Referat Sindrom Nefritik Akut

  • Uploaded by: Jordy Liong
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Sindrom Nefritik Akut as PDF for free.

More details

  • Words: 2,889
  • Pages: 12
Loading documents preview...
A. Pendahuluan Glomerulonefritis akut (GNA), adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh penurunan mendadak laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi klinik berupa edema, hematuria, hipertensi, oligouria serta insufisiensi ginjal. Oleh karena itu, menurut Wong (2009), GNA sering juga disebut sebagai sindrom nefritik akut (SNA), sedangkan menurut Albaret al (2005), glomerulonefritis akut pasca streptokokkus (GNAPS), merupakan bentuk GNA/SNA akibat infeksi Streptococcus β-hemolyticus grup A (SBHA), yang paling banyak ditemukan pada anak umur 3-8 tahun dengan rasio anak laki-laki : perempuan adalah 2,3 : 1.GNAPS merupakan salah satu penyebab tersering penyakit glomerular di negara-negara sedang berkembang, dan juga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir serta tingginya angka morbiditas pada anak, bahkan pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian bila terlambat diidentifikasi atau bila tindakan suportif tidak segera diberikan. Menurut Mossie et al (2012), kematian umumnya terjadi terutama pada fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru akut, atau hipertensi ensefalopati

(4)

. Pada referat ini,

akan dibahas GNAPS sebagai penyebab GNA tersering.

B. Anatomi

1

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ±6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya(5).

C. Fisiologi Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin. Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut. SN GFR = Kf.(∆P-∆π) = Kf.P.uf Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang tersedia 2

untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh : - tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg) o tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt) o tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (π g) o tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak mengandung protein(5).

D. Definisi Sindrom nefritik akut (SNA): suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria & hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut. Glomerulonefritis akut (GNA): suatu istilah yang lebih bersifat umum dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Dalam kepustakaan istilah GNA dan SNA sering digunakan secara bergantian. GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik, sedangkan SNA lebih bersifat klinik. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa selain GNAPS, banyak penyakit yang juga memberikan gejala nefritik seperti hematuria, edema, proteinuria sampai azotemia, sehingga digolongkan ke dalam SNA. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain : • Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut • Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria - Glomerulonefritis fokal - Nefritis herediter (sindrom Alport) - Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger) - Benign recurrent hematuria • Glomerulonefritis progresif cepat • Penyakit – penyakit sistemik - Purpura Henoch-Schöenlein (HSP) - Lupus erythematosus sistemik (SLE) - Endokarditis bakterial subakut (SBE) 3

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin (FK UNHAS) menerapkan diagnosis sementara (working diagnosis) SNA bagi pasien yang memperlihatkan gejala nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema dan hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh GNAPS, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda yang menyokong diagnosis GNAPS (C3↓, ASO↑, dll), maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis sebagai GNAPS hanya berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga memperlihatkan gejala nefritik. Bila dijumpai full blown cases yaitu kasus dengan gejala nefritik yang lengkap yaitu proteinuria, hematuria, edema, oliguria, dan hipertensi, maka diagnosis GNAPS dapat ditegakkan, karena gejala tersebut merupakan gejala khas (tipikal) untuk suatu GNAPS(2).

E. Epidemiologi Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Syamsul Nur di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, didapatkan bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita GNAPS (61,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (38,4%) dengan perbandingan 1,6:, hal ini bisa saja disebabkan karena anaklaki-laki lebih sering berada diluar rumah, sehingga kemungkinan untuk terpapar infeksi SBHA juga lebih besar. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa rerata umur penderita adalah 9,36 tahun dengan rentangan 3,42-14,67 tahun (4)

F. Etiologi 1. Faktor Infeksi a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus. Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif. (6) b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal 4

dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll. (6) 2. a. b. 3. a. 4. a.

Penyakit multisistemik, antara lain : Lupus Eritematosus Sistemik Purpura Henoch Schonlein (PHS) Penyakit Ginjal Primer, antara lain : Nefropati IgA (6) Penyakit Ginjal Sekunder, antara lain: Glomerulonefritis akibat Diabetes Melitus

G. Patogenesis Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang belum diketahui, namun diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS 1. Faktor Host a. Usia 5-15 Tahun paling sering terserang GNAPS b. Anak laki-laki 2 kali lebih rentan dibandingkan anak perempuan c. Sering pada area Tropis d. Golongan ekonomi rendah lebih sering terkena 2. Faktor Kuman a. Protein M Streptococcus b. Endostreptosin (pre-absorbing antigen) c. Cation Icproteins d. Streptococcal Pyrogenic Exotoxin B e. Streptokinase f. Neuromidase g. Nephritis-associated plasmin receptor (nephritis plasmin-binding protein)(7) GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:  Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase 

yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam



glomerulus. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen) (5) 5

Gambar. mekanisme imunopatogenik GNAPS

H. Gejala Klinis A. Fase Laten Periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala-gejala. Periode ini berkisaar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh infeksi saluran nafas, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu.(7) B. Fase Akut 1. Edema. Paling sering dan hampir selalu ada, biasanya mulai di Palpebra pada waktu bangun pagi, disusul tungkai, abdomen (asites), dan genitalia. 2. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul pada 30–50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus. 3. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya: a.

Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg 6

b.

Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg

c.

Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg

4. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama. 5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi. 6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang. 7. Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada HenochSchoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Gejala lain yang mungkin muncul : a.

Pengelihatan kabur

b.

Batuk berdahak

c.

Penurunan kesadaran

d.

Malaise

e.

Sesak napas

Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung) (1). C. Fase Recovery Fase ini terjadi setelah resolusi kelebihan cairan melalui diuresis, baik secara spontan, maupun dengan obat-obatan yang terjadi bersamaan dengan normalnya tekanan darahserta resolusi dari proteinuri dan hematuri.

I. Diagnosis Diagnosis didasarkan oleh beberapa hal diantaranya a. Anamnesis berdasarkan gejala klinis b. Pemeriksaan fisik c.

Pemeriksaan Penunjang(1,3) 1.

Laboratorium 1.1. Darah  LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap minggu  Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu  Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah sakit.  Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus. 7

 Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus. 1.2. Urin Proteinuri diperiksa tiap hari  Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)  Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam  Volume ditampung 24 jam setiap hari  Eritrosit (+) sampai (++++)  Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus 1.3. Bakteriologi: Pada “Throat swab” atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus pada 102.

15% kasus Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan. Diagnosis GNAPS ditegakkan: 

Bila ≥ dari empat gejala klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan (full blown case).(1)

J. Komplikasi Komplikasi yang sering dijumpai adalah : 1. Ensefalopati Hipertensi EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal. 2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) 8

Pengobatan konservatif : a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari b. Mengatur elektrolit : - Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%. - Bila terjadi hipokalemia diberikan : • Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari • NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari • K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari • Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb 2. Edema Paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni. 3. Posterior leukoencephalopathy syndrome Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal (2) 4. Gagal Ginjal Akut Meskipun perkembangan ke arah sklerosis jarang, pada 0,5%-2% pasien dengan Glomerulonefritis akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat

K. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi lainnya.(1) 1. Tira baring Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.(1) 2. Diet a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg% b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka. c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari. 9

d.

Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari

normal (10cc/kgBB/hari])(1) 3. Medikamentosa a. Antibiotik Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau b.

tanda-tanda infeksi lainnya.(1) Anti Hipertensi  Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.  Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan furosemide

1-2mg/kgBB/hari per oral.(1) 4. Tindakan Khusus a. Edema Paru Akut: Dikatakan edema paru akut bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:(1)  Stop Intake peroral. 

IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam



Pemberian oksigen 2-5 L/menit



Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.



Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik. yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. jika tubuh terus-menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.2

b.

Hipertensi Ensefalopati: 10

Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah:(1) 1. Stop Intake peroral. 2.

IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3.

Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari.

4.

Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.

5.

Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.

6.

Kejang diatasi dengan antikonvulsan. (1)

L. Monitoring 1. 2. 3. 4.

Setelah penderita diizinkan pulang dianjurkan pemantauan lanjut: Selama 6 bulan pertama tiap 4-6 minggu Selama 6 bulan kedua tiap 3 bulan, bila hematuri dan protein telah (-) Bila hematuri dan proteinuri tetap (-) pemantauan setiap tahun selama 3 tahun Bila hematuri dan proteinuri masih (+) selama 6 bulan kedua dianjurkan biopsy ginjal. Umumnya pada GNAPS tidak dilakukan biopsi ginjal, kecuali pada keadaan: a. Penderita masuk rumah sakit dengan manifestasi atipik  Tidak adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya, titer ASO normal, kadar

b. c. d. e. f.

C3 normal  Tanda-tanda sindrom nefrotik Oliguri atau azotemia berlangsung > 2 minggu Hipertensi menetap > 3 minggu Gross hematuri menetap > 3 minggu Komplemen C3 tetap rendah > 6 minggu Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan urin lengkap (aspek protein dan sedimen)

dilakukan secara rutin setiap kali penderita datang berobat

M.Prognosis Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang GNAPS ini bisa kembali (recurrent). Pada anak, 85-95% kasus GNAPS dapat sembuh sempurn, sedangkan pada orang dewasa 50-75%. Pada kasus tertentu, GNAPS

11

dapat berlangsung kronik. Pada orang dewasa, kira-kira 15-30% kasus masuk dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi Glomerulonefritis kronik(8)

DAFTAR PUSTAKA 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan Medik Anak, Sindrom nefritis akut, Makassar; 2015.hal. 195-196 2. Rauf S, Albar H, Aras J et al. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus IDAI. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012 3. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009 4. Syamsul N, Identifikasi Faktor Prognostik Glomerulonefritis Akut Pasca

Streptokokkus Pada Anak. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2013 5. Kliegman RM, Nelson Textbook Of Pediatrics. Vol 2, Ed 20, Glomerular Disease, 2490-2493, Elseiver, Canada 6. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Glomerulonephritis Work Group. KDIGO Clinical Practice Guideline For Glomerulonephritis. Kidney Inter., Suppl. 2012; 2 198-232 7. Noer S, Soemyarso N, Subandiyah K, et al. Kompedium Nefrologi Anak 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011 8. Rauf S. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UH 12

Related Documents

Referat Reiter Sindrom
January 2021 0
Aspergerov Sindrom
February 2021 0
Pielonefritis Akut
March 2021 0
Faringitis Akut
February 2021 1

More Documents from "Tri Ayu Wd"

Proyecto Digitales
February 2021 1
Mesopotamia
February 2021 1
Half 2 Twelve
January 2021 1
Ven Morena Bass
January 2021 0