Sistem Kebijakan Pendidikan

  • Uploaded by: Ahmad Hasan Asyari
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sistem Kebijakan Pendidikan as PDF for free.

More details

  • Words: 5,486
  • Pages: 87
Loading documents preview...
SISTEM KEBIJAKAN PENDIDIKAN

DISAJIKAN OLEH: MARYADI PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

3 MARET 2017

INTI MATERI A. PENDAHULUAN B. PEMBAHASAN 1. Konsep Dasar tentang Kebijakan 2. Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Negara 3. Sistem Politik dan Kebijakan Pendidikan 4. Tahapan Proses Kebijakan Pendidikan 5. Tingkat-tingkat Kebijakan Pendidikan 6. Contoh Kebijakan dalam Bentuk Program

A.PENDAHULUAN

Setiap kebijakan didahului oleh suatu hal yang mendasarinya. Berikut adalah sebuah sketsa tentang hirarkhi prinsip nilai hingga lahirnya kebijakan dalam pendidikan.

B. PEMBAHASAN 1.Konsep Kebijakan • Sebelum membicarakan kebijakan pendidikan, lebih dahulu akan dibahas konsep atau pengertian tentang “kebijakan” secara umum. • Secara etimologis, kata “kebijakan” berasal dari kata policy (bahasa Inggris) yang berarti mengurusi masalah kepentingan umum, atau berarti juga administrasi negara. Ada berbagai pengertian kebijakan yang dikemukakan oleh para ahli.

a. Dari sudut proses: 1) Anderson dan Fredrik mengartikan kebijakan sebagai “serangkaian tindakan.” 2) Carter V.Good mengartikan kebijakan sebagai “suatu pertimbangan dan penilaian tehadap faktor-faktor situasional.” b. Dari sudut pelaksanaan: 1) Lasswell mengartikan kebijakan sebagai “suatu program pencapaian tujuan”, 2) Heclo mengartikan kebijakan sebagai “cara bertindak yang sengaja dilakukan”, 3) Budiharjo mengartikan kebijakan sebagai “sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang atau kelompok elit politik

c. Dari sudut produk: 1) Eulau melihat kebijakan sebagai “suatu keputusan yang tetap”, 2) Indra Fachrudi menyatakan kebijakan sebagai “suatu ketentuan pokok yang dijadikan sebagai dasar untuk melaksanakan suatu kegiatan.” d. Dari sudut seni, Amara Raksasa Taya mengartikan kebijakan sebagai “seni memerintah yakni suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan.”

• Keputusan politik suatu negara adalah kebijakan publik (public policy). Wujud konkrit dari kebijakan publik dari suatu negara di antaranya adalah: Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, program, dan keputusan menteri.

• Ada perbedaan arti antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Kebijakan adalah terjemahan dari kata policy yang merupakan aturan-aturan yang semestinya diikuti tanpa pandang bulu dan mengikat siapapun. Sedangkan kebijaksanaan atau wisdom adalah suatu keputusan dari

• pimpinan yang berbeda dengan aturan yang ada, yang dikenakan kepada seseorang karena adanya alasan yang dapat diterima untuk tidak memberlakukan aturan yang berlaku. Jadi, kebijaksanaan adalah suatu kearifan pimpinan kepada bawahan atau masyarakat.

2. Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Negara

Kebijakan pendidikan merupakan sub sistem dari kebijakan negara secara keseluruhan. Jadi, kebijakan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan negara sebab merupakan bagian dari sistem negara. Kebijakan pendidikan sebagaimana kebijakan negara, berkembang dan diproduk sesuai perkembangan situasi, dan kebijakan tersebut kadangkala merupakan kelanjutan dari kebijakan sebelumnya.

• Kebijakan pendidikan merupakan keputusan yang berupa pedoman bertindak baik baik bersifat sederhana maupun kompleks baik umum maupun khusus, baik terperinsi maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam neyelenggarakan pendidikan.

• Dalam sistem ketatanegaraan kita, pembuat kebijakan (policy maker) adalah MPR dan DPR bersama dengan presiden, sedang pelaksana kebijakan adalah presiden bersama dengan perangkatnya, dan yang bertindak sebagai pengambil tindakan-tindakan peradilan (settlement of disputes) adalah mahkamah agung. Hal tersebut dapat kita lihat pada pasal 5,20, 21, dan pasal 24 UUD 1945.

3. Sistem Politik Dan Kebijakan Pendidikan

• Sistem politik dapat diartikan sebagai kelembagaan-kelembagaan yang dimiliki oleh negara merdeka dan berdaulat yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan norma-norma yang bersifat mengikat terhadap seluruh masyarakat (Indra Fachrudi, 1984).

• Kebijakan pendidikan bergantung pada sistem politik yang dianut suatu negara, sebab sistem politiklah yang membentuk dan menghasilkan lembaga-lembaga yang memproduk (merumuskan, melegitimasi, memasyarakatkan, mengkomunikasikan, melaksanakan dan mengevaluasi) kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan

• Ada tiga proses politik sebelum kebijakan dirumuskan: a. Proses akumulasi aspirasi. Pada tahap ini banyak aspirasi yang muncul lewat berbagai isu publik. b. Proses artikulasi. Pada tahap ini semua tuntutan diperjuangkan oleh masingmasing pemiliknya. c. Proses akomodasi. Pada tahap ini tidak semua tuntutan diakomodasi. Hanya beberapa yng bisa diakomodasi.

• Ada tiga macam kebijakan publik, yaitu:

a. Kebijakan dalam alokasi dan distribusi sumber, yaitu pembagian dan penjatahan sumber seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan. b. Kebijakan dalam penyerapan sumber materiil dan manusiawi, yaitu: seleksi dan penempatan tenaga pendidikan seperti guru, kepala sekolah, tenaga pustaka, dan tata usaha.

• c. Kebijakan dalam pengaturan perilaku, yaitu: kebijakan yang menyangkut perilaku masyarakat, organisasi yang bersifat regulatif. • Keputusan regulatif lebih diorientasikan pada pengenalan (innitiating), pengarahan (directing), dan pelaksanaan (implementing).

• Menurut Orbelin Silalahi, ada beberapa tipe peristiwa dan isu penting dalam konteks politik yang mempengaruhi pembuatan kebijakan publik: a. Peristiwa, yaitu: kegiatan manusia atau alam yang dipandang memiliki konsekuensi pada kehidupan sosial. b.Masalah, yaitu kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhi atau diatasi.

c.Masalah umum, yaitu: kebutuhan kebutuhan yang yang tidak dapat dipecahkan secara pribadi. d.Issu, yaitu masalah umum yang bertentang satu dengan yang lainnya yang masih diperdebatkan. e. Area issu, yaitu sekelompok masalah umum yang saling bertentangan.

• Kebijakan pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban anggota masyarakat dan mengatur hubungan kelompok atau organisasi dalam masyarakat termasuk di dalamnya mengatur cara kerja pejabat pemerintah dalam bidang pendidikan. • Istilah kebijakan memiliki semacam padanan, di antaranya: educational planning, master plan of

• education, educational regulation, dan policy of education. • Kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dan mengatur khusus regulasi yang berkaitan dengan penyerapan sumber, alokas,i dan distribusi sumber serta pengaturan perilaku dlam pendidikan.

• Suatu kebijakan diambil dan diputuskan biasanya dilatarbelakangi oleh adanya masalah. Sesuatu dianggap sebagai masalah bila terjadi ketimpangan antara yang semestinya (the ideal) dan senyatanya (the reality). • Kebijakan pendidikan diambil dalam rangka

• mengurangi kesenjangan dan berusaha untuk mendekatkan antara dunia cita-cita dan dunia nyata. Paling tidak ada dua hal yang dapat dirasakan sebagai pemicu adanya masalah, yaitu: perjalanan kehidupan suatu bangsa mengalami liku-liku yang beragam dan tuntutan yang lebih tinggi dari sekedar yang ada selama ini.

• Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa di dunia menghadapi masalah pendidikan. Menurut Suryati Sidharta, masalah pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia secara garis besar meliputi: a.Masalah pemerataan pendidikan. (Konferensi Thailand 1990 memutuskan Education for All ) b.Masalah daya tampung pendidikan. (Tahun 1960 sd 1970 ada Baby Boom sehingga daya tampung tidak memadahi) c.Masalah relevansi pendidikan.(Ketidakcocokan antara isi pendidikan dan kebutuhan masyrakat sehingga muncul: LINK AND MATCH).

• d. Masalah kualitas/mutu pendidikan (Balitbang Depdiknas dalam penelitinnya melaporkan bahwa NEM untuk semua jenjang rendah. Di samping itu, ranking nilai olimpiade siswa Indonesia rendah sekali). Berikut adalah data tentang kualitas (pendidikan) bangsa Indonesia di dalam berbagai perspektif.

INDONESIA: HUMAN DEVELOPMENT INDEX (life expectancy + educational attainment + economical power)

TAHUN

POSISI INDONESIA

1996

102

1997

99

1998

98

1999

109

2002

112

2003

112

Human Development Index in ASEAN + 3 Countries Country

Life expectancy (years)

Adult literacy rate ( %)

Gross enrolment ratio (%)

GDP Per capita (PPP US$)

HDI Rank

SINGAPORE

78.7

24.481

25

BRUNEI

76.4

19.210

33

MALAYSIA

73.2

9.512

61

THAILAND

7.595

73

PHILIPPINES

4.321

84

VIETNAM

2.490

108

3.361

110

MYANMAR

1.027

129

CAMBODIA

2.078

130

1.759

133

JAPAN

27.967

11

KOREA,REP.OF

17.971

28

5.003

85

INDONESIA

LAO PDR

CHINA

66.8

54.7

71.6

Source : UNDP. Human Development Report 2005

RANKING INDONESIA BERDASARKAN HDI DIBANDINGKAN BEBERAPA NEGARA TAHUN 1995-2005 NEGARA

1995 Thailand 58 Malaysia 59 Pilipina 100 Indonesia 104 Cina 111 Vietnam 120

TAHUN 2000 2003 2004 2005 76 74 76 73 61 58 59 61 77 85 83 84 109 112 111 110 99 104 94 85 108 109 112 108

Sumber : UNDP (1995,2000,2003,2004 dan 2005

Cermin Krisis Pendidikan Kita Dalam hal komitmen kepada pendidikan dasar, Indonesia hanya mampu menduduki ranking 10 dari 14 negara yang disurvei di kawasan Asia Pasifik;skor yang dicapai Indonesia hanya 42 dari 100 skor maksimal, atau mendapat angka E

Sebagai perbandingan, Thailand dan Malaysia menduduki posisi puncak dengan nilai A, yang kemudian diikuti Srilanka dengan nilai B. Sedangkan Filipina, Cina, Vietnam, Bangladesh, Kampuchea, dan India mendapat nilai antara C dan F. Indonesia lebih baik hanya jika dibandingkan dengan Nepal, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, dan Pakistan ( The Asian-South Pacific Bureau of Adult Education and the Global Campaign for Education )

• e. Masalah efisiensi dan efektivitas pendidikan. (Bila pendidikan dapat dicapai dengan biaya rendah dan kualitas yang diharapkan dan tercapai berarti pendidikan itu efisien dan efektif).

4. Tahapan Proses Kebijakan Pendidikan • Tahapan proses kebijakan menurut Widodo (2007), biasanya secara teknis hanya dibedakan dalam tiga tahapan, yaitu: (1) Perumusan kebijakan (policy formulation), (2) Pelaksanaan kebijakan (policy implementation), dan (3) Evaluasi kebijakan (policy evaluation). Hal senada juga dikatakan Santoso (Winarno, 2007) bahwa kebijakan publik secara ringkas dapat dipandang sebagai proses perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.

• Tahapan Pertama. • Perumusan kebijakan adalah langkah yang paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu, apa yang terjadi dalam fase ini akan sangat menentukan berhasil-tidaknya sebuah kebijakan yang dibuat itu pada masa yang akan datang. Widodo (2007) menjelaskan manakala proses perumusan tidak dilakukan secara tepat dan komprehensif, hasil kebijakan yang dirumuskan tidak akan mencapai tataran yang optimal, yaitu sulit diimplementasikan, bahkan bisa jadi tidak dapat diimplementasikan.

• Dalam tataran konseptual perumusan kebijakan publik tidak hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pimpinan yang mewakili anggota, tetapi juga berupa opini publik (public opinion) dan suara publik ( public voice), seperti yang dijelaskan oleh Parson (Yunus, 2006). Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa proses pembuatan kebijakan pada esensinya tidak pernah bebas nilai (value free) sehingga berbagai kepentingan akan selalu mempengaruhi terhadap proses pembuatan kebijakan.

• Ada dua pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan, yaitu: Social Demand Approach dan Man-Power Approach. • a. Social Demand Approach, yaitu: suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat yang dilakukan lewat hearing dari lapisan grass-root.

• Contoh pendekatan social demand adalah ketika masyarakat mulai resah dengan melihat semakin terpuruknya dunia pendidikan yang ditandai oleh rendahnya kualitas layanan pendidikan yang diberikan dan mandulnya lembaga sekolah dalam menghasilkan lulusan yang kretif dan inovatif. Oleh karenanya, diluncurkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) agar sekolah lebih kreatif dan inovatif.

b. Man-Power Approach Pendekatan in menitikberatkan pada pertimbangan rasional dalam menciptakan ketersediaan sumber daya manusia yang memadahi. Pendekatan kedua ini terkesan lebih otoriter karena dibuat tidak berdasarkan usulan masyarakat tetapi berdasarkan tuntutan masa depan yang dilihat oleh pemimpin yang visioner.

• Selanjutnya menurut Udoji, perumusan kebijakan merupakan proses yang berkenaan dengan pengartikulasian dan pendefinisian masalah, formulasi kemungkinan jawaban terhadap segenap tuntutan politik, penyampaian segenap tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pemberian sanksi atau legimitasi terhadap tindakan yang dipilih serta pengesahan atas pelaksanaan, pengawasan dan umpan balik.

• Menurut Solichin Abdul Wahab, ada tiga teori tentang perumusan kebijakan negara, yaitu: a. Teori Rasional Komprehesif Secara garis besar teori ini menjelaskan bahwa: 1)dalam pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah yang dapat dibandingkan satu sama lain, 2)pelbagai alternatif memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama. 3)setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya dapat diperbandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya.

b. Teori Incremental • Teori ini berintikan bahwa 1)

2)

pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu yang terpisah. pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang secara langsung berhubungan dengan pokok masalah sedang alternatif lain hanya dipandang berbeda atau secara incremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijakan yang ada sekarang.

c. Teori Pengamatan Terpadu • Teori ini lebih mengandalkan pada pendekatan sistem dengan melihat serta melibatkan segenap komponen sistem secara terpadu. Misalnya, keputusankeputusan yang merupakan kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan pengantut teori incremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari

• kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingan dalam masyarakat. Sementara itu, kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya jelas terabaikan.

• Setelah mengetahui teori perumusan kebijakan negara, berikut disajikan lima teori perumusan kebijakan dalam pendidikan, yaitu: a. Teori Radikal (Radical Theory) Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaran pendidikan di tingkat daerah diserahkan kepada daerah sehingga pemerintah pusat tidak perlu

menyusun rencana kebijakan pendidikan. Teori Radikal ini sangat menghargai desentralisasi dalam perumusan kebijakan pendidikan. b. Teori Advokasi (Advocacy Theory) Teori ini lebih mendasarkan pada argumentasi rasional, logis, dan bernilai sehingga pemerintah pusat sangat perlu menyusun kebijakan pendidikan yang bersifat nasional demi kepentingan umum serat demi melindungi lembaga-lembaga dan organ-organ pendidikan yang relatif masih marginal dibanding dengan lembaga

atau organ pendidikan lain yang sudah maju. Teori ini berakar dari teori konflik yang merekomendasikan pemberian kewenangan negara atau pemerintah untuk membatasi kelas atau kelompok dominan yang bisa merugikan kelas marginal. c. Teori Transaktif (Transactive Theory) Teori ini menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat tepat bila didiskusikan secara bersama terlebih dahulu dengan semua pihak. Teori ini juga sangat menekankan harkat individu serta menjunjung tinggi kepentingan masing-masing pribadi.

Keinginan, kebutuhan, dan nilai-nilai individu diteliti satu persatu dan diajak bersama dalam perumusan kebijakan pendidikan. d.Teori Sinoptik (Synoptic Theory) Teori ini lebih menekankan bahwa dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan supaya menggunakan berpikir sistem. Obyek yang dirancang dan terkena kebijakan diapandang sebagai satu kesatuan yang bulat dengan tujuan yang sering disebut “misi”. Oleh karena itu, teori ini juga disebut juga sebagai: teori sistem atau teori pendekatan rasional, atau teori rasional komprehensif.

e. Teori Incremental (Incremental theory)

Teori ini menekankan pada perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanan kebijakan yang berjangka panjang karena amatlah sulit menerapkan kebijakan berjangka panjang yang cenderung berubah. Kebijakan yang paling tepat adalah kebijakan berjangka pendek yang relevan dengan masalah yang ada pada saat itu juga.

• Misalnya, dalam mengatasi ketimpangan antar daerah soal mutu pendidikan yang menjadi problem bangsa Indonesia, sejak tahun 1970an sampai sekarang kebijakan yang relevan adalah dengan menggunakan teori radikal, advokasi dan sinoptik secara eklektissinergis. • Di samping menggunakan teori-teori di atas dalam proses perumusan kebijakan Pendidikan, seorang perumus kebijakan mesti mempertimbangan setidaknya lima komponen, yaitu: Goal. Plan, program, decision, dan effect.

Tahapan Kedua • Implementasi kebijakan merupakan tahapan selanjutnya setelah tahap perumusan kebijakan. Implementasi kebijakan, menurut Van Meter dan van Horn, adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada

• pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan lebih dahulu, yaitu tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke dalam istilah operasional maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamatkan oleh keputusan kebijakan.

• Tahapan ini merupakan tahapan dalam proses kebijakan yang sangat rumit (crucial), karena bagaimanapun baiknya kebijakan yang sudah diputuskan, kalau tidak dipersiapkan dan direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak akan bisa diwujudkan. Mazmanian dan Sabatier (Widodo, 2007) menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan

adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang, yang dapat pula berbentuk perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan tujuan/sasaran yang ingin dicapai secara tegas, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya.

Ada banyak teori yang digagas oleh para ahli yang menjelaskan tentang implementasi kebijakan pendidikan. Tiga di antaranya yang paling menonjol adalah: a. Brian W.Hogwood dan lewis A. Gunn Untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan dengan sempurna dibutuhkan banyak syarat, beberapa contoh di antaranya adalah: • Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan pelaksana tidak akan menimbulkan kendala serius. • Untuk pelaksanaan suatu program harus tersedia waktu dan sumber yang cukup memadahi.

b. Van Meter dan Van Horn • Untuk bisa melaksanakan kebijakan dengan baik dibutuhkan banyak variabel, seperti: standar dan tujuan kebijakan, sumber daya, komunikasi, interorganisasi, aktivitas pengukuhan, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, ekonomi, dan politik, serta karakter pelaksana.

c. Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabtier Teori dari kedua orang ini juga sering disebut sebagai “ A frame work for implementation anlysis.” Menurut mereka, peran penting dari Kerangka Analisis Implementasi (KAI), sutu teori dari kebijakan pendidikan mengidentifikasi variabel-variabel yang dapat mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel tersebut adalah:

1) Mudah tidaknya masalah yang akan digarap untuk dikendalikan. 2) Kemampuan dari keputusan kebijakan untuk menstruktur secara tepat proses implementasinya. 3) Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dan keputusan kebijakan tersebut.

• Tahapan Ketiga. • Evaluasi kebijakan merupakan tahapan akhir dalam proses kebijakan. Sebuah kebijakan publik tidak bisa lepas begitu saja, tetapi kebijakan harus diawasi dan dinilai sejauhmana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggung jawabkan kepada konstituennya (publik/masyarakat). Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan, yang selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup kesenjangan tersebut. Jadi, tujuan evaluasi adalah untuk mencari kekurangan dan menutup kekurangan tersebut (Mudzakir, 2009).

5. Tingkat-tingkat Kebijakan Pendidikan Tingkat-tingkat kebijakan pendidikan merupakan level, cakupan dan tingkatan kebijakan. Ada empat tingkat kebijakan sbb; a.Tingkat kebijakan nasional yang ditentukan oleh MPR (kebijakan administratif). b.Tingkat kebijakan umum atau kebijakan eksekutif seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan/instruksi presiden.

c. Tingkat kebijakan khusus yang penentunya dalah menteri.Contohnya ada adalah Kepmen, Permen, dan Instruksi Menteri. d. Tingkat kebijakan teknis (kebijakan operatif). Penentuan kebijakan ini berada ada esalon II ke bawah seperti Dirjen, atau pimpinan lembaga non-departemen.

• Kebijakan pendidikan dipandang sebagai bagian dari kebijakan pemerintah secara keseluruhan. Oleh karena itu, studi mengenai kebijakan pendidikan tentulah tidak dapat terlepas dari kebijakan pemerintah secara umum. Apa yang berkembang di dunia pendidikan sendiri, dalam realitasnya sering berasal dari perkembangan-perkembangan di bidang lain.

• Masalah-masalah kebijakan publik, telah lama menjadi perhatian ahli ilmu politik sebelum mendapatkan perhatian khusus dari ahli pendidikan. Catatan pertama mengenai analisis kebijakan publik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Dunn, telah dikemukakan sejak masa Mesopotamia lama pada abad ke-21 sebelum masehi.

• Perhatian para ahli ilmu politik mula-mula banyak tertuju pada lembaga-lembaga pemerintahan beserta strukturnya (aliran institusionalisme). Setelah aliran institusionalisme, muncullah aliran behavioristik yang berasumsi bahwa mempelajari politik haruslah mempelajari interaksi antara individu dengan kelompok dan atau antara kelompok dengan kelompok dengan mengembangkan pendekatan ilmu sosial lainnya.

• Secara keseluruhan, kebijakan pendidikan dapat dipandang sebagai bagian dari administrasi pendidikan atau bagian dari manajemen pendidikan. Dikatakan demikian oleh karena aktivitas-aktivitas di seputar kebijakan pendidikan adalah sekian dari banyaknya aktivitas yang ada dalam administrasi atau manajemen pendidikan.

• Administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai pengaturan dengan memanfaatkan segala sumber yang tersedia baik yang bersifat manusiawi maupun non-manusiawi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sementara, kebijakan pendidikan, membatasi diri pada pembuatan pertimbangan untuk melaksanakan pendidikan yang bersifat melembaga.

6.CONTOH KEBIJAKAN PENDIDIKAN INDONESIA (2005-2009) DALAM BENTUK PROGRAM KERJA

PENDAHULUAN •



• •

Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) … melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia … Amanat Pasal 31 UUD 1945 (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; serta (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UndangUndang (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (2004-2009) Pendidikan ditetapkan sebagai salah satu prioritas dalam agenda utama pembangunan nasional. 66

PROGRAM PENGUATAN KEBIJAKAN DEPDIKNAS DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH BAPPENAS Program Bappenas

Kegiatan Pokok Pemerintah

1.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) – TK, RA, KB, TPA

8.

2.

Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun – SD, MI, SMP, MTs

1. 2. 3. 4. 6. 7.

Perluasan akses PAUD

Pendanaan biaya operasi wajar Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan wajar Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan (program wajar) Perluasan akses pendidikan wajar pada jalur nonformal Perluasan akses SLB dan sekolah inklusif Pengembangan sekolah wajar layanan khusus bagi daerah terpencil/kepulauan yang berpenduduk jarang dan terpencar.

3. Pendidikan Menengah

10. Perluasan akses SMA/SMK dan SMA terpadu 21. Pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap Kab/Kota 22. Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap propinsi dan/atau kabupaten/kota

4. Pendidikan Tinggi

11. 23. 24. 25.

5.

5. Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 tahun 9. Pendidikan Keterampilan Hidup 20. Perluasan pendidikan kecakapan hidup

Pendidikan Non Formal

6. Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Perluasan akses PT Mendorong jumlah jurusan di PT yang masuk dalam 100 besar Asia Akselerasi jumlah program studi kejuruan, vokasi, dan profesi Peningkatan jumlah dan mutu publikasi ilmiah dan HAKI

17. Pengembangan guru sebagai profesi 18. Pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan

67

PROGRAM PENGUATAN KEBIJAKAN DEPDIKNAS DENGAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH BAPPENAS Program Bappenas

Kegiatan Pokok Pemerintah

7. Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

13. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA/SMK/SM Terpadu, SLB, dan PT 14. Implementasi dan penyempurnaan SNP oleh BSNP 15. Penjaminan mutu secara terprogram dengan mengacu kepada SNP 16. Perluasan dan peningkatan mutu akreditasi

8. Manajemen Pelayanan Pendidikan

19. Perbaikan sarana dan prasarana 28. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan 32. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan

Program-program lainnya 1. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan 2. Program Penelitian dan Pengembangan Iptek 3. Program Penguatan Kelembagaan Pengarus- utamaan Gender dan Anak 4. Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara 5. Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan Kepemerintahan 6. Program Pengelolaan Sumberdaya Manusia Aparatur 7. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

12. Pemanfaatan ICT sebagai media pembelajaran jarak jauh 26. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan 27. Peningkatan SPI berkoordinasi dengan BPKP dan BPK 29. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat dalam perencanaan dan pengangaran 30. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat 31. Peningkatan ketaatan aparat pada peraturan perundang-undangan 33. Peningkatan pencitraan publik 34. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pemeriksaan aparat Itjen 35. Pelaksanaan Inpres No.5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan KKN 36. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Itjen 37. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK 38. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK 39. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (Keuangan, Aset, Kepegawaian, dan data lainnya)

68

DASAR KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL A. Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 B. Visi Pendidikan Nasional C. Misi Pendidikan Nasional D. Tata Nilai Departemen Pendidikan Nasional 69

AMANAT UNDANG-UNDANG NO 20/2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

tercantum bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

70

TUJUAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL JANGKA MENENGAH 1. Meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia; 2. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; 3. Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis; 4. Meningkatkan kualitas jasmani;

5. Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;

71

6. Menuntaskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia; 7. Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara; 8. Memperluas akses pendidikan non-formal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; 72

9. Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan; 10. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan Standar Pelayanan Minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; 11. Meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat; 73

12. Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel;

13. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan; 14. Mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Pemerintah yang bersih dan berwibawa;

74

VISI Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan: INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan Kamil / Insan Paripurna)

75

Insan Cerdas Komprehensif dan Kompetitif Makna Insan Indonesia Cerdas Komprehensif Cerdas spiritual

•Beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.

Cerdas emosional & sosial

•Beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya. •Beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang: –membina dan memupuk hubungan timbal balik; –demokratis; –empatik dan simpatik; –menjunjung tinggi hak asasi manusia; –ceria dan percaya diri; –menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara; serta –berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.

Cerdas intelektual

•Beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. •Aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif dan imajinatif.

Cerdas kinestetis

•Beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil, dan trengginas. •Aktualisasi insan adiraga.

Makna Insan Indonesia Kompetitif

Kompetitif

•Berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan •Bersemangat juang tinggi •Mandiri •Pantang menyerah •Pembangun dan pembina jejaring •Bersahabat dengan perubahan •Inovatif dan menjadi agen perubahan •Produktif •Sadar mutu •Berorientasi global •Pembelajar sepanjang hayat

76

MISI 1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia; 2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; 3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; 4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan 5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI. Selaras dengan Misi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas untuk tahun 2005 – 2009 menetapkan Misi sebagai berikut: MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG MAMPU MEMBANGUN INSAN INDONESIA CERDAS KOMPREHENSIF DAN KOMPETITIF. 77

TATA NILAI PENGELOLAAN PENDIDIKAN INPUT VALUES

PROCESS VALUES

OUTPUT VALUES

Nilai-nilai yang diharapkan ditemukan dalam diri setiap pegawai Depdiknas

Nilai-nilai yang harus diperhatikan dalam bekerja di Depdiknas, dalam rangka mencapai dan mempertahankan kondisi keunggulan

Nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh mereka yang berkepentingan terhadap Depdiknas

PENYELENGGARA DAN PENGELOLA PENDIDIKAN

KEPEMIMPINAN & MANAJEMEN YANG PRIMA

BERORIENTASI KEPADA KEPENTINGAN PEMAKAI LAYANAN PENDIDIKAN

1. Amanah

1. Visioner dan Berwawasan

1. Produktif (Efektif dan Efisien)

2. Profesional

2. Menjadi Teladan

2. Gandrung Mutu Tinggi (Service Excellence)

3. Antusias dan Bermotivasi Tinggi

3. Memotivasi (Motivating)

3. Dapat Dipercaya (Andal)

4. Bertanggung Jawab dan Mandiri

4. Mengilhami (Inspiring)

4. Responsif dan Aspiratif

5. Kreatif

5. Memberdayakan (Em powering)

5. Antisipatif dan Inovatif

6. Disiplin

6. Membudayakan (Cultureforming)

6. Demokratis, Berkeadilan, danInklusif

7. Peduli dan Menghargai orang lain

7. Taat Azas

8. Belajar Sepanjang Hayat

8. Koordinatif dan Bersinergi dalam Kerangka KerjaTim 9. Akuntabel

78

TIGA PILAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN 1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; 3. Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.

79

TATA KELOLA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL (2004) 1. Desentralisasi bidang pendidikan. 2. Belum didukung oleh data dan informasi yang akurat pada berbagai tingkatan pemerintahan. 3. Pentingnya pengawasan terhadap berbagai program dan kegiatan yang terkait dengan upaya pemerataan dan perluasan akses serta peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. 80

KEBIJAKAN DALAM PEMERATAAN DAN PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN 1.9

1.4

1.1 Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendanaan Biaya Operasional Wajar Dikdas 9 Tahun

1.10 Perluasan Akses SMA/SMK dan SM Terpadu

1.5

1.11

PEMERATAAN & PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN

Perluasan Akses Perguruan Tinggi 1.12 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi sebagai Sarana Pembelajaran Jarak Jauh 1.13 Peningkatan peran serta Masyarakat dalam Perluasan Akses SMA, SMK/SM Terpadu, SLB, dan PT

Perluasan akses pendidikan Wajar pada jalur nonformal

Perluasan akses pendidikan keaksaraan bagi penduduk usia >15 tahun 1.6 Perluasan Akses Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Inklusif 1.7

1.2 Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Wajar

1.3 Rekruitmen Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pengembangan Pendidikan Layanan Khusus bagi Anak Usia Wajar Dikdas di Daerah Bermasalah 1.8 Perluasan akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

81

KEBIJAKAN DALAM PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI, DAN DAYA SAING 2.13 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan

2.12

2.3

2.5

Perluasan dan Peningkatan Mutu Akreditasi oleh BAN -SM, BAN-PNf dan BAN-PT 2.4b

2.4a

Pengembangan Guru sebagai Profesi

Peningkatan Jumlah dan Mutu Publikasi Ilmiah dan HAKI

Pembinaan dan Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nonformal

2.11

PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI & DAYA SAING

2.10

2.9 Pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional di Setiap Provinsi/ Kabupaten/Kota

2.6 Perbaikan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana

2.7a

Akselerasi Jumlah Program studi Kejuruan, vokasi, dan Profesi

Mendorong Jumlah Jurusan di PT yang Masuk dalam 100 Besar Asia atau 500 BesarDunia

Pengembangan Kompetensi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

2.2.b

2.2a Pengawasan dan Penjaminan Mutu secara Terprogram dengan Mengacu pada SNP

Survai Benchmarking Mutu Pendidikan Terhadap Standar Internasional

2.1 Implementasi dan Penyempurnaan SNP dan Penguatan Peran Badan Standar Nasional Pendidikan

Perluasan Pendidikan Kecakapan Hidup

2.7b Peningkatan Kreativitas, Entrepreneurship, dan Kepemimpinan Mahasiswa 2.8 Pengembangan Sekolah Berbasis Keunggulan Lokal di Setiap Kabupaten/Kota

82

KEBIJAKAN DALAM PENGUATAN TATA KELOLA, AKUNTABILITAS, DAN PENCITRAAN PUBLIK 3.9

3.4

Pelaksanan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan KKN 3.10 Intensifikasi Tindakan tindakan Preventif oleh Inspektorat Jenderal

3.1 Peningkatan Sistem Pengendalian Internal Berkoordinasi dengan BPKP dan BPK

-

Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Manajerial Aparat 3.5 Penataan Ketaatan pada Peraturan Perundang -undangan

3.11

3.6

PENGUATAN TATA KELOLA, AKUNTABILITAS DAN CITRA PUBLIK

Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK

Penataan Regulasi Pengelolaan Pendidikan dan Penegakkan Hukum di Bidang Pendidikan 3.7

3.12 Penyelesaian Tindak Lanjut Temuan -temuan Pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK 3.13 Pengembangan Aplikasi SIM secara Terintegrasi (Keuangan, Aset, Kepegawaian, dan Data Lainnya)

Peningkatan Citra Publik 3.2 Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Aparat Inspektorat Jenderal

3.3 Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Aparat Perencanaan dan Penganggaran

3.8 Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi Pengelola Pendidikan

83

RENCANA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL JANGKA PANJANG A.Periode 2005 – 2010 Peningkatan Kapasitas dan Modernisasi B.Periode 2010 – 2015 Penguatan Pelayanan C.Periode 2015 – 2020 Daya Saing Regional D.Periode 2020 – 2025 Daya Saing Internasional 84

RENCANA PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL JANGKA MENENGAH 2005 – 2009

Program pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 diarahkan pada upaya mewujudkan kondisi yang diharapkan pada tahun 2009 yang difokuskan pada: (1) Pemerataan dan perluasan akses pendidikan, (2) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, (3) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik. 85

Program Pendidikan Nasional Das Sein

Akses Pendidikan

1.Indeks Pembangunan Manusia 110 (2005) 2.Anak tidak bersekolah 3.2% untuk usia 7-12 dan 16.5% untuk usia13-15 3.APK SMP/MTs = 81.22%; APK PerguruanTinggi 14.62% (2004) 4.Terjadi kesenjangan akses pendidikan menurut kategori perkotaan & pedesaan; serta mampu dan tidak mampu secara ekonomis. 5.Angka kesenjangan cenderung naik di tingkat pendidikan menengah dan perguruan tinggi 6.Penduduk ≥ 15 tahun yang buta aksara 15,4 juta atau 10,21%.

Mutu Pendidikan

Peringkat Internasional Indonesia (12 dari12) terkait dengan tingkat relevansi sistem pendidikan Indonesia dengan kebutuhan pembangunan. Beberapa penyebab: Kesiapan fisik siswa yang cenderung minim (akibat kekurangan gizi) 40% tenaga pengajar memiliki keahlian yang tidak sesuai dengan bidang pengajarannya Ketidak layakan tenaga pengajar (kualitas dan kuantitas) ditingkat dasar hingga menengah 23.3% ruang belajar SD rusak berat, 34.6% rusak ringan Alokasi biaya pendidikan dari APBN < 9% Rendahnya kemampuan wirausaha, 82.2% lulusan Perguruan Tinggi menjadi karyawan Kebutuhan guru 218.000 orang(2005)

Tata Kelola Depdiknas

8.817 temuan/kasus penyimpangan sumber dana pembangunan (1997-2004) Desentralisasi pendidikan Kendali pemerintah yang belum berjalan optimal karena kurang ditunjang oleh sistem informasi manajemen yang terbangun dengan baik SNP mulai dikembangkan Laporan Keuangan dengan opini disclaimer dari BPK

RENSTRA DEPDIKNAS Tahun 2005-2009

1.Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 2.Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun 3.Program Pendidikan Menengah 4.Program Pendidikan Tinggi 5.Program Pendidikan Nonformal 6.Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan 7.Program Manajemen Pelayanan Pendidikan 8.Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 9.Program Penelitian dan Pengembangan Iptek 10.Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan Program-program Lainnya 1.Program Penguatan Kelembagaan Pengarus-utamaan Gender dan Anak 2.Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas AparaturNegara 3.Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraandan Kepemerintahan 4.Program Pengelolaan Sumber Daya ManusiaAparatur 5.Program Peningkaan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

Das Sollen Menurunkan angka buta aksara penduduk usia > 15 hingga 5% APK SMP/MTs= 98%; APK Perguruan Tinggi= 18% Memberi kesempatan yang sama pada seluruh peserta didik dari berbagai golongan menurut kategori tingkat ekonomi, gender, wilayah, tingkat kemampuan intelektual dan kondisifisik Memperluas daya tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional PenggunaanTIK untukmenjangkau daerahterpencil/sulitdijangkau Peningkatan mutu pendidikan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) Peningkatan taraf hidup masyarakat dan daya saing tenaga kerja Indonesia Metoda pembelajaran formal dan nonformal yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan Seimbang antara pengembangan kecerdasan rasional (berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan kecerdasan emosional, sosial, spritual 70% dosen dengan berpendidikan S2/S3 50% sarana sekolah memenuhi SNP AnggaranpendidikandariAPBN = 20% 5 prodi PT masuk dalam100 besar PT di Asia atau 500 besar dunia Manajemen perubahan secara internal yang menjamin terjadinya perubahan secara berkelanjutan Sistem pembiayaan berbasis kinerja (ditingkat satuan pendidikan dan pemerintah daerah) Manajemen berbasis sekolah (MBS) mulai SD sampai dengan SM Disiplin kerja tinggi melalui internalisasi etos kerja Satuan dan program pendidikan yang ada pada setiap tingkatan pemerintahan mencapai status kapasitas tertinggi dan memenuhi standar SNP Penerapan TIK secara optimal pada manajemen 86 pendidikan yang transparan dan akuntabel Laporan Keuangan dengan opini WTS dari BPK

TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA

Related Documents


More Documents from "Nazmi Haziq"

Surat Lamaran.pdf
January 2021 1
Reservoir Fluid
January 2021 1
Well Logging
January 2021 5
Recoil - Wikipedia
March 2021 0