Tafsir Al Quran Full'

  • Uploaded by: ahmadtohari007
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tafsir Al Quran Full' as PDF for free.

More details

  • Words: 32,267
  • Pages: 128
Loading documents preview...
TAFSIR AL-QUR’AN

Dr. Abd. Rozak A. Sastra, MA

TAFSIR AL-QUR’AN Editor : Dr. Abd. Rozak A .Sastra, MA Desain Sampul : Abu Zarin Tata Letak : Abu Zarin ISBN: 978-602-6902-60-3 Penerbit Cinta Buku Media Redaksi: Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8 Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan Hotline CBMedia 0858 1413 1928 e_mail: [email protected] Cetakan: Ke-1 Oktober 2016 All rights reserverd Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

KATA PENGANTAR

P

uji dan syukur, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul ‘Alamin, yang senantiasa memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kami, sehingga kami diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menyusun buku Tafsir Al-Qur’an. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah berhasil mengemban misi Allah, mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliyah menuju keceriaan dan keselamatan. Beliau juga telah berhasil mengentaskan manusia dari lembah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, menjadi manusia yang merdeka, adil dan makmur. Semoga kita tetap menjadi pengikutnya yang setia serta memperoleh syafa’atnya kelak di hari kiamat. Amien. Buku ini merupakan bunga rampai tentang Tafsir Al-Qur’an. Tentunya, pembahasan mengenai tafsir dari ayat Al-Qur’an yang ada di buku ini telah dikaji secara mendalam, walaupun tidak lepas dari kekurangan. Harapan kami, meskipun buku ini jauh dari sempurna, namun tetap dapat memberikan kemudahan dalam memahami tafsir dari beberapa ayat Al-Qur’an, serta dapat mendorong para pembaca untuk lebih giat lagi dalam belajar dan memahami isi kandungan Al-Qur’an. Akhirnya, kami berserah diri kepada Allah, semoga buku ini tercatat sebagai amal shaleh. Amien. Ciputat, November 2015

iii

DAFTAR ISI BAB 1 AYAT-AYAT AL-QUR’AN MENGENAI FUNGSI POKOK MANUSIA _ 1 1. Q. S. Thaaha ayat 110-111 _ 1 2. Q. S. Thaaha ayat 112 _ 2 3. Q. S. Al-Baqarah ayat 30 _ 3 4. Q. S.Al-Imron ayat 53 _ 6 5. Q. S. Ali Imran ayat 55 _ 8 BAB 2 ASAL KEJADIAN MANUSIA _ 12 1. Surat Al Mukminun ayat 13-14 _ 12 2. Al qiyamah ayat 37 _13 3. An Nahl ayat 70 _ 14 4. An-Nahl ayat 78 _ 15 5. Surat Al Fathir ayat 11 _ 16 6. Surat Ghafir ayat 67 _ 18 7. Surat Al Hajj ayat 5 _ 20 BAB 3 AYAT-AYAT AL-QUR’AN MENGENAI DIMENSIONAL MANUSIA _ 23 1. Surah Al Baqarah ayat 165 _ 23 2. Surah Al Insyiqaq ayat 6 _ 24 3. Surah Al Isra ayat 70 _ 25 4. Surah Al Hujurat ayat 13 _ 26 5. Surah Al Rum ayat 20 _ 28 6. Surah Al A’raf ayat 31 _ 30 7. Surah al Mukminun ayat 33-34 _ 33 8. Surah Al Imran ayat 47 _ 35 BAB 4 AYAT – AYAT TENTANG KEBAHAGIAAN MANUSIA _ 37 1. Q.S. Al-Mu’minun ayat 1-11 _ 37 2. Q.S Huud ayat 105 & 108 _ 43 3. Q.S Al-Ahzab ayat 71 _ 47 4. Qs. An-Nur ayat 48 – 52 _ 50

iv

BAB 5 MEMAHAMI DAN MENGHAYATI AYAT AL-QUR’AN MENGENAI PENYAKIT JIWA _ 56 1. QS. Al- Hasyr ayat 18 _ 56 2. Q.S Al-Baqarah ayat 10 _ 58 3. Surat As-Syams ayat 7-10 _ 60 4. Al Qiyamah ayat 2 _ 63 BAB 6 AYAT - AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEBUTUHAN JIWA AKAN AGAMA _ 65 1. QS. Ar Ra’ad ayat 2 _ 65 2. QS. Al An’am ayat 125 _ 67 3. Qs. Muhammad ayat 7 _ 69 4. Qs At-Thoha ayat 124-126 _ 73 BAB 7 AYAT - AYAT AL-QUR’AN MENGENAI KECENDERUNGAN FITRAH MANUSIA _ 77 1. QS. Al-A’raf ayat 172 _ 77 2. QS. At-Tin ayat 4-6 _ 79 3. QS. At-Tin ayat 4 _ 81 4. Qs. Al-A’Raaf ayat 172 _ 88 BAB 8 MENGATASI SIFAT BURUK PADA MANUSIA _ 96 1. Surat Al-Ma’arij ayat 19-21 _ 96 2. QS Al-Ma’arij ayat 22-24 _ 102 3. Surah al Ma’arij ayat 25-27 _ 107 4. Surah al Ma’arij ayat 32-35 _ 113 5. Surah al Fajr ayat 27-30 _ 115 Daftar Pustaka _ 119

v

vi

BAB 1 AYAT-AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI FUNGSI POKOK MANUSIA

1. Q. S. Thaaha ayat 110-111  Ayat dan Arti

‫ْي أَيْ ِدي ِه ْم َوَما َخ ْل َف ُه ْم َوََل ُُِييطُو َن بِِوۦ ِع ْل ًما‬ َ ْ َ‫يَ ْعلَ ُم َما ب‬ ِ ِ ِ ‫اب َم ْن ََحَ َل ظُْل ًما‬ َ ‫َو َعنَت الْ ُو ُجوهُ ل ْل َح ّْى الْ َقيُّوم ۖ َوقَ ْد َخ‬

Artinya : “Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya (110). Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman (111).”  Kosakata Ilmu

‫ِعل ًْما‬

Rugi

َ‫اب‬ َ ‫َخ‬

Hadapan Mereka

َ‫أَيْ ِدي ِه ْم‬

Dan Tunduk

ِ َ‫و َعن‬ َ‫ت‬ َ

 Kandungan Ayat Pada ayat ini Allah menerangkan sebab-sebab mengapa suatu syafaat tidak bermanfaat kalau tidak dengan izin dan keridaan-Nya. Sebab-sebab itu ialah karena Allah mengetahui semua akal perbuatan manusia iman dan kafirnya, tak ada satupun yang tersembunyi baginya. Dialah sebenarnya yang dapat menentukan apakah seseorang berhak mendapat syafaat, karena iman dan amalnya selama hidup di dunia dan Dia pulalah yang berhak dan dapat menetapkan bahwa seseorang tidak dapat diberi syafaat karena kafirnya dosa-dosanya yang tidak dapat diampuni. Sedangkan

1

malaikat atau manusia yang walaupun telah diizinkan oleh-Nya untuk memberi syafaat tidak mengetahui hal itu secara terperinci yang diketahui Allah SWT. Di kala itu tunduklah semua muka merasa rendah diri di hadapan Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa Yang akan memberikan putusan terakhir mengenai nasib mereka masing-masing sesuai dengan iman dan amal mereka, putusan dari Yang Maha Adil yang tidak dapat dibantah dan disangkal dan harus dilaksanakan. Di kala itu menyesallah orang-orang yang ingkar dan berdosa mengapa dia di dunia dahulu mengikuti kemauan setan dan hawa nafsu, mementingkan duniawi tanpa menghiraukan sedikitpun bahwa mereka akan menemui hari berhisab, menghina serta memperolok-olokan seruan para Nabi dan Rasul untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. 2. Q. S. Thaaha ayat 112  Ayat dan Arti

ِ ِ ‫الصلِ ّٰح‬ ‫ض ًما‬ ُ َ‫ت َوُى َو ُم ْؤِم ٌن فَ ََل ََي‬ ْ ‫اف ظُْل ًما َوََل َى‬ ّّٰ ‫َوَمن يَ ْع َم ْل م َن‬ Artinya: “Dan barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan hak.”  Kosakata ‫ظُ ْه ًًا‬

Tidak Adil/Kedzhaliman

‫َْضْ ًًا‬

Pengurangan Hak  Kandungan Ayat

Tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sebagai persiapan untuk menemui hari berhisab ini, merasa bahagia dan bersyukur serta terbayanglah dalam pikiran mereka ganjaran yang akan dianugerahkan Allah kepada mereka sesuai dengan janji-Nya, sesuai dengan keadilan dan rahmat-Nya. Mereka yakin dengan sepenuhnya bahwa mereka tidak akan teraniaya, tidak akan dirugikan sedikitpun, 2

mereka akan dimasukkan ke dalam surga Jannatun Na'im yang di dalamnya tersedia nikmat dan kesenangan yang tiada putus-putusnya. Dalam tafsir Ibnu Katsir, Allah SWT. berfirman, bahwa di hari kiamat tidak akan berguna syafaat seorang pun melainkan syafaat orang yang diberi izin oleh Allah dan diridhai kata-katanya.1 Dengan begitu sebagai khalifah dimuka bumi, manusia diperintahkan untuk beriman dan mengerjakan amalan shaleh agar memiliki tabungan di yaumul hisab, yang nantinya sebagai penolong untuk masuk ke surga. Dan bahwasanya bagi manusia yang berbuat zalim akan merugi, Allah menyebut bahwa barangsiapa melakukan amal-amal saleh padahal ia adalah seorang mukmin, maka orang yang demikian itu tidak perlu khawatir mendapat perlakuan tidak adil dihadapan Allah atau haknya dan pahalanya akan dikurangi sedikit pun.2 3. Q. S. Al-Baqarah ayat 30  Ayat dan Arti

ِ ِ ‫اعل ِف ْاْلَر‬ ِ ِ ِ ِ ّٰ ِ َ ُّ‫ال رب‬ ِ ‫ََت َع ُل فِ َيها َمن يُ ْف ِس ُد فِ َيها‬ َْ ‫ض َخلي َف ًة ۖ قَالُوا أ‬ ْ َ َ َ‫َوإ ْذ ق‬ ٌ ‫ك ل ْل َملئ َكة إ ِّْن َج‬ ِ ِ ِ ‫ال إِ ِّْن أ َْعلَ ُم َما ََل تَ ْعلَ ُمو َن‬ َ َ‫ك ۖ ق‬ َ َ‫ّْس ل‬ ُ ‫َويَ ْسف‬ َ ‫ك الد‬ ُ ‫ّْماءَ َوََْن ُن نُ َسبّْ ُح ِبَ ْمد َك َونُ َقد‬

Artinya:“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

1 2

Terjemahan singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid V hlm. 275-276 Tafsir Ibnu Katsir

3

 Kosakata

 Kandungan Ayat Dijelaskan didalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan tentang penciptaan manusia sebagai Khalifah di bumi. Ayat ini menjelaskan bahwasannya manusia yang diciptakan di bumi ini adalah sebagai pemimpin atau Khalifah , baik untuk dirinya sendiri ataupun masyarakat . setiap manusia di haruskan untuk berperangai dan berprilaku baik sebagai contoh seorang pemimpin kepada rakyatnya. Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling sempurna yang diberikan kelebihan berupa akal, pikiran, dan akhlak. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang membutuhkan orang lain. Manusia juga harus mengimbangi ibadah vertikal dengan ibadah horizontal. Dalam ibadah horizontal atau ibadah sosial Allah memberikan banyak peringatan kepada manusia untuk membantu sesama. Contohnya untuk tidak menghardik anak yatim, berbuat baik kepada orang tua, untuk mencari rizki yang halal, dan sebagainya. Dalam Qs. Al-Baqarah ayat 30 ini, Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat tentang rencananya untuk menciptakan manusia yang kedudukanya sebagai khalifah di muka bumi. Para 4

malaikat belum mengetahui secara pasti, apa yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir. Bahwa umat manusia atau keturunan Adam nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan bunuh mem-bunuh antar sesama. Padahal para malaikat merupakan mahluk yang senantiasa bertasbih, mensucikan Allah, mentaati perintah-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Karena itu, mereka ,mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana tercantum dalam ayat tersebut. Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih mengetahui dari apa yang telah diketahui para malaikat. Asbabun nuzul atau sebab turunnya ayat ini adalah dalam ayat ini alquran menceritakan kepada kita tentang penciptaan adam atau manusia sekaligus untuk memberitahukan bahwa dia adalah makhluk pertama yang akan muncul di muka bumi untuk menjadi khalifah. Ayat di atas bertujuan juga untuk memerintahkan Nabi Muhammad untuk mengingat apa yang pernah disampaikan Allah kepada para Malaikat-Nya.3 Hal ini sekaligus sebuah isyarat bagi Nabi Muhammad untuk menyampaikan dan mengingatkan kembali umatnya tentang tugas yang pernah dibebankan kepada manusia pada awal penciptaannya yakni untuk menjadi seorang khalifah di muka bumi. Nabi Muhammad dan umatnya disuruh untuk mengingat suatu peristiwa ketika Allah berfirman kepada para malaikat terkait rencananya menciptakan dan mengangkat seorang khalifah di muka bumi. Khalifah itu, dimaksudkan untuk menggantikan peran Allah dalam melaksanakan hukum-hukum-Nya. Khalifah itu adalah Nabi Adam dan juga kaum-kaum sesudahnya yang sebagian menggantikan lainnya di kurun waktu dan generasi yang berbeda.4

3

Abdurrahman al-Tsa’alabi. 1996. Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah: Beirut, Lebanon, Jilid 1, hlm. 58 4 Al-Sayyid Sabiq. 1992. Al-‘Aqa’id al-Islamiyyah. Dar al-Fikr: Beirut, Lebanon, hlm. 111-129

5

4. Q. S.Al-Imron ayat 53  Ayat dan Arti

ِ ِ ّٰ ‫ول فَا ْكتب نا مع‬ ِ ‫ين‬ َّ ‫ت َواتَّبَ ْعنَا‬ ّ َ َ َ ُْ َ ‫الر ُس‬ َ ْ‫َنزل‬ َ ‫َربَّنَا ءَ َامنَّا ِبَا أ‬ َ ‫الشهد‬ Artinya: “Ya Tuhan kami ! Kami telah percaya kepada apa yang telah Engkau turunkan, dan kamipun telah mengikut Rasul itu, sebab itu tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang-orang yang telah menyaksikan”.  Kata Kunci ‫آ َيَُّا‬

Percaya Turunkan

َ‫َْ َص ْند‬

Mengikut

‫اذَّثَ ْعَُا‬ ٍَٚ‫ان َّشا ِْ ِد‬

Menyaksikan  Kandungan Ayat

Pengakuan kesetiaan mereka itu mereka kuatkan lagi : “Ya Tuhan kami! Kami telah percaya kepada apa yang Engkau turunkan.” (pangkal ayat 53) (Prof.Dr.Hamka, 1983)Kami telah percaya kepada wahyu-wahyu itu ataupun mu‟jizat-mu‟jizat itu. Satupun tidak ada yang kami bantah atau mungkiri lagi, “Dan kamipun telah mengikut Rasul itu.” Yaitu Isa Almasih. Segala jejak-langkahnya telah kami ikuti, perintah Engkau yang disampaikannya telah telah kami junjung tinggi : “sebab itu tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang yang telah menyaksikan.” (ujung ayat 53). Masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang setia kepada Engkau, ya Ilahi. Karena segenap kehidupan kami ini telah kami sediakan buat Engkau, untuk menegakkan jalan Engkau. Demikianlah tiap-tiap Nabi mempunyai pembela, disamping orang-orang yang menolak dan menentang dia. Sebagai pada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan ada yang bergelah Hawari pula, yaitu Zubair bin Awwam , termasuk dalam sepuluh sahabat yang istimewa, dan nabi Isa Almasih mempunyai Hawari tersebut. Nabi Isa Almasih tidak sanggup menyusun kekuatan 6

bersenjata seperti Nabi Muhammad SAW karena beliau menghadapi dua kekuatan, pertama pemerintahan yang dipegang oleh bangsa Romawi yang kuat dimasa itu, kedua kaumnya sendiri Bani Israil, yang kadang-kadang lebih suka mengambilngambil muka kepada penguasa bangsa Romawi itu daripada menerima seruan Isa. Disaat yang begitulah amat penting pengikut setia yang sudi mengorbankan segalagalanya, walau jiwa sekalipun.5 Lalu mengenai asbabun nuzul dari ayat ini, menurut pendapat yang benar, alhawariy adalah penolong. Sebagaimana ditegaskan dalam Shahih al-Bukhori dan Shahih Muslim, bahwa Rasullah SAW. mengajak orang-orang pada peristiwa ahzab, maka tampillah az-Zubair, lalu ketika beliau menganjurkan mereka lagi, maka tampillah az-Zubair. Kemudian Nabi bersabda: “Setiap Nabi mempunyai mempunyai penolong (hawariy), sedangkan penolongku adalah az-Zubair.” Selanjutnya Allah SWT. Memberitahu mengenai sekelompok pemuka Bani Israil yang bermaksud menyerang „Isa AS, berbuat jahat dan menyalibnya, ketika mereka telah bersekongkol terhadapnya, kemudian melaporkannya kepada raja yang saat itu berkuasa, dan dia adalah seorang raja yang kafir, bahwasannya ada seseorang yang menyesatkan rakyat,

melarang mereka mentaati sang raja, merusak rakyat,

memutuskan hubungan antara orang tua dengan anaknya, dan lainnya dari yang mereka tuduhkan dan lontarkan seperti tuduhan dusta dan anak haram, sehingga mereka berhasil memancing amarah sang raja. Raja itupun mengirim pasukannya untuk mencari dan menangkap Isa untuk selanjutnya di salib dan disiksa. Ketika pasukan tersebut mengepung rumahnya, dan mereka mengira telah berhasil menangkapnya, ternyata Allah menyelamatkannya dari kepungan mereka. Allah mengangkatnya dari lubang dinding rumah itu ke langit, dan kemudian Dia menjadikan salah seorang yang berada dirumah itu serupa dengannya. Ketika pasukan itu memasuki rumahnya pada kegelapan malam, mereka meyakini bahwa ia adalah Isa, lalu mereka menangkap, menyiksa dan menyalibnya serta menaruh duri pada kepalanya. Hal itu merupakan suatu bentuk tipu daya dari Allah terhadap mereka. Karena sesungguhnya, Dia telah menyelamatkan nabi-Nya dan mengangkatnya dari 5

Hamka, Tafsir Al-Azhar , juzzu lll, 178, cet.1996

7

hadapan mereka, meninggalkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan, namun mereka yakin telah berhasil dalam misi pencariannya itu. Dan Allah menanamkan dalam hati mereka itu pembangkangan dan kekerasan terhadap kebenaran sebagai konsekuensi bagi mereka, serta menimpakan kehinaan kepada mereka, yang tidak pernah lepas dari mereka hingga hari kiamat kelak. 5. Q. S. Ali Imran ayat 55  Ayat dan Arti

ِ َّ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ َ َ‫إِ ْذ ق‬ ‫ين‬ ََّ ِ‫ك إ‬ َ ُ‫يك َوَرافع‬ َ ّْ‫يس ّٰى إِ ِّْن ُمتَ َوف‬ َ ‫ين َك َف ُروا َو َجاع ُل الذ‬ َ ‫ل َوُمطَ ّْه ُرَك م َن الذ‬ َ ‫ال اللوُ ّٰيع‬ ِ ِ ََّ ِ‫وك فَو َق الَّ ِذين َك َفروا إِ َ ّٰل ي وِم الْ ِقّٰيم ِة ۖ ُثَّ إ‬ ‫يما ُكنتُ ْم فِ ِيو ََتْتَلِ ُفو َن‬ ْ ‫ل َم ْرجعُ ُك ْم فَأ‬ َْ ْ َ ُ‫اتَّبَ ع‬ َ ‫َح ُك ُم بَْي نَ ُك ْم ف‬ َ ُ َ Artinya:“(Ingatlah), ketika Allah berfirman, “Wahai Isa! Aku mematikanmu dan mengangkat ruh mu di sisi-Ku, serta membersihkanmu dari tuduhan orang-orang kafir. Dan pengikut-pengikutmu akan aku jadikan lebih mulia daripada orang-orang kafir sampai hari kiamat. Kemudia kepada-Ku lah tempat kembalimu. Nanti akan aku beri keputusan kepadamu tentang persoalan-persoalan yang kamu perselisihkan itu”.  Kata Kunci Mematikan/Mewafatkan

َّ‫ُمتَ َُف‬

Mensucikan/Menjaga/Memuliakan

‫ُمطَ ٍِّس‬

Para pengikut (jamak)

ُ‫اتبَ ُع‬

 Kandungan Ayat Kitab satu: Ayat ini secara gamblang mematikan Isa secara wajar. Kata “Tawaffa” yang menjadi pokok kata “Mutawaffiika” pada ayat ini, banyak sekali ditemukan dalam alqur‟an semuanya bermakna mati secara wajar bukan mati dibunuh atau disalib begitu juga kata “Tawaffaitani” pada surat al-maidah ayat 117 yang masih erat hubungannya dengan Isa juga diartikan dengan: mati yang dapat dikenal dan dipahami oleh mereka yang mengerti bahasa arab. Oleh karena itu kalau didalam ayat tersebut tidak ditemukan kata-kata yang dapat mengubah arti kata “Tawaffa” dengan pengertian yang biasa, maka dalam soal berakhirnya Isa dengan kaumnya, tidak dapat kita artikan 8

Isa bahwa masih hidup atau tidak mati. Tidak ada jalan untuk mencari pengertian bahwa Isa terjadi setelah ia kembali turun ke dunia seperti yang dipercayai oleh sementara orang, bahwa Isa masih tetap hidup di langit dan akan turun kelak di akhir zaman, sebab demikian jelasnya ayat itu menerangkan bahwa Isa hanya dengan kaumnya saja dan bukan dengan kaum yang hidup di akhir zaman, yaitu umat Muhammad. Kata “Raafi‟uka” sebelum kata “Mutawaffiika” berasal dari kata “Rafa‟a” yang berarti mengangkat dalam soal ruh, derajat kemulian kemashuran dan sebagainya bukan pengangkatan jasmani ke langit. Kalau kata “Raafii‟uka” itu dan kata-kata lainnya yang berasal dari “Rafa‟a” diartikan dengan pengangkatan jasmani ke langit, maka kita akan menemukan banyak sekali kesalahan dan kekeliruan. Misalnya firman Allah pada surat al-mujadilah ayat 11, antara lain: “Yarfa-„ill lahul ladzina aamanuu (Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman). Kalau kata yarfa‟u yang berasal dari kata rafa‟a pada kalimat biasa diartikan dengan pengangkatan jasmani ke langit, berarti bukan jasmani Isa saja yang diangkat ke langit, tapi semua jasmani orang-orang mukmin yang kian hari jumlahnya bertambah, diangkat juga ke langit sebagaimana halnya jasmani Isa. Adapun derajat., pangkat, kemuliaan, kemashuran dan sebagainya erat hubungannya dengan manusianya. Sedangkan yang dinamakan manusia itu pada hakikatnya adalah ruhnya sendiri. Dan ruh itulah yang akan kekal dan ruh itulah yang akan menemui Tuhan. Adapun, jasad tak ubahnya dengan pakaian yang dipinjam yang dapat bertambah atau berkurang atau hancur sama sekali. Adapun hadis yang menerangkan Isa akn turun diakhir zaman, adalah hadis Ahad yakni hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja. Hadis Ahad tidak dapat dipergunakan dalam masalah akidah hanya dapat dipertanggung jawabkan dengan dalil qot‟iyah (Al-Qur‟an dan hadis mutawwatir). Kedua dalil itu tidak ditemukan disini.6 Kitab dua: Hai Isa sesungguhnya aku mewafatkan engkau dan aku mengangkat engkau kepada Ku dan mensucikan engkau (menyelamatkan engkau dari kejahatan) orangorang kafir. Dan aku menjadikan segala mereka yang mengikuti engkau berada diatas 6

Bachtiar Surin, Adz-Dzikraa, Angkasa Bandung, 1991, hlm. 226-227

9

lebih tinggi daripada orang yahudi yang mengingkari engkau hingga hari kiamat. Kemudia kepada Aku lah tempat kembalimu, lalu aku hukumkan diantara kamu tentang urusan-urusan yang kamu perselisihkan yakni aku (Allah) menyempurnakan waktu kediaman engkau diantara kaum engkau atau mematikan engkau diwaktu ajal engkau telah tiba.7 Kitab tiga: Allah membalas tipu daya orang kafir dengan mengangkat Isa a.s. kepada-Nya. Dalam hal ini terdapat berita gembira untuk nabi, tentang datangnya bantuan Allah untuk menyelamatkan dirinya dari tipu daya orang-orang kafir sehingga mereka dalam usahanya melaksanakan tipu daya itu tidak akan berhasil. Allah akan mengangkat nabi Isa kepada-Nya dan akan mewafatkannya pada saat ajalnya tiba, sesudah turun dari langit pada waktu yang ditentukan sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw, yang artinya adalah:

“Demi (Allah), yang jiwaku ditangan-Nya Isa putra Maryam akan turun diantaramu sebagai hakim yang adil, kemudian ia akan memecah salib, membunuh babi, menghentikan peperangan, dan membagi-bagikan harta, sehingga tak seorang pun yang akan menerimanya (karena tidak membutuhkan lagi) dan merasa bahwa sujudnya (ibadahnya) lebih utama dari dunia dan semua isinya,” (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah). “Allah membersihkan Isa a.s. dari orang-orang kafir”, dengan menyelamatkannya dari kejahatan, cercaan serta nistaan dan tuduhan, yang akan mereka lakukan, dan akan menjadikan pengikut-pengikutnya yang beriman itu percaya bahwa dia adalah hamba Allah dan utusan-Nya, percaya akan kata-kata Isa bahwa beliau diutus untuk memberi kabar gembira (as-Saff/61:6) tentang kedatangan seorang utusan Allah, yang akan dating sesudahnya, yang bernama Ahmad (Nabi Muhammad) (asSaff/61:6). Allah akan mengangkat mereka yang percaya itu kepada derajat yang tinggi, tidak seperti orang-orang yahudi yang menipu dan mendustakan Nabi Isa, yang direndahkan martabatnya oleh Allah. Ketinggian derajat itu ada katanya di bidang keimanan yang bersifat rohaniah, dan dalam bidang akhlak dan kesempurnaan 7

Prof. Tm. Ash Shiddieq, Tafsir al-Bayaan, Alma’arif Bandung, Yogyakarta, 1966, hlm. 297-298

10

sopan santun serta dekatnya mereka pada yang hak dan jauhnya dari yang batil. Ada kalanya kelebihan yang bersifat duniawi yang mereka akan memegang tampuk pimpinan di dunia. Kemudian semua manusia akan dikembalikan kepada Allah yaitu pada hari kebangkitan, dan Allah akan memutuskan perkara yang mereka perselisihkan dalam urusan agama yang termasuk di dalamnya perselisihan-perselisihan yang terjadi di antara pengikut-pengikut Isa a.s. dan orang-orang yang tidak percaya kepadanya.8

8

Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan), Departemen Agama RI, Jakarta, 2004, hlm.484-485

11

BAB 2 ASAL KEJADIAN MANUSIA

1. Surat Al Mukminun 13-14  Ayat Q.S: Al-Mukminun:13-14

ٍ ‫ُثَّ َج َع ْلنَاهُ نُطْ َف ًة ِِف قَرا ٍر َم ِك‬ ‫ضغَ َة ِعظَ ًاما‬ ْ ‫ضغَ ًة فَ َخلَ ْقنَا الْ ُم‬ ْ ‫ ُثَّ َخلَ ْقنَا النُّطْ َف َة َعلَ َقةً فَ َخلَ ْقنَا الْ َعلَ َق َة ُم‬،‫ْي‬ َ ِ ِ ِ َّ ‫ْي‬ ْ ‫َح َس ُن‬ َ ‫اْلَالق‬ ْ ‫آخَر ۖ فَتَبَ َارَك اللوُ أ‬ َ ‫ ََلْ ًما ُثَّ أَنْ َشأْنَاهُ َخ ْل ًقا‬،‫فَ َك َس ْونَا الْعظَ َام‬  Terjemahan Q.S: Al-Mukminun:13-14: “kemudian Kami Menjadikan air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”. (ayat 13) “kemudian, air mani itu Kami Jadikan sesuatu yang melekat,

lalu sesuatu yang melekat itu Kami Jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami Jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kamu bungkus dengan segumpal daging. Kemudian, Kami Menjadikan makhluk yang (berbentuk) lain. Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik”. (ayat 14)  Kata Kunci ٍٍ ٛ‫از َي ِك‬ ٍ ‫قَ َس‬

tempat yang kokoh (rahim)”. Kemudian, Kami Menjadikan makhluk yang (berbentuk) lain

‫ثُ َّى أَ َْشَأََْاُِ خَ ْهقًا آ َخس‬

 Pembahasan Allah SWT berfirman menceritakan bagaimana manusia itu diciptakan yang berasal dari saripati tanah,ialah Adam,kemudian keturunannya diciptakan dari air mani yang tersimpan dalam tempat yang kokoh , ialah rahim ibunya, yang memang tersedia untuk itu dan setelah melewati suatu masa tertentu dijadikanlah air mani itu segumpal darah ,kemudian segumpal darah itu menjadi segumpal daging dan dari segumpal daging itu terciptalah tulang belulang yang berbentuk kepala, tangan dan kaki ,kemudian dibungkusnya tulang-tulang itu dengan daging ,otot-otot dan urat – urat , maka terciptalah suatu makhluk yang berbentuk lain dan kepadanya lah 12

ditiupkan ruh , diberinya sarana pendengaran ,pengelihatan, mencium , bersuara , berfikir dan bergerak , sehingga lengkaplah ia menjadi manusia yang utuh sempurna sebagai makhluk Allah yang pilihan dan termulia. 2. Al-Qiyamah ayat 37 a.

Ayat al-Qiyamah ayat 37

ِ ‫ِن ُيَُْ ّٰن‬ ُ َ‫أَ ََلْ ي‬ ٍّ ِ ‫ك نُطْ َفةً م ْن َم‬ b.

Terjemahan

“Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan ( ke dalam rahim)” c.

Kata Kunci

ditumpahkan ( ke dalam rahim)”

d.

ًَُْٗ ُٚ

Pembahasan Pada ayat ini terdapat kata kunci “yumna” yang dapat pula diartikan

“dialirkan dan dipercikan kedalam rahim”. Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa proses penciptaan manusia berawal dari air mani yang dialirkan, ditumpahakan, atau dipercikan kedalam rahim. Kemudian pada penjelasan lain bahwa “bukankah orang yang mengingkari kekuasaan Allah untuk menghidupkannya sesudah ia mati dan mengadakannya sesudah ia tidak ada ini pada mulanya adalah setetes air mani yang terdapat dalam sulbi ayahnya”.9

9

Quraisy, shihab. Al-Lubab.

13

3. An Nahl ayat 70 a.

Ayat An Nahl 70

b.

‫ إِ َّن‬،‫َواللَّوُ َخلَ َق ُك ْم ُثَّ يَتَ َوفَّا ُك ْم َوِمْن ُك ْم َم ْن يَُرُّد إِ َل أ َْرذَ ِل الْ ُع ُم ِر لِ َك ْي ََل يَ ْعلَ َم بَ ْع َد ِع ْل ٍم َشْيئًا‬ ِ ِ‫اللَّو عل‬ .‫ير‬ ٌ ‫يم قَد‬ ٌ ََ Terjemahan

“Dan Allah telah menciptakan kamu, kemudian mewafatkamu, diantara kamu ada yang dikembalikan kepada usia yang tua renta ( pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahui. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Kuasa”. c.

Kosakata

d.

Lafadz

Arti

‫خَ هَقَ ُك ْى‬

Menciptakan kamu

‫ْان ُع ًُس‬

Usia

Pembahasan Allah swt. menjelaskan bahwa dialah yang menciptakan manusia dan

menentukan usianya. Diantara manusia ada yang meninggal pada waktu masih berada dalam kandungan, ada yang meninggal pada waktu lahir, ada yang meninggal pada waktu kecil, ada yang meninggal pada waktu kejayaan, dan ada pula yang meninggal setelah mencapai usia yang sangat lanjut, setelah lemah dan pikun. Kebanyakan orang menginginkan umur yang panjang, tetapi tetap sehat, dan tidak ingin menjadi pikun. Dalam hadits Nabi SAW disebutkan: Bahwa Rasulullah saw, mengatakan di dalam doanya, ”aku berlindung kepada-Mu

ya Allah dari kebakhilan, kemalasan, tuarenta (pikun), siksakubur, fitnah (cobaan) Dajjal dan fitnah di waktu hidup dan di waktu mati.”(Riwayat al-Bukhari dan Anas bin Malik).

14

4. An-Nahl ayat 78 a.

Ayat An nahl 78

b.

ِ ُ‫واللَّو أَخرج ُكم ِمن بط‬ ‫ص َار‬ َّ ‫ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم ََل تَ ْعلَ ُمو َن َشْيئًا َو َج َع َل لَ ُك ُم‬ َ ْ‫الس ْم َع َو ْاْلَب‬ ُ ْ ْ َ َْ ُ َ ‫َو ْاْلَفْئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬

Terjemahan

“Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur”. c.

Pembahasan Maksud Ayat ini adalah, Allah mengajari kalian apaynag sebelumnya tidak kalian ketahui, yaitu sesudah Allah mengeluarkan dari perut ibu kalian tanpamengetahui dan memahami sesuatu apa pun. Dia telah memberikan kepadamu beberapa anugrah berikut ini: 

Akal:



Pendengaran:

sebagai alat untuk mendengar suara



Penglihatan:

sebagai alat untuk melihat segala sesuatu



Hati nurani:

agar kamu dapat pula mana yang terbaik bagi kamu dan

alat untuk memehami sesuatu

meninggalkan yang jelek Dalam surat An Nahl ini Allah menerangkan bermacam-macam nikmat – Nya, disamping itu Allah menerangkan bahwa kebanyakan manusia tidak mensyukuri nikmat itu.10. Semua yang dianugerahkan oleh Allah kepadamu tiada maksud lainkecuali supaya kamu bersyukur, artinya kamu gunakan semua anugerah Allah tersebut semata-mata untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya dan keridhaann-Nya.

10

Departemen Agama R.I, 1979, Al-Quran dan Terjemahnnya, Proyek Penggandaan Kitab Suci AlQuran, hlm 422

15

ٌَُٔ‫“ نَ َعهَّ ُك ْى ذَ ْش ُكس‬agar kamu bersyukur”, maksudnya adalah kami

Lafadz

berbuat demikian pada kalian, maka bersyukurlah kalian kepada Allah Atas hal-hal yang dikaruniakan-Nya kepada kalian.11 Dalam hal ini manusia dilarang bersikap sombong karena ilmunya, sebab dalam kandungan ayat ini Allah menerangkan pada waktu dilahirkan manusia tidak mempunyai ilmu sedikitpun, dan ilmu yang dimiliki sekarang tidak seberapa dibandingkan ilmu yang dimiliki Allah swt. 5. Surat Al Fathir 11 a.

Ayat fathir 11

ِ ِ ٍ ِ ٍ ِ ‫ض ُع إَِل‬ َ َ‫اجا َوَما ََْتم ُل م ْن أُنْثَى َوَل ت‬ ً ‫َواللَّوُ َخلَ َق ُك ْم م ْن تَُراب ُثَّ م ْن نُطْ َفة ُثَّ َج َعلَ ُك ْم أ َْزَو‬ ِ ِ ِ ٍ َ‫بِعِْل ِم ِو وما ي ع َّمر ِمن مع َّم ٍر وَل ي ْن َقص ِمن ُعم ِرهِ إَِل ِِف كِت‬ َ ‫اب إِ َّن َذل‬ ٌ‫ك َعلَى اللَّو يَسري‬ ُ ْ ُ ُ َ َ ُ ْ ُ َُ َ َ b.

Terjemahan Ayat QS.:fathir :11

“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah”. c.

Kata kunci QS.:fathir :11

kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan).

‫ثُ َّى َج َعهَ ُك ْى أَ ْش َٔا ًجا‬

Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung

dan

melahirkan,

melainkan

ِّ ًِ ‫َض ُع إِال تِ ِع ْه‬ َ ‫َٔ َيا ذَحْ ًِ ُم ِي ٍْ أُ َْثَٗ َٔال ذ‬

dengan sepengetahuan-Nya

11

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, 2009, Tafsir Ath-Thabari, jakarta:Pustaka Azzam, hlm 248-249

16

d.

Pembahasan “Dan Allah telah menciptkan kamu dari tanah, kemudian itu dari nuthfah”

sudah banyak diterangkan di surat-surat yang lain tentang asal kejadian manusia. Di sini pada pangkal ayat diterangkan asal kejadian manusia dari tanah, kemudian itu dari nuthfah. Ini boleh ditafsirkan atas 2 macam tafsiran. Pertama bahwa asal manusia yang pertama yaitu nenek moyang manusia, tegasnya Nabi Adam langsung diciptakan Tuhan dari Tanah. Tetapi kemudian anak dari Adam sendiri dan manusia keturunan Adam seluruhnya terjadi dari nuthfah yaitu mani ayah dan mani ibu yang telah bergabung dalam rahim jadi satu. Boleh juga ditafisirkan bahwa asal masing-masing kita ini memang dari tanah. Karena makanan yang menyuburkan gizi manusia adalah berasal dari tanah. Buah buahan, beras, gandum, sayur-sayuran yang jadi makanan tiap-tiap hari adalah dari tanah belaka. Makanan menyehatkan darah. Darah menumbulkan mani dari pertemuan dua mani manusia tercipta. Kemudian Dia dijadikan kamu berpasang pasangan. Sejak dari dalam kandungan telah ditentukan mana yang laki-laki dan mana yang perempuan. Dengan kekuasaan Allah kelanjutan turunan ditentukan dengan pertemuan yagn berpasangan yang disebut positif dan negative. Pembentukan tubuh sama tetapi Allah takdirkan bagwa yang dijadikan pihak laki-laki alat kelaminnya tertonjol keluar dan panjang dan alat kelamin peremuan diberi berlobang untuk pertemuan mereak dan mengumpulkan air mani mereka seraya ditimbulkan pula syahwat keinginan bertemu untuk bersetubuh, sehingga dengan pesetubuhan itu berpadulah kedua mani dan lahirlah manusia baru. Dari anas bin malik (moga moga ridha Allah terlimpah satasnya) dari nabi Saw. berkata dia : “sesungguhnya Allah telah mewakilkan kepada seorang malaikat guna menjaga rahim (peranakan) Malaikat itu berkata : ya Tuhan! Nuthfah! Ya Tuhan! Alaqah! Ya Tuhan Mughdah!. Maka apabila Allah menghendakai menyempurnakan kejadiannya, berkatalah malaikat itu: ya Tuhan! Akan jadi orang yang celakankah dia atau orang yang berbahagia ? laki-lakikah atu perempuan? Bagaimana rezekinya?

17

Bagaimana ajalnya? Maka dituliskan yang demikian itu masa dia masih dalam perut ibunya”. (riwayat Bukhari, Muslim, dan Imam Akhmad) Dari hadits yang dirawikan oleh bukhari dan muslim dan al-imam ahamad ini jelaslah bahwa tidak ada seorang manusia pun yang lepas dari penjagaan Tuhan sampai bagi tiap-tiap anak dalam kandungan sudah sedia malaikat yang menjaga pertumbuhan nya, sejak air segumpal darah, sampai darah segumpal („alaqah), dan sampai daging (mudgah) dan pertumbuhan selanjutnya akan jadi atau akan gugur dalam kandungan sudah dalam ilmu dan ketentuan Tuhan. Bahkan celaka atau bahagianya, rezeki atau ajalnya, semua sudah teterntu. Hanya ktita manusia yang tidak tahu. 6. Surat Ghafir 67 a.

Ayat QS:Ghafir:67

ِ ٍ ‫ُىو الَّ ِذي َخلَ َق ُكم ِمن تُر‬ َّ‫َش َّد ُك ْم ُث‬ ُ ‫اب ُثَّ ِم ْن نُطْ َف ٍة ُثَّ ِم ْن َعلَ َق ٍة ُثَّ َُيْ ِر ُج ُك ْم ِط ْفَل ُثَّ لتَْب لُغُوا أ‬ َ َ ْ ْ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َجَل ُم َس ِّمى َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقلُو َن‬ ً ُ‫لتَ ُكونُوا ُشي‬ َ ‫وخا َومْن ُك ْم َم ْن يُتَ َو َّف م ْن قَ ْب ُل َولتَْب لُغُوا أ‬ b.

Terjemahan Ayat QS: Ghafir: 67

“Dia-lah yang Menciptakan dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi diantara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti”. c.

Kata Kunci Memahami Surat Ghafir Ayat 67 Tanah

‫ب‬ ٍ ‫ذُ َسا‬

Nuthfah

ْ َُ ‫طفَ ٍح‬

Segumpal darah

‫َعهَقَ ٍح‬

18

d.

Pembahasan Yaitu bahwa tubuh jasmani ini, badan kasar ini seluruhnya diambil bahannya

dari tanah. Tidak ada dari bahan lain. Tidak ada anasir yang diambil dari binatang lain atau satelit lain. Dia masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanannya dan minumannya. Makanan terdiri dari sayur atau buah buahan atau kacang kacangan. Semuanya dari tanah atau dari daging binatang ternak, itupun dibesarkan oleh rumput yang dimakannya dari tanah. Atau dari daging ikan yang menghisap air di tempat ikan itu berenang. Zat-zat makanan itu memperkaya darah manusia. Darah itulah yang mengandung mania atau sperma atau khama. Mani atau khama itu keluar setelah terjadi persetubuhan di antara seorang lakilaki dengan perempuan. Di dalam rahim (peranakan) kedua mani yang bertemu itu bercampur dan berpadu jadi satu. Itulah yang disebutkan pada lanjutan ayat : “kemudian itu dari nuthfah” yaitu mani yang telah bergumpal jadi satu empat puluh hari lamanya, yang kian lama dia kian membeku jadi darah, “kemudian dari „alaqah”, artinya jadi darah segumpal, sudah lebih beku dari nuthfah itu. Di dalam surat 23, al mu‟minun (orang-orang yang beriman) ada disebutkan bahwa sesudah masa jadi „alaqah dia akan bertambah membeku sehingga menjadi mudhghah yaitu daging segumpal. “Kemudian itu Dia keluarkan kamu jadi anak kecil (bayi) “yaitu setelah genap bulannya, ada yang tercepat lebih sedikit tujuh bulan dan ada yang terbiasa, yaitu Sembilan bulan lebih beberapa hari. Masa menjadi anak kecil itu ialah sejak lahir sampai masa dapat turun dari bendungan ibu dan dapat berjalan sendiri. sejak kecil disusukan ibu, dipangku ibu, digendong dan dibuaikan. Diasuh dengan penuh kasih, sampai panda merangkak tegak dan jatuh, lalu tegak dan jatuh lagi, kemudia tegak dan tegak dan tidak jatuh lagi. “kemudian supaya sampailah kedewasaan kamu”. Masa mulai mata terbuka menghadapi hidup. Sampai sanggup berjalan sendiri dengan mempergunakan pertimbangan akal, memilih yang baik menjauhi yang buruk, mengambil yang manfaat menghindarkan yang mudharat “kemudian supaya jadilah kamu orang tua,” kalau Allah menghendaki umur panjang. “maka setengah di antara kamu ada yang

diwafatkan dari sebelumnya” yakni sebelum tua, sebelum dapat mengembangkan 19

sayap, sehingga tidak jarang yang mati muda atau masih dalam sarat menyusu, dalam bendungan ibu. “Dan supaya sampai kamu kepada ajal yang telah ditentukan.” Karena masing masing orang tidaklah sama ajalnya, tidak sama janjinya dan nasibnya, ada yang mati muda dan ada yang sampai tua. “Dan supaya kamu berfaham”. Pada tafsir lain dialah yang menjadikan manusia dari tanah, menjadi setetes mani, setetes mani menjadi sesuatu yang melekat, dan segumpal darah menjadi segumpal daging, kemudian dilahirkan ke dunia dalam bentuk manusia. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Allah menciptakan manusia dari tanah ialah bapak manusia yaitu adam yang diciptakan dari tanah. 7. Surat Al Hajj ayat 5 a.

Ayat Al-Hajj : 5

ِ ‫ب ِمن الْب ع‬ ٍ ‫ث فَِإنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِمن تُر‬ َّ‫اب ُثَّ ِم ْن نُطْ َف ٍة ُثَّ ِم ْن َعلَ َق ٍة ُث‬ ْ َ َ ٍ ْ‫َّاس إِ ْن ُكْنتُ ْم ِِف َري‬ َ ْ ْ ُ ‫يَا أَيُّ َها الن‬ ِ ٍِ ٍ ٍ ْ ‫ِمن م‬ ِ ِ َّ‫َج ٍل ُم َس ِّمى ُث‬ َ ّْ َ‫ضغَة ُُمَلَّ َقة َو َغ ِْري ُُمَلَّ َقة لنُب‬ َ ‫ْي لَ ُك ْم ۖ َونُقُّر ِِف ْاْل َْر َحام َما نَ َشاءُ إ َ ّٰل أ‬ ُ ْ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫َش َّد ُك ْم ۖ َومْن ُك ْم َم ْن يُتَ َو َّّٰف َومْن ُك ْم َم ْن يَُرُّد إ َ ّٰل أ َْرَذل الْ ُع ُم ِر ل َكْي ََل‬ ُ ‫ُُنْ ِر ُج ُك ْم ط ْف ًَل ُثَّ لتَْب لُغُوا أ‬ ِ ِ ِ ِ ‫ت‬ ْ ‫ض َىام َد ًة فَِإ َذا أَنْ َزلْنَا َعلَْي َها الْ َماءَ ْاىتَ َّز‬ ْ َ‫ت َوأَنْبَت‬ ْ َ‫ت َوَرب‬ َ ‫يَ ْعلَ َم م ْن بَ ْعد ع ْل ٍم َشْيئًا ۖ َوتَ َرى ْاْل َْر‬ ‫يج‬ ٍ ِ‫ِم ْن ُك ّْل َزْو ٍج ََب‬ b.

Terjemahan

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan nmenumbuhkan berbagai macam tumbuhtumbuhan yang indah”.

20

c.

Kata kunci

Nuthfah

‫ب‬ ٍ ‫ذُ َسا‬ ْ َُ ‫طفَ ٍح‬

Segumpal darah

‫َعهَقَ ٍح‬

Tanah

‫ُيضْ َغ ٍح‬

Segumpal daging d.

Pembahasan Ayat diatas menjelaskan tentang proses kejadian manusia dan takdir yang telah

ditentukan oleh Allah Swt, para ulama tidak berbeda pendapat bahwa roh itu dihembuskan setelah 120 hari, yakni setelah genap 4 bulan dan masuk ke usia 5 bulan. Hal ini berdasarkan hadis-hadis, hal ini pula yang menjadi landasan hukum atas kasus penisbatan anak ketika terjadi persengketaan dan penetapan kewajiban memberi nafkah kepad wanita hamil yang diceraikan.(tafsir alqurthubi) Maksud ayat ini adalah, wahai manusia, jika kalian meragukan kekuasaan kami untuk membangkitkan kalian dari kubur sesudah mati dan hanccur luluh karena kalian menganggap sulit hal itu ,maka penciptaan kami kepada ayah kalian yaitu Adam AS,dari tanah, kemudian kami menciptakan kalian dari nutfah Adam, kemudian kami mengubah-ubah kondisi kalian, dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dari setetes mani menjadi segumpal darah, kemudian dari segumpal darah menjadi segumpal daging.(penciptaan Allah yang demikian )mengandung pelajaran serta nasihat yang dapat kalian ambil,sehingga kalian tahu bahwa tuhan yang kuaasa melakukan hal itu pasti tidak sulit mengembalikan kalian setelah fana sebagaimana dulu kalian hidup.(tafsir ath-thabari)jadi sangatlah mudah semua yang dilakukan oleh Allah swt karena jika Allah menghendaki sesuatu maka terjadilah sesuatu tersebut dalam ayat ini juga Allah ingin kita sebagai makhluknya agar berfikir tentang kekuasaannya dan bagaimana proses penciptaan alam manusia agar manusia beriman kepada Allah. Dalam ayat tersebut juga Allah bermaksud “Wahai manusia, diantara kalian ada yang dicabut nyawanya sebelum mencapai kedewasaaannya, dan adapula yang dipanjangkan umurnya hingga tua renta, sehingga sesudah berakhir masa mudanya 21

dan mencapai puncak kedewasaannya ia kembali kepada kondisi usia yang paling lemah, yaitu usia senja, sehingga ia kembali seperti kondisinya pada masa keci. Ia tidak memahami sesuatu setelah memahaminya pertama kali. Tegasnya, diantara kalian ada yang dikembalikan kepada kondisi usia yang palinga lemah setelah mencapai kedewasaannya.(tafsir ath-thabari). Hal ini juga berbicara mengenai takdir Allah Swt karena manusia sudah ditentukan kapan manusia dicabut nyawanya dan ada juga yang panjang umur dan akan kembali kondisinya saat manusia tersebut masih kecil pada saat kondisi inilah disebut dengan usia yang paling lemah karen fisik dan pikiran orang tersebut semakin melemah.

22

BAB 3 AYAT-AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI DIMENSIONAL MANUSIA

1. Surah Al Baqarah 2: 165

Artinya: Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai

tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). ّ ٌِ ْٔ‫ُد‬ ‫ّللا‬

Selain Allah

‫أَ َْدَادًا‬

Tandingan

Ayat ini menjelaskan tentang sebagian manusia ada yang menganggap bahwa disamping Allah ada lagi sesembahan yang diagungkan dan dicintai sama dengan mengangungkan dan mencintai Allah, seperti berhala, pemimpin-pemimpin, arwah nenek moyang dan lain sebagainya. Apabila mereka mendapat nikmat dan kebaikan, mereka panjatkan syukur dan pujian kepada sesembahan tersebut, dan apabila mereka ditimpa kesusahan atau malapetaka mereka meminta dan berdoa kepada Allah dengan harapan mereka akan dapat ditolong dan dilepaskan dari cengkraman bahaya yang mereka hadapi.12 Padahal dalam ayat sebelumnya Allah SWT memberitahukan tentang dalil atau tanda ke-Esaan dan, kekuasaan dan keagungan-Nya, namun orangorang berakal masih tetap saja menyembah tandingan (yang tidak sebanding sama sekali dengan) Allah SWT walaupun berhala atau apapun itu bentuknya sesembahan

12

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 245.

23

mereka itu tidak dapat memberikan apa-apa dan tidak bermanfaat bagi mereka sama sekali.13 ُِ / mereka Al-Mubarrad mengatakan firman Allah SWT "ِ‫ب اهلل‬ ّْ ‫"ُيبُّ نَ ُه ْم َك ُح‬

mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, maknanya adalah mereka mencintai berhala dan sesembahan mereka walaupun pada jalur yang bathil, seperti orang-orang mmukmin mencintai Allah SWT pada lajur yang benar.14 Tindakan seperti adalah tindakan orang musyrik. Seorang mukmin tidak akan melakukan perbuatan seperti itu, karena ia percaya dengan sepenuh hatinya bahwa yang harus disembah hanyalah Allah dan yang harus dicintai dan dipanjatkan doa kepadanya hanyalah Allah. Di akhirat nanti orang yang mempersekutukan Allah dengan menyembah berhala , pemimpin dan arwah itu akan kekal di neraka dan akan menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa Allah sajalah yang Mahakuasa dan Dia sajalah yang berhak menyiksa dan siksanya amat berat.15 Unsur dimensional pada ayat ini adalah manusia sebagai makhluk religious yang tidak boleh menyekutukan Allah. 2. Surah Al Insyiqaq 84 : 6 Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh

menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.

‫ َك ْد ًحا‬-‫َ ْك َد ُح‬ٚ-‫َك ِد َح‬

Usaha sunguh-sungguh

ً‫ ُيالَقَاج‬- ‫ نِقَا ًء‬-َٗ‫الَق‬

Menemui

Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa manusia dalam masa hidupnya bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-citanya. Setiap langkah manusia sesungguhnya menuju kepada akhir hidupnya, yaitu mati. Hal ini berarti 13

Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 470. Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. Loc., Cit. 15 Kementrian Agama RI, Op, Cit., hlm. 246. 14

24

kembali kepada Allah. Oleh karena itu, manusia akan mengetahui tentang baik buruk pekerjaan yang telah mereka kerjakan.16 Dalam kitab tafsir Ath-Thabari dijelaskan mengenai ayat ini maksudnya adalah, hai manusia, sesungguhnya kamu telah melakukan pekerjaan untuk menuju Tuhanmu, maka kelak kamu akan menemui-Nya, naik pekerjaanmu itu baik maupun buruk. Oleh karena itu, perbuatanmu hendaknya pekerjaan yang dapat menyelamatkanmu dari kemurkaan-Nya dan mendatangkan keridhaan-Nya kepadamu, dan bukan perbuatanmu

yang

mendatangkan

kemurkaan-Nya

kepadamu

sehingga

membinasakanmu.17 Pendapat yang senada dengan yang dikemukakan di atas mengenai hal ini senada dengan pendapat para ahli tafsir. Salah satu riwayat yang disebutkan oleh mereka yang berpendapat demikian adalah sebagai berikut: Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa‟id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firmannya, ِّ ْٛ ِ‫َٓا ْا ِإل َْ َساٌُ إََِّكَ َكا ِد ٌح إِنَٗ َزتِّكَ َك ْد ًحا فَ ًُالَق‬ُّٚ َ ‫َأ‬ٚ “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya,” ia berkata, “Sesungguhnya perbuatanmu, hai manusia, sangatlah lemah. Oleh karena itu, barangsiapa bisa menjadikan perbuatannya dalam ketaatan kepada Allah, maka ia hendaknya melakukannya. Tidak ada kekuatan kecuali dari Allah.18 Unsur dimensi yang terdapat pada ayat ini, menunjukkan bahwa manusia memiliki dimesi Keberagamaan. 3. Surah Al Isra 17: 70

Artinya: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut

mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rekzi dari yang baik-baik dan

16

Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 10, (Jakara: Widya Cahaya, 2011), hlm. 603 Abu Ja’far Muhammad, Tafsir Ath-ThabariJuz ‘Amma, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 359. 18 Ibid, hlm. 359-360. 17

25

Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan ‫َك َّس َو‬

Memuliakan, Mengistimewakan

َّ َ‫ف‬ ‫ض َم‬

Melebihkan

Ayat ini menjelaskan tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Hal ini bisa dilihat dari kata karramna yang diambil dari kata karaman yang berarti kemuliaan. Kata karramna berarti Kami (Allah) telah memuliakan. Adanya tasydid pada lafal karramna menunjukkan banyaknya kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia.19 Keistimewaan itu antara lain setiap manusia memiliki kehormatan, pengetahuan, serta kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada anak cucu adam. Ayat ini merupakan salah satu dasar menyangkut pandangan Islam tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Siapapun harus dihormati hak-hak nya tanpa perbedaan. Yakni hak hidup, hak berbicara dan mengeluarkan pendapat, hak beragama, hak memperoleh pekerjaan dan berserikat. Hanya saja perlu dicatat, bahwa hak-hak yang dimaksud adalah anugerah Allah sebagaimana dipahami dari kata karamna/ kami muliakan, dan dengan demikian hak-hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan hak-hak Allah dan harus selalu berada dalam koridor tuntunan Agama-Nya.20 Oleh karena itu, dalam ayat ini menjelaskan dimensi keindividuan yang dimiliki oleh manusia. 4. Surah Al Hujurat 49:13

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan seorang perempuan dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku 19 20

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 6, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011) hlm. 516. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Volume 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 513.

26

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. ٌ‫ُشعُْٕ تًا ج ِي ٍْ َشعْة‬

Berbangsa-bangsa

‫ ٌم‬ِٛ‫قَثَائِ َم ج ِي ٍْ قَث‬

Bersuku-suku

‫ذَ َعا َزفُْٕ ا‬

Saling mengenal

َٖٕ ‫أَ ْذقَٗ إسى ذفضم ِي ٍْ ذَ ْق‬

Lebih takwa

Penggalan pertama ayat diatas sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannnya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini, yakni sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di

sisi Allah ialah yang paling bertakwa.21Karena itu berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah. Dalam ayat ini juga manusia dituntut untuk saling mengenal agar semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat, saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Jadi, dalam ayat ini membuktikan bahwa menusia memiliki dimensi sosial dan dimensi keberagamaan. Untuk sabab nuzul ayat ini, diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun berkenan dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi meminta kepada bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri mereka dengan Abu Hind, tetapi mereka enggan melakukannya karena merasa tidak wajar menikahkan putri mereka dengan seorang bekas budak mereka sendiri. Sikap keliru

21

M. Quraish Shihab, Op. Cit (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 260.

27

ini dikecam oleh Al-Qur‟an dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan karena keturunan atas garis kebangsawanan tetapi karena ketaqwaan.22 Di samping itu, ada juga pendapat lain mengenai asbabun nuzul ayat ini. Diriwayatkan oleh Abu Mulaikah, pada saat terjadinya Fathul Makkah (8 H), Rasul mengutus Bilal Bin Rabbah untuk mengumandangkan adzan, ia memanjat ka‟bah dan berseru kepada kaum muslimin untuk shalat jama‟ah. Ahab bin Usaid ketika melihat Bilal naik keatas ka‟bah berkata “segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku, sehingga tidak menyaksikan peristiwa hari ini”. Harist bin Hisyam berkata “Muhammad menemukan orang lain kecuali burung gagak yang hitam ini”, kata-kata ini dimaksudkan untuk mencemooh Bilal, karena warna kulit Bilal yang hitam. Maka datanglah malaikat Jibril memberitahukan kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan mereka. Sehingga turunlah ayat ini, yang melarang

manusia

untuk

menyombongkan

diri

karena

kedudukannya,

kepangkatannya, kekayaannya, keturunan dan mencemooh orang miskin.23 Apapun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat ini menegaskan kesatuan asal-usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. 5. Surah Al Rum 30: 20

Artinya: Dan di antara bukti-bukti-Nya adalah Dia telah menciptakan kamu dari

tanah, kemudian tiba-tiba kamu bertebaran. Menciptakan kamu sekalian

َّ‫َخلَقَ ُك ْم‬

Tanah

َّ‫تُ َساة‬ َّ‫ش ُس َْ َن‬ ِ َ‫تَ ْىت‬

Bertebaran

Ayat ini menerangkan adanya tanda-tanda kebesaran Allah pada manusia sendiri. Manusia diciptakan dari tanah, sedangkan tanah itu benda mati tidak bergerak. 22 23

Ibid, hlm. 261 Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 13 , (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 420.

28

Sehubungan dengan kejadian manusia dari tanah itu, Rasulullah saw bersabda seperti berikut:

َِ ‫اِ َّن اهلل خلَق آدم ِمن قَبض ٍة قَبضها ِمن‬ ِ ‫آد َم َعلَى قَ ْد ِر اْْل َْر‬ ِ ‫َجْي ِع اْْل َْر‬ ‫ض َجاءَ ِمْن ُه ُم‬ َ ‫ض فَ َجاءَ بَنُ ْو‬ ْ ََ ْ َ ْ ْ ََ َ َ َ ِ ‫اَلز ُن وب‬ ِ ‫ََحر واْْلَسود وب‬ َّ ُ ‫اْلَبِْي‬ ‫ك (رواه ابو داود‬ ْ ‫ك َو‬ َّ ‫ب َو‬ َ ‫ْي ذَل‬ َ ‫ْي ذَل‬ َ ْ َ َ ََْ ‫الس ْه ُل َو‬ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ َُ ْ ‫ض َواْْل‬ ُ َ‫اْْلَبْي‬ ُ ّْ‫ث َوالطي‬ )‫والرتمذي عن اىب موسى اَلشعري‬ Sesungguhnya Allah telah menjadikan Adam dari segumpal tanah yang diambil-Nya dari segala macam tanah. Kemudian datanglah anak-anak Adam menurut tanah asal mereka. Mereka ada yang putih, merah, hitam, dan sebgaainya; ada pula yang jelek, baik, sederhana, dan sebagainya. (Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Musa al-Asy‟ari)

Al-Qur‟an banyak menerangkan tentang asal kejadian manusia. Dalam Surah alMu‟minun umpamanya Allah berfirman:

ٍ ْ ‫ولََق ْد َخلَ ْقنَا اْ ِإلنْسا َن ِم ْن ُسلَلَ ٍة ّْم ْن ِط‬ ‫ْي‬ َ َ Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. (alMu‟minun: 12) Dalam Surah al-Mu‟minun di atas diterangkan kejadian manusia itu berasal dari sari pati tanah. Ini suatu kejaadian yang tidak langsung dari manusia. Akan tetapi, dalam ayat 20 ini disebutkan asal kejadian itu langsung dari tanah dan segera diikuti dengan gambaran manusia yang bergerak dan bertebaran (tantasyirun). Hal ini untuk dibandingkan antara proses dan arti tanah yang mati dan tak bergerak dengan manusia yang hidup dan bergerak.24 Dalam Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab diterangkan bahwa firmanٍ ‫ ( َخلَ َق ُك ْم َِم ْنَتُر‬/ Dia telah menciptakan kamu dari tanah, dipahami oleh banyak Nya: )‫اب‬ َ ulama dalam arti menciptakan asal-usul leluhur kamu Adam as dari tanah. Ada juga yang memahami kata tanah di sini dalam arti sperma sebelum pertemuannya dengan indung telur. Mereka memahami demikian atas dasar bahwa asal-usul sperma adalah makanan manusia baik tumbuhan maupun hewan yang bersumber dari tanah. Yang

24

Kementrian Agama RI, Al Qur’an dan Tafsirnya Jilid 7, (Jakarta: Widya Cahya, 2011), hlm. 478479.

29

jelas manusia berasal dari tanah, sedang tanah tidak memiliki unsur kehidupan, namun manusia dapat hidup bahkan berkembang biak.25 Hal itu adalah kejadian yang luar biasa dan menjadi tanda kekuasaan Allah. Hal itu juga mengisyaratkan adanya hubungan yang kuat antara manusia dan bumi sebagai tempat hidup mereka, dan tempat bertemu dengan asal kejadian itu. Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapatlah kita ketahui bahwa ayat ini menjelaskan unsur dimensional manusia sebagai makhluk sejarah yang mana asalusul manusia diciptakan oleh Allah swt dari tanah, benda mati yang tidak bergerak. Lalu dengan kuasa Allah manusia dapat hidup dan bergerak bahkan berkembang biak di dunia ini. Mengingat asal-usul diciptakannya manusia dari tanah maka sudah sepatutnya manusia tidak bersikap sombong atau takabbur, karena manusia tidak mempunyai daya dan upaya kecuali atas kekuasaan Allah swt. Adapun sebuah syair mahfudzot yang menyinggung mengenai sombong atau takabbur sebagai berikut:

ِ ‫ علَى ص َفح‬# ‫اظ ِر‬ ِ َ‫تَواضع تَ ُكن َكالنَّج ِم َلَح لَن‬ ‫ات الْ َم ِاء َوُى َو َرفِْي ٌع‬ َ َ َ َ ْ ْ ُْ َ ِ ‫ إِ َل طَب َق‬# ‫ان ي رفَع نَ ْفسو‬ ِ ‫ك َكالد‬ ‫اْلَ ِو َو ُى َو َو ِضْي ٌع‬ ْ ‫ات‬ ُ َ‫َوَلَ ت‬ َ ُ َ ُ ْ َ ‫ُّخ‬ َ Rendahkanlah dirimu niscaya kau menjadi seperti bintang Orang melihatnya bercahaya di atas genangan air Padahal ia berada tinggi di atas Janganlah kau menjadi seperti asap yang mengangkat dirinya ke angkasa Padahal dirinya rendah

6. Surah Al A‟raf: 31

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)

masjid, makan dan minumlah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

25

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah volume 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 32.

30

‫ِش ْيىَ َّت‬

Perhiasan Makan

َّ‫يَأْ ُك ُل‬-‫أَ َك ََّل‬

Minum

َّ‫يَش َس ُة‬-‫ة‬ ََّ ‫ش ِس‬ َ

Berlebih-lebihan

َّ‫ف‬ ُ ‫س ِس‬ ْ ُ‫ت‬

Pada ayat ini Allah swt memerintahkan supaya memakai pakaian ke tempattempat beribadah, yaitu memakai pakaian yang baik dalam shalat, ketika tawaf dan ibadah lainnya. Begitu juga membiasakan makan dan minum dengan tidak berlebihlebihan. Sebab ayat ini turun diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh „Abdun bin Hamid dari Sa‟id bin Jubair, katanya: “Bahwa orang-orang di zaman Jahiliah tawaf sekeliling Ka‟bah dalam keadaan telanjang bulat. Mereka berkata: “Kami tidak akan tawaf dengan memakai pakaian yang telah kami pakai untuk berbuat dosa.” Lalu datanglah seorang perempuan untuk mengerjakan tawaf, dan pakaiannya dilepaskannya sama sekali sedang dia dalam keadaan bertelanjang hanya tangannya saja yang menutup kemaluannya. Karena itu turunlah ayat ini. Diriwayatkan pula bahwa Bani Amir di musim haji tidak memakan daging dan lemak, kecuali makanan biasa saja. Dengan demikian mereka memuliakan dan menghormati haji, lalu orang Islam berkata: “Kamilah yang lebih berhak melaksanakan itu.” Maka turunlah ayat ini.26 Yang dimaksud dengan memakai “zinah”, ialah memakai pakaian yang dapat menutupi auratnya. lebih sopan lagi kalau pakaian itu selain bersih dan baik, juga indah yang dapat menambah keindahan seseorang dalam beribadat menyembah Allah, sebagaimana kebiasaan seseorang berdandan dengan memakai pakaian yang indah dikala akan pergi ke tempat –tempat undangan dan lain-lain, maka untuk pergi ke tempat-tempat beribadah untuk menyembah Allah tentu lebih pantas lagi, bahkan lebih utama. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

26

Drs. HM. Sonhadji, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid III, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1990), hlm. 395.

31

ِ ‫اِذَا صلَّى أَح ُد ُكم فَ ْلي ْلبس ثَوب ي ِو فَِإ َّن اهلل عَّز وج َّل اَح ُّق من تَزيَّن لَو فَِإ ْن ََل ي ُكن لَو ثَوب‬ ‫ان فَ ْليَتَّ ِزْر‬ َْ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُ َ َ َْ َ ََ َ َ َْ ُ ْ َ ْ ِ‫ال الْي هود‬ ِ ِِ ‫إِذَ صلَّى وَلَ ي ْشتَ ِمل أَح ُد ُكم ِف‬ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ ‫صَلَتو ا ْشت َم‬

Apabila salah seorang di antaramu mengerjakan shalat hendaklah memakai dua kain, karena untuk Allah lah lebih pantas seseorang berandan. Jika tidak ada dua helai kain, maka cukuplah sehelai saja untuk dipakai shalat. Janganlah berkemul dalam shalat, seperti berkemulnya orang-orang Yahudi.27 Jelaslah dari ayat ini bahwa agama Islamlah yang menyebabkan umat manusia di dunia ini berkemajuan dan beradab. Perintah memakai pakaian yang baik ini sebelum

Islam datang belum ada. Manusia masih banyak yang belum tahu pakaian, baik di dunia barat maupun di dunia timur. Kemudian dalam ayat ini, Allah swt mengatur pula perkara makan dan minum manusia. Dengan turunnya ayat ini, makanan dan minuman manusia itu harus disempurnakan dan diatur untuk dapat dipelihara kesehatannya karena kesehatan badan banyak hubungannya dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang berlebih-lebihan akan membawa kepada kerusakan kesehatan. Karena itu Allah melarang berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Larangan berlebihan di sini juga dapat diartikan larangan berlebih-lebihan dalam berbelanja untuk membeli makanan atau minuman karena akan mendatangkan kerugian. Dalam hal ini Rasulullah saw telah bersabda:

ٍ ‫ُكلُوا و ْشرب وا وتَصدَّقُوا وأَلْبِسوا ِف َغ ِري َُِمي لَ ٍة وَلَ سر‬ ‫ب أَ ْن يََرى أَثََر نَِع ِم ِو َعلَى َعْب ِد ِه‬ ُّ ‫ف فَِإ َّن اهللَ ُُِي‬ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َُ َ ْ ََ َ ْ ْ Makanlah, munumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah dengan cara yang tidak sombong dan tidak berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah suka melihat penggunaan nikmat-Nya pada hamba-Nya.28 Larangan ini juga disebutkan dalam salah satu syair Arab yang berbunyi:

ِ َ‫ف و ِعش ِعي ًشا م ْقت‬ ِ َ‫ااص ِْْب َواْ ِإل ْخَل‬ َّ ِ‫ك ب‬ ً‫صدا‬ َ ‫َعلَْي‬ ُ ْ ْ َ ُ ‫ َوَلَ تُ ْس ِر‬# ‫ص ِ ِْف ُك ّْل َع َم ٍل‬ Hendaknya bagimu untuk sabar dan ikhlas dalam setiap perbuatan Dan jangan berlebihan , hiduplah dengan sederhana (hemat) 27 28

Ibid., hlm. 395-396. Ibid., hlm. 397.

32

Perbuatan berlebih-lebihan yang melampaui batas itu selain merusak dan merugikan, juga Allah tidak menyukainya. Setiap pekerjaan yang tidak disukai Allah, kalau dikerjakan tentu akan mendatangkan bahaya. Jelaslah bahwa dalam ayat ini Allah mengatur hamba-Nya dalam hal berpakaian, makan dan minum yaitu agar hamba-Nya berpakaian yang baik dan tidak berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Ayat ini menjelaskan pula bahwa manusia memiliki dimensi Kesusilaan yang mana segala yang dikerjakan, dipakai, dimakan dan diminumnya terdapat etika dan batasan-batasannya. 7. Surah al Mukminun 23: 33-34

Artinya: Dan berkatalah pemuka-pemuka dari kaumnya yang kafir dan mendustakan

pertemuan hari Akhirat padahal Kami telah mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia.” Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar orangorang rugi. Golongan atas/orang-orang terpandang

‫اَ ْن ًَألُ ج ِي ٍْ َيا ٌل‬ ‫أَ ْذسْ ْفَُُٓ ْى‬ ‫تَ َش ٌس ِي ْثهُ ُك ْى‬

Memberi kemewahan Manusia biasa seperti kamu

Ayat ini menjelaskan tentang pemuka-pemuka kaum kafir yang mengingkari keesaan Allah dan mendustakan pertemuan hari akhirat kelak, dimana manusia akan menemui balasan dan ganjaran amalnya karena mereka terlalu cinta pada kemewahan hidup di dunia. Selain itu, mereka membangkang seruan Nabi Hud dan mengatakan bahwa Nabi Hud tidak lain adalah seorang manusia biasa, tidak mempunyai kelebihan, makan dan minum seperti kita, karena itu seruannya tidak usah dihiraukan sama sekali. Karena jika menghiraukan seruannya akan menjadi manusia yang merugi 33

dan tertipu. Dalam hal ini, menurut mereka manusia yang merugi dan tertipu itu adalah manusia yang tidak bisa merasakan kesenangan di dunia. Di dalam ayat 33 disebutkan bahwa “Al-Mala‟u” boleh diartikan golongan atasan, orang-orang terpandang, pihak yang berkuasa, kelas yang memerintah1. Dalam bahasa sekarang, bisa disebut rejim. Orang-orang itu biasanya hanya menilai hidup dari yang ada sekarang saja. Mereka tidak percaya atau tidak mau percaya bahwa ada lagi kehidupan sesudah hidup ini (akhirat). Allah memberi mereka kehidupan yang senang, kaya, terpandang dalam masyarakat. Lantaran kemewahan itu mereka pun lupa daratan dapat saja dicabut Tuhan. Memang, kerapkali kemewahan meracuni jiwa manusia. Seketika Nabi Hud datang membawa seruan, sebagai utusan Tuhan meyeru agar mereka kembali ke jalan yang benar, mereka memandang Nabi Hud dengan teropong kemewahan juga. “Dia hanya manusia biasa sebagai kita juga, makan makanan yang kita makan dan minum minuman yang kita minum”. Begitulah sambutan kaumnya. Dalam dimensi hidup manusia, di dunia ini manusia diciptakan hanya satu kali. Berawal dari tanah, berakhir di tanah pula. Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa dibelakang hidup yang sekarang kita akan hidup lagi, lebih panjang dan lebih kekal. Dan dalam dimensi kehidupan manusia, hidup di dunia adalah perjuangan mendapatkan pahala dan menyimpan sebanyak-banyaknya amal1. Aspek biologis, manusia disebut dengan panggilan basyar, yaitu mencerminkan sifat-sifat fisik kimia bilogisnya. Dalam ayat 34, dan demi Allah (sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti kalian) di dalam ayat ini terkandung makna Qasam atau sumpah dan Syarat, sedangkan Jawab dari Syarat tersebut terkandung pada ayat selanjutnya (niscaya bila demikian, kalian benar-benar) yakni jika kalian menaatinya (menjadi orang-orang yang merugi) mendapat kerugian. Mereka mengingatkan kaum Hud yang lain dengan tegas dan keras, “Apabila kalian mematuhi orang yang sama seperti kalian, berarti kalian benar-benar merugi, karen akepatuhan seperti itu tidak akan berguna sedikitpun bagi kalian”.Kata Bashar dipakai dalam kaitan dengan kenabian (jumlahnya 23 ayat). Sebelas ayat dari 23 ayat tersebut menyatakan bahwa seorang nabi adalah basyar (manusia biasa/keumuman manusia) yaitu secara lahiriah yang ada kaitannya dengan dimensi manusia mempunyai ciri : makan, minum, tidur dan 34

sebagainya. Antara lain dinyatakan, bahwa para pemuka orang-orang yang kafirr dan mendustakan akan menemui hari akhirat; orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu/basyar mitslukum.Sesudah itu, orang-orang kafir yang diberi peringatan, bahwa mereka akan dihukum jika mereka tidak berhenti dari kehidupan jahat mereka, dan terus-menerus berkecimpung dalam perbuatan-perbuatan jahat, hingga ketika saat tiba untuk menerima siksaan, mereka meminta-minta dan memohon-mohon, supaya diberi kesempatan terakhir untuk memperbaiki diri. Oleh sebab itu, ia hendaknya tidak ragu-ragu atau membantah-bantah kebenaran hukum Ilahi serta kebenaran para Rasul Tuhan; dan harus menyadari bahwa pada hakikatnya menusia kelak harus mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya di hadapan Tuhan. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia memiliki dimensi Keberagamaan, yang mengharuskan manusia untuk taat dan beriman kepada Allah, utusan-Nya, dan hari akhir. 8. Surah Al Imran 3: 47

Artinya: Maryam berkata: “ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,

padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia Menyentuh

ُّ‫َ ًَس‬ٚ- َّ‫َيس‬ ‫َٔنَ ٌد‬

Anak laki-laki

ٗ‫ض‬ َ َ‫ق‬ ِ ‫َ ْق‬ٚ-ٗ‫ض‬

Menentukan, Memutuskan

Ayat ini menjelaskan tentang Kekuasaan Allah terhadap semua yang ada dimuka bumi ini.Apabila Allah mengatakan jadilah maka jadilah sesuatu yang dikendaki-Nya. 35

Segala sesuatu yang di tetapkan di muka bumi ini adalah atas kehendak Allah.Manusia sebagai makhluk yang beragama dan beriman kepada Allah hanya bisa berusaha semaksimal mungkin. Kabar mendapat anak itu, betapa pun menggembirakannya dalam keadaan lazim, niscaya telah membingungkan sekali Siti Maryam, yang ketika itu bukan saja belum bersuami, tetapi telah direncanakan untuk tetap tak bersuami seumur hidup. Ayat ini melukiskan kebingungan beliau yang sewajarnya. Hal itu menunjukkan bahwa Nabi Isa tak berayah seperti diisyaratkan oleh katakata Siti Maryam, belum pernah aku disentuh seorang laki-laki. Karena dunia tidak lepas dari hukum sebab akibat dan setiap makhluk memerlukan serangkaian penyebab. Dalam dimensi manusia, hukum seperti ini sangat melekat. Untuk menajawab pertanyaan ini, Allah SWT melalui paa malaikat-Nya mengabarkan bahwa tatanan alam adalah ciptaan Tuhan dan tunduk pada perintahNya. kekuasaanNya yang bijak sedemikian tingginya sehingga setiap saat Dia berkehendak, maka Dia dapat menciptakan makhluk apapun terlepas dari sebab-sebab alamiah. Pada penutupan ayat menyinggung soal penciptaan Tuhan secara global dan berfirman, “Setiap kali Tuhan menghendaki sesuatu, maka secara spontan, sesuatu itu akan terjadi tanpa memerlukan berlalunya masa sebagaimana proses biasanya. Persis seperti orang yang hendak menciptakan sesuatu dan dengan mengatakan, “Jadilah”, maka hal iu terjadi”. Tangan Allah dalam penciptaan begitu trbuka. Penciptaan melalui cara-cara sarana alamiah atau non-alamiah untuk Tuhan tidaklah berbeda. Seluruh alam ini diciptakan oleh Allah, baik langit atau bumi atau apa saha dengan kalimat “kun” itulah. Diperintahnya jadi, diapun terjadi. Maka malaikat Jibril pun datang kepada Maryam menyampaikan bahwa kalimat Allah itupun akan berlaku atas diri Maryam. Tuhan akan mengatakan kun pula, sehingga akan mengandunglah dia seorang anak, tidak dengan perantaraan disetubuhi laki-laki.

36

BAB 4 AYAT – AYAT TENTANG KEBAHAGIAAN MANUSIA

1. Q.S. Al-Mu‟minun : 1-11

‫قَ ْد أَفْ لَ َح الْ ُم ْؤِمنُو َن‬ ِ َّ (٢) ‫ص ََلِتِِ ْم ّٰخ ِشعُو َن‬ َ ‫ين ُى ْم ِف‬ َ ‫الذ‬ ِ َّ (٣) ‫ضو َن‬ ُ ‫ين ُى ْم َع ِن اللَّ ْغ ِو ُم ْع ِر‬ َ ‫َوالذ‬ ِ َّ (٤) ‫ين ُى ْم لِ َّلزَك ّٰوةِ ّٰفعِلُو َن‬ َ ‫َوالذ‬ ِ ‫والَّ ِذين ىم لِ ُفر‬ (٥) ‫وج ِه ْم ّٰح ِفظُو َن‬ ُ ُْ َ َ ِ ِ (٦) ‫ْي‬ ْ ‫إََِّل َعلَ ّٰى أ َْزّٰوج ِه ْم أ َْو َما َملَ َك‬ َ ‫ت أَُْيّٰنُ ُه ْم فَِإن َُّه ْم َغْي ُر َملُوم‬ ِ (٧)‫ادو َن‬ َ ِ‫ك فَأُوّٰلئ‬ َ ‫فَ َم ِن ابْتَ غَ ّٰى َوَراءَ ّٰذل‬ ُ ‫ك ُى ُم الْ َع‬ ِ َّ (٨)‫ين ُى ْم ِْل َّٰمنّٰتِ ِه ْم َو َع ْه ِد ِى ْم ّٰرعُو َن‬ َ ‫َوالذ‬ ِ َّ (٩)‫صلَ ّٰوِتِِ ْم ُُيَافِظُو َن‬ َ ‫ين ُى ْم َعلَ ّٰى‬ َ ‫َوالذ‬ (١۰) ‫ك ُى ُم الْ ّٰوِرثُو َن‬ َ ِ‫أُوّٰلئ‬ ِ ِ ‫الَّ ِذ‬ (١١) َّ‫س ُى ْم فِ َيها ّٰخلِ ُدو َن‬ َ َ ‫ين يَرثُو َن الْف ْرَد ْو‬ (١)

1. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. 2. (yaitu) orang yang khusuk dalam solatnya 3. Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna. 4. Dan orang yang menunaikan zakat. 5. Dan orang yang memelihara kemaluannya. 6. Kecuali pada istri-istri meraka atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. 7. Tetapi barang siapa yang mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya), maka meraka itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara janjinya, 9. Serta yang memelihara shalatnya. 10. Mereka itulah yang akan mewarisi , 11. (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal didalamnya.

37

Kata kunci: Beruntung

‫أفلح‬

Khusuk

‫خبشعُن‬

Selalu bekerja

‫للصَّكُةَّفبعلُن‬

Sukses/ Menang



َّ ‫افلح‬

Maksud dari “hamba-hamba sahaya” di sini adalah (budak-budak) yang didalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak yang didapat diluar peperangan agama, yang sekarang sudah tidak ada lagi.



Kata aflaha atrinya sukses bisa mencapai yang diinginkan, layak perhatikan pananaman al-fallah pada petani dan kaitanya dengan kesuksesan memberi kesan bahwa perbuatan baik membutuhkan proses dan waktu yang panjang dan usaha yang keras hingga tiba waktunya kesuksesan itu dicapai.29

Pembahasan 1. Perjuangan Dan Kemenangan.

“sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman.”(ayat 1) Kalimat “menang” adalah bukti bahwasanya perjuangan telah dilalui menghadapi musuh atau berbagai kesulitan.orang tidaklah sampai kepada menang, kalau dia bbelum melalui dan mengatasi rintangan yang bertemu di tengah jalan. Maka di dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah didapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Tetapi kepercayaan dalam hati saja, belum cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Diantara iman dan perbuatan adalah isi-mengisi, kuat-menguatkan.bertambah banyak ibadah, bertambah kuatlah imannya. Bertambah kuat iman, bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran beribadat dan beramal. Maka ditunjukanlah 6 syarat wajib idpenuhi sebagai bentuk iman dan mendapat kemenangan. Menang mangatasi diri sendiri, menagnd alam bernegara, dan melebihi 29

Al-Qur'an dan Tafsirnya Juz 18, Widya Cahya, Jakarta, 2011, hal.471

38

semuanya adalah kemenangan mendapat syurga jannatul firdaus. Syarat kemenangan pribadi mu‟min yaitu: 2. Sembahyang yang khusuk

“orang-orang yang khusuk di dalam melakukan sembahyang.”(ayat 2) Dengan mengerjakan sembahyang,maka seluruh rasa tukut telah terpusat kepada Tuhan, maka tidak akan ada lagi yang kita takutkan. Sembahyang 5 waktu adalah saat untuk mengambil kekuatan baru melakukan perjuangan lagi.Khusuk artinya hati yang patuh dengan sikap badan tunduk.sembahyang dengan khusuk bagaikan tubuh yang bernyawa. 3. Membentengi pribadi “Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak

berguna.” (ayat 3) yakni dari kebathilan. Yang mana hal itu mencakup juga kemusyrikan, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian mereka, serta berbagai ucapan dan perbuatan yang tidak membawa faedah dan manfaat, Sebagaimana yang difirmankan Allah: wa idzaa marruu bil laghwi marruu

kiraaman (“Dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya.”) (al-Furqaan: 72) Jika perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma dan sia-sia, pribadi jadi turun kembali. Maka kekuatan pribadi yang telah didapat dari sembahyang khususk haruslah dipelihara. Agama tidak melarang suatubperbuatan bila perbuatan itu tidak merusak jiwa. Agama tidak akan menyuruh, bila itu tidak akan membawa pada keselamatan. 4. Pembersihan jiwa

“Dan orang yang menunaikan zakat.” (ayat 4) 39

Mayoritas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini adalah zakat maal (harta), padahal ayat ini adalah Makkiyyah. Yang tampak secara lahiriyah, bahwa yang diwajibkan di Madinah adalah nishab dan ukuran yang khusus. Jika tidak demikian, berarti dasar zakat pertama diwajibkan di Makkah. Dan dalam surah al-An‟am yang merupakan surah Makkiyyah, Allah Ta‟ala berfirman: wa aatuu haqqaHuu yauma hashaadiHi (“Dan tunaikanlah haknya di hari

memetik hasilnya.”)(al-An‟am: 141), bisa saja yang dimaksud dengan zakat di sini adalah penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran. Yang demikian itu sama seperti firman-Nya: qad aflaha man zakkaaHaa wa qad khaaba man dassaaHaa

(“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 9-10) Bersihkanlah hati itu dari sekalian penyakitnya yang akan meredupkan cahaya. Segala perangai jahat, kebusukan hati menghadapi masyaratak, semuanya adalah sebab menjadikan jiwa menjadi gelap. Maka pengeluaran zakat harta yang telah cukup bilangannyadan cukup tahunya, hanyalah sebagian dari usaha membersihkan jiwa itu. Lantaran itu jelas bahwa dalam ayat ini diperintahkan untuk bekerja keras membersihkan perangai, akhlak dan budi. Berlatih diri, sehingga bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk kepentingan agama Allah, bahwa nyawa pun dimorbankan apabila dating waktunya . 5. Kelamin dan rumah tangga

“Dan orang yang memelihara kemaluannya” (Ayat 5). ” Kecuali pada istri-istri meraka atau hamba-hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela.”(Ayat 6). “Tetapi barang siapa yang mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya), maka meraka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (ayat 7) Kalau kelamin tidak terjaga, si suami masih melantur malam mencari perempuan lain untuk menumpahkan hawa nafsu di samping istrinya yang sah. Kerusakan yang akan timbul, jiwanya akan rusak, kesucian akan hancur, dan rumah tangga pecah berderai, bahkan menjadi neraka.Nafsu kelamin menggelora di waktu muda. Hanya kekuatan iman lah yang dapat menahanya. 40

Rumahtangga bahagia adalah sendi pertama dari negara yang adil dan makmur. Kalau di langgar, hubungan kelamin tidak lagi menuntut garis kemanusiaan, dan orang telah kembali hidup seperti binatang. Sehingga persetubuhan tidak mengenal lagi batas zina dan nikah, hancurlah semuanya dan orang turun kedalam kenistaan.30 6. Tugas dan janji

“Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara janjinya,”(ayat 8) Yakni jika mereka diberi kepercayaan, maka mereka tidak akan mengkhianatinya tetapi mereka menunaikannya kepada yang berhak. Dan jika mereka berjanji atau melakukan akan perjanjian, maka mereka menepatinya, tidak seperti sifat-sifat orang munafik. 7. Kembali ke sembahyang

“Serta yang memelihara shalatnya”(ayat 9) Maksudnya

senantiasa

mereka

mengerjakannya

tepat

pada

waktunya,

sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Mas‟ud, aku pernah bertanya kepada Rasulullah

saw., kutanyakan: “Ya Rasulallah, apakah amal perbuatan yang paling disukai Allah?” Beliau menjawab: “Shalat tepat pada waktunya.” “Lalu apa lagi?” tanyaku. Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” “Kemudian apa lagi?” tanyaku lebih lanjut. Maka beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab ash-Shahihain. Qatadah berkata: “Tepat pada waktunya, ruku‟ dan sujudnya.” Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan berbagai perbuatan mulia, Dia berfirman:“Mereka itulah yang akan mewarisi ,” (ayat 10)“(yakni) yang

akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal didalamnya.” (ayat 11) dalam kitab ashShahihain disebutkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: “Jika kalian meminta

surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnay Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan 30

Hamka,Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 2000, hal.6-13 41

kepadaku di atasnya terdapat „Arsy Rabb yang Mahapemurah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)31 Ayat Al-Mukminun 1-11 ini merupakan peninggian dari Allah terhadap hambahamba-Nya yang mukmin, menyebutkan keberuntungan dan kebahagiaan mereka, dan menyebutkan sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada keberuntungan, sekaligus mendorong manusia agar memiliki sifat-sifat itu. Oleh karna itu, hendaknya seorang hamba menimbang dirinya dengan ayat ini dan setelahnya, dimana denganya mereka dapat mengetahui sejauh mana keimanan mereka. Dalam ayat ini menerangkan tentang tujuh sifat mulia yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yaitu: 1.

Beriman kepada Allah

2.

Khusuk dalam shalat

3.

Selalu menjauhi dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna

4.

Menunaikan zakat

5.

Menjaga kemaluannya, tidak berhubungan badan melainkan dengan istrinya

6.

Memelihara amanat-amanat yang dipikul kepadanya dan selalu menepati

janji 7.

Selalu memelihara shalat yang lima waktu

Mereka yang memiliki tujuh sifat itu mewarisi surga disebabkan amal kebaikan mereka selama di dunia, yaitu surga Frdaus yang paling tinggi, yang diatanya berada „Arsy Allah, dan mereka kekal didalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadist, dimana Rasulullah SAW bersabda:”telah diturunkan kepadamu sepuluh ayat:

barangsiapa menegakannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepulu ayat ini dari permulaan surat Al-Mu‟minun.”(H.R at-Tirmidzi)32

31

https://alquranmulia.wordpress.com/2013/10/31/tafsir-ibnu-katsir-surah-almuminuun-1/ 32

Al-Qur'an dan Tafsirnya Juz 18, Op.cit., hal.473

42

2. Q.S Huud : 105 & 108

ِ َّ ‫س إََِّل بِِإ ْذنِِوۦ ۖ فَ ِمْن ُه ْم َش ِق ّّى َو َسعِي ٌد‬ ٌ ‫يَ ْوَم يَأْت ََل تَ َكل ُم نَ ْف‬ Artinya : ketika hari itu datang tidak seorang pun yg berbicara, kecuali dengan seizinNya; maka diantara mereka yang sengsara dan ada yang berbahagia.( QS. Huud : 105)

ِ ِ ‫وأ ََّما الَّ ِذ‬ ِ ‫اْلن َِّة ّٰخلِ ِدين فِيها ما دام‬ ۖ‫ك‬ َّ ‫ت‬ َ ُّ‫ض إََِّل َما َشاءَ َرب‬ ُ ‫الس ّٰم ّٰو‬ ُ ‫ت َو ْاْل َْر‬ ََ َ َ َ َْ ‫ين ُسع ُدوا فَفى‬ َ َ ٍ ‫عطَاء َغي ر َم ُذ‬ ‫وذ‬ َْ َ ْ ً َ Artinya: dan adapun orang yang berbahagia, maka (tampatnya)di dalam surga; mereka

kekal didalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.( QS. Huud : 105) Kata kunci: Tidak ada yang berbicara

‫الَّتكلّم‬

Kecuali seiziNya

ً‫ّاالَّبإذو‬

Kekal

‫خلديه‬

Tidak putus-putus

‫غيسَّمجرَذ‬

Tafsir (Hud:105) syaqy terambil dari kata syaqa yang berarti celaka. Syaky adalah seseorang yang sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan. Sedangkan sa‟id adalah lawan dari syaqy yang terambil dari kata sa‟ada yang berarti pertolongan ilahi terhadap manusia dalam memperoleh kebaikan. Ini tidak berarti bahwa Allah telah menetapkan siapa yang akan masuk surga dan neraka dan siapa pun tidak bisa mengelak. Ayat ini hanya menyatakan kelak di hari Kiamat akan ada dua kelompok yaitu kelompok yang berbahagia karena akan memperoleh pahala dan kesenangan sepanjang masa sesuai dengan yang dijanjikan, dan kelompok yang celaka yang akan mendapat azab yang pedih sebagaimana yang telah diancamkan kepada orang-orang kafir. 43

Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa jika hari yang telah ditentukan itu tiba, tidak seorang pun dapat berbicara dan berbuat sesuatu kecuali dengan izin Allah, sebagaimana firman-Nya:

ِ ‫ّٰى َذا ي وم ََل ي‬ (٣٦) ‫) َوََل يُ ْؤ َذ ُن ََلُ ْم فَيَ ْعتَ ِذ ُرو َن‬٣٥(‫نط ُقو َن‬ َ ُ َْ Artinya :inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan. (al-Mursalat/77:35-36) Dan firman-Nya:

ِ (٣٨) ‫ص َوابًا‬ ّٰ ْ ‫الر‬ َ َ‫َح ُن َوق‬ َّ ُ‫صفِّا ۖ ََّل يَتَ َكلَّ ُمو َن إََِّل َم ْن أ َِذ َن لَو‬ ُّ ‫وم‬ َ ‫ال‬ َ ُ‫وح َوالْ َم ّٰلئ َكة‬ ُ ‫يَ ْوَم يَ ُق‬ ُ ‫الر‬ Artinya : Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bersaf-saf, mereka tidak

berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan dia hanya mengatakan yang benar.(QS. an-Naba‟ :38)33

“Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuknya,” baik manusia yang terdahulu maupun yang kemudian. “Dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan.” Ia merupakan hari yang besar yang dihadiri oleh para malaikat, para rasul, dan seluruh makhluk berupa manusia, jin, dan binatang. Pada hari itu semuanya diberi keputusan dengan adil. Allah tidak berbuat zalim sedikit pun. Jika perbuatan manusia itu berupa kebaikan maka Allah akan melipat gandakannya. “Dan Kami tiadalah mengundurkannya melainkan sampai waktu yang tertentu.” Yakni, tidaklah kejadian kiamat itu diakhirkan melainkan karena telah ditetapkan keputusan Allah mengenai keberadaan manusia yang berjumlah banyak sebagai keturunan Adam dan Allah telah menetapkan waktu tertentu. Jika keturunan Adam telah terhenti dan manusia yang ditakdirkan lahir telah keluar semuanya maka terjadilah kiamat.34 Dalam Shahihain bab Syafaat dikemukakan (395) “Tidaklah berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Ucapan para rasul pada saat itu

ialah, „Ya Allah, selamatkanlah... selamatkanlah.”(HR Bukhari dan Muslim)

33

Al-Quran & Tafsirnya ( Edisi yang disempurnakan ), 2011, hlm. 476 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, “Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2”, Maktabah Ma’arif, Riyadh, hlm. 821 34

44

“Maka diantara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia.” Yakni, pada hari kiamat diantara kumpulan makhluk itu ada yang celaka dan ada yang bahagia. Maka yang dikumpulkan pada hari itu terdapat orang celaka yang patut mendapatkan azab yang pedih, juga terdapat orang bahagia yang patut memperoleh apa yang pernah dijanjikan pada orang-orang yang bertakwa, berupa pahala dan kenikmatan abadi. Termasuk dalam pembagian ini, adalah orang-orang Mu‟min yang kebaikannya sama dengan keburukannya dengan orang-orang Mu‟min yang keburukannya lebih banyak. Oleh karenanya, mereka dihukum sampai saat dikeluarkan dan hukuman, kemudian dimasukkan kedalam surga, karena mereka ini pun termasuk kelompok-kelompok yang bahagia jika dilihat dari segi kesudahan mereka35. Adapun orang-orang yang celaka didunia karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan celaka, akibat akidah mereka yang rusak secara turun-temurun, dan mengikuti teladan buruk dalam beramal, sehingga mereka diliputi oleh kesalahan, dan padamlah cahaya fitrah dari jiwa mereka, maka mereka berdesah nafas dan tersedu-sedu menangis dalam neraka, yang merupakan tempat tinggal dan tempat kembali karena kesusahan yang tersimpan dalam dada dan sempitnya jiwa mereka, serta beratnya kesengsaraan. Mereka tinggal dalam neraka untuk selama-lamanya36.

Tafsir ( Hud:108 ) atas jasa , atas amal, atas iman yang telah mereka bina selama didunia, atau kepercayaan kepada Allah yang tidak pernah lepas “ Kecuali apa yang dikehendaki oleh Tuhan “ Yaitu bisa saja Tuhan menaikkan lagi tingkat martabat hamba-Nya yang dimasukkan-Nya kedalam Surga itu, karena nikmat Tuhan Allah tidaklah terbatas. Karena diujung ayat terang-terang dijelaskan oleh Tuhan. “ (yaitu) pemberian yang tidak akan putus-putus “.37 Dapatlah disimpulkan dari ayat ini bahwa ada manusia yang akan kekal dalam neraka karena dosa-dosanya yang besar. Tetapi keputusan Tuhan Allah yang berbuat sekehendak-Nya, bisa berlaku menurut apa yang diputuskan-Nya. Bahkan bisa jadi 35

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemahan Tafsir Al-Maraghi” CV. Toha Putra Semarang, 1988, hlm.166. 36 Ibid., hlm. 168 37 Dr. Hamka, “Tafsir Al-azhar Juzu’ XI”, Pt. Pustaka Panjimas. 1984. hlm. 30

45

akhirnya neraka itu ditutup saja oleh Tuhan dan sisa-sisa isinya yang telah lama didalamnya dipindahkan Tuhan saja ke dalam surga. Dan orang yang kekal dalam surga pun dapat pula diperbuat Tuhan menurut kehendak-Nya, tidak ada yang dapat menghalangi. Yang diujung atau telah diterangkan Tuhan, bahwa Dia bisa saja menambah berlipatganda nikmat-Nya kepada ahli surga itu, tidak ada yang dapat menghalangi.38 Maksud ayat ini yaitu, bahwa balasan bagi orang-orang yang bahagia itu merupakan anugrah dan kebajikan dari Allah Ta‟ala bagi orang-orang beriman dan berbuat kebajikan. Bahwa dia akan menambahkan anugrah kepada mereka, dan bahwa dia akan melipat gandakan amal baik mereka sampai sepuluh kali lipat atau lebih sampai tujuh ratus kali lipat39. Di samping itu, Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan terbaik dan lebih baik dari apa yang telah mereka perbuat. Namun demikian, Allah tidak berjanji untuk menambah balasan bagi orangorang kafir dan orang-orang yang berdosa melebihi dari orang yang berhak mereka terima. Tetapi, Dia hanya mengancam akan memberi balasan kepada mereka, setimpal dengan perbuatan mereka. Bahwa keburukan itu akan dibalas dengan yang semisal, sedang mereka tidak dianiaya: dan bahwa Allah takkan menganiaya seorang pun. Adapaun balasan ini, yakni balasan berupa keabadian dalam neraka, merupakan pengaruh wajar dari terkotorinya jiwa dengan kekafiran, kezaliman dan kerusakan yang telah diperbuat. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa orang-orang yang berbahagia karena ketika mereka berada di dunia selalu berhati-hati dan menghindari perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah dan menjauhi godaan-godaan yang akan menjerumuskannya ke lembah maksiat, mereka akan ditempatkan di surga, dan kekal didalamnya selama-lamanya, kecuali Allah swt menghendaki yang lain. Balasan dan nikmat yang dianugerahkan kepada orang-orang yang berbahagia adalah karunia

38

Ibid hlm. 31 Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, “Terjemahan Tafsir Al-Maraghi” CV. Toha Putra Semarang, 1988, hlm. 170 39

46

semata-mata dari Allah swt yang terus menerus tiada putus-putusnya, sesuai dengan firman-Nya:

ِ َّ َِّ ِ ‫الصلِ ّٰح‬ ِ ٍ ُ‫ت فَلَهم أَجر َغي ر َمَْن‬ (٦)‫ون‬ ّّٰ ‫ين ءَ َامنُوا َو َعملُوا‬ َ ‫إَل الذ‬ ُْ ٌْ ْ ُ kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.(QS. at-Tin : 6) 3. QS. Al-Hasyr Ayat 20

ِ ْ ‫ََل يستَ ِوى أَص ّٰحب النَّا ِر وأَص ّٰحب‬ (٢۰) ‫اْلَن َِّة ُى ُم الْ َفائُِزو َن‬ ْ ‫ب‬ ْ ‫اْلَنَّة ۖ أ‬ َْ ُ ‫َص ّٰح‬ ُ ْ َ ُ ْ “Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni syurga;

penghuni-penghuni syurga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr:20) Kata kunci Tidak sama

ٕ٘‫سر‬ٚ ‫ال‬

Orang-orang yang beruntung

ٌٔ‫انفائص‬

Isi kandungan Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr ayat 20 menerangkan perbedaan antara orang-orang yang menghuni surga dengan orang-orang yang menghuni neraka. Hal itu dinyatakan dalam bentuk pertanyaan: “Adakah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga?” Allah SWT menggugah hati manusia guna berfikir tentang keadaan keduanya. Tentu seorang manusia yang berakal akan menyatakan bahwa keduanya tidaklah sama. Sehingga dijelaskan perbedaan mereka dengan disebutkan pada kelanjutan ayat: “penghuni-penghuni surga mereka itulah orang-orang yang beruntung.”40 Dalam al-Quran, kata “al-faizun” disebutkan empat kali. Semuanya menggambarkan para penghuni surga. Sebagian ahli tafsir memaknainya sebagai

40

Tafsir Al Misbah vol. 14 hlm. 133

47

orang-orang yang beruntung, lawan dari “al-khasirun”

atau orang-orang yang

merugi.41 Ibnu Jarir Ath-Thabari (wafat th. 310 H) menafsirkan “al-faizun” dalam ayat di atas sebagai orang-orang yang meraih apa yang mereka cari dan inginkan. Mereka adalah orang-orang yang selamat dari peringatan yang ditujukan kepada mereka.42 Dari sisi bahasa, kata "al- faizun " dalam ayat di atas tidak selalu diartikan sebagai orang- orang yang beruntung, tapi juga sebagai para pemenang. Seperti halnya tafsir Syaukani, orang yang menang berperang melawan musuh juga dikatakan "faaza bihi".43 Dalam kitab Jamiul Ahkamil Qur‟an milik Beliau Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshori Al Qurtubi rodliyallohu‟anh (yang lebih dekenal sebagai Tafsir Al Qurtubi) dinyatakan bahwa :

‫ "َل يستوي أصحاب النار وأصحاب اْلنة" أي ِف الفضل والرتبة "أصحاب اْلنة‬:‫قولو تعال‬ .‫ىم الفائزون" أي املقربون املكرمون‬ Firman Allah Subhanahu Wata‟ala : “Tidaklah sama penghuni neraka dan penghuni sorga” yaitu dalam hal keutamaan dan golongan. “Penghuni sorga merekalah orangorang yang beruntung” yaitu : muqorrobun (orang-orang yang dekat di sisi Alloh Subhanahu wata‟ala) mukrimuun (Orang-orang yang mulia di sisi Alloh Subhanahu wata‟ala Kesesuaian makna surat Al-Hasyr ayat 20 tersebut berkesesuaian dengan ayat AlQuran yang lain dinyatakan dalam QS. Shod: 28, QS Al-Maidah: 100, QS AsSajdah:18, sebagai berikut: QS. Shaad ayat 28

ِ ِِ ِ ِ ّٰ ‫أَم ََْنعل الَّ ِذين ءامنُوا وع ِملُوا‬ ِ ‫ين ِف ْاْل َْر‬ (٢٨) ‫ْي َكالْ ُف َّجا ِر‬ ََ ََ َ َُ ْ َ ‫ض أ َْم ََْن َع ُل الْ ُمتَّق‬ ّ َ ‫الصل ّٰحت َكالْ ُم ْفسد‬ “Patutkah kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (QS. Shaad : 28) 41

Abdurrahman as-Sa'di Tafsir al-Karim al-Rahman , cet. Muassasah ar-Risalah, hlm. 853.

42

Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran , cet.Muassasah ar-Risalah, jilid 23, hlm. 300.

43

Ibrahim Musthafa, dkk., Al-Mu'jam al- Wasith , cet. Dar ad-Da'wah, jilid 2, hlm. 576.

48

QS. Al-Maidah ayat 100

ِ ِ‫اْلَب‬ ِ ‫يث ۖ فَاتَّ ُقوا اللَّوَ ّٰيأ‬ ِ ‫ُول ْاْلَلّْٰب‬ َّ ُ ِ‫اْلَب‬ ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم‬ ْ ُ‫ك َكثْ َرة‬ ْ ‫قُل ََّل يَ ْستَ ِوى‬ َ َ‫ب َولَ ْو أ َْع َجب‬ ُ ّْ‫يث َوالطي‬ )١۰۰( ‫تُ ْفلِ ُحو َن‬ Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu , maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah : 100) QS. As-Sajdah ayat 18

ِ َ‫أَفَمن َكا َن م ْؤِمنًا َكمن َكا َن ف‬ (١٨)‫اس ًقا ۖ ََّل يَ ْستَ ُوۥ َن‬ ُ َ َ “Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka tidak sama.” (QS. As-Sajdah : 18) Beliau Syaikh Muhammad Ali Ash- Shabuni (Shofwatut Tafasir : 300 menjelaskan “Tiadalah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga” pada hari kiamat, tidak sama antara orang orang yang celaka dan orang-orang yang beruntung, antara ahli surga dan ahli neraka, dalam hal anugrah dan kedudukan. “Penghuni-penghuni surga itulah orang orang yang beruntung”; ahli surga adalah orang orang yang meraih kebahagiaan abadi di negeri kenikmatan dan itulah keberuntungan yang agung. Kemudian Allah menyebutkan kehebatan Al Qur‟an dan pengaruhnya pada gunung-gunung yang tinggi yang tuli. Alloh berfirman : “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur‟an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah diseabkan takut kepada Allah” seandainya Kami ciptakan akal pikiran pada gunung sebagaimana Kami ciptakan akal untuk manusia dan kami turunkan kepadanyaAl Qru‟an ini dengan janji dan ancamannya, tentu gunung yang tenang akan tunduk dan pecah karena takut kepada Allah. Ini menggambarkan keagungan Al Qur‟an dan kuatnya pengaruhynya. Seandainya gunung yang demikian kuat dan keras, kemudian Al Qur‟an diturunkan kepaanya tentu kamu melihatnya 49

tunduk dan retak karena takut kepada Allah. Tujuan ayat ini ingin mengkritik manusia karena ia tidak menjadi tunduk ketika membaca Al Qur‟an. Bahkan ia berpaling dari isi Al Qur‟an yang berupa hal-hal yang ajaib dan agung. Dengan demikian, maka ayat ini menjelaskan keagungan Al Qur‟an dan kehinaan manusia. Dalam Al Bahr al Muhith disebutkan tujuan ayat ini ingin mengkritik manusia atas hatinya yang keras dan tidak terpengaruh oleh al Qur‟an ini. Padahal seandainya diturunkan kepada gunung maka tunduk dan meletus. Jika gunung yang demikian besar dan keras saja berubah menjaditunduk dan retak, maka manusia lebih layak terhadap hal itu. Namun karena hina dan lemah manusia tidak demikian. “Dan perumpamaan- perumpaamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. Permisalan itu Kami rinci dan jelaskan kepada umat manusia agar mereka merenungi bukti-bukti kekuasaan Allah dan keesaan Nya lalu mereka mau beriman. 4. Q.S Al-Ahzab ayat 71

ِ ِ ‫ي‬ ِ ِ ‫يما‬ ُْ ً ‫صل ْح لَ ُك ْم أ َْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َوَم ْن يُط ِع اللَّ َو َوَر ُسولَوُ فَ َق ْد فَ َاز فَ ْوًزا َعظ‬ Artinya:

Niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung. Dia akan memperbaiki

َّ‫صلِ ْح‬ ْ ُ‫ي‬ َّ‫لَ ُك ْم‬ ‫أَ ْع َمبلَ ُك َّْم‬

bagi kalian amalan kamu dan mengampuni

َّ‫ََيَ ْغفِ ْس‬

bagi kalian

َّ‫لَ ُك ْم‬ ‫ُذوُُبَ ُك َّْم‬

dosa-dosa kamu dan siapa

َّ‫ََ َم ْه‬

Mentaati

َّ‫يُ ِط ِع‬ َّ َ‫ّللا‬

Allah 50

dan Rasulnya

ًَُّ َ‫سُل‬ ُ ‫ََ َز‬

maka sungguh

َّ‫فَقَ ْد‬

ia mendapat

َ َ‫ف‬ َّ‫بش‬ ‫فَ ُْ ًشا‬

: keuntungan / kemenangan Besar

‫َع ِظي ًمب‬

Tafsir: Ayat ini sangat berkaitan dengan ayat 70, dan di tujukan kepada orang-orang beriman. Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar tetap bertakwa kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan penyembahan sebagaimana seseorang yang melihat-Nya, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar, yang jujur, tidak pula menyimpang atau berbohong. Anjuran dan perintah dari Allah bahwa kaum muslimin senantiasa mengatakan sesuatu secara jujur dan tidak berbohong. Kewajiban berkata tentang suatu kebenaran walau terasa pahit. Berbohong merupakan perbuatan yang mungkar. Allah menjanjikan kepada mereka jika mereka melakukan perintah-perintah-Nya ini, Dia akan memberi mereka pahala dengan memperbaiki amal perbuatan mereka. Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang terdahulu. Sedangkan dosa yang akan mereka lakukan di masa mendatang, Allah akan memberi mereka ilham untuk bertobat darinya. Demikian itu karena dia dihindarkan dari neraka Jahim dan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang kekal.

51

Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Auf, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari Lais, dari Abu Burdah, dari Abu Musa Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa kami shalat zuhur bersama Rasulullah Saw. Setelah selesai dari salatnya beliau berisyarat kepada kami dengan tangannya, lalu kami duduk, dan beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar. Kemudian beliau Saw. mendatangi kelompok kaum wanita, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memerintahkan kepadaku agar aku memerintahkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah dan berkata yang benar. Ibnu Abud Dunia telah mengatakan di dalam Kitabut Taqwa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abbad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Imran Az-Zuhri, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Sabrah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa tidaklah Rasulullah Saw. berdiri di atas mimbar, melainkan ia selalu mendengarnya mengucapkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. (Al-Ahzab: 70) Allah menginformasikan kepada kita bahwa siapa saja dari ummatNya yang mentaatiNya dan mentaati RasulNya (Nabi Muhammad) maka sesungguhnya ia (ummat) telah memperoleh kemenangan yang besar. Ada yang mendapat rezeki yang cukup, ada yang mendapatkan jalan keluar dari segala masalah, kebahagiaan dan rahmat bisa juga kemenangan secara hakiki yaitu mendapatkan Surganya Allah SWT. Siapa menaati Allah SWT dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah meraih keberuntungan besar yakni ampunan dan Surga-Nya. 5.

Qs. An-Nur ayat 48 – 52

ِ ِِ ِ ‫اَلَ ُّق يَأْتُوا إِلَْي ِو‬ ْ ‫ َوإِن يَ ُكن ََّلُ ُم‬،‫ضو َن‬ ُ ‫يق ّْمْن ُهم ُّم ْع ِر‬ ٌ ‫َوإِ َذا ُدعُوا إِ َل اللَّو َوَر ُسولوۦ ليَ ْح ُك َم بَْي نَ ُه ْم إِ َذا فَ ِر‬ ِ ِِ ِِ ‫ك ُى ُم‬ َ ِ‫يف اللَّوُ َعلَْي ِه ْم َوَر ُسولُوۥُ ۖ بَ ْل أُوّٰلئ‬ َ ‫ض أَِم ْارتَابُوا أ َْم ََيَافُو َن أَن َُي‬ ٌ ‫ أ َِف قُلُوَبم َّمَر‬،‫ْي‬ َ ‫ُم ْذعن‬ 52

‫لِيَ ْح ُك َم بَْي نَ ُه ْم أَن يَ ُقولُوا ََِس ْعنَا‬ ‫ك ُى ُم‬ َ ِ‫ش اللَّ َو َويَتَّ ْق ِو فَأُوّٰلئ‬ َ ْ‫َوََي‬

‫اللَّ ِو َوَر ُسولِِۦو‬ ُ‫اللَّ َو َوَر ُسولَوۥ‬

Artinya:

ِ ّٰ ِِ ‫ْي إِذَا ُدعُوا إِ َل‬ َ ‫ إَِِّنَا َكا َن قَ ْو َل الْ ُم ْؤمن‬،‫الظّل ُمو َن‬ ‫ َوَمن يُ ِط ِع‬،‫ك ُى ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫َوأَطَ ْعنَا ۖ َوأُوّٰلئ‬ .‫الْ َفائُِزو َن‬

“Apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka, tiba-tiba sebagian dari meraka menolak untuk dating. Tetapi, jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka dating kepada Rasul dengan patuh. Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku Zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang Zalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan, „kami mendengan dan kami patuih.‟ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan RasulNya serta takut bkepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, mereka adalah oprang-orang yang mendapat kemenangan.” (Qs. An-nur : 48-52) Tafsir Dalam surah an-nur ayat 48-52 saling berkaitan, setelah mengutip ayat ke 48-52 surah an-nur, Imam Syafi‟I mengetakan, “ Dengan demikian, melalui ayat ini Allah telah mengajarkan kepada umat manusia bahwa seruan merekan kepada Rasulullah yang bertujuan supaya beliau menentukan hokum diantara mereka adalah seruan kepada hokum Allah. Sebab, yang berhak menentukan keputusan hokum diantara mereka adalah Rasulullah. Oleh karena itu, jika mereka mau menerima hokum beliau, berarti mereka mau tunduk kepada ketetapan Allah. Allah juga memberitahu mereka bahwa hukum Rasulullah adalah hokum-Nya, yang memiliki pengertian wajib dijalankan. Hukum yang akan menyejahterakan dan membahagiakan yang sudah berada dalam pengetahuan-Nya, disertai dengan perlindungan dan taufik-Nya, dengan dukungan penuh petunjuknya dan ketundukan beliau pada perintahnya. Dengan demikian, Allah telah memberlakukan berbagai kewajiban dengan mengharuskan seluruh mahlukNya untuk mentaati Rasul-Nya. Dia juga mengikrarkan kepada mereka bahwa ketaatan tersebut berarti juga ketaatan kepada-Nya. Setelah itu, Dia

53

memberitahu mereka bahwa Dia telah mewajibkan Rasul-Nya untuk mengikuti perintah-Nya. 44 Firman Allah SWT, َّ ًَُ‫سُل‬ ُ ‫ََّ َز‬ َ َ‫“ ََ َمهْ َّيُ ِط ِع َّّللا‬dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya” pada hal-hal yang diperintahkan dan diputuskan. ًَِّ ‫ََّيَت ْق‬ َ ‫ََيَ ْخ‬ َ َ‫ش َّّللا‬

“dan takut kepada Allah dan bertqwa kepadaNya.” Hafsh

membaca “wyattaqhi” dengan lafazh ً‫ ََيَت ْق‬, yakni dengan memberikan harakat sukun pada huruf qaf, dengan niat jazm. Sedangkan yang membubuhinya dengan harakat kasrah. 45 sebab jazm kata tersebut adalah dengan membuang huruf akhirnya. Harakat ha‟ yang terdapat pada “wayattaqhi” itu diberi harakat sukun oleh Abu Amr dan Abu Bakar, sementara Ya‟qub memberikan harakat kasrah tidak sempurna. Mereka meriwayatkan qira‟ah itu dari Nafi‟, Al Busti dari Abu Amr dan Hafsh. Sedangkan yang lain memberikan harakat kasrah tidak sempurna. Mereka meriwayatkan qira‟ah itu dari Nafi‟, Al-Busti dari Abu Amr dan Hafsh. Sedangkan yang lain memberikan harakat kasrah pada huruf ha‟ dengan sempurna. 46 َّ‫َُن‬ َ ‫“فَأَُلَئِكَ َّ ٌُ ُم َّا ْلفَبئِص‬Maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. Aslam menuturkan bahwa ketika Umar sedang berdiri di masjid Nabi SAW, tiba-tiba seorang lelaki yang termasuk pembesar bangsa Romawi berdiri diatas kepalanya. Dia berkata, “ Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Mendengar itu Umar bertanya. “Mengapa kamu melakukan itu” lelaki itu menjawab “Ya. Sesungguhnya aku telah membaca Taurat, Zabur, Injil, dan banyak kitab para Nabi lainya. Ketika aku mendengar seorang tawanan membaca ayat al-Quran yang mencakup semua hal yang ada didalam kitab-kitab terdahulu, maka akupun tahu bahwa ia berasal dari sisi Allah, sehingga akupun masuk islam.”Umar bertanya, “Apakah ayat tersebut?” Lelaki itu menjawab , “Firman Allah SWT wamanyutiillaha „Dan barang siapa yang takut kepada Allah‟, pada hal-hal yang diwajibkan, warosulahu „Dan Rasul-Nya‟, pada halhal yang disunnahkan” 44

Tafsir Imam Syafi’I Jilid 3, hlm. 207-209 Lih. Taqrib An-Nasyr, hlm. 15-16 46 Ibid 45

54

ًَِّ ‫ََّيَت ْق‬ َ ‫ََيَ ْخ‬ َ ‫َّّللا‬ َ ‫ش‬

„dan takut kepada Allah‟, pada usianya yang telah berlalu.

Wayattaqhi „dan bertakwa kepadaNya‟, pada usianya yang masih tersisa.

َّ ‫فَأَُلَئِ َك َّ ٌُ ُم‬

َّ َ‫„ا ْلفَبئِ ُصَن‬Maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan‟. Orang yang mendapat kemenangan adalah orang yang selamat dari api neraka dan masuk surga.” Umar berkata, “ Nabi SAW bersabda, yang artinya , aku diberikan ucapan yang padat makna namun redaksinya singkat”47 Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya (dalam berperkara dan selain itu) dan takut kepada Allah (menyangkut dosa-dosa yang pernah dilakukanya) seta bertakwa kepadanya (berusaha menghindar dari siksa Allah SWT. Dengan melaksakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya), maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. 48 Semua yang mentaati semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya karena meyakini bhwa perintah Allah yang akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, meninggalkan semua laranganya, akan menjauhan mereka dari bahaya dan malapetaka didunia dan akhirat dan selalu bertakwa kepadaNya, dan berbuat baik kepada sesame manuasia, amaka mereka itu termasuk golongan orang-orang yang mencapai keridhaan ilahi dan bebas dari segala siksaan-Nya di akhirat.

47

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam pembahasan tentang ta’bir, bab no.11, Muslim dalam pembahsan tentang masjid (no.85), At-Tirmidzi dalam pembahasan tentang perjalanan hidup Rasulullah SAW, bab no. 5, dan Ahmad dalam Al Musnad (2/172) 48 M. Quraish Shihab, “Al-quran dan maknanya”, hlm. 306

55

BAB 5 MEMAHAMI DAN MENGHAYATI AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI PENYAKIT JIWA

1. QS. Al- Hasyr Ayat 18 

Ayat dan Arti

ِ َّ َّ ‫ت لِغَ ٍد َواتَّ ُقوا اللَّوَ إِ َّن اللَّوَ َخبِ ٌري ِِبَا تَ ْع َملُو َن‬ ْ ‫َّم‬ َ ‫س َما قَد‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬ ٌ ‫ين َآمنُوا اتَّ ُقوا اللوَ َولْتَ ْنظُْر نَ ْف‬ Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah

setiap diri mmperhatikan apa yang telah dikedepankannya untuk hari esok dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa yang kamu kerjakan Maha Mengetahui.” 

Kosakata

ْ‫َٔ ْنرَُظُس‬

Memperhatikan

ْ ‫قَ َّد َي‬ ‫د‬

Lampau

‫نِ َغ ٍد‬

Esok



Pembahasan Ayat ini secara eksplisit menyebutkan perintah “bertaqwa” kepada Allah

(ittaqûLlâha). Disebutkan dalam Tafsîr ibnu Katsîr bahwa taqwa sendiri diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari laranganNya.Jadi, tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat”, setelah itu berbuat maksiat kembali. Karena makna taqwa sendiri saling bersinergi, tidak dapat dipisahkan. Dalam kitab Tafsîribnu Katsîr, ayat ini disamakan dengan perkataan hâsibû

anfusakum qablaan tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab (di hari akhir). (WattaqûLlâh) Dan bertaqwalah kepada Allah. Kalimat kedua (wattaqûLlâh) sama dengan pernyataan Allah dalam kalimat pertama ayat ini.

56

Perintah bertaqwa disebutkan dua kali sebagai sebuah bentuk penekanan. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya ketaqwaan kita kepada Allah.49

InnaLâha khabîrun bimâta‟malûn (sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan), memberikan pengertian bahwa baik dan buruknya perbuatan kita tidak akan pernah lepas dari pengawasan Allah, kapan pun dan di mana pun. Secara tidaklangsung, ayat ini telah mengajarkan kepada kita suatu hal yang sangat mendasardari manajemen hidup sebagai muslim, yang berorientasikan Allah dan hari Akhir. Menjadikan perbuatan di dunia sebagai wasilah (sarana) menuju Allah. Kelompok ayat-ayat yang lalu berbicara tentang orang-orang Yahudi dan munafik yang kesudahan mereka adalah siksa duniawi dan ukhrawi. Ayat di atas mengajak kaum muslimin untuk berhati-hati jangan sampai mengalami nasib seperti mereka itu. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada

Allah yakni hindarilah siksa yang dapat dijatuhkan Allah dalam kehidupan dunia dan akhirat dengan jalan melaksanakan perintah-Nya sekuat kemampuan kamu dan menjauhi menjauhi larangan-Nya dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang

telah dikedepankannya yakni amal saleh yang telah diperbuatnya untuk hari esok yang dekat yakni akhirat. Setelah memerintahkan bertakwa didorong oleh rasa takut, atau dalam rangka melakukan amalan positif, perintah tersebut diulangi lagi – agaknya agar didorong oleh rasa malu, atau untuk meninggalkan amalan negatif. Allah berfirman: Dan sekali

lagi Kami pesankan, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyangkut apa yang senantiasa dan dari saat ke saat kamu kerjakan Maha Mengetahui sampai sekecil apapun. Kata tuqaddimu/ dikedepankan digunakan dalam arti amal-amal yang dilakukan untuk meraih manfaat di masa datang. Ini seperti hal-hal yang dilakukan terlebih dahulu guna menyambut tamu sebelum kedatangannya. Perintah memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok, dipahami oleh Thabathaba‟i sebagai perintah untuk melakukan evaluasi terhadap amal-amal yang telah dilakukan. Ini seperti seorang tukang yang telah menyelesaikan 49

Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, T.Th

57

pekerjaannya.

Ia

dituntut

untuk

memperhatikannya

kembali

agar

menyempurnakannya bila telah baik, atau memperbaikinya bila masih ada kekurangannya, sehingga jika tiba saatnya diperiksa, tidak ada lagi kekurangan dan barang tersebut tampil sempurna. Setiap mukmin dituntut melakukan hal itu. Kalau baik dia dapat mengharap ganjaran, dan bila buruk hendaknya ia segera bertaubat. Atas dasar ini pula ulama beraliran Syi‟ah itu berpendapat bahwa perintah takwa yang kedua dimaksudkan untuk perbaikan dan penyempurnaan amal-amal yang telah dilakukan atas dasar perintah takwa yang pertama.50 Pesan moral yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut adalah mengenai keterbatasan waktu yang kita miliki. Benar, waktu yang kita miliki tidaklah panjang, begitu pun dengan masa hidup kita. Maka alangkah baikya kita menggunakannya dengan baik dan benar dengan beramal shalih. Jikalau tidak, maka pastilah kita akan merugi. Inna

l-insâna lafî khusrin.Sungguh seluruh manusia berada dalam kerugian. 2. Q.S Al-Baqarah Ayat 10 

Ayat dan Arti

ِ ‫ِِف قُلُوَبِِم مرض فَزادىم اللَّو مرضا وََلم ع َذاب أَلِيم ِِبا َكانُوا يك‬ ‫ْذبُو َن‬ َ ٌ ٌ َ ُْ َ ً َ َ ُ ُ ُ َ َ ٌ َ َ ْ َ Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakit itu; dan

mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.” 

Kosakata ‫قُهُٕتِ ِٓ ْى‬

Penyakit/Keraguan

ٌ‫َي َسض‬



Hati

Pembahasan

“Dalam hati mereka ada penyakit.” Ada pendapat mengatakan bahwa penyakit itu berupa keraguan. Pendapat lain mengatakan rijis (kekejian/kekotoran). Yang benar adalah kesemuanya itu. Yakni penyakit yang ada dalam hati kaum munafik ialah keraguan, riya, kekejian/ 50

Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, 2003

58

kekotoran. Penyakit ragu karena mereka meragukan risalah Nabi Muhammad SAW. Tidak diragukan lagi bahwa kekafiran merupakan kekejian dan kekotoran.

“Lalu Allah menambah penyakitnya itu.” Yakni menambah keraguan, riya, dan kekejian itu. Demikianlah balasan tersebut berupa perbuatan sejenis. Pada ayat ini diterangkan keburukan dusta atau sikap berpura-pura dan akibatakibatnya. Dendam, iri hati, syubhat, kenifakan dan keraguan termasuk penyakit hati. Hal itu dikarenakan hati dihadapkan oleh dua penyakit yang menyebabkan jauh dari kesehatannya dan kenormalannya, yaitu penyakit syubhat yang batil dan penyakit syahwat yang menggoda, maka kekufuran, kenifakan, keragu-raguan dan semua bid‟ah-bid‟ah itu adalah penyakit-penyakit syubhat. Sedangkan perzinahan, suka akan kekejian dan kemaksiatan lalu melakukannya adalah penyakit syahwat. Penyakit hati akan bertambah parah, bilamana disertai dengan perbuatan nyata. Misalnya rasa sedih pada seseorang akan bertambah dalam apabila disertainya dengan perbuatanperbuatan nyata, seperti menangis, meronta-ronta, dan sebagainya. Penyakit-penyakit dengki yang demikian itu terdapat dalam jiwa orang-orang munafik. Oleh karena itu mereka memusuhi Allah dan Rasul-Nya, menipu dengan sikap pura-pura dan berusaha mencelakakan Rasul dan umatnya. Kemudian penyakit itu bertambahtambah setelah melihat kemenangan-kemenangan Rasul. Setiap kali Rasul memperoleh kemenangan, bertambah pulalah penyakit mereka. Terutama sekali penyakit bimbang dan ragu-ragu, menimbulkan ketegangan jiwa yang sangat pada orang-orang munafik. Akal pikiran mereka bertambah lemah untuk menanggapi kebenaran agama dan memahaminya, bahkan pancaindera mereka tidak mampu menangkap obyek dengan benar. Abu Ja‟far berkata: Asal kata marodu adalah assuqomu yang artinya penyakit. Kemudian ia dinisbatkan kepada jasmani dan rohani. Dalam ayat ini Allah menginformasikan bahwa dalam hati orang-orang munafik terdapat penyakit. Dan sebenarnya yang dimakud dengan penyakit hati di sini adalah kerusakan akidah, namun Allah cukup menyebutnya penyakit dalam hati karena maksudnya telah dipahami oleh para pendengar. 59

Demikian juga firman Allah ٌ‫ قُهُٕتِ ِٓ ْى َي َسض‬ِٙ‫“ ف‬Dalam hati mereka ada penyakit,” maksudnya, bahwa dalam keyakinan hati mereka terhadap agama dan kenabian Nabi Muhammad SAW terdapat penyakit. Penyakit ini yang dimaksud keraguan mereka tentang kenabian Nabi Muhammad SAW dan apa yang diturunkan kepadanya, mereka tidak mempercayai seratus persen, juga tidak mengingkarinya seratus persen, akan tetapi seperti diinformasikan Al-Qur‟an : “Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman dan fakir): tidak masuk kepada golongan ini (orangorang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). (Q.S An-Nisaa‟ [4]: 143). Penafsiran ini juga sesuai dengan riwayat-riwayat berikut ini : 1.

Muhammad bin Hamid menceritakan kepada kami, katanya : Salamah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishak, dari Muhammad bin Abi Muhammad pembantu Zaid bin Tsabit, dari Ikrimah, atau dari Sa‟id bin Jubair dari Ibnu Abbas: ٌ‫ قُهُٕتِ ِٓ ْى َي َسض‬ِٙ‫“ ف‬Dalam hati mereka ada penyakit,” artinya Keraguan.51

2.

Al-Minjab52 menceritakan kepadaku, katanya: Bisyr bin Umarah menceritakan kepada kami, dari Abu Rauq, dari Adh-Dhahak dari Ibnu Abbas ia berkata: Al marodu artinya munafik.53

3. Surat As-Syams Ayat 7-10 

Ayat dan Arti

ٍ ‫َونَ ْف‬ َ .‫اىا‬ َ ‫اب َم ْن َد َّس‬ َ ‫ قَ ْد أَفْ لَ َح َم ْن َزَّك‬،‫ورَىا َوتَ ْق َو َاىا‬ َ ‫ َوقَ ْد َخ‬،‫اىا‬ َ ‫ فَأَ َْلََم َها فُ ُج‬،‫س َوَما َس َّو َاىا‬ Artinya: “(7). Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (8). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, (9). Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, (10). Dan sesunguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

51

Al-Mawardi dalam An-Nukat wal ‘Uyun (1/74), Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir-nya (1/44), Abu Ubaidah dalam Majazil Qur’an (1/32) dan Ibnu Jauzi dalam Zad Al Masir (1/31). 52 Yaitu Al Minjab bin Al Harits bin Abdurrahman at-Tamimi, Abu Muhammad Al Kufi dari tingkatan kesepuluh, meninggal tahun 31, lihat At-Taqrib (545). 53 Ibnu Abi Hatim dalam Tafsir-nya (1/44), Az-Zuzaj dalam Ma’ani Al-Qur’an (1/86) dan AsySyaukani dalam Fath Al Qadir (62).

60



Kosakata

‫س‬ ٍ ‫ََ ْف‬

Jiwa

‫فَأَ ْنَٓ ًََٓا‬

Maka Allah mengilhamkan

‫اب‬ َ َ‫خ‬

Rugi



Pembahasan Dalam ayat 7, Allah bersumpah memakai nama jiwa dan zat yang diciptakannya.

Dan zat tersebut dibekali dengan kekuatan ruhani dan jasmani, hingga keduanya bekerja selaras dengan fungsinya masing-masing. Lalu Allah menjelaskan penyempurnaan ciptaannya dalam ayat 8, yaitu Allah memberikan isnpirasi atau ilham kepada setiap manusia agar dapat membedakan kefasikan dan ketakwaan. Lalu Allah menjelaskan suatu konsekuensi yang akan diterima oleh makhluknya, bahwa orang yang mau mensucikan jiwanya dan meningkatkan kesempurnaan akal dan perbuatan dari hal-hal yang batil merupakan orang yang beruntung. Dan orang yang mengotori jiwanya dan mencampakkan dirinya dalam kehancuran dengan melakukan kemaksiatan, menjauhkan diri dari Allah. Dan dalam ayat ke Sembilan Allah menjelaskan ‫ (قد افلح) َس ُع َد (من زكىها) اصلح هللا نفسه و طهرها من الذنوب‬Allah membahagiakan orang yang mensucikan dirinya dari dosa.( al-Hasan, Abi. (1995). al-Wajiz fi Tafsir. Damaskus:Dar al-Qalam, hal:1206 Dalam ayat 7 disebutkan, ketika Allah menciptaka manusia, Allah menyemprnakannya dengan mengajarkan kepada manusia bagaimanamembedakan antara yang hak dan yang batil. Sunggh mengagumkan, sebuah ciptaan yang berasal dari tanah dan ruh lalu Allah menilhamkan ke dalam wujud itu pemahaman mengenai dosa, kefasikan, perbuatan buruk, ketakwaan dan perbuatan baik pada lingkungan khusus dimana manusia tinggal. Lalu Allah menyebutkan kata fujur yang berarti membuka, yang bermakna dosa, maksudnya dosa dapat merobek/membuka tirai kesalehan dan agama. Sementara makna dari taqwa adalah perlindungan. Maksudnya

61

manusia mempunyai kemempuan untuk melindungi dirinya sendiridari dosa, kejahatan, penyimpangan dan keburukan. Dalam ayat 8, allah bermaksud menggambarkan bahwa keselamatan manusia tergantung pada bagaimana ia memelihara kesucian jiwa yang asli dari pencemaran, serta terlindungnya jiwa dari hasrat-hasrat hewani. Dan pada ayat ke 10, Imam Muhammad Baqir dan putranya Imam Ja‟far Shadiq berkata dalam sebuah hadits

“sesungguhnya beruntunglah orang yang taat dan

celakalah orang yang durhaka”.(majma al bayan jilid 10 hal 498). Ayat 7 menjelaskan mengenai penciptaan manusia, bahwa manusia disuruh mengamati mengapa dirinya ada dan siapa yang membuat dirinya ada, dan menyuruh kita yakin akan adanya Sang Pencipta, disini teletak pepatah terkenal “barangsiapa yang telah mengenal dirinya, niscaya akan kenal dengan tuhannya. Dan dalam pangkal ayat 8, menjelaskan mengenai penyempurnaan makhluk ciptaan Allah yang disebut manusia dengan diberi-Nya ilham dan petunjuk. Lalu setelah manusia memiliki akal untuk membedakan man ayang baik dan mana yang buruk, Allah melanjutkan dengan ayat 9 yang bermakna, bahwa barangsiapa yang membersihkan dirinya yaitu gabungan dari jasmani dan rohani. Jasmani berarti suci dari hadas dan najis, sedangkan rohani, jiwanya dibersihkan dari penyakit seperti mempersekutukan tuhan, mendustakan kebenaran yang dibawa rasul, bersifat hasad, dengki, benci, dendam, sombong angkuh dan lain-lain. Dan pada ayat 10 Allah mengancam barangsiapa yang mengotori dirinya maka akan celaka, dan Allah telah menunjukkan bencana yang terjadi pada kaum Tsamud sebagai contoh nyata. Abu Hurairah r.a berkata Nabi saw. Bersabda Allah Ta‟ala berfirman

‫الكْب ياء ردا ءى فمن نا ز عن ردا ءى قصمتو‬ “kebesaran dan kesombongan itu adalah ibarat pakaian-Ku barangsiapa hendak menyamai-Ku dalam pakaian itu , akan Aku binasakan. (riwayat Alhakim).

62

Umamah ra berkata Nabi saw. Bersabda Allah Ta‟ala berfirman

‫خلقنت اْلري الشر فطوىب ملن خلقتو للخري واجريت اْلريعلى يديو وويل ملن خلقتهل للشر‬ ‫واجريتهل الشر على يديو‬ “aku telah meciptakan kebaikan dan kejahatan, maka bahagialah orang yang telah Kuciptakan untuk kebaikan dan melkasanakannyaserta celaka lagi bagi orang yang telah Ku-ciptakan untuk kejahatan dan melaksanakannya. (Riwayat Ibnu Syahin). Ali r.a berkata Nabi saw.bersabda, Allah Ta‟ala berfirman

‫اشتد غضيب على من ظلم من َل جيد لو ناصرا غري‬ “aku sangat murka atas orang yang melakukan kedhaliman(aniaya) terhada orang yang tidak ada pembelanya selain aku” (H.R Athathabarani didalam kitab “Alkabir” dan “AlQudha‟ie dan Ali). 4. Al Qiyamah ayat 2 

Ayat dan Arti

ِ ‫َوََل أُقْ ِس ُم بِالنَّ ْف‬ .‫س الََّّو َام ِة‬ Artinya: “dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” 

Kosakata

‫س‬ ِ ‫تِانَُّ ْف‬

Dengan jiwa

‫أُ ْق ِس ُى‬

Aku bersumpah



Pembahasan Allah bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri (An-Nafsul

Lawammah) terhadap sikap dan tingkah lakunya pada masa lalu yang tidak sempat lagi diisi dengan perbuatan baik. An Nafsul Lawammah berarti jiwa yang menyesali dirinya karena berbuat kejahatan. Kenapa masih saja tidak sanggup dihentikan? Pada kebaikan yang disadari manfaatnya kenapa tidak diperbanyak atau dilipatgandakan saja? Begitulah an nafsul lawwamah berkata dan menyesali dirinya sendiri. 63

Perasaan menyesal itu senantiasa ada walaupun ia sudah berusaha keras dengan segenap upaya untuk mengerjakan amal shaleh. Padahal semuanya akan diperhitungkan kelak. An nafsul lawwamah juga berarti jiwa yang tidak bisa dikendalikan pada waktu senang maupun susah. Waktu senang bersikap boros dan royal, sedang dimasa susah menyesali nasibnya dan menjauhi agama. An Nafsul lawwamah sebenarnya adalah jiwa seorang mukmin yang belum mencapai tingkat yang lebih sempurna. Penyesalan adalah benteng utama dari jiwa seperti ini karena telah melewati hidup diatas dunia dengan kebaikan yang tidak sempurna. Perlu dijelaskan disini hubungan antara hari kiamat dengan an nafsul lawwamah yang sama sama digunakan allah untuk bersumpah dalam awal surat ini. Hari kiamat itu kelak akan membenberkan akan jiwa seseorang, apakah ia memperoleh kebahagiaan atau kecelakaan. Maka jiwa dan an nafsul lawwamah boleh jadi termasuk golongan yang bahagia atau termasuk golongan yang celaka. Dari segi lain, allah sengaja menyebutkan jiwa yang menyesali dirinya ini karena begitu besarnya persoalan jiwa dari sudut pandang al quran. Huruf “la” yang terdapat dalam ayat 1 dan 2 diatas adalah “lazaidah” yang menguatkan arti perkataan sesudahnya, yang adanya hari kiamat dan an-nafsultawwamah Allah sendiri menjawab sumpahnya walaupun dalam teks ayat tidak disebutkan. Jadi setelah bersumpah dengan hari kiamat dan anafsul lawamah, allah menegaskan “sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggung jawabanmu.

64

BAB 6 AYAT - AYAT AL-QUR‟AN TENTANG KEBUTUHAN JIWA AKAN AGAMA

1. QS. Ar Ra‟ad (13) : 2

ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ‫ين‬ ُ ُ‫الْ ُقل‬ َ ‫وب تَطْ َمئ ُّن اللو بذ ْك ِر أََل اللو بذ ْك ِر قُلُوبُ ُه ْم َوتَطْ َمئ ُّن َآمنُوا الذ‬ “Orang-orang yang terbimbing adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka

menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tentram.” Hati orang-orang yang beriman itu senang dan tentram, karena mereka selalu mengingat Allah diwaktu ditimpa malapetaka mereka ingat kepada Allah dan lekas insaf juga memeriksa kekhilafannya, agar dapat diubahnya dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu hilanglah dukacitanya, berganti dengan gembira dan mengharapkan karunia Allah. Begitu juga, jika mereka mendapat anugerah (nikmat) mereka tidak sombong, malah mengucapkan terima kasih kepada Allah. Sebab, hati orang-orang yang beriman itu senang dan tentram, baik di waktu susah ataupun gembira. Kesenangan hati itu ialah kebahagiaan yang sebenarnya. Dalam islam sangat dipentingkan sekali menegakkan sembahyang lima kali sehari semalam, karena dalam sembahyang itulah kita mengingat Allah dan membersihkan jiwa. Nabi mengatakan bahwa sembahyang itu tempat ketenangan jiwa dan hatinya. Maka dari itu orang-orang yang mengerjakan shalat lima kali sehari semalam, seolah-olah telah mengingat Allah malam dan siang, pagi dan petang, insya Allah akan tenanglah jiwanya dan senanglah hatinya, menghadapi segala kemungkinan dan segala kesulitan dalam masyarakat yang hidup di dunia ini. Dengan melakukan sembahyanglah kehidupan kita akan tentram, maka dengan begitu janganlah kita merasa berat untuk mengerjakan sembahyang, karena faedahnya untuk diri kita sendiri bukan untuk Allah. Allah Maha kaya dari pada itu.54 Orang yang mengakui keesaan Allah dan mengakui sifat-sifat-Nya serta misi kenabian Nabi SAW seraya menyambut apapun yang diwahyukan dari-Nya, dan 54

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Quran Karim. 2004. Hal:355

65

hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Allah akan mengusap hati hambaNya dengan penuh rahmat, sebab janji Allah itu pasti dan tak ada sesuatu pun yang mampu mengusap hati seorang hamba kecuali Dia. Mengingat Allah tidak sekedar melakukan gerakan bibir semata kepada-Nya, meskipun menyebut nama-Nya merupakan contoh mengingat-Nya, yang terpenting adalah selalu ingat kepada Allah dalam segala situasi dan keadaan. Dengan ingat kepada Allah kehidupan kita dipenuhi banyak keberkahan, diantaranya : 

Ingat kepada nikmat-Nya membawa manusia bersyukur kepada-Nya



Ingat akan kekuasaan-Nya membawa orang bertawakal kepada-Nya



Ingat akan Maha Tahu-Nya tentang apa yang terbuka dan tersembunyi mendorong manusia pada kesucian akhlak



Ingat akan Maha Pengampun dan kemurahan-Nya menimbulkan harapan dan taubat.



Shalat merupakan tindakan mengingat Allah dan menjadi sumber ketentraman manusia. Al-Qur‟an mengatakan :

Artinya : “dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS.Thaha:14) Faktor-faktor yang Memberi Semangat dan Ketentraman Terdapat banyak penyebab yang menimbulkan keyakinan dan ketentraman pikiran. Akan tetapi, puncak semua faktor itu adalah kesadaran dan pengetahuan yang dimiliki seseorang.55 1.

Orang yang sadar akan kenyataan bahwa amal sekecil apapun yang dilakukannya akan diperhitungkan, maka ia menaruh harapan kepada amal kebajikan yang dikerjakannya dan tentram. Surah al-Zalzalah ayat:7

55

Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran. Hal : 107-112

66

Artinya : “Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar atom pun akan

melihatnya.” 2.

Orang yang tahu bahwa dirinya diciptakan dengan anugerah Tuhan serta kebijaksanaan dan rahmat-Nya, akan merasa tenang dan penuh harapan serta yakin akan kemurahan Allah. Terdapat dalam surah Al-Fajr: 27-28 Artinya : “(akan dikatakan kepada mereka) Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah

kepada Tuhanmu dalam keadaan rela (kepada-Nya) dan diridhai oleh-Nya.” 3.

Orang yang tahu bahwa pemimpin dan imamnya adalah manusia yang sempurna dan dipilih Allah, juga bebas dari setiap penyimpangan dan kekeliruan akan merasakan tentram dalam hatinya. Terdapat pada surah Al-Baqarah:124

Artinya : “Sesungguhnya Aku telah menjadikan kamu sebagai iman (pemimpin)

bagi umat manusia.” Frase suci : ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. Ini berarti dengan ingatnya Allah kepada kita, maka hati kita menjadi tentram, dalam arti bahwa kita ada di hadirat-Nya. Adanya juga kecemasan dalam kehidupan seseorang seperti rasa rendah diri, perasaan tanpa tujuan atau bahkan depresi, kasus seperti ini dapat diobati dengan bertawakal kepada Allah dengan kesabaran yang nantinya akan hadirlah rasa ketentraman dalam dirinya. 2.

QS. Al An‟am (6) : 125

ِ ِ ِ ِ ِ‫هديو ي ْشرح ص ْدره ل‬ ‫ضيّْ ًقا َحَر ًجا َكأََِّنَا‬ َ ُ‫ص ْد َره‬ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ َ‫فَ َم ْن يُِرد اللَّوُ أَ ْن ي‬ َ ‫إلسَلم َوَم ْن يُِرْد أَ ْن يُضلَّوُ َْجي َع ْل‬ ِ َّ ِ ِ َّ ‫ص َّعد ِِف‬ ‫ين َل يُ ْؤِمنُو َن‬ ّْ ُ‫ك َْجي َع ُل اللَّو‬ ُ َّ َ‫ي‬ َ ‫الس َماء َك َذل‬ َ ‫س َعلَى الذ‬ َ ‫الر ْج‬

67

“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan petunjuk padanya, niscaya Dia lapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya

menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” Kata kunci: ٌْ َ‫ُضهَّّ ُ أ‬ ِ ٚ

Menyesatkannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit ia sedang mendaki kelangit

ْ‫َجْ َعم‬ٚ ُ ِ‫ص ْد َز‬ َ ‫ِّقًا‬ٛ‫ض‬ َ ‫َح َس ًجا‬ َّ َٚ ِٙ‫ان َّس ًَا ِء ف‬ ‫ص َّع ُد‬

Pembahasan Allah menjelaskan kepada hamba-Nya bahwa tanda-tanda kebahagiaan, hidayah, kesengsaraan dan kesesatan seorang hamba, sesungguhnya orang yang dadanya terbuka untuk islam dan disinari cahaya iman, ia hidup dengan sinar yakin maka jiwanya tentram, mencintai kebaikan melakukanya dengan jiwa yang rela merasakan kenikmatan tanpa merasa berasa berat, ini adalah tanda bahwa Allah telah memberi petunjuk kepadanya sehingga dia mampu meniti jalan lurus. Tanda orang yang Allah ingin ( ٌْ َ‫ضهَّّ ُ أ‬ َ ‫ِّقًا‬ٛ‫ض‬ َ ‫“ ) َح َس ًجا‬niscaya Allah ِ ُٚ)”menyesatkannya”adalah ( ْ‫َجْ َعم‬ٚ ُِ‫ص ْد َز‬

menjadikan dadanya sesak lagi sempit”. Maksudnya dadanya sangat sempit dari iman, ilmu dan yakin, hatinya tidak lapang dalam melakukan kebaikan, saking sempit dan َّ َٚ ِٙ‫“ )ان َّس ًَا ِء ف‬ia sedang mendaki kelangit”. Maksudnya dia sesaknya seolah-olah (‫ص َّع ُد‬ tidak mempunyai cara untuk menghindarinya, penyebabnya adalah ketidak imanan mereka, Allah menimpakkan siksa kepada mereka karena mereka sendirilah yang menutup pintu rahmat dan kebaikan dari diri mereka. Barang siapa yang memberi, bertakwa dan memberi kebaikan, maka Allah memudahkannya kepada kepada kebaikan. Dan barang siapa yang kikir, mendustakan kebaikan, maka Allah akan memudahkannya kepada kesulitan.56

56

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Tafsir As-Sa’di. 2007. Hal: 543-544

68

Ath-Thabari Hilal bin Al‟Ala menceritakan kepadaku, ia berkata Sa‟id bin Abdul Malik bin Al Harrani menceritakan kepada kami, ia berkata Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Abdurrahim dari Zaid bin Abu Umaisah dari Amru bin Murah dari Abu „Ubaidah dari Abdullah bin Mas‟ud, ia berkata Rasulullah SAW pernah ditanya ketika turun ayat ini (Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk [memeluk agama] Islam). Beliau bersabda, “Apabila cahaya telah masuk ke dalam hati, maka hati akan menjadi lapang.” Mereka bertanya, “Apakah ada tanda-tandanya yang bisa diketahui?” Beliau bersabda, “Kembali ke negeri yang kekal (akhirat), menjauhi negeri yang penuh tipuan (dunia), dan mempersiakan bekal menghadapi kematian sebelum mati.57 Allah menjelaskan kepada hamba-hambaNya tanda-tanda kebahagiaan, hidayah, kesengsaraan dan kesesatan seorang hamba, “Sesungguhnya orang yang dadanya terbuka untuk Islam dan disinari cahaya iman, ia hidup dengan sinar yakin, maka jiwanya tentram, mencintai kebaikan, melakukannya dengan jiwa yang rela merasakan kenikmatan tanpa merasa berat, ini adalah tanda bahwa Allah telah memberinya petunjuk, menganugrahkan taufik kepadanya sehingga dia mampu menanti jalan lurus. Agama bukan lagi sekadar menjadi sesuatu kewajiban, tetapi juga menjadi kebutuhan bagi orang-orang yang dadanya terbuka untuk Islam ini. Ia tak lagi merasa takut, sendiri, dan berbagai perasaan buruk lainnya. Inilah salah satu keuntungan besar bagi mereka yang telah menjadikan agama sebagai kebutuhan dan fondasi kehidupan sehari-hari. 3.

Qs. Muhammad Ayat 7 Surah Muhammad termasuk golongan surat-surat Madaniyyah (diturunkan di Madinah) menurut pendapat Ibnu Abbas. Demikianlah yang dituturkan An-Nuhas.58

57

Jami 12 100. Ia juga meriwayatkannya 12 102 dari Ibnu Sinan Al Qazaz dari Mahbub bin Al Hasan Al Hasyimi dari Yunus dari Abdul Rahman bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Mas’ud dengan redaksi yang sama. 58 Lih. At-Tarikh wa Al Mansukh fi Al Qur’an Al Karim karyanya, h. 258

69

Namun Al Mawardi berkata, “(Surah ini adalah surah Madaniyah) menurut pendapat seluruh munfassir, kecuali Ibnu Abbas dan Qatadah, sebab keduanya berkata, „Kecuali satu ayat diturunkan setelah haji wada‟, saat Rasulullah keluar dari Makah dan menatap Ka‟bah seraya menangis karena sedih, lalu turunlah ayat:

‫وكأين من قرية ىي اشد قوة من قريتك‬ Artinya: ”Dan betapa banyaknya negeri yang (penduduknya lebih kuat dari pada (penduduk) negerimu (Muhammad).” (Qs. Muhammad [47]: 13) Ats-Tsa‟labi berkata “Sesungguhnya surah ini adalah surah Makiyyah.” Pendapat tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Hibbatullah dariAdh-Dhahak dan Sa‟id bin Jubair. Surah ini terdiri dari tiga puluh depan ayat. Pokok-pokok isi surat ini ialah seputar: 1. Keimanan: Orang-orang yang mati syahid akan masuk surga, balasan disediakan di akhirat bagi orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang duhaka; kemudiantentang keEsaan Allah. 2. Hukum-hukum: Menumpas musuh dalam peperangan sebelum nampak gejala-gejala kemenangan, menawan mereka kalau nampak gejala-gejala kemenangan, membebaskan mereka dengan menerima tebusan atau tidak, larangan mengajak damai bila telah nata kemenangannya. 3. Dan lain-lain: Allah selalu memberi cobaan kepada orang-orang yang beriman untuk mengetahui siapa yang berjihad dan siapa yang sabar menghadapi cobaan, kehidupan di dunia adalah pemimpin belaa, dan hanya iman dan takwalah yang menghasilkan pahala. Allah akan menolong orang-orang yang menolong agamanya. Pada ayat satu, dua dan tiga ayat dalam surah ini, Allah membandingkan antara hasil yang diperoleh oleh orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya. Orang-orang yang percaya kepada risalah yang dibawa Muhammad, merekalah orang-orang yang beriman dan melaksanakan yang hak, diteria semua aalnya, diampuni segala 70

kesalahannya. Adapun orang-oramh yang tidak percaya kepada Muhammad SAW adalah orang-orang yang mengikuti kebatilan, amalnya tidak diterima, dosa mereka tidak diampuni, dan kepaada mereka akan ditimpakan azab di dunia dan akhirat. Pada ayat keempat, Allah menerangkan cara menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Ayat kelima dan enam, Allah SWT akan membimbing orang-orang yang beriman dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya yang diridhoi-Nya sehingga pekerjaan itu berhasil dengan baik. Dan disini akan dijelaskan tafsir dari ayat ketujuh.

‫يأيها الذين آمنوا إن تنصروا اهلل ينصركم ويثبت أقدامكم‬ Artinya: ”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Qs. Muhammad [47]: 7) Firman Allah Ta‟ala: ‫“ يىصسكم ّللا تىصسَا إن أمىُا الريه يٍب يأ‬Hai orang-orang

yang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu.” Maksudnya, jika orang muslim menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya melawan orang-orang kafir. Padanan firman Allah tersebut adalah firman-Nya: { ‫“ } يىصسي مه ّللا َليىصسن‬Sesungguhnya Allah pasti menolong orang

yang menolong (agama)-Nya.” (Qs. Al Hajj [22]: 40). ‫أقدامك ُمَّ َيثبت‬

“Dan meneguhkan kedudukanmu,” yakni ketika berperang.

Menurut satu pendapat, atas agama Islam. Menurut pendapat yang lain, diatas titian. Ada juga yang berpendapat, yang dimaksud dengan peneguhan tersebut adalah peneguhan hatidengan perasaan aman. Dengan demikian, tatsbiit al aqdaam (peneguhan telapak kaki/kedudukan) merupakan ungkapan latin dari pertolongan dan bantuan di medan perang. Hal ini dijelaskan pada surah Al Anfal.59 Disana Allah menetapkan adanya perantara, sedangkan disini meniadakannya. Ayat ini berisi perintah Allah kepada kaum mukmin agar mereka menolong agama-Nya, berdakwah kepada-Nya, dan berjihad melawan musuh-musuh-Nya dengan mengharapkan keridhaan-Nya. Jika mereka melakukan hal itu, maka Allah SWT akan menolong mereka dan meneguhkan mereka, yakni menguatkan mereka dengan kesabaran , ketenangan, dan keteguhan serta membuat badan mereka dapat 59

Lih. Tafsir surah Al Anfaal ayat 11.

71

bersabar di atasnya serta menolong mereka terhadap musuh mereka. Allah SWT berjanji, bahwa barang siapa yang menolong agama-Nya baik dengan ucapan maupun perbuatan, maka Dia akan menolongnya, memudahkan sebab-sebab pertolongan, menguatkan hati dan barisanmu dalam melaksanakan kewjibanmu mempertahnkan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menolong agama Allah. Rasulullah dan para sahabat menolong agama Allah dengan cara berperang. Rasulullah memerangi orang-orang musyrik yang menginjak-nginjak, menghina, dan melecehkan agama Allah. Dalam peperangan Allah SWT pun memberikan bimbingan. Allah SWT berfirman, yang artinya “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (dimedan perang), maka pancunglah batang leher mereka.” Tantunya sudah sangat jelas Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar memenggal leher orang-orang kafir yang mereka temui dalam pertempuran, hingga mereka itu kalah. Apabila mereka itu telah nyata kalah, tawanlah mereka. Kemudian terserah kepada negara, apakah akan dibebaskan tanpa atau dengan tebusan, atau menjadikan mereka sebagai budak, asal saja keputusan itu didasarkan kepada kepentingan agama Allah, keadilan dan kemaslahatan. Dalam peperangan tentunya telah menjadi kelaziman, bahwa peperangan itu menimbulkan terbunuhnya banyak orang mukmin. Allah SWT berfirman:

‫والذين قتلوا يف سبيل اهلل فلن يضل اعماهلم‬ Artinya: “Dan orang-orang yang gugur dijalan Allah, Allah tidak akan menyianyiakan amal mereka.” Maksudnya, Allah tidak akan mengabaikannya begitu saja, tetapi Allah akan memperbanyak dan mengembangkan serta melipatgandakan (pahala ataupun amalnya). Bahkan, di antara mereka ada yang amalnya terus mengalir selama di alam Barzakh. Imam Ahmad meriwayatkan dari al-Miqdam bin Ma‟dikarib al-Kindi ra, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda:

72

،‫ ويرى مقعده من اجلنة‬،‫ ان يغفرلو يف اول دفقة من دمو‬:‫ان للشهيد عند اهلل ست خصا ل‬ ،‫ ويا منالفزع األكب‬،‫القب‬ ‫ ويزوج من احلوج من احلور العني وجيارمن عذاب ر‬،‫وحيلى حلة اإلميان‬ ‫ الياقوتة منو خري من الدنيا ومافيها ويزوج‬،‫ويوضع على راسو تاج الوقار مرصع بالدر والياقوت‬ .‫من احلور العني ويشفع يف سبعني إنسا نا من أقاربو‬ “Sesungguhnya orang yang mati syahid di sisi Allah memiliki enam keutamaan, yaitu: Allah akan mengampuni dosanyapada percikan petama dari darahnya, ia menyaksikan tempatnya du Surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, dijaga dari adzab kubur, diberikan rasa aman dari ketakutan yang besar, dan diletakkan di atas kepalanya mahkota keuliaan yang dilapisi dengan mutiara dan batu permata. Satu permata pada mahkota itu lebih baik daripada dunia dan seisinya. Dan ia juga dinikahkan dengan tujuh puluh orang dari kaum kerabatnya.” Hadis tersebut juga diriwaatkan dan dishohihkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk enggan berjihad menolong agama Allah karena banyak sekali kenikmatan-kenikmatan yang didapat ketika seorang muslim menolong agama Allah. Dan Allah SWT tidak mengurangi pahala orangorang yang berjihad di jalan Allah sedikitpun, sedangkan Allah SWT menghapuskan pahala amal dan perbuatan orang-orang kafir, karena dasar pemberian pahala itu ialah iman kepada Allah dan Rasulnya. 4. Qs At-Thoha Ayat 124-126

ِ ‫ب َِلَ َح َش ْرتَِِن‬ َ َ‫ ق‬.‫ضْن ًكا َوََْن ُش ُرهُ يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة أ َْع َمى‬ ّْ ‫ال َر‬ َ ِ‫ض َع ْن ذ ْك ِري فَِإ َّن لَوُ َمع‬ َ ً‫يشة‬ َ ‫َوَم ْن أ َْعَر‬ ِ ِ َ َ‫ق‬. ‫صريا‬ ِ ‫أ َْعمى وقَ ْد ُكْن‬ ‫ك الْيَ ْوَم تُْن َسى‬ َ ‫ك آيَاتُنَا فَنَ ِسيتَ َها َوَك َذل‬ َ ‫ك أَتَْت‬ َ ‫ال َك َذل‬ ُ َ َ ً َ‫ت ب‬ Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan“. (QS. Thoha : 124-126)

73

Kata kunci: ٘‫ع ٍَْ ِذ ْك ِس‬

peringatan-Ku

‫ض ُْ ًكا‬ َ

Penghidupan Tafsir :

Tafsir surat at-toha ayat 124-126 karena ayat ini bersangkutan dengan masalah orang yang berpaling dari Allah SWT. Yang dimaksud „Kehidupan yang sempit‟ bukanlah tidak memiliki uang atau kondisi ekonomi yang sempit. Sebab, banyak orang kaya, bertempat sesukanya, tetapi selama hatinya tidak tulus menerima keyakinan dan petunjuk, niscaya ia berada dalam kegoncangan, kebimbangan, dan keraguan, dan ia akan terus berada dalam keraguan. yang demikian itu merupakan bagian dari sempitnya kehidupan. Disebabkan oleh kerakusan, rasa takut serta kecemasan, hidup dalam kesulitan dan kesempitan.untuk menjelaskan keadaan orang yang melalaikan perintah Allah, Al-Quran menambahkan, Dan barangsiapa berpaling

dari menginga-Ku maka sesungguhnya baginya kehidpan yang sempit, dan pada hari kebangkitan kami akan membangkitkannya dalam keadaan buta.60 Ayat yang menjelaskan bahwa “dan Kami akan menghimpunkannya pada hari

kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Ibnu Katsir berkata, mungkin hal itu berarti bahwa ia akan dibangkitkan dan dihimpun menuju neraka jahannam dalam keadaan buta mata dan hati sebagaimana firman Allah Subhanahu wata‟ala dalam QS. Al Isra : 97 :

ِ ِ ِِ ‫ت ِزْدنَا ُى ْم َسعِ ًريا‬ ْ َ‫َّم ُكلَّ َما َخب‬ ُ ‫ْما َو‬ ً ‫َوََْن ُش ُرُى ْم يَ ْوَم الْقيَ َامة َعلَى ُو ُجوىه ْم ُع ْميًا َوبُك‬ ُ ‫ص ِّما َمأْ َو ُاى ْم َج َهن‬ “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.”.61 60 61

Tafsir Nurul Quran, hlm 524-525 Tafsir Nurul Quran, hlm 996

74

Oleh karena itu dia berkata,

ِ ‫ب َِل ح َشرتَِِن أ َْعمى وقَ ْد ُكْنت ب‬ ‫ص ًريا‬ َ َ‫ق‬ َ ُ ْ َ َ ّْ ‫ال َر‬ َ َ “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Berkata ibnu Katsir, yaitu ketika di dunia. Allah Subhanahu wata‟ala menjawab,

ِ ِ ‫ك الْيَ ْوَم تُْن َسى‬ َ ‫ك آيَاتُنَا فَنَ ِسيتَ َها َوَك َذل‬ َ ‫ك أَتَْت‬ َ ‫َك َذل‬ “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan“.

maka

kamu

Shalat adalah salah satu perluaasan tindakan mengingat Allah. Allah mengatakan dalam qurannya, .... dirikanlah shalat untuk mengingatku, dan nyatanya bahwa barang siapa yang mengingat Allah, maka dia juga akan ingat kepadanya. Ini adalah janji Allah yang telah mengatakan, .... ingatlah kepada-Ku, maka Akupun akan

mengingatmu.62 Dan dengan sendirinyamereka yang lupa pada Allah, maka Dia juga akan menelantarkan mereka. Ayat diatas mengatakan, (Allah) akan berkata, “Demikianlah ayat-ayat kami datang kepadamu, tapi kamu melalaikannya, demikian

pula hari ini kamupun dilupakan.” Berkata ibnu Katsir, yakni setelah kamu berpaling dari ayat-ayat Allah dan memperlakukannya seperti perlakukan orang yang belum pernah mendengarnya setelah semuanya disampaikan kepadamu, lalu kamu melupakannya, berpaling darinya,

dan

mengabaikannya,

maka

seperti

itulah

sekarang

ini

Kami

memperlakukanmu, yaitu perlakuan yang melupakanmu. Karena balasan setimpal dengan perbuatan sebagaimana Dia berfirman dalam QS. Al A‟raf : 51 :

ِ َّ ‫اى ْم َك َما نَ ُسوا لَِقاءَ يَ ْوِم ِه ْم َى َذا‬ ْ ‫ين َّاَتَ ُذوا ِدينَ ُه ْم ََلًْوا َولَعِبًا َو َغَّرتْ ُه ُم‬ ُ ‫اَلَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَ ْوَم نَْن َس‬ َ ‫الذ‬ .‫َوَما َكانُوا بِآيَاتِنَا َْجي َح ُدو َن‬ 62

Q.S Al-Baqarah: 152

75

“(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” Orang yang tidak taat dengan perintah Allah maka akan dibutakan ketika di hari Kiamat nanti. Maka di dalam kehidupan ini kita janganlah berpaling dari perintahperintah Allah karena apabila kita berpaling dari perintah Allah maka sesungguhnya Allah akan memberikan kehidupan yang sempit di Akhirat nanti. Dan di hari kiamat nanti mata orang-orang yang tidak taat kepada Allah akan dibutakan. Inilah salah satu alasan betapa butuhnya manusia akan agama yang mampu menuntunnya ke jalan yang benar hingga mendapat tempat yang lapang di akhirat nanti. Oleh karena itu, kita sebagai manusia yang tidak mau merasakan kejamnya api neraka jahanam dan merasakan buta seperti penjelasan ayat diatas, hendaknya kita memiliki sikap dan prilaku positif yang sejalan dengan kebutuhan jiwa akan agama sebagai berikut: 1) Manusia hendaklah selalu mengingat dan jangan sekali-kali melupakan petunjuk Allah dalam keadaan apapun. 2) Manusia hendaklah menjalani hidup ini semata-mata hanya mengharap ridho Allah sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah. 3) Janganlah hanya mementingkan urusan duniawi saja, kehidupan akhirat jauh lebih penting. Karena manusia hidup di dunia hanya sementara. 4) Selalu menjadikan agama dan Allah sebagsi pedoman hidup manusia dan harus tetap hidup dalam hati. 5) Selalu ingat bahwa ancaman Allah jika kita mengabaikan bahkan sampai melupakannya, karena Allah akan membalas perbuatan kita di akhirat nanti.

76

BAB 7 AYAT - AYAT AL-QUR‟AN MENGENAI KECENDERUNGAN FITRAH MANUSIA

1.

QS. AL-ARAF (7) : 172

ِ ِ ِ ِ َ ُّ‫وإِ رذ أَخ َذ رب‬ ‫ت بَِربِّ ُك رم قَالُوا بَلَى‬ ُ ‫ك م رن بَِِن ءَ َاد َم م رن ظُ ُهوِرى رم ذُِّريَّتَ ُه رم َوأَ رش َه َد ُى رم َعلَى أَنر ُفس ِه رم أَلَ رس‬ َ َ َ ِِ ِ ِ ‫ني‬ َ ‫َش ِه ردنَا أَ رن تَ ُقولُوا يَ روَم الرقيَ َامة إِنَّا ُكنَّا َع رن َى َذا َغافل‬ Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Q. S. Al-A‟raf (7) : 172 Kata Kunci ‫ أَ رش َه َد ُى رم‬: Kesaksian Dalam surat Al-A‟raf 172, terdapat kata dzuriyyah jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti anak-anak kecil.63 Mereka ditempatkan di tulang belakang dan tanah Adam as untuk dihadirkan ke dunia melalui proses perkawinan antar anak manusia laki-laki dan perempuan. Sebelum manusia di lahirkan, mereka akan masuk ke alam dzarr atau alam potensi setiap manusia. Di alam dzarr, mereka melakukan perjanjian dengan Tuhannya dan perjanjiannya disebut dengan perjanjian Alast atau alam sebelum dunia yang hadir ini. Pada saat berangkatnya anak-anak cucu Adam as dari tulang sulbi melalui air mani ayah mereka yang terjadi pembuahan di rahim ibu mereka, maka akan terjadi dalam bentuk alamiah. Ketika di alam dzarr tersebut, Allah membentuk bakat dan sifat dasar ketauhidan untuk meyakini bahwa Allah merupakan Tuhan Yang Maha Esa. Maka setelah mereka

63

Imani, Faqih. Tafsir Nuzul Qur’an, (Jakarta : Al-Huda : 2006), hal. 143.

77

dilahirkan di dunia dan ketika mereka tumbuh besar, para manusia akan mencari kebenaran tentang bagaimana pembentukan mereka. Dalam kecenderungan pendirian dan sifat dasar setiap manusia merupakan tempatnya rahasia ketuhanan yang merupakan sebuah kesadaran yang dibawa sejak lahir. Manusia seharusnya mengerti bahwa sifat ketauhidan kepada Allah telah disepakati sejak mereka masih didalam rahim ibu mereka.64 Ketika menyadari hal tersebut, diharapkan agar manusia dapat mengamati rasa ketauhidan itu di dalam jiwa mereka masing-masing, karena mereka telah mengakuinya sejak mereka lahir ke dunia ini. Selain kata dzarr, juga terdapat kata kata asyhada. Kata asyhada berasal dari kata syahida-

yasyhadu-syuhuudan wasyuuhadatan, yang artinya memberi kabar yang pasti atau bersumpah. Asyahada merupakan makna bagi seseorang bersaksi atau bersumpah. Kata ini dipergunakan dalam Al-Quran untuk menegaskan bahwa manusia telah berjanji atau bersumpah tentang keesaan tuhan. Perjanjian dan sumpah ini mereka lakukan sendiri agar mereka mendapatkan suatu potensi, bakat, hati nurani, dan sebagainya. Hal tersebut sangat mencukupi untuk digunakan sebagai dalil dan bukti terhadap keesaan Allah. Setelah memahami kalimat dzarr dan asyahada, dapat dijelaskan bahwa pada surat AlA‟raf 172 ini Allah menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima ajaran allah dan ini sudah mereka ikrarkan dalam diri mereka sejak mereka masih di dalam rahim ibu, selain itu Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim ibu mereka, secara turun-temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Kemudian Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan keajaiban diri mereka yang membuktikan keesaanya, keajiaban proses penciptaan dari setetes air mani hingga menjadi manusia bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra, dengan urat nadi dan sistem urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Allah berkata kepada roh manusia “bukankah Aku ini Tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “benar (Engkaulah Tuhan kami) kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tiada Tuhan lain yang patut disembah kecuali Dia. Maka dari itu, dalam ayat yang terkandung dalam Al-A‟raf 172 ini Allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian manusia itu 64

Imani, Faqih. Tafsir Nuzul Qur’an, (Jakarta : Al-Huda : 2006), hal. 144.

78

disadari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian mereka sendiri. Fitrah mereka sendiri dan ajaran nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik. Dengan demikian fitrah yang diciptakan Allah melalui ruh yang ditiupkan ke dalam janin merupakan potensi dasar dan kecenderungan manusia pada agama yang lurus hanya menuhankan Allah dengan segala konsekuensinya sesuai janji manusia kepada Tuhan yang dinyatakan dalam Surah al A‟raf ayat 172 tersebut. 2.

QS. AT-TIN (95) : 4-6

ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬ ‫َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي‬ ْ ‫اإلنْ َسا َن ِِف أ‬ Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Kata Kunci ‫ى‬ِٕٚ ‫ ذَ ْق‬: Seimbang Dalam surat Attin ayat 4, terdapat kata taqwim berarti membentuk sesuatu menjadi sebuah rupa yang tepat dalam sebuah aturan yang seimbang. Hal ini terbukti bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk jasmani dan rohani yang sempurna serta mempunyai akal dan pikiran yang baik. Maka dari itu Allah telah memberikan semua kekuatan pada manusia dan agar manusia bisa melindungi diri dalam menghadapi perkembangan kehidupan tertentu.

ِِ ‫ْي‬ َ ‫َس َف َل َسافل‬ ْ ‫ُثَّ َرَد ْدنَاهُ أ‬ Artinya :” Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah rendahnya (neraka)”. Kata Kunci ‫ أَ ْسفَ َم‬: Serendah-rendahnya

79

Surat Attin ayat 5 menjelaskan tentang apabila manusia berbuat maksiat dan tidak menjalankan peraturan yang disuruh Allah maka Allah berkata bahwa “manusia tersebut

akan dikembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).”

ِ َّ ‫إََِّل الَّ ِذين ءامنوا وع ِملُوا‬ ِ ‫اَل‬ ٍ ُ‫ات فَلَهم أَجر َغي ر َمَْن‬ ‫ون‬ َ َ َُ َ َ َ ‫الص‬ ُْ ٌْ ْ ُ Artinya : “kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh,maka bagi bagi mereka

pahala yang tiada putus-putusnya”. Kata Kunci ٌٕ ٍ ًُُْ ‫ َي‬: tidak terputus

Dalam surat Attin ayat 6 dijelaskan bahwa apabila manusia menggunakan kekuatannya secara benar dan mengikuti hukum-hukum Allah, maka ia ia akan memperoleh kedudukan atau derajat yang tinggi dan mulia yang memang dimaksudkan untuknya. Selain itu, istilah

mamnun yang dengan kata man disini artinya adalah “terputus atau kekurangan”. Dengan demikian istilah “ghayru mamnun yang diterjemahkan menjadi “suatu ganjaran yang tiada terputus tanpa adanya kekurangan”. Hal ini berarti bagi manusia yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, maka ia akan mendapatkan pahala yang tidak pernah terputus dari Allah. Hubungan Qs. Al- A‟raf : 172 dan Qs. At-Tin : 4-6 Dengan Ketauhidan Sejak Lahir Pada surat Al-A‟raf ayat 172 menjelaskan bahwa sejak dari dalam kandungan ibu, manusia telah membuat perjanjian dengan Allah bahwa mereka akan menyembah Allah karena tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah semata. Kemudian dari situlah manusia mulai mendapatkan bakat dan potensi mereka karena ketika manusia lahir di dunia dan mereka tumbuh besar, mereka akan mencari kebenaran tentang bagaimana pembentukan mereka. Setelah manusia mengetahui bagaimana Allah menjadikan mereka manusia yang mempunyai bentuk jasmani dan rohani serta akal yang sempurna, seperti pada surat Attin ayat 4, manusia akan memilih sendiri bahwa ia ingin menuruti segala peraturan Allah atau mengabaikannya. Bagi manusia yang mengabaikan aturan Allah dan berbuat maksiat, pada surat Attin ayat 5 dijelaskan bahwa manusia tersebut akan dimasukkan ke tempat yang 80

serendah-rendahnya (neraka). Namun bagi manusia yang beriman dan melaksanakan segala yang disuruh Allah, mereka akan mendapatkan pahala yang tiada terputus di dunia, seperti yang dikatakan Allah dalam surat Attin ayat 6. 3.

QS. At-Tin Ayat 4

ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬ ‫َح َس ِن تَ ْق ِو ٍي‬ ْ ‫اإلنْ َسا َن ِِف أ‬ Artinya : “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manuis itu atas sebaik-baik pendirian.”( ayat 4) Dari ayat ini permulaan dari apa yang telah Allah mulaikan lebih dahulu dengan sumpah yaitu bahwasanya diantara mahluk Allah di atas permukaan bumi ini, manusialah yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk, baik bentuk lahir maupun bathin, bentuk tubuh maupun nyawa. Allah menciptakan manusia dengan cara-Nya sendiri, dalam proses penciptaan manusia ada unsur manusia ikut di dalamnya yang ketika manusia sudah tercipta, kemudian terjadi perkembangan biakan manusia,maka manusia ikut kontribusi dalam proses tersebut. Yakni melalui proses perkawinan dimana terjadinya proses bercampurnya ovum dan sperma yang terbentuklah menjadi embrio atau janin yang tersimpan di dalam rahim ibu.Janin berkembang selama 9 bulan di dalam rahim, ibu mengandung dengan bersusah payah. Dan ketika waktunya sampai dan terlihat tanda kelahiran,maka menusia mempersiapkan kelahiran tersebut dengan suasana menegangkan, akhirnya seorang manusia baru lahir ke dunia.Ketika manusia lahir ke dunia.ia muncul dengan “bentuk yang sebaik-baiknya”. Dalam bentuk jasmani maupun rohani. Bila dibandingkan dengan postur tubuh yang dimiliki manusia lebih indah dibandingkan postur tubuh hewan. Kemudian dari segi postur rohaninya manusia adalah mahluk termulia disamping mahluk yang lainnya. Kepada manusia Allah menganugerahkan akal untuk berfikir dan hawa nafsu untuk berkehendak, bila hewan hanya diberi nafsu saja,malaikat diberi akal saja, maka manusia diberi keduanya. Bentuk tubuhnya melebihi keindahan bentuk tubuh hewan yang lain, tentang ukuran dirinya tentang manis air mukanya, sehingga dinamai basyar yang berarti wajah yang mengandung gembira, sangat berbeda dengan binatang yang lain. Manusia juga diberi akal, bukan semata nafasnya yang turun naik. Maka, 81

dengan perseimbangan sebaik-baik tubuh dan pedoman pada akalnya itu dapatlah dia hidup di permukaan bumi ini menjadi pengatur kemudian itu Tuhan pun mengutus pula Rasulrasul membawakan petunjuk bagaimana caranya menjalani hidup supaya ia hidup selamat. ‫ٍَ أَ ْسفَ َم َز َد ْدََاُِ ثُ َّى‬ِٛ‫َسافِه‬ Artinya : “Kemudian itu, Kami jatuhkan dia kepada serendah-rendah yang rendah.”( ayat 5) Demikian Allah mentakdirkan kejadian manusia itu. Sesudah lahir ke dunia, dengan beransur tubuh menjadi kuat dan dapat berjalan. Dan akal pun berkembang sampai dewasa sampai dengan di puncak kemegahan umur. Namun ada manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan baik, dia lebih mengemukakan hawa nafsunya. Hidupnya lebih banyak menurutkan hawa nafsu. Sehingga, ia tidak memperdulikan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang batil, semua sudah 65menyatu dalam pola hidupnya. Bahkan yang haq dilihatnya yang sebagai yang batil, sementara yang batil dia lihat sebagai yang haq. Inilah yang menurut Al-Quran dsiebut dengan mencampuradukan antara yang hak dan batil.Dalam kondisi seperti itulah manusia akan diturunkan maratabatnya ke tempat yang serendah-rendahny. “kemudian kami

kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka). Manusia kalau sudah menyampingkan akal sehatnya , akan merosotlah martabat hidupnya. Bila hewan sesuai dengan instink atau ghazirah yang dimilikinya memiliki martabat yang rendah yakni hidup binatang. Maka, manusia bila sudah mengenyampingkan akalnya,akanmengalami penurunan martabat hidup ke tingkat yang serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari kehidupn binatang.Kalau hidup sudah tidak mempunyai batasan lagi, semua sudah bercampur aduk, antara mana kehidupan manusia dan mana kehidupan binatang, maka manusia sebenarnya tidak lagimengindahkan aturan-aturan Illahi. tidak Lagi memperdulikan hidayah dan petunjuk Allah yang dibaaw oleh para Nabi dan Rasul. Maka, tempat yang layak bagi manusia seperti itu adalah neraka jahannam. Kemudia beransur menurun badan tadi, beransurlah tua. Beransur badan lemah dan fikiran pula mulai lemah,tenaga berkurang hingga rontok gigi. Dan kalau umur masih panjang juga mulailah padam kekuatan akal itu sama sekali, sehingga kembali seperti kanak-kanak bahkan sampai pikun dan tidak tahu apa65

PROF.DR.HAMKA. Tafsir Al-Azhar.1990. Hal.8045

82

apa lagi. Kondisi seperti inilah yang dinamai “Ardzalil-„umur”tua nyanyuk. Sehingga tersebut dalam satu doa yang diajarkan Nabi SAW agar kita juga memohon kepada Allah jangan sampai dikembalikan kepada umur yang sangat tua ( Al-harami) dan pikun itu. ‫ٍَ إِ َّال‬ٚ‫خ َٔ َع ًِهُٕا َءا َيُُٕا انَّ ِر‬ ِ ‫ ُس أَجْ ٌس فَهَُٓ ْى انصَّانِ َحا‬ْٛ ‫ٌٕ َغ‬ ٍ ًُُْ ‫َي‬ Artinya : “ Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih.”( ayat 6) Namun ada manusia yang tidak menggunakan akalnya dengan baik, dia lebih mengemukakan hawa nafsunya. Hidupnya lebih banyak menurutkan hawa nafsu. Sehingga, ia tidak memperdulikan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang batil, semua sudah menyatu dalam pola hidupnya. Bahkan yang haq dilihatnya yang sebagai yang batil, sementara yang batil dia lihat sebagai yang haq. Inilah yang menurut Al-Quran dsiebut dengan mencampuradukan antara yang hak dan batil.Dalam kondisi seperti itulah manusia akan diturunkan maratabatnya ke tempat yang serendah-rendahny. “kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-

rendahnya (neraka). Manusia kalau sudah menyampingkan akal sehatnya , akan merosotlah martabat hidupnya. Bila hewan sesuai dengan instink atau ghazirah yang dimilikinya memiliki martabat yang rendah yakni hidup binatang. Maka, manusia bila sudah mengenyampingkan akalnya,akanmengalami penurunan martabat hidup ke tingkat yang serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari kehidupn binatang.Kalau hidup sudah tidak mempunyai batasan lagi, semua sudah bercampur aduk, antara mana kehidupan manusia dan mana kehidupan binatang, maka manusia sebenarnya tidak lagimengindahkan aturan-aturan Illahi. tidak Lagi memperdulikan hidayah dan petunjuk Allah yang dibaaw oleh para Nabi dan Rasul. Maka tempat yang layak bagi manusia seperti itu adalah neraka jahannam.Akan tetapi orang yang menerima hidayah dan petunjuk Allah,orang-orang yang memelihara dan menjaga kehormatan diri mereka, tidak termasuk orang yang turun derajat dan martabatnya. Orang yang menggunakan akal dengan baik untuk memilah dan memeilih antara mana yang haq dan mana yang batil, mana yang benar dan salah dan mana yang halal dan haram. Dengan pertimbangan akal sehat itu mereka tidak menuruti hawa nafsu, tidak mengerjakan batil, tidak melakukan yang salah dan tidak memakan yang haram.Mereka inilah kata AlQur‟an yakni “orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh” yakni orang yang 83

berpegang teguh pada agama dan keyakinan, bhawa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Mereka tidak menyekutukan Allah, selalu beramal soleh, melakukan kebajikan, maelaksankan amar ma‟ruf dan menetapkan nahayo munkar.Maka untuk mereka disediakan “ balasan pahala yang tak putus-putusnya”. . mereka akan menerima imbalan di dunia dalam bentuk kemuliaan rohani. Dan di akhirat kelak, akan dimasukan ke dalam surga jannatun na‟im. Mereka berada disana selama-lamanya dengan kenikamatan yang tiada tara dan tak terhingga. Menurut tafsir dari Ibnu Jarir: “Beriman dan beramal shalih di waktu badan dan masih muda dan sehat”. “Maka untuk mereka adalah ganjaran tiada putus-putus.”(ujung ayat 6) Doa yang diajarkan Nabi SAW itu adalah:

‫اللهم اين اعوذبك من البخل والكسل واَلرم وارذل العمر وعذاب القْب و فتنة الدجال و فتنة احمليا‬ )‫واملمات(رواه البخا رى عن انس بن مالك‬ Menurut keterangan Saiyidina Ali bin Abu Thalib kembali keoada umur tua renta (Ardzalil„umur) itu ialah tujuh lima tahun, dan ketika menafsirkan Ardzalil „umur terdapat satu tafsir dari Ibnu Abbas yang berbunyi :” Asal saja dia taat kepada Allah di masa-masa mudanya, meskipun dia telah tua sehingga akalnya mulai tidak jalan lagi, namun buat dia masih tetap dituliskan amal shalihnya sebagaimana di waktu mudanya itu jua, dan tidaklah dia akan dianggap berdosa lagi atas perbuatannya di waktu akalnya tak ada lagi itu. Sebab dia adalah beriman. Dia adalah taat kepada Allah di masa mudanya.”66 4.

Qs. At-Tin ayat 4

ِْ ‫لََق ْد َخلَ ْقنَا‬ ‫َح َسن تَ ْق ِوي‬ ْ ‫اإلنْ َسان ِِف أ‬ “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia”. Artinya semua manusia (dalam bentuk yang sebaik-baiknya) artinya baik bentuk atau pun penampilannya amatlah baik. 5.

Qs. At Tin ayat 5

ِِ ‫ْي‬ َ ‫َس َفل َسافل‬ ْ ‫ُثَّ َرَد ْدنَاهُ أ‬ 66

PROF.YUNAN YUSUF. Tafsir Juz-Amma.2010

84

“Kemudian Kami kembalikan dia” Maksudnya sebagian di antara mereka (ke tempat yang serendah-rendahnya) ungkapan ini merupakan kata kiasan bagi masa tua, karena jika usia telah lanjut kekuatan pun sudah mulai melemah dan pikun. Dengan demikian ia akan berkurang dalam beramal, berbeda dengan sewaktu masih muda; sekalipun demikian dalam hal mendapat pahala ia akan mendapat imbalan yang sama sebagaimana sewaktu ia beramal di kala masih muda, hal ini diungkapkan dalam firman selanjutnya, yaitu: 6.

Qs. At Tin ayat 6

ِ َّ ‫إََِّل الَّ ِذين آمنوا وع ِملُوا‬ ‫َجر َغ ْري َمَْنُون‬ َ َ َُ َ ْ ‫الصاَلَات فَلَ ُه ْم أ‬ “(Kecuali) melainkan (orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”. Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya) atau pahala yang tak pernah terputus. Di dalam sebuah hadis telah disebutkan, bahwa apabila orang mukmin mencapai usia tua hingga ia tidak mampu lagi untuk mengerjakan amal kebaikan, maka dituliskan baginya pahala amal kebaikan yang biasa ia kerjakan di masa mudanya dahulu. Salah satu hadist yang menjelaskan tentang surat at-tin yang artinya : Dari Abi bin Tsabit. Dari Barra bin Azib, Malik dan Syu‟bah berkata, “Ketika Nabi SAW sedang safar (melakukan perjalanan jauh), beliau membaca surat At-Tiin dalam salah satu rakaat dari dua rakaat shalatnya. Aku belum pernah mendengar seorangpun yang lebih bagus suara dan bacaannya daripada beliau.” Status hadist : Shahih: Al-Bukhari (767) dan Muslim (464). Surat At-Tin ini diturunkan di Mekkah sebelum Nabihijrah ke Madinah. Demikian menurut mayoritas, bahkan dapat dikatakan semua ulama. Nama “Surah at-Tin” atau “Wa

at-Tin” adalah salah satunya nama yang diperkenalkan ulama. Tema utama surah ini adalah uraian tentang manusia dari aspek kesempurnaan penciptaan dan jati dirinya serta sebab-sebab kejatuhannya. Tujuan utamanya adalah mengingatkan bahwa kesempurnaan penciptaan itu mengandung konsuekensi kewajiban menggunakan semua potensi yang dimiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Sang Pencipta, yang tidaka akan menyia-nyiakan amal baik seseorang. Kejatuhan manusia dari 85

kesempurnaan ke lembah kehinaan adalah akibat pengabaiannya terhadap potensi ruhaniahnya. Allah Menciptakan Manusia dalam Sebaik-baik Bentuk Ada empat sumpah penuh makna di permulaan surah ini sebagai mukadimah dari suatu pernyataan penting. Ayat mengatakan, Demi (buah)ara dan (buah) Zaitun. Kata tin berarti “buah ara”. Sedangkan zaytun berarti “buah zaitun”, buah yang merupakan salah satu sumber dari minyak yang bermanfaat. Sumpah-sumpah ini dirujukan pada dua jenis buahbuahan yang masyhur atau pada sesuatu yang lain. Ada banyak perbedaan pendapat di kalangan mufasir menyangkut kepastian maknanya. Jika kita mengembalikan dua sumpah ini (tentang tin dan zaytun) pada pengertian umumnya yang pertama yakni “buah ara” dan “buah zaytun”, keduanya merupakan sumpahsumpah yang megandung makna, karena: buah ara adalah makanan yang snagat baik dan penuh nutrisi; yang cocok bagi setiap orang dari segala usia; bebas dari kulit, batu, atau zatzat tambahan komersial lain. Para ahli ilmu gizi mengatakan, buah ara dapat digunakan sebagai pemanis alamiah bagi bayi-bayi. Para olahragawan dan juga merekan yang lemah atau jompo karena usia lanjut, bisa menjadikan buah ara sebagai makanan Konon, Plato sangat menyukai buah ara sehingga sebagian orang menyebut buah tersebut sebagai sahabat para filosof. Socrates pun tahu bahwa buah ara berfungsi sebagai pencerap terhadap bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dan juga menyaring zat-zat yang berbahaya. Sebuah hadist diriwayatkan dari Imam Ali bin Musa Ridha yang berkata, “Buah ara (bermanfaat untuk) menghilangkan bau tak sedap dari mulut. Ia memperkuat gusi dan tulang menumbuhkan rambut, menyembuhkan beberapa penyakit sehingga tak lagi diperlukan obat lain.” Kemudian beliau menambahkan, “Buah ara adalaha sesuatu yang paling setara dengan buah-buahan surga.” Sekarang mari kita ihat buah zaitun! Para pakar makanan dan sebagian ilmuwan yang telah menghabiskan sebagian besar kehidupan mereka dengan memperlajari berbagai karakteristik buah-buahan, menganggap bahwa buah zaitun dan minyaknya memiliki

86

kandungan zat yang luar biasa. Mereka percaya bahwa orang-orang yang ingin senantiasa sehat hendaklah menggunakan salah satu eliksir kehidupan ini. Minyak zaitun adalah kawan dekjat hati manusia. Selain itu, menyembuhkan kesulitankesulitan ginjal, biliary calculus, renel colic, dan untuk menyembuhkan sembelit, minyak zaitun terbukti berguna efektif. Minyak zaitun juga mengandung aneka macam vitamin, selain mengandung zat fosfor, sulfur, kalsium, zat besi, potasium dan mangan. Obat-obat salep yang terbuat dari minyak zaitun dan bawang putih sangat dianjurkan untuk menyembuhkan sejumlah penyakit rematik. Dengan diet minyak zaitun dapat menghancurkan kristal kolesterol di dalam kantong empedu. Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali as, “Para penghuni rumah yang menggunakan cuka dan minyak zaitun dalam sajian santapan mereka, tidak akan mengalami kemisikinan, dan sajian itu merupakan makanan para nabi.” Hadist lain yang diriwayatkan dari Imam Ali bin Musa as-Ridha as mengatakan, “Minyak zaitun adalah bahan makanan yang baik. Ia mewangikan aroma mulut, menghilangkan lendir, mencerahkan rona wajah, memperkuat saraf, menyembuhkan penyakit dan kelemahan, serta bisa memadamkan api kemarahan”. Marilah kita tutup subjek ini dengan sebuah hadis dari Rasulullah saw, yang bersabda, “Tambahkanlah minyak zaitun dalam makananmu dan lumurilah tubuhmu dengannya karena ia dari pohon suci.” Setelah menyebutkan empat masalah signifikan ini, ayat selanjutnya merujuk pada apa sumpah itu ditujukan, yakni, Sesungguhnya Kami telah

menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Jika seorang manusia, dengan semua keistimewaan yang dimilikinya itu, menyeleweng dari jalan kebenaran maka ia akan jatuh sedemikian dalam ke “ tempat yang serendah-

rendahnya(neraka)”, dan akan diturunkan pada posisi yang paling rendah. Itulah sebabnya, dalam ayat berikutnya (ayat 5) dikatakan, Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang

serendah-rendahnya (neraka),.... Seperti diketahui, selalu ada lembah-lembah dalam di samping gunung-gunung yang tinggi. Sebagian kelompok telah menafsirkan kalimat “Kemudian Kami kembalikan dia ke

tempat yang serendah-rendahnya (neraka)” dengan makna “kelemahan dan kerapuhan yang sangat dari pikiran lantaran usia tua.” Namun tafsiran ini sangat tidak mengena, apalagi bila 87

dihubungkan dengan kandungan ayat berikutnya. Sebab itu, berkenaan dengan semua ayat sebelum dan sesudahnya, tafsiran pertama di atas lebih sesuai. Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya? Maka, sekiranya kita mengambil dari kata din dengan seluruh makna dari “agama”, maka ayat ini berarti menjadi: “Bukankah hukum-hukum dan perintah-perintah Allah adalah yang terbijaksana dari semuanya?” atau “Penciptaan manusia oleh Allah penuh dengan pengetahuan dan hikmah dalam semua segi.” Namun, sebagaimana disebutkan dimuka, pengertian pertamalah yang paling tepat. Sebuah hadist dari Rasulullah saw mengisahkan, setiap kali beliau membaca Surah attin, maka setelah membaca ayat “Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?, beliau selalu berkata, “Benar dan akulah saksi akan hal ini (bahwa Allah adalah Hakim seadil-adilnya). 7.

Qs. Al-A‟Raaf (7) : 172

Terjemahan :

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Q. S. Al-A‟raf (7) : 172 Kosakata QS Al-Araaf ayat 172 (Dan (Waidza) (Dan [Ingatlah], ketika) berada pada posisi nashab karena f‟il yang diperkirakan di-„athf-kan kepada yang sebelumnya, sebagaimana yang telah lalu. (Mimbanii aadama) (keturunan anak-anak Adam). Ini sebagai dalil yanng menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “yang dikeluarkan” disini adalah: anak 88

keturunan dari keturunan Adam. Namun ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

disini adalah Adam sendiri. Maknanya: bahwa ketika Allah

menciptakan Adam, Allah mengusap punggungnya, lalu mengeluarkan daripadanya anak keturunannya, dan mengambil perjanjian atas mereka, saat itu mereka berada di alam bibit.67 َّ‫ش ٍَ َد ٌُ ْم‬ ْ َ‫( أ‬Asyhadahum) Kata asyhada berasal dari kata syahida-yashadu-syuhudan wa syahadatan, yang artinya memberi kabar yang pasti atau bersumpah. Asyhada merupakan kata kerja yang mendapat imbuhan, sehingga maknanya adalah menjadikan seseorang bersaksi atau bersumpah kata ini dipergunakan dalam Al-Qur‟an untuk menegaskan bahwasanya manusia telah diambil ikrar atau sumpahnya tentang keesaan Tuhan. Persaksian ini dari mereka atas mereka sendiri, yaitu meminta pengakuan mereka masing-masing melalui potensi yang dianugrahkan Allah kepada mereka, seperti akal, hati nurani, dan hamparan tentang buktibukti tentang keesaan Allah yang tersebar dialam raya. Tanda-tanda yang sedemikian banyak ini tampak sudah sangat mencukupi untuk digunakan sebagai dalil terhadap keesaan Allah.68 (Wa asyhaduhum „alaa anfusihim)

(dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka), yakni mengambil kesaksian setiap mereka

. (Bukankah Aku ini Tuahnmu?). Ini dengan anggapan adanya maksud

qaul (yakni, seraya berfirman). (Qaaluu balaa syahidnaa)

(Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”) yakni, kami menjadi saksi atas diri kami bahwa Engkau adalah Tuhan kami.

67

Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.305-306. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)Jilid 3 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.520. 68

89

(Ant aquuluu) (agar tidak mengatakan). Maknanya: Agar mereka tidak mengatakan, atau: supaya mereka tidak mengatakan. Yakni, Kami mengambil perjanjikan dan kesaksian itu agar mereka tidak (di hari kiamat, “Sesungguhnya

mengatakan

kami [bani Adam] adalah orang-orang yang lengah terhadap ini [keesaan Tuhan]”) Yakni, lengah bahwa Allah adalah Tuhan kami satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya.69 Pembahasan / Tafsir QS Al-Araaf ayat 172 Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah. Artinya mereka lahir dalam keadaan mengakui serta meyakini akan keesaan Allah, sebagai satu-satunya Dzat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini. Tiada keraguan sedikit pun dalam diri mereka bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk di ibadahi. Kata dzuriyyah dalam surat ini berarti anak-anak kecil. Tetapi kata ini sering digunakan untuk semua anak dari seseorang. Mereka mengakui bahwa Allah merupakan pencipta. Kemudian, semuanya kembali lagi ditempatkan di tulang belakang dan tanah Adam as untuk dihadirkan ke dunia fana ini secara bertahap dan alamiah. Alam tersebut disebut dengan dzarr sedangkan perjanjiannya disebut dengan perjanjian Alast atau alam sebelum dunia yang hadir ini. Maksud dari keberadaan alam dzarr, mungkin adalah sama dengan alam bakat atau potensi, pada saat berangkatnya anak-anak cucu Adam as dari tulang sulbi bapakbapak mereka ke dalam rahim ibu mereka dalam bentuk air mani yang terjadi dalam bentuk alamiah. Allah membentuk bakat dan sifat dasar ketauhidan (meyakini Tuhan Yang Maha Esa) dan mencari kebenaran dalam pembentukan mereka. Dan rahasia ketuhanan ini seperti sebuah kesadaran yang dibawa sejak lahir, yang ditempatkan dalam kecenderungan pendirian dan sifat dasar setiap orang. Kita harus mengetahui bahwa Allah telah menempatkan tauhid dalam pembentukan dan kecenderungan bawaan sejak manusia lahir.

69

Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), hlm.307.

90

Dengan demikian, manusia dapat mengamati rasa ketauhidan itu di dalam jiwa mereka masing-masing, karena mereka telah mengakuinya sejak mereka lahir ke dunia ini.70 Ayat ini Allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun temurun, yakni Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Dalam Al-Qur‟an kata fitrah berasal dari kata

fathara. Kata fitrah mengandung arti “yang mula-mula diciptakan Allah.” Sejatinya letak fitrah manusia disebutkan dalam Al-Qur‟an surat Al-A‟raaf ayat 172. Fitrah manusia ditandai dengan perjanjian manusia dengan Allah setelah manusia diciptakan.

Allah

menyuruh roh kita untuk menyaksikan susunan kejadian diri mereka yang membuktikan keesaan-Nya, keajaiban proses penciptaan dari setetes mani hingga menjadi manusia bertubuh sempurna, dan mempunyai daya tangkap indra, dengan urat nadi dan system urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Berkata Allah kepada roh manusia “Bukankan Aku ini Tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “Benar (Engkaulah Tuhan kami), kemi telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada tuhan lain yang patut disembah kecuali Dia. Allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian manusia itu didasari atas kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa. Sejak manusia itu dilahirkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan Allah pada kejadian mereka sendiri, Allah berfirman pada ayat lain:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (ar-Rum/30: 30)

70

Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran (Jakarta: Al-Huda, 2010), hlm.143-144.

91

Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid. Rasullah bersabda:

“Tak seorang pun yang dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang sempurna telinganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?” (riwayat al-Bukhari muslim, dari Abu Hurairah) Rasullah dalam hadis Qudsi :

Berfirman Allah Ta‟ala, “sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan setan dan memalingkan mereka dari agama (tauhid) mereka, maka haramkanlah atas mereka segala sesuatu yang telah kuhalalkan bagi mereka.” (riwayat al-Bukhari dari Iyad bin Himar).71 Oleh sebab itu, setiap orang pasti memiliki kecenderungan dalam hatinya untuk mengenal Allah SWT dan bergerak menuju ke jalan-Nya. Fitrah yang ditanamkan oleh Allah kepada seluruh manusia ini merupakan sebuah hujjah bagi semua umat. Penolakan terhadap ajaran tauhid yang dibawa Nabi SAW itu sebenarnya perbuatan yang berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Kelak pada hari kiamat mereka tidak bisa lagi beralasan kami menjadi musyrik karena orang tua kami sehingga tidak ada jalan lain bagi kami, tidak pernah di ingatkan untuk mengesakan Allah karena fitrah mereka sendiri dan ajaran nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik.

71

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan)Jilid 3 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.520-521.

92

Jadi secara jelas dikatakan bahwa setiap manusia sebelum lahir ke muka bumi memiliki fitrah berupa agama dan manusia dimintai kesaksian dan mengakui keesaan Allah SWT dan mereka mengenal-Nya dengan baik sejak dialam ruh. Kemudian hal itu mereka bawa terus hingga lahir ke dunia dengan mengucap kedua kalimat syahadat. Maka dari itu mengakui keesaan allah tidak cukup hanya dengan lisan tetapi dengan meningkatkan keimanan yang kuat, dipraktekan dalam sikap dan perilaku positif dalam kehidupan seharihari dalam bentuk shalat, puasa, zakat dan amal amal baik lainnya. oleh karena itu, manusia betapapun besarnya dia, kuat dan kaya namun dia tetap tidak dapat mengingkari bahwa dirinya tidak sendiri dan tidak dapat berdiri sendiri dalam mengurus segala urusannya. Dan tidak lupa untuk selalu mengajarkan dan mengenalkan hal-hal tentang keesaan Allah kepada anak dan keluarga, saudara, teman atau orang lain untuk meningkatkan aktifitas ibadah kita dan melakukan setiap kewajiban kita kepada Allah SWT sebagai seorang muslim. Ketauhidan Sesuai dengan Fitrah Manusia

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami bersaksi.” (kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al A'raf:172) Kata Kunci :: Asyhadahum Kata asyhada berasal dari kata syahida-yasyhadu-syuhuudan wasyuuhadatan, yang artinya memberi khabar yang pasti atau bersumpah. Asyahada merupakan kata kerja yang mendapat imbuhan, sehingga maknanya adalah menjadikan seseorang bersaksi atau bersumpah.72 Kata ini dipergunakan dalam Al-Quran untuk menegaskan bahwasannya 72

Widya Cahaya, Al-Quran dan Tafsirnya, (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2011), hlm. 288. 93

manusia telah diambi ikrar atau sumpahnya tentang keesaan tuhan. Persaksian ini dari mereka atas diri mereka sendiri, yaitu meminta pengakuan mereka masing-masing melalui potensi yang dianugerahkan allah kepada mereka seperti akal, hati nurani, dan hamparan bukti-bukti tentang keesaan allah yang tersebar di alam raya. Tanda-tanda yang sedemikian banyak ini tampak sudah sangat mencukupi untuk digunakan sebagai dalil terhadap keesaan allah. Munasabah Pada ayat ini allah menerangkan bahwa fitrah manusia itu menerima ajaran allah dan ini sudah mereka ikrarkan dalam diri mereka, seperti isi ayat 172 surat Al-A‟raf. Tafsir Dalam ayat ini allah menerangkan tentang janji yang dibuat pada waktu manusia dilahirkan dari rahim orang tua (ibu) mereka, secara turun-temurun, yakni allah menciptakan manusia atas dasar fitrah. Allah menyuruh roh mereka untuk menyaksikan susunan keajaiban diri mereka yang membuktikan keesaanya, keajiaban proses penciptaan dari setetes air mani hingga menjadi manusia bertubh sempurna, dan mempunyai daya tanggap indra, dengan urat nadi dan system urat syaraf yang mengagumkan, dan sebagainya. Berkata allah kepada roh manusia “bukankah aku ini tuhanmu?” maka menjawablah roh manusia, “benar (engkaulah tuhan kami) kami telah menyaksikan.” Jawaban ini merupakan pengakuan roh pribadi manusia sejak awal kejadiannya akan adanya allah yang maha esa, yang tiada tuhan lain yang patut disembah kecuali dia. Dengan ayat ini allah bermaksud untuk menjelaskan kepada manusia, bahwa hakikat kejadian manusia itu disadari atas kepercayaan kepada allah yang maha esa. Sejak manusia itu dilahrkan dari rahim orang tua mereka, ia sudah menyaksikan tanda-tanda keesaan allah pada kejadian mereka sendiri. Allah berfirman pada ayat lain:

94

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (islam); (sesuai) fitrah allah disebabkan dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan allah. ( Ar-Rum : 30) Fitrah Allah maksudnya ialah tauhid. Rasulullah bersabda: "Tak seorang pun yang

dilahirkan kecuali menurut fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana halnya hewan melahirkan anaknya yang sempurna telingganya, adakah kamu ketahui ada cacat pada anak hewan itu?" (Riwayat al-Bukhari muslim, dari Abu Hurairah) Rasulullah dalam hadis Qudsi : Berfirman Allah Ta' ala, "Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku cenderung (ke agama

tauhid). Kemudian datang kepada mereka setan-setan dan memalingkan mereka dari agama (tauhid) mereka, maka haramlah atas mereka segala sesuatu yang telah Kuharamkan bagi mereka." (Riwayat al-Bukhari dari Iyad bin Himar) Penolakan terhadap ajaran Tauhid yang dibawa Nabi itu sebenarnya perbuatan yang berlawanan dengan fitrah manusia dan dengan suara hati nurani mereka. Karena itu tdaklah benar manusia pada hari Kiamat nanti mengajukan alasan bahwa mereka alpa, tak pernah diingatkan untuk mengesakan Allah. Fitrah mereka sendiri dan ajaran Nabi-nabi senantiasa mengingatkan mereka untuk mengesakan Allah dan menaati seruan Rasul serta menjauhkan diri dari syirik. Jadi, Allah menciptakan manusia atas dasar fitrah, yaitu tabiat dasar manusia yang cenderung kepada tauhid.

95

BAB 8 MENGATASI SIFAT BURUK PADA MANUSIA

1. Surat Al-Ma‟arij (19-21) A. Ayat Al-Qur‟an

ِ ِْ ‫إِ َّن‬ ‫وعا‬ ْ ُ‫وعا * َوإِذَا َم َّسو‬ ً ُ‫اْلَْي ُر َمن‬ ً ‫وعا * إِذَا َم َّسوُ الشَُّّر َج ُز‬ ً ُ‫اإلنْ َسا َن ُخل َق َىل‬ “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa

kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.” (Q.S. AlMa‟arij [70]: 19-21) Firman Allah Ta‟ala, ‫ان ُخلِقَ َهلُوعًا‬ َ ‫اْل إن َس‬ ِ ‫“ إِنَّ إ‬sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” Maksudnya adalah orang-orang kafir. Pendapat ini diriwayatkan dari Adh-Dhahhak.

Al-hala‟ menurut bahasa adalah sangat kikir dan sangat buruk lagi sangat keji kegelisahannya. Demikian pula pendapatyang dikemukakan oleh Qatadah, Mujahid dan yang lainnya. (Dikatakan): Hali‟a yahla „u fahuwa haali‟un dan haluu‟un, guna menunjukkan makna sering gelisah. Makna firman Allah itu adalah, bahwa manusia itu tidak dapat bersabar, baik atas kebaikan maupun keburukan, sehingga dia melakukan sesuatu yang tidak semestinya pada kebaikan dan keburukan itu. Ikrimah berkata, “(Al-hala‟) adalah kegelisahan.” Adh-Dhahhak berkata, “al-haluu‟ ” adalah orang yang tidak pernah kenyang, sedangkan

almanuu‟ adalah orang yang apabila mendapatkan harta maka dia tidak menunaikan hak Allah dari harta itu.” Ibnu Kaisan berkata, “Allah menciptakan manusia mencintai sesuatu yang dapat membahagiakan dan memuaskannya, dan dia akan lari dari sesuatu yang tidak disukai dan dibencinya. Setelah itu, Allah memerintahkannya untuk beribadah yaitu dengan menginfakkan apa yang dicintainya dan bersabar atas sesuatu yang tidak disukainya.” Abu Ubaidah berkata, “Al-haluu‟ adalah orang yang jika mendapatkan kebaikan maka dia tidak akan bersyukur, dan jika mendapatkan kemudharatan maka dia tidak akan bersabar.” Seperti itulah yang dikatakan Tsa‟lab. 96

Tsa‟lab juga berkata, “sesungguhnya Allah telah menafsirkan al-haluu‟ yaitu orang yang jika mendapatkan keburukan maka dia nampak sangat gelisah, tapi jika dia mendapatkan kebaikan maka dia kikir dan tidak memberikannya kepada manusia lain. Nabi SAW bersabda,“seburuk-buruk sifat yang diberikan kepada seorang hamba

adalah sifat kikir yang gelisah dan sifat penakut yang sangat.” Orang Arab berkata, “naaqatun hilwaa‟atun dan hilwaa‟un

(unta yang cepat

berjalannya lagi ringan.) Lafazh (jazuu‟an) (keluh kesah) dam (manuu‟an) (kikir) adalah dua sifat bagi lafazh (Haluu‟an), namun dengan catatan harus diniatkan untuk mendahulukan keduanya sebelum lafazh (idzaa). B. Kandungan Surat Al-Ma‟arij (19-21)

ِ ِْ ‫إِ َّن‬ ‫وعا‬ ً ُ‫اإلنْ َسا َن ُخل َق َىل‬ (19) Apa yang membuat manusia menjadi congkak dan sombong serta berpaling dari dari Allah dan Rasul?tiga ayat tersebut menjelaskan tentang penyebab hal itu. Sesungguhnya

manusia diciptakan bersifat gelisah. Penyebabnya adalah karena manusia mempunyai naluri selalu gelisah., tidak mengenal batas kepuasan, dan punya keinginan yang meluap-luap . naluri inilah yang tidak mempunyai batas pemilikan. Ia selalu merasa kekurangan dan tidak pernah merasa cukup. Kerakusan memang membuat seseorang menjadi tidak terkendali. Dia akan menyikat semua yang sebenarnya bukan menjadi haknya, karena ingin memuaskan kerakusannya. Sering kali batas dari capaian kerakusan tidak ada sama sekali. Dalam hidup manusia harus memenuhi kebutuhan, terutama kebutuhan pokok pangan, sandang, dan papan. Tetapi ketika ketiga kebutuhan ini terpenuhi, manusia memerlukan lagi kebutuhan lain, yakni pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya, kalau pendidikan juga sudah terpenuhi, maka manusia memerlukan lagi tambahan dari kebutuhankebutuhan tersebut, sehingga akhirnya tidak mempunyai batas lagi. Bila hal ini, diperturutkan, maka berapapun yang sudah diperoleh, tetap terasa tidak cukup.

97

‫وعا‬ ً ‫إِذَا َم َّسوُ الشَُّّر َج ُز‬ (20) naluri gelisah dan kerakusan ini, bila tidak dipandu oleh iman akan menimbulkan hal yang negative bagi manusia. Apaila ia ditimpakan kesusahan ia berkeluh kesah. Kesusahan atau kesulitan dalam hidup adalah sesuatu yang biasa dan niscaya. Ada tingkat kesusahan dan kesulitan dan adapula tingkat kesusahan dan kesulitan itu yang tinggi. Pada hakikatnya, tidak ada kehidupan yang tanpa masalah, bahkan masalah itu adalah bagian integral dari kehidupan itu sendiri. Orang yang tidak mempunyai keimanan, bila menemui kesusahan dan kesulitan dalam hidup akan dilanda oleh kegelisahan. Dia akan menyesali diri dan meratapi nasib yang menimpa. Bahkan, dia bisa mencari jalan pintas untuk mengakhiri hidup. Sisi jahat dari naluri ini adalah mencari kambing hitam, yakni menimpkan kesalahan pada orang lain. Masalah yg sedang dihadapi , dia pandang sebagai akibat tindakan dan perbuatan orang lain terhadap dirinya sendri. Seolah-olah hidup itu hanya jalan menurun dan penuh keindahan. Kesusahan dan kesulitan seharusnya tidak ada. Sedikit saja dia dilanda kesulitan, hatinya sudah meradang, kenapa saya saja yang dilanda oleh kesulitan, orang lain tidak. Padahal bila ditanyakan kepada orang lain yang dianggap tidak memiliki kesulitan tersebut, diapun akan mengatakan hal yang sama, yakni sama mengeluh karena banyak kesusahan dan kesulitan yang dihadapi. Jika ditimpa kesusahaan manusia pasti berkeluh kesah dan gelisah.

‫وعا‬ ْ ُ‫َوإِ َذا َم َّسو‬ ً ُ‫اْلَْي ُر َمن‬ (21) sama dengan kesusahan dan kesulitan, kesenggangan dan kemudahan juga adalah sesuatu yang biasa dalam hidup. Susah dan senang adalah permainan hidup. Tidak ada kehidupan yang senang terus-menerus atau susah terus menerus. Bila tidak ada iman, bukan saja menghadapi kesulitan berkeluh kesah, dalam menghadapi kesenagan pun, manusia akan berkeluh kesah juga. Ia akan melakukan keluh kesah itu dengan menutup diri dari orang.

Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Ia akan menjadi orang yang tidak mau menerima nasihat orang lain. Bila ada orang yg datang padanya meminta bantuan, dia 98

mengatakan diapun sedang menghadapi masalah. Ia juga memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk keperluan keluarganya. Ia akan menggambarkan bahwa masalah yang sedang dihadapi lebih besar dari masalah yang dihadapi oleh orang yang datang kepadanya. Sehingga orang yang tadi sengaja datang untuk tujuan meminta pertolongan, tidak mempunyai kata- kata lagi guna menyampaikan maksudnya. Bahkan, lebih jelek lagi, orang yang seperti ini bertambah diberi kesenganan, bertambah kikir. Bertambah mempunyai kelebihan harta, bertambah besar sifat bakhilnya. Tidak boleh ada seorangpun yang mendekatinya. Kalau pun ia mau memberikan sumbangan ataupun bantuan, pastilah ada kalkulasi untung rugi yang sudah dia buat sendiri kalkulasinya. Dia tidak akan pernah mendapat kerugian sedikitpun. Pada akhirnya, bila dihitung lebih cermat, ujung-ujungnya dia mendapat keuntungan besar. C. Kaitan Surat Al-Ma‟arij (19-21) dengan PersoalanDakwah Dalam tiga ayat pendek di atas, sungguh seakan-akan setiap kalimatnya merupakan sebuah sentuhan dari goresan indah yang dibuat untuk melukiskan sifat-sifat manusia, dengan kalimat-kalimat singkat membicarakan gambaran kehidupan. Dari celah-celahnya digambarkanlah manusia dengan sifat-sifat aslinya, yaitu "keluh kesah" ketika ditimpa kesusahan dan "kikir" ketika mendapat kesenangan.Hampir tiap hari, bahkan tiap saat kita selalu mendengar keluh kesah di tengah aktifitas kehidupan kita, keluh kesah yang kadang sangat erat hubungannya dengan kondisi jiwa dan iman yang sedang melemah. Orang yang hatinya sepi dari iman itu mengira bahwa kesedihan itu bersifat abadi, kekal dan tiada yang dapat menghilangkannya. Ia pun mengira bahwa masa yang akan datang adalah akan menjadi petaka baginya. Maka dipenuhilah hatinya dengan bermacam kesedihan, sehingga ia mengira bahwa ia tidak akan terlepas dari kesedihan ini. Ia telah dimakan oleh kesedihan dan dirobek-robek oleh keluh kesah. Hal ini terjadi karena ia tidak berlindung kepada pilar penyangga yang kokoh bagi azamnya, dan tidak menggantungkan cita-cita dan harapannya kepada Allah. Selain itu sifat aslinya yang lain adalah "sangat kikir" terhadap kelapangan saat ia mendapatkannya. Ia mengira bahwa keberhasilan itu karena upaya dan jerih payahnya sendiri. Karena itu ia lantas bersikap kikir kepada orang lain, dan memonopoli kekayaan 99

untuk pribadinya sendiri. Sehingga, jadilah ia sebagai tawanan bagi kekayaannya, dan menjadi budak bagi kerakusannya. Hal ini disebabkan karena ia tidak mengetahui hakikat rezeki dan peranannya. Ia tidak melihat kebaikan Tuhannya kepadanya karena sudah terputus hubungannya, dan hatinya sudah kosong dari merasakan keberadaan dan campur tangan-Nya. Karena itu, ia selalu berkeluh kesah dalam kedua kondisinya. Yaitu, berkeluh kesah di saat susah dan berkeluh kesah ketika mendapat kesenangan, inilah gambaran buruk manusia ketika hatinya kosong dari iman. Dengan demikian, tampaklah bahwa iman kepada Allah merupakan suatu yang sangat besar bagi kehidupan manusia."Iman bukan sekedar kata yang diucapkan dengan lisan, dan bukan pula sekedar simbolubudiyah (pengabdian) yang diperagakan. Tetapi iman adalah kondisi jiwa dan manhaj (acuan) kehidupan, serta pandangan kehidupan yang sempurna terhadap norma dan nilai, peristiwa-peristiwa dan semua keadaan". Begitulah ungkapan Ustadz Sayyid Qutb ketika menguraikan penjelasan ayat ini. Ketika hati kosong dari iman yang menegakkan dan meluruskannya ini, maka ia akan goyah, senantiasa terombang-ambing bagaikan bulu yang terbangkan angin, ia akan terus goncang dan takut. Ketika ditimpa kesusahan ia mengeluh, ketika dikaruniai kesenangan iapun kikir. Adapun jika hati disemarakkan dengan iman, maka ia senantiasa tenang dan pemurah, karena selalu berhubungan dengan sumber segala peristiwa dan pengatur segala keadaan. Ia akan selalu merasa tentram dengan kekuasaan-Nya, mampu menerima ujianNya, selalu melihat solusi dari-Nya atas kesempitan, dan menemukan kemudahan dari-Nya atas kesulitan. Ia akan selalu menghadap kepada-Nya dengan kebaikan, karena ia tahu bahwa apa yang ia infakkan adalah rezeki dari-Nya dan kelak ia akan mendapatkan balasan dari apa yang ia infakkan itu, di dunia dan di akhirat. Maka, iman adalah suatu usaha di dunia yang terwujud hasilnya sebelum mendapatkan balasan di akhirat, yang menimbulkan kegembiraan, ketenangan, kemantapan dan kestabilan selama perjalanan hidupnya di dunia.Sifat-sifat orang mukmin yang dikecualikan dari sifat-sifat umum manusia itu dijelaskan batasan-batasannya dalam

100

rangkaian ayat berikutnya, bahkan ayat-ayat ini merupakan sarana penting dalam mengikis dua sifat dia atas. Sifat pertama yaitu "keluh kesah" dapat dikikis dengan sholat, karena sholat merupakan sarana berkeluh kesah yang sesungguhnya, yaitu berkeluh kesah kepada Allah yang dapat menghilangkan kesedihan dan kedukaan sehingga berubah menjadi kebahagiaan dan ketenangan. Shalat lebih dari sekedar rukun Islam dan simbol iman. Ia adalah saran berhubungan dengan Allah dan tindak lanjut dari kesadaran batinnya. Maka sholatnya ini adalah sholat yang tidak pernah ia tinggalkan lantaran lalai ataupun malas. Kata "daaimuun" dalam ayat ini mengisyaratkan perhatian terhadap sifat keseriusan dan kesungguhan dalam hubungannya dengan Allah, sebagaimana hubungan inipun harus dihormati, karena hubungan ini bukanlah permainan yang begitu saja dapat disambung dan diputuskan sesuai selera.

"Allah berfirman: kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu senantiasa mengerjakannya". (Al Ma'arij: 22-23) Sifat kedua yaitu "sangat kikir" dapat dikikis dengan cara melatih diri untuk biasa berbagi dengan kelebihan yang Allah titipkan kepadanya.

"dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (QS. Al Maarij: 24-25) Perasaan dan kesadaran tentang adanya hak di dalam hartanya untuk orang miskin yang meminta-minta dan yang tidak meminta-minta adalah kesadaran tentang adanya karunia Allah pada satu sisi lain, yang melebihi keterbatasan perasaannya dari belenggu kekikiran dan kerakusan. Pada waktu yang sama hal ini menunjukkan adanya rasa kesetiakawanan sosial, rasa senasib dan seperjuangan dengan sesama masyarakatnya. Al Quran menyebutkan di sini, lebih dari sekedar melukiskan sifat-sifat dan ciri-ciri jiwa yang beriman. Akan tetapi, ia adalah salah satu mata rantai pengobatan penyakit kikir dan tamak dalam ayat di atas.

101

2. QS Al-Ma‟arij ayat 22-24 A. Ayat-ayat QS Al-Ma‟arij ayat 22-24

B. Arti dan Kosakata QS Al-Ma‟arij ayat 22-24 Terjemah

:

(22) Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, (23) yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, (24) dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Ayat 22 Kecuali Orang-orang yang mengerjakan sholat

“Kecuali orang-orang yang mengerjakan

Firman Allah Ta‟ala,

sholat.” Menunjukkan bahwa firman Allah sebelumnya adalah tentang orang-orang kafir. Sebab al insaan (manusia) adalah Isim Jins. Dalil atas ini adalah adanya

istitsna‟ (pengecualian) yang menyertainya.73 Ayat 24: Bagian Tertentu

“Dan orang-orang yang dalam

Firman Allah Ta‟ala

hartanya tersedia bagian tertentu,” maksudnya adalah zakat wajib. Demikianlah yang

73

Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 248.

102

dikatakan oleh Qatadah dan Ibnu Sirin. Sebab Allah menyifati

(bagian) dengan

(tertentu). Sementara selain zakat tidak ditentukan, akan tetapi tergantung keperluan. Dan hal ini terkadang bisa banyak dan terkadang pula bisa sedikit.74 C. Pembahasan / Tafsir QS Al-Ma‟arij ayat 22-24 AYAT 22 Sholat merupakan rukun Islam kedua; tanda yang membedakan antara orang beriman dengan orang kafir. Jika seseorang sholat, berarti ia mempunyai hubungan dengan Tuhannya. Sebaliknya jika ia tidak sholat, ia akan lupa dengan Tuhannya sehingga hubungannya terputus.75 Untaian ayat-ayat lalu menggambarkan orang-orang yang selalu berkeluh kesah dan kikir setiap menerima kesulitan dan kesenangan, maka untaian ayat berikut menggambarkan orang-orang yang tidak mengalami hal yang demikian, orang-orang yang tidak pernah berkeluh kesah. Siapakah mereka? Kecuali orang-orang yang sholat. Yakni orang-orang yang mendirikan sholat atas dasar iman. Mereka yang mendirikan sholat karena dalam hatinya ada iman, percaya bahwa Allah itu ada dan Muhammad adalah rasul-Nya. Orang-orang yang mendirikan sholat bila menerima kesusahan, dia akan terima dengan penuh kesabaran. Karena sholat menurut Al-Qur‟an salah satu sarana untuk mengingat Allah. Firman Allah dalam surah Thȃhȃ [20]: 14;

Terjemah

:“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain

Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.”

Jadi orang yang mendirikan sholat adalah orang yang selalu mengingat Allah. Orang

yang mengingat Allah pasti mempunyai sikap sabar. Oleh sebab itu, sikap sabarlah yang tepat dalam menghadapi berbagai kesulitan dan yang ditemui dalam hidup. Bukan sebaliknya, seperti gelap mata dan kemudian mencari cara-cara “jalan pintas”. Dia hadapi 74

Op.cit, hlm. 249. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Juz 28-30 Jilid 10 (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 339. 75

103

masalah dengan tenang dan pikiran jernih. Sebaliknya bila menghadapi kesenangan atau kemudahan, maka dia bersyukur dan bertasbih kepada Allah, bukan kemudian melakukan pesta pora dan hura-hura.76 Jika orang benar-benar khusuk dalam sholatnya, berarti hati dan pikirannya tertuju kepada Allah semata. Dia merasa berhadapan langsung dengan Allah dalam sholatnya. Timbul dalam hatinya takut karena dosa-dosa yang dilakukannya disamping penuh harap akan limpahan pahala, rahmat, dan karunia-Nya. Oleh karena itu, ia berjanji dalam hatinya akan menjauhi dan menghentikan larangan-larangan-Nya. Hatinya pasrah dan tenteram menyerahkan diri kepada-Nya. Orang yang sholat secara demikian, akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar.

:“Bacalah kitab (Al-Qur‟an) yangn telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-„Ankabut [29]: 45) Terjemah

Hal ini berarti bahwa semua sholat yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan dapat menghilangkan kegelisahan, menentramkan hati, dan menambah kekuatan iman orang yang mengerjakannya. Sekalipun demikian, tentu sholat yang paling diutamakan mengerjakannya adalah sholat yang lima waktu. AYAT 23 Sholat di samping ibadah ritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Allah, juga merupakan sarana untuk meraih ketenangan jiwa. Oleh sebab itu, sholat yang meredam keluh kesah itu haruslah shalat yang berkelanjutan. Yang mereka itu tetap mengerjakan

sholatnya. Shalat yang menurut Al-Qur‟an disebut dengan kata dȃ‟imun, yakni shalat yang 76

Prof. Dr. M Yunan Yusuf, Tafsir Khuluqun ‘Azhim (Budi Pekerti Agung) (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 289.

104

tidak mengalami keterputusan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan lima waktu sehari semalam dipelihara dengan baik. Inilah syarat mengerjakan sholat yang dapat menghilangkan kegelisahan hati dan kekikiran. Keterputusan pelaksanaan sholat itu bisa terjadi karena ditinggalkan dengan sengaja, ditelantarkan, ataupun disebabkan karena malas mengerjakan. Sebab bila ada uzur tertentu, shalat tetap harus dikerjakan. Kalau tidak bisa berdiri, lakukan dengan duduk. Kalau tidak bisa dengan duduk, lakukan dengan berbaring. Kalau tidak bisa dengan sempurna melaksanakan shalat dengan berbaring, maka lakukan dengan cara isyarat. Yang penting di sini adalah berkelanjutannya pelaksanaan sholat. Rasulullah SAW sangat menganjurkan amal yang berkelanjutan, walaupun sedikit, daripada amal yang banyak tapi terputus-putus. Ibadah yang kecil tetapi berkesinambungan lebih mulia dari kebajikan yang besar tetapi tidak berkesinambungan.

Firman Allah dalam surah Maryam [19]: 65; Terjemah : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di

antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?. Berteguh hatilah dalam beribadah. Berkesinambungan dalam beribadah serta menjadikannya sebagai perilaku sehari-hari merupakan hal yang sangat penting dalam hidup. Hindarkan diri masuk ke dalam suasana demam ibadah. Rajin dan tekun beribadah bila ada sesuatu yang hendak dituju, tetapi bila sudah dapat yang dituju, semuanya kemudian ditinggalkan. Orang-orang yang shalat kemudian berkelanjutan dalam shalatnya tidak akan mengalami keluh kesah.77

77

Op.cit, hlm. 290-291.

105

AYAT 24 Di samping menegakkan shalat secara berkelanjutan, orang-orang yang tidak akan berkeluh kesah itu adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya. Dan orang-orang yanng

dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Mereka sangat sadar bahwa dalam harta yang telah dianugrahkan oleh Allah kepada mereka ada hak orang lain. Walaupun harta itu milik mereka dan mereka yang berusaha mendapatkannya, tetapi mereka percaya dalam harta mereka itu ada bagian tertentu yang bukan menjadi milik mereka.

Terjemah: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan

mereka, dan berdoalah untuk mereka.” (at-Taubah [9]: 103) Karena bagian tertentu itu mereka yakini bukan milik mereka, maka ketika menyisihkannya dari daftar kekayaan yang mereka punyai, tidak ada beban mental sedikit pun. Dengan ringan dan senang hati mereka berikan bagian tertentu itu untuk dikeluarkan. Ajaran Al-Qur‟an menegaskan bahwa dalam setiap harta yang dipunyai terdapat bagian orang-orang fakir, miskin, orang-orang yang lemah dan tertinggal, serta bagi anak yatim yang mempunyai kesulitan hidup. Para mufasir berbeda pendapat tentang bentuk dari cara mengeluarkan harta itu. Ada yang mengatakan dengan menunaikan zakat, ada pula yang mengatakan dengan jalan infak atau sedekah. Namun apapun bentuk cara mengeluarkan harta tersebut, yang pasti adalah bahwa dalam harta yang dimiliki itu ada hak orang lain. Oleh sebab itu, bila seseorang sudah memperoleh harta, maka dia hendaklah membelanjakannya di jalan Allah dengan ikhlas, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah.78

78

Op.cit, hlm. 291-292.

106

3. Surah al Ma‟arij 70: 25-27 A. Ayat-ayat Surah al Ma‟arij 70: 25-27

B. Terjemahan tentang Hari Pembalasan (25). “Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (26). “Dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan.” (27). “Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.” C. Penafsiran Kata-kata Sulit Orang fakir yang tidak meminta-minta kepada manusia

‫إ‬ ‫ُوم‬ ِ ‫ٱل َمحإ ر‬

sehingga dia dikira orang kaya. Membenarkan hari kiamat dengan pembenaran yang mempunyai bekas dalam diri mereka, sehingga mereka menundukkan diri, dan harta mereka untuk taat kepada Allah

‫يصدقؤن بيؤم الدين‬

dan memberikan manfaat kepada manusia. ‫ون‬ َ ‫ُّم إش ِف ُق‬

Mereka takut.

D. Pokok-pokok Kandungan dari Ayat-ayat tentang Mengatasi Sifat Buruk pada Manusia a. Ayat (25), Di samping mengerjakan sholat untuk mengingat dan menghambakan diri kepada Allah, manusia diperintahkan agar selalu meneliti harta yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, apakah dalam harta itu telah atau belum ada hak orang miskin yang meminta-minta, dan orang miskin yang tidak mempunyai sesuatu apapun. Jika ada hak mereka ia segera mengeluarkannya karena dia percaya bahwa selama ada hak orang lain dalam hartanya itu, berarti hartanya belum suci. Dari perkataan haqq ma‟lum (bagian tertentu) dipahami bahwa yang dimaksud dalam ayat ini ialah sedekah wajib, yaitu zakat. Dengan zakat, seseorang 107

dapat menyucikan hartanya dari milik orang lain serta menanamkan keyakinan dalam dirinya bahwa harta yang dikaruniakan Allah itu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk jalan yang diridai-Nya. Harta itu hanya sebagai alat untuk mencari keridaan-Nya, bukan sebagai tujuan hidup. Dengan perkataan lain bahwa zakat adalah hasil dan perwujudan dari berhasilnya salat yang dikerjakan seseorang. b. Ayat (26-27), Orang yang tidak suka berkeluh kesah adalah orang yang menjalankan sholat dan menunaikan zakat, merekalah yang percaya adanya hari kiamat, adanya hidup setelah mati, dan waktu ditimbang semua amal perbuatan yang telah dikerjakan selama hidup di dunia. Amal baik dibalas dengan surga dan amal buruk akan dibalas di Neraka. Orang yang percaya akan adanya hari akhirat sangat yakin bahwa mereka pada hari itu akan mendapat pahala iman dan amal yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Mereka percaya bahwa hidup di akhiratlah hidup yang sebenarnya; sedangkan hidup di dunia hanyalah hidup sementara, untuk mempersiapkan diri bagi hidup di akhirat itu. Oleh karena itu, segala macam cobaan yang datang kepada mereka selama di dunia, dihadapi dengan tabah dan sabar. Mereka tidak pernah berkeluh kesah, bagaimana pun cobaan yang diderita. Mereka tidak pula akan kikir untuk menolong sesamanya yang hidup dalam kepapaan dan penderitaan.79 E. Penjelasan tentang Mempercayai Hari Pembalasan Dan orang-orang yang meyakini akan janji dan hisab, sehingga mereka beramal sebagai orang yang mengharapkan pahala dan takut kepda siksa, dan bekas-bekas dari hal itu pun ada dalam perbuatan, ucapan dan keyakinan mereka, sehingga mereka kembali dan takut kepada Allah. Dan orang-orang yang takut dan gemetar jika meninggalkan kewajiban dan tidak melanggar larangan. Barang siapa yang senantiasa takut dan gemetar meninggalkan apa yang ditugaskan kepadanya, maka dia tidak akan berani untuk melalaikannya, dan tetap 79

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm.341

108

berkeinginan keras untuk menjalankan apa yang ditugaskan kepadanya, baik ilmu maupun amal. Yang semakna dengan ayat ini ialah firman-Nya:

Terjemahan : “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (AlMu‟minuun, 23:60).

.‫الذين إذا ذ كر اهلل وجلت قلوَبم‬

Terjemahan: “Mereka yang apabila disebut Allah, gemetarlah hati mereka.” (Al-Anfal, 8:2).80 Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa.” Yaitu, pada harta-harta itu ada bagian yang ditetapkan untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.” Dan orang yang mempercayai hari pembalasan,” yaitu yakin bahwa mereka akan dikembalikan, dihisab, dan diganjar, maka mereka beramal layaknya amal orang yang sangat mengharapkan pahala dan takut siksa. Itulah sebabnya pada ayat selanjutnya Allah Ta‟ala berfirman, “Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman.” Yaitu, tidak ada yang merasa aman dari siksa itu kecuali orang yang melaksanakan perintah Allah.81 Berikut beberapa contoh sikap dan perilaku yang dapat dipraktekkan dalam beriman kepada hari akhir dan mempercayai hari pembalasan : 1. Alangkah baiknya sebagai mukmin, kita selalu bersyukur terhadap segala sesuatu sekecil apapun yang telah Allah anugerahkan. 2. Mendirikan sholat dan menjaganya serta tidak melalaikannya. 3. Mulailah terbiasa untuk bersedekah kepada sesama.

80

Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi jilid 29, hlm. 127 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, hlm. 812

81

109

4. Perbanyaklah beramal yang baik. 5. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. F. Kesimpulan 1. Manusia pada umumnya mempunyai rasa takut kepada hari pembalasan. 2. Cara menghilangkan rasa takut itu dengan : a. Mengerjakan sholat secara terus-menerus pada waktu-waktu yang telah ditentukan b. Menunaikan zakat dan mengeluarkan sedekah c. Beriman kepada Allah dan hari akhir d. Takut kepada adzab Allah e. Memberikan kesaksian dengan jujur dan adil f.

Memelihara sholat dengan baik

3. Jiwa yang damai adalah jiwa yang suci dari dosa-dosa karena iman dan perbuatanperbuatan baik yang dikerjakannya, sehingga memperoleh segala yang dijanjikan Allah kepadanya. 4. Jiwa yang suci cinta kepada Allah dan dicintai oleh-Nya, dan ia akan masuk surga bersama hamba-hamba yang dicintai-Nya. 5. Mencari cinta Allah adalah dengan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat. 6. Bertakwa dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Surat Al-Ma‟arij ayat 29-31

110

Artinya: 29. dan orang-orang yang memelihara kemaluannya 30. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka tidak tercela 31. Maka barang siapa mencari diluar itu (seperti zina dan lain sebagainya) itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam dua ayat pertama diterangkan sifat manusia yang hatinya tenteram, tidak berkeluh kesah dan tidak kikir, yaitu orang-orang yang menjaga kehormatannya dan tidak melakukan perbuatan zina. Mereka hanya melakukan apa yang telah dihalalkan, hanya menggauli istri-istri mereka atau dengan budak-budak perempuan yang telah mereka miliki. Perkataan fa innahum ghairu maalumiin (maka sesungguhnya mereka tidak tercela) memberi pengertian bahwa hak mencampuri istri atau budak-budak yang dimiliki, bukanlah hak tanpa batas, melainkan harus disesuaikakn dengan ketentuan-ketentuan agama. Menurut agama islam, hubungan suami istri adalah hubungan yang suci. Hubungan yang diridhai Allah, hubungan cinta kasih, hubungan yang dilator belakangi oleh keinginan mengikuti sunah Rasulallah, dan ingin memperoleh keturunan. Hubungan suami istri mempunyai unsur-unsur ibadah. Hubungan ini dilukiskan dalam firman Allah SWT:

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu, mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. (Al-Baqarah2 :187) Ayat ini memberikan petunjuk kepada suami-istri bahwa dalam melakukan hubungan dengan istri atau suami, tuan dengan budak perempuan, hendaklah dilakukan sedemikian rupa, sehingga dalam hubungan itu terdapat unsur-unsur ibadah, akhlak yang mulia, tata cara yang baik, dan sebagainya. Sehingga dapat menjaga kemuliaannya dan martabatnya sebagai seorang muslim, tidak sekedar memenuhi hawa nafsu, keperluan biologis, atau yang seperti dilakukan oleh biinatang, melainkan untuk tujuan yang agung. Surah Al-Ma‟arij ini makiyya, jadi waktu itu belum ada ketentuan pernikahan seperti yang kemudian diatur dalam surah An-nisaa‟/4 :24-25, kata-kata au ma malakat

aimanuhum yang terdapat dalam beberapa surah, sering diterjemahkan “atau budak-budak yang mereka miliki” ayat ini memerlukan penjelasan, seperti yang dikemukakan oleh 111

beberapa musafir secara lebih mendalam, bahwa ma malakat aimanuhum ialah perempuan yang sudah bercerai dengan suaminya, yang sekarang menjadi miliknya (biasanya dari tawanan perang), dan harus dalam arti dari tawanan perang jihad, dibawah perintah imam yang shaleh dan adil dalam memnghadapi lawan yang hendak menindas orang beriman. Tawanan perempuan itu boleh digauli, tetapi harus dengan dinikahi terlebih dulu, dan perkawinan itu bukan karena didorong oleh hawa nafsu, melainkan untuk memelihara kesucian pihak perempuan, yang dalam hal ini berarti pihak suami menghindari perbuatan zina dan sekaligus mengangkat martabat perempuan dari status budak bekas tawanan perang (yang memang sudah berlaku umum pada waktu itu) menjadi perempuan mereka, tidak lagi berstatus budak. Kebiasaan tawanan perang semacam ini sekarang sudah tidak berlaku lagi. Jika seorang musllim telah dapat melakukan hubungan dengan istrinya atau dengan budaknya sesuai dengan tuntunan agama islam, berarti ia telah dapat menguasai puncak hawa nafsunya, karena puncak hawa nafsu itu terletak dalam hubungan seperti antara lakilaki dan wanita. Jika mereka telah dapat melakukan yang demikian, maka mereka akan lebih dapat melakukan hal-hal yang lain yang lebih rendah tingkatnya. Ayat 31 Barang siapa yang berbuat diluar ketentuan-ketentuan tersebut, misalnya berzina, melakukan homoseksual atau lesbian, mereka adalah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat yang sebelum ini diterangkan bahwa diantara syarat menghilangkan suka berkeluh kesah dan kikir ialah menjaga kehirmatan dan kemuliaan diri, yaitu hanya dengan mencampuri istri atau budak yang dimiliki. Selain dari itu dengan menjauhi perbuatanperbuatan yang dapat mendorong mempercepat orang untuk melakukan perbuatan yang terlarang itu, seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita, dan sebagainya. Oleh karena itu, Allah menegaskan dalam firmannya:

112

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat (An-Nur/24 :30) Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan agar kaum muslimin memelihara pandangannya adalah untuk menjaga diri dari perbuatan zina. 4. Surah al Ma‟arij 70: 32-35 A. Ayat-ayat Al-Qur‟an

B. Terjemahan Tentang Mengatasi Sifat Buruk Pada Manusia

(32) dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya, (33) dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya, (34) dan orang-orang yang memelihara sholatnya, (35) mereka itu dimuliakan di dalam surga. C. Penafsiran Kata-Kata Sulit Mereka tidak merusak haknya sedikit pun

‫راعون‬

D. Pokok-Pokok Kandungan dari Ayat-Ayat tentang Mengatasi Sifat Buruk Pada Manusia a.

Ayat (32), Allah menerangkan syarat-syarat lain yang dapat menghilangkan

sifat suka berkeluh kesah dan kikir, yaitu memelihara amanat yang dipercayakan kepadanya, baik berupa amanat Allah, seperti wajib beriman, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan haji, berjihad, dan lain sebagainya.82 Maupun amanat manusia terhadap dirinya sendiri. Amanat ialah suatu perjanjian untuk memelihara sesuatu yang dilakukan oleh hamba kepada tuhannya, dirinya sendiri

82

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an danTafsirnyajilid 10, (Jakarta: WidyaCahaya, 2011), hlm. 343

113

dan orang lain. Sanggup memelihara amanat termasuk salah satu dari orang muslim dan sifat ini pulalah yang membedakan orang mukmin dari orang munafik. Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya,” bila mereka diberi amanat tidak mengkhianatinya dan bila berjanji tidak pernah melanggarnya. Inilah sifat-sifat orang-orang beriman, sedangkan yang sebaliknya adalah sifat-sifat orang munafik.83 b.

Ayat (33), Maksud dari kalimat orang yang berpegang teguh dengan

kesaksiannya yang terdapat pada ayat ini ialah orang yang mau melaksanakan kesaksian bila diperlukan dan bila menjadi saksi, ia melakukannya dengan benar, tidak berbohong, tidak mengubah atau menyembunyikan sesuatu dalam kesaksiann yaitu. Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.” Yaitu, mereka selalu memeliharanya, tidak menambahi, mengurangi, atau menutupnutupinya. c.

Ayat (34), selain yang telah disebutkan diatas, masih ada satu hal lagi yang

dapat menghilangkan sifat suka berkeluh kesah dan sifat kikir, yaitu selalu memelihara shalat, pengertian memelihara shalat dalam ayat ini ialah: 1.

Berusaha melengkapi syarat-syarat shalat dengan baik dan sempurna, seperti meneliti pakaian yang dipakai sehingga tidak terdapat najis, berwudhu dengan baik, dan menyampingkan segala sesuatu yang dapat menghalangkan atau mengurangi kekhusyukan.

2.

Berusaha melaksanakan semua rukun shalat dengan baik dan sempurna.

3.

Berusaha khusyuk dalam shalat.

4.

Berusaha melaksanakan shalat wajib yang lima.

5.

Berusaha melaksanakan shalat pada awal waktunya. Firman Allah Ta‟ala, “Dan orang-orang yang memelihara sholatnya,” yaitu,

memelihara waktu-waktu, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan sunah-sunahnya. 83

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an) volume 14, (Tangerang: Lentera Hati, 2005), hlm 445-447

114

Sajian Allah yang membuka uraian-Nya dengan shalat dan menutupnya dengan shalat pula menunjukkan bagaimana perhatian Allah terhadap shalat itu dan isyarat tentang kedudukannya yang mulia.84 d.

Ayat (35), Manusia yang mempunyai sifat-sifat diatas akan mendapat

balasansurga di akhirat dan orang yang bersifat demikian dapa tmenangkis sifat suka berkeluh kesah dan sifat kikir dari hatinya.“Mereka itu di dalam surga lagi dimuliakan,” dimuliakan dengan berbagai macam kelezatan dan kesenangan. 5. Surah al Fajr (89) : 27-30 A. Ayat-ayat Al-Qur‟an

B. Terjemahan:

(27) “Hai jiwa yang tenang!”, (28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya, (29) Maka masuklah ke dalam jama‟ah hamba-hamba-Ku, (30) Dan masuklah ke dalam surga-Ku” C. Penafsiran Kata-Kata Sulit Tetap dan teguh

‫المطمئنة‬

Sisi yang dimualiakan Allah dan tempat kepada-Nya Ke dalam golongan hamba-hamba-Ku yang dimuliakan 84

‫الئ ربك‬ ‫فئ عبا دي‬

M. NasibAr-Rifa’I, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: GemaInsani, 2009), hlm 810-813

115

Kata an-nafs digunakan di dalam Al-Qur‟an dengan berbagai makna sesuai kebiasaan orang Arab menggunakan kata ini, yaitu jiwa, roh, diri (entitas) orang, darah, sisi, saudara dan lainnya.85 Nafs dengan arti (kesadaran untuk menalar) dan roh (nyawa) disebut di antaranya dalam firman Allah, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya”. (az-zumar/39:42), dan dengan arti diri/orang dalam firman Allah , “dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun.” (Al-baqaroh/2:48) dengan arti sisi sebagaimana firman Allah, “jika aku pernah mengatakan maka tentulah engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri engkau.” (Al-maidah/5:116). Adapun yang dimaksud dengan kata nafs di sini adalah jiwa atau kesadaran manusia. Sedangkan kata al-mutma‟innah berarti yang tenang, isim fa‟il dari kata itma‟anna. Kata ini di sini menggambarkan kondisi hati yang tenang karena iman, dan perkataan ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah riwayat diucapkan oleh malaikat kepada orang yang beriman saat kematiannya. Selain kondisi tentram, Al-Qur‟an juga menyebut kondisi nafs lainnya, yaitu an-nafsul-lawwamah (jiwa yang menyesali) . sebagaimana dalam firman Allah, “dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali”. (Al-Qiyamah/75:2) D. Pembahasan: Dalam ayat-ayat ini, Allah memanggil jiwa yang tenang dan damai ketika diwafatkan, yaitu jiwa yang suci karena iman dan amal sholeh yang dikerjakannya, sehingga memperoleh apa yang dijanjikan Allah kepadanya. Jiwa itu diminta Allah untuk pulang memenuhi panggilan-Nya dengan menghadap kepadanya. Jiwa itu diminta Allah untuk pulang memenuhi panggilan-Nya dengan menghadap kepada-Nya kembali dengan perasaan puas dan senang karena telah memenuhi perintah-perintah-Nya waktu hidup di dunia. Allah juga puas dan senang kepadanya karena sudah menjalankam perintah-perintah-Nya. Setelah

85

. kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 663

116

datang kepada-Nya, jiwa itu dipersilahkan Allah masuk ke dalam kelompok hamba-hambaNya, yaitu ke dalam Surga-Nya. Dalam Tafsir Imam At-tabari, disebutkan dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan tentang perkataan Malaikat kepada para walinya di hari kiamat, “wahai jiwa yang tenang!” maknanya jiwa yang yakin dan mempercayai janji Allah AWT yang telah dijanjikan-Nya bagi orang yang beriman di Dunia, berupa kemuliaan di Akhirat. Pemaknaan ini sesuai dengan perkataan Qatadah bahwa yang dimaksud dengan ayat “wahai jiwa yang tenang!”, ialah seorang mukmin yang jiwanya yakin janji Allah SWT. Dalam riwayat lain, “merasa yakin dan mempercayai apa yang difirmankan Allah.” Selanjutnya, malaikat berkata, “kembalilah kepada TuhanMu, dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.” Dan menurut Imam At-tabari, perkataan ini diucapkan kepada mereka ketika roh-roh itu itu dikembalikan kepada jasadnya pada hari kebangkitan, berdasarkan petunjuk dari firman Allah SWT, “maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah surga-Ku. Firmannya ini menunjukan bahwa jiwa-jiwa yang tenang itu dimasukan ke dalam surge tiada lain pada hari itu, bukan sebelumnya. Ayat ini sebagai penjelasan dari Allah SWT tentang tempat kembalinya jiwa-jiwa yang tenang, yaitu yang beriman kepada Allah SWT, mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta membenarkan ayat-ayat yang datang dari Tuhan-Nya. E. Asbab an-Nuzul 1. Al- Fajr ayat 27 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Firman Allah, (Hai Jiwa yang tenang) (Q.S 89 al-Fajr:27) turun berkenaan dengan Hamzah (yang gugur sebagai syahid).86 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Buraidah. Dalam riwayat lain dikemukakanbahwa Nabi saw. Bersabda: “Siapa yang akan membeli sumur Rumat untuk melepaskan dahaga. Mudah-mudahan Allah 86

Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jawa Barat, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), hlm. 597

117

Mengampuni dosanya.” Sumur itupun dibeli oleh Utsman. Nabi saw. Bersabda: Apakah engkau rela sumur itu dijadikan sumber air minum bagi semua orang?” „Utsman mengiyakannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Q.S 89 al-Fajr: 27) berkenaan dengan Utsman. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Juwaibir, dari adl-Diah-hak, yang bersumber dari Ibnu „Abbas.

118

DAFTAR PUSTAKA Al-Tsa‟alabi, Abdurrahman. 1996. Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur‟anJilid 1. Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah. Ash-Shiddieq, Tm. 1996. Tafsir al-Bayaan. Yogyakarta: Alma‟arif Bandung. Al-Maraghi, A. M. (1985). Tafsir Al-Maraghi 30. Semarang: Toha Putra. Ar-Rifa'i, M. N. (200). Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR. Jakarta: Gema Insani. Al-Qurthubi, Syaikh Imam. 2007. Tafsir Al-Qurthubi Jilid 2. Jakarta: Pustaka Azzam. Ahmad Syaikh. 2007. Tafsir Imam Syfai‟I Jilid 3. Jakata : Almahira Al-Qhurtubi Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam Abdurrahman, Syaikh. 1999. Tafsir As-Saidi Jilid 1. Jakarta: Pustaka Sahifa. Al-Huda. Tafsir Nurul Qur-an, (Isfahan Iran,2006). Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur‟an, Jakarta: Penerbit Al-Huda 2006 Asy-Syaukani, Imam. 2010. Tafsir Fathul Qadir. Jakarta: Pustaka Azzam. Abdurrahman, syeikh. 2007. Tafsir ath-thabari. As-Sa‟di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. 2007. Tafsir As-Sa‟di Al Qurthubi. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam. Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 2009. Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani Al- Maraghi, A.M. 1993. Tafsir Al-Maraghi 29. Semarang: Toha Putra Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) Jawa Barat, Asbabun Nuzul Latar Belakang

Historis

Abdurrahman as-Sa'di, Tafsir al-Karim al-Rahman , cet. Muassasah ar-Risalah. Baihaki, Wildan. 2013. Psikologi Agama. Insan Mandiri. Cahaya, Widya, Al-Quran Dan Tafsirnya, Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2011 Departemen Agama R.I. 1971.Al-Quran danTerjemahnnya. Departemen Agama RI. 2004. Al-Qur‟an danTafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan). Jakarta. Fajar Inayati, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Jakarta: Penerbit PUSTAKA AZZAM 2008 Jakarta: Widya Cahaya. Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: PustakaPanjimas. Hamka. (2000). Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas. 119

Hamka, Dr. 1984 Tafsir Al-azhar juzu‟ XI, Jakarta, Pt. Pustaka Panjimas (HAMKA), P. A. (1990). Tafsir Al-Qur'an Jilid 10 edisi Lux Pustaka Nasional. Singapura: Printing Industries . Kerjaya Hanafi, M. M. (2010). Spiritualitas dan Akhlak. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an. Hamka.Tafsir Al-AzharJuz 29. 2000. Jakarta: PustakaPanji Mas Imani, Faqih. 2006. Tafsir Nuzul Qur‟an. Jakarta: Al-Huda. Ibrahim Musthafa, dkk., Al-Mu'jam al- Wasith , cet. Dar ad-Da'wah. Imani, Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an, (Jakarta: Al-Huda, 2006). Indonesia, U. I. (1991). Al Qur'an dan Tafsir. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. Imani, A. K. (2005). Tafsir Nurul Qur'an. Jakarta: Al-Huda. Imam Asy-Syaukani. Tafsir Fathul Qadir (Jilid 3) : Darul Wafa Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran , cet.Muassasah ar-Risalah. Katsir, Ibnu. TerjemahansingkatTafsirIbnuKatsirjilid V.Surabaya: Bina Ilmu. Katsir, Ibnu. 1991. Tafsir Ibn Katsir Az-zikra bagian 1 Bachtiar Surin. Bandung: Angkasa Bandung. Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 1. Jakarta: Widya Cahaya. Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 6. Jakarta: Widya Cahaya. Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 7. Jakarta: Widya Cahaya. Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 10. Jakarta: Widya Cahaya. Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang disempurnakan) Jilid 3. Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Juz 28-30 Jilid 10. Jakarta: Widya cahaya kementrian Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya jilid 10, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011) Katsir Ibn, Tafsir Imam Ibn Katsir, Beirut, Badr al- Fikr, tth. Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid 1. Jakarta: Widya Cahaya. Muhammad, Abu Ja‟far. 2009. Tafsir Ath-ThabariJuz „Amma. Jakarta: Pustaka Azzam. Maragi-Al, Mustafa, Ahmad.1988. Tafsir Al- Maragi. Mesir. CV. Toha Putra Semarang Rifa‟i-ar, Nasib, Muhammad. 1989. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, Jilid Muhammad Abu Ja‟far. 2009. Tafsir Ath-Thabrani. Jakarta : Pustaka Azzam Muhammad, Abu Ja‟far. 2007. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam. Muhammad, Al-Imam. Tafsir Fathul Qadir Asy-Syaukani, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2010). 120

M.Quraish.Shihab, Al-Qur‟an dan Maknanya, Tangerang :Penerbit Lentera Hati 2010 PerpustakaanNasional RI. 2011. Al-Qur‟an danTafsirnyaJilid 10. Jakarta: WidyaCahaya.

Volume 14.Tangerang: LenteraHati Qurthubi, S. I. (2009). Tafsir Al Qurthubi 16. (A. Khatib, Trans.) Jakarta: Pustaka Azzam. Cahaya. Sabiq, Al-Sayyid. 1992. Al-„Aqa‟id al-Islamiyyah. Dar al-Fikr: Beirut, Lebanon. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah Volume 7. Jakarta: Lentera Hati . 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 11. Jakarta: Lentera Hati. . 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 13. Jakarta: Lentera Hati. Sonhadji, M dkk.. 1990. Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa. Surin, Bachtiar. 1991.Adz-Dzikraa. Bandung:Angkasa Bandung. Sheikh, D. A. (2004). Tafsir Ibnu Katsir jilid 7. Pustaka Imam asy-Syafi'i. Shihab, Muhammad Quraish. 2005. Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dankeserasian Al-

Quran)

Shihab M. Quraish. 2010. Al-Quran dan Maknanya. Tangerang : Laentera Hati Shihab M. Quraish.2007. Tafsir Al-Mishbah. Tangerang : Laentera Hati

Tafsir Ibnu Katsir Surat Al-Mukminun 1-11. (2013, 10 31). Dipetik 11 3, 2015, dari Alquran

Tafsir At-Thabari, jilid XXIV. Jakarta: Pustaka azzam.

Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur‟an, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000) Yunus, P. D. (2004). Tafsir Qur'an Karim. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. Yunus, Mahmud. Tafsir Qur‟an Karim, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 2004). YUSUF, P. (2010). Tafsir Juz amma as-siraju'l wahhaj ( terang cahaya juz amma). Jakarta: Permadani dan Az zahrah. Yusuf, M. Yunan. 2013. Tafsir Khuluqun „Azhim (Budi Pekerti Agung). Tangerang: Lentera Hati

121

Related Documents


More Documents from "Muhammad Arief Billah "

Tafsir Al Quran Full'
February 2021 0