Cr049- Doa Dan Tawassul

  • Uploaded by: api-3764563
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cr049- Doa Dan Tawassul as PDF for free.

More details

  • Words: 2,751
  • Pages: 34
Loading documents preview...
DOA dan TAWASSUL

[email protected]

PERINTAH UNTUK BERDOA

DOA = MEMINTA KEPADA ALLAH  [40. Al Mu'min: 60]. Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orangorang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku[1] akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.“ ------------------[1]. Yang dimaksud dengan menyembah-Ku di sini ialah berdoa kepadaKu.

 [7. Al A'raaf: 55]. Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[2]. ------------------[2]. Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.

[2. Al Baqarah: 186]. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Asbabun nuzul

Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?" Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini (S. 2: 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lainnya dari beberapa jalan, dari Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah asSajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu'awiyah bin Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya.) Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2: 186) turun sebagai jawaban terhadap beberapa shahabat yang bertanya kepada Nabi SAW: "Dimanakah Tuhan kita?“ (Diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaq dari Hasan, tetapi ada sumber-sumber lain yang memperkuatnya. Hadits ini mursal.)

Asbabun nuzul QS: Al Baqarah: 186 Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2: 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya) (S. 40. 60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (S. 2: 186) (Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali.) Menurut riwayat lain, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (S. 40: 60), para shahabat tidak mengetahui bilamana yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 186) (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha bin abi Rabah.)

PENDAPAT IMAM AL-QASIM AL-QUSYAIRI Dalam Kitab Al-Adzkar An-Nawawi, disebutkan dari Imam Al-Qasim AlQusyairi, beliau berkata: “Orang-orang berselisih pendapat mengenai yang lebih utama: berdoa, berdiam diri atau ridha? Doa adalah ibadah sebagaimana berdasarkan hadis Rasulullah yang sudah tertulis (riwayat Abu Dawud dan Turmuzi), karena doa menunjukkan adanya keperluan hamba kepada ALLAH Ta’ala. Diam dan pasrah pada hukum ALLAH yang berlaku adalah lebih sempurna. Ridha dengan apa yang telah ditakdirkan ALLAH adalah lebih utama. Sedangkan sebagian golongan lagi berpendapat: Hendaklah seseorang itu berdoa dengan lisannya dan meridhakan dengan hatinya agar melakukan kedua hal tersebut secara bersama-sama.” Al-Qusyairi berkata: “Saya berpendapat jika lebih baik dikatakan bahwa berdoa itu tergantung situasi dan kondisi yang bermacammacam.” Al-Qusyairi juga berkata: “Diantara syarat-syarat berdoa adalah makanannya halal.”

PERKATAAN ULAMA SALAF Yahya bin Mu’adz Ar-Razi berkata: “Bagaimana mungkin aku dapat berdoa (meminta sesuatu) kepada-MU [ALLAH] sedangkan aku seorang pendurhaka? Dan bagaimana aku tidak berdoa kepada-MU sedangkan ENGKAU Maha Pemurah?”

BERDOA ADALAH BAGIAN DARI IBADAH  Dari Nu’man bin Basyir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Doa itu adalah ibadah”. [HR. Abu Dawud dan Turmuzi, hadis hasan shahih]  Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai untuk berdoa yang berisi segala tujuan permohonan, dan meninggalkan doa yang tidak seperti itu”. [HR. Abu Dawud, hadis jayyid]

TATA CARA BERDOA

TATA CARA BERDOA (AL-GHAZALI) Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa tata cara berdoa adalah: 3. Mengutamakan waktu-waktu yang mulia, misalnya: hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat, sepertiga malam yang akhir (waktu Tahajjud), dan waktu dinihari (shalat Fajr dan Subuh) 5. Mengutamakan keadaan-keadaan yang mulia, misalnya: ketika sujud dalam shalat, pertemuan antara 2 pasukan (akan berperang), ketika turunnya hujan, sesudah Iqamah dan lainnya. 7. Menghadap Kiblat, mengangkat kedua tangan dan mengusap wajah dengannya pada akhir doa. 9. Menyedangkan suara (tidak keras dan tidak pula hanya isyarat bibir) 11.Tidak mengandung unsur menyerupai syair (lagu). 13.Khusyu dalam berdoa dan diiringi rasa takut kepada ALLAH.

TATA CARA BERDOA (AL-GHAZALI) Sambungan……… 3. Memastikan apa yang diminta dan meyakini akan dikabulkan oleh ALLAH. 5. Hendaklah tekun untuk berdoa (istiqamah) dan mengulangi doa (minimal 3 kali), dan jangan putus harapan untuk mengharapkan di ijabah. 7. Memulai doa dengan menyebut nama ALLAH dan memuji syukur kepada ALLAH. Kemudian mengucap shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan begitu pula ketika mengakhiri doa. 9. Yang terpenting adalah dengan memperbanyak bertobat memohon ampunan ALLAH, kemudian berusaha memperbaiki diri. Dan mengembalikan hak-hak manusia (meminta maaf dan keridhaannya) apabila kita ada berbuat salah kepada orang lain.

BERDOALAH PADA WAKTU-WAKTU MUSTAJAB  Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “[Saat] paling dekat antara seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka banyak-banyaklah berdoa di dalam sujud”. [HR. Muslim]  Dari Abu Umamah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya: “Pada saat-saat apakah doa itu sangat didengar [oleh ALLAH]?” Beliau menjawab: “Yaitu pada tengah malam yang akhir (waktu tahajjud), dan sesudah shalat-shalat fardhu (5 waktu).” [HR. Turmuzi, hadis hasan]

Adapun selanjutnya hukum berdoa menurut ulama lokal adalah: 4. 5. 6. 7.

Sunnah mendoakan diri sendiri Sunnah mendoakan orang lain Sunnah ber-tawassul (meminta doa) kepada orang yang lebih alim Haram (Syirik) bertawassul kepada orang yang sudah meninggal meskipun itu kuburan orang alim.

BOLEHKAH BERDOA DALAM SUJUD SHALAT???

BOLEHKAH BERDOA KETIKA SUJUD SHALAT??? Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “[Saat] paling dekat antara seorang hamba kepada Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka banyak-banyaklah berdoa di dalam sujud”. [HR. Muslim] “Berdoa” dalam hadis diatas masih dipermasalahkan oleh para ulama, apakah doa itu adalah bacaan yang sudah diajarkan Rasulullah atau kalimat doa yang boleh kita buat sendiri??? Hadis ini menghadirkan perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagian membolehkan, namun yang terbanyak adalah melarangnya dan menganggapnya bid’ah. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam sujud kita diajarkan banyak kalimat, salah satunya adalah “SUBHAANA RABBIYAL A’LAA”. Sedangkan dalam hadis di atas dinyatakan bahwa saat-saat mustajab adalah ketika sujud. Sehingga sebagian ulama mengatakan boleh menambah doa lain sesudah bacaan sujud asalkan jangan bacaan Al-Qur’an karena diharamkan. Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa perbuatan itu berbahaya (subhat) yang dapat mengarah kepada bid’ah, makna “berdoa di dalam

1. MENDOAKAN DIRI SENDIRI

SUNNAH MENDOAKAN DIRI SENDIRI  Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu sekalian mendoakan keburukan terhadap dirimu sendiri, dan janganlah kamu sekalian mendoakan keburukan terhadap anak-anakmu, dan janganlah kamu sekalian mendoakan keburukan terhadap harta bendamu. Janganlah kamu sekalian berdoa seperti itu, terutama pada waktu-waktu [mustajab] dimana ALLAH menerima doa kemudian doamu [tentang keburukan itu] dikabulkan”. [HR. Muslim]

JANGAN TERGESA-GESA KETIKA BERDOA  Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seseorang itu akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa, dimana ia berkata: “Saya telah berdoa kepada Tuhan tetapi Tuhan tidak memperkenankan doa saya”. [HR. Bukhari dan Muslim]

 Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seseorang itu akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdoa untuk melakukan perbuatan dosa atau berdoa untuk memutuskan tali persahabatan, selama ia tidak tergesa-gesa”. Ditanyakan [oleh sahabat]: “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud tergesa-gesa itu?” Beliau SAW bersabda: “Apabila ia berkata: “Saya telah berdoa dan terus berdoa tetapi saya tidak menyaksikan bahwa doa saya itu dikabulkan”. Apabila sudah demikian maka ia akan rugi dan tidak mau berdoa lagi”. [HR. Bukhari dan Muslim]

ANJURAN UNTUK SENANTIASA BERDOA  Dari Ubadah bin Ash-Shamit, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun di permukaan bumi yang berdoa kepada ALLAH ta’ala dengan sesuatu doa, melainkan ALLAH akan mengabulkannya, atau ALLAH akan menghindarkan marabahaya daripadanya, selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau memutuskan tali persahabatan”. Kemudian salah seorang sahabat berkata: “Jika demikian adanya, maka banyak-banyaklah kita berdoa”. Beliau bersabda: “ALLAH lebih banyak anugerah-NYA”. [HR. Turmuzi, hadis hasan shahih]

 Dari Abu Said Al-Khudry, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun di permukaan bumi yang berdoa kepada ALLAH ta’ala dengan sesuatu doa, melainkan ALLAH akan mengabulkannya, atau ALLAH akan menghindarkan marabahaya daripadanya, atau ALLAH akan menyimpan pahala untuk orang yang berdoa itu sebesar permohonannya, selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau memutuskan tali persahabatan”. Kemudian salah seorang sahabat berkata: “Jika demikian adanya, maka banyak-banyaklah kita berdoa”. Beliau bersabda: “ALLAH lebih banyak anugerah-NYA”. [HR. Al-Hakim, hadis hasan shahih]

JANGAN MEMAKSA ALLAH  Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian berdoa dengan mengucapkan “ALLAAHUMMAGHFIRLII IN SYI’ TA (wahai ALLAH ampunilah saya apabila ENGKAU menghendakinya), ALLAAHUMMARHAMNII IN SYI’ TA (wahai ALLAH kasihanilah saya apabila ENGKAU menghendakinya). Tetapi hendaklah ia benar-benar mantap hati (yakin) dalam doanya, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memaksa ALLAH.” [HR. Bukhari]

 Dari Anas, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu sekalian berdoa, maka hendaklah ia benar-benar yakin pada saat memohon, dan janganlah sekalipun ia mengucapkan “ALLAAHUMMA IN SYI’ TA FA A’THINII (wahai ALLAH apabila ENGKAU menghendakinya maka kabulkanlah permohonanku)”. Karena sesungguhnya tidak ada yang memaksa ALLAH.” [HR. Bukhari dan Muslim]

JANGAN MEMAKSA ALLAH  Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian berdoa dengan mengucapkan “ALLAAHUMMAGHFIRLII IN SYI’ TA (wahai ALLAH ampunilah saya apabila ENGKAU menghendakinya), ALLAAHUMMARHAMNII IN SYI’ TA (wahai ALLAH kasihanilah saya apabila ENGKAU menghendakinya). Tetapi hendaklah ia benar-benar mantap hati (yakin) dan penuh harapan [kepada ALLAH], karena sesungguhnya bagi ALLAH tidak ada sesuatupun yang berat untuk dikabulkan-NYA.” [HR. Muslim]

Penjelasan: Ini adalah matan yang berbeda dari Muslim terhadap hadis Bukhari sebelumnya.

2. MENDOAKAN ORANG LAIN

2. MENDOAKAN ORANG LAIN  Dari Abud Darda bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu melainkan malaikat akan berkata: “Dan bagimu juga seperti [yang engkau doakan] itu”. [HR. Muslim]  Dari Abud Darda bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa seorang muslim kepada saudaranya yang [diucapkan] tanpa sepengetahuan saudaranya itu adalah mustajab (terkabul). Pada kepala seorang Muslim itu ada malaikat yang diberi tugas, apabila ia [muslim itu] mendoakan kebaikan kepada saudaranya, maka malaikat itu mengucapkan “Semoga ALLAH mengabulkan [doamu], dan [semoga] untuk engkau pula seperti itu.” [HR. Muslim]  Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang diperlakukan dengan baik kemudian ia mengucapkan kepada orang yang berbuat baik itu dengan kalimat: “JAZAAKALLAAHU KHAIRAN” (semoga ALLAH membalas kebaikan kepada engkau), maka ia telah mencukupinya.”

MENDOAKAN ORANG LAIN  [47. Muhammad: 19]. Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

 [59. Al Hasyr: 10]. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."

 [71. Nuh: 28]. Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan."

3. TAWASSUL (MINTA DIDOAKAN OLEH ORANG LAIN)

Umar bin Khattab bertawasul kepada Uwais bin Amir Dari Usair bin Amr, orang menyebutnya Ibnu Jabir, ia berkata: Pada saat Umar bin Khattab kedatangan rombongan dari penduduk Yaman, ia bertanya kepada mereka: “Apakah ada seseorang diantara kamu sekalian yang bernama Uwais bin Amir?” Kemudian Uwais menghadap Umar, dan Umar bertanya: “Apakah kamu Uwais bin Amir?” Ia (Uwais) menjawab: “Ya [benar].” Umar bertanya: “Apakah kamu dari Murad dan dari Qaran?” Ia menjawab: “Ya [benar].” Umar bertanya: “Apakah kamu kamu dahulunya pernah kena penyakit belang (kusta) kemudian sembuh kecuali menyisakan bekas yang tinggal sebesar dirham?” Ia menjawab: “Ya [benar].” Umar bertanya: “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” Ia menjawab: “Ya [benar].” Umar berkata: “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Suatu saat akan datang kepadamu seseorang yang bernama Uwais bin Amir bersama-sama dengan rombongan penduduk Yaman, dia berasal dari Murad dan dari Qaran, dia pernah berpenyakit belang tetapi kemudian sembuh……

Sambungan………………………

dia pernah berpenyakit belang tetapi kemudian sembuh kecuali menyisakan bekas sebesar dirham, dia masih mempunyai ibu dan sangat bakti kepada ibunya. Seandainya dia berbuat baik kepada ALLAH, maka ALLAH pasti akan berbuat baik kepadanya. Apabila kamu mampu untuk menyuruh dia agar memohonkan ampun untuk dirimu, maka kerjakanlah”. [kemudian Umar berkata:] Oleh karena itu, mohonkanlah ampunan untuk diriku.” Maka dia (Uwais bin Amir) mendoakan ampunan untuk Umar. Kemudian Umar bertanya kembali kepadanya: “Hendak kemana lagi kamu pergi?” Ia (Uwais) menjawab: “Menuju Kuffah.” Umar bertanya: “Apakah saya boleh menulis surat kepada Amil (bendaharawan) di Kuffah untuk membantu kamu?” Ia menjawab: “Saya lebih suka menjadi orang biasa.” Pada tahun berikutnya ada seseorang yang terkemuka (tokoh) dari penduduk Yaman yang melaksanakan haji dan bertemu dengan Umar, maka Umar menanyakan kepadanya tentang keadaan Uwais, kemudian orang itu menjawab: “Saya meninggalkan dia (Uwais) dalam keadaan sangat menyedihkan, dengan rumah yang kecil dan sangat miskin”.

Sambungan………………………

Umar berkata: “Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Suatu saat akan datang kepadamu seseorang yang bernama Uwais bin Amir bersama-sama dengan rombongan penduduk Yaman, dia berasal dari Murad dan dari Qaran, dia pernah berpenyakit belang tetapi kemudian sembuh kecuali menyisakan bekas sebesar dirham, dia masih mempunyai ibu dan sangat bakti kepada ibunya. Seandainya dia berbuat baik kepada ALLAH, maka ALLAH pasti akan berbuat baik kepadanya. Apabila kamu mampu untuk menyuruh dia agar memohonkan ampun untuk dirimu, maka kerjakanlah”. Kemudian setelah pulang [dari berhaji] orang menemui Uwais dan berkata: “Mohonkanlah ampunan [ALLAH] untuk diriku.” Uwais menjawab: “Kamu lah yang baru saja pulang dari bepergian yang sangat baik itu (berhaji dan bertemu Khalifah Umar), maka mohonkanlah ampun untuk diriku.” Orang itu bertanya: “Apakah kamu pernah bertemu Umar?” Uwais menjawab: “Ya [pernah].” Kemudian Uwais memohonkan ampunan untuk orang itu. Setelah itu orang-orang mengenalnya dan meminta agar dia memohonkan ampun, maka Uwais pergi untuk menyendiri”.

Rasulullah SAW bertawassul kepada Umar Dari Umar bin Khattab, ia berkata: “Saya meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengerjakan Umrah, maka beliau pun mengizinkannya serta bersabda: “Wahai saudaraku, janganlah kamu melupakan kami dari doamu.” (dalam riwayat lain: Wahai saudaraku, ikutkanlah kami dalam doamu.) Umar berkata: “Perkataan itu adalah ucapan yang sangat menggembirakan saya, dan bagi saya ucapan itu lebih berharga daripada dunia”. [HR. Abu Dawud, hadis shahih ; dan Turmuzi mengatakannya hadis hasan shahih]

PENGERTIAN TAWASSUL Dua hadis diatas berisi sunnah bahwa kita dapat meminta bantuan orang lain yang lebih alim atau lebih bertaqwa untuk memohonkan ampunan dan memintakan sesuatu kepada ALLAH. Namun haruslah kita fahami bahwa tawassul ini adalah meminta kepada ALLAH melalui perantaraan doa yang diucapkan oleh orang mukmin yang taqwa. Dan tawassul adalah semata-mata untuk keimanan dan ketaqwaan kepada ALLAH, atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Misalnya: bertawassul kepada ulama meminta ampunan ALLAH, atau minta agar usaha/pekerjaan dberkahi, atau minta agar cepat dapat jodoh. Karena kita menganggap alim ulama itu adalah orang yang banyak dekat kepada ALLAH, maka kita merasa yakin bahwa doa dari mulut mereka lebih dikabulkan oleh ALLAH. Seperti halnya doa anak yatim dan fakir miskin serta orang yang dizalimi, dimana doa mereka juga langsung didengar oleh ALLAH. Jadi apabila meminta sesuatu bukan karena urusan yang berhubungan dengan ALLAH dan Rasul-NYA, maka itu bukan tawassul melainkan perbuatan syirik. Misalnya minta didoakan agar menang togel.

4. HARAM BERTAWASSUL KEPADA ORANG YANG SUDAH MATI

HARAM BERTAWASSUL KEPADA ORANG MATI Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seseorang itu meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga macam, yaitu [1] sedekah jariyah, [2] ilmu yang bermanfaat, atau [3] anaknya yang shaleh yang mau mendoakannya”. [HR. Muslim]

Hadis di atas menjelaskan bahwa orang yang sudah meninggal dan masuk alam kubur meskipun ia seorang yang alim ulama ataupun wali, atau bahkan Rasulullah sekalipun, maka ia tidak mempunyai hubungan apapun lagi dengan urusan dunia. Sehingga tidak akan mungkin orang alim yang sudah wafat itu dijadikan sarana untuk bertawassul. Sehingga sesiapapun yang menjadikan kuburan ulama atau Nabi sebagai sesuatu untuk dijadikan tawassul, maka ia sesungguhnya berbuat SYIRIK. Disebut syirik karena tidak mungkin orang mati mampu mendatangkan berkah, sedangkan yang mampu memberikan berkah itu hanyalah ALLAH subhanahu wa ta’ala yang tidak akan pernah mati. Istilah tawassul hanya kepada orang yang masih hidup.

Wallahu a’lam hanya Allah Yang Maha Tahu

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

Related Documents

Doa Alfatiha
January 2021 1
Doa Jaljalut
January 2021 1
Doa Rakerda.docx
January 2021 1