Laporan Pendahuluan Praktikum Airway Management & Oksigenasi

  • Uploaded by: mevill
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Praktikum Airway Management & Oksigenasi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,496
  • Pages: 22
Loading documents preview...
Senin, 11 Oktober 2010

A. Airway Management 1.

Pengertian Airway management merupakan prosedur medis yang bertujuan menjaga

kepatenan jalan udara pada pasien dengan tingkat kesadaran rendah. Prosedur tersebut meliputi beberapa teknik, yaitu teknik chin-lift, jaw thrust, oropharyngeal airway, nasopharyngeal airway, dan juga esophageal airway (Cole, 2002). 2.

Tujuan Tujuan umum pengaturan jalan udara meliputi beberapa hal, yaitu sebagai

berikut (Cole, 2002): a.

untuk menyediakan dan merawat keamanan jalan udara,

b.

untuk memastikan adanya oksigenasi dan ventilasi yang adekuat,

c.

untuk menghindari terjadinya aspirasi, serta

d.

untuk melindungi spinal servikal (cervical spine). Sedangkan tujuan khusus dari pengaturan jalan udara, yaitu sebagai

berikut: a.

Oropharyngeal Airway Tujuan (McCann, 2004):

1) untuk menjaga atau memelihara kepatenan jalan udara, 2) memfasilitasi pengisapan oropharygeal, dan 3) untuk membantu kepatenan jalan udara pada pasien terutama digunakan dalam waktu yang tidak lama, yaitu ketika postanesthesia atau postictal stage. b.

Nasopharyngeal Airway Pengaturan jalan udara dengan prosedur nasopharyngeal airway insertion

and care bertujuan untuk memelihara kepatenan jalan udara terutama bagi pasien yang baru mengalami pembedahan oral atau facial trauma dan pasien dengan gigi berlubang, tidak kuat, atau avulsed. Serta melindungi mukosa nasal dari cedera ketika pasien membutuhkan pengisapan nasotracheal secara teratur dan sering. c.

Esophageal Airway Bertujuan untuk memelihara atau menjaga ventilasi pada pasien yang tidak

sadarkan diri sepanjang kardiak dan sistem respirasi tertahan atau terganggu.

1

Senin, 11 Oktober 2010

1) untuk menghindari obstruksi lidah, 2) untuk mencegah masuknya udara ke dalam perut, dan 3) untuk menjaga isi (contents) perut dalam risiko untuk memasuki trakea. 3.

Kompetensi Dasar Lain yang Harus Dimiliki Kompetensi lain yang juga harus dimiliki dalam melakukan airway

management meliputi: a.

kompetensi dalam melakukan pengisapan atau suctioning.

b.

pengetahuan dan pemahaman pasien yang membutuhkan airway management dengan penanganan yang secara cepat atau mendesak.

c.

pemahaman dan pengetahuan dalam pembersihan atau penggantian pipa yang digunakan dalam prosedur.

d.

kompetensi sistem pernapasan normal dan posisi yang menunjang dalam bernapas.

4.

Indikasi, Kontra Indikasi, dan Komplikasi Indikasi dari airway management dapat meliputi (Cole, 2002):

a.

Cedera kepala.

b.

Cedera jalan udara langsung (direct airway injury).

c.

Syok.

d.

Facial fracture.

e.

Cedera thoraks.

f.

Peminum atau pengobat (drugs/alcohol). Indikasi pada penggunaan prosedur oropharyngeal airway, yaitu (McCann,

2004): a.

Penggunaan prosedur ini hanya dianjurkan bagi pasien dengan penurunan kesadaran (unconscious).

b.

Prosedur ini juga digunakan ketika pasien berada pada postictal stage dan postanesthesia. Sedangkan kontra indikasi bagi penggunaan prosedur oropharyngeal

airway meliputi (McCann, 2004): a.

Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.

2

Senin, 11 Oktober 2010

b.

Pasien yang baru mengalami atau menjalani pembedahan oral (oral surgery).

c.

Pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi. Hal ini disebabkan penggunaan prosedur tersebut mendorong atau menstimulasi reaksi muntah dan laryngospasm. Kemudian, komplikasi dalam penggunaan prosedur oropharyngeal airway,

yaitu (McCann, 2004): a.

Kerusakan pada gigi atau hilangnya gigi.

b.

Kerusakan jaringan.

c.

Pedarahan.

d.

Adanya penekanan pada epiglotis melawan jalan masuk larynx terutama jika jalan udara terlalu lama.

e.

Adanya produksi obstruksi secara keseluruhan dalam jalan udara yang disebabkan jalan udara yang terlalu panjang atau lama.

f.

Adanya penekanan pada posterior lidah dan memperburuk obstruksi jalan udara bagian atas yang terjadi ketika prosedur pemasukan tidak dilakukan secara benar. Indikasi pada penggunaan prosedur Nasopharyngeal Airway, yaitu

(McCann, 2004): a.

Pasien yang baru saja menjalankan pembedahan oral (oral surgery), facial trauma.

b.

Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.

c.

Pasien yang membutuhkan pengisapan nasotracheal yang cukup sering.

d.

Pasien yang dengan pengunaan oropharyngeal airway sudah tidak dapat lagi memenuhi kebutuhannya. Kontra indikasi prosedur ini adalah pasien yang mendapatkan terapi

antikoagulan atau juga yang mendapatkan gangguan hemoragik, sepsis, atau kelainan patologik nasopharyngeal (McCann, 2004). Komplikasi penggunaan prosedur ini adalah sebagai berikut (McCann, 2004): a.

Adanya risiko infeksi sinus akibat obstruksi dari drainase sinus.

b.

Adanya cedera mukosa nasal dan menyebabkan pedarahan.

c.

Adanya kemungkinan aspirasi darah ke dalam trachea.

3

Senin, 11 Oktober 2010

d.

Adanya risiko masuknya esophagus akibat terlalu panjangnya pipa yang digunakan dalam prosedur ini.

e.

Risiko gastric distention dan hypoventilasi sepanjang ventilasi artifisial.

f.

Adanya stimulus rangsangan muntah dan laryngospasm pada pasien sadar atau semi sadar. Indikasi pada penggunaan prosedur esophageal airway, yaitu (McCann,

2004): a.

Prosedur ini baik untuk pasien dengan didiagnosa cedera spinal cord.

b.

Pasien dengan tingkat kesadaran rendah atau pingsan serta tidak bernapas. Kontra indikasi pada penggunaan prosedur ini meliputi:

a.

Pada pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi sadar. Hal ini disebabkan pada kedua pasien tersebut akan menolak jalan udara esopharyngeal.

b.

Pada pasien dengan trauma fasial yang pencegahannya menggunakan snug mask.

c.

Pada pasien dengan adanya kelemahan refleks gag, pencernaan toksik kimia, penyakit esophageal atau overdosis opioid. Komplikasi penggunaan prosedur ini adalah sebagai berikut (McCann,

2004): a.

Pada penggunaan prosedur ini memungkinkan terjadinya cedera esophageal, meliputi ruptur.

b.

Adanya kemungkinan laryngospasm, rangsangan muntah, dan aspirasi pada pasien yang sadar atau semi sadar.

c.

Adanya kemungkinan masuknya materi asing dari mulut dan pharynx ke dalam trachea dan bronchi akibat penggunaan prosedur ini.

5.

Alat dan Bahan

a.

Oropharyngeal Airway Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pemasukan (inserting) sebagai

berikut: 1) Ukuran jalan udara oral yang sesuai

4

Senin, 11 Oktober 2010

2) Tongue blade 3) Padded tongue blade 4) Sarung tangan 5) Opsional: a) peralatan pengisapan (suction) b) Handheld resuscitation bag c) Oxygen-powered breathing device Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembersihan (cleaning): 1) Hidrogen peroxide 2) Air 3) Basin 4) Opsional: pembersihan pipa (pipe cleaner) Alat dan bahan untuk reflex testing: cotton-tipped applicator. b.

Nasopharyngeal Airway Alat dan bahan untuk pemasukan (inserting):

1) Ukuran jalan udara nasopharyngeal yang sesuai 2) Tongue blade 3) Water-soluble lubricant 4) Sarung tangan 5) Opsional: peralatan pengisapan (suction) Alat dan bahan untuk pembersihan (cleaning): 1) Hidrogen peroxide 2) Air 3) B a s i n 4) Opsional: pipa pembersih (pipe cleaner)

c.

Esophageal Airway Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam prosedur Esophageal Airway

adalah sebagai berikut: 1) Pipa esophageal 2) Masker wajah (face mask)

5

Senin, 11 Oktober 2010

3) #16 or #18 French nasogastric (NG) tube (untuk EGTA) 4) 35-ml syringe 5) Peralatan pengisapan gastric 6) Peralatan pengisapan oral 7) Gogles dan sarung tangan 8) Opsional: handheld resuscitation bag dan water soluble lubricant 6.

Anatomi daerah yang menjadi target dalam Airway Management Anatomi daerah yang menjadi target dalam Airway Management dan

Oksigenasi yang berkaitan dengan sistem pernapasan. Sistem pernafasan merupakan susunan yang sangat kompleks, dan juga sangat penting bagi semua makhluk hidup. Sistem pernapasan pada individu manusia, tersusun mulai dari hidung, laring, faring, trakea, bronkus, bronkiolus dan paru-paru yang tersusun atas jutaan alveolus. a.

Hidung Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang sangat kaya akan

pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum.

Septum

nasi memisahkan

kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering membengkok kesatu sisi atau sisi yang lain, dan dilapisi oleh kedua sisinya dengan membran mukosa. Dinding lateral cavum nasi dibentuk oleh sebagian maxilla, palatinus, dan os. Sphenoidale. Tulang lengkung yang halus dan melekat

6

Senin, 11 Oktober 2010

pada dinding lateral dan menonjol ke cavum nasi adalah conchae superior, media, dan inferior. Tulang-tulang ini dilapisi oleh membrane mukosa. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale dan os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. b. Faring Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring terdiri dari tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringiofaring. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui 2 naris internal (koana), yaitu Dua tuba eustachius (auditorik) yang menghubungkan nasofaring dengan teling tengah dan amandel faring (adenoid faring) adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Orofaring, dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Orofaring tersusun atas uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak dan amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior. Sedangkan laringofaring, mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. c.

Laring Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas cartilago dan

membrana. Cartilago, yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea, sedangkan membrana, yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, antara lain membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis.

7

Senin, 11 Oktober 2010

Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Epiglotis merupakan katup tulang rawan untuk menutup laring sewaktu orang menelan, yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglotis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum. Cartilago cricoidea, yaitu cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cartilago arytenoidea, yaitu dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan. Membrana mukosa. Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa. Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara. Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan

8

Senin, 11 Oktober 2010

kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otototot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus). d. Trakea Trakea merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan berbentuk seperti C. Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot. e.

Bronkus Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis

sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah. Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis. Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah selain itu juga disusun oleh jaringan ikat. Bronkiolus terminalis tersusun oleh epitel silindris bersilia bersel goblet. Bronkiolus terminalis terbagi menjadi asinus atau lobus primer yang kemudian tersusun atas sakus alveolaris terminalis, duktus terminalis dan bronkiolus respiratori. Bronkiolus respiratori tersusun atas anyaman berkas otot polos & jaringan fibroelastis yang berasal dari epitel kubis bersilia (jika ukuran

9

Senin, 11 Oktober 2010

rongga besar), epitel selapis kubis (jika ukuran rongga kecil) dan epitel selapis gepeng (batasan antara alveolus & muara alveolus). f.

Alveolus Duktus alvolaris tersusun atas epitel selapis gepeng dengan dindingnya

dari jaringan fibroelastis, berkas serat elastis, kolagen, dan serat otot berselangseling sepanjang dinding duktus alveolaris. Duktus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoli dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.Alveoli tersusun atas lapisan sel selapis gepeng yang mempunyai dua tipe yaitu pneumosit tipe I dan pneumosit tipe II yang menghasilkan cairan surfaktan. Alveoli juga dikelilingi oleh jaringan kapiler untuk pertukaran gas. g.

Paru-paru Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke

paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. h. Rongga Dada Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang. Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga; sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada); skalenus yang mengangkat dua iga teratas; interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga; otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas dan otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.

10

Senin, 11 Oktober 2010

7.

Aspek Keamanan dan Keselamatan (Safety) Aspek keamanan dan keselamatan yang harus diperhatikan oleh perawat

meliputi kondisi membran mukus pasien dan juga posisi pasien saat dilakukan prosedur airway management. Hal ini disebabkan posisi pasien tepatnya hiperekstensi leher pada pasien tertentu dapat membahayakan. Serta, hal yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan chin-lift yaitu membuka rahang pasien diharuskan dilakukan secara hati-hati. Begitu pula dengan ukuran pipa yang digunakan baik pada oropharyngeal airway nasopharyngeal airway, maupun esophageal airway. Pemasukan pipa yang juga hati-hati secara tepat menghindari adanya kemungkinan komplikasi. 8.

Protocol atau Prosedur

a.

Oropharyngeal Airway (McCann, 2004):

1) Menjelaskan prosedur kepada pasien. 2) Memberikan privasi kepada pasien dan menggunakan sarung tangan untuk mencegah transmisi dari cairan tubuh. 3) Lakukan pengisapan (suctioning) bila dibutuhkan. 4) Tempatkan pasien pada posisi supine dengan hiperekstensi leher dengan syarat tidak kontra indikasi. 5) Masukkan jalan udara menggunakan cross-finger atau teknik tongue blade. 6) Tempatkan ibu jari di gigi bagian bawah pasien dan jari telunjuk berada di gigi bagian atas. Kemudian, secara lembut membuka mulut dengan menekan gigi agar mulut terbuka. 7) Masukan jalan napas dari atas ke bawah untuk menghindari penekanan lidah terhadap pharynx, dan sisikan lidah ke mulut bagian belakang. Putar jalan udara ketika itu mencapai dinding posterior pharynx. 8) Bila menggunakan teknik tongue blade, buka mulut pasien dan menekan lidah dengan blade. Bimbing jalan udara ke belakang lidah seperti melakukan dengan teknik cross-finger. 9) Auscultate paru-paru untuk memastikan ventilasi yang adekuat. 10) Melakukan perawatan mulut setiap 2-4 jam jika dibutuhkan. Dimulai dengan membuka mulut dengan memegang rahang pasien dengan padded tongue

11

Senin, 11 Oktober 2010

blade dan dengan lembut memindahkan jalan udara. Menempatkan jalan udara di basin dan bilas dengan hidrogen peroxide dan air. Jika terdapat sisa sekresi, gunakan pipa pembersih untuk menggantinya. Lakukan standar perawatan mulut secara sempurna dan masukan kembali jalan udara. 11) Observasi membran mukosa mulut ketika jalan udara kembali dimasukkan. 12) Catat dan cek posisi jalan udara untuk memastikan berada pada posisi yang sesuai. b.

Nasopharyngeal Airway:

1) Gunakan sarung tangan. 2) Bila berada situasi yang tidak mendesak, jelaskan prosedur kepada pasien. 3) Masukan peralatan nasopharyngeal airway. 4) Pertama, pegang jalan napas disamping wajah pasien untuk memastikan ukurannya sesuai. Itu seharusnya tidak boleh terlalu kecil dibandingkan diameter lubang hidung dan tidak boleh terlalu panjang dibandingkan jarak dari ujung hidung ke earlobe. 5) Untuk memasukkan jalan udara, hiperekstensi leher pasien. Lalu, tekan ujung hidung pasien dan lewatkan atau masukkan jalan udara ke dalam lubang hidung pasien. 6) Untuk memastikan jalan udara berada pada posisi yang sesuai, pertama tutup mulut pasien. Lalu, tempatkan jari kita di atas pipa yang terbuka untuk mendeteksi perubahan udara. Juga, menekan lidah pasien dengan tongue blade dan perhatikan ujung jalan udara dibelakang uvula. 7) Cek secara teratur kondisi jalan udara. 8) Ketika pasien sudah dapat mengatur jalan udara secara mandiri, gantu jalan udara ke yang lebih halus. c.

Esophageal Airway:

1) Gunakan sarung tangan dan peralatan perlindungan lainnya. 2) Bersihkan pertama ujung pipa distal yang sepanjang 2,5 cm dengan airsoluble lubricant. Dengan EGTA, bersihkan pertama dari pipa NG bagian distal.

12

Senin, 11 Oktober 2010

3) Mengkaji kondisi pasien untuk menentukan apakah aman prosedur bagi pasien. 4) Meminta izin kepada pasien untuk memposisikan pasien dalam posisi supine dengan leher pasien berada pada kondisi normal atau semiflexed. 5) Masukkan ibu jari kedalam mulut pasien di belakang dasar lindah. Tempatkan jari telunjuk dan tengah di bawah dagu pasien dan angkat rahang lurus (lift-jaw). 6) Dengan tangan yang lain, pegang pipa esophageal dibawah masker. 7) Dengan masih berada di posisi yang sama, masukkan ujung pipa esophageal kedalam mulut pasien. Secara lembut, bimbing jalan udara ke lidah ke dalam pharynx dan lalu ke esophagus, mengikuti pola pharyngeal. 8) Ketika pipa sudah berada pada posisi yang sesuai, tergambar 35 cc udara ke dalam syringe, menghubungkan syringe ke tube’s cuff-inflation valve, dan memompa cuff. 9) Jika memasukan EGTA, masukan pipa NG kebagian paling bawah masker wajah dan ke dalam pipa esophageal. 10) Memonitori pasien untuk memastikan ventilasi cukup adekuat. Perhatikan pergerakan dada, dan pengisapan pasien jika mukus dihalang pipa EOA. d.

Teknik Chin-Lift

13

Senin, 11 Oktober 2010

e.

Teknik Jaw Thrust

9.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Perawat

a.

Oropharyngeal Airway

1) Indikasi atau perhatikan suara napas. Hal ini berhubungan dengan apakah jalan udara berada pada posisi yang sesuai atau ukuran yang sesuai. 2) Perhatikan untuk menghindari gangguan pada jalan udara. 3) Mengevaluasi perilaku pasien untuk menyediakan isyarat untuk pergantian jalan udara. b.

Nasopharyngeal Airway

1) Perhatikan untuk menggunakan chin-lift atau jaw-thrust teknik untuk membuka anteriol mandibula pasien. Segera setelah memasukkan, mengkaji respirasi pasien. Jika ada yang kurang atau tidak cukup adekuat, inisiasi artifisial posisi tekan ventilasi dengan menggunakan teknik mouth-to-mask, handheld resuscitation bag, atau oxygen-powered breathing device. 2) Jika pasien batuk atau gags, pipa mungkin akan butuh sangat panjang. Jika pergantian jalan udara dan masukan bagian yang lebih pendek.

14

Senin, 11 Oktober 2010

c.

Esopharyngeal Airway

1) Tempatkan EGTA dan EOA sesuai dengan tempatnya sebelum digunakan. 2) Gunakan pemasangan jalan udara langsung sepanjang sisi kanan dari mulut pasien. 3) Tetap perhatikan tingkat kesadaran pasien. Usahakan jauhi atau ikat tangan pasien bila pasien mencoba untuk melepas jalan udara tersebut. Serta, beritahu kepada pasien prosedur yang perawat lakukan. Selain itu, observasi rangsangan muntah yang dapat terjadi pada pasien. Jika terjadi maka segera ganti jalan udara. 10. Hal-hal Penting yang Harus Dicatat Setelah Tindakan a.

Oropharyngeal Airway Hal-hal yang harus didokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut,

yaitu: 1) Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan Oropharyngeal Airway. 2) Ukuran dari jalan udara. 3) Penggantian dan pembersihan jalan udara. 4) Kondisi membran mukus. 5) Pengisapan. 6) Reaksi pasien. 7) Pemberian asuhan keperawatan. 8) Toleransi pasien terhadap prosedur. b.

Nasopharyngeal Airway Hal-hal yang harus didokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut,

yaitu: 1) Catat tanggal dan waktu ketika pemasukan prosedur tersebut. 2) Ukuran dari jalan udara. 3) Penggantian dan pembersihan jalan udara. 4) Perubahan dari lubang hidung yang satu ke lainnya. 5) Kondisi membran mukus. 6) Pengisapan.

15

Senin, 11 Oktober 2010

7) Komplikasi dan asuhan keperawatan yang diberikan. 8) Reaksi pasien terhadap prosedur. c.

Esophageal Airway Hal-hal yang harus di dokumentasikan setelah tindakan prosedur tersebut,

yaitu: 1) Catat tanggal dan waktu prosedur dilakukan. 2) Tipe jalan udara yang dilakukan atau dimasukan. 3) Catat tanda vital pasien dan tingkat kesadaran pasien. 4) Penggantian dan pembersihan jalan udara. 5) Catat jalan udara alternatif yang dilakukan setelah ekstubasi. 6) Catat komplikasi dan asuhan keperawatan yang diberikan. B. Oksigenasi 1.

Pengertian Oksigenasi merupakan memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21%

pada tekanan 1 atm sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. 2.

Tujuan Tujuan oksigenasi meliputi (Potter & Perry, 2005):

a.

Untuk mencegah atau mengatasi hipoksia.

b.

Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan.

c.

Mencegah risiko terjadinya kerja paru-paru yang berlebih.

d.

Mencegah risiko terjadinya kerja jantung secara berlebih.

3.

Kompetensi Dasar Lain yang Harus Dimiliki Kompetensi dasar lain yang harus dimiliki untuk melakukan oksigenasi

adalah sebagai berikut (Potter & Perry, 2005): a.

Kompetensi fisiologi pernapasan manusia

1) Faktor fisiologis Proses fisiologi yang mempengaruhi proses oksigenasi pada klien termasuk sebagai berikut:

16

Senin, 11 Oktober 2010

a) Perubahan yang mempengaruhi kapasitas darah untuk membawa oksigen, seperti anemia. b) Peningkatan kebutuhan metabolisme, seperti kehamilan atau demam dan infeksi. c) Perubahan yang mempengaruhi gerakan dinding dada atau sistem saraf pusat klien. 2) Faktor perkembangan Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanakkanak, diameter dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter tranversal. Pada orang dewasa thoraks diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thoraks dan pola napas. 3) Faktor perilaku Perilaku atau gaya hidup, baik secra langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Faktorfaktor gaya hidup yang mempengaruhi fungsi pernapasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi, dan stres (Potter & Perry, 2005). Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung. Demikian pula suplai oksigen dalam tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru. 4) Faktor Lingkungan Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah yang berkabut dan di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan. Selain itu, tempat kerja klien dapat meningkatkan risiko klien untuk terkena penyakit paru. Polutan tempat kerja mencakup asbestos, bedak talk, debu, dan serabut yang dibawa oleh udara. Misalnya, pekerja sawah di daerah bagian barat daya Amerika Serikat yang kering berisiko terjangkit kokidiomikosis, suatu penyakit jamur yang disebabkan inhalasi spora bakteri Kokidioides immitis yang dibawa oleh udara.

17

Senin, 11 Oktober 2010

4.

Indikasi, Kontra Indikasi, dan Komplikasi Indikasi dari prosedur oksigenasi yaitu meliputi (Potter & Perry, 2005):

a.

Klien yang mengalami perubahan tingkat oksigenasi.

b.

Klien yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas.

c.

Klien yang mengalami gangguan pertukaran gas.

d.

Klien dengan penurunan curah jantung.

e.

Klien dengan ketidakefektifan pola napas. Kontra indikasi dari prosedur oksigenasi yaitu meliputi:

a.

Penggunaan masker wajah dalam prosedur oksigenasi kontra indikasi bagi klien yang mengalami retensi karbon dioksida karena akan memperburuk retensi. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi prosedur oksigenasi yaitu meliputi:

a.

Adanya kemungkinan keringnya mukosa dan juga karena jumlah oksigen yang diberikan relatif sedikit lebih besar.

b.

Adanya kemungkinan kerusakan kulit di atas telinga dan di hidung akibat pemasangan nasal kanula yang terlalu ketat.

c.

Adanya kemungkinan rasa nyeri yang dirasakan klien saat kateter melewati nasofaring dan karena mukosa nasal akan mengalami trauma.

d.

Adanya risiko pasien menghirup sejumlah besar karbon dioksida akibat kantung yang mengempes.

5.

Alat dan Bahan

a.

Metode nasal kanula Alat dan bahan yang diperlukan dalam prosedur ini meliputi (Potter &

Perry, 2005): 1) Kanula nasal

18

Senin, 11 Oktober 2010

2) Selang oksigen 3) Alat pelembab (humidifier) 4) Air steril hasil penyaringan 5) Sumber oksigen dengan alat pengukur aliran (flowmeter) b.

Kateter nasal Alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur ini adalah sebagai berikut:

1) Kateter oksigen c.

Masker oksigen Alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur ini adalah sebagai berikut:

1) Masker wajah: a) Masker wajah plastik yang berkantung reservoar. b) Masker venturi. 6.

Aspek Keamanan dan Keselamatan (Safety)

a.

Kapasitas pengikatan oksigen.

b.

Konsentrasi oksigen yang diinspirasi.

c.

Tekanan darah yang dapat menyebabkan hipovolemia.

d.

Peningkatan metabolisme.

e.

Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obersitas, musculus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.

f.

Usia dan perkembangan klien.

g.

Asupan nutrisi klien.

h.

Kecemasan klien yang dapat meny menyebabkan peningkatan metabolisme.

i.

Suhu lingkungan.

7.

Protocol atau Prosedur

a.

Metode nasal kanula:

1) Inspeksi tanda dan gejala pada klien yang berhubungan dengan hipoksia dan adanya sekresi pada jalan napas.

19

Senin, 11 Oktober 2010

2) Jelaskan kepada klien dan keluarga hal-hal yang diperlukan dalam prosedur dan tujuan terapi oksigen. 3) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan. 4) Cuci tangan. 5) Pasang nasal kanula ke selang oksigen dan hubungkan ke sumber oksigen yang dilembabkan dan diatur sesuai dengan kecepatan aliran yang diprogramkan. 6) Letakkan ujung kanula ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanula yang elastis sampai kanula benar-benar sesuai dengan posisinya (hidung) atau sampai klien merasa nyaman. 7) Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian klien. 8) Periksa kanula setiap 8 jam dan pertahankan tabung pelembab terisi setiap waktu. 9) Observasi hidung dan permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit. 10) Periksa kecepatan aliran oksigen dan program dokter setiap 8 jam. 11) Cuci tangan 12) Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah hilang. 13) Mencatat metode pemberian oksigen, kecepatan aliran, kepatenan nasal kanula, respons klien, dan pengkajian pernapasan di catatan perawat. 8.

Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bagi Perawat

a.

Data pasien meliputi data objektif dan subjektif.

b.

Perawat harus memastikan bahwa semua peralatan listrik di kamar berfungsi dengan baik dan juga kabel-kabel yang adan. Hal ini disebabkan untuk mencegah adanya kebakaran akibat dari penggunaan dan tempat yang jumlah oksigen cukup tinggi.

c.

Perawat harus selalu memeriksa kadar oksigen di tabung yang dapat dibawa sebelum dipindahkan untuk memastikan bahwa terhadap cukup oksigen tersisa di tabung.

20

Senin, 11 Oktober 2010

d.

Perawat harus mengetahui kecepatan aliran yang menghasilkan konsentrasi oksigen inspirasi dengan persentase tertentu.

e.

Perawat harus seringkali menginspeksi kantung untuk memastikan kantung tersebut mengembang.

9.

Hal-hal Penting yang Harus Dicatat Setelah Tindakan

a.

Nilai index oksigenasi, hasil udara di pembuluh darah arteri, parameter ventilator yang ditunjukkan

b.

Waktu, tanggal, dan posisi klien

c.

Perubahan terapi berdasarkan oksigen arteri dan alveolar

d.

Respon klien terhadap intervensi

e.

Hasil yang tidak diharapkan

f.

Intervensi keperawatan

21

Senin, 11 Oktober 2010

DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Black, J. M., & Jane, H. H. (2005). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Positive Outcomes. 7th Ed. St. Louis: Elsevier Saunder. Cole, F. J. (2002). Management of Airway. USA: American College of Surgeons Committee On Trauma. McCann, J. A. S. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Mills, E. J. (2004). Nursing Procedures. 4th Ed. Philadelphia: Lippinicott Williams & Wilkins. Potter, P. A. & Perry, A. G. (1997). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, and Practice. 4th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby, Inc. _______. (2005). Clinical Nursing Skill & Technique. 6th Ed. St. Louise, MI: Elsevier Mosby, Inc. Price, S. A., & Lorraine, M. W. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. 6th Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sherwood, Lauralee. (1996). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2nd Ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sudoyo, A. W., et. al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Perbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

22

Related Documents


More Documents from "info"