Referat Demensia Alzheimer - Rhys

  • Uploaded by: Anonymous 3BtD2RY
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Demensia Alzheimer - Rhys as PDF for free.

More details

  • Words: 3,762
  • Pages: 17
Loading documents preview...
REFERAT

DEMENSIA ALZHEIMER

Disusunoleh : Rhys Sophie Irene Sihite NIM : 1161050124

Dokter Pembimbing : dr. Gerald Mario Semen, Sp.KJ dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia 1

Periode 05 Oktober - 07 November 2015

2

KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat ini pada waktunya. Referat berjudul “DEMENSIA ALZHEIMER” ini dibuat untuk melengkapi tugas dan menambah wawasan tentang penyakit Demensia Alzheimer serta merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian akhir kepaniteraan klinik ilmu kesehatan jiwa di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Saya juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing Ilmu Kesehatan Jiwa di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, yaitu dr. Gerald Mario, Sp.KJ, dr. Imelda Wijaya, Sp.KJ, dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked(KJ), Sp.KJ, yang telah membimbing penulis selama kepaniteraan ini dan dalam penyusunan referat ini serta temanteman Co-Ass yang turut membantu dan memberikan semangat serta dukungan selama kepaniteraan ini. Tak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua, abang dan adik saya yang selalu mendukung selama ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan referat ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan dan saran yang membangun guna penyempurnaan referat ini. Akhir kata, penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca. Terimakasih.

Jakarta, 27 Oktober 2015 Rhys Sophie Irene Sihite

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................................... DAFTAR ISI............................................................................................................................ BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI...................................................................................................... 2.2 SEJARAH...................................................................................................... 2.3 EPIDEMIOLOGI.......................................................................................... 1

i ii 1 2 2 3

2.4 ETIOLOGI.................................................................................................... 2.5 MANIFESTASI KLINIS............................................................................... 2.6KRITERIA DIAGNOSIS................................................................................. 2.7DIAGONOSIS BANDING.............................................................................. 2.8PENATALAKSANAAN.................................................................................. 2.8.1 TERAPI NON-FARMAKOLOGIS..................................................... 2.8.2 TERAPI FARMAKOLOGIS............................................................... 2.9 PROGNOSIS............................................................................................... BAB III. KESIMPULAN 3.1 KESIMPULAN.................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA

2

3 6 8 10 11 11 12 13 14

BAB I PENDAHULUAN Demensia merupakan suatu sindrom yang bersifat kronis progresif dan menandakan adanya penurunan fungsi kognitif, disebabkan oleh penyakit organik difus pada hemisfer serebri (demensia kortikal) maupun kelainan struktur subkortikal (demensia subkortikal). Pada demensia tidak ditemukan adanya gangguan kesadaran, dan dipertimbangkan sebagai demensia bila gejala muncul dalam waktu minimal 6 bulan.1 Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Di samping itu, suatu diagnosis demensia menurut Diagostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari tingkat fungsi sebelumnya.2 Kata demensia secara harafiah berarti hilang ingatan atau pikun. Penyakit demensia merupakan hasil proses satu atau lebih penyakit yang dapat secara drastis mengubah tingkah laku seseorang dan secara bertahap merusak daya pikirnya maupun kehidupan seluruh keluarganya. Penyakit Alzheimer diperkirakan menjadi penyebab utama demensia yang tidak dapat disembuhkan pada pria maupun wanita di atas usia 65 tahun.3 Ada 3 klasifikasi demensia. Demensia ireversibel yang terbagi menjadi demensia tipe Alzheimer, korea Huntington dan penyakit Parkinson. Kemudian ada demensia reversibel, yang terbagi menjadi demensia vaskular dan hidrosefalus tekanan normal (normal pressure hydrocephalus). Dan ada juga demensia terinduksi zat yaitu intoksikasi obat, tumor dan trauma otak, infeksi serta gangguan metabolik.1 60% demensia adalah ireversibel (tidak dapat pulih ke kondisi semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversibel (dapat pulih kembali).5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1

2.1 DEFINISI Demensia ialah kemunduran fungsi mental umum, terutama inteligensi disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (ireversibel). Daerah otak yang terutama terkena ialah lobus parietalis, temporalis dan frontalis.4 Demensia Alzheimer biasanya timbul antara umur 50 dan 60 tahun. Terdapat degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama di daerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram : sistema ventrikel membesar serta banyak hawa di ruang subarakhnoidal (giri mengecil dan sulkus-sulkus melebar).4 Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri-ciri yang khas pada gangguan inteligensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan sehari-hari. Terjadi afasia. Sering juga terdapat perseverasi, pembicaraan logoklonia, dan bila sudah berat, maka penderita tidak dapat dimengerti lagi. Pada beberapa kasus ada yang menjadi gelisah dan hiperaktif.4 Kadang-kadang sepintas lalu timbul apraxia, hemiplegia atau paraplegia. Parese pada muka dan spasme pada extremitas juga sering terjadi sehingga pada stadium akhir timbul kontraktur. Pada fase ini ia sudah sangat dement dan tidak dapat diadakan kontak dengannya lagi. Penyakit ini biasanya berlangsung 5-10 tahun, kadang-kadang kelihatan naik-turun.4 2.2 SEJARAH Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun.2

2.3 EPIDEMIOLOGI Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang berusia 65 tahun, kira-kira 5% menderita demensia berat, dan 15% menderita demensia ringan. Di antara orang Amerika yang berusia 80 tahun, kira-kira 20% menderita demensia berat. Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% menderita demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang 2

mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer, dibandingkan dengan 15-25% dari semua orang yang berusia 85% atau lebih. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer memenuhi lebih dari 50% tempat tidur di rumah perawatan.2 Di Inggris terdapat kurang lebih 7,5 juta orang yang berusia di atas 65 tahun. Di antara populasi ini, lebih dari 750.000 orang mungkin menderita penyakit Alzheimer. Statistik menunjukkan data yang hampir sama pada negara-negara maju yang memiliki umur harapan hidup mencapai 65 dan 70 tahun.3 Prevalensi demensia pada populasi lanjut usia (>65 tahun) berkisar 3-30%. Demensia tipe Alzheimer dilaporkan bertumbuh 2 kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun, yaitu bila prevalensi demensia pada usia 65 tahun 3% maka menjadi 6% pada usia 70 tahun, 12% pada 75 tahun dan 24% pada usia 80 tahun. Di Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan ada 1.000.000 orang dengan demensia untuk jumlah lanjut usia 20 juta orang.5 Prevalensi demensia meningkat dengan bertambahnya usia. Di negara Barat, demensia mengenai sedikitnya 5% penduduk berusia lebih dari 65 tahun, dan 10% mereka yang berusia 80 tahun ke atas. Meningkatnya harapan hidup manusia, disertai angka kelahiran bayi yang rendah pada negara maju, meningkatkan populasi lanjut usia. Demensia diperkirakan akan berdampak peningkatan pengeluaran negara, kecuali jika terapi yang efektif dan/atau upaya pencegahan terhadap penyebab yang terpenting telah ditemukan dan diterapkan.7 2.4 ETIOLOGI Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer; jadi, faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar monozigotik adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik gangguan telah ditransmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang.2 Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal 3

dan pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak-bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50% di korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur dengan elemen sitoskeletal, terutama protein tau berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer, karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistic (punch-drunk syndrome), kompleks demensia-Parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.2 Plak senilis, juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan, sampai derajat tertentu, pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, beta/A4 dan astrosit, prosesus neuronal distrofik, dan mikroglia. Jumlah dan kepadatan plak senilis yang terdapat pada otak orang yang telah meninggal (postmortem) telah dihubungkan dengan beratnya penyakit pada orang yang terkena tersebut.2 Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan panjang dari kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat

empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan

kandungan utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindrom Down (trisomi 21), terdapat tiga cetakan protein prekursor amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein prekursor amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/A4 yang berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah penyebab utama yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab; tetapi, banyak kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.2 Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus 4

basalis Meynerti pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik, seperti scopolamine dan atropine, mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis kolinergik, seperti physostigmine dan arecholine, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung norepinefrin di dalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam patofisiologi penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.2 Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan – yaitu, lebih kaku – dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik resonansi molekular (molecular resonance spectroscopic; MRS) untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.2 Suatu gen (E4) telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4. Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih sering daripada orang tanpa gen E4.2 2.5 GAMBARAN KLINIK / PERJALANAN PENYAKIT Demensia tipe Alzheimer (DTA) mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5%10% orang berusia diatas 65 tahun, 50% diatas 85 tahun). DTA dapat dimulai pada usia lima puluhan (awitan dini, familial, bentuk pra-senil, sekitar 2% dari seluruh kasus) atau dapat pula dimulai pada usia 60 tahunan sampai 80 tahunan (awitan lambat, umumnya lebih banyak) dan berkembang sampai kematian dalam waktu 6-10 tahun. Gejala DTA 5

yang tampak dalam kehidupan sehari-hari adalah kegelisahan yang terjadi terus menerus dan sering mencari dalih untuk menghindari kegiatan, namun respons sosial sering kali masih utuh sampai saat akhir.5 Perkembangan sindrom demensia dan cara mendeteksinya:5 Proses demensia dapat dimulai pada usia lima puluhan atau lebih dini. Proses pembentukan plak amiloid pada penyakit Alzheimer terjadi sekitar 20 tahun sebelum muncul gejala. Deteksi pada tahap praklinis adalah saat yang ideal untuk melakukan intervensi pencegahan demensia. Namun pada tahap ini gejala belum tampak sehingga tidak mudah untuk mendeteksinya. Reisberg (1992) menggambarkan perkembangan demensia sebagai “grow-down” (tumbuh surut) dengan global deterioration scale (GDS). Kecakapan intelektual individu dengan demensia ringan sebanding dengan anak berusia 9 tahun, demensia sedang dengan anak usia 5 tahun dan demensia berat dengan bayi usia 2 tahun. Tanda dan gejala dini5:  Demensia stadium dini Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar-samar dalam kepribadian, hendaya dalam ketrampilan sosial, berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan dangkal, agitasi, sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar, penurunan bertahap kemampuan intelektual dan ketajaman pikiran. Hal ini sering merupakan tanda pertama dalam ruang lingkup pekerjaan yang menuntut kinerja tinggi. Pasien dapat mengenali penurunan kemampuannya pada permulaan terapi kemudian menyangkalnya tegas-tegas. Demensia dini sering mencetuskan kondisi depresi. Demensia dini dapat muncul pertama-tama berupa gangguan emosi (biasanya depresi) daripada gejala kognitifnya. Terapi gangguan emosi juga dapat menyerupai demensia dini.  Demensia stadium lanjut Gambaran umum yang muncul adalah :  Penurunan memori (daya ingat) Biasanya yang menurun adalah daya ingat segera dan daya ingat peristiwa jangka pendek (recent memory – hipokampus) tetapi kemudian secara bertahap daya ingat recall juga menurun (temporal medial dan regio diensephalik juga terlibat). Apakah pasien lupa akan janjinya, berita-berita, orang yang baru saja dijumpainya, atau tempat yang baru saja dikunjunginya? Pasien dapat berkonfabulasi (mengarang cerita), karenanya usahakan untuk melakukan konfirmasi. Mintalah pasien untuk 6

melakukan (a) mengulang angka (normal dapat mengingat 6 angka dari depan atau 4 angka dari belakang) dan (b) menyebut kembali 2 kata atau 3 obyek setelah 5 menit. Apakah subyek mengetahui nama dokter? Nama perawat? Nama tempat pemeriksaan? Nama-nama orang yang berkunjung kepadanya? Mengingat menu makan malam? Apakah pasien mengetahui tanggal lahirnya? Kampung halamnnya? 

Nama dari sekolahnya dulu? Perubahan mood dan kepribadian Seringkali diwarnai oleh ciri kepribadian sebelumnya (misal menjadi lebih kompulsif atau lebih mudah bereaksi). Mula-mula depresi , ansietas dan atau iritabilitas – kemudian menarik diri

(withdrawal) dan apatis. Adakah pasien

menjadi sentimentil, bermusuhan, tidak memikirkan orang lain, paranoid, tidak sesuai normasosial, ketakutan? Apakah ia tidak punya inisiatif atau minat? 

Memakai kata-kata vulgar atau mengolok-olok? Penurunan daya orientasi Terutama orientasi waktu (nama hari, tanggal, bulan, tahun dan musim) dan juga orientasi tempat (“tempat apakah ini”) dan jika berat orientasi orang. Apakah pasien pernah tersesat – di tempat yang baru dikenalnya? Di sekitar rumahnya? Di dalam rumahnya? Apakah pasien mengetahui mengapa ia berada disini (situasi ini). Pasien



mungkin tak dapat tidur nyenyak, berkeluyuran di malam hari, dan tersesat. Hendaya intelektual Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan biasanya. Apakah pasien mempunyai masalah dalam mengerjakan sesuatu yang biasanya dapat dikerjakan dengan mudah? Pengetahuan umum (menyebut lima nama presiden terakhir, enam kota besar di Indonesia), kalkulasi (perkalian, mengurangi 100 dengan 7 sebanyak



lima kali), persamaan (apa persamaan bola dengan jeruk? Tikus dengan gajah?). Gangguan daya nilai (judgment) Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatannya. Apakah pasien bertindak secara impulsif? “Apa yang harus anda lakukan jika menemukan sebuah amplop yang



berperangko?”, “Jika anda mengamati ada api dalam gedung bioskop?”. Gejala psikotik Halusinasi, ilusi, delusi, preokupasi, yang tak tergoyahkan, ide-ide mirip wahan



(delusi). Hendaya berbahasa Seringkali samar dan tidak begitu persis; kadang-kadang hampir mutisme. Adakah perseverasi, blocking, atau afasia? (bila ada afasia dini, dicurigai patologi fokal). 7

Tanyakan tentang penyakit kronis atau gangguan psikiatrik yang pernah dialaminya, penyakit psikiatrik dalam keluarga, penyalahgunaan obat atau alkohol, trauma kepala, dan paparan terhadap zat racun (toksin). 2.6 KRITERIA DIAGNOSIS Biasanya demensia berkembang perlahan-lahan dan dapat diamati dengan mudah oleh orang disekitarnya. Suatu onset yang cepat mengarah pada gangguan saat kini (dan mungkin dapat diobati), meskipun seringkali demensia ringan yang tak dikenali menjadi memburuk dan menjadi lebih nyata jika disertai dengan penyakit medik.5  Anamnesis Wawancara terhadap keluarga harus selalu dilakukan – karena umumnya keluarga memperhatikan perubahan-perubahan pada individu (dalam kepribadian, daya ingat, dll) yang biasanya tidak disadari oleh individu itu sendiri. Berbeda dengan delirium, pada demensia jarang dijumpai kesadaran yang berkabut (kecuali campuran kondisi 

demensia dan delirium), jadi pastikan bahwa kesadaran pasien baik (alert). Pemeriksaan fisik Pemeriksaan terhadap sejumlah penyebab (medik) demensia – seperti gangguan endokrin, jantung, paru-paru, hati, infeksi. Harus selalu dilakukan pemeriksaan neurologik yang cermat dan mengidentifikasikan kemungkinan adanya fokus di sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan demensia. Ujilah kemampuan pasien menghidu bau-bauan (saraf kranial I) – dapat mengidentifikasi lesi lobus frontal yang besar. Juga selalu lakukan tes pendengaran. Pada demensia stadium lanjut terlihat adanya ataksia, wajah menyeringai (facial grimaces), agnosia, apraksia, impersisten motorik, dan atau perseverasi dan refleks patologik (menggenggam, refleks ‘snout’ (mencucu), mengisap, glabella tap, kaki kaku dll). Masa hidup individu dengan demensia biasanya berkurang karena



berbagai komplikasi medik. Pemeriksaan laboratorium Pemilihan tes berdasarkan etiologi yang dicurigai. Pertimbangkan skrining dengan ESR, CBC, STS, SMA 12, T3%T4, Vitamin B12 dan kadar Folat, UA, Rontgen dada, dan CT Scan. Tes lainnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan seperti kadar obat, EEG (20% usia lanjut mempunyai EEG abnormal), LP (jarang), arteriografi, dll. EEG bermanfaat untuk mengidentifikasi patologi yang tersembunyi di area

8

sistem saraf pusat (lobus frontal dan temporal) – selidiki lebih lanjut jika demensia 

ringan tetapi EEGnya menunjukkan abnormalitas. Psikometrik (tes psikologi) Pemeriksaan psikometrik berguna untuk (a) membantu mengidentifikasi lesi fokal, (b) memberikan gambaran data dasar, (c) membantu diagnosis, dan (d) mengidentifikasi kekuatan / kelebihan pasien untuk dipakai perencanaan terapi. Tes yang bermanfaat untuk klinikus adalah WAIS, tes Bender Gestalt, tes Luria, dan tes baterai Halstead & Reitan (sangat banyak memakan waktu; tidak dipergunakan secara rutin). Tes skrining yang singkat namun bermanfaat adalah pemeriksaan status mini mental (MMSE) dari Folstein, dilengkapi dengan tes menggambar jam. Bahkan pasien dengan demensia ringan sering menunjukkan gangguan dalam kemampuan konstruksional;

ini terlihat dari kemampuan menggambar bentuk

sederhana (segi lima, tanda silang, dan kubus atau gambar jam yang menunjukkan waktu tertentu – dapat dikerjakan dalam wawancara pertama). Pengulangan menggambar dapat dipergunakan untuk menelusuri penyakit dari waktu ke waktu. Pedoman Diagnostik6  Terdapatnya gejala demensia.  Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi 

suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata. Tidak ada bukti klinis, atau temuan dari pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan



normal, atau hematoma subdural). Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun

fenomena ini di kemudian hari dapat bertumpang tindih). Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; namun demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.2

9

2.7 DIAGONOSIS BANDING6  Gangguan depresif (F30-F39) Depresi berat adalah gangguan penyebab paling sering dari pseudodemensia. Tidak seperti pasien demensia, pasien dengan depresi mempunyai onset yang relatif cepat (keluarga biasanya dapat mengetahui saat munculnya gejala), pasien mengeluh ada gangguan memori berat (biasanya ringan pada saat dilakukan tes), jelas ada perubahan afektif, menekankan ketidakmampuan dan kegagalannya, dan sering menjawab pertanyaan sederhana dengan “saya tidak tahu” (pasien dengan demensia seringkali

mencoba

untuk

menjawab).

Hal

berikut

dapat

membantu

mengidentifikasi pasien yaitu ada saat-saat yang jernih selama wawancara dan tidak ada deteriorasi perjalanan penyakit. Pasien 

ini biasanya membaik dengan

pemberian antidepresan atau ECT.5 Delirium (F05) Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan, meskipun kedua kondisi tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil,



sedangkan pada delirium berfluktuatif.5 Demensia Vaskular (F00.2) Demensia vaskular diperkirakan mencapai 10% dari populasi. Membedakan demensia vaskular dari DTA adalah riwayat awitannya yang cepat dan deteriorasinya yang seperti anak tangga pada pasien berusia 50-60 tahun dan ada defisit neurologik fokal.EEG mungkin dapat menunjukkan abnormalitas.Penyebab demensia ini adalah episode trombo-embolik multipel (sejumlah infark serebri patologik yang kecil-kecil) pada pasien dengan penyakit aterosklerotik pembuluh darah besar atau katup jantung. Biasanya juga ada hipertensi.5

2.8 PENATALAKSANAAN 2.8.1 TERAPI NON-FARMAKOLOGIS5  Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang lebih bagus, kacamata, alat bantu dengar, alat proteksi (untuk anak tangga, kompor, obat-obatan) dan lain

lain. Sewaktu-waktu mungkin perlu pembatasan / pengekangan secara fisik. Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan baik, jika dimungkinkan. Usahakan pasien dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan

10

benda-benda yang biasa ada di dekatnya. Tingkatkan daya pengertian dan 

partisipasi anggota keluarga. Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal, orientasi yang sering (mengingatkan nama hari, jam dsb). Diskusikan berita actual bersama pasien. Pergunakan kalender, radio, telivisi. Aktivitas harian dibuat terstruktur dan



terencana. Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien. Rawatlah mereka sebagai orang dewasa (jangan perlakukan sebagai anak kecil, jaga dignity dari pasien – komentar penterjemah). Rencana diarahkan kepada kekuatan / kelebihan pasien.



Bersikaplah menerima dan menghargai pasien. Hindari suasana yang remang-remang, terpencil; juga hindari stimulus yang berlebihan.

2.8.2 TERAPI FARMAKOLOGIS5  Pemberian asetilkolin esterase inhibitor yaitu : o Donepezil (Aricept 5-10 mg, 1xsehari, malam hari) o Rivastigmine (Exelon 6-12 mg, 2xsehari) o Galantamine (Reminyl 8-16 mg, 2xsehari)  Terapi Simtomatik  Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : Haloperidol 0,5 mg per oral 3 kali sehari; Risperidon 1 mg peroral sehari. Hentikan setelah 

4-6 minggu. Ansietas non psikotik, agitasi : Diazepam 2 mg peroral 2xsehari,



venlafaxin XR. Hentikan setelah 4-6 minggu. Agitasi kronik : SSRI (misal Fluoxetine 10-20 mg/hari) dan atau Buspiron (15 mg 2x sehari); juga pertimbangkan Beta Bloker dosis



rendah. Depresi : pertimbangan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu; dengan Trisiklik mulai perlahan-lahan dengan tingkatan sampai ada



efek – misal desipramin 75-150 mg per oral sehari. Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek.

2.9 PROGNOSIS Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi medik yang mendasarinya. Bilamana penyebab demensia dapat dikoreksi atau disembuhkan maka prognosis baik, namun untuk jenis penyakit degeneratif yang belum ada obatnya (penyakit 11

Alzheimer) maka prognosis kurang baik. DTA (Demensia Tipe Alzheimer) dapat berlangsung 10-15 tahun dengan kemunduran yang perlahan tapi pasti menuju akhir hidup. Beberapa jenis demensia yang mungkin dapat membaik adalah demensia yang disebabkan oleh infeksi, defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan gangguan metabolik.5

BAB III KESIMPULAN Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang biasanya terjadi pada orang dengan usia lanjut. Pada penyakit ini tidak terjadi penurunan kesdaran.Gejala-gejalanya dapat dilihat dari perubahan tingkah lakunya sehari-hari yaitu penurunan kemapuan kognitif dan kemampuan berbicara. Faktor yang menyebabkan penyakit Alzheimer masih belum diketahui dengan pasti, namun riwayat keluarga sangat berpengaruhterhadap penyakit ini. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah terapi farmakologi dan terapi suportif untuk paisen dan keluarganya.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Susilo A., Gayatri A., Diatri H. et al. Kapita Selekta Kedokteran II, ed.4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014: 906-8. 2. Kaplan-Saddock. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Jakarta:Binarupa Aksara Publisher, 2010: 529-47. 3. http://penyakitalzheimer.com/ 4. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, ed.2.Jakarta: Airlangga University Press, 2009: 229-41. 5. Kusumawardhani, Husin, Adikusumo. Buku Ajar Psikiatri, ed.2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2014: 537-48. 6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III dan DSM-5, ed.2. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, 2013: 22-3. 7. Puri, Laking, Treasaden. Buku Ajar Psikiatri, ed.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013: 99-104.

13

Related Documents

Referat Demensia Alzheimer
February 2021 0
Alzheimer
February 2021 0
Alzheimer
February 2021 0
Demensia Perdossi
March 2021 0
Woc Alzheimer
February 2021 3

More Documents from "diahayumustika"