Penyimpangan Melinda Dee

  • Uploaded by: AprilianiRadin
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penyimpangan Melinda Dee as PDF for free.

More details

  • Words: 5,316
  • Pages: 25
Loading documents preview...
TUGAS MATA KULIAH SEMINAR AKUNTASI PENYIMPANGAN WEWENANG MALINDA DEE PADA CITIBANK

Dosen : I Gusti Ayu Agung Omika, S.E, MSA, Ak Oleh : Ni Putu Sumarhaeni Nip; 1.14.2.9895

PROGRAM STUDI AKUNTASI FAKULTAS EKONMI DAN BISNIS UNIVESITAS PENDIDIKAN NASIONAL DENPASAR

2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widi yang telah memberikan

bimbingan-Nya

sehingga

penulisan

paper

ini

dapat

terselesaikan sesuai pada waktunya. Paper ini membahas tentang “Kasus Melinda Dee CitiBank”, didalam paper ini penulis mencoba menguraikan mengenai masalah kasus Citibank yang melibatkan Melinda Dee. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan paper ini, hal itu dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari dosen pembimbing serta berbagai bantuan dan berbagai pihak, akhirnya paper ini dapat terselesaikan. Penulis berharap dengan tulisan paper ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang

Denpasar, 15 September 2015 Penulis

Daftar isi Halaman judul Kata pengantar Bab I Pendahuluan 1. Latar belakang 2. Rumusan masalah Bab II Kasus 1. Gambaran kasus Bab III Landasan teori 1. Kode etik profesi Bankir 2. Tindak pencucian uang (money loundering) 3. Perilaku menyimpang Bab IV Analisis 1. Pelanggaran

kode

etik

profesi

dan

Pelanggaran

Hukum 2. Sanksi terhadap pelanggaran kode etik dan profesi 3. Dampak terhadap profesi, organisasi dan relasi 4. Pelanggaran Malinda Dee sebagai perilaku menyimpang 5. Minimalisasi pelaggaran perilaku menyimpang Bab V Kesimpulan Daftar Pustaka

kode

etik,

hokum,

dan

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam dunia profesi, kode etik menjadi dasar untuk berperilaku bagi orang-orang yang memiliki suatu profesi tertentu, dimana kode etik tersebut lebih kita kenal dengan “kode etik profesi”. Menurut Undangundang No 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN) , kode etik profesi adalah pedoman sikap ,tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kegiatan sehari-hari. Para pelaku

profesi diharapkan dapat

berperilaku sesuai pedoman kode etik yang telah ada,bahkan

profesi-

profesi tertentu mengembangkan kode etik mereka sendiri yang menjadi aturan absolut dan tidak boleh dilanggar oleh anggota profesi tersebut. Namun, walaupun kode etik dan etika telah diketahui para pelaku profesi secara umum masih banyak orang yang melanggar pedoman – pedoman yang telah ada di dunia kerja mereka. Beberapa tahun ini kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat Indonesia adalah kasus pencucian uang dan penggelapan uang nasabah oleh salah satu pegawai senior Citibank bernama Malinda Dee. Malinda Dee ditangkap pada tanggal 23 Maret 2011 dengan tuduhan penggelapan uang nasabah kurang lebih Rp 40 Miliar. Kabarnya puluhan nasabah tertipu olehnya dan tindakan kriminalnya sudah dimulai sejak tahun 2009. Kemampuan melayani Malinda yang membuat para nasabahnya merasa nyaman dan akhirnya memberikan kepercayaan besar pada dirinyalah yang memudahkan Malinda untuk menggelapkan uang mereka sedikit demi sedikit. Hasil uang yang didapatkannya ini kemudian dicuci ke beberapa perusahaan yang dimilikinya dengan partnernya yang lain.

Sebagai Relationship Manager dan menjabat dengan pangkat Vice President yang merupakan pangkat tertinggi untuk karyawan di Citibank tentunya

rasa

percaya

yang

didapatkan

Malinda

Dee

dari

para

nasabahnya akan lebih besar daripada para karyawan lain karena integritas

yang

seharusnya

dimiliki

oleh

profesi

tesebut.

Namun

sayangnya kepercayaan ini disalahgunakan olehnya untuk memperkaya dirinya sendiri. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam profesinya tentunya tanggung jawab yang dipikulnya juga akan lebih tinggi daripada orang lain. Itulah mengapa integritas dan citranya juga akan lebih beresiko untuk hancur, tergantung cara berperilakunya di mata orangorang yang berelasi dengan dirinya. Dengan tindakan kriminalnya Malinda Dee telah melakukan pelanggaran kode etik profesinya. Dalam dunia perbankan,Malinda Dee dikategorikan sebagai bankir yang menurut Kode Etik Bankir Indonesia memiliki pengertian sebagai seseorang yang bekerja di Bank dan sedang atau pernah berkecimpung dalam bidang teknis operasional dan non operasional perbankan. Bahkan Malinda Dee dapat disebut sebagai Bankir Profesional mengingat pengalaman kerjanya di dunia perbankan sudah lama dan jabatannya yang sudah sangat tinggi serta tanggung jawab sosialnya juga tinggi. Kode etik Bankir mengatur pemilik profesi bankir untuk berperilaku sesuai pedoman-pedoman yang telah diatur di dalamnya dan juga mengatur hubungan seorang bankir dengan sesama karyawan,pihak lain, dan lingkungan kerjanya. Dengan adanya kasus ini banyak pihak yang dirugikan baik secara finansial dan juga nama baik secara individual maupun organisasi. Citibank sebagai organisasi tempatnya bekerja akan mendapatkan imbas yang cukup besar dan para nasabah yang ditipu akan merasakan kerugian. Selain melangar kode etik profesinya, Malinda Dee juga melakukan pelanggaran hukum dengan melakukan Money Laundry atau tindakan pencucian uang. Di Indonesia hukum mengenai Money Laundry dapat kita lihat pada Undangundang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan adanya pelanggaran ini kesalahan yang dilakukan

Malinda

Dee

telah

berlapis-lapis

dan

tentunya

akan

menghancurkan kapasitasnya sebagai seorang bankir di mata publik.

Motif Malinda untuk memperkaya diri sendiri yang memanfaatkan profesinya dengan melanggar beberapa hukum dan norma yang ada dapat kita lihat sebagai sebuah perilaku menyimpang. Robert Mz Lawang menyebutkan bahwa perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut. Dari kasus Malinda Dee kita dapat mengetahui

apa

saja

bentuk

pelanggaran

kode

etik

yang

telah

dilakukannya dan bagaimana imbas yang didapat oleh Malinda sendiri dan juga orang-orang yang berhubungan dengan dirinya bahkan organisasi tempatnya bekerja. I.2 PERMASALAHAN Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan berbagai masalah antara lain sebagai berikut : 1. Apa saja pelanggaran kode etik profesi dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Malinda Dee? 2. Apa saja bentuk hukuman yang didapatkan oleh Malinda Dee dalam pelanggaran kode etik profesi yang dilakukannya 3. Bagaimana imbas atau dampak yang didapatkan oleh profesi Bankir, organisasi, danindividu lain yang memiliki relasi dengan Malinda Deedari adanya kasus tersebut? 4. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan oleh Malinda Dee dilihat sebagai perilaku menyimpang? 5. Bagaimana caranya agar kasus

pelanggaran

etika

sekaligus

pelanggaran hukum tidak terulang kembali? KOMENTAR Secara keseluruhan latar belakang yang disampaikan diatas sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada makalah bahkan pada latar belakang telah disebutkan juga pokok dari masalah yang dibahas pada makalah ini. Akan tetapi pada BAB 1 ini tidak di tuliskan tujuan dari penulisan makalah ini sehingga pembaca tidak mengetahui tujuan penulis dari makalah ini.

BAB II LANDASAN TEORI III.1 Kode Etik Profesi Bankir Menyadari bahwa pentingnya etika untuk setiap profesi, khususnya dalam bidang perbankan, maka telah dikeluarkan kode etik bankir sebagai penuntun profesi yang berisi nilai-nilai dan norma-norma untuk mengatur pelayanan bankir secara baik dan pantas. Kode etik bankir terdiri dari 9 pilar yang berisi : 1. Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundangundangan dan

peraturan yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan

adanya dukungan dari Undang - Undang , yang tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 2b. 2. Seorang bankir harus melakukan mengenai

segala

transaksi

yang

pencatatan berkaitan

dengan

dengan

benar

kegiatan

banknya. Dengan payung hukum yang tercantum dalam UU No 7 tahun 1992 dan yang kemudian disempurnakan dalam UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 1a. 3. Seorang bankir harus menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.

4. Seorang

bankir

tidak

menyalahgunakan

kepentingan pribadi 5. Seorang bankir harus

menghidarkan

wewenangnya diri

dari

untuk

keterlibatan

pengambilan keputusan jika terdapat pertentangan kepentingan. 6. Seorang bankir wajib menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya. 7. Seorang bankir harus memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang diterapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan lingkungan. 8. Seorang bankir dilarang menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadinya maupun keluarganya. 9. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya dan lembaga Apabila kita melihat berdasarkan kode etik yang diterapkan Bank Indonesia (www.bi.go.id), terdapat kode etik sebagai pegawai Bank Indonesia yang berisi : 1. Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia. 2. Pejabat Bank Indonesia wajib untuk melaporkan harta kekayaannya kepada Bank Indonesia dan atau Komisi Pemberantasan Korupsi. 3. Pegawai dilarang meminta/menerima, memberi persetujuan untuk menerima,

mengizinkan

atau

membiarkan

keluarga

untuk

meminta/menerima fasilitas dan hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang dari perorangan atau badan yang diketahui atau patut diduga bahwa hal tersebut mempunyai hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan. 4. Pegawai wajib menjaga rahasia Bank Indonesia untuk hal yang dikategorikan rahasia. 5. Pegawai dilarang menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan untuk kepentingan partai politik. Sedangkan berdasarkan kode etik sebagai bankir seperti yang telah dijelaskan diatas, apabila pegawai bank terbukti melakukan pelanggaran terhadap salah satu dari konten kode etik tersebut, maka mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Esensi atau isi

dari kode etik tersebut yaitu untuk memberikan panduan bagi karyawan perbankan untuk dapat bersikap sesuai dengan prinsip moral atau nilainilai mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik. Dengan mamatuhi program tersebut, para bankir diharapkan dapat menyadari pentingnya prinsip dasar yang dapat membantu mereka dalam membuat keputusan yang dapat berpengaruh bagi bank dimana mereka bekerja. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bahwa seorang bankir memberikan pelayanan yang terbaik seperti cepat, ramah, adil, serta beretika. Pelayanan menurut Malayu S.P Sihabuan (2005) yaitu sebuah kegiatan memberikan jasa dari pihak yang satu dengan pihak yang lain. III.2 Tindak Pencucian Uang (Money Loundering ) Secara harafiah, money loundering merupakan pencucian uang atau pemutihan uang hasil kejahatan. Sebenarnya tidak ada definisi yang umum untuk dapat menjelaskan tindak pidana tersebut, namun baik dari negara-negara

maju

maupun

berkembang

tersendiri untuk masing-masing negara

telah

memiliki

definisi

berdasarkan prioritas dan

prespektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia telah sepakat

untuk

mendefinisikan

money

laundering

sebagai

tindak

pencucian uang (Sutedi Adrian, 2010). Tindak pencucian uang menurut Sutan Remy Sjahdeini, merupakan sebuah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, atau uang

yang

berasal

menyembunyikan

dari

kejahatan

dengan

maksud

atau menyamarkan asal-usul uang tersebut

untuk dari

pemerintah atau otoritas yang berwenang, kemudian memasukkan uang tersebut ke dalam suatu sistem keuangan sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. Di Indonesia, tindak pencucian uang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurut Undang-udang tersebut tindak pencucian uang dibedakan menjadi 3 macam, seperti : 1. Tindak

pidana

menempatkan,

pencucian

uang

mentransfer,

aktif

(setiap

mengalihkan,

orang

yang

membelanjakan,

membayarkan,

menghibahkan,

menitipkan,

membawa

ke luar

negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat berharga

atau

perbuatan

lain

atas

harta

kekayaan

yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana), 2. Tindak pidana pencucian uang pasif (setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

penitipan,

penukaran,

atau

menggunakan

harta

kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini). (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010), 3. Mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang (setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,

pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang

sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Sanksi bagi pelaku tindak pidana

pencucian uang yaitu

hukuman penjara

paling

lama

maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah. III.3 Perilaku Menyimpang Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviourcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya teori tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut dengan mendefinisikan bahwa perilaku terbentuk karena 3 faktor seperti: faktor predisposisi (mencakup pengetahuan, sikap dan sebagainya), faktor pemungkin (mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja), faktor penguat (meliputi

undang-undang,

peraturan-peraturan,

pengawasan

dan

sebagainya). (Notoatmodjo,2003) Sedangkan tindak pencucian uang merupakan sebuah penyimpangan perilaku individu. Menurut Robert M.Z. Lawang, bahwa penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku

umum dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak yang berwajib untuk memerbaiki perilaku yang menyimpang tersebut. Perilaku manusia pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu tersebut (Winardi, 2004). Sedangkan berdasarkan teori kontrol yang dikemukakan oleh para ahli, penyimpangan merupakan sebuah konsekuensi dari gagalnya seseorang dalam menaati hukum. Salah satu ahli yang mengemukakan teori kontrol in yaitu Hirschi (1969, dalam

Atmasasmita,

1992).Hirschi

mengemukakan

bahwa

berbagai

bentuk pengingkaran terhadap aturan yang berlaku merupakan akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga masyarakat untuk bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada;penyimpangan dan bahkan kriminalitas merupakan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap bertindak dengan semestinya, seperti: keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok-kelompok dominan lainnya; setiap individu seharusnya belajar untuk tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal; serta kontrol internal dianggap lebih berpengaruh dari pada kontrol eksternal.

KOMENTAR Pada bab ini penulis telah menjelaskan teori yang digunakan penulis mengenai masalah yang dibawakan dalam makalah ini baik mengenai kode etik, money laundry dan tindakan penyimpangan, namun tinjauan pustaka menurut pengamat terlalu kurang hal ini karena penulis Cuma melampirkan teori yang sangat sedikit.

BAB III KASUS Malinda Dee menjadi karyawan di Citibank sejak Agustus 1989. Saat ditangkap polisi, Malinda menduduki jabatan Relationship Manager Citibank di Kantor Cabang Citibank Landmark, Jakarta Selatan, dengan

pangkat Vice President. Pangkat tersebut merupakan pangkat yang tertinggi untuk karyawan Citibank. Sejak diterima, Malinda dikenal sebagai salah satu aset yang berharga di Citibank karena

prestasi

Malinda Dee dalam pekerjaannya terbilang bagus, yakni kemampuannya dalam membawa nasabah kaya untuk menggunakan jasa Citibank, hal tersebut membuatnya diberi keleluasaan oleh pihak Citibank dalam mencari

nasabahnya

sendiri.

Pada

25

Maret

2011,

Mabes

Polri

mengungkap kasus penggelapan dana nasabah di Citibank atas laporan para nasabah. Delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap Malinda di apartemennya kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain dokumen-dokumen transaksi, uang tunai dan 1 unit mobil merek Ferari. Tersangka Malinda Dee diserahkan dari penyidik Polri kepada Kejari Jakarta Selatan pada pukul 09.45 WIB. Malinda diduga sudah melakukan aksinya sejak tahun 2009 lalu. Dari tiga perusahaan yang menjadi nasabah Citibank, Malinda dapat mencuri uang dari para nasabah tersebut hingga Rp17 miliar. r dan 53. Jaksa menuntut Malinda atas kejahatan yang telah dilakukannya selama ini dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP.Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang

No

8

Tahun

2010

tentang

Pencegahan

dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP, yang ancamannya adalah dipenjara selama 15 tahun. Selama ini Malinda Dee melakukan pembobolan dana nasabah dengan cara meraih kepercayaan

terhadap

nasabah

tersebut

dan

menyalahgunakan

kepercayaan para nasabah yang kaya terhadap dirinya. Malinda terlebih dahulu memperlakukan mereka secara istimewa, yang salah satu contohnya adalah dengan melayani para nasabah yang kaya di ruang

khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya diberikan Malinda dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai para nasabah sangat percaya terhadap Malinda karena perlakuan istimewanya tersebut. Dari hal tersebut Malinda mencermati pola transaksi nasabah yang bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani agar memudahkan transaksi. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana dengan mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari oleh pemilik rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank. Malinda memerintahkan bawahannya mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank untuk melakukan transaksi. Lalu Malinda meminta teller Citibank yang bernama Dwi untuk membantu melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer uang, yang nilainya antara Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar. Catatan tersebut merupakan manipulasi transfer uang dari rekening nasabah ke beberapa rekening milik Malinda di dalam maupun di luar Citibank. Rohly Pateni, merupakan salah satu nasabah Citibank yang menjadi korban dari Malinda. Menurut Rohly Pateni, dia sangat percaya kepada Malinda karena sudah 18 tahun menjadi nasabah dari Citibank dan ditangani Malinda. Rohly Pateni yang

jarang mengecek rekening banknya karena sibuk bekerja,

membuat

Malinda

memanfaatkan

hal

tersebut.

Untuk

menghilangkan bukti kejahatannya, Dia membuat perusahaan pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Malinda mengalirkan dana nasabah yang berhasil dicuri ke empat perusahaan miliknya yaitu, PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Keempat perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang didirikannya bersama dengan Reniwati, Roy Sanggilawang, dan Gesang Timora. Reniwati merupakan Citigold Executive Head di Citibank Landmark. Selain itu, Malinda juga telah menggunakan dana nasabah untuk menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari. Kemudian dari keempat perusahaan ini, Malinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya, Andhika

suami sirinya, maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim. Selain orang – orang tersebut, terdapat keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, yakni salah satu

perusahaan milik Malinda. Dia mengaku

tak melakukan bisnis dalam perusahaan tersebut, tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada

pemeriksaan

terhadap Rio Mendung Thalieb. Lalu pihak lain yang juga terlibat adalah 50 orang pejabat negara yang menjadi nasabah Malinda yang uangnya berasal dari pencucian uang hasil korupsi, yang merupakan dugaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

KOMENTAR Dilihat dari kasus yang dibawakan penulis mengenai penyimpangan yang ada pada citybank namun disini penulis tidak mengetahui inti dari masalah yang akan dibahas dalam Makalah ini.

BAB IV ANALISIS IV.1 PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI DAN PELANGGARAN HUKUM Kasus

Malinda

Dee

merupakan

kasus

pelanggaran

ganda,

yaitu

pelanggaran terhadap kode etik profesi sebagai bankir dan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Sebagai seorang karyawan Citibank, sudah seharusnya Malinda mengikuti kode etik profesi Bankir dan kode etik yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Namun karena kepentingan pribadinya, Malinda mengesampingkan kode etik yang ada dan melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dari 9 pilar kode etik bankir, ada 3 kode etik yang dilanggar oleh Malinda, yaitu : 1. Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundangundangan dan peraturan yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya dukungan dari Undang - Undang , yang tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 2b. Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku karena ia melakukan penggelapan dan pencucian uang, dimana tindakan tersebut bertentangan dengan pasal dalam UndangUndang

Perbankan

Pencucian Uang. 2. Seorang bankir

dan

tidak

pasal

Undang-Undang

menyalahgunakan

kepentingan pribadi. Malinda melanggar kode

etik

ini

Tindak

wewenangnya

karena

dia

telah

Pidana untuk terbukti

menyalahgunakan wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice President) dengan mengajukan

blanko kosong untuk ditandatangani nasabah. Blanko inilah yang Malinda gunakan untuk mencuri uang nasabahtanpa disadari oleh pemilik rekening. Selain itu, Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, meminta teller Citibank membantu melakukan pencatatan

palsu

danmemerintahkan

terhadap

bawahannya

beberapa mentransfer

transfer uang

ke

uang, empat

perusahaan miliknya. Dana nasabah juga digunakan Malinda untuk kepentingan pribadinya, seperti membeli mobil mewah, serta membiayai kehidupan suami dan adiknya. 3. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya dan lembaga. Tindakan penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan oleh Malinda jelas merupakan suatu perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesi bankir dan lembaga (Citibank). Selain melanggar 9 pilar kode etik bankir, Malinda juga melanggar salah satu dari kode etik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yaitu : Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia. Namun kode etik tersebut hampir sama dengan salah satu kode etik bankir, seperti yang sudah dijelaskan di poin kedua di atas. Dari kasus pelanggaran kode etik bankir di atas, menunjukkan bahwa Malinda juga melanggar prinsip–prinsip kode etik profesi pada umumnya. Malinda tidak memiliki prinsip tanggung jawab terhadap dana nasabah yang seharusnya ia kelola dengan baik, dan tidak melakukan pertimbangan professional dalam semua kegiatan yang dia lakukan. Malinda juga mengabaikan prinsip kejujuran karena ia telah menipu nasabah–nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki prinsip integritas karena ia tidak memilik kejujuran dan komitmen dalam menjalankan profesinya serta tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah. Pelanggaran kode etik bankir yang dilakukan Malinda Dee sudah termasuk dalam aspek kriminalitas, sehingga kasus ini juga merupakan pelanggaran hukum. Malinda melanggar ketentuan hukum yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP; Undang-Undang

No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang Pasal 65 KUHP; dan UU Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan tiga macam jenis pencucian uang yang ada menurut UU Nomor 8 Tahun 2010 , Malinda termasuk ke dalam jenis “Tindak pidana pencucian uang aktif”, karena Malinda mentransfer, membelanjakan, membayarkan, dan menghibahkan dana nasabah untuk keperluan pribadinya, dan yang diketahuinya atau

patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana karena uang 50 orang pejabat negara yang menjadi nasabah Malinda berasal dari pencucian uang hasil korupsi, yang merupakan dugaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sementara itu, suami, adik, adik ipar, dan para petinggi perusahaan Malinda yang dialiri dana hasil curian Malinda termasuk ke dalam jenis “Mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang”. Pihak–pihak tersebut masuk ke dalam jenis ini karena mereka menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. IV.2 SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan tanggungjawab sosial yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan manajemen bank yang profesional pula. Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang Bankir harus berpedoman pada kode etik profesi yang ada. Kode etik tersebut menjadi pijakan dalam berperilaku dan bertindak agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Malinda Dee melakukan

pekerjaannya

sebagai

Relationship

Manager

tanpa

memperhatikan kode etik profesi seorang bankir. Konsekuensi dari perilaku menyimpang yang ia lakukan adalah harus menerima sanksi seperti

yang

telah

diatur

dalam

Ikatan

Bankir

Indonesia.

Karena

pelanggaran yang dilakukan Malinda termasuk pelanggaran kode etik berat, maka dapat dikenakan sanksi oleh Dewan Pimpinan Pusat berupa

pemberhentian sebagai Bankir. Selain karena pelanggaran kode etik berat, pemberhentian tersebutjuga dikarenakan Malinda telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuataan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana. Citibank pun memberikan sanksi terhadap Malinda dengan memberhentikannya sebagai karyawan.Di lain pihak, pandangan atau respect masyarakat terhadap Malinda akan menurun, karena pelanggaran etika akan menimbulkan ketidaksukaan dari suatu kelompok tertentu, dan tentunya Malinda akan merasa tersisih dari masyarakat sekitar. IV.3 DAMPAK TERHADAP PROFESI, ORGANISASI, DAN RELASI Kasus Malinda Dee tidak hanya melibatkan dirinya dan pihak - pihak lain yang ikut membantu tindak kriminalnya, namun juga ikut melibatkan profesi yang digelutinya dan organisasi atau lembaga tempatnya bekerja. Dalam hal ini, profesi yang ikut terkena dampak negatif adalah profesi bankir, dan organisasi atau lembaga yang ikut terkena imbas perbuatan Malinda adalah Citibank. Selain itu, kasus besar ini tentunya juga akan memberikan kerugian terhadap orang-orang terdekat Malinda, seperti keluarganya. Jadi, meskipun tidak ikut terlibat namun secara teori dan fakta, profesi sejenis, organisasi tempat bekerja, dan keluarga juga akan ikut merasakan imbas dari perbuatan tercela yang dilakukan Malinda Secara lebih rinci, dampak yang ikut dirasakan oleh pihak–pihak lain yang bersangkutan dengan Malinda namun tidak ikut membantu tindak kriminalnya, antara lain: 1. Profesi Bankir Dengan adanya kasus Malinda Dee, mau tidak mau profesi Bankir akan mendapatkan imbasnya juga. Dari kasus ini, kepercayaan masyarakat terhadap seorang bankir akan berkurang dan citra profesi seorang bankir akan menurun. Selain itu, prosedur perbankan menjadi lebih diperketat sehingga akan lebih membatasi ruang gerak bankir. 2. Citibank sebagai tempat Malinda bekerja, akan dilanda krisis reputasi dan krisis kepercayaan dari masyarakat. Dengan adanya kasus

yang

melibatkan

beberapa

karyawannya,

reputasi

perusahaan pasti akan menurun. Masyarakat akan menjadi ragu untuk menyimpan uang nya di Citibank, dan apakah uangnya akan benar–benar aman, karena Bank ini tidak dapat mengontrol dan mengawasi perilaku karyawannya dengan baik. Jika tidak mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjamin keamanan dana nasabahnya, Citibank bisa dilanda krisis keuangan. 3. Keluarga Perbuatan tidak beretika seorang pegawai senior yang seharusnya menjadi panutan para juniornya ini dapat menurunkan reputasi dan nama baik keluarga di mata masyarakat. IV.4 PELANGGARAN MALINDA DEE SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG Pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum Malinda Dee merupakan perilaku yang menyimpang. Pelanggaran tersebut dikatakan sebagai perilaku

menyimpang

karena

sesuai

dengan

teori

kontrol

yang

dikemukakan oleh para ahli, dimana penyimpangan merupakan sebuah konsekuensi dari gagalnya seseorang dalam menaati hukum.Malinda Dee gagal dalam menaati hukum yang berlaku, maka dikatakan memiliki perilaku menyimpang. Menurut Hirschi, perilaku menyimpang adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi kepada warga masyarakat untuk bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada dan bukti kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional (seperti: keluarga, institusi pendidikan dan kelompok-kelompok dominan lainnya) untuk mengikat individu agar tetap bertindak dengan semestinya. Dalam kasus ini, kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional bisa berasal dari tiga kemungkinan. Yang pertama yaitu kegagalan keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk seorang individu menjadi pribadi yang baik. Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain memberikan ilmu dan

pengetahuan, lembaga pendidikan juga harus mengajarkan

perilaku beretika dan

bermoral kepada tiap – tiap individu. Dan yang

ketiga adalah kegagalan dari pihak organisasi (Citibank) dalam mengatur dan mengawasi karyawannya.

IV.5 MINIMALISASI PELANGGARAN KODE ETIK, HUKUM, DAN PERILAKU MENYIMPANG Dengan adanya kasus Malinda Dee, menyadarkan berbagai pihak untuk meminimalisasi

dan

mencegah

pelanggaran

terhadap

kode

etik,

pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang tiap profesi yang ada, khususnya profesi bankir. Berikut ini adalah beberapa cara agar kasus seperti Malinda Dee tidak terulang kembali. 1. Keluarga, sebagai tempat bertumbuh dan berkembangnya individu yang

pertama dan utama, harus dapat membentuk individu

menjadi pribadi yang jujur dan bertanggungjawab terhadap segala pekerjaan. 2. Setiap individu seharusnya belajar dan memiliki kesadaran untuk tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal. Kontrol internal dianggap lebih berpengaruh dari pada kontrol eksternal. 3. Lembaga pendidikan di Indonesia harus lebih menekankan pelajaran tentang sikap moral dan etika, tidak hanya mementingkan ilmu dan pengetahuan. Kemampuan dan kemahiran seseorang akan sia–sia jika tidak diikuti oleh perilaku yang baik dan beretika. 4. Organisasi atau perusahaanharus memperketat

pengawasan

internal, untuk mencegah oknum-oknum pegawai bank yang nakal. Untuk memperketat pengawasan tersebut memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus pembobolan uang nasabah. Kemudian dengan memperketat perekrutan Sumber Daya Manusia ( SDM ) perbankan sehingga yang diterima benar-benar individu yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun yang lebih penting dari itu adalah attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir. Disamping itu, organisasi juga harus perlu lebih banyak memberikan training dan seminar yang dapat menumbuhkan integritas para pegawai. 5. Pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah disuap. 6. Memperbaiki dua kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Dua hal ini harus terus-menerus diperbaiki karena

selama ini dijadikan jalan bagi pembobol bank untuk beraksi. Aturan yang dikeluarkan oleh BI harus lebih diperketat.

KESIMPULAN Pada bab ini penulis lebih banyak menulis hal-hal yang seharusnya dilampirkan pada bagian tinjauan pustaka. Tetapi pada bab ini pengamat melihat penulis sudah melampirkan cukup jelas cara penyelesaian penyimpangan yang terjadi pada citybank.

BAB V KESIMPULAN

Dalam menjalani profesi sebagai bankir harus mengikuti prinsip–prinsip kode etik profesi Bankir yang berlaku, termasuk prinsip umum yang berlaku salah satunya adalah prinsip integritas yang mencakup kejujuran, tanggungjawab,

pertimbangan

professional,

komitmen,

dan

bisa

dipercaya. Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan tanggungjawab sosial yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan manajemen bank yang profesional pula.

Dalam

melaksanakan

pekerjaannya,

seorang

Bankir

harus

berpedoman pada kode etik profesi yang ada sebagai pedoman dalam berperilaku dan bertindak agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Jika seorang bankir melakukan penyimpangan dari kode etik dan prinsip yang ada maka konsekuensinya akan menerima sanksi seperti yang telah diatur dalam Ikatan Bankir Indonesia berupa pemberhentian sebagai Bankir. Selain itu, penyimpangan yang dilakukan juga akan memberikan dampak yang merugikan

terhadap

banyak

pihak

diantaranya

pihak

bank

yang

bersangkutan, nasabah, masyarakat, orang–orang terdekat, dan juga pada profesi bankir itu sendiri. Seperti pada kasus ini Melinda sebagai bankir yang bekerja pada Citibank melakukan

pelanggaran kode etik bankir

bahkan juga melakukan pelanggaran hukum. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa Malinda melanggar 3 kode etik bankir. Pelanggaran kode etik pertama adalah Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku karena ia melakukan penggelapan

dan

pencucian

uang,

dimana

tindakan

tersebut

bertentangan dengan pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian pelanggaran kode etik ke dua Malinda terbukti menyalahgunakan wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice President) dengan mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani nasabah yang digunakan untuk mencuri uang nasabah tanpa disadari oleh pemilik rekening. Selain itu, Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, meminta teller Citibank melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer uang ke empat perusahaan miliknya. Dana nasabah juga

digunakan Malinda untuk kepentingan pribadinya. Dan pelanggaran kode etik yang ketiga, melakukan perbuatan tercela yang merugian citra profesi dan lembaga. Selain itu dapat dilihat juga dari kasus ini bahwa Malinda tidak memiliki prinsip tanggung jawab terhadap dana nasabah yang seharusnya ia kelola dengan baik. Malinda juga mengabaikan prinsip kejujuran karena ia telah menipu nasabah–nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki prinsip integritas karena ia tidak memiliki kejujuran dan komitmen dalam menjalankan profesinya serta tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah. Akibatnya, perbuatan Malinda memberikan dampak negatif terhadap profesi bankir yaitu kepercayaan masyarakat terhadap seorang bankir akan berkurang dan citra profesi seorang bankir akan menurun. Dan juga prosedur perbankan menjadi lebih diperketat sehingga akan lebih membatasi ruang gerak bankir. Kemudian juga pihak Citibank menjadi dilanda krisis reputasi dan krisis kepercayaan dari masyarakat. Kemungkinan terburuk Citibank bisa dilanda krisis keuangan. Selain itu pihak keluarga Melinda juga ikut merasakan imbasnya dengan tercemarnya nama baik keluarga di mata masyarakat. Di lain pihak, pandangan atau respect masyarakat terhadap Malinda akan menurun, karena pelanggaran etika akan menimbulkan ketidaksukaan dari suatu kelompok tertentu, dan tentunya Malinda akan merasa tersisih dari masyarakat sekitar. Dan konsekuensi dari semua tindakanya itu Malinda diberhentikan dari profesinya sebagai seorang bankir di Citibank. Kemungkinan penyimpangan kode etik yang dilakukan oleh Malinda disebabkan oleh kegagalan sosialisasi tentang perlunya bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada. Dalam kasus ini, kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional bisa berasal dari tiga kemungkinan. Yang pertama yaitu kegagalan keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk seorang individu menjadi pribadi yang baik. Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain memberikan ilmu dan pengetahuan, lembaga pendidikan juga harus menanamkan perilaku beretika dan bermoral kepada tiap –

tiap individu. Dan yang

ketiga adalah kegagalan dari pihak organisasi (Citibank) dalam mengatur dan mengawasi karyawannya. Untuk meminimalisasi dan mencegah

pelanggaran terhadap kode etik,

pelanggaran hukum, dan perilaku

menyimpang tiap profesi yang ada, khususnya

profesi bankir, ada

beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui keluarga sebagai pembentuk

utama

individu

menjadi

pribadi

yang

jujur

dan

bertanggungjawab, kesadaran individu untuk tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal, lembaga pendidikan yang harus lebih menekankan pelajaran tentang sikap moral dan etika tidak hanya ilmu pengetahuan,

organisasi

atau

perusahaan

harus

memperketat

pengawasan internal, perekrutan SDM dan lebih banyak memberikan training dan seminar yang dapat menumbuhkan integritas para pegawai, pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah disuap, dan yang terakir memperbaiki dua kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Jadi, kasus Malinda Dee harus benarbenar menjadi pelajaran berharga untuk mengembangkan tata kelola dan standar etika bankir yang lebih baik. Perilaku etis bankir membutuhkan regulasi serta edukasi yang kuat. Dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam membentuk pribadi berkualitas yang taat pada aturan dan norma – norma yang berlaku. KESIMPULAN Dilihat dari kesimpulan yang dibuat oleh penulis maka dilihat bahwa kesimpulan ini telah menjelaskan hal-hal yang menjadi pokok masalah dalam makalah ini tetapi pada bab ini penulis sedikit kebingungan hal ini dikarenakan penulis tidak membedakan antara kesimpulan dari makalah ini dengan saran yang dibuat penulis untuk kasus ini. Sehingga pengamat harus menelaah lebih dalam untuk mengetahui kesimulan dari makalah ini dengan saran yang disampaikan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA Dasar-Dasar Perbankan http://ikatanbankir.com/ibi/content.php?id=4&top=3 http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1224/1/Si.Cantik.Pembobol. http://www.bamsoetnews.com/berita/berita9063-Kronologis-KasusMalinda-Dee.html http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/kode-etik-pegawai/Contents/Default.aspx http://www.lppi.or.id/index.php/module/Pages/sub/16/id/kode-etik-bankir .Jakarta: Universitas Terbuka Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,

Likuidasi,

Dan Kepailitan Sinar

Undang

Nomor

8

Tahun

2010

Tentang

Pencegahan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Winardi J.2004.

dan

Related Documents


More Documents from "nikoo12"

Penyimpangan Melinda Dee
February 2021 0