Referat Cognitive Behavior Therapy

  • Uploaded by: Rusmin Usman
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Cognitive Behavior Therapy as PDF for free.

More details

  • Words: 2,772
  • Pages: 17
Loading documents preview...
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

JUNI, 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

OLEH TENRI MARDARLISSA, DM 10542 0129 09

PEMBIMBING dr. IRMASANTY, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014

i

LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: Nama

: Tenri Mardarlissa, DM

NIM

: 10542 0129 09

Judul Referat

: Cognitive Behavior Therapy

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2014 Pembimbing

dr. Irmasanty, Sp.KJ

ii

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 I.1. Latar Belakang ............................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3 A. Definisi Cognitive Behavioral Therapy ......................................... 3 B. Karakteristik Cognitive Behavior Therap ....................................... 4 C. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy .................................... 7 D. Tujuan Cognitive Behavior Therapy .............................................. 9 E. Tahap Pelaksanaan Cognitive Behavior Therapy ......................... 10 BAB III PENUTUP ...................................................................................... 13 3.1. Kesimpulan. ............................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan

makhluk

lain.

Ciri

intelectiva, berbeda

inilah

membuat

dengan anima

manusia

disebut

sensitive dan anima

sebagai anima

vegetativa.

Melalui

berfikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berfikir merupakan fungsi kognitif manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang dilihatnya melalui pengindraanya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun mengolah informasi yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi kognitifnya. Hal ini membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima manusia di dalam benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui proses berfikir dan mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan secara matang. Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.1,2 Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. Asumsi yang mendasari Cognitive Behavioral Therapy CBT, terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berpikir. Perbaikan dalam keadaan emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berpikir selama proses terapi. Demikian pula pada pasien pola berpikir yang maladaptive (disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku.

1

Dengan memahami dan merubah pola tersebut, pasien diharapkan mampu melakukan perubahan cara berpikirnya dan mampu mengendalikan gejala gejala dari gangguan yang dialami.1,2 Monty P. Satiadarma mengatakan bahwa penyimpangan prilaku manusia terjadi karena adanya penyimpangan fungsi kognitif. Untuk memberbaiki perilaku manusia yang mengalami penyimpangan tersebut terlebih dahulu harus dilakukan perbaikan terhadap fungsi kognitif manusia. Pernyataan ini menunjukan pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap perilaku manusia. Peran kognitif dalam mempertimbangkan keputusan untuk malakukan tindakan tertentu menjadi fokus perhatian dalam pendekatan cognitive-behavior therapy.3 CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT) Cognitive behavior therapy adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk mengurangi distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan perilaku dapat membawa perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.4 Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan

cara

melakukan

restrukturisasi

kognitif

dan

perilaku

yang

menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik.2,5 Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitivebehavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.6 Para ahli yang tergabung dalam National Association of CognitiveBehavioral

Therapists (NACBT),

mengungkapkan

bahwa

definisi

dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang

3

menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan.3 Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.6,7 Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam konseling, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara normal.

B. Karakteristik Cognitive Behavior Therapy Terdapat beberapa karakteristik dasar dalam CBT, yaitu: 1. Memiliki panduan teoritis CBT didasarkan pada model yang telah terbukti secara empiris dan memberikan dasar untuk rasional, fokus, dan sifat dari intervensi ini. Oleh karena itu, CBT bersifat kohesif dan rasional, bukan sekedar kumpulan teknikteknik yang terpisah.4 4

2. Melibatkan kolaborasi antara terapis dan klien CBT pada dasarnya merupakan sebuah proyek kolaborasi antara terapis dan klien. Kedua pihak memiliki peran aktif dengan keahlian yang berbeda. Terapis dianggap sebagai pihak yang memiliki keahlian untuk menemukan cara yang efektif guna menyelesaikan masalah, sedangkan klien merupakan pihak yang ahli dalam mengenali masalah berdasarkan pengalamannya selama ini. Klien juga memiliki peran aktif dalam mengidentifikasi tujuan, menetapkan target, bereksperimen, berlatih, dan memonitor performa mereka.4,5 Pembagian peran ini menuntut terapis dan klien untuk saling terbuka dan jujur selama proses terapi berlangsung. Terapis harus menjelaskan proses yang sedang berlangsung dan kenapa proses ini terjadi, selain itu terapis juga dapat meminta klien untuk memberikan masukan mengenai apa yang dirasa membantu dan tidak bagi klien. Pada dasarnya, pendekatan CBT memang dirancang untuk memfasilitasi kontrol diri yang lebih besar dan efektif dengan adanya terapis yang memberikan framework dimana kontrol diri tersebut dapat terjadi.4,5 3. Memiliki struktur dan berorientasi pada masalah CBT merupakan terapi yang terstruktur dan berfokus pada penyelesaian masalah. Awalnya terapis dan klien harus mengidentifikasi masalah dan mendeskripsikan masalah dengan spesifik untuk kemudian fokus dalam memecahkan atau mengurangi masalah tersebut. Setelah itu terapis dan klien harus membuat tujuan untuk setiap masalah dan tujuan

5

ini merupakan fokus dari treatment yang diberikan. Tujuan ini dibuat dengan berdasarkan harapan klien akan akhir dan hasil dari treatment. 5,7 4. Singkat Jumlah sesi dalam CBT terhitung singkat, yaitu antara 6 sampai 20 sesi. Penentuan jumlah sesi dipengaruhi oleh percobaan treatment sebelumnya dalam mengatasi masalah yang sama tetapi juga dipengaruhi oleh masalah yang ada saat ini, klien, dan sumber daya yang tersedia. Di bawah ini merupakan tabel yang dapat menjadi patokan dalam menentukan jumlah sesi:5,7 Jenis Masalah Ringan

Jumlah sesi 6 sesi

Ringan menuju sedang

6-12 sesi

Sedang menuju parah

12-20 sesi

Sedang dengan disertai masalah kepribadian

12-20 sesi

Parah dengan disertai masalah kepribadian

>20 sesi

Jumlah sesi ini dapat berubah tergantung kemajuan yang dicapai klien dalam treatment. Jika terapis menilai bahwa treatment yang diberikan tidak membantu atau tidak ada lagi kemajuan yang didapat, terapis dapat mengakhiri treatment yang sedang berlangsung. Sedangkan apabila klien dianggap membuat kemajuan namun masalah residual masih ada, terapis dapat melanjutkan treatment yang sedang berlangsung. Terapis juga patut mempertimbangkan keuntungan bagi klien untuk menangai masalah residual yang muncul secara mandiri. Hal ini dapat dilakukan dengan memperpanjang jarak waktu antar sesi sehingga klien memiliki

6

tanggung jawab yang lebih besar untuk menangani masalah residual dan kemunduran lainnya dan tetap dapat memiliki kesempatan untuk melakukan pembahasan dengan terapis. Tidak ada komitmen khusus mengenai lamanya sebuah sesi berlangsung. Sebuah sesi dapat berlangsung selama 50 menit, ataupun 2 sampai 3 jam apabila melibatkan in-vivo experiments. Terapi juga dapat berlangsung selama 20 menit apabila hanya melibatkan pembahasan mengenai sesi-sei sebelumnya pada akhir sebuah treatment. Terapis perlu ingat bahwa apabila terapis sudah memberikan tugas-tugas rumah yang relevan dan produktif, maka mayoritas treatment sudah dilakukan di luar jam terapi. C. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy Cognitive Behavior Therapy (CBT) mengandung beberapa prinsip dasar seperti: 2,5,7 1. Prinsip kognitif Ide utama dari prinsip kognitif ini adalah bahwa reaksi emosional dan perilaku individu dipengaruhi dengan kuat oleh kognisi mereka, yaitu pemikiran, kepercayaan, dan interpretasi mereka mengenai diri mereka atau situasi yang mereka hadapi atau dengan kata lain arti yang mereka berikan terhadap kejadian yang terjadi dalam hidup mereka. Kejadian yang ada tidak serta merta menghasilkan suatu reaksi tertentu, karena terdapat reaksi yang berbeda-beda dari tiap individu yang menghadapi kejadian yang sama. Jadi ada hal lain yang menentukan reaksi individu terhadap suatu kejadian yaitu kognisi mereka. Saat terdapat dua orang yang bereaksi secara berbeda

7

terhadap suatu kejadian yang sama, hal ini dikarenakan mereka menginterpretasi kejadian itu dengan cara yang berbeda. Kognisi yang berbeda menghasilkan reaksi emosi yang berbeda pula. 2. Prinsip perilaku Perilaku

juga

merupakan

bagian

yang

penting

dalam

mempertahankan atau merubah keadaan psikologis seseorang. CBT percaya bahwa perilaku memiliki dampak yang kuat terhadap pemikiran dan emosi seseorang, merubah perilaku klien merupakan suatu cara yang dapat diusahakan untuk mengubah pemikiran dan emosi seseorang. 3. Prinsip ‘continuum’ CBT melihat masalah kesehatan mental sebagai versi ekstrim dari proses yang biasa terjadi bukan merupakan sebuah keadaan yang secara kualitatif berbeda dari keadaan maupun proses normal. Atau dengan kata lain, masalah psikologis berada di ujung lain dari sebuah kontinuum bukan sebuah dimensi yang benar-benar berbeda. Oleh karena itu, masalah psikologis ini dapat terjadi pada siapa saja dan teori CBT dapat diaplikasikan kepada klien dan terapis. 4. Prinsip ‘here and now’ Fokus utama dari terapi ini adalah apa yang terjadi saat ini dan proses apa yang sampai saat ini terjadi sehingga masalah yang ada tetap bertahan. Tidak seperti psikoanalisa, CBT tidak melihat proses yang membentuk masalah tersebut terjadi.

8

5. Prinsip ‘interacting systems’ CBT melihat bahwa masalah seharusnya dianalisa sebagai interaksi yang terjadi antara individu dan lingkungan. Dalam CBT dikenal empat sistem, yaitu kognisi, afek/emosi, perilaku, dan fisiologi. Keempat sistem tersebut saling berinteraksi dalam proses feedback yang kompleks dan juga berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud bukan hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan sosial, keluarga, budaya, dan ekonomi. D.

Tujuan Cognitive Behavior Therapy Tujuan utama dari CBT adalah untuk meningkatkan self awareness,

memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat. Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan kognitif ini, antara lain dengan edukasi, identifikasi keyakinan disfungsional, thought monitoring, thought evaluation, dan development of alternative cognitive processes. Sedangkan pengembangan perilaku yang lebih adaptif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain target setting, activity rescheduling, dan behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku yang baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang lebih tepat.2,3,4

9

E.

Tahap Pelaksanaan Cognitive Behavior Therapy Sesi inisial dalam CBT biasanya ditujukan untuk membangun relasi dengan

klien, menggali informasi penting, dan mengidentifikasi keluhan yang muncul. Dalam membangun relasi dengan klien, terapis dapat mengawali dengan menanyakan perasaan dan pemikiran klien mengenai harapan klien dari terapi. Selain itu, terapis juga dapat menjelaskan mengenai hubungan antara kognisi dan afek dari sudut pandang CBT. Terapis juga mulai dapat membiasakan klien terhadap CBT dan membangun hubungan yang kolaboratif serta meluruskan konsepsi yang salah mengenai terapi. Pada awal sesi, klien sudah harus dijelaskan bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat klien belajar menjadi terapis bagi dirinya sendiri.2,6 Informasi yang seharusnya dapat digali oleh terapis pada sesi-sesi awal adalah diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini, masalah psikologis yang ada, sikap terhadap treatment, dan motivasi untuk mengikuti treatment. Pada sesi pertama, terapis juga dapat mulai mendefinisikan masalah dan membantu klien melakukan symptom relief. Identifikasi masalah dan pengumpulan informasi mengenai latar belakang munculnya masalah dapat dilakukan dalam beberapa sesi. Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis harus dapat fokus dalam mengidentifikasi masalah secara spesifik dan menyediakan kelegaan yang cepat bagi klien.2,9 Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu aspek fungsional

dan

aspek

kognitif.

Analisa

fungsional

bertujuan

untuk

mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah, situasi dimana

10

masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan durasi kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa kognitif sendiri bertujuan untuk mengidentifikasi pemikiran dan visualisasi yang muncul saat adanya pencetus emosional. Hal in juga mencakup identifikasi sejauh apa seseorang merasa dapat mengontrol pemikiran dan visualisasi tersebut, visualisasi mengenai apa yang akan terjadi saat berada dalam situasi yang menimbulkan distres, dan kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan tersebut dalam kejadian nyata.2,9 Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup simptom spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini kemudian dibuat prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list dibuat secara eksplisit untuk melihat apa yang ingin dicapai dalam treatment. Penentuan prioritas didasarkan pada besarnya distres yang dialami, kemungkinan kemajuan yang terjadi, keparahan simptom, dan topik ataupun tema yang terus menerus muncul. Selain hal di atas, pada sesi pertama terapis juga sudah mulai dapat memberikan tugas rumah kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal biasanya diarahkan untuk mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan, dan perilaku.2,8 Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari simptom yang dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara pemikiran, emosi, dan perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan automatic thoughts. Saat klien dapat menantang pemikiran maladaptif, klien mulai dapat mempertimbangkan asumsi dasar yang memunculkan pemikiran tersebut. Seringkali asumsi dasar tersebut tidak disadari oleh klien dan didapat setelah klien melihat tema dari

11

automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi dasar ini dikenali, terapi bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan mempertimbangkan validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada sesi-sesi selanjutnya, klien diberikan tanggung jawab lebih untuk mengidentifikasi masalah serta solusi dan menciptakan tugas rumah. Peran terapis berubah menjadi penasihat dan bukan guru saat klien sudah mulai dapat menggunakan teknikteknik yang ada untuk menyelesaikan maslaah. Frekuensi pertemuan dapat dikurangi apabila klien menjadi lebih mampu dalam menyelesaikan masalah.2,5 Terapi diterminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa dapat mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara mandiri. Saat mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa kemunduran itu sesuatu yang normal dan seharusnya dapat diatasi karena kemunduran sebelumnya juga dapat diatasi. Terapis dapat meminta kepada klien untuk mendeksripsikan bagimana masalah sebelumnya diatasi selama treatment. Terapis juga dapat menggunakan cognitive rehearsal untuk memabntu klien memperkirakan kesulitan yang mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan mengatasi kesulitan tersebut.

12

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Cognitive behavior therapy adalah suatu intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk mengurangi distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan perilaku dapat membawa perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.4 Diharapkan dengan CBT pasien dapat meningkatkan self awareness, memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat. Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan kognitif ini, antara lain dengan edukasi, identifikasi keyakinan disfungsional, thought monitoring, thought evaluation, dan development of alternative cognitive processes. Sedangkan pengembangan perilaku yang lebih adaptif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain target setting, activity rescheduling, dan behavioral experiment. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku yang baru membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang lebih tepat.2,3,4

13

DAFTAR PUSTAKA 1. Ifdil. 2012 Cognitive-Behavior Therapy (CBT). (online) diakses juni 2014 site: http://konselingindonesia.com/ 2. Kaplan, Harold, et all. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Tangerang: Aksara Publiser, 2010 3. NACBT.

(2007). Cognitive-Behavioral

Therapy. [Online].

Tersedia: http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm [5 Januari 2007]. 4. Stallard, P. (2004). Think Good – Feel Good: A Cognitive Behavior Therapy Workbook for Children and Young People. West Sussex: john Wiley & Sons. 5. Beck,

Judith

S.

(2011). Cognitive-Behavior

Therapy:

Basic

and

Beyond (2nd ed). New York: The Guilford Press. 6. Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics. [Online]. Tersedia: http://cognitivetherapy.com/basics.html 7. Westbrook, D., Kennerly, & Kirk, J. (2007). An Introduction to Cognitive Behavior Therapy: Skills and Applications. Los Angeles: Sage Punlications. 8. Nevid, JS., Rathus, SA., Greene, B., Psikologi Abnormal. Edisi kelima, jilid 1, Jakarta: Penerbit Erlangga 9. 9 Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media. 10. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.

14

Related Documents


More Documents from "osvath38"