Misi Lintas Budaya.docx

  • Uploaded by: Esti
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Misi Lintas Budaya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,787
  • Pages: 12
Loading documents preview...
Mengkomunikasikan Injil Keselamatan Melalui Misi Lintas Budaya Pendahuluan Bermisi atau mengabarkan Injil Kristus kepada semua orang adalah sesuatu hal yang tidak asing lagi bagi orang-orang percaya. Banyak orang-orang percaya, Misionarismisionaris baik dari dalam dan luar negeri melakukan pekabaran Injil Keselamatan keseluruh dunia. Melakukan misi penginjilan ke berbagai tempat, daerah, bahkan ke seluruh dunia, merupakan perintah Tuhan atau yang sering dikenal dengan sebutan’’ Amanat Agung’’ ( Matius 28:19-20), yang harus dilaksanakan. Pekabaran Injil adalah nafas hidup orang Kristen. Lembaga-lembaga dan gereja-gereja dengan aktif melakukan misi baik dalam maupun keluar. Tetapi tidak semua orang-orang terpanggil untuk melakukan misi ke luar ke keseluruh penjuru dunia. Meski demikian orang-orang Kristen dapat melakukan misi lintas budaya local. Sebelum lebih jauh masuk ke dalam bagaimana cara orang-orang Kristen mengkomunikasikan Injil Kristus melalui misi lintas budaya, penulis mencoba menguraikan tentang apa itu misi, apa panggilan misi, apa budaya dan apa itu lintas budaya, mengapa perlu melakukan misi lintas budaya dan bagaimana cara untuk dapat melakukan misi lintas budaya di era modern dewasa ini. Supaya gereja baik secara individu maupun kelompok dapat meningkatkan keterlibantannya dalam pelayanan misi lintas budaya. MISI Misi adalah memanggil orang-orang untuk datang kepada Allah. Misi juga dapat didefinisikan sebagai mengkomunikasikan Injil, yang artinya misi bukan lagi hal yang utama untuk dimengerti secara pengembangan geografi umat Kristen, tetapi lebih tepatnya sebuah tugas yang diberikan Allah kepada semua orang dimanapun, baik di dalam gereja maupun di luar gereja. Mengkomunikasika kabar baik, bukan hanya dengan kata-kata tetapi dengan seluruh aspek hidup dan tindakan. Misi merupakan sifat komunal dari umat Allah. Ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Goheen: ‘’ the church must understand its mission as particioation in the mission of the triune God. And this mission has a communal nature: it is a mission of God’ people ‘’.1 Sehingga dapat disimpulkan misi adalah seluruh gereja harus menceritakan seluruh Injil Kristus, kepada seluruh orang di seluruh dunia. Misi merupakan keutuhan dari tugas gereja untuk menceritakan Injil ke seluruh dunia, yang melibatkan keutuhan hidup umat Allah, berkumpul dan terceraiberai, umum, privasi, individual dan sekutu, dimensi dan tujuan. Misi merupakan bentuk yang luas yang memiliki persamaan dengan bentuk yang sering dipakai yaitu’’ bersaksi’’.2 1

Michael W. Goheen, Introducting Christian Mission Today, Scripture, History and Issues (Downers Grove, 2014), hal 26 2

Michael W. Goheen, Introducting Christian Mission Today, Scripture, History and Issues (Downers Grove, 2014), hal 402

Bersaksi adalah memberitakan Injil Kristus sampai ke ujung bumi dan biasanya disebut misi lintas budaya. Mengapa? Sebab memberitakan Injil dengan bersaksi ke ujung bumi yang memiliki tradisi dan kebudayaan yang berbeda. Diberbagai tempat misi maupun misionaris memiliki citra yang negative. Sebagian besar dari sejarah gerakan missioner modern mulai dengan conquistadores Spanyol dan Portugis pada abad ke -16, ditafsirkan sebagai persekutuan mempengaruhi orang-orang untuk berpindah agama3 dewasa ini sering disebut dengan Kristenisasi. Meskipun demikian sebagai murid-murid Kristus, tidak boleh gentar dan takut untuk melakukan misi baik ke dalam maupun keluar. Misi dapat dilakukan dengan cara apapun, sesuai dengan amanat Agung Tuhan, sesuai dengan jalan Kristus, dari berbagai metode yang dilakukan oleh para Misionaris dan juga orang-orang Kristen, yang paling berpengaruh dalam pekabaran Injil adalah melalui lintas budaya. Berdasarkan Alkitab, gereja ada oleh karena misi Allah, sehingga misi adalah sebagai wujud, tugas, dan tanggung jawab utama dari gereja dan umat Allah.

PANGGILAN MISI Sejumlah orang percaya yang tulus dan berhati lembut telah salah berasumsi bahwa suatu rasa terbeban akan kebutuhan misi merupakan panggilan misi. William Booth, menyatakan bahwa salah satu pemahaman klasik mengenai panggilan misi bahwa semua orang Kristen dipanggil untuk terlibat dalam misi, karena misi merupakan detak jantung Allah dan Alkitab. Orang yang tidak terlibat dalam misi global adalah orang yang sengaja tidak taat. Sebab semua orang yang telah diperdamaikan dengan Allah melalui Kristus menjadi duta Kristus yang bertanggung jawab untuk menyampaikan kabar pendamaian tersebut kepada dunia ( 2 Korintus 5:18-20).4 M. David, mengatakan bahwa panggilan misi adalah amanat Kristus. Adalah suatu kesadaran akan perintah Kristus yang memotivasi setiap orang Kristen yang sungguhsungguh, untuk pergi dan memuridkan ke seluruh dunia. Kesadaran yang terus menerus akan perintah Kristus untuk membawa berita Injil kepada dunia dan kegagalan kita untuk melaksanakannya merupakan komponen kunci dari panggilan misi bagi banyak orang. Amanat Agung Kristus bertujuan agar gereja yang adalah tubuh Kristus terlibat dalam menjangkau dan mengajar suku-suku bangsa. Setiap orang percaya harus berdoa bagi sukusuku bangsa dan mendukung pekerjaan misi, sebab tidak semua orang dipanggil untuk melakukan misi pergi ke negeri lain.5 Beberapa sarjana misiologi berpendapat bahwa tidak setiap orang percaya dapat melayani sebagai seorang misionaris. Misionaris merupakan panggilan khusus sebab memiliki nilai yang esensial. Thomas Hale menuliskan; ‘’Para misisonaris secara khusus diutus meninggalkan budaya mereka sendiri, ke wilayah yang baru dan belum dikenal. 6 Sehingga para misionaris tersebut perlu diberikan bimbingan khusus supaya dapat 3

J. Andrew Kirk, Apa itu Misi? Suatu penelusuran teologis (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), hal 25 Mark A. Simon, Panggilan Misi (jurnal Aletheia vol 16.no. 6, Maret 2014), hal 67 5 M. David Sills, Panggilan Misi, (Momentum 2015), hal 15-17 6 Mark A. Simon, Panggilan Misi (jurnal Aletheia vol 16.no. 6, Maret 2014), hal 67 4

menjalankan tugas panggilannya tersebut. Sebagai seorang misionaris mereka perlu mengetahui panggilannya dengan jelas dan pasti bahwa mereka dipanggil dan ditetapkan Allah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa misi adalah memanggil orang-orang untuk datang kepada Allah. Panggilan adalah sebuah keyakinan kuat bahwa Allah yang berdaulat, melalui FirmanNya, Roh Kudus dan umat percaya yang telah dipilih dan dipanggil menjadi pengikut Kristus untuk ambil bagian dalam pelayanan tertentu.7 Sehingga panggilan misi dapat didefinisikan sebagai, Allah memanggil murid-muridNya secara khusus, untuk melakukan tugas penting yaitu memberitakan Injil Keselamatan keseluruh dunia. BUDAYA ? Budaya ibarat udara, dimana udara berada disekitar kita, tetapi kita tidak banyak memberi perhatian sampai udara itu hilang atau ada bau yang tercium. Demikian budaya, orang berada dalam budaya yang unik dan beragam, tetapi mereka tidak memperhatikannya. Kebudayaan adalah bagian yang utuh dari kemanusiaan. Setiap grup etnik atau komunitas individu yang memiliki kesamaan yang tidak terlihat, tetapi mereka memanifestasikan dirinya dalam kepribadian kelompok tertentu disebut budaya.8 Marvin J, mengungkapkan bahwa ‘’ cultural is the distinctive beliefs, values, and customs of a particular group of people that determine how they think, feel, and behave’’.9 Kebudayaan merupakan perbedaan kepercayaan, nilai, dan adat dalam sebuah kelompok masyarakat yang menentukan bagaimana mereka berpikir, merasakan dan berperilaku. MISI LINTAS BUDAYA Sejarah misi lintas budaya, dimulai dari Eropa dengan Roma Khatolik pada abad ke enam belas dan Protestan pada abad delapan belas, yang kemungkinan baru diketahui oleh monk pada masa pertengahan. Hubungan Injil dengan konteks kebudayaan baru diasumsikan bahwa kebudayaan barat lebih superior dan Kekristenan, dan yang lebih rendah adalah kebudayaan non-western dan paganism. Kata ‘’ kebudayaan’’ dalam bentuk jamak, belum pernah pernah dipakai, hingga kira-kira abad ke Sembilan belas baru muncul tetapi masih langka. Pada abad ke dua puluh mereka sering menggunakan kata ‘’ civilazation’’ yang memiliki kesetaraan dengan ‘’culture’’. Dengan dukungan teori evaluasi kebudayaan, bangsa barat percaya bahwa kebudayaan mereka telah meraih puncak perkembangan yang sangat maju dan yang lainnya harus segera mengejarnya. Sedangakan kebudayaan timur naik ke atas tangga hirarki dan yang lainnya di bawah.10 Gereja hari ini telah ditanam di setiap berbagai kebudayaan, dan Injil sekarang ini telah banyak mengadopsi berbagai bentuk kebudayaan. Peninggalan gerakan misionaris modern, telah meninggalkan banyak isu topic tentang Injil dan kebudayaan di seluruh bagian dunia. Tetapi yang menjadi permasalahan penting hari ini adalah apa hubungannya Injil

7

Mark A. Simon, Panggilan Misi (jurnal Aletheia vol 16.no. 6, Maret 2014), hal 72 Marvin J. Newell, Crossing Culture in Scripture (USA: IVP Books, 2016), hal. 1 9 Marvin J. Newell, Crossing Culture in Scripture (USA: IVP Books, 2016), hal. 1 8

10

Michael W. Goheen, Introduction Christisan Mission today, (IVP: Academic, 2014), hal 264

dengan kebudayaan dan kontektualisasi iman.11 Kritikal isu yang terjadi disetiap gereja di masing-masing kebudayaan setempat di seluruh dunia adalah bukan pada masalah tentang apakah Injil terbentuk dari berbagai kebudayaan, tetapi apakah konteks Injil itu sendiri dapat dipercaya kebenarannya ataukah tidak.12 Kontekstualisasi merupakan esensi dari Injil, yang memberikan suatu tekanan pada masalah misi diseluruh gereja dimana-mana. Isu ini muncul supaya kita dapat menghidupi dan mengkomunikasikan Injil ke seluruh dunia. Sebab Injil adalah kabar baik, Allah telah menyatakan diri-Nya dan telah menggenapi janji-Nya, melalui sejarah kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Injil memiliki validitas yang universal dan harus dikomunikasikan kepada semua. Injil harus dikomunikasikan, di setiap kebudayaan dan merangkul dan semua komunitas orang-orang Kristen membentuk suatu kehidupan yang satu tubuh di dalam Kristus. Sehingga hubungan Injil dan kebudayaan dapat dikomunikasikan ke berbagai gereja dimana pun, bukan hanya kepada komunitas tertentu, tetapi keseluruh dunia. Dalam pekabaran Injil, kebudayaan sangat memberi pengaruh di setiap aspek dari misi. Kebudayaan adalah istilah para antropologi bagi keseluruhan ciri khas hidup suatu masyarakat. Semua perilaku dan tindakan manusia terjadi dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu, dalam konteks-konteks yang ditentukan secara social. Seperti contoh tantanan keudayaan di Amerika berbeda dengan di Indonesia. Di Amerika, khotbah pakai pakaian yang non-formal its ok, tetapi di Indonesia akan terlihat aneh. Maka kebudayaan adalah rancangan konseptual, pengertian yang dipakai manusia untuk mengatur kehidupan, mengartikan pengalaman mereka, dan mengevaluasi perilaku orang lain.13 Jika kita tidak memahami budaya setempat yang kita layani maka dapat menimbulkan konflik, kesalahpahaman dan kebingungan. Melakukan misi lintas budaya, berarti berinkarnasi ke dalam kabudayaan lain. Sehingga seorang misionaris yang telah memiliki panggilan misi lintas budaya harus dipersiapakan dengan baik, karena mereka harus siap meniggalkan kebudayaannya sendiri dan belajar kebudayaan orang lain, supaya Injil Kristus dapat diberitakan kepada orang-orang suku lain yang belum mendengar Injil. Yesus berkata, ‘’Injil kerajaan Allah harus diberitakan keseluruh dunia, sebagai sebuah kesaksian terhadap semua bangsa, dan kesudahannya akan datang’’. Ralph Winter, mengemukakan bahwa kebenaran Alktab, tentang ‘’ bangsa’’ bukan berbicara secara politikgeografis seperti Amerika, Argentina, China dsb. Bangsa disini diartikan sebagai etis dari sebuah grup atau kelompok dengan kebudayaan dan bahasa yang berbeda, sehingga Injil Kristus sulit untuk diberitakan secara natural dari satu kelompok ke kelompok yang lain.14 Rasul Paulus sangat gigih di dalam memberitakan Injil Kristus bagi bangsa-bangsa lain yang bukan Yahudi, pelayanannya sangat jelas megarah pada daerah-daerah yang ditentukan Tuhan, yang memiliki kebudayaan berbeda dengan bangsanya sendiri, tetapi Paulus menerima pengutusan lintas budaya sebagai sebuah ucapan syukur atas kasih Allah

11

Michael W. Goheen, Introduction Christisan Mission today, (IVP: Academic, 2014), hal 264 Michael W. Goheen, Introduction Christisan Mission today, (IVP: Academic, 2014), hal 265 13 Sherwood G. Lingenfelter, Marvin K. Mayers, Menggeluti Misi Lintas Budaya, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2007), hal. 15-16 14 John Piper, World Missions and the End of History mission week, artikel October 26, 1997 12

kepada semua suku bangsa.15 Hal tersebut mengingatkan kita bahwa Allah menghendaki kita untuk memperhatikan suku-suku lain dan bangsa-bangsa lain, yang memiliki latar belakang budaya berbeda, bukan hanya suku budaya sendiri, sebab Allah mengasihi mereka. Dewasa ini banyak umat Allah yang meninggal tanpa Kristus, yang disebabkan orang-orang Kristen tidak memiliki kepeduliaan terhadap saudara-saudara kita yang berlatar belakang budaya berbeda. Murid-murid Kristus yang terpanggil harus dapat membawa perubahan yang siginifikan dimasa dewasa ini, sebab amanat Agung Tuhan dapat diwujudkan, jika orangorang Kristen memiliki kesadaran untuk membawa kabar baik, melintasi batas-batas geografis, budaya dan bahasa, memberitakannya kepada mereka yang belum mendengar. Proklamasi Injil membutuhkan duta-duta Injil yang diutus oleh gereja untuk memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum percaya. Allah memanggil setiap orang percaya untuk aktif mendukung misionaris atau secara pribadi melintasi batas-batas budaya untuk menjangkau mereka. Menjalankan misi lintas budaya tidaklah mudah, sebab akan banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Terlebih lagi kalau tidak mengenal dan mengerti kebudayaan yang kita jangkau. Untuk dapat menjalankan misi lintas budaya kita perlu meneladani Yesus Kristus, kita harus mengarah kepada inkarnasi, Yesus berkata’’ Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal diriNya’’. Tindakan-tindakan penyangkalan menolong setiap para misionaris dan juga orang-orang Kristen untuk melepaskan rasa zona nyaman mereka, dan dapat berfokus kepada pelayanan penginjilan. Tetapi hal yang memprihatinkan juga terjadi dewasa ini, banyak orang keliru dengan beranggapan dengan belajar menguasai bahasa setempat, mereka juga telah menguasai kebudayaannya. Sehingga disebut sebagai’’ bahasa bisu budaya’’. Edward mengatakan bahwa bahasa adalah salah satu dari sepuluh system komunikasi primer yang terdapat dalam setiap budaya. Sembilan system lainnya adalah waktu, teritorialitas, pemanfaatan sebuah metode-metode pengontrolan, sikap terhadap penggunaan dan pembagian sumber daya, pergaulan ( keluarga, sanak saudara, komunitas), penghidupan (sikap terhadap pekerjaan dan pembagian tugas), cara belajar, bermain dan menjaga diri ( prosedur kesehatan, konflik social, dan kepercayaan).16 Sehingga jika kita hanya belajar menguasai bahasa, berarti hanya menyingkapkan sepersepuluh dari apa yang seharusnya kita pelajari, seperti mempelajari gaya hidup masyarakat setempat yang disebut dengan budaya. Kita perlu mempelajari model untuk dapat memahami budaya setempat. Berbicara mengenai model penting untuk kita dipahami, bahwa saat kita berbicara tentang pesawat atau rumah, sebuah model bukanlah dari pesawat dan rumah itu melainkan nilai-nilai model tersebut. Perkiraan gambaran prioritas-prioritas; bukan penjelasan mutlak dari suatu pengalaman. Prioritas-prioritas inilah yang mengidentifikasi mana yang lebih penting dan yang tidak penting dalam pengalaman seseorang, yang mencerminkan nilai-nilai budaya suatu kelompok. Mengapa perlu melakukan misi lintas budaya? 15

E-Misi Lintas Budaya, misi.sabda.org Sherwood G. Lingenfelter, Marvin K. Mayers, Menggeluti Misi Lintas Budaya, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2007), hal 25 16

Matius 28:19-20, merupakan perintah Allah yang harus dilakukan oleh seluruh muridmurid Kristus, yaitu orang-orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. Amanat Agung Tuhan menjadi salah satu alasan kita perlu melakukan misi lintas budaya. Tuhan memerintahkan kita untuk memberitakan Injil ke seluruh bangsa-bangsa, sampai ke ujung bumi, yang berarti bukan hanya disekitar lingkup kita saja. Kita harus pergi kepada bangsabangsa lain dan suku-suku yang terabaikan. Hal tersebut tentu menjadi sebuah tantangan bagi orang-orang Kristen dan para misionaris dalam menyampaikan kabar baik keselamatan, kepada saudara-saudara kita, sebab kebudayaan dan suku mereka berbeda dengan kebudayaan kita. Kedua pelayanan misi lintas budaya merupakan kebutuhan yang Krisis dan menjadi sangat penting untuk itu kita perlu melakukan misi lintas budaya.17 Kisah Para Rasul 1:8, memberikan kita bukti sangat kuat bahwa kebudayaan menjadi suatu permasalah bagi pelayanan misi, terkhusus pada budaya. Dalam Kisah Para Rasul, Yesus menunjukan kepada murid-muridNya, ruang lingkup seluruh dunia, dari Yerusalem, di seluruh Yudea dan di seluruh Samaria dan sampai keujung bumi. Hal tersebut tidak mengacu kepada geografi ataupun tembok-tembok pemisah, namun Yesus sedang berbicara mengenai jarak budaya yang menjadi factor utama bagi murid-muridNya untuk melakukan pelayanan. Allah menciptakan manusia dengan latar belakang budaya yang berbeda satu dengan yang lain, kebudayaan manusia memiliki kreatifitas untuk berbudaya. Kluchohn, mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara berpikir, merasa dan meyakini, yang merupakan kelompok pengetahuan yang disimpan untuk penggunaan masa mendatang. Luzbetak mengatakan bahwa kebudayaan adalah satu rancangan untuk kehidupan yang berdasarkan mana masyarakat mengadopsi dirinya dengan lingkungan fisikal, social, dan ideasionalnyaa. 18 Kebudayaan adalah sesuatu hal yang dapat kita pelajari dan dibatasi oleh suatu ras, merupakan satu system bersama yang seluruh bagian-bagiannya berfungsi untuk mempengaruhi satu sama lain. Sehingga tidak jarang seseorang dapat menjadi bicultural atau multicultural , seperti contohnya adalah Rasul Paulus, ia adalah seorang yang mempunyai karakteristik multicultural. Untuk itu orang-orang Kristen yang telah dipanggil untuk melaksanakan Amanat Agung perlu belajar kebudayaan-kebudayaan lain, supaya Injil dapat diberitakan ke bangsa-bangsa dan suku-suku lain. Pertanyaanya mengapa kita perlu melakukan misi lintas budaya? Sebab penginjilan melalui kebudayaan lebih cepat berpengaruh. Meskipun tidak mudah untuk bagi setiap orang untuk mempelajari kebudayaan orang lain, tidak banyak orang yang begelut di bidang misi lintas budaya. Adanya kebutuhan pelayanan misi lintas budaya di seluruh dunia, orang-orang Kristen dan para misionaris di dorong untuk melakukan pelayanan misi lintas budaya. Misi lintas budaya tidak hanya dilakukan oleh para misionaris dan penginjil tetapi juga dapat dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin gereja, mereka harus terlibat dalam melakukan misi lintas budaya. Pemimpin gereja memiliki pengaruh besar dalam pekabaran Injil, supaya gereja Tuhan menjadi gereja yang missioner. Penting untuk seseorang memiliki personalisasi misi dunia, dalam menjalankan misi lintas budaya. Ketika setiap orang Kristen menanamkan pemahaman bahwa misi dunia adalah 17 18

Ralp D. Winter, Macedonia Baru: Sebuah Era Baru Revolusioner dalam Misi Dimulai, Perspektif.co https:// www.academia.edu, Misi Inkulturasi dan Transformasi Budaya, hal 3

bagian dari kehidupan mereka pribadi dan gereja dan tidak membatasi kasih Allah kepada umatNya, maka Injil Kristus dapat diberitakan kepada orang-orang yang belum terjangkau ke paling jauh sekalipun. Pelayanan Allah dalam misi lintas budaya digambarkan dengan inkarnasi Yesus. Teladan Yesus memberikan signifikan bagi kita untuk mengabarkan Injil kepada orang lain. Pertama inkarnasi Yesus penting, Ia datang sebagai bayi yang tidak berdaya ( Lukas 2:7). Ia tidak lahir sebagai seorang yang ahli, terpandang ataupun dari budaya yang dominan, tetapi Ia lahir dalam keluarga yang sederhana di tanah jajahan. Kedua Yesus belajar bahasa dan budaya. Ia belajar dan bermain-main dengan sebaya-Nya, Ia belajar keterampilan dan belajar Firman Tuhan. Implikasi perihal status Yesus sebagai orang yang belajar jarang sekali di bahas, apalagi dimengerti dan diterapkan. Anak Allah belajar bahasa dan budaya dan cara hidup masyarakatNya sendiri selama tiga puluh tahun, sebelum Ia memulai pelayanan-Nya. Mengapa Yesus lakukan semua itu, bukankan Ia adalah 100% Allah dan 100% manusia, Ia memiliki kuasa, tetapi mengapa Ia belajar semuanya itu. Yesus ingin memberikan teladan bahwa setiap manusia perlu belajar dan bergaul dengan orang lain. Terlebih lagi dalam menjalankan misi pekabaran Injil, kita perlu belajar akan kebudayaan mereka, kita perlu bergaul dengan orang-orang yang akan kita jangkau, supaya kita dapat mengenali kepribadian mereka, maka kita akan mudah masuk memberitakan Injil Tuhan.Ada beberapa hal yang perlu dipelajari untuk mempersiapakan pelayanan misi lintas budaya. Pertama kenali dahulu kebudayaan pribadi kita msing-masing. Setiap orang memiliki perbedaan antara standar dan cara hidup masing-masing pribadi. Setiap orang terlahir dalam konteks budaya tertentu, dalam konteks budaya itulah kita belajar bersosialisasi, atau memperoleh apa yang dipandang sebagai warisan budaya. Warisan budaya merupakan pelajaran awal yang diterima ketika anak masih kecil tanpa mempertanyakan sedikit pun. Proses belajar biasanya berlangsung sebelum orang mampu berbicara dengan orang tuannya atau mengambil keputusan-keputusan sendiri. Warisan kebudayaan yang mereka terima sejak awal lahir mempengaruhi pertumbuhan kehidupannya. Sehingga jika bertemu dengan orang yang berbeda kebudayaan akan menimbulkan kesalahpahaman jika mereka tidak belajar akan kebudayaan kepribadian masing-masing. Kebudayaan pribadi yang kita miliki adalah unik, tidak sama dengan yang dimiliki oleh orang lain, bahkan dengan orang tua kita pun berbeda. Budaya pribadi merupakan kombinasi dari warisan budaya pribadi yang diperoleh melalui sosialisasi dengan orang tua. Kedua warisan budaya pribadi yang lebih luas didapat melalui inkulturasi dan masukan dari masyarakat dan pilihan dari kita sendiri dalam menerima atau menolak pengaruh-pengaruh tersebut.19 Kedua kenali budaya yang dimiliki bersama. Budaya yang dimiliki bersama, memiliki arti yang besar bagi kehidupan kita masing-masing. Karenannya kita mampu merencanakan karier dengan harapan yang sungguh-sungguh untuk mewujudkan impian. Dengan budaya bersama kita dapat membangun keluarga, persahabatan, dan bersama-sama dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain. Standar dan prosedur yang dimiliki bersama 19

Sherwood G. Lingenfelter, Marvin K. Mayers, Menggeluti Misi Lintas Budaya, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2007), hal 17-18

menyediakan mekanisme untuk penyelesaian suatu pertikaian, sebab kita telah mengenal kebdayaan bersama. Pengenalan kebudayaan bersama menolong kita untuk melihat banyak perbedaan dan kemiripan dengan orang lain. Dalam misi lintas budaya hal yang sering terjadi yang dialami oleh para missioner, para pendeta dalam melakukan misi lintas budaya adalah mereka mengalami adanya konflik dan ketegangan-ketegangan yang terjadi seperti: Ketegangan waktu, Ketegangan dalam penilaian, Ketegangan menangani krisis, Ketegangan mengenai tujuan, Ketegangan tentang harga diri, Ketegangan berkaitan dengan kerapuhan hati, Konflik antar lintas budaya. Mereka perlu beradaptasi dengan kebudayaan lain, tentu penuh dengan kesulitan dan menyakitkan tetapi, menghasilkan sesuatu yang manis jika mereka dapat memahami kebudayaankebudayaan mereka. Bagaimana melakukan misi lintas budaya? Alkitab dengan jelas memberikan pemahaman kepada kita Yesus adalah teladan yang sempurna di dalam melakukan misi lintas budaya. Ia yang adalah Allah mengambil rupa sama dengan manusia (Filipi 2:6-7), belajar bahasa dan budaya menusia, dengan menjadi sama dengan manusia Ia dapat masuk kepada manusia sehingga Injil keselamatan dan kerajaan Allah dapat disampaikan kepada semua manusia. Ezra Tari mengungkapkan pendapatnya Charles Kraft bahwa secara ringkas ia merangkum pedekatan Yesus sebagai orientasi pada penerimaan pesan dan pribadi, sebuah model yang seharusnya menjadi tujuan kita dalam berkomunikasi dalam pelayanan misi.20 Kebudayaan yang dimiliki bersama dengan mendengarkan mereka dapat dikembangkan menjadi teologi rakyat. Enrique Dussel mendefinisikan sebagai suatu teologi yang dilakukan oleh rakyat yang tertindas, oleh orang miskin, oleh yang menderita. Hal tersebut memberi implikasi bagi pelayanan lintas budaya merupakan praksis dalam cara yang polpuler, mencerminkan pengalaman rakyat.21 Pelayanan lintas budaya merupakan tantangan yang sulit dan cukup rumit dan berat untuk dilakukan. Ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan sebelum melakukan misi lintas budaya, yang perlu kita pelajari: a. Bahasa, setiap suku dan bangsa memiliki bahasa yang berbeda-beda. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk kita menyampaikan Injil Kristus. Untuk itu sebagai duta-duta Kristus kita perlu belajar bahasa dari suku-suku bangsa lain. b. Pandangan hidup, pandangan hidup dari suku-suku yang terabaikan memiliki pandangan filsafat dan teologi berbeda, sehingga mereka sukar untuk menerima Injil Kristus. c. Nilai-nilai, untuk memberitakan Injil ke suku-suku terabaikan, kita perlu mempelajari nilai-nilai yang dihargai oleh suku tertentu. Ketika kita mengerti nilai-nilai mereka, maka akan membuka banyak peluang untuk Injil. Dengan menghormati nilai-nilai mereka yang baik akan menguatkan nilai-nilai yang sesuai dengan pandangan hidup Alkitab.

20 21

Ezra Tari, Refleksi Teologi, tariezra. Blogspot.com Ezra Tari, Refleksi Teologi, tariezra. Blogspot.com

d. Kepemimpinan, cara kepemimpinan setiap suku memiliki ciri khas yang berbeda, yang perlu diperhatikan. Jika kita tidak berusaha memimpin jemaat baru dengan cara yang dihormati dan dimengerti oleh mereka, maka mereka tidak bisa menerima kehadiran kita dan Injil tidak dapat tersampaikan. e. Organisasi social, system organisasi suatu suku penting untuk kita pelajari, supaya kita dapat masuk keruang lingkup kehidupan mereka.22 f. Situasi pluralitas agama dan kebudayaan merupakan tantangan besar bagi misi Gereja, sehingga tidak semua tempat terdapat kemungkinan mewartakan secara eksplisit iman akan Yesus Kristus.23

Langkah-langkah praktis berikut dapat diupayakan oleh pribadi dan gereja-gereja yang mau menanggapi dengan setia kepada Allah dalam misi pelayanan misi lintas budaya: 1. Setiap orang percaya semestinya mengakui bahwa memberitakan Injil kepada semua suku dan bangsa di seluruh bumi adalah tugas utama yang dipercayakan Tuhan kepada gereja, oleh sebab itu sertiap orang percaya memiliki peran dalam misi lintas budaya ( Matius 28: 18-20, Kisah Para Rasul 1: 8) 2. Semua orang Kristen dapat berpartisipasi dalam pelayanan misi dengan mendoakan seorang atau tim missionaris tertentu dan mempersembahkan dukungan finansial khusus untuk misi. Gereja dapat mengembangkan doa misi dengan menjalin kemitraan bersama lembaga misi dan mendistribusikan berita dan pokok doa para msisionaris baik di Indonesia maupun di luar negeri dan meminta pemimpin doa syafaat umum menjadikan misi sebagai pokok doa 3. Gereja-gereja dan sinode yang mengalokasikan 10% atau lebih dari anggaran mereka khusus untuk pekabaran Injil dan misi adalah gereja yang bertumbuh. Prioritas mencerminkan dan membentuk prioritas hati kita. Mempersembahkan dana untuk misi memperluas pandangan dan meningkatkan iman jemaat dengan menghubungkan bersama karya utama Allah, yaitu memberkati bangsa-bangsa. 4. Jangan menunggu bimbingan supranatural khusus, baru mau mengambil langkah awal untuk masuk dalam pelayanan misi lintas budaya, orang yang menyerahkan diri kepda Kristus harus melangkah dalam iman yang didasari oleh asumsi Alkitabiah bahwa Allah bisa memakai siapapun untuk melakukan pelayanan misi lintas budaya, daripada berasumsi bahwa Allah memanggil mereka untuk tetap tinggal dilingkungan dan budaya asal. 5. Megakui bahwa tidak semua orang Kristen akan memiliki atribut fisik, pendidikan dan pribadi yang diperlukan untuk pelayanan lintas budaya, gereja harus mendukung setiap anggota untuk mengidentifikasi dan mengembangkan karunia pelayanan mereka masing-masing, termasuk secara aktif mengidentifikasi dan membina orangorang yang bisa melayani misi lintas budaya. 22 23

E-Misi Lintas Budaya, misi.sabda.org Y. Hariprabowo, Misi Gereja Di Tengah Pluralitas Agama Dan Budaya, 36

6. Gereja dapat memperoleh lebih banyak pemahaman dan mendorong keterlibatan jemat dalam misi dengan melaksanakan kesadaran khusus misi seperti ‘’kairos’’. Menjalankan konferensi misi, mengundang pembicara misioaris untuk menantang anggota untuk terlibat dalam pelayanan misi misal, misi jangka pendek. 7. Individu yang mau mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka dan dengan patuh mengejar peran khusus mereka dari Amanat Agung sebagai misionaris lintas budaya, harus dapat menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga misi local untuk mengetahui lebih lanjut, menguji kesesuaian mereka dan menerima saran dan dorongan supaya mereka dapat bertumbuh sampai siap melayani Tuhan dalam konteks lintas budaya.24 Beberapa strategi pendekatan misi lintas budaya yang dapat diupayakan untuk mendukung pelayanan misi lintas budaya: 1. Melalui kebudayaan yang sedang populer sekarang ini, misal melalui music pop, rok atau pun jazz, untuk menjangkau anak-anak muda dewasa ini, mereka adalah generasigenerasi yang harus diselamatkan. Budaya popular merupakan akumulasi dari produk kebudayaan seperti: music, art, literature, fashion, dance, film, cyberculture, televise dsb, yang dinikmati oleh sebagian besar penduduk.25 Penyebaran Injil melalui budaya populer sekarang ini, memiliki dampak yang cukup besar di era sekarang ini. Sebab nilai-nilai yang ada dalam budaya populer mudah diikuti oleh anak-anak muda hari ini. 2. Melalui pendekatan komunikasi Manusia adalah mahluk yang berkomunikasi, meskipun manusia bukanlah satusatunya mahluk ciptaan yang dapat berkomunikasi, tetapi manusia juga satu-satunya yang dapat berkomunikasi dalam bentuk symbol. David mengatakan bahwa, komunikas merupakan fundamental bagi manusia.26 Dalam melakukan misi lintas budaya, pendekatan komunikasi sangatlah penting untuk memberitakan Injil kepada mereka. Ketika seseorang sudah berkenalan dengan budaya tertentu dan kemudian dihadapkan pada tantangan penerapan lintas budaya, maka ia tergoda untuk mengangkat tangan dan menyerah pada bagian yang satu atau yang lain. Bagi kita yang akan menyeberangi batas-batas kultural untuk mengkomunikasikan Kristus dan Injil, maka harus belajar sebanyak mungkin kebudayaan-kebudayaan baru dan sebanyak mungkin juga menerapkan usaha-usaha komunikasi mereka. Untuk dapat menyeberangi batas-batas kebudayaan tertentu kita harus dapat menguasai pemahaman yang baru, kategori dan konsep yang baru. Pendekatan komunikasi merupakan pendekatan yang paling efektif, sebab orang dapat percaya dan beriman kepada Kristus Yesus adalah ketika Firman Tuhan diberitakan dan dikomunikasikan, bagaimana supaya kita dapat mengkomunikasikan Injil dan dapat dimengerti oleh mereka, yaitu dengan belajar budaya mereka, orang-orang yang akan dijangkau. Berdialog dengan rendah hati dan menghargai serta menghormati budaya setempat akan lebih mudah untuk memberi pengaruh kepada mereka. 3. Melalui Kesaksian Hidup

24

Mark A. Simon, Panggilan Misi (jurnal Aletheia vol 16.no. 6, Maret 2014), hal 84-86 Pak Linus, Diktat Misiologi 26 David J. Heselgrave, Communicating Christ Cross-Culture, (Malang: Literatur Saat, 2005), hal. 27 25

Dalam situasi yang pluralitas tidak dipungkiri seringkali misi tidak mendapat peluang untuk mewartakan Injil, tetapi hal tersebut seharusnya tidak menjadi penghambat bagi umat Krsitiani untuk melakukan misi, ada hal yang sangat penting yang dapat dilakukan yaitu melalui kesaksian hidup di dalam Kristus yang berkualitas sebagai teladan bagi dunia. Ecclesia in Asia menekankan pentingnya kesaksian itu sebagai modalitas yang memungkinkan aktivitas misioner dalam dunia modern ini.27 Kesaksian hidup yang sesuai dengan kebenaran Injil menjadi penting terlebih lagi di dalam menghadap tantangan moralitas dalam dunia modern ini. 4. Teologi misi kontekstual Di dalam konteks yang multikutural agama dan budaya, teologi misi kontekstual dapat dikembangkan untuk melakukan pendekatan misi lintas budaya di dunia modern ini. Beberapa teologi misi kontekstual yang dapat dikembangkan dalam misi sbb; Teologi misi kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah tema utama pesan Yesus, dengan karakteristik kebenaran, kehidupan, kekudusan dan rahmat, keadilan, cinta kasih dan perdamaian. 28 Misi bergerak maju mewartakan Injil untuk membangun Kerajaan Allah yang masuk sekaligus mengatasi waktu, tempat, agama dan budaya, sehingga menjadi bagian dari Kerajaan Allah itu sendiri untuk melayani manusia. Teologi misi rekonsiliasi. Teologi untuk menghadirkan rekonsiliasi sabagai instrument untuk memperbaharui relasi manusia dengan Allah dan sesama.29 Pendekatan rekonsiliasi dapat membangun suasana cinta kasih di tengah-tengah perbedaan suku dan budaya yang ada di seluruh dunia. Kesimpulan Misi lintas budaya di era modern ini sangat dibutuhkan. Jika melihat keadaan dunia yang semakin kacau dan keadaan alam yang semakin rusak. Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen yang memiliki tugas dan tanggungjawab yang harus diselesaikan sebelum kedatangan Tuhan yang kedua kali, yaitu memberitakan Injil Tuhan ke seluruh bangsabangsa dan sampai ke ujung bumi. Untuk dapat mencapai itu kita perlu belajar kebudayaankebudayaan populer yang sedang marak hari ini, sehingga Injil Kristus dapat dikomunikasikan kepada mereka orang-orang yang belum terjangkau, orang-orang dan sukusuku yang terabaikan yang belum mendengar Injil keselamatan Kristus Yesus. Kiranya orang-orang Kristen hari ini, tergerak hatinya untuk memiliki empati dan belas kasihan kepada saudara-saudara kita yang diluar sana yang rindu mendapatkan keselamatan, tetapi belum mendapatkan. Melakukan misi lintas budaya berarti harus berani keluar meninggalkan kebudayaan sendiri, dan menggeluti kebudayan bangsa-bangsa lain atau suku-suku terabaikan, supaya Injil Kristus dapat diberitakan, sehingga nama Tuhan Yesus Kristus sang Juruselamat terus dipermuliakan. Amin

27

Y. Hariprabowo, Misi Gereja Di Tengah Pluralitas Agama Dan Budaya, 41

28

Y. Hariprabowo, Misi Gereja Di Tengah Pluralitas Agama Dan Budaya, 42 Y. Hariprabowo, Misi Gereja Di Tengah Pluralitas Agama Dan Budaya, 42

29

Kajian Pustaka 1. David J. Heselgrave, Communicating Christ Cross-Culture, (Malang: Literatur Saat, 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

2005) E-Misi Lintas Budaya, misi.sabda.org Ezra Tari, Refleksi Teologi, tariezra. Blogspot.com https:// www.academia.edu, Misi Inkulturasi dan Transformasi Budaya J. Andrew Kirk, Apa itu Misi? Suatu penelusuran teologis (Jakarta: Gunung Mulia, 2012) John Piper, World Missions and the End of History mission week, artikel October 26, 1997 M. David Sills, Panggilan Misi, (Momentum 2015) Mark A. Simon, Panggilan Misi (jurnal Aletheia vol 16.no. 6, Maret 2014) Michael W. Goheen, Introducting Christian Mission Today, Scripture, History and Issues (Downers Grove, 2014) Pak Linus, Diktat Misiologi Ralp D. Winter, Macedonia Baru: Sebuah Era Baru Revolusioner dalam Misi Dimulai, Perspektif.co Sherwood G. Lingenfelter, Marvin K. Mayers, Menggeluti Misi Lintas Budaya, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2007) Y. Hariprabowo, Misi Gereja Di Tengah Pluralitas Agama Dan Budaya

Related Documents

Misi Lintas Budaya.docx
February 2021 1
Misi Garuda
March 2021 0
Lintas Sektor
March 2021 0
Peranan Lintas Sektor
February 2021 1
Strategi Misi Alkitabiah
February 2021 0
Kumpulan Visi Misi Paud
February 2021 0

More Documents from "Zikri Mansyursyah"