Montgomery RD, 2001
Daerah palatal/lingual.
• Masukkan jarum sampai menyentuh tulang. Masukkan obat perlahan dan tidak boleh mendadak sebanyak ± 0,2 – 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut putih/pucat.
Daerah Interdental Papil
• Masukkan jarum pada daerah papila interdental, masukkan obatnya sebanyak ± 0,2 – 0,3 cc. Akan terlihat mukosa daerah tersebut memucat.
Wilson S, Montgomery RD, 2001
BAHAN ANASTESI INFILTRASI
Wilson S, Montgomery RD, 2001
C. ANASTESI BLOK • Penyuntikan bahan anastesi langsung ke saraf utama atau pleksus saraf.
Malamed Stanley F., 1997
1. a.
Anastesi Blok Rahang Atas Blok nervus nasopalatina
Titik suntikan terletak pada papila insisivus yang berlokasi pada garis tengah rahang, di posterior gigi insisivus sentralis. Ujung jarum dearahkan keatas pada garis tengah menuju kanalis palatine anterior, deponir kira-kira 0,5 ml larutan anastesi lokal. Anastesi topical mutlak dilakukan sebelum insersi jarum untuk mengurangi rasa sakit.
b. Blok Nervus Alveolar Posterior Superior
Titik suntikkan terletak pada lipatan mukosa tertinggi di atas akar distobukal molar kedua atas. Arahkan jarum ke atas dengan kedalaman 15 mm dan ujung jarum harus tetap menempel pada periosteum. Aspirasi dan jika tidak terlihat darah dengan perlahan-lahan deponir 1,5-2 ml larutan. Malamed Stanley F., 1997
2. Anastesi Blok Rahang Bawah Blok nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis. Teknik Indirect:
• Palpasi tepi anterior ramus ascendens mandibular, raba lebih ke posterior pada krista buksinatoria.
• Ibu jari diletakan pada permukaan oklusal gigi molar, dengan ujung ibu jari bersandar pada linea oblique dan pangkal ibu jari bersandar pada fossa retromolar.
• Tempat masuk jarum diatas kuku, tahan syringe sejajar terhadap bidang oklusal dan terletak diatas gigi premolar dan molar yang berlawanan.
• Jarum dimasukan kira-kira 15 mm perlahan smpai ujungnya menyentuh tulang. • Kemudian jaga ujung jarum pada posisi yg sama, geser syringe melewati garis tengah mulut. Teruskan jarum kebelakang menyusur tulang sejauh 1 cm, sesudah jarum masuk terasa jarum tidak menyusur tulang karena telah berada pada sulkus mandibular.
• Aspirasi, bila tidak ada darah suntikan 1,5 ml perlahan selama 30-45 detik. • Untuk blok nervus lingualis. Tarik mundur jarum sedikit lalu suntikan 0,5 ml larutan anastesi
Malamed Stanley F., 1997
4. ANASTESI INTRALIGAMEN (LIGAMENT PERIODONTAL) Teknik ini menggunakan 0,2 ml larutan anastesi untuk tiap akar gigi, ukuran jarum 30 gauge pendek. Tekniknya:
• Hilangkan semua kalkulus • Insersikan ke dalam sulkus gingiva ke bawah pada bagian mesial distal gigi dengan bevel jarum menjauhi gigi
• Kemudian didorong ke mebran periodontal bersudut 30o terhadap sumbu gigi. • Gerakan jarum ke apikal sampai tersendat diantara gigi dan crest alveolar biasanya 2 mm, lalu injeksikan larutan anastesi. Malamed Stanley F., 1997
TAHAPAN PERSIAPAN ANASTESI SECARA UMUM
• • • •
Informed Concent
• • •
Rasa sakit penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan
Kunjungan untuk pencabutan pagi hari Instrument sebaiknya jangan diletakkan di atas meja Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk dengan jarum dan terasa sakit sedikit Aspirasi Waktu untuk menentukan anastesi berjalan +- 5 menit dan di jelaskan sebelumnya kepada pasien bahwa akan terasa gejala parastesi Malamed Stanley F., 1997
PENCABUTAN GIGI (EKSODONSI)
EXODONTIA • Merupakan suatu pembedahan
yg melibatkan jaringan tulang dan
jaringan lunak dr rongga mulut
• Pencabutan gigi desidui berbeda dgn gigi permanen. Pencabutan gigi desidui selain melihat luasnya karies hingga tdk dpt dipertahankan, jg dgn melihat resorpsi akar yg terjadi.
(Baart, J.A & Brand, 2009 ; Abu B,2012)
INDIKASI • • • • • • • • •
Gigi dgn karies yang luas Gigi rusak berat dan tdk dpt direstorasi Gigi Ulcus decubitus Gigi sulung yang persisten Gigi sulung yang sudah goyang
Gigi sehat yang menyebabkan maloklusi Gigi dgn fokal infeksi Terjadi infeki periapikal atau interadikuler yg tdk dpt disembuhkan Kasus abses dentoalveolar akut dgn selulitis (Abu B, 2012)
KONTRAINDIKASI • Gigi permanen pengganti belum waktu erupsi • Perikoronitis akut • Abses akut • Benih gigi permanen tidak ada
HAL-HAL YG PERLU DIPERTIMBANGKAN SEBELUM MELAKUKAN PENCABUTAN GIGI DESIDUI
• Perkembangan rahang • Jumlah akar • Resorbsi gigi sulung yg bersangkutan • Fase perkembangan gigi permanen pengganti dan yg berdekatan • Ada / tidaknya infeksi • Adanya penyakit sistemik seperti suspect focal infeksi
PERSIAPAN • OPERATOR • PENDERITA • STATUS KESEHATAN PENDERITA • STATUS LOKALIS
• ARMAMENTARIUM • TEHNIK SEDERHANA (FORCEP/TANG) • TEHNIK KOMPLIKASI (INTERVENSI BEDAH)
ARMAMENTARIUM
PENGISIAN STATUS PENDERITA • • • • • • • •
Nama Usia Jenis Kelamin Anamnesa Status Kesehatan Penderita Penyakit Umum Gambaran ro foto gigi Indikasi dan Kontraindikasi (sistemik dan lokal)
FAKTOR PERTIMBANGAN KESULITAN PADA EKSODONSI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Banyaknya bagian struktur mahkota yang hilang.
Ketebalan plat bukal. Keterbatasan akses area eksodonsi Keterbatasan akses pada gigi dalam lengkung rahang Meningkatnya usia pasien Riwayat Pasca perawatan saluran akar
Letak gigi diluar lengkung gigi Karies yg meluas ke dlm akar
Posisi
POSISI PENDERITA
kepala, leher, serta tubuh penderita perlu diatur dan disesuaikan pada posisi yang enak bagi penderita.
Sudut
kemiringan dari kursi diatur sehingga pada saat pemberian anestesi/pencabutan gigi RB dataran oklusal gigi sejajar lantai sedang untuk RA dataran oklusal gigi membentuk sudut 45’ dengan lantai.
Ketinggian
kursi diatur saat akan melakukan tindakan, untuk RB dataran oklusal gigi sedikit lebih rendah dari lengan operator dan untuk RA maka letak kursi lebih tinggi dari lengan operator.
POSISI OPERATOR
Pencabutan gigi rahang atas anterior dan posterior : operator berada di sisi kanan depan penderita
Pencabutan gigi rahang bawah anterior dan posterior kiri : operator berada di sisi kanan depan penderita
Pencabutan gigi rahang bawah posterior kanan : operator berada di sisi kanan samping penderita
POSISI PASIEN & OPERATOR
FIXASI Pada pencabutan gigi anterior rahang atas dan gigi posterior kiri rahang atas, letak ibu jari pada daerah palatal dan jari telunjuk pada daerah bukal atau labial penderita Pencabutan gigi kanan rahang atas , letak ibu jari pada daerah bukal dan jari-jari telunjuk pada daerah palatal penderita
Pada pencabutan gigi anterior dan posterior kanan rahang bawah, letakkkan ibu jari pada daerah lingual dan jari telunjuk pada daerah labial serta ketiga jari lain menyangga rahang bawah Pencabutan posterior kiri rahang bawah, letakkan ibu jari pada daerah dagu untuk menyangga rahang bawah jari telunjuk padaa daerah bukal, jari tengah pada daerah lingual
FIXASI
GERAKAN TANG UNTUK EXO RA Gigi Insisivus Gerakan arah labial, kemudian arah lingual (luksasi), rotasi arah mesial
Gigi Caninus Gerakan luksasi labiallingual rotasi arah mesial.
Gigi Premolar Gerakan luksasi bukal lingual dan tarik arah bukal
Gigi Molar (1 & 2) Gerakan luksasi bukal lingual dan tarik arah bukal
Gigi Molar ketiga Gerakan arah bukal dan rotasi arah distal
GERAKAN TANG UNTUK EXO RA
• PENCABUTAN GIGI ANTERIOR ATAS
GERAKAN TANG UNTUK EXO RA
• PENCABUTAN GIGI ANTERIOR ATAS
GERAKAN TANG UNTUK EXO RA
• PENCABUTAN GIGI PREMOLAR PERTAMA RA
GERAKAN TANG UNTUK EXO RB Gigi Insisivus gerakan luksasi labial lingual tarik arah labial
Gigi Caninus gerakan arah labial dan rotasi arah mesial
Gigi Premolar gerakan arah bukal lingual dan rotasi arah mesial distal
Gigi Molar (1 & 2) gerakan luksasi bukal lingual dan tarik arah bukal
Gigi Molar ketiga gerakan arah bukal dan tarik arah bukal atau lingual
GERAKAN TANG UNTK EXO RB
• PENCABUTAN GIGI ANTERIOR RB
GERAKAN TANG UNTK EXO RB
• PENCABUTAN GIGI ANTERIOR RB
GERAKAN TANG UNTUK EXO RB
• PENCABUTAN PREMOLAR PERTAMA RB
CARA PEGANG TANG
• TANG RAHANG ATAS
CARA PEGANG TANG
• TANG RAHANG BAWAH
PEMAKAIAN ELEVATOR
• Indikasi : 1. Memisahkan mukoperios membran & membuat gigi goyang sebelum diambil dengan tang.
2.
Mengambil gigi yang tidak dapat dipegang dengan beak tang.
3. 4.
Mengambil sisa akar. Mengambil bagian tulang (intraradicular bone) pada socket.
PEMAKAIAN ELEVATOR
Mengambil gigi
Mengambil akar
Gigi Impaksi
Akar pada marginal gusi
Gigi Malposisi
Akar yang tertinggal post exo
BAHAYA PEMAKAIAN ELEVATOR • Tercabutnya gigi tetangga • Fraktur tulang alveolaris/mandibula • Meleset ke jaringan lunak • Penetrasi ke sinus maksilaris dari akar/alatnya • Penetrasi canalis mandibularis
DASAR PEMAKAIAN ELEVATOR • Jangan memakai gigi tetangga u/ tumpuan • Jangan memakai buccal /lingual plate • Selalu memakai jari u/ mencegah melesat alat
ELEVATOR
ELEVATOR
PROSEDUR POST EXO Periksa daerah pencabutan ada fragmen tulang tulang , gigi yg tertinggal & bersihkan bila masih ada
Tekan socket dengan jari untuk socket yg lebar dapat dilakukan suturing
Pasien disuruh menggigit tampon ± 30 menit
Berikan instruksi pada pasien, beri analgetik bila perlu.
PROSEDUR POST EXO
INSTRUKSI PADA PASIEN POST EXO Gigit tampon ± 30 menit Jangan kumur selama 6 jam post exo Beri analgetik untuk mengurangi rasa sakit Pembengkakan dapat dikurangi dengan kompres es pada hari 1 dilanjutkan dengan kompres panas
DAFTAR PUSTAKA 1. Howe GL, whitehead FIH. Anastesi local. Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta: Hipokrates, 1994: 7-11, 21-35, 43, 50-4, 56-67, 77-9, 90-7, 99-127.
2. Meechan JG. Local anesthesia for children. In: Weldbury RR, eds. Paediatric dentistry. Toronto: Oxford, 2001: 77-91
3. Wilson S, Montgomery RD. Local anesthesia and oral surgery in children. In: Pinkham JR, eds. Pediatric dentistry, Infancy through adolescene. 3rd Ed. Delhi: WB Saunders. 2001: 411-7
4. Malamed Stanley F. handbook of Local Anasthesia. 4th Ed. California: Mosby, 1997: 2, 6, 5466, 76, 85, 91, 100-2, 193-203, 220-5, 236-9, 246-56, 260-1, 273
5. Bakar A. Kedokteran gigi klinis. Yogyakarta: Quantum Sinergis Media. 2012. Hal: 109-110. 6. Baart JA and Brand HS. Local anasthesia in dentistry. Wiley-Blackwell. United Kingkom.p.5794
7. Pedersen, G. W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, Jakarta:EGC 8. Fragiskos, D. Fragiskos. Oral Surgery. Springer Berlin Heidelberg New York, 2007.