Laporan Pendahuluan Hipertensi

  • Uploaded by: EGi Wahyuda
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Hipertensi as PDF for free.

More details

  • Words: 3,065
  • Pages: 16
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi ` Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan secara normal (Wijaya, 2013). 2. Etiologi Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur, jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan) Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol 1) Umur 2) Jenis kelamin 3) Riwayat keluarga b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol 1) Kebiasaan merokok 2) Konsumsi natrium/garam 3) Konsumsi lemak jenuh 4) Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol 5) Obesitas 6) Olahraga 7) Stres 3. Tanda dan Gejala Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis yang dapat timbul adalah : a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual muntah, akibat peningkatan tekanan darah intracranial b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat. d. Nuctoria karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek merusak jangka panjang pada pembuluh darah besar dan kecil dari jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit organ target.

4. Klasifikikasi Hipertensi a. Klasifikasi berdasarkan Etiologi Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan sekunder: 1) Hipertensi esensial (primer) Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi essensial, seperti: faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium dan kalsium) 2) Hipertensi sekunder Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid. b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi Menurut Ignatavicius (2009) hipertensi dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The Seventh Joint National Commitee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure) yaitu:

No 1. 2. 3. 4.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Sistolik(mmHg) <120 120-129 130-139

Kategori Optimal Normal High Normal Hipertensi Grade 1 (ringan) Grade 2 (sedang) Grade 3 (berat) Grade 4 (sangat berat)

140-159 160-179 180-209 >210

Diastolik(mmHg) <80 80-84 85-89 90-99 100-109 100-119 >120

5. Patofisiologi Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpati. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonrtiksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap enorepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon vasokontrikstor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsa sekresi aldosterone dan oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan

keadaan hipertensi. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relasasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluhdarah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Price, 2006).

WOC Faktor predisposisi :Umur, jenis kelamin, gaya hidup, merokok, stress, kurang olahraga, genetic, alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Hipertensi

Jantung

Otak

gGinjal

Retina

Pembuluh darah

Kerja jantung meningkat

Retensi pembuluh darah otak

Vasokontriksi pembuluh darah ginjal

Spasme arteriole

Vasokontriksi afterload meningkat

Resiko penurunan perfusi jaringan jantung

Peningkatan TIK

Rangsangan aldosteron

Diplopia

Cardiac output menurun

Nyeri kepala

Retensi Na

Resiko injury

Intoleransi aktivitas

Gangguan rasa nyaman nyeri

oedema

Gangguan keseimbangan cairan

8.

Pemeriksaan Penunjang Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah : a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh b. Pemeriksaan retina c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa f. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin g. Foto dada dan CT scan 9. Komplikasi Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu : a. Hipertrofi ventrikel kiri b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal c. Aterosklerosi pembuluh darah d. Retinopati e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA) f. Infark miokard g. Angina pectoris h. Gagal jantung

Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak, ginjal, dan retina. Hasilnya adalah gangguan fungsional progresif dari organorgan ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-organ. 10. Penatalaksanaan Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain : a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi : Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi dengan memodifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu: 1. Mempertahankan berat badan ideal Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2). BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun dengan kaya serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan badan 2,5-5kg maka tekanan darah diastolic dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg 2. Kurangi asupan natrium (sodium) Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari, dapat menurunkan sistolik sebanyak 5 mmHg dan diastolik sekitar 2,5 mmHg. 3. Batasi konsumsi alkohol Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum

4.

5.

6.

7.

8.

berat mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol. Makan K dan Ca yang cukup dari diet Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing dengan setidaknya menggonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup. Menghindari merokok Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari mengonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat hipertensi Nikotin dalam tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah, maka pada penderita hipertensi dianjurkan nuntuk menghentikan kebiasaan merokok. Meningkatkan aktifitas fisik Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi. Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama ≥ 3 kali seminggu. Penurunan stress Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah Terapi masase (pijat) Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga

gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat dihentikan. b. Pengobatan Farmakologi Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh komite dokter ahli hipertensi (Joint National Committee on detection, evaluation and treatment of high blood preasure, USA, 2003) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunkan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatan meliputi: 1) Diuretik (Hidroklorotiazid) Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. 2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine) menghambat aktivitas saraf simpatis 3) Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol) a) Menurunkan daya pompa jantung b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. c) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala hipoglikemia 4) Vasodilator (prasosin, hidralasin) Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. 5) ACE inhibitor (Captopril) a) Menghambat pembentukan zat angiotensin II b) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas. 6) Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya pompa jantung.

7) Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil) B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian menurut Putri (2013) a. Data biografi : nama, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, penanggung jawab, catatan kedatangan b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur. 2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang, tidak bias tidur 3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien mengonsumsi obat rutin seperti captopril. 4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit keturunan. c. Data dasar pengkajian 1) Aktivitas / istirahat Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung takipnea 2) Sirkulasi Gejala: riwayat hipertensi, ateroskelrosis, penyakit jantung coroner, penyakit serebrovaskuler Tanda: kenaikan TD, hipotensi postural, takikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin 3) Integritas ego Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress multiple Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan mengehela, peningkatan pola bicara 4) Eliminasi Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lau

5) Makanan/cairan Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol 6) Neurosensori Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic 7) Nyeri / ketidaknyamanan Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen 8) Pernapasan Gejala: dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dyspnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok 9) Keamanan Gejala: gangguan kordinasi, cara jalan Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural 10) Pembelajaran / penyuluhan Gejala: faktor resiko keluarga hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil kb atau hormone 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Wilkinson (2014), Dongoes (2000) diagnosa yang ditegakan pada pasien dengan gangguan penyakit hipertensi adalah sebagai berikut : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload, preload, gangguan kontraktilitas 2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium 3. Resiko cedera berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi 4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral

3. Intervensi Keperawatan Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi No

Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan

Rasional Tujuan dan kriteria hasil

1.

Penurunan curah jantung b/d afterload Data penunjang : - Edema - Penurunan resistensi vascular paru - Kongesti vena pulmonal

NOC :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam penurunan curah jantung teratasi. Kriteria hasil: 1. Tanda vital dalam rentang normal (TD, nadi, respirasi) TD: 120/80 mmHg. RR : 18-24 x/menit. Nadi : 60-100 x/menit. 2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan 3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

Intervensi

NIC 1. Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.

2. Evaluasi adanya nyeri dada 3. Catat adanya disritmia jantung 4. Catat adanya tanda dan gejalapenurunan cardiac output 5. Monitor respon pasien terhadap efekpengobatan antiaritmia 6. Atur periode latihan dan istirahat untukmenghindari kelelahan. 7. Monitor toleransi aktivitas pasien 8. Anjurkan pasien tarik nafas dalam untuk menurunkan stress.

1. Mengkonstriksikan pembuluh darah.. Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi ginjal/plasenta. 2. Nyeri dada menunjukkan adanya kerja jantung yang abnormal. 3. Disritmia jantung menunjukkan pompa jantung dan kerja jantung 4. Tanda dan gejala penting untuk menunjukkan adanya penurunan cardiac output. 5. Untuk mengetahui respon terhadap pengobatan. 6. Periode latihan disusun agar kelelahan tidak terjadi pada pasien 7. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam aktivitas 8. Stress dapat mempengaruhi kerja jantung.

4. Tidak ada penurunan kesadaran

2.

Kelebihan volume cairan b/d retensi natrium

NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kelebihan volume cairan teratasi. Kriteria hasil: 1. Menunjukkan keseimbangan cairan yang stabil dengan ttv DBN, penambahan berat badan tepat, tidak ada edema. 2. Mengungkapkan pemahaman tentang batasan/kebutuhan

9. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan. 10.Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,dan setelah aktivitas. 11.Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung. 12.Monitor frekuensi dan irama pernapasan. 13.Monitor suhu, warna, dan kelembabankulit 14.Konsultasikan pemberian obat anti aritmia,inotropik, nitrogliserin dan vasodilator. NIC 1. Kaji faktor-faktor diet yang dapat memperberat retensi cairan berlebihan, berikan informasi sesuai kebutuhan. 2. Kaji tanda dari dyspnea, distensi vena jugularis, dll. 3. Batasi cairan dan natrium yang diberikan. 4. Berikan diuretik misalnya, klorotiazid, hidriklorotiazid.

5. Pantau kecepatan infus secara manual atau secara elektrik. Catat intake dan output.

9. Untuk mengetahui apakah kerja jantung seimbang dan optimal. 10. TD, Nadi, RR menunjukkan respon pasien setelah latihan. 11. Mengetahui apakah terdapat patologis padajantung. 12. Pernafasan yang abnormal bisa dipengaruhi dari kerja jantung. 13. Mengetahui perfusi jaringan apakah adekuat atau tidak 14. Sebagai Terapi yang diberikan untuk mempertahankan kontraktilitas jantung.

1. Diet yang tidak tepat, khususnya defisiensi protein dan kelebihan natrium, memperberat retensai cairan 2. Menandakan kegagalan dan kebutuhan akan pengobatan yang segera. 3. Meminimalkan risiko retensi/kelebihan beban cairan. 4. Membantu menghilangkan tahanan cairan berlebihan pada tindakan koservatif dari istirahat dan penurunan masukan natrium. 5. Intake dan output harus kira-kira sama dengan volume sirkulasi stabil.

3.

Resiko Cidera b/d defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

terapi 3. Menyebutkan tandatanda yang memerlukan pemberitahuan pemberi perawatan.

6. Kaji status neurologis, perhatikan perubahan perilaku atau peningkatan kepekaan

NOC:

NIC 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien. 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien. 3. Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) 4. Menempatkan skalar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien 5. Memberikan penerangan yang cukup. 6. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan sensori penglihatan teratasi. kriteria Hasil: 1. Klien terbebas dari cedera 2. Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera 3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal

6. Perubahan perilaku dapat menjadi tanda awal dari edema serebral karena retensi cairan.

1. Lingkungan yang aman mengurangi resiko cedera. 2. Sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat

3. Lingkungan yang berbahaya dapat meningkatkan risiko cedera pada klien. 4. Mengurangi mobilisasi klien yang jauh. 5. Memberikan pencahayaan agar klien tidak cedera. 6. Keluarga dapat memantau kebutuhan dan keamanan klien.

4.

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral

NOC : 1. Pain Level, 2. pain control, 3. comfort level Setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama 3 x24 jam, diharapkan nyeri klien berkurang dengan kriteria hasil: 1. Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Tanda vital dalam rentang normal a. TD (sistole 110 130 mmHg, diastole 70 -90

NIC : Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri

6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat atau dingin

1. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya

2. Reaksi nonverbal menunjukkan adanya nyeri pada pasien. 3. Dukungan dari keluarga dapat menurunkan tingkat nyeri pasien 4. Suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan dapat mempengaruhi nyeri.

5. Faktor presipitasi nyeri penting untuk dikurangi, karena merupakan faktor penyebab utama yang menimbulkan nyeri. 6. informasi yang tepat dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien tentang nyeri. 7. meningkatkan relaksasi dan dapat menurunkan skala nyeri pasien

b. c. d. e.

mmHg) HR(60-100 x/menit) RR (16-24 x/menit) suhu (36,5 - 37,5 0 C) Klien tampak rileks mampu tidur/istirahat

8. Kolaborasi dengan tim medis, terapi analgetik : … 9. Tingkatkan istirahat pasien 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

8. Analgetik dapat memnurunkan nyeri pada pasien 9. Istirahat yang cukup dapat membuat pasien menjadi rileks. 10. Informasi yang cukup pada pasien dapat memberi pemahaman pada pasien dan keluarga, sehingga pasien dan keluarga dapat mengidentifikasi nyeri.

11. Vital sign penting untuk mengobservasi respon pasien akan pemberian analgesik.

Sumber : Wilkinson (2014)Doengoes (2000),

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Jogja : Mediaction Publishing. Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Related Documents


More Documents from "info"