Blount Disease God Bless

  • Uploaded by: michelle
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blount Disease God Bless as PDF for free.

More details

  • Words: 5,379
  • Pages: 28
Loading documents preview...
SMF/BAGIAN RADIOLOGI

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

NOVEMBER 2016

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

BLOUNT DISEASE

Disusun Oleh : Mariani Gracea W. Pombu (1208017020) Pembimbing : dr. Herman P. L. Wungouw, Sp. Rad dr. Elsye R. F. Thene, Sp. Rad DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK SMF/ BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES KUPANG 2016

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 1

HALAMAN PENGESAHAN Laporan kasus ini diajukan oleh : Nama : Mariani Gracea W. Pombu NIM : 1208017020 Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan para pembimbing klinik sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di bagian Radiologi RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Pembimbing Klinik 1. dr. Herman P. L. Wungouw, Sp. Rad

1. ………………….

Pembimbing Klinik I 2. dr. Elsye R. F. Thene, Sp. Rad Pembimbing Klinik II

2. ………………….

Ditetapkan di

: Kupang

Tanggal

: November 2016

BAB 1 PENDAHULUAN Blount disease atau tibia vara idiopatik adalah gangguan yang jarang terjadi yang ditandai oleh kelainan pertumbuhan sisi media epifisis tibia proksimal

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 2

yang mengakibatkan angulasi varus progresif dibawah lutut. Blount disease dapat terjadi pada setiap kelompok umur anak yang sedang tumbuh.1 Lempeng pertumbuhan yang sedang berkembang pada bayi dan anak merupakan bagian yang krusial sehingga ketika terkena penyakit atau faktor lingkungan yang negatif sehingga berdampak besar pada pertumbuhan dan maturitas struktur tulang.2 Blount’s disease (infantile tibia vara) merupakan sebuah kondisi patologis yang menyebabkan bengkoknya kaki pada bayi dan anak-anak melalui kerusakan atau perpindahan epifisis dan metafisis tibia proximal. Terdapat 2 tipe jenis Blount’s disease berdasarkan perbedaan usia terjadinya yaitu yang terjadi sebelum usia 4 tahun dan pada anak usia > 4 tahun. Multifaktorial seperti etnik, genetik, dan beban mekanik diperkirakan turut berperan pada penyakit ini. 3 Radiografi diagnostik merupakan metode pilihan dalam mendiagnosa Blount disease pada anak dan termasuk pula manifestasi radiografi yang biasanya seperti bundar, metafisis tibia yang seperti kubah dengan fraktur atau perubahan ukuran epifisis. Selama stadium terawal Blount disease ini penahanan telah digunakan dalam mengoreksi sudut varus pada tibia proximal. Namun, kebanyakan pasien membutuhkan intervensi pembedahan.3 Meskipun tanda klinis dan radiografi Blount disease biasanya diketahui, varian sebelumnya yang tidak dilaporkan dari penyakit ini telah ditemukan ; berpindahnya infero-medial epifisis tibia tanpa perubahan bentuk maupun ukuran dari lempeng pertumbuhan. Berbagai multidisiplin diperlukan untuk edukasi yang berkelanjutan dan berbagai modalitas untuk mengenali dan memberikan terapi pada penyakit ini.3

BAB 2 STATUS PASIEN 2.1 Identitas Nama : An. D Tanggal Lahir/ Umur : 19 Juli 2014 /2 tahun

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 3

No. Rekam Medik Alamat Perawatan Tanggal Pemeriksaan

: : Sikumana, Kupang : Poli Bedah : 12-10-2016

2.2 Anamnesis Keluhan utama : Pasien datang dengan perubahan gaya berjalan (ke dua kaki tampak bengkok) sejak usia 1 tahun 6 bulan. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang diantar oleh orang tua ke RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes, Kupang dengan keluhan perubahan gaya berjalan (kedua kaki tampak bengkok ). Kaki tampak bengkok sejak anak berusia 1 tahun 6 bulan. Pasien mengeluh kadang-kadang kaki terasa nyeri saat berjalan. Riwayat penyakit dahulu : sebelum usia 1 tahun 6 bulan pasien berjalan normal dan tidak tampak bengkok seperti saat ini, riwayat jatuh atau trauma lainnya disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti ini. Riwayat pengobatan : belum pernah dilakukan pengobatan sebelumnya. 2.3 Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : Tampak sakit ringan b. Kesadaran : Compos Mentis  GCS 15 (E= 4, V=5, M=6) c. Tanda Vital : Berat badan : 28 kg Tinggi Badan : 90 cm Suhu: 36,5ᴼC Nadi : 60x/menit Pernapasan : 20x/menit d. Kepala : dalam batas normal, deformitas (-) e. Mata : konjungtiva tidak anemis ; sclera tidak ikterik, pupil isokor, refleks f. g. h. i.

cahaya +/+ Hidung : dalam batas normal, deviasi septum (-) Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-) Leher : Palpasi pembesaran kelenjar getah bening (-) Toraks pulmo Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan; gerakan dada simetris, tipe pernapasan torakoabdominal tanpa bantuan otot pernapasan tambahan.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 4

Palpasi : massa (-), taktil fremitus kiri dan kanan dalam batas normal. Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan, Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/j. Toraks jantung  Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat  Palpasi : tidak terdapat kelainan  Perkusi : ukuran jantung dalam batas normal  Auskultasi : S1-S2 reguler, tunggal, murmur (-), gallop (-) k. Ekstremitas  Refleks fisiologis (+)  Refleks patologis (-)  Udem -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang a. Foto Genu dan Cruris Foto Cruris Dextra et sinistra 1. Aligment tulang baik 2. Tulang-tulang intak 3. Tidak tampak fraktur maupun lesi fokal lainnya 4. Tidak tampak reaksi periosteal 5. Interarticular space kanan-kiri baik, simetris 6. Soft tissue tenang 7. Tibia dextra tampak sedikit bowing Kesan : tulang-tulang cruris dalam batas normal. Tidak tampak fraktur/lesi fokal lainnya.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 5

1.5 Diagnostik Berdasarkan data klinis, anamnesis, pemeriksan fisik pasien didiagnosa Blount disease, namun tidak terdapat kesesuaian antara keadaan klinis dan hasil pemeriksaan radiologi.

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1

Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi4 Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang

bentuk

tubuh

dan

bertanggungjawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan strukturstruktur ini. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen non-selular utama dari jaringan tulang adalah mineralmineral dan matriks organik ( kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 6

membentuk suatu garam kristal (hidrosiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matrikls organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat. Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tumor sarkoma osteogenik terdiri dari tulang anyaman. Tulang lamelar terdapat di seluruh tubuh orang dewasa. Tulang lamelar tersusun dari lempengan-lempengan mineral yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa kristal yang padat. Pola susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar. Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang yaitu diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat juga di bagian epefisis dan diafisis tulang. Pada anakanak, sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada sterum dan krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan. Sumsum kuning yang terdapat pada diafisis tulang orang dewasa, terutama terdiri dari sel-sel lemak. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk pelekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 7

pertumbuhan logitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum,

yang

mengandung sel-sel yang dapat berpoliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Histologi yang spesifik dari lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan ini merupakan faktor yang penting untuk memahami cedera pada anak-anak. Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat epifisis disebut daerah sel istirahat. Lapisan berikutnya adalah zona poliferasi. Pada zona ini terjadi pembelahan aktif sel, dan disinilah dimulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong ke arah batang tulang, ke dalam daerah hipertrofi, tempat sel-sel ini membengkak, menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif. Patah tulang epifisis pada anak-anak sering terjadi ditempat ini, dan cidera dapat meluas ke daerah kalsifikasi sementara. Didalam daerah kalsifikasi tambahan inilah sel-sel mulai keras karena mineral disimpan dalam kolagen dan proteoglikan. Kerusakan pada daerah poliferasi dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti dengan retardasi pertumbuhan longitudinal anggota gerak tersebut, atau terjadi deformitas progesif bila hanya sebagian dari lempeng tulang yang mengalami kerusakan berat. Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akana memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 8

Osteosit sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang-tulang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan adsorpsi pada suatu tingkat yang konstan, kecuali pada masa pertumbuhan kanak-kanak ketika terjadi lebih banyak pembentukan daripada adsorpsi tulang. Pergantian yang berlangsung terus menerus ini penting untuk fungsi normal tulang dan membuat tulang berespons terhadap terhadap tekanan yang meningkat dan untuk mencegah terjadi patah tulang. Bentuk tulang dapat disesuaikan dalam menanggung kekuatan mekanis yang semakin meningkat. Perubahan tersebut juga membantu mempertahankan kekuatan tulang pada proses penuaan. Matriks organik yang sudah tua berdegenerasi sehingga membuat tulang secara relatif menjadi lemah dan rapuh. Pembentukan tulang yang baru memerlukan matriks organik baru, sehingga memberi tambahan kekuatan pada tulang. Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon paratiroid ( PTH ) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.

Disamping

itu,

peningkatan

kadar

PTH

secara

perlahan-lahan

menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang. Bila tidak ada vitamin D, PTH tidak dapat menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah sedikit membantu klasifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus. 3.2 Definisi3 Blount disease merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 9

gangguan pertumbuhan bagian medial dari fisis proximal tibia yang menyebabkan kelainan bentuk progresif dari tungkai bawah. Blount disease atau biasa disebut pula tibia vara karena deformitas varus coronal yang terkhusus tampak, kelainan ini biasanya menunjukkan deformitas multiplanar tungkai bawah. Kelainan ini terdiri dari varus, procurvatum, dan rotasi internal tibia. Pola kelainan ini merupakan hasil yang terjadi karena asimetris yang disebabkan oleh kelainan pertumbuhan physeal yang paling jelas pada bagian posteromedial dari fisis tibia proximal. Blount disease dapat pula disertai dengan ketidaksesuaian panjang tungkai dan pada beberapa pasien dapat terjadi deformitas pada distal femur. 3.3

Etiologi3 Penyebab Blount disease masih kontroversial, namun kemungkinan

merupakan kombinasi dari herediter dan faktor pertumbuhan. Kelainan ini telah mengalami peningkatan insidens pada anak-anak yang overwight dan yang sudah dapat berjalan lebih awal dari usia seharusnya. Temuan ini merujuk pada teori berlebihannya beban mekanik pada tibia proximal yang berkontribusi pada Blount disease. Meskipun demikian, pemisahan faktor mekanik tidak dapat menyebabkan bentuk penyakit yang sering ditemui seperti pada anak-anak dengan berat badan normal. Penyakit ini memiliki komponen genetik juga, tetapi pola langsung dari turunan ini belum tampak. Jelasnya, etiologi dari Blount disease merupakan multifaktorial dan bentuk penyakit dapat bervariasi dari onset yang lebih awal dan onset yang lebih lambat. 3.4 Epidemiologi3 Epidemiologi Blount disease tidak terdokumentasi dengan baik. Seri yang besar pasien Blount disease mengindikasikan perkiraan prevalensi yang kurang dari 1% di Amerika Serikat. Di Afrika Selatan diperkirakan oleh Bathfield dan Beighton sekitar 0,03%. Terdapat peningkatan insidens penyakit ini pada populasi Afrika Amerika untuk kedua onset dari Blount disease. Predisposisi Blount disease telah ditujukan pada ras, genetik, usia saat pertama berjalan, dan obesitas. Prevalensi blount disease meningkat pada populasi Afrika Amerika dan Scandinavian yang mengalami overweight.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 10

Demografik menunjukkan perbedaan antara onset cepat dan onset lambat dari bentuk penyakit. Dalam meta-analisis oleh Rivero dkk, pasien dengan onset cepat Blount disease mungkin untuk mengalami keterlibatan bilateral dan jarang mengenai laki-laki African Amerika. 3.5 Klasifikasi5,1 Blount disease dapat terjadi pada semua kelompok umur anak yang sedang tumbuh dan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

3.6

Patogenesis3,6 Blount disease mungkin disebabkan oleh kombinasi dari kompresi yang

berlebihan sehingga menyebabkan inhibisi pertumbuhan, seperti yang dijelaskan dalam prinsip Heuter-Volkman. Tekanan yang berlebih pada bagian medial dari epifisis kartilago tibia proksimal menyebabkan gangguan struktur dan fungsi kondrosit, serta menghambat osifikasi dari epifisis. Obesitas menyebabkan peningkatan kompresi terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan genu varum. Dengan menggunakan elemen analisis, Cook et al menghitung beban pada lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu kaki dan mencatat bahwa pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan kompresi pada angulasi varus 100 melebihi kekuatan yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan. Diez et al meneliti hubungan antara berat tubuh dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan blount disease . mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat badan dengan sudut tibiofemoral (r=0,75) dan mencatat hubungan yang kuat antara berat badan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 11

dengan deformitas varus pada sembilan anak dengan obesitas yang diperiksa secara terpisah. Menggunakan analisis gaya berjalan (gait), Gushue et al mempelajari efek obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika sendi lutut tiga dimensi. Dibandingkan dengan berat badan normal, anak-anak dengan berat badan berlebih menunjukkan puncak abduksi lutut interna selama awal posisi berdiri, yang lebih tinggi. Sabharwal et al melaporkan hubungan linear antara besarnya obesitas dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan Blount disease onset cepat dan pada pasien dengan indeks massa tubuh (IMT) >40 kg/m tanpa memandang usia terjadinya Blount disease. Meskipun memiliki IMT lebih rendah, anak dengan Blount disease onset cepat memiliki kelainan varus dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada remaja dengan Blount disease. Wenger et al mengemukakan bahwa lempeng pertumbuhan tibia proksimal merespon secara berbeda pada berbagai stadium maturitas tulang, dengan peningkatan kelenturan pada epifisis yang belum terosifikasi pada pasien yang lebih muda menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada remaja. Davids et al meneliti deviasi gaya berjalan dan hubungannya dengan meningkatnya lingkar panggul/paha pada obesitas remaja. Anak obesitas dengan paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan adduksi pinggul secara adekuat, dan hal ini berakibat pada “fat-thigh gait” dengan posisi varus pada lutut, sehingga meningkatkan tekanan pada bagian medial fisis tibia proksimal. Konsep ini mendukung penelitian bahwa kelainan varus yang telah ada sebelumnya tidak diperlukan untuk menginisiasi perubahan patologis pada pasien dengan Blount disease onset lanjut. Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa obesitas remaja menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi dengan dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa et al pada anak dengan Blount disease mengungkapkan adanya hipokalsemia dan hipofosfatemia ringan, serta peningkatan aktifitas aktivitas alkaline fosfatase (seperti yang terjadi pada ricketsia). Selain itu, serum cooper tersebut selanjutnya memberikan predisposisi anak-anak obesitas dengan Blount disease untuk menderita kelainan progresif dengan bertambahnya berat badan.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 12

Blount disease kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi dari beban yang berlebihan pada metafisis medial proximal tibia dan perubahan pertumbuhan tulang enkondral. Hal ini belum jelas menyebabkan deformitas yang disebabkan oleh perubahan intrinsik pembentukan tulang yang semakin diperburuk oleh beban yang mendesak atau oleh beban yang mendesak yang menyebabkan gangguan pada pembentukan tulang enkondral normal. Kombinasi faktor mekanis dan biologis tibia vara kemungkinan besar memengaruhi tingkat variasi dari penyakit ini. Kekuatan mekanik yang berkaitan dengan penyakit yaitu berat badan anak, usia saat pertama kali mampu berjalan dan deformitas varus. Sesuai dengan prinsip Heuter-Volkmann, kompresi melalui fisis femoral medial memimpin pada retardasi pertumbuhan. Seperti yang diketahui, pada kartilago yang rusak akan terjadi osifikasi yang lebih lambat. Pada penyakit Blount, terjadi kerusakan kartilago bagian medial pada pemeriksaan histologis. Selain itu, tekanan berlebihan pada bagian medial dari epifisis kartilago proksimal tibia menyebabkan perubahan struktur dan fungsi dari kondrosit. Seperti pada obesitas, terjadi peningkatan tekanan pada bagian medial dari sendi lutut pada anak dengan genu varum. Akibatnya, osifikasi akan terhambat pada bagian medial tibia dibandingkan bagian lateral. Sesuai dengan hukum Heuter-Volkmann, tekanan pada bagian metafisis medial tibia akan mensupresi pertumbuhan. Gambaran histopatologis mengenai tibia vara infantil dan onset lama mirip dengan temuan pada pasien dengan slipped capital femoral epifisis. Temuan yang didapat berupa terjadi fissura dan adanya celah pada fisis, adanya perbaikan fibrovaskuler dan kartilago pada physeal-metaphyseal junction, fokus kartilago yang nekrotik, dan disorganisasi dari zona fisis degeneratif medial. Hal ini merupakan temuan yang sesuai dengan mekanisme pertumbuhan endochrondral normal yang terhambat. Pertumbuhan yang terhambat dan berkurangnya osifikasi endokondral akan mengakibatkan angulasi varus progresif dibawah lutut dan meningkatkan gaya kompresif pada fisis, yang mengubah arah gaya berat tubuh pada bagian atas epifisis tibialis dari tegak lurus hingga menjadi oblik. Gaya oblik ini cenderung

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 13

untuk menggeser epifisis tibial ke lateral. Regio metafisis pada tibia juga akan membengkok secara medial untuk menyesuaikan tulang dengan deviasi stress. Pada penyakit Blount, dapat terjadi variasi gait. Hal ini disebabkan peningkatan ketebalan paha yang juga diduga merupakan penyebab penyakit Blount pada remaja. Beberapa penelitian telah menemukan adanya riwayat keluarga penyakit Blount pada beberapa penderita. Penyakit Blount pernah ditemukan pada anak kembar. Shoenecker et al juga menemukan adanya riwayat keluarga pada 14 dari 33 pasien. Namun, tidak ditemukan bukti langsung adanya hubungan genetik. 3.6 Gejala Klinis1 Bentuk infantil Blount disease paling lazim, terutama mengenai anak perempuan dan kulit hitam, terdapat obesitas yang nyata, sekitar 80% terjadi bilateral, tonjolan metafisis media hebat, torsi tibia interna dan ketidaksesuaian panjang kaki. Yang khas pada bentuk juvenil dan remaja (onset lambat) didominasi laki-laki dan kulit hitam, obesitas yang nyata, tingi normal dan diatas normal, sekitar 50 % keterlibatan bilateral, deformitas genu varum progresif lambat. Nyeri yang lebih merupakan keluhan utama awal, tidak teraba tonjolan metafisis medial proksimal, torsi tibia interna minimal, kelemahan ligamentum kolaterale mediale ringan dan ketidaksesuaian panjang tungkai bawah yang ringan. Perbedaan antara 3 kelompok tampak terutama karena umur mulainya, besarnya sisa pertumbuhan, dan besar gaya kompresi medial. Kelompok infantil mempunyai potensi terbesar untuk terjadinya deformitas, dan kelompok remaja mempunyai potensi yang terkecil. 3.7 Langkah Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik3 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik Blount disease dapat dibedakan antara onset awal pada usia 1-3 tahun dan onset lambat pada usia lebih dari 3 tahun. Anak dengan onset awal penyakit sering berjalan lebih awal dibanding anak usia sebayanya. Mereka menunjukkan deformitas varus tibia dan torsio tibia internal. Manifestasi klinis ini sering bilateral namun dapat asimetris. Pengamatan visual adalah metode pertama diagnosis. Melihat gaya berjalan pasien. Pasien mungkin menyodorkan kakinya keluar menjauh dari kaki yang lain ketika berjalan di kaki yang terkena. Jarak antara lutut diukur dengan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 14

pasien berdiri. Jika ruang antara lutut lebih dari 5 cm (1 ¼ inci) pengujian lebih lanjut diperlukan. Stadium awal Blount disease dapat sulit dibedakan dengan bowing fisiologis. Genu varum merupakan temuan normal pada anak < 2 tahun. Setelah usia 2 tahun aligmen kembali valgus, dengan puncak valgus sekitar usia 3 tahun. Bowing fisiologis dapat sembuh sendiri, dimana Blount disease harus diterapi dengan manajemen nonoperatif memegang peranan yang cukup penting pada masa awal penyakit. 2. Pemeriksaan penunjang1,3,7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu evaluasi radiografi. Pada anak dengan Blount disease biasanya dilakukan foto rontgen AP pada kedua ekstremitas bawah dan posisi lateral pada ekstremitas yang terkena. Posisi anak berdiri dengan pembebanan memungkinkan terlihatnya deformitas klinis maksimal. Fragmentasi dengan deformitas tahap penonjolan dan penonjolan metafisis tibia medial proksimal merupakan tanda-tanda utama kelompok infantil. Perubahan dalam metafisis tibiale medialis kurang mencolok pada bentuk-bentuk onset awal, yang ditandai oleh adanya baji bagian medial epifisis, depresi artikuler posteromedial ringan, fisis lengkung ke arah kepala serpiginosa, dan tidak fragmentasi atau ringan atau tonjolan metafisis medial proksimal. Kadang-kadang artrografi, foto resonansi magnetik atau tomografi mungkin perlu untuk menilai meniskus, permukaan artikuler tibia proksimal, atau integritas fisis tibia proksimal. Ini biasanya dicadangkan untuk deformitas yang lebih berat. Radiografi lutut memegang peranan cukup penting dalam melakukan tata laksana dan menentukan stadium beratnya deformitas Blount disease yang dialami. Pada radiografi lutut, tanda-tanda perubahan yang menyertai Blount disease dapat dilihat. Perubahan seperti medial beaking pada epifisis, pelebaran iregular fisis medial, osifikasi ireguler, dan melekuknya medial epifisis dan metafisis varus.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 15

Gambar 3.1 Anteroposterior radiograph of the knee and tibia in a 5-year-old demonstrating the medial plateau depression and prominent metaphyseal beaking (Langenskiöld III) typical of infantile genu varum. Courtesy of Austin T. Fragomen, MD.

Gambar 3.2 Infantile Blount disease. Radiograph in a 21-month-old boy shows bilateral bowing with definitive medial tibial beaking on the left. On the right, the appearance is consistent with physiologic bowing or early Blount disease

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 16

Gambar 3.3 Adolescent Blount disease in a 12-year-old girl. Image shows mild changes in the medial tibia. The growth plate is widened and slightly depressed.

Terdapat beberapa perubahan yang digambarkan dalam klasifikasi Langenskiold dalam penyakit ini.3,7 Stadium I

Gambaran Di atas usia 3 tahun, Osifikasi metafiseal yang ireguler, nonoperatif, sulit dibedakan dengan bowing fisiologis

II

Diantara usia 2 setengah tahun dan 4 tahun, depresi tajam garis osifikasi dari 1/3 medial metafisis dan medial epifisis menjadi lebih berbentuk huruf V dan kurang berkembang daripada bagian yang lateral, Osifikasi metafiseal yang ireguler, nonoperatif, sulit dibedakan dengan bowing fisiologis

III

Usia 4 dan 6 tahun, pendalaman penekanan dari metafisis yang berbentuk seperti paruh burung, terisi kartilago dengan penampilan seperti bentuk jejak, epifisis medial berbentuk seperti huruf V dan kurang bisa dibedakan, dan daerah kecil kalsifikasi mungkin akan ada dibawah garis medial. Tampak deformitas yang signifikan pada fisis dan epifisis tibia dengan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 17

fragmentasi IV

Usia 5 dan 10 tahun, tulang epifisis melebar dan terjadi depresi pada bagian medial dari metafisis dengan ketidakteraturan dari garis medial epifisis. Pembentukan bar

V

Usia 9 dan 11 tahun, epifisis terbagi oleh pita yang jelas terlihat pada bagian medial dari lempeng pertumbuhan kartilago artikular, kemiringan ke arah bawah dari permukaan artikular serta ketidakteraturan dari batas medial epifisis, Pembentukan bar dengan gangguan kartilago fisis

VI

Usia 10-13 tahun, lempeng pertumbuhan berfungsi secara medial dan pertumbuhan lebih dahulu lebih terjadi pada sisi lateral pembentukan kemiringan yang progresif pada sisi medial. Penekanan yang signifikan pada permukaan sendi dan pembentukan bar

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 18

Gambar 3.4

Selain klasifikasi Langenskiold, ada parameter radiografi yang lain yaitu sudut metafisial-diafisial, yang dapat membantu membedakan genu varum fisiologis dengan Blount disease onset awal pada anak usia kurang dari 2 tahun. Perubahan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 19

awal penyakit Blount infantil dapat dinilai dengan mengukur sudut metafisisdiafisis dari proksimal tibia, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis tegak lurus antara aksis batang tibia dengan garis tepi lateral dan medial metafisis tibia proksimal yang normalnya 11-140.

3.8

Diagnosa Banding7

1. Physiologic bowing Physiologic bowing merupakan suatu keadaan self-limited, dimana tulang tibia dan femur bersifat lunak dan dapat menyebabkan membungkuknya bagian tibia dan femur secara fisiologis, physiologic bowing umumnya terjadi pada anak usia 18-24 bulan dimana menurut beberapa ahli Physiologic bowing jika hasil pengukuran sudut kurang dari 110. 2. Congenital bowing Dapat terjadi pada bagian tengah tibia, dengan bagian distal femur dan tibia proksimal yang normal.

Gambar 3.5 Congenital bowing

3. Ricketsia Terdapat gambaran radiologis yang khas adanya kerusakan dan pelebaran ujung metafisis.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 20

Gambar 3.6 Gambaran radiografi pada ricketsia

4. Metaphyseal Chondrodisplasia Deformitas metaphyseal multipel terlihat sama dengan rickets pada gambaran radiologi. 5. Riwayat trauma yang dapat menyebabkan deformitas, contohnya trauma pada proksimal tibia yang sedang mengalami pertumbuhan. 6. Osteomielitis Akibat terganggunya pertumbuhan bagian tulang karena infeksi sekunder. 3.9

Penatalaksanaan1 Penatalaksanaan Blount disease disesuaikan untuk tiap pasien dengan

mempertimbangkan berbagai faktor, seperti usia, beratnya deformitas, diskrepansi panjangnya ekstremitas, faktor psikososial. Pengamatan atau percobaan menggunakan brace paling sering digunakan untuk anak usia 2-5 tahun. Namun deformitas yang progresif biasanya membutuhkan osteotomi. Tata laksana dapat operatif maupun non-operatif pada bentuk infantilnya. Blount disease onset lambat ditangani secara operatif. 1.) Non-operatif Penatalaksanaan ortotik dapat dipertimbangkan pada anak dengan tibia vara infantil yang berumur 3 tahun atau lebih muda dengan deformitas ringan. Pada sekitar 50% anak yang memenuhi kriteria ini, deformitas dapat terkoreksi secra

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 21

memadai. Orthosis lutut-pergelangan kaki-kaki harus digunakan dengan satu medial tegak, tanpa lutut bergantung. Bantalan dan tali pengikat harus ditempatkan pada femur distal dan tibia proksimal untuk mempergunakan gaya valgus. Orthosis harus dipasang 22-23 jam setiap hari. Trial maksimum 1 tahun manejemen orthotik sekarang dianjurkan. Jika koreksi total tidak dicapai sesudah 1 tahun atau jika perburukan terjadi selama waktu ini, maka diindikasikan osteotomi korektif. Jika kelainan tersebut menetap atau meningkat menjadi stadium III atau IV dengan pengobatan brace siang hari, maka osteotomi diperlukan. Jika memungkinkan, lebih baik untuk melakukan osteotomi sebelum anak berusia 4 tahun untuk mencegah kekambuhan. Jika deformitas parah (Langenskiold tahap V atau VI), koreksi operasi sangat penting. Perangkat orthotic tidak efektif untuk Blount disease pada remaja. Sebelum usia 3 tahun, digunakan orthosis hip-knee-ankle-foot-orthosis (HKAFO) atau knee-ankle-foot-orthosis (KAFO) selama 23 jam sehari. Tulang akan diluruskan dengan brace, orthotic diganti setiap dua bulan atau lebih untuk memperbaiki posisi varus. Kegagalan untuk memperbaiki deformitas sering mengakibatkan kerusakan permanen pada pertumbuhan tulang yang kemudian dapat terjadi degenerasi sendi.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 22

Gambar 3. 7 Knee-ankle-foot Orthosis

2.) Operatif Indikasi penanganan bedah Blount disease adalah usia 4 tahun atau lebih, kegagalan penatalaksanaan ortotik, dan deformitas lebih berat. Osteotomi valgus tibia proksimal dan osteotomi diafisis fibula terkait biasanya merupakan prosedur pilihan. Pada Blount disease onset lambat koreksi juga diperlukan untuk memperbaiki sumbu mekanik lutut. Osteotomi valgus tibia proksimal dan osteotomi diafisis fibula merupakan prosedur yang paling lazim. Operasi dianjurkan untuk cacat yang semakin parah dan bisa melumpuhkan anak, atau jika anak tersebut memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 140. Indikasi mutlak untuk operasi adalah depresi tibialis dataran tinggi (Langenskiold tahap IV) dan kelemahan ligamen lutut. Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering digunakan. Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong untuk memperpendek, memperpanjang, atau mengubah keselarasannya.

Gambar 3.8 Osteotomy

Dalam osteotomi, sepotong tulang berbentuk baji akan dihilangkan dari medial femur. Setelah itu potongan tulang dimasukkan ke tibia kemudian dilakukan fiksasi. Jika fiksasi digunakan didalam kaki, disebut osteotomi fiksasi internal.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 23

Gambar 3.9 Osteotomy fiksasi internal dan osteotomy fiksasi eksternal

Pada beberapa pasien dengan penyakit Blount adolescence, kaki membungkuk lebih pendek dari sisi normal. Operasi sederhana untuk memperbaiki sudut yang cacat tidak selalu memungkinkan. Dalam kasus seperti ini, perangkat fiksasi eksternal digunakan untuk menyediakan traksi bagi memperpanjang kaki dan memperbaiki deformitas secara bertahap. Operasi ini disebut osteogenesis distraksi. Frame ini memberikan stabilitas pada pasien dan memperbaiki weight bearing. Fiksasi eksternal telah memberikan hasil yang cukup baik pada Blount disease remaja.

Gambar 3.10 Taylor spatial frame

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 24

Pilihan penatalaksanaan lainnya untuk Blount disease meliputi observasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis, dan berbagai tindakan bedah seperti realignment osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar lutut, distraksi fisis tibia proksimal asimetris bertahap, reseksi physeal bar, dan elevasi tibial plate. 3.10

Komplikasi7 Blount disease berakibat pada deformitas berkelanjutan dengan deviasi gaya

berjalan (gait), diskrepansi panjang ekstremitas, dan artritis dini sendi lutut. Ingvarsson et al meneliti 49 pasien (96 lutut) dengan Blount disease onset awal. Tiga puluh delapan lutut tidak memiliki riwayat bedah sebelumnya. Pada usia rata-rata 38 tahun, 11 (13%) lutut mengalami arthritis, 9 diantaranya mengalami arthritis ringan. Dari 11 lutut dengan arthritis, 2 diantaranya diatasi secara nonoperatif dan sisa 9 lainnya diatasi secara operasi. Komplikasi yang berkaitan dengan dengan penatalaksanaan Blount disease meliputi loss aligment, malalignment, gangguan vaskular, fraktur patologis, dan infeksi luka. 3.11

Prognosis7

Berdasarkan follow up jangka panjang pada Blount disease infantile type, Doyle et al menemukan bahwa hasil akhir Blount disease bergantung pada usia pasien dan keparahan deformitas pada saat intervensi. Dari hasil penelitian didapatkan rekurensi pada anak yang menjalani osteotomi pada usia < 4 tahun dibandingkan dengan 9 dari 15 anak yang dilakukan pembedahan pada usia yang lebih tua. Selain itu, deformitas dengan stadium Langenskiold < III saat dilakukan pembedahan, memiliki hasil akhir yang lebih baik. Blount disease yang tidak diatasi dapat terus berkembang.

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 25

BAB 4 DISKUSI 4.1 Pembahasan Ditinjau dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang radiologi pasien didiagnosa dengan Blount disease. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penyakit ini biasanya mengenai pada anak dengan berat badan berlebih dan yang mampu berjalan lebih awal dibanding anak usia sebayanya. Berdasarkan pemeriksaan radiologis, tampak lempeng pertumbuhan masih dalam batas normal namun ditemui adanya bowleg. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan ini merupakan tahap awal dari Blount disease atau dapat pula merupakan physiologic bowing. Untuk dapat menegakkan diagnosa yang lebih pasti diperlukan foto radiografi yang berulang dan disarankan agar dilakukan 6 bulan kemudian untuk difollow-up agar dapat membedakan dua keadaan ini. 4.2 Simpulan

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 26

Blount disease merupakan gangguan pertumbuhan tulang (tibia) dimana bagian kaki bawah membengkok ke dalam menyerupai bowleg. Berbeda dengan bowleg fisiologis, Blount disease dapat menetap dan progresif jika tidak diterapi dengan tepat. Etiologi Blount disease masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat perkiraan karena adanya respon terhadap tekanan yang berlebihan. Kebanyakan Blount disease terjadi pada anak yang obese yang kakinya telah mengalami pembengkokan sebelumnya dan dapat berjalan lebih dulu dibandingkan anak-anak usia sebayanya. Anamnesis, pemeriksaan fisik serta modalitas radiologi penting untuk dapat menetapkan diagnosa Blount disease. Tatalaksana dapat berupa pemeriksaan klinis dan radiografi berulang, orthosis serta tindakan operatif maupun nonoperatif. Prognosis penyakit ini bergantung pada usia dan keparahan deformitas saat dilakukan intervensi. DAFTAR PUSTAKA 1.

Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 3. Edisi 15. Wahab S, editors. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1996.

2. 3.

Orthobullets. Infantile blount’s disease (tibia vara). 2014 http://www.orthobullets.com/pediatrics/ 4050/infantile-blounts-disease-tibiavara. LaMont, L. Blount Disease. Medscape[internet]. 2015; available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1250420-article#c5 4.

Sylvia P, Wilson L. Patofisiologi. Edisi 6. Hartanto H, Wulansari P, editors. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.

5.

A. Lakatos, B. Lombay. Blount Disease. European Society of Radiology. 2015.

6.

De Orio MJ, Lavernia CJ, Talavera F, DeBardino TM et al. Blount Disease. 2012. available from : emedicine.medscape.com/article/1250420-overview

7.

Cheema J. Blount Disease Imaging. 2015. available from: http://emedicine.medscape.com/article/406458-overview

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 27

SMF/Bagian Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes | Laporan Kasus Blount Disease

Page 28

Related Documents

Blount Disease God Bless
January 2021 2
Emotions Disease
March 2021 0
Perthes Disease
February 2021 1
God Stealer
January 2021 1

More Documents from "asyiqinramdan"