David Easton

  • Uploaded by: Zahra Sausan Siregar
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View David Easton as PDF for free.

More details

  • Words: 1,920
  • Pages: 6
Loading documents preview...
Kerangka Kerja Sistem Politik David Easton Diposkan oleh seta basri tanggal 13 Februari 2009 Kerangka kerja sistem politik David Easton. Sistem adalah kesatuan dari seperangkat struktur yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem politik adalah kesatuan dari seperangkat struktur politik yang memiliki fungsi masing-masing yang bekerja untk mencapai tujuan suatu negara. Pendekatan sistem politik ditujukan untuk memberi penjelasan yang bersifat ilmiah terhadap fenomena politik. Pendekatan sistem politik dimaksudkan juga untuk menggantikan pendekatan klasik ilmu politik yang hanya mengandalkan analisis pada negara dan kekuasaan. Pendekatan sistem politik diinspirasikan oleh sistem yang berjalan pada makhluk hidup (dari disiplin biologi). Dalam pendekatan sistem politik, masyarakat adalah konsep induk oleh sebab sistem politik hanya merupakan salah satu dari sistem-sistem lain yang ada di masyarakat seperti sistem ekonomi, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan dan lain sebagainya. Sistem politik sendiri merupakan abstraksi (realitas yang diangkat ke alam konsep) dari kondisi real kondisi perpolitikan di suatu masyarakat. Seperti telah dijelaskan, suatu masyarakat tidak hanya terdiri atas satu sistem (misalnya sistem politik saja), melainkan terdiri atas multi sistem. Sistem yang biasanya dipelajari kinerjanya adalah sistem politik, sistem ekonomi, sistem agama, sistem sosial, atau sistem budaya-psikologi. Dari aneka jenis sistem yang berbeda tersebut, ada persamaan maupun perbedaan. Perbedaan berlingkup pada dimensi ontologis (hal yang dikaji) sementara persamaan berlingkup pada variabel-variabel (konsep yang diukur) yang biasanya sama antara satu sistem dengan lainnya. Untuk memahami sistem politik Indonesia, layaknya kita memahami sistem-sistem lain, maka harus kita ketahui beberapa variabel kunci. Variabel-variabel kunci dalam memahami sebuah sistem adalah adalah struktur, fungsi, aktor, nilai, norma, tujuan, input, output, respon, dan umpan balik. Variabel-variabel ini adalah sama antara satu sistem dengan sistem lain dengan perbedaan hanya pada dimensi ontologisnya. Pemikiran Sistem Politik David Easton

Pasca Perang Dunia II, ilmuwan aneka bidang mulai menaruh perhatian pada usaha membangun suatu ilmu pengetahuan yang sistematis. Misalnya, pada tahun 1957, seorang sosiolog bernama Karl Mannheim membangun apa yang dinamakan sosiologi sistematis. Kemudian 6 tahun sesudahnya, ilmuwan politik Charles E. Merriam menulis suatu karya ilmiah mengenai perlunya membangun suatu studi politik yang sistematis. Namun, usaha membangun ilmu politik yang sistematis ini diantara telah dilakukan beberapa tahun sebelum Mannheim atau Merriam menyatakan perlunya membangun hal tersebut. Salah satu upaya membangun ilmu politik yang sistematis diantaranya dilakukan oleh David Easton. Usaha Easton untuk membangun suatu ilmu politik yang sistematis terdiri atas 2 tahap, yaitu :

 

Lewat karyanya The Political System (tahun 1953) pada karya ini, Easton menyatakan perlunya suatu teori umum dalam ilmu politik Lewat karyanya A Framework for Political Analysis (1965) dan A System Analysis of Political Life (1965). pada karya ini Easton mulai memperkenalkan konsepserta merinci konsep-konsep yang mendukung karya sebelumnya, lalu coba mengaplikasikan ke kegiatan politik konkrit.

Melalui kedua karya tersebut, terutama yang pertama, Easton menggariskan kerangka berpikir dasar untuk mengkaji suatu sistem politik. Sifat dari kerangka berpikir tersebut adalah adaptif dan fleksibel sehingga bisa digunakan oleh aneka struktur masyarakat maupun politik. Para pengguna teori Easton dimungkinkan untuk berimprovisasi dalam melakukan penjelasan atas fenomena sistem politik. Easton dalam The Political System (1953)

Easton menerjemahkan politik sebagai "proses alokasi nilai dalam masyarakat secara otoritatif." Pengertian politik sebagai alokasi nilai yang bersifat otoritatif ini menandai 2 tahap pembentukan teori sistem politiknya. Perhatian pada nilai sebagai komoditas yang dinegosiasikan di dalam masyarakat merupakan titik awal berlangsungnya suatu proses politik. Namun, proses alokasi nilai ini tidaklah dilakukan secara sembarang atau oleh siapa saja melainkan oleh lembaga-lembaga masyarakat yang memiliki kewenangan untuk itu. Dalam The Political System, Easton menyatakan 4 asumsi mengenai perlunya suatu bangunan pemikiran yang bersifat umum dalam mengkaji suatu sistem politik. Rincian dari asumsi Easton adalah berikut : 







Asumsi 1 Ilmu pengetahuan memerlukan suatu konstruksi yang sistematis untuk mensistematisasikan fakta-fakta yang ditemukan. Asumsi 2 Para pengkaji kehidupan politik harus memandang sistem politik sebagai keseluruhan, bukan parsial. Asumsi 3 Riset sistem politik terdiri atas dua jenis data: data psikologis dan data situasional. Data psikologis terdiri atas karakteristik personal serta motivasi para partisipan politik. Data situasional terdiri atas semua aktivitas yang muncul akibat pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan ini muncul dari lingkungan fisik (topografi, geografis), lingkungan organis nonmanusia (flora, fauna), dan lingkungan sosial (rakyat, aksi dan reaksinya). Asumsi 4 Sistem politik harus dianggap berada dalam suatu disequilibrium (ketidakseimbangan).

Dengan keempat asumsi di atas, Easton paling tidak ingin membangun suatu penjelasan atas sistem politik yang jelas tahapan-tahapannya. Konsep-konsep apa saja yang harus dikaji dalam upaya menjelaskan fenomena sistem politik, lembaga-lembaga apa saja yang memang

memiliki kewenangan untuk pengalokasian nilai di tengah masyarakat, merupakan pertanyaan-pertanyaan dasar dari kerangka pikir ini. Selain itu, untuk menghasilkan gambaran yang menyeluruh dan padu (komprehensif), sistem politik tidak dapat dikaji secara parsial. Misalnya kita hanya mengkaji lembaga legislatif saja tanpa mengkaitkannya dengan peran lembaga eksekutif dalam melakulkan impelementasi perundang-undangan. Selain itu, Easton juga menegaskan bahwa kajian atas sistem politik harus mempertimbangan aneka pengaruh dari lingkungan. Pengaruh kondisi psikologis masyarakat, pola geografis wilayah negara, ataupun situasi yang berkembang pada level internasional harus diperhatikan pengaruhnya terhadap suatu sistem politik. Dengan kata lain, kajian atas sistem politik tidak boleh bersifat ahistoris. Terakhir, para peneliti sistem politik harus selalu menganggap sebuah sistem politik berlangsung di dalam suatu ketidakseimbangan (disequilibrium). Justru di dalam ketidakseimbangan tersebut, alur kerja sistem politik mempunyai daya dorong. Jika tidak ada persoalan ataupun kebutuhan, maka untuk apa sistem politik itu ada dan bekerja, bukan ? Setelah mengajukan 4 asumsi perlunya suatu teori politik yang menyeluruh (dalam hal ini teori sistem politik), Easton juga menggariskan 4 atribut yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem politik. Keempat atribut tersebut adalah : 1. Unit-unit dan batasan-batasan suatu sistem politik Di dalam kerangka kerja suatu sistem politik, terdapat unit-unit yang satu sama lain saling berkaitan dan saling bekerja sama untuk mengerakkan roda kerja sistem politik. Unit-unit ini adalah lembaga-lembaga yang sifatnya otoritatif untuk menjalankan sistem politik seperti legislatif, eksekutif, yudikatif, partai politik, lembaga masyarakat sipil, dan sejenisnya. Unitunit ini bekerja di dalam batasan sistem politik, misalnya cakupan wilayah negara atau hukum, wilayah tugas, dan sebagainya. 2. Input-output Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. Input yang masuk dari masyarakat ke dalam sistem politik berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai seperangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan sistem politik. Di sisi lain, dukungan merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Output adalah hasil kerja sistem politik yang berasal baik dari tuntutan maupun dukungan masyarakat. Output terbagi dua yaitu keputusan dan tindakan yang biasanya dilakukan oleh pemerintah. Keputusan adalah pemilihan satu atau beberapa pilihan tindakan sesuai tuntutan atau dukungan yang masuk. Sementara itu, tindakan adalah implementari konkrit pemerintah atas keputusan yang dibuat. 3. Diferensiasi dalam sistem Sistem yang baik haruslah memiliki diferensiasi (pembedaan/pemisahan) kerja. Di masa modern adalah tidak mungkin satu lembaga dapat menyelesaikan seluruh masalah. Misalkan saja dalam pembuatan undang-undang pemilihan umum di Indonesia, tidak bisa cukup Komisi Pemilihan Umum saja yang merancang kemudian mengesahkan. DPR, KPU, lembaga kepresidenan, partai politik dan masyarakat umum dilibatkan dalam pembuatan undang-undangnya. Meskipun bertujuan sama yaitu memproduksi undang-undang partai politik, lembaga-lembaga tersebut memiliki perbedaan di dalam fungsi pekerjaannya.

4. Integrasi dalam sistem Meskipun dikehendaki agar memiliki diferensiasi (pembedaan atau pemisahan), suatu sistem tetap harus memperhatikan aspek integrasi. Integrasi adalah keterpaduan kerja antar unit yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama. Undang-undang Pemilihan Umum tidak akan diputuskan serta ditindaklanjuti jika tidak ada kerja yang terintegrasi antara DPR, Kepresidenan, KPU, Partai Politik dan elemen-elemen masyarakat. Hasil

pemikiran

tahap

pertama

Easton

adalah

sebagai

berikut

:

Dalam gambar diatas, Easton memisahkan sistem politik dengan masyarakat secara keseluruhan oleh sebab menurut Easton sistem politik adalah suatu sistem yang berupaya mengalokasikan nilai-nilai di tengah masyarakat secara otoritatif, dan ini hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan. Suatu sistem politik bekerja untuk menghasilkan suatu keputusan (decision) dan tindakan (action) yang disebut kebijakan (policy) guna mengalokasikan nilai. Unit-unit dalam sistem politik menurut Easton adalah tindakan politik (political actions) misalnya pembuatan UU, pengawasan DPR terhadap Presiden, tuntutan elemen masyarkat terhadap pemerintah, dan sejenisnya. Dalam ”awal” kerjanya, sistem politik memperoleh masukan dari unit input. Input adalah "pemberi makan" sistem politik. Input terdiri atas dua jenis: Tuntutan dan dukungan. Tuntutan dapat muncul baik dalam sistem politik maupun dari lingkungan (intra dan extrasocietal). Tuntutan yang sudah terstimulasi kemudian menjadi garapan pihak-pihak di dalam sistem politik yang bersiap untuk menentukan masalah yang penting untuk didiskusikan melalui saluran-saluran yang ada di dalam sistem politik. Di sisi lain, dukungan (support) merupakan tindakan atau orientasi untuk melestarikan ataupun menolak sistem politik. Jadi, secara sederhana dapat disebutkan bahwa dukungan memiliki 2 corak yaitu positif (meneruskan) dan negatif (menolak) kinerja sebuah sistem politik. Setelah tuntutan dan dukungan diproses di dalam sistem politik, keluarannya disebut sebagai output, yang menurut Easton berkisar pada 2 bentuk yaitu keputusan (decision) dan tindakan (action). Output ini pada kondisi lebih lanjut akan memunculkan feedback (umpan balik) baik dari kalangan dalam sistem politik maupun lingkungan. Reaksi ini akan diterjemahkan kembali ke dalam format tuntutan dan dukungan, dan secara lebih lanjut meneruskan kinerja sistem politik. Demikian proses kerja ini berlangsung dalam pola siklis.

David Easton dalam A Framework for Political Analysis (1965)

Dalam tahap ke-2 bangunan teori sistem politik ini, Easton berusaha untuk lebih mendekatkan teorinya dengan dunia empiris. Dalam tahap ini Easton kembali melakukan penegasan atas hal-hal berikut :  



Masyarakat terdiri atas seluruh sistem-sistem dan bersifat terbuka. Sistem politik adalah : "Seperangkat interaksi yang diabstraksikan dari totalitas perilaku sosial, dengan mana nilai-nilai dialokasikan ke dalam masyarakat secara otoritatif." Lingkungan terdiri atas intrasocietal dan exstrasocietal.

Lingkungan intrasocietal bagian dari lingkungan fisik serta sosial yang terletak "di luar" batasan sistem politik tetapi masih di dalam masyarakat yang sama." Lingkungan intrasocietal terdiri atas : 







Lingkungan ekologis (fisik, nonmanusia) misal dari lingkungan ini adalah kondisi geografis wilayah [pegunungan, maritim, padang pasir, iklim] Lingkungan biologis (berhubungan dengan keturunan ras) Misal dari lingkungan ini adalah ras arya, semit, mongoloid, ”timur”, ”barat”, skandinavia, anglo saxon, melayu] Lingkungan psikologis Misal dari lingkungan ini adalah bekas negara jajahan, bekas negara penjajah, “maju”, “berkembang”, “terbelakang”, baru merdeka] Lingkungan sosial Misal dari lingkungan ini adalah budaya, struktur sosial, kondisi ekonomi, dan kependudukan/demografis]

Lingkungan extrasocietal adalah bagian dari lingkungan fisik serta sosial yang terletak “di luar” batasan sistem politik dan masyarakat tempat sistem politik berada. Lingkungan extrasocietal terdiri atas: 





Sistem Sosial Internasional Misal dari sistem sosial internasional adalah kondisi pergaulan masyarakat dunia, sistem ekonomi dunia, dan sejenisnya. Sistem ekologi internasional misal dari sistem ekologi internasional adalah keterpisahan negara berdasar benua (amerika, eropa, asia, australia, afrika), berdasar lautan (asia pasifik, atlantik), isu lingkungan seperti global warming dan berkurangnya hutan/”paru-paru” dunia Sistem politik internasional misal dari sistem politik internasional adalah PBB, NATO, ASEAN, ANZUS, Europa Union, negara-negara Asia Afrika, dan sistem-sistem politik yang khas berlaku di masing-masing negara di dunia.

Pola pikir Easton mengenai pengaruh lingkungan ini dapat dilihat di dalam bagan berikut ini :

Model arus sistem politik di atas hendak menunjukkan bagaimana lingkungan, baik intrasocietal maupun extrasocietal, mampu mempengaruhi tuntutan dan dukungan yang masuk ke dalam sistem politik. Bagan ini sesungguhnya secara mendasar adalah mirip dengan skema kerja sistem politik seperti sudah dibahas terlebih dahulu. Namun, di model arus ini Easton hendak memperjelas bahwa lingkungan intra dan extrasocietal mampu mempengaruhi mekanisme Input (tuntutan dan dukungan). Lalu, tuntutan dan dukungan dikonversi di dalam sistem politik yang bermuara pada output yang dikeluarkan oleh Otoritas. Otoritas di sini berarti lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan keputusan maupun tindakan dalam bentuk policy (kebijakan), bukan sembarang lembaga. Output ini kemudian masuk lagi ke dalam lingkungan dan demikian seterusnya seperti terjadi di skema terdahulu.

REFERENSI Ronald H. Chilcote, Theories of Comparative Politics: The Search for a Paradigm (Boulder, Colorado: WestView Press, 1981) pp.145-82.

Related Documents

David Easton
February 2021 2
David Hamilton
January 2021 1
David Baker
January 2021 1
David Baker
February 2021 1
David Hamilton
January 2021 1

More Documents from "Sandra Sreckovic"

David Easton
February 2021 2
Stroke Pdf
January 2021 2
Modul Kd 3.20.docx
January 2021 0