Loading documents preview...
KESETIMBANGAN FASE
1
Persamaan clasius clapeyron
Kesetimbangan Fasa satu komponen Fasa adalah bagian sistem dengan komposisi kimia dan sifat –
sifat fisik seragam, yang terpisah dari bagian sistem lain oleh suatu bidang batas. Pemahaman perilaku fasa mulai berkembang dengan adanya aturan fasa Gibbs. Untuk sistem satu komponen, persamaan Clausisus – Clapeyron menghubungkan perubahan tekanan kesetimbangan dengan perubahan suhu.
Persamaan Clapeyron Bila dua fasa dalam sistem satu komponen berada dalam
kesetimbangan, kedua fasa tersebut mempunyai energi Gibbs molar yang sama. Pada sistem yang memiliki fasa α dan β, Gα = Gβ ……………………………………… (3.4) Jika tekanan dan suhu diubah dengan tetap menjaga kesetimbangan, maka dGα = dGβ …………………….…………… (3.5)
G G G dP dT P T T P P
G dP T T
dT P
Dengan menggunakan hubungan Maxwell, didapat persamaan sebagai berikut:
V dP S dT V dP S dT dP S S S dT V V V
Dari rumus:
Karena
dP S dT V S
H T
maka jika dimasukkan ke dalam persamaan menjadi:
dP S dT TV
• Persamaan di atas inilah yang disebut sebagai Persamaan Clapeyron, yang dapat digunakan untuk menentukan entalpi penguapan, sublimasi, peleburan, maupun transisi antara dua padat.
Entalpi sublimasi, peleburan dan penguapan pada suhu tertentu dihubungkan dengan persamaan:
H sub lim asi H peleburan H penguapan
Persamaan Clausius – Clapeyron Untuk
peristiwa penguapan dan sublimasi, Clausius menunjukkan bahwa persamaan Clapeyron dapat disederhanakan dengan mengandaikan uapnya mengikuti hukum gas ideal dan mengabaikan volume cairan (Vl) yang jauh lebih kecil dari volume uap (Vg).
V V g Vl V g
Bila
RT Vg P
• maka persamaan 3.10 menjadi
Persamaan 3.18 disebut Persamaan
Clausius – Clapeyron. Dengan menggunakan persamaan di atas, kalor penguapan atau sublimasi dapat dihitung dengan dua tekanan pada dua suhu yang berbeda.
Contoh soal 1 : Tekanan Uap asam nitrat pada suhu 40C dan 70C adalah 133 torr dan 467 torr. Maka entalpi penguapan asam nitrat : Jawab : P1 = 133 torr T1 = 40 + 273 = 313 K P2 = 467 torr T2 = 70 + 273 = 343 K
ΔH = -3,737.10-4 J /K
Fasa (P) Sering istilah fasa diidentikkan dengan wujud atau keadaan suatu materi,misalnya es berwujud padat, air berwujud cair atau uap air yang berwujud gas. Konsep ini tidak benar karena sistem padatan dan sistem cairan dapat terdiri dari beberapa fasa. Sedangkan gas cenderung bercampur sempurna sehingga dalam sistem gas hanya terdapat satu fasa. Fasa dapat didefinisikan sebagai setiap bagian sistem yang : a. homogen dan dipisahkan oleh batas yang jelas b. sifat fisik dan sifat kimia berbeda dari bagian sistem lain c. dapat dipisahkan secara mekanik dari bagian lain sistem itu Contoh sistem satu fasa : Dua cairan yang bercampur homogen sistem 2 fasa : cairan polar (misal air) dan non polar (misal :minyak), sistem belerang padat (monoklin dan rombik) sistem 3 fasa : es, uap air dan air CaCO3 (s) CO2 (g) + CaO (s)
Komponen (C) Jumlah komponen suatu sistem dinyatakan sebagai jumlah minimum spesi kimia yang membentuk sistem tersebut yang dapat menentukan susunan setiap sistem fasa sistem. Contoh : H2O (g) H2O (l ) jumlah komponen C = 1 N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH2 (g) jumlah komponen C = 3 untuk perbandingan mol N2 dan H2 ≠ 1:3 jumlah komponen C = 2 bila perbandingan mol N2 : H2 =1 :3
Derajad Kebebasan (F) Derajad kebebasan (F) dari suatu sistem setimbang merupakan variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut. Untuk menentukan derajad kebebasan dibutuhkan aturan fasa.
KESETIMBANGAN FASE Aturan fase dari J. Willard Gibs F=C–P+2 F : jumlah derajat bebas (degree of Freedom C : jumlah komponen (Components) P : jumlah fase (Phase)
15
Contoh - contoh Air membentuk kesetimbangan dengan uapnya
Campuran air dan alkohol membentuk kesetimbangan
dengan uapnya Campuran air dan eter membentuk kesetimbangan dengan uapnya
16
Sistem satu komponen Diagram fase air B Tekanan uap
A
CAIR PADAT
(mmHg) 4,58
O
UAP
C 0,0098
Suhu (OC)
OA : Kurva tekanan Uap OB : Kurva titik leleh 17
Pada daerah padat murni/cairan murni/uap murni (1 fase), F = 2 (sistem bivarian) Pada sepanjang garis (2 fase), F =1 (sistem univarian)
Pada titik triple (O) (3 fase), F = 0 (sistem invarian) OC : Kurva Sublimasi
Sistem terkondensasi Sistem dua komponen, F tertinggi 3, perlu diagram tiga
dimensi, susah Fase uap tidak digambarkan, sehingga tekanan uap diabaikan dan sistem dikerjakan pada tekanan 1 atm Tinggal variabel suhu dan konsentrasi, cukup diagram 2 dimensi Harga F hasil hitungan dikurangi satu
18
Sistem dua komponen cair -cair Diagram fase campuran fenol -air H = temperatur konsulat maksimum
66,8OC T (OC)
A
B
A larutan fenol dalam air, C larutan air dalam fenol
C
50
(1 fase, F = 2 – 1+2 = 3, terkondensasi, F menjadi 2, suhu dan konsentrasi)
0
19
11
63 Kadar fenol dalam air
100
B : 2 fase: air jenuh fenol dibagian atas dan fenol jenuh air (bawah), F=1
Contoh Soal 20 gram fenol dicampur dengan 30 gram air, dibiarkan
mencapai kesetimbangan pada 50 OC. 1. Berapa fase yang terbentuk, berapa berat fase (- fase) tersebut, dan konsentrasi fenol pada (tiap) fase 2. Jika terbentuk dua fase berapa jumlah air atau fenol harus ditambahkan supaya menjadi satu fase
20
Hukum Raoult Raoult adalah seorang ahli kimia dari Perancis, ia mengamati bahwa pada larutan ideal yang dalam keadaan seimbang antara larutan dan uapnya, maka perbandingan antara tekanan uap salah satu komponennya ( misal A) PA/PAo sebanding dengan fraksi mol komponen (XA) yang menguap dalam larutan pada suhu yang sama. Misalkan suatu larutan yang terdiri dari komponen A dan B menguap, maka tekanan uap A (PA) dinyatakan sebagai :
PA = PAo. XA PA adalah tekanan uap jenuh di atas larutan XA adalah fraksi mol komponen A PAo adalah tekanan uap A murni Larutan yang memenuhi hukum ini disebut sebagai larutan ideal. Pada kondisi ini, maka tekanan uap total (Pt) akan berharga Pt = PA + PB = XA. PAo + XB. PBo
Contoh soal : 3 mol aseton dan 2 mol kloroform dicampur pada suhu 35oC Tekanan uap jenuh aseton dan kloroform pada suhu tersebut adalah 360 dan 250 torr a. Bila larutan tersebut dianggap ideal, hitung tekanan uap larutan tersebut b. Bila larutan tersebut mempunyai tekanan uap sebesar 280 torr, bagaimanakah komposisi cairan awal campuran tersebut
Jawab : a. Xaseton = 3/5 = 0,6 Xklorofom = 2/5 = 0,4 Ptotal = Xaseton .Poaseton + Xklorofom Po klorofom Ptotal = 0,6 x 360 torr + 0,4 x 250 torr = 316 torr b. Ptotal = 280 torr Ptotal = Xaseton. Po aseton + Xklorofom Poklorofom Ptotal = Xasetonx 360 + (1-Xaxeton) x 250 280 = 360 Xaseton + 250 – 250 Xaseton 30 = 110 X aseton Xaseton = 30/110 = 0,273 X klorofom = 0, 727
Sistem 2 komponen padat cair Diagram fase campuran timol salol
T (OC)
TO Timol To Salol
Cairan + padatan 13 salol
1 Fase Cair
E
Cairan + padatan timol
Padatan salol +padatan timol 25
34 % berat timol dalam salol
Pada titik Eutektik (E) terjadi kesetimbangan 1 fase cair dan 2 fase padat (F = 2 – 3 +2 = 1), karena terkondensasi F menjadi 0
Contoh Soal 70 gram timol dicampur dengan 30 gram salol dan dibiarkan
mencapai kesetimbangan pada suhu 30OC. 1. Berapa fase yang terbentuk 2. Bobot (tiap) fase berapa, konsentrasinya berapa 3. Berapa salol yang harus ditambahkan supaya menjadi 1 fase, berapa gram timol harus ditambahkan supaya menjadi 1 fase
26
Campuran terner (3 komponen) Derajat bebas tertinggi F = 3 – 1 + 2 = 4
Dianggap sistem terkondensasi, uap diabaikan Dikerjakan pada suhu tetap
Tinggal konsentrasi yang divariasi
Contoh : campuran air-emulgator-minyak Ditunjukkan dengan diagram terner 27
100 % TWEEN
28
100 % AIR
100 % VCO
100 % TWEEN
29
100 % AIR
100 % VCO
100 % TWEEN
30
100 % AIR
100 % VCO
100 % TWEEN
SOAL : Perhatikan kurva ini, daerah dibawah kurva adalah sistem 2 fase. Campuran air VCO dan emulgator sebanyak berturut –turut 50, 40, 10 g
Dibiarkan mencapai kesetimbangan, terbentuk 2 fase. Fase bagian atas dianalisi ternyata mengandung air 15 %,
31
100 % AIR
bagaiana komposisi fase konjugatnya Berapakah berat tiap fase, berapakah emulgator harus ditambahkan supaya sistem menjadi satu fase
100 % VCO
Sifat koligatif larutan Sifat koligatif larutan meliputi Penurunan tekanan uap (Δ P) Kenaikan titik didih (Δ Tb) Penurunan titik beku (Δ Tf ) Tekanan osmosis (π) Sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif zat.
Penurunan tekanan uap (Δ P) Jika zat terlarut A dilarutkan dalam pelarut B, maka menurut hukum Raoult : PA = XA . PAo Maka PAo – PA = Δ P = PAo - XA . PAo Δ P = PAo (1-XA) = PAo. XB XA : fraksi mol zat terlarut A XB : fraksi mol pelarut B dengan XA+XB = 1 PAo : tekanan uap zat terlarut A murni PBo : tekanan uap pelarut B murni Δ P : penurunan tekanan uap larutan
contoh Suatu cairan murni mempunyai tekanan uap 50 mmHg pada 25 0C. Hitung penurunan tekanan uap larutan jika 6 mol zat ini dicampur dengan 4 mol suatu senyawa non elektrolit yang tidak mudah menguap. Jawab: XA = 6 mol / 6 mol + 4 mol = 0,6 Δ P = 50 mmHg ( 1- 0,6 ) = 20 mmHg
contoh Tekanan uap eter murni (Mr= 74) adalah 442 mmHg pada 293 K. Jika 3 gram senyawa A dilarutkan ke dalam 50 gram eter pada temperatur ini tekanan uap menjadi 426 mmHg. Hitung massa molekul relatif senyawa A Jawab: Mol eter = 50 gram / 74 gram mol-1 = 0,675 mol mol zat A = 3/Mr mol Maka XA = 3/Mr mol 0,675mol + 3/Mr mol Δ P = 442 mmHg – 426 mmHg = 16 mmHg
lanjutan Δ P = XA . Petero
16 mmHg = Mr = 121
3/Mr mol x442 mmHg 0,675mol +3/Mr mol
soal Hitung tekanan uap benzena dalam suatu larutan yang
mengandung 10 gram naftalena (C10H8) dalam 100 gram benzena pada 25 o C. Tekanan uap benzena murni pada 25 o C adalah 97 mmHg. Dua cairan A dan B membentuk suatu larutan ideal. Pada suhu tertentu tekanan A murni 200 mmHg dan B murni 75 mmHg. Jika campuran mengandung 40 % mol A, berapa persen mol A dalam uapnya. Hitunglah komposisi benzena-toluena dalam larutan yang akan mendidih pada tekanan 1 atm (101,325 kPa) pada 90 oC dengan menganggap ideal. Pada 90oC,tekanan uap benzena dan toluene adalah 136,3 kPa dan 54,1 kPa