Lapkas-sistemik-sklerosis

  • Uploaded by: RadityaRezha
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas-sistemik-sklerosis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,895
  • Pages: 22
Loading documents preview...
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam ianjur

PENDAHULUAN Pada kasus ini dibahas tentang seorang perempuuan berusia 40 tahun datang ke Rumah sakit dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu beserta diare, pasien awalnya didiagnosis TB paru, dan gastroenteritis akut tetapi setelah dikaji ulang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien ini bertambah dengan Sistemik Sklerosis. Kasus ini menjadi menarik untuk dibahas karena termasuk kasus yang jarang ditemukan, dengan harapan dapat mengenali penyakit Sistemik Sklerosis secara dini sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat dan efektif.

LAPORAN KASUS Identitas Pasien

Nama

: Ny. N

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Cibeureum Cugenang

Anamnesis (Autoanamnesis) 

Keluhan utama Nyeri perut dan diare sejak 1 minggu yang lalu



Riwayat penyakit sekarang Pasien seorang wanita datang dengan keluhan nyeri pada perut dibagian ulu hati sejak 1 minggu yang lalu, Pasien mengaku BAB mencret sejak 3 hari yang lalu, sehari kurang lebih 4 kali, cair, tidak ada lender ataupun darah, warna BAB normal, keluhan disertai mual dan muntah. Pasien juga mengeluh nyeri pada tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu sehingga susah untuk makan tetapi masih bisa makan sedikit-

sedikit, sampai sekarang pasien merasa setiap kali makan selalu muntah, keluhan muntah darah disangkal. Nafsu makan berkurang sejak sakit sering merasa lemas yang disertai badan yang terlihat pucat, pasien juga mengaku merasa semakin kurus tetapi tidak ingat berat badannya. Selain itu, Pasien juga mengeluh batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih sering dirasakan pada malam hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan setiap kali batuk, pasien mengaku sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu yang lalu, hilang timbul tidak tentu., BAK juga dirasakan sulit dan sedikit tetapi tidak disertai nyeri saat berkemih warna urin kuning kecoklatan. pasein juga disertai kulit yang mengeras pada kaki, lengan dan kuku jari yang mencekung sejak 1 tahun yang lalu, yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika sedang kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Keluhan bercak-bercak atau bintik-bintik pada bagian tubuh disangkal Riwayat penyakit dahulu Riwayat diabetes, hipertensi dan asma disangkal. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengaku keluarga tidak ada yang mengalami keluhan dan penyakit yang sama

 

dengan pasien, Riwayat penyakit diabetas dan hipertensi disangkal. Riwayat Pengobatan Pasien mengaku rutin kontrol ke poliklinik mengenai masalah kulit menebal pasien Riwayat Alergi Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan Riwayat Psikososial

  

Pasien mengaku lingkungan di rumah sering merasa dingin sehingga keluhan panas pada tangan sering dirasakan, pasien tidak merokok. Pemeriksaan Fisik 

Keadaan umum

: tampak sakit sedang



Kesadaran

: Compos Mentis



Tekanan darah

: 100/70 mmHg



Freukuensi nadi

: 72 kali/menit



Pernapasan

: 20 kali/menit



Suhu

: 36,5oC

Kepala 2



Bentuk : Normocephal, simetris



Rambut : Hitam, mudah dicabut



Mata

: Konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/- , pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)



Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang, membran timpani intak, serumen (-)



Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi, Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.



Mulut

: Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil tidak hiperemis.

Leher 

Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)



Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-) JVP tidak meningkat

Thoraks Anterior 

Inspeksi

: Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri Iktus kordis tidak terlihatMata

: Konjungtiva anemis +/+ ,



Auskultasi : rhonki (+/+), wheezing (-/-)



Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut



Palpasi : Nyeri tekan uluhati (+), perut kembung, hepar dan lien tidak teraba



Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani



Auskultasi : Bising usus (+) normal



Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), nekrosis pada jari-jari tangan kanan dan kiri, kuku cekung (+), penebalan kulit pada tangan dan jari kanan kiri (+)



Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), ulkus pada jari 2 kaki kiri disertai kuku cekung pada jari 2 kaki kanan, penebalan kulit pada kaki (+)

3



Palpasi

: Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri



Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan Batas kiri



: sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi : rhonki (+/+), wheezing (-/-) Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Thoraks Posterior 

Inspeksi

: punggung simetris kanan = kiri



Palpasi

: Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri



Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru



Auskultasi : Pernafasan rhonki (+/+)

Abdomen 

Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut



Palpasi : Nyeri tekan uluhati (+), perut kembung, hepar dan lien tidak teraba



Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani



Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas 

Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), nekrosis pada jari-jari tangan kanan dan kiri, kuku cekung (+), penebalan kulit pada tangan dan jari kanan kiri (+)



Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), ulkus pada jari 2 kaki kiri disertai kuku cekung pada jari 2 kaki kanan, penebalan kulit pada kaki (+)

4

Pemeriksaan (MRSS)

1

0 2

2 2 0

1

1

5

Total skor : 19

Hasil Pemeriksaan laboratorium (06 Oktober 2015) Hematologi Hematologi Rutin Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW-SD PDW MPV Differential LYM % MXD % NEU % Absolut LYM # MXD # NEU #

Pemeriksaan Gula Darah puasa Fungsi Hati AST (SGOT) ALT (SGPT)

11,6 35,7 3,01 22,9 475 85,4 28,6 33,5 56,9 16,6 10,4

12 – 16 37 – 47 4,2 – 5,4 4,8 – 10,8 150 – 450 80 – 94 27 – 31 33 – 37 10 – 15 9 – 14 8 – 12

g/dl % 10^6/µL 10^3/µL 10^3/µL fL Pg % fL fL fL

10,2 8,6 83,2

26 – 36 0 – 11 40 – 70

% % %

2,94 0,43 19,37

1,00 – 1,43 0 – 1,2 1,8 – 7,6

10^3/µL 10^3/µL 10^3/µL

Hasil 78

Nilai Rujukan 70 - 110

Satuan mg/dl

14 23

< 31 < 32

U/L U/L

Diagnosis   

Limited Systemic Sclerosis Susp. TB paru Gastroenteritis Akut Dehidrasi Ringan Sedang

Diagnosis Banding  

SLE Miopati 6



Mixed connective tissue disease

Penatalaksanaan Cairan - rehidrasi RL 2000 CC/ 24 jam TB Screening – BTA 3X, Rontgen Thorax Ceftriaxon 1 x 2g Ambroxol syr 3 x 10cc Paracetamol 500mg (prn) GEA Zinc 1 x 1 Omeprazole 1 x 40 mg Ondancentron 2 x 8 mg Sistemik sklerosis Metilprednisolon 6mg – 0 - 4mg MTX 5 tab/minggu Diltiazem 3 x 30 mg Prognosis 

Dubia ad bonam

Pemeriksaan anjuran 1. Pemeriksaan Antinuclear Antibodi (ANA) 2. Pemeriksaan Anti-SCL-70% 7

3. Pemeriksaan anticentromere antibodies

Laporan follow up pasien Tanggal 06 okt 2015

Subjective Lemas, susah

Objective TD: 90/70

Assesment Susp.TB paru

Planning

makan, batuk

N : 72/menit

GEA dehidrasi

Screening – BTA 3X,

berdahak, mual

P : 20/menit

ringan sedang

dan muntah

S : 36,5 C

Sistemik sklerosis

RL 2000 CC/ 24 jam Rontgen Thorax Ceftriaxon 1 x 2g Ambroxol syr 3 x 10cc Paracetamol

500mg

(prn) Zinc 1 x 1 Omeprazole 1 x 40 mg Ondancentron 2 x 8 mg Metilprednisolon 6mg – 0 - 4mg MTX 5 tab/minggu Diltiazem 3 x 30 mg 10 okt agustus 2013

Batuk masih ada,

TD: 90/70

Pleuritis =

RL 2000 CC/ 24 jam

perut kembung,

N : 72

hasil foto

Screening – BTA 3X,

mencret

P : 20

thorax efusi

S : 36,5 C

pleura

Rontgen Thorax

Hasil BTA 3x

Ceftriaxon 1 x 2g

= negatif

Ambroxol syr 3 x 10cc

GEA dehidrasi

Paracetamol

ringan sedang

(prn)

Sistemik sklerosis

500mg

Zinc 1 x 1 Omeprazole 1 x 40 mg Ondancentron 2 x 8 mg Metilprednisolon 6mg – 0 - 4mg

8

MTX 5 tab/minggu Diltiazem 3 x 30 mg Resume Seorang perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan Pasien seorang wanita datang dengan keluhan nyeri pada perut dibagian ulu hati sejak 1 minggu yang lalu, Pasien mengaku BAB mencret sejak 3 hari yang lalu, sehari kurang lebih 4 kali,disertai mual dan muntah, Nafsu makan berkurang sejak sakit sering merasa lemas yang disertai badan yang terlihat pucat, pasien juga mengaku merasa semakin kurus tetapi tidak ingat berat badannya , batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih sering dirasakan pada malam hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan setiap kali batuk, pasien mengaku sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu yang lalu pasein juga mengeluh disertai kulit yang mengeras pada kaki, lengan dan kuku jari yang mencekung sejak 1 tahun yang lalu, yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika sedang kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjugtiva yang anemis, bunyi nafas tambahan ronkhi pada kedua lapang paru dan penebalan kulit pasien di daerah wajah, tangan dan kaki dengan skor rodnan 19. Pengobatan yang diberikan yaitu dengan pemberian obat-obatan berupa diberikan melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral dan diberikan obat oles kulit olium olive dari dokter spesialis kulit. Obat-obat oral yang lain seperti diltiazem (3x1), OBH syrup (3x1) dan omeprazole (2x1) tetap diberikan juga injeksi farsix 40 (3x1), ondansentron (2x1) dan ceftraxone (1x1). Selain pemberian obat-obatan, pasien juga mendapatkan perawatan luka (wound care) pada jari 2 kaki kiri selama di rumah sakit. PERMASALAHAN 1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada pasien ini? 2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini PEMBAHASAN 1. Bagaimana pendekatan diagnosis pada pasien ini ? Definisi dan Epidemiologi

9

Sistemik Sklerosis (Skleroderma) adalah penyakit kronik jaringan ikat yang tidak diketahui penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta kelainan mikrovaskular. Manifestasi klinis pada penyakit ini sangat heterogen dan tergantung pada organ tubuh yang terlibat. Penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun, wanita lebih banyak terkena penyakit ini dua sampai tiga kali lebih banyak daripada laki-laki. Prevalensi pada penyakit ini relatif rendah karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, apalagi kasus yang tidak disertai kelainan kulit. Kasus ini merupakan kasus yang langka dengan kejadian tahunan di Amerika Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta. Kelangsungan hidup pasien dengan sistemik sklerosis tergantung pada organ yang terlibat, tetapi selama beberapa dekade terakhir kelangsungan hidup pasien meningkat karena munculnya obat-obat baru. Presentasi tingkat kelangsungan hidup sampai 10-tahun berkisar antara 70% sampai 80%. Sistemik sklerosis difus memiliki perjalan penyakit yang lebih variabel, sehingga prognosisnya sampai sekarang masih buruk. Fibrosis progresif paru, hipertensi pulmonal, keterlibatan gastrointestinal berat, dan penyakit jantung skleroderma adalah penyebab utama kematian. Sistemik sklerosis yang terbatas (limited) memiliki prognosis yang relatif lebih baik kecuali jika terdapat komplikasi hipertensi pulmonal. Pada kasus ini pasien seorang wanita usia 37 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin dan usia maka pasien ini termasuk kelompok yang beresiko menderita sistemik sklerosis, karena penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dengan prevalensi terbanyak wanita dua sampai tiga kali lebih beresiko daripada laki-laki.

Klasifikasi Terdapat dua bentuk utama dari skleroderma yaitu lokal skleroderma dan sistemik skleroderma (sistemik sklerosis). Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) dan Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) adalah dua jenis utama Sistemik Sklerosis.

1. Lokal skleroderma 10

Lokal skleroderma merupakan bentuk skleroderma yang hanya mengenai kulit tanpa melibatkan organ internal dan kelainan sistemik. Keadaan ini harus dibedakan dari sklerosis sistemik, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah Morfea : perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada bagian tubuh mana saja berupa bercak pada tubuh. Fenomena raynaud sangat jarang ditemukan. Skleroderma linear : skleroderma linear umunya didapatkan pada anak-anak, ditandai perubahan pada kulit berupa garis-garis atau goresan dan umumnya disertai atrofi otot dan tulang dibawahnya Skleroderma en coup de saber : merupakan varian skleroderma linier, dimana garis yang sklerotik terdapat pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah frontoparietal yang mengakibatkan deformitas muka dan kelainan tulang. 2. Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) Sistemik Skleroris Diffuse (terjadi pada 20% pasien) jika penebalan kulit terdapat pada eketremitas distal, proksimal, muka dan seluruh bagian tubuh. 3. Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) Sistemik Sklerosis terbatas (terjadi pada 80% pasien) jika penebalan kulit terbatas pada muka, leher dan ekstremitas distal, biasa juga dikenal dengan CREST syndrome (Calcinosis cutis, Raynaud Phenomenom, Esophageal motility disorder, Sclerodactyl, Telangiectasia) Pada kasus ini kemungkinan besar pasien termasuk kedalam jenis Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis), karena pada pemeriksaan fisik dan rodnan skor ditemukan penebalan kulit hanya didaerah distal (wajah, tangan, jari tangan dan kaki) tetapi tidak dapat digolongkan menjadi CREST syndrome karena pada pasien ini tidak terdapat calcinosis cutis dan talangiectasia.

11

Gambar 1. Tanda klinis skleroderma(A) skleroderma lokal morfea (B) edema difus pada tangan (C) penebalan pada kulit (D) flexi jari kontraktur (E) fenomena raynaud (F) ulserasi jari G(a) talengiektasis pada wajah (b) pada tangan (c) pada mukosa (H) calcinosis kutis

PATOGENESIS Secara pasti, patogenesis sistemik sklerosis tidak diketahui, diduga faktor pencetus yang sampai sekarang belum diketahui mengaktifkan sistem imun dan menimbulkan kerusakan 12

endotel. Kerusakan endotel akan mangaktifkan trombosit, sehingga trombosit mengeluarkan berbagai mediator seperti PDGF, TGF-B dan CTAP-III, yang akan menyebabkan proliferasi fibroblas dan sintesis matriks oleh fibroblas. Aktivasi sistem imun juga akan berakhir pada proliferasi fibroblas dan sintesis matrixs.

Manifestasi Klinis Major Clinical Manifestations of Systemic Sclerosis Cutaneous 

Edema pada tangan dan kaki (tahap awal) yang disertai nyeri



Penebalan kulit



Sklerodaktili



kalsinosis



Telangiektasis



Ulkus pada jari



Contractures



Characteristic facies

Vascular 

Raynaud's phenomenon



Pencekungan pada kuku



Iskemia dan ulkus pada jari



Vasculitic leg ulcers (jarang)

13

Pulmonary 

Penyakit paru interstitial, termasuk alveolitis dan fibrosis interstitial paru



Hipertensi pulmonal



Pneumonitis aspirasi akibat dari esophageal reflux and dysmotilitas



Penyakit paru restriktif



Kelemahan otot pernafasan

Cardiac 

Cardiomyopathy (disfungsi systolic dan diastolic): Congestive Heart Failure



Conduction defects o Septal infarction pattern o Ventricular conduction abnormalities o Arrhythmias o Heart blocks



Perikarditis atau pericardial effusion

Renal 

Krisis renal Skleroderma (hipertensi, gagal ginjal)

Musculoskeletal and Rheumatologic 

Arthralgia



Tendon friction rubs (lebih spesifik pada skleroderma difus)

14



Arttritis inflamasi, atrofi otot (jarang)



Myopathy, myositis

Gastrointestinal 

Gastroesophageal reflux



Esophageal dysmotility, aperistaltic esophagus



Striktur esofagus



Adenocarcinoma yang timbul di Barrett's esophagus (kadang-kadang)



Penurunan peristaltik seluruh saluran pencernaan yang menyababkan kembung, cepat kenyang, statis dan pseudo obstruksi



Bacterial overgrowth and malabsorptive diarrhea, alternating diarrhea and constipation



Megacolon (jarang)



Pneumatosis intestinal



Primary biliary cirrhosis



Inkontinensia ani

Endocrine 

Hipotiroid

Neurologic 

15

Carpal tunnel syndrome



Trigeminal neuralgia

Pada kasus ini, keluhan yang sesuai dengan tabel maifestasi klinis di atas adalah edema pada tangan dan kaki, skelerodaktil, penebalan pada kulit, ulkus dibagian jari kaki, pencekungan jari, mual, muntah dan nyeri perut yang merupakan sebagian manifestasi pada gastrointestinal dan adanya fenomena raynaud. Diagnosis Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada tahun 1980, Amerikan Rheumatism Association (ARA) menganjurkan kriteria pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas : A. Kriteria mayor : Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetris pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka, leher dan batang tubuh (toraks dan abdomen)

B. Kriteria minor : 1. Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut diatas, tetapi hanya terbatas pada jari. 2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung pada ujung jari atau hilangnya substansi jarinagan jari tersebut akibat iskemia. 3. Fibrosis basal di kedua paru. Gambaran linier atau lineonoduler yang retikuler terutama di bagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto toraks

16

standard. Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti sarang lebah. Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru. Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau lebih kriteria minor. Pada pasien ini, tidak terdapat kriteria mayor (skleroderma proksimal) karena penebalan kulit pada pasien hanya sebatas bagian distal tubuh yaitu pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki sedangkan pada kriteria minor didapatkan adanya sklerodaktil yaitu penebalan, pereganngan dan pengerasan kulit pada jari juga didapatkan adanya pencekungan pada jari-jari khususnya jari tangan pasien (gambar 2) tetapi fibrosis di kedua basal paru tidak ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan rongten thorax. Sehingga pada pasien ini diagnosis sklerosis sistemik dapat ditegakan karena terdapat 2 kriteria minor sistemik sklerosis berdasarkan kriteria Amerikan Rheumatism Association (ARA).

Gambar 2. Gambaran pasien dengan sklerodaktil dan pencengkungan jari

Pada pemeriksaan laboratorium anemia biasanya ditemukan. Pada skeleroderma dengan krisis renal ditemukan adanya anemia hemolitik dan proteinuria pada pasien. Tes Antinuklear Antibody (ANA) ditemukan pada 80-95% pasien. Antibodi sklerodrma (anti-SCL-70, anti toposoimerase) ditemukan pada satu dari tiga pasien skleroderma difus dan 20% pada pasien dengan limited skleroderma. Antisentromer antibodi ditemukan 50% pada limited 17

scleroderma dan 1 % pada difuss Scleroderma. Antibodi antimitokondrial banyak ditemukan pada CREST syndrome, dan merupakan tanda khas adanya sirosis bilier primer. Antibodi anti-kolagen I, III, IV dan VI. Antibodi anti kolagen tipe IV berhubungan dengan beratnya kelainan paru pada sklerosis sistemik. Anti-RNA polymerase III antibodi ditemukan pada 1020% seluruh pasien sistemik sklerosis dan berhubungan dengan adanya kelainan pada kulit juga ginjal. Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium yang sudah dilakukan yaitu pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin, pada pemeriksaan darah temuan klinis yang sesuai adalah anemia karena Hb pada pasien sebesar 8,6 g/dL, maka dari itu pada pasein ini perlu juga dianjurkan pemeriksaan Antinuclear antibody (ANA) dan anti-SLC-70 untuk memastikan diagnosis sistemik sklerosis pada pasien ini karena kedua pemeriksaan ini cederung lebih sering memberikan hasil positif pada pasien dengan sistemik sklerosis. Setelah diagnosis telah ditetapkan, perlu juga menentukan apakah penyakit ini termasuk kedalam jenis menyebar (difuss) atau terbatas (limited) berdasarkan tingkat dan lokasi pengerasan kulit. Modified Rodnan Skin Score (MRSS) merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan, luas total permukaan kulit di bagi menjadi 17 wilayah yang berbeda (wajah, leher, dada, abdomen, lengan atas kanan dan kiri, lengan bawah kanan dan kiri, tangan kanan dan kiri, jari kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, betis kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri). Dalam setiap lokasi, skor kulit dievaluasi oleh palpasi manual. Skor kulit 0 untuk kulit normal, 1 untuk penebalan ringan, 2 untuk penebalan sedang, dan 3 untuk penebalan para. Skor total kulit adalah jumlah skor kulit dari lokasi masing-masing, skor maksimum pada pemeriksaan ini adalah 51. Skor kulit cenderung berkorelasi dengan tingkat fibrosis , yang pada akhirnya berkorelasi dengan tingkat fibrosis dan disfungsi organ-organ internal, seperti fibrosis paru, penyakit jantung skleroderma, penyakit ginjal, dan gangguan gastrointestinal. Pada pasien ini, skor dari dari pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS) adalah 7 dengan lokasi penebalan kulit terbatas pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki sehingga pasien ini merupakan pasien dengan sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) karena penebalan kulit belum sampai ke bagian proksimal tubuh. Keluhan disfagia, nyeri ulu hati, cepat kenyang, mual dan muntah dapat diselidiki dengan endoskopi dan manometri esofagus walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali 18

curiga adanya kerusakan struktur esofagus, Barrett esophagus, atau adenokarsinoma. Pemerikasaan paru yang seperti kapasitas vital paru dan pemeriksaan radiologi juga perlu dilakukan untuk menunjukan kelainan pada paru (fibrosis paru). Untuk itu di anjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi paru secara berkala (3-6 bulan sekali) dan bila dicurigai terdapat penuruan fungsi paru dilakukan tomografi dengan komputer (CT-scan) dan Bilasan Bronkoalveolar. Pada semua pasien yang baru didiagnosis dengan skleroderma, tes fungsi paru dan ekokardiogram dianjurkan, untuk membantu hipertensi pulmonal. Tes ini harus diulang setidaknya setiap tahun, bahkan pada pasien tanpa gejala. Hal Ini merupakan cara sederhana untuk mengevaluasi keparahan dan respon terhadap terapi pada pasien dengan hipertensi pulmonal. Untuk menyelidiki kemungkinan krisis ginjal, pemantauan tekanan darah, tes fungsi ginjal, urinalisis, dan apusan darah tepi diperlukan pada semua pasien baru atau dengan penyerta seperti hipertensi, insufisiensi ginjal atau anemia (anemia hemolitik mikroangiopati). Pada pasien ini hasil pemeriksaan urin menunjukan kemungkinan adanya ganggunan fungsi ginjal dilihat dari kadar protein urin yang meningkat (150/3+), ureum meningkat (228,7), kreatinin meningkat (10,6), tetapi pada kasus ini juga adanya infeksi saluram kemih karena kadar leukosit urin yang tinggi (13-16) Diagnosis Banding Differential Diagnosis of Systemic Sclerosis Mixed connective tissue disease Graft-versus-host disease Nephrogenic systemic fibrosis (formerly known as nephrogenic fibrosing dermopathy) Diabetic scleredema Diffuse fasciitis with eosinophilia (Shulman's syndrome) Toxic oil syndrome Eosinophilia-myalgia syndrome Lichen sclerosus et atrophicus Sclerodermiform acrodermatitis chronica atrophicans (Lyme disease) Scleromyxedema (lichen myxedematosus) associated with paraproteinemia Drugs and toxins (l-tryptophan, bleomycin, pentazocine, carbidopa, vinyl chloride, silica)

19

Prognosis Angka harapan hidup 9 tahun pada pasien dengan sistemik sklerosis sekitar 40%. Prognosis semakin buruk pada pasein dengan difus sistemik sklerosis, kulit hitam, jenis kelamin lakilaki dan pasien lanjut usia. Penyakit paru (fibrosis paru dan hipertensi pulmonal) merupakan penyebab kematian nomor satu pada sistemik sklerosis. Sering juga kematian akibat gagal jantung dan penyakit ginjal kronik. Pasien dengan gangguan organ internal yang tidak berkembang selama 3 tahun pertama memliki angka harapan hidup 9 tahun sekitar 72%. Pada pasien ini, angka harapan hidup bisa lebih baik karena bukan sistemik sklerosis jenis difuss yang lebih buruk prognosisnya.

2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini? Penyuluhan dan dukungan psikologik memegang peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan penderita sklerosis sistemik, karena perjalanana penyakit ini lama dan progresif. Pengobatan sistemik sklerosis bersifat simtomatis dan suportif fokus pada organ yang terlibat. 1. Pasien dengan fenomena Raynaud diberikan vasodilator berupa calcium channel blocker seperti nifedipine oral 30-120 mg/hari atau losartan 50 mg/hari 2. Pasein dengan gangguan pada esofagus diberikan proton pump inhibitor (PPI) seperti omeprazol oral 20-30 mg/hari 3. Pasien dengan artritis biasanya dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan antiinflamasi non steroid (OAINS) 4. Pasien dengan malabsorbsi sering mengalami infeksi bakteri sehingga seperti tetrasiklin oral 500mg 4 kali dalam sehari. 5. Pasien dengan krisis renal perlu diatasi secara segera mungkin, pemberian obat-obatan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) seperti captopril oral 25 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 100 mg setiap 6 jam. Pemberian steroid seperti prednison dosis tinggi (> 15mg /hari) tidak memberikan efek yang berarti pada pasien dengan krisis renal. 6. Pasien dengan penyakit paru inerstistial memiliki respon yang baik dengan pemberian

siklofosfamid.

Bosentan

(endothelin

reseptor

antagonist)

meningkatkan kapasitas vital paru dan cardiopulmonary hemodinamics pada 20

pasien dengan hipertensi pulmonal dan mencegah ulserasi pada jari. Sildenafil atau prostaglandin ( bolus iv atau inhalasi) juga dapat diberikan pada pasien dengan hipertensi pulmonal. 7. Obat-obat remitif yang dapat diberikan pada pasien dengan sistemik skerosis adalah D-penisilamin, kolkisin, dan obat-obat imunosupresif lainnya.

Secara garis besar, pengobatan pasein pada kasus ini sudah cukup mencangkup dari pengobatan yang dianjurkan. Pada pasien ini, diberikan obat melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral sebagai imunosupresan dan diberikan obat oles kulit olium olive, lalu diberikan Obatobat oral yang lain seperti diltiazem (3x1) sebagai vasidilator yang merupakan golongan calcium chanal blocker, OBH syrup (3x1) untuk batuk berdahak dan omeprazole (2x1) sebagai obat nyeri perut (lambung) golongan proton pump inhibitor lalu diberikan juga injeksi farsix 40mg (3x1) yang mengandung furosemide sebagai diuretik, ondansentron (2x1) sebagai antiemetik dan ceftriaxone (1x1) sebagai antibiotik karena pasien diduga mengalami infeksi. Selain pemberian obat-obatan,eduksai dan penyuluhan tentang penyakit pada pasien dan keluarga juga telah dilakukan.

KESIMPULAN Berdasarkan paparan diatas, pasien ini sudah tepat didiagnosis dengan sistemik sklerosis dimana secara spesefik dapat dimasukan dalam sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited Systemic Sclerosis). Untuk penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah cukup tepat dengan rekomendasi terapi sistemik sklerosis yang bersifat simptomatis dan suportif sehingga angka harapan hidup pada pasien ini dapat lebih baik.

21

DAFTAR PUSTAKA 1. Maxine A. Padakis. Current Medical Diagnosis and Treatment (CMDT). McGrawHill. 2013 2. http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/rheumatolog y/systemic-sclerosis/#b0020

22

More Documents from "RadityaRezha"