Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat-obat
baru
dapat
ditemukan
dari
berbagai
sumber bahan alam atau diciptakan secara sintesis dalam laboratorium. Sepanjang sejarah, bahan yang berasal dari tanaman merupakan suatu gudang dari obat-obatan baru yang potensial. Hanya sebagian kecil dari jenis tanaman yang diidentifikasi dan telah diselidiki untuk bahan obat. Sumbangan-sumbangan besar tertentu dalam terapi obat modern
yang
menakjubkan
dapat
disebabkan
oleh
penelitian yang berhasil dari obat-obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Salah satu tanaman yang banyak digunakan sebagai obat tradisional seperti dapat digunakan untuk peluruh air seni dan penurun tekanan darah. Selain itu biasanya rambut jagung juga digunakan sebagai terapi pengobatan sistitis, urikosurik, gout, batu ginjal , nefritis dan prostat. Herbal rambut jagung pada gout berkhasiat sebagai antiradang, menghilangkan nyeri, meningkatkan kinerja ginjal dalam pembuangan asam urat, dan mencegah terjadinya komplikasi pada ginjal dan organ tubuh lainnya.
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat tradisional adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Selain secara maserasi,
penyarian juga dapat dilakukan dengan metode perkolasi yaitu cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Metode
perkolasi
memberikan
beberapa
keuntungan
dibandingkan metode maserasi, antara lain adanya aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan dan AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
1
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
ruang di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari. Kedua hal ini meningkatkan
derajat
perbedaan konsentrasi yang
memungkinkan proses penyarian lebih sempurna. Sehingga, laporan ini akan membahas proses ekstraksi daun jambu biji dengan metode perkolasi. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana ekstraksi dengan metode perkolasi? 2. Bagaimana proses ekstraksi daun jambu biji (Psidii folium) dengan metode perkolasi? 3. Apa kandungan kimia daun jambu biji (Psidii folium)? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui ekstraksi dengan metode perkolasi 2. Untuk mengetahui proses ekstraksi daun jambu biji (Psidii folium) dengan metode perkolasi 3. Untuk mengetahui kandungan kimia daun jambu biji (Psidii folium)
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
2
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkolasi Ekstrak tumbuhan
merupakan
atau
hewan
sediaan yang
sari
diperoleh
pekat
tumbuh-
dengan
cara
melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstruum yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel, 1989). Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi. Biasanya metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan
kepentingan
dalam
memperoleh
ekstrak
yang
sempurna atau mendekati sempurna dari obat (Ansel, 1989). Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin per yang artinya melalui dan colare yang artinya merembes. Jadi, perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel, 1989). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku secara perkolasi (Anonim, 1995). Perkolasi maserasi
lebih
dikarenakan
baik
dibandingkan
adanya
aliran
dengan cairan
cara
penyari
menyebabkan pergantian larutan yang terjadi dengan AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
3
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II larutan
yang
konsentrasinya
meningkatkan
derajat
lebih
perbedaan
DIPLOMA - III rendah
sehingga
konsentrasi
dan
keberadaan ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran kapiler tempat mengalir cairan penyari menyebabkan
meningkatnya
perbedaan
konsentrasi
(Anonim, 1986). Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi dan dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Hal ini dimaksudkan
untuk
memberikan
kesempatan
sebesar-
besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori dalam
simplisia
sehingga
mempermudah
penyarian
selanjutnya. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya,
dapat
dilakukan
penentuan
dengan
cara
organoleptis seperti rasa, bau, warna dan bentuknya (Anonim, 1986). Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi, karena :
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
4
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. 2. Ruangan antara butir-butir simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukan penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. Pemilihan perkolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, karena perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melautkan zat aktif, pada keadaan tersebut pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi. Ukuran perkolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan yang akan disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi perkolator. Jika dalam monografi tertera penetapan kadar, setelah diperoleh 80 bagian perkolat, tetapkan kadarnya, atau kadar hingga memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan cairan penyari secukupnya. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Untuk obat yang belum diketahui zat aktifnya dapat dilakukan penentuan dengan cara organoleptis, seperti rasa, bau, warna dan bentuknya. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
5
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien. B. Jambu biji (Psidium guajava L.) Jambu biji berasal dari Amerika tropis, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Tanaman jambu biji putih dapat berbunga sepanjang tahun. Tanaman ini sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 11.200 mdpl (Hapsoh dan Hasanah, 2011).
1. Klasifikasi Tanaman Secara botani, tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut (Hapsoh dan Hasanah, 2011) : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L.
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
6
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
2. Manfaat tumbuhan Tanaman jambu biji putih atau Psidium guajava L. termasuk familia Myrtaceae. Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain buahnya dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan (terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman jambu biji seperti daun, kulit akar maupun akarnya dapat berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, radang lambung, gusi bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono, 2010). Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah diteliti sebagai antioksidan. Menurut Indriani (2006), ekstrak etanol dari daun jambu biji dapat berperan sebagai antioksidan. Daun jambu biji mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu sebagai antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi, mengurangi demam dan penambah trombosit (Kirtikar dan Bashu., 1998). Daun jambu biji putih telah terbukti secara klinis menghambat pertumbuhan rotavirus 8 yang menyebabkan enteritis pada anak-anak dan menyembuhkan kejang dan penyakit diare akut (Lozoya et al., 2002; Wei et al., 2000). 3. Kandungan Kimia AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
7
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
Kandungan kimia pada daun jambu biji (Psidium guajava L.) menurut Taiz dan Zeiger (2002) yaitu terpen, fenolik, dan senyawa mengandung nitrogen terutama alkaloid. Kandungan kimia tersebut merupakan bagian dari sistem pertahanan diri yang berperan sebagai pelindung dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Hasil fitokimia dalam ekstrak daun jambu biji adalah senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid (Arya, et al.,2012). Flavonoid ini dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987; Anonim, 1979). Pelarut etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol merupakan pelarut universal, etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel, dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voigt, 1994) Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
8
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.
BAB III METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan a) Alat percolator b) Aluminium foil c) Cutter/ gunting d) Gelas kimia e) Talenan f) Timbangan digital g) Toples 2. Bahan yang digunakan a) Alcohol 70% b) Daun jambu biji c) Kapas dan Kertas saling B. Cara Kerja 1. Dicuci bersih sampel daun jambu biji (Psidi folium)
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
9
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II 2. Dipotong
kecil-kecil
daun
jambu
biji
DIPLOMA - III (Psidi
folium)
dengan
menggunakan gunting/cutter 3. Ditimbang daun jambu biji (Psidi folium) sebanyak 250 gram 4. Diremaserasi selama 3 jam dengan menggunakan alcohol 70% sebanyak 1000 mL 5. Kemudian massa dipindahkan ke dalam percolator dan cairan penyari ditambahkan hingga selapis di atas permukaaan bahan, didiamkan selama 24 jam 6. Setelah itu kran percolator dibuka dan cairan penyari dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 mL/menit 7. Cairan penyari ditambahkan secara kontinyu hingga penyarian sempurna 8. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan kemudian dilakukan pengujian selanjutnya. BAB III DATA PENGAMATAN A. Data Pengamatan Sampe l
Berat Sampel Sebelum Setelah perkolasi
Daun jambu
250 gram
biji
perkolasi 169,77 gram
Volume Cairan Sebelum
Setelah
3350 mL
3425 mL
Kadar=
berat sampel sebelum eksraksi ×100 berat sampel setelah ekstraksi
Kadar=
250 gram × 100 169,77 gram
Kadar=147,32
Cairan Penyari=
∑ ekstraksi cairan ×100 ∑ ekstraksi penyari
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
10
Nilai Randamen
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
Cairan Penyari=
DIPLOMA - III
3350 mL × 100 3425 mL
Cairan Penyari=97,81
Randemen=
bobot ekstraksi × 100 bobot awal
Randemen=
bobot ekstraksi × 100 bobot awal
BAB V PEMBAHASAN Perkolasi adalah penyarian dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk mengekstraksi disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat Metode perkolasi dipilih karena perkolasi merupakan metode ekstraksi yang aliran cairan penyarinya menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan
larutan
yang
konsentrasinya
lebih
rendah,
sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. Selain itu, ruangan antara butirbutir simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Pemilihan cara perkolasi juga bertujuan untuk menghindari terjadinya penguraian zat aktif yang terkandung dalam sampel oleh pemanasan tinggi. Sebelum diekstraksi, daun jambu biji di remaserasi terlebih dahulu selama 24 jam, agar dinding sel daun jambu biji dapat terbuka sehingga cairan penyari dapat masuk kedalam sel daun jambu biji.
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
11
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
Pelarut yang digunakan untuk penyarian zat aktif adalah ethanol 70% karena daun jambu biji mengandung senyawa flavonoid dan dapat diekstraksi dengan etanol 70% (Harborne, 1987; Anonim, 1979). karena Pelarut etanol dapat digunakan untuk menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol merupakan larutan penyari yang bersifat universal, mudah didapat dan selektif sehingga penyarian dengan menggunakan pelarut ethanol diharapkan mampu menarik semua zat-zat atau senyawa yang bersifat polar dan non polar yang terkandung dalam simplisia, selain itu etanol tidak toksik serta ekonomis dan dapat memperbaiki stabilitas bahan obat yang terlarut dan juga efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal (Voigt, 1994) Keuntungan
lain,
etanol
mampu
mengendapkan
albumin
dan
menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran bahan pelarut yang berlainan, khususnya campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam cairan pengekstraksi. Proses penguapannya dilakukan dengan menguapkan diatas panci dengan suhu 50 OC. Dari hasil pengekstraksian rambut jagung dengan metode perkolasi diperoleh nilai randemen yaitu,
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
12
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengambilan
ekstrak
dengan
metode
perkolasi
yaitu
dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. 2. Ekstrak daun jambu biji diperoleh dengan metode perkolasi menggunakan cairan penyari alcohol 70%, proses ini dilakukan hingga cairan penyari yang menetes menjadi bening dengan kecepatan 1mL/menit. 3. Daun jambu biji mengandung senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponin, steroid, dan alkaloid. B. Saran Sebaiknya dalam melakukan ekstraksi dengan metode perkolasi sampel digunakan adalah yang mengandung senyawa kimia tidak tahan terhadap pemanasan karena cara ektraksi perkolasi merupakan metode ekstraksi dingin.
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
13
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-II
DIPLOMA - III
DAFTAR PUSTAKA Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Universitas Indonesia: Jakarta Cahyono. 2010. Sukses Budi Daya Jambu Biji. Yogyakarta: Pustaka Mina Hapsoh dan Hasanah. 2011. Budidaya Tanaman Obat Dan Rempah. Medan: USU Prees Harbone, JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Press Mukhriani, 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, Dan Identifikasi Senyawa Aktif. Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. Vol. VII No.2 Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press
AKADEMI FARMASI BINA HUSADA
14