Yannurin Somatic Signal Therapy

  • Uploaded by: dwipatma23
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Yannurin Somatic Signal Therapy as PDF for free.

More details

  • Words: 3,118
  • Pages: 23
Loading documents preview...
Daftar Isi

Daftar Isi

1

Bab 1 : Pendahuluan Bab 2 : Mengenali Somatic-Signal Bab 3 : Langkah-Langkah Dasar Somatic Signal Therapy (SST) Bab 4 : Pengubahan Strategi Dalam SST Bab 5 : Contoh Kasus Bab 6 : “Beyond Word” Reframing Bab 7 : Penutup

2 4 6 9 11 19 21

Tentang Penulis

22

1

Bab 1

Pendahuluan Manusia adalah mahluk berpikir, dan dari pikiran itulah yang membuat manusia mengalami perasaan positif atau perasaan negatif. Somatic Signal Therapy (SST) adalah suatu teknik yang sederhana, tetapi sangat efektif untuk merubah suatu perasaan negatif, antara lain perasan tidak nyaman karena phobia, kecemasan terhadap suatu hal tertentu, bahkan perasaan tidak nyaman karena kebencian atau ketakutan terhadap orang lain. SST adalah suatu teknik yang diketemukan oleh penulis (Yan Nurindra), tepatnya pada bulan Mei 2011, diawali dari pengalamannya dalam menyelesaikan kasus pribadi (non phobia), dan dilanjutkan dengan uji coba untuk menangani berbagai kasus selama setahun penuh, sebelum secara resmi diluncurkan sebagai salah satu teknik therapy yang sangat efektif untuk penyelesaian kasus : phobia, anxiety, fear, dan berbagai kasus psikologis lainnya yang menghasilkan simbol somatic (fisik). Secara sederhana, proses berpikir manusia biasanya diawali dengan “memutar” sebuah film tertentu di pikiran, setelah itu film tersebut akan memicu munculnya emosional tertentu, dan selanjutnya emosional yang muncul akan memicu munculnya “tanda” atau signal tertentu di tingkat fisik (somatic), sehingga disebut sebagai “somaticsignal”. Khususnya emosi negatif, maka somatic-signal ini dapat berupa debaran di dada, rasa sesak di tempat tertentu, denyutan di kepala, atau apapun juga tanda-tanda fisik yang dalam hal ini merupakan ekspresi dari emosi negatif tersebut. Hal yang sangat menarik, bahwa ternyata somatic-signal ini terelasi dengan pemaknaan di tingkat meta (pemikiran yang paling filosofis). Dengan kata lain jika somatic-signal ini dapat dihilangkan, maka pemaknaan di tingkat meta juga akan terubah. Oleh karena itu inti dari 2

teknik SST adalah dengan menghilangkan somatic-signal yang muncul, lebih tepatnya menetralkannya dengan suatu cara tertentu. SST dapat diterapkan pada kondisi Klien sadar penuh, dan dapat dilakukan tanpa perlu persiapan tempat khusus, bahkan dapat diimplementasikan di ruang publik, tanpa mengurangi keefektifannya. Teknik SST merupakan bentuk aplikasi praktis siap pakai, yang merupakan gabungan dari pengetahuan Hypnosis, NLP, dan meditasi.

3

Bab 2

mengenali Somatic-Signal Apakah anda phobia ke hal tertentu ? Atau anda mencemaskan suatu hal atau skenario tertentu ? Atau anda membenci seseorang ? Silakan pikirkan hal tersebut, silakan anda “memutar film” atas hal tersebut di pikiran anda (internal movie). Apakah yang akan terjadi ? Tentu yang akan muncul adalah emosi negatif atau perasaan yang tidak mengenakkan. Lalu apa lagi yang muncul ? Pasti muncul sesuatu di tingkat fisik, entah di daerah kepala ? Atau di daerah dada ? Atau dimanapun juga, yang pasti wujudnya adalah sensasi fisik, yang disebut juga sebagai kinaesthetic-texturing atau somatic-signal. Jika diperhatikan dengan seksama, maka sesungguhnya suatu masalah baru dapat dikatakan benar-benar menjadi “masalah” bilamana telah menjelma menjadi somatic-signal. Rasa takut, cemas, atau perasaan negatif lainnya, baru dikatakan menjadi bermasalah jika telah menjelma menjadi sesuatu yang dapat dirasakan secara fisik, atau telah memunculkan somatic-signal atau tanda somatik (fisik). Sekarang lakukan hal sebaliknya, yaitu pikirkan suatu hal yang bersifat netral. Ketika “internal movie” kita putar di pikiran kita, maka tidak akan ada emosi apapun yang muncul, demikian juga tidak akan ada somatic-signal yang muncul. Secara sederhana, jika kita dapat menetralkan suatu somatic-signal tertentu yang merupakan ekspresi dari suatu emosi negatif, maka secara ajaib akan terjadi perubahan makna (reframing) di tingkat pikiran yang tertinggi (meta). Distraction (pengalihan) Salah satu kecanggihan dari pikiran bawah sadar manusia adalah kemampuan untuk melakukan pengalihan atau “distraction”. Demikian juga saat kita merasakan emosi negatif, maka pikiran bawah 4

sadar akan berusaha untuk melakukan pengalihan (distraction), sehingga kita cenderung untuk tidak lagi merasakan somatic-signal yang ada. Distraction hanya berfungsi sebagai pengalihan sementara, sedangkan akar permasalahan tetap tidak berubah. Dengan kata lain, kapanpun "internal movie” diputar, maka tetap akan kembali memunculkan ketidak-nyamanan atau somatic-signal. Dalam menerapkan teknik SST, seorang terapis harus jeli terhadap proses pengalihan (distraction) yang dilakukan oleh pikiran bawah sadar dari Klien. Berbagai contoh upaya pengalihan (distraction) dari pikiran bawah sadar antara lain : tubuh bergerak-gerak, teriakan-teriakan kecil, bersiul, dsb. Seorang terapis SST harus jeli untuk mengamati tandatanda proses pengalihan (distraction) dari seorang Klien.

5

Bab 3

Langkah-Langkah Dasar Somatic Signal Therapy (SST) Berikut langkah-langkah dasar ketika SST diterapkan terhadap Klien yang mengalami gangguan emosi negatif tertentu, misalkan phobia terhadap benda atau binatang tertentu. Tahap 1 : Elicitation Elicitation adalah proses untuk memunculkan sesuatu, dalam hal ini adalah memunculkan perasaan tidak nyaman. Mintalah Klien membayangkan benda atau binatang dimaksud (dimana Klien phobia terhadap benda atau binatang tersebut). Lakukan dalam batas moderat yang masih dapat diatasi Klien dengan baik. Jika Klien benar-benar mengidap phobia, maka ketika “internal movie” tersebut diputar, dengan segera akan memunculkan perasaan tidak nyaman yang akan diikuti oleh munculnya ketidak-nyamanan tertentu di tubuhnya atau muncul kinaesthetic-texturing atau somatic-signal. Somatic-signal ini dapat berupa tekanan di dada, denyut di kepala, atau berbagai hal lain yang kemunculannya tepat sesaat setelah “internal movie” ini diputar. Tahap 2 : Stop “internal movie” Setelah somatic-signal terbentuk, maka Klien harus menghentikan “internal movie”. Hal yang cukup menarik bahwa walaupun “internal movie” ini dihentikan, akan tetapi somatic-signal yang telah terbentuk tidak secara otomatis lenyap, melainkan akan bertahan untuk beberapa saat.

6

Tahap 3 : Penetralan somatic-signal Mintalah Klien untuk memusatkan perhatian ke somatic-signal yang ada, dan melakukan penetralan dengan konsep acceptance atau berdamai. Klien dapat menganggap bahwa bagian fisik yang memancarkan somatic-signal ini seperti sel kanker. Sel kanker adalah sel yang merupakan bagian dari tubuh kita sendiri, tetapi memiliki perilaku yang liar, sehingga seakan-akan bukan bagian dari tubuh kita. Proses acceptance adalah proses dimana kita “merangkul” sel kanker ini agar kembali menjadi bagian dari diri kita. Proses acceptance atau pendamaian ini dapat dilakukan dengan berkomunikasi dengan bagian yang memancarkan somatic-signal ini, misalkan : “Kamu adalah bagian dari diri saya, kamu adalah diri saya, mari kita berdamai, mari kita kembali menjadi selaras” [Script dapat dirubah sesuai dengan kenyamanan Klien, yang intinya merangkul bagian yang memancarkan somatic-signal ini agar menyatu kembali dengan bagian lainnya] Lakukan berulang-ulang sampai dengan somatic-signal ini benarbenar menghilang atau tidak lagi dapat dirasakan. Dengan analogi sel kanker di atas, ketika somatic-signal ini telah menghilang, maka seakan-akan sel kanker ini sudah kembali menjadi sel biasa dan bergabung kembali secara selaras dengan sel lainnya. Proses penetralan ini dapat juga dianalogikan seperti kita akan memegang gelas yang berisikan air panas. Sebelum kita memegang gelas tersebut mungkin kita membayangkan panas yang lebih ekstrim dari suhu sesungguhnya. Saat kita memegang gelas untuk pertama kalinya pasti sensasi panas akan terasa mengejutkan, tetapi perlahanlahan telapak tangan kita akan menyesuaikan, dan akhirnya panas

7

tersebut dapat kita tangani dengan baik. Seakan-akan tangan kita dan gelas tersebut telah benar-benar menyatu. Tahap 3 : Pengujian Mintalah Klien untuk kembali memutar “internal movie” yang sama dengan Tahap 1. Jika emosi negatif sudah tidak lagi muncul, maka dapat dilakukan perubahan strategi yang ebih ekstrim. Jika emosi negatif masih muncul, walaupun biasanya sudah lebih lemah, maka lanjutkan kembali ke Tahap 2 dan seterusnya.

8

Bab 4

Pengubahan Strategi Dalam SST

Salah satu hal penting dalam teknik SST adalah pengubahan strategi, mulai dari peningkatan intensitas, sampai dengan penerapan berbagai skenario. Kenapa hal ini demikian penting ? Karena realitanya Klien dapat saja mengalami skenario yang berbeda dengan simulasi yang diterapkan saat terapi. Sebagai contoh, misalkan Klien memiliki phobia terhadap kecoa. Beberapa teknik psikoterapi umumnya mensimulasikan phobia dimaksud berdasarkan skenario dari sang terapis, atau skenario sederhana dari Klien. Padahal dalam kenyataannya, sang kecoa dapat saja muncul dalam berbagai skenario. Dalam teknik SST, seorang terapis dapat menerapkan berbagai skenario secara kreatif, dan tentu saja peningkatan intensitas harus benar-benar dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dari Klien. Contoh : Dalam kasus penanganan phobia kecoa, maka skenario awal dapat dimulai dengan pemutaran “internal movie” sederhana, dimana Klien membayangkan melihat film tentang dirinya yang sedang bermasalah dengan kecoa. Konsep bahwa Klien menjadi pengamat, disebut sebagai “disosiasi”. Selanjutnya dapat ditingkatkan bahwa Klien sekarang menjadi pemain dari sebuah film dengan suatu adegan dimana dirinya bermasalah dengan kecoa. Konsep bahwa Klien menjadi pelaku langsung disebut sebagai “asosiasi”. Selanjutnya skenario dapat dirubah, misalkan dengan meminta Klien menyaksikan gambar Kecoa dari suatu image komputer. Bahkan 9

skenario dapat ditingkatkan secara lebih menghadirkan secara fisik seekor kecoa hidup.

ekstrim

dengan

Dalam teknik SST, skenario apapun juga yang dipilih, tetap diterapkan tahapan-tahapan yang sama, dan selalu berakhir kepada penetralan somatic-signal yang muncul.

10

Bab 5

Contoh Kasus

Pada awal tahun 2012, Penulis menangani kasus phobia dari seorang Klien yang merupakan alumni pelatihan dari Penulis di kota Surabaya. Klien mengidap phobia ekstrim terhadap apapun yang terkait dengan ular. Sebagai gambaran, Klien tersebut pernah menerima kiriman gambar ular melalui Blackberry, dan tanpa pikir panjang Blakcberry tersebut langsung dilemparkan. Terapi dilakukan di Lounge suatu Hotel, dalam kondisi yang sangat ramai, karena di Lounge tersebut digelar live music. Klien dalam posisi santai mengobrol di meja bundar, bersama beberapa alumni lainnya. Secara kebetulan pada malam hari itu para alumni dari berbagai pelatihan yang diselenggarakan Penulis tengah berkumpul. Klien dalam posisi psikologis tidak ingin di-terapi, karena ia tidak meyakini ada metode yang dapat menyembuhkan phobianya tersebut. Klien berinisial ME dan Penulis YN (Yan Nurindra). *** YN

: Eh, katanya kamu phobia ya ? Mau disembuhkan ?

Klien langsung gemetar, dan menutup mulutnya dengan jaket. Ketika seseorang mengidap phobia ekstrim, komunikasi sederhana seperti ini saja sudah cukup untuk membuatnya memutar “internal movie” tertentu, dan menghasilkan somatic-signal berupa getaran tubuh. YN

: Gimana mau nggak ? Santai aja kok, disini saja sambil ngobrol-ngobrol.

Klien mengangguk dengan ragu. 11

YN

: Gini, kita nanti bermain-main dengan meditasi sederhana. Kamu cukup ikuti panduan saya. Oke ?

Klien diam, tetapi pandangannya memancarkan persetujuan. YN

: Oke. Kamu sejak kapan mengalami phobia ?

Klien kembali gemetar. YN

: Oke. Coba sekarang kamu santai. Nah sekarang amati bagian mana di tubuh kamu yang tidak nyaman ?

Klien menunjuk bagian lehernya. YN

: Rasanya seperti apa ?

ME

: Ada tekanan di leher.

YN

: Oke. Nah sekarang letakkan tangan kamu di bagian itu, lalu kamu fokus ke daerah itu, sambil membayangkan kamu berkomunikasi dengan bagian itu. Fokus dan katakan dalam hati : “Kamu adalah bagian dari diri saya, mari kita berdamai, mari kita kembali selaras”. Katakan terus, sampai tekanan itu benar-benar menghilang.

Klien dibiarkan beberapa saat melakukan hal ini. YN

: Bagaimana ? Tekanannya sudah hilang ?

Klien mengangguk. YN

: Bagaimana awalnya, kok kamu phobia terhadap ular ?

Klien kembali gemetar, ketika mendengan kata “ular”. 12

YN

: Ok, tenang, kamu amati bagian manakah tubuh kamu yang tidak nyaman ?

ME

: Bagian perut.

YN

: Ok, sekarang pegang bagian itu, fokus, dan ucapkan katakata yang tadi, ajak bagian itu berdamai.

Setelah beberapa saat .... YN

: Bagaimana ? Sudah netral ?

ME

: Sudah.

YN

: Kapan kamu mulai phobia dengan ular ?

ME

: Sudah lama sih ? Tepatnya lupa.

Pada tahapan ini, Klien sudah tidak lagi sensitif terhadap katakata ular. Kemudian Penulis mendekati Klien, dan meletakkan jari ke punggung Klien, sambil menggerakkan jari tersebut seakanakan ular yang sedang merambat. YN

: Kamu phobia dengan binatang ini kan ?

Klien kembali bergetar hebat, dan Penulis melepaskan jari dari punggung Klien. YN

: Ok, tenang. Bagian mana yang tidak nyaman ?

ME

: Perut.

YN

: Ok, kembali fokus ke bagian itu, lakukan pendamaian seperti tadi. 13

Klien dibiarkan beberapa saat melakukan proses pendamaian dengan bagian yang memancarkan somatic-signal ini. YN

: Bagaimana ? Sudah selesai ?

ME

: Masih ada, tinggal sedikit.

YN

: Ok, lanjutkan dulu, sampai benar-benar netral dan rasa tidak nyaman tersebut benar-benar hilang.

YN

: Sudah hilang ?

ME

: Sudah.

Lalu Penulis kembali mengulang meletakkan jari di punggung Klien, mensimulasikan seakan-akan gerakan ular yang sedang merambat. Klien ternyata diam saja, atau sudah tidak lagi sensitif. Kemudian Penulis, berteriak ke salah seorang alumni yang berada di meja lain : “Tolong carikan di internet gambar ular yang paling serem dong.”. Ketika mendengar kalimat ini, Klien kembali gemetar. YN

: Bagian mana yang tidak nyaman ?

ME

: Kepala belakang.

YN

: Nah, pegang daerah itu, lakukan pendamaian seperti sebelumnya.

Tiba-tiba Penulis melihat Klien menggerak-gerakkan kakinya, ini merupakan upaya “distraction” atau pengalihan dari pikiran bawah sadar. 14

YN

: Tolong kaki kamu jangan digerak-gerakkan. Seluruh tubuh kamu harus diam dan tenang, agar kamu dapat fokus ke bagian yang tidak nyaman, dan dapat melakukan pendamaian secara fokus.

Klien mulai tenang, dan tubuhnya benar-benar diam. Beberapa saat kemudian. YN

: Sudah netral ?

ME

: Sudah.

Penulis kembali berteriak ke salah satu alumni yang ditugaskan mencari gambar ular : “Bagaimana sudah dapat gambar ularnya ?”. Dan dijawab : “Sudah, ini Pak.” Gambar ular dari Ipad diserahkan ke Penulis, dan Penulis menunjukkan ke Klien. Klien kembali gemetar. Penulis menyingkirkan Ipad. YN

: Kenapa ? Sekarang yang tidak nyaman di bagian mana ?

ME

: Dada.

YN

: Ok, sekarang lakukan pendamaian lagi di bagian dada.

Beberapa saat kemudian setelah Klien kembali netral, Penulis menyodorkan kembali Ipad yang menayangkan gambar seekor ular pyhton dalam ukuran yang cukup besar kepada Klien. Klien dengan santai memandangi gambar dimaksud, bahkan memainkan jarinya di atas Ipad tersebut.

15

ME

: Aneh banget ini, kok aku jadi berani begini lihat gambar ular ?

YN

: Nah, itu tandanya kamu sudah tidak phobia lagi, minimal terhadap gambar ular, jadi kamu nggak perlu melempar handphone lagi jika ada yang mengirim gambar ular.

Klien tersenyum, sambil terus memainkan jarinya di Ipad. YN

: Yuk kita tunjukkan ke teman-teman di meja ujung, kalau kamu sudah tidak lagi phobia ke gambar ular.

Penulis mengajak Klien ke meja lain, dimana para alumni sedang berkumpul. YN

: Teman-teman, ME sudah tidak lagi phobia ke gambar ular. Mau lihat buktinya ?

Lalu Penulis meminta Klien untuk memegang Ipad dan memainkan jari-jarinya ke Ipad yang menayangkan gambar ular tersebut. Klien dalam posisi berdiri. Tiba-tiba Klien terjatuh. YN

: Kenapa ?

ME

: Kakiku mendadak lemas, aku nggak bisa berdiri.

Ternyata dengan skenario ini (Klien dalam posisi berdiri), somaticsignal muncul kembali di bagian lututnya, menyebabkan Klien terjatuh. YN

: Ok, sekarang kamu fokus ke kaki kamu, lakukan pendamaian dengan kaki kamu, ucapkan kalimat yang tadi berulang-ulang. 16

Beberapa saat kemudian ..... YN

: Bagaimana ? Kaki kamu sudah normal ?

ME

: Sudah.

YN

: Nah, coba berdiri, dan tunjukkan ke teman-teman bahwa kamu dapat memain-mainkan gambar ular di Ipad ini dengan santai.

Klien kembali melakukan hal diminta, dan kali ini ia benar-benar dapat melakukan secara santai, seakan-akan ia tidak pernah mengalami phobia sama sekali. Semua yang menyaksikan bertepuk-tangan. Secara kebetulan, salah seorang alumni yang hadir pada malam hari itu di Lounge Hotel adalah seorang pawang ular. Sesuatu yang sangat menarik terjadi, karena beberapa saat kemudian Klien terlibat pembicaraan yang sangat seru dengan alumni tersebut, berdiskusi tentang dunia ular. Seluruh proses penyembuhan phobia ini dari awal sampai dengan akhir memakan waktu sekitar 2 jam. *** Dari contoh kasus ini, semoga dapat dipahami apa yang dimaksudkan dengan perubahan strategi, yaitu memainkan skenario-skenario yang secara bertahap menaikkan intensitas atas emosi negatif muncul dari diri Klien terkait dengan phobia yang dialaminya. Teknik SST juga secara otomatis mengajarkan Klien bagaimana menerapkan teknik ini untuk “self-therapy”, terutama ketika Klien

17

menghadapi skenario yang berbeda di kondisi riel, misalkan suatu hari melihat seekor ular secara fisik.

18

Bab 6

“Beyond Word” Reframing

Mengapa teknik yang sangat sederhana ini dapat menyelesaikan permasalahan ? Walaupun teknik ini sangat sederhana akan tetapi filosofi dibalik teknik ini sangat kompleks, terutama jika kita akan membedahnya dari berbagai pengetahuan pemberdayaan diri terkini. Pada dasarnya manusia hidup dengan simbol, yaitu merepresentasikan suatu simbol atau memproduksi simbol baru, dimana simbol-simbol ini berguna sebagai sarana komunikasi antar lapisan kesadaran manusia. Simbol-simbol ini dapat berupa kata-kata (linguistik), perasaan, internal movie, bahkan dapat berupa ”entitas” yang beroperasi di tingkat fisik. Teknik SST memandang bahwa suatu “internal movie” di tingkat pikiran akan memproduksi hasil akhir berupa somatic-signal, dimana disinilah sebenarnya realitas dari apa yang dimaksudkan dengan “perasaan tidak nyaman”. Jika dianalogikan maka “internal movie” dapat dianggap sebagai software (program), sedangkan somaticsignal adalah hasil program. Berbagai teknik psikoterapi, misalkan NLP, banyak bermain dengan “utak-atik” di bagian “hasil program” ini, atau dikenal dengan istilah submodalities-intervention, tetapi umumnya teknik ini tidak menyentuh sisi software sama sekali, sehingga ketika software lama dioperasikan kembali maka akan memunculkan hasil program yang sama. Salah satu genre NLP yang lain, yaitu NeuroSemantics (NS), bermain di sisi software, dan jelas akan menghasilkan perbaikan yang lebih permanen. NS dengan konsep meta-stating adalah mengutak-atik “pemaknaan” suatu permasalahan, sehingga akan memunculkan 19

software pikiran yang baru. Akan tetapi kelemahannya adalah dibutuhkan keterampilan yang tinggi untuk melakukan pengubahan software pikiran ini. Teknik SST bermain di tingkatan somatic-signal atau bermain di “hasil program”. Lalu apa bedanya dengan teknik “submodalities intervention” dari NLP ? Bedanya adalah “hasil program” ini dinetralkan dengan cara “acceptance” atau berdamai, mirip dengan meditasi ala vipassana, yaitu kita berusaha “memasuki” realita dengan kesadaran penuh (mindfullness). Konsep berdamai dengan somatic-signal akan menghasilkan reframing di tingkat meta dan semua dilakukan dengan tanpa kata atau “beyond word”. Apa pembelajaran utama dari teknik SST ini ? Teknik SST mendemonstrasikan bahwa ketika terjadi suatu permasalahan, dan ketika kita mau berdamai dengan permasalahan ini, maka perasaan kita kita akan menjadi “netral” dan kita dapat memandang sesuatunya dengan lebih jernih, dimana tentunya hal ini akan sangat berguna untuk pencarian jalan keluar dari permasalahan dimaksud.

20

Bab 7

Penutup

Dari penjelasan teknik SST yang sederhana ini, jelas dapat dipahami bahwa teknik ini dapat dengan mudah diterapkan oleh siapa saja, bahkan bagi mereka yang memiliki kualitas komunikasi yang tidak terlalu baik. Selain itu, keunikan teknik SST, yaitu terapis tidak perlu memahami permasalahan Klien secara detail, sehingga akan membantu terutama bagi Klien yang memiliki sifat introvert. Selama Klien dapat memutar “internal movie” dari permasalahannya, maka teknik ini dapat diterapkan. Akhirnya Penulis berharap bahwa teknik SST yang sederhana dapat menambah khasanah teknik psikoterapi dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

21

Tentang Penulis

Yan Nurindra adalah sosok yang memiliki minat sangat besar terhadap dunia pemberdayaan diri. Sejak remaja ia sudah sangat tertarik dengan hal-hal yang terkait dengan manusia, fenomena pikiran, kehidupan, dan alam semesta. Sejak remaja pula ia berguru dengan banyak orang bijak di berbagai pelosok Nusantara maupun di mancanegara. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh karyakarya tokoh idolanya, mulai dari Jiddu Krishnamurti, Deepak Choppra, Anthony De Mello, sampai dengan Stephen Covey dan Edward de Bono. Dalam kesehariannya ia menjalankan bisnisnya di bidang yang bersentuhan dengan Teknologi Informasi dan Digital Marketing, karena ia berlatar belakang pendidikan teknik. Ia adalah alumni dari Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dii bidang pemberdayaan diri ia dikenal sebagai Founder dan Chairman dari beberapa organisasi, yaitu The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH), Neo NLP Society (NNLP), dan Prana Shakti International Brotherhood (PSIB), yang beranggotakan ribuan orang dari berbagai wilayah di Indonesia dan juga beberapa negara Asean. Pemikiran-pemikiran dari Yan Nurindra dapat pula dinikmati melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di beberapa Blog miliknya, yaitu www.YanNurindra.com dan www.Hipnotis.net yang merupakan salah satu referensi penting bagi komunitas pemberdayaan diri Indonesia.

22

Related Documents

Therapy
January 2021 13
Therapy Refleksi.pdf
February 2021 1
Assignment Signal
January 2021 0

More Documents from "Saravanan Sukumaran"